83
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK G DENGAN MASALAH RISIKO JATUH DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI KARYA ILMIAH AKHIR NERS JUSNIMAR 1006823356 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

  • Upload
    buihanh

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK G DENGAN MASALAH RISIKO JATUH

DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

JUSNIMAR

1006823356

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK G DENGAN MASALAH RISIKO JATUH

DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

JUSNIMAR

1006823356

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Jusnimar

NPM : 1006823356

Tanggal : 10 Juli 2013

Tanda Tangan :

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :

Nama : Jusnimar NPM : 1006823356 Program Studi : Profesi Keperawatan

Judul KIA-Ners : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Nenek G Dengan Masalah

Risiko Jatuh Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk

memperoleh gelar Ners pada Program Studi Profesi Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Widyatuti, S.Kep., M.Kes, Sp. Kom (……………………)

Penguji : Ns. Ibnu Abas, S.Kep (..………………....)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 10 Juli 2013

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat

dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners

(KIA-N). Penulisan KIA-N ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk meraih gelar Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa praktik profesi sampai pada penyusunan, sangatlah sulit bagi

penulis untuk menyelesaikan KIA-N ini. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

(1) Bapak Ns. Ibnu Abas, S.Kep, selaku pembimbing klinik di Sasana Tresna

Werdha Karya Bhakti, yang telah memberikan bimbingan selama praktik

profesi

(2) Ibu Riri Maria, SKp., MANP, selaku koordinator mata ajar karya ilmiah akhir

Ners, yang telah memberikan bimbingannya

(3) Ibu Widyatuti, S.Kep., M.Kes, Sp. Kom, selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

penyusunan karya ilmiah akhir Ners

(4) Orangtua dan adik-adikku, Syarimulyati dan Ahmad Gunturiadi, yang telah

memberikan bantuan dukungan material dan moral

(5) Teman-teman yang telah membantu penulis dalam memotivasi untuk

menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners, dan ;

(6) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan moral bagi penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIA-N ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Depok, Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah

ini:

Nama : Jusnimar

NPM : 1006823356

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia. Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah akhir Ners saya yang berjudul:

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Nenek G

Dengan Masalah Risiko Jatuh Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya

Bhakti

Dengan hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak

menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 10 Juli 2013

Yang menyatakan

( Jusnimar )

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

vi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Jusnimar Program Studi : Profesi Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan Pada Nenek G Dengan Masalah Risiko Jatuh Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Risiko jatuh adalah masalah yang sering terjadi pada lansia, karena adanya perubahan pada sistem muskuloskeletal seiring dengan pertambahan usia. Karya ilmiah ini

bertujuan untuk memaparkan hasil asuhan keperawatan yang diberikan pada salah satu lansia dengan masalah risiko jatuh di STW Karya Bhakti. Intervensi keperawatan

yang dilakukan salah satunya adalah latihan keseimbangan. Evaluasi yang didapatkan bahwa lansia mengatakan kaki lebih kuat untuk berdiri dan adanya peningkatan keseimbangan tubuhnya. Saran yang diberikan untuk pencegahan jatuh agar pihak

STW memberi tanda khusus bagi lansia yang berisiko jatuh, agar semua petugas menjadi lebih waspada untuk mengantisipasi jatuh.

Kata Kunci: risiko jatuh, latihan keseimbangan

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

vii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Jusnimar

Study Program : Nursing Profession Title : Analysis of Clinical Practice of Urban Problem Health Nursing

for Mrs. G with Issues of the risk of fall at Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

The risk of falls is a common problem in the elderly, because of changes in their musculoskeletal system with age. This paper aims to present the result of nursing care

for elderly with a risk of falling in STW Karya Bhakti. Nursing intervent ions performed one of which is the balance exercises. The evaluation found that the elderly said stronger legs to stand up and postural balance increased. Advice given to

the prevention of falls in order to identification or give the specific sign for the elderly at risk of falling, so that all the officer to be more vigilant in anticipation of

fall.

Keywords: the risk of falls, balance exercises

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... v ABSTRAK ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 8

1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 8 1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

1.4.1 Untuk Pelayanan ..................................................................... 9 1.4.2 Untuk Keilmuan ....................................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 10

2.1 Konsep Lansia.................................................................................... 10

2.1.1 Pengertian Lansia...................................................................... 10 2.1.2 Teori Menua.............................................................................. 10

2.1.3 Perubahan Sistem Muskuloskeletal .......................................... 12 2.1.4 Masalah Jatuh Pada Lansia ....................................................... 16 2.1.5 Faktor faktor Penyebab jatuh .................................................... 16

2.1.6 Pencegahan Jatuh Pada Lansia ................................................. 18 2.1.7 Latihan Keseimbangan............................................................. 20

2.2 Kesehatan Lansia Di Perkotaan ......................................................... 22 2.2.1 Pengertian Kota........................................................................ 22 2.2.2 Lansia di perkotaan .................................................................. 22

2.2.3 Keperawatan Kesehatan Perkotaan .......................................... 23

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN ................................................... 25

3.1 Pengkajian ........................................................................................... 25 3.2 Analisa Data ........................................................................................ 28

3.3 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 29 3.4 Rencana Asuhan Keperawatan............................................................ 29

3.5 Implementasi ....................................................................................... 30 3.6 Evaluasi ............................................................................................... 32

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

ix

BAB 4 ANALISA SITUASI .......................................................................... 34

4.1 Profil STW .......................................................................................... 34 4.2 Analisa Pengkajian ............................................................................ 35

4.3 Analisa Diagnosa Keperawatan ......................................................... 36 4.4 Analisa Hasil Rencana, Implementasi, dan Evaluasi......................... 39

BAB 5 PENUTUP………………………………………………………….. 45

5.1 Kesimpulan………………………………………………………… 45 5.2 Saran………………………………………………………………...46

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 48 Lampiran

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia adalah tahapan dimana individu ada pada usia tertentu, yang dikategorikan

sebagai berikut: lansia awal (young old) antara 65 sampai 74 tahun, lansia

pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84 tahun dan lansia akhir ( old-old) 85

tahun atau lebih (Miller, 2012). Menjadi lansia atau menjadi tua tidak bisa dihindari,

karena akan terjadi pada setiap orang.

Menua (menjadi tua) adalah proses alamiah dan tidak bisa dihindari oleh siapapun di

dunia ini (Depkes, 2001). Pada lansia akan mengalami proses degeneratif

(kemunduran) atau terjadi perubahan baik fisik, psikologis, dan sosial (Miller, 2012).

Perubahan fisik yang terjadi pada lansia salah satunya adalah sistem muskuloskeletal.

Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal, yaitu: penurunan massa dan

tonus otot, serat otot berkurang ukurannya, kekuatan otot berkurang sebanding

dengan penurunan massa otot (Potter & Perry, 2006). Tulang kehilangan densitas

(cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis,

gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut

otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi

tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua

perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang

pendek, kekuatan otot menurun terutama ekstremitas bawah (Darmojo, 2004). Kaki

tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, lansia menjadi

lambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, mengalami

gangguan keseimbangan dan akhirnya berisiko jatuh.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

2

Universitas Indonesia

Lansia sangat berisiko mengalami jatuh. Hal ini disebabkan oleh faktor aktivitas,

penurunan kemampuan fisik, penyakit yang diderita dan faktor lingkungan

(Nugroho,2008). Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas

berjalan, naik atau turun tangga, merubah posisi atau saat lansia dengan banyak

kegiatan dan olahraga yang menyebabkan kelelahan. Penyebab jatuh pada lansia juga

bisa karena penyakit yang diderita seperti Parkinson, osteoporosis, stroke dan lain-

lain. Sedangkan faktor dari lingkungan adalah lantai yang licin, jalan yang tidak rata,

pencahayaan yang kurang, dan tidak adanya handraill pada tangga. Jika lansia

mengalami jatuh tentu akan menimbulkan masalah baru dan berdampak pada

kesehatan lansia.

Akibat dari jatuh adalah terjadi cidera kepala, cidera jaringan lunak dan fraktur.

Komplikasi dari fraktur jika tidak ditangani dengan tepat adalah timbulnya dekubitus

akibat tirah baring yang berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam, emboli

paru, infeksi pneumonia atau infeksi saluran kencing akibat tirah baring lama,

gangguan nutrisi, dan sebagainya (Ariawan, Kuswardhani, & Aryana, 2010). Dampak

buruk dari risiko jatuh bisa dialami lansia di rumah ataupun di panti, karena lansia

ada yang tinggal di rumah bersama keluarga dan ada yang tinggal di institusi seperti

di panti werdha.

Lansia di perkotaan saat ini cenderung tinggal di panti werdha, baik karena keinginan

sendiri atau karena tidak ada yang merawat di rumah. Kehidupan di perkotaan,

menuntut individu untuk aktif bekerja, agar bisa hidup dengan layak, serta tuntutan

profesi atau pekerjaan menyita hampir seluruh waktu seorang anak, sehingga tidak

lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan kapada

orang tuanya. Orang tua yang memasuki masa lanjut usia semakin terabaikan secara

sosial, budaya dan psikologis, sehingga merasa kesepian dan terlantar dalam rumah.

Fenomena ini mengakibatkan dibangunnya sebuah institusi yang akan menjalankan

atau mengambil alih fungsi- fungsi yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh

keluarga, yaitu panti werdha (Kemensos RI, 2008). Keberadaan panti werdha di masa

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

3

Universitas Indonesia

akan datang semakin dibutuhkan, sehingga kedepan panti werdha akan menjadi

sebuah pilihan dan solusi atas perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat. Lansia

yang tinggal di panti akan mendapat pengawasan kesehatan dari perawat yang

memberikan asuhan keperawatan.

Keperawatan lansia diharapkan mampu memberikan suatu alternatif penatalaksanaan

terhadap pemenuhan kebutuhan dalam pemberian pelayanan kesehatan lansia yang

lebih komprehensif. Pelayanan keperawatan bagi lansia bukan saja dilakukan pada

tataran pelayanan di klinik (kuratif), akan tetapi lebih ditekankan pada upaya

peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) melalui upaya pelayanan

kesehatan komunitas atau kelompok sehingga jauh lebih efektif dan efisien karena

memiliki jangkauan yang lebih luas dan memerlukan dana yang jauh lebih murah

(Stanhope & Lancaster, 2004).

Sasaran utama dari pelayanan di panti adalah lansia, dalam memberikan asuhan

keperawatan memiliki tantangan tersendiri bagi perawat, karena lansia cenderung

kembali seperti anak kecil yang selalu ingin dimengerti, dan memiliki banyak

keinginan yang harus dipenuhi sehingga perawat harus memiliki ketrampilan khusus

dalam berkomunikasi dan merawat lansia serta harus berkoordinasi dengan disiplin

ilmu lainnya untuk mencapai kepuasan hasil yang dicapai setiap individu. Jumlah

perawat di panti tidak sebanding dengan jumlah lansia, sehingga pengawasan menjadi

kurang adekuat. Hal ini menyebabkan beberapa masalah, salah satunya adalah lansia

yang tinggal di panti cenderung mengalami jatuh, karena tinggal sendiri di kamar,

dan tidak ada yang mengawasi 24 jam penuh.

.

Angka kejadian jatuh di negara maju seperti Amerika, didapatkan sekitar 30% lansia

dengan usia lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, setengah dari angka tersebut

mengalami jatuh berulang. Lansia ada yang tinggal di rumah bersama keluarga, dan

ada yang tinggal di institusi seperti dipanti werdha. Insiden di rumah-rumah

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

4

Universitas Indonesia

perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak dan 5% dari penderita jatuh ini

memerlukan perawatan di rumah sakit (Tinetti, 1992 dalam Darmojo, 2004).

Indonesia sebagai negara berkembang, prevalensi jatuh pada lansia seperti yang

dilaporkan RS. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan nasional, pada

tahun 2000 ada 285 kasus (15,53%). Pada tahun 2001 ada 42 pasien yang dirawat

karena fraktur femur akibat jatuh (Supartondo, Setiati & Soejono, 2003). Di Jakarta,

berdasarkan data yang diperoleh dari empat Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)

yang berada di wilayah Pemda DKI Jakarta yaitu PSTW Cipayung, PSTW Ciracas,

PSTW Cengkareng, dan PSTW Margaguna, masing-masing PSTW ini angka

kejadian jatuh lansia sepanjang tahun 2008 berjumlah 13 orang (13,1 %); 8 orang

(6,8 %); 1 orang (0,6 %); dan 19 orang (12 %) (Maryam Siti, 2009).

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti (STWKB), salah satu panti milik swasta yang

ada di Jakarta, dikelola oleh Yayasan RIA Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu

Hj. Siti Hartinah Soeharto dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. STWKB

merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus kepada

generasi lanjut usia. Fasilitas yang tersedia antara lain: fasilitas hunian, klinik werdha,

fasilitas penunjang kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas

klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma yang memberi pelayanan 24 jam.

Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar, Wisma

Kamboja, dan Wisma Kenanga. Fasilitas hunian meliputi Wisma Aster, Wisma

Dahlia, Wisma Cempaka, dan Wisma Bungur.

Berdasarkan hasil pengkajian di Wisma Bungur pada Bulan Mei 2013 didapatkan

masalah muskuloskeletal (postur tubuh tidak seimbang, skoliosis, kiphosis,

deformitas) lansia sebanyak 55,56%, lansia yang menggunakan alat bantu berjalan

27,78%, sehingga memiliki keterbatasan aktivitas dan berisiko jatuh. Lansia yang

mengatakan pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir sebanyak 33,33%, lansia yang

memiliki keterbatasan penglihatan sebanyak 33,33% yang menyebabkan

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

5

Universitas Indonesia

kecenderungan risiko terjadinya cedera meningkat. Hasil pengkajian MFS (Morse

Fall Scale) didapatkan sebanyak (33,33%) lansia tidak berisiko jatuh, sebanyak

(22,22%) lansia berisiko rendah terhadap jatuh, sebanyak (44,44%) lansia berisiko

tinggi terhadap jatuh.

STW Karya Bhakti, telah membuat kegiatan untuk mencegah risiko jatuh, yaitu:

mengadakan senam 4x seminggu, latihan ROM (range of motion) untuk menguatkan

otot-otot lansia, agar tidak mengalami jatuh. Berdasarkan hasil observasi terhadap

kegiatan senam tersebut didapatkan bahwa lansia di Wisma Bungur, yang mengikuti

kegiatan senam hanya sebesar 30%, dan hanya 20% yang aktif mengikuti senam dari

awal sampai akhir. Selain senam atau ROM yang dilakukan oleh STW untuk

mengatasi masalah risiko jatuh pada lansia adalah memodifikasi lingkungan dengan

memasang handrail di koridor. Evaluasi senam terhadap kekuatan otot lansia atau

pengkajian risiko jatuh seperti MFS (Morse Fall Scale) tidak dilakukan secara

reguler. Penilaian BBT (Berg Balance Test) untuk mengetahui keseimbangan lansia

juga belum pernah dilakukan.

Lansia yang mengalami gangguan keseimbangan, salah satunya adalah Nenek G,

selama di STW sudah 3x mengalami jatuh, selalu rutin mengikuti senam yang ada di

STW, namun belum bisa mengatasi gangguan keseimbangan yang dialaminya.

Aktivitas sehari-hari menggunakan kursi roda dan kadang-kadang mencoba

menggunakan walker untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi, tetapi kakinya

masih terasa lemah dan sering tidak kuat berdiri lama-lama. Penulis mencoba

memberikan latihan keseimbangan yang belum pernah diajarkan sebelumnya,

respon Nenek G sangat antusias mengikuti latihan dan motivasinya sangat tinggi

untuk bisa berjalan kembali.

Keseimbangan adalah suatu proses mempertahankan pusat gravitasi tubuh pada

dasar penyangga tubuh dan memerlukan penyesuaian diri terus-menerus oleh kerja

otot dan posisi sendi (Barnedh, 2006). Pada lansia, seiring bertambahnya usia,

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

6

Universitas Indonesia

kekuatan otot menurun, khususnya extremitas bawah sehingga lansia cendrung

mengalami gangguan keseimbangan. Jika hal ini tidak ditangani, maka lansia akan

berisiko mengalami jatuh, dan akibat jatuh akan terjadi cidera atau fraktur yang akan

merugikan kesehatan lansia. Olehkarena itu perlu adanya latihan keseimbangan pada

lansia untuk mencegah masalah tersebut. Salah satu latihan untuk keseimbangan

lansia adalah latihan keseimbangan Berg.

