119

Click here to load reader

WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

  • Upload
    vongoc

  • View
    256

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

WAYANG “KAMPUNG SEBELAH”

Kajian Tentang Boneka Wayang Kulit Kreasi Baru

(Sebuah Pendekatan Kritik Holistik)

Skripsi

Oleh:

FIGUR RAHMAN FUAD

K 3207025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

WAYANG “KAMPUNG SEBELAH”

Kajian Tentang Boneka Wayang Kulit Kreasi Baru

(Sebuah Pendekatan Kritik Holistik)

Oleh :

FIGUR RAHMAN FUAD

NIM K3207025

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Oktober 2011

Pembimbing I

Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si.

NIP 19650521 199003 1 003

Pembimbing II

Adam Wahida, S.Pd., M.Sn.

NIP 19730906 200501 1 001

Page 4: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 14 Oktober 2011

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. ………….

Sekretaris : Drs. Edi Kurniadi, M.Pd. ………….

Anggota I : Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. ………….

Anggota II : Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. ………….

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan ,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP 19600727 198702 1 001

Page 5: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Figur Rahman Fuad. WAYANG KAMPUNG SEBELAH: KAJIAN

TENTANG BONEKA WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH

PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK), Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Latar belakang

kemunculan boneka Wayang Kampung Sebelah, (2) Proses kreatif penciptaan

boneka Wayang Kampung Sebelah, (3) Bentuk rupa dan watak boneka Wayang

Kampung Sebelah, (4) Tanggapan penghayat terhadap boneka Wayang Kampung

Sebelah.

Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber

data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan

dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel

bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan

review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kritik

holistik.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Latar belakang

kemunculan boneka Wayang Kampung Sebelah berawal dari keprihatinan

seniman terhadap kondisi pertunjukan wayang kulit Purwa yang semakin

kehilangan fungsi tuturnya. Kesenjangan komunikasi antara dalang dan

masyarakat menjadi pemicu seniman untuk menciptakan pertunjukan wayang

kreasi baru yang akhirnya dikenal sebagai Wayang Kampung Sebelah. (2) Proses

kreatif penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah meliputi: penggalian ide,

penuangan ide ke dalam bentuk sketsa, pembuatan boneka dari kulit kerbau

dengan teknik tatah, penyatuan bagian-bagian wayang dan mewarnai. (3) Bentuk

rupa Wayang Kampung Sebelah berupa sosok-sosok masyarakat kampung dengan

berbagai profesi, berwujud manusia dengan bentuk tubuh yang dideformasi

terutama pada bagian tangannya yang panjang seperti pada boneka wayang kulit

Purwa, tokoh-tokoh boneka wayang kampung sebelah yaitu: Lurah Somad (sosok

pemimpin berwatak inkonsisten), Eyang Sidik Wacono (sosok sesepuh berwatak

egaliter dan bijaksana), Blegoh (sosok ibu rumah tangga berwatak

temperamental), Mbah Keblak (sosok Ibu berwatak bijaksana), Sodrun dan Parjo

(sosok hansip berwatak tegas serta humoris), Mbah Modin (sosok pemimpin ritual

keagamaan berwatak humoris), Silvy (sosok Pekerja Seks Komersial berwatak

genit), Karyo (sosok kepala rumah tangga, tukang becak berwatak keras dan

emosional), Kampret (sosok pemuda pengangguran berwatak kritis), Jhony (sosok

pemuda yang tidak berprinsip), Sodrun dan Parjo (sosok hansip berwatak tegas

dan humoris). (4) Tanggapan penghayat terhadap wayang kampung sebelah cukup

positif. Boneka Wayang Kampung Sebelah dinilai dengan tema yang diangkat

oleh senimannya.

Page 6: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Figur Rahman Fuad. WAYANG KAMPUNG SEBELAH: STUDY OF THE

NEW CREATION LEATHER PUPPET (A CRITICISM HOLISTIC

APPROACH), Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education in

Sebelas Maret University of Surakarta. October, 2011.

The purpose of this study is to determine: (1) The background of the

emergence of a Wayang Kampung Sebelah, (2) The creative process is the

creation of a Wayang Kampung Sebelah, (3) The form looks and character

Wayang Kampung Sebelah, (4) The response to the Wayang Kampung Sebelah.

Strategy which is used is single case study stake. Source of data that is

used exploit the informant, place and event, and document. Sampling technique

that is used is purposive sampling. The data validity reached by using

triangulation of source and review informant. Technique analyze the data used is

analysis criticize the holistic.

Based on the results of research, it can be concluded: (1) The background

of the emergence of a Wayang Kampung Sebelah was originated from artist’s

concerns about the condition of Purwa puppet show that loss it’s function.

Communication gap between the puppeteer and the community to be triggered

artists to create a new puppet show creations that eventually became known as the

Wayang Kampung Sebelah. (2) The creative process in the creation of a Wayang

Kampung Sebelah include: excavation of ideas, pouring ideas into sketches form,

making dolls from buffalo skin with chisel techniques, unification of parts of the

puppets and coloring. (3) Form of Wayang Kampung Sebelah is the figures of the

village community with variety of professions, tangible human with deformed

shape of the body especially on the long arms as in Purwa leather puppets, puppet

figures of the Wayang Kampung Sebelah that are: Lurah Somad ( figure of the

leader of wishy-washy character), Grandmother Sidik Wacono (figure of

egalitarian character and wise elders), Blegoh (figure of housewife temperamental

character), Mbah Keblak (character wise mother figure), and Parjo Sodrun (figure

security assertive character and humorous) , Mbah Modin (the figure of the leader

of a religious ritual humorous character), Silvy (figure flirtatious character

commercial sex workers), Karyo (figure of head of household, a pedicab driver

rampart and emotional), Kampret (youth unemployment figure of a critical

character), Jhony (the figure of youth that no principled), Sodrun and Parjo (figure

security firm and humorous character). (4) The audience response to the puppet

Wayang Kampung Sebelah is quite positive. WayangKampung Sebelah was

assessed with the theme which is raised by the artist.

Page 7: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Sekecil apapun kebisaan kita, Tuhan tentu menganugerahkan itu sebagai rahmat

bagi semesta”.

(Figur Rahman Fuad)

Page 8: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan

Kepada :

Keindahan absolut.

Almarhumah Ibuku.

Ayah, Kakak, adik-adikku, Guru-guruku, Rekan-rekan.

Almamater.

Page 9: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“WAYANG KAMPUNG SEBELAH: KAJIAN TENTANG BONEKA

WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK

HOLISTIK”. Penyusunan skripsi dilakukan sebagai salah satu persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari

berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi, untuk itu

atas segala bantuannya, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Seni Rupa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si., selaku pembimbing I, atas bimbingannya

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Adam Wahida ,S.Pd., M.Sn., selaku pembimbing II, atas bimbingannya

dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Edi Kurniadi, M.Pd., selaku pembimbing akademis.

7. Bapak Suparman (Ki Jlitheng) selaku narasumber utama penelitian ini.

8. Bapak Yayat Suhiryatna dan Bapak Suyatno selaku narasumber pendukung.

9. Bapak Bambang Suwarno S. Kar., M.Hum., Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn,

Bapak Sularno, S.Pd, M.Hum, Bapak Sarmin, Lilik Darmasto. Selaku

penghayat karya wayang Kampung Sebelah dalam penelitian ini.

10. Ayah, Kakak, dan Adik-adikku atas do’a dan dukungannya.

Page 10: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

11. Rininta Citra Ayu Sari atas semua dukungan semangat yang berharga.

12. Teguh Triatmojo, atas diskusi-diskusi yang mencerahkan.

13. “Sunseters”: Alfan, Anggi, Anik, Ayu, Via.

14. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa JPBS FKIP UNS.

15. Angkatan 2007 Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS..

16. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu

penyusunan skripsi ini.

Semoga segala amal kebaikan semua pihak yang telah membantu

penyusunan skripsi ini mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Pemurah.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, 17 Oktober 2011

Penulis

Page 11: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii

PERSETUJUAN ............................................................................................. iii

PENGESAHAN ............................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

ABSTRACT ...................................................................................................... vi

MOTTO .......................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

1. Manfaat Teoritis ............................................................................ 4

2. Manfaat Praktis ............................................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 5

A. Kajian Pustaka ...................................................................................... 5

1. Tinjauan tentang Wayang ............................................................. 5

2. Jenis dan Ragam Wayang ............................................................. 6

3. Wayang Kulit Kreasi Baru ............................................................ 12

4. Sumber Gubahan Wayang Kulit Kreasi Baru ............................... 16

5. Kritik Seni Rupa ............................................................................. 17

Page 12: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

6. Kritik Seni Rupa Holistik .............................................................. 18

B. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 19

C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 21

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................................ 21

C. Sumber Data ......................................................................................... 21

1. Narasumber ................................................................................... 22

2. Tempat dan Peristiwa .................................................................... 22

3. Arsip .............................................................................................. 22

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 22

1. Wawancara Mendalam .................................................................. 23

2. Observasi Langsung ...................................................................... 23

3. Analisis Dokumen ......................................................................... 24

E. Teknik Sampling .................................................................................. 24

F. Validitas Data ....................................................................................... 24

1. Triangulasi ..................................................................................... 25

2. Review Informan ........................................................................... 25

G. Teknis Analisis ..................................................................................... 25

H. Prosedur Penelitian ............................................................................. 28

1. Tahap Persiapan ............................................................................ 28

2. Tahap Observasi Lapangan .......................................................... 28

3. Tahap Analisis Data ...................................................................... 28

4. Tahap Penyusunan Laporan .......................................................... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 29

A. Latar Belakang Munculnya Boneka Wayang Kampung Sebelah ....... 29

1. Sejarah Wayang Kampung Sebelah .............................................. 29

2. Format Pertunjukan ......................................................................... 36

3. Format Iringan ............................................................................... 37

4. Profil Ki Jlitheng Suparman .......................................................... 38

Page 13: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

B. Proses Kreatif Penciptaan Boneka Wayang Kampung Sebelah .......... 42

1. Sumber Ide .................................................................................... 42

2. Teknik ............................................................................................ 42

C. Bentuk Rupa dan Watak Boneka Wayang Kampung Sebelah............. 46

1. Lurah Somad .................................................................................. 48

2. Eyang Sidik Wacono ...................................................................... 50

3. Blegoh ............................................................................................ 52

4. Mbah Keblak .................................................................................. 54

5. Sodrun .............................................................................................. 56

6. Parjo ............................................................................................... 58

7. Mbah Modin ..................................................................................... 60

8. Karyo .............................................................................................. 62

9. Silvy ............................................................................................... 64

10. Kampret ........................................................................................ 66

11. Jhony ............................................................................................ 68

12. Cak Dul ........................................................................................ 70

13. Minul Darah Tinggi ...................................................................... 72

14. Koma Ramari-mari ....................................................................... 74

D. Tanggapan Penghayat terhadap Bentuk Rupa dan Watak Boneka Wayang

Kampung Sebelah ..................................................................... 76

1. Tanggapan Dosen Pedalangan ...................................................... 76

2. Tanggapan Dosen Seni Rupa ........................................................ 79

3. Tanggapan Guru Seni Rupa .......................................................... 81

4. Tanggapan Mahasiswa Seni Rupa ................................................. 84

5. Tanggapan Penonton Serius .......................................................... 87

E. Wayang Kampung Sebelah sebagai Wayang Kreasi Baru .................. 91

1. Wayang Kampung Sebelah: Mengatasi Masalah Komunikasi ..... 91

2. Masyarakat Kampung Sebagai Tema Karya .................................. 94

3. Wayang Kampung Sebelah di Tengah Penghayatnya .................. 97

Page 14: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ........................................ 98

A. Simpulan .............................................................................................. 98

B. Implikasi .............................................................................................. 100

C. Saran .................................................................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 101

LAMPIRAN .................................................................................................. 103

Page 15: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Kerangka Berpikir ............................................................................ 20

Bagan 2. Penelitian dengan Pendekatan Kritik Holistik ................................. 27

Page 16: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tanggapan Penghayat ....................................................................... 89

Page 17: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lurah Somad ................................................................................. 48

Gambar 2. Eyang Sidik Wacono ..................................................................... 50

Gambar 3. Blegoh ........................................................................................... 52

Gambar 4. Mbah Keblak. ................................................................................ 54

Gambar 5. Sodrun ........................................................................................... 56

Gambar 6. Parjo .............................................................................................. 58

Gambar 7. Mbah Modin .................................................................................. 60

Gambar 8. Karyo ............................................................................................. 62

Gambar 9. Silvy .............................................................................................. 64

Gambar 10. Kampret ........................................................................................ 66

Gambar 11. Jhony ............................................................................................ 68

Gambar 12. Cak Dul ........................................................................................ 70

Gambar 13. Minul Darah Tinggi ...................................................................... 72

Gambar 14. Koma Ramari-mari ....................................................................... 74

Page 18: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto-foto Penelitian ................................................................... 103

Lampiran 2. Hasil Wawancara dengan Dalang .............................................. 107

Lampiran 3. Hasil Wawancara dengan Penata Musik ................................... 111

Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Penatah Wayang .............................. 113

Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Dosen Jurusan Pedalangan .............. 115

Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Dosen Seni Rupa.............................. 121

Lampiran 7. Hasil Wawancara dengan Guru Seni Rupa................................ 126

Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa Seni Rupa ...................... 133

Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Penonton Serius ............................... 139

Lampiran 10. Surat Keterangan Bukti Penelitian ............................................ 144

Lampiran 11. Surat Ijin Menyusun Skripsi ...................................................... 150

Page 19: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Figur Rahman Fuad. WAYANG KAMPUNG SEBELAH: KAJIAN

TENTANG BONEKA WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH

PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK), Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Latar belakang

kemunculan boneka Wayang Kampung Sebelah, (2) Proses kreatif penciptaan

boneka Wayang Kampung Sebelah, (3) Bentuk rupa dan watak boneka Wayang

Kampung Sebelah, (4) Tanggapan penghayat terhadap boneka Wayang Kampung

Sebelah.

Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber

data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan

dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel

bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan

review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kritik

holistik.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Latar belakang

kemunculan boneka Wayang Kampung Sebelah berawal dari keprihatinan

seniman terhadap kondisi pertunjukan wayang kulit Purwa yang semakin

kehilangan fungsi tuturnya. Kesenjangan komunikasi antara dalang dan

masyarakat menjadi pemicu seniman untuk menciptakan pertunjukan wayang

kreasi baru yang akhirnya dikenal sebagai Wayang Kampung Sebelah. (2) Proses

kreatif penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah meliputi: penggalian ide,

penuangan ide ke dalam bentuk sketsa, pembuatan boneka dari kulit kerbau

dengan teknik tatah, penyatuan bagian-bagian wayang dan mewarnai. (3) Bentuk

rupa Wayang Kampung Sebelah berupa sosok-sosok masyarakat kampung dengan

berbagai profesi, berwujud manusia dengan bentuk tubuh yang dideformasi

terutama pada bagian tangannya yang panjang seperti pada boneka wayang kulit

Purwa, tokoh-tokoh boneka wayang kampung sebelah yaitu: Lurah Somad (sosok

pemimpin berwatak inkonsisten), Eyang Sidik Wacono (sosok sesepuh berwatak

egaliter dan bijaksana), Blegoh (sosok ibu rumah tangga berwatak

temperamental), Mbah Keblak (sosok Ibu berwatak bijaksana), Sodrun dan Parjo

(sosok hansip berwatak tegas serta humoris), Mbah Modin (sosok pemimpin ritual

keagamaan berwatak humoris), Silvy (sosok Pekerja Seks Komersial berwatak

genit), Karyo (sosok kepala rumah tangga, tukang becak berwatak keras dan

emosional), Kampret (sosok pemuda pengangguran berwatak kritis), Jhony (sosok

pemuda yang tidak berprinsip), Sodrun dan Parjo (sosok hansip berwatak tegas

dan humoris). (4) Tanggapan penghayat terhadap wayang kampung sebelah cukup

positif. Boneka Wayang Kampung Sebelah dinilai dengan tema yang diangkat

oleh senimannya.

Page 20: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wayang adalah suatu kesenian warisan leluhur bangsa Indonesia yang

telah mampu bertahan berabad-abad lamanya dengan mengalami perubahan dan

perkembangan sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti sekarang ini. Dalam

perjalanannya dari zaman ke zaman wayang mengalami perubahan akibat adanya

perubahan dalam pemerintahan, politik, sosial-budaya, dan kepercayaan, sesuai

dengan perubahan yang terjadi dalam pikiran manusia. Daya tahan wayang yang

luar biasa ini membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan dalam

kehidupan. Fungsi dan peranan wayang tidaklah tetap, tergantung pada

kebutuhan, tuntutan, dan penggarapan masyarakat pendukungnya (Haryanto,

1991: 1).

Sebagai salah satu produk kebudayaan wayang mengalami perubahan terus

menerus sebagaimana sifat kebudayaan itu sendiri, perubahan tersebut meliputi

aspek yang terlihat (bentuk, fungsi) maupun yang tak telihat (filosofi). Perubahan

tersebut bukan tanpa tantangan karena kadangkala terbentur dengan estetika

tradisional dan kritik-kritik dari pengamat seni wayang (wawasan lokal), seperti

mengingkari pakem, konsep inovasi yang tidak jelas dan lain sebagainya (Jazuli,

2001: 151).

Pada tahun 2001 lalu, sekelompok seniman Solo melahirkan genre wayang

baru yang dinamakan Wayang Kampung Sebelah. Penciptaan pertunjukan

Wayang Kampung Sebelah ini berangkat dari keinginan membuat format

pertunjukan wayang yang dapat menjadi wahana untuk mengangkat kisah realitas

kehidupan masyarakat sekarang secara lebih lugas dan bebas tanpa harus terikat

oleh norma-norma estetik yang rumit seperti halnya wayang klasik. Dengan

menggunakan medium bahasa percakapan sehari-hari, baik bahasa Jawa maupun

bahasa Indonesia, maka pesan-pesan yang disampaikan lebih mudah ditangkap

oleh penonton. Isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat masa kini, baik

yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan,

Page 21: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

merupakan sumber inspirasi penyusunan cerita yang disajikan. Boneka

wayangnya yang terbuat dari kulit tidak lagi berbentuk seperti wayang kulit klasik

pada umumnya melainkan berbentuk manusia yang distilasi. Tokoh-tokoh yang

terdapat dalam Wayang Kampung Sebelah juga tidak mengacu pada tokoh dalam

ceritera Mahabarata atau Ramayana namun menghadirkan sosok-sosok

masyarakat plural yang terdiri dari penarik becak, bakul jamu, preman, pelacur,

Pak Rukun Tetangga (RT), Pak lurah, hingga pejabat besar kota.

Kemunculan jenis wayang ini baru dapat dibaca sebagai sesuatu yang

wajar dan alamiah sesuai dengan sifat kebudayaan yang terus berubah. Namun

demikian perlu disadari bahwa sebuah karya seni tentu membawa pikiran-pikiran

atau peristiwa yang melatari kemunculannya. Jakob Sumardjo dalam bukunya

Filsafat Seni (2000: 233) dinyatakan bahwa setiap karya seni sedikit banyak

mencerminkan setting masyarakat tempat seni itu diciptakan. Sebuah karya seni

ada karena seorang seniman menciptakannya, seniman itu sendiri selalu berasal

dari masyarakat tertentu dan kehidupan masyarakat merupakan kenyatan yang

langsung dihadapi sebagai rangsangan kreativitas kesenimanannya.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian tentang

wayang kreasi baru karya Ki Jlitheng Suparman, yang populer disebut dengan

Wayang Kampung Sebelah. Adapun digunakannya pendekatan kritik dalam

penelitian ini adalah berdasarkan pertimbangan akan pentingnya penelitian

terhadap karya seni rupa yang tidak hanya bersifat deskriptif namun juga bersifat

evaluatif.

Permasalahan penting dalam metode kritik seni terletak pada pemahaman

struktur kritik yang didasarkan pada pilihan sumber nilai pendukung kualitas

karya sebagai sasaran kajian. (H. B. Sutopo 1995: 8). Perbedaan kritik yang

tampak jelas pada strukturnya terutama disebabkan karena adanya pemihakan

yang berlebihan kepada sumber nilai seni yang dianggap paling sah dalam

mengevaluasi karya. Sumber nilai pada setiap karya seni pada dasarnya berkaitan

langsung dengan tiga komponen utama penunjang kehidupan senidalam

masyarakat. Tiga komponen tersebut meliputi seniman, karya seni, dan penghayat.

Page 22: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Tiga komponen tersebut saling berinteraksi dan menentukan nilai setiap karya

seni.

Pendekatan kritik holistik tidak mengabaikan salah satu komponen dalam

kehidupan seni. Ketiga sumber tersebut (seniman, karya, dan penghayat) ditelaah

dengan berimbang, sehingga diharapkan mampu melahirkan putusan kritik yang

proporsional.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah seperti tersebut di atas, bahwa wujud visual

sangatlah penting dan merupakan kesatuan dari pertunjukan wayang kulit itu

sendiri, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang munculnya boneka Wayang Kampung Sebelah?

2. Bagaimana proses kreatif penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah?

3. Bagaimana bentuk rupa dan watak boneka Wayang Kampung Sebelah?

4. Bagaimana tanggapan penghayat terhadap boneka Wayang Kampung

Sebelah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Mengetahui latar belakang munculnya boneka Wayang Kampung Sebelah.

2. Mengetahui proses kreatif penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah.

3. Mengetahui bentuk rupa dan watak tokoh boneka Wayang Kampung

Sebelah.

4. Mengetahui tanggapan penghayat terhadap boneka Wayang Kampung

Sebelah.

Page 23: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi baik untuk

kepentingan teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoretis bagi kajian

kesenirupaan yang terkait dengan kreatifitas dalam penciptaan wayang,

karena hasil penelitian ini akan menyadarkan tentang pentingnya

kreatifitas dalam upaya melestarikan nilai-nilai luhur dalam seni wayang,

bagaimana mengolah idiom-idiom baru dari aspek rupa agar wayang

menjadi menarik, relevan dengan zaman, dekat dengan masyarakatnya,

dan tetap sarat makna.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah referensi kajian wayang kulit kreasi baru.

b. Menjadi bahan evaluasi terhadap karya Wayang Kampung Sebelah.

Page 24: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Tentang Wayang

Wayang dalam bahasa Jawa berarti “bayangan” dalam bahasa Melayu

disebut “bayang-bayang'”, dalam bahasa Aceh “bayeng”, dalam bahasa Bugis

“wayang atau bayang”. Akar kata dari wayang adalah “Yang”, akar kata ini

bervariasi dengan Yung, Yong dan Ying, antara lain terdapat dalam kata layang

“terbang”, doyong “miring”, tidak stabil “royong” selalu bergerak dari satu tempat

ke tempat lain, poyang-payungan “berjalan sempoyongan, tidak tenang” (Sri

Mulyono, 1982: 9).

Awalan “Wa” di dalam bahasa Jawa Modern tidak mempunyai fungsi lagi,

tetapi dalam bahasa Jawa kunci awalan tersebut masih jelas memiliki fungsi tata

bahasa. Jadi dalam bahasa Jawa Wayang mengandung pengertian "berjalan kian-

kemari, tidak tetap, sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang) telah terbentuk

pada waktu yang amat tua ketika awalan wa masih mempunyai fungsi tata bahasa.

Oleh karena itu boneka-boneka yang digunakan dalam pertunjukan itu

berbayangan atau memberi bayang-bayang, maka dinamakan Wayang. Awayang

atau hawayang pada waktu itu berarti “bergaul dengan wayang, mempertunjukkan

wayang”. Lambat laun wayang menjadi nama dari pertunjukan bayang-bayang

atau pentas bayang-bayang. (Sri Mulyono, l982: 10).

