118
UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM NOVEL NGAYAU KARYA MASRI SAREB PUTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Maria Fransiska NIM: 144114016 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Juni 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM ...Analisis unsur budaya menggunakan teori unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat. Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams yaitu pendekatan

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM NOVEL NGAYAU

    KARYA MASRI SAREB PUTRA

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Maria Fransiska

    NIM: 144114016

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    Juni 2018

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • i

    UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM NOVEL NGAYAU

    KARYA MASRI SAREB PUTRA

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Maria Fransiska

    NIM: 144114016

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    Juni 2018

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Karya ini kupersembahkan untuk

    Bapak Antonius Pendi

    Ibu Sesilia

    Abang Trudis Joni

    Kakek Silvanus Lorensius Anyim (Alm), Tumenggung Panco Benuo

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    MOTO

    Jika Anda menyerah satu kali, itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Jangan

    pernah menyerah! (Michael Jordan)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan atas berkat

    dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “Unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam Novel Ngayau karya Masri Sareb

    Putra” ini dengan lancar.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak

    yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam proses

    penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima

    kasih kepada beberapa pihak.

    Pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi

    Taum, M.Hum sebagai pembimbing I dan S. E Peni Adji, S.S., M.Hum sebagai

    pembimbing II yang telah membantu dalam penulis skripsi ini. Dorongan dan

    semangat yang disampaikan sangat memotivasi agar skripsi ini dapat selesai tepat

    waktu.

    Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen Sastra

    Indonesia, Universitas Sanata Dharma (USD), terutama kepada Prof. Dr.

    Praptomo Baryadi, M. Hum yang menjadi Dosen Pembimbing Akademik

    Angkatan 2014. Terima kasih atas waktu dan tenaga yeng telah diberikan kepada

    penulis. Nasihat dan dukungan yang selalu mendorong penulis supaya bekerja

    keras. Terima kasih juga kepada Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku

    Wakil Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., dan

    Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., yang telah bersedia membagi

    ilmunya selama saya menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia; juga

    kepada Staf Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Program Studi Sastra Indonesia

    atas pelayanan yang baik selama ini.

    Ketiga, ucapan terima kasih untuk kedua orang tua, Bapak Antonius Pendi

    dan Ibu Sesilia yang selalu memberi dukungan dalam segi finansial maupun

    psikologis. Terima kasih juga kepada Kakek Silvanus Lorensius Anyim (alm),

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    Tumenggung Panco Benuo yang semasa hidupnya selalu memotivasi dan selalu

    mengingatkan kepada anak dan cucunya agar menjaga adat istiadat suku Dayak di

    mana pun berada.

    Keempat, kepada seluruh rekan-rekan Program Studi Sastra Indonesia

    Angkatan 2014. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama selama kita menjadi

    mahasiswa di USD.

    Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

    memberikan dukungan, sumbangan, dan bantuan dalam bentuk apapun kepada

    penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

    penelitian ini dan masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap skripsi ini

    dapat memberikan manfaat, khususnya bagi perkembangan ilmu Sastra Indonesia.

    Yogyakarta, 19 Juni 2018

    Penulis

    Maria Fransiska

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    ABSTRAK

    Fransiska, Maria. 2018. Unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam Novel

    Ngayau Karya Masri Sareb Putra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra

    Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini menganalisis unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam

    Novel Ngayau karya Masri Sareb Putra”. Penelitian ini bertujuan untuk (1)

    mendeskripsikan struktur pembangun cerita yang mencakup tentang tokoh,

    penokohan, dan latar dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra dan (2)

    mendeskripsikan unsur budaya Dayak dan Tionghoa yang terdapat dalam novel

    Ngayau karya Masri Sareb Putra.

    Dalam menganalisis struktur pembangun cerita, menggunakan kajian

    struktural. Analisis unsur budaya menggunakan teori unsur kebudayaan menurut

    Koentjaraningrat. Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams yaitu

    pendekatan objektif dan pendekatan mimetik. Dalam penelitian ini, metode

    pengumpulan data yang dipakai adalah metode studi pustaka, metode analisis data

    menggunakan metode analisis konten/isi, dan metode penyajian analisis data

    menggunakan metode deskriptif kualitatif.

    Hasil analisis struktur pembangun cerita novel Ngayau karya Masri Sareb

    Putra. Tokoh utama adalah Lansau dan Siat Mei. Sedangkan, tokoh tambahan

    terdiri dari A pa Mei, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa, Domia,

    dan Domamakng Bunso. Dalam menganalisis latar, peneliti membagi unsur latar

    menjadi tiga bagian yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial budaya. Latar

    waktu yang dominan adalah tahun 1967 saat Peristiwa Mangkok Merah dan

    tahun 1999 saat kerusuhan antaretnis pendatang di Kalimantan Barat. Latar tempat

    yang paling dominan adalah negeri Poromuan. Latar sosial budaya yang meliputi

    cara hidup, makanan, dan bahasa. Dalam penelitian ini ditemukan enam unsur-

    unsur budaya Dayak yaitu: (1) Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Dayak

    Kanayatn dan Bahasa Dayak Djongkang (Djo). (2) Sistem pengetahuan yang

    meliputi membaca musim, pengetahuan pengetahuan alam flora, dan sistem

    pengetahuan adat-istiadat. (3) Sistem peralatan dan teknologi yang meliputi

    senjata, tempat berlindung, perumahan, alat produksi, dan makanan. (4) Sistem

    mata pencaharian hidup yang meliputi berburu, berladang, dan kerja tambang. (5)

    Sistem religi yang meliputi kepercayaan animisme dan dinamisme, dan (6)

    kesenian yang meliputi benda lama yang masih digunakan, kesusteraan berupa

    mantra-mantra, cerita rakyat dan lagu daerah. Sedangkan, unsur-unsur budaya

    Tionghoa terdapat empat unsur yaitu: (1) Bahasa yang meliputi bahasa Tio Ciu,

    dialek hakka. (2) Sistem pengetahuan ruang dan waktu yaitu menentukan tanggal

    perayaan Ceng Beng. (3) Sistem peralatan dan teknologi yang meliputi makanan

    khas Tionghoa yaitu Kwee Cap. (4) Sistem mata pencaharian hidup etnis

    Tionghoa yang meliputi berkebun, pasar terapung, berdagang, dan kerja tambang,

    dan (4) Sistem religi Tionghoa yaitu konfusianisme.

    Kata Kunci : Unsur, Budaya, Dayak, Tionghoa, Ngayau

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    ABSTRACT

    Fransiska, Maria. 2018. Cultural Elements Dayak and Tionghoa in Novel

    Ngayau written by Masri Sareb Putra. An Undergraduate Thesis.

    Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Department of

    Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

    This study is based on the elements of Dayak Culture and Tionghoa in

    Ngayau written by Masri Sareb Putra. This study aims to (1) describing the

    structure constructing the story including characters, characterizations, and setting

    in Ngayau written by Masri Sareb Putra, and (2) describing the Dayak and

    Tionghoa’s Cultural elements in Ngayau written by Masri Sareb Putra.

    In analyzing the structure constructing the story, structural study was

    used. Analysis of cultural elements using the theory of cultural elements based on

    Koentjaraningrat. The paradigm of this study is based on M.H Abrams, which is

    objective and mimetic approach. In this study, the research applied data collection

    method as literature study method, data analysis method using content analysis

    method/content, and method of data analysis using qualitative description method.

    The result of structure constructing analysis the story analysis in Ngayau

    by written by Masri Sareb Putra. The main characters are Lansau and Siat Mei.

    While, the additional characters were A pa Mei, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin

    Sang, Kek Longa, Domia, and Domamakng Bunso. In analyzing the background,

    the writer classified the elements of setting into three parts, which were setting of

    time, setting of place, and socio-cultural setting. The setting of time dominant

    was in 1967 during the RedBowl Flood and in 1999 during interracial inter-ethnic

    riots in West Kalimantan. The setting of place dominant is Poromuan country.

    Socio-cultural background that includes way of life, food, and language. In this

    study found six elements of Dayak culture are: (1) The language used is Dayak

    Kanayatn and Dayak Djongkang (Djo). (2) A system of knowledge which

    includes season reading, knowledge of natural flora knowledge, and knowledge

    systems of customs. (3) Equipment and technology systems including weapons,

    shelter, housing, production equipment, and food. (4) Livelihood systems that

    include hunting, farming, and mine work. (5) Religious systems that include

    animism and dynamism, and (6) art that includes old objects still used, literature

    of mantras, folklore and regional songs. Meanwhile, the elements of Tionghoa

    culture there are four elements: (1) Languages that include the language Tio Ciu,

    hakka dialect. (2) The system of knowledge of space and time is to determine the

    date of celebration of Ceng Beng. (3) Equipment and technology system that

    includes typical Tionghoa food that is Kwee Cap. (4) The livelihood system of

    Tionghoa life that includes gardening, floating market, trading, and mining work,

    and (4) Tionghoa religious system is Confucianism.

