Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM NOVEL NGAYAU
KARYA MASRI SAREB PUTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Maria Fransiska
NIM: 144114016
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juni 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM NOVEL NGAYAU
KARYA MASRI SAREB PUTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Maria Fransiska
NIM: 144114016
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juni 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk
Bapak Antonius Pendi
Ibu Sesilia
Abang Trudis Joni
Kakek Silvanus Lorensius Anyim (Alm), Tumenggung Panco Benuo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTO
Jika Anda menyerah satu kali, itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Jangan
pernah menyerah! (Michael Jordan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan atas berkat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam Novel Ngayau karya Masri Sareb
Putra” ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak
yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada beberapa pihak.
Pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum sebagai pembimbing I dan S. E Peni Adji, S.S., M.Hum sebagai
pembimbing II yang telah membantu dalam penulis skripsi ini. Dorongan dan
semangat yang disampaikan sangat memotivasi agar skripsi ini dapat selesai tepat
waktu.
Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen Sastra
Indonesia, Universitas Sanata Dharma (USD), terutama kepada Prof. Dr.
Praptomo Baryadi, M. Hum yang menjadi Dosen Pembimbing Akademik
Angkatan 2014. Terima kasih atas waktu dan tenaga yeng telah diberikan kepada
penulis. Nasihat dan dukungan yang selalu mendorong penulis supaya bekerja
keras. Terima kasih juga kepada Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku
Wakil Program Studi Sastra Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., dan
Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., yang telah bersedia membagi
ilmunya selama saya menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia; juga
kepada Staf Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Program Studi Sastra Indonesia
atas pelayanan yang baik selama ini.
Ketiga, ucapan terima kasih untuk kedua orang tua, Bapak Antonius Pendi
dan Ibu Sesilia yang selalu memberi dukungan dalam segi finansial maupun
psikologis. Terima kasih juga kepada Kakek Silvanus Lorensius Anyim (alm),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Tumenggung Panco Benuo yang semasa hidupnya selalu memotivasi dan selalu
mengingatkan kepada anak dan cucunya agar menjaga adat istiadat suku Dayak di
mana pun berada.
Keempat, kepada seluruh rekan-rekan Program Studi Sastra Indonesia
Angkatan 2014. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama selama kita menjadi
mahasiswa di USD.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan, sumbangan, dan bantuan dalam bentuk apapun kepada
penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penelitian ini dan masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap skripsi ini
dapat memberikan manfaat, khususnya bagi perkembangan ilmu Sastra Indonesia.
Yogyakarta, 19 Juni 2018
Penulis
Maria Fransiska
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Fransiska, Maria. 2018. Unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam Novel
Ngayau Karya Masri Sareb Putra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis unsur Budaya Dayak dan Tionghoa dalam
Novel Ngayau karya Masri Sareb Putra”. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mendeskripsikan struktur pembangun cerita yang mencakup tentang tokoh,
penokohan, dan latar dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra dan (2)
mendeskripsikan unsur budaya Dayak dan Tionghoa yang terdapat dalam novel
Ngayau karya Masri Sareb Putra.
Dalam menganalisis struktur pembangun cerita, menggunakan kajian
struktural. Analisis unsur budaya menggunakan teori unsur kebudayaan menurut
Koentjaraningrat. Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams yaitu
pendekatan objektif dan pendekatan mimetik. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data yang dipakai adalah metode studi pustaka, metode analisis data
menggunakan metode analisis konten/isi, dan metode penyajian analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil analisis struktur pembangun cerita novel Ngayau karya Masri Sareb
Putra. Tokoh utama adalah Lansau dan Siat Mei. Sedangkan, tokoh tambahan
terdiri dari A pa Mei, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa, Domia,
dan Domamakng Bunso. Dalam menganalisis latar, peneliti membagi unsur latar
menjadi tiga bagian yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial budaya. Latar
waktu yang dominan adalah tahun 1967 saat Peristiwa Mangkok Merah dan
tahun 1999 saat kerusuhan antaretnis pendatang di Kalimantan Barat. Latar tempat
yang paling dominan adalah negeri Poromuan. Latar sosial budaya yang meliputi
cara hidup, makanan, dan bahasa. Dalam penelitian ini ditemukan enam unsur-
unsur budaya Dayak yaitu: (1) Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Dayak
Kanayatn dan Bahasa Dayak Djongkang (Djo). (2) Sistem pengetahuan yang
meliputi membaca musim, pengetahuan pengetahuan alam flora, dan sistem
pengetahuan adat-istiadat. (3) Sistem peralatan dan teknologi yang meliputi
senjata, tempat berlindung, perumahan, alat produksi, dan makanan. (4) Sistem
mata pencaharian hidup yang meliputi berburu, berladang, dan kerja tambang. (5)
Sistem religi yang meliputi kepercayaan animisme dan dinamisme, dan (6)
kesenian yang meliputi benda lama yang masih digunakan, kesusteraan berupa
mantra-mantra, cerita rakyat dan lagu daerah. Sedangkan, unsur-unsur budaya
Tionghoa terdapat empat unsur yaitu: (1) Bahasa yang meliputi bahasa Tio Ciu,
dialek hakka. (2) Sistem pengetahuan ruang dan waktu yaitu menentukan tanggal
perayaan Ceng Beng. (3) Sistem peralatan dan teknologi yang meliputi makanan
khas Tionghoa yaitu Kwee Cap. (4) Sistem mata pencaharian hidup etnis
Tionghoa yang meliputi berkebun, pasar terapung, berdagang, dan kerja tambang,
dan (4) Sistem religi Tionghoa yaitu konfusianisme.
Kata Kunci : Unsur, Budaya, Dayak, Tionghoa, Ngayau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Fransiska, Maria. 2018. Cultural Elements Dayak and Tionghoa in Novel
Ngayau written by Masri Sareb Putra. An Undergraduate Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Department of
Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.
This study is based on the elements of Dayak Culture and Tionghoa in
Ngayau written by Masri Sareb Putra. This study aims to (1) describing the
structure constructing the story including characters, characterizations, and setting
in Ngayau written by Masri Sareb Putra, and (2) describing the Dayak and
Tionghoa’s Cultural elements in Ngayau written by Masri Sareb Putra.
In analyzing the structure constructing the story, structural study was
used. Analysis of cultural elements using the theory of cultural elements based on
Koentjaraningrat. The paradigm of this study is based on M.H Abrams, which is
objective and mimetic approach. In this study, the research applied data collection
method as literature study method, data analysis method using content analysis
method/content, and method of data analysis using qualitative description method.
The result of structure constructing analysis the story analysis in Ngayau
by written by Masri Sareb Putra. The main characters are Lansau and Siat Mei.
While, the additional characters were A pa Mei, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin
Sang, Kek Longa, Domia, and Domamakng Bunso. In analyzing the background,
the writer classified the elements of setting into three parts, which were setting of
time, setting of place, and socio-cultural setting. The setting of time dominant
was in 1967 during the RedBowl Flood and in 1999 during interracial inter-ethnic
riots in West Kalimantan. The setting of place dominant is Poromuan country.
Socio-cultural background that includes way of life, food, and language. In this
study found six elements of Dayak culture are: (1) The language used is Dayak
Kanayatn and Dayak Djongkang (Djo). (2) A system of knowledge which
includes season reading, knowledge of natural flora knowledge, and knowledge
systems of customs. (3) Equipment and technology systems including weapons,
shelter, housing, production equipment, and food. (4) Livelihood systems that
include hunting, farming, and mine work. (5) Religious systems that include
animism and dynamism, and (6) art that includes old objects still used, literature
of mantras, folklore and regional songs. Meanwhile, the elements of Tionghoa
culture there are four elements: (1) Languages that include the language Tio Ciu,
hakka dialect. (2) The system of knowledge of space and time is to determine the
date of celebration of Ceng Beng. (3) Equipment and technology system that
includes typical Tionghoa food that is Kwee Cap. (4) The livelihood system of
Tionghoa life that includes gardening, floating market, trading, and mining work,
and (4) Tionghoa religious system is Confucianism.
Keywords: Cultural Elements, Dayak, Tionghoa, Ngayau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISTILAH
Abuh : Perapian tempat memasak
A kong : Kakek
A me : Ibu
A moi : Sapaan anak perempuan
A pa : Bapak
Atok : Takdir
Babae : Manusia yang sudah bosan hidup di bumi.
