203

Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable
Page 2: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

Wanda Kuswanda

FORDA PRESS

2014

ORANGUTAN BATANG TORU

Page 3: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

ORANGUTAN BATANG TORU: KRITIS DI AMBANG PUNAH

Penulis: Wanda Kuswanda

Editor: M. Bismark, Agus P. Kartono, dan Pujo Setio

Desain Sampul: Wendra S. Manik

Tata Letak:

FORDA PRESS

Copyright © 2014 Penulis Cetakan Pertama, Desember 2014 xvi + 188 halaman; 148 x 210 mm ISBN: 978-602-71770-4-8

Diterbitkan oleh:

FORDA PRESS Anggota IKAPI No. 257/JB/2014

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat 16610 Telp./Fax. +62251 7520093 Email: [email protected]

Penerbitan/Pencetakan dibiayai oleh:

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN AEK NAULI

Jl. Raya Parapat Km. 10,5 Sibaganding, Simalungun, Sumatra Utara 21174 Telp./Fax. +62622 5891963

Email: [email protected] Website: http://bpk-aeknauli.litbang.dephut.go.id/ atau http://balithut-aeknauli.org/

Perpustakaan Nasional, Katalog Dalam Terbitan KUSWANDA, Wanda

Orangutan Batang Toru: Kritis di Ambang Punah / Wanda Kuswanda. -- Cet. 1. -- Bogor : FORDA Press, 2014

xvi, 188 hlm. : ill. ; 21 cm. ISBN: 978-602-71770-4-8

1. Orangutan – Batang Toru, Sumatra Utara – Konservasi I. Kuswanda, Wanda II. Judul

Page 4: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

v

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang utama penulis panjatkan puji syukur

kehadirat Allah SWT, atas berkah dan karuniaNya sehingga

Buku ”Orangutan Batang Toru: KRITIS di ambang PUNAH”

telah selesai disusun. Penyusunan buku ini merupakan

bentuk tanggung jawab penulis sebagai peneliti dalam upaya

menyebarluaskan informasi hasil penelitian. Isi buku ini

merupakan rangkaian dari berbagai publikasi dan hasil

penelitian penulis yang telah dilakukan mulai tahun 2003–

2011, serta telaahan hasil penelitian dari para pakar lainnya.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah khasanah

ilmu pengetahuan, menjadi acuan penyusunan kebijakan dan

panduan para pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan

konservasi satwa liar, khususnya orangutan Sumatra.

Buku ini tidak akan selesai apabila tidak mendapat

dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunannya. Oleh

sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada para

narasumber, pejabat struktural dan peneliti di Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, penelaah ilmiah

(Prof. Dr. M. Bismark, Dr. Agus P. Kartono dan Drh. Pujo Setio,

M.Si), kontributor data, rekan kerja di Balai Penelitian

Kehutanan Aek Nauli, petugas dan pendamping lapangan

(khususnya petugas Seksi Wilayah Pengelolaan Sipirok, Balai

Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara dan Bang

Nasir “ParMawas” Siregar), Sumatra Rainforest Institute (SRI),

Page 5: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

vi

serta para pihak lainnya yang telah membantu dalam

penelitian dan penyusunan buku ini. Semoga Allah SWT dapat

membalas kebaikan semuanya.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum

sempurna sehingga kritikan dan saran yang membangun

sangat diharapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga

buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak untuk

mewujudkan pengelolaan hutan dan konservasi satwa liar,

khususnya orangutan; yang efektif, efisien, dan partisipatif.

Akhirnya, penulis berharap kehadiran buku ini dapat menjadi

pemicu keikutsertaan para pihak dalam melestarikan

orangutan sebagai kekayaan biodiversitas Indonesia yang

populasinya kritis dan sudah berada di ambang kepunahan.

Aek Nauli, Desember 2014

Penulis

Page 6: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

vii

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN

KEHUTANAN AEK NAULI

Orangutan Sumatra (Pongo abelii Lesson) merupakan

satwa endemik yang sebaran alaminya hanya tersisa di

Provinsi Aceh dan Sumatra Utara, dengan status konservasi

sebagai satwa yang kritis terancam punah. Salah satu

habitatnya yang masih cukup baik adalah di Hutan Batang

Toru, Tapanuli, Sumatra Utara. Keberadaan orangutan

Batang Toru (sebelah Selatan Danau Toba) telah menarik

perhatian banyak pihak karena diduga memiliki pola

kehidupan yang berbeda dengan orangutan di Aceh (sebelah

Utara Danau Toba).

Kualitas dan luas habitat orangutan Batang Toru saat ini

diduga terus menurun karena masih maraknya aktivitas

konversi hutan menjadi areal perkebunan, pertanian dan

pemukiman masyarakat. Sebagian besar penduduk sekitarnya

bermata pencaharian sebagai petani. Untuk itu, upaya

konservasinya menjadi sangat penting karena sebaran

populasinya terus terfragmentasi pada luasan habitat yang

sempit, seperti pada kawasan konservasi. Segala upaya

sebaiknya terus ditempuh untuk melestarikan orangutan

melalui tindakan yang nyata, bijaksana, dan rasional.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi bagian

solusi bagi para pihak untuk mewujudkan upaya konservasi

tersebut. Buku ini menyajikan secara lengkap informasi

Page 7: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

viii

tentang bioekologi dan perilaku orangutan, kondisi

masyarakat, kelembagaan, sampai strategi konservasi

orangutan Batang Toru. Penyusunan buku ini berdasarkan

hasil penelitian dan review publikasi penulis selama bekerja

di Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Buku ini tentunya

akan sangat menarik untuk dibaca dan dijadikan referensi

bagi para pihak yang terkait dalam upaya konservasi

orangutan Sumatra.

Penghargaan dan terima kasih, kami sampaikan kepada

penulis dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam

penyusunan buku ini. Besar harapan terpublikasinya buku ini

dapat bernilai guna bagi para pihak yang membutuhkannya.

Aek Nauli, Desember 2014 Kepala Balai, Ir. Iton Bambang Partono B. D. NIP. 19581115 198703 1 004

Page 8: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

ix

SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG

KONSERVASI DAN REHABILITASI

Hutan tropis di Pulau Sumatra merupakan habitat

beragam jenis satwa langka dan dilindungi oleh undang-

undang, seperti orangutan (Pongo abelii Lesson). Degradasi

kawasan hutan di Sumatra telah mengakibatkan habitat

orangutan berkurang dan terus terfragmentasi sehingga

populasi orangutan juga semakin menurun, termasuk di

sekitar kawasan Hutan Batang Toru, Sumatra Utara. Saat ini,

orangutan Sumatra telah menjadi satwa prioritas untuk

dilakukan upaya konservasi oleh Kementerian Kehutanan.

Walaupun menjadi maskot pelestarian hutan di Indonesia,

prioritas konservasi didasarkan pada statusnya yang sudah

termasuk sebagai satwa kritis terancam punah.

Hasil penelitian tentang orangutan Sumatra di Hutan

Batang Toru belum banyak dipublikasikan dibandingkan

dengan orangutan yang berada di Provinsi Aceh. Hal ini

tentunya masih menyulitkan bagi para pengambil kebijakan

dan praktisi lapangan dalam merumuskan strategi dan aksi

konservasi orangutan yang komprehensif di Hutan Batang

Toru. Padahal, pelaksanaan konservasi tersebut harus segera

diimplementasikan karena sangat rawan akan terjadi

kepunahan orangutan Sumatra secara lokal.

Isi buku ini mengulas secara lengkap tentang bioekologi

orangutan Sumatra berdasarkan hasil kajian ilmiah dan pada

bagian akhir dipaparkan berbagai strategi dan teknik untuk

Page 9: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

x

pelaksanaan konservasinya. Untuk itu, buku ini diharapkan

dapat menjadi salah satu referensi dan sekaligus solusi bagi

para pihak (pemerintah, peneliti, akademisi, dan lembaga

swadaya masyarakat) dalam mengembangkan penelitian dan

program aksi konservasi orangutan, khususnya di Hutan

Batang Toru.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada penulis,

kontributor dan penelaah ilmiah, serta semua pihak yang

terlibat dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.

Akhirnya, semoga kehadiran buku ini dapat memberikan

manfaat untuk mengembangkan upaya pelestarian orangutan

dan kawasan hutan pada umumnya.

Bogor, Desember 2014

Kepala Pusat,

Ir. Adi Susmianto, M.Sc

NIP. 19571221 198203 1 002

Page 10: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN

AEK NAULI vii

SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG KONSERVASI DAN

REHABILITASI ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR x

I. PENDAHULUAN 1

A. Ambang Kepunahan Orangutan 1

B. Kerusakan Hutan Tropis Habitat Orangutan 4

C. Perkembangan Penelitian Orangutan Sumatra 6

D. Perkembangan Paradigma Pelaksanaan Konservasi 7

II. GAMBARAN HUTAN BATANG TORU 11

A. Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali 19

B. Kawasan Cagar Alam Dolok Sipirok 21

III. SEJARAH, TAKSONOMI DAN SEBARAN 27

A. Sejarah 27

B. Taksonomi dan Morfologi 28

C. Sebaran 29

IV. HABITAT 33

A. Keragaman dan Kelimpahan Jenis Tumbuhan 34

B. Tumbuhan Pakan Orangutan 39

C. Daya Dukung Habitat 45

D. Pemilihan Tipe Habitat 49

E. Seleksi Sumber Daya Habitat 52

Page 11: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

xii

V. SARANG DAN POPULASI 61

A. Karakteristik Sarang 61

B. Pendugaan Populasi 67

C. Parameter Demografi 71

VI. PERILAKU 75

A. Jenis Perilaku Orangutan 75

B. Aktivitas Harian 79

C. Adaptasi Terhadap Perubahan Habitat 88

VII. ANCAMAN KELESTARIAN 91

A. Kerusakan Habitat 91

B. Perburuan 97

VIII. MASYARAKAT DAERAH PENYANGGA 99

A. Karakteristik Sosial Ekonomi 100

B. Lahan Olahan Masyarakat 103

IX. PERSEPSI DAN PERANAN PARA PIHAK 109

A. Persepsi Para Pihak 109

B. Peranan Kelembagaan 117

X. STRATEGI KONSERVASI 125

A. Perlindungan Habitat pada Hutan Konservasi 128

B. Pengelolaan Habitat di Luar Hutan Konservasi 137

C. Restorasi Habitat 146

D. Pembangunan Koridor 147

E. Monitoring dan Pengembangan Penelitian 149

F. Pemberdayaan Kelembagaan Terkait 151

G. Translokasi dan Reintroduksi 155

H. Penggalangan Dana Konservasi 162

DAFTAR PUSTAKA 171

Page 12: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Perubahan penutupan lahan hutan primer habitat orangutan Sumatra (2002–2009) 5

2. Komposisi luasan Blok Hutan Batang Toru pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara 12

3. Lokasi dan perkiraan luas habitat dan populasi orangutan Sumatra 30

4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51

5. Variable in the Equation dari regresi logistik 57

6. Kriteria umur sarang orangutan 63

7. Klasifikasi posisi sarang orangutan 65

8. Dugaan kepadatan dan populasi orangutan di CA Dolok Sibual-buali 68

9. Dugaan kepadatan dan populasi orangutan di CA Dolok Sipirok 70

Page 13: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Peta Kawasan Blok Hutan Batang Toru 13

2. Ekosistem hutan alam Blok Hutan Batang Toru 14

3. Habitat orangutan di kawasan Hutan Batang Toru 17

4. Peta Kawasan CA Dolok Sibual-buali 18

5. Tanaman budi daya masyarakat di sekitar CA Sibual-buali 21

6. Peta kawasan dan ketinggian CA Dolok Sipirok 23

7. Satwa liar primata yang terdapat di CA Dolok Sipirok: 1) siamang (Hylobates syndactylus) dan 2) ungko (Hylobathes agilis) 24

8. Peta sebaran habitat orangutan Sumatra 31

9. Habitat orangutan dataran tinggi CA Dolok Sibual-buali 35

10. Komposisi tumbuhan pada berbagai tipe habitat di CA Dolok Sipirok 36

11. Kerapatan tumbuhan pada ketinggian 900–1.200 m dpl di CA Dolok Sipirok 37

12. Beringin adalah jenis tumbuhan yang dikonsumsi daun dan buahnya 39

13. Motung, salah satu jenis tumbuhan pakan yang disukai orangutan 40

14. Penelitian serasah daun pada pohon pakan orangutan 43

15. Buah asam hing yang banyak dikonsumsi orangutan 44

16. Komposisi tumbuhan pada ketinggian 600–900 m dpl 53

17. Kerapatan tumbuhan pada hutan sekunder di CA Dolok Sipirok 54

18. Sarang orangutan pada tingkat tiang 59

Page 14: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

xv

19. Sarang khas orangutan; terdapat dua sarang dalam satu pohon 61

20. Deskripsi sarang pada berbagai kelas umur 64

21. Orangutan Batang Toru (betina dewasa dan bayinya) 73

22. Perilaku makan orangutan Batang Toru 75

23. Perilaku berjalan di batang pohon 76

24. Orangutan beristirahat siang di atas sarang 79

25. Durasi aktivitas orangutan pada pagi hari berdasarkan kelas umur 80

26. Aktivitas makan orangutan pada pagi hari 81

27. Durasi aktivitas orangutan pada siang hari berdasarkan kelas umur 83

28. Durasi aktivitas orangutan pada sore hari berdasarkan kelas umur 84

29. Penebangan liar di sekitar CA Dolok Sipirok 92

30. Perambahan hutan konservasi untuk lahan perkebunan 93

31. Jaringan jalan yang membelah Hutan Batang Toru 95

32. Orangutan sitaan dari peliharaan masyarakat 97

33. Perkampungan masyarakat penyangga di Desa Hopong, Sipirok 101

34. Lahan pertanian sawah yang berbatasan langsung dengan hutan cagar alam 102

35. Hutan rakyat dengan tanaman kayu manis 105

36. Perkebunan karet campur tanaman aren pada lahan masyarakat 106

37. Diskusi dan pengisian kuisioner bersama masyarakat dan aparat desa 111

38. Pengisian kuisioner oleh pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan 120

39. Habitat orangutan di hutan produksi yang masih primer 143

Page 15: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

1

I. PENDAHULUAN

A. Ambang Kepunahan Orangutan

Orangutan adalah satu-satunya primata jenis kera

besar Asia yang penyebarannya hanya tersisa di Indonesia

dan terbatas di Pulau Sumatra (Pongo abelii Lesson) dan

Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus). Orangutan

merupakan jenis satwa liar yang menarik sehingga banyak

diburu dan dijadikan satwa peliharaan. Orangutan telah

termasuk sebagai jenis satwa liar yang dilindungi

berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7

Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Menurut International Union for Conservation of Nature

(IUCN), orangutan Sumatra (Pongo abelii) dikategorikan

sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global

(critically endangered) dalam the IUCN Red List of Threatened

Species sejak tahun 2000 (Singleton et al., 2008).

Populasi orangutan dalam 30 tahun terakhir terus

mengalami penyusutan. Populasi orangutan Sumatra pada

tahun 2004 diperkirakan sekitar 7.500 individu (Population

and Habitat Viability Assessment/PHVA, 2004) dan diduga

berkurang menjadi 6.667 individu pada tahun 2007

(Departemen Kehutanan, 2007). Penyusutan populasi ini

terjadi karena masih kurang efektif upaya untuk

Page 16: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

2

menghentikan laju kerusakan hutan sebagai habitat

orangutan. Selain itu, ancaman bagi kelangsungan hidup

orangutan dan habitatnya masih terjadi akibat perburuan liar

untuk kebutuhan subsisten atau religius, perdagangan satwa

liar; dan konversi hutan untuk kepentingan di luar kegiatan

kehutanan, seperti perkebunan, pertanian, dan industri

(Kuswanda, 2007a; Wich et al., 2011a).

Orangutan pada saat ini sudah berada di ambang

kepunahan akibat degradasi dan fragmentasi habitat. Laju

degradasi dan fragmentasi hutan sebagai habitat orangutan

tersebut masih sulit untuk dihentikan (FAO, 2010). Selain itu,

perlindungan habitat orangutan di dalam dan di luar kawasan

konservasi masih sangat rendah. Secara umum, pengusahaan

hutan atau kegiatan logging belum memenuhi standar

pengelolaan hutan lestari. Program Reduce Impact Logging

(RIL), High Conservation Value Forest (HCVF), ataupun

Restoring Logged Over Land (RLOL) belum sepenuhnya

diterapkan dalam pengusahaan hutan (Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2006). Apabila

degradasi hutan terus berlanjut seperti saat ini, orangutan

Sumatra mungkin menjadi kera besar pertama yang akan

punah dari alam liar (Wich et al., 2008). Kondisi tersebut

dapat terjadi walaupun sudah ada arahan strategi konservasi

orangutan (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53/Menhut-

IV/2007).

Permasalahan konservasi orangutan masih mengalami

hambatan dalam penerapan kebijakan, program dan kegiatan

oleh berbagai pihak. Peran serta para pihak (stakeholders)

dalam konservasi orangutan hingga saat ini dianggap kurang

optimal dan belum terintegrasi. Kebijakan dan program yang

dilaksanakan stakeholders masih tumpang tindih sehingga

Page 17: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

3

sering mengalami kegagalan dalam implementasi di lapangan

(Kuswanda & Bismark, 2007a). Kesadaran dan keikutsertaan

masyarakat lokal dalam konservasi juga masih sangat

terbatas akibat kurangnya pengetahuan untuk mendukung

program pelestarian orangutan. Pelaksanaan konservasi yang

bersifat kolaboratif dan partisipatif belum banyak

diimplementasikan dengan baik. Peraturan dan hukum untuk

melindungi keragaman hayati, termasuk orangutan yang telah

dirancang dan disahkan oleh pemerintah juga belum

dilaksanakan secara konsisten karena tidak adanya

koordinasi secara terpadu antar kelembagaan terkait

(Meijaard et al., 2001; Wich et al., 2011a). Apabila

permasalahan terus berlanjut, fenomena ini akan semakin

meningkatkan ambang kepunahan orangutan.

Orangutan Sumatra, sebagai kera terbesar yang masih

tersisa di Indonesia, memiliki keeksotisan atau daya tarik

tersendiri dibandingkan jenis primata lainnya. Satwa liar ini

sudah dikenal semua orang dan membuat kagum dunia.

Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan orangutan

sebagai maskot pelestarian hutan Indonesia untuk menarik

perhatian internasional dalam membantu upaya

konservasinya. Sayangnya, walapun satwa ini bersifat eksotis

dan menjadi maskot pelestarian hutan, pada kenyataannya

sedang berada dalam kondisi kritis terancam punah. Oleh

sebab itu, strategi konservasi orangutan harus terus

dikembangkan agar cerita dan keeksotisannya tidak hanya

menjadi sejarah belaka. Apalagi, salah satu kelompok

populasi orangutan yang hidup di Hutan Batang Toru

(kawasan hutan yang terletak di sebelah Selatan Danau Toba,

Sumatra Utara)–selanjutnya disebut sebagai ”Orangutan

Batang Toru”–kini juga mulai terancam kelestariannya. Saat

Page 18: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

4

ini, kondisinya berada di bawah ukuran populasi yang ideal

untuk bisa tetap lestari dalam jangka panjang. yaitu kurang

dari 500 individu (PHVA, 2004).

B. Kerusakan Hutan Tropis Habitat Orangutan

Hutan tropis ibarat lumbung harta karun dari beragam

jenis keragaman hayati; mulai tingkat genetik, spesies, hingga

ekosistem. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

hutan tropis terluas di dunia (Ewusie, 1990). Ribuan variasi

flora dan fauna dapat hidup dan berkembangbiak di

dalamnya, termasuk orangutan. Orangutan menempati hutan

hujan tropis terutama hutan dataran rendah sebagai

habitatnya. Menurut Rijksen (1978) dan Sugardjito (1986),

orangutan hanya mampu bertahan hidup dan

berkembangbiak pada habitat tropis yang masih primer,

seperti yang masih tersisa di Pulau Sumatra dan Kalimantan.

Ekosistem hutan tropis meliputi makhluk hidup dengan

komunitas biotik dan lingkungan abiotiknya. Masing-masing

komponen saling memengaruhi sifat-sifatnya sehingga

interaksinya menjadi penting dalam memelihara kehidupan.

Interaksi yang terjadi tersebut menghasilkan keseimbangan,

keselarasan, dan keserasian alam (Irwan, 2007). Terjadinya

kerusakan dan kehilangan keragaman hayati pada hutan

tropis dapat mengurangi produktivitas dan ketahanan spesies

beserta ekosistemnya secara menyeluruh (Naeem et al,

2009). Penurunan kualitas hutan primer menjadi hutan

sekunder pada habitat orangutan Sumatra di Provinsi Aceh

dan Sumatra Utara dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 19: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

5

Tabel 1. Perubahan penutupan lahan hutan primer habitat orangutan Sumatra (2002–2009)

Provinsi Perubahan Hutan Pengurangan Luas

ha %

Aceh Hutan primer menjadi rawa sekunder

2.262,98 2,24

Hutan primer menjadi hutan sekunder

70.868,89 70,02

Hutan primer menjadi HTI 24.147,14 23,86

Hutan primer menjadi lahan pertanian

3.930,21 3,88

Sumatra Utara

Hutan primer menjadi rawa sekunder

31.347,83 14,60

Hutan primer menjadi hutan sekunder

171.560,79 77,88

Hutan primer menjadi HTI 291,53 0,13

Hutan primer menjadi lahan pertanian

3.646,56 1,68

Hutan primer menjadi semak

7.639,46 3,51

Hutan rawa primer menjadi hutan rawa sekunder

588,01 0,27

Hutan rawa primer menjadi semak

10,01 0,00

Sumber: Kementerian Kehutanan, 2011

Pemanfaatan kawasan hutan tropis di Sumatra (juga di

Kalimantan) yang tidak memerhatikan prinsip keseimbangan

ekosistem tentunya akan berdampak sangat buruk bagi

kehidupan orangutan. Penyusutan dan kerusakan kawasan

Page 20: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

6

hutan tropis di Sumatra telah menurunkan luas habitat

orangutan sebesar 1–1,5% per tahun sehingga populasinya

semakin terancam punah (Departemen Kehutanan, 2007).

FAO (2010) menyatakan bahwa kerusakan hutan tropis di

Sumatra sangat mengkhawatirkan, baik di dalam maupun di

luar kawasan lindung, yang mencapai 43,4% selama periode

1985–2007.

C. Perkembangan Penelitian Orangutan Sumatra

Penelitian tentang orangutan Sumatra telah banyak

dilakukan, namun sebagian besar masih terfokus pada hutan

dataran rendah. Padahal, orangutan Sumatra (Pongo abelii)

banyak menempati habitat dataran tinggi (lebih dari 800

meter di atas permukaan laut/m dpl). Lokus penelitian

orangutan Sumatra juga sebagian besar dilakukan di Provinsi

Aceh (sebelumnya bernama Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam) sebagai habitat orangutan di sebelah Utara

Danau Toba, seperti yang dilaporkan oleh Rijksen (1978);

Sugardjito (1986), van Schaik et al. (1995); dan Singleton &

van Schaik (2001). Sementara itu, penelitian orangutan di

Sumatra Utara, terutama di sebelah Selatan Danau Toba,

masih sangat sedikit dan baru dimulai sekitar awal tahun

2000-an. Padahal, orangutan di sebelah Selatan Danau Toba

diduga memiliki varian genetik yang berbeda dengan

orangutan di sebelah Utara Danau Toba (Wich et al., 2011b).

Habitat orangutan di sebelah Selatan Danau Toba

sebagian besar berada pada dataran dataran tinggi (lebih dari

800 m dpl). Habitat tersebut berada di kawasan Hutan

Batang Toru, seperti di kawasan konservasi Cagar Alam (CA)

Sibual-buali dan CA Sipirok (Kuswanda, 2006b; Djojoasmoro

et al., 2004). Penelitian orangutan di sebelah Selatan Danau

Page 21: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

7

Toba (seperti di Hutan Batang Toru) masih sangat terbatas

dan tentunya perlu ditingkatkan, terutama untuk

mengembangkan teknik konservasi di hutan dataran tinggi.

Apalagi, laju kepunahan orangutan di Hutan Batang Toru

diduga akan lebih cepat karena sebaran yang terbatas, tingkat

kepadatan yang lebih rendah dibandingkan orangutan di

habitat dataran rendah, dan terdapatnya ancaman kerusakan

habitat yang terus meningkat (Kuswanda & Sugiarti, 2005a).

Penelitian orangutan pada habitat dataran tinggi di Hutan

Batang Toru (sebelah Selatan Danau Toba) telah dimulai oleh

Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli, Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan sejak tahun 2003 dan

hasilnya diuraikan dalam buku ini.

D. Perkembangan Paradigma Pelaksanaan Konservasi

Konservasi di masa lalu, bahkan sampai saat ini, masih

menggunakan pendekatan pengelolaan berbasis kawasan.

Model pendekatan ini sering menimbulkan konflik antara

pemangku kawasan dengan masyarakat. Begitu pula,

penyusunan program konservasi satwa liar, termasuk pada

orangutan, sebagian besar masih berlandaskan pertimbangan

kondisi ekologis (habitat dan populasi). Program konservasi

ini belum dipaduserasikan dengan kondisi sosial ekonomi

masyarakat sekitarnya dan peranan para pihak (Kuswanda &

Bismark, 2007a). Masyarakat sekitar habitat orangutan

seringkali hanya menjadi penonton dan bukan bagian dari

pelaksanaan konservasi. Dampaknya, pelaksanaan program

konservasi orangutan seringkali mengalami kegagalan karena

rendahnya respons dan peran serta masyarakat (van Schaik,

2006) .

Page 22: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

8

Pendekatan pengelolaan hutan konservasi dengan

sistem kawasan dianggap masih belum optimal seperti taman

nasional (TN), cagar alam (CA) dan suaka margasatwa (SM).

Sistem pengelolaan kawasan hutan konservasi belum dapat

memenuhi seluruh kebutuhan habitat yang diperlukan bagi

kelangsungan hidup beragam jenis satwa liar, seperti

orangutan yang membutuhkan wilayah jelajah yang sangat

luas. Risiko pemusnahan orangutan di alam pun secara cepat

dapat terjadi karena pembangunan infrastruktur akibat

pertumbuhan populasi manusia dan upaya pemenuhan

kebutuhan hidupnya. Hutan konservasi yang salah satunya

diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan satwa liar

hanya merupakan ”pulau-pulau” habitat (habitas islands)

akibat terfragmentasi dan terisolasi oleh kawasan budi daya

manusia seperti areal perkebunan, industri, pemukiman,

pertanian, atau kawasan hutan produksi yang terdegradasi

(Marsono, 2009).

Saat ini; perspektif pemikiran, perencanaan dan

pengelolaan kawasan konservasi (termasuk dalam

melindungi keragaman hayati di dalamnya) mulai bergeser

dari paradigma “species and habitat protection” menuju

paradigma ”beyond boundary management” dalam skala

ekosistem/bioregion/lansekap. Pengelolaan individual

kawasan terbukti kurang efektif di lapangan. Hal ini terjadi

karena sistem pengelolaan dilakukan layaknya sebuah pulau

yang terisolasi dari konteks masalah sosial ekonomi, sosial

politik dan sosial budaya. Evolusi konsep dalam konservasi

orangutan pun mengalami perkembangan; yang sebelumnya

hanya memasukkan pendekatan pengelolaan habitat dan

populasi, kini bertambah dengan memasukkan konteks sosial

ekonomi dan budaya masyarakat dalam tataran ekosistem

Page 23: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

9

atau lansekap. Hal ini diharapkan akan lebih menjamin

efektivitas konservasi orangutan di habitat alam dalam jangka

panjang yang menghendaki pemeliharaan proses dan

dinamika interaksi dalam tingkat jenis, antar jenis, dan antara

jenis dengan lingkungan abiotik mereka (Perbatakusuma et

al., 2006).

Kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi,

termasuk konservasi orangutan juga telah mengalami

pergeseran dengan tipe pengurusan yang lebih bervariasi.

Pengelolaan tidak semata-mata dilakukan oleh pihak

pemerintah pusat tetapi juga melibatkan pemerintah daerah,

swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat

setempat, atau kelembagaan kolaboratif yang dikelola

bersama-sama para pihak yang berkepentingan.

Kecenderungan global semakin muncul bahwa usaha

konservasi akan berlanjut ketika para pihak terkait mengakui

adanya manfaat yang besar dari investasi yang dikeluarkan

untuk kegiatan konservasi, termasuk dalam mengembangkan

konservasi satwa liar langka seperti orangutan.

Kegiatan konservasi orangutan perlu dilakukan melalui

pendekatan bio ekologi, kelembagaan, sosial ekonomi dan

budaya masyarakat setempat, khususnya di kawasan Hutan

Batang Toru, Provinsi Sumatra Utara. Oleh sebab itu, Buku ini

memberikan informasi tentang kondisi bio ekologi (habitat,

populasi dan perilaku), sosial ekonomi masyarakat, persepsi

dan peranan para pihak, dan rekomendasi strategi untuk

pengembangan konservasi orangutan di dataran tinggi

kawasan Hutan Batang Toru, Tapanuli, Sumatra Utara. Usulan

rekomendasi strategi dan teknik untuk konservasi orangutan

tersebut selanjutnya disajikan pada bagian akhir buku ini.

Selain itu, buku ini juga sebagai review hasil penelitian dan

Page 24: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

10

publikasi penulis dari tahun 2004 hingga tahun 2011, serta

referensi lainnya yang terkait dengan konservasi orangutan

Sumatra.

Page 25: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

11

II. GAMBARAN HUTAN BATANG TORU

Luas kawasan hutan di Provinsi Sumatra Utara saat ini

±3.055.795 ha; yang terdiri atas hutan konservasi seluas

±427.008 ha, hutan lindung (HL) seluas ±1.206.881 ha, hutan

produksi terbatas (HPT) seluas ±641.769 ha, hutan produksi

tetap (HP) seluas ±709.452 ha, dan hutan produksi dapat

dikonversi (HPK) seluas ±75.684 ha (Keputusan Menteri

Kehutanan No. 579/Menhut-II/2014). Salah satu kawasan

hutan di Sumatra Utara yang menjadi habitat orangutan

Sumatra di sebelah Selatan Danau Toba adalah Blok Hutan

Batang Toru.

Berdasarkan pembagian status fungsi kawasan hutan,

Blok Hutan Batang Toru menurut Balai Pemantapan Kawasan

Hutan (BPKH) Wilayah I Medan (2006) sekitar 105.808 ha;

yang terdiri atas kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan

pelestarian alam (KPA) seluas 15.020 ha, HL seluas 17.737 ha,

HPT seluas 1.483 ha, HP seluas 57.171 ha, dan areal

penggunaan lain (APL) seluas ± 14.397 ha. Data luas kawasan

hutan pada Blok Hutan Batang Toru tersebut berbeda dengan

data menurut Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatra

Utara No. 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Provinsi Sumatra Utara Tahun 2003–2018. Menurut

Perda tersebut, Blok Hutan Batang Toru terdiri atas KSA

seluas 12.994,7 ha, HL seluas 17.382,7 ha, HPT seluas 2.951,1

ha, dan HP seluas 115.241,6 ha. Sementara itu, sumber lain

Page 26: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

12

menyebutkan bahwa luas Blok Hutan Batang Toru sekitar

102.667 ha (http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-

dasar, 2012).

Blok Hutan Batang Toru memiliki tutupan hutan alam

primer sekitar 90.000–140.000 ha (Conservation

International, 2004 dalam http://pongoabelii.wordpress.

com/dokumen-dasar, 2012). Kawasan hutan tersebut secara

geografis berada pada koordinat 98˚50’49,9”–99˚17’46,3”

Bujur Timur (BT) dan 1˚26’17,7”–1˚55’42,7” Lintang Utara

(LU) (Perbatakusuma et al., 2006). Secara administratif,

Hutan Batang Toru berada pada tiga kabupaten dan dua kota

di Provinsi Sumatra Utara dengan sebaran luasan seperti

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi luasan Blok Hutan Batang Toru pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara

Kabupaten/Kota Luas (ha) Persentase

(%)

Tapanuli Selatan 38.570,4 37,6

Tapanuli Tengah 16.932,1 16,5

Tapanuli Utara 46.192,9 45,0

Kota Sibolga 432,2 0,4

Kota Padang Sidempuan 539,4 0,5

Luas Keseluruhan 102.667,0 100,0

Sumber: (http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-dasar, 2012)

Hutan konservasi yang terdapat di kawasan Hutan

Batang Toru adalah CA Dolok Sibual-buali, CA Dolok Sipirok,

dan Suaka Alam (SA) Lubuk Raya (Gambar 1). Pada blok ini

Page 27: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

13

CA Dolok Sipirok

CA Dolok Sibual-buali

SA Lubuk Raya

Sumber peta: Conservation International-Indonesia (2006)

terdapat pula hutan lindung yaitu HL Batang Toru II, HL

Sipirok dan HL Sibolga.

Gambar 1. Peta Kawasan Blok Hutan Batang Toru

Page 28: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

14

Secara umum, kawasan hutan alam di DAS Batang Toru

merupakan ekosistem yang masih asli dan relatif utuh sebagai

perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah dan

perbukitan (300 m dpl), hutan batuan gamping (limestone),

hutan pegunungan rendah, hingga hutan pegunungan tinggi

(Gambar 2). Kawasan hutan alam memiliki ketinggian mulai

dari 50 m dpl (daerah Sungai Sipan Sihaporas, dekat Kota

Sibolga) hingga 1.875 m dpl (puncak Gunung Lubuk Raya).

Topografi kawasan memiliki kelerengan antara 16% hingga

lebih dari 60% yang didominasi oleh areal berbukit dan

bergunung (http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-

dasar, 2012). Kawasan hutan juga memiliki keunikan

fenomena geologi berupa sumber-sumber air panas dan

geotermal, serta terdapat potensi mineral emas dan perak

(Perbatakusuma et al., 2006; Kuswanda, 2006a).

Gambar 2. Ekosistem hutan alam Blok Hutan Batang Toru

Page 29: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

15

Kawasan hutan alam Batang Toru mempunyai tingkat

keunikan dan kekayaan keanekaragaman hayati, serta

ekosistem yang tinggi. Dengan demikian, kawasan hutan

tersebut bernilai HCVF dan dapat dinyatakan sebagai

kawasan yang penting bagi pelestarian keanekaragaman

hayati (key biodiversity area) di Provinsi Sumatra Utara.

Keanekaragaman hayati di dalam kawasan hutan Batang Toru

yang telah teridentifikasi adalah 67 spesies mamalia (dari 21

famili), 287 spesies burung, 110 spesies herpetofauna (19

spesies amphibia dari 6 famili dan 49 spesies reptilia dari 12

famili). Selain itu, kekayaan keanekaragaman flora juga

sangat tinggi, yaitu sekitar 688 spesies tumbuhan dari 137

famili (Perbatakusuma et al., 2006).

Beberapa spesies satwa liar yang menjadi kekayaan

keanekaragaman hayati di kawasan Hutan Batang Toru

merupakan spesies yang dilindungi sesuai PP Nomor 7 Tahun

1999, statusnya terancam punah sesuai kategori IUCN dan

peredarannya dibatasi sesuai kategori CITES (Convention

International of Trade of Endagered Species). Secara terinci,

status konservasi untuk taksa mamalia tercatat sebanyak 20

spesies (jenis) yang dilindungi, 12 spesies termasuk dalam

kategori terancam punah dan 14 spesies termasuk dalam

daftar Appendix CITES. Satwa liar mamalia yang terancam

bahaya kepunahan dan dilindungi, antara lain orangutan

Sumatra (Pongo abelii), harimau Sumatra (Panthera tigris

Sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), kukang

(Nycticebus coucang), kambing hutan Sumatra (Naemorhedus

sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), dan kucing emas

(Pardofelis marmomata). Taksa herpetofauna yang terancam

bahaya kepunahan dan dilindungi diantaranya terdapat 4

spesies bersifat endemik, 5 spesies terancam punah secara

Page 30: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

16

global, dan 7 spesies digolongkan ke dalam daftar Appendix

CITES. Sementara itu, status konservasi satwa burung

tercatat sebanyak 51 spesies yang dilindungi, 61 spesies

termasuk dalam kategori terancam punah dan 8 spesies

termasuk dalam daftar Appendix CITES. Khusus untuk satwa

burung; terdapat 21 spesies migran, 8 spesies endemik dan 4

spesies yang berkontribusi dalam pembentukan kawasan

Endemic Bird Area (Perbatakusuma et al., 2006).

Selain kekayaan satwa liar, Hutan Batang Toru juga

memiliki kekayaan tumbuhan (flora) yang cukup tinggi. Dari

sekitar 688 spesies flora yang diketahui, 138 spesies

diantaranya diketahui dapat menjadi sumber pakan

orangutan Sumatra dan 9 spesies flora merupakan jenis baru.

