Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Administrasi Negara adalah ilmu dan seni dalam penyelenggaraan pemerintahan
Negara dan pembangunan bangsa guna mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama dalam
bernegara (Sugiyanto : 2001). Seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945
alinea ke-3 dan 4 yang memuat tentang cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, tentulah
membutuhkan kerjasama dari seluruh warga Negara Indonesia untuk mewujudkannya.
Berhubung Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang sangat luas
dan penduduk yang sangat banyak, untuk itu, Indonesia perlu membuat lembaga-
lembaga yang menampung semua aspirasi rakyat dan mengatur kegiatan administrasi
negara baik menjalankannya atau memberantas sesuatu yang tidak pada jalur nya
(korupsi).
Salah satu lembaga yang ikut turun tangan dalam pembangunan Indonesia
adalah KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.
KPK mengemban kepercayaan dari rakyat untuk mewujudkan Indonesia
menjadi Negara yang bebas korupsi. Beberapa fraksi dari DPR mengusulkan revisi UU
1
No.30 tahun 2002 yang banyak menuai pro dan kotra dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis akan membahas analisis pro dan kontra dari draf revisi UU no.30 tahun 2002
dan dampak kepada masyarakat bilamana draf revisi tersebut disahkan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah ini adalah sebagai berikut:1. Apa pro dan kontra yang ditimbulkan dari draf rancangan undang-undang perubahan
atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan apabila draf rancangan undang-undang
perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
disahkan ?
1.3. Batasan Masalah
Agar pembahasan dapat dilakukan dengan mudah serta efektif dan tidak meluas dari
tema yang telah difokuskan, maka penulis membuat batasan masalah, yaitu :
1. Pro dan Kontra dari 5 poin penting yang penulis bahas
2. Dampak yang ditimbulkan apabila draf rancangan undang-undang perubahan atas
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disahkan
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Administrasi Publik
2. Untuk mengetahui pro kontra yang terjadi tentang pembahasan draf revis UU No.30
Tahun 2002
3. Untuk menganalisa dampak kepada public apabila draf revisi tersebut disahkan
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Untuk mendukung penulisan ini lebih valid maka perlu didukung dengan
beberapa landasan teori yang dikemukakan baik melalui para ahli, situs resmi
pemerintah dan Koran.
2.1. Sekilas KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)1 dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK
diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.
KPK adalah badan Independen. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih
tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan
undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti
mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-
lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.
1
3
Tugas dan wewenang KPK :
Tugas KPK :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberatasan tindak
pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.
Tabel 1.
Wewenang KPK :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi
3. Meminta informasi tentang kegiatan tindak pemberantasan korupsi terhadap
instansi yang terkait
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Tabel 2.
4
Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan
melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu:
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka
dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK .
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua
merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima
pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur
pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat
tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan
keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang
Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi.
KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal
5
yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun
bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.
Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan
langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK
mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
2.2. Visi KPK 2011-2015
Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif,
dan efisien!
2.3. Misi KPK adalah sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana
Korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan Tindak Pidana Korupsi
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
2.4. Fungsi dan Tugas
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
6
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenan :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
2.5. Struktur Organisasi
Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi No. PER-
08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK
7
Gambar 1.
2.6. Prestasi KPK
Inilah deretan garis besar prestasi yang pernah diraih oleh KPK selama bertugas
menangani berbagai kasus2:
1. Keberhasilan pada tingkat penuntutan mencapai 100 persen
2. Menjerat tiga menteri aktif
3. Menjerat penegak hukum aktif
4. Menjerat pimpinan parpol aktif
5. Penyelamatan kerugian negara yang fantastis
6. Pelopor dan aktif dalam OTT terhadap pelaku korupsi
7. Pelopor tuntutan pencabutan hak politik untuk pelaku korupsi
8. Melakukan terobosan hukum menuntut pelaku korupsi dengan UU Korupsi dan
UU TPPU
8
9. Audit keuangan KPK selalu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP)
10. Menerima Penghargaan Ramon Magsaysay pada 2013
11. Penangkapan M. Nazaruddin dan Anggoro Widjojo yang buron di luar negeri2
Tabel 3.
