Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak)
ISSN-L 2527 – 8681 (Versi elektronik)
JURNAL
JALAN - JEMBATAN
Jurnal Jalan-Jembatan adalah wadah informasi bidang Jalan dan Jembatan berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah terkait yang
meliputi Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Geoteknik Jalan, Transportasi dan Teknik Lalu-Lintas serta Lingkungan Jalan, Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Terbit pertama kali tahun 1984, dengan frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April, Agustus, dan Desember.
Mulai tahun 2016 terbit dengan frekuensi dua kali setahun, edisi Januari - Juni dan edisi Juli - Desember, dalam versi cetak dan versi elektronik. Sesuai Surat Keputusan LIPI No.680/AU4/P2MI-LIPI/07/2015, Jurnal Jalan - Jembatan telah mendapat Akreditasi.
Pelindung
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Pembina
Kepala Balai Litbang Perkerasan Jalan
Kepala Balai Litbang Geoteknik Jalan Kepala Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas Kepala Balai Litbang Struktur Jembatan
Kepala Bagian Keuangan dan Umum Kepala Bidang Standardisasi dan Kerjasama
Kepala Bidang Program dan Evaluasi Penangung Jawab
Kepala Bidang Sumber Daya Kelitbangan
Manajer Jurnal
Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc.
Editor
Drs.Toni Hadi Purnomo
Editor Bagian
Anita Rahmawati, S.Sos, MT. Siti Nurjanah, A.Md
Reviewer:
Internal Editor Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc. (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu Lintas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc. (Bidang Geoteknik Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
Ir. Nono., M.Eng.Sc. (Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Drs. Gugun Gunawan, M.Si. (Bidang Teknik Lingkungan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
Eksternal Editor / Mitra Bestari Prof. Dr. Ir. Furqon Affandi, M.Sc. (Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan; Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) Prof. Ir. Wimpy Santosa, M.Sc., Ph.D. (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu Lintas Jalan; Universitas Katolik Parahyangan)
Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng S, DEA. (Bidang Bahan dan Teknik Perkerasan Jalan; Institut Teknologi Bandung) Prof. Dr. Ir. Soegijanto, M.Si. (Bidang Fisika Teknik/Lingkungan; Institut Teknologi Bandung)
Prof. Dr. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc. (Bidang Teknik Struktur; Universitas Katolik Parahyangan) Prof. Ir. Lanneke Tristanto (Bidang Jembatan & Bangunan Pelengkap Jalan; Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) Prof. Dr. Ir. Aziz Jayaputra, M.Sc. (Bidang Geoteknik; Institut Teknologi Bandung)
Copy Editor Herma Nurulaeni
Manajer Langganan Tati Tugiarti, S.ST
Dwi Andriyanto
Proof Reader Iwan Pirdaus
Desain Grafis Aditya Abdurachman
Fajar Budiana
Jurnal Jalan-Jembatan diterbitkan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Alamat Redaksi/Penerbit:
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. A.H. Nasution No. 264, Kotak Pos 2 Ujungberung – Bandung 40294 Tlp. (022)7802251-7802252-7802253 e-mail: [email protected], Fax. : (022)7802726-781147 website: http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/index
Prakata
Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan menyampaikan selamat bertemu kembali dalam edisi
Juli-Desember 2017, yang merupakan edisi kedua dari volume 34 tahun 2017. Pada terbitan
ini, disampaikan enam karya tulis ilmiah dengan susunan tulisan sebagai berikut:
Tulisan pertama berkaitan dengan struktur jembatan apung. Pengembangan model
jembatan ini sebagai hasil kajian prototipe jembatan untuk pejalan kaki yang ditinjau dari
desain dan kekuatan daya layan.
Tulisan kedua berkenaan dengan sifat-sifat Portland semen yang ada dipasaran
Indonesia. Pengkajian ini mengidentifikasi parameter-parameter penting yang berpengaruh
kepada kekuatan campuran beton yang perlu diketahui oleh masyarakat pengguna.
Tulisan ketiga berkaitan dengan stabilitasi tanah untuk meningkatkan ketahanan erosi
menggunakan teknik hydroseeding. Pengkajian ini memanfaatkan limbah serutan kayu untuk
menentukan komposisi optimal antara serutan kayu, tanah, dan polyacrylamide sebagai bahan
dasar untuk hydroseeding.
Tulisan keempat menyampaikan topik terkait campuran beraspal panas berkaitan
dengan ketahanan alur dan fatik akibat keterlambatan pengangkutan dan penghamparan di
lapangan. Hasil kajian ini menemukan bahwa lamanya pengangkutan dan penghamparan
mempengaruhi terhadap kualitas akhir dari campuran beraspal panas.
Tulisan yang kelima berkaitan dengan fasilitas untuk pejalan kaki. Penelitian ini
mengkaji cara mengevaluasi kualitas fasilitas pejalan kaki di ruas-ruas jalan umum di
kawasan tertentu perkotaan. Kualitas fasilitas pejalan kaki dengan nilai walkability index.
Tulisan terakhir yang merupakan tulisan keenam berkaitan dengan pengembangan,
pemanfaatan lumpur Sidoarjo untuk beton non-struktural. Hasil kajian ini menunjukkan
bahwa lumpur Sidoarjo memiliki prospek sebagai bahan komponen non-struktural seperti
paving block atau pasangan batu.
Kami ucapkan terima kasih khususnya kepada Prof. Dr. Ir. M. Furqon Affandi, M.Sc.,
Prof. Ir. Lanneke Tristanto, Prof. Ir. Wimpy Santosa, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Bambang
Sugeng S., DEA., Prof. Dr. Ir. Sugijanto, M.Si., Prof. Dr. Ir Suryoatmono, M.Sc., atas
masukan dan kerjasamanya dalam terbitan ini, serta terima kasih kami sampaikan kepada
Prof. Dr. Ir Aziz Jayaputra, M.Sc. sebagai anggota mitra bestari Jurnal Jalan-Jembatan.
Semoga tulisan-tulisan tersebut bermanfaat bagi para pengambil keputusan, konsultan,
kontraktor, peneliti, perekayasa, pengajar, mahasiswa, dan para praktisi lainnya dalam bidang
jalan dan jembatan.
Akhir kata, redaktur mengucapkan selamat membaca jurnal terbitan ini dan selamat
tahun baru 2018.
Manajer Jurnal
ii
Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak)
ISSN-L 2527 – 8681 (Versi elektronik)
JURNAL
JALAN-JEMBATAN
DAFTAR ISI Prakata i
Daftar Isi ii
Abstrak iii
Evaluasi Beban Layan Jembatan Apung Pejalan Kaki Tipe Pelengkung Rangka Baja
Berdasarkan Uji Pembebanan
(Evaluation of Service Live Load of Floating Arch-Truss Pedestrian Bridge Based on
Load Testing)
Widi Nugraha, Gatot Sukmara
64-78
Kajian Sifat Kimia, Fisika, dan Mekanik Semen Portland di Indonesia
(Assesment of Chemical, Physical, and Mechanical Properties of Indonesian Portland
Cements)
Rulli Ranastra Irawan
79-90
Stabilisasi Tanah dengan Memanfaatkan Serutan Kayu dan Polyacrylamide untuk
Lereng Jalan yang Mudah Tererosi
(Soil Stabilitations Using Wood Shavings and Polyacrylamide for Erodible’s Road
Slope)
Asep Sunandar, Sri Yeni Mulyani
91-103
Pengaruh Pengkondisian Campuran Beraspal Panas Terhadap Ketahanan Alur dan
Fatik
(The Conditioning Influence of Hot Mix Asphalt to Rutting and Fatigue Resistances)
Dani Hamdani, Nono
104-114
Pengukuran Walkability Index Pada Ruas Jalan Di Kawasan Perkotaan
(Walkability Index Measurement on Road Links in Urban Area)
Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbia
115-127
Pengembangan Lumpur Sidoarjo sebagai Agregat Ringan untuk Beton Non Struktural
(The Development of Sidoarjo Mud as Light Weight Aggregate for Non Structural
Concrete)
Lasino, N. Retno Setiati
128-141
iii
JURNAL JALAN - JEMBATAN
Volume 34 No. 1, Januari – Juni 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC: 625.81
Siegfried (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
Penggunaan LWD Pusjatan pada Jalan Tanah untuk
Pengecekan Kekuatan Tanah
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 1-8
LWD merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mengukur kekuatan struktural dari suatu sistem
perkerasan jalan terutama untuk jalan-jalan yang
tanpa penutup. Alat ini cukup praktis karena
membutuhkan hanya 2 orang operator dalam
pengoperasiannya. Selain itu juga lebih cepat karena
hasil pengukuran langsung didapat sesaat setelah
pengujian dilakukan. Alat LWD ini terdiri atas beban
jatuhan, pelat pembebanan, dan sensor geophone.
Beban yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu akan
menghasilkan gelombang yang ditangkap oleh
geophone. Dengan menggunakan prinsip-prinsip teori
gelombang kemudian bisa dihitung lendutan yang
dihasilkan. Data lendutan ini dengan menggunakan
rumus Boussinesq kemudian akan menghasilkan
modulus elastisitas yang merupakan parameter
kekuatan struktural lapisan tanah. LWD Pusjatan
merupakan alat LWD yang dihasilkan dari penelitian
tahun anggaran 2013, 2014, dan 2015 pada
Puslitbang Jalan dan Jembatan. Alat ini dipakai pada
pengujian jalan tanah di Bogor dan Kuningan,
dimana untuk masing-masing lokasi diambil 10 titik
pengujian. Pada titik pengujian yang sama kemudian
juga dilakukan pengujian DCP. Pemilihan DCP
sebagai alat pembanding dengan alasan bahwa pada
umumnya alat DCP inilah yang biasanya digunakan
untuk mengukur kekuatan pada jalan tanah. Hasil
pengujian LWD dan DCP kemudian dibandingkan
satu dengan yang lainnya. Dari kedua lokasi ini
terlihat bahwa perbedaan modulus elastisitas yang
didapat dari kedua alat tidak berbeda jauh seperti
terlihat dari hasil plotting, dimana hasil yang didapat
terlihat berada disekitar garis kesamaan. Kenyataan
ini membuktikan bahwa alat LWD Pusjatan bisa
digunakan pada pengujian untuk mendapatkan
kekuatan struktural pada jalan tanah.
Kata Kunci: LWD Pusjatan, kekuatan struktural, jalan
tanah, geophone, Boussinesq.
UDC: 625.068
Sri Mulyani, Dani Hamdani (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Teknik Pencampuran yang Optimal antara Crumb
Rubber dan Aspal Pen 60/70
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 9-20
Ban bekas dikategorikan sebagai limbah industri yang
bila dibiarkan begitu saja tentu akan mencemari
lingkungan. Seiring pertumbuhan ekonomi negara kita,
jumlah ban bekas akan semakin meningkat. Oleh sebab
itu pengolahan ban bekas menjadi isu penting guna
penyelamatan bumi. Salah satu pemanfaatan ban bekas
dalam bentuk Crumb Rubber dalam bidang perkerasan
dengan menggunakan sebagai bahan tambah pengikat
campuran beraspal. Makalah ini bertujuan mengkaji
teknik pencampuran crumb rubber ke dalam aspal agar
didapatkan bahan pengikat aspal dengan karakteristik
yang diinginkan di laboratorium. Crumb Rubber yang
digunakan sebagai bahan tambah merupakan hasil dari
pengolahan ban bekas dengan metode ambient procsess.
Hasil kajian di laboratorium menunjukkan bahwa,
komposisi contoh uji yang terbaik adalah yang memiliki
kadar karbon tinggi (60,14 %), kadar debu kecil (7,57
%), plasticizer content (4,95 %), dan acetone extract
(7,84 %). Kondisi optimum pencampuran aspal dengan
Crumb Rubber untuk skala laboratorium adalah dengan
kecepatan pengadukan 6.000 rpm, didapatkan pada
temperatur 140 oC dan lama pengadukan selama 60
menit.
Kata kunci: teknik pencampuran, crumb rubber, aspal
karet, aspal modifikasi, karakteristik
bahan pengikat aspal
iv
UDC: 624.273
Widi Nugraha (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
Evaluasi Umur Fatik Elemen Baja Jembatan Standar
Tipe Komposit Menggunakan Data WIM
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 21-33
Jembatan adalah infrastruktur yang mengalami beban
yang bersifat dinamis dan berulang. Efek dari sifat
beban ini pada elemen jembatan khususnya elemen
baja pada Jembatan tipe komposit adalah terjadinya
siklus tegangan kemudian relaksasi secara berulang
seiring kendaraan melintas selama masa layan
jembatan, yang dapat berakibat pada kegagalan fatik.
