Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa ...kerang-kerangan, ranga, kerang bulu, serta ikan. Dilihat dari aktivitas yang ada, hal ini berpotensi mengganggu kelestarian ekosistem

Embed Size (px)

Citation preview

  • Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk

    Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

    Muhamad Amran

    Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

    Ir. Linda Waty Zen, M.Sc

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH

    Diana Azizah, S.Pi.

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis lamun, kerapatan lamun, dan tutupan

    lamun serta nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh. Adapun penelitian ini

    menggunakan metode survey. Pengamatan struktur komunitas lamun menggunakan metode petak

    contoh yang berjumlah 30 plot pada setiap titik pengamatan dengan ukuran plot 1m x 1m.

    Penelitian valuasi ekonomi ekosistem padang lamun menggunakan pendekatan kousioner atau

    wawancara berstruktur dengan responden.Hasil pengamatan struktur komunitas padang lamun di

    Desa Sebong Pereh ditemukan 4 jenis lamun yakni Enhallus accoroides, Thalasia hemprichii,

    Cymodocea serullata, dan Halodule Uninervis. Diperoleh kerapatan lamun tertinggi yaitu jenis

    Thalassia hemprichii sebesar 71.73 ind/m atau sebesar 64.53%, sedangkan nilai kerapatan

    terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata sebesar 1.07 ind/m. Kondisi padang lamun

    Desa Sebong Pereh tergolong agak rapat. Selanjutnya penutupan jenis lamun tergolong miskin.

    Dimana penutupan jenis tertinggi diperoleh dari jenis Enhallus accoroides sebesar 10,33 ind/m,

    sedangkan untuk nilai penutupan jenis terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata sebesar

    0,53 ind/m. Penutupan tertinggi diperoleh dari jenis Enhallus accoroides sebesar 10.33%.

    sedangkan nilai penutupan terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata yaitu sebesar 0.53%.

    Nilai ekonomi total sebesar Rp 33.893.222.371,00 ,-/tahun dengan nilai manfaat langsung sebesar

    Rp 29.617.795.200,00,-/tahun atau (87,39%), nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp

    1,033,952,000,-/tahun atau (3,05%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp 13.618.595,00,-/tahun atau

    (0.04%), nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 116,920,000,-/tahun atau (0,34%), dan nilai manfaat

    warisan sebesar Rp 3,110,936,576,-/tahun atau dengan persentase sebesar (9,18%).

    Kata Kunci : Valuasi Ekonomi, Struktur Komunitas, Lamun, Desa Sebong Pereh

  • Economic Valuation of Ecosystems Seagrass in Sebong Pereh Village, District of Teluk

    Sebong, Bintan Regency

    Muhamad Amran

    Aquatic Resource Management student, FIKP UMRAH, [email protected]

    Ir. Linda Waty Zen, M.Sc

    Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH

    Diana Azizah, S.Pi, M.Si

    Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH

    ABSTRACT

    This study aims to to identify kind of seagrass beds , density seagrass beds , and closing

    seagrass beds and economic value ecosystem seagrass beds in the village sebong pereh .As for this

    research in a survey .Observation structure community seagrass beds in a swath examples were 30

    a plot at any point observations with size a plot 1m x 1m .Economic research valuasi ecosystem

    seagrass beds adopting kousioner or interview fluffy structures with responden.hasil observation

    structure community seagrass beds in the village sebong pereh found 4 kind of seagrass beds

    namely enhallus accoroides , thalasia hemprichii , cymodocea serullata , and halodule uninervis

    .Obtained density seagrass beds highest that is a kind of thalassia hemprichii of 71.73 ind/m or

    amounting to 64.53 % , while value lowest density obtained of a kind of cymodocea serullata of

    1.07 ind/m.The condition seagrass beds village sebong pereh are somewhat meeting .Next the

    kind of seagrass beds are poor. Where the closure of the highest kind obtained from enhallus

    accoroides type of 10,33 ind/m , the value of obtained the lowest of the cymodocea serullata of

    0,53 ind/m.The highest obtained from enhallus accoroides type of 10.33 % . While the closure of

    the lowest obtained cymodocea serullata a month 0.53 % .Economic value total Rp

    33.893.222.371,00,-/years with the direct benefit Rp 29.617.795.200,00,-/years or ( 87,39 % ) , the

    indirect benefits Rp 1,033,952,000,-/years or ( 3,05 % ) , the value of the benefit of Rp

    13.618.595,00 choice,-/years or ( 0.04 % ) , the value of the benefit of Rp 116,920,000,-/years or (

    0,34 % ) , and the value of benefits inheritance Rp 3,110,936,576,-/years or with the percentage of

    ( 9,18 % )

    Keywords: Economic Valuation, community structure, Seagrass, Village Sebong Pereh

  • PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Ekosistem padang lamun sangat

    terkait dengan ekosistem di dalam wilayah

    pesisir seperti mangrove, terumbu karang, dan

    ekosistem lain yang menunjang keberadaan

    biota terutama pada perikanan serta beberapa

    aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial

    ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan

    ekosistem lamun tidak berdiri sendiri, tetapi

    terkait dengan ekosistem disekitarnya. Namun

    akhir akhir ini kondisi padang lamun semakin

    menyusut oleh adanya kerusakan yang

    disebabkan oleh aktivitas manusia, (Hadad,

    2012).

    Desa Sebong Pereh merupakan salah

    satu Desa yang terdapat di Kecamatan Teluk

    Sebong yang sebagian besar masyarakatnya

    bermata pencarian sebagai nelayan. Desa

    Sebong Pereh memiliki luas wilayah 53,25

    Km dengan jumlah penduduk 3971 jiwa (BPS,

    2014).

    Banyak kegiatan yang dilakukan di

    wilayah pesisir telah mengorbankan ekosistem

    padang lamun di Desa Sebong Pereh, seperti

    kegiatan reklamasi pembangunan resort dan

    penangkapan ikan maupun non ikan. Hal ini

    secara langsung maupun tidak langsung

    berdampak pada keanekaragaman hayati lamun

    yang tentunya akan merusak habitat bagi

    kerang-kerangan, ranga, kerang bulu, serta

    ikan.

    Dilihat dari aktivitas yang ada, hal ini

    berpotensi mengganggu kelestarian ekosistem

    dan sumberdaya lamun, sehingga menimbulkan

    dampak secara langsung terhadap degradasi

    habitat dan keanekaragaman hayati lamun. Jika

    hal ini terjadi tentunya dapat menimbulkan

    permasalahan ekologi, ekonomi, dan sosial.

    Penggunaan sumberdaya alam yang demikian

    akan memberikan pengaruh terhadap ekosistem

    lamun di Desa Sebong Pereh yang nantinya

    akan berkaitan juga dengan nilai ekonomi

    ekosistem lamun.

    B. Tujuan

    Adapun tujuan dari penelitian ini

    untuk mengetahui identifikasi jenis lamun,

    kerapatan lamun, dan tutupan lamun serta

    untuk mengetahui nilai ekonomi ekosistem

    padang lamun di Desa Sebong Pereh.

    C. Manfaat

    Manfaat dari penelitian ini untuk

    memberikan data mengenai struktur komunitas

    padang lamun, memberikan data valuasi

    ekonomi ekosistem padang lamun, dan

    memberikan data dan informasi kepada

    pemerintah maupun pihak lain yang

    memerlukan.

    METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

    September 2015 sampai dengan bulan April

    2016. Penelitian ini dilaksanakan di Desa

    Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong,

    Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau

    B. Alat dan Bahan

    C. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan pada

    penelitian ini adalah metode survei, yaitu

    pengamatan langsung atau observasi lapangan

    terhadap kondisi ekologis lamun serta

    pemanfaatan ekosistem lamun. Berdasarkan

    sumber data, data yang dikumpulkan pada

    penelitian ini berupa data primer dan data

    sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh

    melalui pengamatan langsung atau observasi

    lapangan dan wawancara terhadap responden

    dengan menggunakan daftar pertanyaan

    (kuisioner).

    No. Alat/Bahan Kegunaan

    Penyamplingan Lamun

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    GPS

    Kuadran petakan 1m x 1m

    Meteran

    Buku identifikasi

    Kantong plastik

    Kertas label

    Alat snorkeling

    Untuk mengukur titik koordinat

    stasiun penelitian

    Untuk kuadran transek lamun

    Mengukur jarak setiap transek

    Identifikasi jenis lamun

    untuk wadah sampel lamun

    untuk label jenis lamun

    untuk pengamatan tutupan dan

    kerapatan

    Penilaian Ekonomi Lamun

    1.