Wayang adalah berasal dari kata “Hyang” yang berarti persembahan pada

Hyang Widhi” (Adhiman Sajuddin Rais, 1970: 8). Nenek moyang bangsa

Indonesia beberapa puluh tahun sebelum Masehi telah rnengenal wayang yaitu

suatu bentuk pentas sebagai sarana upacara keagamaan yang bersifat ritual dengan

menggunakan bayangan (wayang) dalam membawakan acara-acaranya. Wayang

merupakan dongeng, khayal dan mitos yang diapat membangkitkan daya mistik

dalam diri penghayatnya. Penafsiran orang Barat bahwa wayang kulit hanya

Page 25: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

"Shadow Play" belaka adalah kurang tepat, karena wayang bukanlah obyek visual

belaka (S. Haryanto, 1988: 4).

Masih banyak lagi tulisan-tulisan dan pendapat mengenai wayang yang

masih memerlukan penyelidikan-penyelidikan seksama mengenai kebenarannya.

Bila ditelaah dengan seksama maka kata wayang tersebut berasal dari bahasa Jawa

yang berarti bayangan. Karena pengaruh warga-aksara, maka kata wayang

menjadi bayang, wesi menjadi besi dan watu menjadi batu (Haryanto, 1988: 28).

2. Jenis dan Ragam Wayang

Di Indonesia terdapat puluhan jenis wayang yang tersebar di pulau Jawa,

Bali, Lombok, Kalimantan, dan lain-lain. Berkembangnya wayang di daerah,

mempunyai hubungan yang sangat errat dengan masuknya kebudayaan Hindu

serta terdapat prasasti-prasasti kuno di daerah itu. Seni pewayangan tersebut telah

menjadi milik daerah itu dengan nama tersendiri dimana wayang itu hidup dan

verkembang. Oleh karena itu tidaklah tepat jika wayang-wayang tersebut disebut

wayang Palembang atau wayang Bengkulu, sedangkan bentuk wayang serta

pergelarannya serupa dengan pergelaran wayang Purwa Jawa, hanya bahasa serta

gendhing-gendhing pengiringnya saja yang berbeda (Haryanto, 1988: 145).

a. Wayang Kulit

Wayang kulit adalah suatu kesenian yang mempergunakan boneka

wayang sebagai salah satu peralatannya. Boneka yang dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia berarti “tiruan untuk anak permainan”, sedangkan

Wayang berarti “boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau

kayu dsb, yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam

pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dsb), biasanya dimainkan

oleh seseorang yg disebut dalang”. Bentuk boneka wayang dibuat dari kulit

binatang (kerbau) yang dibuat pipih atau ditipiskan, kemudian digambar dan

ditatah, baru kemudian disungging (diwarna) dan terakhir dilangkapi

dengan cempurit atau gapit (tangkai/ penjepit) yang terbuat dari tanduk

kerbau sebagai alat pegangannya.

Page 26: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Kesenian ini berkembang pesat dalam masyarakat Jawa, bukan

hanya dalam perupaan dan pementasan, tetapi juga berkembang dalam

peragaman jenis dan cerita yang dipergelarkan.

Macam-macam wayang kulit yang ada (pernah ada) di pulau Jawa

antara lain adalah:

1) Wayang Purwa

Wayang kulit Purwa adalah pertunjukan wayang yang

pementasan ceritanya bersumber pada kitab Mahabharata atau

Ramayana. Pendapat para ahli, istilah Purwa tersebut berasal dari kata

“Parwa” yang berarti bagian dari cerita Mahabharata atau Ramayana.

Di kalangan masyarakat Jawa, terutama orang-orang tua kata purwa

sering diartikan pula purba (zaman dahulu). sesuai dengan pengertian

tersebut, maka wayang purwa diartikan pula sebagai wayang yang

menyajikan cerita-cerita zaman dahulu (purwa). (S. Haryanto,

1998:48).

2) Wayang Gedog

Pada tahun 1583 (1505 Çaka) Raden Jaka Tingkir yang

bergelar sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang, membuat wayang

Gedog dengan sengkalan: “panca boma marga tungga” dan Sunan

Bonang membuat wayang Beber Gedog pada tahun 1565 (1487 Çaka,

dengan sengkalan “wayang wolu kinarya tunggal”).

Bentuk seni rupa wayang Gedog yang terbuat dari kulit yang

ditatah dengan sunggingan yang serasi mengambil pola dasar wayang

kulit Purwa jenis satria sabrangan. Busana kain berbentuk rapekan

elengan berselip keris. Hanya empat jenis muka yang terdapat pada

wayang Gedog ini antara lain muka dengan mulut gusen seperti muka

tokoh wayang Purwa Dursasana, wajah dengan mata miring

kedondongan seperti muka tokoh wayang Setiyaki, muka bermata

kliyepan seperti muka tokoh wayang Arjuna dan muka berhidung

dempak seperti muka tokoh wayang Wrekudara. Untuk tokoh wanita

sama halnya dengan tokoh-tokoh wayang putri Purwa lainnya.

Page 27: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Atribut (irah-irahan) untuk satria pada umumnya bersumping

sekar keluih dengan rambut terurai lepas antara lain ngore polos,

ngore gembel, ngore gimbal ataupun ngore udalan. Muka-muka jenis

raksasa ataupun kera tidak terdapat dalam wayang Gedog ini. Busana

tokoh-tokoh raja pada urnumnya mengenakan irah-irahan garuda

mungkur dengan menyelip dua buah keris, sedang perlengkapan

busana lainnya, sama seperti yang terdapat pada wayang kulit Purwa,

namun tidak memakai praba, ataupun topong.

Dalam pementasan wayang Gedog ini tidak menggunakan

cerita-cerita dari kitab Ramayana ataupun Mahabharata, tetapi cerita-

cerita Panji. Selain terbuat dari kulit yang ditatah dan disungging,

terdapat pula yang terbuat dari kayu pipih (papan) yang diukir dan

disungging, letapi tangan-tangannya masih terbuat dari kulit. Untuk

pementasan wayang ini diambilnya cerita Damarwulan Menakjingga

dan wayang tersebut kemudian dinamakan wayang Klitik (Haryanto,

1988: 97).

3) Wayang Madya

Wayang ini dicipta pada waktu Pangeran Adipati

Mangkunegoro IV (1853- 1881) berusaha menggabungkan semua

jenis wayang yang ada menjadi satu kesatuan yang berangkai serta

disesuaikan dengan sejarah Jawa sejak beberapa abad yang lalu

sampai masuknya agama Islam di Jawa dan diolah secara kronologis.

Semula Sri Mangkunegoro IV menerima buku Serat Pustaka

Raja Madya dan Serat Witaradya dari Raden Ngabehi Ronggo

Warsito pada tahun 1870 Masehi (I792 Çaka). Buku tersebut berisikan

cerita riwayat Prabu Aji Pamasa atau Prabu Kusumawicitra dari negeri

Mamenang di Kediri, yang kemudian kerajaan tersebut pindah ke

Pengging dan disebut Pengging Witarodya. Kesimpulan dari isi buku

tersebut berkaitan dengan buku Serat Pustaka Raja Purwa, yang

menceritakan riwayat dewa-dewa, riwayat para Pendawa sampai akhir

perang Bharatayuda. Lalu timbullah gagasan Sri Mangkunegoro IV

Page 28: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

untuk membuat jenis wayang baru, untuk meyambung sejarah zaman

Purwa dengan zaman Jenggala dalam cerita-cerita Panji. Dari gagasan

tersebut, maka terciptalah jenis wayang baru yang disebut wayang

Madya, satu jenis wayang yang menggambarkan dari badan tengah ke

atas berwujud wayang Purwa, sedang dari badan ke bawah berwujud

wayang Gedog. Wayang Madya tersebut memakai keris dan dibuat

dnri kulit, ditatah dan disungging.

Tokoh wayang Parikesit merupakan tokoh wayang pemula dari

wayang Madya, meskipun bentuk busana serta atribut-atributnya

masih nampak bentuk wayang Purwa. Bentuk wayang Purwa tersebut

nampak pada tokoh-tokoh wayang Patih Negara Aslina, Harya Dwara,

Anak Samba, serta Ramayana dan Ramaparwa putra-putra dari Prabu

Parikesit (Haryanto, 1988: 95).

4) Wayang Dobel

Pencipta wayang ini adalah Kyai Amad Kasman dari desa

Slametan daerah Yogyakarta. Pementasan wayang Dobel ini

berdasarkan cerita-cerita nuansa Islam, yang diambil dari serat

Ambyah. Wayang ini disebut wayang Dobel, karena isi cerita dari

negeri Arab, sedang bahasa yang dipakai ialah bahasa Jawa. Sebagai

pengiring pergelaran, menggunakan terompet dan rebana seperti orang

selawatan, Menggunakan kelir berwarna merah dengan garis tepi

putih, berlainan dengan kelir wayang kulit biasa yang berwarna putih

dengan garis tepi merah, biru ataupun hitam.

Wayang yang disimping (dijajarkan), sebelah kanan terdiri atas

wayang-wayang Malaikat Jibril dan Malaikat Israpil, sedang yang

disimping sebelah kiri terdiri atas wayang-wayang Malaikat Ijrail.

Wayang Malaikat Ijrail mempunyai bentuk yang aneh, ia berbadan

tiga yang merekat menjadi satu, mempunyai tiga buah kepala dan dua

kaki bersila. Ketiga badan tersebut merupakan lambang Amarah,

Mutmainah dan Supiah.

Page 29: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Wayang Dobel tersebut tidak jauh berbeda dengan wayang

wahyu, yang menceritakan kisah-kisah para Nabi. Jika wayang Wahyu

dalam pementasannya mengambil kisah-kisah dari Kitab Injil, maka

wayang Dobel menceritakan kisah- kisah dari Kitab Al-Qur’an.

(Haryanto, 1998: 120).

b. Wayang Klitik atau Krucil

Raden Pekik di Surabaya membuat wayang krucil pada tahun

1648 (1570 Çaka, dengan, sangkalan: “watu tunggangane buta

widadari”). Wayang ini dibuat dari kayu pipih (papan) berbentuk seperti

wayang kulit dan diukir seperlunya. Hanya tangan-tangannya tetap dibuat

dari kulit. Pertunjukan wayang ini dilakukan pada siang hari dan tidak

menggunakan kelir. Kemudian untuk seterusnya wayang Klitik

digunakan untuk pergelaran cerita Damarwulan Menakjingga, sedang

wayang Krucil untuk cerita-cerita dari kitab Mahabharata, disebut

wayang Golek Purwa. Wayang Klitik merupakan wayang wasana (akhir)

dari zaman Wasana, setelah zaman Madya yang diwakili oleh wayang

Madya, sedang wayang Purwa (Mahabharata dan Ramayana) merupakan

wayang yang mewakili pada zaman Purwa (Haryanto, 1988: 63).

c. Wayang Golek

Sesuai dengan bentuk atau cirinya yang mirip boneka, bulat dan

dibuat dari kayu seperti boneka, sehingga benda wayang tersebut

dinamakan wayang Golek. Dalam bahasa Jawa, Golek berarti boneka.

Pada akhir pergelaran wayang kulit Purwa, biasanya para dalang

memainkan wayang yang bentuknya mirip boneka dan dinamakan Golek.

Dalam bahasa Jawa, Golek berarti juga “mencari”. Dengan memainkan

wayang golek tersebut, dalang bermaksud memberikan isyarat kepada

para penonton agar seusai pergelaran, penonton nggoleki atau mencari

intisari dari nasehat yang terkandung dalam pergelaran yang baru usai.

Mungkin berdasarkan kemiripan bentuk itulah, wayang Golek dinamakan

demikian.

Page 30: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Berbeda dengan wayang kulit, wayang Golek yang terbuat dari

kayu dan berbentuk tiga dimensional itu; kepalanya terlepas dari

tubuhnya. Ia dihubungkan oleh sebuah tangkai yang menembus rongga

tubuh wayang dan sekaligus merupakan pegangan dalang. Melalui

tangkai itulah dalang dapat memalingkan wajah wayang ke kiri atau ke

kanan, hingga wayang tersebut nampak hidup. Atau dengan

menggerakkan badan wayang itu ke atas ke bawah berulang kali, ki

dalang dapat menunjukkan seolah-olah wayang tersebut sedang bernafas.

Seperti halnya dengan tangan-tangan wayang kulit, sendi-sendi tangan

wayang Golek pun dihubungkan dengan seutas benang, sehingga sang

dalang dapat bebas menggerakkan tangan wayangnya (Haryanto, 1988:

59).

d. Wayang Beber

Wayang Beber termasuk bentuk wayang yang tua usianya, berasal

dari masa akhir zaman Hindu di Jawa. Pada mulanya wayang Beber

melukiskan cerita wayang dari kitab Mahabharata, tetapi kemudian

beralih dengan cerita-cerita Panji yang berasal dari Kerajaan Jenggala

dan mencapai jayanya pada zaman Majapahit (Haryanto, 1988: 41).

Prabu Bratono dari Kerajaan Majapahit membuat wayang Beber

Purwa untuk ruwatan pada tahun 1361 M (1283 Çaka, dengan sengkalan:

“gunaning pujangga nembah ing dewa”) (pendapat tersebut tidak sesuai

dengan ilmu sejarah, karena pada tahun 1350-1389 yang bertahta di

Majapahit adalah Raja Hayam Wuruk; kecuali apabila Prabu Bratono

adalah juga Prahu Hayam Wuruk). Wayang Beber Purwa maksudnya

adalah suatu pagelaran Wayang Beber yang menggunakan cerita dari

wayang Purwa.

g. Wayang Topeng

Pada masa kekuasaan kerajaan Demak, salah satu Wali Sanga

yang bernama Sunan Kalijaga menciptakan wayang Topeng yang mirip

dengan wayang Purwa pada tahun 1586 Masehi (1508 Çaka, dengan

sengkalan: “hangesti sirna yakseng bawana”). Wayang Topeng ciptaan

Page 31: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Sunan Kalijaga tersebut tersebar luas hingga dewasa ini masih hidup dan

berkembang sebagai seni budaya tradisional dengan corak tersendiri di

tempat Wayang Topeng tersebut berkembang.

Penampilan wayang Topeng tersebut dilakukan bersama dengan

pentas wayang, baik wayang Purwa maupun wayang Gedog, sehingga

pertunjukan itu dikenal sebagai Wayang Topeng atau dengan sebutan

suatu nama daerah tempat wayang Topeng itu berkembang, misalnya:

wayang Topeng Losari, wayang Topeng Malang atau wayang Topeng

Madura. Kemudian sebutan wayang Topeng menjadi nama suatu

pertunjukan seperti halnya dengan sebutan wayang Purwa (Haryanto,

1988:129).

h. Wayang Alternatif

Selain jenis-jenis wayang seperti tersebut di atas ternyata masih

banyak lagi wayang-wayang yang ada dan pernah populer, meskipun

dalam tingkat lokal. Wayang-wayang tersebut sebagian besar

pembuatannya menginduk pada wayang Purwa. Macam-macam wayang

ini antara lain adalah: wayang Kertas (1244), wayang Demak (1478),

wayang Keling (1518), wayang Jengglong, wayang Kidang Kencana

(1556), wayang Purwa Gedog (1583), wayang Rama (1788), wayang

Babad, wayang Kuluk (1830), wayang Kaper, wayang Taspirin, wayang

Kulit Betawi dan termasuk wayang baru yaitu: wayang Ukur ciptaan

Sukasman, Yogyakarta (1964), wayang Golek Modern ciptaan Parta

Suwanda dari Bandung (1960), wayang Budha (1978), wayang Sadat

(1985), belum termasuk wayang dolanan anak-anak dari kertas dan

rumput (S. Haryanto, 1988: 47).

3. Wayang Kulit Kreasi Baru.

Seni pertunjukan wayang merupakan kesenian yang sangat populer dan

akrab bagi segenap lapisan masyarakat etnis Jawa. Bagi penggemarnya, wayang

selain merupakan ekspresi seni yang bernilai seni juga merupakan sumber acuan

hidup, dimana pergelaran wayang bernilai etika, filsafat, sosial, dan religius

Page 32: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

(Wahyono, 2007: 166). Di Jawa wayang telah dikenal bertahun-tahun bahkan

beratus tahun-ratus tahun lamanya. Tokoh-tokoh Harjuna, Bima, Raden

Gatotkaca, sampai dengan sampai dengan tokoh punakawan seperti Semar,

Gareng, Petruk, dan Bagong sudah dikenal secara mendalam oleh masyarakat

pendukungnya.

Memang, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bila membicarakan wayang

yang terlintas dalam pikiran kita hanyalah wayang kulit Purwa beserta gambaran

tentang induk ceritanya yaitu cerita Mahabarata dan Ramayana. Sebetulnya di

Jawa ini masih banyak dijumpai jenis wayang lain yang saat ini kurang dikenal

dalam masyarakat. Wayang kulit Purwa sering dijumpai dalam masyarakat luas,

baik dalam pertunjukan-pertunjukan maupun wayang kulit sebagai kelangenan.

Oleh karena seringnya pertunjukan dilakukan atau dikenalkan wayang kulit

Purwa secara terus-menerus, maka jenis wayang kulit Purwa ini lebih dikenal

secara luas dibandingkan dengan jenis wayang lainnya.

Seperti diketahui wayang kulit yang bercerita Mahabarata dan Ramayana

ini sangat digemari oleh sebagian masyarakat pendukungnya. Hal ini disebabkan

berbagai variasi cerita (lakon) dan karakter-karakter tokohnya yang khas. Cerita

yang diceritakan dibuat sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi seakan-

akan di bumi nusantara ini, seolah-olah masyarakat turut terlibat di dalamnya.

(Sunarto, 1997: 132)

Bambang Suwarno dalam Sunarto (1997: 132) mengatakan bahwa bila

dicermati dalam wayang kulit Purwa kaitannya dengan kegiatan berbudaya,

memiliki dua fungsi utama. Pertama berfungsi sebagai sarana pengungkap

kreatifitas seni, kedua berfungsi sebagai sarana berkomunikasi dalam berbagai

kepentingan.

Fungsi ganda yang dimiliki wayang kulit Purwa itu telah lama

dimanfaatkan oleh para ahli untuk berbagai kepentingan dan berhasil tanpa

menimbulkan gejolak berarti dalam masyarakat luas. Keberhasilan wayang kulit

Purwa yang memiliki beberapa peran itu pula yang menyebabkan muculnya

berbagai kreasi baru dalam wayang kulit. Munculnya wayang alternatif dengan

cerita yang baru, membuat khazanah pewayangan menjadi kaya dan bervariasi.

Page 33: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Munculnya bentuk dan cerita wayang baru itu dipengaruhi oleh

perkembangan yang sedang bergejolak dalam masyarakat pendukungnya. Dasar

penciptaan yang berbeda satu dengan lainnya itu melahirkan bentuk wayang yang

bervariasi, namun dari setiap bentuk wayang memiliki kelebihannya masing-

masing. Dalam kenyataannya beberapa wayang kreasi baru itu belum mampu

menggeser kedudukan wayang Purwa dalam masyarakat. Sebagai contoh dapat

dikemukakan munculnya wayang kreasi baru dipengaruhi oleh alam lingkungan

atau keadaan masyarakat pendukung waktu wayang itu diciptakan.

Seperti pada masa-masa perang kemerdekaan bangsa Indonesia, muncul

wayang kulit yang bertema perjuangan. Hal itu sesuai dengan keadaan masyarakat

pendukung wayang kulit tersebut yang bersemangat dalam merebut dan

mempertahankan kemerdekaan dengan semangat juang yang tinggi, wayang kulit

baru itu disebut dengan wayang Pancasila (Sunarto, 1997: 133).

Diantara wayang-wayang kreasi baru yang cukup terkenal adalah wayang

Williem van Oranje yang merupakan maha karya Ki Ledjar Soebroto yang secara

khusus dipesan oleh Museum Nusantara. Bagi bangsa Belanda, Pangeran William

yang lahir di Castle Dillenburg pada tanggal 24 April 1533, mendapat tempat

istimewa di hati mereka. Pangeran William yang dijuluki dan dikenal sebagai

William dari Orange atau nama panggilan William Diam, dan di Belanda sering

disebut sebagai Bapa Bangsa.

Ki Ledjar membuat desain wayang atas sesuai dengan lukisan-lukisan

wajah para tokoh yang terdapat pada cerita sejarah perjuangan William yang

lukisannya sudah berumur ratusan tahun dan selama ini masih tersimpan didalam

koleksi Prinsenhof Museum. Selain membuat desain karakter para tokoh, Ki

Ledjar juga mendesain beberapa wayang berupa artefak peninggalan sejarah yang

berada di Kota Delft seperti Gereja atau disebut dengan Nieuwe Kerk tempat

Pangeran Willem dan para raja Belanda dimakamkan. Dibuatnya wayang yang

mengisahkan perjuangan

Pangeran William dalam bentuk wayang bertujuan sebagai wahana

pendidikan anak-anak untuk memahami tentang sejarah Belanda.

Page 34: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

(http://www.antaranews.com/berita/249471/dalang-ki-ledjar-tampilkan-wayang-

william-van-oranje).

Wayang ukur lahir didorong oleh kreativitas Sukasman yang mencurahkan

perhatiannya dalam pengembangan wayang kulit Purwa gagrag Yogyakarta dan

Surakarta. Wayang ukur diciptakan oleh Sukasman pada tahun 1974, yang

menekankan kejelasan bentuk figur wayang kulit Purwa gagrag Yogyakarta dan

Surakarta. Wayang ukur memiliki unsur-unsur bentuk yang sangat istimewa bila

dilihat dari sudut pandang seni rupa. Hasil dari eksplorasi yang terwujud dalam

bentuk wayang ukur ini sebenarnya tidak sekedar sebagai hasil karya seni yang

tidak memiliki arti apa-apa, tetapi memiliki nilai estetik yang tinggi. Misalnya,

pada bentuk dan karakter tokoh-tokohnya. Keunikan tersebut yaitu segi bentuk

dan warna sunggingan serta pahatan yang tampak lain dari wayang kulit Purwa

yang merupakan ciri khas wayang ukur ciptaan Sukasman. Keistimewaan yang

lain bahwa, wayang ukur merupakan wayang kreasi baru yang diciptakan

Sukasman dengan melakukan perubahan-perubahan pada bentuk dan teknik tatah

sunggingnya. Perubahan tersebut dengan membuat ukuran-ukuran tersendiri atau

selalu diukur-ukur dengan rasa, sehingga berdasarkan teknik pembuatannya,

wayang kreasi Sukasman dinamakan wayang ukur.

Keistimewaan yang lain apabila dilihat secara keseluruhan, pelukisan

sikap Tubuh tokoh-tokohnya lebih variasi dibanding dengan jenis wayang Purwa.

Wayang ukur tidak jauh berbeda dengan wayang kulit Purwa pada umumnya.

Obyek yang digambarkan terdiri dari bentuk wayang Purwa gagrag Yogyakarta

dan Surakarta, hanya pada beberapa unsur telah ada perubahan. Sukasman

mengadakan perubahanperubahan yaitu dengan membuat ukuran-ukuran

tersendiri. Hasil kreasi Sukasman terlihat dari sunggingan, tatahan yang tampak

berbeda dengan wayang Purwa pada umumnya. Pementasan wayang ukur di

sesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Pementasan wayang ukur berdurasi

dua jam, menjadikan wayang ukur seperti cerita pendek. Dalang tidak hanya satu,

tetapi bisa tiga atau bahkan empat. Di samping Dalang, dalam satu pementasan

ditambah dua narator untuk karakter suara laki-laki dan perempuan, dengan

menggunakan bahasa Indonesia. Cerita dalam pementasan wayang ukur untuk

Page 35: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

penggambaran tokoh-tokohnya tidak terpancang pada cerita wayang klasik.