Baju : orang yang mempunyai ilmu atau kekebalan untuk melindungi
diri
Belantik : perangkap
Bikas : Busur yang terlepas
Bolopas : Melahirkan bayi
Bopacu : memberikan bekal atau nasihat kepada kedua mempelai
Boraupm : Berkumpul dan melakukan musyawarah saat akan me-ngayau dan
mendirikan betang
Bubu : Perangkap ikan terbuat dari bambu
Chang Fu : Istri
Ceng Beng : Sembahyang kubur
Hampatokng : Patung kayu
Jubata : Tuhan
Ka kon : Mertua laki-laki
Kasikng : Berupa duri, pecahan bambu, kayu, atau benda apa saja yang bisa
melukai dan tertinggal di badan seseorang.
Kolayak : Tikar terbuat dari anyaman rotan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Ku chong : Paman
Lawakng : Pintu
Lo pho : Istri
Lo thai sim : Abang ipar
Lotos : Pelita
Moici : Anak perempuan
Ngabas Poya : Melihat atau mengamati lahan atau tanah yang akan
menjadi area perladangan
Ngadoh : Membantu persalinan seorang ibu yang melahirkan
Ngayau : Tradisi memenggal kepala
Ngansu : Sumpit
Ngimpak : Senjata laras
Nugal : Menanam padi
Pantak : Patung dari kayu
Polopas : Tradisi menyentuh makanan dengan ujung jari
Pongamik : Bentuknya seperti ransel, terbuat dari anyaman rotan dan
kulit kayu. Talinya dari kulit kayu yang kuat.
Pongaretn : pemakaman umum yang sudah tidak terpakai lagi.
Puaka : Sesuatu, benda, atau peninggalan berharga milik bersama
yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara.
Saor : jaring kecil
Tajau : wadah untuk menyimpan pati tuak.
Tajor : Mata kail
Tariu : Upacara memanggil ruh leluhur
Tepekong : Kuil
Thaiko : abang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
Tikak : Semacam tas pinggang yang terbuat dari kulit kayu,
tempat menyimpan alat-alat perlengkapan berburu.
Tonok : Bambu muda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................ Error!
Bookmark not defined.
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................... Error! Bookmark not defined.i
MOTO .................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................................ x
ABSTRACT ........................................................................................................................ xi
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................................ xii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................ 6
1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 6
1.5 Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6
1.6 Kerangka Teori ................................................................................. 7
1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural .............................. 9
1.6.1.1 Tokoh ................................................................................... 10
1.6.1.2 Tokoh Berdasarkan Peranan ................................................ 10
(1) Tokoh Utama .............................................................................. 10
(2) Tokoh Tambahan ....................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
1.6.1.3 Penokohan ............................................................................ 11
1.6.1.4 Latar ..................................................................................... 11
(1) Latar Tempat .............................................................................. 12
(2) Latar Waktu ................................................................................ 13
(3) Latar Sosial-Budaya ................................................................... 13
1.6.2 Pendekatan Mimetik ............................................................... 14
1.6.3 Sosiologi Sastra ....................................................................... 14
1.6.4 Teori Unsur-Unsur Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat .. 16
1.6.4.1 Bahasa .................................................................................. 17
1.6.4.2 Sistem Pengetahuan ............................................................. 18
1.6.4.3 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan ............................... 19
1.6.4.4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ............................... 20
1.6.4.5 Sistem Mata Pencaharian Hidup .......................................... 20
1.6.4.6 Sistem Religi ........................................................................ 20
1.6.4.7 Kesenian ............................................................................... 21
1.7 Metode Penelitian ........................................................................... 21
1.7.1 Jenis Penelitian ....................................................................... 22
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 23
1.7.3 Teknik Analisis Data .............................................................. 23
1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data .............................................. 24
1.8 Sistematika Penyajian ..................................................................... 25
BAB II STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL NGAYAU KARYA
MASRI SAREB PUTRA
2.1 Pengantar ........................................................................................ 26
2.2 Tokoh dan Penokohan .................................................................... 26
2.2.1 Tokoh Utama .......................................................................... 27
2.2.1.1 Lansau .................................................................................. 27
2.2.1.2 Siat Mei ................................................................................ 30
2.2.2 Tokoh Tambahan .................................................................... 32
2.2.2.1 A pa Mei ............................................................................... 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
2.2.2.3 Ben Teng .............................................................................. 34
2.2.2.5 A kong Mei ........................................................................... 35
2.2.2.4 Ahong ................................................................................... 35
2.2.2.6 Sinfu ..................................................................................... 37
2.2.2.7 Sin Sang ............................................................................... 38
2.2.2.8 Kek Longa ............................................................................ 39
2.2.2.9 Domia ................................................................................... 40
2.2.2.10 Domamakng Bunso ............................................................ 41
2.3 Latar ................................................................................................ 42
2.3.1 Latar Waktu ............................................................................ 42
2.3.1.1 Tahun 1967 .......................................................................... 43
2.3.1.2 Tahun 1999 .......................................................................... 44
2.3.2 Latar Tempat ........................................................................... 45
(1) Negeri Poromuan ....................................................................... 45
(2) Rumah Mei ................................................................................. 46
(3) Hutan .......................................................................................... 47
2.3.3 Latar Sosial-Budaya ................................................................ 47
2.4 Rangkuman ..................................................................................... 49
BAB III UNSUR-UNSUR BUDAYA DAYAK DAN TIONGHOA DALAM
NOVEL NGAYAU KARYA MASRI SAREB PUTRA
3.1 Pengantar ........................................................................................ 51
3.2 Unsur-Unsur Budaya Dayak dalam novel Ngayau Karya Masri
Sareb Putra..................................................................................... 51
3.2.1 Bahasa ..................................................................................... 52
3.2.2 Sistem Pengetahuan ...................................................................... 58
3.2.2.1 Membaca Musim ....................................................................... 58
3.2.2.2 Sistem Pengetahuan Alam Flora ............................................. 59
(1) Daun Sabang Merah ......................................................................... 59
3.2.2.3 Sistem Pengetahuan Adat-istiadat ........................................... 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
3.2.3 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ..................................... 62
3.2.3.1 Senjata ......................................................................................... 62
3.2.3.2 Tempat Berlindung .................................................................... 63
3.2.3.3 Perumahan .................................................................................. 64
3.2.3.4 Alat Produksi ............................................................................. 65
3.2.3.5 Makanan ..................................................................................... 66
3.2.4. Sistem Mata Pencaharian Hidup ............................................... 67
(1) Berburu .............................................................................................. 67
(2) Berladang .......................................................................................... 67
(3) Kerja Tambang ................................................................................. 70
3.2.5 Sistem Religi ................................................................................. 70
3.2.6 Kesenian ......................................................................................... 71
3.2.6.1 Benda-benda Lama yang Masih Digunakan .......................... 72
3.2.6.2 Kesusasteraan............................................................................ 72
(1) Mantra saat Tariu ............................................................................. 72
(2) Mantra Nosu Minu (Menyerukan semangat/jiwa) ........................ 73
(3) Mantra Sokutuk Sokutokng .............................................................. 74
3.2.6.3 Cerita Rakyat ............................................................................. 74
3.2.6.4 Kisah Asal Usul Padi versi suku Dayak ................................. 75
3.2.6.5 Seni Musik .................................................................................. 76
3.2.6.6 Seni Rupa ................................................................................... 77
3.3 Unsur-unsur Budaya Tionghoa dalam novel Ngayau karya Masri
Sareb Putra ....................................................................................... 78
3.3.1 Bahasa ..................................................................................... 78
3.3.1.1 Sapaan Kekerabatan ............................................................. 79
(1) A kong ......................................................................................... 80
(2) Lo Pho ........................................................................................ 80
(3) A moi .......................................................................................... 80
(4) Moi Ci ......................................................................................... 80
(5) Ka Kon ....................................................................................... 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
(6) Ku Chong ................................................................................... 81
(7) Thaiko ......................................................................................... 81
(8) Chang Fu .................................................................................... 81
(9) Lo Thai Sim ................................................................................ 81
3.3.1.2 Istilah ................................................................................... 82
3.3.2 Sistem Pengetahuan ............................................................... 82
3.3.3 Sistem Peralatan dan Teknologi ............................................. 83
3.3.4 Sistem Mata Pencaharian Hidup ............................................. 84
(1) Berkebun .................................................................................... 84
(2) Pasar Terapung ........................................................................... 85
(3) Berdagang .................................................................................. 85
(4) Kerja Tambang ........................................................................... 86
3.3.5 Sistem Religi ........................................................................... 87
3.4 Rangkuman ............................................................................................. 87
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 89
4.2 Saran ............................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra sebagai produk budaya, merupakan institusi sosial. Sebagai
institusi sosial, karya sastra memiliki peran dan fungsi dalam rangka sosialisasi
nilai-nilai pendidikan, kritik sosial, dan penilaian terhadap kenyataan
masyarakatnya (Suhariyadi, 2014: 69). Selain berhubungan dengan masyarakat,
karya sastra juga dapat bersumber dari peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah juga
motivasi seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra. Menurut
Kuntowijoyo (2006: 171), objek karya sastra adalah realitas, apa pun dimaksud
dengan realitas oleh pengarang.
