Upload
herman-effendy
View
47
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 1/6
Arsitektur Pertukaran Data Perpustakaan di Indonesia
Rizal Fathoni Aji dan Wahyu C. Wibowo
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok 16424
{rizal,wibowo}@cs.ui.ac.id
ABSTRAK
Perpustakaan merupakan sumber ilmu dan pusat
informasi yang sangat penting bagi perkembangan
dunia pendidikan. Untuk menambah sumber
informasi yang dimiliki dan memperkuat
sumberdaya informasi, perpustakaan yang ada di
Indonesia perlu saling bekerjasama dan bertukar
data serta informasi yang dimilikinya. Namun,
kerjasama sulit dilakukan terutama karena
keterbatasan akses dan infrastruktur. Karena itu,
diperlukan suatu arsitektur pertukaran data yang
sesuai untuk membantu perpustakaan di Indonesia
dalam memperluas jaringan kerjasama.
Kata kunci: perpustakaan, metadata, pertukaran
data
Makalah diterima tanggal 13 Desember 2006. Revisi akhir 12 Januari
2006
1. PENDAHULUAN
Tidak meratanya tingkat pendidikan di Indonesia
banyak disebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan
di setiap daerah. Akses terhadap sumber pengetahuan
lebih banyak dimiliki oleh institusi pendidikan didaerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa.
Tantangan adalah, bagaimana meratakan akses ilmu
pengetahuan ke institusi lain yang memiliki
keterbatasan akses. Perpustakaan, dengan fungsinya
sebagai penyedia informasi memiliki peranan yang
besar dalam pemerataan pendidikan. Perpustakaan
adalah salah satu komponen penting dalam menunjang
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Untuk
mencapai hal itu, perpustakaan perlu menjalin
kerjasama dan berbagai informasi antara satu dengan
yang lainnya untuk memperluas jangkauan akses
pengguna. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat
mengurangi waktu dan biaya untuk mencari bahan
pustaka di perpustakaan yang tersebar secara geografis.
Kerjasama pertukaran data dapat merintis inter library
loan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penetrasi
dan kualitas ilmu pengetahuan dan budaya di
masyarakat.
Menghubungkan perpustakaan di Indonesia bukan
merupakan hal yang mudah, setiap perpustakaanbiasanya mengimplementasikan sendiri sistem
informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini
menjadikan setiap sistem perpustakaan yang ada
berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu,
kepemilikan data serta keamanan data yang
dipertukarkan menjadi penghalang perpustakaan untuk
menyediakan datanya agar bisa diakses oleh yang lain.
Paling tidak ada empat hal yang menjadi penyebab
sulitnya mewujudkan pertukaran data perpustakaan di
Indonesia.
1. Penggunaan platform perangkat keras danperangkat lunak yang berbeda-beda di setiap
perpustakaan.
2. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang
berbeda-beda
3. Kultur kepemilikan data yang kuat dan
posessive
4. Kekhawatiran akan masalah keamanan data
Dengan berbagai masalah yang dipaparkan
sebelumnya, paper ini akan melihat beberapa arsitektur
yang dapat diterapkan untuk menunjang pertukaran
data perpustakaan di Indonesia. Selanjutnya, akan
dicari bentuk arsitektur pertukaran data yang sesuai
untuk kondisi Indonesia. Diharapkan, arsitektur ini
dapat diterapkan untuk menunjang pemerataan akses
informasi di Indonesia.
2. LANDASAN TEORI
Saat ini, perpustakaan digital merupakan istilah yang
sering dimunculkan oleh perpustakaan-perpustakaan di
Indonesia. Perpustakaan digital memiliki konsep yangsama dengan perpustakaan konvensional. Namun
definisi digital library mengalami perkembangan terus-
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 2/6
menerus seiring dengan perkembangan teknologi
informasi. Berikut adalah beberapa definisi digital
library yang diperolehdari berbagai sumber, yaitu :
• Menurut Digital Library Federation (DLF)
Digital library merupakan suatu organisasi yang
menyediakan sumber-sumber, termasuk staf-staf
ahli, untuk memilih, menyusun, menawarkan aksesintelektual, menterjemahkan, mendistribusikan,
memelihara integritas koleksi-koleksi dari
pekerjaan-pekerjaan digital sehingga mereka
tersedia secara cepat dan ekonomis untuk
digunakan/dimanfaatkan oleh komunitas tertentu
atau kumpulan komunitas [2].
