33
Makalah Farmasi ULKUS PEPTIKUM Oleh: Osi Davianus ASP G99141168 KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

Ulkus Peptikum Farmasi Davi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ulkus

Citation preview

Makalah Farmasi

ULKUS PEPTIKUM

Oleh:

Osi Davianus ASP

G99141168KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUANPenyakit ulkus peptik (UP) merupakan salah satu penyakit gastrointestinal yang sering terjadi. Prevalensi terbanyak UP pada usia antara usia 65 tahun sampai 74 tahun. Penyakit ini terbagi atas dua yaitu ulkus lambung (UL) dan Ulkus duodenum (UD) (Anand, 2015; Jane, 2001).

Ada 2 penyebab tersering ulkus peptik yaitu akibat infeksi oleh Helicobacter pylori (H.pylori) dan penggunaan NSAIDs jangka panjang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama UP adalah H.pylori, tetapi peranan faktor-faktor lain dalam kejadian UP jelas ada sehingga UP dikatakan sebagai penyakit multifaktorial (Theodore, 2009; Soll, 1997; Rodriguez, 2004).

. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit ulkus peptik (UP) secara anatomis didefinisikan sebagai suatu kerusakan mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus lapisan muskularis sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu ulkus adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter >5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis (Anand, 2015).B. Etiologi

Etiologi UP tersering adalah adanya faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa seperti H.pylori, obat anti inflamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian UP (Anand, 2015).

H.pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam lambung/ duodenum, berbentuk kurva , dan mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu ujungnya. Bakteri ini ditularkan secara fekal-oral atau oral-oral. Di dalam lambung terutama terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel/antar epitel (Sachs, 2015).

C. Patogenesis

H. pylori mempunyai mekanisme pertahanan terhadap asam lambung dengan membuat suasana alkali menggunakan enzim urea yang akan memecah urea. Bila terjadi infeksi H.pylori, maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif. Untuk terjadi kelainan selanjutnya yang lebih berat seperti ulkus atau kanker lambung ditentukan oleh virulensi H.pylori dan faktor-faktor lain, baik dari host sendiri, maupun adanya gangguan fisiologis lambung/duodenum (Sachs, 2015; Pillay, 2007).

Apabila terjadi infeksi H.pylori, host akan memberi respon untuk mengeliminasi/ memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel-sel PMN/ limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, seperti interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor nekrosis faktor dan lain-lain, yang bersama-sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik (Pillay, 2007).Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS). Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (acethyl salcylic acid = ASA) merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam berbagai keperluan, seperti anti piretik, anti inflamasi, analgetik, antitrombotik dan kemoprevensi kanker kolorektal. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan gastrointestinal. Pada usia lanjut, penggunaan OAINS/ASA dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa perdarahan atau perforasi dari ulkus (Tarnawski, 2003).

Pemakaian OAINS/ASA bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan struktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikorbanat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung (Rodriguez, 2004; Anand, 2015; Tarnawski, 2003)D. Diagnosis

Gambaran klinik UP sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort) pada epigastrium (Anand, 2015).

1. Gejala Klinis

Gejala-gejala UP memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang berminggu-minggu, berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu merupakan gejala khas (Anand, 2015).Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan, nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi; biasanya terjadi setelah 2 jam-3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Hal ini menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis UP. Gejala mual dan muntah timbul secara perlahan tetapi menetap. Terkadang ada hematemesis akibat perdarahan di lambung serta ditemukan adanya tinja berwarna hitam (Anand, 2015;Tarnawski, 2003).

Sepuluh persen dari UP, khususnya yang disebabkan oleh OAINS menimbulkan komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis mengenai penggunaan OAINS perlu ditanyakan pada pasien (Pillay, 2007)2. Pemeriksaan Fisik

Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi (Anand, 2015; Tarnawski, 2003).E. Pengobatan

Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptik/UP dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi. Selain itu, juga perlu dilakukan terapi nonfarmakologi untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan gangguan gastrointestinal lainnya yang dapat berupa perubahan cara hidup, seperti menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol, makan teratur (Anand, 2015; Sachs, 2015).