Penceritaan pada wayang ukur menggambil tokoh-tokoh yang terpinggirkan

seperti sang pencipta wayang ukur itu sendiri. Tokoh-tokoh yang ditampilkan di

antaranya tokoh Bisma, Sukrasana, Ekalaya, Semar, dan Togog. (Salim, 2011:

78-79)

4. Sumber Gubahan Wayang Kulit Kreasi Baru

Munculnya wayang kreasi baru itu menambah semaraknya dunia

pewayangan. Dengan latar belakang dan dasar pemikiran yang berbeda-beda

dalam mencipta wayang sehingga mengenai makna atau nilai beragam pula.

Namun bila diperhatikan secara mendasar, kebanyakan dari wayang kulit kreasi

baru mempunyai sumber gubahan yang sama. Dua sumber gubahan dalam

mewujudkan wayang kreasi baru, ialah:

a. Cerita (Lakon)

Pada umumnya cerita memiliki tokoh-tokoh yang karakteristik, dari tokoh

itu dapat diklasifikasikan yang kemudian dapat diwujudkan menjadi suatu

kriteria. Berdasar cerita kriyawan dapat berkreasi mencipta beberapa

alternatif bentuk wayang dengan kriteria yang mantap. Misalnya mengenai

atribut akan dipengaruhi oleh latar belakang ceritanya.

b. Bentuk (Wujud)

Bentuk (wujud) merupakan sumber kedua yang lebih mengarah pada

pengolahan bentuk tokoh-tokohnya. Pertimbangan utama dalam

penciptaan wayang berdasar bentuk ini adalah aspek teknik dan estetis seni

rupa. Dalam mewujudkan wayang kreasi baru, beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian adalah komposisi warna (tata warna), tatahan yang

dapat mewujudkan karakter tertentu, untuk mendukung cerita yang

dilakonkan. (Sunarto, 1997: 134)

Page 36: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

5. Kritik Seni Rupa

a. Pengertian Kritik Seni Rupa

Istilah “kritik seni”, dalam bahasa indonesia, sering juga disebut dengan

istilah “ulas seni”, “kupas seni”, “bahas seni”, atau “bincang seni”. Hal itu

disebabkan istilah “kritik” bagi sebagian orang sering berkonotasi negatif yang

berarti kecaman, celaan, gugatan, hujatan, dan lain-lain (Bahari, 2008: 1)

Di pandang dari segi keilmuan, kritik seni rupa adalah basis pengetahuan

teoretis dan teknis penilain mengenai prestasi kesenirupaan. Dari segi proses,

kritik seni rupa adalah kegiatan perorangan, baik lisan mauapun tulisan, yang

dipublikasikan kepada khalayak ramai. Dan dari segi produk, kritik seni rupa

adalah sekumpulan hasil oponi para pengamat tentang prestasi kesenirupaan yang

mengandung nilai apresiatif (Bangun, 2000: 1)

b. Tujuan dan Fungsi Kritik Seni Rupa

Feldman seperti yang dikutip Bahari (2008: 3) berpendapat bahwa tujuan

dari kritik seni adalah memahami karya seni (rupa), dan ingin menemukan suatu

cara untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi suatu karya seni dihasilkan,

serta memahami apa yang ingin disampaikan oleh pembuatnya, sehingga hasil

kritik seni benar-benar maksimal, dan secara nyata dapat menyatakan baik dan

buruknya sebuah karya. Akhir dari tujuan kritik seni adalah supaya orang yang

melihat karya seni memperoleh informasi dan pemahaman yang berkaitan dengan

mutu suatu karya seni, dan menumbuhkan apresiasi serta tanggapan terhadap

karya seni.

Kritik seni berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara pencipta

dengan penikmat karya seni, serta antara karya seni itu sendiri dengan

penikmatnya. Fungsi yang demikian sangat penting dan strategis, karena tidak

semua penikmat karya seni dapat mengetahui dengan pasti apa yang ingin

disampaikan dan dikomunikasikan oleh pencipta karya seni dengan wujud karya

yang dihadirkan. Di sisi lain, kritik seni juga dapat dimanfaatkan oleh pencipta

karya seni untuk mengevaluasi diri, sejauh mana prestasi kerjanya dapat dipahami

manusia di luar dirinya (Bahari, 2008 : 3).

Page 37: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

6. Kritik Seni Rupa Holistik

Istilah kritik seni sudah lama didengungkan oleh para peneliti seni, kritikus

seni maupun pemerhati sastra. Bahkan, dalam bidang ilmu lain, kritik seni dapat

digunakan. Dalam disiplin ilmu humaniora, misalnya, Eliot Eisner dalam Sutopo

(1995: 6) menekankan perlunya penelitian dan evaluasi dengan menggunakan

pendekatan kritik seni. Seperti halnya sifat kegiatan kritis yang bersifat evaluatif,

kegiatan Eisner ini lebih memfokuskan kepada aktivitas evaluasi program

pendidikan. Dari pengalaman penelitian-penelitiannya Eisner semakin mantap dan

mempertegas bahwa kritik mampu menyajikan tiga aspek pokok dalam evaluasi,

yaitu (1) aspek deskriptif, (2) aspek interpretatif, dan (3) aspek evaluatif.

Menurut Stolnitz (dalam Sutopo, 1995:7) kritik seharusnya berupa

aktivitas evaluasi yang memandang seni sebagai objek untuk pengalaman estetik.

Pengalaman itu dihasilkan lewat kajian teliti atas karya seni sejalan dengan

pandangan Flaccus dalam Sutopo (1995: 7) yang merumuskan kritik sebagai studi

rinci dan apresiatif tentang karya seni. Dari pandangan ini, di satu sisi kritik

merupakan keyakinan dan semangat yang lebih besar dari logika seorang pecinta

seni yang berusaha mendukung karya, sedang di sisi lain ia merupakan analisis

cendekia dan teliti atas karya seni disertai berbagai tafsir dengan alasan-alasannya.

Sudah diakui bahwa di dalam dunia kritik seni terdapat beragam struktur

yang sering saling bertentangan. Menurut Osbone (dalam Sutopo, 1995:8) para

kritikus sering saling berbenturan tidak hanya penggunaan metode yang

dianggapnya sah tetapi juga berbeda mengenai peran yang harus dipenuhinya.

Perbedaana itu itu kemudian memunculkan kritikus yang cenderung berkelompok

untuk menjaga aktivitas kritiknya supaya tetap mencerminkan secara kuat

disiplin ilmunya. Adanya kritik aliran sosiologis dan psikologis yang selanjutnya

pecah menjadi dua arah yaitu aktivitas psikologis senimannya dan aktiviats

psikologis penghayatnya, lebih menjelaskan adanya keragaman kritik tersebut.

Perbedaan kritik yang tampak jelas pada strukturnya terutama disebabkan

adanya pemihakan yang berlebihan pada sumber nilai seni yang dianggap paling

sah dalam mengevaluasi karya. Sumber nilai setiap karya seni pada dasarnya

berkaitan langsung dengan tiga komponen utama, yaitu (1) seniman, (2) karya

Page 38: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

seni (dalam hal ini seni rupa) dan (3) penghayat. Menurut Sutopo (1995 : 8), tidak

ada kehidupan seni dalam masyarakat manapun yang salah satu komponen seni

itu ditiadakan. Inilah yang menjadikan proses tersebut tidak cukup dengan

sebutan kritik seni saja tetapi kritik seni holistik. Kritik seni harus

melibatkan tiga komponen itu dalam satu kesatuan yang saling berkaitan. Dalam

mengevaluasi sebuah karya seni tidak bisa mengabaikan salah satu komponen

sumber nilai tersebut jika ingin mendapatkan pemahaman yang utuh.

B. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan dalam upaya menyusun sripsi ini

adalah:

1. Sularno dalam penelitian tesisnya dengan judul Bentuk Rupa dan Makna

Simbolik Wayang Kulit Purwa Kreasi Baru Ki Manteb Sudarsono tahun

2009, memfokuskan diri pada identifikasi bentuk rupa wayang kulit Purwa

kreasi baru karya Ki Manteb Sudarsono dengan membandingkannya

dengan wayang kulit Purwa klasik, kemudian berusaha menemukan

makna simbolik baru dengan bersandar pada metode Hermeneutik

Fenomenologis.

2. Subandi dkk. (1995) dalam penelitiannya memaparkan wayang kulit kreasi

seniman Surakarta yaitu Ki Manteb Sudarsono, Ki Bambang Suwarno, dan

Hajar Satoto. Dalam penelitian tersebut dikaji tokoh-tokoh wayang kulit

Purwa yang menjadi pilihan seniman untuk digubah, bentuk-bentuk

gubahannya, serta alasan seniman dalam upaya penggubahan bentuk

boneka wayang kulit Purwa. Hasil penelitian tersebut sangat rinci dalam

memaparkan detail wayang Purwa yang telah digubah, baik dari aspek

bentuk, tatahan, maupun sunggingan.

Dari pengamatan penulis terhadap penelitian di atas, penelitian wayang di

Surakarta masih sebatas pada wayang kulit Purwa dan belum ada penelitian

Page 39: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

tentang boneka Wayang Kampung Sebelah dalam perspektif seni rupa. Untuk

itulah penulis ingin mengungkap latar belakang munculnya Wayang Kampung

Sebelah, proses kreatif penciptaannya, bentuk dan watak boneka wayangnya, serta

tanggapan penghayat terhadap bentuk rupa boneka Wayang Kampung Sebelah.

C. Kerangka Berpikir

Wayang adalah sebuah karya seni rupa yang tidak terlepas dari aspek

pikiran seniman pembuatnya maupun budaya masyarakat yang melatarinya.

Bentuk rupa wayang itu sendiri telah melalui tahapan-tahapan baik dalam tataran

ide maupun teknik. Setelah wayang tersebut menjadi suatu karya yang disuguhkan

kepada masyarakat, maka masyarakat sebagai penghayat karya memiliki respon

tersendiri terhadap karya wayang tersebut. Hal-hal tersebut ditelaah untuk

menghasilkan simpulan dalam keseluruhan penelitian ini. Lebih jelasnya dapat

dilihat dalam bagan berikut:

Bagan 1. Kerangka Berpikir

Wayang Kampung Sebelah

Kritik Holistik

Seniman Sebagai

Sumber Informasi

Genetik

Boneka Wayang

Sebagai Sumber

Informasi

Objektif

Penghayat

Sebagai Sumber

Informasi Afektif

Simpulan

Latar Belakang

dan Proses

Kreatif

Bentuk Rupa dan

Watak

Tanggapan

Penghayat

Page 40: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah Ki Jlitheng Suparman. RT 05 RW 02,

Desa Siwal, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Adapun

penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2011.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian, maka

jenis dan strategi yang cocok adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dengan jenis

penelitian dan strategi ini dapat ditangkap berbagai informasi kualitatif dengan

deskripsi yang penuh nuansa (Sutopo, 2002: 35).

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini bentuk rancangan adalah

studi kasus tunggal terpancang. Model studi kasus lebih sesuai bagi penyajian

realitas multi perspektif dengan kekayaan deskripsinya, dan berhubung penelitian

ini dilakukan pada satu sasaran karakteristik, artinya penelitian ini dilakukan pada

satu lokasi maka studi kasusnya adalah studi kasus tunggal. Berhubung

permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dan dibatasi, maka jenis

strategi studi kasus ini adalah studi kasus terpancang.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Loftland: ”Sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan sepertu

dokumen dan lain-lain” (Moleong, 2009: 157)

Dalam penelitian ini mengambil sumber data :

1. Informan, 2. Tempat dan peristiwa, 3. Arsip atau dokumen yang

berhubungan dengan masalah penelitian.

Ketiga sumber data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 41: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

1. Narasumber atau Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2009: 132).

Sumber data yang berupa narasumber atau informan dalam penelitian ini

adalah seniman penggagas Wayang Kampung Sebelah. Sedangkan Informan

pendukung adalah Dosen Seni Rupa, Dosen Pedalangan, Mahasiswa Seni Rupa,

Guru Seni Rupa, dan Penonton Serius Wayang Kampung Sebelah sebagai

penghayat Wayang Kampung Sebelah.

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan

penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan

oleh peneliti (Sutopo, 2002: 52).

Tempat dan peristiwa merupakan salah satu sumber data yang sangat

penting, sebab di lokasi tersebut penelitian akan dilaksanakan. Tempat dan

peristiwa yang dimaksud adalah rumah Ki Jlitheng Suparman RT.05 RW.02, Desa

Siwal, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, juga di tempat

digelarnya pertunjukan Wayang Kampung Sebelah. Sedang peristiwa yang akan

diamati adalah pertunjukan Wayang Kampung Sebelah.

3. Arsip atau Dokumen

Dokumen merupakan sumber data yang berupa benda, gambar, dan

rekaman peristiwa. Dalam penelitian ini dokumen yang diambil adalah boneka

Wayang Kampung Sebelah, video dokumentasi Wayang Kampung Sebelah, serta

buku-buku tentang wayang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian pengumpulan data merupakan persyaratan yang sangat

dibutuhkan, maka dalam penelitian ini diperlukan teknik-teknik untuk menunjang

pengumpulan data.

Page 42: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data

adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. (Moleong, 2009: 186).

Wawancara di dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan

secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam penelitian

kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur, atau sering disebut dengan

“wawancara mendalam” (Sutopo, 2002: 59). Dalam wawancara mendalam teknik

interview-nya bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam

suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama.

Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang latar belakang munculnya Wayang Kampung Sebelah, proses

kreatif penciptaannya, serta untuk mendapatkan informasi tentang pesan yang

terdapat dalam Wayang Kampung Sebelah.

2. Observasi Langsung

Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan terhadap perilaku yang

relevan dengan kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi penelitian. Teknik

observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa,

tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar (Sutopo, 2002: 64).

Dalam penelitian ini penulis mengadakan observasi secara langsung, yaitu

penulis secara langsung terjun ke lokasi tujuan penelitian untuk mengamati

kegiatan yang relevan dengan penelitian.

Page 43: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Analisis Dokumen/ Arsip

Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki

posisi yang sangat penting dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2002: 69). Dalam

penelitian ini dokumen yang dianalisis berupa boneka Wayang Kampung Sebelah,

video dokumentasi Wayang Kampung Sebelah, serta buku-buku-buku yang

memuat teori mengenai masalah yang diteliti, yang diharapkan mampu membantu

memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

E. Teknik Sampling

Teknik sampling atau teknik cuplikan adalah suatu bentuk khusus atau

proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada

seleksi (Sutopo, 2002: 55).

Dalam penelitan ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sutopo (2002: 56) menyatakan bahwa dalam

purposive sampling, peneliti cenderung memilih informan yang dianggap

mengetahui informasi dan masalahanya secara mendalam dan dapat dipercaya

untuk menjadi sumber data yang mantap.

Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah seniman penggagas

Wayang Kampung Sebelah. Adapun sampel wayang yang akan dianalisis adalah

tokoh-tokoh baku dalam wayang kampung sebelah, yaitu: Lurah Somad, Eyang

Sidik Wacono, Karyo, Kampret, Parjo, Silvy, Blegoh, Joni, Sudrun, Mbah Modin,

Mbah Keblak, Cak Dul, Komaramarimari, dan Minul Darah Tinggi.

F. Validitas Data

Data yang berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan

penelitian harus diusahakan kemantapan dan keabsahannya. Karena validitas dan

kebenaran data merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian.

Sehingga atas dasar tersebut maka data perlu diuji kebenaran dan keabsahannya

dengan melalui cara sebagai berikut :

Page 44: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

1. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai data pembanding terhadap data itu (Moleong: 2009: 330).

Dalam penelitian ini digunakan triangulasi sumber, yaitu membandingkan

berbagai sumber data yang diperoleh berupa daftar hasil wawancara informan,

observasi dan analisis dokumen/ arsip.

2. Review Informan

Review informan merupakan usaha pengembangan validitas penelitian

yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Pada waktu peneliti sudah

mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya

walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan

yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya

yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal ini perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan

atau deskripsi sajian yang disetujui mereka (Sutopo, 2002: 83). Dalam penelitian

ini data yang sudah disusun akan ditunjukkan kepada para informan untuk

diperiksa kembali untuk menjaga keabsahannya.

G. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2009: 280) mendefinisikan bahwa

analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan

tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan

sebagai usaha secara formal untuk memberikan bantuan pada tema hipotesis kerja

itu.

Proses analisis data dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman data

dan penarikan simpulan data yang telah terkumpul melalui wawancara, observasi

dan dokumentasi. Analisis data dilakukan untuk mencari dan menata kembali

secara sistematis catatan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.

Analisis data yang digunakan bertujuan untuk pemahaman penelitian tentang

masalah yang diteliti dan penyajiannya dalam bentuk laporan hasil penelitian.

Page 45: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Untuk menganalisis latar belakang kemunculan Wayang Kampung

Sebelah, bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah dan tanggapan masyarakat

(apresiator), digunakan analisis kritik holistik Sutopo (1995). Kerja analisis kritik

holistik berorientasi pada faktor genetik (seniman), obyektif (karya), dan afektif

(apresiator). Tiga sumber nilai tersebut dikaji secara lengkap dan seimbang agar

tidak terjadi kepincangan evaluasi (Sutopo, 1995: 14).

Page 46: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Bagan 2. Penelitian dengan Pendekatan Kritik Holistik

(Sutopo, 1995: 16)

Kesimpulan

Deskripsi

Latar

Belakang

Analisis

Formal/

Kondisi Objektif

Dampak

persepsi/ Intepretasi-

Pembahasan

Informasi

Latar Belakang

Proses

Informasi

Obyektif

Kondisi

Sasaran Studi

Informasi Hasil-

Dampak

Persepsi Pelaku

Latar

Belakang

Proses

Terjadinya

Karya-Peristiwa Program sasaran

Studi

Hasil

Dampak

Persepsi

Pelaku

Formalisme

Holistisisme

Emosionalisme

Memilih Sumber Jenis Data:

Informan

Tempat/ Peristiwa

Benda/ Dokumen

Kerangka Kerja

Konseptual

Historisme

Analisis Laporan

-Sajian:

Latar Belakang Kondisi Formal

-Interpretasi:

Diskusi -Kesimpulan &

Rekomendasi

Jenis Data/

Informasi

Bahan Analisis Hasil:

Wawancara

Observasi Analisis Isi

Page 47: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah tahap-tahap atau langkah-langkah yang harus

ditempuh seorang peneliti agar penelitian yang akan dilakukannya berjalan

dengan sistematis, sehingga dapat mencapai tujuan. Sedangkan prosedur yang

ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

a. Menyusun proposal penelitian.

b. Mengurus perijinan.

c. Mengadakan pra survey.

d. Memilih dan memanfaatkan informasi yang bersifat informal.

e. Menyiapakan perlengkapan penelitian.

2. Tahap observasi lapangan

a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.

b. Mendapatkan data selengkap mungkin, dengan terlibat langsung

dalam kancah.

3. Tahap analisis data.

a. Memantapkan analisis awal pada data-data yang sudah masuk.

b. Melaksanakan analisis pada kasus tunggal sesuai dengan teknik

analisisnya sehingga diperoleh simpulan dan saran-saran.

c. Menyusun simpulan akhir sebagai hasil penelitian dan saran-saran

keseluruhan dari proses pengumpulan data dan analisis.

4. Tahap penyusunan laporan.

a. Mengatur data serta memeriksa kembali kelengkapannya.

b. Menulis laporan lengkap.

c. Memeriksa kesatuan laporan.

d. Memperbanyak laporan.

Page 48: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Munculnya Boneka Wayang Kampung Sebelah

Munculnya boneka Wayang Kampung Sebelah sebagai sebuah karya

wayang kreasi baru tidak dapat dipisahkan dari lahirnya pertunjukan Wayang

Kampung Sebelah dan kreator yang memprakarsainya. Pertunjukan wayang

yang di dalamnya terdapat beberapa cabang kesenian yaitu seni rupa, seni

musik, dan seni sastra tentu memiliki keterkaitan satu sama lain, yang

semuanya mengarah pada satu tujuan, yaitu menyampaikan pesan. Boneka

Wayang Kampung Sebelah, sebagai sebuah hasil karya rupa yang menjadi

bagian dari pertunjukan memiliki peran sebagai media penyampai pesan yang

terkandung dalam cerita (lakon) yang dibawakan dalam pertunjukan. Untuk

itulah aspek sejarah perlu ditelaah untuk dapat memahami karya rupa yang

berbentuk boneka wayang ini.

1. Sejarah Wayang Kampung Sebelah

Awal lahirnya Wayang Kampung Sebelah tidak bisa dilepaskan dari

sosok Suharman atau yang akrab dipanggil “Mance”, salah seorang dosen seni

rupa IKIP Surabaya (sekarang UNESA). Dosen yang berlatar belakang disiplin

seni lukis itu melahirkan karya seni rupa berbentuk boneka wayang. Namun,

boneka wayang hasil karya cipta Suharman tersebut jauh berbeda dengan

boneka wayang yang banyak dikenal oleh masyarakat. Boneka Wayang dua

dimensi buatannya berbahan dari kulit yang berbentuk manusia masa kini yang

dideformasi. Seperti yang dikatakan salah seorang perintis Wayang Kampung

Sebelah (WKS), Yayat Suhiryatna sebagai berikut:

“Sejarah singkatnya itu ada pelukis dan dosen dari Surabaya

namanya Suharman, dia bikin boneka seperti wayang Purwa

tapi bentuknya sudah lain samasekali, lebih pada bentuk

manusia yang dideformasi gitu lah. Tangannya lebih panjang,

kakinya agak berbeda dengan ukuran manusia yang

proporsional.” (Wawancara 12 Juli 2011).

Page 49: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Semula karya itu memang sebatas sebagai karya seni rupa yang

merupakan bagian dari keinginan menginterpretasi medium kulit binatang

sebagai bahan boneka. Akan tetapi kemudian terbersit keinginan untuk

"menghidupkan" boneka wayang ke dalam bentuk seni pertunjukan. Untuk

merealisasikan keinginannya tersebut, Suharman bersama sejumlah mahasiswa

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya (sekarang berganti

nama menjadi UNESA) dan didukung oleh beberapa seniman berusaha

melakukan eksplorasi. Langkah eksploratif tersebut telah menghasilkan sebuah

bentuk pertunjukan dalam format teatrikal. Dalam pelaksanaannya setiap tokoh

boneka dimainkan oleh satu orang tanpa menggunakan medium layar, tetapi

dengan medium ruang yang lengkap dengan properti dekoratif. Dialog

dilakukan oleh individu-individu memegang boneka tersebut dan dibantu oleh

narator. Demikian pertunjukan hasil eksplorasi dan dinamakan Wayang

Kampung (selanjutnya disingkat WK).

Hasil eksplorasi tersebut sempat dipentaskan di dua kota, yakni di

Surabaya dan di Surakarta. Dari kedua pementasan tersebut Suharman

mendapat masukan dan saran dari para seniman yang sempat mengikuti

pertunjukannya. Opini terbesar mengatakan bahwa pertunjukan wayang yang

dimaksudkan oleh Suharman untuk "menghidupkan" boneka wayangnya

dinilai kurang berhasil. Suharman dan kawan-kawan dinilai terjebak pada

permainan yang mengaburkan posisi boneka wayang sebagai media utama

untuk penyampaian cerita. Boneka wayang sebatas tampil sebagai properti

dekoratif terbiaskan oleh dominasi akting individu pemegang boneka.

Beberapa seniman menyarankankan agar Suharman mencari mitra yang tepat

untuk dapat benar-benar menghidupkan boneka karya ciptanya menjadi sebuah

pertunjukan sesuai yang dikehendaki.