Sebagai gambaran tentang bagaimana kehidupan dalam bermasyarakat,
karya sastra juga dapat dikaji secara mendalam untuk menemukan apa yang
terjadi dalam masyarakat dan selanjutnya dituangkan dalam karya sastra. Jika
membaca cerita fiksi, kita akan bertemu dengan sejumlah tokoh, tempat, waktu,
dan latar belakang sosial budaya di mana cerita itu terjadi, dan lain-lain.
Kesemuanya tampak berjalan serempak dan saling mendukung. Misalnya,
bagaimana tokoh saling berhubungan, berbagai peristiwa saling terkait walaupun
pencitraannya berjauhan, bagaimana latar sosial budaya memfasilitasi dan
membentuk karakter tokoh dan lain-lain. Hal itu semuanya dapat berjalan dengan
baik, cerita dapat dipahami dengan baik, karena ada benang merah yang mengatur
dan menghubungkan semua elemen, yaitu struktur (Nurgiyantoro, 2015: 59).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Aspek pendukung karya sastra adalah unsur yang membangun karya sastra
dari luar yang terkandung di dalamnya. Salah satu di antara unsur tersebut yaitu
kondisi masyarakat dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik pada saat karya
sastra diciptakan. Koentjaraningrat (1990: 203) membagi unsur-unsur kebudayaan
menjadi tujuh unsur, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi
sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian
hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Setiap kebudayaan mempunyai unsur
universal misalnya struktur sosial, sistem politik, ekonomi, teknologi, agama,
bahasa, dan sistem komunikasi. Semua unsur dan sistem kebudayaan tersebut
dapat kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya dalam
masyarakat Dayak dan Tionghoa yang juga mengenal beberapa unsur budaya dan
adat istiadat.
Menurut Coomans (1987: 71), nenek moyang penduduk Kukar berasal
dari dataran Asia yang kini disebut dengan propinsi Yunan, China Selatan. Para
nenek moyang ini merupakan kelompok-kelompok kecil pengembara yang
berhasil sampai di Pulau Kalimantan. Namun, masing-masing menempuh rute dan
waktu yang berbeda. Suku Dayak ini dibedakan menjadi dua wilayah, pertama
wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Sedangkan wilayah kedua
adalah Kalimantan Barat, Utara, dan Timur. Pembedaan ini dapat dilihat dari suku
Dayak yang mendiami Kalimantan bagian Utara, yang memiliki budaya dan
sistem imigrasi yang beda dengan mereka yang mendiami Kalimantan bagian
Selatan dan Tengah, imigrasi diperkirakan terjadi pada abad ke-13.
Nenek moyang Lansau juga datang lewat jalur yang sama, berabad-abad sebelumnya. Beda masa migrasi, menyebabkan yang satu dianggap asli,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sedangkan yang lainnya dicap sebagai “pendatang” di bumi Borneo yang sama, dari asal yang sama (Putra, 2014: 105).
Golongan Cina yang sudah beradaptasi dengan alam dan budaya di
Kalimantan yaitu golongan ketiga. Mereka sudah tidak tahu asal-usul nenek
moyang. Keluarga Mei dan Thaiko adalah golongan ketiga ini. Migrasi nenek
moyang Lansau dan Mei hanya selang beberapa abad. Akan tetapi, mengapa yang
satu disebut Dayak? Sedangkan yang satunya Tionghoa, bahkan kerap didengar
dengan sebutan Cina yang merupakan sebuah negara. (Putra, 2014: 116).
Ngayau adalah sebuah novel berdasar sejarah karya Masri Sareb Putra.
Novel ini diterbitkan pertama kali pada Maret 2014 oleh Entertainment Essence
Center. Melalui novel tersebut, Masri Sareb Putra menggambarkan bahwa pada
tahun 1967 terjadi sebuah peristiwa besar yang mengakibatkan perang antara
Dayak dan Tionghoa.
Ngayau bercerita tentang seorang pemuda Dayak bernama Lansau dan
gadis keturunan Tionghoa Siat Mei, yang gagal menikah. Pernikahan mereka
dibatalkan oleh A pa Mei dengan alasan bahwa Siat Mei dan Lansau berbeda.
Akan tetapi, Mei tidak mengerti dengan perbedaan yang dimaksud oleh A pa nya.
Ciri-ciri fisik mereka hampir sama. Soal bahasa, mereka sama-sama bisa
menuturkan bahasa Dayak, dialek Khek, dan bahasa Indonesia. Makanan dan
kebiasaan juga sama. Pada saat itu, Ben Teng mendapatkan kabar akan terjadinya
balas dendam karena seorang panglima Dayak ditemukan terbunuh mengenaskan
di sebuah hutan. Beredar kabar bahwa pelakunya warga Tionghoa. Maka balas
dendam menunggu waktu. Kisah Ben Teng tersebut pun didengar oleh A pa Mei.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Itulah alasan mengapa ia membatalkan pernikahan anak gadisnya dengan Lansau.
Saat tariu, ruh Panglima Burung merasuk ke dalam tubuh Lansau. Lansau
membawa terbang Mei dan ayahnya untuk menghindari amuk massa yang
dirasuki ruh-ruh leluhur. Mereka pun masuk di ruang penyekapan. Lansau pun
mengisahkan yang sebenarnya terjadi. Massa Dayak diprovokasi untuk menghalau
etnis Tionghoa di pedalaman. Lansau terpaksa menyelamatkan Mei dan
keluarganya seperti penculikan. A pa Mei yang mendengar isu orang Dayak akan
mengusir orang Tionghoa menjadi mafhum. Tujuannya membatalkan perkawinan
putrinya dengan Lansau didasarkan pertimbangan. Ada pihak yang khawatir jika
kedua suku bangsa bersatu maka akan menguasai pulau Borneo.
Karya ini diangkat sebagai objek material penelitian karena dua alasan.
Alasan pertama karena masalah sejarah dari dua etnis, Dayak dan Tionghoa yang
terkandung di dalamnya. Dalam Ngayau, dipaparkan tentang asal nenek moyang
suku Dayak dan Tionghoa yang sama-sama berasal dari daratan Yunan. Di
Singkawang, pendaratan pertama dari Cina secara besar-besaran pada abad ke-13.
Nenek moyang suku Dayak juga melewati jalur yang sama, berabad-abad
sebelumnya. Hanya beda masa migrasi, itulah yang menyebabkan yang satu dicap
pribumi, dan yang lainnya dicap sebagai pendatang.
Alasan kedua, karena suku Dayak Kalimantan yang tetap menjaga
kebudayaan dan tetap menjalankannya di zaman yang sudah modern. Begitu jelas
digambarkan oleh pengarang yang merupakan bagian dari masyarakat Dayak.
Contohnya, seperti perayaan Nosu Minu Podi, yaitu merupakan suatu upacara
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jubata (Tuhan) saat masa panen padi telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
selesai. Tujuannya adalah sebagai penghormatan kepada roh padi dan memohon
restu untuk keberhasilan di tahun berikutnya.
Novel Ngayau terdiri atas 21 sub bab. Akan tetapi, ceritanya ada yang
terputus. Demikianlah kata “Headhunter” berevolusi dari masa ke masa. Pada
zaman dahulu, dalam setting novel ini, berarti mencari kepala musuh; kemudian
berevolusi ke dunia olahraga menjadi mengumpulkan piala sebagai tanda
kemenangan, dan kini berarti mencari pekerja (karyawan) yang andal. Intinya
sama memburu, mengumpulkan, dan hasilnya adalah tanda kekuatan (Putra, 2014:
188).
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas dua hal, yaitu struktur novel
Ngayau, serta unsur-unsur kebudayaan dalam novel Ngayau. Struktur novel
Ngayau yang akan dibahas mencakup tokoh, penokohan, dan latar dengan
pendekatan struktural. Kemudian, dilanjutkan dengan teori unsur-unsur
kebudayaan Koentjaraningrat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana struktur cerita dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra?
