Author
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PERUBAHAN FUNGSI HUNIAN DAN KONFLIK TERITORI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur
EVITA NIDYASARI 0706269104
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2011
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Evita Nidyasari
NPM : 0706269104
Tanda Tangan :
Tanggal : 6 Juli 2011
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Evita Nidyasari NPM : 0706269104 Program Studi : Arsitektur Judul Skripsi : Perubahan Fungsi Hunian dan Konflik Teritori Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 6 Juli 2011
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Arsitektur Jurusan Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, cukup sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ahmad Gamal S.Ars., M.C.P, selaku dosen pembimbing, saya
mengucapkan terimakasih banyak atas saran-saran sehingga membuka
wawasan penulis dan telah meluangkan waktu, tenaga, kesabarannya,
memberikan semangat serta mortivasi yang membangun dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Abimanyu Takdir Alamsyah M.S, Ir. Antony Sihombing
MPD., Ph.D., dan Mohammad Nanda Widyarta B.Arch., M.Arch. selaku
dosen penguji, saya mengucapkan terima kasih atas saran dan kesempatan
yang telah diberikan.
3. Dosen-dosen Arsitektur Universitas Indonesia. Terima kasih banyak atas
ilmu yang diberikan selama ini.
4. Bapak Wahyudin selaku pengawas PT. Jaya Property yang telah memberi
informasi dan membantu dalam usaha memperoleh data dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Firman selaku ketua RT Bintaro yang telah meluangkan waktu,
berbagi cerita dan mengijinkan saya melakukan pengamatan di Jl. Bintaro
Utama 3.
6. Kepada seluruh responden dan narasumber penghuni serta pengurus
bangunan komersial Jl. Bintaro Utama 3, terima kasih atas partisipasi dan
kerjasamanya.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
v
7. Keluarga saya yang tercinta Mama, Papa, Inggar dan Mega yang telah
mendukung saya memberikan semangat agar dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
8. Jery Hendra yang telah membantu memberikan saran, dukungan moral dan
material, dan bersedia serta sabar dalam mengantarkan survey demi skripsi
saya.
9. Rafaza dan Nasya yang telah memberikan pencerahan dan menghibur
dikala saya stress saat menulis skripsi.
10. Azalia dan Jannah selaku teman satu bimbingan yang berbagi keluh kesah,
jatuh bangun, sedih senang selama proses penulisan skripsi saya dan
bersedia mendengarkan curhatan kebimbangan saya.
11. Teman-teman seperjuangan S1 Arsitektur UI angkatan 2007 yaitu Andro,
Fauzia, Novi, Adit dan Yoerli yang telah bersama-sama jatuh bangun, suka
duka dalam mata kuliah perancangan arsitektur, kenangan selama 4 tahun
tersebut tak akan terlupakan.
12. Sahabat saya tercinta Andha Rezeitha terima kasih atas segala bantuannya;
13. Staff administrasi Departemen Arsitektur UI atas semua bantuan dalam
administrasi penyusunan skripsi.
14. Rekan, sahabat dan semua kerabat yang tidak mungkin saya tuliskan satu
persatu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi ilmu Arsitektur.
Depok, 6 Juli 2011
Evita Nidyasari
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Evita Nidyasari
NPM : 0706269104
Program Studi : Arsitektur
Departemen : Arsitektur
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Perubahan Fungsi Hunian dan Konflik Teritori
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty
Nonekskluusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 6 Juli 2011
Yang Menyatakan
(Evita Nidyasari)
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii KATA PENGANTAR……………………….....................….............................. iii HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI......................................................... vi ABSTRAK .………………………......................…............................................ vii DAFTAR ISI ……………………………………...............….............................. ix DAFTAR GAMBAR………………………………...........…...............................xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii 1. PENDAHULUAN ……………………………………..................................... 1 1.1 Perubahan Fungsi Hunian menjadi Komersial di Kawasan Perumahan........... 1 1.2 Perubahan Fungsi Bangunan dan Konflik Teritori.....................................….. 3 1.3 Konflik Sosial dalam Perumahan dengan Pengembang…................................ 5 1.4 Perubahan Fungsi dan Penerimaan Dampak Sosial………................…......… 6 2. KAJIAN TEORI................................................………………….......…......... 7 2.1 Rumah sebagai Fungsi Hunian...........................................................................7 2.2 Rumah sebagai Fungsi Komersial ………………........…….......................... 12 2.3 Fenomena Perubahan Fungsi Bangunan sebagai Permasalahan Umum
Perumahan...................................................................................................... 15 2.3.1 Faktor Penyebab Perubahan Fungsi Lahan Bangunan…...............15 2.3.2 Dampak Perubahan Fungsi Lahan Bangunan............................... 17
2.4. Teritori ………………...............................................................……......…...18 2.4.1 Pola Teritorial Pada Kawasan Perumahan..............................….. 21
2.5. Perubahan Fungsi Bangunan Berdampak Terhadap Teritori Penghuni .........27 3. METODOLOGI............... ……….................................................................. 29
3.1 Penentuan Lokasi Pengamatan...................................................... 29 3.2 Metode Pengamatan...................................................................... 30 3.3 Pengumpulan Data........................................................................ 31 3.4 Teknik Analisa.............................................................................. 32
4. STUDI KASUS................................................................................................ 34 4.1 Gambaran Umum...................................................................................... 34 4.1.1 Bintaro Jaya sebagai Perumahan dengan Pengembang................ 34 4.1.2 Batas Wilayah dan Pencapaian..................................................... 34 4.2 Gambaran Umum Area Pengamatan Jl. Bintaro Utama 3........................ 36 4.3 Rumah sebagai Fungsi Hunian dan Komersial......................................... 37 4.4 Fenomena Perubahan Fungsi Bangunan di Jalur Pengamatan................. 39 4.5 Penyebab Perubahan Fungsi Bangunan.................................................... 41
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
viii
4.6 Dampak Perubahan Fungsi Lahan Bangunan Terhadap Konflik Teritori ................................................................................................................... 48 4.7 Teritorial dalam Pola Perumahan Linear.................................................. 48 4.8. Konflik Teritori dalam Perumahan Berpola Linear.................................. 51
4.8.1 Konflik Teritori terhadap Gangguan Parkir.................................. 51 4.8.2 Konflik Teritori terhadap Gangguan Visual dan Audio............... 55 4.8.3 Konflik Teritori terhadap Gangguan Keamanan........................... 57
5. KESIMPULAN.................................................................................................61 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................... 65
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Derajat Keruangan dalam Rumah..................................................11 Gambar 2.2. Tipe Jalan subdivision....................................................................21 Gambar 2.3. Letak Rumah di Pola Linear..........................................................22 Gambar 2.4. Hunian dengan GSB Jauh..............................................................23 Gambar 2.5. Hunian yang Tegak Lurus Jalan.....................................................24 Gambar 2.6. Letak Rumah di Pola Cluster.........................................................25 Gambar 4.1. Peta Lokasi Bintaro Jaya................................................................35 Gambar 4.2 . Ruas Jl. Bintaro Utama 3 yang diamati..........................................36 Gambar. 4.3. Perubahan Bangunan Komersial blok AP dan AM........................38 Gambar 4.4. Transformasi Perubahan Fungsi Bangunan...................................40 Gambar 4.5. Intensitas Perubahan Fungsi Bangunan.........................................41 Gambar 4.6. Kepadatan Perubahan Fungsi Bangunan Reklame........................46 Gambar 4.7. Pengelompokkan Pola Linear dan Cluster.....................................49 Gambar 4.8. Pengelompokkan Teritori...............................................................49 Gambar 4.9. Teritori Warga................................................................................50 Gambar 4.10. Spasial Konflik Teritori..................................................................52 Gambar 4.11. Kepadatan Parkir............................................................................53 Gambar 4.12. Lokasi Rumah Ibu Tati...................................................................53 Gambar 4.13. Konflik Teritori Ibu Tati................................................................54 Gambar 4.14. KonflikTeritori Bapak Wowor.......................................................55 Gambar 4.15. Teritori Bapak Wowor...................................................................56 Gambar 4.16. Teritori Bapak Elsyen....................................................................58
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuisioner Penghuni
Lampiran 2: Kuisioner Pengurus Bangunan Komersial
Lampiran 3: Tabulasi Kuisioner Penghuni
Lampiran 4: Tabulasi Kuisioner Pengurus Bangunan Komersial
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
1
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Perubahan Fungsi Hunian menjadi Komersial di Kawasan Perumahan
Perubahan fungsi lahan bangunan yang berada di kawasan perumahan
merupakan fenomena yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkat
kenyamanan dan keadaan lingkungan di sekitar kawasan perumahan. Hal tersebut
terjadi karena adanya persinggungan batasan kepemilikan wilayah antara hunian
dan komersial. Fenomena ini terjadi di perumahan dengan salah satu pengembang
yang pertama kali muncul di Jakarta yaitu Bintaro Jaya. Bagaimana dampak dan
perubahan yang terjadi setelah adanya persinggungan batasan kepemilikan
wilayah terhadap kehidupan penghuni di kawasan tersebut? Dampak dan
perubahan tidak hanya sebatas mengganggu aktifitas warga dalam kehidupan
berhuni namun juga berpengaruh terhadap segi privasi, kenyamanan, dan
kepemilikan wilayah yang dari waktu ke waktu juga berdampak kepada keadaan
lingkungan yang berubah.
Fenomena ini terjadi di kawasan perumahan dengan potensi lingkungan
yang mendukung untuk terjadinya perubahan fungsi bangunan hunian menjadi
tempat usaha. Walaupun sudah ada peraturan yang melarang hunian dijadikan
tempat usaha, tetapi kebutuhan dan aktifitas warga yang meningkat maka
diperlukan lahan yang lebih luas. Adanya persaingan untuk mendapatkan lahan
yang sesuai dengan ruang kebutuhan penduduk adalah sesuatu yang amat sulit,
sehingga saat ini lahan adalah sesuatu yang memiliki nilai tinggi dan terbatas. Hal
ini memicu perubahan fungsi bangunan di Jl. Bintaro Utama 3 karena beberapa
warga telah merubah huniannya menjadi tempat usaha sehingga menjadi pelopor
dalam perubahan fungsi bangunan. Seiring berjalannya waktu, jumlah bangunan
komersial menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah bangunan hunian.