Latihan keseimbangan Berg adalah latihan yang terdiri dari 14 teknik latihan yaitu

latihan duduk ke berdiri, berdiri tanpa bantuan, duduk tanpa sandaran punggung,

berdiri ke duduk, berpindah ke kursi lain, berdiri dengan mata tertutup, dan

seterusnya. Rentang nilai 0-4, dimana 0 berarti lansia tidak mampu melakukan dan 4

berarti lansia mampu melakukan tanpa bantuan (Debra, 2003). Penelitan yang

dilakukan oleh Jalalin (2000) di Panti Werdha Pucang Gading Semarang, didapatkan

bahwa terdapat perbedaan skala keseimbangan yang bermakna antara sebelum dan

sesudah latihan keseimbangan (P<0,05).

Latihan keseimbangan merupakan salah satu intervensi mandiri perawat untuk

pencegahan jatuh pada lansia, yang merupakan bagian dari asuhan keperawatan

(Prasansuk, 2004). Perawat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas

dalam rangka memenuhi kebutuhan lansia dan untuk mencapai tingkat kesehatan

berdasarkan standar dan kompetensi. Asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia

mulai dari pengkajian, merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan, membuat

rencana keperawatan, melakukan implementasi, dan akhirnya mengevaluasi tindakan

yang telah diberikan secara komprehensif. Perawat berperan bukan saja sebagai

pemberi asuhan keperawatan, melainkan juga sebagai pendidik, advokat, konsultan,

komunikator, dan sebagai manajer (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan hal tersebut,

maka penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada Nenek G dengan

masalah risiko jatuh di Wisma Bungur STW Karya Bhakti, dengan salah satu

intervensi atau karya inovasi memberikan latihan keseimbangan Berg.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

7

Universitas Indonesia

1.2 Perumusan Masalah

Lansia adalah usia dimasa pensiun, rentang usia antara 65 dan 75 tahun (Potter &

Perry, 2006). Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia,

definisi lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria

maupun wanita. Menjadi lansia atau menjadi tua tidak bisa dihindari, karena akan

terjadi pada setiap orang.

Lansia akan mengalami perubahan fisiologis, kognitif dan kesehatan psikososial

(Potter & Perry, 2006). Perubahan fisik meliputi semua sistem tubuh, yang salah

satunya sistem muskuloskeletal. Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal,

yaitu: penurunan massa dan tonus otot, serat otot berkurang ukurannya, kekuatan otot

berkurang sebanding dengan penurunan massa otot (Potter & Perry, 2006).

Perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki

yang pendek, kekuatan otot menurun terutama ekstremitas bawah (Darmojo, 2004).

Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, lansia menjadi

lambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, mengalami

gangguan keseimbangan dan akhirnya berisiko jatuh. Risiko jatuh bisa terjadi pada

lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga ataupun yang tinggal di panti.

Hasil survei yang dilakukan di Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha (UPSTW)

Bangkalan, didapatkan sekitar 63% lansia mengeluh gangguan keseimbangan tubuh

akibat kelemahan otot ekstremitas bawah. Dari 65% lansia tersebut sekitar 57% lansia

pernah mengalami jatuh. Risiko jatuh pada lansia jika tidak dilakukan pencegahan

akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan lansia.

Akibat dari jatuh adalah timbulnya cidera kepala dan fraktur, yang jika dibiarkan

akan menimbulkan komplikasi seperti timbulnya dekubitus akibat tirah baring yang

berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam, emboli paru, infeksi pneumonia

atau infeksi saluran kencing akibat tirah baring lama, gangguan nutrisi, dan

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

8

Universitas Indonesia

sebagainya (Ariawan, Kuswardhani, dan Aryana, 2010). Olehkarena itu diperlukan

upaya pencegahan untuk mengatasi masalah risiko jatuh pada lansia.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah risiko jatuh, salah

satunya dengan mengajarkan latihan fisik atau latihan keseimbangan, yang bertujuan

untuk meningkatkan keseimbangan tubuh lansia.. Latihan keseimbangan pada lansia

diajarkan oleh perawat profesional. Selain itu, perawat juga berperan dalam

memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, mulai dari pengkajian,

merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, implementasi

keperawatan dan evaluasi. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik

melakukan asuhan keperawatan pada Nenek G dengan masalah risiko jatuh di Wisma

Bungur STW Karya Bhakti.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Teridentifikasi asuhan keperawatan pada Nenek G dengan masalah risiko

jatuh di Wisma Bungur STW Karya Bhakti.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 minggu, akan teridentifikasi:

a. Pengkajian pada Nenek G yang mengalami masalah risiko jatuh di Wisma

Bungur STW Karya Bhakti.

b. Masalah dan diagnosis keperawatan pada Nenek G di Wisma Bungur

c. Rencana asuhan keperawatan pada Nenek G di Wisma Bungur

d. Implementasi keperawatan pada Nenek G di Wisma Bungur

e. Evaluasi hasil implementasi pada Nenek G di Wisma Bungur

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

9

Universitas Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Untuk Pelayanan

Karya ilmiah akhir Ners ini dapat menjadi data masukan dan sebagai sumber

informasi bagi perawat di STW Karya Bhakti dalam memberikan asuhan

keperawatan pada lansia dengan masalah risiko jatuh.

1.4.2 Untuk Keilmuan

a. Institusi Pendidikan

Karya ilmiah ini bisa bermanfaat sebagai pengembangan pengetahuan

dalam keilmuan keperawatan gerontik khususnya tentang masalah risiko

jatuh.

b. Penelitian

Karya ilmiah ini dapat menjadi sarana peneliti untuk mengembangkan

pengetahuan dalam keilmuan keperawatan gerontik khususnya tentang

masalah risiko jatuh, sehingga bisa diteliti lebih mendalam tentang

efektifitas latihan keseimbangan untuk mencegah risiko jatuh pada lansia.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

10 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian lansia

Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, definisi lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun

wanita. Lansia adalah tahapan dimana individu ada pada usia tertentu, yang

dikategorikan sebagai berikut: lansia awal (young old) antara 65 sampai 74 tahun,

lansia pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84 tahun dan lansia akhir ( old-

old) 85 tahun atau lebih (Miller, 2012). Menjadi lansia atau menjadi tua tidak bisa

dihindari, karena akan terjadi pada setiap orang.

Menua adalah menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga

tidak dapat bertahan terhadap jejas termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita (Constantides, 1994 dalam Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI (2001)

menua adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus

dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahaan anatomis,

fisiologis dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan

kemapuan tubuh secara keseluruhan.

2.1.2 Teori Menua

Teori menua dikelompokkan menjadi 2, yaitu teori biologi dan psikososial (Stanley

dan Patricia, 2002). Teori biologis memusatkan perhatian pada proses penuaan yang

terjadi pada tingkat seluler. Sedangkan teori psikososial menjelaskan bagaimana

proses penuaan dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku. Teori

bilogi terdiri dari:

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

11

Universitas Indonesia

1) Teori genetika

Penuaan dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada

pembentukan kode etik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar

di wariskan yang berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan.

Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan

sebelumnya.

2) Teori imunitas

Seiring bertambahnya usia maka imunitas menjadi menurun, pada lansia

kekebalan terhadap penyakit akan menurun sehingga lansia rentan terhadap

penyakit. Penyakit yang dialami lansia akan berpengaruh pada kesehatannya,

sehingga lansia membatasi aktivitasnya, mengalami gangguan mobilisasi dan

akibatnya berisiko jatuh.

3) Teori wear and tear

Teori ini terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel

tubuh menjadi lelah (pemakaian). Hal ini berkaitan dengan kekuatan otot,

sendi dan tulang pada lansia, karena pertambahan umur, maka kekuatan otot

menjadi menurun, sehingga lansia cendrung mengalami gangguan

keseimbangan sehingga berisiko jatuh.

4) Teori Lingkungan

Menurut teori ini, faktor- faktor di dalam lingkungan (misalnya, karsinogen

dari industri cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan

dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat

mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak

sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

5) Teori Neoendokrin

Teori ini berhubungan dengan perubahan yang terjadi di tingkat sel, adanya

perubahan hormone. Perubahan sistem saraf dan hormone menimbulkan

lansia cenderung mengalami gangguan kognitif, demensia, yang mana hal

tersebut menimbulkan resiko jatuh pada lansia.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

12

Universitas Indonesia

2.1.3 Perubahan Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia

Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan densitas (cairan)

dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan

gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut

otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor,

aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua (Maryam, 2008). Semua

perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki

menjadi pendek, dan adanya gangguan dalam berjalan. Kaki yang tidak dapat

menapak dengan kuat dan lebih mudah goyah, lansia lambat mengantisipasi bila

terjadi gangguan terpeleset, tersandung, mengalami gangguan keseimbangan

sehingga mudah terjatuh.

Perubahan sistem muskuloskeletal yang lain, sebagai berikut (Pujiastuti & Utomo,

2003):

1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung

utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami

perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang

tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen

merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah

kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile

strength dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin

merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan

kulitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan

penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak

berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,

kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

13

Universitas Indonesia

2) Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya, kemampuan

kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kea

rah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago

erkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi,

jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya, dan akhirnya kartilago

cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa

tempat, seperti padatulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak

efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai sendi yang

berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap

gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat

badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan,

nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari.

3) Tulang. Berkurangnya kepadatan tulang, merupakan fisiologis karena proses

menua. Trabekula longitudional menjadi tipis dan trabekula transversal

terabsorpsi kembali. Akibat perubahan itu, jumlah tulang spongiosa berkurang

dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain adalah penurunan estrogen

sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapam calsium di

usus, peningkatan kanal haversi sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya

jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan

kekakuan tulang menurun. Dampak berkurangnya kepadatan tulang akan

mengakibatkan osteoporosis, yang mengakibatkan timbulnya nyeri, deformitas,

dan fraktur.

4) Otot. Perubahan struktur otot pada penuaaan sangat bervariasi. Penurunan

jumlah dan dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan

jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Perubahan morfologis otot

pada penuaaan: penurunan jumlah serabut otot, atrofi beberapa serabut otot dan

fibril menjadi tidak teratur, dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain,

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

14

Universitas Indonesia

berkurangnya 30% masa otot, penumpukan lipofusin, peningkatan jaringan

lemak dan penghubung, degenerasi myofibril. Dampak perubahan morfologis

tersebut adalah penurunan kekuatan otot, penurunan fleksibilitas, peningkatan

waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot.

Kekuatan, ketahanan dan koordinasi otot akan mengalami penurunan seiring

bertambahnya usia. Mulai usia 40 tahun, kekuatan otot akan menurun secara

bertahap, dan pada usia 80 tahun penurunan kekuatan otot sekitar 30%-50%,

terutama terjadi pada ekstremitas bawah (Miller, 2012). Menurunnya kekuatan

otot disebabkan oleh berkurangnya masa otot pada lansia. Menurunnya

ketahanan otot dan koordinasi disebabkan oleh perubahan pada otot dan sistem

saraf pusat yang berhubungan dengan proses menua. Akibat perubahan tersebut

maka lansia akan mudah mengalami kelelahan otot saat latihan atau olahraga

yang berdurasi pendek sekalipun.

5) Sendi. Pada lansia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan fasia

mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago, dan jaringan periartikular

mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan

kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya

sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. Kelainan akibat perubahan sendi,

antaralain; osteoarthritis, arthritis rheumatoid, Gout, dan pseudogout. Kelainan

tersebut menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekauan sendi,

keterbatasan ruang gerak sendi, gangguan jalan, dan keterbatasan aktivitas.

Penurunan fungsi sendi mengakibatkan penurunan rentang gerak, penurunan rentang

gerak lengan atas sehingga mengalami keterbatasan atau kesulitan beraktivitas

seperti; menulis, makan. Penurunan rentang gerak fleksi punggung bawah, fleksi

panggul dan rotasi eksternal, fleksi lutut, dan gerakan dorsofleksi kaki, yang

mengakibatkan lansia sulit meletakkan sepatu atau membuka kaos kaki, dan menaiki

tangga. Penurunan fungsi sendi secara umum mengakibatkan kemampuan lansia

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

15

Universitas Indonesia

menjadi melambat dalam merespon terhadap stimulus dari lingkungan dan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

Perubahan sistem muskuloskeletal karena penambahan usia mengakibatkan

perubahan cara berjalan, dan lambat dalam beraktivitas sehari-hari. Perubahan

mobilisasi dan keamanan pada lansia (Miller, 2012), antara lain: Berkurangnya masa

otot dan perubahan sistem saraf pusat, mengakibatkan menurunnya kekuatan oot,

ketahanan dan fungsi koordinasi; Perubahan degenerative dan jaringan penghubung

serta struktur sendi, yang mengakibatkan terbatasnya rentang gerak semua sendi,

sehingga lansia mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari;

Osteoporosis, yang mengakibatkan meningkatnya risiko fraktur pada lansia dan;

Perubahan fungsi penglihatan, gaya berjalan, keseimbangan, mobilitas dan sistem

saraf mengakibatkan meningkatnya risiko jatuh.

Lansia mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang

menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan

kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi.

Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan

mempertahankan keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia. Lans ia

merupakan kelompok umur yang paling beresiko mengalami gangguan keseimbangan

postural (Ceranski, 2006). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan postural, diantaranya adalah efek penuaan, kecelakaan, maupun karena

faktor penyakit. Namun dari tiga hal ini, faktor penuaan adalah faktor utama

penyebab gangguan keseimbangan postural pada lansia (Avers, 2007). Jika

keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko

jatuh pada lansia (Siburian, 2006).

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

16

Universitas Indonesia

2.1.4 Masalah Jatuh Pada Lansia

Jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami oleh lansia akibat proses penuaan

(Pudjiastuti, 2003). Jatuh adalah suatu peristiwa yang dilaporkan penderita atau saksi

mata yang melihatnya, mengakibatkan seseorang tersebut menjadi terduduk atau

terbaring tanpa sengaja di lantau atau tempat yang lebih rendah, dengan atau tanpa

kehilangan kesadara (Tinetti, 2003). Menurut Nanda (2011), risiko jatuh adalah

peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik.

2.1.5 Faktor-faktor penyebab jatuh pada lansia

Stabilitas seseorang untuk berdiri dan beraktivitas itu ditentukan oleh : sistem

sensorik, sistem syaraf pusat, kognitif, dan sistem muskuloskeletal. Pada sistem

sensorik yang berperan di dalamnya adalah penglihatan (visus) dan pendengaran.

Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan

penglihatan. Begitu pula semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan

pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena

adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer dan

penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan sensorik

tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal

pada saat dilakukan uji klinik. Sistem saraf pusat (SSP), bila ada penyakit yang

berhubungan dengan saraf seperti stroke dan Parkinson yang sering di derita oleh

lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap

input sensorik (Tinetti, 2003).

Faktor risiko jatuh menurut Nanda (2011), yaitu usia 65 tahun atau lebih, memiliki

riwayat jatuh, tinggal sendiri, prosthesis ekstremitas bawah, penggunaan alat bantu

(tongkat, walker), penggunaan kursi roda, penurunan kognitif atau status mental.

Sedangkan faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh, antaralain: lingkungan

yang tidak teratur, ruang dengan pencahayaan yang redup, lantai yang licin, keset

atau karpet yang tertekuk, tidak adanya handrail di kamar mandi atau di shower.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

17

Universitas Indonesia

Faktor lain yaitu medikasi, seperti: penggunaan alkohol, anti ansietas, anti hipertensi,

diuretik, obat penenang, dan anti depresi.

Penambahan usia dan perubahan yang terjadi karena menua memberikan kontribusi

faktor risiko terhadap tingginya insiden jatuh pada lansia, terutama lansia

perempuan. Prevalensi lansia wanita yang jatuh 3x lebih tinggi dibandingkan lansia

laki- laki, 45% lansia mengalami jatuh saat menjalani proses perawatan yang lama,

30-50% lansia yang berusia 65-69 tahun berisiko jatuh (Tideiksaar,1989 dalam

Miller, 2012).

Penyebab dan faktor risiko jatuh menurut Miller (2012):

1) Perubahan fisik karena menua

Penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran, osteoporosis, melambatnya

lansia dalam berespon atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan,

perubahan gaya berjalan, mudah goyah atau gangguan keseimbangan,

hipotensi postural, dan nokturia.

