Upload
others
View
9
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAGIAN ILMU THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
FEBRUARI
ABSES SEPTUM NASI
Oleh :
Muh. Hasan S.Ked
Pembimbing :
dr. Hasnah Makmur, Sp.THT-KL
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
BAB I
1
PENDAHULUAN
Abses Septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan dengan
mukoperikondrium (tulang septum) dengan mukoperiosteum yang melapisinya. Kasus ini
sangat jarang ditemukan sehinga sangat sedikit dibicarakan dalam berbagai kasus
kepustakaan. (1)
Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemukan. Eavei mendapatkan 3 kasus
abses septum nasi dalam waktu 10 tahun terakhir di children hospotal los angeles. Fearon
mendapatkan 43 kasus abses septum nasi dalam periode 8 tahun di Hospital for sick children
of Toronto. Di rumah sakit M.D jamil padang didapatkan 3 kasus abses septum nasi dalam
waktu 2 tahun terakhir.(1)
Usia yang paling sering terkena adalah dibawah 15 tahu di ikuti 16-31 tahun dan
jarang usia lanjut. Laki-laki sering dibandingkan wanita . hal ini dihubungkan dengan
agresivitas dan aktivitas mereka sehingga insidensi trauma mudah terjadi (1)
Abses Septum biasanya didahului oleh trauma hidung yang kadang kadang sangat
ringan sehingga tidak dirasakan oleh penderita, akibatnya timbul hematoma septum yang bila
terinfeksi akan menjadi abses (1,2)
Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progeresif disertai rasa nyeri berat,
terutama terasa di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan sakit kepala(2)
Abses Septum harus segera diobati sebagai kasus darurat karena komplikasinya dapat
berat yaitu dalam waktu yang tidak lama dapat menyebabkan nekrosis tulang rawan septum(2)
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi Hidung Bagian Luar (2,3)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi,
5) kolumela, dan
6) lubang hidung (nares anterior/nostril)
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dan
nasofaring.
Gambar 1. Hidung bagian luar (3)
3
BRIDGE
TIP
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os nasale, prosesus
frontalis os maxilaris, dan prosesus nasalis os frontalis. Sedangkan kerangka tulang
rawan terdiri dari beberapa psang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung
yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, kartilao nasalis lateralis inferior
yang disebut kartilago ala mayor dan tepi anterior kartilago septum.
Gambar 2. Anatomi hidung tampak luar (3)
2.2 Anatomi Hidung Bagian Dalam (2,3,4)
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah adalah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka
media dan lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin ethmoid sedangkan
konka media,superior dan suprema merupakan bagian dari labirin ethmoid.
Diantara konka konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus
inferior, media dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung.
4
Os Nasal
Kartilago Nasi Lateral
Kartilago Ala Mayor
Kartilago Septum nasi
Dinding lateral hidung mempunyai anatomi yang rumit. Yang paling
menonjol adalah concha superior, media, dan inferior. (kadangkala ada choncha
keempat yaitu concha suprema). Concha inferior adalah concha yang terbesar dan
kaya pemluh darah. Concha media kaya kelenjar mukosa dan sering mengandung
sel sel udara. Meati nasales diberi nama sesuai dengan concha yang berada di
atasnya. Di meatus inferior, terdapat muara ductus nasolacrimalis. Di meatus
medius terdapat ostia sinus maxillaris, frontalis, dan ethmmoidalis anterior
Gambar 3. Anatomi hidung tampak bagian dalam (3)
2.3 Anatomi Septum Nasi (1,2,3,4)
Septum membagi kavum nasi menjadi 2 ruang, kanan dan kiri. Septum
nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum nasi dilapisi oleh
perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang
, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian tulang rawan
adalah kartilago septum nasi (lamina kuadrangularis) dan kolumela Bagian
tulang yang membentuk septum nasi terdiri dari
1. Kartilago kuadrangularis
2. Lamina perpendikularis os ethmoid
3. Os vomer dan Krista nasalis maksila.
5
Septum nasi terletak pada tulang penyangga yang terdiri dari (ventral
ke dorsal) spina nasal anterior, premaksila, dan vomer. Pada bagian kaudal,
kartilago septum nasi bebas bergerak dan berhubungan dengan kolumela oleh
membran septum nasi. Pada bagian dorsal bersatu dengan lamina
perpendikularis os ethmoid. Pada bagian Ventral, berhubungan dengan dua
kartilago triangularis (kartilago lateral atas), dan bersama-sama membentuk
kartilago vault dan batang hidung.