Tujuan dari pengobatan adalah (Anand, 2015): a) Menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium, b) Mempercepat penyembuhan ulkus secara sempurna,

c) Mencegah terjadinya komplikasi, d) Mencegah terjadinya kekambuhan.Eradikasi H pylori untuk ulkus yang disebabkan oleh H pylori merupakan tujuan utama terapi. Meskipun antibiotik mungkin cukup untuk terapi UP dengan H.pylori, tetapi kombinasi dengan penghambat pompa proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (Triple therapy) merupakan cara terapi terbaik. Angka kesembuhan UP dengan triple therapies yaitu 85%-90%. Akan tetapi, dapat terjadi kegagalan terapi bila terjadi ketidakpatuhan penderita dalam meminum obat yang diberikan, sehingga ulkus dapat relaps. Lamanya pengobatan antara 7 hari sampai dengan 14 hari, dan pengobatan dengan PPI selama 14 hari lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan 7 hari. Penggunaan metronidazol jarang diberikan karena angka resistensi tinggi. Amoxicillin harus diganti dengan metronidazol jika penderita diketahui alergi terhadap golongan penicillin (Anand, 2015). Adapun obat triple therapies yang digunakan selama 14 hari yaitu (Anand, 2015):a. PPI Omeprazole (Prilosec): 20 mg PO bid Lansoprazole (Prevacid): 30 mg PO bid Rabeprazole (Aciphex): 20 mg PO bid Esomeprazole (Nexium): 40 mg PO qdAmoksisilin (Amoxil): 1 g PO bid

Klaritromisin (Biaxin): 500 mg PO bid

b. PPI Omeprazole (Prilosec): 20 mg PO bid Lansoprazole (Prevacid): 30 mg PO bid Rabeprazole (Aciphex): 20 mg PO bid Esomeprazole (Nexium): 40 mg PO qdKlaritromisin (Biaxin): 500 mg PO bid

Metronidazol (Flagyl): 500 mg PO bidPada pasien dengan kegagalan triple therapies dapat dianjurkan Quadruple therapies yaitu PPI PO, Bismuth 525 mg PO, Metronidazole 500 mg PO dan Tetracycline 500 mg PO (Anand, 2015). Dual therapies, di mana dapat dijadikan alternative untuk mengobati infeksi H.pylori, tidak direkomendasikan sebagai first-line therapy karena angka kesembuhan kurang dibandingkan dengan triple therapy (Anand, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Marshall, dilaporkan bahwa perlu dilakukan eradikasi H. pylori pada penderita gangguan gastrointestinal berupa nyeri di daerah ulu hati, mual, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah, yang memenuhi hal-hal berikut ini (Marshall, 1983):

1. Keluhan berlangsung cukup lama

2. Faktor penyebab lain dapat disingkirkan (misalnya pemakaian NSAID)

3. Terapi konvensional misalnya pemberian antasida tidak mengurangi gejala.

Selain itu, berdasarkan konsensus nasional mengenai H. pylori pada tahun 1996 dinyatakan bahwa penggunaan eradikasi H. pylori sangat dianjurkan pada ulkus duodeni yang belum diketahui penyebabnya, ulkus ventrikuli, pasca reseksi kanker lambung dini, MALT lymphoma, dan dianjurkan dispepsia tipe ulkus, gastritis kronik aktif berat, gastropati AINS (NSAID), dan gastritis hipertrofik (KSHPI, 1996). Ulkus aktif akibat penggunaan NSAID dapat diterapi dengan PPI serta penghentian penggunaan NSAIDs. Pada pasien dimana masih memerlukan atau penggunaan NSAID tidak dapat dihindari. Hal yang mungkin dilakukan adalah dengan menurunkan dosis serta durasi penggunaan NSAIDs, serta ditambahkan PPI atau misoprostol (Rodriguez, 2004; Anand, 2015)BAB III