Ketika Suharman melanjutkan studinya di Program Pascasarjana

Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta (sekarang menjadi Institut

Seni Indonesia/ ISI) Surakarta pada tahun 1999, ia berusaha menindaklanjuti

saran-saran yang diterimanya agar dapat merealisasikan obsesinya

"menghidupkan" boneka WK tersebut. Kemudian Suharman bertemu dengan

Page 50: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

beberapa seniman Solo, antara lain Ki Jlitheng Suparman (dalang), Yayat

Suhiryatna (musisi dan komposer) dan Sosiawan Leak (penyair dan

dramawan). Sebelum pertemuan tersebut terjadi, Ki Jlitheng Suparman dan

Yayat Suhiryatna juga memiliki obsesi untuk membuat pertunjukan wayang

yang untuk berekspresi tanpa terbelenggu oleh norma-norma estetik yang ketat

seperti yang terjadi pada pertunjukan wayang tradisional, seperti wayang kulit

Purwa, menyambut dengan antusias tawaran Suharman untuk melakukan

eksplorasi bersama.

Pertemuan Suharman dengan ketiga tokoh seniman dari Solo tersebut

membuahkan gagasan konseptual yang menjadi landasan bereksplorasi. Ki

Jlitheng Suparman yang memang berbasis disiplin seni pedalangan wayang

kulit Purwa memiliki pandangan bahwa boneka wayang karya cipta Suharman

yang berwujud dua dimensi tidak bisa lepas dari unsur media latar seperti

halnya wayang kulit Purwa. Untuk menghidupkan boneka WK tidak ada

buruknya mengadopsi media yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit

Purwa, yakni unsur layar sebagai latar, unsur batang pohon pisang untuk

menancapkan boneka, dan unsur blencong (lampu untuk layar) sebagai

penerangan sekaligus pembentuk bayang- bayang. Perihal pemakaian unsur

perlengkapan bantu lain seperti keprak, cempala, dan lain sebagainya, dapat

dipertimbangkan selanjutnya menyesuaikan kebutuhan dalam proses

eksplorasi.

Yayat Suhiryatna yang berbasis disiplin musik, baik tradisonal maupun

modern memiliki pandangan bahwa iringan WK semestinya dibuat spesifik dan

unik sesuai dengan karakter boneka berikut kisah yang dibawakannya. Secara

kebetulan Yayat Suhiryatna yang komposer sudah melakukan eksplorasi

musikal dan melahirkan sebuah kelompok dengan gaya musik alternatif

lengkap dengan repertoar karya ciptanya. Hasil eksplorasi musikal tersebut

yang ditawarkan untuk menjadi bagian dari pertunjukan WK.

Sosiawan Leak yang berbasis kepenyairan dan teater berpandangan

bahwa boneka Wayang karya cipta Suharman memang tepat untuk mengangkat

kisah masyarakat kampung atau masyarakat urban yang plural dan dinamis.

Page 51: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Keliaran, kenakalan, dan cairnya kehidupan kampung dapat menjadi orientasi

karakteristik pengkisahan wayang kampung. Keliaran, kenakalan dan cairnya

nuansa kehidupan kampung sekaligus dapat menjadi wahana menyalurkan

pemikiran-pemikiran kritis terhadap persoalan-persoalan kekinian yang

berkembang di masyarakat.

Tiga gagasan konseptual dari tiga tokoh seniman tersebut melandasi

proses awal eksplorasi pencarian bentuk pertunjukan WK. Dalam kurun waktu

tidak lebih dari satu minggu, tercipta sebuah pertunjukan WK yang melakukan

pentas perdana di Pendopo Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) sebagai

rangkaian dari acara bertajuk "Menutup Abad Gelap" yang diselenggarakan

pada 31 Desember 2000.

Pementasan WK tersebut mendapat respon positif dari sejumlah

kalangan. Walaupun masih terdapat kritikan yang berorientasi kepada

penyempurnaan bentuk pertunjukan, lahirnya pertunjukan WK tersebut dinilai

sebagai sebuah gebrakan baru di dunia pertunjukan wayang. Apresiasi pun

berkembang ditandai oleh datangnya permintaan dari masyarakat, terutama

kalangan seniman, agar WK menggelar pementasan untuk berbagai

kepentingan mereka.

Setengah tahun lebih proses WK berjalan terhitung sejak pentas

perdananya. Di tengah perjalanan, Suharman tidak menyelesaikan studinya dan

harus kembali ke Surabaya. Boneka wayang karya ciptanya harus ikut

bersamanya kembali ke Surabaya. Hijrahnya kembali boneka WK ke Surabaya

niscaya akan meniadakan bentuk pertunjukan wayang yang telah dirintis

bersama dan mendapat respon positif dari masyarakat tersebut. Ki Jlitheng

Suparman Suparman, Yayat Suhiryatna, Sosiawan Leak dan sejumlah seniman

pendukung lain merasa sayang bila pertunjukan WK tersebut tidak

ditindaklanjuti. Ki Jlitheng Suparman yang memiliki keterampilan dalam

menggambar, atas inisiatif dan desakan kelompok WK pasca Suharman hijrah

ke Surabaya, membuat sendiri boneka wayang baru sesuai dengan daya

imajinasi dan interpretasinya. Penunjukan Ki Jlitheng Suparman sebagai

kreator boneka wayang yang akan digunakan untuk pertunjukan berdasarkan

Page 52: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

pada alasan bahwa Ki Jlitheng Suparman sebagai dalang memiliki pemahaman

tentang bentuk wayang yang ideal untuk dimainkan. Hal ini diungkapkan oleh

Yayat Suhiryatna sebagai berikut:

“Pertimbangannya ya sebisa mungkin boneka wayang itu dibuat

oleh orang yang memiliki pengalaman memainkan wayang,

karena wayang ini kan untuk dimainkan, bukan hanya sekedar

boneka yang merupakan bentuk karya seni rupa, melainkan juga

berfungsi maksimal sebagai wayang yang dimainkan dengan

layar”. (Wawancara 12 Juli 2011).

Setelah sejumlah boneka berhasil atau selesai dikerjakan, proses

pertunjukan WK berlanjut kembali. Untuk menghargai cetusan ide Suharman

namun juga sebagai pembeda antara WK versi Suharman dengan WK versi Ki

Jlitheng Suparman, kelompok seniman pengampu pertunjukan wayang tersebut

bersepakat memberikan nama seni pertunjukannya yakni "Wayang Kampung

Sebelah".

Ki Jlitheng Suparman dan Yayat Suhiryatna yang hingga kini masih

mengampu perjalanan Wayang Kampung Sebelah - di mana Sosiawan Leak

terpaksa berhenti di tengah jalan karena harus konsentrasi di dunia kepenyairan

dan teater – menuturkan panjang lebar tentang latar orientasi dari penciptaan

pertunjukan WK yang kemudian bermetamorfosa menjadi Wayang Kampung

Sebelah (WKS).

Ki Jlitheng Suparman yang notabene juga dalang wayang kulit Purwa,

dan Yayat Suhiryatna memiliki pandangan yang sama terhadap perkembangan

kondisi pertunjukan wayang kulit Purwa di penghujung tahun 2000 hingga

kini. Pressure atau tekanan muatan kepentingan di luar kepentingan estetika

seni pedalangan membuat pertunjukan wayang kulit Purwa seperti makin

kehilangan arah. Fungsi utama seni pertunjukan tradisional Jawa tersebut,

yakni sebagai seni tutur, semakin kehilangan potensi bertuturnya. Label

“adiluhung” yang mengisyaratkan keseimbangan antara aspek hiburan

“tontonan” dan aspek edukasi “tuntunan” tidak lagi terefleksikan. Muatan

hiburan lebih tebal ketimbang muatan edukasinya bahkan prosentase muatan

edukasi tersebut jauh lebih kecil.

Page 53: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Mengenai perkembangan wayang kulit Purwa dewasa ini Ki Jliteng

Suparman menuturkan pandangannya sebagai berikut:

“Menurut saya perkembangan wayang kulit Purwa saat ini

secara kuantitas cukup menggembirakan, karena banyak

bermunculan dalang-dalang muda, apalagi dengan adanya

pendidikan formal pedalangan. Namun sayang sekali

perkembangan kuantitas itu tidak diimbangi dengan kualitas,

dalam arti secara estetik kesenian wayang Purwa saya nilai

semakin mengalami kemunduran karena lemahnya aspek

komunikasi dan potensi dalang dalam menangkap

perkembangan situasi sekeliling kemudian mentransfer ke dalam

pakeliran. Sehingga tidak mampu mewacanakan persoalan-

persoalan yang ada di sekelilingnya melalui wayang kulit

Purwa”. (Wawancara 13 April 2011)

Yayat Suhiryatna yang bergabung dengan Wayang Kampung Sebelah

sebagai penata musik karena merasa memiliki pandangan yang sama dengan Ki

Jlitheng Suparman menegaskan pendapatnya tentang pertunjukan wayang kulit

Purwa sebagai berikut:

“Kebetulan saya sependapat dengan mas Parman tentang

kemandekan pertunjukan wayang kulit Purwa, saya mengamati

bahwa orang lihat wayang itu lebih kepada mencari hiburan saja,

biasanya kan pertunjukan wayang itu menyertakan hiburan

musik dangdut, nah orang lebih suka musik dangdut ini, saya

pikir ya kenapa nggak sekalian saja musik pengiring wayang itu

dangdut saja, supaya orang lihat wayang selain terhibur dengan

musik dangdutnya juga mendapatkan pesan dalam cerita

wayang”. (Wawancara 12 Juli 2011)

Makin hilangnya muatan pesan edukatif, seperti pesan nilai-nilai

filosofis, etis, dan estetis dalam pertunjukan wayang kilit Purwa bukan sebatas

karena makin tebalnya warna hiburan, tetapi juga karena adanya kesenjangan

komunikasi. Saat ini telah terjadi ketidaksinambungan pertunjukan wayang

dengan masyarakat penonton dengan tingkat hayatan yang berbeda-beda.

Dengan kondisi perubahan sosiokultural yang terjadi di Indonesia saat ini dan

kondisi kultur budaya yang beragam, ragam bahasa dan penggunaan simbol-

simbol dalam pertunjukan wayang menjadi faktor penyebab

ketidaknyambungan maksud, tujuan, maupun pesan pertunjukan wayang

kepada penonton. Seperti halnya bahasa yang dipergunakan dalam pertunjukan

Page 54: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

wayang klasik pada umumnya adalah bahasa Jawa kuno atau bahasa Kawi,

yang membuat sebagian masyarakat sekarang kurang dapat memahami Bahasa

Kawi yang digunakan dalam pertunjukan tersebut.

Berangkat dari keprihatinan terhadap masalah kesenjangan komunikasi

tersebut, Wayang Kampung Sebelah berusaha menjari jalan untuk membuat

pertunjukan wayang yang komunikatif dalam menyampaikan pesan. Dalam hal

ini Ki Jlitheng Suparman Suparman bertolak pada salah satu aspek pertunjukan

wayang yang merupakan seni bertutur. Seperti yang dikatakan oleh Ki Jlitheng

Suparman:

“Kami lebih menekankan fungsi dari dalang dan seni

pewayangan itu sendiri dimana tugas pokoknya adalah bercerita,

kalau zaman dahulu disebut wiracarita, yaitu ahli bercerita,

dalang pun demikian”. (Wawancara 20 April 2011)

Dalam mengkomunikasikan pesan dan makna dalam cerita, Wayang

Kampung Sebelah memilih menggunakan ragam bahasa yang variatif untuk

tujuan komunikatif. Variasi bahasa yang digunakan Wayang Kampung Sebelah

adalah dialek Jawa Tengah (berbagai tingkatan seperti Kawi, krama inggil,

krama alus, ngoko alus, ngoko), dialek Jawa Timur, Sunda, Banyumasan,

Betawi, Bahasa lndonesia (EYD dan bahasa gaul - kosakata bahasa yang

digunakan anak muda zaman sekarang): hingga ungkapan-ungkapan dalam

bahasa asing (lnggris).

Kedua tokoh Wayang Kampung Sebelah menyatakan bahwa tidak

layak menyejajarkan Wayang Kampung Sebelah dengan wayang kulit Purwa

sebagai sebuah mahakarya. Wayang Kampung Sebelah bukanlah apa-apa

dibanding dengan wayang kulit Purwa. Namun setidaknya kondisi yang

berlangsung pada pertunjukan wayang kulit Purwa saat ini dapat menjadi

sumber acuan untuk membangun format pertunjukan Wayang Kampung

Sebelah agar maksud dan tujuannya tampil sebagai seni tutur dapat tercapai.

Disamping berangkat dari upaya mengkritisi perihal kesenjangan

komunikasi pada pertunjukan wayang kulit Purwa, orientasi penciptaan

Wayang Kampung Sebelah juga didasarkan pada pemikiran bagaimana

kepentingan hiburan, informasi, dan edukasi dapat tercakup dalam sebuah

Page 55: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

pertunjukan. Maka, Wayang Kampung Sebelah tetap berusaha menyajikan

sehuah format pertunjukan yang segar, menghibur, kritis dan penuh muatan

edukatif bagi masyarakat. Ki Jlitheng Suparman berpikir bagaimana

memanfaatkan humor sebagai sebuah metode menghibur, namun tetap berisi

pesan-pesan. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Ki Jlitheng Suparman

sebagai berikut:

“Kami ingin menyampaikan hal yang serius tapi jangan dengan

cara yang serius, karena hidup kita setiap hari sudah sangat

serius, dengan persaingan yang begitu berat, dengan rutinitas

yang begitu menguras tenaga dan pikiran. Lha itu dalam wayang

kampung kita mencoba memberi hiburan, tetapi ada suatu pesan

yang kita sampaikan, yang kita harapkan pesan ataupun

informasi ataupun apa yang kita sampaikan itu sampai kepada

penonton”. (Wawancara 20 April 2011).

2. Format Pertunjukan

Format pertunjukan Wayang Kampung Sebelah secara konseptual

mengadopsi format pertunjukan wayang kulit Purwa, secara struktur

pertunjukannya terdapat dalang, lakon atau cerita, boneka wayang, layar (kelir)

dan iringan.

Dalam format pertunjukan Wayang Kampung Sebelah terdapat unsur

dalang yang berposisi sebagai pemimpin pertunjukan atau konduktor, sutradara

sekaligus aktor. Terdapat perilaku yang unik dan agak berbeda dengan dalang

pada pertunjukan wayang kulit Purwa pada umumnya. Dalang sebagai

pemimpin pada pertunjukan wayang kulit Purwa memegang kekuasaan absolut

dalam membawakan kisah dan dialognya, terutama dalam adegan-adegan baku.

Berbeda dengan Wayang Kampung Sebelah, kisah atau dialog di depan layar

tidak semata-mata milik kekuasaan dalang. Pemain musik maupun penonton

memiliki ruang untuk berkomentar atau bahkan ikut menjadi bagian dari dialog

tersebut.

Lakon atau kisah yang di bawakan oleh Wayang Kampung Sebelah

terdapat perbedaan dengan lakon dalam pertunjukan wayang kulit Purwa.

Wayang Kampung Sebelah tidak menyajikan lakon yang bersumber dari epos

Mahabarata dan Ramayana melainkan lakon yang bersumber dari kisah

Page 56: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

kehidupan sehari-hari masyarakat sekarang. Hal itu juga disesuaikan dengan

karakter boneka wayang yang memang menggambarkan figur manusia zaman

sekarang. Tokoh-tokohnya sebagaimana masyarakat kampung yang plural,

terdiri atas petani, preman, penarik becak, penjual jamu, pelacur, banci,

pedagang, hansip, tokoh spiritualis, pak RT (Rukun Tetangga), lurah, hingga

pejabat besar kota.

Dalam menyajikan pertunjukannya, Wayang Kampung Sebelah

mengedepankan sajian dengan topik bahasan yang mudah dipahami, berkesan

santai penuh humor namun meliputi muatan-muatan kritis terhadap aspek-

aspek kehidupan. Sisipan pesanedukatif juga tidak terlupakan dalam

pertunjukan Wayang Kampung Sebelah. Pesan tersebut tersalurkan melalui

berbagai cara, baik itu melalui syair lagu, melalui dialog, maupun tersirat

melalui alur cerita. Ungkapan-ungkapan Jawa yang mengandung muatan pesan

atau ajaran moral menjadi salah satu materi yang senantiasa mewarnai

pertunjukan Wayang Kampung Sebelah.

Permasalahan ataupun isu aktual yang berkembang di masyarakat

merupakan sumber inspirasi penyusunan cerita atau lakon. Permasalahan atau

isu menyangkut perihal politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan

sebagainya. Bahkan untuk mempertajam pembicaraan sesuai tema yang

diangkat, pertunjukan wayang ini membuka peluang terhadap hadirya

narasumber yang berkompeten untuk melakukan dialog bersama-semacam

diskusi. Guna memperkuat aspek hiburan, selain telah didukung oleh karakter

musik iringan dan karakter humoristiknya, Wayang Kampung Sebelah juga

membuka peluang hadirnya bintang tamu dari berbagai bidang entertainment,

seperti penyanyi dan pelawak ternama. Dengan catatan, bintang tamu tersebut

tidak merupakan bagian terpisah, tetapi tetap menjadi bagian kesatuan

pertunjukan.

3. Format Iringan

Mengingat bahwa konsep Wayang Kampung Sebelah adalah

pertunjukan wayang kreasi baru, Yayat Suhiryatna sebagai penata musik

Page 57: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

merasa perlu diciptakannya suatu bentuk iringan yang baru pula. Iringan

musiknya tidak terikat oleh aturan-aturan yang berlaku seperti pada

pertunjukan wayang konvensional. Pada pertunjukan Wayang Kampung

Sebelah tidak dijumpai iringan dengan menggunakan instrumen gamelan.

Secara keseluruhan iringan musiknya berupa lagu dengan nada diatonis,

menggunakan instrumen musik diatonis pula.

Wayang Kampung Sebelah mengupayakan menciptakan lagu-lagu

karangan sendiri dalam memenuhi kebutuhan iringan adegan. Bentuk

aransemen musik Wayang Kampung Sebelah menggunakan bermacam-macam

jenis atau genre musik, seperti Rock, Metal, Pop, Blues, Country, Jazz,

Reggae, Junk, Punk, Samba, Salsa, Bossas, Arabian, Keroncong, Dangdut,

bahkan struktur pola pada gamelan pun diterapkan dan dimainkan ke dalam

format iringannya. Dalam proses aransemen, ketika lagu “mentah” (belum

teraransir) serta lirik lagu menjadi kerangka yang baku, dilakukan pemilihan

pola atau pattern pada struktur lagu. Langkah-langkah tersebut menjadi disiplin

penata musik dalam menciptakan karya/ lagu, sehingga waktu, tenaga dan

pikiran yang tercurah dalam mencipta karya lebih efisien.

Format iringan musiknya adalah combo band, dengan instrumen musik

terdiri dari drum set, gitar elektrik, bass elektrik, alto saxophone, flute, djimbe,

menggunakan beberapa instrumen tradisional seperti kendang Sunda. Hal ini

telah menjadi pertimbangan Yayat Suhiryatna, mengingat jumlah penonton

yang nantinya tak terbatas, dan bagaimana membuat format iringan yang

nantinya dapat didengarkan oleh sekian banyak orang di tempat pementasan,

pertimbangan yang kedua adalah melalui format combo band, diharapkan

membangkitkan kembali rasa kecintaan anak muda terhadap pertunjukan

wayang.

4. Profil Ki Jlitheng Suparman

Ki Jlitheng Suparman lahir pada tanggal 1 Desember 1966 di Surakarta

dari pasangan Sarimin dan Suyatmi. Suparman merupakan anak pertama dari

enam bersaudara dan semenjak kecil berada dalam keluarga yang merupakan

Page 58: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

keturunan dalang, kakek Ki Jlitheng Suparman yang bernama Guno Sudaryo

adalah seorang dalang wayang kulit.

Sebutan “Jlitheng” sebenarnya adalah nama panggilan Suparman sejak

masa kanak-kanak, karena kulitnya hitam maka Suparman dipanggil dengan

sebutan “Jlitheng”, nama panggilan masa kecil tersebut dipakai hingga

sekarang, yang membuat Suparman dikenal dengan “Ki Jlitheng Suparman”

atau “Jlitheng Suparman”. Hal ini seperti yang dikatakan Ki Jlitheng

Suparman:

“Nama asli saya Suparman, tapi untuk mendongkrak popularitas

saya lengkapi dengan Jlitheng Suparman, Jlitheng itu sebenrana

nama julukan masa kecil yang diberikan oleh tetangga dan guru

saya karena kulit saya memang hitam, akhirnya itu saya pakai

hingga saya lebih dikenal dengan nama Jlitheng Suparman”.

(Wawancara 28 April 2011)

Ki Jliheng Suparman menempuh pendidikan dasar di SD Taman Siswa

Surakarta hingga kelas 3 SD. Kemudian pindah ke SD Negeri Ngadirojo

Wonogiri karena mengikuti kakeknya hingga lulus SD Tahun 1979. Kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 17 Surakarta. Setelah lulus, pada tahun 1982

melanjutkan ke SMKI jurusan pedalangan hingga lulus tahun 1986. Pada tahun

itu juga melanjutkan di perguruan tinggi yaitu di jurusan Sastra daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Unversitas Sebelas Maret Surakarta, lulus pada tahun

1995.

Ki Jlitheng Suparman menikah dengan Sukamti dan dikarunia 2 orang

putra yaitu Bagas Kartiko Kresno dan Bagus Cahyo Kesowo. Sepanjang

kariernya di dunia pedalangan, Ki Jlitheng Suparman telah membidani lahirnya

beberapa komunitas sekaligus meraih berbagai penghargaan, yaitu:

a. Tahun 1980, juara II Lomba dalang remaja kabupaten Wonogiri.

b. Tahun 1990-1991, ketua Badan Koordinasi Kesenian Tradisional (BKKT)

Universitas Sebelas Maret. Pendiri Ketoprak Wiswakarman UNS.

c. Tahun 1995, masuk 10 besar Festival Greget 50 Dalang di Solo dan

mendapat penghargaan dari menteri penerangan.

d. Tahun 1996, bersama Slamet Gundono membuat wayang gremeng.

Page 59: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

e. Tahun 1998, memprakarsai Forum Silaturahmi Dalang Se-Jawa dengan

tujuan sebagai gerakan mencabut komunitas dalang dari kooptasi partai.

f. Tahun 1999, bersama Sujiwo Tejo dan Enthus Suseno mendeklarasikan

Jaringan Dalang Indonesia di Tegal.

g. Tahun 2000, mendirikan paguyuban Dalang Wonogiri (Pandawi)

h. Tahun 2001, membidani lahirnya Wayang Kampung Sebelah bersama

Yayat Suhiryatna dan Sosiawan Leak.

i. Tahun 2004, mendirikan Sanggar “Purbokayun”, yang merupakan tempat

untuk berlatih karawitan, Wayang Kampung Sebelah, tari.

j. Tahun 2010, nembentuk komunitas wayang Climen, yang merupakan

upaya membuat pertunjukan wayang Purwa minimalis.

Adapun saat ini Ki Jlitheng Suparman selain aktif mendalang juga aktif

menulis artikel di media massa. Ki Jlitheng Suparman merupakan salah satu

kontributor untuk rubrik “Lincak” di harian Solopos semenjak pertengahan

tahun 2010.

Sebagai seorang dalang wayang kulit Purwa Ki Jlitheng Suparman

telah akrab dengan bentuk rupa wayang kulit. Ki Jliheng mengagumi sekaligus

memahami boneka wayang kulit sebagai sebuah karya seni rupa yang

adiluhung. Meskipun dalam boneka Wayang Kampung Sebelah pengaruh

estetika rupa wayang kulit Purwa ini tak nampak dengan jelas, namun dalam

beberapa boneka Wayang Kampung Sebelah Ki Jlitheng Suparman masih

mengikuti pola dasar bentuk wayang kulit Purwa seperti penampang wayang

yang muka/ wajahnya terlihat dari samping, bahunya dari depan kemudian dari

samping, bagian torso dari depan dan berakhir dengan kaki yang nampak

samping. Sedangkan tangan wayang lebih panjang dan telapak kakinya

dimiringkan sehingga kelima jarinya terlihat seluruhnya. Bentuk boneka

wayang didasarkan pada perbandingan tidak mengikat dengan bentuk proporsi

manusia. Ukuran besar kecil, panjang pendek anggota badan wayangnya

berbeda dengan ukuran manusia.

