Upload
ngocong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ i
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ ii
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ iii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
SEMINAR MASYARAKAT ILMIAH (SEMAI) 2018 “MENGUNGKAP KEBENARAN MELALUI LINGUISTIK FORENSIK”
Rektorat Lantai IV UMK, 25 APRIL 2018
DISELENGGARAKAN OLEH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FKIP UNIVERSITAS MURIA KUDUS
BADAN PENERBIT
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2018
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ iv
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
SEMINAR MASYARAKAT ILMIAH (SEMAI) 2018
“MENGUNGKAP KEBENARAN MELALUI LINGUISTIK FORENSIK”
Susunan Panitia:
Pelindung : Rektor Universitas Muria Kudus
Penasihat : Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Penanggung jawab : Mila Roysa, M.Pd.
Ketua : Ristiyani, M.Pd
Sekretaris : Eko Widianto, M. Pd.
Bendahara : Muhammad Noor Ahsin, M. Pd.
Seksi Acara : Drs. Moh Kanzunnudin, M. Pd.
Seksi Perlengkapan : Irfai Fathurrahman, M. Pd.
Reviewer:
Drs. Moh. Kanzunnudin, M. Pd.
Editor:
Ristiyani, S.Pd., M.Pd.
Eko Widianto, S.Pd., M.Pd.
Desain Cover:
Eko Widianto
Desain Layout :
Muhammad Noor Ahsin
BADAN PENERBIT
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2018
ISBN 978-602-1180-71-6
Alamat: Gondangmanis PO.BOX 53 Bae Kudus 59342
Telp. 0291 438229 Fax. 0291437198
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, serta dengan izin-Nya
Seminar Mayarakat Ilmiah (SEMAI) tahun 2018 oleh program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Muria Kudus dalam tajuk “Mengungkap
Kebenaran melalui Linguistik Forensik”, dapat terlaksana dengan baik dan prosiding ini
dapat diterbitkan.
Melihat situasi mutakhir saat ini, perkembangan kajian ilmu bahasa
menunjukkan kemajuan sangat signifikan. Ilmu bahasa saat ini tidak sebatas hanya
mengkaji ilmu bahasa itu sendiri, melainkan sudah memiliki peran besar dalam
menyelesaikan problematika sosial. Salah satunya adalah kajian bahasa dalam bidang
linguistik forensik. Hal tersebut perlu disambut untuk dirayakan dengan melakukan
pertemuan ilmiah seperti SEMAI 2018 ini.
Tema “Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” tersebut dipilih
dengan alasan untuk memberikan perhatian masyarakat ilmiah tentang pentingnya
mengetahui peran linguistik forensik dalam pembuktian kebenaran hukum di
Indonesia. Mengingat, saat ini antara benar dan salah sangat tipis perbedaannya. Hal
lain yang mendasari SEMAI 2018 ini adalah perlunya wadah untuk masyarakat ilmiah
mendesiminasikan dan mempublikasikan penelitian secara luas, guna dapat diakses
oleh masyarakat yang membutuhkan, maka SEMAI 2018 ini layak untuk dilaksanakan.
Selain sebagai tempat mempresentasikan penelitiannya, juga sebagai tempat bertukar
informasi dan mengembangkan kerja sama.
SEMAI 2018 ini diikuti oleh peneliti-peneliti dari berbagai bidang ilmu dari
seluruh Indonesia, yang telah membahas berbagai bidang kajian seperti bidang bahasa,
bidang sastra, bidang hukum, bidang pembelajaran bahasa, sastra, dan inovasinya,
bidang sosial, bidang politik, dan bidang kearifan lokal dalam rangka memberikan
pemikiran dan solusi untuk memperkuat peran Indonesia dalam menghadapi
perkembangan global.
Akhir kata, semoga SEMAI tahun depan akan terlaksana dengan baik dan akan
selalu memiliki peran positif terhadap perkembangan kajian ilmu bahasa dan sastra di
Indonesia.
Kudus, April 2018.
