6
 Arsitektur Pertukaran Data Perpustakaan di Indonesia Rizal Fathoni Aji dan Wahyu C. Wibowo Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424 {rizal,wibowo}@cs.ui.ac.id ABSTRAK Perp ustakaan meru pak an sumber ilmu dan pus at informasi yang sangat penting bagi perkembangan dunia pe ndidikan . Un tu k me nambah su mb er in for masi ya ng dimiliki dan memperkuat sumberd aya info rmas i, perp ust akaa n yang ada di Ind ones ia perlu salin g bek erja sama dan bert ukar dat a ser ta inf ormasi yang di mil ikiny a. Namun, ke rj asama su li t di laku kan teru tama ka rena keterbatasan akses dan infrastruktur. Karena itu, diperlukan suatu arsitektur pertukaran data yang sesuai untuk membantu perpustakaan di Indonesia dalam memperluas jaringan kerjasama. Kata kunci: perpustakaan, metadata, pertukaran data Makalah diterima tanggal 13 Desember 2006. Revisi akhir 12 Januari 2006 1. PENDAHULUAN Tida k mer ata nya tingka t pendidika n di Ind one sia banyak disebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan di setiap daerah. Akses terhadap sumber pengetahuan lebih ban yak dimili ki ole h ins tit usi pendid ika n di daer ah-da er ah tert entu, teruta ma di pulau Ja wa. Tantan gan adala h, bagai mana meratakan akses ilmu pe nge ta hu an ke in sti tu si la in yang me mi li ki keter batas an akse s. Perpus takaa n, denga n fungsi nya seb aga i penyed ia inf ormasi memili ki per ana n yan g besar dalam pemera taa n pendidika n. Per pus takaan adalah salah satu komponen penting dalam menunjang terse lengg arany a pendid ikan yang berku alitas . Untuk menc apai ha l it u, pe rpus ta ka an pe rl u me nj alin kerjasama dan berbagai informasi antara satu dengan yan g lai nny a unt uk memper lua s jangka uan aks es pengguna. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat mengur angi wak tu dan bia ya unt uk mencar i bah an pustaka di perpustakaan yang tersebar secara geografis. Kerjasama pertukaran data dapat merintis inter library loan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penetrasi da n kual it as il mu pe nget ah ua n da n buda ya di masyarakat.  Menghubungkan perpustakaan di Indonesia bukan merupa kan hal yang mudah, se tia p perpustaka an bi asanya mengimpl ementasi kan se ndir i si stem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini menj adikan setiap sist em perpus takaan yang ada ber bed a-beda dan sulit unt uk dis atukan. Sel ain itu, ke pe mi li ka n da ta se rt a ke aman an da ta ya ng dipertukarkan menjadi penghalang perpustakaan untuk menyediakan datanya agar bisa diakses oleh yang lain. Pal ing tidak ada emp at hal yang menjadi pen yebab sulitn ya mewuj udkan pertukaran data perpus takaa n di Indonesia. 1. Pengguna an pl at form pe ra ngka t ke ras da n perangkat lunak yang berbeda-beda di setiap perpustakaan. 2. Ars ite ktur dan b ent uk pe nyi mpa nan d ata y ang berbeda-beda 3. Kultur kepemilikan data yang kuat dan posessive 4. Kekhawati ran aka n ma sal ah k eamana n da ta De ngan be rbagai masa la h ya ng di pa pa rkan sebelumnya, paper ini akan melihat beberapa arsitektur yang dapat diterapk an untuk menunjang pertukara n dat a per pus takaan di Ind one sia . Sel anj utnya, aka n dicari bentuk arsitektu r pertu karan data yang sesuai untuk kondisi Indon esia. Diharapk an, arsit ektur ini dapat diterapkan untuk menunjang pemerataan akses informasi di Indonesia. 2. LANDASAN TEORI Saat ini, perpustakaan digital merupakan istilah yang sering dimunculkan oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Perpustakaan digital memiliki konsep yang sama den gan per pus takaan kon vensio nal . Namun definisi digital library mengalami perkembangan terus-

