Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
APHASIA
Disusun oleh :
Thesar Waldi - 14/365537/KU/17190
Abdur Rahman Faqih Al Jundi - 14/369020/KU/17334
Devina Rossita Hapsari - 14/363115/KU/17030
Pembimbing:
dr. Fajar Maskuri, M.Sc, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
(TUTORIAL KLINIK)
2020
1. Identitas Pasien
Nama: Ny. S
Tanggal Lahir: 15 Juni 1944
Jenis Kelamin: Perempuan
Status Perkawinan: Menikah
Pekerjaan: Pensiunan
Alamat: Mangunan
No. CM: 1402xx
Tanggal Masuk RS: 24 Desember 2019 jam 19.00, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sulit Bicara
b. Riwayat Penyakit Sekarang
2HSMRS
Pasien mengeluhkan pusing (+) dan nyeri kepala (+) terasa senut-senut, muntah (-), tanpa penurunan kesadaran
HMRS
Pasien terjatuh saat di kamar mandi +/- 10 jam SMRS, pasien jatuh terduduk, kepala tidak terbentur, namun pasien sulit diajak komunikasi (+), lemah badan dari kaki hingga tangan kanan (+), muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Makan dan minum dikatakan agak berkurang 2 hari terakhir. Keluarga menyatakan pasien masih dapat mengerti pembicaraan dan mampu merespon dengan gerakan, seperti mengangguk atau menggelengkan kepala, tetapi tidak mampu berbicara.
(DESKRIPSI KASUS)
c. Riwayat Penyakit Dahulu
· Riwayat keluhan serupa: 7 tahun yang lalu. Dirawat inap selama 1 minggu di alternatif, keluhan membaik, gangguan kognitif, perilaku dan komunikasi disangkal.
· Riwayat trauma sebelumnya: disangkal
· Riwayat vertigo: disangkal
· Riwayat dislipidemia/penyakit jantung: disangkal
· Riwayat hipertensi: (+) tidak rutin berobat, tidak terkontrol, tekanan darah tertinggi 180 mmHg
· Riwayat kejang : disangkal
· Riwayat DM: disangkal
· Riwayat stroke: 7 tahun yang lalu
· Riwayat alergi: disangkal
· Riwayat mengkonsumsi obat-obatan: disangkal
· Riwayat Keganasan: disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
· Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
· Riwayat hipertensi: disangkal
· Riwayat diabetes mellitus: disangkal
· Riwayat jantung: disangkal
· Riwayat stroke: disangkal
e. Riwayat Psikososial
Pasien saat ini tidak bekerja dan hanya melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan, tinggal bersama suami, tetapi berdekatan rumah dengan anak. Pasien sebelumnya bekerja sebagai pedagang dan memiliki kehidupan sosial yang baik.
Pasien berasal dari golongan ekonomi menengah dan terdaftar sebagai pasien BPJS kelas II
Pasien tidak memiliki perilaku berisiko, tidak ada riwayat konsumsi rokok maupun alkohol, tetapi sering mengonsumsi oskadon (paracetamol, caffeine) jika merasa pusinh.
f. Review Anamnesis Sistem
· Sistem serebrospinal: berbicara sulit (+), riw sakit kepala (+), pandangan dobel (-/-), pandangan kabur (-/-), kelemahan anggota gerak(-), pingsan (-) riwayat vertigo (-).
· Sistem kardiovaskular: berdebar (-), riwayat hipertensi (+), riwayat penyakit jantung (-)
· Sistem respirasi: sesak nafas (-), batuk (-)
· Sistem gastroinstestinal: mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak ada keluhan
· Sistem musculoskeletal: kelemahan anggota gerak (+) pada kedua tungkai dan lengan kanan
· Sistem neurologi: kelemahan anggota gerak (+), kesemutan (-), sulit berbicara (+), pelo/perot (-), gangguan perilaku (-), gangguan kognitif (-).
