Upload
yuli-fitriana
View
57
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
TINEA KAPITIS
REFERAT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD UNDATA PALU
Disusun oleh:
YULI FITRIANA
G 501 08 015
PEMBIMBING KLINIK : dr. HUR HIDAYAT, Sp.KK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Yuli Fitriana
No. Stambuk : G 501 08 015
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Tinea Kapitis
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako
Palu, Juni 2013
Pembimbing Klinik Mahasiswa
dr. Nur Hidayat, Sp. KK Yuli Fitriana
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...………………………………………………........ i
HALAMAN PENGESAHAN ...………………………………………...... ii
DAFTAR ISI ………………………………………………...………........ iii
I. PENDAHULUAN ...……………………...........……………......... 1
II. DEFINISI............…………………………….............………........ 1
III. PATOFISIOLOGI ………………………….……...........…........... 3
IV. GEJALA KLINIS ............................................................................ 4
V. DIAGNOSIS...…………………....………………..........…............ 7
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG……............................................. 9
VII. DIAGNOSIS BANDING ........…………………….........…........... 14
VIII. PENATALAKSANAAN ……………….............…………............ 15
IX. PROGNOSIS..............…………………………….......................... 17
DAFTAR PUSTAKA …………………………………..…………............ 18
iii
I. PENDAHULUAN
Penyakit kulit yang disebabkan karena infeksi jamur atau dermatomikosis
merupakan penyakit yang sering dijumpai pada daerah tropis karena udara yang lembab
dan udara panas sepanjang tahun sangat cocok bagi berkembangnya penyakit jamur
khususnya mikosis superfisialias.(1)
Insidensi mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang
masyarakat luas. Mikosis sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Pada
berbagai buku tentang Ilmu penyakit kulit, dijelaskan juga tentang Dermatofitosis. Istilah
dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis merupakan
penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti kuku, rambut, dan
stratum korneum pada epidermis yang disebabkan jamur dermatofita, sedangkan
dermatomikosis merupakan penyakit jamur yang menyerang kulit. Dalam beberapa
referensi, kedua istilah ini dicampuradukkan. Pembagian sederhana dari dermatofitosis
yakni berdasarkan lokasi. Sehingga dikenal beberapa bentuk dari Tinea, seperti Tinea
Kapitis, Tinea Barbe, Tinea Kruris, Tinea Pedis et Manum, Tinea Unguinum, Tinea
Korporis dan beberapa jenis tinea yang memiliki arti khusus. Dalam refarat ini akan lebih
dalam membahas tentang Tinea kapitis.(2)
I. DEFINISI
Tinea Kapitis (TK) merupakan infeksi dermatofit pada kepala, alis, dam bulu mata
yang disebabkan oleh spesies dan genus Microsporum dan Trichophyton. Sedangkan
Epidermophyton tidak pernah ditemukan pada tinea kapitis. Tinea yang berarti Infeksi
kulit yang disebabkan karena infeksi jamur atau fungi, sedangkan kapitis merupakan
lokasi terjadinya infeksi jamur.(3,4)
iv
Tinea Kapitis memiliki sinonim dengan beberapa istilah seperti Ring worm of the
scalp, trichophytosis capitis, tinea tonsuran, herpes tonsuran.(5)
Tinea Kapitis merupakan penyakit yang terutama menyerang pada anak-anak dan
jarang menyerang pada dewasa. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan
kandungan asam lemak dalam sebum pada saat menjelang pubertas. Sebum pada masa
sesudah pubertas mengandung asam lemak yang bersifat jamur statik.(7)
II. ETIOLOGI
Penyebab Tinea Kapitis berbeda-beda berdasarkan geografi. Tinea Kapitis
disebabkan spesies Trichophyton dan Micosporum. Di Amerika Serikat, penyebab
terbanyak ialah Trichophyton tonsurans dan Micosporum canis. Di Eropa, Amerika
Selatan, Australia, Asia dan Afrika Utara, Tinea Kapitis umumnya disebabkan karena
M.canis. Trichophyton violaceum penyebab tinea kapitis terbanyak di India, sebagian
Eropa dan Afrika, sedangkan M.ferrugineum adalah penyebab terbanyak di Jepang Cina,
Korea dan Afrika Selatan. Di Medan, Tinea Kapitis terbanyak disebabkan Trichophyton
rubrum dan T. mentagrophytes.(5)
Menurut Songer dan Post (2005), Trichophyton terdiri dari 20 spesies, salah
satunya adalah T. mentagrophytes. Secara mikroskopik, T. mentagrophytes memiliki hifa
bersepta, makrokonidia; berbentuk rokok, berdinding halus, mengandung 1-6 sel, lebih