Jembatan komposit yang direncanakan berdasarkan
standar pembebanan jembatan SNI 1725:2016
dimana kondisi fatik ini dapat dievaluasi terhadap
tahanan fatik nominal selama masa layan. Tujuan
dari penulisan ini adalah mengevaluasi umur fatik
struktur jembatan standar Bina Marga tipe komposit
terhadap akumulasi kendaraan proyeksi hasil
pengukuran beban kendaraan bergerak (WIM) di
Ruas Jalan Pantura, Cikampek – Pamanukan, Jawa
Barat pada tahun 2011 dan di Ruas Jalan Tol Jakarta-
Tangerang, DKI Jakarta pada tahun 2016 yang
menggambarkan kondisi beban dan lalu lintas
terberat di ruas jalan nasional dan ruas jalan tol.
Evaluasi ini dilakukan dengan analisis struktur
terhadap beban kendaraan bergerak WIM dengan
luaran rentang tegangan dan siklus kejadiannya, dan
kemudian dibandingkan dengan kurva siklus rentang
tegangan / stress range cycles- number curve (S-N
curve) tahanan fatik nominalnya. Metode evaluasi
fatik dengan metode S-N curve ini mengacu pada SNI
dan AASHTO. Hasil evaluasi umur fatik
menunjukkan bahwa dalam masa layan rencana 50
tahun, jembatan tipe komposit ini memiliki tahanan
fatik nominal pada S-N curve yang belum terlampaui
dan diproyeksikan akan tercapai umur fatik pada 63
tahun untuk ruas jalan Cikampek-Pamanukan dan
pada 55 tahun untuk ruas jalan tol Jakarta-Tangerang.
Kata Kunci: fatik, jembatan komposit, beban
kendaraan, beban bergerak, S-N
curve
UDC: 625.746.5
Greece Maria Lawalata (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Usulan Indikator Jalan Berkelanjutan untuk Indonesia
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 34-48
Jalan berkelanjutan adalah jalan yang dibangun dengan
berbagai upaya agar terdapat keseimbangan antara aspek
lingkungan, ekonomi, sosial. Indikator sebagai salah satu
perangkat untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah
dapat digunakan pada pelaksanaan jalan berkelanjutan.
Makalah ini memaparkan pemilihan usulan indikator
jalan berkelanjutan. Metode yang dilakukan adalah
mengidentifikasi 91 indikator yang ada dari literatur
sebagai daftar panjang dan dipilih sesuai aspek-aspek
jalan berkelanjutan serta peraturan. Hasil seleksi tersebut
berjumlah 46 usulan indikator jalan berkelanjutan dan
diajukan untuk mendapatkan kesepakatan kepada
responden dengan kualifikasi sebagai pelaksana jalan,
praktisi lingkungan jalan, dan para pengambil kebijakan
dibidang jalan. Analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif berdasarkan hasil kuisioner terhadap
responden. Usulan indikator ditetapkan berdasarkan
mayoritas pemilih, sebesar minimal 51 % responden.
Hasil yang diperoleh adalah 44 indikator jalan
berkelanjutan yang menggambarkan pengaruh jalan
terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Kata kunci: pemilihan indikator, usulan indikator,
indikator jalan, kesesuaian peraturan, jalan
berkelanjutan
v
UDC: 666.016.2
Lasino1), N. Retno Setiati2), Dany Cahyadi3)
(1), 3)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
Karakteristik Beton Dengan Menggunakan Berbagai
Jenis Semen
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 49-63
Semen sebagai material pembentuk beton berfungsi
sebagai zat pengikat yang bersifat hidraulis. Di
Indonesia terdapat berbagai jenis semen yaitu semen
OPC, PPC, dan PCC. Permasalahannya adalah dalam
praktek kedua jenis semen tersebut yaitu PPC dan
PCC, belum dapat diaplikasikan secara baik karena
belum adanya data teknis yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan proporsi campuran.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
beton yang mencakup kuat tekan, kuat lentur, kuat
tarik, dan modulus elastisitas dengan menggunakan
berbagai jenis semen yaitu semen OPC tipe I, PPC,
dan PCC. Contoh semen diperoleh dari beberapa
pabrik semen dengan jumlah masing-masing 1000 kg
setiap jenis. Seluruh contoh semen dilakukan
pengujian sifat fisik dan kimia untuk memastikan
semuanya memenuhi syarat sesuai SNI 2015:2015
untuk OPC, SNI 0302:2014 untuk PPC, dan SNI
7064:2014 untuk PCC. Metoda penelitian yang
digunakan adalah eksperimental dengan membuat
benda uji di laboratorium dari berbagai mutu beton
dan jenis semen. Dari hasil uji laboratorium diperoleh
data bahwa beton dengan semen OPC, PPC, dan
PCC memiliki karakteristik sedikit berbeda. Kuat
tekan rata-rata pada umur 28 hari dengan faktor air-
semen 0,40 untuk semen OPC diperoleh 47,69 MPa,
semen PPC 46,52 MPa dan semen PCC 45,57MPa.
Nilai modulus elastisitas semen OPC sebesar 4,6 x
104 MPa, semen PPC 4,1 x 104 MPa, dan semen
PCC 4,2 x 104 MPa. Sedangkan hasil uji kuat tekan
beton dengan semen PPC dan PCC sebelum umur 28
hari, lebih rendah dari semen OPC, tetapi setelah
umur 28 hari kekuatannya relatif sama, dan memiliki
ketetapan bentuk serta penyusutan lebih baik dari
OPC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semen PPC
dan PCC memenuhi syarat untuk beton struktural
dengan faktor air-semen di bawah semen OPC.
Kata kunci: semen, karakteristik beton, modulus
elastisitas, komponen struktural, kuat
tekan, durabilitas
vi
JURNAL JALAN - JEMBATAN
Volume 34 No. 1, Januari – Juni 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC: 625.81
Siegfried (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
The Use of Pusjatan’s LWD on Earth Roads for
Checking Structural Soil Strength
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 1-8
LWD is a equipment that is purposed to measure the
structural strength of a pavement system especially
unpaved roads. This equipment is quite practical as it
only needs 2 people in operation. LWD is quite handy
as the data is obtained directly after testing. It
consists of falling weight, load plate, and geophones.
When the weight falls, it generates vibration
recorded by geophones. Applying the basic formulas
of vibration engineering, it can then result deflection.
The deflection value is used for the calculation of
modulus elasticity of layer tested using Boussinesq
formula. The modulus elasticity is one of the
structural strength parameters. Pusjatan’s LWD is
the product of Pusjatan’s research in the fiscal years
of 2013, 2014 and 2015. The LWD is applied to test
earth roads in Bogor and Kuningan, where in each
location it is collected 10 data using LWD and DCP
on the same tested points. The main reason of using
DCP for comparing Pusjatan’s LWD is that the
former equipment used to measure the earth road
structural strength. The results in term of modulus
elasticity are compared. The results show that the
differences obtained of these two equipments are
quite close as near as results plotted fall in the
equality line. This finding comes to the conclusion
that the Pusjatan’s LWD could be used for testing of
structural strength of earth roads.
Keywords: Pusjatan’s LWD, structural strength,
earth roads, geophone, Boussinesq.
UDC: 625.068
Sri Mulyani, Dani Hamdani (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Optimal Mixing Technique of Crumb Rubber and
60/70 Pen Asphalt
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 9-20
Scrap tires are categorized as industrial waste which if
left unused will certainly pollute the environment. As
our country's economic growth, the number of scrap
tires will increase. Therefore, the processing of scrap
tires become an important issue in order to save the
earth. One use of scrap tires in the form of crumb
rubber in pavement is as an additive in asphalt
mixture. This research aims to examines the technique
of blending crumb rubber into asphalt in order to
obtain asphalt binder with desirable characteristics in
the laboratory. Crumb Rubber used as an additive
material is the result of scrap tire processing with
ambient procsess method. The results of the laboratory
study showed that the best sample composition was
high carbon content (60.14 %), small dust content
(7.57 %), plasticizer content (4.95 %), and acetone
extract (7.84 %). The optimum condition for
laboratory scale of asphalt mixing with Crumb Rubber
has been obtained on 6,000 rpm stirring speed, at
temperature of 140 oC and 60 minutes stirring time.
Keywords: mixing technique, crumb rubber, asphalt
rubber, modified asphalt, asphalt binder
properties.
vii
UDC: 624.273
Widi Nugraha (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
Fatigue Lifetime Evaluation Of Composite Standard
Bridge Steel Element Using Wim Data
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 21-33
Bridge is an infrastructure that withstands dynamic
and repetitive loading. The effect of this loading on
the bridge element, especially steel girder on
Composite Girder Bridge type, there is repetitive
occurrence of stress and relaxation due to vehicle
loading in service life that can make the bridge failed
due to fatigue. This fatigue condition can be
evaluated to nominal fatigue resistance in service
life, based on SNI 1725:2016, an Indonesian bridge
loading standard. The purpose of this research is to
evaluate the fatigue lifetime of a 25 m simple span
composite bridge structure due to projection of
accumulated vehicle load from WIM vehicular loads
measurement in Pantura highway of Cikampek-
Pamanukan, West Java in 2011 and toll road of
Jakarta-Tangerang, Jakarta in 2016 which has the
most heavy traffic in National road links and toll
roads. This evaluation was conducted by using stress
range-number of cycles from structural analysis of
accumulated WIM vehicular load, and compared to
nominal fatigue resistances using stress range cycles-
number curve (S-N curve). Evaluation method of
fatigue with S-N curve method are specified in SNI
and AASHTO. Evaluation results indicated that the
fatigue limit of 50 year lifetime services on S-N curve
which has not been surpassed and projected, the
fatigue lifetime of the bridge would be on the 63rd
year for Cikampek-Pamanukan road and 55th year for
Jakarta-Tangerang toll road.
Keywords: fatigue, composite bridge, vehicular load,
weigh in motion, S-N curve
UDC: 625.746.5
Greece Maria Lawalata (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Proposed Sustainable Road’s Indicators For Indonesia
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 34-48
Sustainable road is road built by encouraging balance
between environmental, economic, and sosial.
Indicators as one tool to evaluate government policies
that can be used in the implementation of sustainable
roads. This paper presents a proposal of sustainable
road indikators, determination of the sustainable roads
criteria, and weighting of each criterion. The method
is to identify long list 91 sustainable roads indicators
from literature and are selected in accordance of
sustainable roads with rules. The selection list is 46
indicators and sent to respondent in questioners
(selection list). Using descriptive analysis and choosed
by majority respondents 51 % minimum, proposed
indicators are determined. Results are 44 indicators
which describe that road affect social, economic, and
environment aspects.
Keywords: indicator selection, proposed indicator,
road indicator, rules, sustainable roads
viii
UDC: 666.016.2
Lasino1), N. Retno Setiati2), Dany Cahyadi3)
(1), 3)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)
Concrete Characteristics Using Various Types of
Cement
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 49-63
Cement as concrete forming material acts as a
hydraulic adhesive agent. In Indonesia, there are
various types of cement namely OPC, PPC, and
PCC. In practice, however, the two types of cement
(PPC and PCC) can not be applied because there are
no supported data to be used as a reference to
determine mix propotion. The research aims to
determine concrete properties including compressive
strength, flexural strength, tensile strength, and
modulus of elasticity by using some types of portland
cement such as OPC, PPC, and PCC. The samples of
cement were taken from cement factories with the
total amount of 1000 kg each type of cement. The
whole samples were tested either physical or
chemical properties to ensure that all samples
conformed with the requirements of SNI 2015 - 2015
for OPC, SNI 0302-2014 for PPC, and SNI 7064 -
2014 for PCC. Experimental method was used by
making specimens of various concrete quality and
cement types in the laboratory. The laboratory test
results showed that the concrete with OPC, PPC, and
PCC have slight different properties. The average
compressive strength, in 28 days, with water cement
ratio 0,40 are 47,69 MPa, 46,52 MPa and 45,57
MPa for OPC, PPC and PCC respectively.
