150
1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN IBU HAMIL (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab. Rokan Hilir Riau) SKRIPSI Diajukan Oleh: WAN SRI WIDANINGSIH 050901043 Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

KEBIASAAN PERSALINAN IBU HAMIL

(Studi Kasus di Kec.Bangko Kab. Rokan Hilir Riau)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

WAN SRI WIDANINGSIH 050901043

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 2: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Study Kasus di Kecamatan Bangko Kabupaten

Rokan Hilir, Riau)” guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari

Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara. Serta tidak lupa Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad

SAW yang safa’atnya sangat diharapkan di hari akhir kelak.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan wawasan peneliti, kurangnya pengalaman, serta

sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh peneliti.

Akan tetapi, berkatNya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga penulisan

skripsi ini selesai. Hal ini tidak luput dari teman-teman dan keluarga yang selalu

memberikan motivasi dan dorongan serta doa. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penulisan skripsi

ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi, selaku Ketua Departemen Sosiologi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara serta

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 3: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

3

sebagai dosen wali penulis yang telah membimbing penulis semenjak

semester pertama sampai akhir dengan selalu mengkoreksi penulis setiap

semester berganti dan selalu memberi masukan jika ada masalah.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku sekertaris Departemen Sosiologi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, juga selaku ketua

penguji sewaktu seminar proposal yang telah memberikan banyak masukan

saran dan kritiknya sehingga memberikan banyak inspirasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Nurman Ahmad, S.sos, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu kepada penulis dan memberikan semangat serta bimbingan

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. ThanX for the Great Critical dan

Support… makasih banyak iya pak…

5. Teristimewa buat Ibunda penulis. Bunda sebagai motivator terbesar sehingga

penulisan skirpsi ini bisa terselesaikan. Dan walaupun bunda tidak dapat

mendampingi penulis saat ini dan seterusnya, tapi penulis yakin bunda selalu

memperhatikan penulis dari surga. Terimakasih yang tak terhingga atas

segalanya… ThanX for The Gen!!!

6. Buat seorang gadis kecil bernama ‘Wan Putri Sakinah’ terimakasih buat

waktu dan kenangan yang telah dilewati bersama penulis. Tak ada kata yang

benar-benar layak untuk mengungkapkan segala rasa syukur karena telah

membuat hidup penulis berarti dengan merasakan betapa indahnya memiliki

saudara dan menjadi kakak, walaupun masih banyak kekurangan. Aku akan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 4: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

4

menyimpan kenangan dan mensyukuri setiap hari kebersamaan kita.

Terimakasih untuk 13 tahun yang tak terlupakan. Cinta ini masih ada, dan

akan tetap ada selamanya…

7. Hj. Rahijjah… yang telah membuat penulis sampai seperti ini. Memberikan

banyak bantuan tanpa pamrih sehingga mengantarkan penulis menjadi orang

yang lebih realistis dan survive dalam menjalani hidup. Terimakasih atas

cinta, kenangan, dan segalanya yang pernah penulis terima.

8. Teman, sahabat, kekasih, sekaligus kakak buat Dody Siswoyo dan

keluargannya yang banyak memberikan dukungan dan bantuan di masa

penulis mengalami stuck berat oleh berbagai masalah. Terimakasih buat

kehidupan barunya yang indah yang mengajarkan banyak hal terutama

kesabaran dan pantang menyerah buat penulis hingga penulis menemukan

‘arti’ baru dalam hidup. Semua yang dirasa ini tak ada akhir…

9. Buat seluruh keluarga yang telah memberikan semangat di masa-masa sulit.

Mamy, Bu Wati, Umi Ida, Kak Aci, Kak Ika, Karlina Yunisa, Wan Sudarno,

Regina Ayu Adisti, Wan Maysarah, Wan Mirza Dani, Tante Nina, Om Edi,

Kak Minar. Makasih banyak iyah… buat kalian yang udah bantu seikhlasnya.

10. Buat teman-teman sekaligus sahabat stambuk 05: Nina ‘Qnoy’ Karina,

Anaestasia ‘Kakak’ Bessie, Natalina ‘Jean’ Nadeak, Lola, Siska, Kak Ismi,

Kak Devi, Kak Dini. Yang gak disebut, mohon maaf… keterbatasan ingatan

penulis. Yang penting, penulis ucapkan terimakasih banyak atas persahabatan

yang telah 3 tahun di jalani dan segala bantuan, yang pernah penulis terima.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 5: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

5

Semoga kalian tetap mengingatku walau kita udah gak sama-sama lagi…

kamSya…

11. Buat semua informan, penulis ucapkan terimakasih banyak atas waktu yang

telah diluangkan. Jamuan makan di saat lebaran, dan semua informasi yang

berkenaan dengan penulisan skripsi ini.

12. The last one… teruntuk Gaza Arif Siswoyo, Milad Farukh Siswoyo, Kania

Putri Shatilla Siswoyo… terimakasih untuk inspirasinya… dan kalian adalah

masa depan yang menungguku.

13. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini.

Akan tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan

skripsi ini.

Medan, Desember 2008 Penulis

Wan Sri Widaningsih

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 6: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

6

ABSTRAK Pada dasarnya pemilihan beraslin dengan bantuan dukun beranak dipengaruhi oleh tindakan pilihan rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai-nilai budaya dan pengalaman yang terjadi serta lingkungan di sekitarnya, bersalin di dukun beranak juga dibarengi adanya rasa kepercayaan antara pasien dengan dukun beranaknya sehingga seorang pasien yakin bahwa dengan si pasien melahirkan dibantu oleh dukun beranak tersebut, maka bayi yang dilahirkannya akan selamat. Seseorang dituntut untuk lebih bertindak cermat dan kritis khususnya menyangkut tentang kebutuhan dasar seseorang seperti: pendidikan, kebutuhan hidup, dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan memiliki peranan penting sebagai sarana distribusi kesehatan kepada masyarakat. Akan tetapi pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan yang baik. Ditambah lagi dengan faktor geografis yang tidak mendukung serta beban biaya yang besar yang harus ditanggung oleh pasien ketika ia memutuskan bersalin di tenaga medis, membuat hal itu menjadi suatu pertimbangan yang memberatkan. Sebab, jarak tempuh ke fasilitas kesehatan cukup jauh dan harus mengeluarkan biaya transportasi yang membebankan mereka. Belum lagi seluruh fasilitas kesehatan itu harus dibayar mahal. Keseluruhan hal inilah yang membuat ibu hamil memilih bersalin dengan dukun beranak dari pada ke tenaga medis. Penelitian ini bertujun untuk mengetahui “Apa saja yang Melatar Belakangi Ibu Hamil Memilih Dukun Beranak sebagai tempat Bersalin Mereka? Dan Bagaimana Sistem Pelayanan Yang di Berikan Oleh Dukun Beranak Kepada Ibu Hamil sebagai Pasien Mereka?” Untuk memperoleh data peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif terhadap 10 informan. Masing-masing informan terdiri dari 8 orang ibu hamil yang pernah bersalin di dukun beranak dan 2 orang dukun beranak itu sendiri. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi lebih banyak. Berdasarkan analisa data bahwa informan yang bersalin di dukun beranak seluruhnya yang memiliki tingkat penghasilan dan pendidikan rendah serta dukun beranak yang telah mereka kenal dengan baik. Dukun beranak juga tidak pernah menetapkan berapa upah mereka kepada keluarga pasiennya. Ditambah lagi dengan kemampuan ‘khusus’ yang dimiliki oleh dukun beranak yang dipercaya dapat mempermudah proses kelahiran yang sulit.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 7: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, kita mengenal dua sistem pengobatan yang keduanya sama-sama

memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya. Tak jarang para pasien pun terkadang

sulit untuk menentukan jenis pengobatan yang bagaimana yang baik untuk

menyembuhkan penyakit mereka. Kesemua jenis pengobatan itu adalah pengobatan

modern yang menggunakan tenaga medis profesional dan pengobatan tradisional.

Jenis pengobatan tradisional ini juga lazim dipercaya oleh masyarakat karena ilmunya

sudah turun temurun atau biasanya didapat oleh seseorang sebagai kelebihan.

Sistem pengobatan tradisional banyak mendapat perhatian dari masyarakat

karena sistem ini dalam kenyataannya masih tetap hidup dan berdampingan dengan

sistem pengobatan modern, meskipun praktik-praktik biomedik kedokteran makin

berkembang pesat dinegara kita yang ditandai dengan munculnya pusat-pusat layanan

kesehatan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta. Pengobatan

tradisional berkaitan erat dengan budaya suatu suku bangsa yang mendiami suatu

wilayah geografi tertentu. Pengobatan tradisional ini juga lazim digunakan dalam

mengatasi berbagai masalah kesehatan baik di desa, maupun di kota-kota besar.

Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan perawatan dengan cara, obat dan

pengobatannya, yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun dan

diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 8: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

8

adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,bahan hewan, bahan

mineral atau campuran dari bahan tersebut secara turun temurun telah digunakan

untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Pada tingkat rumah tangga pelayanan kesehatan oleh individu dan keluarga

memegang peranan utama. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional dan tanaman

obat merupakan unsur penting dalam meningkatkan kemampuan individu atau

keluarga untuk memperoleh hidup sehat (www.usu.ac.id Pengobatan Tradisional

Sebagai Pengobatan Alternatif harus Dilestarikan). Untuk ini pelayanan kesehatan

tradisional merupakan potensi besar karena dekat dengan masyarakat, mudah

diperoleh dan relatif lebih murah dari pada obat modern.

Sedangkan pada abad ke-19 sejak pengobatan modern berkembang dengan

penemuan-penemuan bakteri dan ditemukan mikroskop, para ahli mulai

menyimpulkan bahwa penyakit itu ada penyebabnya. Pengobatan modern banyak

dianut orang karena mendasarkan pengobatan penyakit melalui proses diagnosa dan

dibantu melalui peralatan-peralatan seperti mikroskop, rontgen, alat-alat bedah, dll

untuk mendeteksi penyebab penyakit sebelum diberikan obatnya atau disembuhkan.

Namun pengobatan modern tidak mampu menangani seluruh masalah kesehatan,

hanya sekitar 20% saja penyakit yang bisa ditangani melalui pengobatan modern

sisanya belum diketahui obatnya.

(http://yabina.org/pipermail/mimbarmaya_yabina.org/2007-September/000092.html)

Perbedaan mendasar antara pengobatan modern dengan pengobatan tradisional adalah

bahwa pengobatan modern menganggap manusia lebih bersifat materialistik (darah,

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 9: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

9

tulang, daging, dan mengabaikan aspek spiritual manusia) dan menggunakan obat-

obatan materialistik dan alat-alat yang semakin canggih untuk mendiagnosa penyakit

pasiennya.

Sebuah contoh, Suatu sore, saya mendapat panggilan dari rumah sakit. Saat

itu jam besuk. Waktu melewati bangsal pria, saya melongokkan kepala ke dalam dan

bertanya pada suster yang ada di sana: "Ada persoalan?" Dari caranya menjawab,

"Tidak ... . tapi . . . ," saya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Saya masuk ke dalam

bangsal dan mendapatkan seorang pasien dengan banyak luka di tubuhnya akibat

kecelakaan lalu lintas. Di sampingnya berdiri seseorang bukan keluarga atau

temannya melainkan seorang dukun. Waktu saya hampiri, dukun itu menghindar dan

pergi. Pasien minta maaf kepada saya, tapi keesokan harinya ia kabur dari rumah

sakit. Mungkin untuk melanjutkan pengobatannya dengan dukun tadi. Itu merupakan

pengalaman saya yang pertama, tapi bukan yang terakhir. Karena selama 5 tahun saya

bertugas, saya sering menjumpai dukun-dukun lainnya. Pada umumnya mereka

punya tempat praktek sendiri. Ada yang praktek umum untuk segala macam penyakit;

ada juga yang "spesialis", yaitu untuk penyakit-penyakit tertentu saja seperti fraktur,

kelainan mental, infertilitas dan lain-lain. bahkan, ada yang sampai mempunyai

kapasitas tempat tidur bagi pasien - pasien yang perlu dirawat. Operasi mereka pun

tidak hanya terbatas di desa, tapi juga di kota, di mana terdapat dokter dan rumah

sakit. Malahan, para dukun itu kadang - kadang lebih terkenal dan sangat dihormati

masyarakat

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 10: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

10

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_DokterdanDukun.pdf/14_DokterdanDukun

.htm).

Tetapi sistem pengobatan modern sempat mengalami penolakan dari

masyarakat yang disebabkan oleh prinsip-prinsip sistem pengobatan modern yang

tidak cocok dengan pemahaman mereka yang umumnya berada diwilayah pedesaan.

Sekalipun mereka dapat menerimanya, tidak secara keseluruhan melainkan masih ada

peranan unsur luar yang masih mereka percayai (Hasim Awang, 1990).

Gangguan kesehatan merupakan konsekuensi prilaku yang berwujud tindakan

yang disadari atau tidak disadari, merugikan kesehatan atau menurunkan derajat

kesehatan si pelaku sendiri, atau orang-orang lain, atau suatu kelompok. Menurut

Foster dan Anderson (1978:51) didalam masyarakat pedesaan konsep penyakit

dikenal dengan istilah sistem personalistik dan sistem naturalistik. Sistem

personalistik ialah penyakit yang dipercaya yang disebabkan oleh sesuatu hal diluar si

sakit seperti akibat gangguan gaib seseorang (guna-guna), jin, mahluk halus, kutukan,

dsb. Sistem naturalistik adalah penyakit yang disebabkan oleh sebab alamiah seperti

cuaca dan gangguan keseimbangan tubuh.

Dalam konsep sakit, terdapat faktor-faktor sosial, psikologi, dan budaya yang

mempengaruhi. Beberapa faktor tersebut adalah:

1.Tidak semua kumpulan sosial atau budaya memberikan reaksi yang sama

terhadap penyakit.

2.Latar belakang budaya mempengaruhi cara seseorang menghadapi penyakit

yang dialaminya dan juga penyakit yang dialami oleh orang lain.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 11: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

11

3.Bagaimana faktor budaya juga mempengaruhi seseorang dalam mengurangi

rasa sakit yang dialaminya kepada orang yang dapat menyembuhkan atau

yang berkaitan dengan kesehatan (Cecil G. Helman, 1994)

Pemahaman tentang penyakit tersebut mempengaruhi pola pengobatan dan

pemilihan alternatif pengobatan. Setidak-tidaknya konsep pengobatan tradisional

yang memiliki pandangan kosmologis tentang penyakit, memandang penyakit tidak

saja pada apa yang menyebabkan sakit, melainkan bagaimana dan mengapa seseorang

menjadi sakit. Sakit merupakan akibat rangkaian hubungan antara individu dengan

lingkungannya, yang mana individu itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

suatu tatanan kosmis (Yitno 1985:109) (www.jurnal-humaniora.ugm.ac.id

Pengobatan Tradisional Suku Jawa)

Sebagai contoh, para pengidap Human Imunnodeviciency Virus (HIV) atau

Acquired Imunno Deviciency Syndrom (AIDS) mengalami demam, diare, masalah

kulit, gangguan mulut dan tenggorokan, mual dan muntah, nyeri kelelahan. Sebab

penyakit tersebut bisa diminimalisasi bahkan bisa disembuhkan dengan cara

pengobatan tradisional. Ahli akupuntur sekaligus Direktur Yayasan Taman

Sringganis, Putu Oka Sikanta mengatakan di Jakarta, baru-baru ini menjelaskan

selama ini pengobatan HIV/AIDS adalah dengan obat-obatan antiretroviral (ARV).

Padahal terapi tradisional telah lama dikenal masyarakat sebagai salah satu cara

efektif untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan dapat

mengurangi keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh pengobatan AIDS

(www.aidsindonesia.or.id Pengobatan Tradisional Untuk Penderita HIV/AIDS).

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 12: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

12

Melihat keadaan disekitar kita dengan adanya pengobatan tradisional yang

masih mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat

pedesaan pada khususnya mempunyai pasien dan langganan masing-masing. Ada

masyarakat pendukung tersendiri, namun ada juga kaidah patokan atau syarat-syarat

khusus. Hal ini merupakan unsur-unsur budaya dan unsur kebudayaan yang juga

terdapat pada bangsa-bangsa di dunia betapapun modernnya. Tidak hanya dalam hal

penyembuhan penyakit, sistem pengobatan tradisional juga banyak digunakan dalam

hal perawatan serta persalinan ibu hamil. Masih eksisnya dukun bayi atau biasa yang

disebut dengan dukun beranak menciptakan suatu pilihan bagi ibu hamil untuk

memilih antara bidan medis dengan dukun beranak.

Banyaknya ibu hamil yang sering meminta pelayanan kepada dukun beranak

merupakan suatu fenomena yang menunjukkan bahwa dukun beranak masih

mendapat tempat dihati ibu-ibu hamil yang mempercayakan kandungan dan proses

persalinan mereka kepada dukun beranak tersebut. Padahal dukun beranak tidak

dibekali dengan ilmu pengetahuan dari dunia medis tentang standar kesehatan yang

harus diberkan kepada paseinnya. Tetapi dengan ilmu yang diturunkan oleh orang tua

mereka dan pengalaman yang menyertainya, dukun beranak masih dapat dipercaya

oleh sebagian ibu-ibu. Biasanya fenomena ini terdapat didaerah-daerah yang jauh dari

kota maupun saranan pelayanan kesehatan.

Salah satu daerah yang dimaksud adalah Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan

Hilir Riau. Gambaran tentang kebiasaan pemeriksaan dan persalinan ibu hamil disana

tidak jauh berbeda dengan ibu-ibu hamil diberbagai daerah kecil lainnya. Hampir

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 13: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

13

sebagian ibu hamil tersebut dalam proses kehamilannya memiliki kebiasaan

pemeriksaan kandungan mereka kepada tenaga kesehatan. Dimulai sejak trisemester

pertama, jumlah ibu hamil yang berkunjung untuk memeriksakan kandungannya

cukup banyak. Tetapi menjelang waktu kelahiran bayi mereka, para ibu hamil di

daerah ini mulai jarang berkunjung kembali ke tenaga kesehatan sekedar untuk

mengetahui perkembangan bayi mereka atau mempercayakan proses kelahiran

bayinya kepada tenaga medis tersebut. Ternyata para ibu hamil itu lebih memilih

dukun beranak untuk menangani proses persalinannya.

Bukan tidak mungkin persalinan yang dilakukan oleh dukun beranak ini dapat

membahayakan nyawa ibu dan bayinya, sebab dukun beranak biasanya dalam

melakukan praktiknya belum memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.

Ancaman kematian ibu dan bayi pun semakin besar karena dukun beranak hanya

bekerja sendiri dan menggunakan alat yang seadanya.

Padahal, pemerintah sudah melarang proses melahirkan yang dibantu dengan

dukun beranak. Kebijakan Nasional Tahun 2003 tidak melegalisasi dukun beranak

lagi (www.visfm.com Angka Kematian Tinggi Dukun Beranak Dilarang Praktik 21

Mei 2007). Dukun beranak hanya boleh menangani perawatan bayi dan ibu,

sementara proses persalinan diserahkan kepada bidan.

Untuk itu penting bagi kita untuk mengetahui sedikit tentang kesehatan

reproduksi. Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik,

mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 14: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

14

prosesnya. Ruang lingkup kesehatan reproduksi digunakan pendekatan siklus hidup.

Siklus hidup dikenal dengan lima tahap, yaitu: konsepsi (janin), bayi dan anak usia

remaja, usia subur, dan usia lanjut. Perempuan jelasnya mempunyai kebutuhan

khusus dibanding dengan laki-laki karena kodrat perempuan untuk haid, hamil,

melahirkan, menyusui, dan monopasue, oleh karena itu pemeliharaan kesehatan pada

perempuan lebih intensif selama hidupnya.

Terlepas dari semua itu, dengan banyaknya jumlah ibu hamil yang bersalin

dengan dukun beranak dan tersediannya prasaranan yang cukup, peneliti tertarik

melakukan penelitian ini untuk mengetahui apa saja yang melatar belakangi ibu hamil

memilih dukun beranak sebagai tempat bersalin dan bagaimana perawatan dari dukun

beranak kepada ibu hamil.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.Apa saja yang melatarbelakangi ibu hamil memilih dukun beranak untuk proses

persalinan mereka?

2.Bagaimana sistem pelayanan dan perawatan yang diberikan oleh dukun beranak

terhadap ibu hamil sebagai pasien mereka?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini disamping sebagai persyaratan akademis, juga

diharapkan akan bertujuan:

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 15: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

15

1.Untuk mengetahui apa saja yang melatar belakangi ibu hamil bersalin dengan

dukun beranak.

2.Untuk mengetahui sistem pelayanan dan perawatan yang diberikan oleh dukun

beranak kepada ibu hamil.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap

pengambil kebijakan khususnya pemerintah atau instansi terkait yang menangani

bidang sosial (kesehatan), dengan melihat apa yang menjadi keinginan masyarakat

terhadap kemampuan ekonomi dan pelayanan terhadap ibu hamil itu sendiri, karena

kemajuan dan pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor kesehatan

masyarakatnya sendiri.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan

dan dapat membantu peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian lanjutan.

1.5 Defenisi Konsep

Konsep adalah unsur penting dalam suatu penelitian. Konsep merupakan defenisi

yang dipakai oleh para peneliti dalam menggambarkan secara abstrak suatu fenomena

sosial atau fenomena alami. Menurut R.K Merton konsep adalah defenisi dari apa

yang perlu diamati. Konsep merupakan variabel-variabel mana kita menentukan

adanya hubungan empiris. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerangka

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 16: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

16

konseptual adalah rangkaian pengertian logis, yang diapaki untuk menetukan jalan

pemikiran dalam penelitian guna memperoleh permasalahan yang tepat.

Adapun konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah:

1.Konsep sehat dan sakit

Sakit atau gangguan kesehatan merupakan konsekuensi prilaku yang berwujud

tindakan yang disadari atau tidak disadari, merugikan kesehatan atau yang

menurunkan derajat kesehatan si pelaku sendiri, atau orang-orang lain, atau suatu

kelompok. Gangguan kesehatan tidak hanya terbatas pada kategori penyakit fisik

dan mental secara individu dan kelompok tetapi juga kategori kesejahteraan

sosial.

WHO (1974) mengatakan bahwa sehat adalah, suatu keadaan yang sempurna dari

fisik, mental, sosial tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. White

(1977), sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mempunyai keluhan

atau tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. Sedangkan sehat

menurut masyarakat adalah sebagai suatu kemampuan fungsional dalam

menjalankan peran-peran sosial dalam kehidupan sehari-hari.

2.Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional adalah pengobatan atau perawatan dengan cara, obat dan

pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun

dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat

(www.library.usu.ac.id Pengobatan Tradisional Sebagai Pengobatan Alternatif

Harus Dilestarikan)

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 17: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

17

3.Persalinan

Persalinan adalah kejadian fisiologi normal yang mana kelahiran seorang bayi

merupakan persitiwa sosial yang dinantikan ibu dan keluarga selama 9 bulan.

4.Perawatan Ibu Hamil

Perawatan ibu hamil adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh ibu hamil

dalam rangka menjaga dan merawat kondisi badannya pada masa kehamilan.

5. Dukun Beranak

Dukun beranak adalah orang yang memiliki keahlian dalam membantu proses

persalinan hingga perawatan pasca persalinan dengan metode pengobatan secara

tradisional.

6.Tenaga Medis

Tenaga medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dalam

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan meliputi: Dokter, Apoteker,

Perawat, dan Bidan (www.etikahukumkesehatan.blogspot.com).

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 18: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Stratifikasi Sosial: Peluang Hidup dan Kesehatan

Berbagai kajian yang dilakukan ahli sosiologi dan kependudukan telah banyak

menemukan kaitan antara stratifikasi sosial dengan peluang hidup dan derajat

kesehatan keluarga. Studi yang dilakukan Robert Chambers (1987), misalnya,

menemukan bahwa dilingkungan keluarga yang miskin, tidak berpendidikan, dan

rentan, mereka umumnya lemah jasmani dan mudah terserang penyakit.

Sementara itu, studi yang dilakukan Brooks (1975) menemukan bahwa

kecenderungan terjadinya kematian bayi ternyata dipengaruhi oleh tinggi rendahnya

kelas sosial orang tua. Semakin tinggi kelas sosial orang tua, semakin kecil

kemungkinan terjadinya kematian bayi pada tahun pertama. Dikalangan kaum ibu

yang kurang berpendidikan, terjadinya kematian bayi relatif lebih tinggi. Karena

tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertiannya

terhadap kesehatan, hygienie, perlunya pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan,

serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluargannya (Utomo, 1985).

Bisa dibayangkan, apa yang terjadi bila sebuah keluarga miskin suatu saat kepala

keluarga yang merupakan tenaga kerja produktif dan andalan ekonomi keluarga tiba-

tiba jatuh sakit hingga berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu. Maka akibat

yang segera terjadi biasanya mereka terpaksa jatuh pada perangkap hutang, dan

perlahan satu persatu barang-barang yang mereka miliki terpaksa dijual untuk

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 19: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

19

menyambung hidup (Suyatno 2003). Dengan alasan tidak ada uang yang tersisa,

sering terjadi keluarga miskin yang salah satu anggota keluarga sakit akan memilih

mengobati seadanya sering dengan cara tradisional, yang ironisnya justru membuat

penyakit yang mereka derita menjadi tak kunjung sembuh (Dwi Narwoko, Bagong

Suyanto, 2004. Soiologi Teks Pengantar dan Terapan). Pengobatan secara tradisional

ini begitu akrab dan diminati dikalangan masyarkat.

Peminatan pengobatan tradisonal itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor:

1. Faktor Sosial

Alasan masyarakat memlih pengobatan tradisonal adalah selama mengalami

pengobatan tradisional keluargannya dapat menjenguk dan menunggu setiap saat.

Mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi langsung dengan keluargannya atau

kerabatnya dalam keadaan sakit. Selama perawatan yang dialaminya mereka dapat

berkomunikasi dengan akrab dengan keluargannya.

Namun ada juga informasi yang mengemukakan bahwa mereka berpendapat

lebih senang dirawat atau diobati ditempat-tempat tradisional. Mereka dibawa ke

tempat pengobatan tradisional bukan atas kemauan mereka sendiri tetapi atas desakan

biaya pengobatan. Biasanya mereka belum pernah ke Rumah Sakit sehingga tidak

bisa membandingkan pengobatan tradisional dengan pengobatan di Rumah Sakit.

Disini tampak adanya faktor pasrah akibat dari keterbatasan pengalaman-pengalaman

dalam interaksi sosial.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 20: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

20

2. Faktor Ekonomi

Mereka menyatakan biayanya lebih murah dari pada Rumah Sakit, menurut

mereka cara pembayarannya juga tidak memberatkan karena pasien tidak tertarik

uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu membayar sekaligus dapat dicicil

setelah mereka pulang. Jika ditinjau dari klasifikasi pasien yang datang ketempat

pengobatan tradisional ini sebagian besar pekerjaannya adlah buruh kasar, sopir,

tukang parkir, sehingga wajar faktor ekonomi menentukan dalam memilih tempat

pengobatan.

3. Faktor Budaya

Salah satu alasan mengapa para penderita memilih tempat pengobatan

tradisional adalah karena pengobatan ditempat ini memiliki seorang ahli yang

mempunyai kekuatan supranatural yang mampu mempercepat penyembuhan

penyakit. Disamping itu hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan

Anderson bahwa sistem medis adalah bagian integral dari kebudayaan.

Salah satu faktor lain yang menyebabkan pengobatan tradisional ini masih

diminati masyarkat adalah kategori penyembuhan yaitu siapa yang berhak atau yang

tepat dalam meyembuhkan, misalnya untuk penyakit C hanya D yang berhak,

penyakit B hanya A yang tepat menyembuhkannya. Dalam persepsi masyarakat juga

menganggap penyakit yang tidak parah tidak perlu dibawa kerumah sakit, karena

penyakit yang diderita dianggap tidak membahayakan jiwanya, tidak mengganggu

nafsu makan serta masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari walalupun agak

terganggu. Hal tersebut tampak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spreadly,

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 21: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

21

bahwa kebudayaan sebagai pengetahuan, nilai-nilai yang digunakan untuk

menginterpretasikan pengalaman serta yang membangkitkan perilaku sosial.

4.Faktor Sosial

Kenyamanan yang diperoleh pada saat pengobatan karena tidak menggunakan

peralatan-peralatan yang menakutkan mereka, terutama patah tulang tidak perlu

diamputasi atau di gips.

5.Faktor Kemudahan

Pasien dapat dengan segera ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan

hasil laboratorium lainnya (www.library.usu.ac.id Pengobatan Tradisional Sebagai

Pengobatan Alternatif Harus Dilestarikan). Dari keseluruhan faktor diatas,

memungkinkan pasien untuk berobat ke pengobatan tradisional sehingga

menciptakan peminatan terhadap dukun beranak sebagai tempat persalinan menjadi

pilihan utama.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Lampung Utara, Lebak (Banten),

Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali), Lombok Tengah

(Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur), pengobatan

tradisional dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang berpengaruh, menurut

Edriana, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan gratis, tingkat

pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah ke fasilitas/tenaga kesehatan

serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan. “Semakin rendah tingkat

pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin

banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin jauh dan semakin

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 22: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

22

sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan

utama”.

Apalagi, dukun lebih mudah diakses karena lebih dekat dengan masyarakat dan

lebih dipercaya, pelayanannya dianggap paripurna dan pembayarannya lebih fleksibel

karena kadang bisa dibayar dengan barang. Ia menjelaskan pula bahwa menurut hasil

penelitian, sebagian besar perempuan miskin memandang biaya persalinan di

fasilitas/tenaga kesehatan mahal. Kendati fasilitas dan tenaga kesehatan rata-rata

cukup tersedia disemua daerah namun menurut sebagian besar perempuan miskin

jarak antara tempat tinggal mereka dengan fasilitas/tenaga kesehatan cukup jauh,

wajtu tempuhnya lama dan biaya transportasinya mahal” (www.antara.co.id Dukun

Beranak Masih Menjadi Pilihan Perempuan Keluarga Miskin). Pemilihan antara

berobat ke dukun beranak atau ke tenaga medis merupakan dua pilihan yang

mempunyai ciri dan jenis pelayanan tersendiri, hal itu memaksa para ibu hamil untuk

menetukan pilihannya menjelang kelahiran. Artinya, setiap keputusan apapun yang

diambil oleh seseorang yang dianggapnya rasional, pasti mempunyai alasan yang kuat

mengapa orang tersebut memilih keputusan itu.