    2.

    3.

    Lembar kuisioner

    Alat tulis

    Kamera

    Untuk mengetahui dan identifikasi

    pemanfaatan lamun yang dilakukan

    masyarakat sekitar

    Untuk mencatat data di lapangan

    Untuk dokumentasi

  • D. Prosedur Penelitian 1. Penentuan Stasiun

    Berdasarkan pemetaan hasil survei

    awal ditentukan 30 titik yang tersebar secara

    acak sepanjang perairan Desa Sebong Pereh.

    Peta titik sampling dapat dilihat pada Gambar

    1.

    Gambar 1. Lokasi Penelitian

    2. Penentuan Responden

    Dalam menentukan jumlah sampel

    responden, menggunakan rumus Slovin dengan

    taraf keyakinan 95% (taraf signifikan 5%)

    (Matondang, 2012), yakni :

    n =

    1 +

    Dimana : n = sampel

    N= jumlah populasi

    e = prakiraan tingkat kesalahan

    (0,05%)

    1. Pengukuran Lamun

    Metode pengukuran yang digunakan

    untuk mengetahui kondisi padang lamun

    adalah metode petak contoh (transect Plot).

    Setiap titik yang menyebar di perairan

    Kecamatan Teluk Sebong akan diamati nilai

    kerapatan jenis/spesies dan persentase tutupan.

    Pengambilan data kondisi tutupan, dan

    kerapatan lamun dilakukan saat air laut

    mengalami surut dengan kedalaman air antara

    5-50 cm.

    Gambar 3. Plot pengambilan data lamun

    2. Identifikasi Jenis Identifikasi jenis dilakukan dengan

    mencocokan data-data di lapangan seperti

    bentuk daun, bunga, dan akar lamun dengan

    katalog, kemudian jenis jenis lamun yang

    didapat di lapangan disajikan dalam bentuk

    tabel (Kepmen LH No. 200 Tahun 2004).

    Identifikasi jenisjenis lamun menggunakan

    panduan identifikasi lamun menurut McKenzie

    (2003).

    3. Pengamatan Kerapatan Lamun Pengamatan kerapatan lamun

    dilakukan dengan meletakkan plot pada titik

    sampling yang telah ditentukan. Tiap jenis

    lamun dihitung jumlah tegakan masing-masing

    jenis lamun pada kolom transek, lalu

    dimasukan kedalam rumus perhitungan

    kerapatan lamun.

    4. Pengamatan Tutupan Lamun Pengamatan persentase penutupan

    lamun mengacu pada estimasi persen

    penutupan lamun menurut McKenzie (2003).

    Persentase tutupan lamun dilakukan dengan

    menghitung jumlah lamun yang menutupi areal

    dalam tiap sub petak dalam plot berukuran 1x1

    meter yang telah diberi label. Selanjutnya

    dilakukan pengambilan foto transek kuadran

    dengan sudut vertikal, sudah termasuk

    didalamnya keseluruhan rangka/frame kuadran

    dan label. Hasil foto tutupan lamun kemudian

    dibandingkan dengan gambar estimasi

    persentase penutupan menurut McKenzie

    (2003).

    A. Pengolahan Data 1. Kerapatan Jenis

    Kerapatan jenis merupakan

    perbandingan antara jumlah total individu

    dengan unit area yang diukur. Kerapatan jenis

    lamun dapat dihitung dengan persamaan

    (Tuwo, 2011) :

    KJi =

    Ni

    A

  • Dimana :

    KJ i= Kerapatan jenis ke-I (tegakan/m)

    Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i

    (tegakan)

    A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

    2. Kerapatan Relatif Kerapatan relatif merupakan

    perbandingan antara jumlah individu jenis dan

    jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan

    relatif lamun dapat dihitung dengan persamaan

    (Tuwo, 2011) :

    Dimana :

    KR = Kerapatan relatif (%)

    Ni = Jumlah individu jenis ke-I (ind/m)

    n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m)

    3. Penutupan Jenis Penutupan jenis merupakan

    perbandingan antara luas area yang ditutupi

    oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area

    yang ditutupi lamun. Penutupan jenis lamun

    dapat dihitung dengan persamaan (Tuwo,

    2011) :

    Dimana :

    PJ : Penutupan jenis ke-i (%/m2)

    Ai : Luas total penutupan jenis ke-I (%)

    A : Jumlah total area yang ditutupi lamun

    (m)

    4. Penutupan Relatif Penutupan Relatif (PR) yaitu

    perbandingan antara individu jenis ke-i dan

    total penutupan seluruh jenis. Penitupan relatif

    lamun dapat dihitung dengan rumus (Kordi,

    2011) :

    Dimana :

    PR = Penutupan relatif (%/m2)

    Pi = Penutupan jeni ke-i (%/m2)

    P = Penutupan seluruh jenis lamun (%/m2).

    B. Analisis Data Kondisi padang lamun akan

    ditentukan berdasarkan skala kerapatan lamun

    seperti pada Tabel 2.

    Tabel 2. Skala Kondisi Padang Lamun

    berdasarkan peresentase kerapatan

    Sumber : Braun-Blanquet (1965) dalam Haris

    dan Gosari (2012)

    Untuk menentukan status padang

    lamun menurut Kepmen LH No. 200 Tahun

    2004, dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Status padang lamun

    C. Prosedur Valuasi Ekonomi Valuasi Ekonomi merupakan suatu

    cara untuk memberikan nilai kuantitatif

    terhadap barang dan jasa yang di hasilkan

    sumber daya alam dan lingkungan terlepas baik

    nilai pasar (market value) atau non pasar (non

    market value).

    1. Nilai Manfaat Langsung (direct use value) Nilai manfaat langsung adalah nilai

    yang di hasilkan dari pemanfaatan sumberdaya

    secara langsung. Sehingga dapat di hitung

    dengan persamaan (Suzana dkk, 2011 dalam

    Agustina., 2014) yakni sebagai berikut:

    = (DUV i)

    =1,2,3

    Dimana :

    DUV =Direct Use Value

    DUV1 = manfaat penangkapan ikan (harga

    ikan/kg)

    DUV2 = manfaat penangkapan ranga (harga

    teripang/kg)

    DUV3 = manfaat penangkapan kerang bulu

    (harga ranga/kg)

    DUV4 = manfaat penangkapan sotong (harga

    kerang bulu/kg)

    DUV5 = manfaat penangkapan kepiting (harga

    sotong/kg)

    DUV6 = manfaat penangkapan gonggong

    (harga kepiting/kg)

    DUV7 = manfaat penangkapan kuda laut

    (harga kepiting/kg)

    Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi

    5 > 175 Sangat Rapat

    4 125 175 Rapat

    3 75 125 Agak Rapat

    2 25 75 Jarang

    1 < 25 Sangat Jarang

    Status Kondisi Penutupan (%)

    Baik Kaya/Sehat > 60

    Rusak Kurang kaya/Kurang sehat 30 59,9

    Rusak Miskin < 29, 9

    KR = ni x 100 %

    n

    PJ = ai

    PR = Pi

    P

  • Nilai pemanfaatan langsung pada

    padang lamun, dapat diperoleh dengan rumus

    sebagai berikut (Widiastuti, 2011).

    Nilai ekonomi perikanan

    = rente ekonomi (ikan, ranga, kerang bulu,

    sotong, kepiting, gonggong, kuda laut) x

    jumlah RTP

    = (Penerimaan (laba layak-laba

    kotor/biaya operasional) x jumlah RTP

    2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (indirect use value)

    Nilai manfaat tidak langsung

    merupakan nilai suatu ekosistem padang lamun

    sebagai daerah asuhan, pemijahan dan mencari

    makan bagi biota lainnya. Penilaian

    menggunakan pendekatan contingent valuation

    methods (CVM) dengan teknik survey, yang

    mana keinginan untuk menerima willingness to

    accept (WTA) jika terjadi kerusakan atas

    sumberdaya.

    3. Nilai Manfaat Pilihan (option value)

    Manfaat pilihan yaitu nilai ekonomi

    yang diperoleh dari potensi pemanfaatan

    langsung maupun tidak langsung dari

    sumberdaya. Dalam hal ini untuk padang

    lamun menggunakan metode benefit transfer,

    yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit

    dari tempat lain lalu benefit ini ditransfer untuk

    memperoleh perkiraan yang kasar mengenai

    manfaat dari lingkungan (Agustina, 2014).