Ki Jlitheng Suparman semenjak kecil telah gemar menggambar

terutama menggambar boneka wayang kulit Purwa. Kegemaran ini menurut Ki

Page 60: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Jlitheng adalah sesuatu yang wajar bagi seorang anak kecil seusianya pada saat

itu. Hal ini seperti yang diungkapkan sendiri oleh Ki Jlitheng Suparman:

“....dari kecil saya suka menggambar, ya terutama menggambar

wayang, tapi ya sekedar hobi saja sebenarnya, seperti rata-rata

anak kecil yang suka menggambar”.(Wawancara 28 April 2011).

Ki Jlitheng Suparman mengakui bahwa keterampilan menggambar yang

diperolah dari kegemaran menggambar sejak masa kecil tersebut sangat

membantu dalam proses penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah, karena

kebetulan personel Wayang Kampung Sebelah tidak ada yang berbasis disiplin

seni rupa, yang pada akhirnya membuat Ki Jlitheng Suparman selain menjadi

dalang juga menjadi kreator boneka Wayang Kampung Sebelah. Dengan

berbekal kesenangan menggambar wayang kulit Purwa inilah Ki Jlitheng

Suparman berkreasi menuangkan ide-idenya dalam mencipta boneka Wayang

Kampung Sebelah.

Page 61: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

B. Proses Kreatif Penciptaan Boneka Wayang Kampung Sebelah

1. Sumber Ide

Dalam mencipta wayang, ide Ki Jlitheng Suparman bersumber dari

imajinasi dan lingkungan sekitar. Imajinasi di sini adalah gambaran mental

tentang bentuk wayang yang ada di dalam pikiran Ki Jlitheng Suparman. Hal

ini diungkapkan Ki Jlitheng Suparman sebagi berikut:

“Pada awalnya muncul dalam benak saya gambaran sosok

manusia tertentu, berawal dari situ saya menuangkannya ke

dalam bentuk sketsa, kebanyakan bentuk wayang yang saya buat

ya awalnya dari imajinasi saya, jadi ya begitu saja, saat di

pikiran saya tergambar sosok manusia dengan bentuk tertentu

kemudian saya buat gambarnya”. (Wawancara 20 April 2011)

Selain ide-ide yang muncul dari imajinasi, faktor lingkungan juga

merupakan sumber ide dalam penciptaan boneka wayang. Saat Ki Jlitheng

Suparman melihat seseorang dengan penampilan tertentu yang menarik bagi Ki

Jlitheng Suparman kemudian dibuatlah boneka wayang yang mengacu pada

penampilan seseorang tersebut. Hal ini sejalan dengan penuturan Ki Jlitheng

Suparman:

“Kadangkala saya melihat seseorang, tetangga misalnya, yang

memiliki karakter wajah, cara bicara, atau bentuk tubuh yang

menarik bagi saya, dari situ saya mendapatkan ide untuk

membuat boneka wayang”. (Wawancara 20 April 2011)

Imajinasi dan lingkungan sehari-hari ini merupakan sumber ide

penciptaan boneka-boneka wayang yang dibuatnya. Ide-ide yang berasal dari

dua sumber ini kemudian diwujudkan dalam bentuk rupa boneka-boneka

Wayang Kampung Sebelah.

2. Teknik

Ketika Ki Jlitheng Suparman sudah mempunyai gambaran tentang

tokoh yang akan dibuatnya, ia kemudian membuat sketsa dengan pensil di atas

kertas. Selama proses membuat sketsa ini banyak aspek yang dipertimbangkan

seperti keindahan gerak yang banyak ditentukan oleh ukuran panjang tangan

Page 62: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

boneka wayang yang diciptakan, sambungan-sambungan pada tubuh wayang

tertentu yang diinginkan memiliki kemungkinan gerak yang lebih kompleks.

Setelah sketsa boneka wayang selesai, kemudian sketsa itu diserahkan

kepada perajin wayang kulit untuk dibuat boneka wayangnya lengkap dengan

tatahan. Adapun proses pembuatan boneka wayang kulit adalah sebagai

berikut:

a. Memilih kulit dan menyiapkan Kulit

Persiapan bahan baku kulit kerbau merupakan tahap paling

awal dalam pembuatan boneka wayang. Suyatno, selaku perajin

yang menatah boneka Wayang Kampung Sebelah mengatakan

bahwa kulit yang digunakan memiliki ketebalan sekitar 1

milimeter. Bahan kulit kerbau yang digunakan untuk membuat

boneka ini adalah kulit yang telah siap pakai (untuk ditatah) yang

dibeli dari penjual kulit.

b. Menatah Wayang

Kulit yang sudah pakai tersebut kemudian memasuki proses

penatahan. Penatahan ini mengikuti desain boneka wayang yang

telah dibuat oleh Ki Jlitheng Suparman. Adapun langkah paling

awal sebelum penatahan dimulai adalah memindahkan desain

tersebut ke atas permukaan kulit. Teknik yang digunakan adalah

dengan meletakkan desain yang tergambar di kertas di bawah

permukaan kulit untuk kemudian pola tersebut dikutip dengan cara

nyorek yaitu membuat guratan di atas kulit sesuai dengan pola yang

ada. Setelah proses nyorek selesai langkah selanjutnya adalah

menatah bagian luar desain boneka wayang tersebut (out line)

untuk mendapatkan bentuk global dari boneka wayang yang dibuat.

Dalam proses penatahan, peralatan yang digunakan adalah:

pandukan, palu atau gandhen, tindih, malam dan pahat.

Pak Yatno mengungkapkan bahwa dalam pembuatan

boneka Wayang Kampung Sebelah ini tidak ada kendala apapun

Page 63: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

karena bentuknya yang sederhana dan tidak menggunakan tatahan

yang rumit. Tatahan hanya terdapat pada garis pakaian, bagian

mata, jari, dan hidung. Adapun tatahan yang dominan dalam

boneka wayang kampung adalah tatahan tratas bubuk, yaitu tatahan

yang terdiri atas tatahan bubukan dan tratasan. Tatahan ini

biasanya digunakan untuk membuat tepi sebuah bidang, seperti

pada lipatan kain, tepi baju, badan, dan lain-lain.

c. Pembuatan tangan wayang.

Pembuatan tangan merupakan salah satu rangkaian dalam

menatah wayang kulit. Proses membuat tangan wayang ini tak jauh

berbeda dengan proses membuat tubuh boneka wayang, yaitu

dengan terlebih dahulu menatah bagian luarnya (out line),

kemudian dilanjutkan dengan membuat detail jari-jari boneka

wayang.

d. Menyambung bagian tubuh wayang.

Setelah tangan wayang selesai, proses selanjutnya adalah

memasang atau merangkainya dengan badan wayang yang telah

lebih dahulu selesai. Adapun penyambungan ini mempergunakan

gegel atau penyambung yang terbuat dari logam.

e. Pewarnaan

1) Memberi warna dasar

Boneka wayang yang akan diwarnai diberi dengan

warna dasar putih dengan menggunakan cat akrilik, warna

dasar putih ini digunakan untuk menutup permukaan kulit yang

masih transparan agar warna yang dihasilkan lebih padat dan

cerah. Boneka wayang kemudian diangin-anginkan hingga

mengering.

2) Mewarnai

Setelah warna dasar kering, boneka wayang memasuki

tahap pewarnaan. Bahan pewarna yang digunakan adalah zat

pewarna (pigment) cair yang dicampur dengan cat akrilik

Page 64: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

warna putih. Pewarnaan ini dilakukan dengan kuas sebagai alat

untuk mengoles cat akrilik yang telah dicampur dengan

pigment di atas permukaan boneka wayang kulit.

Dalam proses pewarnaan ini Ki Jlitheng Suparman

mengandalkan spontanitas, artinya pewarnaan yang dilakukan

tidak didasari oleh perencanaan yang matang tentang

pemilihan warna atau motif-motif pakaian yang terwujud

dalam boneka wayang.

3) Finishing

Untuk finishing, bahan yang digunakan adalah lem

kayu yang diencerkan dengan air, kemudian dioleskan secara

merata di atas permukaan wayang setelah keseluruhan

pewarnaan selesai dan cat telah kering sempurna. Lapisan ini

berguna untuk melindungi warna boneka wayang dari

perubahan suhu serta gesekan saat wayang dimainkan atau

disimpan dalam kotak. Dalam proses pelapisan digunakan kuas

untuk menyapukan cairan pelapis akhir.

f. Memasang gapit wayang

Gapit wayang yang juga disebut cempurit merupakan

tangkai wayang kulit. Adapun untuk pembuatan dan pemasangan

gapit ini dilakukan oleh Ki Jlitheng Suparman sendiri. Gapit ini

biasanya terbuat dari tanduk kerbau. Namun Ki Jliteng membuat

gapit ini dengan bahan bambu dengan pertimbangan bahwa bambu

mudah didapat dan mudah dikerjakan. Setelah gapit ini selesai

dipasang, boneka wayang kulit ini telah selesai dan siap dimainkan.

Page 65: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

C. Bentuk Rupa dan Watak Boneka Wayang Kampung Sebelah

Boneka Wayang Kampung Sebelah seperti yang dijabarkan sebelumnya

merupakan bagian dari perwujudan konsep pertunjukan wayang yang ingin

mengangkat kehidupan kampung. Maka dari itu kebutuhan akan boneka

wayang yang dapat mengakomodir tujuan tersebut niscaya diperlukan. Hal ini

mengingat pentingnya kesesuaian antara jalan cerita yang ingin disampaikan

dengan pelaku-pelaku dalam cerita.

Sebagaimana konsep Wayang Kampung Sebelah yang ingin membuat

sebuah pertunjukan wayang yang mudah dipahami dan dekat dengan realitas

kehidupan masyarakat saat ini, maka dibuatlah wayang yang merupakan

tuntutan dari cerita atau lakon yang dimainkan. Secara umum, tema dari karya

rupa yang berupa boneka wayang ini adalah kehidupan kampung yang berisi

sosok-sosok yang beraneka macam yang merupakan warga masyarakat

kampung dengan berbagai profesi dan karakternya.

Fungsi boneka wayang sendiri sebagai media dalam menyampaikan

cerita, sekaligus sebagai metafor untuk berbagai karakter manusia yang ada di

kampung yang menjadi setting cerita (lakon) Wayang Kampung Sebelah.

Fungsi boneka sebagai medium bercerita ini ditekankan oleh Ki Jlitheng

Suparman sebagai berikut:

“Boneka itu adalah alat untuk membantu menyampaikan pesan-

pesan dalam cerita wayang, jadi ya yang penting boneka itu

sesuai dengan cerita yang kita mainkan”. (Wawancara 20 april

2011)

Karena fungsinya sebagai medium bercerita, maka kesesuaian bentuk

rupa wayang dengan karakter yang ingin ditampilkan menjadi pertimbangan

tersendiri dalam mencipta boneka wayang. Seluruh boneka Wayang Kampung

Sebelah yang diciptakan tidak terlepas dari pandangan dan Ki Jlitheng

Suparman terhadap fungsi ini.

Wayang Kampung Sebelah yang terinspirasi dari wayang kampung

karya Suharman merupakan hasil dari upaya penciptaaan wayang yang

sederhana. Ki Jlitheng Suparman sendiri memiliki pandangan bahwa dari

Page 66: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

wayang yang sederhana ini dalang dituntut untuk memacu kreaifitasnya untuk

menghidupkan wayang ini. Hal ini diungkapkap Ki Jlitheng Suparman sebagi

berikut:

“Saya ingin membuktikan bahwa dengan boneka yang

sederhana saya bisa bercerita, justru dengan kesederhanaan

bentuk wayang itulah saya merasa tertantang bagaimana

menghidupkan boneka wayang yang sederhana itu dalam sebuah

pertunjukan wayang”. (Wawancara 20 April 2011).

Adapun bentuk dasar boneka wayang ini adalah sosok manusia yang

dideformasi dengan ukuran tubuh yang tidak terikat dengan proporsi manusia

normal, terutama pada bagian tangan wayang yang panjang. Hal ini merupakan

hasil pertimbangan bahwa wayang kampung ini akan dimainkan seperti

wayang kulit Purwa sehingga pemanjangan lengan boneka wayang pada

dasarnya merupakan upaya membuat boneka wayang memiliki keindahan

gerak saat dimainkan.

Berikut ini dibahas bentuk rupa dan karakter (watak) tokoh-tokoh

bonekaWayang Kampung Sebelah. Adapun boneka wayang yang dibahas

merupakan boneka-boneka yang merupakan boneka baku dalam cerita Wayang

Kampung Sebelah yang telah memiliki perwatakan yang tetap dalam setiap

cerita dan tidak digunakan untuk menggantikan tokoh lain dalam cerita

tertentu.

Page 67: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

1. Lurah Somad

Gambar 1. Lurah Somad

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki yang berambut

hitam klimis, bermata sayu, berhidung besar dan berbibir tebal. Perutnya

buncit dan mengenakan safari warna biru laut dengan celana senada.

Tokoh ini mengenakan arloji, bersepatu pantofel coklat tanpa kaos kaki,

dan di saku bajunya terselip dua buah ballpoint. Kulit tubuhnya berwarna

kemerahan, dan salah satu lengannya berada di belakang tubuh. Boneka

wayang ini dibuat untuk menggambarkan sosok pemimpin (lurah)

kampung yang berwatak inkonsisten.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah biru untuk pakaian;

Page 68: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

coklat muda untuk kulit tubuh; coklat tua untuk sepatu dan kulit tubuh;

hitam untuk rambut, alis, mata, arsiran untuk aksentuasi bentuk; serta

warna putih untuk mata.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance), dan aksentuasi.

Kesatuan diperoleh dari arsiran garis hitam yang membuat keseluruhan

warna pada boneka ini terikat. Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk

diperoleh dari ukuran pantat, bahu, dan posisi lengan yang berada di

belakang tubuh dengan ukuran perut dan kepala serta posisi kepala yang

condong ke depan. Titik pusat (center of interest) dalam boneka ini berada

di kepala boneka yang dicapai dengan menonjolkan bentuk bibir dan

hidung. Aksentuasi dalam boneka ini merupakan aksentuasi ukuran.

Boneka wayang ini merupakan bagian dari sosok-sosok manusia

yang hidup di kampung, lurah yang dalam hal ini adalah pimpinan

pemerintahan di kampung digambarkan dengan atributnya berupa baju

safari. Rambut yang tersisir rapi menunjukkan bahwa sosok ini

memperhatikan penampilannya. Baju safari dalam kultur kita identik

dengan pakaian yang dikenakan pejabat atau pegawai. Bisa dikatakan

bahwa pakaian merupakan tanda bagi identitas atau profesi seseorang.

Secara keseluruhan, pakaian memiliki kode atau kombinasi aturan yang

biasanya dikenakan dalam lingkup aturan tertentu. Berpakaian resmi

memiliki arti mengenakan pakaian lengkap beserta sepatu, bukan dengan

bertelanjang kaki atau bersandal, dan boneka ini ditampilkan secara

lengkap dalam kode berpakian. Jam tangan atau arloji dikenakan

menandakan seseorang yang memperhatikan waktu. Dua ballpoit yang

terselip di kantong menegaskan profesinya sebagai pemimpin yang sering

bekerja dengan ballpoint (tanda tangan/ legalisasi dokumen, dsb). Jari

tangan boneka wayang yang menunjuk menegaskan tipikal pemimpin yang

memiliki tugas mengatur orang lain.

Page 69: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

2. Eyang Sidik Wacono

Gambar 2. Eyang Sidik Wacono

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki tua yang berkulit

coklat kemerahan, bermata sayu, dengan dahi yang sedikit menonjol di

daerah pangkal hidung, berkumis dan berjenggot putih. Tokoh ini

mengenakan tutup kepala berupa blangkon, mengenakan pakaian berupa

destar berwarna hitam dengan bawahan berupa jarik. mengenakan alas

kaki berupa sandal selop berwana hitam. Tokoh ini memegang tongkat

kayu lurus berwarna coklat di salah satu tangannya. Boneka wayang ini

dibuat untuk menggambarkan sosok sesepuh kampung yang berwatak

bijak, njawani dan egaliter.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah hitam untuk pakaian,

Page 70: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

blangkon dan selop; warna coklat kemerahan untuk kulit tubuh; coklat tua

untuk motif batik pada jarik dan blangkon.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance), aksentuasi.

Kesatuan diperoleh dari motif batik yang sama antara tutup kepala dengan

jarik yang dikenakan. Selain itu penggunaan warna hitam pada tutup

kepala, baju, sarung, dan alas kaki membuat boneka ini memiliki kesatuan

(unity) yang baik. Warna hitam sekaligus mendominasi dalam boneka

wayang ini.

Keseimbangan (balance). Aksentuasi dalam boneka ini didapatkan

dengan menyandingkan kain jarik yang bermotif dengan warna hitam

polos pada baju dan sarung, dalam karya ini aksentuasi dicapai dengan

aksentuasi warna. Dalam pengorganisasian unsur, karya ini memiliki

kesatuan (unity) yang baik, terutama didapatkan dari warna yang

ditampilkan.

Sosok Eyang Sidik Wacono menggambarkan seorang sesepuh desa.

Dalam kehidupan masyarakat di desa (terutama di Jawa) biasanya di desa-

desa ada seseorang yang “dituakan”, seorang yang dituakan itu dinilai

memiliki kebijaksanaan. Warna hitam yang dipilih sebagai warna pakaian

sosok ini merupakan sinsign atau tanda yang muncul karena kualitas tanda

itu sendiri, yang melambangkan keagungan dan formalitas. Kode pakaian

(keseluruhan pakaian) yang dikenakan juga merupakan simbol dari status

sosial penyandangnya.

Page 71: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

3. Blegoh

Gambar 3. Blegoh

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok wanita setengah baya

dengan rambut beruban yang diikat di belakang kepala. Bermata merah,

berbibir merah, mengenakan kebaya polos berwarna oker, pakaian dalam

berwarna biru muda tak beralas kaki. Tokoh ini memakai jarik berwarna

putih dengan motif segitiga berwarna merah muda, lingkaran berwarna

hijau dengan pusat hitam, dan spiral dengan warna merah muda. Sebelah

tangannya memegang ulegan berwarna hitam, sedang satu tangan yang

lain menyingsingkan jarik yang dikenakannya, yang menyibak bentuk

kakinya hingga paha. Boneka wayang ini dibuat untuk menggambarkan

sosok ibu rumah tangga yang berwatak keras dan temperamental.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

Page 72: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah oker untuk pakaian;

coklat kemerahan untuk kulit tubuh; biru muda untuk pakaian rangkap

dalam; hitam untuk rambut, dan ulegan; warna putih untuk mata; hijau

muda dan merah muda pada motif jarik yang dikenakan.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance), aksentuasi,

proporsi. Kesatuan diperoleh dari warna yang mirip dan berdekatan.

Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh dari posisi lengan

yang berada di belakang tubuh dengan posisi kaki yang condong ke depan.

Boneka ini tidak memiliki point of interest karena warna-warna yang

digunakan memiliki value yang hampir sama.

Boneka wayang ini menggambarkan sosok ibu rumah tangga yang

sedang memegang uleg-uleg, uleg-uleg ini menegaskan identitas sebagai

seorang ibu rumah tangga yang identik dengan pekerjaan dapur namun

dalam boneka ini uleg-uleg secara keseluruhan lebih berfungsi sebagai

senjata. Kesan pemarah muncul terutama dari raut wajah dan gesture

boneka yang menyingsingkan kain jariknya. Boneka wayang ini

merupakan bentuk ikonis dari perempuan yang sedang dalam keadaan

marah. yang dipertegas dengan motif jarik yang menampilkan garis zig-

zag yang memberi kesan kaku dan keras.

Page 73: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

4. Mbah Keblak

Gambar 4. Mbah Keblak

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Sosok wanita tua berkulit keabu-abuan, bermata sayu, berambut

hitam yang diikat di belakang kepala. Tubuhnya agak membungkuk, salah

satu tangannya memegang tongkat, dan tidak mengenakan alas kaki.

Tokoh ini mengenakan pakaian bermotif lurik berwarna abu-abu dengan

garis coklat, sedangkan bagian bawah mengenakan kain jarik. Boneka

wayang ini dibuat untuk menggambarkan sosok wanita tua yang berwatak

sabar.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah abu-abu dengan

value tinggi untuk pakaian; abu-abu dengan value rendah untuk kulit

Page 74: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

tubuh; coklat tua untuk jarik dan motif garis pada baju; hitam untuk

rambut, mata, dan outline.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan yang baik yang dicapai dengan penggunaan warna-

warna analog pada kulit dan pakaian. Keseimbangan (balance) tidak

nampak karena posisi tubuh yang janggal, posisi kaki boneka wayang

nampak miring (menjorok ke arah depan).

Boneka ini menggambarkan sosok wanita tua dengan tongkatnya

dengan tubuh yang bungkuk dan membawa tongkat. Tongkat yang

dipegang menegaskan kerentaan dan kerapuhan tubuh manusia lanjut usia

pada umumnya. Adapun beberapa tambalan pada baju memberi kesan

yang keterbatasan (kemiskinan) orang-orang kampung yang rata-rata

hidup dengan kondisi ekonomi yang lemah. Bentuk mata yang sayu seperti

mata jenis liyepan (dalam wayang kulit Purwa) dan bibir yang terkatup

rapat membuat kesan lembut atau kalem sangat menonjol dalam sosok ini.

Page 75: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

5. Sodrun

Gambar 5. Sodrun

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki berkulit coklat

kemerahan dengan alis tebal, mata besar dengan bola mata menggantung

di atas, berhidung besar dan berbibir tebal. Pundaknya meninggi, perutnya

buncit, dan memiliki pantat yang besar. Tokoh ini mengenakan pakaian

hansip lengan panjang berwarna hijau, mengenakan tutup kepala berupa

topi dengan warna serupa, berikat pinggang hitam dan bersepatu Lars.

Boneka wayang ini dibuat untuk menggambarkan sosok hansip yang

berwatak tegas.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah hijau untuk pakaian

Page 76: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

(baju, celana, topi); coklat kemerahan untuk kulit tubuh; hitam untuk

rambut, alis, mata, sepatu; kuning pada logam ikat pinggang, baju dan

aksentuasi pada topi.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance), aksentuasi, dan

proporsi. Kesatuan diperoleh dari warna pakaian yang sama antara topi,

baju dan celana. Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh dari

ukuran patat, bahu, dan posisi lengan yang berada di belakang tubuh

dengan ukuran perut dan kepala serta posisi kepala yang condong ke

depan. Titik pusat (center of interest) dalam boneka ini berada di kepala

boneka yang dicapai dengan menonjolkan bentuk bibir dan hidung.

Aksentuasi dalam boneka ini merupakan aksentuasi ukuran.

Boneka wayang ini merupakan gambaran dari sosok hansip sebagai

aparat keamanan desa. Wajahnya yang nampak sayu kurang mengesankan

sifat tegas yang lazimnya melekat pada sosok aparat keamanan. Postur

tubuhnya yang berperut buncit justru mengesankan kesan lamban pada

sosok aparat ini.

Page 77: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

6. Parjo

Gambar 6. Parjo

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki berkulit

kemerahan dengan alis tipis, bermata sayu, gusi yang besar dan menjorok

ke depan. Rambutnya pendek, perutnya buncit. Tokoh ini mengenakan

pakaian hansip lengkap berwarna hijau, dengan topi warna serupa, berikat

pinggang hitam dan bersepatu Lars yang dimasukkan ke dalam celana.

mengenakan tutup kepala berupa topi yang warnanya senada dengan

warna baju dan celana. Boneka wayang ini dibuat untuk menggambarkan

sosok hansip yang berwatak tegas dan humoris.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah biru

Page 78: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

hijau untuk pakaian; kemerahan untuk kulit tubuh; hitam untuk sepatu

dan rambut; serta warna putih untuk mata dan gigi.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan, keseimbangan (balance), dan aksentuasi.

