Upload
phungthuy
View
238
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
FAKTOR-FAKTOR RISIKO ERGONOMI DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
OPERATOR CUTTING BAR DI UNIT PRODUKSI PT IRON WIRE
WORKS INDONESIA TAHUN 2018
SKRIPSI
NURHAMIDA JUSMAN
201531197
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2018
ii
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
FAKTOR-FAKTOR RISIKO ERGONOMI DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
OPERATOR CUTTING BAR DI UNIT PRODUKSI PT IRON WIRE
WORKS INDONESIA TAHUN 2018
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI
NURHAMIDA JUSMAN
201531197
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2018
iii
ABSTRAK
Nama :Nurhamida Jusman
NIM : 201531197
Program Studi: Kesehatan Masyarakat
Judul : Faktor-Faktor Risiko Ergonomi Dengan Keluhan Subjektif
Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Operator Cutting Bar Di
Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia Tahun 2018
MSDs menjadi sangat penting karena merupakan penyebab terbesar hilangnya hari
kerja akibat cedera dihampir setiap jenis industry. Tujuan dari penelitian ini
menganalisis hubungan faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders (MSDs) pada operator cutting bar di unit produksi PT
Iron Wire Works Indonesia tahun 2018. Penelitian menggunakan desain penelitian
cross sectional dengan mengkaji masalah atau keadaan pada saat dilakukan
pengamatan pada 26 operator dengan tehnik total sampling. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa 12 responden 46.2% berisiko mengalami keluhan MSDs. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Usia (p=0.665) ,
Masa kerja (p= 0.51), IMT (p=0.483), aktifitas fisik (p=1.000), dan gerakan
berulang (p=0.483) dengan keluhan MSDs. Untuk mengurangi risiko keluhan
MSDs, maka disarankan Melakukan stretching pada waktu jam istirahat untuk
merelaksasikan otot kembali.
Kata Kunci: Faktor risiko ergonomi, keluhan MSDs, cutting bar
xiii + 115 halaman, 11 daftar tabel. 4 gambar, 7 lampiran
Pustaka: 49 (1999-2018)
iv
ABSTRACT
Name : Nurhamida Jusman
Reg Num : 201531197
Study Program: Public Health
Title : Ergonomic risk factors with Musculoskeletal Disorder (MSDs)
subjective complaint to Cutting Bar Operator at PT Iron Wire
Works Indonesia Production Unit in 2018
MSDs becomes very important because it is the biggest cause of the loss of working
days due to injury in most every type of industry. Main purpose of this research is
to analyze relations between Ergonomic risk factors with Musculoskeletal Disorder
(MSDs) subjective complaint to Cutting Bar Operator at PT Iron Wire Works
Indonesia Production Unit in 2018. This research using cross sectional research
design with examine the problem or situation when this research observed to 26
operators with using total sample technique. Result of this research explain that 12
respondents get 46.2% of having MSDs complaint. This research shows that no
relation between ages (p=0,665), work time (p=0,51), IMT (p=0,483), physical
activity (p=1.000), and physical repetition (p=0,483) with MSDs complaint. To
reduce risk of MSDs complaint, I recommend to do stretching move in break time
for relaxing the muscle.
Keywords : Ergonomic risk factors, MSDs complaints, cutting bar
xiii + 115 pages, 11 table lists, 4 picture, 7 attachments
Bibliography: 40 (1999-2018)
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Skripsi ini, diajukan oleh:
Nama : Nurhamida Jusman
NIM : 201531197
Program studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi :
FAKTOR-FAKTOR RISIKO ERGONOMI DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
OPERATOR CUTTING BAR DI UNIT PRODUKSI PT IRON WIRE
WORKS INDONESIA TAHUN 2018
Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Juli 2018
Disetujui oleh
Pembimbing
Decy Situngkir, SKM, MKKK
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Data Pribadi
Nama : NURHAMIDA JUSMAN
Tempat/Tanggal Lahir : Soppeng, 30 Januari 1994
Alamat : Jln. Cavaleri No 50. Malibu Village (15443)
Paramount Gading Serpong, Kabupaten Tangerang
Nomor Hp : 082333122294
Data Pendidikan
2000 – 2006 SDN Negeri 210, Sanrangeng,Kab Soppeng Makassar
2006 – 2009 SMP Negeri 1, Kaimana Papua Barat
2009 – 2012 SMA Dwiwarna Boarding School Bogor
2012 – 2015 Universitas Indonesia, Jurusan Perumahsakitan
2015 – 2018 Universitas Esa Unggul, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat limpahan kasih, karunia dan segala rahmat-nya yang selalu menyertai setiap
langkah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan subjektif musculoskeletal
disorders (MSDs) pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works
Indonesia tahun 2018.
Laporan penulisan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan proses pendidikan pada program S1 Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan di Universitas Esa unggul (FIKES UEU).
Penulis menyadari bahwa penyusunan skipsi ini tak lepas dari dukungan dan
keterlibatan peran dari berbagai pihak. Dengan ini, maka penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada :
1) Dr. Ir. Arief Kusuma Among Praja, MBA selaku Rektor UEU yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menimba ilmu di
kampus ini.
2) Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan UEU
3) Putri Handayani, SKM, MKKK. Selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4) Decy Situngkir, SKM, MKKK. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
5) Kepada Ibu dan Ayah, serta Adik Tercinta, karena do’a dan dukungan serta
bantuan baik moril dan materil kepada penulis sehingga penulis tetap
semangat menjalankan skripsi ini.
6) Sahabat Quince: Aba , Dela, Iyud, Sasa yang selalu ada buat menyemangati
viii
7) Teman-teman seperjuangan angkatan K3 Kelas Eksekutif UEU 2015,
terutama: Mega, Hani, Septa, dan Cindy serta bagi semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari sempurna, maka penulis sangat mengharapkan
kritik, saran, dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Jakarta, 13 juli 2018
Penulis
Nurhamida Jusman
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
ABSTRAK.................................................................................................iii
PENYATAAN PERSETUJUAN................................................................v
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................vi
KATA PENGANTAR...............................................................................vii
DAFTAR ISI.............................................................................................viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 7
1.5 Manfaat penelitian ..................................................................... 8
1.5.1 Manfaat bagi pembaca dan Civitas Academica ..................... 8
1.5.2 Manfaat bagi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) .......... 8
1.6 Ruang lingkup .......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 10
2.1 Ergonomi ....................................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Ergonomi ............................................................. 10
2.1.2 Ruang Lingkup dan Tujuan Ergonomi ................................... 11
2.1.3 Pinsip Ergonomi .................................................................... 13
2.2 Sistem Muskuloskeletal Manusia ................................................... 14
2.2.1 Sistem Kerangka Manusia .................................................. 15
2.2.2 Sistem Otot Manusia .......................................................... 15
2.2.3 Jaringan Penghubung ......................................................... 16
2.2.4 Sendi .................................................................................. 17
2.3 Musculoskeletal Disorders (MSDs)................................................ 17
2.3.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ....................... 18
2.3.2 Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) ......................... 18
2.3.3 Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................... 20
2.1.4 Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal ............................. 21
1. Faktor Risiko Pekerjaan .......................................................... 21
a.Jenis Pekerjaan ................................................................... 22
b. Postur Tubuh ..................................................................... 22
c. Durasi................................................................................ 22
d. Gerakan berulang .............................................................. 23
2. Faktor Individu ....................................................................... 25
x
a. Usia ................................................................................... 25
b. Jenis kelamin .................................................................... 26
c. Indeks Massa Tubuh (IMT) ............................................... 26
d. Masa kerja......................................................................... 28
e. Aktivitas fisik .................................................................... 28
2.5 Nordic Body Map ........................................................................... 33
2.6 Kerangka Teori .............................................................................. 35
2.7 Penelitian Terkait .......................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 39
3.1 Kerangka Konsep Penelitian .......................................................... 40
3.2 Definisi Operasional ...................................................................... 40
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 42
3.4 Jenis Penelitan ............................................................................... 43
3.5 Populasi dan Sampel ...................................................................... 43
3.6 Instrumen Penelitian: ..................................................................... 44
A. Data Primer ............................................................................... 45
B. Data Sekunder ........................................................................... 46
3.7 Analisis Data ................................................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN..............................................................47
4.1 Analisis Univariat.............................................................................47
4.1.1 Gambaran distribusi frekuensi keluhan MSDs........................47
4.1.2 Gambaran distribusi frekuensi usia.........................................48
4.1.3 Gambaran distribusi frekuensi masa kerja..............................48
4.1.4 Gambaran distribusi frekuensi IMT........................................48
4.1.5 Gambaran distribusi frekuensi aktifitas fisik..........................49
4.1.6 Gambaran distribusi frekuensi gerakan berulang...................49
4.2 Analisis Bivariat..............................................................................51
4.2.1 Gambaran hubungan usia dengan MSDs................................52
4.2.2 Gambaran hubungan masa kerja dengan MSDs.....................52
4.2.3 Gambaran hubungan IMT dengan MSDs...............................53
4.2.4 Gambaran hubungan aktifitas fisik dengan MSDs.................54
4.2.5 Gambaran hubungan gerakan berulang dengan MSDs..........55
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................56
5.1 Analisis Univariat............................................................................56
5.1.1 Gambaran keluhan MSDs.......................................................56
5.1.2 Gambaran usia........................................................................56
5.1.3 Gambaran masa kerja.............................................................56
5.1.4 Gambaran IMT.......................................................................57
5.1.5 Gambaran aktifitas fisik.........................................................58
5.1.6 Gambaran gerakan berulang...................................................59
5.2 Analisis Bivariat..............................................................................59
5.2.1 hubungan usia dengan MSDs.................................................59
5.2.2 hubungan masa kerja dengan MSDs.......................................60
5.2.3 hubungan IMT dengan MSDs................................................60
5.2.4 hubungan aktifitas fisik dengan MSDs...................................60
5.2.5 hubungan gerakan berulang dengan MSDs............................61
xi
5.3 Keterbatasan Penelitian...................................................................61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................63
6.1 Kesimpulan......................................................................................63
6.2 Saran................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA............................................................................66
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Fungsi Sistem Muskuloskeletal (Bridger, 2003)...................................13
Tabel 2.2 Nilai MET (metabolic energy turnover)................................................29
Tabel 2.3 Tingkat Resiko Berdasarkan Skor Akhir...............................................32
Tabel 2.4 Keterangan Nordic Body Map..............................................................33
Tabel 2.5 Penelitian Terkait..................................................................................35
Tabel 3.1 Definisi Operasional.............................................................................39
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia pada Pekerja di PT.Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018...................................................................................47
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Masa Kerja di PT.Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018..................................................................................48
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh Pekerja di PT.Iron Wire
Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018.......................................................48
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Pekerja di PT.Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018 .................................................................49
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Gerakan Berulang Pekerja di PT.Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018..................................................................49
Tabel 4.1.6 Gambaran Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Pekerja di PT.Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018...............................................50
Tabel 4.7 Hasil Uji Bivariat Usia dengan Keluhan MSDs pada pekerja di PT.Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018...............................................51
Tabel 4.8 Hasil Uji Bivariat Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada pekerja di
PT.Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018.................................52
Tabel 4.9 Hasil Uji Bivariat IMT dengan Keluhan MSDs pada pekerja di PT.Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018...............................................53
Tabel 4.10 Hasil Uji Bivariat Aktifitas Fisik dengan Keluhan MSDs pada pekerja
di PT.Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018 .............................54
Tabel 4.11 Hasil Uji Bivariat Gerakan Berulang dengan Keluhan MSDs pada
pekerja di PT.Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018.................55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Rangka Tubuh Manusia......................................................14
Gambar 2.2 Struktur Otot Rangka........................................................................14
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori.....................................................................34
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep.................................................................38
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industrialisasi menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan
canggih, yang disatu pihak akan memberi kemudahan dalam proses
produksi dan meningkatkan produktivitas. Di lain pihak cenderung
meningkatkan risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul sehubungan
dengan pekerjaan. Selain itu, di tempat kerja terdapat banyak potensi
bahaya, yaitu bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang
berdampak pada kesehatan pekerja (Santoso, 2004).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan
karakteristik manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan lain-lain)
yang relevan dalam konteks kerja, serta memanfaatkan informasi yang
diperoleh dalam upaya merancang produk, mesin, alat, lingkungan, serta
sistem kerja yang terbaik. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah
tercapainya sistem kerja yang produktif dan kualitas kerja terbaik, disertai
dengan kemudahan, kenyamanan, dan efisiensi kerja, tanpa mengabaikan
kesehatan dan keselamatan kerja. Perbaikan kerja, dalam konteks
ergonomi, antara lain dapat dilakukan dengan cara memperbaiki proses
interaksi yang terjadi, merancang pekerjaan sehingga cocok dengan
karakteristik manusia penggunanya, memperbaiki lingkungan fisik kerja,
serta merancang lingkungan organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
psikologis dan sosiologis manusia (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Setiap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak
dilakukan secara ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya
tinggi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja meningkat, performansi
menurun yang berakibat kepada penurunan efisiensi dan daya kerja.
Dengan demikian, penerapan ergonomi di segala bidang kegiatan adalah
suatu keharusan. Secara umum penerapan ergonomi dapat dilakukan di
mana saja, baik di lingkungan rumah, di perjalanan, di lingkungan sosial
maupun di lingkungan tempat kerja. Ergonomi dapat diterapkan kapan saja
2
dalam putaran 24 jam sehari semalam, sehingga baik pada saat bekerja,
istirahat maupun dalam berinteraksi sosial kita dapat melakukan dengan
sehat, aman dan nyaman. Setiap komponen masyarakat baik masyarakat
pekerja maupun masyarakat sosial harus menerapkan ergonomi dalam
upaya menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan produktivitas
kerja yang setinggi-tingginya. Untuk dapat menerapkan ergonomi secara
benar dan tepat, maka kita harus mempelajari dan memahami ergonomi
secara detail. Dalam penerapan ergonomi diperlukan suatu seni, agar apa
yang akan diterapkan dapat diterima oleh pemakainya dan memberikan
manfaat yang besar kepadanya (Tarwaka dkk., 2004).
Masalah ergonomi di dunia industri sangat signifikan dampaknya,
hal tersebut dikarenakan walaupun sudah banyak industri yang
menggunakan mesin dalan proses kerjanya, namun dalam pelaksanaannya
masih memerlukan tenaga manusia untuk penanganan secara manual.
Namun, manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik. Keterbatasan
fisik tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana kerja,
karena jika pekerjaan tertentu membutuhkan tenaga melebihi kapasitas
fisik manusia, hal inilah yang menimbulkan faktor risiko terjadinya
gangguan musculoskeletal. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi
sosial ekonomi perusahaan karena kehilangan hari kerja yang diakibatkan
oleh gangguan musculoskeletal. Akibatnya, produktivitas menurun dan
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan karena harus membayar
kompensasi (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
MSDs (Musculoskeletal Disorders) biasanya diawali dengan
keluhan rasa nyeri. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-
bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan
sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga
kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Tarwaka dkk., 2004).
3
Berdasarkan Arthritis Research UK (2017), di UK sekitar 57%
angka kesakitan dan cidera berkaitan dengan gangguan muskuloskeletal.
Lebih dari 30 juta hari kerja hilang karena kondisi muskuloskeletal, setiap
tahunnya. Kondisi muskuloskeletal dapat disebabkan atau diperburuk oleh
pekerjaan. Dari 1.3 juta orang, rentang umur (16-64 tahun) memiliki
penyakit yang menurut mereka terkait pekerjaan hasilnya menunjukkan
41% semua kasus penyakit terkait pekerjaan di Inggris pada 2015 hingga
2016 disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal terkait kerja, 37% stress,
kecemasan dan depresi, 22% disebabkan oleh faktor lainnya (Arthritis
Research UK, 2017).
Di Indonesia, data statistik yang berkaitan dengan MSDs masih
belum tersedia secara memadai. Kondisi industri Indonesia lebih dominan
pekerjaan fisik dan masih lemahnya pengawasan K3. Berikut hasil
penelitian yang telah dilakukan terkait studi prevalensi keluhan MSDs
terhadap pekerja di beberapa industri. Hasilnya adalah sebagian besar
pekerja berusia 19-27 tahun (46,43%), masa kerja 1-5 tahun (46,43%),
tidak olahraga teratur (68,57%), bukan perokok (78,57%) terdapat
hubungan yang kuat antara keluhan pernapasan dengan usia c= koefisien
kontingensi (c= 0,535), masa kerja (c= 0,509), keluhan musculoskeletal
dengan duduk statik (c= 0,544), berdiri statik (c= 0,559) dan postur tubuh
(c= 0,559) berdasarkan temuan, dapat disimpulkan bahwa pekerja sepatu
berisiko mengalami keluhan muskuloskeletal dan pernapasan (Frizka dan
Martiana, 2005).
Seluruh responden (100%) pada pekerja pabrik proses finishing di
Departemen PPC PT SCTI Ciracas Jakarta Timur mengalami keluhan
gejala MSDs di hampir semua bagian tubuh. Bagian tubuh yang paling
banyak dikeluhkan adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, pinggang
dan kaki. Jenis keluhannya seperti pegal-pegal dan nyeri otot. Hasilnya
adalah tingkat risiko ergonomi tertinggi pada proses pengepakan. Bagian
tubuh yang memiliki risiko MSDs (Kurniawati, 2009).
Dari hasil kuesioner dan nordic body map diketahui keluhan MSDs
yang paling banyak dirasakan perajin pada pinggang bagian bawah dan
4
pinggang bagian atas (92,9%). Keluhan yang dirasakan berupa pegal-pegal,
sakit/nyeri, kaku, kejang/keram dan kesemutan. Selain risiko ergonomi, di
dapatkan juga faktor lain yang memperberat keluhan MSDs yaitu
karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin, masa kerja, jam
kerja per hari, Indeks Massa Tubuh (IMT), kebiasaan merokok dan aktifitas
fisik. Sebagian besar aktivitas kerja memiliki tingkat risiko ergonomi tinggi
sehingga diperlukan segera tindakan perbaikan desain tempat kerja
(Paramitha, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian kepada operator unit produksi PT GMF
AeroAsia menyatakan perusahaan ini yang bergerak di bidang perawatan
pesawat terbang. Hasil dari penelitian ini adalah pekerja yang memiliki
tingkat risiko ergonomi rendah maupun sangat tinggi, kebanyakan yang
memiliki tingkat keluhan MSDs yang rendah. Keluhan tertinggi MSDs
terdapat pada punggung sebesar 96,4% (Anggaraeni, 2005).
