28
LAPORAN KASUS INDIVIDU STASE MATA UVEITIS Oleh: SUSANTI 201310401011014 Dokter pembimbing: dr.Kartini HIdayati, Sp.M Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan Fakultas Kedokteran

Uveitis Santi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

uveitis

Citation preview

LAPORAN KASUS INDIVIDU STASE MATAUVEITIS

Oleh:SUSANTI201310401011014Dokter pembimbing: dr.Kartini HIdayati, Sp.M

Rumah Sakit Muhammadiyah LamonganFakultas KedokteranUniversitas Muhammadiyah Malang2013BAB IPENDAHULUANBola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata,dimana dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,uvea,badan kaca dan retina.Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon.Uvea merupakan jaringan lunak,terdiri dari iris,badan siliar dan koroid.Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertas sampai 50 tahun. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA7.1 ANATOMI UVEAUvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior.Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.

Gambar 1. Anatomi uveaDipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis. Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat didalam nervi siliaris. Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat.Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang dan kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat suprakoroidal.

Gambar 2. Lapisan koroidVaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.7.2 UVEITIS7.2.1 DefinisiUveitis merupakan peradangan pada jaringan uvea (iris, badan silisr dan koroid) akibat infeksi, trauma, neoplasia atau proses autoimmun.7.2.2 EpidemiologiPenderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.

7.2.3 PatofisiologiPeradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior). Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 7.2.4 KlasifikasiKlasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis dan patologis.7.2.4.1 Klasifikasi anatomis :a. Uveitis anterior Iritis : inflamasi yang dominan pada iris Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicatab. Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina periferc. Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreusd. Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea

Klasifikasi uveitis secara anatomis7.2.4.2 Klasifikasi klinis :a. Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6minggub. Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik7.2.4.3 Klasifikasi etiologis :a. Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuhb. Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis Infeksi, yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm (toksokariasis) Uveitis spesifik idiopatik, yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch) Uveitis non-spesifik idiopatik, yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas.7.2.4.4 Klasifikasi patologis :a. Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroidb. Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

Gambar 4. Klasifikasi patologis uveitis: (a) non-granulomatosa; (b) granulomatosaPerbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosaNon- granulomatosaGranulomatosa

OnsetAkutTersembunyi

NyeriNyataTidak ada atau ringan

FotofobiaNyataRingan

Penglihatan KaburSedangNyata

Merah Sirkum cornealNyataRingan

Keratic precipitatesPutih halusKelabu besar (mutton fat)

PupilKecil dan tak teraturKecil dan tak teratur

Sinekia posteriorKadang-kadangKadang-kadang

Noduli irisTidak adaKadang-kadang

LokasiUvea anteriorUvea anterior, posterior, difus

Perjalanan penyakitAkutKronik

KekambuhanSeringKadang-kadang

7.2.5 EtiologiEtiologi uveitis anterior antara lain :AutoimunInfeksiKeganasanLain-lain

- Artritis juvenileIdiopatik- Sindroma Reiter- Kolitis ulserativa- Uveitis yang dicetusoleh lensa- Sarkoidosis- Penyakit Crohn- Psoriasis- Sifilis- Tuberkulosis- Morbus Hansen- Herpes zooster- Herpes simplek- Onkosersiasis- Leptospirosis- Sindromamasquarade- Retinoblastoma- Leukimia- Limfoma- MelanomaMaligna- Idiopatik- Trauma- Sindroma Posner-Schlossman- Iridosiklitisheterokrom Fuch- Retinal detachment

Etiologi uveitis PosteriorAutoimunInfeksiKeganasan

- Penyakit Behcet- Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada- SLE- Granulomatosis Wegener- Ophtalmia simpatika- Vaskulitis retina - Virus : CMV, Herpes, rubella,robeola- Bakteri : Tuberkulosis, sifilis,borellia, bakteri gram (+)/(-)patogen- Jamur : Candida, Histoplasma,kriptokokus, aspergilus- Parasit : toxoplasma, toxocara,sistiserkus,onkoserka- Limfomaintaokuler- Melanomamaligna- Leukimia- Lesi metastasis