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS

Nama

: Tn. WUmur

: 27 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Pekerjaan

: Manajer perusahaan swastaAgama

: Islam

Alamat

: Sukoharjo No. RM : 02264xxx

B. ALLOANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Sakit perut lama

2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sakit perut. Sakit perut sudah sejak 1 hari SMRS . Pada hari kejadian, ada rapat evaluasi dengan pimpinan dari Jakarta sehingga karena sangat sibuk, pasien tidak sempat makan sampai malam tadi. Sakit perut terasa di ulu hati, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah. Pagi tadi dipaksa makan tetapi perut mual, sehingga makan menjadi malas. Sudah dicoba Plantacid syrup, tapi perut tetap sakit dan mual masih ada. Tidak ada demam dan buang air besar seperti biasa pagi tadi. Pasien sering mengalami sakit perut seperti ini, tapi dianggap penyakit biasa yang hilang sendiri sesudah diberi makan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa

: disangkalRiwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat mondok dirumah sakit: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa: disangkalRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat diabetes mellitus: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat TB: disangkal5. Riwayat KebiasaanRiwayat merokok

: sejak usia 20 tahun6. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki usia 27 tahun. Pasien bekerja sebagai manajer perusahaan swasta, Saat ini pasien berobat dengan BPJS.C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Kompos mentis, lemah, gizi kesan kurang

2. Tanda Vital

Tensi:120/80 mmHg

Nadi: 88 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi nafas: 20 x/menit, tipe thoracoabdominal

Suhu:36,8 C per axiler

Status gizi : TB 165 cm

BB 50 kg

3. KulitIkterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-)

4. Kepalabentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)5. Wajah

Simetris, eritema (-)

6. MataKonjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil miosis (-/-)7. Telingasekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi pendengaran (-)8. HidungDeviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-).9. MulutHipersalivasi (-), ulserasi (-) 10. LeherJVP tidak meningkat, Pembesaran KGB (-), trakea di tengah 11. ThoraksBentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-)

12. Cor

Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), batas jantung kesan tidak melebar13. PulmoAnterior

Inspeksi : Statis : permukaan dada kanan = dada kiri

Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)Posterior

Inspeksi : Statis : permukaan dada kanan = dada kiri

Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)14. Abdomen

BU (+) 6x/menit, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tak teraba

15. Ekstremitas

Oedem (-/-), akral dingin (-/-)D. PEMERIKSAAN PENUNJANGEsofagogastroduodenokopi (EGD)Cek Laboratorium darah lengkapBiopsi PAE. DIFFERENTIAL DIAGNOSA1. Kolelitiasis2. Kolesistitis3. GastritisF. DIAGNOSA KERJA

Ulkus PeptikumG. TERAPI

1. Nonmedikamentosaa. Terapi diet

b. Tidak merokok dan minum alkoholc. Menghindari penggunaan OAINS karena OAINS dapat menekan produksi prostaglandin yang sangat berperandalam proteksi mukosa lambung. Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit osteoartritis/rematoid artritis yang kurang menimbulkan keluhan pada lambung

2. Medikamentosaa. Antibiotikb. PPIPenulisan resep:R/ Amoksisilin tab mg 500 No XXVIII S 2.d.d tab II pc

R/ Klaritromisin tab mg 250 No XXVIII S 2.d.d tab II pc

R/ Omeprazol cap mg 20 No XXVIII S 2.d.d cap I ac

Pro : Tn. WUmur : 27 tahun

Alamat : Sukoharjo

2. PROGNOSIS

Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam: bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptik dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi (Anand, 2015).

Ulkus peptik kebanyakan disebabkan oleh infeksi H. pylori dan berdasarkan konsensus nasional pada tahun 1996 dinyatakan bahwa penggunaan eradikasi H pylori sangat dianjurkan pada ulkus peptik yang belum diketahui penyebabnya. Selain itu, menurut penelitian Marsal dilaporkan bahwa perlu dilakukan eradikasi H pylori pada penderita dengan keluhan gastrointestinal berupa nyeri di daerah ulu hati, mual, terasa pedih dan mulas sampai muntah-muntah yang sudah berlangsung cukup lama, dan faktor penyebab lain dapat disingkirkan (misalnya pemakaian NSAID), serta pemberian terapi konvensional misalnya antasida tidak mengurangi keluhan yang diderita (Anand, 2015; Marshall, 1983; KSHPI, 1996).