Tim Editor
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ vi
DAFTAR ISI
HAL HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vi
PEMATERI UTAMA
1 Prof. Bambang Kaswanti Purwo
LINGUISTIK FORENSIK 1
2 Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum.
MENGENAL LINGUISTIK FORENSIK: LENTERA DALAM DUNIA HUKUM KITA
3
PEMAKALAH PENDAMPING NO NAMA JUDUL ARTIKEL
1 Anandha PATMI: WOMEN STRUGGLE ON HEGEMONY VORTEX
19
2 Agnes Adhani dan Yovina Putri Pamungkas
KEKERASAN VERBAL TERHADAP PEREMPUAN DALAM MEDIA SOSIAL
24
3 Basuki Sarwo Edi ELEGANSI SIKAP TOKOH DALAM NOVEL MERPATI BIRU KARYA ACHMAD MUNIF
32
4 Edy Prihantoro dan Tri Wahyu Retno Ningsih
DIGITAL FORENSIK DALAM SIARAN VARIETY- SHOW DI TELEVISI
44
5 Eko Widianto
MARGINALISASI POSISI SETYA NOVANTO DALAM KASUS PENCATUTAN NAMA PRESIDEN DI KOMPAS TV: ANALISIS WACANA KRITIS PERSPEKTIF FOUCAULT
54
6 Fahrudin Eko Hardiyanto
BAHASA PENCITRAAN PADA IKLAN POLITIK PILKADA JAWA TENGAH
64
7 Fithriyah Inda Nur Abida
PROGRAM BIPA DALAM MENUNJANG INTERNASIONALISASI
71
8 Hestiyana KLASIFIKASI SATUAN LINGUAL LEKSIKON DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU DAYAK HALONG
75
9
I Putu Gede Sutrisna, I Ketut Alit Adianta, dan Nyoman Dharma Wisnawa
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (MPjBL)TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KINERJA ILMIAH MAHASISWA DALAM MATA AJAR KOMUNIKASI KEPERAWATAN
81
10 Kadek Wirahyuni PERMAINAN “ULAR TANGGA” DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
92
11 M. Noor Ahsin PERAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK
97
12 Nia Royani GAYA BAHASA DALAM LIRIK LAGU BUKA MATA BUKA TELINGA KARYA SHEILA ON 7
103
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ vii
13 Ristiyani dan Savitri Wanabuliandari
PEMBELAJARAN BERBASIS HYPNOMATHEMATICS UNTUK GURU SEKOLAH DASAR
108
14 Tri Wahyu Retno Ningsih dan Debyo Saptono
PENGUJIAN LEGALITAS UJARAN MENGUNAKAN PENDEKATAN FONETIK AKUSTIK DAN LINGUISTIK FORENSIK
114
15 Wenny Wijayanti dan Natalia Desi Subekti
KESANTUNAN BERBAHASA PADA JUDUL BERITA KASUS KORUPSI DI MEDIA SOSIAL
127
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 97
PERAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM
PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK
Muhammad Noor Ahsin
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muria Kudus
Abstrak
Pengaruh negatif globalisasi sangat deras di dalam kehidupan modern saat ini,
seperti kasus degradasi moral yang dialami generasi bangsa. Berbagai masalah
degradasi moral menjadi momok yang menakutkan bagi generasi bangsa
Indonesia. Untuk membentuk karakter generasi muda bangsa yang baik,
pendidikan karakter perlu diajarkan dalam pembelajaran kepada peserta didik.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah memiliki peran yang
sangat besar khususnya dalam pembentukan karakter peserta didik.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak
langsung akan menjadi semacam modal bagi siswa dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Boleh jadi, bahasa dan sastra indonesia merupakan aspek utama
dari segala pembelajaran di sekolah dalam menumbuhkan dan
mengembangkan kreativitas dan pembentukan karakter. Secara mudah karakter
dipahami sebagai nilai-nilai yang baik. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak,
atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia,
memiliki peran sebagai sarana untuk memberikan pembelajaran, petunjuk, dan
pengarahan kepada manusia, termasuk di antaranya adalah tentang karakter.