PT Iron Wire Work Indonesia (IWWI) adalah perusahaan terkemuka
Jepang pertama dan terbesar yang membuat berbagai macam jenis kawat
baja di Indonesia. Sejak dimulai produksi komersialnya di tahun 1972, PT
IWWI telah secara konsisten memperluas dan mengembangkan produknya
serta meningkatkan kapasitas produksinya. Saat ini PT IWWI beroperasi
dalam kapasitas produksi 50.000 MT/ tahun, semua proses produksi
mengikuti standar industri Jepang (JIS), lembaga kawat baja Amerika
(AISI) dan lainnya yang sejenis.
Proses produksi PT IWWI yang berkesinambungan dijamin oleh
berbagai pemasok wire rod Indonesia, Jepang dan berbagai negara di
kawasan Eropa, Asia, Australia dan Afrika Selatan. Dengan didukung oleh
3 pemegang saham yang mempunyai reputasi, kelompok pemasok bahan
baku, PT IWWI berkeyakinan menjadi pabrik kawat baja terkemuka di
Indonesia. PT Iron Wire Work Indonesia (IWWI) mempunyai visi dan misi
perusahaan untuk menjadi perusahaan wire drawing Nomor 1 yang
menyumbang kemajuan industri mobil, motor dan elektronik di Asia
5
Tenggara, serta berperan dalam memelihara kelestarian lingkungan (Profil
PT IWWI, 2018).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di unit
produksi di dapatkan bahwa PT IWWI menggunakan mesin dalam proses
kerjanya. Terdapat 7 shop yang menghasilkan jenis produk yang berbeda di
setiap shopnya. Dari survei yang sudah dilakukan, terdapat 4 proses tahapan
yang harus dilalui yakni pickling and coating proses: proses pembersihan
besi dengan HCL, drawing: proses pengecilan diameter besi, heat
treatment: proses pemanasan besi, dan cutting: pemotongan besi dari 4
meter jadi 2cm.
Cutting bar merupakan proses untuk memotong besi. Unit ini berada
di shop G dan memiliki 26 operator. Target harian operator unit tersebut
adalah 3.500pcs/ hari setiap operator. Dalam cutting bar terdapat 4 proses
yaitu: Cutting stamping : proses pemotongan dari coil to bar menggunakan
dies; Cutting saw : proses pemotongan dari bar to bar menggunakan pisau
potong; Grinding : proses menghilangkan burry (sisi yang tajam) pada hasil
pemotongan; dan Checking : proses pemisahan wire layak dan tidak layak.
Proses – proses dalam menghasilkan target tersebut, membuat operator
melakukan gerakan yang repetitif, sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan keluhan musculoskeletal disorders.
Selain itu dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner
Nordic Body Map yang melibatkan 6 responden, ditemukan 6 (100%)
responden yang mengalami keluhan MSDs. Dari hal tersebut, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor risiko ergonomi dengan
keluhan subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) pada operator cutting
bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Arthritis Research UK (2017), di UK sekitar 57%
angka kesakitan dan cidera berkaitan dengan gangguan muskuloskeletal.
Lebih dari 30 juta hari kerja hilang karena kondisi muskuloskeletal, setiap
6
tahunnya. Kondisi muskuloskeletal dapat disebabkan atau diperburuk oleh
pekerjaan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner
Nordic Body Map yang melibatkan 6 responden, ditemukan 6 (100%)
responden yang mengalami keluhan MSDs Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada hubungan faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) pada operator cutting bar
di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
2. Bagaimana gambaran keluhan subjektif musculoskeletal disorders pada
operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia
tahun 2018?
3. Bagaimana gambaran usia pada operator cutting bar di unit produksi PT
Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
4. Bagaimana gambaran masa kerja pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
5. Bagaimana gambaran indeks massa tubuh pada operator cutting bar di
unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
6. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
7. Bagaimana gambaran gerakan berulang pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
8. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi PT
Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
9. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi PT
Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
7
10. Apakah ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
11. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi PT
Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
12. Apakah ada hubungan antara gerakan berulang dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) pada operator cutting
bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran tingkat keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
2. Mengidentifikasi gambaran usia pada operator cutting bar di
unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
3. Mengidentifikasi gambaran masa kerja pada operator cutting bar
di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
4. Mengidentifikasi gambaran indeks massa tubuh pada operator
cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018.
5. Mengidentifikasi gambaran aktivitas fisik pada operator cutting
bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
6. Mengidentifikasi gambaran gerakan berulang pada operator
cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018.
8
7. Menganalisis hubungan antara usia dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit
produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
8. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di
unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
9. Menganalisis hubungan antara indeks massa tubuh dengan
keluhan subjektif musculoskeletal disorders pada operator
cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018.
10. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di
unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
11. Menganalisis hubungan antara gerakan berulang dengan
keluhan subjektif musculoskeletal disorders pada operator
cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Manfaat bagi pembaca dan Civitas Academica
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mengenai hubungan faktor-faktor risiko
ergonomi dengan keluhan subjektif musculoskeletal disorders
(MSDs) pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire
Works Indonesia tahun 2018.
1.5.2 Manfaat bagi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
tambahan informasi dan bahan masukan bagi PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) dalam melakukan pengendalian kejadian
Musculoskeletal Disorders pada pekerja PT Iron Wire Work
Indonesia (IWWI) Tahun 2018.
9
1.6 Ruang lingkup
Penelitian bertujuan untuk mengetahui mengenai hubungan faktor-
faktor risiko ergonomi dengan keluhan subjektif musculoskeletal disorders
(MSDs) pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works
Indonesia tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan februari
sampai dengan bulan mei 2018 yang berlokasi di Jln. Daan Mogot km. 18
batu ceper, Tangerang Indonesia. Penelitian menggunakan desain
penelitian cross sectional dengan mengkaji masalah atau keadaan pada saat
dilakukan pengamatan pada 26 operator dengan tehnik total sampling.
Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor risiko ergonomi dengan keluhan
subjektif musculoskeletal disorders (MSDs) pada operator cutting bar di
unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi dalam bahasa Yunani, dari kata ergos dan nomos yang
memiliki arti “kerja” dan “aturan atau kaidah”, dari dua kata tersebut secara
pengertian bebas sesuai dengan perkembangannya, yakni suatu aturan yang
ditaati dalam lingkungan pekerjaan (Kusnawa, 2014). Menurut Bridger
(2003), ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara
manusia dengan mesin dan faktor lain yang memengaruhinya. Menurut
Manuaba (2004), ergonomi adalah ilmu seni, dan penerapan teknologi
untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan
dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas
hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
International Ergonomics Association (IEA), mendefinisikan
ergonomi merupakan studi anatomis, fisiologi, dan psikologi dari aspek
manusia dalam bekerja di lingkungannya. Konteks ini berkaitan dengan
efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan dari orang-orang di
tempat kerja, di rumah, dan sejumlah permainan. Hal itu secara umum
memerlukan studi dari sistem dan fakta kebutuhan manusia, mesin-mesin
dan lingkungan yang saling berhubungan dengan tujuan mengenai
penyesuaiannya (IEA, 2000).
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pusat
dari ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi ada berdasarkan
kesadaran dan keterbatasan kemampuan dan kapabilitas manusia, sehingga
dalam usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi
dan kenyamanan dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja dan
pekerjaan dengan manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut.
11
2.1.2 Ruang Lingkup dan Tujuan Ergonomi
Aktivitas kerja dalam jabatan, dituntut sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan yang dimiliki para pegawai. Oleh karena itu, para perancang
sistem pelayanan melakukan berbagai analisis terkait dengan jenis tugas,
gerakan tubuh yang diperlukan dan batas kemampuan menerima beban
(Kusnawa, 2014).
Ditinjau dari kepentingan ilmiah yang dapat memberikan kontribusi
pada praksis industri, melalui penelitian mencakup hal-hal berikut ini
(Kusnawa, 2014).
1. Penelitian interface
Perangkat antara (interface) yang mengidentifikasi, menganalisis dan
mengkaji mengenai informasi tentang suatu lingkungan serta
mendeskripsikannya dengan simbol-simbol, tanda-tanda, lambang, dan
angka-angka, peta dan variabel (waktu, jarak) serta konstanta lainnya.
2. Kekuatan Fisik Pekerja
Penelitian tentang aktivitas pelayanan sistem fisik kerja, melalui
pengukuran dan menganalisis gerakan fisik, beban yang diterima, dan
peralatan yang digunakan dalam objek pekerjaan. Data-data yang diperoleh,
dijadikan bahan perancangan kerja sesuai dengan rata-rata kemampuan fisik
para pekerja.
3. Dimensi dan Bentuk Tempat Kerja
Penelitian mengenai dimensi dan bentuk ruang tempat kerja, dimensi
ukuran kebutuhan para pekerja, jenis pekerjaan, dan faktor-faktor yang
memengaruhi karakteristik aktivitas kerja.
4. Lingkungan Kerja
Penelitian mengenai kondisi lingkungan tempat kerja, seperti
pengaturan pencahayaan, pengaturan ventilasi udara, dan faktor yang
memengaruhi fisik pekerja, seperti kebisingan, getaran, dan temperatur.
Ergonomi berkembang dari berbagai bidang ilmu yang berbeda antara lain
ilmu anatomi dan kedokteran, fisiologi dan psikologi serta ilmu fisika dan
teknik. Masing- masing disiplin ilmu sangat berperan dalam membentuk
ilmu ergonomi yang bertujuan untuk menyesuaikan pekerjaan terhadap
12
pekerja. Ilmu anatomi dan faal memberikan pengetahuan tentang struktur
tubuh manusia, kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, dimensi tubuh
dan kekuatan tubuh dalam mengangkat dan menerima tekanan fisik.
Psikologi faal memberikan analisis terhadap fungsi otak dan sistem
persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara eksperimental
untuk memahami cara mengambil sikap, mempelajari serta mengendalikan
proses motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik menyediakan informasi
mengenai sistem desain dan lingkungan dimana pekerja melakukan
pekerjaannya (Kusnawa, 2014).
Menurut Adapted from OCAW local 1-5 Ergonomics Awarness
Workbook “Job Design with the Worker in Mind”, kontrol ergonomi dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan, hal ini untuk mengidentifikasi
pencegahan dan pengendalian faktor risiko ergonomi. Ketiga perdekatan
tersebut adalah sebagai berikut: (Tarwaka, 2004).
1. Engineering control, adalah salah satu metode untuk mengendalikan
faktor-faktor risiko ergonomi secara efektif dan permanen. Konsep
tersebut, termasuk memodifikasi, merancang kembali atau mengubah:
a. Work station and work areas (tempat dan wilayah kerja)
b. Materials/objects/containers design and handling (beban, benda
kerja, rancangan, dan pengangkatan kontainer)
c. Hand tools used (menggunakan perkakas tangan)
d. Equipment (peralatan)
Engineering control, merupakan inti ergonomi, mengubah tempat
pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan. Rancangan ini, perlu
mengakomodasi pertimbangan karakteristik para pekerja.
2. Administrative control, berhubungna dengan bagaimana pekerjaan
terorganisasi secara sistematis. Beberapa hal yang termasuk pada bagian
ini mencakup hal-hal berikut ini.
a. Proper maintenance and house keeping (pemeliharaan dan
kerumahtanggaan)
b. Job rotation and enlargement (rotasi dan perluasan pekerjaan)
c. Work scheduling (penjandwalan pekerjaan)
13
d. Sufficient breaks (istirahat yang cukup)
e. Work practice (praktik kerja)
f. Training (pelatihan)
3. Personal protective equipment (PPE) atau yang dikenal dengan Alat
Pelindung Diri (APD). Setiap pekerja harus menggunakan alat
perlindungan diri sebagai pelindung saat melakukan pekerjaan, yang
dirancang sesuai dengan kebutuhan jenis pekerjaan. APD tidak
menghilangkan risiko kerja, melainkan mengurangi risiko melalui
penghambat.
Secara umum tujuan dari penerapan ilmu ergonomi adalah:
(Tarwaka, 2004)
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja
meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat
guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu
usia produktif maupun setelah tidak produktif
2. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu
aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap
sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan
kualitas hidup yang tinggi (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan penjabaran di atas dari berbagai sumber, maka
dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari ergonomi berfokus pada
perancangan tugas, peralatan, area kerja, dan sistem kerja yang
disesuaikan dengan kapasitas pekerja (mempertimbangkan
keterbatasan fisik pekerja) yang bertujuan untuk menciptakan
efisiensi serta kenyamanan dalam bekerja dan mencegah dari
kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja.
14
Interaksi antara ketiga komponen di atas harus mempertimbangkan
manusia sebagai pusat dalam ergonomi, sehingga harus memperhatikan
keterbatasan manusia. Keterbatasan tersebut dipengaruhi oleh aspek-aspek
pada diri manusia itu sendiri yang meliputi aspek fisik seperti; ukuran dan
bentuk tubuh, kebugaran dan kekuatan, postur, indera, tekanan dan
tegangan otot, rangka dan saraf dan aspek psikologis seperti; kemampuan
mental, kepribadian, pengetahuan dan pengalaman (Bridger, 2003).
2.2 Sistem Muskuloskeletal Manusia
2.2.1 Sistem Kerangka Manusia
Susunan sistem rangka manusia terdiri dari 206 tulang yang saling
berhubungan.Tulang-tulang ini terdiri dari 8 tulang kepala/tengkorak, 14
buah tulang wajah, 6 buah tulang telinga dalam, 1 tulang lidah, 25 tulang
dada, 26 tulang belakang dan gelang panggul, 64 tulang anggota gerak atas
dan 62 tulang anggota gerak bawah. Keseluruhan tulang ini dihubungkan
dengan ligament dan jaringan ikat lainnya (Setiadi, 2007).
Tabel 2.1: Fungsi Sistem Muskuloskeletal (Bridger, 2003)
Sistem Skeletal Sistem Muskular
1. Penyokong
2. Pelindung (misalnya, tulang
tengkorak yang melindungi otak dan tulang rusuk yang melindungi
jantung dan paru- paru)
3. Pergerakan (otot-otot melekat pada
tulang sehingga terjadi kontraksi otot, dan terjadi pergerakan)
4. Homopoiesis (jenis tulang tertentu
dapat memproduksi sel darah merah melaui bagian sum-sumnya)
1. Menghasilkan pergerakan tubuh atau
bagian-bagian tubuh
2. Menjaga postur tubuh
3. Memproduksi panas (sel-sel pada otot
memproduksi panas sebagai hasil
sampingan dan merupakan
mekanisme yang penting untuk menjaga kestabilan temperatur tubuh.
15
Gambar 2.1. Sistem Rangka Tubuh Manusia
Sumber:http://danceguadagno.wikispaces.com/The+Skeletal+System.
2.2.2 Sistem Otot Manusia
Otot terbentuk atas fiber yang berukuran panjang dari 10 sampai
dengan 400 mm dan berdiameter 0,01 sampai dengan 0,1 mm. Fiber terdiri
dari myofibril yang tersusun atas sel-sel filamen dari molekul myosin yang
saling overlap (tumpang tindih) dengan filamen dari molekul aktin
(Nurmianto, 2004).
Otot rangka adalah otot yang terhubung dengan tulang dan
persendian sehingga memungkinkan fungsi tulang sebagai pengungkit saat
otot berkontraksi. Otot rangka adalah jaringan terbesar dalam tubuh dengan
massa 40% dari beban badan, di mana pergerakannya dapat memungkinkan
dilakukannya aktivitas fisik (Bridger, 2003).
Gambar 2.2 Struktur Otot Rangka
Sumber:http://sistem-muskuloskeletal.html
16
Otot mempunyai kemampuan kontraksi dan relaksasi. Otot sebagai
penggerak utama bergerak dengan arah berlawanan terhadap otot yang lain
yang dikenal sebagai gerakan antagonis yang berfungsi untuk
mengendalikan dan mengembalikan posisi tangan dan kaki pada tempat
asalnya. Ada juga jenis otot lain yang disebut sebagai fiksator yang
berfungsi sebagai pemberi keseimbangan pada saat adanya suatu gerakan,
dan sinergis yang berfungsi untuk mengontrol sambungan-sambungan
(sendi) sehingga memungkinkan suatu gerakan berjalan secara efisien.
Sebagai contoh, otot triceps dalam keadaan antagonis relatif terhadap otot
biceps selama dalam gerakan fleksi oleh siku pada saat tangan mengangkat
beban (Nurmianto, 2004).
2.2.3 Jaringan Penghubung
Jaringan-jaringan penghubung yang terpenting pada sistem
kerangka-otot adalah ligamen, tendon, dan fasciae. Jaringan ini terdiri dari
kolagen dan serabut elastis. Tendon berfungsi sebagai penghubung antara
otot dan tulang terdiri dari sekelompok serabut kolagen yang letaknya
paralel dengan panjang tendon. Tendon bergerak dalam sekelompok
jaringan serabut dalam suatu area dimana adanya gaya gesek. Bagian
dalam dari jaringan ini mengeluarkan cairan synovial untuk pelumasan.
Ligamen berfungsi sebagai penghubung antara tulang dengan tulang untuk
stabilitas sendi yang tersusun atas serabut yang letaknya tidak paralel.
Sedangkan jaringan fasciae berfungsi sebagai pengumpul dan pemisah otot
yang terdiri dari sebagian besar serabut elastis (Nurmianto, 2004).
2.2.4 Sendi
Sendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang mampu
digerakkan. Hubungan antara dua tulang atau lebih disebut persendian atau
artikulasi (Sherwood, 2006). Gerak yang muncul akibat adanya persendian
sebagai berikut :
17
a. Fleksi dan Ekstensi
Fleksi merupakan gerak membengkokkan atau menekuk,
sedangkan ekstensi merupakan gerak meluruskan.
b. Abduksi dan Adduksi
Abduksi merupakan gerak menjauhi tubuh, sedangkan
Adduksi merupakan gerak mendekati tubuh.
c. Elevasi dan Depresi
Elevasi merupakan gerak mengangkat, sedangkan depresi
merupakan gerak menurunkan.
d. Supinasi dan Pronasi
Supinasi merupakan gerak menengadahkan tangan, sedangkan
pronasi merupakan gerakan menelungkupkan tangan.
e. Inversi dan Eversi
Inversi merupakan gerak memiringkan telapak kaki ke arah
dalam tubuh, sedangkan eversi merupakan gerak memiringkan
telapak kaki ke arah luar.
2.2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Istilah Musculoskeletal Disorders (MSDs) biasa digunakan oleh
pakar ergonomi untuk gangguan yang diakibatkan oleh karakteristik
pakerjaan yang buruk, sedangkan Cummulative Trauma Disorders (CTD)
merupakan istilah yang digunakan kalangan medis bila gangguan jaringan
otot (musculoskeletal disorders) telah menjadi penyakit. Terdapat
perbedaan istilah MSDs pada beberapa negara. Di Amerika MSDs lebih
dikenal dengan Cummulative Trauma Disorders (CTD). Di Inggris dan
Australia disebut dengan Repetitive Strain Injury (RSI). Di Jepang dan
Skandinavia lebih dikenal dengan Occupational Cervicobrachial
Disorders (OCD). Dan baru-baru ini di Australia dikenal sebagai
Occupational Overuse Syndrome (OOS).