Teori Pilihan Rasional

Menurut Bachtiar (2006) Aksi adalah zweckrational (berguna secara rasional)

manakala seseorang menerapkan dalam suatu situasi dengan pluralitas cara-cara dan

tujuan-tujuan dimana seseorang bebas memilih cara-caranya secara murni untuk

keperluan efisiensi. Kedudukan dalam suatu kelas sosial tertentu mempunyai arti

penting bagi seseorang. Kita telah melihat bahwa Max Weber mengaitkan kedudukan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 23: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

23

dalam suatu kelas dengan Life Chances, yaitu peluang untuk hidup. Kekayaan dan

kepemilikan yang dimiliki seseorang dan keluargannya memang mempunyai

pengaruh besar terhadap peluang hidupnya, nasibnya. Seseorang warga masyarakat

yang berpenghasilan tinggi secara financial mampu mengantarkan isteri atau kerabat

mereka untuk bersalin dengan bantuan tenaga medis atau bahkan rumah sakit yang

paling bagus sekalipun. Akan tetapi, seseorang yang berpenghasilan rendah hanya

dapat mengantarkan isteri mereka ataupun kerabatnya ke dukun beranak yang tentu

saja mempunyai resiko yang cukup besar, yaitu selain menimbulkan penyakit

dikemudian hari, bahkan dapat beresiko kematian ibu dan bayinya. Dari pernyataan

Max Weber diatas dalam pemilihan tempat persalinan, para ibu hamil bebas untuk

mencari tempat bersalin mereka dengan pertimbangan secara rasional.

Parson mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang kreatif, aktif dan

evaluatif, dalam memilih alternatif tindakan dalam mencapai tujuan (Ritzer,

2004:71). Begitu juga dalam menentukan tempat persalianan antara tenaga medis atau

dukun beranak yang ada didaerah mereka masing-masing dalam kondisi terdesak atau

gawat dengan pengambilan keputusan secara rasional melalui pertimbangan-

pertimbangan. Karena mereka juga mempertimbangkan jarak tempuhnya, biayanya,

kenyamanannya, serta obatnya.

Begitu juga dalam teori aksi yang dikenal sebagai teori bertindak pada mulanya

dikembangkan oleh Max Weber berpendapat bahwa tindakan didasarkan atas

pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya, atas suatu objek stimulus atau

situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 24: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

24

mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat (Sarwono,

1997:30). Begitu juga dengan pemilihan tempat untuk bersalin, para pasien bebas

untuk menentukannya dengan pertimbangan yang rasional.

Weber mengatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial,

sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai

tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas

dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional menurut

Weber pertimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber

membagi rasionalitas tindakan kedalam empat macam, yaitu rasionalitas

instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan rasional, dan tindakan

afektif. Rasionalitas intrumental sangat menekankan tujuan tindakan dan alat yang

dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan

tindakan sosial. Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas

yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan

pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam

hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau nilai akhir

baginya (www.geocities.com/jurnalindonesia/sosiologi-profeyik.htl)

Dalam keadaan ekonomi yang carut marut saat ini, masyarakat harus menyikapi

dengan tepat. Sikap cerdas yang harus kita lakukan adalah berpola pikir secara

rasional dan berpola tindak ekonomis. Strategi yang paling sederhana adalah

melakukan berbagai penghematan di berbagai bidang, termasuk dibidang kesehatan.

“harga kesehatan sangat mahal”. Ungkapan itu terasa sangat tepat disaat ekonomi

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 25: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

25

Indonesia sedang menghadapi cobaan ini. Bayangkan, biaya jasa dokter ataupun

fasilitas tenaga medis lainnya masih belum terjangkau oleh sebagian masyarakat.

Belum lagi harga obat yang cukup mahal dan semakin lama pasti semakin menggila

untuk merawat kesehatan pasca persalinan. Biaya akan semakin melangit bila pasien

divonis harus rawat inap atau operasi.

Jalan terbaik dalam menyikapi baban psikologis itu adalah melakukan tindakan

mawas diri serta berpikiran jernih dan positif dalam bertindak secara rasional. Secara

sadar manusia harus menerima fakta dan fenomena alam bahwa sumber energi bumi

akan berkurang dan akan semakin mahal. Meskipun sulit, dalam jangka panjang

manusia harus berinovasi dalam berteknologi. Dalam jangka pendek, tindakan

rasional yang dapat dilakukan adalah mawas diri untuk memilih mana yang terbaik

khususnya dalam memilih tempat pesalinan baik itu di tenaga medis maupun di

dukun beranak, kita harus berpikir secara rasional sesuai dengan kenyataan yang

sedang terjadi saat ini.

Teori Trust/Kepercayaan

Menurut Fukuyama, 1995 bahwa Kepercayaan merupakan produk dari

komunitas-komunitas yang telah ada sebelumnya yang memiliki norma-norma atau

nilai-nilai moral bersama. Ada beberapa elemen-elemen utama yang terkait dengan

isu Trust, yakni kebijakan sosial dan modal sosial.

2.2.1 Kepercayaan

Sebagaimana dijelaskan Fukuyama, kepercayaan adalah harapan yang tumbuh

didalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 26: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

26

kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial

merupakan penerapan terhadap pemahaman ini, bahwa dalam masyarakat yang

memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif;

hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama.

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan

dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.

Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar

sekuler, seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan

berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk

mendukung iklim kerjasama (Fukuyama, 2002). Norma-norma dapat merupakan

prakondisi maupun rpoduk dari kepercayaan sosial.

Fukuyama memandang Trust sebagai komponen ekonomi yang melekat pada

kultur yang ada pada masyarakat. Qianhong Fu membagi tiga tingkatan Trust yaitu:

a. Pada tingkat individual, trust merupakan kekayaan individual, merupakan

variabel personal sebagai karakteristik individu.

b. Pada tingkat hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai

tujuan-tujuan kelompok.

c. Pada tingkat sistem sosial, trust merupakan nilai yang berkembang menurut

sistem sosial yang ada (Jausairi, 2006:12)

Trust dikedepankan dengan istilah kepercayaan, didefinisikan oleh Fukuyama

sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kokoperatif yang

muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 27: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

27

dianut bersama oleh anggota-anggota komunitas.Begitu juga dalam bidang kesehatan,

ibu hamil memiliki kepercayaan terhadap bidan kampung yang timbul dari

pengalaman-pengalaman yang telah didefinisikan secara langsung dalam berinteraksi

dengan dukun beranak.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 28: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

28

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitiatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang

menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati.

Pendekatan kualitatif juga dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh). Metode ini digunakan untuk

memperkuat dalam penyelesaian penelitian ini. Metode penelitian kualitatif

digunakan karena (Moleong, 2005:8) :

1. Pendekatan ini melihat individu secara utuh

2. Pendekatan ini mengutamakan latar ilmiah dengan maksud menggambarkan

fenomena yang terjadi dengan melibatkan metode wawancara.

3. Pendekatan ini bersifat emik, maksudnya peneliti dapat membangun

pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara ilmiah.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci suatu

fenomena sosial secara menyeluruh dalam menganalisa perilaku orang mulai dari

skala kelembagaan keluarga atau kelompok atau masyarakat dan interaksinya. Dalam

deskriptif juga mengandung pekerjaan mencatat, menganalisisnya, menginterpretaasi

kondisi-kondisi yang terjadi.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 29: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

29

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif akan mengumpulkan data-data

yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian

laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dokumen resmi

lainnya (Moleong, 2005:11).

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti akan dapat memperoleh

informasi atau data yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang melatar belakangi

ibu hamil bersalin dibantu dengan dukun beranak dan bagaimana sistem pelayanan

dukun beranak itu sendiri terhadap pasiennya.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kec. Bangko Kab. Rokan Hilir Riau. Adapun alasan

pemilihan lokasi adalah:

a) Di daerah ini masih banyak dijumpai ibu hamil yang bersalin ke dukun

beranak.

b) Lokasi penelitian merupakan tempat famili peneliti sehingga peneliti dapat

dengan mudah memperoleh bantuan dan bertepatan waktu penelitian

menjelang Lebaran.

Unit Analisis Data dan Informan

Unit Analisis

Analisa data secara umum adalah untuk mempertajam masalah dan merupakan

proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 30: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

30

uraian data. Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh

jalinan hubungan dan kaitan masalah.

Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek

penelitian (Arikunto, 1999:22). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian

ini adalah ibu-ibu di Kec. Bangko Kab. Rokan Hilir yang pernah melahirkan ke

dukun beranak dan dukun beranak itu sendiri.

Informan

Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah ibu-ibu yang pernah

melahirkan di dukun beranak dan dukun beranak itu sendiri. Dan untuk mendapat

informan yang dibutuhkan peneliti melakukan observasi dilingkungan sekitar tempat

tinggal peneliti selama melakukan penelitian, khususnya kepada para tetangga yang

diperkenalkan kepada peneliti sebagai ibu yang pernah melahirkan dengan bantuan

dukun beranak dan seperti mata rantai peneliti juga menanyakan siapa saja

kerabatnya yang pernah melahirkan di dukun beranak dan dimana tempat dukun

beranak yang membantu mereka saat itu. Kemudian peneliti melakukan wawancaa

seputar alasan mereka memilih dukun beranak dan bagaimana sistem pelayanan

dukun beranak itu sendiri dalam melayani pasiennya, seterusnya dilakukan

wawancara mendalam ditempat tinggal informan.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah Field

Research, yaitu:

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 31: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

31

Data Primer

o Wawancara Mendalam, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung

(face to face) kepada informan. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh

bersifat akurat dan terpercaya. Pengumpulan data dilakukan dengan

metode “wawancara mendalam” (in-depth interview) terhadap para

informan. Wawancara mendalam berarti menggali informasi atau data

sebanyak-banyaknya dari informan yang diawali dengan sosialisasi.

Dengan teknik ini akan digali riwayat hidup dari informan sebagai ibu

yang pernah melahirkan di dukun beranak, sehingga diharapkan dapat

mengungkap baik pengalaman dan pengetahuan eksplisit maupun yang

tersembunyi.

Dengan demikian peneliti sebagai instrumen dituntut bagaimana membuat

informan lebih terbuka dan leluasa dalam memberi informasi atau data, untuk

mengemukakan pengetahuan dan pengalamannya terutama yang berkaitan dengan

informasi sebagai jawaban terhadap permasalahan penelitian sehingga terjadi

semacam diskusi, obrolan santai, spontanitas atau alamiah dengan subjek peneliti

sebagai pemecah masalah dan peneliti sebagai pemancing timbulnya permasalahan

agar muncul wacana yang detil. Disini wawancara diharapkan berjalan secara tidak

berstruktur (terbuka, bicara apa saja) dalam garis besar yang terstruktur (mengarah

menjawab permasalahan penelitian). Agar wawancara lebih terarah maka digunakan

instrumen berupa pedoman.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 32: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

32

Wawancara (interview giude) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acua

bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan

juga instrumen penunjang lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam (ipod)

yang membantu peneliti dalam menganalisis hasil wawancara.

o Observasi, adapun pengamatan langsung terhadap gejala sosiologis yang

tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan

pengamata langsung di lapangan. Data yang diperoleh melalui observasi

ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang serta

keseluruhan interkasi interpersonal dan proses penataan yang merupakan

bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini

kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

Data Skunder

Data skunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek

penelitian. Pengumpulan data skunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

studi pustaka dan pencatata dokumen yaitu dengan mengumpulkan data dari buku-

buku refrensi. Dokumen, majalah, jurnal, dan internet yang dianggap relevan dengan

masalah yang diteliti.

Temuan dan Interpretasi Data

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam

pola kategori dan satuan rincian sehingga dapat ditemukan dan dapat dianalisa

selanjutnya (Moleong, 1993:103).

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 33: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

33

Analisa data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari

setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan

lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah menyusun data-

data dalam satuan-satuan itu kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut

dilihat kaitannya satu dengan yang lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif.

Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah selanjutnya

ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi

merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan yang perlu

dijaga, sehingga tetap berada didalam fokus penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-

satuan itu kemudian dikategorisasikan, berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya

satu dengan lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif. Sesungguhnya proses

analisis dalam penelitian ini telah dimulai sejak awal penulisan proposal hingga

selesainya penelitian ini yang menjadi ciri khas dari analisis kualitatif.

Setiap data yang diperoleh akan direkam, dan dicatat baik itu dari hasil

wawancara atau telaah pustaka. Kemudian data akan dikumpul dan dilanjutkan

dengan menganalisisnya dan menginterpretasikannya dalam bentuk kalimat dan

permasalahan yang diteliti. Sedangkan hasil observasi diuraikan untuk memperkaya

hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh

diiterpretasikan untuk menggambarkan secara jelas keadaan melalui kata berdasarkan

dukungan teori dan tinjauan pustaka.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 34: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

34

Interpretasi data maksunya adalah ketika peneliti mulai menangkap “benang

merah” yang semakin lama semakin jelas sehingga peneliti dengan perbendaharaan

data yang diperoleh “berani” memberi penjelasan terhadap tema-tema cerita informan

berupa pertanyaan apa yang sebenarnya telah dialami para informan dan keinginan

apa yang sesungguhnya tersembunyi dibalik pandangan dan tindakan mereka.

Jadwal Kegiatan

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu dimulai dari bulan Agustus 2008

sampai Oktober 2008. Adapun jadwal kegiatan penelitian ini dibagi kedalam empat

bagian, yaitu pertama, pra penelitian yang meliputi penyusunan proposal penelitian,

seminar/presentasi proposal dan perbaikan proposal untuk lebih menyempurnakan

proposal peneliti.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 35: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

35

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan

Bulan ke No Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Kelapangan √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8 Bimbingan √ √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

Keterbatasan Penelitian

Adapun kendala-kendala yang dihadapi di dalam proses pelaksanaan penelitian

ini adalah:

1. Faktor Internal merupakan kendala yang berasal dari dalam diri peneliti yang

meliputi, keterbatasan waktu penelitian dan sedikitnya literature. Dalam hal

ini peneliti belum dapat mendeskripsikan penelitian ini secara komprehensif

dan mendalam sehingga penyajian analisis masih belum maksimal.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 36: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

36

2. Faktor Eksternal merupakan kendala yang berasal dari luar selama proses

penelitian, seperti peneliti belum maksimal dalam mewawancarai para

informan karena terbatas pada penggunaan bahasa yang terkadang sulit

dimengerti oleh peneliti sebab para informan juga kurang mahir untuk

berbahasa Indonesia seperti yang seharusnya. Dan keterbatasan ini juga

menyangkut masalah jarak antara tempat tinggal peneliti dan lokasi penelitian

yang berbeda provinsi.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 37: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

37

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kabupaten Rokan Hilir

Bagan Siapi-Api adalah ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang merupakan

pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Sejarah Rokan Hilir dibentuk dari kenegerian,

yaitu negeri Kubu, Bangko dan Tanah Putih. Negeri-negeri tersebut dipimpin oleh

seorang kepala negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Kerajaan Siak. Distrik

pertama didirikan Belanda di Tanah Putih pada saat menduduki daerah ini tahun

1890. Setelah Bagan Siapi-Api yang dibukan oleh pemukim-pemukim Cina dan

berkembang pesat, maka Belanda memindahkan Pemerintah Kontroleurnya ke Kota

Bagan Siapi-Api pada tahun 1901.

Bagan Siapi-Api semakin berkembang setelah Belanda membangun pelabuhan

modern dan terlengkap di kota Bagan Siapi-Api guna mengimbangi pelabuhan

lainnya di Selat Malaka hingga Perang Dunia Pertama usai. Setelah Indonesia

merdeka, Rokan Hilir digabungkan kedalam Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.

4.1.1.1 Asal-Usul Nama

Bermula dari tuntutan kualitas hidup yang lebih baik lagi, sekelompok orang

Tionghoa dari Provinsi Fujian-Cina, merantau menyebrangi lautan dengan kapal kayu

sederhana. Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka bedoa kepada Dewa Kie

Ong Ya yang saat itu berada dikapal tersebut agar kiranya dapat memberikan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 38: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

38

penuntun arah menuju daratan. Tak lama kemudian, pada keheningan malam, tiba-

tiba mereka melihat adanya cahaya yang samar-samar. Dengan berpikiran dimana ada

api maka disitulah ada daratan, akhirnya mereka mengikuti arah cahaya tersebut,

hingga tibalah, mereka di daratan selat Melaka tersebut. Beberapa versi menyebutkan

asal-usul kata Bagan Siapi-Api, ada yang menyebutnya karena oleh asal petunjuk api

yang secara mistis diberikan oleh Dewa Kie Ong Ya saat para leluhur meminta

petunjuk.

Versi lain mengatakan: cahaya terang yang dilihat orang para leluhur waktu

kehilangan arah adalah cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang. Dahulu memang

masih mudah menemukan kunang-kunang di Bagan Siapi-Api, namun kini agak sulit

untuk melihat kunang-kunang di Bagan Siapi-Api. Namun ada versi yang jarang

dibicarakan orang yaitu: Bagan adalah istilah tempat/alat peangkap ikan model kuno,

dan kata “api” sendiri adalah nama sejenis pohon di rawa-rawa yang biasanya

disebut: pohon api-api. Dimana pada saat itu perairan di Bagan Siapi-Api terdapat

banyak sekali tempat/alat penangkap ikan dan rawa-rawa yang tumbuh oleh pohon

api-api.

4.1.2 Gambaran Umum

Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis,

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Wilayah Kabupaten Rokan

Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera antar 1014’ – 2030’ LU dan

100016’ – 101021’ BT. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 Km2,

dimana Kecamatan Tanah Putih merupakan kecamatan terluas yaitu 1.933,23 Km2,

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 39: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

39

dan kecamatan yang paling kecil adalah Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan

dengan luas wilayah 198,39 Km2. Kabupaten Rokan Hilir memiliki batas-batas

wilayah sebagai berikut:

♦ Sebelah utara: Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka

♦ Sebelah selatan: Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu

♦ Sebelah timur: Kota Dumai

♦ Sebelah barat: Provinsi Sumatera Utara

Dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdapat 16 sungai yang dapat dilayari

oleh kapal pompong, sampan dan perahu sampai sejauh ke daerah hulu sungai.

Diantara sungai-sungai tersebut yang sangat penting sebagai sarana hubungan utama

dalam perekonomian penduduk adalah Sungai Rokan dengan panjang 350 Km.

Berdasarkan dari data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Rokan

Hilir pada tahun 2006 terdapat 436 usaha industri , terdiri dari 165 unit (41,20 %)

industri hasil pertanian dan kehutanan, 199 unit (42,52%) usaha industri logam,

mesin dan kimia, serta sisanya 72 unit (16,28%) usaha industri aneka. Banyaknya

usaha industri di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2006 mengalami penambahan

sebesar 14,43% dibandingkan tahun sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) perkapita dan pendapatan perkapita mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Dilihat dari pendapatn perkapita atas dasar harga konstan 2000 yang

meningkat dapat dikatakan bahwa kemakmuran penduduk Kabupaten Rokan Hilir

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2005 sebesar Rp.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 40: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

40

6,640 juta pada tahun 2006 atau terdapat kenaikan sebesar 4,83%. PDRB perkapita

Rokan Hilir juga mengalami peningkatan dari Rp. 6,929 juta pada tahun 2005

menjadi Rp. 7,263 juta pada tahun 2006, atau laju pertumbuhan PDRB perkapita

tahun 2006 sebesar 4,82%.

4.1.2.1 Penduduk

Garis-garis Besar Haluan Negara mengatakan bahwa jumlah penduduk yang

besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yan efektif bagi pembangunan

nasional. Namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu

kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berrarti bahwa

penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.

Program kependudukan di Kabupaten Rokan Hilir seperti halnya di daerah Indonesia

lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak,

perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang siembang serta

pengembangan potesi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus

ditingkatkan.

Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial

yang terjadi di masyarkat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunya tingkat

kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas) mempengaruhi kebijakan

kependudukan yang diterapkan.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 41: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

41

Tabel 4.1

KEPADATAN PENDUDUK KABUPATEN ROKAN HILIR

MENURUT KECAMATAN TAHUN 2006

Population Density in Rokan Hilir Regency by District, 2006

KEPADATAN KECAMATAN LUAS WILAYAH JUMLAH PENDUDUK

District KM2 PENDUDUK Population Area Wide (Jiwa) Density

Population ( Jiwa Per KM2)

(1) (2) (3) (4) 1.TANAH PUTIH 1 ,933,23 43 ,501 23 2.PUJUD 984 ,90 50 ,522 51 3.TP TJ MELAWAN 198 ,39 8 ,602 43 4.RANTAU KOPAR 213 ,13 6 ,427 30 5.BAGAN SINEMBAH 847 ,35 116 ,700 138 6.SIMPANG KANAN 445 ,55 21 ,049 47 7.KUBU 1 ,061,06 33 ,705 32 8.PASIR LIMAU KAPAS 669 ,63 31 ,026 46 9.BANGKO 940 ,56 80 ,890 86 10.SENABOI 335 ,48 9 ,900 30 11.BATU HAMPAR 284, 31 5, 942 21 12.RIMBA MELINTANG 235 ,48 28 ,274 120

13.BANGKO PUSAKO 732 ,52 41 ,380 56 Jumlah / Total 2006 8 ,881,59 477 ,918 54

2005 8 ,881,59 454 ,253 51 2004 8 ,881,59 440 ,894 50

2003 8 ,881,59 422 ,283 48 Sumber : BPS Kabupaten Rokan Hilir Source : BPS - Statistic of Rokan Hilir Regency

Bedasarkan data tabel diatas dikatakan bahwa selama tahun 2003 – 2004 jumlah

penduduk Kabupaten Rokan Hilir cenderung mengalami peningkatan yaitu dari

422,283 jiwa pada tahun 2003 menjadi 440,894 jiwa pada tahun 2004, demikian juga

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 42: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

42

kepadatan penduduk Kabupaten Rokan Hilir, meningkat dari 51 jiwa / Km2 pada

tahun 2005, pada tahun 2006 menjadi 54 jiwa / Km2 tahun 2006.

4.1.2.2 Pemerintahan

Adsministratif pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir dipimpin oleh seorang

Bupati dan pada saat ini terdiri atas 13 Kecamatan dengan banyaknya desa 90 dan

kelurahan 7 yang terbagi dalam tahun 2006.

Tabel 4.2 BANYAKNYA DESA DAN KELURAHAN

MENURUT KECAMATAN TAHUN 2007

Number of Village and Kelurahan by District

2007

BANYAKNYA DESA BANYAKNYA KECAMATAN Number of Village KELURAHAN JUMLAH

Number of District Definitif Persiapan Kelurahan Total

(1) (2) (3) (4) (5) 1.TANAH PUTIH 6 6 2 14 2.PUJUD 8 7 - 15 3.TP TJ MELAWAN 4 - - 4 4.RANTAU KOPAR 2 2 - 4 5.BAGAN SINEMBAH 14 5 - 19 6.SIMPANG KANAN 4 2 - 6 7.KUBU 13 1 1 15 8.PASIR LIMAU KAPAS 4 2 - 6 9.BANGKO 12 2 4 18 10.SENABOI 4 - - 4 11.BATU HAMPAR 2 3 - 5 12.RIMBA MELINTANG 8 4 - 12

13.BANGKO PUSAKO 9 3 - 12

90 37 7 134 JUMLAH / Total

90 6 7 103 Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Rokan Hilir Source : PMD Service of Rokan Hilir Regency

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 43: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

43

4.1.2.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Rokan Hilir cukup memadai karena

telah tersedianya prasarana dan sarana pendidikan, mulai dari pendidikan dasar

hingga pendidikan menengah atas.

Tabel 4.3

BANYAKNYA SEKOLAH DI LINGKUNGAN

DINAS PENDIDIKAN NASIONAL MENURUT JENIS SEKOLAH TAHUN 2006/2007

Number of Schools Administered by The National Education Service

2003 - 2006

TAMAN KANAK-KANAK SD

KECAMATAN Kingdergarten Elementary School

District NEGERI SWASTA JUMLAH NEGERI SWASTA JUMLAH Government Private Total Government Private Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1.TANAH PUTIH - 5 5 31 4 35 2.PUJUD - 10 10 3 16 46 3.TP TJ MELAWAN - 1 1 6 1 7 4.RANTAU KOPAR - 1 1 4 - 4 5.BAGAN SINEMBAH - 20 20 40 23 63 6.SIMPANG KANAN - 1 1 9 5 14 7.KUBU - 8 8 23 7 30 8.PASIR LIMAU KAPAS - 4 4 10 6 16 9.BANGKO - 15 15 36 10 46 10.SENABOI - - - 7 3 10 11.BATU HAMPAR - 2 2 4 - 4 12.RIMBA MELINTANG - 13 13 18 1 19

13.BANGKO PUSAKO - 11 11 17 13 30 JUMLAH 2006/2007 - 91 91 235 89 324 Total 2005 / 2006 - 72 72 223 80 303

2004 / 2005 - 65 65 221 80 301 2003 / 2004 - 53 53 217 75 292

Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir Source : Education Service of Rokan Hilir Regency

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 44: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

44

Tabel 4.4

S M P S M U

KECAMATAN Junior High School Senior High School

District NEGERI SWASTA JUMLAH NEGERI SWASTA JUMLAH Government Private Total Government Private Total

(1) (8) (9) (10) (11) (12) (13) 1.TANAH PUTIH 5 4 9 3 1 4 2.PUJUD 3 7 10 2 2 4 3.TP TJ MELAWAN 1 1 2 1 - 1 4.RANTAU KOPAR 1 - 1 - 1 1 5.BAGAN SINEMBAH 8 11 19 2 5 7 6.SIMPANG KANAN 1 2 3 1 1 2 7.KUBU 4 3 7 2 2 4 8.PASIR LIMAU KAPAS 1 5 6 1 2 3 9.BANGKO 5 9 14 2 5 7 10.SENABOI 0 2 2 1 - 1 11.BATU HAMPAR 1 - 1 1 - 1 12.RIMBA MELINTANG 2 2 4 1 2 3

13.BANGKO PUSAKO 3 9 12 3 3 6 JUMLAH 2006/2007 35 55 90 20 24 44 Total 2005/2006 29 47 76 11 25 36 2004/2005 27 42 69 11 21 32 2003/2004 19 40 59 10 20 30 Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir Source : Education Service of Rokan Hilir Regency

4.1.2.4 Fasilitas Kesehatan

Sebagai daerah yang sedang berkembang, fasilitas kesehatan di Kabupaten

Rokan Hilir cukup memadai dan relatif tersebar dibeberapa daerah untuk

memudahkan masyarakat mencapainya walaupun fasilitas kesehatan tersebut tidak

ada di beberapa daerah. Fasilitas kesehatan tersebut meliputi rumah sakit, peskesmas,

dan puskesmas pembantu, secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 45: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

45

Tabel 4.5

BANYAK RUMAH SAKIT, PUSKEMAS, PUSKEMAS PEMBANTU DAN TEMPAT TIDUR MENURUT KECAMATAN

TAHUN 2007

TEMPAT TIDUR

PUSKESMAS PUSKESMAS Beds KECAMATAN RUMAH Publik PEMBANTU RUMAH PUSKESMAS

SAKIT Health Sub SAKIT Public District Hospital Centre Public Health Hospital Health

Centre

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.TANAH PUTIH - 1 6 - - 2.PUJUD - 1 5 - - 3.TP TJ MELAWAN - 1 2 - - 4.RANTAU KOPAR - 1 1 - - 5.BAGAN SINEMBAH 2 2 16 80 8 6.SIMPANG KANAN - 1 4 - - 7.KUBU - 1 7 - 8 8.PASIR LIMAU KAPAS - 1 6 - 8 9.BANGKO 1 1 11 40 - 10.SENABOI - 1 2 - - 11.BATU HAMPAR - 1 3 - - 12.RIMBA MELINTANG - 1 4 - -

13.BANGKO PUSAKO - 2 5 - 6 JUMLAH / TOTAL 2007 3 15 72 120 30

2006 3 10 69 120 30 2005 3 10 67 130 33 2004 3 10 65 134 58

Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir Source : Education Service of Rokan Hilir Regency

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 46: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

46

4.2. Profil Ibu-ibu Kec.Bangko Yang Melahirkan Dengan Dukun Beranak

4.2.1 Informan I

1. Nama : Feriyanti

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jln. Pelabuhan No.12 Bangko, B.A.A

4. Umur : 26 Tahun

5. Etnis : Jawa

6. Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga

7. Pekerjaan Suami : Buruh Bangunan

8. Penghasilan : Rp. 950.000,-/bulan (dari Suami)

9. Jumlah Tanggungan : 1 Orang

10. Pendidikan Terkahir : SMU

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 1 kali

Sebagai pendatang baru di daerah Bagan Siapi-Api ini, Feriyanti belumlah

mengetahui seluk beluk serta kebiasaan masyarakat Bagan. Sebab ia adalah seorang

perantauan dari Yogyakarta yang mengadu nasib sebagai Tenaga Kerja Wanita di

Malaysia, yang belum genap 2 tahun ia kemudian menikah dengan seorang pria yang

sama-sama bekerja di sana dan kemudian diboyong pindah ke tanah kelahiran sang

suami. Sampai akhirnya ia hamil, dengan kondisi ekonomi pada saat itu juga masih

sulit maka Feriyanti pun pasrah jika ia harus melahirkan di dukun beranak. Oleh sang

mertua, ia dikenalkan kepada dukun beranak terdekat yang sudah tersohor hingga ke

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 47: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

47

kampung tetangga. Desakan tersebut akhirnya ia terima, hanya sekali saja ia

memeriksakan kandungannya ke tenaga medis pada saat itu, selebihnya ia tidak

pernah lagi dan memasrahkan kelahiran bayinya kepada dukun beranak pilihan sang

mertua, Feriyanti berkata:

“Masuk masa 6 bulan, aku pindah kerumah mertuaku atas anjuran suami dan disuruh juga sama mertuaku. Katanya biar ada yang menjagaku kalau suami pulang kerja hingga malam, karena kalau dirumah aku Cuma tinggal sendiri saja, disekitar rumahku ini jauh tetangga. Waktu itu aku sudah pernah periksa kehamilanku di rumah sakit, tapi jauh kali dari sini, harus naik sepeda sekitar 1 jam dan dibonceng oleh suamiku. Karena panas dan kelelahan, akhirnya aku malas untuk periksa kembali. Gak berapa lama setelah periksa aku pindah kerumah mertua, dan tinggal untuk sementara disana sampai aku benar-benar pulih”.

Sewaktu berunding dengan suami dan keluargannya akan melahirkan dimana.

“Dua malam setelah saya menginap dirumah mertua, kamipun berunding tentang saya akan melahirkan dimana. Ibu mertua saya bilang bahwa dia punyakenalan baik seorang dukun beranak yang masih bisa menerima pasien walaupun sudah cukup tua. Dukun beranak itu oleh penduduk sini dipanggil Ocik. Katanya ia sudah lama menjadi dukun beranak mulai dari ia masih gadis hingga saat ini. Ibu mertuaku pun dibantu melahirkan kesemua anaknya termasuk suamiku oleh dukun beranak tersebut. Karena jarang pasien yang ditanganinya gagal, maka akupun juga memberanikan diri untuk melahirkan di dukun beranak itu pula. Apalagi jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh suamiku jika aku melahirkan di rumah sakit, mengingat kami baru berumah tangga dan belum punya tabungan yang cukup. Tetapi syukur alhamdulillah akupun selama melahirkan di dukun beranak itu, dan prosesnya juga tak rumit serta menyeramkan seperti yang aku bayangkan. Sebab kakakku yang di yogya dan adiku yang telah menikahpun tidak pernah sama sekali melahirkan di dukun beranak. Di daerahku sana, tidak ada dukun beranak, kami semua melahirkan di rumah sakit bersalin. Walaupun agak sedikit takut, tapi aku tetap berdoa dan yakin kalau aku dan bayiku akan selamat”.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 48: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

48

4.2.2. Informan 2

1. Nama : Sri Lestari

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Pelabuhan No. 15 Bangko B.A.A

4. Umur : 21 Tahun

5. Etnis : Melayu

6. Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga

7. Pekerjaan Suami : Buruh bangunan

8. Penghasilan : Rp. 1.000.000,-/bulan (dari Suami)

9. Jumlah Tanggungan : 1 Orang

10. Pendidikan Terakhir : SD

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 1 kali

Biaya yang harus di keluarkan Sri ketika ia melahirkan di dukun beranak

adalah sekitar Rp.300.000,- sudah termasuk biaya persalinan dan pijatan serta

memandikan bayi selama 3 hari berturut-turut setiap pagi, belum lagi jika sang dukun

beranak juga mencucikan kain kotor bekas pasiennya pula dan itu merupakan

serangkaian pelayan dari dukun beranak. Jika Sri melahirkan di Rumah Sakit, maka

ia harus merogoh kantong lebih dalam lagi yaitu sekitar Rp.750.000-1.000.000,- dan

itu belum termasuk biaya perawatan setelah melahirkan serta ia tidak pula

mendapatkan pelayanan dari pihak rumah sakit seperti yang didapat dari dukun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 49: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

49

beranak. Atas anjuran dari keluarganya maka Sri pun menetapkan pilihannya kepada

dukun beranak sebagai orang yang membantunya dalam proses melahirkan nantinya.