Dengan demikian, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan dapat
mendukung dan membentuk karakter peserta didik yang santun, berbudi
pekerti, cerdas, dan berkarakter unggul.
Kata kunci: pembelajaran, bahasa, sastra, karakter.
I. PENDAHULUAN
Bahasa adalah alat untuk
berkomunikasi yang digunakan oleh
manusia. Pada saat kita menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi dengan
berbagai tujuan tertentu. Kita ingin
dipahami oleh orang lain. Kita ingin
menyampaikan gagasan dan pemikiran
yang dapat diterima oleh orang lain. Kita
ingin membuat orang lain yakin terhadap
pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi
orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin
orang lain merespon hasil pemikiran kita.
Dan juga pada saat menggunakan bahasa
sebagai komunikasi, berarti memiliki
tujuan agar para pembaca atau pendengar
menjadi sasaran utama perhatian
seseorang.
Selaku makhluk sosial yang
memerlukan orang lain sebagai mitra
berkomunikasi, manusia memakai dua
cara berkomunikasi, yaitu verbal dan non
verbal. Berkomunikasi secara verbal
dilakukan menggunakan alat/media bahsa
(lisan dan tulis), sedangkan
berkomunikasi cesara non verbal
dilakukan menggunakan media berupa
aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi
seperti tanda lalu lintas, sirene setelah itu
diterjemahkan ke dalam bahasa manusia.
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 98
Bahasa digunakan pula oleh
sastrawan sebagai media untuk
menyampaikan ide atau gagasannya
kepada masyarakat luas melalui karya
sastra. Bahasa menjadi jembatan yang
menghubungkan sastrawan dengan
khalayak. Melalui sastra, penulis
(pengarang) mengeksploitasi potensi-
potensi bahasa untuk menyampaikan
gagasannya untuk tujuan tertentu.
Dewasa ini sering kita membahas
pendidikan yang berorientasi pada
pembentukan karakter. Hal tersebut dapat
diwujudkan melalui pengoptimalan peran
bahasa dan sastra, oleh karena itu
sekurangnya ada dua perspektif yang
mengemuka. Pertama, dari sudut pandang
paradigma pendidikan bahasa dan sastra.
Pendidikan bahasa dan sastra dirasakan
memang sangat penting karena ketika
seorang pendidik memberikan pengajaran
kepada anak-anak didiknya, ia harus bisa
menggunakan bahasa dengan baik dan
benar. Apabila seorang pendidik
mengunakan bahasa yang kurang baik,
maka akan dicontoh oleh anak-anak
didiknya dan itu akan mengakibatkan
peran bahasa dalam dunia pendidikan
menjadi kurang berkualitas. Kedua, dari
perspektif hubungan antara pendidikan
bahasa, sastra, dan pembentukan karakter.
Untuk membentuk karakter bangsa ini,
sastra diperlakukan sebagai salah satu
media atau sarana pendidikan kejiwaan.
Hal itu cukup beralasan sebab sastra
mengandung nilai etika dan moral yang
berkaitan dengan hidup dan kehidupan
manusia. Sastra tidak hanya berbicara
tentang diri sendiri (psikologis), tetapi
juga berkaitan dengan Tuhan
(religiusitas), alam semesta (romantik),
dan juga masyarakatnya (sosiologis).
Sastra mampu mengungkap banyak hal
dari berbagai segi, salah satunya
pemebentukan karakter yakni cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas setiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, maupun
negara (Lustyantie, 2017).
Pendidikan karakter adalah segala
sesuatu yang dilakukan oleh guru yang
mampu memengaruhi karakter peserta
didik (Elkind dalam Agus, 2011:10). Oleh
karena itu sebagai pendidik diharapkan
membantu membentuk watak peserta
didik agar senantiasa positif, sebab
banyak sekali problem remaja terutama
pelajar dan mahasiswa yaitu mudah
marah dan terprovokasi yang tidak
terkendali sehingga berujung pada
tawuran antarpelajar atau tawuran
antarmahasiswa, seperti yang seringkali
diberitakan di televisi dan media cetak.