siap ditemukan pada biakan (kultur) muda yang berumur 6-10 hari. Mikrokonidia pada
biakan sangat berentet dan bertandan pada cabang konidiospora, berbulu halus, lebih
kecil, lebih sedikit, berbentuk air mata serta adanya spiral (Larone, 1976).(6)
Taksonomi dari Trichophyton adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
v
Class : Ascomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton.(6)
III. PATOFISIOLOGI
Menurut Elewski (1996), jamur penyebab tinea kapitis secara invivo hidup pada
keratin yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati. Masa inkubasi 2-4 hari.
Infeksi dimulai pada stratum korneum porifolikuler setelah inkubasi, hifa menyebar kedalam
dan sekitar batang rambut lalu turun ke dalam folikel dan menembus ke bagian tengah rambut
lalu hifa masuk ke dalam intrapilari rambut hingga mencapai daerah keratogenesis. Disini dia
terus tumbuh sesuai dengan proses keratinisasi. Proses ini tidak melewati batas atas daerah
keratogenesis. proliferasi hifa intrapilari dan membagi kedalam bentuk antrospora yaitu yang
mencapai korteks rambut dan terus keatas permukaan. Bila rambut dicabut maka akan patah
pada bagian yang lemah, pada bagian atas adamson’ fringe. Sejumlah spora ektotrik akan
terlihat pada hifa intrapilaris. Dengan proses yang sama, terjadi pembentukan antrospora
dengan cepat dan banyak terdapat pada keratin intrapilari, sementara itu korteks tetap utuh.
Rambut yang mudah patah, dengan trauma maka ia akan patah pada tempat yang lemah. Pada
permukaan kepala dimana ia kehilangan dukungan dari dinding folikel, yang secara klinik
sisa rambut menyerupai titik hitam, jadi infeksi endoktrik dikenal sebagai black dot
ringworm. (3,5)
IV. GEJALA KLINIS
Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas
(RIPPON,1970 dan CONANT dkk.,1971).(2)
vi
1. Grey patch ringworm
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh
genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul
merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan
tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan mudah terlepas dari akarnya, sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut didaerah tersebut terserang oleh jamur,
sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat seperti grey patch.
Grey patch yang dilihat dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas daerah yang sakit
dengan pasti. (2)
Gambar 5.1 Grey patch ringworm
2. Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat
disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum
vii
gypseum,pembentukkan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya
Trichophyton tosurans, dan sedikit sekali penyebabnya Trichophyton. Kelainan ini dapat
menyebabkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang
menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. (2)
Gambar 5.2 Kerion
3. Black dot ringworm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan
Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan
yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada
muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam
di dalam folikel rambut ini memnerikan gambaran yang khas, yaitu black dot. Ujung rambut
viii
yang patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk kebawah permukaan kulit. Dalam hal ini
perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan biakan jamur. (2)
Gambar 5.4 Black dot ringworm
4. Tinea favosa/Tinea Favus
Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawh kulit yang
bewarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta bewarna cawan (skutula) dengan
berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta
diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilau dan
akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akan menimbulkan jaringan parut dan menimbulkan
kebotakan permanen. Pada penderita tinea favus kadang tercium bau tikus (mousy odor).
ix
UKK yang tampak dapat dilihat sebagai papulovesikel dan papuloskuamosa disertai kelainan
kulit berbentuk cawan yang khas yang kemudian berubah menjadi jaringan parut. Favus juga
dapat terjadi dibagian kuku dan sulit dibedakan dengan tinea unguinum. Tiga spesies yang
sering menyebabkan tinea favus adalah Trichophyton scholenleini, Trichophyton violaceum,
dan Microsporum gypseum.
V. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis, harus dilakukan anamnesis yang teliti,
serta pemeriksaan dari gejala klinis yang tampak pada penderita.
1. Anamnesis
Umumnya penderita tinea kapitis datang dengan keluhan kerotokan rambut
disertai rasa gatal yang ringan sampai berat tanpa peradangan, tetapi pada kerion keluhan
biasanya timbul luka-luka pada kepala. Gatal yang dirasakan terutama pada saat pasien
berkeringat(3,12)
2. Gejala Klinis
Jamur penyebab tinea kapitis menyerang pada stratum korneum dan masuk ke
folikel rambut yang selanjutnya menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut,
x
bergantung spesiesnya. Ditandai rambut yang rontok yang patah diatas permukaan kulit
(bentuk gray patch ringworm) atau patah tepat dipangkal rambut (bentuk black dot) dan
kadang disertai peradangan ringan berupa papul, pustul sampai berat berupa kerion.(9)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis tinea kapitis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang agar diagnosis pasti dapat diambil. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
Pemeriksaan lampo Wood
Cahaya lampu Wood disaring melalui kaca Wood’s nickel oxide (barium silikat
dengan Nio) yang melalui sinar ultraviolet gelombang panjang (365 nm). Fluoresensi terjadi
setelah enam hari terinfeksi. Pada akhir minggu kedua fluoresensi mencapai permukaan
folikel pada saat ini baru dapat dideteksi secara klinik. Infeksi rambut oleh Microsporum
canis, Microsporum audouinii dan Microsporum ferrugineum akan memberikan fluoresensi
hijau terang sedangkan infeksi oleh Trichophyton schoenleinii akan memberikan fluoresensi
hijau suram.(3)
Pada referensi lainnya menjelaskan beberapa jenis jamur yakni Trichophyton
tonsurans dan Trichophyton violaseum tidak memberikan warna fluoresensi. (5)
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum mengambil spesimen, sebaiknya kesi dibersihkan dengan alkohol 70%
untuk meningkatkan kemingkinan terdeteksi fungi secara mikroskopis, perlu juga
membersihkan salep, krim, atau bedak yang telah diguakan oleh penderita. (3)
Sediaan KOH
xi
Rambut dicabut dengan forcep’s (pengambilan spesimen sebaiknya tidak
menggunakan swab kapas karena serat katun dapat menyerupai hifa) kemudian diletakkan
pada kaca obyek lalu ditetesi KOH 10% dan ditutupi dengan gelas penutup, panaskan
perlahan, jangan sampai mendidih kemudian diperiksa dibawah mikroskop, mula-mula
dengan obyektif 10 kali untuk melihat lapangan pandang kemudian obyektif 40 kali untuk
mencari elemen-elemen jamur yaitu :
- Hifa : double countour (dua garis lurus sejajar transparan dikotomi(bercabang
dua) berseptum.
- Artrokonidia/artrosopra : spora berderet diujung hifa merupakan pecahan-
pecahan ujung hifa.
