75
UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh Ahmad Fajarudin NIM: 1111045200012 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM

MENJAGA DAN MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memperoleh Gelar Sarjana

Hukum (S.H)

Oleh

Ahmad Fajarudin

NIM: 1111045200012

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat
Page 3: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat
Page 4: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat
Page 5: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

iv  

5. Penguji II : Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si. ( ) NIP: 19781230 201112 2 002

ABSTRAK

Ahmad Fajarudin, NIM: 1111045200012, (Upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama), Konsentrasi Siyasah Syari’ah Program Hukum Tata NegaraFakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilakukan pada peran Pemerintah Kota Tangerangdalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan sumber data primer dan sekunder seperti data/informasi, studi pustaka, wawancara dan dokumen.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Peran pemerintah dalam pemeliharaan kerukunan umat bergama di Kota Tangerang adalah memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, menumbuhkembangkan keharmonisan, membina dan mengkoordinasikan lurah/kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan. Penyelesaian konflik di Kota Tangerang peran kecamatan adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi musyawarah yang dilakukan selama terjadinya konflik hingga ditemukannya titik terang konflik. Motivator yaitu memberikan motivasi kepada masyarakatnya agar saling menghargai setiap umat beragama.

Kata kunci : upaya pemerintah, memelihara, kerukunan umat beragama

Pembimbing : Dr. Rumadi, M.Ag,

Page 6: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

v  

حیم حمن الر بسم هللا الر

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan

kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas

kekhalifahan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat

manusia secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak

luput kepada pembawa risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga,

sahabat, dan mereka semua yang telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid

di muka bumi ini dan membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani

kehidupan yang lebih baik di dunia dan kebaikan hidup di akhirat.

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adanya bimbingan, kritikan dan masukan

yang sangat berarti diperlukan penulis untuk dapat lebih menyempurnakan dan

memperbaiki agar penyajian skripsi ini lebih sempurna.

Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah

kebanggaan bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam

perjalanan ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis

dapatkan, baik sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena

dengan melewati itu semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap

bisa penulis dapatkan.

Page 7: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

vi  

Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang

penulis hadapi. Butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis

faham bahwa dalam mengerjakan skripsi bukan perkara yang mudah karena butuh

ketelitian dan kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu

bisa diatasi berkat motivasi dan dorongan yang diberikan oleh semua pihak yang

membantu dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah

SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan

menyayangi kalian, dimana kalian berada. Rasa terima kasih ingin penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para wakil Dekan yang telah

membimbing penulis dalam menjalani perkuliahan.

2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, MA,Ketua Program StudiSiyasah Syar’iahyang telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis

selama penulis mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag,Sekretaris Program StudiSiyasahSyar’iyah yang telah

banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan

berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-

baiknya.

4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, dosen Penasehat Akademik yang

telah memberikan arahan, bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti

Page 8: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

vii  

perkuliahan dan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini sehingga skripsi

dapat diseminarkan dengan baik.

5. Bapak Dr. Rumadi, M.Ag, dosen pembimbing yang sangat penulis hormati,

dengan sangat sabar dan keikhlasan beliau membimbing penulis, memberikan

banyak ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga banyak hal baru yang

penulis dapatkan selama bimbingan bersama beliau dan menyelesaikan skripsi

ini dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah membimbing penulis dan memberikan ilmunya selama masa

kuliah.

7. Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan literatur

selama masa kuliah.

8. Keluarga penulis, teristimewa ayahanda bapak. Haryadi dan ibunda tercinta

Masna yang senantiasa tiada henti mendoakan penulis, memberikan limpahan

kasih sayang, kesabaran, dukungan serta motivasi baik moral maupun materil

kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakak penulis tercinta, Eka Liesca

Haryani dan Ahmad Jaelani dan juga adik-adik penulis,Liesna Andriani dan

Ahmad Nur Muadzin terima kasih untuk segala doa yang kalian berikan,

semoga Allah SWT selalu melimpahkan kasih sayang-Nya dan keberkahan

untuk kalian.

9. Pimpinan Yayasan Pondok Pesantren Daarul Muttaqien, Alm Kyai H. Drs.

Ahmad Shonhaji kholili, beserta guru-guru yang berada di Pesantren tidak

Page 9: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

viii  

lupa ta’dzim dan hormat penulis, terima kasih atas doa dan ilmu yang sangat

berguna bagi penulis dalam membentuk kepribadian yang lebih baik lagi.

10. Teman-teman seperjuangan SS angkatan 2011, Andi, Hera, Lisna, Merry,

Tiwa, Arista, Tomi, Uti, Dwi, Anwar, Fajar, Devi, Fifit, Gilang, Mun'im, Rezi

dan Buya.Dan tidak lupa juga untuk teman-teman dari jurusan Pidana Islam

angkatan 2011.

11. Semua pihak yang sudah membantu, penulis berdo’a semoga kebaikan dan

ketulusan yang telah diberikan oleh berbagai pihak di balas oleh Allah SWT.

Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat untuk para pembaca umumnya

dan penulis khususnya.

Jakarta, 29Juni 2018

Penulis

Ahmad Fajarudin

Page 10: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

ix  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................

LEMBAR PERENYATAAN .................................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

KATA PENGFANTAR ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8

1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8

2. Manfaat penelitian ........................................................................ 8

D. Metode Penelitian ............................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 11

F. Sistematika Penelitian .......................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kerukunan Umat Beragama .............................................. 14

B. Prinsp dalam kerukunan beragama ..................................................... 15

C. Tugas Pemerintah Daerahtentang Kerukunan Umat Beragama ......... 20

D. Regulasi-regulasi terkait Kerukunan Umat Beragama ....................... 21

1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan menteri dalam Negeri No.8

dan 9 Tahun 2006 .......................................................................... 21

2. Penyiaran Agama ......................................................................... 24

3. Pengeras Suara ............................................................................. 25

Page 11: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

x  

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KOTA TANGERANG

A. Gambaran Umum Kota Tangerang ...................................................... 28

B. Peta Keagamaan di Kota Tangerang .................................................... 37

BAB IV UPAYA PEMERINTAH IKHWAL KERUKUNAN

BERAGAMA

A. Kerukunan Antar Umat Beragama di Kota Tangerang ....................... 38

1. Toleransi Umat Beragama di Kota Tangerang .............................. 38

2. Konflik Agama di Kota Tangerang……………………………… 41

B. Pelembagaan Lembaga Kerukunan Umat Beragama .......................... 51

C. Program-program Pemerintah Kota Tangerang dalam Menjaga dan

Memelihara Kerukunan Antar Umat Beragama……………………. . 54

1. Seminar Lintas Agama .................................................................. 54

2. Sosialisai Pemerintah Kota Tangerang tentang Peraturan Bersama

Menteri No 9 dan 8 Tahun 2006 ................................................... 55

3. Kegiatan Lintas Agama Masyarakat Kota Tangerang ................. 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 60

B. Saran ................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN...................................................................................................

 

Page 12: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, termasuk dalam

kehidupan beragama. Kemajemukan (Pluralisme) agama di Indonesia telah

berlangsung lama dan lebih dahulu dibandingkan negara-negara di dunia ini pada

umumnya. Sebagai sebuah fakta deskriptif, pluralisme merupakan fakta alamiah

sebagaimana fakta-fakta lain seperti keragaman budaya, etnis atau jenis kelamin

yang berbeda.1

Hanya saja dalam beberapa tahun terakhir ini terutama sebelum tahun

2014 terjadi sejumlah peristiwa yang menunjukkan perilaku keagamaan sebagian

masyarakat Indonesia yang tidak atau kurang toleran. Hal ini masih mendapatkan

sorotan dari berbagai lembaga internasional, seperti UN Human Rights Council

(UNHCR), Asian Human Rights Commission (AHCR), dan US Commission on

Intertnastional Religious Freedom (USCIRF).2

Gejala tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga

terjadi di negara-negara demokratis lainnya, termasuk negara-negara Barat yang

selama ini masyarakatnya dikenal sangat toleran. Secara sosiologis hal ini

merupakan ekses dari mobilitas sosial yang sangat dinamis sejalan dengan proses

globalisasi sehingga para pendatang dan penduduk asli dengan berbagai macam

latar belakang kebudayaan dan keyakinan mereka berinteraksi di suatu tempat.

Dalam interaksi ini bisa terjadi hubungan integrasi, damai dan kerja sama, tetapi

bisa juga terjadi prasangka, ketegangan, persaingan, intoleransi, konflik, dan

bahkan disintegrasi.

Tingginya pluralisme bangsa Indonesia membuat potensi konflik bangsa

Indonesia juga tinggi. Potensi perpecahan dan kesalahpahaman juga tinggi. Baik                                                             

1Ismatu Ropi, Pluralisme, Negara, dan Regulasi Agama, dalam MIMBAR Jurnal Agama & Budaya, Vol. 24, No. 3, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 415

2 Masykuri Abdillah, Merawat Kerukunan, Koran Kompas, Senin 21 Januari 2015, h. 7

Page 13: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

2  

 

konflik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Dalam skala kecil, konflik

tercermin pada komunikasi tidak sambung atau tidak berjalan sebagaimana

mestinya, sehingga menyebabkan rasa tersingggung, marah, frustasi, kecewa,

dongkol, bingung, bertanya-tanya dan lain-lain. Sementara itu konflik dalam skala

besar mewujud dalam, misalnya, kerusuhan sosial, kekacauan multibudaya,

perseteruan antar ras, etis dan agama.3

Kehidupan agama yang merupakan salah satu bentuk dan aspek pokok dari

kehidupan sosial terjadi suatu konflik mungkin disebabkan oleh problematik yang

menyangkut dengan agama itu sendiri, sebagai variabel yang dekat dengan maslah

tersebut. Ini tidak berarti ajaran-ajaran agama itu yang mendorong terjadinya

konflik, tetapi para penganutnyalah yang menyebabkan praktik keagamaan itu

menyimpang dari nilai ajaran yang sesungguhnya, sehingga terjadi ekses-ekses

yang tidak diingini yang merusak dan menghancurkan masyarakat.4

Toleransi mengandung pengerian adanya sikap seseorang untuk menerima

perasaan, kebiasaan, pendapat, atau kepercayaan yang berbeda dengan yang

dimilikinya. Namun, Susan Mendus dalam bukunya, Toleration and the Limit of

Liberalism, sebagaimana dikutip oleh Masykuri Abdillah membagi toleransi

menjadi dua macam: toleransi negative (negative interpretation of tolerance) dan

toleransi positif (positive interpretation of tolerance). Pertama, menyatakan

bahwa toleransi hanya mensyaratkan hanya cukup dengan membiarkan dan tak

menyakiti orang/kelompok lain. Kedua, menyatakan bahwa toleransi

membutuhkan lebih sekadar ini, meliputi juga bantuan dan kerja sama dengan

kelompok lain. Konsep toleransi positif inilah yang dikembangkan dalam

hubungan sosial di negara ini dengan istilah kerukunan (harmony).5

Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama

yang dilandasi toleransi, saling pengertian, dan saling menghormati dalam

                                                            3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen

Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2003, h. 1 4 Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah, Laporan Observasi, Departemen

Agama (sekarang Kementerian Agama) Republik Indonesia, 1979-1980, h.4-5 5 Masykuri Abdillah, Merawat Kerukunan, Koran Kompas, Senin 21 Januari 2015, h. 7

Page 14: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

3  

 

pengamalan ajaran agama serta kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat.

Eksistensi kerukunan ini sangat penting. Disamping karena ia merupakan

keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena

kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional. Kemudian,

integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.6

Kerukunan umat beragama ditentukan oleh dua faktor: sikap dan prilaku

umat beragama, serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan.

Semua agama mengajarkan kerukunan ini sehingga agama idealnya berfungsi

sebagai faktor integratif. Berbicara kebijakan negara/pemerintah tentu negara

(sebagai entitas politik legal baik di tingkat pusat maupun daerah) adalah aktor

terpenting dalam regulasi. Pertanyaannya, apa kepentingan negara dengan regulasi

itu? Secara teoritis, negeara adalah pemegang amanat rakyat dan berjuang untuk

kepentingan dan keteraturan bersama (order) sebagai bentuk kontrak sosial

sebagaimana yang diungkap Jean Jacque Rousseau dalam bukunya yang terkenal

social contract. Konsekuensi, hal ini mengandaikan negara berhak melakukan

tindakan-tindakan dalam menjaga keteraturan tadi yang pada gilirannya secara

prinsipal mungkin bisa membatasi hak-hak masyarakat yang memberikan

amanah.7

Dalam kenyataannya, hubungan antar pemeluk agama di Indonesia selama

ini sesungguhnya sangat harmonis. Hanya saja, di era reformasi yang notabene

mendukung kebebasan ini muncul berbagai ekspresi kebebasan, baik dalam

bentuk pikiran, ideologi politik, paham keagamaan, maupun dalam ekspresi hak-

hak asasi. Dalam iklim seperti ini muncul pula ekspresi kelompok yang berpaham

radikal atau intoleran yang walaupun jumlahnya sangat sedikit, dalam kasus-kasus

tertentu Tangerang adalah satu daerah dengan jumlah penduduk besar yang

terletak di pinggiran ibukota. Secara historis, kota ini memiliki kisah menarik

untuk diikuti. Mulai dari asal-usul nama Tangerang, hingga cerita beragamnya

etnis penduduk yang bermukim di tempat ini.                                                             

6 Masykuri Abdillah, Merawat Kerukunan, Koran Kompas, Senin 21 Januari 2015, h. 7 7 Ismatu Ropi, Pluralisme, Negara, dan Regulasi Agama, dalam MIMBAR Jurnal Agama

& Budaya, Vol. 24, No. 3, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 418

Page 15: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

4  

 

Adapun persoalan konflik dan ketegangan internal agama, terutama islam,

umumnya dipicu adanya perbedaan paham keagamaan dalam hal yang sangat

mendasar dan munculnya aliran kepercayaan (cult) yang mengaitkan dirinya

dengan agama islam, serta penghinaan agama, seperti kasus Ahmadiyah, Jamaah

Salamullah, dan Al-Qiyadah al-Islamiyah.

Selain upaya-upaya tersebut, perlu juga dilakukan upaya-upaya

pencegahan konflik melalui penigkatan dialog antarumat beragama dengan

melibatkan tokoh agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Sejalan

dengan ini, perlu antisipasi dini terhadap potensi konflik atau ketegangan itu

sehingga potensi itu tak berkembang menjadi konflik nyata dan kekerasan. Hal ini

perlu disertai langkah-langkah penyelesaian perselisihan atau konflik yang terjadi

melalui musyawarah atau mediasi dengan melibatkan FKUB. Adapun pemerintah

(puasat dan daerah) memfasilitasinya sebagai bagian dari kewajibannya dalam

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.8

Propinsi Banten, khususnya Kota Tangerang, dapat dipotret sebagai

sebuah wilayah yang populasinya bercampur antara homogen di satu wilayah dan

heterogen di wilayah lain. Jika ditelusuri, di wilayah ini pun tidak luput dari

problem relasi antarumat beragama. Kondisi demikian, yang rata-rata sama

dengan wilayah lain dalam provinsi Banten.