2) Masalah kesehatan yang umum terjadi pada lansia

Demensia atau bingung, penyakit jantung (aritmia, miokardiak infark),

gangguan saraf (Parkinson, hemiplegi), gangguan metabolic (dehidrasi,

ketidakseimbangan elektrolit, hipotiroid), masalah musculoskeletal

(osteoartitis), serangan iskemik yang sementara, katarak, dan glaucoma.

3) Faktor psikologis

Depresi, anxietas, dan distraksi

4) Obat-obatan

Anticholinergic, obat penenang, anti depresan, antihipertensi, vasodilator,

obat-obatan anti inflamasi nonsterod, dan interkasi obat.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

18

Universitas Indonesia

5) Faktor ekstrinsik

Alat pengikat fisik, cahaya yang silau, pencahayaan yang kurang atau redup,

handrail yang rusak, lantai yang licin, karpet atau keset yang tertekuk,

lingkungan yang tidak dikenal lansia, lantai atau keramik yang tidak rata (ada

undakan), ukuran atau tinggi tempat tidur, kursi dan toilet yang tidak tepat.

2.1.6 Pencegahan jatuh pada lansia

Pencegahan jatuh pada lansia di rumah sakit dan panti (Miller, 2012)

1) Identifikasi lansia yang berisik jatuh. Selama pengkajian awal, identifikasi

risiko jatuh ( seperti; obat-obatan, riwayat jatuh, kerusakan kognitif,

penurunan fungsi penglihatan, gangguan mobilisasi, lansia yang berumur

75 tahun atau lebih). Kaji dan dokumentasikan faktor risiko jatuh

menggunakan pengkajian khusus risiko jatuh pada lansia (Morse Fall

Scale atau Berg Balance Test). Kaji kembali risiko jatuh secara reguler

untuk mengantisipasi (misalnya tiap shift, setiap hari, saat terjadi

perubahan fungsi dan status kesehatan lansia). Gunakan kode warna

(misalnya menggunakan stiker berwarna terang, menggunakan pita atau

gelang berwarna pada lengan lansia yang berisiko jatuh, atau meletakkan

tanda tersebut di tempat tidur atau di pintu kamar) yang mengindikasikan

lansia berisiko jatuh dan sedang mengikuti program pencegahan jatuh

2) Beri pendidikan kesehatan pada petugas, lansia, dan keluarga.

Instruksikan pada lansia dan keluarga tentang program pencegahan jatuh

menggunakan brosur yang berisi informasi tentang cara pencegahan jatuh

dan cara memperoleh bantuan jika terjadi jatuh pada lansia. Berikan

pelatihan dan pendidikan kesehatan tentang program pencegahan jatuh,

faktor risiko jatuh pada lansia, terutama faktor- faktor tersebut berpengaruh

terhadap petugas (misalnya pemasangan restraints, penggunaan sepatu).

Pasang poster tentang pencegahan jatuh pada lansia, agar petugas atau

karyawan menjadi lebih peduli terhadap masalah tersebut.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

19

Universitas Indonesia

3) Intervensi untuk diimplementasikan pada semua lansia yang berisiko

jatuh. Pertahankan agar bel berada dalam posisi yang mudah dijangkau

lansia, dekat tempat tidur. Pastikan posisi tempat tidur lansia rendah dan

roda tempat tidur dalam keadaan terkunci. Jika menggunakan reistraint,

evaluasi kembali penggunaannya setiap shift. Orientasikan lansia terhadap

lingkungan sekitarnya setiap shift. Tawarkan lansia untuk memiliki asisten

atau caregiver untuk membantu aktivitas sehari-hari dan untuk

mengantisipasi kebutuhan lansia sebelum memanggil perawat untuk

meminta bantuan. Memberitahukan lansia untuk memencet bel atau

memanggil perawat jika membutuhkan pertolongan. Dokumentasikan

intervensi pencegahan jatuh pada status lansia.

Peran perawat pada masalah risiko jatuh, yaitu: perawat panti memulai implementasi

dengan memberikan perhatian khusus pada lansia yang berisiko jatuh dan melakukan

program pencegahan jatuh. Kunci utama pada pencegahan jatuh adalah

mengidentifikasi lansia yang berisiko jatuh dan secara konsisten melakukan

implementasi tindakan pencegahan oleh semua petugas atau karyawan. Program yang

penting adalah memberikan pendidikan kesehatan pada semua petugas yang

professional ataupun petugas yang tidak professional yang kontak dengan lansia.

Pendidikan kesehatan tentang strategi untuk meningkatkan kepedulian petugas

terhadap masalah risiko jatuh dan cara untuk menurunkan risiko jatuh lansia. Perawat

juga melakukan pengkajian identifikasi risiko jatuh lansia, misalnya adanya hewan

peliharaan di rumah, penggunaan restraint. Pencegahan jatuh pada lansia dengan

memodifikasi lingkungan agar tidak membahayakan lansia, melatih fisik lansia untuk

meningkatkan kekuatan otot, sendi dan keseimbangan postural lansia. Salah satu

latihan yang bisa dilakukan adalah latihan keseimbangan.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

20

Universitas Indonesia

2.1.7 Latihan keseimbangan

Keseimbangan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menjaga posisi tegak selama

seseorang berada pada posisi berdiri tenang atau diam. Karena tubuh manusia secara

absolut tidak pernah stabil maka diperlukan kontrol keseimbangan untuk

mengembalikan tubuh pada titik keseimbangannya dimana menjaga pusat gravitasi

tubuh tetap berada dalam batas basis penyangga tubuh dan mengantisipasi setiap

pergerakan yang mengakibatkan perpindahan pusat gravitasi tubuh (Haerer, 1992

dalam Barnedh, 2006).

Latihan keseimbangan adalah latihan khusus yang ditujukan untuk membantu

meningkatkan kekuatan otot pada anggota bawah (kaki) dan untuk meningkatkan

sistem vestibular/kesimbangan tubuh. Latihan keseimbangan sangat penting pada

lansia (lanjut usia) karena latihan ini sangat membantu mempertahankan tubuhnya

agar stabil sehingga mencegah terjatuh yang sering terjadi pada lansia. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto, Indarwati dan Mufidah (2007) juga

mengungkapkan bahwa latihan balance exercise yang dilakukan 3 kali seminggu

selama 3 minggu dapat menimbulkan kontraksi otot pada lansia yang kemudian dapat

mengakibatkan peningkatan serat otot (hipertropi), serat otot yang hipertropi ini

mengalami peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan

fosfokreatin sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia. Dengan adanya

peningkatan kekuatan otot ini maka dapat meningkatkan keseimbangan postural pada

lansia.

Latihan keseimbangan adalah latihan fisik untuk meningkatkan keseimbangan lansia,

meningkatkan kekuatan otot, khususnya otot ekstremitas bawah (Ceranski, 2006) .

Salah satu jenis latihan keseimbangan yaitu Berg Balance. Prasansuk (2004) juga

menyimpulkan bahwa salah satu keuntungan dari latihan keseimbangan adalah untuk

meningkatkan keseimbangan postural lansia, sehingga bisa mencegah terjadinya

jatuh. Hasil survei yang dilakukan peneliti di tempat penelitian yaitu di Unit

Pelayanan Sosial Tresna Werdha (UPSTW) Bangkalan, didapatkan sekitar 63%

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

21

Universitas Indonesia

lansia disana mengeluh gangguan keseimbangan tubuh akibat kelemahan otot

ekstremitas bawah. Dari 65% lansia tersebut sekitar 57% lansia pernah mengalami

jatuh. Penurunan keseimbangan postural akibat penurunan kekuatan otot dapat

ditingkatkan dengan melakukan latihan fisik yang berguna untuk menjaga agar fungsi

otot dan postur tubuh tetap baik (Budiharjo, 2004).

Berg Balance Test terdiri dari 14 perintah yang dinilai menggunakan skala ordinal

(Langley & Mackintosh, 2007). Katherine Berg, merupakan orang yang membuat

Berg Balance Test pada tahun 1989. Katherine menyelesaikan penelitiannya terhadap

183 lansia yang 70 orang di antaranya mengalami stroke. Kemudian, Berg Balance

Test dikembangkan pada tahun 1990-an yang didesain untuk membantu menentukan

perubahan fungsi keseimbangan baik statis (saat diam) maupun dinamis (saat

bergerak) pada lansia (Berg et al., 1992 dalam Barnes, et al., 2005).

Tujuan latihan ini untuk mengukur keseimbangan pada lansia dengan gangguan

fungsi keseimbangan, menentukan risiko jatuh pada lansia (rendah, sedang, atau

tinggi), dan menilai kemampuan klien dalam memelihara posisi. Selain itu tes ini

untuk menilai kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan, baik secara statis

atau saat melakukan berbagai pergerakan fungsional, beberapa di antaranya

memerlukan perubahan pada basis penyangga tubuh (Piotrowski & Cole, 1994).

Rentang nilai 0-4, dimana 0 berarti lansia tidak mampu melakukan dan 4 berarti

lansia mampu melakukan tanpa bantuan. Skor maksimum adalah 56. Nilai kurang

dari 45 berarti terdapat gangguan keseimbangan dan menjadi faktor risiko untuk

jatuh. Interpretasi lain dari hasil penilaian keseimbangan ini adalah untuk nilai 0-20

membutuhkan kursi roda, nilai 21-40 berarti membutuhkan bantuan dalam berjalan,

dan nilai 41-56 dapat mandiri. Menurut Colon-Emeric (2002) nilai sensitifitas BBS

ini adalah 55-82 % yang berarti kemampuan instrumen ini untuk mengidentifikasi

secara benar lansia yang berisiko jatuh sebesar 55-82 %. Sedangkan nilai spesifisitas

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

22

Universitas Indonesia

BBS ini adalah 87-95 % yang berarti kemampuan instrument ini untuk

mengidentifikasi secara benar lansia yang tidak berisiko jatuh sebesar 87-95 %.

2.2 Kesehatan Lansia Di Perkotaan

2.2.1 Pengertian kota

Kota adalah pemukiman yang relatif besar padat dan permanen serta dihuni oleh

orang orang yang heterogen kehidupan sosialnya. Akibatnya hubungan sosial menjadi

longgar, acuh tak acuh dan tidak bersifat pribadi. Kota adalah istilah untuk lokasi

geografis dan densitas populasi yang digambarkan dalam jarak dan waktu yang

dibutuhkan untuk sampai ke pusat kota (Stanhope & Lancaster, 2004 )

2.2.2 Lansia di Perkotaan

Kehidupan di perkotaan, menuntut individu untuk aktif bekerja, agar bisa hidup

dengan layak, serta tuntutan profesi atau pekerjaan menyita hampir seluruh waktu

seorang anak, sehingga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan

perhatian dan perawatan kapada orang tuanya. Orang tua yang memasuki masa lanjut

usia semakin terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis, sehingga merasa

kesepian dan terlantar dalam rumah. Fenomena ini mengakibatkan dibangunnya

sebuah institusi yang akan menjalankan atau mengambil alih fungsi- fungsi yang telah

diabaikan oleh keluarga, yaitu panti werdha (Kemensos RI, 2008). Keberadaan panti

werdha di masa akan datang semakin dibutuhkan, sehingga kedepan panti werdha

akan menjadi sebuah pilihan dan solusi atas perubahan sosial yang terjadi

dimasyarakat.

50% dari total populasi lansia, 25% lansia yang berusia di atas 65 tahun, memolih

tinggal di panti (Stanhope & Lancaster, 2004). Panti werdha menyediakan lingkungan

yang aman, aktivitas dan diet khusus, ada perawatan rutin kesehatan , pengobatan dan

manajemen perawatan kesehatan seperti rehabilitasi. Panti bertujuan untuk

menyediakan hunian yang nyamandan untuk meningkatkan kesehatan lansia. Salah

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

23

Universitas Indonesia

satu panti werdha yang ada di Jakarta adalah Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

(STWKB).

STW Karya Bhakti didirikan pada tahun 1984 atas prakarsa Ibu Tien Soeharto, yang

saat ini memiliki slogan sebagai hunian pilihan lanjut usia masa kini. Pelayanan yang

ada di STW bagi para lansia untuk menjaga kualitas hidup meliputi pelayanan

kesehatan berupa konsultasi dokter, asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat

jalan, rawat inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan; pelayanan sosial berupa

pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni tradisional (angklung),

bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan

kegitan bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi.

2.2.3 Keperawatan Kesehatan Perkotaan

Keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu bidang dalam keperawatan

kesehatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat

dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan pelayanan

promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif

dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh melalui

pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia

secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya (Depkes, 2006).

Model keperawatan kesehatan perkotaan digunakan sebagai acuan perawat dalam

melakukan dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan

perkotaan (Stanhope & Lancaster, 2004). Ruang lingkup praktik keperawatan pada

masyarakat perkotaan meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan

masyarakatnya (Stanhope & Lancaster, 2004).

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

24

Universitas Indonesia

Peran perawat dalam melakukan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan

meningkatkan kesehatan lansia. Peran perawat tersebut bisa dilaksanakan dengan

melibatkan lansia, melakukan konseling, pendidikan kesehatan, advokasi, dan

manajemen perawatan (Stanhope & Lancaster, 2004). Tujuan asuhan keperawatan

untuk meningkatkan kesehatan lansia, yang di dalam prosesnya dibutuhkan

kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterpis, ahli gizi, dan lain-

lain. Tindakan preventif yang menjadi fokus utama perawat, terdiri dari pencegahan

primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer adalah pencegahan lansia dari pneumonia, dengan melakukan

vaksin pnemokokus atau imunisasi masal untuk lansia. Pencegahan sekunder meliputi

pengkajian yang komprehensif, dengan melibatkan partisipasi aktif lansia. Misalnya

melakukan pengukuran tekanan darah, kolesterol, dan lain- lain. Pencegahan tersier,

dengan menyediakan klinik DM, lansia yang mempunyai penyakit DM diajarkan dan

cara pencegahan komplikasi luka di kaki, merubah gaya hidup untuk mengatasi

penyakit kronoik (Stanhope & Lancaster, 2004).

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

25 Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN

3.1 Pengkajian

Nenek G (83 tahun) tinggal di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti (STWKB) sejak

Desember 2009, atas keinginan pribadi dan tidak ada paksaan dari pihak keluarga,

ataupun pihak lain. Alasan ingin tinggal di panti, karena residen tinggal sendirian di

rumah, tidak ada suami (sudah meninggal) dan tidak mempunyai anak.

Masalah kesehatan yang dimiliki Nenek G adalah: sakit hipertensi, yang terkontrol

dengan rutin minum obat anti hipertensi Amlodipin 1x 5 mg; pernah dioperasi usus

buntu tahun 1961. Masalah kesehatan yang saat ini dirasakan adalah: merasa

keseimbangannya terganggu sehingga tidak kuat berdiri lama sehingga menggunakan

kursi roda, untuk aktivitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu caregiver;

selama di STW pernah jatuh 3x, karena kakinya terasa lemah karena proses menua;

mengeluh insomnia, sering terbangun pada dini hari (pukul 02.00 wib) dan sulit

untuk tidur kembali. Masalah kesehatan keluarga, menurut Nenek G, ada yang

menderita hipertensi dan stroke, yaitu kakak dan orangtua. Penyakit seperti diabetes

melitus, dan kanker tidak ada.

Pola makan Nenek G, makan 3x/hari, yaitu jam 7 pagi, jam 12 siang, dan jam 7

malam. Jenis makanan yang dikonsumsi, yaitu: bubur, sayur, lauk-pauk, dan buah-

buahan yang disediakan STW. Residen selalu menghabiskan makanannnya setiap

makan. Makanan favoritnya adalah perkedel jagung, sedangkan makanan yang tidak

disukai tidak ada. Pola minum Oma G: minum susu 1 cangkir saat sarapan, minum

air putih 1-1,5 liter setiap hari. Minuman disediakan dalam teko yang diisi

caregiver.

Nenek G mengatakan bahwa waktu tidurnya kurang. Malam hari tidur pukul 22.00

dan sering terbangun pada pukul 02.00 dini hari, lalu sulit untuk tidur kembali. Saat

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

26

Universitas Indonesia

siang hari tidak terbiasa tidur, hanya bersantai di atas tempat tidur sambil menonton

TV. Residen mengatakan suka merasa pusing dan sulit berkonsentrasi di pagi hari,

akibat kurang tidur. Hasil pengkajian, ditemukan data bahwa residen mengalami

insomnia, terdapat kantung mata, dan suka menguap disiang hari atau saat

wawancara.

