UTS Antropologi Cina Benteng

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Antropologi Cina Benteng

Citation preview

BAB I PENDAHULUANI.1 Latar Belakang Sejarah Suku Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki beragam suku. Sebelum Indonesia merdeka dan dibentuk menjadi sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, tanah Indonesia sudah dihuni oleh beberapa suku seperti orang Melayu, Tionghoa, Gujarat, dan Arab. Keberagaman suku-suku tersebut juga membuka kemungkinan untuk terjadinya kawin campur antar suku. Hasil perkawinan campur suku ini lah yang menghasilnya terbentuknya suku-suku baru. Suku Cina Benteng juga merupakan hasil dari perkawinan campur antar suku.Awal keberadaan orang Cina Benteng dimulai dari catatan di kitab Tina Layang Parayang peninggalan Kerajaan Pajajaran. Dalam kitab tersebut dituliskan pada tahun 1407 sebuah perahu Jung atau perahu dengan kepala naga tiba di daerah Teluk Naga. Perahu tersebut dipimpin oleh Chen Ti Lung dan membawa diantaranya 9 perempuan dan beberapa laki-laki yang berasal dari dinasti Ming. Kedatagan perahu Jung tersebut kemudian diketahui oleh penguasa daerah setempat yaitu Sanghiang Anggalarang dari Kerajaan Pajajaran. Karena kecantikan perempuan-perempuan yang berada di perahu tersebut, perempuan-perempuan itu disunting oleh prajurit dengan kompensasi sebidang tanah. Sedangkan laki-laki menikah dengan warga setempat. Kemudian mereka membuat satu desa namanya desa Pangkalan, dan mengaku sebagai Tanglang atau Tangren, yang berarti orang dinasti Tang. Mereka membuka lahan di daerah Pasar Lama, Pasar Baru, dan Serpong. Dan membangun 3 Klenteng besar yang terletak pada satu garis, yakni klenteng Boen Tek Bio di Pasar Lama yang dibangun pada tahun 1684, kemudia klenteng Boen San Bio di Pasar Baru yang dibangun pada tahun 1689, dan klenteng Boen Hay Bio di Serpong yang dibangun tahun 1694. Ketiga klenteng tersebut berdiri atas dasar filosofi kebajikan setinggi gunung dan seluas lautan. Sesuai Feng Shui, letak tiga klenteng tersebut berarti bersandar pada gunung dan memandang lautan.Pada tahun 1513 seorang pelaut asal Portugis bernama Tom Pires mengakui keberadaan komunitas Tionghoa di daerah Pasar Lama. Selain

I.2 Keunikan SukuKeunikan yang dapat ditemukan dari suku Cina Benteng adalah mempertahankan tradisi dan budaya Tionghoa, namun sudah tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Mandarin. Berbeda dengan keturunan Tionghoa lainnya yang masih fasih ataupun bisa berkomunikasi dengan bahasa Mandarin. Identitas sebagai keturunan Tionghoa masih dipertahankan melalui tradisi-tradisi kebudayaan seperti perayaan sembahyang. Sistem pernikahan juga masih dipertahankan oleh suku Cina Benteng melalui upacara makan 12 jenis atau Cia Tao dan penggunaan ornamen kembang goyang. Selain itu penggunaan nama juga masih dipertahankan oleh suku Cina Benteng. Masih banyak orang-orang Cina Benteng yang memakai nama Tionghoa walaupun mereka tidak bisa berbahasa Mandarin. Hal ini membuktikan bahwa tradisi Cina Benteng sangat kuat walaupun sudah banyak dipengaruhi budaya lain. Mempertahankan kebudayaan dan sudah tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa Mandarin merupakan keunikan dari suku Cina Benteng.

BAB II 4 WUJUD KEBUDAYAANII.1 ArtefakWujud kebudayaan dalam bentuk artefak yang memiliki menggambarkan eksistensi suku Cina Benteng adalah rumah petak 9. Selain itu terdapat 3 klenteng besar yaitu Boen Tek bio, Boen San Bio, dan Boen Hay Bio yang sampai saat ini masih digunakan untuk beribadah. Artefak lainnya adalah tangga jamban dan tangga ronggeng di pinggir Sungai Cisadane yang pada jaman dahulu digunakan sebagai pelabuhan kecil dan tempat untuk mandi.

