Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA
DI DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT
KABUPATEN SAROLANGUN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu
(S.1) dalam Jurusan Aqidah Filsafat Islam
Oleh
AGUS MIYANTO
NIM: UA131154
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018
i
UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA
DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT
KABUPATEN SAROLANGUN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu
(S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
AGUS MIYANTO
NIM: UA131154
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO
د ﴿١قم هو انهه أحد ﴿ نه كفوا أحد﴾ ونى ٣﴾ نى يهد ونى يوند ﴿٢﴾ انهه انص يك
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah
tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia”.1
1 Departemen Agana RI, Al-Qur’an Tajwid dab Terjemah, (Bandung: CV. Ponegoro,
2010), 120.
vi
ABSTRAK
Slametan merupakan tradisi yang telah ada dalam masyarakat Jawa sejak
dahulu kala. Pada pola kehidupan masayarakat Jawa tidak terlepas dari unsur-
unsur mistik dan tradisi kepercayaan terhadap roh. Ada hal yang perlu diperhatian
berkaitan dengan tradisi kepercayaan, dimana masyarakat Jawa yang pada
notabenenya ialah Muslim. Maka harus memahami batas-batas kepercayaan dan
cara menyikapi kemudian mengimplementasikannya terhadap praktik-praktik
sosial keagamaan seperti slametan salah satunya. Hal ini mendorong penulis
untuk mendeskripsikan unsur animisme yang mnyelimuti tradisi slametan dan
perkembangannya di Desa Pasar Singkut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi. Sedangkan lokasi penelitian berada di Desa Pasar Singkut yang
perkembangan daerahnya cukup progresif. Data dikumpulkan dengan cara
wawancara dan observasi, kemudian menggunakan dokumen pendukung lainnya.
Kemudian data dianalysis berdasarkan kepentingan yang berkaitan dengan tujuan
penulis
Hasil temuan menunjukkan bahwa Seiring dengan perkembangan
pemahaman masyarakat terhadap agama Islam yang mereka anut. Membuat
tradisi slametan terus mengalami perubahan dan beradaptasi dengan Islam.
Dengan adanya modernisasi, Telah banyak aspek yang dirubah dan disesuaikan
dengan realita sosial disana. Tradisi slametan mengalami pengikisan karena
adanya dorongan anti kesenjangan social. Faktor paling kuat dalam
mempengaruhi bentuk tradisi slametan adalah pemahaman agama Islam yang
menggantikan kepercayaan animisme. Akan tetapi tidak semua masyarakat
membuang unsur mistik dalam tradisi slametan. Artinya, dalam realitas
masyarakat Jawa Desa Pasar Singkut masih mengandung unsur animisme dalam
tradisi slametan tertentu. Akhirnya penulis merekomndasikan kepada masyarakat
Jawa Islam agar memahami esensi tradisi yang diwariskan guna menjaga
kuwalitas keimanan.
vii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini aku persembahkan kepada:
Ayahanda “Muhktar Amin”, Ibunda “Umi Salamah” dan Kakak
“Wahyono”
Yang selalu menjadi cahaya dalam kehidupan ku.
Menjadi Rembulan di saat datangnya kegelapan
Tak peduli panas maupun hujan yang engkau alami demi memperoleh
penghasilan
Tanpa pamrih berjuang
Rela berkorban membanting tulang dengan ketulusan hati yang terdalam
Mengasuh, membesarkan, mendidik, membina dan membimbing
Sungguh perjuangan yang melelahkan. Kakanda Wahyono yang senantiasa
mensuport, Semoga ketulusan Ayah dan Ibu
Diridhoi oleh Allah SWT dengan balasan Surga-Nya
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul“Unsur
Animisme Dalam Slametan Suku Jawa” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Program Studi Strata I
Akidah Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa Skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Dr. Moh. Arifullah., M. Fil.I selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya penulisan Skripsi
ini.
2. Ibu Nilyati, S.Ag, M. Fil.I selaku Ketua Jurusan Akidah Filafat Islam dan
sekaligus pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan waktu
demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini.
3. Ibu Nur Hasanah, M. Hum. Selaku Sekertaris Jurusan Akidah dan Filsafat
Islam.
4. Drs. Munsarida, M.Fil.I selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa selalu
memberikan saran, semangat, dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi
ini.
5. Bapak Dr. H. Abd. Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi
6. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi
7. Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc., MA., Ph.D selaku Wakil Dekan bidang
adminitrasi umum perencanaan dan keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi
8. Bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan
dan bidang kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi AgamaUIN STS
Jambi
9. Bapak Dr. H.Hadri Hasan, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
10. Bapak Dr. H.Su‟aidi Asy‟ari, M.A, Ph.D, Bapak. H Hidayat, M.Pd, M.A, Ibu
Dr. H.Fadhillah, selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
11. Para Dosen Jurusan Ilmu Akidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi
12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi
13. Sahabat-sahabat Seperjuangan dan teman-teman mahasiswa Jurusan Akidah
dan Filsafat Islam, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat
demi kelancaran penulisan Skripsi ini.
,
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
NOTA DINAS ............................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................... iii
PENGESAHAN ......................................................................................... iv
MOTTO ..................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Permasalahan ......................................................................... 4
C. Batasan Masalah .................................................................... 4
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................... 4
E. Kerangka Teori ...................................................................... 5
F. Metode Penelitian .................................................................. 10
G. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................ 17
H. Studi Relevan …………………………………………………… 19
BAB II GAMBARAN UMUM DESA PASAR SINGKUT
A. Sejarah dan Struktur Desa Pasar Singkut .............................. 21
B. Data Monografi Desa Pasar Singkut ...................................... 23
C. Kondisi Sosial Budaya ........................................................... 27
BAB III TRADISI SLAMETAN DALAM SUKU JAWA DESA
PASAR SINGKUT
A. Prosesi Slametan di Desa Pasar Singkut ................................ 30
B. Sejarah Slametan di Desa Pasar Singkut ............................... 31
C. Tujuan Slametan di Desa Pasar Singkut ................................ 35
D. Makna dan Nilai yang Terkandung dalam Slametan ............. 43
BAB IV PERKEMBANGAN SLAMETAN DI MASA KINI
A. Hubungan Slametan dengan Animisme ................................. 49
B. Bentuk Unsur Animisme dalam Slametan Suku Jawa di Desa
Pasar Singkut ......................................................................... 51
C. Perkembangan Slametan di Desa Pasar Singkut .................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 61
B. Rekomendasi .......................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI2
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط ا
ẓ ظ b ب
„ ع t ت
gh غ th ث
f ف j ج
ḥ ح q ق
k ك kh خ
l ل d د
m و dh ذ
r n ر
h ه z ز
w و s س
, ء sh ش
ṣ ص y ي
ḍ ض
B. Vokal dan Harakat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
ī اى ā ا a ا
aw او á اى u ا
ay اى ū او i ا
C. Tā’ Marbūṭ ah
Transliterasi untuk Tā’ Marbūṭ ah yang mati atau mendapat harakat sukun,
maka transliterasinya adalah /h/.
Arab Indonesia
Ṣ صلا ة alāh
Mir‟āh ير ا ة
2 Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS JAMBI (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS JAMBI, 2015), 147-148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai suatu yang
mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya, agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik diantara angota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan
bersama dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.
Fakta yang menunjukkan bahwa nilai-nilai keagamaan tersebut tidak mudah
diubah karena adanya perubahan-perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan
dan kesenangan duniawi.3
Agama Islam mendominasi dalam mengarahkan perilaku keseharian
masyarakat di Desa Pasar Singkut. Namun, dalam realitany masih terdapat
beberapa unsur kepercayaan pra Islam yang berkembang. Kepercayaan-
kepercayaan, yang terdiri dari syahadat-syahadat dan mitos-mitos (dongeng-
dongeng), dan pengalaman-pengalaman (ibadat) yang terdiri dari upacara-upacara
keagamaan dan peribadatan, membantu untuk mencapai tujuan mereka.
Kepercayaan keagamaan tidak hanya mengakui keberadaan benda-benda dan
mahkluk-mahkluk sakral tetapi seringkali memperkuat dan mengokohkan
keyakinan terhadapnya.4 Sebenarnya, kepercayaan gaib (mistisisme) merupakan
salah satu rukun iman. Namun, banyak manusia yang mengartikan kepercayaan
ghaib itu menurut cara pandang dan kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan kesalahan tafsir terhadap makna kepercayaan gaib tersebut.5
Kerangka pikir, sikap dan perilaku anti tauhid adalah penyakit keyakinan yang
3 K.Nottingham Elizabeth, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama
(Jakarta : Rajawali Pers, 1994), 42.
4 Elizabeth, Agama dan Masyarakat, 13.
5 Ikha Safitri, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir
Kabupaten Rembang”, Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910 (2013), 18.
2
menonjol dan bersifat masal serta sudah menggejala dikalangan umat-umat para
Nabi terdahulu. Godaan, rayuan dan tipuan syetan selalu mengerumuni mereka
agar terjerumus ke lembah syirik. Hampir setiap gejala-gejala kemusyrikan itu
hampir tak tersadari, sampai dengan hari ini umat Nabi Muhammad SAW terus
dan selalu digoda, dirayu bahkan ditipu agar mengikuti jejak-jejak yang tersesat
itu.6
Mistisisme merupakan nafas bagi orang-orang suku Jawa7, hal ini terlihat
dari suatu tradisi yang acap kali dilakukan oleh tokoh-tokoh Jawa setempat,
seperti Slametan dalam memperingati suatu hari besar tertentu, dalam acara-acara
sakral, slametan ketika hendak membangun sbuah rumah untuk tempat tinggal.
Dari jeni-jnis slametan yang dilakukan seringkali terdapat embel-embel sajian
yang diperuntukkan kepada aruah leluhur yang telah lama meninggal dunia.8
Tradisi tersebut seolah menjadi kebiasaan yang harus, mengapa penulis katakan
demikian, pada setiap acara yang diyakini acara tersebut akan memperlibatkan
aruah, ada sebuah rasa kecemasan tersendiri apabila ada unsur-unsur yang tidak
terpenuhi guna menjauhkan balak atau kejadian yang tidak diharapkan terjadi.
Slametan dalam versi Jawa merupakan upacara keagamaan yang paling
umum di dunia. Ia melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut
serta didalamnya. Handai-taulan, tetangga, rekan sekerja, sanak keluarga, arwah
setempat, nenek moyang yang sudah mati, semua duduk bersama mengelilingi
satu meja.9 Dalam konteks tertentu, Slametan merupakan penegasan dan
penguatan kembali tata kebudayaan umum kekuasaannya untuk menghilangkan
kekuatan-kekuatan yang mengacau. Ketika makhluk-makhluk halus dan
6 Muhammad Thohir, Ayat-ayat Tauhid pencerahan aqidah tauhid berpadu logika sains
iptek, (Surabaya : Bina ilmu, ), 143.
7 Herman Sinung Janutama, “kuliah umum ronggo warsito dan kejawen”, diakses melalui
alamat https://www.youtube.com/watch?v=P4BnDtbCLqQ, tanggal 17 Desember 2017.
8 Hasil Observasi penulis terhadap kegiatan ritual pada acara pernikahan Suku Jawa di Desa
Pasar Singkut tanggal 17 Agustus 2017.
9 Aswab Mahasin, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Diterjemahkan dari
buku aslinya yang berjudul “The Religion of Java” oleh Clifford Geertz, (Jakarta: Pustaka Jaya,
1983), 13.
3
kekacauan tak manusiawi sangat mengancam, maka dilakukan lah tradisi
Slametan10
.
Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling besar dipengaruhi
oleh perkembangan agama islam. Semakin tingginya pemahaman masyarakat
mengenai ajaran agama islam berpengaruh pada persepsi masyarakat akan penting
tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan yang kemudian meyakini
bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh, untuk dilakukan.
Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi yang dilakukan oleh
masyarakat sebelum islam ada di Indonesia.
Tulisan ini hanya merupakan deskripsi sederhana tentang praktik
keberagamaan masyarakat, sebagai upaya memahami pluralisme budaya yang
pada gilirannya dapat mematrikan sikap saling hormat clan menjaga "wibawa"
keyakinan masing-masing untuk meningkatkan daya tahan agama dalam ranah
sosial yang terasa mulai digerogoti oleh kepentingankepentingan duniawi yang
sesaat.
Pada zaman modern ini, zaman dimana rasionalitas dan sains lebih maju
ketimbang metafisika yang kian mudur bahkan dibuang. sebagian tua tengganai
suku Jawa masih mempertahankan tradisi yang ia yakini tentang roh. Mereka
menggunakan media-media dalam mengundang, diyakini proses penjinakan
(menurut penulis), meminta, dll. Banyak macamnya perihal seperti apa media
tersebut.
Tradisi slametan merupakan ritual sentral dalam masyarakat Jawa. Hampir
seluruh aspek kehidupan masyarakat Jawa memiliki prosesi slametan. Dalam
tulisan ini dijelaskan mengenai perubahan yang terjadi pada tradisi slametan.
Lebih khusus dalam penelitian ini akan mengkaji tentang tidak atau adanya unsur
animisme yang terselip dalam upacara slametan yang banyak digelar oleh
masyarakat jawa Desa Pasar Singkut.
10
Aswab Mahasin, Abangan, Santri, Priyayi, 36.
4
B. Permasalahan
Persoalan pokok yang akan diangkat sebagai kajian utama dalam penelitian
ini adalah: bagaimana bentuk unsur animisme dalam tradisi slametan masyarakat
Jawa Desa Pasar Singkut? Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kita dapat
merumuskan hal/pokok permasalahan dalam susunan skripsi ini ialah sebagai
berikut yang akan menjadi uraian dan sekaliugs menjadi bahasan pada bab
selanjutnya.
1. Bagaimana proses dan makna slametan yang dilakukan oleh masyarakat jawa
di Desa Pasar Singkut ?
2. Apa saja unsur animisme yang terkandung di dalam slametan yang dilakukan
oleh masyarakat suku Jawa Desa Pasar Singkut ?
3. Bagaimana perkembangan slametan di Desa Pasar Singkut pada masa kini ?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang terkait dengan unsur
kepercayaan animisme dalam acara slametan hajatan dan slametan pembangunan
rumah yang dilakukan oleh mayoritas Masyarakat Jawa di Ds. Pasar Singkut Kec.
Singkut Kab. Sarolangun.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Saya memohon kepada Allah SWT agar goresan tinta ini dapat bermanfaat
dan menjadi nasehat buat sesama, dan bertujuan untuk menambah wawasan
tentang :
a. Dapat mengetahui proses dan makna tradisi slametan
b. Mengetahui ada atau tidaknya unsur animisme dalam slametan yang dilakukan
orang-orang Jawa di Desa Pasar Singkut.
c. Mengetahui perkembangan slametan yang dilakukan umat Islam suku Jawa di
Desa Pasar Singkut ketika diadakan upacara slametan
5
2. Kegunaan Penelitian
Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memperkaya
khazanah intelektual di bidang studi Islam, khususnya dalam bidang sosial-
keagamaan yang berkenaan dengan peranan kebudayaan dalam integrasi sosial
masyarakat beragama.
E. Kerangka Teori
1. Bentuk Unsur Animisme
Pengertian dari Animisme cukup banyak. Kata animisme berasal dari
bahasa Latin “anima” yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan kepada
mahluk halus dan roh, merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula
muncul di kalangan manusia primitif. Kepercayaan animisme mempercayai
bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon, atau batu
besar) mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar semangat tersebut tidak
mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan
juga dalam kehidupan seharian mereka.11
Secara epistemologi, animisme adalah keyakinan akan kecenderungan
kodrat manusia untuk memproyeksikan kualitas-kualitas kehidupannya sendiri
pada realitas eksternal yang tidak bernyawa (dan brnyawa). Dalam pandangan
perba, misalnya, pohon, sungai, bulan dipercaya memiliki kehendak, perasaan,
pikiran dan niat atau maksud. Dalam kosmologi kuno Animisme ialah keyakinan
bahwa alam semesta – dunia kita ini dan juga segala benda langit – memiliki jiwa
abadi. Jiwa ini merupakan sumber dari semua gerak dan perubahan. Diperkirakan
terdapat hirarki jiwa-jiwa yang terdapat pada berbagai tingkatan eksistensi.
Dalam metafisika, animisme adalah pandangan bahwa eksistensi (ada, alam
semesta) berada sebagai keseluruhan hidup. Atau, pandangan bahwa ada suatu
kekuatan hidup yang berhubungan erat dengan dan yang menggerakkan proses-
proses dan arah kehidupan. Alam semesta itu sendiri entah merupakan suatu
keseluruhan organis yang hidup, atau disuntikkan dengan suatu prinsip kehidupan
batin.
11
Ahmad Afandi, “Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan
Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb”, Jurnal p-ISSN 2549-7332 |e-
ISSN 2614-1167 Vol. 1, No. 1, Desember (2016), 3.
6
Pandangan salah satu Filsuf mengenai animisme, E.B. Tylor berpendapat
bahwa semua agama lahir dari suatu keyakinan primitif akan animisme. Ini dapat
diperlihatkan dengan mencari tahu hakikat ritus-ritus dan upacara keagamaan.
Dalam hubungannya dengan agama, ada yang mengatakan bahwa pandangan
animistis membentuk dasar agama-agama yang datang kemudian. Pada prinsipnya
animisme merupakan bagian dari semua agama.12
Menurut Durkheim, sistem agama primitif seperti animisme dan dinamisme
terdapat dalam masyarakat yang sangat sederhana, dan sistem agama tersebut
dapat dijelaskan tanpa harus terlebih dahulu menjelaskan elemen-elemen lain dari
agama yang lebih tua darinya. Ia mengatakan bahwa agama primitif lebih dapat
membantu dalam menjelaskan hakikat religius manusia dibandingkan dengan
bentuk agama lain yang datang setelahnya, sebab agama primitif mampu
memerlihatkan aspek kemanusiaan yang paling fundamental dan permanen dalam
memahami inti dari kepercayaan tersebut. Adapun agama dalam arti obyektif ialah
segala apa yang dipercayai, sedangkan agama dalam arti subyektif ialah dengan
cara bagaimana manusia berdiri di hadapan Tuhan dan bagaimana ia harus
mentaati segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.13
Ciri utama kepercayaan animisme adalah percaya kepada kewujudan roh.