Selain itu, terdapat 8 spesies flora yang terancam bahaya

kepunahan, 3 spesies merupakan endemik Sumatra, dan 4

spesies dilindungi oleh PP Nomor 7 Tahun 1999, seperti

Rafflesia gadutensis Meijer dan Nepenthes Sumatrana (Miq.)

Becc. Kawasan ini juga menyimpan populasi flora yang

memiliki bunga raksasa, yaitu Amorphaphalus baccari dan

Amorphophalus gigas (Perbatakususma et al., 2006).

Kawasan Hutan Batang Toru tidak semuanya

merupakan habitat orangutan. Orangutan hanya terdapat di

sebagian wilayah kawasan, terutama di bagian Barat, yaitu

pada habitat dataran tinggi (sub pegunungan sampai

pegunungan) dengan ketinggian >800 m dpl (Kuswanda,

2006b; Simorangkir, 2009). Sementara itu, habitat orangutan

di daerah dataran rendah sudah banyak berubah menjadi

perkebunan sawit dan karet. Habitat orangutan Batang Toru

tersebut tersebar pada berbagai status fungsi hutan (Gambar

3), mulai dari hutan produksi (HPT, HP, dan HPK), HL, hutan

konservasi (CA dan SM), dan hutan rakyat (APL).

Page 31: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

17

Sum

ber

pet

a: C

on

serv

atio

n I

nte

rnat

ion

al-I

nd

on

esia

(2

00

6)

Ga

mb

ar

3.

Hab

itat

ora

ng

uta

n d

i kaw

asan

Hu

tan

Bat

ang

To

ru

Page 32: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

18

Penelitian orangutan Batang Toru–sebagai fokus

bahasan pada buku ini–telah dilakukan oleh penulis pada

kawasan hutan konservasi CA Alam Dolok Sibual-buali dan CA

Dolok Sipirok, serta kawasan hutan dan lahan masyarakat

sekitarnya. Lokasi ini adalah contoh kawasan konservasi

yang penting untuk mengungkap bio ekologi orangutan pada

habitat dataran tinggi di sebelah Selatan Danau Toba yang

sebelumnya sedikit sekali informasi penelitiannya. Selain itu,

orangutan Batang Toru diperkirakan lebih rentan terhadap

ancaman kepunahan lokal karena jumlah populasinya sangat

rendah (dibahas pada bab-bab berikutnya). Selanjutnya,

gambaran umum lokasi penelitian pada dua hutan konservasi

tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Peta Kawasan CA Dolok Sibual-buali

Sumber: Peta RBI skala 1 : 50.000; Peta Register Skala 1 : 20.000 dan Kuswanda (2005a)

Page 33: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

19

A. Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali

CA Dolok Sibual-buali merupakan bagian dari kawasan

Hutan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan yang masih

merupakan habitat alami orangutan Sumatra. Hutan Sibual-

buali ditetapkan sebagai kawasan cagar alam pada tanggal 8

April 1982 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 215/Kpts/Um/14/1982 dengan luas keseluruhan

±5.000 Ha. Secara administratif, kawasan CA Dolok Sibual-

buali meliputi Kecamatan Marancar, Sipirok, Batang Toru dan

Padang Sidempuan Timur. Kawasan CA Dolok Sibual-buali

dapat dicapai menggunakan kendaraan darat melalui rute

Medan–Tarutung dan Sipirok dengan jarak ±350 km atau

waktu tempuh sekitar 7 jam. Selain itu, kawasan hutan dapat

ditempuh melalui rute Medan–Rantau Parapat–Gunung Tua–

Sipirok dengan jarak tempuh sekitar 400 km (Balai KSDA

Sumut II, 2002).

Kawasan CA Dolok Sibual-buali termasuk dalam

kelompok tipe hutan pegunungan dengan ketinggian antara

800–1.319 m dpl. Pegunungan di CA Dolok Sibual-buali

memiliki lereng agak curam sampai curam yang didominasi

oleh lereng >40%. Kondisi topografi sebagian besar kawasan

merupakan perbukitan dan pegunungan dan terletak di

daerah vulkanis aktif dengan kondisi geologis yang agak labil.

Kawasan CA Dolok Sibual-buali sebagian besar berada dalam

DAS Batang Toru. Pola aliran sungai di Hutan Batang Toru

umumnya mengikuti pola paralel, artinya pola aliran sungai

bentuknya memanjang ke satu arah dengan cabang-cabang

sungai kecil yang datangnya dari arah lereng-lereng bukit,

kemudian menyatu di sungai utama yang mengalir di

lembahnya. Pola aliran seperti ini mempunyai risiko bencana

banjir dan longsor yang tinggi apabila terjadi pembalakan

Page 34: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

20

kayu, konversi hutan alam, atau pembuatan jalan memotong

punggung bukit di daerah bagian hulu.

Kondisi vegetasi di CA Dolok Sibual-buali masih relatif

baik dan banyak dijumpai pohon-pohon yang berdiameter

besar. Flora yang mendominasi kawasan CA Dolok Sibual-

buali adalah Famili Euphorbiaceae, Myrtaceae, Anacardiaceae,

Moraceae, Dipterocarpaceae, dan sebagian yang lain. Jenis

tumbuhan yang mendominasi adalah medang nangka

(Eleaocarpus obtusus), hau dolok (Syzygium sp.), hoteng

(Quercus gemelliflora Bl), dan Hoteng batu (Quercus maingayi

Bakh). Pada strata dua, banyak dijumpai anakan pohon dan

perdu yang rapat, serta tumbuhan berbunga dan anggrek

hutan. Pada kawasan ini dapat ditemukan juga bunga langka

(Rafflesia sp.).

Selain orangutan, CA Dolok Sibual-buali–yang juga

merupakan daerah transisi–memiliki kekayaan dan

keanekaragaman jenis satwa langka, endemik, dan dilindungi

lainnya seperti siamang (Hylobates syndactylus Raffles, 1821),

ungko (Hylobathes agilis Cuvier, 1821), tapir (Tapirus indicus),

dan harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrae). Selain itu,

kawasan CA Dolok Sibual-buali merupakan habitat beragam

jenis burung yang dilindungi, seperti poksai jambul putih

(Garrulax leucophus), rangkong, enggang, dan elang.

Masyarakat yang tinggal di sekitar CA Dolok Sibual-

buali pada umumnya adalah suku Batak dan hanya sebagian

yang berasal dari keturunan suku Jawa dan daerah lainnya.

Mata pencaharian masyarakat sebagian besar sebagai petani,

peladang, dan pembuat gula aren. Jenis tanaman yang

dibudidayakan masyarakat antara lain padi, kayu manis

(Cinammomum burmanii Nees & Th. Nees), kopi (Coffea

arabica L.), karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg), salak

Page 35: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

21

(Salacca edulis Reinw), dan cokelat (Theobroma cacao L).

Sarana dan prasarana kehidupan masyarakatnya relatif masih

rendah, jalan transportasi yang masih sulit, dan umumnya

tergolong katagori masyarakat desa miskin.

Gambar 5. Tanaman budi daya masyarakat di sekitar CA Sibual-buali

B. Kawasan Cagar Alam Dolok Sipirok

Kawasan CA Dolok Sipirok ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor

226/Kpts/Um/14/1982 tanggal 8 April 1982 dengan luas

keseluruhan mencapai 6.970 ha. Lokasi CA Dolok Sipirok

dapat dicapai menggunakan kendaraan darat melalui rute

Page 36: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

22

Medan–Tarutung dan Sipirok dengan jarak ±350 km atau

waktu tempuh sekitar 7–8 jam. Selain itu, lokasi dapat

ditempuh melalui rute Medan–Rantau Parapat–Gunung Tua–

Sipirok dengan jarak tempuh ±400 km (Balai Konservasi

Sumber daya Alam Sumut II, 2002).

Kawasan CA Dolok Sipirok berada pada ketinggian

antara 600–1.200 m dpl. Topografi kawasan hutan tersebut

secara umum memiliki lereng agak curam sampai curam

dengan kelerengan >40%, relatif sama dengan CA Dolok

Sibual-buali. Kondisi topografi sebagian besar berupa

perbukitan dan pegunungan yang terletak di daerah vulkanis

aktif dengan kondisi geologis yang relatif labil.

Hidrologi CA Dolok Sipirok sebagian besar termasuk

dalam DAS Batang Toru, seperti halnya CA Dolok Sibual-buali,

dengan pola aliran sungai mengikuti pola paralel. Jenis tanah

di CA Sipirok terdiri atas dua tipe: Ma.2.2.4 di bagian Barat

dan Utara, dan Vd.1.4.4. di bagian Timur (Gambar 6). Tanah

tipe Ma.2.2.4 mencirikan sebagai bagian dari pegunungan,

intermediate tuffs (debu), kemiringan (slope) dengan curam

sampai sangat curam (25–75%), dan terbelah-belah

(dissected) ekstrem. Berdasarkan klasifikasi United States

Department of Agriculture (USDA), jenis tanah termasuk

kategori humitropepts, halupdults, dan haplohumults. Tekstur

tanah lapisan atas (top soil) tergolong bagus (fine) dan sub soil

cukup bagus (moderately fine). Kondisi mineral tanah

termasuk sangat dalam dan drainase cukup bagus. Tanah tipe

Vd.1.4.4. merupakan bagian dari stratovulcanoes, tuff masam,

vulcano dengan slope rendah (<16%), dan terbelah-belah

ekstrem. Berdasarkan klasifikasi USDA, jenis termasuk dalam

kategori dystropepts dan humitropepts dengan tekstur top soil

bagus (fine) dan sub soil juga bagus. Mineral tanah termasuk

Page 37: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

23

dalam sampai sangat dalam dan drainase cukup baik

(Kuswanda, 2011).

Gambar 6. Peta kawasan dan ketinggian CA Dolok Sipirok

Kekayaan flora dan fauna di CA Dolok Sipirok juga

beragam. Flora yang mendominasi diantaranya Famili

Dipterocarpaceae, Fagaceae, Moraceae, Myrtaceae,

Anacardiaceae dan Euphorbiaceae. Jenis tumbuhan yang

mendominasi adalah hau dolok (Syzygium sp.), hoteng

(Quercus sp.) dan mayang (Palaquium sp.). Pada strata dua

Page 38: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

24

banyak dijumpai anakan pohon dan perdu yang rapat, serta

tumbuhan berbunga dan anggrek hutan (Balai KSDA Sumatra

Utara II, 2002; Perbatakusuma et al., 2006). Sementara itu,

jenis-jenis satwa langka, endemik, dan dilindungi (selain

orangutan Sumatra) adalah beruang madu (Helarctos

malayanus), tapir (Tapirus indicus), siamang (Hylobates

syndactylus), ungko (Hylobathes agilis), beruk (Macaca

nemestrina), kambing hutan Sumatra (Naemorhedus

sumatrensis sumatrensis), dan harimau Sumatra (Panthera

tigris Sumatrae).

Gambar 7. Satwa liar primata yang terdapat di CA Dolok Sipirok:

1) siamang (Hylobates syndactylus) dan 2) ungko (Hylobathes agilis)

Mata pencaharian masyarakat di CA Dolok Sipirok

hampir sama dengan masyarakat yang ada di sekitar CA

Page 39: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

25

Dolok Sibual-buali yaitu sebagai petani, peladang, dan

pembuat gula aren. Jenis tanaman yang dibudidayakan antara

lain salak (Salacca edulis Reinw), kayu manis (Cinammomum

burmanii), dan karet (Hevea brasiliensis). Sarana kesehatan

dan ekonomi seperti pasar masih minim sehingga masyarakat

harus membawa ke pekan atau pasar mingguan di pusat Kota

Sipirok untuk menjual hasil pertaniannya.

Page 40: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable
Page 41: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

27

III. SEJARAH, TAKSONOMI DAN SEBARAN

A. Sejarah

Orangutan diperkirakan berasal dari daratan Asia di

sepanjang Pegunungan Himalaya. Orangutan diperkirakan

bermigrasi sejauh 3.000 km ke Daratan Sunda yang luas

selama masa Pleistosen (2 juta–22 ribu tahun yang lalu).

Pola migrasi orangutan mungkin terpusat di sepanjang

sungai-sungai dan kaki gunung karena orangutan tidak bisa

berenang. Orangutan menyeberangi sungai diperkirakan

pada kedua tepi sungainya yang terhubung dengan tajuk

pohon, batang yang rubuh, dan/atau bebatuan besar sebagai

tempat loncatan (Meijaard et al., 2001).

Populasi orangutan di sebagian dataran Asia

diperkirakan punah sekitar abad ke-16 dan populasi yang

tersisa hingga kini adalah populasi orangutan di Sumatra dan

Kalimantan. Penemuan mengenai keberadaan orangutan

Sumatra di wilayah Aceh mulai dipublikasikan oleh B. Hagen

dari Jerman pada tahun 1890. Pada tahun 1905, Gustav

Schneider menemukan bahwa orangutan terlihat di

pedalaman Sibolga dan sekitar Sungai Batang Toru. Pada

awal tahun 1970-an, rimbawan Indonesia, K.S. Depari,

melaporkan kembali bahwa orangutan masih terdapat di

hutan sepanjang Sungai Batang Toru (Meijaard et al., 2001).

Keberadaan orangutan masih ditemukan di kawasan hutan

Page 42: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

28

Batang Toru diperkuat dengan adanya laporan para peneliti

yang menemukan orangutan terutama pada awal abad ke-21

(awal tahun 2000-an).

B. Taksonomi dan Morfologi

Orangutan merupakan salah satu anggota suku

Pongidae yang mencakup pula tiga spesies kera lainnya, yaitu

bonobo Afrika (Pan panicus Schwarz), simpangse (Pan

troglodytes Blumenbach), dan gorila (Gorilla gorilla Savage).

Menurut Groves (1999), Muir et al., (2000), Zhang (2001), dan

Fischer (2006); orangutan di Pulau Sumatra dan Kalimantan

telah diidentifikasi sebagai spesies yang berbeda, yaitu

orangutan Sumatra (Pongo abelii Lesson) dan orangutan

Kalimantan (Pongo pygmaeus Linneus). Orangutan

Kalimantan terbagi lagi menjadi tiga sub spesies yaitu Pongo

pygmaeus pygmaeus (bagian Utara dan Barat Pulau

Kalimantan), Pongo pygmaeus wurmbii (bagian Tengah Pulau

Kalimantan), dan Pongo pygmaeus morio (bagian Utara dan

Timur Pulau Kalimantan). Taksonomi orangutan Sumatra–

yang dikenal dengan nama lokal mawas atau orangutan dan

nama internasional orangutan–secara lengkap adalah sebagai

berikut:

Super famili : Hominoidea

Famili : Pongidae

Genus : Pongo

Spesies : Pongo abelii Lesson

Secara morfologi, orangutan Sumatra dan orangutan

Kalimantan sangat serupa, kecuali sedikit terdapat perbedaan

yang dapat dilihat dari warna bulunya. Orangutan Kalimantan

Page 43: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

29

setelah dewasa berwarna cokelat kemerah-merahan atau

lebih gelap, sedangkan orangutan Sumatra berwarna lebih

merah dan cerah, serta kadang-kadang terdapat warna putih

pada bagian muka. Perbedaan morfologis orangutan dapat

lebih dikenali dari perawakannya, khususnya struktur

rambut. Pongo pygmaeus memiliki rambut pipih dengan

kolom pigmen hitam yang tebal di tengah; sedangkan Pongo

abelii berambut lebih tipis, membulat, memiliki kolom

pigmen yang halus dan sering patah di bagian tengahnya.

Orangutan Kalimantan jantan dewasa memiliki cheek pad

yang lebar, kantung suara yang besar, dan wajah berbentuk

segi empat. Sementara itu, orangutan Sumatra jantan dewasa

memiliki cheek pad dan kantung suara yang kecil, warna

janggut agak kekuningan, dan wajah berbentuk berlian

(Napier & Napier, 1967; Sinaga, 1992; van Schaik, 2006).

Berat badan kedua spesies tersebut tidak berbeda nyata;

orangutan betina berkisar 35–55 kg, sedangkan yang jantan

berkisar 85–110 kg (Sudirman & Shapiro, 2007)

C. Sebaran

Pola sebaran satwa liar di alam bebas dapat berbentuk

acak, berkelompok, atau sistematik. Bentuk sebaran satwa

primata pada suatu habitat sangat dipengaruhi oleh

penyebaran sumber pakan, terutama buah dan daun

(Alikodra, 1990). Menurut van Schaik et al. (1995), sebaran

orangutan semakin sedikit dengan bertambahnya ketinggian

tempat karena ketersediaan buah-buahan sebagai makanan

pokoknya semakin menurun tajam bersamaan dengan

bertambah tingginya suatu tempat. Blouch (1997), Singleton

& van Schaik (2001), dan Meijaard et al. (2001) menyatakan

bahwa penyebaran orangutan sangat dipengaruhi oleh

Page 44: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

30

ketersediaan pakan, kualitas habitat, dan kondisi cuaca

terutama suhu di malam hari. Lokasi penyebaran orangutan

Sumatra yang masih tersisa disajikan pada Tabel 3 dan

Gambar 8.

Tabel 3. Lokasi dan perkiraan luas habitat dan populasi orangutan Sumatra

No. Lokasi Luas habitat

(km2)

Perkiraan populasi

(individu)

1. Aceh (Utara–Timur) 1,679 654

2. Aceh (Utara–Barat) 282 180

3. Seulawah 85 43

4. Aceh Tengah 826 440

5. Leuser bagian Barat 2,547 2,508

6. Sidiangkat 186 134

7. Leuser bagian Timur 1,467 1,052

8. Rawa Tripa 140 280

9. Tromon–Singkil 725 1,500

10. Rawa Singkil Timur 80 160

11. Batang Toru Barat 600 400

12. Serulla Timur 375 150

Jumlah 8,992 7,501

Sumber: Population and Habitat Viability Assessment (2004) dan Wich et al. (2003).

Orangutan cenderung menempati hutan dataran rendah

karena pohon-pohonnya menyediakan sumber pakan buah

sebagai makanan utamanya. Namun, banyak pula orangutan

Sumatra yang hidup dan menempati habitat dataran tinggi

(>1.000 m dpl) seperti di kawasan Hutan Batang Toru

(Djojoasmoro et al., 2004; Kuswanda, 2006b; Sitaparasti,

Page 45: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

31

2007; Perbatakusuma et al., 2006). Pada habitat alaminya,

orangutan merupakan satwa liar tipe pengumpul atau pencari

makanan yang oportunis (memakan apa saja yang dapat

diperolehnya). Distribusi jumlah dan kualitas makanan,

terutama buah-buahan sebagai makanan pokok orangutan,

sangat memengaruhi perilaku pergerakan, kepadatan

populasi dan organisasi sosialnya (Meijaard et al., 2001).

Sumber: Wich et al. (2008)

Gambar 8. Peta sebaran habitat orangutan Sumatra

Page 46: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

32

Menurut Kuswanda (2008a), selain sebarannya di

Selatan Danau Toba, orangutan ditemukan pula di hutan SM

Barumun, Kabupaten Padang Lawas Utara (lebih Selatan dari

Hutan Batang Toru). Hal ini diketahui berdasarkan hasil

identifikasi terhadap penemuan sarang yang diduga

merupakan sarang orangutan. Informasi keberadaan sarang

orangutan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti melalui survei

oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)

Sumatra Utara pada tahun 2009 dan melaporkan bahwa

petugas di lapangan telah menemukan orangutan secara

langsung. Penemuan ini sangat penting karena menjadi

informasi baru yang sebelumnya dinyatakan oleh para ahli

bahwa sebaran orangutan Sumatra paling Selatan Danau Toba

adalah di Hutan Batang Toru (Population and Habitat Viability

Assessment, 2004).

Page 47: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

33

IV. HABITAT

Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau

satwa dapat hidup dan berkembang secara alami

(Departemen Kehutanan, 1990). Habitat merupakan

keseluruhan resources (sumber daya), baik biotik maupun

fisik, pada suatu area yang digunakan/dimanfaatkan oleh

suatu spesies satwa liar untuk bertahan hidup (survival) dan

bereproduksi. Habitat dapat diartikan pula sebagai suatu

kawasan atau ruang yang dapat memenuhi semua kebutuhan

dasar dari suatu populasi spesies tertentu. Ruang tersebut

dapat berfungsi sebagai tempat kawin, tidur atau istirahat,

bertelur, dan tempat lainnya dimana suatu organisme

melakukan segala aktivitas kehidupannya yang tercermin

dalam suatu daerah jelajahnya (Bailey, 1984; Alikodra, 1990).

Habitat dapat menghubungkan kehadiran spesies, populasi,

atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan

fisik dan karakteristik biologi (Morrison, 2002).

Habitat orangutan cukup menyebar, mulai dari hutan

dataran rendah sampai pada hutan pegunungan. Habitat yang

optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe

lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering yang

berdekatan. Tepi sungai dapat berupa dataran banjir, rawa,

atau lembah aluvial; sedangkan dataran tinggi kering

biasanya adalah kaki bukit. Habitat orangutan secara umum

banyak ditemukan di daerah dataran rendah pada ketinggian

Page 48: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

34

200–400 m dpl (Meijaard et al., 2001). Secara keseluruhan

habitat orangutan Sumatra diperkirakan hanya tersisa 8,992

km2 (Wich et al., 2003; PHPA, 2004). Selanjutnya, kondisi

habitat orangutan Batang Toru, khususnya di CA Dolok

Sibual-buali dan CA Dolok Sipirok diuraikan sebagai berikut.

A. Keragaman dan Kelimpahan Jenis Tumbuhan

Hasil penelitian pada habitat orangutan di CA Dolok

Sibual-buali yang diklasifikasikan berdasarkan pembagian

wilayah telah mengindentifikasi spesies tumbuhan yang ada

yaitu wilayah bagian Barat sedikitnya teridentifikasi 53

spesies, bagian Timur 39 spesies, dan bagian Utara 58

spesies. Keragaman tumbuhan yang ditemukan di bagian

Utara memiliki jumlah spesies yang lebih tinggi dibandingkan

dengan bagian Barat dan Timur. Hal ini karena bagian Utara

umumnya masih merupakan hutan primer. Spesies tumbuhan

yang mendominasi antara lain adalah hau dolok (Syzygium

sp.), randuk hambing (Alstonis macrophylla), medang nangka

(Eleaocarpus obtusus), hau dolok jambu (Choriophyllum

malayanum), dan hoteng (Quercus maingayi).

Keanekaragaman jenis tumbuhan (H’) berdasarkan

hasil perhitungan indeks Shannon untuk setiap tingkat

pertumbuhan sangat bervariasi antara 2,46–3,28.

Berdasarkan batasan Barbour et al., (1987) dan Samingan

(1997), nilai ini menunjukkan bahwa kawasan hutan CA

Dolok Sibual-buali masih bisa lestari apabila dilakukan

pengamanan terhadap gangguan yang datang dari luar

terutama akibat aktivitas manusia seperti perambahan,

pengambilan air nira, dan penebangan liar. Berdasarkan

analisis indeks kesamaan komunitas Sorensen, kondisi

vegetasi di setiap bagian (Barat, Timur, dan Utara) ternyata

Page 49: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

35

berbeda nyata untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi

dengan persentase kemiripan <50%. Menurut Meijaard et al.

(2001), kekayaan dan komposisi jenis pada suatu kawasan

sangat dipengaruhi oleh lokasi tersebut yang berkaitan

dengan kondisi tanah dan iklim wilayah tersebut.

Gambar 9. Habitat orangutan dataran tinggi CA Dolok Sibual-buali

Habitat orangutan di CA Dolok Sipirok sedikitnya dapat

dibagi menjadi empat tipe ekosistem (Kuswanda, 2011), yaitu

sebagai berikut.

1. Hutan primer pada ketinggian di atas 900–1.200 meter dpl

yang mewakili tipe vegetasi habitat Montana bagian bawah

dengan luas sekitar 5.335 ha.

Page 50: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

36

2. Hutan primer pada ketinggian 600–900 m dpl yang

mewakili tipe vegetasi habitat Sub Montana dengan luas

sekitar 845 ha.

3. Hutan sekunder yang mewakili tipe vegetasi yang telah

mengalami gangguan terutama akibat penebangan liar

dengan luas sekitar 420 ha.

4. Lahan kering bekas area pertanian-kebun campuran-

semak belukar yang memberikan gambaran tipe vegetasi

pada habitat yang sudah terdegradasi (lahan kritis) dengan

luas sekitar 395 ha.

Gambar 10. Komposisi tumbuhan pada berbagai tipe habitat di CA Dolok Sipirok

Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) terhadap

tumbuhan pada keempat tipe ekosistem adalah sekitar 2,41–

3,86 dengan nilai indeks tertinggi ditemukan pada tipe

Page 51: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

37

habitat hutan primer ketinggian 600–900 m dpl. Nilai

keanekaragaman jenis pada tiga tipe habitat (hutan primer

pada ketinggian >900–1.200 m dpl, hutan primer pada

ketinggian 600–900 m dpl, dan hutan sekunder) termasuk

kategori tinggi, sedangkan pada tipe ekosistem lahan kering

bekas area pertanian-kebun campuran-semak belukar

tergolong rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi

habitat orangutan di CA Dolok Sipirok secara umum masih

stabil, kecuali pada ekosistem lahan kering bekas area

pertanian-kebun campuran-semak belukar. Menurut Ives

(2007) dan Begon et al. (2006), spesies yang beragam di

dalam komunitas akan membentuk suatu hubungan asosiasi

yang kompleks satu sama lain. Hubungan yang kompleks ini

mengakibatkan suatu komunitas akan lebih tahan terhadap

gangguan dibandingkan dengan komunitas dengan hubungan

yang sederhana. Oleh karena

itu, semakin tinggi keaneka-

ragaman spesies akan

meningkatkan kestabilan

suatu komunitas.

Nilai kelimpahan jenis

tumbuhan tertinggi berada

pada tipe habitat hutan

primer pada ketinggian

>900–1.200 m dpl. Kelim-

pahan jenis tumbuhan pada

hutan primer dan sekunder

di CA Dolok Sipirok cukup

tinggi apabila dibandingkan

dengan kawasan konservasi

di sekitarnya, seperti CA

Gambar 11. Kerapatan tumbuhan pada

ketinggian 900–1.200 m dpl di CA Dolok Sipirok

Page 52: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

38

Dolok Sibual-buali. Nilai kelimpahan tumbuhan di CA Dolok

Sipirok adalah 34,45–73,98, sedangkan di CA Dolok Sibual-

buali hanya 29,26–32,45. Kelimpahan jenis yang tinggi

menunjukkan bahwa penyebaran setiap jenis pohon hampir

merata sehingga membuat kawasan tersebut cukup stabil dan

mempunyai daya dukung tinggi untuk pemenuhan sumber

pakan dan pohon tidur orangutan.

Hasil analisis indeks kesamaan komunitas Sorensen

menunjukkan terdapat perbedaan komposisi vegetasi pada

berbagai tipe habitat, baik pada tingkat pohon maupun tiang.

Tipe hutan sekunder memiliki kesamaan jenis sebesar

51,78% (tingkat pohon) dan 39,08% (tingkat tiang) dengan

tipe habitat hutan primer di atas ketinggian 900–1.200 m dpl,

dan kesamaan jenis sebesar 48,00% (tingkat pohon) dan

48,72% (tingkat tiang) dengan tipe habitat hutan primer pada

ketinggian 600–900 m dpl. Hal ini menunjukkan bahwa

ketiga tipe habitat tersebut memiliki perbedaan komposisi

jenis vegetasi penyusun komunitasnya rata-rata lebih dari

50%.

Rata-rata nilai variabel tumbuhan yang berbeda pada

ketiga tipe habitat ini antara lain kerapatan jenis dan jumlah

jenis tumbuhan pakan, baik tingkat pohon maupun tiang;

rata-rata jarak antar pohon; dan persen penutupan tajuk

pohon. Hasil ini menunjukkan pula bahwa perbedaan

ketinggian tempat (selang 300 m dpl) dan tipe penutupan

lahan di CA Sipirok telah memengaruhi komposisi dan

struktur vegetasi di dalam komunitasnya sehingga dapat

dikategorikan sebagai tipe habitat yang berbeda.

Page 53: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

39

Gambar 12. Beringin adalah jenis tumbuhan

yang dikonsumsi daun dan buahnya

B. Tumbuhan Pakan Orangutan

1. Proporsi Jenis dan Jumlah Pohon Pakan

Tumbuhan yang

menjadi sumber pakan

orangutan di CA Dolok

Sibual-buali telah teriden-

tifikasi sebanyak 33 spe-

sies di bagian Barat, 19

spesies di bagian Timur,

dan 28 spesies di bagian

Utara. Spesies tumbuhan

pakan hampir ditemukan

pada setiap tingkat

pertumbuhan, baik pada

tingkat tiang maupun po-

hon, atau pada tempat

dimana orangutan mencari

makan maupun bersarang.

Jenis tumbuhan pakan

yang banyak dijumpai adalah hau dolok merah (Syzygium sp.),

gala-gala (Ficus racemosa) dan medang nangka (Elaeocarpus

obtusus), beringin (Ficus benjamina), dan hoteng (Quercus

maingayi). Persentase tertinggi bagian tumbuhan yang

dimakan oleh orangutan adalah buah (55%), daun dan pucuk

(14%), umbut (6%), dan sisanya dalam bentuk kombinasi

buah-daun-pucuk-umbut.

Sebagai pemakan buah-buahan, orangutan hidup

secara nomadis yaitu berpindah dari suatu tempat ke tempat

yang lain. Namun demikian, orangutan akan tetap tinggal di

suatu daerah selama ketersediaan makanan cukup melimpah.

Orangutan sangat menyukai buah-buahan yang berdaging

Page 54: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

40

Gambar 13. Motung, salah satu jenis tumbuhan pakan yang disukai orangutan

lembek, berbiji, termasuk buah berbiji tunggal dan buah beri

seperti jenis Ficus sp. Namun demikian, orangutan tercatat

pula sebagai pemakan telur burung, vertebrata kecil seperti

tupai, tokek dan kukang, serta menyukai madu (Meijaard et

al., 2001).

Pada kawasan CA Dolok Sipirok, sedikitnya

teridentifikasi sekitar 55 spesies tumbuhan pakan seperti

terep (Artocarpus elasticus), motung (Ficus toxicaria), asam

hing (Dracontomelon dao), dan dongdong (Ficus fistulosa).

Proporsi jenis dan jumlah pohon pakan orangutan

dibandingkan dengan jenis tumbuhan secara keseluruhan

yang tertinggi ditemukan pada tipe habitat hutan primer pada

ketinggian 600–900 m dpl dan yang terendah pada tipe

habitat lahan kering bekas area pertanian-kebun campuran-

semak belukar. Pada tingkat pohon, proporsi tertinggi jenis

pohon pakan ditemukan pada tipe habitat hutan sekunder,

sedangkan proporsi tertinggi jumlah pohon pakan ditemukan

pada tipe habitat hutan

primer pada ketinggian

600–900 m dpl. Pada

tingkat tiang, proporsi

tertinggi jenis dan jum-

lah pohon pakan dite-

mukan pada tipe habitat

hutan primer pada

ketinggian 600–900 m

dpl.

Page 55: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

41

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tipe habitat

hutan primer pada ketinggian 600–900 m dpl memiliki

kecenderungan sebagai habitat yang paling cocok dan

berpeluang paling tinggi untuk ditempati orangutan

dibandingkan tipe habitat lainnya. Menurut Meijaard et al.

(2001); distribusi jenis, jumlah, dan kualitas makanan

terutama buah-buahan akan memengaruhi perilaku

pergerakan, kepadatan populasi, dan organisasi sosial

orangutan.

Selanjutnya, tipe habitat hutan sekunder memiliki

proporsi tumbuhan pakan yang lebih tinggi dibandingkan

hutan primer pada ketinggian >900–1.200 m dpl. Hal ini

disebabkan sebagian besar jenis tumbuhan yang ditebang

adalah bukan merupakan pakan orangutan. Pada hutan

sekunder banyak ditemukan jenis yang merupakan sumber

makanan utama orangutan dan tidak ditemukan pada hutan

primer, terutama di atas ketinggian 1.000 m dpl, seperti

durian (Durio zibethinus) dan motung (Ficus toxicaria).

2. Produktivitas Pohon Pakan

Penyebaran suatu komunitas orangutan dipengaruhi

oleh keberadaan dan produktivitas pohon pakan, terutama

yang menghasilkan buah. Produktivitas pohon penghasil

buah akan menentukan kemampuan suatu habitat untuk

mendukung kehidupan orangutan. Singleton & van Schaik

(2001) menyatakan bahwa jumlah dan mutu buah sangat

dipengaruhi oleh kepadatan pohon-pohon penghasil buah,

kesuburan tanah, dan musim. Hasil analisis produktivitas

pohon pakan orangutan di CA Dolok Sibual-buali adalah

sebagai berikut.

Page 56: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

42

a. Produktivitas Daun

Pendugaan produktivitas daun dilakukan melalui

pengukuran serasah daun dengan menggunakan

penampung serasah (litter trap). Menurut Corbeels

(2001), produktivitas daun pada hutan primer/stabil

dapat didekati dari nilai jatuhan/produktivitas serasahnya.

Secara total, produktivitas serasah pada tingkat

pertumbuhan tiang dan pohon yaitu sebesar 3,9 gram/m2

per hari berat basah atau setara dengan 1,5 gram/m2 per

hari berat kering. Persamaan penduga nilai produktivitas

daun berdasarkan nilai diameter setinggi dada (Dbh) dan

tinggi tajuk pohon (Dtj) sebagai berikut:

1) Tingkat Tiang

a) Berat Basah

Pr = 0,697 + 0,0664 Dbh + 0,0086 Dtj

[S = 0,06097; R-Sq = 95,5%; R-Sq(adj) = 92,5%]

b) Berat Kering

Pr = 0,541 + 0,00626 Dbh + 0,0109 Dtj

[S = 0,02367; R-Sq = 75,4%; R-Sq(adj) = 59,0%]

2) Tingkat Pohon

a) Berat Basah

Pr = 1,63 – 0,0897 Dbh + 0,422 Dtj

[S = 0,2017; R-Sq = 89,3%; R-Sq(adj) = 82,1%]

b) Berat kering

Pr = - 0,061 + 0,0189 Dbh + 0,0106 Dtj

[S = 0,1933; R-Sq = 70,0%; R-Sq(adj) = 50,0%]

Keterangan:

Pr = produktivitas daun dan buah (kg/m2 per hari) Dbh = diameter pohon pada 1,30 m dari permukaan tanah (cm) Dtj = rata-rata diameter tajuk (m)

Page 57: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

43

Gambar 14. Penelitian serasah daun pada

pohon pakan orangutan

Berdasarkan persamaan

tersebut, nilai dugaan

produktivitas daun dari

tingkat tiang dan pohon

diketahui sebesar 40,66

kg/ha per hari berat

basah atau setara dengan

14,74 kg/ha per hari

berat kering. Persentase

kandungan air dari daun

tumbuhan pakan orang-

utan relatif kecil yaitu

sekitar 36,3%.

b. Produktivitas buah

Pendugaan produktivitas buah dilakukan melalui

pendekatan nilai potensi/biomassa buah pada beberapa

pohon pakan yang sedang berbuah di petak contoh

penelitian. Rata-rata biomassa buah pada tingkat tiang

dan pohon yaitu sebesar 1.308,1 kg/ha berat basah atau

setara dengan 556,8 kg/ha berat kering. Periode berbuah

pohon pakan orangutan umumnya mempunyai ritme

masing-masing dan dapat menghasilkan buah dalam dua

musim atau lebih dalam satu tahun, serta sangat jarang

pohon pakan yang menghasilkan buah sepanjang tahun.

Kebanyakan jenis tumbuhan pada kanopi atas

menunjukkan pola pematangan buah yang tidak teratur

sehingga tidak terdapat kemungkinan untuk dikonsumsi

dalam satu hari.

Page 58: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

44

Hasil pengamatan dan

wawancara dengan

masyarakat setempat

menunjukkan bahwa

lama waktu keterse-

diaan buah matang dan

siap dikonsumsi orang-

utan pada beberapa

jenis pohon pakan

berkisar 3–4 minggu.

Rata-rata lama waktu

ketersediaan buah ma-

tang ±30 hari untuk

satu musim berbuah.

Berdasarkan informasi

tersebut, produktivitas

buah dari pohon pakan

orangutan (berdasarkan contoh penelitian) adalah 43,6

kg/ha per hari berat basah atau setara dengan 18,6 kg/ha

per hari berat kering). Persamaan untuk menduga nilai

produktivitas buah adalah sebagai berikut.