    Keywords: Cultural Elements, Dayak, Tionghoa, Ngayau

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISTILAH

    Abuh : Perapian tempat memasak

    A kong : Kakek

    A me : Ibu

    A moi : Sapaan anak perempuan

    A pa : Bapak

    Atok : Takdir

    Babae : Manusia yang sudah bosan hidup di bumi.

    Baju : orang yang mempunyai ilmu atau kekebalan untuk melindungi

    diri

    Belantik : perangkap

    Bikas : Busur yang terlepas

    Bolopas : Melahirkan bayi

    Bopacu : memberikan bekal atau nasihat kepada kedua mempelai

    Boraupm : Berkumpul dan melakukan musyawarah saat akan me-ngayau dan

    mendirikan betang

    Bubu : Perangkap ikan terbuat dari bambu

    Chang Fu : Istri

    Ceng Beng : Sembahyang kubur

    Hampatokng : Patung kayu

    Jubata : Tuhan

    Ka kon : Mertua laki-laki

    Kasikng : Berupa duri, pecahan bambu, kayu, atau benda apa saja yang bisa

    melukai dan tertinggal di badan seseorang.

    Kolayak : Tikar terbuat dari anyaman rotan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    Ku chong : Paman

    Lawakng : Pintu

    Lo pho : Istri

    Lo thai sim : Abang ipar

    Lotos : Pelita

    Moici : Anak perempuan

    Ngabas Poya : Melihat atau mengamati lahan atau tanah yang akan

    menjadi area perladangan

    Ngadoh : Membantu persalinan seorang ibu yang melahirkan

    Ngayau : Tradisi memenggal kepala

    Ngansu : Sumpit

    Ngimpak : Senjata laras

    Nugal : Menanam padi

    Pantak : Patung dari kayu

    Polopas : Tradisi menyentuh makanan dengan ujung jari

    Pongamik : Bentuknya seperti ransel, terbuat dari anyaman rotan dan

    kulit kayu. Talinya dari kulit kayu yang kuat.

    Pongaretn : pemakaman umum yang sudah tidak terpakai lagi.

    Puaka : Sesuatu, benda, atau peninggalan berharga milik bersama

    yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara.

    Saor : jaring kecil

    Tajau : wadah untuk menyimpan pati tuak.

    Tajor : Mata kail

    Tariu : Upacara memanggil ruh leluhur

    Tepekong : Kuil

    Thaiko : abang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    Tikak : Semacam tas pinggang yang terbuat dari kulit kayu,

    tempat menyimpan alat-alat perlengkapan berburu.

    Tonok : Bambu muda

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .........................................................Error! Bookmark not defined.

    HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............Error! Bookmark not defined.

    HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................Error! Bookmark not defined.

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................Error! Bookmark not defined.

    LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................ Error!

    Bookmark not defined.

    HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................... Error! Bookmark not defined.i

    MOTO .................................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................................... viii

    ABSTRAK ........................................................................................................................ x

    ABSTRACT ........................................................................................................................ xi

    DAFTAR ISTILAH ........................................................................................................ xii

    DAFTAR ISI .................................................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5

    1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6

    1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6

    1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................ 6

    1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 6

    1.5 Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6

    1.6 Kerangka Teori ................................................................................. 7

    1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural .............................. 9

    1.6.1.1 Tokoh ................................................................................... 10

    1.6.1.2 Tokoh Berdasarkan Peranan ................................................ 10

    (1) Tokoh Utama .............................................................................. 10

    (2) Tokoh Tambahan ....................................................................... 11

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    1.6.1.3 Penokohan ............................................................................ 11

    1.6.1.4 Latar ..................................................................................... 11

    (1) Latar Tempat .............................................................................. 12

    (2) Latar Waktu ................................................................................ 13

    (3) Latar Sosial-Budaya ................................................................... 13

    1.6.2 Pendekatan Mimetik ............................................................... 14

    1.6.3 Sosiologi Sastra ....................................................................... 14

    1.6.4 Teori Unsur-Unsur Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat .. 16

    1.6.4.1 Bahasa .................................................................................. 17

    1.6.4.2 Sistem Pengetahuan ............................................................. 18

    1.6.4.3 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan ............................... 19

    1.6.4.4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ............................... 20

    1.6.4.5 Sistem Mata Pencaharian Hidup .......................................... 20

    1.6.4.6 Sistem Religi ........................................................................ 20

    1.6.4.7 Kesenian ............................................................................... 21

    1.7 Metode Penelitian ........................................................................... 21

    1.7.1 Jenis Penelitian ....................................................................... 22

    1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 23

    1.7.3 Teknik Analisis Data .............................................................. 23

    1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data .............................................. 24

    1.8 Sistematika Penyajian ..................................................................... 25

    BAB II STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL NGAYAU KARYA

    MASRI SAREB PUTRA

    2.1 Pengantar ........................................................................................ 26

    2.2 Tokoh dan Penokohan .................................................................... 26

    2.2.1 Tokoh Utama .......................................................................... 27

    2.2.1.1 Lansau .................................................................................. 27

    2.2.1.2 Siat Mei ................................................................................ 30

    2.2.2 Tokoh Tambahan .................................................................... 32

    2.2.2.1 A pa Mei ............................................................................... 33

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    2.2.2.3 Ben Teng .............................................................................. 34

    2.2.2.5 A kong Mei ........................................................................... 35

    2.2.2.4 Ahong ................................................................................... 35

    2.2.2.6 Sinfu ..................................................................................... 37

    2.2.2.7 Sin Sang ............................................................................... 38

    2.2.2.8 Kek Longa ............................................................................ 39

    2.2.2.9 Domia ................................................................................... 40

    2.2.2.10 Domamakng Bunso ............................................................ 41

    2.3 Latar ................................................................................................ 42

    2.3.1 Latar Waktu ............................................................................ 42

    2.3.1.1 Tahun 1967 .......................................................................... 43

    2.3.1.2 Tahun 1999 .......................................................................... 44

    2.3.2 Latar Tempat ........................................................................... 45

    (1) Negeri Poromuan ....................................................................... 45

    (2) Rumah Mei ................................................................................. 46

    (3) Hutan .......................................................................................... 47

    2.3.3 Latar Sosial-Budaya ................................................................ 47

    2.4 Rangkuman ..................................................................................... 49

    BAB III UNSUR-UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM

    NOVEL NGAYAU KARYA MASRI SAREB PUTRA

    3.1 Pengantar ........................................................................................ 51

    3.2 Unsur-Unsur Budaya Dayak dalam novel Ngayau Karya Masri

    Sareb Putra..................................................................................... 51

    3.2.1 Bahasa ..................................................................................... 52

    3.2.2 Sistem Pengetahuan ...................................................................... 58

    3.2.2.1 Membaca Musim ....................................................................... 58

    3.2.2.2 Sistem Pengetahuan Alam Flora ............................................. 59

    (1) Daun Sabang Merah ......................................................................... 59

    3.2.2.3 Sistem Pengetahuan Adat-istiadat ........................................... 60

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xviii

    3.2.3 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ..................................... 62

    3.2.3.1 Senjata ......................................................................................... 62

    3.2.3.2 Tempat Berlindung .................................................................... 63

    3.2.3.3 Perumahan .................................................................................. 64

    3.2.3.4 Alat Produksi ............................................................................. 65

    3.2.3.5 Makanan ..................................................................................... 66

    3.2.4. Sistem Mata Pencaharian Hidup ............................................... 67

    (1) Berburu .............................................................................................. 67

    (2) Berladang .......................................................................................... 67

    (3) Kerja Tambang ................................................................................. 70

    3.2.5 Sistem Religi ................................................................................. 70

    3.2.6 Kesenian ......................................................................................... 71

    3.2.6.1 Benda-benda Lama yang Masih Digunakan .......................... 72

    3.2.6.2 Kesusasteraan............................................................................ 72

    (1) Mantra saat Tariu ............................................................................. 72

    (2) Mantra Nosu Minu (Menyerukan semangat/jiwa) ........................ 73

    (3) Mantra Sokutuk Sokutokng .............................................................. 74

    3.2.6.3 Cerita Rakyat ............................................................................. 74

    3.2.6.4 Kisah Asal Usul Padi versi suku Dayak ................................. 75

    3.2.6.5 Seni Musik .................................................................................. 76

    3.2.6.6 Seni Rupa ................................................................................... 77

    3.3 Unsur-unsur Budaya Tionghoa dalam novel Ngayau karya Masri

    Sareb Putra ....................................................................................... 78

    3.3.1 Bahasa ..................................................................................... 78

    3.3.1.1 Sapaan Kekerabatan ............................................................. 79

    (1) A kong ......................................................................................... 80

    (2) Lo Pho ........................................................................................ 80

    (3) A moi .......................................................................................... 80

    (4) Moi Ci ......................................................................................... 80

    (5) Ka Kon ....................................................................................... 80

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xix

    (6) Ku Chong ................................................................................... 81

    (7) Thaiko ......................................................................................... 81

    (8) Chang Fu .................................................................................... 81

    (9) Lo Thai Sim ................................................................................ 81

    3.3.1.2 Istilah ................................................................................... 82

    3.3.2 Sistem Pengetahuan ............................................................... 82

    3.3.3 Sistem Peralatan dan Teknologi ............................................. 83

    3.3.4 Sistem Mata Pencaharian Hidup ............................................. 84

    (1) Berkebun .................................................................................... 84

    (2) Pasar Terapung ........................................................................... 85

    (3) Berdagang .................................................................................. 85

    (4) Kerja Tambang ........................................................................... 86

    3.3.5 Sistem Religi ........................................................................... 87

    3.4 Rangkuman ............................................................................................. 87

    BAB IV PENUTUP

    4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 89

    4.2 Saran ............................................................................................... 94

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Karya sastra sebagai produk budaya, merupakan institusi sosial. Sebagai

    institusi sosial, karya sastra memiliki peran dan fungsi dalam rangka sosialisasi

    nilai-nilai pendidikan, kritik sosial, dan penilaian terhadap kenyataan

    masyarakatnya (Suhariyadi, 2014: 69). Selain berhubungan dengan masyarakat,

    karya sastra juga dapat bersumber dari peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah juga

    motivasi seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra. Menurut

    Kuntowijoyo (2006: 171), objek karya sastra adalah realitas, apa pun dimaksud

    dengan realitas oleh pengarang.