WCW-07107

Embed Size (px)

Citation preview

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 1/6

 

Arsitektur Pertukaran Data Perpustakaan di Indonesia

Rizal Fathoni Aji dan Wahyu C. Wibowo

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia

Kampus Baru UI Depok 16424

{rizal,wibowo}@cs.ui.ac.id

ABSTRAK

Perpustakaan merupakan sumber ilmu dan pusat

informasi yang sangat penting bagi perkembangan

dunia pendidikan. Untuk menambah sumber

informasi yang dimiliki dan memperkuat

sumberdaya informasi, perpustakaan yang ada di

Indonesia perlu saling bekerjasama dan bertukar

data serta informasi yang dimilikinya. Namun,

kerjasama sulit dilakukan terutama karena

keterbatasan akses dan infrastruktur. Karena itu,

diperlukan suatu arsitektur pertukaran data yang

sesuai untuk membantu perpustakaan di Indonesia

dalam memperluas jaringan kerjasama.

Kata kunci: perpustakaan, metadata, pertukaran

data

Makalah diterima tanggal 13 Desember 2006. Revisi akhir 12 Januari

2006

1. PENDAHULUAN

Tidak meratanya tingkat pendidikan di Indonesia

banyak disebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan

di setiap daerah. Akses terhadap sumber pengetahuan

lebih banyak dimiliki oleh institusi pendidikan didaerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa.

Tantangan adalah, bagaimana meratakan akses ilmu

pengetahuan ke institusi lain yang memiliki

keterbatasan akses. Perpustakaan, dengan fungsinya

sebagai penyedia informasi memiliki peranan yang

besar dalam pemerataan pendidikan. Perpustakaan

adalah salah satu komponen penting dalam menunjang

terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Untuk 

mencapai hal itu, perpustakaan perlu menjalin

kerjasama dan berbagai informasi antara satu dengan

yang lainnya untuk memperluas jangkauan akses

pengguna. Selain itu, kerjasama pertukaran data dapat

mengurangi waktu dan biaya untuk mencari bahan

pustaka di perpustakaan yang tersebar secara geografis.

Kerjasama pertukaran data dapat merintis inter library

loan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penetrasi

dan kualitas ilmu pengetahuan dan budaya di

masyarakat.

Menghubungkan perpustakaan di Indonesia bukan

merupakan hal yang mudah, setiap perpustakaanbiasanya mengimplementasikan sendiri sistem

informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini

menjadikan setiap sistem perpustakaan yang ada

berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu,

kepemilikan data serta keamanan data yang

dipertukarkan menjadi penghalang perpustakaan untuk 

menyediakan datanya agar bisa diakses oleh yang lain.

Paling tidak ada empat hal yang menjadi penyebab

sulitnya mewujudkan pertukaran data perpustakaan di

Indonesia.

1. Penggunaan platform perangkat keras danperangkat lunak yang berbeda-beda di setiap

perpustakaan.

2. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang

berbeda-beda

3. Kultur kepemilikan data yang kuat dan

posessive

4. Kekhawatiran akan masalah keamanan data

Dengan berbagai masalah yang dipaparkan

sebelumnya, paper ini akan melihat beberapa arsitektur

yang dapat diterapkan untuk menunjang pertukaran

data perpustakaan di Indonesia. Selanjutnya, akan

dicari bentuk arsitektur pertukaran data yang sesuai

untuk kondisi Indonesia. Diharapkan, arsitektur ini

dapat diterapkan untuk menunjang pemerataan akses

informasi di Indonesia.

2. LANDASAN TEORI

Saat ini, perpustakaan digital merupakan istilah yang

sering dimunculkan oleh perpustakaan-perpustakaan di

Indonesia. Perpustakaan digital memiliki konsep yangsama dengan perpustakaan konvensional. Namun

definisi digital library mengalami perkembangan terus-

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 2/6

 

menerus seiring dengan perkembangan teknologi

informasi. Berikut adalah beberapa definisi digital

library yang diperolehdari berbagai sumber, yaitu :

• Menurut Digital Library Federation (DLF)

Digital library merupakan suatu organisasi yang

menyediakan sumber-sumber, termasuk staf-staf 

ahli, untuk memilih, menyusun, menawarkan aksesintelektual, menterjemahkan, mendistribusikan,

memelihara integritas koleksi-koleksi dari

pekerjaan-pekerjaan digital sehingga mereka

tersedia secara cepat dan ekonomis untuk 

digunakan/dimanfaatkan oleh komunitas tertentu

atau kumpulan komunitas [2].