1) Tingkat Tiang

a) Berat Basah

Pr = - 3016 + 280 Dbh + 0.2 Dtj

[S = 177,4; R-Sq = 96,9%; R-Sq(adj) = 95,3%]

b) Berat Kering

Pr = - 986 + 102 Dbh - 6.8 Dtj

[S = 84,24; R-Sq = 94,7%; R-Sq(adj) = 92,0%]

Gambar 15. Buah asam hing yang banyak dikonsumsi orangutan

Page 59: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

45

2) Tingkat Pohon

a) Berat Basah

Pr = 784 + 135 Dbh - 21 Dtj

[S = 2449; R-Sq = 60,7%; R-Sq(adj) = 45,0%]

b) Berat Kering

Pr = - 1017 + 98 Dbh - 32 Dtj

[S = 1190; R-Sq = 76,4%; R-Sq(adj) = 67,0%]

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai dugaan

produktivitas buah dari tingkat pertumbuhan tiang dan

pohon diketahui sebesar 43,6 kg/ha per hari berat basah

atau setara dengan 18,5 kg/ha per hari berat kering. Nilai

ini diasumsikan bila semua jenis pohon pakan berbuah

sepanjang tahun (tidak mengenal musim berbuah).

Menurut Sugardjito (1986), persentase jenis tumbuhan

pakan buah yang berbuah rata-rata hanya berkisar 5–30%

dalam setiap bulannya. Apabila mempertimbangkan nilai

tersebut dan musim berbuah, nilai produktivitas buah

berkisar 2,18–13,07 kg/ha per hari (rata-rata 7,63 kg/ha

per hari) berat basah atau setara dengan 0,92–5,55 kg/ha

per hari (rata-rata 3,23 kg/ha per hari) berat kering.

C. Daya Dukung Habitat

Pendugaan nilai daya dukung habitat dilakukan

berdasarkan nilai produktivitas tumbuhan pakan (dalam

satuan kg/ha per hari) dibagi nilai konsumsi orangutan

(dalam satuan kg/hari per individu) dan dikalikan dengan

luasan areal potensial sebagai habitat (ha). Penentuan nilai

konsumsi pakan orangutan pada penelitian ini didekati dari

nilai berat tubuhnya dengan asumsi setiap jenis satwa liar

Page 60: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

46

diperkirakan membutuhkan makanan sekitar 10–20% dari

berat tubuhnya setiap hari (Santosa, 1993). Hal ini karena

pengukuran nilai konsumsi pakan orangutan di habitat

alaminya secara kuantitatif sulit dilakukan dengan waktu

penelitian yang terbatas. Selain itu, pengukuran nilai

konsumsi satwa di alam bebas banyak mengalami kesulitan

karena tidak mudah menangkap sejumlah satwa liar untuk

dijadikan contoh penelitian dalam pengukuran ransum

makanan.

Berat badan orangutan bervariasi sesuai dengan

struktur umur dan jenis kelaminnya. Rata-rata berat badan

orangutan untuk kelas umur anak berkisar 5–20 kg, remaja

20–30 kg, pradewasa 30–50 kg, dan dewasa 50–120 kg

(Galdikas, 1978 dan Meijaard et al., 2001). Berdasarkan

informasi tersebut, rata-rata berat tubuh orangutan pada

suatu populasi yang memiliki struktur umur lengkap

diketahui sekitar 40,6 kg. Dengan demikian, nilai konsumsi

pakan orangutan diduga sekitar 4,1–8,2 kg/hari per individu

atau rata-rata sebesar 6,2 kg/hari per individu.

Nilai dugaan daya dukung habitat yang lebih teliti

diperoleh dengan mengalikan kembali hasil tersebut dengan

berbagai faktor koreksi, yaitu sebagai berikut (Meijaard et al.,

2001).

1. Luas kawasan CA Dolok Sibual-buali yang potensial

sebagai habitat orangutan (hanya sekitar 1.500 ha).

2. Persentase luas habitat yang dimanfaatkan oleh orangutan

di CA Dolok Sibual-buali (sekitar 0,36).

3. Persentase jumlah setiap bagian makanan yang

dikonsumsi oleh orangutan (sekitar 0,556 untuk buah dan

0,353 untuk daun [Sinaga, 1992]). Pada waktu musim

Page 61: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

47

berbuah, orangutan akan lebih banyak mengonsumsi buah

dibandingkan daun.

4. Persentase waktu yang digunakan orangutan untuk

mengonsumsi setiap jenis makanannya (sekitar 0,6 untuk

buah dan 0,25 untuk daun).

5. Faktor koreksi terhadap jenis makanan dari individu

tumbuhan pakan yang kurang disukai, jatuh, dan sebab

lainnya (sekitar 0,5 [Takandjandji, 1993]).

Berdasarkan analisis data dengan memperhitungkan

faktor koreksi diperoleh nilai dugaan daya dukung CA Dolok

Sibual-buali bagi populasi orangutan sebagai berikut.

1. Berdasarkan nilai produktivitas daun diperoleh dugaan

daya dukung sebesar 56 individu.

2. Berdasarkan nilai produktivitas buah diperoleh dugaan

daya dukung sebesar 47 individu.

Nilai dugaan daya dukung habitat berdasarkan nilai

produktivitas daun lebih besar dibandingkan menurut

produktivitas buah. Hal ini karena sumber pakan daun di

habitatnya tersedia sepanjang tahun, sedangkan buah hanya

tersedia pada musim berbuah. Berdasarkan nilai

produktivitas daun dan buah, daya dukung habitat di CA

Dolok Sibual-buali diduga sekitar 47–56 individu orangutan.

Hasil ini berarti, apabila kawasan CA Dolok Sibual-buali dapat

dilindungi dari berbagai ancaman fragmentasi habitat maka

populasi orangutan akan terus berkembang–dari populasi

sekarang sekitar 27 individu–sampai mencapai ukuran daya

dukungnya (Kuswanda & Bismark, 2007b).

Page 62: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

48

Nilai dugaan daya dukung orangutan Sumatra mungkin

cenderung over estimate. Hal ini dapat disebabkan nilai

pendugaan tersebut belum memerhatikan aspek persaingan

dalam memperebutkan sumber makanan dalam hutan.

Kenyataannya, pada habitat orangutan di CA Dolok Sibual-

buali terdapat pula satwa primata lainnya yang mengonsumsi

buah dan daun dari jenis tumbuhan pakan yang sama dengan

orangutan, seperti owa (Hylobates agilis F. Cuvier), siamang

(Hylobates syndactylus Raffles), dan beruk (Macaca

nemestrina Linn.). Namun, hasil penelitian ini setidaknya

telah menginformasikan gambaran bahwa kawasan CA Dolok

Sibual-buali sebenarnya masih dapat mendukung

perkembangan populasi orangutan. Dengan demikian, jumlah

populasi orangutan sekitar 27 individu (Kuswanda & Sugiarti,

2005a) dapat lebih meningkat bila keadaan kawasan dapat

dilindungi lebih optimal.

Angka reproduksi dan perkembangan populasi

orangutan yang rendah dapat pula disebabkan faktor lainnya.

Faktor yang berasal dari kemampuan reproduksi diketahui

bahwa orangutan melahirkan anak hanya sekitar 6–8 tahun

sekali. Sementara itu, faktor yang mungkin lebih banyak

berpengaruh lainnya adalah gangguan terhadap habitat. Pada

lokasi penelitian diketahui terdapat aktivitas masyarakat

yang sering memasuki habitat orangutan, seperti

pengambilan kayu, air nira, dan perambahan lahan. Populasi

orangutan pada habitat alam yang relatif terjaga

keamanannya pernah diestimasi oleh Bismark (2005)

terhadap orangutan Kalimantan, yaitu sekitar 350 individu

pada areal eks Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) seluas 12.000 ha di Kalimantan.

Page 63: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

49

D. Pemilihan Tipe Habitat

Tipe habitat tidak sama dengan habitat. Istilah tipe

habitat tidak dapat dijadikan landasan dalam mempelajari

hubungan antara satwa liar dan habitatnya. Tipe habitat

merupakan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu kawasan atau

potensi vegetasi yang mencapai tingkat klimaks; sedangkan

habitat lebih dari sekedar sebuah kawasan bervegetasi, tetapi

merupakan jumlah kebutuhan sumber daya khusus suatu

spesies. Bailey (1984) menyatakan bahwa tipe habitat

dicirikan dengan terdapatnya vegetasi utama yang

merupakan faktor kesejahteraan bagi satwa liar, contoh hutan

primer, hutan pinus, hutan Dipterocarpaceae, dan yang

lainnya. Suatu jenis satwa liar dikatakan memiliki sifat

selektif (memilih) apabila menggunakan habitat secara tidak

proporsional dengan ketersediaannya.

Menurut Morris (1987), sebagian besar satwa liar tidak

menggunakan seluruh kawasan hutan menjadi habitatnya,

tetapi hanya menempati beberapa bagian tertentu. Pemilihan

habitat merupakan suatu hal yang sangat penting karena

mereka dapat bergerak secara mudah untuk mendapatkan

makanan, air, tempat reproduksi, atau menempati tempat

baru yang lebih menguntungkan. Menurut berbagai hasil

penelitian sebelumnya (Galdikas, 1978; Sinaga, 1992; van

Schaik et al., 1995), ketersediaan pakan pada habitat tertentu

sangat memengaruhi sebaran dan populasi orangutan.

Analisis untuk mengidentifikasi pemilihan dan tingkat

kesukaan terhadap tipe habitat (habitat type preference)

dilakukan melalui penghitungan nilai indeks seleksi (selection

index) dan indeks seleksi terstandar (standardized index).

Berbagai analisis untuk menghitung nilai indeks seleksi dan

indeks seleksi terstandar telah dinyatakan, seperti oleh Manly

Page 64: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

50

et al. (1993), Babaasa (2000), dan Hemami et al. (2004). Nilai

rasio seleksi kehadiran orangutan (berdasarkan used plot)

terhadap tipe habitat dapat diketahui dengan melakukan

pengujian menggunakan metode Neu (indeks preferensi).

Menurut Manly et al. (2002), nilai-nilai tersebut dapat

menunjukkan tingkat seleksi suatu tipe habitat oleh satwa

liar. Metode Neu merupakan cara analisis yang sering

digunakan dalam penghitungan indeks preferensi dan

standardized index (indeks preferensi yang distandarkan)

pada satwa liar (Neu et al., 1974). Kriteria uji metode Neu

menurut Hemami et al. (2004) yaitu apabila indeks seleksi

lebih dari 1 (wi ≥1) maka habitat tersebut disukai, sebaliknya

apabila kurang dari 1 (wi <1) maka habitat tersebut akan

dihindari (tidak disukai).

Pemilihan dan kesukaan terhadap suatu areal oleh

orangutan dapat diindikasikan dengan adanya penemuan

individu dan jumlah sarang. Analisis untuk menentukan tipe

habitat yang dipilih orangutan menggunakan asumsi bahwa

semakin besar penggunaan suatu habitat oleh orangutan

maka semakin disukai habitat tersebut. Hal ini karena

proporsi penggunaannya (used) lebih besar dibandingkan

dengan proporsi ketersediaannya (availability). Menurut

Harvey dan Head (2006), nilai availability setiap tipe habitat

ditentukan berdasarkan persentase terhadap luas seluruh

tipe habitat. Pada penelitian ini, analisis yang dilakukan pada

habitat CA Dolok Sipirok dengan menggunakan uji Chi-square

menyimpulkan bahwa terdapat pemilihan tipe habitat

tertentu oleh orangutan (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa

orangutan tidak menggunakan seluruh kawasan hutan yang

ada sebagai habitatnya, tetapi hanya menempati beberapa

bagian habitat secara selektif.

Page 65: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

51

Page 66: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

52

Analisis terhadap pemilihan empat tipe habitat yang

dilakukan orangutan di kawasan CA Dolok Sipirok

menunjukkan bahwa nilai rasio seleksi (wi) dan indeks

standar seleksi (Bi) tertinggi diperoleh pada tipe habitat

hutan primer pada ketinggian 600–900 m dpl (wi= 2,210; Bi=

0,402), kemudian tipe habitat hutan sekunder (wi= 2,052; Bi=

0,373). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tipe habitat hutan

primer pada ketinggian 600–900 m dpl dan hutan sekunder di

CA Dolok Sipirok adalah habitat yang berpeluang paling tinggi

untuk dipilih oleh orangutan sebagai habitat yang disukai.

Hal ini juga sangat terkait dengan kondisi di lapangan bahwa

kecenderungan perubahan hutan primer menjadi hutan

sekunder dalam 10 tahun terakhir di Sumatra Utara adalah

77,88% (Kementerian Kehutanan, 2011).

Ketersediaan sumber pakan yang lebih banyak pada

tipe habitat hutan primer ketinggian 600-900 m dpl menjadi

faktor utama mengapa habitat tersebut paling disukai

orangutan. Ketersediaan sumber pakan, air, karakteristik

vegetasi yang menjamin keamanan dan kenyamanan satwa

juga menjadi faktor utama untuk pemilihan lokasi bersarang

orangutan (Dierenfeld , 1997; Kuswanda & Sukmana, 2005).

Sebaliknya, tipe habitat lainnya yang kurang atau tidak

tersedia sumber daya khusus cenderung dihindari oleh

orangutan (tidak disukai), seperti hutan primer pada

ketinggian di atas 900–1.200 m dpl dan lahan kering

bercampur semak belukar.

E. Seleksi Sumber Daya Habitat

Menurut Morrison (2002), sumber daya merupakan

faktor komponen biotik dan fisik yang digunakan langsung

oleh suatu satwa liar. Sumber daya merupakan semua faktor

Page 67: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

53

lingkungan yang memiliki

korelasi dengan distribusi,

kelimpahan, dan daya

reproduksi suatu spesies.

Nilai sumber daya dapat

dilihat dari kelimpahan,

ketersediaan, dan penggu-

naannya. Pemilihan bebe-

rapa tipe habitat oleh

satwa liar berhubungan

erat dengan ketersediaan

sumber daya di dalamnya.

Pemilihan terhadap sum-

ber daya pada berbagai

tipe habitat dapat dijelas-

kan dengan menggunakan fungsi pemilihan habitat

(Resources Selection Function/RSF). Fungsi pemilihan habitat

dapat dianalisis melalui dua pendekatan, yaitu kategorisasi

habitat (habitat categorizing) dan kategorisasi lokasi (site

categorizing) (van den Berg et al., 2001; Manly et al., 2002;

Purnomo, 2009).

Penelitian untuk mengetahui seleksi sumber daya

habitat oleh orangutan telah dilakukan di CA Dolok Sipirok

menggunakan beberapa variabel. Variabel sumber daya

habitat (biotik, fisik, dan faktor spasial) yang diamati dan

diduga memengaruhi kehidupan orangutan–yang selanjutnya

digunakan sebagai variabel bebas (X) terhadap penempatan

sarang (Y)–meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Jumlah jenis tumbuhan pada tingkat pohon (X1) dan

tingkat tiang (X2). Menurut Rijksen (1978), orangutan

merupakan satwa liar arboreal yang menempati tajuk-

Gambar 16. Komposisi tumbuhan pada ketinggian 600–900 m dpl

Page 68: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

54

tajuk pohon, terutama

pada tingkat tiang dan

pohon. Selain itu,

orangutan cenderung

menempati habitat yang

memiliki variasi jenis

dan komposisi tumbuh-

an yang beragam kare-

na membutuhkan varia-

si dan jenis makanan

yang sangat banyak

(Meijaard et al., 2001).

2. Luas total bidang dasar

pada tingkat pohon (X3)

dan tingkat tiang (X4).

Orangutan cenderung

memilih pohon dengan

ukuran tertentu untuk

beraktivitas, terutama

pada tingkat tiang dan pohon (diameter 10–30 cm); seperti

untuk makan, membuat sarang, bergerak, dan aktivitas

sosial lainnya (Sinaga, 1992; Kuswanda & Sukmana, 2005).

3. Kerapatan tumbuhan pada tingkat pohon (X5) dan tingkat

tiang (X6). Orangutan sebagian besar hidup pada habitat

yang masih baik atau hutan primer dengan kerapatan

tumbuhan yang tinggi (Meijaard et al., 2001).

4. Rata-rata jarak tumbuhan pada tingkat pohon (X7). Jarak

antar pohon dapat memengaruhi pertumbuhan dan

regenerasi tumbuhan secara alami (Hadiwinoto, 2008),

termasuk pada jenis-jenis tumbuhan sumber pakan dan

pohon sarang orangutan. Selain itu, orangutan cenderung

Gambar 17. Kerapatan tumbuhan pada

hutan sekunder di CA Dolok Sipirok

Page 69: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

55

memilih ranting-ranting yang berdekatan untuk

memudahkan dalam pergerakannya (Sinaga, 1992).

5. Luas penutupan tajuk pohon (X8). Menurut Sugardjito

(1986) dan Meijaard et al. (2001), pergerakan orangutan

dalam mencari makanan dan aktivitas lainnya banyak

dilakukan pada pohon-pohon strata atas yang tajuknya

saling terhubung. Kuswanda dan Sukmana (2005)

menyatakan bahwa luas penutupan tajuk memengaruhi

perilaku orangutan dalam menempatkan sarangnya.

6. Jenis tumbuhan pakan pada tingkat pohon (X9) dan tingkat

tiang (X10). Menurut Alikodra (2002), satwa liar yang

makanannya beranekaragam akan lebih mudah

beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Berbagai

penelitian menyatakan bahwa pergerakan dan distribusi

orangutan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber

pakan pada habitatnya, terutama penghasil buah (Rijksen,

1978; Sugardjito, 1986; Sinaga, 1992; Singleton & van

Schaik, 2001; PHPA, 2004). Variasi jenis dan kerapatan

tumbuhan pakan berpengaruh terhadap reproduksi dan

pertumbuhan orangutan. Tumbuhan yang menjadi sumber

pakan dan sering dikonsumsi oleh orangutan termasuk

klasifikasi tingkat pohon dan tiang.

7. Suhu (X11) dan kelembaban udara (X12). Suhu dan

kelembaban udara merupakan faktor yang penting karena

memengaruhi segala bentuk kehidupan. Jenis dan

komposisi tumbuhan, perilaku, dan sebaran satwa liar

sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban di

sekitarnya (Whitmore, 1986; Alikodra, 2002;

Tarumingkeng, 1994; van Schaik et al., 1995).

8. Jarak dari gangguan, seperti pemukiman, perkebunan/

ladang, dan/atau jalan (X13). Aktivitas manusia

Page 70: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

56

merupakan salah satu ancaman utama bagi orangutan, dan

orangutan cenderung menjauh dari habitat yang sudah

terganggu oleh manusia (Departemen Kehutanan, 2007;

Kuswanda, 2007a).

Fungsi seleksi sumber daya (RSF) oleh orangutan

diketahui dengan menggunakan analisis regresi logistik

(Manly et al., 2002). Dalam penyusunan model, variabel yang

memiliki korelasi >40% dikeluarkan untuk menghasilkan

model yang baik (Ludwig & Reynolds, 1988). Variabel yang

dikeluarkan adalah kelembaban udara (X12) dan suhu (X11)

yang dapat diwakili/dijelaskan oleh variabel penutupan tajuk.

Hal ini karena penutupan tajuk pohon dapat memengaruhi

kelembaban dan suhu udara pada lantai hutan (Whitmore,

1986). Selanjutnya, model regresi logistik disusun

menggunakan bantuan program SPSS 17 yang dilakukan

dengan metode backward stepwise tanpa memasukan variabel

kelembaban udara, suhu udara, kerapatan tingkat tiang dan

tingkat pohon.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Cox & Snell R

Square diperoleh sebesar 0,556 dan nilai Nagelkerke R Square

sebesar 0,751. Hal ini berarti variabilitas variabel

dependen/terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas

variabel bebas sebesar 75,1% atau hanya 24,9%

kemungkinan dijelaskan oleh faktor yang lain. Hasil step

terakhir dari backward stepwise (Tabel 5) menunjukkan

terdapat tiga variabel bebas yang signifikan (nilai Sig <0,05),

yaitu jumlah jenis tumbuhan pada tingkat tiang (X2), jenis

tumbuhan pakan pada tingkat pohon (X9), dan jenis

tumbuhan pakan pada tingkat tiang (X10). Sementara itu,

satu variabel bebas yang tidak signifikan, yaitu luas bidang

Page 71: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

57

dasar pada tingkat pohon (X3). Variabel yang tidak signifikan

dikeluarkan dalam penyusunan model karena pengaruhnya

akan sangat kecil terhadap perubahan variabel terikat/

kehadiran orangutan (Y). Artinya, pengaruh terhadap variabel

terikat cenderung sama (tidak signifikan) dengan atau tanpa

memasukan variabel tersebut.

Tabel 5. Variable in the Equation dari regresi logistik

Step Variable β S.E. Wald df Sig. Exp(β)

95% C.I.for EXP(β)

Lower Upper

Step 9a

X2 -1.383 .421 10.770 1 .001 .251 .110 .573

X3 -2.141 1.216 3.099 1 .078 .117 .011 1.275

X9 1.457 .292 24.914 1 .000 4.294 2.423 7.611

X10 2.682 .455 34.720 1 .000 14.618 5.990 35.674

Constant -5.472 1.446 14.315 1 .000 .004

Pada tiga variabel bebas (X) terpilih berdasarkan uji

korelasi peringkat Spearman secara umum memiliki nilai

korelasi di bawah 50%. Artinya, kekuatan hubungan antar

variabel masih di bawah 50% dan dapat dikatakan bahwa

antar variabel X terpilih memiliki sifat saling memengaruhi

cukup kecil (saling independen/bebas). Hasil analisis nilai

korelasi antar variabel X dengan Y yang tinggi (di atas 50%)

hanya pada X9 dan X10, sedangkan dengan X2 hanya 17,5%.

Variabel X2 selanjutnya tidak dimasukkan dalam penyusunan

model karena nilai pengaruhnya terhadap Y cukup rendah

dan dapat dijelaskan oleh variabel X10. Menurut Meijaard et

al. (2001) dan Purwadi (2010), jenis tumbuhan pakan

Page 72: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

58

merupakan faktor yang sangat memengaruhi distribusi

orangutan.

Berdasarkan tahapan analisis di atas, model RSF yang

terbentuk dari persamaan regresi logistik adalah:

Keterangan:

= peluang kehadiran orangutan

X9 = jumlah jenis tumbuhan pakan pada tingkat pohon

X10 = jumlah jenis tumbuhan pakan pada tingkat tiang

Hasil analisis model RSF menunjukkan bahwa

penggunaan habitat oleh orangutan dipengaruhi oleh variabel

pakan. Hasil ini sama dengan yang dinyatakan oleh Purwadi

(2010) terhadap orangutan di Kalimantan, yaitu faktor yang

menentukan frekuensi kehadiran orangutan pada suatu

habitat terpilih adalah jumlah jenis dan kerapatan pohon

pakan. Tumbuhan pakan merupakan salah satu komponen

biotik dari habitat orangutan yang sangat penting untuk

menunjang kelangsungan hidup sebagaimana satwa

herbivora lainnya. Pakan merupakan faktor pembatas bagi

pertumbuhan populasi suatu jenis satwa liar. Pada kualitas

habitat yang baik antara 57–80%, waktu aktivitas satwa

digunakan untuk mencari, memproses, dan memakan

makanan (Meijaard et al., 2001). Bahkan, pada habitat yang

memiliki ketersediaan sumber pakan melimpah sepanjang

tahun, terutama buah-buahan, orangutan cenderung akan

menetap di kawasan tersebut.

Page 73: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

59

Berdasarkan tingkatan struktur vegetasi, tumbuhan

pakan pada tingkat tiang memiliki nilai pengaruh yang lebih

tinggi dibandingkan tingkat pohon terhadap peluang

kemungkinan kehadiran orangutan (nilai Exp [β] tingkat tiang

sebesar 14,618, sedangkan tingkat pohon sebesar 4,294).

Oleh karena itu, kemungkinan besar aktivitas orangutan di CA

Sipirok lebih banyak dilakukan pada tumbuhan tingkat tiang,

terutama jika proporsi tumbuhan pakannya tinggi. Tumbuhan

yang lebih berdekatan pada tingkat tiang, terutama di hutan

sekunder, kemungkinan lebih banyak dipilih untuk

memudahkan pergerakan atau perpindahan dari pohon ke

pohon dengan cara berayun.

Hasil analisis ini

menunjukkan bahwa ting-

kat tiang memiliki peranan

yang lebih besar untuk

kehidupan orangutan di-

bandingkan tingkat pohon,

terutama berfungsi untuk

memudahkan pergerakan

dalam berpindah dan

mencari makan. Menurut

Perbatakusuma et al.

(2006), orangutan Suma-

tra–terutama di kawasan

Hutan Batang Toru–lebih

banyak beraktivitas (ma-

kan, bergerak, dan mem-

buat sarang) pada strata

pohon lapisan B (kanopi

tengah) dengan ketinggian

Gambar 18. Sarang orangutan pada tingkat tiang

Page 74: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

60

pohon mencapai 20 cm (umumnya termasuk kategori tingkat

tiang dengan diameter 10–20 cm, seperti hau dolok [Syzigium

sp.]). Menurut Sinaga (1992) dan Meijaard et al. (2001),

pergerakan orangutan dari suatu pohon ke pohon yang lain

sering dilakukan dengan cara berayun dengan menggunakan

cabang-cabang pohon yang berdekatan dan dilaluinya dengan

cara perlahah-lahan. Menurut Suzuki (1989), ketika

ketersediaan makanan menurun, orangutan cenderung

menggunakan energi secara efisien untuk pindah atau

bermigrasi mengikuti gelombang musim berbuah guna

menghindari risiko kompetisi makanan, terutama bagi

individu yang posisi status sosialnya rendah.

Hasil simulasi model RSF menunjukkan bahwa

kehadiran orangutan akan berpeluang besar pada habitat

yang memiliki jumlah jenis tumbuhan pakan pada tingkat

pohon (X9) minimal satu jenis dengan jumlah jenis tumbuhan

pakan pada tingkat tiang (X10) minimal dua jenis dalam

satuan unit luasan plot penelitian (0,04 ha). Sebagai contoh

hasil simulasi, pada area yang memiliki X9 sebanyak 1

jenis/400 m2 dengan jumlah X10 sebanyak 1 jenis/100 m2

memberikan peluang kehadiran orangutan sebesar 98%.

Peluang kehadiran orangutan menjadi 100% jika pada plot

pengamatan terdapat 2 jenis X10. Dari model RSF tersebut

dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan jumlah jenis

tumbuhan pakan akan meningkatkan peluang kehadiran

orangutan. Oleh sebab itu, ketersediaan tumbuhan pakan

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan utama

penetapan tree species matching dalam penyusunan program

restorasi habitat orangutan.

Page 75: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

61

V. SARANG DAN POPULASI

A. Karakteristik Sarang

Orangutan selalu membuat sarang di atas pohon setiap

harinya, baik untuk istirahat di siang hari maupun tidur.

Penelitian untuk menduga populasi orangutan sebagian besar

dilakukan dengan metode tidak langsung, seperti

berdasarkan penemuan

sarang. Hal ini karena

pendugaan jumlah popu-

lasi orangutan secara

langsung dengan waktu

penelitian yang terbatas

cukup sulit dilakukan.

Menurut Meijaard et al.

(2001), penelitian kepa-

datan orangutan secara

langsung harus dilakukan

dalam waktu yang panjang

dan dilaksanakan pada

populasi orangutan yang

sudah diketahui lokasi dan

penyebarannya. Meskipun

keberadaan orangutan liar

sulit dideteksi dan ditemu-

kan secara langsung, ke-

Gambar 19. Sarang khas orangutan; terdapat dua sarang dalam satu pohon

Page 76: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

62

hadirannya mudah dipastikan dengan mencari sarang-sarang

khas yang dibangun setiap hari oleh orangutan. Menurut van

Schaik et al. (1995), sarang orangutan tetap dapat dilihat

relatif lama sehingga bisa menjadi dasar dalam menduga

jumlah orangutan yang berada di kawasan tertentu.

Keberadaan sarang sering dijadikan oleh para peneliti

sebagai dasar untuk menduga ukuran populasi orangutan

pada suatu kawasan hutan. Orangutan minimal membangun

sarang satu kali setiap hari untuk beristirahat dan tidur pada

malam hari (van Schaik et al., 1995; Singleton & van Schaik,

2001; Ancrenaz, 2004). Hasil penelitian karakteristik sarang

orangutan pada habitat alam di kawasan Hutan Batang Toru,

yaitu di CA Dolok Sibual-buali dan CA Dolok Sipirok dapat

diuraikan sebagai berikut.

1. Jenis Pohon dan Ukuran Sarang

Jenis pohon sarang yang digunakan orangutan cukup

bervariasi. Jenis-jenis pohon yang sering digunakan sebagai

pohon sarang, antara lain talun (Styrax serrulatus Roxb.),

mayang (Palaquium gutta Burch), hoteng (Quercus sp.),

meranti (Shorea sp.) medang nangka (Eleaocarpus obtusus),

beringin (F. benjamina), dan durian hutan (Durio zibethinus).

Jenis-jenis pohon sarang umumnya menyebar pada daerah

lintasan orangutan.

Sarang yang dibangun orangutan juga memiliki ukuran

yang sangat bervariasi dengan panjang sarang berkisar 60–

150 cm. Namun, ukuran sarang ini tidak dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kelas umur orangutan. Menurut

Galdikas (1978) dan Kabangga (2010), variasi ukuran sarang

tidak berbeda nyata antara semua kelas umur, namun hanya

Page 77: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

63

berbeda untuk kelas umur anak dan jantan dewasa;

sedangkan untuk kelas umur anak, muda, dan betina dewasa

tidak berbeda. Perbedaan ukuran sarang pada setiap kelas

umur sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran

tubuh. Ketinggian sarang orangutan juga sangat bervariasi,

meskipun lebih banyak ditemukan pada ketinggian 8–17 m

dari permukaan tanah.

2. Umur Sarang

Kriteria umur sarang orangutan dapat diklasifikasikan

(Ancrenaz, 2004), seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria umur sarang orangutan

Umur sarang

Kriteria

A Baru, segar, semua daun berwarna hijau.

B Belum lama, semua daun masih ada, warna daun mulai kecokelatan.

C Lama (tua), sebagian daun sudah hilang, sarang masih terlihat kokoh dan utuh.

D Sangat lama, ada lubang-lubang di bangunan sarang.

E Nyaris hilang, tinggal beberapa ranting dan cabang kayu, bentuk asli sarang sudah hilang.

Merujuk pada kriteria di atas, sarang orangutan yang

ditemukan pada saat penelitian di kawasan Hutan Batang

Toru umumnya sudah berumur relatif lama. Sebagai contoh,

umur sarang yang ditemukan pada kawasan CA Dolok Sipirok

paling banyak sudah termasuk kelas C (sebesar 41,98%) dan

kelas D (30,86%). Sarang baru, yang termasuk kelas A, hanya

Page 78: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

64

ditemukan sekitar 6,17%. Sarang baru banyak ditemukan,

terutama pada tipe habitat hutan primer ketinggian 600–900

m dpl. Penemuan sarang kelas C dan kelas D, terutama pada

tipe habitat dengan ketinggian lokasi 900–1.200 m dpl,

mengindikasikan jumlah tumbuhan pakan di lokasi tersebut

sedikit sehingga orangutan kemungkinan memiliki wilayah

jelajah yang lebih luas untuk mendapatkan makanan yang

berkualitas. Menurut Meijaard et al. (2001), panjang jarak

Gambar 20. Deskripsi sarang pada berbagai kelas umur

Page 79: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

65

pergerakan harian dan luas daerah jelajah orangutan dewasa

sangat dipengaruhi oleh sebaran tumbuhan pakan. Wilayah

jelajah orangutan jantan dewasa dapat mencapai 2.500 ha dan

betina dewasa sekitar 850 ha (Galdikas, 1978).

3. Posisi Sarang

Kriteria untuk menentukan posisi sarang orangutan

dalam penelitian ini merujuk pada Ancrenaz (2004), sebagai

berikut.

Tabel 7. Klasifikasi posisi sarang orangutan

Posisi sarang

Kriteria

1 Letak sarang pada bagian atas tajuk pohon

2 Letak sarang pada percabangan utama pohon

3 Letak sarang pada percabangan pohon (anak cabang)

4 Letak sarang pada lebih dari satu pohon

Penelitian di CA Dolok Sipirok menunjukkan bahwa

letak sarang yang paling banyak ditemukan adalah pada

posisi 2 (percabangan utama pohon), yaitu 40,47%; kemudian

posisi 1 (bagian atas tajuk pohon), yaitu 35,80%; dan yang

sedikit pada posisi 4, yaitu 3,70%. Hasil pengamatan di CA

Dolok Sibual-buali juga menunjukkan bahwa sekitar 46,7%

orangutan membuat sarang pada bagian atas tajuk pohon dan

20,0% pada ujung cabang (Kuswanda & Sukmana, 2005).

Orangutan lebih banyak memilih bagian tajuk pohon karena

pada puncak pohon dan ujung cabang memiliki bahan sarang

Page 80: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

66

yang cukup. Cabang dan ranting pohon yang mengelompok

secara vertikal dan horizontal pada bagian ini memudahkan

pembentukan lingkaran sarang, mangkuk sarang, dan

penyangganya yang mampu menopang berat tubuh

orangutan.

Hasil uji Chi Square di kedua lokasi penelitian

menunjukkan adanya pemilihan bagian tertentu pohon

sarang yang akan dijadikan tempat bersarang oleh orangutan.

Prasetyo et al. (2009) menyatakan juga bahwa posisi pohon

memainkan peran utama dalam membangun sarang. Posisi

sarang dibuat agar memungkinkan orangutan mendapatkan

arah pandang yang baik dan jelas ke sekitar hutan, seperti

pada bagian atas tajuk pohon. Sambil berisitirahat di atas

sarang, aktivitas lain yang dilakukan oleh orangutan adalah

mengamati lingkungan sekitarnya, terutama untuk

bersembunyi dan menghindar dari predator (Meijaard et al.,

2001).

4. Diameter dan Tinggi Pohon Sarang

Hasil penelitian di kawasan Hutan Batang Toru

menunjukkan bahwa orangutan umumnya menyukai pohon

dengan diameter 16–35 cm. Kelompok pohon ini memiliki

cabang dan ranting yang kuat dan berdaun lebat sehingga

dapat menambah kenyamanan tidur bagi orangutan.

Orangutan tidak memilih pohon sarang pada ketinggian

tertentu untuk dijadikan lokasi bersarang, meskipun terdapat

kecenderungan orangutan menyukai pohon sarang dengan

ketinggian bebas cabang di bawah 10 m dari permukaan

tanah. Orangutan lebih memilih posisi sarang pada pohon

yang memiliki ujung-ujung cabang relatif kecil (Simorangkir,

2009). Hal ini penting sebagai strategi untuk memudahkan

Page 81: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

67

mendeteksi kehadiran predator karena ujung cabang yang

lebih kecil akan lebih elastis dan mudah bergoyang.

B. Pendugaan Populasi

Pendugaan populasi orangutan berdasarkan temuan

sarang perlu memperhitungkan berbagai parameter perilaku

orangutan yang memengaruhi proses analisis data. Hal ini

dimaksudkan untuk menghasilkan nilai dugaan dengan bias

yang kecil atau lebih teliti. Data yang digunakan untuk

mendapatkan parameter tersebut dilakukan melalui studi

literatur hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan

dalam waktu yang lama dan kontinu. Parameter tersebut

adalah rata-rata jumlah sarang (r), umur sarang (t), dan

proporsi pembuat sarang (p).

Nilai r merupakan rata-rata jumlah sarang/hari per

individu yang dibuat oleh orangutan pada suatu populasi di

suatu kawasan tertentu. Menurut beberapa hasil penelitian,

nilai r di Ketambe diperoleh sebesar 1,8 (Rijksen, 1978);

sedangkan di Suaq Belimbing, TN Gunung Leuser, sebesar 1,6

(Rijksen, 1978) dan 1,7 (van Schaik et al., 1995). Berdasarkan

hasil penelitian tersebut, nilai rata-rata r yang digunakan

untuk menduga populasi orangutan, yaitu sebesar 1,7

sarang/hari per individu.

Nilai t adalah lamanya waktu sarang orangutan masih

terlihat secara jelas (visibility). Faktor yang memengaruhi

lamanya umur sarang, yaitu tipe dan struktur hutan, jenis

pohon berkayu, suhu, dan kelembaban. Semakin tinggi suatu

tempat dari permukaan laut maka sarang akan terlihat lebih

lama atau nilai t akan lebih besar. Nilai t pada tipe hutan sub

Montana menurut van Schaik et al. (1995) adalah 170 hari,

Page 82: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

68

sedangkan menurut Lubis et al. (2001) adalah 219 hari.

Selanjutnya, nilai t yang digunakan dalam penelitian ini

adalah nilai t rata-rata dari hasil kedua penelitian tersebut,

yaitu 194,5 hari.