Hal di atas dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam hal kerukunan

seperti tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri (PBM) No 9 dan No. 8/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan FKUB Dan Pendirian Rumah Ibadah, masih menyisakan masalah.

Barangkali bukan hanya di Banten saja, bunyi PBM ini belum dipahami secara

luas. M. Atho Mudzhar (2008: 16) juga menyampaikan masih terdapat kendala

mengenai pemahaman isi PBM itu di beberapa daerah di Indonesia. Buntutnya,

                                                            8 Masykuri Abdillah, Merawat Kerukunan, Koran Kompas, Senin 21 Januari 2015, h. 7

Page 16: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

5  

 

wadah-wadah kerukunan yang sekarang dinamakan Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) ini belum terbentuk di setiap daerah.

Khusus untuk wilayah Kota Tangerang, di luar masalah implementasi

kebijakan di atas, terjadi juga serentetan peristiwa empiris yang mengganggu

kerukunan umat beragama. Beberapa insiden malah belum ditemukan solusinya.

Sebagai kota yang dihuni oleh penganut agama yang beragam, wilayah Kota

Tangerang juga tidak sepi dari problem yang menyertainya. Sejauh ini, merujuk

pada catatan pihak kepolisian Resort Kota Tangerang, kasus-kasus yang muncul

terkait hubungan antarumat beragama di Kota Tangerang yang paling sering

timbul ke permukaan adalah di sekitar pendirian rumah ibadah, atau penggunaan

bangunan tertentu untuk beribadah9.

Perlu disadari bahwa dalam menanggulangi permasalahan ini yang

terpenting adalah komitmen pemda/pemkot terhadap kerukunan, Pemerintah baik

pusat maupun daerah berkewajiban melindungi semua umat beragama dari segala

ketidaknyamanan yang mengancamnya dalam menjalankan aktifitas

keberagamaannya, karena keberagamaan suatu warga negara adalah merupakan

hak yang wajib dilindungi dan hal tersebut telah diamanatkan dalam konstitusi.10

Sebagai pejabat atau pemilik otoritas jangan sampai keliru dalam membuat

kebijakan, yakni jangan sampai dari adanya kebijakan tersebut justru ada kesan

mendiskreditkan eksistensi sebagian warga/masyarakat yang berlainan keyakinan.

Tugas pemerintah adalah melindungi dan mengayomi masyarakat, jadi

bagaimanapun kondisinya kepentingan masyarakat harus di nomor satukan dan

kepadanya harus diberikan keseragaman menurut porsi masing-masing.

Hubungan antar umat beragama di Kota Tangerang, adalah suatu kondisi

yang merepresentasi hubungan antar umat beragama di Indonesia. Khusunya yang

terbawa oleh kondisi urbanisasi, dengan segala dampak sosial budayanya.

                                                            9 Https://marzanianwar.wordpers.com/2011/01/07/kerukunan-antar-umat-beragama-

dikota-tangerang diakses pada tgl 30/mei/2016 10 Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dijelaskan bahwa, negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing.

Page 17: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

6  

 

Ketegangan antarkelompok masyarakat adalah suatu pergolakan budaya yang

akan terus bergulir. Dalam konteks urbanisasi, agama berada dalam posisi

instrument, namun menemukan jatidirinya ketika umat penganutnya merasa

terusik oleh kekuatan luar yang mendesak secara tiba-tiba.

Pergolakan antar budaya dan agama tampaknya telah dengan sempurna

dimainkan oleh warga Kota Tangerang. Gaya konservatisme pada kelompok

warga asli dan pasca modern di lain pihak, diperankan kaum pendatang dengan

kekuatan ekonomi yang berlebih, ikut membayangi terjadinya persentuhan

antaragama. Dalam konteks budaya, hal itu menjadi suatu hal yang tidak bisa

dielakkan. Telah terjadi semacam cultural shock di tengah pergolakan tersebut.

Pola interaksi sosial, semakin dikendalikan struktur baru dalam hidup

kemodernan. Disumbang oleh perangkat teknologi kerumahtanggan dan

berkembangnya teknologi komunikasi. Telah menciptakan gaya hidup yang abu-

abu, antara keharusan mempertahankan konservatisme dan keharusan mengadopsi

kemodernan.

Bersamaan dengan itu, adalah berkembangnya pola-pola aktivitas

keagamaan, baik dalam bidang peribadatan, pendidikan dan sosial. Pertumbuhan

penduduk, dengan aneka ragam status sosial dan tingkat pendidikan, menciptakan

pluralitas tersendiri, termasuk dalam masalah keagamaan. Masih ada masalah di

tengah kondisi rukun dan damai antarumat beragama, karena terjadinya

simplifikasi pola dan konsepsi harmonitas antarumat beragama. Pendirian rumah

ibadah yang kemudian menjadi isu cukup signifikan di wilayah Kota Tangerang,

hanya satu contoh potensi konflik yang akan terus mengkhawatirkan. Ditambah

lagi dengan kekhawatiran penduduk Muslim terhadap merebaknya isu kristenisasi.

Sementara warga non Muslim, mengeluhkan sulitnya mendirikan rumah ibadah.

Dampak lanjutan pun muncul misalnya dengan maraknya rumah-rumah penduduk

dijadikan tempat ibadah.

Rasa sentimen dari pihak Muslim kepada non muslim juga masih cukup

tinggi. Dalam beberapa kasus keberatan warga terhadap perkembangan institusi

non muslim, sentimen anti agama lain bermunculan. Latar belakang keislaman

Page 18: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

7  

 

yang belum banyak berubah, artinya belum terbuka, ditambah problem

kesenjangan yang ada, diduga menjadi alasan kuat berkembangnya rasa sentimen

tersebut. Kasus renovasi geraja HKBP di Tanah Tinggi, serta kasus Sang Timur

dai Karang Tengah memberi gambaran, bahwa sentimen anti kristenisasi masih

cukup kuat dalam sebagian masyarakat muslim di wilayah Kota Tangerang. Setiap

pendirian rumah ibadah selalu saja diidentikkan dengan isu tersebut. Sementara

kehadiran umat non Muslum di wilayah ini tidak terbendung, bersamaan

meluasnya kawasan metropolis baru.

Masalah rumah ibadah tampaknya menjadi sangat sensitive dalam

hubungan antarumat beragama. Karena fungsinya yang sangat urgen, yakni

sebagai pusat peribadatan, dan pemusatan kegiatan keagamaan lainnya, maka

masing-masing agama menjadikannya sebagai pusat pengendalian para

penganutnya.

Keberadaan rumah ibadah juga dipandang sebagai simbol kekuatan

komunitas para penganut di sekitarnya, hingga pembangunan rumah ibadah

seakan menjadi simbol “kemenangan” agama tertentu, sementara bagi kelompok

yang lain, seakan menjadi simbol “perlawanan” bagi yang lainnya.

Keberadaan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) di Kota

Tangerang relative telah berhasil mengurangi ketegangan antarumat beragama.

Namun belum mampu menjawab maupun menyelesaikan sejumlah problem yang

menghadang bagi terciptanya hubungan harmonis kehidupan umat beragama di

kota Tangerang. Fungsi FKUB selama ini hanya sebatas memberikan

rekomendasi kepada pemerintah daerah, semisal terkait dalam persoalan pendirian

rumah ibadah. Namun, dalam beberapa hal, suara FKUB justru sangat

menentukan keputusan Kepala Daerah setempat.

Berangkat dari problematika keberagamaan sebagaimana dijelaskan diatas,

dan pitalitas peran pembuat kebijakan (yakni agar kebijakan yang dibuat dan

diberlakukan mencakup masyarkat secara umum tanpa ada hak warga negara yang

terdiskreditkan) perlu kita sadari dan ketahui bagaimana komitmen pembuat

Page 19: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

8  

 

kebijakan tersebut, terlebih pemerintah yang berada di daerah. Untuk itu maksud

dari penelitian yang akan menjadi bahan kajian adalah menyangkut peran dan

komitmen pemerintah (dalam hal ini difokuskan kepada pemerintah daerah) dalam

menjaga dan merawat kerukunan umat beragama baik dalam bentuk pelayanan

publik maupun dari kebijakan-kebijakan yang diberlakukan. Sehingga fokus

kajian skripsi ini berjudul

”UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA DAN

MEMELIHARA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA”.

B. PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah :

1. Bagaimana kondisi kerukunan umat beragama di Kota Tangerang?

2. Bagaimana program dan upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam

menjaga kerukunan antar umat beragama?

C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya

pembatasan yang terjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk

mengefektifkan dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi

permasalahan dan penulisan skripsi ini pada upaya Pemerinah Kota Tangerang

dalam menjaga kerukunan antar umat beragama.

D.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Dalam Penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh

penulis diantaranya:

1. Untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah Kota Tangerang dalam

menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama di Kota

Tangerang

Page 20: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

9  

 

2. Untuk mengetahui kebijakan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh Pem-

Kot Tangerang yang dibuat baik dalam bentuk PERDA maupun peraturan

pemerintah daerah lainnya dalam hal menjaga dan memelihara kerukunan

antar umat beragama.

2. Manfaat Penelitian

Semoga saja hasil penelitian ini bisa bermanfa’at dan berguna untuk:

1. Dapat menjadi landasan bagi Pemerintah dan masyarakat untuk terlahirnya

kerukunan antar umat beragama didalam kehidupan sehari-hari, begitu

juga bisa menjadi acuan untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan beragama.

2. untuk bertambahnya wawasan dan pengetahuan dalam bidang Politik

Islam (Siyasah Syar’iah), khususnya mengenai kajian ini (pemeran

pemerintah kota Tangerang dalam menjaga dan memelihara kerukunan

antar umat beragama.

3. Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah literature perpustakaan

bagi jurusan, fakultas dan juga Universitas, dengan kajian dan penyajian

baru, karena dirasa baru kali ini ada penelitian dengan objek kajian

kedaerahan yakni mngengkat Kota Tangerang sebagai fokus utama

D. METODE PENELITIAN

1. Sumber Data

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan Kajian Kepustakaan (library

research), yaitu dengan cara meneliti dan mengkaji literature-literatur seperti

buku, jurnal ilmiyah, majalah. Dan Penelitian Lapangan (field research) dalam hal

ini peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi yang didapat dari

berbagai narasumber yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Demi mendapat data yang akurat, serta menuliskan menggunakan referensi dari

Page 21: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

10  

 

buku-buku yang mempunyai relefansi dengan pembahasan dan permasalahannya

yang terdiri dari dua sumber, yaitu:

a. Sumber data primer

Kajian kepustakaan (library research), yaitu dengan cara meneliti dan

mengkaji literature-literatur seperti buku, jurnal ilmiyah, majalah. Penelitian

Lapangan (field research) dalam hal ini peneliti menggunakan metode wawancara

dan observasi yang didapat dari berbagai narasumber yang berkaitan dengan

penelitian yang akan dilakukan. Demi mendapat data yang akurat.

b. Sumber Data Skunder

Adalah sumber data yang diperoleh dari komentar/pendapat masyarakat

atau tokoh masyarakat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota

Tangerang berkenaan dengan pemeliharaan kerukunan antar umat beragama di

Kota Tangerang.

2. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sumardi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat

pengukurnya.11Berpijak dari keterangan tersebut, dalam penyusunan skripsi ini

penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan murni, maka penulis

menggunakan tekhnik yang diperoleh dariperpustakaan dan dikumpulkan dari

buku-buku tersebut yaitu hasil membaca dan mencatat dari berbagai buku ilmiah

yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat.

                                                            11 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998), hal. 84 

Page 22: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

11  

 

3. Metode Analisi Data

Analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut dapat

ditafsirkan.12 Dalam hal ini peneliti menggunakan data kualitatif. Sebagaimana

pendekatannya digunakan metode deskriptif, yaitu sebagai prosedur pemecah

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek

penelitian.

Untuk membahas permasalahan yang ada, penulis menggukana

pendekatan deskriptif-analitik, yang mana data-data yang diperoleh dijabarkan

dan dihubungkan satusama lain yang kemudian dianalisis oleh penulis guna

mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang akan dibahas.

E. TINJAUAN PUSTAKA (Review Kajian Terdahulu)

Dari hasil pengetahuan penulis ada beberapa tulisan skripsi yang

membahas tentang peran pemerintah mengenai kerukunan antar umat beragama

diantaranaya adalah : Achmad Rizal, Nim: 109032100012 (Program Studi

Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, Dengan Judul Pembahasan

“Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembengan Kerukunan Umat Beragama Di

Kabupaten Tangerang”

Selain itu ada juga tulisan mengenai “peran pemerintah daerah dan kantor

kementrian agama dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama”, yang

dikeluarkan oleh kementrian agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Jakarta 2013, yang dieditori oleh Bhusori A. Hakim. Buku

                                                            12 H. Dadang Rahmat, Metode Penelitian Agama, (Bandung:CV. Pustaka Setia ,2000), hal. 102 

Page 23: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

12  

 

ini berisikan penelitian tentang peran pemerintah Daerah dan Kementrian Agama

dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang jelas mengenai

materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini, maka penulis menjelaskan dalam

sistematika penulisan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang

dibagi dalam sub bab dan setiap bab mempunyai batasan masing-masing yang

akan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:

BAB I: Dalam permulaan bab ini penulis mengetengahkan gambaran pendahuluan

yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Dalam bab ini berisi tentang landasan teori, dimana penulis memberi

penjelasan tentang pengertian kerukunan antar umat beragama, perinsip dalam

kerukunan antar umat beragama serta, tugas pemerintah daerah dalam menjaga

kerukunan antar umat beragama.

BAB III: Dalam bab ini penulis menguraikan gambaran umum seputar, profil

kota Tangerang dalam perspektik Geografis, Sosiologis serta Budaya dan Nilai-

nilai Sosial. Serta Potret Agama serta Masalah Hubungan Antar Umat Beragama

di Kota Tangerang.

BAB IV: Pada bab ini pembahasan mengenai upaya Pemerintah Kota Tangerang

Dalam Menjaga dan Memelihara Kerukunan Antar Umat Beragama.

Page 24: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

13  

 

BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi, meliputi

kesimpulan dari pembahasan, serta beberapa saran berkaitan dengan penulisan

skripsi dari awal sampai pembahasan ini diselesaikan.

Page 25: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

14  

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat

beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,

menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam negara

kesatuan republik Indonesia berdasarkan pancasila dan undang–undang dasar

negara republik Indonesia tahun 1945.12 Kerukunan intern umat beragama

yang masih sering kali menunjukkan gejala-gejala yang kurang mantap,

bahkan acapkali pula menimbulkan pertentangan dan perpecahan intern umat

beragama, perlu selalu ditingkatkan pembinaannya. Dalam hubungan ini saya

sering minta perhatian agar pertentangan intern yang mungkin akan timbul

diantara pemuka/pemimpinsuatu umat beragama yang bersifat pribadi

hendaknya tidak mengakibatkan perpecahan diantara para pengikutnya,

apalagi sampai mengakibatkan pertentangan diantara para pengikutnya yang

bersifat doktriner/aqidah.

