28
TINEA KAPITIS REFERAT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD UNDATA PALU Disusun oleh: YULI FITRIANA G 501 08 015 PEMBIMBING KLINIK : dr. HUR HIDAYAT, Sp.KK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER i

Upload

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Upload

TINEA KAPITIS

REFERAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD UNDATA PALU

Disusun oleh:

YULI FITRIANA

G 501 08 015

PEMBIMBING KLINIK : dr. HUR HIDAYAT, Sp.KK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2013

i

Page 2: Upload

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Yuli Fitriana

No. Stambuk : G 501 08 015

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Tinea Kapitis

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUD Undata Palu

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Tadulako

Palu, Juni 2013

Pembimbing Klinik Mahasiswa

dr. Nur Hidayat, Sp. KK Yuli Fitriana

ii

Page 3: Upload

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...………………………………………………........ i

HALAMAN PENGESAHAN ...………………………………………...... ii

DAFTAR ISI ………………………………………………...………........ iii

I. PENDAHULUAN ...……………………...........……………......... 1

II. DEFINISI............…………………………….............………........ 1

III. PATOFISIOLOGI ………………………….……...........…........... 3

IV. GEJALA KLINIS ............................................................................ 4

V. DIAGNOSIS...…………………....………………..........…............ 7

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG……............................................. 9

VII. DIAGNOSIS BANDING ........…………………….........…........... 14

VIII. PENATALAKSANAAN ……………….............…………............ 15

IX. PROGNOSIS..............…………………………….......................... 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………..…………............ 18

iii

Page 4: Upload

I. PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang disebabkan karena infeksi jamur atau dermatomikosis

merupakan penyakit yang sering dijumpai pada daerah tropis karena udara yang lembab

dan udara panas sepanjang tahun sangat cocok bagi berkembangnya penyakit jamur

khususnya mikosis superfisialias.(1)

Insidensi mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang

masyarakat luas. Mikosis sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Pada

berbagai buku tentang Ilmu penyakit kulit, dijelaskan juga tentang Dermatofitosis. Istilah

dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis merupakan

penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti kuku, rambut, dan

stratum korneum pada epidermis yang disebabkan jamur dermatofita, sedangkan

dermatomikosis merupakan penyakit jamur yang menyerang kulit. Dalam beberapa

referensi, kedua istilah ini dicampuradukkan. Pembagian sederhana dari dermatofitosis

yakni berdasarkan lokasi. Sehingga dikenal beberapa bentuk dari Tinea, seperti Tinea

Kapitis, Tinea Barbe, Tinea Kruris, Tinea Pedis et Manum, Tinea Unguinum, Tinea

Korporis dan beberapa jenis tinea yang memiliki arti khusus. Dalam refarat ini akan lebih

dalam membahas tentang Tinea kapitis.(2)

I. DEFINISI

Tinea Kapitis (TK) merupakan infeksi dermatofit pada kepala, alis, dam bulu mata

yang disebabkan oleh spesies dan genus Microsporum dan Trichophyton. Sedangkan

Epidermophyton tidak pernah ditemukan pada tinea kapitis. Tinea yang berarti Infeksi

kulit yang disebabkan karena infeksi jamur atau fungi, sedangkan kapitis merupakan

lokasi terjadinya infeksi jamur.(3,4)

iv

Page 5: Upload

Tinea Kapitis memiliki sinonim dengan beberapa istilah seperti Ring worm of the

scalp, trichophytosis capitis, tinea tonsuran, herpes tonsuran.(5)

Tinea Kapitis merupakan penyakit yang terutama menyerang pada anak-anak dan

jarang menyerang pada dewasa. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan

kandungan asam lemak dalam sebum pada saat menjelang pubertas. Sebum pada masa

sesudah pubertas mengandung asam lemak yang bersifat jamur statik.(7)

II. ETIOLOGI

Penyebab Tinea Kapitis berbeda-beda berdasarkan geografi. Tinea Kapitis

disebabkan spesies Trichophyton dan Micosporum. Di Amerika Serikat, penyebab

terbanyak ialah Trichophyton tonsurans dan Micosporum canis. Di Eropa, Amerika

Selatan, Australia, Asia dan Afrika Utara, Tinea Kapitis umumnya disebabkan karena