Perubahan fungsi hunian di Jl. Bintaro Utama 3 ini menjadi daya tarik
untuk dipelajari karena tidak seperti kawasan perumahan lainnya yang memiliki
tempat yang terpisah antara hunian dan komersial. Namun di sepanjang jalan ini
berdiri dua fungsi bangunan komersial dan hunian yang berada di dalam satu
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
2
Universitas Indonesia
kawasan yang sama, sehingga dalam kawasan ini terbangun beberapa bangunan
komersial seperti salon, apotek, rumah makan dan toko-toko lainnya yang dari
waktu ke waktu semakin bertambah dan terlihat sudah menjadi hal yang biasa
sehingga merubah fungsi utama rumah sebagai hunian.
Sebagai manusia, kita dapat memiliki tempat tinggal yang dapat digunakan
sebagai tempat beristirahat yang nyaman, tempat berkumpul keluarga dan kerabat
serta untuk melakukan kegiatan. Tempat tinggal yang kita miliki seharusnya
menjadi ruang privat bagi penghuninya. Oleh karena itu pada jaman yang sudah
berkembang pada saat ini, banyak sekali pengembangan perumahan yang
menawarkan tempat tinggal yang sangat menjanjikan untuk memberikan ruang
privat yang baik pada setiap manusia, baik yang sudah berkeluarga maupun
belum berkeluarga.
Semakin bertambahnya penduduk yang berada di ibukota Jakarta, semakin
meningkat juga kebutuhan tempat tinggal dan semakin banyak pula pengembang
yang berlomba untuk memberikan dan membangun perumahan dengan konsep
terbaik yang ditawarkan kepada konsumen. Di ibukota seperti Jakarta, perumahan
dengan pengembang seperti Bintaro Jaya menjadi salah satu jenis hunian yang
dicari-cari oleh konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal atau
perumahan yang direncanakan oleh pengembang akan lebih terkontrol dari segi
pembangunan dan pengembangannya, karena dari segi kepadatan hingga tata letak
bangunan dan akses dapat diatur dan ditentukan oleh pengembang. Akibatnya,
pembangunan perumahan dengan pengembang semakin meningkat sesuai dengan
permintaan pasar yang sangat tinggi. Pembangunan perumahan dengan
pengembang ini mengacu kepada hunian yang saling melengkapi dan menunjang
seluruh kebutuhan penghuni dengan berbagai fasilitas yang diberikan.
Saat ini konsumen membeli hunian berdasarkan investasi, nilai tinggi,
keamanan, identitas dan privasi. Hal ini sebagai tantangan bagi para pengembang
untuk membuat suatu hunian yang baik. Perumahan dengan pengembang
menjanjikan suatu lingkungan hunian yang dapat memberikan rasa nyaman bagi
penghuni karena perumahan juga merupakan suatu wadah aktifitas berkegiatan
dan bersosialisasi. Fenomena yang terjadi di Jl. Bintaro Utama 3 justru tidak dapat
menjanjikan keadaan yang diharapkan sesuai dengan kenyataan sebelumnya,
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
3
Universitas Indonesia
bahkan yang terjadi justru suatu kawasan memiliki dua fungsi yaitu hunian dan
komersial yang berdiri dan berkegiatan berdampingan dalam suatu kawasan yang
sama.
Beberapa dampak muncul akibat adanya perubahan fungsi lahan yang
menyangkut segi ekonomi, lingkungan dan sosial (permendagri no.4/1996 dalam
perubahan penggunaan lahan). Dari segi ekonomi dapat dilihat terbukanya lahan
perkerjaan yang baru bagi karyawan yang berkegiatan di tempat usaha, lalu
adanya pajak yang diberlakukan oleh pengembang dan pemerintah daerah akan
kegiatan usaha yang berlangsung dan mejadikan kawasan ini sebagai kawasan
yang memiliki nilai tinggi untuk suatu usaha. Hal kedua dari segi lingkungan yang
berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap
tata ruang perumahan yang menjadi tidak teratur, terlihat lebih berantakan dan
kumuh serta mengakibatkan polusi dan sirkulasi jalan yang lebih padat yang
ditimbulkan dari kegiatan komersial tersebut. Dampak ketiga terhadap sosial,
dampak sosial ini mencakup gangguan yang terjadi dalam kehidupan warga
misalnya konflik kepemilikan wilayah (teritori). Hal ini terjadi dengan indikasi
lingkungan yang sudah terpengaruh oleh kegiatan komersial maka akan timbul
gangguan baik dari segi visual, audio maupun privasi masing-masing penghuni
yang menjadikan nilai huni di kawasan perumahan ini menurun. Suatu perumahan
yang direncanakan pengembang seharusnya dapat mengontrol tata letak dan
fungsi bangunan dari tahun per tahun agar tidak terjadi adanya perubahan fungsi
lahan bangunan yang seharusnya tidak terjadi.
1.2 Perubahan Fungsi Bangunan dan Konflik Teritori
Kegiatan bangunan komersial pada kawasan perumahan merupakan suatu
pergeseran fungsi dasar hunian pada perumahan. Permasalahan ini tidak bisa
dilihat sebagai kedua hal yang terpisah karena keberadaan hunian dan komersial
berada di satu kawasan yang sama. Keberadaan di tempat yang sama ini akan
mengakibatkan persinggungan di antara kedua bangunan tersebut. Persinggungan
yang dimaksud adalah ketika batasan kepemilikan wilayah seseorang akan daerah
perumahannya dimasuki oleh pihak lain yaitu kegiatan ataupun keberadaan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
4
Universitas Indonesia
bangunan komersial yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap lingkungan
perumahan.
Konflik teritori adalah bentrokan atau persinggungan area terhadap
batasan kepemilikan wilayah yang diakui secara hak atau persepsi dari setiap
orang, khususnya warga Jl. Bintaro Utama 3. Wilayah yang diakui secara hak
berupa kepemilikan yang jelas atau sah (memiliki surat-surat kepemilikan
bangunan dan tanah) atas suatu wilayah, sehingga batasan teritori bisa ditentukan
dengan batasan property tiap besaran luas kavling (batasan fisik). Sementara
wilayah yang diakui secara persepsi menjelaskan bahwa hak atas suatu wilayah
yang didasari oleh kepemilikan secara sah tidaklah cukup karena bisa berupa
kehendak atas penguasaan dan kontrol dari suatu tempat, sehingga munculah
batasan-batasan teritori berdasarkan perasaan, pembauan dan pendengaran (non
fisik).
Batasan teritori berdasarkan persepsi menjadi penting untuk dikaji karena
persinggungan yang terjadi berada di sepanjang jalan raya yang notabene adalah
ruang publik yang dapat diakses oleh umum. Namun, karena kepemilikan wilayah
berdasarkan persepsi yang bisa diakui melalui perasaan, pendengaran dan
penglihatan (batasan non fisik) sehingga keseluruhan Jl.Bintaro Utama 3 tersebut
masih termasuk ke dalam wilayah kepemilikan penghuni yang masih berada dekat
dengan hunian mereka. Apabila wilayah tersebut dimasuki, dirusak atau dilanggar
oleh orang lain yang tidak dikenal sehingga terjadinya persinggungan antara
kedua daerah kekuasaan hunian dan komersial, maka akan berpengaruh terhadap
kenyamanan penghuni yang semestinya cenderung membutuhkan ketenangan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hunian memiliki makna lebih daripada
suatu bangunan yang juga mencakup kawasan sekitar perumahan yaitu suatu
tempat naungan untuk tinggal, berkegiatan, membentuk pola kepribadian dan
tempat untuk bersosialisasi dengan masyarakat yang membutuhkan suatu kawasan
lingkungan yang baik untuk dapat mendukung kehidupan warganya.
Aktifitas, kebutuhan penghuni, jumlah warga Bintaro yang meningkat
serta lokasi Jl. Bintaro Utama 3 yang berpotensi komersial, secara tidak langsung
berdampak terhadap keseimbangan lingkungan kawasan hunian. Kawasan hunian
yang dimiliki oleh seseorang mencakup lingkungan sekitar perumahan dan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
5
Universitas Indonesia
menjadi bagian dari penggunaan kehidupan para penghuni. Namun kawasan ini
sudah terkontaminasi oleh kegiatan komersial karena tujuan kedatangan tamu
berasal dari seluruh daerah yang bukan hanya berasal dari kawasan perumahan
Bintaro saja namun juga berasal dari segala penjuru daerah. Kawasan perumahan
Jl. Bintaro Utama 3 menjadi fleksibel karena tidak ada filtrasi pengunjung datang
yang dikenal atau tidak oleh penghuni kawasan perumahan ini, sehingga orang-
orang yang datang ke kawasan perumahan secara umum dapat keluar dan masuk.
1.3 Konflik Sosial dalam Perumahan dengan Pengembang
Pembahasan daerah perumahan yang digunakan adalah perumahan dengan
pengembang. Bentuk perumahan ini bisa dibayangkan oleh masyarakat akan
keadaan lingkungan yang terbangun dan terbentuk di kemudian hari yang
menjanjikan perumahan nyaman dan aman serta dilengkapi oleh beberapa
fasilitas. Lain halnya dengan permukiman yang belum bisa dibayangkan
bagaimana perkembangan lingkungan ke depannya karena perkembangan hunian
di permukiman tidak memiliki konsep pembangunan seperti perumahan yang
dibangun oleh pengembang.
Setelah saya mengetahui masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
bahwa ada beberapa dampak yang terjadi yang diakibatkan oleh perubahan fungsi
lahan bangunan yaitu dari segi ekonomi, lingkungan dan sosial. Penulis akan
membatasi lingkup penulisan terhadap dampak masalah dari segi sosial yang
memiliki konflik di dalamnya. Konflik sosial berupa intensitas gangguan seperti
apa yang terjadi, antara apa, siapa yang terlibat dan gangguan seperti apa saja
yang terjadi di dalam masalah ini. Penulis akan menyertakan beberapa hasil
wawancara, kuisioner dan pengamatan sebagai metodologi penulisan yang
kemudian akan dianalisa dalam menjawab masalah dan fenomena yang terjadi.
Penulisan skripsi akan berakhir pada perubahan dan konflik yang terjadi antara
pihak komersial dengan penghuni serta pihak komersial dengan pengembang.
