37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pengenalan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Usulan Pengembangan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Pengembangan

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pengenalan agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan

meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat

dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,

pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan

adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini

didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada

anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam

memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam beberapa bidang

perkembangan telah terjadi perubahan radikal dalam sikap terhadap

2

pentingnya penyesuaian pribadi dan sosial anak-anak ketimbang dalam

bermain. Perubahan sikap ini bukan hanya saja terjadi dikalangan para

ilmuan tetapi juga di kalangan orang awam. Sejak peralihan abad

sekarang telah terjadi perubahan sikap yang radikal terhadap bermain

sebagai hasil studi ilmiah mengenai apa saja yang dapat disumbangkan

bermain bagi perkembangan anak.

Bermain merupakan suatu aktivitas yang langsung dan spontan.

Bermain dapat diartikan sebagai sesuatu kegiatan yang digunakan untuk

berbagai tujuan yang menyenangkan. Para ilmuan telah menunjukkan

bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga, karena

ketika bermain anak dapat mendorong imajinasi anak dan mengeluarkan

ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Menurut Roger, dkk (2008)

setiap anak ingin selalu bermain, sebab dengan bermain anak merasa

rileks, senang dan tidak tertekan.

Anak mengekspresikan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia

dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan

semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak

hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang

terekspresikan lewat bermain, tetapi juga hal-hal yang ia rasakan,

ketakutanketakutan dan kegembiraannya. Orang tua juga dapat

menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orang tuanya dan

keluarganya.

3

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu lembaga yang

di samping memberikan kesempatan bermain sambil belajar dan

sekaligus mendidik anak untuk mandiri, bersosialisasi dan memperoleh

berbagai keterampilan anak, dan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

inilah anak-anak bisa bersosialisasi dengan anak yang lain dan

mengekspresikan bakat atau kreativitasnya. Pendidikan dalam

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan secara terpadu dan

harmonis yang selaras dengan perkembangan anak didik. Masa usia dini

merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk

memperoleh proses pendidikan. Seiring berkembangnya zaman, metode

pengajaran terhadap anak usia dinipun ikut berkembang, belakangan

diketahui bahwa dengan bermain, anak dapat menangkap pelajaran lebih

bagus dari pada bila tidak sedang bermain, hal ini biasanya dipengaruhi

oleh kadar setres anak yang cepat jenuh terhadap hal-hal yang

membosankan. Untuk itu diciptakanlah media yang tidak membosankan

dan dapat mengembangkan kemampuan kognitif pada anak.

Adapun media yang digunakan adalah media puzzle angka. Media

Puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang

kemampuan kognitif anak, yang dimainkan dengan cara membongkar

pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Dengan

digunakannya media puzzle angka kiranya dapat meningkatkan minat

anak untuk melatih kemampuan kognitif khususnya dalam pengenalan

4

bilangan. Selain itu anak dapat melatih kemampuan berpikir logisnya

dengan menyusun angka sesuai urutannya, puzzle angka juga

bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan, melatih

motorik halus serta menstimulasi kerja otak. Ketersediaan media tersebut

dapat menunjang terselenggaranya proses pengenalan anak secara

efektif dan menyenangkan, sehingga anak didik dapat mengembangkan

potensi yang dimiliki secara optimal.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di TK

Ar-Rahman Panaikang bahwa hambatan yang sering ditemui ataupun

dihadapi guru adalah pengenalan bilangan. Dilihatnya dari hasil penilaian

kemampuan kognitif anak, terdapat banyak anak yang memiliki hasil

penilaian kurang dalam kemampuan kognitif anak khususnya pada

pengenalan bilangan, dimana dari 17 anak terdapat 7 anak diantaranya

mendapatkan nilai yang kurang memuaskan yaitu bintang (*), 10 anak

mendapatkan bintang (**), 4 anak mendapat bintang (***), dan 2 anak

saja yang mendapat bintang (****).