Pemeriksaan mikroskopis secara langsung sediaan tinea kapitis akan tampak
artrospora yang berlokasi diluar (ektotrik) atau didalam (endotrik) rambutnya yang terinfeksi,
sedangkan pada skuama kulit terdapat hifa dan atrospora.(3)
Kultur
Spesimen kulit kepala diambil dengan kerokan pisau dan rambut yang terinfeksi
yang berfluoresensi positif dengan lampu wood yang terlipat atau yang patah dicabut
kemudian ditanam kedalam media. Media standar untuk isolasi primer dermatofit adalah
Sabouraund agar yang mengandung sikloheksamid dan antibiotik (Mycobiotic agar, Mycosel
agar, Dermatophyte test media = DTM). Pertumbuhan jamur rekatif lambat antara 10 hari
sampai 3 minggu pada tempertur optimum 25oC. (3)
Untuk identifikasi jamur, ada 3 hal yang diobservasi dari kultur adalah :
- Permukaan koloni ; warna (putih, mutiara, hitam) konsistensi (seperti kapas,
kulit halus, benang).
xii
- Bagian tubuh koloni : mencapai pigmen yang dapat berkonfirmasi dengan
media khusus.
- Morfologi secara mikroskopis ; melihat mikrokonidia, makrokonidia,
observasi ukuran, bentuk, susunan dan struktur hifa. (3)
Microsporum audouinii
- Makroskopis : koloni mendatar dengan permukaan seperti beludru dan warna coklat
terang hingga coklat kusam.
- Mikroskopis : makrokonidia jarang, bentuk spindle tidak rata, memanjang, dinding tebal,
mikrokonidia juga jarang, sel tunggal tidak bertangkai.
Microsporum canis
- Makroskopis : koloni lebih dari satu bentuk, kebanyakan seperti kapas, warna putih
kekuningan, makin lama menjadi coklat kekuningan.
- Mikroskopis : makrokonidia banyak, tidak spindle dengan berujung bengkok dan dinding
verukosa tebal, mikrokonidia tersebar, dinding halus, tidak bertangkai.
Microsporum ferrugineum
- Makroskopis : licin seperti lilin, bewarna putih kecoklatan.
- Mikroskopis : makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada.
Microsporum gypseum
- Makroskopis : koloni awalnya putih dan berbulu, serbuk, granular kuning coklat.
- Mikroskopis : makrokonidia banyak, bentuk spindle, dinding tebal, bergerigi;
mikrokonidia seperti gada, tidak bertangkai disepanjang hifa.
Trichophyton tonsurans
- Makroskopis : koloni lunak seperti beludru, bisa juga seperti benang, halus, warna
bervariasi putih, kuning, coklat.
xiii
- Mikroskopis : makrokonidia jarang ditemukan, licin, dinding tipis, mikrokonidia banyak
kecil.
Trichophyton violaceum
- Makroskopis : tidak berbulu seperti lilin, berlekuk.
- Mikroskopos : makrokonidia tidak ada, mikrokonidia jarang.
Trichophyton mentagrophytes
- Makroskopis : sangat bervariasi, permukaan mengkilat dan berbentuk serbuk atau putih
dan berbulu halus, dapat menjadi merah muda atau kekuningan, bentuk serbuk
memperlihatkan gambaran konsentris da lipatan radial.
- Mikroskopis : hifa bersepta, makrokonidia 4-8 x 20-50 mm kadang-kadang ada,
berbentuk seperti rokok dengan dinding tipis berisi 1-9 sel; mikrokonidia pada kultur
berbentuk seperti tepung,sangat berkelok dan terbagi-bagi pada konidiospora,
percabangan jumlahnya sedikit, berbentuk tetesan, hifa berbentuk spiral sering terlihat.
Trichophyton rubrum
- Makroskopis : permukaan granular atau lembaran halus, putih sampai kekuningan,
dibaliknya bewarna merah gelap atau keunguan, kadang coklat, kuning oranye atau tidak
berwarna.