    Sebagai gambaran tentang bagaimana kehidupan dalam bermasyarakat,

    karya sastra juga dapat dikaji secara mendalam untuk menemukan apa yang

    terjadi dalam masyarakat dan selanjutnya dituangkan dalam karya sastra. Jika

    membaca cerita fiksi, kita akan bertemu dengan sejumlah tokoh, tempat, waktu,

    dan latar belakang sosial budaya di mana cerita itu terjadi, dan lain-lain.

    Kesemuanya tampak berjalan serempak dan saling mendukung. Misalnya,

    bagaimana tokoh saling berhubungan, berbagai peristiwa saling terkait walaupun

    pencitraannya berjauhan, bagaimana latar sosial budaya memfasilitasi dan

    membentuk karakter tokoh dan lain-lain. Hal itu semuanya dapat berjalan dengan

    baik, cerita dapat dipahami dengan baik, karena ada benang merah yang mengatur

    dan menghubungkan semua elemen, yaitu struktur (Nurgiyantoro, 2015: 59).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Aspek pendukung karya sastra adalah unsur yang membangun karya sastra

    dari luar yang terkandung di dalamnya. Salah satu di antara unsur tersebut yaitu

    kondisi masyarakat dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik pada saat karya

    sastra diciptakan. Koentjaraningrat (1990: 203) membagi unsur-unsur kebudayaan

    menjadi tujuh unsur, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi

    sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian

    hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Setiap kebudayaan mempunyai unsur

    universal misalnya struktur sosial, sistem politik, ekonomi, teknologi, agama,

    bahasa, dan sistem komunikasi. Semua unsur dan sistem kebudayaan tersebut

    dapat kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya dalam

    masyarakat Dayak dan Tionghoa yang juga mengenal beberapa unsur budaya dan

    adat istiadat.

    Menurut Coomans (1987: 71), nenek moyang penduduk Kukar berasal

    dari dataran Asia yang kini disebut dengan propinsi Yunan, China Selatan. Para

    nenek moyang ini merupakan kelompok-kelompok kecil pengembara yang

    berhasil sampai di Pulau Kalimantan. Namun, masing-masing menempuh rute dan

    waktu yang berbeda. Suku Dayak ini dibedakan menjadi dua wilayah, pertama

    wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Sedangkan wilayah kedua

    adalah Kalimantan Barat, Utara, dan Timur. Pembedaan ini dapat dilihat dari suku

    Dayak yang mendiami Kalimantan bagian Utara, yang memiliki budaya dan

    sistem imigrasi yang beda dengan mereka yang mendiami Kalimantan bagian

    Selatan dan Tengah, imigrasi diperkirakan terjadi pada abad ke-13.

    Nenek moyang Lansau juga datang lewat jalur yang sama, berabad-abad sebelumnya. Beda masa migrasi, menyebabkan yang satu dianggap asli,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    sedangkan yang lainnya dicap sebagai “pendatang” di bumi Borneo yang sama, dari asal yang sama (Putra, 2014: 105).

    Golongan Cina yang sudah beradaptasi dengan alam dan budaya di

    Kalimantan yaitu golongan ketiga. Mereka sudah tidak tahu asal-usul nenek

    moyang. Keluarga Mei dan Thaiko adalah golongan ketiga ini. Migrasi nenek

    moyang Lansau dan Mei hanya selang beberapa abad. Akan tetapi, mengapa yang

    satu disebut Dayak? Sedangkan yang satunya Tionghoa, bahkan kerap didengar

    dengan sebutan Cina yang merupakan sebuah negara. (Putra, 2014: 116).

    Ngayau adalah sebuah novel berdasar sejarah karya Masri Sareb Putra.

    Novel ini diterbitkan pertama kali pada Maret 2014 oleh Entertainment Essence

    Center. Melalui novel tersebut, Masri Sareb Putra menggambarkan bahwa pada

    tahun 1967 terjadi sebuah peristiwa besar yang mengakibatkan perang antara

    Dayak dan Tionghoa.

    Ngayau bercerita tentang seorang pemuda Dayak bernama Lansau dan

    gadis keturunan Tionghoa Siat Mei, yang gagal menikah. Pernikahan mereka

    dibatalkan oleh A pa Mei dengan alasan bahwa Siat Mei dan Lansau berbeda.

    Akan tetapi, Mei tidak mengerti dengan perbedaan yang dimaksud oleh A pa nya.

    Ciri-ciri fisik mereka hampir sama. Soal bahasa, mereka sama-sama bisa

    menuturkan bahasa Dayak, dialek Khek, dan bahasa Indonesia. Makanan dan

    kebiasaan juga sama. Pada saat itu, Ben Teng mendapatkan kabar akan terjadinya

    balas dendam karena seorang panglima Dayak ditemukan terbunuh mengenaskan

    di sebuah hutan. Beredar kabar bahwa pelakunya warga Tionghoa. Maka balas

    dendam menunggu waktu. Kisah Ben Teng tersebut pun didengar oleh A pa Mei.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Itulah alasan mengapa ia membatalkan pernikahan anak gadisnya dengan Lansau.

    Saat tariu, ruh Panglima Burung merasuk ke dalam tubuh Lansau. Lansau

    membawa terbang Mei dan ayahnya untuk menghindari amuk massa yang

    dirasuki ruh-ruh leluhur. Mereka pun masuk di ruang penyekapan. Lansau pun

    mengisahkan yang sebenarnya terjadi. Massa Dayak diprovokasi untuk menghalau

    etnis Tionghoa di pedalaman. Lansau terpaksa menyelamatkan Mei dan

    keluarganya seperti penculikan. A pa Mei yang mendengar isu orang Dayak akan

    mengusir orang Tionghoa menjadi mafhum. Tujuannya membatalkan perkawinan

    putrinya dengan Lansau didasarkan pertimbangan. Ada pihak yang khawatir jika

    kedua suku bangsa bersatu maka akan menguasai pulau Borneo.

    Karya ini diangkat sebagai objek material penelitian karena dua alasan.

    Alasan pertama karena masalah sejarah dari dua etnis, Dayak dan Tionghoa yang

    terkandung di dalamnya. Dalam Ngayau, dipaparkan tentang asal nenek moyang

    suku Dayak dan Tionghoa yang sama-sama berasal dari daratan Yunan. Di

    Singkawang, pendaratan pertama dari Cina secara besar-besaran pada abad ke-13.

    Nenek moyang suku Dayak juga melewati jalur yang sama, berabad-abad

    sebelumnya. Hanya beda masa migrasi, itulah yang menyebabkan yang satu dicap

    pribumi, dan yang lainnya dicap sebagai pendatang.

    Alasan kedua, karena suku Dayak Kalimantan yang tetap menjaga

    kebudayaan dan tetap menjalankannya di zaman yang sudah modern. Begitu jelas

    digambarkan oleh pengarang yang merupakan bagian dari masyarakat Dayak.

    Contohnya, seperti perayaan Nosu Minu Podi, yaitu merupakan suatu upacara

    sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jubata (Tuhan) saat masa panen padi telah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    selesai. Tujuannya adalah sebagai penghormatan kepada roh padi dan memohon

    restu untuk keberhasilan di tahun berikutnya.

    Novel Ngayau terdiri atas 21 sub bab. Akan tetapi, ceritanya ada yang

    terputus. Demikianlah kata “Headhunter” berevolusi dari masa ke masa. Pada

    zaman dahulu, dalam setting novel ini, berarti mencari kepala musuh; kemudian

    berevolusi ke dunia olahraga menjadi mengumpulkan piala sebagai tanda

    kemenangan, dan kini berarti mencari pekerja (karyawan) yang andal. Intinya

    sama memburu, mengumpulkan, dan hasilnya adalah tanda kekuatan (Putra, 2014:

    188).

    Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas dua hal, yaitu struktur novel

    Ngayau, serta unsur-unsur kebudayaan dalam novel Ngayau. Struktur novel

    Ngayau yang akan dibahas mencakup tokoh, penokohan, dan latar dengan

    pendekatan struktural. Kemudian, dilanjutkan dengan teori unsur-unsur

    kebudayaan Koentjaraningrat.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam

    penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

    1.2.1 Bagaimana struktur cerita dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra?

    1.2.2 Bagaimana unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa dalam novel

    Ngayau karya Masri Sareb Putra?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Mendeskripsikan struktur cerita dalam novel Ngayau karya Masri Sareb

    Putra. Hal ini akan dibahas dalam Bab II.

    1.3.2 Mendeskripsikan unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa dalam

    novel Ngayau karya Masri Sareb Putra. Hal ini akan dibahas dalam Bab

    III.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan manfaat sebagai berikut.

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

    pengembangan ilmu sastra Indonesia dan teori sastra, khususnya teori sosiologi

    sastra.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia,

    khususnya novel berdasar sejarah Ngayau. Penelitian ini juga dapat menjadi

    referensi studi sejarah suku Dayak dan etnis Tionghoa di Kalimantan Barat. Selain

    itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian

    selanjutnya.

    1.5 Tinjauan Pustaka

    Peneliti menemukan jurnal yang membahas tentang budaya Ngayau dan

    jurnal tentang Peristiwa Mangkok Merah pada tahun 1967 di Kalimantan Barat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    Masri Sareb Putra merupakan penulis dari novel Ngayau. Dalam artikelnya

    yang berjudul “Makna di Balik Teks Dayak Sebagai Etnis Headhunter” pada

    tahun 2012 . Dalam pembahasannya, Masri membongkar mitos dengan mencari

    hakikat dari sebuah teks atau realitas, dengan mengacu pada sejarah dan tradisi

    pada waktu teks itu ditulis. Kemudian, mencari hakikat makna dari teks yang

    ditulis para pelancong dan antropolog asing dari abad 18 hingga masa

    kemerdekaan.

    Dalam tulisannya yang berjudul “Peristiwa Mangkok Merah di Kalimantan

    Barat pada tahun 1967”, Superman membahas bagaimana keterlibatan segelintir

    masyarakat Cina dalam gerakan politik pada tahun 1963 di Kalimantan Barat yang

    terhimpun dalam organisasi PGRS-Paraku yang pada awalnya merupakan gerakan

    oposisi untuk melancarkan “Ganyang Malaysia”.

    1.6 Kerangka Teori

    Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian karya sastra menurut

    M.H Abrams.

    Dalam empat klasifikasi yang dilakukan oleh Abrams adalah realitas,

    pencipta, karya, dan pembaca (1997: 17). Mengenai kritik sastra, Abrams

    menjelaskan bahwa kritik sastra memiliki bentuk, metode, orientasi atau dasar

    pendekatan kepada karya sastra.

    Menurut Taum (2017), dalam reposisi paradigma M.H Abrams, terdapat

    enam pendekatan dalam kritik sastra. Abrams memberikan peluang bagi kritik

    sastra untuk menggulati aspek-aspek di luar teks, meskipun hal ini dipandang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    sebagai konteks pemahaman tekstual. Terdapat enam pendekatan kritik sastra

    Abrams menurut Taum. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang

    menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri. Pendekatan mimetik adalah

    pendekatan yang menitikberatkan semesta. Pendekatan pragmatik adalah

    pendekatan yang menitikberatkan pembaca. Pendekatan ekspresif adalah

    pendekatan yang menitikberatkan penulis. Pendekatan eklektik adalah pendekatan

    yang menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan mimetik. Terakhir,

    pendekatan diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada wacana sastra

    sebagai sebuah praktik diskursif (Taum, 2017).

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua pendekatan yang

    dikemukakan oleh Abrams, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan mimetik

    sastra. Kedua pendekatan ini dipilih karena penelitian ini menitikberatkan pada

    karya sastra itu sendiri dan unsur-unsur budaya yang terdapat dalam novel Ngayau

    karya Masri Sareb Putra.

    Dalam penelitian novel Ngayau, unsur intrinsik yang akan dibahas adalah

    tokoh, penokohan, dan latar. Peneliti menganalisis kedua unsur tersebut karena

    menunjukkan unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa. Keseluruhan

    tersebut membangun novel Ngayau menjadi karya sastra yang menggambarkan

    kehidupan nyata. Dalam penelitian ini juga digunakan teori sosiologi sastra, guna

    untuk menganalisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian untuk

    memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono, 1979:

    2-3).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural

    Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya

    sastra itu sendiri (Taum, 1997: 17). Pendekatan ini memfokuskan bagaimana isi

    dan pembangun dari sebuah karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif dalam

    penelitian ini guna menganalisis struktur pembangun cerita yang mencakup tokoh,

    penokohan, dan latar yang terdapat dalam novel Ngayau. Hudayat dalam

    Suhariyadi (2014: 60), mengemukakan bahwa pendekatan objektif memusatkan

    perhatian semata-mata pada unsur-unsur karya sastra. Pendekatan ini mengarah

    pada analisis intrinsik.

    Dalam menganalisis struktur pembangun karya sastra, penulis

    menggunakan teori struktural. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai

    susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi

    komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Analisis

    struktural karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan

    mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur

    fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002: 36-37).

    Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni

    membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra

    dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom

    dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal

    yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba

    menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw,

    1984: 135)

    Peneliti memilih unsur tokoh, penokohan, dan latar karena unsur-unsur

    tersebut merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam jalannya cerita. Unsur

    tokoh dan penokohan mampu menjelaskan dari segi fisik, perwatakan, dan kondisi

    sosial para tokoh dan mampu menjelaskan peran tokoh. Sedangkan, latar

    dianalisis untuk mengetahui konteks, waktu, dan sosial-budaya dalam novel

    Ngayau.

    1.6.1.1 Tokoh

    Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau

    drama, oleh pembaca ditafsirkan kualitas moral dan kecenderungan tertentu

    seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

    Tokoh menjadi unsur penggerak alur cerita.

    1.6.1.2 Tokoh Berdasarkan Peranan

    Aminuddin (2004: 79-80) menggolongkan tokoh berdasarkan peranan dan

    keseringan pemunculannya, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

    (1) Tokoh Utama

    Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu

    cerita (Amminuddin, 2004: 79). Menurut Nurgiyantoro (2015: 268) dilihat dari

    segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh tersebut tidak sama. Ada tokoh

    tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi

    sebagian besar cerita.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    (2) Tokoh Tambahan

    Menurut Aminuddin (2004: 79-80), tokoh yang memiliki peranan yang

    tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung

    pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Pemunculan tokoh-

    tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan

    kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara

    langsung mau pun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2007: 177).

    1.6.1.3 Penokohan

    Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. penokohan adalah

    pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

    cerita. Unsur penokohan menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan

    tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248).

    1.6.1.4 Latar

    Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada

    pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat

    terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1999: 284). Stanton

    dalam Nurgiyantoro (2015: 302), mengelompokkan latar bersama tokoh dan plot,

    ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat

    diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca sebuah fiksi. Atau, ketiga

    hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita

    adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    pijakan, di mana, kapan, dan pada kondisi sosial-budaya masyarakat yang

    bagaimana.

    Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

    waktu, dan sosial-budaya.

    (1) Latar Tempat

    Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

    dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa

    tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin nama lokasi

    tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat yang tanpa nama jelas biasanya hanya

    berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa,

    sungai, jalan, hutan, kota kecamatan, dan sebagainya. Pelukisan tempat tertentu

    dengan sifat khasnya secara rinci biasanya menjadi sifat kedaerahan, berupa

    pengangkatan suasana daerah, atau warna lokal (local color).

    Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur

    local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam

    karya yang bersangkutan. Namun, perlu dipertegas bahwa sifat ketipikalan daerah

    tidak hanya ditentukan oleh rincinya deskripsi lokasi, melainkan terlebih harus

    didukung oleh sifat kehidupan sosial-budaya masyarakat penghuninya

    (Nurgiyantoro, 2015: 314-315).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    (2) Latar Waktu

    Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-

    peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan”

    tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya

    atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Masalah waktu dalam karya naratif,

    Gennete dalam Nurgiyantoro (2015: 318), dapat bermakna ganda: di satu pihak

    menunjuk pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain

    menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.

    Pengangkatan unsur sejarah ke dalam cerita fiksi akan menyebabkan

    waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat

    fungsional sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa

    mempengaruhi perkembangan cerita lain (Nurgiyantoro, 2015: 321).

    (3) Latar Sosial-Budaya

    Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan

    perilaku kehidupan masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya

    fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam

    lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,

    tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain

    yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu,

    latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

    bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2015: 322).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    Ketika mengangkat latar tempat tertentu ke dalam cerita fiksi pengarang

    perlu menguasai medan, keadaan itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial-

    budaya. Pengertian penguasaan medan lebih menunjuk pada penguasaan latar.

    Jadi, ia mencakup unsur tempat, waktu, dan sosial-budaya sekaligus. Di antara

    ketiganya tampaknya unsur sosial-budaya memiliki peranan yang cukup

    menonjol. Latar sosial-budaya berperan menentukan apakah sebuah latar.