Nilai p merupakan proporsi pembuat sarang dalam

suatu populasi orangutan. Nilai p yang digunakan adalah

sebesar 90% atau 0,9 (van Schaik et al., 1995; Buij et al.,

2002). Hasil penelitian di Ketambe dan di Suaq Belimbing

diketahui bahwa sebanyak 90% dari populasi orangutan

membuat sarang setiap hari, sedangkan sisanya (10%)

merupakan individu bayi yang masih dalam asuhan induknya

yang tidak membuat sarang.

Pendugaan ukuran populasi di lokasi penelitian seperti

pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Dugaan kepadatan dan populasi orangutan di CA Dolok Sibual-buali

Lokasi

No. Jalur

Jumlah sarang

per jalur

Rata-rata lebar jalur penelitian

(m)

Nilai dugaan

kepadatan (individu/

km2)

Dugaan populasi

Habitat Total

Wilayah Barat

1 9 19,22 0,788 11,82 39,4

2 7 20,57 0,572 8,58 28,6

3 13 21,54 1,014 15,21 50,7

Wilayah Timur

1 2 20,50 0,164 2,46 8,2

2 5 21,80 0,385 5,78 19,3

3 3 19,00 0,265 3,98 13,2

Total dugaan rata-

rata 6,5 20,42 0,531 8 27

Page 83: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

69

Populasi orangutan di CA Sibual-buali berdasarkan

Tabel 8 diketahui memiliki rata-rata kepadatan 0,8

individu/km2 (di wilayah Barat) dan 0,3 individu/km2 (di

wilayah Timur), sehingga rata-rata kepadatan di seluruh

wilayah sebanyak 0,53 individu/km2. Apabila luas kawasan

CA Sibual-buali secara keseluruhan 50 km2, nilai dugaan rata-

rata populasi orangutan tersebut sebanyak 27 individu.

Menurut Meijaard et al. (2001), persentase kawasan yang

digunakan sebagai habitat orangutan hanya sekitar 36% atau

15 km2. Namun, pada kawasan cagar alam ini, orangutan

dapat menggunakan habitat yang berbatasan dengan kebun

atau hutan sekunder sehingga habitat yang ditempati

orangutan cukup luas. Dengan demikian, dugaan populasi

orangutan di CA Dolok Sibual-buali adalah sebanyak 8–27

individu.

Rata-rata kepadatan populasi orangutan di kawasan CA

Dolok Sipirok diperkirakan sebanyak 0,47 individu/km2

dengan dugaan populasi sebanyak 22–40 individu (Tabel 9).

Kepadatan tertinggi dari populasi tersebut ditemukan pada

hutan primer ketinggian 600–900 m dpl (1,02 individu/km2).

Penelitian Perbatakusuma et al. (2006) menunjukkan bahwa

kepadatan orangutan pada setiap kawasan hutan di bagian

Barat Batang Toru berkisar 0,3–1,2 individu/km2. Sementara

itu; penelitian LIPI, Newmont Horas Nauli dan Hartfield

(2005) dalam Perbatakusuma et al. (2006) memperkirakan

bahwa kepadatan populasi orangutan di kawasan hutan alam

di lokasi Prospek Martabe, hutan lindung dan konsesi PT.

Teluk Nauli di Tapanuli Selatan berkisar 0,1–1,0

individu/km2.

Page 84: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

70

Tabel 9. Dugaan kepadatan dan populasi orangutan di CA Dolok Sipirok

Lokasi

Jumlah jalur

Rata-rata sarang

per jalur (km)

Rata-rata lebar jalur (m)

Kepadatan populasi

(individu/ km2)

Dugaan populasi

(individu)

Hutan primer

di atas 900–1.200 m dpl

20 2,6 25,8 0,36 19

Hutan primer

600–900 m dpl

4 5,0 16,5 1,02 9

Hutan Sekunder

3 3,0 33,2 0,43 2

Pertanian lahan kering, semak dan kebun campur

2 0,5 10,0 0,08 1

Total 29 2,8 21,4 0,47 31± 9

Kepadatan populasi orangutan di CA Dolok Sibual-buali

dan CA Dolok Sipirok tergolong rendah apabila dibandingkan

dengan lokasi lainnya. Menurut van Schaik et al. (1995),

kepadatan orangutan di Ketambe dan Mamas (TN Gunung

Leuser) pada Zona Sub Montana masing-masing sebanyak 1,2

individu/km2 dan 0,7 individu/km2. Sugardjito (1986)

menyatakan bahwa kepadatan populasi orangutan di Sumatra

Utara menurun secara bertahap dengan bertambahnya

ketinggian tempat dari permukaan laut (altitude). Pada

daerah dataran rendah diperkirakan ±5 individu/km2 dan

menurun pada daerah pegunungan menjadi 2 individu/km2.

Kemudian, kepadatan menurun lagi pada ketinggian 1.000–

Page 85: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

71

1.500 m dpl menjadi 0,5 individu/km2 dan di atas 1.500 m dpl

tidak terdapat orangutan. Ketersediaan jenis makanan utama

yang bervariasi pada setiap ketinggian tempat diduga

memengaruhi sebaran populasi orangutan. Pada hutan

primer dataran rendah masih banyak ditemukan beragam

jenis tumbuhan pakan, terutama penghasil buah-buahan, di

antaranya dari Famili Moraceae.

Secara keseluruhan, dugaan populasi orangutan di

Hutan Batang Toru sekitar 170 individu (Kuswanda, 2006b).

Hasil ini tidak berbeda jauh dengan survey yang difasilitasi

oleh Conservation International yang dilakukan pada tahun

2006 (Conservation International-Indonesia, 2006). Dugaan

kepadatan orangutan di DAS Batang Toru dikemukakan juga

oleh Simorangkir (2009) yang menyatakan bahwa kepadatan

tertinggi diperkirakan sekitar 0,30–0,71 individu/km2.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran

orangutan di Hutan Batang Toru lebih banyak pada hutan

lindung, hutan produksi, dan lahan masyarakat dibandingkan

pada hutan konservasi. Populasi orangutan di hutan

konservasi diperkirakan hanya 30–40% dari seluruh

orangutan yang masih hidup di Hutan Batang Toru. Oleh

sebab itu, pengembangan strategi konservasi di luar kawasan

konservasi sangat penting dan akan diuraikan pada Bab

terakhir dalam buku ini.

C. Parameter Demografi

Karakteristik populasi yang dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam merumuskan rencana pengelolaan

satwa liar, baik untuk tujuan pelestarian maupun

pemanfaatan adalah parameter demografinya. Menurut

Tarumingking (1994), beberapa parameter demografi satwa

Page 86: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

72

liar yang penting adalah gambaran struktur umur, rasio seks,

angka kelahiran, dan angka kematian. Dalam perkembangan

hidupnya, orangutan dapat digolongkan berdasarkan umur

dan jenis kelamin dalam 4–5 tahap (Rijksen, 1978; Galdikas,

1978), sebagai berikut.

1. Bayi (infant), umur 0–4 tahun. Warna rambut jauh lebih

pucat dan bercak putih meliputi seluruh tubuh. Bayi selalu

berpegangan pada induknya, kecuali pada waktu makan di

pohon atau saat menyusui.

2. Anak (juvenile), umur 4–7 tahun. Wajah lebih pucat

dibandingkan dewasa, tetapi lebih gelap dari bayi; bercak

putih di badan sudah tidak jelas. Anak berpindah bersama

induk, tetapi sudah terlepas dari pegangan induknya, dan

masih menyusui.

3. Remaja (adolescent), umur 7–15 tahun (pada jantan) dan

7–12 tahun (pada betina). Tahap umur ini sudah lepas

dari induknya, warna mulai terlihat gelap, dan bantalan

pipih pada jantan sudah terbentuk.

4. Dewasa (adult), umur 15–35 tahun (pada jantan) dan 12–

35 tahun (pada betina). Jantan dewasa memiliki ukuran

tubuh sangat besar, sudah ada bantalan pipih, berkantong

suara, wajah berjanggut, dan sering mengeluarkan suara

panjang (long call). Tahap dewasa hidup secara soliter dan

hanya berpasangan pada musim kawin. Betina dewasa

telah beranak dan sering diikuti anaknya, kadang-kadang

berpindah bersama betina lainnya.

5. Tua, berumur di atas 35 tahun. Rambut sudah mulai tipis

dan jarang, tidak lagi di ikuti bayi atau remaja, dan

gerakannya sudah mulai lamban.

Page 87: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

73

Gambar 21. Orangutan Batang Toru (betina dewasa dan bayinya)

Hasil penelitian di Ketambe, Provinsi Aceh, diperoleh

informasi bahwa orangutan betina pertama kali melahirkan

setelah berumur 14,7 tahun dan terakhir kali melahirkan

diperkirakan setelah berumur 43–50 tahun. Umur reproduksi

pertama pada jantan diperkirakan setelah berumur 25 tahun.

Jarak kelahiran pada orangutan berkisar 8–10 tahun atau

rata-rata 9 tahun. Perbandingan rasio seks anak yang lahir

dari 28 kasus kelahiran, yaitu 55% jantan dan 45% betina.

Kematian bayi (umur 0–1 tahun) sekitar 6,9% dan setelah

berumur di atas 15 tahun sekitar 1,75% pada jantan dan

1,25% pada betina. Lama hidup orangutan Sumatra

diperkirakan 53 tahun untuk betina dan 53–58 tahun untuk

jantan (Wich et al., 2003).

Page 88: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable
Page 89: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

75

VI. PERILAKU

A. Jenis Perilaku Orangutan

Perilaku orangutan diartikan sebagai semua aktivitas

yang dilakukan mulai keluar dari sarangnya pada pagi hari

dan berakhir ketika kembali ke sarangnya pada sore hari.

Perilaku orangutan secara umum meliputi aktivitas makan,

bergerak, istirahat, sosial, dan membuat sarang. Uraian

ringkas tentang peri-

laku orangutan berda-

sarkan telaah terha-

dap hasil penelitian

dan sumber lainnya

(Rijksen, 1978; Galdi-

kas, 1978; Meijaard et

al., 2001), sebagai

berikut.

1. Perilaku Makan

Orangutan adalah

satwa liar diurnal (ak-

tif siang hari) yang

hidup dan mencari

makan pada tajuk

pohon (arboreal). Gambar 22.

Perilaku makan orangutan Batang Toru

Page 90: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

76

Orangutan Sumatra sangat jarang atau mungkin tidak pernah

ditemukan mencari makan di atas permukaan tanah.

Aktivitas makan merupakan aktivitas yang dimulai ketika

orangutan mencari, mengunyah makanan sampai ketika

berhenti makan; termasuk pergerakan saat melakukan

makan. Orangutan umumnya mencari makan pada pohon

yang terdapat di daerah lintasan atau wilayah jelajahnya.

Orangutan mencari makan sendiri dan tidak pernah terlihat

membentuk kelompok kecil atau sub kelompok. Aktivitas

orangutan saat mengambil makanan lebih sering

menggunakan satu tangan dibandingkan menggunakan kedua

tangannya. Secara umum, terdapat beberapa teknik

mengambil dan makan orangutan, yaitu bergelantung dengan

tangan kanan, sedangkan tangan kiri mengambil dan

memasukan makanannya; bergelantung dengan bantuan

kedua kaki yang bertumpu pada satu cabang atau ranting

yang tegak lurus; dan duduk pada cabang atau ranting dengan

kedua tangan mengambil makanan.

2. Perilaku

Berpindah

Berpindah meru-

pakan semua aktivitas

pergerakan orangutan

dari suatu tempat/

pohon ke tempat/

pohon yang lain. Per-

gerakan orangutan se-

ring dilakukan dengan

berjalan quadra pedal

(menggunakan tangan Gambar 23.

Perilaku berjalan di batang pohon

Page 91: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

77

dan kaki) di percabangan kanopi pohon atau berayun dengan

menggunakan cabang-cabang pohon yang kuat untuk

menyangga tubuhnya. Orangutan terlebih dahulu menguji

kekuatan cabang atau ranting yang akan dilaluinya dengan

cara bergerak perlahah-lahan. Menurut Meijaard et al.

(2001), sistem pergerakan orangutan dalam kegiatan jelajah

hariannya sedikitnya terbagi menjadi tiga, yaitu (1) penetap,

orangutan yang selama beberapa tahun berada di suatu

daerah tertentu; (2), penglaju, orangutan yang secara teratur

selama beberapa minggu atau bulan setiap tahun hidup

nomadis; (3) pengembara, orangutan yang tidak pernah atau

sangat jarang kembali ke tempat semula dalam waktu paling

sedikit tiga tahun. Orangutan penetap sangat jarang, terutama

pada habitat yang luas. orangutan penetap biasanya

menempati habitat yang sempit, tetapi dengan makanan

berkualitas baik.

3. Perilaku Istirahat dan Sosial

Istirahat sering diartikan sebagai semua aktivitas

orangutan yang meliputi posisi diam, tidur, duduk, atau

bersembunyi di kanopi pohon. Istirahat adalah salah satu

aktivitas yang umum dilakukan orangutan. Orangutan

umumnya beristirahat sambil duduk di atas cabang pohon

atau bergelantung pada cabang atau ranting menggunakan

tangannya.

Perilaku sosial merupakan aktivitas orangutan yang

meliputi kegiatan bersuara, menggaruk badan, mengamati

lingkungan sekitar, kencing dan buang kotoran. Orangutan

biasanya mempunyai arena sosial dalam sistem

perkawinannya. Arena sosial merupakan suatu lokasi

peragaan beberapa jantan yang berada dalam satu wilayah

Page 92: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

78

jelajah yang tumpang tindih yang digunakan untuk menarik

perhatian orangutan betina. Pada arena sosial ini, betina yang

lebih muda akan dikawini oleh jantan yang berstatus lebih

tinggi. Arena sosial biasanya terdapat pada habitat yang

keanekaragaman dan jumlah makanan pokoknya tertinggi,

yaitu distribusi buah-buahan tersedia selama satu tahun.

Untuk mendapatkan betina yang akan dikawini, orangutan

jantan harus aktif dan bersaing dengan individu lainnya.

Pemerkosaan sering terjadi pada betina pradewasa dan

dewasa muda yang baru bertemu atau bertemu lagi setelah

lama berpisah dengan jantan remaja atau dewasa.

Perilaku sosial yang sering dilakukan, terutama pada

individu dewasa, yaitu bersuara. Bersuara merupakan cara

komunikasi pada orangutan, terutama bila merasa terganggu

oleh hadirnya satwa lain ataupun manusia. Saat merasa

terganggu, orangutan membuat bunyi kecupan dan dengusan,

serta reaksi lain seperti “kiss hoot” dan “kiss squek” sambil

mematah-matahkan ranting/dahan yang ditujukan kepada

manusia. Selain itu, orangutan mempunyai kebiasaan

membuang kotoran dan kencing ketika mengawali aktivitas

hariannya (baru keluar dari sarang), sebelum bergerak untuk

mencari makan. Cara kencing orangutan biasanya sambil

bergantung dengan kedua tangan memegang dahan.

4. Perilaku Membuat Sarang

Membuat sarang merupakan aktivitas orangutan mulai

dari membuat sarang sampai selesai sebelum tidur atau

istirahat. Orangutan minimal sekali dalam sehari membuat

sarang untuk tidur. Orangutan membuat sarang dari ranting-

ranting yang daunnya masih segar dan berukuran sedang.

Ukuran sarang disesuaiakan dengan ukuran tubuhnya dengan

Page 93: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

79

luasan sarang dapat

menutupi tubuh

orangutan sehingga

tidak terlihat dari

permukaan tanah.

B. Aktivitas Harian

Aktivitas harian orangutan merupakan semua perilaku

orangutan yang dimulai dari bangun tidur pada pagi hari

sampai kembali ke sarangnya untuk tidur pada malam hari.

Pengamatan aktivitas harian orangutan biasanya dimulai

pukul 06.00 WIB (saat orangutan masih dalam sarangnya

atau sudah mulai beraktivitas) sampai pukul 18.00 WIB

(ketika orangutan memasuki sarang tidur dan/atau masih

beraktivitas). Secara umum, aktivitas harian orangutan yang

diamati, antara lain makan, bergerak, istirahat, sosial, dan

membuat sarang (Galdikas, 1978). Informasi aktivitas harian

orangutan Batang Toru yang dibedakan menurut kelas umur

pada setiap periode pengamatan (pagi, siang, dan sore hari) di

CA Dolok Sibual-buali, sebagai berikut (Kuswanda & Sugiarti,

2005b).

Gambar 24. Orangutan beristirahat siang

di atas sarang

Page 94: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

80

1. Alokasi Penggunaan Waktu Harian

a. Aktivitas Periode Pagi Hari (Pukul 06.00–10.00 WIB)

Orangutan mulai beraktivitas pada pagi hari ketika

keluar dari sarang tidurnya. Aktivitas makan pada pagi hari

mempunyai alokasi waktu yang paling banyak, yaitu sebesar

34,31%, kemudian berturut-turut aktivitas bergerak 31,39%,

sosial 23,61%, dan istirahat 10,69%. Aktivitas makan betina

dewasa memiliki alokasi yang paling besar, yaitu 43,75%

(Gambar 25). Betina dewasa memiliki ukuran tubuh yang

paling besar dibandingkan individu lainnya sehingga

membutuhkan makanan untuk menghasilkan energi yang

lebih banyak. Pada aktivitas makan, alokasi waktu untuk

mencari dan makan buah-buahan memiliki persentase paling

besar. Persentase lamanya waktu untuk mengonsumsi buah

sebesar 58%, daun sebesar 25%, dan sisanya untuk

mengonsumsi bunga, kulit pohon, dan serangga.

40.4

2

43.7

5

18.7

5

20.0

0

36.2

5

37.9

2

10.8

3

11.6

7

9.5

8

28.7

5

8.3

3

33.7

5

0.0

0

0.0

0

0.0

0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

Du

rasi (%

)

Makan (Feeding) Bergerak(Moving) Istirahat (Resting) Sosial (Social) Membuat sarang

(Nesting)

Jenis Aktivitas Orang Utan

Jantan Dew asa

(Adult Male)

Betina Dew asa

(Adult Female)

Jantan Remaja

(Sub Adult Male)

Gambar 25. Durasi aktivitas orangutan pada pagi hari berdasarkan kelas umur

Page 95: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

81

Alokasi waktu

total untuk aktivitas

bergerak (berjalan di

antara tajuk pohon)

pada pagi hari adalah

31,39%. Jantan remaja

memiliki alokasi waktu

bergerak paling tinggi,

yaitu sebesar 37,92%.

Menurut Sinaga (1992),

aktivitas bergerak me-

rupakan kegiatan per-

pindahan dari satu

pohon ke pohon yang

lain untuk mencari

makan, mencari indivi-

du lainnya, dan/atau

mengelilingi wilayah

jelajahnya. Lebih lanjut

disebutkan, jantan pra-

dewasa (remaja) memi-

liki waktu bergerak cukup tinggi, yaitu sebesar 26,3% dari

total waktu aktivitas hariannya. Sementara itu,

Djojosudharmo (1978) dalam Sinaga (1992) melaporkan

bahwa orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit

sampai terbenam dan selalu berpindah-pindah dengan radius

harian rata-rata 500 meter. Berdasarkan hasil penelitian

pada periode pagi hari jantan remaja memiliki jarak

pergerakan paling jauh 218 m, kemudian jantan dewasa

sejauh 178 m, dan yang terpendek adalah betina dewasa

sejauh 157 m.

Gambar 26. Aktivitas makan orangutan pada pagi hari

Page 96: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

82

Aktivitas istirahat pada betina dewasa memiliki alokasi

waktu yang paling tinggi, yaitu 11,67%, disusul jantan dewasa

10,83%, dan yang terendah jantan remaja sebesar 9,58%.

Jantan remaja memiliki alokasi waktu istirahat lebih sedikit

karena waktunya lebih banyak digunakan untuk bergerak.

Alokasi waktu untuk aktivitas sosial pada pagi hari sebesar

23,61%. Jantan remaja memiliki waktu aktivitas sosial yang

paling tinggi sebesar 33,75%. Aktivitas sosial jantan remaja

yang sering tercatat adalah bersuara, terutama saat bertemu

dengan kelompok primata lainnya, seperti beruk (Macaca

nemestrina) yang sedang mencari makan di areal teritorial

orangutan, dan juga dengan kehadiran manusia.

Frekuensi tertinggi aktivitas orangutan pada pagi hari

untuk makan frekuensi terdapat pada betina dewasa sebesar

37,50%, sedangkan frekuensi tertinggi pada aktivitas

bergerak ditemukan pada jantan remaja sebesar 54,54%.

Aktivitas istirahat dan sosial terbanyak dilakukan oleh jantan

dewasa masing-masing sebesar 18,52% dan 22,23%. Selama

periode pagi hari, setiap individu orangutan tidak melakukan

aktivitas membuat sarang.

b. Aktivitas Periode Siang Hari (Pukul 10.00–14.00 WIB)

Alokasi waktu dalam aktivitas orangutan pada periode

siang hari lebih banyak digunakan untuk aktivitas sosial, yaitu

sebesar 42,36%. Alokasi waktu tersebut termasuk pula waktu

tidur karena aktivitas ini dimasukan pada aktivitas sosial.

Alokasi waktu makan pada siang hari lebih sedikit

dibandingkan periode pagi hari, yaitu untuk jantan dewasa

hanya 13,75% dan betina dewasa 28,75%, sedangkan jantan

remaja sebesar 19,58% (Gambar 27). Hal ini disebabkan

pada siang hari terjadi kenaikan suhu udara sehingga

Page 97: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

83

orangutan lebih banyak melakukan aktivitas sosial, termasuk

tidur. Aktivitas istirahat orangutan pada siang hari sangat

sedikit karena setelah bangun tidur siang, orangutan

cenderung melakukan aktivitas makan, bergerak, dan sosial

lainnya. 13.7

5

28.7

5

19.5

8

17.0

8

15.0

0

37.5

0

12.5

0

3.3

3

12.0

8

52.9

2

47.9

2

26.2

5

3.7

5

5.0

0

4.5

8

0

10

20

30

40

50

60

Du

ras

i (%

)

Makan (Feeding) Bergerak(Moving) Istirahat (Resting) Sosial (Social) Membuat sarang

(Nesting)

Jenis Aktivitas Orangutan

Jantan Dew asa

(Adult Male)

Betina Dew asa

(Adult Female)

Jantan Remaja

(Sub Adult Male)

Gambar 27. Durasi aktivitas orangutan pada siang hari berdasar-kan kelas umur

Pada siang hari, orangutan membuat sarang untuk tidur

siang dengan alokasi waktu sebesar 4,45%. Sedikitnya sekali

dalam sehari, orangutan membuat sarang yang dibuat dari

ranting-ranting dan daun-daun segar. Pembuatan sarang

relatif cepat berkisar 9–12 menit. Jantan dewasa membuat

sarang paling cepat, yaitu dalam waktu 9 menit. Hal ini

kemungkinan disebabkan jantan dewasa dan jantan remaja

mempunyai gerakan yang lebih cepat dan lincah. Pada

umumnya, penempatan sarang berada pada pohon yang

tajuknya tidak berhubungan dengan pohon lain dan selalu

pada ujung-ujung cabang yang relatif kecil sehingga bila ada

gangguan segera dapat diketahui dari goyangan ranting

ataupun dahannya. Pembuatan sarang untuk tidur siang

Page 98: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

84

umumnya sederhana dan dibuat relatif lebih tinggi

dibandingkan untuk sarang tidur malam (Kuswanda &

Sukmana, 2005). Selain untuk keamanan, cara ini juga terkait

dengan iklim mikro setempat.

Pada aktivitas makan, bergerak, dan istirahat; frekuensi

tertinggi terdapat pada jantan remaja masing-masing sebesar

28,00%, 44,00%, dan 20,00%. Pada aktivitas sosial, frekuensi

tertinggi ditemukan pada betina dewasa sebesar 25,00%.

Sementara itu, pada aktivitas membuat sarang, masing-

masing individu mempunyai frekuensi satu kali. Walaupun

mempunyai alokasi waktu yang paling besar, aktivitas tidur–

yang dimasukkan dalam aktivitas sosial–ternyata mempunyai

alokasi waktu yang cukup lama dibandingkan dengan alokasi

untuk aktivitas sosial lain. Tidur siang hari tersebut hanya

dilakukan satu kali, namun bisa berlangsung 90–120 menit.

32.9

2

34.5

8

23.7

5

34.1

7

31.6

7 36.2

5

19.5

8

17.5

0

15.8

3

8.7

5 11.2

5

24.1

7

4.5

8

5.0

0

0.0

0

0

10

20

30

40

50

Du

ras

i (%

)

Makan (Feeding) Bergerak(Moving) Istirahat (Resting) Sosial (Social) Membuat sarang

(Nesting)

Jenis Aktivitas Orangutan

Jantan Dew asa

(Adult Male)

Betina Dew asa

(Adult Female)

Jantan Remaja

(Sub Adult Male)

Gambar 28. Durasi aktivitas orangutan pada sore hari berdasarkan kelas umur

c. Aktivitas Periode Sore Hari ( Pukul 14.00–18.50 WIB)

Pada periode sore hari, aktivitas bergerak mempunyai

alokasi waktu yang paling tinggi, yaitu 34,03% dibandingkan

Page 99: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

85

dengan aktivitas lainnya. Jantan remaja tetap mempunyai

alokasi waktu bergerak yang paling tinggi (36,15%) dengan

jarak tempuh 223 m, disusul jantan dewasa (34,17%) dengan

jarak tempuh 198 m dan betina dewasa (31,67%) dengan

jarak tempuh 130 m. Aktivitas makan kembali meningkat

pada periode sore hari dengan total alokasi waktu sebesar

30,42%. Betina dewasa menggunakan alokasi waktunya

paling banyak untuk makan, yaitu sebesar 34,56% (Gambar

28). Lamanya aktivitas makan orangutan pada sore hari

digunakan untuk mengembalikan energinya setelah

beraktivitas pada siang hari dan untuk persiapan sebelum

tidur malam.

Aktivitas istirahat meningkat pula pada sore hari

dengan total alokasi waktu sebesar 17,64%. Jantan dewasa

mempunyai waktu untuk istirahat paling banyak sebesar

19,58%. Aktivitas istirahat pada sore hari yang sering

dilakukan adalah duduk, diam, dan melihat lingkungan

sekelilingnya. Aktivitas sosial agak menurun pada sore hari

dengan total alokasi waktu hanya sebesar 14,72%. Jantan

remaja mempunyai alokasi waktu yang paling tinggi untuk

aktivitas sosial sebesar 24,17%, yaitu terkait dengan aktivitas

bermain dan belajar dengan individu lainnya. Sedikitnya

waktu sosial selama periode sore hari karena saat

pengamatan tidak ditemukan aktivitas tidur.

Alokasi penggunaan waktu untuk membuat sarang pada

sore hari untuk tidur malam agak menurun, yaitu hanya

sebesar 3,19%. Pada waktu pengamatan, hanya jantan

dewasa dan betina dewasa yang sudah membuat sarang tidur,

sedangkan jantan remaja masih beraktivitas sampai akhir

waktu pengamatan dan tercatat baru membuat sarang sekitar

pukul 18.24 WIB. Oleh sebab itu, durasi total aktivitas

Page 100: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

86

membuat sarang pada periode sore hari lebih kecil

dibandingkan siang hari. Jantan dewasa lebih cepat membuat

sarang tidur dibandingkan dengan betina dewasa.

Frekuensi paling tinggi untuk aktivitas makan,

bergerak, istirahat, dan sosial adalah sebagai berikut. Pada

aktivitas makan, frekuensi yang paling tinggi terdapat pada

betina dewasa sebesar 30,77%. Pada aktivitas bergerak,

frekuensi tertinggi pada jantan remaja sebesar 41,67%. Pada

aktivitas istirahat, frekuensi tertinggi terdapat pada jantan

remaja dan jantan dewasa, masing-masing 20,83% dan

22,73%. Pada aktivitas sosial, frekuensi tertinggi ditemukan

pada betina dewasa sebesar 23,08%. Pada aktivitas

pembuatan sarang, masing-masing individu mempunyai

frekuensi satu kali, kecuali jantan remaja. Selanjutnya pada

sore hari, aktivitas bergerak mempunyai frekuensi yang

paling tinggi, yaitu sebesar 31,94% untuk mencari makan,

menjelajah, dan mencari pohon sarang untuk tidur pada

malam hari.

2. Hubungan Kelas Umur dengan Aktivitas Harian

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji

Chi-Square (X2) terhadap alokasi penggunaan waktu individu

orangutan dalam beraktivitas menunjukkan bahwa nilai

hitung X2 > X2 tab pada setiap periode pengamatan. Hal ini

berarti bahwa alokasi penggunaan waktu pada aktivitas

harian orangutan berbeda sesuai dengan kelas umurnya.

Perbedaan alokasi penggunaan waktu pada setiap kelas umur

orangutan dimungkinkan karena adanya perbedaan

kepentingan memenuhi kebutuhan pakan dan aktivitas sosial

atau individu. Jantan remaja lebih banyak waktunya untuk

bergerak (berjalan di antara tajuk pohon) dibandingkan

Page 101: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

87

betina dan jantan dewasa karena adanya kepentingan untuk

mencari pasangan. Selain itu, jantan remaja memiliki bentuk

tubuh dan berat badan yang relatif lebih kecil sehingga

membutuhkan kalori yang lebih kecil pula dibandingkan

individu dewasa. Menurut Meijaard et al. (2001), alokasi

penggunaan waktu orangutan untuk beraktivitas dapat

dipengaruhi oleh ketersediaan dan/atau kualitas

makanannya, variasi/tipe habitat, dan status sosial dalam

komunitas lokal.

Frekuensi aktivitas harian menunjukkan bahwa nilai X2

hitung < X2 tab pada setiap periode waktu pengamatan. Hal

ini berarti bahwa frekuensi aktivitas harian tidak

berhubungan dengan kelas umur orangutan. Berdasarkan

pengamatan, banyaknya frekuensi aktivitas orangutan

bervariasi pada setiap kelas umur. Frekuensi aktivitas

tertinggi periode pagi hari ditemukan pada jantan dewasa

sebanyak 27 kali, siang hari pada jantan remaja sebanyak 25

kali, dan sore hari pada betina dewasa sebanyak 26 kali.

Banyaknya pengulangan setiap aktivitas orangutan

mungkin lebih dipengaruhi oleh kondisi habitat dan gangguan

yang dijumpainya. Sebagai contoh, apabila orangutan

menemukan jenis pohon pakan yang sedang berbuah dan

disukai, orangutan akan terus berada di pohon tersebut

sambil makan dalam waktu yang relatif lama. Orangutan

tersebut baru makan lagi dalam selang waktu yang lama pula

sehingga frekuensi aktivitas makan hanya terhitung beberapa

kali. Menurut Suzuki (1989), ketersediaan dan kualitas

makanan pada habitatnya akan memengaruhi frekuensi dan

jarak pergerakan orangutan. Pada suatu komunitas lokal

orangutan yang di areal teritorinya mengalami penurunan

ketersediaan makanan, mereka cenderung menggunakan

Page 102: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

88

energi secara efisien untuk pindah atau migrasi mengikuti

gelombang musim berbuah guna menghindari risiko

kompetisi makanan, terutama bagi individu yang posisi status

sosialnya rendah.

C. Adaptasi Terhadap Perubahan Habitat

Kerusakan hutan di Sumatra telah mengakibatkan

berkurangnya kualitas dan luasan habitat orangutan. Habitat

hutan primer yang merupakan tempat tinggal utama

orangutan telah banyak berubah menjadi area permukiman,

perkebunan, dan prasarana lainnya. Namun, hal yang

menakjubkan ternyata orangutan masih berhasil bertahan

hidup meskipun tersebar pada habitat yang telah

terfragmentasi dengan populasi yang rendah. Menurut Wich

et al. (2011b), sebagian besar orangutan Sumatra, termasuk

di Hutan Batang Toru, hidup pada habitat yang tidak sesuai,

seperti hutan sekunder dan kebun masyarakat.

Sejarah kehidupan orangutan yang sangat panjang

(puluhan ribu tahun yang lalu [Bab 3]) dan masih bisa

bertahan hingga sekarang menunjukkan bahwa jenis primata

ini telah melakukan proses adaptasi terhadap perubahan

lingkungannya. Orangutan telah menemukan cara yang unik

untuk tetap bertahan hidup pada kondisi habitat yang

terbatas, meskipun populasi terus menurun (van Schaik,

2006). Hasil penelitian Lovell (1990) menyatakan bahwa

orangutan liar mampu menjaga kesehatan dan lebih kuat

(tidak mudah terserang penyakit) bila dibandingkan dengan

gorila atau simpanse. Pola hidup orangutan Sumatra yang

tetap bertahan sebagai satwa arboreal (hidup di atas pohon

dan menjauhi lantai hutan) diduga sebagai salah satu bukti

proses adaptasi untuk menghindari sasaran parasit, termasuk

Page 103: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

89

cacing usus, dan protozoa. Proses adaptasi dilakukan pula

dengan strategi orangutan membuat sarang minimal satu

sarang setiap harinya dan tidak ditempati lagi pada hari

berikutnya.

Salah satu proses adaptasi lain yang dilakukan oleh

orangutan adalah menjaga badannya tetap kering, meskipun

saat hujan sehingga tidak mudah terserang penyakit, seperti

infeksi saluran pernapasan atau flu. Jika hujan, orangutan

akan memayungi/menutupi kepalanya dengan daun besar

atau dengan pucuk-pucuk daun. Apabila sedang berada di

sarang, orangutan akan membuat atap yang rapat dan kedap

air dengan cara menumpuk dedaunan di atas sarangnya.

Orangutan akan keluar sarang untuk mencari makan dan

berpindah setelah hujan sehingga tubuhnya tetap kering.

Penemuan sarang orangutan Batang Toru di kebun dan

pinggiran lahan pertanian juga menunjukkan bahwa

orangutan melakukan proses adaptasi agar tetap bisa mencari

makan dan tinggal pada kawasan hutan yang telah dibuka dan

dan dikelola manusia. Hal ini dibuktikan pula pada waktu

penelitian dengan ditemukan secara langsung orangutan yang

menggunakan habitat pada hutan campuran (sebagian telah

ditanami kayu manis oleh masyarakat), seperti di sekitar CA

Dolok Sibual-buali. Beberapa individu orangutan diduga telah

mampu hidup berdampingan dengan manusia, meskipun

pada akhirnya sering menjadi sumber konflik, terutama

ketika musim buah durian.

Perubahan atau adaptasi perilaku telah terjadi pula,

terutama pada orangutan yang tinggal atau memiliki wilayah

jelajah di sekitar lahan budi daya masyarakat. Orangutan

mengunjungi tempat tersebut pada sore hari atau menjelang

malam, terutama untuk membuat sarang tidur. Hal ini

Page 104: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

90

kemungkinan untuk menghindari terdeteksi langsung oleh

masyarakat/pemburu. Orangutan tersebut meninggalkan

sarang tidur pada pagi hari (sebelum pukul 06.00 WIB) dan

kembali ke dalam hutan untuk melakukan aktivitas makan

dan sosial lainnya. Hal ini terbukti dari orangutan yang

diamati, yaitu jantan remaja yang membuat sarang setelah

pukul 18.00 WIB karena sering tinggal di pinggiran hutan

yang berbatasan langsung dengan lahan olahan masyarakat.

Masyarakat sekitar Hutan Batang Toru secara umum bekerja

di ladang/sawah pada pukul 08.00–17.00 WIB.

Page 105: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

91

VII. ANCAMAN KELESTARIAN

A. Kerusakan Habitat

Ancaman yang mengakibatkan degradasi hutan masih

sulit untuk dihentikan. Hal tersebut berdampak pula pada

terjadinya kerusakan habitat satwa liar, termasuk habitat

orangutan Batang Toru, yang semakin lama semakin meluas.

Kerusakan habitat secara langsung akan mengurangi daya

dukung dan kemampuan orangutan untuk melakukan

reproduksi. Berbagai bentuk ancaman yang dapat

mengakibatkan kerusakan habitat orangutan di dalam dan di

sekitar Hutan Batang Toru, antara lain sebagai berikut.

1. Penebangan Hutan

Penebangan hutan berdampak secara langsung

terhadap penurunan kualitas habitat satwa liar, baik jangka

pendek maupun panjang. Kegiatan eksploitasi kayu, baik

secara legal maupun ilegal, telah merusak habitat orangutan

antara 50% sampai kerusakan total. Hilangnya hutan akibat

penebangan di Sumatra Utara dari tahun 2000–2009

mencapai 2,3% (Wich et al., 2011a). Akibatnya, komunitas

orangutan telah terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil

dan sulit untuk bertahan hidup sehingga dapat terjadi

kepunahan lokal.

