31

Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –
Page 2: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak)

ISSN-L 2527 – 8681 (Versi elektronik)

JURNAL

JALAN - JEMBATAN

Jurnal Jalan-Jembatan adalah wadah informasi bidang Jalan dan Jembatan berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah terkait yang

meliputi Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Geoteknik Jalan, Transportasi dan Teknik Lalu-Lintas serta Lingkungan Jalan, Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Terbit pertama kali tahun 1984, dengan frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April, Agustus, dan Desember.

Mulai tahun 2016 terbit dengan frekuensi dua kali setahun, edisi Januari - Juni dan edisi Juli - Desember, dalam versi cetak dan versi elektronik. Sesuai Surat Keputusan LIPI No.680/AU4/P2MI-LIPI/07/2015, Jurnal Jalan - Jembatan telah mendapat Akreditasi.

Pelindung

Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan

Pembina

Kepala Balai Litbang Perkerasan Jalan

Kepala Balai Litbang Geoteknik Jalan Kepala Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas Kepala Balai Litbang Struktur Jembatan

Kepala Bagian Keuangan dan Umum Kepala Bidang Standardisasi dan Kerjasama

Kepala Bidang Program dan Evaluasi Penangung Jawab

Kepala Bidang Sumber Daya Kelitbangan

Manajer Jurnal

Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc.

Editor

Drs.Toni Hadi Purnomo

Editor Bagian

Anita Rahmawati, S.Sos, MT. Siti Nurjanah, A.Md

Reviewer:

Internal Editor Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc. (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu Lintas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc. (Bidang Geoteknik Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)

Ir. Nono., M.Eng.Sc. (Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Drs. Gugun Gunawan, M.Si. (Bidang Teknik Lingkungan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)

Eksternal Editor / Mitra Bestari Prof. Dr. Ir. Furqon Affandi, M.Sc. (Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan; Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) Prof. Ir. Wimpy Santosa, M.Sc., Ph.D. (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu Lintas Jalan; Universitas Katolik Parahyangan)

Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng S, DEA. (Bidang Bahan dan Teknik Perkerasan Jalan; Institut Teknologi Bandung) Prof. Dr. Ir. Soegijanto, M.Si. (Bidang Fisika Teknik/Lingkungan; Institut Teknologi Bandung)

Prof. Dr. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc. (Bidang Teknik Struktur; Universitas Katolik Parahyangan) Prof. Ir. Lanneke Tristanto (Bidang Jembatan & Bangunan Pelengkap Jalan; Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) Prof. Dr. Ir. Aziz Jayaputra, M.Sc. (Bidang Geoteknik; Institut Teknologi Bandung)

Copy Editor Herma Nurulaeni

Manajer Langganan Tati Tugiarti, S.ST

Dwi Andriyanto

Proof Reader Iwan Pirdaus

Desain Grafis Aditya Abdurachman

Fajar Budiana

Jurnal Jalan-Jembatan diterbitkan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Alamat Redaksi/Penerbit:

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. A.H. Nasution No. 264, Kotak Pos 2 Ujungberung – Bandung 40294 Tlp. (022)7802251-7802252-7802253 e-mail: [email protected], Fax. : (022)7802726-781147 website: http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/index

Page 3: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Prakata

Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan menyampaikan selamat bertemu kembali dalam edisi

Juli-Desember 2017, yang merupakan edisi kedua dari volume 34 tahun 2017. Pada terbitan

ini, disampaikan enam karya tulis ilmiah dengan susunan tulisan sebagai berikut:

Tulisan pertama berkaitan dengan struktur jembatan apung. Pengembangan model

jembatan ini sebagai hasil kajian prototipe jembatan untuk pejalan kaki yang ditinjau dari

desain dan kekuatan daya layan.

Tulisan kedua berkenaan dengan sifat-sifat Portland semen yang ada dipasaran

Indonesia. Pengkajian ini mengidentifikasi parameter-parameter penting yang berpengaruh

kepada kekuatan campuran beton yang perlu diketahui oleh masyarakat pengguna.

Tulisan ketiga berkaitan dengan stabilitasi tanah untuk meningkatkan ketahanan erosi

menggunakan teknik hydroseeding. Pengkajian ini memanfaatkan limbah serutan kayu untuk

menentukan komposisi optimal antara serutan kayu, tanah, dan polyacrylamide sebagai bahan

dasar untuk hydroseeding.

Tulisan keempat menyampaikan topik terkait campuran beraspal panas berkaitan

dengan ketahanan alur dan fatik akibat keterlambatan pengangkutan dan penghamparan di

lapangan. Hasil kajian ini menemukan bahwa lamanya pengangkutan dan penghamparan

mempengaruhi terhadap kualitas akhir dari campuran beraspal panas.

Tulisan yang kelima berkaitan dengan fasilitas untuk pejalan kaki. Penelitian ini

mengkaji cara mengevaluasi kualitas fasilitas pejalan kaki di ruas-ruas jalan umum di

kawasan tertentu perkotaan. Kualitas fasilitas pejalan kaki dengan nilai walkability index.

Tulisan terakhir yang merupakan tulisan keenam berkaitan dengan pengembangan,

pemanfaatan lumpur Sidoarjo untuk beton non-struktural. Hasil kajian ini menunjukkan

bahwa lumpur Sidoarjo memiliki prospek sebagai bahan komponen non-struktural seperti

paving block atau pasangan batu.

Kami ucapkan terima kasih khususnya kepada Prof. Dr. Ir. M. Furqon Affandi, M.Sc.,

Prof. Ir. Lanneke Tristanto, Prof. Ir. Wimpy Santosa, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Bambang

Sugeng S., DEA., Prof. Dr. Ir. Sugijanto, M.Si., Prof. Dr. Ir Suryoatmono, M.Sc., atas

masukan dan kerjasamanya dalam terbitan ini, serta terima kasih kami sampaikan kepada

Prof. Dr. Ir Aziz Jayaputra, M.Sc. sebagai anggota mitra bestari Jurnal Jalan-Jembatan.

Semoga tulisan-tulisan tersebut bermanfaat bagi para pengambil keputusan, konsultan,

kontraktor, peneliti, perekayasa, pengajar, mahasiswa, dan para praktisi lainnya dalam bidang

jalan dan jembatan.

Akhir kata, redaktur mengucapkan selamat membaca jurnal terbitan ini dan selamat

tahun baru 2018.

Manajer Jurnal

Page 4: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

ii

Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak)

ISSN-L 2527 – 8681 (Versi elektronik)

JURNAL

JALAN-JEMBATAN

DAFTAR ISI Prakata i

Daftar Isi ii

Abstrak iii

Evaluasi Beban Layan Jembatan Apung Pejalan Kaki Tipe Pelengkung Rangka Baja

Berdasarkan Uji Pembebanan

(Evaluation of Service Live Load of Floating Arch-Truss Pedestrian Bridge Based on

Load Testing)

Widi Nugraha, Gatot Sukmara

64-78

Kajian Sifat Kimia, Fisika, dan Mekanik Semen Portland di Indonesia

(Assesment of Chemical, Physical, and Mechanical Properties of Indonesian Portland

Cements)

Rulli Ranastra Irawan

79-90

Stabilisasi Tanah dengan Memanfaatkan Serutan Kayu dan Polyacrylamide untuk

Lereng Jalan yang Mudah Tererosi

(Soil Stabilitations Using Wood Shavings and Polyacrylamide for Erodible’s Road

Slope)

Asep Sunandar, Sri Yeni Mulyani

91-103

Pengaruh Pengkondisian Campuran Beraspal Panas Terhadap Ketahanan Alur dan

Fatik

(The Conditioning Influence of Hot Mix Asphalt to Rutting and Fatigue Resistances)

Dani Hamdani, Nono

104-114

Pengukuran Walkability Index Pada Ruas Jalan Di Kawasan Perkotaan

(Walkability Index Measurement on Road Links in Urban Area)

Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbia

115-127

Pengembangan Lumpur Sidoarjo sebagai Agregat Ringan untuk Beton Non Struktural

(The Development of Sidoarjo Mud as Light Weight Aggregate for Non Structural

Concrete)

Lasino, N. Retno Setiati

128-141

Page 5: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

iii

JURNAL JALAN - JEMBATAN

Volume 34 No. 1, Januari – Juni 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC: 625.81

Siegfried (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

Penggunaan LWD Pusjatan pada Jalan Tanah untuk

Pengecekan Kekuatan Tanah

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 1-8

LWD merupakan salah satu alat yang digunakan

untuk mengukur kekuatan struktural dari suatu sistem

perkerasan jalan terutama untuk jalan-jalan yang

tanpa penutup. Alat ini cukup praktis karena

membutuhkan hanya 2 orang operator dalam

pengoperasiannya. Selain itu juga lebih cepat karena

hasil pengukuran langsung didapat sesaat setelah

pengujian dilakukan. Alat LWD ini terdiri atas beban

jatuhan, pelat pembebanan, dan sensor geophone.

Beban yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu akan

menghasilkan gelombang yang ditangkap oleh

geophone. Dengan menggunakan prinsip-prinsip teori

gelombang kemudian bisa dihitung lendutan yang

dihasilkan. Data lendutan ini dengan menggunakan

rumus Boussinesq kemudian akan menghasilkan

modulus elastisitas yang merupakan parameter

kekuatan struktural lapisan tanah. LWD Pusjatan

merupakan alat LWD yang dihasilkan dari penelitian

tahun anggaran 2013, 2014, dan 2015 pada

Puslitbang Jalan dan Jembatan. Alat ini dipakai pada

pengujian jalan tanah di Bogor dan Kuningan,

dimana untuk masing-masing lokasi diambil 10 titik

pengujian. Pada titik pengujian yang sama kemudian

juga dilakukan pengujian DCP. Pemilihan DCP

sebagai alat pembanding dengan alasan bahwa pada

umumnya alat DCP inilah yang biasanya digunakan

untuk mengukur kekuatan pada jalan tanah. Hasil

pengujian LWD dan DCP kemudian dibandingkan

satu dengan yang lainnya. Dari kedua lokasi ini

terlihat bahwa perbedaan modulus elastisitas yang

didapat dari kedua alat tidak berbeda jauh seperti

terlihat dari hasil plotting, dimana hasil yang didapat

terlihat berada disekitar garis kesamaan. Kenyataan

ini membuktikan bahwa alat LWD Pusjatan bisa

digunakan pada pengujian untuk mendapatkan

kekuatan struktural pada jalan tanah.

Kata Kunci: LWD Pusjatan, kekuatan struktural, jalan

tanah, geophone, Boussinesq.

UDC: 625.068

Sri Mulyani, Dani Hamdani (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Teknik Pencampuran yang Optimal antara Crumb

Rubber dan Aspal Pen 60/70

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 9-20

Ban bekas dikategorikan sebagai limbah industri yang

bila dibiarkan begitu saja tentu akan mencemari

lingkungan. Seiring pertumbuhan ekonomi negara kita,

jumlah ban bekas akan semakin meningkat. Oleh sebab

itu pengolahan ban bekas menjadi isu penting guna

penyelamatan bumi. Salah satu pemanfaatan ban bekas

dalam bentuk Crumb Rubber dalam bidang perkerasan

dengan menggunakan sebagai bahan tambah pengikat

campuran beraspal. Makalah ini bertujuan mengkaji

teknik pencampuran crumb rubber ke dalam aspal agar

didapatkan bahan pengikat aspal dengan karakteristik

yang diinginkan di laboratorium. Crumb Rubber yang

digunakan sebagai bahan tambah merupakan hasil dari

pengolahan ban bekas dengan metode ambient procsess.

Hasil kajian di laboratorium menunjukkan bahwa,

komposisi contoh uji yang terbaik adalah yang memiliki

kadar karbon tinggi (60,14 %), kadar debu kecil (7,57

%), plasticizer content (4,95 %), dan acetone extract

(7,84 %). Kondisi optimum pencampuran aspal dengan

Crumb Rubber untuk skala laboratorium adalah dengan

kecepatan pengadukan 6.000 rpm, didapatkan pada

temperatur 140 oC dan lama pengadukan selama 60

menit.

Kata kunci: teknik pencampuran, crumb rubber, aspal

karet, aspal modifikasi, karakteristik

bahan pengikat aspal

Page 6: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

iv

UDC: 624.273

Widi Nugraha (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

Evaluasi Umur Fatik Elemen Baja Jembatan Standar

Tipe Komposit Menggunakan Data WIM

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 21-33

Jembatan adalah infrastruktur yang mengalami beban

yang bersifat dinamis dan berulang. Efek dari sifat

beban ini pada elemen jembatan khususnya elemen

baja pada Jembatan tipe komposit adalah terjadinya

siklus tegangan kemudian relaksasi secara berulang

seiring kendaraan melintas selama masa layan

jembatan, yang dapat berakibat pada kegagalan fatik.