18
A. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan pada otot,
syaraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, dan tulang belakang.
Gangguan tersebut secara umum terjadi secara berangsur atau berkembang
secara kronis bukan merupakan hasil kejadian spontan. Meskipun demikian
kejadian spontan seperti terpeleset dan terjatuh biasanya merupakan
penyebab terjadinya masalah muskuloskeletal, contohnya low back pain
(NIOSH, 1997).
B. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala MSDs biasanya disertai dengan keluhan subjektif. Berikut ini
beberapa gejala umum yang menandai terjadinya MSDs : (Peter, 2000)
1. Rasa sakit pada sendi
2. Rasa sakit pada tangan, bahu, lengan bawah, lutut, kaki dan lain-lain
3. Rasa sakit, ngilu dan kebas pada tangan dan kaki
4. Jari tangan atau kaki memucat
5. Punggung atau leher sakit
6. Terjadi pembengkakan atau radang
7. Terjadi kekakuan
8. Rasa panas atau seperti terbakar
9. Rasa lemas atau kehilangan koordinasi tangan
10. Rasa sakit yang membuat terjaga di tengah malam
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua
(Tarwaka, 2004), yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent). Yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut.
19
C. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Peter, 2000)
Ada beberapa jenis MSDs yaitu:
1) Carpal Tunnel Syndrome (CTS), yaitu tekanan pada saraf tengah
yang terletak di pergelangan tangan yang dikelilingi jaringan dan
tulang. Penekanan tersebut disebabkan oleh pembengkakan atau
iritasi dari tendon dan penyelubung tendon. Gejalanya seperti rasa
sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak nyaman pada jari-
jari, dan mati rasa/kebas. CTS dapat menyebabkan seseorang
kesulitan menggenggam.
2) Tendinitis, yaitu peradangan hebat atau iritasi pada tendon,
biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada tulang.
Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus
menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa
(penggunaan berlebih atau postur janggal) seperti tekanan yang
kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama
bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang.
Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung akan
menyebabkan tendinitis.
3) Bursitis, merupakan iritasi atau peradangan pada bursa. Bursa
merupakan kantung berisi cairan yang berada di sekitar sendi,
fungsinya untuk mengurangi gesekan pada tulang. Gejala utama
adalah rasa nyeri di sekitar bursa. Bursitis juga dapat menyebabkan
hilangnya gerakan pada sendi yang terkena. Bursitis biasanya
terjadi pada lutut, bahu, siku, tumit, pinggul dan ibu jari.
4) Tension Neck Syndrome, adalah ketegangan pada otot leher yang
disebabkan oleh postur leher fleksi ke arah belakang dalam jangka
waktu yang lama sehingga timbul gejala kekakuan pada otot leher,
kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.
5) Trigger finger, adalah rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-
jari akibat tekanan yang berulang pada jari-jari yang menekan
tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari.
20
6) Tennis elbow, terjadi ketika ada masalah pada tendon yang
menempel pada bagian luar siku. Gejala umum adalah rasa nyeri di
bagian luar siku, nyeri ketika mengangkat benda, nyeri yang
menjalar ke lengan bawah. Rasa nyeri pada tennis elbow biasanya
bertahap, tetapi dapat juga datang secara tiba-tiba.
7) Low Back Pain, merupakan cidera pada punggung karena otot-otot
tulang belakang mengalami peregangan jika postur tubuh
membungkuk. Adanya rasa sakit atau ketidaknyamanan pada area
bagian bawah dari punggung dan tulang belakang.
2.3 Faktor-Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal
2.3.1. Faktor Risiko Pekerjaan
1. Jenis Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan seperti repetitive bending dan lifting
memiliki kejadian musculoskeletal disorders yang cukup tinggi, misalnya
pada pekerja konstruksi dan perawat. Jenis pekerjaan yang juga
mengharuskan pekerjanya melakukan pekerjaan dalam posisi berdiri atau
duduk dengan jangka waktu yang lama tanpa istirahat akan menempatkan
pekerja dalam risiko musculoskeletal disorders yang lebih besar daripada
pekerja yang tidak melakukan pekerjaan (Peter, 2000).
Menurut Suhardjo (1999), klasifikasi pekerjaan dibagi menjadi 4
yaitu :
1. Pekerjaan ringan (laki-laki : pekerja kantor, pekerjaan professional
(dokter, pengacara, akuntan, guru, arsitek, dsb.), pelayan took,
penganggur, dsb.) (Wanita : pegawai, pegawai kantor, pekerjaan rumah
tangga, guru, pekerjaan professional, dsb.)
2. Pekerjaan sedang (laki-laki : pekerja industri ringan, siswa/mahasiswa,
pekerja bangunan, pekerja perkebunan, angkatan bersenjata yang tidak
aktif di lapangan (pasukan), nelayan, dsb.
(Wanita : pekerja industrI ringan, pekerjaan dirumah tangga, mahasiswa,
buruh-buruh di took -toko, dsb.
21
3. Pekerjaan berat (laki-laki : buruh tani, kuli, buruh kehutanan, pasukan
tentara di lapangan, pekerja tambang, buruh pabrik baja, dsb.
(wanita : buruh tani, penari, olahragawati)
4. Pekerja sangat berat (Laki-laki : penarik gerobak, penarik becak.
(wanita : pekerja konstruksi bangunan)
2. Postur Tubuh
Merupakan posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas
pekerjaan yang terkait dengan desain tempat kerja dan task. Postur janggal
adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi
normal ketika melakukan pekerjaan (WHO, 2009).
Menurut Paramitha (2014), keluhan paling banyak dirasakan perajin
pada bagian tubuh dapat disebabkan oleh postur janggal dari punggung yang
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali/
menit menyebabkan tingginya skor untuk postur punggung.
3. Durasi
Durasi kerja merupakan lama waktu yang dihabiskan oleh pekerja
untuk bekerja dengan postur janggal, membawa atau mendorong beban,
atau melakukan pekerjaan berulang tanpa istirahat. Durasi kerja dihitung
dari total waktu dalam satu hari dimana pekerja terpajan dengan faktor
risiko ergonomi. Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi
yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya kelelahan. Semakin lama
durasi pekerja terpajan dengan faktor risiko ergonomi, maka waktu yang
diperlukan untuk pemulihan juga akan semakin lama. Semakin besar
pajanan durasi maka tingkat risikonya juga semakin besar (Peter, 2000).
4. Gerakan Berulang
a. Pengertian Gerakan Berulang
Adalah melakukan suatu jenis pekerjaan yang sama secara berulang-
ulang dalam waktu tertentu. Hal ini sangat berisiko menyebabkan kelelahan
otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus selalu
menerima pasokan oksigen dan nergi. Jika gerakan berulang otot terlalu
cepat akan mempercepat kelelahan otot (WHO, 2009).
22
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan secara terus
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan relaksasi. Faktor pekerjaan seperti pekerjaan tidak
alamiah, aktivitas berulang dan peregangan otot yang berlebihan merupakan
penyebab utaa terjadinya MSDs (Peter, 2000).
Risiko fisiologi utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering
dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelehan otot. Sepanjang otot
mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen
dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot
menjadi terlalu cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai
jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Bird,
et al., 2005).
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan sedikit variasi gerakan (Tarwaka, 2011). Setiap
gerakan berulang pada lengan/pergelangan tangan disarankan dengan
frekuensi 10 gerakan/menit, jika lebih dari itu maka termasuk dalam tingkat
resiko pengulangan tinggi. Hal tersebut menjadi referensi untuk semua
pekerjaan berulang pada lengan/pergelangan tangan, yang memberikan
kondisi optimal atau tidak signifikan untuk semua faktor risiko lainnya
(tekanan, postur, faktor tambahan, kurangnya waktu pemulihan) (Delleman
dkk, 2004).
b. Macam Gerakan Berulang
Gerakan berulang tangan dapat berupa gerakan sebagai berikut:
1) Menjangkau
Menjangkau (Reach) merupakan gerakan untuk memindahkan
tangan atau jari ke suatu tempat tujuan tertentu (Tarwaka, 2011).
2) Mengangkut (Move)
Mengangkut adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan
dengan maksud utama untuk membawa suatu obyek dari satu lokasi ke
lokasi tujuan tertentu (Tarwaka, 2011).
23
3) Memutar (Turn)
Memutar adalah merupakan gerakan memutar tangan
sepanjang sumbu tangan atau lengan bawah. Gerakan ini dibagi
berdasarkan kondisi tangan waktu memutar, yaitu, Reach-turn adalah
jika tangan dalam keadaan kosong. Move-turn adalah tangan terdapat
objek (Tarwaka, 2011).
4) Memegang (Grasp)
Memegang adalah gerakan yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk menguasai sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari
atau dengan tangan untuk memungkinkan melaksanakan gerakan dasar
berikutnya (Tarwaka, 2011).
5) Melepas (Release)
Melepas adalah gerakan untuk membebaskan kontrol atas suatu
obyek oleh jari atau tangan (Tarwaka, 2011).
6) Mengarahkan (Position)
Mengarahkan adalah sebuah elemen gerakan yang
dilaksanakan untuk menggabungkan, mengarahkan, atau
memasangkan suatu obyek dengan obyek lainnya (Tarwaka, 2011).
a. Hal-hal yang mempengaruhi gerakan berulang
Gerakan berulang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
(Boediono dkk., 2005) :
1) Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam proses pekerjaan
berulang.
2) Besarnya atau seringnya penggunaan otot.
3) Lamanya pekerjaan yang dilakukan.
Apabila dalam pekerjaan tersebut tidak banyak dilakukan
gerakan, maka waktu yang diperlukan dalam melakukan gerakan yang
sama akan menjadi lebih pendek, sehingga pekerja akan lebih sering
melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang (Boediono dkk.,
2005).
24
b. Pengukuran Gerakan
Pengukuran gerakan berulang dapat dilakukan dengan pengamatan
secara langsung yaitu pengukuran dengan menggunakan stopwatch untuk
melihat frekuensi gerakan berulang yang dilakukan pekerja dalam satuan
waktu (Dellemen dkk., 2004).
2.3.2 Faktor Risiko Individu
1. Usia
Pekerja dengan usia lebih dari 30 atau 40 tahun memiliki risiko
musculoskeletal disorders yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja
dengan usia yang lebih muda degenerasi pada tulang dan keadaan tersebut
mulai terjadi pada umur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi
berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
dan pengurangan cairan (Bridger, 2003).
Menurut Paramitha (2014) karakteristik individu dari hasil
penelitian diketahui sebagian besar responden berusia < 30 tahun (57,1%).
Namun tingkat keluhan MSDs berat mayoritas dirasakan pada kelompok
usia ≥ 30 tahun (Paramitha, 2014).
Proporsi responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa pekerja
yang berisiko (>35 tahun) sebanyak 36 orang (70,6%), sedangkan pekerja
yang tidak berisiko (≤35 tahun) sebanyak 15 orang (29,4%) (Syaifa, 2017).
Menurut hasil penelitan mengenai hubungan antara usia dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian polising PT Surya Toto Indonesia Tbk,
tahun 2011 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang mengalami
keluuhan MSDs adalah 31,39 tahun dengan standar deviasi sebesar 7.561,
sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs
adalah 26,84 tahun dengan standa deviasi sebesar 7.776 (Handayani, 2011).
2. Jenis Kelamin
Beberapa studi menunjukkan pekerja laki-laki memiliki risiko yang
lebih tinggi terkena musculoskeletal disorders. Kekuatan otot wanita hanya
60% dari kekuatan otot laki-laki (Peter, 2000).
25
Proporsi responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa
pekerja perempuan sebanyak 18 orang (35,3 %), sedangkan pekerja laki-
laki sebanyak 33 orang (64,7 %) (Syaifa, 2017).
Studi dynamometri menyatakan bahwa, wanita mengalami
peningkatan tegangan otot yang tiba-tiba beberapa hari sebelum haid
dimulai dan berlanjut dengan tingkat ketegangan otot yang rendah selama
haid. Selain itu, kebiasan-kebiasaan khas wanita dapat meningkatkan risiko
terjadinya LBP serta mengenakan sepatu hak tinggi atau menjingjing
barang-barang belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban bagian
kanan atau kiri lebih berat dari bagian satunya (Syafitri, 2010).
3. Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh merupakan salah satu indikator status gizi
seseorang. Penentuan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh dengan
beberapa metode. Salah satu metode penentuan indeks massa tubuh
seseorang adalah dengan rumus berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Menurut WHO (2005), indeks
masa tubuh dibagi ke dalam empat kategori yaitu kurus (<18,5), normal
(18,5 – 25), overweight (25 – 30), dan obesitas (>30).
Menurut Supariasa (2002), Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body
Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Kaitan IMT dengan MSDs adalah
semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk
mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat
badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah.
Proporsi responden berdasarkan IMT menunjukkan bahwa pekerja
dengan IMT tidak normal sebanyak 22 orang (43,1%), sedangkan pekerja
dengan IMT normal sebanyak 29 orang (56,9%) (Syaifa, 2017).
Menurut beberapa studi menunjukkan bahwa antara indeks massa
tubuh berhubungan dengan musculoskeletal disorders. Semakin gemuk
26
seseorang (semakin tinggi nilai indeks massa tubuhnya) maka semakin
besar risikonya untuk mengalami musculoskeletal disorders. Sebuah
penelitian oleh Karuniasih (2009) menyatakan bahwa 90,4% dari 52
responden yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders memiliki
indeks masa tubuh di atas 25 (overweight) (WHO, 2005).
Menurut Paramitha (2014), sebagian besar resonden memiliki
indeks massa tubuh normal (64,3%) dimana terdiri dari underweight atau
kurus 7,1%, normal 64,3%, overweight 28,6%. Tingkat keluhan MSDs
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), keluhan MSDs berat paling
banyak diarasakan dengan IMT overweight (Paramitha, 2014).
Menurut Supiana (2014), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa responden yang termasuk kriteria kurus sebanyak 1 responden
(2,5%), normal sebanyak 29 responden (72,5%), gemuk sebanyak 6
responden (15%), dan Obesitas sebanyak 4 responden (10%). Tingkat
keluhan MSDs berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), keluhan MSDs
berat paling banyak diarasakan dengan IMT Obesitas (Supiana, 2014).
Kategori standar IMT versi WHO (2005), yaitu: Untuk mengetahui
nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
1. < 18,5 = Underweight/kurus
2. 18,5-24,9 = Normal
3. 25,0-29,9 = Overweight/gemuk
4. ≥ 30,0 = Obesitas
4. Masa Kerja
Prevalensi terjadinya MSDs meningkat seiring dengan jumlah
waktu atau lama bekerja di tempat yang sama. Lama waktu bekerja ini erat
kaitan dengan pengetahun dan adaptasi mereka terdahap bahaya dan risiko
27
ditempat kerja, sehingga pekerja yang tidak berpengalaman akan memiliki
probabilitas lebih tinggi mengalami cidera MSDs. Masa kerja sangat
berpengaruh terhadap keluhan otot dan berkaitan dengan pekerjaan yang
menggunakan kekuatan yang tinggi ( Evelina, 2012).
Menurut Paramitha (2014), sebagian besar responden telah bekerja
di Duta Alam ≥ 3 tahun (64,3%) sedangkan yang < 3 tahun sebanyak 35,7%.
Tingkat keluhan MSDs berdasarkan masa kerja, keluhan MSDs sedang dan
berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan masa kerja ≥ 3 tahun.
5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berhubungan dengan aktivitas keseharian yang
dilakukan oleh seseorang. Umumnya, musculoskeletal disorders terjadi
pada mereka yang melakukan aktivitas dengan tenaga yang besar dan waktu
istirahat yang tidak cukup. Keluhan otot akan meningkat seiring
bertambahnya aktivitas fisik (Bridger, 2003).
Menurut Paramitha (2014), sebagian besar responden tidak memiliki
kebiasaan olahraga (78,6%). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan aktivitas
fisik, keluhan MSDs sedang, berat paling banyak dirasakan perajin yang
tidak memiliki kebiasaan olahraga.
a. Pengertian aktivitas fisik
Menurut Almatsier (2002), Aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas
fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik, berikut ini
beberapa faktor tersebut: (Almatsier, 2002)
1. Umur
28
2. Jenis kelamin
3. Pola makan
4. Penyakit/ kelainan pada tubuh
c. Perilaku Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan
serta menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Aktivitas fisik berat
adalah kegiatan yang secara terus menerus melakukan kegiatan fisik
minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat
dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat,
menebang pohon, mencangkul, dll) selama minimal tiga hari dalam
seminggu dan total waktu beraktivitas > 1500 MET minute. MET minute
aktivitas fisik berat adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktivitas
dalam satu minggu dikalikan bobot sebesar 8 kalori. Akktivitas fisik sedang
apabila melakukan aktivitas fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal
lima hari atau lebih dengan total lamanya beraktivitas 150 menit dalam satu
minggu. Selain dari dua kondisi tersebut termasuk dalam aktivitas fisik
ringan (WHO GPAQ, 2012).
Dari sejumlah aktivitas fisik yang sering dilakukan setiap harinya
untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan yaitu menggunakan:
Tabel 2.1 Nilai MET (metabolic energy turnover):
Aktivitas Nilai MET
Konstruksi umum di luar gedung 5,5
Tukang kayu 3,5
Membawa barang berat 8,0
Duduk, pekerjaan kantor yang ringan, pertemuan, perakitan/perbaikan ringan
1,5
Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut, dll) 2,5
Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat barang
ringan, dll)
3,5
Mengemudikan mobil 2,0
Mengemudikan sepeda motor 2,5
Bersepeda, pulang-pergi tempat kerja (< 16
km/jam)
4,0
Bersepeda (16-22 km/jam) 6,5
Bersepeda (>22 km/jam) 10,0
Berjalan perlahan (3,2 km/jam) 2,0
29
Untuk menilai intensitas aktivitas fisik, GPAQ mengkelompokkan menjadi
3 intensitas tingkatan menurut nilai MET’S (menit), yaitu:
a) Intensitas ringan: < 3 METs
b) Intensitas sedang: 3-6 METs
c) Intensitas berat: > 6 METs
Perhitungan untuk menentukan total aktivitas fisik
Contoh perhitungan total aktivitas fisik misalnya, seseorang melakukan
aktivitas fisik sebanyak 30 menit selama 5 hari:
Level METs METs x Durasi x Frekuensi
Berjalan 4.0 x 30 x 5 = 600 MET –menit/minggu
Sedang 4.0 x 30 x 5 = 600 MET-menit/minggu
Berat 8.0 x 30 x 5 = 1200 MET-menit/minggu
TOTAL = 2400 MET-menit/minggu
Kemudian total aktivitas fisik tersebut disesuaikan dengan kategori dibawah
ini:
1. Ringan
Merupakan level terendah dalam aktivitas fisik. Seseorang yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah apabila tidak melakukan aktivitas
fisik apapun atau tidak memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang dan
berat.