Sri berkata:

“Di keluarga memang sudah terbiasa melahirkan di dukun beranak. Mulai dari ibu ku, sepupu, sampai akhirnya aku pun juga ikut melahirkan di dukun beranak. Dukun beranaknya bukan orang sini, tapi dekat rumah orang tuaku. Disana memang dukun beranak itu sudah terkenal dan banyak orang yang melahirkan dibantunya jarang yang gagal. Aku pun gak ragu waktu memasuki masa kelahiran, karena sebelumnya aku juga pernah periksa sama dukun beranak itu tentang kondisi bayiku, katanya bayiku normal dan persalinanku juga akan baik-baik saja. Dukun beranak juga bertetangga dengan orang tuaku, jadi lebih dekat lebih mudah kalau terjadi apa-apa. Biayanya juga gak mahal, Cuma sekitar Rp. 300.000,- tapi kalau di rumah sakit, lebih jauh dan lebih mahal pula biayanya. Aku gak takut waktu akan melahirkan, walaupun katanya dukun beranak ini udah mulai pikun, tapi kan dukun beranaknya sudah berpengalaman, jadi aku juga tidak ragu. Sebenarnya waktu sebelum melahirkan aku juga mau memeriksakan kandunganku ke rumah sakit, tapi dilarang oleh suamiku karena jarak rumah kami ke rumah sakit jauh sekali. Dan kami tidak mempunyai kendaraan untuk menuju ke sana. Disini mana ada angkutan umum, becak juga tidak ada. Jalan satu-satunya Cuma bisa naik sepeda dan itu jaraknya jauh juga waktu itu musim hujan, jadi suamiku takut nanti aku jadi sakit gara-gara itu.”

4.2.3 Informan 3

1. Nama : Ngatiyam

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Selamat No. 21 Bangko B.A.A

4. Umur : 32 Tahun

5. Etnis : Jawa

6. Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 50: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

50

7. Pekerjaan Suami : Nelayan

8. Penghasilan : Rp. 1.200.000,-/bulan (dari Suami)

9. Jumlah Tanggungan : 4 Orang

10. Pendidikan Terakhir : SD

11. Berapa Kali Melahirkan di dukun beranak : 4 kali

Sebagai orang yang keturunan etnis Jawa, Ngatiyam di keluarga besarnya

memiliki kebiasaan melahirkan di dukun beranak. Di mulai dari orang tuanya yang

dilahirkan oleh neneknya di dukun beranak hingga Ngatiyam sendiri pun juga ikut

melahirkan di dukun beranak. Ini sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Walaupun

berbeda dukun beranak dari sang ibu, Ngatiyam tetap yakin dengan pilihannya itu,

alasannya karena latar belakang budaya dari keluarga dan memikirkan jumlah uang

yang harus dibayarkan lebih ringan. Keempat anaknya kini ia lahirkan dengan

bantuan dukun beranak, selain harga lebih murah dukun beranak juga mudah untuk di

minta pertolongannya di waktu kapanpun. Jarak rumah Ngatiyam dengan dukun

beranak itu tidak begitu jauh jika dibandingkan dengan jarak ke rumah sakit. Dukun

beranak cukup dijemput saja oleh suaminya dan dibawa kerumah. Karena tempat ia

melahirkan juga dirumah sendiri, maka Ngatiyam merasa lebih nyaman dengan itu. Ia

tidak harus melihat alat-alat kedokteran yang ia takuti. Sewaktu anak ketiga, ia

merasa akan melahirkan pada saat tengah malam, karena dukun beranak itu sudah

dikabarkan terlebih dahulu maka dengan mudah dukun beranak tersebut segera

bersiap dan langsung ikut dengan suami Ngatiyam yang telah menjemput. Inilah hal

yang lebih diuntungkan oleh Ngatiyam, karena ia tidak harus merasakan ketakutan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 51: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

51

dan kesakitan yang lama dan segera mendapat pertolongan. Keempat anaknya kini

sudah bersekolah semua, dan ia juga bersyukur ternyata mehirkan di dukun beranak

juga tidak menakutkan dan semua anaknya selamat. Tidak harus mengeluarkan uang

yang banyak serta menempuh jarak yang cukup jauh.

“Bukan Cuma di keluargaku saja yang terbiasa melahirkan dengan bantuan dukun beranak, tetapi di keluarga suamiku pun juga. Karena tradisi ini jugalah yang membuatku tidak ragu. Sewaktu kelahiran anak pertama aku membayar tidak begitu mahal, hanya Rp. 150.000,- sudah termasuk pijitan dan memandikan bayiku selama tiga hari. Tetapi aku tidak menyuruh dukun beranak itu untuk mencuci pakaian kotorku karena adat di keluargaku mengharuskan suamilah yang mencuci semua pakaian kotor saat aku baru melahirkan. Lagi pula aku tidak sampai hati jika menyuruh orang lain untuk mencuci pakaianku walaupun itu merupakan rangkaian dari kewajibannya. Kalau di bidan medis, mana bisa melahirkan terus sekalian di pijat selama tiga hari berturut-turut dan memandikan bayinya. Bidan medis katanya Cuma bantu kita melahirkan saja dan membayarnya dengan uang yang dua kali lipat banyaknya dari dukun beranak. Aku pun tak mau, karena waktu aku ke rumah sakit untuk periksa kandunganku waktu anak pertama melihat alat-alatnya saja aku sudah mati ketakutan, apalagi kalau aku harus benar-benar menggunakan alat itu. Anakku yang terkahir ini pun syukur alhamdulillah bisa dilahirkan dengan selamat. Sebab, waktu aku periksa ke dokter katanya anakku ini akan susah untuk dilahirkan secara normal dan aku harus melahirkan di rumah sakit. Entah apa sebabnya aku juga tidak mengerti, tetapi aku tetap nekat melahirkan di dukun beranak seperti anakku yang lain,dan ternyata anakku ini lahirnya normal dan sehat sampai sekarang. Dukun beranak itupun heran mengapa dokter itu mengatakan anakku ini akan susah dilahrikan secara normal. Sampai sekarang itulah yang membuatku yakin untuk melahirkan di dukun beranak jikalau aku hamil lagi kemudian hari.”

4.2.4 Informan 4

1. Nama : Rubiah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Perdagangan No.17 Bangko B.A.A

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 52: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

52

4. Umur : 51 Tahun

5. Etnis : Melayu

6. Pekerjaan Istri : Penarik gerobak air

7. Pekerjaan Suami : sudah meninggal

8. Penghasilan : Rp. 800.000,-

9. Jumlah Tanggungan : 3 Orang

10. Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 11 kali

Ibu paruh baya ini sudah 11 kali melahirkan di dukun beranak. Ketika ditanya

ia hanya menjawab saat itu hanya dukun beranak yang ada di desanya dan untuk

menemui dokter sangat sedikit. Waktu itu hanya ada 2 orang dokter yang jarak

praktiknya sangat jauh dari rumah Biah. Kelahiran anak pertama sekitar 28 tahun lalu

dibantu oleh dukun beranak yang saat ini dukun beranak tersebut sudah meninggal.

Dukun beranak itu membantunya hingga anak ke empat saja, dan selebihnya dibantu

oleh dukun beranak yang lain hingga anak ke 11. Tapi anak ke delapan dan sepuluh

Biah meninggal dunia di usia 4 bulan dan 8 bulan. Hingga kini anak Biah berjumlah 9

orang dan yang paling kecil berusia sekitar 18 tahun. Awalnya sebagai ibu rumah

tangga Biah berpikir cukuplah mahal jika ia harus melahirkan di dokter sedangkan

penghasilan sang suami sebagai nelayan tidaklah banyak. Apalagi mengingat Biah

mempunyai banyak anak dan tidak mengikuti program KB. Hingga tidak berapa lama

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 53: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

53

setelah anak ke sebelasnya lahir, sang suamipun meninggal dan Biah diharuskan

untuk melanjutkan kehidupan anak-anaknya yang banyak.

Biah mengatakan bahwa:

“ Waktu jamanku dulu banyak sekali dukun beranak, mereka belajar dari pendahulunya dan kemudian mempraktikkannya. Lagi pula saat itu sulit untuk menjumpai dokter dan tenaga medis lainnya, tidak seperti saat ini. Transportasi sudah mudah, jalanan tidak becek dan sudah diaspal sehingga lebih memudahkan untuk pergi ke rumah bersalin atau ke bidan medis. Aku memakai dua dukun beranak, karena saat anakku yang keempat dukun beranak yang biasa membantuku telah meninggal, jadi aku berganti ke dukun beranak lainnya. Dan syukur saja kesemua anakku hingga yang terkahir lahir dengan selamat. Dukun beranak itu juga tidak jauh dari sini, lebih cepat dan mudah dicapai, aku juga mengenalnya cukup baik. Dukun beranak itu tidak mematok harga berapa besar yang harus aku bayar sebab dia sangat mengerti dengan kondisi ekonomi keluargaku, bahkan ia sering membantuku dengan memberikan pinjaman ketika aku sedang dalam kesusahan. Memang banyak wanita dikampung ini yang melahirkan di dukun beranak, mungkin hanya satu atau dua orang yang tidak, dan itupun pasti orang yang berada. Sebab orang keturunan cina sekalipun juga memanfaatkan jasa dukun beranak disini”.

4.2.5 Informan 5

1. Nama : Rini

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Perdagangan No. 23 Bangko B.A.A

4. Umur : 29 Tahun

5. Etnis : Melayu

6. Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga

7. Pekerjaan Suami : Nelayan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 54: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

54

8. Penghasilan : Rp. 900.000,-/bulan (dari Suami)

9. Jumlah Tanggungan : 1 Orang

10. Pendidikan Terakhir : SD

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 1 kali

Tak berapa lama setelah menikah Rini pun mengandung anak pertama, dan

dengan latar belakang dari pihak keluarga yang memang sudah terbiasa melahirkan di

dukun beranak maka Rini pun ikut pula melahirkan di dukun beranak. Dukun beranak

itu memang sudah terkenal di wilayah tersebut dan kabarnya pasien yang ia tangani

tidak ada yang mengalami kegagalan. Biaya yang dikeluarkan Rini juga tidak banyak

jika melahirkan di dukun beranak. Ia cukup membayar Rp.300.000,- hingga 3 hari

masa perawatan dari sang dukun beranak. Pelayanan itu ia dapatkan berupa pemijatan

yang dilakukan setiap pagi selama 3 kali berturut-turut kemudian dilanjutkan dengan

memandikan bayinya yang belum lepas tali pusarnya dan mencucikan pakaian kotor

Rini. Segala pelayanan itu dianggap menguntungkan dengan uang yang ia bayarkan,

jika di tenaga medis segala palayanan tersebut tidak akan ia dapatkan dan

mengeluarkan uang dalam jumlah yang dua kali lipat lebih besar pun harus ia

lakukan. Rasa takut yang menghantui ketika masa kelahiran menjelang pun tidak ia

rasakan, sebab Rini merasa yakin dengan pengalaman dari dukun beranak itu

Walaupun dukun beranak itu tidak mendapatkan pendidikan formal seperti bidan

medis. Semakin meyakinkan Rini bahwa dukun beranak itu lebih dekat jaraknya dari

pada ke rumah sakit. Untuk ke rumah sakit Rini harus menempuhnya dengan

menggunakan becak dan mengeluarkan ongkos sebesar Rp. 15.000,- tentu saja jumlah

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 55: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

55

ini dinilai cukup besar dan membebani jika harus berulang untuk memeriksakan

kandungannya dan melahirkan di sana. Sebab hanya itu alat transportasi yang bisa ia

pakai, jika dibayangkan ia melahirkan ditengah malam maka akan semakin repot hal

yang harus dihadapinya. Kepercayaannya dengan dukun beranak semakin besar

ketika pada masa kehamilannya ternyata kakak Rini lebih dahulu melahirkan dengan

dukun beranak tersebut. Dan melihat proses kelahiran anak kakaknya yang begitu

mudah dan cepat maka ia tidak ragu lagi memilih dukun beranak.

Rini mengatakan:

“ Melahirkan di rumah sakit sangat mahal, harus mengeluarkan uang sekitar Rp.800.000,- atau lebih padahal kita tidak mendapatkan pelayanan dari rumah sakit seperti yang kita dapatkan dari dukun beranak. Pelayanan dukun beranak lebih komplit, mulai dari membantu melahirkan kemudian mencucikan kain kotor bekas kita melahirkan dan memandikan bayi serta memasangkan gurita dan menenangkan kita dengan menanyakan apa yang sakit karena besok ia akan membawakan ramuan yang akan dia berikan buat kita. Esok paginya ia dijemput kembali dan memulai lagi pelayanannya dengan memandikan bayi, memijat dan mencucikan kain kotor. Setelah selesai tugasnya maka ia pun pulang. Dan di hari yang ketiga, maka uang upah ia selama tiga hari kita bayarkan, uang itu tidak ia patokkan harus berapa tetapi kita yang membayarnya menurut pasaran. Dan biasanya anak pertama lebih besar uangnya dari pada anak kedua dan seterusnya. Jika kita ingin menambahnya boleh saja dengan memberikan gula atau beras semampu kita kepada dukun beranak tersebut sebagai ucapan terima kasih. Dan uang upah dukun beranak tersebut dinamakan dengan uang cuci tangan. Tetapi jika di kemudian hari ada keluhan sakit lagi maka dukun beranak tersebut bersedia datang untuk memijat dan membuatkan jamu. Untuk hal yang ini bayarannya berbeda. Karena ini diluar dari rangkaian pelayanan pada saat melahirkan. Tetapi aku Cuma 3 hari saja karena kondisiku sudah berangsur membaik secara perlahan. Dan kalau aku hamil lagi, maka aku juga tidak mau membuang uang ke rumah sakit untuk melahirkan. Cukup ke dukun beranak saja karena lebih dekat, hemat, dan aku kenal baik dengannya”.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 56: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

56

4.2.6 Informan 6

1. Nama : Ismalinda

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Stasiun No.26 Bangko B.A.A

4. Umur : 37 tahun

5. Etnis : Melayu

6. Pekerjaan Istri : Pedagang warung

7. Pekerjaan Suami : Nelayan

8. Penghasilan : Rp. 1.200.000,-/bulan (suami & istri)

9. Jumlah Tanggungan : 5 Orang

10. Pendidikan Terakhir : SD

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 5 kali

Walaupun memiliki penghasilan yang cukup lumayan dari tetangga di

sekitarnya, Ismalinda tetap memilih dukun beranak untuk membantunya melahirkan.

Dimulai dari anak pertama hingga anaknya yang ke lima Ismalinda tetap memakai

jasa dukun beranak. Ia lebih percaya dengan dukun beranak karena orang tuannya

menyarankan demikian juga para kerabatnya yang lain. Sempat juga terpikir olehnya

untuk menggunakan jasa dokter atau bidan medis, tetapi sang ibu kemudian

memarahinya karena uangnya terlalu banyak, lebih baik uangnya diberikan ke ibu

saja dari pada ke dokter karena sama saja sistem pelayanannya, bahkan lebih baik lagi

dukun beranak.

Setelah melahirkan dibantu oleh dukun beranak, Ismalinda berkata:

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 57: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

57

“ Aku merasa puas karena dukun beranak melayaniku dengan baik dan cukup cekatan. Apa lagi dukun beranak disini tidak cerewet, aku biasanya paling tidak suka dengan dukun beranak yang cerewet dan harus mengatur ini-itu. Rumah dukun beranaknya dekat dari sini, cuma sekitar 10 menit kalau naik sepeda dan lebih mudah diantar dan dijemput. Tapi kalau ke rumah sakit, jaraknya jauh sekali sekitar 1 jam naik sepeda. Karena lebih dekat, jadi aku lebih merasa nyaman saja. Belum lagi dukun beranak ini kan biayanya lebih murah dari pada bidan medis. Hampir dua kali lipat dibandingkan dengan bidan medis. Itupun tidak ada perawatan sesudah melahirkan, kalau mau merawat yah datang lagi ke rumah sakit itu, dan pasti bayar mahal lagi. Tapi kalau dukun beranak kita Cuma bayar setengah dari biaya rumah sakit, dan itu sudah termasuk biaya lainnya, yaitu mulai dari pijitan, cuci kain kotor, dan memandikan bayi hingga tali pusarnya tanggal. Keluarga ku juga melahirkan di dukun beranak semua kok, tidak ada yang di bidan medis. Memang sudah kebiasaan kami, tapi boleh lah kalau mau periksa ke rumah sakit sekali waktu, tapi tetap aja melahirkannya di dukun beranak. Karena bidannya pun sudah kenal baik dengan keluargaku. Urusan takut atau tidaknya iah itu kan relatif, karena nyawa kan ditangan Tuhan bukan ditangan dokter atau dukun beranak”.

4.2.7 Informan 7

1. Nama : Agustina Harahap

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Mesjid No. 13 Bangko B.A.A

4. Umur : 28 Tahun

5. Etnis : Mandailing

6. Pekerjaan Istri : Ibu rumah tangga

7. Pekerjaan Suami : Pedagang warung

8. Penghasilan : Rp. 1.000.000,-/bulan (dari Suami)

9. Jumlah Tanggungan : 2 Orang

10. Pendidikan Terkahir : SMP

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 58: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

58

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 2 kali

Dikatakan Agustina, selain ongkos melahirkan di dukun beranak lebih murah,

dukun beranak juga mudah di panggil oleh suaminya ketika Agustina mulai ada

keluhan sakit di perutnya. Berbeda dengan bidan medis yang harus ke tempat

praktiknya dengan jarak yang jauh, dukun beranak ini juga tersohor sebagai dukun

beranak yang berpengalaman dan sering mendapatkan pelatihan dari penyuluh

kesehatan. Hal ini lah yang semakin membuat kaum ibu percaya dengan dukun

beranak, karena mereka menganggap dukun beranak kemampuannya sama saja

dengan bidan medis. Yang lebih menarik lagi, ternyata oleh Agustina, ia merasa

sangat nyaman ketika ditangani dengan dukun beranak sebab dukun beranak tidak

menggunakan alat yang menakutkannya melainkan menggunakan peralatan yang

sederhana saja. Ketakutan ini lah yang menyebabkan Agustina enggan pergi ke

tenaga medis, bahkan sekalipun Agustina tidak pernah memeriksakan kandungannya

ke tenaga medis. Dukun beranak yang ia kenal ini cukup ternama, teman baik ibunya

sehingga perasaan nyaman itu benar-benar ia rasakan. Biaya yang tidak melangit

serta akses yang dekat dan kenyamanan dari diri sang pasien menjadikan pilihan tetap

ke dukun beranak.

“ Mendengar cerita dari teman-temanku yang pernah melahirkan di bidan medis, sangat menakutkan. Kebetulan temanku itu susah melahirkannya karena ada gangguan letak bayi di perutnya, sehingga mengharuskan ia untuk induksi. Seperti yang dikatakannya induksi itu ternyata sangat sakit dan benar-benar menyiksa. Ia jera untuk melahirkan di bidan medis karena hal itu. Dan sekarang jika ia akan melahirkan kembali walaupun dengan posisi bayi yang sulit untuk dilahirkan, ia tetap akan memilih dukun beranak. Karena menurut kepercayaan kami, dukun beranak itu juga dibekali dengan ilmu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 59: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

59

selusuh yang oleh kami dipercaya sebagai ilmu yang dapat memudahkan orang yang sulit melahirkan menjadi mudah. Dengan cara meminumkan air putih biasa yang sebelumnya telah di rendam dengan berbagai kunci di rumah ibu yang sulit melahirkan tersebut. Kunci itu mulai dari kunci pintu, lemari, hingga segala kunci yang kecil pun turut di rendam bersama air. Kemudia air itu dibacakan doa oleh sang dukun beranak yang bertujuan agar air tersebut dapat menenangkan hati pasiennya dan ia dapat dengan mudah melahirkan. Selang tak lama air itu diminumkan kepada pasiennya yang sulit melahirkan, maka tanda-tanda akan segera melahirkan pun ada. Dan pasien dapat dengan mudah melahirkan bayinya atas bantuan ilmu yang dimiliki oleh sang dukun beranak. Inilah yang menjadi salah satu alasan juga mengapa para ibu-ibu disini menjadi lebih berat melahirkan di dukun beranak, karena ilmu yang dimikinya inilah yang membuat dukun beranak tetap diminati. Cerita itu aku dengar dari ibu ku dan orang kampung sini, jadi katanya dukun beranak itu bukan sembarang dukun beranak yang Cuma mendapat ilmu dari belajar ataupun keturunan dan walaupun dibekali dengan pelatihan-pelatihan dari tenaga medis tetap saja dukun beranak memiliki ilmu selusuh itu. Dan berkat ilmu itu maka jarang ada pasiennya yang gagal, awalaupun nyawa tetap ditangan Tuhan.

4.2.8 Informan 8

1. Nama : Fatimah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Pusako No. 6 Bangko B.A.A

4. Umur :50 tahun

5. Etnis : Melayu

6. Pekerjaan Istri : Pedagang Gorengan

7. Pekerjaan Suami : Polisi (Alm)

8. Penghasilan : Rp.800.000,-

9. Jumlah Tanggungan : 4 Orang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 60: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

60

10. Pendidikan Terakhir : SD

11. Berapa kali melahirkan di dukun beranak : 6 kali

Usia Fatimah menikah pada saat itu relatif sangat muda, yaitu sekitar 16 tahun

ia menikah dengan seorang pria ber-suku sunda yang dikenalkan oleh temannya. Ia

pun menikah, tak lama setelah itu ia hamil anak pertama. Saat itu sang suami masih

menjadi polisi dan aktif bekerja, sehingga ketika melahirkan Fatimah mampu

membayar bidan medis untuk membantunya. Hingga anak ke dua pun ia tetap

menggunakan bidan medis. Tetapi walaupun menggunakan bidan medis, Fatimah

tetap memanggil dukun beranak yang berada di dekat rumahnya untuk memijat perut

dan badannya. Berbeda dengan yang lain, Fatimah hanya meminta dukun beranak itu

untuk memijat saja sehari setelah ia melahirkan sampai di hari ketiga. Tidak untuk

mencuci dan memandikan bayi, semua itu dilakukan oleh ibu Fatimah. Dengan upah

yang ia bayarkan sekitar Rp.3000,- dan ongkos bersalin dengan bidan medis sekitar

Rp.300.000,- dinilai tidaklah mahal baginya. Sebab sang suami mengkhawatirkan

jika ia bersalin dengan dukun beranak. Padahal ibunya sudah meyakinkan sang suami

dukun beranak juga mampu dan cukup ahli membantu persalinan dengan normal,

sebab ia dahulu melahirkan ke sembilan anaknya dengan dukun beranak termasuk

Fatimah sendiri.

Tak lama setelah anak kedua berusia 3 tahun, suami Fatimah berhenti bekerja

dengan alasan ingin membeli dan berkebun sawit saja yang lebih menjanjikan.

Memang awalnya cukup menjanjikan, tetapi memasuki usia yang hampir satu tahun,

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 61: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

61

usaha suami Fatimah mulai bangkrut. Dan semenjak itu, suaminya hanya berjualan

ikut membantu abang Fatimah di tempat penjualan ikan. Anak ketiga pun lahir,

karena desakan ekonomi, tidak seperti anak pertama yang dilahirkan Fatimah di bidan

medis, untuk anak ke tiga dan seterusnya Fatimah melahirkan di dukun beranak yang

dahulu dipangginya untuk memijat saja. Kali ini sang dukun beranak menanganinya

secara utuh mulai dari proses persalinan hingga ke pemijatan di hari ketiga. Upahnya

waktu itu masih lebih murah dari pada sekarang, Fatimah hanya membayar Rp.

75.000,- secara keseluruhan. Dan mengalami penaikan harga pada anak ke empat

hingga anak ke enam. Di tuturkan oleh Fatimah, pada anaknya yang ketiga, ia mulai

merasakan sakit perut pertanda anaknya akan lahir sekitar pukul 9 malam. Tetapi

sakit itu kemudian hilang dan kembali ia rasakan sekitar satu jam berikutnya. Dan hal

ini dikabarkan kepada suaminya yang saat itu telah tertidur. Suami Fatimah pun

langsung menuju ke rumah dukun beranak yang bernama Ipah yang sudah terkenal di

daerahnya. Tak lama setelah Ipah datang, ia mulai menyiapkan segelas air dengan

doa-doa yang sebelumnya telah ia bacakan. Air itupun segera diminumkan oleh

Fatimah agar proses kelahiran berjalan lancar.

Ternyata benar, setelah meminum air yang dibuatkan oleh dukun Ipah, maka

Fatimah segera merasakan sakit kembali dan proses kelahiran anak ketigannya pun

berlangsung. Karena sudah larut malam, maka dukun Ipah hanya membersihkan bayi

itu dengan handuk hangat dan memijat perut Fatimah sebentar, karena besok pagi

dukun Ipah akan kembali lagi untuk mencuci kain kotor, memandikan bayi, dan

memijat Fatimah kembali. Karena dekat, dukun Ipah dapat dengan mudah diantar dan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 62: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

62

dijemput oleh suami Fatimah. Berbeda dengan bidan medis yang rumahnya agak jauh

dari situ, tepatnya di dekat kota dan harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit.

Esok harinya dukun Ipah kembali datang dan dijemput oleh adik Fatimah,

kembali ia mencuci kain kotor, memandikan bayi, dan memijat Fatimah seperti

kebanyakan para pasiennya. Berulang selama 3 hari beruturt-turut, dan di hari yang

terakhir upah yang disebut sebagai uang cuci tangan diberikan kepada dukun Ipah.

Hingga anaknya yang keenam, Fatimah tetap mempercayakan kelahiran bayi-bayinya

kepada dukun Ipah, dan ini membuat suaminya yakin ternyata dukun beranak tidak

seperti yang ia bayangkan selama ini, yaitu sosok tua yang menakutkan dan dalam

melakukan praktiknya sembarangan tanpa memperdulikan kesakitan pasiennya dan

standar kesehatan.

Ternyata dukun Ipah telah beberapa kali mendapatkan pelatihan oleh tenaga

kesehatan tentang alat yang bagus serta bagaimana cara persalinan yang sehat dan

aman bagi ibu dan bayinya. Memang dukun Ipah suda berumur 50-an pada sat itu,

tetapi oleh pangalamannya dan kemahirannya sejak ia masih gadis telah menjadi

dukun beranak maka segala kesulitan dapat ia tangani dengan baik. Dalam menerima

bayaran juga dukun Ipah tidak terlalu mempersoalkan harga, karena ia menganggap

kemampuannya adalah untuk membantu orang lain bukan untuk suatu hal yang

sifatnya komersil. Fatimah berujar:

“ Sewaktu aku melahirkan anak ke tiga, memang ada berbagai ketakutan yang ada di benakku. Mulai dari bayiku yang lahirnya cacat hingga nyawaku yang tidak selamat. Tetapi atas saran dari keluarga dan kerabat yang kudengar, ternyata tidaklah seperti yang aku bayangkan seramnya dukun beranak itu. Desakan ekonomi akibat

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 63: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

63

kehancuran usaha suamiku juga akhirnya membuat pikiranku harus tenang dalam menghadapi kelahiran anak ke tigaku. Tetapi cerita dari orang tua ku pun menenangkan pula, karena kami semua dilahirkan di dukun beranak. Jaraknya juga cukup dekat dari rumahku, bahkan bisa dikatakan tetangga dan aku mengenal dukun beranak itu dengan cukup baik, lagi pula dukun beranak itu juga teman ibu ku. Karena dekatnya jarak rumah kami, maka kata ibuku aku dapat dengan mudah memanggilnya saat perutku mulai sakit bila akan melahirkan. Tidak seperti saat aku di tangani oleh bidan medis, harus diantar ke tempat praktiknya dengan memakan waktu yang cukup lama pula apalagi sat itu jalan tidak cukup baik, pada musim hujan jalanan becek dan licin, sehingga begitu membahayakan. Dukun beranak itupun akhirnya dijemput dan kelahiran anakku pun normal. Rasa sakit yang aku bayangkan tidaklah sedemikian rupa, karena ketakutanku yang berlebihan saja, sebab anak pertamaku dan kedua dilahirkan di bidan medis. Yang aku pikir menguntungkan adalah pelayanan yang aku dapatkan dari dukun beranak, yaitu pencucian kain kotor, pemijatan, hingga memandikan bayi sampai bayiku tanggal tali pusarnya. Di hari terkahir masa kerja dukun Ipah, ia berpesan kalau aku merasakan sakit lagi dan ingin di pijat maka ia bersedia di panggil kapanpun dan bersedia membuatkan jamu untuk minumanku. Tentu saja ini diluar dari pelayanan dukun beranak. Sebab aku harus mengeluarkan uang lagi untuk membayar itu semua. Dan itu tidak jadi aku lakukan mengingat aku harus benar-benar berhemat. Dukun Ipah adalah dukun beranak yang cukup sabar, ketika aku mengeluh kesakitan dan menangis menahan sakit, dukun Ipah terus menyemangatiku agar tetap bertahan dan terus mengeluarkan tenaga agar bayiku cepat keluar. Dan ini salah satu cerita tentang seorang pasien yang akan melahirkan. Mungkin usia wanita ini masih muda sehingga ia menagis menahan sakitnya hingga meraung-raung. Kebetulan wanita ini melahirkan di bidan medis rumah sakit. Oleh bidan tersebut, ia dimarahi bukannya di kasih semangat agar terus mengeluarkan tenaga. Ketidak sabaran bidan medis juga membuat pasien merasa tidak nyaman dan beralih ke dukun beranak. Mungkin terletak pada faktor usia pula yang membuat dukun beranak relatif lebih sabar dibandingkan dengan bidan medis.