• Menurut William Arms
Digital library adalah kumpulan informasi yang
tertata dengan baik beserta layanan-layanan yang
disediakannya. Informasi ini disimpan dalam
format digital dan dapat diakses melalui jaringan
komputer. [13]
• Menurut José Luis Borbinha, J. Ferreira, J. Jorge,
& J. Delgado
Perpustakaan digital bukan hanya sebagai tempat
penyimpanan yang menyediakan layanan untuk
menjaga, mengorganisasikan dan memberikan
akses terhadap data yang dimilikinya.
Perpustakaan digital seharusnya juga berperan
sebagai sistem untuk menyebarkan informasi, dan
sebagai sarana yang secara aktif mempromosikan,menyokong dan merekam proses pembentukannya.
[4]
Sebuah sistem perpustakaan digital akan membagi
tanggung jawab antara pustakawan dan komputer
dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas yang ada.
Sebagai contoh adalah pada proses peminjaman
dimana pustakawan bertugas melakukan scanning
terhadap kartu peminjam dan koleksi yang dipinjam
sedangkan komputer bertugas memproses hasil
scanning tersebut dan memasukkan informasinya ke
dalam tabel peminjaman yang ada dalam basisdata.Dapat dikatakan bahwa sistem perpustakaan digital
merupakan sebuah perpustakaan dimana seorang
pustakawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya
dibantu oleh komputer.
Di dunia perpustakaan, ada beberapa protokol yang
dapat digunakan untuk melakukan proses pertukaran
data. Salah satu protokol pertukaran data yang banyak
dikenal adalah Z39.50 [7]. Protokol ini merupakan
protokol generasi awal yang bersifat interaktif.
Interaksi antara penyedia data dan pencari data terjadi
secara real time, jawaban yang didapat oleh pengguna
adalah data real time dari penyedia data. Protokol lain
yang populer adalah OAI-PMH (Open Archive
Initiative Protocol for Metadata Harvesting) [8]. Sesuai
dengan namanya, dalam protokol ini pengumpul data
(service provider ) mengumpulkan data dari data
provider dalam interval waktu tertentu. Hasil yang
didapatkan pengguna bukan merupakan hasil real time
yang terdapat pada data provider. Selain protokol yang
disebutkan sebelumnya, ada beberapa protokol yangumum digunakan di dunia komputer sebagai media
pertukaran data. Beberapa contoh protokol lain yang
banyak digunakan adalah RPC (Remote Procedure
Call), web service ataupun protokol-protokol lain yang
berbasis client-server .
Sebelum melangkah lebih jauh untuk membahas
protokol, yang perlu dilakukan sebelumnya adalah
pembahasan tentang metadata yang dapat digunakan.
Ada beberapa format standar yang dapat digunakan
untuk melakukan pertukaran data, yang umum
digunakan adalah XML [16]. XML atau eXtensible
Markup Language merupakan format data yang sering
digunakan dalam dunia world wide web. XML terdiri
atas sekumpulan tag yang terdiri dari data. Satu set
data dalam XML dimulai dengan tag pembuka dan
diakhiri dengan tag penutup. Format XML diadopsi
oleh standar metadata Dublin Core[12].
Metadata Dublin Core menyediakan cara sederhana
dan terstandarisasi (NISO Standard Z39.85-2001)
untuk mendeskripsikan suatu informasi. Metadata
Dublin Core dapat digunakan untuk mendefinisikandokumen fisik maupun digital. Ada dua level metadata
Dublin Core, yang pertama adalah simple yang terdiri
dari lima belas element untuk mendefinisikan suatu
dokumen. Level selanjutnya adalah qualified yang
menambahkan encoding scheme, enumerasi nilai dan
informasi lainnya [12]. Metadata Dublin Core
digunakan oleh protokol OAI-PMH untuk proses
pertukaran data [8].
