59
MAKALAH SERUMEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

Wax (Serumen)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Wax (Serumen)

MAKALAH

SERUMEN

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI2008

Page 2: Wax (Serumen)

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

Daftar Gambar iii

Daftar Tabel iv

I. PENDAHULUAN 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2

2. 1. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TELINGA LUAR 2

2. 2. VASKULARISASI TELINGA LUAR 9

2. 3. PERSARAFAN DAN ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR 10

2. 3. 1. PERSARAFAN DAUN TELINGA DAN KANALIS

AKUSTIKUS EKSTERNUS 10

2. 3. 2. ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR 12

III. PEMBAHASAN 13

3. 1. SERUMEN 13

3. 1. 1. DEFINISI SERUMEN 13

3. 1. 2. KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN 14

3. 1. 3. FISIOLOGI SERUMEN 17

3. 1. 4. PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN 21

Page 3: Wax (Serumen)

3. 2. PENANGANAN SERUMEN 22

3. 2. 1. Zat serumenolisis 24

3. 2. 2. Penyemprotan telinga 26

3. 2. 3. Metode Kuretase 27

3. 3. KELAINAN MENGENAI SERUMEN 28

3. 3. 1. HIPERSERUMINOSIS 28

3. 3. 2. SERUMINAL GLAND ADDENOMA

(Ceruminoma, Hidradenoma) 29

3. 3. 3. CERUMINAL GLAND ADENOCARCINOMA 30

3. 3. 4. CERUMINOMA 30

IV. KESIMPULAN 33

DAFTAR PUSTAKA 34

Page 4: Wax (Serumen)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga 2

Gambar 2.2 Perkembangan Aurikula 3

Gambar 2.3 Embriologi Aurikula dan Kanalis Akustikus Eksternus 4

Gambar 2.4 Liang Telinga 5

Gambar 2.5 Batas-Batas Kanalis Akustikus Eksternus 7

Gambar 2.6 Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus 8

Gambar 2.7 Wilayah Persarafan Aurikula 11

Gambar 2.8 Persarafan Kanalis Akustikus Eksternus 11

Gambar 2.9 Aliran Limfatik Kelenjar Getah Bening pada Kepala dan Leher 12

Gambar 3.1 Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering 14

Gambar 3.2 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus 23

Gambar 3.3 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator 23

Gambar 3.4 Cara Penyemprotan Telinga 26

Gambar 3.5 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen 27

Gambar 3.6 Pengambilan Serumen dengan Suction 28

Gambar 3.7 Macam-macam Serumen 31

Page 5: Wax (Serumen)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perdarahan Aurikula 9

Tabel 2.2 Persarafan Aurikula 10

Page 6: Wax (Serumen)

I. PENDAHULUAN

Serumen umumnya dapat ditemukan di kanalis akustikus eksternus. Serumen

merupakan campuran dari material sebaseus dan hasil sekresi apokrin dari glandula

seruminosa yang berkombinasi dengan epitel deskuamasi dan rambut. (5)

Bila lama tidak dibersihkan serumen akan menimbulkan sumbatan pada kanalis

akustikus eksternus. Keadaan ini disebut serumen obturans (serumen yang menutupi

kanalis akustikus eksternus). Sumbatan serumen kemudian dapat menimbulkan

gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan

menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.

Sumbatan serumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi antara lain

dermatitis kronik liang telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen yang

banyak dan kental, adanya benda asing di liang telinga, eksostosis di liang telinga,

terdorongnya serumen oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, dan

kebiasaan mengorek telinga.

Bila terjadi pada kedua telinga maka serumen obturans ini menjadi salah satu

penyebab ketulian pada penderita. Suara dari luar tak dapat masuk ke dalam telinga

dan dengan demikian suara tidak dapat menggetarkan oleh membran timpani.

Page 7: Wax (Serumen)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TELINGA LUAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga luar dapat dibagi menjadi aurikula (pinna) dan liang telinga

(canalis acusticus eksternus/CAE). Telinga luar dipisahkan dengan telinga dalam

oleh membran timpani. aurikula dan 1/3 lateral liang telinga tediri dari kartilago

elastis yang secara embrional berasal dari mesoderm dan sejumlah kecil jaringan

subkutan yang ditutupi oleh kulit dan adeneksanya. Hanya lobulus pinna yang tidak

memiliki kartilago dan terdapat lemak. (2)

Page 8: Wax (Serumen)

Gambar 2.2 Perkembangan Aurikula

Aurikula berasal dari enam tonjolan mesenkim, tiga tonjolan dari arkus brankial

pertama dan lainnya dari arkus brankial kedua. Pada kehamilan yang normal

tonjolan mesenkim kartilaginosa bersatu membentuk aurikula. Aurikula akan

berpindah posisi menjadi lebih tinggi yaitu dari posisi semula dekat comissura

lateralis oris ke area temporal dengan pertumbuhan selektif dari mandibula. (2)

Kanalis akustikus eksterna merupakan derivat dari celah brankial pertama

ektodermantara mandibula (I) dan lengkung hyoid (II). Epitel yang melapisi celah

ini bertemu dangan endoderm dari lengkung faringeal pertama yang kemudian

membentuk membran timpani dan menjadi batas medial dari kanalis akustikus

eksterna. Jaringan ikat yang berasal dari mesoderm ditemukan antara ektoderm dan

endoderm dan kemudian menjadi lapisan fibrosa membran timpani. Karena

embriologinya yang berasal dari ektoderm, kanalis akustikus eksternus, termasuk

permukaan lateral membran timpani, dilapisi oleh epitel skuamosa. (2)

Page 9: Wax (Serumen)

Gambar 2.3 Embriologi Aurikula dan Kanalis Akustikus Eksternus

Page 10: Wax (Serumen)

Proses kanalisasi lengkap terjadi pada minggu ke-12 kehamilan, pada saat itu

kanalis akustikus eksternus telah dilapisi oleh jaringan epitel. Kemudian akan

terjadi rekanalisasi pada minggu ke-28 kehamilan. (2)

Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari kartilago yang dilapisi kulit.

