Upload
fikri-farikhin-reborn
View
20
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH ILMU FARAIDH, DASAR HUKUM DAN URGENSINYA
A. Pengertian Ilmu Faraidh
Kata faraidh adalah bentuk jamak dari faridhah. Faridhah diambil dari kata fardh
yang artinya taqdir (ketentuan). Fardh secara syar’i adalah bagian yang telah ditentukan
bagi ahli waris. Ilmu mengenai hal itu dinamakan “ilmu waris” atau “ilmu miirats” atau
“ilmu mawaris” atau “ilmu faraidh”. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan istilah
“ilmu faraidh”.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin menggunakan istilah “hukum kewarisan Islam” berkaitan
dengan ilmu faraidh, dan mendefinisikannya sebagai berikut: “seperangkat peraturan
tertulis berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunnah Nabi SAW tentang hal ihwal
peralihan harta atau berwujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang
diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam.”
B. Sejarah Faraidh
Pada masa Arab jahiliyah sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, waris-
mewarisi terjadi karena tiga sebab, yaitu karena adanya pertalian kerabat (hubungan
darah, qarabah), pengakuan atau sumpah-setia (muhalafah), dan pengangkatan anak
(adopsi, tabanniy). Sebab-sebab itu masih belum mencukupi sebelum ditambah lagi
dengan dua syarat, yaitu sudah dewasa dan orang laki-laki.
Anak-anak pada masa itu tidak mungkin menjadi ahli waris karena dianggap
tidak mampu berjuang, memacu kuda, memainkan pedang untuk memancung leher
lawan dalam membela suku dan marga, di samping status hukumnya yang masih
berada di bawah perlindungan walinya. Sementara itu, kaum perempuan tersisih dari
kelompok ahli waris karena fisiknya yang tidak memungkinkan untuk memanggul
senjata dan bergulat di medan laga serta jiwanya yang sangat lemah melihat darah
tertumpah. Dengan demikian, para ahli waris jahiliyah dari golongan kerabat
semuanya terdiri dari laki-laki, yaitu anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan anak
paman yang semuanya harus sudah dewasa.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
Pengakuan yang berupa ucapan atau sumpah-setia antara dua orang yang
mengikatkan keduanya sehingga dapat saling mewarisi juga dibenarkan sebagai sebab
mewarisi. Ucapan itu misalnya seseorang mengatakan kepada orang lain, “Darahku
darahmu, pertumpahan darahku pertumpahan darahmu, perjuanganku perjuanganmu,
perangku perangmu, damaiku damaimu, kamu mewarisi hartaku aku pun mewarisi
hartamu ….” Kemudian jika orang lain itu menyetujuinya, maka kedua orang itu
berhak saling mewarisi. Hal ini sampai masa awal-awal Islam masih berlaku, dan
masih dibenarkan menurut Surat An-Nisa’: 33.
Pada masa jahiliyah, pengangkatan anak menyebabkan anak itu dijadikan dan
berstatus sebagai anak kandung bagi orang yang mengangkatnya dan dinasabkan
kepada bapak angkatnya, bukan kepada bapak kandungnya. Ini berarti, seorang anak
laki-laki yang menjadi anak angkat, jika telah dewasa dapat menjadi ahli waris dari
bapak angkatnya.
Pada masa awal-awal Islam ada lagi sebab untuk mewarisi, yaitu karena ikut
hijrah dari Mekkah ke Madinah, dan karena persaudaraan (muakhkhah) antara kaum
Muhajirin dan Anshar. Pada masa itu, Rasulullah SAW mempersaudarakan sesama
kaum Muhajirin dan antara kaum Muhajirin dan Anshar, dan menjadikan persaudaraan
ini sebagai salah satu sebab untuk saling mewarisi harta peninggalan. Hijrah dan
muakhkhah pada masa itu dibenarkan oleh Allah SWT menurut Surat Al-Anfal: 72.
Setelah penaklukan kota Mekkah (futuh Makkah) pada tahun ke-8 hijriyah,
seiring kondisi umat Islam yang sudah mulai kuat dan stabil, maka kewajiban hijrah
dicabut sesuai dengan hadits Nabi SAW, “Tidak ada kewajiban berhijrah lagi setelah
penaklukan kota Mekkah.” Demikian pula, sebab mewarisi karena muakhkhah
dihapuskan oleh Allah melalui Surat Al-Ahzab: 6.
Artinya : ”Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri[1] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang
yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di
dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali
kalau kamu berbuat baik[2] kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang
demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (Q.S. Al-Ahzab : 6)
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
Selanjutnya, Allah membatalkan aturan yang menyatakan bahwa hanya laki-
laki dewasa yang dapat menjadi ahli waris, tidak termasuk wanita dan anak-anak,
melalui Surat An-Nisa’: 7, 11, 12, 127, dan 176.
Artinya : ”Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan[3]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[4], Maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Q.S. An-Nisa : 11)
Sebab mewarisi atas dasar sumpah-setia pun kemudian dihapuskan Allah melalui
Surat Al-Anfal: 75. Dan terakhir, kewarisan karena adopsi dibatalkan oleh Allah
berdasarkan Surat Al-Ahzab: 4, 5, dan 40.
Artinya : ”Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[5] itu sebagai
ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah
mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Q.S. Al-
Ahzab : 4)
Hukum waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah mengubah hukum
waris Arab pra-Islam dan sekaligus merombak struktur hubungan kekerabatannya,
bahkan merombak sistem pemilikan masyarakat tersebut atas harta benda, khususnya
harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
diperkenankan memiliki harta benda – kecuali wanita dari kalangan elite – bahkan
wanita menjadi sesuatu yang diwariskan (lihat tafsir dan asbabun nuzul Surat An-
Nisa’: 19).
Melalui Al-Qur’an, Allah merinci dan menjelaskan bagian tiap-tiap ahli waris
dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian,
sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya
keretakan hubungan keluarga. Ternyata, di samping karena keserakahan dan
ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan oleh kekurangtahuan ahli
waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya. Kekurangpedulian umat Islam
terhadap disiplin ilmu ini memang tidak dapat dimungkiri, bahkan Imam Qurtubi telah
mengisyaratkannya: “Betapa banyak manusia sekarang mengabaikan ilmu faraidh.”
C. Hukum Dasar Faraidh
Ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum waris Islam, yaitu Surat An-Nisa’:
11, 12, dan 176 berisi ketentuan pembagian waris secara lengkap.
Artinya : ”Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu
mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.”
Artinya : ”Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[6]. Katakanlah: “Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan
(hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.” (Q.S. An-Nisa : 176)
Pada ketiga ayat ini dapat diketahui enam macam bagian untuk para ahli waris, yaitu
1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 1/3 (sepertiga), 1/6 (seperenam),
dan 2/3 (dua pertiga). Rincian dan penjelasan ayat-ayat ini, insyaallah, akan diberikan
pada tulisan-tulisan selanjutnya. Selain ketiga ayat ini, ayat-ayat lain yang berkaitan
seperti yang telah disebutkan di atas, merupakan ayat-ayat pelengkap hukum waris. Di
samping itu, terdapat beberapa hadits tentang mawaris, antara lain yang menetapkan
bagian untuk kakek, nenek, anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan,
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
paman, dan orang yang (pernah) memerdekakan mayit (pada saat mayit berstatus
budak).