2 Fajar,”Garis Besar 11 Prestasi KPK”, http://fajar.co.id/nasional/2014/12/29/icw-kpk-11-tahun-11-prestasi.html#sthash.6M1iE8NO.dpuf, Diakses 11 Oktober 2015 Jam 10.20.35
9
Berikut ini adalah tabel dan grafik tingkat korupsi yang di ungkap oleh KPK dari
tahun 2004-2008 :
Instansi 2004 2005 2006 2007 2008 TotalDPR RI 0 0 0 0 7 7Kementrian 1 5 10 12 3 31BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 6Komisi 0 9 4 2 2 17Pemprov 1 1 9 2 5 18Pemkab/Pemkot 0 0 4 8 18 30
Tabel 4.
2004 2005 2006 2007 2008 Total0
5
10
15
20
25
30
35
Chart Title
DPR RIKementrianBUMN/BUMDKomisiPemprovPemkab/Pemkot
Axis Title
Grafik 1.
BAB III
10
ANALISIS
3.1 Asal Draf Revisi UU No. 30 Tahun 2002
Selama 11 tahun lebih berdiri, para jaksa di KPK sudah menangani lebih dari
340 kasus di pengadilan tipikor. Semua kasus di pengadilan tipikor dimenangkan para
jaksa KPK. Hingga saat ini, para jaksa KPK masih memegang rekokr 100% menang di
persidangan perkara pokok, dan rekor ini tidak dimiliki oleh penegak hukum lain.
Namun, rekor 100% menang tersebut sepertinya tidak digubris oleh DPR, terbukti
dengan adanya wacana dari DPR untuk merivisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Bahkan, draf dari rancangan UU perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK
telah beredar saat rapat pleno Badan Legislasi DPR, Selasa 6 Oktober 2015 yang lalu.
Namun, asal draf tersebut masih menjadi tanda tanya. Dari salinan draf yang
beredar, pada halaman pertama bagian atas draf terdapat lambang kepresidenan dan
tulisan Presiden Republik Indonesia. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut bahwa
revisi UU KPK berasal dari kesepakatan Parlemen dengan pemerintah.3
Anggota Fraksi Nasdem yang juga menjadi turut menjadi pengusul revisi UU
KPK, Taufiqulhadi mengatakan, draf yang beredar saat ini sebelumnya disampaikan
pemerintah kepada DPR. Draf itu sempat didiskusikan bersama Menteri Hukum dan
HAM Yasonna H Laoly saat rapat Baleg pada Juni 2015 lalu.
3 Icha Rastika,”Sekjen PDI-P: Revisi UU KPK Merupakan Hasil Kesepakatan dengan Pemerintah”,http://nasional.kompas/tag/.jokowi,diakses 15 Oktober 2015 Jam 12.30.04
11
"Draf itu mengadopsi draf pemerintah. Itu masih ada cap Presiden-nya," kata dia
saat dihubungi, (Taufiq:2015) draf usulan pemerintah itu belum pernah dicabut, meski
Presiden Joko Widodo menyatakan menolak revisi UU KPK tersebut.
"Tidak ada permintaan cabut sampai sekarang. Karena Dirjen Perundang-
Undangan saat itu mengatakan draf itu resmi dan tidak dicabut," kata Taufiq. Senada
dengan Taufiq, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan,
jika memang draf itu merupakan usulan DPR, seharusnya tak ada kop Presiden RI.
"Setahu saya, kalau inisiatif DPR tidak ada (kop Presiden). Contohnya RUU
Disabilitas itu inisiatif DPR, tidak ada kop presidennya," kata Arsul. Adapula wacana
yang beredar bahwa draf tersebut merupakan hasil inisiatif DPR.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan, draf yang
beredar saat ini merupakan draf inisiatif hasil pembahasan DPR. Menurut dia, mengenai
adanya kop Presiden RI pada berkas draf tersebut, ia mengaku tak mengetahuinya dan
meminta untuk tak membesar-besarkan masalah tersebut.
"Namanya juga diskusi, mungkin saja kertas sobek lalu dipakai untuk oret-
oretan (coretan). Kan bisa saja," ujarnya. Menurutnya, hal tersebut bukan sesuatu yang
substansial. "Namanya saja kop surat, Mas. Yo iso nggawe (bisa dibuat). Jadi kita tidak
boleh berpersepsi atau berprasangka dulu," ujarnya.
12
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi Sareh Wiyono mengatakan, pemerintah
pernah mengusulkan agar revisi UU KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Namun, hingga kini belum menyerahkan draf dan naskah akademik revisi UU tersebut.
"Sehingga dari anggota mengusulkan agar ini bisa diselesaikan dan masuk ke
dalam Prioritas 2015," kata Sareh.