    Khususnya latar tempat, menjadi khas, tipikal, dan fungsional, atau sebaliknya

    bersifat netral. Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional,

    deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar sosial-budaya,

    tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan

    (Nurgiyantoro, 2015: 322-323).

    1.6.2 Pendekatan Mimetik

    Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mengutamakan aspek

    semesta (Taum, 1997: 17). Pendekatan mimetik dalam penelitian ini guna

    menjelaskan tentang teori sosiologi sastra dan teori unsur-unsur kebudayaan

    menurut Koentjaraningrat dalam menganalisis novel Ngayau dalam penelitian ini.

    Dengan pendekatan mimetik, dapat ditemukan adanya unsur-unsur kebudayaan

    Dayak dan Tionghoa dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra.

    1.6.3 Sosiologi Sastra

    Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini menaruh

    perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sosial. Landasannya adalah

    gagasan bahwa karya sastra merupakan cermin zamannya. Pandangan ini

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    beranggapan bahwa karya sastra merupakan cermin langsung dari pelbagai segi

    struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam

    hal ini tugas ahli sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh

    khayali dan situasi-situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang

    merupakan asal-usulnya. Tema dan gaya hidup yang ada dalam karya sastra yang

    bersifat pribadi itu, harus diubah menjadi hal-hal yang sosial sifatnya (Saraswati,

    2003: 4).

    . Pendekatan sosiologi sastra dalam penelitian sastra bertolak dari pandangan

    bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1989: 46).

    Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh

    beberapa ahli sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda

    pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan

    sosiokultural terhadap sastra (Damono, 1979: 2). Manusia dalam kehidupannya,

    tidak akan terlepas dari kebudayaan karena manusia adalah pencipta sekaligus

    pengguna dari kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya kebudayaan

    dan budaya tersebut akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau

    melestarikan kebudayaan. Dengan demikian, manusia dan kebudayaan tidak dapat

    dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin jika tidak

    berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan (Soemardjan, 1964: 155).

    Ritzer (dalam Faruk, 1994: 2) menganggap sosiologi sastra sebagai sesuatu

    ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut

    dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha

    merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi sastra secara keseluruhan. Ada tiga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    paradigma yang Ritzer temukan ialah paradigma fakta-fakta sosial, paradigma

    definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.

    1.6.4 Teori Unsur-Unsur Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat

    Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan,

    tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan

    milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 153). Hal tersebut

    berarti bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya

    sedikit kegiatan manusia yang tanpa belajar, Hal itu disebut tindakan naluri,

    refleks, dan sebagainya. Kemampuan manusia dapat mengembangkan konsep-

    konsep yang ada dalam kebudayaan. Kebudayaan merupakan keseluruhan dari

    kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakukan yang

    didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan

    masyarakat (Koentjaraningrat, 1974: 79). Kebudayaan merupakan hasil buah

    pikiran manusia atas apa yang didapatnya dari apa yang manusia ketahui, apa

    yang dirasakan dan apa yang didapatkan dari alam semesta. Manusia selalu

    bertindak atau berbuat berdasarkan pola pikirannya atas apa yang diketahui dan

    dirasakan.

    Ada juga nilai budaya yang terkandung dalam kebudayaan. Nilai budaya

    adalah tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Nilai

    budaya berfungsi juga sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi

    sebagai konsep, suatu budaya itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup

    yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak konkret, maka nilai-

    nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam

    jiwa para individu yang menjadi warga dan kebudayaan yang bersangkutan

    (Koentjaranigrat, 2009: 153).

    Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat 1996: 80), juga mengungkapkan

    adanya unsur-unsur yang meliputi suatu kebudayaan. Unsur-unsur tersebut saling

    berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sistem kehidupan manusia. Ketika

    hendak menganalisis membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang

    disebut unsur kebudayaan universal atau cultural universals yang berarti pasti

    dimiliki oleh setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini. Tujuh unsur-unsur

    kebudayaan itu adalah: (1) Bahasa, (2) Sistem Pengetahuan, (3) Organisasi Sosial

    dan Kemasyarakatan, (4) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, (5) Sistem Mata

    Pencaharian Hidup, (6) Sistem Religi, (7) Kesenian.

    1.6.4.1 Bahasa

    Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia

    untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun

    gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau

    kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat

    menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan

    sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Fungsi

    bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan

    alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan, fungsi bahasa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari,

    mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk

    mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Koentjaraningrat, 2002).

    1.6.4.2 Sistem Pengetahuan

    Menurut Koentjaraningrat (1977: 273), sistem pengetahuan memiliki tujuh

    objek. Pertama, alam sekitar manusia, contohnya pengetahuan tentang musim-

    musim. Kedua, alam flora, terutama untuk masyarakat yang hidup dari bercocok

    tanam dan bertani. Ketiga, alam fauna, terutama bagi masyarakat yang hidup dari

    berburu. Keempat, bahan-bahan mentah yang dapat memudahkan manusia untuk

    mempergunakan alat-alat hidupnya. Kelima, tubuh manusia, yaitu ilmu untuk

    menyembuhkan penyakit secara tradisional. Keenam, sifat-sifat dan kelakuan

    manusia, yaitu pengetahuan tentang sopan-santun, adat-istiadat, sistem norma-

    norma, serta hukum adat. Ketujuh, ruang dan waktu, yaitu ilmu untuk

    menghitung, mengukur, menimbang, atau menentukan tanggal.

    Spradley (dalam Kalangie, 1994) menyebutkan, bahwa pengetahuan

    budaya itu bukanlah sesuatu yang bisa kelihatan secara nyata, melainkan

    tersembunyi dari pandangan, namun memainkan peranan yang sangat penting

    bagi manusia dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang

    diformulasikan dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga

    merupakan gambaran dari nilai-nilai budaya yang mereka hayati.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Nilai budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah

    konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

    masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam

    hidup. Suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi

    sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

    1.6.4.3 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan

    Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi; kekerabatan,

    organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup,

    dan perkumpulan. Sistem organisasi adalah bagian kebudayaan yang berisikan

    semua yang telah dipelajari yang memungkinkan bagi manusia

    mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakan orang

    lain (Syani, 1995). Yang termasuk organisasi sosial adalah sistem kekerabatan,

    sistem komunitas, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik

    (Koentjaraningrat, 1980: 207).

    Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.

    Kekerabatan suatu masyarakat dapat digunakan untuk menggambarkan struktur

    sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial

    yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan

    perkawinan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    1.6.4.4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

    Sistem peralatan hidup dan teknologi meliputi, alat-alat produksi, senjata,

    wadah, makanan, dan jamu-jamuan, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan

    perumahan, serta alat-alat transportasi (Koentjaraningrat, 1990: 343).

    1.6.4.5 Sistem Mata Pencaharian Hidup

    Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai

    homo economicus yang menjadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam

    tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Akan

    tetapi, dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah

    bercocok tanam, kemudian beternak yang terus meningkat (rising demand) yang

    kadang-kadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi

    meliputi jenis pekerjaan dan penghasilan (Koentjaraningrat, 2002).

    Sistem mata pencaharian hidup tradisional meliputi berburu dan meramu,

    beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam

    menetap dengan irigasi (Koentjaraningrat, 1980: 358).

    1.6.4.6 Sistem Religi

    Sistem religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi

    keagamaan, dan upacara keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada

    pendapat Fishbein dan Azjen (dalam Soekanto, 2007) yang menyebut pengertian

    kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief”, yang memiliki pengertian

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan

    acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi pribadi maupun pengalaman

    sosial.

    1.6.4.7 Kesenian

    Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari

    ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun

    telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan

    berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian

    yang kompleks. Kesenian yang meliputi; seni patung/pahat, seni rupa, seni gerak,

    lukis, gambar, rias, vokal, musik/seni suara, bangunan, kesusastraan ,dan drama

    (Koentjaraningrat, 2002). Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai

    kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

    meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga

    dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.

    1.7 Metode Penelitian

    Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, yang berasal dari akar

    kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah,

    sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah (Ratna, 2006: 34). Penelitian adalah

    usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip dengan cara mengumpulkan dan

    menganalisis data (informasi) yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematik,

    dan dapat dipertanggungjawabkan (Wasito, 1992:6).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    Pada bagian ini akan dipaparkan jenis penelitian, teknik pengumpulan

    data, teknik analisis data, dan teknik penyajian analisis data. Berikut akan

    dipaparkan ketiga bagian tersebut.

    1.7.1 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analisis kualitatif

    yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

    dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain

    secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata, bahasa pada suatu

    konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

    (Moeloeng, 2007:6). Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian

    yang menggunakan kata-kata sebagai bahasa kajiannya dengan mendekripsikan

    hasil analisis yang telah berhasil dilakukan dan dimulai dari dasar.

    Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams menurut Taum.

    Menurut Abrams, kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan

    pendefinisian, penggolongan, penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi)

    (Pradopo, 2002: 18).