Karena terjepitnya kondisi ekonomi Fatimah saat itu membuat ia harus

melahirkan anak ketiganya ke dukun beranak. Ada sedikit perasaan was-was

memang, ketika ia datang untuk pertama kalinya ke dukun beranak dengan maksud

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 64: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

64

mengabarkan bahwasanya ia akan melahirkan dan meminta dukun beranak itu untuk

membantunya. Sang dukun beranak pun terkejut karena selama ini Fatimah dikenal

sebagai orang yang berkecukupan dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, apalagi

sewaktu anak pertama dan anak kedua Fatimah melahirkan di bidan medis dan pergi

ke klinik bidan medis tersebut. Berkali-kali Fatimah menanyakan apakah

persalinannya nanti akan berjalan baik karena ia tahu bahwa dukun beranak ini hanya

bekerja menggunakan alat yang sederhana, tidak seperti bidan medis, waktu itu

sbelum Fatimah melahirkan ia diberikan suntikan penambah tenaga agar bayinya

cepat keluar dan Fatimah tidak mudah lelah. Tetapi ketika hal ini dipertanyakan

kepada dukun beranak, apakah ia bisa memberikan suntikan seperti itu atau ada hal

lain yang serupa dengan manfaat yang sama? Dukun Ipah hanya menjawab bahwa

biasanya kalau kondisi pasiennya lemah maka dukun Ipah akan memberikannya

puding. Yaitu berupa telor ayam kampung yang setengah matang dan madu.

Fungsinya sama, untuk menaikkan tensi darah dan pasien yang tergolong lemah itu

dapat melahirkan dengan aman. Mendengar antisipasi dari dukun Ipah, Fatimah pun

mulai agak tenang dan kembali merenungkan apa yang dikatakan oleh dukun Ipah itu.

4.3. Profil Dukun Beranak Yang Berpraktik di Bagan Siapi-Api

4.3.1 Informan 1

1. Nama : Nursiah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Kampung Cina No.1

4. Umur : 55 tahun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 65: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

65

5. Etnis : Melayu

6. Penghasilan :Rp. 400.000,-/bulan

7. Pendidikan : Kelas 3 SD

8. Berapa lama menjadi dukun beranak : 35 tahun

Nursiah adalah nenek perantauan dari kampungnya di Parit Tiga, tepatnya

berada di Kec.Senaboi Bagan Siapi-Api. Nursiah kerap disapa ‘Nek Siah ‘ oleh

tetangga disekitar rumahnya. Sewaktu Nek Siah masih gadis, ia kerap kali mengikuti

sang ibu menolong ibu-ibu melahirkan. Tak salah lagi, profesi ibu Nek Siah juga

adalah sebagai dukun beranak. Diakui oleh Nek Siah bahwa dahulu neneknya juga

menjadi dukun beranak pula. Dan ini adalah profesi warisan dari keturunannya,

artinya ilmu yang didapat oleh Nek Siah adalah sebagai warisan keturunan

keluarganya. Tetapi ilmu ini juga ia dalami dengan melihat secara langsung

bagaimana praktik rillnya menjadi dukun beranak yang pada masa itu dukun beranak

adalah profesi yang dianggap mempunyai stratifikasi yang tinggi sebab

menyelamatkan nyawa dua orang sekaligus. Untuk menjumpai dokter atau tenaga

kesehatan adalah hal yang mustahil waktu itu, daerah yang sama sekali belum

terjamah oleh pembangunan pemerintah dan perataan pusat layanan kesehatan adalah

hal yang sangat minim, untuk mendapatkan itu semua mereka harus menempuh jarak

yang cukup jauh dengan wilayah yang berbeda Kecamatan dan medan tempuh yang

masih suram karena jalanan belum terbuka dengan baik.

Ilmu yang diperoleh sebagai warisan dari keluarganya dan dengan

pengalaman yang banyak di masa gadisnya serta sesekali Nek Siah yang langsung

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 66: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

66

membantu atau menggantikan tugas sang ibu bila keadaan mendesak menjadikan

kemampuannya semakin terasah. Nek Siah pun akhirnya menikah dengan pria se

kampungnya yang bekerja sebagai nelayan. Dengan penghasilan suami yang pas-

pas’an Nek Siah mulai menekuni profesinya kembali sebagai dukun beranak.

Awalnya ia cangggung karena untuk berapa lamanya setelah ia menikah, Nek Siah

tidak pernah lagi ikut ibunya membantu orang melahirkan.

Berbekal ilmu dan reputasi dari sang ibu yang baik, yang katanya sang ibu

jarang mengalami kegagalan ataupun bayi yang ibunya tangani cacat karena

keteledorannya menjadikan Nek Siah jadi lebih dikenal masyarakat sekitar rumahnya.

Nek Siah berkata kuncinya menjadi dukun beranak ini adalah keberanian dan

ketelitian serta sigap dalam menangani pasiennya.semenjak menjalani profesinya ini

kehidupan ekonomi keluarga Nek Siah pun mulai membaik, ia dapat merawat anak-

anaknya dengan memberi makanan yang cukup. Waktu itu Nek Siah sudah memiliki

dua orang anak dari jumlah keseluruhan anaknya saat ini sembilan orang.

Sebelumnya yang membantu Nek Siah melahirkan adalah ibunya sendiri, tetapi

katanya ibunya tidak memberikan pelayanan khusus kepadanya, karena dianggap

ibunya sama saja.

Sekitar tahun 1978 Nek Siah hijrah ke Kecamatan Bangko, beserta anak dan

suaminya ia memulai kehidupan baru dengan harapan ia bisa lebih berkembang

dalam neniti kariernya. Sang suami mendukung dan mereka membuat rumah

seadanya dengan bekal tabungan yang mereka miliki selama ini, suami Nek Siah

kembali menjadi nelayan walaupun hanya sebagai nelayan buruh. Disini ia memulai

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 67: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

67

segalanya dari nol, tidak ada reputasi yang ia dapatkan karena kinerja sang ibu yang

baik. Suatu hari ada tetangga sekitar rumah Nek Siah yang akan sudah hamil tua, Nek

Siah pun menawarkan diri untuk memeriksa kandungan tetangganya itu. Melihat

kepiawaian Nek Siah yang terlihat mengerti segala seluk beluk mengenai kehamilan,

sang tetangga yang baru mengandung anak pertama itu memintanya untuk menjadi

dukun beranak pada sat ia akan melahirkan nanti.

Waktu itupun menjelang, Nek Siah kembali berhasil menangani sang pasien

dengan baik. Nek Siah dijemput oleh suami pasiennya dan diantarkan langsung

kerumah pasiennya itu. Mulailah Nek Siah dengan ritualnya sebelum membantu

bayinya keluar. Ia ambil segelas air putih dan dibacanya doa pada air tersebut

tujuannya agar air itu dapat mempermudah jalannya persalinan. Air itupun

diminumkan kepada pasiennya, sewaktu air itu diminumkan Nek Siah meniupkan

angin dari mulutnya ke perut pasien yang sudah mulai kesakitan. Peniupan angin itu

juga bermaksud memberikan dorongan yang kuat agar sang pasien mendapatkan

angin yang cukup diperutnya. Ritual ini dipercaya oleh Nek Siah karena lebih

meringankannya dalam bekerja.

Segera setelah air diminum dan angin ditiupkan, pasien Nek Siah mulai

mengalami kesakitan yang luar biasa. Bayi pun ditarik keluar dan lahirlah bayi

dengan selamat atas pertolongan Nek Siah. Bayi langsung di baringkan diatas sebuah

handuk yang telah dibasahi dengan air hangat. Bayi langsung di bersihkan dengan

cara dilap. Tak lama Nek Siah kembali mengeluarkan ari-ari bayi atau biasa yang

mereka sebut dengan rumah/kakak dari bayi itu, dan persalinan pun selesai. Tidak

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 68: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

68

berhenti sampai disitu, Nek Siah memotong tali pusar sang bayi dengan

menggunakan bambu. Katanya pada saat itu ia tidak tahu bahwa dengan

menggunakan gunting lebih aman dari pada bambu yang dapat membahayakan si

bayi. Tetapi untungnya sang bayi yang pernah ia tangani tidak pernah mengalami

iritasi, akunya.

Kain kotor bekas darah sang pasien segera ia cuci beserta dengan ari-ari si

bayi karena ini juga termasuk dari bagian pelayanan dukun beranak yang seperti

seharusnya disana. Pencucian itu selesai, segera ari-ari itu ia serahkan kepada sang

suami dai pasiennya untuk ditanam di dekat rumah mereka. Tak hanya mencucikan

kain kotor dan ari-ari saja, Nek Siah kembali mendatangi pasiennya dan

membersihkan badannya dari percikan darah serta memijatnya di bagian perut.

Gunanya kata Nek Siah adalah supaya peranakan sang pasien letaknya kembali

normal. Dan berikutnya, pelayanan ini kembali ia ulangi kepada pasien pertamanya

itu selama 3 hari berturut-turut setelah melahirkan. Setiap pagi Nek Siah dijemput

oleh suami pasiennya itu dengan menggunakan sepeda dan diantarkan kerumah

mereka dimana telah menunggu istrinya yang akan di pijat. Selesai memijat Nek Siah

memandikan bayinya.

Setelah tiga hari barulah upah dari kerja Nek Siah dibayarkan. Tidak mematok

harga berapa yang harus dibayarkan pasiennya, Nek Siah menerimanya berapapun

dengan ikhlas. Selain itu, Nek Siah juga bisa meramu jamu yang dapat kembali

memulihkan kondisi sang pasien pasca melahirkan. Jamu itu bisa dibuatkan oleh Nek

Siah tetapi dengan bahan-bahan yang diberikan oleh pasiennya. Ataupun oleh Nek

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 69: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

69

Siah sendiri yang membeli bahannya dan meramunya. Ini diluar dari biaya yang telah

dibayarkan tersebut, karena ini adalah termasuk pelayanan khusus bagi pasien yang

ingin cepat sembuh. Bukan hanya membuatkan jamu, Nek Siah juga bersedia

dipanggil kembali untuk memijat jika ada bagian tubuh pasiennya yang terasa pegal.

Ini juga tentunya dengan upah yang khusus pula.

Setelah membantu pasiennya itu, segera tersiarlah nama Nek Siah di sekitar

rumah barunya itu, bahwa Nek Siah adalah seorang dukun beranak yang sudah

berhasil membantu tetangganya sendiri melahirkan tidak hanya itu, kabar Nek Siah

adalah keturunan dukun beranak yang terampil di daerah asalnya dulu mulai tersiar

juga. Entah dari mana sumbernya, yang jelas semenjak membantu pasien pertamanya

itu melahirkan banyaklah orang yang datang kepada Nek Siah untuk meminta

jasanya. Mulai dari memeriksakan kandungan ibu hamil dengan cara yang sederhana,

yaitu cukup dengan menempelkan telinga Nek Siah di pusar sang ibu. Katanya akan

bisa terdeteksi letak posisi janin ataupun ada kesalahan apa didalam kandungan ibu

tersebut. Membantu proses pesalinan tentunya adalah hal utama menjadi kewajiban

dari Nek Siah sendiri tentunya dengan pelayanan lainnya berupa mencucikan kain

kotor, memandikan bayi dan memijat ibu yang baru melahirkan itu.

Selain itu, Nek Siah juga bisa memijat bagian tubuh yang terasa pegal, bukan

hanya sehabis melahirkan tetapi juga untuk keluhan-keluhan umum seperti keseleo,

turun perut dsb. Seiring dengan semakin dikenalnya Nek Siah dengan

kemampuannya, maka kemampuan Nek Siah pun semakin bertambah. Sebab Nek

Siah mulai berani untuk menerima pasiennya laki-laki untuk disunat, bagi yang masih

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 70: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

70

kecil perempuan untuk ditindik, bahkan memandikan mayat pun Nek Siah bisa.

Banyak hal yang mulai Nek Siah rambah terkait dengan profesinya sebagai dukun

beranak.

Hingga saat ini, di usia yang sudah mulai tua dan sakit-sakitan Nek Siah tidak

dapat lagi membantu pasiennya melahirkan. Alasannya karena nek Siah matanya

sudah mulai mengalami kekaburan akibat pertambahan usia. Bukan hanya itu, Nek

Siah juga semakin latah, tentunya ini lebih membahayakan pasiennya. Tetapi untuk

urusan yang lebih ringan, yaitu memijat dll Nek Siah masih menyanggupinya. Tetapi

snag pasien yang ingin dipijat harus datang kerumah Nek Siah sebab ia sudah tidak

sanggup lagi naik sepeda dengan jarak yang jauh apalagi di malam hari.

Karena masa kerja yang sudah cukup lama, banyak pengalaman yang ia

peroleh. Seperti yang ia tuturkan berikut ini:

“ Menjadi dukun beranak bukan hal yang sembarangan. Harus dimulai dengan diri sendiri yaitu keberanian, kecekatan dan ketelitian dalam melihat kondisi pasien dan menanganinya. Aku juga begitu, tidak sembarangan menjadi dukun beranak ini. Ilmu yang aku dapat itu adalah ilmu turunan dari keluargaku. Ibu ku juga adalah seorang dukun beranak, begitu pula nenekku. Dan mungkin keahlian mereka terwaris kepadaku. Dari 12 orang anak ibuku ada delapan orang perempuan dan itu Cuma aku yang bisa menjadi dukun beranak. Memang bukan hal yang sembarangan lah, dan aku juga tidak asal-asalan dalam menangani pasienku. Dari gadis aku udah terbiasa ikut ibuku. Dan aku mulai kerja sendiri sejak aku menikah. Sampai sekarang sudah banyak anak bidan ku yang aku bantu dan banyak juga anak angkatku yang dulu dilahirkannya susah, tetapi setelah lahir, oleh ibunya aku dijadikan ibu angkat mereka. Pernah aku dipanggil oleh seorang bidan medis, kabarnya ia membantu orang melahirkan namun pasiennya ini mengalami kesulitan mengeluarkan bayinya. Selang berapa lama, disuruh lah orang untuk menjemputku dirumah. Segera aku bergegas menuju kerumah pasien yang belum aku kenal sama sekali itu. Sesampainya di rumah ibu yang akan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 71: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

71

melahirkan itu langsung aku periksa. Aku mendengar di pusarnya ternyata ada dua detak di dalam perutnya. Ini tidak seperti bisanya pikirku. Langsung hal ini aku kabarkan kepada bidan medis tersebut yang kemudian aku ketahui namanya Ibu Manurung. Aku bilang bahwa pasien kami mengandung anak kembar perempuan. Awalnya bidan Manurung itu tidak percaya, karena dia mengatakan bahwa sang ibu ini didalam perutnya bukanlah bayi seperti yang kami duga, malainkan tumor. Tapi aku membantahnya dengan mengatakan bahwa jika perempuan mual dan pusing selama 3 bulan berturut-turut maka bisa dipastikan bahwa perempuan itu hamil. Dan memang bayi yang dikandung ibu ini adalah bayi kembar dengan jenis kelamin perempuan dan salah satu bayinya letaknya sungsang (terbalik). Dan aku menambahkan bahwa kiranya nanti yang aku katakan ini benar tolong berikan aku dua buah selendang. Aku pun mulai membaca doa dan menyiapkan segala keperluannya nanti. Sang ibu yang terlihat begitu kesakitan pun segera mendorong bayinya dengan sekuat tenaga setelah aku berikan air segelas yang sudah aku bacakan doa dan aku semangati bahwa bayinya akan segera lahir asal ibu itu mau berusaha mendorongnya dengan sekuat tenaga. Tak lama waktu berselang, bayi pertama pun lahir dan dengan segera aku letakkan diatas handuk yang telah aku celupkan di air hangat. Kemudian aku pun segera menarik bayi yang kedua tetapi sebelumnya bayi itu aku putar dengan mengurut di bagian perut ibunya agar letak bayi itu kembali normal. Bayi yang terbailk itu menjadi normal kembali posisinya. Segera aku keluarkan bayi kedua itu dan menarik ari-arinya sekaligus. Kedua bayi itupun selamat dan ku potonglah tali pusar mereka. Melihat hal ini, bidan Manurung itu tercengang dan mengakui kemahiranku. Dia mengatakan bahwa ia salah dan aku lah yang benar. Kembali aku memberikan pelayanan seperti yang aku lakukan biasanya. Mencucikan kain kotor, memandikan kedua bayi kembar tersebut, dan memijat ibunya yang sudah tampak begitu kelelahan. Ini aku lakukan selama tiga hari berturut-turut. Bidan Manurung malu dengan kesalahannya dan ia pun pulang tanpa mau dibayar karena katanya dia tidak melakukan apa-apa. Di hari yang ketiga, selain dibayar dengan upah uang cuci tangan yang biasa kami sebut, waktu itu seingatku aku dibayar Rp.300.000,- dan diberikan dua buah selendang. Sejak saat itu, kalau ada ibu yang sulit melahirkan maka akulah yang mereka panggil. Dan posisinya pun terbalik, kalau bidan medis sudah mengalami kesulitan itu, aku pula yang mereka panggil untuk membantu mereka menangani pasiennya. Bukan sebaliknya, kan seharusnya kalau dukun beranak yang sulit membantu bidan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 72: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

72

melahirkan, maka yang akan dipanggil adalah bidan medis yang tentunya lebih tahu mengenai hal itu. Rasa bangga itu pun semakin bertambah seiring dengan rasa percaya diri ku yang semakin meningkat. Pernah aku ditawari untuk membantu Ibu Rantani di Kliniknya kalau ada pasien yang sulit melahirkan. Ibu Rantani itu adalah seorang bidan medis yang terkenal di wilayah sini. Orang-orang pejabat sini dan orang kayanya melahirkan sama Ibu Rantani ini. Nah, bahkan Ibu Rantani yang seudah begitu hebat itupun meminta aku untuk bekerja sama dengannya. Tetapi tawaran itu aku tolak, karena alasannya aku tidak bisa baca tulis. Aku tidak mengerti apa-apa tentang dunia kesehatan seperti Ibu Rantani, biarlah aku menjadi dukun beranak biasa saja. Sebenarnya aku bis menulis, tapi yang sedikit-sedikit saja, untuk menulis dan membaca yang sukar-sukar aku akui memang aku tidak bisa. Karena keterbatasan kemampuanku inilah yang membuat aku menolak ajakan Ibu Rantani ini. Maklum, aku hanyalah wanita yang berpendidikan hanya sampai kelas tiga SD.”

Pengalaman Nek Siah bukan hanya itu saja:

“ Selama ini aku bukan Cuma membantu orang melahirkan saja, tetapi juga memijat kalau ada orang yang datang dan mengaku badannya pegal. Kemudian menyunat anak laki-laki, menindik bagian telinga anak perempuan, atau segala yang berhubungan dengan kesehatan insya allah aku bisa membantunya. Pernah suatu ketika aku dijemput oleh orang juga, dan orang itu adalah orang cina, dia bilang kakaknya ingin membuka alat kontrasepsi yang ada di tubuhnya. Masalahnya alat kontrasepsi itu harus sudah dibuka paling lambat enam bulan sebelum kejadian itu. Aku pun langsung ikut dengan orang yang menjemput ku itu, sesampainya dirumah cina itu ia menceritakan bahwa ia memasang alat kontrasepsi di tubuhnya, seharusnya alat itu sudah enam bulan yang lalu dibuka, tetapi karena alasan lupa dan tidak sempat maka alat itu sudah mulai membuat rasa tidak nyaman rupanya. Kebetulan cina itu ingin memiliki anak lagi, maka alat kontrasepsi itu harus dibuka. Aku pun membantunya, membacakan doa supaya pekerjaanku dipermudah oleh Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah, alat kontrasepsi itu bisa keluar akhirnya, sekeluarnya alat kontrasepsi itu langsung menyerbak lah bau busuk yang tak bisa dikatakan. Mungkin karena alat itu sudah kadaluarsa makanya baunya seperti bau bangkai. Cina itu begitu berterima kasih kepadaku. Dia membayarku dengan upah Rp. 150.000,-. Begitulah, aku bukan Cuma menjadi dukun beranak, tetapi sebagai pembantu ketika orang membutuhkan aku. Untuk segala ilmu yang aku punya,

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 73: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

73

aku tidak pernah belajar dari siapa pun, melainkan dari turunan keluargaku. Aku tidak pernah ikut pelatihan kesehatan bagi dukun beranak yang memang pernah dibuat disini. Aku tidak mau, karena sama saja yang penting dengan tanganku sendiri selama ini alhamdulillah aku tidak pernah mencelakai orang dan gagal ketika bekerja. Mulai dari pengalaman bayi kembar dua sampai bayi kembar tiga juga aku sudah pernah menanganinya. Tetapi bayi kemabr tiga itu kemudia meninggal satu, tapi bukan meninggal karen tanganku melainkan setelah aku selesai bertugas. Mungkin memasng sudah ajalnya. Menurut kepercayaan kami orang jaman dulu kalau bayi kembarnya ganjil maka pasti ada satu yang meninggal biar jadi genap. Mungkin karena itulah bayi yang satunya meninggal setelah seminggu. Tapi waktu aku membantu melahirkan ketiga bayi kembar itu, selamat semua bayinya dan ibunya. Kalau melahirkan normal biasa sudah tidak bisa dihitung lagi banyaknya berapa. Sampai aku pergi ke Bengkalis dengan maksud berlibur kerumah salah satu anakku yang tinggal disana untuk melepas rindu. Tak urung disana pun aku membantu seorang cina Bengkalis melahirkan. Sumpah aku tidak bohong, kalau mau tahu coba tanya saja sama anakku itu. Waktu itu cina tersebut begitu terdesak ingin melahirkan dan sebagai tetangga terdekat rumahnya, ia tidak sempat memanggil dokter ataupun bidan medis walaupun di Bengkalis lebih banyak tenaga kesehatannya disana dari pada disini. Dan cina itu telah mengetahui bahwa aku adalah seorang dukun beranak karena beberapa waktu yang lalu aku memang sempat bercerita kepadanya tentang sedikit pengalamanku. Awalnya cina itu memang berniat untuk melahirkan di bidan medis saja, tetapi karena keadaan terdesak dan memang tidak sempat lagi untuk mengantarkannya ke klinik bersalin maka aku yang dipanggil. Dengan mudah aku membantu mengeluarkan bayi cina itu dan pelayananku juga tidak aku kurangi walaupun aku tidak mengenalnya dengan baik dan di orang cina. Selama tiga hari aku juga memijatnya, tetapi aku tidak memandikan anaknya dan mencucikan kain kotornya karena itu semua akan dikerjakan oleh suaminya. Aku pikir, rupanya adat orang cina hampir sama dengan adat orang jawa yang memang tidak pernah mengijinkan aku mencucikan pakaian kotor pasienku itu. Tapi bedanya kalau orang Jawa aku tetap memandikan anaknya. Begitulah, kalau diceritakan semua pengalaman aku yang sudah berpuluh tahun menjadi dukun beranak pasti banyak sekali dan waktunya tidak akan cukup.”

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 74: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

74

Menjadi dukun beranak bukanlah hal yang mudah dipelajari seperti ilmu

lainnya, melainkan itu adalah sebuah ilmu yang didapatkan sebagai keturunan.

Menurut Nek Siah:

“Tidak sembarangan orang bisa menjadi dukun beranak, karena dukun beranak ini harus memiliki bakat turunan yang bisa dijadikan sebagai kemampuan dasar untuk menjadi dukun beranak yang dipercaya oleh masyarakat sekitar. Ilmu itu merupakan ilmu turunan, seperti yang aku dapat dari keluargaku. Dari keturunan kami aku adalah keturunan ke-tujuh yang menjadi dukun beranak. Dari nenek moyang ku dulu juga menjadi dukun beranak. Tapi tidak lantas semua di keluarga kami menjadi dukun beranak, melainkan dari adik-beradikku semua yang hanya menjadi dukun beranak hanya aku seorang. Mungkin bakat ini terwaris dengan ku. Selain itu aku memperdalam ilmuku dengan belajar ke ibuku. Dengannya aku langsung belajar mengenai praktik persalinan secara langsung dan berbagai macam doa yang dapat membantu mempermudah pekerjaan ini. Doa itu salah satunya adalah doa siti fatimah, yang memang di percaya membantu mempercepat kelahiran. Doa itu dibacakan ketika akan memulai persalinan. Selain doa tiu juga bisa dibaca doa nabi yusuf dan sebagainya. Doa itu paling tidak dibacakan tiga kali itu pun kalau pasiennya merasa sulit untuk melahirkan. Tetapi kalau kelihatan tidak sulit cukup dibaca sekali saja. Kemudian kebiasaan aku ketika membantu orang yang sulit melahirkan dan berbagai pertolongan selain untuk orang melahirkan adalah dengan memberikan segelas air putih dengan maksud air putih itu dapat menenangkan hatinya dan memeprmudah serta meringankan sakit yang dirasanya. Bacaan itu di khususkan untuk peganganku yang memang sudah ada di diriku ketika aku ingin menjadi dukun beranak. Bacaannya kurang lebih seperti ini: Hey anak sandar…tolonglah cucu sandar…mudahkanlah ia melahirkan, hindarilah ia dari segala kecacatan…dan ringankanlah rasa sakit yang ia rasakan dan berilah ia angin (tenaga) agar mudah untuk melahirkan. Itu doa khususnya untuk orang yang sulit melahirkan. Memang aku akui aku punya pegangan yang senantiasa membantu aku jika dalam kesulitan melihat orang melahirkan. Tidak bisa sembarangan, memang dukun beranak ini harus punya bacaan khusus agar pasiennya selamat. Kalau tidak ia pasti banyak mengalami kegagalan. Mungkin kalau di bidan medis, mereka memiliki ilmu yang dari sekolahnya, tetapi kami dukun beranak hanya bekal ilmu ini saja yang membantu kami. Insya allah semuanya berkat pertolongan Yang Maha Kuasa juga karena memang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 75: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

75

harus didasari niat Illahaillallah… selain itu sering aku katakan kepada pasienku ketika ia hendak melahirkan dengan menyuruhnya mengambil batang kelor dan dibentuk seperti rumah kemudian batang kelor itu di paku didepan pintu masuk rumah ibu yang akan melahrikan itu. Tujuannya dalah untuk menangkal segala perbuatan jahat orang yang punya niat buruk kepada keluargannya dan jauh dari gangguan setan atau jin ketika ia akan melahirkan nanti. Dan ini memang kami percaya, dan hingga saat ini hal itu tetap berhasil untuk menangkal segala perbuatan buruk. Selain itu, cara terkahir ketika persalinan mengalami kesulitan yang luar biasa adalah dengan memberikan air selusuh. Air selusuh yang dimaksud disini adalah air yang telah di rendam dengan berbagai kunci yang ada dirumah tersebut. Baik itu kunci pintu rumah, kunci lemari, atau berbagai barang yang memiliki kunci direndam dalam satu gelas kemudian dibacakan doa dan diminumkan kepada pasien yang sulit melahirkan itu. Air ini juga kami percaya membantu pasien itu lancar mengeluarkan bayinya. Sudah sering aku mempraktikan hal ini, dan setelah aku meminumkan air itu kepada pasien ku memang tak berapa lama kemudian dia langsung mengeluh perutnya terasa amat sakit dan mulailah tampak kepala bayinya akan lahir. Insya allah dengan sedikit ilmu yang aku punya ini banyak yang telah tertolong olehku. Jadi menjadi dukun beranak tidaklah boleh orang yang sembarangan, memang bisa belajar dengan melihat dukun beranak langsung ketika ia menolong pasiennya, dan itu sudah banyak yang aku alami. Ada seorang ibu yang selalu ikut denganku ketika aku membantu orang melahirkan. Dan dia sudah sangat sering ikut denganku agar dia juga mahir membidani orang melahirkan. Dan pernah pula ia mempraktikkannya ketika ada orang yang melahirkan. Memang hasil belajarnya itu berhasil, tetapi pernah suatu ketika ia menadapatkan pasien yang sulit melahirkan bayinya. Dengan segera ia langsung memanggil aku. Dan ketika pasien itu aku tangani, langsung dengan mudah ia bisa melahirkan. Dan aku katakan kepada orang yang belajar denganku itu, bahwa dukun beranak haruslah memang mempunyai bakat keturunan selain dengan itu ilmu pegangan juga harus punya biar selamat semua pasiennya. Tidak bisa orang sembarangan kalau berminat menjadi dukun beranak. Dan orang itupun terdiam tak berani lagi menerima pasien setelah kejadian itu.”

Saat ini kemampuan Nek Siah itu berhenti sampai di dirinya saja, tidak

menurun kepada salah satu anaknya. Entah mengapa, ketika hal ini ditanyakan

kepada Nek Siah ia mengatakan bahwa dialah keturunan terkahir dari keluarganya

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 76: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

76

yang bisa menjadi dukun beranak. Dan kemampuan itu tidak bisa diajarkan kepada

anaknya kalau memang anaknya tidak pernah mendapatkan wahyu seperti yang dulu

pernah ia dapatkan.

4.3.2 Informan 2

1. Nama : Iah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Alamat : Jl. Perdagangan belakang No.4 B.A.A

4. Umur : 47 tahun

5. Etnis : Melayu

6. Penghasilan : Rp. 300.000,-

7. Pendidikan : Tidak Sekolah

8. Sudah berapa lama menjadi dukun beranak : 20 tahun

Iah, begitu ia biasa disapa sehari-hari, wanita paruh baya ini berusia 47 Tahun.

Kesehariannya Iah hanya bekerja dirumah sebagai ibu rumah tangga biasa. Suami Iah

telah meninggal sekitar 3 tahun yang lalu, saat ini dirumahnya ia tinggal bersama 2

orang anaknya dan satu menantu serta 2 orang cucu yang masih berusia 3 tahun dan 5

bulan. Iah telah lama tinggal di Bagan Siapi-api, dari kecil ia memang sudah akrab

dengan wilayah dikampungnya ini. Iah adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

Ayahnya dulu hanyalah seorang petani yang menghidupi anak-anaknya dengan

bekerja di sawah yang tak seberapa besar. Sebelumnya, iah tidak pernah mengenyam

bangku pendidikan. Masa mudanya ia habiskan dengan membantu orang tuanya

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 77: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

77

bekerja di sawah. Hingga akhirnya Iah berumah tangga, ia menikah dengan anak

tetangga yang dahulunya sudah akrab dengannya. Sang suami pun tidak dibekali

dengan pendidikan dibangku sekolah secukupnya. Suami Iah adalah seorang petani

juga yang sama-sama bekerja menggarap sawah milik orang tuannya sendiri.

Sang suami hanyalah pria yang berpendidikan sampai dibangku kelas 3 SD.

Setelah menikah, Iah ikut tinggal bersama suaminya dirumah mertua yang memang

tak jauh dari rumahnya sendiri. Ayah mertua Iah adalah seorang petani juga, tetapi

sang ibu adalah seorang dukun beranak yang cukup ternama di wilayah sekitar

rumahnya, dan tak jarang pula sering diminta bantuannya untuk menolong orang

melahirkan hingga diluar dari kampungnya sendiri. Awalnya, Iah hanya ikut

menemani sang ibu mertua membantu ibu-ibu yang melahirkan. Tetapi lambat laun

ada keingintahuan yang besar pada diri Iah untuk mengetahui sejauh mungkin tentang

tata cara membidani ibu dan bayi pada saat kelahirannya. Saat itu Iah belum

mempunyai anak, karena masih setahun lama pernikahannya. Banyak hal yang ingin

Iah ketahui yang menyebabkan Iah selalu ingin ikut sang mertua ketika mertuanya

mendapat panggilan dari pasiennya. Ibu mertua Iah pun tidak pernah melarangnya

untuk ikut menemani.