Segala persoalan yang timbul di lingkungan intern umat beragama,

hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa dan

dengan semangat kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama dan Pancasila.

Masalah kehidupan beragama di dalam masyarakat kita merupakan

masalah yang sangat peka (sensitif) bahkan merupakan masalah yang paling

peka diantara masalah sosial-budaya lainnya. Sebab terjadinya sesuatu

masalah sosial akan menjadi semakin ruwet (complicated) jika masalah

tersebut menyangkut pula masalah agama dan kehidupan beragama.                                                             

12Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pedoman Pelaksanaan Tugas Kpeada Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan umat Beragama dan Pendirian Rumah Adat Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomer 8 Tahun 2006, hal. 8.

Page 26: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

15  

 

Hal ini dapat disebabkan antara lain, karena situasi dan kondisi

masyarakat kita terutama di daerah pedesaan yang sangat komunialistis di

mana sebagian besar jiwa keagamaannya dibina dan dibentuk oleh lingkungan

sosialnya masing-masing. Sehingga dirasakan bahwa jiwa keagamaan orang-

seorang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jiwa keagamaan

lingkungannya. Pembinaan jiwa keagamaan pada umumnya merupakan

warisan dari kehidupan lingkungan sosialnya.13

B. Prinsip dalam Kerukunan beragama

1. Prinsip Persamaan (Equal)

Mendiskusikan masalah prinsip kerukunan antar umat beragama,

berarti langsung atau tidak langsung kita telah mengasumsikan adanya

kemungkinan berbagai penganut agama bertemu dalam suatu landasan

bersama, (common platform). Maka sekarang pertanyaannya ialah, adalah

titik-temu agama-agama itu?. Pertanyaan yang hampir harian itu kita ketahui

mengundang jawaban yang bervariasi dari ujung ke ujung, sejak dari yang

tegas mengatakan “ada”, kemudian yang ragu dan tidak tahu pasti secara

skeptis atau agnostis, sampai kepada yang tegas mengingkarinya. Mungkin,

mengikuti wisdom lama, yang benar ada di suatu posisi antara kedua ujung

itu, berupa suatu sikap yang tidak secara simplistik meniadakan atau

mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh kebimbangan.

Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan – atau

dibanggakan – sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama

yang tinggi, maka barangkali cukup logis jika jawaban atas pertanyaan diatas

kita mulai dengan suatu sikap afirmatif. Sebab logika toleransi, apalagi

kerukunan, ialah saling pengertian dan penghargaan, yang pada urutannya

mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu saja, terbatas hanya kepada

hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seperti ekspresi-ekspresi simbolik dan

                                                            13Departemen Agama RI, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, (Jakarta: Proyek

Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, 1979), hal. 14-15

Page 27: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

16  

 

formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama, bahkan

sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu agama tertentu sendiri,

mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik, yakni, “hanya berlaku

secara intern”. Karena itulah ikut-campur oleh seorang penganut agama dalam

urusan rasa kesucian orang dari agama lain adalah rasional dan absurd.

Sebagai misal, agama Islam melarang para penganutnya berbantahan dengan

para penganut kitab suci yang lain melainkan dengan cara yang sebaik-

baiknya, termasuk menjaga kesopanan dan tenggang rasa–disebutkan kecuali

terhadap yang bertindak zalim–dan orang Islam diperintahkan untuk

menegaskan bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang berbeda-beda

itu, sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan sama-sama pasrah

kepada-Nya.

2. Kebebasan Untuk Memeluk Agama dan Keyakinan

Isu kebebasan beragama selain tercantum di dalam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (disingkat DUHAM),14 ditemukan juga di dalam

berbagai dokumen historis tentang HAM,15 seperti dokumen Rights of Man

France (1789), Bill of Rights of USA (1791) dan International Bill of Rights

(1966). Pasal 2 DUHAM menyatakan:

“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan lain.”

Hak kebebasan beragama dinyatakan pula secara lebih rinci dalam

Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18. Kovenan

                                                            14 DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) merupakan pernyataan definitif yang

pertama tentang 'hak asasi manusia' dan yang menyebutkan secara jelas hak-hak itu yang bersifat universal. Dokumen ini adalah kesepakatan internasional yang ditanda-tangani oleh para pihak (negara) yang menjadi anggota PBB. Walaupun demikian, kesepakatan tersebut tidak mengikat secara hukum (not legally binding) dan tidak menyediakan perlindungan yang dapat dipaksakan.

15 Dalam hal ini Groome menyebutkan sejumlah dokumen historis, yaitu: (1) Magna Charta (1215); (2) Bill of Rights England (1689); (3) Rights of Man France (1789); (4) Bill of Rights USA (1791); (5) Rights of Russian People (1917); dan (6) International Bill of Rights (1966).

Page 28: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

17  

 

ini telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.

Isinya sebagai berikut: (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir,

berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut

atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan

kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, di

tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya

dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran; (2) Tidak

seorang pun boleh dipaksa sehingga menggangu kebebasannya untuk

menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan sesuai dengan

pilihannya.

Hak kebebasan beragama digolongkan dalam kategori hak asasi dasar

manusia, bersifat mutlak dan berada di dalam forum internum yang merupakan

wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini tergolong sebagai hak yang

non-derogable.16 Artinya, hak yang secara spesifik dinyatakan di dalam

perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan

pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun, termasuk

selama dalam keadaan bahaya, seperti perang sipil atau invasi militer. Hak

yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi

manusia.17 Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati

oleh negara pihak dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang

bagaimanapun.

Akan tetapi, kebebasan beragama dalam bentuk kebebasan untuk

mewujudkan, mengimplementasikan, atau memanifestasikan agama atau

keyakinan seseorang, seperti tindakan berdakwah atau menyebarkan agama

atau keyakinan dan mendirikan tempat ibadah digolongkan dalam kebebasan

bertindak (freedom to act). Kebebasan beragama dalam bentuk ini                                                             

16 Pasal 4 (2) ICCPR menyebutkan: No derogation from articles 6,7,8(paragraphs 1 and 2), 11, 15, 16 1nd 18 may be made under this provision.

17 Groome, Dermot, The Handbook of Human Rights Investigation: A comprehensive guide to the investigation and documentation of violent human rights abuses, Northborough, Massachusetts, Human Rights Press, 2001: 6.

Page 29: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

18  

 

diperbolehkan untuk dibatasi dan bersifat bisa diatur atau ditangguhkan

pelaksanaannya. Namun, perlu dicatat, bahwa penundaan pelaksanaan,

pembatasan atau pengaturan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan undang-

undang. Adapun alasan yang dibenarkan untuk melakukan penundaan

pelaksanaan, pembatasan, atau pengaturan itu adalah semata-mata

perlindungan atas lima hal, yaitu: public safet; public order; public helth;

public morals; dan protection of rights and freedom of others. Dengan

demikian tujuan utama tindakan penundaan pelaksanaan, pengaturan atau

pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan

manusia atau hak milik mereka.18

Prisip kebebasan beragama di dalam dokumen-dokumen hak asasi

manusia tidaklah berdiri sendiri melainkan selalu dikaitkan dengan kebebasan

lainnya, yaitu kebebasan pikiran dan hati nurani. Pada esensinya, kebebasan

beragama atau berkeyakinan mengandung paling sedikit delapan komponen,

yaitu: kebebasan internal, kebebasan eksternal, non-coercion, non-

discrimination, hak orang tua dan wali, kebebasan kelembagaan dan status

legal, batas yang diperbolehkan bagi kebebasan eksternal dan bersifat non-

derogability.19

Masalahnya kemudian, apakah yang dimaksud dengan agama dalam

dokumen HAM tersebut? Menarik diketahui bahwa dokumen hak asasi

manusia tidak memberikan definisi yang konkret tentang apa itu agama.

Alasannya, sangat jelas. Untuk menghindari kontroversi filosofis dan ideologis

serta polemik yang berkepanjangan. Sebab, definisi agama sangat beragam dan

amat problematik menentukan satu definisi dalam rumusan legal. Hukum hak

asasi manusia internasional menemukan istilah yang tepat untuk melindungi

hak-hak itu di bawah judul yang disepakati yaitu: kebebasan berpikir,

                                                            18 Nowak, UN Covenant on Civil and Political Rights, 326. 19 Penjelasan tentang hal ini secara eksplisit ditemukan dalam ICCRP pasal 18 (1); ECHR pasal

9 (2); dan ACHR pasal 12 (3).

Page 30: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

19  

 

berkesadaran dan beragama. Pada prinsipnya, kebanyakan kaidah internasional

yang dikembangkan mengarah pada upaya melindungi hak kebebasan

beragama atau berkeyakinan.20 Dengan ungkapan lain, yang dilindugi dan

dihormati adalah hak dan kebebasan manusia untuk memilih atau tidak

memilih beragama dan berkeyakinan.

Mengapa agama tetap diperlukan manusia? Sebab, dalam menghadapi

realitas hidup yang serba kompleks ini, manusia secara fisik maupun psikis

selalu terhadang oleh berbagai situasi krisis, terutama tiga bentuk situasi krisis

yang abadi, yaitu ketidakberdayaan, ketidakpastian, dan kelangkaan. Agama

dengan wawasan supra-empirisnya dipandang sebagai satu-satunya solusi yang

dapat membantu manusia menyesuaikan diri dengan situasi krisis eksistensial

tersebut. Agama dapat memberikan kepada manusia kebebasan untuk

mencapai niai-nilai yang mentransendensikan tuntutan dari kehadiran sosial.

Karena itu, agama adalah bersifat sungguh-sungguh pribadi dan sungguh-

sungguh sosial.21 Dalam realitas sosiologis agama sering didefinisikan sebagai

sebuah sistem keyakinan dan ritual yang mengacu kepada sesuatu yang

dipercayai bersifat suci yang mengikat seseorang atau kelompok, sebagaimana

dinyatakan oleh Durkheim (1912). Agama juga didefinisikan sebagai

rangkaian jawaban yang koheren pada dilema keberadaan manusia, berupa

kelahiran, kesakitan, dan kematian, yang membuat dunia bermakna, seperti

diterangkan oleh Marx Weber (1939).

Berbeda dengan pendekatan sosiologis itu, praktik empiris yang terjadi

di Indonesia adalah bahwa pemerintah Indonesia merumuskan pengertian

sendiri tentang agama. Agama secara sepihak oleh pemerintah (sedikitnya

sebagian aparat negara) dan sebagian kelompok masyarakat diperlakukan

                                                            20 Lerner, Natan. "The Nature and Minimum Standards of Freedom of Religion or

Belieif." Facilitating Freedom of Religion or Belief: A Deskbook,ed. Tore Lindholm, W. Cole Durham, Jr., Bahia G. Tahzib-Lie. Norway, Martinus Nijhoff Publisher, 2004.

21T Theodorson, George A. and Theodorson, Achilles G., A Modern Dictionary of Sociology, New York, Thomas Y. Crowell, 1970:344.heodorson & Theodorson, 1970: 344.

Page 31: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

20  

 

sebagai suatu sistem kepercayaan yang disusun berdasarkan kitab suci, dan

oleh karena itu mengandung ajaran yang jelas, mempunyai nabi dan sudah

barang tentu juga kitab suci. Itulah sebabnya seringkali terdengar pendapat

yang salah kaprah bahwa agama yang diakui pemerintah adalah agama-agama:

Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Lalu, sejak akhir 2006 termasuk

Konghucu.

Pendekatan empiris di Indonesia itu memiliki implikasi yang

merugikan masyarakat penganut kepercayaan atau agama-agama lokal yang

dalam pendekatan sosiologis termasuk dalam kategori agama. Kerugian

tersebut, antara lain dalam wujud tiadanya perlindungan negara terhadap hak-

hak sipil mereka sebagai warga negara. Agama dan kepercayaan mereka tidak

diakui sebagai agama yang sah dan oleh karena itu pengikutnya mendapat

perlakuan yang bersifat diskriminatif, terutama dari institusi negara.22

C. Tugas Pemerintah Daerah Tentang Kerukunan Umat Beragama

Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun. Setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut

agamanya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk

melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluk agamanya, sepanjang

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak

menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum.

                                                              22 Untuk kajian ini lihat hasil penelitian ICRP dan KOMNAS HAM, tahun 2005. Perlakuan diskriminatif dari negara atas pengikut agama dan kepercayaan lokal serta selain keenam agama yang resmi diakui itu misalnya terjadi dalam pemenuhan hak sipil para pengikut agama-agama lokal dan aliran kepercayaan, seperti dipaksa menyebut agama lain yang 'diakui' dalam KTP, meski sebenarnya tidak memeluk agama yang 'diakui' itu, hak mendapatkan akta nikah dan hak untuk dicatatkan perkawinannya pada kantor Catatan Sipil atau KUA, dan hak mendapatkan akta lahir bagi anak-anak mereka.

Page 32: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

21  

 

Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan

pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat

berlangsung dengan rukun, lancar dan tertib.

Arah kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama

antara lain peningkatnan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan

beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama.

Daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban

melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan

tata ruang serta kewajiban melindungi masyakarat, menjaga persatuan, kesatuan

dan kerukunan nasional sera keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan

nasional; Kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan

tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban memeliharna ketentraman dan

ketertiban masyakarat; pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi

tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintahan daerah dan pemerintah. 23

D. Regulasi-Regulasi Terkait Kerukunan Umat Beragama

1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8

Dan 9 Tahun 2006

Sebagaimana warga negara dalam alam demokrasi semua memiliki hak

untuk menjalankan keyakinannya tanpa ada satu pihak pun yang berwenang

untuk menghalang-halangi. Kebebasan berkeyakinan itu dijamin oleh Undang-

Undang Dasar 1945. Pasal 28E ayat (2) menyebutkan, "setiap orang bebas

memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan

pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat

                                                            23Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kpeada Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan umat Beragama dan Pendirian Rumah Adat Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomer 8 Tahun 2006, hal. 1-3.

Page 33: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

22  

 

tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat

(2) pasal 28E menegaskan, "setiap orang berhak atas kekebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan ahti nuraninya".

Ayat (3) menyebutkan, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,

berkumpul, dan mengelurkan pendapat".

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, Peraturan Bersama Menteri No. 9

dan No. 8 tahun 2006, secara substansi memiliki beberapa titik krusial yang

patut dicermati dan perlu ditingkatkan menjadi peraturan pemerintah atau

peraturan presiden. Berikut ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri No. 8 Dan 9 Tahun 2006.

Menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006, kerukunan umat beragama adalah

keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling

pengertian saling mengormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan

ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Tahun 1945.

