14
UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU UNTUK MENJADI GURU SEKOLAH DASAR YANG IDEAL Dandi Dwi Prasetiyo Fakuktas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk upaya meningkatkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam tugasnya sebagai tenaga kependidikan di sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode studi pustaka dengan bersumber dari buku-buku dan jurnal yang relevan dengan pembahasan penelitian ini. Fokus penelitian ini merujuk pada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu: 1) kompetensi pedagogik; 2) kompetensi kepribadian; 3) kompetensi sosial; dan 4) kompetensi profesional dan upaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut, karena terbukti dengan temuan di sekolah dasar yang saya observasi terdapat temuan bahwa masih kurangnya pemahaman guru mengenai tugasnya menjadi seorang guru, diharapkan dengan ini dapat memberikan sebuah perubahan yang berpengaruh baik bagi kemajuan belajar siswa sekolah dasar. Peningkatan kompetensi guru ini sangat penting dan perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan peserta didik di sekolah maupun di masyarakat. Hal ini juga penting untuk menjadikan seorang guru tersebut menjadi guru yang ideal dan contoh yang baik bagi peserta didiknya. Kata Kunci: kompetensi, guru, peserta didik, sekolah dasar EFFORTS TO IMPROVE TEACHER’S COMPETENCE TO BECOME IDEAL PRIMARY SCHOOL TEACHERS Abstract: This research is conducted in the effort to improve the teacher's competence in their duty as educators in the elementary school. The method used in this study is a literature study method that comes from books and journals relevant to the discussion of this research. The focus of this research is on 4 competencies, there are 1) pedagogic competence, 2) personality competence, 3) social competence, and 4) professional competence and the efforts to improve competence, as proven in primary school that I observed there is a findings that lack of understanding of teachers about their duty being a teacher, this expected to provide a change can affect both primary school student’s progress. To improve the competency of teacher is very important and must be done, it is caused to support the success of students in school and in the community. It is important to build the teacher as an ideal teacher and a good role model to the students. Keywords: competence, teacher, student, primary school PENDAHULUAN Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. (Sutari Iman Bernadib, 1994). Pada lingkungan sekolah pendidik disebut sebagai guru. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU UNTUK …dandidwiprasetiyo354.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · temuan di sekolah dasar yang saya observasi terdapat temuan bahwa masih

  • Upload
    buidieu

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU UNTUK MENJADI GURU SEKOLAH DASAR YANG IDEAL

Dandi Dwi Prasetiyo

Fakuktas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta

e-mail: [email protected]

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk upaya meningkatkan kompetensi yang harus dimiliki

oleh seorang guru dalam tugasnya sebagai tenaga kependidikan di sekolah dasar. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode studi pustaka dengan

bersumber dari buku-buku dan jurnal yang relevan dengan pembahasan penelitian ini. Fokus

penelitian ini merujuk pada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu: 1)

kompetensi pedagogik; 2) kompetensi kepribadian; 3) kompetensi sosial; dan 4) kompetensi

profesional dan upaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut, karena terbukti dengan

temuan di sekolah dasar yang saya observasi terdapat temuan bahwa masih kurangnya

pemahaman guru mengenai tugasnya menjadi seorang guru, diharapkan dengan ini dapat

memberikan sebuah perubahan yang berpengaruh baik bagi kemajuan belajar siswa sekolah

dasar. Peningkatan kompetensi guru ini sangat penting dan perlu dilakukan untuk mendukung

keberhasilan peserta didik di sekolah maupun di masyarakat. Hal ini juga penting untuk

menjadikan seorang guru tersebut menjadi guru yang ideal dan contoh yang baik bagi peserta

didiknya. Kata Kunci: kompetensi, guru, peserta didik, sekolah dasar

EFFORTS TO IMPROVE TEACHER’S COMPETENCE TO BECOME IDEAL PRIMARY SCHOOL TEACHERS

Abstract:

This research is conducted in the effort to improve the teacher's competence in their

duty as educators in the elementary school. The method used in this study is a literature study

method that comes from books and journals relevant to the discussion of this research. The

focus of this research is on 4 competencies, there are 1) pedagogic competence, 2) personality

competence, 3) social competence, and 4) professional competence and the efforts to

improve competence, as proven in primary school that I observed there is a findings that lack

of understanding of teachers about their duty being a teacher, this expected to provide a

change can affect both primary school student’s progress. To improve the competency of

teacher is very important and must be done, it is caused to support the success of students in

school and in the community. It is important to build the teacher as an ideal teacher and a

good role model to the students. Keywords: competence, teacher, student, primary school

PENDAHULUAN

Pendidik adalah setiap orang yang

dengan sengaja mempengaruhi orang lain

untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang

lebih tinggi. (Sutari Iman Bernadib, 1994).

Pada lingkungan sekolah pendidik disebut

sebagai guru. Undang-Undang nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen

menyebut guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.

Kompetensi adalah kumpulan

pengetahuan, perilaku, dan keterampilan

yang harus dimiliki guru untuk mencapai

tujuan pembelajaran dan pendidikan

(Echols dan Shadily, 2002; 132). Menurut

Mulyasa (2007), “Kompetensi guru

merupakan perpaduan antara kemampuan

personal, keilmuan, teknologi, social, dan

spiritual yang secara kafah membentuk

kompetensi standar profesi guru, yang

mencakup penguasaan materi, pemahaman

terhadap peserta didik, pembelajaran yang

mendidik, pengembangan pribadi dan

profesionalitas.”

Sudjana (1989: 18) membagi

kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu

“bidang kognitif, sikap, dan perilaku

(performance). Ketiga kompetensi ini

tidak berdiri sendiri, tetapi saling

berhubungan dan mempengaruhi satu sama

lain.” Pada dasarnya perubahan perilaku

yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik

harus dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikan pengalaman yang dimiliki oleh

seorang guru. dengan perkataan lain,

mempunyai pengaruh terhadap perubahan

perilaku peserta didik Untuk itulah guru

harus dapat menjadi contoh (suri teladan)

bagi peserta didik, karena pada dasarnya

guru adalah representasi orang suatu

komunitas atau masyarakat yang

diharapkan dapat menjadi yang dapat

digugu dan ditiru Seorang guru sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar yang

dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya.

Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi

guru yang profesional maka sudah

seharusnya ia dapat selalu meningkatkan

empat kompetensi guru.

Kompetensi guru merupakan salah

satu aspek yang terpenting karena guru

dituntut mampu merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran,

menilai proses dan hasil pembelajaran,

serta melakukan pembimbingan dan

pelatihan kepada peserta didik.

Kompetensi guru dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang saling terkait satu

sama lain, yang pada hakikatnya dapat

dikelompokkan ke dalam faktor internal

dan faktor eksternal. Salah satu faktornya

yaitu pemahaman tentang kompetensi

guru itu sendiri, karena dinilai masing

kurangnya pemahaman guru tentang

kompetensi tersebut, yaitu: 1) kompetensi

pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3)

kompetensi sosial, dan 4) kompetensi

professional.

METODE Metode yang digunakan dalam

penulisan jurnal penelitian ini adalah

dengan studi pustaka melalui sumber-

sumber buku ataupun jurnal lain yang

isinya relevan dengan kompetensi guru

dan didasarkan juga pada hasil observasi di

salah satu sekolah dasar di daerah Sleman.

Langkah-langkah penelitian dilakukan

dengan : 1) menyiapkan instrument

observasi mengenai kinerja guru dan

kompetensi guru dalam pembelajaran, 2)

pelaksanaan observasi, dan 3) analisis hasil

observasi.

Pembahasan yang dalam tulisan ini

dilakukan dengan cara menganalisis data

hasil observasi dengan mendeskripsikan

penemuan-penemuan yang ada dalam

observasi yang sudah dilakukan. Pemilihan

dan penggunaan data-data yang relevan

dari berbagai pustaka buku atau media

elektronik berupa jurnal juga dilakukan

sehingga diharapkan mampu memberikan

hasil penelitian dan penulisan yang

obyektif serta sistematis sehingga berguna

bagi pembaca.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari observasi yang sudah

dilakukan yaitu adanya temuan bahwa

ketika guru mengajar, berkomunikasi

dengan siswa, memperlakukan siswa

dalam kelas tersebut masih kurang.

Kurangnya pemahaman tentang

kompetensi guru dengan hasil tersebut

berdampak pada siswa. Terbukti siswa

ketika ditanya kebanyakan siswa tidak

menyukai dengan pelajaran tersebut.

Namun walau demikian penguasaan materi

sudah baik dan cara penyampaiannya

kepada siswa bisa dipahami oleh siswa.

Dengan ini akan dibahas mengenai guru

yang ideal yang memahami kompetensi

guru.

KAJIAN PUSTAKA

Menjadi Guru yang Ideal

Menjadi guru yang ideal

mempunyai syarat-syarat. Syarat

kompetensi guru menurut Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen. Pada pasal 10 undang-undang

tersebut disebutkan bahwa kompetensi

guru meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi

social, dan kompetensi profesional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogis

Secara etimologis, kata pedagogi

berasal dari kata bahasa Yunani, paedos

dan agogos (paedos = anak dan agoge =

mengantar atau membimbing). Menurut

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:

88), yang dimaksud dengan kompetensi

pedagogis adalah:

Kemampuan dalam pengelolaan

peserta didik yang meliputi: (a)

pemahaman wawasan atau landasan

kependidikan; (b) pemahaman tentang

peserta didik; (c) pengembangan

kurikulum/silabus; (d) perancangan

pembelajaran; (e) pelaksanaan

pembelajaran yang mendidik dan dialogis;

(f) evaluasi hasil belajar; dan (g)

pengembangan peserta didikuntuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

a. Pemahaman wawasan atau

landasan kependidikan. Seorang

guru harus memahami hakikat

pendidikan dan konsep yang

terkait dengannya. Di antaranya

yaitu fungsi dan peran lembaga

pendidikan, konsep pendidikan

seumur hidup dan berbagai

implikasinya, peranan keluarga

dan masyarakat dalam pendidikan,

pengaruh timbal balik antara

sekolah, keluarga, dan masyarakat,

system pendidikan nasional, dan

inovasi pendidikan.

b. Pemahaman tentang peserta

didik.”Guru harus mengenal dan

memahami siswa dengan baik,

memahami tahap perkembangan

yang telah dicapainnya,

kemampuannya, keunggulan, dan

kekurangannya, hambatan yang

dihadapi serta factor dominan

yang memengaruhinya.”

(Sukmadinata, 2006: 197). “ Siswa

berbeda dalam gaya belajar, usia,

kemampuan, ras, asal geografis,

jenis kelamin, pilihan seksual,

status ekonomi, pengaruh budaya,

pengaruh yang lain, dan modal

belajar.” (Lang dan Evans, 2006:

60). Guru harus memahami bahwa

semua siswa dalam seluruh

konteks pendidikan itu unik.

c. Pengembangan kurikulum/silabus.

Dalam mengembangkan

kurikulum guru harus

memperhatikan proses

pengembangan kurikulum, yang

menurut Miller dan Seller (1985:

12) mencakup tiga hal: (a)

menyusun tujuan umum (TU) dan

tujuan khusus (TK), (b)

mengidentifikasi materi yang

tepat, (c) memilih strategi belajar

mengajar. (Ali Mustadi: 2016)

Pembelajaran di sekolah oleh guru

harus dilaksanakan dengan baik

dan bermutu. Pembelajaran yang

bermutu berkorelasi dengan

persiapan yang baik. Persiapan

tersebut meliputi perencanaan dan

pemilihan strategi pembelajaran,

sebagaimana dikatakan oleh Jones

(2015:99) bahwa keberhasilan

dalam pembelajaran sangat

tergantung pada efektivitas

perencanaan serta seberapa baik

menempatkan rencana tersebut ke

dalam tindakan. Perencanaan

dianggap sebagai kunci

pembelajaran yang dapat membuat

siswa belajar secara efektif,

menarik, bervariasi, dan progresif.

Melalui perencanaan yang baik,

guru dapat mengidentifikasi

bagaimana siswa belajar dan

membuat kemajuan. (The

Qualifications and Curriculum

Authority, 2015:2)

d. Perancangan pembelajaran.

