1

WARALABA NASIONAL INDUSTRI Bisnis Indonesia, 25 April 2016bigcms.bisnis.com/file-data/1/1564/7e24a3c6_Des15-AsuransiSompo... · ga kerja yang akan bekerja ke luar negeri. Adapun,

  • Upload
    hakhue

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: WARALABA NASIONAL INDUSTRI Bisnis Indonesia, 25 April 2016bigcms.bisnis.com/file-data/1/1564/7e24a3c6_Des15-AsuransiSompo... · ga kerja yang akan bekerja ke luar negeri. Adapun,

N I A G A & J A S A26 Senin, 25 April 2016

SEMINAR SUPERMENTOR

KETENAGAKERJAAN

Tenaga Kerja Bersertifikasi Minim

JAKARTA — Angka ten aga kerja Indo ne- sia yang telah bersertifikasi masih mi nim. Dari 120 juta angkatan kerja, tenaga ker ja yang bersertifikasi hanya sekitar 1,8%.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mengungkapkan sejak 2007 hing-ga saat ini total tenaga kerja yang telah disertifikasi tercatat sebesar 2,2 juta orang.

“Angka itu masih kecil dibandingkan dengan angkatan kerja, masih kurang dari 5%,” kata Ketua BNSP Sumarna Abdurah-man kepada Bisnis, Jumat (20/4).

Dia mengungkapkan dari 2,2 juta tena-ga kerja itu, sekitar 70% merupakan te na- ga kerja yang akan bekerja ke luar negeri. Adapun, jenis profesinya mencakup bi -dang pertanian dan perikanan, manufak-tur, jasa pariwisata, serta jasa keuangan.

Rendahnya angka tenaga kerja yang telah bersertifikasi tersebut, kata Sumarna, dipengaruhi oleh sejumlah faktor.

Pertama, belum semua lembaga pendi-dikan dan pelatihan mampu menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompe-tensi untuk siap diuji.

Kedua, gairah untuk mengikuti sertifi-kasi belum besar sebab permintaan dari industri belum tinggi. Di sisi lain, infra-struktur sertifikasi, seperti lembaga sertifi-kasi profesi dan assessor, juga belum tersedia di semua industri.

“Ujungnya itu adalah bagaimana mem-bentuk demand. Guna mempercepat serti-fikasi, kami akan mendorong Pak Menteri Ketenagakerjaan untuk memberikan insentif kepada industri yang mensyarat-kan sertifikasi dalam proses rekrutmen

tenaga kerja.”Tahun ini, BNSP menargetkan sertifikasi

terhadap 150.000 tenaga kerja, yang terdiri dari 110.000 tenaga kerja yang dibiayai BNSP dan 40.000 sertifikasi dari Kemen -terian Perindustrian, Kementerian Per ta -nian, serta Kementerian Komunikasi dan Informasi.

“Pada 2019 paling tidak ada 10% atau 10 juta tenaga kerja yang telah tersertifikasi,” tuturnya.

Adapun, selama kuartal I/2016, menu-rut Sumarna, pihaknya belum melakukan uji sertifikasi profesi karena masih dalam proses persiapan. Pelaksanaan sertifikasi diprediksi akan dimulai pada Juni/Juli.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif M. Dhakiri mengatakan pihaknya terus mendorong terbentuknya lembaga sertifikasi profesi untuk mempercepat peningkat an daya saing tenaga kerja Indonesia ter utama dalam konteks pene-rap an Masya rakat Ekonomi Asean.

Kementerian, lanjutnya, telah menyurati asosiasi dan industri terkait untuk mem-percepat pembentukan kerangka kualifi-kasi nasional Indonesia (KKNI) dan pene-rapan standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) sebagai basis untuk pelatihan sekaligus sertifikasi kompetensi.

“Kami membutuhkan dukungan dari beberapa pihak, terutama sektor-sektor yang belum cepat. Contohnya penerbang-an, KKNI-nya kita belum ada, standar kompetensinya juga belum padahal ruang ini sangat kompetitif,” katanya, beberapa waktu lalu. (Ropesta Sitorus)

KOMODITAS EKSPOR

Produk Unggulan Mulai Tak KompetitifJAKARTA — Sejumlah produk unggulan ekspor

dinilai sudah tak terlalu kompetitif di pasar internasional. Akibatnya, daya dorong produk tersebut terhadap kinerja ekspor nasional juga

berkurang

Ardhanareswari [email protected]

Data yang diolah Bisnis dari Badan Pusat Statistik (BPS) me -nunjukkan beberapa komoditas yang tergolong sebagai komodi-tas utama dan potensial ekspor mencatatkan penurunan kon-sisten, bahkan sebelum tren per-mintaan dunia melemah pada 2014-2015.