Iah berkata:

“ Kalau aku ikut mertua membatu orang melahirkan, aku sering memperhatikannya waktu ia bekerja. Awalnya aku Cuma duduk, kalau mertuaku minta diambilkan sesuatu aku yang mengambilkannya seperti air segelas, kain panjang yang bersih dsb. Aku perhatikan baik-baik mertuaku itu. Dia orang yang cukup telaten dan bersih jadi aku suka meniru gayanya ketika membantu orang melahirkan hingga sekarang. Kalau sudah samapai kerumah aku segera bertanya tentang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 78: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

78

hal yang tidak aku ketahui tadi. Aku tidak berani bertanya langsung kepadanya saat itu juga sebab ia harus berkonsentrasi dengan pekerjaannya, salah-salah nanti aku yang dimarahi dan tidak dikasih ikut lagi bersamanya kalau ia dapat panggilan bidan. Kalau ada hal yang masih aku kurang puas karena belum tahu, selalu aku tanyakan kepadanya. Tapi untungnya mertuaku tahu dengan keinginanku yang besar bahwa aku juga ingin menirunya mejadi bidan kampung. Dia juga berharap kelak aku juga bisa menggantikannya kalau dia sudah meninggal. Dan aku belajar sungguh-sungguh untuk itu. Aku ingin semua pasienku juga merasa percaya kalau aku yang membidani mereka, sama seperti mertuaku”.

Karena sang mertua pun sudah semakin renta dan kurang gesit lagi dalam

melakukan tugasnya, akhirnya Iah pun diajari segala seluk beluk mengenai

persalinan. Karena didukung semangat dari dirinya sendiri dan seluruh keluargannya,

akhirnya Iah mulai memberanikan diri untuk membantu proses persalinan sendiri,

tapi tidak serta merta segala sesuatunya ia lakukan sendiri, melainkan pada saat kerja

pertamanya diarahkan oleh sang mertua yang mendampinginya. Kelahiran pun

berjalan baik, semenjak itu semangat Iah makin bertambah dan hingga setahun

kemudian mertuanya meninggal, maka Iah lah yang menggantikan profesi ini.

Namanya pun langsung dikenal oleh masyarakat sekitar yang telah mengenal baik

sang mertua. Dengan bekal ilmu yang ia peroleh dan nama sang mertua yang telah

mengangkatnya maka ia pun mulai menekuni profesi ini untuk membantu kehidupan

ekonomi rumah tangganya. Karena saat itu ia telah memiliki seorang anak pertama

lelaki yang berusia 5 bulan.

Ketika ditanya iah merasa malu-malu untuk mulai bercerita tetang bagaimana

pelayanannya terhadap pasiennya ketika proses persalinan.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 79: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

79

Iah berkata:

Tidak ada yang istimewa dari apa yang aku lakukan ketika mambantu orang melahirkan, aku hanya dukun beranak yang tidak pernah sekolah, tidak seperti dokter ataupun bidan berijazah yang semakin banyak dikampung saat ini”.

Tetapi kengganannya itupun makin mencair ketika saya ingatkan bahwa ia

adalah seorang yang berjasa dalam manyelamatkan nyawa ibu dan bayi sewaktu

kelahirannya, tak hanya itu, selama kurang lebih 20 tahun Iah bekerja sebagai dukun

beranak dan dengan jumlah ratusan bayi yang telah ia tangani, tak satupun yang

pernah gagal dibantu olehnya.

Iah bercerita tentang pengalamannya:

“ Pernah suatu ketika, pagi hari aku didatangi oleh seorang pria yang mengatakan bahwa istrinya akan melahirkan dan telah mengeluh sakit perut dari malam hari sebelumnya. Karena aku memiliki tanggung jawab yang besar, maka aku pun ikut dengan suami dari pasiennya tersebut untuk melihat bagaimana kondisi ibu yang katanya telah lama mengeluh kesakitan. Aku mengkahwatirkan ibu tersebut akan kehilangan bayi yang masih dalam kandungannya itu. Maksudnya, gangguan pada bayi tersebut akan turut membahayakan nyawa sang ibu. Diperjalanan, aku bertanya pada pria yang mengaku bernama Ijul ini, apakah ia telah memanggil bidan sebelumnya atau membawa istrinya ke rumah sakit. Ternyata 2 jam setelah mengeluh sakit, Ijul memanggil bidan berijazah yang berada tak jauh dari rumahnya, tetapi bidan itu mengatakan bahwa itu hanya sakit belaka dan bukan merupakan tanda-tanda akan melahirkan. Maka sang bidan itupun pergi dengan alasan kelahirnnya akan tiba pada waktu pagi hari esoknya. Tetapi sang istri terus mengeluh sakit dan mulai mengeluarkan darah serta bau busuk dari subuh hari itu. Maka dengan anjuran dari tetangga yang kenal aku dengan baik, maka Ijul pun disarankan untuk meminta bantuan denganku. Sesampainya dirumah sang pasien, maka aku pun mulai memeriksa apa yang terjadi pada kandungan pasiennya tersebut. Ternyata bidan yang pertama kali dipanggill oleh Ijul juga telah berada disana, dan melihat aksi ku dia hanya mencibir dan mengatakan bahwa dukun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 80: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

80

beranak tidak lebih hebat dari dirinya. Tak menghiraukan perkataan sang bidan, aku pun mulai menangani pasiennya yang sudah tampak lemas. Hanya berselang 30 menit kemudian, bayi pun bisa dengan mudah dikeluarkan, tetapi semua orang harus kecewa, sebab sang bayi telah meninggal dunia beberapa saat sebelum aku tiba dirumah tersebut.”

Kecewa dengan ketidak tanggapan bidan yang telah mencibirnya, maka Iah

pun langsung pulang dengan perasaan sedih karena ia merasa gagal membantu

pasiennya. Iah segera pulang dan menolak untuk dibayar, sebab selama ia menjadi

dukun beranak dan berhasil membantu proses kelahiran hingga sang anak telah lepas

tali pusarnya, Iah tidak pernah mematok berapa harga yang harus dibayar dari apa

yang telah dilakukannya. Biasanya upah ini sering disebut dengan istilah uang cuci

tangan. Iah menganggap kemampuan yang ia miliki untuk membantu orang bukan

untuk suatu hal yang bersifat komersil. Ketika menceritakan kisah ini, tampak wajah

bangga di diri Iah sebab secara tak langsung ia menyampaikan bahwasanya ia lebih

berpengalaman dari bidan berijazah sekalipun.

Iah mengatakan sebenarnya tak banyak yang berbeda pelayanan yang ia

berikan terhadap pasiennya dengan apa yang bidan berijazah berikan. Maka iah pun

mulai menceritakan bagaimana ia melakukan tugasnya itu.

“Awalnya, aku selalu dijemput oleh keluarga pasiennya, dengan membawa satu tas tangan kecil yang berisi sapu tangan, gunting, dan minyak urut maka aku pun berangkat. Tiba dirumah pasien, aku langsung melihat kondisinya dan bertanya sejak kapan ia merasa sakit. Berpedoman dengan pengalaman dan melihat aura wajah sang pasien, aku dapat memperkirakan kapan pasiennya akan melahirkan. Tetapi kalau pasien mengatakan bahwa sakit yang ia rasakan hanya sesekali saja datangnya, maka aku pastikan kapan beliau akan melahirkan dengan memasukkan tangan kedalam tubuh sang pasien. Apabila air ketuban yang aku rasa masih keras,maka kelahiran akan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 81: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

81

masih lama beberapa jam berikutnya. Tetapi bila air ketuban yang terasa seperti balon yang diisi air, maka saat itu juga aku mulai mempersiapkan kelahiran sang bayi.”

Disini letak perbedaan antara bidan medis dengan dukun beranak, dimana

ketika bayi telah keluar dari rahim ibunya maka uri-uri bayi juga langsung

dikeluarkan dan pada saat itu bayi hanya di letakkan dengan jarak yang tak jauh dari

urinya sebab tali pusar bayi belum dipotong. Sekeluarnya uri-uri bayi tersebut dari

rahim sang ibu, maka selanjutnya adalah pemotongan tali pusar sang bayi dengan

menggunakan tiga helai benang. Bedanya dengan bidan medis, ketika bayi telah

berhasil keluar maka tali pusar bayi langsung di potong dengan menggunakan sepit

(alat dari tenaga medis) dan bayi pun langsung di bersihkan atau dimandikan dan

kemudian barulah dilanjutkan dengan mengeluarkan uri-uri sang bayi tersebut.

Ketika ditanya mengapa letak perbedaannya pada proses pengeluaran uri-uri

bayi dan alat pemotong yang mereka gunakan? Iah menjawab:

“Akan lebih mudah keluarnya uri bayi apabila sang bayi lebih dulu keluar kemudian langsung disusul dengan urinya tanpa selang beberapa waktu lagi. Dan dengan alat pemotong tali pusar bayi, aku pakai benang karena lebih mudah dan praktis Cuma benang dilapis hingga 3 lapisan, ini sudah kuat dan agak tajam sehingga dapat memotong pusar tersebut. Benang tersebut sering kami sebut dengan sebutan benang soban.”

Kemudian Iah mengakui bahwa ia pernah mendapat panggilan untuk memijat

ibu yang baru melahirkan tetapi sang ibu melahirkan di bidan medis. Ibu tersebut

mengatakan bahwa ketika pusar bayi dipotong dengan alat medis yang berupa sepit,

dinilai oleh sang ibu bahwa bayinya terasa begitu kesakitan berbeda dengan anaknya

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 82: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

82

terdahulu yang melahirkan dibantu oleh Iah. Saat itu Iah memotong tali pusar bayi

dengan tiga lapis benang.

Dari informasi inilah maka Iah menjadi lebih yakin untuk tetap menggunakan

benang sebagai alat pemotong tali pusar anak bidannya.

“Aku tak mau memotong tali pusar bayi pakai sepit itu, karena pernah ada ibu yang mengadu sama aku dia bilang dia baru melahirkan. Tapi melahirkan di bidan medis, sesudah bayinya keluar, bayi itu dipotong tali pusarnya pakai sepit. Aku rasa pakai sepit itu lebih menyakitkan dari pada memotong pakai benang. Kerena benang kan lebih tajam terus dilapis tiga, jadi tak gampang putus, bayi juga tidak seperti merasakan sakit yang sangat. Gak seperti kalau pakai sepit itu, kasihan lihat bayinya karena sepit itu kan gak tajam”.

Dari informasi inilah maka Iah menjadi lebih yakin untuk tetap menggunakan

benang sebagai alat pemotong tali pusar anak bidannya. Untuk hal pemotongan tali

pusar ini, Iah pernah mendapat pelatihan dari puskesmas tentang pemakaian sepit dan

tata cara serta manfaatnya. Pelatihan itu diikuti oleh Iah sekitar tahun 2002 dan Iah

pun dinyatakan sebagai dukun beranak yang cukup aman dan terlatih untuk

menangani pasiennya. Tetapi hasil dari pelatihan itu tidaklah serta merta ia terapkan

dalam setiap praktek persalinannya, melainkan ia masih menggunakan benang karena

alasan kemahiran dan melihat kesakitan bayi ketika ia harus memotong tali pusarnya

dengan sepit. Karena Iah menilai bahwa sepit itu terlalu sakit apabila dijepitkan pada

pusar bayi yang masih baru lahir dan ada pula kemungkinan sepit tersebut longgar

yang dapat mengakibatkan darah sukar berhenti dari pusar bayi sehingga

membahayakan bayi itu sendiri. Lagi pula sepit tersebut tak ubahnya seperti penjepit

jemuran pakaian yang biasa dipakai. Tapi menurut pengakuan Iah:

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 83: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

83

“Selama ini aku menggunakan benang soban sebagai alat pemotong tali pusar, dan pernah beberapa kali aku juga menggunakan gunting ketika benang sobannya habis dan atas permintaan sang pasien juga. Tidak seperti dukun beranak lainnya, aku tidak berani untuk menggunakan bambu atau silet atau alat lainnya yang aku pikir sangat berbahaya, karena proses belajar yang dulu aku pernah dapat dari ibu mertua hingga saat ini aku tetap menggunakan benang atau gunting.”

Selanjutnya, beberapa bulan terkahir, Iah juga pernah mendapatkan

pengarahan dari tenaga medis tentang kebiasaan memandikan bayi setelah

melahirkan. Biasanya oleh dukun beranak umumnya, setelah bayi keluar yang diikuti

dengan uri-uri bayi kemudian tali pusarnya dipotong, maka bayi langsung

dimandikan. Tetapi untuk saat ini beda adanya, pengarahan yang Iah peroleh

mengatakan bahwa bayi tidak boleh langsung dimandikan setelah semuannya selesai,

melainkan hanya dibersihkan saja dari sisa kotoran darah yang menempel ditubuhnya.

Alasannya karena suhu di tubuh bayi akan segera berubah sebab pada saat ia

dimandikan maka bayi akan merasa dingin ditubuhnya. Berbeda dengan anjuran

menggunakan sepit yang sama sekali diabaikan oleh Iah, anjuran untuk tidak

memandikan bayi ini diikuti olehnya. Iah katakan:

“Kalau tentang bayi yang gak boleh dimandikan dulu aku pikir masuk akal juga. Soalnya kan waktu masih dalam perut bayi itu terus mendapatkan kehangatan karena ada perlindungan dari uri-uri bayi. Masa setelah keluar dari perut ibunya harus segera dimandikan? Iah pasti bayinya kedinginan lah. Kalau yang ini anjurannya aku ikuti, karena gak menyakiti bayi, gak kaya pake sepit. Jadi, mandikan bayinya besok paginya saja sekalian ibunya dipijat, gak langsung saat itu, Cuma di lap aja pake handuk hangat. “

Sebagai dukun beranak, Iah sudah beberapa kali mengikuti pengarahan yang

selalu disampaikan oleh petugas medis. Untuk mengetahui hal-hal baru yang dapat

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 84: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

84

meningkatkan keamanan dari persalinan yang nantinya akan ia bantu kembali. Jadi,

Iah tergolong dukun beranak yang sedikit banyaknya mengerti tentang standar

kesehatan. Perbedaan lainnya terletak pada kebiasaan mencuci kain kotor sang

pasien. Karena bayi tidak langsung dimandikan, maka tugas lainnya dari dukun

beranak adalah mencuci kain kotor yang tadi digunakan untuk proses persalinan.

Kain itu direndam dan bersamaan dengan itu uri-uri bayi juga ikut dibersihkan.

Selama menunggu kain dalam proses rendaman, maka Iah pun memijat ibu yang baru

melahirkan tersebut dan dilanjutkan dengan pemasangan gurita (semacam kain untuk

pengikat perut).

Ini juga merupakan serangkaian dari tanggung jawab dukun beranak. Proses

pemijatan hanya berkisar 30-45 menit. Apabila ibu masih merasa sakit, maka pijatan

pun akan semakin lama dengan anggapan bahwa pijatan itu nantinya dapat

mengurangi rasa sakit yang diderita oleh ibu. Selesai pemijatan, maka Iah langsung

mencuci rendaman kain kotor tersebut, namun ada beberapa orang pasien yang tidak

mau dicucikan kain kotornya oleh sang dukun beranak. Biasanya yang beretnis Jawa

enggan untuk membiarkan dukun beranak mencuci kain kotor itu, karena anggapan

mereka yang wajib mencuci kain tersebut adalah suami dari ibu yang melahirkan

tersebut. Ada rasa segan dan tidak pantaslah apabila hal itu dilakukan oleh orang lain.

Disamping itu Iah juga biasanya menawarkan ibu tersebut untuk meminum

ramuan yang biasanya disebut dengan jamu sehabis melahirkan untuk menjaga

kondisi badan dan memulihkan stamina. Jika berminat, jamu tersebut akan dibuatkan

oleh Iah dengan upah yang berbeda dengan proses melahirkan yang ia bantu. Tetapi

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 85: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

85

ada pula cara lain, jika keluarga pasien itu tergolong kurang mampu, maka Iah hanya

meminta bahan jamu dari mereka dan Iah hanya membuatkan jamu tersebut tanpa

meminta upah dari keluarga pasiennya. Seluruh kegiatan ini ia lakukan selama tiga

hari setelah masa kelahiran. Berulang selama tiga hari, setiap pagi Iah selalu dijemput

oleh keluarga pasiennya untuk mencuci pakaian kotor sang ibu dan memandikan

bayi. Tetapi tak jarang pula ia hanya diminta untuk memijat pasiennya sebab pasien

tersebut dibantu bidan medis ketika proses persalinannya.

Untuk hal ini biasanya:

“Aku tidak menetapkan berapa biaya yang harus dibayar sama pasiennya. Karena kan intinya dia melahirkan bukan sama aku, tapi sama bidan medis, jadi aku Cuma kebagian memijatnya setiap pagi atau memandikan bayinya atau juga bisa mencucikan kain kotornya. Tapi biasanya upah yang dibayr mereka Cuma setengah dari jumlah keseluruhan kalau dia juga bersalin sama aku.”

Biaya keseluruhan dari proses pesalinan hingga pemijatan dihari ketiga

berkisar antara Rp. 250 ribu – Rp. 350 ribu dan pembayaran biasanya dilakukan di

hari ketiga. Berbeda untuk setiap anak yang dilahirkan, jika anak pertama maka

biayanya akan lebih besar yaitu sekitar Rp. 350 ribu, tetapi jika anak kedua dan

seterusnya maka pasien hanya membayar Rp. 250 ribu – Rp. 300 ribu. Ketika ditanya

mengapa, Iah tidak dapat menjelaskan dengan pasti alasannya, ia hanya mengatakan

memang sudah aturan dari dulunya dan biasanya anak pertama lebih sulit

kelahirnnya dari pada anak kedua dan seterusnya.

Selama menjalani profesinya ini, Iah juga sering didampingi dengan bidan

medis ataupun Iah juga ikut menyaksikan bagaimana bidan medis bekerja. Terkadang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 86: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

86

ada pasien yang melahirkan dengan bidan medis tetapi ia juga ingin kelahirannya

juga ikut dibantu dengan dukun beranak. Maka Iah pun berbagi tugas dengan bidan

medis. Iah memperhatikan bagaimana bidan medis bekerja, tak jauh berbeda

dengannya. Hanya saja bidan medis terkadang menggunakan jarum suntik kepada

pasiennya sebab jarum suntik itu katanya akan menambah tenaga sang ibu dan proses

melahirkan diharapkan lancar. Selama melihat bidan medis bekerja, Iah hanya duduk

dan memperhatikan, ia tidak berani ikut membantu apabila tidak diminta oleh bidan

medis. Karena Iah merasa bidan medis lebih banyak mengerti tentang hal ini dari

pada dirinya sendiri.

Tetapi terkadang Iah diminta oleh bidan medis untuk membantu ibu

mendorong bayinya agar lebih cepat keluar. Maka Iah pun malakukannya, dan setelah

bidan medis bekerja hingga tali pusar bayi dipotong, maka tugas selanjutnya adalah

menjadi kewajiban dukun beranak. Apabila diminta untuk memandikan bayi dan

mencucikan kain kotor pasien, maka Iah pun bergegas melakukannya dan selanjutnya

memijat bagian perut dan tubuh pasien. Tetapi jika tidak diminta untuk memandikan

dan mencuci kain kotor maka pastilah pasien hanya ingin dukun beranak untuk

memijat atau membuatkan jamu untuknya.

Pengalaman unik lainnya yang dialami oleh Iah adalah ketika ia membantu

kelahiran dari salah seorang pasiennya yang ternyata bayinya kembar. Karena belum

memiliki pengalaman membantu kelahiran bayi kembar maka Iah saat itu tidak berani

terlibat terlalu jauh. Ia hanya membantu mengeluarkan satu orang bayi saja, ketika

sang ibu megeluh perutnya masih terasa sakit dan masih kelihatan besar sedang uri-

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 87: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

87

uri bayi belum keluar, maka Iah berasumsi bahwa bayi yang ia tangani saat ini adalah

bayi kembar. Maka segeralah ia meminta keluarga dari pasiennya untuk memanggil

bidan medis sebab ia ragu dan takut untuk membantu secara keseluruhan. Yang ia

takuti adalah nyawa dari kedua bayi itu dan ibunya.

“Kalau ada sesuatu yang aku belum penah tangani sebelumnya aku gak berani coba-coba. Takut pula aku kalau terjadi apa-apa sama bayinya atau ibunya. Lebih baik kau serahkan saja sama bidan medis. Karena bidan medis kan pasti tahu kenapa jadi seperti itu. Nanti kalau salah-salah aku pula yang disalahkan sama keluarga pasien. Gak seperti dukun beranak lainnya, ada yang berani coba-coba tapi kalau aku gak lah. Memang kuncinya adalah keberanian, tapi kan kita juga harus ada pengetahuan biar semuanya bisa selamat. Pernah ada kejadian, waktu itu bayinya juga kembar, ditangani sama dukun beranak lain. Dicoba-cobanya padahal dia belum pernah menangani bayi kembar. Alhasil bayinya yang satu selamat dan yang satu mati karena lemas. Syukur ibunya selamat. Dukun beranak itu gak mau disalahkan pula karena dia gak mau didamipngi sama bidan medis atau minta pertolongan dukun beranak lain. Dibilangnya karena ibunya yang sudah tidak ada tenaga buat mendorong bayinya yang kembar itu keluar. Kalau aku mending diserahkan saja dari awal sama bidan medis dari pada cari musuh sama keluarga pasien. Kan nama kita jadi tercemar. Orang udah gak percaya lagi sama kita.”

Tak berapa lama bidan medis pun datang, segera membantu kelahiran bayi

kembar itu. Ternyata tak ubah dari menolong bayi pertama, kembarannya pun dapat

dengan mudah keluar beserta uri-urinya dan dilanjutkan dengan pemotongan tali

pusar. Tak ada yang berbeda dari bayi normal biasa, hanya saja saat itu Iah ragu

sebab ia belum pernah mendapat pasien yang bayinya kembar. Satu lagi pengalaman

ketika ia mambantu kelahiran adik iparnya sendiri, bukan kembar seperti yang

sebelumnya, tetapi bayi yang akan lahir ini sungsang (posisi bayi terbalik). Segala

upaya dilakukan oleh Iah, ia menyuruh adik iparnya itu untuk mendorong sang bayi

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 88: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

88

sampai keluar tetapi hal itu sia-sia. Karena melihat adiknya sudah tak bertenaga,

maka Iah pun memutuskan untuk menyerahkan kelahiran ini dengan bidan medis saja

untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Bidan medis pun menyerah sebab ia juga mengkhawatirkan nyawa ibu bayi

tersebut, tetapi oleh bidan medis diberikanlah suntikan penambah tenaga bagi sang

ibu agar ia dapat bertahan hingga perjalanan kerumah sakit. Tak lama selang

pemberian suntikan itu, bidan medis itu pun pulang. Anehnya ibu bayi itu kembali

mendapatkan kekuatan untuk mendorong bayinya agar segera keluar. Hal ini ia

sampaikan kepada Iah, dan dengan segenap keberanian dan atas desakan adik iparnya

sendiri maka Iah pun mulai menarik kaki bayi yang sungsang tadi. Tak disangka, bayi

pun akhirnya keluar tetapi dengan kesakitan yang luar biasa dirasakan oleh adik

iparnya itu.

Selebihnya bisa dikatakan bahwa Iah adalah dukun beranak yang cukup teliti

dan aman dalam bekerja. Ia tidak akan mencoba-coba hal-hal yang ia belum pernah

tahu sebelumnya, ia berpikir menjalani pekerjaan sebagai dukun beranak adalah suatu

hal yang luar biasa, sebab ia harus menyelamatkan dua nyawa yaitu ibu dan bayinya.

Maka sebelum memulai pekerjaannya, Iah selalau bertanya bagaimana kondisi badan

pasiennya beberapa hari terkahir, apakah ia selalu lemah atau baik-baik saja. Dan Iah

juga selalu menanyakan berapa tensi darah pasiennya apabila ia pernah

memeriksakan kandunganya kedokter atau tenaga medis lainnya. Apabila dinilai

lemah, maka Iah segera menyarankan sang pasien untuk memakan telur ayam

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 89: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

89

kampung sebagai penambah tekanan darah agar ibu tidak lemah sewaktu melahirkan

bayinya.

Kebisaan itu selalu dijalankannya untuk menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan. Sebenarnya Iah telah banyak mengikuti pengarahan yang diberikan oleh

tanaga medis yang ada dikampungnya. Sewaktu ia masih muda Iah selalu mengikuti

pengarahan tersebut dengan maksud meningkatkan pengetahuan dibidang profesinya

sendiri, dan atas anjuran dari mertuanya pula maka keingintahuan Iah sekarang

menjadi bermanfaat. Tentang standar kesehatan dan hal-baik atau buruk yang dapat

diterapkan bagi pasiennya ia dapatkan dari pengarahan para tenaga medis itu, tetapi

tentang teknik memijat dan palayanan lainnya berupa bagaimana cara memandikan

bayi dan mencuci uri-urinya serta doa yang dibaca sewaktu ia memulai pekerjaannya

didapatkan dari sang mertua.

Begitulah Iah, banyak dukun beranak saat ini yang telah renta dan tidak

menyanggupi lagi pekerjaan tersebut apabila diminta bantuannya. Tetapi Iah yang

tergolong masih mampu ini tetap menjalani profesi ini dengan sepenuh hati. Bahkan

dahulu ia sempat mendapatkan tawaran dari bidan medis untuk membantu di

puskesmas tempat bidan medis tersebut bekerja. Karena dinilai Iah cukup gesit,

cekatan, dan memiliki keberanian yang tinggi tentunya hal ini menjadi potensi lebih

bagi Iah untuk mendalami pekerjaannya. Namun tawaran itu ia tolak, alasannya

bahwa ia yang sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah dan buta huruf tidaklah

mungkin membantu pekerjaan di puskesmas. Dengan menyesal tawaran ini ia tolak

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 90: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

90

dengan harapan biarlah ia hanya menjadi dukun beranak biasa saja seperti almarhum

ibu mertuanya dulu.

Profesi ini dikatakan iah bukanlah pekerjaan yang gampang, sebab butuh

kesabaran dan ketelitian dari bidan maka keselamatanlah yang menjadi upahnya.

Kesabaran yang menjadi kunci utamanya, banyak para bidan medis yang kurang

bersabar menghadapi para pasiennya. Mungkin disini pula lah letak nilai tambah bagi

dukun beranak. Dengan usia yang cukup matang dan pengalaman yang banyak dukun

beranak lebih bersabar ketika mendengarkan keluhan-keluhan pasiennya. Begitu pula

Iah, ketika mendengar pasiennya menangis dan merintih kesakitan, Iah terus

menyemangati pasiennya dan mencoba tertawa untuk menghibur pasiennya dengan

mengatakan bahwa persalinannya akan berjalan baik dan sakitnya akan berakhir

walaupun ia tahu betapa sakitnya yang dirasakan oleh pasiennya tersebut apabila

posisi bayinya bermasalah.

Iah bercerita:

“Aku pernah diceritakan oleh salah seorang temanku bahwa anaknya melahirkan dibantu oleh bidan medis, dan ketika anaknya menangis dan merintih kesakitan bidan medis itu memarahinya dan mengatakan bahwa pasiennya tersebut terlalu manja. Walaupun tidak seluruhnya bidan medis yang bersikap seperti itu, tetapi itulah yang ditakutkan oleh para ibu hamil yang akan melahirkan.”

Kenyamanan yang mereka peroleh dan pelayanan yang tidak sama dengan

bidan medis yang mereka terima, menyebabkan pilihan mereka jatuh kepada dukun

beranak, walaupun dukun beranak biasanya tidak dibekali dengan pendidikan tentang

standar kesehatan yang cukup dan hanya berbekal pengalaman saja, tetapi beberapa

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 91: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

91

alasan diataslah yang menjadi alasannya. Hingga saat ini pun dukun beranak masih

eksis pada pekerjaannya walaupun banyak sarana kesehatan dan penempatan tenaga

medis hingga pelosok daerah guna peningkatan derajat kesehatan masyarkat.

4.4 Analisa Data

4.4.1 Ibu Hamil yang Bersalin dengan Dukun Beranak

Pasien yang besalin ke dukun beranak rata-rata berasal dari berbagai

kalangan, baik itu ibu-ibu muda yang masih mengandung anak pertamanya maupun

ibu-ibu yang telah beberapa kali melahirkan dengan dukun beranak. Tidak terkecuali

juga ibu yang pernah bersalin dengan bidan medis maupun yang sama sekali belum

pernah mencoba bersalin ke bidan medis.

Latar belakang ibu-ibu yang melahirkan di dukun beranak adalah berawal dari

keterbatasan ekonomi yang umumnya mereka ini tinggal di wilayah pedesaan dengan

kondisi ekonomi yang menyulitkan. Karena itu, tentunya perbandingan biaya yang

lebih murah menjadi alasan utama. Artinya, persalinan mana yang lebih murah, maka

itulah yang mereka pilih.

Semakin naiknya harga BBM yang pastinya mempengaruhi pendapatan

masyasrakat Bagan Siapi-Api menjadikan mereka semakin jauh merosot dalam ruang

kemiskinan. Pekerjaan yang tidak lagi menjanjikan upah yang besar dan didorongnya

dengan harga-harga kebutuhan rumah tangga yang juga semakin melejit naik

membuat mereka pasrah dan memperhitungkan dengan lebih cermat mengenai

anggaran pengeluaran rumah tangga mereka, termasuk tentang pemilihan tempat

bersalin yang lebih murah.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 92: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

92

Pemilihan bersalin dengan dukun beranak juga didukung oleh informasi

mengenai orang-orang yang pernah bersalin kesana. Cerita dari mereka tentang

proses persalinan yang tidak menyulitkan dan dengan harga yang murah semakin

menumbuhkan rasa keyakinan yang kuat dalam diri ibu-ibu tersebut. Selain itu akses

untuk mendapatkan dukun beranak juga tidak sesulit ketika hendak memeriksakan

kandungan ke tenaga kesehatan. Biasanya banyak fasilitas kesehatan yang tidak

berpenghuni. Artinya, para petugas disana sering berada diluar tanpa

memperhitungkan jam kerjanya. Jadi, ketika ada pasien yang ingin berobat atau

hanya sekedar memeriksakan kesehatannya harus menunggu lama dan kecewa karena

pelayanan yang mereka terima terkesan acuh.

Seperti yang ditegaskan oleh Bupati Rokan Hilir berikut ini, dalam kegiatan

penatalaksaan gizi buruk terkini di gedung serba guna Bagan Siapi-Api. “ Saya sering

turun ke beberapa tepat yang ada di Rohil ini. Saya urun sendiri. Masih ditemukan

adanya tenaga media baik dokter, bidan ataupun perawat yang tidak ada di tempat.

Kalau sering tidak berada di tempat, bagaimana pemberian pelayanan kesehatan

kepada masyarakat apalagi masyarakat yang notabenenya miskin. Lagipula yang

namanya penyakit kan muncul secara tiba-tiba dan tidak mengenal hari libur. Kalau

dokter sedang tidak ada, sementara masyarakat segera membutuhkan pertolongan

lantas bagaimana nanti kondisinya, tanyanya setengah bertanya. Dan ia

menyayangkan tentang kesulitan mendapatkan pertolongan pertama dari tenaga

medis kalau tenaga medisnya bersikap seperti ini.