Diantaranya adalah penganut kepercayaan ini meyakini bahwa roh seseorang yang
telah mati akan bergentayangan ibarat tanpa tuan, menganggu mereka, bahkan
kembali datang mengunjungi mereka juga. Sebab itu, mereka mengadakan acara
ritual kepada arwah tersebut pada hari ketiga, ketujuh, dan keseratus. Selain itu,
mereka percaya bahwa tumbuhtumbuhan dan binatang memiliki kekuatan gaib.
Dalam hal ini, penganut animisme melakukan pemujaan terhadap kekuatan roh
tersebut yang dipimpin oleh pawang. Tujuannya adalah untuk memeroleh
kebaikan dan terhindar dari bencana alam.
12
Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), 50-52 . 13
Hasan Ridwan. “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam
Aceh”. jurnal MIQOT, Vol. XXXVI. (2012), 5.
7
Agama yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat
guna mengarahkan kepada hal-hal positif yang tidak keluar dari syariat, namun
hal tersebut telah dipengaruhi oleh kebudayaan nenek moyang yang masih
menjadi tradisi turun temurun, hal tersebut terjadi karena dekadensi ilmu
pengetahuan agama yang kurang menjadi keyakinan masyarakat terdahulu,
sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan sosial keagamaan masyarakat saat
ini.
2. Slametan
a. Definisi Slametan
Salah satu adat istiadat, sebagai ritual keagamaan yang paling populer di
dalam masyarakat Islam Jawa adalah "slametan", yaitu upacara ritual komunal
yang telah mentradisi di kalangan masyarakat Islam Jawa yang dilaksanakan
untuk peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.14
Bagi kelompok abangan,
slametan diyakini merupakan simbolisme persembahan terhadap para roh halus,
roh leluhur dan lain-lain agar masyarakat terhindar dari bencana dan kejahatan.
Fenomena slametan yang dianggap sebagai ritual paling inti dalam masyarakat
Jawa15
. Slametan juga menyajikan simbolisme tertentu yang memerlukan
penjelasan lebih rinci untuk dapat dimengerti dengan benar.
Slametan yang menjadi tradisi luhur untuk mengiringi atau menandai
berbagai perubahan dalam kehidupan seseorang adalah "do'a" dan harapan sebagai
ekpresi keberagamaan untuk memohon agar diberi "kelempangan" jalan, berkah
rizqi, nasib baik yang itu semua disadari tidak dapat diraihnya tanpa "interpensi"
Tuhan di dalamnya. Karena itu, slametan, dengan berbagai istilah yang dipakai
saat ini tidak lain adalah agama dalam kemasan budaya, yang tidak salah kalau
tetap dilestarikan, asal tidak ber,nuansa foya,foya. Kalau foya,foya yang terjadi,
berarti si pelaku menjadi teman "syaithan"
14
Ahmad Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan
Masyarakat Jawa”, Jurnal "el-Harakah" Vol. 10, No. 3, (2008), 09. 15
Ummi Sumbulah, “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan
Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 (2012), 03.
8
berbicara tentang tradisi, hubungan antara masa lalu dan masa kni haruslah
lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu di masa kini ketimbang
sekedar menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti
yang lebih lengkap, tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang
berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan,
dirusak, dibuang, atau dilupakan. Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang
benar-benar tersisa dari masa lalu. Tradisi tidak tercipta atau berkembang dengan
sendirinya secara bebas. Hanya manusia yang masih hidup, mengetahui dab
berhasratlah yang mampu menciptakan, mencipta ulang, dan mengubah tradisi.16
Lebih jauh ada beberapa definisi terminologis yang digunakan dan perlu
dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu tentang unsur animisme dyang masih
terbawa dari zaman hindu budha hingga perkembangan Islam yang sangat luas,
hal tersebut akan mendapatkan jabaran lebih jauh dalam penelitian ini.
b. Sejarah Slametan
Sebelum kedatangan agama Hindhu sekitar tahun 400 SM, tradisi
keagamaan dari berbagai suku Melayu masih mengandung unsur-unsur animisme.
Setelah berabad-abad kemudian tradisi animisme di Jawa ini terbukti mampu
menyerap ke dalam unsur-unsur yang berasal dari Hindhu dan Islam yang datang
belakangan pada abad XV M. Begitu juga menurut Geertz pada masa sekarang ini
sistem keagamaan di pedesaan Jawa pada umumnya terdiri dari suatu perpaduan
yang seimbang dari unsur-unsur animisme, Hindhu, dan Islam, suatu sinkretisme
dasar yang merupakan tradisi rakyat yang sesungguhnya, suatu substratum dasar
dari peradabannya.17
Dari sini terciptalah percampuran atau akulturasi antara
Agama pendatang dengan kepercayaan nenek moyang. Dalam hal ini, ritual
Selamatan adalah salah satu tradisi hasil akulturasi budaya yang masih tetap
dilestarikan hingga saat ini.
16
Piӧ tr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2012), 69-71. 17
Marzuki, M.Ag, “Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam”,
diakses di laman lambung pustaka UNY Online alamat : http://eprints.uny.ac.id/view/type/article.html, 6.
9
c. Jenis-jenis Slametan
1) Slametan Siklus Hidup Manusia
Tradisi slametan berdasarkan siklus hidup manusia antara lain slametan
untuk kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan kematian.
a) Slametan untuk kehamilan
Jika seorang ibu sedang mengandung anak pertama, maka upacara slametan
diadakan sebanyak tiga kali yaitu pada usia lima bulan (nglimani), tujuh bulan
(mitoni), dan sembilan bulan (procotan).
b) Slametan perkawinan
Dalam acara perkawinan memiliki tahapan-tahapan yang dibarengi dengan
upacara slametan, yatu (1) Kumbakaran; Slametan setelah memusyawarahkan
segala hal yang akan dilaksanakan terkait dengan upacara pernikahan . umumnya
dilaksanakan 7 hari sebelum acara di rumah yang akan menggelar hajat. (2)
Pasang tarub; Slametan diadakan pada malam 2 atau 1 hari sbelum upacara, yakni
mempersiapkan tempat acara. (3) Midadareni dan Majemukan; Ritual dan
slametan malam upacara, sekaligus pelaksanaan tebusan kembar mayang. (4)
Slametan Walimahan; Slametan yang dilaksanakan saat sesudah ijab qobul atau
setelah upacara perkawinan. (5) Sepasaran manten; Slametan yang dilaksanakan
pada hari ke-5 dari ijab dan qobul.
c) Slametan kematian
Adapun upacara slametan ini dilaksanakan untuk memperingati hari
kematian (geblak)orang yang telah meninggal dunia, dari surtanah, tulung dinane,
pitung dinane, patangpuloh dinane, satus dinane, setahun, rongtahun, dan nyewu
(hari ke-1, k-3, k3-7, ke-40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan ke-seribu hari).
Dalam hal ini hari-hari sesudah wafatnya seseorang diperingati dengan
upacara slametan. Diantaranya yaitu (1) Surtanah; Ritual setelah mayat
dikebumikan, agar ruhnya mendapat tempat baik di sisi Tuhan. (2) Nelung dina;
Slametan hari ke-3 setelah kematian, untuk memohonkan ampunan kpada Allah,
memperoleh jalan terang menuju Tuhan. (3) Mitung dina; Slametan hari ke-7
sesudah wafat. Berdo‟a agar ruh mayat mendapat jalan terang menuju Tuhan, dan
bermakna menyempurnakan kulit, rambut, dan kuku jenazah. (4) Matang puluhan;
10
Slametan hari ke-40 dari wafat. Biasanya disertai dengan khataman al-quran.
Tujuannya mendo‟akan agar ruh yang meninggal dapat diterima Allah sesuai
dengan amal kebaikannya. (5) Nyatus dina; Slametan yang diadakan pada hari ke-
100 dari hari wafatnya. Tujuannya sama dengan slametan hari ke-40, dan juga
untuk menyempurnakan yang bersifat badani. (6) Mendhak pisan; Peringatan satu
tahun pertama dari kematian. Tujuan adalah untuk memintakan ampunan bagi ruh
yang meninggal. Juga bermakna menyempurnakan semua anasir fisik selain
tulang. (7) Mendhak pindho; Peringatan 2 tahun dari hari wafat. Tujuannya sama
dengan mendhak pisan. Juga bermakna menyempurnakan anasir rasa dan bau
menjadi lenyap. (8) Nyewu dina; Adalah purna upacara bagi orang yang sudah
meninggal, pada hari ke-1000. (9) Haul; Slametan peringatan tahunan bagi orang
yang sudah meninggal. Dilaksanakan pada hari dan bulan wafatnya. Intinya
adalah do‟a memohon ampunan dari semua salah dan dosa, serta mendoakan
keselamatan perjalanan ruh dan alam akhirat18
2) Slametan Hari-hari Raya Islam
Salametan Hari besar islam yang kerap dilakukan di desa pasar singkut
sejak dahulu meliputi :
a) Slametan sasi suro
Slametan sasi suro dilakukan tepat pada tahun baru hijriyah, yaitu 1
muharam, atau banyak dikenal satu suro. Slametan ini dilakukan pagi hari atau
sore hari. Tiap individu yang mendapat giliran membawa ambeng beserta
lauknya, ayam panggang dan pisang raja. Slametan ini rutin digelar stiap
tahunnya, bertujuan untuk memohon agar Tuhan menghindarkan dari segala
kejelekan dan nasib buruk dunia maupun akhirat. Sementara doa-doa yang
biasanya dibaca adalah doa selamat dan tolak bala.
b) Slametan punggahan
Sudah Menjadi tradisi bagi masyarakat bila menjelang bulan suci ramadhan
mengadakan Punggahan. Punggahan adalah salah satu cara masyarakat
menyambut datangnya bulan suci, biasanya berkumpul di Masjid dengan
membawa bekal kemudian setelah kita berdoa bersama dengan di pimpin Imam
18
Muhammad Sholikhin. Ritual & Tradisi Islam Jawa. (Yogyakarta : Narasi 2010), 28-29.
11
atau tokoh agama dan di tambah tausiyah. Kemudian setengah bekal kembali
dibawa pulang untuk keluarga yang menunggu di rumah. Karena slametan ini
dilakukan oleh para bapak-bapak dan pemuda, sadang perempuan tidak dan hanya
dirumah. Slametan ini bertujuan untuk permohonan keberkahan selama bulam
ramadhan serta dijauhkan dari balak.
3) Slametan Situasional
a) Slametan mendirikan rumah
Tradisi lain yang mencerminkan unsur-unsur perpaduan antara kebudayaan
Jawa dengan syariat Islam adalah mendirikan rumah dan memasuki rumah baru.
Rumah merupakan kelengkapan hidup bagi masyarakat Jawa. Rumah merupakan
sarana penting untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga, fungsi utamanya
sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas, serta tempat merencanakan dan
melaksanakan cita-cita keluarga
Besarnya peranan rumah bagi masyarakat Jawa seperti tersebut di atas,
mendorong mereka melakukan berbagai ritual khusus. Beberapa tindakan yang
dilakukan masyarakat Jawa dalam membangun rumah yang bersifat ritual ada
berbagai macam. Pertama mencari hari baik, kedua melaksanakan selamatan dan
sajen ketika mulai menempati rumah baru.19
Kebiasaan itu sudah berlangsung
sejak lama dan tetap dipertahankan sampai sekarang.
b) Slametan nazar
Slametan nazar biasanya bersifat positif, berkaitan dengan sesuatu yang
telah tercapai, atau yang menjadi nazar telah tercapai. Slametan ini pada
umumnya hanya membaca manaqib (riwayat sykh abdulqadir jaelani) dan doa
saja. Slametan ini tidak terpaku pada waktu, biasanya slametan ini dibarengkan
dengan hajat lain seperti syukuran kendaraan baru, rumah baru, slametan hendak
bepergian jauh seperti hendak menunaikan haji dan slametan situasional lainnya.
19
Miftahul Huda, “Islam Dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam Tradisi
Selametan Mendirikan Rumah di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan Ponorogo”, Jurnal Studi Islam
dan Sosial, Vol 14, Iss 2, Pp 292-304 (2017), 294.
12
3. Masyarakat Jawa
Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang
terikat oleh suatu sistem adat istiadat. Masyarakat Jawa merupakan salah satu
masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang
yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam
dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa. Pada perkembangannya
masyarakat Jawa tidak hanya mendiami Pulau Jawa, tetapi kemudian menyebar di
hampir seluruh penjuru nusantara. Program transmigrasi yang dicanangkan
pemerintah mengakibatkan banyak ditemukannya komunitas Jawa di luar pulau
Jawa.20
Dengan perkembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni)
yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Jawa tetap eksis dengan
berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama maupun tata krama. Namun
demikian, pengaruh IPTEKS tersebut sedikit demi sedikit mulai menggerogoti
keunikan masyarakat Jawa tersebut, terutama di kalangan generasi mudanya. Di
kota-kota besar seperti Yogyakarta sudah banyak ditemukan masyarakat Jawa
yang tidak menunjukkan jati diri ke-Jawa-annya. Mereka lebih senang
berpenampilan lebih modern yang tidak terikat oleh berbagai aturan atau tradisi-
tradisi yang justru menghalangi mereka untuk maju21
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum
bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan
budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi
dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus
berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga budaya yang bertentangan
dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegangi ajaran Islam dengan kuat
(kaffah) tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih
dapat dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara
masyarakat Jawa yang tidak memiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih
20
Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Dalam Bidang
Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 3. 21
Marzuki M.Ag, “Tradisi Dan Budaya”, 8.
13
banyak menjaga warisan leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama yang
mereka anut. Fenomena seperti ini terus berjalan hingga sekarang.22
Masyarakat Jawa, sebagai komunitas yang dalam ukuran tertentu telah
terislamkan memang memeluk agama Islam. Namum dalam praktiknya, pola,pola
keberagamaan mereka tidak jauh dari pengaruh unsur keyakinan dan kepercayaan
pra-Islam, yakni keyakinan animisme-dinamisme dan Hindu-Budha yang jauh
sebelum kedatangan Islam menjacli anutan masyarakat secara mayoritas.23
Orang Jawa mempunyai kepercayaan bahwa jiwa yang ada dalam diri
seseorang akan hidup walapun ia telah meninggal. Seteah mati, jiwa itu tetap
mempunyai perhatian kepada kehidupan bersama masyarakat. Oleh karena itu
jiwa-jiwa ini bisa saja marah, ketika keturunan mereka tidak lagi memelihara
tradisi atau tidak memenuhi kewajiban terhadap jiwa-jiwa itu.24
Berbicara tentang asal mula penduduk Jawa ibarat mencari jarum dalam
sekam. Banyak sumber dan data sejarah yang menyatakan berbeda tentang asal
mula penduduk Pulau Jawa atau orang Jawa pertama. Mengingat begitu banyak
sumber sejarah yang berbeda pendapat itu, maka untuk bisa memastikan data
sejarah yang betul-betul valid tentu siapa orang Jawa pertama menjadi polemik
tersendiri. Namun setidaknya, sumber-sumber dan data-data sejarah yang ada itu
memiliki rasionalitas tersendiri sehingga kebenarannya dapat dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah.25
Dalam bukunya prof. Dr bambang Pranowo yang dikutip dari Niels Mulder
dikatakan, bahwa bagi sebagian besar orang Jawa, Mistisisme dan praktik-praktik
magis-mistik selalu menjadi arus dasar terkuat.26
Hal ini sejalan dengan apa yang
dipaparkan oleh ki Herman Sinung dalam kuliah umum di gedung Salihara yang
ketika itu membahas tentang islam di Nusantara dan Rangga Warsita. tuturnya,
22
Marzuki M.Ag, “Tradisi Dan Budaya”, 3. 23
Ahmad Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan : Deskripsi-Antropologis Keberagamaan
Masyarakat Jawa”, Jurnal el-Harakah Vol. 10, No. 3, ( 2008), 8-9. 24
Asti Musman, Agama Ageming Aji, (Yogyakarta : Pustaka Jawi, 2017), 63-64.
25 Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, (Yogyakarta : Laksana, 2017), 35-36.
26 M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009), 238.
14
mistisisme itu merupakan nafasnya orang-orang Jawa. Artinya orang-orang Jawa
tidak dapat lepas dari doktrin-doktrin mistik, dan itu diterapkan dalam
aksiologinya orang Jawa dalam kesempatan-kesempatan tertentu.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk mengkaji persoalan dalam penelitian ini akan digunakan metode
penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penggunaan metode
penelitian ini yaitu ingin mendeskripsikan dan menemukan makna serta
pemahaman mendalam atas permasalahan penelitian yang diteliti berdasarkan
latar sosialnya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pendekatan fenomenologi
yang bertujuan untuk mencari esensi dari kegiatan-kegiatan objek yang bersifat
mistik. penelitian ini dilaksanakan secara alamiah, apa adanya dalam situasi
normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya. Kongkritnya penelitian
ini menekankan pada deskripsi secara alami.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tradisi
slametan yang mengandung atau tidaknya unsur animisme berdasarkan sudut
pandang dan penilaian masyarakat dilapangan. Atas deskripsi tersebut ditarik
pemahaman mengenai fenomena yang berkembang didalam masyarakat. Karena
pertimbangan inilah maka penelitian ini relevan jika dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel, melainkan informan.