1.2.2 Bagaimana unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa dalam novel
Ngayau karya Masri Sareb Putra?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendeskripsikan struktur cerita dalam novel Ngayau karya Masri Sareb
Putra. Hal ini akan dibahas dalam Bab II.
1.3.2 Mendeskripsikan unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa dalam
novel Ngayau karya Masri Sareb Putra. Hal ini akan dibahas dalam Bab
III.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu sastra Indonesia dan teori sastra, khususnya teori sosiologi
sastra.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia,
khususnya novel berdasar sejarah Ngayau. Penelitian ini juga dapat menjadi
referensi studi sejarah suku Dayak dan etnis Tionghoa di Kalimantan Barat. Selain
itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian
selanjutnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Peneliti menemukan jurnal yang membahas tentang budaya Ngayau dan
jurnal tentang Peristiwa Mangkok Merah pada tahun 1967 di Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Masri Sareb Putra merupakan penulis dari novel Ngayau. Dalam artikelnya
yang berjudul “Makna di Balik Teks Dayak Sebagai Etnis Headhunter” pada
tahun 2012 . Dalam pembahasannya, Masri membongkar mitos dengan mencari
hakikat dari sebuah teks atau realitas, dengan mengacu pada sejarah dan tradisi
pada waktu teks itu ditulis. Kemudian, mencari hakikat makna dari teks yang
ditulis para pelancong dan antropolog asing dari abad 18 hingga masa
kemerdekaan.
Dalam tulisannya yang berjudul “Peristiwa Mangkok Merah di Kalimantan
Barat pada tahun 1967”, Superman membahas bagaimana keterlibatan segelintir
masyarakat Cina dalam gerakan politik pada tahun 1963 di Kalimantan Barat yang
terhimpun dalam organisasi PGRS-Paraku yang pada awalnya merupakan gerakan
oposisi untuk melancarkan “Ganyang Malaysia”.
1.6 Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian karya sastra menurut
M.H Abrams.
Dalam empat klasifikasi yang dilakukan oleh Abrams adalah realitas,
pencipta, karya, dan pembaca (1997: 17). Mengenai kritik sastra, Abrams
menjelaskan bahwa kritik sastra memiliki bentuk, metode, orientasi atau dasar
pendekatan kepada karya sastra.
Menurut Taum (2017), dalam reposisi paradigma M.H Abrams, terdapat
enam pendekatan dalam kritik sastra. Abrams memberikan peluang bagi kritik
sastra untuk menggulati aspek-aspek di luar teks, meskipun hal ini dipandang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
sebagai konteks pemahaman tekstual. Terdapat enam pendekatan kritik sastra
Abrams menurut Taum. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang
menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri. Pendekatan mimetik adalah
pendekatan yang menitikberatkan semesta. Pendekatan pragmatik adalah
pendekatan yang menitikberatkan pembaca. Pendekatan ekspresif adalah
pendekatan yang menitikberatkan penulis. Pendekatan eklektik adalah pendekatan
yang menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan mimetik. Terakhir,
pendekatan diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada wacana sastra
sebagai sebuah praktik diskursif (Taum, 2017).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua pendekatan yang
dikemukakan oleh Abrams, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan mimetik
sastra. Kedua pendekatan ini dipilih karena penelitian ini menitikberatkan pada
karya sastra itu sendiri dan unsur-unsur budaya yang terdapat dalam novel Ngayau
karya Masri Sareb Putra.
Dalam penelitian novel Ngayau, unsur intrinsik yang akan dibahas adalah
tokoh, penokohan, dan latar. Peneliti menganalisis kedua unsur tersebut karena
menunjukkan unsur-unsur kebudayaan Dayak dan Tionghoa. Keseluruhan
tersebut membangun novel Ngayau menjadi karya sastra yang menggambarkan
kehidupan nyata. Dalam penelitian ini juga digunakan teori sosiologi sastra, guna
untuk menganalisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian untuk
memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono, 1979:
2-3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.6.1 Pendekatan Objektif dan Kajian Struktural
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya
sastra itu sendiri (Taum, 1997: 17). Pendekatan ini memfokuskan bagaimana isi
dan pembangun dari sebuah karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif dalam
penelitian ini guna menganalisis struktur pembangun cerita yang mencakup tokoh,
penokohan, dan latar yang terdapat dalam novel Ngayau. Hudayat dalam
Suhariyadi (2014: 60), mengemukakan bahwa pendekatan objektif memusatkan
perhatian semata-mata pada unsur-unsur karya sastra. Pendekatan ini mengarah
pada analisis intrinsik.
Dalam menganalisis struktur pembangun karya sastra, penulis
menggunakan teori struktural. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai
susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi
komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Analisis
struktural karya sastra dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur
fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002: 36-37).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra
dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom
dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal
yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba
menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw,
1984: 135)
Peneliti memilih unsur tokoh, penokohan, dan latar karena unsur-unsur
tersebut merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam jalannya cerita. Unsur
tokoh dan penokohan mampu menjelaskan dari segi fisik, perwatakan, dan kondisi
sosial para tokoh dan mampu menjelaskan peran tokoh. Sedangkan, latar
dianalisis untuk mengetahui konteks, waktu, dan sosial-budaya dalam novel
Ngayau.
1.6.1.1 Tokoh
Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau
drama, oleh pembaca ditafsirkan kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh menjadi unsur penggerak alur cerita.
1.6.1.2 Tokoh Berdasarkan Peranan
Aminuddin (2004: 79-80) menggolongkan tokoh berdasarkan peranan dan
keseringan pemunculannya, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
(1) Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu
cerita (Amminuddin, 2004: 79). Menurut Nurgiyantoro (2015: 268) dilihat dari
segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh tersebut tidak sama. Ada tokoh
tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi
sebagian besar cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
(2) Tokoh Tambahan
Menurut Aminuddin (2004: 79-80), tokoh yang memiliki peranan yang
tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung
pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Pemunculan tokoh-
tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara
langsung mau pun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2007: 177).
1.6.1.3 Penokohan
Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Unsur penokohan menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan
tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248).
1.6.1.4 Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1999: 284). Stanton
dalam Nurgiyantoro (2015: 302), mengelompokkan latar bersama tokoh dan plot,
ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat
diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca sebuah fiksi. Atau, ketiga
hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita
adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
pijakan, di mana, kapan, dan pada kondisi sosial-budaya masyarakat yang
bagaimana.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu, dan sosial-budaya.
(1) Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin nama lokasi
tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat yang tanpa nama jelas biasanya hanya
berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa,
sungai, jalan, hutan, kota kecamatan, dan sebagainya. Pelukisan tempat tertentu
dengan sifat khasnya secara rinci biasanya menjadi sifat kedaerahan, berupa
pengangkatan suasana daerah, atau warna lokal (local color).
Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur
local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam
karya yang bersangkutan. Namun, perlu dipertegas bahwa sifat ketipikalan daerah
tidak hanya ditentukan oleh rincinya deskripsi lokasi, melainkan terlebih harus
didukung oleh sifat kehidupan sosial-budaya masyarakat penghuninya
(Nurgiyantoro, 2015: 314-315).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(2) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya
atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Masalah waktu dalam karya naratif,
Gennete dalam Nurgiyantoro (2015: 318), dapat bermakna ganda: di satu pihak
menunjuk pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain
menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.
Pengangkatan unsur sejarah ke dalam cerita fiksi akan menyebabkan
waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat
fungsional sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa
mempengaruhi perkembangan cerita lain (Nurgiyantoro, 2015: 321).
(3) Latar Sosial-Budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam
lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain
yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu,
latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2015: 322).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Ketika mengangkat latar tempat tertentu ke dalam cerita fiksi pengarang
perlu menguasai medan, keadaan itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial-
budaya. Pengertian penguasaan medan lebih menunjuk pada penguasaan latar.
Jadi, ia mencakup unsur tempat, waktu, dan sosial-budaya sekaligus. Di antara
ketiganya tampaknya unsur sosial-budaya memiliki peranan yang cukup
menonjol. Latar sosial-budaya berperan menentukan apakah sebuah latar.
Khususnya latar tempat, menjadi khas, tipikal, dan fungsional, atau sebaliknya
bersifat netral. Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional,
deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar sosial-budaya,
tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan
(Nurgiyantoro, 2015: 322-323).
1.6.2 Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mengutamakan aspek
semesta (Taum, 1997: 17). Pendekatan mimetik dalam penelitian ini guna
menjelaskan tentang teori sosiologi sastra dan teori unsur-unsur kebudayaan
menurut Koentjaraningrat dalam menganalisis novel Ngayau dalam penelitian ini.