    Pendekatan kritik sastra menurut Abrams dibedakan menjadi enam yaitu:

    pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, pendekatan

    objektif, pendekatan eklektik, dan pendekatan diskursif. Dalam penelitian ini,

    peneliti hanya memfokuskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu:

    pendekatan objektif dan pendekatan mimetik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dan

    teknik simak dan teknik catat. Metode studi pustaka digunakan untuk

    mendapatkan data yang ada, yaitu sebuah novel berjudul Ngayau, buku-buku

    referensi, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan objek tersebut. Sedangkan,

    teknik simak digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai

    bahan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap

    sesuai dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik

    catat merupakan lanjut dari teknik simak (Sudaryanto, 1993: 135).

    Sumber data utama dalam penelitian ini adalah

    Judul buku : Ngayau

    Pengarang : Masri Sareb Putra

    Tahun Terbit : 2014 (Cetakan Kedua)

    Penerbit : Entertainment Essence Center

    Halaman : 373 halaman

    1.7.3 Teknik Analisis Data

    Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

    analisis isi/konten (content analisys). Metode ini mengungkapkan karya sastra

    sebagai bentuk komunikasi antar pembaca dan pengarang. Menurut Arikunto

    (2006: 231), analisis konten yaitu mengungkap makna simbolik yang tersamar

    dalam karya sasrta. Pada metode ini, peneliti sebagai pembaca mampu memahami

    hal-hal yang disampaikan oleh pengarang sebagai objek penelitian.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    Data pada penelitian karya sastra berupa struktur pembangun cerita yang

    dianalisis menggunakan teori kajian struktural. Dalam penelitian ini, penulis akan

    mengkaji dua struktur pembangun cerita, yaitu: tokoh penokohan, dan latar.

    Dalam membahas unsur-unsur budaya, peneliti akan menggunakan teori unsur-

    unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat yang ada di dalam objek material.

    1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data

    Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah

    metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang hasil

    analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif.

    Metode kualitatif memanfaatkan cara penafsiran dengan menyajikannya dalam

    bentuk deskripsi. Metode ini memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data

    dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif adalah

    prosedur pematahan/pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

    atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-

    faktor yang tampak sebagaimana adanya. Melalui metode ini, peneliti

    menggambarkan fakta-fakta yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan (Ratna,

    2004: 4647). Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan secara

    deskriptif dengan hasil analisis berupa data kualitatif.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    1.8 Sistematika Penyajian

    Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Keempat bab tersebut antara satu

    dengan yang lainnya saling berkaitan. Pembagian tiap bab tersebut adalah sebagai

    berikut:

    Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan yang mencakup latar

    belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian,

    landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

    Bab II merupakan bab yang berisi analisis struktur cerita dalam novel

    Ngayau, meliputi tokoh dan penokohan, serta latar.

    Bab III merupakan bab yang berisi analisis unsur-unsur budaya Dayak dan

    Tionghoa yang tergambar dalam novel Ngayau.

    Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    BAB II

    STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL NGAYAU KARYA

    MASRI SAREB PUTRA

    2.1 Pengantar

    Dalam Bab II akan dipaparkan mengenai struktur cerita yang terdiri dari

    tokoh, penokohan, dan latar. Analisis struktural merupakan kajian untuk

    mendeskripsikan unsur pembangun yang ada dalam karya sastra dan

    menggambarkan hubungan antarunsur tersebut untuk memperoleh kesatuan

    makna. Unsur tokoh, penokohan, serta latar saling terkait dan dipilih sebagai

    unsur yang perlu dikaji dalam penelitian ini karena unsur-unsur tersebut

    selanjutnya nantinya akan dikaitkan dengan analisis unsur-unsur budaya Dayak

    dan Tionghoa yang akan dibahas dalam bab III.

    Berikut akan dipaparkan hasil analisis kedua unsur pembentuk karya sastra

    tersebut dalam novel Ngayau sebagai objek material penelitian ini.

    2.2 Tokoh dan Penokohan

    Dalam penelitian ini, hanya sebagian dari para tokoh yang akan dianalisis.

    Tokoh-tokoh tersebut dipilih karena kaitannya dengan unsur-unsur budaya Dayak

    dan Tionghoa. Dalam novel Ngayau terdapat sejumlah tokoh yang memiliki

    pengaruh besar terhadap terjadinya sebuah peristiwa sehingga membentuk cerita

    yang berkesinambungan. Berikut beberapa tokoh yang akan dianalisis: Lansau,

    Siat Mei, A pa Mei, Ben Teng, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa,

    Domia, dan Domamakng Bunso. Sepuluh tokoh tersebut akan dianalisis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara

    keseluruhan yang akan dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.

    2.2.1 Tokoh Utama

    Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya

    sastra. Dalam novel Ngayau, tokoh utama terdiri dari dua orang, yaitu Lansau dan

    Siat Mei. Peran tokoh utama adalah penentu perkembangan jalannya cerita secara

    keseluruhan. Mereka dikategorikan sebagai tokoh utama karena sering muncul

    dalam cerita.

    2.2.1.1 Lansau

    Lansau merupakan salah satu tokoh utama dalam novel Ngayau. Hal

    tersebut didasari kemunculannya yang cukup banyak dalam penceritaan.

    Lansau adalah suami dari Siat Mei yang merupakan seorang pemuda

    Dayak. Dalam Ngayau, pengarang tidak menyebutkan Lansau dari sub suku

    Dayak mana pun. “Itu tentang masa lalu,” sembari menepuk bahu lelaki itu.

    “Kamu ini chang fu aku!” (Putra, 2014: 153). Pernikahan mereka pernah

    dibatalkan oleh a pa Mei saat terjadinya perang Dayak kontra Tionghoa karena

    provokasi. Berikut ini adalah kutipannya.

    Kisah Ben Teng dicerna a pa Mei dengan saksama. Itu yang membuat a pa

    Mei tiba-tiba membatalkan perkawinan anak gadisnya dengan Lansau (Putra,

    2014: 63).

    Dalam situasi tegang saat tariu, di mana ruh leluhur mencari tubuh yang bisa

    dirasuki, saat itu Lansau menyelamatkan Mei dan a pa-nya. Lansau pandai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    melucu dan mencairkan suasana. Ia memegang perut yang kena tonjok a pa Mei.

    Mei berusaha membantu Lansau untuk bangkit berdiri. Ketika berdiri, Lansau

    seperti tidak terkena sepukul pun. Melihat Mei dan a pa-nya seperti tak percaya.

    Lansau berusaha mencairkan suasana. “Untung panglima burungku tidak apa-apa”

    katanya (Putra, 2014: 80).

    Secara fisik, tidak digambarkan bagaimana kondisi fisik Lansau. Akan

    tetapi, pengarang menjelaskan bahwa ciri fisik orang Dayak dan Tionghoa hampir

    sama. Ciri fisik keduanya yang notabene bermata sipit, kulit berwarna kuning

    langsat, dan rambut lurus berwarna hitam. Ciri-ciri fisik, mereka hampir sama.

    Soal bahasa, mereka sama-sama bisa menuturkan bahasa Dayak, dialek Khek, dan

    bahasa Indonesia. Makanan dan kebiasaan juga sama. (Putra, 2014: 48).

    “Lansau, kamulah titisanku dalam perang ini” kata Panglima Burung, seraya

    menghentikan pengejaran dua sasaran tak bertanda itu setelah merasuk tubuh

    Lansau.” (Putra, 2014: 75).

    Dari kutipan tersebut, Lansau adalah titisan Panglima Burung karena saat

    tariu, Panglima Burung memilih masuk ke tubuh Lansau.

    Lansau membawa lari Mei dan a pa-nya secepat cahaya. Panglima Burung

    yang dipanggil lewat tariu memilih masuk raga pemuda itu (Putra, 2014: 75).

    Dalam Ngayau, Panglima Burung adalah sebuah gelar. Orang Dayak dalam

    kesehariannya, tidak dapat lepas dari burung sebagai pemberi tanda. Memiliki

    kekuatan magis, dan bertugas memata-matai kekuatan musuh, dan meluncur

    secepat cahaya ke medan laga (Putra, 2014: 25). Saat tariu, Lansau yang

    merupakan pemimpin manusia kepala merah membawa lari Mei dan A pa-nya ke

    sebuah ruangan penyekapan. Di sana, Lansau pun mengisahkan apa yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    sebenarnya terjadi. Massa Dayak diprovokasi untuk menghalau etnis Tionghoa di

    pedalaman tanpa kecuali (Putra, 2014: 77). Lansau berusaha menyelamatkan Mei

    beserta keluarganya dan terpaksa melakukannya seperti penculikan. Akhirnya,

    Lansau menitipkan Mei dan a pa-nya di truk menuju kota (Putra, 2014: 86). Di

    samping itu juga, Lansau berusaha mencari ibu Mei. Lansau merasa bertanggung

    jawab untuk menemukan ibu Mei dalam keadaan hidup atau mati. Haru biru pun

    menyelimuti saat mereka akan berpisah. Suasana tersebut terdapat dalam kutipan

    berikut.

    Tak terasa, sebutir air jatuh dari pelupuk matanya. Hanya setitik. Sebab

    pantang bagi lelaki, apalagi ksatria untuk menangis! Anehnya, panglima

    perang seperti Lansau pun bisa terharu (Putra, 2014: 86).