Berdasarkan data-data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kognitif dalam mengenal bilangan pada anak di TK Ar-

Rahman Panaikang perlu ditingkatkan karena pada kriteria keberhasilan

anak masih tergolong rendah. Proses pengenalan di TK Ar-Rahman

Panaikang Kecamatan Minasatene, dalam proses mengenal bilangan

belum optimal disebabkan karena ketidaksesuaian antara metode

5

pengenalan guru dengan tingkat perkembangan anak, proses

pengenalan masih bersifat konvensional dimana guru lebih aktif

sedangkan anak kurang aktif atau pasif. Begitu juga dalam penggunaan

media proses pengenalan kurang menarik bagi anak sehingga anak

kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan pengenalan. Sebagai alternatif

untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi guru dilapangan,

dicobalah pemanfaatan media puzzle angka digunakan untuk

mengoptimalkan pengenalan bilangan pada anak.

Dalam pengembangan ini yang menjadi perhatian adalah melihat

anak dalam metode bermain untuk meningkatkan kemampuan kognitif

dalam pengenalan bilangan pada anak. Anak didik dapat bermain sambil

belajar dengan menggunakan puzzle angka yang diberikan oleh guru dan

dilakukan secara berulangulang. Sehingga anak diharapkan dapat lebih

mengenal bilangan. Adapun pengertian dari metode bermain adalah

metode yang dapat membantu penyaluran kelebihan tenaga untuk

memperoleh keseimbangan antara kegiatan dengan menggunakan

kekuatan tenaga dan kegiatan yang memerlukan ketenangan. Menyusun

puzzle angka dengan menggunakan metode bermain dapat

mengembangkan kemampuan kognitif anak. Adapun pengertian dari

kemampuan kognitif adalah pengembangan kemampuan dasar yang

dimiliki oleh anak secara ilmiah dengan tujuan agar anak didik mampu

mengembangkan kemampuan yang sudah diketahui dengan

6

pengetahuan yang baru diperoleh dan meningkatkan kemampuan anak

dari berpikir secara konkret ke abstrak.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengembangan

menggunakan metode bermain berbatuan media puzzle angka untuk

meningkatkan kemampuan kognitif melalui kegiatan bermain puzzle pada

kelompok B di TK Ar-Rahman Panaikang Kecamatan Minasatene

Kabupaten Pangkep. Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis

mengangkat judul usulan pengembangan “Peningkatan Kemampuan

Kognitif Anak melalui kegiatan bermain puzzle angka pada kelompok B

TK Ar-Rahman Panaikang Kecamatan Minasatene Kabupaten Pangkep”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

pengembangan ini adalah : “Bagaimana Peningkatan Kemampuan

Kognitif Anak melalui kegiatan bermain puzzle angka pada kelompok B

TK Ar-Rahman Panaikang Kecamatan Minasatene Kabupaten

Pangkep?”.

C. Tujuan Pengembangan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan ini adalah :

meningkatkan kemampuan motorik kognitif melalui kegiatan bermain

puzzle angka, meningkatkan kemampuan koordinasi kecepatan tangan

dengan mata, untuk mengetahui apakah penerapan metode bermain

7

puzzle angka dapat berhasil diterapkan pada murid Kelompok B TK Ar-

Rahman Panaikang Kecamatan Minasatene.

D. Manfaat Pengembangan

1. Manfaat Teoritik

a. Dapat digunakan sebagai informasi dan bahan perbandingan

bacaan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan yang berminat

melanjutkan objek pengembangan ini.

b. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi

penulis untuk mengembangkan diri dalam disiplin ilmu pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi anak yaitu dapat mengembangkan kemampuan kognitif

dengan bermain puzzle angka dan dapat memberikan kesempatan

bagi pada anak untuk berkembang melalui metode ini.

b. Bagi Guru yaitu dapat meningkatkan kemampuan Guru sebagai

fasilitator dan motivator dan member gambaran pada Guru tentang

pemberi inovasi mengenai bermain puzzle angka.

3. Manfaat Sekolah

Dapat memberikan masukan khususnya dalam mengenalkan

bilangan melalui bermain puzzle angka untuk meningkatkan kognitif

anak.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Hakikat Perkembangan Kognitif

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah

pengertian, mengerti. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di

dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne

dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah

perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976).

Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang/anak itu

senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau

memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Kemampuan kognitif ini

berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan

syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Dalam pekembangan

selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah

satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup

semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang

berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan,

menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,

kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan

keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan

9

dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan

rasa.

Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang

menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan

mengiterprestasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya.

Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek – objek,

seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri,

orang tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-

objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-

perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam

objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan

tentang objek dan peristiwa tersebut. Piaget memandang bahwa anak

memainkan peran aktif didalam menyusun pengetahuannya mengenai

realitas. Anak tidak pasif menerima informasi walaupun proses berfikir dan

konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh

pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif

dalam menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman,

serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi

mengenai dunia yang telah ia punya (Hetherington & Parke, 1975).

Jean Piaget sebagaimana dikutip oleh Daehler & Bukatko (1985)

mengklasifikasi perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan yaitu:

10

a. Tahap Sensory-Motor; perkembangan aspek kognitif yang terjadi pada

usia 0-2 tahun.

b. Tahap Pre-Operational; perkembangan aspek kognitif yang terjadi pada

usia 2-7 tahun.

c. Tahap Concrete-Operational; perkembangan aspek kognitif yang terjadi

pada usia 7-11 tahun.

e. Tahap Formal-Operational; perkembangan aspek kognitif yang terjadi

pada usia 7-11 tahun.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif pada seorang anak tidak serta merta tumbuh

begitu saja. Hal ini berarti bahwa setiap manusia (anak) memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Perkembangan kognitif pada anak

memang tidak dapat dikatakan sama dari anak yang satu dengan anak

yang lain. Perbedaan perkembangan ini tidak lepas dari beberapa faktor.

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada diri

seorang anak.

1. Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf.

Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan

organ tubuh anak itu sendiri. Seorang anak yang memiliki kelainan fisik

belum tentu mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga

sebaliknya, seorang anak yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan

merupakan jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem

11

syaraf dalam diri anak turut mempengaruhi proses perkembangan

kognitif anak itu sendiri. Bila syaraf dalam otaknya terdapat gangguan

tentu saja perkembangan kognitifnya tidak seperti anak-anak pada

umumnya (dalam hal ini anak dalam kondisi normal), bisa jadi

perkembangannya cepat tetapi bisa juga sebaliknya.

2. Latihan dan Pengalaman

Hal ini berkaitan dengan pengembangan diri anak melalui

serangkaian latihan-latihan dan pengalaman yang diperolehnya.

Perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh latihan-

latihan dan pengalaman

3. Interaksi Sosial

Perkembangan kognitif anak juga dipengaruhi oleh hubungan anak

terhadap lingkungan sekitarnya, terutama situasi sosialnya, baik itu

interaksi antara teman sebaya maupun orang - orang terdekatnya.

4. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya keseimbangan yang

mengacu pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean

Piaget. Keseimbangan tahapan yang dilalui si anak tentu menjadi faktor

penentu bagi perkembangan kognitif anak itu sendiri.

12

2. Permainan Puzzle

a. Pengertian Permainan Puzzle

Masa balita merupakan masa yang penting bagi perkembangan otak

anak. Untuk itu para orang tua harus dapat membantu merangsang

perkembangan otak sang anak dengan memberikan pembelajaran

melalui cara yang menyenangkan dan tidak membosankan. Salah

satunya dengan permainan puzzle. Menurut Depdiknas (2003: 43)

permainan puzzle kegiatan bongkar dan menyusun kembali kepingan

puzzle menjadi bentuk utuh. Posisi awal puzzle yang dalam keadaan

acak-acakan bahkan keluar dari tempatnya anak akan merasa tertantang

untuk karena hal ini yang mendorong kelincahan koordinasi tangan dan

pikiran terwujud secara nyata.

Soebachman (2012) permainan puzzle adalah permainan terdiri atas

kepingan-kepingan dari satu gambar tertentu yang dapat melatih yang

kreativitas, keteraturan, dan tingkat konsentrasi. Permainan puzzle dapat

dilakukan oleh anak-anak hingga anak belasan tahun, tetapi tentu saja

tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan usia anak yang

memainkannya. Permainan puzzle anak akan mencoba memecahkan

masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle,

mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar puzzle dengan cara

mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk.