II.2 Sistem Tingkah LakuSistem tingkah laku yang menonjol dari suku Cina Benteng ialah menghormati leluhur. Hal ini dapat dilihat dari balok semen yang terdapat di pintu rumah setiap orang Cina Benteng. Balok tersebut diletakkan di depan pintu rumah. Arti dari penempatan balok tersebut adalah agar orang lain baik keluarga maupun tamu yang datang memperhatikan bagian bawahnya sebelum masuk ke rumah. Hal yang dimaksud adalah untuk menunduk agar tidak tersandung. Kebanyakan rumah-rumah Cina Benteng meletakkan meja leluhur di ruang terdepan berhadapan depan pintu masuk. Penempatan balok tersebut dibuat dengan tujuan setiap orang yang masuk menghormati meja leluhur sekaligus menghormati pemilik rumah.

II.3 GagasanGagasan yang menjadi pokok utama dari suku Cina Benteng lebih mengarah pada tujuan untuk mempertahankan kebudayaan yang ada. Sebagai contoh, salah satu keturunan Cina Benteng menggagaskan untuk membangun museum kebudayaan Cina Benteng. Museum ini diberi nama Benteng Heritage. Tujuan dari pembangunan museum ini adalah untuk memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Cina Benteng. Selain itu organisasi keagamaan dan social seperti Boen Tek Bio juga ikut melestarikan kebudayaan Cina Benteng melalui kegiatan seperti mengundang kesenian gambang kromong pada perayaan sembayang Se Jit Dewi Kwan Im.

II.4 HatiWujud kebudayaan hati sulit untuk dijelaskan dan bersifat abstrak. Sering kali dikaitkan dengan landasan pemikiran yang digunakan sebagai motif. Hal yang dapat dilihat dari suku Cina Benteng adalah mempertahankan kebudayaan. Untuk mempertahankan tradisi, kepercayaan dalam hati berpengaruh sangat besar. Apabila tidak terdapat rasa percaya maka akan sulit untuk mempertahankan tradisi-tradisi yang ada. Namun tidak bisa dimungkiri bahwa tidak semua orang Cina Benteng mengetahui dan masih menerapkan keempat wujud kebudayaan tersebut.

BAB III 7 UNSUR KEBUDAYAANIII.1 BahasaSecara umum bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cina Benteng adalah bahasa Indonesia. Namun terdapat pula akulturasi bahasa yang terjadi antara bahasa Indonesia dan bahasa Hokian seperti tauge menjadi toge, taocu menjadi tauco, taofu menjadi tahu, loteng, gocap, cepe, dan seterusnya. Salah satu istilah yang menjadi ciri khas bahasa Cina Benteng adalah ngedeprok yang berarti duduk di lantai.

III.2 EpistemologiTidak terdapat pengetahuan khusus tentang asal usul manusia menurut suku Cina Benteng. Semua kepercayaan dihubungkan dengan agama mayoritas Cina Benteng, yaitu Khonghucu, Buddha, dan Tao. Salah satu mitos yang diceritakan adalah wanita hamil tidak boleh keluar rumah pada sore hari. Selain itu ada juga kepercayaan lokal yang bersifat mistis terhadap benda-benda seperti keris atau batu. Oleh karena itu benda tersebut diurus layaknya manusia.

III.3 Organisasi SosialMasyarakat Cina Benteng menganut asas paternalism, yaitu seorang anak mengikuti nama keluarga dari ayah. Terdapat juga perkumpulan keagamaan dan sosial, yaitu organisasi Boen Tek Bio. Orang-orang yang dapat menjadi anggota pengurus di organisasi ini terbatas hanya pada orang-orang Cina Benteng yang tinggal di Tangerang.

III.4 Sistem Peralatan Hidup & TeknologiRumah tradisional masyarakat Cina Benteng adalah rumah petak 9. Rumah petak 9 berarti sekumpulan rumah yang terdiri dari 3 kolom dan 3 baris dimana lebar dari setiap kolom itu adalah 5 meter sehingga apabila dilihat dari atas terlihat terbagi-bagi menjadi 9 petak. Disetiap rumah juga dapat dijumpai cemce yang digunakan sebagai sirkulasi udara. Kemudian balok semen yang diletakkan didepan pintu rumah juga menjadi ciri khas rumah dari suku Cina Benteng. Penempatan abu leluhur di ruangan terdepan juga menjadi ciri khas rumah Cina Benteng.

III.5 Sistem Mata PencaharianCina Benteng merupakan orang keturunan Tionghoa yang berasal dari suku Hokian. Suku Hokian secara mayoritas bekerja sebagai petani. Berbeda dengan suku-suku cina lain yang datang ke Indonesia. Suku Kek biasanya ahli dalam tambang emas, suku Thio Ciu ahli dalam memasak, suku Hu Pei ahli gigi, suku Hainan ahli menjadi nelayan, suku Hing Hua ahli dalam membuat dan memperbaiki sepeda atau becak, dan suku Kong Hu ahli dalam besi dan ukir.