Penentuan informan ini dilakukan untuk memperoleh data yang valid dan sesuai
dengan kebutuhan yang sedang diteliti. Sebab itu orangorang yang menjadi
informen kunci harus dari orang-orang yang di anggap dapat memberikan
informasi dan berkaitan langsung dengan fokus yang sedang diteliti
Beberapa ciri dominan dari penelitian deskriptif, yaitu:
a. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau pristiwa yang bersifat faktual.
Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau narasi
semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antarvariabel,
menguji hipotesis, atau membuat ramalan.
15
b. Dilakukan secara survey. Oleh karena itu, penelitian deskriptif sering disebut
juga sebagai penelitian survey. Dalam arti luas, penelitian deskriptif dapat
mencakup seluruh metode penelitian, kecuali bersifat historis dan
eksperimental.
c. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail.
d. Mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan
dan praktik-praktik yang sedang berlangsung.
e. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang tertentu
dalam waktu yang bersamaan27
2. Setting dan Subjek Penelitian
a. Setting Penelitian
Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (porposive) di Desa Pasar
Singkut, Kec. Singkut, Kab.Sarolangun, pemilihan setting didasarkan atas
pertimbangan rasional dan praktis. Pertimbangan rasional didasarkan pada
kenyataan bahwa Pasar Singkut masih banyak suku jawa yang masih
menyelenggarakan banyak tradisi-tradisi yang diambil dan dianut
kepercayaannya, seperti slametan.
Karena itu fokus penelitian akan dapat dilakukan secara fair, yang secara
ekonomis juga dapat dijangkau oleh peneliti, dan karena latar belakang penulis
adalah penduduk asli desa tersebut, maka penulis dapat memahami karakteristik
dari setting penelitian.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian terdiri dari para informman jawa yang dianggap
memahami mengenai upacara slametan di Desa Pasar Singkut, sekaligus berperan
penting dalam tradisi salmetan. Subjek penelitian ini berpusat pada tokoh-tokoh
masyarakat, pimpinan adat, pemerintah desa dan para sesepuh yang ada di daerah
tersebut.
27
Danim Sudarwan, menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 41.
16
Peneliti mengambil nama-nama tersebut di atas sebagi subjek, karena subjek
bertempat tinggal di Desa Pasar Singkut, memahami karakteristik masyarakat
desa, dan berperan penting dalam prosesi slametan, dan faham terhadap slametan.
3. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Menurut Neuman, data yang ada dalam penelitian kualitatif, bersifat
empirik,28
terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa prosesi slametan, rekaman
setiap ucapan informan, kata dan gestures dari objek kajian, tingkah laku yang
spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagi imaji visual yang ada dalam
sebuah fenomena sosial.
Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai
informasi yang diperlukan selama proses penelitian melalui wawancara. Informasi
tersebut dapat berupa pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat
membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan yang diteliti.
b. Jenis Data
Dalam penelitian ini, jenis sumber data berupa (1) data primer, diperoleh
melalui wawancara langsung dengan para informan utama (pimpinan adat, dan
para sesepuh) dan informan pendukung (tokoh-tokoh masyarakat ); dan (2) data
skunder, diperoleh dari arsip-arsip, buku-buku atau literatur dan dokumen-
dokumen langsung terkait dengan penelitian ini. 29
4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam studi ini menggunakan tiga teknik yang
dilakukan secara berulang-ulang agar keabsahan datanya dapat dipertanggung-
jawabkan. Ketiga teknik tersebut adalah:
a. Observasi
Menurut Moleong, pengamatan tidak terlibat merupakan pengamatan yang
dilakukan tanpa keterlibatan peneliti dalam aktivitas yang diamati, peneliti dalam
28
Mahmud Muh.Arba‟in, Gender dan Kehutanan Masyarakat, (Yogyakarta: Deepublish,
2015), 69 29
. ibid
17
hal ini hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.30
Fungsi
teknik ini selain untuk mencari data juga sekaligus untuk mengadakan cross check
terhadap data lain sehingga hasil pengamatan dapat dimaknai dan
diinterpretasikan lebih lanjut berdasarkan teori yang menjadi acuan dalam
penelitian.
Hasil observasi dapat digunakan untuk melengkapi data yang berasal dari
wawancara dan sangat bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan untuk
menjelaskan permasalahan didalam penelitian ini. Hal-hal yang diobservasi
dilapangan antara lain adalah sebagai berikut :
1) Proses berjalannya upacara slametan
2) Mengamati unsur animisme dalam Slametan
3) Perkembangan slametan yang terjadi di lapangan
b. Wawancara
teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report, atau seetidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau
keyakinan pribadi.31
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukan melalui cara lisan atau tatap muka antara peneliti dengan informan.32
Informan yang diwawancara oleh peneliti adalah orang yang telah
memahami seluk beluk tentang upacara slametan. Dalam wawancara ingin
mendapatkan data primer, berupa proses dari slametan, mengetahui asal usul
slametan di desa pasar singkut, dan mengetahui apa saja yang berperan dalam
upacara slametan. Peneliti sebelum melakukan penelitian, telah mengetahui
informan yang akan diwawancara, karena sebelumnya peneliti telah melakukan
pra-penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa
pada waktu yang lalu. Semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang
30
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), 126 31
Sugiyono, Metode Penenlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), 138 32
Arikunto, Prosedur Penelitian, 139.
18
bersangkutan akan dicatat sebagai sumber informasi.33
Dokumentasi merupakan
metode pengumpulan data melalui data-data dokumenter, berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah. agenda ataupun jurnal yang dapat
memberikan informasi tentang objek yang diteliti.34
Data dokumentasi digunakan
untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Seperti
arsip desa dan dokumen kepustakaan, gambaran Desa, sejarah Desa dll
4. Metode/ Tehnik Analisis Data
Analisis data kualitatif menggunakan data yang berupa teks, gambar, suara,
dan kombinasinya dan artifak. Data yang bukan angka tidak mudah untuk
diinterpretasi, oleh karena itu diperlukan kemampuan menganalisis dan memaknai
pola dan hubungan antar data. Menurut Seidel (1998) ada tiga langkah dalam
analisis data kualitatif, yaitu:
a. memperhatikan, meliputi melakukan observasi dan melakukan koding data
b. mengumpulkan, meliputi kegiatan koleksi data dan melakukan pemilihan data
c. memikirkan, mempunyai maksud memaknai koleksi data, melihat pola dan
hubungan data, menemukan venomena yang sedang dikaji.35
Sesuai dengan bentuk penelitiannya, dalam penelitian ini, analisis data
dilakukan sejak pengumpulan data hingga data duperoleh secara keseluruhan.
Data kemudian dicek kembali, secara berulang, dan untuk mencocokkan data
yang diperoleh, data disestimatiskan dan diinterprestasikan secara logis, sehingga
diperoleh data yang memiliki keabsahan dan kredibilitas.36
Adapun teknis analisis
data yang akan diterapkan dalam penelitian ini meliputi: analisis Reduksi data,
analisis filosofis, dan analisis syariat agama.
Data tradisi slametan ini kemudian dianalisis menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai objek penelitian.
33
W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grasindo, 2012), 123 34
Lihat Arikunto, Prosedur Penelitian, 188. 35
Sarwono Jonathan, Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset kualitatif
secara benar, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 147-148.
36 Tim Penyusun, buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa (Jambi: Fak.
Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2014), 61
19
Metode ini menekankan pada deskripsi alami yang menggunakan konsep-konsep
dalam hubungannya satu sama lain. Segala sesuatu yang dinyatakan oleh
masyarakat secara tertulis atau secara lisan dan juga perilaku nyata masyarakat
diteliti kemudian dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Memilah-milah data yang tidak beraturan menjadi potongan-potongan yang
lebih teratur dengan mengoding, menyususnnya menjadi kategori, dan
merangkumnya menjadi pola dan susunan yang sederhana.37
Catatan yang
dianggap menunjang data penelitian, selalu dicatat agar kejadian-kejadian tersebut
tidak terlupakan. Pada tahap ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian
rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian.
Penelitian ini menyusun desain secara terus-menerus disesuaikan dengan
kenyataan dilapangan.Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau
membuktikan kebenaran suatu teori tetapi teori yang sudah ada dikembangkan
dengan menggunakan data yang dikumpulkan. Dengan dasar tersebut, maka
penelitian kualitatif diharapkan mampu memberikan gambaran sebagai berikut:
a. Mampu memberikan gambaran secara sistematis yaitu menjelaskan jalannya
tradisi slametan dalam pelaksanaannya.
b. Dapat menjelaskan apa makna dan sejarah dari tradisi slametan yang ada di
desa pasar singkut
c. Mampu menjelaskan sedetail mungkin unsur-unsur mitos atau kepercayaan
yang ada dalam tradisi slametan
Data yang telah terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi
dan perekaman data kelisanan yang berupa catatan lapangan ini dilakukan
langkah pemilahan data berdasarkan kategori tertentu. Fakta-fakta yang ada
dilapangan kemudian digolongkan, diperiksa, mengarahkan, membuang data-data
yang tidak perlu serta mengorganisasi data yang telah diperoleh dalam teknik
observasi, wawancara, dan perekaman data kelisanan pada tradisi sedekah dusun.
37
Daymon cristine, Immy Holloway, Metode-metode riset kualitatif dalam public relation
& marketing communication, (Yogyakarta: Bentang, 2008), 369.
20
Data yang diperoleh dari data tertulis maupun wawancara ini diharapakan
dapat memaparkan secara lebih jelas tentang makna dan kandungan yang terdapat
dalam tradisi slametan sehingga dapat menjawab permasalahan yang diteliti.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan dan keandalan menurut versi „positivisme‟ dan disesuaikan dengan
tuntutan pengetahuan, kriteria, dan paradigmanya sendiri.38
peneliti melakukan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria. Dalam
penelitian kualitatif, upaya pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan lewat
empat cara yaitu:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat keikutsertaan
peneliti di lokasi secara Iangsung dan cukup lama, dalam upaya rnendeteksi dan
memperhitungkan penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data,
karena kesalahan penilaian data (data distortion) oleh peneliti atau responden,
disengaja atau tidak sengaja.39
Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena adanya nilai-nilai bawaan
dari peneliti atau adanya keterasingan peneliti dari lapangan yang diteliti.
Sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul secara tidak sengaja, akibat
adanya kesalahpahaman terhadap pertanyaan, atau muncul dengan sengaja, karena
responden berupaya memberikan informasi fiktif yang dapat menyenangkan
peneliti, ataupun untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
secara teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol
dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut selanjutnya ditelaah, sehingga peneliti
dapat memahami faktor-faktor tersebut. Ketekunan pengamatan dilakukan dalam
38 Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), 321.
39 Tim Penyusun, buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa, 61-62.
21
upaya mendapatkan karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada
objek penelitian. permasalahan dan fokus penelitian. Hal ini diharapkan pula
dapat mengurangi distorsi data yang mungkin timbul akibat keterburuan peneliti
untuk menilai suatu persoalan, ataupun distorsi data yang timbul dari kesalahan
responden yang memberikan data secara tidak benar.40
3. Keteralihan
Kriterium keteralihan berbeda dengan validasi eksterrnal dari non kualitatif.
Konsep validasi itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat
berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar
penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili
polulasi itu.41
4. Kepastian
Pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada
persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan
seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif
sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dapat
dikatakan objektif. Jadi, objektivitas-subjektivitasnya suatu hal bergantung pada
orang seseorang.
H. Studi Relevan
Berbicara tentang Animisme maupun slametan Jawa, terdapat beberapa
karya besar yang bicara tentang kepercayaan manusia primitif dan kebudayaan
tersebut, di antaranya :
1. Karya buku dari Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, dengan judul “Memahami
Islam Jawa”. Poin utama buku ini menjelaskan watak kehidupan sosial-
keagamaan Muslim Jawa seperti yang dijalani dan berkembang di wilayah
Tegalroso, Jawa Tengah. Dalam usahanya memahami dinamika religiusitas
penduduk desa sebagai Muslim. Secara kesluruhan, buku ini mencerminkan
sikap skeptis terhadap ketepatan dikotomi santri-abangan yang disusun
Clifford Geertz. Membahas pula mistisisme-nya santri di Pondok Pesantren
40
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117.
41 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 324-326
22
Tegal Rejo, perjalanan menuju tasawuf-nya Al-Ghazali melalui karyanya
Ihya’ Ulum al-Din. Buku ini juga membahas tentang Budaya dan tradisi-tradisi
lokal di Tegalrejo. Tetapi dalam buku ini tidak menelisik unsur-unsur
kepercayaan/keyakinan kepada selain Allah. Walaupun sedikit banyak
mengalami persamaan objek, namun arah penelitiannya berbeda.42
2. Dalam jurnal ilmiahnya Ridwan Hasan yang berjudul Kepercayaan Animisme
dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh, 2012. Penelitian ini berfokus
pada tujuannya untuk menelisik adanya unsur-unsur animisme dinamisme
dalam kebudayaannya maupun dalam kehidupan masyarakat aceh itu sendiri.
Kajian yang berbeda terletak pada suku dan tradisi yang dilakukan oleh
objek.43
3. Kemudian karya Sekripsi Arif Solaiman, alumni UIN STS JAMBI 2017 yang
berjudul “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari
Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”, dalam hal ini memiliki setting
penelitian yang kurang lebih sama, yaitu di Ds Pasar Singkut. Namun apa yang
dikaji memiliki perbedaan, walaupun objeknya kurang lebih sama. Dalam
karyanya ia membahas proses berjalannya budaya kearifan lokal yang dipimpin
oleh Sesepuh setempat, dan cara memepertahankan tradisi tersebut agar dapat
teteap dilestarikan. Faktanya generasi penerus (Pemuda) banayk yang tidak
memahami esensi dari budaya yang dilakukan dusun tersebut.44
4. Lalu jurnal ilmiah karya dari Ening Herniti Mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya UIN Sunan Kalijaga. Jl. Marsda Adisutjipto Yogyakarta yang berjudul
“Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh Menurut
Perspektif Edwards Evans-Pritchard”. Dalam tulisannya ia mengkaji
42
M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa. 43
Ridwan Hasan, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh,
jurnal MIQOT, Vol. XXXVI (Desember 2012) 44
Arif Solaiman, “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari Kecamatan
Singkut Kabupaten Sarolangun”, Sekripsi (Jambi: Progam Sarjana UIN Sulthan Thaha Saifudin
Jambi, 2017)
23
bagaimana kepercayaan masyarakat Jawa terhadap hal-hal yang tidak kasat
mata dengan mengacu pada pemikiran Evans-Pritchard.45
5. Jurnal ilmiah dari Ummi Sumbulah yang berjudul Islam Jawa Dan Akulturasi
Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan Ekspresif. Dalam karyanya ini
ingin mencari tau hasil dari akulturasi budaya yang berdampak pada
sinkretisme budaya, dan segala bentuk toleransi keagamaan.
6. Jurnal ilmiah dari A. Khalil yang berjudul Agama Dan Ritual Slametan
(Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa). Didalam kajiannya
Khail hanya mendeskripsikan secara sederhana tentang praktik keberagamaan
masyarakat, sebagai upaya memahami pluralisme budaya yang pada gilirannya
dapat mematrikan sikap saling hormat dan menjaga wibawa keyakinan masing-
masing untuk meningkatkan daya tahan agama dalam ranah sosial yang terasa
mulai digerogoti oleh kepentingankepentingan duniawi yang sesaat.
Artinya dari sekian karya akademisi di atas walaupun membicarakan
tentang slametan, Jawa dan mistisisme maupun animisme, namun memiliki fokus
yang berbeda dengan penelitian penulis. Terlebih memiliki latar belakang setting
yang berbeda dan objek yang tidak sama.
Berdasarkan studi relevan di atas penulis menemukan perbedaan, bahwa
persoalan-persoalan budaya, tradisi, mapun suku banyak dikaji oleh para ilmuan
di atas, namun belum ada penelitian yang secara spesifik dan khusus diarahkan
untuk menganalisis persoalan kepercayaan animisme dalam slametan suku Jawa
yang setting penelitiannya di Desa Pasar Singkut kecamatan Singkut kabupaten
Sarolangun. yang terdapat Desa Pasar Singkut.
45
Ening Herniti, Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh
Menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard , jurnal ThaqÃfiyyÃT, Vol. 13, No. 2, (2012).
24
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA PASAR SINGKUT
A. Sejarah dan Struktur Desa Pasar Singkut
1. Sejarah Desa Pasar Singkut
Desa Pasar Singkut salah satu desa yang masih dalam tahap membangun
setelah berdiri sejak tanggal 08 Desember 1983 yang mana sebagai salah satu desa
binaan di Kabupaten Sarolangun. Lingkungan dan letak geografis kondisi hutan
sebelum didatangi oleh penduduk transmigrasi masih sangat alami. Ketika itu
masyarakat yang didatangkan dari pulau Jawa sehingga masyarakat yang tinggal
di desa tersebut asli-asli keturunan Jawa yang mana telah berdomisili di Desa
Pasar Singkut. Masyarakat di Desa Pasar Singkut pada awal mulanya hanya
sekitar 325 KK terbagi menjadi 5 Dusun dan 25 RT. Sedangkan pada saat ini
sudah menjadi lebih banyak, masyarakat yang tinggal sekitar kurang lebih
menjadi 4745 KK dan terbagi menjadi 8 Dusun serta 40 RT.
Maksud kedatangan penduduk dari berbagai wilayah ke Desa Pasar Singkut
ini pertama kali adalah sebagai transmigran untuk bertempat tinggal serta mencari
mata pencaharian sebagai petani, kemudian mereka memulai mengolah hutan
menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Hasilnya cukup baik dan berkembang.