Permainan puzzle dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah

13

dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba

menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika.

Menurut Yulianty (2008) Puzzle adalah permainan menyusun dan

mencocokan bentuk dan tempatnya sesuai dengan gambar yang

sebenarnya. Disimpulkan bahwa permainan puzzle adalah permainan

yang dapat merangsang kemampuan logika matematika anak, yang

dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle

berdasarkan pasangannya.

b. Tujuan Permainan Puzzle

Memberikan permainan pada anak yaitu permainan yang menarik

dan memberikan pengetahuan yang dapat mengasah strategi anak.

Permainan anak yang diberikan dapat memberikan simbol. Permainan

membuat anak belajar dengan senang, dan dengan belajar melalui

permainan anak dapat menguasai pelajaran yang lebih menantang.

Permainan puzzle menurut Sunarti (2005: 49) mempunyai tujuan, yaitu:

1. Mengenalkan anak beberapa strategi sederhana dalam menyelesaikan

masalah.

2. Melatih kecepatan, kecermatan, dan ketelitin dalam menyelesaikan

masalah.

3. Menanamkan sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.

14

c. Jenis Potongan Puzzle

Dunia anak-anak terdapat berbagai jenis permainan, salah satu

jenis permainan yang bermanfaat bagi anak dan bersifat edukatif adalah

puzzle. Puzzle terdiri dari kepingan-kepingan. Kegiatan membongkar dan

menyusun kembali kepingan puzzle menjadi bentuk yang utuh bertujuan

melatih koordinasi mata, tangan dan pikiran anak dalam menyusun

kepingan puzzle yang terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda dengan

cara mencocokkan potongan gambar satu dengan lainnya, sehingga

membentuk satu gambar yang utuh dan baik. Puzzle merupakan

permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam

merangkainya. Anak terbiasa dalam permainan puzzle, lambat laun mental

anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam

menyelesaikan sesuatu. Beberapa jenis potongan puzzle menurut

Departemen Pendidikan Nasional (2003: 45- 46), diantaranya:

1. Puzzle model potongan melengkung

Gambar 2.1 Puzzle Model Potongan Melengkung

15

2. Puzzle model potongan geometris

Gambar 2.2 Puzzle Model Potongan Geometris

3. Puzzle model potongan modul

Gambar 2.3 Puzzle Model Potongan Modul

4. Puzzle model potongan menurut bagian

Gambar 2.4 Puzzle Model Potongan Bagian

16

5. Puzzle model potongan lurus

Gambar 2.5 Puzzle Model Potongan Lurus

Jumlah potongan puzzle dan jenis potongan puzzle harus disesuaikan

dengan kelompok umur dan kemampuan kecerdasan anak, mulai dari jumlah

2 keping, 3 keping, 6 keping, 9 keping, dan seterusnya.

d. Manfaat Permainan Puzzle

Permainan puzzle bisa memberikan kesempatan belajar yang

banyak kepada anak. Memainkan puzzle bersama-sama dapat merekatka

hubungan antara orangtua dan anak. Permainan puzzle memberikan

tantangan tersendiri untuk anak disaat anak berada dalam kondisi bingung

sebagai orangtua dapat menyemangati anak agar tidak patah semangat.

Semangat yang diperoleh anak dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan

merasa mampu menyelesaikan permainan puzzle tersebut. Rasa percaya

diri dapat menambah rasa aman kepada anak sehingga anak akan lebih

aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan lainnya. Manfaat permainan

puzzle menurut Yulianty (2008:43) adalah:

17

1. Mengasah otak, kecerdasan otak anak akan terlatih karena permainan

puzzle yang melatih sel-sel otak untuk memecahkan masalah.

2. Melatih koordinasi mata dan tangan, permainan puzzle melatih koordinasi

tangan dan mata anak. Hal itu dikarenakan anak harus mencocokan

keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar utuh.