Pentingnya sebuah RUU Kerukunan Umat Beragama (KUB) di

Indonesia, karena merupakan salah satu amanat UU No. 25/ 2000 tentang

program pembangunan nasional (Propenas). Dalam RUU KUB didefinisikan

KUB sebagai kondisi hubungan antar umat beragama yang ditandai oleh

suasana harmonis, serasi, damai akrab, saling menghormati, toleransi, dan

kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, baik suasana intern maupun antar

umat beragama. Namun usulan untuk membuat RUU KUB hanya salah satu

dari usulan program PROPENAS dalam bidang pembangunan agama. Alasan

lainnya adalah untuk “menghimpun ulang dan mengsinkronisasikan segala

peraturan yang ada serta melengkapinya dengan butir-butir pengalaman baru

yang diperlukan”.

Peraturan Bersama ini lengkapnya adalah Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006, dan Nomor: 8

Page 34: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

23  

 

Tahun 2006 tanggal 21 Maret 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian

Rumah Ibadah.

Dasar pembuatan Peraturan Bersama ini tentu saja merujuk kepada

Undang Jaminan tersebut dirumus undang Dasar 1945 khususnya dalam pasal

29 ayat (2) UUD 1945 bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. 24

Bila diteliti secara seksama Peraturan Bersama ini sebenarnya tidak

hanya mengatur tentang pendirian rumah ibadat saja, tapi lebih daripada itu

mengatur tugas-tugas dan Kebijakan Pemerintah daerah, baik provinsimaupun

kabupaten/kota dalam rangka membangun kerukunan umat beragama di

daerah. Dalam peraturan bersama tersebut dijelaskan bahwa kerukunan umat

beragama merupakankeadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi

toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam

pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.25

Pembuatan Perber ini melalui perjalanan yang sangat panjang, yakni

melalui diskusi mendalam dengan seluruh tokoh agama di Indonesia dan

berbagai pihak yang terkait seperti Jaksa Agung, Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia dan elemen masyarakatt lainnya.

                                                            24 Khusus pasal ini, Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR) tidak melakukan amandemen,

sehingga sama teks dan bunyinya seperti sebelumnya, lebih jelas baca:Maria Farida Indrati, S, Prospek Hukum dan Peta Legislasi Untuk Perjuangan Kebebasan Berkeyakinan Di Indonesia, Newsletter Interfidei No. 5/II Desember 2007

25 Pengertian kerukunan antar umat beragama ini secara terrang dijelaskan oleh Perber tersebut dalam ketentuan umum Pasal 1

Page 35: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

24  

 

2. Penyiaran Agama

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan

Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Berikut ini

adalah regulasi pemerintah tentang penyiaran agama di Indonesia.

Agama dapat juga disebut sebagai Sistem kepercayaan kepada yang

maha mutlak yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran dan perilaku setiap

manusia dalam segala aspek kehidupannya.

Setiap individu berhak untuk memilih dan memeluk suatu agama. Hal

itu tidak boleh dipaksakan mauoun dikurangi dalam keadaan apapun. Karena

itu, tiap tiao individu bisa saja memeluk suatu agama yang berbeda dengan

agama yang dipeluk oleh orang lain.

Setiap Agama atau sistem kepercayaan yang heterogen secara natural

membawa ajaran tentang apa dan bagaimana seharusnya seorang pemeluk

agama atau kepercayaan itu berpikir, berperilaku dalam kehidupannya di

dunia. Di sisi lain agama atau kepercayaan itu juga berisi tentang ajaran dan

kehidupan akhirat (kehidupan manusia yang debut terakhir sangatditentukan

oleh ketaatannya kepada ajaran agamanya di dunia ini.

Suatu agama atau kepercayaan tentu saja mengklaim bahwa hanya

ajaran agamanya saja yang benar dan sah. Karena itu, hanya agama atau

sistem kepercayaan itulah yang harus dianut dan dipeluk oleh setiap individu,

masing masing pemeluknya berusaha untuk mempropagandakan, menyiarkan

dan mengajak orang lain untuk memperoleh kebenaran agama dan penalaman

kepercayaan itu.

Dalam hal ini setiap agama mempunyai kepentingan untuk melakukan

kegiatan penyiaran agama. Kegiatan ini bertujuan untuk mengokoh dan

mempertebal keimanan dan amal saleh komunitas internal pemeluknya

Page 36: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

25  

 

(tujuan intebsifikasI) serta bertujuan menambah atau memperluas pengaruh

dan kuantitas komunitas pemeluknya ke eksternal komunitas agama lain.

Setiap pemeluk agama mengklaim kebenaran mutlak adalah iliknya

sendiri. Klaim kebenaran mutlak seperti itu telah menjadi karakter dasar para

pemeluk suatu agama. Hal itu bila tidak dikendalikan , berpotensi dan bahkan

sering menimbulkan gesekan, benturan, dan kekerasan antar pemeluk agama

di tengah tengah masyarakat.

3. Pengeras Suara

Dirjen Pembinaan Masyarakat Islam Kementerian Agama sudah

mengeluarkan aturan untuk penggunaan speaker, toa atau pengeras suara sejak

tahun 1978. Hal ini dituangkan dalam Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan

Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.

Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Bimas Islam

mempublikasikan aturan penggunaan pengeras suara di Masjid. Aturan

mencakup saat pelaksanaan Azan, Tilawah Al-Qur'an menjelang Sholat,

pengajian dan Upacara Hari Besar Islam.

Dalam aturan tersebut, Dirjen Bimas Islam Kemenag meminta agar

penggunaan pengeras suara tidak dilakukan secara sembarangan. Jangan

sampai penggunaan pengeras suara asal-asalan malah membuat bising. 

1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang

terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan

demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan

antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau mushala.

2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca

Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak

tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan

anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh

Page 37: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

26  

 

daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain

menjengkelkan.

3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu

meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan

menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak

menaati ajaran agamanya

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam

keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat,

sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian

(kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya.

Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya

masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau

musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi

kesepian sekitarnya.

5. Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang

harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya

adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara

muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu. Tiap

waktu salatpun telah diatur secara tersendiri termasuk berapa lama boleh

menyalurkan suara melalui pengeras.

Untuk waktu Subuh, dibatasi 15 menit sebelumnya bisa menggunakan

pengeras suara untuk pembacaan ayat Alquran dan Adzan Subuh saja.

Sedangkan sholat subuh, kuliah subuh dan lainnya menggunakan pengeras

suara dalam.

Waktu Dhuhur maupun Salat Jumat diijinkan menggunakan Toa 5

menit jelang Dzuhur atau 15 menit jelang salat Jumat yang diisi dengan bacaan

Page 38: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

27  

 

Al Quran maupun adzan. Sementara bacaan sholat dan khutbahnya tetap

menggunakan suara ke dalam.26

                                                            26 https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/ini-dia-aturan-bimas-islam-tentang-

penggunaan-pengeras-suara-di-masjid. Diakses pada 20 Maret 2018

Page 39: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

28  

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KOTA TANGERANG

A. Gambaran Umum Kota Tangerang

1. Sejarah Kota Tangerang

Berdirinya Kota Tangerang tidak lepas dari sejarah perjuangan

Kesultanan Banten melawan Kolonialisme Belanda. Nama “Tangerang” yang

menunjuk kepada suatu daerah yang berada di bantaran sungai Cisadane, yang

dahulu dikenal dengan nama Untung Jawa, lahir dari beberapa kejadian pada

masa lampau hingga akhirnya resmi disebut “TANGERANG”.

Sejarah mencatat lahirnya Tangerang bermula dari sebutan kepada

sebuah bangunan tugu berbahan dasar bambu yang didirikan oleh Pangeran

Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten. Tugu tersebut

terletak di bagian Barat Sungai Cisadane yang diyakini saat ini berada di

wilayah kampung Gerendeng. Oleh masyarakat sekitar, bangunan tugu

tersebut disebut "tengger" atau "tetengger" yang dalam bahasa sunda berarti

tanda atau penanda.

Sesuai dengan julukannya, fungsi dari tugu tersebut memang sebagai

penanda pembagian wilayah antara Kesultanan Banten dengan pihak VOC

Belanda. Wilayah kesultanan Banten berada di sebelah barat dan wilayah

yang di kuasai VOC di sebelah timur sungai Cisadane.27

Kota Tangerang genap berusia 25 tahun. Di usia peraknya ini, Kota

Tangerang yang tadinya bagian dari Kabupaten Tangerang, berkembang dan

menunjukkan diri sebagai kota metropolitan penyangga Jakarta. Namun

pesatnya pertumbuhan di Tangerang tak hanya terjadi di era modern. Sejak

lama, Tangerang telah dikenal sebagai pusat perekonomian yang

                                                            27 https://tangerangkota.go.id/sejarah. Diakses pada 20 Mei 2018.

Page 40: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

29  

 

dimanfaatkan penjajah. Dalam buku Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan

Peradaban karangan Nina Lubis (2014), Banten sebagai induk Tangerang

sudah tercatat dalam perjalanan para penjelajah yakni Tome Pires dari

Portugis hingga Mao Kun dari China pada 1421. Penulis Claude Gillot dalam

buku Banten, Sejarah Peradaban Abad X-XVII (2008) mengungkapkan nama

Tangerang disebut dalam catatan ekspedisi Francisco de Sá pada 1527 sebagai

"Tamgaram". Banten adalah pelabuhan terbesar di Pulau Jawa ketika itu.

Banten berada di jalur perdagangan internasional. Penduduknya datang dari

bermacam-macam suku, mulai dari pedagang muslim yang berasal dari timur

Indonesia, hingga bangsa China yang bermukim di pinggir Sungai Cisadane

yang kini dikenal sebagai Cina Benteng.

Dalam perjalanannya membangun peradaban, Banten dan Tangerang

merupakan bagian dari Kesultanan Banten. Dikutip dari profil kota situs

Pemkot Tangerang, sejarah mencatat lahirnya Tangerang bermula dari sebutan

untuk sebuah bangunan tugu berbahan dasar bambu yang didirikan Pangerang

Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten. Tugu tersebut

terletak di bagian Barat Sungai Cisadane yang diyakini saat ini berada di

wilayah Kampung Gerendeng. Oleh masyarakat sekitar, bangunan tugu

tersebut disebut tengger atau tetengger yang dalam bahasa sunda berarti tanda

atau penanda. Sesuai dengan julukannya, fungsi tugu tersebut memang

sebagai penanda pembagian wilayah antara Kesultanan Banten dengan pihak

Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang datang pada

abad ke-17. Wilayah kesultanan Banten berada di sebelah barat dan wilayah

yang di kuasai VOC di sebelah timur sungai Cisadane. Hingga pada sekitar

tahun 1652, penguasa Banten mengangkat tiga orang maulana, yang diberi

pangkat Aria. Ketiga maulana tersebut merupakan kerabat jauh Sang Sultan

Page 41: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

30  

 

yang berasal dari Kerajaan Sumedang Larang, bernama Yudhanegara,

Wangsakara dan Santika. 28

Pada perjuangannya ketiga maulana tersebut membangun benteng

pertahanan hingga mendirikan pusat pemerintahan kemaulanaan yang menjadi

pusat perlawanan terhadap VOC di daerah Tigaraksa. Namun, dalam

pertempuran melawan VOC, ketiga maulana gugur satu demi satu. Aria

Santika wafat pada tahun 1717 di Kebon Besar Kec. Batuceper, Aria

Yudhanegara wafat pada tahun 1718 di Cikolol dan pada tahun yang sama

Aria Wangsakara menutup usia di Ciledug dan di makamkan di Lengkong

Kiai. Daerah di sekitar benteng pertahanan yang dibangun oleh ketiga

maulana disebut masyarakat sekitar dengan istilah daerah Benteng. Hal ini

turut mendasari sebutan Kota Tangerang yang dikenal dengan sebutan Kota

Benteng.

Beralih ke latar belakang berubahnya istilah "Tangeran" menjadi

"Tangerang". Hal ini bermula pada tanggal 17 April 1684, pada saat

ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Haji atau Sultan Abunnashri

Abdulkahar putra Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten dengan

VOC. Pada salah satu pasal perjanjian tersebut menyebutkan bahwa wilayah

yang kala itu dikenal dengan “Tangeran” sepenuhnya menjadi milik dan

ditempati oleh VOC.

Dengan adanya perjanjian tersebut, daerah Tangerang seluruhnya

masuk kekuasaan Belanda. Kala itu, tentara Belanda tidak hanya terdiri dari

bangsa asli Belanda tetapi juga merekrut warga pribumi di antaranya dari

Madura dan Makasar yang di antaranya ditempatkan di sekitar wilayah

benteng. Tentara VOC yang berasal dari Makasar tidak mengenal huruf mati,

dan terbiasa menyebut “Tangeran” dengan “Tangerang”. Kesalahan ejaan dan

dialek inilah yang diwariskan dari generasi ke generasi bahkan hingga saat ini.                                                             

28 Megapolitan.kompas.com/read/2018/02/28/09532151/kota-tangerang-dalam-catatan-sejarah. diakses pada 5 Juni 2018.  

Page 42: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

31  

 

Berlanjut ke masa pemerintahan awal di Tangerang pasca

ditandatanganinya perjanjian Banten dengan VOC. Kala itu, Pemerintah

Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan

Banten di bawah pimpinan seorang bupati. Para bupati yang pernah

memimpinan Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun

1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.

Setelah pemerintahan keturunan Aria Soetadilaga, Belanda menghapus

pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Kemudian Belanda

membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang

kaya di Batavia.

Nama wilayah Tangerang menjadi nama resmi pertama kali pada masa

pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Pemerintah Jepang saat itu sempat

melakukan pemindahan pusat pemerintahan Jakarta Ken (wilayah

administratif setingkat Kabupaten) ke Tangerang yang dipimpin oleh Kentyo

M. Atik Soeardi. Peristiwa ini berdasarkan kepada keputusan Gunseikanbu,

yang merupakan pimpinan Departemen Militer Jepang, tanggal 9 boelan 11

hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834. Keputusan tersebut juga

akhirnya menunjuk Atik Soeardi untuk menjabat pembantu Wakil Kepala

Gunseibu Jawa Barat dan Raden Pandu Suradiningrat menjadi Bupati

Tangerang (1943-1944).

Seiring berjalannya waktu, daerah Tangerang yang kala itu berbentuk

Kabupaten Daerah Tingkat II mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Letaknya yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota menjadikan beberapa

kecamatan yang berbatasan langsung menjadi pusat segala kegiatan baik

Pemerintah, Ekonomi, industri dan Perdagangan, Politik, Sosial Budaya.

Hal tersebut mendasari pemerintah memandang perlu untuk mengatur

penyelenggaraan pemerintahan secara khusus. Maka pada tanggal 28 Februari

1981 keluar Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 tentang

Pembentukan Kota Administratif Tangerang, dengan demikian Kecamatan

Page 43: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

32  

 

Tangerang, Kecamatan Batuceper, Kecamatan Ciledug, Kecamatan Benda

dan Kecamatan Jatiuwung masuk ke dalam Wilayah Kota Administratif

Tangerang.