Perkembangan penduduk Desa Pasar Singkut mengalami peningkatan dari tahun
ketahun berikutnya sampai saat sekarang. Sektor kesehatan di Desa Pasar
Singkut di mana masyarakat ketika sakit masih mengandalkan Puskesmas yang
ada, dan terkadang masyarakat hanya datang ketempat bidan yang di anggap lebih
dekat dibandingkan harus kerumah sakit. Menurut masyarakat biaya yang
dikeluarkan lebih terjangkau menyesuaikan tingkat kesejahteraan masyarakat bila
dibandingkan harus kerumah sakit besar.46
Sejak berdirinya Desa Pasar Singkut sampai sekarang telah tercatat 3 orang
pemimpin desa yang mana pemilihan kepala desa menggunakan suara masrakat
setempat yang sudah tujuh belas tahun keatas, karena demi mengurangi rasa
46
Perangkat Desa Pasar Singkut. Bidan Desa. dkk, Daftar Isian Tingkat Perkembangan
Dsa Dan Kelurahan, (Sarolangun: Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pmerintahan Desa,
2017), 21-24.
25
ketidak adilan dalam melaksanakan kegiatan kepemimpinan yang terkait dalam
anggota pemerintahan dan seperti disajikan pada tabel 1 itulah nama-nama kepala
desa. Letaknya yang juga sangat dekat dengan pusat perekonomian membuat
lingkungan Desa Pasar kian berkembang dari tahun ketahun. Begitu juga akan
membuat geberasi penerus semakin berantusias untuk tinggal menetap di Desa
Pasar Singkut.
2. Struktur Desa
Sebagaimana halnya suatu badan Organisasi, baik di bawah naungan
Pemerintahan ataupun swasta, kecil maupun besar tidak lepas dari suatu badan
yang disebut dengan Organisasi. Pengurus Organisasi mempunyai tanggung
Jawab terhadap maju-mundurnya suatu Organisasi yang dipimpinnya.
Demikianlah pula halnya dengan Desa Pasar Singkut Kecamatan Singkut
Kabupaten Sarolangun, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasar
Singkut, dipimpin oleh seorang Kepala Desa sebagai Leader sekaligus
Penanggung Jawab dalam pemerintahan untuk melaksanakan Program
pembangunan baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah
daerah.47
Dari awal desa pasar berdiri, sudah mengalami tiga masa kepemimpinan
kepala desa. Pertama dipimpin oleh bapak Halimi (1984-2000), kemudian diganti
oleh bapak Satiyo (2000-2011), setelah itu diadakan perganian kepala desa
bersistem demokrasi pada tahun 2011, dan digantikan oleh bapak Sumarsono
(2011-2017).48
Desa Pasar Singkut selain dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang
didampingi oleh Sekretaris Desa dalam menjalankan tugasnya, juga dibantu oleh
kaur desa. Kaur atau Kasi di Desa Pasar Singkut diantaranya adalah Kasi
Pemerintahan, Kasi Prek Pemb, Kaur Umum, Kaur Keuangan, Kasi Keso, Kasi
Trantib. Dalam menjalankan progam, masyarakat juga sangat berperan penting
dalam proses tersebut, karena sangat berpengaruh terhadap efektivitas progam
yang digagas oleh pemrintah.
47
Lihat struktur pada lampiran 48
Lihat Tabel 1, pada lampiran
26
B. Data Monografi Desa Pasar Singkut
Desa Pasar Singkut memiliki fasilitas pendidikan yang lumayan banyak,
yakni 4 Taman Kanak-kanak, 3 Pendidikan Anak Usia Dini, 2 Sekolah Dasar, 1
Madarasah Tsanawiyah Negeri, 1 Sekolah Menengah Atas Negeri, 2 Pondok
Pesantren, dan 3 Taman Pendidikan Qur‟an yang mengajarkan eja baca Al-Quran
dan pendalaman ilmu Agama Islam.49
Bila melihat fasilitas pendidikan yang ada, kecil kemungkinan generasi
penerus Desa Pasar Singkut yang tidak mengenyam bangku pendidikan, artinya
hampir mayoritas bersekolah. Otomatis mampu menunjang anak-anak untuk dapat
berfikir maju dan faham terhadap ajaran-ajaran keislaman.
Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi modal dasar pembangunan
sekaligus bisa menjadi beban pembangunan. Bila melihat dari jumah sekolah dan
pondok pesantren yang ada, dapat digambarkan bahwa hampir mayoritas
masyarakat pernah menduduki bangku sekolah untuk belajar. Ini merupakan aset
yang dimiliki oleh Desa Pasar Singkut untuk menunjang kemajuan kesejahteraan
bersama. Supaya dapat menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang
besar harus disertai kualitas SDM yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat
penting sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam
pembangunan, khususnya pembangunan Desa Pasar Singkut. Berkaitan dengan
kependudukan, aspek yang penting antara lain perkembangan jumlah penduduk,
kepadatan dan persebaran serta strukturnya. Disamping itu, jumlah penduduk
beragama Islam yang hampir 99,2% juga menjadi dasar pergerakan persatuan
yang kokoh karena memiliki visi misi besar yang sama.50
Hal tersebut dapat
terlihat dari salah satu kegiatan besar ketika malam penghujung Ramadhan,
pemuda pemudi tumpah ruah melakukan takbir keliling sambil membawa aneka
kendaraan yang terhias indah. Kegiatan tersebut diikuti hampir seluruh dusun
yang ada di Desa Pasar Singkut.
49
Lihat Tabel 2, pada lampiran 50
Lihat Tabel 4, pada lampiran
27
Jumlah penduduk Desa Pasar Singkut secara keseluruhannya mencapai
5.655 jiwa, yang terdiri dari kaum laki-laki jumlah 2.949 dan kaum perempuan
dengan jumlah 2.706 Jiwa. Jumlah penduduk Desa Pasar Singkut dalam hal ini
cenderung meningkat karena tingkat kelahiran lebih besar dari pada kematian
serta penduduk yang masuk lebih besar dari penduduk yang keluar.51
Persentase jumlah penduduk yang bekerja sebagai karyawan tergolong
sedikit, hal ini diakibatkan oleh sumber daya manusia yang tersedia masih sangat
minim. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang,
meskipun pemerintah sering memberikan penyuluhan diberbagai instansi yang
ada di Desa Pasar Singkut. Meskipun tingkat pendidikan masih minim, namun
kesadaran beragama pada masyarakat Desa Pasar Singkut dapat dikatakan baik.
Jumlah penduduk suatu wilayah sebagai potensi sumber daya manusia
sangat dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan. Namun demikian jumlah
penduduk cukup untuk kepentingan pembangunan apabila tidak diimbangi dengan
kualitas yang memadai. Kuantitas dan kualitas penduduk akan memberikan
gambaran profil sumber daya manusia.
Pendidikan masyarakat tidak hanya dibatasi dengan pendidikan formal,
tetapi juga ditambah dengan pendidikan non formal terutama di tempat-tempat
ibadah atau pengajian. Berbeda dengan masyarakat kota, dimana pendidikan non
formalnya lebih kepada ilmu pengetahuan umum bukan ilmu agama. Karena di
masryrakat perdesaan lebih mengutumakan ilmu agama sebagai penuntun hidup,
meskipun terkadang anak-anak mereka banyak yang susuah untuk mengaji demi
untuk mendapatkan ilmu agama. Akibatnya didesa masih banyak generasi penerus
ang tidak tahu bacaan ayatayat Al-qur‟an, malah kebanakan dari generasi penerus
terbawa oleh dunia yang tidak baik.
1. Keadaan Geografis Desa Pasar Singkut
Desa Pasar Singkut terletak di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun
Provinsi Jambi, secara geografis Desa ini berada pada ketinggian dari permukaan
51
Lihat Tabel 5, pada lampiran
28
laut 38M, pada dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 21‟C-29‟C dan luas
wilayah 18 Km / 1800 ha.
Desa Pasar Singkut mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bukit Murau
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bukit Tigo
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Merah
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Benteng
Dilihat dari sturktur diatas adalah bagian dari organisisai Desa Pasar
Singkut yang dapat menstabilkan masyarakat setempat dalam melakukan
kegiatan, yang bertujuan untuk menggerakan seluruh masyarakat agar dapat
berpartisipasi dalam melakukan kegiatan yang ada di desa.
2. Perkebunan dan Pertanian
Ds.Pasar Singkut merupakan salah satu sentra perkebunan di kabupaten
Sarolangun. Komoditi penting yang dihasilkan perkebunan di Ds.Pasar Singkut
adalah karet, kelapa sawit. Dengan pengolahan yang baik perkebunan rakyat dapat
menjadi salah satu alternativ untuk penanggulangan lahan kritis.
Sejak tahun 2012, harga persatu kilogram karet mengalami penurunan yang
sangat drastis, berkisar antara Rp 5.000 - Rp 8.000 /Kg. hal tersebut membuat
banyak para petani karet merombak perkebunan karetnya menjadi perkebunan
sawit. Karena dianggap harga perkilogram sawit memiliki daya fluktuasi yang
lebih setabil. Hal ini sangat berbeda dengan harga karet yang kian meresahkan
petani.
3. Peternakan
Masyarakat Ds.Pasar Singkut yang aktif dalam bidang peternakan tidaklah
begitu banyak. Binatang ternak yang umum dikembangkan yakni ikan, sapi,
kambing. Namun dalam bidang peternakan ini tidak memiliki persentase yang
tinggi, karena pada dasarnya masyarakat Ds.Pasar Singkut lebih memilih bertani.
Diantara delapan dusun yang ada, hanya terdapat satu dusun yang memiliki
prospek baik untuk beternak ikan. Karena memiliki aliran sungai yang stabil, dan
29
dataran rendah yang luas. Berbeda dengan dusun-dusun lain yang lebih banyak
beternak sapi atau kambing, karena pada dasarnya tidak memiliki lahan yang
strategis dalam berbududaya ikan.
4. Perindustrian
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang prindustrian, industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang tinggi untuk
penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan prekayasaan industri.
Suatu kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjad
barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha
perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri.
Ds.Pasar Singkut ada banyak warganya yang memiliki usaha perindustrian,
seperti pabrik tahu, pabrik tempe, usaha jahit, pabrik ubi, dan usaha kecil
menengah lainnya. Karena lokasinya yang sangat dekat dengan pusat
perekonomian, membuat wargannya banyak juga yang memilih membuka usaha
produktif.
5. Pariwisata
Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan
oleh baik buruknya lingkungan. Ia sangat peka terhadap kerusakan
lingkungan,misalnya pencemaran oleh limbah domestic yang berbau dan nampak
kotor, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan oleh penebangan
hutan, serta sikap penduduk yang tidak ramah.
Pariwisata saat ini sangat dikembangkan dengan giat oleh pemerintah
diIndonesia. Di banyak tempat telah menunjukan peningkatan yang tajam
terutama pariwisata domestik. Pada hari minggu dan hari libur lainnya banyak
tempat pariwisata dibanjiri oleh wisatawan khususnya tempat-tempat pariwisata di
Ds. Pasar singkut. Ada beberapa potensi yang ada di Ds. Pasar singkut yang harus
dikembangkan, karena objek wisata di daerah ini layak untuk di kembangkan.
Seperti wisata alam pemandian Sungai Dingin yang terletak di Lokasi Limo. Hal
30
ini terlihat saat libur akhir pekan, banyak warga diluar desa maupun kecamatan
yang bebondong-bondong hadir untuk mandi di sungai tersebut.
C. Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Desa Pasar Singkut merupakan masyarakat yang heterogen,
yang terdiri dari berbagai macam suku pendatang. Meskipun demikian mayoritas
penduduk Desa Pasar Singkut didominasi oleh suku Jawa. Agama mayoritas di
Desa Pasar Singkut adalah Islam. Dengan demikian, Islam sangat berpengaruh
terhadap kebudayaan masyarakat di Desa Pasar Singkut. Kesadaran akan
pentingnya ilmu pengetahuan terus berkembang di Desa Pasar Singkut, hal ini
dapat dilihat dari banyaknya generasi muda yang sudah melanjutkan
pendidikannya sampai ke tingkat S1, bila dibandingkan dengan keadaan
sebelumnya dimana angka putus sekolah di Desa Pasar Singkut cukup tinggi, para
orangtua tidak mau menyekolahkan anaknya, berfikir hanya untuk mencari uang
sehingga dari kecil anak-anak sudah diajarkan mencari uang sampai-sampai
mengabaikan pendidikannya. Dengan kemajuan dan perkembangan zaman,
kesadaran akan pentingnya pendidikan telah di fahami oleh sebagian besar
masyarakat Desa Pasar Singkut.
Masyarakat transmigran Jawa di Desa Pasar Singkut berasal dari daerah
yang berbeda-beda, tentunya dalam hal budaya adat juga bersifat plural. Karena
setiap daerah di Jawa memiliki budaya adat yang berbeda, dan begitu pula di Desa
Pasar Singkut. Namun, dalam perihal slametan masyarakat Jawa Desa Pasar
Singkut memiliki banyak kesamaan, tidak bnyak memiliki perbedaan.
Pada dasarnya Desa Pasar Singkut merupakan daerah transmigrasi, yang
berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa. Yaitu, Gunung Kidul, Pati, Solo,
Cianjur, Bantul, Cilacap, Yogyakarta dll. Latar belakang daerah yang berbeda
membuat Desa Pasar Singkut sangat kaya akan tradisi kebudayaan Jawa, dan
kebudayaan baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Sehingga sekarang ini mayoritas anak-anak Desa Pasar Singkut telah
mengenyam pendidikan minimal sampai kepada tingkat SLTA bahkan sudah
banyak yang sampai strata satu. Meskipun banyak berdiri lembaga pendidikan
31
umum, namun pengetahuan keagamaan tetap diajarkan oleh masyarakat kepada
anak-anaknya, baik itu di rumah maupun di tempat-tempat ibadah yang dibimbing
oleh para ulama dan tokoh agama setempat.
Dinamika masyarakat Desa Pasar Singkut juga dapat dilihat dari sektor mata
pencaharian. Meskipun tidak banyak yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil,
namun tanggung Jawab mereka terhadap perekonomian sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dari keberagaman corak mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Singkut.
Berikut data jumlah penduduk menurut mata pencaharian masyarakat Desa Pasar
Singkut.
Desa Pasar Singkut merupakan salah satu wilayah di kecamatan Singkut,
kabupaten Sarolangun yang perkembangan daerahnya cukup progresif. Pasar
Singkut memiliki jumlah penduduk, tingkat ekonomi, dan migrasi yang cukup
tinggi di kecamatan singkut dan masih menjalankan tradisi slametan. Apa yang
menarik adalah bahwa meskipun di daerah tersebut sudah dapat dikatakan modern
namun masih menjalankan tradisi lokal. Sehingga menarik untuk dilihat
bagaimana tradisi slametan tersebut dijalankan di tengah-tengah arus modernisasi.
Masjid berjumlah 10, mushola berjumlah 20. Bila dilihat dari gambaran
jumlah tempat ibadah yang ada, masyarakat Desa Pasar Singkut harusnya
memiliki antusias untuk beribadah. Namun fakta dilapangan yang merupakan
hasil observasi, hanya tiga masjid saja yang terlihat ramai saat waktu ibadah
sholat lima waktu. Bisa jadi latar belakang pekerjaan sebagai petani adalah
penyebabnya. Meskipun ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang tercukupi,
nampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap ketaatan beragama.
70,62% penduduk Desa Pasar Singkut merupakan suku jawa. Maka
penduduk suku Jawa sangat mendominasi dibandingkan dengan suku-suku
lainnya. Kuantitas jumalah suku jawa yang banyak tentu kaya akan budaya dan
tradisi yang berkembang, maupun budaya dan tradisi yang susut akibat
perkembangan zaman. Namun tradisi slametan di Desa Pasar Singkut masih tetap
eksis di tengah kemajuan pemikiran rasionalistis dan dogma-dogma keislaman
yang diajarkan disekolah-sekolah maupun dipondok pesantren dan taman
pendidikan qur‟an.
32
BAB III
TRADISI SLAMETAN DALAM SUKU JAWA DESA PASAR SINGKUT
Pada dasarnya, yang dikenal dengan sebutan orang Jawa menurut Suseno
adalah orang yang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan merupakan
penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa.52
Jadi masyarakat Jawa adalah
kumpulan individu-individu manusia Jawa dan menggunakan bahasa Jawa
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, dan tinggal di bagian tengah dan timur
pulau Jawa. Jawa menurut ki Herman SJ memiliki arti “mengerti”, batas butas
kaweruhipun. Jadi orang Jawa ialah orang yang mengerti bagaimana dia berada
dan mengada.53
Dalam kehidupan Orang Jawa hampir semua bidang kehidupan baik dalam
pergaulan maupun upacara-upacara selalu terlihat pengungkapan rasa budaya,
yang sifatnya mistik.54
Dalam konsepsi Jawa, manusia pertama-tama adalah
makhluk rohani. Dominannya kepercayaan ini dapat dilihat dari konsep mereka
tentang lingkungan. Konsepsi tentang manusia sangat dipengaruhi oleh ajaran
agama Hindu, Budha, dan terutama Islam. Tiga agama ini memperkaya dan sangat
membantu khazanah konsepsi dan sistematika ajaran tentang manusia dalam
kebudayaan Jawa. Sikap batin yang tidak menganggap bahwa kepercayaan atau
keyakinannya adalah yang paling benar dan yang lain salah merupakan lahan
subur bagi tumbuhnya toleransi Jawa yang amat lapang dada, baik dalam
kehidupan beragama maupun bidang kehidupan lainnya.
Kondisi kehidupan “keagamaan” masyarakat Jawa sebelum datangnya
agama Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan yang datang dari luar Jawa
ataupun kepercayaan yang ada di dalam masyarakat Jawa telah berkembang dan
diyakini selama beribu-ribu tahun lamanya dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Sebelum agama Hindu dan agama Buddha berkembang dalam masyarakat Jawa,
52
Ryko Adiansyah, “Persimpangan Antara Agama dan Budaya: Proses Akulturasi Islam
dengan Slametan dalam Budaya Jawa”, Jurnal Intelektualita Vol 06, Nomor 02, (2017), 310. 53
Herman Sinung Janutama,”ronggo warsito Islam & kejawen”. 54
Miftahul Huda, “Islam dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam Tradisi
Selametan Mendirikan Rumah Di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan Ponorogo”, Jurnal Sabda, Vol
8, ISSN 1414-7927. (2013), 296-297.