Dengan pendekatan mimetik, dapat ditemukan adanya unsur-unsur kebudayaan
Dayak dan Tionghoa dalam novel Ngayau karya Masri Sareb Putra.
1.6.3 Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini menaruh
perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sosial. Landasannya adalah
gagasan bahwa karya sastra merupakan cermin zamannya. Pandangan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
beranggapan bahwa karya sastra merupakan cermin langsung dari pelbagai segi
struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam
hal ini tugas ahli sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh
khayali dan situasi-situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang
merupakan asal-usulnya. Tema dan gaya hidup yang ada dalam karya sastra yang
bersifat pribadi itu, harus diubah menjadi hal-hal yang sosial sifatnya (Saraswati,
2003: 4).
. Pendekatan sosiologi sastra dalam penelitian sastra bertolak dari pandangan
bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1989: 46).
Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh
beberapa ahli sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda
pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan
sosiokultural terhadap sastra (Damono, 1979: 2). Manusia dalam kehidupannya,
tidak akan terlepas dari kebudayaan karena manusia adalah pencipta sekaligus
pengguna dari kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya kebudayaan
dan budaya tersebut akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau
melestarikan kebudayaan. Dengan demikian, manusia dan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin jika tidak
berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan (Soemardjan, 1964: 155).
Ritzer (dalam Faruk, 1994: 2) menganggap sosiologi sastra sebagai sesuatu
ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut
dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha
merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi sastra secara keseluruhan. Ada tiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
paradigma yang Ritzer temukan ialah paradigma fakta-fakta sosial, paradigma
definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.
1.6.4 Teori Unsur-Unsur Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 153). Hal tersebut
berarti bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya
sedikit kegiatan manusia yang tanpa belajar, Hal itu disebut tindakan naluri,
refleks, dan sebagainya. Kemampuan manusia dapat mengembangkan konsep-
konsep yang ada dalam kebudayaan. Kebudayaan merupakan keseluruhan dari
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakukan yang
didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat (Koentjaraningrat, 1974: 79). Kebudayaan merupakan hasil buah
pikiran manusia atas apa yang didapatnya dari apa yang manusia ketahui, apa
yang dirasakan dan apa yang didapatkan dari alam semesta. Manusia selalu
bertindak atau berbuat berdasarkan pola pikirannya atas apa yang diketahui dan
dirasakan.
Ada juga nilai budaya yang terkandung dalam kebudayaan. Nilai budaya
adalah tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Nilai
budaya berfungsi juga sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi
sebagai konsep, suatu budaya itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Namun, justru karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak konkret, maka nilai-
nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam
jiwa para individu yang menjadi warga dan kebudayaan yang bersangkutan
(Koentjaranigrat, 2009: 153).
Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat 1996: 80), juga mengungkapkan
adanya unsur-unsur yang meliputi suatu kebudayaan. Unsur-unsur tersebut saling
berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sistem kehidupan manusia. Ketika
hendak menganalisis membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang
disebut unsur kebudayaan universal atau cultural universals yang berarti pasti
dimiliki oleh setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini. Tujuh unsur-unsur
kebudayaan itu adalah: (1) Bahasa, (2) Sistem Pengetahuan, (3) Organisasi Sosial
dan Kemasyarakatan, (4) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, (5) Sistem Mata
Pencaharian Hidup, (6) Sistem Religi, (7) Kesenian.
1.6.4.1 Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat
menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan
sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Fungsi
bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan, fungsi bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari,
mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Koentjaraningrat, 2002).
1.6.4.2 Sistem Pengetahuan
Menurut Koentjaraningrat (1977: 273), sistem pengetahuan memiliki tujuh
objek. Pertama, alam sekitar manusia, contohnya pengetahuan tentang musim-
musim. Kedua, alam flora, terutama untuk masyarakat yang hidup dari bercocok
tanam dan bertani. Ketiga, alam fauna, terutama bagi masyarakat yang hidup dari
berburu. Keempat, bahan-bahan mentah yang dapat memudahkan manusia untuk
mempergunakan alat-alat hidupnya. Kelima, tubuh manusia, yaitu ilmu untuk
menyembuhkan penyakit secara tradisional. Keenam, sifat-sifat dan kelakuan
manusia, yaitu pengetahuan tentang sopan-santun, adat-istiadat, sistem norma-
norma, serta hukum adat. Ketujuh, ruang dan waktu, yaitu ilmu untuk
menghitung, mengukur, menimbang, atau menentukan tanggal.
Spradley (dalam Kalangie, 1994) menyebutkan, bahwa pengetahuan
budaya itu bukanlah sesuatu yang bisa kelihatan secara nyata, melainkan
tersembunyi dari pandangan, namun memainkan peranan yang sangat penting
bagi manusia dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang
diformulasikan dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga
merupakan gambaran dari nilai-nilai budaya yang mereka hayati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Nilai budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
1.6.4.3 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi; kekerabatan,
organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup,
dan perkumpulan. Sistem organisasi adalah bagian kebudayaan yang berisikan
semua yang telah dipelajari yang memungkinkan bagi manusia
mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakan orang
lain (Syani, 1995). Yang termasuk organisasi sosial adalah sistem kekerabatan,
sistem komunitas, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik
(Koentjaraningrat, 1980: 207).
Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Kekerabatan suatu masyarakat dapat digunakan untuk menggambarkan struktur
sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial
yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
1.6.4.4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Sistem peralatan hidup dan teknologi meliputi, alat-alat produksi, senjata,
wadah, makanan, dan jamu-jamuan, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan
perumahan, serta alat-alat transportasi (Koentjaraningrat, 1990: 343).
1.6.4.5 Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai
homo economicus yang menjadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam
tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Akan
tetapi, dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah
bercocok tanam, kemudian beternak yang terus meningkat (rising demand) yang
kadang-kadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi
meliputi jenis pekerjaan dan penghasilan (Koentjaraningrat, 2002).
Sistem mata pencaharian hidup tradisional meliputi berburu dan meramu,
beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam
menetap dengan irigasi (Koentjaraningrat, 1980: 358).
1.6.4.6 Sistem Religi
Sistem religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi
keagamaan, dan upacara keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada
pendapat Fishbein dan Azjen (dalam Soekanto, 2007) yang menyebut pengertian
kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief”, yang memiliki pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan
acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi pribadi maupun pengalaman
sosial.
1.6.4.7 Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun
telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian
yang kompleks. Kesenian yang meliputi; seni patung/pahat, seni rupa, seni gerak,
lukis, gambar, rias, vokal, musik/seni suara, bangunan, kesusastraan ,dan drama
(Koentjaraningrat, 2002). Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga
dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.
1.7 Metode Penelitian
Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, yang berasal dari akar
kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah,
sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah (Ratna, 2006: 34). Penelitian adalah
usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip dengan cara mengumpulkan dan
menganalisis data (informasi) yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematik,
dan dapat dipertanggungjawabkan (Wasito, 1992:6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Pada bagian ini akan dipaparkan jenis penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan teknik penyajian analisis data. Berikut akan
dipaparkan ketiga bagian tersebut.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analisis kualitatif
yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain
secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata, bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moeloeng, 2007:6). Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian
yang menggunakan kata-kata sebagai bahasa kajiannya dengan mendekripsikan
hasil analisis yang telah berhasil dilakukan dan dimulai dari dasar.
Penelitian ini menggunakan paradigma M.H Abrams menurut Taum.
Menurut Abrams, kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan
pendefinisian, penggolongan, penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi)
(Pradopo, 2002: 18).
Pendekatan kritik sastra menurut Abrams dibedakan menjadi enam yaitu:
pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, pendekatan
objektif, pendekatan eklektik, dan pendekatan diskursif. Dalam penelitian ini,
peneliti hanya memfokuskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu:
pendekatan objektif dan pendekatan mimetik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dan
teknik simak dan teknik catat. Metode studi pustaka digunakan untuk
mendapatkan data yang ada, yaitu sebuah novel berjudul Ngayau, buku-buku
referensi, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan objek tersebut. Sedangkan,
teknik simak digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai
bahan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap
sesuai dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik
catat merupakan lanjut dari teknik simak (Sudaryanto, 1993: 135).