Bentuk kartilago ini unik dan harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan

ini karena dapat menjaga telinga luar dari trauma. (1) Kulit pada permukaan luar

daun telinga melekat erat pada kartilago di bawahnya beserta jaringan ikat dari

dermis yang padat membentuk perikondrium. Sebaliknya, kulit permukaan

belakang daun telinga mempunyai lapisan subkutan sejati. Keadaan daun telinga

serta posisi daun telinga yang terbuka merupakan penyebab timbulnya sebagian

besar masalah klinis yang mengenai daun telinga yaitu trauma, kontak langsung

dengan cuaca, dan infeksi. Pengumpulan cairan akibat proses-proses tersebut seperti

adanya pus dan hematom mengakibatkan terpisahnya perikondrium dari kartilago.

Bila proses ini tidak segera diatasi maka akan terjadi nekrosis kartilago karena

terganggunya perfusi nutrisi dari pembuluh darah perikondrium. (3)

Gambar 2.4 Liang Telinga. a. bagian kartilaginosa. b. bagian osseus

Page 11: Wax (Serumen)

Kanalis akustikus eksternus dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian luar, 40% dari

CAE, adalah bagian kartilaginosa dan terdapat lapisan tipis jaringan subkutan

diantara kulit dan kartilago. (2) Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal

dari bagian tulang, selain itu juga mengandung folikel rambut yang banyaknya

bervariasi tiap individu namun ikut membantu menciptakan suatu sawar dalam

liang telinga. (1) Bagian dalam, 60% dari CAE, adalah bagian osseus terutama

dibentuk oleh timpanic ring dan terdapat jaringan lunak yang sangat tipis antara

kulit, periosteum dan tulang. (2) Anatomi bagian ini sangat unik karena merupakan

satu-satunya tempat dalam tubuh dengan kulit langsung terletak di atas tulang tanpa

adanya jaringan subkutan. Dengan demikian daerah ini sangat peka dan tiap

pembengkakan akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi. (1)

Terdapat penyempitan pada petemuan bagian kartilaginosa dan bagian osseus

kanalis akustikus eksternus yang disebut isthmus. (2)

Panjang kanalis akustikus eksternus pada orang dewasa rata-rata 2,5 cm. Karena

posisi membran timpani yang miring, maka bagian posterosuperior kanalis

akustikus eksternus lebih pendek 6 mm dari bagian anteroinferior. Kanalis

akustikus eksternus membentuk kurva seperti huruf S arah superior dan posterior

dari lateral ke medial. Kanalis akustikus eksternus juga mengarah ke hidung

sehingga pada pemeriksaannya aurikula perlu ditarik ke superior, lateral dan

posterior untuk meluruskan kanalis akustikus eksternus. (2)

Bagian lateral kanalis akustikus eksternus dibatasi oleh meatus. Bagian medial

dibatasi oleh membran tympani dan bagian squamosa tulang temporal yang menjadi

barier yang baik terhadap penyebaran infeksi bila membran tersebut utuh. Bila

terjadi perforasi membran tympani infeksi dapat menyebar kembali dan terus

menyebar dari telinga tengah ke kanalis akustikus eksternus. Tympanic ring yang

berbentuk seperti tapal kuda dan bagian squamosa tulang temporal memisahkan

kanalis akustikus eksternus dengan fossa cranial media, yang jarang terjadi

penyebaran infeksi secara langsung ke intracranial. (2)

Page 12: Wax (Serumen)

Gambar 2.5 Batas-Batas Kanalis Akustikus Eksternus

Batas posterior kanalis akustikus eksternus adalah kavum mastoid. Beberapa

pembuluh darah masuk ke kanalis akustikus eksternus, khususnya sepanjang sutura

tympanomastoid. Infeksi dapat menyebar secara hematogen melalui segmen

mastoid ini. Dari posterior ke bagian kartilaginosa kanalis akustikus eksternus

terdapat jaringan ikat tebal mastoid yang dapat menyebabkan infeksi sekunder.

Batas superior kanalis akustikus eksternus adalah fossa infratemporal dan basis

kranii.infek yang meluas sampai ke atap kanalis akustikus eksternus dapat meluas

ke strukturr ini. Batas anteriornya adalah kelenjar parotis dan temporomandibular

junction. (2)

Pada kanalis akustikus eksternus terdapat tiga mekanisme pertahanan pelindung

yaitu tragus dan antitragus, kulit degan lapisan serumen, dan isthmus. Tragus dan

antitragus membentuk barier parsial terhadap benda asing makroskopik. Kulit pada

bagian kartilaginosa memiliki banyak sel rambut dan kelenjar apokrin seperti

TMJ

Superficial temporal A & VAuriculotemporal nerveParotid glandPreauricular lymph node

INFERIOR

SUPERIOR

MEDIAL LATERAL

External Ear Canal RelationshipExternal Ear Canal Relationship

Carotid Facial

nerveStyloid process

Parotid GlandDigastric muscleJugular

Bulb

Middle ear

Mastoid

Outside world

Middle cranial fossa

POSTERIOR

Adapted from: Wright, Scott-Brown’s Otolaryngology,1992

ANTERIOR

Page 13: Wax (Serumen)

halnya kelenjar seruminosa. Ketiga struktur adeneksa ini bersama-sama

memberikan fungsi proteksi dan biasa disebut unit apopilosebaseous. (2) Eksfoliasi

sel-sel epitel skuamosa ikut berperan dalam pembentukan materi sebagai lapisan

pelindung penolak air pada dinding kanalis ini. Gabungan berbagai bahan ini

membentuk suasana asam dengan pH 6, yang berfungsi mencegah infeksi.migrasi

sel epitel yang terlepas juga membentuk suatu mekanisme pembersihan sendiri dari

membran timpani ke arah luar. (1)

Gambar 2.6 Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus (2)

Invaginasi epidermis membentuk dinding terluar dari folikel rambut dan tangkai

rambut membentuk dinding bagian dalam. Saluran folikularis merupakan ruangan

antara kedua struktur ini. Alveoli dari kelenjar sebasea dan apokrin kosong sampai

dengan pendek, duktus ekskretorius yang lurus, dan bemuara ke saluran folikularis.