Meanwhile, the value of modulus of elasticity of
OPC, PPC, and PCC are 4.6 x 104 MPa, 4.1 x 104
MPa and 4,2 x 104 MPa respectively. The
compressive strength test of concrete using PPC and
PCC are lower than OPC before 28 days, however
similar after 28 days, and the stability and shrinkage
are better than OPC concrete. The result indicated
that PPC and PCC cement meet the requirements for
structural concrete with the water cement ratio lower
than OPC cement.
Keywords: cement, concrete characteristic, modulus
of elasticity, structural component,
compressive strength, durability
ix
JURNAL JALAN - JEMBATAN
Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC: 624.873
Widi Nugraha1), Gatot Sukmara2) (Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan)
Evaluasi Beban Layan Jembatan Apung Pejalan Kaki
Tipe Pelengkung Rangka Baja Berdasarkan Uji
Pembebanan
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 64-78
Jembatan apung memanfaatkan daya apung ponton
sebagai fondasi. Puslitbang Jalan dan Jembatan pada
tahun 2015 mengembangkan jembatan apung tipe
pelengkung rangka baja untuk pejalan kaki dengan
menggunakan ponton apung sebagai fondasi.
Perencanaannya masih menggunakan asumsi-asumsi
pemodelan yang harus dibuktikan dan disesuaikan
dengan perilaku aktual jembatan. Makalah ini
mengevaluasi kondisi dan perilaku jembatan yang
sesungguhnya terhadap beban, dan dilakukan
penyesuaian model struktur sesuai tahapan
perencanaan. Uji pembebanan dilakukan dengan
menggunakan beban uji sebanyak 120 buah zak
semen ukuran 40 kg, setara dengan 30% kapasitas
rencana. Parameter yang diamati adalah tegangan
elemen jembatan. Hasil uji pembebanan mengungkap
respons jembatan sesungguhnya terhadap beban,
kemudian dilakukan beberapa pemodelan, khususnya
untuk tumpuan jembatan. Model struktur yang paling
sesuai dengan kondisi sesungguhnya yaitu model
struktur jembatan dengan ponton dimodelkan sebagai
elemen solid, tumpuan ponton berupa pegas dengan
koefisien 342,98 kN/m, frekuensi natural 2,20 Hz,
yang sama dengan nilai aktual, dan kondisi
pegerakan ponton pada arah lateral satu ponton
terkekang sedangkan satu ponton lainnya bebas.
Dengan model tersebut, berdasarkan kriteria
keamanan struktur dan aspek kenyamanan yang
diperoleh dari 2,2 Hz, jembatan apung ini layak
untuk difungsikan sebagai jembatan pejalan kaki
dengan beban layan setara 125% beban uji statis
yaitu 1,10 kN/m2.
Kata Kunci: ponton, jembatan apung, pelengkung
rangka baja, uji pembebanan, frekeunsi,
model solid.
UDC: 691.542
Rulli Ranastra Irawan (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Kajian Sifat Kimia, Fisika, dan Mekanik Semen Portland
di Indonesia
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 79-90
Diproduksinya tipe semen PCC dan PPC saat ini
didasarkan isu lingkungan, dengan emisi CO2 yang
dihasilkan dalam produksi semen Portland menjadi lebih
sedikit, tanpa mengurangi kekuatannya. Keraguan akan
kinerja blended cement masih muncul dari para pelaku
industri konstruksi terutama industri infrastruktur
transportasi, seperti jalan dan jembatan yang masih
enggan menggunakan PCC maupun PPC. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sebaran parameter sifat
kimia, fisika, dan mekanika berbagai semen Portland
yang tersedia di pasaran, sehingga dapat menjelaskan
perbedaan antara OPC, PPC, dan PCC di Indonesia
secara ilmiah. Penelitian dilakukan dengan mengambil
contoh semen Portland secara acak dari pasar di
beberapa daerah di Indonesia untuk kemudian diuji sifat
kimia, fisika, dan mekaniknya, mengacu pada SNI yang
berlaku. Pengujian kimia meliputi persentase dari bagian
tak larut, SiO2, Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO, SO3, hilang
pada pemijaran, alkali sebagai Na2O, dan kapur bebas.
Pengujian fisika meliputi kehalusan, waktu pengikatan
awal dan akhir, kekekalan bentuk, pengikatan semu,
penetrasi akhir, kandungan udara dalam mortar, dan
berat jenis. Sedangkan pengujian mekanik meliputi kuat
tekan pada umur 3, 7, dan 28 hari. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan persyaratan spesifikasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata contoh yang
diperiksa memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam
SNI, namun ternyata sebaran yang terjadi terhadap setiap
parameter yang ditentukan dalam spesifikasi
menunjukkan rentang yang cukup besar, dimana
koefisien variasi sifat kimia terkecil sebesar 4 % dan
terbesar mencapai 75 %, selanjutnya sifat fisika terkecil
sebesar 1,7 % dan terbesar mencapai 105 %, sedangkan
sifat mekanik terkecil sebesar 17,6 % dan terbesar
mencapai 20,4 %.
Kata kunci: semen Portland, sifat kimia, sifat fisika, sifat
mekanik, variasi
x
UDC: 624.138
Asep Sunandar1), Sri Yeni Mulyani2) (Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan)
Stabilisasi Tanah dengan Memanfaatkan Serutan
Kayu dan Polyacrylamide untuk Lereng Jalan yang
Mudah Tererosi
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 91-103
Di Indonesia, erosi pada lereng jalan mencapai 120-
400 ton/ha per tahun. Hal ini berdampak negatif
seperti kerusakan infrastuktur jalan dan kecelakaan.
Stabilisasi tanah dengan memamfaatkan serutan kayu
dan polyacrilamide dalam campuran hydroseeding
diharapkan dapat menurunkan erosi terutama pada
permukaan lereng jalan. Stabilisasi ini dapat
mengubah sifat fisika tanah yaitu menurunkan bobot
isi, meningkatkan porositas, meningkatkan
kemantapan agregat, dan C-organik. Tujuan makalah
ini, membahas kombinasi terbaik antara serutan kayu
dan polyacrilamide dalam campuran hydroseeding.
Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium.
Parameter fisika tanah yang diukur, dianalisis dengan
Analisis Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah serutan
kayu dengan empat taraf yaitu 0 g/m2, 250 g/m2, 350
g/m2, 450 g/m2. Faktor kedua adalah polyacrilamide
dengan empat taraf yaitu 0 g/m2, 1 g/m2, 2 g/m2, 3
g/m2 dengan pengulangan tiga kali. Hasilnya
menunjukkan bahwa kombinasi terbaik antara serutan
kayu dan polyacrilamide memberikan hasil yang
berbeda-beda untuk bobot isi, porositas, kemantapan
agregat dan C-organik tanah. Kombinasi 350 g/m2
serutan kayu dengan polyacrilamide 2 g/m2
memberikan hasil yang terbaik terhadap bobot isi dan
porositas tanah. Kombinasi serutan kayu 450 g/m2
dengan polyacrilamide 2 g/m2 memberikan hasil
yang terbaik terhadap kemantapan agregat tanah.
Kombinasi serutan kayu 450 g/m2 dengan
polyacrilamide 3 g/m2 memberikan hasil yang terbaik
terhadap C-organik tanah.
Kata Kunci: erosi, hydroseeding, bobot isi,
kemantapan agregat tanah, porositas
tanah dan C-organik tanah.
UDC: 625.857
Dani Hamdani1), Nono2) (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Pengaruh Pengkondisian Campuran Beraspal Panas
Terhadap Ketahanan Alur dan Fatik
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 104-114
Benda uji campuran beraspal panas yang disiapkan di
laboratorium memiliki kinerja campuran yang berbeda
dengan yang diproduksi di unit produksi campuran
beraspal. Salah satu perbedaannya adalah beda waktu
pencampuran dan pemadatan. Hal ini berpengaruh
terhadap tingkat penuaan aspal dari campuran di
laboratorium dan yang diproduksi di AMP. AASHTO
R30-02 merekomendasikan untuk dilakukan
pengkondisian. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji
pengaruh pengkondisian campuran beraspal panas
terhadap ketahanan alur dan fatik. Percobaan campuran
beraspal panas lapis aus dibuat dua tipe, yaitu yang
dikondisikan dan yang tidak dikondisikan. Kesimpulan
dari percobaan ini adalah bahwa campuran beraspal
panas ACWC Pen-60 yang mengalami pengkondisian di
laboratorium mempunyai ketahanan terhadap alur yang
lebih tinggi dibadingkan dengan yang tidak dikondisikan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai stabilitas dinamis masing-
masing sebesar 2.045 lintasan/mm untuk yang
dikondisikan, dan 1.252 lintasan/mm untuk yang tidak
dikondisikan. Untuk ACWC-Polimer yang dikondisikan,
nilai stabilitas dinamisnya adalah 5.385 lintasan/mm,
sedangkan yang tidak dikondisikan 4.895 lintasan/mm.
Ketahanan terhadap fatik dari campuran beraspal panas
ACWC Pen-60 yang mengalami pengkondisian di
laboratorium lebih rendah dibadingkan dengan yang
tidak dikondisikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai siklus
pengulangan beban masing-masing sebesar 32.770 siklus
untuk yang dikondisikan dan 75.140 siklus untuk yang
tidak dikondisikan pada regangan tarik sebesar 398με.
Untuk ACWC-Polimer yang dikondisikan, nilai
ketahanan fatik adalah 149.510 siklus, sedangkan yang
tidak dikondisikan 192.130 siklus pada regangan 398με.
Kata kunci: campuran beraspal panas, pengkondisian,
penuaan, stabilitas dinamis , alur, fatik.
xi
UDC: 625.712
Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani
Tinumbia3)
(1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut Teknologi
Bandung, 3)Universitas Pancasila)
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di
Kawasan Perkotaan
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 115-127
Aktivitas berjalan adalah bentuk aktivitas yang
penting, baik sebagai moda transportasi maupun
sebagai aktivitas itu sendiri. Berjalan sebagai moda
transportasi menjadi indikator penting dalam
aksesibilitas dan penilaian liveable city. Walkability
index adalah salah satu metode untuk menilai kualitas
lingkungan aktivitas berjalan. Makalah ini membahas
mengenai pengukuran walkability index pada ruas-
ruas jalan dalam beberapa kawasan terpilih di
perkotaan menggunakan dua jenis survei, yaitu survei
inventarisasi fasilitas pejalan kaki dan survei
wawancara pejalan kaki. Metode walkability index
ini dikembangkan dari beberapa kajian terkait
walking measures untuk kasus kota-kota di
Indonesia. Terdapat sembilan parameter yang
digunakan dalam mengembangkan walkability index
dan dengan survei form yang dikembangkan khusus,
dilakukan investigasi terhadap beberapa kawasan di
daerah studi. Kawasan-kawasan tersebut adalah
kawasan pendidikan, kawasan perbelanjaan, kawasan
perkantoran, dan kawasan peribadatan. Rute berjalan
dalam walking catchment area untuk setiap kawasan
dinilai dan ditentukan nilai walkability index-nya.
Hasil kajian memperlihatkan Walkability Index rata-
rata untuk kawasan pendidikan 70,64, kawasan
perbelanjaan 68,03, kawasan perkantoran 68,16, dan
kawasan peribadatan 67,42. Dari indeks tersebut
terlihat bahwa secara umum daerah studi termasuk ke
dalam kategori kuning yang berarti cukup baik untuk
berjalan. Nilai walkability index dapat memberikan
indikasi arah perbaikan yang perlu dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan melalui perbaikan fasilitas pejalan
kaki pada kawasan-kawasan tersebut dengan
mengacu pada nilai setiap parameter yang digunakan.