Sejauh ini Revisi UU KPK diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi saat
rapat pleno Baleg, Selasa (6/10/2015) lalu. Keenam fraksi itu yakni Fraksi PDI
Perjuangan, Fraksi PPP, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi Nasdem dan Fraksi Golkar.
Mereka meminta agar revisi itu menjadi usulan inisiatif DPR dan masuk ke dalam
Prolegnas Prioritas 2015.
Dalam konferensi persnya, Rabu, 7 Oktober, KPK membedah satu-per satu poin
usulan yang justru dianggap melemahkan, bukan menguatkan lembaga anti-rasuah itu.
Rappler menggabungkan 15 poin yang menjadi keberatan KPK dan Indonesia
Corruption Watch (ICW) soal revisi UU tersebut. Dalam bentuk gambar berikut:
13
Gambar 2.
14
3.2 Tujuan Revisi UU No. 30 Tahun 2002
Terlepas dari pihak yang mengusulkan draf Revisi UU tentang KPK, tujuan dari
revisi UU tersebutpun banyak dilontarkan oleh beberapa tokoh dan juga lembaga non-
pemerintah. Salahsatu anggota dari Frkasi PDIP Said Abdullah meyakini revisi UU No.
30 Tahun 2002 tentang KPK semata-mata demi meluruskan ‘’kiblat’’ atau tujuan
institusi itu agar sesuai amanat konstitusi. “Saat ini kewenangannya melampui
konstitusi sehingga UU tidak dibutuhkan karena semua oknum KPK merupakan
manusia setengah dewa.” Katanya.
Said mengatakan revisi itu tidak akan membubarkan KPK karena lembaga
tersebut masih sangat dibutuhkan. Namun menurutnya, KPK harus diberikan tengat
sampai kapan harus mampu melkasanakan tugasnya. “Karena bagaimanapun KPK
merupakan lembaga ad hoc, yang sesuai jati dirinya bersifat sementara.” ujarnya. Said
juga mengatakan publik lupa bahwa KPK merupakan sebuah lembaga yang didesain
bersifat temporer tapi berkembang menjadi tidak pernah jelas sampai kapan
keberadaanya.4
Sementara itu, Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Johan Budi, menilai tujuan anggota DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30
tahun 2002 tentang KPK untuk melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan
lembaganya. "Saya yakin tujuannya untuk melemahkan KPK. Misalnya membatasi
umur KPK 12 tahun. Jelas ini bertentangan dengan TAP MPR tahun 2001. Jelas disebut
4 Ruslan Burhani,”Anggota DPR: revisi UU KPK luruskan tujuan”,http://www.antaranews.com/berita/523197/anggota-dpr—revisi-uu-kpk-luruskan-tujuan,diakses 13 Oktober 2015 Jam 00:02:04
15
KPK tidak diberi ruang atau batasan waktu untuk bekerja karena korupsi sangat banyak
dan kita sepakat itu," ujar Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Meski demikian, Johan menilai, upaya melemahkan KPK ini bukan berasal dari
DPR sebagai institusi melainkan hanya sikap oknum yang belum tentu didukung oleh
partainya.
"Tidak semua anggota DPR setuju bahkan beberapa fraksi menyatakan
penolakan terhadap UU KPK, saya tidak percaya ini insititusi DPR tapi memang ada
sebagian anggota DPR entah alasan apa saya tidak tahu untuk mereduksi kewenangan
KPK. Sekali lagi kalau dilihat dari draf yang kalau itu benar, saya yakin tujuannya
untuk melemahkan KPK," pungkas Johan.
Sejalan dengan Johan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai DPR
bermaksud menghancurkan KPK dengan menyusun draf revisi UU NO. 30 Tahun 2002
tentang KPK. Salah satu poin dalam revisi itu menyebutkan KPK hanya bertugas
selama 12 tahun setelah draf RUU itu resmi diundangkan. “Bukan lagi ‘amputasi’,
melainkan ingin menghancurkan KPK. Kalau kita baca draf Rancangan UU KPK yang
beredar versi DPR beberapa waktu lalu, tampak mereka membatasi usia KPK hanya 12
tahun saja. Disitu tampak ingin membubarkan KPK 12 tahun seandainya Rancangan
UU ini direalisasikan.” Ucap Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW donal Fariz di
Jakarta hari Rabu (7/10/2015) lalu.