OAI-PMH atau Open Archive Initiative-Protocol for
Metadata Harvesting merupakan protokol yang banyak
digunakan untuk pertukaran data perpustakaan digital.
Protokol ini berbasis teknologi standar seperti HTTP,
XML dan menggunakan metadata Dublin Core. Dalam
OAI-PMH, ada dua objek yang saling berinteraksi,
yaitu data provider dan service provider . Data Provider
bertugas untuk menyediakan data yang dimilikinya
agar bisa diakses oleh service provider . Selanjutnya,
service provider bertugas mengambil data yang ada
pada data provider secara reguler dan menyimpan data
ke dalam repositori lokal. Untuk mengambil data dari
data provider , service provider menggunakan verb-verb
atau perintah standar dalam OAI-PMH. Verb yang
umum digunakan untuk pengambilan adalah
ListRecord dan GetRecord . ListRecord digunakan untuk
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 3/6
mengambil sekumpulan dokumen sesuai parameter
yang diberikan, sementara GetRecord digunakan untuk
mengambil dokumen tunggal sesuai dengan identifier
yang diminta [8].
Sebelum OAI-PMH, Z39.50 merupakan protokol
yang umum digunakan oleh perpustakaan untuk
bertukar data. Berbeda dengan OAI-PMH yang bersifatharvesting, Z39.50 merupakan protokol yang bersifat
interaktif. Z39.50 adalah protokol standar berbasis
client-server yang memungkinkan komputer client
untuk mencari dan mendapatkan informasi ke server
data. Terdapat sembilan operasi yang bisa dilakukan
dalam Z39.50, yaitu: Init, Search, Present, Delete,
Scan, Sort, Resource-report, Extended-services dan
Duplicate Detection. Client mengirim perintah operasi
ke server dan hasil dari operasi tersebut akan dikirim
ke client [7]. Implementasi Z39.50 banyak digunakan
untuk bertukar data bibliografis bertipe MARC
(Machine-Readable Cataloging). MARC umum
digunakan sebagai metadata standar untuk pertukaran
data bibliografis antar perpustakaan [6].
Dalam dunia komunikasi data, mulai dikenal istilah
P2P atau peer-to-peer. P2P adalah metode komunikasi
antar peer dan berkaitan erat dengan sistem
terdistribusi. Dalam wordnet, peer diartikan sebagai
pihak yang sejajar dan berada dalam satu kumpulan.
Menurut definisi ini, banyak hal yang termasuk dalam
komunikasi P2P, salah satu contohnya adalahpercakapan telepon antara dua orang [15]. Dengan
makin berkembangnya teknologi dan interaksi antar
komputer, bermunculan definisi baru dari P2P. Shirky
[10] mendefinisikan P2P sebagai "class of application
that takes advantage of resources e.g. storage, cycles,
content, human presence, available at edges of
Internet".
Node P2P bertindak sebagai server dan sekaligus
menjadi client, sehingga beban setiap node dapat
diminimalkan dan dapat memaksimumkan kinerja
keseluruhan [5]. Menurut arsitekturnya, P2Pdiklasifikasikan menjadi dua, pure P2P dan hybrid P2P.
Peer dalam pure P2P memiliki derajat yang sama.
Tidak ada koordinator yang mengatur organisasi dari
network, sehingga setiap peer berdiri sendiri dan tidak
bergantung kepada peer lain. Sedangkan dalam hybrid
P2P, terdapat satu atau lebih koordinator yang
mengatur peer lainnya. Koordinator, yang disebut
supernode menyimpan informasi yang diperlukan
untuk mengatur jaringan P2P. Beberapa tugas
supernode antara lain autentifikasi, indeks, routing dan
lainnya [11][14].