Sumbatan pada salah satu bagian dari salah satu sistem kelenjar ini merupakan

faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. (2)

Kanalis akustikus eksternus yang normal memiliki struktur proteksi dan

pembersihan sendiri. Lapisan serumen berangsur-angsur berjalan pada salurannya

Page 14: Wax (Serumen)

yaitu setelah bagian isthmus ke bagian lateral kanalis akustikus eksternus dan

kemudian keluar dari telinga. Pembersihan kanalis akustikus eksternus yang

berlebihan, baik karena alat maupun sebagai suatu tindakan, dapat mengganggu

barier pelindung primer dan dapat memicu terjadinya infeksi. Variasi individu pada

anatomi kanalis akustikus eksternus dan konsistensi produksi serumen dapat

menjadi predisposisi terjadinya penumpukan serumen pada beberapa orang. (2)

2. 2. VASKULARISASI TELINGA LUAR

Aurikula dan kanalis akustikus eksternus menerima perdarahan dari arteri

temporalis superfisialis dan cabang aurikularis posterior yang merupakan cabang

dari arteri karotis eksterna.

Sedangkan aliran vena dari aurikula dan meatus yaitu melalui vena temporalis

superfisiali dan vena aurikularis posterior kemudian bersatu membentuk vena

retromandibular yang biasanya terpisah dan keduanya bertemu di vena jugularis,

pertemuan terakhir terdapat pada vena jugularis eksterna namun demikian juga

menuju ke sinus sigmoid melalui vena emissarius mastoid.

Branch Parent Artery Region Supplied

- Superficial temporal

artery

Roof & anterior portion of the canal

Deep

auricular

Maxillary artery Anterior meatal wall skin, epithelium of

the outer surface of the tympanic

membrane

Auricular Posterior auricular artery Posterior portion of the canal

Tabel 2.1 Perdarahan Aurikula

Page 15: Wax (Serumen)

2. 3. PERSARAFAN DAN ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR

2. 3. 1. PERSARAFAN DAUN TELINGA DAN KANALIS

AKUSTIKUS EKSTERNUS

Persarafan sensoris ke aurikula dan canalis akustikus eksternus berasal dari

persarafan kranialis dan kutaneus dengan kontribusi dari cabang

aurikulotemporal N. Trigeminus (V), N. Fasialis (VII), dan N. Vagus (X).,

dan juga N. Aurikularis magna dari pleksus servikalis (C 2-3). Otot motorik

ekstrinsik telinga, yaitu pada bagian anterior, superior, dan posterior

aurikula dipersarafi N. Fasialis (VII).

Nerve Derivation Region Supplied

Greater auricular Cervical plexus

C2.3

Permukaan medial dan permukaan

lateral bagian posterior

Lesser occipital Cervical plexus

C2.3

Bagian superior dari permukaan

medial

Auricular Vagus Concha , antihelix, sebagian

eminentia concha (permukaan

medial)

Auriculotemporal Mandibular (N. V3) Tragus, crus of helix, perbatasan

helix

Facial (N. VII) Kemungkinan menyuplai sebagian

kecil dari akar konka

Tabel 2.2 Persarafan Aurikula

Page 16: Wax (Serumen)

Gambar 2.7 Wilayah Persarafan Aurikula

Gambar 2.8 Persarafan Kanalis Akustikus Eksternus

VII

C3 V

X

Page 17: Wax (Serumen)

2. 3. 2. ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR

Gambar 2.9 Aliran Limfatik Kelenjar Getah Bening pada Kepala dan Leher

Aliran limfatik kanalis akustikus eksternus merupakan saluran yang penting

pada penyebaran infeksi. Bagian anterior dan posterior terdapat aliran limph

dari kanalis akustikus eksternus menuju ke limfatik pre-aurikular didalam

kelenjar parotis dan kelenjar getah bening leher profunda bagian superior.

Bagian inferior kanalis akustikus eksternus aliran limphnya menuju ke

kelenjar getah bening infra aurikular dekat angulus mandibularis. Sedangkan

bagian posterior menuju ke kelenjar getah bening post aurikular dan kelenjar

getah bening leher profunda superior.

Page 18: Wax (Serumen)

III. PEMBAHASAN

3. 1. SERUMEN

Serumen biasanya ditemukan di kanalis akustikus eksternus yang merupakan

pertahanan penting dalam upaya mencegah terjadinya infeksi. Meskipun demikian,

orang terkadang mengabaikan pentingnya kebersihan telinga. Keadaan ini akan

terus berlanjut dan menyebabkan hilangnya pertahanan terhadap infeksi dan

kemudian dapat pula mengakibatkan sumbatan oleh serumen, yang menunjukkan

gejala berupa gangguan pendengaan. (12)

3. 1. 1. DEFINISI SERUMEN

Serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi apokrin

dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan rambut.(5)

Kata serumen umumnya disinonimkan dengan earwax (lilin telinga), namun

ada pendapat yang mengatakan bahwa secara teknis kedua kata ini berbeda.