16
Menurutnya, DPR salah menafsirkan undang-undang yang menyebutkan bahwa
KPK merupakan lembaga ad hoc. Padahal, lembaga ad hoc bukan berarti membatasi
waktu keberadaan lemabaga tersebut. Lembaga ad hoc adalah yang dibuat dengan
tujuan tertentu sehingga bisa berakhir apabila tujuannya telah tercapai.
3.3 Analisis Pro dan Kontra
Berdasarkan 15 poin krusial yang saat ini sedang diperbincangkan, penulis
melihat ada 5 poin yang menurut penulis sangat menarik perhatian. Penulis menganggap
5 poin ini dapat membuat KPK menjadi lemah dan bahkan membuat KPK hancur. 5
poin inilah yang akan penulis bedah satu per satu poin yang justru melemahkan bukan
menguatkan lembaga anti rasuah ( Ras, Suku, Agama)
3.3.1 KPK akan Dibubarkan dalam 12 tahun Sejak Revisi Disahkan
Perdebatan tentang UU ini menjadi lebih kencang karena sejumlah pasal dalam
draf revisi UU KPK dianggap melemahkan lembaga antikorupsi itu. Antara lain aturan
tentang pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun setelah revisi UU disahkan.
Tentu saja perdebatan ini menuai pro dan kotra dari berbagai pihak. Masinton
Pasaribu Anggota Komisi III DPR menjabarkan alasan Undang-Undang nomor 30
tahun 2002 tentang KPK perlu direvisi, yaitu demi menata dan membenahi sistem
penegakkan hukum Indonesia.
"Saya sebagai salah satu inisiator (revisi UU KPK), semangatnya itu penataan dan
pembenahan penegakkan hukum," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu
(7/10/2015) seperti dilansir Antara.
17
Dia mengatakan butuh reposisi dan reformasi fungsi-fungsi penegakkan hukum,
khususnya dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi.
Mengenai usul usia KPK hanya 12 tahun, Masinton berkilah bahwa tujuannya agar ada
tolak ukur waktu transisi dalam pemberantasan korupsi.
"Tahun depan sudah 18 tahun reformasi, lalu apabila usia 12 tahun disetujui
maka 30 tahun. Itu cukup bagi KPK menggenjot institusi lain seperti Kejaksaan dan
Kepolisian melakukan hal yang sama," kata Masinton.
Dia menjelaskan urgensi revisi UU KPK masuk prioritas Prolegnas 2015 agar Pimpinan
KPK yang baru bisa menjalankan sistem dalam KPK mengikuti UU KPK.
Bagi Masinton, revisi UU KPK sebelumnya adalah inisiatif pemerintah dan
apabila menjadi usul DPR maka bisa lebih mudah dan cepat.
"Kalau UU kita ubah lalu Pimpinan KPK dipilih, nanti tidak efisien. Kami ingin
pimpinan KPK yang dipilih nanti bisa mengikuti UU KPK hasil revisi," ujarnya.
Masinton menegaskan revisi UU KPK itu bukan untuk memperlemah KPK
karena akan bersamaan dengan revisi UU Kejaksaan dan UU Kepolisian, melainkan
untuk memperbesar porsi-porsi penanganan dan pencegahan kasus korupsi dan
pencegahannya.
"Bikin gaduh dari sisi apa? Justru revisi UU KPK memperkuat system
penegakkan pemerintahan yang bersih," sambung Masinton.
18
Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi
Hanura, dan Fraksi PPP mengusulkan revisi UU KPK masuk Prolegnas Prioritas 2015.5
Selain itu masih banyak juga pihak lain yang sangat menentang draf revisi UU
No. 30 Taun 2002 itu. Robikin Emhas Ketua PBNU bidang hukum, perundang-
undangan dan hak asasi manusia berpendapat pembatasan umur Komisi Pemberantasan
Korupsi selama 12 tahun dalam draf revisi UU KPK tidak mencerminkan kesadaran
kolektif antikorupsi.
"Bahkan boleh dikatakan tidak memiliki basis argumentasi dan rasio logis yang
memadai, karena di tengah praktik korupsi yang masih membudaya dan masyarakat
yang menempatkan korupsi sebagai extraordinary crime," kata Robikin di Jakarta,
Kamis (8/10/2015) seperti dilansir Antara. Oleh karena itu, lanjut pengacara konstitusi
ini, sangat bisa dipahami apabila terjadi penolakan publik terhadap gagasan itu.
