3
Artikel ini disadur dan diadaptasi oleh Risa Magnusson dari: http://budayanusantara.blogsome.com/2009/09/19/rambu-solo-sebuah-upacara-kematian- dari-tanah-toraja/ September 19, 2009 ‘Rambu Solo’ - Upacara Kematian dari Tana Toraja Filed under: Budaya, Napak Tilas - Administrator @ 1:23 am Tidak hanya pesta perkawinan yang bisa menelan biaya sangat besar, upacara kematian untuk beberapa suku juga bisa menelan biaya yang tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta. Salah satu contoh upacara kematian yang menelan biaya besar ini adalah upacara Rambu Solo di Tana Toraja. Upacara Rambu Solo adalah semacam perayaan untuk penghormatan terakhir sekaligus mengantar orang tercinta yang telah meninggal dunia menuju ke alam puya atau alam baka. Karena upacara ini dilaksanakan untuk menghormati orang tercinta, maka segala sesuatunya pun dibuat semegah dan sebesar mungkin. Berpuluh-puluh kerbau dikorbankan, ratusan babi disembelih, dan sampai ribuan ayam-ayam dipotong untuk menyelenggarakan perayaan ini. Kerbau-kerbau dan binatang ternak lainnya yang akan dikorbankan diikat di sebuah pancang batu yang bernama ‘Simbuang batu’. Konon setiap keluarga memiliki batu-batu ini dan diwariskan secara turun temurun dari mulai upacara Rambu Solo yang pertama ketika keluarga atau dinasti mereka meninggal. Status dan kedudukan menjadi simbol yang penting dalam upacara atau perayaan ini. Biasanya semakin tinggi status sosial yang disandang keluarga mendiang maka semakin meriah dan besar pula perayaan Rambu Solo ini. Oleh karena itu, karena upacara dan perayaan ini menelan biaya yang sangat besar dan memerlukan waktu yang juga sangat panjang (bisa berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu) maka tak jarang perayaan ini baru dilaksanakan 6 bulan setelah si mendiang meninggal. Oleh karena itu menurut adat Toraja, orang yang meninggal hanya dianggap tidur saja, jenasahnya masih diperlakukan layaknya orang yang menderita sakit, dan anggapan ini berlangsung selama keluarga orang yang meninggal belum menjalankan upacara Rambu Solo. Perayaan upacara Rambu Solo biasanya dibuka dengan berkumpulnya segenap keluarga dan kerabat mendiang untuk melantunkan syair kesedihan dalam tarian yang disebut ‘Mabadong’. Tarian Mabadong ini memberikan gambaran tentang betapa berdukanya keluarga yang ditinggalkan oleh mendiang, dan pada saat ini anak keluarga mempunyai kesempatan untuk mengenang kembali-jasa-jasa mendiang semasa hidupnya. Kemudian disusul dengan ritual berikutnya yaitu ritual Ma’tundan. Ma’tundan adalah sebuah prosesi untuk membangunkan arwah yang akan diantarkan ke alam lain yaitu alam keabadian atau alam puya. Pada ritual ini suasana duka begitu terasa karena dengan dilaksanakannya prosesi ini maka arwah mendiang pun pergi meninggalkan keluarga untuk melanjutkan tahap kehidupan selanjutnya di alam puya. Sementara itu pada saat prosesi Ma’tundan ini berlangsung, di luar, tepatnya di halaman lumbung padi diadakan ritual tumbuk padi yang dilakukan oleh para wanita tua yang memiliki keahlian menumbuk padi di lesung. Bunyi-bunyian yang keluar dari lesung inilah yang kemudian mengiringi jasad orang yang meninggal tersebut untuk dipindahkan dari rumah duka menuju rumah adat ‘Tongkonan’ untuk disemayamkan selama satu malam. Maka, sanak saudara dan keluarga bahu-membahu mengangkat peti jenazah yang beratnya mencapai 100 kilogram untuk dinaikkan ke dalam rumah adat. Menurut adat Toraja prosesi ini melambangkan penyatuan kembali jenazah dengan para leluhurnya. Di dalam rumah adat, peti

UPACARA KEMATIAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BUDAYA

Citation preview

Page 1: UPACARA KEMATIAN

Artikel ini disadur dan diadaptasi oleh Risa Magnusson dari:

http://budayanusantara.blogsome.com/2009/09/19/rambu-solo-sebuah-upacara-kematian-

dari-tanah-toraja/

September 19, 2009

‘Rambu Solo’ - Upacara Kematian dari Tana Toraja Filed under: Budaya, Napak Tilas - Administrator @ 1:23 am

Tidak hanya pesta perkawinan yang bisa menelan biaya sangat besar, upacara kematian untuk beberapa suku juga bisa menelan biaya yang tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta. Salah satu contoh upacara kematian yang menelan biaya besar ini adalah upacara Rambu Solo di Tana Toraja.