Ada masalah-masalah yang membuat P2P sulit
dikembangkan. Beberapa masalah diakibatkan oleh
konfigurasi jaringan yang umum digunakan dalam
internet, sedangkan masalah lain berkaitan dengan sifat
alami dari P2P [11]. Beberapa hal dalam jaringan yang
menghambat komunikasi P2P adalah firewall dan
NAT. Peer A yang berada dalam jaringan dengan
firewall dan NAT akan sulit untuk diakses oleh peer
yang berasal dari luar jaringannya. Peer A dapatmengakses peer B, namun peer B tidak dapat
mengakses peer A. Masalah lain dalam P2P adalah
peer dapat muncul dan hilang secara tiba-tiba. Peer
yang muncul dan hilang tiba-tiba dapat mengakibatkan
terputusnya koneksi antara peer . Contohnya, peer A
berkomunikasi dengan peer C melalui peer B, jika peer
B tiba-tiba hilang, maka A tidak dapat berkomunikasi
dengan C. Masalah-masalah ini dapat mempersulit
programmer untuk mengembangkan aplikasi berbasis
P2P. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dalam P2P
ada yang disebut overlay network . Overlay network
adalah struktur jaringan virtual yang independen dari
jaringan fisik. Dengan overlay network pemrogram
aplikasi P2P dapat dengan mudah membuat aplikasi
tanpa memikirkan kerumitan pemrograman jaringan
[11].
Banyak keuntungan yang dapat diambil dari P2P.
Proses komputasi yang memerlukan super computer
dapat digantikan oleh sekumpulan peer yang bekerja
bersama-sama. Dalam paper ini, P2P merupakan dasar
dari arsitektur yang digunakan untuk pertukaran data.Diatas jaringan P2P ini, berjalan protokol-protokol
standar pertukaran data perpustakaan.
3. DESAIN ARSITEKTUR
Untuk membangun suatu arsitektur yang dapat
menunjang pertukaran informasi dan data
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini
mempersulit upaya pemerataan informasi, terutama ke
daerah-daerah terpencil [1]. Untuk mengatasi masalah
ini, ada beberapa arsitektur pertukaran data yang dapat
digunakan di Indonesia. Paling tidak ada tiga alternatif
arsitektur yang akan dibahas, arsitektur tersebut adalah:
• Arsitektur tersentral
• Arsitektur terdistribusi
• Arsitektur terdistribusi bertingkat
Pada arsitektur tersentral, semua data dari masing-
masing perpustakaan dibaca oleh suatu server pusat.
Server pusat ini membaca data perpustakaan-
perpustakaan dengan menggunakan protokol-protokol
pertukaran data yang ada. Pengguna dapatmenggunakan server terpusat ini untuk mencari
informasi-informasi di perpustakaan yang terhubung
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 4/6
kedalam jaringan. Dengan model terpusat ini rawan
terjadi bottleneck maupun overload kerja dari server
pusat.
Gambar 1 Arsitektur tersentral
Arsitektur tersentral ini dapat mengatasi masalah
perbedaan platform dan perbedaan bentuk
penyimpanan. Masalah perbedaan platform dan bentuk
penyimpanan dapat diatasi dengan menggunakan
protokol dan metadata yang seragam untuk ditransfer
ke server sentral. Kelemahan utama arsitektur ini
adalah, jika server sentral tidak bisa diakses, maka
semua data tidak akan bisa diakses. Selain itu,
perpustakaan dengan kultur kepemilikan data yang
kuat akan sulit bergabung karena data yang dimilikinya
harus ditransfer ke server sentral.
Arsitetur model tersentral ini dapat diaplikasikan
dengan menggunakan protokol OAI-PMH. Selain itu,
protokol lain seperti Z39.50 maupun web service juga
dapat digunakan. Sedangkan bentuk metadata yang
dipergunakan dapat menggunakan Dublin Core
maupun MARC sesuai dengan kompabilitas protokol
yang dipergunakan.
Arsitektur selanjutnya adalah model terdistribusi.
