Upload
truongliem
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ERNA, 16 tahun, harus bangun pukul 5 dini hari dan bersiap-siap berangkat bekerja di pabrik garmen di Sukabumi, Jawa Barat. Ia selalu menggunakan rias wajah agar penampilannya terlihat lebih dewasa. Memalsukan usia dan meminjam ijazah bukan lagi rahasia bagi pelamar kerja di bawah umur di pabrik-pabrik garmen. Mereka harus bekerja untuk membantu keluarga kendati harus menjalani kehidupan yang keras mengingat pekerja anak tidak memiliki waktu untuk bermain, bersekolah atau menjadi seorang anak.
Kisah Erna merupakan bagian dari penayangan video pendek saat peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak 2016 di @America di Jakarta pada 8 Juni. Mengusung tema “Menanggulangi Pekerja Anak dalam Rantai Pasokan”, peringatan
Edisi Dwi Bahasa, Juli 2016
ini diselenggarakan bersama oleh ILO dan Kedutaan Amerika Serikat (AS) di Jakarta.
Erna merupakan salah seorang dari 168 juta pekerja anak yang terlibat dan menjadi bagian rantai pasokan global dan domestik. Francesco d’Ovidio, Direktur ILO di Indonesia, menegaskan bahwa dalam rantai pasokan, pekerja anak umumnya melakukan pekerjaan di bengkel kecil atau rumah tanpa sepengetahuan perusahaan-perusahaan di tingkat rantai tertinggi sehingga sulit untuk diidentifikasi dan ditanggulangi.
“Jika kita pergi ke pabrik garmen atau sepatu atau makanan, kita mungkin tidak menemukan pekerja anak di sana. Namun, kita harus ingat kendati rantai terakhir dalam rantai pasokan kemungkinan
Perjalanan menujubebas pekerja anak
suplai pasokan yang
ILO JakartaWarta
Melalui program-program pendidikan ini, anak akan
memiliki akses yang lebih luas atas pendidikan sehingga
mereka tidak harus bekerja. Pemerintah tidak dapat menanggulangi masalah
pekerja anak sendirian. Untuk mengakhiri pekerja anak dalam
rantai pasokan, kita harus bekerja bersama. Ini merupakan
tanggung jawab bersama.”
Laurend Sinaga, Pejabat Sementara Direktur Norma Kerja, Perempuan dan Anak, Kementerian Ketenagakerjaan.
2
Berita Utama
terbebas dari pekerja anak, kita harus melihat rantai-rantai sebelumnya untuk memastikan tidak adanya kekerasan yang tersembuyi di sepanjang proses rantai pasokan,” kata dia saat sesi diskusi.
Assessment and Remediation Manager GAP Indonesia, Toni Wahid, mengakui bahwa pemalsuan umur kerap terjadi di sektor garmen. Dari ribuan pelamar kerja, perusahaan akan menemukan sekitar 20 hingga 30 persen anak-anak di bawah umur yang mempergunakan identitas palsu. Dengan hanya beberapa ratus ribu rupiah, seorang anak usia 15 tahun dapat memperoleh dokumen yang menyatakan dia berusia lebih dari 18 tahun.
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan multinasional kemungkinan terkait hal ini melalui rantai pasokan internasional - melalui fasilitas sendiri, pemasok atau subkontraktor mereka - atau hanya karena beroperasi di daerah di mana perburuhan anak biasa terjadi. Karenanya, Morgan C. Hall, Staf Bidang Politik di Kedutaan AS untuk Indonesia, mendukung pemerintah Indonesia agar secara aktif mengawasi rantai pasokan sebagai upaya
menanggulangi pekerja anak dalam rantai pasokan.
“Pemerintah AS telah menjalin kerjasama erat dengan para pemimpin dunia dan organisasi yang terkait untuk menemukan solusi dalam menanggulangi masalah pekerja anak. Kami bekerja sama dengan ILO, misalnya, untuk menghapuskan pekerja anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,” kata dia, menjelaskan.
Untuk solusi jangka panjang, Laurend Sinaga, Pejabat Sementara Direktur Norma Kerja, Perempuan dan Anak, Kementerian Ketenagakerjaan, berharap lebih banyak perusahaan swasta terfokus pada program tanggung jawab sosial perusahaan mengenai pendidikan. “Melalui program-program pendidikan ini, anak akan memiliki akses yang lebih luas atas pendidikan sehingga mereka tidak harus bekerja. Pemerintah tidak dapat menanggulangi masalah pekerja anak sendirian. Untuk mengakhiri pekerja anak dalam rantai pasokan, kita harus bekerja bersama. Ini merupakan tanggung jawab bersama,” ia menegaskan.
Lebih dari 230 orang menghadiri peringatan ini, mencakup pejabat pemerintah, penggiat buruh, organisasi pengusaha, organisasi internasional dan nasional, pelajar, mahasiswa dan media massa. Untuk menandai Hari
BAHAN BAKU PEMASOK MANUFAKTUR DISTRIBUTOR PENGECER KONSUMEN
Rantai pasokan merupakan serangkaian kegiatan/proses yang melibatkan produksi dan distribusi sebuah produk. Dengan globalisasi, rantai pasokan menjadi semakin kompleks, melibatkan para pekerja, usaha kecil dan perusahaan di seluruh dunia
Dunia ini, perwakilan dari pemerintah, pengusaha, pekerja, ILO dan kedutaan AS menggunting gambar pekerja anak dari miniatur yang menggambarkan rantai pasokan.
“Pengguntingan ini mencerminkan komitmen simbolis dari para aktor ketengakerjaan Indonesia yang menyerukan aksi bersama untuk mencegah anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya, terutama dalam rantai pasokan,” Arum Ratnawati, Kepala Penasihat Teknis ILO untuk Pekerja Anak menjelaskan. ]
Seluruh rantai pasokan, dari pertanian hingga
manufaktur, jasa hingga konstruksi,
berisiko terhadap pelibatan pekerja anak. Diperkirakan
sekitar 59 persen pekerja anak berada di sektor pertanian, diikuti 32 persen di sektor
jasa (termasuk rumah tangga) dan 7 persen
di industri manufaktur.
Kami tidak menoleransi pekerja anak. Kami
melakukan verifikasi ganda dan menetapkan kriteria ketat
untuk mengecek dokumen dalam proses pelamaran guna memastikan seluruh 93 pabrik
yang dioperasikan GAP di Sukabumi, Jakarta dan Jawa Tengah tidak mempekerjakan
anak.”
Toni Wahid, Assessment and Remediation Manager GAP Indonesia.
Dari kiri ke kanan: Laurend Sinaga, Pejabat Sementara Direktur Norma Kerja, Perempuan dan Anak, Kementerian Ketenagakerjaan, Toni Wahid, Assessment and Remediation Manager, GAP Indonesia, Morgan C. Hall, Staf Bidang Politik Kedutaan AS di Indonesia dan Francesco d’Ovidio, Direktur ILO di Indonesia
MEMPEKERJAKAN para
penyandang disabilitas dapat memiliki
dampak positif pada semangat kerja
pegawai, memberikan keragaman pada
perusahaan, meningkatkan kualitas layanan
pelanggan dari kalangan penyandang
disabilitas dan sekaligus meningkatkan
produktivitas karena penyandang
disabilitas cenderung lebih rajin
dibandingkan non-disabilitas, demikian
disimpulkan Forum Bisnis Inklusif sehari
yang diselenggarakan di Jakarta pada 22
Maret silam.
Forum, “Ketenagakerjaan Inklusif sebagai
Strategi Bisnis yang Menguntungkan”,
juga ditutup dengan rencana untuk
mendirikan Jejaring Bisnis Disabilitas
Indonesia—jejaring yang terdiri dari
berbagai perusahaan multinasional,
organisasi pengusaha, jaringan bisnis dan
organisasi penyandang disabilitas yang
memiliki keyakinan bahwa penyandang
disabilitas memiliki bakat dan keterampilan
yang dapat meningkatkan bisnis apapun.
Diselenggarakan oleh ILO, Forum ini
didedikasikan bagi pengusaha Indonesia
untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman
dalam memanfaatkan pasar dan potensi
para penyandang disabilitas yang belum
tersentuh. Untuk itu, Forum ini bertujuan
meningkatkan kesadaran dan pemahaman
badan usaha milik negara dan perusahaan
swasta mengenai manfaat mempekerjakan
penyandang disabilitas
Forum ini merupakan tindaklanjut dari
forum bisnis serupa yang diselenggarakan
pada Desember 2015. Forum ini juga
merupakan bagian dari penerapan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di
Indonesia, khususnya Tujuan 8 mengenai
Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan
Ekonomi dan Tujuan 10 mengenai
Pengurangan Kesenjangan.
Sementara Francesco d’Ovidio, Direktur
ILO di Indonesia, menegaskan bahwa
ILO memiliki komitmen sejak lama untuk
mempromosikan pekerjaan layak bagi
penyandang disabilitas, sejalan dengan
Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi
dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan.
Konvensi ILO ini telah diratifikasi oleh
Indonesia melalui Undang-Undang No
21/1999.
Diskusi yang dinamis terjadi di ketiga
sesi Forum tersebut. Perwakilan-
perwakilan dari perusahaan multinasional
Indonesia berbagi pengalaman mereka
dalam membangun program inklusif
yang sukses di perusahaan mereka. PT
Dewhirst, misalnya, telah memberikan
pengembangan karier yang sama bagi
pekerja disabilitas. PT Bank Mandiri
(Persero) telah mengembangkan program
pelatihan khusus bagi pegawai dengan
disabilitas dan PT Outsource Indonesia
telah secara aktif mencari pekerja dengan
disabilitas.