M.canis. Trichophyton violaceum penyebab tinea kapitis terbanyak di India, sebagian

Eropa dan Afrika, sedangkan M.ferrugineum adalah penyebab terbanyak di Jepang Cina,

Korea dan Afrika Selatan. Di Medan, Tinea Kapitis terbanyak disebabkan Trichophyton

rubrum dan T. mentagrophytes.(5)

Menurut Songer dan Post (2005), Trichophyton terdiri dari 20 spesies, salah

satunya adalah T. mentagrophytes. Secara mikroskopik, T. mentagrophytes memiliki hifa

bersepta, makrokonidia; berbentuk rokok, berdinding halus, mengandung 1-6 sel, lebih

siap ditemukan pada biakan (kultur) muda yang berumur 6-10 hari. Mikrokonidia pada

biakan sangat berentet dan bertandan pada cabang konidiospora, berbulu halus, lebih

kecil, lebih sedikit, berbentuk air mata serta adanya spiral (Larone, 1976).(6)

Taksonomi dari Trichophyton adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

v

Page 6: Upload

Class : Ascomycetes

Ordo : Onygenales

Family : Arthrodermataceae

Genus : Trichophyton.(6)

III. PATOFISIOLOGI

Menurut Elewski (1996), jamur penyebab tinea kapitis secara invivo hidup pada

keratin yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati. Masa inkubasi 2-4 hari.

Infeksi dimulai pada stratum korneum porifolikuler setelah inkubasi, hifa menyebar kedalam

dan sekitar batang rambut lalu turun ke dalam folikel dan menembus ke bagian tengah rambut

lalu hifa masuk ke dalam intrapilari rambut hingga mencapai daerah keratogenesis. Disini dia

terus tumbuh sesuai dengan proses keratinisasi. Proses ini tidak melewati batas atas daerah

keratogenesis. proliferasi hifa intrapilari dan membagi kedalam bentuk antrospora yaitu yang

mencapai korteks rambut dan terus keatas permukaan. Bila rambut dicabut maka akan patah

pada bagian yang lemah, pada bagian atas adamson’ fringe. Sejumlah spora ektotrik akan

terlihat pada hifa intrapilaris. Dengan proses yang sama, terjadi pembentukan antrospora

dengan cepat dan banyak terdapat pada keratin intrapilari, sementara itu korteks tetap utuh.

Rambut yang mudah patah, dengan trauma maka ia akan patah pada tempat yang lemah. Pada

permukaan kepala dimana ia kehilangan dukungan dari dinding folikel, yang secara klinik

sisa rambut menyerupai titik hitam, jadi infeksi endoktrik dikenal sebagai black dot

ringworm. (3,5)

IV. GEJALA KLINIS

Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas

(RIPPON,1970 dan CONANT dkk.,1971).(2)

vi

Page 7: Upload

1. Grey patch ringworm

Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh

genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul

merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi

pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan

tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan mudah terlepas dari akarnya, sehingga mudah

dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut didaerah tersebut terserang oleh jamur,

sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat seperti grey patch.

Grey patch yang dilihat dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas daerah yang sakit

dengan pasti. (2)

Gambar 5.1 Grey patch ringworm

2. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat

disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum

vii

Page 8: Upload

gypseum,pembentukkan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya

Trichophyton tosurans, dan sedikit sekali penyebabnya Trichophyton. Kelainan ini dapat

menyebabkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang

menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. (2)

Gambar 5.2 Kerion

3. Black dot ringworm

Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan

Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan

yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada

muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam

di dalam folikel rambut ini memnerikan gambaran yang khas, yaitu black dot. Ujung rambut

viii

Page 9: Upload

yang patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk kebawah permukaan kulit. Dalam hal ini

perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan biakan jamur. (2)

Gambar 5.4 Black dot ringworm

4. Tinea favosa/Tinea Favus

Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawh kulit yang

bewarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta bewarna cawan (skutula) dengan

berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta

diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilau dan

akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akan menimbulkan jaringan parut dan menimbulkan

kebotakan permanen. Pada penderita tinea favus kadang tercium bau tikus (mousy odor).