· Sistem integumen: tidak ada keluhan
· Sistem urogenital: BAK (+) mengompol
g. Resume Anamnesis
Ny.S perempuan berusia 75 tahun datang ke IGD RSA UGM dengan keluhan gangguan bicara akut pasca terjatuh di kamar mandi. Pasien tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan yang ditanyakan namun respon apabila diajak berbicara. Nyeri kepala (+) kelemahan anggota gerak (+) kanan, pasien memiliki riwayat serangan serupa 7 tahun yang lalu.
3. Diagnosis Sementara
Diagnosis Klinis: susp. transcortical motorik afasiaDiagnosis Topik: susp. Lobus temporalis cortex pre sentralis et dd pre sentralisDiagnosis Etiologi: susp. SH dd SNH
4. Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN UMUM
Kesan Umum: Compos Mentis, E4VxM6, Sedang
Tekanan Darah: 210/120mmHg
Frekuensi Nadi: 78x/menit, regular, isi dan tegangan kuat
Frekuensi Nafas: 20x/menit, regular
Suhu Tubuh: 36.4OC
Saturasi: 98%
NPS: 2 (tidak nyeri)
· Kepala: Normocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
· Leher: Tidak teraba perbesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-)
· Mata: Pupil anisokor 3mm/6mm Edema palpebral (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
· Telinga: dbn
· Hidung: dbn
· Mulut: ulkus (-), perdarahan gusi (-), perot (-), hipersalivasi (-)
2. Status psikiatrik
Tingkah laku dan keadaan umum
Tingkah laku : Normal
Pakaian : Rapi
Cara berpakaian : Sesuai usia
Alur pembicaraan
Percakapan : normal
Bicara lemah dan miskin spontanitas : tidak
Pembicaraan tidak berkesinambungan : tidak
Mood dan afek
Mengalami euforia : tidak
Mood sesuai isi pembicaraan : sesuai
Emosi labil, meluap-luap : tidak
Isi pikiran
Merasakan ilusi, halusinasi, delusi : tidak
Mengeluhkan sakit seluruh tubuh : tidak
Delusi tentang penyiksaan, merasa diawasi : tidak
Kapasitas intelektual : normal
Sensorium
Kesadaran : Compos mentis
Atensi : Normal
Orientasi
a. Waktu : Normal b. Tempat : Normal c. Orang : Normal
Memori
a. Jangka pendek
: Normal
b. Jangka panjang
Kalkulasi : Normal
: Baik
Simpanan informasi : Normal
Tilikan, pengambilan keputusan, dan perencanaan : Normal
3. Status Neurologis
a.
Kepala
: Pupil isokor (3mm/3mm), RC (+/+), RK (+/+), Nystagmus (-/-)
b.
c.
Nn. craniales
Leher
: dbn
: Kaku Kuduk (-), Meningeal Sign (-)
(GKRfRpTnTrBB25+2+2-- NNEuEuBB25+2+2-- NNEuEu)Cl
- -
d.
Sensibilitas
: dbn
e.
Vegetatif
: dbn
f. Pemeriksaan nervus cranialis:
h. Saraf Kranialis
Kanan
Kiri
N. I Olfaktorius
Daya penghidu
normal
normal
N. II Optikus
Daya penglihatan
normal
normal
Lapang penglihatan
normal
normal
Melihat Warna
normal
normal
N. III Okulomotorius
Ptosis
tidak ada
tidak ada
Gerak mata ke medial
normal
normal
Gerak mata ke atas
normal
normal
Gerak mata ke bawah
normal
normal
Ukuran pupil
3 mm
3 mm
Bentuk pupil
bulat
bulat
Reflek cahaya langsung
normal
normal
Reflek cahaya konsensual
normal
normal
N. IV Trochlearis
Gerak mata ke lateral bawah
normal
normal
N. V Trigeminus
Mengigit
normal
normal
Membuka mulut
normal
normal
Sensibilitas muka atas
normal
normal
Sensibilitas muka tengah
normal
normal
Sensibilitas muka bawah
normal
normal
N. VI Abdusen
Gerak mata ke lateral
normal
normal
N. VII Fasialis
Kerutan kulit dahi
normal
normal
Kedipan mata
normal
normal
Lipatan naso labial
normal
normal
Sudut mulut
normal
Normal
Mengerutkan dahi
normal
Normal
Mengerutkan alis