Menurut Naegie (2002: 8), “Guru

efektif mengatur kelas mereka

dengan prosedur dan mereka

menyiapkannya. Di hari pertama

masuk kelas, mereka telah

memikirkan apa yang mereka

ingin siswa lakukan dan

bagaimana hal itu harus

dilakukan.” Guru mengetahui apa

yang akan diajarkannya pada

siswa. Guru menyiapkan metode

dan media pembelajaran setiap

akan mengajar.

e. Pelaksanaan pembelajaran yang

mendidik dan dialogis. Guru harus

mampu menyiapkan pembelajaran

yang bisa menarik rasa ingin tahu

siswa, yaitu pembelajaran yang

menarik, menantang, dan tidak

monoton, baik dari sisi kemasan

maupun isi isi atau materinya.

Menurut Geoff Petty (2003: 37),

”Belajar akan gagal, kecuali:

siswa dapat bertanya pada guru

untuk memecahkan ketidakjelasan

atau mengklarifikasi kesulitan;

guru memberikan beberapa umpan

balik tentang pemahaman siswa.”

f. Evaluasi hasil belajar.

Kesuksesan seorang guru sebagai

pendidik profesional tergantung

pada pemahamannya terhadap

penilaian pendidikan, dan

kemampuannya bekerja efektif

dalam penilaian. “Penilaian adalah

proses pengumpulan dan

pengolahan informasi untuk

mengukur pencapaian hasil belajar

peserta didik.” (BSNP, 2006:4).

Penilaian hasil pembelajaran

mencakup aspek kognitif,

psikomotorik, dan afektif sesuai

karakteristik mata pelajaran.

g. Pengembangan peserta didikuntuk

mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya. Ini

sangat dipengaruhi oleh pola

pendidikan yang diterapkan dan

diperolehnya di sekolah.

Kemampuan potensial peserta

didik banyak dipengaruhi oleh

guru yang merupakan figur utama

yang mendidik, mengajar, dan

melatih peserta didik. Guru akan

mampu mendiagnosa potensi

peserta didik serta

mengembangkannya dengan baik

jika ia mampu memahami peserta

didik dengan baik.

2. Kompetensi Kepribadian

Menurut Permendiknas No. 16/2007,

kemampuan dalam standar kompetensi ini

mencakup lima kompetensi utama yakni:

1) bertindak sesuai dengan norma agama,

hukum, sosial, dan kebudayaaan nasional

Indonesia, 2) menampilkan diri sebagai

pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan

teladan bagi peserta didik dan masyarakat,

3) menampilkan diri sebagai pribadi yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa, 4) menunjukkan etos kerja,

tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga

menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan 5)

menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

a. Bertindak Sesuai Norma Agama,

Hukum, Sosial, dan Kebudayaaan

Nasional Indonesia. Guru tidak

hanya bekerja mentransfer ilmu

pengetahuan tetapi juga menjadi

pemberi teladan nilai-nilai moral

yang dianut oleh masyarakat.

Bertindak sesuai norma agama,

norma hukum dan norma social serta

kebudayaan Nasional Indonesia

mengharuskan guru untuk satu

dalam kata dan perbuatan. Apa yang

diajarkan kepada murid haruslah

menjadi sikap dan cara hidupnya

yang selalu diterapkan secara

konsisten.

Guru Indonesia adalah guru yang

Pancasilais. Artinya guru yang

senantiasa menjunjung tinggi nilai-

nilai religiositas melalui

penghayatan terhadap ajaran-ajaran

agama yang dianutnya; nilai-nilai

kemanusiaan yang menempatkan

martabat manusia dan keluhurannya

sebagai salah satu keutamaan; nilai

kebersamaan dalam persatuan dan

kesatuan bangsa dengan menjunjung

tinggi dan menghormati kedaulatan

NKRI; nilai demokrasi yang

mengedepankan musyawarah untuk

mencapai kesepakatan; dan nilai

keadilan sosial yang berpihak pada

seluruh bangsa Indonesia tanpa

membedakan latar belakang agama,

etnis, kebudayaan, jenis kelamin,

dan sebagainya. Guru hendaknya

menjadi sumber pencerahan bagi

terlaksananya norma-norma dalam

kehidupan disekolah dan

masyarakat. Ia haruslah berani untuk

menyuarakan kebenaran dan

keadilan yang bersumber dari nilai

dan norma-norma yag dianut.

Implikasi dari kemampuan ini adalah

bagaimana guru menjaga disiplin

dan aturan serta menerapkan secara

konsisten dalam interaksi

pembelajaran di sekolah.

Disiplin waktu misalnya

mengharuskan guru untuk tertib

waktu dan tidak boleh terlambat

masuk sekolah. Selanjutnya terkait

dengan disiplin dalam berpakaian,

guru hendaknya menunjukkan

teladan dengan mengenakan pakaian

yang rapi, bersih dan pantas. Dalam

menjaga kebersihan sekolah, guru

juga harus menunjukkan teladan

dengan membuang sampah pada

tempatnya, menjaga kelas selalu

bersih, rapih, dan bebas dari berbagai

macam sampah atau kotoran.

Disiplin berbicara juga

mengharuskan guru untuk berbicara

secara santun, ramah, dan baik

dengan siswa maupun dengan rekan

sejawat.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi

yang jujur, berakhlak mulia, dan

teladan bagi peserta didik dan

masyarakat. Menjadi pribadi yang

jujur berarti berani untuk mengakui

kekurangan dan kelemahannya serta

bersedia untuk memperbaiki diri.