III.6 Sistem KepercayaanKepercayaan yang dianut oleh sebagian besar orang Cina Benteng adalah Khonghucu, Buddha dan Tao. Tetapi sebagian kecil orang Cina Benteng juga menganut agama lain seperti Katolik ataupun Kristen. Klenteng digunakan sebagai tempat untuk beribadah baik penganut Khonghucu, Buddha, ataupun Tao. Kepercayaan-kepercayaan ini bersifat politeisme yaitu percaya kepada Dewa-Dewi. Maka doa dipanjatkan kepada Tuhan dan Dewa-Dewi. Selain itu mereka juga berdoa kepada leluhur sebagai tanda hormat dan percaya bahwa leluhur dapat memberikan pertolongan dalam kehidupan. Doa dipanjatkan dengan membakar hio atau dupa dan dengan membakar kertas. Ada beberapa contoh sembahyang yang dilakukan oleh orang Cina Benteng, yaitu sembahyang imlek, Keng Ti Kong, sembahyang rebutan, Ceng Beng, Cio Ko, Pe Gwe Cap Go, dan sembahyang Onde . Pada awal tahun sembahyang dilakukan pada malam imlek yang menandakan tahun baru, tetapi bagi leluhur berarti makan sore. Kemudian dilakukan sembahyang Keng Ti Kong yang dilakukan pada tanggal 8 atau 9 bulan 1 pada kalender Cina. Biasanya sembahyang ini dilakukan 1 minggu setelah imlek. Selanjutnya adalah sembahyang rebutan yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai 30 bulan 1 kalender Cina. Sembahyang ini dilakukan untuk mendoakan orang-orang yang tidak memiliki sanak saudara. Biasanya sembahyang ini dilakukan oleh klenteng. Sembahyang selanjurtnya adalah sembahyang Ceng Beng yang dilakukan pada awal April. Sembahyang ini berarti makan pagi bagi leluhur. Selain bersembahyang, pada perayaan Ceng Beng keluarga juga mengunjungi makam leluhur dan membersihkan makam leluhur. Kemudian sembahyang bulan 7 atau sembahyang Cio Ko adalah sembahyang makan siang bagi leluhur. Dilaksanakan pada bulan Agustus. Setelah itu ada sembahyang Pe Gwe Cap Go atau sembahyang kue bulan yang dilaksanakan pada bulan September. Sembahyang yang terakhir adalah sembahyang onde yang dilaksanakan pada tanggal 22 Desember. Pada umumnya seorang Cina Benteng yang tidak lagi beragama Khonghucu, Tao, atau Buddha hanya melaksanakan 3 sembahyang besar untuk leluhur, yaitu sembahyang tahun baru imlek, Ceng Beng, dan Cio Ko.Untuk pemimpin keagamaan, pemimpin keagamaan berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Pada kepercayaan Khonghucu, ibadah dipimpin oleh Jiao Sheng (penebar agama), Wen Shi(guru agama), ataupun Zhang Lao (tokoh sesepuh). Pada kepercayaan Buddha, ibadah dipimpin Biku atau Bikuni ataupun Banthe.

III.7 Sistem Kesenian Masyarakat Cina Benteng mempunyai beberapa kesenian yaitu kesenian gambang kromong, alat-alat musik, dan perayaan keagamaan. Kesenian gambang kromong merupakan lagu campuran antara kesenian musik Indonesia dan kesenian musik Cina. Berupa sebuah orkes gabungan antara gamelan dan alat music Cina seperti Erhu, Tehian, Gehu, Dagu, dll. Kesenian gambang kromong dibedakan menjadi 2 jenis yaitu, Liao Kulon dan Liao Wetan. Liao Kulon dipengaruhi musik dari Jakarta sedangkan Liao Wetan dipengaruhi musik sunda. Kemudian terdapat juga alat musik Muyu yang khusus digunakan untuk lagu Liam Keng yaitu lagu pendamping sembahyang. Selain alat musik ada perayaan keagamaan seperti perayaan Pe Cun atau sembahyang bacang yang diadakan setiap tahun untuk memperingati perdana mentri Kut Guan. Pada perayaan Pe Cun, biasanya diadakan perlombaan perahu naga. Di hari yang sama, pada jam 11 sampai jam 12 siang dapat dilihat fenomena telur yang dapat berdiri tegak apabila ditaruh ditanah. Kemudian peryaaan Se Jit atau perayaan ulang tahun, yang diadakan setiap 12 tahun sekali untuk memperingati ulang tahun Dewi Kwan Im.