Dalam perjalanan kurun waktu 12 Tahun Kota Administratif

Tangerang kembali menunjukan perkembangan dan pertumbuhan yang sangat

pesat disegala bidang, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan,

pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dinamika

kehidupan perekonomian kota ditandai dengan berkembangnya unit-unit

usaha dan perdagangan termasuk pertumbuhan jumlah penduduk yang

mencapai 921.848 jiwa, dengan laju pertumbuhan mencapai 8,27 % yang

diakibatkan derasnya arus urbanisasi yang pada akhirnya berpengaruh bagi

kehidupan sosial - politik, budaya dan perekonomian masyarakat.

Perkembangan tersebut sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda)

Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang Nomor 4 Tahun 1985 tentang

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang peruntukannya sebagai daerah

industri, perumahan, perdagangan, dan jasa dalam skala lokal, regional,

nasional dan internasional.

Dengan struktur Pemerintahan yang masih berbentuk Kota

Administratif sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor : 650/SK-39-Pemda/1983 tanggal 14

Maret 1983 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Wilayah Kota

Administratif Tangerang, mengalami berbagai kesulitan karena terbatasnya

kewenangan pemerintah kota pada waktu itu.29

Selanjutnya Surat Keputusan Gubernur tersebut dijabarkan melalui

Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tangerang Nomor :

188.45/SK.40-HUK/1984 tanggal 17 Maret 1984 tentang Pelimpahan

Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bupati Kepala Daerah Tingkat II

Tangerang kepada Walikota Administratif Tangerang.                                                             

29 https://tangerangkota.go.id/sejarah. Diakses pada 20 Mei 2018.

Page 44: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

33  

 

Dengan perubahan struktur Pemerintah Kota Administratif tetap tidak

dapat mendukung dinamika pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota

Tangerang, terlebih lagi aparat Pemerintah Kota hanya berjumlah 737 orang

yang terdiri dari 331 PNS dan 406 status magang/honor daerah. Untuk itulah

dalam rangka menunjang pelaksanaan pembinaan dan pengelolaan Kota

Administratif diperlukan struktur Pemerintahan yang lebih tinggi dari status

Kota Administratif yaitu dengan membentuk daerah otonom Kotamadya

Daerah Tingkat II yang mengatur rumah tangganya sendiri.30

2. Arti Lambang Kota Tangerang

Lambang daerah berbentuk perisai dengan warna hijau

Gambar 2.1. Lambang Kota Tangerang31

Didalam lambang tersebut terdapat lukisan-lukisan yang

merupakan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Bintang :

- Melambangkan keagamaan

- Melambangkan pula bahwa masyarakat Kotamadya Dati II Tangerang

adalah agamis

                                                            30 https://tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 31 https://tangerangkota.go.id/logo-kota-tangerang. Diakses pada 20 Maret 2018 

Page 45: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

34  

 

b. Roda Mesin :

Melambangkan bahwa Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang

adalah merupakan roda industri

c. Landasan Pacu (Run Way) :

Melambangkan adanya Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang

sekaligus melambangkan semangat pacu untuk mencapai cita-cita

Pembangunan yang luhur sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negeri

RI

d. Riak Air :

Melambangkan adanya Sungai Cisadane yang memberikan manfaat

dan kesuburan bagi masyarakat Kotamadya Daerah Tingkat II

Tangerang

e. Gerigi Roda Besi, Padi dan Kapas :

Melambangkan Tanggal, bulan dan Tahun Proklamasi Indonesia

tanggal 17 Agustus 1945 dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Tujuh belas gerigi roda besi melambangkan tanggal tujuh belas

b. Delapan Bunga Kapas melambangkan bulan delapan

c. Empat puluh lima butir padi melambangkan tahun empat lima

d. Dua Lingkaran didalam Roda Besi melambangkan tahun

lahirnya Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang pada bulan

Februari.

f. Jumlah Gelombang, Riak Air, Dua buah lingkaran dalam roda

mesin, tanda batas landasan dan lampu landasan :

Melambangkan tanggal, bulan dan tahun Hari Jadi Pemerintah

Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang yaitu pada tanggal 28

Februari 1993 dengan penjelasan sebagai berikut :

Page 46: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

35  

 

a. Dua puluh delapan gelombak riak air melambangkan tanggal dua

puluh delapan.

b. Dua buah lingkaran dalam roda mesin melambangkan bulan dua

c. Sembilan tanda batas di dalam Run Way segi tiga lampu

landasan melambangkan tahun sembilan puluh tiga

g. Arti warna dalam lambang daerah adalah :

a. Warna Hijau mempunyai arti kemakmuran dan kesuburan

b. Warna Kuning mempunyai arti keadilan, kekuasaan,

kewibawaan dan keagungan

c. Warna Hitam mempunyai arti keteguhan dan ketabahan

d. Warna Biru mempunyai arti kesetiaan dan kebijaksanaan

e. Warna Putih mempunyai arti kesucian dan kebersihan

f. Warna Merah mempunyai arti keberanian

3. Geografis dan Tofografi Kota Tangerang

a. Geografis Kota Tangerang

Letak Kota Tangerang Secara gafis Kota Tangerang terletak pada

posisi 106 36 - 106 42 Bujur Timur (BT) dan 6 6 - 6 Lintang Selatan (LS).

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan

Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dengan DKI Jakarta, sedangkan

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten

Tangerang.

Secara administratif luas wilayah Kota Tangerang dibagi dalam 13

kecamatan, yaitu Ciledug (8,769 Km2), Larangan (9,611 Km2), Karang

Tengah (10,474Km2), Cipondoh ((17,91 Km2), Pinang (21,59 Km2),

Page 47: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

36  

 

Tangerang (15,785 Km2), Karawaci (13,475 Km2), Jatiuwung (14,406

Km2), Cibodas (9,611 Km2), Periuk (9,543 Km2), Batuceper (11,583

Km2), Neglasari (16,077 Km2), dan Benda (5,919 Km2), serta meliputi

104 kelurahan dengan 981 rukun warga (RW) dan 4.900 rukun tetangga

(RT).

Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di antara

Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan

Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan

Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang

merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.

Posisi Kota Tangerang tersebut menjadikan pertumbuhannya pesat.

Pada satu sisi wilayah Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai

kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta. Di sisi lain Kota Tangerang dapat

menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang

sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif. Pesatnya

pertumbuhan Kota Tangerang dipercepat pula dengan keberadaan Bandara

Internasional Soekarno-Hatta yang sebagian arealnya termasuk ke dalam

wilayah administrasi Kota Tangerang. Gerbang perhubungan udara

Indonesia tersebut telah membuka peluang bagi pengembangan kegiatan

perdagangan dan jasa secara luas di Kota Tangerang.32

b. Tofografi Kota Tangerang

Wilayah Kota Tangerang berada pada ketinggian antara 10-18 meter di

atas permukaan laut (m dpl). Wilayah Kota Tangerang bagian utara

memiliki rata-rata ketinggian 10 m dpl, seperti Kecamatan Benda.

Sedangkan wilayah KotaTangerang bagian selatan memiliki rata-rata

ketinggian 18 m dpl, seperti Kecamatan Ciledug, Kecamatan Larangan,

dan Kecamatan Karang Tengah.

                                                            32 https://tangerangkota.go.id/geografi. Diakses pada 20 Maret 2018.

Page 48: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

37  

 

Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat

kemiringan tanah antara 0-3%. Hanya sebagian kecil di bagian selatan

wilayah Kota Tangerang yang kemiringan tanahnya antara 3-8%, yaitu di

sebagian wilayah Kecamatan Ciledug dan di sebagian wilayah Kecamatan

Larangan.33

B. Jumlah Penganut Agama di Kota Tangerang

Mayoritas masyarakat di Kota Tangerang menganut agama Islam yaitu

sebanyak 1.567.461 penduduk, yang kemudian disusul oleh penganut agama

Kristen sebanyak 103.233. Pada urutan ketiga adalah penganut agama Budha

sebanyak 72.920 penduduk dan pada urutan keempat adalah agama Katolik

sebanyak 48.041. Adapun tabel penduduk menurut agama pada tahun 2016

dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.1. Tabel Jumlah penganut Agama di Kota Tangerang Tahun 2016

No Agama Jumlah penganut (penduduk)

1. Islam 1.567.461

2. Kristen 103.233

3. Katolik 48.041

4. Hindu 2.982

5. Budha 72.920

6. Konghuchu 497

7. Lainnya 302

Sumber : Tangerang Dalam Angka Tahun 2016

                                                            33 https://tangerangkota.go.id/tofografi. Diakses pada 20 Maret 2018. 

Page 49: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

38  

BAB IV

UPAYA PEMERINTAH IKHWAL KERUKUNAN BERAGAMA

A. Kerukukan Agama di Kota Tangerang

1. Toleransi Umat Beragama di Kota Tangerang

Islam di Indonesia sudah berwajah kebudayaan Indonesia, itu semua

terjadi karena islam dibumi nusantara sudah melebur dengan begitu eratnya

dengan kebudayaan lokal, ketika keislaman berwajah kenusantaraan dan

kenusantaraan pun berubah menjadi keindonesiaan, sebagai sebuah bangsa

dan islam pun hadir menjadi perekat utamanya.

Melestarikan kemajemukan, atau apa pun istilah yang akan digunakan

untuk menyebutnya misal: bhinneka, pluralism, pluralitas, dan atau

multikulturalitas. Itulah yang seharusnya dilakukan setiap anak bangsa

Indonesia. Kemajemukan adalah blessing in disgnise bagi bangsa ini. Cukup

dengan alasan yang sederhana saja, bahwa kemajemukan adalah sunnatullah,

hukum alam yang Bangsa dan Negara ini sangat beruntung memilikinya.

Landasan sosial budaya masyarakat Indonesia yang bercorak

masyarakat majemuk (plural society), sudah saatnya dikaji kembali. Ideologi

masyarakat majemuk yang menekankan pada keanekaragaman suku bangsa

tidak akan mungkin mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis-ideoligis,

harus digeser menjadi ideologi keanekaragaman budaya atau

multikulturalisme.

Multikulturalisme adalah sebuah paham atau sistem nilai yang

menerima kelompok lain secara sama sebagai satu kesatuan, tak peduli

perbedaan budaya, gender, agama ataupun yang lain. Konsep ini tidak hanya

mengakui perbedaan, tapi lebih memberikan penegasan bahwa segala

perbedaan itu mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama di ruang

publik.

Page 50: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

39  

 

KotaTangerang adalah sebuah kota yang memeliki masyarakat

majemuk, terdiri atas beberapa suku bangsa, yang baik secara langsung

maupun tidak langsung, dipaksa bersatu di bawah kekuasaan sebuah sistem

Akhlakul Karimah. bukankah masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas

kesukuan yang didasari oleh stereotip dan prasangka, yang menghasilkan

penjenjangan sosial secara kesukuan yang subjektif. Konflik antaretnik dan

agama yag terjadi, berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli

setempat dengan pendatang

Kota Tangerang adalah sebuah daerah kecil yang menjadi “kota

satelit” Ibu Kota Jakarta. Kemajemukan identitas-identitas sosial menjadi

anugerah bagi kota ini, karena memang kota ini dahulu, tidak termasuk

katagori daerah pemukiman yang memiliki identas kesukuan. Melainkan

dipenuhi pelancong-pelancong yang berasal dari bumi nusantara, bahkan

sampai Asia.

Betawi, Sunda, Cina Benteng dan Arab Keturunan merupakan

identitas-identitas budaya yang ada beberapa wilayah Kota Tangerang,. Cina

Benteng misalnya adalah sebuah istilah yang disimbolkan kepada warga

keturunan Cina yag tinggal dan menetap di pinggiran Ibu Kota Jakarta (Kota

Tangerang) pada khususnya, yang sudah membaur dengan identitas-identias

budaya yang sudah lebih dulu ada sekitarnya, dan pada akhirnya memberikan

keunikan corak budaya tersendiri bagi daerah ini.

Saat ini ketika satu identitas budaya dijadikan ideologi, ditengah-

tengah kemajemuka identitas-identitas yang ada, dan pada ruang-ruang

tertentu posisinya dapat menyaingi nilai pemersatu bangsa ini. Lantas

pertanyaannya, bagaimana dengan identitas identitas budaya yang ada di Kota

Tangerang, yang memiliki keanekaragaman, sekaligus keunikan yang

memiliki nilai konstruktif bagi pemersatu daerah ini.

Otonomi daerah dapat diberikan pemaknaan, tidak saja “kebebasan

daerah untuk menentukan dirinya sendiri’ tetapi juga kebebasan dalam

membangun ‘garis-garis penghubung’ atau garis-garis dialogis antar identitas-

Page 51: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

40  

 

identitas budaya yang ada didaerah. Memang Garis-garis penghubung itu

sangat dinamis dan kompleks, yang memungkinkan terjadinya dialog budaya

antaretnik, serhingga tercapai suatu transformasi dan alkulturasi budaya yang

memberikan nilai tambah bagi pengkayaan budaya daerah. Dan pemerintah

daerah harus mau mengakui hak dan keberadaan semua kelompok budaya

yang ada di kota Tangerang termasuk kaum minoritas, agar terjalinnya dialog

multikultur, yang sangat diperlukan untuk membentuk pemahaman dan

toleransi antar budaya dalam masyarakat Kota Tangerang yang plural, dapat

berlangsung.

Nilai-nilai akhlakul karimah dapat tercermin pada keagungan budi

pekerti pribadi-pribadi masyarakat, manakala kesadaran eksistensial akan

kebergaman budaya adalah kepompong yang akan melahirkan segenap cita

rasa yang bebas dari arogansi, narcistik dan rasis-fasis kesukuan. Maka

kesadaran berbasis multikultural untuk daerah yang majemuk dengan

identitas-identitas culture agar secara psikologis bangsa kita lebih insklusif,

toleran dan mengakui perbedaan, sebagai cita-cita masyrakat yang

berakhlakul karimah.

Sebagaimana kita ketahui bahwasanya kondisi keagamaan di kota

Tangerang masih tetap aman dan kondusif dan tidak ada gangguan yang

sifatnya dapat merugikan kerukunan umat beragama di Kota Tangerang,

untuk saat ini berbagai macam gesekan gesekan keagamaan yang berbau sara

masih bisa di redam dengan sebaik baiknya tentunya dengan bantuan peran

FKUB dan organisasi keagamaan serta di bantu oleh pihak pihak berwajib.36

Tentunya gambaran kerukunan umat beragama di Kota Tangerang

cukup bagus dan toleran bahkan hampir setiap kegiatan dari masing masing

keagamaan bisa saling menghormati dan mendukung satu sama lain, hal ini di

buktikan dengan adanya sikap saling menghormati dari berbagai kalangan

                                                            36Hasil wawancara dengan Achmad Dimyati, S.IP. (KASI Ketahanan Bangsa dan Masyarakat

Kesbangpol Kota Tangerang). Pada tanggal 20 Maret 2018.