    Saat tariu dan masih dirasuki ruh leluhur, Lansau membawa a pa Mei

    mengungsi ke Singkawang (Putra, 2014: 101). A pa Mei ditinggalkan di sebuah

    rumah adat yang terbuat dari bahan kayu besi bersama orang yang Lansau panggil

    Pak Miguk. Belum sempat mencerna situasi, Lansau pamit kepada a pa Mei untuk

    pergi berperang, yang dianggap Lansau sebagai tugasnya menyelamatkan

    khalayak ramai.

    Dalam novel Ngayau, tokoh Lansau adalah sahabat Ahong, pemimpin

    pasukan seribu kuil yang merupakan abang dari Siat Mei. Ahong menyapa Lansau

    dengan sebutan “thai sim”. Saat itu, Lansau hanya sebatas suka kepada Mei.

    Persahabatan antara Lansau dan Ahong terdapat dalam kutipan percakapan

    berikut.

    Namun, raut muka kesedihan serta merta berubah menjadi keterkejutan. “Lo

    thai sim! Kata thaiko. “Lansau, ka. . . kamu? Apa saya tak salah melihat?

    “Tidak salah penglihatanmu, akulai ini!” kata Lansau. “Dan kau, ako Ahong,

    kenapa di sini?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    Kedua sahabat itu berpelukan. Lansau dan Ahong. Ahong adalah nama asli

    pemimpin pasukan seribu kuil. Oleh Mei, abang kandungnya, ia dipanggil

    “thaiko”. Sementara Lansau sudah biasa menyapa sahabatnya dengan sebutan

    kelakar “thai sim”, meski antara Lansau dan Mei baru sebatas suka sama suka

    waktu Lansau meninggalkan kampung seberang sungai untuk sekolah ke kota

    tiga tahun lalu. . . . (Putra, 2014: 130).

    Dari pernikahannya dengan Siat Mei, Lansau dikaruniai seorang anak

    perempuan yang tidak disebutkan namanya oleh pengarang. Saat itu, Lansau, Mei

    beserta anaknya berziarah ke pemakaman a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat

    dalam kutipan berikut.

    “Kasih hormat, itu akong!” kata Mei pada seorang gadis, seusia seperti

    dirinya juga ketika dulu dievakuasi, sembari memberi padanya hio yang

    menyala (Putra, 2014: 149).

    2.2.1.2 Siat Mei

    Siat Mei merupakan salah satu tokoh utama selain Lansau. Kehadirannya

    cukup dominan dalam cerita dalam novel Ngayau. Peristiwa perang yang

    dialaminya bersama a me, a pa-nya, dan suaminya, Lansau yang menjadi patokan

    penceritaan.

    Siat Mei adalah seorang gadis Tionghoa yang sejak kecil sudah tinggal

    dalam lingkungan orang Dayak. Ia dipanggil Moici (sapaan anak perempuan

    dalam bahasa Hakka) oleh ayahnya. Mei merupakan anak seorang pedangang

    kelontong. Ia merupakan istri Lansau yang merupakan seorang pemuda Dayak.

    Pernikahan mereka pernah dibatalkan oleh a pa Mei. Siat Mei sudah berteman

    dengan Lansau sedari SD hingga SMP.

    Penokohan Siat Mei dapat dilihat dalam beberapa kutipan berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    “Tiba-tiba Siat Mei merasa pusing. Dunianya serasa berhenti berputar.

    Pemandangan jadi gelap. Ia tidak mengerti mengapa upacara perkawinannya

    dengan Lansau harus dibatalkan. Kami kan sejak es de selalu berteman, a

    pa.” kata Siat Mei, tidak mengerti. Ia masih tidak percaya yang dikatakan a

    pa-nya. “Kenapa hubungan kami harus diputus?” (Putra, 2014: 47-48).

    Dari segi fisik, kebiasaan, dan bahasa Siat Mei sama sekali tidak merasa

    berbeda dengan Lansau karena sejak kecil Mei sudah tinggal dalam lingkungan

    orang Dayak .

    “Heran saja Siat Mei mendengar kata-kata a pa-nya. sama sekali ia tidak

    merasa berbeda sedikitpun dengan Lansau, kecuali jenis kelamin. Ciri-ciri

    fisik mereka hampir sama. Soal bahasa, mereka sama-sama bisa menuturkan

    bahasa Dayak, dialek Khek, dan bahasa Indonesia. Makanan dan kebiasaan

    juga sama.” (Putra, 2014: 48).

    Siat Mei digelari Dara Juanti karena kecantikannya. Dara berarti dara atau

    putri, jika pria maka bujang atau abang. Sedangkan Juanti berarti: mahkluk air

    yang sangat jelita, atau indah sekali seperti anggrek.

    Lansau perlahan membelai rambut Mei yang panjang terurai disisir angin

    pantai Pasir Panjang. lalu menatap wajah wanita itu: masih seperti dulu.

    Molek jelita sehingga digelari Dara Juanti” (Putra, 2014: 153)

    Dalam masyarakat Kalimantan Barat, Dara Juanti merupakan cerita rakyat,

    khususnya Kabupaten Sintang. Putri Dara Juanti yang terkenal dalam sejarah

    kerajaan Sintang yang membawa perhubungan dengan tanah jawa. Dalam

    sejarahnya, Dara Juanti berlayar ke ranah Jawa untuk membebaskan saudaranya

    Demong Nutup (di Jawa dikenal dengan nama Adipati Sumintang) yang ditawan

    oleh salah satu kerajaan di Jawa. Di pelabuhan Tuban, Dara Juanti dihadang oleh

    prajurit kerajaan dan merupakan pertemuan pertama dengan seorang patih dari

    Majapahit yaitu Patih Loh Gender. Dari pertemuan itu, keduanya semakin dekat.

    Akhirnya Patih Loh Gender pergi ke Sintang untuk melamar Dara Juanti. Namun,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    Patih Loh Gender harus kembali ke Tanah Jawa karena harus memenuhi

    persyaratan yang diminta Dara Juanti. Persyaratan tersebut di antaranya, keris

    elok tujuh berkepala naga, empat puluh kepala, dan empat puluh dayang-dayang.

    Pinangan sudah terpenuhi, selain itu Patih Loh Gender menyerahkan barang

    pinangan lainnya seperti seperangkat alat musik, patung burung garuda terbuat

    dari emas, dan sebongkah tanah majapahit. Pinangan berhasil, pernikahan pun

    diselenggarakan.

    Dalam catatan sejarah, pernikahan Putri Dara Juanti dengan Patih Loh Gender

    diperkirakan pada tahun 1401 M, karena pada saat pernikahan usia Dara Juanti

    berusia 27 tahun. Sedangkan Patih Loh Gender diperkirakan di atas 50 tahun.

    Sebelumnya, Patih Loh Gender sudah memiliki istri dan memiliki tiga orang anak.

    Dari pernikahannya dengan Lansau, Mei dikaruniai seorang anak perempuan

    yang tidak disebutkan namanya oleh pengarang. Saat itu, Lansau, Mei beserta

    anaknya berziarah ke pemakaman a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat dalam

    kutipan berikut.

    “Kasih hormat, itu akong!” kata Mei pada seorang gadis, seusia seperti

    dirinya juga ketika dulu dievakuasi, sembari memberi padanya hio yang

    menyala (Putra, 2014: 149).

    2.2.2 Tokoh Tambahan

    Tokoh-tokoh lain yang ada dalam novel Ngayau adalah a pa Mei, Ben

    Teng, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa, Domia, dan Domamakng

    Bunso. Tokoh tambahan dalam novel ini kehadirannya diperlukan untuk

    mendukung tokoh utama.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    2.2.2.1 A pa Mei

    A pa Mei adalah ayah dari Siat Mei. Dalam novel Ngayau, pengarang

    tidak menyebutkan siapa nama dari ayah Mei. Pengarang hanya menyebutkan

    sapaan a pa. A pa adalah panggilan untuk ayah dalam bahasa Tionghoa, dialek

    Hakka. Dari segi fisik, ayah Mei digambarkan dengan jelas sebagai seorang pria

    keturunan Tionghoa yang berkulit kuning, berambut lurus hitam, gemuk, dan

    bermata sipit.

    “Batalkan segera! Kata seorang pria setengah baya, berkulit kuning rambut

    lurus hitam, agak gendut, dan bermata sipit.” (Putra, 2014: 46).

    Beberapa orang keturunan Tionghoa kesulitan melafalkan bunyi R, demikian

    juga dengan a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

    “Kita olang pendatang, halus pandai-pandai. Harus pandai belgaul. Kalau

    jodo, kawin pun tadak masalah,” thaiko masih ingat kata-kata a pa-nya yang

    tak lain juga adalah a pa Mei (Putra, 2014: 120).

    Dari perwatakannya, Ayah Mei sangat menyayangi anak perempuan semata

    wayangnya, Siat Mei yang terpaksa ia batalkan perkawinannya dengan Lansau

    sehari menjelang acara.

    “Mungkin, saat ini menyakitkan. Namun, suatu hari, kamu akan mengerti.