• Menurut William Arms

Digital library adalah kumpulan informasi yang

tertata dengan baik beserta layanan-layanan yang

disediakannya. Informasi ini disimpan dalam

format digital dan dapat diakses melalui jaringan

komputer. [13]

• Menurut José Luis Borbinha, J. Ferreira, J. Jorge,

& J. Delgado

Perpustakaan digital bukan hanya sebagai tempat

penyimpanan yang menyediakan layanan untuk 

menjaga, mengorganisasikan dan memberikan

akses terhadap data yang dimilikinya.

Perpustakaan digital seharusnya juga berperan

sebagai sistem untuk menyebarkan informasi, dan

sebagai sarana yang secara aktif mempromosikan,menyokong dan merekam proses pembentukannya.

[4]

Sebuah sistem perpustakaan digital akan membagi

tanggung jawab antara pustakawan dan komputer

dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas yang ada.

Sebagai contoh adalah pada proses peminjaman

dimana pustakawan bertugas melakukan scanning

terhadap kartu peminjam dan koleksi yang dipinjam

sedangkan komputer bertugas memproses hasil

scanning tersebut dan memasukkan informasinya ke

dalam tabel peminjaman yang ada dalam basisdata.Dapat dikatakan bahwa sistem perpustakaan digital

merupakan sebuah perpustakaan dimana seorang

pustakawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya

dibantu oleh komputer.

Di dunia perpustakaan, ada beberapa protokol yang

dapat digunakan untuk melakukan proses pertukaran

data. Salah satu protokol pertukaran data yang banyak 

dikenal adalah Z39.50 [7]. Protokol ini merupakan

protokol generasi awal yang bersifat interaktif.

Interaksi antara penyedia data dan pencari data terjadi

secara real time, jawaban yang didapat oleh pengguna

adalah data real time dari penyedia data. Protokol lain

yang populer adalah OAI-PMH (Open Archive

Initiative Protocol for Metadata Harvesting) [8]. Sesuai

dengan namanya, dalam protokol ini pengumpul data

(service provider ) mengumpulkan data dari data

 provider  dalam  interval waktu tertentu. Hasil yang

didapatkan pengguna bukan merupakan hasil real time

yang terdapat pada data provider. Selain protokol yang

disebutkan sebelumnya, ada beberapa protokol yangumum digunakan di dunia komputer sebagai media

pertukaran data. Beberapa contoh protokol lain yang

banyak digunakan adalah RPC (Remote Procedure

Call), web service ataupun protokol-protokol lain yang

berbasis client-server .

Sebelum melangkah lebih jauh untuk membahas

protokol, yang perlu dilakukan sebelumnya adalah

pembahasan tentang metadata yang dapat digunakan.

Ada beberapa format standar yang dapat digunakan

untuk melakukan pertukaran data, yang umum

digunakan adalah XML [16]. XML atau eXtensible

 Markup Language merupakan format data yang sering

digunakan dalam dunia world wide web. XML terdiri

atas sekumpulan tag yang terdiri dari data. Satu set

data dalam XML dimulai dengan tag pembuka dan

diakhiri dengan tag penutup. Format XML diadopsi

oleh standar metadata Dublin Core[12].

Metadata   Dublin Core menyediakan cara sederhana

dan terstandarisasi (NISO Standard Z39.85-2001)

untuk mendeskripsikan suatu informasi. Metadata

  Dublin Core dapat digunakan untuk mendefinisikandokumen fisik maupun digital. Ada dua level metadata

 Dublin Core, yang pertama adalah simple yang terdiri

dari lima belas element untuk mendefinisikan suatu

dokumen. Level selanjutnya adalah qualified  yang

menambahkan encoding scheme, enumerasi nilai dan

informasi lainnya [12]. Metadata   Dublin Core

digunakan oleh protokol OAI-PMH untuk proses

pertukaran data [8].

