3
Undang-Undang Apotek 1. Permenkes No. 922 Tahun 1993 Permenkes No. 1332 Tahun 2002 “Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pendirian Apotek” (Pasal 1, No. 922 Tahun 1993) : Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA harus memiliki SIA, SIA berlaku selama apotek tersebut masih aktif melakukan kegiatan dan APA mampu melakukan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan, SIA dalam pembuatannya tidak dipungut biaya apapun. (Permenkes No. 1332 Tahun 2002) SIA diberikan oleh menteri dan menteri melimpahkannya pada Dinkes Kab/Kota. Dinkes Kab/kota minimal melaporkan 1x setahun kepada Dinkes Provinsi mengenai pemberian izin, pencabutan, pembekuan dan pencairan izin apotek. (Pasal 12) Apabila sediaan farmasi rusak, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara lain dan dibuat berita acara form apt-8 rangkap 2 (ke dinkes kab/kota dan dinkes provinsi) dengan lampiran (No, nama sediaan,j umlah dan alat pemusnah) (Pasal 14, permenkes No. 922 Tahun 1993) Apoteker wajib melayani resep dr dokter, drg dan drh. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik dalam resep menjadi obat paten. Dalam hal pasien tidak dapat menebus obat dalam resep, maka apoteker harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk penentuan obat lebih lanjut. (Pasal 16) Apabila apoteker menemukan kesalahan atau resep ditulis tidak jelas maka perlu bekonsultasi terlebih dahulu dengan dokter penulis resep. Apabila dokter penulis bersikukuh dengan pendapatnya, maka harus menandatangani resep. (Pasal 17) Salinan resep harus ditanda tangani apoteker. (Pasal 19, Permenkes No. 1332 Tahun 2002) APA behalangan melakukan kerja pada jam buka apotek, maka harus menunjuk Apt

Undang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Undang

Undang-Undang Apotek

1. Permenkes No. 922 Tahun 1993 Permenkes No. 1332 Tahun 2002 “Tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pendirian Apotek”

(Pasal 1, No. 922 Tahun 1993) : Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA harus memiliki SIA,

SIA berlaku selama apotek tersebut masih aktif melakukan kegiatan dan APA mampu

melakukan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan, SIA dalam pembuatannya tidak

dipungut biaya apapun.

(Permenkes No. 1332 Tahun 2002) SIA diberikan oleh menteri dan menteri

melimpahkannya pada Dinkes Kab/Kota. Dinkes Kab/kota minimal melaporkan 1x setahun

kepada Dinkes Provinsi mengenai pemberian izin, pencabutan, pembekuan dan pencairan

izin apotek.

(Pasal 12) Apabila sediaan farmasi rusak, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar,

ditanam atau dengan cara lain dan dibuat berita acara form apt-8 rangkap 2 (ke dinkes

kab/kota dan dinkes provinsi) dengan lampiran (No, nama sediaan,j umlah dan alat

pemusnah)

(Pasal 14, permenkes No. 922 Tahun 1993) Apoteker wajib melayani resep dr dokter, drg

dan drh. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik dalam resep menjadi obat paten.

Dalam hal pasien tidak dapat menebus obat dalam resep, maka apoteker harus

berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk penentuan obat lebih lanjut.

(Pasal 16) Apabila apoteker menemukan kesalahan atau resep ditulis tidak jelas maka

perlu bekonsultasi terlebih dahulu dengan dokter penulis resep. Apabila dokter penulis

bersikukuh dengan pendapatnya, maka harus menandatangani resep.

(Pasal 17) Salinan resep harus ditanda tangani apoteker.

(Pasal 19, Permenkes No. 1332 Tahun 2002) APA behalangan melakukan kerja pada jam

buka apotek, maka harus menunjuk Apt pendamping. Bila APA dan Apt. pendamping

berhalangan hadir maka menunjuk Apt. pengganti. Penunjukan tersebut harus dibuat berita

acara Form. Apt-9.

(Pasal 23 Permenkes No. 922 tahun 1993) Apabila terdapat penggantian APA maka dibuat

serah terima resep, obat keras dan kunci lemari narkotika psikotropika dan dibuat berita

acara dengan menggunakan Form Apt- 10 (Berisi penyerahan resep dari tangal – tanggal

sekian, obat keras/ bahan berbahaya, kunci lemari narkotika dan psikotropika sebanyak

berapa buah).

Page 2: Undang

2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 “Tentang Kesehatan”

Pasal-pasal yang penting untuk farmasi BAB 15

Pasal 104 : Tentang pengamanan sediaan farmasi untuk melindungi masyarakat dari sediaan

farmasi yang tidak memenuhi syarat

Pasal 105 : Sediaan farmasi harus memenuhi syarat farmakope

Pasal 106 : Sediaan farmasi yang beredar harus memiliki izin edar

Pasal 107 : Link ke PP No. 72 Tahun 1998

Pasal 108 : Tentang praktek kefarmasiaan, link PP No.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 “Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan”

PP No. 51dibuat untuk mengatur pekerjaan kefarmasiaan. Pekerjaan kefarmasian, meliputi:

Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan sediaan farmasi, pekerjaan kefarmasiaan dalam

produksi sediaan farmasi, pekerjaan kefarmasian dalam distribusi sediaan farmasi dan

pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi.

Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasiaan: di buku.

Fasilitas pelayanan kefarmasian, meliputi: apotek, IFRS, toko obat, puskesmas, klinik dan

praktek bersama.

(Pasal 21) Dalam melaksanakan praktek kefarmasiaan Apoteker harus

menerapkanstandart pelayanan kefarmasiaan. Penyerahan dan pelayanan obat dilaksanakan

oleh apoteker.

(Pasal 21) Pada suatu daerah terpencil yang tidak memiliki apoteker, maka menteri

menunjukan TTK yg telah memiliki STRTTK untuk melakukan peracikan dan penyerahan obat.

(Pasal 22) Dalam hal, daerah terpencil yang tidak memiliki apotek Dokter dan dokter gigi

yang memiliki surat registrasi memiliki wewenang meracik dan menyerahkan obat.

(Pasal 24) Apoteker dapat mengganti obat dagang jd obat generik dgn komposisi sama atau

obat dagang jd obat dagang lain atas persetujuan pasien dan dokter.

(Pasal 23) Tenaga kefarmasian itu adalah Apoteker dan TTK (Sarjana farmasi, ahli madya,

analis farmasi dan AA).

(Pasal 27) Apoteker yang akan melaksanakan pkerjaan kefarmasiaan harus memiliki sertifikat

kompetensi apoteker dan surat kompetensi apoteker berlaku 5 tahun. Bagi mahasiswa yang

baru lulus otomatis mendapatkan surat kompetensi apoteker.

4. Permenkes No. 889 Tahun 2011 “ Tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga

Kefarmasiaan”