(http://rokanhilir.go.id/berita.php?go=beritalengkap&id=3712)

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 93: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

93

4.4.2. Melahirkan Ke Dukun Beranak secara Langsung

Dari data yang saya peroleh bahwa tidak semua ibu-ibu melakukan persalinan

ke dukun beranak karena memiliki latar belakang persalinan yang sudah pernah

bersalin di dokter atau tenaga medis lainnya. Banyak ibu-ibu hamil yang sudah

menanamkan nilai-nilai kepercayaan kepada dukun beranak secara berlebihan dari

pada bersalin dengan bidan medis yang biayanya lebih mahal dari pada dukun

beranak

Contohnya seperti yang dikatakan pada informan Rini:

“Aku dari dulu waktu masih anak pertama memang melahirkan di dukun beranak, gak pernah ke bidan medis. Pastilah karena biaya yang dibayarkan ke dukun beranak lebih murah dari pada bidan medis. Alat-alat di bidan medis kan mahal, apalagi kalau pakai suntik-suntikan segala, bisa makin mahal biayanya. Kalau di dukun beranak kan gak pakai suntik itu jadi biayanya jauh lebih murah. Dukun beranak biasanya bisa dibayar Cuma Rp.300.000,- tapi kalau bidan medis bisa dua kali lipat biayanya dari dukun beranak. Kalau gak salah bisa sampai Rp.800.000,- untuk melahirkan saja. Belum lagi biaya obat dan suntikan kalau kita butuh suntikan untuk penambah tenaga. Jadi bukan hanya melahirkan di anak pertama saja, tapi anak kedua juga aku melahirkannya di dukun beranak. Kalau ada keluarga yang akan melahirkan juga aku menyarankan melahirkan saja di dukun beranak yang memang sudah dikenal keluargaku.”

Faktor penyebab terjadinya peningkatan kebiasaan bersalin ke dukun beranak

sangat bervariasi. Pada umumnya masyarakat beranggapan hal itu terjadi karena

kecanggihan sarana medis dan kemampuan tenaga medis di Indonesia yang harus

dibayar mahal. Sebagian besar indikasi ibu-ibu bersalin di dukun beranak adalah

bukan karena canggihnya alat dan jasa bidan medis, tetapi juga karena permintaan

keluarga pasien. Secanggih apapun sarana medis atau sepintar apapun bidannya tidak

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 94: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

94

akan berarti bila tidak ada rasa percaya. Kepercayaan pasien terhadap bidan medis

adalah kunci utama keberhasilan penanganan persalinan.

Banyak opini menyebutkan, cara berkomunikasi bidan medis dengan ibu

hamil sangat berbeda antara dukun beranak dengan pasiennya. Padahal yang paling

membuat pasien nyaman adalah ketika ia dapat menceritakan segala keluhannya dan

ketakutannya ketika menghadapi persalinannya kelak. Di dukun beranak, pasien

dapat bercerita dan konsultasi segalanya dengan batas waktu yang tidak ditentukan

dan dukun beranak pun menerangkan dengan sabar. Tetapi keadaannya tidak serupa

dengan bidan medis, adalah suatu hal yang langka jika pasein dapat bercerita dengan

bidan medis selama 15 menit saja.

Menurut Fatimah:

“ Waktu aku masih mengandung anak pertama, aku kan melahirkan dibantu sama bidan medis, tapi sebelumnya aku beberapa kali memeriksakan kandungaku di bidan itu. Walaupun bidan medisnya dekat dengan rumahku tetapi waktu aku bercerita tentang kepanikanku menghadapi kelahiran dia Cuma menanggapinya biasa-biasa saja. Tidak ada penjelasan yang begitu detil yang aku dapat. Padahal aku berharap bidan itu dapat menenangkan jiwaku yang sebentar lagi akan melahirkan. Tapi bedanya waktu aku melahirkan di dukun beranak, dan memang kebetulan dukun beranak itu juga termasuk kenalan ibuku dan juga bertetangga dengan rumahku. Jadi aku bisa setiap saat menjumpainya kalau ada hal yang ingin aku tanyakan. Maklum, waktu itu aku berpindah ke dukun beranak karena kondisi ekonomi keluargaku lagi carut-marut. Tetapi aku benar-benar dilayani dengan sabar dan mendapatkan keterangan yang detil tentang apa yang harus aku lakukan nanti dan bagaimana jika aku melahirkannya dengan susah. Ternyata benar, dukun beranak itu jauh lebih sabar dari pada bidan medis. Di dukun beranak sewaktu aku merintih kesakitan dia malah memberikanku semangat terus dengan mengatakan bahwa ada perempuan yang melahirkan yang lebih susah dari pada aku, tapi nyatanya bisa selamat. Mendengar hal itu aku menjadi semakin semangat dan terus berusaha samapi bayiku itu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 95: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

95

keluar. Tetapi saktu anak pertamaku, bidan medis itu malah memarah-marahi aku. Dia bilang, bukan Cuma aku yang melahirkan, jadi gak usah merintih-rintih kesakitan seperti itu seperti orang mau mati saja. Mendengar tiu aku semakin ketakutan dan sedih karena aku merasa bidan itu tidak kasihan kepadaku yang menahan sakit. “

4.4.3. Hal-hal Yang Melatar-belakangi Ibu-ibu Bersalin dengan Dukun Beranak

4.4.3.1 Persalinan di Dukun Beranak Merupakan Kebiasaan Turun-Temurun

Pada masa awal kehamilan, biasanya ibu hamil sudah memikirkan dimana

mereka akan melahirkan. Tentunya ini adalah pilihan yang personal bagi ibu hamil itu

sendiri atas pertimbangannya tersebut. Tetapi disisi lain, ketika memasuki masa

kehamilan yang cukup tua, biasanya ibu hamil tersebut ditarik oleh orang tua mereka

ataupun mertuannya untuk tinggal disana. Alasanya beragam, yaitu supaya ada yang

menjaga ibu hamil itu sewaktu suaminya bekerja takut tiba-tiba ia merasakan

kesakitan, ada yang mengatakan bahwa rumah orang tua mereka lebih dekat dengan

dukun beranak itu jadi dukun beranak tersebut bisa diminati pertolongan secepat

mungkin, dsb.

Persalinan di dukun beranak biasanya dianjurkan oleh orang tua mereka yang

juga mempunyai kebiasaan yang sama yaitu memeriksakan kandungan sekaligus

melahirkan di dukun beranak itu. Karena kebiasaan ini lah yang memang sudah

tertanam di keluarga mereka menjadikan dukun beranak sebagai pilihan utama. dukun

beranak itu juga adalah langganan dari keluarga pasiennya, biasanya seorang ibu

memakai dukun beranak itu karena ibunya terdahulu ataupun kerabatnya juga

meminta jasa dukun beranak itu. Jadi unsur kepercayaan keluarga yang sudah turun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 96: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

96

temurun ini juga bisa dijadikan alasan mengapa ibu hamil bersalin dengan dukun

beranak

Menurut Biah:

“Mulai dari nenek-nenekku sampai aku melahirkan anak yang ke-11 aku tetap pakai jasa dukun beranak. Memang sudah terbiasa kami pakai dukun beranak. Walaupun dukun beranak yang dulu dipakai oleh ibuku sudah meninggal, tapi untuk anak ke tigaku akau tetap pakai dukun beranak juga yang sudah terkenal disini. Waktu itu aku memang masih tinggal sama orang tuaku, jadi pas hamil orang tua juga bilang, melahirkan di dukun beranak ini saja, soalnya dulu mamak juga melahirkan di bidan ini. Kan lebih kenal, dekat lagi dari rumah kita jadi kalu ada apa-apa tinggal minta tolong saja. Karena memang sudah terbiasa ini lah jadinya aku gak takut lagi kalau melahirkan di dukun beranak. Kan dukun beranaknya juga bukan bidan yang masih baru belajar, yang sudah berpengalaman juga. Karena kesemua anak mamakku lahirnya yah pakai dukun beranak itu, gak ada yang pake bidan medis.”

Menurut Feriyanti:

“Memang di keluargaku kami tidak ada yang pernah melahirkan di dukun beranak. Semua anak-anak mamakku dan adik juga kakakku semuanya melahirkan di bidan medis. Jadi waktu aku sudah hamil enam bulan aku pindah kerumah mertuaku. Karena memang keluargaku semuanya berada di Yogyakarta. Waktu dirumah mertua sempat berunding juga aku akan melahirkan dimana, apakah di bidan medis atau di dukun beranak. Karena keluarga mertuaku semuannya melahirkan dibantu sama dukun beranak, dan desakan mereka yang bilang bahwa bidan kampungnya itu sudah berpengalaman walaupun sudah tua, tapi keluarga mertuaku kenal mereka dengan baik. Jadi aku ikut saja kemauan mertuaku itu. Tapi syukurnya kelahiranku lancar walaupun aku semapat takut, karena ini kelahiran anak pertamaku dan dibantu oleh dukun beranak pula.”

Jadi jelas terlihat bahwa ibu-ibu yang melahirkan di dukun beranak

mempunyai latar belakang keturunan dari generasi sebelumnya. Dimana generasi

sebelum mereka juga melahirkan dibantu oleh dukun beranak yang umumnya dukun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 97: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

97

beranak itu juga yang dipercaya untuk membantu mereka bersalin. Atau jika dukun

beranak tu sudah meninggal atau mulai renta dan tidak bisa berpraktik lagi, maka

oleh orang tua pasien akan mencarikan dukun beranak lainnya yang dapat menolong,

intinya yang penting adalah anak atau menantu mereka juga melahirkan di dukun

beranak sama halnya seperti mereka juga.

4.4.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Latar Belakang Pendidikan Ibu-Ibu yang

Bersalin di Dukun Beranak.

Kondisi sosial kemasyarakatan menyangkut berbagai aspek kehidupan.

Diantaranya adalah hubungan antar warga, antar kelompok, antar golongan, dan

sebagainya. Kemampuan adaptasi dan toleransi terhadap setiap perubahan kondisi

merupakan faktor yang sangat menetukan kondusifitas dan soliditas di tengah

masyarakat. Ketertiban sosial rasa nyaman dan harmonis ditengah masyarakat

merupakan tolok ukur yang umum digunakan. Potensi masalah sosial lain yang patut

dicatat adalah bersumber dari tingginya pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan

kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Pengendalian narkoba dan pemulihan

korban serta penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (seperti anak-anak

terlantar, gelandangan, pengemis) perlu ditangani lebih serius bersama tokoh-tokoh

masyarakat. Selain itu, gerakan reformasi dan demokrasi, telah membawa perubahan

sikap perilaku masyarakat sehingga semakin kritis dan berani, yang pada gilirannya

berpengaruh terhadap tata nilai dan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ini berarti

bahwa kebijakan Pemerintah Daerah harus lebih peka, responsif, dan aspiratif, lebih

transparan dan komunikastif, dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Pelayanan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 98: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

98

kesehatan dan pendidikan yang semakin tidak memadai, baik kualitas maupun

kuantitasnya.

Di satu sisi, masyarakat menanggung beban biaya yang terus meningkat,

sementara tidak didukung oleh sumber pengahsilan lain oleh pasien. Jumlah Rumah

Sakit, termasuk jumlah para medis dan kamar/tempat tidur di setiap Kabupaten/Kota

masih sangat terbatas, kualitas dan kuantitias rumah sakit juga sangat rendah.

Demikian halnya sektor pendidikan, mulai tingkat TK/SD hingga Perguruan Tinggi,

masih jauh tertinggal baik dari sisi sarana/prasarana maupun jumlah dan kualitas para

pendidik. Padahal, berbagi jenis bantuan yang bersumber dari APBN yang disalurkan

oleh Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah, sering tidak sampai kepada

mereka yang berhak dan kalaupun sampai tetapi jumlah dan mutunya sering

berkurang. Selanjutnya, menurut data BPS dari hasil Survey Indikator Kesejahteraan

Rakyat, pada tahun 2005 indeks harapan hidup masyaraat Rokan Hilir sebesar 69,30.

Jumlah ini menunjukkan bahwa penduduk di Kabupaten Rokan Hilir belum

sepenuhnya memiliki tingkat kesejahteraan yang baik yang diukur dari indeks

harapan hidup. Artinya, mereka masih perlu mendapatkan perhatian di bidang

kesehatan baik berupa pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas mapun kuantitias

sarana dan prasarana kesehatan atau pengurangan biaya yang banyak dikeluhkan oleh

sebagian besar masyarakatnya.

Dari data yang saya dapat dari:

http://rokanhilir.go.id/berita.php?go=beritalengkap&id=3712 yang direkam pada 11

Juni 2008 adalah sbb:

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 99: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

99

Berita Rohil – Bupati Rokan Hilir mengingatkan semua tenaga medis seperti dokter, bidan dan perawat, dimainta jangan sering meninggalkan tempat. Imbauan ini dengan maksud supaya masalah pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara optimal. Penegasan tersubut disampaikan oleh Bupati Rohil, H. Annas Ma’mun Selasa 10 Juni 08. Kegiatan penatalaksanaan gizi buruk tersebut dipusatkan di gedung serba guna Bagansiapi-api yang berada di Jalan Gedung Nasional. ‘’Saya sering turun ke beberapa tempat yang ada di Rohil ini. Saya turun sendiri,’’ katanya ketika membuka seminar penata laksanaan gizi buruk terkini yang diselenggarakan atas kerja sama antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Rohil dengan Dinas Kesehatan. Lantaran sering turun ke lapangan sendiri itulah, tambah Annas, masih ditemukan adanya tenaga media baik dokter maupun bidan dan perawat yang tidak ada di tempat. ‘’Saya minta kepada semua tenaga medis itu untuk jangan sering meninggalkan tempat. Kalau sering tidak berada di tempat, bagaimana pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Apalagi masyarakat yang notabenenya miskin. Lagi pula, yang namanya penyakit kan muncul secara tiba-tiba dan tidak mengenal hari libur. Kalau dokter tidak ada, sementara masyarakat sedang membutuhkan pertolongan, lantas bagaimana nanti kondisinya,’’ kata Annas setengah bertanya. Dalam pembukaan seminar tersebut Annas menyampaikan usulan agar keberadaan posyandu sangat perlu diefektifkan kembali. Hanya saja, prosesi penanganan Posyandu tersebut benar-benar dilakukan oleh tiga instansi yang terkait serta saling terkoordinir. ‘’Saya punya rencana untuk mengaktifkan kembali Posyandu di semua pelosok desa. Untuk urusan tenaga dokter, itu urusan dari Dinas Kesehatan. Sedangkan bagian pengerah massa terutama menyangkut masyarakat, kewenangannya adalah pihak kecamatan dan Dinas Pemberdayaan Maysarakat Desa (PMD),’’ kata Annas. Sedangkan lembaga lainnya yang perlu dilibatkan dalam posyandu, lanjut Annas yakni tim penggerak PKK. ‘’Kalau tim pengerak PKK tugasnya hanya menyiapkan makanan tambahan saja. Hal-hal seperti ini, sangat perlu untuk kita ciptakan sekarang. Kalau manajemen dan pengelolaan di Posyandu yang dilakukan oleh semua instansi terkait secara bersama-sama, saya pikir masalah kesehatan dapat kita tingkatkan. Apalagi, keberadaan posyandu itu sangat penting sekali dalam mencegah dan menangkal segala bentuk masalah kesehatan masyarakat secara diri,’’ katanya. Selain Posyandu, Annas juga menyarankan agar kegiatan Tanaman Obat Keluarga (Toga), sangat perlu diaktifkan kembali. Karena, program Toga di Rohil sudah tidak ada. ‘’Saya berpendapat, kalau

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 100: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

100

orang tuanya miskin dan menderita sakit, maka anaknya juga ikut terpengaruh. Makanya, posyandu dan Toga ini perlu diaktifkan kembali. Saya sarankan agar Dinas Kesehatan segera menyusun program-program yang dapat menyehatkan masyarakat apalagi yang berada di garis kemiskinan,’’ katanya menyarankan.

Kesehatan masyarakat akan meningkat jika pemerintah mengajukan usulan

tentang perbaikan kinerja tenaga medis yang sebenarnya mempunyai andil besar

dalam hal penigkatan kesehatan. Mengingat Rokan Hilir adalah wilayah Kabupaten

yang masih belum banyak berkembang, maka pemerintahnya lah yang dituntut untuk

lebih berusaha keras memajukan kesejahteraan masyrakatnya khususnya dalam

bidang kesehatan. Karena umumnya para penduduk sebagian besar adalah bermata

pencaharian sebagai nelayan, petani, dan pedagang. Dengan pekerjaan seperti itu,

dapat dibayangkan bahwa pendapatan mereka sangat sulit untuk di-investasikan

untuk memperbaiki kesehatan keluargannya.

Kondisi sosial ekonomi yang terbatas inilah merupakan hal utama yang

menjadi alasan mengapa masyarakat Rokan Hilir lebih tertarik dengan sistem

pengobatan yang lebih murah dan tidak tertarik dengan uang muka. Kesulitan

ekonomi yang mereka rasakan tercermin dari pemilihan tempat bersalin bagi para

isteri mereka, dimana ketika menghadapi proses kelahiran tentunnya mereka akan

memperhitungkan beban biaya yang mana yang tidak memberatkan mereka. Jadi,

kondisi sosial ekonomi yang rendah seperti ini memberakan mereka menjatuhkan

pilihan kepada dukun beranak.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 101: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

101

Disamping itu, keterbatasan ekonomi dikeluarga mereka karena dilatar

belakangi oleh pendidikan yang tidak memadai. Kebanyakan masyarakat Rokan Hilir

terutama para ibu yang bersalin dengan dukun beranak adalah mereka yang tidak

cukup mengenyam pendidikan atau bahkan mereka sama sekali tidak pernah

bersekolah. Akibatnya, peluang bagi mereka untuk berpikir tentang bahayanya

bersalin dengan dukun beranak tidak teranalisis terlalu detil. Mereka hanya

berpatokan dengan kemampuan ekonomi mereka yang terbatas dan mengabaikan

keselamatan diri dan bayi mereka sendiri. Tentunya kurangnya pendidikan yang

mereka peroleh juga disebabkan karena sarana pendidikan yang masih dalam jumlah

terbatas di daerah mereka. Jarak antara rumah mereka dengan sekolah biasanya

sangat jauh dan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai kesana, sementara

sarana transportasi juga tidak mendukung, dan penggunaan alat transportasi ini

hanyalah becak atau ojek yang memakan biaya cukup mahal.

Maka dari penjabaran diatas dapat saya katakan bahwa kondisi sosial ekonomi

para ibu yang melahirkan di dukun beranak adalah mereka yang masuk dalam

kategori miskin, yaitu indikatornya adalah dari penghasilan mereka yang cukup

minim. Untuk biaya kehidupan mereka sehari-hari saja terkadang masih mengalami

kekurangan, dan penghasilan itu biasanya diperoleh hanya dari suami mereka saja.

Pendapatan itu biasanya berkisar dari Rp. 800.000 s/d Rp.1.200.000 per bulan dengan

jumlah tanggungan rata-rata diatas 3 orang.

Pasien juga memiliki latar belakang pendidikan yang kurang memadai,

pendidikan yang mereka peroleh sangat minim sehingga menimbulkan pola pikir

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 102: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

102

yang cenderung dangkal, yaitu hanya mempertimbangkan satu hal saja yakni faktor

biaya. Tercermin dari pemilihan bersalin mereka yang tetap mengandalkan dukun

beranak karena tergiur dengan angka yang lebih rendah dari bidan medis walaupun

harus mengabaikan keselamatan jiwa bayi dan dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan

oleh Ngatiyam berikut ini:

“ Suamiku Cuma seorang nelayan, kadang-kadang dia melaut sampai berhari-hari kadang kalau angin kencang Cuma kerja mocok-mocok aja jadi penarik air gerobak. Kalaupun melaut hasil tangkapannya gak banyak, Cuma cukup buat makan saja. Apalgi anakku ada 4 orang, api walaupun susah, aku tetap sekolahka semua, yang kecil aja nanti akan aku masukkan sekolah tahun depan. Jadi waktu aku melahirkan anakku yang pertama sampai yang terakhir ini ya... memang pakai dukun beranak. Mau pakai bidan medis mana sanggup suamiku bayarnya, karena buat makan saja kadang susah. Bidan medis aja biayanya dua kali lipat lebih mahal dari dukun beranak. Kalau di dukun beranak waktu aku melahirkan anak pertama saja masih murah sekitar Rp. 150.000,- kalau dibandingkan waktu dulu juga di bidan medis sekitar Rp.300.000,- belum lagi obat-obatnya yang katanya obat suntik buat nambah tenaga lah... tapi kalau di dukun beranak lebih murah, setagah dari harga itu. Kalau soal takut apa nggaknya kan itu urusan Tuhan. Kalau kita mau selamat panjang umur pasti selamat juga lah kita sama bayi kita. Tapi kalau memang sudah ajalnya sampai disitu mau gimana lagi? Kan umur bukan ditangan bidan medis atau dukun beranak.”

4.4.3.3 Hubungan Sosial Pasien dengan Dukun Beranak

Selain kuaitas pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil, juga diperlukan

hubungan-hubungan sosial yang baik tercipta diantar keduannya. Biasanya interaksi

yang cukup dalam diantara mereka menjadikan mereka lebih intim dan timbul

kepercayaan diantara keduanya. Hubungan yang baik ini biasanya tercipta karena

mereka memang telah mengenal bidan kampung tersebut. Biasanya dukun beranak itu

adalah orang yang paling dekat dengan masyarakat sebab dukun beranak tidak hanya

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 103: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

103

melayani pasien sewaktu melahirkan saja tapi juga membantunya memandikan bayi

dan memijat tubuh sang pasien sampai batas waktu yang ditentukan. Semakin

intensnya frekuensi pertemuan diantara keduannya, maka hubungan sosial yang

melekat semakin baik dan membawa pengaruh yang baik pula bagi pasiennya untuk

kembali memilih dukun beranak sebagai tempat bersalin mereka.

Tak jarang, interaksi yang terbangun ini juga dikarenakan oleh orang tua

mereka yang memang sudah mengenal dukun beranak ini dengan baik. Kemudian

diperkenalkan kepada anak mereka yang akan melahirkan. Keakraban yang telah

terbina antara dukun beranak dan orang tua mereka juga menimbulkan rasa

kepercayaan dan rasa aman bagi pasien. Tak hanya itu, kerap kali pasien yang baru

mengandung anak pertama sering mendatangi dukun beranak untuk berkonsultasi

tentang proses persalinan mereka ini. Komunikasi yang terjalin baik ini, belum tentu

juga akan terjalin dengan baik di bidan medis. Sebab biasanya bidan medis memiliki

waktu yang terbatas sehinggan sulit untuk berkomunikasi dengan waktu yang cukup

lama sehingga hal ini membuat jarak antara pasiennya dengan bidan medis.

Seperti yang dikatan oleh Ismalinda berikut ini:

“Aku melahirkan dengan dukun beranak yang memang sudah aku kenal. Karena dukun beranak itu sudah dekat dengan keluargaku. Kami semua menggunakan dukun beranak itu kalau melahirkan. Dukun beranak juga tidak cerewet, mungkin karena dia sudah tua jadi kalau kita merengek kesakitan dia pasti semangati terus. Beda kalau bidan medis, mereka gak sabaran yang ada malah nanti kita pasiennya yang dimarah-marahin. Waktu aku mau melahirkan anak pertama, kan pasti ada rasa khawatir lah gimana nanti kita melahirkannya, apakah normal atau tidak... jadi aku sering tanya-tanya sama dukun beranak itu apa-apa saja yang aku persiapkan. Bidan itu juga menjawabnya dengan baik. Jadi aku enak saja kalau

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 104: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

104

melahirkan di dukun beranak. Karena keluargaku sudah kenal semua, aku juga akrab dengan dukun beranaknya, jadi aku gak merasa ragu waktu mau melahirkan di dukun beranak.”

Tidak seorang pun yang tidak ingin mendapatkan perhatian dan pelayanan

yang baik ketika ia akan melahirkan oleh bidan medis ataupun dukun beranak, mulai

dari bertanya tentang kehamilannya samapi pada saat melahirkan yang perlu suasana

tenang dan penuh kesabaran dari orang yang membantunya melahirkan. Ada

bermacam-macam tipe orang yang harus dilayani dengan baik. Ada yang sifatnya

manja dan cengeng, jadi sewaktu melahirkan dia akan terus mengluh sakit dan

menangis. Tapi ada pula yang tegar dan mandiri, sehingga lebih mudah dalam

melahirkannya. Kondisi orang yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan sabar

karena proses kelahiran itu adalah mempertaruhkan nyawa sang ibu. Jadi dorongan

dan semangatlah yang memang sangat dibutuhkan oleh pasien kala itu.

Kalau bidan medis bisa mengahadapi pasien ini dengan sabar dan telaten,

mulai dari mereka yang bertanya tentang kehamilannya sampai keluhan-keluhan saat

pasien akan melahirkan maka bidan medis tentunya pasti dipertimbangkan oleh

masyarakat setempat. Tetapi menurut data yang saya peroleh, ada sebagian bidan

medis yang kurang sabar dan telaten dalam menghadapi hal itu. Bebeda dengan

dukun beranak yang umumnya usia mereka lebih ua, jadi tingkat emosionalnya jauh

lebih baik. Ketika menghadapi kemanjaan pasiennya, justru dukun beranak

memberikan perhatian yang besar kepadanya. Hal ini tidak dijumpai di bidan medis,

mereka menanggapi keluhan dan kemanjaan pasiennya dengan amarah, bahkan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 105: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

105

sampai memarahi pasiennya. Sehingga pola interaksi antara pasien dengan bidan

medis pun tidak terjalin dengan cukup baik.

4.4.3.4. Kepercayaan

Hubungan antara pasien dengan dukun beranak di masyarakat adalah

hubungan kepercayaan, jadi tanpa rasa percaya di antara kedunnya pengobatan tidak

mungkin dilakukan dengan baik. Sehingga pasien akan memilih bidan yang dapat

mereka percayai. Kepercayaan tidak timbul dengan sendirinya, membutuhkan waktu

sehingga cerita-cerita pengalaman dari masyarakat tentang dukun beranak yang selalu

berhasil dalam melakukan tugasnya adalah harapan utama dari pasien untuk

mendapatkan keberhasilan pula saat ia melahirkan.

Seperti yang dikatakan oleh Rubiah berikut ini:

“Dukun beranak itu bisa bantu kita juga kalau kita susah melahirkan. Pernah anakku yang ke-lima susah kali dilahirkan. Padahal aku sudah merasakan sakit mau melahirkan waktu pagi hari, tapi siangnya juga belum bisa melahirkan. Jadi sama dukun beranaknya aku dibuatkan air selusuh. Air selusuh itu adalah air rendaman dari semua kunci yang ada dirumahku. Kemudian air itu dibacakan doa sama dukun beranaknya. Air itupun disuruhnya aku minum sambil disapukan keperutku dan bidan itu meniupkan angin juga diatas perutku. Tak berapa lama, akupun mulai merasakan sakit lagi yang memang ditandai dengan mulai munculnya kepala bayiku. Dukun beranak itu bisa membuat kita yang sulit melahirkan menjadi mudah. Kalau bidan medis kan enggak, paling dia Cuma kasi suntikan biar kita jadi gak lemas tapi kan belum tentu kita bisa melahirkannya mudah dan cepat.

Kepercayaan ini timbul karena para dukun beranak tidak hanya memiliki

kemampuan untuk membidani orang melahirkan, tetapi juga dapat mengatasi

kesukaran-kesukaran yang ada pada saat proses bersalin berlangsung. Ada yang

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 106: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

106

mempercayai kekuatan lain yang jahat dapat membahayakan nyawa pasien yang

melahirkan tersebut, sehingga membutuhkan dukun beranak yang dapat mengatasi

persoalan itu. Gangguan diluar akal pikiran manusia tapi yang masih mereka

percayai, yang mereka pikir bidan medis pasti tidak akan dapat mengatasi kesulitan

ini jika mereka jumpai. Kemampuan supranatual juga yang menyertai kemampuan

bersalin dukun beranak membuat masyrakat percaya bahwa dukun beranak ini dapat

mengatasi berbagai macam kesulitan dalam pekerjaannya.

4.4.3.5. Pelayanan Dukun Beranak Yang Lebih Paripurna

Dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat dan tidak dipungut uang muka

serta pelayanan dukun beranak yang lebih menyeluruh membuat masyarakat

berasumsi bahwa penggunaan jasa dukun beranak lebih menguntungkan. Sebab

pelayanan yang diberikan oleh dukun beranak bukan hanya terbatas pada membantu

proses persalinan saja tetapi juga termasuk memandikan bayi dan memijatnya pasca

persalinan. Jika hal ini dibandingkan dengan pelayanan yang diterima dari bidan

medis tidaklah sebanding. Bidan medis hanya membantu proses persalinan saja, tanpa

ada perawatan yang diberikan pasca persalinan. Ibu hamil merasa, dengan upah yang

relatif lebih murah dan mendapatkan perawatan pasca persalinan hingga beberapa

hari berikutnya, tentulah lebih menguntungkan memlih dukun beranak dari pada

bidan medis yang biayanya tentu saja dalam jumlah besar. Belum lagi jika pasien

yang melahirkan tersebut membutuhkan perawatan yang lebih dari tiga hari, yaitu

meminta dukun beranak untuk terus memijatnya hingga ia merasakan kondisinya jadi

lebih baik dan meminta membuatkan jamu untuk pemulihan kesehatan walaupun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 107: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

107

dengan upah yang berbeda tidaklah memberatkan mereka. Karena nilai ini masih jauh

dibawah biaya yang dikeluarkan jika bersalin di bidan medis.

Pelayanan yang diberikan bukan hanya membantu melahirkan saja, tetapi

termasuk mencucikan kain kotor pasien, memandikan bayinya dan memijat tubuh

pasien. Ini dilakukan dukun beranak selama tiga hari berturut-turut setiap paginya.

Walaupun terkadang ada beberapa pasien yang menolak kain kotornya dicucikan oleh

sang dukun beranak karena etnis Jawa mengharuskan suami pasienlah yang

melakukan hal itu. Pelayanan yang sama sekali tidak diberikan oleh bidan medis ini

membuat ibu-ibu yang bersalin di bidan medis juga meminta jasa dukun beranak

untuk sekedar memandikan bayinya atau memijat tubuhnya. Dari keseluruhan

rangkaian pelayanan yang diberikan oleh dukun beranak ini sangat memuaskan

pasiennya.

Seperti yang dikatakan Fatimah:

“Anak pertama dan anak keduaku dilahirkan di bidan medis. Waktu itu kan suami ku masih menjadi polisi, jadi kami masih bisa membayar jasa bidan medis. Tapi walaupun aku melahirkan di bidan medis, esok harinya setelah pulang kerumahm tetap saja aku memanggil dukun beranak untuk memijat bagian perutku supaya tidak terasa sakit lagi. Memang benar setelah tiga kali dipijat oleh dukun beranak setiap pagi, aku merasakan sakit setelah melahirkan tidak begitu parah. Di bidan medis mana ada yang namanya di pijat sama mereka. Yah taunya mereka Cuma kasih obat saja yang harus dihabiskan dalam beberapa hari. Tapi rasanya aku lebih puas kalau tetap memakai jasa dukun beranak untuk memijatku. Cuma dipijat saja, untuk memandikan bayi dan mencucikan kain kotor aku tidak sampai hati menyuruh dukun beranak itu. Jadi, wktu melahirkan anak ketiga dan seterusnya aku pakai dukun beranak. Memang kami sudah mulai susah, tapi juga aku pikir lebih baik sekalian saja. Melahirkan di dukun beranak, dipijat dan membuatkan jamu juga di dukun beranak. Jadi tidak perlu buang uang lagi melahirkan di bidan medis.”