Jembatan komposit yang direncanakan berdasarkan

standar pembebanan jembatan SNI 1725:2016

dimana kondisi fatik ini dapat dievaluasi terhadap

tahanan fatik nominal selama masa layan. Tujuan

dari penulisan ini adalah mengevaluasi umur fatik

struktur jembatan standar Bina Marga tipe komposit

terhadap akumulasi kendaraan proyeksi hasil

pengukuran beban kendaraan bergerak (WIM) di

Ruas Jalan Pantura, Cikampek – Pamanukan, Jawa

Barat pada tahun 2011 dan di Ruas Jalan Tol Jakarta-

Tangerang, DKI Jakarta pada tahun 2016 yang

menggambarkan kondisi beban dan lalu lintas

terberat di ruas jalan nasional dan ruas jalan tol.

Evaluasi ini dilakukan dengan analisis struktur

terhadap beban kendaraan bergerak WIM dengan

luaran rentang tegangan dan siklus kejadiannya, dan

kemudian dibandingkan dengan kurva siklus rentang

tegangan / stress range cycles- number curve (S-N

curve) tahanan fatik nominalnya. Metode evaluasi

fatik dengan metode S-N curve ini mengacu pada SNI

dan AASHTO. Hasil evaluasi umur fatik

menunjukkan bahwa dalam masa layan rencana 50

tahun, jembatan tipe komposit ini memiliki tahanan

fatik nominal pada S-N curve yang belum terlampaui

dan diproyeksikan akan tercapai umur fatik pada 63

tahun untuk ruas jalan Cikampek-Pamanukan dan

pada 55 tahun untuk ruas jalan tol Jakarta-Tangerang.

Kata Kunci: fatik, jembatan komposit, beban

kendaraan, beban bergerak, S-N

curve

UDC: 625.746.5

Greece Maria Lawalata (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Usulan Indikator Jalan Berkelanjutan untuk Indonesia

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 34-48

Jalan berkelanjutan adalah jalan yang dibangun dengan

berbagai upaya agar terdapat keseimbangan antara aspek

lingkungan, ekonomi, sosial. Indikator sebagai salah satu

perangkat untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah

dapat digunakan pada pelaksanaan jalan berkelanjutan.

Makalah ini memaparkan pemilihan usulan indikator

jalan berkelanjutan. Metode yang dilakukan adalah

mengidentifikasi 91 indikator yang ada dari literatur

sebagai daftar panjang dan dipilih sesuai aspek-aspek

jalan berkelanjutan serta peraturan. Hasil seleksi tersebut

berjumlah 46 usulan indikator jalan berkelanjutan dan

diajukan untuk mendapatkan kesepakatan kepada

responden dengan kualifikasi sebagai pelaksana jalan,

praktisi lingkungan jalan, dan para pengambil kebijakan

dibidang jalan. Analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif berdasarkan hasil kuisioner terhadap

responden. Usulan indikator ditetapkan berdasarkan

mayoritas pemilih, sebesar minimal 51 % responden.

Hasil yang diperoleh adalah 44 indikator jalan

berkelanjutan yang menggambarkan pengaruh jalan

terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Kata kunci: pemilihan indikator, usulan indikator,

indikator jalan, kesesuaian peraturan, jalan

berkelanjutan

Page 7: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

v

UDC: 666.016.2

Lasino1), N. Retno Setiati2), Dany Cahyadi3)

(1), 3)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

Karakteristik Beton Dengan Menggunakan Berbagai

Jenis Semen

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, hal. 49-63

Semen sebagai material pembentuk beton berfungsi

sebagai zat pengikat yang bersifat hidraulis. Di

Indonesia terdapat berbagai jenis semen yaitu semen

OPC, PPC, dan PCC. Permasalahannya adalah dalam

praktek kedua jenis semen tersebut yaitu PPC dan

PCC, belum dapat diaplikasikan secara baik karena

belum adanya data teknis yang dapat digunakan

sebagai acuan dalam menentukan proporsi campuran.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik

beton yang mencakup kuat tekan, kuat lentur, kuat

tarik, dan modulus elastisitas dengan menggunakan

berbagai jenis semen yaitu semen OPC tipe I, PPC,

dan PCC. Contoh semen diperoleh dari beberapa

pabrik semen dengan jumlah masing-masing 1000 kg

setiap jenis. Seluruh contoh semen dilakukan

pengujian sifat fisik dan kimia untuk memastikan

semuanya memenuhi syarat sesuai SNI 2015:2015

untuk OPC, SNI 0302:2014 untuk PPC, dan SNI

7064:2014 untuk PCC. Metoda penelitian yang

digunakan adalah eksperimental dengan membuat

benda uji di laboratorium dari berbagai mutu beton

dan jenis semen. Dari hasil uji laboratorium diperoleh

data bahwa beton dengan semen OPC, PPC, dan

PCC memiliki karakteristik sedikit berbeda. Kuat

tekan rata-rata pada umur 28 hari dengan faktor air-

semen 0,40 untuk semen OPC diperoleh 47,69 MPa,

semen PPC 46,52 MPa dan semen PCC 45,57MPa.

Nilai modulus elastisitas semen OPC sebesar 4,6 x

104 MPa, semen PPC 4,1 x 104 MPa, dan semen

PCC 4,2 x 104 MPa. Sedangkan hasil uji kuat tekan

beton dengan semen PPC dan PCC sebelum umur 28

hari, lebih rendah dari semen OPC, tetapi setelah

umur 28 hari kekuatannya relatif sama, dan memiliki

ketetapan bentuk serta penyusutan lebih baik dari

OPC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semen PPC

dan PCC memenuhi syarat untuk beton struktural

dengan faktor air-semen di bawah semen OPC.

Kata kunci: semen, karakteristik beton, modulus

elastisitas, komponen struktural, kuat

tekan, durabilitas

Page 8: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

vi

JURNAL JALAN - JEMBATAN

Volume 34 No. 1, Januari – Juni 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC: 625.81

Siegfried (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

The Use of Pusjatan’s LWD on Earth Roads for

Checking Structural Soil Strength

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 1-8

LWD is a equipment that is purposed to measure the

structural strength of a pavement system especially

unpaved roads. This equipment is quite practical as it

only needs 2 people in operation. LWD is quite handy

as the data is obtained directly after testing. It

consists of falling weight, load plate, and geophones.

When the weight falls, it generates vibration

recorded by geophones. Applying the basic formulas

of vibration engineering, it can then result deflection.

The deflection value is used for the calculation of

modulus elasticity of layer tested using Boussinesq

formula. The modulus elasticity is one of the

structural strength parameters. Pusjatan’s LWD is

the product of Pusjatan’s research in the fiscal years

of 2013, 2014 and 2015. The LWD is applied to test

earth roads in Bogor and Kuningan, where in each

location it is collected 10 data using LWD and DCP

on the same tested points. The main reason of using

DCP for comparing Pusjatan’s LWD is that the

former equipment used to measure the earth road

structural strength. The results in term of modulus

elasticity are compared. The results show that the

differences obtained of these two equipments are

quite close as near as results plotted fall in the

equality line. This finding comes to the conclusion

that the Pusjatan’s LWD could be used for testing of

structural strength of earth roads.

Keywords: Pusjatan’s LWD, structural strength,

earth roads, geophone, Boussinesq.

UDC: 625.068

Sri Mulyani, Dani Hamdani (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Optimal Mixing Technique of Crumb Rubber and

60/70 Pen Asphalt

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 9-20

Scrap tires are categorized as industrial waste which if

left unused will certainly pollute the environment. As

our country's economic growth, the number of scrap

tires will increase. Therefore, the processing of scrap

tires become an important issue in order to save the

earth. One use of scrap tires in the form of crumb

rubber in pavement is as an additive in asphalt

mixture. This research aims to examines the technique

of blending crumb rubber into asphalt in order to

obtain asphalt binder with desirable characteristics in

the laboratory. Crumb Rubber used as an additive

material is the result of scrap tire processing with

ambient procsess method. The results of the laboratory

study showed that the best sample composition was

high carbon content (60.14 %), small dust content

(7.57 %), plasticizer content (4.95 %), and acetone

extract (7.84 %). The optimum condition for

laboratory scale of asphalt mixing with Crumb Rubber

has been obtained on 6,000 rpm stirring speed, at

temperature of 140 oC and 60 minutes stirring time.

Keywords: mixing technique, crumb rubber, asphalt

rubber, modified asphalt, asphalt binder

properties.

Page 9: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

vii

UDC: 624.273

Widi Nugraha (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

Fatigue Lifetime Evaluation Of Composite Standard

Bridge Steel Element Using Wim Data

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 21-33

Bridge is an infrastructure that withstands dynamic

and repetitive loading. The effect of this loading on

the bridge element, especially steel girder on

Composite Girder Bridge type, there is repetitive

occurrence of stress and relaxation due to vehicle

loading in service life that can make the bridge failed

due to fatigue. This fatigue condition can be

evaluated to nominal fatigue resistance in service

life, based on SNI 1725:2016, an Indonesian bridge

loading standard. The purpose of this research is to

evaluate the fatigue lifetime of a 25 m simple span

composite bridge structure due to projection of

accumulated vehicle load from WIM vehicular loads

measurement in Pantura highway of Cikampek-

Pamanukan, West Java in 2011 and toll road of

Jakarta-Tangerang, Jakarta in 2016 which has the

most heavy traffic in National road links and toll

roads. This evaluation was conducted by using stress

range-number of cycles from structural analysis of

accumulated WIM vehicular load, and compared to

nominal fatigue resistances using stress range cycles-

number curve (S-N curve). Evaluation method of

fatigue with S-N curve method are specified in SNI

and AASHTO. Evaluation results indicated that the

fatigue limit of 50 year lifetime services on S-N curve

which has not been surpassed and projected, the

fatigue lifetime of the bridge would be on the 63rd

year for Cikampek-Pamanukan road and 55th year for

Jakarta-Tangerang toll road.

Keywords: fatigue, composite bridge, vehicular load,

weigh in motion, S-N curve

UDC: 625.746.5

Greece Maria Lawalata (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Proposed Sustainable Road’s Indicators For Indonesia

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 34-48

Sustainable road is road built by encouraging balance

between environmental, economic, and sosial.

Indicators as one tool to evaluate government policies

that can be used in the implementation of sustainable

roads. This paper presents a proposal of sustainable

road indikators, determination of the sustainable roads

criteria, and weighting of each criterion. The method

is to identify long list 91 sustainable roads indicators

from literature and are selected in accordance of

sustainable roads with rules. The selection list is 46

indicators and sent to respondent in questioners

(selection list). Using descriptive analysis and choosed

by majority respondents 51 % minimum, proposed

indicators are determined. Results are 44 indicators

which describe that road affect social, economic, and

environment aspects.

Keywords: indicator selection, proposed indicator,

road indicator, rules, sustainable roads

Page 10: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

viii

UDC: 666.016.2

Lasino1), N. Retno Setiati2), Dany Cahyadi3)

(1), 3)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat Litbang Jalan dan Jembatan)

Concrete Characteristics Using Various Types of

Cement

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Januari – Juni 2017, p. 49-63

Cement as concrete forming material acts as a

hydraulic adhesive agent. In Indonesia, there are

various types of cement namely OPC, PPC, and

PCC. In practice, however, the two types of cement

(PPC and PCC) can not be applied because there are

no supported data to be used as a reference to

determine mix propotion. The research aims to

determine concrete properties including compressive

strength, flexural strength, tensile strength, and

modulus of elasticity by using some types of portland

cement such as OPC, PPC, and PCC. The samples of

cement were taken from cement factories with the

total amount of 1000 kg each type of cement. The

whole samples were tested either physical or

chemical properties to ensure that all samples

conformed with the requirements of SNI 2015 - 2015

for OPC, SNI 0302-2014 for PPC, and SNI 7064 -

2014 for PCC. Experimental method was used by

making specimens of various concrete quality and

cement types in the laboratory. The laboratory test

results showed that the concrete with OPC, PPC, and

PCC have slight different properties. The average

compressive strength, in 28 days, with water cement

ratio 0,40 are 47,69 MPa, 46,52 MPa and 45,57

MPa for OPC, PPC and PCC respectively.

Meanwhile, the value of modulus of elasticity of

OPC, PPC, and PCC are 4.6 x 104 MPa, 4.1 x 104

MPa and 4,2 x 104 MPa respectively. The

compressive strength test of concrete using PPC and

PCC are lower than OPC before 28 days, however

similar after 28 days, and the stability and shrinkage

are better than OPC concrete. The result indicated

that PPC and PCC cement meet the requirements for

structural concrete with the water cement ratio lower

than OPC cement.