Menuju bisnis yang inklusif di Indonesia
Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk
mempromosikan peluang kerja
yang setara bagi penyandang
disabilitas. Pemerintah akan
membuka kesempatan kerja
sebagai pegawai negeri sipil
bagi penyandang disabilitas.”
Ini bukan masalah belas kasihan. Ini
merupakan pilihan karena memperkerjakan penyandang
disabilitas menguntungkan dari sudut pandang bisnis.”
Sapto Purnomo, Kepala Sub-Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Khusus, Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan.
Francesco d’Ovidio, Direktur ILO di Indonesia.
Ketenagakerjaan Inklusif Sebagai Strategi
Bisnis yang Menguntungkan
Mewujudkan Kerja Layak & Pertumbuhan Ekonomi bagi Semua
3
Disabilitas Inklusif
4
jumlah penyandang disabilitas diperkirakan mencapai satu miliar,
atau 15 persen, dari populasi dunia. Sekitar
80 % merupakan usia produktif.
Diperkirakan sekitar 38 juta penduduk disabilitas di Indonesia. Mereka masih menghadapi tantangan
sikap, fisik dan informasi terhadap kesempatan
yang setara dalam dunia kerja.
anak penyandang disabilitas pergi jauh
dari rumah,” kisah I Nengah Latra, Direktur
Puspadi Bali.
Untuk lebih menghubungkan penyandang
disabilitas dengan perusahaan yang
menawarkan kesempatan kerja inklusif,
sejumlah upaya telah dilakukan oleh
DNetwork, jaringan kerja global.
“Menggunakan teknologi informasi,
kami menyediakan peluang kerja yang
disasarkan bagi para pencari kerja dengan
disabilitas. Kami juga memberikan bantuan
bertujuan mempromosikan pekerjaan dan peluang kerja yang lebih baik bagi
penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan, melalui peraturan dan kebijakan, kesempatan
pengembangan keterampilan dan langkah-langkah untuk menghapuskan diskriminasi.
Forum ini terselenggara oleh ILO melalui Proyek Mempromosikan Hak-hak dan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas dalam Ketenagakerjaan (PROPEL) Project.
Sejumlah tantangan juga dibahas dalam
diskusi-diskusi tersebut. Semua peserta
dan narasumber sepakat bahwa tidaklah
mudah menemukan penyandang
disabilitas yang melamar pekerjaan. “Sulit
bagi kami menemukan pekerja disabilitas.
Meski kami telah membuka kesempatan
kerja bagi penyandang disabilitas, kami
hanya menerima beberapa pelamar
penyandang disabilitas,” kata Hayati,
Manajer Sumber Daya Manusia dan
Rekrutmen PT Dewhirst.
Puspadi Bali, penyedia pelatihan
keterampilan di Bali, juga mengalami
kesulitan yang sama. “Kami harus pergi
langsung ke desa-desa di Bali, misalnya,
untuk mendapatkan peserta. Kami juga
harus membujuk tidak hanya peserta tetapi
juga keluarganya karena banyak orangtua
yang masih ragu untuk membiarkan anak-
Disabilitas Inklusif
Didanai oleh
Irish Aid
lebih lanjut kepada komunitas disabilitas
yang membutuhkan bantuan selama
wawancara atau tes kerja. Misalnya kami
menyediakan penerjemah bahasa isyarat
bagi pencari kerja dengan disabilitas
pendengaran atau memberikan pelatihan
singkat tentang bahasa isyarat untuk
perusahaan yang mempekerjakan pekerja
dengan disabilitas pendengaran,” kata Ni
Komang Ayu Suriani, Koordinator Proyek
DNetwork. ]
5
kemungkinan tanpa batas Apa yang dibutuhkan para
penyandang disabilitas hanyalah
satu kesempatan untuk
menunjukkan kemampuan mereka.
Sebuah lingkungan kerja yang
inklusif membuka akses tanpa
batas bagi peluang kerja yang
setara.
SURYA Sahetapy, 22 tahun, tidak
pernah membayangkan pengalaman kerja
pertamanya berada di kantor pemerintah.
Dia juga tidak pernah membayangkan
menjadi penyandang disabilitas pertama
yang diperkerjakan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.
Salah satu tantangan bagi Surya adalah
terlibat dalam dan memahami percakapan
serta diskusi di sekelilingnya. Tanpa
bantuan penerjemah bahasa isyarat, dia
mencoba sebisanya membaca bibir.
pemerintah dan masyarakat luas tentang
isu-isu disabilitas,” kata Surya yang aktif
melakukan advokasi mengenai disabilitas.
Selama magang, ia pun belajar banyak
tentang peran dan fungsi pemerintah
provinsi. Yang paling berkesan baginya
adalah kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pertemuan dengan Gubernur
DKI Jakarta, kunjungan ke kantor-kantor
pemerintah di tingkat masyarakat dan
berdialog dengan para pejabat terkait.
“Sebelumnya saya tidak peduli tentang
politik, tetapi sekarang saya memiliki
pandangan yang berbeda. Saya
berharap semakin banyak penyandang
disabilitas terlibat dalam program ini
untuk mempromosikan dan memberikan
advokasi mengenai isu-isu disabilitas,”
katanya.
“Melalui generasi muda seperti Surya
yang tanpa lelah mendukung dan
mempromosikan kesempatan dan
perlakuan yang sama bagi penyandang
disabilitas, diharapkan akan ada perubahan
yang lebih positif di negeri ini. Semakin
banyak lagi penyandang disabilitas yang
mendapatkan kesempatan sama terhadap
pekerjaan, pelatihan, pendidikan dan
aspek sosial kehidupan lainnya,” kata
Santy Otto, Koordinator Proyek PROPEL-
Indonesia ILO. ]
Tapi, orang-orang di sekitar saya berbicara
begitu cepat selama pertemuan dan saya tertinggal. Mereka
juga suka menggunakan kata-kata berat dan istilah-istilah
pemerintahan yang saya tidak tahu dan pahami. Saya berjuang
untuk menyatu dengan tim saya.”
Satu peluang,
Setelah dua minggu tanpa penerjemah,
Surya membahas hambatannya ini dengan
pemimpin tim. Karena pemerintah
provinsi belum pernah memperkerjakan
penyandang disabilitas, para pejabatnya
tidak menyadari isu-isu disabilitas. Seorang
penerjemah bahasa isyarat kemudian
diperkerjakan untuk membantu Surya
selama program pemagangan.
Pengalaman magang ini, bagaimanapun,
telah membuat Surya mengubah
persepsinya mengenai pemerintah.
“Saya memiliki kesan yang lebih positif
tentang pemerintah. Saya belajar
bahwa pemerintah sebenarnya peduli
tentang isu-isu disabilitas. Mereka belum
melakukan banyak karena tidak memiliki
pemahaman yang memadai tentang
hal ini. Karenanya, penting bagi semua
organisasi penyandang disabilitas dan
mereka yang peduli tentang menciptakan
lingkungan inklusif di sekitar kita untuk
terus memberikan advokasi kepada
Inisiatif Utama ILO tentang Disabilitas
pelatihan disabilitas untuk mitra
terkait.
pengembangan bahan informasi
dan video mengenai hak-
hak penyandang disabilitas.
bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman
perusahaan tentang manfaat merekrut dan memperkerjakan penyandang disabilitas dan memperkuat jejaring antar perusahaan.
pelaksanaan Forum Bisnis Disabilitas.
Disabilitas Inklusif
6
negeri sipil bagi penyandang disabilitas.
Inisiatif-inisiatif ini untuk menunjukkan
bahwa pemerintah telah membuka
pintunya guna memberikan inspirasi bagi
lebih banyak perusahaan di sektor swasta
untuk melakukan hal yang sama.
Kami juga terus meningkatkan kesadaran
para konstituen terkait, di antaranya dinas-
Ruang KonstituenPemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah mengembang-kan dan melak-sanakan inisiatif program untuk mendorong peluang kerja yang setara bagi penyandang disabilitas. Kementerian juga telah berpartisipasi dan mendukung program-program ILO yang dilaksanakan di bawah proyek yang didanai Irish-Aid mengenai Mempromosikan Hak dan Peluang bagi Penyandang Disabilitas dalam Pekerjaan melalui Peraturan Perun-
dangan (PROPEL-Indonesia). Apa saja yang telah dilakukan dan akan dilakukan terkait dengan isu-isu disabilitas? Berikut adalah wawa-ncara dengan Sapto Purnomo, Kepala Sub-Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Khusus, Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan
semakin terbuka lebar
Peluang kerja bagi
Sampai di mana upaya memajukan peluang kerja yang setara bagi penyandang disabilitas?
Dua tahun yang lalu, saya dan tim
mengkaji pelaksanaan kuota satu persen
(1 per 100 pekerja) di bawah UU No.
4/1997 tentang Penyandang Cacat. Kami
mengkaji apa yang telah kami
lakukan dan belum lakukan. Kami
menyadari bahwa kita belum
memiliki program yang memadai
untuk mendorong persoalan
disabilitas. Kami perlu melakukan
lebih dan sejauh ini beberapa
kemajuan sudah dibuat dan makin
banyak pintu-pintu kesempatan
kerja yang mulai terbuka bagi
penyandang disabilitas.
Kemajuan apa saja yang sudah dicapai sejauh ini? ?
Pemerintah Indonesia berkomitmen
untuk mendorong peluang kerja yang
setara bagi penyandang disabilitas.
Selain dari penandatanganan Nota
Kesepahaman (MoU) antara Kementerian
Ketenagakerjaan dan Kementerian Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai
Penempatan dan Pelatihan Kerja bagi
Penyandang Disabilitas di BUMN pada
Desember 2015, pemerintah akan
membuka peluang kerja sebagai pegawai
sesi interaktif ini, kami juga belajar lebih
banyak mengenai tantangan dan masalah
yang dihadapi perusahaan-perusahaan.