normal
Normal
Menutup mata
normal
Normal
Meringis
normal
Normal
Menggembungkan pipi
normal
Normal
N. VIII Akustikus
Mendengar suara berbisik
normal
Normal
N. IX Glosofaringeus
Arkus faring
normal
normal
N. X Vagus
Denyut nadi / menit
98x/menit
98xmenit
Bersuara
normal
normal
Menelan
normal
normal
N. XI Aksesorius
Memalingkan ke depan
normal
normal
Sikap bahu
normal
normal
Mengangkat bahu
normal
normal
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah
normal
Artikulasi
normal
Menjulurkan lidah
normal
Kekuatan lidah
normal
normal
Trofi otot lidah
normal
normal
g. Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. Disarankan kepada istri/kerabat dapat mengambil video pada saat kejang terjadi dan dibawa saat kontrol ke dokter spesialis kembali.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL MSCT HEAD
Kesan:
ICH di thalamus sinistra
IVH
Atrofi Serebri
5. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis: Aphasia Transcortial Motor AfasiaDiagnosis Topik: defek lobus presentral dd area wernicke cum thalamus sinistraDiagnosis Etiologi: Stroke Hemorrhagic, ICH, IVH
6. TATALAKSANA
· PLAN
· Rawat Bangsal
· NON-MEDIKAMENTOSA
· Edukasi keluarga mengenai: diagnosis, tatalaksana yang dilakukan, prognosis
· Posisi kepala 30o
· O2 via nasal kanul 3lpm
· Bed rest total
· MEDIKAMENTOSA
· IVFD NaCl 0.9% 20tpm
· Inj. As. Tranexamat 500mg/12jam
· Inj. Omeprazole 40mg/12 jam
· Inf. Mannitol 125cc/6 jam tappering off 24 jam
· Tab. Paracetamol 1gr/ 8 jam (k/p)
· Drip Nicardipin
· Amlodipin 10mg / 24 jam (pagi)
· Candesaratan 16mg / 24 jam (malam)
7. PROGNOSIS
· Death: Dubia ad bonam
· Disease: Dubia ad malam
· Dissability: Dubia ad bonam
· Discomfort: Dubia ad bonam
· Dissatisfaction: Dubia ad malam
· Distutition: Dubia ad bonam
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
· merupakan suatu gangguan dalam kemampuan seseorang untuk menggunakan simbol (baik ucapan lisan maupun tulisan) untuk mengkomunikasikan suatu informasi.
· gangguan bahasa akibat cedera otak (hilangnya kemampuan untuk menghasilkan dan / atau memahami bahasa).
Kerusakan pada area otak tertentu akan menyebabkan gangguan ekspresi, berbicara atau memahami bahasa lisan, kesulitan membaca dan menulis, komprehensi, dan repetisi
(1) korteks auditori primer (area broadmann 41,42/gyrus herschl), (2) area Wernicke (area broadmann 22/gyrus temporalis superior), (3) area asosiasi sensorik (area broadmann 39,40/gyrus angularis), (4) fasciculus arcuata (phonological pathway (area 22-44) dan lexical-semantic pathway (21,37 – 44,45), (5) area broca (broadmann area 44,45, gyrus frontalis inferior), dan (6) area asosiasi motorik (broadmann area 6, gyrus precentralis).
(1) korteks auditori primer (area broadmann 41,42/gyrus herschl), (2) area Wernicke (area broadmann 22/gyrus temporalis superior), (3) area asosiasi sensorik (area broadmann 39,40/gyrus angularis), (4) fasciculus arcuata (phonological pathway (area 22-44) dan lexical-semantic pathway (21,37 – 44,45), (5) area broca (broadmann area 44,45, gyrus frontalis inferior), dan (6) area asosiasi motorik (broadmann area 6, gyrus precentralis).
Pusat bahasa diatur oleh beberapa bagian pada otak, yakni:
· Area Broca (area Brodmann 44) terletak di girus frontal posterior inferior yang berperan dalam pengucapan bahasa (motorik).