Kesatuan diperoleh dari warna pakaian yang sama antara baju dan celana.

Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh dari ukuran patat,

bahu, dan posisi lengan yang berada di belakang tubuh dengan ukuran

perut dan kepala serta posisi kepala yang condong ke depan. Titik pusat

(center of interest) dalam boneka ini berada di kepala boneka yang dicapai

dengan menonjolkan bentuk bibir dan hidung. Aksentuasi dalam boneka

ini merupakan aksentuasi ukuran.

Boneka wayang ini merupakan gambaran dari sosok hansip sebagai

aparat keamanan desa. Raut wajah boneka hansip ini terkesan lucu dengan

giginya yang tonggos. Hansip yang juga berperut buncit seperti Ttokoh

“Sodrun” ini tidak terkesan lamban karena memiliki kesan bergerak yang

muncul akibat posisi kaki yang seakan sedang melangkah.

Page 79: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

7. Mbah Modin

Gambar 7. Mbah Modin

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki tua yang berkulit

kuning langsat, beralis hitam dengan mata berwarna merah, bibir berwarna

merah, berambut putih, dan perut sedikit buncit. Tokoh ini mengenakan

penutup kepala kopiah berwarna hitam, mengenakan jas hitam dengan

kaos merah, bersarung biru dan mengenakan alas kaki berupa sandal.

Boneka wayang ini secara keseluruhan menampilkan tubuh yang nampak

dari samping. Hal ini nampak pada posisi bahu yang hanya terlihat sebelah

dan kedua tangannya berada di bagian belakang tubuh. Boneka wayang

ini dibuat untuk menggambarkan sosok pemimpin keagamaan (kepala

urusan keagamaan), yang berwatak humoris.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

Page 80: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

organik dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah hitam

untuk baju; biru untuk pakaian; kuning langsat untuk kulit tubuh; coklat

tua untuk sepatu dan kulit tubuh; putih untuk rambut dan mata; merah

untuk mata, bibir, kaos dan sandal.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan keseimbangan (balance) dan aksentuasi. Kesatuan diperoleh

dari warna pakaian yang sama antara baju dan celana. Keseimbangan

(balance) dari keseluruhan bentuk bahu, posisi lengan yang berada di

belakang tubuh dengan ukuran perut dan posisi kepala yang condong ke

depan. Aksentuasi boneka yang dicapai dengan menonjolkan bentuk bibir

dan hidung. Aksentuasi dalam boneka ini merupakan aksentuasi ukuran.

Boneka wayang ini menggambarkan sosok pemimpin keagamaan

di kampung yang biasa di sebut “Modin”. Modin ini bertugas memimpin

ritual keagamaan di kampung, seperti upacara kelahiran, kematian, dan

bersih desa. Bentuk rupa yang ditampilkan cukup mampu mewakili sosok

modin yang identik dengan kopiah dan sarungnya. Sisi homoris dari watak

boneka ini ditampilkan dengan raut wajahnya yang sedang tersenyum dan

menghadirkan kesan lucu.

Page 81: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

8. Karyo

Gambar 8. Karyo

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki paruh baya

dengan kulit berwarna coklat tua, berkepala besar, berambut sepanjang

bahu, bermata sayu dengan bola mata berwarna merah, dan bertubuh

pendek dengan perut buncit. Tokoh ini mengenakan tutup kepala berupa

kopiah berwarna merah, mengenakan pakaian berupa kaos oblong

berwarna kuning dengan garis merah pada bagian leher, ujung bawah kaos

dan ujung lengan. Kaos ini menyibak, membuat perut buncitnya terlihat

jelas. Pada bagian bawah memakai sarung dengan warna hijau bermotif

daun dan bunga berwana putih dan tidak beralas kaki. Boneka wayang ini

dibuat untuk menggambarkan sosok laki-laki kampung yang miskin dan

berwatak temperamental.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

Page 82: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

organik dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah

kuning untuk baju; coklat tua untuk kulit tubuh; hitam untuk rambut,

merah untuk bola mata dan tutup kepala.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan keseimbangan (balance). Keseimbangan diperoleh dari

ukuran patat, bahu, dan posisi lengan yang berada di belakang tubuh

dengan ukuran perut.

Boneka wayang ini menggambarkan sosok laki-laki dengan tubuh

pendek dan perut buncit, kaos yang dikenakannya tampak tidak sesuai

warnanya dengan sarung yang dikenakan. Kedua lengan wayang yang

terletak di belakang tubuh membuat bentuk tubuh bagian depan wayang

menjadi nampak jelas, perut buncit yang tersibak menjadi jelas.

Page 83: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

9. Silvy

Gambar 9. Silvy

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok wanita dengan kulit

kemerahan, berambut pendek berwarna hitam dengan sedikit warna merah.

Bermata lancip dengan bibir berwarna merah. Berpayudara menonjol

dengan bentuk pantat yang menonjol pula. Tokoh ini mengenakan pakaian

atas berupa tank top berwarna merah menyala, dengan dipadu celana ketat

berwarna kuning dengan motif bunga berwarna merah yang panjangnya

sebatas bawah lutut. Mengenakan kalung berwarna emas, dan mengenakan

alas kaki berupa sandal selop berwarna kuning.

Salah satu tangan boneka wayang ini memengang alat komunikasi

berupa Handphone berwana warna hitam, sedang tangan yang lain

menggenggam dompet. Boneka wayang ini dibuat untuk menggambarkan

sosok pekerja seks komersial (PSK) yang genit.

Page 84: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah merah

untuk pakaian bibir, dan motif bunga pada celana; coklat kemerahan untuk

kulit tubuh; kuning untuk celana dan sepatu; hitam untuk rambut, alis,

mata; serta warna putih untuk mata.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan keseimbangan (balance), dan aksentuasi.

Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh dari ukuran patat,

bahu, kepala serta posisi kepala yang condong ke depan. Aksentuasi

dicapai dengan warna merah menyala pada baju yang mendominasi

keseluruhan warna boneka yang ditampilkan.

Boneka wayang ini menggambarkan seorang wanita yang

berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK). Pakaiannya yang ketat

menonjolkan lekuk tubuh dan menegaskan bahwa sosok ini memang

mengumbar lekuk tubuhnya untuk menarik laki-laki hidung belang. Ikon

handphone yang selalu digenggam merupakan memberi kesan bahwa

sosok ini sering melakukan komunikasi dengan orang lain berkaitan

dengan profesinya. Warna pakaian yang terang dan mencolok (merah dan

kuning terang) menghadirkan kesan norak, tidak harmonis, dan

kampungan. Hal ini memperkuat kesan tentang sosok PSK yang tidak bisa

bersolek dan berasal dari kalangan bawah (miskin).

Page 85: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

10. Kampret

Gambar 10. Kampret

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Sosok pria dengan kulit berwarna coklat kemerahan, berambut

hitam tak tertata rapi, bermata besar dengan bola mata berwarna

kecoklatan, serta berperut buncit. Bermulut lebar dengan gigi yang

berawarna kehitaman. Tokoh ini mengenakan baju berwarna kuning terang

dengan motif titik-titik berwarna coklat. Kancing bajunya terbuka di

bagian perut, membuat perut buncitnya nampak jelas.bagian bawah

mengenakan celana berwarna gelap. Mangenakan alas kaki berupa sepatu

berwarna abu-abu. Boneka wayang ini dibuat untuk menggambarkan

sosok pemuda pemabuk yang berwatak kritis dan humoris.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah

kuning untuk pakaian; hijau terang untuk saku baju; coklat kemerahan

Page 86: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

untuk kulit tubuh; abu-abu untuk sepatu; hitam untuk rambut, alis, mata,

dan celana.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance). Keseimbangan

(balance) dari aspek bentuk diperoleh dari ukuran patat, bahu, dan posisi

lengan yang berada di belakang tubuh dengan ukuran perut dan kepala

serta posisi wayang.

Boneka wayang ini dalam lakon Wayang Kampung Sebelah

menyandang karakter pemuda pemabuk yang gemar berbicara seenaknya

namun pada dasarnya apa yang dibicarakan mengandung kebenaran dan

pemikiran kritis terhadap masalah-masalah yang sedang terjadi. Kesan

pemuda pemabuk yang awut-awutan (berantakan, tidak rapi) secara visual

ditegaskan dengan rambut acak-acakan dan pakaian yang tidak

dikancingkan dengan baik. Kesan tidak rapi juga dipertegas dengan cara

sosok ini mengenakan sepatu yang tidak sempurna (tumit tidak masuk ke

dalam sepatu, melainkan menginjak bagian belakang sepatu). Perut buncit

yang nampak menonjol menegaskan kebiasaan meminum-minuman keras

yang memiliki dampak membuat perut menjadi buncit, dan menurunkan

elastisitas kulit.

Page 87: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

11. Jhony

Gambar 11. Jhony

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki dengan kulit

hitam, berambut kribo berwarna kuning, berhidung bulan dan berbibir

merah. Tokoh ini mengenakan pakaian berupa kaos tanpa lengan berwarna

pink, dengan garis kuning pada bagian lengkung leher dan lengan, di

bagian dada terdapat gambar berupa lingkaran yang terbagi menjadi empat

bagian. Di bawah lingkaran tersebut terdapat tulisan “Peace Sonsway”.

Pada bagian bawah mengenakan celana dengan motif doreng dengan

paduan warna biru, hitam dan coklat. Berikat pinggang dan tergantung

sebuah belati di pinggangnya. Mengenakan alas kaki berupa sepatu tinggi

yang berwarna hitam dan putih. Tokoh juga ini mengenakan kaca mata

berbingkai coklat pastel dengan bagian kaca berwarna abu-abu.

Mengenakan gelang di kedua lengannya dan mengenakan jam tangan

berwarna kuning di salah satu lengannya. Boneka wayang ini dibuat untuk

Page 88: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

menggambarkan sosok pemuda yang norak, suka ikut-ikutan, dan

berwatak humoris.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape) , dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik, geometris, dan campuran. Warna yang terdapat dalam karya ini

adalah pink (merah muda) untuk pakaian; hitam untuk kulit tubuh; celana

dan sepatu; coklat tua dan biru untuk celana, sepatu dan kulit tubuh;

kuning untuk rambut, garis baju, logam di kepala ikat pinggang, tangkai

kacamata dan jam tangan; serta abu-abu untuk kacamata dan putih untuk

sepatu.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan keseimbangan (balance). Keseimbangan (balance) dari

aspek bentuk diperoleh posisi kepala, bahu, dan kaki yang hampir

semetris.

Boneka ini menggambarkan seorang pemuda yang norak, kesan

norak ini secara visual ditegaskan dengan warna kulit tubuh yang hitam

legam dengan warna pink pada kaos dan rambut yang berwarna kuning

yang menghasilkan kesan kontras yang ekstrim. Kesan feminin pada warna

pink ini memberi kesan yang tidak sesuai dengan postur tubuh boneka

wayang yang kekar, kesan tidak pas semakin kuat dengan motif celana

loreng yang digunakan, motif loreng yang menyerupai motif celana tentara

yang memberi kesan maskulin. Pencampuran kode berpakaian dalam

sosok boneka wayang ini membuat kesan norak menjadi sangat menonjol.

Jam tangan kuning terang yang dikenakan tidak menghadirkan kesan

tentang seseorang perhatian terhadap waktu, melainkan sekedar aksesoris

yang semakin menambah kesan norak pada boneka ini karena jam tangan

yang dikenakan seperti jam tangan yang dikenakan anak-anak.

Page 89: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

12. Cak Dul

Gambar 12. Cak Dul

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok laki-laki dengan kepala

sedikit mendongak ke atas, berkulit coklat muda, berdahi lebar, dan

rambut yang beruban, bermata biru, berkumis dan berbibir biru. Tokoh ini

Mengenakan kaos bermotif garis-garis putih-hijau muda dengan celana

pendek yang senada. Di pinggangnya dibebat dengan kain jarik yang

dilengkapi dengan ikat pinggang dan terselip sebilah golok di ikat

pinggangnya. Kaki boneka wayang ini dapat digerakkan karena memiliki

sambungan di bagian lutut. Boneka wayang ini dibuat untuk menjadi tokoh

hiburan, boneka ini sebenarnya diadaptasi dari tokoh boneka wayang kulit

Purwa yang bernama “Demang Sarapada” yang tampil saat adegan perang

ampyak dan berperan menghalau binatang buas saat para prajurit dalam

perjalanan.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

Page 90: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah hijau untuk pakaian;

coklat muda untuk kulit tubuh; coklat tua golok; biru untuk bibir dan

kumis; serta hitam untuk mata dan gigi.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance). Kesatuan

diperoleh dari warna pakaian yang sama antara baju dan celana.

Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh posisi lengan bahu,

kaki, yang membentuk komposisi bentuk simetris.

Adaptasi tokoh yang telah ada dalam wayang Purwa dan alih peran

yang dilakukan cukup menarik. Tokoh ini diadaptasi dari wayang kulit

Purwa karena profil wayang yang memiliki kesan lucu, hal ini sesuai

dengan fungsi wayang ini dalam pertunjukan Wayang Kampung Sebelah

yang digunakan untuk menampilkan joget (tarian). Persendian wayang

yang banyak mengandung patahan memungkinkan boneka wayang ini

bergerak dengan lebih variatif dan luwes mengikuti irama musik iringan.

Golok yang terselip sebenarnya tidak “nyambung” dengan peran boneka

ini dalam pertunjukan Wayang Kampung Sebelah. Namun golok ini

menjadi identitas asalnya (dalam wayang kulit Purwa), sebagai penakluk

binatang buas.

Page 91: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

13. Minul Darah Tinggi

Gambar 13. Minul Darah Tinggi

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok wanita dengan kulit

berwarna kuning langsat, dengan rambut berwarna hitam yang diikat ke

atas dengan tali berwarna biru. Bermata lancip, berhidung yang lancip, dan

berdada menonjol. Tokoh ini mengenakan pakaian terusan ketat tanpa

lengan berwarna pink (merah muda) yang mengkuti lekuk tubuhnya

hingga kaki, mengenakan alas kaki berupa sepatu berhak tinggi berwarna

biru. Kaki dan pinggang boneka wayang ini dapat digerakkan karena

memiliki sambungan pada bagian lutut dan perut. Boneka wayang ini

dibuat untuk menjadi tokoh hiburan, wayang ini identik dengan penyanyi

dangdut Inul Daratista yang terkenal.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah merah muda untuk

Page 92: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

pakaian; kuning langsat untuk kulit tubuh; hitam untuk rambut, alis, dan

mata; putih untuk mata; biru untuk ikat rambut, ikat pinggang dan sepatu.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan kesatuan (unity), keseimbangan (balance), aksentuasi,

proporsi. Kesatuan diperoleh dari warna pakaian yang sama antara baju

dan celana. Keseimbangan (balance) dari aspek bentuk diperoleh posisi

lengan bahu, kaki, yang membentuk komposisi bentuk simetris.

Boneka wayang yang identik dengan penyanyi dangdut yang

terkenal akan goyangannya menjadi daya tarik tersendiri. Persendian

wayang yang dibuat dengan banyak patahan membuat boneka wayang ini

dapat bergoyang dengan gerakan yang variatif sesuai dengan fungsinya

sebagai boneka hiburan.

Page 93: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

14. Koma Ramari-mari

Gambar 14. Koma Ramari-Mari

(Sumber: Dokumentasi Wayang Kampung Sebelah)

Boneka wayang ini menampilkan sosok seorang laki-laki yang

berkulit kemerahan berambut keriting, beralis tebal, berbibir merah,

berjenggot. Tokoh ini mengenakan pakaian berwarna dasar kuning, dipadu

dengan warna oranye pada bagian krah hingga ke bawah dan warna hijau

muda pada bagian samping mulai dari bagian bawah ketiak. Pada bagian

bawah mengenakan celana berwarna hijau muda. Mengenkan alas kaki

berupa sepatu berwarna oranye, dengan hak berwarna merah. Boneka

wayang ini dibuat untuk menjadi tokoh hiburan, wayang ini identik dengan

Rhoma Irama, penyayi dangdut yang terkenal.

Unsur-unsur dalam karya ini berupa: garis, bidang (shape), dan

warna. Garis yang terdapat dalam karya ini adalah garis dengan raut lurus

dan lengkung. Bidang yang terdapat dalam karya ini berupa bidang

organik. Warna yang terdapat dalam karya ini adalah kuning dan hijau

Page 94: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

muda untuk pakaian; coklat muda kemerahan untuk kulit tubuh; hitam

untuk rambut, alis, mata, dan kumis; warna putih untuk mata, dan gitar;

merah muda, coklat muda dan biru untuk gitar; merah dan oranye untuk

sepatu.

Pengorganisasian unsur dalam bentuk rupa boneka ini

menampilkan, keseimbangan (balance). Keseimbangan (balance) dari

aspek bentuk diperoleh posisi lengan, bahu, dan kaki yang membentuk

komposisi bentuk simetris.

Boneka wayang ini dibuat untuk dimainkan saat pentas Wayang

Kampung Sebelah memainkan lagu-lagu dalam sesi hiburan, pemilihan

tokoh wayang yang merupakan bentuk ikonis dari penyanyi dangdunt

Rhoma Irama yang telah dikenal hampir seluruh lapisan masyarakat

membuat boneka wayang ini mudah menarik perhatian. Rhoma Irama

yang identik dengan gitarnya juga ditampilkan demikian pada boneka

wayang ini. Boneka wayang ini juga dibuat dengan banyak patahan pada

persendiannya agar dapat digerakkan dengan berbagai variasi gerakan

yang merupakan daya tarik utamanya.

Page 95: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

D. Tanggapan Penghayat terhadap Bentuk Rupa Wayang Kampung Sebelah

Dalam kritik emosionalisme, nilai sebuah karya seni terletak pada

penghayat karya seni tersebut. Dalam penelitian ini respon atau tanggapan

penghayat merupakan salah satu sumber informasi yang akan mendukung

dalam memahami bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah.

Berikut ini dipaparkan tanggapan penghayat yang terdiri dari tanggapan

Dosen Pedalangan, Dosen Seni Rupa, Guru Seni Rupa, Mahasiswa Seni Rupa,

serta penonton Wayang Kampung Sebelah. Adapun aspek yang ditanggapi oleh

penghayat adalah tema karya Wayang Kampung Sebelah, keseimbangan

bentuk, proporsi, warna, serta perwatakan yang ditangkap penghayat pada

karya wayang yang ditanggapi.

1. Tanggapan Dosen Pedalangan

Menurut penghayat boneka “Lurah Somad” kurang baik. Proporsi

tubuhnya berlebihan, hal ini nampak pada perut yang buncit sedangkan

tubuh bagian atas berukuran kecil, warnanya monoton dan boneka wayang

ini lebih condong kepada bentuk karikatur. Boneka wayang ini

menampilkan kesan sosok yang menjengkelkan.

Boneka “Eyang Sidik Wacono” cukup baik. Pakaian yang

dikenakan mencitrakan sosok priyayi, dengan bentuk tubuh wayang

seimbang. bentuk tubuh, raut wajah, dan pakaian yang dikenakannya baik.

Warna-warna dalam boneka ini serasi. Secara keseluruhan, boneka ini

memberi kesan sosok yang berwibawa.

Boneka “Blegoh” menampilkan gaya tubuh (gesture) boneka

wayang yang menantang, tubuh boneka wayang ini cukup seimbang

namun proporsi tubuhnya kurang baik karena ukuran kepala nampak

terlalu besar. Warna-warna dalam boneka wayang ini sudah cukup baik.

Raut wajah boneka wayang ini memberi kesan seseorang yang watak galak

atau keras.

Page 96: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Boneka “Mbah Keblak” yang mengenakan pakaian berwarna

coklat memberi kesan kalem pada boneka wayang yang merupakan

representasi dari manula ini. Proporsi tubuhnya cukup baik, bentuk tubuh

wayang ini nampak kurang seimbang, namun ketidakseimbangan ini dapat

menjadi tanda bahwa boneka wayang ini memang mewakili sosok yang

telah lemah fisiknya karena usianya yang lanjut. Boneka ini menampilkan

kesan seseorang yang berwatak kalem namun lucu.

Boneka “Sodrun” memiliki bentuk seperti karikatur. Warna dalam

boneka ini cukup sesuai dengan warna seragam hansip pada umumnya,

bentuk tubuh wayang ini cukup seimbang, proporsinya kurang baik karena

bagian perut terlalu besar. Boneka ini menampilkan kesan lucu.

Boneka “Parjo” menampilkan warna yang kurang menarik karena

terkesan datar tanpa gelap terang yang dapat memberi kesan volume.

Proporsi tubuhnya kurang baik karena bagian kaki terlalu kecil, bentuk

keseluruhan boneka ini juga kurang seimbang. Raut wajah boneka ini

menampilkan kesan lucu dengan gusinya yang menjorok ke depan.

Boneka “Mbah Modin” sebenarnya cukup menarik karena mampu

menghadirkan kesan lucu dengan jelas dari aspek visualnya terutama

karena bentuk wajah dan mulutnya yang menjorok ke depan dengan gigi

bawah yang menonjol. Proporsi sudah baik, namun bentuk wayang ini

menurut penghayat kurang seimbang, Warna hitam yang dominan pada

boneka ini terkesan datar. Boneka ini menampilkan kesan lucu.

Boneka “Silvy” memiliki komposisi warna yang norak pada

pakaiannya, hal ini cukup sesuai untuk memberi kesan sosok pekerja seks

komersial kelas bawah yang memang cenderung norak dalam berdandan.

Proporsi tubuh cukup baik, keseimbangan bentuk juga cukup baik.

Menurut penghayat wajah boneka ini kurang mencerminkan wajah seorang

wanita. Yang menarik dari boneka ini adalah karena boneka ini memegang

HP sebagai alat komunikasi. Gesture tubuh boneka ini kurang baik,

nampak pada posisi kaki dan tangan yang terlihat kaku. Secara

keseluruhan boneka ini menampilkan kesan nakal.

Page 97: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Boneka “Karyo” menarik. Pakaian yang dikenakan dengan warna-

warna yang kontras menjadikannya jelas dan menonjol, bentuk tubuh

cukup seimbang, proporsinya juga cukup baik. Yang menjadi daya tarik

dari boneka wayang ini adalah bentuk tubuh, raut wajah, dan warna kulit

dan pakaian yang sangat kontras warnanya. Boneka ini menampilkan

kesan seseorang yang menjengkelkan.

Boneka wayang “Kampret” cukup menarik. Warna dalam boneka

ini cukup beragam, bentuk tubuhnya kurang seimbang, sedangkan

proporsinya sudah baik. Yang paling menonjol dari boneka wayang ini

adalah raut wajahnya. Watak boneka ini sulit terbaca dari bentuk rupanya.

Menurut penghayat, boneka “Jhony” menarik karena bentuknya

menampilkan sosok yang unik dan nyentrik, seperti orang negro dengan

rambut yang diwarnai. Warna dalam boneka wayang ini terkesan ramai,

bentuk tubuh boneka wayang cukup seimbang, proporsi tubuhnya juga

cukup baik. Yang tampak menonjol dari boneka wayang ini adalah bentuk

tubuh, raut wajah, pakaian, dan asesoris yang dikenakan. Kesan tegas

muncul karena kulitnya berwarna hitam legam.

Boneka “Cak Dul” menarik karena memakai sistem angkrok.