Keywords: cement, concrete characteristic, modulus

of elasticity, structural component,

compressive strength, durability

Page 11: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

ix

JURNAL JALAN - JEMBATAN

Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC: 624.873

Widi Nugraha1), Gatot Sukmara2) (Pusat Litbang

Jalan dan Jembatan)

Evaluasi Beban Layan Jembatan Apung Pejalan Kaki

Tipe Pelengkung Rangka Baja Berdasarkan Uji

Pembebanan

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 64-78

Jembatan apung memanfaatkan daya apung ponton

sebagai fondasi. Puslitbang Jalan dan Jembatan pada

tahun 2015 mengembangkan jembatan apung tipe

pelengkung rangka baja untuk pejalan kaki dengan

menggunakan ponton apung sebagai fondasi.

Perencanaannya masih menggunakan asumsi-asumsi

pemodelan yang harus dibuktikan dan disesuaikan

dengan perilaku aktual jembatan. Makalah ini

mengevaluasi kondisi dan perilaku jembatan yang

sesungguhnya terhadap beban, dan dilakukan

penyesuaian model struktur sesuai tahapan

perencanaan. Uji pembebanan dilakukan dengan

menggunakan beban uji sebanyak 120 buah zak

semen ukuran 40 kg, setara dengan 30% kapasitas

rencana. Parameter yang diamati adalah tegangan

elemen jembatan. Hasil uji pembebanan mengungkap

respons jembatan sesungguhnya terhadap beban,

kemudian dilakukan beberapa pemodelan, khususnya

untuk tumpuan jembatan. Model struktur yang paling

sesuai dengan kondisi sesungguhnya yaitu model

struktur jembatan dengan ponton dimodelkan sebagai

elemen solid, tumpuan ponton berupa pegas dengan

koefisien 342,98 kN/m, frekuensi natural 2,20 Hz,

yang sama dengan nilai aktual, dan kondisi

pegerakan ponton pada arah lateral satu ponton

terkekang sedangkan satu ponton lainnya bebas.

Dengan model tersebut, berdasarkan kriteria

keamanan struktur dan aspek kenyamanan yang

diperoleh dari 2,2 Hz, jembatan apung ini layak

untuk difungsikan sebagai jembatan pejalan kaki

dengan beban layan setara 125% beban uji statis

yaitu 1,10 kN/m2.

Kata Kunci: ponton, jembatan apung, pelengkung

rangka baja, uji pembebanan, frekeunsi,

model solid.

UDC: 691.542

Rulli Ranastra Irawan (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Kajian Sifat Kimia, Fisika, dan Mekanik Semen Portland

di Indonesia

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 79-90

Diproduksinya tipe semen PCC dan PPC saat ini

didasarkan isu lingkungan, dengan emisi CO2 yang

dihasilkan dalam produksi semen Portland menjadi lebih

sedikit, tanpa mengurangi kekuatannya. Keraguan akan

kinerja blended cement masih muncul dari para pelaku

industri konstruksi terutama industri infrastruktur

transportasi, seperti jalan dan jembatan yang masih

enggan menggunakan PCC maupun PPC. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui sebaran parameter sifat

kimia, fisika, dan mekanika berbagai semen Portland

yang tersedia di pasaran, sehingga dapat menjelaskan

perbedaan antara OPC, PPC, dan PCC di Indonesia

secara ilmiah. Penelitian dilakukan dengan mengambil

contoh semen Portland secara acak dari pasar di

beberapa daerah di Indonesia untuk kemudian diuji sifat

kimia, fisika, dan mekaniknya, mengacu pada SNI yang

berlaku. Pengujian kimia meliputi persentase dari bagian

tak larut, SiO2, Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO, SO3, hilang

pada pemijaran, alkali sebagai Na2O, dan kapur bebas.

Pengujian fisika meliputi kehalusan, waktu pengikatan

awal dan akhir, kekekalan bentuk, pengikatan semu,

penetrasi akhir, kandungan udara dalam mortar, dan

berat jenis. Sedangkan pengujian mekanik meliputi kuat

tekan pada umur 3, 7, dan 28 hari. Kemudian hasilnya

dibandingkan dengan persyaratan spesifikasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata contoh yang

diperiksa memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam

SNI, namun ternyata sebaran yang terjadi terhadap setiap

parameter yang ditentukan dalam spesifikasi

menunjukkan rentang yang cukup besar, dimana

koefisien variasi sifat kimia terkecil sebesar 4 % dan

terbesar mencapai 75 %, selanjutnya sifat fisika terkecil

sebesar 1,7 % dan terbesar mencapai 105 %, sedangkan

sifat mekanik terkecil sebesar 17,6 % dan terbesar

mencapai 20,4 %.

Kata kunci: semen Portland, sifat kimia, sifat fisika, sifat

mekanik, variasi

Page 12: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

x

UDC: 624.138

Asep Sunandar1), Sri Yeni Mulyani2) (Pusat Litbang

Jalan dan Jembatan)

Stabilisasi Tanah dengan Memanfaatkan Serutan

Kayu dan Polyacrylamide untuk Lereng Jalan yang

Mudah Tererosi

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 91-103

Di Indonesia, erosi pada lereng jalan mencapai 120-

400 ton/ha per tahun. Hal ini berdampak negatif

seperti kerusakan infrastuktur jalan dan kecelakaan.

Stabilisasi tanah dengan memamfaatkan serutan kayu

dan polyacrilamide dalam campuran hydroseeding

diharapkan dapat menurunkan erosi terutama pada

permukaan lereng jalan. Stabilisasi ini dapat

mengubah sifat fisika tanah yaitu menurunkan bobot

isi, meningkatkan porositas, meningkatkan

kemantapan agregat, dan C-organik. Tujuan makalah

ini, membahas kombinasi terbaik antara serutan kayu

dan polyacrilamide dalam campuran hydroseeding.

Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium.

Parameter fisika tanah yang diukur, dianalisis dengan

Analisis Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial

dengan dua faktor. Faktor pertama adalah serutan

kayu dengan empat taraf yaitu 0 g/m2, 250 g/m2, 350

g/m2, 450 g/m2. Faktor kedua adalah polyacrilamide

dengan empat taraf yaitu 0 g/m2, 1 g/m2, 2 g/m2, 3

g/m2 dengan pengulangan tiga kali. Hasilnya

menunjukkan bahwa kombinasi terbaik antara serutan

kayu dan polyacrilamide memberikan hasil yang

berbeda-beda untuk bobot isi, porositas, kemantapan

agregat dan C-organik tanah. Kombinasi 350 g/m2

serutan kayu dengan polyacrilamide 2 g/m2

memberikan hasil yang terbaik terhadap bobot isi dan

porositas tanah. Kombinasi serutan kayu 450 g/m2

dengan polyacrilamide 2 g/m2 memberikan hasil

yang terbaik terhadap kemantapan agregat tanah.

Kombinasi serutan kayu 450 g/m2 dengan

polyacrilamide 3 g/m2 memberikan hasil yang terbaik

terhadap C-organik tanah.

Kata Kunci: erosi, hydroseeding, bobot isi,

kemantapan agregat tanah, porositas

tanah dan C-organik tanah.

UDC: 625.857

Dani Hamdani1), Nono2) (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Pengaruh Pengkondisian Campuran Beraspal Panas

Terhadap Ketahanan Alur dan Fatik

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 104-114

Benda uji campuran beraspal panas yang disiapkan di

laboratorium memiliki kinerja campuran yang berbeda

dengan yang diproduksi di unit produksi campuran

beraspal. Salah satu perbedaannya adalah beda waktu

pencampuran dan pemadatan. Hal ini berpengaruh

terhadap tingkat penuaan aspal dari campuran di

laboratorium dan yang diproduksi di AMP. AASHTO

R30-02 merekomendasikan untuk dilakukan

pengkondisian. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji

pengaruh pengkondisian campuran beraspal panas

terhadap ketahanan alur dan fatik. Percobaan campuran

beraspal panas lapis aus dibuat dua tipe, yaitu yang

dikondisikan dan yang tidak dikondisikan. Kesimpulan

dari percobaan ini adalah bahwa campuran beraspal

panas ACWC Pen-60 yang mengalami pengkondisian di

laboratorium mempunyai ketahanan terhadap alur yang

lebih tinggi dibadingkan dengan yang tidak dikondisikan.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai stabilitas dinamis masing-

masing sebesar 2.045 lintasan/mm untuk yang

dikondisikan, dan 1.252 lintasan/mm untuk yang tidak

dikondisikan. Untuk ACWC-Polimer yang dikondisikan,

nilai stabilitas dinamisnya adalah 5.385 lintasan/mm,

sedangkan yang tidak dikondisikan 4.895 lintasan/mm.

Ketahanan terhadap fatik dari campuran beraspal panas

ACWC Pen-60 yang mengalami pengkondisian di

laboratorium lebih rendah dibadingkan dengan yang

tidak dikondisikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai siklus

pengulangan beban masing-masing sebesar 32.770 siklus

untuk yang dikondisikan dan 75.140 siklus untuk yang

tidak dikondisikan pada regangan tarik sebesar 398με.

Untuk ACWC-Polimer yang dikondisikan, nilai

ketahanan fatik adalah 149.510 siklus, sedangkan yang

tidak dikondisikan 192.130 siklus pada regangan 398με.

Kata kunci: campuran beraspal panas, pengkondisian,

penuaan, stabilitas dinamis , alur, fatik.

Page 13: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

xi

UDC: 625.712

Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani

Tinumbia3)

(1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut Teknologi

Bandung, 3)Universitas Pancasila)

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di

Kawasan Perkotaan

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 115-127

Aktivitas berjalan adalah bentuk aktivitas yang

penting, baik sebagai moda transportasi maupun

sebagai aktivitas itu sendiri. Berjalan sebagai moda

transportasi menjadi indikator penting dalam

aksesibilitas dan penilaian liveable city. Walkability

index adalah salah satu metode untuk menilai kualitas

lingkungan aktivitas berjalan. Makalah ini membahas

mengenai pengukuran walkability index pada ruas-

ruas jalan dalam beberapa kawasan terpilih di

perkotaan menggunakan dua jenis survei, yaitu survei

inventarisasi fasilitas pejalan kaki dan survei

wawancara pejalan kaki. Metode walkability index

ini dikembangkan dari beberapa kajian terkait

walking measures untuk kasus kota-kota di

Indonesia. Terdapat sembilan parameter yang

digunakan dalam mengembangkan walkability index

dan dengan survei form yang dikembangkan khusus,

dilakukan investigasi terhadap beberapa kawasan di

daerah studi. Kawasan-kawasan tersebut adalah

kawasan pendidikan, kawasan perbelanjaan, kawasan

perkantoran, dan kawasan peribadatan. Rute berjalan

dalam walking catchment area untuk setiap kawasan

dinilai dan ditentukan nilai walkability index-nya.

Hasil kajian memperlihatkan Walkability Index rata-

rata untuk kawasan pendidikan 70,64, kawasan

perbelanjaan 68,03, kawasan perkantoran 68,16, dan

kawasan peribadatan 67,42. Dari indeks tersebut

terlihat bahwa secara umum daerah studi termasuk ke

dalam kategori kuning yang berarti cukup baik untuk

berjalan. Nilai walkability index dapat memberikan

indikasi arah perbaikan yang perlu dilakukan. Hal ini

dapat dilakukan melalui perbaikan fasilitas pejalan

kaki pada kawasan-kawasan tersebut dengan

mengacu pada nilai setiap parameter yang digunakan.

Kata kunci: jalan perkotaan, walkability index, moda

berjalan kaki, fasilitas pejalan kaki,

kawasan perkotaan

UDC: 624.012.8

Lasino1), N. Retno Setiati2)

(1)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat

Litbang Jalan dan Jembatan)

Pengembangan Lumpur Sidoarjo sebagai Agregat

Ringan untuk Beton Non Struktural

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, hal. 128-141

Lumpur Sidoarjo merupakan bahan mineral yang

keluar dari dalam bumi akibat kegagalan teknis dalam

eksplorasi migas di Porong Sidoarjo. Material tersebut

dalam istilah geologi dapat dikategorikan sebagai

produk erupsi mud volcano yang bisa terjadi di suatu

kegiatan pengeboran. Bahan ini berbentuk cairan

berbutir halus, berwarna abu-abu kehitaman, dan

sangat plastis. Hasil pemeriksaan terdahulu

menunjukkan bahwa unsur kimia yang terkandung

didominasi oleh silika (>50 %), alumina (>25 %), besi

(>8 %) dan beberapa unsur lain seperti kalsium dan

magnesium dengan jumlah relatif kecil. Dalam upaya

peningkatan nilai guna dan pemanfaatannya, telah

dikembangkan agregat ringan yang memenuhi syarat

untuk beton non-struktural. Proses pembentukan

agregat ringan dilakukan melalui pembakaran setelah

bahan baku dikeringkan, di-crusher dan diayak sampai

menjadi ukuran nominal 10 mm, selanjutnya proses

pembakaran menggunakan tungku putar pada suhu

sintering (900 – 1000) oC. Hasil pengujian di

laboratorium menunjukkan bahwa agregat ringan dari

lumpur Sidoarjo cukup baik, keras, ringan, dan kuat

dengan nilai kekerasan 10 % crushing value 94,18 kN,

dan densitas antara (6,1–7,0) kg/L, sedangkan mutu

beton ringan yang dihasilkan baru mencapai fc’ 15

MPa dengan densitas (1,3–1,4) kg/L. Untuk syarat

pelaksanaan, penggunakan margin keamanan 7 MPa

dengan kemungkinan cacat 5% masih perlu ditelusuri

lebih lanjut.