"Berbeda seandainya pembubaran KPK yang memang bersifat ad hoc itu didasarkan
pada indeks korupsi dengan parameter yang akuntabel, misalnya," kata Robikin.
Dia juga mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke-33 di
Jombang pada awal Agustus lalu bahkan merekomendasi agar koruptor dihukum mati.
"Rekomendasi itu dilakukan setelah melalui kajian mendalam dan sangat hati-
hati, termasuk dari sisi hak asasi manusia mengingat menyangkut hak hidup manusia,"
katanya.
5 Restu Indah,”Ini Alasan Pengusul KPK Perlu Direvisi”, http://www.suarasurabaya.net/fokus/663/2015/160327-Ini-Alasan-
Pengusul-UU-KPK-Perlu-Direvisi, Diakses 15 Oktober Jam 16.32.42
19
Diantara pertimbangan faktual Nahdlatul Ulama merekomendasi hukuman mati
terhadap koruptor adalah karena daya rusak korupsi yang langsung menyentuh
kehidupan ekonomi masyarakat di tingkat akar rumput, jelas Robikin.
Dalam keadaan seperti ini, katanya, politik pembangunan hukum harus
memperkuat institusi penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi, baik kepolisian,
kejaksaan dan KPK.
Selain itu, tegas Robikin, pembentuk undang-undang melalui proses legislasi
yang ada perlu terus mendorong tata kelola pemerintahan yang makin akuntabel dan
transparan, serta terus mengupayakan tumbuh-berkembangnya budaya anti korupsi di
masyarakat.6
3.3.2 Penghapusan Kewenangan Hak Penuntutan KPK
Selain membatasi masa kerja KPK hingga 12 tahun ke depan, draf Rancangan
UU KPK itu tak mencantumkan kewenangan penuntutan KPK. KPK, dalam revisi UU
tersebut, tak bisa lagi melakukan penuntutan karena tindakan tersebut menjadi
kewenangan Kejaksaan Agung.
Revisi undang-undang KPK menghapuskan tugas dan kewenangan dibidang
penuntutan. Hal ini tercantum dalam pasal 53 revisi undang-undang KPK. Implikasi
dari pasal ini adalah KPK tidak lagi memiliki kewenangan menuntut, dan proses
penanganan perkara di lembaga antirausah akan diserahkan kepada kepolisian.
dihapuskannya wewenang penuntutan KPK justru mengubah total wajah KPK sebagai
lembaga khusus yang memiliki wewenang kuat dalam memberantas korupsi. Pasalnya
6
20
sejak berdirinya KPK, penanganan perkara korupsi dari penyelidikan hingga penuntutan
dilakukan secara integral atau satu atap. Disatukannya kewenangan
penyelidikan/penyidikan dan penuntutan dalam KPK adalah guna untuk mempercepat
proses penanganan korupsi sehingga tak berlarut-larut .
DPR menjelaskan bahwa penghapusan kewenangan penututan KPK hanya untuk
mengembalikan kinerja penegakkan hukum kepolisian dan kejaksaan agung dan
memperkuat wewenang KPK maupun memperkuat dua lembaga yaitu kepolisian dan
kejaksaan. Hal ini belajar dari praktik antara kepolisian dan kejaksaan dimana sering
terjadi “bolak-balik” dalam penuntutan perkara sehingga penuntasannya memakan
waktu sangat lama.
"Perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh penuntut
umum pada KPK menjadi sama kedudukannya dengan perkara tindak pidana korupsi
yang penuntutannya diajukan oleh penuntut umum pada kejaksaan dan berlaku pada
semua tingkatan pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung," tulis naskah akademik
revisi UU KPK, halaman 47, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menjelaskan, selama
ini KPK bekerja sendiri dalam memberantas korupsi. Hal ini dilakukan agar KPK bisa
sejalan dengan kepolisian dan kejaksaan dalam menegakan hukum.
"Penuntutan tetap penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksaan agung,
kenapa kami kasih begitu, karena KPK selama ini tidak pernah koordinasi dengan Polri
21
dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan DPR tapi sama jaksa dan Polri enggak bisa,
mereka bisa sejalan," kata Arteria saat berbincang dengan merdeka.com.
Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini bisa mengganggu penyidikan
yang dilakukan oleh KPK. Sebab menurut dia, KPK tetap yang memegang bukti
perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi saja.