Warna dalam boneka ini cukup baik dengan dominasi garis putih-hijau

muda pada pakaian, bentuk tubuh wayang cukup seimbang, proporsinya

juga cukup baik. Yang menonjol dari boneka wayang ini adalah bentuk

tubuhnya yang terkesan luwes, raut wajahnya yang terkesan lucu, dan

warna pakaian yang dikenakannya.

Boneka “Minul Darah Tinggi” juga menarik karena memakai

sistem angkrok. Warna dalam boneka ini kurang baik, karena terkesan

monoton. Bentuk tubuh wayang cukup seimbang, proporsinya juga cukup

baik. Yang nampak menonjol dari boneka wayang ini adalah bentuk tubuh

dan tata rambutnya.

Boneka “Koma Ramari-mari” menarik karena memakai sistem

angkrok. Warna dalam boneka ini cukup baik dengan penggunaan warna

kuning dan hijau pada pakaian yang memberi kesan “ramai” tapi tidak

Page 98: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

terlalu norak karena memiliki garis batas warna yang terpola. Bentuk

tubuh wayang cukup seimbang, proporsi tubuhnya baik. Yang menonjol

dari boneka wayang ini adalah bentuk tubuhnya.

Menurut penghayat, tema yang diangkat dalam pertunjukan

Wayang Kampung Sebelah yang secara langsung memengaruhi bentuk

rupa boneka wayangnya cukup menarik mengingat setting kehidupan

kampung lebih dekat dengan masyarakat banyak, dari aspek komunikasi,

bentuk rupa wayang yang semuanya termasuk dalam bentuk wayang

humor seperti kelompok wayang Punakawan menjadi daya tarik tersendiri

bagi masyarakat awam yang belum akrab dengan pertunjukan wayang

kulit. Dengan bentuk rupa wayang semacam ini masyarakat cepat tertarik

terhadap pertunjukan wayang yang dipentaskan.

2. Tanggapan Dosen Seni Rupa

Menurut penghayat, boneka “Lurah Somad” menarik. Warna

dalam boneka ini yang terdiri dari warna kulit dan pakaian seragam cukup

baik, bentuk tubuh wayang kurang seimbang. Proporsi tubuh boneka

wayang ini kurang baik karena perbandingan ukuran bahu, dan dada

terlalu kontras dengan ukuran perut dan pantat. Boneka ini menampilkan

kesan seseorang yang lucu namun juga galak.

Boneka “Eyang Sidik Wacono” cukup baik. Bentuknya

menampilkan sosok yang terkesan berwibawa. Warna hitam pada pakaian

boneka wayang ini terkesan datar karena hue-nya sama. Bentuk tubuh

wayang kurang seimbang karena pinggul dan pantat terlalu besar, proporsi

tubuhnya kurang baik. Boneka ini menampilkan kesan seseorang yang

tegas.

Boneka “Blegoh” kurang menarik. Warna-warna yang digunakan

dalam boneka ini tidak cukup baik, terkesan mentah dan kurang harmonis.

Keseimbangan bentuk boneka wayang ini kurang, namun proposi

tubuhnya cukup baik. Boneka wayang ini memiliki kesan gerak karena

posisi kakinya yang seolah melangkah, namun gerak tubuh ini tidak sesuai

Page 99: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

dengan draperi atau arah lipatan kain. Boneka wayang ini menampilkan

sosok yang galak.

Boneka “Mbah Keblak” menarik karena warna dalam boneka ini

cukup harmonis. Bentuk tubuh boneka wayang ini kurang seimbang

karena posisi bungkuk boneka wayang ini nampak janggal, proporsi

tubuhnya juga kurang baik karena kepala boneka wayang ini terlalu besar.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Sodrun” kurang menarik karena dalam boneka ini

warnanya terkesan datar. Bentuk tubuh wayang cukup seimbang, namun

proporsinya cukup baik. Boneka wayang ini menampilkan kesan sosok

yang memelas.

Boneka “Parjo” kurang menarik karena dalam boneka ini warnanya

terkesan datar. Bentuk tubuh wayang cukup seimbang, namun proporsinya

kurang baik. Boneka wayang ini menampilkan kesan seseorang yang usil.

Boneka “Mbah Modin” secara keseluruhan cukup baik. Bentuk

tubuh boneka ini wayang kurang seimbang, namun proporsi tubuhnya

cukup baik. Gesture boneka wayang cukup membantu membuat boneka

ini menarik secara visual meski warna boneka ini terkesan monoton dan

datar. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang berwibawa.

Boneka “Silvy” kurang menarik karena dalam boneka ini warnanya

terkesan datar. Bentuk tubuh wayang ini cukup seimbang, namun proporsi

boneka ini kurang baik. Boneka ini memiliki gesture yang kurang luwes.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang norak.

Boneka “Karyo” menarik karena warna dalam boneka ini cukup

harmonis. Bentuk tubuh ini cukup seimbang, proporsinya juga cukup baik.

Yang menonjol dari boneka wayang ini adalah bentuk tubuh, raut wajah

dan pakaian yang dikenakan. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang

lucu.

Boneka “Kampret” cukup menarik. Bentuk tubuh boneka wayang

kurang seimbang, namun proporsi dan warna boneka wayang ini cukup

Page 100: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

baik. Boneka wayang ini secara keseluruhan mengesankan seorang

pemuda yang “kampungan”.

Boneka “Jhony” menarik. Bentuk tubuh wayang kurang seimbang,

proporsi tubuh wayang juga kurang baik karena lehernya yang pendek dan

ukuran pantat yang telalu besar. Warna dalam boneka wayang ini terkesan

“ramai”. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Cak Dul” menarik. Bentuk tubuh wayang cukup

seimbang, proporsi dan warna-warna dalam boneka ini cukup baik.

Boneka “Minul Darah Tinggi” kurang menarik karena warna

dalam boneka ini terkesan datar. Bentuk tubuh wayang ini kurang

seimbang, proporsi tubuhnya juga kurang seimbang.

Menurut penghayat, boneka “Koma Ramari-mari” kurang menarik

karena warna dalam boneka ini terkesan datar. Bentuk tubuh wayang ini

kurang seimbang, proporsinya juga kurang baik.

Penghayat memberi catatan tambahan terhadap wujud visual

boneka Wayang Kampung Sebelah yaitu warna kulit boneka yang hampir

seluruhnya nampak kurang natural. Sedangkan dari aspek tema, Wayang

Kampung Sebelah sangat menarik karena menyuguhkan sesuatu yang

segar dan berbeda. Bentuk rupa boneka Wayang Kampung Sebelah juga

sudah sesuai dengan tema yang diangkat.

3. Tanggapan guru seni rupa

Menurut penghayat, boneka “Lurah Somad” menarik karena

boneka ini berbeda dengan tokoh lainnya yang cenderung seperti karikatur

dan warna yang digunakan dalam boneka ini didominasi oleh warna biru

yang mengesankan kewibawaan. Keseimbangan bentuk dan proporsi tubuh

boneka ini kurang baik, selain karena ukuran wajah dan kaki yang tidak

seimbang, gaya karikaturalnya yang tidak sesuai dengan tokoh-tokoh

lainnya. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang berwibawa.

Boneka “Eyang Sidik Wacono” menarik. Bentuk boneka ini

mengesankan karakter sosok yang bijaksana. Selain itu, jika dilihat dari

Page 101: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

wujud rupanya karakter yang muncul dari boneka ini adalah kewibawaan.

Komposisi warna yang digunakan sudah sesuai karena warna-warna yang

digunakan adalah warna-warna yang cenderung berat. Hal itu tepat atau

sesuai dengan karakter yang dimunculkannya, yakni orang tua yang

berilmu dan berwibawa. Dari segi keseimbangan bentuk dan proporsi,

boneka wayang ini cukup baik.

Boneka “Blegoh” secara jelas memunculkan karakter orang yang

sedang marah melalui raut wajah dan gesture-nya. Komposisi warna sudah

sesuai karena sudah mendukung karakter pakaian orang-orang kampung

khususnya wanita kampung. Menurut penghayat, boneka wayang ini

kurang memiliki keseimbangan bentuk karena gerak kakinya terkesan

janggal, meski proporsi tubuhnya sudah baik. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Mbah Keblak” memiliki bentuk yang sesuai dengan

karakter yang bentuk seorang nenek-nenek, sehingga karakter yang

ditimbulkan cepat tertangkap secara visual. Warna-warna yang dipakai

pada boneka ini sudah sesuai untuk menggambarkan seorang nenek yang

berwatak lugas, yakni warna-warna gelap. Keseimbangan bentuk boneka

wayang ini kurang baik, proporsi tubuh boneka wayang ini juga kurang

baik karena ukuran kepalanya terlalu besar. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang lugas.

Boneka “Sodrun” memiliki bentuk yang sesuai dengan karakter

seorang hansip. Komposisi warna yang digunakan juga sudah sesuai

dengan wataknya. Namun, menurut penghayat, segi keseimbangan bentuk

dan proporsi tubuh boneka wayang ini kurang sesuai karena bagian tubuh

boneka khususnya bahu dan kaki mengganggu sehingga menjadi tidak

berimbang.. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang berwibawa.

Boneka “Parjo” cukup menarik. Komposisi warna pada boneka

juga sudah baik dalam arti sudah sesuai dengan warna seragam hansip

yang sebenarnya. Sedangkan dari aspek keseimbangan bentuk, penghayat

menyatakan bahwa boneka ini tidak sesuai karena bagian bahu tidak

Page 102: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

berimbang (bagian depan), proporsi tubuh boneka ini juga kurang baik.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Mbah Modin” secara keseluruhan sudah sesaui

menggambarkan seorang modin atau pemimpin ritual-ritual keagamaan di

kampung. Hal tersebut tercermin dari komposisi warna yang digunakan

yang cenderung didominasi warna tua. Mengenai keseimbangan bentuk,

boneka ini juga cukup baik karena pembagian bagian tubuh boneka enak

dilihat (perut maju dan kedua tangan di belakang tubuh), dan apabila

dilihat secara keseluruhan, proporsi tubuh boneka ini sudah sesuai (bagian

kepala, tubuh, kaki dan tangan sudah baik). Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Silvy” memiliki warna yang mencolok dan terkesan genit.

Komposisi warna sudah baik, keseimbangan bentuk dan proporsi tubuh

juga cukup baik. Secara keseluruhan boneka wayang ini sudah baik, hanya

bagian wajah kurang mengesankan wajah seorang wanita. Boneka wayang

ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Karyo” sangat menggambarkan sosok orang kampung

yang miskin, hal ini nampak pada warna pakaian yang mencolok dan

terkesan “norak” karena mungkin disebabkan oleh keterbatasan pakaian.

Bentuk tubuh ini wayang cukup seimbang, proporsinya juga cukup baik.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Kampret” memiliki bentuk yang baik dalam

menggambarkan seorang pemuda kampung. Warna yang terdapat dalam

boneka ini cukup baik namun sedikit terganggu karena warna saku baju

yang warnanya tidak sesuai dan terkesan “tidak nyambung” . Bentuk tubuh

wayang cukup seimbang, proporsi tubuhnya juga cukup baik. Gesture

wayang ini cukup baik dan terkesan dinamis. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang lucu.

Menurut penghayat, boneka “Jhony” menampilkan bentuk sosok

pemuda yang unik, dengan warna kontras yang ekstrim antara kulit,

rambut, dan pakaian. Semua itu cepat menarik perhatian mata yang

Page 103: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

melihatnya. Bentuk tubuh wayang ini cukup seimbang, proporsinya juga

cukup baik. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang galak

Boneka “Cak Dul” menampilkan warna yang terkesan sejuk, yaitu

hijau yang dipadu putih yang merupakan warna pakaian yang dikenakan.

Bentuk tubuh wayang cukup seimbang (cenderung simetris), perbandingan

kepala, tubuh, tangan dan kaki baik.

Boneka “Minul Darah Tinggi” menampilkan warna yang mencolok

sehingga menarik perhatian, bentuk tubuh wayang cukup seimbang.

Perbandingan kepala, tubuh, tangan dan kaki cukup baik.

Boneka “Koma Ramari-mari” memiliki warna yang dinamis,

bentuk tubuh wayang cukup seimbang, namun proporsi tubuh perlu

mendapat perhatian karena kakinya nampak terlalu pendek.

Penghayat menilai boneka tema karya Wayang Kampung Sebelah

cukup menarik dan merupakan sebuah kreativitas yang pantas diapresiasi.

Boneka wayangnya secara keseluruhan mampu menggambarkan sosok-

sosok masyarakat kampung. Penghayat juga berpandangan bahwa

eksplorasi pada bentuk rupa boneka wayang yang cenderung ekspresif

merupakan suatu langkah yang berani dalam upaya pengembangan

kesenian wayang kulit.

4. Tanggapan Mahasiswa Seni Rupa

Menurut penghayat, boneka “Lurah Somad” menampilkan warna

kurang baik, sedikit terganggu karena warna wajah terlalu gelap, bentuk

tubuh wayang kurang seimbang, proporsi tubuhnya juga kurang baik

karena ukuran pantat terlalu besar. Boneka wayang ini menampilkan sosok

yang berwibawa.

Boneka “Eyang Sidik Wacono” menampilkan warna yang

monoton dan datar. Bentuk tubuh wayang ini kurang seimbang karena

posisi bungkuknya yang janggal, proporsi tubuhnya juga kurang baik.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang berwibawa.

Page 104: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Boneka “Blegoh” menampilkan warna yang cukup baik, bentuk

tubuh wayang juga cukup seimbang, proporsi tubuhnya juga cukup baik.

Yang menonjol dari boneka wayang ini adalah raut wajahnya yang

memberi kesan seseorang yang sedang marah dan benda yang dipegang

(ulegan). Boneka wayang ini menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Mbah Keblak” cukup baik dalam menggambarkan sosok

wanita tua. Warna dalam boneka ini cukup baik dan sesuai dengan sosok

manula yang ingin ditampilkan, namun sedikit terganggu karena warna

saku baju yang warnanya tidak sesuai. Bentuk tubuh boneka wayang

kurang seimbang,proporsinya juga kurang baik. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang memelas.

Boneka “Sodrun” cukup jelas menampilkan sosok hansip. Warna

dalam boneka ini kurang baik, sedikit terganggu karena warna wajah

terlalu gelap. Bentuk tubuh wayang cukup seimbang, namun proporsi

tubuhnya kurang baik. Boneka wayang ini menampilkan kesan sosok yang

bodoh.

Boneka “Parjo” juga menampilkan sosok hansip dengan baik,

karena seragam yang dikenakannya dengan jelas menunjukkan profesinya

tersebut. Bentuk tubuh wayang ini cukup seimbang, proporsinya juga

cukup baik. Bentuk tubuh dan raut wajah boneka ini yang menghadirkan

kesan lucu.

Boneka “Mbah Modin” sudah sesuai menggambarkan karakter

yang ingin ditampilkan yaitu seorang Modin. Bentuk tubuh boneka

wayang ini juga cukup seimbang, proporsi tubuhnya cukup baik. Yang

tampak menarik dari boneka wayang ini adalah raut wajahnya yang

memiliki rahang bawah dan mulut yang panjang dan menjorok ke depan.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Silvy” menampilkan warna yang kurang baik karena

warna baju terlalu kuat. Bentuk tubuh boneka wayang ini cukup seimbang,

proporsinya juga cukup baik. Pakaian yang dikenakan nampak mencolok

Page 105: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

dan handphone yang dipegang oleh boneka wayang ini cukup menarik

perhatian. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang centil.

Boneka “Karyo” menggambarkan sosok orang kampung miskin.

Warna dalam boneka ii cukup baik namun sedikit terganggu karena warna

merah di lengan kaos dan bagian bawah kurang sesuai. Bentuk tubuh

boneka wayang ini cukup seimbang, proporsi tubuhnya juga cukup baik.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang memelas.

Boneka “Kampret” cukup baik dalam menghadirkan sosok

pemuda kampung. Warna pakaian sudah cukup variatif namun sedikit

terganggu karena warna saku baju yang warnanya tidak sesuai, bentuk

tubuh boneka wayang ini cukup seimbang, proporsinya juga cukup baik.

Boneka wayang ini menampilkan sosok yang santai.

Boneka “Jhony” menghadirkan warna kontras yang ekstrim antara

kulit, rambut, dan pakaian. Bentuk tubuh wayang ini cukup seimbang,

namun proporsinya kurang baik karena ukuran pantat yang terlalu besar.

Yang menonjol dari boneka wayang ini adalah pakaian dan akesesoris

yang dikenakannya. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Cak Dul” menarik karena memakai sistem angkrok.

Warna dalam boneka ini kurang baik karena warna kulit terlalu gelap.

Bentuk tubuh wayang cukup seimbang, dan proporsinya cukup baik.

Boneka “Minul Darah Tinggi” menarik karena memakai sistem

angkrok dan menggambarkan sosok biduan yang menarik. Warna dalam

boneka ini kurang variatif. Bentuk tubuh wayang cukup seimbang,

proporsi tubuhnya juga cukup baik.

Boneka “Koma Ramari-mari” menarik karena memakai sistem

angkrok. Warna boneka ini cenderung norak, bentuk tubuh wayang cukup

seimbang, proporsi tubuh boneka wayang ini juga cukup baik.

Secara keseluruhan bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah

menarik untuk kalangan generasi muda yang kurang mengenal dan

menyukai pertunjukan wayang kulit. Terlepas dari kekuatan narasi dalang

yang membawakan cerita (lakon), bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah

Page 106: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

yang menampilkan sosok-sosok masyarakat kampung menjadi angin segar

dalam dunia wayang kulit. Wayang Kampung Sebelah berpotensi

menembus dunia anak muda yang cenderung sulit menerima dan mencerna

idiom-idiom yang terdapat dalam wayang Purwa.

5. Tanggapan Penonton Serius

Menurut penghayat, boneka “Lurah Somad” menampilkan sosok

seprti kartun. Warna dalam boneka ini cukup baik, bentuk tubuh wayang

kurang seimbang karena ukuran perutnya terlalu besar, proporsinya juga

kurang baik. Yang menonjol dari boneka wayang ini adalah pakaian yang

dikenakan yang berwarna tunggal dan menjadi dominan. Boneka wayang

ini menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Eyang Sidik Wacono” kurang baik dalam menampilkan

sosok orang tua karena kulit boneka wayang ini kurang keriput, bentuk

tubuh wayang kurang seimbang, proporsinya juga kurang baik karena

pinggul dan pantat terlalu besar. Boneka wayang ini menampilkan sosok

yang berwibawa.

Boneka “Blegoh” memiliki gesture yang menarik dan dinamis.

Warna dalam boneka ini cukup bervariasi. Boneka wayang ini kurang

memiliki keseimbangan bentuk, proporsinya juga kurang baik. Raut wajah

boneka wayang ini memberi kesan orang yang sedang berteriak. Boneka

wayang ini menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Mbah Keblak” memiliki bebtuk rupa yang cukup baik,

namun untuk sosok orang tua, kulit boneka wayang ini kurang keriput.

Bentuk tubuh wayang kurang seimbang, proporsi tubuh wayang ini juga

kurang baik karena ukuran kepala yang terlalu besar. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang berwibawa.

Boneka “Sodrun” memiliki warna cukup baik. Bentuk tubuh

wayang kurang seimbang, proporsi tubuhnya juga kurang baik karena

leher boneka wayang ini kurang panjang, mata dan hidungnya juga

nampak terlalu besar. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang lucu.

Page 107: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Boneka “Parjo” ini cukup baik dari aspek bentuk, sudah sesuai

menggambarkan sosok hansip lengkap dengam seragamnya yang berwarna

hijau. Tubuh boneka wayang ini juga sudah cukup seimbang, namun

proporsinya kurang baik karena bagian kaki terlalu kecil. Raut wajah

wayang ini menghadirkan kesan lucu.

Boneka “Mbah Modin” kurang menarik. Warna dalam boneka ini

cukup baik, namun untuk sosok orang tua, kulit boneka wayang ini kurang

keriput. Bentuk tubuh wayang kurang seimbang, proporsinya juga kurang

baik karena pinggul dan pantat terlalu besar. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang lucu.

Boneka “Silvy” menampilkan warna yang kurang baik, bentuk

tubuh wayang ini juga kurang seimbang dengan gesture yang kurang

luwes, proporsi tubuhnya juga kurang baik. Boneka wayang ini

menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Karyo” secara umum cukup baik. Warna dalam boneka

ini cukup baik, bentuk tubuh wayang kurang seimbang, proporsinya

kurang baik karena bagian kepala nampak terlalu besar. Boneka wayang

ini menampilkan sosok yang galak.

Boneka “Kampret” kurang menarik. Warna dalam boneka wayang

ini kurang baik. Bentuk boneka ini kurang seimbang, proporsi tubuh

boneka wayang ini juga kurang baik karena badannya kurus dan perutnya

gendut. Boneka wayang ini menampilkan sosok yang pemarah.

Boneka “Jhony” kurang menarik. Warna dalam boneka ini kurang

baik karena terkesan “tidak nyambung” (tidak memiliki kesatuan warna).

Bentuk boneka wayang ini kurang seimbang, proporsi tubuh boneka

wayang ini juga kurang baik karena lehernya terlalu pendek. Boneka ini

memberi kesan lucu.

Boneka “Cak Dul” kurang menarik. Warna dalam boneka ini cukup

baik. Bentuknya cukup seimbang karena cenderung simetris, proporsi

tubuhnya juga cukup baik.

Page 108: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Boneka “Minul Darah Tinggi” menarik. Warna dalam boneka ini

cukup baik dan sesuai dengan sosok penyanyi yang biasanya berpakaian

mencolok. Bentuknya cukup seimbang, proporsi tubuhnya juga cukup

baik..

Boneka “Koma Ramari-mari” menarik. Warna dalam boneka ini

cukup baik, bentuk tubuh wayang cukup seimbang, proporsi tubuh boneka

wayang ini juga cukup baik.

Penghayat menyatakan bahwa dengan membuat boneka wayang

yang secara spesifik mewakili masyarakat kampung tentunya akan

memudahkan dalam penyampaian pesan. Karena menurut penghayat

Wayang Kampung Sebelah sarat dengan kritik sosial, secara keseluruhan

idiom-idiom visual yang tercermin dalam boneka wayang cukup mampu

menjadi jalan untuk tujuan tersebut.