Page 106: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

92

Aktivitas penebangan kayu secara liar di sekitar hutan

konservasi di Batang Toru masih terjadi, meskipun dalam

skala yang kecil. Kayu yang ditebang merupakan jenis yang

memiliki harga komersial yang tinggi dan banyak digunakan

sebagai bahan konstruksi rumah, walaupun jenis tersebut

merupakan pohon sumber pakan bagi orangutan. Pohon yang

ditebang rata-rata berdiameter 70–100 cm (Kuswanda,

2007a). Aktivitas penebangan–meskipun skala kecil–telah

menurunkan produktivitas makanan satwa liar, mengganggu

siklus hara, dan keseimbangan ekosistem. Menurut van Schaik

et al. (2001), penebangan hutan, seperti di sekitar TN Gunung

Leuser, telah mengakibatkan kepadatan orangutan menurun

hingga 90%. Sebagai contoh, setelah terjadi penebangan

hutan di lokasi penelitian Soraya, kepadatan orangutan

berkurang secara dramatis dari 4,2 individu/km2 menjadi 0,4

individu/km2.

Gambar 29. Penebangan liar di sekitar CA Dolok Sipirok

Page 107: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

93

2. Perambahan

Pertumbuhan penduduk telah mendorong perkem-

bangan infra struktur sehingga lahan menjadi langka. Salah

satu lahan yang mudah direbut adalah hutan negara, yang

menurut sebagian masyarakat merupakan tanah terbuka;

baik pada hutan yang berfungsi konservasi, lindung, maupun

produksi. Peningkatan jumlah penduduk yang relatif cepat di

sekitar hutan konservasi, seperti cagar alam atau suaka marga

satwa sering memberikan implikasi adanya perambahan

lahan terutama oleh masyarakat pendatang karena tidak

mempunyai lahan olahan. Aktivitas tersebut terjadi juga di

sekitar Hutan Batang Toru.

Penduduk di

Kabupaten Tapanuli

Selatan sekitar 80%

masih bermata penca-

harian pada sektor

pertanian (BPS Suma-

tra Utara, 2012).

Bertani merupakan

aktivitas sebagian be-

sar masyarakat yang

telah terjadi secara

turun-temurun. Seba-

gian besar masyarakat

tersebut membuka hutan dengan cara tebas bakar kemudian

baru dibersihkan menggunakan parang babat dan cangkul.

Berdasarkan hasil pengamatan, lahan yang dibuka umumnya

pada areal datar sampai kemiringan 20% dengan luas lahan

yang dibuka sangat bervariasi antara 500–2.000 m2 per

keluarga (Kuswanda, 2007b). Aktivitas ini secara nyata telah

Gambar 30. Perambahan hutan konservasi

untuk lahan perkebunan

Page 108: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

94

mengakibatkan hilang, rusak, dan terfragmentasi habitat

orangutan. Berkurangnya kawasan hutan untuk berbagai

kebutuhan manusia, seperti lahan pertanian, perkebunan, dan

pertambangan terbuka akan menyebabkan kepunahan

orangutan karena regenerasi hutan secaraa alami sulit terjadi

kembali.

3. Pendirian Gubuk Liar

Gubuk liar dibangun oleh masyarakat di hutan Batang

Toru sebagai tempat peristirahatan, menunggu ladang, dan

memproduksi gula aren. Luas gubuk yang dibangun sangat

bervariasi antara 10–25 m2 dengan tinggi gubuk rata-rata 3,5

meter. Penghuni gubuk hampir setiap hari memasuki habitat

orangutan untuk ”maragat” atau mengambil air nira dan kayu

bakar untuk memproduksi gula aren. Di sekitar gubuk,

mereka membuka areal pekarangan yang dimanfaatkan

untuk menanam berbagai jenis tanaman, baik tanaman

palawija maupun perkebunan, dengan luas 30–200 m2

(Kuswanda, 2007b). Jenis-jenis tanaman yang dipelihara oleh

masyarakat, antara lain singkong, cabe, talas, sayuran, dan

tomat dengan tanaman batas/pinggir berupa aren, kayu

manis, kopi, dan tembakau. Keberadaan gubuk semakin

bertambah dan telah menjadi pemutus lintasan jelajah

orangutan.

4. Perluasan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari

proses pembangunan, seperti pembangunan pemukiman dan

perluasan jaringan jalan. Pengembangan infrastruktur, seperti

jalan merupakan salah satu alternatif untuk membuka akses

Page 109: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

95

masyarakat lokal ke desa atau kota sehingga memudahkan

menjual hasil panen yang dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi (Saroso, 2010). Pembangunan jalan akan

menimbulkan permasalahan ketika melintas hutan

konservasi yang menjadi habitat satwa langka. Pembukaan

jalan memfasilitasi pergerakan manusia ke daerah baru yang

secara langsung akan mengakibatkan kegiatan merusak,

seperti pembukaan lahan perkebunan. Sebagai contoh,

terbukanya jalan dari Kota Sipirok menembus Kota Batang

Toru melalui Daerah Aek Nabara telah memicu masyarakat

luar datang dan membuka hutan untuk dijadikan areal

perkebunan karet, kopi, dan sawit yang luas dengan

pengelolaan secara intensif.

Gambar 31. Jaringan jalan yang membelah Hutan Batang Toru

Dampak negatif perluasan jaringan jalan dapat

dikurangi apabila terdapat perencanaan penataan dan

Page 110: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

96

pemanfaatan ruang secara cermat dan terpadu. Pembukaan

jalan di Hutan Batang Toru sebaiknya tidak memotong habitat

orangutan atau diupayakan membangun koridor-koridor

karena sebagian habitat termasuk lahan masyarakat. Begitu

pula, pembangunan infrastruktur desa di sekitar hutan

konservasi tetap memerhatikan kepentingan konservasi,

bukan hanya sekedar untuk peningkatan sarana ekonomi.

Pola pengembangan dan pengelolaan desa konservasi perlu

dikenalkan dan diterapkan di daerah penyangga atau desa

sepanjang sarana jalan.

5. Aktivitas Lainnya

Berbagai aktivitas, baik yang dilakukan oleh perusaha-

an maupun masyarakat, yang dapat mengancam kelestarian

habitat orangutan Batang Toru, antara lain sebagai berikut.

a. Pembalakan kayu legal yang dilakukan oleh perusahaan

konsesi IUPHHK PT Teluk Nauli, terutama di Blok Anggoli

seluas 30.000 ha. Penebangan pada kawasan ini sudah

dilakukan sejak 1999–2001 dan saat ini tidak dilanjutkan

karena masih menunggu izin perpanjangan dari

Kementerian Kehutanan.

b. Aktivitas perusahaan pertambangan emas PT Dharma

Persada Bhakti yang berpotensi akan merusak kawasan

hutan dengan adanya kegiatan penggalian dan

penimbunan area eksploitasi tambang. Intensitas

pengeboran akan memengaruhi penurunan kepadatan

orangutan karena tingginya aktivitas manusia di area

tersebut yang dapat memengaruhi penurunan kesempatan

untuk melakukan aktivitas kawin. Orangutan sangat

sensitif dan cenderung akan menghindar dari manusia.

Page 111: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

97

c. Pengambilalihan hutan atau okupasi kawasan untuk

pertanian dan perkebunan, terutama setelah kehadiran

pengungsi Nias yang membuka hutan untuk perladangan

dan pemukiman baru.

d. Berbagai aktivitas masyarakat lainnya, seperti mengambil

kayu bakar, bahan obat-obatan tradisional, dan

pembakaran lahan yang dilakukan di habitat orangutan.

B. Perburuan

Perburuan orangutan untuk kepentingan subsistensi,

religius, koleksi ilmiah, maupun komersial masih terus

berlangsung sampai sekarang. Sebagai contoh, Ketua Suku

Batak Toba dan Karo sering menggunakan hiasan rambut

orangutan pada tongkat tua atau tongkat malehat (Meijaard

et al., 2001). Bahkan, beberapa kelompok masyarakat dan

oknum pejabat masih mengambil orangutan untuk dijual atau

dijadikan hewan peliharaan, terutama dari Provinsi Aceh

(Wich et al., 2003). Walaupun perburuan orangutan di sekitar

Hutan Batang Toru

sudah menurun,

apabila perburuan

di daerah lain masih

terus dibiarkan, hal

tersebut tetap akan

menjadi ancaman

serius terhadap

penurunan populasi.

Gambar 32. Orangutan sitaan dari peliharaan masyarakat

Page 112: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

98

Pemburuan orangutan masih terjadi terutama ketika

orangutan memasuki area pertanian dan perkebunan di

pinggiran hutan, serta ketika musim buah durian. Orangutan

dewasa ditembak dan dibunuh, sedangkan bayinya ditangkap

untuk diperjualbelikan sebagai binatang peliharaan (Nijman,

2009). Orangutan yang bernasib baik hanya diusir sehingga

masih ada peluang hidup bagi mereka. Masyarakat sering

mengusir orangutan menggunakan api atau membakar kayu

ketika sedang mencari makan di sekitar ladang mereka.

Terjadinya konflik kepentingan antara manusia dan

orangutan tentunya akan mengakibatkan orangutan tersisih

karena–bagaimanapun–konflik tersebut akan dimenangkan

oleh manusia. Kenyataannya, kebutuhan lahan dan makanan

bagi manusia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan,

sedangkan bagi orangutan adalah pilihan untuk bertahan

hidup atau mati (Kuswanda, 2007a).

Page 113: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

99

VIII. MASYARAKAT DAERAH PENYANGGA

Masyarakat di sekitar Hutan Batang Toru tercatat

jumlahnya sebanyak 38.622 jiwa dengan 10.316 kepala

keluarga. Masyarakat ini tersebar di 53 desa dalam 10

kecamatan dan tiga kabupaten. Secara administratif,

sebanyak 21 desa masuk ke dalam wilayah Kabupaten

Tapanuli Selatan, 28 desa di Kabupaten Tapanuli Utara, dan 4

desa di Kabupaten Tapanuli Tengah. Penduduk yang

mendiami kawasan di sekitar hutan Batang Toru umumnya

berasal dari kawasan dataran tinggi sekitar Danau Toba dan

wilayah Tapanuli Selatan, serta pendatang dari Pulau Nias

(Perbatakusuma et al., 2006). Sebagian besar penduduk

tinggal dan menggantungkan kehidupannya di sekitar hutan

konservasi, seperti CA Dolok Sipirok dan CA Dolok Sibual-

buali. Akibatnya, aktivitas mereka akan menjadi salah satu

penentu keberhasilan konservasi orangutan di Hutan Batang

Toru (Kuswanda, 2007c).

Keberadaan masyarakat di daerah penyangga hutan

konservasi sangat penting untuk mendukung keberhasilan

pengelolaan hutan konservasi dan pelestarian jenis, seperti

orangutan (Kuswanda & Mukhtar, 2006a). Pengelolaan

daerah penyangga yang tepat diharapkan dapat mengurangi

tekanan penduduk terhadap hutan konservasi, sekaligus

memberikan kegiatan ekonomi kepada masyarakat dan

kawasan yang memungkinkan adanya interaksi manfaat

Page 114: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

100

secara berkelanjutan bagi masyarakat (MacKinnon et al.,

1993). Karakteristik masyarakat di daerah penyangga sekitar

hutan konservasi di Kawasan Batang Toru adalah sebagai

berikut.

A. Karakteristik Sosial Ekonomi

Masyarakat di daerah penyangga umumnya beragama

Islam yang merupakan agama mayoritas yang dianut

masyarakat di sekitar Hutan Batang Toru bagian Barat.

Komposisi umur sebagian besar kepala rumah tangga yang

menjadi responden termasuk dalam golongan produktif (15–

64 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat

bekerja secara optimum dalam mencari nafkah hidup untuk

keluarga. Jumlah anggota keluarga termasuk kategori besar,

yaitu 5–7 orang (memiliki anak sebanyak 3–5 orang). Kondisi

ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat desa

belum mengikuti program Keluarga Berencana (Kuswanda,

2007d).

Masyarakat yang menjadi responden penelitian

sebagaian besar (>60%) hanya berpendidikan sampai sekolah

dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SLTP).

Masyarakat yang berpendidikan sampai perguruan

tinggi/akademi masih jarang. Sarana pendidikan masih

sangat kurang, sebagai contoh di Desa Hopong hanya

terdapat sarana SD. Untuk melanjutkan sekolah ke tingkat

SLTP, anak-anak harus rela berjalan kaki ke kota kecamatan;

seperti di Daerah Marancar, Sipirok, dan Arse. Keadaan ini

mengakibatkan pendidikan sulit untuk berkembang dan

sebagian anak-anak menjadi malas untuk melanjutkan

sekolah dan lebih memilih mengikuti orangtuanya ke sawah

atau kebun.

Page 115: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

101

Gambar 33. Perkampungan masyarakat penyangga di Desa Hopong, Sipirok

Selain bertani di sawah atau berkebun, mata

pencaharian masyarakat lainnya adalah membuat gula aren.

Sebelum pergi ke ladang atau sawah, masyarakat biasanya

memasang garung (tempat mengambil air nira yang terbuat

dari bambu) pada pagi hari dan baru diambil kembali pada

sore hari. Pendapatan rata-rata masyarakat yang tinggal di

sekitar Hutan Batang Toru masih tergolong rendah, rata-rata

Rp1.000.000–Rp2.000.000 per bulan. Hanya sedikit

masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp2.000.000 per

bulan. Rendahnya pendapatan masyarakat ini mengakibatkan

ketergantungan terhadap sumber daya hutan masih cukup

tinggi. Sebagai contoh, masyarakat umumnya masih memasak

menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu. Kayu

Page 116: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

102

tersebut mereka ambil dari kawasan hutan yang juga

merupakan habitat orangutan (Kuswanda, 2007d).

Gambar 34. Lahan pertanian sawah yang berbatasan langsung dengan hutan cagar alam

Masyarakat di sekitar Hutan Batang Toru juga telah

memanfaatkan satwa liar secara turun-temurun. Mereka

menangkap satwa liar dari habitat alaminya sehingga

sebagian populasi satwa menjadi terancam, seperti rusa dan

kambing hutan. Untuk memenuhi kebutuhan protein dengan

keterbatasan biaya, mereka terpaksa menangkap satwa liar,

baik yang ditemukan secara sengaja (ketika menginap di

dalam hutan) maupun dengan sengaja dan terencana

memasuki kawasan hutan untuk berburu satwa liar.

Masyarakat sebenarnya berminat untuk mengembangkan

Page 117: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

103

penangkaran satwa liar, seperti rusa dengan alasan untuk

mendapatkan hasil tambahan dan memenuhi kebutuhan

protein keluarga.

B. Lahan Olahan Masyarakat

Informasi karakteristik lahan adalah salah satu aspek

yang dibutuhkan dalam perencanaan pengelolaan lahan,

terutama pada lahan olahan yang berbatasan langsung

dengan hutan konservasi. Hal ini sebagai salah satu cara

untuk mengembangkan konservasi tanah yang sangat

strategis karena selain berfungsi ekologis juga berfungsi

ekonomi. Lahan olahan masyarakat secara umum termasuk

klasifikasi datar sampai bergelombang, meskipun saat ini

lahan yang kemiringan tinggi pun di buka untuk area

perkebunan. Areal datar dimanfaatkan untuk lahan

pertanian/sawah dan ladang, sedangkan pada areal

bergelombang dimanfaatkan untuk perkebunan dan hutan

rakyat. Masyarakat lebih banyak memanfaatkan areal datar

agar lebih mudah dalam pengelolaan dan pemeliharaan

tanaman. Masyarakat belum menerapkan teknik konservasi

tanah, seperti pembuatan guludan atau terasering pada lahan

olahan yang agak terjal.

Hasil pengamatan secara deskriptif menunjukkan

bahwa sebagian besar lahan yang dikelola oleh masyarakat

terletak pada kelas kemiringan 0–25%. Lahan pertanian

umumnya dibuat pada kemiringan 0–8%, lahan perkebunan

0–15%, dan areal hutan rakyat 8–25%. Habitat orangutan

pada lahan masyarakat sebagian besar ditemukan pada areal

kemiringan 8–25% (hutan rakyat) yang tanamannya masih

merupakan campuran antara pohon yang tumbuh secara

alami dan yang ditanam oleh masyarakat, seperti kayu manis

Page 118: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

104

(Cinnamomum. burmannii), karet (Hevea brasiliensis), dan

durian. Orangutan masih sering mengunjungi hutan rakyat

terutama ketika musim buah durian (Kuswanda, 2007b).

Luas lahan yang dimiliki masyarakat cukup bervariasi,

namun umumnya kurang dari 2,5 ha per kepala keluarga.

Jenis-jenis lahan yang dimiliki oleh masyarakat juga cukup

bervariasi, sangat sedikit masyarakat yang memiliki satu

tipe/jenis lahan. Asal usul kepemilikan lahan masyarakat

berasal dari membuka hutan, warisan orang tua, dan/atau

membeli dari orang lain. Namun demikian, kegiatan membuka

hutan saat ini jarang dilakukan kembali oleh masyarakat desa

karena mereka sudah mengetahui bahwa hutan yang terdapat

di sekitar lahan yang dikelolanya merupakan kawasan yang

dilindungi. Masyarakat sudah mulai sadar bahwa sebagian

kawasan hutan harus dijaga dan dilindungi karena

merupakan sumber air bagi lahan pertanian dan habitat

beragam satwa langka dan dilindungi oleh undang-undang,

seperti orangutan. Pembukaan lahan justru banyak dilakukan

oleh masyarakat pendatang, terutama yang memiliki modal

yang besar.

Hasil panen dari lahan olahan sebagian besar untuk

dikonsumsi dan sisanya dijual, khususnya hasil perkebunan.

Hanya sedikit masyarakat yang tidak menjual hasil panennya

(untuk dikonsumsi), terutama masyarakat yang hanya

mengelola sawah. Pendapatan yang diperoleh dari menjual

hasil panennya berbeda-beda, namun rata-rata lebih dari

Rp1.000.000 per bulan. Untuk menambah penghasilan

keluarga, mereka biasanya membuat gula aren dan menjadi

buruh atau kuli angkut pada masyarakat lain yang memiliki

perkebunan cukup luas.

Page 119: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

105

Tipe-tipe lahan olahan masyarakat di sekitar Hutan

Batang Toru secara umum dapat dikelompokkan sebagai

berikut (Kuswanda, 2007b).

1. Hutan Rakyat

Hutan rakyat me-

rupakan lahan masya-

rakat berupa hutan

yang tumbuhannya

adalah campuran po-

hon alami dengan ta-

naman budi daya ma-

syarakat. Areal hutan

rakyat sebagian besar

berbatasan langsung

dengan kawasan hutan

konservasi. Tumbuhan

yang mendominasi pa-

da lahan hutan rakyat

adalah jenis tumbuhan

hasil hutan non kayu

yang ditanam oleh

masyarakat, seperti ka-

yu manis, aren, dan

karet. Hasil ini telah

membuktikan bahwa

pohon penghasil kayu sudah banyak ditebang oleh

masyarakat dan hanya meninggalkan beberapa jenis kayu

yang bermanfaat sebagai bahan perumahan, seperti hoteng

(Quercus gemelliflora Bl.) dan hau dolok (Syzygium sp.).

Gambar 35. Hutan rakyat dengan tanaman kayu

manis

Page 120: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

106

2. Lahan Perkebunan

Masyarakat di Hu-

tan Batang Toru telah

mengelola tanaman per-

kebunan secara turun-

temurun. Jenis tanaman

yang dibudidayakan oleh

masyarakat pada lahan

perkebunan cukup bera-

gam dan ditanam dengan

cara kombinasi/campur-

an. Sistem penanaman

oleh masyarakat sudah

menerapkan pola agro-

forestry (campuran ta-

naman semusim dan

tahunan) dengan tujuan

agar mendapatkan peng-

hasilan harian, bulanan,

dan tahunan.

Selain tanaman kayu manis, jenis tanaman perkebunan

yang cukup banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah

karet, salak (Salacca edulis), dan kopi (C. arabica). Namun,

masyarakat pada beberapa daerah sudah mulai membudi-

dayakan tanaman cokelat (Theobroma cacao) dan cengkeh

(Eugenia aromatica).

3. Areal Perladangan

Selain kebun, sebagian masyarakat membuka lahan

untuk areal perladangan. Pada areal ladang secara umum

Gambar 36. Perkebunan karet campur tanaman

aren pada lahan masyarakat

Page 121: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

107

ditanam tanaman palawija atau semusim dengan pola tanam

campuran. Sangat jarang ditemukan tanaman yang sejenis

pada ladang masyarakat. Tanaman yang banyak dikelola

masyarakat adalah tomat (Solanum lycopersicum ), cabai

(Capsicum annum), ubi jalar (Ipomoea batatas), bayam

(Amaranthus blitum), kunyit (Curcuma domestica), pisang (M.

brachycarpa) , kacang-kacangan (Arachis sp.), dan umbi-

umbian.

4. Areal Pertanian Sawah

Areal sawah banyak ditemukan di sekitar hutan

konservasi dan posisinya ada di sekitar pemukiman. Varietas

padi yang banyak ditanam masyarakat adalah jenis Sipulo

pandan dan Pulau manggis. Hasil pertanian dipanen oleh

masyarakat rata-rata dua kali dalam setahun. Padi dari sawah

dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi dan sebagian untuk

dijual.

5. Areal Pemukiman

Penggunaan lahan lainnya oleh masyarakat adalah

untuk perumahan, pekarangan, jalan, sarana, dan prasarana.

Secara umum, penggunaan lahan perumahan dengan

pekarangan tersebut diolah untuk menghasilkan bahan

tambahan untuk kebutuhan sehari-hari yang mendatangkan

nilai ekonomi. Luas lahan yang dibuka semakin meluas

seiring dengan pertambahan penduduk sehingga di sebagian

wilayah sudah memasuki kawasan konservasi yang menjadi

bagian habitat orangutan.

Masyarakat di sekitar Hutan Batang Toru, seperti CA

Dolok Sibual-buali memiliki tingkat persepsi yang berbeda-

Page 122: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

108

beda dalam rencana pengembangan daerahnya. Namun, lebih

dari 65% responden memiliki tingkat persepsi yang tinggi

dan setuju apabila kawasan desa mereka dikategorikan

sebagai daerah penyangga. Persepsi responden yang kurang

setuju akan pembangunan daerah penyangga karena masih

memiliki asumsi bahwa pembentukan daerah penyangga

hanya akan membatasi ruang gerak dan mata pencaharian

mereka dalam memanfaatkan sumber daya hutan.

Masyarakat akan menanggapi secara positif apabila

pengelolaan daerah penyangga bertujuan untuk

meningkatkan perekonomian masyarakat dan mereka

dilibatkan sebagai pelaku, bukan obyek pelaksanaan program

kegiatan.

Masyarakat sangat mengharapkan adanya bantuan

ekonomi untuk meningkatkan kehidupannya. Responden

mengakui bahwa sebagian besar dari mereka memiliki

pendidikan formal yang rendah (hanya sampai SD/SLTP)

sehingga hanya mampu untuk mengelola lahan yang telah

dilakukan secara turun-temurun dengan tata kelola yang

masih tradisional. Masyarakat berharap adanya bantuan

modal usaha untuk mengembangkan sektor pertanian dan

perkebunan, baik dari instansi pemerintah maupun lembaga

lainnya. Dengan demikian, lahan mereka dapat dikelola

dengan intensif dan mengurangi laju ekstensifikasi

pembukaan lahan yang mengokupasi kawasan hutan. Begitu

pula, keberadaannya dapat menjadi bagian dalam

melaksanakan program konservasi orangutan yang selama ini

hanya menjadi penonton, bukan pelaku, sehingga peranserta

terhadap program sangat rendah. Hal tersebut terjadi karena

ketidaktahuan, bukan akibat ketidakpedulian untuk

melindungi konservasi satwa liar, seperti orangutan.

Page 123: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

109

IX. PERSEPSI DAN PERANAN PARA PIHAK

A. Persepsi Para Pihak

Persepsi para pihak (stakeholder) sangat penting

diketahui untuk merencanakan penyusunan teknik

konservasi orangutan secara terpadu. Informasi persepsi

para pihak dapat menjadi bahan acuan dalam penyusunan

rencana strategi untuk mengurangi laju kerusakan habitat

dan penurunan populasi orangutan. Hasil penelitian tingkat

persepsi dari stakeholder atau lembaga yang diidentifikasi

terkait dalam konservasi orangutan Batang Toru, antara lain

sebagai berikut.

1. Masyarakat Desa

Masyarakat di sekitar hutan sering mengalami posisi

yang dilematis. Mereka kerap menjadi sorotan sebagai salah

satu penyebab kerusakan hutan dan kepunahan beragam

spesies. Di sisi lain, mereka pun dituntut untuk menjadi ujung

tombak program pelestarian hutan beserta keanekaragaman

hayati di dalamnya (van Schaik, 2006). Sorotan tersebut

dialami juga oleh masyarakat di kawasan Hutan Batang Toru

yang sebagian besar sumber kehidupannya masih bergantung

pada sumber daya hutan yang merupakan habitat bagi

orangutan.

Page 124: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

110

Persepsi masyarakat yang menjadi responden

sebenarnya bersifat positif dan menganggap penting

orangutan untuk dilindungi. Masyarakat telah mengetahui

status dan keberadaan orangutan sebagai satwa yang

dilindungi (Kuswanda, 2007d). Masyarakat berharap bahwa

kawasan hutan di daerahnya tetap lestari, namun

penghidupan mereka juga dapat meningkat. Sebagian

masyarakat telah menyadari keberadaan hutan harus dijaga

untuk mencegah bencana alam, menjaga sumber air dan kayu

bakar, serta pemandangan yang menarik. Begitu pula, adanya

orangutan di daerahnya telah menarik perhatian berbagai

instansi/peneliti untuk mengunjungi desanya. Masyarakat

secara tidak langsung mendapatkan penghasilan tambahan

sebagai pemandu (guide), porter, dan bantuan lainnya dalam

program pemberdayaan masyarakat sekitar habitat

orangutan, seperti di Desa Aek Nabara, Tapanuli Selatan.

Masyarakat di Kawasan Hutan Batang Toru pada

dasarnya mengetahui bahwa kondisi hutan akan

memengaruhi keberadaan orangutan karena umumnya

mereka menemukan orangutan pada hutan yang masih

baik/primer. Namun, ketakutan mereka dengan keterbatasan

pemanfaatan lahan di sekitar desa, terutama pada lahan yang

telah dibuka dan diolah sebagai areal pertanian, sering kali

mengurangi respon mereka terhadap kegiatan konservasi

hutan dan orangutan. Kegelisahan ini sangat wajar karena

masyarakat desa umumnya tidak memiliki sertifikat hak milik

lahan dan hanya mewarisi lahan olahan dari orangtua atau

membeli dari tetangganya. Apalagi, tata batas kawasan

konservasi dan hutan lindung yang tidak jelas sering

membingungkan masyarakat untuk melakukan pengelolaan

lahan karena mereka khawatir jika sewaktu-waktu ada

Page 125: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

111

pengambilalihan lahan olahan yang secara hukum termasuk

hutan negara, seperti hutan konservasi.

Gambar 37. Diskusi dan pengisian kuisioner bersama masyarakat dan aparat desa

Menurut masyarakat, pelaksanaan program konservasi

orangutan–bagaimanapun–harus melibatkan masyarakat

lokal. Sekitar 72% responden menyatakan bahwa sangat

penting masyarakat diikutsertakan dalam konservasi

orangutan. Program yang ada selama ini hanya menyentuh

kepentingan orangutan, sedangkan keberadaan dan

kepentingan perekonomian masyarakat kurang diperhatikan

sehingga seringkali mereka kurang mendukungnya. Menurut

mereka pengambilan sumber daya hutan, seperti kayu bakar,

buah-buahan, dan air nira karena tidak ada lagi mata

pencaharian lain yang dapat meningkatkan penghasilannya.

Page 126: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

112

Keterbatasan penghasilan dari mengelola lahannya sering

mendorong mereka untuk memanfaatkan sumber daya hutan,

termasuk dari hutan konservasi. Kondisi ini merupakan

alternatif yang paling memungkinkan dan mudah dilakukan

oleh masyarakat sekitar hutan, selain kegiatan pertanian dan

jasa lainnya.

Menurut masyarakat, pemerintah sangat berkepen-

tingan untuk melindungi orangutan. Habitat orangutan yang

sebagian besar berada pada kawasan hutan konservasi

merupakan hak dan tanggung jawab pemerintah untuk

mengelolanya. Masyarakat akan mendukung program

konservasi orangutan di daerahnya, baik itu oleh pemerintah

maupun lembaga lainnya, dengan catatan terlebih dahulu

dilakukan sosialisasi maupun penyuluhan. Hal ini agar tidak

menimbulkan salah pengertian dan masyarakat dapat

mengetahui kegiatan yang akan dilaksanakan di desanya.

Bahkan, lebih dari 90,0% responden menyatakan akan

merasa dirugikan apabila orangutan punah atau hilang dari

daerah mereka. Namun, catatan dari responden juga

menyatakan bahwa mereka pun dapat dibantu untuk

mengembangkan sumber pendapatan lain sehingga

ketergantungan terhadap sumber daya hutan dapat

berkurang.

2. Pemerintah Daerah

Pegawai pemerintah daerah (Pemda), seperti di

Kabupaten Tapanuli Selatan, memiliki tingkat persepsi yang

positif atau tinggi terhadap program pelestarian orangutan

Sumatra. Mereka menyatakan bahwa sangat penting untuk

melakukan pelestarian hutan dan orangutan di Kabupaten

Tapanuli Selatan. Dari responden yang terpilih, secara

Page 127: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

113

keseluruhan tidak ada yang memiliki persepsi rendah.

Mereka telah mengetahui bahwa orangutan merupakan satwa

yang dilindungi oleh undang-undang sehingga pemburu atau

orang yang menangkap, bahkan yang memelihara orangutan

tanpa izin harus dikenakan sangsi sesuai ketentuan hukum

yang berlaku (Kuswanda, 2007d).

Pemerintah Daerah, seperti di Kabupaten Tapanuli

Selatan secara prinsip sangat mendukung untuk melakukan

kegiatan pelestarian hutan, termasuk habitat orangutan. Saat

ini, program perlindungan hutan sebagai habitat satwa liar

langka telah menjadi salah satu prioritas visi Kabupaten

Tapanuli Selatan. Responden juga menganggap bahwa

masyarakat setempat perlu dilibatkan dalam program

konservasi orangutan karena keberadaan masyarakat

dianggap penting sebagai sarana untuk menyukseskan

program tersebut.

Pemerintah Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan juga

mengharapkan program pelestarian orangutan perlu

dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai

instansi terkait. Mereka menyadari untuk melaksanakan

program konservasi pada daerah yang masyarakatnya

berpendidikan dan perekonomiannya relatif rendah

membutuhkan kerjasama dengan stakeholder lain. Pemda

Kabupaten Tapanuli Selatan akan terbuka dan bersedia

berkoordinasi dengan pihak lain untuk mengimplemen-

tasikan program konservasi orangutan, khususnya di sekitar

Hutan Batang Toru dan mengatasi permasalahan-

permasalahan yang muncul sesuai dengan kedudukan dan

kewenangan masing-masing instansi. Apalagi, sebagian besar

habitat orangutan berada di kawasan konservasi yang

Page 128: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

114

pengelolaannya merupakan tanggung jawab Pemerintah

Pusat (Kementerian Kehutanan).

3. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)

Sumatra Utara

BBKSDA Sumatra Utara mempunyai tugas untuk

melaksanakan pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar

alam, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi

tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan

tersebut. Responden pada BBKSDA Sumatra Utara

menyatakan bahwa habitat orangutan harus dilindungi

karena kualitas hutan akan memengaruhi perkembangan

orangutan. Program untuk menggalakkan upaya konservasi

orangutan sangat penting ditengah perubahan sosial

kehidupan manusia dari masyarakat agraris menjadi

masyarakat industrialis dan konsumtif. Untuk itu, penetapan

dan pengelolaan kawasan konservasi merupakan salah satu

cara terpenting untuk menjamin sumber daya alam dapat

dilestarikan sehingga bermanfaat bagi kehidupan manusia

sekarang dan di masa mendatang.

Saat ini, pandangan sebagian masyarakat yang masih

menganggap bahwa pelestarian alam dan keanekaragaman

hayati adalah usaha perlindungan yang menutup peluang

pemanfaatan sumber daya alam perlu segera diluruskan

karena akan menjadi kendala dalam pelaksanaan konservasi.

Fungsi kawasan konservasi tidak hanya untuk memelihara

stabilitas lingkungan, tanah, dan iklim, serta tetap menjaga

kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem. Akan

tetapi, kawasan konservasi juga menyediakan kesempatan

bagi kegiatan penelitian dan pemantauan spesies yang terkait

dengan kebutuhan manusia, menyediakan kesempatan bagi

Page 129: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

115

terlaksananya pembangunan pedesaan yang kondusif dan

terhindar dari kemungkinan bencana alam, serta

menyediakan lokasi bagi pengembangan rekreasi dan wisata.

BBKSDA Sumatra Utara secara prinsip sangat

mendukung apabila terdapat instansi lain yang tertarik untuk

turut serta dalam program pelestarian keanekaragaman

hayati, termasuk orangutan. Mereka sering mengalami

kesulitan untuk memantau kawasannya yang mencapai

161.477,05 ha dengan personil polisi hutan dan anggaran

yang terbatas (Balai Besar KSDA Sumatra Utara, 2010).

BBKSDA telah memberikan izin dan bantuan tenaga untuk

mendukung beberapa lembaga swadaya masyarakat yang

saat ini telah menunjukan dedikasinya untuk melakukan

penelitian, sosialisasi, dan pemantauan tentang orangutan di

wilayah kerjanya.

4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Persepsi tentang pelestarian orangután dari beberapa

LSM, antara lain Conservation International-Indonesia (CI-I)

dan Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP)

sangat positif dan mendukung upaya program konservasi

orangutan. Populasi orangutan Sumatra, yang hanya sekitar

6.500 individu, bila dibiarkan seperti kondisi sekarang akan

mengalami kepunahan dalam beberapa tahun ke depan.

Padahal, orangutan merupakan spesies “payung” (umbrella

spsies) bagi jenis satwa liar lainnya sehingga perlindungannya

akan mencakup komunitas alam di kawasan Hutan Batang

Toru.

Menurut beberapa LSM tersebut, meskipun sebagai

negara yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan

Page 130: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

116

satwa yang tinggi, Indonesia tetap akan mengalami kerugian

apabila orangutan sampai punah. Orangutan telah menjadi

maskot yang sangat menarik untuk memperoleh perhatian

publik dan paling memikat untuk mencari dukungan dana

internasional, seperti World Bank. Berbagai dukungan

internasional untuk konservasi satwa liar selama ini hampir

tidak berarti karena bantuan tidak terpadu dan tidak dikelola

secara profesional. Responden berpendapat pula bahwa

pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati bukan hanya

merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah dapat

meminta dukungan dan membagi tanggung jawabnya dengan

lembaga nasional maupun internasional sehingga masa depan

orangutan akan penuh harapan. Kebijakan untuk menjalin

kemitraan yang efektif dari pemerintah sangat diperlukan

untuk meningkatkan peranan berbagai lembaga yang

bergerak dalam bidang konservasi dalam menjalankan

aktivitasnya dan diikuti kontrol, serta pengawasan yang ketat.

Responden juga menyatakan bahwa perusahaan,

seperti perusahaan pertambangan dan air minum di sekitar

Hutan Batang Toru, harus diberi tanggung jawab untuk

melindungi habitat orangutan. Pembebanan biaya untuk

pelaksanaan konservasi orangutan dapat dijadikan sebagai

bagian biaya tambahan operasional perusahaan yang dapat

diatur melalui peraturan daerah. Perusahaan juga diharuskan

untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat

lokal melalui perekrutan tenaga kerja dan sumbangan

pembangunan desa agar aktivitas masyarakat mengokupasi

hábitat orangután menurun.

Page 131: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

117

B. Peranan Kelembagaan

Berbagai perundang-undangan yang mengatur

konservasi keanekaragaman hayati telah diberlakukan,

seperti UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5

Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya, dan PP No. 7 Tahun 1999 tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun demikian,

implemetasi peraturan tersebut masih sulit dilakukan karena

peranan dan tanggung jawab antar lembaga terkait belum

terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Perbedaan

kewenangan dalam pengelolaan suatu kawasan habitat yang

terdiri dari berbagai status hutan, juga sering menyulitkan

upaya konservasi satwa dan habitatnya. Sebagai contoh, HL

merupakan kewenangan pemerintah daerah, CA dan SM

merupakan kewenangan pemerintah pusat, dan HP

merupakan kewenangan pemerintah pusat yang

pengelolaannya diserahkan kepada pemegang IUPHHK.

Tumpang tindih kebijakan dan program antar lembaga sering

terjadi sehingga konservasi satwa kurang efektif dan berujung

pada kegagalan.

Informasi peranan para pihak yang terkait dengan

pengelolaan hutan di kawasan Hutan Batang Toru

berdasarkan hasil penelitian, antara lain sebagai berikut

(Kuswanda & Bismark, 2007b).