Bagian tulang septum nasi terdiri dari lamina perpendikularis os
ethmoid, premaksilaris dan vomer yang merupakan perluasan dari rostrum
sphenoid. Kerangka tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas
yang berbentuk “T” memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan
dari tulang di sekitarnya. Kartilago kuadrangularis adalah bagian medial
kerangka T hidung. Kaudal hidung sampai di daerah inferior septum nasi
terletak pada krista maksilaris dan diikat oleh perikondrium dan periosteum.
Gambar 4. Anatomi Septum Nasi dan struktur di dekatnya (5)
6
2.4 Vascularisasi Hidung (2,3,4,6,7)
Hidung luar menerima suplai darah utama dari cabang cabang arteri
facialis dan anastomosis anastomosisnya dengan arteri infraorbitalis dan arteri
supraorbitalis serta supratrochlearis. Darah vena dari hidung luar mengalir melalui
vena facialis anterior dan posterior ke dalam sistem jugularis interna dan melalui
vena angularis yang berhubungan dengan vena orbitalis dan ophtalmica yang
bermuara ke dalam sinus kavernosus.
Terdapat hubungan hubungan vena di sebelah dalam antara vena
infraorbitalis dan plexus venosus pterygoideus. Vena dibagian wajah ini tidak
mempunya katup, dengan demikian, infeksi di daerah ini cenderung menyebar
lebih cepat ke arah sentral daripada ke daerah tubuh lainnya.
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. Etmoidalis
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis
interna. Bagian bawah hidung mendapat pendarahan dari cabang maksilaris
interna, diantaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a. Sfenopalatina yang
keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga
hidung di belakang ujung posterior konka media
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.facialis.
pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang cabang
a.sfenopalatina, a.etmoidalis anterior, a.labialis superior dan a. Palatina mayor,
yang disebut pleksus Kiesselbach (little’s Area). Pleksus kiesselbach letaknya
superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi suber
perdarahan hidung atau epistaksis, terutama pada anak.
7
Gambar 6. Vascularisasi dinding lateral hidungi 6)
Vena vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v.oftalmika yang berhubngan dengan sinus kavernosus. Vena vena di
hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predsposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.
Disamping pembuluh darah yang menyuplai dinding lateral hidung,
cabang cabang a.labialis superior dan arteri palatina juga mencapai septum
Gambar 7. Vascularisasi septum nasi 6)
8
2.5 Innervasi Di Hidung (2,3,6,7)
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal
dari n.oftalmikus (V-1). Rongga hidung lainnya medapat persarafan sensoris dari
n.maksilaris melalui ganglion sfenopalatina.