Tujuan terapi ulkus peptik akibat infeksi H pylori adalah dengan eradikasi H pylori. Walaupun antibiotik mungkin cukup untuk terapi UP dengan H.pylori, namun kombinasi dengan Penghambat pompa proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (Triple therapy) merupakan cara terapi terbaik dan efektif dapat menyembuhkan sebanyak 85-95 % UP (Anand, 2015).Pada kasus ini diberikan kombinasi antibiotika golongan amoksisilin dan klaritromisin ditambah dengan obat golongan PPI yaitu omeprazol. Pemberian kombinasi obat ini berdasarkan literatur dengan dosis dan lama pengobatan tertentu yang telah diteliti efektif untuk eradikasi kuman H. pylori. Sedangkan untuk terapi alternatif dapat digunakan kombinasi antibiotika golongan metronidazole dan tetrasiklin ditambah dengan obat golongan PPI yaitu lanzoprazol(Anand, 2015; Schrawen, 2009).Pilihan bentuk sediaan berdasarkan usia penderita yang dianggap bisa mengkonsumsi bentuk padat, selain harga lebih murah dan penyimpanan mudah. Lama pengobatan untuk infeksi H. pylori adalah 7-14 hari. Menurut konsensus sebaiknya pemberian antibiotika untuk 7 hari sesuai dengan waktu pemakaian antibiotika umumnya dan berdasarkan pengalaman sudah efektif. Sedangkan PPI digunakan selama 14 hari untuk melindungi mukosa lambung yang masih dalam proses penyembuhan dari peradangan.Bila ada kegagalan penyembuhan setelah terapi selama 14 hari, maka diberikan quadruple theraphy yaitu PPI 2x sehari per oral, bismuth 525 mg per oral 4x sehari, metronidazol 500 mg 4x sehari dan tetrasiklin 500 mg per oral 4x sehari(Anand, 2015). Selain itu, ada lagi pengobatan terbaru pengganti triple therapy dan quadruple therapy yaitu terapi dengan mengganti bismuth dengan levofloksasin pada quadruple therapy dengan mengkombinasikan levofloksasin, klaritromisin, amoksisilin, dan esomeprazole. Keempat obat ini digunakan sebagai first line therapy atau second line therapy di Belanda. Kombinasi dengan amoksisilin ditemukan mengurangi sedikit efek samping pengobatan (Schrawen, 2009). Selain itu di Brazil, ada obat bernama furazolidone yang berefek baik sebagai pengganti obat metronidazol yang resisten pada beberapa orang (Felga, 2008). Selain itu pula ada triple therapy dengan obat azitromisin, omeprazole dan amoksisilin. Namun obat ini memiliki tingkat kesembuhan yang rendah pada ulkus peptik dengan harga yang cukup mahal, sehingga tidak direkomendasikan penggunaan obat azitromisin ini (Silva, 2008).Pemberian antibiotika untuk amoksisilin dengan dosis sesuai literatur 2 x 1000 mg setiap 12 jam bertujuan mempertahankan kadarnya tetap tinggi dalam plasma. Amoksisilin dapat diberikan sebelum dan sesudah makan. Pemberian klaritromisin 2 x 500 mg setiap 12 jam setelah makan. Pemberian Metronidazole 3 x 500 mg setiap 8 jam setelah makan. Pemberian tetrasiklin 4 x 250 mg setiap 6 jam setelah makan. Pemberian obat-obatan ini rata-rata setelah makan yaitu -1 jam setelah makan karena diketahui efek samping penggunaannya pada saluran cerna. Penggunaan obat golongan PPI omeprazol 2 x 20 mg dan lanzoprazol 2 x 30 mg sebelum makan untuk menurunkan asam lambung dan mengurangi mual.Dalam pengobatan ulkus peptik selain pemberian terapi farmakologis juga perlu dilakukan terapi non farmakologis untuk mencegah terjadinya kekambuhan yaitu berupa perubahan cara hidup, seperti terapi diet, menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol (Marotta, 1991).Tujuan utama terapi diet yaitu untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan iritasi langsung ada mukosa lambung. Konsumsi susu yang sering tidak dianjurkan karena efek buffer yang hanya sementara dan peningkatan sekresi lambung yang nyata. Bumbu seperti merica hitam, merica merah, bubuk chili dapat menyebabkan dyspepsia (Marotta, 1991).Suatu penelitian menunjukkan bubuk chili merah tidak mempengaruhi proses penyembuhan ulkus duodenum. Pada penelitian tersebut juga mengusulkan untuk mengkosumsi merica hitam pada menu sehari-hari karena mepunyai efek adaptasi respon sitoprotektif yang menguntungkan. Akan tetapi, hal tersebut masih dalam kontroversi dan masih dievaluasi, bahwa pasien ulkus peptik harus menghindari bumbu yang bagi pasien menimbulkan efek yang kurang nyaman, terutama saat masa eksaserbasi penyakit peptik. Beberapa penilitian juga menyarankan untuk menghindari konsumsi alkohol, terutama minuman dengan kadar alkohol 40% (terbukti pada kadar 80%). Konsumsi kopi harus dihindari karena efek sekresi asam lambungnya yang tinggi. Minuman lain yang mengandung kafein belum terbukti dapat meningkatkan kemungkinan peptik, namun minuman tersebut merupakan stimulator seksresi asam lambung. Jadi suatu hal yang wajar jika pasien ulkus peptik tidak dianjurkan mengkonsumsi minuman yang berkafein terutama kopi. Beberapa makanan yang berserat mempunyai kemampuan melindungi terhadap ulus peptik. Menurut Mayo Clinic Diet Manual, makan sedikit yang sering tidak menunjukkan efektivitas dibandingkan makan 3 kali sehari untuk pengobatan ukus peptik yang kronis (Marotta, 1991).A. Daftar kelompok Obat dan Jenisnya Yang Bermanfaat Untuk Ulkus Peptik Pada Kasus IniKelompok ObatJenis Obat