Page 52: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

41  

 

agama ketika perayaan hari hari besar agama mereka saling membantu

terutama dalam bidang keamanan dan ketertiban.

Kasus yang begitu menonjol tidak terlalu ada, mungkin hanya ada

beberapa kasus saja itupun dapat diatasi dengan seksama seperti kasus

Jama’ah Ahmadiyah yang ada di Kota Tangerang, dimana hal ini (Kasus

Jama’ah Ahmadiyah) pernah jadi sorotan publik dengan ancaman dan

gangguan yang mereka dapati di tempat lain, disini mereka bisa hidup

bertetangga dan menjalankan ibadahnya dengan aman dengan syarat tidak

menyebarkan paham mereka, tapi selain itu kami juga memberikan penjelasan

bahwasanya apa yang mereka yakini itu melenceng dari nilai nilai agama dan

tidak di benarkan oleh hukum.Ada juga beberapa konflik lain seperti konflik

pembangunan tempat ibadah ataupun sarana ibadah umat beragama yang

belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat dan tidak sesuai

menurut hukum yang ada yaitu seperti yang tertera dalam peraturan bersama

mentri dalam negri dan mentri agama no 9/8 tahun 2006, tapi hal ini masih

bisa di tindak lanjuti dengan baik dengan di lakukannya musyawarah di antara

kedua belah pihak. Namun ada juga beberapa kasus seperti ini yang kemudian

di tindak lanjuti ke proses hukum (pengadilan) seperti yang terjadi di

kecamatan pinang yaitu pembangunan greja santa bernaded di mana mereka

sudah mempunyai izin pembangunan yang sesuai dengan peraturan akan

tetapi karena lingkungan tidak menghendaki (tidak dapat persetujuan

masyarakat setempat) maka pengadilan memutuskan untuk membatalkan izin

pembangunan gereja tersebut.

2. Konflik Agama di Kota Tangerang dan Penyelesaianya

Propinsi Banten, khususnya Kota Tangerang, dapat dipotret sebagai

sebuah wilayah yang populasinya bercampur antara homogen di satu wilayah

dan heterogen di wilayah lain. Jika ditelusuri, di wilayah ini pun tidak luput dari

problem relasi antarumat beragama. Kondisi demikian, yang rata-rata sama

dengan wilayah lain dalam provinsi Banten.

Page 53: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

42  

 

Hal di atas dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam hal kerukunan

seperti tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri (PBM) No 9 dan No. 8/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, Pemberdayaan FKUB Dan Pendirian Rumah Ibadah, masih

menyisakan masalah. Barangkali bukan hanya di Banten saja, bunyi PBM ini

belum dipahami secara luas. M. Atho Mudzhar (2008: 16) juga menyampaikan

masih terdapat kendala mengenai pemahaman isi PBM itu di beberapa daerah

di Indonesia. Buntutnya, wadah-wadah kerukunan yang sekarang dinamakan

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ini belum terbentuk di setiap

daerah.

Khusus untuk wilayah Kota Tangerang, di luar masalah implementasi

kebijakan di atas, terjadi juga serentetan peristiwa empiris yang mengganggu

kerukunan umat beragama. Beberapa insiden malah belum ditemukan

solusinya, seperti peristiwa penutupan Gereja Sang Timur di Karang Tengah,

Ciledug, yang mulai meletup akhir Oktober 2004. Selain itu tempat ibadah

menjadi bulan-bulanan, seperti pengrusakan Gereja Ellem di ruko Jalan RE

Martadinata No 10 C RT 03/09, Cipayung, Ciputat; GPI di ruko Pondok Cabe,

Kompleks Mutiara Centre Blok A3-5; Gereja Bukit Sion di Ruko Pondok Cabe,

Kompleks Mutiara Centre Blok D12; dan Gereja Ellem di Ruko Pondok Cabe,

Kompleks Mutiara Centre, Blok 28 Pamulang, Tangerang, Banten (Suara

Pembaruan, 7 Juli 2004).

Page 54: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

43  

 

Tabel. 4.1.

Data Konflik Pendirian Rumah Ibadah Kota Tangerang

Kurun Waktu Tahun 2016

No Nama

Rumah

Ibadah

Alamat/Lokasi Pimpinan Permasalahan Solusi Keterangan

1. Gereja

HKBP

Keroncong

Permai

Perumahan

Keroncong

Permai Blok.

Db 5 No.

Gebang Raya

Kec. Periuk

Pdt.D.Lumban

Tobing. Sth.

Rumah

Tinggal Jadi

Tempat

Rumah

Ibadah

Disegel

Untuk

Dikembalikan

Kepada

Fungsi

Semula

Sudah Tidak

Aktif Lagi,

Dan Pindah

Lokasi Ruko

Kel. Periuk

2. Gbi Yayasan

Trans Porma

Si Bangsa

Ruko Permata

Cimone Blok.

20-21. Kel.

Cimone Jaya

Kec. Karawaci

Ronald Spl.

Tobing. Dan

Godeon

Rumah Dan

Toko ( Ruko

). Dijadikan

Tempat

Ibadah

Disegel Belum Ada

Niatan Untuk

Dikembalikan

Kepada Fungsi

Awal

3. Gereja Santa

Bernadet

Kel. Kunciran

Kec. Pinang

- Ada

Bangunan

Yang

Permanen

Tidak Boleh

Membangun

Yang

Permanen

Kegiatan

Ibadah Tetap

Berjalan

4. Yayasan

Gurd Wara

Dharma

Khalsa

Jl. Wana

Mulya No. 29

Rt 001/03 Kel.

Karang Mulya

Kec. Karang

Tengah

- Rumah

Tinggal Jadi

Vihara/Kuil

Disegel Kegiatanya

Terhenti

Diminta Untuk

Dikembalikan

Fungsi Awal

Page 55: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

44  

 

5. Yayasan

Bina Setia

Indonesia

(YBSI)

Sekolah

Tinggi

Theologi

Jl. Daan

Mogot No.18

Kel.

Batuceper

Kec.Batuceper

Daniel

Kristanto

Bangunan

Bekas Pabrik

Dijadikan

Sekolah

Bangunan

Dikembalikan

Dikembalikan

Sesuai

Rdtr/Rtrw

Sepakat Untuk

Dipindahkan

Tapi

Terkendala

Lahan

Akibat peristiwa di atas memunculkan krisis kepercayaan di antara umat

beragama khususnya di Kota Tangerang. Ketertutupam bahkan penolakan

terhadap umat berbeda agama, tentulah menjadi titik balik dari proses

demokratisasi serta pembangunan nasional yang sedang digalakkan. Perlu juga

dipertanyakan sejauh mana nilai kearifan lokal bertahan dan mampu

difungsikan menjadi perekat antarumat beragama di wilayah ini. Oleh sebab

itulah diperlukan analisis komprehensif terkait dengan kemunculan fenomena

tersebut.

Data dan informasi yang menyuguhkan fakta sosial di balik hubungan

antaragama yang pasif bahkan cenderung eksklusif di sebagian wilayah di Kota

Tangerang Banten di atas, telah mendorong untuk digali lebih dalam.

Minimnya informasi mengenai interrelasi umat beragama di wilayah tersebut,

tampaknya menyulitkan untuk diambil kebijakan terutama oleh pemerintah

dalam mengantisipasi, hingga mencegah kemungkinan munculnya pergesekan

antarumat beragama lebih lanjut.

Kota Tangerang merupakan salah satu penyangga ibukota Jakarta, dan

menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta. Di

sisi lain Kota Tangerang dapat menjadi daerah kolektor sumber daya alam

Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.

Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang juga dipercepat oleh keberadaan

Page 56: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

45  

 

Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yang sebagian arealnya termasuk ke

dalam wilayah administrasi Kota Tangerang.

Keragaman umat pemeluk agama membawa implikasi adanya

perjumpaan serta interaksi di antara mereka. Dalam konteks sosial masyarakat

dan etnisitas yang beragam, relatif tercipta suasana yang kondusif dalam

kehidupan bersama sebagai warga bangsa. Namun memang tidak dipungkiri,

bahwa di sela-sela kebersamaan tumbuh pula kesaling-curigaan di antara umat

beragama tersebut.

Aktivitas rumah-rumah ibadah, di samping telah “menyumbang” bagi

terwujudnya keharmonisan antaragama, tetapi juga dari sana tumbuh dan

berkembang sentiment keagamaan. Di samping untuk pusat peribadatan secara

ritual, fungsi rumah ibadah juga sebagai pemusatan pendidikan dan dakwah

keagamaan. Pusat pembinaan calon-calon missionaris bagi umat Kristiani, dan

pembinaan calon-calon mubaligh, bagi umat Muslim.

Untuk gangguan dalam beribadah sendiri, dalam pengertian ketika umat

sedang beribadah kemudian datang gangguan, sampai saat ini belum pernah

terjadi di Tangerang. Hal ini dinyatakan oleh salah seorang pengurus MUI Kota

Tangerang sebagai berikut.Bahwa belum pernah terdengar laporan adanya

larangan atau gangguan umat non Muslim beribadah, baik di gereja atau di

rumah-rumah yang dijadikan tempat ibadah. Perlu dibedakan persoalannya

dengan proses IMB-nya yang sering mendapat penolakan”.

Bentuk pelarangan fasilitas ibadah itu beragam, termasuk antara lain

munculnya sekelompok masyarakat yang mempersoalkan pembangunan rumah

ibadah, baik yang sifatnya renovasi maupun pembangunan dari awal. Selain itu,

masyarakat juga mempersoalkan penggunaan rumah tinggal sebagai tempat

ibadah. Munculnya protes warga itu biasanya bertepatan dengan momentum

perayaan Natal, yaitu selama Bulan Desember. Biasanya memasuki Bulan

Desember, persoalan sekitar masalah ini mulai muncul yang nanti agak mereda

lagi sampai menjelang pergantian tahun.

Page 57: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

46  

 

Pasca keluarnya Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006, di Kota Tangerang

juga didirikan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagaimana bunyi

aturan dalam PBM tersebut. Setelah berdirinya FKUB, tidak lama berselang

bermunculanlah pengajuan permohonan pendirian rumah ibadah. Hal yang

paling menonjol adalah maraknya proses pengajuan IMB untuk pendirian

rumah ibadah. Hampir semua komunitas keagamaan terutama non muslim getol

mengajukan permohonan perijinan tersebut. Namun di sisi lain, rumah ibadah

yang ada selama ini juga sebagian besar belum memiliki IMB, termasuk masjid

sekalipun. Beberapa eksponen MUI Kota Tangerang yang mengetahui rencana

penerbitan PBM tersebut, dua bulan sebelumnya mengusulkan kepada pihak

pemkot supaya dilakukan pemutihan IMB terhadap masjid-masjid di wilayah

Kota Tangerang. Proses tersebut sempat berjalan, namun tidak mencakup

semua masjid ketika PBM itu disahkan karena terkendala urusan yang cukup

pelik menyangkut status tanah masjid yang antara lain

berstatus waqaf perorangan.Hal ini juga dipertanyakan oleh informan dari

kalangan non muslim yang kesulitan mengurus IMB bagi rumah ibadah

mereka. Asyuntapura dari Konghucu mengakui dengan PBM itu sebenarnya

menjamin hak beribadah warga Konghucu. Namun masalahnya, ketika

memproses pendirian rumah ibadah, umat Konghucu tidak mungkin dalam

waktu sekarang ini dengan mengikuti aturan dalam PBM itu akan

diperbolehkan mendirikan Litang. Kendalanya karena umat Konghucu

terpencar di beberapa wilayah dan sulit menemukan jumlah 90 jemaat dalam

satu wilayah setempat.

Komunitas Kekristenan juga banyak mengajukan perijinan ke pihak

FKUB. Beberapa perencanaan pembangunan Gereja memiliki persoalan dengan

perijinan, tanpa memilah gereja yang sudah lama berdiri maupun yang baru

akan berdiri. Gereja HKBP di wilayah Tanah Tinggi yang telah berdiri sejak

tahun 1970-an mendapatkan hambatan ketika melakukan renovasi. Kasusnya

sempat menghangat dan mencuat di publik. Konflik mulai menghangat di tahun

Page 58: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

47  

 

2007 dan perlahan mereda di tahun 2009 dengan sejumlah renovasi bangunan

berjalan seperti rencana.

Sama halnya dengan kelompok Kristen, kesulitan juga menimpa umat

Katolik. Namun dibandingkan kelompok Katolik, gereja Protestan dengan

banyaknya jumlah denominasi lebih sering mengemuka sebagai kasus, karena

masing-masing denominasi mengajukan ijin untuk mendirikan gereja. Bahkan,

di dalam gereja Protestan juga tidak luput dari warna kesukuan yang kental.

Kenyataan demikian ini, khusus maraknya gereja bernuansa kesukuan,

mengundang keberatan dari pengurus MUI Kota Tangerang. Ada pernyataan

dari salah seorang pengurus MUI Kota Tangerang sebagai berikut, “Dulu saya

datang pertama kali ke Tangerang, khotbah di masjid memakai Bahasa Sunda.

Ini wajar sebab kebanyakan memang orang Sunda. Tapi lama kelamaan

khutbahnya memakai Bahasa Indonesia. Maksudnya supaya jemaah paham

semua karena belakangan banyak pendatangnya. Nah, ini mengapa gereja

malah mundur?”mOleh sebab itu, muncullah anggapan dari sebagian kalangan

Islam di Kota Tangerang, bahwa komunitas “HKBP” ini tidak realistis dalam

konteks masyarakat Kota Tangerang.

Dalam pemahaman salah seorang pengurus MUI Kota Tangerang,

peraturan dalam PBM No. 8 dan 9 tahun 2006 tentang jemaat suatu tempat

ibadah terjemahannya adalah minimal 90 jemaat warga setempat, misalnya 1

RW., 1 Kelurahan, 1 kecamatan, atau 1 kabupaten/Kota. Namun hal ini tidak

berlaku bagi jemaat yang berasal dari lintas kabupaten, bahkan propinsi. Hal ini

karena dianggap kesulitan menentukan pihak mana yang akan memberi

legalitas wilayah tinggal jemaat bersangkutann untuk memenuhi prosedur

perijinan tempat ibadah.

Bersamaan dengan itu, gerakan proselitisasi (dakwah) untuk

menyebarkan suatu agama kepada umat lain juga kerap terjadi di wilayah Kota

Tangerang. Pihak yang sering mendapat iming-iming untuk pindah agama.

yang secara ekonomi memang kurang mampu. Dilihat dari pola ini

Page 59: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

48  

 

mengindikasikan adanya sikap saling curiga yang masih melekat dalam cara

pandang sebagian kalangan beragama di wilayah Kota Tangerang.

Seorang informan, dari kalangan pemuda Islam, mengungkapkan

adanya ketakutan warga umat Islam Tangerang terhadap meruyaknya tempat

pembangunan rumah ibadah dan pusat pendidikan agama lain. Ketakutan itu

lebih dipandang sebagai upaya pembelokan akidah anak-anak yang nantinya ke

agama lain. Hal ini menjawab juga mengapa perihal renovasi bangunan di

lokasi tempat ibadah, misalnya yang menimpa salah satu gereja di wilayah

Perum yang terletak di wilayah Kecamatan Tangerang, yang hendak

membangun auditorium ditentang oleh warga sekitar, dengan tuduhan hendak

merenovasi gereja.