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 108: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

108

4.4.3.6 Jarak ke Tenaga Kesehatan Jauh, dengan Transportasi yang Sulit

Alasan lainnya mengapa bidan medis jarang diminta jasanya oleh masyarakat

adalah karena jarak anatara rumah penduduk ke pusat kesehatan sangatlah jauh.

Membutuhkan waktu yang cukup lama, dan menempuh medan yang sangat

berbahaya bagi keselamatan ibu hamil. Di daerah terpencil susah dijumpai sarana dan

prasarana kesehatan yang dekat dengan pemukiman penduduk. Mereka harus menuju

daerah kota (pekan) yang jaraknya jauh dari rumah mereka. Belum lagi sarana

transportasi yang sulit. Rata-rata diantara mereka hanya memiliki sepeda dan dengan

mengayuh sepeda selama satu jam atau lebih akan terasa sangt berat oleh mereka.

Selain itu, memikirkan juga kesehatan dari ibu hamil tersebut yang harus berpanas

matahari dengan cukup lama untuk samapai ke puskesmas atau posyandu terdekat.

Memang sarana transportasi yang ada hanyalah becak, tetapi menggunakan

becak tentu saja menambah jumlah pengeluaran mereka ketika mereka ingin

memeriksakan kandungannya ke tenaga medis. Apalagi kalau harus melahirkan di

bidan medis atau tenaga kesehatan lainnya, belum tentu ada sarana trasnportasi yang

dapat mereka gunakan saat itu jika tanda-tanda kelahiran dimalam hari. Ongkos yang

dikeluarkan saja sudah memberatkan masyarakat yang ingin berkunjung ke tenaga

kesehatan, belum lagi kalau mereka harus membayar tagihan jasa pelayanan yang

mereka terima. Harus berapa banyak lagi mereka mengeluarkan uang?

Dukun beranak yang dekat dengan masyarakat dan biasanya berdomisili tak

jauh dari tempat tinggal masyarakat adalah pilihan yang lebih baik. Belum lagi

kesediaan dukun beranak untuk membantu mereka kapan saja dibutuhkan membuat

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 109: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

109

rasa kekhawatiran menjadi berkurang. Dukun beranak juga dijemput kerumah pasien,

sehingga memudahkan pasien tidak harus pergi kemana-mana, cukup dengan

menunggu dukun beranak yang telah dijemput oleh kerabatnya.

Seperti yang diceritakan oleh Rini berikut ini:

“Sewaktu hamil aku memeriksakan kandunganku sekali ke tenaga medis. Waktu itu aku harus dibonceng di sepeda oleh suamiku yang ikut mengantar. Kami tidak mempunyai alat transportasi selain sepeda. Jadi siang hari yang terik aku pergi ke rumah sakit Cuma untuk periksa kandungan. Aku sengaja memilih tenaga medis biar lebih aman, jadi sewaktu diperjalanan aku membayangkan bagaimana kalau aku melahirkan di rumah sakit dan waktu itu malam hari jadi aku mau pergi naik apa? Disini yang ada Cuma becak, tapi ongkos becak saja kalau dari rumahku ini sekitar Rp.15.000,- mikirin biayanya yang besar Cuma buat ongkos aja aku udah malas. Tapi kalau dukun beranak kan dekat sama rumahku. Bisa dijemput kapan saja dukun beranaknya dan aku juga gak perlu khawatir mikirin ongkosnya.”

Ini perlu disimak oleh pemerintah, menjadi bahan pertimbangan untuk

membangun sarana kesehatan yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya.

Pembangunan sarana kesehatan tidak hanya terpusat pada satu titik saja, tetapi juga

harus merata, agar asyarakat tidak perlu mengeluarkan uang ekstra hanya untuk pergi

ke pusat layanan kesehatan. Pembangunan Posyandu atau Puskesmas yang mudah

dijangkau oleh masyarakat juga membantu meningkatkan derajat kesehatan mereka.

4.4.3.7. Ketakutan terhadap Penggunaan Alat-Alat Medis

Tidak semua orang merasakan kenyamanan jika berobat ke tenaga medis.

Karena sebagian orang pasti berpikir mengenai alat-alat yang menyeramkan mereka.

Terbayang dibenaknya adalah gunting, pisau bedah, jarum suntik, jarum jahit dsb. Ini

pula yang dijadikan alasan mengapa ibu-ibu hamil memilih bersalin dengan dukun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 110: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

110

beranak. Tidak se-seram yang mereka bayangkan, kalau mereka harus dijahit

beberapa jahitan setelah melahirkan karena vaginanya robek.

Seperti yang diungkapkan Agustina Harahap berikut ini:

“Jujur saja, aku takut sama yang namanya suntik. Waktu sekolah kan pernah ada dulu suntik gratis supaya gak gampang sakit katanya. Aku lari pulang kerumah sabil nangis. Aku takut kali sama suntik. Jadi kalaupun sakit aku berusaha gak mau disuntik, biar aja lah aku minum obat yang banyak tapi jangan sampai aku disuntik. Jadi, waktu melahirkan pun gitu, gak mau aku pakai bidan medis, takut aku kalau nanti disuntiknya. Kan memang ada suntik untuk orang yang mau melahirkan. Suntik biar ada tenaga namanya. Tapi takut aku, makanya aku pilih dukun beranak, kalau dukun beranak mana ada yang namanya suntik-suntikan. Paling kalau kita melahirkannya agak susah, Cuma dikasihnya air selusuh. Coba lah ia, kalau aku melahirkan di bidan medis, terus kandunganku ada masalah pula jadi aku harus di operasi. Gimana pula sakitnya itu? Bayangkan saja alat suntik, pisau, sama gunting-gunting dokter yang kaya di tivi aja aku udah takut. Apalagi kalau perutku pula yang dibedah.”

Bidan medis tentu menerapkan hal ini, pemberian suntikan sebagai penambah

tenaga serta penjahitan yang harus dilakukan apabila vagina robek. Ibu hamil yang

umumnya berpendidikan rendah tersebut merasakan hal itu adalah ancaman yang

menakutkan bagi mereka. Sebagian besar masih takut terhadap jarum suntik, apalagi

penjahitan. Ketakutan ini mendorong mereka untuk cenderung memilih dukun

beranak yang hanya menggunakan alat-alat sederhana sewaktu bekerja. Tidak

menyeramkan seperti penggunaan jarum suntik dan pisau. Apalagi jika mereka

mengalami kesulitan dalam melahirkan, di bidan medis harus dilakukan operasi untuk

menyelamatkan bayi dan ibunya. Tetapi di dukun beranak hanya dibacakan doa-doa

untuk mempermudah kelahiran dan doa itu dibacakan pada segelas air putih lalu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 111: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

111

diminumkan kepada pasiennya. Terlalu gampang, dan tidak menyeramkan bila

membayangkan operasi yang menyakitkan tubuh mereka berhari-hari setelah

melahirkan.

4.5. Sistem Pelayanan Dukun Beranak

4.5.1. Pemeriksaan Kandungan Pasien

Biasanya sebelum melahirkan, terlebih dahulu pasien memeriksakan

kandungannya kepada dukun beranak yang dipilihnya. Pemeriksaan ini bertujuan

untuk mengetahui letak janin apakah bermasalah atau tidak. Selain itu, pasien juga

dapat memperkirakan kapan kelahiran akan menjelang. Biasanya hal ini diperkirakan

terlebih dahulu untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan menjelang persalinan.

Pasien yang berkunjung untuk memeriksakan kadungannya dari berbagai kalangan.

Mulai dari ibu-ibu muda yang masih mengandung anak pertamanya, hingga ibu-ibu

yang sudah beberapa kali melahirkan di bidan tersebut.

Kalau ibu-ibu muda yang masih menghadapi masa kehamilan dan menjelang

persalinan pertamanya, pasti banyak bertanya mengenai proses persalinannya nanti.

Rasa keingintahuan yang besar ini karena didorong oleh kekhawatiran sebab mereka

belum pernah mengalami persalinan sebelumnya. Biasanya tidak hanya

memeriksakan kandungan saja, ibu muda ini bertanya banyak hal. Dukun beranak

yang merasa hal ini adalah sebagian dari tanggung jawbnya untuk melayani pasien

menjawab dengan detil dan penuh kesabaran. Tapi berbeda dengan ibu-ibu yang

memang sudah pernah melahirkan di dukun beranak, mereka hanya datang untuk

memeriksakan kandungan saja, lalau bercerita sedikit mengenai kondisinya lalu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 112: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

112

pulang. Semua hal itu dilayani oleh dukun beranak dengan kesabaran dan butuh

waktu yang cukup lama pula, karena pada umumnya yang datang kepada mereka

adalah kenalan ataupun tetangga yang sudah mereka kenal baik. Interaksi pun

berjalan dengan baik pula seiring dengan terjalinnya hubungan sosial antara dukun

beranak dan pasiennya.

4.5.2. Proses Persalinan Pasien

Diawali dengan dijemputnya dukun beranak oleh kerabat pasiennya dan

diantarkn langsung kerumah sang pasien, maka dimulailah pelayanan yang

menyeluruh dari dukun beranak itu. Dukun beranak langsung menuju kamar tempat

pasien dibaringkan dan tidak membolehkan kamar tersebut dimasuki oleh banyak

orang, sebab pasien akan merasa malu dan tidak nyaman. Dukun beranak langsung

memeriksa kondis badan pasien, dengan maksud dapat memperkirakan apakah

kondisi pasiennya cukup kuat untuk melahirkan tanpa bantuan khusus apapun darinya

atau sebaliknya.

Jika kondisi pasien lemah, maka dukun beranak itu menyarankan pasien untuk

memakan telor ayam kampung setengah masak untuk meningkatkan tensi darah dan

menambah tenaga. Sebab untuk hal yang seperti ini dukun beranak tidak

menggunakan suntikan tapi hanya obat alami saja. Dengan menyuruh anggota

keluarga pasien yang lain untuk memasaknya, sementara itu dukun beranak

menanyakan apakah ada keluhan lain yang sangat mengganggu kondisi pasien selain

rasa sakit sebagai tanda-tanda akan melahirkan. Jika ia, maka dukun beranak itu

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 113: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

113

memeriksa kembali perut pasiennya untuk menentukan apakah letak bayinya sudah

dalam posisi normal atau tidak.

Jika rasa sakit yang diderita pasien semakin kencang, maka dukun beranak

bersiap sedia dengan kain panjang untuk mencegah darah berserakan kemana-mana

kemudian handuk yang telah dibasahi oleh air hangat untuk tempat sang bayi

diletakkan ketika ia sudah keluar. Sebelumnya dukun beranak itu kembali

memastikan kelahiran itu dengan memasukan tangannya kedalam tubuh pasien untuk

merasakan apakah air ketuban yang ada didalam perut pasiennya sudah terasa lembek

atau tidak. Ini adalah tanda yang paling terkahir, apabila air ketubannya masih terasa

keras, maka kelahiran bayi akan masih lama lagi tetapi bila air ketubannya sudah

terasa lembek, tepatnya seperti balon yang diisi air, maka sebentar lagi pasiennya

akan melahirkan.

Ketika segala sesuatunya telah dipersiapkan, maka dukun beranak itu

memberi semangat kepada pasiennya. Semangat yang diberikan adalah sesuatu yang

dapat menenangkan pasiennya dan terus berusaha kuat mengeluarkan tenaga. Bila

pasiennya menjerit kesakitan, bidan itu akan mengatakan bahwa tidak hanya dia yang

merasakan kesakitan seperti itu, pasiennya yang lain juga bahkan lebih parah dari apa

yang dialami pasiennya saat itu. Karena ucapan yang dapat menenangkan seperti

itulah membuat pasien semakin bersemangat untuk mendorong bayinya agar keluar.

Kesabaran dukun beranak yang memang sudah terbukti ini memberikan rasa nyaman

dan tidak was-was kepada pasiennya.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 114: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

114

Tetapi jika kelahiran terasa sulit, dukun beranak akan mempergunakan

ilmunya yang tidak dimiliki oleh bidan medis. Ilmu ini berupa ilmu supranatural

diluar kemampuan manusia biasa. Ilmu ini diperoleh sebagai keturunan dari keluarga

dukun beranak yang memang berprofesi sebagai dukun beranak juga. Segelas air

putih dibacakan dengan berbagai macam doa yang dukun beranak percayai dapat

meringankan sakit pasiennya dan mempermudah pasiennya melahirkan. Tetapi

sebelumnya air yang didalam gelas tadi sudah terlebih dahulu direndam dengan

berbagi macam kunci yang ada dirumah tersebut. Air selusuh namanya, yaitu air yang

dapat meringankan dan membantu orang yang sulit melahirkan menjadi mudah.

Kepercayaan ini membuat pasien tidak khawatir jika persalinannya nanti akan

mengalami kesulitan, sebab dengan ilmu yang dukun beranaknya miliki maka ia

dapat melahirkan dengan normal. Terkadang bidan medis pun menyerah ketika

mengahadapi keadaan sulit saat mereka membantu orang bersalin. Karena sebagian

masyarakat disana masih menganggap ada kekuatan lain diluar kekuatan dan

kepandaian manusia yang mengganggu mereka. Dukun beranak pun selalu turun

tangan untuk kesulitan seperti ini.

Tidak berapa lama setelah air selusuh yang diminumkan kepada pasiennya

maka ada semacam kekuatan yang ada ditubuh pasiennya. Kekuatan itu ditunjukkan

dengan dorongan yang kuat agar bayi yang maish didalam perut pasiennya menjadi

cepat keluar. Dukun beranak seperti layaknya bidan medis pula, menarik bayinya

agar cepat keluar. Sekeluarnya bayi, maka langsung dibaringkan diatas handuk yang

telah dipersiapkan tadi. Maka tubuh bayi pun dibersihkan dan langsung dukun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 115: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

115

beranak itu kembali menyuruh pasiennya untuk mendorong sekali lagi guna

mengeluarkan uri-uri sang bayi yang masih berada dalam perut pasiennya.

Sekeluarnya uri dan bayi dari perut pasien, dukun beranak memotong tali

pusar bayi dengan menggunakan alat yang telah mereka persiapkan. Alat itu dapat

berupa gunting, ataupun tiga helai benang yang dilapis. Penggunaan alat yang

berbeda-beda ini disesuaikan dengan kemahiran dan kebiasaan bidan itu sendiri.

Pelatihan yang telah diberikan oleh pemerintah melalui tenaga kesehatan yang

menganjurkan para dukun beranak menggunakan sepit untuk memotong tali pusar

bayi, tidak dihiraukan oleh dukun beranak disana. Sebab, banyak pasien yang

mengeluh kasihan melihat bayi mereka merasa kesakitan sewaktu sepit itu

dipotongkan ke tali pusarnya. Bahkan tidak jarang pendarahan pun terjadi.

Permintaan dari pasien sendiri lah yang membuat dukun beranak masih menggunakan

peralatan tradisionalnya berupa benang atau gunting. Tetapi oleh pengakuan dukun

beranak yang saya wawancarai, mereka tidak pernah menggunakan bambu, karena

menurut mereka bambu begitu membahayakan keselamatan bayi pasiennya.

Bayi pun dimandikan oleh dukun beranak, itu juga jika diminta oleh

pasiennya. Sebab penyuluhan dari tenaga kesehatan baru-baru ini mengatakan bahwa

bayi yang baru dilahirkan tidak boleh langsung dimandikan karena kondisi suhu

tubuh bayi tidak sesuai dengan suhu ketika mereka telah dilahirkan, dan ini akan

membuat bayi merasa kedinginan. Tetapi jika diminta oleh pasiennya untuk segera

memandikan bayinya, maka ini juga adalah sebagian dari pelayanan yang diberikan

oleh dukun beranak itu.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 116: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

116

Proses memandikan bayi seiring dengan dibersihkannya uri-uri bayi dari

kotoran darah yang kemudian uri-uri ini selanjutnya akan diberikan kepada ayahnya

untuk ditanam didekat rumah mereka. Tidak hanya membersihkan uri-uri bayi, dukun

beranak juga mencucikan kain kotor pasiennya bekas ia melahirkan tadi. Namun, kain

ini hanya direndam terlebih dahulu, sementara bayi yang telah dimandikan itu

dibaringkan didekat ibunya. Tugas selanjutnya dukun beranak adalah membersihkan

tubuh pasiennya yang telah lemas, menggantikan pakaian kotor yang melekat

ditubuhnya kemudian dilakukanlah pemijatan yang berguna untuk meringankan rasa

sakit dibagian perut sesudah melahirkan.

Pemijatan selesai, dilanjutkan dengan pemakaian gurita (semacam kain untuk

mengikat perut sang pasien) sebelumnya gurita diberkan sedikit param (ramuan agar

perut pasien terasa hangat, biasanya terbuat dari buah pala) kemudian diikatkan

dibagian perut pasien. Barulah dukun beranak kembali ke belakang untuk

mencucikan kain kotor yang sudah ia rendam sebelumnya. Selesailah tugas dukun

beranak hari itu. Dan diakhiri dengan bertanya apakah pasiennya ingin dibuatkan

jamu? Atau jika ada bagian tubuh lain yang sakit, maka dukun beranak itu bersedia

untuk dipanggil kembali.

4.5.3. Pelayanan Pasca Persalinan

Esok paginya, dukun beranak kembali dijemput oleh keluarga pasien untuk

merawat pasiennya dan melihat kondisi pasiennya itu setelah melahirkan.

Sesampainya dirumah pasien, dukun beranak langsung memandikan bayi dan

merendam kain kotor yang telah digunakan pasiennya tadi malam. Bayi yang telah

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 117: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

117

dimandikan kemudian diberikan kepada ibunya untuk disusui lalu kemudian di

tidurkan. Barulah dukun beranak bisa memijat tubuh terutama bagian perut pasien

untuk mengurangi rasa sakit. Pada saat pemijatan ini, keluhan-keluhan pasien yang

merasa sakitnya belum berkurang atau ada keluhan lain pada bayinya disampaikan

kepada dukun beranak untuk segera menanganinya.

Proses pemijatan tidak berlangsung lama, sekitar 20-30 menit tetapi jka pasien

inginkan waktu yang lebih lama maka pasien dapat memintanya secara langsung

kapada dukun beranak yang melayaninya. Proses pemijatan itu berakhir, maka dukun

beranak itu mencucikan kain kotor yang tadi sudah ia rendam dan sekaligus

menjemurnya. Selesailah tugas dukun beranak hari itu, biasanya keluarga pasien

menyuguhi secangkir teh dan roti untuk dinikmati dukun beranak tersebut setelah

melakukan tugasnya hari itu. Dan tugas itu berlanjut terus hingga hari ke-tiga setelah

pasiennya melahirkan.

Berbeda di hari yang terakhir masa kerja dukun beranak, dihari ini setelah ia

memandikan bayi, mencucuikan kain kotor dan memijat tubuh pasiennya maka

diberikanlah upah kepada dukun beranak itu. Upah itu disebut dengan uang cuci

tangan. Artinya, perwujudan dari rasa terimakasih keluarga pasiennya yang telah

dibantu dan dirawat pada saat ia melahirkan hingga di hari ketiga. Tetapi ada

sebagian ibu-ibu yang mengatakan bahwa, dukun beranak tidak hanya datang selama

tiga hari beturut-turut setelah ia melahirkan, tetapi dukun beranak itu tetap datang

untuk memandikan bayi mereka hingga bayi mereka pusarnya tanggal (lepas).

Bedanya, untuk pelayanan ini, hanya memandikan bayi saja tidak untuk mencucikan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 118: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

118

kain kotor dan memijat tubuh pasiennya. Perbedaan itu pasti ada disetiap daerah atau

disetiap sistem pelayanan dukun beranak. Namun secara keseluruhan rutinitas yang

dilakukan oleh dukun beranak selain membantu ibu melahirkan adalah mencucikan

kain kotor mereka, memijat tubuh pasiennya, hingga memandikan bayinya sampai

pusar bayinya lepas.

Dihari yang terkahir biasanya dukun beranak juga menawarkan apakah

pasiennya itu ingin dibuatkan jamu khusus untuk wanita setelah melahirkan atau

tidak. Dukun beranak juga bisa membuatkan jamu untuk pasiennya yang ingin segera

memulihkan kondisi mereka setelah melahirkan. Jamu itu bisa dibuatkan langsung

oleh dukun beranak dengan bahan-bahan jamu berasal dari dukun beranak, namun

bisa juga bahanya telah disediakan oleh keluarga pasiennya, dukun beranak hanya

membuatkannya saja. Untuk ini, upah yang diberikan kepada dukun beranak berbeda

dari upah persalinan karena ini termasuk pelayanan khusus yang diminta oleh

pasiennya. Selain menawarkan untuk membuat jamu, dukun beranak juga bisa

dipanggil kembali untuk memijat pasiennya jika diperlukan. Dan tentu saja dengan

ongkos yang berbeda pula dari upah persalinan dan pembuatan jamu. Inilah

pelayanan yang diberikan oleh dukun beranak, mereka melayani pasiennya secara

menyeluruh, sehingga jika dibandingkan dengan pelayanan yang diterima dari bidan

medis tidaklah sebanding. Belum lagi biaya mahal yang harus mereka keluarkan

tetapi tidak disertai dengan pelayanan yang memuaskan setelah melahirkan.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 119: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

119

4.5.4. Sistem Pengupahan Dukun Beranak

Di hari terkahir masa kerja dukun beranak, biasnya tiga hari setelah

melahirkan maka dibayarkanlah upah kepada dukun beranak sebagai balas jasa

kepadanya yang telah membantu persalinan serta pemberian layanan kepada

pasiennya. Menurut data yang saya peroleh, setiap dukun beranak tidak pernah

bernegosiasi soal harga terlebih dahulu sebelum ia melakukan tugasnya. Harga juga

tidak pernah ditetapkan olehnya berapa jumlah yang harus dibayar oleh pasiennya.

Dukun beranak juga tidak pernah menarik uang muka untuk setiap pelayanannya.

Kesemua upah tersebut dibayarkan di hari ketiga ketika tugas dukun beranak telah

selesai.

Tetapi menurut ibu-ibu yang melahirkan di dukun beranak, pemberian upah

kepada dukun beranak yang melayaninya disesuaikan dengan standar harga yang

dibayarkan oleh ibu-ibu yang telah melahirkan sebelumnya. Artinya, jika kebanyakan

ibu-ibu membayar dukun beranak dengan upah sebesar Rp.300.000,-maka pasiennya

yang lain juga membayar sebesar itu juga. Kemudian, besarnya upah yang diterima

oleh dukun beranak juga berbeda jika pasiennya melahirkan anak pertama atau anak

kedua dan seterusnya. Penetapan harga yang berbeda pada anak persalinan anak

pertama dan anak kedua sudah menjadi kebiasaan dimasyarkat Rokan Hilir.

Mereka menganggap anak pertama akan adalah jalan pembuka bagi anak

selanjutnya, dan kelahirannya akan terasa sedikit sulit dari anak kedua dan

seterusnya. Maka jika dukun beranak membantu persalinan anak pertama, maka ia

akan dibayar lebih dari harga yang biasanya. Dan lagi-lagi penetapan harga ini sama

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 120: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

120

sekali tidak disinggung oleh dukun beranak. Kalau upah melahirkan anak kedua

sebesar Rp.300.000,- maka untuk upah melahirkan anak pertama sekitar Rp. 350.000-

Rp.400.000,-. Jadi, dukun beranak tidak pernah menetapkan jumlah harga yang harus

dibayar pasiennya. Tetapi oleh dukun beranak, mereka menerima dengan ikhlas saja

berapa pun uang yang pasiennya bayarkan. Apalagi kalau dukun beranak menjumpai

pasien yang kondisi ekonominya sangat sulit. Jika tidak dibayar dengan uang,

keluarga pasien yang miskin ini biasanya membayar dengan beras, pisang, atau

sesuatu yang mampu mereka berikan.

Tetapi untuk berhutang kepada dukun beranak, dianggap adalah suatu

pantangan bagi masyarakat Rokan Hilir. Karena, mereka menganggap bayi yang lahir

itu menanggung beban dan akan mengalami kesulitan dimasa pertumbuhannya nanti

jika orang tua mereka tidak mampu membayar lunas kepada dukun beranak, dan

mencicilnya dengan hutang. Jadi lebih baik baik pasien yang miskin sebaiknya

mereka berterus terang kepada dukun beranak jika mereka tidak mampu membayar

upahnya atau membayarnya tidak dalam bentuk uang atau mereka berhutang dahulu

kepada tetangga maupun kerabat untuk upah dukun beranak ini.

Sistem pengupahan dukun beranak ini tidak berbeda apabila mereka melayani

kerabat atau tetangga mereka. Semuannya sama saja, sehingga tidak ada yang merasa

dicurangi oleh dukun beranak. Begitu juga dalam hal pemberian pelayanan, dukun

beranak tidak pernah membedakan setiap pasien mereka. Apakah itu tetangga,

kerabat, atau orang yang berada sekalipun. Penyamarataan dalam hal pengupahan dan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 121: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

121

pemberian layanan membuat masyarakat menjadi semakin dekat dengan dukun

beranak dan terciptalah rasa kepercayaan mereka.

Berbeda dengan upah jika membantu persalinan, dukun beranak juga

menerima seikhlasnya jika pasien hanya meminta perawatan pasca persalinan saja,

yaitu pemijatan, memandikan bayi, atau mencucikan kain kotor. Biasanya pasien ini

bersalin di bidan medis, namun tetap juga meminta pelayanan dari dukun beranak

yang mereka percayai. Upah yang diberikan kepada dukun beranak ini hanya

setengah dari upah jika ia membantu persalinan secara keseluruhan, yaitu sekitar

Rp.100.000-Rp.150.000,-.

Belum lagi jika pasien meminta dibuatkan jamu dan pijatan setiap paginya

samapai batas waktu yang ditentukan. Dukun beranak juga mendapatkan upah

setengah dari upah mereka secara keseluruhan. Jika ditotalitas, bersalin dengan dukun

beranak mulai dari proses persalinan hingga perawatan pasca persalinannya hanya

sebesar Rp.400.000-Rp.450.000,-. Dengan jumlah ini, pasien sudah mendapatkan

persalinan, memandikan bayi hingga pusarnya lepas, pemijatan samapai batas waktu

yang mereka sendiri tentukan, hingga kain kotor pasien yang dicucikan oleh dukun

beranak. Dengan harga yang lebih mahal lagi, yaitu sekitar Rp. 750.000-Rp.800.000,-

pasien tidak mendapatkan pelayanan yang sedemikian rupa. Setelah persalinan,

pasien hanya menginap satu hari dan diberikan obat saja oleh bidan medis, selebihnya

mereka pulang kerumah dan tidak mendapatkan pelayanan apa-apa lagi.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 122: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

122

4.6. Hal-hal yang Melatarbelakangi Ibu Hamil Memilih Bersalin Dengan Dukun

Beranak Secara Sosiologis

4.6.1. Rasionalitas Ibu Hamil Dalam Memilih Tempat Bersalin

Dalam keadaan ekonomi yang carut marut saat ini, masyarakat harus

menyikapinya dengan tepat. Sikap cerdas dan berpikir secara rasional yang harus

dilakukan adalah berpola pikir dan berpola tindak secara ekonomis. Strategi yang

paling sederhana adalah melakukan pemilihan disegala bidang secara benar, termasuk

dibidang kesehatan. “Harga kesehatan sangat mahal”. Ungkapan itu dirasa sangat

tepat disaat ekonomi Indonesia lagi mendapat cobaan ini. Bayangkan, biaya jasa

dokter, masih belum terjangkau sebagian masyarakat. Belum lagi harga obat yang

cukup mahal dan semakin lama pasi semakin menggila. Ditampah lagi beban baiaya

pemeriksaan yang akan semakin tidak terjangkau. Biaya akan semakin melangit bila

pasien divonis harus menginap atau dioperasi.

Jalan terbaik dalam menyikapi beban psikologis itu adalah melakukan

tindakan mawas diri serta berpikiran jernih dan positif. Secara sadar manusia harus

menerima fakta dan fenomena alam bahwa sumber energi bumi akan berkurang dan

semakin mahal. Meskipun sulit, dalam jangka panjang, manusia harus berinovasi

dalam berteknologi. Dalam jangka pendek, tindakan rasional yang dapat dilakukan

adalah mawas diri untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu yang tidak terduga seperti

sakit. Dibidang kesehatan, secara tidak disadari selama ini dalam kehidupan sehari-

hari terjadi pemborosan dalam pembiayaan kesehatan.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 123: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

123

Pilihan tempat bersalin bagi ibu hamil pun harus menjadi pertimbangan yang

tak kalah penting, dari bersalin dengan dukun beranak hingga bersalin di bidan medis

ataupun dokter. Biaya tinggi kesehatan tidak harus mencerminkan hasil yang optimal.

Penggunaan jasa dokter yang juga terkadang sulit untuk membantu proses persalinan

yang rumit dan terbukti tidak berhasil hanya menimbulkan “lost cost” dalam

pembiayaan persalinan. Pengeluaran dibidang kesehatan pun harus dibuat cermat

dengan perhitungan yang tepat.

Bila ditinjau dari segi medis sebenarnya banyak hal yang masih bisa

dilakukan penghematan atau pengurangan biaya tinggi dalam setiap transaksi

pelayanan medis. Pasien yang kurang memahami sisi medis degan baik harus

mengetahui potensi biaya tinggi yang akan dihadapi selama dalam pengobatan.

Dokter juga harus mempertimbangkan setiap rencana pengobatan terhadap pasiennya.

Potensi biaya tinggi pengobatan tersebut dapat terjadi dalam cara pemilihan jasa

layanan medis, pengobatan, atau tindakan.

Biaya tinggi adalah pemilihan jasa pembantu persalinan dan jenis obat.

Bersalin di dukun beranak menjadi pilihan utama, sebab jasa persalinan dukun

beranak tidak terlalu mahal dibayar jika dibandingkan dengan jasa persalinan di bidan

medis, apalagi dengan tambahan biaya obat yang sangat menguras kantong pasien.

Sehingga ibu hamil harus berpikir cermat untuk memilih kepada siapa ia akan

melakukan persalinan.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 124: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

124

Berikut adalah contoh kasus ibu yang melahirkan di dukun beranak akibat

biaya yang terlalu mahal jika berslin di bidan medis, dikutip dari

http://eddymesakh.wordpress.com/2007/04/28/masih-andalkan-bidan-kampung/ :

Seperti keluarga Moes beserta istri dan dua anaknya. Ketua RT 03 Pulau Medang ini tinggal di sebuah gubuk yang sudah lapuk dimakan waktu dan cuaca. Hampir di semua sudut gubuk itu sudah berlubang sehingga tak lagi mampu menahan tiuapan angin laut. Bahkan, ketika musim angin laut, percikan ombak bisa masuk gubuk, membuat mereka tak bisa tidur nyenyak kala malam. Gubuk keluarga ini memang terletak persis di bibir pantai, sebagaimana kebiasaan umum masyarakat di pulau-pulau. Ketika istri Moes melahirkan kedua anaknya, ia lebih memilih melahirkan di rumah dengan bantuan dukun. Bukan karena tak ada Puskesmas. Mereka memang hanya bisa andalkan dukun karena tak ada biaya. “Kalau pakai dukun, kami bisa mencicilnya dan ia juga tak pernah menentukan biayanya. Kalau pakai bidan, mahal sekali, bisa sampai Rp 350-400 ribu. Tapi kalau hanya deman atau sakit flu biasa, kami terpaksa ke bidan supaya sembuh,” ujar Moes lugu.