Dalam arsitektur ini, setiap perpustakaan yang
terhubung dalam suatu jaringan saling berkomunikasi
satu sama lain. Dengan menggunakan model
terdistribusi, beban kerja pencarian tidak dipusatkan
dan dapat meminimalkan bottleneck di salah satu titik.
Dengan model ini, jika ada salah satu perpustakaan
terputus dari jaringan, maka data perpustakaan itu tidak
dapat diakses oleh perpustakaan lain.
Gambar 2 Arsitektur terdistribusi
Model arsitektur ini dapat mengatasi masalah
perbedaan platform dan media penyimpanan, sertamengatasi masalah kepemilikan data dan keamanan
data perpustakaan. Dalam model ini, setiap
perpustakaan berkuasa atas data yang dimilikinya, dan
berhak menentukan sendiri data apa saja yang akan
diberikan ke pihak lain. Bentuk penerapan model
adalah, setiap perpustakaan menyediakan service yang
bisa diakses oleh pihak lain. Service ini menentukan
apa saja yang bisa diakses dan siapa saja yang bisa
mengakses data. Namun, untuk mempermudah proses
pertukaran data, diperlukan suatu kesepakatan bersama
dalam penggunaan protokol komunikasi dan metadatayang digunakan.
Dalam model arsitektur terdistribusi, protokol yang
cocok digunakan adalah protokol bertipe interaktif
seperti Z39.50, web service dan RPC. Protokol tipe
harvest seperti OAI-PMH juga dapat digunakan untuk
mengimplementasikan arsitektur ini. Untuk metadata,
dapat disesuaikan dengan kompabilitas protokol,
namun semua pihak perlu menggunakan metadata yang
sama untuk mempermudah pertukaran.
Model arsitektur terakhir adalah terdistribusi
bertingkat. Model ini gabungan dari model pertama
dan kedua. Dalam model ini, beberapa perpustakaan
tergabung dalam suatu grup. Setiap grup memiliki
koordinator yang bertugas mengumpulkan data
perpustakaan yang ada dalam grup tersebut.
Implementasi model arsitektur ini dapat
menggunakan protokol yang biasa digunakan di dunia
perpustakaan. Alternatif lain, pengumpul
mengumpulkan data dari perpustakaan di dalam
grupnya dengan menggunakan protokol bertipe harvest
seperti OAI-PMH, sedangkan komunikasi antar
pengumpul dapat menggunakan protokol tipe
interaktif. Metadata yang digunakan sebaiknya
disamakan untuk mempermudah proses pertukaran
Server
Perpus
A
Perpus
B
Perpus
C
Perpus A
Perpus
B
Perpus
C
Perpus
D
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 5/6
data.
Gambar 3 Arsitektur terdistribusi bertingkat
Dari ketiga bentuk arsitektur yang dijelaskan, bentuk
kedua merupakan bentuk yang dapat mengatasi
keempat masalah yang telah dijelaskan sebelumnya.
Bentuk ini sesuai dengan kondisi Indonesia yang
tersebar secara geografis dan memiliki kultur
kepemilikan data yang kuat.
4. IMPLEMENTASI
Saat ini, contoh arsitektur terdistribusi diterapkan di
Universitas Indonesia (UI) untuk menghubungkan
perpustakaan pusat UI dengan perpustakaan-
perpustakaan fakultas. Walaupun perpustakaan di UI
umumnya menggunakan Lontar [9], ada beberapa
perpustakaan yang masih menggunakan sistem yang
dikembangkan sendiri. Selain itu, setiap perpustakaanmempunyai definisi field yang berbeda-beda untuk
koleksi yang dimilikinya. Dengan beragamnya
platform dan format penyimpanan data yang
digunakan, dibuatlah suatu kesepakatan untuk
pertukaran data. Kesepakatannya adalah penggunaan
Dublin Core sebagai metadata untuk melakukan proses
pertukaran data. Selanjutnya, metadata tersebut
dipertukarkan melalui protokol web service yang
disediakan oleh setiap perpustakaan. Service ini
menyediakan fungsi-fungsi untuk melakukan
pencarian, pengecekan status koleksi dan pengunduhankoleksi digital.
