72
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri haid adalah keluhan ginekologis yang paling sering terjadi pada wanita. Nyeri saat haid menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidakhadiran berulang di sekolah ataupun di tempat kerja, sehingga dapat mengganggu produktivitas. Empat puluh hingga tujuh puluh persen wanita pada masa reproduksi mengalami nyeri haid, dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari (Khorsidi dkk, 2002). Sekitar 70-90 persen kasus nyeri haid terjadi saat usia remaja (Proctor dan Farquar, 2002; Singh dkk, 2008) dan remaja yang mengalami nyeri haid akan terpengaruh aktivitas akademis, sosial dan olahraganya (Antao dkk, 2005). Di Amerika Serikat, nyeri haid dilaporkan sebagai penyebab utama ketidakhadiran berulang pada siswa wanita di sekolah (Banikarim dkk, 2000). Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti untuk kejadian nyeri haid. Nyeri haid dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder. Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada pelvis, contohnya endometriosis (Dawood, 2006). Nyeri haid primer biasanya mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan

unud-239-1610269670-isi copy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dcz

Citation preview

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Nyeri haid adalah keluhan ginekologis yang paling sering terjadi pada

    wanita. Nyeri saat haid menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik

    sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidakhadiran berulang di sekolah

    ataupun di tempat kerja, sehingga dapat mengganggu produktivitas. Empat puluh

    hingga tujuh puluh persen wanita pada masa reproduksi mengalami nyeri haid,

    dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari

    (Khorsidi dkk, 2002). Sekitar 70-90 persen kasus nyeri haid terjadi saat usia

    remaja (Proctor dan Farquar, 2002; Singh dkk, 2008) dan remaja yang mengalami

    nyeri haid akan terpengaruh aktivitas akademis, sosial dan olahraganya (Antao

    dkk, 2005). Di Amerika Serikat, nyeri haid dilaporkan sebagai penyebab utama

    ketidakhadiran berulang pada siswa wanita di sekolah (Banikarim dkk, 2000).

    Sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti untuk kejadian nyeri haid.

    Nyeri haid dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid

    sekunder. Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang

    terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid

    sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada

    pelvis, contohnya endometriosis (Dawood, 2006). Nyeri haid primer biasanya

    mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri

    haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan

  • 2bahwa kontraksi miometrium akan menyebabkan iskemia pada uterus sehingga

    menyebabkan rasa nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis

    prostaglandin. Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat

    sementara suplai darah ke uterus, yang menyebabkan uterus mengalami

    kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa

    nyeri (Eby, 2006).

    Gejala dari nyeri haid primer berupa rasa nyeri di perut bagian bawah,

    menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah,

    diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur

    hilang setelah darah haid keluar (Dawood, 2006). Penanganan awal pada

    penderita nyeri haid primer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang

    rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri haid

    setelah minum obat penghambat prostaglandin (Speroff, 2005). Obat-obatan anti

    inflamasi golongan non-steroid seperti ibuprofen, naproksen, asam mefenamat

    dan aspirin banyak digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri haid (Dawood,

    2006). Tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan

    gastrointestinal seperti nausea, dispepsia, dan muntah-muntah (Harel, 2006).

    Meskipun keluhan nyeri haid umum terjadi pada wanita, sebagian besar

    wanita yang mengalami nyeri haid jarang pergi ke dokter, mereka mengobati

    nyeri tersebut dengan obat-obat bebas tanpa resep dokter. Telah diteliti bahwa

    sebesar 30-70% remaja wanita mengobati nyeri haidnya dengan obat anti nyeri

    yang dijual bebas (Campbell dan Mc Grath, 1997). Hal ini sangat berisiko, karena

    efek samping dari obat-obatan tersebut jika digunakan secara bebas dan berulang

  • 3tanpa pengawasan dokter. Sebagai alternatif, dilakukan berbagai penelitian untuk

    menemukan terapi pengganti ataupun terapi pelengkap yang lebih aman jika

    dibandingkan terapi dengan NSAID, seperti terapi herbal, terapi suplemen, terapi

    akupuntur, terapi tingkah laku, dan aroma terapi (Proctor dan Murphy, 2001; Han

    dkk, 2006).

    Di antara berbagai jenis terapi tersebut di atas, terapi suplemen merupakan

    terapi yang banyak diteliti, di antaranya berupa pemberian vitamin E, B1, B6,

    minyak ikan maupun golongan mikronutrien seperti magnesium, serta zink untuk

    mengatasi nyeri haid (Antao dkk, 2005).

    Vitamin E dapat mengurangi nyeri haid, melalui hambatan terhadap

    biosintesis prostaglandin di mana Vitamin E akan menekan aktivitas ensim

    fosfolipase A dan siklooksigenase melalui penghambatan aktivasi post translasi

    siklooksigenase sehingga akan menghambat produksi prostaglandin. Sebaliknya

    vitamin E juga meningkatkan produksi prostasiklin dan PGE2 yang berfungsi

    sebagai vasodilator yang bisa merelaksasi otot polos uterus (Dawood, 2006).

    Sedangkan vitamin B1 dan B6 dapat mengurangi nyeri haid, terbukti dari uji

    klinik yang dilakukan sebelumnya di mana efek vitamin B tersebut lebih baik dari

    plasebo (Wilson and Murphy, 2001). Begitu pula dengan minyak ikan dan terapi

    herbal lainnya, dilaporkan lebih baik daripada plasebo dalam mengurangi nyeri

    haid, tetapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat

    direkomendasikan sebagai terapi alternatif mengatasi nyeri haid (Proctor dkk,

    2001).

  • 4Magnesium digunakan sebagai terapi nyeri haid primer karena magnesium

    memiliki efek langsung pada tekanan pembuluh darah dan mengatur masuknya

    kalsium ke dalam sel otot polos, sehingga dapat mempengaruhi kontraktilitas,

    tegangan dan relaksasi otot polos uterus, tetapi dosis pemberiannya memiliki

    variasi yang sangat besar (Proctor dan Murphy, 2001).

    Zink dapat menghambat metabolisme prostaglandin di endometrium

    manusia (Kelly dan Abel, 1983). Begitu pula pada penelitian dilakukan pada

    tikus, di mana tikus yang mengalami defisiensi zink memiliki kadar metabolit

    prostaglandin yang tinggi di dalam plasmanya, dibandingkan dengan tikus yang

    tidak mengalami defisiensi zink (Akinola dan Odutuga, 1999). Zink juga

    merupakan salah satu nutrisi yang dapat meningkatkan konversi asam lemak

    esensial sebagai antiinflamasi bagi prostaglandin (Mayo, 1997). Zink diteliti

    sebagai salah satu terapi untuk nyeri haid karena efeknya dapat mengurangi

    sintesis prostaglandin melalui kemampuannya sebagai antiinflamasi dan

    katalisator antioksidan endogen yang dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh

    darah mikro. Dalam penelitian ini didapatkan wanita yang mengkonsumsi zink 31

    mg/hari tidak mengalami nyeri haid, dibandingkan dengan wanita yang

    menkonsumsi zink 15 mg/hari (Eby, 2006).

    Jika dibandingkan dengan mikronutrien yang lain seperti magnesium dan

    kalsium yang memiliki variasi dosis yang besar dan efek samping panas pada

    wajah, berdebar dan sakit kepala, zink tidak memiliki efek-efek tersebut (Guerrera

    dkk, 2009). Zink tidak memerlukan dosis yang besar untuk menimbulkan efek

    terapi, sehingga efek samping akibat dosis yang besar dapat dihindari. Namun

  • 5penelitian zink sebagai terapi tambahan untuk mencegah nyeri haid masih sangat

    terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut (Eby, 2006).

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

    berikut:

    1) Apakah pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid dapat menurunkan

    kadar prostaglandin dalam plasma darah penderita nyeri haid primer?

    2) Apakah pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid dapat mengurangi

    nyeri haid pada kasus nyeri haid primer?

    3) Apakah ada korelasi antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid

    pada kasus nyeri haid primer?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui pemberian zink per oral selama 4 hari sebelum haid

    menurunkan kadar prostaglandin dalam plasma darah sehingga dapat mengurangi

    nyeri haid pada kasus nyeri haid primer.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui pemberian zink dapat menurunkan kadar prostaglandin di

    plasma darah pada kasus nyeri haid primer.

    2. Untuk mengetahui pemberian zink dapat mengurangi nyeri haid pada kasus

    nyeri haid primer.

  • 63. Untuk mengetahui hubungan prostaglandin dengan intensitas nyeri haid pada

    kasus nyeri haid primer.

    I.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai data

    dasar dan dapat memberikan masukan bagi terapi tambahan penderita nyeri haid

    primer.

    Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diperolehnya teori, pengetahuan

    tentang zink dalam menurunkan kadar prostaglandin dan nyeri pada nyeri haid

    primer.

  • 7BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Fisiologi Menstruasi

    Panjang siklus menstruasi rata-rata 28 + 3 hari dan durasi rata-rata hari

    menstruasi 5 + 2 hari dengan total kehilangan darah kurang lebih 130 ml (Berkow,

    1987). Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase folikular dan fase

    luteal, yang merupakan interaksi kompleks antara hipotalamus, hipofise, dan

    ovarium. Siklus ini membutuhkan kerjasama yang serasi antara kelenjar-kelenjar

    tersebut, yang melibatkan hormon-hormon seperti gonadotropin releasing

    hormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone

    (LH), estrogen, dan progesterone (Cunningham dkk, 2001). Hubungan antar

    hormon ini saling tergantung satu sama lainnya, di mana hormon estrogen dan

    progesteron akan memberikan umpan balik negatif dan positif terhadap sekresi

    LH dan FSH. Sekresi LH dan FSH yang berasal dari kelenjar hipofise sangat

    tergantung dari sekresi GnRH dari hipotalamus yang dicetuskan oleh efek umpan

    balik dari estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini dilepaskan seperti

    lonjakan singkat dalam waktu 1-3 jam, sehingga kadar konstan tidak dapat

    terdeteksi di dalam sirkulasi. Frekuensi dan lonjakan tersebut dicetuskan oleh

    variasi hormon estrogen dan progesteron selama siklus menstruasi. Ada tiga

    tahapan yang terjadi pada endometrium, yaitu:

    1. Fase proliferatif atau fase estrogen, kira-kira 5 hari setelah menstruasi,

    dan berlangsung selama 11 hari. Estrogen disekresikan oleh ovarium untuk

    merangsang pertumbuhan endometrium yang berefek pada sel-sel stroma

  • 8dan epitelial endometrium tumbuh dengan cepat, kelenjar-kelenjar pada

    lapisan endometrium tumbuh dan memanjang, dan arteri-arteri juga

    bertambah untuk memberikan nutrisi pada dinding endometrium yang

    menebal. Peningkatan estrogen akan mencetuskan lonjakan LH pada

    pertengahan siklus yang kemudian akan merangsang terjadinya ovulasi.