Biaya tinggi lain yang dihadapi pasien adalah biaya transportasi yang masih

harus lebih cermat disikapi. Dalam melakukan perjalanan ke tenaga medis, tentu saja

pasien harus mengeluarkan uang ekstra untuk bisa sampai ke pusat layanan

kesehatan. Mengingat pembangunan layanan kesehatan dan penyebaran tenaga medis

yang tidak merata ke setiap darah membuat masyarakat kesulitan untuk mengakses

jasa dibidang kesehatan tersebut. Lokasi yang begitu jauh dan menempuh perjalanan

dengan waktu yang cukup lama serta medan tempuh yang sulit dan cenderung

membahayakan menjadi pertimbangan utama bagi pasien.

Contoh kasus berikut menggabarkan bahwa terbatasnya fasilitas kesehatan

kerap kali mengorbankan nyawa manusia, dikutip dari

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 125: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

125

http://eddymesakh.wordpress.com/2007/04/28/masih-andalkan-bidan-kampung/

Terbatasnya fasilitas kesehatan juga berdampak pada keluarga Pelas. Sekitar enam tahun lalu, ia kehilangan anak kelimanya saat hendak melahirkan.”Anak saya meninggal karena ‘rahim nyangkut’. Saat itu, sebenarnya anak saya sudah didampingi bidan kampung dan juga bidan. Karena di sini tidak memiliki peralatan, makanya harus dibawa ke Tanjungpinang,” tuturnya.“Namun, akibat cuaca yang buruk, hujan dan angin kencang semalaman saat itu, anak saya tidak bisa dibawa. Akhirnya bayi dan ibunya meninggal,” kisah Pelas sambil menerawang.

Dengan akses transportasi yang tidak memadai mereka harus menggunakan

sarana transportasi lainnya berupa becak. Penggunaan sarana trasportasi ini

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk sekali pergi dan itu hanya

memeriksakan kandungan saja, mereka harus menyiapkan uang yang hampir

setengah dari jasa bidan kampung. Pengeluaran biaya tambahan yang melilit

pinggang ini mendorong pasien menjadi lebih selektif untuk menentukan tempat

bersalin yang lebih murah dan efisien.

Penggalan artikel berikut menerangkan bahwa akses ke tenaga kesehatan

harus mengeluarkan biaya ekstra bagi pasien, dikutip dari

http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=740&Ite

mid=1

“Apalagi, warga di daerah terpencil sulit menjangkau tempat pelayanan kesehatan, termasuk pondok persalinan desa (polindes). Di Desa Cikondang, misalnya, ibu hamil yang hendak melahirkan di polindes harus naik ojek dengan tarif Rp 15.000 hingga Rp 40.000 sekali jalan. Mereka juga harus menempuh jalan tanah berliku.”

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 126: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

126

Mengacu teori tindakan rasional Weber menyatakan bahwa melakukan proses

persalinan ke dukun beranak untuk mendapatkan kelahiran yang baik dan mudah

adalah suatu tindakan yang rasional instrumental yang menekankan bahwa seseorang

melewati proses persalinan di bidan kampung merujuk pada tujuan dari berobat

adalah kesembuhan dan keselamatan dari kesulitan menghadapi kelahiran yang tidak

normal dan berorientasi dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat kaitannya adalah

bahwa yang terjadi saat ini di Indonesia khususnya di masyarakat Bangko Kab.Rokan

Hilir bahwa kualitas pelayanan dan kuantitas sarana kesehatan medis dikenakan

sangat rendah dengan biaya yang dikenakan sangat tinggi sehingga seseorang lebih

baik melakukan persalinan di dukun beranak yang merupakan suatu pertimbangan

dan perhitungan yang sadar, dengan sudah menemukan alasan-alasan mengapa harus

bersalin di dukun beranak dan kemudian mengaitkannya dengan nilai-nilai di

individu-individu yang bersifat absolut yang sudah diperhitungkan secara empiris.

Contohnya, Rini mengatakan bahwa:

“Rumah sakit kan jauh dari sini, jadi kalau mau ke rumah sakit naik sepeda, atau pinjam kereta tetangga. Kalau naik sepeda, kadang suka gak tahan karena jauh terus panas, yang bisa Cuma naik becak. Naik becak ke rumah sakit malah sekali. Ongkos sekali jalan saja sekitar Rp.15.000,- kalau bolak-balik dari rumahku kerumah sakit butuh ongkos Rp.30.000,-“

4.6.2. Kepercayaan Yang Dimiliki Ibu Hamil Yang Melakukan Persalinan di

Dukun Beranak

Jika dikaitkan dengan teori Fukuyama bahwa seseorang melakukan persalinan

di dukun beranak mungkin membawa harapan besar bahwa bayi yang dilahirkannya

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 127: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

127

akan selamat begitu juga dengan dirinya, dan segala kesulitan yang dihadapi pada

saat kelahiran dapat teratasi dengan baik oleh dukun beranak. Secara tidak langsung

tumbuh nilai-nilai kepercayaan terhadap kinerja dukun beranak tersebut. Tetapi

kepercayaan itu tidak datang begitu saja akan tetapi didukung dengan nilai-nilai

positif yang diberikan kepada ibu hamil dari dukun beranak seperti hubungan yang

harmonis dan pemberian air putih yang telah dibacakan doa yang dapat

mempermudah jalannya persalinan. Dukun beranak menajalankan kebiasaannya ini

kepada pasien yang sulit ketika melahirkan dan hal itu ternyata menumbuhkan

kepercayaan pada diri ibu hamil.

Seperti yang dikatakan oleh Rubiah berikut ini:

“Dukun beranak itu bisa bantu kita juga kalau kita susah melahirkan. Pernah anakku yang ke-lima susah kali dilahirkan. Padahal aku sudah merasakan sakit mau melahirkan waktu pagi hari, tapi siangnya juga belum bisa melahirkan. Jadi sama dukun beranaknya aku dibuatkan air selusuh. Air selusuh itu adalah air rendaman dari semua kunci yang ada dirumahku. Kemudian air itu dibacakan doa sama dukun beranaknya. Air itupun disuruhnya aku minum sambil disapukan keperutku dan dukun beranak itu meniupkan angin juga diatas perutku. Tak berapa lama, akupun mulai merasakan sakit lagi yang memang ditandai dengan mulai munculnya kepala bayiku. Dukun beranak itu bisa membuat kita yang sulit melahirkan menjadi mudah. Kalau bidan medis kan enggak, paling dia Cuma kasi suntikan biar kita jadi gak lemas tapi kan belum tentu kita bisa melahirkannya mudah dan cepat.

Lain masalahnya jika melahirkan di bidan medis, kalau proses kelahiran

dinilai cukup sulit dan membahayakan nyawa salah satu, baik itu ibu ataupun

bayinya, dikarenakan letak bayi yang tidak normal atau kondisi ibu yang semakin

melemah maka tindakan yang diambil bidan medis adalah melakukan operasi untuk

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 128: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

128

menolong bayi pasiennya. Tidak adanya pembacaan doa-doa yang menenangkan jiwa

pasien serta tindakan langsung yang diambil adalah operasi membuat bayangan seram

yang menakutkan di benak pasien.

Rasa kepercayaan yang menganggap dukun beranak dapat mengatasi

gangguan-gangguan pada saat melahirkan dapat mempertipis rasa kekhawatiran

pasien. Sebab ilmu yang dimiliki oleh dukun beranak ini adalah ilmu turunan yang

diberikan oleh orang tua mereka yang tidak dimiliki oleh bidan medis. Pertolongan

yang dapat diberikan oleh bidan medis adalah dengan pemberian suntikan penambah

tenaga atau melakukan upaya operasi. Disisi lain, masyarakat masih mempercayai

adanya kekuatan gaib yang dapat membahayakan dan mengganggu kelahiran mereka,

dan ibu hamil disana mempercayai bahawa yang dapat mengatasi gangguan itu

hanyalah ilmu yang dimiliki oleh dukun beranak.

Seperti penggalan artikel berikut ini, yang diperoleh dari :

http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=740&Ite

mid=1

Diwariskan Menjadi paraji merupakan peran yang dijalankan secara turun-temurun di kalangan masyarakat pedesaan. Miming Badriah (47), paraji di Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, misalnya, mengaku mewarisi kemampuan sebagai dukun beranak tersebut dari mertuanya. Setelah sering mendampingi mertuanya membantu persalinan, ia mulai praktik sebagai paraji sejak tujuh tahun lalu.

Hal serupa juga dialami Mak A’ah yang telah membantu ratusan persalinan di sekitar tempat tinggalnya sejak puluhan tahun silam. Semula ia hanya mendampingi neneknya yang juga seorang paraji. Setiap kali ada perempuan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 129: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

129

yang meminta dipijat saat hamil atau ingin ditolong saat melahirkan, ia akan ikut menemani sang nenek berjalan kaki menuju rumah warga yang butuh pertolongan.

Lambat laun ibu dari 12 anak— empat di antaranya meninggal dunia—itu mulai memberanikan diri membantu persalinan. Pertama kali praktik ia membantu proses kelahiran cucunya sendiri hingga akhirnya dikenal sebagai paraji di daerah tersebut. Untuk melayani persalinan, ia kerap harus naik-turun bukit menuju rumah ibu hamil, termasuk pada malam hari.

Demi menjalankan perannya sebagai paraji, Mak A’ah mengaku rajin berpuasa. Ia juga meracik sendiri ramuan tradisional untuk ibu hamil dan pasca melahirkan dengan bahan baku dari tanaman asli yang banyak ditemukan di daerah perbukitan itu. Tujuannya adalah agar ibu yang baru melahirkan tersebut segera pulih tenaganya.

Meski usianya telah senja, ia bertekad tetap menjalankan perannya sebagai paraji selama masih mampu melayani persalinan. Nenek dari Mak A’ah sendiri sampai harus ditandu ke rumah warga untuk membantu persalinan lantaran sudah tidak kuat lagi berjalan jauh dan terus beraktivitas sebagai paraji hingga menutup mata.

Ibu hamil di Kec.Bangko memang sudah sangat mempercayai kelahiran bayi

mereka dengan bantuan dukun beranak, sehingga terkadang untuk memeriksakan

kandungan saja mereka tidak mau ke tenaga medis. Dikarenakan juga ada beberapa

pengalaman yang membuat mereka menjadi yakin kalau dukun beranak bisa

mengatasi persoalan kehamilan mereka, sedangkan bidan medis hanya bisa

memberikan obat yang harus dibayar mahal dan belum tentu persalinannya akan

berjalan normal serta tidak dengan rasa sakit yang ditanggungnya.

Rasa kepercayaan yang mendalam ini semakin diperkuat dengan biaya jasa

pelayanan dukun beranak yang masih bisa dijangkau oleh masyarakat disana. Tentu

saja mereka ini berasal dari golongan orang yang memiliki tingkat perekonomian

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 130: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

130

menengah kebawah. Sebagian besar dari mereka berpenghasilan hanya bertumpu

pada suami, yang hanya memiliki jumlah penghasilan cukup untuk biaya hidup

sehari-hari saja. Pekerjaan yang tidak menjanjikan pelayanan kesehatan yang diterima

oleh tenga kesehatan ini umumnya adalah pekerjaan kasar yang hanya mengandalkan

kekuatan otot seperti buruh bangunan, petani, nelayan, dan penarik gerobak air.

Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan yang minim mengantarkan mereka

untuk berpikir yang mana yang lebih murah itulah yang mereka pilih. Rasa

kepercayaan yang besar terhadap kekuatan lain yang mengancam keselamatan

bayinya saat melahirkan ini dipengaruhi karena mereka kurang bisa berpikir secara

logis sebab rata-rata mereka hanya berpendidikan hanya sampai di bangku SD bahkan

ada yang sama sekali tidak pernah bersekolah.

Seperti kutipan artikel dibawah ini:

“Penelitian Ida Yustina (2003) misalnya, di Jawa Barat pada kelompok masyarakat yang bekerja sebagai buruh, nelayan dan petani menunjukkan, biaya persalinan yang relatif mahal menjadi alasan mereka memilih dukun beranak untuk membantu persalinan ibu. Meski dalam proses kehamilan mereka memeriksakan kehamilannya kepada bidan, namun dalam persalinan dukun beranak tetap saja menjadi pilihan karena tarifnya yang relatif murah: berbeda jauh dengan jasa bidan. Lebih dari itu, selain karena tarifnya murah, penanganan dukun beranak yang menggunakan pendekatan kultural dengan melakukan ritual tertentu, ternyata masih lebih diyakini mereka membawa keselamatan bagi bayi dan ibu yang melahirkan.”

Tampaknya berbagai macam faktor dapat menyebabkan ibu hamil tetap

memilih dukun beranak yang mereka percayai untuk membantu proses persalinan

mereka. Baik itu dukun beranak yang telah dikenal baik oleh keluarganya maupun

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 131: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

131

dukun beranak yang belum pernah diminta jasanya. Sebab ada penghargaan tertinggi

di masyarakat yang menganggap bahwa profesi dukun beranak ini adalah suatu

stratifikasi yang tinggi didalam masyarakat. Selain membantu ibu melahirkan dukun

beranak juga kerap kali memiliki keahlian lain seperti memijat ataupun sebagai ketua

upacara adat untuk penyambutan bayi yang baru lahir. Dari dulu, ketika

pembangunan fasilitas kesehatan belum sama sekali terlaksana, masyarakat

mempercayakan persalinannya kepada dukun beranak yang tentu saja lebih mudah

diakses karena lebih dekat dengan masyarakat. Tetapi untuk saat ini pun, ketika

pembangunan fasilitas kesehatan dan ditambah lagi dengan penambahan jumlah

tenaga medis disetiap daerah, ternyata tidak mengurangi peminat dukun beranak ini.

Walaupun dukun beranak semakin sulit dijumpai karena ketiadaan mereka yang

disebabkan faktor usia, tetap saja pemunculan dukun beranak baru yang akan

melanjutkan pekerjaan ini masih dipilih oleh generasi berikutnya.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 132: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

132

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Masih eksisnya dukun beranak di Kec. Bangko tidak lain disebabkan oleh

biaya persalinan di bidan medis ataupun ditenaga kesehatan lainnya sangat mahal.

Biaya yang ditetapkan oleh rumah sakit maupun bidan medis dinilai tidak berpihak

kepada masyarakat kecil yang notabene juga membutuhkan pelayanan bagi kesehatan

mereka secara medis. Rasa ketidakmampuan masyarakat untuk membayar jasa bidan

medis atau rumah sakit untuk tempat bersalin membuat pilihan beralih kepada dukun

beranak yang menawarkan jasa pelayanan dengan harga murah yang tarifnya bisa

dibayar se-ikhlasnya lebih diminati oleh kalangan ibu-ibu yang tergolong miskin.

Bukan hanya itu, selain dukun beranak dibayar jasanya dengan harga murah,

tetapi dukun beranak memiliki sisi kelebihan laian dalam hal pelayanan persalinan

serta perawatan pasca persalian yang diberikan kepada pasiennya. Mulai dari

membantu kelahiran bayi, memandikan bayi, mencucikan kain kotor hingga memijat

tubuh pasien adalah serangkaian pelayanan yang diberikan oleh dukun beranak. Tidak

hanya sebatas pada saat melahirkan saja, tetapi tiga hari berturut-turut dukun beranak

tetap melayani pasienya dengan datang dipagi hari untuk kembali memandikan bayi,

memjiat, serta mencucikan kain kotor.

Tidak hanya itu, hubungan emosional antara pasien dukun beranak dan dukun

beranak itu sendiri sudah terjalin dengan baik. Karena biasanya pemakaian jasa

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 133: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

133

dukun beranak ini sebelumnya juga digunakan oleh orang tua ataupun kerabat pasien

sebelumnya. Sehingga muncul lah rasa kepercayaan pada masyarakat yang telah

mengenal dukun beranak ini dengan baik. Kebiasaan turun-temurun ini, semakin

membuat dukun beranak tetap eksis dalam melakukan pekerjaannya.

Belum lagi dukun beranak lebih menyatu dengan masyarakat, artinya akses

untuk memperoleh jasa dukun beranak jauh lebih mudah dari pada ketika

memperoleh jasa pelayanan bidan medis ataupun tenaga medis lainnya. Jarak yang

jauh, sulitnya sarana transportasi, biaya yang dikeluarkan serta medan tempuh yang

ikut membahayakan keselamatan pasien, juga menjadikan pertimbangan utama bagi

pasien yang hampir mendekati kelahiran bayinya. Sebab pada masa ini, justru pasien

berpikir akses yang cepat dan murah akan lebih baik jika dibandingkan dengan akses

layanan medis yang jauh dan membutuhkan biaya transportasi yang membebankan

mereka.

Lebih dari itu, kemampuan dukun beranak juga dipercaya oleh masyarakat

dalam hal mempermudah jalannya kelahiran yang mengalami kesulitan. Dengan

kemampuan supranatural yang dimiliki oleh dukun beranak, membuat rasa

kekhawatiran ibu yang akan melahirkan menjadi berkurang. Sebab, keahlian ini

hanya dimiliki oleh dukun beranak yang tidak dimiliki oleh bidan medis. Kuatnya

rasa kepercayaan terhadap gangguan-gangguan gaib yang dapat mempersulit keadaan

inilah dijadikan alasan oleh ibu-ibu yang melahirkan dibantu dukun beranak.

Walaupun dukun beranak tidak memiliki pengetahuan dibidang medis melalui

pendidikan formal, tetapi tidak pula menyurutkan minat ibu hamil yang melahirkan

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 134: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

134

disana. Hanya berbekal dari ilmu yang diperoleh dari orang tua mereka yang juga

berprofesi sebagai dukun beranak, rasa keberanian, dan ilmu turunan sebagai

pelengkapnya, maka dukun beranak lah yang masih menjadi trend saat ini di kalangan

keluarga miskin di Kec. Bangko.

Mengacu pada teori tindakan rasional Weber yang menyatakan bahwa

melakukan persalinan ke dukun beranak untuk mendapatkan kesembuhan dan

keselamatan kesehatan adalah suatu tindakan yang rasional sesuai pemikiran secara

empiris bahwa seseorang melakukan persalinan ke dukun beranak untuk menekankan

tujuan dari keselamatan kelahiran dan dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada di

masyarakat bahwa bersalin di bidan medis atau rumah sakit membutuhkan biaya yang

sangat mahal.

Jika dikaitkan dengan Teori Fukuyama bahwa seseorang melakukan

persalinan di dukun beranak mungkin membawa harapan besar untuk keselamatan

dan kesembuhan, dan pada waktu seseorang melakukan persalinan di dukun beranak

karena didukung nilai-nilai kepercayaan terhadap kinerja dukun beranak yang

pelayanannya lebih paripurna dengan biaya yang relatif lebih murah.

5.2 Saran

Adapun saran bagi pihak rumah sakit dan pemerintah hendaknya muali saat

ini kita mencoba merasakan keterbatasan ekonomi yang semakin sulit, apalagi pada

masyarakat yang masih terpencil dengan cara mempertimbangkan pemberian harga

bayi pelayanan kesehatan. Harga yang mahal, membuat pilihan tidak ditujukan

kepada tenaga medis karena semakin membebani perekonomian mereka.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 135: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

135

Oleh karena itu, kita memang jadi seperti ‘tidak membumi’ ketika berbicara

mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) tetapi tidak menyentuh persoalan mendasar

dari permasalahan. Jika biaya yang menjadi penyebab tidak langsung Angka

Kematian Ibu mengapa pemerintah tidak memberi perhatian pada upaya

memfasilitasi persalinan ibu hamil. Jika menggratiskan biaya menjadi hal yang masih

sulit dilakukan mengingat keterbatasan dana pemerintah, apakah tidak

memungkinkan untuk membuat biaya persalinan semurah mungkin melalui subsidi?

Kalaupun juga tidak bisa disubsidi dengan alasan anggaran kesehatan terbatas,

mungkin lebih baik anggaran difokuskan pada penyediaan kontrasepsi gratis saja dari

pada membangun sarana kesehatan. Puskesmas memang didirikan dimana-mana,

tetapi apakah diikuti dengan sarana yang memadai dan kesediaan tenaga yang cukup.

Apalagi dengan adanya dampak kenaikan harga BBM belakangan ini, maka wajar

jika isi perut menjadi prioritas dibanding untuk membeli kontrasepsi.

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 136: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

136

DAFTAR PUSTAKA

Awang, Hasim, A. R. 1990. Pengantar Antropologi Perubatan. Kuala Lumpur

Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Damsar. 1998. Sosiologi Ekonomi, Jakarta: Rajawali Press

Helman, G. Cecil. 1990. Budaya Kesihatan dan Penyakit. Dewan Bahasa dan

Pustaka: Selangor Darul Ehsan

Ibrahim, Haji Norhalim, 1997. Perubatan Tradisional. Selangor Darul Ehsan: Fajar

Bakti SDN. BHD

J.Dwi Narwoko, Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,

Jakarta: Prenada Media

Jousairi Hasbullah. 2006. Social Capital. Jakarta: MR-United Press Jakarta.

Moleong, Lexy, 1993. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya

Paul, Jhonson, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: PT. Gramedia

Poloma, Margaret, 2004. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Ritzer, George, 2003. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana

Suyanto, Bagong, Sutinah, 2005. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 137: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

137

Website:

April 28, 2007. By Eddymesakh. Dukun dan Mantri Sering Benturan.

http://eddymesakh.wordpress.com/2007/04/28/masih-andalkan-bidan-kampung/.

(Diakses pada 22 November 2008), (14.45)

April 28, 2007. By Eddymesakh. Masih Andalkan Bidan Kampung.

http://eddymesakh.wordpress.com/2007/04/28/masih-andalkan-bidan-kampung/.

(Diakses pada 22 November 2008), (14.40)

Berita Rohil 11 Juni 2008. Dokter Jangan Tinggalkan Tempat. Laporan Syahri

Ramlan. http://rokanhilir.go.id/berita.php?go=beritalengkap&id=3712. (Diakses pada

22 November 2008), (13.45)

Diposkan oleh Edy Ryanto di 01:47

http://alwannazifa.blogspot.com/2007/08/dukun-bayi-vs-bidan.html. Dukun Bayi vs

Bidan. (Diakses pada 25 November 2008), (14.05)

Pengobatan Tradisional Sebagai Pengobatan Alternatif Harus Dilestarikan.

Zulkifli, Fakultas Kesehatan Masyarakat. :

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli5.pdf (Diakses pada 9 Agustus

2008), (15.45)

Sumber: Kompas Cetak, cetak.kompas.com. Membuka Kembali Lembaran

Memori Paraji

http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=740&Ite

mid=1. (Diakses pada 25 November 2008), (13.30)

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 138: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

138

www.aidsindonesia.or.id :Pengobatan Tradisional Untuk Penderita HIV/AIDS

(Diakses pada 17 Agustus 2008), (16.45)

www.etikahukumkesehatan.blogspot.com Larangan Praktik Dukun Beranak

(Diakses pada 12 Agustus 2008), (13.45)

www.jurnal-humaniora.ugm.ac.id Pengobatan Tradisional Suku Jawa (Diakses

pada 12 Agustus 2008, (13.30)

www.konsultasikesehatan.epajak.org Inovasi Teknologi Pengobatan Modern

(Diakses pada 9 Agustus 2008), (15.50)

www.visfm.com Angka Kematian Tinggi Dukun Beranak Dilarang Praktik 21

Mei 2007 (Diakses pada 17 Agustus 2008), (20.30)

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 139: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

139

DRAFT WAWANCARA UNTUK IBU-IBU YANG PERNAH

MELAHIRKAN DI DUKUN BERANAK

I. Karakteristik Informan

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Alamat :

4. Umur :

5. Etnis :

6. Pekerjaan Isteri :

7. Pekerjaan Suami :

8. Penghasilan :

9. Jumlah Tanggungan :

10. Pendidikan Terakhir :

11. Berapa kali pernah melahirkan di dukun beranak :

II. Biaya

1. Biaya yang dikeluarkan sewaktu memeriksakan kandungan di dukun beranak?

2. Biaya yang dikeluarkan sewaktu memeriksakan kandungan ke tenaga medis?

3. Biaya yang dikeluarkan sewaktu bersalin hingga selesai di dukun beranak?

4. Selain berupa uang, apalagi yang diberikan sebagai imbalan kepada dukun

beranak?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 140: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

140

5. Apakah berbeda biaya yang dikeluarkan pada persalinan anak pertama dengan

anak yang kedua dan seterusnya?

6. Apabila melebihi pelayanan yang seharusnya, apakah ada biaya tambahan

yang diberikan kepada dukun beranak?

7. Pada saat kapan semua biaya harus dibayarkan?

II. Proses Pemeriksaan Kandungan dan Bersalin di Dukun Beranak

1. Usia Kandungan berapa lama dapat diperiksakan ke dukun beranak?

2. Berapa kali kandungan diperiksakan kepada dukun beranak?

3. Bagaimana dukun beranak membantu proses persalinan?

4. Apakah ada keluhan setelah bersalin di dukun beranak?

5. Pernahkah anda memeriksakan kandungan ke tenaga medis?

IV. Hal Yang Menyebabkan Pasien Bersalin ke Dukun Beranak

1. Siapa yang menganjurkan bersalin ke dukun beranak?

2. Apakah keluarga anda juga bersalin di dukun beranak?

3. Seberapa dekat hubungan keluarga anda dengan dukun beranak tersebut?

4. Apakah Rumah Sakit jauh dari tempat tinggal anda?

5. Apa saja pelayanan yang diberikan dukun beranak selain membantu proses

persalinan?

6. Apakah anda tidak merasa khawatir bersalin dibantu oleh dukun beranak?

7. Apakah anda pernah bersalinke tenaga medis?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 141: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

141

8. Seberapa besar ketakutan anda dengan peralatan yang digunakan oleh tenaga

medis?

V. Pelayanan Yang Diberikan Dukun Beranak

1. Apa yang membuat anda merasa nyaman bersalin ke dukun beranak?

2. Selain memberikan pelayanan, apakah dukun beranak juga memberikan obat-

obatan?

3. Apakah obat tersebut dapat benar-benar menyembuhkan?

4. Bagaimana perlakuan yang diberikan dukun beranak sewaktu membantu proses

persalinan?

5. Dimana letak perbedaan pelayan tenaga medis dengan pelayanan yang diberikan

oleh dukun beranak?

6. Pernahkah anda mendapat perlakuan buruk dari dukun beranak?

7. Selama berapa hari dukun beranak memberikan pelayanannya?

8. Pernahkah dukun tersebut melanggar kesepakatan pelayanan yang akan diberikan

kepada anda?

9. Jika anda mengandung kembali, apakah anda tetap akan menggunakan jasa dukun

beranak saat bersalin?

10. Apa saja keuntungan yang diperoleh bersalin dengan dukun beranak?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 142: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

142

DRAFT WAWANCARA UNTUK DUKUN BERANAK YANG

MEMBANTU PROSES PERSALINAN

I. Karakteristik Informan

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Alamat :

4. Umur :

5. Etnis :

6. Penghasilan :

7. Pendidikan Terakhir:

8. Berapa lama menjadi dukun beranak?

II. Biaya

1. Apakah anda sudah menetapkan tarif untuk membantu persalinan pasien?

2. Berapa biaya yang harus pasien bayar?

3. Apakah pasien pernah tidak membayar?

4. Dapatkah imbalan tidak berupa uang?

5. Pada saat kapan biaya harus dibayarkan?

6. Apakah berbeda biaya pada saat pemeriksaan kandungan dengan biaya

persalinan?

7. Bisakah semua biaya itu dicicil?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 143: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

143

8. Jika pasien meminta pelayanan lagi selain pelayanan yang anda berikan

seperti biasa, apakah ada tambahan tarif untuk itu?

9. Apakah berbeda biaya yang harus dibayar untuk persalinan anak pertama

dengan anak kedua dan seterusnya?

III. Pendidikan yang Diperoleh Dukun Beranak

1. Apakah ada anggota keluarga anda yang berprofesi sebagai dukun beranak

juga?

2. Dari siapa ilmu yang diperoleh?

3. Bagaimana anda bisa mempelajarinya?

4. Pernahkah anda mendaptkan pelatihan bagi dukun beranak yang

diselenggarakan oleh pemerintah?

5. Berapa kali anda mengikutinya?

6. Setelah mendapatkan pelatihan, apakah anda menerapkannya ketika

membantu persalinan?

7. Berapa lama waktu belajar untuk mendalami profesi dukun beranak ini?

8. Kapan anda mulai berpraktik?

9. Selain membantu proses persalinan, apalagi yang anda bisa lakukan?

10. Apakah ada “kemampuan” khusus yang anda miliki?

11. Jika ilmu yang diperoleh sebagai keturunan, apakah generasi anda selanjutnya

akan berprofesi sebagai dukun beranak juga?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 144: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

144

IV. Pengalaman Menjadi Dukun Beranak

1.Sudah berapa bayak pasien yang anda tangani?

2.Apakah anda pernah mengalami kegagalan dalam menolong persalinan?

3.Kesulitan apa saja yang pernah anda hadapi sewaktu membantu proses

persalinan?

4.Bagaimana anda menghadapi pasien yang sulit melahirkan?

V. Pelayanan yang diberikan Dukun Beranak

1.Pada saat kapan pelayanan mulai diberikan?

2.Apakah ada ritual khusus yang anda lakukan ketika akan membantu persalinan?

3.Bagaimana dan apa saja yang anda lakukan pada saat menolong persalinan?

4.Apakah memandikan bayi dan mencuci kain kotor juga termasuk dalam

rangkaian pelayanan anda?

5. Jika pasien mengalami kesulitan dalam persalinan, apa usaha yang anda

lakukan untuk membantu pasien tersebut?

6. Pada hari berikutnya setelah melahirkan, apa lagi pelayanan yang anda

berikan?

7. Apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan selain membantu proses

persalinan?

8. Bagaimana dengan transportasi untuk pergi kerumah pasien?

9. Pernahkan anda bermitra dengan tenaga medis saat membantu proses

persalinan?

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 145: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

145

DOKUMENTASI LAPANGAN

( Kandungan pasien saat diperiksa bidan medis, Ranjani )

( Nek Siah saat akan memberikan air selusuh kepada pasiennya )

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 146: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

146

( Trio Ibu Hamil yang akan Diperiksa oleh Dukun Beranak )

( Iah saat memandikan bayi pada hari ke-3 pelayanannya )

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 147: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

147

( Daun Jarak, yang diberikan oleh Nek Siah dipercaya untuk menurunkan panas pada

bayi )

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 148: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

148

( Nek Siah saat memijat tubuh bayi pasiennya )

( Tempat tinggal Iah )

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 149: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

149

( Rini dan anaknya yang dilahirkan lewat jasa dukun beranak )

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

Page 150: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14984/1/09E...1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KEBIASAAN PERSALINAN

Wan Sri Widaningsih : Kebiasaan Persalinan Ibu Hamil (Studi Kasus di Kec.Bangko Kab.Rokan Hilir Riau), 2008 USU Repository © 2008

150

( Kabupaten Rokan Hilir Riau )