Kata kunci: jalan perkotaan, walkability index, moda
berjalan kaki, fasilitas pejalan kaki,
kawasan perkotaan
UDC: 624.012.8
Lasino1), N. Retno Setiati2)
(1)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan)
Pengembangan Lumpur Sidoarjo sebagai Agregat
Ringan untuk Beton Non Struktural
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 128-141
Lumpur Sidoarjo merupakan bahan mineral yang
keluar dari dalam bumi akibat kegagalan teknis dalam
eksplorasi migas di Porong Sidoarjo. Material tersebut
dalam istilah geologi dapat dikategorikan sebagai
produk erupsi mud volcano yang bisa terjadi di suatu
kegiatan pengeboran. Bahan ini berbentuk cairan
berbutir halus, berwarna abu-abu kehitaman, dan
sangat plastis. Hasil pemeriksaan terdahulu
menunjukkan bahwa unsur kimia yang terkandung
didominasi oleh silika (>50 %), alumina (>25 %), besi
(>8 %) dan beberapa unsur lain seperti kalsium dan
magnesium dengan jumlah relatif kecil. Dalam upaya
peningkatan nilai guna dan pemanfaatannya, telah
dikembangkan agregat ringan yang memenuhi syarat
untuk beton non-struktural. Proses pembentukan
agregat ringan dilakukan melalui pembakaran setelah
bahan baku dikeringkan, di-crusher dan diayak sampai
menjadi ukuran nominal 10 mm, selanjutnya proses
pembakaran menggunakan tungku putar pada suhu
sintering (900 – 1000) oC. Hasil pengujian di
laboratorium menunjukkan bahwa agregat ringan dari
lumpur Sidoarjo cukup baik, keras, ringan, dan kuat
dengan nilai kekerasan 10 % crushing value 94,18 kN,
dan densitas antara (6,1–7,0) kg/L, sedangkan mutu
beton ringan yang dihasilkan baru mencapai fc’ 15
MPa dengan densitas (1,3–1,4) kg/L. Untuk syarat
pelaksanaan, penggunakan margin keamanan 7 MPa
dengan kemungkinan cacat 5% masih perlu ditelusuri
lebih lanjut.
Kata kunci: lumpur Sidoarjo, mineral alam, proses
pembakaran, agregat ringan, beton ringan
xii
JURNAL JALAN - JEMBATAN
Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC: 624.873
Widi Nugraha1), Gatot Sukmara2) (Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan
Evaluation of Service Live Load of Floating Arch-
Truss Pedestrian Bridge Based on Load Testing
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 64-78
Floating bridge is a bridge using buoyant force of a
pontoon as foundation. In 2015, Puslitbang Jalan
dan Jembatan started developing pedestrian floating
bridge with arch steel truss bridge as the
superstructure and pontoon as the substructure.
There are many assumptions used in the design and
structural model analysis. This paper evaluated the
condition and the actual behaviour of the bridge due
to loading then adjustment of structural model was
made according to the design stages. The test load
was conducted using 120 bags of cement with each
bag weighs 40 kg which is equivalent to 30 % of
design live load. The test parameter observed is the
stress of bridge structural members. The results of
loading test revealed structural response as actual
structural behaviour due to loading, then some
models of structures were made especially for
abutment support with variation of the restraints. The
structural model that represents actual structural
behaviour which has pontoon and bridge structure
modelled as one structure with spring coefficent of
pontoon bottom surface is 342.98 kN/m, the same
natural frequency with actual one, 2.20 Hz. and
pontoon movement condition was laterally restrained
another one is free. With that model, and based on
the strength and service criteria, the permitted live
load for this floating bridge obtained from 2.2 Hz,
this floating bridge is safe to function as pedestrian
bridge with permitted live load equal to 125 % of
testing loads i.e. 1.10 kN/m2.
Keywords: pontoon, floating bridge, steel arch-truss,
load testing, frequency, solid model
UDC: 691.542
Rulli Ranastra Irawan (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
Assesment of Chemical, Physical, and Mechanical
Properties of Indonesian Portland Cements
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 79-90
Production of PCC and PPC types were based on
environmental issues, where CO2 emission generated
in the manufacturing process is to be less, without
affecting the strength. Doubts still appear on the
performance of blanded cement in the construction
industry, especially transportation infrastructure such
as roads and bridges which is still reluctant to use
PCC and PPC. The research aims to study the
deviation of chemical, physical, and mechanical
properties of various Portland cement from the
market, so the difference between types of Portland
cement can be scientifically explained. Activities
carried out is conducting random sampling of
Portland cement from the market in several areas in
Indonesia, then the samples were tested according to
the SNI. Chemical properties test consist of insoluble
residue, SiO2, Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO, SO3,
ignition loss, alkali as Na2O, and free lime. Physical
properties test consist of fineness, early and final
setting time, soundness, apparent final setting, air
content in mortar, and density, where mechanical
properties test consist of compressive strength in 3, 7
and 28 days. These results then were evaluated and
compared with the specification requirement. The
results showed that the average of all samples
examined, has met SNI requirements, but it turns out
that the deviation on each parameter shows quite large
range, chemical properties shows coefficient of
variation between 4 to 75 %, physical properties
shows coefficient of variation between 1.7 to 105 %
and mechanical properties shows coefficient of
variation between 17.6 to 20.4 %.
Keywords: Portland cement, chemical properties,
physical properties, mechanical properties,
variation
xiii
UDC: 624.138
Asep Sunandar1), Sri Yeni Mulyani2) (Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan)
Soil Stabilitations Using Wood Shavings and
Polyacrylamide for Erodible’s Road Slope
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 91-103
In Indonesia, sheet erosion on road slope has
reached 120-400 ton ha/ year. This condition caused
negative effect on road infrastructure damage and
road user safety. Soil stabilization using wood
shavings and polyacrylamide in the hydroseeding
mixture is expected to reduce sheet erosion on road
slopes. The stabilization could change land physical
properties by reducing soil bulk density, increasing
soil porosity, soil aggregate stability and soil C-
organic. This research paper aims to discus the best
combination of wood shavings and polyacrylamide in
hydroseeding. The reserch was conducted in the
laboratory. Parameter of soil physical properties
were measured and analysed using Factorial
Randomized Block Design with two factors. The first
factor is wood shavings with four levels i.e. 0 g/m2,
250 g/m2, 350 g/m2, 450 g/m2 and the second is
polyacrylamide with four levels i.e. 0 g/m2, 1 g/m2, 2
g/m2, 3 g/m2 with three times repetitions. Results
shows that the best combination of wood shavings
and polyacrylamide in hydroseeding mixture gives
variation in terms of soil bulk density, soil porosity,
aggregate stability, and soil C-organic. The
combination of 350 g/m2 of wood shavings with
polyacrylamide 2 g/m2 gives the best result in terms
of bulk density and porosity of the soil. The
combination of wood shavings 450 g/m2 with
polyacrylamide 2 g/m2 gives the best result in terms
of aggregate stability. The combination of wood
shavings 450 g/m2 with polyacrylamide 3 g/m2 gives
the best results on the C-organic soil.
Keywords: erosion, hydroseeding, soil bulk density,
soil agregate stability, porosity of the soil
and soil C-organic
UDC: 625.857
Dani Hamdani1), Nono2) (Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan)
The Conditioning Influence of Hot Mix Asphalt to
Rutting and Fatigue Resistances
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 1, Juli – Desember 2017, p. 104-114
Hot mix asphalt specimen prepared in laboratory has
different mix performance than the one produced in
Asphalt Mixing Plant. One of the differences is that the
length of time span of mixing and compacting asphalt
mixture. It affects the rate of asphalt aging or hot mix
asphalt oxidation process prepared in the laboratory
and produced in the Asphalt Mixing Plant.AASHTO R
30-02 recommended for conditioning in performing
specimen laboratory tests.The research aims to study
conditioning influence of hot mix asphalt on rutting
and fatigue resistance. The mixture of hot mix asphalt
was made in two types, i.e. conditioned and
unconditioned mixture.The experiments conclude that
hot mix asphat ACWC Pen- 60 which conditioned in
the laboratory has greater rutting resistance compared
to the unconditioned one. It is indicated by each
dynamic stability values by 2.045 passes /mm and
1.252 passes /mm for conditioned and unconditioned
mixtures respectively. The dynamic stability values of
conditioned and unconditioned ACWC- Polymer
mixtures are 5,385 passes /mm and 4.895 passes /mm
respectively. Fatigue resistance of conditioned ACWC
Pen-60 is lower than the uncondtioned one..It is
indicated by the cycle number of repetitive load by
32.770 and 75.140 cycles for conditioned and
unconditioned mixtures respectively in tensile strain of
398 με. The fatigue resistance value of conditioned
and unconditioned ACWC- Polymer are 149.510
cycles and 192.130 cycles respectively in tensile strain
of 398 με.
Keywords: hot mix asphalt, conditioning, aging,
dynamic stability, rutting, fatigue.
xiv
UDC: 625.712
Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani
Tinumbia3)
(1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut
Teknologi Bandung, 3)Universitas Pancasila)
Walkability Index Measurement on Road Links in
Urban Area
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 115-127
Walking is an important activty both as transporta-
tion mode and walking acvity itself.Walking as
transportaion mode becomes an important indicator
in the accessibility and liveable city assessment.
Walkability Index is a method to measure the quality
of walking activity environtment. This paper
discusses walkability measurement on several links of
selected urban areas using two types of surveys, i.e.
pedestrian facility inventory and pedestrian
interview. Walkability Index method was developed
in several walking studies in cases of Indonesian
cities. There were nine parameters used to develope
Walkability Index to investigate several zones in the
study areas combined with special modified survey
form. The study areas consisted of educational,
shopping, business, and religious activity zones. The
walking route in walking catchment area of each
zone is assesed to determine the Walkability Index
value. The study result showed the average
Walkability Index are 70.64, 68.03 , 68.16, and 67.42
for educational, shopping, business, and religious
activity zones respectively. From the above result,
generally the study areas are categorized as the
“yellow category” meaning good walking
environment. Walkability Index value could indicate
direction for the improvement strategy of pedestrian
facilities. It could be conducted by improving
pedestrian facilities in the area based on each
parameter value used.
Keywords: urban road, walkability index, walking
mode, pedestrian fasilities, urban area
UDC: 624.012.8
Lasino1), N. Retno Setiati2)
(1)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan)
The Development Of Sidoarjo Mud As Light Weight
Aggregate For Non Structural Concrete
Jurnal Jalan-Jembatan
Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 128-141
The mud of Sidoarjo is a mineral that comes out of the
earth due to technical failure in the exploration of oil
and gas in Porong Sidoarjo. The material in
geological terms can be categorized as a mud volcano
eruption product that could occur in particular drilling
activities. This material is finely granular, gray-black
and very plastic. Previous investigation results showed
that the chemical elements are dominated by silica (>
50 %), alumina (26 %), iron (8 %) and some other
elements such as calcium and magnesium with a
relatively small amount. In an effort to increase the
use and practical application, a lightweight aggregate
concrete is developed to meet the requirement of non-
structural concrete. The lightweight aggregate
formation process is done through burning the dried
raw material, crushing, and sieved to be a nominal
size of 10 mm, and subsequent combustion process in a
rotary furnace at sintering temperatures of (900–1000) oC. The test results showed that lightweight aggregate
of mud of Sidoarjo is good enough, hard, light, and
strong in ten percent crushing value ( hardness value)
of 94.18 kN, and a density between (6.1-7.0) kg /L,
while the lightweight concrete quality in laboratory
can reach fc’ 15 MPa with a density of (1.3- 1.4) kg /L.
However, in practice, the construction requirement of
7 MPa as safety margin and 5% diffectiveness are
need to be studied further.
Keywords: Sidoarjo mud, natural mineral, combustion
process, lightweight aggregates, light-
weight concrete
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 115
PENGUKURAN WALKABILITY INDEX PADA RUAS JALAN DI
KAWASAN PERKOTAAN
(WALKABILITY INDEX MEASUREMENT ON ROAD LINKS IN URBAN
AREA)
Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani Tinumbia3)
1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut Teknologi Bandung, 3)Universitas Pancasila 1)Jl. A.H. Nasution No 264 Bandung, 2)Jl. Ganesha No 10 Bandung, 3)Jl. Srengseng Sawah Jakarta Selatan
e-mail: 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected] Diterima: 23 Agustus 2017; direvisi: 8 November 2017; disetujui: 13 Desember 2017
ABSTRAK
Aktivitas berjalan adalah bentuk aktivitas yang penting, baik sebagai moda transportasi maupun sebagai aktivitas
itu sendiri. Berjalan sebagai moda transportasi menjadi indikator penting dalam aksesibilitas dan penilaian
liveable city. Walkability index adalah salah satu metode untuk menilai kualitas lingkungan aktivitas berjalan.