Guru harus terbuka juga terhadap

masukan, kritik atau saran, serta

bersedia mendengarkannya dengan

hati yang lapang. Ia harus berani

untuk menolak atau baahkan

melawan kecurangan, kelicikan, atau

praktik-praktik kotor yang sering

dijumpai dalam tugasnya sebagai

pendidik. Berakhlak mulia berarti

guru harus menampilkan sikap dan

perilaku yang terpuji,

mengedepankan sopan santun dan

tata karma dan menjauhkan perilaku-

perilaku yang buruk. Hendaknya

sikap dan perilaku guru jangan

menjadi skandal bagi pembentukan

moralitas siswa. Karena itu ia

haruslah menjadi pribadi yang

bermoral atau memiliki keteladanan

moral (moral leadership), tahu

membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk serta selalu

memilih untuk bertindak sesuai

dengan nilai-nilai luhur yang tidak

bertentangan dengan harkat dan

martabatnya sebagai pendidik dan

pemberi terang kepada siswa dan

masyarakat sekitar.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi

yang mantap, stabil, dewasa, arif,

dan berwibawa. Menjadi pribadi

yang matang secara emosional

berarti guru haruslah mampu

mengendalikan diri, hawa nafsu,

dan kecenderungan-

kecenderungan tertentu yang

dimilikinya. Berhadapan dengan

siswa yang berasal dari berbagai

macam latar belakang, watak dan

karakter, guru haruslah dapat

menempatkan diri, mengelola diri,

dan emosinya sehingga dapat

berinteraksi secara efektif dengan

siswa. Tidak jarang memang

ditemukan bahwa ada guru yang

tidak dapat menahan emosinya

berhadapan dengan siswa yang

nakal, bandel, tidak disiplin, bawa

siswa yang mungkin memiliki

keterbatasan kemampuan sehingga

lamban belajar.

Guru yang labil secara

emosional tidak jarang melakukan

kekerasan-kekerasan kepada

siswa. UNESCO dalam

publikasinya berjudul Stop-Ping

Violence in Schools: A Guide for

Teachers menulis, bahwa

meskipun setiap kultur mungkin

melihat secara berbeda setiap

perilaku mana yang dikategorikan

sebagai perilaku kekerasan dan

manakah yang tidak dianggap

sebagai perilaku kekerasan namun

setidak-tidaknya terdapat empat

bentuk kekerasan utama yang bisa

saja terjadi di sekolah, yang

diantaranya dilakukan oleh guru

yakni: 1) hukuman fisik dan

psikologis, 2) bullying, 3)

kekerasan berbasis gender dan

jenis kelamin, dan 4) kekerasan

eksternal akibat dari pengaruh

gang, situasi konflik, atau juga

penembakan. Dari beberapa jenis

kekerasan tersebut, hukuman fisik

dan psikologis adalah yang paling

sering dilakukan oleh guru

terhadap para siswa. Hukuman

fisik adalah setiap jenis hukuman

yang menggunakan kekuatan fisik

yang dimaksudkan untuk

menyebabkan rasa sakit atau tidak

menyenangkan.

Jenis hukuman semacam ini

yang sering ditemukan dalam latar

belakang pendidikan adalah:

menendang, memukul, menjambak

rambut, menjewer telinga,

memelintir tangan, mencekik, atau

memaksa siswa untuk berada

dalam posisi yang tidak nyaman (

misalnya berlutut, mengangkat

kaki sebelah, berjemur diterik

matahari, dsb). sementara itu

hukuman psikologis adalah bentuk

hukuman yang memberikan rasa

tidak nyaman dalam diri siswa

secara psikologis sehingga mereka

merasa tertekan, terancam, atau

bahkan mengalami ketakutan.

Jenis hukuman ini tidak

menggunakan kontak fisik secara

langsung tetapi melalui ungkapan-

ungkapan verbal atau non verbal

seperti cemoohan, gertakan,

ancaman, omelan, makian,

sinisme, atau juga penggunaan

kata-kata kasar sehingga

menyebabkan siswa merasa

terluka secara psikologis dan

menjadi tidak nyaman. Akibat dari

jenis-jenis hukuman seperti itu

maka dapat mengakibatkan reaksi

serius terhadap kesehatan mental

dan fisik siswa. Jenis hukuman

macam itu juga membawa dampak

pada rendahnya keterampilan

sosial siswa, timbulnya depresi,

kecemasan, perilaku agresif, dan

bahkan kurangnya rasa empati

kepada orang lain.

Hukuman fisik juga dapat

memperburuk hubungan guru

siswa sehingga dapat menjadi

halangan yang serius terhadap

proses pembelajaran di sekolah.

Guru juga harus menampilkan diri

sebagai pribadi yang berwibawa.

Wibawa adalah pengaruh tertentu

yang timbul dari dalam diri

seseorang pendidik atau orang

dewasa dan dirasakan oleh orang

lain sehingga menyebabkan orang

lain memberikan rasa hormat atau

penghargaan kepadanya. Dalam

pedagogik tradisional pendidikan

dalam arti sesungguhnya baru

dimulai ketika anak mengenal

adanya kewibawaan atau pengaruh

tertentu dalam diri pendidik

sehingga anak merasa taat atau

hormat terhadapnya. Dengan

demikian maka kewibawaan

(gezag) adalah keutamaan yang

dimiliki oleh pendidik yang

menyebabkan segala perkataannya

dituruti oleh anak. Menjadi pribadi

yang berwibawa tidak berarti guru

haruslah gila hormat tetapi

penghormatan atau penghargaan

yang diberikan siswa kepada guru

bersumber dari pancaran

kepribadiannya yang mulia..

d. Menunjukkan Etos Kerja,

Tanggung Jawab, Rasa Bangga

Menjadi Guru, dan Rasa Percaya

Diri. Guru profesional adalah guru

yang memiliki etos kerja yang

tinggi dan bertanggungjawab

terhadap tugas atau pekerjaannya.

Etos kerja tercermin dalam sikap

yang positif terhadap pekerjaan,

kesetiaan dan dedikasi dalam tugas

dan pelayanannya serta kesediaan

untuk melaksanakan tugas dengan

penuh rasa tanggung jawab. Guru

yang memiliki etos kerja yang

tinggi selalu menjunjung tinggi

semangat pengabdian tanpa

pamrih. Ia mengedepankan

kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhi dan mengutamakan

pelayanan prima kepada siswa

atau pihak-pihak lain yang

membutuhkannya.