7.2.6 Gambaran klinik7.2.6.1 Uveitis AnteriorGejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.Gambaran klinis penyakit uveitis dibagi atas gambaran klinis dan gambaran objektif. Gambaran klinis penyakit uveitis terdiri atas :1. Mata merah.2. Visus menurun.3. Nyeri disekitar mata yang menjalar ke kapala.4. Lakrimasi.5. Fotofobia. Sedangkan gambaran objektif penyakit uveitis terdiri atas : 1. Edema palpebra 2. Injeksi siliar + injeksi konjungtiva 3. Keratic presipitat 4. Sel, flare di COA +5. Hipopion (mungkin ada)6. Iris terlihat lebih kotor 7. Pupil miosis, irreguler 8. Sinekia posterior atau seklusio pupil 9. Lensa keruh 10. TIO bisa normal, menurun atau meningkat Kadangkala mata akan tampak putih dan sedikit nyeri. Pemeriksaan COA dengan mikoroskop slitlamp menampakkan white cells dan flare. Kumpulan dari white cells yang kecil pada endotel kornea disebut sebagai keratik presipitat. Kumpulan dari sel mononuklear akan membentuk nodul pada iris . Pupil yang irregular menunjukkan adanya perlengketan antara tepi iris dan permukaan anterior dari lensa (sinekia posterior).Sinekia anterior atau posterior pada uveitis akan menjadi predisposisi dari glaukoma. Sel-sel ini kadang kala akan berada di vitreus dan kadang kala akan menimbulkan edema pada retina (disebut juga udema makular).

(a) Iris normal (b) iris dengan sinekia anterior (c) Sinekia posterior

Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior7.2.6.2 Uveitis Posterior Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan. Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral. Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis, dan vaskulitis. Gambaran obyektif pasien dengan Uveitis Posterior :1. Tidak nyeri2. Gangguan kotoran atau bercak-bercak pada lapang pandang yang semakin banyak.3. Visus menurun.4. Kadang disertai fotopsia.Pada pemeriksaan fisik didapatkan :1. Oftalmoskop Kekeruhan badan lensa. Bila retina masih terlihat, akan tampak fokal pucat disertai pigmen-pimen.2. Lensa kontak 3-cermin Goldman : Terlihat adanya pars planitis sebagai fokal kepucatan dengan pigmen-pigmen.3. Segmen Anterior Tidak didapatkan kelainan yang berarti. Hiperemi perikorneal (-)4. FFA : Untuk mengetahui luas daerah radang, CME, vaskulitis retina dan neovaskularisasiUVEITIS ANTERIORUVEITIS POSTERIOR

Kelopak mata spasme atau disertai edema ringan. Hiperemi konjungtiva. Hiperemi perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus. Keratik presipitat (KPs) pada endotel kornea, biasanya dibagian inferior. Iris edema dan warna menjadi pucat, bisa didapatkan nodul, atrofi, perubahan warna (heterokromia). Sinekia, baik itu anterior maupun posterior. Pupil miosis, bentuk irreguler, reflek lambat sampai negatif. Tidak nyeri Gangguan kotoran atau bercak-bercak pada lapang pandang yang semakin banyak. Visus menurun. Kadang disertai fotopsia.