1.4 Perubahan Fungsi dan Penerimaan Dampak Sosial
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencapai sebuah pemahaman
mengenai perubahan fungsi bangunan pada kawasan hunian dengan beberapa
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
6
Universitas Indonesia
sasaran. Sasaran pertama mengenai dampak yang terjadi akibat perubahan fungsi
bangunan di kawasan Jl. Bintaro Utama 3. Sasaran berikutnya mengenai
bagaimana sikap penghuni dan pengembang saat menyikapi adanya ruang usaha
yang berada di tengah-tengah kawasan hunian dengan penerimaan sosial yang
berbeda-beda. Selanjutnya mencari tahu apakah kawasan perumahan di Bintaro
Jaya telah sesuai dengan perumahan yang baik di Jakarta apabila telah terjadi
beberapa perubahan fungsi bangunan menjadi komersial di kawasan hunian.
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini bagi masyarakat dapat
menjadi rekomedasi bagi calon pembeli hunian untuk memilih perumahan yang
baik dan nyaman. Kemudian dapat menjadi bahan rekomendasi pemerintah dan
pengembang untuk menyikapi masalah tentang pengendalian lahan hunian yang
berubah fungsi dan pemanfaatan ruang di jalan utama agar terkontrol dengan baik.
Dengan demikian dapat memperhatikan batasan-batasan privasi penghuni yang
berhak mendapatkan ketenangan dan dapat saling menguntungkan baik untuk
pengembang, penghuni dan warga sekitar komplek.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
7
Universitas Indonesia
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
7
Universitas Indonesia
BAB 2 KAJIAN TEORI
Fungsi bangunan di kawasan perumahan yang beralih menjadi fungsi
komersial membuat suatu fenomena yang terus menerus terjadi dan semakin
bertambah jumlahnya di setiap tahun. Kawasan perumahan seperti ini memiliki
dua fungsi yang berbeda yaitu rumah sebagai fungsi hunian dan rumah sebagai
fungsi komersial. Fenomena perubahan fungsi menjadi komersial di kawasan
perumahan membuat suatu fungsi bangunan yang seharusnya sebagai rumah
tinggal bertransformasi menjadi sebuah tempat komersial. Perubahan ini menjadi
suatu permasalahan dalam perumahan karena terkait dengan perubahan fungsi
bangunan menjadi komersial yang menimbulkan konflik dalam kehidupan sehari-
hari khususnya konflik teritori sehingga memiliki dampak terhadap kualitas layak
huni warga yang tinggal di kawasan perumahan tersebut.
2.1 Rumah sebagai fungsi Hunian
Rumah tidak hanya sekedar sebuah bangunan saja, namun memiliki arti
yang lebih bagi penghuninya yang memiliki fungsi tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan manusia. Dalam fenomena perubahan fungsi di kawasan
perumahan, terdapat dua fungsi berbeda yang berada dalam satu kawasan, yaitu
rumah sebagai fungsi hunian, kemudian berubah secara bertahap dengan beberapa
unit yang bertransformasi menjadi rumah berfungsi komersial. Rumah sebagai
hunian adalah kebutuhan dasar manusia sebagai ruang untuk bernaung dan
berkegiatan, baik itu kegiatan yang bersifat pribadi dan kegiatan yang
berhubungan dengan orang lain. Rumah tidak hanya memiliki fungsi tunggal
sebagai hunian yang memiliki sifat keruangan lebih privat namun rumah juga
berhubungan dengan lingkungan sekitar yang lebih besar skalanya yaitu
perumahan. Menurut Doxiadis (1968) perumahan berupa beberapa elemen yang
mencakup isi di dalamnya yaitu shelter, house, housing dan human settlement.
Pertama yaitu shelter yang memiliki definisi perlindungan terhadap
gangguan eksternal baik dari alam, binatang dll. Shelter hanya sebatas naungan
untuk berlindung saja belum bisa untuk berhuni dan berkegiatan. Kemudian yang
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
8
Universitas Indonesia
kedua adalah house yang diartikan sebagai struktur bangunan untuk bertempat
tinggal. House sudah dalam bentuk satuan unit bangunan yang memiliki ukuran
dan besaran (dimensi) yang sudah memiliki ruang-ruang sebagai tempat untuk
berkegiatan dan tinggal. Ketiga adalah housing yang memiliki definisi
perumahan, hal yang terkait dengan aktivitas bertempat tinggal (membangun,
menghuni) yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungannya.
Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memunkinkan lingkungan perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya
yang berupa jalan, jaringan listrik, saluran air dan pembuangan sampah.
Sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya yang
berupa tempat peribadatan, pendidikan, perbelanjaan dan pelayanan umum.
Dalam skala ruang lingkup yang lebih besar berupa human settlement,
yaitu kumpulan (agregat) perumahan dan kegiatan permukiman. Berdasarkan UU.
pasal 1 tentang perumahan dan permukiman yang dimaksud dengan permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perkehidupan dan penghidupan. Semua shelter sampai human settlement berada di
dalam habitat. Clements dan Shelford dalam Wikipedia mengatakan, habitat
adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies atau populasi spesies
atau kelompok spesies atau komunitas. Jadi habitat sebagai lingkungan kehidupan
(tidak sebatas manusia). Bila dilihat dari lingkungan bahwa house sebagai
individual hunian berada di dalam human settlement yang berupa sekelompok
rumah yang berada di suatu habitat sebagai lingkungan kehidupan untuk tempat
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pembangunan rumah dan perumahan melibatkan banyak peran baik dari
pemerintah, swasta maupun tenaga ahli dalam bidangnya. Secara keseluruhan
pembangun perumahan dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembangunan oleh
pemerintah, pengembang dan arsitek (Woods, 1953, p.6). Pertama adalah
pembangunan unit perumahan umum yang merupakan salah satu perencanaan
yang dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan ini merupakan subsidi pemerintah
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
9
Universitas Indonesia
dan disewakan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kedua adalah
pembangunan perumahan dengan pengembang sebagai pihak swasta, disini
perumahan diproduksi, didesain serta dipasarkan oleh pengembang. Dalam
pembangunan perumahan, pengembang sebagai pembangun rumah dan kawasan
tidak mengetahui siapa yang akan menempati rumah yang mereka bangun
sehingga penghuni kelak yang akan membeli dan menghuni tidak campur tangan
atas desain yang terbentuk. Selanjutnya adalah pembangunan perumahan dengan
jasa arsitek, arsitek berperan sebagai pendesain yang merealisasikan keinginan
klien akan hunian yang akan dibangun. Hubungan arsitek dan klien sangat erat
dan intim. Arsitek bisa mengetahui apa kemauan dari klien dan bagaimana rumah
yang bisa menjadi daerah privat penghuni terbentuk dan terbangun, tanpa ada
campur tangan pihak lain.
Di ibukota seperti Jakarta, perumahan dengan pengembang menjadi salah
satu jenis hunian yang dicari-cari oleh konsumen saat ini. Hal tersebut
dipengaruhi oleh alasan tempat tinggal atau perumahan yang direncanakan oleh
pengembang akan lebih terkontrol dari segi pembangunan serta pengembangan
karena dari segi kepadatan, tata letak bangunan dan akses dapat diatur dan
ditentukan oleh pengembang itu sendiri.
Rumah yang diharapkan oleh penghuni adalah rumah yang bisa memiliki
tempat yang nyaman dengan pencapaian kualitas yang baik di dalamnya, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Menurut Untermann dan Small (1977,
p.39) “pencapaian kualitas yang baik di dalam rumah memiliki beberapa syarat
yaitu mencakup aspek teritori, keleluasan privasi, orientasi, identitas dan
aksesibilitas”.
Teritori dapat dilihat melalui perasaan, pendengaran, perabaan dan
pembauan (non fisik) dan melalui pengakuan kepemilikan wilayah melalui
batasan fisik seperti contohnya wilayah taman depan, teras, balkon maupun
kawasan perumahan itu sendiri. Dalam skala yang lebih kecil, teritori dapat
berupa ruang-ruang dalam hunian sehingga pembatasan teritori tersebut berupa
batasan fisik seperti dinding atau pagar (Untermann dan Small, 1977, p.40).
Kemudian aspek orientasi berhubungan dengan pencahayaan alami yang berasal
dari matahari, pergerakan udara dan pemandangan. Kualitas tapak yang baik harus
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
10
Universitas Indonesia
bisa mencakup ketiga aspek tersebut sehingga dapat memenuhi kualitas rumah
yang dinamis. Dalam aspek identitas, pemilihan gaya rumah merupakan salah satu
ciri identitas diri yang dipertahankan oleh setiap individu. Lewat desain dan
rumah yang dipilih akan menunjukkan status sosial seseorang sehingga rumah
dapat mencerminkan diri para penghuni di dalamnya. Selanjutnya adalah
pencapaian kualitas melalui aksesibilitas, aksesibilitas adalah kemudahan
pencapaian dalam ruang-ruang di dalam rumah sehingga dapat dijangkau oleh
seluruh penghuni baik sehat maupun cacat fisik. Derajat aksesibilitas harus
disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap usia yang bisa mencapainya, dimana
ada aksesibilitas yang harus dijauhkan karena bahaya untuk anak-anak bila bisa
menjangkaunya. Aksesibilitas kawasan lingkungan adalah kemudahan akses
untuk keluar dan masuk tanpa ada yang menghalangi. Kualitas selanjutnya
mengenai keselamatan yang merupakan salah satu rasa keamanan yang
terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman yang bisa membahayakan
keselamatan jiwa dan harta benda. Hal ini berkaitan dengan penempatan lokasi
rumah dimana suatu bentuk hunian yang terbuka lebih terancam keselamatannya
dibandingkan berada di dalam pola rumah yang lebih tertutup dengan penjagaan
yang lebih ketat. Kemudian aspek yang terakhir adalah kualitas pencapaian
keleluasaan pribadi (privasi). Privasi di dalam rumah dapat dicapai dengan
batasan ruang dan penataan ruang yang tepat. Batasan ruang dapat membatasi dan
mengontrol aksesibilitas bagi orang umum. Batasan ruang privasi dibagi menjadi
dua yaitu privasi visual dan privasi audio (Carmona, 2003).