Aktivitas Nilai MET
Berjalan sedang (4,8 km/jam) 3,5
Berjalan cepat (6,4 km/jam) 4,0
Bola basket, umum 6,0
Bola basket, pertandingan 8,0
Sepak bola, umum 7,0
Sepak bola, pertandingan 10,0
Squash 10,0
Tenis meja 4,0
Berlari (8-10km/jam) 8,0-10,5
Berlari (11-13km/jam) 11,5-14,0
Berlari (14-16km/jam) 14,5-17,0
Berenang, umum 4,0
Berjalan (MET x menit x hari) + Sedang (MET x menit x hari) + Berat (MET x menit x hari)
30
2. Sedang
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik sedang jika memenuhi
kriteria berikut:
a) Melakukan aktivitas fisik berat minimal 20 menit selama 3 hari atau
lebih, atau
b) Melakukan aktivitas fisik sedang selama minimal 5 hari dan atau
berjalan minimal 30 menit setiap hari, atau
c) Kombinasi berjalan, aktivitas fisik dengan intensitas sedang atau
berat selama 5 hari atau lebih yang menghasilkan total aktivitas fisik
dengan minimal 600 MET-menit/minggu
3. Berat
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik berat jika melakukan
a).Aktivitas berat >3 hari dan dijumlahkan >1500 METs-min/minggu
b) Kombinasi berjalan, aktivitas fisik berat selama 7 hari atau lebih
yang menghasilkan total aktivitas fisik minimal sebanyak 3000 MET-
menit/minggu (WHO, 2012)
2.5 Nordic Body Map
Metode untuk mengetahui keluhan MSDs salah satunya adalah
dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). Nordic Body
Map adalah peta tubuh untuk mengetahui bagian otot yang mangalami
keluhan dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan pekerja. Nordic
Body Map membagi tubuh menjadi 27 bagian tubuh, mulai dari leher hingga
kaki yang memperkirakan tingkat keluhan MSDs yang dialami pekerja.
Nordic Body Map tidak dapat dijadikan diagnosa klinik karena bersifat
subjektif yaitu berdasarkan persepsi responden, bukan berdasarkan
diagnosa medis (Tarwaka dkk., 2004).
Proporsi responden berdasarkan kejadian MSDs dengan metode
Nordic body map diperoleh sebanyak 17 responden (33,3 %) mengalami
keluhan MSDs rendah, sebanyak 33 responden (64,7 %) mengalami keluhan
MSDs sedang dan sebanyak 1 responden (2,0 %) mengalami keluhan MSDs
31
Gambar 2.9 Nordic Body Map
Sumber: Tarwaka (2004)
Tabel 2.16 Keterangan Nordic Body Map
tinggi, dan diketahui mayoritas pekerja mengalami keluhan pada bagian
telapak kaki kanan yaitu sebanyak 29 orang (8,38 %), telapak kaki kiri dan
betis kanan sebesar (7,80 %), sementara itu titik keluhan paling sedikit
dirasakan pekerja pada bagian punggung atas yaitu sebesar (0,57 %)
(Syaifa, 2017).
Tabel 2.2 Tingkat Resiko Berdasarkan Skor Akhir
Keterangan
Skoring
Keterangan Tingkat Resiko Berdasarkan Skor
Akhir
Skor 0 = Tidak sakit 0 - 20 = Rendah (belum dilakukan perbaikan)
Skor 1 = Agak sakit 21 - 41 = Sedang (mungkin diperlukan perbaikan)
Skor 2 = Sakit 42 - 62 = Tinggi (diperlukan tindakan segera)
Skor 3 = Sangat sakit 63 - 84 = Sangat Tinggi (diperlukan tindakan
sesegera mungkin)
Keterangan:
Skor 0-20 = Rendah
Skor 21-41 = Sedang
Skor 42-62 = Tinggi
Skor 63-84= Sangat tinggi
Sumber: Tarwaka, (2014)
32
Tabel 2.4 Keterangan Nordic Body Map
No Bagian Tubuh No Bagian Tubuh
0 Leher bagian atas 14 Pergelangan tangan kiri
1 Leher bagian bawah/pundak 15 Pergelangan tangan kanan
2 Bahu kiri 16 Telapak tangan kiri
3 Bahu kanan 17 Telapak tangan kanan
4 Lengan kiri atas 18 Paha kiri
5 Punggung 19 Paha kanan
6 Lengan kanan atas 20 Lutut kiri
7 Pinggang 21 Lutut kanan
8 Pinggul 22 Betis kiri
9 Bokong 23 Betis kanan
10 Siku kiri 24 Pergelangan kaki kiri
11 Siku kanan 25 Pergelangan kaki kanan
12 Lengan bawah kiri 26 Telapak kaki kiri
13 Lengan bawah kanan 27 Telapak kaki kanan
Sumber: Tarwaka (2004)
33
Gambar 2.10: Bagan Kerangka Teori
Keluhan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs)
Faktor Risiko Pekerjaan
1. Jenis Pekerjaan
2. Postur Tubuh
3. Durasi
4. Gerakan Berulang
Faktor Risiko Individu
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Indeks Massa Tubuh
4. Masa Kerja
5. Aktivitas Fisik
2.6 Kerangka Teori
Terdapat bayak faktor yang dapat menyebabkan adanya keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) dapat diuraikan dalam kerangkan teori
berikut dan digunakan sebagai arahan dalam melakuan penilitian.
Sumber: Peter Vi (2000), WHO(2009), Bridger, 2003), European Agency for Safety and Health at
Work (2013 )
34
2.7 Penelitian Terkait
Tabel 2.5 Penelitian Terkait
No Peneliti Judul Metodologi Penelitian Konsep Hasil
1 Indri
Astuti (2013)
Analisis Risiko
Ergonomi dan Faktor yang Berhubungan
dengan Keluhan
Subjektif
Musculoskeletal
Disorders pada
Pekerja Forklift di PT
X Tahun 2013
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran pekerjaan forklift, faktor individu dan lingkungan yang berhubungan dengan
musculoskeletal disorders pada pekerja
forklift di PT X tahun 2013 dan melihat
gambaran risiko pekerjaan.
Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif
menggunakan desain
studi potong lintang
dengan kuesioner dan
tools REBA.
Hasil penelitian menyatakan bahwa masa kerja mempengaruhi
keluhan subjektif musculoskeletal disorders dan tingkat risiko ergonomi pekerja forklift termasuk ringan hingga sedang.
Sarannya, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian
postur kerja pekerja forklift, pengaturan durasi kerja, sosialisasi
terkait musculoskeletal disorders, gejala, faktor risiko,
tindakan pencegahan, dan penanganan.
2 Anggit
Paramith
a (2014)
Analisis Faktor
Risiko Ergonomi Dan
Keluhan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Perajin Ukiran
Batu Di Duta Alam
Sektor Informal,
Jakarta Selatan Tahun
2014
Aktivitas pekerjaan perajin ukiran batu
dalam proses produksinya memiliki bahaya
ergonomi yang dapat berisiko terjadinya
Musculoskeletal Disorders (MSDs) terkait
dengan postur janggal dalam durasi lama, gerakan berulang dan rutin dilakukan setiap
hari. Penelitian dilakukan pada proses kerja
perajin ukiran batu di Duta Alam, Jakarta
Selatan tahun 2014 bertujuan untuk menilai
tingkat risiko ergonomi berdasarkan
metode Rapid Entire Body Assessment
(REBA) dan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) menggunakan Nordic
Body Map.
Hasil penelitian
didapatkan tingkat
risiko ergonomi pada
pekerjaan perajin yaitu
risiko sedang sebanyak 6 aktivitas kerja dan
tingkat risiko tinggi
sebanyak 8 aktivitas
kerja dari 14 aktivitas
pekerjaan yang ada
Dari hasil kuesioner dan nordic body map diketahui keluhan
MSDs yang paling banyak dirasakan perajin pada pinggang
bagian bawah dan pinggang bagian atas (92,9%). Keluhan yang
dirasakan berupa pegal-pegal, sakit/nyeri, kaku, kejang/keram
dan kesemutan. Selain risiko ergonomi, di dapatkan juga faktor lain yang memperberat keluhan MSDs yaitu karakteristik
individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin, masa kerja, jam
kerja per hari, Indeks Massa Tubuh (IMT), kebiasaan merokok
dan aktifitas fisik. Sebagian besar aktivitas kerja memiliki
tingkat risiko ergonomi tinggi sehingga diperlukan segera
tindakan perbaikan desain tempat kerja. Disarankan juga
adanya pengaturan waktu kerja dan istirahat yang efisien bagi
perajin.
35
No Peneliti Judul Metodologi Penelitian Konsep Hasil
3 Ita
Kurniawa
ti (2009)
Tinjauan Faktor
Risiko Ergonomi dan
Keluhan Subjektif
Terhadap Terjadinya
Gangguan
Muskuloskeletal Pada
Pekerja Pabrik Proses
Inspeksi Kain,
Pembungkusan dan
Pengepakan di
Departemen PPC PT Southern Cross
Textile Industry
Ciracas Jakarta Timur
Tahun 2009
Penelitian ini menggunakan desain studi
cross sectional.
Sampel dalam
penelitian berjumlah 21
orang (10 orang
inspeksi kain, 6 orang
pembungkusan, dan 5
orang pengepakan).
Penilaian tingkat risiko
ergonomi digunakan
metode REBA,
sedangkan gambaran
keluhan MSDs digunakan kuesioner
nordic body map.
Hasilnya adalah tingkat risiko ergonomi tertinggi pada proses
pengepakan. Bagian tubuh yang memiliki risiko MSDs terbesar
adalah punggung pada proses pengepakan, lengan atas kiri
pada proses pemeriksaan kain, serta lengan atas dan punggung
pada proses pembungkusan. Seluruh responden (100%)
mengalami keluhan gejala MSDs di hampir semua bagian
tubuh. Bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan adalah
punggung, lengan atas, lengan bawah, pinggang dan kaki.
Untuk meminimalkan risiko MSDs, pekerja harus
memperbaiki metode kerja, peralatan dan desain tempat kerja.
No Peneliti Judul Metodologi Penelitian Konsep Hasil
4 Karuniasi
h (2009)
Tinjauan Faktor
Risiko dan Keluhan
Subjektif Terhadap
Timbulnya
Muskuloskeletal
Disorders Pada
Pengemudi Travel X-
Trans Tujuan Jakarta-
Bandung Tahun 2009
Penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran faktor risiko dan keluhan
subjektif terhadap timbulnya MSDs pada
pengemudi, serta menilai gambaran tingkat
risiko ergonomi dengan menggunakan
metode REBA.
Penelitian ini bersifat
kuantitatif
observasional dan
menggunakan desain
penelitian cross
sectional.
52 responden
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa 90,4% responden, yaitu
45 dari 52 responden, pernah mengalami keluhan MSDs.
Berdasarkan faktor risiko MSDs yang diteliti, didapat bahwa
keluhan MSDs banyak dirasakan oleh kelompok responden
dengan umur 30-50 tahun, masa kerja 1-2 tahun, pengalaman
mengemudi 5-10 tahun, tinggi badan 160-170 cm, IMT >25,
tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak memiliki kebiasaan
olah raga, durasi mengemudi >8 jam, pola kerja 2:1 dan 2:2,
dan melakukan aktivitas manual handling dengan beban 1-5 kg. Keluhan MSDs yang banyak dirasakan responden adalah
rasa pegal pada bagian punggung bawah dan leher. Hasil
tertinggi penilaian REBA yang didapat pada aktivitas
mengemudi adalah 4, yang artinya berisiko sedang, yaitu pada
aktivitas memutar kemudi dan pada postur dominan
mengemudi. Untuk mengurangi keluhan MSDs akibat
mengemudi, pengemudi hendaknya memperhatikan postur
dalam mengemudi dan melakukan peregangan otot setelah
mengemudi
36
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Gambar 3.1: Bagan Kerangka Konsep
1. Variabel independent dalam penelitian ini adalah usia, masa kerja, IMT,
aktivitas fisik, gerakan berulang.
2. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah keluhan musculoskeletal
disorders.
Faktor Risiko Individu:
1. Usia 2. Masa Kerja 3. Indeks Massa Tubuh 4. Aktivitas Fisik
Keluhan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs)
Faktor Risiko Pekerjaan
1. Gerakan berulang
37
37
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1.Keluhan MSDs
Keluhan yang berhubungan dengan MSDs berupa rasa sakit atau nyeri, kesemutan,
kramp, panas, bengkak mati rasa, pegal-pegal,
dan bagian tubuh yang terkena dampak
Wawancara Kuesioner Nordic
Body Map
1. Tidak Berisiko jika skor 0-20
2. Berisiko
jika skor 21-84 (Tarwaka,2014)
Ordinal
2.Usia Usia terakhir responden terhitung sejak tanggal
kelahiran hingga penelitian berlangsung dalam
hitungan tahun.
Wawancara Kuesioner 1. ≥ 30 tahun
2. < 30 tahun
(Bridger, 2003)
Ordinal
3.Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya Operator bekerja. Wawancara Kuesioner
1. ≥ 3 tahun
2. < 3 tahun
(Bridger, 2003)
Ordinal
4.Indeks Masa
Tubuh(IMT)
Berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan
kuadrat dalam meter.
Pengukuran Timbangan
(Berat
Badan),
Meteran (Tinggi
Badan)
1. Tidak Gemuk
jika <18,50-24,99
2. Gemuk,
jika 25,0- ≥ 30,0 (WHO, 2005)
Ordinal
38
38
Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
5.Aktivitas Fisik
Pekerjaan yang di lakukan pada saat jam kerja,
waktu luang dan olahraga
Wawancara Lembar Global
Physical
Activity Quistionnai
re (GPAQ)
1. Aktivitas berat: >1500MET-menit/
minggu
2. Aktivitas ringan: <600 MET-menit/ minggu
(WHO, 2010)
Ordinal
6.Gerakan
berulang
Pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan sedikit variasi gerakan.
Pengukuran stopwatch 1. Tidak berisiko, jika
frekuensi <10
gerakan/menit.
2. Berisiko jika frekuensi ≥ 10
gerakan/menit.
Ordinal
47
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan subjektif musculoskeletal
disorders pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire
Works Indonesia tahun 2018.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi
PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
3. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi
PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
4. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi
PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
5. Ada hubungan antara gerakan berulang dengan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders pada operator cutting bar di unit produksi
PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufacture besi (wire
drawing) yang beralamat di Jalan Daan Mogot Km.18, Batu Ceper,
Tangerang 15122, Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari-Mei 2018.
3.5 Jenis Penelitan
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan studi
observasional untuk memberikan analisis mengenai penelitian yang
dilakukan dengan mengamati kondisi-kondisi yang terjadi melalui
observasi langsung. Observasi ini menggunakan desain penelitian cross
sectional untuk melihat faktor risiko suatu pajanan di tempat tertentu
pada waktu tertentu. Peneliti menggunakan metode observasi ini karena
lebih mudah dilaksanakan, tidak membutuhkan jangka waktu yang lama,
dan dapat memberikan analisis faktor risiko suatu pajanan yang ada
48
ditempat kerja.
3.6 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,
2006). Populasi dalam penelitian ini adalah semua operator cutting bar
di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia Tahun 2018 yang
berjumlah 26 operator.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi
yang akan diambil. Sampel dalam penelitian ini yaitu operator
cutting bar di unit produksi yang berjumlah 26 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi dan jumlah populasi kurang dari 100
(Sugiyono,2007).
3.7 Instrumen Penelitian
1. Keluhan MSDs
Instrumen yang digunakan pada keluhan Musculoskeletal
Disorders adalah menggunakan Kuesioner Nordic Body Map.
Metode ini untuk menilai tingkat keluhan operator yang mudah
dilakukan, praktis, cocok untuk individu, kelompok kecil ataupun
massal dan dapat memberikan informasi secara terinci serta biayanya
murah. Pada penelitian ini, penulis menggunakan Kuesioner Nordic
Body Map yang berisi 27 pertanyaan dengan 5 pertanyaan
karakteristik individu seperti nama, usia, lama kerja, berat badan dan
tinggi badan. Berupa data keluhan MSDs responden dalam katagorik
(0 = tidak brisiko, 1 =berisiko).
2. Usia
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui usia operator
49
adalah dengan mengisi kuesioner nordic body map. Berupa data
umur responden dalam katagorik (0 = <30 tahun, 1 = ≥30 tahun).
3. Masa Kerja
Instrumen masa kerja metode kuesioner, metode ini dilakukan
dengan cara pengisian angket kuesioner yang dibagikan pada seluruh
responden. Berupa data masa kerja responden dalam katagorik (0 =
<3 tahun, 1 = ≥3tahun).
4. Indeks Massa Tubuh
Instrumen indeks massa tubuh menggunakan metode
pengukuran, metode ini dilakukan dengan cara mengukur dengan
timbangan (Berat Badan) responden, Meteran (Tinggi Badan)
responden. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan
rumus berikut: IMT responden berupa berat badan (kg) dibagi
kuadrat tinggi badan dalam meter (m). Berupa data indeks massa
tubuh responden dalam katagorik (0 = tidak gemuk, 1=gemuk).
5. Aktifitas Fisik
Instrumen aktifitas fisik menggunakan metode global physical
activity questionnaire (GPAQ), metode ini untuk menilai aktivitas
fisik yang mudah dilakukan, praktis, cocok untuk individu, kelompok
kecil ataupun massal dan dapat memberikan informasi secara terinci
serta biayanya murah adalah metode self-report (metode laporan
individual). GPAQ merupakan salah satu alat untuk menilai
intensitas aktivitas fisik dengan menggunakan kuesioner yang
dikembangkan oleh WHO. Pada penelitian ini, penulis menggunakan
GPAQ versi 2 yang berisi 16 pertanyaan dengan 3 ranah atau domain
yang terdiri dari kegiatan di tempat kerja, transportasi dan kegiatan
rekreasi. Kegiatan di tempat kerja adalah aktivitas fisik yang
berhubungan dengan pekerjaan; menanyakan tentang aktivitas fisik
pada hari-hari kerja, meliputi pekerjaan yang dibayar atau tidak
dibayar, pekerjaan rumah tangga dan lain-lain. Kegiatan transportasi
50
adalah aktivitas fisik yang berhubungan dengan perjalanan;
menanyakan tentang macam transportasi yang digunakan untuk pergi
dan kembali dari tempat kerja, pasar, tempat ibadah dan lainnya.
Sedangkan kegiatan rekreasi adalah aktivitas fisik di luar pekerjaan
seperti olah raga, hobi dan lainnya (WHO, 2010). Berupa data
aktifitas fisik responden dalam katagorik(0 = Aktivitas ringan, 1 =
Aktivitas berat).