Pola eliminasi buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) Nenek G, sebagai

berikut: BAK 5-8 kali perhari, tidak ada kesulitan dan tidak ada nyeri saat BAK; pola

BAB 1-2 hari sekali yaitu pada pagi hari saat mandi, feses lunak dan mudah

dikeluarkan, sehingga tidak pernah menggunakan obat pencahar.

Aktivitas sehari-hari Nenek G, yaitu: memulai aktivitas pagi hari dengan mandi jam

5 pagi, dibantu caregiver, lalu sarapan jam 7 pagi, dilanjutkan dengan mengecek

tekanan darah di klinik Wijaya Kusuma. Berjemur di depan klinik sampai pukul

07.30 WIB, lalu kembali ke kamar untuk membaca novel atau mengisi teka-teki

silang (TTS). Jam 9 pagi, mengikuti kegiatan seperti: senam, terapi musik, latihan

relaksasi, dan lain- lain. Saat siang hari residen istirahat di kamar. Saat sore hari,

mengikuti kegiatan yang dilakukan STW (kebaktian) atau kegiatan yang diadakan

mahasiswa di jam 4 sore. Saat diobservasi, residen tampak aktif dalam kegiatan

yang diadakan di STW, meskipun menggunakan kursi roda. Kegiatan sehari-hari

seperti mandi, perawatan kuku, mencuci piring, dan toileting sebagian dibantu oleh

caregiver. Nenek G jarang berekreasi keluar panti, karena sulit untuk mobilisasi/jalan

dan menggunakan kursi roda, terakhir rekreasi 2 bulan yang lalu ke kota tua, bersama

para lansia di STW.

Kondisi psikososial Nenek G, nampak emosi stabil, tidak mudah marah, tidak merasa

kesepian, sangat kooperatif dan mudah menerima kehadiran orang baru, terlihat

sangat ramah dan murah senyum. Saat ini status residen adalah janda (suami

meninggal tahun 2004) dan tidak mempunyai anak. Keluarga sangat mendukung

keputusan Nenek G untuk tinggal di STW, dibuktikan dengan membiayai akomodasi

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

27

Universitas Indonesia

di STW, keponakan dan adik ipar residen rutin datang berkunjung 1 bulan sekali dan

selalu membawa makanan kesukaaan klien atau membawa novel-novel baru yang

disukai residen. Di Wisma Bungur, hubungan residen dengan residen lain cukup baik,

terlihat sangat ramah dan suka menyapa residen lainnya, berhubungan baik dengan

para caregiver, perawat atau mahasiswa dan koas yang sedang praktek, tidak pernah

menolak mahasiswa yang ingin berinteraksi, selalu menyambut dengan hangat dan

dengan senyum manis.

Spiritual Nenek G, sebagai berikut: beragama Kristen, aktif mengikuti kebaktian

3x/minggu, selalu rutin ke Gereja yang dekat STW setiap hari Minggu, untuk

beribadah. Menurut Nenek G, sakit yang dialaminya adalah cobaan dari Tuhan dan

selalu berusaha untuk selalu tetap bersyukur dan berusaha untuk sembuh dan sehat,

karena sehat adalah hal yang sangat penting agar bisa berkativitas dengan normal.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Nenek G didapatkan hasil sebagai berikut:

keadaan umum baik, telihat bersih. Kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital:

TD: 130/70 mmhg, nadi: 80x/menit, pernapasan 20x/menit dan suhu 36°C. Tinggi

badan 155 cm, berat badan 55 kg, indeks masa tubuh (IMT) 22,9kg/m2 (normal).

Rambut Nenek G: lurus, rambut sebagian mulai beruban, dan tampak bersih. Kondisi

mata: mata kanan pernah dioperasi katarak, menggunakan kacamata untuk membaca,

konjungtiva berwarna merah muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik dan pupil

isokor. Hidung : simetris, bersih, tidak ada massa, tidak ada sekret. Tidak ada

gangguan penciuman. Mulut : gigi sebagian sudah tanggal, yang tersisa hanya 5 gigi

dibagian depan bawah. Keadaan gigi berwarna putih. Lidah bersih, lesi tidak ada,

mukosa tidak kering. Telinga : simetris atara telinga kanan dan kiri, tidak ada

serumen, tidak ada masalah pendengaran. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar

betah bening, tidak ada benjolan/massa di leher dan tidak ada distensi vena jugularis.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

28

Universitas Indonesia

Kondisi thoraks Nenek G sebagai berikut: dada simetris, palpasi pada paru Tactil

Fremitus antara toraks posterior dan anterior sama, perkusi paru bunyi resonance,

auskultasi paru hasilnya suara paru vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada.

pemeriksaan fisik sistem sirkulasi didapatkan data sebagai berikut: warna kulit tidak

pucat, penonjolan mata disekitar preorbital tidak ada, bibir tidak tampak sianosis,

konjungtiva tidak anemis, tidak ada pembesaran vena jugularis, bunyi jantung (BJ),

BJ I – II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada.

Pemeriksaan fisik abdomen Nenek G, sebagai berikut: tampak buncit, tidak ada

kemerahan, scar tidak ada, tidak ada tanda – tanda infeksi, bising usus 8x/menit, saat

diperkusi suara timpani, nyeri tekan abdomen tidak ada, nyeri ketuk pada ginjal tidak

ada. Abdomen teraba lemas dan lunak, limfa tidak teraba, ginjal tidak teraba.

Ekstremitas Nenek G sebagai berikut: aktivitas menggunakan kursi roda dan jarang

menggunakan walker, tidak ada kontraktur ekstremitas, kaki kanan nampak bengkak,

kekuatan otot 5555 555 Palpasi : Capilarry Refill Time : <3 detik, turgor kulit

elastis. 4444 4444

3.2 Analisa Data

Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan semua data Nenek G, lalu data

dikelompokkan dan dianalisis sehingga dirumuskan ada tiga masalah keperawatan

utama, yaitu hambatan mobilisasi fisik, risiko jatuh dan insomnia. Masalah tersebut

dirumuskan berdasarkan data fokus (data subjektif dan objektif) yang terdapat pada

Nenek G (lampiran 2).

Data subjektif yang ditemukan antaralain: Nenek G mengatakan tidak kuat berdiri

lama (lebih dari 2 menit), ingin bisa berdiri mandiri dan bisa berjalan kembali,

mobilisasi menggunakan kursi roda, menggunakan walker hanya untuk latihan

berpindah dari duduk ke berdiri dan sebaliknya, pernah jatuh 3x selama di STW,

aktivitas sebagian dibantu oleh caregiver. Keluhan lain adanya kesulitan untuk tidur,

merasa tidurnya kurang cukup, tidur jam 22.00 wib, dan sering terbangun pukul

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

29

Universitas Indonesia

02.00 dinihari, dan sulit untuk tidur kembali. Akibat kurang tidur, pagi hari sering

merasa ngantuk dan lemas, sulit berkonsentrasi.

Data Obyektif yang didapatkan pada Nenek G, antara lain: terlihat beraktivitas

menggunakan kursi roda, Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 4, artinya tingkat

kemandirian sebagian atau gangguan fungsional sebagian, Nilai BBT (Berg Balance

test): 26, artinya klien memiliki risiko jatuh sedang, dan perlu menggunakan alat

bantu jalan, kaki kanan terlihat agak bengkak, tidak ada kontraktur pada ekstremitas,

semua ekstremitas bisa digerakkan dengan mandiri, latihan ROM rutin setiap pagi

selama 30 menit, latihan berdiri dan berpindah dari duduk ke berdiri menggunakan

bantuan walker di kamar. Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi, sebagian

dibantu oleh caregiver. Kekuatan otot 5555 5555

4444 4444

3.3 Diagnosa Keperawatan

Data dikelompokkan berdasarkan masalah keperawatan, dan membuat analisis data,

maka langkah selanjutnya adalah merumuskan diagnosa keperawatan untuk

menentukan intervensi yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi diagnosa Nenek G.

Diagnosa keperawatan yang dirumuskan, ada 3 diagnosa utama yaitu: hambatan

mobilisasi fisik, risiko jatuh dan insomnia. Diagnosa utama yang dibahas oleh penulis

dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa risiko jatuh, namun

diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan intervensi untuk

mengatasi masalah tersebut.

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan yang penulis buat untuk mengatasi diagnosa

keperawatan risiko jatuh antaralain, tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 7 minggu resiko jatuh tidak terjadi. Tujuan khususnya: Setelah

dilakukan intervensi diharapkan lansia mampu: mempertahankan mobilitas fisik pada

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

30

Universitas Indonesia

tingkat yang optimal, menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas,

mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit, dan

menunjukkan perilaku untuk melakukan aktivitas.

Intervensi keperawatannya, yaitu: observasi cara lansia menggunakan alat bantu dan

cara berjalan lansia, evaluasi kembali kekuatan otot lansia dan tingkat risiko jatuh

menggunakan FMS dan BBT, latih lansia cara berjalan yang benar dan cara

menggunakan alat bantu walker, evaluasi dan pantau rasa sakit atau nyeri pada sendi,

motivasi lansia untuk berpartisipasi pada latihan fisik atau senam yang ada di panti

sesuai kemampuan lansia, motivasi lansia membuat jadwal aktivitas untuk

memberikan periode istirahat diantara aktivitas atau kegiatan, tunjukkan dan latih

lansia latihan rentang gerak aktif atau pasif (ROM) dan latihan keseimbangan,

orientasikan lingkungan dan beri peringatan atau tanda pada tempat yang berbahaya.

Rencana lainnya yaitu: atur letak barang lansia dengan rapi dan mudah dijangkau,

motivasi lansia menggunakan alas kaki anti selip dan yang tidak licin, bantu lansia

saat ambulasi dan aktivitas sehari-hari,dan kolaborasi dengan pihak panti dalam

memodifikasi lingkungan yang aman untuk lansia, misalnya memberi tanda khusus

pada lansia yang berisiko jatuh. Rencana keperawatan untuk diagnosa lainnya ada

dalam lampiran 3.

3.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan pada Minggu ke 2-6, yaitu tanggal 13 Mei

sampai 15 juni 2013. Penulis hanya akan memaparkan implementasi untuk diagnosa

risiko jatuh, dengan intervensi yang diberikan yaitu latihan keseimbangan. Pada

minggu pertama difokuskan untuk membina hubungan saling percaya, membantu

aktivitas mobilisasi, dan melakukan pengkajian terhadap Nenek G secara

menyeluruh, yang meliputi pengkajian khusus lansia seperti pengkajian depresi,

kemandirian, skala jatuh menggunakan penilaian MFS, BBT, dan kemampuan

kognitif (terlampir di lampiran 1).

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

31

Universitas Indonesia

Implementasi dimulai pada minggu kedua tanggal 13-18 Mei 2013 yaitu:

mengobservasi cara lansia menggunakan alat bantu dan cara berjalan lansia,

mengevaluasi kembali kekuatan otot lansia dan tingkat risiko jatuh menggunakan

penilaian MFS dan BBT, memberi pendidikan kesehatan tentang risiko jatuh dan cara

pencegahannya, memotivasi dan melatih lansia cara berjalan yang benar dan cara

menggunakan alat bantu walker, mengevaluasi dan memantau rasa sakit atau nyeri

pada sendi, memotivasi lansia untuk berpartisipasi pada latihan fisik atau senam yang

ada di panti sesuai kemampuan lansia, motivasi lansia membuat jadwal aktivitas

untuk memberikan periode istirahat diantara aktivitas atau kegiatan, menunjukkan

dan melatih lansia latihan rentang gerak aktif dan pasif (ROM) dan latihan

keseimbangan.

Implementasi pada minggu ke 3, yaitu: melatih dan memantau latihan ROM dan

Latihan keseimbangan Berg, mendiskusikan dan mengorientasikan lingkungan lansia

dan memberi peringatan atau tanda pada tempat yang berbahaya, misalnya di kamar

mandi, adanya keset atau lantai yang tidak rata. Menjelaskan dan mengatur letak

barang lansia dengan rapi dan mudah dijangkau, memotivasi lansia menggunakan

alas kaki anti selip dan yang tidak licin, membantu lansia saat ambulasi dan aktivitas

sehari-hari. Memotivasi dan menganjurkan Nenek G, untuk latihan ROM rutin setiap

pagi hari dan latihan keseimbangan Berg (latihan fisik untuk meningkatkan

keseimbangan yang gerakannya, antaralain: berdiri dari posisi duduk, berdiri tanpa

bantuan, duduk dengan punggung tidak disangga, duduk dari posisi berdiri, berpindah

tempat, berdiri dengan mata tertutup, berdiri dengan kaki dirapatkan, menjangkau ke

depan, meletakkan dan mengambil barang dari lantai, melihat ke belakang, berputar

360 derajat, menempatkan kaki bergantian di bangku kecil, berdiri dengan satu kaki

di depan kaki lain, dan berdiri di atas satu kaki) setiap sore hari selama 30 menit.

Latihan ini harus dalam pengawasan petugas, mahasiswa atau caregiver, karena

berisiko jatuh saat latihan, jadi harus didampingi selama latihan keseimbangan,

menjelaskan pada caregiver bahwa Nenek G berisiko jatuh sehingga perlu

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

32

Universitas Indonesia

diperhatikan dan diawasi kegiatannya jangan sampai jatuh atau cidera, memotivasi

lansia untuk aktif mengikuti senam dan kegiatan lain yang diadakan di STW,

memberikan pujian jika lansia aktif mengikuti kegiatan.

Minggu ke tiga dan ke enam implementasi keperawatan pada Nenek G difokuskan

pada latihan keseimbangan dengan latihan ekstremitas atas dan bawah, yaitu latihan

keseimbangan Berg dengan teknik 14 latihan, yaitu latihan duduk ke berdiri, berdiri

tanpa bantuan, duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan di lantai,

berdiri ke duduk, berpindah dari 1 kursi ke kursi lain, berdiri dengan mata tertutup,

berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, tangan lurus ke depan sambil berdiri,

mengambil obyek di lantai, melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika

berdiri, berputar 360°, berdiri dengan satu kaki di depan kaki lainnya, dan berdiri

dengan satu kaki. Latihan ini diharapkan mampu mengatasi masalah keseimbangan

yang dialami lansia. Nenek G diukur tanda tanda vital sebelum dan sesudah latihan.

Latihan ini dilakukan selama 30 menit selama 6x dalam seminggu.

3.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan pada minggu ke 7, yaitu saat minggu terakhir praktik, sekaligus

menyiapkan untuk terminasi pada Nenek G, yang akan dipaparkan adalah evaluasi

untuk diagnosa risiko jatuh saja, namun pada pelaksanaannya semua diagnosa

keperawatan dilakukan implementasi dan evaluasi semuanya, hanya penulisannya

saja untuk 1 diagnosa, yaitu risiko jatuh.

Implementasi latihan keseimbangan telah dilakukan selama 5 minggu, dan hasilnya

Nenek G menunjukkan kemajuan, yaitu: mampu melakukan latihan ROM secara

mandiri dengan pengawasan setiap sore hari, mampu latihan keseimbangan secara

mandiri setiap pagi dengan pengawasan caregiver, aktif mengikuti senam yang

diadakan di STW, edema pada kaki berkurang, menggunakan walker selama aktivitas

di kamar seperti ke kamar mandi, berjalan dari tempat tidur ke kursi, secara verbal

mengatakan tubuhnya terasa lebih bugar, dan kakinya sudah lebih kuat menopang

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

33

Universitas Indonesia

tubuh saat berdiri dibandingkan sebelum latihan, merasa senang atas kemajuan yang

dialaminya dan akan terus berlatih agar bisa berjalan kembali tanpa bantuan. Ada

peningkatan nilai BBT dari 26 menjadi 35. Penilaian MFS dari nilai 40 menjadi 30,

sehingga risiko jatuh sedikit menurun.

Respon yang didapatkan: Nenek G mau melakukukan Latihan ROM setiap sore hari,

selalu aktif mengikuti senam dan kegiatan lain yang ada di STW, motivasi sangat

tinggi untuk bisa berjalan kembali, minimal kuat menggunakan walker. Nenek G

sangat bersemangat selama latihan keseimbangan ini, karena sebelumnya tidak ada

yang mengajarkan latihan ini, dan merasa sangat bermanfaat agar kakinya menjadi

kuat dan berharap bisa mampu berdiri dan berjalan kembali. Kemampuan berpindah

Nenek G dari duduk ke berdiri sudah lebih mudah menggunakan walker, sudah bisa

berdiri selama 2 menit tanpa berpegangan.