Pendidikan karakter memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan
informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah. Dalam hal
ini, waktu belajar peserta didik di sekolah
perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu
hasil belajar dapat dicapai, terutama
dalam pembentukan karakter peserta
didik.
Terdapat delapan belas nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa yaitu; religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli sosial dan
peduli lingkungan, serta tanggung jawab
(Kemendiknas dalam Endah 2012:32).
Fenomena akhlak para pelajar
Indonesia dewasa ini tanpa bertendensi
melakukan generalisasi masih
memperlihatkan sisi negatif. Sering
terjadinya perilaku agresif dan rendahnya
apresiasi mereka terhadap tata kesopanan,
baik terhadap orang tua, orang yang lebih
tua, guru, maupun sesama teman
merupakan salah satu indikator yang kasat
mata.
Pengaruh negatif globalisasi
sangat deras di dalam kehidupan modern
saat ini, seperti kasus degradasi moral
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 99
yang dialami generasi bangsa. Berbagai
masalah degradasi moral menjadi momok
yang menakutkan bagi generasi bangsa
Indonesia. Untuk membentuk karakter
generasi muda bangsa yang baik,
pendidikan karakter perlu diajarkan dalam
pembelajaran kepada peserta didik.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
di sekolah memiliki peran yang sangat
besar khususnya dalam pembentukan
karakter peserta didik.
Berdasarkan latar belakang di atas,
permasalahan dalam tulisan ini
ditekankan pada peran apa sajakah yang
dapat dilakukan pemalui pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah
dalam upaya membentuk karakter peserta
didik untuk bekal hidup di masyarakat.
Mengacu pada persamalahan tersebut,
tulisan ini bertujuan untuk memberikan
masukan bagi pendidik (guru), sekolah,
dan inssitusi lainnya, dan sumbangsih
terhadap khalayak khususnya dunia
pendidikan untuk membentuk karakter
yang baik peserta didik melalui
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
di sekolah.
II. PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek teori pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Menurut Thomas
Lickona, tanpa ada ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif,
dan pelaksanaannya pun harus dilakukan
secara sistematis berkelanjutan. Dengan
pendidikan karakter, seseoarang anak
akan menjadi cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting
dalam mempersiapkan anak
menyongsong masa depan. Dengan
kecerdasan emosi seseoarang akan dapat
berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk
berhasil secara akademis (Muslih, 2011).
Pendidikan karakter antara lain
bertujuan untuk mengurangi perilaku
destruktif anak, remaja dan orang dewasa.
Hal ini merespon terhadap meningkatnya
berbagai perilaku destruktif berkaitan
dengan kurangnya keteladanan yang
menyebabkan perilaku menyimpang pada
anak dan remaja. Contohnya perilaku
ugal-ugalan di jalan, premanisme di
lingkungan sekolah, dan perilaku merusak
diri sendiri seperti kecenderungan
menggunakan alkohol, narkoba, dan
bunuh diri pada usia remaja. Oleh karena
itu pembangan karakter sebaiknya
dilaksanakan secara lebih terarah dan
berkesinambungan. Pendidikan karakter
sebaiknya ditanamkan sejak dini melalui
penerapan nilai-nilai keteladanan tentang
nilai-nilai kebajikan dan keteladanan.
Nilai-nilai kebajikan ini dapat berakar
pada agama, budaya, kewarganegaraan
negara, dan konsesnsus umum tentang
budi pekerti (Akib, 2012).
Istilah karakter berarti sikap, pola
perilaku, dana tau kebiasaan yang
memengaruhi interaksi seseorang
terhadap lingkungan. Karakter
menentukan sikap, perkataan, dan
tindakan. Hampir setiap masalah dan
kesuksesan yang dicapai seseoarang
ditentukan oleh karakter yang dimiliki.