Makalah ini membahas mengenai pengukuran walkability index pada ruas-ruas jalan dalam beberapa kawasan
terpilih di perkotaan menggunakan dua jenis survei, yaitu survei inventarisasi fasilitas pejalan kaki dan survei
wawancara pejalan kaki. Metode walkability index ini dikembangkan dari beberapa kajian terkait walking
measures untuk kasus kota-kota di Indonesia. Terdapat sembilan parameter yang digunakan dalam
mengembangkan walkability index dan dengan survei form yang dikembangkan khusus, dilakukan investigasi
terhadap beberapa kawasan di daerah studi. Kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan pendidikan, kawasan
perbelanjaan, kawasan perkantoran, dan kawasan peribadatan. Rute berjalan dalam walking catchment area
untuk setiap kawasan dinilai dan ditentukan nilai walkability index-nya. Hasil kajian memperlihatkan Walkability
Index rata-rata untuk kawasan pendidikan 70,64, kawasan perbelanjaan 68,03, kawasan perkantoran 68,16, dan
kawasan peribadatan 67,42. Dari indeks tersebut terlihat bahwa secara umum daerah studi termasuk ke dalam
kategori kuning yang berarti cukup baik untuk berjalan. Nilai walkability index dapat memberikan indikasi arah
perbaikan yang perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui perbaikan fasilitas pejalan kaki pada kawasan-
kawasan tersebut dengan mengacu pada nilai setiap parameter yang digunakan.
Kata kunci: jalan perkotaan, walkability index, moda berjalan kaki, fasilitas pejalan kaki, kawasan perkotaan
ABSTRACT
Walking is an important activty both as transportation mode and walking acvity itself.Walking as transportaion
mode becomes an important indicator in the accessibility and liveable city assessment. Walkability Index is a
method to measure the quality of walking activity environtment. This paper discusses walkability measurement on
several links of selected urban areas using two types of surveys, i.e. pedestrian facility inventory and pedestrian
interview. Walkability Index method was developed in several walking studies in cases of Indonesian cities. There
were nine parameters used to develope Walkability Index to investigate several zones in the study areas combined
with special modified survey form. The study areas consisted of educational, shopping, business, and religious
activity zones. The walking route in walking catchment area of each zone is assesed to determine the Walkability
Index value. The study result showed the average Walkability Index are 70.64, 68.03 , 68.16, and 67.42 for
educational, shopping, business, and religious activity zones respectively. From the above result, generally the
study areas are categorized as the “yellow category” meaning good walking environment. Walkability Index value
could indicate direction for the improvement strategy of pedestrian facilities. It could be conducted by improving
pedestrian facilities in the area based on each parameter value used.
Keywords: urban road, walkability index, walking mode, pedestrian fasilities, urban area
116 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
PENDAHULUAN
Moda berjalan adalah moda yang pali
ng dasar dan penting dalam transportasi. Moda
ini adalah salah satu komponen penting dalam
konsep aksesibilitas, khususnya dalam kajian
angkutan umum. Dalam Program Pembangunan
Kota Hijau (P2KH) (Kementerian PU 2011),
moda berjalan menjadi salah satu indikator
penting yang perlu dipertimbangkan dalam
kriteria kota layak huni (liveable city). Walking
environment menjadi salah satu kriteria penting
yang perlu dipertimbangkan (IAPI 2009).
Walkability atau kelayakan berjalan
adalah interaksi antara fasilitas pejalan kaki dan
dukungan keseluruhan untuk lingkungan pejalan
kaki (Krambeck, 2006). Walkability Index (WI)
adalah ukuran untuk menilai kondisi kelayakan
berjalan secara kualitatif. Konsep ini
dikembangkan pertama kali oleh Krambeck
(2006) dalam bentuk Global Walkability Index
(GWI). Aplikasi GWI untuk kasus kota-kota di
negara berkembang di Asia dikembangkan oleh
Leather et al. (2011). Penelitian yang disajikan
dalam makalah ini bertujuan untuk
mengembangkan model GWI untuk kawasan-
kawasan tertentu di perkotaan, seperti kawasan
pendidikan, komersial, perkantoran dan
peribadatan. Model ini diharapkan dapat
memberikan ilustrasi sistem evaluasi yang dapat
digunakan untuk menilai kelayakan berjalan di
kawasan tertentu di perkotaan. Dengan
pendekatan kualitatif diharapkan pada
implementasinya dapat memberikan daftar item-
item perbaikan yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan moda berjalan di perkotaan.
Penilaian walkability yang dibahas dalam
malakah ini merupakan hasil penilaian beberapa
jalur pejalan kaki di ruas jalan pada beberapa
kawasan di Kota Semarang, Jawa Tengah
dengan menggunakan dua jenis survei, yaitu
survei wawancara pejalan kaki dan survei
inventarisasi fasilitas pejalan kaki. Survey
wawancana adalah untuk mengidentifikasi
desire walking route (rute pejalan kaki)
sedangkan survei inventarisasi adalah untuk
membuat penilaian walkability yang mengacu
pada konsep GWI. Prosedur pengembangan GWI
untuk kasus kota Bandung yang sudah
dikembangkan oleh Wibowo, Natalia, dan
Nuryani (2015) digunakan kembali dalam
penelitian ini dengan variasi beberapa fungsi
kawasan di kota Bandung.
KAJIAN PUSTAKA
Fasilitas pejalan kaki
Fasilitas pejalan kaki adalah semua
bangunan
yang disediakan untuk pejalan kaki guna
memberikan pelayanan kepada pejalan kaki,
sehingga dapat meningkatkan kelancaran, ke
amanan kenyamanan
serta keselamatan pengguna-
nya. Fasilitas pejalan kaki dibedakan menjadi
(Tanan 2011):
1) Fasilitas utama, yakni berupa jalur pejalan
kaki, misalnya trotoar dan penyeberangan
baik sebidang maupun tidak sebidang.
2) Fasilitas pendukung, berupa segala sarana
pendukung, misalnya: rambu, marka,
pengendali kecepatan, papan informasi,
lapak tunggu, lampu penerangan, pagar
pengaman, pelindung/ peneduh, jalur hijau,
tempat duduk, tempat sampah, halte,
drainase, bollard, dan lain sebagainya.
Jalur pejalan kaki selain jalur
penyeberangan dalam istilah transportasi
dibedakan menjadi dua, yakni sidewalk dan
walkway. Keduanya merupakan komponen
integral sistem jalan di mana pejalan kaki
perlu merasakan keselamatan, kenyamanan,
aksesibilitas, dan mobilitas yang efisien.
Kedua jalur pejalan kaki ini dapat
meningkatkan keselamatan pejalan kaki
dengan memisahkan pejalan kaki dari lalu
lintas kendaraan secara vertikal (posisinya
ditinggikan dengan kereb) dan/atau secara
horizontal bila tersedia ruang yang cukup.
Sidewalk adalah ruang khusus di sisi jalan
dengan posisinya sejajar jalan yang
diperuntukan untuk perjalanan pejalan kaki
dalam hal ini trotoar. Sedangkan walkway adalah
ruang khusus yang letaknya bukan pada sisi
jalan dan biasanya ditempatkan pada tempat-
tempat tertentu seperti taman dan lain
sebagainya yang sifatnya jalan pintas
menghubungkan secara langsung ke tempat-
tempat yang spesifik.
Konsep walkability Istilah walkability mencerminkan
keseluruhan kondisi berjalan pada suatu daerah.
Dalam Victoria Transport Policy Institute (2014)
mengemukakan walkability memperhitungkan
beberapa parameter, yakni kualitas fasilitas,
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 117
konektivitas jalur, kondisi jalan, pola tata guna
lahan, dukungan masyarakat, kenyamanan, serta
rasa aman saat berjalan. Walkability dapat
dievaluasi pada skala lokasi, ruas jalan, ataupun
skala lingkungan.
Secara umum walkability memperhitung-
kan sebagai berikut:
1) Kualitas jaringan jalur pejalan kaki (trotoar,
penyeberangan)
2) Konektivitas jaringan jalur pejalan kaki
(seberapa baik trotoar dan jalur pejalan kaki
lainnya saling terhubung, dan seberapa baik
pejalan kaki dapat mengakses tempat tujuan
secara langsung).
3) Keamanan (seberapa aman yang dirasakan
orang saat berjalan).
4) Kepadatan dan aksesibilitas (jarak antara
lokasi destinasi umum, seperti rumah, toko,
sekolah, dan taman).
WI
Telah banyak metode yang dikembangkan
dalam mengukur walkability, salah satunya
adalah metode pengukuran walkability yang
dikembangkan oleh Holly Krambeck untuk
World Bank yang dikenal sebagai GWI. Tujuan
adanya metode ini adalah untuk meningkatkan
walkability kota-kota berkembang, dengan kunci
tujuan yaitu
1) Menghasilkan kesadaran bahwa walkability
adalah merupakan isu penting di negara
berkembang.
2) Melakukan identifikasi mengenai jalur
pejalan kaki secara spesifik, serta melakukan
perbandingan dengan kota lain, memberikan
rekomendasi serta langkah untuk
peningkatan kondisi jalur pejalan kaki.
3) Memberikan masukan serta mendorong
pemerintah kota untuk mengatasi masalah
walkability.
WI yang dikembangkan Krambeck (2006)
terdiri dari 3 (tiga) komponen:
1) Keselamatan dan keamanan (menentukan
keselamatan dan keamanan lingkungan ber-
jalan).
2) kenyamanan (yang mencerminkan kenyama-
nan dan daya tarik jaringan pejalan kaki).
3) Dukungan kebijakan (mencerminkan sejauh
mana dukungan pemerintah kota terhadap
perbaikan fasilitas pejalan kaki serta layanan
terkait, termasuk di dalamnya mengenai
perencanaan moda tidak bermotor dan
penganggaran perencanaan fasilitas pejalan
kaki).
Ketiga komponen tersebut kemudian
dibagi menjadi 22 indikator (Modal Conflict,
Crossing Safety, Crossing Exposure, Traffic
Management at Crossings, Security, Safety
Rules and Laws, Pedestrian Safety Education,
Motorist Behavior, Trees, Cleanliness, Quality
and Maintenance of Walking Path Surface,
Disability Infrastructure, Obstruction,
Availability of Crossings, Walking Path
Congestion, Pedestrian Amenities, Connectivity,
Overall Convenience, Planning for Pedestrians,
Relevan Design Guidelines). Selanjutnya ke-22
indikator tersebut dielaborasi menjadi 45
variabel.
Penelitian oleh Leather et al. (2011) yang
mengkaji walkability di beberapa negara di Asia,
menggunakan parameter-parameter yang
dimodifikasi dari GWI. Parameter-parameter
tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1. Metode dari perolehan WI dari
penelitian Asian Development Bank (ADB)
tersebut berbeda dengan GWI. GWI
memasukkan jumlah pejalan kaki (dari hasil
Pedestian count selama 15 menit) dan panjang
segmen jalan yang disurvei dalam perhitungan
indeks, yang mengindikasi adanya pengaruh
kedua faktor tersebut terhadap indeks. Berbeda
dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan
oleh ADB tidak memasukkan dua faktor tersebut
dalam menghitung nilai indeks walau
sebenarnya dilakukan dalam survei. Jumlah
pejalan kaki dan panjang segmen jalan tidak
dimasukkan karena untuk menghilangkan bias
yang dihasilkan oleh jumlah orang berjalan di
segmen jalan tertentu dan panjangnya. Misalnya,
suatu segmen jalan dengan infrastruktur yang
cukup dan lalu lintas pejalan kaki yang sangat
tinggi seharusnya tidak menerima peringkat
lebih tinggi daripada segmen jalan dengan
infrastruktur berkualitas tinggi dengan lalu lintas
pejalan kaki yang rendah. Tingkat penggunaan
infrastruktur pejalan kaki dengan sendirinya
tidak boleh digunakan sebagai parameter untuk
menilai walkability pada daerah tertentu, karena
dirasa tidak adil pada daerah yang infrastruktur
pejalan kaki-nya baik dengan tingkat
penggunaan yang lebih rendah. Penghitungan
jumlah pejalan kaki digunakan dalam
mengidentifikasi daerah-daerah prioritas yang
118 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
membutuhkan perbaikan (misalnya daerah
dengan lalu lintas pejalan kaki tinggi tetapi
dengan penilaian walkability rendah). Alasan
yang sama juga berlaku untuk jarak.
Selain Krambeck dan Leather, ada
beberapa metode penilaian walkability lainnya,
di antaranya: Walkability Audit Tool (U.S.
2004), Pedestrian Environmental Quality Index-
PEQI (San Francisco Department of Public
Health 2008), HPE’s Walkability Index (Hall
2010), dan Walkability Checklists (US DoT
2005).