Rencana tindak lanjut yang penulis rekomendasikan pada pihak STW, antaralain:

menyampaikan kepada perawat dan PJ Wisma Bungur untuk mengawasi Nenek G

selama latihan keseimbangan dan latihan ROM, memantau jadwal latihan ROM

setiap pagi jam 07.00 WIB dan latihan keseimbangan jam 16.00 WIB, melakukan

penilaian MFS dan BBT setiap 3 bulan sekali.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

34 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISA SITUASI

4.1 Profil Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti (STWKB) terletak diwilayah Kecamatan

Cibubur Kotamadya Jakarta Timur. STW Karya Bhakti didirikan pada tahun 1984

atas prakarsa Ibu Tien Soeharto, seiring waktu STWKB mengalami kemajuan dan

mulai tertata menjadi hunian yang asri dan nyaman bagi lansia.

Pelayanan yang ada di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti bagi para lansia untuk

menjaga kualitas hidup meliputi pelayanan kesehatan berupa konsultasi dokter,

asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan

kegawatdaruratan; pelayanan sosial berupa pembinaan mental spiritual sesuai

keyakinan, senam, seni tradisional (angklung), bernyanyi, kegiatan keterampilan

membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan kegitan bincang-bincang dengan

beberapa tokoh atau instansi.

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti memiliki slogan sebagai hunian pilihan lansia

masa kini. Dengan slogan tersebut, bertujuan agar para lansia menyadari bahwa

menjadi tua patut disyukuri dan bahagia di hari tua merupakan pilihan hati. Dengan

demikian, tidak ada kesan menyesal, keterpaksaan, ataupun merasa terkucilkan jika

tinggal di panti. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan bagi lansia yang ingin

menetap di STWKB, yaitu: berusia di atas 60 tahun, sehat jasmani maupun rohani,

mandiri, memiliki penanggung jawab keluarga, dan yang terpenting adalah tidak ada

paksaan.

Fasilitas yang tersedia, antara lain: fasilitas hunian, klinik werdha, taman yang asri,

ruang kreasi untuk lansia, alat musik dan perlengkapan seni untuk menyalurkan hobi

lansia. Fasilitas klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma yang member i

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

35

Universitas Indonesia

pelayanan 24 jam. Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka,

Wisma Mawar, Wisma Kamboja, dan Wisma Kenanga. Fasilitas hunian meliputi

wisma Aster, Wisma Bungur, Wisma Cempaka, dan Wisma Dahlia.

Wisma Bungur adalah wisma yang diperuntukkan bagi lansia yang sehat dan mampu

memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Lansia yang parsialcare juga boleh tinggal

di wisma ini, tetapi harus memiliki caregiver pribadi untuk membantu kebutuhan

lansia tersebut. Kapasitas kamar Wisma Bungur ada 25, yang masing-masing kamar

ada kamar mandinya. Fasilitas yang ada di Wisma Bungur, antaralain: ruang TV yang

juga bisa digunakan sebagai ruang kegiatan lansia di Wisma Bungur, ruang makan

bersama, 2 buah kulkas, dapur, taman yang asri dan teras, serta ada ruang setrika.

4.2 Analisis Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan data bahwa Nenek G, berusia 83 tahun

yang dikategorikan sebagai lansia. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 1998

tentang kesejahteraan lansia, yang menyebutkan bahwa lansia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita. Menurut Miller

(2012), lansia dikategorikan sebagai berikut: lansia awal (young old) antara 65

sampai 74 tahun, lansia pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84 tahun dan

lansia akhir (old-old) 85 tahun atau lebih. Berdasarkan kategori tersebut, maka Nenek

G termasuk kategori lansia pertengahan (middle old) karena berusia 83 tahun.

Data yang didapat selama pengkajian, tentang faktor risiko jatuh pada Nenek

G,yaitu: usia 83 tahun dan selama di STW sudah jatuh 3x. Hal ini sesuai dengan

teori yang mengatakan bahwa jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami

oleh lansia akibat proses penuaan (Pudjiastuti, 2003). Teori lain yang mendukung

adalah Nanda (2011) bahwa usia diatas 65 tahun meningkatkan risiko jatuh.

Penelitian yang mendukung hal ini adalah prevalensi lansia wanita yang jatuh 3x

lebih tinggi dibandingkan lansia laki- laki, 45% lansia mengalami jatuh saat

menjalani proses perawatan yang lama, 30-50% lansia yang berusia 65-69 tahun

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

36

Universitas Indonesia

berisiko jatuh (Tideiksaar,1989 dalam Miller, 2012). Hal ini karena Nenek G seiring

pertambahan usia maka terjadi perubahan fisik, yang salah satunya perubahan

muskuloskeletal, dimana kekuatan otot terutama ekstremitas bawah menurun,

rentang gerak sendi terbatas, ridak mampu berdiri tanpa berpegangan lebih da ri 2

menit, karena mengalami gangguan keseimbangan, sehingga bisa berisiko jatuh.

Penyebab lain karena faktor tempat tinggal lansia pada masa muda adalah di kota,

dimana kehidupan perkotaan, karakteristik individunya antaralain: malas bergerak

atau berolahraga, selalu sibuk sehingga waktu luang lebih sering digunakan untuk

tidur atau rekreasi ke tempat hiburan, dibandingkan untuk berolahraga. Kebiasaan

tersebut akan mempengaruhi kondisi masa tua, dimana ekstremitas, khususnya

ekstremitas bawah, yaitu kaki menjadi lemah karena jarang latihan fisik, ditambah

lagi adanya faktor menua. Seiring pertambahan umur dan proses menua, terjadi

perubahan fisik, yaitu daya penglihatan menurun, sehingga mengggunakan alat

bantu kacamata, aktivitas menurun, karena mengalami kelemahan pada ekstremitas

bawah dan gangguan keseimbangan sehingga aktivitas menggunakan kursi roda,

dan sebagian aktivitas dibantu oleh caregiver. Hal ini sejalan dengan teori, bahwa

pada lansia dapat terjadi penurunan sistem-sistem seperti sistem visual, neural,

sensori, muskuloskeletal yang mempengaruhi keseimbangan. Penurunan ini

mengakibatkan menurunnya kualitas hidup dan meningkatnya resiko jatuh

(Pudjiastuti, 2003).

4.3 Analisis Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan utama yang diambil pada kasus ini adalah risiko jatuh. Hal ini

didasarkan pada data-data baik data subjektif maupun data objektif yang didapatkan

selama pengkajian berlangsung, Nenek G mempunyai keluhan sebagai berikut:

selama di STW sudah jatuh 3x, mengalami gangguan keseimbangan sehingga tidak

kuat berdiri lebih dari 2 menit, belum pernah dilatih keseimbangan dan hanya latihan

senam ROM (range of motion). Nenek G mengatakan ingin bisa berdiri dengan

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

37

Universitas Indonesia

mandiri dan bisa berjalan lagi dan motivasi sangat tinggi terhadap latihan fisik untuk

menguatkan otot kaki dan meningkatkan keseimbangan tubuh agar bisa berjalan.

Data objektif yang mendukung diagnosa risiko jatuh, yaitu: Nenek G berusia 83

tahun, mendapat terapi anti hipertensi Amlodipin 1x 5 mg, aktivitas di kursi roda,

menggunakan alat bantu kacamata, menggunakan walker saat mau berpindah dari

tempat tidur ke kursi, tidak bisa berdiri tanpa berpegangan lebih dari 2 menit, karena

gangguan keseimbangan seiring pertambahan usia. Penilaian BBT (Berg Balance

Test): 26, artinya memiliki risiko jatuh sedang, penilaian MFS (Morse Fall Scale) 40,

artinya memiliki resiko jatuh rendah. Lingkungan di kamar Nenek G, lantai kamar

mandi agak licin, tidak ada tanda khusus di kamar yang mengidentifikasi lansia

berisiko jatuh, sehingga oranglain yang berinteraksi tidak mengetahui masalah

tersebut, sering tinggal sendirian di kamar sehingga tidak ada yang mengawasi, CG

yang bertugas lebih sering berada di luar kamar

Berdasarkan data tersebut maka diagnosa ini ditegakkan agar bisa diberikan

intervensi keperawatan untuk mencegah risiko jatuh kembali. Perumusan diagnosa ini

sejalan dengan diagnosa Nanda, yang menyebutkan bahwa faktor risiko jatuh

menurut, yaitu usia 65 tahun atau lebih, memiliki riwayat jatuh, tinggal sendiri,

prosthesis ekstremitas bawah, penggunaan nalat bantu (tongkat, walker), penggunaan

kursi roda, penurunan kognitif atau status mental. Sedangkan faktor lingkungan yang

meningkatkan risiko jatuh, antaralain: lingkungan yang tidak teratur, lantai yang licin,

keset atau karpet yang tertekuk. Faktor lain yaitu medikasi, seperti: penggunaan

alcohol, anti ansietas, anti hipertensi, diuretik, obat penenang, dan anti depresi

(Nanda, 2011).

Teori yang sesuai dengan hasil dari pengkajian yang ditemukan pada Nenek G,

karena seiring proses menua terjadi perubahan fisik, yang salah satunya terjadi

perubahan sistem muskuloskeletal pada Nenek G. Perubahan pada sistem

muskuloskeletal lansia, meliputi: tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

38

Universitas Indonesia

rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya

berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot

mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran

darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua (Maryam, 2008). Semua

perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki

menjadi pendek, dan adanya gangguan dalam berjalan. Kaki yang tidak dapat

menapak dengan kuat dan lebih mudah goyah, lansia lambat mengantisipasi bila

terjadi gangguan terpeleset, tersandung, mengalami gangguan keseimbangan

sehingga mudah terjatuh.

Teori lain yang mendukung hal tersebut, menyebutkan bahwa lansia mengalami

perubahan-perubahan akibat proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan

visus sebesar 2%, penurunan status mental (bingung) sebesar 5 %, penurunan fungsi

indera yang lain, lambatnya pergerakan, hidup sendiri (faktor gaya hidup), gangguan

muskuloskeletal seperti kelemahan otot ekstremitas bawah, gangguan keseimbangan

dan gaya berjalan sebesar 17 % serta serangan tiba-tiba sebesar 9 % (Shobha, 2005).

Penelitian yang mendukung teori tentang risiko jatuh pada lansia oleh Tinetti (1992)

dalam Darmojo (2004), menyebutkan bahwa angka kejadian jatuh di Amerika,

didapatkan sekitar 30 % lansia dengan usia lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya,

setengah dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Di Indonesia, prevalensi

jatuh pada lansia seperti yang dilaporkan RS. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah

sakit rujukan nasional, pada tahun 2000 ada 285 kasus (15,53%). Pada tahun 2001

ada 42 pasien yang dirawat karena fraktur femur akibat jatuh (Supartondo, Setiati &

Soejono, 2003). Lansia yang tinggal dip anti lebih berisiko mengalami jatuh.

Insiden di rumah-rumah perawatan (nursing home) di Amerika, 3 kali lebih banyak

dan 5% dari penderita jatuh yang memerlukan perawatan di rumah sakit (Tinetti,

1992 dalam Darmojo, 2004). Di Jakarta, berdasarkan data yang diperoleh dari empat

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang berada di wilayah Pemda DKI Jakarta

yaitu PSTW Cipayung, PSTW Ciracas, PSTW Cengkareng, dan PSTW Margaguna,

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

39

Universitas Indonesia

masing-masing PSTW ini angka kejadian jatuh lansia sepanjang tahun 2008

berjumlah 13 orang (13,1 %); 8 orang (6,8 %); 1 orang (0,6 %); dan 19 orang (12 %)

(Maryam Siti, 2009). Hasil survei yang dilakukan di Unit Pelayanan Sosial Tresna

Werdha (UPSTW) Bangkalan, didapatkan sekitar 63% lansia mengeluh gangguan

keseimbangan tubuh akibat kelemahan otot ekstremitas bawah. Dari 65% lansia

tersebut sekitar 57% lansia pernah mengalami jatuh.

STWKB belum ada penelitian tentang prevalensi jatuh, namun berdasarkan

pengkajian di salah satu wisma, yaitu Wisma Bungur pada bulan Mei 2013,

didapatkan data bahwa lansia yang mengatakan pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir

sebanyak 33,33%, lansia yang memiliki keterbatasan penglihatan sebanyak 33,33%

menyebabkan kecenderungan resiko terjadinya cedera meningkat. Hasil pengkajian

MFS (Morse Fall Scale) 22,22% lansia beresiko rendah terhadap jatuh dan 44,44%

lansia beresiko tinggi terhadap jatuh. Pada kasus Nenek G yang tinggal di panti

sangat berisiko mengalami jatuh, hal ini karena lansia tinggal di kamar sendirian,

tidak ada yang mengawasi setiap saat, dan kondisi fisik yang melemah berhubungan

faktor usia (83 tahun). Sebenarnya ada caregiver (CG) yang membantu aktivitas

sehari-hari, namun tidak semuanya bekerja dengan optimal dalam merawat lansia,

dan terkadang lebih sering berada di luar kamar lansia bercengkrama dengan CG

lainnya, atau meninggalkan lansia sendirian untuk pergi ke tempat ibadah, dan

kadang-kadang Nenek G sungkan untuk selalu meminta bantuan, sehingga terjadilah

insiden jatuh.

4.4 Analisis Hasil Rencana, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan

Masalah risiko jatuh pada Nenek G diharapkan teratasi dengan menggunakan

rencana perawatan (renpra) yang telah disusun berdasarkan pedoman NIC NOC

(nursing interventions classification, Nursing outcomes classification). Renpra yang

dibuat, yaitu: Observasi cara lansia menggunakan alat bantu dan cara berjalan lansia,

evaluasi kembali kekuatan otot lansia dan tingkat risiko jatuh menggunakan FMS dan

BBT, latih lansia cara berjalan yang benar dan cara menggunakan alat bantu walker,

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

40

Universitas Indonesia

evaluasi dan pantau rasa sakit atau nyeri pada sendi, motivasi lansia untuk

berpartisipasi pada latihan fisik atau senam yang ada di panti sesuai kemampuan

lansia, motivasi lansia membuat jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat

diantara aktivitas atau kegiatan, tunjukkan pada lansia latihan rentang gerak aktif atau

pasif (ROM) dan latihan keseimbangan, orientasikan lingkungan dan beri peringatan

atau tanda pada tempat yang berbahaya.

Rencana lainnya yaitu: atur letak barang lansia dengan rapi dan mudah dijangkau,

motivasi lansia menggunakan alas kaki anti selip dan yang tidak licin, bantu lansia

saat ambulasi dan aktivitas sehari-hari,dan kolaborasi dengan pihak panti dalam

memodifikasi lingkungan yang aman untuk lansia, misalnya memberi tanda khusus

pada lansia yang berisiko jatuh. Semua rencana tersebut dilakukan kecuali kolaborasi

dengan pihak panti untuk modifikasi lingkungan untuk pencegahan jatuh, misalnya

dengan memberikan tanda khusus pada lansia yang berisiko jatuh dengan

memberikan gelang risiko jatuh atau stiker yang ditempel di depan kamar lansia. Hal

ini tidak dilakukan karena keterbatasan waktu penulis, oleh karena itu akan

dimasukkan dalam rencana tindak lanjut pada pihak STW untuk melanjutkan

intervensi terhadap masalah risiko jatuh.

Tahap implementasi yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi masalah

risiko jatuh, seperti penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, serta akibat.

Implementasi keperawatan dilakukan pada Minggu ke 2-6, yaitu tanggal 13 Mei

sampai 15 juni 2013. Pada minggu pertama difokuskan untuk membina hubungan

saling percaya dan melakukan pengkajian terhadap Nenek G secara menyeluruh,

yang meliputi pengkajian khusus lansia seperti pengkajian depresi, kemandirian,

skala jatuh, dan kemampuan kognitif.