Kasus jual beli tanah juga menjadi masalah jika pihak pembeli adalah

yayasan milik non muslim. Seperti yang terjadi pada kasus pembangunan gereja

Sang Timur, pembangunan Sekolah Strada di Pabuaran Indah plus rumah

ibadah oleh Yayasan St. Aquino. Letak kantor yayasan ini sendiri berada di

jantung Kota Tangerang dan menyatu dengan sekolah. Lokasinya agak masuk

ke dalam dari jalan raya Otista, Tangerang. Jarak sekolahan dengan jalan raya

berkisar 300an meter. Di samping sekolah ini didirikan perumahan Taman

Pabuaran Indah yang baru berusia satu tahun. Tidak jauh dari yayasan ini

berdiri masjid yang cukup besar, yaitu Masjid Al Khairat.

Diketahui masyarakat, bahwa tanah yang dibeli semula dianggap untuk

memperluas areal sekolah. Perkembangan kemudian menjadi memanas, setelah

beredar kabar akan juga dibangun gereja. Sekali lagi, soal gereja menjadi isu

sensitif di Kota Tangerang. Isunya menjadi ketakutan akan terjadinya “jual-

beli” akidah.

Di sisi lain, menjamurnya rumah ataupun ruko yang dijadikan tempat

ibadah bagi kelompok keagamaan tertentu belakangan ini masih terus marak

dan disertai penolakan. Salah satu kasusnya adalah protes warga terhadap

rumah yang dijadikan tempat ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Pondok

Page 60: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

49  

 

Bahar, yang berada di wilayah Ciledug. Penolakan dari warga disampaikan

dalam bentuk protes dan membentangkan spanduk di pagar rumah yang

dijadikan gereja tersebut. Isi spanduk itu menegaskan penolakan warga atas

penggunaan rumah tersebut sebagai sarana ibadah.

Menurut penuturan beberapa pihak, sebenarnya sebagian dari kelompok

keagamaan ini telah mengajukan diri untuk membangun gereja, namun belum

terwujud. Proses perijinan dirasakan mampet. Kondisi ini dijadikan alasan,

mengapa mereka memilih menggunakan rumah sebagai tempat ibadah. Atas

kasus ini, seorang informan dari pihak GBI, mengharapkan seharusnya

pemerintah Kota Tangerang memberikan solusi. Paling tidak, menyikapi reaksi

masyarakat sedemikian rupa, misalnya membentuk tim untuk melakukan studi

kelayakan di mana tempatnya yang layak untuk mendirikan tempat ibadah.

Tidak kalah pentingnya juga menyelidiki mengapa umat Islam di Tangerang

paling alergi mendengar kata gereja, katanya.

Di komplek Benua Indah terdapat 7 blok, dari A sampai G dan terdiri

dari 6 RW. Selain masjid yang besar di atas, di komplek ini terdapat 3

musholla, yaitu masing-masing di Blok A, C dan D. Meski mayoritas penghuni

beretnis Cina, namun belum berdiri Gereja di komplek ini, kecuali rumah yang

sering dijadikan tempat ibadah bersama. Untuk pergi ke Gereja, mereka

kebanyakan pergi ke daerah Pasar Baru, Tangerang.

Segregasi sosial di Wilayah Kota Tangerang dapat ditelusuri dari

timbulnya rasa ketidaknyamanan bergaul dengan tetangga yang berbeda agama.

Penyebutan istilah kata “kita” dan “mereka” menjadi hal yang lumrah untuk

memberi tanda munculnya rasa ketidaknyamanan hidup bersebelahan dengan

masyarakat dengan identitas yang berbeda. Seperti penuturan tokoh MUI Kota

Tangerang di atas, relasi pendatang dengan penduduk pribumi, maupun apalagi

relasi antarpemeluk agama yang berbeda sangat kurang kondusif. Hampir

semua perumahan di wilayah Kota Tangerang cenderung mengalami segregasi

berdasarkan afiliasi etnis maupun agama.Jika dikaitkan dengan fakta penolakan

Page 61: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

50  

 

terhadap rumah ibadah non muslim di perumahan ini, maka sebetulnya

fenomena miskinnya interaksi antar warga berbeda agama/etnis ini sangat

berpengaruh terhadap kasus penolakan tersebut

Di wilayah Kotamadya Tangerang, terdapat tiga sekolah yang bernaung

di bawah yayasan Katolik Santa Maria, Sang Timur serta Santo Agustinus.

Kecuali Sang Timur, dua yayasan itu telah memiliki Gereja yang cukup besar.

Yayasan Sang Timur kebetulan yang memiliki masalah dengan warga sekitar

dan begitu menghebohkan hingga ke panggung internasional. Menurut

penuturan Sekretaris MUI Kota Tangerang, Baijuri Khotib, persoalan Sang

Timur di Karang Tengah, sejak tahun 2004 lebih disebabkan adanya

kesenjangan sosial yang belum terjembatani antara umat Katolik yang

berkepentingan dengan yayasan tersebut dengan masyarakat muslim sekitar

yang kebanyakan beragama Islam dan beretnis Betawi. Ditambah lagi,

pemahaman tokoh Islam setempat terhadap perbedaan juga sangat lemah.

Orang-orang penduduk asli yang umumnya beretnis Betawi terlanjur

terkenal dengan prinsipnya yang kuat, apalagi dalam soal fanatisme dalam

keberislaman mereka. Berangkat dari pemahaman tentang perbedaan yang

rendah itu, munculnya keberatan dari kalangan Islam setempat lebih

mengerucut karena belakangan di samping sekolahan tersebut hendak didirikan

Gereja. Rencana ini tercium oleh tokoh agama setempat dan sebagai reaksi atas

keberatan mereka, beberapa kali demonstrasi warga terjadi di depan sekolah

Sang Timur. Demonstrasi diisi dengan orasi serta pembakaran ban-ban bekas.

Media massa baik cetak maupun elektronik gencar memberitakan masalah

tersebut.

Umat Katolik di bawah Yayasan Karya Sang Timur mendirikan sekolah

itu pada 1992. Pada tahun 2004 saat ramainya polemik yang melanda sekolah

dan yayasan itu, Sang Timur mempunyai ribuan murid, termasuk siswa sekolah

luar biasa (SLB) untuk anak tunagrahita dan penyandang autis. Jenjang

pendidikan mulai tingkat TK, SD, SMP, dan SMA. Selain itu, pada hari Jumat,

Page 62: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

51  

 

Sabtu dan Minggu, di salah satu gedung Sang Timur digelar misa bagi umat

Katolik. Sekolah itu ditutup paksa oleh sekelompok masyarakat yang

menamakan dirinya Front Pemuda Islam (FPI) Karang Tengah seiring dengan

digagalkannya misa pada hari Minggu, 3 Oktober 2004, dan beberapa hari

setelahnya sekolah belum dapat difungsikan. Sekelompok massa berorasi dan

berdemonstrasi menuntut diberhentikannya misa umat Katolik yang tengah

berlangsung di dalam komplek sekolah tersebut. Maklum saja, umat di Paroki

St. Bernadeth memang belum memiliki gereja, sehingga memakai Bangunan

Sementara Sekolah (BSS) Sang Timur yang terletak di lokasi Yayasan Sang

Timur tersebut. Massa berkerumun di depan sekolah pada suatu Minggu pagi 3

Oktober 2004. Pada misa Minggu pagi yang diganggu suara pendemo itu,

suasana kacau balau. Ketegangan menyelimuti selama misa berlangsung.

Menurut penuturan Suster Sylvia, FIJ, kekhusukan pada misa Minggu pagi itu

digemparkan oleh suara teriak pendemo yang menuntut penutupan gereja dan

penghentian misa. Ia menyayangkan, aparat kepolisian hanya berjaga-jaga dan

tak menghentikan, apalagi membubarkan kerumunan massa.37

B. Pelembagaan Lembaga Kerukunan Umat Beragama

Secara normatif-ideal, sebagaimana ditegaskan Pasal 6PBM, tugas Walikota

adalah sebagai berikut:

1. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi

terwujudnya kerukunan umatberagama di kabupaten/kota;

2. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam

pemeliharaan kerukunan umat beragama;

3. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling

menghormati, dan saling percaya di antara umatberagama;

                                                            37Sumber dari Achmad Dimyati, S.IP. (KASI Ketahanan Bangsa dan Masyarakat Kesbangpol

Kota Tangerang).

Page 63: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

52  

 

4. Membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban

masyarakat dalamkehidupan beragama;

5. Menerbitkan IMB rumah ibadat.

Pemerintah KotaTangerang dalam upayanya untuk menjaga kerukunan

umat beragama di Kota Tangerang membuat beberapa organisasi atau forum

forum seperti:

1. Melakukan koordinasi dengan FKUB (Forum Kesatuan Umat

Beragama) untuk menciptakan masyarakat yang toleran.

2. Membuat Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) dimana ini menjadi

sarana bagi anak muda di Kota Tangerang agar bisa hidup saling

berdampingan dan toleran.

3. Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) dimana forum ini bertujuan

untuk menyatukan berbagai etnis dan kebudayaan yang ada di kota

tangerang.

4. Forum Kewaspadaan Dini (FKD) dimana ini bersifat seperti intelejen

yang melaporkan sesegera mungkin jika terjadi gesekan keagamaan

di masyarakat.38

Tentu saja pemerintah Kota Tangerang sangat bertanggung jawab untuk

menciptakan kerukunan antar umat beragama di Kota Tangerang sebagaimana

yang telah diatur oleh PBM 2 Menteri akan tetapi pemerintah juga melakukan

koordinasi-koordinasi dengan organisasi organisasi keagamaan yang ada di kota

tangerang seperti NU, Muhammadiyah, dan organisasi agama lainnya dari selain

organisasi agama islam dan tidak lupa juga dengan sangat pentingnya

komunikasi dan koordinasi dari lembaga-lembaga keagamaan yang ada di Kota

Tangerang untuk menciptakan tangerang yang rukun antar umat beragamanya.

                                                            38Hasil wawancara dengan Achmad Dimyati, S.IP. (KASI Ketahanan Bangsa dan Masyarakat

Kesbangpol Kota Tangerang). Pada tanggal 20 Maret 2018.

Page 64: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

53  

 

Kehadiran Kementerian Agama sendiri secara struktural dan secara

historis fungsional di Indonesia (didirikan pada tanggal 3 Januari 1946) adalah

merupakan implementasi dari UUD 1945, yakni negara berdasar atas

KeTuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya masing-

masing. Seiring dengan itu, tugas pokok Kementerian Agama adalah melayani,

membimbing dan membina kehidupan beragama warga negara Indonesia. Dan

dalam menjalankan pelayanan, pembimbingan dan pembinaan umat beragama

itu, pemerintah tidak diperkenankan mencampuri akidah atau teologi masing-

masing agama.

Tugas menjaga dan membina akidah umat fungsi majelis-majelis agama

dan pimpinan agama. Dalam kaitannya dengan ormas termasuk lembaga

keagamaan, pemerintah mempunyai kewenangan sebagai pembina lembaga dan

organisasi masyarakat agar supaya pranata-pranata yang ada didalamnya

berkembang sehat dan mandiri. Namun, pemerintah dalam hal ini Departemen

Agama menyadari memiliki keterbatasan-keterbatasan untuk menangani seluruh

problema umat beragama secara sendiri. Departemen Agama tidak mempunyai

pretensi bahwa seluruh persoalan dan problema umat dapat ditangani dan diatasi

secara sepihak oleh pemerintah. Untuk menjalankan tugas berat itu, Kementerian

Agama menjalin kerjasama dengan semua pihak, terutama organisasi/lembaga

agama, pemuka agama dan masyarakat.

Dalam kaitan dengan pengembangan lembaga dan pemberdayaan umat,

pemerintah tentu mengacu dan berpedoman pada tata aturan dan perundang-

undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Program

Pembangunan Nasional No. 25 tahun 2000 digariskan program pembangunan

bidang agama sebagai berikut: (1) program peningkatan pelayanan kehidupan

beragama; (2) program peningkatan pemahaman dan pengamalan agama, dan

kerukunan umat beragama; (3) program peningkatan kualitas pendidikan agama;

(4) program pembinaan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan

Page 65: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

54  

 

tradisional keagamaan. Sasaran yang ingin dicapai melalui pelaksanaan program-

program tersebut antara lain adalah meningkatnya pemahaman dan pengamalan

ajaran agama dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara, serta

terciptanya kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.39

C. Program-program Pemerintah Kota Tangerang dalam Menjaga dan

Memelihara Kerukunan Antar Umat Beragama

1. Seminar Lintas Agama Kota Tangerang

Subbagian Tata Usaha melalui “Urusan Umum” menyelenggarakan

Seminar Kerukunan Umat Beragama Pada Kantor Kementerian Agama Kota

Tangerang. Acara dilaksanakan Selasa, (10/04 ) Bertempat di Aula Kantor

Kemenag Kota Tangerang Jalan Perintis Kemerdekaan 2 Babakan Kota

Tangerang.

Acara dibuka oleh Kepala Kantor Kemenag Kota Tangerang Dedi

Mahfudin. Dalam arahannya Dedi mengatakan menyikapi kondisi saat ini

yang oleh media cetak maupun elektronik disebut dengan “Tahun Politik”,

sebab kita akan menghadapi Pilkada Kota Tangerang, Pileg dan Pilpres. Kita

harus terus menjaga dan merawat kerukunan intra dan antar umat beragama.

Kerukunan itu tidak murah dan mudah, kerukunan menjadi hal yang mahal

dan itu harus kita jaga demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (

NKRI ).

Hampir saja kerukunan dan kebersamaan kita terganggu akibat adanya

berita berita yang menyerang para tokoh agama. Alhamdulillah kota

Tangerang cukup kondusip, hal ini berkat peran serta tokoh-tokoh agama

yang ada di Kota Tangerang termasuk bapak-ibu yang hadir disini. Intinya

semua agama mengajarkan umatnya untuk saling menghormati dan saling

menghargai bukan menyakiti”Imbuhnya

                                                            39Said Agil Husin, Fiqh Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Perss, 2003), hal. 99-107

Page 66: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

55  

 

Pemerintah di setiap tingkatan memiliki tugas dan kewajiban untuk

memelihara kerukunan umat beragama sesuai lingkup wilayahnya. Namun

satu hal juga yang harus diingat, dalam peraturan dinyatakan juga bahwa

walaupun tugas ada di Pemerintah Kota Tangerang namun tanggung jawab

akan hal tersebut diemban secara bersama sama oleh umat beragama. Oleh

karena itu Pemkot Tangerang beserta jajaran dibawahnya mengoptimalkan

silaturahmi, komunikasi dan pendekatan kepada tokoh agama atau tokoh

masyarakat dari umat atau golongan manapun.40

.