Kata kunci: lumpur Sidoarjo, mineral alam, proses

pembakaran, agregat ringan, beton ringan

Page 14: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

xii

JURNAL JALAN - JEMBATAN

Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 - 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 - 8681 (Versi elektronik)

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

UDC: 624.873

Widi Nugraha1), Gatot Sukmara2) (Pusat Litbang

Jalan dan Jembatan

Evaluation of Service Live Load of Floating Arch-

Truss Pedestrian Bridge Based on Load Testing

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 64-78

Floating bridge is a bridge using buoyant force of a

pontoon as foundation. In 2015, Puslitbang Jalan

dan Jembatan started developing pedestrian floating

bridge with arch steel truss bridge as the

superstructure and pontoon as the substructure.

There are many assumptions used in the design and

structural model analysis. This paper evaluated the

condition and the actual behaviour of the bridge due

to loading then adjustment of structural model was

made according to the design stages. The test load

was conducted using 120 bags of cement with each

bag weighs 40 kg which is equivalent to 30 % of

design live load. The test parameter observed is the

stress of bridge structural members. The results of

loading test revealed structural response as actual

structural behaviour due to loading, then some

models of structures were made especially for

abutment support with variation of the restraints. The

structural model that represents actual structural

behaviour which has pontoon and bridge structure

modelled as one structure with spring coefficent of

pontoon bottom surface is 342.98 kN/m, the same

natural frequency with actual one, 2.20 Hz. and

pontoon movement condition was laterally restrained

another one is free. With that model, and based on

the strength and service criteria, the permitted live

load for this floating bridge obtained from 2.2 Hz,

this floating bridge is safe to function as pedestrian

bridge with permitted live load equal to 125 % of

testing loads i.e. 1.10 kN/m2.

Keywords: pontoon, floating bridge, steel arch-truss,

load testing, frequency, solid model

UDC: 691.542

Rulli Ranastra Irawan (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

Assesment of Chemical, Physical, and Mechanical

Properties of Indonesian Portland Cements

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 79-90

Production of PCC and PPC types were based on

environmental issues, where CO2 emission generated

in the manufacturing process is to be less, without

affecting the strength. Doubts still appear on the

performance of blanded cement in the construction

industry, especially transportation infrastructure such

as roads and bridges which is still reluctant to use

PCC and PPC. The research aims to study the

deviation of chemical, physical, and mechanical

properties of various Portland cement from the

market, so the difference between types of Portland

cement can be scientifically explained. Activities

carried out is conducting random sampling of

Portland cement from the market in several areas in

Indonesia, then the samples were tested according to

the SNI. Chemical properties test consist of insoluble

residue, SiO2, Fe2O3, Al2O3, CaO, MgO, SO3,

ignition loss, alkali as Na2O, and free lime. Physical

properties test consist of fineness, early and final

setting time, soundness, apparent final setting, air

content in mortar, and density, where mechanical

properties test consist of compressive strength in 3, 7

and 28 days. These results then were evaluated and

compared with the specification requirement. The

results showed that the average of all samples

examined, has met SNI requirements, but it turns out

that the deviation on each parameter shows quite large

range, chemical properties shows coefficient of

variation between 4 to 75 %, physical properties

shows coefficient of variation between 1.7 to 105 %

and mechanical properties shows coefficient of

variation between 17.6 to 20.4 %.

Keywords: Portland cement, chemical properties,

physical properties, mechanical properties,

variation

Page 15: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

xiii

UDC: 624.138

Asep Sunandar1), Sri Yeni Mulyani2) (Pusat Litbang

Jalan dan Jembatan)

Soil Stabilitations Using Wood Shavings and

Polyacrylamide for Erodible’s Road Slope

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 91-103

In Indonesia, sheet erosion on road slope has

reached 120-400 ton ha/ year. This condition caused

negative effect on road infrastructure damage and

road user safety. Soil stabilization using wood

shavings and polyacrylamide in the hydroseeding

mixture is expected to reduce sheet erosion on road

slopes. The stabilization could change land physical

properties by reducing soil bulk density, increasing

soil porosity, soil aggregate stability and soil C-

organic. This research paper aims to discus the best

combination of wood shavings and polyacrylamide in

hydroseeding. The reserch was conducted in the

laboratory. Parameter of soil physical properties

were measured and analysed using Factorial

Randomized Block Design with two factors. The first

factor is wood shavings with four levels i.e. 0 g/m2,

250 g/m2, 350 g/m2, 450 g/m2 and the second is

polyacrylamide with four levels i.e. 0 g/m2, 1 g/m2, 2

g/m2, 3 g/m2 with three times repetitions. Results

shows that the best combination of wood shavings

and polyacrylamide in hydroseeding mixture gives

variation in terms of soil bulk density, soil porosity,

aggregate stability, and soil C-organic. The

combination of 350 g/m2 of wood shavings with

polyacrylamide 2 g/m2 gives the best result in terms

of bulk density and porosity of the soil. The

combination of wood shavings 450 g/m2 with

polyacrylamide 2 g/m2 gives the best result in terms

of aggregate stability. The combination of wood

shavings 450 g/m2 with polyacrylamide 3 g/m2 gives

the best results on the C-organic soil.

Keywords: erosion, hydroseeding, soil bulk density,

soil agregate stability, porosity of the soil

and soil C-organic

UDC: 625.857

Dani Hamdani1), Nono2) (Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan)

The Conditioning Influence of Hot Mix Asphalt to

Rutting and Fatigue Resistances

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 1, Juli – Desember 2017, p. 104-114

Hot mix asphalt specimen prepared in laboratory has

different mix performance than the one produced in

Asphalt Mixing Plant. One of the differences is that the

length of time span of mixing and compacting asphalt

mixture. It affects the rate of asphalt aging or hot mix

asphalt oxidation process prepared in the laboratory

and produced in the Asphalt Mixing Plant.AASHTO R

30-02 recommended for conditioning in performing

specimen laboratory tests.The research aims to study

conditioning influence of hot mix asphalt on rutting

and fatigue resistance. The mixture of hot mix asphalt

was made in two types, i.e. conditioned and

unconditioned mixture.The experiments conclude that

hot mix asphat ACWC Pen- 60 which conditioned in

the laboratory has greater rutting resistance compared

to the unconditioned one. It is indicated by each

dynamic stability values by 2.045 passes /mm and

1.252 passes /mm for conditioned and unconditioned

mixtures respectively. The dynamic stability values of

conditioned and unconditioned ACWC- Polymer

mixtures are 5,385 passes /mm and 4.895 passes /mm

respectively. Fatigue resistance of conditioned ACWC

Pen-60 is lower than the uncondtioned one..It is

indicated by the cycle number of repetitive load by

32.770 and 75.140 cycles for conditioned and

unconditioned mixtures respectively in tensile strain of

398 με. The fatigue resistance value of conditioned

and unconditioned ACWC- Polymer are 149.510

cycles and 192.130 cycles respectively in tensile strain

of 398 με.

Keywords: hot mix asphalt, conditioning, aging,

dynamic stability, rutting, fatigue.

Page 16: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

xiv

UDC: 625.712

Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani

Tinumbia3)

(1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut

Teknologi Bandung, 3)Universitas Pancasila)

Walkability Index Measurement on Road Links in

Urban Area

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 115-127

Walking is an important activty both as transporta-

tion mode and walking acvity itself.Walking as

transportaion mode becomes an important indicator

in the accessibility and liveable city assessment.

Walkability Index is a method to measure the quality

of walking activity environtment. This paper

discusses walkability measurement on several links of

selected urban areas using two types of surveys, i.e.

pedestrian facility inventory and pedestrian

interview. Walkability Index method was developed

in several walking studies in cases of Indonesian

cities. There were nine parameters used to develope

Walkability Index to investigate several zones in the

study areas combined with special modified survey

form. The study areas consisted of educational,

shopping, business, and religious activity zones. The

walking route in walking catchment area of each

zone is assesed to determine the Walkability Index

value. The study result showed the average

Walkability Index are 70.64, 68.03 , 68.16, and 67.42

for educational, shopping, business, and religious

activity zones respectively. From the above result,

generally the study areas are categorized as the

“yellow category” meaning good walking

environment. Walkability Index value could indicate

direction for the improvement strategy of pedestrian

facilities. It could be conducted by improving

pedestrian facilities in the area based on each

parameter value used.

Keywords: urban road, walkability index, walking

mode, pedestrian fasilities, urban area

UDC: 624.012.8

Lasino1), N. Retno Setiati2)

(1)Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, 2)Pusat

Litbang Jalan dan Jembatan)

The Development Of Sidoarjo Mud As Light Weight

Aggregate For Non Structural Concrete

Jurnal Jalan-Jembatan

Vol. 34 No. 2, Juli – Desember 2017, p. 128-141

The mud of Sidoarjo is a mineral that comes out of the

earth due to technical failure in the exploration of oil

and gas in Porong Sidoarjo. The material in

geological terms can be categorized as a mud volcano

eruption product that could occur in particular drilling

activities. This material is finely granular, gray-black

and very plastic. Previous investigation results showed

that the chemical elements are dominated by silica (>

50 %), alumina (26 %), iron (8 %) and some other

elements such as calcium and magnesium with a

relatively small amount. In an effort to increase the

use and practical application, a lightweight aggregate

concrete is developed to meet the requirement of non-

structural concrete. The lightweight aggregate

formation process is done through burning the dried

raw material, crushing, and sieved to be a nominal

size of 10 mm, and subsequent combustion process in a

rotary furnace at sintering temperatures of (900–1000) oC. The test results showed that lightweight aggregate

of mud of Sidoarjo is good enough, hard, light, and

strong in ten percent crushing value ( hardness value)

of 94.18 kN, and a density between (6.1-7.0) kg /L,

while the lightweight concrete quality in laboratory

can reach fc’ 15 MPa with a density of (1.3- 1.4) kg /L.

However, in practice, the construction requirement of

7 MPa as safety margin and 5% diffectiveness are

need to be studied further.

Keywords: Sidoarjo mud, natural mineral, combustion

process, lightweight aggregates, light-

weight concrete

Page 17: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 115

PENGUKURAN WALKABILITY INDEX PADA RUAS JALAN DI

KAWASAN PERKOTAAN

(WALKABILITY INDEX MEASUREMENT ON ROAD LINKS IN URBAN

AREA)

Natalia Tanan1), Sony S. Wibowo2), Nuryani Tinumbia3)

1)Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2)Institut Teknologi Bandung, 3)Universitas Pancasila 1)Jl. A.H. Nasution No 264 Bandung, 2)Jl. Ganesha No 10 Bandung, 3)Jl. Srengseng Sawah Jakarta Selatan

e-mail: 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected] Diterima: 23 Agustus 2017; direvisi: 8 November 2017; disetujui: 13 Desember 2017

ABSTRAK

Aktivitas berjalan adalah bentuk aktivitas yang penting, baik sebagai moda transportasi maupun sebagai aktivitas

itu sendiri. Berjalan sebagai moda transportasi menjadi indikator penting dalam aksesibilitas dan penilaian

liveable city. Walkability index adalah salah satu metode untuk menilai kualitas lingkungan aktivitas berjalan.