Privasi visual yang dibagi ke dalam dua tahap, yaitu privasi internal dan
privasi eksternal. Privasi internal bisa dibuat dengan suatu batasan di dalam rumah
seperti pintu dan kaca ruangan yang tidak bisa dilihat ke dalam. Lebih baik
peletakan batasan ruang semakin ke dalam memiliki ruang yang semakin privat,
contohnya pintu masuk dan ruang tamu setidaknya jauh dari kamar tidur. Privasi
eksternal bisa diciptakan dengan menghindari pintu masuk (batasan antara ruang
luar dan dalam rumah seperti pagar pembatas) yang saling berdekatan dan
bersebelahan dengan tetangga. Letak pagar sebagai pembatas yang memiliki
posisi lebih jauh dari bangunan rumah dan lebih rapat, derajat keprivasiaannya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih dekat dan renggang.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Privasi audio berupa suara yang tidak diinginkan seperti bising yang dapat
mengganggu kegiatan privasi. Tingkat kebisingan tergantung kepada desibel
volum suara dan jarak bising ke pendengar, semakin dekat dengan sumber suara
maka akan semakin tinggi pula tingkat kebisingannya. Untuk menghindari
kebisingan dapat digunakan penyaring suara seperti pada isolasi yang terletak di
jendela dan dinding serta dari alam dapat menggunakan pohon.
Batasan ruang privasi menjadikan suatu ruang terjaga dan terhindar dari
gangguan. Batasan-batasan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan ruang yang
disesuaikan oleh fungsi bangunan yang diinginkan, dimana suatu batasan bisa
menjadi publik dan bisa membuat ruang menjadi privat.
Gambar 2.1 Derajat Keruangan dalam Rumah
(Sumber: Matthew Carmona, Urban Spaces& Public Places)
Kebutuhan privasi mendasari munculnya hirarki ruang yang berbeda di setiap
ruang yang memiliki tingkat privasi yang berbeda yaitu dimulai dari ruang yang
sangat publik hingga ruang yang sangat privat. Gambar ini menjelaskan tentang
penataan tata ruang pada rumah bahwa semakin ruang ke arah depan merupakan
daerah yang lebih umum, dikarenakan dekat dengan akses jalan (bersifat publik),
kemudian di ruang domestik rumah tingkat privasi dilihat dari posisi ruang,
tingkatannya adalah ruang yang bisa diakses oleh umum berada di dekat pintu
masuk, semakin ke dalam dan semakin ke atas merupakan ruang yang lebih
privat.
Privasi juga salah satu kebutuhan pengguna untuk mendapatkan kualitas
ruang huni yang layak karena dengan privasi maka akan terjauh dari segala
gangguan yang dapat membuat penghuni tidak nyaman. Seseorang dapat
mencapai privasi dalam ruang ketika ia dapat terhindar dari segala gangguan dari
luar. Sifat privasi bisa memudar disaat rumah berada di kepadatan tinggi sehingga
keleluasaan pribadi saat memasuki dan meninggalkan rumah menjadi sulit
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
12
Universitas Indonesia
diperoleh. Kepadatan tinggi bisa dilihat dari banyaknya perubahan fungsi
bangunan di kawasan perumahan tersebut yang beralih menjadi komersial
sehingga kawasan tersebut memiliki fungsi campuran antara hunian dan komersial
di dalam satu area yang sama yang memicu intensitas kepadatan orang yang
melalui kawasan perumahan tersebut menjadi ramai. Peraturan tata letak
bangunan yang memisahkan antara komersial dan hunian dapat
meminimalisasikan gangguan privasi, namun di Indonesia pola seperti itu tidak
sepenuhnya efektif karena dapat dilihat dari beberapa perumahan yang memiliki
fungsi campuran sehingga batas antara keprivatan area seseorang menjadi tidak
jelas.
2.2 Rumah sebagai Fungsi Komersial
Perumahan tidak berdiri sendiri namun di dalam kawasan perumahan juga
terdapat sarana lingkungan yang menunjang aktifitas dan kebutuhan warganya,
salah satunya adalah tempat komersial. Dalam fenomena perubahan fungsi
bangunan, kegiatan komersial menjadi jenis kegiatan yang memicu perubahan
fungsi bangunan di kawasan perumahan. Untuk dapat mengenal jenis kegiatan
komersial ini diperlukan pembahasan mengenai definisi dan jenis kegiatan serta
karakteristiknya.
Bangunan komersial adalah tempat perbelanjaan yang terdiri dari
bangunan dan ruang sewa yang dikhususkan untuk mewadahi fungsi perdagangan
(Marlina, 2008). Sedangkan tempat komersial menurut kamus bahasa indonesia
adalah ruang yang tersedia sehingga memungkinkan adanya kegiatan yang
berhubungan niaga atau perdagangan yang dibuat untuk mencari keuntungan.
Kegiatan di tempat komersial adalah kegiatan bertemunya pedagang dan pembeli
yang berlangsung secara dua arah. Sehingga dapat dikatakan, rumah sebagai
fungsi komersial ditujukan sebagai ruang naungan yang berfungsi sebagai wadah
untuk kegiatan berdagang.
Transformasi fungsi hunian menjadi komersial di kawasan perumahan
menjadikan Indonesia mempunyai lokasi perdagangan yang bercampur dengan
hunian sehingga jenis tempat komersial di Indonesia mempunyai sebuah warung
dan pertokoan. Warung memiliki fungsi utama menjual barang kebutuhan sehari-
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
13
Universitas Indonesia
hari dengan radius maksimum 500 meter. Lokasi warung yang berada di dalam
kawasan perumahan membuat fungsi rumah menjadi kegiatan berdagang, karena
warung yang berkembang di Indonesia merupakan transformasi dari rumah
(hunian). Sedangkan pertokoan yang juga memiliki fungsi sama dengan warung,
memiliki lokasi tersendiri yang terpisah dengan hunian kawasan sekitar
perumahan dengan tujuan sasaran pengunjung adalah seluruh warga satu komplek
perumahan dengan tujuan mudah dicapai oleh warga yang bermukim di sekitar
tempat komersial tersebut, dengan lokasinya yang berada di dalam perumahan
sehingga tidak perlu menyebrang ke jalan lingkungan dan cakupan pembeli adalah
penghuni perumahan dan warga sekitar perumahan.
Kebijakan tata guna lahan saat ini sudah mengarahkan kepada
pengelompokkan fungsi-fungsi yang sama sehingga memisahkan dengan fungsi
yang berbeda seperti contohnya pengelompokkan bangunan komersial dengan
komersial lalu pengelompokkan bangunan hunian dengan hunian. Namun
keberadaan warung cukup membuat pengelompokkan fungsi bangunan yang sama
menjadi tidak efektif karena masih dapat terlihat percampuran dua fungsi yang
berbeda antara komersial dan hunian.
Bentuk kawasan komersial yang memiliki fungsi tersendiri dalam satu
kawasan dapat dilihat dari jenis kawasan komersial neighbourhood center,
community center dan regional center. Kestrategisan lokasi perdagangan sangat
diperhitungkan dalam keberhasilan usaha karena potensi lokasi yang strategis dan
mudah dijangkau dengan transportasi baik umum maupun pribadi ditujukan agar
memudahkan pengiriman barang dan menjangkau pelanggan lebih banyak.
Penentuan lokasi perdagangan berkaitan dengan penempatan jenis tempat
komersial karena posisi tempat komersial bergantung kepada cakupan area
perdagangan yang terkait dengan kedekatan wilayah antar pusat perkotaan, hal ini
akan menentukan ukuran dan jenis perdagangan. Pembagian wilayah terhadap
jenis tempat komersial adalah neighbourhood center, community center dan
regional center (Porterfield, 1995, p.126).
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Jenis kawasan komersial
(Sumber : Gerald Potterfield, A Concise Guide To Community Planning)
Dari letak lokasi yang mendekati pusat kota ( regional center ) memiliki
besaran ruang komersial yang lebih luas dan lengkap dibandingkan lainnya karena
cakupan pembeli dan penjual berasal dari berbagai daerah yang berkumpul
menjadi satu di pusat wilayah. Jenis-jenis komersial di atas merupakan contoh
sebuah kawasan komersial yang memiliki kawasan tersendiri dengan membatasi
fungsi yang masih berkaitan dengan kegiatan jual dan beli sehingga tidak
bercampur dengan fungsi lain diluar fungsi tersebut dan direncanakan dengan
tujuan tertentu yang sifatnya khusus yaitu berdagang yang dapat dilihat dari jenis
barang yang diperdagangkan serta kapasitas tempat yang memuat 2.500-150.000
karena sifat perdagangan adalah mendatangkan pengunjung atau pembeli
sehingga kapasitas disesuaikan dengan wilayah yang dicakup.
Neighbourhood center Community center Regional center
lokasi Berada di jalan utama
suatu lingkungan.
mengelompok dengan
pusat lingkungan.
Berada di
lingkungan yang
lebih besar,
misalnya
mengelompok
dengan kecamatan.
Berada di
kelompok pusat
wilayah dengan
fasilitas
transportasi dan
komuniti center
isi Sayur mayur,
kebutuhan sehari-hari,
restaurant
Sayur mayur,
kebutuhan sehari-
hari, restaurant
sarana niaga
Sayur mayur,
kebutuhan sehari-
hari, restaurant
sarana niaga yg
lebih besar.
Ukuran
dan
kapasitas
30.000-50.000 sf
2500-40.000 orang
100.000-300.000 sf
40.000-150.000
orang
400.000-
1.000.000sf
Lebih dari 150.000
orang
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
2.3. Fenomena Perubahan Fungsi Bangunan sebagai Permasalahan
Umum Perumahan
Perumahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan
wilayah yang harus didukung oleh baik tidaknya kehidupan perumahan di dalam
wilayah tersebut. Kendala yang muncul mengakibatkan terhambatnya
perkembangan pembangunan dalam suatu wilayah, hal ini dapat mempengaruhi
kehidupan penghuni perumahan. Berdasarkan halaman website, permasalahan
umum yang terjadi pada suatu perumahan biasanya terkait dengan beberapa
elemen yaitu perkembangan penduduk di perkotaan, pertanahan, pengembangan
wilayah dan prasarana lingkungan (kuliah arsitektur, 2008).