Apa strategi selanjutnya untuk mewujudkan peluang yang setara bagi penyandang disabilitas?
Kami terus memberdayakan
dinas-dinas ketenagakerjaan di
tingkat provinsi dan kabupaten/
kota melalui Pelatihan Kesetaraan
Penyandang Disabilitas atau
Disability Equity Training (DET)
dengan menggunakan manual
ILO karena mereka adalah
garis depan penempatan kerja
bagi penyandang disabilitas.
Kami terus memberdayakan
penyandang disabilitas
mengenai kewirausahaan
dengan mengembangkan
sebuah kemitraan dengan LSM
lokal, organisasi masyarakat, dan
sebagainya. Kami mempromosikan
produk-produk hasil karya penyandang
disabilitas melalui sebuah Ekspo
Disabilitas. Sejak tahun lalu, kami
menggabungkan penyelenggaraan
pameran dengan bursa kerja guna
menarik lebih banyak orang untuk
mengunjungi pameran tersebut dan
meningkatkan kesadaran masyarakat luas
mengenai usaha-usaha yang dijalankan
oleh penyandang disabilitas. ]
dinas ketenagakerjaan di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota, perusahaan, serikat
pekerja, organisasi penyandang disabilitas
dan media massa melalui serangkaian
acara interaktif mengenai hak-hak para
penyandang disabilitas serta bakat dan
potensi mereka yang belum dimanfaatkan.
Sejauh ini, kami sudah melaksanakan
kegiatan-kegiatan ini di delapan provinsi
yang dikenal sebagai kawasan industri dan
kami akan melaksanakannya lagi di empat
provinsi lain pada 2016. Melalui sesi-
Reda
ksi
Pemimpin Redaksi: Francesco d’Ovidio
Wakil Pemimpin Redaksi: Michiko Miyamoto
Eksekutif Editor: Gita Lingga
Koordinator Editorial: Gita Lingga
Sirkulasi: Budi Setiawati
Kontributor: Aidil Azhari, Arum Ratnawati, Gita Lingga, Georginia M. Pascual, Gregoire W. Yameogo, Irfan Affandi/M.Nour/M. Rasyidi Bakar, Grace M. Halim, Lusiani Julia, Pertiwi Triwidiahening, Selly Woyla/M. Anis Nugroho, Santy Otto.
Desain & Produksi: Balegraph
Warta ILO JakartaMenara Thamrin Building, Lantai 22Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, IndonesiaTelp. (62-21) 391-3112, Faks. (62-21) 310-0766Email: [email protected], Website: www.ilo.org/jakarta
Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasayang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILOJakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kalialam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opiniyang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkanpandangan dari ILO.
Wawancara
77
Dari Kami
SELAMAT menikmati edisi
terbaru Warta ILO Jakarta kami yang
merayakan pencapaian bersama dalam
meningkatkan Pekerjaan Layak untuk
Semua di Indonesia. Warta ini menyajikan
informasi mengenai program-program ILO
di Indonesia.
Melalui Warta ini, kami berupaya agar
para konstituen kami—pemerintah,
organisasi pengusaha dan pekerja—serta
mitra kemasyarakatan lainnya terinformasi
dan terlibat dalam kegiatan kami. Kami
menyadari bahwa program-program
hanya dapat berjalan efektif dengan
keterlibatan dan dukungan seperti itu, dan
bersama-sama kami sedang melakukan
proses penyusunan prioritas-prioritas dan
program-program baru untuk Program
Pekerjaan Layak Nasional di Indonesia
berikutnya.
Edisi kali ini menegaskan komitmen
Indonesia dalam melaksanakan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030
dan pentingnya peluang kerja yang sama
bagi penyandang disabilitas. Perusahaan-
perusahaan harus menyadari keuntungan
apa yang diperoleh dari merekrut dan
mempekerjakan penyandang disabilitas.
Edisi ini juga meliputi isu peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja,
kesetaraan gender, perluasan
perlindungan sosial, pekerjaan layak untuk
pekerja rumah
tangga dan
informasi terkini
proyek ILO.
Berbagai kisah
humanis disajikan
memperlihatkan
dampak dan
mengisahkan
pengalaman
yang mengubah kehidupan menjadi lebih
baik.
Saya percaya Anda mendapatkan
manfaat dari Warta ini. Terima kasih atas
keberhasilan usaha kita bersama. ]
Memperluas cakupan jaminan sosial di Indonesia dan ASEAN
ILO dengan dukungan dari Pemerintah
Jepang akan melaksanakan sebuah
program regional yang berjudul
“Mendorong dan Membangun
Perlindungan Sosial di Asia (fase ke-
3; 2016-2018): Memperluas Cakupan
Jaminan Sosial di ASEAN, yang
bertujuan untuk menghasilkan
pengetahuan dan kepakaran yang
lebih baik mengenai perluasan
jaminan sosial, dan mendorong
kerja sama Selatan-Selatan di
antara Negara Anggota ASEAN.
Program ini menyediakan
dukungan langsung kepada
Indonesia dan Vietnam, dan
sebagian kepada Myanmar, untuk
meningkatkan cakupan jaminan
sosial. Pelajaran, pengalaman, dan
praktik terbaik dari negara-negara
ini akan disebarluaskan ke seluruh
Negara Anggota ASEAN.
Program ini dikembangkan
sebagai respons terhadap
mendesaknya perluasan cakupan
jaminan sosial ASEAN, khususnya
dimulai pelaksanaan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Pada
Oktober 2013, Kepala-kepala
Negara ASEAN mengadopsi
sebuah Deklarasi mengenai
Penguatan Perlindungan Sosial,
yang menegaskan upaya mewujudkan
landasan perlindungan sosial sebagai
sebuah prioritas untuk mencapai
pertumbuhan yang adil.
Selain itu, Kerangka Kerja Regional untuk
Penguatan Perlindungan Sosial dan
Rencana Aksinya, diadopsi Kepala-kepala
Negara ASEAN pada November 2015,
memprioritaskan perluasan cakupan
jaminan sosial di antara pekerja ekonomi
informal dan pekerja usaha kecil dan
menengah (UKM).
Menetapkan sasaran cakupan universal
pada 2019, skema Jaminan Kesehatan
diluncurkan pada 2014 dan menjangkau
lebih dari 165 juta orang pada April 2016
(laporan online BPJS). Sementara itu,
BPJS Ketenagakerjaan mengelola empat
skema jaminan sosial (kecelakaan kerja,
kematian, hari tua dan skema pensiun
yang baru diluncurkan), dengan kurang
lebih 17 juta peserta aktif. ]
7
Perlindungan Sosial
Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting
dalam mewujudkan perlindungan sosial untuk semua melalui penerapan sebuah
skema Jaminan Kesehatan sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.
8
“INDONESIA berkomitmen
untuk mewujudkan kerja layak untuk
semua. Melalui forum ini, Pemerintah
Indonesia akan memperoleh masukan-
masukan berharga dari berbagai aktor
ketenagakerjaan mengenai peluang
dan tantangan untuk mewujudkan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs), khususnya tujuan ke-8
mengenai kerja layak dan pertumbuhan
ekonomi,” demikian ditegaskan Menteri
Ketenagakerjaan Kerja Republik
Indonesia, M. Hanif Dhakiri, saat secara
resmi membuka Konferensi SDGs di
Jakarta pada Februari lalu.
Konferensi dua hari mengenai
Pertumbuhan Inklusif melalui Kerja yang
Layak dan Dialog Sosial di Indonesia
ini berakhir pada 18 Februari dengan
kesepakatan mengenai pelaksanaan
serangkaian pertemuan teknis guna
menyusun Agenda Indonesia untuk
SDGs menuju Kerja Layak untuk
Semua. Diselenggarakan bersama oleh
Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia
dan ILO, Konferensi ini dihadiri lebih
dari 200 peserta yang mewakili badan-
badan pemerintah, organisasi pekerja
dan pengusaha, organisasi nasional dan
internasional, badan-badan PBB dan
media massa.
Konferensi ini membahas penciptaan
lapangan kerja (khususnya bagi kaum
muda), peningkatan produktivitas,
pendidikan dan pelatihan kerja, perbaikan
hak-hak kerja (berdasarkan Prinsip-prinsip
dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja)
dan promosi lingkungan kerja yang
aman, kebijakan upah berkelanjutan
serta praktik-praktik hubungan industrial
yang baik melalui dialog sosial, jaminan
kerja dan perlindungan sosial. Tema
Indonesia berkomitmen wujudkankerja layak untuk pembangunan berkelanjutan
Komitmen para mitra sosial Indonesia untuk
mengembangkan sebuah tonggak penting dari strategi nasional untuk pembangunan
berkelanjutan sangat membesarkan hati.”
Gilbert Houngbo, Deputi Direktur Jenderal ILO Bidang Operasional dan Kemitraan.
yang berulang kali muncul selama
sesi-sesi konferensi adalah peningkatan
ketidaksetaraan dalam dunia kerja.
Diskusi mengungkapkan banyak bidang
yang saling terkait. Para peserta sepakat
bahwa hal ini akan dikembangkan lebih
lanjut dengan dukungan ILO selama
beberapa bulan ke depan dengan
perspektif untuk menyiapkan agenda
Indonesia dalam mendorong kerja layak
sebagai penggerak utama pembangunan
berkelanjutan di bidang ekonomi, sosial
dan lingkungan.
Konferesi ini merupakan bagian dari komitmen dan respons Indonesia terhadap
SDGs 2030 yang baru diadopsi oleh para pemimpin dunia pada September 2015.
SDGs pun terfokus pada mencapai pembangunan yang
berkelanjutan melalui tiga elemen –ekonomi, sosial dan lingkungan – secara seimbang
dan terpadu.