Etos kerja tercermin dalam

kedisiplinan dan ketaatannya

dalam bekerja, keberanian

mengambil tanggungjawab dan

kesediaan melakukan inovasi-

inovasi yang bermanfaat bagi

perkembangan siswa maupun bagi

peningkatan mutu pendidikan

secara ke- seluruhan. Guru yang

bertanggung jawab adalah guru

yang setia kepada tugas yang

diembannya yakni tugas dalam

mengajar, membimbing dan

mendampingi siswa. Ia tidak

hanya mengutamakan tuntutan-

tuntutan administratif birokrasi

tetapi lebih dari itu fokus

kesetiaannya adalah pada

bagaimana kebutuhan-kebutuhan

siswa terpenuhi melalui

pelayanannya yang tanpa pamrih

terhadap keputusan-keputusan

profesional yang dilakukannya

yang dilandasi pertimbangan-

pertimbangan etis dan rasional.

Guru profesional juga harus

memiliki kebanggaan terhadap

profesinya. Kebanggaan terhadap

profesi ini ditunjukkan dengan

tidak melakukan pekeriaan-

pekerjaan lain sebagai sarana

untuk mendapatkan penghasilan

tam bahan.Ketika seseorang

memilih untuk menjadi guru maka

profesi ini sudah menjadi

panggilan hidupnya.

Menjadi guru juga harus

ditunjukkan melalui kepercayaan

yang kokoh. Menurut Branden,

kepercayaan diri sebetulnya

bersumber dari harga diri (self

esteem). Harga diri memiliki dua

aspek yang saling ber kaitan yakni

rasa kemampuan diri (a sense of

personal efficacy) dan rasa keber

maknaan diri (a sense of personal

worth)." Rasa kemampuan diri

kemudian melahirkan kepercayaan

diri (self-confidence) sedangkan

rasa kebermaknaan diri

melahirkan penghargaan terhadap

diri sendiri (self respec).Seorang

yang memiliki kepercayaan diri

pertama-tama merasa bahwa

dirinya mampu melakukan tugas

atau pekeriaan yang diberikan

kepadanya. Ia memiliki optimisme

bahwa kemampuan potensial yang

dimiliki menjadikan dirinya dapat

melaksanakan tugas itu dengan

sebaik-baiknya. Guru harus

merasa diri kompeten dalam tugas

dan profesinya meskipun di sana-

sini terdapat kekurangan-

kekurangan. Menurut Branden,

rasa percaya diri tidak serta merta

menutupi kekurangan atau

ketidakmampuan yang

dimilikinya, tetapi justru dalam

kekurangan-kekurangan itu ia bisa

berharap dapat berbuat sesuatu

melalui pertimbangan-

pertimbangan rasionalnya.

Sementara itu rasa kebermaknaan

diri yang melahirkan penghargaan

terhadap diri sendiri (self-respect)

justru lahir dari kesadaran tentang

kemam dirinya. seseorang merasa

diri mampu dan kompeten dan

dapat berbuat sesuatu maka pada

saat yang sama ia merasa dirinya

bermakna sehingga kemudian

memberikan rasa penghargaan

terhadap dirinya.

Guru bisa menyadari bahwa

dirinya kompeten dan karena itu

dapat melaksanakan tugasnya

secara profesional. Pada saat yang

sama ia merasa dirinya berguna

karena kompetensi yang

dimilikinya dapat disumbangkan

untuk melak sanakan tugas-tugas

profesionalnya. Itulah sebabnya,

bagi Branden, antara self-

confidence dan self-respect

keduanya bisa dipilah-pilah secara

konseptual tetapi tidak dapat

dipisahkan secara praktis.

e. Menjunjung Tinggi Kode Etik

Profesi Guru. Guru sebagai

profesional yang diikat melalui

suatu persekutuan kese- jawatan

dalam sebuah organisasi profesi

guru tertentu harus memiliki kode

etik yang mengatur sikap dan

perilaku profesionalnya. Kode etik

merupakan pedoman sikap dan

perilaku bagi anggota profesi

dalam layanan profesional maupun

dalam hubungan dengan

masyarakat. Undang-undang No. 1

hun 2005 tentang Guru dan Dosen

pasal 43 menyatakan: (1) untuk

menjaga dan meningkatkan

kehormatan dan martabat guru

dalam pelaksanaan tugas

keprofesionalan, organisasi profesi

guru membentuk kode (2) kode

etik sebagaimana dimaksud pada

ayat berisi norma dan etika yang

mengikat perilaku guru dalam

pelaksanaan tugas

keprofesionalan. Guru

profesional hendaknya

menjunjung tinggi kode etik

profesinya sebagai pedoman sikap

dan perilaku, dengan tidak

melakukan pelanggaran kode etik.

3. Kompetensi Sosial

Menurut Permendiknas No 16/2007,

kemampuan dalam standar kompetensi ini

mencakup empat kompetensi utama yakni

1) bersikap inklusif dan dan bertindak

objektif serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,

kondisi fisik latar belakang keluarga, dan

status sosial ekonomi, 2) berkomunikasi

secara efektif, empatik, dan santun dengan

sesama pendidik, tenaga kependidikan

orang tua, dan masyarakat 3) beradaptasi

di tempat bertugas di seluruh wilayah

Republik Indonesia yang memiliki

keraganaman social budaya; 4)

berkomunikasi dengan komunitas profesi

sendiri dan profesi lain secara tulisan atau

bentuk lain. Berikut akan dijelaskan secara

lebih spesifik keempat kompetensi utama

tersebut.

Bersikap Inklusif, Bertindak objektif

dan tidak Diskrimitatif. Bersikap inklusif

artinya bersikap terbuka terhadap berbagai

perbedaan yang dimiliki oleh orang lain

dalam berinteraksi. la harus bisa

berinteraksi dan dengan siswa atau rekan

ini Ini bahkan anggota masyarakat yang

berbeda latar belakang semacam

kemampuan bisa mengelola konflik.

Dalam latar pembelajaran, berhadapan

dengan siswa yang memiliki keragaman

semacam ini guru harus mampu mengelola

kelas dengan baik. Ia harus bisa

menempatkan dirinya di tengah-tengah

perbedaan itu. Dengan itu guru bertindak

non diskriminatif karena ia tidak

membeda-bedakan peserta didik

berdasarkan latar belakang mereka Guru

juga dituntut untuk bertindak objektif baik

dalam memberikan penilaian terhadap

hasil belajar siswa, maupun dalam

memberikan pandangan pandangan atau

pendapat terhadap suatu persoalan tertentu.