1. Antibiotik Amoxicillin

Claritromisin

Metronidazol

Tetrasiklin

2. Inhibitor Pompa Proton

Lansoprazole

Esomeprazole

Rabeprazole

Omeprazole

B. Perbandingan Kelompok Obat Menurut Manfaat, Keamanan dan Kecocokannya Untuk Kasus TersebutNoJenis ObatManfaatKeamanan

(Efek Samping Obat)Kecocokan (Kontraindikasi)

1.Amoxicillin Klaritromisin

MetronidazoleTetrasiklin Anti bakteri

Untuk bakteri gram (+) dan (-)

Bakteriostatis terhadap bakteri gram positif dan beberapa gram negatif

Efektif terhadap semua cocci dan basil anaerob, gram positif dan negatif, tetapi tidak efektif untuk kuman aerob, juga bersifat amebecid

Bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman Gangguan ginjal

Infeksi sekunder (kandidiasis)

Iritasi saluran cerna dan peningkatan enzim hati

Mual, sakit kepala, mulut kering dan rasa kecap logam, kencing kemerahan, lekopeni

Reaksi alergi, iritasi lambung, leukositosis, caries pada gigi, trombositopenia

Riwayat hipersensitivitas terhadap amoxicillin

Hipersensitifitas terhadap klaritromisin, eritromisin atau antibiotika golongan makrolida lainnya

Kehamilan trimester I dan menyusui, hipersensitifitas terhadap metronidazole

Kehamilan diatas 4 bulan, dan anak sampai usia 8 tahun karena mengakibatkan tulang rapuh dan kalsifikasi gigi

2.Omeprazole

Lansoprazole

Esomeprazole

Rabeprazole

menurunkan sekresi asam lambung

menurunkan insidensi Ulkus peptik akibat NSAIDs

Menurunkan dengan sangat kuat asam lambung

Menghambat asal lambung dengan inhibisi enzim H+/K+ -ATPase pada lapisan permukaan lambung yaitu sel parietal