    Saat ovulasi terjadi, ketebalan endometrium mencapai 3-4 mm. Pada saat

    ini, kelenjar-kelenjar endometrium akan mensekresikan mukus yang tipis

    dan berserabut, yang akan melindungi dan menggiring sperma masuk ke

    dalam uterus.

    2. Fase sekresi, yang disebut juga fase progesteron yang terjadi setelah

    ovulasi dan berlangsung kira-kira selama 12 hari. Korpus luteum

    mensekresikan sejumlah besar progesteron dan sedikit estrogen. Estrogen

    menyebabkan proliferasi sel di endometrium, sedangkan progesteron

    menyebabkan penebalan pada endometrium dan mengubahnya menjadi

    jaringan yang aktif mensekresi lendir. Progesteron juga menghambat

    kontraksi otot polos uterus dan dalam jumlah besar dapat melawan

    rangsangan dari estrogen dan prostaglandin. Tebal endometrium mencapai

    kira-kira 5-6 mm seminggu setelah ovulasi. Tujuannya untuk menyiapkan

    dinding rahim untuk implantasi ovum jika terjadi fertilisasi.

    3. Fase menstruasi, yaitu fase peluruhan endometrium yang disebabkan oleh

    kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun tiba-tiba, sehingga

    membuat korpus luteum menjadi regresi. Luruhnya lapisan endometrium,

    karena tidak didukung oleh kadar estrogen dan progesterone yang tiba-tiba

  • 9mengalami penurunan. Keadaan inilah yang menyebabkan konstriksi

    pembuluh darah uterus yang menyebabkan menurunnya asupan oksigen

    dan makanan ke miometrium. Setelah mengalami konstriksi pembuluh

    darah, arteriol-arteriol endometrium akan melebar yang menyebabkan

    perdarahan melalui dinding kapiler. Aliran darah menstruasi tersebut

    terdiri dari darah yang tercampur dengan lapisan fungsional dari

    endometrium.

    2.2 Patofisiologi Nyeri Haid Primer

    Nyeri haid adalah nyeri saat haid yang sedemikian beratnya sehingga

    memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup

    sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari (Dawood, 2006). Nyeri haid

    digolongkan menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder. Nyeri

    haid primer disebut sebagai nyeri haid sejati, intrinsik, esensial atau fungsional,

    timbul sejak menars, biasanya pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama haid.

    Terjadi pada usia antara 15 sampai 25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir

    20-an atau awal 30-an dan tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan. Nyeri

    haid sekunder, dimulai pada usia dewasa, menyerang wanita yang semula bebas

    dari nyeri haid. Disebabkan oleh adanya kelainan alat-alat kandungan, misalnya :

    endometriosis, peradangan di daerah panggul, tumor kandungan, dan sebagainya.

  • 10

    Estrogen PGF2 Sensitization of afferent nerves

    Progesteron PGE2

    PAIN Other

    factors

    Vasopresin

    Cervical Obstruction Unknown factors

    Gambar 2.1

    Patofisiologi Nyeri haid Primer

    (dikutip dari: Primary Nyeri haid Consensus Guideline, 2005)

    Etiologi nyeri haid primer belum jelas tetapi umumnya berhubungan

    dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya nyeri

    haid primer yaitu:

    1. Prostaglandin

    Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan

    kadar prostaglandin penting peranannya sebagai penyebab terjadinya nyeri haid.

    Terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat dalam darah haid, mirip lemak

    alamiah yang kemudian diketahui sebagai prostaglandin, kadar zat ini meningkat

    pada keadaan nyeri haid dan ditemukan di dalam otot uterus (Dawood, 2006).

    Ditemukan kadar PGE2 dan PGF2 sangat tinggi dalam endometrium, miometrium

    dan darah haid wanita yang menderita nyeri haid primer (Pickles dkk, 1975).

    Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-

    serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar

    Myometrium

    contraction, Altered

    blood flow

    Uterine ischemia

  • 11

    prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intra

    uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat.

    Atas dasar itu disimpulkan bahwa prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan

    dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium yang

    disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi

    iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika

    prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah,

    maka akan timbul efek sistemik seperti diare, mual, muntah (Harel, 2006).

    2. Hormon steroid seks

    Nyeri haid primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Nyeri haid hanya

    timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron. Sedangkan sintesis

    prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang

    rendah akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin dalam jumlah yang

    banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum

    menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan

    pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis

    prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Kadar

    estradiol wanita yang menderita dismenore lebih tinggi dibandingkan wanita

    normal (Ahrendt dkk, 2007). Peningkatan kadar estradiol dalam darah vena

    uterina dan vena ovarika disertai juga dengan peningkatan kadar PGF2 yang

    tinggi dalam endometrium (Harel, 2006)

    3. Sistem saraf

  • 12

    Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistim

    saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh ketidakseimbangan

    pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan

    yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada ismus

    dan ostium uteri internum menjadi hipertonik (Akhtar, 2001).

    4. Psikis

    Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya

    talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri

    tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada nyeri haid, faktor

    pendidikan dan faktor psikik sangat berpengaruh; nyeri dapat dibangkitkan atau

    diperberat oleh keadaan psikik penderita. Seringkali nyeri haid hilang segera

    setelah perkawinan dan melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut

    (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genitalia

    maupun perubahan psikik (Latthe dkk, 2006).

    2.3 Peranan Prostaglandin Pada Nyeri Haid Primer

    Prostaglandin adalah komponen mirip hormon yang berfungsi sebagai

    mediator dari berbagai respon fisiologis seperti inflamasi, kontraksi otot, dilatasi

    pembuluh darah, dan agregasi platelet. Prostaglandin terbentuk dari asam lemak

    tak jenuh yang disintesis oleh seluruh sel yang ada dalam tubuh (Fortier dkk,

    2008). Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian fosfolipid

    dalam sel membran. Tingginya asupan asam lemak omega 6 pada diet

    menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak omega 6 pada bagian fosfolipid

    dinding sel (Simopolous, 1991). Pada saat kadar progesteron menurun sebelum

  • 13

    haid, asam lemak omega 6 tersebut yaitu asam arakhidonat dilepaskan dan

    mengalami reaksi berantai menjadi prostaglandin dan leukotrin, yang diawali di

    uterus. Prostaglandin dan leukotrin menyebabkan respon inflamasi, yang akan

    menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah,

    perut kembung dan sakit kepala. PGF2 merupakan hasil metabolisme dari asam

    arakhidonat oleh enzim siklooksigenase, menyebabkan vasokontriksi dan

    kontraksi dari miometrium, yang menyebabkan iskemik dan rasa nyeri (Fortier

    dkk, 2008).

    Sebuah studi menunjukkan berbagai variasi kadar prostaglandin pada

    saluran reproduksi wanita mempengaruhi regresi korpus luteum dan peluruhan

    endometrium. Prostaglandin juga mempengaruhi efek LH saat ovulasi

    (Cunningham dkk, 2001).

    Ditemukan ada hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi

    prostaglandin serta adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi

    kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2 dan PGE2,

    dimana rasio PGF2/PGE2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi

    wanita yang mengalami nyeri haid primer (Lumsden, 2005). PGF2 dan PGE2

    memiliki efek vaskular yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan

    vasodilatasi (Clark and Myatt, 2008). Pemberian PGF2 merangsang kontraksi

    uterus selama seluruh fase siklus haid, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas

    miometrium selama haid dan merangsangnya saat fase proliferatif dan fase luteal.

    Dawood dan Dawood (2007) melakukan penelitian mengukur kadar

    PGF2 pada darah menstruasi yang terdapat dalam tampon, mendapatkan bahwa

  • 14

    kadar PGF2 dua kali lebih tinggi pada wanita yang mengalami nyeri haid

    dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri haid. Lundstrom and Green

    (1978) melakukan penelitian pada sediaan endometrium wanita dengan nyeri haid

    yang tidak menjalani pengobatan, diperoleh kadar PGF2 empat kali lebih tinggi

    dibandingkan dengan wanita tanpa nyeri haid saat hari pertama menstruasi.

    Begitu pula pada penelitian lain yang memberikan NSAIDs seperti ibuprofen

    pada saat menstruasi membuat kadar prostaglandin dalam darah menstruasi

    wanita dengan nyeri haid menjadi menurun hampir sama dengan kadar

    prostaglandin pada wanita tanpa nyeri haid (Daniels dkk, 2002).

    Wanita dengan nyeri haid menunjukkan peningkatan konsentrasi PGF2

    dan metabolitnya dalam darah menstruasi dan sirkulasi perifer (Milne, dkk, 2003).

    Hal ini semakin memperkuat hipotesis bahwa nyeri haid berhubungan dengan

    hipertonisitas dari miometrium yang disertai dengan iskemia uteri yang

    disebabkan pelepasan lokal prostaglandin.

    Lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik mengakibatkan

    efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan sakit kepala.

    Teori tersebut didukung oleh beberapa penemuan yaitu:

    1. Tingginya kadar prostaglandin terutama PGF2 selama fase sekresi

    dibandingkan fase proliferative pada siklus menstruasi (Cunningham dkk,

    2001).

    2. Tingginya kadar prostaglandin dan rasio PGF2/PGE2 yang ditemukan

    dalam endometrium dan darah menstruasi wanita dengan nyeri haid

    (Dawood, 2006)

  • 15

    3. Pemberian prostaglandin menimbulkan keluhan yang sama dengan nyeri

    haid (Daniels, 2002)

    4. Pemberian penghambat prostaglandin dapat mengurangi keluhan nyeri

    haid (Daniels, 2002).

    Gambar 2.2 Skema Pembentukan Prostaglandin (dikutip dari:

    Dawood, 2006, Primary Dysmenorrhea: Advanced in Pathogenesis and

    Management)

    Keterangan : --------- = enzim sebagai katalisator reaksi.

    Sejak ovulasi dianggap mengawali kejadian nyeri haid primer, hormon-

    hormon ovarium dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin intrauteri. Kadar

    estrogen yang tinggi saat fase luteal menyebabkan produksi prostaglandin dalam

    jumlah besar. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa aksi prostaglandin

    Phospolipids

    Phospolipase

    Arachidonic Acid

    Cyclo-oxygenase

    Cyclic endoperoxidase (PGG2,PGH2)

    Prostacyclin synthetase Isomerase reduction Thromboxan

    synthetase

    Prostacyclin (PGI2) PGF2 dan PGE2Tromboxane A2

    (TxA2)

    Uterine muscle contraction

    Vasocontriction, Hypersensitization

    of Pain Fibers

    Lydia Annisa Putri

  • 16

    dalam uterus tergantung pada kadar hormon progesteron, di mana tingginya kadar

    progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin, dan

    saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak

    resisten terhadap kadar prostaglandin sehingga menyebabkan nyeri haid

    (Cunningham dkk, 2001).