Ulasan Khusus
9
“ILO dengan senang hati menawarkan
dukungan terhadap sebuah proses dialog
sosial mengenai elemen-elemen kunci dari
kerja layak, yang tercermin dalam Agenda
2030. Kami juga akan terus menjalin
kerjasama dengan mitra-mitra Badan
PBB lain guna mendukung pendekatan
yang terpadu dalam penerapan Agenda
2030 yang sedang dibangun Indonesia.”
kata Gilbert Houngbo, Deputi Direktur
Jenderal ILO Bidang Operasional dan
Kemitraan.
Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan kerja layak untuk semua. Melalui forum ini, Pemerintah Indonesia akan memperoleh masukan-masukan berharga dari berbagai aktor ketenagakerjaan
mengenai peluang dan tantangan untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-8
mengenai kerja layak dan pertumbuhan ekonomi.”
M. Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan Kerja Republik Indonesia.
Sementara itu, menegaskan kembali
komitmen PBB untuk mendukung
pemerintah Indonesia dalam mencapai
hasil terbaik untuk ke-17 tujuan SDGs,
Douglas Broderick, Koordinator Badan-
badan PBB untuk Indonesia, menyerukan
bahwa “Badan-badan PBB di Indonesia
akan bekerja sejalan dengan kebijakan
dan program pemerintah secara terpadu
dengan melibatkan pengetahuan,
kepakaran dan pengalaman global
kami kapan pun dan di mana pun
memungkinkan untuk mencapai hasil-hasil
yang lebih baik.”
Sesi pembukaan ditandai dengan
penandatanganan Deklarasi SDGs oleh
Menteri Ketenagakerjaan Indonesia,
diikuti semua panelis, fasilitator dan
peserta konferensi. Deklarasi ini
menegaskan dukungan dari semua
peserta terhadap penerapan SDGs di
Indonesia, khususnya Tujuan 8 mengenai
kerja layak dan pertumbuhan ekonomi.]
Selama bertahun-tahun perusahaan
dan organisasi mencari keunggulan
kompetitif dengan filosofi keberagaman
di lingkungan kerja. Salah satunya dengan
mengintegrasikan penyandang disabilitas
dalam angkatan kerja. Bukti menunjukkan
banyaknya manfaat yang didapat dengan
membuka dunia kerja bagi penyandang
disabilitas. Video ini memperlihatkan
potensi para penyandang disabilitas
bahwa mereka memiliki produktivitas
dan kompetensi yang sama dengan
pekerja lainnya. Video ini diproduksi oleh
ILO melalui Proyek Disabilitas, PROPEL-
Indonesia, bekerja sama dengan Hotel
Shangri-La Surabaya.
Program ILO di Indonesia: Capaian 2015
ISBN: 978-92-2-031036-6 (print)
978-92-2-831037-5 (web pdf)
Buku Video
Berita Utama 1
Disabilitas Inklusif 3
Wawancara 6
Dari KAMI 7
Perlindungan Sosial 7
Ulasan Khusus 8
Ketenagakerjaan 10
Hak di tempat kerja 12
Jender 16
Liputan Khusus 17
Daftar Isi
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ILO di
Indonesia, kunjungi: www.ilo.org/jakarta
Publikasi ini menyajikan capaian-capaian
program-program dan proyek-proyek ILO
di Indonesia. Capaian-capaian tahun 2015
ini pun merupakan hasil dari kemitraan
erat dengan para konstituen tripartit
kami—pemerintah, organisasi pekerja dan
pengusaha.
International LabourOrganization
ILO Works in Indonesia:2015 Results
Dari kiri ke kanan: M. Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Gilbert Houngbo, Deputi Direktur Jenderal ILO Bidang Operasional dan Kemitraan, Tomoko Nishimoto, Asisten Direktur Jenderal dan Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik, Douglas Broderick, Koordinator Badan-badan PBB untuk Indonesia, Francesco d’Ovidio, Direktur ILO di Indonesia.
Ulasan Khusus
Tingkatkan produktivitas,perusahaan SCORE dianugerahi Parama Karya
SCORE dirancang untuk meningkatkan produktivitas
dan daya saing usaha kecil
dan menengah (UKM)
Satu permasalahan umum yang kerap muncul dari usaha dan pekerja UKM
adalah kurangnya kemampuan komunikasi dan koordinasi yang mengakibatkan kurangnya kontrol terhadap kualitas dan efisiensi kerja. Selain
pelatihan di kelas, para pelatih juga memberikan bimbingan langsung melalui kunjungan ke perusahaan.
Diluncurkan di Indonesia
pada 2010 dan diprakarsai oleh
ILO.
Program ini telah menjadi sebuah
program tripartit, yang diterapkan
bersama oleh pemerintah,
organisasi pekerja dan pengusaha.
Para pegawai saya sekarang lebih termotivasi dan kami memiliki sistem
komunikasi yang lebih baik sehingga prestasi kerja meningkat, kerja sama
menguat dan pembagian tugas juga membaik.”
10
Noor Suryanti, Direktur UD Pelangi Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, pada November lalu.
Penghargaan Parama Karya merupakan penghargaan tertinggi untuk produktivitas yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada UKM. Selain UD Pelangi, empat UKM peserta SCORE lainnya yang menerima penghargaan tersebut adalah UD Kreasi Lutvi (Sumatera Utara), UD Pelangi Indonesia dari Jawa Timur, PT Mega Global Food Industry (Jawa Timur), PT Lambang Jaya (Lampung) dan CV Batik 16 (Semarang).
“Tujuan utama dari program SCORE adalah membuat UKM-UKM seperti UD Pelangi dan perusahaan peserta lainnya bisa lebih memiliki daya saing di pasar nasional dan global,” ujar Januar Rustandie, Manajer Program SCORE ILO di Indonesia.
Terus meningkatkan usahanya, dengan dukungan program SCORE, UD Pelangi saat ini sedang membangun jejaring bisnis dengan perusahaan-perusahaan peserta program SCORE lainnya. “Kami senang mendapatkan kesempatan untuk membangun jejaring bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang lebih mapan. Kami berkesempatan mengunjungi PT Mega Global Food Industry untuk mempelajari praktik-praktik terbaik dan bagaimana memajukan usaha. Ini merupakan kesempatan berharga untuk masa depan bisnis kami,” ungkap Suryanti. ]
Ketenagakerjaan
TIDAK ADA lagi contoh-contoh produk, gulungan-gulungan benang dan pola-pola yang berserakan di ruang kerja UD Pelangi Indonesia, perusahaan kerajinan tangan skala menengah di Malang, Jawa Timur. Ruang penyimpanan yang rapi dan lini produksi yang sistematis telah dibangun untuk mempermudah para pekerja mengakses material yang mereka butuhkan dan memenuhi pesanan kerja.
Noor Suryanti, pemilik dan direktur UD Pelangi Indonesia, mengakui perubahan positif ini terjadi setelah perusahaannya bergabung dalam program ILO: Program Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan (SCORE) pada 2015. Program SCORE telah mengadakan serangkaian pelatihan yang bertujuan meningkatkan produktivitas seraya menegakkan hak-hak pekerja.
Suryanti menjelaskan, setelah mengikuti modul 1 SCORE mengenai Program
Kerja Sama di Tempat Kerja, di bawah bimbingan instruktur produktivitas dari Balai Latihan Kerja Daerah Provinsi Jawa Timur, lingkungan kerja di perusahaannya telah berubah.
Lini-lini produksi kini telah memperlihatkan hasil yang baik. Jumlah produk gagal dan perlu diperbaiki menurun dari 10 persen menjadi 5 persen, yang juga berarti peningkatan efisiensi kerja sebesar 10 persen. Tingginya peningkatan produktivitas mendorong UD Pelangi untuk meningkatkan skala usahanya dari usaha berskala kecil menjadi usaha berskala menengah.
“Program SCORE berperan penting bagi perusahaan saya hingga mendapatkan penghargaan Parama Karya,” ujar Suryanti dengan bangga. UD Pelangi merupakan salah satu dari 22 perusahaan yang menerima penghargaan Parama Karya dari
President Joko Widodo menyerahkan penghargaan Parama Karya 2015 kepada 22 usaha kecil dan menengah, disaksikan Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri.
DI WARUNG kecilnya, Susiyanti
Br Sembiring sibuk menyeduh kopi
hitam panas bagi para pelanggannya.
Berlokasi di penampungan untuk
pengungsi Gunung Sinabung, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara, warung kecilnya
juga menyediakan kebutuhan sehari-
hari, minuman dan sayur-sayuran. Dari
warungnya, ia sekarang dapat membantu
keluarganya dan tidak lagi bergantung
pada bantuan pemerintah.
Ia bahkan dapat menyisihkan sejumlah
uang untuk ditabung. Sekarang Susiyanti
memiliki rekening tabungan di Koperasi
Kredit Sondang Nauli dengan jumlah
tabungan wajib tiap bulan minimal Rp.
30,000. “Saya bahkan dapat menabung
untuk pendidikan ketiga anak saya.
Setiap bulannya, saya juga menabung
Rp. 300,000 untuk membantu pendidikan
mereka di masa mendatang, “ ia berkata
dengan bangga.
Susiyanti merupakan salah seorang dari
15.000 orang
di Kabupaten
Karo yang harus
meninggalkan
desanya karena
letusan Gunung
Sinabung pada
2013. Hingga
saat ini, Gunung
Sinabung terus
mengalami
aktivitas vulkanik
yang tinggi.
“Letusan telah
menghancurkan seluruh desa saya, Desa
Gurukinayan. Saya kehilangan usaha
saya dan lahan pertanian seluas 8 hektar
yang menjadi sumber utama penghasilan
keluarga,” ujarnya, mengingat hari
di mana ia dan keluarganya harus
meninggalkan desa mereka.