Makalah ini membahas mengenai pengukuran walkability index pada ruas-ruas jalan dalam beberapa kawasan

terpilih di perkotaan menggunakan dua jenis survei, yaitu survei inventarisasi fasilitas pejalan kaki dan survei

wawancara pejalan kaki. Metode walkability index ini dikembangkan dari beberapa kajian terkait walking

measures untuk kasus kota-kota di Indonesia. Terdapat sembilan parameter yang digunakan dalam

mengembangkan walkability index dan dengan survei form yang dikembangkan khusus, dilakukan investigasi

terhadap beberapa kawasan di daerah studi. Kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan pendidikan, kawasan

perbelanjaan, kawasan perkantoran, dan kawasan peribadatan. Rute berjalan dalam walking catchment area

untuk setiap kawasan dinilai dan ditentukan nilai walkability index-nya. Hasil kajian memperlihatkan Walkability

Index rata-rata untuk kawasan pendidikan 70,64, kawasan perbelanjaan 68,03, kawasan perkantoran 68,16, dan

kawasan peribadatan 67,42. Dari indeks tersebut terlihat bahwa secara umum daerah studi termasuk ke dalam

kategori kuning yang berarti cukup baik untuk berjalan. Nilai walkability index dapat memberikan indikasi arah

perbaikan yang perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui perbaikan fasilitas pejalan kaki pada kawasan-

kawasan tersebut dengan mengacu pada nilai setiap parameter yang digunakan.

Kata kunci: jalan perkotaan, walkability index, moda berjalan kaki, fasilitas pejalan kaki, kawasan perkotaan

ABSTRACT

Walking is an important activty both as transportation mode and walking acvity itself.Walking as transportaion

mode becomes an important indicator in the accessibility and liveable city assessment. Walkability Index is a

method to measure the quality of walking activity environtment. This paper discusses walkability measurement on

several links of selected urban areas using two types of surveys, i.e. pedestrian facility inventory and pedestrian

interview. Walkability Index method was developed in several walking studies in cases of Indonesian cities. There

were nine parameters used to develope Walkability Index to investigate several zones in the study areas combined

with special modified survey form. The study areas consisted of educational, shopping, business, and religious

activity zones. The walking route in walking catchment area of each zone is assesed to determine the Walkability

Index value. The study result showed the average Walkability Index are 70.64, 68.03 , 68.16, and 67.42 for

educational, shopping, business, and religious activity zones respectively. From the above result, generally the

study areas are categorized as the “yellow category” meaning good walking environment. Walkability Index value

could indicate direction for the improvement strategy of pedestrian facilities. It could be conducted by improving

pedestrian facilities in the area based on each parameter value used.

Keywords: urban road, walkability index, walking mode, pedestrian fasilities, urban area

Page 18: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

116 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

PENDAHULUAN

Moda berjalan adalah moda yang pali

ng dasar dan penting dalam transportasi. Moda

ini adalah salah satu komponen penting dalam

konsep aksesibilitas, khususnya dalam kajian

angkutan umum. Dalam Program Pembangunan

Kota Hijau (P2KH) (Kementerian PU 2011),

moda berjalan menjadi salah satu indikator

penting yang perlu dipertimbangkan dalam

kriteria kota layak huni (liveable city). Walking

environment menjadi salah satu kriteria penting

yang perlu dipertimbangkan (IAPI 2009).

Walkability atau kelayakan berjalan

adalah interaksi antara fasilitas pejalan kaki dan

dukungan keseluruhan untuk lingkungan pejalan

kaki (Krambeck, 2006). Walkability Index (WI)

adalah ukuran untuk menilai kondisi kelayakan

berjalan secara kualitatif. Konsep ini

dikembangkan pertama kali oleh Krambeck

(2006) dalam bentuk Global Walkability Index

(GWI). Aplikasi GWI untuk kasus kota-kota di

negara berkembang di Asia dikembangkan oleh

Leather et al. (2011). Penelitian yang disajikan

dalam makalah ini bertujuan untuk

mengembangkan model GWI untuk kawasan-

kawasan tertentu di perkotaan, seperti kawasan

pendidikan, komersial, perkantoran dan

peribadatan. Model ini diharapkan dapat

memberikan ilustrasi sistem evaluasi yang dapat

digunakan untuk menilai kelayakan berjalan di

kawasan tertentu di perkotaan. Dengan

pendekatan kualitatif diharapkan pada

implementasinya dapat memberikan daftar item-

item perbaikan yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan moda berjalan di perkotaan.

Penilaian walkability yang dibahas dalam

malakah ini merupakan hasil penilaian beberapa

jalur pejalan kaki di ruas jalan pada beberapa

kawasan di Kota Semarang, Jawa Tengah

dengan menggunakan dua jenis survei, yaitu

survei wawancara pejalan kaki dan survei

inventarisasi fasilitas pejalan kaki. Survey

wawancana adalah untuk mengidentifikasi

desire walking route (rute pejalan kaki)

sedangkan survei inventarisasi adalah untuk

membuat penilaian walkability yang mengacu

pada konsep GWI. Prosedur pengembangan GWI

untuk kasus kota Bandung yang sudah

dikembangkan oleh Wibowo, Natalia, dan

Nuryani (2015) digunakan kembali dalam

penelitian ini dengan variasi beberapa fungsi

kawasan di kota Bandung.

KAJIAN PUSTAKA

Fasilitas pejalan kaki

Fasilitas pejalan kaki adalah semua

bangunan

yang disediakan untuk pejalan kaki guna

memberikan pelayanan kepada pejalan kaki,

sehingga dapat meningkatkan kelancaran, ke

amanan kenyamanan

serta keselamatan pengguna-

nya. Fasilitas pejalan kaki dibedakan menjadi

(Tanan 2011):

1) Fasilitas utama, yakni berupa jalur pejalan

kaki, misalnya trotoar dan penyeberangan

baik sebidang maupun tidak sebidang.

2) Fasilitas pendukung, berupa segala sarana

pendukung, misalnya: rambu, marka,

pengendali kecepatan, papan informasi,

lapak tunggu, lampu penerangan, pagar

pengaman, pelindung/ peneduh, jalur hijau,

tempat duduk, tempat sampah, halte,

drainase, bollard, dan lain sebagainya.

Jalur pejalan kaki selain jalur

penyeberangan dalam istilah transportasi

dibedakan menjadi dua, yakni sidewalk dan

walkway. Keduanya merupakan komponen

integral sistem jalan di mana pejalan kaki

perlu merasakan keselamatan, kenyamanan,

aksesibilitas, dan mobilitas yang efisien.

Kedua jalur pejalan kaki ini dapat

meningkatkan keselamatan pejalan kaki

dengan memisahkan pejalan kaki dari lalu

lintas kendaraan secara vertikal (posisinya

ditinggikan dengan kereb) dan/atau secara

horizontal bila tersedia ruang yang cukup.

Sidewalk adalah ruang khusus di sisi jalan

dengan posisinya sejajar jalan yang

diperuntukan untuk perjalanan pejalan kaki

dalam hal ini trotoar. Sedangkan walkway adalah

ruang khusus yang letaknya bukan pada sisi

jalan dan biasanya ditempatkan pada tempat-

tempat tertentu seperti taman dan lain

sebagainya yang sifatnya jalan pintas

menghubungkan secara langsung ke tempat-

tempat yang spesifik.

Konsep walkability Istilah walkability mencerminkan

keseluruhan kondisi berjalan pada suatu daerah.

Dalam Victoria Transport Policy Institute (2014)

mengemukakan walkability memperhitungkan

beberapa parameter, yakni kualitas fasilitas,

Page 19: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 117

konektivitas jalur, kondisi jalan, pola tata guna

lahan, dukungan masyarakat, kenyamanan, serta

rasa aman saat berjalan. Walkability dapat

dievaluasi pada skala lokasi, ruas jalan, ataupun

skala lingkungan.

Secara umum walkability memperhitung-

kan sebagai berikut:

1) Kualitas jaringan jalur pejalan kaki (trotoar,

penyeberangan)

2) Konektivitas jaringan jalur pejalan kaki

(seberapa baik trotoar dan jalur pejalan kaki

lainnya saling terhubung, dan seberapa baik

pejalan kaki dapat mengakses tempat tujuan

secara langsung).

3) Keamanan (seberapa aman yang dirasakan

orang saat berjalan).

4) Kepadatan dan aksesibilitas (jarak antara

lokasi destinasi umum, seperti rumah, toko,

sekolah, dan taman).

WI

Telah banyak metode yang dikembangkan

dalam mengukur walkability, salah satunya

adalah metode pengukuran walkability yang

dikembangkan oleh Holly Krambeck untuk

World Bank yang dikenal sebagai GWI. Tujuan

adanya metode ini adalah untuk meningkatkan

walkability kota-kota berkembang, dengan kunci

tujuan yaitu

1) Menghasilkan kesadaran bahwa walkability

adalah merupakan isu penting di negara

berkembang.

2) Melakukan identifikasi mengenai jalur

pejalan kaki secara spesifik, serta melakukan

perbandingan dengan kota lain, memberikan

rekomendasi serta langkah untuk

peningkatan kondisi jalur pejalan kaki.

3) Memberikan masukan serta mendorong

pemerintah kota untuk mengatasi masalah

walkability.

WI yang dikembangkan Krambeck (2006)

terdiri dari 3 (tiga) komponen:

1) Keselamatan dan keamanan (menentukan

keselamatan dan keamanan lingkungan ber-

jalan).

2) kenyamanan (yang mencerminkan kenyama-

nan dan daya tarik jaringan pejalan kaki).

3) Dukungan kebijakan (mencerminkan sejauh

mana dukungan pemerintah kota terhadap

perbaikan fasilitas pejalan kaki serta layanan

terkait, termasuk di dalamnya mengenai

perencanaan moda tidak bermotor dan

penganggaran perencanaan fasilitas pejalan

kaki).

Ketiga komponen tersebut kemudian

dibagi menjadi 22 indikator (Modal Conflict,

Crossing Safety, Crossing Exposure, Traffic

Management at Crossings, Security, Safety

Rules and Laws, Pedestrian Safety Education,

Motorist Behavior, Trees, Cleanliness, Quality

and Maintenance of Walking Path Surface,

Disability Infrastructure, Obstruction,

Availability of Crossings, Walking Path

Congestion, Pedestrian Amenities, Connectivity,

Overall Convenience, Planning for Pedestrians,

Relevan Design Guidelines). Selanjutnya ke-22

indikator tersebut dielaborasi menjadi 45

variabel.

Penelitian oleh Leather et al. (2011) yang

mengkaji walkability di beberapa negara di Asia,

menggunakan parameter-parameter yang

dimodifikasi dari GWI. Parameter-parameter

tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1. Metode dari perolehan WI dari

penelitian Asian Development Bank (ADB)

tersebut berbeda dengan GWI. GWI

memasukkan jumlah pejalan kaki (dari hasil

Pedestian count selama 15 menit) dan panjang

segmen jalan yang disurvei dalam perhitungan

indeks, yang mengindikasi adanya pengaruh

kedua faktor tersebut terhadap indeks. Berbeda

dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan

oleh ADB tidak memasukkan dua faktor tersebut

dalam menghitung nilai indeks walau

sebenarnya dilakukan dalam survei. Jumlah

pejalan kaki dan panjang segmen jalan tidak

dimasukkan karena untuk menghilangkan bias

yang dihasilkan oleh jumlah orang berjalan di

segmen jalan tertentu dan panjangnya. Misalnya,

suatu segmen jalan dengan infrastruktur yang

cukup dan lalu lintas pejalan kaki yang sangat

tinggi seharusnya tidak menerima peringkat

lebih tinggi daripada segmen jalan dengan

infrastruktur berkualitas tinggi dengan lalu lintas

pejalan kaki yang rendah. Tingkat penggunaan

infrastruktur pejalan kaki dengan sendirinya

tidak boleh digunakan sebagai parameter untuk

menilai walkability pada daerah tertentu, karena

dirasa tidak adil pada daerah yang infrastruktur

pejalan kaki-nya baik dengan tingkat

penggunaan yang lebih rendah. Penghitungan

jumlah pejalan kaki digunakan dalam

mengidentifikasi daerah-daerah prioritas yang

Page 20: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

118 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

membutuhkan perbaikan (misalnya daerah

dengan lalu lintas pejalan kaki tinggi tetapi

dengan penilaian walkability rendah). Alasan

yang sama juga berlaku untuk jarak.

Selain Krambeck dan Leather, ada

beberapa metode penilaian walkability lainnya,

di antaranya: Walkability Audit Tool (U.S.

2004), Pedestrian Environmental Quality Index-

PEQI (San Francisco Department of Public

Health 2008), HPE’s Walkability Index (Hall

2010), dan Walkability Checklists (US DoT

2005).