    2.4 Manajemen Terapi Penderita Nyeri haid Primer

    Ada 3 macam pendekatan umum dalam menangani nyeri haid primer,

    yaitu:

    1. Pendekatan farmakologik : yaitu menangani penderita dengan

    menggunakan obat-obatan, dan suplemen, yang paling sering adalah

    dengan non steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs) (Antao dkk,

    2005).

    2. Pendekatan non farmakologik: menangani penderita dengan metode

    TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), akupuntur dan

    akupresur, yang memfokuskan manipulasi pada sistem saraf perifer,

    sehingga menimbulkan efek relaksasi yang dapat mengurangi nyeri

    (Pouresmail dan Ibrahimzadeh, 2002; Schiotz, dkk, 2007; Witt, dkk, 2008;

    Li dan Wang, 2008: Taylor dkk, 2008).

    3. Pembedahan: dilakukan dengan melakukan ablasi pada sistem saraf

    uterosakral dan neurektomi presacral (Proctor, et al 2005). Kedua metode

    ini memutuskan serat nyeri sensoris di area pelvis.

    Sejauh ini pendekatan farmakologik, terbukti memiliki efikasi yang lebih

    baik, meskipun pendekatan yang lain juga memiliki efikasi yang sangat bervariasi.

  • 17

    Terapi farmakologik yang paling sering untuk kasus nyeri haid adalah dengan

    obat obatan golongan NSAIDs. Obat obatan tersebut menghambat

    siklooksigenase, sehingga dapat mengurangi produksi prostaglandin. Rendahnya

    kadar prostaglandin akan mengurangi kontraksi uterus, sehingga

    ketidaknyamanan dapat dikurangi. Sebagian besar NSAIDs bekerja menghambat

    siklooksigenase, suatu NSAIDs golongan fenamate menunjukkan penghambatan

    terhadap siklooksigenase dan lipooksigenase pada percobaan in vitro (Nasir and

    Bope, 2004). Kadar PGF2 dan rasa nyeri menurun pada beberapa wanita nyeri

    haid yang diterapi dengan obat golongan NSAIDs. Penelitian selanjutnya

    dilakukan pada sampel yang lebih besar, dengan metode random plasebo kontrol

    menunjukkan bahwa beberapa obat golongan NSAIDs seperti sodium naproksen,

    sodium somepirac, asam mefenamat, ketoprofen, ibuprofen, dan diklofenak sangat

    efektif untuk terapi nyeri haid. Sebuah penelitian dilakukan pada 45 orang gadis

    berumur rata-rata 15 tahun dengan memberikan terapi sodium naproksen yang

    ditingkatkan dosisnya pada menjadi 550 mg ternyata lebih baik dalam

    mengurangi keluhan nyeri haid dibandingkan dosis regular sebesar 275 mg. Hal

    ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis NSAIDs (biasanya hingga 2 kali dosis

    regular) dapat digunakan sebagai terapi awal yang selanjutnya diikuti dengan

    dosis regular (Daniels dkk, 2002).

    Pendekatan farmakologik juga menggunakan obat-obatan golongan lain

    seperti kontrasepsi oral. Telah dilakukan penelitian uji klinik dengan

    menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi mengandung estrogen dosis sedang

    dan progestogen generasi kedua , didapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan

  • 18

    plasebo dalam mengatasi nyeri haid primer (Proctor dkk, 2001). Obat nitrogliserin

    juga digunakan sebagai terapi nyeri haid berdasarkan teori menurunnya kadar

    nitrit oksid merangsang kontraksi miometrium. Nitrogliserin sebagai sumber dari

    nitrit oksid diharapkan dapat merelaksasi kontraksi miometrium pada nyeri haid

    primer (Morgan dkk, 2002). Tetapi obat ini memiliki tolerabilitas yang rendah

    karena efek sakit kepala yang terjadi pada 20-26 % pasien pada seluruh studi.

    Kalsium antagonis dapat menghambat kontraktilitas miometrium dengan

    cara menghambat kalsium masuk ke dalam sel, sehingga kalsium intrasel

    menurun dan kontraksi otot polos berkurang, sehingga dapat mengurangi keluhan

    nyeri haid , tetapi penggunaan obat ini memiliki efek samping di antaranya: rasa

    panas di wajah, meningkatnya denyut nadi, berdebar dan sakit kepala.

    Selain terapi dengan obat-obatan di atas, penanganan nyeri haid juga

    dilakukan dengan terapi suplemen. Dengan terapi suplemen diharapkan dapat

    meningkatkan konversi asam lemak esensial menjadi seri 1 anti inflamasi dari

    prostaglandin. Adapun suplemen yang dapat meningkatkan konversi tersebut

    yaitu magnesium, vitamin B6, zink, niasin dan vitamin C (De Souza, 2000 ;

    Proctor dan Murphy, 2001)

    Magnesium digunakan sebagai terapi nyeri haid primer, karena

    magnesium memiliki efek langsung pada tekanan pembuluh darah dan secara

    fisiologis dapat mengendalikan dan mengatur masuknya kalsium ke dalam sel otot

    polos. Dengan mengatur masuknya kalsium tersebut, magnesium dapat

    mempengaruhi kontraktilitas, tegangan dan relaksasi dari otot polos uterus, tetapi

    dosis pemberiannya memiliki variasi yang sangat besar (Wilson dan Murphy,

  • 19

    2001). Magnesium yang diberikan dalam bentuk magnesium pidolat. Pada sebuah

    studi, pemberian magnesium dapat mengurangi kadar PGF2 dalam darah

    menstruasi hingga 45 % dari sebelum terapi, yang membuat penggunaan

    magnesium dapat dipertimbangkan sebagai terapi nyeri haid primer, tetapi masih

    membutuhkan penelitian lebih lanjut (Seifert dkk, 1989).

    Vitamin B6 dapat menstimulasi membran sel dalam mentransfer

    magnesium dan meningkatkan magnesium intrasel yang berperanan dalam

    relaksasi otot (De Souza, 2000). Selain itu menurunnya kadar vitamin B6 dalam

    darah mengakibatkan hati tidak dapat mengkonyugasikan estrogen yang akan

    menyebabkan meningkatnya kadar estrogen di dalam darah yang berhubungan

    dengan keluhan nyeri haid (Antao dkk, 2005; Dawood dkk, 2006). Vitamin E

    dapat mengurangi keluhan nyeri haid, melalui biosintesis prostaglandin. Vitamin

    E dapat meningkatkan produksi vasodilator prostasiklin dan PGE2 yang

    berperanan dalam relaksasi otot uterus (Wu dkk, 2005).

    2.5 Metabolisme Zink Dalam Tubuh

    Zink merupakan trace element yang esensial bagi tubuh. Beberapa jenis

    enzim memerlukan zink bagi fungsinya dan bahkan ada enzim yang mengandung

    zink dalam struktur molekulnya, diantaranya enzim karbonik anhidrase

    (mengandung zink 0.33%) dan alkalinn fosfatase. Zink merupakan agen reduksi

    yang baik dan dapat membentuk ikatan yang stabil dengan ion-ion seperti alkalin

    fosfatase, alkohol dehidrogenase, insulin, karbonik anhidrase, dan karbopeptidase.

    Zink esensial untuk struktur dan fungsi protein, termasuk pengatur, struktur dan

  • 20

    enzymatic. Diperkirakan lebih dari 1 % kode genetic pada manusia terdiri dari

    campuran zink dengan protein (Insel dkk, 2002).

    Pada sistem saraf pusat, zink mempunyai peranan sebagai produk

    neurosekretori atau kofaktor. Pada peranan ini, zink berkonsentrasi tinggi dalam

    vesikel sinaptic pada bagian spesifik neuron, yang disebut zink containing

    neuron atau neuron yang mengandung zink (Christopher dkk, 2000).

    Zink tersebar di seluruh tubuh, di dalam tubuh terkandung 2-2,5 gram zink

    yang tersebar hampir di semua sel. Sebagian besar zink berada di dalam hati,

    pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung zink adalah

    bagian mata, kelenjar prostat, kulit, rambut dan kuku. Sumsum tulang belakang

    dan ginjal merupakan tempat-tempat terbanyak mengandung zink labil. Tempat-

    tempat ini juga merupakan tempat-tempat yang pertama akan mengalami

    defisiensi zink dalam kondisi defisiensi zink (Piliang, 2000).

    Zink merupakan ion intraseluler di dalam cairan tubuh. Zink di dalam

    plasma hanya 0.1% dari seluruh zink di dalam tubuh yang mempunyai masa

    pergantian yang cepat. Zink dalam darah akan menurun jika terjadi infeksi,

    anemia, hipertiroid, kehamilan dan wanita yang menggunakan pil kontrasepsi

    (Almatsier, 2001).

    Sumber zink yang baik terutama pada sumber protein hewani seperti

    daging, hati, kerang, dan ikan. Susu, keju dan beberapa produk biji-bijian dapat

    menjadi sumber zink yang signifikan. Zink yang terkandung dalam protein

    hewani lebih mudah digunakan dalam tubuh daripada zink yang terdapat pada

    nabati (Almatsier, 2001).

  • 21

    Penyerapan zink terjadi pada bagian atas usus halus. Dalam plasma,

    sekitar 30% zink berikatan dengan 2 alfa makroglobulin, sekitar 66% berikatan

    dengan albumin dan sekitar 2% membentuk senyawa kompleks dengan histidin

    dan sistein. Komplek zink-albumin disebut ligan zink makromolekul utama

    sedangkan ligan mikromolekul adalah kompleks zink-histidin dan zink-sistein

    yang berfungsi untuk menstransport zink ke seluruh jaringan termasuk ke hati,

    otak, dan sel-sel darah merah (Ring dan Kirchner, 2000 ). Zink diangkut oleh

    albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan zink

    akan disimpan dalam hati dalam bentuk metalotionein, sedangkan yang lainnya

    dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain. Zink digunakan untuk membuat

    enzim pencernaan di dalam pankreas yang pada waktu makan dikeluarkan ke

    dalam saluran pencernaan. Dengan demikian saluran cerna memiliki dua sumber

    zink, yaitu dari makanan dan cairan pencernaan pankreas.

    Absorpsi zink diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel

    dinding saluran pencernaan. Bila konsumsi zink tinggi, di dalam sel dinding

    saluran cerna zink akan diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga

    absorbs zink berkurang. Metalotionein di dalam hati mengikat zink hingga

    dibutuhkan oleh tubuh. Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam

    mengatur kandungan zink di dalam cairan intraselular (Almatsier, 2001).