3. Melatih membaca, membantu mengenal bentuk dan langkah penting

menuju pengembangan keterampilan membaca.

4. Melatih nalar, permainan puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar

anak-anak karena anaak-anak akan menyimpulkan dimana letak kepala,

tangan, kaki, dan lain-lain sesuai dengan logika.

5. Melatih kesabaran. Aktivitas permainan puzzle, kesabaran akan terlatih

karena saat bermain puzzle di butuhkan kesabaran dalam menyelesaikan

permasalahan.

6. Memberikan pengetahuan, permainan puzzle memberikan pengetahuan

kepada anak-anak untuk mengenal warna dan bentuk. Anak juga akan

belajar konsep dasar binatang, alam sekitar, jenis-jenis benda, anatomi

tubuh manusia, dan lain-lain.

18

e. Kelemahan Bermain Puzzle :

1. Jika anak memaksakan bermain puzzle, maka kurang baik buat

perkembangan otak mereka.

2. Anak akan sulit mengenal warna dalam permainan puzzle

3. Ada beberpa permainan puzzle anak yang sulit mereka mainkan.

4. Permainan puzzle ini, memakan waktu yang cukup lama jika dimainkan,

namun jika di batasi dengan waktu maka akan sulit pula menyusunnya

dengan sempurna.

f. Cara Memainkan Puzzle

Permainan yang dapat merangsang daya pikir anak, termasuk

diantaranya meningkatkan kemampuan konsentrasi dan memecahkan

masalah. Permainan tidak hanya membuat anak menikmati permainan tapi

juga dituntut agar membuat anak untuk teliti dan tekun ketika mengerjakan

permainan tersebut. Kegiatan yang aktif dan menyenangkan juga

meningkatkan aktifitas sel otaknya dan juga merupakan masukan-

masukkan pengamatan atau ingatan yang selanjutnya akan menyuburkan

proses pembelajaran dan menggunakan semua panca indranya secara

aktif. Cara memainkan puzzle pun tidak sulit. Menurut Yulianti (2008)

langkah-kangkah memainkan permainan puzzle adalah sebagai berikut:

19

1. Lepaskan kepingan puzzle dari papannya

Gambar 2.6 Contoh Puzzle

2. Acak Kepingan Puzzle tersebut

Gambar 2.7 Mengacak Kepingan Puzzle

3. Mintalah anak untuk memasangkannya kembali

Gambar 2.8 Menyusun Kepingan Puzzle

20

4. Berikan tantangan pada anak untuk melakukannya dengan cepat,

biasanya dengan hitungan angka dari 1 sampai 10, stopwatch, dll.

Gambar 2.9 Mengadakan tantangan, menyusun kepingan puzzle

3. Kerangka Pikir

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.10 Kerangka Berfikir

PembelajaranTanpa Media

Mengajarkan Bermain Puzzle

yang tepat

Hasil Belajar Rendah

HASIL BelajarMeningkat

KONDISIAKHIR

Siklus I Anak menyusun kepingan puzzle

membentuk 8 keping

Siklus II Anak menyusun kepingan

puzzle membentuk 10 keping

Kondisi Awal

- Hasil Belajar

- Minat Rendah

T I N D A K A N

21

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas dari kondisi awal

guru belum menggunakan permainan pembelajaran yang variatif yang

menjadikan kurangnya anak dalam mengenal angka anak. Dengan berbagai

kemungkinan pembelajaran yang digunakan yaitu siklus I menyusun puzzle

dengan potongan berbagai macam bentuk angka membentuk sebanyak 8

keping. Siklus II menyusun puzzle dengan potongan angka sebanyak 10

keping. Degan demikian, diduga melalui permaina puzzle dapat

meningkatkan pengenalan angka pada anak.

C. Hipotesis Tindakan

Dengan adanya pembelajaran permainan puzzle di TK Ar-Rahman

Panaikang diharapkan memberikan permainan sebagai rangsangan dalam

pembelajaran dan meningkatkan pengenalan angka pada anak, sehingga

anak memahami berbagai maacam bentuk angka dan gagasan bahwa

objek yang utuh sebenarnya tersusun dari bagian-bagian yang kecil serta

meningkatkan kemampuan anak menyusun puzzle pun berkembang

secara bertahap.