Tabel 1. Paramater yang digunakan pada penelitian ADB tentang walkability

Parameter Penjelasan

1. Konflik jalur pejalan kaki dengan

moda transportasi lainnya

Tingkat konflik antara pejalan kaki dan mode lain di jalan, seperti sepeda,

sepeda motor dan mobil

2. Ketersediaan jalur pejalan kaki Kebutuhan, ketersediaan dan kondisi jalur berjalan. Parameter ini diubah

dari parameter "Pemeliharaan dan Kebersihan" dalam GWI

3. Ketersediaan penyeberangan Ketersediaan dan panjang penyeberangan untuk menjelaskan apakah

pejalan kaki cenderung jaywalk ketika tidak ada penyeberangan atau

ketika penyeberangan terlalu jauh

4. Keselamatan penyeberangan Arus lalu lintas moda lainnya saat melintasi jalan, waktu yang dihabiskan

menunggu dan menyeberang jalan dan jumlah waktu yang diberikan

kepada pejalan kaki untuk menyeberang persimpangan dengan sinyal

5. Perilaku Pengendara Kendaraan

bermotor

Perilaku pengendara terhadap pejalan kaki sebagai indikasi jenis

lingkungan pejalan kaki

6. Amenities (kelengkapan

pendukung)

Ketersediaan fasilitas pejalan kaki, seperti bangku, lampu jalan, toilet

umum, dan pohon-pohon, yang sangat meningkatkan daya tarik dan

kenyamanan lingkungan pejalan kaki, dan juga daerah di sekitarnya.

7. Infrastruktur penunjang kelompok

penyandang cacat

Ketersediaan, posisi dan pemeliharaan infrastruktur untuk penyandang

cacat

8. Kendala/ hambatan Adanya penghalang permanen dan sementara di jalur pejalan kaki yang

akan mengurangi lebar efektif jalur pejalan kaki sehingga dapat

menyebabkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki

9. Keamanan dari kejahatan Rasa aman yang umum terhadap kejahatan di jalan

Sumber: Leather et al. (2011) yang dimodifikasi.

HIPOTESIS

WI dapat menunjukkan ruas jalan yang

memiliki masalah terkait kelayakan berjalan.

METODOLOGI

Diagram alir pengukuran

Dalam kajian ini, aktivitas moda

transportasi berjalan adalah berjalannya orang

untuk menuju tempat tertentu, guna memenuhi

kebutuhannya atau aktivitas utamanya. Penilaian

walkability dilakukan pada fasilitas pejalan kaki

untuk spesifik rute perjalanan yang dipilih oleh

pejalan kaki yang bersangkutan. Secara umum

prosedur pengukuran nilai walkability pada ruas

jalan di perkotaan mengikuti diagram alir pada

Gambar 1.

Page 21: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 119

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penilaian walkability

Penetapan tipe kawasan dan lokasinya

Mengacu pada penelitian ADB yang

dilakukan oleh Leather et al. (2011), hal yang

sama dilakukan pada kajian ini, dimana lokasi

kajian dilakukan di Kota Semarang. Ditetapkan

beberapa kawasan yang akan dinilai, yakni

kawasan pendidikan, perbelanjaan (komersial),

perkantoran, dan peribadatan. Fasilitas pejalan

kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau

pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan

pertumbuhan pejalan kaki seperti daerah-daerah

industri, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran,

sekolah, terminal bus, perumahan, dan pusat

hiburan (Indonesia 2014). Tipe kawasan tersebut

merupakan kawasan aktivitas masyarakat yang

dapat menarik dan membangkitkan perjalanan

pejalan kaki, sehingga pengambilan beberapa

jenis kawasan pada kajian ini dapat menjadi

sampling kawasan yang dapat mewakili kondisi

fasilitas pejalan kaki berdasarkan jenis kawasan,

aktivitas, serta responden dengan tujuan

perjalanan yang berbeda-beda.

Adapun lokasi yang dipilih pada makalah

ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kawasan yang dikaji

Kawasan yang

Dikaji

Lokasi

Kawasan

Pendidikan Undip Kampus

Tembalang

Kompleks Sekolah jalan

Pandanaran II

Kawasan

Perbelanjaan Citraland Mall

Paragon Mall

Kawasan

Perkantoran Kompleks Perkantoran

jalan Pandanaran

Kompleks Kantor

Gubernur Jawa Tengah

Kawasan

Peribadatan Masjid Raya Baitullah

Semarang

Masjid Agung Jawa

Tengah

Penetapan tipe kawasan

Penetapan lokasi pengukuran

Penetapan pusat aktivitas lokasi

Plotting segmen jalur berjalan

Inventarisasi fasilitas pejalan kaki

Perhitungan WI

Analisis

Kesimpulan

Penetapan catchment area dari pusat

aktivitas lokasi kawasan

Parameter walkability

Wawancara pejalan kaki

- Persepsi tentang rute berjalan

- Preferensi terhadap fasilitas pejalan kaki

- Data sosio-ekonomi

Page 22: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

120 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

Penetapan pusat aktivitas lokasi kawasan

Dalam banyak kajian tentang pejalan

kaki, jarak seseorang untuk berjalan menuju

pusat aktivitasnya sangat bervariasi tergantung

dari banyak faktor. Secara umum, akses berjalan

menuju terminal transportasi (dalam hal ini

berjalan adalah bagian dari perjalanan atau

access trip) lebih besar dari berjalan menuju

tempat aktivitasnya, misalnya berjalan dari

kantor ke restoran untuk istirahat makan siang.

Besar jarak access trip tergantung dari jenis

moda yang ingin dituju, seperti bus atau kereta

api namun secara umum digunakan 5 menit atau

10 menit berjalan kaki. Besaran ini sudah banyak

dikaji seperti yang dapat dilihat pada VTPI

(2015), Wibowo, Natalia, dan Nuryani (2015),

Rood (2001), Vuchic (2005).

Dalam kajian ini, besaran 5 menit berjalan

kaki ditetapkan sebagai pedestrian catchment

area (daerah tangkapan pejalan kaki) yang

diasumsikan sejauh 400 meter. Jarak ini adalah

jarak asumsi dimana pejalan kaki masih mau

berjalan dengan nyaman untuk mencapai pusat

aktivitasnya (Wibowo dan Chalermpong 2010)

Setiap lokasi kawasan ditetapkan pusat

aktivitasnya. Pusat aktivitas yang dimaksud

adalah titik yang diasumsikan sebagai titik

berakhirnya perjalanan.Titik pusat aktivitas ini

berupa titik pintu gerbang setiap lokasi kawasan.

Selanjutnya ditetapkan daerah tangkapan pejalan

kaki dengan memetakan daerah yang masuk

pada radius 400 meter (panjang teoritis) dari

titik-titik pusat aktivitas yang telah ditentukan

sebelumnya.

Identifikasi jalur pejalan kaki

Segmen-segmen jalur pejalan kaki yang

akan disurvei tidak menerus, dan dibatasi oleh

daerah tangkapan pejalan kaki sejauh 400 meter

dengan gerbang tiap-tiap lokasi kawasan sebagai

titik pusatnya. Jalur-jalur berjalan tersebut

diambil secara acak dengan pola diagonal di

tiap-tiap lokasinya. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 2. Pada gambar tersebut,

survei investigasi dilakukan pada rute-rute

berjalan yang teridentifikasi (dari hasil

wawancara) yang berada pada daerah yang

diarsir. Berbeda dengan yang dilakukan untuk

kasus Kota Bandung, dalam Wibowo, Natalia,

dan Nuryani (2015), rute berjalan diambil secara

acak dan tidak menerus untuk dari asal ke tujuan.

Hal ini dilakukan untuk mendapat variability

(tingkat keragaman) kondisi pejalan kaki pada

kawasan yang dikaji (tidak didominasi oleh rute-

rute utama pada kawasan tersebut).

Gambar 2. Penetapan sampling area untuk investigasi rute berjalan.

Page 23: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 121

Inventarisasi fasilitas pejalan kaki

Kegiatan selanjutnya yaitu survei

inventarisasi rute-rute berjalan. Survei ini terdiri

dari dua kegiatan besar yaitu, mendokumen-

tasikan kondisi fasilitas pejalan kaki dan

lingkungannya dalam bentuk rekaman video

maupun foto dan menilai suatu segmen jalur

berjalan dari skor 1 sampai 5 (1 adalah terendah

dan 5 adalah tertinggi) per parameter pada setiap

lokasi. Penilaian walkability tersebut dilakukan

pada setiap rute berjalan di tiap lokasi. Setiap

rute berjalan terdiri dari beberapa segmen jalur

berjalan. Segmen jalur berjalan yang dimaksud

yaitu:

1. Dibatasi dengan jenis infrastruktur jalur

berjalan (sidewalk dan walkway).

2. Dibatasi dengan adanya simpang.

Penilaian dilakukan secara umum untuk

keseluruhan panjang setiap segmen jalur

berjalan dengan asumsi bahwa kondisi pada

sepanjang tiap segmen jalur berjalan adalah

sama. Skor penilaian suatu parameter dapat juga

memuat nilai tengah jika segmen jalur pejalan

kaki tersebut mencerminkan dua kondisi skor.

Sisi sidewalk yang disurvei berdasarkan

pengamatan di lapangan dimana sisi tersebut

banyak dilewati pejalan kaki. Pada setiap lokasi

dilakukan pula pendataan panjang dan lebar

efektif masing-masing segmen jalur berjalan

yang disurvei.

Penilaian walkability menggunakan

parameter seperti yang tertera pada Tabel 1.

Hasil dokumentasi survei dalam bentuk rekaman

video dan foto digunakan untuk menilai kondisi

dan lingkungan fasilitas berjalan di setiap

segmen rute yang diamati. Setiap segmen dinilai

dengan skor 1 sampai dengan 5 untuk masing-

masing parameter di mana skor 1 adalah yang

terendah (kondisi terburuk) dan 5 adalah yang

tertinggi (kondisi terbaik). Untuk memudahkan

penilaian dan konsistensi, formulir dibuat

sedemikian rupa seperti terlihat pada gambar

berikut ini (contoh untuk parameter 2).

Gambar 3. Contoh form survei untuk parameter 2 (Pusjatan 2014)

Page 24: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

122 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

Data yang telah terkumpul kemudian

diolah dan dianalisis untuk mengembangkan

walkability index seperti yang dikembangkan

sebelumnya. Untuk kemudahan perhitungan,

nilai skor penilaian dikonversikan dalam rentang

nilai/rating 0-100. Sebagai interprestasi nilai

digunakan pendekatan yang telah dilakukan oleh

Gota et al. (2011) yang mengelompokkan rating

walkability ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu:

1. Kategori Hijau, dengan skor > 70,

menyatakan highly walkable (sangat baik

untuk berjalan)

2. Kategori Kuning, dengan skor 50 – 70,

menya-takan waiting to walk (cukup baik

untuk berjalan)

3. Kategori Merah, dengan skor < 50, menyata-

kan not walkable (tidak baik untuk berjalan)

Perhitungan WI WI merupakan suatu nilai yang dapat

mewakili suatu kondisi tertentu dalam hal ini

kelayakan berjalan suatu wilayah. Nilai indeks

ini memperhitungkan panjang segmen jalan

sehingga dapat dikatakan adil untuk setiap

segmen jalan dengan panjang yang berbeda-

beda. Nilai dari hasil penilaian walkability pada

setiap parameter dikalikan dengan bobot.

Penggunaan bobot jika terdapat parameter yang

dianggap lebih penting daripada parameter

lainnya. Dalam makalah ini, semua parameter

diasumsikan memiliki tingkat kepentingan yang

sama sehingga nilai bobot yang digunakan

adalah 1.

Setiap segmen jalur berjalan

mempunyai nilai skor. Nilai skor suatu segmen

(i) didapat dengan menjumlahkan setiap nilai

yang dikalikan dengan bobot pada setiap

parameter.

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = ∑ (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ∗ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡) 𝑛𝑗=1 ....... (1)

Kemudian nilai skor segmen tersebut dikalikan

dengan panjang segmen jalur berjalan.

𝑆𝑘𝑜𝑟𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛𝑖 ×

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛𝑖 ….....................(2)

Sehingga indeks masing-masing kawasan

didapat,

𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑤𝑎𝑙𝑘𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑘𝑎𝑤𝑎𝑠𝑎𝑛 =∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘

∑ 𝑖...... (3)

Keterangan:

n = jumlah parameter

i = segmen

j = parameter

Indeks yang diperoleh tersebut

menjelaskan kondisi fasilitas pejalan kaki

sebagai fungsi aksesibilitas suatu lokasi.

Perhitungan akhir WI per kawasan diperoleh dari

rata-rata indeks masing-masing lokasi. Usulan

perbaikan dapat dilihat berdasarkan perolehan

WI yang paling rendah pada parameter tertentu.

Hal lain yang dapat dipertimbangkan dalam

mengusulkan perbaikan fasilitas pejalan kaki

adalah hasil wawancara mengenai persepsi dan

preferensi pejalan kaki.