Kenyataan saat ini bahwa perselisihan dalam masalah pembagian harta warisan
sudah terjadi di tengah-tengah masyarakat secara umum – bukan hanya yang melanda
umat Islam – menjadi salah satu bukti kebenaran hadits Nabi Muhammad SAW yang
merisaukan keadaan umat di akhir zaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-
Ash RA, beliau berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga
hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas
ketentuannya), sunnah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan ilmu faraid.” (HR Ibnu
Majah). Juga diriwayatkan, dari Abu Hurairah RA, beliau berkata bahwa Nabi saw.
bersabda, “Pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang lain, karena
sesungguhnya, ilmu faraidh separuh ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang
akan diangkat (dicabut, hilang) dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan ad-Daruquthni).
Hadits-hadits ini merupakan sebagian dari peringatan Nabi SAW tentang pentingnya
mempelajari ilmu faraidh.
Allah SWT, melalui Surat An-Nisa’: 13, menjanjikan surga kepada orang-
orang yang mengikuti aturan-Nya dalam masalah warisan, “(Hukum-hukum
pembagian warisan yang disebutkan) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.
Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke
dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” Sebaliknya, Allah SWT mengancam
orang-orang yang tidak melaksanakannya seperti dapat dilihat pada Surat An-
Nisa’:14, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya (dalam pembagian warisan), niscaya Allah memasukkannya
ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan.”
Akhirnya, masih ada satu lagi hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim dan Abu Daud yang memerintahkan agar kita membagi harta warisan menurut
kitab Al-Qur’an, “Bagilah harta warisan di antara para ahli waris menurut Kitabullah
(Al-Qur’an).”
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
1. Maksudnya: orang-orang mukmin itu mencintai nabi mereka lebih dari mencintai
diri mereka sendiri dalam segala urusan.
2. yang dimaksud dengan berbuat baik disini ialah berwasiat yang tidak lebih dari
sepertiga harta.
3. bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah Karena kewajiban laki-laki lebih
berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah.
(lihat surat An Nisaa ayat 34).
4. lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.
5. zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku
seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi
adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada
Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah
Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri
itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
6. kalalah ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
PEMBAGIAN MAWARIS
Pembagian hartawaris dalam islam menggunakan dasar hokum yang terdapat antara
lain dalamQs.An-nisa[4];7 dan 12;
A. TUJUANKEWARISAN ISLAM
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagaiberikut :
1. Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci danjelas,
bertujuan agar tidak terjadinya perselisihan dan pertikan antara ahliwaris. Karena
denganketentuan-ketentuan tersebut, masing-masing ahli waris harus
mengikutiketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti kehendak dan keinginan masing-
masing.
2. Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang padamasa
jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan
pembagiankewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing
berhakmenerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.
B. Harta waris sebelum dibagi
Apabila seorangmuslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah
manyatdikuburkan, keluarganya wajib mengelol harta peninggalannya denganlangkah-
langkah berikut;
1. Pertama, membiayai perawatan jenasahnya.
2. Kedua, membayar zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakatsebelum
meninggal.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
3. Ketiga, membayar utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang.
4. “jiwa seorang mukmin tergantung padautangnya sehingga dilunsi.”
5. Keempat, membayarkan wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelummeninggal dunia.
6. Kelima, setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalanmayat sebagai
harta pusaka yang dinamai tirkah atau mauruts atauharta yang akan dibagikan kepada
ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hokumwaris islam.
C. Asbabul irsih dan mawani’ul irsi
1) Asbabul irsi (sebab-sebab memperoleh harta warisan) seorang
berhakmemperoleh harta waris disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Perkawinan, yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki danperempuan
sebagai suami istri yang tidak terhalang oleh siapapun.
b. Kekerabatan , yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan danorang
yang mewarisi yang disebeabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akanterputus
karena yang menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan.
c. Memerdekakan orang yang meninggal (jika pernah menjadi budak ).
d. Ada hubungan sesame muslim(jika yang meninggal tidak mempunyai ahli
waris).
2) Mawani’ ul irsi (sebab-sebab terhalang memperoleh harta waris).Seseorang
terhalang untuk memperoleh harta waris(walaupun sebenarnya ahli berikut :
a. Ia menjadi budak
b. Ia membunuh orang yang meninggalkan warisan
c. Ia berbeda agama dengan yang meninggalkanharta warisan
d. Ia murtad
Apabila seseorang meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, hartawarisnya
diserahkan ke baitulmal atau las masjid. Dari baitulmal, hartatersebut dapat
dimanfaatkan bersama harta zakat yang lain.
D. Ahlul irsi (ahli waris)
Ahli warisadalah orang-orang yang mempunyai hubungan dengan simayat. Hubungan
itu bisa berupa perkawinan, hubungan nasab (keturunan),atau pernah memerdekakan
simayat jika pernah menjadi budak.Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
Ditinjau dari segi bagiannya, ahli waris dibagi menjadi tiga macam;yaitu ahli
waris zawil furud, asabat, dan zawil arham.
1. Ahli waris zawil furud
Ahli waris zawil furud ialah ahli waris yang bagiannya telahditentukan banyak
sedikitnya, misalnya sebagai berikut :
a. Suami memperoleh setengah dari harta peninggalan istri jika istritidak
meninggalkan anak. Apabila istri meninggalkan anak, bagian suamiseperempat.
b. Istri mendapat seperempat dari harta peninggalan suami jika suamitidak
meninggalkan anak. Apabila suami menginggalkan anak, bagian
istriseperdelapan.
2. Ahli waris asabat
Ahli waris asabat ialah ahli waris yang belum ditentukan besarkecilnya bagian
yang diterima, bahkan ada kemungkinan asabat tidak memperolehbagiaan sama
sekali. Hal ini dipengaruhi ahli waris zawil furud.
Asabat dibagi menjadi tiga macam, yaitu asabat binafsih, asabatbil-gair, dan
asabat ma’al-gair.
1. Asabat binafsih, yaitu ahli waris yang secara otomatis dapatmenjadi asabat, tanpa
sebab yang lain. Mereka itu ialah :
a) Anak laki-laki, cucu laki-laki terus ke bawah garis laki-laki
b) Bapak, kakek, terus ke atas garis laki-laki
c) Saudara laki-laki sekandung dan sebapak
d) Anak saudara laki-laki sekandung dan sebapak
e) Paman sekandung dengan bapak atau sebapak saja
f) Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak atau sebapak.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
2. Aasabat bil-gair, yaitu ahli waris yang dapat menjadi asabat apabila di tarik ahli
waris lain. Mereka ituialah :
a) Anak perempuan karena ditarik oleh anaklaki-laki
b) Cucu perempuan karena ditarik cucu laki-laki
c) Saudara perempuan sekandung karena ditariksaudara laki-laki
sekandung
d) Saudara perempuan sebapak karena ditarik saudara laki-laki sebapak.
3. Asabat ma’al-gair, yaitu ahli waris yang menjadi asabat bersamaahli waris
lainnya. Mereka itu ialah :
a) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengananak
perempuan (seorang atau lebih)
b) Saudara permpuan sebapak (seoarang atua lebih) bersama
dengan anak perempuan (seorang ataulebih)
3. Ahli waris zawil arham
Ahli wariszawil ahram ialah ahli waris yang sudah jauh hubungan kekeluargaannya
denganmayat. Ahli waris ini tidak mendapat bagian, kecuali karena mendapat
pemberiandari zawil furud dan asabat atau karena tidak ada ahli waris lain (zawil
furuddan asabat).
E. Furul muqaddarah
Furudulmuqaddarah atau ketentuan bagian ahli waris ada beberapamacam.
Terkadang, ketentuan itu bisa berubah-ubah karena suatu sebab. Berikutketentuan-
ketentuan bagian ahli waris dan pembahasannya.