6. Gerakan berulang
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui gerakan berulang
operator adalah dengan pengukuran menggunakan stopwatch.
Berupa data gerakan berulang dalam katagorik (0 = tidak berisiko, 1
= berisiko).
3.8 Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data hasil pengamatan atau data yang
diolah oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi langsung oleh peneliti pada objek penelitian dan
data hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti. Observasi yang
dilakukan untuk mengetahui gambaran musculoskeletal disorders
(MSDs).
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data-data yang sudah ada dan
literatur-literatur lainnya yang mendukung seperti data dari
perusahaan PT IWWI, buku terkait penelitian, jurnal-jurnal, dan e-
book.
3.9 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan dengan
analisa deskriptif untuk melihat variabel yang akan di analisa secara
51
univariat yaitu keluhan gejala musculoskeletal disorders (MSDs).
Dalam menganalisis data dengan kuesioner nordic body map. Untuk
analisis kuesioner dilakukan secara manual dan juga menggunakan
bantuan komputer sistem microsoft excel dan diolah menggunakan
Aplikasi SPSS. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif
dengan memaparkan hasil kuesioner NBM.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
variabel independen yaitu usia, masa kerja, IMT, aktivitas fisik, dan
gerakan berulang dengan variabel dependen yaitu keluhan MSDs.
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Exact Fisher.
Uji exact fisher digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis
komparatif dua sampel kecil independen bila datanya berbentuk
nominal. Untuk mempermudahkan perhitungan Dalam pengujian
hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke dalam tabel
kontingensi 2 x 2 (Sugiyono,2006).
Aturan yang beraku pada chi square adalah bila pada 2x2
dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah fisher exact test. Fisher exact tes ini lebih akurat
daripada uji chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun
uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2,namun kita
dapat melakukan Uji exact fisher dengan jumlah tabel yang lebih
besar. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen dan variabel dependen, apabila
nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan),
artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependenya. Sedangkan bila nilai p > 0,05 maka hasil perhitungan
statistik tidak bermakna berarti tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependennya (Hastono, 2016)
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
statistik deskripsi dari masing-masing variabel. Variabel tersebut adalah
keluhan MSDs, usia, masa kerja, IMT, aktifitas fisik dan gerakan berulang
pada responden di PT.Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018,
sebagai berikut:
4.1.1 Gambaran Keluhan MSDs Pada Operator Cutting Bar di Unit Produksi
PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan
keluhan MSDs. Pada variabel keluhan MSDs dibagi menjadi 2 kategori
yaitu: kategori berisiko jika skor sedang, tinggi, sangat tinggi (21-84) dan
kategori tidak berisiko jika skor rendah (0-20) yang dialami oleh responden
di PT IWWI. Berikut adalah gambaran kejadian keluhan MSDs pada
responden cuting bar unit produksi di PT IWWI tahun 2018:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Responden di PT Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Keluhan MSDs Frekuensi Presentase (%)
Berisiko 12 46.2
Tidak berisiko 14 53.8
Total 26 100
Berdasarkan tabel 4.1 dari 26 responden dapat dilihat bahwa proporsi
keluhan MSDs pada operator cutting bar di unit produksi yang tertinggi
yaitu sebesar 14 pekerja (53.8) tidak berisiko keluhan MSDs sedangkan
yang terendah yaitu 12 pekerja (46.2%) berisiko mengalami keluhan MSDs.
53
4.1.2 Gambaran Usia Pada Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan usia.
Pada variabel usia dibagi menjadi 2 kategori yaitu: kategori ≥30 tahun dan
kategori <30 tahun. Berikut adalah gambaran umum usia pada responden
cuting bar unit produksi di PT IWWI tahun 2018
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia pada Responden di PT Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Usia Frekuensi Presentase%
≥30 tahun 7 26.9
< 30 tahun 19 73.1
Total 26 100
Berdasarkan tabel 4.2 dari 26 responden dapat dilihat bahwa
proporsi usia pada operator cutting bar di unit produksi yang tertinggi
yaitu pekerja dengan usia kurang dari 30 tahun sebesar 19 pekerja
(73.1%), sedangkan yang terendah yaitu pekerja dengan usia sama
dengan lebih dari 30 tahun sebesar 7 pekerja (26.9%).
4.1.3 Gambaran Masa Kerja Pada Operator Cutting Bar di Unit
Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan
masa kerja. Pada variabel masa kerja dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
masa kerja dalam kategori ≥3 tahun dan kategori <3 tahun. Berikut
adalah gambaran masa kerja pada responden cuting bar unit produksi di
PT IWWI tahun 2018:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden di
PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Masa Kerja Frekuensi Presentase (%)
≥3 tahun 16 61.5
< 3 tahun 10 38.5
Total 26 100
54
Berdasarkan tabel 4.3 dari 26 responden dapat dilihat bahwa
proporsi masa kerja pada operator cutting bar di unit produksi yang tertinggi
yaitu pekerja yang memiliki masa kerja ≥3 tahun sebesar 16 pekerja (61.5%)
sedangkan pekerja yang bekerja <3 tahun yaitu sebanyak 10 pekerja
(38.5%).
4.1.4 Gambaran Indeks Massa Tubuh Pada Operator Cutting Bar di
Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan
IMT. Pada variabel IMT dibagi menjadi 2 kategori yaitu: kategori gemuk
jika (25,0 - ≥ 30,0) dan kategori tidak gemuk jika (<18,50-24,99). Berikut
adalah gambaran IMT pada responden cuting bar unit produksi di PT
IWWI tahun 2018:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh
Responden di PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Indeks Massa Tubuh Frekuensi Presentase (%)
Gemuk 2 7.7
Tidak gemuk 24 92.3
Total 26 100
Berdasarkan tabel 4.4 dari 26 responden dapat dilihat bahwa proporsi
IMT pada operator cutting bar di unit produksi yang tertinggi yaitu pekerja
yang memiliki indeks massa tubuh tidak gemuk sebesar 24 pekerja (92.3%)
sedangkan pekerja dengan indeks massa tubuh gemuk sebesar 2 pekerja
(7.7%).
4.1.5 Gambaran Aktifitas Fisik Pada Operator Cutting Bar di Unit
Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan
aktifitas fisik. Pada variabel aktifitas fisik dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
aktifitas berat jika >1500MET-menit/ minggu dan kategori aktifitas ringan
jika <600 MET-menit/ minggu. Berikut adalah gambaran aktifitas fisik pada
responden cuting bar unit produksi di PT IWWI tahun 2018:
55
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden di
PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan tabel 4.5 dari 26 responden dapat dilihat bahwa
proporsi aktivitas fisik pada operator cutting bar di unit produksi yang
tertinggi yaitu pekerja yang memiliki aktivitas fisik berat sebesar 22
pekerja (84.6%), sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik
ringan sebesar 4 pekerja (15.4%).
4.1.6 Gambaran Gerakan Berulang Pada Operator Cutting Bar di Unit
Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Penelitian ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi berdasarkan
gerakan berulang. Pada variabel gerakan berulang dibagi menjadi 2
kategori yaitu: kategori berisiko jika frekuensi ≥ 10 gerakan/menit dan
kategori tidak berisiko, jika frekuensi <10 gerakan/menit. Berikut adalah
gambaran gerakan berulang pada responden cuting bar unit produksi di
PT IWWI tahun 2018:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Gerakan Berulang Responden di PT Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Gerakan Berulang Frekuensi Presentase (%)
Berisiko 24 92.3
Tidak Berisiko 2 7.7
Total 26 100
Berdasarkan tabel 4.6 dari 26 responden dapat dilihat bahwa proporsi
gerakan berulang pada operator cutting bar di unit produksi yang
tertinggi yaitu pekerja yang melakukn gerakan berulang berisiko ≥ 10
gerakan/menit sebesar 24 pekerja (92.3%), sedangkan responden yang
melakukn gerakan berulang tidak berisiko <10 gerakan/menit sebesar 2
pekerja (7.7%).
Aktifitas Fisik Frekuensi Presentase (%)
Aktifitas Berat 22 84.6
Aktifitas Ringan 4 15.4
Total 26 100
56
4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi hubungan
antara variabel independen yaitu usia, masa kerja, IMT, masa kerja, aktifitas
fisik, dan gerakan berulang dengan variabel dependen yaitu dengan Keluhan
MSDs Pada Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018 dapat dilihat pada tabel berikut:
4.2.1 Hubungan Antara Usia dengan Keluhan MSDs Pada Operator
Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI)
Tahun 2018
Berikut adalah analisis hubungan usia dengan keluhan MSDs pada operator
cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018 diperoleh
bahwa:
Tabel 4.7 Hubungan Antara Usia dengan Keluhan MSDs Pada Operator
Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI)
Tahun 2018
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa responden dengan
kategori usia ≥30 tahun memiliki proporsi berisiko mengalami keluhan
MSDs yaitu sebanyak 4 pekerja (57.1%), sedangkan kategori usia <30 tahun
memiliki proporsi tertinggi tidak berisiko keluhan MSDs sebanyak 11
pekerja (57.9%).
Pada penelitian ini menggunakan uji fisher exact test karena hasil
tabel 2x2 ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-
value (0.665) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara usia
dengan keluhan MSDs. Nilai odds ratio (OR) 1.833 dengan nilai 95% CI
Keluhan MSDs Total
p-value OR (95% CI) Berisiko Tidak Berisiko
n % n % n %
Usia
≥30 thn 4 57.1 3 42.9 7 100
0.665 1.833(0.318-
10.573) <30 thn 8 42.1 11 57.9 19 100
57
0.318-10.573 menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia <30 tahun
berpeluang 1.833 kali berisiko menderita keluhan MSDs dibandingkan
responden yang memiliki usia ≥30 tahun.
4.2.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs Pada
Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berikut adalah analisis hubungan masa kerja dengan keluhan MSDs
pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia
tahun 2018 diperoleh bahwa:
Tabel 4.8 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs Pada
Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa responden dengan
kategori masa kerja ≥3 tahun memiliki proporsi tertinggi berisiko
mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 10 pekerja (62.5%), sedangkan
kategori masa kerja <3 tahun memiliki proporsi terendah tidak berisiko
keluhan MSDs sebanyak 8 pekerja (80%)
Pada penelitian ini menggunakan uji fisher exact test karena hasil
tabel 2x2 ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-
value (0.51) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara masa
kerja dengan keluhan MSDs. Nilai odds ratio (OR) 6.667 dengan nilai 95%
CI 1.047-42.431 menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja
≥3 tahun berpeluang 6.667 kali berisiko menderita MSDs dibandingkan
responden yang memiliki masa kerja <3 tahun.
Keluhan MSDs Total
p-value OR (95% CI) Berisiko Tidak Berisiko
n % n % n %
Masa
Kerja
≥3 thn 10 62.5 6 37.5 16 100
0.51 6.667(1.047-
42.431) <3 thn 2 20 8 80 10 100
58
4.2.3 Hubungan Antara IMT dengan Keluhan MSDs Pada Operator
Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI)
Tahun 2018
Berikut adalah analisis hubungan IMT dengan keluhan MSDs pada
operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018 diperoleh bahwa:
Tabel 4.9 Hubungan Antara IMT dengan Keluhan MSDs Pada
Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa responden dengan
kategori IMT gemuk memiliki proporsi terendah tidak berisiko mengalami
keluhan MSDs yaitu sebanyak 2 pekerja (100%), sedangkan kategori IMT
kurus memiliki proporsi sama antara berisiko dan tidak berisiko keluhan
MSDs sebanyak 12 pekerja (50%)
Pada penelitian ini menggunakan uji fisher exact test karena hasil
tabel 2x2 ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-
value (0.483) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara IMT
dengan keluhan MSDs.
Keluhan MSDs Total
p-value OR (95% CI) Berisiko Tidak Berisiko
n % n % n %
IMT
Gemuk 0 0 2 100 2 100
0.483 - Kurus 12 50 12 50 24 100
59
4.2.4 Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan Keluhan MSDs Pada
Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Berikut adalah analisis hubungan aktifitas fisik dengan keluhan MSDs pada
operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun 2018
diperoleh bahwa:
Tabel 4.10 Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan Keluhan MSDs
Pada Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa responden dengan
kategori aktifitas fisik berat memiliki proporsi tertinggi tidak berisiko
mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 12 pekerja (54.5%), sedangkan
kategori aktifitas fisik ringan memiliki proporsi sama antara tidak berisiko dan
berisiko keluhan MSDs sebanyak 2 pekerja (50%).
Pada penelitian ini menggunakan uji fisher exact test karena hasil tabel
2x2 ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(1.000) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara aktifitas fisik
dengan keluhan MSDs. Nilai odds ratio (OR) 0.833 dengan nilai 95% CI 0.099-
7.027 menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktifitas berat berpeluang
0.833 kali berisiko menderita MSDs dibandingkan responden yang memiliki
aktifitas fisik ringan.
Keluhan MSDs Total
p-value OR (95% CI) Berisiko Tidak Berisiko
n % n % n %
Aktifitas
Fisik
Berat 10 45.5 12 54.5 22 100 1.000
0.833(0.099-
7.027) Ringan 2 50 2 50 4 100
60
4.2.5 Hubungan Antara Gerakan Berulang dengan Keluhan MSDs Pada
Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Berikut adalah analisis hubungan gerakan berulang dengan keluhan MSDs
pada operator cutting bar di unit produksi PT Iron Wire Works Indonesia tahun
2018 diperoleh bahwa:
Tabel 4.11 Hubungan Antara Gerakan Berulang dengan Keluhan MSDs
Pada Operator Cutting Bar di Unit Produksi PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa responden dengan
kategori gerakan berulang berisiko memiliki proporsi tertinggi sama antara tidak
berisiko dan berisiko mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 12 pekerja
(50%), sedangkan kategori gerakan berulang tidak berisiko memiliki proporsi
terendah tidak berisiko keluhan MSDs sebanyak 2 pekerja (100%).
Pada penelitian ini menggunakan uji fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value (0.483)
> 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara gerakan berulang
dengan keluhan MSDs.
Keluhan MSDs Total
p-value OR (95% CI) Berisiko Tidak Berisiko
n % n % n %
Gerakan
Berulang
Berisiko 12 50 12 50 24 100
0.483 - Tidak
Berisiko
0 0 2 100 2 100
61
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu menjadi
perbaikan pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penilaian faktor risiko MSDs hanya mengukur faktor risiko usia, masa kerja
IMT, Aktifitas fisik, gerakan berulang tidak menilai yang lainnya seperti
fakor psikososial, organisasi dan lingkungan.
2. Kuesioner yang digunakan sangat bergantung pada subjektivitas responden,
sehingga rawan terhadap bias. Bias informasi atau recall terjadi ketika
responden yang ditanyakan harus menjawab pertanyaan sesuai dengan
kebiasaan pribadinya, durasi saat berapa lama melakukannya, sehingga
ketepatan jawaban sangat bergantung dengan daya ingat responden untuk
menjawab yang sebenarnya.
3. Jumlah responden dari operator unit cutting bar yang hanya 26, sebaiknya
jumlah jumlah responden lebih banyak lagi.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran keluhan MSDs pada Responden di PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian keluhan MSDs menunjukkan bahwa
sebanyak 14 responden (53.8%) yang tidak berisiko keluhan MSDs dari
total responden yang berjumlah 26 responden. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian Maijunidah (2010), bahwa sebagian responden
mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 65 responden (92.9%) dan
berdasarkan pengukuran faktor responden sebagian besar responden
mengalami risiko responden tinggi (47.1%) dan sangat tinggi (34.3%).
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan pada otot,
syaraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, dan tulang belakang.
Gangguan tersebut secara umum terjadi secara berangsur atau
berkembang secara kronis bukan merupakan hasil kejadian spontan.
62
Meskipun demikian kejadian spontan seperti terpeleset dan terjatuh
biasanya merupakan penyebab terjadinya masalah muskuloskeletal,
contohnya low back pain (NIOSH, 1997).
Menurut ACGIH (2010), Musculoskeletal Disorders merupakan
sebuah permasalahan kesehatan kerja yang dapat dicegah dengan
program kesehatan ergonomi dan keselamatan. Definisinya mengacu
pada gangguan kronis pada otot, tendon, dan syaraf yang disebabkan oleh
antara lain gerakan berulang, pergerakan yang cepat, beban yang tinggi,
kontak stres, postur yang ekstrim, getaran, dan suhu yang rendah.
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel keluhan MSDs penulis
menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang berisi 27 pertanyaan.
Sebagian besar responden menjawab keluhan paling banyak bagian
tubuh bawah yaitu kaki: kedua telapak kaki, kedua pergelangan kaki,
kedua betis hal ini disebabkan oleh cara kerja operator cutting bar
berdiri selama proses kerjanya. Posisi tubuh saat bekerja sangat
ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing- masing posisi
kerja memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tubuh. Sikap kerja
duduk memerlukan energi yang lebih sedikit dari pada sikap berdiri
sehingga beban pada otot statis dapat dikurangi (Nurmianto,2004).
Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja siaga baik fisik dan
mental, sehingga aktivitas yang dilakukan menjadi lebih cepat, lebih
teliti. akan tetapi pada sikap kerja berdiri khususnya yang menggunakan
alat, dapat mengakibatkan cepat lelah karena energi yang dikeluarkan
pada saat berdiri lebih besar 10-15% bila dibandingkan dengan sikap
kerja duduk (Tarwaka, 2010).
Sehingga disarankan untuk operator berisiko keluhan MSDs secara
administrasi bagi PT IWWI sebaiknya melakukan pengaturan jam kerja
dan jam istirahat untuk pekerja. Operator sebaiknya istirahat dan
melakukan peregangan (stretching) selama 5 menit setelah bekerja
selama 1-2 jam untuk memberikan waktu pemulihan pada bagian tubuh
yang digunakan.
63
5.2.2 Gambaran Usia pada Responden di PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
usia <30 tahun dengan proporsi tertinggi yaitu sebanyak 19 responden
(73.1%) dari total responden yang berjumlah 26 responden. Hal ini
sejalan dengan penelitian Paramitha (2014) karakteristik individu dari
hasil penelitian diketahui sebagian besar responden berusia < 30 tahun
(57,1%) (Paramitha, 2014).
Usia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan usia pekerja
bagian produksi yang terhitung sejak pekerja itu lahir hingga penelitian
dilaksanakan yang dinyatakan dalam satuan tahun. Responden dengan
usia lebih dari 30 atau 40 tahun memiliki risiko musculoskeletal
disorders yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan usia
yang lebih muda degenerasi pada tulang dan keadaan tersebut mulai
terjadi pada umur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan
pengurangan cairan (Bridger, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel usia penulis
menggunakan cara pengisian angket kuesioner yang berisi checklist.