Wawancara pejalan kaki

Survei wawancara dilakukan pada

daerah tujuan (lokasi tinjauan) dengan target

responden yakni harus merupakan pejalan kaki

ataupun orang yang berpotensi berjalan kaki

yang memulai perjalanan dari daerah asal

(daerah yang termasuk dalam daerah tangkapan

pejalan kaki).

Kuesioner singkat mengenai rute berjalan,

karakteristik perjalanan, sosie konomi dan

tanggapan responden disiapkan. Kuesioner

tersebut diisi oleh penyurvei saat melakukan

wawancara terhadap responden. Dalam survei

ini pun, responden diminta menilai kondisi rute

berjalannya (yang berupa persepsi) dengan

menggunakan sembilan parameter yang

digunakan dalam penilaian survei inventory

fasilitas pejalan kaki. Salah satu informasi

penting yang didapat dari survei wawancara ini

adalah rute berjalan yang pada umumnya dilalui

oleh pejalan kaki dari daerah asal menuju daerah

tujuannya. Survei wawancara pejalan kaki yang

telah dilakukan, selanjutnya dikumpulkan dan

direkap datanya. Hasil dari survei wawancara

tersebut diolah secara statistik inferensial untuk

menggambarkan persepsi dan preferensi dari

populasi. Pengolahan atas data menjadi

informasi menggunakan tabel, grafis, maupun

flowchart.

Page 25: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 123

HASIL DAN ANALISIS

Penilaian walkability

Hasil penilaian walkability per parameter untuk

setiap kawasan ditunjukkan Gambar 4. Nilai

walkability tertinggi untuk kawasan pendidikan

diperoleh pada parameter sembilan (86,71),

sebaliknya nilai terendah pada parameter tujuh

(39,08). Terkait dengan kawasan pendidikan

dimana pelajar/mahasiswa sebagai mayoritas

pejalan kakinya, rasa aman dari kejahatan

merupakan suatu hal yang penting yang dapat

meningkatkan ketertarikan untuk berjalan kaki.

Infrastruktur penunjang penyandang cacat yang

minim pada kawasan ini membuktikan bahwa

penyandang cacat masih terabaikan. Walau

begitu berdasarkan nilai rata-rata yang

diperoleh, fasilitas pejalan kaki di kawasan

pendidikan masih dikategorikan hijau (highly

walkable) dengan nilai walkability 70,23.

Gambar 4. Hasil penilaian walkability per parameter untuk setiap kawasan

Seperti pada kawasan pendidikan, nilai

walkability tertinggi dan terendah pada kawasan

perbelanjaan juga diperoleh parameter 9 (87,58)

dan parameter 7 (34,95). Nilai walkability yang

rendah untuk parameter 7 tersebut menunjukkan

bahwa penyediaan infrastruktur untuk

penyandang cacat di lokasi survei masih minim.

Parameter 7 dirasa sangat perlu untuk

diperhatikan mengingat kawasan ini merupakan

daerah public, yang harusnya tidak ada

diskriminasi terhadap pengguna tertentu.

Selanjutnya, nilai walkability tertinggi

dan terendah pada kawasan perkantoran juga

diperoleh parameter 5 (92,16) dan parameter 7

66,67

56,76

86,9

87,29

88,48

54,81

25,24

54,43

93,43

68,22

70,25

62,52

89,54

87,23

92,16

51,69

23,36

51,45

88,93

68,57

79,15

68,61

75,54

74,19

73,91

67,9

34,95

64,53

87,58

69,6

72,89

74,22

75,39

76,4

72,13

64,17

39,08

71,06

86,71

70,23

0 20 40 60 80 100

1. Konflik pejalan kaki dengan moda

lainnya

2. Ketersediaan jalur pejalan kaki

3. Ketersediaan penyeberangan

4. Keselamatan penyeberang

5. Perilaku pengendara kendaraan

bermotor

6. Fasilitas pendukung (amenities)

7. Infrastruktur penunjang penyandang

cacat

8. Penghalang

9. Keamanan

Rata-rata

Kawasan

Pendidikan

Kawasan

Perbelanjaan

Kawasan

Perkantoran

Kawasan

Peribadatan

Page 26: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

124 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

(23,36). Selain itu juga, kawasan ini unggul pada

parameter 3, 9 dan 4. Oleh karena lokasi yang

disurvei sebagian besar merupakan kompleks

perkantoran, pengendara kendaraan di sekitar

lokasi terlihat sebagian besar merupakan

karyawan atau pegawai kantor, juga lalu lintas

kendaraan di sekitar kompleks terlihat tidak

membahayakan pejalan kaki. Nilai walkability

tertinggi pada parameter 5 tersebut menunjukkan

bahwa adanya perilaku yang baik oleh

karyawan/pegawai sebagai pengendara. Nilai

walkability yang tinggi untuk parameter 9

dikarenakan oleh sistem keamanan yang baik di

sekitar kompleks perkantoran. Berikutnya, jika

dikaitkan dengan tipe kawasan dan pelaku

aktivitas kawasan, infrastruktur penyandang

cacat terlihat memang kurang tersedia.

Survei untuk kawasan peribadatan

dilakukan pada masjid di mana mayoritas

pengunjungnya berjalan kaki dalam mengakses

masjid. Tidak jauh berbeda dengan kawasan

perkantoran, jalur berjalan pada kawasan

peribadatan juga lebih baik dibanding kawasan

perbelanjaan dan pendidikan dari segi keamanan

dari kejahatan (parameter 7), perilaku

pengendara kendaraan bermotor (parameter 5),

keselamatan penyeberangan (parameter 4) dan

ketersediaan penyeberangan (parameter 3). Hal

tersebut dikarenakan banyaknya daerah

permukiman dengan tipikal jalan yang ramah

terhadap keselamatan pejalan kaki. Dari segi

keamanan dari kejahatan, kawasan peribadatan

memperoleh nilai tertinggi 93,43. Terkait

dengan waktu aktivitas ibadah di masjid, hal

tersebut tentunya dapat meningkatkan

ketertarikan orang untuk berjalan kaki ke masjid.

Kebalikan dari itu, nilai walkability yang rendah

untuk parameter 7 menunjukkan bahwa

penyediaan infrastruktur untuk penyandang

cacat di lokasi survei masih minim. Sama halnya

dengan kawasan perbelanjaan, Parameter 7 perlu

mendapat perhatian mengingat kawasan ini

merupakan daerah publik, sehingga perlu adanya

fasilitas pejalan kaki yang baik.

WI

Sebagai salah satu hasil akhir dari

penilaian walkability adalah mengkategorikan

perolehan nilai pada masing-masing kawasan

sehingga dapat menjelaskan secara umum

kondisi fasilitas pejalan kaki. Setelah dilakukan

penghitungan, maka didapat nilai Walkability

Index untuk setiap kawasan. Hasil hitungannya

dapat dilihat pada Tabel 3. Kawasan pendidikan

memperoleh walkability index tertinggi (70,64),

yang diikuti oleh kawasan perbelanjaan (68,03),

perkantoran (68,16), dan peribadatan (67,42).

Tabel 3. Hasil perhitungan WI

Jenis

Kawa-san Lokasi Panjang Ruas yang dinilai (m) WI

Indeks

Rata-rata

Pendidikan Universitas

Diponegoro 2186,48 66,71

70,64 Komplek

Sekolah

Jl.Pandanaran

II

2591,98 74,57

Perbelanjaan Citraland Mal 3237,52 68,14 68,03

Paragon Mal 3655,96 67,91

Perkantoran Perkantoran Jl.

Pandanaran 4052,11 68,13

68,16 Komplek

Kantor

Gubernur

Jateng

1913,41 68,19

Peribadatan Masjid

Baiturrahman 2659,84 65,58

67,42 Masjid Agung

Jateng 2260,45 69,27

Rata-rata 68,56

Page 27: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 125

Persepsi responden terhadap perbaikan

fasilitas pejalan kaki

Responden diminta untuk memberikan

ranking prioritas mengenai hal-hal terkait

fasilitas pejalan kaki yang harus diperbaiki.

Tidak semua responden dapat memberikan 5

prioritasnya, oleh karena itu hanya diambil 3

ranking prioritas saja. Jawaban responden

kemudian diklasifikasikan pada 9 parameter

yang ada, hasil perankingan prioritas responden

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Prioritas perbaikan yang diusulkan responden

Berdasarkan hasil wawancara, untuk

prioritas pertama sebanyak 26,35% responden

menginginkan penyediaan dan peningkatan

kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang berupa

pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,

peningkatan kebersihan, pelebaran trotoar dan

semua yang terkait dengan parameter 2.

Selanjutnya pada prioritas kedua, 20,33%

responden berharap ada peningkatan fasilitas

pendukung yang dapat meningkatkan

kenyamanan saat berjalan kaki seperti

penambahan peneduh baik pohon atau bangunan

peneduh, penambahan tempat sampah,

pengadaan lampu jalan, bangku, dan lain

sebagainya. Responden juga berharap ada

pemeliharaan terhadap fasilitas pendukung yang

sudah ada seperti refill kantong sampah,

perbaikan tong sampah yang rusak dan lain

sebagainya. Kebanyakan responden sangat

menginginkan adanya penambahan pohon atau

bangunan peneduh, hal itu terkait dengan

temperatur kota Semarang yang tinggi.

Sama halnya dengan prioritas kedua,

sebanyak 6,64% responden pun menginginkan

hal tersebut. Untuk menghindari hasil kesamaan

prioritas pada prioritas kedua dan ketiga, maka

prioritas ketiga yang diambil adalah yaitu

penyediaan fasilitas penyeberangan (1,66%)

sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa

meningkat.

PEMBAHASAN

Dari hasil penilaian walkability, terlihat

bahwa untuk lokasi kajian fasilitas pejalan kaki

berkebutuhan khusus dirasa masih sangat

minim. Hal ini ditunjukkan dengan sangat

rendahnya nilai walkability untuk parameter 7

(Infrastruktur penunjang kelompok penyandang

cacat). Tidak adanya jalur pemandu bagi

penyandang tuna netra dan pelandaian bagi

pengguna kursi roda merupakan kondisi yang

hampir sama pada keempat wilayah/kawasan

yang diamati.

Demikian juga halnya dengan kondisi

trotoar dengan keberadaan penghalang atau

Page 28: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

126 Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2 Juli-Desember 2017: 115-127

hambatan yang terlalu banyak. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh penempatan berbagai furnitur

jalan yang sangat mengurangi lebar efektif jalur

pejalan kaki. Disamping adanya penghalang

yang boleh dikatakan permanen tersebut, hal lain

yang juga sangat signifikan menjadi penghalang

bagi pejalan kaki adalah adanya parkir sepeda

motor di trotoar. Hal tersebut dikarenakan

terbatasnya bahkan tidak adanya lahan parkir

yang tersedia di sekitar kawasan. Sementara

kawasan yang diamati merupakan kawasan

attraction yang merupakan tarikan pergerakan.

Hal tersebut perlu disikapi pemerintah setempat

bekerja sama dengan pengelola kawasan untuk

mencari jalan keluar masalah perparkiran

tersebut. Selanjutnya yang menjadi perhatian

adalah mengenai amenities (fasilitas

pendukung). Penyediaan fasilitas pendukung

yang memadai dapat membuat pejalan kaki

merasa nyaman dalam berjalan, bahkan juga

dapat menambah minat masyarakat untuk

berjalan.

Terkait dengan temperatur udara yang

cenderung tinggi di Kota Semarang, pengadaan

fasilitas tambahan seperti peneduh alami

(pohon) ataupun buatan (baik halte ataupun

fasilitas peneduh lainnya), juga bangku tempat

duduk akan sangat penting sebagai usulan dalam

meningkatkan kualitas fasilitas pejalan kaki.

Selain untuk aspek kenyamanan, penyediaan

fasilitas pendukung juga dapat meningkatkan

kualitas jalur berjalan pada aspek keamanan dan

keselamatan. Penambahan lampu penerangan

adalah salah satu contoh untuk aspek keamanan,

sedangkan penambahan pagar pengaman,

marka, dan bollard adalah contoh lainnya untuk

aspek keselamatan.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di

atas, sebagai hak utama pejalan kaki, juga

sebagai bentuk perlindungan/keberpihakan

pemerintah terhadap pejalan kaki, demikian pula

sebagai suatu kesatuan dari sistem lalu

lintas/transportasi perkotaan, maka pemerintah

wajib menyediakan fasilitas pejalan kaki yang

memadai dari segi keamanan, kenyamanan, dan

keselamatan.