33
masyarakat prasejarah yang ada di Jawa telah mempunyai keyakianan yang
bercorak animisme dan dinamisme.55
Sejak dahulu kala dinyatakan bahwa masyarakat itu telah mengenal suatu
kekuatan yang dianggap melebihi dari kekuatan manusia. Demikian lebinya
kekuatan tersebut dari apa yang dimiliki oleh manusia, maka manusia hendak
memperalat kekuatan tersebut demi kepentingannya. Dengan demikian, maka
timbullah “upacara” untuk membujuk kekuatan tersebut agar mau memberinya
kepada manusia. Pemujaan-pemujaan yang didampingi oleh persembahan-
persembahan atau sesaji kepada kekuatan tersebut melahirkan bentuk-bentuk
upacara. Bahkan, akhirnya timbul semacam tatacara untuk berupacara kepada
kekuatan-kekuatan tersebut.56
A. Prosesi Slametan di Desa Pasar Singkut
Dalam setiap digelarnya slametan memiliki proses dan persiapan yang
berbeda. Perbedaannya terletak dari niat hajat dari penyelenggara slametan.
Karena dalam rangkaian acara memiliki tahapan dan sesi acara yang berbeda.
Sebelumnya pihak penyelenggara atau pemangku hajat mengundang tetangga dan
sanak familinya secara lisan untuk menghadiri acara itu yang akan
diselenggarakan di rumah. Upacara slametan baru dimulai apabila para undangan
sudah banyak yang datang dan dianggap cukup, lebih khusus yaitu para tokoh
agama yang nantinya akan memimpin berjalannya acara.
Proses berjalannya acara yang sudah menjadi adat kebiasaan, dipimpin oleh
seorang tokoh masyarakat, kalau bukan seorang ulama atau ustad yang sengaja
disiapkan oleh penyelenggara. Hal ini dilakukan karena keterbatasan dalam
retorika pada mayoritas masyarakat. Walapun disisi lain terdapat unsur yang
dianggap etis bagi kalangan Jawa apabila sahibul bath diwakili dalam
penyampaian hajatnya oleh orang tertentu.
55
Budiono Kusumohamidjojo. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi
Manusia.(Yogyakarta: Jalasutra 2010), 78. 56
Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Akseptasi pada Masyarakat
Pedesaan Jawa. (Jakarta: yayasan pustaka obor, 2016),16.
34
Namun pada umumnya yang berlaku pada saat ini, di desa pasar singkut
dalam upacara slametan memiliki rangkaian acara sebgai berikut :
a) Pembukaan
Dalam tahap awal, acara diawali dengan pembukaan yang dipandu oleh
pembawa acara. Biasanya pembawa acara bukan dari pihak penyelenggara, namun
dimintai pertolongan oleh pemangku hajat untuk memandu keberlangsungan
acara. Pembawa acara memilih para tokoh agama yang diyakini mumpuni untuk
memimpin sub-acara. Kemudian mempersilahkan untuk tiap petugas upacara
slametn yang telah ditunjuk untuk memulai sub-acara pada bagian yang tlah
ditentukan.
b) Pembacaan surat Yasin dan Tahlil
Pembacaan yasin dipimpin oleh tokoh agama atau ustad. Diawali dengan
mengirim alfatihah kepada nabi, sahabat nabi, dan para umat muslim yang telah
mendahului. Kemudian pembacaan yasin tahlil agar fadilahnya ditujukan atau
disesuaikan dengan pemangku hajat atau sesuai niat yang dikehendaki tuan
rumah. Dilanjutkan dengan membaca tahlil, tahlil itu memiliki esensi, yaitu
membaca kalimat tauhid lailahaillallah. Menurut imam ghozali, yaitu tokoh
agama yang banyak menjadi anutan umat islam di daerah desa pasar singkut.
c) Pembacaan Do‟a
Do‟a pada masyarakat Jawa dalam bentuk upacara slametan pada dasarnya
memiliki tujuan yaitu ingin mencari keadaan tentram, selamat, dan sejahtera.
Akan tetapi muara akhir dari do‟a yang dipanjatkan oleh masyarakat Jawa hanya
terbatas pada hajat awal yang ingin dituju oleh penyelenggara hajat. Biasanya
pembacaan do‟a dipimpin oleh ustad yang dituakan atau dita‟zimi, lalu semua
yang hadir mengikuti upacara membaca amin.
d) Penutup dan Ramah Tamah
Setelah slametan ditutup oleh pembawa acara, kemudia diisi dengan ramah
tamah dan tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti
slametan. Selain sebagai sedekah motivasi tuan rumah adalah sebagai
35
penghormatan kepada para tamu yang turut serta dalam terlaksananya slametan
dan mendo‟akan apa yang menjadi hajat terkabul.
Rangkaian acara tersebut mirip dengan kebiasaan masyarakat ketika malam
jum‟at, yaitu yasinan, demikian masyarakat menyebutnya. Bedanya terletak pada
sajian yang dihidangkan. Ketika slametan ada sajian berupa ingkung, bubur abang
puteh, jadah, pisang rojo, air kembang, tumpeng, jajan pasar, dan lainnya yang
diletakkan di tengah para orang-orang yang mengikuti acara tersebut hingga acara
selesai.
Rangkaian slametan yang ada pada saat ini tidaklah murni seperti awal
diadakannya tradisi tersebut. Telah terjadi evolusi yang bertahap seiring
datangnya tokoh-tokoh agama islam baru. Awal slametan tidak terdapat rangkaian
acara seperti pembacaan surat yasin, tahlil. Ketika itu acara intinya yaitu
pembacaan ikrar yang dipimpin oleh sesepuh adat.
Agama Islam berpengaruh besar dalam masyarakat Jawa, namun tradisi dan
adat kebiasaan masyarakat Jawa yang tidak dapat dihilangkan dan tetap tertanan
di dalam diri masyarakat. Hal ini sangat sulit dihilangkan, namun dengan cara
mengklabolirasi antara budaya Jawa (nenek moyang) dengan ajaran Islam
dilakukan para wali untuk bisa masuk ke dalam masyarakat Jawa pada waktu itu.
Maka hal inilah yang masih berkembang dalam masyarakat Jawa.
Rangkaian acara ini merupakan prosesi pokok dalam tradisi slametan yang
dilakukan bersama seraya memohon kepada Allah agar apa yang diniatkan
diijabah oleh yang maha kuasa. Pembacaan yasin tahlil dan do‟a ini biasanya
dipimpin oleh sesepuh agama atau orang yang dipercayai mumpuni dalam hal
tersebut, karena tokoh-tokoh agama dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh
yang mengerti tentang agama.
Dalam perilaku hidup orang Jawa yang selalu melakukan Do‟a dalam
bentuk upacara slametan. Slametan bertujuan untuk mencapai keadaan slamet,
yaitu suatu keadaan dimana peristiwa-peristiwa akan bergerak mengikuti jalan
yang telah ditetapkan dengan lancar dan tak akan terjadi kemalangan-kemalangan
kepada sembarang orang.
36
Pembacaan do‟a selain dikhususkan kepada niat hajat penyelenggara
slametan, pembacaan do‟a juga dikhususkan kepada para aruah leluhur. Melalui
do‟a tersebut masyarakat berharap agar aruah para leluhur berada dalam rahmat
Allah. Karena keyakinan yang telah dibentuk oleh para tokoh agama yaitu,
mengirim do‟a kepada aruah leluhur dapat dijadikan wasilah menuju Allah.
Masyarakat Jawa sebelum datangnya Islam mereka menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme, kepercayaan pada benda-benda yang dianggap bertuah
dan kepercayaan pada roh yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Mereka
berdo‟a memohon segala sesuatu dalam hidupnya dengan cara membawa sesajen
dan mengucapkan mantra-mantra yang dapat mendatangkan roh yang dipercayai
itu, lantas mereka mengucapkan apa yang menjadi permintaannya. Do‟a biasanya
dilakukan di tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan angker serta
dirangkai dalam upacara slametan57
.
Slametan adalah konsep yang berasal dari sumber ajaran Islam yaitu kata
bahasa Arab „salam‟ yang brarti „menjadi baik‟, „selamat‟. Maka yang diminta
dalam ritual slametan adalah permohonan doa untuk kebaikan, kesejahteraan dan
keselamatan. Agama Jawa berasal dari tradidi Islam dan slametan adalah praktek
interpretsi teks skriptual Islam dan banyak dipraktekkan secara popular di Asia
dan Asia Tenggara.58
Dalam buku Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, slametan
diartikan sebagai upacara sedekah makanan dan doa bersama, yang bertujuan
untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang
menyelenggarakan.
Upacara slametan termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk
mendapat Ridha dari Tuhan. Kegiatan slametan menjadi tradisi hampir seluruh
kehidupan di pedusunan Jawa. Ada bahkan yang meyakini bahwa slametan adalah
syarat spiritual yang wajib, dan jika dilanggar akan mendapatkan ketidakberkahan
atau kecelakaan. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-
insiden yang tidak dikehendaki.
57
Abdul Wahab Rosyidi. “Do‟a Dalam Tradisi Islam Jawa”, Jurnal el Harakah Vol.14
No.1 (2012). 6, 58
Asliah Zainal. Menjaga Adat, Menguatkan Agama Katoba dan Identitas Muslim Muna,
(Yogyakarta : deepublish, 2018), 3.
37
Sehingga slametan bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan masyarakat
Jawa yang biasanya digambarkan sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah
maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar. Dengan demikian,
slametan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur
umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (tolak balak).
Masyarakat Jawa melakukan slametan sebagai bentuk untuk menyatakan
bahwa segala sesuatunya dalam keadaan slamet. Slametan menjadi kegiatan
sentral bagi orang Jawa sebagai bentuk perwujudan keselarasannya dengan dunia.
Sebagai kegiatan sentral, ritual tersebut melingkupi hampir seluruh aspek
kehidupan masyarakat, seperti kelahiran dan kematian, masa tanam dan panen,
serta membangun dan pindah rumah. Karena adanya perubahan yang terus terjadi
pada skala global, tradisi slametan pun beradaptasi pada perubahan tersebut agar
mampu untuk terus bertahan.59
B. Sejarah Slametan di Desa Pasar Singkut
Upacara slametan merupakan salah satu elmen kebudayaan Jawa yang
paling sulit berubah dibandingkan dengan elemen kebudayaan Jawa lainnya.
Sebab, aspek penting dalam upacara slametan adalah mitos kepercayaan. Tanpa
hadirnya mitos kepercayaan, tentu upacara ini tidak memiliki roh, yang artinya
akan mudah ditinggalkan oleh masyarakat. Slametan merupakan bentuk aktifitas
sosial berwujud upacara yang dilakukan secara tradisional.
Slametan di Desa Pasar muncul karena kebiasaan yang ada di daerah
asalnya pulau Jawa yang terbawa hingga mereka berada di daerah transmigran.
Artinya tradisi tersebut merupakan turunan, bukan sesuatu hal yang baru
diciptakan. Tradisi ini dibawa oleh para orang-orang transmigran Jawa terdahulu
pada tahun 1975.60
59
Dr. Arie Setyaningrum, M.A, “Praktik Tradisi Slametan Dalam Masyarakat Pogung
Lor”, Skripsi (Yogyakarta: Program Sarjana UGM, 2017), 10. 60
Suhardi, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio
38
Hanya saja slametan pada saat ini sedikit mengalami kontaminasi agama
islam, yaitu adanya penambahan dan pengurangan sesi-sesi acara seperti
ditambahnya pembacaan surat yasin dan tahlil secara bersama-sama oleh seluruh
anggota yang hadir dalam acara tersebut. Adapula seseuatu hal yang dikurangi,
artinya tidak dilaksanakan kembali oleh sebagian besar orang-orang Jawa sekitar
desa. Seperti pada pembuatan pancen saat slametan kematian, penanaman telur
angsa pada pondasi rumah yang akan baru dibangun setelah slametan digelar,
meletakkan sajen diruang tertentu saat stelah upacara slametan hajat perkawinan
dll.
Berkurangnya tradisi sajen disebabkan oleh adanya unsur keayakinan yang
mendalam terhadap agama islam.61
Berawal dari mencoba untuk tidak
melaksanakan adat seperti sajen, masyarakat merasa tidak terdapat hal yang
bersifat negatif menyentuh niat hajat penyelenggara. Maka berangsur-angsur
masyarakat semakin banyak untuk tidak melaksanakan adat tersebut
Walaupun telah mengalami pergeseran, upacara slametan masih
diselenggarakan masyaraklat Jawa. Orang Jawa memiliki mitos kepercayaan,
bahwa roh-roh yang telah meninggal dunia dapat diajak berkomunikasi. Saat
melakukan slametan, orang Jawa mengundang para tetangga, saudara, dan handai
taulan. Selain itu juga mengundang roh-roh leluhur. Sebagai wujud rasa
komunikasi dengan roh-roh leluhur, menu hidangan yang disajikan selain
makanan (nasi) juga berupa sesaji. Bentuk sesaji bermacam-macam dan tujuannya
dipersembahkan kepada roh-roh leluhur dan jagad gede.62
Bagi kelompok
abangan, slametan diyakini merupakan simbolisme persembahan terhadap para
roh halus, roh leluhur dan lain-lain agar masyarakat terhindar dari bencana dan
kejahatan.63
Dengan demikian upacara slametan tidak hanya ditujukan untuk
manusia, akan tetapi juga untuk mahkluk yang tidak kasat mata (tidak terlihat).
61
Muhmartin, Tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 62
Mbah supri, Sesepuh adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 63
Ummi Sumbulah, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan
Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 34.
39
Para ahli menduga bahwa slametan pada awalnya adalah bentuk upacara
masyarakat Jawa penganut animisme. Ketika agama Islam masuk ke Jawa, para
Wali mengadakan pendekatan. Unsur-unsur dalam upacaranya tidak dihapuskan
semuanya, tetapi beberapa doa diganti dan disesuaikan dengan doa ajaran Islam.
Menurut Soebardi dalam jurnal Ikha Safitiri, corak Islam yang dikembangkan di
Jawa lebih mengarah kepada pendekatan sufistik yang cenderung identik dengan
paham mistik agama sebelumnya sehingga melahirkan corak keberagaman umat
Islam Jawa yang khas yaitu Islam Kejawen.64
Misalnya, saat mengadakan slametan untuk orang yang meninggal, maka
saat memimpin doa, modin mengatakan, “mugi-mugi aruahipun bapak prawiro
direjo dipun ampuni kesalahanipun, dipun lebur dosa-dosanipun,
dipunjembaraken kuburipun, lan dipunparingi papan ingkang sae, inggih punika
suwarganipun gusti Alla” (semoga aruah bapak prawiro direjo diampuni
kesalahannya, diler dosa-dosanya, dilapangkan jalan kuburnya, dan diberi tempat
yang terbaik yaitu surga disisi Allah). Setelah memimpin doa itu, modin akan
melafalkan doa-doa dalam bahasa Arab. Dalam doa ini terdengar kata-kata
bismillah, mukamad, alkamdulillah, ngalamin, dan amin yang berarti doa-doa
yang disertai doa-doa Islami.65
Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya.
Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat mezo
terjadi perubahan kelompok, komunitas dan prganisasi. Di tingkat mikro terjadi
perubahan interaksi dan perilaku individual. Maasyarakat buka sebuah kesatuan
fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda.
Seperti dinyatakan oleh Edward Shils “masyarakat adalah fenomena antarwaktu.
Masyarakat terjelma bukan karena keberadaannya disatu saat dalam perjalanan
waktu. Tetapi ia hanya ada melalui waktu. Ia adalah jelmaan waktu”.66
Maka hal
ini selaras dengan gambaran para ahli tentang sejarah slametan yang berawal dari
kepercayaan animisme menuju perubahan kepercayaan kepada tuhan.
64
Ikha Safitri, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen: Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir
Kabupaten Rembang”, Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910 (2013:), 25. 65
Asti Musman, Agama Ageming Aji, 180. 66
Piӧ tr Sztomka, “Sosiologi Perubahan Sosial”, 65.
40
Slametan juga diartikan sebagi wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Dia telah melimpahkan bermacam-macam karunia, baik kesehatan, rizki, dan rasa
tentram membuat kehidupan ini jauh daribencana. Upacara slametan bukan hanya
dilakukan saat beruntung, misalnya panen melimpah, lulus sekolah ataupun
selesai mmbangun rumah, akan juga dilakukan seusai terkena musibah, misalnya
sakit berbulan-bulan, kecelakaan, maupun kehilangan uang atau harta lainnya.
Situasi yang susah maupun senang yang agak ekstrim ini dianggap situasi yang
tidak normal. Keduanya membahayakan orang Jawa. Oleh karenanya, agar segala
sesuatu mendapatkan keselamatan harus dislenggarakan slametan.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, manusia hidup di dunia melewati
banyak tahapan dari kandungan, bayi, anak, remaja, menikah hingga meninggal
dunia. Ketika naik satu tahap, berarti telah meninggal satu tahap sebelumnya. Ia
meninggalkan alam yang telah ia kenal yaitu alam kandungan menuju alam yang
belum ia kenal. Demikianpun juga ketika seseorang meningal dunia, maka dia
akan meninggalkan alam dunia yang telah ia kenal menuju alam baka yang belum
ia kenal. Setiap kenaikan satu tahapberarti memasuki satu alam yang belum ia
kenal, ini berarti manusia telah memasuki tahap yang belum ia kenal. Selain itu,
dalam kepercayaan Jawa, suatu peristiwa yang berhubungan dengan hidup
seseorang bukanlah suatu peristiwa kebetulan, misalnya kelahiran, pernikahan dan
kematian. Di sini lah manusia memasuki sesuatu yang disebut saat-saat yang amat
tegang, kritis, dan bahkan yang bersangkutan dalam situasi lemah dan sakral.