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah
Judul buku : Ngayau
Pengarang : Masri Sareb Putra
Tahun Terbit : 2014 (Cetakan Kedua)
Penerbit : Entertainment Essence Center
Halaman : 373 halaman
1.7.3 Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis isi/konten (content analisys). Metode ini mengungkapkan karya sastra
sebagai bentuk komunikasi antar pembaca dan pengarang. Menurut Arikunto
(2006: 231), analisis konten yaitu mengungkap makna simbolik yang tersamar
dalam karya sasrta. Pada metode ini, peneliti sebagai pembaca mampu memahami
hal-hal yang disampaikan oleh pengarang sebagai objek penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Data pada penelitian karya sastra berupa struktur pembangun cerita yang
dianalisis menggunakan teori kajian struktural. Dalam penelitian ini, penulis akan
mengkaji dua struktur pembangun cerita, yaitu: tokoh penokohan, dan latar.
Dalam membahas unsur-unsur budaya, peneliti akan menggunakan teori unsur-
unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat yang ada di dalam objek material.
1.7.4 Teknik Penyajian Analisis Data
Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang hasil
analisis datanya berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif.
Metode kualitatif memanfaatkan cara penafsiran dengan menyajikannya dalam
bentuk deskripsi. Metode ini memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data
dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode deskriptif adalah
prosedur pematahan/pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-
faktor yang tampak sebagaimana adanya. Melalui metode ini, peneliti
menggambarkan fakta-fakta yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan (Ratna,
2004: 4647). Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan secara
deskriptif dengan hasil analisis berupa data kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Keempat bab tersebut antara satu
dengan yang lainnya saling berkaitan. Pembagian tiap bab tersebut adalah sebagai
berikut:
Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan yang mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian,
landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II merupakan bab yang berisi analisis struktur cerita dalam novel
Ngayau, meliputi tokoh dan penokohan, serta latar.
Bab III merupakan bab yang berisi analisis unsur-unsur budaya Dayak dan
Tionghoa yang tergambar dalam novel Ngayau.
Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB II
STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL NGAYAU KARYA
MASRI SAREB PUTRA
2.1 Pengantar
Dalam Bab II akan dipaparkan mengenai struktur cerita yang terdiri dari
tokoh, penokohan, dan latar. Analisis struktural merupakan kajian untuk
mendeskripsikan unsur pembangun yang ada dalam karya sastra dan
menggambarkan hubungan antarunsur tersebut untuk memperoleh kesatuan
makna. Unsur tokoh, penokohan, serta latar saling terkait dan dipilih sebagai
unsur yang perlu dikaji dalam penelitian ini karena unsur-unsur tersebut
selanjutnya nantinya akan dikaitkan dengan analisis unsur-unsur budaya Dayak
dan Tionghoa yang akan dibahas dalam bab III.
Berikut akan dipaparkan hasil analisis kedua unsur pembentuk karya sastra
tersebut dalam novel Ngayau sebagai objek material penelitian ini.
2.2 Tokoh dan Penokohan
Dalam penelitian ini, hanya sebagian dari para tokoh yang akan dianalisis.
Tokoh-tokoh tersebut dipilih karena kaitannya dengan unsur-unsur budaya Dayak
dan Tionghoa. Dalam novel Ngayau terdapat sejumlah tokoh yang memiliki
pengaruh besar terhadap terjadinya sebuah peristiwa sehingga membentuk cerita
yang berkesinambungan. Berikut beberapa tokoh yang akan dianalisis: Lansau,
Siat Mei, A pa Mei, Ben Teng, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa,
Domia, dan Domamakng Bunso. Sepuluh tokoh tersebut akan dianalisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara
keseluruhan yang akan dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.
2.2.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya
sastra. Dalam novel Ngayau, tokoh utama terdiri dari dua orang, yaitu Lansau dan
Siat Mei. Peran tokoh utama adalah penentu perkembangan jalannya cerita secara
keseluruhan. Mereka dikategorikan sebagai tokoh utama karena sering muncul
dalam cerita.
2.2.1.1 Lansau
Lansau merupakan salah satu tokoh utama dalam novel Ngayau. Hal
tersebut didasari kemunculannya yang cukup banyak dalam penceritaan.
Lansau adalah suami dari Siat Mei yang merupakan seorang pemuda
Dayak. Dalam Ngayau, pengarang tidak menyebutkan Lansau dari sub suku
Dayak mana pun. “Itu tentang masa lalu,” sembari menepuk bahu lelaki itu.
“Kamu ini chang fu aku!” (Putra, 2014: 153). Pernikahan mereka pernah
dibatalkan oleh a pa Mei saat terjadinya perang Dayak kontra Tionghoa karena
provokasi. Berikut ini adalah kutipannya.
Kisah Ben Teng dicerna a pa Mei dengan saksama. Itu yang membuat a pa
Mei tiba-tiba membatalkan perkawinan anak gadisnya dengan Lansau (Putra,
2014: 63).
Dalam situasi tegang saat tariu, di mana ruh leluhur mencari tubuh yang bisa
dirasuki, saat itu Lansau menyelamatkan Mei dan a pa-nya. Lansau pandai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
melucu dan mencairkan suasana. Ia memegang perut yang kena tonjok a pa Mei.
Mei berusaha membantu Lansau untuk bangkit berdiri. Ketika berdiri, Lansau
seperti tidak terkena sepukul pun. Melihat Mei dan a pa-nya seperti tak percaya.
Lansau berusaha mencairkan suasana. “Untung panglima burungku tidak apa-apa”
katanya (Putra, 2014: 80).
Secara fisik, tidak digambarkan bagaimana kondisi fisik Lansau. Akan
tetapi, pengarang menjelaskan bahwa ciri fisik orang Dayak dan Tionghoa hampir
sama. Ciri fisik keduanya yang notabene bermata sipit, kulit berwarna kuning
langsat, dan rambut lurus berwarna hitam. Ciri-ciri fisik, mereka hampir sama.
Soal bahasa, mereka sama-sama bisa menuturkan bahasa Dayak, dialek Khek, dan
bahasa Indonesia. Makanan dan kebiasaan juga sama. (Putra, 2014: 48).
“Lansau, kamulah titisanku dalam perang ini” kata Panglima Burung, seraya
menghentikan pengejaran dua sasaran tak bertanda itu setelah merasuk tubuh
Lansau.” (Putra, 2014: 75).
Dari kutipan tersebut, Lansau adalah titisan Panglima Burung karena saat
tariu, Panglima Burung memilih masuk ke tubuh Lansau.
Lansau membawa lari Mei dan a pa-nya secepat cahaya. Panglima Burung
yang dipanggil lewat tariu memilih masuk raga pemuda itu (Putra, 2014: 75).
Dalam Ngayau, Panglima Burung adalah sebuah gelar. Orang Dayak dalam
kesehariannya, tidak dapat lepas dari burung sebagai pemberi tanda. Memiliki
kekuatan magis, dan bertugas memata-matai kekuatan musuh, dan meluncur
secepat cahaya ke medan laga (Putra, 2014: 25). Saat tariu, Lansau yang
merupakan pemimpin manusia kepala merah membawa lari Mei dan A pa-nya ke
sebuah ruangan penyekapan. Di sana, Lansau pun mengisahkan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
sebenarnya terjadi. Massa Dayak diprovokasi untuk menghalau etnis Tionghoa di
pedalaman tanpa kecuali (Putra, 2014: 77). Lansau berusaha menyelamatkan Mei
beserta keluarganya dan terpaksa melakukannya seperti penculikan. Akhirnya,
Lansau menitipkan Mei dan a pa-nya di truk menuju kota (Putra, 2014: 86). Di
samping itu juga, Lansau berusaha mencari ibu Mei. Lansau merasa bertanggung
jawab untuk menemukan ibu Mei dalam keadaan hidup atau mati. Haru biru pun
menyelimuti saat mereka akan berpisah. Suasana tersebut terdapat dalam kutipan
berikut.
Tak terasa, sebutir air jatuh dari pelupuk matanya. Hanya setitik. Sebab
pantang bagi lelaki, apalagi ksatria untuk menangis! Anehnya, panglima
perang seperti Lansau pun bisa terharu (Putra, 2014: 86).
Saat tariu dan masih dirasuki ruh leluhur, Lansau membawa a pa Mei
mengungsi ke Singkawang (Putra, 2014: 101). A pa Mei ditinggalkan di sebuah
rumah adat yang terbuat dari bahan kayu besi bersama orang yang Lansau panggil
Pak Miguk. Belum sempat mencerna situasi, Lansau pamit kepada a pa Mei untuk
pergi berperang, yang dianggap Lansau sebagai tugasnya menyelamatkan
khalayak ramai.