ix

Page 10: Upload

UKK yang tampak dapat dilihat sebagai papulovesikel dan papuloskuamosa disertai kelainan

kulit berbentuk cawan yang khas yang kemudian berubah menjadi jaringan parut. Favus juga

dapat terjadi dibagian kuku dan sulit dibedakan dengan tinea unguinum. Tiga spesies yang

sering menyebabkan tinea favus adalah Trichophyton scholenleini, Trichophyton violaceum,

dan Microsporum gypseum.

V. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis, harus dilakukan anamnesis yang teliti,

serta pemeriksaan dari gejala klinis yang tampak pada penderita.

1. Anamnesis

Umumnya penderita tinea kapitis datang dengan keluhan kerotokan rambut

disertai rasa gatal yang ringan sampai berat tanpa peradangan, tetapi pada kerion keluhan

biasanya timbul luka-luka pada kepala. Gatal yang dirasakan terutama pada saat pasien

berkeringat(3,12)

2. Gejala Klinis

Jamur penyebab tinea kapitis menyerang pada stratum korneum dan masuk ke

folikel rambut yang selanjutnya menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut,

x

Page 11: Upload

bergantung spesiesnya. Ditandai rambut yang rontok yang patah diatas permukaan kulit

(bentuk gray patch ringworm) atau patah tepat dipangkal rambut (bentuk black dot) dan

kadang disertai peradangan ringan berupa papul, pustul sampai berat berupa kerion.(9)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mendiagnosis tinea kapitis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang agar diagnosis pasti dapat diambil. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

Pemeriksaan lampo Wood

Cahaya lampu Wood disaring melalui kaca Wood’s nickel oxide (barium silikat

dengan Nio) yang melalui sinar ultraviolet gelombang panjang (365 nm). Fluoresensi terjadi

setelah enam hari terinfeksi. Pada akhir minggu kedua fluoresensi mencapai permukaan

folikel pada saat ini baru dapat dideteksi secara klinik. Infeksi rambut oleh Microsporum

canis, Microsporum audouinii dan Microsporum ferrugineum akan memberikan fluoresensi

hijau terang sedangkan infeksi oleh Trichophyton schoenleinii akan memberikan fluoresensi

hijau suram.(3)

Pada referensi lainnya menjelaskan beberapa jenis jamur yakni Trichophyton

tonsurans dan Trichophyton violaseum tidak memberikan warna fluoresensi. (5)

Pemeriksaan laboratorium

Sebelum mengambil spesimen, sebaiknya kesi dibersihkan dengan alkohol 70%

untuk meningkatkan kemingkinan terdeteksi fungi secara mikroskopis, perlu juga

membersihkan salep, krim, atau bedak yang telah diguakan oleh penderita. (3)

Sediaan KOH

xi

Page 12: Upload

Rambut dicabut dengan forcep’s (pengambilan spesimen sebaiknya tidak

menggunakan swab kapas karena serat katun dapat menyerupai hifa) kemudian diletakkan

pada kaca obyek lalu ditetesi KOH 10% dan ditutupi dengan gelas penutup, panaskan

perlahan, jangan sampai mendidih kemudian diperiksa dibawah mikroskop, mula-mula

dengan obyektif 10 kali untuk melihat lapangan pandang kemudian obyektif 40 kali untuk

mencari elemen-elemen jamur yaitu :

- Hifa : double countour (dua garis lurus sejajar transparan dikotomi(bercabang

dua) berseptum.

- Artrokonidia/artrosopra : spora berderet diujung hifa merupakan pecahan-

pecahan ujung hifa.