Implementasi dilakukaan sesuai dengan renpra yang sudah dibuat untuk mengatasi

masalah risiko jatuh, namun penulis lebih memfokuskan pada salah satu intervensi

atau kegiatan inovasi, yaitu mengajarkan latihan keseimbangan Berg pada Nenek G

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

41

Universitas Indonesia

selama 5 minggu, dari senin sampai sabtu, selama setengah jam. Latihan

keseimbangan Berg adalah latihan yang terdiri dari 14 teknik latihan yaitu latihan

duduk ke berdiri, berdiri tanpa bantuan, duduk tanpa sandaran punggung, brdiri ke

duduk, berpindah ke kursi lain, berdiri dengan mata tertutup, dan seterusnya. Rentang

nilai 0-4, dimana 0 berarti lansia tidak mampu melakukan dan 4 berarti lansia mampu

melakukan tanpa bantuan. Nilai maksimum pada skala keseimbangan ini adalah 56

(Debra, 2003). Nilai kurang dari 45 berarti terdapat gangguan keseimbangan dan

menjadi faktor risiko untuk jatuh. Interpretasi lain dari hasil penilaian keseimbangan

ini adalah untuk nilai 0-20 membutuhkan kursi roda, nilai 21-40 berarti

membutuhkan bantuan dalam berjalan, dan nilai 41-56 dapat mandiri.

Rencana keperawatan yang telah dibuat, hampir semuanya berhasil dikerjakan sesuai

rencana, hanya ada satu intervensi yang belum dilakukan, yaitu memodifikasi

lingkungan, bekerjasama dengan pihak STW untuk pencegahan jatuh dengan

memasang tanda khusus pada Nenek G agar semua petugas atau oranglain yang

berinteraksi menjadi tahu bahwa Nenek G berisiko jatuh dan harus waspada untuk

mengantisipasinya. Hal ini karena,keterbatasan waktu dan penulis praktik lebih sering

sore hari (karena pagi hari bekerja di rumah sakit) yang mengakibatkan jarang

bertemu dengan penanggung jawab wisma atau pihak STW, sehingga mengalami

kesulitan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi.

Modifikasi lingkungan adalah salah satu cara untuk pencegahan jatuh pada lansia, ini

didukung oleh teori Miller (2012), yang menyatakan bahwa untuk mencegah jatuh

dengan modifikasi lingkungan, menggunakan kode warna (misalnya menggunakan

stiker berwarna terang, menggunakan pita atau gelang berwarna pada lengan lansia

yang berisiko jatuh, atau meletakkan tanda tersebut di tempat tidur atau di pintu

kamar) yang mengindikasikan lansia berisiko jatuh dan sedang mengikuti program

pencegahan jatuh, atau memasang poster risiko jatuh, sehingga semua petugas

menjadi lebih waspada dan lebih peduli terhadap masalah risiko jatuh pada lansia.

Teori lain yang mendukung tentang pentingnya modifikasi lingkungan dalam

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

42

Universitas Indonesia

pencegahan jatuh adalah menurut Carpino (2007) faktor lingkungan merupakan salah

satu faktor eksternal yang mempengaruhi kejadian jatuh pada lansia. Kejadian jatuh

akan cenderung menurun pada lingkungan yang sudah dikenal. Kondisi lingkungan

seperti posisi closet, kamar mandi, posisi tempat tidur yang terlalu rendah,

penerangan yang kurang dapat memberikan risiko terhadap jatuh.

Kasus pada Nenek G untuk pencegahan jatuh dengan modifikasi lingkungan di

STW, sudah cukup baik, misalnya sudah ada handrail di sepanjang koridor,

pencahayaan di kamar atau di ruangan yang ada di STW sudah cukup baik, yang

belum hanyalah mengidentifikasi lansia yang berisiko jatuh dan memberi tanda pada

lansia yang berisiko jatuh, untuk meningkatkan kewaspadaan petugas dalam

mengantisipasi masalah jatuh. Selain faktor ekstrinsik (lingkungan), faktor intrinsik

lebih berpengaruh untuk mencegah jatuh, yaitu dengan memberikan implementasi

pada Nenek G latihan keseimbangan untuk meningkatkan keseimbangan dan

kekuatan otot ekstremitas bawah lansia.

Alasan penulis melakukan implementasi latihan keseimbangan Berg, karena latihan

ini belum pernah dilakukan Nenek G sebelumnya, biasanya hanya latihan atau senam

ROM yang ada di STW, dan respon lansia sangat bersemangat selama latihan karena

merasa dirinya memang mengalami gangguan keseimbangan sehingga latihan ini

sangat bermanfaat agar keseimbangan tubuhnya bisa membaik dan bisa berjalan lagi.

Alasan lain, karena penyebab utama jatuhnya Nenek G sebelumnya adalah karena

masalah gangguan keseimbangan. Latihan keseimbangan bermanfaat untuk

meningkatkan keseimbangan lansia, sesuai dengan teori, yang menyebutkan bahwa

tujuan latihan ini untuk menilai kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan,

baik secara statis atau saat melakukan berbagai pergerakan fungsional, beberapa di

antaranya memerlukan perubahan pada basis penyangga tubuh (Piotrowski & Cole,

1994). Penelitian terkait yang mendukung teori ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh Kusnanto, Indarwati dan Mufidah (2007), mengungkapkan bahwa latihan

balance exercise yang dilakukan 3 kali seminggu selama 3 minggu dapat

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

43

Universitas Indonesia

menimbulkan kontraksi otot pada lansia yang kemudian dapat mengakibatkan

peningkatan serat otot (hipertropi), serat otot yang hipertropi ini mengalami

peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan fosfokreatin

sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia. Dengan adanya peningkatan

kekuatan otot ini maka dapat meningkatkan keseimbangan postural pada lansia.

Penilaian risiko jatuh yang ada di STW hanya ada MSF, sedangkan BBT (berga

balance test) belum ada, selain itu dengan latihan keseimbangan Berg maka akan

mudah menilai kemajuan latihan lansia, yaitu dengan membandingkan nilai BBT

sebelum dan sesudah latihan selama 5 minggu. Hambatan yang didapatkan saat

melakukan latihan adalah mengatur jadwal latihan antara lansia dengan jadwal

praktik penulis, yang kadang agak sulit mencocokkannya, selain itu adanya kegiatan

yang dilakukan mahasiswa dari institusi lain, sehingga lansia merasa kelelahan,

akibatnya latihan ini tidak bisa dilakukan atau latihannya menjadi kurang optimal.

Implementasi latihan keseimbangan tidak selalu rutin dilakukan, ada 4 kali pertemuan

yang tidak dilakukan latihan, karena saat itu Nenek G sedang dalam kondisi tidak

sehat karena sedang sakit batuk pilek, setelah sembuh, maka latihan keseimbangan

dilanjutkan kembali. Evaluasi dilakukan pada minggu ke 7, yaitu saat minggu

terakhir praktik. Setelah diberi implementasi selama 5 minggu, Nenek G,

menunjukkan kemajuan, yaitu: mampu melakukan latihan ROM secara mandiri

dengan pengawasan setiap sore hari, mampu latihan keseimbangan secara mandiri

setiap pagi dengan pengawasan caregiver, aktif mengikuti senam yang diadakan di

STW, edema pada kaki berkurang, menggunakan walker selama aktivitas di kamar

seperti ke kamar mandi, berjalan dari tempat tidur ke kursi, secara verbal mengatakan

tubuhnya terasa lebih bugar, dan kakinya sudah lebih kuat menopang tubuh saat

berdiri dibandingkan sebelum latihan, merasa senang atas kemajuan yang dialaminya

dan akan terus berlatih agar bisa berjalan kembali tanpa bantuan. Ada peningkatan

nilai BBT dari 26 menjadi 35. Penilaian MFS dari nilai 40 menjadi 30, sehingga

resiko jatuh sedikit menurun.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

44

Universitas Indonesia

Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa latihan keseimbangan adalah latihan

fisik untuk meningkatkan keseimbangan lansia, meningkatkan kekuatan otot,

khususnya otot ekstremitas bawah (Ceranski, 2006) . Prasansuk (2004) juga

menyimpulkan bahwa salah satu keuntungan dari latihan keseimbangan adalah untuk

meningkatkan keseimbangan postural lansia, sehingga bisa mencegah terjadinya

jatuh. Penelitan yang mendukung teori tersebut adalah penelitian yang dilakukan

oleh Jalalin (2000) di Panti Werdha Pucang Gading Semarang, didapatkan bahwa

terdapat perbedaan skala keseimbangan yang bermakna antara sebelum dan sesudah

latihan keseimbangan (P<0,05).

Implementasi yang dilakukan belum bisa membuat Nenek G menjadi mampu berjalan

kembali atau menggunakan walker untuk aktivitas sehari-hari, hal ini karena

keseimbangan tubuhnya belum meningkat dengan optimal, hal ini terjadi karena

terbatasnya waktu hanya 5 minggu implementasi. Penilaian MFS dan BBT minimal

dilakukan kembali setelah latihan selama 3 bulan. Dan saat di 3 hari terakhir pe nulis

praktik, Nenek G mengalami jatuh, saat mahasiswa dari institusi lain mengadakan

terminasi untuk berpamitan, mahasiswa tersebut setelah memeluk lansia dengan

kondisi berdiri tanpa ada pegangan melepas pelukannya, akibatnya nenek G terjatuh

karena kaget tiba-tiba dilepas mahasiswa dan belum siap dengan posisi berdiri yang

tidak adekuat dan keseimbangan tubuh yang belum optimal, maka akhirnya terjadilah

jatuh.

Pemecahan masalah untuk mengatasinya agar hal tersebut tidak terulang kembali

adalah dengan memodifikasi lingkungan, yaitu dengan memberi tanda risiko jatuh

pada Nenek G, bisa dengan memberikan gelang merah resiko jatuh seperti yang

sudah diterapkan di Rumah Sakit, sehingga orang lain atau petugas kesehatan yang

sedang berinteraksi dengan lansia menjadi lebih waspada dan melakukan pencegahan

agar lansia tidak mengalami jatuh atau menempelkan stiker risiko jatuh di depan

pintu kamar lansia.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

45

Universitas Indonesia

Penelitian yang dilakukan Pakpahan, Waluyo, Singgih & Poerwanto (2009) di Wreda

Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok, dinyatakan bahwa latihan

keseimbangan berhasil meningkatkan keseimbangan lansia secara bermakna

(p<0,05). Peneliti lain, yaitu Maryam (2009) menunjukkan bahwa keseimbangan

tubuh lebih baik pada lansia sesudah diberikan latihan keseimbangan pada kelompok

intervensi (p<0,05). Berdasarkan penelitian tersebut maka penulis menyusun renpra

salah satunya adalah melatih keseimbangan pada Nenek G untuk menyelesaikan

masalah atau diagnosa risiko jatuh.

Hasil evaluasi dan hasil penelitian tersebut ada kesenjangan, hal itu bisa terjadi,

karena beberapa alasan, yaitu keterbatasan waktu latihan yang hanya dilakukan

selama 5 minggu, idealnya latihan keseimbangan dilakukan selama 3-6 bulan untuk

menghasilkan yang signifikan terhadap peningkatan keseimbangan tubuh lansia, dan

ada 4 kali pertemuan latihan yang tidak dilakukan lansia karena sedang sakit, hal ini

mengakibatkan jadwal latihan menjadi tidak berlanjut sebagaimana seharusnya,

ditambah lagi faktor usia (83 tahun), dimana sudah hampir masuk katego ri lansia

akhir. Selain itu karena tidak adanya tanda khusus risiko jatuh pada lansia pada

sehingga orang lain yang berinteraksi dengan Nenek G kurang waspada terhadap

bahaya jatuh, sehingga tidak melakukan pencegahan jatuh dan tidak bisa menurunkan

risiko jatuh pada lansia.

Tujuan utama perawatan lansia adalah mempertahankan lansia semandiri mungkin,

untuk selama mungkin dalam sebuah lingkungan yang aman. Lingkungan yang aman

adalah lingkungan yang memberikan stabilitas, perlindungan, ketentraman, dan

bebas dari rasa takut, cemas, serta keributan. Bagi lansia, keselamatan dan keamanan

merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan fisiologis dasar,

seperti makanan dan air (Stockslager & Schaeffer, 2008). Berdasarkan teori tersebut,

dengan memodifikasi lingkungan seperti yang ada dalam renpra bertujuan agar

lansia terpenuhi kebutuhan rasa aman dan bisa mencegah risiko jatuh.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

45 Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Nenek G selama 7 minggu, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Lansia yang tinggal di Wisma Bungur, memungkinkan mengalami risiko

jatuh, karena proses menua, seiring pertambahan usia terjadi penurunan

kekuatan otot dan massa tulang, dan terbatasnya rentang gerak sendi. Faktor

penyebab lain risiko jatuh adalah lansia tinggal sendiri di kamar, tidak ada

yang selalu mengawasi aktivitas dan kegiatannya. Identifikasi lansia yang

berisiko jatuh adalah hal yang paling penting. Pengkajian skala jatuh Morse

dan test keseimbangan Berg juga perlu dilakukan dalam mengidentifikasi

lansia yang berisiko jatuh.

2. Masalah yang terjadi pada lansia dengan risiko jatuh bisa dirumuskan jika ada

faktor risiko seperti ada riwayat jatuh, usia di atas 65 tahun, tinggal sendiri di

kamar, prosthesis ekstremitas bawah, penggunaan alat bantu (tongkat,

walker), penggunaan kursi roda, penurunan kognitif atau status mental.

Sedangkan faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh, antaralain:

lingkungan yang tidak teratur, ruang dengan pencahayaan yang redup, lantai

yang licin, keset atau karpet yang tertekuk, tidak adanya handrail di kamar

mandi atau di shower. Faktor lain yaitu medikasi, seperti: penggunaan

alkohol, anti ansietas, anti hipertensi, diuretic, obat penenang, dan anti

depresi.

3. Rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi risiko jatuh, tidak hanya

diperuntukkan pada lansia, tetapi juga pada lingkungan atau orang-orang di

sekitar lansia untuk melakukan modifikasi lingkungan pencegahan jatuh,

seperti tidak menaru barang-barang di area handrail koridor, meletakkan

barang dengan rapi, keset tidak tertekuk, cahaya cukup.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

46

Universitas Indonesia

4. Implementasi yang diberikan untuk mencegah risiko jatuh, salah satunya

dengan melakukan latihan keseimbangan yang rutin setiap hari selama 30

menit, dan selama latihan lansia harus selalu diawasi, karena latihan sendiri

pada lansia juga berisiko jatuh. Modifikasi lingkungan juga diperlukan untuk

mencegah jatuh, dalam hal ini Sasana Tresna Werdha sudah cukup baik

dengan membuat handrail pada koridor, dan di kamar mandi lansia.

Kepedulian petugas dan lansia lain juga dibutuhkan untuk mencegah risiko

jatuh dengan melakukan pengawasan dan waspada untuk mengantisipasi jika

ada risiko jatuh.

5. Evaluasi yang bisa dilakukan untuk masalah risiko jatuh adalah menggunakan

penilaian skala jatuh Morse atau skala keseimbangan Berg, yang harus dinilai

pada lansia secara reguler tiap 3 bulan sekali. Evaluasi yang diharapkan

dengan penilaian tersebut bahwa risiko jatuh pada lansia menjadi menurun

ataupun tidak ada risiko jatuh.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan di Sasana Tresna Werdha Karya B hakti

(STWKB)

Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi STWKBRP untuk

melakukan pencegahan risiko jatuh pada lansia, misalnya dengan melakukan

penilaian risiko jatuh dengan MFS dan BBT secara reguler 3 bulan sekali,

memberi tanda khusus (gelang merah atau stiker di kamar) pada lansia yang

berisiko jatuh, sehingga petugas atau orang yang sedang berinteraksi bisa lebih

waspada untuk mengantisipasi jatuh pada lansia, selain itu dengan memberikan

latihan keseimbangan melalui kegiatan senam yang ada di STWKBRP

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

47

Universitas Indonesia

5.2.3 Penelitian

5.2.3.1 Karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan

pengembangan ide untuk penelitian yang selanjutnya yang berkaitan

dengan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah risiko jatuh.

5.2.3.2 Karya ilmiah ini dapat dilanjutkan kembali untuk meneliti tentang

pengaruh latihan keseimbangan Berg pada lansia yang mengalami

gangguan keseimbangan di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

48 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan, Kuswardhani, Astika & Aryana. (2010). Hubungan antara activities specific

balance confidence scale dengan umur dan falls pada lansia di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah Denpasar.