Upacara Rambu Solo adalah semacam perayaan untuk penghormatan terakhir sekaligus mengantar orang tercinta yang telah meninggal dunia menuju ke alam puya atau alam baka. Karena upacara ini dilaksanakan untuk menghormati orang tercinta, maka segala sesuatunya pun dibuat semegah dan sebesar mungkin. Berpuluh-puluh kerbau dikorbankan, ratusan babi disembelih, dan sampai ribuan ayam-ayam dipotong untuk menyelenggarakan perayaan ini.

Kerbau-kerbau dan binatang ternak lainnya yang akan dikorbankan diikat di sebuah pancang batu yang bernama ‘Simbuang batu’. Konon setiap keluarga memiliki batu-batu ini dan diwariskan secara turun temurun dari mulai upacara Rambu Solo yang pertama ketika keluarga atau dinasti mereka meninggal. Status dan kedudukan menjadi simbol yang penting dalam upacara atau perayaan ini. Biasanya semakin tinggi status sosial yang disandang keluarga mendiang maka semakin meriah dan besar pula perayaan Rambu Solo ini. Oleh karena itu, karena upacara dan perayaan ini menelan biaya yang sangat besar dan memerlukan waktu yang juga sangat panjang (bisa berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu) maka tak jarang perayaan ini baru dilaksanakan 6 bulan setelah si mendiang meninggal. Oleh karena itu menurut adat Toraja, orang yang meninggal hanya dianggap tidur saja, jenasahnya masih diperlakukan layaknya orang yang menderita sakit, dan anggapan ini berlangsung selama keluarga orang yang meninggal belum menjalankan upacara Rambu Solo.

Perayaan upacara Rambu Solo biasanya dibuka dengan berkumpulnya segenap keluarga dan kerabat mendiang untuk melantunkan syair kesedihan dalam tarian yang disebut ‘Mabadong’. Tarian Mabadong ini memberikan gambaran tentang betapa berdukanya keluarga yang ditinggalkan oleh mendiang, dan pada saat ini anak keluarga mempunyai kesempatan untuk mengenang kembali-jasa-jasa mendiang semasa hidupnya. Kemudian disusul dengan ritual berikutnya yaitu ritual Ma’tundan. Ma’tundan adalah sebuah prosesi untuk membangunkan arwah yang akan diantarkan ke alam lain yaitu alam keabadian atau alam puya. Pada ritual ini suasana duka begitu terasa karena dengan dilaksanakannya prosesi ini maka arwah mendiang pun pergi meninggalkan keluarga untuk melanjutkan tahap kehidupan selanjutnya di alam puya.

Sementara itu pada saat prosesi Ma’tundan ini berlangsung, di luar, tepatnya di halaman lumbung padi diadakan ritual tumbuk padi yang dilakukan oleh para wanita tua yang memiliki keahlian menumbuk padi di lesung. Bunyi-bunyian yang keluar dari lesung inilah yang kemudian mengiringi jasad orang yang meninggal tersebut untuk dipindahkan dari rumah duka menuju rumah adat ‘Tongkonan’ untuk disemayamkan selama satu malam.

Maka, sanak saudara dan keluarga bahu-membahu mengangkat peti jenazah yang beratnya mencapai 100 kilogram untuk dinaikkan ke dalam rumah adat. Menurut adat Toraja prosesi ini melambangkan penyatuan kembali jenazah dengan para leluhurnya. Di dalam rumah adat, peti

Page 2: UPACARA KEMATIAN

berisi jasad itu harus dijaga semalam suntuk oleh sanak keluarga. Seiring dengan diangkatnya jasad mendiang ke rumah adat maka digelarlah tarian adat sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada mendiang. Kemudian kain merah yang disebut ‘Lamba-lamba’ sebagai lambang kebesaran suku Toraja dibentangkan untuk jalan yang akan dilalui oleh mendiang menuju alam puya.