Meskipun dalam hal tertentu pandangan

atau sikap guru terpaksa berpihak, namun

keberpihakan guru harus dilandasi oleh

kebenaran ilmiah, rasional dan etis. Sikap

objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh

desakan pragmatis atau tuntutan

kepentingan sesaat. Banyak guru yang

menjadi tidak objektif dan tidak kritis

terhadap persoalan tertentu atau

melacurkan profesinya hanya karena

kepentingan sesaat.

Berkomunikasi secara Efektit,

Empatik dan Santun. Pada prinsipnya,

komunikasi yang efektif teriadi apabila

baik oleh pengirim pesan (guru) dapat

diterima dengan baik oleh penerima (orang

tua, rekan sejawat atau masyarakat pada

umumnya), dipahami maksudnya dan bisa

menghasilkan efek yang diharapkan dalam

penerima pesan. Efektivitas komunikasi

tergantung pada beberapa faktor yakni:

penerima pesan (komunikan), pengirim

pesan (komunikator) dan situasi

Komunikasi yang efektif memprasyaratkan

guru dalam berkomunikasi dengan orang

lain haruslah memperhatikan kebutuhan

dasar, kecenderung an minat dan aspirasi

serta nilai nilai yang mereka anut.

Dipihak guru sendiri selaku

komunikator juga harus memperhatikan

kredibilitas dan dava tarik yang

dimilikinya Kredibilitas berkaitan dengan

kemampuan dan keahlian yang dimiliki

guru sehingga apa yang disampaikan

kepada orang lain selaku penerima pesan

dapat diterima dengan baik karena

dianggap berasal dari sumber yang dapat

dipercaya atau diandalkan. Kredibilitas

yang dimiliki guru selaku komunikator

juga sekaligus berlaku sebagai daya tarik

tertentu bagi orang lain sehingga pesan-

pesan guru dapat memikat perhatian

mereka. Pesan juga memiliki pengaruh

tertentu bagi efektif tidaknya suatu

komunikasi. Komunikasi yang efektif

memprasyaratkan bahwa pesan dan

kemasannya harus menarik

membangkitkan minat dan dapat dipahami

oleh orang lain selaku penerima pesan

selain itu situasi juga ikut menentukan

efektif tidaknya suatu komunikasi. Situasi

yang dimaksud berkaitan dengan waktu

penyampaian pesan kondisi pada saat

penyampaian pesan dan ada tidaknya

gangguan pada saat penvampaian pesan.

Jika guru ingin agar komunikasi dengan

orang lain berlangsung efektif maka

hendaknya memperhatikan keempat faktor

tersebut secara baik.

Berkomunikasi secara empatik

berarti komunikasi yang memungkinkan

komunikator dapat merasakan apa yang

dirasakan oleh penerima pesan lstilah

empati sendiri berasal dari kata bahasa

Jerman eufuhlung yang berarti merasakan.

Berempati dengan seseorang berarti

merasakan apa yang seorang itu rasakan,

mengalami apa yang itu alami, atau

melihat dari sudut pandang orang itu tetapi

tanpa kehilangan identitas atau jatidiri

sendiri.

Komunikasi juga harus dilakukan

secara santun, artinya harus disesuaikan

dengan kebiasaan, adat istiadat atau

kebudayaan setempat. Mengingat orang

lain yang dihadapi guru bisa berasal dari

latar kultur yang berbeda-beda, ada

kemungkinan makna santun dalam

berkomunikasi dapat bervariasi.

Penggunaan kata-kata dan dinamikanya,

ekspresi wajah, termasuk para (tekanan

keras dansebagainya harus diperhatikan

kesesuaian dengan kebiasaan

berkomunikasi setempat. Itulah sebabnya

pengetahuan tentang bagi guru sangatlah

penting karena menjadi dasar bagi guru

untuk memupuk kemampuan

komunikasinya dengan orang lain yang

berasal dari latar belakang yang berbeda-

beda.

Beradaptasi di Tempat Tugas di

seluruh Wilayah RI. Guru harus memiliki

cultural intelli- gence (CI) yakni

kemampuan untuk beradaptasi dengan

kondisi budaya yang beraneka ragam di

seluruh Indonesia. Kemampuan

beradaptasi ini antara lain ditunjukkan

dengan kemampuan untuk menempatkan

diri sebagai warga masyarakat di mana ia

bekeria, kemampuan untuk memahami dan

menggunakan bahasa setempat sebagai

bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk

menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-

nilai budaya dan adat istiadat dari

masyarakat setempat.

Undang-undang No. 14 /2005

tentang Guru dan Dosen yang kemudian

dipertegas melalui Peraturan Pemerintah

No. 74/2008 tentang Guru membu ka

kemungkinan bagi guru untuk bekerja di

seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan

darurat misalnya, pemerintah dapat

menerapkan wajib kerja bagi guru dan

ditempatkan di mana saja bila dibutuhkan.

Selain itu, dalam rangka distribusi

pemerataan guru di seluruh Indonesia

maka terdapat kemungkinan perpindahan

guru dan redistribusi guru antar kabupaten

mau pun antar provinsi di seluruh

Indonesia. Akibat dari kondisi-kondisi ini

keharusan untuk memupuk kecerdasan

kultural (cultural intelligence) adalah suatu

keharusan disamping pemahaman tentang

multikulturalisme di Indonesia.

Berkomunikasi dengan Komunitas

Profesi Sendiri dan Profesi Lain. Kemampuan komunikasi guru tidak hanya

sebatas berkomunikasi dalam konteks

pembelajaran yang melibatkan interaksi

guru siswa, tetapi juga kemampuan untuk

bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan

komunitas sepro fesi maupun komunitas

profesi lain dengan menggunakan berbagai

macam media dan forum. Berkaitan

dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan

Apa ratur Negara dan Reformasi Birokrasi

(Menpan RB) No. 16/2009 tentang Jabatan

Fungsional Guru dan Angka Kreditnya

tentang penilaian angka kredit pada pasal

11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur

yang dapat dinilai terkait dengan

pengembangan keprofesian berkelanjutan

adalah publikasi ilmiah berupa hasil

penelitian atau gagasan inovatif pada

bidang pendidikan formal, atau juga

publikasi buku teks pelajaran, buku

pengayaan, dan pedo man guru.