· Area Wernicke (area Brodmann 22), yang terdiri dari dua pertiga posterior gyrus temporal superior berfungsi menerima informasi dari korteks pendengaran dan mengakses jaringan asosiasi kortikal untuk memberikan makna kata.
· Gyrus angularis pada lobus parietal inferior berperan dalan persepsi bahasa tertulis, serta fungsi pemrosesan bahasa lainnya.
· Insula berfungsi untuk mengatur artikulasi.
· Beberapa daerah lobus frontal dan temporal yang mendukung pemrosesan tingkat kalimat serta korteks temporal, oksipital, dan parietal yang mendukung pengetahuan kata-kata serta artinya.
ETIOLOGI
· Stroke iskemik,
· Stroke hemoragik,
· Neoplasma,
· Cedera otak traumatis,
· Multiple sclerosis,
· Ensefalomielitis akut,
· Abses serebral,
· Ensefalitis, atau infeksi sistem saraf pusat lainnya,
· Transient cerebral ischemia (TIA) (sementara)
· Migrain, dan kejang (sementara)
Setelah dari korteks auditori primer, impuls diteruskan ke area 22, yang lebih dikenal sebagai area wenicke, tempat terjadinya proses komprehensi bahasa. Area 22 dibagi menjadi 2 fungsi. Pada hemisfer kiri, pusat bahasa ini berfungsi untuk memahami bahasa secara literal, sementara pada hemisfer kanan, pusat bahasa ini berfungi untuk memahami ekspresi, intonasi, dan lain sebagainya.
Di area ini, suara yang dihantarkan dalam bentuk suara akan diproses agar orang tersebut dapat memahami ”suara” tersebut termasuk pelafalan, apakah kata tersebut pernah didengar sebelumnya atau tidak, dan lain sebagainya. Ini dikenal sebagai phonological lexicon. Phonological lexicon juga memiliki peran sebagai ”sound memory”. Kerusakan pada daerah ini mengakibatkan kesulitan bagi pasien dalam memahami ”suara” yang didengar sehingga semua kata-kata yang didengar seolah-olah seperti baru pertama kali didengar. Tampakan klinis yang muncul pada umumnya pasien dapat mendengar dan merespon saat dipanggil, tetapi apabila diajak berdiskusi seringkali tidak nyambung sama sekali.
Pasien juga seringkali menunjukkan simptom neologism yakni membuat kata-kata baru yang bisa jadi suaranya mirip dengan informasi yang didapat dan disebutkan secara berulang-ulang. Akan tetapi, apabila pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang diucapkan pemeriksa, pasien akan mengalami kesulitan karena tidak dapat mengenali pelafalan dan suara yang disampaikan oleh pemeriksa. Pasien cenderung tidak kooperatif karena tidak dapat memahami arahan atau perintah.
Anomic aphasia merupakan suatu jenis aphasia yang unik dan berbeda dari yang lainnya. Anomic aphasia merupakan suatu kondisi dimana pasien bisa berbicara dengan lancar, mampu memahami suara dan bahasa, bisa mengulangi kata-kata atau kalimat dengan mudah, akan tetapi ada kesulitan untuk mengenali nama dari suatu benda.
Pasien cenderung bisa menjelaskan apa fungsi dari benda tersebut (mis. Jam: sesuatu untuk menunjukkan waktu, sepatu: sesuatu untuk melindungi kaki) tetapi cenderung tidak mengetahui namanya. Kussmaul (1895) menduga bahwa kerusakan yang terjadi adalah hubungan antara phonological lexicon dan semantic field. Apabila phonological lexicon dapat mengakses semantic field, namun tidak sebaliknya, maka tampakan klinis yang muncul adalah anomic aphasia.
KLASIFIKASI :
· Perisylvian Syndrome : Afasia Broca, Afasia Wernicke, Afasia Konduksi, Afasia Global
· Non Perisylvian Syndrome: Afasia Anomic, Afasia Transkortikal Motor, Afasia Tanskortikal Sensory, Afasia Mix Transkortikal
· Komprehensi kata-kata: kemampuan pasien dalam mengenali sebuah kata/kalimat, memahami perintah verbal, pemahaman fungsi, serta deskripsi dari kata-kata tersebut. Contoh. “sentuh hidungmu” atau menjawab pertanyaan seperti “tikus dimakan ular. Siapakah yang memakan, tikus atau ular?”