Setelah sampai, peti jenazah diletakkan di bawah rumah adat yang digunakan sebagai lumbung selama tiga malam. Peletakan jenazah ke dalam lumbung selama tiga malam ini menandakan bahwa jasad mendiang telah menuju pada fase kematian yang sebenarnya.

=========================================================================

Aritkel lain yang bisa dibaca dan dijadikan bahan acuan:

Kay, G. & Rachmat, J. 2003, Bersama-sama Senior Student Book, Nelson Australia Pty. Ltd

(Agama dan Tradisi: p. 72 – p. 75)

‘Keindahan Kematian di Tana Toraja’, ditulis oleh Pdt. Wahyu Pramudya, M.Th. 28 Maret 2009

http://www.ebahana.com/warta-154-Keindahan-Kematian-di-Tana-Toraja.html

Tugas 1

Latihan ini bisa anda kerjakan sendiri dulu, lalu bisa anda diskusikan dengan rekan

anda melalui forum diskusi online di MyLO blog!

a. Carilah 10 kata yang menggunakan imbuhan meN- /meN-kan/ meN-I kemudian carilah

juga kata dasarnya!

b. Carilah 10 kata yang menggunakan imbuhan peN-an/ per-an/ ke-an/ -an kemudian

carilah juga kata dasarnya!

c. Pakailah kata-kata yang anda temukan dalam kalimat yang tepat!

Tugas 2 (Dalam Bahasa Indonesia)

1. Berikan ringkasan tentang apa itu upacara Rambu Solo dengan menggunakan kata-kata

anda sendiri!

2. Mengapa besarnya dan megahnya perayaan ini sangat penting bagi orang yang

meninggal serta keluarga yang ditinggalkannya?

3. Mengapa jenasah orang yang meninggal kadang dianggap tidur saja dan diperlakukan

sebagaimana layaknya orang yang menderita sakit?

4. Jelaskan dengan kata-kata anda sendiri, apa itu ritual Ma’tundan?

Page 3: UPACARA KEMATIAN

Jawaban dari ‘Tugas 1 & Tugas 2’

a. Menelan (telan), mencapai (capai), mengantar (antar), meninggal (tinggal), menuju (tuju,

menghormati (hormat), menyelenggarakan (selenggara), memiliki (milik), menjadi

(jadi), memerlukan (perlu), menurut (turut), menderita (derita), menjalankan (jalan),

melantunkan (lantun), memberikan (beri), mempunyai (punya), mengenang (kenang),

membangunkan (bangun), meninggalkan (tinggal), melanjutkan (lanjut), menumbuk

(tumbuk), mengiringi (iring), membahu (bahu), mengangkat (angkat), menurut (turut),

melambangkan (lambang), menandakan (tanda)

b. Perkawinan (kawin), kematian (mati), ratusan (ratus), perayaan (raya), penghormatan

(hormat), ribuan (ribu), kedudukan (duduk), anggapan (anggap), kesedihan (sedih),

tarian (tari), gambaran (gambar), kesempatan (sempat), keabadian (abadi), kehidupan

(hidup), keahlian (ahli), bunyian (bunyi), penyatuan (satu), kebesaran (besar),

peletakan (letak),

c. Beberapa contoh kalimat:

1. Di daerah Sulawesi banyak orang masih menjalankan upacara adat kematian

dengan perayaan besar-besaran.

2. Banyak penduduk yang meninggalkan rumah untuk merantau ke kota besar.

3. Perkawinan pejabat di kota itu sangat meriah dan menghabiskan banyak

biaya.

4. Kedudukan orang yang sudah meninggal dianggap penting di alam baka.

5. Ribuan orang berebut untuk mendapatkan tempat duduk di depan.

6. Tahun ini ada banyak kesempatan belajar untuk orang-orang muda yang

ditawarkan oleh pemerintah.

7. Upacara perayaan agama biasanya memerlukan waktu dan rencana yang

matang juga biaya yang cukup besar.

8. Besarnya perayaan melambangkan pentingnya kedudukan seseorang

sebelum meninggal.

Important things to remember: affixes : peN-, peN-an, per-an, -an, ke-an