Melalui komunikasi semacam kepada

masyarakat melalui media seperti majalah,

surat kabar, bahkan melalui website-

website gratis yang sekarang banyak

tersedia di dunia maya. Saat ini memang

sudah banyak guru yang memanfaatkan

media online ini untuk pembelajaran,

bahkan penyampaian ide-idenya kepada

masyarakat luas. Berbeda dengan

komunikasi melalui media surat kabar,

majalah, atau jurnal ilmiah, komunikasi

melalui media online dikelola oleh guru

sendiri Karena itu selain kemampuan

berbahasa tulis yang baik, guru juga

dituntut untuk melek ICT seperti

bagaimana membuat konten-konten media

online dan menyebarluaskannya melalui

situs online. Karena itu kemampuan dasar

untuk kompetensi ini terkait erat dengan

kemampuan ICT yang telah dikemukakan

di depan.

Komunikasi dengan sejawat seprofesi

maupun profesi lain juga dapat dilakukan

melalui penyajian hasil atau pemikiran

dalam forum forum ilmiah penelitian

sebagainya pada seperti seminar,

lokakarya panel, dan lain berbagai level

(lokal, nasional maupun internasional).

4. Kompetensi Profesional

Tugas guru ialah mengajarkan

pengetahuan kepada murid. Guru tidak

sekadar mengetahui materi yang akan

diajarkannya, tetapi me mahaminya secara

luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid

harus selalu belajar untuk memperdalam

pengetahuannya terkait mata pelajaran

yang diampunya. Menurut Badan Standar

Nasional Pendidikan (2006: 88)

kompetensi profesional adalah

Kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam

yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan

metode keilmuan/teknologi/seni yang

menaungi/koheren dengan materi ajar; (b)

materi ajar yang ada dalam kurikulum

sekolah; (c) hubungan konsep antar mata

pelajaaranterkait; (d) penerapan konsep

keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

(e) kompetisi secara profesional dalam

konteks global dengan tetap melestarikan

nilai dan budaya nasional. Seorang guru

harus menjadi orang yang spesial, namun

lebih baik lagi jika ia menjadi spesial bagi

semua siswanya.

Kesuksesan seseorang juga tidak

hanya dipengaruhi oleh kecerdasan

intelektual, tetapi pengaruhi oleh

kecerdasan emosional dan spiritual.

Bahkan pengaruh keduanya lebih besar

dibanding kecerdasan intelektual Boix-

Mansilla dan Gardner menjelaskan,

"Seorang guru harus memahami

pengetahuan tentang ilmu, tujuan, metode,

dan bentuk materi yang diajarkannya"

(Darling-Hammond dan Bransford 2005:

387). Menurut Sukmadinata (2006: 207),

"Pengembangan keteram pilan dan

karakter guru profesional bukan hanya

tahu banyak, tetapi juga bisa banyak.

Menjadi guru profesional bukan hal

mudah. Sebelum mencapai tingkat expert

(ahli), guru harus melalui beberapa tahap

seperti dije laskan Berliner, "Guru

berkembang menjadi ahli melalui beberapa

tingkatan-dari pendatang baru (novice) ke

pemula lanjut, kompeten pandai

(proficient), dan pada akhirnya ahli (expert

(Darling Hammond dan Bransford, 2005:

380) Hammerness, et al. (Darling-

Hammond dan Bransford, 2005: 361

dalam How Teachers Learn and Develop

menjelaskan tentang kemam puan guru

yang ahli, bahwa "Guru yang ahli mampu

melakukan beragam aktivitas tanpa harus

berhenti dan berpikir bagaimana mela

kukan hal itu

Demikianlah seyogyanya guru

selalu berkembang dalam setiap

dimensinya yang beragam melalui belajar

dari banyak hal setiap waktu dan di mana

pun. Menarik untuk disimak penjelasan

Hammerness et al, dalam How Teachers

Learn and Develop berikut ini, "Guru ber

kembang dalam beragam dimensi. Guru

berkembang sebagai pro fesional (Feiman-

Nemser); sebagai ilmuwan dan praktisi

dalam konteks mata pelajaran (Shulman;

Grossman dan stodolsky); sebagai agen

perubahan (Ayers; Darling Hammond,

French, dan Gar sebagai pengasuh dan

penyokong siswa (Cummin), dan sebagai

agen moral (Fullan (Darling Hammond

dan Bransford, 2005: 383).

Gardner (2000: 18) menyatakan,

"Kita membutuhkan pendidikan yang

benar-benar berakar pada dua hal yang

kelihatannya kontras namun sesungguhnya

saling melengkapi: apa yang diketahui

tentang kondisi kemanusiaan, dalam

aspek-aspek yang bersifat abadi dan apa

yang diketahui tentang tekanan, tantangan,

dan peluang pada kondisi saat ini (dan

masa depan). Tanpa dua hal ini, kita akan

mengalami pendidikan yang mati, parsial,

naif, dan tidak memuaskan.

Upaya Peningkatan Kompetensi

Profesional yang Dilakukan oleh Guru

a. Membaca buku-buku pendidikan

Seorang guru harus rajin membaca

buku-buku pendidikan karena dengan

banyak membaca buku-buku pendidikan

diharapkan guru dapat memiliki wawasan

yang luas sehingga dapat membantu dalam

penyampaian materi

pembelajaran.

b. Membaca dan menulis karya ilmiah

Menurut Udin Syaefudin Saud

(2010:108) “Dengan membaca dan

memahami isi jurnal atau makalah ilmiah

lainnya dalam bidang pendidikan guru

dapat mengembangkan

profesionalismenya”. Selain menambah

wawasan dan pengetahuan, membaca dan

menulis karya ilmiah juga dapat mengasah

keterampilan guru dalam menuangkan ide-

ide baru di bidang pendidikan.