    Metalotionein sangat kaya akan asam amino sistein dan dapat mengikat 9 gram

    atom logam untuk setiap protein. Protein ini sangat terikat erat dengan mineral-

    mineral zink. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sintesis tionein dirangsang

    oleh adanya mineral zink (Piliang, 2001). Metalotionein-III (MT-III) merupakan

  • 22

    bagian yang spesifik dari metalonein yang terdapat pada otak yang mengikat zink

    dan berfungsi sebagai simpanan (cadangan) zink dalam otak. Metalotionein-III

    merupakan senyawa kompleks zink yang kemungkinan berperan dalam utilisasi

    zink sebagai neuromodulator (Almatsier, 2001).

    Banyaknya zink yang diserap berkisar antara 15-40%. Absorpsi zink

    dipengaruhi oleh status zink dalam tubuh. Bila lebih banyak zink yang

    dibutuhkan, lebih banyak pula zink yang diserap. Begitu pula jenis makanan

    mempengaruhi absorpsi. Serat dan fitat menghambat ketersediaan biologik zink,

    sebaliknya protein histidin, metionin dan sistein dapat meningkatkan penyerapan.

    Tembaga dalam jumlah melebihi kebutuhan faal menghambat penyerapan zink.

    (Insel, dkk, 2002).

    Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama penyerapan zink.

    Albumin merupakan alat transpor utama zink. Penyerapan zink menurun bila nilai

    albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan.

    Zink diekskresikan melalui feses. Di samping itu zink dikeluarkan melalui urine

    dan keringat serta jaringan tubuh yang dibuang, seperti kulit, sel dinding usus,

    cairan haid dan mani (Almatsier, 2001).

    Zink terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam tubuh, seperti:

    keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino, sintesis protein, sintesis asam

    nukleat, ketersediaan folat, penglihatan, sistem kekebalan tubuh, reproduksi,

    perkembangan dan berfungsinya sistem saraf. Lebih dari 200 enzim bergantung

    pada zink, termasuk di dalamnya karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase,

  • 23

    alkalin fosfatase, RNA polimerase, DNA polimerase, nukleosida fosforilase,

    protein kinase, superoksida dismutase dan peroilpoli glutamat hidrolase. Enzim

    superperoksida dismutase di dalam sitosol semua sel, berperan dalam

    memunahkan anion superoksida yang merusak (Insel dkk, 2002).

    2.6 Peranan Zink dalam Mencegah Nyeri Haid pada Nyeri Haid Pimer

    Sejak prostaglandin disebut sebagai penyebab nyeri haid, maka penelitian-

    penelitian yang dilakukan difokuskan pada penghambatan produksi prostaglandin.

    Zink sebagai salah satu mikronutrien dapat menghambat metabolisme

    prostaglandin di mana konsentrasi zink sebesar 1x10-5 mol/l, dalam rentang

    konsentrasi fisiologis pada jaringan uterus, dapat menghambat metabolisme

    prostaglandin, sehingga dapat mengurangi nyeri haid (Kelly dan Abel, 1983).

    Premenstrual tension tidak terjadi pada pasien-pasien yang mengkonsumsi 31 mg

    zink per hari dibandingkan dengan pasien yang hanya mengkonsumsi 15 mg

    zink/hari (Eby, 2006).

    Hipotesis lain mengatakan bahwa mekanisme zink dalam otot polos

    uterus sama dengan mekanisme zink pada pengobatan angina pectoris dengan cara

    meningkatkan sirkulasi pada pembuluh darah kapiler (Eby, 2006). Kontraksi

    uterus yang kuat mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke otot uterus,

    sehingga mengakibatkan berkurangnya asupan oksigen ke dalam jaringan yang

    menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia akan mengakibatkan pelepasan reaktif

    oksigen spesies yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan rasa nyeri (Sugino

    dkk, 2000). Pemberian zink dapat memperbaiki sirkulasi pembuluh darah

    kapiler sehingga mengurangi kram dan nyeri. Pemberian zink juga berefek

  • 24

    sebagai antioksidan dan antiinflamasi yang dapat menurunkan kadar sitokin-

    sitokin penyebab inflamasi sehingga dapat mengurangi kram dan rasa nyeri

    (Prasad dkk, 2004). Zink juga mengatur cyclooxygenase-2 (Cox-2) yaitu suatu

    enzim yang terlibat dalam nyeri dan inflamasi, dimana pemberian zink akan

    menurunkan aktivitas Cox-2 (Fong dkk, 2005). Berdasarkan hasil-hasil penelitian

    tersebut, perlu dilakukan penelitian zink selanjutnya karena pemberian zink

    dianggap lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

    obat-obatan lainnya dan juga untuk menentukan dosis yang lebih tepat sehingga

    dapat memberikan efek terapi yang adekuat.

    2.7 Nyeri dan Penilaiannya

    Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh. Nyeri merupakan hasil

    stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan

    reaksi ketidaknyamanan. Jalur nyeri klasik terdiri dari rantai 3 neuron (neuron

    tingkat pertama, neuron tingkat kedua, dan neuron tingkat ketiga), yang

    meneruskan sinyal nyeri dari perifer ke korteks serebral. Sensasi nyeri dimulai

    dengan stimulasi ujung saraf neuron tingkat pertama (Guyton dan Hall, 2007).

    Ada beberapa sumber/penghasil senyawa kimia yang terlibat pada

    pengenalan nyeri, yaitu:

    1. Berasal dari sel-sel yang rusak.

    2. Disintesis oleh sel-sel melalui enzim yang diinduksi karena kerusakan

    jaringan

    3. Merupakan produk dari nosiseptor itu sendiri.

  • 25

    Pada kadar rendah, bradikinin suatu polipeptida hasil potongan protein

    plasma dapat menghasilkan vasodilatasi dan edema, mengakibatkan hiperalgesia,

    pada kadar tinggi bradikinin dapat secara langsung menstimulasi nosiseptor untuk

    aktif. Prostaglandin dan leukotrien merupakan senyawa yang disintesis di daerah

    kerusakan jaringan dan dapat mengakibatkan hiperalgesia melalui kerja

    langsungnya pada nosiseptor atau dengan mensensitisasi nosiseptor terhadap

    senyawa lain ( Rospond, 2008; Kilic dkk, 2008).

    Secara patologik, nyeri dapat dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan

    nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul akibat jejas, trauma, spasme,

    atau penyakit pada kulit otot, struktur somatik atau organ viseral tubuh. Dua tipe

    sindroma nyeri akut yang utama adalah nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri

    kronik adalah nyeri yang bertahan selama minimum 6 bulan dan merupakan

    bagian dari situasi yang lebih kompleks. Nyeri kronik dapat muncul dari lokasi

    viseral, jaringan miofasial, atau penyebab-penyebab neurologik (Rospond, 2008).

    Nyeri haid tergolong nyeri akut yang termasuk tipe nyeri viseral. Nyeri

    viseral disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat

    disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos, tarikan

    cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (hati), iskemi otot rangka, iritasi

    serosa atau mukosa, pembengkakan atau pemelintiran jaringan yang melekat

    dengan organ-organ ke ruang peritoneal dan iskemia jaringan. Nyeri yang

    disebabkan oleh bagian dalam perut atau pelvis biasanya ditandai dengan

    distribusi dan kualitas yang tidak jelas. Terasa sebagai nyeri paroksismal atau

  • 26

    kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan mual, muntah, berkeringat, dan

    perubahan tekanan darah serta denyut jantung ( Kilic dkk, 2008).

    Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, nyeri haid merupakan

    nyeri saat haid yang terjadi akibat keluarnya prostaglandin dari sel-sel dinding

    endometrium yang mengalami deskuamasi akibat perubahan hormon estrogen dan

    progesterone yang turun secara tiba-tiba. Jadi nyeri yang terjadi pada nyeri haid

    diakibatkan oleh iskemia jaringan.

    Untuk menilai intensitas nyeri ada empat instrumen yang biasa digunakan

    yaitu : Numeric Rating Scale (NRS), Graphical Rating Scale (GRS), Verbal

    Rating Scale (VRS) dan Visual Analog Scale (VAS) (Knox, 2005). Pada penelitian

    ini digunakan instrumen Verbal Rating Scale yang mengandung sejumlah sifat

    dan frase yang menerangkan peningkatan intensitas nyeri. Intensitas nyeri diberi

    skor dan dideskripsikan dengan empat kriteria (tidak nyeri, ringan, sedang, berat).

    Skala deskripsi nyeri ini telah banyak digunakan, mudah digunakan dan

    menunjukkan validitas dan reliabilitas (Jeon dkk, 2004).

    Intensitas nyerinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

    0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak saat ditanya

    1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya tanpa

    gangguan tingkah laku.

    2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya dengan

    ditandai adanya gangguan tingkah laku atau nyeri spontan yang

    dilaporkan.

  • 27

    3 = Nyeri berat dihubungkan dengan respon suara, tarikan tangan atau

    lengan, wajah merintih atau menangis.

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

  • 28

    3.1 Kerangka Berpikir

    Nyeri haid adalah nyeri haid yang mengganggu sehingga memaksa

    penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari

    untuk beberapa jam atau beberapa hari. Nyeri haid dapat digolongkan menjadi 2

    yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder. Nyeri haid primer disebabkan

    oleh kontraksi miometrium yang disebabkan oleh sintesis prostaglandin.

    Prostaglandin dapat mengurangi suplai darah ke uterus, yang menyebabkan uterus

    mengalami kekurangan oksigen sehingga terjadi kontraksi miometrium dan terasa

    nyeri. Rasa nyeri tersebut dapat dihilangkan dengan pemberian anti prostaglandin.

    Tetapi obat-obatan golongan anti prostaglandin tersebut memiliki efek samping

    iritasi pada gastrointestinal jika dikonsumsi terus menerus.

    Zink adalah mineral yang essensial yang terdapat pada seluruh sel tubuh,

    zink menstimulasi aktivitas lebih dari 200 enzim yang bekerja pada reaksi

    biokimia tubuh. Sehubungan dengan kasus nyeri haid, zink sebagai salah satu

    mikronutrien yang dianggap dapat menghambat metabolisme prostaglandin dan

    memperbaiki sirkulasi darah perifer.

    Pemberian zink diharapkan dapat menghambat sintesis prostaglandin dan

    memperbaiki sirkulasi pembuluh darah kapiler sehingga dapat mengurangi kram

    dan nyeri pada kasus nyeri haid primer.

    3.2. Kerangka Konsep

    Faktor Internal:

    Hormon, status gizi,

    stress, fisiologis

    tubuh

    ZINK Faktor External:

    Aktivitas olahraga,

    pola makan

  • 29

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep

    Keterangan: ---------- = faktor-faktor yang mempengaruhi kadar PGF 2, tetapi

    tidak diukur dalam penelitian ini.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    1. Pemberian zink selama 4 hari sebelum menstruasi dapat menurunkan

    kadar prostaglandin (PGF2) pada kasus nyeri haid primer

    2. Pemberian zink selama 4 hari dapat menurunkan keluhan nyeri pada

    kasus nyeri haid primer.