    Maafkan a pa, kata pria itu. “Moici, a pa sayang kamu!” katanya sembari

    memeluk, kemudian mencium anak gadisnya.” (Putra, 2014: 48).

    Ayah Mei adalah seorang yang suka membaca dan jago silat sejak remaja.

    Akan tetapi, dia mudah terhasut, mudah percaya dengan berita yang belum tentu

    kebenarannya. Dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    Adakah sebuah ungkapan ntuk menggambarkan rasa takut dan ingin tahu,

    campur baur jadi satu seperti saat ini dialami a pa Mei? Meski hanya

    pedagang kelontong di desa, a pa Mei sebenarnya suka baca. Bacaan apa saja,

    terutama membaca literatur-literatur ilmu sosial dan kebudayaan (Putra, 2014:

    68).

    A pa Mei sudah mencium gelagat adu domba sejak kabar ia terima dari

    tauke-nya di Sanggau. “Kita olang selalu jadi kolban,” kata Ben Teng, sang

    tauke. “Kelja susah payah, sudah makmul, e. . . . tahu-tahu diusil pelgi!

    (Putra, 2014: 59).

    Lansau yang tidak menduga, roboh seketika oleh pukulan aneh a pa Mei yang

    sejak remaja sudah ikut bela diri. Dari mana lelaki gemuk, berkulit kuning,

    bermata sipit itu mendapat jurus demikian aneh? Lansau tak mengerti (Putra,

    2014: 72).

    Dari segi sosial, Ayah Mei adalah seorang pedagang kelontong.

    Kelontongnya dibakar massa saat tariu terjadi. Hal ini terlihat dalam kutipan

    berikut..

    “Inikah yang menyebabkan pedagang kelontong itu membatalkan perkawinan

    anak gadisnya yang tinggal menghitung jam?” (Putra, 2014: 52).

    Dan bunyi itu semakin dekat dengan bantaran sungai tempat tinggal Mei,

    sekaligus toko kelontong milik keluarganya,” (Putra, 2014: 68).

    A pa Mei adalah seorang ayah yang lemah lembut. Terlihat saat Ahong

    mengingat kembali apa yang telah a pa-nya sampaikan kepadanya.

    “Kita olang pendatang, halus pandai-pandai. Harus pandai belgaul. Kalau

    jodo, kawin pun tadak masalah,” thaiko masih ingat kata-kata a pa-nya yang

    tak lain juga adalah a pa Mei. Sayang sekali! Thaiko tidak mendengar bahwa

    kata-kata yang sama disangkal sendiri oleh sang ayah. A pa mereka yang

    lemah lembut, suatu malam tidak seperti biasanya. A pa memanggil Mei. Dan

    dengan nada tinggi membentak anak gadisnya (Putra, 2014: 120).

    2.2.2.3 Ben Teng

    Ben Teng adalah teman a pa Mei yang merupakan orang kaya di Sanggau.

    Ben Teng lahir dan dibesarkan di Borneo. Ia digambarkan sebagai orang yang

    senang bersosialisasi dan memiliki banyak relasi saat isu perang akan dimulai.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    Wajib baginya untuk tidak membatasi komunikasi dan relasi. Dalam hal ini, Ben

    Teng memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Sama seperti Siat Mei, Ben

    Teng sama sekali tidak merasa berbeda dengan orang Dayak. Ben Teng adalah

    penyuplai logistik saat PGRS/Paraku di wilayah perbatasan. Dari cara

    berbicaranya, Ben Teng masih kental menggunakan dialek Hakka.

    Ben Teng adalah tauke besar di Sanggau. Kekayaan yang dimilikinya tak

    terhingga. Mungkin cukup untuk tujuh keturunan. Hampir semua pedagang

    dari mulai pesisir hingga pedalaman dikuasainya. Ben Teng dan a pa Mei

    lahir dan dibesarkan di bumi Borneo. “Kita melasa olang Cin dali seblang!”

    kata Ben Teng suatu pagi, ketika bersama a pa Mei sedang kongkow-

    kongkow. “Kita olang Cin wajib mengangkat delajar olang Dayak. Sebab

    meleka sama sepelti kita, kita juga dali negeli yang sama! (Putra, 2014: 61).

    Ben Teng juga melakukan kontak sosial ekonomi dengan rakyat dan tokoh

    gerakan Kalimantan Utara. Ben Teng punya banyak informasi mengenai

    kedua belah pihak. Dan selalu bisa memanfaatkan informasi untuk meraih

    keuntungan (Putra, 2014: 61).

    2.2.2.5 A kong Mei

    A kong Mei adalah kakek dari Siat Mei. Ia senang mengoleksi buku-buku

    yang dibelinya di pasar loak. Karena hobinya mengoleksi buku tersebut, A kong

    merupakan pemilik kios penyewaan komik yang memiliki banyak peminat.

    Akong Mei adalah agen cerita silat. Ia membuka kios penyewaan komik yang

    laris luar biasa. Sembari mendatangkan serial cerita silat, si akong juga

    mengoleksi buku-buku yang ia beli di pasar loak.” (Putra, 2014: 69).

    2.2.2.4 Ahong

    Ahong adalah abang dari Siat Mei. Ahong adalah pemimpin pasukan seribu

    kuil dan bersahabat dengan Lansau, yang merupakan titisan Panglima Burung.

    Mei memanggilnya dengan sapaan Thaiko, yang berarti abang. Sementara, Lansau

    menyapanya thai sim, yang berarti abang ipar. Secara fisik, Lansau dan Ahong

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    disebut seperti pinang dibelah dua karena secara fisik mereka tidak jauh berbeda,

    karena secara umum fisik orang Tionghoa dan orang Dayak berkulit kuning dan

    bermata sipit.

    Demikian juga Ahong yang sekilas bak pinang dibelah dua dengan Lansau.

    Dalam situasi normal, tidak ada yang menyangka dia pemimpin kelompok

    pendekar seribu kuil (Putra, 2014: 69).

    Oleh Mei, abang kandungnya, ia dipanggil “thaiko”. Sementara, Lansau

    sudah biasa menyapa sahabatnya dengan sebutan kelakar “thai sim”. Meski

    antara Lansau dan Mei baru sebatas suka sama suka saat Lansau

    meninggalkan kampung seberang sungai untuk sekolah ke kota tiga tahun

    lalu. . . (Putra, 2014: 130).

    Selama tiga tahun Ahong dikirim oleh orang tuanya melanjutkan studi di

    sekolah khusus untuk anak-anak Tionghoa di Kota Singkawang. Di luar sekolah,

    Ahong juga mengikuti kegiatan ekstra. Hal tersebut dilakukannya demi

    memajukan kaumnya yang dianggap sebagai pendatang dan selalu dimarjinalkan

    dalam berbagai bidang. Tak hanya itu, Ahong pun tergelitik dan merasa terpanggil

    membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Beberapa hal lain yang

    dipelajarinya yaitu belajar silat, belajar ilmu-ilmu profan, serta belajar bahasa dan

    aksara Cina (Putra, 2014: 114). Dengan inisiatifnya sendiri, Ahong memimpin

    perang gerilya yang diberi nama “pasukan seribu kuil. Tujuannya, membela dan

    mempertahankan diri. Agar kaum Tionghoa yang sudah berabad-abad menetap di

    Indonesia, terutama di bumi Borneo, tidak selamanya dianggap pendatang.

    Ahong mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah atas di

    Singkawang. Tentu ada maksud dan tujuan tertentu mengapa Ahong tetap

    melanjutkan sekolah. Hal ini tentu berkaitan dengan identitasnya yang merupakan

    bagian dari etnis Tionghoa yang dianggap pendatang di Bumi Borneo. Selain itu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    juga, tujuannya untuk membela diri serta menegakkan keadilan. Karena sudah

    belajar dan mengamalkan ilmu bela diri dan ilmu profan, thaiko akhirnya menjadi

    pemimpin pasukan seribu kuil saat perang gerilya.

    2.2.2.6 Sinfu

    Sinfu merupakan seorang pastor tentara dan menjadi sukarelawan saat

    perang. Pengarang tidak menyebutkan siapa nama sebenarnya dan tidak

    mendeskripsikan bagaimana ciri-ciri Sinfu secara fisik. Sinfu bertemu Lansau dan

    Ahong saat memapah para korban perang. Oleh penduduk setempat, ia disapa

    menggunakan panggilan Tuan Serani. Dalam novel Ngayau, Sinfu digambarkan

    sebagai tokoh tambahan yang mengetahui seluk-beluk terjadinya provokasi, dan

    siapa saja pihak yang berkepentingan dibalik perang yang terjadi antara suku

    Dayak dan Tionghoa. Sinfu yang menjelaskan kepada Lansau dan Ahong

    mengapa provokasi dapat terjadi dan berhasil. Dapat dilihat dalam kutipan

    berikut.

    Dua panglima sembari memapah para korban, bertemu sukarelawan. Ia

    adalah pastor tentara yang dipanggil sinfu atau “tuan serani” (Putra, 2014:

    137-138).

    Bukan hanya demontrasi untuk mengusir warg