7.2.7 Diagnosis BandingDiagnosis banding dari uveitis antara lain :1. Keratouveitis : didapatkan infiltrat pada kornea.2. Sclerouveitis : uveitis sekunder akibat skleritis, disertai nyeri hebat. 3. Drug induced uveitis : rifabutin, cidofovir, sulfonamid, pamidronate.4. Uveitis posterior dengan spillover ke bilik mata depan : disertai floaters yang signifikan dan pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran uveitis posterior.5. Posner-Schlossman syndrome : episode peningkatan TIO berulang dengan inflamasi minimal.6. Tumor intraokuli : retinoblastoma, limfoma intraokuli, metastasis.7.2.8 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang tidak diperlukan pada kasus :a. Pendeita dengan serangan uveitis pertama kali dengan derajat ringan, unilateral, nongranulomatosus dengan riwayat dan pemeriksaan yang tidak mengarah pada penyakit sistemik. b. Uveitis dengan penyebab sistemik yang sudah terdiagnosis (seperti sarcoidisis atau akibat penggunaan obat-obatan).c. Tanda klinis yang khas pada penyakit tertentu (misalnya herpetic keratouveitis).Pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan non spesisfik, kasus yang rekurens (berulang) berat, bilateral atau granulomatosus, dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :a. Pemeriksaan penunjang inti : darah lengkap, ESR, foto rontgen thoraks.b. PA, untuk menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis dan sarkoidosis.c. Profil sifilis : VDLR, FTA-ABS.d. PPD (positive protein derrivate of tuberculin).e. Pada kasus dengan arthritis, psoriasis, urretritis, radang yang konsisten dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun.f. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.7.2.9 PenatalaksanaanTujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai. Penatalaksanaan uveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi operatif, yaitu : 1. Midriatika / siklopegik Sulfas atropin 1% : sehari 1 kali 1 tetes. Homatropin 2% : sehari 3 kali 1 tetes.2. Tetes / salep mata : Dexamethasone 1% atau betamethasone 1% Prednisolone 0,5% tetes / salep. Diberikan sehari 3 kali.3. Suntikan Suntikan periokuler :1. Long acting : Methylprednisolone acetat Triamcinolone acetonic 40mg/cc/minggu2. Short acting : Betamethasone 4mg/cc/hari. Dexamethasone 4mg/cc/hari. Suntikan subtenon anterior :Obat yang diberikan sama dengan di atas, dosis 0,5 cc untuk kasus uveitis anterior dan pars planitis. Suntikan subtenon posterior :Obat sama, 1,5 cc / suntikan untuk kasus pars planitis dan uveitis posterior.4. Obat sistemik Prednisolone : dosis awal 1-15 mg/kgBB diturunkan bertahap bila sudah ada respons. Cyclosporin dapat diberikan bila tidak ada respons dengan stteroid, setelah pemberian 2 minggu. Dosis awal : 5mg/hari, bila ada respons, diberi dosis maintanance 2mg/kgBB/hari. Pengawasan : faal hati dan ginjal. 5. Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsi korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan.6. Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak, mengontrol glaukoma dan vitrektomi.Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia. Memberikan kenyamanan dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu. Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.

7.2.10 Komplikasi Komplikasi terpenting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment. Pada uveitis posterior : Sinekia posterior, Katarak komplikata, Edema makula sistoid, Vaskular dan optik atrofi, Traction retinal detachment.7.2.11 Follow Upa. Setiap 1 hingga 7 hari pada fase akut, tergantung derajat keparahannya, tiap 1 hingga 6 bulan apabila stabil.b. Pada setiap kunjungan, reaksi radang pada bilik mata depan dan TIO, harus dievaluasi. c. Pemeriksaan funduskopi ulang dilakukan bila derajat keradangan meningkat atau visus menurun.7.2.12 Prognosis1. Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan 2. Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat 3. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik tanpa adanya katarak, glaukoma dan uveitis posterior 4. Keterlibatan retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebiDAFTAR PUSTAKA

Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis PERDAMI.Jakarta: PP PERDAMI, 2006. 34.

Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid In:Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd Edition,Boston: Little, Brown and Company, 1980. 143-144.

Rao NA, Forster DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The Uvea Uveitis andIntraocular Neoplasms Volume 2. New York: Gower Medical Publishing, 1992. 1.1

Roque MR. Uveitis 2007; http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files [diaksestanggal 27 Juli 2012]

Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P, Whitcher JP,editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007.

Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A SystematicApproach. 3rdEdition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. 152-200.

El-Asrar AMA, Struyf S, Van den Broeck C, et al. 2007. Expression of chemokines and gelatinase B in sympathetic ophthalmia. http://www.nature.com/.../fig_tab/6702342f1.html [diakses tanggal 27 Juli 2012]

WebMD. Iritis and Uveitis 2005; http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 27 Juli 2012]

WebMD. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous 2005; http://www.emedicine.com.[diakses tanggal 27 Juli 2012]

Foster CS. Pars Planitis 2007. http://www.uveitis.org/images/Eye.kids.NE3.jpg.files[diakses tanggal 27 Juli 2012]