Avers. (2007). What you need to know about balance and falls http://www.apta.org/AM/Template.cfm?Section=Search&template=/CM/HTMLDis play fm&ContentID=20396. Diakses tanggal 22 Juni 2013. Pukul 11.30.

Barnedh, H., Sitorus, F., & Ali, W. (2006). Penilaian Keseimbangan menggunakan Skala Keseimbangan Berg pada Lansia di Kelompok lansia Puskesmas Tebet. Tesis.

Jakarta:FKUI. Barnes, Michael, et al. (2005). Recovery after stroke. New York: Cambridge University

Press.

Budiharjo, S., Romi, M.M., & Prakosa, D. (2004). Pengaruh latihan fisik intensitas sedang terhadap persentase lemak badan wanita lanjut usia. Berkala Ilmu Kedokteran,

Vol. 36, No.4: 195-200. Budiharjo. (2005). Pengaruh senam aerobic low impact intensitas sedang terhadap

kelenturan badan pada wanita lanjut usia terlatih. Berkala Ilmu Kedokteran,

37(4:178). Carpino, Chris. (2007). New ideas in Balance and Falls Prevention 3 ed, St.Louis: Elsevier

Saunders. hal: 51. Ceranski, Sandy. (2006). Fall Prevention and modifable risk factor. www.rfw.org.

Diunduh tanggal 24 juni 2013. Pukul 19.00 WIB.

Colon-Emeric, C.S. (2002). Falls in older adults: assessment and intervention in primary care. Journal Hospital Physician, 55-66

Darmojo, R.B, & Martono, H.H. (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Debra J. Rose, 2003, Berg Balance Scale Champaign, IL: Human Kinetics

Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Keluarga.

Depkes. (2006). Distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sakit di Indonesia tahun 2004. Diambil dari http://bankdata.depkes.go.id. Diakses tanggal 22 juni 2013.

Jalalin (2000). Hasil latihan keseimbangan berdiri pada penghuni Panti Werdha Pucang Gading. Semarang: FK Universitas Diponegoro.

Kemensos RI (2008). Komisi Nasional Lanjut Usia. Diunduh tanggal 24 Juni 2013. http://www.kemsos.go.id/

Kusnanto, Indarwati, Retno., Mufidah, Nisfil. (2007). Peningkatan stabilitas postural pada

lansia melalui balance exercise. Diunduh pada tanggal 23 Juni 2013 dari ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/download/716/pdf.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

49

Universitas Indonesia

Langley, F., A. & Mackintosh, S., F., H. (2007). Balance assessment of older community

dwelling adults: A systematic review of the literature. Australia: University of South Australia.

Maryam, Raden Siti., Sahar, Junaiti. dan Nasution, Yusran. (2009.) Pengaruh latihan

keseimbangan tubuh lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah Pemda DKI Jakarta. Diambil pada 24 juni 2013 dari

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2110917_2085- 8930.pdf Maryam.(2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Miller, Carol A. (2012). Nursing for wellness in older adults (6th ed.). Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins Nanda. (2011). Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2011 (Sumawarti,

Widiarti & Tiar, Penerjemah.). Jakarta: EGC Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. Pakpahan, Waluyo, Singgih, & Poerwanto. (2010). Pengaruh program latihan

keseimbangan dinamik terhadap jangkauan fungsional ke depan pada wanita usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok. Jakarta: Stikes

Binawan Piotrowski, A., & Cole, J. (1994). Clinical measures of balance and functional assessment in elderly persons. Australian Journal Physiotherapy, Vol.40,3, 183-188.

Prasansuk, et al. 2004. Balance disorders in the elderly and the benefit of balance exercise. J.Medicine Association Thailand. 87(10:1225-1233)

Potter, P.A & Perry, A.G.(2006). Fundamentals of nursing (6th ed.). St. Louis, Missouri: Mosby, Inc

Pudjiastuti, S.S & Utomo Budi (2003). Fisioterapi pada lansia. Jakarta: EGC

Shobha, S.R. (2005). Prevention of falls in older patients. American Academy of Family Physicians, 72, 81-8, 93-4.

Siburian, P. (2006). Mengenal Lansia yang Mudah Terserang Penyakit. Diunduh tanggal 24 Juni 2013. http://www.waspada.co.id/serba_serbi/kesehatan/artikel.php?article_id=79402

Skelton, D.A. (2001). Effects of physical activity on postural stability. Journal Age and Ageing, 30-S4, 33-39.

Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing (6th ed.). St. Louis: Mosby, Inc. Stanley & Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Edisi 2. Jakarta: EGC.

Stanley Mickey & Patricia Gautlett Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Jakarta: EGC. Hal: 274, 290- 292.

Stocklager, Jaime & Schaeffer, Liz. (2008). Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik (Nike Budhi Subekti, Penerjemah.). Jakarta: EGC.

Supartondo, Setiati, S., & Soejono, C.H. (2003). Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan

Pendekatan Interdisiplin. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan FKUI. Tinetti, M.E. (2003). Preventing Falls in Elderly Persons. The New England Journal of

Medicine, 348;1.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

Lampiran 1

PENGKAJIAN PADA LANSIA (Nenek G)

A. Geriatric Depression Scale

Beri tanda ceklist (√) antara jawaban ya atau tidak pada tiap pertanyaan.

Beri tanda silang ( √ ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak

1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda? √

2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda? √

3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa? √

4. Apakah anda senantiasa bosan? √

5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan? √

6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat dilupakan? √

7. Apakah anda bersemangat setiap waktu? √

8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan menimpa anda? √

9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu? √

10. Apakah anda merasa tidak berdaya? √

11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup? √

12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada berjalan-jalan ke luar dan

melakukan sesuatu yang baru?

13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda? √

14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan? √

15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan kehidupan sampai

sekarang?

16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih? √

17. Apakah anda merasa tidak berguna? √

18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda? √

19. Apakah anda menemukan kehidupan yang menyenangkan? √

20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang baru? √

21. Apakah anda memiliki energi maksimal? √

22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong? √

23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari anda? √

24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil? √

25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis? √

26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi? √

27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari? √

28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari perkumpulan sosial? √

29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan? √

30. Apakah pikiran anda jernih? √

Jumlah Score: 3, artinya Nenek G tidak mengalami depresi.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

Panduan penilaian

Beri tanda silang ( √ ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak

1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda? 0 1

2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda? 1 0

3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa? 1 0

4. Apakah anda senantiasa bosan? 1 0

5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan? 0 1

6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat dilupakan? 1 0

7. Apakah anda bersemangat setiap waktu? 0 1

8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan menimpa anda? 1 0

9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu? 0 1

10. Apakah anda merasa tidak berdaya? 1 0

11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup? 1 0

12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada berjalan-jalan ke luar dan

melakukan sesuatu yang baru?

1 0

13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda? 1 0

14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan? 1 0

15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan kehidupan sampai

sekarang?

0 1

16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih? 1 0

17. Apakah anda merasa tidak berguna? 1 0

18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda? 1 0

19. Apakah anda menemukan kehidupan yang menyenangkan? 0 1

20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang baru? 1 0

21. Apakah anda memiliki energi maksimal? 0 1

22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong? 1 0

23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari anda? 1 0

24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil? 1 0

25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis? 1 0

26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi? 1 0

27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari? 0 1

28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari perkumpulan sosial? 1 0

29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan? 0 1

30. Apakah pikiran anda jernih? 0 1

Interpretasi Hasil

Nilai 0-9 : normal

Nilai 10-19 : depresi ringan

Nilai 20-30 : depresi berat

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

B. Mini Mental State Examination (MMSE)

Max Score

Orientation

5 ( 5 ) Sebutkan (tahun) (bulan) (tanggal) (hari) (musim/ jam)?

5 ( 5 ) Dimanakah kita sekarang (kamar) (wisma) (kota) (provinsi) (negara)?

Registration

3 ( 3 ) Sebutkan 3 ojek benda.: 1 detik utuk menyebutkan masing- masing.

Kemudian tanyakan kepada lansia setelah kita menyebutkan 3 benda

tersebut. Beri nilai 1 untuk masing-masing jawaban yang benar. Ulangi

sampai lansia dapat menyebutkan semuanya. HItung berapa kali lansia

mencoba menyebutkan. Mencoba _______

Attention and Calculation

5 ( 5 ) Menghitung kelipatan 7 sampai 5 kali, atau jika tidak mampu dengan

hitungan uang. Atau jika tidak bisa memakai angka minta nenek

menyebutkan bacaan kebalik dari satu kata

Recall

3 ( 3 ) Sebutkan kembali 3 benda yang disebutkan di awal. Beri 1 poin untuk

jawaban yg benar

Language

2 ( 2 ) Menyebutkan 2 benda yang ada di meja/sekitar

1 ( 1 ) Buat/Ulangi satu kalimat tidak boleh ada penghubung (jangan lebih

dari 5 kata).Contoh matahari terbit dari timur

3 ( 3 ) Ikuti 3 Perintah “ Ambil kertas di tangan mu, lipat menjadi dua dan

letakan diatas lantai”

1 ( 1 ) Baca dan ikuti perintah: Tutup matamu

1 ( 1 ) Tulis kalimat

1 ( 1 ) Gambarkan kembali gambar berikut. (yang dinilai jumlah sisi dan ada

yang beririsan)

Jumlah skor: 30 (Normal)

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

Interpretasi Hasil

Nilai maksimal 30

Nilai < 23 : gangguan kognitif

Nilai 23-30 : Normal

A. Pengkajian Tingkat Kemandirian: Indeks Katz

Total Skor:___4___

Interpretasi Hasil

Nilai 6 : Kemandirian penuh

Nilai 4: Gangguan fungsional sebagian (kemandirian sebagian)

Nilai 0-2 : Gangguan fungsional berat (Ketergantungan tinggi)

Aktivitas

Skor (1 atau 0)

Mandiri

(Skor 1) Tanpa pengawasan, pengarahan, atau

bantuan orang lain.

Tergantung

(Skor 0) Dengan Pengawasan,

pengarahan, dan bantuan orang lain.

MANDI

Skor:

_______1___

(Skor 1) Melakukan mandi secara mandiri atau

memerlukan bantuan hanya untuk bagian tertentu

saja misalnya punggung atau bagian yang

mengalami gangguan.

(Skor 0) Perlu bantuan lebih dari satu

bagian tubuh, perlu bantuan total.

BERPAKAIAN

Skor:

______1____

(Skor 1) Bisa memakai pakaian sendiri, kadang

perlu bantuan untuk menalikan sepatu.

(Skor 0) Perlu bantuan lebih dalam

berpakaian atau bahkan perlu

bantuan total.

KE TOILET

Skor:

______0____

(Skor 1) Bisa pergi ke toilet sendiri , membuka

melakukan BAB BAK sendiri.

(Skor 0) Perlu bantuan dalam

eliminasi

BERPINDAH

Skor:

______0____

(Skor 1) Bisa berpindah tempat sendiri tanpa

bantuan, alat bantu gerak diperkenankan

(Skor 0) Perlu bantuan dalam

berpindah dari bed ke kursi roda,

bantuan dalam berjalan.

KONTINEN

Skor:

______1____

(Skor 1) Bisa mengontrol eliminasi (Skor 0) inkontinensia sebagian atau

total baik bladder maupun bowel.

MAKAN

Skor:

______1____

(Skor 1) bisa melakukan makan sendiri. Makanan

dipersiapkan oleh orang lain diperbolehkan.

(Skor 0) Perlu bantuan dalam makan,

nutrisi parenteral

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

Pengkajian Resiko Jatuh: Morse Fall Scale (MFS) Skala Jatuh dari Morse

Pengkajian Skala Nilai

1. Riwayat jatuh; apakah lansia pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir Tidak 0

Ya 25

_____0_____

2. Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki lebih dari satu penyakit Tidak 0

Ya 15

______15____

3. Alat bantu jalan;

- Bed rest/ dibantu perawat

- Kruk/ tongkat/ walker

- Berpegangan pada benda-benda di sekitar (kursi, lemari, meja)

0

15

30

15

________

4. Terapi intravena; apakah saat ini lansia terpasang infus? Tidak 0

Ya 20

_____0_____

5. Gaya berjalan/ cara berpindah

- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak sendiri)

- Lemah (tidak bertenaga)

- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret)

0

10

20

____10_____

6. Status Mental

- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri

- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat

0

15

______0___

Total Nilai 40

Interpretasi Hasil

Nilai 0-24 : Tidak memiliki risiko jatuh√

Nilai 25-50: Risiko jatuh rendah

Nilai ≥51 : Risiko jatuh tinggi

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

BERG BALANCE TEST (BBT)

Perintah dalam Berg Balance Test

1. Duduk ke berdiri

Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk tidak menggunakan tangan sebagai sokongan

( ) 4 mampu berdiri tanpa menggunakan tangan

( √ ) 3 mampu untuk berdiri namun menggunakan bantuan tangan

( ) 2 mampu berdiri menggunakan tangan setelah beberapa kali mencoba

( ) 1 membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri

( ) 0 membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri

2. Berdiri tanpa bantuan

Instruksi: berdirilah selama dua menit tanpa berpegangan

( ) 4 mampu berdiri selama dua menit

( ) 3 mampu berdiri selama dua menit dengan pengawasan

( ) 2 mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan

( ) 1 membutuhkan beberapa kali untuk mencoba berdiri selama 30 detik tanpa

bantuan

( √ ) 0 tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan

3. Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan di lantai

Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda selama dua menit

( √ ) 4 mampu duduk dengan aman selama dua menit

( ) 3 mampu duduk selama dua menit di bawah pengawasan

( ) 2 mampu duduk selama 30 detik

( ) 1 mampu duduk selama 10 detik

( ) 0 tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik

4. Berdiri ke duduk

Instruksi: silahkan duduk

( ) 4 duduk dengan aman dengan pengguanaan minimal tangan

( √ ) 3 duduk menggunakan bantuan tangan

( ) 2 menggunakan bantuan bagian belakan kaki untuk turun

( ) 1 duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari berdiri ke duduk

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk duduk

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

5. Berpindah

Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk berpindah ke kursi yang

memiliki penyagga tangan kemudian ke arah kursi yang tidak memiliki penyangga

tangan

( ) 4 mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan

( √ ) 3 mampu berpindah dengan bantuan tangan

( ) 2 mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan

( ) 1 membutuhkan seseorang untuk membantu

( ) 0 membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi

6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup

Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10 detik

( ) 4 mampu berdiri selama 10 detik dengan aman

( √ ) 3 mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan

( ) 2 mampu berdiri selama 3 detik

( ) 1 tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap berdiri dengan

aman

( ) 0 membutuhkan bantuan agar tidak jatuh

7. Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat

Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan

( ) 4 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit

( √ ) 3 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan pengawasan

( ) 2 mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama 30 detik

( ) 1 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang diperintahkan tetapi

mampu berdiri selama 15 detik

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat bertahan selama

15 detik

8. Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri

Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda dan raihlah semampu

Anda (penguji meletakkan penggaris untuk mengukur jarak antara jari dengan tubuh)

( ) 4 mencapai 25 cm (10 inchi)

( ) 3 mencapai 12 cm (5 inchi)

( ) 2 mencapai 5 cm (2 inchi)

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

( √ ) 1 dapat meraih tapi memerlukan pengawasan

( ) 0 kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan bantuan

9. Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri

Instruksi: Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda

( ) 4 mampu mengambil dengan mudah dan aman

( ) 3 mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan

( ) 2 tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari benda dan dapat menjaga

keseimbangan

( ) 1 tidak mampu mengambil dan memerlukan pengawasan ketika mencoba

( √ ) 0 tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk mencegah hilangnya

keseimbangan atau terjatuh

10. Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri

Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan kembali ke arah kanan

( ) 4 melihat ke belakang dari kedua sisi

( ) 3 melihat ke belakang hanya dari satu sisi

( √ ) 2 hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga keseimbangan

( ) 1 membutuhkan pengawasan ketika menengok

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan atau terjatuh

11. Berputar 360 derajat

Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh, kemudian ulangi lagi dengan arah yang

berlawanan

( ) 4 mampu berputar 360 derajat dengan aman selama 4 detik atau kurang

( ) 3 mampu berputar 360 derajat hanya dari satu sisi selama empat detik atau

kurang

( √ ) 2 mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan yang lambat

( ) 1 membutuhkan pengawasan atau isyarat verbal

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk berputar

12. Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan ketika beridiri tanpa

bantuan

Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki pada sebuah pijakan. Lanjutkan

sampai setiap kaki menyentuh pijakan selama 4 kali.