Masalah perkembangan penduduk (perkotaan) meliputi laju pertumbuhan
kota yang tinggi mengakibatkan jumlah penduduk yang semakin besar dan
semakin meningkat pula kebutuhan yang dperlukan. Kebutuhan yang meningkat
inilah memicu perubahan kualitas hidup. Bila dilihat dari segi perumahan dan
kehidupannya, hal tersebut menjadikan nilai rumah bergeser (pertanahan) dari
kebutuhan dasar untuk dihuni menjadi status sosial dan komoditi ekonomi yang
meyebabkan menurunnya fungsi dasar permukiman. Berdasarkan peraturan
mentri dalam negri no. 1 thn. 2008 pasal 1 tentang pedoman perencanaan kawasan
perkotaan, definisi dari perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan baru
atas tanah yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang
wilayah kabupaten atau kota. Fenomena perubahan fungsi bangunan ini juga
dipengaruhi oleh terbatasnya ruang gerak penyediaan lahan untuk pengembangan
fasilitas umum dan prasarana lingkungan. Hal tersebut terjadi karena harga lahan
yang semakin tinggi sehingga memicu persaingan untuk pemanfaatan ruang yang
sesuai dengan lokasinya. Perubahan fungsi lahan bangunan merupakan gejala
umum yang seringkali terjadi di ibukota Jakarta. Gejala ini memiliki beberapa
faktor dan beberapa dampak sosial dan lingkungan.
2.3.1 Faktor Penyebab Perubahan Fungsi Lahan Bangunan
Perubahan fungsi lahan bangunan yang menjadi permasalahan pada
perumahan memiliki faktor pemicu sehingga dapat berpotensi komersial. Enam
faktor penting dalam proses perubahan pemanfaatan lahan perumahan menurut
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
Yunus adalah karakteristik nilai lahan, kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan,
karakteristik personal pemilik lahan, peraturan pemanfaatan lahan dan inisiatif
pembangun komersial (dalam Syahrir 2010).
Faktor pertama mengenai karakteristik nilai lahan yang merupakan suatu
kondisi ekonomi yang memperhitungkan nilai lahan bila dilihat dari produktifitas
yang terjadi di lahan tersebut. Semakin tinggi produktifitas yang terjadi di suatu
lahan, maka semakin tinggi pula nilai suatu lahan. Produktifitas yang tinggi
menjadikan lahan suatu kawasan yang aktif. Dalam kawasan komersial
pemanfaatan lahan dilakukan semaksimal dan seefisien mungkin agar tercapai
peningkatan penghasilan yang bisa mendatangkan keuntungan.
Faktor kedua dilihat dari kelengkapan utilitas umum di lahan tersebut.
Semakin dekat lokasi perumahan dengan pusat kota, maka semakin lengkap pula
utilitas umum yang memadai. Hal ini dipengaruhi oleh nilai lahan karena pada
dasarnya pusat kota atau perumahan membutuhkan utilitas yang lebih lengkap
untuk menunjang kehidupan dan kegiatan warganya sehingga memerlukan biaya
yang lebih besar dibandingkan lokasi lainnya.
Selanjutnya adalah aksesibilitas lahan untuk menarik pelanggan bila dekat
dengan pusat kota, semakin tinggi intensitas dan keragaman kegiatan yang
memberi fasilitas saling melengkapi (Spreiregen, 1960). Pengaruh ring road dan
radial road sangat dominan dalam perubahan fungsi lahan. Perubahan menjadikan
perpotongan jalan antara keduanya menyebabkan tumbuh pusat-pusat
perdagangan dan jasa komersial baru (Yunus dalam Syahrir 2010).
Keempat mengenai faktor karakteristik personal pemilik lahan dimana
perubahan pemanfaatan lahan perumahan bukan hanya berasal dari luar
perumahan, tetapi juga berasal dari dalam masyarakat yang menghuni kawasan
perumahan tersebut. Contohnya seperti pertambahan penduduk yang dapat
merubah struktur masyarakat, seperti perubahan mata pecaharian yang akhirnya
mencari lahan pekerjaan baru dengan cara pemanfaatan lahan yang ia miliki
seperti berdagang.
Faktor kelima mengenai peraturan mengenai pemanfaatan lahan yang
sesuai dengan aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Perubahan fungsi lahan
akan terjadi bila masyarakat tidak memperhatikan, tidak menaati dan tidak
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
konsisten terhadap pemanfaatan, penggunaan serta pengembangan fungsi lahan
secara baik dan benar sesuai aturan.
Terakhir adalah faktor yang berasal dari inisiatif para pembangun yang
melihat adanya potensi dan nilai lahan tinggi sehingga dapat memberikan
keuntungan yang besar. Hal ini membuat faktor ekonomi sangat dominan dalam
perubahan pemanfaatan lahan.
2.3.2 Dampak Perubahan Fungsi Lahan Bangunan
Perubahan fungsi bangunan yang menyebabkan ketidakberagaman fungsi
bangunan di satu kawasan menyebabkan beberapa dampak yang mempengaruhi
kehidupan warga di kawasan perumahan tersebut. Menurut Permendagri
no.4/1996 dalam perubahan penggunaan lahan, apabila dilihat ke dalam konteks
kasus sebenarnya, dampak yang terjadi akibat perubahan fungsi bangunan
menyangkut segi sosial, ekonomi dan lingkungan.
Dampak sosial yang terjadi adalah berupa intensitas gangguan yang
muncul diakibatkan oleh perubahan fungsi bangunan. Intensitas gangguan dapat
berupa gangguan kenyamanan, gangguan teritori dan gangguan sosial.
Gangguan kenyamanan ditimbulkan dari segi audio dan visual yang
diakibatkan oleh aktifitas kegiatan komersial. Contoh gangguan audio adalah
bising yang ditimbulkan oleh kegiatan komersial baik dari pengiring musik di
beberapa tempat komersial maupun kendaraan pengunjung yang lalu lalang.
Gangguan tersebut mengakibatkan ketidaknyamanan penghuni dan membuat
kawasan hunian menjadi ramai. Gangguan visual terjadi ketika nilai estetika
kawasan menjadi turun derajatnya karena terlihat lebih kumuh dan berantakan
disebabkan banyaknya spanduk dan reklame serta bangunan komersial yang tidak
teratur.
Gangguan teritori terjadi saat kawasan teritori penghuni bentrok dan
bersinggungan dengan kegiatan komersial yang seharusnya tidak memasuki
teritori penghuni. Hal ini menjadi konflik karena bepengaruh terhadap
kenyamanan dan keamanan penghuni sehingga privasi menjadi berkurang.
Gangguan sosial terjadi ketika pertikaian, beda pendapat atau perselisihan
antara penghuni rumah dengan pihak komersial yang terjadi. Pertikaian tersebut
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
dipicu oleh gangguan yang diakibatkan oleh kegiatan komersial. Gangguan sosial
ini juga bisa mencakup tentang hubungan pertetanggaan. Ketika semakin banyak
bangunan komersial yang muncul maka hubungan pertentanggaan antar penghuni
semakin berkurang karena tidak memiliki banyak tetangga lagi sehingga semakin
lama komunikasi antar tetangga akan hilang karena kegiatan sosial antar penghuni
yang bisa membuat para penghuni berkumpul menjadi tidak ada lagi.
Dampak ekonomi adalah satu-satunya dampak positif karena munculnya
fungsi bangunan komersial membuka lapangan pekerjaan baru bagi karyawan
yang akan bekerja di tempat usaha yang baru muncul ini. Dengan adanya
bangunan komersial maka pendapatan daerah menjadi meningkat karena
pemasukan-pemasukan dari kegiatan usaha yang berlangsung. Pihak pengembang
juga diuntungkan dari IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) yang lebih tinggi
dibandingkan fungsi hunian. kegiatan komersial yang menjamur di kawasan
hunian menjadikan kawasan ini memiliki nilai yang tinggi untuk investasi jangka
waktu ke depan karena harga tanah menjadi tinggi.
Dampak lingkungan terjadi akibat munculnya kegiatan komersial di
kawasan hunian menimbulkan polusi yang lebih tinggi karena orang yang menuju
kawasan ini semakin ramai sehingga intensitas lalu lintas menjadi padat
menyebabkan pembuangan CO2 lebih banyak. Selanjutnya dari segi tata ruang di
dalam perumahan menjadi tidak teratur seperti perubahan GSB di tempat
komersial. Penyimpangan fungsi bangunan yang seharusnya tata ruang di tempat
ini sebagai hunian justru ada beberapa yang meyimpang menjadi komersial,
sehingga di kawasan ini menjadi kawasan campuran antara bangunan hunian dan
komersial.
2.4 Teritori
Teori mengenai teritori dibutuhkan ketika teori rumah sebagai ruang privat
tidaklah cukup berdiri sendiri karena konflik atau permasalahan yang terjadi
berada di dalam ruang publik perumahan. Penggunaan teori teritori bisa
menunjukkan kejelasan batasan dan bagian wilayah yang bersinggungan atau
berbentrokan antara wilayah kepemilikan hunian dan komersial sehingga
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
menyebabkan permasalah dalam perumahan yang diakibatkan oleh keberadaan
bangunan komersial.
Komplek perumahan berhubungan dengan unit hunian yang berdampingan
dengan lingkungan perumahan yang terdiri dari unit hunian lainnya (tetangga) dan
sarana serta prasarana. Hubungan antara unit hunian satu dengan lainnya
memerlukan batasan kawasan. Batasan kawasan di dalam suatu perumahan
dibutuhkan untuk mengetahui kepemilikan akan suatu lahan (Mandanipour,
2003). Kepemilikian tersebut berkaitan dengan teritori, dimana persepsi penghuni
mengenai kawasan perumahan adalah kawasan yang derajat kepublikannya
rendah sehingga warga menginginkan orang-orang yang berada di kawasannya
merupakan orang yang dikenal dengan penetrasi yang terbatas. Walaupun pada
kenyataannya kawasan perumahan merupakan ruang publik yang dapat diakses
oleh setiap orang, sehingga dengan persepsi penghuni yang menganggap kawasan
perumahan sebagai wilayah yang memiliki derajat kepublikan yang rendah
mengakibatkan batasan kawasan menurut pemilik lahan menjadi bersinggungan
ketika ada perubahan fungsi bangunan hunian menjadi komersial.
Perubahan fungsi bangunan memberikan dampak sosial terhadap intensitas
gangguan yang berupa persinggungan dan konflik. Konflik tersebut pada kawasan
perumahan berdampak terhadap teritori setiap penghuni rumah karena dengan
perubahan fungsi bangunan tersebut menjadikan batasan antara rumah sebagai
ruang privasi menjadi tidak jelas batasannya karena bersinggungan dengan teritori
yang dicakup oleh komersial. Seharusnya kawasan perumahan menjadi daerah
yang nyaman dan jauh dari gangguan sehingga tercapai suatu kualitas lingkungan
yang baik sebagai tempat untuk beraktifitas.