Berbagai tanggapan penghayat di atas dapat diringkas seperti yang

tersaji dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1. Tanggapan Penghayat

TANGGAPAN PENGHAYAT

BONEKA

WAYANG

Aspek yang

Ditanggapi

Dosen

Pedalangan

Dosen Seni

Rupa

Guru Seni

Rupa

Mahasiswa

Seni Rupa

Penonton

Serius

1. Lurah Somad Keseimbangan Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang

Proporsi Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang

Warna Kurang Baik Baik Baik Baik

Perwatakan Menjengkelkan Lucu, Galak Berwibawa Berwibawa Galak

2. Eyang

Sidik Wacono

Keseimbangan Baik Kurang Baik Kurang Baik

Proporsi Baik Kurang Baik Kurang Baik

Warna Baik Kurang Baik Kurang baik Baik

Perwatakan Berwibawa Tegas Berwibawa Berwibawa Berwibawa

3. Blegoh

Keseimbangan Baik Kurang Kurang Baik Baik

Proporsi Kurang Baik Kurang Baik Kurang

Warna Baik Kurang Baik Baik Kurang

Perwatakan Galak, Cerewet Galak Galak Galak Galak

4. Mbah Keblak Keseimbangan Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang

Proporsi Baik Kurang Kurang Kurang Baik

Warna Baik Baik Baik Kurang Baik

Page 109: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Perwatakan Lucu, Kalem Lucu Lugas Memelas Berwibawa

5. Sodrun Keseimbangan Baik Baik Kurang Baik Baik

Proporsi Kurang Baik Kurang Kurang Kurang

Warna Baik Baik Baik Kurang Baik

Perwatakan Lucu Memelas Berwibawa Bodoh Lucu

6. Parjo Keseimbangan Kurang Baik Kurang Baik Baik

Proporsi Kurang Kurang Kurang Baik Kurang

Warna Kurang Baik Baik Baik Kurang

Perwatakan Lucu Usil Galak Lucu Lucu

7. Mbah Modin Keseimbangan Kurang Kurang Baik Baik Kurang

Proporsi Baik Baik Baik Baik Kurang

Warna Kurang Baik Baik Baik Kurang

Perwatakan Lucu Berwibawa Lucu Lucu Lucu

8. Silvy Keseimbangan Baik Baik Baik Baik Kurang

Proporsi Baik Kurang Baik Baik Kurang

Warna Baik Kurang Baik Kurang Kurang

Perwatakan Nakal Norak Lucu Centil Galak

9. Karyo Keseimbangan Baik Baik Baik Baik Kurang

Proporsi Baik Baik Baik Baik Kurang

Warna Baik Baik Baik Kurang Kurang

Perwatakan Lucu,

Menjengkelkan

Lucu Lucu Memelas Galak

10. Kampret Keseimbangan Kurang Kurang Baik Baik Kurang

Proporsi Baik Kurang Baik Baik Kurang

Warna Baik Baik Baik Kurang Kurang

Perwatakan Tidak Jelas Kampungan Lucu Santai Pemarah

11. Jhony Keseimbangan Baik Baik Baik Baik Kurang

Proporsi Baik Kurang Baik Baik Kurang

Warna Baik Baik Baik Baik Kurang

Perwatakan Tegas Lucu Galak Lucu Lucu

12. Cak Dul Keseimbangan Baik Baik Baik Baik Baik

Proporsi Baik Baik Baik Baik Baik

Warna Baik Baik Baik Kurang Baik

Perwatakan - - - - -

13. Minul

Darah Tinggi

Keseimbangan Baik Kurang Baik Baik Baik

Proporsi Baik Kurang Baik Baik Baik

Warna Baik Kurang Baik Kurang Baik

Perwatakan - - - - -

14. Koma

Ramari-mari

Keseimbangan Baik Kurang Baik Baik Baik

Proporsi Baik Kurang Baik Baik Baik

Warna Baik Kurang Baik Baik Baik

Perwatakan - - - - -

Page 110: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

E. Wayang Kampung Sebelah sebagai Wayang Kreasi Baru

1. Wayang Kampung Sebelah: Mengatasi Masalah Komunikasi

Sejarah muculnya wayang kampung ini tidak dapat dilepaskan dari

keinginan untuk membuat pertunjukan wayang menjadi lebih komunikatif.

Keinginan membangun komunikasi adalah motivasi utama dalam penciptaan

Wayang Kampung Sebelah, yang pada akhirnya juga memengaruhi boneka

wayang yang diciptakan karena merupakan bagian dari konsep pertunjukan

wayang yang dirancang penggagasnya.

Sebagai dalang wayang kulit Purwa yang telah aktif mendalang sejak

masa remaja, Ki Jlitheng Suparman mengetahui secara mendalam berbagai

respon masyarakat terhadap pertunjukan wayang kulit Purwa yang

diungkapkannya dengan pernyataan bahwa wayang kulit Purwa telah

kehilangan fungsi tuturnya. Hilangnya fungsi tutur ini bersumber dari dalang

yang kurang kreatif dan idiom-idiom yang dipakai dalam pertunjukan wayang

kulit Purwa sendiri yang sudah mulai tidak relevan dengan pemahaman

masyarakat saat ini. Alasan yang terakhir ini dapat dibaca sebagai

konsekuensi dari perubahan masyarakat.

Pergeseran dari masyarakat feodal ke masyarakat yang demokratis

telah menimbulkan perubahan kebudayaan yang sangat besar. Keterikatan

gagasan, pola perilaku yang bersifat feodal lalu bergeser dengan paham-

paham yang lebih terbuka. Masyarakat yang semula bersifat kolektif

(homogen) berangsur pada pola yang mengarah keindividuan, dari pola

hidup yang bersifat seremonial kini secara berangsur menuju pola hidup yang

lebih praktis. Persepsi terhadap lingkungan yang bersumberkan mitos

kemudian bergeser pada asumsi yang didasarkan atas fakta (kenyataan).

Singkatnya adalah bahwa pergeseran yang tengah terjadi pada dasarnya

merupakan proses rasionalisasi kebudayaan yang mengarah pada

penyesuaian-penyesuaian (Subiyantoro, 2011: 47).

Penyesuaian adalah kata kunci dalam upaya mempertahankan sebuah

bentuk kesenian di tengah perubahan masyarakat. Penyesuaian-penyesuaian

Page 111: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

ini merupakan tanggung jawab seniman sebagai individu sudah semestinya

memiliki sifat kreatif dan inovatif. Dengan didukung oleh kepekaan dalam

membaca kondisi masyarakat, inovasi-inovasi yang dilakukan oleh seniman

akan lebih terarah dan selaras dengan kebutuhan masyarakatnya yang pada

akhirnya menjadi jalan bagi diterimanya sebuah karya seni dalam masyarakat.

Dalam wayang kreasi baru ini inovasi yang dilakukan berupa; (1)

Cerita (lakon) yang dimainkan, yang sudah tidak lagi bersumber pada dua

epos besar cerita wayang (Mahabharata dan Ramayana) melainkan cerita-

cerita yang diangkat dari peristiwa kekinian dengan setting di kampung

dengan berbagai karakter manusianya, (2) Bentuk rupa boneka wayang yang

digunakan yang merupakan bentuk-bentuk manusia yang dideformasi

sedemikian rupa dan mencerminkan manusia-manusia kampung pada

umumnya dengan berbagai profesi dan status sosialnya, (3) Iringan musik

yang mengadopsi berbagai aliran musik seperti dangdut, jazz, bossas, pop,

rock, sebagai sebuah upaya penyegaran terhadap pertunjukan wayang secara

keseluruhan.

Semenjak awal kelahirannya, Wayang Kampung Sebelah telah

memikul konsep sebagai wayang yang mengisahkan kehidupan orang

kampung. Hal ini tentu bukan tanpa pertimbangan, audiens yang nantinya

akan menjadi penonton wayang kampung sebelah tentu menjadi alasan yang

kuat untuk mendasari pembentukan konsep awal pertunjukan Wayang

Kampung Sebelah. Audiens bagi Ki Jlitheng Suparman tidak lain adalah

masyarakat kampung itu sendiri. Pendapat Ki Jlitheng Suparman mengenai

kurang dapat dipahaminya idiom-idiom wayang kulit Purwa oleh masyarakat

secara implisit dapat menggiring kita untuk memahami bahwa Ki Jlitheng

Suparman berbicara dengan menggunakan perspektif pemahaman orang

kampung (awam).

Upaya penyegaran yang dilakukan seniman pada dasarnya adalah

usaha untuk mengatasi masalah kesenjangan komunikasi antara suatubentuk

kesenian dengan masyarakatnya (dalam hal ini adalah pertunjukan wayang

kulit Purwa). Wayang kulit Purwa, yang merupakan salah satu bentuk

Page 112: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

kesenian tradisi tentu memiliki akar dalam masyarakat (khususnya Jawa),

namun demikian seniman merasakan adanya disfungsi pertunjukan wayang

kulit Purwa sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkait

dengan segala macam persoalan kehidupan yang sangat beragam. Untuk

itulah perlu adanya perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian.

Perubahan atau perombakan yang dilakukan dalam kesenian tradisi

sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar karena bagaimanapun kesenian itu

(baik tradisi maupun non-tradisi/ modern) merupakan suatu hasil pemikiran

manusia yang terus berkembang. Semakin kompleksnya kehidupan

masyarakat membuat kebutuhan terhadap penyesuaian-penyesuaian dalam

kesenian menjadi sesuatu yang rasional. Dalam hal ini Subiyantoro (2011:

42) menjelaskan bahwa sesungguhnya esensi seni rupa tradisi bukanlah seni

yang purna atau seni yang sama sekali tidak berubah atau dalam pengertian

mati (statis). Seni tradisi pada dasarnya adalah seni yang tidak statis, karena

keberadaannya secara faktual dari generasi ke generasi selalu mengalami

tahapan penyempurnaan yang mewakili zamannya.

Wayang Kampung Sebelah dapat dipandang sebagai salah satu contoh

nyata dari berbagai macam bentuk perubahan kesenian tradisi. Adapun

pemicu dari perubahan dalam hal ini (munculnya Wayang Kampung Sebelah)

lebih condong kepada tekanan dari dalam masyarakat sendiri (internal forces)

yang meliputi pergeseran ide-ide yang menyertai pergantian sebuah generasi.

Keadaan masyarakat penghayat seni dan tingkat pemahaman mereka

terhadap kesenian ditangkap dengan cermat oleh Ki Jlitheng Suparman

sebagai seniman yang memiliki keyakinan bahwa seni harusnya tidak terlepas

dari kehidupan yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Seni dengan

daya komunikasinya yang khas harus mampu menjadi wahana dalam upaya

memahami berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Terkait fungsi seni sebagai media komunikasi, Leo Tolstoy dalam

Soedarso (2006: 124) menyatakan bahwa seni adalah sarana komunikasi bagi

emosi. Komunikasi selalu memerlukan adanya komunikator (seniman) dan

komunikan (masyarakat), maka seni adalah penghubung antara seniman

Page 113: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

dengan masyarakatnya. Artinya, apapun yang disampaikan oleh seniman

harus bisa ditangkap dan dimengerti oleh masyarakat penerimanya.

Berpijak pada pandangan inilah maka Wayang Kampung Sebelah

dapat dipandang sebagai sebuah karya seni yang tidak hanya merupakan

perwujudan kreativitas, namun juga sebagai jalan keluar untuk membangun

komunikasi antara seniman dengan penghayat/ penontonnya.

2. Masyarakat Kampung Sebagai Tema Karya

Wayang Kampung Sebelah sebagai sebuah wayang kreasi baru

mengambil sudut pandang masyarakat bawah (rakyat jelata) dalam

menyampaikan berbagai topik yang diangkat dalam cerita (lakon) yang

dimainkan.

Karya-karya boneka Wayang Kampung Sebelah menurut status

sosialnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: tokoh pemimpin (Lurah

Somad), tokoh sesepuh (Eyang Sidik Wacono), tokoh pemimpin ritual

keagamaan (Mbah Modin), tokoh pelindung masyarakat (Sodrun dan Parjo),

tokoh ayah (Karyo), tokoh ibu (Blegoh dan Mbah Keblak), tokoh wanita

Pekerja Seks Komersial (Silvy), tokoh pemuda (Kampret dan Jhony), serta

tokoh-tokoh yang berfungsi sebagai tokoh hiburan yang bersifat netral dari

alur cerita wayang kampung sebelah (Cak Dul, Minul Darah Tinggi, dan

Koma Ramari-mari). Adapun boneka Wayang Kampung Sebelah secara

umum memiliki wujud yang sederhana, baik dari aspek bentuk maupun

pewarnaan serta penggarapannya cenderung ekspresif. Penonjolan watak

wayang secara visual dicapai dengan aksentuasi pada bagian wajah, pakaian

yang dikenakan, serta gesture wayang.

Tokoh yang dihadirkan adalah masyarakat manusia, sedangkan

wayang kulit Purwa memiliki tokoh-tokoh yang selain manusia juga terdiri

dari dewa dan raksasa. Hazim Amir, (1997: 59) menjelaskan bahwa cerita

wayang kulit Purwa yang bersumber dari epos Mahabharata dan Ramayana

membuat wayang kulit Purwa memiliki tokoh-tokoh atau pelaku-pelaku yang

berasal dari tiga dunia: dari dunia atas (Tuhan, dewa-dewa dan bidadari-

Page 114: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

bidadari), dari dunia tengah (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan alam),

dan dari dunia bawah (raksasa, makhluk-makhluk halus).

Penghadiran tokoh-tokoh yang hanya terdiri dari masyarakat manusia

(dalam hal ini masyarakat kampung) merupakan upaya seniman dalam

menghadapi pola pikir masyarakat sekarang yang lebih rasional dalam arti

alam pikirannya tidak lagi terikat oleh hal-hal yang tidak mempunyai

referensi dalam dunia nyata (mitos). Masyarakat kampung hadir dalam tokoh-

tokoh atau pelaku dalam Wayang Kampung Sebelah sebagai cermin dari

kehidupan masyarakat atau audiens Wayang Kampung Sebelah yang

menyasar masyarakat awam sebagai audiens utamanya. Seperti ujaran dalang

Wayang Kampung Sebelah setiap kali pementasan dimulai: “Ini wayang

kampung, yang dimainkan oleh orang-orang kampung, dipersembahkan

untuk orang-orang kampung juga”. Walaupun pada perkembangannya

audiens Wayang Kampung Sebelah tidak hanya terbatas pada masyarakat

kampung, namun titik berangkat penciptaan bentuk Wayang Kreasi baru ini

adalah mengangkat kehidupan masyarakat kampung.

Wayang kulit Purwa sebetulnya juga merupakan cermin dari

masyarakat karena tokoh-tokoh wayang kulit Purwa merupakan visualisasi

dari watak atau karakter manusia. Namun pada akhirnya memang representasi

watak ke dalam bentuk rupa wayang kulit Purwa menjadi penghalang untuk

masyarakat awam dalam memahami simbol-simbol dalam bentuk rupa

wayang kulit Purwa yang rumit.

Dalam teknis pembuatan boneka wayangnya, Ki Jlitheng Suparman

tidak melakukanya sendirian melainkan bekerjasama dengan orang lain yang

memiliki kemampuan teknis dalam pembuatan boneka wayang kulit

(penatah). Sketsa-sketsa buatan Ki Jlitheng Suparman yang kemudian

diserahkan kepada penatah merupakan suatu proses penciptaan karya seni

yang melibatkan interaksi antara konseptor (Ki Jlitheng Suparman) dan

eksekutor (penatah), walaupun sebenarnya Ki Jlitheng Suparman sendiri

dapat disebut merangkap sebagai eksekutor karena terlibat dalam proses

pembuatan sketsa awal, pewarnaan, dan pemasangan gapit/ tangkai wayang.

Page 115: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Meski secara umum boneka Wayang Kampung Sebelah tergolong

sederhana wujud rupanya, bukan berarti tidak ada upaya dalam

merepesentasikan watak atau karakter tokoh-tokohnya dalam wujud bentuk

yang terlihat (visual). Jika diamati, Wayang Kampung Sebelah

menitikberatkan pengolahan bahasa tubuh (gesture) untuk menampilkan

watak tokohnya. Aspek pakaian yang dikenakan tokoh-tokoh Wayang

Kampung Sebelah memegang peranan cukup penting terutama untuk

membedakan profesi atau jabatan tokoh-tokoh wayangnya. Misalnya Lurah

Somad sebagai pejabat yang tampil dengan baju safarinya, Eyang Sidik

Wacono seorang sesepuh yang nJawani tampil dengan busana yang khas

Jawa, Mbah Modin dengan peci atai kopiah dan sarung khas santri, atau Silvy

dengan pakaiannya yang minim dan terbuka.

Perihal pentingnya pakaian ini dijelaskan oleh Dillistone (2002: 55)

bahwa pakaian telah dikaitkan erat dengan jati diri (identitas, kepribadian)

nasional, dengan struktur kelas, dengan kualifikasi personal dengan konvensi

masa tertentu, dengan tahap-tahap pertumbuhan dan penuaan, dengan

pertunjukan perayaan kesenian. Namun, perbedaan pakaian tidak berlaku

sebagai simbol di mana pun juga sesimbolis di bidang kehidupan beragama.

Orang laki-laki atau orang perempuan yang disendirikan, atau untuk hidup

sebagai biarawan/ biarawati untuk menjalankan fungsi-fungsi keagamaan,

hampir selalu mengenakan pakaian yang berbeda. Orang yang tugas

kewajibannya atau berdiri di hadapan allah untuk memaklumkan amanat-Nya

kepada mereka, orang seperti itu harus mengenakan pakaian yang selaras

untuk memperlihatkan bahwa ia dikhususkan untuk karya pelayanan.

Menilik bentuk rupa dan pakaian yang dikenakan tokoh-tokoh

Kampung Sebelah Wayang Kampung Sebelah memperkuat gambaran yang

lugas dari struktur masyarakat kampung yang pilar-pilarnya terdiri dari

pemimpin pemerintahan, pemimpin ritual keagamaan, pengendali keamanan

dan masyarakat biasa.

Page 116: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

3. Wayang Kampung Sebelah di Tengah Penghayatnya

Masyarakat sebagai penghayat seni merupakan tempat di mana sebuah

karya seni menemukan maknanya yang utuh. Apalagi seni yang sejak awal

kelahirannya diciptakan tidak semata-mata untuk mewadahi ekspresi

senimannya melainkan diciptakan untuk menjadi sarana komunikasi antara

seniman dan masyarakat.

Penghayat Wayang Kampung Sebelah menilai boneka wayang ini

cukup sesuai mewakili tujuan dan tema yang diangkat senimannya. Dari

aspek visual beberapa kekurangan dalam pengorganisasian unsur-unsur visual

memengaruhi persepsi penghayat dan membuat terjadinya perbedaan

pendapat tentang perwatakan boneka Wayang Kampung Sebelah. Meskipun

demikian, humor sebagai salah satu aspek yang ingin ditonjolkan oleh

seniman pencipta wayang mampu ditangkap dengan baik oleh penghayat, hal

ini terbukti dari dominannya kesan lucu yang ditangkap penghayat dari

bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah.

Kurangnya perhatian pada detail boneka wayang tidak menurunkan

respek dari penghayatnya. Karya ini tetap mendapatkan respon positif dari

penghayatnya, karena dinilai mampu mengangkat realita kehidupan yang

dekat dengan penghayat Wayang Kampung Sebelah itu sendiri. Kepekaan

seniman mengangkat berbagai fenomena yang terjadi dalam masyarakat

kedalam idiom-idiom seni yang mudah dipahami menjadi penunjang karya

Wayang Kampung Sebelah dalam menyentuh kesadaran masyarakat

penghayatnya.

Page 117: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang latar belakang

munculnya boneka Wayang Kampung Sebelah, proses kreatif penciptaan

boneka Wayang Kampung Sebelah, bentuk rupa dan watak boneka Wayang

Kampung Sebelah, serta tanggapan penghayat terhadap bentuk rupa wayang

kampung sebelah, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Boneka Wayang Kampung Sebelah muncul sebagai bagian dari

pertunjukan Wayang Kampung Sebelah yang didasari oleh keprihatinan

Ki Jlitheng Suparman dan beberapa rekan seniman yaitu Yayat Suhiryatna

dan Sosiawan Leak terhadap kondisi pertunjukan wayang kulit Purwa

yang dinilai lemah dalam aspek komunikasi dengan masyarakatnya.

Pertemuan dengan Suharman sebagai kreator Wayang Kampung pada

akhirnya diadaptasi oleh Ki Jlitheng Suparman dengan dibantu oleh rekan-

rekan sesama seniman di Solo. Lahirnya Wayang Kampung Sebelah

merupakan sebuah upaya untuk melahirkan genre wayang baru karena

pertunjukan wayang kulit Purwa yang dipandang kurang sesuai dalam

menampung gagasan yang diusung senimannya. Sebaliknya, Wayang

Kampung Sebelah dinilai mampu menjadi wahana dalam menyampaikan

pemikiran-pemikiran kritis yang sedang terjadi dalam kehidupan

masyarakat.

2. Proses kreatif penciptaan boneka Wayang Kampung Sebelah mencakup

sumber ide yang diperoleh dari imajinasi dan lingkungan keseharian, yang

kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan sketsa di atas kertas. Hasil

sketsa ini kemudian diserahkan kepada penatah wayang untuk dibuat

boneka wayangnya dari bahan kulit kerbau. Setelah proses penatahan dan

penyambungan antar bagian tubuh boneka wayang selesai, proses

Page 118: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

selanjutnya adalah pewarnaan yang dilanjutkan dengan proses finishing,

penyatuan bagian-bagian boneka wayang dan pemasangan gapit wayang.

3. Bentuk rupa boneka Wayang Kampung Sebelah yang berupa sosok-sosok

manusia dengan proporsi tubuh yang telah dideformasi, deformasi yang

paling dominan terutama terdapat pada panjang lengan wayang. Sementara

bagian tubuh yang lain tidak mengalami perubahan yang terlampau jauh.

Boneka Wayang kampung Lurah Somad yang berprofesi sebagai pimpinan

dengan watak “plin-plan”/ inkonsisten, Eyang Sidik Wacono merupakan

sosok sesepuh kampung yang ormati dengan watak yang egaliter dan

bijaksana, Blegoh sosok wanita dan ibu rumah tangga yang berwatak

temperamental, Mbah Keblak adalah sosok Ibu yang bijaksana, Sodrun

dan Parjo merupakan sosok hansip dengan watak tegas serta humoris,

Mbah Modin adalah sosok pemimpin ritual keagamaan yang humoris,

Silvy sosok Pekerja Seks Komersial yang genit, Karyo merupakan sosok

kepala rumah tangga dengan pekerjaan sebagai tukang becak dengan

watak keras dan emosional, Kampret adalah sosok pemuda pengangguran

yang pemabuk dengan watak yang kritis, Jhony adalah sosok pemuda yang

norak dan suka ikut-ikutan.

4. Penghayat boneka Wayang Kampung Sebelah memberi tanggapan positif

terhadap bentuk rupa boneka wayang kampung sebelah yang dinilai cukup

baik dalam merepresentasikan sosok-sosok masyarakat kampung sesuai

setting cerita Wayang Kampung Sebelah. Beberapa catatan kekurangan

yang terdapat pada bentuk rupa Wayang Kampung Sebelah menurut

penghayat meliputi aspek warna, proporsi, dan keseimbangan bentuk.

Boneka Wayang Kampung Sebelah sebagai sebuah wayang kreasi baru

menunjukkan keluasan kemungkinan dalam eksplorasi bentuk kesenian

wayang kulit, baik dalam aspek tema maupun teknik perwujudan karyanya.

Karya-karya wayang pada dasarnya merupakan upaya kreatif seniman untuk

mendekatkan wayang dengan masyarakatnya. Upaya ini merupakan

Page 119: WAYANG “KAMPUNG SEBELAH” - digilib.uns.ac.id/Wayang... · WAYANG KULIT KREASI BARU (SEBUAH PENDEKATAN KRITIK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

rasionalisasi kesenian wayang kulit menghadapi tantangan yang muncul dari

perubahan kebudayaan dan masyarakat.

B. Implikasi

Boneka Wayang Kampung Sebelah dari aspek bentuk sudah cukup baik

dalam merepresentasikan sosok-sosok masyarakat kampung yang menjadi

tema penciptaan boneka wayang ini. Namun dari aspek pewarnaan yang

berdasarkan pada spontanitas cenderung membuat warna pada boneka wayang

kurang maksimal, hal ini nampak pada pilihan warna yang memiliki hue

(intensitas warna) yang setara dalam sebuah boneka wayang yang

menyebabkan warna boneka yang kurang dinamis.

C. Saran

Berdasar implikasi di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai

berikut:

1. Bagi seniman pencipta boneka Wayang Kampung Sebelah sebaiknya

mempertimbangkan dengan matang warna-warna yang akan digunakan

dalam proses pewarnaan boneka wayang. Perencanaan dalam pewarnaan

perlu dilakukan dengan mempertimbangkan hue pewarna (campuran cat

akrilik dan zat pewarna/ pigment), agar warna-warna yang ditampilkan

secara visual mampu memperkuat watak wayang yang diinginkan.

2. Bagi para peneliti wayang, terutama wayang kulit, hendaknya banyak

memperbanyak penelitian dan dokumentasi wayang kulit kreasi baru yang

muncul agar gejala perubahan dan perkembangan bentuk-bentuk wayang

kulit baru dapat terekam dengan baik.