    Kemudian untuk mengetahui nilai manfaat

    pilihan ini diperoleh dengan persamaan

    (Widiastuti, 2011):

    Option Value = luas padang lamun (Ha) x nilai

    keanekaragaman hayati

    4. Nilai Manfaat Keberadaan (existence value)

    Nilai keberadaan merupakan nilai

    yang diukur dari manfaat yang dirasakan

    masyarakat dari keberadaan ekosistem setelah

    manfaat lain dihilangkan dari analisis. Nilai

    ekonomi keberadaan menggunakan metode

    Willingness to Pay (kesediaan membayar

    masyarakat) yang diperoleh berdasarkan

    pendekatan CVM (Contingent Valuation

    Method). Metode yang digunakan adalah

    Contingent Valuation Method (CVM) yakni

    metode mengestimasi nilai yang diberikan oleh

    individu terhadap suatu barang atau jassa

    (Adrianto dan Wahyudin, 2007).

    5. Nilai Warisan (Bequest Value) Nilai warisan ekosistem padang

    lamun yang dimiliki tidak dapat dinilai dengan

    pendekatan nilai pasar. Oleh karena itu, nilai

    warisan dapat di hitung dengan pendekatan

    perkiraan. Sehubungan dengan hal tersebut

    maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak

    kurang 10% dari manfaat langsung

    (Ruitenbeek, 1991 dalam Marhayana, 2012).

    Dengan rumus sebagai berikut :

    BV= 10% x Total Nilai Manfaat

    Langsung

    .

    6. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Nilai Ekonomi Total adalah NET atau

    Total Economic Value (TEV) Total nilai

    ekonomi yang di miliki suatu sumberdaya.

    Nilai ekonomi total ekosistem padang lamun

    merupakan penjumlahan nilai manfaat

    langsung, manfaat tidak langsung, nilai pilihan,

    nilai keberadaan, dan nilai warisan yang dapat

    ditulis dengan persamaan matematis sebagai

    berikut (CSERGE, 1994 dalam Irmadi, 2004) :

    TEV = (DUV +IUV + OV) +

    (EV+ BV)

    Dimana :

    TEV = (Total Economic Value) Nilai ekonomi

    total

    DUV = (Direct Use Value) Nilai manfaat

    langsung

    IUV = (Indirect Use Value) Nilai manfaat tidak

    langsung

    OV = ( Option Value) Nilai pilihan

    EV = (Exsistence Value) Nilai Keberadaan

    BV = (Bequest Value) Nilai warisan

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN

    1. Identifikasi Jenis Lamun

    Hasil penelitian pada 30 titik sampel

    pengamatan di Desa Sebong Pereh di temukan

    4 jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ada di

    Indonesia yaitu Enhallus accoroides, Thalassia

    hemprichi, Cymodocea serullata, dan Halodule

    uninervis. Untuk lebih jelasnya tentang data

    jumlah jenis lamun yang ditemukan bisa dilihat

    pada Tabel 4.

  • Tabel 4 . Jumlah jenis lamun di Desa

    Sebong Pereh

    Sumber : Data primer (2016)

    Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa

    jenis yang paling tinggi yaitu Thalassia

    hemprichii dengan jumlah individu sebanyak

    2152 individu/jenis, dengan jumlah persentase

    sebesar 64,53%. Hal ini disebabkan jenis

    Thalassia hemprichi bisa bertahan pada hampir

    di segala jenis subtrat. Berdasarkan

    pengamatan tipe subtrat di perairan Desa

    Sebong Pereh memiliki jenis subtrat pasir dan

    pasir berkerikil. Jenis lamun yang terendah

    yaitu Cymodocea serullata dengan jumlah

    individu sebesar 32 individu/jenis, dengan

    persentase sebesar 0,96%.

    2. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Hasil penelitian menunjukkan total

    nilai kerapatan jenis lamun sebesar 111,17.

    Hasil yang tertinggi diperoleh dari jenis

    Thalassia hemprichii yaitu sebesar 71,73

    ind/m atau sekitar 64,53% dari total kerapatan

    jenis lamun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kerapatan Jenis dan Kerapatan

    Relatif Lamun

    Jenis Jumla

    h

    Kerapat

    an Jenis

    (ind/m)

    Kerapata

    n Relatif

    (%)

    Enhallus

    accoroides 881 29,37 26,42

    Thalassia

    hemprichii 2152 71,73 64,53

    Cymodocea

    serullata 32 1,07 0,96

    Halodule

    uninervis 270 9,00 8,10

    Total 3335 111,17 100

    Sumber : Data Primer (2016)

    Tabel 5 menunjukkan bahwa dari

    hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai

    kerapatan jenis lamun sebesar 111,17 ind/m,

    diperoleh jenis Thalassia hemprichii memiliki

    nilai kerapatan jenis lamun yang paling tinggi

    dbandingkan dengan jenis lamun lainnya yaitu

    sebesar 71,73 ind/m dengan persentase

    kerapatan sebesar 64,53%, sedangkan untuk

    jenis Chymodocea serullata diperoleh hasil

    yang paling sedikit yaitu sebesar 1,07 ind/m

    dengan persentase kerapatan sebesar 0,96%.

    Kondisi padang lamun Desa Sebong

    Pereh berdasarkan presentase kerapatan dibagi

    menjadi beberapa golongan yaitu: sangat rapat,

    rapat, agak rapat, jarang, dan sangat jarang

    (Brawn, 1965 dalam Haris, 2012). Dilihat dari

    hasil perhitungan kerapatan ekosistem padang

    lamun di Desa Sebong Pereh dapat

    disimpulkan bahwa kondisi padang lamun di

    Desa Sebong Pereh tergolong agak rapat yaitu

    sebesar 111,17 ind/m dengan skala kerapatan

    sebesar 75-125 ind/m.

    Berdasarkan hasil pengamatan

    diketahui bahwa lamun yang tumbuh pada

    dearah yang berada jauh dari garis pantai

    memiliki kerapatan yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan lamun yang tumbuh di

    perairan yang dekat dengan garis pantai di

    perairan desa Sebong Pereh. Hal ini diduga

    disebabkan oleh pengaruh kondisi pasang surut

    perairan, pada saat surut lamun yang berada di

    dekat garis pantai mengalami surut kering

    sehingga lamun kurang mampu beradaptasi

    terhadap pancaran sinar matahari langsung

    tanpa tergenang oleh air laut.

    Thalassia hemprichii merupakan

    lamun yang ditemukan banyak tumbuh pada

    perairan yang jauh dari garis pantai. Menurut

    Romimohtarto dan Juwana (2001) dalam

    Suryanti et al., (2014) Thalassia hemprichii

    memiliki strategi adaptasi yang baik terhadap

    lingkungannya dimana tumbuhan tersebut

    memiliki perakaran serabut yang mampu

    berkoloni lebih lebat di habitat dangkal

    dibandingkan dengan lamun jenis lainnya.

    Menurut Fauziyah (2004) dalam Ruswahyuni

    et al. (2013), Thalassia sp. biasa hidup dalam

    semua jenis substrat yang bervariasi dari

    pecahan karang hingga substrat lunak bahkan

    pada lumpur cair, tetapi lebih dominan hanya

    pada substrat keras dan dapat membentuk

    komunitas tunggal pada pasir kasar. Oleh

    karena itu lamun jenis Thalassia hemprichii

    memiliki jumlah tegakan paling tinggi karena

    No Jenis

    Jumlah

    (Ind/Jenis

    )

    Persentas

    e (%)

    1

    Enhallus

    accoroides 881 26,42

    2

    Thalassia

    hemprichii 2152 64,53

    3

    Cymodocea

    serullata 32 0,96

    4

    Halodule

    uninervis 270 8,10

    TOTAL 3335 100

  • substrat di perairan desa Sebong Pereh

    merupakan pasir kasar. Hal ini dibuktikan dari

    penelitian Andi (2016) yang menyatakan tipe

    subtrat yang terdapat di perairan Sebong Pereh

    yakni subtrat pasir dan pasir kerikil.

    3. Penutupan Jenis dan Penutupan Relatif

    Penutupan jenis merupakan

    perbandingan antara luas area yang ditutupi

    oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area

    yang ditutupi lamun, sedangkan penutupan

    relatif ialah perbandingan antara individu jenis

    ke-i dan total penutupann seluruh jenis.