1. Lembaga Masyarakat

Peranan lembaga masyarakat merupakan posisi sentral

dalam mendukung konservasi orangutan Sumatra. Lembaga

masyarakat secara langsung bersentuhan dengan masyarakat

yang beraktivitas dan memanfaatkan sumber daya hutan dan

Page 132: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

118

lahan. Kelembagaan masyarakat yang terdapat di sekitar

Hutan Batang Toru, seperti di Desa Aek Nabara dan Desa Bulu

Mario, yaitu 1) lembaga formal, lembaga ini terdiri atas

Kepala Desa dengan Badan Perwakilan Desa (BPD); dan 2)

lembaga informal, seperti lembaga adat yang dipimpin oleh

ketua adat dan lembaga agama. Pengambilan keputusan yang

terkait dengan pembangunan desa, seperti pembangunan

jalan dan tempat ibadah biasanya dilakukan secara

musyawarah antara kepala desa dan ketua adat, serta tokoh

masyarakat

Peranan lembaga masyarakat, baik formal maupun

informal, dalam mendukung pengelolaan hutan dan

konservasi orangutan yang terdapat pada kedua desa

tersebut masih rendah. Menurut responden, belum ada tata

aturan, kebijakan, ataupun peranan lembaga desa dalam

mengatur pengambilan kayu dan satwa, pengelolaan lahan,

dan perlindungan hutan. Desa-desa di sekitar Hutan Batang

Toru secara umum belum memiliki peraturan desa (Perdes)

untuk menjadi pedoman dalam pemanfaatan dan konservasi

sumber daya hutan di desanya. Menurut Kepala Desa Aek

Nabara dinyatakan bahwa di desanya pernah melakukan

musyawarah untuk membuat aturan tersebut, namun tidak

ada kesepakatan bersama karena sebagian masyarakat

merasa ketakutan akan dibatasinya pengambilan sumber

daya hutan yang secara signifikan memengaruhi sumber

kehidupannya. Begitu pula halnya dalam pemanfaatan

sumber daya lahan beserta hasil-hasilnya, termasuk untuk

mencegah kekuatan-kekuatan merusak yang berasal dari luar.

Lembaga desa umumnya belum memiliki kekuatan dan

kebijakan dalam pemanfaatan lahan sehingga lahan begitu

Page 133: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

119

mudah beralih tangan kepada masyarakat pendatang atau

pemodal dari luar.

2. Pemerintah Daerah

Secara umum, peranan Pemda Kabupaten Tapanuli

Selatan, khususnya dalam konservasi orangutan masih

rendah. Program Pemda saat ini masih berorientasi pada

pembangunan sarana dan prasarana wilayah. Program

konservasi hutan, termasuk pada hutan lindung masih belum

mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan daerah.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan, saat ini

lembaganya sedang menyusun rencana strategis program

pelestarian hutan yang di dalamnya tercantum program

untuk melestarikan satwa langka. Beberapa program yang

sudah dilaksanakan antara lain:

a. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat

tentang pemanfaatan hutan secara lestari;

b. Mengawasi peredaran kayu secara ketat dan menangkap

oknum yang terlibat dalam pembalakan dan perambahan

hutan secara liar;

c. Memberikan izin kepada pengusaha atau masyarakat dari

kawasan hutan yang status dan pengelolaan sudah jelas;

d. memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan

memberikan sumbangan bibit melalui Program GERHAN;

e. Memberikan izin dan terlibat kerjasama dengan beberapa

LSM yang menjalankan programnya di sekitar Hutan

Batang Toru, seperti dengan Sumatran Orangutan

Conservation Programme.

Page 134: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

120

Untuk mendukung pelestarian hutan, Pemerintah

Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2006 mengusulkan

empat calon taman nasional kepada Kementerian Kehutanan

yang meliputi TN Batang Toru-Sipirok seluas ±148.000 ha, TN

Siondop-Angkola seluas ±195.000 ha, TN Saipar Dolok Hole

seluas ±99.800 ha, dan TN Barumun Rokan seluas ±352.000

ha (Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan, 2007). Namun

demikian, usulan tersebut tidak ditindaklanjuti setelah terjadi

pemekaran wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi tiga

kabupaten–termasuk kabupaten induk sendiri–yaitu,

Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang

Lawas.

Gambar 38. Pengisian kuisioner oleh pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

Peranan Pemda yang masih rendah harus mendapat

perhatian serius karena–bagaimanapun–tanpa dukungan

Pemda, konservasi orangutan di era otonomi daerah ini akan

Page 135: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

121

sulit berhasil. Apalagi, kondisi saat ini semakin kuat

gelombang sosial ekonomi untuk mengokupasi hutan dan

lahan basah. Selain itu, landasan hukum bagi konservasi

masih belum jelas, khususnya dalam hal kepemilikan lahan

dan perlindungan hutan di luar kawasan konservasi dan lahan

masyarakat. Keterbatasan pendidikan masyarakat subsisten

dan persepsi yang rendah dalam menilai jasa lingkungan dan

nilai ekologi hutan seringkali menjadi kendala dalam

pengembangan konservasi. Hutan masih dianggap sebagai

sumber daya dengan akses terbuka yang dapat dimanfaatkan

sebesar-besarnya untuk kepentingan produksi.

3. BBKSDA Sumatra Utara

Perlindungan terhadap satwa liar di Indonesia telah di

mulai sejak zaman kolonial Belanda dengan adanya Peraturan

Perlindungan Binatang Liar pada tahun 1931, yaitu dengan

menetapkan aturan pelarangan untuk memburu, menangkap,

dan memperdagangkan 36 jenis binatang liar, baik hidup

maupun mati. Selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia

telah mendeklarasikan strategi konservasi melalui UU No. 5

Tahun 1990, yaitu perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari

sumber daya alam dan ekosistemnya.

Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Kementerian

Kehutanan, peranan BBKSDA dalam pelestarian hutan dan

orangutan cukup tinggi. Beberapa wilayah kerja BBKSDA

Sumatra Utara di Tapanuli yang merupakan habitat

orangutan adalah, CA Dolok Sibual-buali, CA Dolok Sipirok, SA

Lubuk Raya, dan SM Barumun. Berbagai peranan BBKSDA

Sumut sesuai tugas pokok oraganisasi (tupoksi) dalam

Page 136: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

122

beberapa tahun terakhir untuk mendukung pelestarian

orangutan adalah:

a. Menyusun rencana dan program perlindungan,

pengawetan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati;

b. Melakukan inventarisasi potensi tumbuhan, satwa liar, dan

ekosistemnya pada kawasan konservasi di Sumatra Utara;

c. Melakukan pengelolaan kawasan konservasi;

d. Melakukan pengawasan pemanfaatan dan peredaran

tumbuhan dan satwa liar;

e. Memberikan izin dan bantuan tenaga pada lembaga lain

untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya;

f. Melakukan kerjasama dengan lembaga lain untuk

melakukan pemantauan dan monitoring kawasan

konservasi di Sumatra Utara;

g. Melakukan program pemberdayaan ekonomi masyarakat

sekitar kawasan konservasi, seperti pemberian bibit dan

pelatihan pengembangan ekowisata.

4. LSM

Peranan LSM yang menjadi responden penelitian dalam

mendukung perlestarian orangutan cukup tinggi. LSM yang

fokus dan telah berperan aktif untuk turut serta dalam

melestarikan orangutan di sekitar Hutan Batang Toru adalah

CI-I, SOCP, Sumatra Rainforest Institute (SRI), ICRAF,

Perkumpulan Pengembangan Partisipasi Rakyat (PETRA), dan

Yayasan Pekat Indonesia. Program yang dikembangkan oleh

LSM tersebut dalam mendukung konservasi orangutan

sampai tahun 2013, antara lain:

a. Melakukan kajian bioekologi dan perlindungan habitat

orangutan di DAS Batang Toru;

Page 137: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

123

b. Melakukan pemantauan menyeluruh terhadap penyebaran

geografi populasi orangutan Sumatra di kawasan

ekosistem Hutan Batang Toru;

c. Melakukan kampanye, sosialisasi, dan penyuluhan kepada

masyarakat sekitar hutan mengenai penyelamatan

orangutan dan habitatnya di Sumatra Utara;

d. Melakukan rehabilitasi hutan bersama masyarakat,

terutama pada lahan masyarakat yang berada di sekitar

habitat orangutan;

e. Melakukan penguatan masyarakat dalam menyelaraskan

upaya konservasi alam dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat;

f. Melakukan investigasi dan monitoring kegiatan-kegiatan

perusakan hutan dan perdagangan satwa;

g. Mengembangkan karantina dan reintroduksi orangutan

Sumatra hasil sitaan bersama BBKSDA Sumatra Utara.

Strategi pengembangan kelembagaan terkait, seperti

terhadap lembaga masyarakat dan pemerintah daerah yang

masih rendah dalam upaya mendukung konservasi orangutan

perlu mendapat perhatian serius. Kegagalan program

konservasi yang sering terjadi merupakan akibat dari

kekurangpedulian lembaga terkait terhadap perlindungan

hutan dan keanekaragaman hayati, kesalahpahaman dalam

menilai jasa lingkungan, dan pandangan yang mementingkan

kepentingan ekonomi sesaat (Meijaard et al., 2001). Strategi

peningkatan peranan lembaga terkait untuk mengembangkan

kegiatan konservasi orangutan Batang Toru akan diulas

dalam Bab terakhir dari buku ini.

Page 138: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable
Page 139: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

125

X. STRATEGI KONSERVASI

Konservasi sumber daya alam hayati adalah

pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya

dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan

kualitas keanekaragaman dan nilainya (Undang-Undang No 5.

Tahun 1990 [Departemen Kehutanan, 1990]). Konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui

kegiatan 1) perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2)

pengawetan keanekaragaman jenis dan satwa beserta

ekosistemnya, dan 3) pemanfaatan secara lestari sumber daya

alam hayati besarta ekosistemnya. Dengan kata lain,

konservasi merupakan pengelolaaan kehidupan alam oleh

manusia untuk memperoleh manfaat dan memelihara

potensinya secara berkelanjutan guna menjamin kebutuhan

generasi yang akan datang.

Sumber daya alam hayati merupakan unsur-unsur

hayati yang terdiri atas tumbuhan dan satwa, bersama unsur

nonhayati yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Untuk menjamin sumber daya alam hayati dapat dilestarikan

dan bermanfaat secara berkelanjutan, Pemerintah Indonesia

telah menetapkan sebagian wilayah hutannya sebagai hutan

konservasi, baik sebagai Kawasan Suaka Alam (KSA) maupun

Kawasan Perlindungan Alam (KPA). Status hutan konservasi

dapat berupa CA dan SM (KSA); TN, Tahura, dan TWA (KPA),

Page 140: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

126

dan taman buru (TB). Pengelolaan KSA, KPA dan TB

dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Departemen

Kehutanan [kini Kementerian Kehutanan] (Departemen

Kehutanan, 1999).

Salah satu sumber daya alam hayati yang saat ini telah

terancam punah dan terus dilindungi adalah orangutan

Sumatra. Orangutan Sumatra telah ditetapkan sebagai

spesies prioritas karena merupakan satwa endemik, kritis

terancam punah, dan tingkat ancaman yang tinggi akibat

kerusakan habitat. Arahan strategis konservasi prioritas

secara nasional telah disusun Kementerian Kehutanan

melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor

57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi

Spesies Nasional. Begitu pula, Departemen Kehutanan (2007)

telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Orangutan Indonesia 2007–2017 yang dapat menjadi acuan

pelaksanaan konservasi secara nasional.

Arahan strategis sebagaimana Permenhut Nomor

57/Menhut-II/2008 dan SRAK Orangutan Indonesia 2007-

2017 masih bersifat nasional dan menyeluruh sehingga perlu

disusun arahan teknis dalam pelaksanaan strategi tersebut.

Arahan strategi dan teknik konservasi harus disusun lebih

spesifik sesuai dengan karakteristik spesies, habitat, populasi,

sosial ekonomi, dan pola kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Hal ini untuk lebih memudahkan para pengambil kebijakan,

terutama di tingkal lokal/daerah dalam merumuskan strategi

konservasi yang tepat dan lebih terarah. Sebagai contoh,

orangutan Batang Toru sebagian besar tersebar pada habitat

sub pegunungan dan pegunungan (ketinggian >600 m dpl);

jenis ini memiliki kekhasan genetik dan perilaku sosial yang

Page 141: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

127

berbeda dengan orangutan di wilayah lainnya (sebelah Utara

Danau Toba), seperti di TN Gunung Leuser, Provinsi Aceh.

Strategi dan teknik konservasi orangutan Batang Toru

sampai saat ini belum ada, padahal, ancaman kepunahan lokal

sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan

pada Bab sebelumnya teridentifikasi bahwa populasi

orangutan Batang Toru pada setiap area hutan konservasi,

seperti CA Dolok Sipirok dan CA Dolok Sibual-buali di bawah

50 individu (Kuswanda, 2005 dan 2011). Tingkat ancaman

perubahan habitat oleh aktivitas konversi hutan dan

penebangan kayu sangat tinggi, serta peran serta

kelembagaan lokal dalam upaya konservasi satwa masih

rendah. Untuk mengantisipasi kepunahan orangutan Batang

Toru, rekomendasi strategi dan teknik konservasi yang

spesifik perlu segera disusun dan seyogyanya dituangkan

dalam peraturan daerah. Selain itu, penjabaran Permenhut

terkait strategi konservasi orangutan perlu dibuat, antara lain

melalui surat keputusan Direktur Jenderal Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA).

Strategi terbaik jangka panjang dalam mengupayakan

konservasi orangutan adalah mengembangkan kegiatan

konservasi secara in situ, baik di dalam kawasan konservasi

maupun di luar kawasan konservasi, seperti hutan rakyat

atau hutan produksi (Primarck et al., 1998; PHPA, 2004;

Ditjen PHKA, 2006). Untuk itu, Bab terakhir dalam buku ini

akan menjabarkan usulan strategi dan teknik konservasi

orangutan di kawasan Hutan Batang Toru dan habitat dataran

tinggi pada umumnya. Hasilnya diharapkan menjadi bahan

pertimbangan dalam menyusun kebijakan bagi Kementerian

Kehutanan (BBKSDA Sumatra Utara), Pemerintah Daerah

lingkup Provinsi Sumatra Utara, LSM, dan lembaga terkait

Page 142: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

128

lainnya dalam upaya menyukseskan program konservasi

sumber daya alam hayati di Indonesia, khususnya orangutan

Sumatra.

Merujuk hasil penelitian dan paparan dari Bab

sebelumnya, rekomendasi strategi dan teknik konservasi

orangutan Batang Toru adalah sebagai berikut.

A. Perlindungan Habitat pada Hutan Konservasi

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri

khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta ekosistemnya.

Penetapan hutan konservasi bertujuan untuk mengelola

sumber daya alam hayati secara bijaksana untuk menjamin

kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan

meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Upaya konservasi pada hutan konservasi bertujuan

untuk memelihara proses ekosistem hutan secara alami yang

menunjang kelangsungan kehidupan orangutan secara alami.

Hutan konservasi di Kawasan Batang Toru yang merupakan

habitat orangutan adalah CA Dolok Sibual-buali, CA Dolok

Sipirok, dan SA Lubuk Raya. Namun, menurut Departemen

Kehutanan (1999), pada kawasan suaka alam tidak

diperbolehkan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi,

pemeliharaan, dan pengayaan tanaman. Untuk itu, strategi

konservasi terutama pada kawasan CA yang paling tepat

adalah meningkatkan perlindungan terhadap habitatnya.

Perlindungan habitat bertujuan untuk melindungi,

memelihara, mempertahankan, dan mengamankan habitat

orangutan sehingga daya dukung kawasan meningkat dan

populasinya berkembang secara alami. Habitat ideal bagi

Page 143: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

129

orangutan berupa hutan primer dengan ketersediaan pohon

pakan yang cukup dan terbebas dari berbagai ancaman

manusia.

Hasil analisis pendugaan daya dukung habitat, seperti

di CA Dolok Sibual-buali dapat mendukung populasi

orangutan sekitar 47–56 individu (Kuswanda & Bismark,

2007b), sedangkan populasinya masih di bawah 30 individu

(Kuswanda & Sugiarti, 2005a). Kondisi ini menunjukkan

bahwa jumlah populasi yang ada saat ini dapat lebih

meningkat bila keadaan kawasan dapat dilindungi lebih

optimal. Rendahnya reproduksi dan perkembangan populasi

orangutan mungkin lebih banyak disebabkan karena faktor

gangguan terhadap habitatnya, terutama dari aktivitas

masyarakat yang sering memasuki habitat orangutan, seperti

pengambilan kayu bakar, air nira, dan perambahan lahan.

Teknik untuk mengembangkan strategi perlindungan

habitat orangutan pada kawasan konservasi, terutama di

kawasan Hutan Batang Toru, antara lain sebagai berikut.

1. Penataan dan Pemeliharaan Batas Kawasan

Polemik dalam pengelolaan hutan di Indonesia,

khususnya pada hutan konservasi adalah masih belum

jelasnya tata batas kawasan terutama yang berbatasan

langsung dengan lahan masyarakat. Hasil pengamatan di

lapangan menunjukkan banyak areal yang belum ditata batas

secara permanen dan temu gelang, seperti di sekitar kawasan

Aek Nabara, CA Dolok Sibual-buali. Kondisi ini sering

mengakibatkan masyarakat memasuki dan membuka hutan

yang sebenarnya sudah termasuk hutan konservasi.

Sosialisasi di tingkat masyarakat dan multi stakeholder guna

Page 144: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

130

menata ulang batas kawasan harus menjadi prioritas

pengelola kawasan konservasi agar tidak menimbulkan

konflik antara masyarakat dengan petugas (Polisi

Hutan/Polhut) apabila akan ada penertiban perusakan lahan

pada kawasan konservasi.

Rekonstruksi batas kawasan juga diperlukan karena

beberapa tanda/pal batas telah rusak/hilang, tergeser atau

dipindahkan, seperti di bagian Utara CA Dolok Sibual-buali

dan bagian Selatan CA Dolok Sipirok. Rekonstruksi tata batas

dapat dilaksanakan minimal lima tahun sekali guna

memberikan jaminan mengenai kejelasan posisi dan tanda

batas dari hutan konservasi. Program selanjutnya yang harus

terus dikembangkan adalah pemeliharaan pal batas untuk

mempertegas batas serta meningkatkan pengawasan dan

pengamanan kawasan. Kegiatan pemeliharaan dilaksanakan

paling tidak 2–3 tahun sekali untuk mengganti pal yang rusak

atau hilang dan memperjelas identitas pal yang sudah pudar.

Pada areal yang belum ada pal batas dan belum temu gelang,

pemeliharaan dapat berupa pembersihan jalur rintis batas

kawasan selebar 1–2 meter. Adanya tata batas yang jelas

diharapkan dapat meminimalisasi kesalahpahaman masyara-

kat sehingga dapat mengurangi ancaman perambahan lahan

dan aktivitas lainnya di hutan konservasi.

2. Penguatan Kelembagaan dan Kapasitas SDM

Sumber daya manusia (SDM) yang memahami makna,

tujuan, dan manfaat pengelolaan hutan konservasi sampai

saat ini belum mencukupi, terutama petugas di daerah dan

lapangan yang bersentuhan langsung dengan hutan

konservasi. Hasil pengamatan di lapangan ditemukan bahwa

petugas lapangan untuk memantau dan melindungi CA Dolok

Page 145: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

131

Sibual-buali (±5.000 ha) dan CA Dolok Sipirok (±6.900 ha)

hanya terdapat satu sampai dua orang petugas dari BBKSDA

Sumatra Utara. Padahal, permasalahan dan tanggung jawab

untuk pengamanan kawasan sangat besar. Pada masa

mendatang, penguatan kelembagaan perlu disinkronkan

dengan program/pola pengelolaan hutan berbasis Kesatuan

Pengelolaan Hutan (KPH) yang mencakup keseluruhan

kawasan Hutan Batang Toru. Bentuk kelembagaan ini sebagai

KPH Konservasi (KPHK) model yang mencakup pengelolaan

fungsi produksi, lindung, dan konservasi.

Pengembangan SDM, baik dari lembaga pemerintah

(pusat dan daerah) maupun masyarakat, di bidang konservasi

sangat penting seiring meningkatnya tantangan dan ancaman

terhadap upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Peningkatan pengetahuan melalui pelatihan dan pendidikan

harus dilakukan secara kontinu. Penyuluhan dan

penyadartahuan terhadap masyarakat lokal yang kurang

memahami dengan baik tentang konservasi, peningkatan

keterampilan masyarakat, dan bantuan modal finansial perlu

menjadi program berbagai lembaga terkait dalam

meningkatkan peranan kelembagaan di bidang pelestarian

hutan.

Pemerintah daerah dan perusahaan setempat juga

dapat menciptakan program-program yang tepat guna, tepat

sasaran, dan berkelanjutan dalam mengembangkan SDM

maupun ekonomi, khususnya bagi masyarakat. Program

tersebut dapat membantu keterbatasan anggaran,

ketersediaan petugas, ataupun prasarana lapangan dari

pemerintah pusat dalam menjaga keutuhan hutan konservasi.

Untuk meningkatkan kapasitas SDM pengelola hutan

konservasi, Kementerian Kehutanan dapat menambah

Page 146: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

132

pegawai dan mengarahkan tenaga fungsional Pengendali

Ekosistem Hutan (PEH) membentuk beberapa specialist

group, seperti spesialis flora, fauna, dan pemberdayaan

masyarakat. Mereka sebaiknya ditempatkan di kantor resor,

sebagai unit pengelolaan terkecil dengan manajemen berbasis

resor, sehingga lebih dekat untuk melakukan pengamanan,

sosialaisasi, dan penyuluhan kepada masyarakat. Kehadiran

petugas di kantor resor akan memudahkan menanggulangi

berbagai ancaman yang dapat terjadi sewaktu-waktu, seperti

kebakaran hutan dan pencurian kayu.

3. Pengamanan kawasan

Pengamanan di dalam dan sekitar hutan konservasi

untuk menjaga keutuhan hutan konservasi harus dilakukan

secara periodik. Namun harus disadari, terdapatnya

keterbatasan SDM dan dana operasional sering berakibat

pengamanan kawasan sulit dilakukan secara berkesinam-

bungan. Di sisi lain, aktivitas pelanggaran dan ancaman

terhadap keutuhan kawasan semakin hari semakin meningkat

sehingga banyak hutan konservasi yang telah terdegradasi.

Strategi pengamanan hutan konservasi sebaiknya tidak

perlu langsung dilakukan secara represif apabila masih

memungkinkan pendekatan secara preventif dan persuasif.

Berbagai teknik pengamanan yang dapat dilakukan untuk

melindungi habitat orangutan Batang Toru di hutan

konservasi, antara lain sebagai berikut.

a. Pemasangan papan nama/petunjuk dan papan larangan,

terutama di daerah-daerah yang rawan terhadap aktivitas

pelanggaran.

Page 147: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

133

b. Pembangunan menara pengawas dan pondok jaga pada

kawasan yang sangat rawan terhadap pencurian kayu.

c. Penggunaan material edukasi dan penyadartahuan untuk

perbaikan dan penguatan pengelolaan hutan di tingkat

komunitas.

d. Pengembangan sistem pelaporan perusakan hutan dan

perburuan liar oleh para petugas lapangan.

e. Pengembangan sistem informasi respon cepat pada media

untuk mengangkat isu kegiatan ilegal yang berdampak

terhadap orangutan dan habitatnya.

f. Penguatan koordinasi dengan lembaga penegak hukum

untuk menyamakan persepsi dan tindakan dalam

menangani pelanggar, seperti pencuri kayu.

Petugas lapangan (Polhut) harus mampu mendorong

masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan perlindungan

dan pengamanan hutan secara mandiri sehingga dapat

mengefektifkan program pengamanan kawasan hutan.

Pembentukan sebuah lembaga pengamanan masyarakat yang

dikenal dengan Pengamanan Hutan Swakarsa (Pamhut

Swakarsa) perlu lebih dioptimalkan di desa-desa sekitar

hutan konservasi. Untuk meningkatkan keterampilan

masyarakat yang tergabung dalam Pamhut Swakarsa,

pelatihan tentang perlindungan dan pengamanan hutan, serta

pendampingan yang dapat bekerjasama dengan LSM perlu

difasilitasi. Pamhut Swakarsa dapat dilibatkan dalam

pengawasan dan menjadi informan lapangan untuk

melaporkan aktivitas ancaman apabila saat itu tidak ada

petugas yang sedang berpatroli di lapangan. Alokasi anggaran

Page 148: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

134

untuk petugas Pamhut Swakarsa juga perlu ditingkatkan, baik

oleh Kementerian Kehutanan maupun pemerintah daerah.

4. Sosialisasi Peraturan dan Penegakan Hukum

Kerangka hukum untuk melindungi orangutan di

Indonesia antara lain tertuang dalam UU Nomor 41 Tahun

1999, UU Nomor 5 Tahun 1990, dan PP Nomor 7 Tahun 1999.

Namun menurut Meijaard et al. (2001), lemahnya kualitas

pengawasan dan kontrol dari lembaga terkait sering

berakibat implementasi undang-undang tersebut tidak

konsisten dan akhirnya masyarakat tetap tidak memahami,

apalagi berperan serta dalam perlindungan satwa liar.

Persepsi masyarakat yang masih rendah, bahkan salah

mengartikan penetapan hutan konservasi dan program

pelestarian satwa liar, seringkali menyebabkan aktivitas

konservasi hanya sebatas pada pelaksanaan keproyekan saja.

Sosialisasi peraturan dan penegakan hukum dalam

perlindungan hutan konservasi akan berhasil apabila

didukung oleh semua lapisan/lembaga terkait karena pada

dasarnya penetapan hutan konservasi untuk kepentingan

masyarakat dalam jangka panjang. Manfaat jangka panjang

dari kawasan konservasi, seperti menjaga stabilitas

lingkungan dan keseimbangan O2 dan CO2, habitat bagi

beragam tumbuhan dan satwa langka, serta pengendali

bencana erosi dan kekeringan harus disosialisasikan secara

benar terhadap masyarakat sehingga dapat merubah persepsi

dalam menilai keberadaan hutan konservasi, termasuk CA.

Kawasan CA sangat penting bagi suatu bangsa agar dapat

menjamin terpeliharanya contoh hutan alami, terjaganya

keanekaragaman biotik dan fisik, dan kelestarian

keanekaragaman hayati di dalamnya, seperti orangutan.

Page 149: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

135

Peranan pemerintah pusat dan daerah dalam

melakukan sosialisasi dan koordinasi melalui petugas di

lapangan, terutama kepada masyarakat sekitar hutan

konservasi perlu ditingkatkan. Ketidaktahuan masyarakat

sering menjadi awal penyebab aktivitas pelanggaran terhadap

hutan konservasi. Sebagai contoh, masyarakat di sekitar CA

Dolok Sipirok sering mengambil kayu bakar, daun-daunan, air

nira, bahkan sampai mendirikan gubuk untuk memproduksi

gula aren karena menganggap sumber daya hutan di sekitar

desanya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Mereka hanya mencontoh aktivitas di sekitar

desanya, seperti perusahaan yang mengambil kayu tanpa

adanya larangan dari petugas, padahal aktivitas tersebut

terjadi di hutan produksi dan sudah memiliki izin

pemanfaatan hasil hutan. Untuk itu, penilaian ekonomi

sumber daya yang dimanfaatkan perlu dilakukan agar nilai

kawasan dapat dipahami masyarakat. Selain itu, perusahaan

setempat dilibatkan dalam pembinaan dan membantu

peningkatan sistem perekonomian masyarakat sekitar,

sekaligus aktif dalam membantu upaya konservasi yang

melindungi habitat dan populasi orangutan.

Berbagai aktivitas menjarah pada hutan konservasi

masih terjadi juga akibat penegakan hukum yang masih

lemah. Kurangnya jumlah personil Polhut dan masih

minimnya kerjasama dengan instansi penegak hukum

mengakibatkan pelanggar tidak mendapatkan efek jera,

terutama yang memiliki modal besar untuk membangun

perkebunan. Peningkatan upaya penegakan hukum dapat

dikembangkan, seperti melalui penyusunan mekanisme

pelaporan kejahatan kehutanan yang dilakukan oleh oknum

pelaku sehingga dapat segera diproses secara hukum. Selain

Page 150: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

136

itu, upaya peningkatan penegakan hukum dapat dilakukan

melalui penyelenggaraan pelatihan bagi petugas dan anggota

komunitas masyarakat (Pamhut Swakarsa), pelengkapan

prasarana pengamanan bagi petugas dan masyarakat, dan

peningkatan pengetahuan aparat penegak hukum tentang

identifikasi satwa dilindungi dan aturan hukum yang

mengaturnya. Pihak LSM maupun Lembaga Adat juga dapat

lebih meningkatkan pengawasan dan membantu pemantauan

hutan konservasi. Perlindungan hutan konservasi hendaknya

bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah karena

tanpa partisipasi masyarakat lokal dan lembaga lainnya,

upaya ini akan sulit untuk dicapai.

5. Pembinaan Habitat

Pembinaan habitat melalui campur tangan manusia

dapat dilakukan pada berbagai hutan konservasi, kecuali pada

area zona inti taman nasional dan cagar alam (Departemen

Kehutanan, 2009). Pembinaan habitat pada hutan konservasi

di Hutan Batang Toru dapat dilakukan pada kawasan SA

Lubuk Raya. Populasi orangutan pada kawasan ini diduga

kurang dari 15 individu yang tersebar pada habitat yang

sangat sempit (Kuswanda, 2006b).

Kawasan SA Lubuk Raya ditunjuk berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2005

seluas 3.050 ha (Balai Besar KSDA Sumatra Utara, 2010).

Kawasan ini berada pada ketinggian 1.060–1.862 m dpl

dengan kelerengan 10–60%. Sebagian besar kawasan SA

Lubuk Raya sudah mengalami kerusakan sehingga populasi

orangutan hanya tersebar pada habitat yang sempit di daerah

yang berlereng terjal. Kaki bukit SA Lubuk Raya sebagian

besar telah berubah menjadi areal perkebunan cokelat, salak,

Page 151: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

137

dan karet. Areal yang tidak dikelola masyarakat juga telah

berubah menjadi semak belukar dan lahan kritis.

Pembinaan habitat di kawasan SA Lubuk Raya dapat

dilakukan untuk memulihkan kembali habitat terdegradasi

melalui kegiatan rehabilitasi dan pengayaan tanaman,

termasuk pada lahan yang sudah dikelola oleh masyarakat.

Pelaksanaan program pembinaan habitat pada kawasan yang

kritis diharapkan dapat menjadi habitat baru yang mampu

mendukung pertumbuhan populasi orangutan dan

memperbaiki proses dan fungsi ekosistem. Pemilihan jenis

dapat dilakukan melalui survei potensi tanaman dan

karakteristik lahan sehingga diperoleh jenis tanaman yang

cocok untuk dibudidayakan, baik tanaman kehutanan

maupun tanaman pertanian/perkebunan. Jenis tanaman yang

berfungsi sebagai sumber pakan orangutan dapat menjadi

prioritas dalam pemilihan jenis tanaman untuk mempercepat

peningkatan daya hukung habitat bagi orangutan (Kuswanda,

2006c). Pembinaan habitat dan restorasi habitat orangutan di

CA dapat dilakukan dalam konteks penelitian yang dilakukan

dalam plot yang cukup luas untuk memacu pertumbuhan

suksesi alam di areal sekitarnya (Bismark, komunikasi

pribadi).

B. Pengelolaan Habitat di Luar Hutan Konservasi

Populasi orangutan di kawasan Hutan Batang Toru juga

tersebar pada berbagai status hutan di luar hutan konservasi.

Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar

sebaran orangutan Batang Toru berada di luar hutan

konservasi (Kuswanda, 2006b; van Schaik, 2001;

http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-dasar, 2012).

Kawasan hutan di luar hutan konservasi tersebut meliputi HL,

Page 152: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

138

HP/HPT dan APL (lahan budidaya masyarakat). Berdasarkan

Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Sumatra Utara, sekitar

14% (±14.410 ha) kawasan Hutan Batang Toru merupakan

APL. Selain itu, terdapat juga beberapa permasalahan

tumpang-tindih penataan kawasan, seperti kawasan yang

ditetapkan sebagai HL seluas 7.800 ha ternyata bertumpang-

tindih dengan kawasan eksplorasi pertambangan emas dan

perak, serta kawasan HL yang bertumpang-tindih dengan

kawasan eksplorasi/eksploitasi geothermal, yang rencananya

akan dibangun menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas

Bumi (http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-dasar,

2012).

Terlepas dari status, peruntukan, dan pemanfaatan

hutan dan lahan yang masih tumpang-tindih; upaya

konservasi orangutan pada habitatnya di luar hutan

konservasi di Batang Toru tetap harus menjadi prioritas

berbagai kelembagaan yang diberi kewenangan untuk

mengelola hutan, seperti pola KPH. Padahal, orangutan tidak

mengenal batas dan status kawasan dalam kehidupannya dan

kenyataannya sekarang mereka sudah berada di ambang

kepunahan. Upaya pengembangan konservasi orangutan pada

habitat di luar hutan konservasi harus menjadi tanggung

jawab semua pihak karena kondisi ancaman kepunahan yang

diduga lebih tinggi dibandingkan pada hutan konservasi.

Perubahan areal hutan di luar hutan konservasi di Batang

Toru lebih cepat dan terus meningkat seiring berkembangnya

aksesibilitas jalan dan pertumbuhan penduduk.

Strategi pengelolaan habitat pada habitat yang masih

tersisa merupakan salah satu solusi yang tepat untuk

mempertahankan populasi orangutan di luar hutan

konservasi (Departemen Kehutanan, 2007). Menurut

Page 153: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

139

Alikodra (1990), pengelolaan habitat merupakan kegiatan

untuk mengatur kombinasi faktor habitat dan lingkungannya,

termasuk manusia di dalamnya, sehingga dicapai

perkembangan populasi yang optimal. Permasalahannya

adalah bagaimana teknik konservasi yang tepat dalam

mengembangkan strategi pengelolaan habitat sesuai

karakteristik kawasan dan orangutan di Batang Toru. Untuk

itu, pada Bab ini penulis mengusulkan konsep pemikiran dan

rekomendasi teknik pengelolaan habitat di luar hutan

konservasi, sebagai berikut.

1. Pembentukan Forum Pengelolaan Hutan Berbasis

Multipihak

Status kawasan hutan di Batang Toru sangat beragam

sehingga kewenangan pengelolaannya berada pada instansi

yang berbeda-beda. Untuk itu, pengembangan strategi dan

rencana pengelolaan multipihak dengan melibatkan berbagai

kelembagaan; mulai dari pemerintah, swasta, dan

masyarakat; harus dilakukan untuk meminimalisasi konflik

kepentingan pemanfaatan hutan. Permenhut Nomor

P.19/Menhut-II/2004 tentang Pengelolaan Kolabaratif dapat

menjadi landasan hukum dan acuan pelaksanaan untuk

mengembangkan pengelolaan hutan secara kolaboratif

(Departemen Kehutanan, 2004). Pembentukan organisasi

multipihak dimaksudkan untuk memaduserasikan aspirasi,

peranan, tugas, dan tangungjawab antar lembaga dalam

menciptakan kesepakatan program bersama dalam

mendukung pengelolaan kawasan konservasi dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara kolaboratif.

Pada akhirnya, sistem manajemen pengelolaan secara

terpadu (collaborative management) dapat terbangun,

Page 154: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

140

terutama dalam mengurangi beban pembiayaan pengelolaan

kawasan konservasi, yang semula hanya ditanggung oleh

pemerintah.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah

membentuk Forum Bersama untuk pengelolaan hutan Batang

Toru. Pembentukan Forum Bersama Pengelolaan Hutan

Batang Toru dapat diprakarsai oleh BBKSDA Sumatra Utara

dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Utara karena

kawasan ini meliputi beberapa wilayah kabupaten/kota

(lintas kabupaten/kota). Untuk menjalankan kelembagaan ini,

setiap lembaga yang terlibat diwajibkan untuk

mengalokasikan anggaran dalam menjalankan rencana dan

program yang telah disepakati dalam Forum Bersama dan

disesuaikan dengan tupoksi masing-masing lembaga.

2. Peningkatan Pengamanan pada Hutan Lindung

Hutan lindung (HL) adalah kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan dan memelihara kesuburan tanah

(Departemen Kehutanan, 1999). Pengelolaan HL berada di

bawah kewenangan Pemerintah Daerah di tingkat Kabupaten.

Kondisi HL saat ini sebagian besar telah terdegradasi dan

banyak berubah menjadi areal perkebunan dan pemukiman.