Menghambat asal lambung dengan inhibisi enzim H+/K+ -ATPase pada lapisan permukaan lambung yaitu sel parietal membahayakan janin

bioavailabilitas pada orang tua meningkat

Gangguan lambung, usus, nyeri kepala, nyeri otot, dan sendi, gatal-gatal, rasa kantuk atau sukar tidur (jarang)

membahayakan janin

membahayakan janin

Riwayat hipersensitivitas terhadap omeprazole

Kemungkinan keganasan lambung sebaiknya disingkirkan pada penggunaan obat ini, hipersensitifitas

Riwayat hipersensitifitas

Riwayat hipersensitifitas

C. Pilihan Dan Alternatif Obat Yang DigunakanTerapi Kausatif:UraianObat PilihanObat Alternatif

Nama ObatAmoksisilinMetronidazole

BSO (Generik, Paten, Kekuatan)Generik : Amoksisilin

BSO : tablet 250 mg, 500 mg; kapsul 125 mg; sirup 125 mg/ 5 ml

Paten : Amoxillin

BSO : tablet 125 mg; kapsul 250 mg; kaplet 500 mg; sirup 125 mg/5 ml Generik : Metronidazole

BSO : tablet 250 mg, 500 mg; suspensi 125 mg/5 ml; tablet vagina 500 mg

Paten : Flagyl

BSO : tablet 250 mg; tablet forte 500 mg, 1000 mg; suspensi 125 mg/5 ml; infus 500 mg/100 ml

BSO yang diberikan dan alasanDalam bentuk tablet karena pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelanDalam bentuk tablet karena pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Dosis Referensi2 x 1000 mg(1)3 x 500 mg(1)

Dosis dalam kasus2 x 1000 mg sesuai dengan referensi(1)3 x 500 mg sesuai dengan referensi(1)

Frekuensi Pemberian dan alasan2 x sehari sesuai dengan dosis anjuran referensi(1)3 x sehari sesuai dengan dosis anjuran referensi(1)

Cara Pemberian dan alasan Peroral Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelanPeroral Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Saat Pemberian dan alasannyaSetiap 12 jam menjaga kadar tetap stabilSetelah makan karena dapat menyebabkan mual

Lama Pemberian7 hari sesuai dengan(1) referensi untuk kasus ini7 hari sesuai dengan(1) referensi untuk kasus ini

UraianObat PilihanObat Alternatif

Nama ObatKlaritromisinTetrasiklin

BSO (Generik, Paten, Kekuatan)Generik : Klaritromisin

BSO : tablet 250 mg

Paten : Claros

BSO : tablet 125 mg; kapsul 250 mg; kaplet 500 mg; sirup 125 mg/5 ml Generik : Tetrasiklin

BSO : kapsul atau tablet 250 dan 500 mg

Paten : Tetradex

BSO : kapsul 250 mg; kapsul forte 500 mg

BSO yang diberikan dan alasanDalam bentuk tablet karena pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelanDalam bentuk tablet karena pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Dosis Referensi2 x 500 mg(1)4 x 250 mg(1)

Dosis dalam kasus2 x 500 mg sesuai dengan referensi(1)4 x 250 mg sesuai dengan referensi(1)

Frekuensi Pemberian dan alasan2 x sehari sesuai dengan dosis anjuran referensi(1)4 x sehari sesuai dengan dosis anjuran referensi(1)

Cara Pemberian dan alasan Peroral Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelanPeroral Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Saat Pemberian dan alasannyaSetiap 12 jam menjaga kadar tetap stabilSetiap 6 jam menjaga kadar tetap stabil

Lama Pemberian7 hari sesuai dengan referensi untuk kasus ini(1)7 hari sesuai dengan referensi untuk kasus ini(1)

Terapi Simptomatik:UraianObat PilihanObat Alternatif

Nama ObatOmeprazolLansoprazol

BSOGenerik : Omeprazol

BSO : kapsul 20 mg

Paten : Pumpitor

BSO : kapsul 20 mgGenerik : Lansoprazol

BSO : kapsul 30 mg

Paten : Prolanz

BSO : kapsul 30 mg

Dosis referensi2 x 20 mg(1)2 x 30 mg(1)