Serumen ditujukan hanya pada hasil sekresi dari kelenjar seruminosa pada

kanalis akustikus eksternus, dan ini merupakan salah satu unsur yang

membentuk earwax. Komponen lainnya berupa lapisan besar hasil

deskuamasi keratin skuamosa (sel-sel mati, penumpukan sel pada lapisan

luar kulit), keringat, sebum dan bermacam-macam substansi asing. Subtansi

asing ini dapat berupa zat-zat eksogen yang dapat masuk ke kanalis

akustikus eksternus, contohnya spray rambut (hair spray) sampo, krim untuk

mencukur janggut, bath oil, kosmetik, kotoran dan sejenisnya. Komponen

utama earwax adalah keratin.

Namun, karena perbedaan serumen dan keratin tidak merupakan suatu hal

yang mendasar maka keduanya akan disebut sebagai serumen. (13)

Page 19: Wax (Serumen)

3. 1. 2. KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian kartilaginosa

kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak

kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen.

Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus

bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan

pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri.terdapat

perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada

beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya

cenderung terbentuk massa serumen yang secara periodik menyumbat liang

telinga. (3)

Gambar 3.1. Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering

Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering

dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras. (13)

Page 20: Wax (Serumen)

Serumen tipe basah dan tipe kering

Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan dengan

orang ras non-Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras

Oriental, memilki karakteristik kering, berkeping-keping, berwarna kuning

emas dan berkeratin skuamosa yang disebut rice-brawn wax. Serumen pada

ras non-Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak

ataupun keras (Gambar 3.1). Perkembangan serumen dipengaruhi oleh

mekanisme herediter, alel serumen kering bersifat resesif terhadap alel

serumen basah. Yang cukup menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax

berhubungan dengan rendahnya insidensi kanker payudara. Namun, ini

bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena kelenjar seruminosa dan

kelenjar pada payudara sama-sama merupakan kelenjar eksokrin. (13)

Serumen tipe lunak dan tipe keras

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe

lunak dan serumen tipe kering :

Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih

sering pada orang dewasa.

Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan

bersisik.

Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada

serumen tipe keras.

Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling

sering kita temukan di tempat praktek. (13)

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan

konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen

yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila

dijumpai maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria. (5)

Page 21: Wax (Serumen)

Warna sebenarnya dari serumen tidak dapat diketahui hanya melalui mata

telanjang namun harus dilakukan apusan setipis-tipisnya dari sampel.

Pigmen yang menjadi zat pemberi warna pada semen masih belum dapat

teridentifikasi. (13)

Kanalis akstikus eksternus memiliki banyak struktur yang berperan dalam

produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar seruminosa yang

berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip

dengan kelenjar keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini

memproduksi peptide, padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut

pada kanalis akustikus eksternus yang mensekresi asam lemak rantai

panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol. (12)

Sel epidermal terdapat sepanjang telinga luar yang identik pada permukaan

kulit. Sehingga kita dapat memprediksi proses generasi dari kulit tersebut,

dari migrasi hingga pengeluarannya. Bila hal ini terjadi di kulit luar sel-sel

dapat dengan mudah jatuh. Namun pada telinga kecil kemungkinannya

untuk tidak menumpuk. Sel-sel yang mengalami deskuamasi ini terkumpul

pada kanalis akustikus eksternus dalam bentuk lapisan, dan menjadi 60%

dari berat total serumen. Serumen juga terdiri atas lisosim, suatu enzim anti

bakteri yang dapat merusak sel dinding bakteri. Genetik mempengaruhi tipe

serumen secara signifikan. Ras kaukasia dan afrika-amerika memiliki

serumen dengan warna terang sampai coklat gelap lengket dan basah. Ras

asia dan ras amerika latin memiliki serumen abu-abu atau coklat muda,

mudah patah dan kering yang berhubungan dengan jumlah lemak yang

sedikit dan granula pigmen. (12)

Serumen diproduksi di sepertiga luar bagian kartilaginosa kanalis akustikus

eksternus. Komponen utama dari serumen merupakan hasil akhir dari siklus

HMG-KoA reduktase, bernama skualan, lanosterol. Tipe serumen telah

digunakan oleh antropologis untuk melihat pola migrasi manusia. Perbedaan

tipe serumen berkaitan dengan perubahan dasar tunggal (suatu polimorfisme

Page 22: Wax (Serumen)

nukleotida tunggal/ single nucleotide poly morphism) pada gen yang dikenal

gen C-11 rantai yang berikatan dengan ATP (“ATP- binding cassette C-11

gene”). Selain mempengaruhi tipe serumen, mutasi ini dapat juga

menurunkan produksi keringat. Penelitian ini bermanfaat pada ras Asia

Timur dan Amerika Latin yang tinggal di daerah beriklim dingin. (11)

3. 1. 3. FISIOLOGI SERUMEN

Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga kanalis

akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan

mambasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda

asing, menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam

organisme, polutan, dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar

4-5). pH ini tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat

membantu menurunkan resiko infeksi pada kanalis akustikus eksternus. (12)

Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda

dari kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan

keratin dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi

dalam kanalis akustikus eksternus migrasi epitel squamosa merupakan cara

utama untuk kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum

korneum dalam membran timpani bergerak secara radial dari arah area

anular membran timpani secara lateral sepanjang permukaan dalam kanalis

akustikus eksternus. Sel berpindah terus ke lateral sampai mereka

berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan akhirnya dilepaskan,

ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta keberadaan membran

basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus ke lubang lateral

pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan mekanisme

pembersihan alami dalam kanalis akustikus eksternus, dan bila terjadi

disfungsi akan menyebabkan infeksi. (5)

Page 23: Wax (Serumen)

Sejumlah kecil serumen ditemukan pada kanalis akustikus eksternus, bila

tidak ditemukan maka menjadi tanda patologis terjadinya otitis eksterna

kronis. Serumen dapat dikeluarkan dengan suction, kuret, dan dengan

membersihkan seluruh canal profunda dan seluruh membran timpani. (5)

Beberapa pasien mungkin mengeluh tidak nyaman pada telinganya ketika

ada sejumlah serumen dan mungkin dibutuhkan pembersihan. Pembersihan

dengan penyemprotan sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran

timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena

akan menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak.(5)

Serumen dapat membantu menurunkan resiko otitis eksterna akut difusa.

Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis

akustikus eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang

tidak tepat seperti menggunakan tusuk gigi, pensil, dan sebagainya. Bila

tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi robeknya epidermis

organisme dapat menginfeksi daerah tersebut. Organisme yang sering

menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococci. Bila

suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan, kerusakan epidermis

ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang juga disebut

“swimmwer’s ear”. (ms) bakteri lain yang dapat menginfeksi antara

Candida albicans, Tturicella otitidis, dan Alloiococcus otitis namun

jumlahnya tidak banyak. (10)

Fungsi Serumen (11)

Membersihkan

Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses

yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel ditambah

dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk

ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo ke

Page 24: Wax (Serumen)

dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar dari kanalis

akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga

membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar.

Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan kotoran yang

menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan

harapan pengeluaran kotoran.

Lubrikasi

Lubrikasi mensegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit

kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi

diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh

kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung

kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang

banyak, dan alcohol.

Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal

Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak

studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap

beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan

kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae,

staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang

biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan

oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan

adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif

rendah pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal).

Dulu dikatakan bahwa serumen juga melindungi telinga tengah dari infeksi

bakteri dan fungi. Beberapa penulis mengatakan bahwa serumen yang

tertahan dapat menjadi barier untuk membantu pertahanan tubuh melawan

infeksi telinga namun secara klinik dan biologi fungsi ini tampak cukup

lemah. (10)

Page 25: Wax (Serumen)

Diduga serumen memainkan peranan penting dalam meningkatkan sistem

pertahanan tubuh dalam merespon infeksi. Mungkin paparan bakteri dapat

menginduksi peningkatan regulasi komponen anti bacterial pada serumen.

Meskipun demikian serumen pasien dengan otitis eksterna tampak tidak

memiliki asam lemak poli unsaturated anti bacterial. Namun alasan dari

pernyataan ini tidak jelas. Secara empiris serumen hanya berfungsi

mengeluarkan keratin.

Studi imunohistokimia menduga terdapat reaksi imun yang dimediasi oleh

antibodi yang ada pada serumen dan menjaga kanalis akustikus eksternus

dari infeksi. Epidermis dan dermis memiliki kelenjar seruminosa dan

sebasea dengan pilar folikel yang dengan cepat dapat mengaktivasi reaksi

imun lokal termasuk IgA dan IgG.

Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus namun

terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Selama sisa keratin

bersifat hidrofilik masuknya air dapat bercampur dengan serumen dan

menyebabkan sumbatan yang total, yang menyebabkan ketulian atau

perasaan penuh. Serumen yang tidak menyumbat secara sempurna kanalis

akustikus eksternus tidak akan menyebabkan ketulian. Ini dapat terjadi bila

serumen benar-benar menyumbat kanalis akustikus eksternus, sumbatan ini

juga tejadi bila pasien mendorong kumpulan serumen ke bagian dalam

kanalis akustikus eksternus. Biasanya disebabkan oleh cotton bud. (5)

Ketika serumen terperangkap dalam kanalis akustikus eksternus dengan

keadaan hampa udara dapat melalui membran timpani dan pasien merasa

telinganya tersumbat dan terjadi tuli ringan. Jika serumen menekan

membran timpani pergerakan serumen atau membran timpani dapat

menimbulkan nyeri. Serumen harus dikeluarkan dengan hati-hati sehingga

tidak menyebabkan trauma pada kanalis akustikus eksternus atau membran

timpani. Jika itu memungkinkan maka sebaiknya serumen dikeluarkan

Page 26: Wax (Serumen)

dengan suction atau kuret. Irigasi dengan air harus dihindari karena dapat

memperburuk situasi jika ada perforasi membran timpani. (4)

3. 1. 4. PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN

Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan

korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut

Gangguan Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan

serumen. (13)

Keratosis Obturans

Beberapa pasien mendapati adanya benda yang putih seperti mutiara pada

telinga mereka dan terbentuk dari keratin skuamosa yang terkompresi. Jenis

ini sangat sulit untuk dibersihkan. Bila berlanjut lembar keratin akan

berdeskuamasi sampai ke lumen kanalis akustikus eksternus dan massa akan

bertambah banyak. Tekanan dari massa ini akan menimbulkan erosi pada

tulang kanalis akustikus eksternus. (13)

Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa impaksi serumen bukan karena

overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena ketidakmampuan

korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Pada orang normal,

korneosit terpisah satu sama lain sejalan dengan migrasi stratum korneum ke

lateral dari bagian profunda ke jaringan ikat superfisial di kanalis akustikus

eksternus bagian dalam. Bila proses ini gagal, lembara keratin tidak

mengalami migrasi secara normal, sehingga terjadi akumulasi di kanal

bagian dalam. (13)

Ketidakmampuan korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang hilang

yaitu “keratinocyte attachment-destroying substance”(KADS). Menurut

teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan menjadi bagian yang

kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan

akan mencapai bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya

Page 27: Wax (Serumen)

akan terbentuk akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk

massa sumbatan. (13)