· Repetisi: kemampuan pasien dalam mengulangi kata-kata. Pasien diminta untuk mengulangi setiap kata yang diucapkan oleh pemeriksa. Pemeriksa harus menggunakan bahasa yang jelas dengan pelafalan yang khas (tidak dipengaruhi logat tertentu), dibacakan per suku-katanya.
· Penamaan: kepada pasien ditunjukkan gambar-gambar sederhana dan diminta untuk menyebutkan nama dari gambar-gambar yang ditunjukkan. Biasanya menggunakan Boston Naming Test
· Komprehensi membaca: pasien diminta untuk membaca suatu perintah tertulis (mis. Angkat tanganmu). Apabila pasien mampu mengkomprehensi bahasa tertulis maka pasien akan mengikuti perintah yang tertulis dalam kertas yang ditunjukkan.
· Menulis kalimat: pasien ditunjukkan suatu gambar dan diminta untuk mendeskripsikan secara singkat gambar yang dilihat tersebut.
1. Ensefalopati metabolik atau delirium dapat bermanifestasi sebagai kesulitan penamaan dan gagal mengikuti perintah, dan kesalahan paraphasic. Kondisi ini dapat dikenali dengan perhatian dan tingkat kesadaran yang berfluktuasi, adanya agitasi, halusinasi, dan/atau asteriks.
2. Mutisme akinetik dapat terjadi akibat lesi pada daerah frontal mesial. Pasien menunjukkan kurangnya keluaran bicara dan respons yang buruk terhadap perintah. Hipofonia sering terjadi pada mutisme akinetik, tetapi tidak pada afasia. Pasien dapat menunjukkan tanda katatonia (fleksibilitas berlilin).
3. Depresi - Pasien yang mengalami depresi mungkin enggan untuk berbicara dan diperiksa, dan karena itu tampaknya memiliki kesulitan dalam memahami atau memberi nama.
4. Skizofrenia - Pasien dengan skizofrenia mungkin memiliki konten bicara abnormal yang dapat mencakup neologisme
5. Disartria
6. Apraxia of speech adalah gangguan bicara motorik yang ditandai dengan kemampuan bicara yang lambat dan keras yang memiliki irama yang tidak normal dan kesalahan artikulasi.
7. Alexia tanpa agraphia - Pasien dengan sindrom ini dapat menulis, tetapi tidak membaca. Kemampuan mereka untuk memahami dan menghasilkan ucapan lisan tetap utuh.
8. Aphemia, defisit dalam produksi perkataan lisan dengan retensi pemahaman pendengaran serta kemampuan untuk menulis. Disartria dan paresis wajah biasanya menyertai sindrom ini
DIAGNOSIS
Magnetic resonance imaging (MRI).
Pada transient aphasia harus segera diperiksa kemungkinan kejang atau transient cerebral ischemia (TIA) → Elektroensefalografi (EEG) untuk mendeteksi aktivitas kejang aktif pada beberapa pasien dengan status epileptikus afasia .
Afasia dengan progresi, terutama pada orang dewasa paruh baya atau lebih tua, menunjukkan penyakit neurodegeneratif (yaitu, afasia primer progresif) namun harus mengekslusi apakah ada massa yang tumbuh secara progresif.
TATALAKSANA
· Terapi wicara
· CIAT (Constraint Induced Aphasia Therapy) intense min 3 jam/hari
· TMS (Trancranial Magnetic Stimulation)
· Farmakologi: Bromocriptine, Amphetamine, Piracetam, Donepezil, Galantamine, Memantine 10mg/12 jam
Referensi
• Pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan primer Edisi I 2017.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis Neurologi 2016.
•National Institute of Health and Clinical Excellence. The diagnosis and management of the epillepsies in adults and children in primary and secondary care. 2012.