    Perhitungan ini dilakukan bertujuan

    untuk menggambarkan seberapa luas area yang

    menutupi perairan. Penutupan lamun tidak

    serta merta bergantung pada nilai kerapatan

    jenis, melainkan dipengaruhi oleh lebarnya

    helaian jenis daun lamun, karena lebar helaian

    daun lamun sangat mempengaruhi penutupan

    subtrat, makin panjang dan lebar daun jenis

    lamun maka semakin besar pula kemampuan

    untuk menutupi subtrat. Untuk lebih jelasnya

    mengenai penutupan jenis lamun dapat dilihat

    pada Tabel 6.

    Tabel 6. Penutupan Jenis Lamun

    Sumber : Data Primer (2016)

    Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis

    lamun Enhalus accoroides memiliki jumlah

    penutupan yang paling tinggi yaitu sebesar

    10,33 %/m atau sekitar 49,28%. Hal ini

    disebabkan karena penutupan lamun sangat

    erat kaitannya dengan ukuran morfologi daun

    dari lamun itu sendiri. Jenis ini memiliki daun

    yang panjang dan lebar sehingga mendominasi

    area pengamatan. Menurut Endarwati (2010),

    Enhallus accoroides mempunyai rimpang daun

    berdiameter lebih dari 10 mm, dengan panjang

    daun sekitar 300-1500 mm, dan dengan lebar

    daun 13-17 mm, sedangkan jenis Cymodocea

    serullata memperoleh hasil yang paling sedikit

    yaitu sebesar 0,53 %/m dengan persentase

    sebesar 2,54 %. secara umum jenis ini

    memiliki bentuk daun yang lebih kecil yaitu

    dengan panjang 6-15 mm dan lebar 5-9 mm

    sehingga jenis ini sangat sedikit terlihat pada

    pengamatan yaitu sebesar 0.53.

    B. Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun

    Valuasi ekonomi sumberdaya alam

    akibat aktifitas manusia dapat dilakukan

    dengan memberikan penilaian dari hilangnya

    area ekosistem sumberdaya alam, hilangnya

    sumberdaya lingkungan adalah masalah

    ekonomi karena hilangnya ekosistem berarti

    hilangnya kemampuan ekosistem tersebut

    untuk menyediakan barang dan jasa.

    Untuk mengetahui nilai ekonomi

    padang lamun itu sendiri dapat dilakukan

    dengan menghitung nilai manfaat langsung dan

    nilai manfaat tidak langsung, nilai manfaat

    langsung yang dimaksud seperti pengambilan

    biota disekitar padang lamun, sedangkan nilai

    manfaat tidak langsung yaitu nilai atau fungsi

    padang lamun itu sendiri bagi biota yang ada di

    sekitar padang lamun.

    1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value)

    Nilai manfaat langsung adalah nilai

    yang dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya

    secara langsung, berdasarkan hasil dari

    wawancara dengan 50 responden yang

    melakukan aktifitas penangkapan di sekitar

    padang lamun yang ada di Desa Sebong Pereh

    diperoleh jenis hasil tangkapan seperti ikan,

    ranga, kerang bulu, sotong kepiting, gonggong,

    dan kuda laut. Jenis hasil tangkapan dan nilai

    manfaat langsung ekosistem padang lamun

    dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Jenis Biota Padang Lamun Desa

    Sebong Pereh

    Jenis alat tangkap yang digunakan

    nelayan yang memanfaatkan ekosistem padang

    lamun yang ada di Desa Sebong Pereh sangat

    beragam seperti jaring ikan, pancing, pancing

    candit, bubu kepiting, bubu ikan, dan snorkel.

    Tentunya hal ini juga akan berpengaruh pada

    jenis hasil tangkapan yang bergantung pada

    jenis alat tangkap yang digunakan oleh setiap

    nelayan.

    Dengan adanya aktivitas penangkapan

    yang berbeda-beda baik itu dari jenis alat

    tangkap maupun jumlah tangkapan yang

    Jenis Jumlah

    (%/30m) Penutupan

    Jenis (%/m)

    Penutupan

    Relatif (%)

    Enhalus accoroides 310 10,33 49,28

    Thalassia hemprichii 255 8,5 40,54

    Cymodocea serullata 16 0,53 2,54

    Halodule uninervis 48 1,6 7,63

    Total 629 20,97 100

    No Hasil Tangkapan Rata-Rata Jenis

    Alat Tangkap Nama Lokal Nama Ilmiah

    1 Ikan Lingkis Siganus canaliculatus Jaring

    2 Ikan Pinang-Pinang Lethrinus lentjan Pancing

    3 Ikan Timun Lutjanus carponotatus Pancing

    4 Ikan Gelam Pseudocienna arnovensis Jaring

    5 Ikan Lambai Sigganus virgatus Bubu

    6 Ranga Lambis sp. Pengamatan

    7 Kerang Bulu Anadara antiquata Pengamatan

    8 Sotong Loligo sp. Candit

    9 Kepiting Portunus plagicus Bubu

    10 Gonggong Strombus ganurium Pengamatan

    11 Kuda Laut Hippocampus sp. Kacamata Selam

  • diperoleh tentunya akan memberikan

    kontribusi yang besar terhadap nelayan itu

    sendiri, nilai kontribusi ini berupa penilaian

    manfaat langsung oleh nelayan terhadap

    jumlah dan jenis hasil tangkapan. Nilai manfaat

    langsung dapat dilihat pada Tabel 9.

    Tabel 9. Nilai manfaat langsung padang

    lamun Desa Sebong Pereh

    Sumber : data primer (2016)

    Nilai manfaat langsung Desa Sebong

    Pereh diperoleh dari hasil wawancara

    menggunakan kuisioner dengan 50 responden,

    data tersebut di rata-ratakan sehingga didapat

    jenis biota yang biasa dimanfaatkan dan hasil

    tangkapan nelayan perharinya.

    Nilai manfaat langsung nelayan dalam

    satu bulan diperoleh dari hasil perkalian nilai

    perikanan dan waktu rata-rata bekerja dalam

    satu bulan, rata-rata dalam satu bulan nelayan

    Desa Sebong Pereh hanya melaut sekitar 16

    hari sedangkan dalam satu tahun rata-rata

    nelayan hanya bisa melaut hanya 8 bulan dan

    untuk jenis kuda laut sendiri nelayan hany bisa

    melaut dalam satu tahun hanya 6 bulan yaitu

    dari bulan januari sampai dengan bulan juni.

    Hal ini dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti

    angin dan kondisi pasang surut, dan juga

    musim sehingga dari perhitungan tersebut

    dapat diperoleh hasil nilai manfaat langsung.

    a. Manfaat Langsung Ikan Berdasarkan hasil wawancara

    responden dengan menggunakan pertanyaan

    berstruktur atau kuisioner diketahui bahwa

    jenis ikan yang dimanfaatkan nelayan di

    sekitar padang lamun Desa Sebong Pereh

    seperti ikan lingkis, lambai, pinang-pinang,

    ikan timun-timun, dan ikan gelam. Jenis alat

    tangkap yang digunakan nelayan untuk

    menangkap ikan yaitu jaring, pancing dan

    bubu ikan. Rata-rata dalam sebulan nelayan

    hanya melakukan 15-20 kali penangkapan hal

    ini dipengaruhi oleh kondisi iklim dan pasang

    surut. Nelayan hanya bisa berkarang jika

    kondisi surut air laut terjadi pada pagi atau

    sore hari, dan pada cuaca hujan masyarakat

    tidak bisa berkarang karena masyarakat hanya

    mengandalkan penglihatan untuk melihat

    biota yang ada, sedangkan dalam setahun rata-

    rata nelayan hanya dapat melakukan

    penangkapan selama 8 bulan karna pada bulan

    tertentu terjadi angin kuat yaitu sekitar bulan

    November sampai Febuari, penangkapan biota

    ikan ini sangat dipengaruhi oleh musim,

    faktor cuaca dan kondisi pasang surut.

    Berdasarkan hasil perhitungan

    diketahui bahwa pendapatan rata-rata Nilai

    manfaat langsung ikan lingkis di Desa Sebong

    Pereh yaitu sebesar Rp 1..854.540.800,00,-

    /tahun atau sekitar 6,3 % dari total nilai

    manfaat langsung, sedangkan untuk ikan

    pinang-pinang sebesar Rp 2.173.473.280,00,-

    /tahun atau sekitar 7,3 % dari total nilai

    manfaat langsung, ikan timun-timun sebesar

    Rp 1.009.076.480,00-/tahun atau sebesar 3,4

    %. Nilai manfaat langsung ikan gelam sebesar

    Rp 1.606.493.440,00,-/tahun atau sekitar 5,4%

    dari total nilai manfaat langsung dan

    sedangkan nilai manfaat langsung untuk ikan

    lambai sebesar Rp 1.674.142.720,00,-/tahun

    atau sekitar 5,7% dari total nilai manfaat

    langsung.

    b. Nilai Manfaat Langsung Ranga dan Kerang Bulu

    Masyarakat nelayan di Desa Sebong

    Pereh mencari ranga dan gonggong pada waktu

    air surut dengan mengamati di subtract.