Ganglion sfenopalatina, Selain memberikan persarafan sensoris juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut saraf sensoris n.maksilaris (V-2). Serabut parasimpatis dari
n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak dibelakang dan sedikit di
atas ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari n.olfactorius. saraf ini turun melalui lamina
kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfactorius kemudian berakhir pada sel sel
reseptor penghidu pada mukosa olfactorius di daerah sepertiga di atas hidung
Gambar 8. Persarafan di hidung (3)
9
2.6 FISIOLOGI HIDUNG
Empat fungsi vital hidung adalah penghidu, pengendali suhu, pengendali
kelembapan dan filtrasi partikel
o Penghidu
Proses penghidu berlangsung melalui rambut rambut rambut
sensorik N1, yang menembus lamina cribrosa. Sekali pun dapat terjadi
beberapa gangguan penghidu, penyebab anosmia (tidak ada sensasi
menghidu ) tersering adalah hanya obstruksi hidung, sederhana seperti
yang terjadi pada influenza atau poliposis hidung yang menhadalangi
aliran udara untuk mencapai daerah penghidu (3)
o Pengendali suhu udara
Pengendalian suhu udara yang dihirup di atur ketika udara yang
melewati permukaan conchae yang luas. Jaringan kapiler yang banyak
terdapat dalam jaringan semirektil memungkinkan pertukaran kalori yang
efektif. Berapa pun suhu udara yang dihirup, suhu udara di dalam
nasofaring jarang berfluktuasi lebih dari 3OF dari suhu tubuh normal (3)
o Pengendali kelembapan
Selimut mukosa yang padat yang dientuk oleh kelenjar mukosa
yang sangat banyak di dalam mukosa hidung memunginkan kelembapan
udara yang dihirup secara konstan. Diperkirakan sebanyak 1 liter cairan
hilang melalui hidung sepanjang bernafas selama 24 jam. (3)
o Filtrasi kapiler
System mukosilier hidung memberikan fungsi filtrasi yang
melindungi terhadap bahan partikel yang terhirup. Kelenjar submukosa
dan sel sel golet di epitel peernafasan memasok mucus yang mengalir terus
menerus, sehingga membentuk selimut yang kental (menghasilkan lebih
dari 1 liter setiap hari). (3)
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi (1,2,9,15,16)
Abses Septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan dengan
mukoperikondrium (tulang septum) dengan mukoperiosteum yang melapisinya.
Gambar 9. nasal septal abses (15)
3.2 Epidemioogi (1,9,15)
Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemukan. Eavei mendapatkan 3
kasus abses septum nasi dalam waktu 10 tahun terakhir di children hospital los
angeles. Fearon mendapatkan 43 kasus abses septum nasi dalam periode 8 tahun di
Hospital for sick children of Toronto. Di rumah sakit M.D jamil padang didapatkan 3
kasus abses septum nasi dalam waktu 2 tahun terakhir.
3.3 Etiologi (1,2,9,15)
Penyebab abses septum nasi tersering adalah trauma hidung akibat kecelakaan,
perkelahian, olahraga atau pun trauma yang sangat ringan sehingga tidak dirasakan
oleh penderita seperti mengorek kotoran hidung ataupun mencabut bulu hidung
Abses septum nasi dapat terjadi akibat furunkel intranasal, peradangan sinus,
akibat komplikasi operasi hidung (1). Penyebab paling sering dari abses septum adalah
trauma (75%). Penyebab lain adalah akibat penyebaran dari sinusitis ethmoid dan
11
sinusitis spenhoid. Disamping itu dapat juga akibat penyebaran dari infeksi gigi. Lo
2004 menemukan 7% abses septum disebabkan oleh trauma akibat tindakan
septomeatoplasty.
Abses septum sering diakibatkan oleh komplikasi dari hematoma septum yang
kemudian terinfeksi kuman dan menjadi abses (1,2,9). Staphyloccoccus aureus adalah
organisme yang paling sering didapat dari hasil kultur pada abses septum. Kadang
kadang ditemukan streptococcus pneumonia, strptoccus B hemoliticus, haemophilus
influeanza dan organisme aerob.
4.4 Patogenesis (1,2,9,15)
Patogenesis abses septum biasanya tergantung dari penyebabnya. Penyebab
yang paling sering adalah terjadi setelah trauma, sehingga timbul hematoma septum.
Trauma pada septum nasi dapat menyebabkan pembuluh darah sekitar tulang rawan
pecah. Darah berkumpul di ruang antara tulang rawan dan mukoperikondrium yang
melapisinya, menyebabkan tulang rawan mengalami penekanan, menjadi iskmeik dan
nekrosis. Sehingga tulang rawan jadi destruksi. Darah yang terkumpul merupakan
media untuk pertumbuhan bakteri dan selanjutnya berbentu abses.