Sebagian besar responden menjawab usia <30 tahun, menurut supervisor
cutting bar hal ini disebabkan oleh para operator cutting bar baru lulusan
D3 dan SMA/SMK menupakan usia produktif.
Menurut Tarwaka (2004), mengatakan bahwa pada umur 25-30
tahun, kekuatan fisik seseorang mencapai pada titik optimal dan setelah
titik optimalnya terlampaui maka akan terjadi penurunan kapasitas
fisiologis hingga 1% per tahun sehingga tubuh lebih rentan terhadap
penyakit infeksi dan penyakit degenaratif, pendapatnya yang lain adalah
pada usia 25-64 tahun, responden mulai mengalami keluhan pada otot.
Keluhan pertama biasanya dialami saat berusia 35 tahun dan tingkat
keluhan akan semakin parah sejalan dengan bertambahnya usia.
64
Sehingga saran untuk responden yang berusia ≥30 tahun agar tidak
mengalami keluhan MSDs dengan rajin berolah raga, makan makanan
yang sehat, menghindari stres serta tidur yang cukup.
5.2.3 Gambaran Masa Kerja pada Responden di PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
masa kerja ≥ 3 tahun lebih banyak dengan proprosi tertinggi yaitu
sebanyak 16 responden (61.5%) dari total responden yang berjumlah 26
responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Paramitha (2014), sebagian
besar responden telah bekerja di Duta Alam ≥ 3 tahun (64,3%) sedangkan
yang < 3 tahun sebanyak 35,7% (Paramitha, 2014).
Prevalensi terjadinya MSDs meningkat seiring dengan jumlah
waktu atau lama bekerja di tempat yang sama. Lama waktu bekerja ini
erat kaitan dengan pengetahun dan adaptasi mereka terdahap bahaya dan
risiko ditempat kerja, sehingga responden yang tidak berpengalaman
akan memiliki probabilitas lebih tinggi mengalami cidera MSDs. Masa
kerja sangat berpengaruh terhadap keluhan otot dan berkaitan dengan
responden yang menggunakan kekuatan yang tinggi ( Evelina, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel masa kerja penulis
menggunakan cara pengisian angket kuesioner yang berisi checklist.
Sebagian besar responden menjawab usia <30 tahun, menurut supervisor
cutting bar hal ini disebabkan oleh para operator cutting bar baru lulusan
D3 dan SMA/SMK yang merupakan usia produktif.
Dari masa kerja tersebut operator yang lebih lama masa kerjanya
memiliki risiko ergonomi lebih besar, karena operator dengan masa
kerja lebih lama akan lebih sering dan lebih lama melakukan aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaannya yang dilakukan. Masa kerja
merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang operator
untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis
pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Masa kerja
mempunyai hubungan yang kuat dengan kekuatan otot (Tarwaka, 2004).
65
Sehingga saran untuk responden yang masa kerjanya ≥ 3 tahun
seperti diketahui makin tua usia seseorang organnya makin turun juga
fungsinya bagian tubuh dalam bekerja maka, sebaiknya pekerja menjaga
kekuatan otot dengan rajin berolah raga bisa dengan melakukan latihan
kardiovaskular selama 30 sampai 60 menit 5 kali dalam seminggu.
Latihan kardio diperlukan untuk membakar lemak agar kekuatan otot
semakin meningkat.
5.2.4 Gambaran IMT pada Responden di PT Iron Wire Works Indonesia
(IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
IMT tidak gemuk memiliki proporsi tertinggi yaitu sebanyak 24
responden (92.3%) dari total responden yang berjumlah 26 responden.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Proporsi responden berdasarkan
IMT menunjukkan bahwa responden dengan IMT tidak normal sebanyak
22 orang (43,1%), sedangkan responden dengan IMT normal sebanyak
29 orang (56,9%) (Syaifa, 2017).
Indeks massa tubuh merupakan salah satu indikator status gizi
seseorang. Penentuan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh dengan
beberapa metode. Salah satu metode penentuan indeks massa tubuh
seseorang adalah dengan rumus berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Indeks masa tubuh dibagi ke
dalam empat kategori yaitu kurus (<18,5), normal (18,5 – 25),
overweight (25 – 30), dan obesitas (>30) (WHO (2005).
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian, responden yang termasuk
kriteria kurus sebanyak 1 responden (2,5%), normal sebanyak 29
responden (72,5%), gemuk sebanyak 6 responden (15%), dan Obesitas
sebanyak 4 responden (10%) (Supiana, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel IMT penulis
menemukan responden dengan skor IMT tertinggi yaitu 29.4 termasuk
overweight dan IMT terendah dengan skor 16.5 termasuk kurus, menurut
supervisor cutting bar hal ini disebabkan oleh para operator cutting bar
66
makanan yang dimakan mengandung lebih banyak kalori dari pada yang
dapat digunakan oleh tubuh. Sehingga kelebihan energi ini disimpan oleh
tubuh dalam bentuk lemak. Sebaliknya jika kalori yang terpakai lebih
banyak daripada yang diperoleh dari makanan, maka cadangan kalori
yang berada dalam bentuk lemak tersebut akan digunakan oleh tubuh
sebagai sumber energi.
Menurut Paramitha (2014), sebagian besar responden memiliki
indeks massa tubuh normal (64,3%) dimana terdiri dari underweight atau
kurus 7,1%, normal 64,3%, overweight 28,6. Indeks massa tubuh
merupakan salah satu indikator status gizi seseorang. Penentuan nilai
indeks massa tubuh dapat diperoleh dengan beberapa metode. Salah satu
metode penentuan indeks massa tubuh seseorang adalah dengan rumus
berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter).
Sehingga saran untuk responden yang IMT kategori gemuk perlu
semakin meningkatkan pemantauan status gizi masing-masing operator
cutting bar agar operator dengan status gizi kurang terjaring secara dini
dan mendapat penanganan segera dengan melihat indikator IMT.
5.2.5 Gambaran Aktivitas Fisik pada Responden di PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
aktivitas fisik berat memiliki proporsi tertinggi yaitu sebanyak sebanyak
22 responden (84.6%) dari total responden yang berjumlah 26 responden.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Paramitha (2014), sebagian besar
responden tidak memiliki kebiasaan olahraga (78,6%). Tingkat keluhan
MSDs berdasarkan aktivitas fisik, keluhan MSDs sedang, berat paling
banyak dirasakan perajin yang tidak memiliki kebiasaan olahraga
(Paramitha, 2014).
Aktivitas fisik berhubungan dengan aktivitas keseharian yang
dilakukan oleh seseorang. Umumnya, musculoskeletal disorders terjadi
pada mereka yang melakukan aktivitas dengan tenaga yang besar dan
67
waktu istirahat yang tidak cukup. Keluhan otot akan meningkat seiring
bertambahnya aktivitas fisik (Bridger, 2003).
Bedasarkan hasil kuesioner aktivitas fisik pada responden di PT.
Iron Wire Works Indonesia didapatkan bahwa responden dengan
aktivitas fisik berat lebih banyak dibandingkan dengan responden yang
melakukan aktivitas fisik ringan. Secara keseluruhan dari 26 jawaban
responden terhadap 16 pertanyaan kuesioner aktivitas fisik terlihat bahwa
1) responden melakukan aktivitas fisik saat bekerja yaitu respondenan
seperti berdiri mengoperasikan mesin, berjalan perlahan, pengoperasian
alat bantu produksi dan mengendarai motor atau mobil untuk transportasi
menuju kantor. 2) Melakukan aktivitas fisik pada waktu luang seperti
menonton tv, duduk santai, tidak melakukan kegiatan lebih dari 10 menit.
Beratnya aktivitas fisik pada responden terjadi karena sebagian besar
responden mengoperasikan mesin dan mengangkat besi sedangkan pada
saat waktu luang responden menyampaikan sudah kelelahan yang
mengakibatkan waktu luang digunakan untuk tidur atau beristirahat.
Terdapat 4 responden (15.4%) yang memiliki aktifitas ringan dan 22
orang responden (84.6%) dengan aktivitas fisik berat memiliki kebiasaan
olahraga rutin seperti bermain sepak bola, jogging dan bersepeda di
setiap minggunya dan waktu tidur yang cukup.
5.2.6 Gambaran Gerakan Berulang pada Responden di PT Iron Wire Works
Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
gerakan berulang berisiko memiliki proporsi tertinggi yaitu sebanyak 24
responden (92.3%) dari total responden yang berjumlah 26 responden.
Hal ini sejalan dengan penelitian Baihaqi (2015) bahwa responden yang
melakukan gerakan berulang (57.15%), mengalami keluhan
musculoskeletal disorders (51.8%).
Gerakan berulang adalah melakukan suatu jenis respondenan yang
sama secara berulang- ulang dalam waktu tertentu. Hal ini sangat
berisiko menyebabkan kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami
68
kontraksi, otot tersebut harus selalu menerima pasokan oksigen dan
nergi. Jika gerakan berulang otot terlalu cepat akan mempercepat
kelelahan otot (WHO, 2009).
Aktivitas berulang adalah gerakan yang dilakukan secara terus
menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan secara terus
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan relaksasi. Faktor responden seperti responden
tidak alamiah, aktivitas berulang dan peregangan otot yang berlebihan
merupakan penyebab utama terjadinya MSDs (Peter, 2000).
Bedasarkan hasil lembar pengamatan gerakan berulang di PT Iron
Wire Works Indonesia terlihat kondisi jumlah responden dengan gerakan
berulang berisiko sebesar 24 responden karena melakukan frekuensi ≥ 10
gerakan/menit. Hal ini di karenakan perusahaan memiliki target harian
sebesar 3.500pcs/ hari setiap operator. Proses – proses dalam
menghasilkan target tersebut, membuat operator melakukan gerakan
yang repetitif, hal tersebut dapat mengakibatkan keluhan
musculoskeletal.
Sehingga saran untuk responden yang aktivitas berulang yakni
istirahat dengan menghentikan semua aktivitas yang dicurigai memicu
terjadinya keluhan. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan
berkelanjutan dan mengurangi peradangan.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Antara Usia dengan keluhan MSDs pada responden di
PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(0.665) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara usia
dengan keluhan MSDs. Nilai odds ratio (OR) 1.833 dengan nilai 95% CI
0.318-10.573 menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia <30
tahun berpeluang 1.833 kali berisiko menderita keluhan MSDs
dibandingkan responden yang memiliki usia ≥30 tahun
69
Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi operator dengan
usia <30 tahun memiliki proporsi tinggi untuk tidak berisiko mengalami
keluhan MSDs yaitu sebanyak 11 responden (57.9%) dibandingkan
dengan operator dengan responden yang berusia ≥30 tahun ada sebanyak
4 responden (57.1%) berisiko mengalami keluhan MSDs.
Hal ini selajan dengan penelitian Maijunidah (2010) bahwa
responden yang berusia ≥35 tahun sebagian besar mengalami keluhan
MSDs sebanyak 40 (97.6%) sedangkan yang berusia <35 tahun sebagian
besar juga mengalami keluhan MSDs sebanyak 25 (86.2%). Diketahui
usia responden tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan
MSDs. Dan sejalan dengan penelitian Paramitha (2014). Bahwa
karakteristik idnividu dari hasil penelitian diketahui sebagian besar
responden berusia >30 tahun (57.1 %), namun tingkat keuhan MSDs
berat mayoritas pada kelompok usia ≥ 30 tahun (Paramitha, 2014)
Berdasarkan hasil diatas maka dapat digambarkan bahwa usia tidak
memiliki hubungan dengan keluhan MSDs dan dianggap bukan faktor
yang penting dalam menyebabkan terjadinya keluhan Musculoskeletal
Disorders pada operator cutting bar PT IWWI. Hal ini tidak sejalan teori
pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja,
yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35
tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya,
kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya
keluhan otot meningkat. Usia mempunyai hubungan yang sangat kuat
dengan keluhan otot terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada
beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab
utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka ,2015).
Menurut hasil penelitan mengenai hubungan antara usia dengan
keluhan MSDs pada responden bagian polising PT Surya Toto Indonesia
Tbk, tahun 2011 diketahui bahwa rata-rata usia pada responden yang
mengalami keluuhan MSDs adalah 31,39 tahun dengan standar deviasi
sebesar 7.561, sedangkan rata-rata usia pada responden yang tidak
70
mengalami keluhan MSDs adalah 26,84 tahun dengan standa deviasi
sebesar 7.776 (Handayani, 2011).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widyastuti (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan musculoskeletal disorders pada buruh angkat sayur menjelaskan
bahwa faktor usia turut menjadi pemicu meningkatnya keluhan
musculoskeletal disorders pada responden buruh angkut sayur. Pada
responden yang memiliki tingkat usia tua cenderung memiliki risiko
terjadinya keluhan musculoskeletal yang lebih besar dari pada responden
yang memiliki tingkat usia muda. Adapun derajat hubungan antara usia
dengan keluhan musculoskeletal dilakukan widyastuti atas dasar
pengukuran rasa nyeri pada musculoskeletal dengan menggunakan NBM
(Nordic Body Map).
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel usia penulis
menggunakan cara pengisian angket kuesioner yang berisi checklist.
Sebagian besar responden menjawab usia <30 tahun, menurut supervisor
cutting bar hal ini disebabkan oleh para operator cutting bar baru lulusan
D3 dan SMA/SMK merupakan usia produktif.
Sehingga saran untuk responden yang berusia ≥30 tahun agar tidak
mengalami keluhan MSDs dengan rajin berolah raga, makan makanan
yang sehat, menghindari stres serta tidur yang cukup.
5.3.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada
responden di PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(0.483) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara masa
kerja dengan keluhan MSDs.
Masa kerja merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang
menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Masa kerja mempunyai
hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Semakin lama masa kerja
71
seseorang berarti semakin lama orang tersebut terpapar sumber bahaya
di tempat kerja, maka seseorang akan menjadi semakin rentan terhadap
gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan dari pekerjaannya
(Tarwaka, 2004)
Kreitner dan Kinicki (2004), menyatakan bahwa, masa kerja yang
lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah
dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah
beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang
pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Menurut Haeny
(2009), pekerja dengan lama kerja lebih dari 3 tahun mempunyai faktor
resiko lebih tinggi untuk terjadinya kelelahan dan keluhan otot
dibandingkan masa kerja kurang dari atau sama dengan 3 tahun.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi operator dengan
masa kerja lama atau lebih dari sama dengan 3 tahun memiliki proporsi
tinggi untuk mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 10 responden
(62.5%) dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja baru atau
kurang dari 3 tahun yaitu sebanyak 8 responden (80%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Maijunidah (2010), bahwa MSDs
65 orang dan responden yang tidak mengeluh MSDs sebanyak 5 orang.
Berdasarkan hasil uji di dapatkan tidak ada hubungan yang signifikan
dengan keluhan MSDs dengan masa kerja pada responden assembling.
Semakin lama seseorang bekerja atau semakin lama seseorang
terpajan risiko MSDs, maka semakin besar pula risiko untuk mengalami
MSDs. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi
seorang responden untuk meningkatkan risiko terjadinya
musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis respondenan yang
menggunakan kekuatan kerja yang tinggi (Handayani, 2011)
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budiono
(2009), yang mengemukakan bahwa tekanan melalui fisik (beban kerja)
pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot,
gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan.
Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti
72
terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang
terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan
seperti ini yang berlarut-larut mengakibatkan memburuknya kesehatan,
yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diberikan penjelasan
bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan
MSDs dan dianggap bukan faktor yang penting dalam terjadinya keluhan
MSDs. Hal ini tidak sejalan dengan Zulfiqor (2010) yang menyatakan
bahwa penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi, jadi
semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor
risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.
Hal serupa juga ditemukan oleh Hendra (2009), dimana masa kerja
memiliki hubungan dengan keluhan MSDs dengan tingkat risiko 2.755
kali lebih besar pada pemanen dengan masa kerja lebih dari 4 tahun.
Masa kerja memiliki hubungan dengan keluhan otot, terutama pada
responden yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Semakin lama
pemanen melakkukan respondenan yang menggunakan otot, semakin
tinggi pula risiko untuk timbulnya keluhan MSDs.
Berdasarkan hasil wawancara pada pekerja dapat diketahui bahwa
sebagian besar pekerja memiliki masa kerja yang cukup lama yakni lebih
dari 3 tahun. Pekerja juga cenderung melakukan pekerjaan yang sama
dari waktu ke waktu. Hal tersebut dikarenakan untuk suatu proses kerja
diperlukan keahlian dalam mengoprasikan mesin produksi dari seorang
pekerja sehingga tidak memungkinkan pekerjaan tersebut dilakukan oleh
pekerja yang belum terbiasa melakukannya.
Sehingga disarankan kepada perusahaan untuk terus memperhatikan
pekerja yang dengan masa kerja lebih dari 3 tahun yang mengalami
keluhan MSDs agar dilakukan evaluasi terhadap kinerja operator dengan
memonitor perbaikan sistem kerja dan beban kerja yang dapat
mengakibatkan musculoskeletal disorders. Perusahaan sebaiknya
melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap mesin produksi secara
73
teratur, karena bahaya MSDs akan semakin buruk akibat kurangnya
perawatan dan pemeliharaan mesin produksi dikarenakan operator
melakukan gerakan tambahan jika mesin rusak.
5.3.3 Hubungan IMT dengan keluhan MSDs pada responden di PT Iron
Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(0.483) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara IMT
dengan keluhan MSDs.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi operator dengan
IMT kurus memiliki proporsi tinggi untuk berisiko mengalami keluhan
MSDs yaitu sebanyak 12 responden (50%) dibandingkan dengan pekerja
dengan IMT gemuk, ada 2 responden (100%) yang tidak berisiko
mengalami keluhan MSDs.
Menurut Supariasa (2002), Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body
Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Kaitan IMT dengan MSDs adalah
semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk
mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat
badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah (Supariasa, 2002).
Menurut beberapa studi menunjukkan bahwa antara indeks massa
tubuh berhubungan dengan musculoskeletal disorders. Semakin gemuk
seseorang (semakin tinggi nilai indeks massa tubuhnya) maka semakin
besar risikonya untuk mengalami musculoskeletal disorders. Sebuah
penelitian oleh Karuniasih (2009) menyatakan bahwa 90,4% dari 52
responden yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders memiliki
indeks masa tubuh di atas 25 (overweight) (WHO, 2005).
Hal ini tidak sejalan dengan Tarwaka (2015), yang menyatakan
bahwa walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan,
74
dan masa tubuh merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan
sistem musculoskeletal, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran
tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka
didalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Karuniasih (2009) yang menyatakan bahwa 100% kelompok responden
dengan kategori IMT kurus dan sebagian besar kelompok responden
dengan kategori IMT gemuk merasakan keluhan MSDs (Karuniasih,
2009).