OAI-PMH atau Open Archive Initiative-Protocol for 

 Metadata Harvesting merupakan protokol yang banyak 

digunakan untuk pertukaran data perpustakaan digital.

Protokol ini berbasis teknologi standar seperti HTTP,

XML dan menggunakan metadata  Dublin Core. Dalam

OAI-PMH, ada dua objek yang saling berinteraksi,

yaitu data provider dan service provider . Data Provider 

bertugas untuk menyediakan data yang dimilikinya

agar bisa diakses oleh service provider . Selanjutnya,

service provider  bertugas mengambil data yang ada

pada data provider secara reguler dan menyimpan data

ke dalam repositori lokal. Untuk mengambil data dari

data provider , service provider menggunakan verb-verb

atau perintah standar dalam OAI-PMH. Verb yang

umum digunakan untuk pengambilan adalah

 ListRecord dan GetRecord . ListRecord digunakan untuk 

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 3/6

 

mengambil sekumpulan dokumen sesuai parameter

yang diberikan, sementara GetRecord digunakan untuk 

mengambil dokumen tunggal sesuai dengan identifier 

yang diminta [8].

Sebelum OAI-PMH, Z39.50 merupakan protokol

yang umum digunakan oleh perpustakaan untuk 

bertukar data. Berbeda dengan OAI-PMH yang bersifatharvesting, Z39.50 merupakan protokol yang bersifat

interaktif. Z39.50 adalah protokol standar berbasis

client-server  yang memungkinkan komputer client 

untuk mencari dan mendapatkan informasi ke server

data. Terdapat sembilan operasi yang bisa dilakukan

dalam Z39.50, yaitu: Init, Search, Present, Delete,

Scan, Sort, Resource-report, Extended-services dan

Duplicate Detection. Client mengirim perintah operasi

ke server  dan hasil dari operasi tersebut akan dikirim

ke client  [7]. Implementasi Z39.50 banyak digunakan

untuk bertukar data bibliografis bertipe MARC

(Machine-Readable Cataloging). MARC umum

digunakan sebagai metadata standar untuk pertukaran

data bibliografis antar perpustakaan [6].

Dalam dunia komunikasi data, mulai dikenal istilah

P2P atau peer-to-peer. P2P adalah metode komunikasi

antar  peer  dan berkaitan erat dengan sistem

terdistribusi. Dalam wordnet,  peer  diartikan sebagai

pihak yang sejajar dan berada dalam satu kumpulan.

Menurut definisi ini, banyak hal yang termasuk dalam

komunikasi P2P, salah satu contohnya adalahpercakapan telepon antara dua orang [15]. Dengan

makin berkembangnya teknologi dan interaksi antar

komputer, bermunculan definisi baru dari P2P. Shirky

[10] mendefinisikan P2P sebagai "class of application

that takes advantage of resources e.g. storage, cycles,

content, human presence, available at edges of 

 Internet".

 Node P2P bertindak sebagai server  dan sekaligus

menjadi client, sehingga beban setiap node dapat

diminimalkan dan dapat memaksimumkan kinerja

keseluruhan [5]. Menurut arsitekturnya, P2Pdiklasifikasikan menjadi dua, pure P2P dan hybrid P2P.

 Peer  dalam  pure P2P memiliki derajat yang sama.

Tidak ada koordinator yang mengatur organisasi dari

network, sehingga setiap  peer berdiri sendiri dan tidak 

bergantung kepada  peer lain. Sedangkan dalam hybrid 

P2P, terdapat satu atau lebih koordinator yang

mengatur  peer  lainnya. Koordinator, yang disebut

supernode menyimpan informasi yang diperlukan

untuk mengatur jaringan P2P. Beberapa tugas

supernode antara lain autentifikasi, indeks, routing dan

lainnya [11][14].