Tabel 1. Paramater yang digunakan pada penelitian ADB tentang walkability
Parameter Penjelasan
1. Konflik jalur pejalan kaki dengan
moda transportasi lainnya
Tingkat konflik antara pejalan kaki dan mode lain di jalan, seperti sepeda,
sepeda motor dan mobil
2. Ketersediaan jalur pejalan kaki Kebutuhan, ketersediaan dan kondisi jalur berjalan. Parameter ini diubah
dari parameter "Pemeliharaan dan Kebersihan" dalam GWI
3. Ketersediaan penyeberangan Ketersediaan dan panjang penyeberangan untuk menjelaskan apakah
pejalan kaki cenderung jaywalk ketika tidak ada penyeberangan atau
ketika penyeberangan terlalu jauh
4. Keselamatan penyeberangan Arus lalu lintas moda lainnya saat melintasi jalan, waktu yang dihabiskan
menunggu dan menyeberang jalan dan jumlah waktu yang diberikan
kepada pejalan kaki untuk menyeberang persimpangan dengan sinyal
5. Perilaku Pengendara Kendaraan
bermotor
Perilaku pengendara terhadap pejalan kaki sebagai indikasi jenis
lingkungan pejalan kaki
6. Amenities (kelengkapan
pendukung)
Ketersediaan fasilitas pejalan kaki, seperti bangku, lampu jalan, toilet
umum, dan pohon-pohon, yang sangat meningkatkan daya tarik dan
kenyamanan lingkungan pejalan kaki, dan juga daerah di sekitarnya.
7. Infrastruktur penunjang kelompok
penyandang cacat
Ketersediaan, posisi dan pemeliharaan infrastruktur untuk penyandang
cacat
8. Kendala/ hambatan Adanya penghalang permanen dan sementara di jalur pejalan kaki yang
akan mengurangi lebar efektif jalur pejalan kaki sehingga dapat
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki
9. Keamanan dari kejahatan Rasa aman yang umum terhadap kejahatan di jalan
Sumber: Leather et al. (2011) yang dimodifikasi.
HIPOTESIS
WI dapat menunjukkan ruas jalan yang
memiliki masalah terkait kelayakan berjalan.
METODOLOGI
Diagram alir pengukuran
Dalam kajian ini, aktivitas moda
transportasi berjalan adalah berjalannya orang
untuk menuju tempat tertentu, guna memenuhi
kebutuhannya atau aktivitas utamanya. Penilaian
walkability dilakukan pada fasilitas pejalan kaki
untuk spesifik rute perjalanan yang dipilih oleh
pejalan kaki yang bersangkutan. Secara umum
prosedur pengukuran nilai walkability pada ruas
jalan di perkotaan mengikuti diagram alir pada
Gambar 1.
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 119
Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penilaian walkability
Penetapan tipe kawasan dan lokasinya
Mengacu pada penelitian ADB yang
dilakukan oleh Leather et al. (2011), hal yang
sama dilakukan pada kajian ini, dimana lokasi
kajian dilakukan di Kota Semarang. Ditetapkan
beberapa kawasan yang akan dinilai, yakni
kawasan pendidikan, perbelanjaan (komersial),
perkantoran, dan peribadatan. Fasilitas pejalan
kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau
pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan
pertumbuhan pejalan kaki seperti daerah-daerah
industri, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran,
sekolah, terminal bus, perumahan, dan pusat
hiburan (Indonesia 2014). Tipe kawasan tersebut
merupakan kawasan aktivitas masyarakat yang
dapat menarik dan membangkitkan perjalanan
pejalan kaki, sehingga pengambilan beberapa
jenis kawasan pada kajian ini dapat menjadi
sampling kawasan yang dapat mewakili kondisi
fasilitas pejalan kaki berdasarkan jenis kawasan,
aktivitas, serta responden dengan tujuan
perjalanan yang berbeda-beda.
Adapun lokasi yang dipilih pada makalah
ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kawasan yang dikaji
Kawasan yang
Dikaji
Lokasi
Kawasan
Pendidikan Undip Kampus
Tembalang
Kompleks Sekolah jalan
Pandanaran II
Kawasan
Perbelanjaan Citraland Mall
Paragon Mall
Kawasan
Perkantoran Kompleks Perkantoran
jalan Pandanaran
Kompleks Kantor
Gubernur Jawa Tengah
Kawasan
Peribadatan Masjid Raya Baitullah
Semarang
Masjid Agung Jawa
Tengah
Penetapan tipe kawasan
Penetapan lokasi pengukuran
Penetapan pusat aktivitas lokasi
Plotting segmen jalur berjalan
Inventarisasi fasilitas pejalan kaki
Perhitungan WI
Analisis
Kesimpulan
Penetapan catchment area dari pusat
aktivitas lokasi kawasan
Parameter walkability
Wawancara pejalan kaki
- Persepsi tentang rute berjalan
- Preferensi terhadap fasilitas pejalan kaki
- Data sosio-ekonomi
120 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
Penetapan pusat aktivitas lokasi kawasan
Dalam banyak kajian tentang pejalan
kaki, jarak seseorang untuk berjalan menuju
pusat aktivitasnya sangat bervariasi tergantung
dari banyak faktor. Secara umum, akses berjalan
menuju terminal transportasi (dalam hal ini
berjalan adalah bagian dari perjalanan atau
access trip) lebih besar dari berjalan menuju
tempat aktivitasnya, misalnya berjalan dari
kantor ke restoran untuk istirahat makan siang.
Besar jarak access trip tergantung dari jenis
moda yang ingin dituju, seperti bus atau kereta
api namun secara umum digunakan 5 menit atau
10 menit berjalan kaki. Besaran ini sudah banyak
dikaji seperti yang dapat dilihat pada VTPI
(2015), Wibowo, Natalia, dan Nuryani (2015),
Rood (2001), Vuchic (2005).
Dalam kajian ini, besaran 5 menit berjalan
kaki ditetapkan sebagai pedestrian catchment
area (daerah tangkapan pejalan kaki) yang
diasumsikan sejauh 400 meter. Jarak ini adalah
jarak asumsi dimana pejalan kaki masih mau
berjalan dengan nyaman untuk mencapai pusat
aktivitasnya (Wibowo dan Chalermpong 2010)
Setiap lokasi kawasan ditetapkan pusat
aktivitasnya. Pusat aktivitas yang dimaksud
adalah titik yang diasumsikan sebagai titik
berakhirnya perjalanan.Titik pusat aktivitas ini
berupa titik pintu gerbang setiap lokasi kawasan.
Selanjutnya ditetapkan daerah tangkapan pejalan
kaki dengan memetakan daerah yang masuk
pada radius 400 meter (panjang teoritis) dari
titik-titik pusat aktivitas yang telah ditentukan
sebelumnya.
Identifikasi jalur pejalan kaki
Segmen-segmen jalur pejalan kaki yang
akan disurvei tidak menerus, dan dibatasi oleh
daerah tangkapan pejalan kaki sejauh 400 meter
dengan gerbang tiap-tiap lokasi kawasan sebagai
titik pusatnya. Jalur-jalur berjalan tersebut
diambil secara acak dengan pola diagonal di
tiap-tiap lokasinya. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 2. Pada gambar tersebut,
survei investigasi dilakukan pada rute-rute
berjalan yang teridentifikasi (dari hasil
wawancara) yang berada pada daerah yang
diarsir. Berbeda dengan yang dilakukan untuk
kasus Kota Bandung, dalam Wibowo, Natalia,
dan Nuryani (2015), rute berjalan diambil secara
acak dan tidak menerus untuk dari asal ke tujuan.
Hal ini dilakukan untuk mendapat variability
(tingkat keragaman) kondisi pejalan kaki pada
kawasan yang dikaji (tidak didominasi oleh rute-
rute utama pada kawasan tersebut).
Gambar 2. Penetapan sampling area untuk investigasi rute berjalan.
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 121
Inventarisasi fasilitas pejalan kaki
Kegiatan selanjutnya yaitu survei
inventarisasi rute-rute berjalan. Survei ini terdiri
dari dua kegiatan besar yaitu, mendokumen-
tasikan kondisi fasilitas pejalan kaki dan
lingkungannya dalam bentuk rekaman video
maupun foto dan menilai suatu segmen jalur
berjalan dari skor 1 sampai 5 (1 adalah terendah
dan 5 adalah tertinggi) per parameter pada setiap
lokasi. Penilaian walkability tersebut dilakukan
pada setiap rute berjalan di tiap lokasi. Setiap
rute berjalan terdiri dari beberapa segmen jalur
berjalan. Segmen jalur berjalan yang dimaksud
yaitu:
1. Dibatasi dengan jenis infrastruktur jalur
berjalan (sidewalk dan walkway).
2. Dibatasi dengan adanya simpang.
Penilaian dilakukan secara umum untuk
keseluruhan panjang setiap segmen jalur
berjalan dengan asumsi bahwa kondisi pada
sepanjang tiap segmen jalur berjalan adalah
sama. Skor penilaian suatu parameter dapat juga
memuat nilai tengah jika segmen jalur pejalan
kaki tersebut mencerminkan dua kondisi skor.
Sisi sidewalk yang disurvei berdasarkan
pengamatan di lapangan dimana sisi tersebut
banyak dilewati pejalan kaki. Pada setiap lokasi
dilakukan pula pendataan panjang dan lebar
efektif masing-masing segmen jalur berjalan
yang disurvei.
Penilaian walkability menggunakan
parameter seperti yang tertera pada Tabel 1.
Hasil dokumentasi survei dalam bentuk rekaman
video dan foto digunakan untuk menilai kondisi
dan lingkungan fasilitas berjalan di setiap
segmen rute yang diamati. Setiap segmen dinilai
dengan skor 1 sampai dengan 5 untuk masing-
masing parameter di mana skor 1 adalah yang
terendah (kondisi terburuk) dan 5 adalah yang
tertinggi (kondisi terbaik). Untuk memudahkan
penilaian dan konsistensi, formulir dibuat
sedemikian rupa seperti terlihat pada gambar
berikut ini (contoh untuk parameter 2).
Gambar 3. Contoh form survei untuk parameter 2 (Pusjatan 2014)
122 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
Data yang telah terkumpul kemudian
diolah dan dianalisis untuk mengembangkan
walkability index seperti yang dikembangkan
sebelumnya. Untuk kemudahan perhitungan,
nilai skor penilaian dikonversikan dalam rentang
nilai/rating 0-100. Sebagai interprestasi nilai
digunakan pendekatan yang telah dilakukan oleh
Gota et al. (2011) yang mengelompokkan rating
walkability ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu:
1. Kategori Hijau, dengan skor > 70,
menyatakan highly walkable (sangat baik
untuk berjalan)
2. Kategori Kuning, dengan skor 50 – 70,
menya-takan waiting to walk (cukup baik
untuk berjalan)
3. Kategori Merah, dengan skor < 50, menyata-
kan not walkable (tidak baik untuk berjalan)
Perhitungan WI WI merupakan suatu nilai yang dapat
mewakili suatu kondisi tertentu dalam hal ini
kelayakan berjalan suatu wilayah. Nilai indeks
ini memperhitungkan panjang segmen jalan
sehingga dapat dikatakan adil untuk setiap
segmen jalan dengan panjang yang berbeda-
beda. Nilai dari hasil penilaian walkability pada
setiap parameter dikalikan dengan bobot.
Penggunaan bobot jika terdapat parameter yang
dianggap lebih penting daripada parameter
lainnya. Dalam makalah ini, semua parameter
diasumsikan memiliki tingkat kepentingan yang
sama sehingga nilai bobot yang digunakan
adalah 1.
Setiap segmen jalur berjalan
mempunyai nilai skor. Nilai skor suatu segmen
(i) didapat dengan menjumlahkan setiap nilai
yang dikalikan dengan bobot pada setiap
parameter.
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = ∑ (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ∗ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡) 𝑛𝑗=1 ....... (1)
Kemudian nilai skor segmen tersebut dikalikan
dengan panjang segmen jalur berjalan.
𝑆𝑘𝑜𝑟𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛𝑖 ×
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛𝑖 ….....................(2)
Sehingga indeks masing-masing kawasan
didapat,
𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑤𝑎𝑙𝑘𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑘𝑎𝑤𝑎𝑠𝑎𝑛 =∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
∑ 𝑖...... (3)
Keterangan:
n = jumlah parameter
i = segmen
j = parameter
Indeks yang diperoleh tersebut
menjelaskan kondisi fasilitas pejalan kaki
sebagai fungsi aksesibilitas suatu lokasi.
Perhitungan akhir WI per kawasan diperoleh dari
rata-rata indeks masing-masing lokasi. Usulan
perbaikan dapat dilihat berdasarkan perolehan
WI yang paling rendah pada parameter tertentu.