    3. Ada korelasi antara kadar prostaglandin dengan nyeri haid pada kasus

    nyeri haid primer.

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan penelitian

    WANITA HAID

    - Kadar PGF2

    - Nyeri Haid

    -

  • 30

    Rancangan penelitian adalah rancangan eksperimental murni dengan

    desain Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design (Campbell dan

    Stanley, 1968)

    Po

    O1 O2

    P S R

    P1

    O3 O4

    Keterangan:

    P = Populasi

    S = Sampel

    R = Random

    Po= Kontrol

    P1= Perlakuan

    O1= Observasi sebelum perlakuan plasebo

    O2= Observasi sesudah perlakuan plasebo

    O3= Observasi sebelum perlakuan zink

  • 31

    O4= Observasi sesudah perlakuan zink

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Tempat penelitian di Fakultas Kedokteran UNUD Denpasar berlangsung

    selama bulan Maret-Juni 2011.

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    4.3.1 Populasi

    Populasi target: semua wanita yang mengalami nyeri haid primer.

    Populasi terjangkau: mahasiswi Fakultas Kedokteran UNUD .

    Populasi penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran UNUD

    yang memenuhi syarat sebagai berikut:

    4.3.1.1 Kriteria Inklusi:

    1. Penderita nyeri haid primer yang berusia 17-21 tahun.

    2. Mengalami nyeri haid sedang-berat selama 3 bulan terakhir.

    3. Belum pernah menikah dan melahirkan.

    4. Memiliki siklus haid yang teratur selama 3 bulan terakhir (28-30 hari)

    5. Sukarela mengikuti penelitian ini.

    4.3.1.2 Kriteria Eksklusi:

    1. Wanita yang mengalami keluhan lain di daerah kandungan dan pelvis

  • 32

    2. Wanita yang sedang mengalami nyeri sakit di bagian tubuh yang lain

    3. Wanita yang sedang menjalani pengobatan dengan obat penghilang nyeri.

    4. Wanita yang pernah menjalani operasi di bagian abdomen dan pelvis.

    5. Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dan obat-obatan lain.

    6. Wanita yang memiliki riwayat gastritis.

    4.3.1.3 Kriteria Drop Out

    1. Tidak bisa mengikuti pemberian zink per oral 30 mg/hari selama 4 + 1 hari

    sebelum haid hari I.

    2. Bila haid keluar sebelum hari ke-3 diberikan perlakuan zink.

    3. Bila haid keluar setelah hari ke-5 diberikan perlakuan zink

    4.3.2 Besar Sampel

    Besar sampel ditentukan dengan rumus Pocock (2008):

    = standar deviasi

    = tingkat kesalahan I

  • 33

    = tingkat kesalahan II

    1 = rerata skor pre test

    2 = rerata skor post test

    f (,) = nilai pada tabel

    N = 12,9 dibulatkan menjadi 13 orang + 20 % = 16 orang (1 lengan)

    Jadi jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 32 orang.

    Hasil studi pendahuluan mendapatkan nilai = 46,68 dan SD = 2,965

    4.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel:

    Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. Dari populasi mahasiswi FK. UNUD, diadakan pemilihan sejumlah

    sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

    2. Dari 100 orang mahasiswi didapatkan 56 penderita nyeri haid primer,

    dengan pengelompokan sebanyak 40 orang dengan intensitas nyeri sedang,

    dan 16 orang dengan intensitas nyeri berat. Dari kelompok intensitas nyeri

    sedang diambil sampel sebanyak 24 orang, dan dari kelompok intensitas

    nyeri berat diambil sampel sebanyak 8 orang. Setiap anggota kelompok

    kemudian diberi nomor random, kemudian ditentukan untuk nomor ganjil

    menjadi sampel kelompok perlakuan, untuk nomor genap menjadi sampel

  • 34

    kelompok kontrol. Sehingga didapatkan 16 orang masuk ke dalam

    kelompok perlakuan dan 16 orang ke dalam kelompok kontrol secara

    random.

    4.4 Variabel Penelitian

    4.4.1. Klasifikasi variabel:

    1. Variabel bebas adalah : zink per oral 30 mg

    2. Variabel tergantung adalah: kadar prostaglandin dalam plasma, nyeri haid.

    3. Variabel terkendali adalah : umur, aktivitas fisik

    4. Variabel pengacau adalah: kondisi fisiologis dan psikologis penderita,

    asupan makanan.

    4.4.2 Definisi Operasional Variabel

    1. Nyeri haid: nyeri seperti tegang di daerah suprapubik yang mulai sehari

    hingga beberapa jam sebelum mulainya haid hingga 1-2 hari setelah haid .

    2. Nyeri haid primer : nyeri haid yang timbul 2-3 tahun setelah menarche

    tanpa disertai kelainan patologik pada area ginekologis dan pelvis.

    3. Zink per oral: diberikan dalam bentuk kapsul zink 30 mg sehari setelah

    makan siang dengan dosis satu kali sehari selama 4 hari sebelum haid.

    4. Empat hari perlakuan : pemberian perlakuan diberikan rentang pemberian

    perlakuan selama 4 + 1 hari dengan pertimbangan siklus haid bulan

  • 35

    berikut datangnya maju atau mundur sehari dari perkiraan siklus

    sebelumnya.

    5. Kadar prostaglandin: kadar PGF 2 yang merupakan jenis prostaglandin

    spesifik sebagai penanda terjadinya kontraksi atau inflamasi dalam uterus

    yang diukur pada hari pertama haid.

    6. Tingkatan nyeri haid: adalah tingkat rasa nyeri pada saat haid hari I, yang

    diukur dengan verbal rating scale dengan intensitas :

    0 =Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak saat ditanya

    1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya tanpa

    tingkah laku.

    2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya dengan

    ditandai adanya gangguan tingkah laku atau nyeri spontan yang

    dilaporkan.

    3 = Nyeri berat dihubungkan dengan respon suara, tarikan tangan atau

    lengan, wajah merintih atau menangis.

    4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

    1. Kuesioner untuk mengetahui riwayat menstruasi, riwayat nyeri haid

    riwayat pengobatan dan riwayat keluarga penderita

    2. Bahan yang dipakai sebagai sampel pemeriksaan adalah darah penderita.

    3. Alat yang dipakai spuit 5 cc, tabung penampung darah .

    4. Kit pemeriksaan kadar PGF 2.

  • 36

    4.6 Prosedur Penelitian

    Prosedur penelitian dibagi menjadi 2 tahap yaitu:

    Tahap 1: Seleksi Kasus

    1. Sosialisasi terhadap anggota populasi sehingga diperoleh pengertian dan

    bersedia menjadi sampel sukarela. Hal ini didukung dengan

    penandatanganan surat persetujuan.

    2. Penyebaran kuesioner untuk bisa mengetahui riwayat menstruasi, riwayat

    nyeri haid, riwayat pengobatan dan riwayat keluarga.

    3. Dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk memastikan sampel

    adalah penderita nyeri haid primer yang memenuhi kriteri inklusi dan

    eksklusi.

    4. Sampel diperlakukan secara acak dengan teknik stratified random

    sampling dipilih sebanyak jumlah sampel yang diperlukan.

    5. Sampel dibagi dua menjadi kelompok kontrol dan perlakuan.

    Tahap 2. Alokasi Perlakuan

    2.1 Pengukuran Sebelum Perlakuan

    1. Penjelasan kepada masing-masing kelompok bahwa akan diambil

    darah untuk pemeriksaan kadar PGF 2 pada hari pertama haid.

  • 37

    Sebelumnya sampel diberitahu untuk menghubungi peneliti pada saat

    hari pertama haid. Pengambilan darah tidak bisa dilakukan bersamaan

    karena siklus haid yang berbeda pada masing-masing orang.

    2. Pengambilan darah dilakukan oleh analis laboratorium.

    3. Selain diambil darah, sampel juga ditanyakan intensitas nyeri haidnya

    dan diukur berdasarkan verbal rating scale.

    4. Darah yang diambil adalah darah vena mediana cubiti sebanyak 5 cc

    dengan spuit 5 cc dan wing needle G24 dan disimpan dalam

    vaccutainer kemudian di-sentrifuge dan disimpan dalam kulkas yang

    bersuhu -80 oC, sambil menunggu jumlah sampel darah seluruhnya

    lengkap sesuai jumlah sampel yang ditentukan.

    5. Setelah jumlah sampel darah lengkap dilakukan pengukuran kadar

    PGF2 dengan metode ELISA.

    2.2 Pemberian Perlakuan

    1. Tablet oral zink 30 mg diberikan selama 4 hari secara berturutan

    sebelum haid hari I

    2. Penentuan waktu pemberian perlakuan didasarkan pada perkiraan

    siklus haid berdasarkan siklus haid sebelumnya. Misalnya, siklus haid

    bulan sebelumnya tanggal 24 Januari, jika sampel memiliki siklus haid

    28 hari, maka diperkirakan hari pertama haid yang akan datang tanggal

  • 38

    22 Pebruari, sehingga pemberian perlakuan dilakukan mulai tanggal

    18-21 Pebruari.

    3. Sampel diberitahu untuk datang ke laboratorium faal pada tanggal

    yang telah ditentukan setelah makan siang untuk diberi perlakuan

    pertama

    4. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian tablet oral zink 30 mg

    pada kelompok perlakuan, dan pemberian plasebo pada kelompok

    control. Obat dimasukkan dalam kapsul warna yang sama, di mana

    kapsul plasebo diisi dengan sakarum laktis 30 mg. Kemudian kapsul-

    kapsul tersebut diberi kode A untuk kapsul zink dan kode B untuk

    kapsul plasebo yang hanya diketahui oleh peneliti.

    5. Pemberian obat dilakukan oleh petugas khusus sesuai dengan

    perlakuan yang diterima oleh sampel dengan cara buta ganda. Setelah

    diberi obat disarankan untuk datang kembali esok hari pada waktu

    yang sama untuk diberikan obat dengan cara yang sama di mana obat

    langsung diminum di depan pemberi obat.

    6. Pada hari ke-2 sampai ke -4 akan ditanyakan efek samping dan

    keluhan yang timbul setelah minum obat dan dicatat di register.

    7. Follow-up bagi sampel yang tidak datang, jika ada yang tidak datang

    sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan akan dihubungi oleh

    peneliti untuk mengantisipasi drop out.

  • 39

    2.3 Pengukuran Setelah Perlakuan

    1. Setelah menjalani perlakuan selama 4 hari diambil darah kembali pada

    hari pertama haid pada masing-masing kelompok.

    2. Selain diambil darah, sampel juga ditanyakan intensitas nyeri haidnya

    dan diukur berdasarkan verbal rating scale.