Kawasan HL yang masih baik (primer dan sekunder)

merupakan benteng terakhir bagi satwa liar untuk

mempertahankan hidupnya, termasuk orangutan di Batang

Toru.

Tata batas HL yang belum jelas telah menyebabkan

penyerobotan lahan, terutama oleh perambah yang datang

dari luar/pendatang. Pengelolaan HL yang masih dianggap

Page 155: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

141

“anak tiri” juga menyebabkan perhatian untuk melestarikan-

nya menjadi kurang serius (Marsono, 2009), termasuk di

wilayah Hutan Batang Toru. Sebagian besar HL tidak lagi

berfungsi sebagai pemelihara kesuburan tanah atau sumber

air karena unsur haranya hilang akibat ekosistemnya sudah

rusak atau terdegradasi berat, akibatnya areal tersebut harus

diberi pupuk agar tanahnya tetap subur.

Untuk mengembalikan fungsi HL, langkah awal yang

harus dilakukan adalah melakukan penataan batas kawasan

tersebut. Pemerintah Daerah dapat mengusulkan pelaksanaan

penataan batas kepada Kementerian Kehutanan. Apapun

pengelolaan yang akan dilakukan, tentunya sulit berhasil

apabila tata batas kawasan tidak jelas. Langkah selanjutnya

yang penting adalah mengintensifkan kegiatan pengamanan

kawasan. Program pengamanan kawasan harus mendapat

prioritas dalam pengusulan rencana kerja di Dinas Kehutanan

Kabupaten. Pengadaan personil Polhut dan anggaran untuk

pengamanan perlu ditingkatkan dan seyogyanya menjadi

bagian dari APBD. Untuk jangka panjang, membentuk dan

memberdayakan Pamhut Swakarsa dari masyarakat

merupakan alternatif yang bisa dilakukan, seperti untuk

pengamanan hutan konservasi. Program pengamanan dapat

difokuskan untuk menanggulangi perambahan, pembakaran

lahan, dan illegal logging. Minimal pada masa mendatang, HL

yang masih baik tidak bertambah rusak dan bisa menjadi

perluasan habitat orangutan, serta menjadi penyangga

kehidupan masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan Habitat pada Hutan Produksi

Hutan produksi tetap (HPT dan HP) merupakan

kawasan hutan yang berfungsi untuk memproduksi hasil

Page 156: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

142

hutan, terutama kayu (Departemen Kehutanan, 1999).

Namun, lebih dari 70% areal hutan produksi menjadi rusak

karena sistem pengelolaan oleh pemegang IUPHHK tidak

berjalan semestinya. Banyak kawasan yang dilindungi, seperti

sumber mata air, sempadan sungai, dan areal dengan

kelerengan >40% mengalami penebangan dan terdegradasi.

Adanya hutan yang masih utuh pada areal IUPHHK biasanya

karena ada tuntutan dari masyarakat untuk tidak merusak

hutan karena dianggap sebagai sumber air atau tempat

budaya masyarakat.

Menurut Meijaard et al. (2001), sedikitnya terdapat 28

perusahaan IUPHHK yang wilayahnya hampir tumpang-tindih

dengan areal distribusi orangutan dan sebagian besar telah

terfragmentasi. Salah satu perusahaan IUPHHK yang memiliki

izin pengelolaan kawasan hutan di Hutan Batang Toru adalah

PT Teluk Nauli. Perusahaan ini mendapat izin pengelolaan

hutan sejak tahun 1979 sesuai SK HPH Nomor

161/Kpts/Um/3/1979 dan selanjutnya Perusahaan ini

mendapatkan perpanjangan IUPHHK pada hutan alam

berdasarkan SK Nomor 414/Kpts-II/2004 tertanggal 19

Oktober 2004 dengan areal operasi seluas 83.000 hektar,

yang meliputi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli

Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Nias Selatan.

Namun hingga saat ini, PT Teluk Nauli belum melakukan

ekstraksi kembali karena masih menunggu persetujuan

rencana kerja umum (RKU)/redesain dari Kementerian

Kehutanan, yang selanjutnya harus pula diikuti dengan

rencana kerja tahunan (RKT) dari Dinas Kehutanan Provinsi

Sumatra Utara (Butarbutar, 2007). Untuk pelestarian

orangutan, kawasan ini perlu diusulkan sebagai IUPHHK

Restorasi Ekosistem (RE) pada masa mendatang.

Page 157: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

143

Gambar 39. Habitat orangutan di hutan produksi yang masih primer

Areal hutan produksi yang masuk dalam wilayah kerja

PT Teluk Nauli, tetapi kondisi hutannya masih utuh dan

merupakan habitat orangutan, antara lain terdapat di sekitar

CA Dolok Sipirok dan Blok Hutan Anggoli. Kawasan hutan

produksi yang masih primer–walaupun areal konsesi

IUPHHK–seyogyanya diusulkan untuk menjadi areal plasma

nutfah atau areal pelestarian sebagai koridor satwa atau areal

perluasan cagar alam. Kementerian Kehutanan melalui

Pemerintah Daerah merekomendasikan tidak mengeluarkan

izin penebangan hutan (RKT) pada areal hutan produksi yang

merupakan habitat orangutan.

Page 158: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

144

4. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Masyarakat

Menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional dinyatakan bahwa perencanaan

ruang/lahan pada prinsipnya adalah bagaimana menetapkan

dan menata kawasan lindung dan kawasan budidaya secara

tepat. Penataan kawasan lindung berfungsi untuk melindungi

kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya

alam, sumber daya binaan, nilai sejarah, dan budaya bangsa

untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.

Sementara itu, penataan kawasan budidaya adalah untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya

alam, sumber daya binaan, dan sumber daya manusia.

Kawasan hutan yang berada di lahan masyarakat (APL),

seperti di sekitar CA Dolok Sipirok belum tertata dan

termanfaatkan secara optimal. Kebiasaan masyarakat untuk

membuka hutan dan kerakusan perambah yang memiliki

modal melakukan aktivitas perambahan hutan menyulitkan

untuk menata peruntukan lahan. Padahal, lahan-lahan yang

hanya ditumbuhi semak belukar dan alang-alang (tidak

dikelola) masih luas sehingga akan semakin banyak lahan

yang tidak bernilai guna secara ekonomi ataupun untuk

fungsi lindung (ekologi).

Menurut Groves (1999), penataan kawasan lahan pada

areal budi daya dengan menyediakan sedikit areal untuk

tetap menjadi kawasan hutan sangat penting, terutama bagi

satwa liar maupun rintangan fisik bagi manusia. Beberapa

kriteria yang dapat dijadikan acuan untuk membangun fungsi

lindung pada APL, antara lain 1) kawasan yang berbatasan

langsung dengan cagar alam; 2) kawasan yang merupakan

daerah resapan air, sumber mata air, sempadan sungai,

sempadan pantai, dan kawasan sekitar danau; 3) kawasan

Page 159: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

145

yang mempunyai kelerengan >40%; 4) kawasan rawan

bencana alam, seperti gerakan tanah, longsoran, dan banjir

bandang.

Penyuluhan intensif kepada masyarakat untuk

meningkatkan nilai manfaat lahan di APL perlu dilakukan

dengan melibatkan BBKSDA, Dinas Kehutanan dan Dinas

Pertanian setempat. Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa sebagian besar masyarakat memanfaatkan lahan

masih bersifat tradisional dan hasil panennya tidak optimal

(Kuswanda, 2007b). Kebijakan untuk memanfaatkan secara

optimal pada lahan yang kritis secara ekonomi sangat

penting, baik pada lahan yang dimiliki oleh masyarakat

setempat maupun yang dikelola perantau. Pemerintah daerah

diharapkan dapat membuat regulasi terkait optimalisasi

pemanfaatan lahan pada areal budi daya dan melarang

pemanfaatan intensif pada daerah yang mempunyai fungsi

lindung. Pengembangan model alternatif penambahan

pendapatan lainnya, seperti peternakan dan perikanan juga

dapat menjadi solusi bagi pemerintah daerah untuk

meningkatan perekonomian masyarakat. Masyarakat pada

akhirnya tidak hanya menggantungkan pendapatan dari hasil

perkebunan–yang tentunya membutuhkan lahan yang luas–

dan pembukaan hutan dapat berkurang.

Pengaturan pemanfaatan lahan dan larangan membuka

hutan pada areal dengan fungsi lindung di sekitar habitat

orangutan diharapkan dapat mengurangi konflik manusia dan

orangutan, mengurangi gangguan terhadap daya reproduksi,

dan peningkatan daya dukung habitat. Orangutan yang masih

menempati sebagian habitat di APL dapat tumbuh dengan

normal dan tidak melakukan migrasi pada areal hutan

konservasi yang sempit yang dapat meningkatkan persaingan,

Page 160: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

146

baik dengan orangutan maupun dengan satwa lainnya.

Masyarakat yang mempertahankan sebagian lahannya untuk

habitat orangutan dijadikan prioritas untuk mendapatkan

bantuan atau biaya kompensasi dari pemerintah.

C. Restorasi Habitat

Restorasi habitat dimaksudkan untuk membantu

mencegah dan membatasi kerusakan kawasan, mengurangi

pemungutan hasil hutan dari dalam kawasan, mencegah

kebakaran, meningkatkan pemulihan hutan yang kritis atau

tidak produktif untuk perlindungan dan konservasi, dan

mengembalikan fungsi ekosistem hutan sebagai habitat satwa

(Kuswanda, 2009). Restorasi habitat orangutan pada berbagai

status kawasan hutan sangat diperlukan karena sebagian

besar habitat telah mengalami kerusakan, terutama pada

areal hutan produksi dan lahan masyarakat (APL).

Pengembangan program restorasi sangat penting karena

membiarkan suksesi secara alami membutuhkan waktu yang

sangat panjang. Marsono (2009) menyatakan bahwa

program restorasi merupakan upaya untuk pemulihan

struktur dan fungsi ekosistem dan menjaga eksistensi

peranan hutan sebagai penyangga kehidupan.

Restorasi habitat dapat dilakukan pada berbagai status

hutan di luar hutan konservasi, terutama hutan lindung dan

areal hutan produksi yang sudah ditinggalkan oleh pemegang

izin usahanya. Hutan lindung di kawasan Batang Toru telah

banyak yang berubah fungsi menjadi areal perkebunan dan

lahan olahan lainnya. Perambahan pada hutan lindung sangat

tinggi karena dijadikan perkebunan karet dan sawit

(Kuswanda, 2010). Kegiatan restorasi pada tahap pertama

dapat dilakukan di sekitar kawasan hutan yang masih utuh

Page 161: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

147

dan mempunyai fungsi lindung. Tujuannya adalah untuk

menyediakan habitat tambahan yang dapat dijangkau dan

dimanfaatkan oleh orangutan dalam jangka waktu pendek.

Jenis tumbuhan yang direkomendasikan dalam

restorasi habitat orangutan adalah tanaman asli atau endemik

untuk menghindari kemungkinan invasi jenis tumbuhan baru.

Kriteria pemilihan jenis tumbuhan yang dapat digunakan

adalah sebagai sumber pakan, pohon sarang bagi orangutan,

dan bernilai ekonomi bagi masyarakat. Kuswanda dan

Sukmana (2009) menyatakan bahwa jenis tumbuhan yang

cocok untuk pengayaan habitat pada hutan lindung dan sisa

hutan produksi, antara lain durian hutan (Durio zibethinus),

hoteng (Quercus sp.), aren (Arenga pinnata Merr), dan

meranti (Shorea sp.). Pada daerah penyangga yang statusnya

sebagai lahan masyarakat, kgiatan pengayaan dapat

ditumpangsarikan dengan jenis tanaman yang merupakan

sumber perekonomian, seperti karet (Hevea brasiliensis),

cokelat (Theobroma cacao), petai (Parkia speciosa), kopi

(Coffea arabica ), ataupun kayu manis (Cinammomum

burmanii).

D. Pembangunan Koridor

Koridor merupakan daerah penghubung satwa antara

satu habitat dengan habitat yang lain, ataupun antara satu

patch terhadap patch yang lain maupun antara matriks satu

dengan matriks yang lain. Patch adalah kawasan yang

permukaannya tidak linear, memiliki perbedaan tumbuhan

dan lansekapnya dibandingkan dengan sekitarnya. Patch juga

merupakan unit-unit lahan atau habitat-habitat yang memiliki

perbedaan-perbedaan bila dibandingkan dengan keseluruhan

kawasan. Patch dalam konteks ini adalah areal yang dapat

Page 162: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

148

menjadi habitat pilihan dan koridor bagi orangutan

(Pudyatmoko, 2009).

Pembangunan koridor dapat memfasilitasi terjadinya

pergerakan satwa yang mempunyai daerah jelajah yang luas,

penyebaran tumbuhan, dan pertukaran genetik, serta

populasi dapat bergerak untuk merespons terjadinya

perubahan lingkungan dan bencana alam dan populasi yang

terancam punah dapat terpulihkan di kawasan lain

(Perbatakusuma et al., 2006). Koridor biodiversitas atau

koridor konservasi–dalam konteks konservasi hidupan liar

telah dibuktikan para peneliti–sangat bermanfaat dalam

meningkatkan populasi jenis secara lokal dan regional,

khususnya populasi yang kecil dan terisolasi dengan

terlanjutkannya hubungan individu suatu jenis ketika

fragmen-fragmen populasi dapat terkoneksi kembali (Gilbert

& Sezt, 2001). Selain itu, pergerakan individu antar sub-

populasi dapat mengurangi laju pemusnahan jenis regional

melalui beberapa mekanisme, yaitu berkurangnya inkonsis-

tensi laju kelahiran dan kematian, meningkatnya laju

rekolonisasi suatu jenis, berkurangnya depresi perkembang-

biakan dengan meningkatnya aliran gen, meningkatkan

variasi adaptasi genetik untuk pemeliharaan kesehatan

populasi, dan meningkatkan proses penyerbukan dan

pemencaran biji tumbuhan.

Pembangunan koridor pada lansekap Hutan Batang

Toru adalah salah satu strategi dalam konservasi orangutan.

Koridor dapat dibangun untuk menghubungkan antar hutan

konservasi maupun antar status hutan lainnya yang telah

terpisahkan oleh berbagai lahan olahan dan pemukiman

masyarakat, seperti antara CA Dolok Sibual-buali dan SA

Lubuk Raya. Untuk kepentingan jangka panjang,

Page 163: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

149

pembangunan koridor sebaiknya dipilih pada hutan negara

atau lahan yang tidak dibebani hak. Hal ini untuk menghindari

kemungkinan adanya pengambilalihan lahan oleh masyara-

kat.

Pada tahap pertama, koridor dapat dibangun pada

lahan yang penutupan hutannya masih merupakan hutan

sekunder atau hutan campuran (sebagian areal sudah

ditanami tanaman budi daya masyarakat). Hal ini untuk

mempersingkat terbentuknya koridor dalam jangka pendek

yang dapat dimanfaatkan oleh orangutan. Pembangunan

koridor juga dapat menjadi bagian dalam kegiatan pengayaan

habitat, terutama di sisa areal hutan produksi. Pada proses

penyusunan desain, perencanaan dan pelaksanaan dapat

melibatkan pemerintah desa dan masyarakat lokal untuk

menjaga ancaman dan meningkatkan peran serta masyarakat

(Depertemen Kehutanan, 2007).

Untuk mendukung keberhasilan pembangunan koridor

orangutan di Hutan Batang Toru, kelembagaan lainnya perlu

pula dilibatkan, terutama dari sektor perkebunan dan

pertambangan. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan

koridor kepada unit manajemen perkebunan dan

pertambangan sangat penting karena koridor antar habitat

orangutan kemungkinan besar akan berada di daerah hak

guna usaha (HGU) perusahaan, seperti PT Agincourt

Resources Limited dan perusahaan perkebunan sawit yang

wilayah kerjanya bersentuhan dengan hábitat orangutan.

E. Monitoring dan Pengembangan Penelitian

Monitoring merupakan suatu cara yang efektif untuk

mengetahui reaksi suatu populasi terhadap perubahan

Page 164: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

150

lingkungannya. Hasil monitoring secara berkala dalam jangka

panjang dapat mengetahui perubahan pola-pola populasi

yang mungkin disebabkan oleh gangguan manusia ataupun

perubahan cuaca dan peristiwa alami yang terjadi tiba-tiba

(Alikodra, 2002). Hasil monitoring dapat dijadikan dasar

identifikasi permasalahan yang dapat menjadi acuan untuk

pengembangan penelitian dalam mengevaluasi teknik

konservasi orangutan yang sedang dijalankan oleh berbagai

kelembagaan.

Program monitoring, seperti pemantauan terhadap

populasi orangutan dan aktivitas perusakan habitat meliputi

inventarisasi atau sensus untuk mengetahui perubahan

kepadatan dan perilaku orangutan, pengkajian mengenai

potensi ancaman terhadap populasi orangutan yang ada saat

ini, dan memastikan populasi minimum orangutan yang

mampu bertahan hidup untuk menjamin keberadaan

orangutan dalam jangka panjang. Program tersebut dapat

dilaksanakan secara rutin maupun insidental. Kegiatan rutin

dapat dilakukan 4–5 tahun sekali untuk satu jenis kegiatan

yang sama, sedangkan kegiatan insidental dapat dilakukan

sewaktu-waktu apabila muncul perubahan dramatis terhadap

kondisi alami kawasan yang diakibatkan oleh bencana alam

dan adanya kebijakan atau aktivitas yang dapat merusak

habitat orangutan secara luas.

Pelaksanaan program monitoring konservasi orangutan

dapat menjadi bagian dalam pengembangan penelitian untuk

mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, dan

proporsional. Penelitian ekologi di lapangan dalam jangka

panjang terbukti berpengaruh kuat terhadap konservasi.

Berbagai penelitian dapat memberikan data dan informasi

terbaru, memberikan kontribusi pengawasan, dan

Page 165: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

151

memberikan kesan adanya pihak yang berkepentingan

sehingga dapat mengurangi aktivitas ancaman terhadap

kawasan. Pelaksanaan penelitian dapat dilakukan melalui

kerjasama dengan berbagai lembaga penelitian; baik dari

pemerintah pusat, daerah, maupun lembaga swadaya

masyarakat nasional dan internasional.

Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai

kelembagaan, secara singkat maupun jangka panjang,

termasuk data dan hasil penelitiannya harus dikelola dengan

baik dan dibuat data base yang dapat dikelola oleh BBKSDA

Sumatra Utara sebagai dasar pelaksanaan monitoring.

Membangun dan memperbaiki fasilitas/prasarana penelitian

orangutan yang sangat terbatas di Hutan Batang Toru juga

harus segera diimplementasikan untuk lebih memudahkan

para peneliti melaksanakan kegiatan penelitiannya.

Penelitian orangutan yang masih sedikit pada habitat di luar

hutan konservasi perlu disebarluaskan kepada berbagai

lembaga riset, terutama perguruan tinggi untuk mendorong

para mahasiswa, baik untuk Strata 1 maupun S2, agar tertarik

untuk melakukan penelitian orangutan.

F. Pemberdayaan Kelembagaan Terkait

Pelaksanaan konservasi keanekaragaman hayati,

termasuk orangutan pada kawasan konservasi di masa

mendatang seyogyanya dilakukan secara terpadu sesuai

Permenhut No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Pengelolaan

Kolaboratif, baik pada hutan konservasi maupun di luar hutan

konservasi. Koordinasi dan konsolidasi antar lembaga terkait

perlu ditingkatkan untuk menyusun program dan peranan

yang terintegrasi. Hasil penelitian di sekitar kawasan CA

Dolok Sibual-buali terhadap peran berbagai lembaga terkait,

Page 166: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

152

seperti BBKSDA Sumatra Utara, Pemda Kabupaten Tapanuli

Selatan, LSM CI-I, IUPHHK PT Teluk Nauli, dan perusahaan

pertambangan PT Agincourt Resources Limited menunjukkan

bahwa lembaga-lembaga tersebut masih cenderung

menjalankan program dan kewenangannya masing-masing

akibat koordinasi antar lembaga belum optimal (Kuswanda &

Bismark, 2007b).

Pemberdayaan kelembagaan di bidang pelestarian

keanekaragam hayati, termasuk dalam konservasi orangutan

cenderung masih mengalami berbagai kendala. Kendala

tersebut disebabkan beberapa hal, sebagai berikut.

a. Landasan hukum untuk pengelolaan lingkungan dan

konservasi jenis, terutama pada lahan hak milik belum

jelas.

b. Koordinasi antar lembaga terkait masih lemah.

c. Penyuluhan dan sosialisasi, serta mekanisme umpan balik

dalam pelaksanaan peraturan dan penegakan hukum

masih kurang.

d. Konflik kepentingan antara kegiatan konservasi dan

pembangunan dalam pemanfaatan sumber daya hutan dan

lahan masih terjadi.

e. Peningkatan pendidikan, pelatihan, dan disiplin petugas

konservasi masih kecil dan tidak kontinu.

f. Pengetahuan yang terbatas dan masih sedikit staf terlatih

dalam menangani pelestarian keanekaragaman hayati

yang permasalahannya sangat beragam.

Padahal, partisipasi dari berbagai lembaga terkait

dalam pelaksanaan konservasi orangutan sangat diperlukan,

Page 167: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

153

yang selama ini masih rendah dan tidak terkoordinasi. Tanpa

dukungan dan peranan yang nyata dari berbagai

kelembagaan terkait, program konservasi orangutan sulit

untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu, upaya memberdayakan

berbagai peranan kelembagaan dapat direkomendasikan

berbagai program, sebagai berikut.

1. Pembinaan Lembaga Masyarakat

Masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan,

termasuk di kawasan konservasi merupakan aktor utama

terhadap keberhasilan atau kegagalan program konservasi.

Namun, secara umum lembaga masyarakat belum memiliki

kebijakan ataupun peraturan desa untuk mengatur

pemanfaatan sumber daya hutan dan lahan di sekitar

kawasan konservasi. Saat ini, peran lembaga masyarakat

dalam mendukung konservasi masih relatif rendah

(Kuswanda & Bismark, 2007a).

Teknik pembinaan lembaga masyarakat lokal dapat

dimulai dari pengembangan program sosialisasi dan

penyuluhan oleh pemerintah daerah dan pusat untuk

menyelaraskan pemanfaatan ruang dan rencana

pembangunan daerah dengan kondisi dan harapan

masyarakat. Menurut Kuswanda dan Mukhtar (2006b),

strategi yang paling penting dalam mengembangkan lembaga

masyarakat yang masyarakatnya memiliki ketergantungan

terhadap sumber daya hutan dari kawasan konservasi adalah

menciptakan kemandirian dan kesempatan usaha dalam

memanfaatkan sumber daya hutan ataupun lahan. Dalam hal

ini, Pemerintah dapat berperan untuk membuat peraturan

tentang akses dan mekanisme pemanfaatan sumber daya

hutan secara adil dan berkelanjutan, menciptakan usaha

Page 168: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

154

alternatif, atau mengembangkan hutan rakyat dan hutan

kemasyarakatan. Lembaga lokal sudah selayaknya diberi

kesempatan untuk merencanakan, mengelola, dan mengatur

pemanfaatan sumber daya hutan dan lahan sehingga mereka

dapat berpartisipasi dalam mendukung pengelolaan kawasan

konservasi.

2. Pengembangan SDM dan Prasarana Konservasi

Sumber daya manusia yang memahami makna, tujuan,

dan manfaat pengelolaan kawasan konservasi sampai saat ini

belum mencukupi, terutama petugas di daerah dan lapangan

yang bersentuhan langsung dengan kawasan konservasi.

Petugas lapangan yang bertugas memantau dan melindungi

hutan konservasi pada umumnya masih berpendidikan

setingkat SLTA. Pengembangan jumlah, pengetahuan,

maupun keterampilan petugas lapangan, terutama pada

instansi Pemda dan masyarakat perlu lebih ditingkatkan.

Begitu pula, pengadaan sarana pendukung yang memadai

untuk mendukung pengelolaan hutan harus menjadi prioritas

program lembaga terkait. Program pengembangan SDM dapat

dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan, penyuluhan,

atau kampanye penyadartahuan tentang konservasi secara

berkesinambungan.

3. Pembentukan Kader Konservasi Orangutan

Tim Kader Konservasi Orangutan (KKO) dapat dibentuk

dengan memadukan dan melibatkan berbagai institusi atau

kelembagaan, mulai Polisi Hutan, pemimpin adat, ataupun

masyarakat lokal. Tim KKO dapat difungsikan untuk

memantau orangutan, sekaligus melakukan patroli kawasan,

Page 169: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

155

monitoring aktivitas illegal logging, kegiatan pengawasan,

sosialisasi, penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat.

Tim KKO dapat menjadi mitra kerja Pamhut Swakarsa di

setiap desa.

G. Translokasi dan Reintroduksi

Strategi translokasi (pemindahan) orangutan Batang

Toru merupakan solusi terakhir untuk diterapkan apabila

masih bisa dikembangkan strategi konservasi lainnya, seperti

telah disebutkan pada bahasan terdahulu. Menurut Alikodra

(2002), program translokasi harus dihindari apabila masih

memungkinkan adanya strategi yang lain dalam upaya

penyelamatan satwa liar. Program translokasi harus

mempertimbangkan berbagai hal, antara lain apabila

perkembangan penggunaan lahan akan menghancurkan

habitat satwa liar, suatu populasi liar tidak mampu untuk

hidup dan berkembang biak secara normal, dan pengelola

ingin meningkatkan jumlah populasi dengan tujuan untuk

mengurangi risiko kepunahan seluruh populasi. Untuk saat

ini, translokasi orangutan Batang Toru belum tepat untuk

dikembangkan karena kawasan hutan di dalamnya masih

memungkinkan untuk dijaga dan dikelola secara tepat dan

habitat masih mampu mendukung pertumbuhan populasi

orangutan.

Strategi kegiatan melepasliarkan kembali orangutan

atau dikenal dengan reintroduksi sebenarnya sudah banyak

dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM yang peduli

terhadap pelestarian orangutan. Sebelum dilepasliarkan,

orangutan hasil sitaan dari peliharaan masyarakat, perburuan

ilegal, dan perdagangan satwa liar, harus direhabilitasi

terlebih dahulu. Kegiatan rehabilitasi orangutan sudah

Page 170: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

156

banyak dilakukan, seperti di TN Gunung Leuser, Provinsi NAD

dan Pusat Rehabilitasi Nyarumenteng, Kalimantan Tengah.

Program rehabilitasi merupakan tahap awal untuk

menyiapkan orangutan untuk diliarkan kembali ke alam

bebas.

Permasalahan seringkali dihadapi setelah orangutan

siap untuk diliarkan, yaitu kendala dalam mencari dan

menetapkan habitat yang cocok sebagai lokasi pelepasliaran

orangutan. Hal tersebut karena belum adanya panduan dan

kriteria yang komprehensif sebagai acuan untuk menetapkan

habitat yang tepat dan layak dalam mendukung

perkembangbiakan orangutan dalam jangka panjang.

Akibatnya, program pelepasliaran orangutan sering

mengalami kegagalan karena masih terbatas kerangka acuan

dan kekurangtepatan dalam pemilihan habitat yang layak bagi

orangutan. Kuswanda et al. (2008) memberikan alternatif

rekomendasi penetapan kriteria pemilihan habitat untuk

reintroduksi atau sebagai lokasi translokasi orangutan Batang

Toru, sebagai berikut.

1. Prioritas Status Kawasan Merupakan Hutan yang

Dilindungi

Pertimbangan pertama yang perlu diperhatikan dalam

pemilihan lokasi pelepasliaran orangutan adalah status dan

fungsi kawasan hutan. Hal ini akan memudahkan dalam

penyusunan rencana dan sistem pengelolaan lebih lanjut,

serta meminimalkan kemungkinan adanya konflik atau

gugatan fungsi kawasan pada waktu mendatang. Kawasan

yang dapat menjadi prioritas sebagai lokasi pelepasliaran

orangutan adalah hutan negara yang berfungsi sebagai

kawasan lindung atau konservasi. Bukan tidak mungkin,

Page 171: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

157

pelepasliaran orangutan dilakukan pada lahan yang dibebani

hak atau hutan milik (APL). Namun, hal ini tentunya

memerlukan adanya komitmen bersama dengan pemilik

lahan dalam jangka panjang dan hal tersebut sulit untuk

diimplemetasikan seiring kebutuhan terhadap lahan olahan

semakin meningkat. Status kawasan prioritas di hutan negara

dapat berupa TN, SM, HL, TWA, atau areal lindung di hutan

produksi, seperti sempadan sungai, kawasan pelestarian

plasma nutfah (KPPN), dan daerah kantong satwa.

2. Lokasi Habitat Merupakan Habitat Baru Bagi

Orangutan

Habitat yang ideal untuk pelepasliaran orangutan

adalah habitat yang baru (bukan habitat orangutan). Hal ini

untuk menghindari adanya persaingan dengan orangutan liar

di dalamnya, seperti persaingan ruang/wilayah jelajah, pakan,

ataupun aktivitas sosial lainnya dalam memperoleh pasangan.

Peluang orangutan hasil rehabilitasi untuk memenangkan

persaingan dengan orangutan liar sangat kecil. Orangutan

rehabilitasi kemungkinan masih terbiasa dengan perlakuan

atau bantuan ”pengasuh” dalam memperoleh makanan

sehingga memerlukan waktu adaptasi dalam kehidupan liar di

alam bebas, termasuk dalam hal ini orangutan translokasi.

Selain itu, pelepasliaran dikhawatirkan akan menimbulkan

penularan penyakit yang masih terbawa oleh orangutan

rehabilitasi kepada orangutan liar.

3. Penutupan Lahan Masih Berhutan

Kualitas hutan sangat memengaruhi daya reproduksi

dan perkembangan orangutan (Meijaard et al., 2001).

Page 172: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

158

Komposisi tumbuhan pada hutan primer atau sekunder tua

eks IUPHHK yang tidak terganggu akan memberikan peluang

lebih cepat dalam membantu proses adaptasi dan

meningkatkan daya reproduksi orangutan. Selain itu,

sebagian besar orangutan yang masih tersisa dan hidup

secara liar sebagian besar berada di hutan primer.

4. Ekosistem Berupa Hutan Dataran Rendah sampai

Pegunungan

Lokasi habitat untuk pelepasliaran orangutan dapat

berupa hutan dataran rendah sampai pegunungan, terutama

bagi orangutan Sumatra. Namun demikian, lokasi

pelepasliaran orangutan Batang Toru bila memungkinkan

diprioritaskan pada ekosistem dengan ketinggian yang sama

seperti habitat asalnya. Hal ini akan lebih mendekati habitat

alami yang paling disukai karena kemungkinan jenis

pepohonannya tidak jauh berbeda, terutama pohon-pohon

penghasil buah yang merupakan makanan utama bagi

orangutan. Distribusi jumlah dan kualitas makanan yang

melimpah, terutama buah-buahan akan memudahkan

orangutan untuk memperoleh dan mendapatkan makanan

seperti ketika dalam tahap rehabilitasi.

5. Luasan Habitat yang Cukup Ideal

Habitat ideal untuk kelangsungan hidup orangutan

adalah hutan primer atau memiliki ketersediaan pohon pakan

yang cukup dan terbebas dari berbagai gangguan. Pada

kondisi habitat yang ideal, satu individu orangutan

diperkirakan membutuhkan luas teritori sekitar 100 ha atau 1

km2 (PHVA, 2004). Namun demikian, pertimbangan luas

Page 173: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

159

habitat dapat dikaji ulang melalui studi pendugaan daya

dukung habitat, yang salah satunya dapat dilakukan melalui

pendekatan nilai produktivitas tumbuhan pakan (daun dan

buah) dan ketersediaan jumlah pakan lainnya. Hal ini

mengingat pada habitat alaminya, orangutan dapat hidup

dengan normal antara 5–6 individu pada habitat seluas 1 km2,

contohnya di Ketambe (TN Gunung Leuser) yang mencapai

kepadatan 5,5 individu/km2.

Secara teoritis, semakin luas habitat dan berupa

hamparan hutan yang kompak (tidak terpisah) tentunya

memberikan peluang lebih cepat bagi orangutan untuk

berkembangbiak. Namun, lokasi seperti itu tentunya akan

sulit ditemukan, apalagi kebutuhan terhadap lahan budi daya

terus meningkat. Dalam hal ini, apabila masih memungkinkan,

luas habitat diharapkan minimal sekitar 350–400 km2 dan

berupa kawasan hutan yang masih utuh dan tidak

terfragmentasi. Hal ini memungkinkan karena luas areal

hutan produksi (IUPHHK) seperti PT Teluk Nauli mempunyai

luas 830 km2. Selain itu, jumlah populasi orangutan yang

dianggap mampu bertahan dalam jangka panjang dalam satu

unit habitat, yaitu minimal 500–600 individu (PHVA, 2004).

Pertimbangan lain yang cukup penting pula adalah jumlah

orangutan yang akan diliarkan dalam satu unit habitat tidak

melebihi 40–50% kapasitas atau daya dukung habitat. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari persaingan pakan, terutama

dengan jenis satwa lainnya yang sudah hidup secara alami di

kawasan tersebut.

6. Kerapatan Vegetasi yang Tinggi

Komposisi vegetasi pada habitat alami orangutan

secara umum termasuk kategori rapat dan stabil. Hasil

Page 174: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

160

penelitian Kuswanda dan Sugiarti (2005a) di Sekitar Hutan

DAS Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan

bahwa kerapatan vegetasi pada habitat alami orangutan

mencapai 350–550 pohon/ha. Indeks keragaman maksimal

(H maks.) berdasarkan batasan Samingan (1997) pada setiap

tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang, dan pohon)

berada pada selang 2,5 ≤ H maks. ≤ 3,5 sehingga kondisi

hutannya masih tergolong sebagai habitat tidak terkendala/

stabil.

7. Persentase Pohon Sumber Pakan Orangutan

Habitat yang akan dipilih untuk pelepasliaran

orangutan sebaiknya habitat yang jenis pohonnya (diameter

pohon >10 cm) telah teridentifikasi minimal 60–80% sebagai

sumber pakan orangutan. Sekitar 80–90% jenis pohon

sumber pakan tersebut sebaiknya merupakan jenis penghasil

buah-buahan dan sekitar 30–40% di antaranya adalah jenis

pohon penghasil buah dengan musim berbuah yang berbeda

dan/atau jenis-jenis pohon yang berbuah sepanjang tahun.

Jumlah, mutu, dan musim berbuah pohon sumber pakan yang

tersedia secara merata sepanjang tahun dapat mengurangi

kemungkinan migrasi orangutan ke tempat lain.

8. Sebaran Pohon Sarang yang Cukup

Karakteritik pohon sarang yang sangat disukai oleh

orangutan adalah berdiameter sekitar 22,4–32,2 cm, luas

penutupan tajuk sekitar 8,56–37,00 m2, dan ketinggian tajuk

sekitar 2,8–7,1 m (Kuswanda & Sukmana, 2005). Pada habitat

untuk lokasi pelepasliaran orangutan, sebaran pohon yang

memiliki karakteristik tersebut sebaiknya terdapat sedikitnya

Page 175: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

161

40–50% dari seluruh jumlah pohon di dalam kawasan.

Keberadaan pohon sarang sangat penting karena orangutan

merupakan satwa yang membuat sarang setiap hari, baik

untuk istirahat/tidur siang maupun tidur malam.

9. Tingkat Ancaman Terhadap Perubahan Habitat yang

Rendah

Lokasi pelepasliaran orangutan yang diutamakan

adalah kawasan yang memiliki tingkat ancaman terhadap

perubahan fungsi lahan yang rendah. Apabila memungkinkan,

pada habitat terdapat batas/rintangan alam yang sulit untuk

dijangkau oleh manusia, seperti sungai yang lebar atau tebing

yang curam. Hal ini mengingat orangutan merupakan salah

satu satwa yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia.

10. Habitat Terdapat Tumbuhan Obat bagi Orangutan

Orangutan rehabilitasi kemungkinan masih mengidap

berbagai penyakit menular. Penyakit tersebut dapat menular

secara alami ke individu orangutan atau jenis satwa liar

lainnya sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu

keseimbangan ekosistem. Untuk itu, pada lokasi pelepasliaran

orangutan sebaiknya telah teridentifikasi paling sedikit 30–

40% dari jenis tumbuhan pakan yang berfungsi pula sebagai

sumber obat alami bagi orangutan. Jenis tumbuhan yang

diduga sebagai obat bagi orangutan adalah teureup

(Artocarpus elasticus Reinw.) dan ropas para (tumbuhan

liana).

Page 176: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

162

Untuk mendapatkan habitat ideal bagi pelepasliaran

orangutan tentunya sangat sulit di tengah perkembangan

pembangunan yang membutuhkan banyak lahan, seperti

perkebunan dan pertanian. Untuk itu, penelitian yang

konprehensif perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum

memutuskan atau menetapkan suatu kawasan sebagai tempat

pelepasliaran orangutan. Syarat minimum yang seyogyanya

dapat dipenuhi adalah kondisi hutan yang memenuhi minimal

70% dari seluruh kriteria di atas. Hal ini untuk memudahkan

dalam program pembinaan habitat, pengelolaan populasi, dan

membantu mempercepat perkembangbiakan orangutan.