Dosis dalam kasus2 x 20 mg sesuai dengan dosis referensi(1)2 x 30 mg sesuai dengan dosis referensi(1)

BSO yang diberikan dan alasanKapsul pasien dewasa tidak ada gangguan menelanKapsul pasien dewasa tidak ada gangguan menelan

Frekuensi pemberian dan alasan2 kali sehari sesuai dengan dosis terapi yang dianjurkan(1)2 kali sehari sesuai dengan dosis terapi yang dianjurkan(1)

Cara Pemberian dan alasanPer Oral

Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelanPer Oral

Pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan

Saat Pemberian dan alasanSebelum makan menurunkan sekresi asam lambung, mengurangi mualSebelum makan menurunkan sekresi asam lambung, mengurangi mual

Lama pengobatan14 hari sesuai dengan lamanya rentang waktu pemberian PPI pada terapi eradikasi(1)14 hari sesuai dengan lamanya rentang waktu pemberian PPI pada terapi eradikasi(1)

DAFTAR PUSTAKA1. Anand BS. Peptik ulcer disease. http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview. Diakses tanggal 26 Februari 2015.2. Jane B, Angela Sauaia, Dennis Ahnen, William Marine, William Schluter, Beth R. Stevens, Jeanne D. Scinto, Herbert Karp, MD, Dale Bratzler. (2001). Process of Care and Outcomes for Elderly Patients Hospitalized With Peptik Ulcer Disease Results From a Quality Improvement Project JAMA, October 24/31, Vol 286, No. 16

3. Theodore W. Schafer. (2009). Peptik Ulcer Disease The American College of Gastroenterology.

4. Soll AH. (1997). Peptik ulcer and It`s Complication. Gastrointestinal Disease, 620-678.

5. Rodriguez LAG, Diaz SH. (2004). Risk of Uncomplicated Peptik Ulcer among Users of Aspirin and Nonaspirin Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Am J Epidemiol, 159:2331.6. Sachs G, Modlin IM. Acid related disease: biology and treatment. http://books.google.co.id/books?id=Gk1iSM2PA4oC&pg=RA1-A505&lpg=RA1-PA505&dq=modlin+dan+sach+1998+peptik+ulcer&source=bl&ots=3GhXETQYwy&sig=CIBkQ6IgBTU1nhp3rXQF_pFdpw&hl=id&ei=NgOFSsDqMMeCkQWpn_WaBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#v=onepage&q=&f=false. Diakses Tanggal 26 Februari 2015.7. Pillay, KVK, M Htun1, NN Naing, B Norsaadah. (2007). HelicoBacter Pylori Infection In Peptiic Ulcer Disease : The Importance of Smoking and Ethnicity. Vol 38 No. 6

8. Tarnawski , Andrzej S, Michael K. Jones. (2003). Inhibition of angiogenesis by NSAIDs: molecular mechanisms and clinical implications. J Mol Med 81:6276369. Marshall BJ. (1983). Unidentified curved bacillus on gastric epithelium in active chronic gastritis. Lancet: 1273-1275.10. Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI). (1996). Konsensus Nasional Penanggulangan Infeksi H. pylori. Jakarta.11. Schrawen RWM, Janssen MJR, Boer WA. (2009). Seven-day PPI-triple therapy with levofloxacin is very effective for Helicobacter pylori eradication. The Netherlands Journal of Medicine, 67:96-101.12. Felga GEG, Silva FM, Barbuti RC, Rodrigueq TM. (2008). Quadruple therapy with furazolidone for retreatment in patients with peptik ulcer disease.World J Gastroenterol; 14(40): 6224-6227.13. Silva FM, Eisig JN, Teixeira ACS, Barbuti RC, Rodriguez TN, Mattar R. (2008). Short-term triple therapy with azithromycin for Helicobacter pylori eradication: Low cost, high compliance, but low efficacy. BMC Gastroenterology, 8:20.14. Marotta RB, Floch MH. (1991). Diet and nutrition in ulcer disease. Med Clin North Am. 1991 Jul;75(4):967-79.