    3. Pengambilan darah dilakukan oleh analis laboratorium.

    4. Darah yang diambil adalah darah vena mediana cubiti sebanyak 5 cc

    dengan spuit 5 cc dan wing needle G24 dan disimpan dalam

    vaccutainer kemudian di-sentrifuge dan disimpan dalam kulkas yang

    bersuhu -80 oC, sambil menunggu jumlah sampel darah seluruhnya

    lengkap sesuai jumlah sampel yang ditentukan.

    5. Setelah jumlah sampel darah lengkap dilakukan pengukuran kadar

    PGF2 dengan metoda ELISA

    6. Hasil kedua kelompok dianalisis dengan statistik.

    2.4 Pemberian Obat Anti Nyeri

    Setelah dilakukan pengambilan sampel darah, bagi subjek penelitian

    yang mengalami nyeri dan memerlukan pengobatan diberikan obat anti

    nyeri untuk mengurangi nyerinya.

  • 40

    4.7 Alur Penelitian

    Populasi

    Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

    Sampel

    Stratified Random Sampling

    Kelompok Kontrol Diberikan Plasebo

    selama 4 hari sebelum haid siklus II

    Kelompok Perlakuan Diberikan Zink 30

    mg selama 4 hari sebelum haid siklus II

    Pemeriksaan Kadar PGF2 dan Intensitas

    Nyeri Haid Hari I Siklus I Sebelum Perlakuan

  • 41

    Gambar 4.1 Alur Penelitian

    4.8 Pengolahan dan Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut

    (Ridwan, 2003):

    1. Uji Deskriptif untuk menganalisis varian umur, tinggi badan, berat badan.

    2. Uji Normalitas dengan Shapiro-Wilk Test. Variabel yang diuji adalah,

    umur, umur menarche, berat badan, tinggi badan, kadar prostaglandin

    sebelum dan sesudah perlakuan, selisih prostaglandin sebelum dan

    sesudah perlakuan bertujuan untuk mengetahui distribusi kedua kelompok

    perlakuan.

    Pemeriksaan Kadar PGF2 dan Tingkat Nyeri

    Haid Hari I Siklus II Setelah Perlakuan Pada

    Kedua Kelompok

    Analisis Data

  • 42

    3. Uji Homogenitas antar kelompok dengan Levenes Test untuk mengetahui

    variasi antar kelompok. Variabel yang diuji adalah berat badan, tinggi

    badan, kadar prostaglandin sebelum dan sesudah perlakuan, dan selisih

    kadar prostaglandin sebelum dan sesudah perlakuan

    4. Uji komparasi perbedaan rata-rata PGF2 antara kelompok perlakuan dan

    kontrol dilakukan dengan independent t test karena data berdistribusi

    normal

    5. Perbedaan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dengan kontrol

    diuji dengan Mann-Whitney Test.

    6. Hubungan antara kadar PGF2 dengan intensitas nyeri dianalisis dengan

    uji Chi Square yang merupakan uji kualitatif dan metode korelasi

    Spearman Rank Test sebagai uji kuantitatifnya.

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    5.1. Analisis Deskriptif

    Dalam penelitian ini dilibatkan sebanyak 32 mahasiswi Fakultas

    Kedokteran UNUD penderita nyeri haid primer grade sedang-berat yang berusia

    17-21 tahun sebagai sampel, yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu

  • 43

    kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Masing-masing berjumlah 16 orang

    dengan karakteristik yang dapat dilihat pada tabel 5.1

    Tabel 5.1

    Karakteristik Subjek Penelitian dari Kelompok Kontrol dan Kelompok

    Perlakuan Mahasiswi FK. UNUD Penderita Nyeri Haid Primer

    VariabelKelompok

    Kontrol Perlakuan

    Umur

    Umur Menarche

    Berat Badan

    Tinggi Badan

    17,690,60

    11,620,96

    51,625,57

    160,064,61

    17,620,62

    11,560,96

    50,00+7,20

    157,25+5,21

    5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas

    Data umur, umur menarche, berat badan, tinggi badan dan kadar

    prostaglandin baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-

    masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.

    Hasil menunjukkan data berat badan, tinggi badan kadar prostaglandin dan selisih

    prostaglandin berdistribusi normal (p>0,05) pada kedua kelompok, disajikan pada

  • 44

    tabel 5.2

    Tabel 5.2

    Hasil Uji Normalitas Data Tiap Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan

    Variabel Antar Kelompok N P

    Umur Kontrol

    Umur Perlakuan

    Umur Menarche Kontrol

    Umur Menarche Perlakuan

    Berat Badan Kontrol

    Berat Badan Perlakuan

    Tinggi Badan Kontrol

    Tinggi Badan Perlakuan

    Kadar Prostaglandin Kontrol Pre

    Kadar Prostaglandin Perlaku Pre

    Selisih Prostaglandin Kontrol

    Selisih Prostaglandin Perlakuan

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    16

    0,001

    0,001

    0,006

    0,061

    0,732

    0,575

    0,272

    0,637

    0,075

    0,083

    0,403

    0,138

    Dilakukan pula uji homogenitas pada variabel berat badan, tinggi badan

    kadar prostaglandin dan selisih prostaglandin masing-masing kelompok dengan

    Levene Test dengan = 0,05, yang dapat dilihat pada tabel 5.3

    Tabel 5.3

    Hasil Uji Homogenitas Data Berat Badan, Tinggi Badan Kadar

    Prostaglandin dan Selisih Prostaglandin Tiap Kelompok

    Variabel F p

  • 45

    Berat Badan

    Tinggi Badan

    Kadar Prostaglandin

    Selisih Prostaglandin

    0,604

    0,511

    5,582

    0.220

    0,443

    0,480

    0.022

    0.643

    Uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai p variabel berat badan, tinggi

    badan dan selisih prostaglandin lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), yang berarti

    varians antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, menunjukkan varian

    antara kedua kelompok homogen sedangkan kadar prostaglandin memiliki varian

    yang tidak homogen (p

  • 46

    umur dan umur menarche pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05). Ini

    menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat diabaikan pengaruhnya

    terhadap perubahan kadar prostaglandin dan intensitas nyeri haid.

    Tabel 5.4

    Rerata Umur dan Umur Menarche antar Kelompok Sebelum Diberikan

    Perlakuan

    VariabelKelompok

    U pPlasebo Zink

    Umur

    Umur Menarche

    17,690,60

    11,620,96

    17,620,62

    11,560,96

    120,50

    125,50

    0,75

    0,92

    Tabel 5.5

    Rerata Berat Badan dan Tinggi Badan antar Kelompok Sebelum Diberikan

    Perlakuan

    VariabelKelompok

    F pPlasebo Zink

    Berat Badan

    Tinggi Badan

    51,625,57

    160,064,61

    50,007,2

    157,255,21

    0,604

    0,511

    0,483

    0,116

    Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok plasebo adalah

    51,625,57 dan rerata kelompok zink adalah 50,007,2, rerata tinggi badan

    kelompok plasebo adalah 160,06 + 4,61 dan rerata kelompok zink adalah

  • 47

    11,560,96. Analisis kemaknaan dengan independent t- test menunjukkan bahwa

    nilai probabilitas kemaknaan (p) untuk variabel berat badan dan tinggi badan

    masing-masing adalah p = 0,483 dan p = 0,116. Hasil analisis menunjukkan

    bahwa berat badan dan tinggi badan pada kedua kelompok tidak berbeda (p >

    0,05). Ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat diabaikan

    pengaruhnya terhadap perubahan kadar prostaglandin dan intensitas nyeri haid.

    5.3.2 Uji Komparabilitas Kadar Prostaglandin

    Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar

    prostaglandin antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis

    kemaknaan dengan independent t-test disajikan pada Tabel 5.6 berikut.

    Tabel 5.6

    Rerata Kadar Prostaglandin antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan

    Kelompok Subjek N

    Rerata

    Prostaglandin

    (prostaglandin/ml)

    SB t p

    Plasebo

    Zink

    16

    16

    514,49

    743,44

    226,78

    454,43

    -1,80 0,085

    Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rerata kadar prostaglandin kelompok

    plasebo adalah 514,49226,78, rerata kelompok zink adalah 743,44453,43.

    Analisis kemaknaan dengan independent t test menunjukkan bahwa nilai t = -1,80

  • 48

    dan nilai p =0,085. Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin sebelum

    perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05).

    5.3.3 Analisis efek perlakuan

    Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata penurunan kadar

    prostaglandin antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis

    kemaknaan dengan uji disajikan pada Tabel 5.7

    Tabel 5.7

    Rerata Penurunan Kadar Prostaglandin antar Kelompok Sesudah

    Diberikan Perlakuan

    Kelompok

    SubjekN

    Rerata Penurunan

    Kadar Prostaglandin

    (prostaglandin/ml)

    SB t p

    Plasebo

    Zink

    16

    16

    79,23

    392,12

    277,13

    255,59

    3,32 0,002

    Tabel 5.7 menunjukkan bahwa rerata penurunan kadar Prostaglandin

    kelompok plasebo adalah 79,23277,13, rerata kelompok zink adalah

    392,12255,59. Analisis kemaknaan dengan uji independent t-test menunjukkan

    bahwa nilai t = 3,32 nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata penurunan kadar

    prostaglandin pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

  • 49

    Gambar 5.1 Grafik Kadar Prostaglandin Sebelum dan Setelah Perlakuan

  • 50

    Gambar 5.1 menunjukkan perbedaan kadar prostaglandin yang tampak

    nyata sebelum dengan sesudah perlakuan pada kedua kelompok.

    Gambar 5.2 Grafik Penurunan Kadar Prostaglandin Setelah Diberikan Perlakuan

    Gambar 5.2 menunjukkan pemberian zink dapat menurunkan kadar

    prostaglandin lebih besar dibandingkan dengan placebo, di mana pada kelompok

    perlakuan, rerata kadar prostaglandin sebesar 743,44 pg/ml turun menjadi 351,32

    pg/ml, sedangkan pada kelompok kontrol rerata kadar prostaglandin sedikit

    mengalami penurunan yaitu dari 514, 49 pg/ml menjadi 435,26 pg/ml.

  • 51

    5.3.4 Uji Komparabilitas Intensitas Nyeri Haid

    Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan median intensitas

    nyeri haid antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis

    kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.8.

    Tabel 5.8

    Median Intensitas Nyeri Haid antar Kelompok Sebelum Diberikan

    Perlakuan

    Kelompok Subjek n MedianKuartil

    (Q1 Q3)p

    Plasebo

    Zink

    16

    16

    2

    2

    2

    2

    2,75

    2

    0,674

    Tabel 5.8 menunjukkan bahwa median intensitas nyeri haid kelompok

    plasebo adalah 2 (2-2,75), median kelompok zink adalah 2(2-2). Analisis

    kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 120,00 dan

    nilai p =0,674. Hal ini berarti bahwa median intensitas nyeri haid pada kedua

    kelompok adalah sama (p > 0,05).