Letusan tersebut menyebabkan keluarganya
harus tinggal di tenda pengungsi di
Kabanjahe, ibukota Kabupaten karo. Selama
di tenda pengungsian, Susiyanti bekerja
sebagai pekerja kebun untuk membantu
keluarganya dan suaminya juga bekerja
sebagai supir angkutan umum daerah.
Sebagai pekerja kebun, ia dibayar Rp.
60,000 per hari, namun ia tidak bekerja
setiap hari dan hanya bekerja apabila
diminta.
Ketika mengetahui keberadaan program
ILO pada 2015 guna membantu
komunitas-komunitas setempat seperti
dirinya untuk
memperoleh kembali
mata pencaharian
mereka, ia langsung
mendaftarkan diri
untuk bergabung
dengan pelatihan ILO
mengenai Pendidikan
Keuangan dan
Kewirausahaan
dengan
menggunakan
modul GET Ahead.
“Sekarang saya
tahu bagaimana melakukan pencatatan
keuangan, menentukan prioritas
pengeluaran dan berhati-hati dalam
membelanjakan uang, khususnya dalam
kondisi sulit seperti ini,” ujarnya.
Pada Juli 2015, keluarga Susiyanti
menerima bantuan pemerintah untuk
perumahan dan penyewaan lahan
pertanian dengan jumlah total Rp.
3,800,000. Setelah menerima bantuan
tersebut, ia pindah ke penampungan
sementara yang disediakan oleh LSM lokal
bernama Jenggala dalam radius 6 km dari
Gunung Sinabung dan dekat dengan desa
Gurukinayan.
Berdasarkan apa yang ia pelajari dari
pelatihan keuangan, ia menggunakan
dana tersebut tidak hanya untuk menyewa
lahan pertanian, namun juga memulai
usaha kecilnya (warung kecil) di daerah
penampungan. Sekarang ia mampu
menghitung laba dari pengeluarannya
tiap minggu/bulan yang tidak pernah ia
lakukan sebelumnya.
“Sebelumnya, saya hanya bisa membeli
dan menjual. Saya tidak tahu persis
seberapa besar keuntungan saya. Namun,
sekarang dari tiap pengeluaran tiap
minggu atau bulannya, saya tahu persis
berapa banyak yang saya peroleh dari tiap
barang yang terjual,” katanya.
Sejak memulai warung kecilnya, ia
menerima keuntungan harian sekitar Rp.
150,000. Ia juga merasa lebih yakin akan
masa depannya, terutama untuk keluarga
dan ketiga anaknya. “Letusan gunung
berapi telah membuat saya kehilangan
usaha dan lahan; namun letusan tersebut
juga telah memberikan peluang untuk
belajar mengenai bisnis dan keuangan
dan membuat saya menjadi seorang
wirausaha yang lebih baik,” ia berkata,
seraya tersenyum. ]
menjadi seorang perempuan pengusaha
Bangkit dari bencana
Letusan gunung berapi telah membuat saya
kehilangan usaha dan lahan; namun letusan tersebut juga telah memberikan peluang
untuk belajar mengenai bisnis dan keuangan dan membuat
saya menjadi seorang wirausaha yang lebih baik.”
Sekarang saya tahu bagaimana melakukan
pencatatan keuangan, menentukan prioritas
pengeluaran dan berhati-hati dalam membelanjakan uang, khususnya dalam kondisi sulit
seperti ini.”
11
Ketenagakerjaan
SERANGKAIAN pemutaran
video dan foto bercerita mengenai pekerja
rumah tangga (PRT) serta pekerja rumah
tangga anak (PRTA) dilakukan di berbagai
sekolah dan universitas di wilayah Jakarta
dan sekitarnya, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, dan Lampung sejak awal tahun ini
hingga April 2016. Serangkaian pemutaran
ini telah menjangkau sekitar 500 pelajar
dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga
mahasiswa.
Beragam pertanyaan diajukan para
siswa saat pemutaran. Komitmen untuk
menghormati dan menghargai pentingnya
peran PRT pun dibahas. Para siswa SD
di Tangerang Selatan, misalnya, berjanji
untuk menghormati PRT mereka dengan
ikut membantu meringankan pekerjaan
atau bersikap lebih sopan kepada PRT
mereka.
Pelajar promosikan pekerjaan layak bagi pekerja rumah tangga
Saya mendorong para mahasiswa untuk
memanfaatkan kegiatan ini dengan mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang lebih nyata seperti riset, program pelibatan komunitas serta kegiatan sukarelawan di
sekolah PRT.”
memastikan kegiatan ekonomi rumah
tangga,” ujar para siswa.
Kontribusi nyata ditawarkan para mahasiswa
dari Jurusan Administrasi Publik Universitas
Lampung. Mereka terdorong untuk terlibat
dalam mempromosikan pekerjaan layak
bagi PRT sebagai guru sukarelawan atau
pelatih keterampilan kejuruan di sekolah-
sekolah PRT yang dikelola Damar, sebuah
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
menangani masalah PRT. ]
Menggunakan kata-kata dan pemilihan adegan mereka sendiri, video-video dan foto-foto ini
mendokumentasikan keseharian, lika-liku kehidupan, perjalanan dan harapan para PRT.
Video-video dan foto-foto ini terdiri
dari empat video diari dan lima foto
bercerita dengan durasi keseluruhan
sepanjang 90 menit.
Diproduksi oleh 25 kaum muda berusia 12-17 tahun, yang dipilih dari ratusan orang muda, di Jakarta dan Makassar, video-video dan foto-foto bercerita ini memperlihatkan
peran PRT dalam kehidupan mereka, interaksi keseharian mereka dengan PRT dan kehidupan PRT dari sudut pandang kaum muda.
Pemutaran-pemutaran video dan
foto bercerita ini dilakukan ILO
melalui proyek Pekerjaan Layak Bagi PRT guna Mengakhiri
PRTA (PROMOTE).
Proyek ini bertujuan untuk mempromosikan pekerjaan layak bagi PRTA dan menghapuskan PRTA.
Diluncurkan pada Juni
2015, video-video dan
foto-foto bercerita ini
difasilitasi oleh
ILO-PROMOTE berkolaborasi
dengan Yayasan Kampung Halaman (YKH) di bawah
program bertajuk Program Teman Remaja Teman Setara (TRTS). Program ini
bertujuan untuk melibatkan kaum muda dalam dua
permasalahan: meningkatkan kehidupan PRT dan menghapuskan PRTA.
Sementara di Surabaya, sejumlah
siswa sekolah menengah pertama
(SMP) mengakui hak-hak PRT dengan
menegaskan: “PRT harus dibayar
berdasarkan pekerjaan mereka dan tidak
diperlakukan seperti budak. Bagi anak-
anak yang terpaksa melakukan pekerjaan
rumah tangga, mereka tetap berhak
memperoleh pendidikan dan hak lainnya
sebagai anak.”
Penekanan terhadap peran pemerintah
dibahas para siswa sekolah menengah
atas (SMA) di Kabupaten Palopo dan
Takalar, Sulawesi Selatan. Mereka
mempertanyakan kurangnya perlindungan
hukum bagi PRT dan belum adanya
peraturan perundangan PRT. “PRT
harus mendapat perlindungan hukum
seperti layaknya pekerja lain karena
mereka memainkan peran penting dalam
Dr. Dedi Hermawan, Kepala Jurusan Administrasi Publik Universitas Lampung
12
Hak dalam Bekerja
Pemutaran di sekolah-sekolah Makassar.
Didanai oleh Departemen Perburuhan
Amerika Serikat
(USDOL)
Hak dalam Bekerja
SEPULUH perusahaan di Kabupaten Sorong dan Jayapura (lima perusahaan di masing-masing kabupaten) berkomitmen untuk melanjutkan pelaksanaan program HIV di tempat kerja, bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui pusat kesehatan masyarakat. Perusahaan-perusahaan ini berkomitmen untuk memberikan pencegahan HIV, konseling dan pemeriksaan yang efektif serta layanan dukungan pengobatan bagi pekerja mereka.
Perusahaan-perusahaan ini menerapkan kebijakan HIV di tempat kerja yang melindungi pekerjaan dan kerahasiaan pekerja penyandang HIV. Alhasil, 10.000 pekerja dari perusahaan-perusahaan ini telah menerima informasi pencegahan HIV melalui program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), di mana 50 persen dari mereka merupakan penduduk asli Papua.
Perusahaan-perusahaan ini merupakan bagian dari Proyek ILO mengenai “Memobilisasi Sektor Swasta untuk Melaksanakan Pencegahan, Pengobatan dan Perawatan HIV di Daerah-daerah dengan Tingkat Prevalensi HIV Tinggi di Papua dan Papua Barat”. Dimulai pada 2014 selama dua tahun, Proyek ini bertujuan memperkuat kemitraan publik swasta untuk menerapkan layanan pencegahan, konseling, tes dan dukungan perawatan HIV yang efektif bagi tenaga kerja berisiko tinggi, khususnya penduduk asli Papua yang bekerja di perkebunan.
Didanai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan pemerintah
Australia, ILO membantu perusahaan mengembangkan kebijakan dan program di tempat kerja yang memastikan bahwa masyarakat hukum adat memiliki akses atas layanan pencegahan, tes dan pengobatan HIV. Dinas Ketenagakerjaan memimpin program kerja sama dengan perusahaan dan kantor kesehatan untuk
berkomitmen cegah HIV di tempat kerja Sektor swasta di Papua dan Papua Barat
pekerja yang hidup dengan HIV. Saya berharap hubungan yang kuat antara perusahaan dan kantor kesehatan dapat dilanjutkan,” kata Dr Andreas Ari Wibowo mewakili PT Sinar Mas.