BAB IV PROBLEMATIKASetiap kebudayaan pasti memiliki masalah. Masalah yang dihadapi juga beragam untuk setiap kebudayaan. Pada kebudayaan Cina Benteng sendiri, menurut hasil wawancara kepada Bapak Oey Tjin Eng masalah yang terbesar adalah masalah diskriminasi. Masalah diskriminasi memang tidak hanya dialami oleh masyarakat Cina Benteng, tetapi hampir semua suku juga mengalami masalah ini. Menurut Bapak Oey Tjin Eng, masalah diskriminasi tidak akan pernah terselesaikan karena masyarakat keturunan Tionghoa adalah masyarakat yang tergolong minoritas di Indonesia. Bukti nyata yang dapat dilihat ialah perayaan imlek atau tahun baru cina yang dilakukan di Indonesia. Sebelum kekuasaan Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia, perayaan imlek bagi kaum Tionghoa tidak boleh dilakukan atau dilakukan secara tertutup. Selain itu juga pada kejadian kerusuhan tahun 1998, ratusan orang Tionghoa dibunuh dan diperkosa. Contoh-contoh tersebut dapat menggambarkan tindak diskriminasi yang dihadapi oleh orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia seperti suku Cina Benteng.Namun setelah naiknya Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia, mulai terjadi pemberantasan diskriminasi kepada keturunan Tionghoa. Seperti pernyataan resmi bahwa Imlek menjadi hari libur nasional. Kemudian kesenian seperti Barongsai dan Ular Naga atau Liong diperbolehkan untuk dipelajari dan dipertontonkan di perayaan-perayaan tertentu.Bila dilihat dari sudut pandang kebudayaan, budaya Cina Benteng dianggap cukup sukses dan dapat bertahan. Walaupun di jaman modern seperti saat ini pengaruh teknologi dan budaya barat mulai masuk dan mempengaruhi kebudayaan kita namun kebudayaan Cina Benteng dianggap dapat mengimbangi perubahan jaman yang terjadi. Hal ini juga didukung dengan kepercayaan masyarakat Cina Benteng yang kental untuk mempertahankan budaya dan menghormati leluhur. Sehingga budaya Cina Benteng tidak dipengaruhi perkembangan jaman. Walaupun tidak seluruh unsur budaya dapat dipertahankan, namun secara garis besar kebudayaan Cina Benteng tidak banyak berubah. Contoh unsur kebudayaan yang berubah adalah kepercayaan. Saat ini beberapa keturunan Cina Benteng sudah menganut kepercayaan seperti agama Katolik atau Kristen. Namun sebagian besar dari mereka masih melaksanakan tradisi. Seperti tradisi Imlek yang dianggap sebagai perayaan budaya tidak sebagai perayaan agama. Kemudian sembahyang Ceng Beng yang dianggap sebagai perayaan untuk menghormati leluhur, bukan sebagai perayaan keagamaan.

BAB V KESIMPULANSuku Cina Benteng merupakan keturunan Tionghoa yang berasal dari suku Hokian yang tiba di Teluk Naga dan menikah dengan warga setempat. Ciri khas dari suku Cina Benteng adalah sudah tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Mandarin dan mempertahankan kebudayaan agar tidak hilang. Sebagian besar menganut kepercayaan Khonghucu, Buddha, dan Tao. Suku Cina Benteng juga menghormati leluhur dengan cara melakukan sembahyang dan perayaan-perayaan yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dianut.Karena terjadi perkawinan campur dengan warga setempat, maka terdapat akulturasi budaya yang terdapat di kebudayaan Cina Benteng. Akulturasi budaya terjadi pada unsur bahasa dan kesenian. Masalah utama yang dihadapi suku Cina Benteng adalah masalah diskriminasi yang sulit untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan Cina Benteng merupakan keturunan Tionghoa yang dianggap kaum minortitas di Indonesia. Tetapi masalah tersebut tidak berdampak secara langsung terhadap kebudayaan Cina Benteng karena keyakinan masyarakat Cina Benteng untuk mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang kuat.

LAMPIRAN

Wawancara dengan Humas Klenteng dan Pusat Budaya Boen Tek Bio Bapak Oey Tjin Eng

Cina Benteng1