Situasi ini dapat memunculkan bahaya sosial yang menyebabkan tatanan sosial
yang berwujud keseimbangan kosmos itu terganggu. Maka, menurut kepercayaan
orang Jawa, sat itu perlu diselenggarakan slametan dengan tujuan agar selamat
dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.67
Warisan sosial merupakan semua yang disalurkan kepada kita melalui
proses sejarah. Di tingkat makro, semua yang diwarisi masyarakat dari fase-fase
proses historisterdahulu merupakan “warisan historis”; di tingkat mezo, apa saja
yang diwarisi komunitas atau kelompok dari fase kehidupannya terdahulu
67
Asti Musman, Agama Ageming Aji, 181-182.
41
merupakan “warisan kelompok”; di tingkat mikro, apa saja yang diwarisi individu
dari biografinya terdahulumerupakan “warisan pribadi”.68
Merujuk pada karya Clifford Geertz yang membagi keberagamaan Jawa
menjadi Islam Abangan dan Islam Putihan, yang pada dasarnya memiliki pola
keberibadatan yang berbeda. Islam Abangan yang masih tidak lepas dari corak
kepercayaan Hindu-Budha berbeda dengan Islam Putihan yang banyak diajarkan
di pondok-pondok pesantren kala itu. Kepercayaan religius para abangan
merupakan campuran khas penyembahan unsur-unsur alamiah secara animisme
yang berakar dalam agama-agama Hinduisme yang semuanya telah ditumpangi
oleh agama Islam.
Ibadah orang abangan meliputi upacara perjalanan, upacara cocoktanam dan
upacara pengobatan yang semuanya berdasar pada kepercayaan terhadap roh-roh
jahat. Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional ialah slametan (slametan atau
kenduri).ini merupakan acara agama yang paling umum di antara para abangan,
dan melambungkan social mistik dan social dari orang-orang yang ikut serta
dalam slametan itu. Slametan dan lambang-lambang yang mengiringinya
memberikan gambaran yang jelas tentang cara pemaduan antara kepercayaan
abangan yang animis dan Budha-Hindu dengan unsur Islam serta membentuk nilai
pokok masyarakat pedesaan.
C. Tujuan Slametan di Desa Pasar Singkut
Desa Pasar Singkut salah satu desa yang masih dalam tahap pembangun
telah berdiri sejak tanggal 08 Desember 1983.69
Pertama dimulainya tradisi
slametan di Desa Pasar Singkut tidak diketahui dengan pasti dan sulit diteliti,
karena kurangnya sumber data yang mendukung. Seiring berjalannya waktu,
jumlah penduduk transmigran yang datang semakin banyak. Terdiri dari berbagai
daerah di pulau Jawa, ada dari daerah Solo, Gunung Kidul, Pati, Cianjur dll. Tidak
semua orang-orang transmigran Jawa memahami cara-cara dalam melaksanakan
slametan.
68
69
Muhmartin, Tokoh masyarakat sekaligus sesepuh Jawa Desa Pasar Singkut, Wawancara
dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio
42
Berdasarkan analisa sumber data yang didapat di lapangan, ternyata
penduduk desa Pasar Singkut yang mayoritas suku Jawa tidak dapat menceritakan
sejak kapan tradisi slametan ini dilakukan. Mereka hanya dapat menyatakan
bahwa upacara ini sudah sejak dulu dilakukan, kini mereka tinggal meneruskan
adat yang telah berlaku turun temurun. Tradisi selametan merupakan salah satu
bentuk upacara tradisi yang diwariskan leluhur.
Tradisi ini dilakukan sejak awal masuknya transmigran dari pulau Jawa
pada tahun 1970. Karena tradisi dari Jawa sudah ada, maka mereka hanya
meneruskan kebiasaan yang ada dari daerah asal mereka70
. Namun prosesi awal
pertama slametan dilakukan berbeda dengan proses slametan yang ada pada saat
ini. Datangnya orang-orang paham agama Islam barulah ada penambahan-
penambahan proses berlangsungnya acara slametan.
Upacara slametan juga merupakan ekspresi keberagamaan yang bersifat
personal, karena ia murni "milik" si pelaku, di mana slametan tersebut berawal
dari apa yang diimani, dipikirkan, dan dirasakan. Tetapi slametan juga menjadi
milik bersama, dalam artian terlembaga dalam suatu wadah komunitas sosial
keagamaan. Oleh karena itu, orang akan dianggap "cacat" bila pada saat-saat
tertentu di mana ia semestinya melakukan slametan tidak melakukannya.71
Unsur-unsur animisme hingga kini pengaruhnya masih mewarnai sendi-
sendi kehidupan mayarakat desa Pasar Singkut, terutama dalam ritualitas
kebudayaan. Hal ini bisa diamati pada seremonial-seremonial budaya dalam
masyarakat masih menunjukkan akan kepercayaannya terhadap makhluk
supranatural. Bila ditelusuri lebih dalam mengenai tradisi slametan yang biasa
dilakukan oleh masyarakat, terdapat suatu keyakinan yang beranggapan bahwa
bila tidak melakukan slametan maka akan mempengaruhi kelancaran acara atau
hajat yang dikehendaki.
Yang mendasari diadakannya upacara adalah kekhawatiran adanya hal-hal
yang tidak diinginkan atau terjadi malapetaka, meskipun kadang-kadang
merupakan kebiasaan rutin saja yang dijalankan sesuai adat keagamaan. Slametan
70
Suhardi, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 71
A. Khalil, hal: 13
43
diyakini sebagai saran spiritual yang mampu mengatasi segala bentuk krisis yang
melanda serta bisa mendatangkan berkah bagi yang melakukan
D. Makna dan Nilai yang Terkandung Dalam Slametan di Desa Pasar
Singkut
1. Makna Slametan
Slametan merupakan proses permohonan kepada Allah SWT agar diberikan
keselamatan dan kelancaran sesuai dengan hajat yang diinginkan melalui
rangkaian acara-acara yang tersusun sesuai dengan kebiasaan yang sering berlaku
di daerahnya. Definisi tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan
oleh penulis, yang narasumbernya yaitu bapak Suhardi selaku sesepuh setempat:
“slametan iku ibarate syukuran jalok slamet, lan slametan iku yo
tergantung niate arep slametan opo. Tapi intine tetep jalok slamet karo sing
kuoso. Apapun tujuan slametan intine yo tetep jaluk slamet. Mengikuti naluri
adat wong-wong tuo mbiyen gitu lah.”
“slametan itu ibarat syukuran meminta selamat, dan slametan itu juga
tergantung dengan niatnya hendak slametan apa. Tetapi intinya tetap meminta
selamat kapada sang maha kuasa. Apapun niatan mengadakan slametan intinya
tetap meminta keselamatan. Mengikuti adat orang-orang tua terdahulu”
Berarti, upacara selametan diadakan agar mendapat keselamatan baik yang
menyelenggarakan maupun yang diselamati. Menurut sesepuh masyarakat Jawa
desa pasar singkut, arwah yang masih mempunyai persoalan selayaknya untuk
dikirim do‟a dengan cara menyelenggarakan selametan.
“slametan iku syukuran, syukor ora mung alhamdulillah tok, marai
Slametan iku sakral, dadi yo nganggo islam yo nganggo jowo. Tergantung
kanggone, slametan nggo wong urep opo wong mati”.72
slametan itu syukuran, syukur bukan sekedar melafadkan alhamdulillah,
karena slametan itu bersifat sakral, jadi juga menggunakan perpaduan antara
cara isalm dan cara jawa. Itu semua tergantung kegunaanya, slametan untuk
orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal dunia.
72
mbah Supri, sesepuh Jawa Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio.
44
Tradisi slametan bermakna permohonan atas keselamatan, selain itu juga
merupakan bentuk syukur atas kenikmatan yang diperoleh yang diwujudkan
melalui sedekah makanan yang disajikan kepada tamu-tamu undangan, tetangga,
sanak keluarga yang hadir dalam acara slametan tersebut. Disamping itu slametan
juga merupakan kegiatan menguiri-uri tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu.
menguri-uri dalam frase Jawa juga sering dikaitkan dengan merawat tradisi
atau segala bentuk kebudayaan (Jawa). Nguri-uri budaya diartikan sebagai
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga warisan leluhur Jawa yang
dikemas dalam tata cara, nilai-nilai atau selebrasi Jawa.73
“slametan iku kan termasuk nguri-uri cikal bakal, lan nguri-uri
perjuangan transmigrasi sing wis ora ono, marai slametan iku hukum adat
lingkungan”
Slametan itu juga termasuk nguri-uri cikal bakal, dan menguri-uri
perjuangan transmigran yang telah meninggal. Karena slametan itu hukum
adat lingkungan.
Keberlangsungan tradisi slametan terus dijaga oleh orang-orang jawa di
desa pasar singkut, hal ini ditegaskan oleh sesepuh adat mbah muhmartin yang
meyakini bahwa slametan merupakan hukum adat yang disangsi secara zohir
maupun batin oleh sang maha pencipta. Maka dari itu generasi jawa tetap
melestarikannya sesuai adat kebiasaan yang berlaku pada umumnya.
Slametan di Desa Pasar Singkut dilestarikan sejak tahun 1975 hingga saat
ini, karena hal tersebut merupakan hukum adat lingkungan sekitar. Sekaligus juga
bertujuannya menguri-uri cikal bakal agar tidak punah atau tetap lestari di era
perkembangan zaman dan banyaknya faham yang kian rasionalistis.
Selametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang yang
sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati. Sebagian besar warga
desa pasar singkut, selametan diselenggarakan diwaktu malam hari. Upacara ini
hanya dilakukan oleh kaum pria. Wanita tinggal di mburi (belakang/di dapur).
73
Dika Sri Pandanari, “Nguri-uri Budaya”, diakses melalui alamat
https://www.qureta.com/post/nguri-uri-budaya-2, tanggal 20 Juli 2018
45
2. Nilai Keislaman Dalam Tradisi Slametan Masyarakat Jawa Desa Pasar
Singkut
Nilai adalah hal-hal atau sifat yang bermanfaat dan penting untuk
kemanusiaan.74
Nilai yang dibicarakan dalam bab ini adalah nilai keagamaan.
Nilai keagamaan merupakan sebuah bagian dari nilai budaya.
Nilai keagamaan adalah konsep tentang penghargaan suatu warga
masyarakat terhadap masalah-masalah pokok dalam kehidupan beragama yang
suci sehingga merupakan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warganya. Nilai
budaya yaitu merupakan konsep abstrak sehubungan dengan masalah dasar yang
bernilai dan sangat penting bagi kehidupan manusia.75
Pada dasarnya nilai keagamaan berhubungan dengan kemampuan jiwa
manusia dalam melaksanakan dan memahami berbagai bentuk kepercayaan,
ritual-ritual dan lain sebagainya. Karenanya, berbicara tentang nilai religius akan
selalu berhubungan dengan aspek kejiwaan manusia yang termanifestasikan
dalam bentuk ritual agama dan ritual budaya.
Sejak awal masuknya transmigran di daerah pasar singkut, telah dibahas
seblumnya dalam sejarah slametan, hingga saat ini telah terjadi perubahan-
perubahan, baik itu penambahan maupun pengurangan dalam melaksanakan
tradisi atau upacara slametan. Seperti contoh, penambahan acara pembacaan surat
yasin, dan tahlil secara bersama-sama, dan pembacaan asma‟ulhusna (nama-
nama Allah yang indah dan baik). Hal ini terjadi saat para alim yang paham
agama masuk ke desa pasar singkut setelah sekian tahun desa pasar singkut
berdiri.
Tradisi yang original dalam slametan ketika sebelum tersemtuh nuansa
keislaman memang berbeda, bedanya terletak pada pemimpin upacara. Sesuai
paparan dari bapak suhardi :
74
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, 1991)., h. 1035 75
ibid
46
“jaman biyen ki urong ono qur’anan, biasane mung diikralno karo
mbah warso. Lan do’ane wes nganggo arab nanging yo sih ono jawane.
Nek saiki kan wes okeh do nganggo qur’anan nek beyen urong ono”.
“Zaman dulu belum ada qur‟anan, biasanya hanya diikralkan oleh mbah
warso, dan doa‟anya sudah menggunakan bahasa arab tetapi masih ada
jawanya. Jika saat ini sudah pada banyak menggunakan qur‟anan jika
dahulu belum ada”
Hal yang terkait dengan mistik lebih terasa erat pada saat upacara slametan
ori, yang tidak banyak menggunakan acara qur‟anan, yaitu pembacaan-pmbacaan
surat dalam alqur‟an seperti surat yasin dan tahlil.
Nilai-nilai yang amat menentukan etika dan kepribadian manusia timbul
karena manusia tidak puas dengan hanya apa yang terdapat dalam alam
kebendaan. Hal itu disebabkan manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup
tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya. Karena itu, ada enam nilai
budaya yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia maupun
masyarakat. Keenam nilai budaya tersebut adalah nilai teori atau nilai rasional,
nilai ekonomi, nilai agama, nilai estetik, nilai kekuasaan dan nilai solidaritas.
Islam adalah agama bagi umat manusia dan pesannya bersifat universal.
Islam membimbing manusia sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah swt. Yang
diterima Rasulnya, Muhammad saw. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad dengan kitabnya Alquran merupakan agama untuk manusia dan alam
semesta ini.
Islam sebagai agama, bertujuan untuk membangun manusia sejahtera lahir
batin dan berbahagia di dunia dan akhiratnya. Islam menyebarkan ajarannya
melalui media dakwah. Tanpa melalui dakwah Islam sulit berkembang. Di Jawa,
Islam menyebarkan ajarannya melalui berbagai macam cara seperti melalui media
tradisi.
Tradisi digunakan sebagai salah satu media untuk memperkenalkan
nilainilai ajaran Islam ke dalam masyarakat, seperti tradisi slametan. Masyarakat
Desa Pasar khususnya, memiliki karakteristik sangat menonjol dengan
disandarkan kepada nilai agama dalam hal ini Islam yang menjadi patokan utama
47
dalam setiap perbuatan. Demikian pula dengan kegiatan tradisi slametan ini pun
tidak terlepas dari unsur keagamaan. Karakteristik masyarakat Desa Pasar yang
bersandar kepada nilai-nilai Islam inilah yang menjadi landasan ritual tradisi
slametan sehingga tetap berjalan sampai sekarang.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan menjelaskan bahwa prilaku
keagamaan masyarakat Ds. Pasar Singkut secara kualitas adalah baik. Ini terlihat
dari maraknya acara-acara keagamaan yang dilakukan seperti memperingati
mauled Nabi Muhammad SAW. dan lain sebagainya. Warga Ds. Pasar Singkut
yang mayoritas beragama Islam tetap memberikan kebebasan menjalankan ibadah
bagi para pemeluk agama lainnya. Tentunya hal ini tidak terlepas dari pemahaman
masyarakat akan arti pentingnya kerukunan beragama, dan juga pemahaman
keagamaan warganya tentang ajaran agamanya masing-masing. Bagi pemeluk
agama Islam, terutama bagi mereka yang masih melakukan tradisi-tradisi warisan
leluhur. Tentunya mereka tidak hanya sekedar mewarisi ritusnya saja, tetapi juga
mewarisi nilai-nilai yang terkandung dalam ritus-ritus tradisi yang mereka
lakukan.
Pewarisan nilai-nilai tersebut kemudian mendasari prilaku mereka dalam
bermasyarakat secara umum dan beragama khususnya. Dengan demikian antara
ajaran agama dan tradisi terdapat korelasi yang kemudian keduanya saling
mempengaruhi dan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Tradisi tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Tradisi merupakan manifestasi dari pikir, rasa
dan karsa. Islam membenarkan adanya pelaksanaan tradisi sepanjang tidak
menimbulkan kemungkaran. Tradisi dapat digunakan sabagai salah satu metode
dakwah.
Selama berada di lapangan, terdapat beberapa temuan yang mempengaruhi
perubahan pada tradisi slametan. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang
paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama islam. Semakin tingginya
pemahaman masyarakat mengenai ajaran agama islam berpengaruh pada persepsi
masyarakat akan penting tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan
yang kemudian meyakini bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh,
48
untuk dilakukan. Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat sebelum islam ada di Indonesia.
Sedangkan do‟a-do‟a yang ditujukan kepada roh nenek moyang dan
penunggu desa yang biasanya menggunakan bahasa Jawa diganti dengan do‟a-
do‟a dengan bahasa arab yang ditujukan untuk Allah SWT dan shalawat nabi.
Perubahan tersebut menjadikan tradisi slametan satu dengan yang lainnya terlihat
serupa. Yang membedakannya hanya pada tujuan diadakannya slametan tersebut.
49
BAB IV
BENTUK UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum
bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya. Tradisi dan budaya Jawa tidak
hanya memberikan warna dalam sosial masyarakat, tetapi juga berpengaruh dalam
keyakinan dan praktek-praktek keagamaan. Begitu juga pengaruh keyakinan
agama yang mereka anut ikut mewarnai tradisi dan budaya mereka sehari-hari.