Parameter walkability merupakan elemen

pembangun indeks. Dalam mengevaluasi

kelayakan berjalan suatu lokasi ataupun

kawasan, tidak cukup dengan hanya melihat

nilaiindeksnya tapi juga perlu meninjau skor per

parameternya. Hasil perolehan skor jika dilihat

per parameter menunjukkan kecenderungan pola

yang hampir sama untuk semua lokasi pada

masing-masing kawasan. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa setiap lokasi pada suatu

kawasan memiliki permasalahan yang hampir

sama terkait penyediaan fasilitas pejalan kaki.

Setiap kawasan mempunyai permasalahannya

masing-masing mengenai fasilitas dan

lingkungan pejalan kaki. Hal tersebut terkait

dengan karakteristik kawasan serta karakteristik

pejalan kaki yang terbentuk sebagai pengaruh

dari karakteristik kawasan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Evaluasi terhadap hasil perhitungan WI

menunjukkan bahwa kawasan-kawasan di

daerah studi memiliki masalah yang sama terkait

dengan kelayakan berjalan. Hal yang menonjol

dari kajian tersebut adalah minimnya amenitis

pada fasilitas pejalan kaki untuk kelompok

berkebutuhan khusus. Hal ini terungkap di

hampir semua jenis kawasan yang dikaji.

Saran Nilai walkability index memberikan

ilustrasi umum tentang kualitas fasilitas pejalan

kaki untuk kawasan-kawasan tertentu di daerah

perkotaan. Untuk melihat lebih detail manfaat

dari indeks tersebut adalah melalui parameter-

parameter yang digunakan. Sebagai bentuk

implementasi, nilai pada masing-masing

parameter memberikan gambaran item-item apa

saja yang perlu diperbaiki agar mencapai indeks

yang lebih baik. Indeks yang dibangun dalam

kajian ini adalah untuk suatu kawasan yang

spesifik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan serta segenap

pendukung yang namanya tidak bisa disebutkan

masing-masing atas dukungannya sehingga

terwujudnya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Gota, Sudhir. 2011. Walkability Survey In Asian

Cities, Clean Air Initiative for Asian Cities

(CAI-Asia) Center. Ortigas Center,

Philippines: ADB.

Hall, R. A. 2010. “HPE’s Walkability Index –

Quantifying the Pedestrian Experience”, ITE

Page 29: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

Pengukuran Walkability Index pada Ruas Jalan di Kawasan Perkotaan

(Natalia Tanan, Sony S. Wibowo, Nuryani Tinumbua) 127

2010 Technical Conference and Exhibit

compendium of technical papers. Washington

D.C.: TRB.

Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAPI). 2009.

Indonesia Most Liveable City Index. Jakarta:

IAPI.

Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH):

Panduan Pelaksanaan. Jakarta: Ditjen

Penataan Ruang.

-------. 2014. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

(Permen PU) Nomor: 03/PRT/M/2014

Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan,

dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana

Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan

Perkotaan. Jakarta: Kementerian PU.

Krambeck, Holly V. 2006. “The Global Walkability

Index”. Thesis. Massachusetts Institute of

Technology.

Leather, James, Herbert Fabian, Sudhir Gota, Alvin

Mejia. 2011. Walkability and Pedestrian

Facilities in Asian Cities State and Issues.

Manila: ADB.

Puslitbang Jalan dan Jembatan. 2014. Laporan

Akhir Penyusunan Kriteria Perencanaan

Fasilitas Pejalan Kaki Pada Kota Hijau.

Laporan Internal. Bandung: [s.n.].

Rood, T. 2001. “Ped Sheds”. In Transportation Tech

Sheet, Congress for the New Urbanism. San

Francisco: Congress for the New Urbanism.

San Francisco Department of Public Health. 2008.

Pedestrian Environmental Quality Index. San

Francisco: San Francisco Department of

Public Health.

Tanan, Natalia. 2011. Fasilitas Pejalan Kaki. Naskah

Ilmiah di Puslitbang Jalan dan Jembatan.

Bandung: [s.n.].

U.S. Department of Health and Human Services.

2004. Walkability Audit Tool. Washington

D.C.: Center for Disease Control.

United States Department of Transportation. 2005.

Walkability Checklist, National Safe Kids

Campaign. Washington D.C.: Federal

Highway Administration.

Victoria Transport Policy Institute (VTPI). 2015.

Evaluating Non-Motorized Transport-

Techniques for Measuring Walking and

Cycling Activity and Conditions. TDM

Encyclopedia.

(http://www.vtpi.org/tdm/tdm63.htm#_Toc27

2910906). Diakses pada Januari 2015.

Vuchic, V. R. 2005. Urban Transit, Operations,

Planning and Economics. Pennsylvania:

Wiley.

Wibowo, S. Sony, Natalia Tanan, Nuryani Tinumbia.

2015. “Walkability Measures for City Area in

Indonesia (Case Study of Bandung)”. The 11th

International Conference of Eastern Asia

Society for Transportation Studies (EASTS)

September 11-14. Cebu City: EASTS.

Wibowo, S.S., dan Chalermpong, S. 2010.

“Characteristics of Mode Choice within Mass

Transit Catchments Area”. Journal of the

Eastern Asia Society for Transportation

Studies (8): 1261-1274.

Page 30: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –

KETENTUAN PENULISAN NASKAH

1. Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan menerima naskah karya ilmiah bidang jalan dan jembatan dari dalam dan luar lingkungan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan yang dikirimkan melalui jurnal online Jalan – Jembatan dengan alamat http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/index. Reviewer akan mengevaluasi naskah yang masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan.

2. Naskah berupa hasil penelitian atau kajian yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain.

3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, diserahkan dalam bentuk file elektronik dalam format program Microsoft Word 2010 disertai dua eksemplar cetakan. Jumlah halaman dalam naskah maksimum 15 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel, dan daftar pustaka. Bila lebih dari 15 halaman, Editor berhak untuk menyunting ulang, dan apabila dianggap perlu akan dikonsultasi dengan penulis.

4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut: Bagian awal terdiri dari judul naskah, nama penulis, abstrak (abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan huruf italic). Bagian utama terdiri dari pendahuluan, kajian pustaka, hipotesis, metodologi, hasil dan analisis, pembahasan, kesimpulan dan saran, serta ucapan terimakasih. Bagian akhir: keterangan simbol (bila perlu), daftar pustaka minimal 10 referensi (wajib) berupa jurnal terbaru atau buku, dan lampiran (jika ada).

5. Judul naskah sesingkat mungkin dan harus mencerminkan isi tulisan serta tidak memberikan peluang penafsiran yang beraneka ragam, ditulis dengan huruf kapital posisi tengah, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

6. Nama penulis ditulis:

a) Di bawah judul tanpa gelar diawali huruf kapital, ditulis diposisi tengah dan tidak diawali kata “oleh”; apabila penulis lebih dari satu orang, maka nama-nama tersebut ditulis pada satu baris.

b) Nama lengkap disertai keterangan alamat instansi dan kotanya, apabila penulis lebih dari satu orang, semua alamatnya dicantumkan lengkap.

7. Abstrak memuat permasalahan, tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan (antara 150-250 kata), ditulis dalam satu alinea, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hindari penggunaan singkatan dalam abstrak. Di bawah abstrak dicantumkan minimal 5 kata kunci.

8. Teknik penulisan:

a) Naskah ditulis pada kertas ukuran A4, ketikan satu spasi dengan 2 kolom, jarak kolom pertama dan kedua 1 cm.

b) Batas pengetikan: tepi atas dan tepi bawah 3 cm, sisi kiri dan sisi kanan masihng-masing 2,5 cm. Alinea baru diberi inden satu cm dari batas tepi kiri, antara alinea tidak diberi tambahan spasi, antara alinea dengan sub judul diberi jarak 10pt, dari sub-sub judul ke uraian paragraf tidak diberi tambahan spasi.

c) Semua tulisan menggunakan Font Times New Roman:

- Judul, ditulis di tengah halaman, kapital 14 pt, bold.

- Nama penulis, ditulis di tengah halaman, 11 pt, bold.

- Nama instansi, ditulis di tengah halaman, 10 pt.

- Alamat instansi dan e-mail, ditulis ditengah halaman, 9 pt. - Sub judul, ditulis di tepi kiri, kapital 11 pt, bold.

- Isi Abstrak, Kata kunci, 10 pt, Italic.

- Sub-sub judul, ditulis di tepi kiri, 11 pt, bold.

- Isi naskah, 11 pt, 1 spasi.

- Persamaan/Rumus, 10 pt.

- Keterangan Persamaan/Rumus, 10 pt.

- Judul Tabel dan Gambar, 10 pt.

- Tulisan Tabel dan Gambar, 10 pt, bold.

- Sumber Tabel dan Gambar, 9 pt.

- Isi daftar pustaka, 10 pt.

- Nomor halaman menggunakan angka Arab, 11pt.

d) Kata asing ditulis dengan huruf italic, apabila sudah ada bahasa Indonesianya, maka kata asing ditulis dalam kurung, untuk selanjutnya istilah yang sama cukup ditulis istilah Indonesianya saja. Bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat.

e) Ketentuan penyajian tabel dan gambar:

- Tabel dan gambar harus diberi judul dan keterangan yang jelas. Judul tabel diletakkan di bagian atas tabel, rata kiri dengan tabel; judul gambar diletakkan di bagian bawah gambar, rata kiri dengan gambar.

- Tabel dan gambar tidak menggunakan garis pinggir, tabel menggunakan jenis “table simple 1”.

- Gambar, foto, dan grafik berwarna.

- Sumber tabel dan gambar dicantumkan di bawah tabel dan gambar.

f) Sumber pustaka (sitasi dalam teks) yang diacu terdiri dari nama penulis dan tahun penerbitan, ditulis dalam kurung. Contoh: (Calvez 2004). Untuk kutipan langsung ditambah nomor halaman (Calvez 2004, 73).

g) Daftar pustaka dan sitasi bibliografi menggunakan Chicago Manual of Style (Author – Date System), ditulis dalam urutan abjad nama penulis dan disusun dengan susunan:

- Untuk buku: pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama) dan tahun terbit. Judul buku. Kota. Nama penerbit.

- Untuk jurnal: pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama) dan tahun terbit. ”Judul artikel”. Judul jurnal atau Judul prosiding.

Volume (nomor): halaman.

- Karya di internet: URL dan tanggal karya tersebut diakses.

- Jika dalam daftar pustaka ada pencantuman nama seseorang lebih dari 1 kali, nama kedua tidak perlu ditulis kembali, cukup mengganti nama dengan titik-titik.

Contoh: Buku (monograf) Okuda, Michael, and Denis Okuda. 1993. Star Trek chronology: The history of the Future. New York: Pocket Books. Buku yang diterbitkan secara elektronik Kurland, Philip B., and Ralp Lerner, eds. 1987. The founders’ Constitution. Chicago: University of Chicago Press. http://presspubs.uchicago. edu/ founders/. Artikel jurnal Wilcox, Rhonda V. 1991. “Shifting Roles and Synthetic Woman in Star Trek: The Next Generation”. Studies in Popular Culture. 13: 53-65. Artikel jurnal on-line

Hlatky, Mark A., Derek Boothroyd, Eric Vittinghoff, Penny Sharp, and Mary A. Whooley. 2002. “Quality-of-life and depressive symptoms in postmenopausal women after receiving hormone theraphy: Results from the Heart and Estrogen/Progestin Replacement Study (HERS) trial”. Journal of the American Medical Association 287 (5): 1-7, http://jama.ama-assn.org/issues/v287n5/rfull/joc10108.html#aainfo (accessed January 7, 2004).

Terbitan Pemerintah Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan). 2015. Teknologi Jalan Beton untuk Lalu Lintas Rendah. Laporan Internal. Bandung: [s.n]. Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum. Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 2016. Penetapan Dan Tata Cara Penggunaan Dana Talangan Badan

Usaha untuk Pengadaan Tanah Jalan Tol. Jakarta: Kementerian PUPR. Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tentang Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara.

Daftar pustaka tanpa tahun dan tanpa penerbit Caltrans California Departement of Transportation [s.a]. Highway Design Manual. California: D.O.T Caltrans California Departement of Transportation 1996. Highway Design Manual. California: [s.n]

9. Pengelola Jurnal Jalan-Jembatan tidak bertanggung jawab terhadap isi naskah.

10. Penulis wajib menyertakan alamat korespondensi dengan jelas.

11. Dewan Redaksi dapat menyesuaikan bahasa dan/atau istilah tanpa mengubah isi dan pengertiannya dengan tidak memberitahukan kepada penulis, dan apabila dianggap perlu akan dikonsultasi dengan penulis.

12. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini menjadi hak milik Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Page 31: Volume 34 No. 2, Julidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4216211004155454217006April… · Volume 34 No. 2, Juli – Desember 2017 ISSN 1907 – 0284 (Versi cetak) ISSN-L 2527 –