H. Penggalangan Dana Konservasi

Strategi penting lain dalam pengembangan konservasi

orangutan adalah ketersediaan anggaran/dana. Pelaksanaan

konservasi orangutan membutuhkan pendanaan yang besar

yang harus tersedia secara berkesinambungan dan dalam

jangka panjang. Menurut Indrawan et al. (2007), pendanaan

untuk konservasi selama ini sebagian besar masih bersumber

dari dana pemerintah, baik APBN maupun APBD; dana

perimbangan maupun dari pinjaman luar negeri; dan hibah.

Selama ini, dana hibah untuk kegiatan konservasi terbanyak

berasal dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat

(USAID), Jepang (JICA), Norwegia dan Masyarakat Uni Eropa

lainnya. Perkembangan lain dalam pendanaan konservasi

adalah pinjaman dari beberapa bank, seperti World Bank dan

Bank Pembangunan Asia (ADB). Beberapa organisasi

internasional lainnya juga membentuk konsorsium untuk

penggalangan dana konservasi, seperti World Wildlife Fund

(WWF), Biodiversity Support Program (BSP), dan The Nature

Conservancy (TNC).

Page 177: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

163

Untuk waktu mendatang, ketersediaan dana konservasi

tidak bisa hanya mengandalkan dari pemerintah yang

anggarannya semakin terbatas maupun hibah dari luar

negeri. Penggalangan dana konservasi harus terus

dikembangkan karena tantangan pelaksanaan konservasi

akan semakain berkembang seiring masih rendahnya

kesadaran manusia dalam menjaga kelestarian hutan dan

lemahnya kebijakan yang mendukung konservasi satwa liar.

Sumber dana konservasi pada masa depan harus dilakukan

melalui penjualan produk berupa jasa yang dihasilkan dari

manfaat aktivitas konservasi itu sendiri (ekonomi kreatif).

Untuk itu, solusi alternatif sumber dana bagi pelaksanaan

konservasi di masa mendatang dapat dilakukan, antara lain

sebagi nerikut.

1. Penerapan Pembayaran Hutan Sebagai Jasa

Lingkungan (Payment for Environmental

Services/PES)

Penilaian jasa lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan

konservasi hutan sangat penting karena–seperti hasil hutan

lainnya–secara bersama-sama dapat memberikan manfaat

bagi kesejahteraan masyarakat, bahkan memberikan

kontribusi bagi sumber pendapatan daerah dan nasional.

Beragam jenis jasa lingkungan yang dihasilkan oleh

keberadaan hutan yang lestari dapat digunakan sebagai dasar

perhitungan manfaat hutan yang lebih realistis untuk

mendapat dukungan pentingnya aktivitas konservasi. Hasil

hutan nonkayu dan jasa lingkungan lainnya harus divaluasi

secara ekonomi sehingga siapa pun yang memanfaatkannya

harus membayar sebagai biaya kompensasi atas keberadaan

hutan.

Page 178: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

164

Habitat orangutan pada dasarnya memiliki manfaat jasa

lingkungan yang secara tidak langsung bernilai guna untuk

mendukung kebutuhan dan kehidupan manusia. Menjaga

habitat orangutan berarti turut serta melindungi hutan yang

memiliki beragam manfaat yang dapat dijadikan sebagai

sumber dana bagi kegiatan konservasi. Pembayaran untuk

jasa lingkungan yang dihasilkan (Payment for Environmental

Services/PES) dari hutan harus dikembangkan dan hasilnya

dikembalikan untuk kegiatan konservasi. Model PES bukan

hanya diberlakukan untuk menilai hutan sebagai sumber air

saja, tetapi untuk semua sektor usaha yang keberlanjutan

operasional usahanya sangat bergantung dari kelestarian

hutan, seperti perlindungan keragaman hayati, penyimpan

karbon, dan ekowisata.

Menurut Winrock International (2004) dalam

(http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-dasar, 2012)

dinyatakan bahwa lima komponen penting yang harus ada

dalam sebuah model PES, yaitu 1) penilaian pembayaran dan

royalti yang didefinisikan dengan jelas, 2) dana peruntukan

dengan prosedur dan proses yang transparan untuk

pembayaran, 3) sebuah komite multipihak harus dibentuk

secara partisipatif dan membuka konsultasi bagi para pihak,

4) mekanisme dan prioritas ditentukan secara lokal, dan 5)

perencanaan yang partisipatif dan memiliki sistem

pengawasan kinerja. Untuk mendukung PES di Indonesia,

pemahaman menyangkut aturan PES diperlukan bagi pihak

pemerintah, legislatif, dan masyarakat. Dengan demikian,

sinergisme aturan perundangan dapat dilakukan untuk

mengindari tumpang-tindih kebijakan dan membangun

regulasi nasional ataupun lokal yang lebih fleksibel.

Page 179: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

165

2. Pembayaran Jasa Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Isu perdagangan karbon yang dihasilkan dari hutan

muncul sejak ditandatanganinya Protokol Kyoto pada tahun

1997. Pengurangan dampak perubahan iklim telah disepakati

bersama negara-negara di dunia untuk ditangani secara

serius melalui kerangka mitigasi dan adaptasi emisi gas

rumah kaca (Angelsen et al., 2010). Emisi gas rumah kaca

sebagai dampak dari perkembangan industri merupakan

sumber kerusakan utama dengan terbentuknya karbon di

atmosfir yang menyebabkan pemanasan global (Venter,

2009). Upaya untuk mengurangi pemanasan global yang

dapat dilakukan saat ini adalah meningkatkan penyerapan

karbon dengan mempertahankan atau merehabilitasi

kawasan hutan dan menurunkan emisi karbon (Lasco et al.,

2004).

Kementerian Kehutanan, selaku pemegang kewenangan

dalam pengelolaan hutan, telah mengeluarkan Permenhut

Nomor P.20/Menhut-II/2012 sebagai payung hukum yang

menjadi pedoman mekanisme semua kegiatan terkait

penurunan emisi karbon hutan. Mekanisme ini diharapkan

dapat mendukung dan mempermudah pelaksanaan proyek-

proyek REDD+. Peraturan tersebut mengatur mengenai

pelaksanaan kegiatan pengelolaan karbon hutan di wilayah

hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan

rakyat. REDD+ adalah skema mitigasi perubahan iklim yang

memberikan kompensasi bagi negara-negara berkembang

untuk mempertahankan keberadaan hutan. Negara Indonesia

telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebanyak 26%

dari tingkat business-as-usual pada tahun 2020. Keberadaan

hutan alam yang masih sangat luas tentunya memiliki

prospek yang besar untuk mendapatkan tambahan anggaran

Page 180: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

166

dari perdagangan karbon yang hasilnya dapat dikembalikan

untuk pelaksanaan konservasi hutan dan satwa liar di

dalamnya.

3. Penggalangan Dana dari Perlindungan Keindahan

Lansekap

Perlindungan lansekap merupakan bentuk PES yang

paling banyak dilakukan saat ini di Indonesia. Beberapa kasus

di Indonesia telah menerapkan model pembayaran untuk

keindahan lansekap yang dinilai berhasil, seperti di TN

Komodo, TN Gunung Halimun-Salak, serta Pengembangan

Ekowisata di Pulau Togean dan Pulau Gili. Pemerintah

mengeluarkan perizinan untuk layanan lingkungan selama

kurun waktu lebih dari 10 tahun untuk kawasan hutan di atas

1.000 ha. Mekanisme untuk pembayaran layanannya berupa

bea masuk dan bea pemakai (http://pongoabelii.wordpress.

com/dokumen-dasar, 2012).

Ekosistem Hutan Batang Toru juga memiliki keindahan

lansekap yang lengkap; mulai dari perwakilan ekosistem

hutan hujan dataran rendah dan perbukitan, hutan batuan

gamping (limestone), hutan pegunungan rendah sampai hutan

pegunungan tinggi. Beragam satwa langka dan endemik, yang

hidup didalamnya, seperti orangutan dan harimau Sumatra

tentunya menarik sebagai peluang yang dapat dijadikan

untuk menggalang dana konservasi. Selanjutnya, tergantung

bagaimana Pemerintah dan lembaga terkait lainnya dapat

terus menyosialisasikan dan mempromosikan keindahan

hutan Batang Toru sehingga menjadi perhatian dunia dan

menarik negara dan masyarakat internasional memberikan

dananya bagi upaya kelestarian Hutan Batang Toru sebagai

warisan dunia.

Page 181: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

167

4. Pengembangan Ekowisata

Prospek pengembangan ekowisata setiap tahun terus

meningkat di Indonesia. Fenomena alam yang sangat

berkualitas dan menarik masih cukup banyak, seperti

keunikan dan kelangkaan atraksi satwa liar (Fandeli, 2002).

Pengembangan ekowisata pada kawasan hutan, seperti di

hutan konservasi sangat penting sebagai bagian pemanfaatan

kawasan hutan secara lestari dan bernilai guna bagi

masyarakat sesuai amanah UU No. 41 Tahun 1999

(Departemen Kehutanan, 1999). Kondisi alam yang alami,

indah, dan langka, serta keunikan satwa liar sering menjadi

tujuan utama wisatawan, yang semuanya dapat dinikmati di

Hutan Batang Toru.

Pengembangan ekowisata pada kawasan konservasi

tentunya memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda

dengan pengembangan konsep pada kawasan wisata massal,

seperti hutan kota, kebun raya ataupun kebun binatang. Pada

hutan konservasi, potensi yang dapat di jual dalam aktivitas

wisata adalah jasa lingkungannya, seperti antraksi beragam

jenis satwa liar langka. Kuswanda (2008b) memberikan

rekomendasi strategi untuk pengembangan ekowisata di

dalam dan sekitar hutan konservasi, antara lain sebagai

berikut.

a. Pengembangan kegiatan yang melindungi keutuhan hutan

sebagai habitat satwa liar.

b. Pemetaan sebaran satwa liar karena merupakan obyek

ekowisata yang selalu bergerak.

c. Penetapan spesies satwa unggulan sebagai obyek

ekowisata. Penetapan spesies unggulan dapat dijadikan

dasar dan fokus dalam dalam rencana pengelolaan

Page 182: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

168

kawasan konservasi secara menyeluruh. Kriteria yang

digunakan dalam penetapan spesies unggulan sebagai

obyek ekowisata, antara lain endemisitas, status

konservasi satwa (dilindungi dan langka), keunikan dan

keindahan morfologi dan perilaku; seperti orangutan.

d. Peningkatan promosi dan sosialisasi obyek dan destinasi

sebagai bagian dari strategi pemasaran melalui media

massa (cetak dan elektronik) dan di tempat-tempat umum

atau kegiatan massal, seperti bandara dan lokasi pameran

(expo).

e. Pengembangan pola kemitraan dengan melibatkan pihak

swasta untuk berinvestasi dalam kegiatan ekowisata.

f. Pengembangan aksesibilitas menuju destinasi ekowisata

karena keberadaan kawasan habitat satwa liar sering kali

sulit untuk dijangkau, bahkan harus ditempuh dengan

berjalan kaki.

g. Pengembangan obyek dan sarana pendukung ekowisata,

seperti keindahan bentang alam, gejala dan fenomena

alam, sistem pengelolaan hutan, mata air, sungai dan air

terjun, sosial dan budaya masyarakat sekitar hutan, serta

aktivitas kearifan lokal masyarakat. Sarana pendukung

ekowisata yang dapat dikembangkan, antara lain base

camp, shelter (tempat peristirahatan), pondok wisata,

rumah jaga, dan penginapan di rumah penduduk.

h. Pengoptimalan pemanfaatan obyek dan hasil ekowisata

bagi kesejahteraan masyarakat dengan membuka

kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi pelaku

ekonomi kegiatan ekowisata sehingga mereka dapat

berperan dalam upaya konservasi yang lebih luas.

Page 183: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

169

5. Pemanfaatan Dana Tanggung Jawab Sosial (Corporate

Social Responsibility/CSR) Perusahaan untuk

Konservasi Hutan

Pengertian CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang

dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan

tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sosial atau

lingkungan sekitar di mana perusahaan tersebut berada. Dana

CSR dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemeliharaan fasilitas

umum, sumbangan untuk desa, dan pengembangan ekonomi

masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar

perusahaan tersebut berada. Perusahaan di sekitar hutan

Batang Toru, seperti perusahaan pertambangan dan air

minum harus diwajibkan untuk menyalurkan dana CSR untuk

memperbaiki kerusakan lingkungan dan alam yang

diakibatkan aktivitas perusahaannya. Kehilangan habitat

akibat aktivitas pertambangan harus diperbaiki dan menjadi

kewajiban perusahaan, atau dapat pula perusahaan

membantu menghijaukan kembali hutan di luar wilayah

kerjanya.

Dana CSR perusahan sebaiknya dipergunakan untuk

melakukan rehabilitasi dan kegiatan konservasi lainnya yang

secara langsung dapat menjaga fungsi kawasan Hutan Batang

Toru, menyediakan pendanaan bagi kegiatan penelitian,

pengembangan masyarakat di sekitar kawasan, atau

membantu pengamanan keragaman hayati yang ada di dalam

kawasan hutan, termasuk untuk program konservasi

orangutan. Dalam hal ini, pemerintah daerah diharapkan

dapat menyusun regulasi untuk menjamin kepastian hukum

dan ketertiban sosial, serta mengawasi penggunaan dana CSR

sehingga tepat sasaran. Pemerintah dapat berperan pula

Page 184: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

170

untuk memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan

pada pengusaha yang mau terlibat dalam upaya konservasi

hutan.

Page 185: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

171

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwliar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.

Alikodra, H.S. 2002. Teknik Pengelolaan Satwa Liar: dalam rangka mempertahankan keanekaragaman hayati Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ancrenaz, M. 2004. Orangutan nesting behavior in disturbed forest of Sabah, Malaysia: Implications for nest sensus. Journal Primatol, 25(5): 983–1000.

Angelsen, A. dan S. Atmadja [eds.]. 2010. Melangkah Maju dengan REDD: Isu, Pilihan dan Implikasi. CIFOR. Bogor.

Babaasa, D. 2000. Habitat selection by elephants in Bwindi Impenetrable National Park, south-western Uganda. Journal Ecology, 38: 116–122.

Bailey, J.A. 1984. Principles of Wildlife Management. John Wiley & Sons. Network.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara. 2010. Buku Informasi Kawasan Konservasi. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara. Kementerian Kehutanan. Medan.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam II Sumatra Utara. 2002. Buku Informasi Kawasan Konservasi di Sumatra Utara. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. Medan.

Page 186: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

172

Balai Pemetaan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan. 2006. Status Terkini Penggunaan Kawasan Hutan dan Implikasi terhadap Konservasi Habitat Orangutan di Kawasan Hutan Sebagian DAS Batang Toru. Makalah pada Lokakarya ”Masa Depan Orangutan dan Pembangunan di Kawasan Hutan DAS Batang Toru, 17–18 Januari 2006. Sibolga.

Barbour, G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The Benyamin/Cummings Publishing Inc, New York.

Begon, M., C.R. Townsend and J.L. Harper. 2006. Ecology from Individual to Ecosystem. Fourth edition. Malden: Blackwell Publishing.

Bismark, M. 2005. Estimasi populasi orangutan dan model perlindungan di komplek hutan Muara Lesan, Brau, Kalimantan Timur. Buletin Plasma Nutfah, 11(2): 74–80.

Blouch, R.A. 1997. Distribution and abundance of orangutans (Pongo pygmaeus) and other primates in the Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary, Sarawak, Malaysia. Tropical Biodiversity, 4: 259–274.

BPS (Balai Pusat Statistik) Sumatra Utara. 2012. Provinsi Sumatra Utara Dalam Angka 2012. BPS Kantor Sumatra Utara. Medan.

Buij, R., S.A Wich, A.H. Lubis and E.H.M. Sterck. 2002. Seasonal movement in the Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) and Consequences Biological for Conservation. Biological Conservation, 107: 83–87.

Butarbutar, M. 2007. Pelaksanaan Tanggung jawab Sosial HPH. PT. Teluk Nauli dalam Melindungi Habitat Orangutan. Makalah pada Lokakarya “Membangun Kolaborasi Para Pihak dalam Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatra di Daerah Aliran Sungai

Page 187: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

173

Batang Toru. Kerjasama Dishut Provinsi Sumatra Utara, Departemen Kehutanan, Conservation International Indonesia, USAID Indonesia dan ICRAF. Medan.

Conservation International-Indonesia. 2006. Memadukan Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kawasan Konservasi Alam di Kawasan Hutan DAS Batang Toru. Makalah pada Lokakarya ”Masa Depan Orangutan dan Pembangunan di Kawasan Hutan DAS Batang Toru, 17–18 Januari 2006. Sibolga.

Corbeels, M. 2001. Plant Litter and Decomposition: General Concepts and Model Approach. NEE Workshop Proceeding, 18–20 April 2001.

Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tanggal 10 Agustus 1990. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan pelestarian Alam, tanggal 19 Agustus 1998. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tanggal 30 September 1999.

Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Pengelolaan Kolabaratif. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2005. Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut–II/2005 dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatra Utara, tanggal 16 Pebruari 2005. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Page 188: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

174

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007–2017. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Dierenfeld, E.S. 1997. Orangutan Nutrition. In: Orangutan SSP Husbandry Manual. C. Sodaro [Ed]. Orangutan SSP and Brookfield Zoo. Brookfield, Illinois.

Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Selatan. 2007. Kawasan Taman Nasional Untuk Kehidupan Lebih Baik Bagi Semua. Makalah pada Lokakarya “Membangun Kolaborasi Para Pihak dalam Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatra di Daerah Aliran Sungai Batang Toru”. Kerjasama Dishut Provinsi Sumatra Utara, Departemen Kehutanan, Conservation International Indonesia, USAID Indonesia dan ICRAF. Medan.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2006. Kebijakan dan strategi pemerintah dalam konservasi in situ orangutan Sumatra. Makalah pada Lokakarya ”Masa Depan Orangutan dan Pembangunan di Kawasan Hutan DAS Batang Toru”, 17–18 Januari 2006. Sibolga.

Djojoasmoro, R., C.N. Simanjuntak, B.M.F. Galdikas and T. Wibowo. 2004. Orangutan Distribution in North Sumatra. Jurnal Primatologi Indonesia, 4(1): 2–6.

Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika: Membicarakan alam ekologi tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia Baru. Terjemahan Usman Tabuwidjaja. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Fandeli, C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

FAO. 2010. Global Forest Resources Assessment 2010.

Page 189: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

175

Galdikas, B.M. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Putting Kalimantan Tengah. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Gilbert, K.A. dan E.Z.F. Sezt. 2001. Primates in a fragmented landscape: Six species in Central Amazonian. Yale University Press, New Haven. USA.

Groves, C.P. 1999. The taxonomy of orangutans. In. C. Yeager (Ed). Orangutan Action Plan. Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta, WWF Indonesia and Center for Environmental Research and Conservation (CERC) Colombia University. New York.

Hadiwinoto, S. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Silvikultur Hutan Tropika. Pascasarjana Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Harvey, D.S. and P.J.W. Head. 2006. A test of the hierarchical model of habitat selection using eastern massasauga rattlesnakes (Sistrurus c. catenatus). Biological Conservation, 130: 206–216.

Hemami, M.R., A.R. Watkinson, P.M. Dolman. 2004. Habitat selection by sympatric muntjac (Muntiacus reevesi) and roe deer (Capreolus capreolus) in a lowland commercial pine forest. Forest Ecology and Management, 194: 49–60.

http://pongoabelii.wordpress.com/dokumen-dasar. 2012. Orangutan Sumatra di Batang Toru. Diakses tanggal 13 Juli 2013.

Indrawan, M. B., R. Primarck, J. Supriatna dan P. Kramadibrata. 2007. Biologi Konservasi Edisi ke II. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Irwan, Z.D. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Page 190: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

176

IUCN. 2002. IUCN Red List of Threatened Species. http://www.redlist.org/. Diakses tanggal 15 Pebruari 2005.

Ives, A.R. 2007. Diversity and Stability in Ecological Communities. In: R.M. May and A.R. McLean [Eds]. Theoretical Ecology. Oxford: Oxford.

Kabangga, Y. 2010. Pendugaan Umur dan Laju Pembuatan Sarang Orangutan Pongo pygmaeus morio, Grove 2001 di Stasiun Penelitian Frefab dan Mentoko, Taman Nasional Gunung Putting. Thesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kementerian Kehutanan. 2011. Laporan Kajian Perubahan Kondisi Hutan Primer Sumatra. Kementerian Kehutanan-UGM. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2014. Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara, tanggal 24 Juli 2014. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Kuswanda, W. 2005. Strategi Perlindungan Orangutan Liar di Cagar Alam Dolok Sibual-buali. INOVASI Media Litbang Provinsi Sumatra Utara Vol. 2 No. 3. Medan.

Kuswanda, W. 2006a. Kajian Potensi Keanekaragaman Hayati di Daerah Aliran Sungai Batang Toru, Sumatra Utara. INOVASI Media Litbang Provinsi Sumatra Utara Vol. 3 No. 4. Medan.

Kuswanda, W. 2006b. Status Terkini Populasi dan Ancaman Fragmentasi Habitat Orangutan (Pongo abelii lesson 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru. Proseding Hasil Lokakarya Para Pihak “Masa Depan Habitat Orangutan dan Pembangunan di Kawasan Hutan Daerah Aliran Sungai Batang Toru”, tanggal 17–18 Januari 2006.

Page 191: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

177

Kuswanda, W. 2006c. Strategi Rehabilitasi Lahan di Sekitar Kawasan Konservasi (Studi kasus: Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Sumatra Utara). Proseding Ekspose Hasil-hasil Penelitian “Optimalisasi Program GERHAN dan Hasil-hasil Penelitian dalam Upaya Mendukung Kelestarian Hutan dan Lahan”. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Parapat.

Kuswanda, W. 2007a. Ancaman Terhadap Kelangsungan Hidup Orangutan Sumatra (Pongo abelii Lesson. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 4. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. 2007b. Karakteristik dan Penggunaan Lahan Sekitar Habitat Orangutan (Pongo abelii Lesson), Cagar Alam Dolok Sibual-Buali. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 3. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. 2007c. Teknik Konservasi Orangutan Sumatra (Pongo abelii Lesson) pada Kawasan Konservasi: Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Tapanuli Selatan. Proseding Ekspose hasil-hasil Penelitian “Peran Litbang Kehutanan dalam Mendukung Rehabilitasi dan Kawasan Konservasi di Sumbagut”. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Medan.

Kuswanda, W. 2007d. Persepsi berbagai stakeholder terhadap Pelestarian Orangutan. Info Hutan Vol. IV No. 4. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. 2008a. Kajian Populasi dan Habitat Satwa Langka di Suaka Margasatwa Barumun. Laporan Akhir Penelitian Tahun 2008. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Departemen Kehutanan. Pematangsiantar.

Kuswanda, W. 2008b. Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Satwa liar pada Hutan Konservasi: Suaka Margasatwa Barumun, Sumatra Utara. Prosiding

Page 192: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

178

Ekspose Hasil-hasil Penelitian ”Peran Penelitian dalam Pelestarian dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan di SumBagUt”. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Medan

Kuswanda, W. 2009. Strategi Pemulihan Kawasan Yang Dilindungi Dalam Mendukung Pelestarian Satwa liar Langka di DTA Danau Toba. 2009. Proseding Workshop Seri Laporan No. 21 Kerjasama ITTO, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Utara.

Kuswanda, W. 2011. Pemilihan Habitat oleh Orangutan Sumatra Orangutan (Pongo abelii Lesson) di Cagar Alam Sipirok, Sumatra Utara. Thesis Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kuswanda, W. dan A. Sukmana. 2005. Karakteristik Pohon Sarang Orangutan Liar: Kasus di Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Sumatra Utara. Konifera No. 1/Tahun XX/Desember 2005. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Pematangsiantar.

Kuswanda, W. dan A. Sukmana. 2009. Kesesuaian Jenis Untuk Pengkayaan Habitat Orangutan Terdegradasi di Daerah Penyangga Cagar Alam Dolok Sibual-Buali. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. VI No. 2. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. dan A. S. Mukhtar. 2006a. Potensi Masyarakat dan Peranan Kelembagaan di Zona Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. III No. 4. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. dan A.S. Mukhtar. 2006b. Strategi Pengembangan Kelembagaan Zona Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. III No. 5. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Page 193: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

179

Kuswanda, W. dan M. Bismark. 2007a. Pengembangan Strategi Konservasi dan Peran Kelembagaan dalam Pelestarian Orangutan Sumatra. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 6. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. dan M. Bismark. 2007b. Daya Dukung Habitat Orangutan (Pongo abelii Lesson), Di Cagar Alam Dolok Sibual-Buali, Sumatra Utara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 1. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. dan Sugiarti. 2005a. Potensi Habitat dan Pendugaan Populasi Orangutan (Pongo abelii, Lesson 1827) di Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. II No. 6. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W. dan Sugiarti. 2005b. Aktivitas Harian Orangutan Liar (Pongo abelii Lesson 1827) di Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. II No. 6. Departemen Kehutanan. Bogor.

Kuswanda, W., M. Bismark dan S. Iskandar. 2008. Analisis Habitat Lokasi Pelepasliaran Orangutan (Pongo sp.). Proseding Ekspose Hasil-hasil Penelitian ”Peran Penelitian dalam Pelestarian dan Pemanfaatan Potensi Sumber daya Hutan di Sumbagut”. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Medan.

Lasco, RD., FB. Pulhin, JM Roshetko, MRN. Banaticla. 2004. LULUCF Climate Change Mitigation Project in the Philippines: a Primer. World Agroforestry Centre. Southeast Asia Regional Research Programme.

Lovell, N.C. 1990. Patterns of Injury and Illness in Great Apes. Smithsonian Institution Press. Washington, DC.

Page 194: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

180

Lubis, A. H., S. A. Wich, E. H. M. Sterck, and R. Buij. 2001. Population Estimates and Seaseonal Movement in Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii). Proseding Seminar Primatologi Indonesia 2000. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A primer on method and computing. A Wiley - Inter science Publication. John Wiley and Sons, Inc. New York.

MacKinnon, K., J. MacKinnon, G. Child dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Manly, B.F.J, L.L McDonald and D. L. Thomas. 1993. Resource selection by animals: statistical design and analysis for field studies. Chapman and Hall, London, United Kingdom. 175 pp.

Manly, B.F.J., L.L McDonald, D.L. Thomas, T.L. McDonald and W.P. Erickson. 2002. Resource Selection by Animal Statistical Design and Analysis for Field Studies. 2nd Edition. Dordrecht, Boston, London: Kluwer Academic Publishers.

Marsono, J. 2009. Bahan Mata Kuliah Ekologi Vegetasi. Program Pascasarjana, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Morris, D.W. 1987. Test of density-dependent habitat selection in a patchy environment. Ecological Monographs, 57(4): 269–281.

Morrison, M.L. 2002. Wildlife Restoration : Technique for Habitat Analysis and Animal Monitoring. Island Press. Washington DC.

Page 195: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

181

Muir, C.C., B.M. Galdikas and A.T. Beckenbach. 2000. mtDNA sequence diversity of orangutans from the islands of Borneo and Sumatra. J. Mol. Evol., 51: 471–480.

Naeem, S., D.E. Bunker, A. Hector, M. Loreau and C. Perrings. 2009. Introduction: social implications of changing the ecological and biodiversity. Oxford University Press, Oxford. Pp: 3–13.

Napier, J.R and P.H. Napier. 1967. A handbook of Living Primates: Morfology, Ecology and Behaviour of Non-Human Primates. Academic Press. London.

Neu, C.W., C. R. Byers and J.M. Peek. 1974. A Technique for Analysis of Utilization-Availability Data. The Journal of Wildlife Management, 38(3): 541–545.

Nijman, V. 2009. An assessment of trade in gibbons and orangutans in Sumatra, Indonesia. TRAFFIC Southeast Asia, Petaling Jaya, Malaysia.

Perbatakusuma, E.A, J. Supriatna, R.S.E. Siregar, D. Wurjanto, L. Sihombing dan D. Sitaparasti. 2006. Mengarustamakan Kebijakan Konservasi Biodiver-sitas dan Sistem Penyangga Kehidupan di Kawasan Hutan Alam Sungai Batang Toru Provinsi Sumatra Utara. Laporan Teknik Program Konservasi Orangutan Batang Toru. Conservation International Indonesia- Departemen Kehutanan. Pandan.

Population and Habitat Viability Assessment (PHVA). 2004. Orangutan. Laporan Akhir Workshop tanggal 15–18 Januari 2004. Jakarta.

Prasetyo, D., M. Ancrenaz, C. Helen, Morrogh-Bernard, S.S.U. Atmoko, S.A. Wich and C.P. van Schaik. 2009. Nest building in Orangutan dalam Orangutans Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press. New York.

Page 196: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

182

Primarck, R. B., J. Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Pudyatmoko, S. 2009. Bahan Mata Kuliah Desain Riset Konservasi Sumber daya Hutan. Program Pascasarjana-Fakultas Kehutanan Universitas Gajdah Mada. Yogyakarta.

Purnomo, D.W. 2009. Seleksi Habitat oleh Rusa Timur (Rusa timorensis) di Hutan Wanagama I. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purwadi. 2010. Karakteristik Habitat Preferensial Orangutan Pongo pymaeus wurmbii di Taman Nasional Sebangau. Thesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rijksen, H.D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutans (Pongo pygmaeus abelii Lesson, 1872): Ecology, Behavior and Conservation. H. Veenman & Zonen, Wegeningen.

Samingan, T. 1997. Kondisi Ideal Aspek Vegetasi Suatu Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) di Hutan Produksi. Laboratorium Ekologi Fakultas MIPA-IPB. Bogor.

Santosa, Y. 1993. Strategi kuantitatif untuk pendugaan beberapa parameter demografi dan kuota pemanenan populasi satwa liar berdasarkan pendekatan ekologi perilaku: Studi kasus terhadap populasi kera individu panjang (Macaca fascicularis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saroso, O. 2010. Governors Want Speedy Sumatra Development. http://www.thejakartapost.com/news/ 2010/07/24.

Simorangkir, R. A. 2009. Kajian Habitat dan Estimasi Populasi Orangutan (Pongo abelii Lesson) di Kawasan Hutan

Page 197: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

183

Batang Toru, Sumatra Utara. Tesis Program Pascasarjana. Institit Pertanian Bogor. Bogor.

Sinaga, T. 1992. Studi Habitat dan Perilaku Orangutan (Pongo abelii) di Bohorok Taman Nasional Gunung Leuser. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan

Singleton, I. and C. van Schaik. 2001. Orangutan home range size and its determinants in a Sumatran swamp forest. International Journal of Primatology, 22: 877–911.

Singleton, I., S.A. Wich & M. Griffiths. 2008. Pongo abelii. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 24 November 2014.

Sitaparasti, D. 2007. Status Terkini Habitat dan Populasi Orangutan di DAS Batang Toru. Makalah pada Lokakarya “Membangun Kolaborasi Para Pihak dalam Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatra dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Batang Toru”. Hasil Kerjasama Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Utara, Dirjen PHKA-Departemen Kehutanan, Conservation International Indonesia, USAID Indonesia dan ICRAF. Medan.

Sugardjito, J. 1986. Ecological Constrains on the Behaviour of Sumatran Orangutan in the Gunung Leuser National Park, Indonesia. Thesis Utrecht.

Suzuki, M. 1989. Socio-ecological studies of orangutans and primates in Kutai national Park, East Kalimantan in 1988-89. Overseas Res. Rep. of studies on Asian Non-Human Primates, 7: 1–42.

Takandjandji, M. 1993. Pengaruh perbedaan manajemen terhadap pertumbuhan rusa timor (Cervus timorensis) di Oilsonbai dan Camplong, Nusa Tenggara Timur.

Page 198: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

184

Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Santalum 12. Kupang.

van den Berg, L.J.L., J.M. Bullock, R.T. Clarke, R.H.W. Langston and R.J. Rose. 2001. Territory selection by the Dartford warbler (Sylvia undata) in Dorset, England: the role of vegetation type, habitat fragmentation and population size. Biological Conservation, 101: 217-228.

van Schaik, C.P. 2001. Dramatic decline in orangutan numbers in the Leuser Ecosystem, Northern Sumatra. Oryx, 35(1): 14–25.

van Schaik, C.P. 2006. Diantara Orangutan: Kera merah dan bangkitnya kebudayaan manusia. Yayasan Penyelamatan Orangutan Kalimantan (BOS). Jakarta.

van Schaik, C.P., A. Priatna and D. Priatna. 1995. Population Estimates and Habitat Preferences of Orangutans Based on Line Transects of Nest. Plenum Press. New York and London.

Whitmore, T.C. 1986. Tropical Rain Forest of the Far East. 2nd ed. Oxford Universities Press, London.

Wich, S.A., E. Meijaard, A.J. Marshall, S. Husson, M. Ancrenaz, R.C. Lacy, C.P. van Schaik, J. Sugardjito,T. Simorangkir, K.T. Holzer, M. Doughty, J. Supriatna, R. Dennis, M. Gumal, C.D. Knott and Ian Singleton. 2008. Review: Distribution and conservation status of the orang-utan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: how many remain? Oryx, 42(3): 329–339.

Wich, S.A., I. Singeleton, S.S.A. Utami, M.L. Geurts, H.D. Rijksen and C.P. van Schaik. 2003. The Status of the Sumatran Orangutan (Pongo abelii): An update. Oryx, 37(1): 49–54.

Wich, S., Riswan, J. Jonsen, J, Refisch dan C. Nellemann (Editor). 2011a. Orangutan dan Ekonomi Pengelolaan

Page 199: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

185

Hutan Lestari di Indonesia. Alih Bahasa : Gunung Gea. UNEP. Penerbit Barragraphia. Hal: 1–83.

Wich, S.A., S.S.A. Utami, T.M. Setia and C.P. van Schaick. 2011b. Orangutans: Geographic variation in behavioural ecology and conservation. Oxford University Press, New York. Pp: 1–440.

www.forestgama.blogspot.com. 2009. Habitat. Diakses tanggal 4 Agustus 2009.

Zhang, Y.W. 2001. Genetic divergence of orangutan species. Molecular Evolution, 52: 516–526.

Page 200: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 201: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

RIWAYAT HIDUP PENULIS

WANDA KUSWANDA; lahir di Subang-Jawa Barat pada tanggal 06 Agustus 1977 dari pasangan Dahri Rukmana (ayah) dan Cahti (ibu). Penulis menikah dengan Eulis Susanti pada tahun 2004 dan telah dikarunia dua orang putri: Sylvi Amalisti Kuswandani dan Salvia Raihanah Kuswandani. Anak pertama dari dua bersaudara ini menyelesaikan pendidikan SD (1989) dan SMP (1992) di Kabupaten Subang,

serta SMA (1995) di Kabupaten Sumedang. Meraih gelar Sarjana di Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor (2000) pada Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Pada April 2011 mendapatkan gelar Master of Science (M.Sc) dengan predikat sebagai lulusan terbaik dari Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pria ini mulai berkarir sebagai Peneliti pada Yayasan Mitra Rhino, sebuah lembaga yang bergerak di bidang konservasi badak di Indonesia (1999–2002). Perjalanan karir selanjutnya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil di Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan (2002–sekarang). Jabatan sebagai Peneliti Madya bidang Konservasi Sumber Daya Hutan didapat pada tahun 2010 dengan masa kerja sekitar delapan tahun. Prestasi sebagai salah satu Peneliti Terbaik lingkup Kementerian Kehutanan juga telah diperolehnya pada tahun 2011. Selama berkarir sebagai peneliti, penulis sedikitnya telah mempublikasikan 30 karya tulis ilmiah pada berbagai jurnal terakreditasi dan 35 karya tulis pada media publikasi lainnya (proseding dan majalah populer). Penelitian yang banyak dilakukan

Page 202: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable

adalah bidang ekologi dan konservasi satwa liar, jasa lingkungan, dan pengelolaan kawasan konservasi. Selain meneliti, pria yang hobi menjelajahi hutan ini juga sering diminta sebagai narasumber dan pembimbing mahasiswa. Penulis aktif juga pada berbagai organisasi, antara lain sebagai Anggota Dewan Kehutanan Daerah Provinsi Sumatra Utara, Pengurus Forum Komunikasi Orangutan Sumatra-Provinsi Sumatra Utara, dan Anggota Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia. Siapa pun dapat berkomunikasi dengannya melalui email: [email protected] atau [email protected].

Page 203: Wanda Kuswanda - forda-mof.org · dan perkiraan luas habitat dan populasi . orangutan Sumatra. 30. 4. Nilai Chi-square analisis pemilihan tipe habitat oleh orangutan 51. 5. Variable