Menurut beberapa studi menunjukkan bahwa antara indeks massa
tubuh berhubungan dengan musculoskeletal disorders. Semakin gemuk
seseorang (semakin tinggi nilai indeks massa tubuhnya) maka semakin
besar risikonya untuk mengalami musculoskeletal disorders. Sehingga
saran untuk responden yang IMT kategori gemuk berisiko MSDs perlu
semakin meningkatkan pemantauan status gizi masing-masing operator
cutting bar agar operator dengan status gizi kurang terjaring secara dini
dan mendapat penanganan segera dengan melihat indikator IMT. Selain
itu perusahaan bisa melaksanakan program training dan penyuluhan yang
di tujukan pada operator tentang bagaimana bekerja secara ergonomi.
5.3.4 Hubungan Antara Aktifitas Fisik dengan keluhan MSDs pada
responden di PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(1.000) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara aktifitas
fisik dengan keluhan MSDs. Nilai odds ratio (OR) 0.833 dengan nilai
95% CI 0.099-7.027 menunjukkan bahwa responden yang memiliki
aktifitas berat berpeluang 0.833 kali berisiko menderita MSDs
dibandingkan responden yang memiliki aktifitas fisik ringan.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi operator dengan
Aktifitas fisik berat memiliki proporsi sebesar 10 responden (45.5%)
75
untuk berisiko mengalami MSDs dibandingkan dengan Aktifitas fisik
ringan sebesar 2 responden (50%) berisiko MSDs .
Hal ini sejalan dengan penelitian Wenur, Kawatu, dan Josephus
(2013) bahwa responden yang mengalami keluhan musculoskeletal
rendah 66.6%, keluhan musculoskeletal sedang 25.49% keluhan
musculoskeletal tinggi 7.84% dan keluhan musculoskeletal sangat tinggi
0%. Hasil analisis data menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara aktifitas fisik dengan keluhan musculokeletal.
Kemampuan kerja fisik adalah suatu kemampuan fungsional
seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan
aktivitas otot pada periode waktu tertentu. Lamanya waktu aktivitas
dapat bervariasi antara beberapa detik (untuk pekerjaan yang
memerlukan kekuatan) sampai beberapa jam (untuk pekerjaan yang
memerlukan ketahanan). Komponen kemampuan kerja fisik dan
kesegaran jasmani seseorang ditentukan oleh kekuatan otot, ketahanan
otot dan ketahanan kardiovaskuler (Tarwaka, 2004).
Kategori beban kerja fisik berdasarkan kebutuhan oksigen melalui
penaksiran kebutuhan kalori belum dapat menggambarkan beban
sebenarnya yang diterima oleh seorang pekerja. Hal tersebut disebabkan
karena masih banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori.
Selain berat ringannya pekerjaan itu sendiri, juga dipengaruhi oleh
lingkungan tempat bekerja, cara dan sikap kerja serta stasiun kerja yang
digunakan selama kerja. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan
penilaian beban kerja yang dapat menggambarkan secara keseluruhan
beban yang diterima seorang pekerja. Pada umumnya, keluhan otot lebih
jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya
mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam
kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan
tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat
keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh
(Tarwaka, 2004).
76
Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas
fisik diantaranya menurut (Almatsier, 2003) aktivitas fisik ialah gerakan
fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada
(kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan
kematian secara global ( WHO, 2010). Jadi, kesimpulan dari pengertian
aktivitas fisik ialah gerakan tubuh oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya yang memerlukan pengeluaran energy.
Berdasarkan hasil observasi mennggunakan kuesioner aktifitas fisik
yang berisi 16 pertanyaan dengan 3 ranah atau domain yang terdiri dari
kegiatan di tempat kerja, transportasi dan kegiatan rekreasi. Kegiatan di
tempat kerja adalah aktivitas fisik yang berhubungan dengan pekerjaan;
menanyakan tentang aktivitas fisik pada hari-hari kerja, meliputi
pekerjaan yang dibayar atau tidak dibayar, pekerjaan rumah tangga dan
lain-lain. Kegiatan transportasi adalah aktivitas fisik yang berhubungan
dengan perjalanan; menanyakan tentang macam transportasi yang
digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar, tempat
ibadah dan lainnya. Sedangkan kegiatan rekreasi adalah aktivitas fisik di
luar pekerjaan seperti olah raga, hobi dan lainnya.
Hasil menunjukkan bahwa pekerja dengan aktivitas berat:
>1500MET-menit/ minggu lebih cenderung berisiko mengalami keluhan
MSDs. Rata-rata pekerja menjawab pertanyaan kuesioner nomer 1
Apakah pekerjaan anda melibatkan aktivitas fisik intensitas berat yang
menyebabkan anda bernapas lebih berat dan denyut jantung lebih cepat
(seperti: membawa atau mengangkat barang berat lebih dari 20 kg tanpa
alat bantu, pemasangan sparepart, pembersihan mesin, memindahkan
barang tanpa alat bantu dll) selama paling tidak 10 menit ? yakni 13
pekerja. Namun pada pertanyaan kuesioner nomer 4 Apakah pekerjaan
anda melibatkan aktivitas fisik intensitas sedang yang menyebabkan anda
bernapas sedikit lebih berat dan denyut jantung sedikit lebih cepat
77
berjalan (seperti: membawa barang yang ringan, pekerjaan
membersihkan sambil berdiri, dll) selama paling tidak 10 menit ?
kebanyakan menjawab lebih dari 15 menit. Pada pertanyaan kuesioner
nomer 5 Dalam seminggu berapa hari anda melakukan aktivitas fisik
intensitas sedang dalam pekerjaan anda ? kebanyakan menjawab 5 hari.
Hal ini yang menyebabkan nilai aktifitas fisik menjadi berat setelah
dihitung.
Sehingga disarankan kepada pekerja melakukan peregangan
sebelum dan sesudah bekerja. Peregangan ini dapat membantu otot
dengan mudah untuk beradaptasi menghindari stress otot. Melakukan
peregangan minimal 10 menit setelah dua jam bekerja untuk memberikan
kesempatan anggota tubuh berada dalam posisi rileks.
5.3.5 Hubungan Antara Gerakan Berulang dengan keluhan MSDs pada
responden di PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) Tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik fisher exact test karena hasil tabel 2x2
ada nilai expected kurang dari 5. Hasil uji statistik dengan nilai p-value
(0.483) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara gerakan
berulang dengan keluhan MSDs.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi operator
melakukan gerakan berulang berisiko memiliki proporsi tinggi untuk
berisiko mengalami keluhan MSDs sama yang tidak berisiko mengalami
keluhan MSDs sebanyak 12 responden (50%) dibandingkan dengan
operator melakukan gerakan berulang tidak berisiko ada sebanyak 2
responden (100%) yang mengalami keluhan MSDs tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Baihaqi (2015) bahwa responden yang melakukan
gerakan berulang (57.15%), mengalami keluhan musculoskeletal
disorders (51.8%). Tidak ada hubungan yang signifikan antara gerakan
berulang dengan MSDs.
Risiko fisiologi utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering
dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelehan otot. Sepanjang otot
mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap
78
oksigen dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang
dari otot menjadi terlalu cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai
mencapai jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan
otot (Bird, et al., 2005).
Beradasarkan hasil observasi selain gerakan berulang terlihat
bahwa terdapat perilaku buruk pekerja yang tidak selalu menggunakan alat
pelindung seperti sarung tangan dan helm ketika bekerja di unit cutting
bar. Pekerja tersebut beralasan bahwa APD yang diberikan oleh
perusahaan membuat gerah dan kadang menimbulkan sakit kepala serta
rasa gatal di tangan. Walaupun APD yang digunakan tersebut tidak
nyaman, seharusnya pekerja tetap menggunakannya untuk mengurangi
risiko keluhan MSDs yang diterima pekerja dan mencegah kecelakaan
kerja.
Sehingga disarankan kepada perusahaan yaitu dengan memberikan
pelatihan terkait penggunaan alat pelindung telinga (APD) agar pekerja
menyadari bahwa pentingnya APD bagi kesehatan mereka, sehingga
dampak buruk mengenai keluhan MSDs dan penyakit lainnya dapat
dicegah. APD di area kerja unit produksi jika memungkinkan
diperusahaan dapat pula memberlakukan system reward dan punishment
terhadap pekerja atas penggunaan APD sehingga para pekerja selalu
menggunakan APD ketika bekerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan gerakan berulang pada responden yang gerakan melebihi
frekuensi 10x/menit yakni dengan Melakukan stretching pada waktu jam
istirahat untuk merelaksasikan otot kembali . Serta bisa dengan
mengupayakan program peningkatan promosi safety behavior dengan cara
memperbaiki metode kerja di tempat kerja.
79
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada responden di PT. Iron
Wire Works Indonesia Tahun 2018 terkait faktor-faktor risiko ergonomi
dengan keluhan subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada operator
cutting bar di unit produksi di PT. Iron Wire Works Indonesia Tahun 2018
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Responden yang bersiko keluhan MSDs sebesar 46.2%, responden tidak
berisiko keluhan MSDs sebesar 53.8%.
2. Responden yang memiliki usia ≥30 tahun sebesar 26.9%, responden usia
< 30 tahun sebesar 73.1%,
3. Responden yang memiliki masa kerja ≥3 tahun sebesar 61.5%, responden
yang memiliki masa kerja <3 tahun sebesar 38.5%.
4. Responden yang memiliki IMT gemuk 7.7%, responden yang memiliki
IMT tidak gemuk 92.3%.
5. Responden yang memiliki aktifitas fisik berat sebesar 84.6%, responden
yang memiliki aktifitas fisik ringan sebesar 15.4%.
6. Responden yang memiliki gerakan berulang yang berisiko sebesar 92.3%
, responden yang memiliki gerakan berulang yang tidak berisiko sebesar
7.7%.
7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs
dengan nila p value 0.665. Responden dengan usia <30 tahun berpeluang
1,833 kali berisiko menderita keluhan MSDs dibandingkan responden yang
memiliki usia ≥30 tahun
8. Tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
MSDs dengan nila p value 0.51 Responden dengan masa kerja ≥3 tahun
berpeluang 6.667 kali berisiko menderita MSDs dibandingkan responden
yang memiliki masa kerja <3 tahun.
80
9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan keluhan MSDs
dengan nila p value 0.483.
10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara Aktifitas fisik dengan keluhan
MSDs dengan nila p value 1.000 . Responden yang memiliki aktifitas berat
berpeluang 0.833 kali berisiko menderita MSDs dibandingkan responden
yang memiliki aktifitas fisik ringan.
11. Tidak ada hubungan yang signifikan antara gerakan berulang dengan
keluhan MSDs dengan nila p value 0.483 .
6.2 Saran
6.2.1 Bagi PT Iron Wire Works Indonesia
1. Perlu adanya komitment dari top manajemen untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja pada operator yang berkaitan dengan
risiko ergonomi
2. Perusahaan harus mempunyai data tentang penyakit pada semua
responden, serta dilakukan medical check up yang spesifik terhadap
bahaya ergonomic sebagai personal control serta tindakan
pencegahan.
3. Melakukan evaluasi terhadap kinerja operator dengan memonitor
perbaikan sistem kerja dan beban kerja yang dapat mengakibatkan
musculoskeletal disorders.
4. Melaksanakan program training dan penyuluhan yang di tujukan pada
operator tentang bagaimana bekerja secara ergonomi.
5. Melakukan stretching pada waktu jam istirahat untuk merelaksasikan
otot kembali.
6. Mengadakan general safety talk pada operator tentang penyakit akibat
kerja dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya
7. Mengupayakan program peningkatan promosi safety behavior dengan
cara memperbaiki metode kerja di tempat kerja
81
6.2.2 Bagi Peneliti Lain
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel
perusahaan yang lebih banyak dan menambahkan variabel-variabel
seperti fakor psikososial, organisasi dan lingkungan.Pengukuran lebih
lanjut tidak hanya dengan kuesioner NBM namun menggunakan REBA
dalam pengujiannya agar dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih
akurat.
82
DAFTAR PUSTAKA
Arthritis Research United Kingdom. 2017. State of Musculoskeletal
Health 2017, Arthritis & other musculoskeletal conditions in
numbers or further information. UK : Copeman House.
Anggaraeni, Daily Lintang. 2005. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi
Terhadap Terjadinya Keluhan Msds Pada Operator Unit
Produksi Tcw Di PT GMF Aeroasia. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Press
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed
Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.
Bird, E, Jr, Frenk and L. Germain. 2005. Kepemimpinan pengadilan dan
kerugian praktis, edisi ketiga. Terjemahan oleh W. Abdullah.
Jakarta: PT Devengraha.
Bridger. 2003. Introduction To Ergonomics, Third Edition 3rd
Edition. Kindle Edition: Technology & Engineering.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi
Orang Dewasa. www.depkes.go.id
Departemen Kesehatan RI. 2013. Kementrian kesehatan perkuat upaya
kesehatan responden perempuan. www.depkes.go.id
Delleman dkk., 2004. Working posture and movement; tools for evaluation
and engineering. Boca Raton: CRC Press. P 514-535.
European Agency for Safety and Health at Work, 2013. New Risks and
Trends in The Safety And Health Of Women At Work, Safety and
Health at Work is Everyone’s Concern. It’s Good for You It’s
Good for Business. Publications Office of the European Union,
Luxembourg. Di Akses 18 November 2017
Evelina, Nuri. 2012. Analisis tigkat risiko ergonomi dan keluhan subjektif
musculoskeletal disorders (MSDs) Pada pengrajin septu di
bengkel sepatu tata kampung ciomas, bogor tahun 2012. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Frizka, Margaretta Dan Martiana,Tri. 2005. Hubungan Antara
Karakteristik Individu Unit Kerja Dan Faktor Risiko Ergonomi
Dan Keluhan Kesehatan Industri Kecil Sepatu Kota Mojokerto.
Hastono, Sutanto Priyo. 2016. Analisis Data Pada Bidang Kesehatan.
Depok: PT Rajagrafindo Persada
Hignett and McAamney. 2000. REBA Employee Assessment Worksheet
Based on Technical. Rapid Entire Body Assessment (REBA),
Applied Ergonomics 201-205.
Handayani, W. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Responden di Bagian
Polishing PT Surya Toto Indonesia Tbk Tangerang. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keehatan UIN Syarif
Hidayatullah. http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses 20 juni 2018.
Hendra dan Suwandi R. 2009. Risiko Ergonomi dan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Responden Pemanen
83
Kelapa Sawit. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX :
Semarang(http://staff.ui.ac.id/internal/132255817/publikasi/D11
.pdf. )Diakses pada 1 juli 2018.
IEA (International Ergonomics Association) dan ILO (International
Labour Organization). 2000. Petunjuk praktis ergonomik,
petunjuk yang mudah diterapkan dalam meningkatkan
keselamatan dan kondisi kerja.
Iridiastadi, Hardianti Dan Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kurniawati, Ita. 2009. Tinjauan faktor risiko ergonomi dan keluhan
subjektif terhadap terjadinya muskuloskeletal pada responden
pabrik proses finishing di departemen ppc pt southern cross
industry ciracas Jakarta timur. Depok: Universitas Indonesia
Press.
Kusnawa, Wowo Sunaryo. 2014. Ergonomi Dan Kesehatan Keselamatan
Kerja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maijunidah E. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs
pada responden assemnling pt x bogor tahun 2010. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Manuaba. 2004. Ergonomi Dalam Industri. Bandung: Universitas
Udayana.
NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). 1997.
Muskuloskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical
Review of Epidemiologic Evidence for Work Related
Muskuloskeletal Disorders. USA : CRC Press
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Guna Widya.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi
Kedua. Surabaya: Tim Guna Widya.
Paramitha, Anggit. 2014. Analisis Faktor Risoko Ergonomi Dan Keluhan
Musculoskeletal Disordes (MSDs) Pada Perakin Ukiran Batu di
Duta Alam Sektor Informal, Jakarta Selatan. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Peter,Vi.2000.MusculoskeletalDisorders.http://www.csao.org/uploadfiles
/magazine/vol.11no3/musculo.html. Diakses 9 November 2017.
Syafitri, Junia Tri. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan low
back pain (LBP) pada karyawan bagian corporate customer care
center (C4) PT Telekomonikasi TBk Tahun 2010. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Pres.
Sherwood, Lauralee. 2006. Human Physiology : from cell to system. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santoso, Genpur. 2004. Ergonomi, manusia, peralatan, dan lingkungan.
Jakarta: prestasi pustaka
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Supiana. 2014. Penilaian Faktor Risisko Ergonomi Pada Responden
Pengguna Komputer terhadap terjadinya keluhan MSDs di Pusat
84
Pelatihan dan Pendidikan BPS Tahun 2014. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Suhardjo. R. 1999. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi Aksara.PAU
Pangan dan Gizi.
Syaifa, Hikmah. 2017. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders
(Msds) Pada Responden Bagian Packing Di Spinning-Dyeing Di
Pt Indonesia Synthetics Textile Mills Tahun 2017. Jakarta:
Universitas Esa Unggul Press.
Supariasa, I.D.N. 2002. Penilaian Status Gizi.Jakarta :Buku Kedokteran
EC
Tarwaka, 2004. “Job Design with the Worker in Mind”, Adapted from
OCAW local 1-5 Ergonomics Awarness Workbook”
Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan, Kerja dan
Produktifitas. Surakarta: Unisba Press
Tarwaka. 2011. Ergonomi indistri: dasar – dasar pengetahuan ergonomi
dan aplikasi di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press Surakarta.
Tarwaka. 2014. Ergonomi indistri: dasar – dasar ergonomi dan
implementasi di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press
Surakarta.
Tarwaka . 2015. Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi
dan Aplikasi di Tempat Kerja. Edisi II Cetakan ke-2. Surakarta :
Harapan Press Solo .
WHO (World Health Organization). 2005. BMI Classification.
http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html.
Diakses 2 Januari 2018.
WHO (World Health Organization). 2009. Protecting Workers Health
Series No. 5 Preventing Musculoskeletal Disorders in The
Workplace. www.who.int/entity/occupational health/pdf/
Diakses 2 Januari 2018.
WHO (World Health Organization). 2012. Global Physical Activity
Surveillance
Widyastuti., 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan keluhan
Musculoskeletalpada Buruh Angkut Sayur di Jalan Pedamaran
Pasar Johar 2009. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Wenur Sj, Kawatu Pat, Josephus J. 2013. Hubungan Aktifitas Fisik
Dengan Keluhan Musculoskeletal Pada Responden Bengkel Di
Cv. Kombos Kota Manado Tahun 2013. Manado: universitas sam
ratulangi.
Yuranda, Arfa. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengankeluhan
Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pemanen Kelapa Sawit
Di PT Semadam Kabupaten Aceh Tamiang.