Dengan perkembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni)
yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Jawa tetap eksis dengan
berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama, tata krama, dan lain
sebagainya. Namun demikian, pengaruh IPTEKS tersebut sedikit demi sedikit
mulai menggerogoti keunikan masyarakat Jawa tersebut, terutama dimulai di
kalangan generasi mudanya. Hal ini terlihat saat banyak acara slametan
diselenggarakan hanya sedikit pemuda yang menghadirinya. 76
A. Hubungan Slametan Dengan Animisme
Pengertian dari Animisme cukup banyak. Ahli antropologi bersepakat
bahawa definisi animisme menurut etimologi berasal daripada animaus atau
anima dalam bahasa Latin yang bermaksud jiwa, roh atau kehidupan. Menurut
terminologi pula, animisme adalah kepercayaan bahawa setiap sesuatu yang
wujud di muka bumi ini seperti batu, kayu, angin dan lain-lain mempunyai jiwa
atau roh. Ia bersifat bebas daripada manusia tetapi mencampuri dan
mempengaruhi urusan kehidupan manusia. Orang yang mempercayai animisme
digelar sebagai “animis.77
Animisme adalah suatu kepercayaan terhadap makhluk halus dan roh, serta
keyakinan seperti ini sudah banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum
bersentuhan ataupun belum pernah menerima ajaran yang berdasarkan daripada
76
Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam dan Budaya Lokal Dalam Bidang Sosial
Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 21. 77
Mohd Khairulnazrin bin Mohd Nasi, dkk. “Kepercayaan Animisme Menurut Perspektif
Sunnah Nabawi dan Ahli Antropologi Barat : Satu Kajian Awal”. Jurnal pengajian Islam Fakulti
Pengakian Peradaban Islam, ISSN 1823-7126 / e-ISSN 0127-8002 BIL 9, ISU II: (2016), 150.
50
agama samawi (wahyu). Animisme juga diistilah dalam bidang antropologi yang
merujuk kepada kepercayaan manusia purba atau primitif.78
Adapun karakteristik masyarakat yang menganut paham ini, antara lain
adalah mereka selalu memohon perlindungan dan permintaan sesuatu kepada
rohroh, misalnya untuk penyembuhan penyakit, sukses dalam bercocok tanam,
terhindar dari gangguan hama tanaman, hidup rukun, berhasil dalam berburu,
selamat dalam perjalanan jauh dan berperang, terhindar dari gangguan bencana
alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran, dan gangguan
cuaca; mudah dalam melahirkan, masuk surga setelah melahirkan, selamat saat
membangun dan masuk rumah baru, serta mencapai kedudukan. Inti dari
pemahaman animisme ialah mempercayai bahwa setiap benda di bumi seperti
laut, gunung, hutan, gua, dan kuburan mempunyai jiwa yang harus dihormati dan
dijunjung agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, bahkan dapat membantu
mereka dalam kehidupan untuk menjalankan aktifitas kesehariannya.
Di kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan yang
sangat baik antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu, perlu dilakukan
berbagai ritual sakral. Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia dengan yang
gaib dalam dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan.79
Salah satunya
adalah Budaya slametan di Desa Pasar Singkut. Tradisi ini merupakan
implementasi kepercayaan mereka akan adanya hubungan yang baik antara
manusia dengan yang gaib.
Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu agama secara formal,
namun dalam kehidupannya masih nampak adanya suatu sistem kepercayaan yang
masih kuat dalam kehidupan religinya, seperti kepercayaan terhadap adanya dewa,
makhluk halus, atau leluhur.
masyarakat Jawa memiliki tradisi dana dat yang bernilia tinggi. Tradisi
dalam budaya Jawa hingga kini masih tetap dijalankan secara turun temurun oleh
masyarakat dari dahulu kala. Kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa erat
78
Ridwan Hasan, “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam
Aceh”, jurnal MIQOT, Vol. XXXVI (Desember 2012), 286. 79
Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (1983), 8.
51
kaitannya dengan upacara dan kegiatan yang bersifat ritual baik yang berkaitan
dengan lingkar kehidupan manusia maupun acara khusus lainnya. Berbagai
macam upacara tradisional masih diselenggarakan masyarakat Jawa dan setiap
upacara tradisional memiliki tata cara dan kelengkapan yang berbeda-beda.
salah satu kelengkapan upacara yang selalu ada pada setiap upacara atau
ritual Jawa adalah tumpeng. Sebagai perlengkapan upacara, tumpeng mempunyai
makna simbolik yang berkaitan dengan upacara yang diselenggarakan. Tumpeng
dan kelengkapan yang digunakan dalam setiap upacara akan berbeda-beda.
"Tumpeng merupakan kependekan dari tumapaking penguripan-tumindak
lempeng-tumuju Pangeran, yang artinya berkibatlah kepada pemikiran bahwa
manusia itu harus hidup menuju jalan Allah. Masyarakat tradisional Jawa
mempunyai kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa perlu
memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan
dengan kehidupan mereka. 80
Dalam memohon perlindungan, keselamatan, kesejahteraan, dan ridho
Tuhan Yang Maha Esa juga terdapat dalam upacara-upacara dalam rangka
menyelaraskan kekuatan gaib dengan kehidupan manusia. Secara umum hal
tersebut dinamakan dengan slametan, yaitu upaya membina keseimbangan
manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan yang kasat mata maupun yang
tidak kasat mata atau gaib.
Selamatan sering dilakukan dengan cara kenduri yang berarti makan
bersama. Kenduri yang di dalamnya mengandung harapan untuk memperoleh
keselamatan selalu menghidangkan tumpeng yang dikelilingi lauk-pauk yang
beraneka macam jenisnya dan kelengkapan lain sesuai dengan hajat yang
bersangkutan. Lauk-pauk dan kelengkapan yang menyertai tumpeng selalu dipilih
bahan-bahan yang berkaitan dengan upaya untuk mengusahakan keselamatan isi
pemangku hajat.81
80
Muhammad Solikhin. hal: 49-50 81
Murdijati gardjito, Serba serbi tumpeng tumpeng dalam kehiupan masyarakat Jawa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010) hal: V
52
B. Bentuk Unsur Animisme dalam Slametan Suku Jawa di Desa Pasar
Singkut
Bagi masyarakat muslim Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan
ketulusan penyembahan kepada Allah, sebagian diwujudkan dalam bentuk
simbol-simbol ritual yang memiliki kandungan makna mendalam. Simbol-simbol
ritual tersebut diantaranya adalah umbarampe (piranti atau hardware dalam
bentuk makanan), yang disajikan dalam ritual slametan. Hal itu merupakan
aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan
diri kepada tuhan.82
Upaya akumulasi budaya yang bersifat abstrak juga terkadang
dimaksudkan sebagai uapaya negosiasi spiritual, sehingga segala hal yang ghaib
yang diyakini berada diatas manusai tidak akan menyentuhnya secaar negatif.
Inti dari kepercayaan keagamaan secara substansial adalah keyakinan
adanya Tuhan, yang transenden, yang sakral, yang suci, yang di atas segalanya
atau apa saja yang dihubungkan dengan suatu "Dzat Yang Maha Agung". Ada pun
secara fungsional agama adalah upaya untuk dapat mengatasi masalah, masalah
kehidupan, masalah eksistensi. Agama selalu membawa kepada keluhuran yang
didambakan setiap orang, baik nilai maupun wujud fisik suatu aksi. Meskipun
demikian, tidak jarang pada praktik yang dilakukan pemeluknya agama
menampilkan wajah yang sebaliknya. Seorang yang memiliki kepastian mutlak
terhadap mistik, yang notabenenya berbeda dari jalan agama.
Dalam kehidupan beragama dan proses mengarungi kehidupan, do‟a
merupakan komponen yang penting. Kepentingan itu terlihat manakala seseorang
sedang dilanda rasa tidak nyaman. Disitulah muncul naluri keberagamaan yang
sudah menjadi ritual agama dan disebut dengan berdo‟a. Kebutuhan tersebut
meliputi perlindungan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan serta
hubungan manusia dengan sesama atau dengan alam sekitar, kaitannya dengan
”peluang” memenuhi kebutuhan dalam kehidupan.
82
Muhammad Sholikhin, Ritual & Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta : Narasi 2010), 49.
53
Slametan yang pada dasarnya adalah memohon dilimpahkan keselamatan
atas hajat. membuat orang-orang jawa melakukan sesuatu yang abstrak, dan
diyakini bahwa hal tersebut mempengaruhi efektifitas hajat. Namun tidak semua
jenis slametan mengandung unsur-unsur yang penulis maksudkan mengandung
animisme. Hanya slametan-slametan tertentu yang pada notabenenya
membutuhkan kekuatan supranatural. Hal ini sejalan dengan penjelasan
Koentjaraningrat.
Menurut Koentjaraningrat, selamatan dibagi menjadi 2 jenis yaitu slametan
yang bersifat kramat dan slametan yang bersifat tidak kramat. Slametan yang
bersifat kramat biasanya ditandai dengan adanya getaran emosi keagamaan, baik
pada waktu menetukan upacara,orang yang mengadakan pacara maupun pada
waktu upacara sedang berjalan. Yang mendasari diadakannya upacara adalah
kekhawatiran akan adanya hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi malapetaka,
meskipun kadang-kadang merupakan kebiasaan rutin saja yang dijalankan sesuai
adat keagamaan. Berebda halnya dengan slamatan yang bersifat tidak kramat
karena tidak menimbulkan getaran emosi keagamaan baik pada orang yang
mengadakan naupun yang hadir dalam upacara slamatan. Slamatan seperti ini
biasanya bersifat kegembiraan, seperti pindah rumah, kenaikan pangkat, hendak
berpergian jauh, sembuh dari sakit, dan upacara yang berhiubungan dengan
pertanian.83
Slamatan diyakini oleh masyarakat desa pasar singkut sebagai sarana
spiritual yang mampu mengatasi segala bentuk krisis yang melanda serta bisa
mendatangkan berkah bagi yang melakukannya.
Pemahaman muslim tradisional di desa-desa menekankan bahwa agama dan
adat istiadat saling melengkapi, sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan
yang hams dipertentangkan satu sama lain, kalaupun ada sifatnya kabur, tidak
dapat dipisahkan secara tegas.84
83
Koentjaraningrat, kerbudayaan jawa, 347-348. 84
A. Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan
Masyarakat Jawa, Jurnal el-Harakah Vol. 10, No. 3 (2008), 7.
54
C. Perkembangan Slametan di Desa Pasar Singkut
Islam memiliki nilai yang universal dan absolut sepanjang zaman, namun
demikian Islam sebagai dogma tidak kaku dalam menghadapi zaman dan
perubahannya. Islam selalu memunculkan dirinya dalam bentuk yang luwes,
ketika menghadapi masyarakat yang dijumpainya dengan beraneka ragam budaya,
adat kebiasaan atau tradisi.
Sebagai sebuah kenyatan sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling
mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol
yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung
nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan
sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi
keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi
(parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan
bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat
berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai
kolektivitas tidak akan mendapat tempat.
Islam merespon budaya lokal, adat/tradisi di manapun dan kapanpun, dan
membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat/tradisi sepanjang budaya lokal,
adat/tradisi tersebut tidak bertentangan dengan spirit nash Alquran dan as-
Sunnah.` Demikian halnya dengan Islam yang berkembang di masyarakat Jawa
yang sangat kental dengan tradisi dan budayanya. Tradisi dan budaya Jawa hingga
akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia.
Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga bangsa Indonesia, begitu juga
jargon atau istilah-istilah Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya
Jawa cukup memberi warna dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara di
Indonesia.
Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya Jawa tidak hanya memberikan
warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan
dan praktek-praktek keagaman. Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya
55
yang banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha terus bertahan
hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang
berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.
Sejak dahulu kala dinyatakan bahwa masyarakat itu telah mengenal suatu
kekuatan yang dianggap melebihi dari kekuatan manusia. Demikian lebinya
kekuatan tersebut dari apa yang dimiliki oleh manusia, maka manusia hendak
memperalat kekuatan tersebut demi kepentingannya. Dengan demikian, maka
timbullah “upacara” untuk membujuk kekuatan tersebut agar mau memberinya
kepada manusia. Pemujaan-pemujaan yang didampingi oleh persembahan-
persembahan atau sesaji kepada kekuatan tersebut melahirkan bentuk-bentuk
upacara. Bahkan, akhirnya timbul semacam tatacara untuk berupacara kepada
kekuatan-kekuatan tersebut.85
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum
bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan
budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi
dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus
berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam dengan kuat
tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih dapat
dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara
masyarakat Jawa yang tidak memiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih
banyak menjaga warisan leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Fenomena ini terus berjalan hingga sekarang.
Gambaran masyarakat Jawa seperti di atas menjadi penting untuk dikaji,
terutama terkait praktek keagamaan kita sekarang. Sebagai umat beragama yang
baik tentunya kita perlu memahami ajaran agama kita dengan memadai, sehingga
ajaran agama ini dapat menjadi acuan dalam berperilaku dalam kehidupan kita.
Karena itulah, dalam tesis ini mengungkap masalah tradisi keislaman atau
85
Bungaran antonius simanjuntak, tradisi, agama, dan akseptasi modernisasi pada
masyarakat pedesaan Jawa, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), 16-17.
56
nilainilai lokal terutama dalam masyarakat Jawa dalam pandangan ajaran agama
Islam. Apakah tradisi dan budaya Jawa ini sesuai dengan ajaran Islam atau
sebaliknya, bertentangan dengan ajaran Islam.
Sebagian besar masyarakat Jawa sekarang ini menganut agama Islam.
Diantara mereka masih banyak yang mewarisi agama nenek moyangnya, yakni
beragama Hindu atau Budha, dan sebagian yang lain menganut agama Nasrani,
baik Kristen maupun Katolik. Khusus yang menganut agama Islam, masyarakat
Jawa bisa dikelompokkan menjadi dua golongan besar, golongan yang menganut
Islam murni (sering disebut Islam Santri) dan golongan yang menganut Islam
Kejawen (sering disebut Agama Jawi atau disebut juga Islam Abangan).86
1. Slametan Trans Awal
Awal masuknya transmigran dari Jawa ke Desa Pasar telah banyak
mengadakan upacara slametan, walaupun keterbatasan ilmu keagaamaan islam.
Artinya masyarakat tidak memahami hukum-hukum agama secara jelas, belum
mengetahu makna dari unsur-unsur yang ada dalam slametan. Karena suatu
kegiatan-kegiatan yang ada dalam slametan saat itu berdasar pada pengalaman
yang kemudian diyakini. Namun, keyakinan atas permohonan untuk keselamatan
dan keberkahan tetap dijalankan melalui kegiatan tersebut. Seperti yang
diungkapkan oleh suhardi.
“slametan iku digowo seko jowo, dilastarikne neng kene. Mbiyen slametan
iku dadi siji nenggone mbah Warso tur yo dipimpin karo mbah Warso. Wong
jowo mbiyen nek dungo mung ngwujudne utowo ngikrarne, dungo arab e yo
wes ono87
. Slametan nek jaman biyen iku yo urong pati diringkes, nek jaman
saiki kan wes okeh sing diringkes”.88
“slametan itu dibawa dari pulau Jawa, dilestarikan di Desa Pasar. Dulu
slametan menjadi satu tempat di rumah mbah Warso sebagai sesepuh dan yang
memimpin acara sekaligus. Orang Jawa dulu bila berdoa hanya mewujudkan
atau mengikrarkan, do‟a menggunakan bahasa Arab pun juga sudah ada.
Slametan bila zaman dahulu belum begitu diringkas tidak seperti pada saat ini”.
Pada zaman dahulu jenis-jenis slametan masih sangat kompleks untuk
dilaksanakan, termasuk ada proses pengikraran yang bertujuan untuk permohonan
86
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 211. 87
Pak suhardi, Kepala Dusun Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 88
Mbah muhmartin, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal,
Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio
57
keselamatan. Setiap acara slametan zaman dahulu selalu ada sajian yang
diletakkan ditengah-tengah diantara orang-orang yang hadir dalam acara slametan.
Hal itu merupakan wujud dan kemudian diikrarkan melalui perantara wujud
tersebut.
2. Slametan Saat Ini
Seiring perkembangan daerah yang kian maju membuat banyak para
pendatang dari pulau Jawa yang masih memiliki ikatan keluarga dengan para
transmigran ataupun bukan untuk ikut menetap di Desa Pasar. Hal ini membuat
kemajuan ilmu pengetahuan kian membaik. Karena kedatangan para ustad yang
membuat ilmu-ilmu agama kian berkembang dan menjadi banyak pedoman oleh
masyarakat Jawa yang mulanya awam akan ilmu kegamaan Islam.
Slametan pada era saat ini juga terjadi perubahan bertahap dari segi proses
maupun keyakinannya. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling
besar dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam. Tokoh-tokoh agama masuk
ke Desa Pasar Singkut tidak bebarengan dengan para transmigran awal. Mereka
datang dengan membawa ajaran dan hukum-hukum islam. Mayoritas para ustad
yang datang adalah pengikut NU (Nahdatul Ulama) yang toleran terhadap tradisi
slametan. Menurut suhardi:
“slametan jaman biyen urong ono qur’anan koyo saiki.89
saiki slametan
okeh sing wes diringkes”.90
“slametan zaman dahulu belum ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran seperti
pada saat ini. Sekarang slametan justru banyak yang diringkas”
Dampak dari perkembangan agama yang menjadikan proses slametan pada
saat ini mengalami penambahan-penambahan dan pengurangan. Seperi
penambahan pembacaan asma’ulhusna secara bersama, dan penambahan ayat-
ayat Al-Quran pada saat pengikraran. Adapun hal-hal yang dihilangkan pada saat
proses slametan pada saat ini yaitu pengikraran yang dilakukan didepan umum.
Artinya pengikraran tetap ada, namun dilakukan secara personal oleh pemangku
hajat.
89
Suhardi, Kepala Dusun 90
Mbah muhmartin, tokoh adat
58
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Slametan adalah konsep yang berasal dari sumber ajaran Islam yaitu kata
bahasa Arab „salam‟ yang brarti „menjadi baik‟, „selamat‟. Slametan juga
diartikan sebagai upacara sedekah makanan dan doa bersama Maka yang diminta
dalam ritual slametan adalah permohonan doa untuk kebaikan, kesejahteraan dan
keselamatan. yang bertujuan untuk mendapat Ridha dari Tuhan, memohon
keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan.
Dalam setiap digelarnya slametan memiliki proses dan persiapan yang
berbeda. Perbedaannya terletak dari niat hajat dari penyelenggara slametan.