Salah satu komoditas dengan pe nurunan paling mencolok ada -lah produk elektronik. Sejak 2011-2015, ekspor elektronik membu-kukan penurunan dari segi volu-me ekspor. Penurunan terbesar terjadi pada 2013, yakni mencapai 13% dari sekitar 560.000 ton pada tahun sebelumnya menjadi 486.000 ton.

Karet juga mencatatkan penu-runan serupa meski tak sedalam produk elektronik. Volume ekspor karet dari Indonesia mencatatkan minus pada 2012 dan 2014 ma -sing-masing melemah 2,66% dan 2,23%. Pada 2015, ekspor karet tercatat naik tipis 0,43%.

Sementara itu, dari kelompok ko -moditas potensial ekspor kulit dan produk kulit membukukan penu-runan sejak 2011-2015. Volu me ekspor produk ini bahkan sem pat

terjungkal nyaris 33% pada 2014 dari 7.611 ton menjadi 5.131 ton.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) In -do nesia Mohammad Faisal meni-lai penurunan volume ekspor wa -jar terjadi sejak 2014 seiring de -ngan kelesuan perekonomian global yang menggerus per min-taan.

“Namun, sebagian produk ada yang memang demand-nya sudah berkurang sebelum perlambatan ekonomi. Yang permintaannya be rkurang , ber arti daya saingnya ber -kurang, misal- nya elektron-ik. [Ekspor e lek t ron ik] kita sudah me lemah pa -da hal pertum-buh an per -min taan du -nia terhadap pro duk ini ma sih 4%,” tuturnya ke -pa da Bisnis, Ka mis (21/4).

Persoa lan daya saing, me nurutnya,

menjadi salah satu pekerja an rumah terbesar yang ha rus dike-jar jika Indonesia tak mau mem-bukukan kinerja ekspor yang bu -ruk. Di sisi lain, selain daya saing, pelemahan volume ekspor juga bisa dipicu oleh kebutuhan global yang berkurang terhadap produk tersebut.

Faisal mengungkapkan, Indo-ne sia juga harus mewaspadai persaingan antarnegara yang memproduksi komoditas serupa. Di sektor tekstil misalnya, ada sejum lah negara baru yang mun-cul, seperti Vietnam dan Bang -ladesh. Dengan ongkos produksi yang lebih murah, importir bisa jadi mulai mengalihkan permin-taan pada negara-negara terse-but.

Masih mengutip data BPS, ken-dati masih dalam kisaran positif, pertumbuhan volume ekspor teks til dan produk tekstil relatif lemah. Pada 2011, kelompok ini bahkan membukukan penurunan ekspor sebesar 1,38% dari 1,97 juta ton menjadi 1,94 juta ton.

SISI PASOKANSecara terpisah, Kepala Depar -

temen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menuturkan selain pelemahan dari sisi permin-taan, penurunan juga disinyalir ter-jadi dari sisi pasokan atau supply.

“Kelompok produk olahan, se -perti makanan olahan misalnya, masih membutuhkan banyak bahan baku impor sedangkan saat ini impor seperti diharamkan, jadi biaya produksi meningkat dan akhirnya menurunkan daya saing,” katanya.

WARALABA NASIONAL

Minim Dukungan, Pertumbuhan Stagnan

JAKARTA — Perkembangan industri warala ba nasional dipandang stagnan lan-taran kurangnya edukasi dan dukungan pemerintah, di tengah semakin banyaknya merek asing yang menyerbu Indonesia.

Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) mengungkapkan jumlah pelaku usaha waralaba Tanah Air yang menjadi anggota saat ini tercatat sekitar 300 unit.

Jumlah ini lebih rendah dari posisi tahun lalu yang masih 450 unit. Sebagian besar waralaba tersebut merupakan merek asing.

Ketua Dewan Pengarah Wali Amir Kara- moy mengatakan iklim usaha dalam nege-ri tidak mendukung perkembangan bisnis waralaba secara maksimal.

Pemerintah dinilai hanya memberikan pelatihan tanpa pendampingan yang memadai. Di sisi lain, edukasi bisnis waralaba ke masyarakat masih minim.