Teritorialitas berupa sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda,
kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi dan identitas
(Joyce, 2004, p.124). Teritori adalah suatu wilayah yang sudah menjadi milik dan
hak seseorang dan memiliki batas yang nyata. Menurut Fisher kepemilikan hak
dalam teritori ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan. Persepsi setiap
orang bisa berupa aktual yang pada kenyataannya memang ia miliki dan bisa juga
berupa kehendak atas penguasaan dan kontrol dari suatu tempat yang bukan
didasari atas kepemilikan hak yang sah. Kontrol dari suatu ruang digunakan untuk
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
melindungi daerah kawasannya dari orang lain dengan menggunakan penanda,
baik secara simbol, verbal maupun batas, dikuasai, digunakan, dimiliki oleh
seseorang atau kelompok bahkan perasaan tidak suka dari individu bila teritorinya
dilanggar oleh orang lain. Teritori digunakan seperti pengatur kegiatan dengan
memungkinkan kita sebagai pemilik lahan untuk mengantisipasi siapa saja orang
dan bentuk prilaku yang masuk ke dalam teritori sehingga sesuai dengan rencana
kehidupan sehari-hari (Mandanipour, 2003, p.50).
Teritori terbagi dalam beberapa golongan, klasifikasi teritori yang terkenal
adalah menurut Altman (1980) yang didasari oleh derajat privasi, hubungan dan
kemungkinan pencapaian yaitu teritori primer, teritori sekunder dan teritori publik
(Joyce, 2004, p.126).
Teritori primer termasuk tempat yang sangat pribadi, orang yang
diperbolehkan masuk adalah orang terdekat dan memiliki izin khusus. Teritori ini
dimiliki oleh perseorangan atau kelompok. Contoh teritori primer untuk
perseorangan adalah teritori ruang kamar tidur yang boleh dimasuki oleh pemilik
kamar dan orang terdekat sang pemilik kamar. Untuk teritori kelompok contohnya
adalah daerah wilayah nongkrong yang sudah diakui kepemilikannya oleh
sekelompok orang tersebut.
Kedua adalah teritori sekunder yang penguasaan teritorinya kurang begitu
kuat karena penggunaannya harus berbagi dengan orang. Tempat yang digunakan
secara bersama dan dalam suatu tempat tersebut biasanya hubungan yang terjadi
di dalamnya sudah cukup mengenal satu sama lain. Contoh teritori sekunder
adalah kantin dan ruang kelas atau kawasan kelompok perumahan.
Ketiga adalah teritori publik, dalam teritori ini termasuk tempat terbuka
untuk umum yang diperbolehkan semua orang boleh memasuki tempat tersebut.
Teritori ini memang diperuntukkan bersama, namun bila ada seseorang yang
sudah terlebih dahulu memakainya maka orang tersebut akan menganggap teritori
yang ia gunakan sebagai miliknya dan orang lain tidak akan meminta untuk
memindahnya. Bila tempat itu sudah ditinggalkan maka orang lain berhak untuk
menggunakannya.
Perubahan teritori bisa terjadi seperti rumah yang bisa menjadi teritori
sekunder ketika pemilik rumah mengijinkan orang lain atau tamunya masuk ke
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
dalam. Sedangkan untuk contoh kawasan perumahan lebih bersifat teritorial
sekunder karena merupakan kawasan yang diperuntukkan sesama penghuni yang
saling mengenal, namun hal ini bisa saja berubah menjadi teritori publik ketika
aksesibilitas menjadi terbuka untuk umum, ditambah lagi banyaknya pengunjung
bangunan komersial yang datang sehingga kawasan perumahan dapat diakses oleh
orang publik.
Dalam pembahasan teritori, permasalahan perumahan yang memiliki
perubahan fungsi tidak hanya terbatas kepada teritori primer saja. Dalam kawasan
perumahan juga mencakup teritori sekunder dan publik dimana ketiga teritori
tersebut saling bentrok sehingga teritori beririsan satu sama lain karena
penempatan lokasi hunian dan komersial berada dalam kawasan yang sama.
2.4.1 Pola Teritorial Pada Kawasan Perumahan
Teritori di dalam perumahan bisa ditentukan dari pola perumahan yang
terbentuk di setiap kawasan untuk mengetahui derajat keprivatan setiap rumah.
Pola kawasan perumahan secara garis besar berupa pola linear dan pola cluster
(Untermann & Small, 1977).
Gambar 2.2 Tipe jalan subdivision
(Sumber: Joseph D.C. & John C., Time Saver Standard for Building Types, 2nd ed.)
Pola rumah yang ditata dalam pola linear tidak memiliki kesamaan keprivasian
dengan pola cluster. Berikut adalah perbedaan teritori yang terbentuk dari pola
kawasan linear dan cluster.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
A. Perumahan Berpola Linear
Pola perumahan linear dibentuk tanpa adanya pengelompokkan yang
membuat kawasan perumahan ini dilalui oleh jalan utama yang sifatnya publik.
Untermann & Small (1977) mengemukakan bahwa jalur jalan utama cocok untuk
melayani pembangunan industri, komersial ataupun pertokoan dikarenakan jalan
ini merupakan jalur yang ramai dilewati oleh banyak kendaraan yang
menyebabkan mobilisasi menjadi sibuk dan padat. Mobilisasi yang aktif membuat
masalah perubahan fungsi bangunan dapat terjadi.
Gambar 2.3 Letak rumah di pola linear
(Sumber: Joseph D.C. & John C., Time Saver Standard for Building Types, 2nd ed.)
Bentuk linear berasal dari suatu bentuk atau pengaturan sederetan bentuk-bentuk
sepanjang sebuah garis yang saling berulang (Ching, 1979, p.76). Pola linear
memiliki jalan kolektor sebagai jalan utama dan jalan lokal untuk pencapaian ke
tiap rumah.
Untuk lebih jelasnya derajat keprivasian hunian di pola linear
digambarkan dalam skema dibawah ini.
Skema 2.1 Derajat Keprivatan Pola Linear
(Sumber: Ilustrasi pribadi)
Privasi berkurang Privasi meninggi
Ket: : gelembung privasi : gangguan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
23
Universitas Indonesia
Diagram digambarkan berbentuk garis lurus yang mencerminkan sebagai
bentuk linear. Diagram menunjukkan bahwa lingkaran sebagai gelembung privasi
dan garis sebagai gangguan, maka semakin banyak gangguan semakin menurun
pula intensitas atau derajat keprivatan dalam suatu hunian yang digambarkan
dengan tebal tipisnya garis yang dibentuk.
Dilihat dari pola linear tersebut, teritorial yang terbentuk adalah rumah
sebagai teritorial primer, halaman rumah sebagai teritorial sekunder yang bersifat
semi privat, pedestrian sebagai wilayah semi publik dan jalan utama sebagai
wilayah publik. Keprivasian perumahan yang berada di dalam lokasi seperti ini
biasanya memiliki nilai kenyamanan yang berkurang, dikarenakan pintu masuk ke
rumah melewati dan berdekatan langsung dengan jalan lokal (gambar 2.3) yang
menjadi jalur sibuk yang menimbulkan gangguan fisik dan audio.
Perumahan berpola linerar tentu saja memiliki intensitas gangguan yang
tinggi. Untuk mengurangi gangguan yang ditimbulkan dari perumahan berpola
linear terdapat beberapa pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Menempatkan sederetan unit rumah dengan halaman yang luas dan
berjarak cukup jauh dari tepi jalan.
Gambar 2.4 Hunian dengan GSB Jauh
(Sumber: Unterman & Small, Site Planning for Cluster Housing)
Penggunaan halaman yang luas dengan jarak yang cukup jauh dengan jalan raya
dan ditumbuhi oleh banyak vegetasi akan menjadi penyaring bising yang
ditimbulkan oleh kendaraan.
2. Peletakan unit-unit perumahan yang tegak lurus dari jalan utama untuk
mengurangi bisi
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Gambar 5.
Gambar 2.5 Hunian yang Tegak Lurus Jalan
(Sumber: Unterman & Small, Site Planning for Cluster Housing)
Dengan pola unit hunian yang tegak lurus dengan jalan utama dapat mengurangi
bising karena muka rumah tidak berhadapan langsung dengan jalan utama, dan
mengaharuskan masuk melalui jalan pencapaian terlebih dahulu.
3. Arah muka bangunan yang tidak menghadap jalan utama bisa mencegah
perubahan fungsi bangunan karena tidak memiliki kesempatan untuk
berinteraksi langsung dengan pengguna jalan utama. Sehingga jalur masuk
ke dalam rumah ini harus melewati jalan lokal terlebih dahulu untuk
mencapai pintu masuk rumah.
Namun dalam keadaan di Indonesia adalah jalan utama tidak tertata seperti ketiga
contoh diatas, karena pemanfaatan bahu jalan yang lebar tidak digunakan oleh
pihak pengembang memanfaatkan lahan semaksimal mungkin untuk dipakai
sebagai hunian, sehingga keadaan perumahan di Indonesia di jalan utama
(boulevard) masih ada beberapa yang di bangun untuk hunian.
B. Perumahan berpola cluster
Pola perumahan cluster berupa pengelompokkan hunian yang terpisah
dengan hunian lainnya. Pola cluster hanya memiliki satu pintu masuk sehingga
penggunaan jalan bukan bersifat publik untuk non penghuni sehingga lebih
bersifat publik untuk penghuni saja. Pola cluster memiliki dua bentuk pola yaitu
culdesac dan loopstreet.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
25
Universitas Indonesia
Derajat teritori kedua pola ini berbeda karena untuk pola culdesac akses
masuk hanya ada satu jalur dan merupakan jalan buntu, maka teritorial lebih
bersifat privat dan lebih terkontrol dalam pengamanan untuk para penghuni
dibandingkan pola loopstreet yang mempunyai dua pintu masuk. Rencana
Radburn (1928) ternyata berhasil dengan pemisahan jalan lokal menuju culdesac
atau loopstreet serta sirkulasi pejalan kaki yang telah dipisahkan dari kendaraan
bermotor membentuk suatu lingkungan yang lebih tenang dan lebih aman
daripada penataan perumahan berpola linear (Untermann & Small, 1977, p.120).