Faktor lain yang mempengaruhi adalah steroid sulfatase yaitu enzim

arylsulfatase-C yang normalnya terdapat di sel epithelial, fibroblast, dan

leukosit. Enzim ini diketahui dapat membantu proses deskuamasi sel

epidermal. Kohesi sel di stratum korneum dijaga oleh kolesterol sulfat yang

berfungsi sebagai perekat intraselular. Steroid sulfat diyakini menghambat

kerja kolesterol sulfat dan melepaskan ikatan antar sel. Pad orang normal,

aktivitas steroid sulfat lebih banyak di epithelium kanalis akustikus

eksternus profunda daripada di kanalis superfisial. Jadi, steroid sulfat

bertanggung jawab terhadap pemisahan keratosit dan migrasinya ke arah

luar. Juga tehadap iktiosis resesif X-linked, keratin menjadi terakumulasi

dan berwarna coklat gelap. (13)

3.2. PENANGANAN SERUMEN

Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-alat. Irigasi

yang merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis akustikus eksternus

tetapi hanya boleh dilakukan bila membran timpani pernah diperiksa sebelumnya.

Perforasi membran timpani memungkinan masuknya larutan yang terkontaminasi

ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan air yang terlalu

keras kearah membran timpani yang atrofi dapat menyebakan perforasi. Liang

telinga dapat diirigasi dengan alat suntik atau yang lebih mudah dengan botol irigasi

yang diberi tekanan. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga keatas

dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan sepanjang dinding

superior kanalis akustikus ekstenus sehingga arus yang kembali mendorong

serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung dalam wadah yang dipegang

erat dibawah telinga dengan bantuan seorang asisten sangat membantu dalam

mengerjakan prosedur ini. (3)

Page 28: Wax (Serumen)

Gambar 3.2 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus (3)

Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah

jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting

pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat

sensitif terhadap alat-alat. Dinding posterior dan superior kanalis akustikus

eksternus kurang sensitif sehingga pelepasan paling baik dilakukan disini.

Kemudian serumen yang lepas dipegang dengan cunam dan ditarik keluar. (3)

Gambar 3.3 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator (1)

Page 29: Wax (Serumen)

Pemeriksaan gendang telinga mungkin pembersihan lebih lanjut dengan irigasi.

Penghisapan digunakan untuk mengeluarkan serumen yang basah dan untuk

mengeringkan liang ini. Dapat juga digunakan aplikator logam berujung kapas.

Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum pengangkatan

untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah gliserit peroksida dan

dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan

dengan hati-hati, karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang

telinga dan menyebabkan otitis eksterna. (3)

Membersihkan serumen dari lubang telinga tergantung pada konsistensi serumen

itu. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan mempergunakan kapas yang

dililitkan pada peilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau

kuret, sedangkan apabila dengan cara in sukar dikeluarkan, dapat diberikan karbon

gliserin 10% dulu selam 3 hari untuk melunakkannya. Atau dengan melakukan

irigasi teinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Perlu

diperhatikan sebelum melakukan irigasi telinga, riwayat tentang adanya perforasi

membran timpani, oleh karena pada keadaan demikian irigasi telinga tidak

diperbolehkan. Sumbatan lubang telinga oleh pelepasan kulit sebaiknya dibersihkan

secara manual dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas daripada dengan

irigasi.

3. 2. 1. Zat serumenolisis

Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes telinga

waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak

mineral, hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex. Pemakaian preparat

komersial untuk jangkan panjang atau tidak tepat dapat menimbulkan

iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak.

Pada serumen tipe basah biasanya diperlukan untk melembutkan serumen

sebelum dikeluarkan. Proses ini digantikan oleh zat serumenolisis dan

keadaan ini tercapai dengan mengunakan lautan yang bersifat

Page 30: Wax (Serumen)

serumenolytik agen yang digunakan pada kanalis telinga biasanya dipakai

untuk pengobatan di rumah. (11)

Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organic. (13)

Solutio aqueos tersusun atas air yang dapa dengan baik memperbaiki

masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya :

- 10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)

- 3% hidrogen peroksida

- 2% asam asetat

- Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai

lubrikan, dan tidak berefek mengubah intergitas keratin skuamosa, antara

lain :

- Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine

- Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil,

baby oil, olive oil)

- Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)

- Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)

- Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives

Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat menimbulkan

reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Dan pembersihan serumen

yang tidak tuntas dapat menyababkan superinfeksi jamur. Komplikasi lain

yang mungkin adalah ototoksisitas yang dapat terjadi bila terdapat

perforasi. (13)

Zat serumenolitik ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum

pengangkatan serumen (11)

Page 31: Wax (Serumen)

3. 2. 2. Penyemprotan telinga

Beberapa serumen bisa dilunakkan, ini bisa dikeluarkan dari kanalis

telinga dengan cara irigasi. Larutan irigasi dialirkan di canalis telinga yang

sejajar dengan lantai, mengambil serumen dan debris dengan larutan

irigasi mengunakan air hangat (37oC), larutan sodium bicarbonate atau

larutan dan cuka untuk mencegah sekunder infeksi. (11)

Gambar 3. 4 Cara Penyemprotan Telinga (5)

Page 32: Wax (Serumen)

3. 2. 3. Metode Kuretase (3,11)

Gambar 3.5 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen (6)