Selain itu, pemerintah daerah sangat mendukung program pencegahan HIV ini dengan memastikan kelanjutan dan replikasi program. “Di bawah kemitraan publik-swasta, pemerintah daerah berusaha mereplikasi model pencegahan HIV ke wilayah intervensi lain. Kami akan bekerja sama secara erat dengan Dinas Kesehatan Provinsi,” ujar Drs. Yan Piet Rawar, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Papua.
Francesco d’Ovidio, Direktur ILO di Indonesia, sangat menghargai dukungan kuat yang diberikan oleh pemerintah kabupaten Sorong dan Jayapura serta pemangku kepentingan terkait lainnya seperti Komisi Penanggulangan AIDS Daerah, Kantor Otoritas Pelabuhan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Puskesmas, pekerja dan pengusaha serta sektor swasta dan pekerjanya.
“Setelah lebih dari satu tahun pelaksanaan, kemajuan yang telah dicapai ini patut dihargai. Dengan dukungan dan komitmen yang kuat tidak hanya dari sektor swasta, tetapi juga dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait lainnya, saya percaya kemajuan yang telah dicapai ini dapat dilanjutkan dan dipertahankan untuk bersama-sama menanggulangi HIV dan AIDS di Papua dan Papua Barat,” kata Francesco. ]
Kami berkomitmen karena perusahaan
diperbolehkan untuk menyediakan layanan terkait HIV secara mandiri. Tindakan inovatif telah dilakukan untuk menarik karyawan melakukan
tes dan pengobatan HIV secara sukarela. Kami
mengadakan bincang-bincang kesehatan dan donor darah
rutin serta memberikan suvenir.”
dr Wilkananta,
JOB Pertamina Petrochina
menciptakan hubungan baik dengan klinik berbasis pedesaan.
Komitmen serupa juga dikemukakan oleh PT Sinar Mas di Jayapura. “Inisiatif ini telah membantu kami menjangkau lebih banyak pekerja dengan testing dan konseling HIV. Karena jarak yang jauh ke rumah sakit terdekat, kami sekarang menyediakan pengobatan HIV bagi
13
Sekitar 10.000 pekerja dari perusahaan-
perusahaan ini telah menerima informasi
pencegahan HIV melalui program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), di mana 50
persen dari mereka merupakan penduduk
asli Papua.
SEMINAR dijadwalkan dibuka
pukul 09.00 pagi, namun meja pendaftaran
sudah ramai dengan peserta yang datang
lebih awal. Para peserta antusias dan
bersemangat untuk mempelajari tiga
keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
utama untuk industri garmen: bahaya dan
risiko kebakaran, sertifikasi laik fungsi (SLF)
dan pengelolaan K3.
“Saya berangkat dari Subang sekitar pukul
06.00 untuk menghindari kemacetan,”
kata salah satu peserta dari PT. Wilbess.
Peserta lain dari Bandung, Jawa Barat,
mengatakan,“Kami sangat antusias
untuk mengikuti seminar ini. Kami telah
mencoba mendapatkan sertifikasi layak
fungsi untuk pabrik kami tetapi belum
berhasil. Mudah-mudahan kali ini kami
dapat melakukannya dengan benar dan
belajar bagaimana melakukannya.”
Seminar bertajuk “Keselamatan dan
Kesehatan Kerja untuk Sektor Garmen
di Indonesia” ini diselenggarakan ILO
melalui Proyek Better Work Indonesia
(BWI) pada 6 April 2016, dengan
mengumpulkan para pelaku industri
di Bandung untuk membicarakan
tiga masalah K3 utama dalam industri
garmen. Sebanyak 58 peserta dari lebih
35 pabrik mitra BWI berpartisipasi dalam
seminar tersebut, bersama dengan
para narasumber dari Kementerian
Ketenagakerjaan serta pakar-pakar industri
dan K3.
Seminar memberikan ruang untuk dialog
interaktif dan bertukar pengalaman antara
pabrik-pabrik yang berpartisipasi. Para
ahli K3 juga hadir untuk mengklarifikasi
peraturan dan aspek teknis.
Menekankan pentingnya acara ini,
Maria Vasquez, Kepala Penasihat Teknis
BWI, menyoroti pentingnya masalah
K3 bagi pengusaha dan pekerja di
industri garmen. “Ini bukan hanya soal
kehidupan manusia dan kualitas hidup
tetapi juga menjadi keharusan finansial
bagi pengusaha mengingat biaya
remediasi hampir selalu melebihi biaya
pencegahan,” katanya saat memberikan
sambutan pembukaan.
Seminar dimulai dengan mengkaji sistem
manajemen K3. Diskusi dipimpin M.
Fertiaz dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Dia menjelaskan bahwa dari 2,524
perusahaan yang diaudit dengan Sistem
Manajemen K3 (SMK3), hanya dua persen
berasal dari industri garmen dan alas kaki.
Dia kemudian menantang para peserta
guna mendaftar untuk mengikuti audit
SMK3 tahun ini dan meningkatkan
persentase industri garman dan alas kaki
pada penghargaan SMK3 2016. “Dengan
berjalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN
saat ini, pelaksanaan SMK3 semakin
penting karena dapat meningkatkan daya
saing Indonesia di kawasan tersebut.”
Berbagai permasalahan dikemukakan
para peserta saat berdiskusi mengenai
sertifikat bangunan (SLF), terutama
Kelola risiko, selamatkan nyawa:Menangani keselamatan kerja di industri garmen
Keselamatan dan Kesehatan di tempat kerja
Semua pekerja berhak untuk bekerja
dalam lingkunga kerja yang aman
dan tidak berbahaya untuk kesehatan.
Pasal 7, Perjanjian Internasional mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
“Pengusaha harus memastikan, selama
memungkinkan untuk diterapkan, tempat kerja, mesin,
peralatan dan proses yang berada di bawah pengawasan mereka bersifat aman tanpa
risiko kesehatan.”
Konvensi ILO mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja No. 155, 1981 (Pasal 16.1)
“Setiap Anggota harus mempromosikan dan menerapkan di semua tahapan, hak pekerja atas lingkungan kerja
yang aman dan sehat.”
Kerangka Kerja ILO untuk Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No. 187, 2006 (Pasal 3.1)
14
Ketenagakerjaan
mengenai kejelasan prosedur sertifikasi
dan biaya untuk melakukan pemeriksaan
teknis. Sejak runtuhnya Rana Plaza yang
menewaskan lebih dari 1.100 pekerja
garmen di Bangladesh pada 2013,
sertifikat dan peraturan bangunan menjadi
lebih signifikan dalam industri garmen,
dan termasuk di Indonesia.
Dalam diskusi disepakati bahwa ada
kebutuhan mendesak atas dukungan
pemerintah dalam ketersediaan dan
penegakan peraturan sertifikat bangunan
di tingkat kabupaten. Untuk saat ini,
hanya 318 kabupaten dari 508 kabupaten
di Indonesia yang memiliki peraturan
sertifikat bangunan. ]
Ini bukan hanya soal kehidupan manusia
dan kualitas hidup tetapi juga menjadi keharusan finansial bagi pengusaha mengingat
biaya remediasi hampir selalu melebihi biaya pencegahan.”
Industri garmen masih menjadi salah satu kontributor
yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia
dengan pertumbuhan rata-rata 8 persen per tahun.
Pada 2014, Indonesia berada di peringkat ke-12 di dunia dalam ekspor tekstil berdasarkan laporan BWI.
Ditandai dengan sifatnya yang padat karya dan tingginya penggunaan
bahan kimia dalam proses produksi, industri garmen
dianggap sebagai salah satu sektor dengan risiko tinggi
dalam K3. Di Indonesia, industri garmen mendapatkan peringkat sebagai industri
menengah-tinggi risiko II oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
15
DENGAN dukungan dari
pemerintah Jepang, ILO memprakarsai
sebuah proyek regional bertajuk “Industri
dan Tempat Kerja untuk Pertumbuhan
Berkelanjutan dan Inklusif melalui Dialog
Tripartit, Berbagi Pengetahuan dan Praktik
Hubungan Industrial yang Baik, Bisnis
Ramah Lingkungan serta Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)” atau secara singkat
lebih dikenal sebagai proyek InSIGHT.
Proyek InSIGHT bertujuan mempromosikan
mekanisme dan pendekatan praktis yang
mendorong industri dan tempat kerja
menjadi penggerak pertumbuhan yang
berkelanjutan dan inklusif di wilayah Asia.
Proyek ini juga akan memperluas upaya
yang telah dilakukan berbagai fase proyek
sebelumnya di Asia terkait dengan bisnis
yang lebih ramah lingkungan, hubungan
industrial dan K3.
Di Asia, Proyek ini akan dilaksanakan
di sejumlah negara seperti Indonesia,
Vietnam dan Bangladesh. Di Indonesia,
kegiatan-kegiatan InSIGHT akan dimulai
pada 2016 selama dua tahun hingga Maret
2018. Kegiatan-kegiatan ini akan dilakukan
bekerja sama dengan Kementerian
Ketenagakerjaan serta berkolaborasi
dengan organisasi-organisasi pekerja dan
pengusaha.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan
di Indonesia memadukan peningkatan
kapasitas dan kerangka untuk dialog
tripartit, serta pengembangan visi
bersama antara pemerintah, pekerja dan
Cuplikan
Mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif
melalui hubungan industrial
pengusaha untuk mencapai pertumbuhan
industri yang berkelanjutan dan inklusif di
Indonesia.