Ada masalah-masalah yang membuat P2P sulit

dikembangkan. Beberapa masalah diakibatkan oleh

konfigurasi jaringan yang umum digunakan dalam

internet, sedangkan masalah lain berkaitan dengan sifat

alami dari P2P [11]. Beberapa hal dalam jaringan yang

menghambat komunikasi P2P adalah firewall dan

NAT.  Peer  A yang berada dalam jaringan dengan

firewall dan NAT akan sulit untuk diakses oleh  peer 

yang berasal dari luar jaringannya.  Peer  A dapatmengakses  peer  B, namun  peer  B tidak dapat

mengakses  peer  A. Masalah lain dalam P2P adalah

 peer  dapat muncul dan hilang secara tiba-tiba.  Peer 

yang muncul dan hilang tiba-tiba dapat mengakibatkan

terputusnya koneksi antara  peer . Contohnya,  peer  A

berkomunikasi dengan peer C melalui peer B, jika peer 

B tiba-tiba hilang, maka A tidak dapat berkomunikasi

dengan C. Masalah-masalah ini dapat mempersulit

 programmer  untuk mengembangkan aplikasi berbasis

P2P. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dalam P2P

ada yang disebut overlay network . Overlay network 

adalah struktur jaringan virtual yang independen dari

  jaringan fisik. Dengan overlay network  pemrogram

aplikasi P2P dapat dengan mudah membuat aplikasi

tanpa memikirkan kerumitan pemrograman jaringan

[11].

Banyak keuntungan yang dapat diambil dari P2P.

Proses komputasi yang memerlukan super computer 

dapat digantikan oleh sekumpulan  peer  yang bekerja

bersama-sama. Dalam paper ini, P2P merupakan dasar

dari arsitektur yang digunakan untuk pertukaran data.Diatas jaringan P2P ini, berjalan protokol-protokol

standar pertukaran data perpustakaan.

3. DESAIN ARSITEKTUR

Untuk membangun suatu arsitektur yang dapat

menunjang pertukaran informasi dan data

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini

mempersulit upaya pemerataan informasi, terutama ke

daerah-daerah terpencil [1]. Untuk mengatasi masalah

ini, ada beberapa arsitektur pertukaran data yang dapat

digunakan di Indonesia. Paling tidak ada tiga alternatif 

arsitektur yang akan dibahas, arsitektur tersebut adalah:

• Arsitektur tersentral

• Arsitektur terdistribusi

• Arsitektur terdistribusi bertingkat

Pada arsitektur tersentral, semua data dari masing-

masing perpustakaan dibaca oleh suatu server  pusat.

Server  pusat ini membaca data perpustakaan-

perpustakaan dengan menggunakan protokol-protokol

pertukaran data yang ada. Pengguna dapatmenggunakan server terpusat ini untuk mencari

informasi-informasi di perpustakaan yang terhubung

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 4/6

 

kedalam jaringan. Dengan model terpusat ini rawan

terjadi bottleneck  maupun overload  kerja dari server

pusat.

Gambar 1 Arsitektur tersentral

Arsitektur tersentral ini dapat mengatasi masalah

perbedaan platform dan perbedaan bentuk 

penyimpanan. Masalah perbedaan platform dan bentuk 

penyimpanan dapat diatasi dengan menggunakan

protokol dan metadata yang seragam untuk ditransfer

ke server sentral. Kelemahan utama arsitektur ini

adalah, jika server sentral tidak bisa diakses, maka

semua data tidak akan bisa diakses. Selain itu,

perpustakaan dengan kultur kepemilikan data yang

kuat akan sulit bergabung karena data yang dimilikinya

harus ditransfer ke server sentral.

Arsitetur model tersentral ini dapat diaplikasikan

dengan menggunakan protokol OAI-PMH. Selain itu,

protokol lain seperti Z39.50 maupun web service juga

dapat digunakan. Sedangkan bentuk metadata yang

dipergunakan dapat menggunakan Dublin Core

maupun MARC sesuai dengan kompabilitas protokol

yang dipergunakan.

Arsitektur selanjutnya adalah model terdistribusi.