Bila terdapat daerah yang fraktur atau nekrosis pada tulang rawan, maka darah
akan merembes ke sisi yang lain dan menyebabkan hematoma bilateral. Hematoma
yang besar akan menyebabkan osbtruksi pada kedua sisi rongga hidung. Kemudian
hematoma ini terinfeksi kuman dan menjadi abses septum
4.5 diagnosis (1,2,9)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Sebagian besar abses septum nasi biasanya mepunyai riwayat trauma. Kadang kadang
penderita tidak menyadari terjadinya trauma tersebut. Trauma septum nasi dan
mukosa dapat terjadi tanpa adanya cedera hidung luar. Abses septum nasi sering
timbul 24-48 jam setelah trauma, terutama pada dewasa muda dan anak
a. Anamnesis (1,2,9,16)
hidung tersumbat yang progresif disertai rasa nyeri. Rasa nyeri terutama
dirasakan di daerah dorsum nasi terutama di puncak hidung. Disamping itu, dijumpai
juga gejala sistemik berupa demam dan sakit kepala
12
b. pemeriksaan fisik (1,2,9)
pemeriksaan lebih baik tanpa menggunakan spekulum hidung (2). Pada
pemeriksaan hidung luar ditemukan eritema, edema dan nyeri pada palpasi .(9)
Sedangkan dari peemeriksaan hidung dalam dijumpai pembengkakan septum yang
berbentuk bulat pada satu atau kedua rongga hidung terutama mengenai bagian paling
depan tulang rawan septum, berwarna merah, dan permukaan licin dan pada perabaan
terdapat fluktuasi dan nyeri tekan
c. Aspirasi(1,2,9)
Untuk memastikan abses septum nasi cukup dengan aspirasi pada daerah yang
paling fluktuasi. Pada aspirasi akan di dapatkan pus pada abses septum nasi,
sedangkan dari hematoma septum nasi akan keluar darah.
Beberapa penulis menyarankan tindakan rutin berupa aspirasi sebelum
diberikan tindakan operatif. Pus yang diperoleh sebaiknya diperiksakan di
laboratorium untuk menentukan jenis kuman dan tes sensitifitas terhadap antibiotik.
Selain bernilai diagnostik, aspirasi juga berguna untuk mengurangi ketegangan
jaringan di daerah abses septum nasi dan mengurangi kemungkinan komplikasi ke
intrakranial.
4.6 Diferential Diagnosis (2,10,11,12,13,14,16)
a. hematoma septum
Gambar 10. Hematoma septum
( akumulasi darah antara septum dan perichondrium ) (10)
13
Trauma mengakibatkan pembuluh darah sub mukosa pecah dan darah
terkumpul diantara perikondium dan kondrium (tulang rawan) septum dan terjadi
Hematoma, jika terjadi fraktur tulang rawan maka darah masuk ke sisi lain akan
terjadi Hematoma Septum Bilateral.
b. Deviasi septum
Gambar 11. Deviasi S eptum (11)
Deviasi septum merupakan kelainan anatomi hidung yang paling banyak
ditemukan. Deviasi septum dapat muncul tanpa gejala namun dapat juga
mengakibatkan kelainan fungsi hidung maupun kelainan bentuk sehingga perlu
dilakukan koreksi. Septoplasti merupakan konsep modern bedah untuk melakukan
koreksi kelainan septum
c. Vestibulitis
Gambar 12. Vestibulitis Nasal (13)
Nasal vestibulitis adalah peradangan pada jaringan di sekitar pintu masuk ke
hidung. Gejala termasuk nyeri, kemerahan, atau benjolan di pintu masuk ke
hidung. Hal ini biasanya disebabkan oleh peradangan atau infeksi minor dari folikel
14
rambut yang terletak pada pembukaan hidung. Hal ini paling sering infeksi bakteri.