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

( ) 4 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20 detik

( ) 3 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan > 20 detik

( ) 2 mampu melakukan 4 pijakan tanpa bantuan

( √ ) 1 mampu melakukan >2 pijakan dengan bantuan minimal

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh/tidak mampu melakukan

13. Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya

Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan kaki lainnya. Jika merasa tidak bisa,

cobalah melangkah sejauh yang Anda bisa

( ) 4 mampu menempatkan kedua kaki (tandem) dan menahan selama 30 detik

( ) 3 mampu memajukan kaki dan menahan selama 30 detik

( ) 2 mampu membuat langkah kecil dan menahan selama 30 detik

( √ ) 1 membutuhkan bantuan untuk melangkah dan mampu menahan selama 15

detik

( ) 0 kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri

14. Berdiri dengan satu kaki

Instruksi: berdirilah dengan satu kaki semampu Anda tanpa berpegangan

( ) 4 mampu mengangkat kaki dan menahan >10 detik

( ) 3 mampu mengangkat kaki dan menahan 5-10 detik

( ) 2 mampu mengangkat kaki dan menahan >3 detik

( ) 1 mencoba untuk mengangkat kaki, tidak dapat bertahan selama 3 detik tetapi

dapat berdiri mandiri

( √ ) 0 tidak mampu mencoba

Total Skor:____26______

Interpretasi Hasil

Nilai 0-20 : Lansia memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat antu jalan berupa

kursi roda

Nilai 21-40 : Lansia (Nenek G) memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan

alat bantu jalan seperti tongkat, kruk dan walker

Nilai 41-56 : Lansia memiliki risiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

Lampiran 2

ANALISA DATA

Data Fokus Masalah Keperawatan

Subjektif

- Nenek G mengatakan tidak kuat berdiri

lama (lebih dari 2 menit), sehingga

menggunakan kursi roda, kadang-

kadang menggunakan walker untuk

latihan berdiri dan berpindah dari

tempat tidur ke kursi

- Nenek G merasa ingin bisa berdir i

dengan mandiri dan ingin bisa berjalan

lagi dan semangat jika latihan senam

- Nenek G mengatakan aktivitasnya

sebagian dibantu oleh caregiver, karena

Nenek G sulit berdiri dan berjalan.

- Nenek G mengatakan untuk kebutuhan

sehari-hari, mandi, membersihkan

pakaian dan mobilisasi dibantu CG,

sedangkan kebutuhan yang lain mampu

mandiri.

- Nenek G mengatakan jarang rekreas i

karena sulit mobilisasi dan berjalan,

karena menggunakan kursi roda.

Objektif

- Nenek G beraktivitas menggunakan

kursi roda

Hambatan mobilitas fisik

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

- Nenek G terlihat lemah

- Nilai indeks Kazt (tingakat

kemandirian): 4, artinya tingkat

kemandirian sebagian atau gangguan

fungsional sebagian

- Nilai BBT (Berg Balance test): 26,

artinya Nenek G memiliki resiko jatuh

sedang, dan perlu menggunakan alat

bantu jalan

- Kaki kanan terlihat agak bengkak

- Tidak ada kontraktur pada ekstremitas

- Nenek G latihan berdiri dan berpindah

menggunakan bantuan walker

- Saat mandi, membersihkan pakaian,

terlhat Nenek G dibantu oleh caregiver

- Kemampuan berpindah dari duduk ke

berdiri dan sebaliknya menggunakan

bantuan walker atau berpegangan kursi

- Nenek G mampu menggerakkan

ekstremitas, rutin latihan ROM tiap pagi

- Kekuatan otot :

5555 5555

4444 4444

Subjektif:

- Nenek G mengatakan selama di STW

sudah jatuh 3x

- Nenek G mengatakan mengalami

Risiko jatuh

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

gangguan keseimbangan sehingga tidak

kuat berdiri lebih dari 2 menit

- Nenek G mengatakan belum pernah

dilatih keseimbangan, hanya latihan

senam ROM (range of motion).

- Nenek G mengatakan ingin bisa berdiri

dengan mandiri dan bisa berjalan lagi

- Nenek G mengatakan motivasi sangat

tinggi terhadap latihan fisik untuk

menguatkan otot kaki dan

meningkatkan keseimbangan tubuh

agar bisa berjalan

Objektif:

- Nenek G aktivitas di kursi roda

- Nenek G menggunakan alat bantu

kacamata

- Nenek G menggunakan walker saat

mau berpindah dari tempat tidur ke

kursi

- Penilaian BBT (Berg Balance Test):

26, artinya memiliki risiko jatuh

sedang,

- Penilaian MFS (Morse Fall Scale) 40,

artinya memiliki resiko jatuh rendah

- Nenek G terlihat tidak bisa berdiri tanpa

berpegangan lebih dari 2 menit, karena

gangguan keseimbangan seiring

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

pertambahan usia

- Nenek G berusia 83 tahun.

- Nenek G mengkonsumsi obat anti

hipertensi Amlodipin 1x 5 mg

- Lingkungan di kamar Nenek G, lantai

kamar mandi agak licin, tidak ada tanda

khusus di kamar yang mengidentifikasi

bahwa Nenek G berisiko jatuh,

sehingga oranglain yang berinteraksi

tidak mengetahui

- Nenek G mampu berpindah dari duduk

ke berdiri menggunakan bantuan walker

atau berpegangan pada kursi

- Nenek G sering tinggal sendirian di

kamar, tidak ada yang mengawasi, CG

yang bertugas lebih sering berada di

luar kamar

Subjektif

- Nenek G mengatakan bahwa merasa

tidurnya kurang cukup

- Nenek G mengatakan bahwa ia tidur

jam 22.00 wib, dan sering terbangun

pukul 02.00 dinihari, dan sulit untuk

tidur kembali

- Nenek G mengatakan karena kurang

tidur, pagi hari sering merasa ngantuk

Insomnia

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

dan lemas

Objektif

- Nenek G terlihat sering menguap saat pagi

hari

- Nenek G terlihat lemah, lemas dan kurang

bergairah

- Tampak kantung mata pada mata Nenek G,

dan ada garis hitam dibawah kelopak

mata

- Nenek G mengeluh sulit berkonsentrasi,

dan suka merasa pusing karena kurang

tidur

- Kesadaran compos mentis, TD; 130/80

mmHg, nadi 80x/menit, suhu: 36°C

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

Lampiran 3

RENCANA KEPERAWATAN NENEK G

Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Hambatan mobilitas fisik

TUM: Hambatan mobilitas fisik meningkat setelah diberikan tindakan keperawatan dalam waktu 7 minggu TUK:

1. Teridentifikasinya tingkat kekuatan otot dan kemampuan mobilitas fisik lansia

2. Lansia dapat mendemostra sikan tindakan-tindakan untuk meningkatkan mobili tas fisik dan mencegah kekakuan sendi

3. Lansia mampu melakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi secara mandiri

Individu akan: - Memperlihatkan

penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan

- Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan

- Berjalan dengan menggunakan langkah sejauh 50-100 meter

- Mampu berpindah dari tempat tidur ke kursi atau berjalan

MANDIRI

Observasi kemampuan mobilitas lansia secara fungsional setiap pagi

Evaluasi dan validasi keadaan lansia saat ini

Evalusi tingkat motivasi lansia untuk mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot

Diskusikan dengan lansia tentang masalah kekakuan sendi dan otot yang dialami klien

Diskusikan bersama lansia mengenai perawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi

Latih lansia dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas misalnya tongkat, walker, kruk atau kursi roda

Latih dan bantu lansia dalam

- Menentukan pilihan intervensi yang tepat

pada lansia

- Intervensi yang dilakukan sesuai dengan keadaan lansia saat ini

- Motivasi yang kuat untuk mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan partisipasi lansia dalam melakukan aktivitas

- Untuk mengetahui secara jelas penyebab

kekakuan pada sendi dan otot yang dialami

- Mengetahui sejauh mana usaha lansia menyelesaikan masalah

- Mendukung alat mobilitas yang tepat

- Melatih lansia menggunakan postur tubuh

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

proses berpindah misalnya dari tempat tidur ke kursi

Ingatkan lansia untuk mengubah posisi minimal setiap dua jam

Berikan penguatan positif

Motivasi dan bantu lansia untuk menggunakan alas kaki anti selip yang mendukung untuk berjalan

Latih lansia dalam latihan ROM aktif atau pasif

Motivasi lansia memprak tekkan latihan ROM yang telah dilatih bersama-sama

Motivasi lansia melakukan latihan ROM tiap pagi setelah bangun tidur dan sore hari sebelu mandi

Dokumentasikan tingkat

dan mekanika tubuh yang benar

- Mencegah terjadinya penekanan pada kulit dan mencegah terjadinya dekubitus

- Meningkatkan motivasi dan harga diri lansia

- Mencegah terjadinya cedera jatuh saat ambulasi

- Meningkatkan pengetahuan lansia dalam

mmpertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan sirkulasi

- Meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan sirkulasi secara berkelompok

- Meningkatkan dan mempertahankan

kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan sirkulasi secara mandiri

- Melihat perkembangan sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(Lanjutan)

kekuatan otot lansia KOLABORASI

Konsultasikan ke ahli terapi fisik dan okupasi

Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik

- Sumber untuk mengembangkan

perencanaan aktivitas lansia - Membantu mengurangi nyeri sebelum

melakukan mobilitas

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NENEK G

Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Risiko Jatuh Tujuan Umum:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 7 minggu

resiko jauh tidak terjadi

Tujuan Khusus

Setelah dilakukan intervensi

diharapkan lansia mampu:

1. Mempertahankan

mobilitas fisik pada

tingkat yang optimal.

2. Menyatakan keinginan

untuk berpartisipasi dalam

aktivitas

3. Mempertahankan atau

meningkatkan kekuatan

dan fungsi yang sakit

4. Menunjukkan perilaku

untuk melakukan aktivitas

a. Observasi cara lansia menggunakan alat

bantu dan cara berjalan lansia

b. Evaluasi kembali kekuatan otot lansia

c. Evaluasi kembali tingkat risiko jatuh

menggunakan FMS dan BBT

d. Latih lansia cara berjalan yang benar

e. Latih lansia untuk berjalan dengan

berpegagan, menggunakan alat bantu

walker dan mencari tempat yang aman

f. Evaluasi dan pantau rasa sakit atau

nyeri pada sendi

g. Motivasi lansia untuk berpartisipasi

pada latihan fisik atau senam yang ada

di panti sesuai kemampuan lansia dan

a. Mengetahui kebiasaan lansia

menggunakan alat bantu dan

berjalan lansia apakah sudah benar

atau belum

b. Mengetahui rentang kekuatan otot

c. Mengetahui risiko jatuh agar dapat

memberikan penangan risiko jatuh

yang tepat

d. Berjalan yang benar mengurangi

risiko jatuh

e. Mengurangi risiko jatuh

f. Nyeri menghambat mobilisasi

lansia

g. Meningkatkan semangat lansia

untuk latihan fisik yang bisa

meningkatkan kekuatan otot dan

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional

beri pendkes tentang risiko jatuh lansia

h. Motivasi lansia membuat jadwal

aktivitas untuk memberikan periode

istirahat diantara aktivitas atau kegiatan

i. Tunjukkan dan latih lansia latihan

rentang gerak aktif/pasif (ROM) dan

latihan keseimbangan

j. Orientasikan lingkungan dan beri

peringatan atau tanda pada tempat yang

berbahaya

k. Atur letak barang lansia dengan rapi

dan mudah dijangkau

l. Motivasi lansia menggunakan alas kaki

anti selip dan yang tidak licin

m. Bantu lansia saat ambulasi dan aktivitas

sehari-hari

n. Diskusikan dan delegasikan pada

caregiver untuk mengawasi dan

memperhatikan kegiatannya lansia

meningkatkan pengetahuan agar

waspada terhadap risiko jatuh

h. Mencegah kelelahan dan

mempertahankan kekuatan otot

dan sendi

i. Mempertahankan/meningkatkan

fungsi sendi, kekuatan otot dan

stamina umum, dan keseimbanagn

lansia.

j. Mempertahankan lingkungan yang

aman bagi lansia, menurangi risiko

jatuh

k. Memudahkan lansia mengambil

benda yang dibutuhkan

l. Menurunkan risiko jatuh

m. Memenuhi kebutuhan dasar lansia

dan memudahkan ambulasi

n. Mencegah dan menurunkan risiko

jatuh

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional

jangan sampai jatuh atau cidera

o. Kolaborasi dengan pihak panti dalam

memodifikasi lingkungan yang aman

untuk lansia, misalnya memberi tanda

khusus pada lansia yang berisiko jatuh

o. Memfasilitasi lingkungan yang

aman untuk lansia

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Rencana Tindakan Rasional

Umum Khusus

Insomnia Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama 5 minggu,

masalah insomnia

teratasi

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama

5 minggu, kriteria hasil yang diharapkan :

- Menyatakan waktu tidur

cukup - Menyatakan

dapat tidur

dengan nyenyak - Mengungkapkan

saat bangun tidur terasa segar

- Lansia mudah

berkonsentrasi dan tidak

mengantuk di pagi hari

- Lansia mengatakan

tidak mengalami kesulitan untuk tidur

MANDIRI:

- Diskusikan dan berikan kesempatan lansia

untuk menyampaikan keluhan yang

menyebabkan sulit tidur.

- Pantau lansia, adakah masalah gangguan fisik

yang menyebabkan insomnia, seperti adanya

nyeri, penyakit jantung, penyakit paru,

gangguan neurologi seperti demensia, atau

masalah eliminasi urin yang dapat

mengganggu tidur.

- Pantau pola eliminasi urin lansia, dan

penggunaan obat diuretik. Latih lansia untuk

mengurangi minum saat malam hari atau

menjelang tidur. Dan pastikan lansia minum

obat diuretik hanya di pagi hari, bukan di sore

atau malam hari

- Pantau apakah lansia merasa cemas atau

mengalami depresi

- Anjukan lansia untuk makan keju, kacang-

- Mendengar aktif dapat membantu

menentukan penyebab kesulitan

tidur.

- Gangguan tidur pada lansia

mungkin merupakan interaksi yang

kompleks dari perubahan yang

berkaitan dengan usia dan karena

ada masalah patologis

- Banyak minum pada malam hari

dan minum obat diuretik pada

malam hari, mengakibatkan

nokturia, yang dapat mengganggu

tidur lansia

- Perasaan cemas atau depresi

menyebabkan insomnia

- Susu dan beberapa kudapan tinggi

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

- Tidak tampak

kantung mata atau garis hitam dibawah mata

kacangan atau minum susu sebelum waktu

tidur

- Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk

tidur lansia, seperti matikan lampu, suasana

tenang/tidak ribut, ventilasi yang cukup

- Diskusikan bersama lansia setiap pagi tentang

kualitas tidur malam sebelumnya.

- Motivasi lansia untuk meningkatkan aktivitas

di siang hari, dan hindari tidur di siang hari

- Berikan pendidikan kesehatan kepada lansia

dan latih tentang teknik relaksasi seperti

imajinasi terbimbing, napas dalam, relaksasi otot progresif, dan meditasi

- Delegasikan dengan caregiver dalam

observasi tidur malam lansia dan pelaksanaan

latihan relaksasi sebelum tidur saat malam

hari

protein, seperti keju dan kacang,

mengandung L-trytophan, yang

dapat mempermudah tidur.

- Tindakan ini dapat memudahkan

lansia untuk istirahat dan tidur.

- Tindakan ini membantu mendeteksi

adanya gangguan tidur lansia

- Agar memudahkan tidur saat

malam hari, karena sudah lelah di

siang hari

- Upaya relaksasi yang bertujuan

biasanya dapat membantu

meningkatkan tidur.

- Memberikan informasi yang

berkelanjutan tentang tidur lansia di

malam hari, dan tentang efktivitas

tenik relaksasi untuk mengatasi

masalah tidur lansia

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351584-PR-Jusnimar.pdfuniversitas indonesia. analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

(lanjutan)

KOLABORASI:

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

pengobatan yang diprogramkan untuk

meningkatkan pola tidur normal lansia

- Agens hipnotik memicu tidur, obat

penenang menurunkan ansietas

Analisis praktik ..., Jusnimar, FIK UI, 2013