1. Ketentuan awal
a) Yang mendapat bagian setengah (1/2) adalah :
1. Anak perempuan tunggal.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
2. Cucu perempuan tunggal tunggal dari anak Laki-laki.
3. Saudara perempuan sekandung sebapak (jika sekandung tidak ada).
4. Suami jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak.
b) Yang mendapat bagian seperempat (1/4) adalah :
1. Suami jika istri yang meninggal punya anak.
2. Istri jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak.
c) Yang mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) adalah ;
1. Istri jika suami yang meninggal mempunyai anak
d) Yang mendapat bagian dua pertiga (2/3) adalah ;
1. Dua anak perempuan atau lebih jika tidak anak laki-laki
2. Dua cucu atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan
3. Dua saudara perempuan sekandung atau lebih
4. Dua saudara peempuan atau lebih yang sebapak jika yang sekandung
tidak ada
e) Yang mendapat bagian sepertiga (1/3) adalah ;
1. Ibu jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan
2. Dua saudara perempuan atau lebih jika yang meninggal tidak mempunyai
anakatau orang tua
f) Yang mendapat bagian seperenam (1/6) adalah ;
1. Ibu jika anak atau cucu dari anak laki-laki, atau tidak ada duasaudara atau
lebih, sekandung atau seribu saja
2. Bapak jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (baik laki-lakimaupun
perempuan).
2. Perubahan ketentuan bagian ahli warisMata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
bagian yangditerima ahli wari zawil furud tidak pasti, tetapi dapat berubah karena
adanyaahli waris lain yang sama-sama berhak atas harta waris. Perubahan-
prubahan yangdimaksud adalah sebagai berikut :
a) suami mendapat
1. ½ jika tidak ada anak
2. ¼ jika ada anak
b) Istri mendapat
1. ¼ jika tidak ada ada anak
2. 1/8 jika ada anak
c) Anak laki-laki
1. Menghabiskan seluruh harta apabila tidak ahli waris lain
2. Harta dibagi sama jika bersama saudara laki-lakinya
3. Dua kali lipat bagian anak perempuan jika bersama-sama saudara
perempuannya
4. Mendapat sisa jika ada ahli waris lain dan ada sisa
d) Anak perempuan
1. ½ jika sendiri
2. 2/3 jika dua orang atau lebih
3. Asabat jika bersama sauadara laki-lakinya
e) Cucu laki-laki
1. Menghabiskan seluruh harta jika tidak ada ahli waris lainnya
2. Dibagi rata jika bersama saudaranya laki-laki
3. Dua kali bagian saudara perempuannya jika ada saudara perempuan
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
4. Asabat jika bersama waris yang lain yang mendapat bagian tertentu
f) Cucu perempuan mendapat
1. ½ jika seorang
2. 2/3 jika banyak (untuk mereka 2/3 bagian rata)
3. Asabat jika ditRIK oleh saudaranya laki-laki (cucu laki-laki)
4. 1/6 jika bersama anak perempuan
g) Bapak mendapat
1. 1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki perempuan darianak
laki-laki atau bersama saudara
2. 1/6 dari jika bersama anak perempuan
3. Asabat jika tidak ada ahli waris
4. 2/3 jika ahli hanya inu dan bapak
5. 2/3 dari sisa harta (dalam masalah garawain ) yaitu :
Ahli waris terdiri atas ibu dan bapak saja
Ahli waris terdiri atas istri, ibu dan bapak
h) Ibu mendapat
1. 1/6 jika bersama anak atau cucu dari anak laki-laki
2. 1/3 jika hanya ibu dan bapak
3. 1/3 dari sisa Dalam masalah garawain
i) Kakek mendapat
1. 1/6 jika bersama anak atau cucu dari anak laki-laki
2. 1/6 ditambah sisa jika bersama anak atau cucu peremuan, sedangkan
mayattidak meninggalkan anak laki-laki dan cucu laki-laki
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
3. Semua harta jika tidak ada ahli waris yang lain
4. Semua sisa harta jika mayat tidak meninggalkan anak atau cucu
j) Nenek mendapat
1. 1/6 baik bersama ahli waris yang lain atau tunggal
2. 1/6 dibagi bila dua orang atau lebih
k) Saudara laki-laki sekandung mendapat
1. Seluruh harta jika tidak ada ahli Waris lain
2. Dua kali bagian saudara perempuan
3. Asabat jika bersama ahli waris lain
l) Saudara perempuan sekandung mendapat
1. ½ jika ia sebagai ahli waris tunggal
2. 2/3 jika lebih dari seorang dan tidak ada ahli waris lain
3. Asabat bersama saudara laki-laki sekandung
4. Asabat bersama anak perempuan dan cucu perempuan
m) Saudara laki-laki sebapak mendapat
1. Menerima seluruh harta jika tidak ada ahli waris lain, dibagi sama
rataapabila lebih dari seorang
2. Asabat jika ada ahli waris lain
n) Saudara perempuan sebapak mendapaat
1. ½ jika hanya seorang diri
2. 2/3 jika lebih dari seorang
3. 1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung
4. Asabat bersama saudaranya laki-lakiMata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
5. Asabat jika ada anak atau cucu perempun seorang atau lebih dan tidak
adasaudara perempuan seibu
o) Saudara laki-laki atau perempuan seibu mendapat
1. 1/6 jika seorang diri
2. 1/3 jika dua orng atau lebih.
F. Hijab dan mahjub
Hijab ialahahli waris yang menjadi penghalang bagi ahli waris lain untuk
menerima bagianharta waris. Hijab dibedakan menjadi dua macam, yaitu hijab hirman
dan hijab nuqsan.
1) Hijab hirman apabila menutupnya secara mutlak sehingga mahjub (orang
yangtertutup) sama sekali tidak memperoleh bagian.
2) Hijab nuqsan apabila menutupnya tidak mutlak (sekedar mengurangi jatah
yangditerima mahjub), misalnya dari ¼ menjadi 1/8.
Mahjub ialahahli waris yang tertutup ahli waris lain untuk menerima bagian
harta waris.Apabila hijabnya hirman, mahjub pun hirman, demekian pula sebaliknya.
1) Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
2) Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
3) Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
a. anak kandung laki/perempuan
b. cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
c. bapak
d. kakek
4) Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :
a. ayah
b. anak laki-laki kandung
c. cucu laki-laki dari garis laki-laki
d. Saudara laki-laki kandung
5) Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:
a. anak laki-laki
b. cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
c. ayah
6) Jika semua ahli waris itu laki-laki yangdapat bagian ialah.
a. suami
b. ayah
c. anak laki-laki
7) Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang
dapatwarisan ialah:
a. Isteri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan
d. Ibu
e. Saudara perempuan kandung
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
8) Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki
seayahsampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
DALIL ATAU LANDASAN PEMBAGIAN MAWARIS
Jika memperturutkan hawa nafsu belaka, tentulah para manusia di dalam
membagi harta warisan untuk keluarganya, akan menggunakan cara sesuai kemauan
pemilik harta , yang pembagiannya sangat subjektif, memberi kepada hanya ahli waris
tertentu saja, besarannya terserah maunya dsb., padahal pembagian dan besaran waris
itu berdasar kehendak Allah. Maka dituangkanlah dasar ketentuan-ketentuan itu di
dalam Al-Qur'anul Karim, hadits Rasulullah saw., dan beberapa bagian yang detail
atau lebih rinci bisa berdasarkan fatwa para sahabat atau ijma' para ulama sesudahnya.