Pengobatan dengan antibiotika seperti dicloxacillin Yang diperlukan selama 7 sampai
10 hari. Sebuah krim, seperti Mupirocin, juga dapat digunakan 2 sampai 3 kali sehari
untuk membantu dengan infeksi
4.7 Penatalaksanaan (1,2,9,16)
Hematoma atau abses septum nasi harus dianggap sebagai kasus darurat dalam
bidang THT dan tindakan penanggulangannya harus segera dilakukan untuk
mencegah komplikasi. Penatalaksanaan abses septum nasi yang dianjurkan saat ini
yaitu drainase, antibiotik parenteral dan rekonstruksi defek septum.
Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk menyangga dorsum nasi, memelihara
keutuhan dan ketebalan septum, mencegah perforasi septum yang lebih besar dan
mencegah obstruksi nasal akibat deformitas. Insisi dan drainase abses septum nasi
dapat dilakukan dalam anestesi lokal atau anestesi umum. Sebelum insisi terlebih
dahulu dilakukan aspirasi,dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan tes
sensitifitas.
Insisi dilakukan 2 mm dari kaudal kartilago kira-kira perbatasan antara kulit
dan mukosa (hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri
septum nasi. Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak mukosa.
Jaringan granulasi, debris dan kartilago yang nekrosis diangkat dengan menggunakan
kuret dan suction. Sebaiknya semua jaringan kartilago yang patologis diangkat.
Dilakukan pemasangan tampon anterior dan pemasangan salir untuk mencegah
rekurensi.
Insisi yang luas dilakukan pada abses dan dibuat drainase untuk mengeluarkan
darah atau pus serta serpihan kartilago, dengan bantuan suction. (9)Dilakukan
pemasangan tampon anterior untuk menekan permukaan periosteum dan
perikondrium. Drain dipasang 2-3 hari untuk jalan keluar pus serta serpihan kartilago
yang nekrosis. Antibiotik sistemik diberikan segera setelah diagnosa ditegakkan dan
dapat dilanjutkan sampai 10 hari.
15
Drainase bilateral merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan
perforasi septum nasi. Pada abses bilateral atau nekrosis dari tulang rawan septum
nasi dianjurkan untuk segera melakukan eksplorasi dan rekonstruksi septum nasi
dengan pemasangan implan tulang rawan.
Kerusakan tulang rawan akibat hematoma atau abses, akan digantikan oleh
jaringan ikat. Kontraktur jaringan dan hilangnya penyangga pada bagian dorsum
hidung merupakan komplikasi abses septum yang dapat menimbulkan hidung pelana,
retraksi kolumela dan pelebaran dasar hidung. Kadang-kadang dapat timbul fasial
selulitis. Bila infeksi tidak diterapi dengan antibiotika yang adekuat dapat timbul
perforasi septum, penyebaran infeksi melalui darah sehingga dapat timbul meningitis,
trombosis sinus kavernosis dan sepsis.
4.8 komplikasi (1,2,9,16)
Kerusakan tulang rawan akibat hematoma atau abses, akan digantikan oleh
jaringan ikat. Kontraktur jaringan dan hilangnya penyangga pada bagian dorsum
hidung merupakan komplikasi abses septum yang dapat menimbulkan hidung pelana,
retraksi kolumela dan pelebaran dasar hidung.
Gambar 13 Columella retraksi
16
Gambar 14. Hidung pelana
Deformitas dan gangguan fungsi hidung akibat abses septum nasi dapat
dibedakan dalam tiga proses di bawah ini.
1. Hilangnya sanggahan mekanik dari kartilago piramid dan lobul
2. Retraksi dan atrofi jaringan ikat
3. Gangguan pertumbuhan hidung dan muka bagian tengah.
Selain kosmetik, abses septum nasi dapat juga menimbulkan komplikasi yang
berat dan berbahaya bila terjadi penjalaran infeksi ke intrakranial berupa
meningitis,abses otak dan empiema subaraknoid. Penjalaan ke intrakranial dapat
melalui berbagai jalan. Pertama melalui pembuluh-pembuluh vena dari segitiga
berbahaya, yaitu daerah di dalam garis segitiga dari glabela ke kedua sudut mulut.
Vena-vena tersebut melalui vena angularis, vena oftalmika, vena etmoidalis, yang
akan bermuara di sinus kavernosus.