Contoh karakter baik itu, mengasihi,
peduli, menghormati kehidupan, jujur,
bertanggung jawab, menegakkan keadilan
dan berlaku adil. Menurut beberapa
pendapat terdapat sejumlah nilai budaya
yang dapat dijadikan karakter atau
pekerti, yaitu: ketakwaan, kearifan,
keadilan, kesetaraan (equality), harga diri,
percaya diri, harmoni, kemandirian,
kepedulian, kerukunan, ketabahan,
kreativitas, kompetitif, kerja keras,
keuletan, kehormatan, kedisiplinan, dan
keteladanan. Sejumlah pakar lain
menyebut tidak kurang 17 hal yang dapat
dijadikan sebagai nilai karakter, yaitu: (1)
jujur, (2) tahu berterima kasih, (3) tertib,
(4) penuh perhatian, (5) baik hati, (6)
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 100
tanggung jawab, (7) pemaaf, (8) peduli,
(9) menghargai waktu, (10) sabar, (11)
cermat/teliti, (12) pengendalian diri, (13)
toleransi/tenggang rasa, (14) sopan
santun, (15) rela berkorban, (16)
sportif/berjiwa besar, (17) mandiri, dan
lain-lain. (Musfah, 2012).
Sebagai identitas atau jati diri
bangsa, karakter merupakan nilai dasar
perilaku yang menjadi acuan tata nilai
interaksi antara manusia. Secara universal
berbagai karakter dirumuskan sebagai
nilai hidup bersama berdasarkan atas
pilar: kedamaian (peace), menghargai
(respect), kerja sama (cooperation),
kebebasan (freedom), kebahagiaan
(happiness), kejujuran (honesty),
kerendahan hati (humality), kasih sayang
(love), tanggung jawab (responsibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi
(tolerance), dan persatuan (unity).
Karakter dipengaruhi oleh
hereditas. Perilaku seorang anak sering
kali tidak jauh dari perilaku ayah dan
ibunya. Dalam Bahasa jawa dikenal
istilah “Kacang ora ninggal lanjaran”
(Pohon kacang panjang tidak pernah
meningalkan kayu atau bumbu tempatnya
melilit dan menjalar). Kecuali itu
lingkunga, baik lingkungan sosial maupun
leingkungan alam ikut membentuk
karakter. Di sekitar lingkungan sosial
yang keras seperti New York, para remaja
cenderung berperilaku antisosial, keras,
tega, suka bermusuhan, dan sebagainya.
sementara itu di lingkungan yang gersang,
panas, dan tandus, penduduknya
cenderung bersifat keras dan berani mati.
Mengacu pada berbagai
pengertian dan definisi karakter tersebut
di atas, serta faktor-faktor yang dapat
memengaruhi karakter, maka karakter
dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribdai seseorang, terbentuk
baik karena pengaruh hereditas maupun
pengaruh lingkungan, yang
membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari (Samani dan
Hariyanto, 2013).
Peran Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia
Pendidikan karakter dapat
diimplementasikan di sekolah melalui
beberapa stategi dan pendekatan yang
meliputi, pengintegrasian nilai dan etika
pada setiap mata pelajaran, nilai positif
yang ditanamkan kepala sekolah, guru,
dan orangtua, pembiasaan dan latihan,
pemberian contoh teladan, penciptaan
suasana berkarakter di sekolah, dan
pembudayaan (Marysa dkk, 2014).
Tujuan pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia, pada hakikatnya adalah
agar peserta didik (lulusan): (1) memiliki
sikap positif terhadap bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional maupun bahasa
negara; (2) Memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang memadai tentang
bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa
nasional maupun bahasa negara; (3)
Memiliki keterampilan menggunakan
bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
secara lisan maupun tulisan dengan baik
dan benar; (4) memiliki kemampuan
mengapresiasi yang baik terhadap hasil
karya sastra Indonesia (Setiawan, 2016).
Di dalam pembelajaran bersastra
dikehendaki terjadinya kegiatan bersastra,
yaitu kegiatan menggunakan bahasa dan
estetika (Rusyana dan Suryaman, 2005).