Dalam arsitektur ini, setiap perpustakaan yang

terhubung dalam suatu jaringan saling berkomunikasi

satu sama lain. Dengan menggunakan model

terdistribusi, beban kerja pencarian tidak dipusatkan

dan dapat meminimalkan bottleneck  di salah satu titik.

Dengan model ini, jika ada salah satu perpustakaan

terputus dari jaringan, maka data perpustakaan itu tidak 

dapat diakses oleh perpustakaan lain.

Gambar 2 Arsitektur terdistribusi

Model arsitektur ini dapat mengatasi masalah

perbedaan platform dan media penyimpanan, sertamengatasi masalah kepemilikan data dan keamanan

data perpustakaan. Dalam model ini, setiap

perpustakaan berkuasa atas data yang dimilikinya, dan

berhak menentukan sendiri data apa saja yang akan

diberikan ke pihak lain. Bentuk penerapan model

adalah, setiap perpustakaan menyediakan service yang

bisa diakses oleh pihak lain. Service ini menentukan

apa saja yang bisa diakses dan siapa saja yang bisa

mengakses data. Namun, untuk mempermudah proses

pertukaran data, diperlukan suatu kesepakatan bersama

dalam penggunaan protokol komunikasi dan metadatayang digunakan.

Dalam model arsitektur terdistribusi, protokol yang

cocok digunakan adalah protokol bertipe interaktif 

seperti Z39.50, web service dan RPC. Protokol tipe

harvest  seperti OAI-PMH juga dapat digunakan untuk 

mengimplementasikan arsitektur ini. Untuk metadata,

dapat disesuaikan dengan kompabilitas protokol,

namun semua pihak perlu menggunakan metadata yang

sama untuk mempermudah pertukaran.

Model arsitektur terakhir adalah terdistribusi

bertingkat. Model ini gabungan dari model pertama

dan kedua. Dalam model ini, beberapa perpustakaan

tergabung dalam suatu grup. Setiap grup memiliki

koordinator yang bertugas mengumpulkan data

perpustakaan yang ada dalam grup tersebut.

Implementasi model arsitektur ini dapat

menggunakan protokol yang biasa digunakan di dunia

perpustakaan. Alternatif lain, pengumpul

mengumpulkan data dari perpustakaan di dalam

grupnya dengan menggunakan protokol bertipe harvest 

seperti OAI-PMH, sedangkan komunikasi antar

pengumpul dapat menggunakan protokol tipe

interaktif. Metadata yang digunakan sebaiknya

disamakan untuk mempermudah proses pertukaran

Server

Perpus

A

Perpus

B

Perpus

C

Perpus A

Perpus

B

Perpus

C

Perpus

D

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 5/6

 

data.

Gambar 3 Arsitektur terdistribusi bertingkat

Dari ketiga bentuk arsitektur yang dijelaskan, bentuk 

kedua merupakan bentuk yang dapat mengatasi

keempat masalah yang telah dijelaskan sebelumnya.

Bentuk ini sesuai dengan kondisi Indonesia yang

tersebar secara geografis dan memiliki kultur

kepemilikan data yang kuat.

4. IMPLEMENTASI

Saat ini, contoh arsitektur terdistribusi diterapkan di

Universitas Indonesia (UI) untuk menghubungkan

perpustakaan pusat UI dengan perpustakaan-

perpustakaan fakultas. Walaupun perpustakaan di UI

umumnya menggunakan Lontar [9], ada beberapa

perpustakaan yang masih menggunakan sistem yang

dikembangkan sendiri. Selain itu, setiap perpustakaanmempunyai definisi field yang berbeda-beda untuk 

koleksi yang dimilikinya. Dengan beragamnya

platform dan format penyimpanan data yang

digunakan, dibuatlah suatu kesepakatan untuk 

pertukaran data. Kesepakatannya adalah penggunaan

 Dublin Core sebagai metadata untuk melakukan proses

pertukaran data. Selanjutnya, metadata tersebut

dipertukarkan melalui protokol web service yang

disediakan oleh setiap perpustakaan. Service ini

menyediakan fungsi-fungsi untuk melakukan

pencarian, pengecekan status koleksi dan pengunduhankoleksi digital.