Pemeriksaan mikroskopis secara langsung sediaan tinea kapitis akan tampak

artrospora yang berlokasi diluar (ektotrik) atau didalam (endotrik) rambutnya yang terinfeksi,

sedangkan pada skuama kulit terdapat hifa dan atrospora.(3)

Kultur

Spesimen kulit kepala diambil dengan kerokan pisau dan rambut yang terinfeksi

yang berfluoresensi positif dengan lampu wood yang terlipat atau yang patah dicabut

kemudian ditanam kedalam media. Media standar untuk isolasi primer dermatofit adalah

Sabouraund agar yang mengandung sikloheksamid dan antibiotik (Mycobiotic agar, Mycosel

agar, Dermatophyte test media = DTM). Pertumbuhan jamur rekatif lambat antara 10 hari

sampai 3 minggu pada tempertur optimum 25oC. (3)

Untuk identifikasi jamur, ada 3 hal yang diobservasi dari kultur adalah :

- Permukaan koloni ; warna (putih, mutiara, hitam) konsistensi (seperti kapas,

kulit halus, benang).

xii

Page 13: Upload

- Bagian tubuh koloni : mencapai pigmen yang dapat berkonfirmasi dengan

media khusus.

- Morfologi secara mikroskopis ; melihat mikrokonidia, makrokonidia,

observasi ukuran, bentuk, susunan dan struktur hifa. (3)

Microsporum audouinii

- Makroskopis : koloni mendatar dengan permukaan seperti beludru dan warna coklat

terang hingga coklat kusam.

- Mikroskopis : makrokonidia jarang, bentuk spindle tidak rata, memanjang, dinding tebal,

mikrokonidia juga jarang, sel tunggal tidak bertangkai.

Microsporum canis

- Makroskopis : koloni lebih dari satu bentuk, kebanyakan seperti kapas, warna putih

kekuningan, makin lama menjadi coklat kekuningan.

- Mikroskopis : makrokonidia banyak, tidak spindle dengan berujung bengkok dan dinding

verukosa tebal, mikrokonidia tersebar, dinding halus, tidak bertangkai.

Microsporum ferrugineum

- Makroskopis : licin seperti lilin, bewarna putih kecoklatan.

- Mikroskopis : makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada.

Microsporum gypseum

- Makroskopis : koloni awalnya putih dan berbulu, serbuk, granular kuning coklat.

- Mikroskopis : makrokonidia banyak, bentuk spindle, dinding tebal, bergerigi;

mikrokonidia seperti gada, tidak bertangkai disepanjang hifa.

Trichophyton tonsurans

- Makroskopis : koloni lunak seperti beludru, bisa juga seperti benang, halus, warna

bervariasi putih, kuning, coklat.

xiii

Page 14: Upload

- Mikroskopis : makrokonidia jarang ditemukan, licin, dinding tipis, mikrokonidia banyak

kecil.

Trichophyton violaceum

- Makroskopis : tidak berbulu seperti lilin, berlekuk.

- Mikroskopos : makrokonidia tidak ada, mikrokonidia jarang.

Trichophyton mentagrophytes

- Makroskopis : sangat bervariasi, permukaan mengkilat dan berbentuk serbuk atau putih

dan berbulu halus, dapat menjadi merah muda atau kekuningan, bentuk serbuk

memperlihatkan gambaran konsentris da lipatan radial.

- Mikroskopis : hifa bersepta, makrokonidia 4-8 x 20-50 mm kadang-kadang ada,

berbentuk seperti rokok dengan dinding tipis berisi 1-9 sel; mikrokonidia pada kultur

berbentuk seperti tepung,sangat berkelok dan terbagi-bagi pada konidiospora,

percabangan jumlahnya sedikit, berbentuk tetesan, hifa berbentuk spiral sering terlihat.

Trichophyton rubrum

- Makroskopis : permukaan granular atau lembaran halus, putih sampai kekuningan,

dibaliknya bewarna merah gelap atau keunguan, kadang coklat, kuning oranye atau tidak

berwarna.