Kedua, infeksi masuk melalui mukosa hidung kemudian melalui pembuluh
limfe atau pembuluh darah bermuara di sinus longitudinal dorsalis dan sinus lateralis.
Ketiga, melalui saluran limfe dari meatus superior melalui lamina kribriformis dan
lamina perpendikularis os etmoid yang bermuara ke ruang subaraknoid. Keempat,
invasi langsung dapat terjadi pada saat operasi, erosi lokal diduga dapat juga
merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan kongenital. Kelima, selubung perineural
diduga dapat juga merupakan jalannya penjalaran infeksi, dalam hal ini selubung
olfaktorius yang menuju intrakranial melalui lamina kribriformis.
17
Penjalaran infeksi ke organ-organ di sekitar hidung dapat juga melalui
saluran limfe dan selubung saraf olfaktorius sehingga terjadi infeksi ke orbita dan
sinus paranasal. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan destruksi tulang rawan
dan tulang hidung sehingga terjadi deformitas yang berupa hidung pelana,retraksi
kolumella,dan pelebaran dasar hidung. Nekrosis pada setiap komponen septum nasi
dapat menyebabkan terjadinya perforasi septum nasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Prijadi J, Budiman BJ, DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN ABSES SEPTUM
NASI, Bag THT-KL FK Universitas Andalas Padang. Hal 1-6
2. Soepardi EA, Iskandar dkk, BUKU AJAR ILMU KESEHATAN THT-KL, edisi ke 6.
Jakarta : 2007, Balai Penerbit FKUI. Hal 3-4, dan hal 117-127
3. Lucente FE, ILMU THT Essensial ( Essential Of Otolaryngology) Anatomi And
fisiologi Hidung . edisi 5 Jakarta : EGC : 2001. Hal 13-21
4. Anonym. Picture Anatomi of Nasal. (online) 2015 cited januari 20. Available from:
https://www.academia.edu/8588547/ANATOMI_DAN_FISIOLOGI_HIDUNG
5. Becker DG, Septoplasty and Turbinatee Surgery. Aestethetic Surgery Journal
October 2003 in Philadelphia : volume 23 number 5. Hal 394-403
6. Boies, Adams, Highler BUKU AJAR PENYAKIT THT ( BOIES Fundamentals of
otolaryngology) edisi 6. Jakarta : EGC : 1997. Hal 177-187
7. Ballenger JJ, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid 1.
Binarupa Aksara, Penerbit FKUI. Hal 11-14, dan Hal 100-111
8. Anonym. Anatomi of Septum. (online) 2015 cited januari 20. Available from :
http://medicine.academic.ru/77072/ala_nasi
9. Haryono Y. Abses Septum dn sinusitis maksila. Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara September 2006 hal 359-361.
10. Corry J. Hematoma septum in american academy of family physician. (online) 2015
cited januari 20. Available from : http://www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html
19
11. Sub bagian rhinology, kelainan pada septum (online) 2015 cited januari 20. Available
http://ocw.usu.ac.id/download/111-special-senses-system/kelainan-pada_septum.pdf.
12. Pulungan MR, Penatalaksanan deviasi septum dengan septoplasti Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala & Leher Fakultas Kedokteran
Univ. Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang ORLI Vol. 42 No. 1 Tahun 2012
13. Freudenberg, Picuture of vestibultis otolaryngology. (online) 2015 cited januari 20.
Available from http://www.cram.com/flashcards/clinmed-otorhinolaryngology-14448
14. Anonym. Nasal Vestibulitis. (online) 2015 cited januari 20. Available from :
http://www.ecureme.com/emyhealth/data/Nasal_Vestibulitis.asp
15. Sarika SN, Nasal Septal Abscess : A Retrospevtive Study of 20 cases in KVG
Medical College and Hospital, Sullia. India. Clinical Rhinology International Journal
September 2010. Hal : 135-140
16. Becker W, Nauman H. Ear, Nose, and Throat Diseases: A Pocket Reference second
revised edition hal 260-262
20