Hal lain yang dapat dipertimbangkan dalam
mengusulkan perbaikan fasilitas pejalan kaki
adalah hasil wawancara mengenai persepsi dan
preferensi pejalan kaki.
Wawancara pejalan kaki
Survei wawancara dilakukan pada
daerah tujuan (lokasi tinjauan) dengan target
responden yakni harus merupakan pejalan kaki
ataupun orang yang berpotensi berjalan kaki
yang memulai perjalanan dari daerah asal
(daerah yang termasuk dalam daerah tangkapan
pejalan kaki).
Kuesioner singkat mengenai rute berjalan,
karakteristik perjalanan, sosie konomi dan
tanggapan responden disiapkan. Kuesioner
tersebut diisi oleh penyurvei saat melakukan
wawancara terhadap responden. Dalam survei
ini pun, responden diminta menilai kondisi rute
berjalannya (yang berupa persepsi) dengan
menggunakan sembilan parameter yang
digunakan dalam penilaian survei inventory
fasilitas pejalan kaki. Salah satu informasi
penting yang didapat dari survei wawancara ini
adalah rute berjalan yang pada umumnya dilalui
oleh pejalan kaki dari daerah asal menuju daerah
tujuannya. Survei wawancara pejalan kaki yang
telah dilakukan, selanjutnya dikumpulkan dan
direkap datanya. Hasil dari survei wawancara
tersebut diolah secara statistik inferensial untuk
menggambarkan persepsi dan preferensi dari
populasi. Pengolahan atas data menjadi
informasi menggunakan tabel, grafis, maupun
flowchart.
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 123
HASIL DAN ANALISIS
Penilaian walkability
Hasil penilaian walkability per parameter untuk
setiap kawasan ditunjukkan Gambar 4. Nilai
walkability tertinggi untuk kawasan pendidikan
diperoleh pada parameter sembilan (86,71),
sebaliknya nilai terendah pada parameter tujuh
(39,08). Terkait dengan kawasan pendidikan
dimana pelajar/mahasiswa sebagai mayoritas
pejalan kakinya, rasa aman dari kejahatan
merupakan suatu hal yang penting yang dapat
meningkatkan ketertarikan untuk berjalan kaki.
Infrastruktur penunjang penyandang cacat yang
minim pada kawasan ini membuktikan bahwa
penyandang cacat masih terabaikan. Walau
begitu berdasarkan nilai rata-rata yang
diperoleh, fasilitas pejalan kaki di kawasan
pendidikan masih dikategorikan hijau (highly
walkable) dengan nilai walkability 70,23.
Gambar 4. Hasil penilaian walkability per parameter untuk setiap kawasan
Seperti pada kawasan pendidikan, nilai
walkability tertinggi dan terendah pada kawasan
perbelanjaan juga diperoleh parameter 9 (87,58)
dan parameter 7 (34,95). Nilai walkability yang
rendah untuk parameter 7 tersebut menunjukkan
bahwa penyediaan infrastruktur untuk
penyandang cacat di lokasi survei masih minim.
Parameter 7 dirasa sangat perlu untuk
diperhatikan mengingat kawasan ini merupakan
daerah public, yang harusnya tidak ada
diskriminasi terhadap pengguna tertentu.
Selanjutnya, nilai walkability tertinggi
dan terendah pada kawasan perkantoran juga
diperoleh parameter 5 (92,16) dan parameter 7
66,67
56,76
86,9
87,29
88,48
54,81
25,24
54,43
93,43
68,22
70,25
62,52
89,54
87,23
92,16
51,69
23,36
51,45
88,93
68,57
79,15
68,61
75,54
74,19
73,91
67,9
34,95
64,53
87,58
69,6
72,89
74,22
75,39
76,4
72,13
64,17
39,08
71,06
86,71
70,23
0 20 40 60 80 100
1. Konflik pejalan kaki dengan moda
lainnya
2. Ketersediaan jalur pejalan kaki
3. Ketersediaan penyeberangan
4. Keselamatan penyeberang
5. Perilaku pengendara kendaraan
bermotor
6. Fasilitas pendukung (amenities)
7. Infrastruktur penunjang penyandang
cacat
8. Penghalang
9. Keamanan
Rata-rata
Kawasan
Pendidikan
Kawasan
Perbelanjaan
Kawasan
Perkantoran
Kawasan
Peribadatan
124 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
(23,36). Selain itu juga, kawasan ini unggul pada
parameter 3, 9 dan 4. Oleh karena lokasi yang
disurvei sebagian besar merupakan kompleks
perkantoran, pengendara kendaraan di sekitar
lokasi terlihat sebagian besar merupakan
karyawan atau pegawai kantor, juga lalu lintas
kendaraan di sekitar kompleks terlihat tidak
membahayakan pejalan kaki. Nilai walkability
tertinggi pada parameter 5 tersebut menunjukkan
bahwa adanya perilaku yang baik oleh
karyawan/pegawai sebagai pengendara. Nilai
walkability yang tinggi untuk parameter 9
dikarenakan oleh sistem keamanan yang baik di
sekitar kompleks perkantoran. Berikutnya, jika
dikaitkan dengan tipe kawasan dan pelaku
aktivitas kawasan, infrastruktur penyandang
cacat terlihat memang kurang tersedia.
Survei untuk kawasan peribadatan
dilakukan pada masjid di mana mayoritas
pengunjungnya berjalan kaki dalam mengakses
masjid. Tidak jauh berbeda dengan kawasan
perkantoran, jalur berjalan pada kawasan
peribadatan juga lebih baik dibanding kawasan
perbelanjaan dan pendidikan dari segi keamanan
dari kejahatan (parameter 7), perilaku
pengendara kendaraan bermotor (parameter 5),
keselamatan penyeberangan (parameter 4) dan
ketersediaan penyeberangan (parameter 3). Hal
tersebut dikarenakan banyaknya daerah
permukiman dengan tipikal jalan yang ramah
terhadap keselamatan pejalan kaki. Dari segi
keamanan dari kejahatan, kawasan peribadatan
memperoleh nilai tertinggi 93,43. Terkait
dengan waktu aktivitas ibadah di masjid, hal
tersebut tentunya dapat meningkatkan
ketertarikan orang untuk berjalan kaki ke masjid.
Kebalikan dari itu, nilai walkability yang rendah
untuk parameter 7 menunjukkan bahwa
penyediaan infrastruktur untuk penyandang
cacat di lokasi survei masih minim. Sama halnya
dengan kawasan perbelanjaan, Parameter 7 perlu
mendapat perhatian mengingat kawasan ini
merupakan daerah publik, sehingga perlu adanya
fasilitas pejalan kaki yang baik.
WI
Sebagai salah satu hasil akhir dari
penilaian walkability adalah mengkategorikan
perolehan nilai pada masing-masing kawasan
sehingga dapat menjelaskan secara umum
kondisi fasilitas pejalan kaki. Setelah dilakukan
penghitungan, maka didapat nilai Walkability
Index untuk setiap kawasan. Hasil hitungannya
dapat dilihat pada Tabel 3. Kawasan pendidikan
memperoleh walkability index tertinggi (70,64),
yang diikuti oleh kawasan perbelanjaan (68,03),
perkantoran (68,16), dan peribadatan (67,42).
Tabel 3. Hasil perhitungan WI
Jenis
Kawa-san Lokasi Panjang Ruas yang dinilai (m) WI
Indeks
Rata-rata
Pendidikan Universitas
Diponegoro 2186,48 66,71
70,64 Komplek
Sekolah
Jl.Pandanaran
II
2591,98 74,57
Perbelanjaan Citraland Mal 3237,52 68,14 68,03
Paragon Mal 3655,96 67,91
Perkantoran Perkantoran Jl.
Pandanaran 4052,11 68,13
68,16 Komplek
Kantor
Gubernur
Jateng
1913,41 68,19
Peribadatan Masjid
Baiturrahman 2659,84 65,58
67,42 Masjid Agung
Jateng 2260,45 69,27
Rata-rata 68,56
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 125
Persepsi responden terhadap perbaikan
fasilitas pejalan kaki
Responden diminta untuk memberikan
ranking prioritas mengenai hal-hal terkait
fasilitas pejalan kaki yang harus diperbaiki.
Tidak semua responden dapat memberikan 5
prioritasnya, oleh karena itu hanya diambil 3
ranking prioritas saja. Jawaban responden
kemudian diklasifikasikan pada 9 parameter
yang ada, hasil perankingan prioritas responden
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prioritas perbaikan yang diusulkan responden
Berdasarkan hasil wawancara, untuk
prioritas pertama sebanyak 26,35% responden
menginginkan penyediaan dan peningkatan
kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang berupa
pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,
peningkatan kebersihan, pelebaran trotoar dan
semua yang terkait dengan parameter 2.
Selanjutnya pada prioritas kedua, 20,33%
responden berharap ada peningkatan fasilitas
pendukung yang dapat meningkatkan
kenyamanan saat berjalan kaki seperti
penambahan peneduh baik pohon atau bangunan
peneduh, penambahan tempat sampah,
pengadaan lampu jalan, bangku, dan lain
sebagainya. Responden juga berharap ada
pemeliharaan terhadap fasilitas pendukung yang
sudah ada seperti refill kantong sampah,
perbaikan tong sampah yang rusak dan lain
sebagainya. Kebanyakan responden sangat
menginginkan adanya penambahan pohon atau
bangunan peneduh, hal itu terkait dengan
temperatur kota Semarang yang tinggi.
Sama halnya dengan prioritas kedua,
sebanyak 6,64% responden pun menginginkan
hal tersebut. Untuk menghindari hasil kesamaan
prioritas pada prioritas kedua dan ketiga, maka
prioritas ketiga yang diambil adalah yaitu
penyediaan fasilitas penyeberangan (1,66%)
sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa
meningkat.
PEMBAHASAN
Dari hasil penilaian walkability, terlihat
bahwa untuk lokasi kajian fasilitas pejalan kaki
berkebutuhan khusus dirasa masih sangat
minim. Hal ini ditunjukkan dengan sangat
rendahnya nilai walkability untuk parameter 7
(Infrastruktur penunjang kelompok penyandang
cacat). Tidak adanya jalur pemandu bagi
penyandang tuna netra dan pelandaian bagi
pengguna kursi roda merupakan kondisi yang
hampir sama pada keempat wilayah/kawasan
yang diamati.
Demikian juga halnya dengan kondisi
trotoar dengan keberadaan penghalang atau
126 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127
hambatan yang terlalu banyak. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh penempatan berbagai furnitur
jalan yang sangat mengurangi lebar efektif jalur
pejalan kaki. Disamping adanya penghalang
yang boleh dikatakan permanen tersebut, hal lain
yang juga sangat signifikan menjadi penghalang
bagi pejalan kaki adalah adanya parkir sepeda
motor di trotoar. Hal tersebut dikarenakan
terbatasnya bahkan tidak adanya lahan parkir
yang tersedia di sekitar kawasan. Sementara
kawasan yang diamati merupakan kawasan
attraction yang merupakan tarikan pergerakan.
Hal tersebut perlu disikapi pemerintah setempat
bekerja sama dengan pengelola kawasan untuk
mencari jalan keluar masalah perparkiran
tersebut. Selanjutnya yang menjadi perhatian
adalah mengenai amenities (fasilitas
pendukung). Penyediaan fasilitas pendukung
yang memadai dapat membuat pejalan kaki
merasa nyaman dalam berjalan, bahkan juga
dapat menambah minat masyarakat untuk
berjalan.
Terkait dengan temperatur udara yang
cenderung tinggi di Kota Semarang, pengadaan
fasilitas tambahan seperti peneduh alami
(pohon) ataupun buatan (baik halte ataupun
fasilitas peneduh lainnya), juga bangku tempat
duduk akan sangat penting sebagai usulan dalam
meningkatkan kualitas fasilitas pejalan kaki.
Selain untuk aspek kenyamanan, penyediaan
fasilitas pendukung juga dapat meningkatkan
kualitas jalur berjalan pada aspek keamanan dan
keselamatan. Penambahan lampu penerangan
adalah salah satu contoh untuk aspek keamanan,
sedangkan penambahan pagar pengaman,
marka, dan bollard adalah contoh lainnya untuk
aspek keselamatan.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut di
atas, sebagai hak utama pejalan kaki, juga
sebagai bentuk perlindungan/keberpihakan
pemerintah terhadap pejalan kaki, demikian pula
sebagai suatu kesatuan dari sistem lalu
lintas/transportasi perkotaan, maka pemerintah
wajib menyediakan fasilitas pejalan kaki yang
memadai dari segi keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan.