- Mikroskopis : hifa bersepta dan bagian lateralnya dari makrokonidia berbentuk tetesan,

makrokonidia bisa juga banyak, jarang atau tidak ada, bila ada mikrokonidianya panjang,

sempit dan berdinding tipis dan mempunyai 2-8 sel; makrokonidia pada bagian akhir hifa

yang membengkak tunggal atau berkelompok dapat terbentuk langsung.(3)

Histopatologis

Tidak ada gambaran histopatologis yang khas pada infeksi dermatofit dan hifa

dapat tampak dengan pengecatan khusus. Infeksi pada folikel biasanya diawali dengan

kolonisasi di stratum korneum di sekitar folikel. Hifa meluas ke folikel tumbuh pada

xiv

Page 15: Upload

permukaan batang rambut, kemudian menginvasi rambut menembuskutikel dan

berproliferasi. Ujung hifa tumbuh kebawah dalam batang rambut membentuk Adamson’s

fringe. Tampak infiltrat polifolikuler dengan intensitas yang bervariasi sesuai dengan derajat

keradangan. (3)

Polymerase chain reaction (PCR)

Diagnosis spesimen jamur patogen secara cepat, spesifik dan sensitif dengan

menggunakan metode PCR dengan amplifikasi DNAr 185 gen dari kultur DNA ekstraksi

(tahap pertama) kemudian jamur patogen dideteksi dengan PCR. Penelitian dari Changgui et

al menunjukkan DNAr 185 gene terdiri dari 11 spesies jamur yaitu dermatifit, ragi, jenis

dimorfik. Polymerase chain reaction yang dideteksi menghasilkan DNAr 185 dari skuama.

Kesimpulannya bahwa PCR dapat dipakai untuk diagnosis molekul jamur, patogen pada

klinik. (3)

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis seboroik

Rambut yang terkena lebih difus, rambut tidak patah, dan kulit kepala tampak

merah, skuama berminyak dan gatal.

2. Psoriasis

Skuama sangat menonjol, tapi rambut tidak patah dan batas tegas.

3. Impetigo

Biasanya sukar dibedakan dengan tinea yang meradang, tapi rasa sakit biasanya

kurang berat pada tinea kapitis.

4. Alopesia areata

Pada keadaan ini skuamanya kurang dan rambut pada daerah tepinya tidak mudah

patah, meskipun mudah dicabut, tidak ada peradangan, dan tidak terlihat jamur.

xv

Page 16: Upload

5. Pseupelade

Merupakan alopesia sikatrial yang progresif. Lesi biasanya halus, bercak atrofi

tanpa rambut.

6. Folikulitis decalvam (FD)

Folikulitis decalvam menghasilkan alopesia sikatrial pada daerah berambut, hasil

dari perluasan pustul folikuler yaitu berupa krusta dan daerah atrofi pada bagian tengahnya

yang tanpa rambut.(3)

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa

Oral

Pengobatan oral adalah pengobatan paling efektif, walaupun pada saat ini cukup

banyak obat topikal dari derivat imidazol yang memiliki efek fungistatik.

1. Griseofulvin, yang masih merupakan pilihan karena keamanannya. Untuk bentuk

ultramicrosize diberikan dosis tunggal 10-15 mg/kg BB, sedangkan microsize 15-25

mg/kg BB. Lama pengobatan tergantung keadaan klinis dan mikologik. Pasien minimal

6-8 minggu sampai 3-4 bulan. Kontraindikasi terhadap pasien SLE, acute itermittent

porphyria, alergi terhadap penisilin dan pemakaian kontrasepsi oral, serta kehamilan.

Untuk dewasa : R/ Griseofulvin tab 500 mg No. XIV

S1dd tab 1 d.c. (atau diminum dengan susu) .(5,12)

2. Ketokonazol, efektif pada tinea kapitis yag disebabkan oleh Trychopyton. Kurang efektif

pada M.canis. Dosis pemberian adalah 3,3 – 6,6 mg/kgBB selama 3-6 minggu.

Kontraindikasi terhadap penyakit hepar karena ketokonazol bersifat hepatotoksik.

xvi

Page 17: Upload

Untuk dewasa : R/ Ketokonazol Tab 200 mg No. XIV

S1dd tab 1 d.c (atau diminum dengan susu) (5,12)

3. Itrakonazol, sangat efektif terhadap Trychopyton dan Microsporum, dengan dosis 100

mg/hari selama 5 minggu (3-5mg/kgBB). Efek samping dari itrakonazol adalah

perubahan fungsi hati yang tidak menetap, hipokalemia (bila dosis tinggi), nausea, nyeri

abdome, rash, sakit kepala, dan pusing. Itrakonazol tidak dapat diberikan bersamaan

dengan terfenadrin atau antihistamin non sedatif lainnya karena dapat menyebabkan

gangguan jantung.