Berikut adalah ayat-ayat al-Qur''an dan hadits yang menjadi pedoman pembagian
waris menurut hukum Islam
A. Harta Waris ANAK Yatim
Ditahan jika mereka belum dewasa. � م� ه� ل� لٲ م� � ل م� ہ� م� ل� ہ�� ا� و ه� ل� م� ل�ٱ ��� د م� �ه م� ه� �م م� ه�� م ل! ل"� م# ہ�$ ل� ل% ل&$ �م ٱ� ا� ه) ل( ل* ل+� ہ�� ,- و �. ل ل/ ,- ل0 1- ل� ل� م� ٱ ا� ه( ل� م* ل2ٱ ;Dan ujilah anak-anak yatim itu (sebelum baligh) sehingga mereka cukup umur
(dewasa). Kemudian jika kamu nampak dari keadaan mereka (tanda-tanda yang
menunjukkan bahawa mereka) telah cerdik dan berkebolehan menjaga hartanya, maka
serahkanlah kepada mereka hartanya.(Q.S.An-Nisa: 6).
Jangan dimakan melampaui batas...(Q.S. An-Nisa: 6). $�. � د �ہ ل3 ل# ل$4 ل�ن ل2 � ا� ه27 ل8 م& ل9 #� ل ��� ل�� ہ* ل2 $�� د ل7� م: ہ�� و$ ل; ه( ه4 $ م ل> ل<ا ل2 � ہ? ه27 م� ل0 م� ہ*ٱ م@ ه4 $ م ل� م( ل� �7� د �Aہ ل� ل# ل$4 ل�ن ل2 � Bم Cہ م� ل� م ل� م( ل� ; dan janganlah kamu makan harta anak-anak yatim itu
secara yang melampaui batas dan secara terburu-buru (merebut peluang) sebelum
mereka dewasa dan sesiapa (di antara penjaga harta anak-anak yatim itu) yang kaya
maka hendaklah dia menahan diri (dari memakannya) dan sesiapa yang miskin maka
bolehlah dia memakannya dengan cara yang sepatutnya.... (Q.S. An-Nisa: 6).
Menghadirkan saksi ketika menyerahkannya. Dہ ). ل ہ*ٱ� ,- Cل ل4 ل2 � م� ہ� م� ل( Eل ا� ه�2 ہ� م� $ ل ل� م� ه� ل� لٲ م� � ل م� ہ� م� ل� ہ�� م� ه� م� ل� ل� ل+� ہ�$ ل� $8� د ہ � ل/ ; Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka hartanya, maka hendaklah
kamu adakan saksi-saksi (yang menyaksikan penerimaan) mereka dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (akan segala yang kamu lakukan). (Q.S. An-Nisa: 6)
B. Hak Laki-Laki dan Perempuan:
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
Keduanya memiliki hak mewarisi peninggalan orang tua dan kerabatnya (jaman
jahiliyyah hanya laki-laki saja.)
- Besaran bagian keduanya sudah menjadi ketetapan Allah.
$F� د ه27 Cم �. ل $8� د �Gہ ل! � ل7 Hه ل4 م2 � ل Dه �م ہ� ل.@ Iل ل.$0 ہ� ل# ه* ل7 Iم ل ا م< ل2ٱ ہ# ل�� ہ� لٲ م� ٱ Jل ل7 ل> ل.$0 م� KL د �Gہ ل! ہ" و$ ل �م ہ�( ل2 ل# ه* ل7 Iم ل ا م< ل2ٱ ہ# ل�� ہ� لٲ م� ٱ Jل ل7 ل> ل.$0 م� KL د �Gہ ل! Mہ $Nل م7 م�(
Orang-orang lelaki ada bahagian pusaka dari peninggalan ibu bapa dan kerabat, dan
orang-orang perempuan pula ada bahagian pusaka dari peninggalan ibu bapa dan
kerabat, samada sedikit atau banyak dari harta yang ditinggalkan itu; iaitu bahagian
yang telah diwajibkan (dan ditentukan oleh Allah). (Q.S. An-Nissa: 7).
C. Bagian Waris Untuk Anak dan ORANG TUA:
- Kerabat (ulul arham)
- Anak yatim (ortunya meninggal lebih dahulu)
- Fakir miskin.
D. ?� ه27 م� �. ل �ا د >م Iل م� ه� ل� ا� ه� Iه ل2 Dه �م م� ه;� Iه Oه �م ل�ٱ هن �Pہ 1- ل ل0 م� ل2ٱ ,- ل0 1- ل� ل� م� ل2ٱ ,- ل* م7 Aه م� ٱ ا� ه� ا2 � ه Qل ل0 م Aہ م� ٱ ل7 Rل ل/ ل+� ہ�� ل2
Dan apabila kerabat (yang tidak berhak mendapat pusaka) dan anak-anak yatim serta
orang-orang miskin hadir ketika pembahagian (harta pusaka) itu, maka berikanlah
kepada mereka sedikit daripadanya dan berkatalah kepada mereka dengan kata-kata
yang baik. (Q.S. An-Nisa: 8).
1. Anak laki-laki 2 x bagian anak perempuan. � ہن م� ل� Hل ه ا! م< ٱ Sم ل/ ه@ Hم ہ� ہ7 ل4 T.ل ہ�( � م� Uه ہ� 1- ل� م2 � ل و, ہ� Dه ). ل ٱ� ه� ه& �Vہ ه9 ; Allah
perintahkan kamu mengenai (pembahagian harta pusaka untuk) anak-anak kamu, iaitu
bahagian seorang anak lelaki menyamai bahagian dua orang anak perempuan....(Q.S.
An-Nisa: 11).
2. Bagian anak perempuan jika sendiri (tidak ada anak laki-laki) adalah 1/2, Jika jumlah
anak perempuan itu 2 atau lebih, mereka bersekutu dalam 2/3. ل�$ $Hل ه( Wه ل.ن ه� ل( ل� ہن م� ل� �ل Wم ٱ Xل م ل� "� د و$ ل ہ! ل.ن ه4 ہ�$# ل� � Bه Gم �م ٱ� ل�$ ل( ل� Y� د ل� ہ/ ل2ٲ Zم ل! ل$4 ہ��# ل2 � Jل ل7 ل> ; Tetapi jika anak-anak perempuan itu lebih dari dua, maka
bahagian mereka ialah dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh si mati dan jika
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
anak perempuan itu seorang sahaja, maka bahagiannya ialah satu perdua (separuh)...
(Q.S. An-Nisa: 11).
3. Bagian ortu, jika alm. mempunyai anak, masing-masing= 1/6. Jika alm. tidak
mempunyai anak, maka ibu dapat 1/3, sisanya untuk si bapak. Tetapi jika alm.
mempunyai min 2 saudara, si ibu hanya dapat 1/6, sisanya untuk bapak. �[ د ہ/ ل2ٲ م@ ه& ہ� Dہ م9 ل ل* ل ا ہ< ل2 Dه ل� ل# ل$4 ہ��# Jل ل7 ل> ل.$0 ہ� ه\ ه� ه. ٱ� ل$0 ه� �م هD م� �. ل ه&ن ل9 م� �. ل ہ�$# ل� � �L د ل� ل2 هD ۥ Wل �ہ ل2 ل2 �L د ل� ل2 هD ۥ ل� ل# ل$4 ہ�$# ل� � ه ه( H.ه ٱ� Dہ م� _ ه ہ ل� aه �ل ل* � ل � ۥ ه\ ه� ه. ٱ� Dہ م� _ ه ہ ل� YL د ل cم ہ�� ۥ ; dan bagi
ibu bapa (si mati), tiap-tiap seorang dari keduanya: Satu perenam dari harta yang
ditinggalkan oleh si mati, jika si mati itu mempunyai anak. Tetapi jika si mati tidak
mempunyai anak, sedang yang mewarisinya hanyalah kedua ibu bapanya, maka
bahagian ibunya ialah satu pertiga. Kalau pula si mati itu mempunyai beberapa orang
saudara (adik-beradik), maka bahagian ibunya ialah satu perenam....(Q.S. An-Nisa:
11).
4. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, mengapa menetapkan seperti itu. م� ه4 dه و$ ل* ل"� $0� د ہ&� ل/ $0� ہ(� Eل ل# ل$4 Dل ). ل ٱ� ل.# ہ�� � Dہ ). ل ٱ� لن م� Q� د Rل ہ97 ل� � $�� د Cم ل! م� ه& ل� fه ل7 Iم � ل م� ه� ه.9 � ل ل# 2�ه م� ل> ل<ا م� ه4 dه و$ �ل م* � ل ل2 Ibu-bapa kamu dan anak-anak kamu,
kamu tidak mengetahui siapa di antaranya yang lebih dekat serta banyak manfaatnya
kepada kamu. (Pembahagian harta pusaka dan penentuan bahagian masing-masing
seperti yang diterangkan itu ialah) ketetapan dari Allah; sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. (Q.S. An-Nisa: 11).
E. Bagian Suami-Isteri dan Saudara se-ibu:
1. Suami mendapat 1/2 jika si isteri tidak memiliki anak, jika si isteri memiliki anak,
bagian suami= 1/4.: � لن Uم ل7 ل> ل.$0 ہ� gه ه* ه.7 ٱ� ه� Pه ل( ل� �L د ل� ل2 ل.ن ه� ل� ل# $Uل ہ�$# ل� � �L د ل� ل2 ل.ن ه� �. ل ه&ن ل9 م� �. ل ہ��# م� Pه Nه ل2ٲ Oم � ل Jل ل7 ل> ل�$ Bه Gم ہ! م� Pه ل� ل2 ; Dan
bagi kamu satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu jika mereka
tidak mempunyai anak. Tetapi jika mereka mempunyai anak maka kamu beroleh satu
perempat dari harta yang mereka tinggalkan, ...(Q.S. An-Nisa: 12).
2. Isteri mendapat 1/4 jika si suami tidak memiliki anak, jika si suami memiliki anak,
bagian isteri= 1/8. � ه�� Uم ل7 ل> ل.$0 ہ� هن ه0 H.ه ٱ� ل.ن ه� ل( ل� �L د ل� ل2 م� Pه ل� ل# $Uل ہ�$# ل� � �L د ل� ل2 م� ه& �. ل هPن ل9 م� �. ل ہ��# م� ه� م4 ل7 ل> ل.$0 ہ� gه ه* ه.7 ٱ� ل.ن ه� ل� ل2 ;dan bagi
mereka (isteri-isteri) pula satu perempat dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu
tidak mempunyai anak. Tetapi kalau kamu mempunyai anak maka bahagian mereka
(isteri-isteri kamu) ialah satu perlapan dari harta yang kamu tinggalkan,....(Q.S. An-
Nisa: 12).Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
3. Jika pewaris adalah kalalah dan mempunyai saudara (seibu), bagian masing-masing=
1/6, jika saudara seibu lebih dari seorang, mereka bersekutu dalam 1/3 (bagian saudara
laki=bagian saudara perempuan). Dه ل� ل2 YL د � ل ل7 م� ٱ ہ2 � ل Q� ل( 1- ل( Uل hه �ل ه9 @L د Nه �ل ل# ل$4 ہ��# ہ�$# ل2 ل� � ه\ ه� ه. ٱ� ل$0 ه� �م م� �[ د ہ/ ل2ٲ م@ ه& ہ( ل� ZL د cم � ه م2 � ل iL � ل ۥ
� ہ ه( H.ه ٱ� ہ�, ه" و$ Uل ل7 ه� م� ه� ل� jل ہ� ل+ٲ ہ�ن ل7 Hل Uم � ل ا� و ه! $Uل ; Dan jika si mati yang diwarisi itu, lelaki atau
perempuan, yang tidak meninggalkan anak atau bapa, dan ada meninggalkan seorang
saudara lelaki (seibu) atau saudara perempuan (seibu) maka bagi tiap-tiap seorang dari
keduanya ialah satu perenam. Kalau pula mereka (saudara-saudara yang seibu itu)
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu pada satu pertiga (dengan mendapat sama
banyak lelaki dengan perempuan),...(Q.S. An-Nisa: 12).
F. Khusu Pewaris Kalalah
Kalalah adalah pewaris yang meninggal tanpa memiliki ayah dan anak. Dalam kasus
seperti ini, maka saudara-saudaranya memiliki hak waris yang besar, sbb.:
1. Seorang saudara perempuan mendapat 1/2:
� Jل ل7 ل> ل�$ Bه Gم ہ! ل�$ ل( ل� ZL د cم � ه ۥ Dه ل� ل2 �L د ل� ل2 ۥ Dه ل� kل م� ل� jل ل( ل; ا� dL ه7 م� ٱ ہ# ہ��
jika seseorang mati yang tidak mempunyai anak dan dia mempunyai seorang saudara
perempuan, maka bagi saudara perempuan itu satu perdua dari harta yang ditinggalkan
oleh si mati ...(Q.S. An-Nisa: 176).
2. Jika saudara perempuan lebih dari 1, mereka berserikat dalam 2/3:
� Jل ل7 ل> ل.$0 ہ� ہ# $Hل ه( H.ه ٱ� ل$0 ه� ل( ل� ہن م� ل� �ل Wم ٱ ل�$ ل! ل$4 ہ�$# ل�
Kalau pula saudara perempuannya itu dua orang, maka keduanya mendapat dua
pertiga dari harta yang di tinggalkan oleh si mati ....(Q.S. An-Nisa: 176).
3. Seorang saudara laki-laki mewarisi semua jika tidak ada saudara prempuan.:
� �L د ل� ل2 ل�$ �. ل ه&ن ل9 م� �. ل ہ��# و$ ل� Wه ہ7 ل9 ل ه; ل2
dia pula (saudara lelaki itu) mewarisi (semua harta) saudara perempuannya, jika
saudara perempuannya tidak mempunyai anak...(Q.S. An-Nisa: 176).
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
4. Jika saudaranya terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka laki-laki mendapat 2 x
bagian perempuan:
� ہن م� ل� Hل ه ا! م< ٱ Sم ل/ ه@ Hم ہ� ہ7 ل4 T.ل ہ(( ل� "� د و$ ل ہ! ل2 �ا د >$Nل �م Y� د ل cم ہ�� ا� و ه! ل$4 ہ��# ل2
dan sekiranya mereka (saudara-saudaranya itu) ramai, lelaki dan perempuan, maka
bahagian seorang lelaki menyamai bahagian dua orang perempuan.(Q.S. An-Nisa:
176).
G. Ketentuan Pembagian waris Dalam Hadits
1. Bagian saudara Perempuan.Sabda Nabi Muhammad SAW :
ل@ ل� Nل ل2 لن ا� ل* ل2 jل ہ! �ل cا ہ�� ہ�, Dه )�� Mل lل ا! ل� ا� Iہ# ل $Hل ه( H.ه �� ل.ن ه� ل�
“Allah swt telah menurunkan hukum waris bagi saudara-saudaramu yang perempuan
itu dan Allah swt telah menerangkan bahwa mereka mendapat bagian 2/3 dari
hartamu."
2. Bagian nenek.
( ) "$ �. ��2 �2�*� a�2� m.L ه� ل�$ ل! ا2 ه� ان ه& ل9 ا� ل� ل+� ہ� ل\ ه� ه. ��Yہ ل.� nل ا( ہ� ل@ ل� Nل ل� ). ل ل: ل2 Dہ ا� ل( Eل Dه )�� ل.(, Vل ل., ہ8 �. ل �� ل.# ل�
“Bahwasanya Nabi SAW. telah memberikan bagian seperenam kepada nenek, jika
tidak terdapat (yang menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud dan Nasa’i ).