- Mikroskopis : hifa bersepta dan bagian lateralnya dari makrokonidia berbentuk tetesan,
makrokonidia bisa juga banyak, jarang atau tidak ada, bila ada mikrokonidianya panjang,
sempit dan berdinding tipis dan mempunyai 2-8 sel; makrokonidia pada bagian akhir hifa
yang membengkak tunggal atau berkelompok dapat terbentuk langsung.(3)
Histopatologis
Tidak ada gambaran histopatologis yang khas pada infeksi dermatofit dan hifa
dapat tampak dengan pengecatan khusus. Infeksi pada folikel biasanya diawali dengan
kolonisasi di stratum korneum di sekitar folikel. Hifa meluas ke folikel tumbuh pada
xiv
permukaan batang rambut, kemudian menginvasi rambut menembuskutikel dan
berproliferasi. Ujung hifa tumbuh kebawah dalam batang rambut membentuk Adamson’s
fringe. Tampak infiltrat polifolikuler dengan intensitas yang bervariasi sesuai dengan derajat
keradangan. (3)
Polymerase chain reaction (PCR)
Diagnosis spesimen jamur patogen secara cepat, spesifik dan sensitif dengan
menggunakan metode PCR dengan amplifikasi DNAr 185 gen dari kultur DNA ekstraksi
(tahap pertama) kemudian jamur patogen dideteksi dengan PCR. Penelitian dari Changgui et
al menunjukkan DNAr 185 gene terdiri dari 11 spesies jamur yaitu dermatifit, ragi, jenis
dimorfik. Polymerase chain reaction yang dideteksi menghasilkan DNAr 185 dari skuama.
Kesimpulannya bahwa PCR dapat dipakai untuk diagnosis molekul jamur, patogen pada
klinik. (3)
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroik
Rambut yang terkena lebih difus, rambut tidak patah, dan kulit kepala tampak
merah, skuama berminyak dan gatal.
2. Psoriasis
Skuama sangat menonjol, tapi rambut tidak patah dan batas tegas.
3. Impetigo
Biasanya sukar dibedakan dengan tinea yang meradang, tapi rasa sakit biasanya
kurang berat pada tinea kapitis.
4. Alopesia areata
Pada keadaan ini skuamanya kurang dan rambut pada daerah tepinya tidak mudah
patah, meskipun mudah dicabut, tidak ada peradangan, dan tidak terlihat jamur.
xv
5. Pseupelade
Merupakan alopesia sikatrial yang progresif. Lesi biasanya halus, bercak atrofi
tanpa rambut.
6. Folikulitis decalvam (FD)
Folikulitis decalvam menghasilkan alopesia sikatrial pada daerah berambut, hasil
dari perluasan pustul folikuler yaitu berupa krusta dan daerah atrofi pada bagian tengahnya
yang tanpa rambut.(3)
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Oral
Pengobatan oral adalah pengobatan paling efektif, walaupun pada saat ini cukup
banyak obat topikal dari derivat imidazol yang memiliki efek fungistatik.
1. Griseofulvin, yang masih merupakan pilihan karena keamanannya. Untuk bentuk
ultramicrosize diberikan dosis tunggal 10-15 mg/kg BB, sedangkan microsize 15-25
mg/kg BB. Lama pengobatan tergantung keadaan klinis dan mikologik. Pasien minimal
6-8 minggu sampai 3-4 bulan. Kontraindikasi terhadap pasien SLE, acute itermittent
porphyria, alergi terhadap penisilin dan pemakaian kontrasepsi oral, serta kehamilan.
Untuk dewasa : R/ Griseofulvin tab 500 mg No. XIV
S1dd tab 1 d.c. (atau diminum dengan susu) .(5,12)
2. Ketokonazol, efektif pada tinea kapitis yag disebabkan oleh Trychopyton. Kurang efektif
pada M.canis. Dosis pemberian adalah 3,3 – 6,6 mg/kgBB selama 3-6 minggu.
Kontraindikasi terhadap penyakit hepar karena ketokonazol bersifat hepatotoksik.
xvi
Untuk dewasa : R/ Ketokonazol Tab 200 mg No. XIV
S1dd tab 1 d.c (atau diminum dengan susu) (5,12)
3. Itrakonazol, sangat efektif terhadap Trychopyton dan Microsporum, dengan dosis 100
mg/hari selama 5 minggu (3-5mg/kgBB). Efek samping dari itrakonazol adalah
perubahan fungsi hati yang tidak menetap, hipokalemia (bila dosis tinggi), nausea, nyeri
abdome, rash, sakit kepala, dan pusing. Itrakonazol tidak dapat diberikan bersamaan
dengan terfenadrin atau antihistamin non sedatif lainnya karena dapat menyebabkan
gangguan jantung.