4. Flukonazol, efektif untuk tinea kapitis dan tersedia dalam sediaan sirup, sehingga cocok

untuk para pasien anak. Tidak menimbulkan efek samping terhadap sistem

gastrointestinal, keamanan tinggi dan ditoleransi baik.

5. Terbinafin, diberikan selama 6 minggu. Umumnya cukup dengan dosis 3-6

mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu. Sediaan berupa tablet 250mg. Efek samping yang

dapat terjadi seperti perubahan enzim hati adalahrendah, tetapi efek lain seperti

gastrointestinal, pusing, urtikaria, reaksi morbili, sakit kepala, hilangnya rasa mengecap.

Obat ini tidak dianjurkan pada anak-anak

R/ Terbinafine (LamisilR) tab 250 mg No. XIV

S1dd tab 1 p.c (atau sesudah makan)(5,12)

Biasanya pada tinea kapitis dengan jenis kerion dapat diberikan antibiotik oral

seperti eritromisin dengan dosis 250-500 mg per oral 3 kali sehari. Koertikosteroid oral

seperti prednison dengan dosis 3x5mg atau prednisolon 3x4 mg selama 2 minggu. (2,5)

Topikal

xvii

Page 18: Upload

Anti jamur dapat diberikan pada penderita dan keluarganya yaitu berupa shampo

ketokonazol 2% atau selenium sulfid 2,5% diberikan paling sedikit 3x seminggu dan

didiamkan pada kulit kepala selama 5 menit. (5)

B. Non Medikamentosa

Pencegahan penularan dilakukan dengan menghindari pemakaina bersama topi,

telepon, pakaian dan alat-alat rambut. (5)

IX. PROGNOSIS

Mungkin sulit untuk menyingkirkan tinea kapitis. Beberapa kasus, infeksi dapat

berulang setelah pengobatan. Penyebab kegagalan pengobatan termasuk infeksi ulang,

ketidakpekaan relatif organisme, penyerapan suboptimal obat, dan kurangnya kepatuhan

karena panjangnya pengobatan. T. tonsurans dan spesies Microsporum adalah agen

menyinggung khas dalam kasus positif persisten. Jika jamur masih dapat diisolasi dari kulit

lesi pada penyelesaian pengobatan, tapi tanda-tanda klinis telah membaik, rekomendasinya

adalah untuk melanjutkan rejimen asli untuk satu bulan lagi.(10,11)

xviii

Page 19: Upload

DAFTAR PUSTAKA

1. Budi Putra Imam, Onikomikosis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

Medan. 2008 : 2.

2. Djuanda Adhi, dkk.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010 : 95-99.

3. Amiruddin, Muh. D. Ilmu Penyakit Kulit. FK UNHAS. Makassar. 2003 : 39-44.

4. Novak D. Patricia, Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC. Jakarta. 1998:

181,1099.

5. Budimulja Unandar, dkk. Dermatomikosis Superfisialis “Pedoman untuk Dokter dan

Mahasiswa Kedokteran”. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 2001 : 22-28.

6. Anonim. Taksonomi Jamur. Universitas Bogor Agrikultural. Bogor : 9.

7. Brown Robin Graham and Burns Tony, Lecture Notes “Dermatologi”. Erlangga

Medical Series. Jakarta. 2005 : 35-36.

8. Gambar-gambar diunduh pada tanggal 06 Juni 2013 di link :

http://medicom.blogdetik.com/2009/03/10/dermatofitosis-2/

9. Sjamsoe Emmy S., dkk. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2005 : 28.

10. Health Guide. Tinea Capitis. Diunduh pada tanggal 07 Juni 2013 di link :

http://health.nytimes.com/health/guides/disease/tinea-capitis/overview.html

11. Medscape Reference. Tinea Capitis. Diunduh pada tanggal 07 Juni 2013 di link :

http://emedicine.medscape.com/article/1091351-followup#a2650

12. Anonim. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Art of Therapy.

xix