Selanjutnya, UI juga menghubungkan
perpustakaannya dengan perpustakaan universitas lain.
Untuk menghubungkan dengan perpustakaan di luar
UI, dikembangkan sistem yang diberi nama Lontar
Gateway [3][9]. Sistem ini mengambil data dari luar UI
dan juga menyediakan data perpustakaan UI untuk
diakses oleh perpustakaan universitas lain. Metadata
yang digunakan untuk pertukaran data adalah DublinCore, sedangkan protokol yang digunakan adalah OAI-
PMH dan Web Service [3][9].
5. KESIMPULAN
Dalam paper ini telah dijabarkan beragam arsitektur
yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
pertukaran data antar perpustakaan di Indonesia. Dari
tiga arsitektur yang dijelaskan, arsitektur yang kedua
lebih cocok untuk diterapkan di Indonesia, karena
sesuai dengan keadaan perpustakaan di Indonesia yang
tersebar dan kultur kepemilikan data yang kuat.
Dengan adanya kerjasama antar perpustakaan,
diharapkan perpustakaan dapat memperluak akses
penggunanya. Selain itu kerjasama pertukaran data
adalah langkah awal menuju kerjasama layanan yang
lebih luas dan lebih baik lagi yang akhirnya dapat
meningkatkan penetrasi ilmu pengetahuan dan budaya
ke masyarakat luas.
REFERENSI
[1] Achmad Nizar Hidayanto, Harry Budi Santoso,
Rizal F. Aji, Stephane Bressane. Community
Access Point in Indonesia: Improving Access to
Quality Information and Promoting Local
Potensials. Proceeding of Internation Conference
on E-Business. 2006
[2] Digital Library Federation, "A working definitionof digital library [1998]",
http://www.diglib.org/about/dldefinition.htm,
accessed July 27th, 2006
[3] Heri Kurniawan, Rizal F. Aji dan Zainal A.
Hasibuan. Information Resource Sharing based
on Multiplatform Library Network. Proceeding of
The 2nd International Conference on Educational
Technology. 2006.
[4] J. L. Borbinha, J. Ferreira, J. Jorge, & J. Delgado,
"A Digital Library for a Virtual Organization,"
Proceedings of the 31st Hawaii InternationalConference on Systems Science (HICSS-31),
January 6-9, 1998
Pengumpul A
Pengumpul
B
Pengumpul
C
Pengumpul
D
Internet
Perpus Perpus
PerpusPerpus
Perpus
Perpus
Perpus Perpus
5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 6/6
[5] Loo, Alfred W. The Future of Peer-to-Peer
Computing. Communications of the ACM. Vol.
46 No. 9. 2003
[6] MARC. http://www.loc.gov/marc/index.html
[7] National Information Standards Organization.
Information Retrieval (Z39.50): Application
Services Definition and Protocol Specification(ANSI/NISO 239.50-2003. NISO Press,
Bethesda, Maryland, U.S.A.
[8] OAI-PMH. http://www.openarchives.org/,
accessed July 27th
2006
[9] Rizal F. Aji, Heri Kurniawan dan Zainal A.
Hasibuan. Adaptive System for Libraries
Integration Case Study: University of Indonesia's
Libraries. Proceeding of The 8th International
Conference on Information Integration and Web-
based Applications and Services. 2006.
[10] Shirky C. Modern P2P Definition.
http://www.openp2p.com/pub/a/p2p/2000/11/24/s
hirky1-whatisp2p.html
[11] Taylor, Ian J. From P2P to Web Services and
Grids. Springer. 2005
[12] Weibel, S., The Dublin Core: A simple content
description format for electronic resources.
NFAIS Newsletter, 1998
[13] William Arms. “Digital Libraries”. MIT Press.
2000.
[14] Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Peer-to-
peer
[15] Wordnet, http://wordnet.princeton.edu, accessed
July 27th
2006
[16] XML. http://www.w3.org/XML/, accessed July
27th
2006