4. Flukonazol, efektif untuk tinea kapitis dan tersedia dalam sediaan sirup, sehingga cocok
untuk para pasien anak. Tidak menimbulkan efek samping terhadap sistem
gastrointestinal, keamanan tinggi dan ditoleransi baik.
5. Terbinafin, diberikan selama 6 minggu. Umumnya cukup dengan dosis 3-6
mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu. Sediaan berupa tablet 250mg. Efek samping yang
dapat terjadi seperti perubahan enzim hati adalahrendah, tetapi efek lain seperti
gastrointestinal, pusing, urtikaria, reaksi morbili, sakit kepala, hilangnya rasa mengecap.
Obat ini tidak dianjurkan pada anak-anak
R/ Terbinafine (LamisilR) tab 250 mg No. XIV
S1dd tab 1 p.c (atau sesudah makan)(5,12)
Biasanya pada tinea kapitis dengan jenis kerion dapat diberikan antibiotik oral
seperti eritromisin dengan dosis 250-500 mg per oral 3 kali sehari. Koertikosteroid oral
seperti prednison dengan dosis 3x5mg atau prednisolon 3x4 mg selama 2 minggu. (2,5)
Topikal
xvii
Anti jamur dapat diberikan pada penderita dan keluarganya yaitu berupa shampo
ketokonazol 2% atau selenium sulfid 2,5% diberikan paling sedikit 3x seminggu dan
didiamkan pada kulit kepala selama 5 menit. (5)
B. Non Medikamentosa
Pencegahan penularan dilakukan dengan menghindari pemakaina bersama topi,
telepon, pakaian dan alat-alat rambut. (5)
IX. PROGNOSIS
Mungkin sulit untuk menyingkirkan tinea kapitis. Beberapa kasus, infeksi dapat
berulang setelah pengobatan. Penyebab kegagalan pengobatan termasuk infeksi ulang,
ketidakpekaan relatif organisme, penyerapan suboptimal obat, dan kurangnya kepatuhan
karena panjangnya pengobatan. T. tonsurans dan spesies Microsporum adalah agen
menyinggung khas dalam kasus positif persisten. Jika jamur masih dapat diisolasi dari kulit
lesi pada penyelesaian pengobatan, tapi tanda-tanda klinis telah membaik, rekomendasinya
adalah untuk melanjutkan rejimen asli untuk satu bulan lagi.(10,11)
xviii
DAFTAR PUSTAKA
1. Budi Putra Imam, Onikomikosis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Medan. 2008 : 2.
2. Djuanda Adhi, dkk.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010 : 95-99.
3. Amiruddin, Muh. D. Ilmu Penyakit Kulit. FK UNHAS. Makassar. 2003 : 39-44.
4. Novak D. Patricia, Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC. Jakarta. 1998:
181,1099.
5. Budimulja Unandar, dkk. Dermatomikosis Superfisialis “Pedoman untuk Dokter dan
Mahasiswa Kedokteran”. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2001 : 22-28.
6. Anonim. Taksonomi Jamur. Universitas Bogor Agrikultural. Bogor : 9.
7. Brown Robin Graham and Burns Tony, Lecture Notes “Dermatologi”. Erlangga
Medical Series. Jakarta. 2005 : 35-36.
8. Gambar-gambar diunduh pada tanggal 06 Juni 2013 di link :
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/10/dermatofitosis-2/
9. Sjamsoe Emmy S., dkk. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2005 : 28.
10. Health Guide. Tinea Capitis. Diunduh pada tanggal 07 Juni 2013 di link :
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/tinea-capitis/overview.html
11. Medscape Reference. Tinea Capitis. Diunduh pada tanggal 07 Juni 2013 di link :
http://emedicine.medscape.com/article/1091351-followup#a2650
12. Anonim. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Art of Therapy.
xix