Dalam novel Ngayau, tokoh Lansau adalah sahabat Ahong, pemimpin
pasukan seribu kuil yang merupakan abang dari Siat Mei. Ahong menyapa Lansau
dengan sebutan “thai sim”. Saat itu, Lansau hanya sebatas suka kepada Mei.
Persahabatan antara Lansau dan Ahong terdapat dalam kutipan percakapan
berikut.
Namun, raut muka kesedihan serta merta berubah menjadi keterkejutan. “Lo
thai sim! Kata thaiko. “Lansau, ka. . . kamu? Apa saya tak salah melihat?
“Tidak salah penglihatanmu, akulai ini!” kata Lansau. “Dan kau, ako Ahong,
kenapa di sini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Kedua sahabat itu berpelukan. Lansau dan Ahong. Ahong adalah nama asli
pemimpin pasukan seribu kuil. Oleh Mei, abang kandungnya, ia dipanggil
“thaiko”. Sementara Lansau sudah biasa menyapa sahabatnya dengan sebutan
kelakar “thai sim”, meski antara Lansau dan Mei baru sebatas suka sama suka
waktu Lansau meninggalkan kampung seberang sungai untuk sekolah ke kota
tiga tahun lalu. . . . (Putra, 2014: 130).
Dari pernikahannya dengan Siat Mei, Lansau dikaruniai seorang anak
perempuan yang tidak disebutkan namanya oleh pengarang. Saat itu, Lansau, Mei
beserta anaknya berziarah ke pemakaman a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
“Kasih hormat, itu akong!” kata Mei pada seorang gadis, seusia seperti
dirinya juga ketika dulu dievakuasi, sembari memberi padanya hio yang
menyala (Putra, 2014: 149).
2.2.1.2 Siat Mei
Siat Mei merupakan salah satu tokoh utama selain Lansau. Kehadirannya
cukup dominan dalam cerita dalam novel Ngayau. Peristiwa perang yang
dialaminya bersama a me, a pa-nya, dan suaminya, Lansau yang menjadi patokan
penceritaan.
Siat Mei adalah seorang gadis Tionghoa yang sejak kecil sudah tinggal
dalam lingkungan orang Dayak. Ia dipanggil Moici (sapaan anak perempuan
dalam bahasa Hakka) oleh ayahnya. Mei merupakan anak seorang pedangang
kelontong. Ia merupakan istri Lansau yang merupakan seorang pemuda Dayak.
Pernikahan mereka pernah dibatalkan oleh a pa Mei. Siat Mei sudah berteman
dengan Lansau sedari SD hingga SMP.
Penokohan Siat Mei dapat dilihat dalam beberapa kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
“Tiba-tiba Siat Mei merasa pusing. Dunianya serasa berhenti berputar.
Pemandangan jadi gelap. Ia tidak mengerti mengapa upacara perkawinannya
dengan Lansau harus dibatalkan. Kami kan sejak es de selalu berteman, a
pa.” kata Siat Mei, tidak mengerti. Ia masih tidak percaya yang dikatakan a
pa-nya. “Kenapa hubungan kami harus diputus?” (Putra, 2014: 47-48).
Dari segi fisik, kebiasaan, dan bahasa Siat Mei sama sekali tidak merasa
berbeda dengan Lansau karena sejak kecil Mei sudah tinggal dalam lingkungan
orang Dayak .
“Heran saja Siat Mei mendengar kata-kata a pa-nya. sama sekali ia tidak
merasa berbeda sedikitpun dengan Lansau, kecuali jenis kelamin. Ciri-ciri
fisik mereka hampir sama. Soal bahasa, mereka sama-sama bisa menuturkan
bahasa Dayak, dialek Khek, dan bahasa Indonesia. Makanan dan kebiasaan
juga sama.” (Putra, 2014: 48).
Siat Mei digelari Dara Juanti karena kecantikannya. Dara berarti dara atau
putri, jika pria maka bujang atau abang. Sedangkan Juanti berarti: mahkluk air
yang sangat jelita, atau indah sekali seperti anggrek.
Lansau perlahan membelai rambut Mei yang panjang terurai disisir angin
pantai Pasir Panjang. lalu menatap wajah wanita itu: masih seperti dulu.
Molek jelita sehingga digelari Dara Juanti” (Putra, 2014: 153)
Dalam masyarakat Kalimantan Barat, Dara Juanti merupakan cerita rakyat,
khususnya Kabupaten Sintang. Putri Dara Juanti yang terkenal dalam sejarah
kerajaan Sintang yang membawa perhubungan dengan tanah jawa. Dalam
sejarahnya, Dara Juanti berlayar ke ranah Jawa untuk membebaskan saudaranya
Demong Nutup (di Jawa dikenal dengan nama Adipati Sumintang) yang ditawan
oleh salah satu kerajaan di Jawa. Di pelabuhan Tuban, Dara Juanti dihadang oleh
prajurit kerajaan dan merupakan pertemuan pertama dengan seorang patih dari
Majapahit yaitu Patih Loh Gender. Dari pertemuan itu, keduanya semakin dekat.
Akhirnya Patih Loh Gender pergi ke Sintang untuk melamar Dara Juanti. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Patih Loh Gender harus kembali ke Tanah Jawa karena harus memenuhi
persyaratan yang diminta Dara Juanti. Persyaratan tersebut di antaranya, keris
elok tujuh berkepala naga, empat puluh kepala, dan empat puluh dayang-dayang.
Pinangan sudah terpenuhi, selain itu Patih Loh Gender menyerahkan barang
pinangan lainnya seperti seperangkat alat musik, patung burung garuda terbuat
dari emas, dan sebongkah tanah majapahit. Pinangan berhasil, pernikahan pun
diselenggarakan.
Dalam catatan sejarah, pernikahan Putri Dara Juanti dengan Patih Loh Gender
diperkirakan pada tahun 1401 M, karena pada saat pernikahan usia Dara Juanti
berusia 27 tahun. Sedangkan Patih Loh Gender diperkirakan di atas 50 tahun.
Sebelumnya, Patih Loh Gender sudah memiliki istri dan memiliki tiga orang anak.
Dari pernikahannya dengan Lansau, Mei dikaruniai seorang anak perempuan
yang tidak disebutkan namanya oleh pengarang. Saat itu, Lansau, Mei beserta
anaknya berziarah ke pemakaman a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
“Kasih hormat, itu akong!” kata Mei pada seorang gadis, seusia seperti
dirinya juga ketika dulu dievakuasi, sembari memberi padanya hio yang
menyala (Putra, 2014: 149).
2.2.2 Tokoh Tambahan
Tokoh-tokoh lain yang ada dalam novel Ngayau adalah a pa Mei, Ben
Teng, A kong Mei, Ahong, Sinfu, Sin Sang, Kek Longa, Domia, dan Domamakng
Bunso. Tokoh tambahan dalam novel ini kehadirannya diperlukan untuk
mendukung tokoh utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2.2.2.1 A pa Mei
A pa Mei adalah ayah dari Siat Mei. Dalam novel Ngayau, pengarang
tidak menyebutkan siapa nama dari ayah Mei. Pengarang hanya menyebutkan
sapaan a pa. A pa adalah panggilan untuk ayah dalam bahasa Tionghoa, dialek
Hakka. Dari segi fisik, ayah Mei digambarkan dengan jelas sebagai seorang pria
keturunan Tionghoa yang berkulit kuning, berambut lurus hitam, gemuk, dan
bermata sipit.
“Batalkan segera! Kata seorang pria setengah baya, berkulit kuning rambut
lurus hitam, agak gendut, dan bermata sipit.” (Putra, 2014: 46).
Beberapa orang keturunan Tionghoa kesulitan melafalkan bunyi R, demikian
juga dengan a pa Mei. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Kita olang pendatang, halus pandai-pandai. Harus pandai belgaul. Kalau
jodo, kawin pun tadak masalah,” thaiko masih ingat kata-kata a pa-nya yang
tak lain juga adalah a pa Mei (Putra, 2014: 120).
Dari perwatakannya, Ayah Mei sangat menyayangi anak perempuan semata
wayangnya, Siat Mei yang terpaksa ia batalkan perkawinannya dengan Lansau
sehari menjelang acara.
“Mungkin, saat ini menyakitkan. Namun, suatu hari, kamu akan mengerti.
Maafkan a pa, kata pria itu. “Moici, a pa sayang kamu!” katanya sembari
memeluk, kemudian mencium anak gadisnya.” (Putra, 2014: 48).
Ayah Mei adalah seorang yang suka membaca dan jago silat sejak remaja.