Karena dalam rangkaian acara memiliki tahapan dan sesi acara yang berbeda.
Sebelumnya pihak penyelenggara atau pemangku hajat mengundang tetangga dan
sanak familinya secara lisan untuk menghadiri acara itu yang akan
diselenggarakan di rumah. Upacara slametan baru dimulai apabila para undangan
sudah banyak yang datang dan dianggap cukup, lebih khusus yaitu para tokoh
agama yang nantinya akan memimpin berjalannya acara. Kegiatan inti pada
slametan di desa pasar singkut pada umumnya meliputi pembacan yasin,
pembacaan tahlil dan berdo bersama yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agam
setempat.
Unsur mistisisme pada slametan terjadi pada jenis slametan tertentu, dan itu
diyakini. Ungkapan mistisisme diwujudkan dalam bentuk simbol-simbul, yang
pada dasarnya banyak masyarakat jawa desa pasar singkut tidak memahami
makna dari simbol-simbol ungkapan mistik tersebut. Intinya hanya melaksanakan
tradisi dengan penuh harapan dan do‟a-do‟a. Diantaranya adalah slamtan
pembangunan rumah baru, slamtan hajatan (pesta), slametan walimahan yang
bebarengan dengan hajat (pesta).
Selama berada di lapangan, terdapat beberapa temuan yang mempengaruhi
perubahan pada tradisi slametan. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang
paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam. Semakin tingginya
pemahaman masyarakat mengenai ajaran agama Islam berpengaruh pada persepsi
59
masyarakat akan penting tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan
yang kemudian meyakini bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh,
untuk dilakukan. Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat sebelum Islam ada di Indonesia
Arus modernisasi dan globalisasi yang sangat cepat telah merubah cara
pandang generasi penerus masyarakat Jawa di Desa Pasar Singkut terhadap tradisi
kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. Dengan tidak adanya regenerasi
yang baik, suatu tradisi dan kepercayaan tersebut tidak akan mampu bertahan.
Begitu pula dengan tradisi slametan yang berurgensi pada kekuatan mistis ini,
apabila generasi berikutnya semakin tidak berminat dalam menjalankannya maka
hanya tinggal menunggu waktu untuk tradisi ini hilang.
.
B. Rekomendasi
Masyarakat yang meyakini bahwa tradisi slametan merupakan tradisi yang
baik untuk dilakukan. Akan tetapi tradisi tersebut perlu dibenahi pada beberapa
aspek agar tidak menyalahi ajaran agama Islam. Pembenahan yang dilakukan
seperti menghilangkan sesaji dan doa-doa yang masih diselimuti dengan nuansa
supranatural. Sesaji yang sebelumnya ada ditiadakan dan hanya ada makanan
yang dihidangkan untuk pelaku slametan.
Persekutuan antra agama dengan mitologi harus difahami secara individual,
karena esensi dari keyakinan adalah jiwanya. Blum dapat diartikan secara jelas
dan pasti bahwa setiap penyelenggaraan slametan maka di situ pula terdapat unsur
keyakinan mistik yang terjadi. Walapun sejatinya ada, namun tidak semua jenis-
jenis slametan mengandung hal tersebut. Dikatakan sebelumnya, bahwa untuk
mengetahui dan memastikannya perlu memahami tiap-tiap individu selaku
penyelenggara upacara slametan.
DAFTAR PUSTAKA
.
A. Karya Ilmiah
Departemen Agana RI. Al-Qur’an Tajwid dab Terjemah, Bandung: CV.
Ponegoro. 2010Abimanyu Soedjipto. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta :
Laksana. 2017
Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. 1989
Bagus Loren. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia. 2002
Bakhtiar Amsal. filsafat agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2009
Daymon cristine, Immy Holloway. Metode-metode riset kualitatif: dalam public
relation & marketing communication. Yogyakarta: Bentang. 2008
Gardjito Murdijati, Serba serbi tumpeng tumpeng dalam kehiupan masyarakat
Jawa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010
Geertz Clifford, Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, 1983
Gulo W, Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2012
Herman Sinung Janutama. Islam dan Mistisisme Nusantara Ronggo Warsito Islam
& Kejawen. kuliah umum. Jakarta : Gedung Teater Salihara. 28 Juli 2012
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2011
Jonathan Sarwono, Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset
kualitatif secara benar, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011
K.Nottingham Elizabeth. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi
Agama. Jakarta : Rajawali Pers. 1994
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Kusumohamidjojo Budiono. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi
Manusia.Yogyakarta: Jalasutra 2010
Mahasin Aswab. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.
Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “The Religion of Java” oleh
Clifford Geertz. Jakarta: Pustaka Jaya. 1983
Mahmud Muh.Arba‟in. Gender dan Kehutanan Masyarakat. Yogyakarta:
Deepublish. 2015
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2013
Mulyana Dedy. metode peneltian kualitatif. Bandung: Remaja Rosyadakarya.
2013
Musman Asti. Agama Ageming Aji menelisik akar spiritualisme Jawa.
Yogyakarta : Pustaka Jawi. 2017
Nawawi Hadari, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. 2007
Perangkat Desa Pasar Singkut. Bidan Desa. dkk, Daftar Isian Tingkat
Perkembangan Dsa Dan Kelurahan, (Sarolangun: Badan Pemberdayaat
Masyarakat Dan Pmerintahan Desa. 2017
Piӧ tr Sztomka. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. 2012
Pranowo M. Bambang. Memahami Islam Jawa. Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009
Salim, Peter dan Yenni Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern English Press. 1991
Sarwono Jonathan. Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset
kualitatif secara benar. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2011
Sholikhin Muhammad. Ritual & Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : Narasi 2010
Simanjuntak Antonius Bungaran, Tradisi, Agama, dan Akseptasi pada
Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta: yayasan pustaka obor, 2016
Sudarwan Danim, menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Sugiyono. Metode Penenlitian: Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2012
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1989
Tim Penyusun. buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa. Jambi:
Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi. 2014
Thohir Muhammad. Ayat-ayat Tauhid: pencerahan aqidah tauhid berpadu logika
sains iptek. Surabaya : Bina ilmu
W.Gulo. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. 2012
Zainal Asliah. Menjaga Adat, Menguatkan Agama Katoba dan Identitas Muslim
Muna, Yogyakarta : deepublish, 2018
B. Jurnal
Ahmad Afandi, “Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan
Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb”, Jurnal p-
ISSN 2549-7332 |e-ISSN 2614-1167 Vol. 1, No. 1, (2016)
Hasan Ridwan, “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat
Islam Aceh”. jurnal MIQOT, Vol. XXXVI. Desember 2012
Herniti Ening, “Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan
Roh Menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard”. Jurnal ThaqÃfiyyÃT.
Vol. 13. No. 2. Desember 2012
Huda Miftahul, “Islam dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam
Tradisi Selametan Mendirikan Rumah Di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan
Ponorogo”, Jurnal Sabda, Vol 8, ISSN 1414-7927. 2013
Khalil Ahmad, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis
Keberagamaan
Masyarakat Jawa”. Jurnal "el-Harakah" Vol. 10, No. 3, (2008)
Adiansyah Ryko, “Persimpangan Antara Agama dan Budaya: Proses Akulturasi
Islam dengan Slametan dalam Budaya Jawa”, Jurnal Intelektualita Vol 06,
Nomor 02, 2017
Mohd Khairulnazrin bin Mohd Nasi, dkk. “Kepercayaan Animisme Menurut
Perspektif Sunnah Nabawi dan Ahli Antropologi Barat : Satu Kajian Awal”.
Jurnal pengajian Islam Fakulti Pengakian Peradaban Islam, ISSN 1823-
7126 / e-ISSN 0127-8002 BIL 9, ISU II: 2016
Muqoyyidin Andik Wahyun. “Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Dalam Bidang
Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa. Jurnal el Harakah Vol.14
No.1 Tahun (2012)
Rosyidi Abdul Wahab. “Do‟a Dalam Tradisi Islam Jawa”. Jurnal el Harakah
Vol.14 No.1 (2012)
Safitri Ikha, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen Studi Kasus pada Masyarakat
Pesisir Kabupaten Rembang”. Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910.
2013
Setyaningrum Arie, M.A, “Praktik Tradisi Slametan Dalam Masyarakat Pogung
Lor”, Skripsi Yogyakarta: Program Sarjana UGM, 2017
Solaiman Arif, “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari
Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”. Sekripsi. Jambi: Progam
Sarjana UIN Sulthan Thaha Saifudin Jambi, 2017
Sumbulah Ummi, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi
Dan Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun .2012
C. Web-site
Marzuki, M.Ag, “Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam”.
Diakses di laman lambung pustaka UNY Online alamat :
http://eprints.uny.ac.id/view/type/article.html. Tanggal 17 Juli 2018
Pandanari Dika Sri, “Nguri-uri Budaya”, diakses melalui alamat
https://www.qureta.com/post/nguri-uri-budaya-2, tanggal 20 Juli 2018
D. Wawancara
Muhmartin, Tokoh Adat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 16 Juli
2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio
Suhardi, Kepala Dusun VI Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 15
Juli 2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio
Suparno, Masyarakat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 18 Juli
2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio
Supri, Masyarakat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 18 Juli 2018.
Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio
STRUKTUR
BADAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Ketua Komisi C
Katijo
Anggota
Lina Roslina
Ketua
Sudarsono
Wakil Ketua
Masyur
Sekertaris
Sudaryanto
Ketua Komisi D
Ali Ahmadi
Anggota
asnawi
Ketua Komisi A
Paimin
Anggota
Supriono
ketua Komisi B
Joko Sudarno
Anggota
Abdul Ghofur
STRUKTUR
PEMERINTAHAN DESA PASAR SINGKUT
Kadus V
Sukatmin
Kadus VI
Suhardi
Kadus VII
Sulaiman
Kadus VIII
Ayub
Burhanudin
Kadus IV
samin
Kadus III
Ahmat Misrat
Kadus II
Sahli Kadus 1
Vebriansyah
Sekertaris Desa
Gianto
Kasi
Pemerintahan
Susanto
Kasi Prek Pemb
Rukun S
Kasi Kesos
Rukun
Kasi Trantib
Jailani AB
Bendahara Desa
Rudy asnawi Kaur Umum
Aris Supryono
Kaur Keuangan
Iin Indriyati
Kepala Desa
Sumarsono
TABEL 1
PERKEMBANGAN KEPEMIMPINAN DESA PASAR SINGKUT
No Nama Tahun menjabat Sebutan
1 Halimi 1984-2000 Kepala Desa
2 Satiyo 2000-2011 Kepala Desa
3 Sumarsono 2011-2017 Kepala Desa
Sumber : Arsip kantor Desa Pasar Singkut
TABEL 2
FASILITAS PENDIDIKAN DI DESA PASAR SINGKUT
No Nama Jumlah
1 Taman kanak-kanak 4
2 PAUD 3
3 Sekolah Dasar Negeri 2
4 Madarasah Tsanawiyah Negeri 1
5 Sekolah Menengah Atas Negeri 1
6 Pondok pesantren 2
TABEL 3
FASILITAS TEMPAT IBADAH DAN SARANA KESEHATAN DI
DESA PASAR SINGKUT
No Nama Jumlah
1 Masjid 10
2 Mushola 20
3 Gereja 0
4 Puskesmas Desa 1
TABEL 4
MASYARAKAT PEMELUK AGAMA
No Nama Jumlah
1 Islam 4.704
2 Kristen 33
3 Khatolik 8
4 Hindu -
5 Budha -
TABEL 5
JUMLAH PENDUDUK DESA PASAR SINGKUT
No Jenis kelamin Keterangan
1 Laki-Laki 2.949 Jiwa
2 Perempuan 2.706 Jiwa
Jumlah 5.655 Jiwa
TABEL 6
JUMLAH PENDUDUK MNURUT USIA
No
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
1 7-15 7-15
2 16-25 16-25
3 26-40 26-40
4 40-60 40-60
5 61 keatas 61 keatas
Jumlah 2593 Jiwa 2152 Jiwa
TABEL 7
MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA PASAR SINGKUT
No Pekerjaan Jumlah
1 Karyawan 38 Orang
2 Tani 336 Orang
3 Buruh Tani 123 Orang
4 Pertukangan 88 Orang
5 Pensiunan 21 Orang
6 Wiraswasta 107 Orang
Persentase Suku
aceh 0,35%
batak 2,34%
nias 0,07%
melayu 8,26%
minang 1,55%
sunda 16%
jawa 70,62%
bali 0,51%
minahasa 0,11%
Persentase Jumlah Pemeluk Agama
Islam 97,4%
Kristen
2,2%
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Skripsi
UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA
DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN
SAROLANGUN
NO JENIS DATA METODE SUMBER DATA
1
.
2
.
3
.
4
.
5
.
6
Letak Geografis Ds.Pasar
Singkut
Sejarah dan Makna tradisi
Slametan
Kondisi Sosial Keagamaan
masyarakat
Proses Slametan
Perkembangan Slametan
Persenyawaan slamtan
dengan animisme
- Observasi
- Dokumentasi
- Wawancara
- Dokumentasi
- Obsevasi
- Obsesvasi
- Wawancara
- Wawancara
- Dokumentasi
- Wawancara
- Dokumentasi
- Setting
- Dokumen Desa
- Tokoh/Sesepuh Jawa
- Dokumen Desa
- Dokumen Tentang
Upacara Slametan
- Setting Lokasi
- Praktik Slametan
- Tokoh Masyarakat/
adat
- Masyarakat
- Dokumen Tradisi
Slametan
- Masyarakat
- Tokoh Adat
A. Panduan Observasi
No Jenis Data Primer Obejek Observasi
1
2
3
Letak Geografis Ds.Pasar
Singku
Kondisi Sosial Keagamaan
Masyarakat
Acara Slametan
Keadaan dan Letak Geografis
- Jamaah Sholat lima waktu di masjid
- Kondisi Masyarakat saat ada acara
slametan
Pihak penyelenggara dan Masyarakat
yang hadir
B. Panduan Dokumentasi
No Jenis Data Skunder Data Dokumentasi
1
2
3
4
Letak Geografis
Ds.PasarSingkut
Makna dan Sejarah slametan
Perkembangan Slametan
Persenyawaan slamtan
dengan animisme
Data Dokumentasi Letak geografis Desa
Pasar Singkut
Data dokumentasi yang membahas
slametan dan animisme
Data Dokumentasi tentang slametan
Data Dokumentasi yang membahas
tentang unsur-unsur dalam slametan
C. Butir-butir Wawancara
No Jenis Data Primer Sumber Data dan Substansi Wawancara
1
Makna dan Sejarah
slametan
Tokoh Adat:
- Apa yang dimaksud dengan slametan?
- Apa makna dan tujuan diadakan
slametan?
- Bagaimana sejarah awal slametan hingga
sampai di desa pasar singkut?
- Kapan awal tradisi slametan di
selenggarakan?
2 Prosesi Slametan Masyarakat/Tokoh Masyarakat, Tokoh
Adat:
- Kapan slametan biasa dilakukan?
- Bagaimana susunan upacaranya?
- Hal-hal yang perlu/harus dilakukan
setelah slametan selesai ?
- Siapa saja yang ikut serta dalam upacara
slametan?
3 Perkembangan Slametan Tokoh Adat:
- Bagaimana awal-awal dulu ketika tradisi
tersebut dilaksanakan?
- Adakah slametan yang dulu kerap
dilakukan namu sekrang sudah mulai
jarang?
- Adakah perbedaan dengan slametan yang
ada di pulau jawa?
- Ada berapa jenis slametan yang dilakukan
oleh masyarakat?
- Jenis slametan yang sering dilakukan
- Jenis slametan yang jarang dilakukan
- Jenis slametan yang sudah tidak lagi
dilakukan ? alasan
4 Persenyawaan slamtan
dengan animisme
Masyarakat/Tokoh Adat :
- Adakah kaitannya antara roh atau
mahkluk halus dengan niat hajat
penyelenggara slametan?
- Adakah peran dari roh atau mahkluk halus
dalam meraih keselamatan yang
diharapkan?
- Apa ada kaitannya antara menanam telur
saat membangun rumah baru dengan roh
atau mahkluk halus?
- Apakah fungsi sesaji yang ada di gedong
saat acara hajatan ada kaitannya dengan
roh atau mahkluk halus? Bagaimana bila
tidak terdapat sesaji?
- Apa tujuan dari membakar dupa,
kemenyan dan menabur beras saat
hajatan?
DOKUMENTASI
Sajen Slametan pembuatan rumah
Foto (Agus 30 Desember 2017)
Panggang Tarob pada acara lokasi hajatan yang berbeda
Foto (Agus 11 September dan 15 April 2017)
Sesajen Pesta Pernikahan acara slametan pesta pernikahan
Ingkung
Slametan sasi Suro
Slametan Manaqib
Wawancara narasumber wawancara narasumber
Bpk. Suhardi Bpk. Muhmartin
Wawancara Narasumber Wawancara Narasumber
Mbah Supri Suparno
CURRICULUM VITAE
Nama : Agus Miyanto
Tempat/Tanggal Lahir : Singkut, 25 Desember 1995
NIM : UA. 131154
Fakultas/Jurusan : Ushuluddin dan Studi Agama/AqidahFilsafat
Nama Ayah : Sutarno
Nama Ibu : Parinem
Alamat Asal : RT 008, Dusun 06, Desa pasar Singkut, Kecamatan
Singkut, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi
Alamat Sekarang : Perumahan Arza Gria Mandiri I , Rt 06, Desa
Mendalo Indah, Kecamatan Jaluko, Kabupaten
Muaro Jambi
JENJANG PENDIDIKAN
Tahun 2001 ~ 2007 : SDN 135/IX Singkut Kabupaten Sarolangun
Tahun 2007 ~ 2010 : SMPN 3 Sarolangun
Tahun 2010~ 2013 : SMAN 8 Sarolangun
Tahun 2012~ 2016 : Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi