Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya pembangunan
di segala bidang, terutama dalam pembangunan di dunia bisnis.1 Pada era
globalisasi saat ini telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan,
salah satunya dalam dunia perdagangan. Perkembangan perdagangan saat ini tidak
hanya meliputi adanya berbagai produk perdagangan yang heterogen dan selalu
mengalami inovasi tetapi juga mengenai cara melakukan perdagangan yang
semakin canggih dan modern. Dengan adanya kemajuan sistem teknologi
informasi dan komunikasi yang sangat pesat, kini transaksi perdagangan tidak
hanya dilakukan dalam dunia nyata saja tetapi juga dapat dilakukan dalam dunia
maya yaitu dengan transaksi perdagangan melalui media internet yang biasa
dikenal dengan istilah electronic commerce (E-Commerce).
Industri E-Commerce di Indonesia berkembang cukup baik. Perkembangan
E-Commerce yang cukup baik tersebut tidak terlepas dari jumlah pengguna
internet di Indonesia yang meningkat tiap tahunnya. Kemenkominfo mencatat
Indonesia berada di posisi ke-6 pengguna internet terbanyak di dunia. Pada tahun
1 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hlm. 37.
1
2
2014, pengguna internet di Indonesia naik hingga mencapai 83,7 juta.2 Kegiatan
perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapa pun sebagai pelaku
usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik. Tidak dapat disangkal bahwa
kegiatan tersebut dilakukan oleh siapapun bagian dari upaya peningkatan
perekonomian negara.
E-Commerce merupakan suatu tindakan melakukan transaksi bisnis secara
elektronik dengan menggunakan internet sebagai media komunikasi yang paling
utama. E-Commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan
memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan,
konsumen, dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran
penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.3
Dalam pengertian tersebut E-Commerce merupakan suatu transaksi
komersial yang dilakukan antar penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam
hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan
atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat di dalam media elektronik
(media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak yang
bertransaksi dan keberadaan media ini di dalam public network atau sistem yang
berlawanan dengan private network (sistem tertutup). Perdagangan seperti inilah
yang sedang diminati di kalangan masyarakat dunia, begitu pula di Indonesia.
2 Kominfo, Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia, Diakses Melalui: <https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-nomor-enam-dunia/0/sorotan media>, pada 10 Januari 2018.
3 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis:Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Edisi ke dua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 407.
3
Meskipun Indonesia merupakan negara yang berkembang, namun mengenai
transaksi perdagangan melalui media internet atau E-Commerce Indonesia tidak
kalah saing dengan negara lain yang mana perkembangan jumlah transaksi E-
Commerce di Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dengan adanya perkembangan ekonomi secara pesat, sangat berpengaruh
pada daya beli masyarakat. Salah satu faktor yang menjadi modal penting untuk
menjalankan dan mengembangkan suatu kegiatan dalam mewujudkan
pembangunan perekonomian tersebut adalah dana atau uang. Dana yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan perekonomian dan pengembangan usaha
dapat diperoleh dengan meminjam kepada lembaga keuangan. Di Indonesia
lembaga keuangan dibedakan menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pelaksanaan pinjaman melalui Lembaga
Keuangan Bank dinamakan pemberian kredit, sedangkan lembaga keuangan bukan
bank dinamakan lembaga pembiayaan.4
Lembaga Pembiayaan sebagai salah satu lembaga keuangan yang dikenal
oleh masyarakat dan sangat diminati karena prosesnya lebih mudah dibandingkan
dengan lembaga keuangan bank. Hal ini disebabkan keterbatasan jangkauan
penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana dan keterbatasan-
keterbatasan lain yang mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan
fungsinya.5 Lembaga keuangan bank kurang ampuh untuk menanggulangi 4 Miranda Nasihin, Segala Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, Buku Pintar, Yogyakarta,
2012, hlm. 5.5 Retnowulan Sutantio, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Dalam Pustaka Peradilan Proyek
Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1994, hlm. 1
4
berbagai keperluan dana dalam masyarakat, hal ini terlihat dari banyaknya bank
yang ambruk dan likuidasi. Lembaga pembiayaan memiliki berbagai bidang usaha
meliputi:6
1. Sewa Guna Usaha (Leasing);
2. Modal Ventura (Ventura Capital);
3. Perdagangan Surat Berharga (Securitas Company);
4. Anjak Piutang (Factoring);
5. Usaha Kartu Kredit (Kredit Card);
6. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance).
Dari berbagai bidang usaha lembaga pembiayaan tersebut di atas, lembaga
pembiayaan konsumen sudah cukup populer dalam dunia bisnis Indonesia,
mengingat sifat dan transaksi pembiayaan konsumen tersebut mampu menampung
masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan jenis pembiayaan yang
biasa dari bank-bank. Jika dihubungkan pada transaksi E-Commerce, pembiayaan
konsumen kini sudah memasuki dunia online, di mana banyak lembaga
pembiayaan konsumen yang menawarkan jasanya dalam toko-toko online di
Indonesia. Salah satunya terdapat dalam situs Blibli.com.
Pada dasarnya, pelaksanaan pinjam meminjam uang oleh perusahaan
pembiayaan konsumen diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan
6 Munir Fuady, Hukum Tentang Lembaga Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), PT Citra Aditya, Bandung, 2002, hlm 5.
5
untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian di antara kreditur
dan debitur.7 Hakikat hukum perjanjian pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan
hukum pelaku bisnis, dalam arti tidak sekedar mengatur namun lebih dari itu
memberi keleluasaan dan kebebasan sepenuhnya kepada para pelaku bisnis untuk
menentukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Hal ini karena pelaku bisnis
yang lebih mengetahui kebutuhan dalam kegiatan bisnisnya. Perjanjian merupakan
instrumen penting dalam hubungan hukum dan mengamankan transaksi mereka.8
Perjanjian Pembiayaan Konsumen adalah bentuk perjanjian tidak bernama yang
tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Perjanjian pembiayaan konsumen
dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar
kesusilaan dan ketertiban umum.9
Dalam perjalanannya perjanjian pembiayaan konsumen secara online di
Indonesia bukanlah tanpa risiko. Risiko usaha yang terjadi terutama menyangkut
pemberian pembiayaan itu sendiri. Dalam perjanjian pemberian pembiayaan oleh
perusahaan pembiayaan pada dasarnya harus dilandasi keyakinan kreditur atau
perusahaan pembiayaan atas kemampuan dan kesanggupan kreditur untuk
melunasi hutangnya. Jaminan merupakan sarana perlindungan bagi keamanan
7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 1.
8 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Cetakan ke-1, Kencana Perdana Media Group, hlm. 97.
9 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, 2005, hlm 13.
6
kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu
prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur.
Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko
perusahaan pembiayaan dalam menyalurkan biaya kepada kreditur. Terhadap
barang atau benda milik debitur yang dijadikan jaminan, akan dibuat perjanjian
pembebanannya yang disebut perjanjian jaminan. Perjanjian jaminan sendiri
didasarkan pada suatu asas, yaitu asas kebebasan berkontrak sebagai alas hukum
bagi kedua belah pihak, sehingga para pihak harus lebih hati-hati dalam membuat
perjanjian.
Sehubungan dengan perjanjian jaminan, perjanjian jaminan ini timbul
karena adanya perjanjian pokok, yang berupa perjanjian pembiayaan konsumen.
Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Perjanjian
jaminan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya.
Apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian jaminan juga akan berakhir
atau hapus. Sifat perjanjian jaminan adalah merupakan perjanjian accessoir.10
Perjanjian jaminan merupakan perjanjian khusus yang dibuat oleh kreditur dengan
debitur yang membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau dengan
tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian pemberian
pembiayaan atau pelaksanaan perjanjian pokok.11
10 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 19.11 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horizontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 236.
7
Dalam fidusia, benda yang dijadikan jaminan tetap berada dalam
penguasaan pemilik benda atau pemberi jaminan dan bukan pada penerima
jaminan. Sehingga benda yang dibebani dengan fidusia tetap dapat digunakan oleh
pemilik bendanya.12 Perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara pihak
perusahaan pembiayaan dengan pihak debitur dalam praktiknya sering kali tidak
sesuai dengan keinginan para pihak. Seperti debitur yang wanprestasi terhadap
kreditur sehingga objek jaminan sering kali bermasalah seperti objek jaminan yang
hilang. Hilangnya benda yang dijaminkan dalam perjanjian pembiayaan konsumen
dapat disebabkan karena kelalaian debitur, atau di luar kuasa kreditur. Hal ini
menimbulkan kerugian pada debitur dan perusahaan pembiayaan. Debitur akan
kehilangan barang yang telah ia bayar secara berkala kepada perusahaan
pembiayaan dan perusahaan pembiayaan akan kehilangan objek yang dijaminkan
secara fidusia sehingga perusahaan pembiayaan tidak ada jaminan kebendaan lagi
dalam perjanjian pembiayaan konsumen.
Maka jika jaminan fidusia yang diperjanjikan secara elektronik hilang akan
menimbulkan suatu pertanyaan, apakah perjanjian yang dilakukan oleh kedua
belah pihak itu sah menurut peraturan hukum yang berlaku, mengingat perjanjian
tersebut merupakan hal yang baru dengan menggunakan media yang baru. Dan
apabila objek jaminan fidusia tersebut hilang, bagaimana pertanggungjawaban
baik itu kreditur maupun debitur, mengingat tidak selamanya hilangnya objek
jaminan fidusia yang hilang merupakan tanggung jawab debitur, apalagi jika isi
12 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Op. Cit, hlm. 26.
8
perjanjian tidak mengatur lebih lanjut mengenai hilangnya objek jaminan. Lebih
lanjut disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia
Pasal 25 ayat (1) mengenai hapusnya jaminan fidusia yaitu sebagai berikut:
(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atauc. musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Berdasarkan uraian di atas maka, penulisan ini menitikberatkan kepada
pembahasan tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembuatan
perjanjian pembiayaan konsumen secara online didasarkan pada UNDANG-
UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG FIDUSIA dan akibat
hukumnya atas kehilangan objek yang dijaminkan secara fidusia karena kelalaian
debitur dari perjanjian pembiayaan konsumen. Seperti kasus yang terjadi pada
objek kajian penulis yaitu terhadap seorang debitur yang telah melakukan kredit
motor melalui online shop, setelah motor tersebut digunakan sekitar setahun oleh
debitur, motor tersebut hilang pada saat diparkirkan di rumahnya, maka
berdasarkan ketentuan perjanjian pokok yang dibuat oleh pihak kreditur dan
debitur perjanjian tersebut seharusnya berakhir, hal itu dimuat dalam Pasal 11
Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Pada klausul tersebut tertulis “...perjanjian
berakhir apabila kendaraan yang dibiayai hilang, dicuri, musnah, atau rusak berat”.
Namun yang terjadi adalah pihak debitur harus terus mengangsur sepanjang
hutang masih ada walau motor yang diperjanjikan sebagai jaminan fidusia hilang,
sehingga perbuatan tersebut merugikan pihak debitur.
9
Ditambah pihak kreditur tetap menagih debitur setelah itu dan mengancam
akan melakukan sita barang jaminan yang hal tersebut merupakan tindakan
pemaksaan. Oleh karena itu sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini belum
pernah ada. Oleh karena itu, maka dipandang perlu untuk diteliti mengenai
perjanjian pembiayaan konsumen secara online dan jaminan fidusia. Maka penulis
akan memilih judul penelitian dalam penulisan skripsi dengan judul: “AKIBAT
HUKUM HILANGNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA KARENA KELALAIAN
DEBITUR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA
TRANSAKSI SECARA E-COMMERCE DIDASARKAN PADA UNDANG-
UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka beberapa pokok
permasalahan yang akan di teliti di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana akibat hukum apabila yang ditimbulkan atas tuntutan pelunasan
oleh kreditur terhadap hilangnya objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh
debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada transaksi secara e-
commerce didasarkan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Fidusia?
2. Bagaimana upaya hukum debitur dalam hilangnya objek jaminan fidusia pada
perjanjian pembiayaan konsumen dan alat bukti pada transaksi secara E-
Commerce?
10
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengkaji dan menemukan akibat hukum yang ditimbulkan atas tuntutan
pelunasan oleh kreditur terhadap hilangnya objek jaminan fidusia yang
dilakukan oleh debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada transaksi
secara e-commerce didasarkan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Fidusia.
2. Untuk mengkaji dan merumuskan upaya hukum debitur dalam perjanjian
permbiayaan konsumen serta yang dapat digunakan sebagai alat bukti pada
transaksi secara e-commerce.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka
hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat ganda, baik manfaat praktis
maupun manfaat teoritis di antaranya sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
hukum khususnya hukum bisnis yang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi
jaminan fidusia dalam rangka penyelesaian kredit macet sesuai dengan Undang-
undang Nomor 42 Tahun 1999.
11
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendukung pelaksanaan
eksekusi jaminan fidusia berupa motor oleh perusahaan Leasing Oto Finance
sesuai dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 sebagai upaya
penyelesaian kredit macet.
E. Kerangka Pemikiran
Untuk menjawab permasalahan tersebut dalam kerangka konseptual
dibutuhkan pendekatan secara teoritis yaitu melalui pendekatan kepustakaan yang
berupa pendapat para pakar dibidang Hukum Perikatan (Perjanjian) dan Jaminan
sebagai acuan. Adapun teori hukum yang digunakan yaitu Pacta Sun Servanda,
asas Kepastian Hukum dalam perjanjian, yaitu para pihak dalam perjanjian
memiliki kepastian hukum dan oleh karenanya dilindungi secara hukum, sehingga
jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, maka hakim dengan
keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai perjanjian. Dalam hal ini konsumen dirugikan dengan
adanya perilaku wanprestasi oleh pihak kreditur sebagai lembaga pembiayaan.
Adapun yang ditekankan dalam kerangka pemikiran ini adalah sebagai berikut:
1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata
Pasal 1313 KUH Perdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
12
mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, bahwa definisi perjanjian tersebut
sudah otentik rumusannya namun di satu sisi tidak lengkap karena hanya
menekankan pada perjanjian sepihak saja dan disisi lain terlalu luas karena
dapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai
perbuatan yang terdapat dalam bidang hukum keluarga.13 Pengertian perjanjian
menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa, di mana seseorang
berjanji kepada seseorang lain, atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.14 Pengertian perjanjian menurut Sudikno
Mertokusumo adalah: hubungan hukum antara kedua orang yang bersepakat
untuk menimbulkan akibat hukum, dua pihak sepakat untuk menentukan
peraturan atau kaidah atau hak-hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk
di taati atau di jalankan.15
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian/
13 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1994, hlm. 18.
14 Subekti, Op. Cit., hlm. 1.15 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Edisi 4 cetakan 2, Liberty,
Yogyakarta, 1999, hlm. 23.
13
pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu
tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas
dari Buku III BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak dapat
saja mengenyampingkannya, kecuali terhadap Pasal-Pasal tertentu yang
sifatnya memaksa.
2. Kredit
a. Pengertian Kredit
Proses pemberian kredit akan menyangkut suatu jumlah uang dari
nilai yang relatif kecil sampai jumlah yang cukup besar, sehingga ada
berbagai kemungkinan pula yang dapat terjadi yang akan membawa
kerugian finansial bagi pemberi kredit apabila kredit-kredit tersebut tidak
dikelola dengan baik. Kata “kredit” berasal dari bahasa latin “creditus” yang
merupakan bentuk past participle dari kata ”credee” yang berarti to trust.
Kata tersebut sendiri berarti kepercayaan.16 Dengan kata lain kepercayaan
akan kebenaran. Bahasa belanda menyebut kredit dengan Ventrouwen dan
bahasa inggris dengan belive, trust confident.17 Sedangkan dalam bahasa
Indonesia kata kredit mempunyai arti kepercayaan, jadi seorang memperoleh
kredit berarti memperoleh kepercayaan. Walaupun sebenarnya kredit itu
tidak hanya sekedar kepercayaan.16 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996,
hlm. 5.17 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1991, hlm. 23.
14
Dalam arti yang lebih luas kredit diartikan sebagai kepercayaan.
Begitu pula dalam makna latin berarti “credere” artinya percaya. Maksudnya
percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit
bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit menyatakan kepercayaan
sehingga mempunyai kewajiban untuk membayarnya sesuai jangka waktu.18
b. Jaminan Kredit
Masalah jaminan sangat penting, tidak saja dalam masalah
perkreditan tetapi juga dalam transaksi dagang atau bisnis. Di Amerika hal
tersebut terkenal dengan istilah secured transaction. Istilah secured
transaction bukanlah istilah yang dikenal dalam hukum Indonesia, namun
sudah sering digunakan di Indonesia dalam percakapan bisnis. Suatu
transaksi dagang atau bisnis, tidak hanya melibatkan adanya suatu perjanjian
penjualan barang yang diikuti dengan pelaksanaannya berupa penyerahan
barang yang dijual dan dilakukan pembayaran, yaitu baik dengan uang tunai
atau dengan alat pembayaran lain yang bukan uang tunai seperti cek atau
wesel, tetapi dapat pula melibatkan pemberian security interest atau hak
jaminan.
Sementara jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti
hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotik, fidusia, dan sebagainya hanya
18 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 104-105.
15
dianggap sebagai “jaminan tambahan” semata-mata, yakni tambahan atas
jaminan utamanya berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit
tersebut.19
3. Pengertian Pembiayaan Konsumen
Dalam rangka memasuki era pasar bebas dan dalam menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional, maka sarana penyediaan dana yang
dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. Salah satunya pembiayaan Konsumen.
Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini sebenarnya
sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut :20
a. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit
kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.
b. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya
kurang fleksibel atau tidak sesuai dengan kebutuhan.
c. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat
atau tengkulak dirasakan sangat mencengkeram masyarakat dan sangat
usuary oriented. Sistem pembiayaan formal lewat koperasi, seperti Koperasi
Unit Desa ternyata tidak berkembang seperti yang diharapkan.
4. Obyek dan Subyek Fidusia
19 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. hlm. 69-70.
20 Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 163.
16
a. Objek Jaminan Fidusia
Obyek jaminan Fidusia adalah benda yang dapat dimiliki dan
dialihkan kepemilikannya, baik berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar
maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotik. Uraian mengenai benda yang menjadi
objek jaminan fidusia harus disebut dengan jelas dalam akta jaminan Fidusia
baik identifikasi benda tersebut, maupun penjelasan surat bukti
kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau
tetap harus dijelaskan jenis bendanya dan kualitasnya.
b. Subyek jaminan Fidusia
Subjek Jaminan Fidusia menurut UUJF adalah Pemberi Fidusia yaitu
orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dan penerima Fidusia dalam hal ini adalah seorang perseorangan atau
korporasi yang menerima piutang yang pembayarannya dijamin dengan
fidusia.
5. Pengertian E-Commerce
Definisi E-Commerce merupakan suatu tindakan melakukan transaksi
bisnis secara elektronik dengan menggunakan internet sebagai media
komunikasi yang paling utama. E-Commerce juga dapat diartikan sebagai suatu
proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan
antara perusahaan, konsumen, dan masyarakat dalam bentuk transaksi
17
elektronik dan pertukaran penjualan barang, servis, dan informasi secara
elektronik.21 Definisi E-Commerce jika dijabarkan lebih lanjut dibagi ke dalam
7 perspektif pokok:22
a. Perspektif komunikasi: E-Commerce adalah penyampaian barang, jasa,
informasi, atau pembayaran melalui
b. Jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya.
c. Perspektif komersial (perdagangan): E- Commerce memfasilitasi kapabilitas
pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi melalui Internet dan via
jasa online lainnya.
d. Perspektif proses bisnis: E-Commerce adalah melakukan bisnis secara
elektronik dengan jalan merampungkan proses bisnis melalui jaringan
elektronik.
e. Perspektif layanan/jasa: E-Commerce merupakan alat yang mampu
memenuhi kebutuhan pemerintah, perusahaan, konsumen dan manajemen
untuk menekan biaya layanan sembari menyempurnakan kualitas layanan
dan meningkatkan kecepatan penyampaian jasa,
f. Perspektif pembelajaran: E-Commerce merupakan enabler bagi pelatihan
dan pendidikan online di sekolah, universitas, dan organisasi lainnya,
termasuk organisasi bisnis.
21 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis:Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, Edisi ke dua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 407.
22 Anastasia Diana dan Fandy Tjiptono, E-Business, ANDI, Yogyakarta, 2007, hlm. 29.
18
g. Perspektif kolaboratif: E-Commerce merupakan kerangka bagi kolaborasi
antar organisasi dan intra-organisasi.
h. Perspektif komunitas: E-Commerce menyediakan tempat berkumpul atau
berinteraksi bagi para anggota komunitas untuk saling belajar, bertransaksi,
dan berkolaborasi.
F. Langkah-Langkah Penelitian
Yang dimaksud dengan metode, adalah proses, prinsip–prinsip dan tata
cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara
hati–hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan
manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip
dan tata cara untuk mencegah masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Sesuai dengan tujuan penelitian hukum ini, maka dalam penelitian hukum
kita mengenal adanya penelitian secara yuridis empiris. Penelitian normatif
dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan juga
disebut penelitian kepustakaan. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan
wawancara kepada responden sebagai nara sumber. Menurut Sutrisno Hadi,
metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana caranya atau
langkah–langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan
logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Pendekatan
19
Penelitian yuridis empiris dilakukan wawancara dengan responden di
lapangan yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang
merupakan data sekunder atau penelitian kepustakaan.23 Penelitian mengenai
jaminan fidusia yang hilang akibat kelalaian debitur pada transaksi secara E-
Commerce merupakan penelitian empiris, karena penelitian ini menitik
beratkan pada penelitian di lapangan yang menjelaskan situasi serta Hukum
yang terjadi dan berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis,
faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul
penelitian “AKIBAT HUKUM HILANGNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA
KARENA KELALAIAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN
KONSUMEN PADA TRANSAKSI SECARA E-COMMERCE DIDASARKAN
PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN
FIDUSIA”.
Dalam penelitian ini lokasi yang diambil adalah perusahaan pembiayaan
yang bergerak di bidang pembiayaan yaitu Oto Finance. Dalam menjalankan
usahanya melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan kendaraan sepeda
motor untuk digunakan oleh perorangan.
2. Jenis Data
Jenis data penelitian ini adalah berupa penelitian studi kasus dengan
metode yuridis empiris yaitu dengan cara meneliti di lapangan dengan
mewawancarai responden yang merupakan data primer serta meneliti bahan
23 Ibid.
20
pustaka yang merupakan data sekunder dan juga disebut penelitian
kepustakaan, dikaitkan dengan kenyataan.24 Istilah analitik di sini mengandung
makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan dan memberi
makna pelaksanaan perjanjian melalui pembiayaan konsumen melalui
perusahaan pembiayaan Oto Finance.
3. Sumber Data
Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber
data sekunder.
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Data primer ini diperoleh melalui wawancara bebas terpimpin, yaitu
dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai
pedoman, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya variasi pertanyaan
sesuai dengan situasi ketika wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan
dengan pihak yang berwenang dan terkait serta berkompeten dalam bidang
hukum jaminan khususnya terhadap persoalan jaminan fidusia dalam
penyelesaian jaminan fidusia yang hilang;
a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.
Data sekunder ini diperoleh melalui studi kepustakaan yang berkaitan
dengan fokus penelitian, yang terdiri dari:
24 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Yumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 9.
21
1) Data sekunder umum, yang diteliti adalah:
a) Data sekunder yang bersifat pribadi, yang terdiri dari:
(1) Dokumen-dokumen pribadi;
(2) Data pribadi yang tersimpan di lembaga-lembaga.
b) Data sekunder yang bersifat publik, yang terdiri dari:
(1) Data arsip;
(2) Data resmi pada instansi-instansi pemerintah;
(3) Data yang dipublikasikan.
2) Data sekunder di bidang hukum yang berhubungan dengan fokus
penelitian, dapat dibedakan menjadi:
a) Bahan hukum primer, antara lain terdiri dari:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
(3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988
tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan;
(4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000
tentang Perusahaan Pembiayaan.
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami
bahan hukum primer, yang diperoleh dari:
(1) Rancangan peraturan perundang-undangan;
22
(2) Hasil-hasil penelitian.
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa:
(1) Kamus hukum;
(2) Kamus bahasa.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa
dipertanggungjawabkan, maka dat diperoleh melalui :
a. Studi Kepustakaan
1) Observasi
Observasi adalah suatu aktivitas pengamatan terhadap suatu objek secara
cermat dan langsung di lokasi penelitian. Dengan ini peneliti melakukan
observasi langsung di Perusahaan Oto Leasing Finance Bandung.
2) Wawancara
Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara
bertanya langsung kepada informan. Tanpa wawancara, peneliti akan
kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya
langsung. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara berstruktur.
Adapun dalam pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara bersama
staf Oto Finance di Bandung. Hal demikian dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data secara luas dan menyeluruh sesuai dengan kondisi saat ini.
b. Penelitian Lapangan
23
Observasi langsung adalah cara pengumpulan data dengan cara
melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Observasi harus
dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa
diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan
yang lebih luas tentang objek penelitian mempunyai dasar teori dan sikap
objektif. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan
dengan cara mencatat berupa informasi yang berhubungan dengan Transaksi
pada perjanjian pembiayaan konsumen Oto Finance.
c. Studi Dokumen
Yaitu dengan proses melihat kembali sumber-sumber data dari
dokumen yang ada dan dapat digunakan untuk memperluas data-data yang
telah ditemukan. Adapun sumber data dokumen diperoleh dari lapangan
berupa buku, arsip, majalah bahkan dokumen perusahaan atau dokumen
resmi yang berhubungan dengan fokus penelitian.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah di mana
penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun lokasi penelitian yang lakukan oleh
penulis mengambil lokasi di Kantor Oto Finance Bandung.
6. Analisis Data
24
Teknik analisis data yang penulis lakukan adalah deskriptif kualitatif
yakni dengan memberikan gambaran secara khusus berdasarkan data yang
dikumpulkan secara kualitatif. Metode ini memusatkan diri pada pemecahan
masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang
aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian di
analisa. Analisis dilakukan atas suatu yang telah ada, berdasarkan data yang
telah masuk dan diolah sedemikian rupa dengan meneliti kembali, sehingga
analisis dapat diuji kebenarannya. Analisis data ini dilakukan peneliti secara
cermat dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian yang
dilakukan.25
25 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit, hlm. 35.
25