22

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Subjek Pembelajaran

Siswa-siswi kelompok B TK Ar-Rahman Panaikang tahun ajaran

2014/2015 yang berjumlah 17 orang anak adalah merupakan subjek

pengembangan dalam pembelajaran yang berlangsung secara

berkelanjutan dan dalam persetujuan Kepala Sekolah.

B. Waktu dan Tempat Pembelajaran

Pengembangan tindakan kelas ini dilakukan pada bulan Oktober 2015

sampai selasai. Penulis melakukan pada bulan tersebut karena untuk lebih

meningkatkan pengenalan angka pada anak khususnya dengan

permainan puzzle. Tempat pelaksanaan di TK Ar-Rahman Panaikang yang

beralamat di Desa Panaikang Kecamatan Minasatene pada kelompok B

tahun ajaran 2014/2015.

C. Desain/Prosedur Pengembangan

Pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan metode

Pelaksanaan Tindakan Kelas terdiri dari 4 siklus, antara lain :

1. Perencanaan (Planning )

Adalah dasar perumusan rancangan tindakan. Rencana tindakan

hendaknya dapat membantu guru sebagai peneliti untuk mengatasi

23

kendala yang ada dan memberikan kewenangan untuk bertindak

secara lebih efektif dan efisien.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pelaksanaan tindakan adalah mempersiapkan rencana pembelajaran

dan skenario tindakan termasuk bahan pelajaran, penugasan, dan

menyiapkan alat pendukung atau sarana yang diperlukan.

3. Observasi (Observing)

Observasi dilaksanakan terhadap proses dan hasil tindakan

perbaikan, yang tentu saja terfokus pada perilaku mengajar guru,

perilaku belajar anak, dan interaksi anatara guru dan anak. Tujuan

dilakukannya pengamatan adalah untuk mengumpulkan bukti hasil

tindakan yang sudah dilaksanakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan

landasan bagi pengamat dalam melakukan refleksi.

4. Refleksi (Reflecting)

Tahap terakhir dalam pengembangan tindakan kelas ini adalah

refleksi. Refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa

yang sudah terjadi.

D. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam pengembangan tindakan kelas ini

penulis menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif, terhadap

peningkatan kemampuan pengenalan geometri dianalisis secara

kuantitatif dengan memberikan skor (1,2 dan 3). Data-data tersebut

24

dianalisis mulai dari siklus I sampai siklus II untuk dibandingkan

perolehan nilai rata-ratanya. Hasil perhitungan dikonsultasikan denagn

tabel kriteria deskripsi persentasi yang dikelompokkan dalam 5

kategori, yaitu baik sekali, baik, cukup, kurang dan sangat kurang

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Klasifikasi Kategori Tingkatan dan Persentase

Kriteria Nilai Presentase Penafsiran

Bai Sekali

Baik

Cukup

Kurang

Sangat Kurang

86%-100%

71%-85%

56-70%

41-55%

<40%

Kemampuan mengenal angka dengan baik

sekali

Kemampuan mengenal angka dengan baik

Kemampuan mengenal angka cukup

Kemampuan mengenal angka kurang

Kemampuan mengenal angka sangat kurang

Hasil observasi dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang

digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut

kategori untuk memperoleh kesimpulan.

25

E. Jadwal Pelaksanaan

a. Jadwal Pengembangan dan Personalia

No Uraian Kegiatan

Tahun 2015

September

Minggu Ke-

Oktober

Minggu Ke-

November

Minggu Ke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan

Proposal

2. Seminar Proposal

3. Perbaikan Proposal

4. Pengurusan Izin

Penelitian

5. Penelitian

6. Seminar Hasil

7. Perbaikan Hasil

8. Ujian Skripsi

1. Pembimbing I : Dra.Hj.Sumartini,M.Pd

2. Pembimbing II : Hajerah,S.Pd.I,M.Pd

3. Pelaksana : Andi Rachmawati

4. Nim : 1220006