    Pengamatan kerang bulu dengan cara melihat

    mata kerang di dasar subtrat. Adapun

    pendapatan rata-rata manfaat langsung kerang

    bulu yaitu sebesar Rp 2.103.296,000,-/tahun

    atau sekitar 7,1% dari total nilai manfaat

    langsung. Sedangkan pendapatan rata-rata nilai

    manfaat langsung ranga yaitu sebesar Rp

    3.074.048,000 atau sekitar 10,4% dari total

    nilai manfaat langsung.

    c. Manfaat Langsung Sotong Nilai manfaat langsung sotong

    merupakan nilai manfaat langsung yang

    tertinggi kedua setelah kuda laut. Hal ini di

    karenakan banyaknya jumlah nelayan yang

    menangkap sotong dan harga sotong cukup

    tinggi yaitu sekitar Rp 33.000,-/kg.

    Penangkapan sotong di Desa Sebong Pereh

    dilakukan nelayan pada malam hari dengan

    bantuan cahaya lampu, alat yang digunakan

    untuk menangkap sotong yaitu dengan

    menggunakan pancing sotong (candit).

    Berdasarkan hasil perhitungan nilai manfaat

    langsung sotong di Desa Sebong Pereh yaitu

    Bulan (Rp) Tahun (Rp)

    1 Ikan Lingkis 3 231.817.600,00Rp 1.854.540.800,00Rp 6,3

    2 Ikan Pinang - Pinang 3 271.684.160,00Rp 2.173.473.280,00Rp 7,3

    3 Ikan Timun 2 126.134.560,00Rp 1.009.076.480,00Rp 3,4

    4 Ikan Gelam 3 200.811.680,00Rp 1.606.493.440,00Rp 5,4

    5 Ikan Lambai 3 209.267.840,00Rp 1.674.142.720,00Rp 5,7

    6 Ranga 2 384.256.000,00Rp 3.074.048.000,00Rp 10,4

    7 Kerang Bulu 2 262.912.000,00Rp 2.103.296.000,00Rp 7,1

    8 Sotong 4 611.017.600,00Rp 4.888.140.800,00Rp 16,5

    9 Kepiting 3 402.963.200,00Rp 3.223.705.600,00Rp 10,9

    10 Gonggong 3 442.020.800,00Rp 3.536.166.400,00Rp 11,9

    11 Kuda Laut 0,03 745.785.280,00Rp 4.474.711.680,00Rp 15,1

    29.617.795.200,00Rp 100

    Persentase

    (%)

    Total Nilai Manfaat Langsung

    NoJenis Hasil

    Tangkapan

    Rata-Rata Hasil

    Tangkapan (kg)

    Nilai Manfaat Langsung

  • sebesar Rp 4.888.140.800,00,-/tahun atau

    sekitar 16,5% dari total nilai manfaat langsung.

    d. Manfaat Langsung Kepiting Alat tangkap yang digunakan untuk

    menangkap kepiting dengan menggunakan

    bubu kepiting dan ada juga yang melakukan

    dengan pengamatan, bubu yang digunakan

    untuk menangkap kepiting sebelumnya

    diberikan umpan seperti ikan yang mempunyai

    nilai ekonomis yang rendah, bubu di pasang

    ketika air surut dan dilihat kembali ketika air

    surut datang.

    Jenis kepiting yang biasa didapat

    nelayan Desa Sebong Pereh yaitu kepiting

    rajungan dengan rata-rata hasil tangkapan

    sebesar 3 kg/orang/hari. Berdasarkan hasil

    perhitungan nilai manfaat langsung kepiting di

    Desa Sebong Pereh yaitu sebesar Rp

    3.223.705.600,00,-/tahun atau sekitar 10,9 %

    dari total nilai manfaat langsung.

    e. Manfaat Langsung Gongong Pemanfaatan gonggong di Desa

    Sebong Pereh oleh nelayan dengan dijual

    langsung ke pengumpul atau diolah terlebih

    dahulu untuk diambil dagingnya, Karena

    pengumpul seperti resort ataupun rumah makan

    yang ada di sekitar Desa Sebong Pereh hanya

    ingin membeli gonggong yang sudah dibuang

    cangkangnya. Penangkapan gonggong hanya

    dilakukan dengan cara mengamati gonggong

    yang ada di subtrat di sekitar lamun yang

    hanya dilakukan pada keadaan air laut sedang

    surut. Berdasarkan hasil perhitungan nilai

    manfaat langsung gonggong di Desa Sebong

    Pereh yaitu sebesar Rp 3.536.166.400,00,-

    /tahun atau sebesar 11,9 % dari total nilai

    manfaat langsung yang ada di Desa Sebong

    Pereh.

    f. Manfaat Langsung Kuda Laut Penangkapan kuda laut di Desa

    Sebong Pereh dilakukan dengan menggunakan

    alat selam seperti kacamata renang. Nelayan

    yang menangkap kuda laut di Desa Sebong

    Pereh masih tergolong sedikit dibandingkan

    dengan nelayan yang menangkap biota lainnya

    yaitu lebih kurang sekitar 9 orang. Hal ini

    dikarenakan sulitnya mencari kuda laut, kuda

    laut yang diperoleh dijual ke pengumpul lalu

    dari pengumpul dikirim ke Kota Batam.

    Menurut hasil wawancara dengan nelayan

    penangkapan kuda laut hanya dapat dilakukan

    6 bulan selama setahun. Hal ini disebabkan

    karena musim kuda laut yang banyak dijumpai

    hanya terdapat dari bulan januari april,

    namun dibulan maret juni kuda laut juga

    masih dapat dijumpai namun jumlahnya

    berbeda jauh dengan dibulan januari april.

    Walaupun jumlah nelayan dan hasil

    tangkapan kuda laut sedikit tetapi nilai manfaat

    langsung kuda laut merupakan nilai manfaat

    langsung yang paling tinggi dibandingkan

    dengan total nilai manfaat langsung biota

    lainnya, hal ini disebabkan harga kuda laut

    yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp

    5.400.000,00,-/kg. Berdasarkan hasil

    perhitungan nilai manfaat langsung kuda laut

    di peroleh hasil sebesar Rp 474.711.680,00-

    /tahun atau sebesar 15,1 % dari total nilai

    manfaat langsung yang ada di Desa Sebong

    Pereh.

    2. Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value)

    Pendapatan perekonomian nelayan

    sangat bergantung kepada ekosistem padang

    lamun di Desa Sebong Pereh. Ekosistem

    padang lamun di Desa Sebong Pereh di

    manfaatkan keberadaannya secara tidak

    langsung bagi biota-biota laut yang memang

    berasosiasi di sekitar padang lamuun, dilihat

    dari keberadaannya adapun manfaat padang

    lamun secara tidak langsung sebagai tempat

    pemijahan dan bertelur, mencari makanan dan

    asupan nutrisi, dan dijadikan sebagai tempat

    bermain dan berlindung dari gangguan biota

    lain.

    Menurut Kordi (2011) ekosistem

    padang lamun merupakan daerah pemijahan

    (spawning ground), pengasuhan (nursery

    ground), dan tempat mencari makan (feeding

    grouund). Penilaian manfaat tidak langsung

    menggunakan teknik pendekatan Contingent

    Valuation Method (CVM) yaitu teknik valuasi

    yang di dasarkan pada survey dimana

    keinginan menerima atau WTA (Willingness

    To Accept), jika terjadi kerusakan atau

    penurunan atas sumberdaya (padang lamun).

    Penilaian ini diperoleh langsung dari responden

    yang diungkapkan secara lisan maupun tulisan

    (Fauzi, 2004).

    Berdasarkan data penelitian yang

    diperoleh dari 50 responden yang

    memanfaatkan ekosistem padang lamun Desa

    Sebong Pereh, didapatkan informasi bahwa

    masyarakat ingin menerima biaya kompensasi

    (ganti rugi) jika terjadi kerusakan yaitu dengan

    rata-rata sebesar Rp 6.544.000,00,-

    /orang/tahun, atau secara keseluruhan diperoleh

  • hasil sebesar Rp 1.033.952.000,00,-/tahun.