Selanjutnya, UI juga menghubungkan

perpustakaannya dengan perpustakaan universitas lain.

Untuk menghubungkan dengan perpustakaan di luar

UI, dikembangkan sistem yang diberi nama Lontar

Gateway [3][9]. Sistem ini mengambil data dari luar UI

dan juga menyediakan data perpustakaan UI untuk 

diakses oleh perpustakaan universitas lain. Metadata

yang digunakan untuk pertukaran data adalah DublinCore, sedangkan protokol yang digunakan adalah OAI-

PMH dan Web Service [3][9].

5. KESIMPULAN

Dalam paper ini telah dijabarkan beragam arsitektur

yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan

pertukaran data antar perpustakaan di Indonesia. Dari

tiga arsitektur yang dijelaskan, arsitektur yang kedua

lebih cocok untuk diterapkan di Indonesia, karena

sesuai dengan keadaan perpustakaan di Indonesia yang

tersebar dan kultur kepemilikan data yang kuat.

Dengan adanya kerjasama antar perpustakaan,

diharapkan perpustakaan dapat memperluak akses

penggunanya. Selain itu kerjasama pertukaran data

adalah langkah awal menuju kerjasama layanan yang

lebih luas dan lebih baik lagi yang akhirnya dapat

meningkatkan penetrasi ilmu pengetahuan dan budaya

ke masyarakat luas.

 

REFERENSI

[1] Achmad Nizar Hidayanto, Harry Budi Santoso,

Rizal F. Aji, Stephane Bressane. Community

Access Point in Indonesia: Improving Access to

Quality Information and Promoting Local

Potensials. Proceeding of Internation Conference

on E-Business. 2006

[2] Digital Library Federation, "A working definitionof digital library [1998]",

http://www.diglib.org/about/dldefinition.htm,

accessed July 27th, 2006

[3] Heri Kurniawan, Rizal F. Aji dan Zainal A.

Hasibuan. Information Resource Sharing based

on Multiplatform Library Network. Proceeding of 

The 2nd International Conference on Educational

Technology. 2006.

[4] J. L. Borbinha, J. Ferreira, J. Jorge, & J. Delgado,

"A Digital Library for a Virtual Organization,"

Proceedings of the 31st Hawaii InternationalConference on Systems Science (HICSS-31),

January 6-9, 1998

Pengumpul A

Pengumpul

B

Pengumpul

C

Pengumpul

D

Internet

Perpus Perpus

PerpusPerpus

Perpus

Perpus

Perpus Perpus

5/11/2018 WCW-07107 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/wcw-07107 6/6

 

[5] Loo, Alfred W. The Future of Peer-to-Peer

Computing. Communications of the ACM. Vol.

46 No. 9. 2003

[6] MARC. http://www.loc.gov/marc/index.html

[7] National Information Standards Organization.

Information Retrieval (Z39.50): Application

Services Definition and Protocol Specification(ANSI/NISO 239.50-2003. NISO Press,

Bethesda, Maryland, U.S.A.

[8] OAI-PMH. http://www.openarchives.org/,

accessed July 27th

2006

[9] Rizal F. Aji, Heri Kurniawan dan Zainal A.

Hasibuan. Adaptive System for Libraries

Integration Case Study: University of Indonesia's

Libraries. Proceeding of The 8th International

Conference on Information Integration and Web-

based Applications and Services. 2006.

[10] Shirky C. Modern P2P Definition.

http://www.openp2p.com/pub/a/p2p/2000/11/24/s

hirky1-whatisp2p.html

[11] Taylor, Ian J. From P2P to Web Services and

Grids. Springer. 2005

[12] Weibel, S., The Dublin Core: A simple content

description format for electronic resources.

NFAIS Newsletter, 1998

[13] William Arms. “Digital Libraries”. MIT Press.

2000.

[14] Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Peer-to-

peer

[15] Wordnet, http://wordnet.princeton.edu, accessed

July 27th

2006

[16] XML. http://www.w3.org/XML/, accessed July

27th

2006