Terbatasnya pengetahuan mengenai waralaba disebut sebagai salah satu faktor yang membuat pewaralaba lokal bertum-bangan, salah satunya akibat maraknya penipuan berkedok franchise.

“Selain itu, sebagian besar waralaba lokal hanya mempersiapkan diri untuk pasar domestik. Kalau mereka diajak ke luar, bilangnya tidak siap,” terangnya.

Hal ini mempengaruhi daya saing pe -laku usaha lokal. Wali mengakui banyak pelaku usaha kemitraan yang bermuncul-an, tetapi tidak cukup memenuhi syarat untuk masuk kategori waralaba.

Pada saat yang sama, serbuan merek asing di Tanah Air terus terjadi. Pasar domestik yang menggiurkan ternyata tak disia-siakan begitu saja oleh pelaku usaha asing.

Menurut Amir, pelaku usaha waralaba asing yang menyatakan minatnya untuk masuk ke Indonesia sekarang bertambah

tiga kali lipat.“Kalau dulu berkisar empat atau lima wa -

ra laba, sekarang bisa 15 sampai 17 me rek,” ungkapnya kepada Bisnis, Minggu (24/4).

Merek waralaba itu antara lain berasal dari Turki, Timur Tengah, Australia, Je -pang, Korea Selatan, AS, dan Eropa. Se -kitar 70% di antaranya bergerak di bidang kuliner, sedangkan sisanya di-speciality store, seperti salon, toko kacamata, serta klinik.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Aso -siasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Su -kandar mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah pewaralaba asing yang sudah menyatakan minatnya untuk masuk ke Indonesia sejak awal 2016.

“Akan tetapi, jumlah merek asing yang masuk ke Tanah Air cenderung mengala-mi kenaikan,” tuturnya.

STRATEGI DIASPORAUntuk mendorong penetrasi waralaba

lokal ke luar negeri, Amir menyatakan Wali dan Kamar Dagang dan Industri (Ka- din) tengah menyusun strategi meman-faatkan diaspora warga Indonesia di sejumlah negara.

“Jadi, kami masuk ke satu negara yang ada orang Indonesia yang sudah tinggal bertahun-tahun di sana. Mereka kami jadi-kan mitra,” jelasnya.

Langkah ini dinilai akan memudahkan pewaralaba untuk memahami iklim bisnis dan regulasi di negara tersebut. Untuk tahap awal, rencananya Wali bakal menga-jak maksimal 15 pewaralaba lokal yang sudah siap.

Rusia dan Australia menjadi negara tu -juan perdana dan rencananya akan dimu-lai pada pertengahan 2016 lewat sejumlah pameran di dua negara tersebut. (Annisa

Margrit)

Daya saing jadi PR terbesar yang harus segera diselesaikan.

Bisnis/Rahmatullah

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. Tigor M Siahaan (dari kanan) berbincang dengan Founder PT Jababeka Tbk. SD Darmono, Founder Foreign Policy Community of Indonesia Dino Patti Djalal, Direktur Telkomtelstra Erik Meijer dan CEO Bukalapak.com Achmad Zaky di sela-sela

acara Supermentor di Jakarta, Sabtu (23/4). Seminar tersebut bertujuan memberikan motivasi kepada generasi muda untuk memimpin masa depan Indonesia yang lebih baik.

Komoditas Utama 2010 2011 2012 2013 2014 2015TPT 1.970 1.942,81 1.957,24 2102,3 2.279,52 2.296,2Elektronik 561,23 564,74 557,89 486,14 458,56 408,92Karet 2.927,61 3.162,18 3078,08 3.371,55 3.296,32 3.310,4Hasil Hutan 8.922,08 9.042,6 9.254,48 9.857,36 10.117,49 9.998,64Udang 123,28 131,64 137,78 145,66 160,94 152,68

Komoditas PotensialKulit 7,1 8,23 8,13 7,61 5,13 4,47Alat medis 7,97 8 10,12 10,51 9,98 9,27Tanaman obat 13,47 6,12 4,58 27,13 68,43 37,76Makanan olahan 2.071,13 2.532,13 2.343,73 2.602,76 3.396,1 3.120,34Ikan 675,68 673,97 743,96 738,06 699,45 515,87

Perkembangan Ekspor SejumlahKomoditas Utama & PotensialPeriode 2011-2015 (ribu ton)

Sumber: BPS, diolah BISNIS/HUSIN PARAPAT

INDUSTRI

pusdok
Typewritten Text
Bisnis Indonesia, 25 April 2016
pusdok
Typewritten Text