3. Bagian 2 orang nenek.
ل$0 ه� �ل ا� ل* ہ\ ه� ه. ہ*$� hہ ل� ا7�0 ہ� � لن ہ� ہن ا� ل> �. ل nل ا( ہ� ,Rل Iل
Dari Ubadah bin As-Shamith radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW
menetapkan buat dua orang nenek yaitu 1/6 diantara mereka.(HR. Ahmad, Abu Daud
dan Ibnu Majah).
4. Cucu dari anak laki-laki.
( ��8خ$�ى ( a�2� Kہ ا( G.ه �� Zہ �ا ہ* gل ل� ہن ا* ہا >� Zہ �ا ہ8 ہ� ل\ ه� ه. �� ل� ). ل ل: ل2 Dہ ا� ل( Eل Dه )�� ل.(, Vل ہ8, �. ل �� ,Rل Iل
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
“ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak
laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).
5. Anak perempuan
Zہہ cا _ ه ہ(` ل� qل Aہ ل* ل�$ ل2 ہن ا� Hل ه( H.ه ہ�( Q� ل( ہ0 ا& ل> ه\ ه� ه. �� ہن ا* ہا >� Qہ �ل ا* ہا ل2< Bه Gا �م �� Qہ �ل ا* ہ_ ہ�`
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW menetapkan bagi
anak tunggal perempuan setengah bagian, dan buat anak perempuan dari anak laki
seperenam bagian sebagai penyempurnaan dari 2/3. Dan yang tersisa buat saudara
perempuan .(HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai) .
6. Ashabah
ل74 ل+ @[ Nه �ل ل�, ا2 _ لہ ل�` qل Aہ ل* ل$0 ل� ل�$ ہ( ا; $ ل ہ* rل sہ ل7� Cل �� �Aه tہ ا� � ل . Dہ )�� Mه ه: �ل Mل $Iل Mل $Iل
Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda"Bagikanlah harta
peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki
yang paling utama. " (HR Bukhari).
7. Pembagian jika tidak ada ahli waris dan ulul arhaam
) D�)E ��Cق لق ل� Eا ل� ان ل0 ہ� ه" لا >ل ا� � ل$0 !. ل ہ�
“Sesungguhnya hak menerima harta pusaka itu bagi orang yang
memerdekakan ." (H.R. Bukhari, Muslim).
) �22�� *�2 �0/� a�2� Dه ل� hل �ہ ل2� لا > ان ل� hه �ہ ل2� ل$ ل�!
"Saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud).
إليك وأتوب أستغفرك أنت إال إله ال أن أشهد وبحمدك هم الل سبحانك
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
ASBABU NUZUL AYAT WARIS
A. Hak Waris Kaum Wanita Sebelum Islam
` Sebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk
menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Dengan
dalih bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang membela kaum dan sukunya.
Bangsa Arab jahiliah dengan tegas menyatakan, "Bagaimana mungkin kami
memberikan warisan (harta peninggalan) kepada orang yang tidak bisa dan tidak
pernah menunggang kuda, tidak mampu memanggul senjata, serta tidak pula
berperang melawan musuh." Mereka mengharamkan kaum wanita menerima harta
warisan, sebagaimana mereka mengharamkannya kepada anak-anak kecil.
Sangat jelas bagi kita bahwa sebelum Islam datang bangsa Arab
memperlakukan kaum wanita secara zalim. Mereka tidak memberikan hak waris
kepada kaum wanita dan anak-anak, baik dari harta peninggalan ayah, suami, maupun
kerabat mereka. Barulah setelah Islam datang ada ketetapan syariat yang memberi
mereka hak untuk mewarisi harta peninggalan kerabat, ayah, atau suami mereka
dengan penuh kemuliaan, tanpa direndahkan. Islam memberi mereka hak waris, tanpa
boleh siapa pun mengusik dan menentangnya. Inilah ketetapan yang telah Allah
pastikan dalam syariat-Nya sebagai keharusan yang tidak dapat diubah.
Ketika turun wahyu kepada Rasulullah saw. --berupa ayat-ayat tentang waris--
kalangan bangsa Arab pada saat itu merasa tidak puas dan keberatan. Mereka sangat
berharap kalau saja hukum yang tercantum dalam ayat tersebut dapat dihapus
(mansukh). Sebab menurut anggapan mereka, memberi warisan kepada kaum wanita
dan anak-anak sangat bertentangan dengan kebiasaan dan adat yang telah lama mereka
amalkan sebagai ajaran dari nenek moyang.
Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan sebuah kisah yang bersumber dari
Abdullah Ibnu Abbas r.a.. Ia berkata: "Ketika ayat-ayat yang menetapkan tentang
warisan diturunkan Allah kepada RasulNya --yang mewajibkan agar memberikan hak
waris kepada laki-laki, wanita, anak-anak, kedua orang tua, suami, dan istri-- sebagian
bangsa Arab merasa kurang senang terhadap ketetapan tersebut. Dengan nada Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
keheranan sambil mencibirkan mereka mengatakan: 'Haruskah memberi seperempat
bagian kepada kaum wanita (istri) atau seperdelapan.' Memberikan anak perempuan
setengah bagian harta peninggalan? Juga haruskah memberikan warisan kepada anak-
anak ingusan? Padahal mereka tidak ada yang dapat memanggul senjata untuk
berperang melawan musuh, dan tidak pula dapat andil membela kaum kerabatnya.
Sebaiknya kita tidak perlu membicarakan hukum tersebut. Semoga saja Rasulullah
melalaikan dan mengabaikannya, atau kita meminta kepada beliau agar berkenan
untuk mengubahnya.' Sebagian dari mereka berkata kepada Rasulullah: 'Wahai
Rasulullah, haruskah kami memberikan warisan kepada anak kecil yang masih
ingusan? Padahal kami tidak dapat memanfaatkan mereka sama sekali. Dan haruskah
kami memberikan hak waris kepada anak-anak perempuan kami, padahal mereka tidak
dapat menunggang kuda dan memanggul senjata untuk ikut berperang melawan
musuh?'"
Inilah salah satu bentuk nyata ajaran syariat Islam dalam menyantuni kaum
wanita; Islam telah mampu melepaskan kaum wanita dari kungkungan kezaliman
zaman. Islam memberikan hak waris kepada kaum wanita yang sebelumnya tidak
memiliki hak seperti itu, bahkan telah menetapkan mereka sebagai ashhabul furudh
(kewajiban yang telah Allah tetapkan bagian warisannya). Kendatipun demikian,
dewasa ini masih saja kita jumpai pemikiran yang kotor yang sengaja disebarluaskan
oleh orang-orang yang berhati buruk. Mereka beranggapan bahwa Islam telah
menzalimi kaum wanita dalam hal hak waris, karena hanya memberikan separo dari
hak kaum laki-laki.
B. Asbabun Nuzul Ayat Waris
Banyak riwayat yang mengisahkan tentang sebab turunnya ayat-ayat waris, di
antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Suatu ketika istri
Sa'ad bin ar-Rabi' datang menghadap Rasulullah saw. dengan membawa kedua orang
putrinya. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, kedua putri ini adalah anak Sa'ad bin ar-Rabi'
yang telah meninggal sebagai syuhada ketika Perang Uhud. Tetapi paman kedua putri
Sa'ad ini telah mengambil seluruh harta peninggalan Sa'ad, tanpa meninggalkan
barang sedikit pun bagi keduanya." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Semoga
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
Allah segera memutuskan perkara ini." Maka turunlah ayat tentang waris yaitu (an-
Nisa': 11).