Padahal, penjelasan dalam UU 30 tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini
menjelaskan bahwa lembaga anti korupsi itu diberi kewenangan untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, sekaligus penuntutan. Hasilnya, penanganan kasus di KPK
lebih efektif dan memiliki rekor 100% menang.
Selama ini, dalam menuntut para koruptor di pengadilan tindak pidana korupsi
(tipikor), lembaga antirasuah ini tak pernah lepas dari hukuman pidana. Kita pun masih
ragu jika wewenang penuntutan diserahkan sepenuhnya kejaksaan. Saat ini, buruknya
integritas aparat penegak hukum telah membuat fungsi penindakan mereka menjadi
mandul. Lahirnya KPK sebagai lembaga penegak hukum justru disebabkan tidak
berfungsinya penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan masih belum bersih dari
praktik korupsi.
Jika kewenangan penuntutan dilakukan terpisah potensi penghentian perkara
korupsi oleh kejaksaan sangat terbuka lebar. Menarik kewenanganan penuntutan KPK
kejaksaan hanya akan membuka praktik korupsi baru dikejaksaan dengan modus
penghentian perkara. Jika misi senyap ini berhasil dengan membatasi wewenang pokok
22
KPK tersebut, maka ini adalah kemenangan para koruptor dan kekalahan bagi keadilan
rakyat.7
3.3.3 KPK Hanya Boleh Memeriksa Kasus Diatas 50 Milyar
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 pasal 11 huruf c tentang KPK,
menjelaskan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian Negara paling sedikit 1
milyar. Dalam draf rancangan tersebut ada poin yang menyebutkan bahwa KPK hanya
bisa menangani perkara korupsi dengan kerugian Negara Rp 50 milyar keatas. Ini
berarti bahwa kewenangan KPK semakin dipersempit.
Menurut KPK, pembatasan ini tidak mendasar karena lembaga ini, pada fokus
pada subjek hukum, bukan pada kerugian Negara.
Draf revisi Undang-Undang (UU) KPK no 30 tahun 2002 terkait KPK hanya
menangani kasus di atas Rp 50 miliar dianggap akan merubah substansi kinerja KPK
dalam pemberantasan korupsi penyelenggara negara. Dikarenakan tidak semua korupsi
penyelenggara negara yang ada di Kabupaten atau Kota di Indonesia besarannya bisa
mencapai Rp 50 miliar.
Pakar Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan KPK
tetap harus menangani kasus korupsi di bawah Rp 50 miliar. Karena substansi KPK
dihadirkan di era reformasi bukan pada besaran nilai korupsinya, namun pemberantasan
korupsi yang dilakukan penyelenggara negara dan merugikan masyarakat luas.7 Icha Rastika,”KPK Harus Libatkan Kejaksaan dan Polri”, http://www.merdeka.com/politik/dalam-revisi-uu-penuntutan-KPK-harus-libatkan-polri-dan-kejaksaan.html, Diakses 15 Oktober 2015 Jam 14.21.20
23
"Draf revisi UU KPK ini harus dilihat pada substansi kasusnya. KPK harus tetap
mengusut korupsi penyelenggara negara berapapun besarannya selama merugikan
masyarakat secara luas," (Asep Warlan Yusuf: 2015).Ia menegaskan, jadi jangan
terpatok pada jumlah uangnya, tapi lebih fokus pada penyelenggara negara. Karena
selama ini kasus korupsi penyelenggara negara di kabupaten atau kota, tidak sedikit
kasusnya dibawah 50 miliar, tapi memberikan efek kerugian besar bagi masyarakat di
daerah. Selain itu siapa yang bisa menjamin kalau Kejaksaan dan Kepolisian bisa
seagresif KPK bila menangani kasus korupsi dibawah 50 miliar. "Saya sendiri ragu pada
integritas kejaksaan dan kepolisian. Dan saya yakin banyak masyarakat pun seperti itu,"
katanya.
3.3.4 Revisi UU KPK Tentang Penyadapan
Rencana revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
telah disepakati DPR untuk menjadi salah satu program prioritas legislasi nasional
(Prolegnas). Salah satu poin penting yang akan direvisi adalah soal kewenangan
penyadapan oleh KPK.
Seperti yang diketahui, kewenangan penyadapan termasuk dalam poin usulan
wacana revisi Undang-undang (UU) KPK Nomor 30 Tahun 2002. Berbagai pihak telah
menyatakan dukungan agar kewenangan penyadapan tetap dipertahankan dalam UU
tersebut, tapi kewenangan penyadapan perlu kembali diatur agar fungsinya lebih
proporsional. Selain itu, perbaikan terhadap teknis penyadapan juga perlu dilakukan.