    Berdasarkan data monografi Desa Sebong

    Pereh jumlah nelayan sekitar 158 jiwa

    kemudian dikalikan dengan penangkapan

    selama setahun, jumlah rumah tangga

    perikanan sudah termasuk nelayan kelong,

    nelayan laut lepas, dan nelayan tepi pantai.

    Agusitina (2014) menyatakan bahwa

    jika terjadi kerusakan pada ekosistem padang

    lamun maka biota-biota di perairan tidak dapat

    lagi melakukan aktivitas pemijahan,

    membesarkan diri, dan mencari makan di

    kawasan padang lamun, maka sudah pasti

    pendapatan nelayan berkurang, bahkan yang

    lebih di kawatirkan juga para nelayan akan

    kehilangan mata pencarian akibat kerusakan

    yang terjadi pada ekosistem padang lamun

    tersebut.

    3. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value)

    Ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh diartikan sebagai aset

    berkelanjutan yang dijadikan sebagai patokan

    berkelanjutannya biota-biota yang ada di

    dalamnya untuk masa yang akan datang.

    Keberadaan padang lamun sangat

    mempengaruhi hasil tangkapan dan jumlah

    tangkapan nelayan. Nelayan sadar akan

    pentingnya ekosistem padang lamun untuk

    masa yang akan datang. Kesadaran nelayan ini

    disebut juga dengan manfaat pilihan.

    Nilai manfaat pilihan didapat dengan

    menggunakan nilai keanekaragaman hayati

    (Biodiversity) dari adanya ekosistem padang

    lamun. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran

    masyarakat untuk memberi harga atau nilai

    suatu ekosistem padang lamun. Metode yang

    digunakan untuk menghitung nilai manfaat

    pilihan menggunakan metode benefit transfer

    yaitu dengan menilai perkiraan benefit dari

    tempat lain, lalu ditransfer untuk memperoleh

    perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari

    lingkungan yang diteliti. Metode ini diketahui

    dengan cara menghitung nilai

    keanekaraagaman hayati yang ada pada

    ekosistem tersebut (Marhayana, 2012).

    Penilaian terhadap nilai manfaat

    pilihan mengacu pada rumus Widiastuti (2011)

    dengan mengalikan luas area padang lamun

    (Ha) terhadap nilai cadangan keanekaragaman

    hayati padang lamun di Desa Sebong Pereh.

    Berdasarkan hasil analisis dengan

    menggunakan metode arciview 3.3 diketahui

    luasan area padang lamun Desa Sebong Pereh

    yaitu sebesar 229.4605 Ha atau sekitar

    2.294.605 meter, hasil diperoleh dari metode

    digitasi yaitu pemetaan menggunakan Software

    Arciview 3.3 dan citra spot pulau Bintan dan

    melakukan kroscek di lapangan dengan

    menggunakan Global Posision System (GPS)

    supaya tidak terjadi bias.

    Ruitenbeck (1991) dalam Agustina

    (2014) mengatakan bahwa besarnya nilai

    keanekaragaman hayati yaitu sebesar US$

    15/ha/tahun. Berdasarkan hasil penelitian,

    struktur komunitas ekosistem padang lamun di

    Desa Sebong pereh tergolong dalam kondisi

    miskin, untuk itu nilai keanekaragaman hayati

    tidak dapat dihitung sebesar US$ 15 ha/tahun,

    tetapi sebesar 30 % dari total nilai manfaat

    pilihan, maka dapat dihitung nilai manfaat

    pilihan padang lamun di Desa Sebong Pereh

    dengan nilai tukar rupiah tanggal 17 April

    2016 sebesar Rp 13.189,00 maka nilai manfaat

    pilihan Desa Sebong Pereh yaitu sebesar Rp

    13.618.595,00,-/tahun.

    4. Nilai Manfaat Keberadaan Masyarakat nelayan di Desa Sebong

    Pereh memanfaatkan sumberdaya padang

    lamun yang ada seperti ikan, kerang bulu,

    ranga, sotong, kepiting, gonggong, dan kuda

    laut sebagai sumber mata pencarian untuk

    menghidupi keluarga mereka. Nelayan sadar

    akan pentingnya sumberdaya ekosistem padang

    lamun tersebut dan akan membayar sejumlah

    nilai keberadaan dari ekosistem lamun tersebut.

    Nilai manfaat keberadaan (exsistence

    value) adalah manfaat yang dirasakan langsung

    oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem

    padang lamun (Fauzi, 2004). Nilai manfaat

    keberadaan ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh di estimasi dengan

    mmenggunakan metode Contingent Valuation

    Method (CVM ). Metode ini digunakan

    untuk menanyakan tentang nilai atau harga

    yang diberikan masyarakat akan keberadaan

    ekosistem padang lamun yang ada di Desa

    Sebong Pereh agar tetap terpelihara. Hal ini

    bisa dilihat dari seberapa besar keinginan

    masyarakat nelayan untuk membayar

    (Willingness to pay) dari barang dan jasa yang

    dihasilkan oleh ekosistem padang lamun

    tersebut.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan

    50 responden masyarakat nelayan yang

    memanfaatkan ekosistem padang lamun,

    diperoleh kesediaan membayar setiap individu

  • berbeda-beda. Sehingga diperoleh rata-rata

    kesanggupan membayar yaitu sebesar Rp

    740.000,00,-/orang/tahun, kemudian nilai ini

    dikalikan dengan jumlah seluruh RTP (Rumah

    Tangga Perikanan) yaitu sebanyak 158 jiwa.

    Dari hasil perhitungan dapat diketahui nilai

    manfaat keberadaan ekosistem padang lamun

    di Desa Sebong Pereh sebesar Rp

    116.920.000,00,-/tahun.

    Hasiltersebut menunjukkan

    kesanggupan dan kesadaran masyarakat karena

    telah memanfaatkan sumberdaya padang lamun

    yang ada di Desa Sebong Pereh. Ekosistem

    padang lamun di Desa Sebong Pereh bukan

    hanya dijadikan sebagai tempat mencari makan

    bagi para nelayan, namun juga sebagai tempat

    rekreasi bagi para pengunjung karena

    keindahan pantai yang alami. Hanya saja pada

    musim tertentu sepanjang pantai di Desa

    Sebong pereh banyak terdapat tar atau oli yang

    mengotori kawasan tersebut, hal ini secara

    tidak langsung akan mengganggu keberadaan

    ekosistem padang lamun. Menurut Fortes

    (1990) dalam Widiastuti (2010) lamun

    membentuk habitat yang saling berhubungan

    dengan produktifitas yang sangat tinggi di laut.

    Kehilangan ekosistem padang lamun ini akan

    menyebabkan kerusakan bagi ekosistem di laut

    secara keseluruhan, dan dari sisi ekonomi dapat

    menimbulkan kerugian yang besar bagi

    masyarakat.

    5. Nilai Warisan

    Ekosistem padang lamun mempunyai

    nilai yang sangat penting bagi kehidupan biota

    perairan laut lainnya seperti tempat pemijahan,

    daerah pengasuhan, mencari makan, dan

    tempat bermain. Maka dari itu nilai warisan

    ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh

    tidak dapat dinilai dengan pendekatan nilai

    pasar, sehingga nilai warisan dapat dihitung

    dengan pendekataan perkiraan. Artinya

    kemauan untuk memberi bantuan (dana, aksi

    dll) untuk perlindungan suatu ekosistem atau

    spesies dengan pertimbangan bahwa ekosistem

    atau spesies tersebut memiliki nilai untuk

    diketahui generasi yang akan datang dalam

    keadaan seperti apa yang ada dimasa sekarang

    ini. Menurut Marhayana (2012), nilai warisan

    tidak dapat diukur dari nilai pasar sehingga

    dihitung dengan pendekatan perkiraan bahwa

    nilai warisan tidak kurang dari 10% dari nilai

    manfaat langsung yang diperoleh suatu

    ekosistem. Berdasarkan hasil perhitungan

    dengan menggunakan pendekatan perkiraan

    ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh

    diperoleh nilai warisan sebesar Rp

    3.110.936.576,00,-tahun. Besar kecilnya nilai

    warisan sangat berpengaruh bagi

    keberlangsungan hidup biota-biota perairan

    dan ekosistem padang lamun dimasa yang akan

    datang bagi anak cucu kita.