2. Sosialisai Pemerintah Kota Tangerang tentang Peraturan Bersama

Menteri No 9 dan 8 Tahun 2006

Upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam menyelesaikan konflik

agama yaitu mensosialisasikan kepada seluruh masayarakat tentang PBM No

9 dan 8 Tahun 2006 untuk tidak terjadinya konfilik antar umat beragama.

Lazimnya dalam suatu pemerintahan, apabila terdapat suatu permasalahan

maka segera dicari solusinya, supaya tidak mengganggu jalannya kinerja

pemerintahan. Tak terkecuali pada pelaksanaan pemeliharaan kerukunan

umat beragama di Kota Tangerang dilakukan dengan melalui beberapa

tahapan, telah ditemukan beberapa faktor penghambatnya. Kendati demikian

pihak Pemerintah Kota Tangerang telah mengambil langkah-langkah

alternatif sebagai upaya mengatasi hambatan dari aspek yuridis, aspek

sosiologis maupun aspek teknis yang muncul.

Untuk lebih sistematis dan agar mudah dipahami, maka upaya yang

dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dalam mengatasi hambatan dalam

pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota Tangerang.

                                                            40https://tangerangkota.kemenag.go.id/seminar-kerukunan-umat-beragama-pada-kantor-

kemenag-kota-tangerang/. Diakses pada 20 Mei 2018.

Page 67: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

56  

 

Banyak masyarakat Kota Tangerang yang belum melihat dan

memahami Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri DalamNegeri

Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 secara menyeluruh sering

menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Hal ini dapatdilihat dari

beberapa aksi penutupan rumah ibadah yang dicurigai tanpa ijin (ilegal) oleh

masyarakat yang mana masyarakat hanya menggunakan aturan dalam

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 secara sepotong-sepotong. Sehingga

sering menimbulkan permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri.41

Upaya untuk mengatasi permasalahan ketidakpahaman dan

ketidaktahuan masyarakat akan Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006, maka

Pemerintah Kota Tangerang bersama-sama Departemen Agama dan Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB) terus melakukan sosialisasi dan

pemahaman dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006. Sosialisasi dan

pemahaman yang dilakukan antara lain :

a. Oleh Pemerintah Kota Tangerang

Dalam melakukan sosialisasi dan pemahaman akanPeraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006, Pemerintah Kota Tangerang

menggunakan struktur birokrasi pemerintahannya yaitu melalui

camat dan lurah. Setelah dibina dan diberikanpengarahan oleh

Walikota Kota Tangerang, maka seluruh camat dan lurah yang ada

di wilayah Kota Tangerang wajib mensosialisasikan Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 kepada masyarakat di wilayah

tugasnya.

                                                            41Hsail Wawancara dengan Ahmad Dimyati, S.IP. (KASI Ketahan Bangsa dan Msayarakat

Kesbangpol Kota Tangerang) pada Tanggal 20 Maret 2018

Page 68: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

57  

 

b. Oleh Kantor Departemen Agama Kota Tangerang

Kantor Departeman Agama Kota Tangerang dalam melakukan

sosialisasi dan pemahaman akanPeraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8

Tahun 2006 menggunakan berbagai cara antara lain :

1. Sosialisasi melalui pertemuan-pertemuan agama dan kegiatan-

kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti pengajian,

ebaktian, pertemuan P2A dan kegiatan keagamaan yang lain.

2. Sosialisasi melalui ta’mir masjid atau pengelola rumah ibadat

yang lain yang mana ta’mir masjid atau pengelola rumah

ibadat tersebut kemudian dapat mensosialisasikanPeraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 kepada jama’ahnya.

c. Oleh FKUB Kota Tangerang

Upaya yang dilakukan Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) Kota Tangerang dalam mensosialisasikan Peraturan

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 adalah dengan

menyelenggarakan workshop dan mengundang seluruh perwakilan

unsur agama, pimpinan ormas dan lembaga yang berkaitan dengan

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 sehingga hasil dari

workshop dapat disosialisasikan kepada jama’ah atau pengikutnya.

3. Kegiatan Lintas Agama Masayrakat Kota Tangerang

Pemerintah Kota Tangerang memprogramkan sebuah kegiatan lintas

umat agama, seperti pentas budaya, pentas olah raga, pegelaran kebudayaan

dan lain sebagainya.Hal ini guna mempererat kerukunan umat beragama di

Kota Tangerang. Program ini dapat terwujud salah satunya melalui

Page 69: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

58  

 

partisipasi generasi muda yang dapat menjadi pelopor dalam harmonisnya

kehidupan beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan sebuah kondisi yang terus

diperjuangkan tat kala kita menginginkan Kota Tangerang menjadi kota yang

senantiasa memberikan kedamaian bagi seluruh warganya. Untuk itu maka

diperlukan sebuah sikap tulus, sehingga kerukunan yang terjadi bukanlah

kerukunan “pasif” yaitu kerukunan yang hanya pada tataran konsep dan

sesuatu yang “hanya di bibir saja”, tetapi kerukunan yang dinamis, yakni

kerukunan yang menghendaki seluruh umat beragama mampu memberikan

kontribusi nyata dalam membangun kerukunan. Dengan demikian kerukunan

yang kita bangun diharapkan dapat menghasilkan karya-karya nyata, mampu

memadu sebuah jalinan kerjasama dalam menjawabi berbagai tantangan

zaman. Sudah menjadi sebuah keniscayaan jika kerukunan yang dibangun di

atas nilai-nilai ketulusan dan keikhlasan itu keluar dari lubuk hati yang dalam

dan bukan merupakan sebuah paksaan.

Salah satu program yang sudah terlaksana oleh Pemerintah Kota

Tangerang adalah Kegiatan Gerak Jalan Santai Bersama yang dilaksanakan

pada 31 Desember 2017. Guna menjaga kerukunan antar umat beragama di

Kota Tangerang, Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang melaksanakan

Gerak Jalan Santai di Plasa Pusat Pemerintahan Kota (Puspem) Tangerang.

Hadir dalam acara tersebut Wali Kota Tangerang Arief R.

Wismansyah didampingi Wakil Wali Kota Sachrudin dan Sekretaris Daerah

Dadi Budaeri. Dalam sambutannya Wali Kota berpesan agar heterogenitas

masyarakat Kota Tangerang bisa menjadi modal utama dalam mewujudkan

Kota Tangerang yang maju dan dinamis dalam bingkai Akhlakul Karimah.

“Mudah-mudahan kegiatan ini bisa semakin mempersatukan

masyarakat Kota Tangerang yang heterogen,” ujarnya dihadapan para

peserta Gerak Jalan Santai yang bertema Lebih Dekat Melayani Umat. Dalam

acara yang juga diikuti oleh berbagai unsur lintas agama seperti Forum

Page 70: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

59  

 

Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Wali Kota juga berpesan agar setiap

perbedaan bisa disikapi secara bijak demi kepentingan Negara dan Bangsa.

Hal senada juga disampaikan Wali Kota saat menghadiri acara

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Majelis Dzikir Darussegaf di

Gedung Da’wah Kota Tangerang. Dikatakannya ditengah masyarakat Kota

Tangerang yang heterogen sudah sepatutnya kita bisa terus menjalin

silaturahmi kekeluargaan dan persatuan serta kesatuan umat.

Wali Kota juga mengingatkan potensi kerawanan sosial dan gangguan

keamanan dan konflik keagamaan yang muncul di tengah masyarakat yang

heterogen. Namun demikian hal tersebut bisa dicegah bila masyarakat tidak

gampang terprovokasi oleh isu yang menggangu kerukunan masyarakat.

Selain mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah terpecah belah, Wali

Kota juga meminta masyarakat untuk bisa bahu-membahu menjaga

keamanan, kerukunan umat dan ketertiban di lingkungan masing-masing

sebagaimana yang Rasulullah contohkan.42

                                                            42https://tangerangkota.go.id/wali-kota-serukan-persatuan-dan-kesatuan-umat. Diakses pada 20

Mei 2018.

Page 71: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

60  

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Toleransi agama di Kota Tangerang yang dihuni oleh penganut agama

yang beragam, wilayah Kota Tangerang juga tidak sepi dari problem yang

menyertainya. Sejauh ini, merujuk pada catatan pihak kepolisian Resort

Kota Tangerang, kasus-kasus yang muncul terkait hubungan antarumat

beragama di Kota Tangerang yang paling sering timbul ke permukaan

adalah di sekitar pendirian rumah ibadah, atau penggunaan bangunan

tertentu untuk beribadah.

2. Upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam menjaga kerukunan antar umat

beragama yaitu dengan :

a) membuat beberapa organisasi atau forum forum seperti: Melakukan

koordinasi dengan FKUB (Forum Kesatuan Umat Beragama) untuk

menciptakan masyarakat yang toleran.

b) Membuat Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) dimana ini menjadi

sarana bagi anak muda di Kota Tangerang agar bisa hidup saling

berdampingan dan toleran.

c) Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) dimana forum ini bertujuan

untuk menyatukan berbagai etnis dan kebudayaan yang ada di kota

tangerang.

d) Forum Kewaspadaan Dini (FKD) dimana ini bersifat seperti intelejen

yang melaporkan sesegera mungkin jika terjadi gesekan keagamaan

di masyarakat.

Selain itu Pemerintah Kota Tangerang dalam upayanya menjaga dan

memlihara kerukunan antar umat beragama juga mengadakan kegiatan-

kegiatan lintas agama, serta melakukan seminar atau dialog lintas agama

dalam mewujudkan kerukunan umat beragama, kemudian

Page 72: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

61  

 

mensosialisakikan kepada seluruh masayarakat Kota Tangerang tentang

Peraturan Bersama Menteri No 9 dan 8 Tahun 2006, dan mengadakan

program kegiatan lintas agama pada masyarakat di Kota Tangerang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Agar Pemerintah Kota Tangerang untuk lebih mensosialisasikan peraturan

perundangan yang berlaku dengan cara melakukan penyuluhan di tiap daerah

dan kecamatan agar tidak terjadi konflik antar agama sehingga tercipta suatu

kehidupan masyarakat yang harmonis.

2. Harus lebih baik lagi dalam mengkoordinasikan para tokoh agama, tokoh

masyarakat, Lurah, Polsek, Koramil, ketua lingkungan, Bhabinkamtibmas dan

ketua RT khususnya dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. 

3. Upaya yang perlu dilakukan ke depan dalam rangka menyelesaikan konflik

intern dan antar umat beragama di Kota Tangerang berupa:  

a. Lebih memberdayakan FKUB untuk menyelesaikan segala masalah

konflik antar umat beragama di Kota Tangerang.

b. Penegakan hukum secara lebih tegas dan cepat sehingga konflik tidak

meluas.

4. Upaya yang perlu dilakukan ke depan dalam rangka menjaga kerukunan umat

beragama adalah:

a. Mengembalikan mutual trust akan tergantung pada kemampuan kita

untuk meretas rekonsiliasi. Rekonsiliasi ini sangat dekat hubungannya

dengan proses “mengingat” dan “melupakan” masa lalu. Sehingga,

untuk membangun saling percaya antar komunitas agama diperlukan

kehendak untuk 'melupakan' hubungan-hubungan yang buruk

(pertikaian) di masa lalu dan bahkan bersedia untuk meminta maaf

atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dalam sejarah.

Page 73: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

62  

 

b. Komunitas agama-agama perlu membangun gerakan alternatif yang

didasarkan pada semangat perdamaian dan anti kekerasan dengan

dimotori oleh FKUB. Mutual trust akan bisa terbangun apabila terjadi

dialog-dialog emansipatoris antar komunitas agama tentang berbagai

isu yang dianggap sensistif. Dalam Dialog Emansipatoris, lebih

didasarkan pada keterbukaan, keseteraaan, pembebasan dan tidak

dipenuhi oleh apa yang sering disebut dengan prasangka dan

stereotype.

c. Komunitas agama seharusnya bersatu dalam menghadapi masalah-

masalah kemanusiaan dan kemiskinan yang harus dihadapi dan

diselesaikan.  

Page 74: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

63  

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku  Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen

Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2003.

Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah, Laporan Observasi, Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) Republik Indonesia, 1979-1980.

Departemen Agama RI, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, (Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, 1979), hal. 14-15. Pasal 4 (2) ICCPR menyebutkan: No derogation from articles 6,7,8(paragraphs 1and 2), 11, 15, 16 1nd 18 may be made under this provision. Nowak, UN Covenant on Civil and Political Rights.

Groome, Dermot, The Handbook of Human Rights Investigation: A comprehensive guide to the investigation and documentation of violent human rights abuses, Northborough, Massachusetts, Human Rights Press, 2001

Dadang Rahmat, Metode Penelitian Agama, (Bandung:CV. Pustaka Setia,2000).  Ismatu Ropi, Pluralisme, Negara, dan Regulasi Agama, dalam Mimbar Jurnal

Agama & Budaya, Vol. 24, No. 3, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Lerner, Natan. "The Nature and Minimum Standards of Freedom of Religionor Belieif."Facilitating Freedom of Religion or Belief: A Deskbook,ed. Tore Lindholm, W. Cole Durham, Jr., Bahia G. Tahzib-Lie.Norway, Martinus Nijhoff Publisher, 2004.

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.pasal 29 ayat (2) UUD 1945

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pedoman Pelaksanaan Tugas Kpeada Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan umat Beragama dan Pendirian Rumah Adat Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomer 8 Tahun 2006,

Said Agil Husin, Fiqh Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Perss, 2003) Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998).

Page 75: UPAYA PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MENJAGA …€¦ · 3 Achmad Syahid, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat

64  

  

Theodorson, George A. and Theodorson, Achilles G., A Modern Dictionary of Sociology, New York, Thomas Y. Crowell, 1970:344.

B. Sumber Lain Masykuri Abdillah,Kolom Toleransi Antar Umat Beragama, Koran Kompas, Sabtu,

24 Januari 2015. Dinamika Kerukunan Hidup Beragama di Daerah, Laporan Observasi, Departemen

Agama (sekarang Kementerian Agama) Republik Indonesia, 1979-1980

C. Sumber Internet

Profil Kota tangerang. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018. https://tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang.

Meningkatkan kerukunan antar umat bergama. Diakses Tanggal 20 Maret 2018. https://banten2.kemenag.go.id/berita/421080/kemenag-kota-tangerang-meningkatkan-kualitas-kerukunan-antar-umat-beragama?lang=id.

Peran FKUB di Kota Tangerang. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018. https://tangerangkota.go.id/wakil-apresiasi-peran-fkub-di-kota-tangerang.

Regulasi penggunaan pengeras suara. Diakses pada 20 Maret 2018.

https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/ini-dia-aturan-bimas-islam-tentang-penggunaan-pengeras-suara-di-masjid.

D. Wawancara

Hasil wawancara dengan Achmad Dimyati, S.IP. (KASI Ketahanan Bangsa dan Masyarakat Kesbangpol Kota Tangerang). Pada tanggal 20 Maret 2018.