Di saat yang sama, InSIGHT akan
mengembangkan kapasitas dengan
pendekatan praktis dan bersifat dari
bawah ke atas (bottom-up) guna membuat
perusahaan lebih ramah lingkungan,
serta meningkatkan tempat kerja dan
hubungan kerja secara menyeluruh, yang
akan berkontribusi pada peningkatan
industri dan sektor terkait pertumbuhan
berkelanjutan. Ini akan memberikan
keuntungan nyata bagi para pekerja dan
pengusaha.
Proyek InSIGHT sejalan dengan
penerapan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs) yang dipadukan
dengan masa transisi dari konsolidasi
ekonomi di wilayah ASEAN. Program
ini juga sejalan dengan panduan yang
dikeluarkan ILO pada November 2015
mengenai ‘Transisi menuju ekonomi
dan masyarakat berkelanjutan yang
ramah lingkungan untuk semua’, yang
memaparkan kebutuhan akan beragam
respons pro aktif dan multidimensi
ntuk mewujudkan pekerjaan layak,
penghapusan kemiskinan dan dan
pelestarian lingkungan. ]
Indonesia
ProjectnSIGHTMaria Vasquez, Kepala Penasihat Teknis BWI.
15
SEBAGAI bagian dari upaya
menerapkan Konvensi ILO No. 100
tentang Kesetaraan Pengupahan dan
No. 111 tentang Diskriminasi (dalam
Pekerjaan dan Jabatan) secara lebih
baik, Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker) secara aktif telah
menyelenggarakan berbagai program
advokasi di tingkat provinsi di seluruh
Indonesia. Berbagai kegiatan ini bertujuan
untuk mendorong pembentukan Gugus
Tugas Peluang Kerja yang Adil (Equal
Employment Opportunity/EEO) dan
menjadi tindak lanjut konkret dari Surat
Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.
184 Tahun 2013 mengenai Revitalisasi
Gugus Tugas EEO di tingkat nasional dan
pembentukan gugus tugas provinsi.
Gugus Tugas EEO provinsi diharapkan
mampu memainkan peran aktif dalam
kesadaran dari para pekerja, pengusaha
dan pemerintah untuk bersama-sama
mencegah dan menghapus diskriminasi
dalam bentuk apa pun,” kata Lusiani Julia,
Staf ILO yang menangani masalah gender.
Selain menjalankan program advokasi,
Kemenaker terus menyediakan pelatihan
di tingkat provinsi dengan menggunakan
modul mengenai non-diskriminasi dan
kesetaraan di tempat kerja. Modul ini
dikembangkan bersama oleh Kemenaker
dan ILO. ]
Kesempatan kerja yang adil untuk Indonesia
Gugus Tugas EEO
Sejauh ini, empat Gugus Tugas EEO telah terbentuk di Bangka Belitung, Jawa Timur, Banten dan Lombok Timur.
Pada 2016 ini, Gugus Tugas EEO ini akan terbentuk di delapan provinsi: Lampung, Kalimantan Tengah, Bali, Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan.
menyebarluaskan informasi terkait EEO.
Gugus Tugas juga diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran baik pekerja
maupun pengusaha mengenai penerapan
tindakan non-diskriminasi dan kesetaraan
di tempat kerja.
Untuk memastikan terbentuknya Gugus
Tugas EEO Provinsi, ILO memberikan
dukungan kepada Kemenaker. ILO
memberikan saran dan masukan bagi
pelaksanaan Gugus Tugas EEO di tingkat
nasional dan mendukung pengembangan
kapasitas tripartit di tingkat provinsi.
“Persoalan diskriminasi cukup sulit
untuk ditangani karena berbagai alasan
yang melatarbelakanginya. Praktik-
praktik diskriminasi bisa terjadi dalam
bentuk-bentuk yang kasat mata, namun
dampaknya nyata. Karenanya, diperlukan
Gender
Kami ingin melihat adanya penerapan
tindakan non-diskriminasi dan kesetaraan di tingkat pabrik. Kami membutuhkan dukungan kuat dari pemerintah daerah dan berharap hal ini bisa tercermin dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.”
Sri Nurhaningsih, Direktur Norma dan Kondisi Kerja Kemnaker.
16
di Indonesia
Setiap tahun, pada tanggal 28 April, ILO memperingati Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja se-Dunia sejak tahun 2003. Hari tersebut merupakan kampanye internasional tahunan untuk mempromosikan tempat kerja yang aman, sehat dan layak. Melalui peringatan hari dunia ini, ILO mempromosikan penciptaan budaya keselamatan dan kesehatan global yang bersifat preventif dengan melibatkan para konstituen ILO dan seluruh pemangku kepentingan di bidang ini.
Tanggal 28 April juga merupakan Hari Peringatan Internasional bagi Pekerja yang Meninggal dan Terluka, yang diperingati di seluruh dunia oleh gerakan serikat pekerja sejak tahun 1996. Pada 2003, ILO terlibat dalam kampanye 28 April tidak hanya untuk menghormati pekerja yang terluka dan tewas namun juga menegaskan bahwa cidera dan kematian dapat dicegah dan dikurangi.
Tema tahun ini adalah Stres di Tempat Kerja: Sebuah Tantangan Bersama. Ini menanggapi semakin besarnya tekanan yang dihadapi kehidupan kerja modern. Dengan laju kerja yang didikte oleh komunikasi instan dan tingkat kompetisi global yang tinggi, batas yang memisahkan kerja dari kehidupan di luar kerja menjadi semakin sulit untuk diidentifikasi.
Laporan khusus ini menyoroti inisiatif-inisiatif yang diambil oleh ILO di Indonesia dalam mempromosikan tempat kerja yang lebih aman dan sehat. Tiga inisiatif dipaparkan dan ditampilkan dalam laporan ini mulai dari stres di tempat kerja, yang sejalan dengan tema tahun ini, pentingnya peningkatan kapasitas bagi para ahli K3 di tingkat perusahaan hingga membangun budaya K3 di rumah dan untuk pekerja rumah tangga.
Menciptakan tempat kerja yang lebih aman dan sehat
Liputan Khusus
17
RINA Dewi, 36 tahun, menderita batuk-batuk yang tak kunjung reda selama lebih dari tiga bulan. Kendati ia telah berkonsultasi dengan dokter yang berbeda-beda, mencari opini dan perawatan, namun batuknya tak juga kunjung sembuh. Bekerja sebagai seorang pegawai administrasi di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta, ia sangat putus asa. Batuknya yang terus menerus telah menyebabkan insomnia dan kegelisahan, hingga mengakibatkan ia tidak bisa konsentrasi di tempat kerja dan hal ini mulai mengganggu kinerjanya.
Penyelianya telah memperingatkan Rina untuk memperbaiki kinerjanya. Rina merasa depresi, khawatir kehilangan pekerjaan yang sudah ia jalani selama enam tahun. Terlebih lagi sebagai seorang orangtua tunggal, ia memerlukan pekerjaan ini untuk menghidupi keluarganya. Akhirnya, ia mengunjungi dokter lain sebagai harapan terakhirnya untuk mencari tahu apa yang telah terjadi. Setelah memeriksa kondisi dan berbagai perubahan dalam kehidupan Rina secara seksama, dokter mendiagnosis Rina menderita stres kerja.
Ternyata, empat bulan lalu, Rina dipromosikan menjadi pegawai administrasi senior, dan bertugas mengawasi tiga staf lainnya. Tanggung jawab dan beban kerja yang meningkat, membuatnya harus bekerja setelah jam kerja selesai. Ia menghadapi kesulitan menyeimbangkan beban kerja dengan tanggung jawab sebagai orangtua. Ia enggan mendiskusikan hal ini dengan penyelianya karena takut diturunkan jabatan, atau bahkan, kehilangan pekerjaan.
Rina merupakan satu dari jutaan pekerja di seluruh dunia yang harus menghadapi stres di tempat kerja. Dari berbagai survei yang dilakukan di Eropa, Amerika Serikat dan Australia, sekitar dua pertiga hingga setengah dari pekerja yang disurvei menyatakan bahwa mereka mengalami stres terkait kerja. Lebih dari 32 persen pekerja di Jepang melaporkan kegelisahan dan stres berlebihan di tempat kerja; sementara 20 persen pekerja di Korea melaporkan tekanan dan beban kerja yang tinggi.
Saat ini, banyak pekerja yang menghadapi tekanan lebih tinggi untuk memenuhi permintaan kehidupan kerja moderen. Risiko psikososial seperti kompetisi yang semakin meningkat, harapan lebih tinggi terhadap kinerja dan jam kerja yang lebih panjang berkontribusi pada tempat kerja yang menjadi lingkungan yang semakin stres. Dengan laju kerja didikte oleh komunikasi instan dan kompetisi global yang semakin meningkat, batas yang membatasi antara kehidupan kerja dan di luar kerja menjadi semakin sulit teridentifikasi.
Selain itu, akibat hubungan kerja yang telah berubah dan resesi ekonomi saat ini, para pekerja mengalami perubahan kelembagaan dan restrukturisasi, berkurangnya peluang kerja, semakin banyaknya kerja yang tidak pasti, rasa takut kehilangan pekerjaan, pemecatan massal dan pengangguran serta menurunnya stabilitas keuangan, dengan
konsekuensi serius terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan diri pekerja.
Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak perhatian yang diberikan kepada dampak risiko psikososial dan stres terkait kerja di kalangan para peneliti, praktisi dan pembuat kebijakan. Stres terkait kerja saat ini pada umumnya diakui sebagai sebuah persoalan global yang memengaruhi semua negara, profesi dan pekerja baik di negara maju maupun berkembang.