    5.3.5 Analisis efek perlakuan

    Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan median intensitas nyeri haid

    antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan

    uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.9

    Tabel 5.9

    Median Intensitas Nyeri Haid antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

    Kelompok Subjek N Median Kuartil p

  • 52

    (Q1 Q3)

    Plasebo

    Zink

    16

    16

    2

    1

    1,25

    1

    2

    2

    0,017

    Tabel 5.9 menunjukkan bahwa median intensitas nyeri haid kelompok

    plasebo adalah 2(1,25-2), median kelompok zink adalah 1(1-2). Analisis

    kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 71,00 dan

    nilai p =0,017. Hal ini berarti bahwa median intensitas nyeri haid pada kedua

    kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

    5.4 Hubungan Kadar Prostaglandin dengan Intensitas Nyeri Haid

    Hubungan antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid,

    dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, hubungan tersebut

    dianalisis dengan uji chi square, dan secara kuantitatif dianalisis dengan uji

    korelasi Spearman.

    Tabel 5.9 Frekuensi Intensitas Nyeri Kedua Kelompok Sebelum Perlakuan

    Intensitas Nyeri Jumlah

    1 2 3

    Kontrol 0 12 (75%) 4 (25%) 16

    Perlakuan 0 13 (81,25%) 3 (18,75%) 16

    Jumlah 0 25 7 32

    Dari tabel 5.1 dapat dilihat frekuensi penderita nyeri haid sebelum perlakuan

    digolongkan pada dua jenis derajat nyeri, yaitu nyeri derajat 2 (nyeri sedang) dan

    nyeri derajat 3 ( nyeri berat) . Pada kelompok kontrol 75% subjek menderita nyeri

    sedang, dan 25% subjek menderita nyeri berat, sedangkan pada kelompok

    perlakuan, sebanyak 81, 25% subjek menderita nyeri sedang dan 18,75 %

  • 53

    menderita nyeri berat. Frekuensi derajat nyeri pada kedua kelompok hampir

    sama, dibuktikan dengan uji Chi-Square didapatkan nilai 2 = 0,183 dan nilai p =

    1,000 untuk sebelum perlakuan, yang artinya tidak ada perbedaan intensitas nyeri

    pada kedua kelompok sebelum perlakuan (p > 0,05).

    Tabel 5.10 Frekuensi Intensitas Nyeri Kedua Kelompok Setelah Perlakuan

    Intensitas Nyeri Jumlah

    1 2 3

    Kontrol 4 (25%) 9 (56,25%) 3 (18,75%) 16

    Perlakuan 10 (62,5%) 6 (37,5%) 0 16

    Jumlah 14 15 3 32

    Setelah diberi perlakuan, frekuensi penderita nyeri pada kedua kelompok

    mengalami perubahan, yaitu pada kelompok kontrol sebanyak 75% subjek

    menderita nyeri sedang dan berat dan 25% subjek menderita nyeri ringan, tidak

    ada subjek yang menderita nyeri berat. Sedangkan pada kelompok perlakuan

    sebesar 62,5% subjek menderita nyeri ringan, dan hanya 37,5 % yangmenderita

    nyeri sedang, tidak ada yang menderita nyeri berat di kelompok perlakuan setelah

    mendapat zink. Dengan uji chi square didapat nilai 2 = 6,17 nilai p = 0,046,

    yang berarti ada perbedaan intensitas nyeri yang bermakna pada kedua kelompok

    setelah perlakuan (p < 0,05). Yang bermakna bahwa pemberian zinc akan

    menurunkan intensitas nyeri lebih baik daripada hanya diberikan placebo.

  • 54

    Gambar 5.3

    Grafik Frekuensi Nyeri Haid Sebelum Perlakuan

    Pada Kedua Kelompok

    Gambar 5.4

    Grafik Frekuensi Nyeri Haid Sesudah Perlakuan

    Pada Kedua Kelompok

  • 55

    Hubungan antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid juga

    dianalisis secara kuantitatif dengan korelasi Spearman. Berdasarkan hasil analisis

    didapatkan nilar r = 0,483 dan nilai p = 0,005 (p

  • 56

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    6.1. Subjek Penelitian

    Untuk mengetahui efek pemberian zink terhadap peningkatan

    kadar prostaglandin maka dilakukan penelitian yang melibatkan 32 orang

    mahasiswi Fakultas Kedokteran UNUD penderita nyeri haid primer derajat

    sedang-berat yang berusia 17-21 tahun. Rentang umur tersebut dipilih karena

    populasi penderita nyeri haid primer lebih banyakberada di rentang umur remaja

    hingga dewasa muda dimana sekitar 70-90 % kejadian nyeri haid primer terjadi

    pada rentang usia tersebut ( Proctor dan Farquar, 2002).

    Dosis zink yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 mg sehari

    berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eby (2006). Bedanya pada penelitian

    ini dosis zink sebesar 30 mg diberikan sekali sehari, sedangkan pada penelitian

    terdahulu dosis diberikan 15 mg dua kali sehari. Dosis ini dianggap aman karena

    dosis maksimal zink adalah 150 mg/hari (Prasad, 2004). Karena zink adalah

    suplemen makanan dan bukan obat, tidak ada efek zink yang membahayakan

    kesehatan jika diminum dalam dosis terapi. Efek samping zink jika diminum

    berlebihan adalah rasa mual, kembung dan rasa tidak nyaman di saluran

    pencernaan (Insel, 2002). Pada penelitian ini, dari 32orang subjek, hanya 2

    orang yang merasakan keluhan sedikit mual setelah minum zink. Efek ini dapat

    diabaikan karena subjek penelitian tidak sampai menghentikan minum zink

    selama penelitian.

  • 57

    Pemberian zink dilakukan selama empat hari sebelum siklus haid

    didasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya yang memberikan zink selama

    1-4 hari, ternyata memberikan efek yang sama-sama menurunkan intensitas nyeri

    haid (Eby, 2006)

    6.2. Pengaruh Zink terhadap Kadar Prostaglandin dan Intensitas Nyeri Haid

    Uji perbandingan sebelum perlakuan antara kedua kelompok menunjukkan

    tidak terdapat perbedaan bermakna kadar prostaglandin antara kelompok plasebo

    dengan kelompok zink (p>0,05). Hal ini berarti bahwa kadar prostaglandin dalam

    darah pada kedua kelompok adalah sama atau dengan kata lain kedua kelompok

    sebelum diberikan perlakuan kadar prostaglandinnya tidak berbeda.

    Uji perbandingan sesudah perlakuan antara kedua kelompok menunjukkan

    bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan kadar prostaglandin dalam darah

    antara kelompok plasebo dengan kelompok zink dan juga terdapat perbedaan

    bermakna penurunan intensitas nyeri haid antara kelompok plasebo dengan

    kelompok zink. Uji korelasi menunjukkan ada hubungan positif antara kadar

    prostaglandin dengan intensitas nyeri haid, yang berarti semakin tinggi kadar

    prostaglandin berarti semakin tinggi intensitas nyeri haid yang dialami oleh

    penderita nyeri haid primer.

    6.2.1 Zink Menurunkan Kadar Prostaglandin

    Sejak prostaglandin disebut sebagai penyebab nyeri haid, maka penelitian-

    penelitian yang dilakukan difokuskan pada penghambatan produksi prostaglandin.

    Zink sebagai salah satu mikronutrien dapat menghambat metabolisme

  • 58

    prostaglandin di mana konsentrasi zink sebesar 1x10-5 mol/l, dalam rentang

    konsentrasi fisiologis pada jaringan uterus, dapat menghambat metabolisme

    prostaglandin (Kelly dan Abel, 1983). Penelitian lain menyimpulkan bahwa

    mekanisme zink dalam otot polos uterus sama dengan mekanisme zink pada

    pengobatan angina pectoris dengan cara meningkatkan sirkulasi pada pembuluh

    darah kapiler (Eby, 2006). Pada keadaan nyeri haid terjadi kontraksi uterus yang

    kuat yang menimbulkan ischemia jaringan sehingga terjadi pengeluaran mediator

    nyeri seperti prostaglandin. Dengan pemberian Zink diharapkan dapat

    memperbaiki sirkulasi sehingga ischemia jaringan dapat dicegah.

    Zink juga mengatur Cox-2 yaitu suatu enzim yang terlibat dalam nyeri

    dan inflamasi, dimana pemberian zink akan menurunkan aktivitas Cox-2 sehingga

    dapat menurunkan sintesis prostaglandin (Fong dkk, 2005). Pada

    penelitian ini didapat perbedaan yang bermakna pada penurunan kadar

    prostaglandin dalam darah pada kedua kelompok. Ini didukung oleh penelitian

    yang dilakukan oleh Akinola dan Odutuga(1999) yang dilakukan pada tikus, yang

    menyatakan bahwa tikus yang mengalami defisiensi zink memiliki kadar

    metabolit prostaglandin yang tinggi di dalam plasmanya, dibandingkan dengan

    tikus yang tidak mengalami defisiensi zink. Peningkatan kadar prostaglandin

    memiliki peranan yang penting sebagai penyebab terjadinya nyeri haid. Dawood

    (2006) berpendapat bahwa terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat dalam

    darah haid, mirip lemak alamiah yang kemudian diketahui sebagai prostaglandin.

    Kadar zat ini meningkat pada keadaan nyeri haid dan ditemukan di dalam otot

    uterus. Zink memiliki efek mengurangi sintesis prostaglandin dan

  • 59

    kemampuannya sebagai antiinflamasi dan antioksidan dapat meningkatkan

    sirkulasi pembuluh darah mikro. Zink juga merupakan salah satu nutrisi yang

    dapat meningkatkan konversi asam lemak esensial sebagai antiinflamasi bagi

    prostaglandin (Mayo, 1997). Oleh karena itu zink memiliki kemampuan

    menurunkan kadar PGF2 seperti pada gambar 6.1

    Gambar 6.1

    Skema Mekanisme Kerja Zink Dalam Mengurangi Prostaglandin

    dan Nyeri Haid

    6.2.2 Zink Menurunkan Intensitas Nyeri Haid

    Pada keadaan nyeri haid terjadi kontraksi uterus yang kuat mengakibatkan

    berkurangnya aliran darah ke otot uterus, sehingga mengakibatkan berkurangnya

    Asam Arakidonat

    Siklooksigenase

    Siklik endoperoksidase (PGG2, PGH2)

    Pengurangan Isomerase

    PGF2

    Kontraksi otot uterus, Vasokontriksi dan

    Hipersensitisasi terhadap Nyeri Haid

    ZINK

  • 60

    asupan oksigen ke dalam jaringan yang menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia

    akan mengakibatkan pelepasan reaktif oksigen spesies yang mengakibatkan

    kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan akan menyebabkan pengeluaran

    mediator-mediator nyeri. Di sisi lain, di dalam uterus terdapat enzim copper-zink

    dismutase yang dapat meng-inaktivasi pelepasan reaktif oksigen spesies tersebut,

    di mana pemberian zink akan menjaga jumlah enzim tersebut tetap adekuat di

    dalam uterus (Sugino dkk, 2002). Pemberian zink juga berefek sebagai

    antioksidan dan antiinflamasi yang dapat menurunkan kadar sitokin-sitokin

    penyebab inflamasi sehingga dapat mengurangi kram dan rasa nyeri (Prasad,

    2004).