Rasulullah saw. kemudian mengutus seseorang kepada paman kedua putri
Sa'ad dan memerintahkan kepadanya agar memberikan dua per tiga harta peninggalan
Sa'ad kepada kedua putri itu. Sedangkan ibu mereka (istri Sa'ad) mendapat bagian
seperdelapan, dan sisanya menjadi bagian saudara kandung Sa'ad.
Dalam riwayat lain, yang dikeluarkan oleh Imam ath-Thabari, dikisahkan
bahwa Abdurrahman bin Tsabit wafat dan meninggalkan seorang istri dan lima
saudara perempuan. Namun, seluruh harta peninggalan Abdurrahman bin Tsabit
dikuasai dan direbut oleh kaum laki-laki dari kerabatnya. Ummu Kahhah (istri
Abdurrahman) lalu mengadukan masalah ini kepada Nabi saw., maka turunlah ayat
waris sebagai jawaban persoalan itu.
Masih ada sederetan riwayat sahih yang mengisahkan tentang sebab turunnya
ayat waris ini. Semua riwayat tersebut tidak ada yang menyimpang dari inti
permasalahan, artinya bahwa turunnya ayat waris sebagai penjelasan dan ketetapan
Allah disebabkan pada waktu itu kaum wanita tidak mendapat bagian harta warisan.
C. Kajian Terhadap Ayat – Ayat Waris
Pertama : Firman Allah yang artinya "bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan," menunjukkan hukum-hukum sebagai berikut:
1. Apabila pewaris (orang yang meninggal) hanya mempunyai seorang anak laki-laki dan
seorang anak perempuan, maka harta peninggalannya dibagi untuk keduanya. Anak
laki-laki mendapat dua bagian, sedangkan anak perempuan satu bagian.
2. Apabila ahli waris berjumlah banyak, terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan,
maka bagian untuk laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan.
3. Apabila bersama anak (sebagai ahli waris) ada juga ashhabul furudh, seperti suami
atau istri, ayah atau ibu, maka yang harus diberi terlebih dahulu adalah ashhabul
furudh. Setelah itu barulah sisa harta peninggalan yang ada dibagikan kepada anak.
Bagi anak laki-laki dua bagian, sedangkan bagi anak perempuan satu bagian.
4. Apabila pewaris hanya meninggalkan satu anak laki-laki, maka anak tersebut mewarisi
seluruh harta peninggalan. Meskipun ayat yang ada tidak secara sharih (tegas) Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
menyatakan demikian, namun pemahaman seperti ini dapat diketahui dari kedua ayat
yang ada. Bunyi penggalan ayat yang dikutip sebelumnya (Butir 1) rnenunjukkan
bahwa bagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian anak perempuan. Kemudian
dilanjutkan dengan kalimat (artinya) "jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta". Dari kedua penggalan ayat itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa bila ahli waris hanya terdiri dari seorang anak laki-laki, maka ia mendapatkan
seluruh harta peninggalan pewaris.
5. Adapun bagian keturunan dari anak laki-laki (cucu pewaris), jumlah bagian mereka
sama seperti anak, apabila sang anak tidak ada (misalnya meninggal terlebih dahulu).
Sebab penggalan ayat (artinya) "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu", mencakup keturunan anak kandung. Inilah ketetapan
yang telah menjadi ijma'.
Kedua: Hukum bagian kedua orang tua. Firman Allah (artinya): "Dan untuk dua
orang ibu-hapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam."
Penggalan ayat ini menunjukkan hukum-hukum sebagai berikut:
1. Ayah dan ibu masing-masing mendapatkan seperenam bagian apabila yang meninggal
mempunyai keturunan.
2. Apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka ibunya mendapat bagian sepertiga
dari harta yang ditinggalkan. Sedangkan sisanya, yakni dua per tiga menjadi bagian
ayah. Hal ini dapat dipahami dari redaksi ayat yang hanya menyebutkan bagian ibu,
yaitu sepertiga, sedangkan bagian ayah tidak disebutkan. Jadi, pengertiannya, sisanya
merupakan bagian ayah.
3. Jika selain kedua orang tua, pewaris mempunyai saudara (dua orang atau lebih), maka
ibunya mendapat seperenam bagian. Sedangkan ayah mendapatkan lima per enamnya.
Adapun saudara-saudara itu tidaklah mendapat bagian harta waris dikarenakan adanya
bapak, yang dalam aturan hukum waris dalam Islam dinyatakan sebagai hajib
(penghalang). Jika misalnya muncul pertanyaan apa hikmah dari penghalangan
saudara pewaris terhadap ibu mereka --artinya bila tanpa adanya saudara (dua orang
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
atau lebih) ibu mendapat sepertiga bagian, sedangkan jika ada saudara kandung
pewaris ibu hanya mendapatkan seperenam bagian? Jawabannya, hikmah adanya hajib
tersebut dikarenakan ayahlah yang menjadi wali dalam pernikahan mereka, dan wajib
memberi nafkah mereka. Sedangkan ibu tidaklah demikian. Jadi, kebutuhannya
terhadap harta lebih besar dan lebih banyak dibandingkan ibu, yang memang tidak
memiliki kewajiban untuk membiayai kehidupan mereka.
Ketiga: Utang orang yang meninggal lebih didahulukan daripada wasiat. Firman Allah
(artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya."
Secara zhahir wasiat harus didahulukan ketimbang membayar utang orang yang
meninggal. Namun, secara hakiki, utanglah yang mesti terlebih dahulu ditunaikan.
Jadi, utang-utang pewaris terlebih dahulu ditunaikan, kemudian barulah melaksanakan
wasiat bila memang ia berwasiat sebelum meninggal. Inilah yang diamalkan
Rasulullah saw..
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib: "Sesungguhnya kalian telah membaca firman
Allah [tulisan Arab] dan Rasulullah telah menetapkan dengan menunaikan utang-
utang orang yang meninggal, lalu barulah melaksanakan wasiatnya." Hikmah
mendahulukan pembayaran utang dibandingkan melaksanakan wasiat adalah karena
utang merupakan keharusan yang tetap ada pada pundak orang yang utang, baik ketika
ia masih hidup ataupun sesudah mati. Selain itu, utang tersebut akan tetap dituntut
oleh orang yang mempiutanginya, sehingga bila yang berutang meninggal, yang
mempiutangi akan menuntut para ahli warisnya.
Sedangkan wasiat hanyalah suatu amalan sunnah yang dianjurkan, kalaupun tidak
ditunaikan tidak akan ada orang yang menuntutnya. Di sisi lain, agar manusia tidak
melecehkan wasiat dan jiwa manusia tidak menjadi kikir (khususnya para ahli waris),
maka Allah SWT mendahulukan penyebutannya.
Keempat:
Firman Allah (artinya) "orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu." Penggalan ayat ini
dengan tegas memberi isyarat bahwa Allah yang berkompeten dan paling berhak
untuk mengatur pembagian harta warisan. Hal ini tidak diserahkan kepada manusia,
siapa pun orangnya, cara ataupun aturan pembagiannya, karena bagaimanapun bentuk Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
usaha manusia untuk mewujudkan keadilan tidaklah akan mampu melaksanakannya
secara sempurna. Bahkan tidak akan dapat merealisasikan pembagian yang adil seperti
yang telah ditetapkan dalam ayat-ayat Allah.
Manusia tidak akan tahu manakah di antara orang tua dan anak yang lebih dekat atau
lebih besar kemanfaatannya terhadap seseorang, tetapi Allah, Maha Suci Dzat-Nya,
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Pembagian yang ditentukan-Nya pasti adil.
Bila demikian, siapakah yang dapat membuat aturan dan undang-undang yang lebih
baik, lebih adil, dan lebih relevan bagi umat manusia dan kemanusiaan selain Allah?