24
Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi di dukung oleh hasil
penyadapan. Penyadapan merupakan salah satu tehnik untuk mendapatkan infomasi
dalam upaya pengungkapan kasus dan sebagai dasar menetapkan langkah penyelidikan
berikutnya. Kewenangan penyadapan KPK oleh sebagian pihak dinyatakan sebagai
sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena dengan adanya penyadapan
tersebut orang merasa didzalimi dan diganggu kehidupan privasinya. Pendapat tersebut
tidak dapat dibenarkan, karena kewenangan penyadapan KPK tersebut secara normatif
sudah memiliki Dasar Hukum yang jelas.
Penjelasan pasal 31 ayat (1) UU No.1 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan intersepsi atau
penyadapan adalah : “Kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan,
mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau
dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel
komunikasi maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio
frequensi”.
Dalam rangka pemberantasan korupsi, maka undang – undang memberi
kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyadapan, sebagaimana diatur dalam
pasal 12 ayat (1) Undang – Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf
c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan”.
25
Kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan yang diberikan oleh UU 30
tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), tidak
menjelaskan dengan rinci mekanisme dan batasan mengenai Pelaksaan Penyadapan oleh
KPK tersebut. Penggunaan kewenangan penyadapan yang dilakukan saat ini sebenarnya
sudah cukup proporsional. Namun diduga sempat ada penyalahgunaan wewenang
penyadapan oleh beberapa pimpinan KPK untuk tujuan kepentingan pribadi, sehingga
memunculkan asumsi publik bahwa kewenangan penyadapan oleh KPK tersebut telah
melanggar hukum bahkan melanggar HAM yakni melanggar hak privasi seseorang.
Penyadapan adalah hal yang wajar karena selama ini KPK memiliki standar
operational procedure (SOP), namun selama ini SOP soal penyadapan itu dibuat KPK
sendiri. Sebenarnya tidak bisa jika hanya diatur dalam aturan internal institusi itu
sendiri. Harus diatur (hukum acara) sehingga mengikat institusi (KPK) tersebut. Hukum
mengenai penyadapan di dalam lembaga KPK sendiri tidak begitu terperinci sehingga
menimbulkan Pro dan Kontra dari beberapa Pihak.
Ketua KPK Abraham Samad menanggapi keras rencana revisi UU KPK yang
disinyalir akan mengurangi sejumlah kewenangan lembaga antikorupsi itu. "Kalau
penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja,"
(Abraham Samad:2012)
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai revisi UU KPK
bentuk perilaku koruptif dari politisi lantaran tidak transparan dan akuntabel. Beberapa
26
wacana revisi UU KPK, menurut dia, sulit diterima akal sehat, seperti pengaturan
mekanisme penyadapan yang harus mendapat izin terlebih dulu dari pengadilan negeri
setempat.
"Penyadapan itu menjadi kekuatan kami. Bayangkan saja kalau yang mau
disadap itu orang pengadilan. Mengajukan izin, surat itu masuk ke panitera dulu. Kalau
paniteranya tidak berintegritas, tidak bermoral, langsung dibocori. Nangis Mas
Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), yang lain juga nangis. Ini logika yang sulit
dipahami akal yang waras. Menyedihkan sekali," kata Busyro beberapa waktu lalu.
Selama ini, KPK berhasil menangkap tangan proses suap-menyuap setelah
melakukan penyadapan sebelumnya. Hasil sadapan itu pun diputar di pengadilan tindak
pidana korupsi untuk menguatkan dakwaan.
3.3.5 KPK Wajib Lapor Sebelum Menangani Kasus Korupsi
Selain 4 poin yang telah dibahsa sebelumnya, dalam draf tersebut diatur pula
mengenai KPK yang menpunyai kewajiban lapor kepada kepolisian dan kejaksaan
dalam menangani kasus korupsi. Merupakan salah satu dari pasal yang cukup
kontroversial, "Patut diduga, Revisi UU KPK menjadi agenda dari pihak-pihak yang
tidak suka terhadap ekstistensi KPK memberantas korupsi.
Bahkan banyak pihak menduga bahwa usulan Revisi UU KPK merupakan
titipan para koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka KPK," kata
peneliti ICW, Emerson Yuntho, Rabu (7/10/2015).