Penjelasan derajat keprivatan di dalam pola kawasan cluster digambarkan dalam
diagram dibawah ini.
Skema 2.2 Derajat keprivatan
(Sumber: Ilustrasi pribadi)
Gambar 2.6 Letak Rumah di Pola Cluster (Sumber : Joseph D.C. & John C., Time Saver Standard for Building Types, 2nd ed.
cluster
Ket: : hunian : gangguan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
Gambar berbentuk garis melingkar disesuaikan dengan bentuk cluster
yang mengelilingi dan melindungi unit-unit hunian di dalamnya yang
digambarkan oleh beberapa lingkaran padat. Semakin besar cakupan lingkaran
maka semakin besar pula intensitas gangguan karena berada di luar cluster dan
semakin ke kecil cakupan lingkaran maka intensitas gangguan semakin kecil
karena berada di dalam cluster. Garis lingkaran semakin menebal menunjukkan
gangguan yang semakin tinggi. Oleh karena itu pola cluster memiliki derajat
keprivasian huni lebih tinggi terhadap wilayahnya, karena tidak dilalui oleh jalan
lokal yang sibuk, sehingga terhindar dari gangguan yang ada.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
2.5 Perubahan Fungsi Bangunan Berdampak Terhadap Teritori Penghuni
Perubahan fungsi hunian menjadi komersial membuat adanya perubahan
yang tidak sesuai dengan fungsi awal. Keberadaan bangunan berfungsi komersial
membuat teori yang ada tentang pemisahan lokasi antara hunian dan komersial
menjadi tidak selamanya terjadi seperti itu. Beberapa kasus di Indonesia bahkan
memiliki keberadaan dua fungsi komersial dan hunian di dalam satu kawasan
perumahan khususnya yang dikelola oleh pengembang. Hal ini biasanya terjadi
dalam perumahan yang dilalui oleh jalan utama yang merupakan ruang publik
sehingga dapat diakses oleh umum.
Keberadaan bangunan komersial di kawasan perumahan menjadikan
pencapaian kualitas hunian yang baik (aspek teritori, keleluasan privasi, orientasi,
identitas dan aksesibilitas) tidak bisa terpenuhi dengan baik.
Rumah sebagai elemen dari perumahan terdiri dari dua fungsi apabila
dilihat dari kawasan yang memiliki perubahan fungsi. Yaitu rumah berfungsi
hunian dan rumah berfungsi komersial. Kedua fungsi tersebut apabila diletakkan
di dalam satu kawasan yang sama akan menyebabkan persinggungan batasan
kepemilikan wilayah (konflik teritori). Konflik teritori terjadi disaat kawasan
teritori penghuni bentrok dan bersinggungan dengan kegiatan komersial yang
seharusnya tidak memasuki teritori penghuni. Sehingga hal ini menjadi konflik
karena bepengaruh terhadap kenyamanan dan keamanan penghuni perumahan.
Walaupun persinggungan wilayah yang terjadi berada di ruang publik yaitu jalan
raya sehingga bisa diakses oleh orang umum, bukan berarti wilayah kepemilikan
penghuni (teritori) tidak berpengaruh atau tidak terganggu. Hal tersebut
dikarenakan bahwa pengakuan wilayah seseorang tidak hanya berupa batasan
secara fisik (batasan properti rumah) namun juga berupa suatu batasan non fisik
yang didasari oleh perasaan, penglihatan dan pendengaran. Sehingga kawasan
sekitar perumahan yang diakui oleh perasaan, penglihatan dan pendengaran masih
berupa satu kesatuan dengan batasan properti rumah. Oleh karena itu teori teritori
berperan penting dalam pemahaman akan suatu batasan kepemilikan, karena di
dalam teori teritori terdapat klasifikasi batasan teritori yang didasari oleh
hubungan dan pencapaian yaitu teritori primer, teritori sekunder dan teritori
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
28
Universitas Indonesia
publik. Konflik teritori antara hunian dan komersial terjadi ketika adanya
persingungan antara ketiga batasan teritori tersebut.
Teritori dalam perumahan dapat dilihat juga dari pola perumahan yang
terbentuk. Sehingga teritori yang terbentuk di dalam pola perumahan linear dan
cluster berbeda cakupannya. Perumahan berpola linear cenderung memiliki
tingkat teritorial yang rendah dikarenakan pola linear dilalui oleh jalan lokal atau
jalan kolektor yang bersifat publik, sehingga kawasan perumahan berpola linear
dapat diakses secara umum. Sedangkan tingkat teritorial rumah yang berada di
pola cluster lebih tinggi karena dilakukan pemisahan antara jalan utama dengan
hunian yang terhindar dari sirkulasi umum sehingga membentuk suatu lingkungan
yang lebih tenang dan lebih aman daripada penataan perumahan berpola linear.
Oleh karena itu perumahan berpola linear yang dilewati jalan utama lebih
memiliki potensi komersial. Potensi tersebut bisa dilihat ketika orang yang
melalui jalan lokal atau kolektor (sirkulasi publik) dalam perumahan berpola
linear dapat berhadapan langsung dengan kegiatan atau keberadaan bangunan
komersial, sehingga kemungkinan interaksi jual beli, dilihat dan melihat menjadi
lebih besar.
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI
Dampak yang terjadi akibat perubahan fungsi hunian menjadi komersial di
kawasan perumahan dikaji menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif.
Penggunaan metode ini melalui pengamatan pada obyek sebenarnya yang
bertujuan untuk mengungkap secara luas dan mendalam tentang sebab-sebab dan
permasalahan yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Penulisan skripsi ini
menggunakan metode deskriptif eksploratif lebih dalam dikarenakan
keiingintahuan penulis mengenai perubahan fungsi bangunan yang menjadi
fenomena di kawasan hunian yang akhirnya membuat penasaran akan apa saja hal
dan masalah yang terjadi di dalamnya. Setelah itu dianalisa secara kualitatif.
Kualitatif dikaji berdasarkan data yang di dapat melalui catatan observasi, catatan
wawancara menurut pengalaman dan sejarah sehingga cenderung dilakukan tidak
untuk menemukan hukum-hukum dan tidak untuk membuat generalisasi,
melainkan untuk membuat penjelasan mendalam atas obyek tersebut.
3.1 Penentuan Lokasi Pengamatan
Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan beberapa tahapan.
Pertama saya harus menentukan jenis perumahan seperti apa yang ada keterkaitan
dengan perubahan fungsi bangunan yang bertransformasi dari waktu ke waktu,
dua fungsi komersial dan hunian yang berada dalam satu kawasan yang sama dan
memiliki dampak teritori akibat perubahan yang paling dirasakan oleh
penghuninya. Saya mencari informasi tentang beberapa jenis perumahan seperti
perumahan terencana dan tidak terencana. Perumahan terencana memiliki bentuk
perumahan yang sudah bisa dibayangkan keadaan lingkungan yang akan
terbangun dan terbentuk di kemudian hari yang menjanjikan akan perumahan
yang nyaman dan aman serta dilengkapi oleh beberapa fasilitas dengan segala
keteraturan yang dijanjikan. Lain halnya dengan permukiman yang belum bisa
dibayangkan bagaimanan perkembangan lingkungan ke depannya sehingga
apabila terjadi perubahan fungsi bangunan warga tidak akan bermasalah karena
tidak ada yang menjanjikan kawasan yang dibangun akan nyaman dan aman
karena tumbuh dengan sendirinya. Saya memutuskan untuk memilih perumahan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
30
Universitas Indonesia
terencana karena perubahan fungsi bangunan yang terjadi menggambarkan
ketidaksesuaian dengan janji yang diberikan oleh pengembang mengenai
perumahan yang aman dan nyaman.
Kedua saya mencari karakteristik kawasan yang memiliki potensi sebagai
tempat berkembangnya kawasan komersial di dalam perumahan. Potensi dalam
kawasan perumahan harus memiliki nilai lahan yang strategis, ramai dan terletak
di jalan raya utama. Aspek lain dalam penentuan lokasi adalah aspek kebijakan
pemerintah terhadap peraturan yang berlaku sehingga mengijinkan perubahan
fungsi hunian menjadi komersial dapat terjadi. Oleh karena itu lokasi pengamatan
ditetapkan di kawasan perumahan yang sudah berdiri lama yang terbangun
menggunakan pengembang yang memiliki letak yang strategis di dalam
perumahan tersebut.
Pada akhirnya saya memilih perumahan Bintaro Jaya sektor 3 yang
memiliki potensi strategis dan hunian yang terletak di jalan raya utama yang ramai
dan aktif ini bernama Jl. Bintaro Utama 3. Sepanjang Jl. Bintaro Utama 3 terdapat
banyak perubahan fungsi bangunan namun masih tetap memiliki beberapa hunian
yang tidak berubah fungsi. Setelah itu saya memahami lebih dalam faktor
penyebab perubahan fungsi bangunan di lahan tersebut. Salah satu penyebab
berdasarkan hasil wawancara ternyata pusat kawasan niaga yang berdekatan
dengan kawasan Jl. Bintaro Utama 3 menkontaminasi daerah hunian sehingga
perubahan yang banyak terjadi berada di jalan terdekat dengan kawasan niaga.
Oleh karena itu saya membatasi hanya separuh jalan yaitu RT XI yang saya pilih
untuk pengamatan.
3.2 Metode Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara menyeluruh di komplek perumahan Bintaro
Jaya agar mengetahui Jl. Bintaro Utama 3 terletak di posisi dan sebagai salah satu
bagian kecil dari perumahan yang tentu saja wilayah keseluruhan komplek
berpengaruh terhadap proses perubahan fungsi bangunan. Batasan wilayah dan
pencapaian yaitu dari dan ke arah jalur pengamatan sehingga bisa diketahui
seberapa strategisnya kawasan pengamatan ini. Pengamatan terhadap unit hunian
yang saya klasifikasikan menurut fungsi hunian dan komersial, letak-letak kavling
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
31
Universitas Indonesia
bangunan tersebut, pengamatan terhadap fasad bangunan , Kemudian saya akan
mengamati pelaku, kegiatan dan sirkulasi yang terjadi dan elemen-elemen
perumahan apa saja yang boleh dilalui oleh umum dan dilalui oleh penghuni
tersendiri apa saja yang terjadi di kawasan tersebut. Rincian jadwal pengamatan
Jl. Bintaro Utama 3 sebagai berikut:
Tanggal Waktu Pengamatan Kegiatan
26/02/2011 01/03/2011
07.00-09.00 WIB 11.00-12.00 WIB 19.00-21.00 WIB
melakukan pengamatan untuk mengetahui kondisi dan peristiwa konflik teritori pada saat weekend dan weekday.