Serumen biasanya diangkat dengan sebuah kuret dibawah pengamatan

langsung. Perlu ditekankan disini pentingnya pengamatan dan paparan

yang memadai,. Umumnya kedua faktor tersebut paling baik dicapai

dengan penerangan cermin kepala dan suatu speculum sederhana. Irigasi

dengan air memakai spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-

akhir ini sebagian dokter lebih memilih suatu alat irigasi yang biasa

digunakan pada kedokteran gigi. Sementara aurikula ditarik ke atas

belakang untuk meluruskan lubang telinga, air dengan suhu tubuh

dialirkan dengan arah posterosuperior agar dapat lewat diantara massa

serumen dengan dinding belakang lubang telinga. Namun pada sejumlah

kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali dilakukan, pasien masih saja

mengeluhkan telinga yang tesumbat dan pada pemeriksaan masih terdapat

sumbat yang besar. Pada kasus demikian, kadang-kadang dilakukan

pengisapan. Forsep alligator tipe Hartmann juga berguna pada sumbat yag

keras. Dalam melakukan irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak

membran timpani. Jika tidak dapat memastikan keutuhan membran

timpani, sebaiknya irigasi tidak dilakukan.

Page 33: Wax (Serumen)

Gambar 3.6 Pengambilan Serumen dengan Suction

3. 3. KELAINAN MENGENAI SERUMEN

3. 3. 1. HIPERSERUMINOSIS (6)

Hiperseruminosis merupakan akumulasi abnormal dari serumen.

Penyebabnya dapat karena kerusakan saat memproduksi atau kerusakan

pada saat pembersihan. Hasil produksi serumen mungkin berhubungan

dengan infeksi, walaupun kebanyakan etiolologinya tidak jelas. Sumbatan

yang terjadi pada pasien dengan efek serumen menunjukkan adanya

lapisan keratin berlebihan yang menyerupai stratum korneum kulit kanalis

profunda. Pemisahan keratosit abnormal mungkin karena aktivitas steroid

sulfat rendah pada statum korneum kanalis profunda, yang dicurigai

sebagai penyebab terjadinya akumulasi serumen. Steroid sulfatase yang

memicu terjadinya pemisahan keratisid dengan cara deaktivasi kolesterol

sulfat yang mengikat bersama sel-sel dalam stratum korneum. Level

steroid sulfatase di bagian osseus kanalis akustikus eksternus

menunjukkan lebih tinggi daripada level dibagian kartilagnosa.

Kekurangan steroid sulfat mungkin mencegah pemisahan keratinosit

normal pada stratum korneum bagian osseus dan menyebabkan akumulasi

lapisan keratinosit.

Page 34: Wax (Serumen)

Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus

eksternus. Saluran yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat

memblok migrasi alami stratum korneum dan bagian medial kanalis

akustikus eksternus. Pada lansia migrasi cenderung menurun dan aurikula,

kadang dapat menyebabkan oklusi parsial pada meatus eksternus dan

mencegah eliminasi normal serumen. Stenosis kanalis akustikus eksternus

setelah trauma, infeksi kronis, atau pembedahan mungkin akan

menghalangi eliminasi serumen. Penyebab potensial obstruksi adalah

benda asing dan tumor.

Sebelum serumen dikeluarkan pasien perlu ditanya mengenai riwayat

perforasi membran timpani, riwayat operasi, atau riwayat otitis media akut

atau kronis. Tergantung konsistensi serumen, jerat kawat, kuret cincin

yang tumpul, atau suction mungkin digunakan untuk membersihkan

kanalis. Irigasi harus digunakan dengan hati-hati khususnya ketika kondisi

membran timpani tidak diketahui. Struktur ini mungkin rusak ketika

ditipiskan, bagian tengah telinga dalam yang datar mungkin rusak ketika

gendang telinga tidak ada. Penerangan cahaya yang sesuai dan magnifikasi

binocular memfasilitasi pengeluaran serumen dan meminimalisir trauma

pada lapisan dasar epitel. Setelah semua debris dikeluarkan, hal penting

memeriksa kanal untuk beberapa kondisi patologis yang mungkin menjadi

predisposisi hiper serumenosa dan memeriksa keutuhan membran timpani.

3. 3. 2. SERUMINAL GLAND ADDENOMA (Ceruminoma, Hidradenoma)(6)

Adenoma glandula seruminal adalah pertumbuhan lunak unit apilosebasea

alam kanalis akustikus eksternus. Seruminoma dapat menyerupai lesi

agresif alinnya ( seruminal gland carcinoma), oleh karena itu lebih baik

disebut adenoma glandula seruminal. Tumor ini terjadi pada usia 40-60

tahun dan pria disbanding wanita sama dengan 3:1. lesi biasanya

Page 35: Wax (Serumen)

asimptomatis kecuali bila obstruksi kanalis akustikus ekstenus dan infeksi

sekunder. Adenoma glandula seruminal tampak non ulserasi, epithelial

ditutupi nodul pada lateral dinding. Secara histologis menunjukkan nodul

tumor yang merah keabu-abuan, kistik, dan kapsul dengan batasan tidak

jelas. Komponen glandula mungkin bervariasi, rata dalam tumor yang

sama tapi biasanya terdiri dari selapis epitel kuboid atau sel berbentuk

spidel yang mungkin mewakili kelenjar mioepitel kelnjar normal. Sel

memiliki fenotip yang lunak tanpa adanya invasi. Pengobatan meliputi

pemotongan local pada lesi dengan cangkok kulit selama waktu yang

dibutuhkan. Rekuren bisa terjadi apabila pemotongan tidak sempurna.