27
Menurut Emerson, selama ini KPK telah menjadi ujung tombak pemberantasan
korupsi di Indonesia, dan khususnya dalam upaya melakukan penindakan perkara
korupsi dengan maksimal. Namun dibalik kewenangan KPK yang luar biasa masih saja
ada pihak-pihak yang berharap sebaliknya. Ingin KPK dibubarkan atau kewenangan
penindakannya dipangkas.
"Para pendukung atau mereka yang pro koruptor lebih suka menjadikan KPK
sebagai Komisi Pencegahan Korupsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi," urai
Emerson.
Menurut Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, Kejaksaan agung tidak
bisa seenaknya menyerahkan kasus korupsi kepada kepolisian, harus lapor ke KPK
terlebih dahulu karena kejaksaan agung harus minta informasi dan alat bukti terkait
penyidikan.
Bukankah KPK merupakan badan Independen , tugas KPK sudah sangat jelas
untuk memberantas para koruptor di Indonesia. Jika kinerja KPK melambat, sudah pasti
para koruptor bisa bergerak dengan cepat dan ini adalah salah satu situasi yang
menyamankan para koruptor tersebut.
Sependapat dengan Abdullah, Koordinator LSM Integritas (Arief Paderi) tidak
hanya menolak dengan adanya Revisi Undang-Undang tetapi selain itu Koordinator
LSM Integritas juga menolak dengan adanya wajib lapor kepada kepolisian dan
kejaksaan terkait pidana korupsi karena ini semua adalah serangkaian upaya sistematis
28
pelemahan terhadap pemberantasan korupsi di indonesia, dan untuk saat ini KPK
Dipercayai oleh publik dalam menangani tindak pidana Korupsi.
Serangan mutlak yang membuat KPK lemah bahkan hancur diantaranya: KPK
wajib lapor ke Kejaksaan dan Polri ketika menangani perkara korupsi, KPK tidak dapat
mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri, pemberhentian penyelidik dan
penyidik harus berdasarkan usulan Kejaksaan dan Polri serta menjadikan KPK sebagai
'Lembaga Panti Jompo.'
BAB IV
KESIMPUAN
Setelah hampir tiga tahun tertunda, akhirnya revisi atas UU No. 30 Tahun 2002
masuk dalam prioritas program legislasi nasional. Walaupun masih menjadi tanda tanya
29
siapa pencetus pertama dari revisi ini, poin-poin yang terdapat dalam Draf Rancangan
Undang-Undang Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 terlajur menuai banyak
polemik. Banyak kalangan termasuk para politis, aktivis anti-korupsi, dan juga penulis
sendiri, yang merasa sejumlah poin yang ada dalam draf tersebut dinilai akan
melemahkan KPK, bahkan membunuh KPK.
DPR beralasan hal ini penting dilakukan untuk menyempurnakan kelembagaan
KPK. Ide penguatan KPK tentu sejalan dengan aspirasi setiap rakyat Indonesia yang
menginginkan KPK kuat. Sayangnya, ide penguatan KPK tak dibarengi logika yang
sejalan dengan hasil rumusan RUU KPK. Masih materi muatan dalam draf RUU KPK
yang tak mencerminkan semangat penguatan.
Penulis merasa dari kelima poin penting yang dijelaskan dalam analis pro-
kontra, tidak menunjukkan bahwa DPR ingin memperkuat lembaga tersebut dan
menjadikan tugas serta wewenangnya sesuai dengan konstitusi. Padahal selama ini KPK
telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, dan khususnya dalam
upaya melakukan penindakan perkara korupsi dengan maksimal. Penulis juga merasa
revisi tersebut sebagai bentuk respon dari pihak yang terganggu dengan kinerja KPK,
selain itu, kemungkinan draf revisi ini merupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak
yang berpotensi menjadi tersangka KPK, seperti catatan dari ICW (Indonesia
Corruption Watch) bahwa KPK sudah memproses 42 anggota DPR yang tersebar dalam
delapan kasus korupsi. Jika semua kasus diproses secara tuntas oleh KPK, bukan tidak
mungkin ada lebih dari 100 anggota DPR yang akan dijerat korupsi.
30
Penulis berpendapat, para anggota DPR yang mendukung revisi UU KPK
menginginkan lembaga yang telah banyak menjerat anggota dewan itu bubar. Sejatinya,
dalam kondisi korupsi yang masih marak di Indonesia, kewenangan yang telah ada
dalam UU tersebut masih sangat diperlukan.
31