c. Mengikuti pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu

upaya dalam meningkatkan kompetensi

profesional guru, yang mana dalam

pelatihan ini kemampuan guru diasah agar

lebih baik. Menurut Ermita (2009:25),

menyebutkan bahwa: Pelatihan yang perlu

diikuti dalam meningkatkan kemampuan

profesional adalah pelatihan yang

berhubungan dengan pelaksanaan tugas

guru terutama sekali dalam pelaksanaan

pembelajaran, sehingga setelah mengikuti

pelatihan tersebut diharapkan guru

memiliki pengalaman, keterampilan, dan

pengetahuan baru tentang berbagai

permasalahan pelaksanaan tugas guru baik

yang berhubungan dengan penguasaan

materi pelajaran, penguasaan metode,

kendala-kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pembelajaran termasuk upaya

penanggulangannya, dan permasalahan

yang berhubungan dengan pelaksanaan

evaluasi atau penilaian hasil pembelajaran

para siswa.

d. Melakukan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

adalah suatu penelitian yang bersifat

reflektif yang dilakukan oleh guru dalam

rangka meningkatkan kompetensi

profesionalnya. Manfaat dari PTK itu

sendiri menurut E. Mulyasa (2005:155-

156) adalah: (a) untuk mengembangkan

dan melakukan inovasi pembelajaran; (b)

merupakan upaya pengembangan

kurikulum di tingkat kelas; dan (c) untuk

meningkatkan profesionalisme guru,

melalui upaya penelitian yang

dilakukannya.

e. Melakukan pembinaan kepada guru‐

guru

Menurut Wijoyo (1989:132) pembinaan

adalah kegiatan untuk memberikan

bantuan terutama berupa bimbingan,

pengawasan dan dorongan kepada

bawahan. Menurut Nazari (1993:27)

pembinaan adalah suatu yang

mempertahankan, memperbaiki dan

menyempurnakan yang telah ada sehingga

sesuai dengan yang diharapkan.

f. Mengadakan penataran

Salah satu upaya yang dapat

dilakukan dalam peningkatan kompetensi

profesional oleh kepala sekolah yaitu

dengan cara mengadakan penataran.

Penataran yang perlu diikuti oleh guru

menurut Ermita (2009:22) “adalah

penataran yang berhubungan dengan

pelaksanaan tugas guru terutama sekali

dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar, sehingga setelah mengikuti

penataran tersebut diharapkan mampu

memiliki pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman baru tentang berbagai

permasalahan pelaksanaan tugas guru”.

Dengan adanya penataran, diharapkan

guru dapat mengasah kemampuan dan

keterampilan guru dalam melaksanakan

proses pembelajaran. Dengan

demikian guru dapat melaksanakan

pembelajaran yang lebih efektif.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat

disimpilkan bahwa kompetensi adalah

kemampuan yang dimiliki seorang individu

dalam praktik pendidikan yang mencakup

aspek pengetahuan, keterampilan, sikap

sesuai dengan tujuan dan standard yang

sudah ditetapkan.

Seorang guru harus menguasai empat

kompetensi, yaitu: 1) kompetensi pedagogik,

2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi

social, dan 4) kompetensi professional.

Adapun upaya-upaya untuk meningkatkan

pemahaman guru tentang kompetensi

tersebut, yaitu: a) membaca buku-buku

pendidikan, b) membaca dan menulis karya

ilmiah, c) mengikuti pelatihan, d)

mengadakan penataran, e) melakukan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dan f)

melakukan pembinaan terhadap guru-guru.

SARAN

Guru dalam praktik pendidikan

harus meningkatkan pemahaman dan

menerapkan empat kompetensi guru, baik

kompetensi pedagogic, kompetensi

kepribadaian, kompetensi sosial, maupun

kompetensi professional. Adapun upaya

untuk meningkatkan kompetensi tersebut

bisa melalui membaca buku-buku

pendidikan, membaca dan menulis karya

ilmiah, mengikuti pelatihan, mengadakan

penataran, melakukan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK), dan melakukan pembinaan

terhadap guru-guru.

DAFTAR PUSTAKA

MUSTADI, Ali; ZUBAIDAH, Enny;

SUMARDI, Sumardi. PERAN

KOMITE SEKOLAH DALAM

PENINGKATAN MUTU

PEMBELAJARAN DI

SEKOLAH DASAR. Cakrawala

Pendidikan, [S.l.], n. 3, oct.

2016. ISSN 2442-8620. Available

at:<https://journal.uny.ac.id/index

.php/cp/article/view/10578>. Date

accessed: 23 oct. 2017.

doi:http://dx.doi.org/10.21831/cp.

v35i3.10578.

Asmarani, N. (2014). Peningkatan

Kompetensi Profesional Guru di

Sekolah Dasar. Jurnal Administrasi

Pendidikan, II (1), 508-831.

http://ejournal.unp.ac.id/index.php/

Judiani, S. (2009). Kreativitas dan

Kompetensi Guru Sekolah Dasar.

Jurnal Setditjen Pendidikan Dasar,

56-57.

http://jurnaldikbud.kemendikbud.g

o.id/index.php/ipnk/article/downlo

ad/7/5

Ridwan. (2014). Upaya-Upaya

Peningkatan Profesionalisme Guru

dalam Proses Belajar Mengajar.

Jurnal Pendidikan Ekonomi.

https://media.neliti.com/media/publ

ications/37075-ID-upaya-upaya-

peningkatan-profesionalisme-guru-

dalam-proses-belajar-mengajar.pdf

Musfah, J. (2011). Peningkatan

Kompetensi Guru: Melalui

Pelatihan dan Sumber Teori dan

Praktik. Jakarta: Kencana Predana

Media Group. (p. 27-58)

Dwi Siswoyo, dkk. (2013). Ilmu

Pendidikan . Yogyakarta : UNY

Press. (p.116-119)

Hamzah, H. (2010). Profesi Kependidikan:

Problema, Solusi, dan Reformasi

Pendidikan di Indonesia. Jakarta:

PT Bumi Aksara.

Ngalim, M. (2011). Ilmu Pendidikan :

Teoritis dan Praktis. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Juni, Donni. (2014). Kinerja dan

Profesionalisme Guru: Fokus pada

Peningkatan Kualitas Pendidikan,

Sekolah, dan Pembelajaran.

Bandung: CV. Alfabeta.

Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi

dan Sertifikasi Guru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

R, Marselus. (2011). Sertifikasi Profesi

Guru: Konsep Dasar,

Problematika, dan

Implementasinya. Jakarta: PT

Indeks.