3. 3. 3. CERUMINAL GLAND ADENOCARCINOMA (6)

Adenocarcinoma ini menyerang usia pertengahan dan orang yang lebih

tua, lebih dominan pada pria. Karsinoma ini merupakan keganasan dari

adenoma glandula seruminal lunak(benign). Gejalanya antara lain otalgia,

kotoran telinga yang sering berdarah, dan tuli. Pemeriksaan menunjukkan

eritem dan ulserasi pada kanalis. Pemeriksaan secara histologis

menunjukkan arsitektur umum sebagai lesi lunak tetapi dengan aktivitas

mitosis dan invasi. Perawatan mirip dengan karsinoma adenoidcystic,

terapi radiasi post operatif biasanya berperan penting. Kekambuhan

persentasenya 10-50%, ini bukanlah angka yang luar namun bila terjadi

metastase maka merupakan hal yang luar biasa.

3. 3. 4. CERUMINOMA (6)

Lapisan dermal bagian kartilaginosa memiliki folikel rambut, kelenjar

sebasea, dan kelenjar seruminosa(modifikasi kelenjar keringat). Kelenjar

seruminosa secara histologi mirip dengan kelenjar apokrin pada aksila dan

genital karena mempunyai dua lapisan struktur epitel terdiri dari selapis

oxyphyilic kolumnar dalam dan selapis mioepitel luar. Johnstone et al.

(1957) menjelaskan bahwa neoplasma kelenjar yang sulit dibedakan

Page 36: Wax (Serumen)

secara histologis dari tumor kelenjar keringat dan terjadi pada tubuh dan

berhubungan dengan hydradenoma.

O’neill dan Parker (1957) memberikan pendapat bahwa tumor kelenjar

keringat berhubungan dengan pendapat orang tersebut. Karena lokasi yang

spesifik tumor ini yang asalnya dari modifikasi kelenjar keringat, secara

otology dapat berlanjut menjadi seruminoma. Karakteristik khas secara

klinik adalah massa di kanalis akustikus eksternus yang dilapisi epitel

squamosa, asimptomatis sampai menyebabkan obstruksi pada kanalis.

Pertumbuhannya berubah secara ekstrim tetapi biasanya lambat dan

progresif sampai terdapat pembengkakan.

Secara histology tumor terdiri dari sel asidofilik yang mengelilingi lumen

atau disekitar korda dan dibatasi oleh sel mioepital yang tidak dikenal.

Terdapat stroma intraglandula yang berubah-ubah. Kadang-kadang

histologisnya mirip dengan adenoma, mixed tumor, dan adenoidcystic.

Rekurensi terjadi bila karsinoma tidak diangkat semua. Pengobatannya

tergantung luasnya pemotongan tumor. Sifat agresif local atau invasif

harus disamakan dengan keganasan meskipun tidak ada kasus mengenai

penyebaran seruminoma.

Gambar 3.7 Macam-macam Serumen (14)

Page 37: Wax (Serumen)

Figure 3. Cerumen removal sequence with Sullivan speculum loop for the video otoscope. Top left: Cerumen in situ; top right: angulated loop entering ear canal; lower left: loop positioned medial to site of cerumen; lower right: cerumen extracted.

Page 38: Wax (Serumen)

IV. KESIMPULAN

4.1. Earwax atau serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi

apokrin dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan

rambut.Terdapat (co) Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen

tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.(en)

4.2. Serumen normal ditemukan di kanalis akustikus eksternus dengan fungsi

diantaranya membersihkan, lubrikasi dan sebagai antibakteri dan antifungi. (wi)

4.3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan yang didapat dari pasien berupa

pendengaran menurun sampai tuli ringan, adanya tekanan di telinga sampai rasa

nyeri telinga dan gambaran dari serumen baik dari konsistensi maupun dari warna

serumen. (mo)

4.4. Penanganan serumen dilakukan dengan menggunakan obat tetes telinga yang

bersifat seruminolisis, penyemprotan telinga, dan metode dengan instrumentasi

seperti kuretase dan penyedotan (suction). (mo)

Page 39: Wax (Serumen)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam G.L., Boies L.R., Highler P.A., BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOIES

Fundamentals of Otolaryngology). Edisi 6. 1997. Balai Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

2. Bailey B.J., Johnson J. T., Newlands S. D., Head & Neck Surgery Otolaryngology.

4th Edition. 2006. Lippincot Williams & Wilkins.

3. Ballenger J. John, Penyakitt Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 13 th

edition. Binarupa Aksara

4. Blueestune D. Charles, Pediatric Otolaryngology. 3th Edition. 1996.W>B Saunders

Company.

5. Brian J. G.B., Michael H., Peter K., Atlas of Clinical Otolaryngology. 2001. Mosby

Yaer Book.

6. Canalis F. Rinaldo, The Ear Comprehensive Otology. 1987. Lippincott Williams

&Wilkins.

7. Schuknecht F. Harold. Pathology of The Ear. 1974. Harvad University.

8. Strom M.D Marshall. Manual of Otolaryngology. Brown and Company Boston

Toronto.

9. Nurbaiti I. Prof, Dr., Sp.THT., Efiaty A.S. Dr., Sp.THT., Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung dan Tenggorok. Edisi 5. 2004. Balai Penerbit FKU1, Jakarta.Guest

10. J. F., Greener M. J., Robinson A. C., Impacted Cerumen: compotition, production,

epidemiology and management. Available at Retrieved from

http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/97/8/477

Page 40: Wax (Serumen)

11. Earwax : Review and Clinical Update March 26, 2008 Available at Retrieved from

http://en.wikipedia.org/wiki/Earwax

12. Pray W. Steven, Earwax : Shoult It be Removed?. Posted June 6 th, 2005. Available

at Retrived from http://www.medscape.com/viewarticle/504788

13. Hawkw, Michael, Update on Cerumen and Ceruminolytics. Posted January 8th,

2002. Available at Retrived from http://www.encyclopedia.com/doc/1G1-

90869479.html

14. Hasil Penelusuran Gambar Google untuk http://www.globalrph.com/vocerum.htm

available at http://www.ispub.com/vocerum/index