12/03/2011 19/03/2011
11.00-15.00 WIB 11.00-15.00 WIB
penyebaran kuisioner dan wawancara kepada beberapa responden
26/03/2011 09.00-11.00 WIB pengamatan dan pendokumentasian foto di jalur pengamatan
02/04/2011 11.00-13.00 WIB pengamatan dan pendokumentasian foto di jalur pengamatan
09/04/2011 11.00-13.00 WIB penyebaran kuisioner dan wawancara kepada beberapa responden
16/04/2011 18.00-20.00 WIB pengamatan dan pendokumentasian foto di jalur pengamatan
30/04/2011 15.00-17.00 WIB penyebaran kuisioner dan wawancara kepada beberapa responden
14/05/2011 10.00-20.00 WIB pengamatan dan pendokumentasian foto di jalur pengamatan
Tabel 3.1 Jadwal Pengamatan
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam mendapatkan data untuk
dianalisa untuk bisa menjawab permasalahan yang ada berupapengumpulan data
secara:
3.3.1 Wawancara
Pemilihan narasumber wawancara ditujukan kepada pemilik rumah yang
menetap di jalur pengamatan, kepada pemilik atau pengurus bangunan komersial
dan dari pihak pengembang yang bersedia dan menerima untuk diwawancara.
Wawancara digunakan untuk mengetahui latar belakang nara sumber, sejarah
perkembangan Jalan Bintaro Utama 3 dan mendapatkan jawaban mengenai
penyebab dan dampak perubahan fungsi bangunan. Hasil wawancara berupa
narasi yang dipaparkan ke dalam penulisan sebagai analisa studi kasus yang
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
diamati. Penulisan narasi dengan cara menggambarkan kembali teritori terhadap
persepsi narasumber yang dijelaskan kepada saya. Wawancara juga dilakukan
melalui survei ke ketua RT guna mendapatkan data jumlah penduduk di jalur
pengamatan dan jumlah serta data bangunan yang berubah setiap tahunnya.
Wawancara juga dilakukan kepada pihak pengembang dengan tujuan untuk
mendapatkan masterplan dan kebijakan peraturan pihak pengembang terhadap
perubahan fungsi bangunan.
3.3.2 Kuisioner
Pemilihan responden kuisioner ditujukan kepada warga Jl. Bintaro Utama
3 dan pengurus bangunan komersial yang bersedia mengisi pertanyaan dalam
kuisioner. Pembagian pertanyaan bagi warga menyangkut latar belakang
responden, tentang kehidupan rumah tangga dan kegiatan komersial kemudian
tentang lingkungan sekitas perumahan, mengenai masalah perumahan yang terjadi
di kawasan huniannya, mengenai rumah sebagai ruang privasi dan keterlibatan
penghuni dengan komersial serta seberapa tinggi ketergangguan yang ditimbulkan
oleh bangunan komersial. Pengumpulan kuisioner ini saya sebarkan ke setiap
rumah sekitar 7 rumah yang masih dihuni dan ada pemilik rumahnya namun
setelah mengumpulkan kembali hasil kuisioner yang hanya bersedia mengisi
hanya berjumlah 5 responden. Kuisioner terhadap bangunan komersial dipilih 5
usaha yang paling ramai intensitas pengunjungnya. Pengolahan hasil kuisioner
berupa tabulasi yang sudah diketahui presentase terbesar dari beberapa pilihan
pertanyaan sehingga dapat disimpulkan pilihan pertanyaan responden yang paling
mendominasi.
3.3.3 Sketsa / Penggambaran
Sketsa dilakukan dengan obyek pengamatan pada daerah teritori yang
bersinggungan dengan penggambaran titik-titik kepadatan, luasan daerah yang
digunakan.
3.4 Teknik Analisa
Analisa digunakan untuk mengidentifikasi perubahan fungsi lahan dan
dampak teritori. Hasil yang dituju dalam analisa adalah:
a. Perubahan Fungsi Bangunan di sepanjang jalur pengamatan
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
Pemasukan data dengan jumlah rumah di sepanjang jalur pengamatan dan tahun
perubahan fungsi tiap bangunan. Pengolahan data berupa hasil olahan foto, berupa
foto sequence yang diambil di sepanjang jalan jalur pengamatan. Alur pergerakan
foto bertujuan untuk mengetahui titik-titik kepadatan bangunan komersial di
sepanjang jalan ini. Foto-foto dipilih dan disusun sesuai dengan titik awal sampai
akhir. Foto-foto ini di tracing kembali dengan cara menonjolkan bagian reklame-
reklame yang ada di sepanjang jalan. Pemilihan reklame karena bersifat sebagai
identitas bangunan komersial yang kenyataannya seluruh bangunan komersial
memiliki reklame di depan lahan bangunannya. Hal tersebut bertujuan untuk
dapat melihat perubahan fungsi bangunan sehingga dapat mengetahui di bagian
mana saja dan berapa banyak jumlah perubahan yang terjadi.
Kemudian pengolahan hasil pengamatan kepada intensitas kepadatan
komersial, lokasi yang mendekati pusat komersial memiliki jumlah perubahan
yang lebih banyak, penggambaran tersebut menggunakan denah yang diberi
gradasi warna. Warna yang semakin gelap memiliki perubahan fungsi terbanyak
dan warna yang terang memiliki perubahan fungsi yang sedikit.
b. Dampak teritori dari perubahan fungsi bangunan
Pemasukan data adalah batasan teritori setiap responden dan pengelompokkan
pola perumahan linear dan cluster di sektor 3. Pengolahan data berupa mengetahui
bentrokan atau persinggungan teritori hunian dan komersial dilakukan pemetaan
terhadap titik-titik kepadatan parkir sehingga terlihat daerah mana saja yang
memiliki persinggungan teritori. Dan penggambaran ulang teritori yang
ditentukan oleh narasumber wawancara sehingga terlihat batasan teritori setiap
penghuni.
c. Analisa aspek prilaku dan aktifitas pengunjung komersial dan penghuni.
Pengolahan data berupa pengamatan atas perilaku responden tanpa
diketahui oleh responden, mengikuti prilaku responden yang berada di jalur
pengamatan dengan cara mengamati gerak gerik pengunjung saat datang ketika
memarkirkan mobil dimana dan kemudian menuju ke tempat apa diamati dari
mulai kedatangan sampai kepulangan. Sehingga mengetahui bentrokan teritori
yang terjadi terletak dimana saja. Kemudian mengamati prilaku dan ekspresi
terhadap penghuni rumah yang daerah teritorinya dipakai orang lain
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
BAB 4 STUDI KASUS
Pada bab ini saya mengambil contoh studi kasus salah satu perumahan di
Tangerang Selatan untuk memberi gambaran mengenai pergeseran fungsi
bangunan yang berubah menjadi fungsi komersial.
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Bintaro Jaya sebagai Perumahan dengan Pengembang
Bintaro Jaya dikembangkan sejak tahun 1979 oleh pengembang PT Jaya
Real Property Tbk. Jaya properti adalah salah satu perusahaan real estate di
Jakarta dengan beberapa proyek yang sudah terlaksana. Pada tahun 1979, PT Jaya
Real Property Tbk merupakan developer yang memperkenalkan konsep “kota
taman”. Dua puluh tahun kemudian konsep tersebut berubah menjadi “ The
Professional’s City” karena segmen target pembeli yang berubah menjadi hunian
pilihan bagi kaum intelektual dan professional Jakarta. Dalam kurun waktu
tersebut komplek perumahan yang terintegrasi seperti Bintaro Jaya masih
sangatlah sedikit dibandingkan sekarang, sehingga target penjualan Bintaro Jaya
tidak pernah sepi pembeli. Sebagai perumahan dengan pengembang, Bintaro Jaya
melengkapi lingkungannya dengan fasilitas yang memadai dan terus memperluas
pengembangan kawasan perumahan dengan menambah jumlah unit hunian yang
dilengkapi oleh fasilitas serta kawasan niaga. Semangat inovasi tersebut akan
selalu dipertahankan dan mewarnai pertumbuhan Bintaro Jaya untuk memberikan
respon atas dinamika kebutuhan warganya.
4.1.2 Batas Wilayah dan Pencapaian
Bintaro terletak di dua propinsi, sektor 1 dan sektor 2 termasuk dalam
propinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan. Sementara untuk sektor 3 sampai sektor 9
dan pengembangan selanjutnya termasuk dalam propinsi Banten, Tangerang
Selatan.
Batas-batas
Batas utara : Pondok Aren
Batas Selatan : Ciputat
Perubahan fungsi..., Evita Nidyasari, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
Batas Barat : Pondok Ranji
Batas Timur : Tanah Kusir
Daerah Timur Bintaro termasuk dalam daerah DKI Jakarta sedangkan daerah
selatan, barat dan utara sudah masuk kedalam wilayah Tangerang Selatan. Dengan
perbatasan utara, selatan dan barat Bintaro dikelilingi oleh perkampungan yang
padat akan penghuni asli daerah tersebut. Perbatasan antara Bintaro Jaya dengan
perkampungan dibatasi oleh tembok beton yang mengelilingi perumahan setinggi
± 3 meter.
Gambar 4.1 Peta Lokasi Bintaro Jaya (Sumber : www.jayaproperty.com)
Bintaro Jaya dapat diakses oleh beberapa jalur. Pencapaian dari arah utara
melalui Tanah Kusir dan tol lingkar luar Jakarta. Selanjutnya dari arah barat
melalui Pondok Kacang yang melalui sektor 9. Pencapaian dari arah selatan
melalui Ciputat, kemudian dari arah Barat pencapaian dari arah Pondok Indah.
Pencapaian dari berbagai arah memudahkan penghuni dapat memilih jalur
alternatif disaat sebagian jalan macet. Contohnya rata-rata penghuni Bintaro Jaya
melewati jalur dari arah Barat menuju Pondok Indah, sering kali jalur ini tiap
harinya merupakan jalur yang padat dan ramai, untuk alternatif jalannya warga
bisa