    6. Nilai Ekonomi Total Nilai ekonomi total yang dihitung

    ialah nilai pemanfaatan (use value) yang terdiri

    dari nilai manfaat langsung (direct value), nilai

    manfaat tidak langsung (indirect value) dan

    nilai pilihan (option value) ada juga nilai bukan

    pemanfaatan (use non value) meliputi nilai

    keberadaan (exsistence value) dan manfaat

    warisan (bequest value). Seluruh nilai

    pemanfaatan tersebut dijumlahkan sehingga

    diperoleh hasil nilai total ekonomi, untuk lebih

    jelasnya tentang nilai ekonomi total padang

    lamun di Desa Sebong Pereh dapat dilihat pada

    Tabe 10.

    Tabel 10. Nilai Ekonomi Total Desa Sebong

    Pereh

    Berdasarkan hasil persentase nilai

    ekonomi, dapat dilihat dengan jelas bahwa nilai

    tertinggi yaitu nilai manfaat langsung sebesar

    Rp 29.617.795.200,00,-/tahun atau sekitar

    87,39 % dari nilai ekonomi total, nilai manfaat

    langsung diperoleh jauh berbeda dengan nilai

    manfaat lainnya, hal ini disebabkan dari hasil

    tangkapan nelayan yang memanfaatkan

    sumberdaya ekosistem padang lamun yang

    sangat bervariasi dan sangat banyak, selain itu

    nilai manfaat langsung ini menunjukkan bahwa

    sumberdaya padang lamun yang dimanfaatkan

    oleh masyarakat memiliki nilai ekonomis yang

    tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dapat

    ditarik kesimpulan bahwa masyarakat nelayan

    Desa Sebong Pereh yang melakukan aktifitas

    penangkapan biota pada kawasan padang

    lamun masih menggunakan alat tangkap yang

    ramah lingkungan seperti menggunakan

    pancing, bubu, dan jaring ikan. Hal ini tidak

    dapat dipungkiri jika dikemudian hari

    sumberdaya yang ada di padang lamun dapat

    berkurang jika tidak dijaga dan dikelola dengan

    baik oleh masyarakat, untuk itu perlu

    No Total Nilai Ekonomi (TEV) Rp/Tahun Persentase

    (%)

    1 Nilai Manfaat Langsung Rp 29.617.795.200,00 87,39

    2 Nilai Manfaat Tidak Langsung Rp 1.033.952.000,00 3,05

    3 Nilai Manfaat Pilihan Rp 13.618.595,00 0,04

    4 Nilai Manfaat Keberadaan Rp 116.920.000,00 0,34

    5 Nilai Warisan Rp 3.110.936.576,00 9,18

    Jumlah Rp 33.893.222.371,00 100,00

  • kesadaran masyarakat untuk bersama-sama

    menjaga ekosistem padang lamun sehingga

    ekosistem yang ada bisa saling menguntungkan

    dan menjadi penopang perekonomian

    masyarakat setempat sampai ke anak cucu

    mereka.

    Nilai manfaat tidak langsung (indirect

    use value) ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh sebesar Rp 1.033.952.000,00,-

    /tahun atau sekitar 3,05 % dari total nilai

    ekonomi. Ekosistem padang lamun memiliki

    fungsi yang sangat penting bagi biota perairan

    yaitu sebagai tempat pemijahan, mencari

    makan dan sebagai tempat bermain bagi biota

    perairan selain itu juga sebagai pemecah

    gelombang laut. Hal ini menunjukkan bahwa

    fungsi dan peranan ekosistem padang lamun

    sangat besar konstribusinya bagi biota perairan,

    jika ekosistem padang lamun sudah rusak maka

    hal ini dapat mengganggu perekonomian

    masyarakat, karna selama ini masyarakat

    memanfaatkan sumberdaya yang ada di

    ekosistem padang lamun tersebut. Untuk itu

    masyarakat harus tau akan pentingnya

    ekosistem padang lamun yang ada di Desa

    Sebong Pereh, jika ekosistem padang lamun

    tidak dijaga dengan baik maka akan

    menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu

    sendiri baik itu kerugian secara finansial

    maupun non finansial .

    Nilai manfaat pilihan merupakan nilai

    ekonomi yang diperoleh dari potensi

    pemanfaatan langsung maupun tidak langsung

    dari sumberdaya, berdasarkan hasil dari

    penelitian didapat nilai manfaat pilihan sebesar

    Rp 13.618.595,00,-/tahun atau sekitar 0.04 %

    dari total nilai ekonomi. Nilai manfaat pilihan

    ini didapat dari luasan padang lamun di Desa

    Sebong Pereh dikalikan dengan nilai cadangan

    keanekaragaman hayati padang lamun. Luas

    area padang lamun di Desa Sebong Pereh

    sekitar 229.4605 Ha. Semakin luas area padang

    lamun di suatu daerah maka akan semakin

    besar pula nilai manfaat pilihan di suatu daerah

    tersebut yang didapat, dan sebaliknya semakin

    kecil luas padang lamun maka akan semakin

    kecil pula nilai manfaat pilihan yang didapat.

    Selain itu nilai manfaat pilihan dihitung

    berdasarkan kondisi padang lamun, nilai

    keanekaragaman hayati sebesar US$ 15

    ha/tahun jika ekosistem padang lamun dalam

    kondisi baik, namun jika kondisi padang lamun

    tergolong dalam kategori rusak maka nilai

    keanekaragaman hayati harus disesuaikan

    dengan kondisinya. Kondisi padang lamun di

    Desa Sebong Pereh tergolong rusak, untuk itu

    nilai keanekaragaman hayati disesuaikan

    menjadi 30% dari US$ 15 ha/tahun.

    Nilai manfaat keberadaan ialah nilai

    yang diukur dari manfaat yang dirasakan oleh

    masyarakat dari keberadaan suatu ekosistem

    setelah manfaat lain dihilangkan. Berdasarkan

    hasil penelitian di Desa Sebong Pereh

    diperoleh nilai manfaat keberadaan sebesar Rp

    116,920,000 atau sebesar 0,34% dari total nilai

    ekonomi, nilai keberadaan berada pada posisi

    keempat setelah nilai manfaat tidak langsung,

    nilai warisan, dan nilai manfaat langsung.

    Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut hal

    ini menunjukkan bahwa kesediaan membayar

    (WTP) untuk menjaga ekosistem oleh

    masyarakat nelayan baik itu untuk pencegahan

    atau perbaikan ekosistem yang dikawatirkan

    rusak tergolong masih rendah. Hal ini bisa

    dilihat dari hasil persentase nilai ekonomi total,

    nilai manfaat keberadaan jauh berada di bawah

    dari nilai manfaat tidak langsung, dapat

    disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat

    nelayan akan pentingnya ekosistem padang

    lamun masih tergolong rendah.

    Nilai warisan dihitung dengan

    pendekatan perkiraan, di perkirakan bahwa

    nilai warisan tidak kurang 10% dari manfaat

    langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan

    perhitungan data di peroleh nilai warisan

    padang lamun di Desa Sebong Pereh sebesar

    Rp 3.110.936.576,00,-/tahun atau sekitar

    8.79% dari total nilai ekonomi. Maksud dari

    nilai warisan ini ialah untuk mengetahui

    seberapa banyak cadangan yang disimpan

    untuk keturunan dimasa yang akan datang

    supaya generasi muda yang akan datang bisa

    menikmati apa yang pernah dinikmati

    leluhurnya.

    Hasil dari penelitian di Desa Sebong

    Pereh diperoleh nilai ekonomi total (TEV)

    yaitu sebesar Rp 33.893.222.371,00,-/tahun.

    Dibandingkan dengan nilai ekonomi total Desa

    Malang Rapat berdasarkan hasil penelitian dari

    Dwi Sriwahyuningsih (2015) diperoleh nilai

    ekonomi total Desa Malang Rapat sebesar Rp

    44.356.746.178,00,-/tahun. Secara keseluruhan

    selisih nilai ekonomi total antara Desa Sebong

    Pereh dengan Desa Malang Rapat yaitu sebesar

    Rp 10.463.523.807,00,-/tahun.

  • Nilai WTP dan WTA sangat

    ditentukan oleh jumlah RTP, semakin besar

    jumlah RTP maka akan semakin besar pula

    jumlah WTP dan WTA. Diketahui jumlah RTP

    Desa Sebong Pereh berjumlahh 158 jiwa

    sedangkan jumlah RTP Desa Malang Rapat

    sebesar 192 jiwa. Diperoleh nilai WTP Desa

    Sebong Pereh sebesar Rp 116.920.000,00,-

    /tahun, sedangkan nilai WTP Desa Malang

    Rapat sebesar Rp 54.109.091,00,-/tahun.