Akan tetapi, dia mudah terhasut, mudah percaya dengan berita yang belum tentu
kebenarannya. Dapat dilihat dalam kutipan-kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Adakah sebuah ungkapan ntuk menggambarkan rasa takut dan ingin tahu,
campur baur jadi satu seperti saat ini dialami a pa Mei? Meski hanya
pedagang kelontong di desa, a pa Mei sebenarnya suka baca. Bacaan apa saja,
terutama membaca literatur-literatur ilmu sosial dan kebudayaan (Putra, 2014:
68).
A pa Mei sudah mencium gelagat adu domba sejak kabar ia terima dari
tauke-nya di Sanggau. “Kita olang selalu jadi kolban,” kata Ben Teng, sang
tauke. “Kelja susah payah, sudah makmul, e. . . . tahu-tahu diusil pelgi!
(Putra, 2014: 59).
Lansau yang tidak menduga, roboh seketika oleh pukulan aneh a pa Mei yang
sejak remaja sudah ikut bela diri. Dari mana lelaki gemuk, berkulit kuning,
bermata sipit itu mendapat jurus demikian aneh? Lansau tak mengerti (Putra,
2014: 72).
Dari segi sosial, Ayah Mei adalah seorang pedagang kelontong.
Kelontongnya dibakar massa saat tariu terjadi. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut..
“Inikah yang menyebabkan pedagang kelontong itu membatalkan perkawinan
anak gadisnya yang tinggal menghitung jam?” (Putra, 2014: 52).
Dan bunyi itu semakin dekat dengan bantaran sungai tempat tinggal Mei,
sekaligus toko kelontong milik keluarganya,” (Putra, 2014: 68).
A pa Mei adalah seorang ayah yang lemah lembut. Terlihat saat Ahong
mengingat kembali apa yang telah a pa-nya sampaikan kepadanya.
“Kita olang pendatang, halus pandai-pandai. Harus pandai belgaul. Kalau
jodo, kawin pun tadak masalah,” thaiko masih ingat kata-kata a pa-nya yang
tak lain juga adalah a pa Mei. Sayang sekali! Thaiko tidak mendengar bahwa
kata-kata yang sama disangkal sendiri oleh sang ayah. A pa mereka yang
lemah lembut, suatu malam tidak seperti biasanya. A pa memanggil Mei. Dan
dengan nada tinggi membentak anak gadisnya (Putra, 2014: 120).
2.2.2.3 Ben Teng
Ben Teng adalah teman a pa Mei yang merupakan orang kaya di Sanggau.
Ben Teng lahir dan dibesarkan di Borneo. Ia digambarkan sebagai orang yang
senang bersosialisasi dan memiliki banyak relasi saat isu perang akan dimulai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Wajib baginya untuk tidak membatasi komunikasi dan relasi. Dalam hal ini, Ben
Teng memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Sama seperti Siat Mei, Ben
Teng sama sekali tidak merasa berbeda dengan orang Dayak. Ben Teng adalah
penyuplai logistik saat PGRS/Paraku di wilayah perbatasan. Dari cara
berbicaranya, Ben Teng masih kental menggunakan dialek Hakka.
Ben Teng adalah tauke besar di Sanggau. Kekayaan yang dimilikinya tak
terhingga. Mungkin cukup untuk tujuh keturunan. Hampir semua pedagang
dari mulai pesisir hingga pedalaman dikuasainya. Ben Teng dan a pa Mei
lahir dan dibesarkan di bumi Borneo. “Kita melasa olang Cin dali seblang!”
kata Ben Teng suatu pagi, ketika bersama a pa Mei sedang kongkow-
kongkow. “Kita olang Cin wajib mengangkat delajar olang Dayak. Sebab
meleka sama sepelti kita, kita juga dali negeli yang sama! (Putra, 2014: 61).
Ben Teng juga melakukan kontak sosial ekonomi dengan rakyat dan tokoh
gerakan Kalimantan Utara. Ben Teng punya banyak informasi mengenai
kedua belah pihak. Dan selalu bisa memanfaatkan informasi untuk meraih
keuntungan (Putra, 2014: 61).
2.2.2.5 A kong Mei
A kong Mei adalah kakek dari Siat Mei. Ia senang mengoleksi buku-buku
yang dibelinya di pasar loak. Karena hobinya mengoleksi buku tersebut, A kong
merupakan pemilik kios penyewaan komik yang memiliki banyak peminat.
Akong Mei adalah agen cerita silat. Ia membuka kios penyewaan komik yang
laris luar biasa. Sembari mendatangkan serial cerita silat, si akong juga
mengoleksi buku-buku yang ia beli di pasar loak.” (Putra, 2014: 69).
2.2.2.4 Ahong
Ahong adalah abang dari Siat Mei. Ahong adalah pemimpin pasukan seribu
kuil dan bersahabat dengan Lansau, yang merupakan titisan Panglima Burung.
Mei memanggilnya dengan sapaan Thaiko, yang berarti abang. Sementara, Lansau
menyapanya thai sim, yang berarti abang ipar. Secara fisik, Lansau dan Ahong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
disebut seperti pinang dibelah dua karena secara fisik mereka tidak jauh berbeda,
karena secara umum fisik orang Tionghoa dan orang Dayak berkulit kuning dan
bermata sipit.
Demikian juga Ahong yang sekilas bak pinang dibelah dua dengan Lansau.
Dalam situasi normal, tidak ada yang menyangka dia pemimpin kelompok
pendekar seribu kuil (Putra, 2014: 69).
Oleh Mei, abang kandungnya, ia dipanggil “thaiko”. Sementara, Lansau
sudah biasa menyapa sahabatnya dengan sebutan kelakar “thai sim”. Meski
antara Lansau dan Mei baru sebatas suka sama suka saat Lansau
meninggalkan kampung seberang sungai untuk sekolah ke kota tiga tahun
lalu. . . (Putra, 2014: 130).
Selama tiga tahun Ahong dikirim oleh orang tuanya melanjutkan studi di
sekolah khusus untuk anak-anak Tionghoa di Kota Singkawang. Di luar sekolah,
Ahong juga mengikuti kegiatan ekstra. Hal tersebut dilakukannya demi
memajukan kaumnya yang dianggap sebagai pendatang dan selalu dimarjinalkan
dalam berbagai bidang. Tak hanya itu, Ahong pun tergelitik dan merasa terpanggil
membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Beberapa hal lain yang
dipelajarinya yaitu belajar silat, belajar ilmu-ilmu profan, serta belajar bahasa dan
aksara Cina (Putra, 2014: 114). Dengan inisiatifnya sendiri, Ahong memimpin
perang gerilya yang diberi nama “pasukan seribu kuil. Tujuannya, membela dan
mempertahankan diri. Agar kaum Tionghoa yang sudah berabad-abad menetap di
Indonesia, terutama di bumi Borneo, tidak selamanya dianggap pendatang.
Ahong mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah atas di
Singkawang. Tentu ada maksud dan tujuan tertentu mengapa Ahong tetap
melanjutkan sekolah. Hal ini tentu berkaitan dengan identitasnya yang merupakan
bagian dari etnis Tionghoa yang dianggap pendatang di Bumi Borneo. Selain itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
juga, tujuannya untuk membela diri serta menegakkan keadilan. Karena sudah
belajar dan mengamalkan ilmu bela diri dan ilmu profan, thaiko akhirnya menjadi
pemimpin pasukan seribu kuil saat perang gerilya.
2.2.2.6 Sinfu
Sinfu merupakan seorang pastor tentara dan menjadi sukarelawan saat
perang. Pengarang tidak menyebutkan siapa nama sebenarnya dan tidak
mendeskripsikan bagaimana ciri-ciri Sinfu secara fisik. Sinfu bertemu Lansau dan
Ahong saat memapah para korban perang. Oleh penduduk setempat, ia disapa
menggunakan panggilan Tuan Serani. Dalam novel Ngayau, Sinfu digambarkan
sebagai tokoh tambahan yang mengetahui seluk-beluk terjadinya provokasi, dan
siapa saja pihak yang berkepentingan dibalik perang yang terjadi antara suku
Dayak dan Tionghoa. Sinfu yang menjelaskan kepada Lansau dan Ahong
mengapa provokasi dapat terjadi dan berhasil. Dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
Dua panglima sembari memapah para korban, bertemu sukarelawan. Ia
adalah pastor tentara yang dipanggil sinfu atau “tuan serani” (Putra, 2014:
137-138).
Bukan hanya demontrasi untuk mengusir warg