    Pada penelitian ini didapat penurunan intensitas nyeri yang bermakna pada

    kelompok zink. Penurunan intensitas nyeri ini didukung oleh hasil penelitian

    Eby (2006) dalam penelitiannya tentang pemberian zink. Pada penelitian ini

    ditemukan bahwa wanita yang mengkonsumsi zink 31 mg/hari tidak mengalami

    nyeri haid, dibandingkan dengan wanita yang menkonsumsi zink 15 mg/hari.

    Pemberian zink juga akan menurunkan kadar Cox-2, suatu enzim yang terlibat

    dalam nyeri, inflamasi dan prekursor kanker uterus (Fong dkk, 2005). Didukung

    pula oleh Sieppmann dkk (2005), pada penelitiannya diperoleh hasil bahwa nyeri

    haid primer maupun sekunder akan memburuk pada keadaan defisiensi zink.

    Secara fisiologis tubuh yang normal adalah tubuh yang nyaman tanpa rasa

    nyeri, tetapi rasa nyeri adalah respon fisiologis tubuh kita terhadap suatu

    rangsang. Rasa nyeri dibutuhkan untuk mekanisme pertahanan tubuh kita untuk

  • 61

    mencegah kerusakan organ atau jaringan yang lebih luas, yang diakibatkan oleh

    suatu rangsang nyeri (Guyton dan Hall, 2006).

    Nyeri haid tergolong nyeri akut yang termasuk tipe nyeri viseral. Nyeri ini

    terjadi akibat kontraksi pada otot polos rahim disertai dengan iskemia jaringan

    akibat produksi prostaglandin yang berlebihan saat haid. Rasa nyeri ini sangat

    individual dan berbeda pada setiap orang. Sehingga di satu sisi ada yang tidak

    merasakan nyeri, tapi di sisi lain ada yang merasakan nyeri yang sangat hebat

    sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari, dan berpengaruh pada ketidakhadiran

    berulang di sekolah ataupun tempat kerja. Penemuan zink ini diharapkan dapat

    mengurangi bahkan mencegah keluhan nyeri haid yang terjadi sehingga kualitas

    hidup dan kualitas kerja dapat ditingkatkan.

    6.2.3 Hubungan Prostaglandin dan Intensitas Nyeri Haid

    Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-

    serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar

    prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intra

    uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat.

    Atas dasar itu disimpulkan bahwa prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan

    dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium yang

    disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi

    iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik

    (Harel, 2006).

  • 62

    Dalam penelitian ini didapatkan adanya hubungan positif secara bermakna

    antara kadar prostaglandin dengan nyeri haid yaitu nilai r = 0,483 dari hasil

    analisis korelasi spearman, nilai r2 = 23%, berarti faktor prostaglandin

    mempengaruhi nyeri haid sebesar 23 %, selebihnya dipengaruhi oleh banyak

    faktor diantaranya kadar hormon, status gizi, stress, dan keadaan fisiologis tubuh,

    aktivitas olahraga dan pola makan (Mayo, 1997; Dawood, 2006).

    Adanya hubungan antara prostaglandin dan nyeri haid didukung oleh

    penelitian Fortier dkk (2008) di mana pada penelitiannya didapatkan

    prostaglandin dan leukotrin menyebabkan respon inflamasi, yang akan

    menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah,

    perut kembung dan sakit kepala.

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dawood dan Khan-Dawood

    (2007), dengan mengukur kadar PGF2 pada darah menstruasi yang terdapat

    dalam tampon, didapatkan bahwa kadar PGF2 dua kali lebih tinggi pada wanita

    yang mengalami nyeri haid dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri

    haid. Hubungan antara kadar PGF2 dan intensitas nyeri juga dijelaskan oleh

    Lundstrom and Green (1978) pada penelitiannya terhadap specimen endometrium

    wanita dengan nyeri haid yang tidak menjalani pengobatan, ditemukan kadar

    PGF2 empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa nyeri haid saat

    hari pertama menstruasi. Pemberian obat seperti ibuprofen saat menstruasi

    membuat kadar prostaglandin dalam darah menstruasi wanita dengan nyeri haid

    menjadi turun hampir sama dengan kadar prostaglandin pada wanita tanpa nyeri

    haid (Daniels, 2002). Peningkatan konsentrasi PGF2 dan metabolitnya dalam

  • 63

    darah menstruasi dan sirkulasi perifer terjadi pada wanita dengan nyeri haid

    (Milne, dkk, 2003). Hal ini semakin memperkuat hasil penelitian ini yang

    menyatakan nyeri saat menstruasi berhubungan dengan hipertonisitas dari

    miometrium yang disertai dengan iskemia uteri yang disebabkan pelepasan lokal

    prostaglandin. Kemudian lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik

    mengakibatkan efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan

    sakit kepala.

    Terdapat hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi prostaglandin

    dan ditemukan adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi

    kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2 dan PGE2,

    dimana rasio PGF2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi

    wanita yang mengalami nyeri haid primer (Lumsden, 2005). PGF2 dan PGE2

    memiliki efek vascular yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan

    vasodilatasi . Pemberian PGF2 merangsang kontraksi uterus selama seluruh fase

    siklus menstruasi, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas miometrium

    selama menstruasi dan merangsangnya saat fase proliferative dan fase luteal.

    (Clark and Myatt, 2008).

    6.3 Kelemahan Penelitian

    Karena keterbatasan peneliti, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan

    yaitu:

    1. Penelitian ini belum bisa menjelaskan berapa hari sebelum haid sebaiknya

    diberikan zink.

  • 64

    2. Pada penelitian ini kadar prostaglandin hanya diukur saat sebelum

    perlakuan dan 4 hari sesudah perlakuan, tidak dilakukan pengukuran

    kadar prostaglandin setiap hari.

    3. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pemberian zink mengganggu

    aktivitas enzim siklooksigenase sehingga menghambat sintesis

    prostaglandin. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar

    enzim tersebut untuk mengetahui apakah jumlah enzim tersebut menurun

    atau tidak.

  • 65

    BAB VII

    SIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Simpulan

    Berdasarkan hasil penelitian pada wanita penderita nyeri haid primer

    didapatkan simpulan sebagai berikut:

    1. Pemberian zink selama 4 hari sebelum menstruasi dapat menurunkan

    kadar prostaglandin (PGF2) pada kasus nyeri haid primer.

    2. Pemberian zink selama 4 hari dapat menurunkan keluhan nyeri pada kasus

    nyeri haid primer.

    3. Ada korelasi antara kadar prostaglandin dengan nyeri haid pada kasus

    nyeri haid primer.

    7.2 Saran

    Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

    1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja zink

    yang lebih mendalam dan lama pemberian zink sebelum haid

    2. Disarankan kepada wanita yang mengalami riwayat nyeri haid untuk

    mengkonsumsi zink dengan dosis yang sesuai untuk mencegah mengurangi rasa

    nyeri menjelang atau saat terjadinya haid.

  • 66

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahrendt, Hans Joachim. 2007. The effects of an oestrogen-free, desogestrel-

    containing oral contraceptive in women with cyclical symptoms: Results

    from two studies on oestrogen-related symptoms and dysmenorrhoea

    European Journal of Contraception & Reproductive Health Care. Vol. 12,

    Iss. 4; p. 354.

    Akhtar, Begum K. 2001. Review article: Dysmenorrhea and Pelvic Pain: A

    common adolescent reproductive health problem. The ORION Vol. 10,

    September.

    Akinola O, Adisa and Adewale A. Odutuga. 1999. Metabolic interactions

    between zink and essential fatty acids in the mammalian organism.

    Nutrition and Food Science. Bradford: Vol 99. Iss.2; pg.99.

    Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakarta.

    Antao, V., Black, A., Burnett, M., Feldman, K., Lea, R., Robert, M. 2005.

    Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline. No 169, December. Toronto

    Banikarim, C., Chacko,MR., Kelder, SH. 2000. Prevalence and Impact of

    Dysmenorrhea on Hispanic Female Adolescents. Arch Pediatr Adolesc

    Med ;154:1226-1229

    Berkow R, editor. 1987. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Vol. 2.

    15th ed. Rahway (NJ): Merck.

    Campbell, D.T., Stanley, J.D. 1968. Experimental and Experiment Quasi

    Experimental Design for Research. Chicago:Rand Mc Nally.

    Campbell, MA., McGrath, PJ. 1997. Use of medication by adolescents for the

    management of menstrual discomfort. Arch Pediatr Adolesc Med 151:905.

    Christopher.J.F., S.W. Suh, D.Silva., C.J.Fredickson & R.B. Thomson. 2000.

    Importance of Zink in The Central Nervous Sistem : The Zink Containing

    Neuron. J. Nutr; 130:345S-346S

    Clark, Kenneth., Myatt, Leslie. 2008. Prostaglandin and The Reproductive Cycle.

    Glob.libr. womens med (ISSN: 1756-2228) 2008.

    Cunningham, Gary., Gant, Norman., Leveno, Kenneth. 2001. Williams

    Obstetrics: International Edition. Mc- Graw-Hill.

  • 67

    Daniels, SE., Talwalker, S., Torri, S., Snabes, MC., Recker, DP., Verburg, KM.

    2002. Original Research:Valdecoxib, a Cyclooxygenase2Specific

    Inhibitor, Is Effective in Treating Primary Dysmenorrhea. Obstetrics &

    Gynecology: August - Volume 100 - Issue 2 - p 350358.

    Dawood, M. 1988. Nonsteroid anti inflammatory drugs and changing attitudes

    towards nyeri haid. Am J Med ; 84: 23-9.

    Dawood, M. 2006. Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis and

    Management. Journal Obstetric and Gynaecology Vol. 108, No. 2,

    August. Published by Lippincott Williams & Wilkins. ISSN: 0029-

    7844/06

    Dawood, MY and Khan-Dawood, Firyal S. 2007. Clinical efficacy and differential

    inhibition of menstrual fluid prostaglandin F2 in a randomized, double-

    blind, crossover treatment with plasebo, acetaminophen, and ibuprofen in

    primary dysmenorrhea. American Journal of Obstetrics & Gynecology

    Volume 196, Issue 1 , Pages 35.e1-35.e5.

    De Souza, Miriam C. 2000.A Synergistic Ef