    Perhitungan WTP dilakukan bertujuan untuk

    menilai kesediaan masyarakat untuk membayar

    atas sumberdaya padang lamun yang ada

    disekitar mereka. Dilihat dari keinginan untuk

    membayar (WTP) Desa Sebong Pereh lebih

    unggul dibandingkan dengan Desa Malang

    Rapat. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian

    dan kesadaran masyarakat akan pentingnya

    sumberdaya padang lamun di Desa Sebong

    Pereh Lebih Unggul dari pada Desa Malang

    Rapat.

    Ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh tergolong miskin, dengan

    kondisi padang lamun yang baik maka nilai

    ekonomi akan semakin tinggi, karna ekosistem

    padang lamun merupakan tempat bermain,

    tempat tinggal dan sebagai tempat mencari

    makan bagi sebagian biota perairan, rusaknya

    ekosistem padang lamun akan menyebabkan

    kurangnya pendapatan masyarakat karena

    masyarakat menggantungkkan pencariannya

    dari biota yang ada disekitar padang lamun.

    Rusaknya ekosistem padang lamun di Desa

    tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan

    masyarakat akan fungsi ekosistem padang

    lamun itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan

    hasil wawancara yang menunjukkan nilai

    manfaat langsung lebih besar dari pada nilai

    ekonomi yang lain, sedangkan keinginan

    masyarakat untuk menyumbang jika terjadi

    kerusakan sangat kecil dan tidak seimbang.

    PENUTUP

    A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di Desa

    Sebong Pereh mengenai struktur komunitas

    dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun

    dapat disimpulkan bahwa :

    1. Berdasarkan hasil penelitian ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh

    terdapat 4 jenis lamun, yaitu jenis Enhalus

    accoroides, Thalassia hemprichii,

    Halodule uninervis, dan Cymodocea

    cerullata. Kemudian kerapatan jenis

    lamun yang tertinggi terdapat pada jenis

    Thalassia hemprichii yaitu sebesar 71.73

    ind/m atau sekitar 64.53%, sedangkan

    kerapatan jenis lamun yang paling rendah

    terdapat pada jenis Cymodocea serullata

    1.07 ind/m atau sekitar 0.96%, kondisi

    padang lamun di Desa Sebong Pereh

    tergolong agak rapat. Selanjutnya status

    penutupan jenis lamun di Desa Sebong

    Pereh tergolong dalam keadaan miskin,

    dimana penutupan jenis tertinggi terdapat

    pada jenis Enhallus accoroides yaitu

    sebesar 10.33 %/m atau sekitar 49.28%

    sedangkan untuk penutupan jenis yang

    terendah terdapat pada jenis Cymodocea

    serullata yaitu sebesar 0.53 %/m atau

    sekitar 2.54%.

    2. Valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh didapat nilai

    ekonomi total yaitu sebesar Rp

    29.617.795.200,00 ,-/tahun, dengan nilai

    manfaat langsung sebesar Rp

    31.109.365.760,00,-/tahun atau sekitar

    87.8%, selanjutnya nilai manfaat tidak

    langsung sebesar Rp 1.033.952.000,00-

    /tahun atau sekitar 2.9%, nilai manfaat

    pilihan sebesar Rp 22.697.659,00,-/tahun

    atau sekitar 0.1%, selanjutnya nilai

    manfaat keberadaan sebesar Rp

    116.920.000,00,-/tahun atau sekitar 0.3%,

    dan diperoleh nilai manfaat warisan

    sebesar Rp 3.110.936.576,00,-/tahun atau

    sebesar 8.8%. Sedangkan untuk jenis biota

    yang dimanfaatkan oleh nelayan yaitu

    seperti ikan lingkis, ikan pinang-pinang,

    ikan timun, ikan gelam, ikan lambai,

    ranga, kerang bulu, sotong, kepiting,

    gonggong, dan kuda laut.

    B. Saran Berdasarkan hasil penelitian valuasi

    ekonomi dan ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh diperoleh kondisi padang lamun

    Desa tersebut tergolong miskin dengan status

    rusak, sedangkan untuk nilai manfaat langsung

    dari ekosistem padang lamun tersebut cukup

    tinggi. Hal ini bertolak belakang langsung

    dengan nilai manfaat keberadaan yang jauh

    lebih rendah.

    Diharapkan kedepannya potensi

    sumberdaya ekosistem padang lamun di Desa

    Sebong Pereh dapat terjaga dengan baik. Untuk

    itu perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga

    potensi sumberdaya padang lamun di Desa

    tersebut dapat memberikan nilai ekonomi yang

    lebih tinggi bagi kesejahteraan masyarakat.

    DAFTAR PUSTAKA

  • Adrianto, Wahyudin. 2007. Modul Pengenalan

    Konsep dan metodelogi Valuasi

    Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan

    Laut. PKSPL. IPB. Bogor.

    Agustina, L. 2014. Struktur Komunitas dan

    Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang

    Lamun Di Kawassan Koonservasi

    Laut Daerah Desa Berakit Bintan.

    Skripsi UMRAH, Tanjungpinang.

    Anonim.2009. Ekosistem Padang Lamun.

    http://web.ipb.ac.id%7Ededi_s/index.

    php?option=com_countent&task=vie

    w&id=23&Itemid=51. (di unduh 15

    November 2015).

    Asriyana, Yuliana. 2012. Produktivitas

    Perairan. Bumi Aksara. Jakarta

    Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan. Teluk

    Sebong Dalam Angka 2014.

    http://bintankab.bps.go.id/webssite/pd

    f_publikasi/teluk-sebong-dalam-

    angka-2014.pdf (diunduh tanggal 15

    November 2015).

    Dewi Susanti, 2015. Struktur Komunitas Dan

    Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang

    Lamun Dikawasan Konservasi

    Kawasan Daerah Desa Pengudang

    Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten

    Bintan. SKRIPSI. UMRAH.

    Tanjungpinang. http://umrah.ac.id

    (diunduh tanggal 20 November 2015)

    Efika Ajeng. S, 2016. Tingkat Kerapatan dan

    Penutupan Lamun Di Perairan Desa

    Sebong Pereh Kabupaten Bintan.

    SKRIPSI. UMRAH.

    Endarwati, H. 2010. Biologi Laut (Botani Laut)

    Klasifikasi Dan Jenis Lamun.

    SKRIPSI Semarang : Fakultas Ilmu

    Kelautan Dan Perikanan Universitas

    Diponegoro.

    Fachrul, M,F. 2007.Metode Sampling

    Bioekologi. Bumi Aksara.Jakarta.

    Fauzi, H. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam

    dan Lingkungan Teori dan Aplikasi.

    Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

    Hadad, M.S.A. 2012. Valuasi Ekonomi

    Ekosistem Lamun Pulau Waidoba

    Kabupaten Halmahera Selatan

    Provinsi Maluku Utara. Tesis: Institut

    Pertanian Bogor, Bogor

    Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011.

    Kelautan Dan Perikanan Dalam

    Angka. Pusat Data Statistik Dan

    Informasi: Jakarta

    Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

    200 Tahun 2004. Kriteria Baku

    Kerusakan dan Pedoman Penentuan

    Status Padang Lamun

    Kordi, K.M.G.H. 2011, Ekosistem Lamun

    (seagrass) fungsi, potensi, dan

    pengelolaan. Rineka Cipta : Jakarta

    McKenzie,LJ. 2003. Guidelines for The Rapid

    Assessment and Mapping of Tropical

    Seagrass Habitats. The State of

    Queensland. Department of Primary

    Industries.

    http://seagrasswatch.org/html. 20

    November 2015.

    Menteri Negara lingkungan hidup. 2004.

    Keputusan menteri Negara lingkungan

    hidup no 200 tahun 2004 tentang

    kriteria baku kerusakan dan pedoman

    penentuan status padang lamun.

    Marhayana, 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem

    Mangrove Di Taman Wisata Perairan

    Padaido Kabupaten

    Biaknumfor,Papua. Skripsi. Unhas

    Makasar

    Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem

    Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar,

    Yogyakarta

    Tuwo, 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir

    dan Laut. Brilian Internasional.

    Surabaya

    Widiastuti. A, 2011. Kajian Nilai Ekonomi

    Produk Dan Jasa Ekosistem Lamun

    Sebagai Pertimbangan Dalam

    Pengelolaannya. Tesis Pasca Sarjana

    Universitas Indonesia. Jakarta

    http://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://umrah.ac.id/