Parameter walkability merupakan elemen
pembangun indeks. Dalam mengevaluasi
kelayakan berjalan suatu lokasi ataupun
kawasan, tidak cukup dengan hanya melihat
nilaiindeksnya tapi juga perlu meninjau skor per
parameternya. Hasil perolehan skor jika dilihat
per parameter menunjukkan kecenderungan pola
yang hampir sama untuk semua lokasi pada
masing-masing kawasan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa setiap lokasi pada suatu
kawasan memiliki permasalahan yang hampir
sama terkait penyediaan fasilitas pejalan kaki.
Setiap kawasan mempunyai permasalahannya
masing-masing mengenai fasilitas dan
lingkungan pejalan kaki. Hal tersebut terkait
dengan karakteristik kawasan serta karakteristik
pejalan kaki yang terbentuk sebagai pengaruh
dari karakteristik kawasan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Evaluasi terhadap hasil perhitungan WI
menunjukkan bahwa kawasan-kawasan di
daerah studi memiliki masalah yang sama terkait
dengan kelayakan berjalan. Hal yang menonjol
dari kajian tersebut adalah minimnya amenitis
pada fasilitas pejalan kaki untuk kelompok
berkebutuhan khusus. Hal ini terungkap di
hampir semua jenis kawasan yang dikaji.
Saran Nilai walkability index memberikan
ilustrasi umum tentang kualitas fasilitas pejalan
kaki untuk kawasan-kawasan tertentu di daerah
perkotaan. Untuk melihat lebih detail manfaat
dari indeks tersebut adalah melalui parameter-
parameter yang digunakan. Sebagai bentuk
implementasi, nilai pada masing-masing
parameter memberikan gambaran item-item apa
saja yang perlu diperbaiki agar mencapai indeks
yang lebih baik. Indeks yang dibangun dalam
kajian ini adalah untuk suatu kawasan yang
spesifik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan serta segenap
pendukung yang namanya tidak bisa disebutkan
masing-masing atas dukungannya sehingga
terwujudnya tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gota, Sudhir. 2011. Walkability Survey In Asian
Cities, Clean Air Initiative for Asian Cities
(CAI-Asia) Center. Ortigas Center,
Philippines: ADB.
Hall, R. A. 2010. “HPE’s Walkability Index –
Quantifying the Pedestrian Experience”, ITE
Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan
(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 127
2010 Technical Conference and Exhibit
compendium of technical papers. Washington
D.C.: TRB.
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAPI). 2009.
Indonesia Most Liveable City Index. Jakarta:
IAPI.
Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH):
Panduan Pelaksanaan. Jakarta: Ditjen
Penataan Ruang.
-------. 2014. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) Nomor: 03/PRT/M/2014
Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan,
dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan. Jakarta: Kementerian PU.
Krambeck, Holly V. 2006. “The Global Walkability
Index”. Thesis. Massachusetts Institute of
Technology.
Leather, James, Herbert Fabian, Sudhir Gota, Alvin
Mejia. 2011. Walkability and Pedestrian
Facilities in Asian Cities State and Issues.
Manila: ADB.
Puslitbang Jalan dan Jembatan. 2014. Laporan
Akhir Penyusunan Kriteria Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki Pada Kota Hijau.
Laporan Internal. Bandung: [s.n.].
Rood, T. 2001. “Ped Sheds”. In Transportation Tech
Sheet, Congress for the New Urbanism. San
Francisco: Congress for the New Urbanism.
San Francisco Department of Public Health. 2008.
Pedestrian Environmental Quality Index. San
Francisco: San Francisco Department of
Public Health.
Tanan, Natalia. 2011. Fasilitas Pejalan Kaki. Naskah
Ilmiah di Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Bandung: [s.n.].
U.S. Department of Health and Human Services.
2004. Walkability Audit Tool. Washington
D.C.: Center for Disease Control.
United States Department of Transportation. 2005.
Walkability Checklist, National Safe Kids
Campaign. Washington D.C.: Federal
Highway Administration.
Victoria Transport Policy Institute (VTPI). 2015.
Evaluating Non-Motorized Transport-
Techniques for Measuring Walking and
Cycling Activity and Conditions. TDM
Encyclopedia.
(http://www.vtpi.org/tdm/tdm63.htm#_Toc27
2910906). Diakses pada Januari 2015.
Vuchic, V. R. 2005. Urban Transit, Operations,
Planning and Economics. Pennsylvania:
Wiley.
Wibowo, S. Sony, Natalia Tanan, Nuryani Tinumbia.
2015. “Walkability Measures for City Area in
Indonesia (Case Study of Bandung)”. The 11th
International Conference of Eastern Asia
Society for Transportation Studies (EASTS)
September 11-14. Cebu City: EASTS.
Wibowo, S.S., dan Chalermpong, S. 2010.
“Characteristics of Mode Choice within Mass
Transit Catchments Area”. Journal of the
Eastern Asia Society for Transportation
Studies (8): 1261-1274.
KETENTUAN PENULISAN NASKAH
1. Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan menerima naskah karya ilmiah bidang jalan dan jembatan dari dalam dan luar lingkungan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan yang dikirimkan melalui jurnal online Jalan – Jembatan dengan alamat http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/index. Reviewer akan mengevaluasi naskah yang masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan.
2. Naskah berupa hasil penelitian atau kajian yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, diserahkan dalam bentuk file elektronik dalam format program Microsoft Word 2010 disertai dua eksemplar cetakan. Jumlah halaman dalam naskah maksimum 15 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel, dan daftar pustaka. Bila lebih dari 15 halaman, Editor berhak untuk menyunting ulang, dan apabila dianggap perlu akan dikonsultasi dengan penulis.
4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut: Bagian awal terdiri dari judul naskah, nama penulis, abstrak (abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan huruf italic). Bagian utama terdiri dari pendahuluan, kajian pustaka, hipotesis, metodologi, hasil dan analisis, pembahasan, kesimpulan dan saran, serta ucapan terimakasih. Bagian akhir: keterangan simbol (bila perlu), daftar pustaka minimal 10 referensi (wajib) berupa jurnal terbaru atau buku, dan lampiran (jika ada).
5. Judul naskah sesingkat mungkin dan harus mencerminkan isi tulisan serta tidak memberikan peluang penafsiran yang beraneka ragam, ditulis dengan huruf kapital posisi tengah, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
6. Nama penulis ditulis:
a) Di bawah judul tanpa gelar diawali huruf kapital, ditulis diposisi tengah dan tidak diawali kata “oleh”; apabila penulis lebih dari satu orang, maka nama-nama tersebut ditulis pada satu baris.
b) Nama lengkap disertai keterangan alamat instansi dan kotanya, apabila penulis lebih dari satu orang, semua alamatnya dicantumkan lengkap.
7. Abstrak memuat permasalahan, tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan (antara 150-250 kata), ditulis dalam satu alinea, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hindari penggunaan singkatan dalam abstrak. Di bawah abstrak dicantumkan minimal 5 kata kunci.
8. Teknik penulisan:
a) Naskah ditulis pada kertas ukuran A4, ketikan satu spasi dengan 2 kolom, jarak kolom pertama dan kedua 1 cm.
b) Batas pengetikan: tepi atas dan tepi bawah 3 cm, sisi kiri dan sisi kanan masihng-masing 2,5 cm. Alinea baru diberi inden satu cm dari batas tepi kiri, antara alinea tidak diberi tambahan spasi, antara alinea dengan sub judul diberi jarak 10pt, dari sub-sub judul ke uraian paragraf tidak diberi tambahan spasi.
c) Semua tulisan menggunakan Font Times New Roman:
- Judul, ditulis di tengah halaman, kapital 14 pt, bold.
- Nama penulis, ditulis di tengah halaman, 11 pt, bold.
- Nama instansi, ditulis di tengah halaman, 10 pt.
- Alamat instansi dan e-mail, ditulis ditengah halaman, 9 pt. - Sub judul, ditulis di tepi kiri, kapital 11 pt, bold.
- Isi Abstrak, Kata kunci, 10 pt, Italic.
- Sub-sub judul, ditulis di tepi kiri, 11 pt, bold.
- Isi naskah, 11 pt, 1 spasi.
- Persamaan/Rumus, 10 pt.
- Keterangan Persamaan/Rumus, 10 pt.
- Judul Tabel dan Gambar, 10 pt.
- Tulisan Tabel dan Gambar, 10 pt, bold.
- Sumber Tabel dan Gambar, 9 pt.
- Isi daftar pustaka, 10 pt.
- Nomor halaman menggunakan angka Arab, 11pt.
d) Kata asing ditulis dengan huruf italic, apabila sudah ada bahasa Indonesianya, maka kata asing ditulis dalam kurung, untuk selanjutnya istilah yang sama cukup ditulis istilah Indonesianya saja. Bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat.
e) Ketentuan penyajian tabel dan gambar:
- Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang jelas. Judul tabel diletakkan di bagian atas tabel, rata kiri dengan tabel; judul gambar diletakkan di bagian bawah gambar, rata kiri dengan gambar.
- Tabel dan gambar tidak menggunakan garis pinggir, tabel menggunakan jenis “table simple 1”.
- Gambar, foto, dan grafik berwarna.
- Sumber tabel dan gambar dicantumkan di bawah tabel dan gambar.
f) Sumber pustaka (sitasi dalam teks) yang diacu terdiri dari nama penulis dan tahun penerbitan, ditulis dalam kurung. Contoh: (Calvez 2004). Untuk kutipan langsung ditambah nomor halaman (Calvez 2004, 73).
g) Daftar pustaka dan sitasi bibliografi menggunakan Chicago Manual of Style (Author – Date System), ditulis dalam urutan abjad nama penulis dan disusun dengan susunan:
- Untuk buku: pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama) dan tahun terbit. Judul buku. Kota. Nama penerbit.
- Untuk jurnal: pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama) dan tahun terbit. ”Judul artikel”. Judul jurnal atau Judul prosiding.
Volume (nomor): halaman.
- Karya di internet: URL dan tanggal karya tersebut diakses.
- Jika dalam daftar pustaka ada pencantuman nama seseorang lebih dari 1 kali, nama kedua tidak perlu ditulis kembali, cukup mengganti nama dengan titik-titik.
Contoh: Buku (monograf) Okuda, Michael, and Denis Okuda. 1993. Star Trek chronology: The history of the Future. New York: Pocket Books. Buku yang diterbitkan secara elektronik Kurland, Philip B., and Ralp Lerner, eds. 1987. The founders’ Constitution. Chicago: University of Chicago Press. http://presspubs.uchicago. edu/ founders/. Artikel jurnal Wilcox, Rhonda V. 1991. “Shifting Roles and Synthetic Woman in Star Trek: The Next Generation”. Studies in Popular Culture. 13: 53-65. Artikel jurnal on-line
Hlatky, Mark A., Derek Boothroyd, Eric Vittinghoff, Penny Sharp, and Mary A. Whooley. 2002. “Quality-of-life and depressive symptoms in postmenopausal women after receiving hormone theraphy: Results from the Heart and Estrogen/Progestin Replacement Study (HERS) trial”. Journal of the American Medical Association 287 (5): 1-7, http://jama.ama-assn.org/issues/v287n5/rfull/joc10108.html#aainfo (accessed January 7, 2004).
Terbitan Pemerintah Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan). 2015. Teknologi Jalan Beton untuk Lalu Lintas Rendah. Laporan Internal. Bandung: [s.n]. Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum. Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 2016. Penetapan Dan Tata Cara Penggunaan Dana Talangan Badan
Usaha untuk Pengadaan Tanah Jalan Tol. Jakarta: Kementerian PUPR. Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tentang Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Daftar pustaka tanpa tahun dan tanpa penerbit Caltrans California Departement of Transportation [s.a]. Highway Design Manual. California: D.O.T Caltrans California Departement of Transportation 1996. Highway Design Manual. California: [s.n]
9. Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan tidak bertanggung jawab terhadap isi naskah.
10. Penulis wajib menyertakan alamat korespondensi dengan jelas.
11. Dewan Redaksi dapat menyesuaikan bahasa dan/atau istilah tanpa mengubah isi dan pengertiannya dengan tidak memberitahukan kepada penulis, dan apabila dianggap perlu akan dikonsultasi dengan penulis.
12. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini menjadi hak milik Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.