Jadi, berbagai unsur sastra, seperti tokoh,
penokohan, alur cerita, latar cerita di
dalam prosa; unsur bentuk dan makna di
dalam puisi; dialog dan teks pelengkap di
dalam drama tidaklah diajarkan secara
berdiri sendiri sebagai unsur-unsur yang
terpisah, melainkan dalam susunan yang
padu sebagai karya cipta yang indah di
dalam kegiatan mendengarkan, kegiatan
berbicara, kegiatan membaca, dan
kegiatan menulis. Kegiatan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis itu digunakan dalam kegiatan
berapresiasi, yaitu oleh seseorang dalam
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 101
berhubungan dengan karya sastra. Sastra
di dalam kegiatan berapresiasi digunakan
untuk bertukar pikiran, perasaan,
pendapat, imajinasi, dan sebagainya
sehingga terjadi kegiatan sambut-
menyambut.
Kegiatan bersastra itu serempak
dilakukan dalam kegiatan lain, baik
kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani.
Kegiatan bersastra dilakukan serempak
dengan kegiatan menggunakan tangan,
kaki, kepala, pancaindra, dan sebagainya.
Kegiatan bersastra pun dilakukan
serempak dengan kegiatan merasa,
berpikir, berimajinasi, dan sebagainya.
Kegiatan bersastra serta kegiatan berbuat
itu terjadi dalam konteks, berupa tempat,
waktu, dan suasana. Di dalamnya terdapat
tanah, air, udara, cahaya, tumbuhan,
binatang; manusia dengan masyarakat dan
budayanya, serta Tuhan dan alam ciptan-
Nya. Bagian-bagian yang ada di dalam
pembelajaran bersastra itulah yang
dimaksud dengan konteks-konteks
belajar.
Berdasarkan paparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kegiatan bersastra
yang efektif adalah kegiatan yang
mengarah pada berapresiasi secara luas,
bukan sebatas bahasan yang sifatnya
kognitif. Kegiatan berapresiasi meliputi
membaca beragam karya sastra,
mempelajari teori sastra, mempelajari esei
dan kritik sastra, serta mempelajari
sejarah sastra. Di samping itu, perlu pula
dilakukan kegiatan pendokumentasian
atas informasi mengenai karya sastra serta
kegiatan kreatif, yakni menulis karya
sastra dan menulis bahasan terhadap
karya sastra. Kegiatan-kegiatan seperti ini
tentulah akan mengatasi kendala kurang
tersedianya buku-buku sastra di
perpustakaan sekolah (Harsanti, 2017).
Pendidikan karakter sangat penting
untuk diterapkan di sekolah. Hal ini
karena karakter yang baik terkait erat
dengan keberhasilan anak didik dalam
belajar di sekolah. Ada sebuah buku yang
disusun oleh Joseph Zins, dkk., Emotional
Intelligence and School Succes,
menegaskan bahwa kecerdasan
emosional, yang di dalamnya terkait erat
dengan pendidikan karakter, ternyata
berpengaruh sangat kuat dengan
keberhasilan belajar. Dalam buku
tersebut, disampaikan bahwa ada sederet
factor risiko penyebab kegagalan anak di
sekolah. Factor-faktor risiko yang
disebutkan ternyata bukan terletak pada
kecerdasan intelektual, melainlan pada
karakte (Azzel, 2013).
Pembelajaran sastra Indonesia
memiliki peran yang sangat strategis
dalam konteks pembangunan karakter dan
nilai kejuangan bangsa, termasuk bagi
manusia-manusia Indonesia (Purwanto,
2016). Sedangkan Joan Glazer (Noor,
2011) mengemukakan peran sastra dalam
pembangunan karakter manusia dalam
bersosialisasi, yakni (1) Sastra
memberikan penguatan kepada manusia
bahwa semua insan memiliki perasaan
yang relative sama, misalnya jika kita
tidak ingin disakiti janganlah kita
menyakiti orang lain; (2) Sastra
memberikan dasar penanaman emosi; (3)
melalui tokoh-tokoh yang dihadirkan
dalam sastra dengan berbagai perilaku
dan karakternya memberikan penguatan
kepada penikmat sastra dalam mengelola
emosi-emosi tersebut.
III. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas
disimpulkan bahwa, pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia memiliki peran yang
penting dalam pembentukan karakter
peserta didik. Pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia dapat dijadikan salah satu
wahana pembentukan dan penyampaian
pendidikan karakter bagi peserta didik.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
mampu dijadikan sebagai salah satu
media dalam memberikan pemahaman
dan penanaman nilai kebajikan dan nilai
karakter seperti nilai kejujuran, tanggung
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 102
jawab, pengorbanan, demokrasi, dan
sebagainya. Pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia, memiliki peran sebagai
sarana untuk memberikan pembelajaran,
petunjuk, dan pengarahan kepada
manusia, termasuk di antaranya adalah
tentang karakter. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
diharapkan dapat mendukung dan
membentuk karakter peserta didik yang
santun, berbudi pekerti, cerdas, dan
berkarakter unggul.
Berbagai upaya yang dapat
dilakukan guru dalam mengajarkan
bahasa dan sastra Indonesia untuk
menguatkan dan menanamkan pendidikan
karakter bisa dengan pemberian bahan
ajar bahasa, keterampilan berbahasa,
santun berbahasa, serta pelajaran sastra
seperti novel, cerpen, puisi, dan apresiasi
sastra. Melalui berbagai upaya tersebut
diharapkan nilai karakter peserta didik
akan terbentuk dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter
di Sekolah. Bandung: Penerbit
Yrama Widya.
Azzel, Akhmad Muhaimin. 2013. Urgensi
Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
Ar-Ruz Media.
Endah, Sulistyowati. 2012. Implementasi
Kurikulum Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Citra Aji Paramana.
Harsanti, Arni Gemilang. 2017.
Pendidikan Karakter Melalui
Pembelajaran Sastra. Prosiding
Seminar Nasional Bahasa dan
Sastra Indonesia dalam Konteks
Global. Jember: PBSI FKIP
Universitas Jember.
Lustyantie, Ninuk. 2017. Peran
pendidikan bahasa dan sastra
dalam Membangun generasi
berkarakter. Buku Bunga Rampai
Dies Emas UNJ Tema: Tantangan
Pendidikan Indonesia dalam
Membangun Generasi Emas.
Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta.
Marysa, Rizki dkk.2015. Pendidikan
Karakter pada Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di
SMPN 1 Gunungsugih. Jurnal
Kata (Bahasa, Sastra, dan
Pembelajarannya). Lampung:
Unila. Vol. 3 No 2.
Musfah, Jejen (Ed). 2012. Pendidikan
Holistik Pendekatan Lintas
Perspektif. Jakarta: Penerbit
Kencana.
Muslih, Masnur. 2011. Pendidikan
Karakter Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensial. Jakarta:
Bumi Aksara.
Noor, Rohinah M. 2011. Pendidikan
Karakter Berbasis Sastra Solusi
Pendidikan Moral yang Efektif.
Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Joko. 2016. Peran dan Fungsi
Sastra Indonesia dalam
Mewujudkan Karakter dan Nilai
Kejuangan Bangsa di Tengah
Pergaulan Global. Prosiding
Seminar Nasional PIBSI
XXXVIII, Sukoharjo: Univet
Bantara Sukoharjo.
Rusyana, Y. dan M. Suryaman. 2005.
Pedoman Penulisan Buku Teks
Pelajaran Bahasa Indonesia SD,
SMP, dan SMA. Jakarta: Pusat
Perbukuan Depdiknas.
Samani, Muchlas dan Hariyanto, M.S.
2013. Konsep dan Model
Pendidikan Karakter. Bandung:
Penerbit Rosdakarya.
Setiawan, Budhi. 2016. Memaksimalkan
Peran Pembelajaran Bahasa
Indonesia sebagai Piranti
Pembentukan Karakter Lulusan
dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Prosiding
Seminar Nasional PIBSI
XXXVIII, Univet Bantara
Sukoharjo.