Selain dari kerangka hukum di atas, Indonesia juga meratifikasi Konvensi No. 187 Tahun 2006 mengenai Kerangka Kerja Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pada Agustus 2015. Sebagai bagian dari sistem K3 Nasional secara keseluruhan, Indonesia harus terus mendorong dan melaksanakan kesehatan dan keselamatan, termasuk kesehatan mental. Pencegahan bahaya psikososial harus menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja. Hal ini sangat penting karena tempat kerja selain menjadi sumber risiko psikososial yang penting juga merupakan tempat yang ideal untuk menangani risiko tersebut guna melindungi kesehatan dan kesejahteraan diri pekerja. ]
Liputan Khusus
Menuju lingkungan kerja yang bebas stres
• Undang-Undang (UU) Keselamatan Kerja (UU No.1/1970) sebagai UU utama mengenai K3 yang mencakup kesehatan mental (pasal 8, ayat 1) sebagai salah satu faktor dalam kesehatan dan keselamatan.
• UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 mencakup ketentuan-ketentuan menyeluruh mengenai K3, termasuk kesehatan mental (Pasal 35 ayat 3, Pasal 71 ayat 2c): Setiap pekerja memiliki hak untuk menerima perlindungan dari bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan, perlindungan dari imoralitas dan ketidaksenonohan, dan perlakuan yang menunjukkan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai agama.
UU ini juga menentukan bahwa tiap perusahaan harus menerapkan sebuah sistem manajemen K3 yang diintegrasikan ke dalam sistem manajemen umum perusahaan.
• UU Kesehatan No. 6/2009 mendedikasikan pasal 164-166 untuk kesehatan kerja, dengan menyatakan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan agar semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan dirinya atau komunitas mereka, dan untuk memperoleh produktivitas kerja optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. UU tersebut secara khusus menyebutkan tiap tempat kerja harus menyediakan layanan kesehatan kerja.
Hingga saat ini, Indonesia telah menaruh perhatian pada kesehatan mental melalui sejumlah peraturan:
Informasi lebih lanjut mengenai
aplikasi mengenai pencegahan stres
di tempat kerja ILO dapat dilihat di:
http://www.ilo.org/safework/info/
publications/WCMS_438081/lang--
en/index.htm
18
PADA 2015 ILO memperkirakan
satu kasus kecelakaan terjadi di tempat
kerja untuk setiap 100.000 pekerja tiap
harinya di Indonesia. Sementara itu,
Badan Penyedia Jaminan Sosial (BPJS)
Indonesia melaporkan bahwa 50.089
kasus kecelakaan
kerja didaftarkan
pada 2015. Ini
menunjukkan bahwa
keselamatan dan
kesehatan kerja
(K3) masih menjadi
persoalan besar di
negara ini.
Untuk
mempromosikan
tempat kerja
yang aman dan
sehat di negara ini, khususnya dalam
industri garmen, ILO berkerja sama
dengan Kementerian Ketenagakerjaan,
menyelenggarakan Pelatihan Ahli K3
Umum Bersertifikasi pada 11-22 April
2016 di Bogor, Jawa Barat. Pelatihan
tersebut diselenggarakan sejalan dengan
peringatan Hari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja se-Dunia.
Perwakilan 10 pabrik dari wilayah
Jakarta dan sekitarnya dan Jawa Barat
berpartisipasi dalam pelatihan. Umumnya
Liputan Khusus
Mengasah ahli K3,mendorong tempat kerja yang aman dan sehat
pelatihan K3 didominasi para peserta
laki-laki. Pelatihan ini terdiri dari tujuh
ahli K3 perempuan dan tiga ahli K3 laki-
laki. Pelatihan ditutup dengan sertifikasi
lulusan pelatihan sebagai ahli K3 oleh
Kementerian Ketenagakerjaan.
Setelah tersertifikasi sebagai ahli K3,
mereka akan ditugaskan dan berperan
sebagai sekretaris Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
di pabrik-pabrik tempat mereka bekerja.
Ini sesuai dengan Undang-Undang (UU)
No. 1/1970 mengenai Panitia Pembina K3,
yang menyatakan bahwa pabrik-pabrik
dengan lebih dari 100 pekerja harus
membentuk dan melaksanakan sebuah
Komite K3, khususnya di industri garmen
yang tergolong sebagai industri berisiko
menengah ke tinggi. Selain itu, UU
Ketenagakerjaan No. 13/2003 menyatakan
bahwa sekretaris P2K3 haruslah seorang
ahli K3 umum yang bersertifikasi.
“Pelatihan ini merupakan bagian dari
layanan pelatihan reguler BWI yang
diselenggarakan
untuk mitra-mitra
pabriknya. Pelatihan
juga mencerminkan
komitmen BWI
untuk mendorong
terwujudnya
lingkungan kerja
yang aman dan sehat,
khususnya di industri
garmen,” kata M.
Anis Agung Nugroho,
Manajer Operasional
BWI.
Anis menyimpulkan bahwa pelatihan
tahunan ini merupakan bagian dari upaya
untuk meningkatkan standar dan praktik
keselamatan di tingkat pabrik. “Walaupun
inisiatif kolaboratif ini dilakukan dengan
pemerintah, diharapkan inisiatif ini
dapat mengarah kepada produktivitas,
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
mendorong pertumbuhan yang lebih
sehat khususnya untuk industri garmen,”
ujarnya. ]
Pelatihan tersebut diselenggarakan ILO melalui Proyek Better Work Indonesia (BWI). BWI merupakan sebuah
program unik yang dilaksanakan oleh ILO dan International Finance Corporation (IFC), dengan dukungan dari
Sekretariat Negara untuk Urusan Ekonomi (SECO) Swiss dan Pemerintah Kerajaan Belanda. Proyek ini bertujuan
untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar-standar ketenagakerjaan dan mendorong daya saing dalam rantai
pasokan global.
19
20
Liputan Khusus
BANYAK orang yang mungkin
berpikir bahwa rumah adalah tempat
teraman. Namun kenyataannya, banyak
bahaya dan risiko yang mengintai dalam
lingkungan rumah tangga. Bahaya dan
risiko ini termasuk, antara lain, kasus
kebakaran, keracunan makanan, zat-zat
kimia, kecelakaan dan sebagainya.
Sebagai bagian dari upaya untuk
mempromosikan kerja layak bagi pekerja
rumah tangga (PRT), ILO menyusun
sebuah daftar periksa yang mudah
digunakan untuk memandu PRT dan
majikannya dalam meningkatkan kondisi
kerja dalam lingkungan rumah tangga
yang disebut sebagai Perbaikan Kerja
dalam Lingkungan Rumah Tangga (WIDE).
Daftar periksa ini menerapkan metode
partisipatif berdasarkan tindakan sukarela
untuk membantu diri sendiri. Metode ini
membantu baik pekerja dan majikan untuk
melakukan perbaikan segera dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia.
Merupakan alat bantu pertama yang
pernah ada, daftar periksa WIDE
dikembangkan oleh para ahli K3 ILO,
pengawas ketenagakerjaan Kementerian
Ketenagakerjaan, organisasi PRT,
agen rekrutmen, majikan PRT dan PRT
sendiri pada 2015. Guna memastikan
penerapannya, daftar periksa ini diujicoba
di Malang dan Surabaya, Provinsi Jawa
Timur. Di wilayah-wilayah percontohan
ini, PRT dilatih bagaimana menggunakan
daftar periksa tersebut dengan
menggunakan pelatihan berorientasi aksi
yang bersifat partisipatif (PAOT), dengan
memadukan pelatihan di kelas dengan
latihan praktis di rumah yang dibantu para
fasilitator K3.
Meningkatkan budaya K3 dalam pekerjaan rumah tangga
Mereka kemudian ditugaskan untuk
mengidentifikasi tiga kondisi kerja yang
baik dan tiga poin-poin perbaikan. Pada
akhir pelatihan, tiap peserta, didukung
para majikan mereka, diberikan waktu dua
bulan untuk memperbaiki tempat kerja
mereka dengan mengirimkan foto-foto
sebelum dan sesudah.
“PRT yang memahami K3 akan bekerja
lebih efektif dan ini akan memberikan
manfaat bagi pekerja dan pengusaha.
Mereka akan memahami bahwa kabel
listrik yang berantakan berbahaya dan
mereka akan responsif. Misalnya ketika
mereka melihat genangan air yang dapat
menjadi medium penyebaran penyakit,”
kata Arum Ratnawati, Kepala Penasihat
Teknis Proyek ILO untuk PRT.
Inisiatif WIDE dilakukan oleh ILO melalui
Proyek Mempromosikan Pekerjaan
Layak bagi PRT untuk Mengakhiri PRTA
(PROMOTE). Didanai Departemen
Perburuhan Amerika Serikat (USDOL),
Proyek PROMOTE bertujuan mengurangi
PRTA secara signifikan dengan
membangun kapasitas kelembagaan
para mitra guna mendorong Kerja yang
Layak untuk PRT secara efektif. Proyek ini
bertujuan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan keahlian untuk
mengurangi PRTA dan mendorong kerja
layak bagi PRT. ]
Kami menyentuh zat-zat kimia hampir setiap hari, dan tidak mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan
tersebut secara rinci. Mereka juga membersihkan kamar mandi menggunakan bahan kimia serta berurusan dengan listrik hampir setiap harinya. Karenanya, penting bagi kami untuk belajar mengenai keselamatan dan kesehatan terkait dengan pekerjaan kami.”
Daftar periksa WIDE terdiri dari delapan bidang yang relevan dengan perbaikan kondisi kerja dalam
lingkungan rumah tangga
1. Penanganan dan penyimpanan bahan;
2. Desain tempat kerja;
3. Keamanan mesin;
4. Lingkungan fisik;
5. Kesejahteraan sosial dan pengaturan kerja;
6. Upah dan tunjangan;
7. Komunikasi dan hak untuk sukses; dan
8. Situasi pekerja rumah tangga anak (PRTA)
Santy, PRT.