85
Zulfiqor, M T., 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
86
LAMPIRAN
KUESIONER
HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ERGONOMI DENGAN
KELUHAN SUBJEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)
PADA OPERATOR CUTTING BAR DI UNIT PRODUKSI PT IRON WIRE
WORKS INDONESIA TAHUN 2018
Selamat pagi/ siang/ sore
Saya adalah mahasiswa Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Esa
Unggul angkatan 2015 yang sedang menyusun skripsi mengenai
keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam rangka
mengumpulkan informasi tersebut, saya meminta kesediaan Anda untuk
mengisi kuisioner ini. Anda diminta untuk membaca dan mengisi
pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jujur sesuai kondisi Anda
sebenarnya. Semua jawaban Anda akan sangat membantu penelitian
saya. Semua data yang anda isikan akan dirahasiakan dan hanya
digunakan dalam penelitian ini. Atas bantuan dan kerjasama Anda saya
ucapkan terimakasih.
Peneliti
Nurhamida Jusman A.Md.Prs
87
Sumber: Tarwaka,2014
Kuesioner NBM
( NORDIC BODY MAP )
Jawablah dengan memberi tanda ( ) pada kolom disamping pertanyaan yang sesuai dengan
kondisi/perasaan saudara
Nama :
Usia : <30 thn ≥ 30 thn
Masa Kerja : <3 thn ≥ 3 thn
Berat :
Tinggi :
Sistem Muskuluskeletal Skoring
NBM
Sistem Muskuluskeletal Skoring
0 1 2 3 0 1 2 3
0 Leher atas
1 Tengkuk
2 Bahu kiri 3 Bahu kanan
4 Lengan atas kiri 5 Punggung
6 Lengan atas kanan 7 Pinggang
8 Pinggul 9 Pantat
10 Siku kiri 11 Siku kanan
12 Lengan bawah kiri 13 Lengan bawah kanan
14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan
16 Tangan kiri 17 Tangan kanan
18 Paha kiri 19 Paha kanan
20 Lutut kiri 21 Lutut kanan
22 Betis kiri 23 Betis kanan
24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan
26 Telapak kaki kiri 27 Telapak kaki kanan
TOTAL SKOR KIRI TOTAL SKOR KANAN
TOTAL SKORING (SKOR KANAN + SKOR KIRI)
Keterangan Skoring Keterangan Tingkat Resiko Berdasarkan Skor Akhir
Skor 0 = Tidak sakit 0 - 20 = Rendah (belum dilakukan perbaikan)
Skor 1 = Agak sakit 21 - 41 = Sedang (mungkin diperlukan perbaikan)
Skor 2 = Sakit 42 - 62 = Tinggi (diperlukan tindakan segera)
Skor 3 = Sangat sakit 63 - 84 = Sangat Tinggi (diperlukan tindakan sesegera mungkin)
88
II. KUESIONER AKTIFITAS FISIK
A. AKTIVITAS SAAT BEKERJA
1. Apakah respondenan anda melibatkan aktivitas fisik intensitas berat yang menyebabkan
anda bernapas lebih berat dan denyut jantung lebih cepat (seperti: membawa atau
mengangkat barang berat lebih dari 20 kg tanpa alat bantu, pemasangan sparepart,
pembersihan mesin, memindahkan barang tanpa alat bantu dll) selama paling tidak 10 menit
?
a) Ya , Jam: menit: ____________
b) Tidak Jika jawaban anda tidak, loncat ke pertanyaan no. 4.
2. Dalam seminggu, berapa hari anda lakukan aktivitas fisik intensitas berat dalam
respondenan anda ?
Jumlah hari ________________________
3. Berapa banyak waktu anda habiskan melakukan aktivitas intensitasi berat di respondenan
dalam seharinya ?
Jam : menit ___________ : ___________
4. Apakah respondenan anda melibatkan aktivitas fisik intensitas sedang yang menyebabkan
anda bernapas sedikit lebih berat dan denyut jantung sedikit lebih cepat berjalan (seperti:
membawa barang yang ringan, respondenan membersihkan sambil berdiri, dll) selama
paling tidak 10 menit ?
a) Ya , Jam: menit: ____________
b) Tidak Jika jawaban anda tidak loncat, ke pertanyaan no. 7.
5. Dalam seminggu berapa hari anda melakukan aktivitas fisik intensitas sedang dalam
respondenan anda ?
Jumlah hari _________________________
6. Berapa banyak waktu anda habiskan melakukan aktivitas fisik intensitas sedang
direspondenan dalam seharinya?
Jam : menit ____________ : ___________
B. BEPERGIAN DARI SATU TEMPAT KE TEMPAT LAIN
Pertanyaan-pertanyaan berikut mengecualikan aktivitas fisik saat bekerja yang telah
disebutkan. Sekarang saya akan menanyakan mengenai kebiasaan anda bepergian dari satu
tempat ke tempat lain. Contohnya bepergian ke tempat kerja, berbelanja, berekreasi,dll.
7. Apakah anda berjalan/bersepeda/bersepeda motor/mengendarai mobil (pilih salah satu)
selama paling tidak 10 menit terus-menerus dalam bepergian?
a) Ya , Jam: menit: ____________
b) Tidak Jika jawaban anda tidak, loncat ke pertanyaan no. 10.
8. Dalam seminggu berapa hari anda berjalan/bersepeda/bersepeda motor/mengendarai mobil
selama paling tidak 10 menit terus-menerus dalam bepergian ?
Jumlah hari _________________________
9. Berapa banyak waktu yang anda habiskan berpergian dengan berjalan/bersepeda motor/
mengendarai mobil dalam seharinya?
Jam : menit ___________ : ____________
89
D. AKTIVITAS REKREASI Pertanyaan-pertanyaan berikut mengecualikan aktivitas saat bekerja dan bepergian yang
telah disebutkan. Sekarang saya akan menanyakan mengenai aktivitas olah raga, respondenan
di luar tempat kerja dan hobi.
10. Apakah anda melakukan aktivitas olah raga, respondenan di luar tempat kerja atau hobi
dengan intensitas berat yang menyebabkan anda bernapas lebih berat dan denyut jantung
lebih cepat (seperti: berlari, sepak bola, bulu tangkis, respondenan tukang, berkebun,
respondenan rumah tangga yang berat, dll) selama paling tidak 10 menit terus-menerus ?
a) Ya , Jam: menit: ____________
b) Tidak Jika jawaban anda tidak, loncat ke pertanyaan no. 13.
11. Dalam seminggu berapa hari melakukan aktivitas olah raga, respondenan di luar tempat
kerja atau hobi dengan intensitas berat ?
Jumlah hari _________________________
12. Berapa banyak waktu anda habiskan melakukan aktivitas olah raga, respondenan di luar
tempat kerja atau hobi dengan intensitas berat dalam seharinya ?
Jam : menit __________ : ___________
13. Apakah anda melakukan aktivitas olah raga, respondenan di luar tempat kerja atau hobi
dengan intensitas sedang yang menyebabkan anda bernapas sedikit lebih berat dan denyut
jantung sedikit lebih cepat (seperti: berjalan agak cepat, bermain bola voli, sepeda santai,
respondenan rumah tangga dll) selama paling tidak 10 menit terus-menerus ?
a) Ya , Jam: menit: ____________
b) Tidak Jika jawaban anda tidak, loncat ke pertanyaan no.16
14. Dalam seminggu berapa hari melakukan aktivitas olahraga, respondenan di luar tempat
kerja atau hobi dengan intensitas sedang ?
Jumlah hari_________________________
15. Berapa banyak waktu anda habiskan melakukan aktivitas olahraga, latihan fisik atau
rekreasi dengan intensitas sedang dalam sehari ?
Jam : menit ____________ : _____________
KEBIASAAN TIDAK AKTIF
Pertanyaan berikut adalah mengenai kebiasaan duduk atau berbaring saat bekerja, dirumah,
berpergian dan berosialisasi, tetapi tidak termasuk waktu dihabiskan untuk tidue.
16. Berapa banyak waktu biasanya Anda habiskan untuk duduk atau berbaring dalam
seharinya ?
Jam : menit __________ : ____________
90
III. Pengamatan untuk mengukur dan menilai gerakan berulang
Lembar pengamatan adalah mengenai gerakan berulang saat operator bekerja di cutting bar unit
produksi dengan mengunakan stopwatch.
No Tahapan
Responden
an
Definisi Jumlah
gerakan/menit
<10
gerakan/menit
≥ 10
gerakan/menit
1. Cutting Stamping
proses pemotongan
dari coil to
bar
menggunakan dies.
2 Cutting saw proses
pemotongan dari bar to
bar
menggunak
an pisau potong.
3 Grinding proses
menghilangkan
burry(sisi
yang tajam)
pada hasil pemotongan
4 Checking proses
pemisahan wire good
dan not
good
91
1. Analisis Univariat
Variabel view
Nama Usia Masa Kerja
IMT Aktifitas
Kerja
Gerakan
Berulang
Keluhan
MSDs
Erlangga 0 0 0 1 1 0
Rudianto 1 1 1 1 1 0
Iqbal Ra 0 0 0 1 1 0
T Fajar 0 0 0 1 1 0
Slamet P 0 1 0 0 1 0
M Samin 1 1 0 1 1 1
Hendra S 0 1 0 0 1 0
M Latip 1 1 0 1 1 1
Pebri Mi 0 0 1 1 1 0
Joko Ang 0 0 0 1 1 0
Gunduso 1 1 0 1 1 0
Jolim 1 1 0 1 1 1
Hendra 1 1 0 1 1 0
Andi P 0 0 0 1 0 0
Ridzo O 0 1 0 0 1 1
Joyo San 0 1 0 1 0 0
Tri Sety 0 0 0 1 1 0
Andri Sa 0 0 0 1 1 0
Haikal 0 0 0 1 1 1
Rajis N 0 1 0 0 1 1
Subur 0 1 0 1 1 1
Halim 0 1 0 1 1 1
Jaya S 0 0 0 1 1 1
Sapwan D 0 1 0 1 1 1
Heriadi 1 1 0 1 1 1
Bagas S 0 1 0 1 1 1
92
a. Usia
b. Masa Kerja
c. IMT
usia responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid < 30 tahun 19 73,1 73,1 73,1
≥30 tahun 7 26,9 26,9 100,0
Total 26 100,0 100,0
masa kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 3 tahun 10 38,5 38,5 38,5
≥3 tahun 16 61,5 61,5 100,0
Total 26 100,0 100,0
imt 4 var
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurus 6 23,1 23,1 23,1
normal 18 69,2 69,2 92,3
gemuk 2 7,7 7,7 100,0
Total 26 100,0 100,0
93
d. Aktifitas Fisik
IMT 2 VAR
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak gemuk 24 92,3 92,3 92,3
gemuk 2 7,7 7,7 100,0
Total 26 100,0 100,0
aktifitas 3 var
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aktifitas Sedang 4 15,4 15,4 15,4
Aktifitas Berat 22 84,6 84,6 100,0
Total 26 100,0 100,0
94
e. Gerakan Berulang
f. Keluhan MSDs
AKTIFITAS FISIK 2 VAR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aktifitas ringan 4 15,4 15,4 15,4
Aktifitas berat 22 84,6 84,6 100,0
Total 26 100,0 100,0
gerakan berulang
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Beresiko 2 7,7 7,7 7,7
Beresiko 24 92,3 92,3 100,0
Total 26 100,0 100,0
keluhan 4 var
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 14 53,8 53,8 53,8
sedang 8 30,8 30,8 84,6
tinggi 3 11,5 11,5 96,2
95
2. Analisis Bivariat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
usia responden * Keluhan
MSDSs 2 Var
26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
masa kerja * Keluhan MSDSs 2 Var
26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
IMT 2 VAR * Keluhan
MSDSs 2 Var
26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
sangat tinggi 1 3,8 3,8 100,0
Total 26 100,0 100,0
Keluhan MSDs 2 VAR
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak
Berisiko
14 53,8 53,8 53,8
Berisiko 12 46,2 46,2 100,0
Total 26 100,0 100,0
96
AKTIFITAS FISIK 2
VAR * Keluhan MSDSs 2
Var
26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
gerakan berulang *
Keluhan MSDSs 2 Var
26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
a. Usia
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total Tidak
Berisiko Berisiko
usia responden < 30 tahun Count 11 8 19
Expected Count 10,2 8,8 19,0
% within usia responden 57,9% 42,1% 100,0%
≥30 tahun Count 3 4 7
Expected Count 3,8 3,2 7,0
% within usia responden 42,9% 57,1% 100,0%
Total Count 14 12 26
Expected Count 14,0 12,0 26,0
% within usia responden 53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,465a 1 ,495
Continuity Correctionb ,057 1 ,811
Likelihood Ratio ,465 1 ,495
Fisher's Exact Test ,665 ,404
N of Valid Cases 26
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,23.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for usia responden (< 30 tahun /
≥30 tahun)
1,833 ,318 10,573
For cohort Keluhan MSDs
2 VAR = Tidak Berisiko
1,351 ,529 3,449
For cohort Keluhan MSDs 2 VAR = Berisiko
,737 ,321 1,691
N of Valid Cases 26
97
b. Masa Kerja
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total Tidak
Berisiko Berisiko
masa kerja < 3 tahun Count 8 2 10
Expected Count 5,4 4,6 10,0
% within masa kerja 80,0% 20,0% 100,0%
≥3 tahun Count 6 10 16
Expected Count 8,6 7,4 16,0
% within masa kerja 37,5% 62,5% 100,0%
Total Count 14 12 26
Expected Count 14,0 12,0 26,0
% within masa kerja 53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,473a 1 ,034
Continuity Correctionb 2,926 1 ,087
Likelihood Ratio 4,712 1 ,030
Fisher's Exact Test ,051 ,042
N of Valid Cases 26
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,62. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for masa kerja
(< 3 tahun / ≥3 tahun)
6,667 1,047 42,431
For cohort Keluhan MSDs
2 VAR = Tidak Berisiko
2,133 1,055 4,315
For cohort Keluhan MSDs
2 VAR = Berisiko
,320 ,088 1,170
N of Valid Cases 26
98
c. IMT
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total Tidak
Berisiko Berisiko
IMT 2
VAR
tidak gemuk Count 12 12 24
Expected Count 12,9 11,1 24,0
% within IMT 2
VAR
50,0% 50,0% 100,0%
gemuk Count 2 0 2
Expected Count 1,1 ,9 2,0
% within IMT 2
VAR
100,0% 0,0% 100,0%
Total Count 14 12 26
Expected Count 14,0 12,0 26,0
% within IMT 2 VAR
53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,857a 1 ,173
Continuity Correctionb ,390 1 ,532
Likelihood Ratio 2,619 1 ,106
Fisher's Exact Test ,483 ,280
Linear-by-Linear Association
1,786 1 ,181
N of Valid Cases 26
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,92.
b. Computed only for a 2x2 table
99
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort Keluhan
MSDs 2 VAR = Tidak Berisiko
,500 ,335 ,746
N of Valid Cases 26
IMT 4 Variabel (Kurus, Normal, Gemuk, Obesitas)
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total
Tidak
Berisiko Berisiko
imt 4 var Kurus Count 4 2 6
% within imt 4 var
66,7% 33,3% 100,0%
normal Count 9 9 18
% within imt 4
var
50,0% 50,0% 100,0%
gemuk Count 1 1 2
% within imt 4 var
50,0% 50,0% 100,0%
Total Count 14 12 26
% within imt 4
var
53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-sided)
Pearson Chi-Square ,516a 2 ,773
Likelihood Ratio ,526 2 ,769
Linear-by-Linear
Association
,375 1 ,540
N of Valid Cases 26
100
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,92.
Risk Estimate Value
Odds Ratio for imt 4 var
(Kurus / normal)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
d. Aktifitas fisik
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total Tidak
Berisiko Berisiko
AKTIFITAS FISIK 2
VAR
Aktifitas ringan Count 2 2 4
Expected Count 2,2 1,8 4,0
% within AKTIFITAS
FISIK 2 VAR
50,0% 50,0% 100,0%
Aktifitas berat Count 12 10 22
Expected Count 11,8 10,2 22,0
% within AKTIFITAS
FISIK 2 VAR
54,5% 45,5% 100,0%
Total Count 14 12 26
Expected Count 14,0 12,0 26,0
% within AKTIFITAS FISIK 2 VAR
53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square ,028a 1 ,867
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,028 1 ,867
Fisher's Exact Test 1,000 ,641
Linear-by-Linear Association
,027 1 ,869
N of Valid Cases 26
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
AKTIFITAS FISIK 2
VAR (Aktifitas ringan /
Aktifitas berat)
,833 ,099 7,027
101
For cohort Keluhan
MSDs 2 VAR = Tidak
Berisiko
,917 ,320 2,624
For cohort Keluhan
MSDs 2 VAR = Berisiko
1,100 ,373 3,244
N of Valid Cases 26
e. Gerakan berulang
Crosstab
Keluhan MSDs 2
VAR
Total Tidak
Berisiko Berisiko
gerakan berulang Tidak Beresiko Count 2 0 2
Expected Count 1,1 ,9 2,0
% within gerakan
berulang
100,0% 0,0% 100,0%
Beresiko Count 12 12 24
Expected Count 12,9 11,1 24,0
% within gerakan
berulang
50,0% 50,0% 100,0%
Total Count 14 12 26
Expected Count 14,0 12,0 26,0
% within gerakan berulang
53,8% 46,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,857a 1 ,173
Continuity Correctionb ,390 1 ,532
Likelihood Ratio 2,619 1 ,106
Fisher's Exact Test ,483 ,280
Linear-by-Linear Association
1,786 1 ,181
N of Valid Cases 26
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,92.
b. Computed only for a 2x2 table
102
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort Keluhan
MSDs 2 VAR = Tidak Berisiko
2,000 1,341 2,984
N of Valid Cases 26
103
104
105
106
107
108
FOTO PENELITIAN MSDS PT . IRON WIRE WORKS INDONESIA
(IWWI) 2018
Proses produksi : cutting bar
1. Cutting stamping : proses pemotongan dari coil to bar menggunakan dies. Oleh operator
2. Cutting stamping : proses pemotongan dari coil to bar menggunakan dies. Oleh operator
3. Cutting stamping : proses pemotongan dari coil to bar menggunakan dies. Oleh operator
4. Cutting saw : proses pemotongan dari bar to bar menggunakan pisau potong. Oleh operator
. 5.Cutting saw : proses pemotongan dari bar to bar menggunakan pisau potong. Oleh operator
6. cutting saw : proses pemotongan dari bar to bar menggunakan pisau potong. Oleh operator
109
7. Grinding : proses menghilangkan burry(sisi yang tajam) pada hasil pemotongan Oleh operator
8.Checking : proses pemisahan wire oke dan not good Oleh operator
9.Checking : proses pemisahan wire oke dan not good Oleh operator
10. pengisian kuesioner
11. pengamatan gerakan berulang