Kelima:
Firman Allah (artinya) "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu
itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar
utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu." Penggalan ayat tersebut menjelaskan
tentang hukum waris bagi suami dan istri. Bagi suami atau istri masing-masing
mempunyai dua cara pembagian.
Bagian suami:
1. Apabila seorang istri meninggal dan tidak mempunyai keturunan (anak), maka suami
mendapat bagian separo dari harta yang ditinggalkan istrinya.
2. Apabila seorang istri meninggal dan ia mempunyai keturunan (anak), maka suami
mendapat bagian seperempat dari harta yang ditinggalkan.
Bagian istri:
1. Apabila seorang suami meninggal dan dia tidak mempunyai anak (keturunan), maka
bagian istri adalah seperempat.
2. Apabila seorang suami meninggal dan dia mempunyai anak (keturunan), maka istri
mendapat bagian seperdelapan. Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
Keenam:Hukum yang berkenaan dengan hak waris saudara laki-laki atau saudara
perempuan seibu. Firman-Nya (artinya): "Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). "
Yang dimaksud ikhwah (saudara) dalam penggalan ayat ini (an-Nisa': 12) adalah
saudara laki-laki atau saudara perempuan "seibu lain ayah". Jadi, tidak mencakup
saudara kandung dan tidak pula saudara laki-laki atau saudara perempuan "seayah lain
ibu". Pengertian inilah yang disepakati oleh ulama.
Adapun yang dijadikan dalil oleh ulama ialah bahwa Allah SWT telah
menjelaskan --dalam firman-Nya-- tentang hak waris saudara dari pewaris sebanyak
dua kali. Yang pertama dalam ayat ini, dan yang kedua pada akhir surat an-Nisa'.
Dalam ayat yang disebut terakhir ini, bagi satu saudara mendapat seperenam bagian,
sedangkan bila jumlah saudaranya banyak maka mendapatkan sepertiga dari harta
peninggalan dan dibagi secara rata.
Sementara itu, ayat akhir surat an-Nisa' menjelaskan bahwa saudara
perempuan, jika sendirian, mendapat separo harta peninggalan, sedangkan bila dua
atau lebih ia mendapat bagian dua per tiga. Oleh karenanya, pengertian istilah ikhwah
dalam ayat ini harus dibedakan dengan pengertian ikhwah yang terdapat dalam ayat
akhir surat an-Nisa' untuk meniadakan pertentangan antara dua ayat.
Sementara itu, karena saudara kandung atau saudara seayah kedudukannya
lebih dekat --dalam urutan nasab-- dibandingkan saudara seibu, maka Allah
menetapkan bagian keduanya lebih besar dibandingkan saudara seibu. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa pengertian kata ikhwah dalam ayat tersebut (an-
Nisa': 12) adalah 'saudara seibu', sedangkan untuk kata yang sama di dalam akhir surat
an-Nisa' memiliki pengertian 'saudara kandung' atau 'saudara seayah'.
Rincian Beberapa Keadaan Bagian Saudara Seibu
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
A. Apabila seseorang meninggal dan mempunyai satu orang saudara laki-laki seibu
atau satu orang saudara perempuan seibu, maka bagian yang diperolehnya adalah
seperenam.
B. Jika yang meninggal mempunyai saudara seibu dua orang atau lebih, mereka
mendapatkan dua per tiga bagian dan dibagi secara rata. Sebab yang zhahir dari
firman-Nya [tulisan Arab] menunjukkan adanya keharusan untuk dibagi dengan
rata sama besar-kecilnya. Jadi, saudara laki-laki mendapat bagian yang sama
dengan bagian saudara perempuan.
Makna Kalaalah
Pengertian kalaalah ialah seseorang meninggal tanpa memiliki ayah ataupun
keturunan; atau dengan kata lain dia tidak mempunyai pokok dan cabang. Kata
kalaalah diambil dari kata al-kalla yang bermakna 'lemah'. Kata ini misalnya
digunakan dalam kalimat kalla ar-rajulu, yang artinya 'apabila orang itu lemah dan
hilang kekuatannya'.
Ulama sepakat (ijma') bahwa kalaalah ialah seseorang yang mati namun tidak
mempunyai ayah dan tidak memiliki keturunan. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a., ia berkata: "Saya mempunyai pendapat mengenai kalaalah. Apabila
pendapat saya ini benar maka hanyalah dari Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-
Nya. Adapun bila pendapat ini salah, maka karena dariku dan dari setan, dan Allah
terbebas dari kekeliruan tersebut. Menurut saya, Kalaalah adalah orang yang
meninggal yang tidak mempunyai ayah dan anak. "
Ketujuh:
Firman Allah (artinya) "sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau
sudah dibayar utangnya dengan tidak membebani mudarat (kepada ahli waris)". Ayat
tersebut menunjukkan dengan tegas bahwa apabila wasiat dan utang nyata-nyata
mengandung kemudaratan, maka wajib untuk tidak dilaksanakan. Dampak negatif
mengenai wasiat yang dimaksudkan di sini, misalnya, seseorang yang berwasiat untuk
menyedekahkan hartanya lebih dari sepertiga. Sedangkan utang yang dimaksud Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
berdampak negatif, misalnya seseorang yang mengakui mempunyai utang padahal
sebenamya ia tidak berutang. Jadi, baik wasiat atau utang yang dapat menimbulkan
mudarat (berdampak negatif) pada ahli waris tidak wajib dilaksanakan.
Hukum Keadaan Saudara Kandung atau Seayah
Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa': 176 mengisyaratkan adanya beberapa
keadaan tentang bagian saudara kandung atau saudara seayah.
A. Apabila seseorang meninggal dan hanya mempunyai satu orang saudara
kandung perempuan ataupun seayah, maka ahli waris mendapat separo harta peninggalan,
bila ternyata pewaris (yang meninggal) tidak mempunyai ayah atau anak.
B. Apabila pewaris mempunyai dua orang saudara kandung perempuan atau seayah ke
atas, dan tidak mempunyai ayah atau anak, maka bagian ahli waris adalah dua per tiga
dibagi secara rata.
C. Apabila pewaris mempunyai banyak saudara kandung laki-laki dan saudara kandung
perempuan atau seayah, maka bagi ahli waris yang laki-laki mendapatkan dua kali
bagian saudara perempuan.
D. Apabila seorang saudara kandung perempuan meninggal, dan ia tidak mempunyai
ayah atau anak, maka seluruh harta peninggalannya menjadi bagian saudara kandung
laki-lakinya. Apabila saudara kandungnya banyak --lebih dari satu-- maka dibagi
secara rata sesuai jumlah kepala. Begitulah hukum bagi saudara seayah, jika ternyata
tidak ada saudara laki-laki yang sekandung atau saudara perempuan yang sekandung.
ASBABUL FURUDH MAWARIS
PEMBAHASAN
Secara bahasa, kata furudh mempunyai enam arti yang berbeda yaitu al-qth’
‘ketetapan yang pasti’ at-taqdir ‘ketentuan’ dan al-bayan ‘penjelasan’. Sedangkan
menurut istilah, fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya
menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
waris tertentu. Di dalam al-qur’an, kata furudh muqaddarah ( yaitu pembagian ahli
waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian,
yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga
(1/3), dan seperenam (1/6).
Ashabul Al-Furudh adalah sekelompok orang-orang yang menerima bagian harta
warisan dengan ketentuan yang telah di tetapkan secara jelas oleh syara’ atau dengan
kata lain dapat disebut dzawil faraid yaitu keberadaan para orang dalam setiap kondisi
“peristiwa kewarisan” tanpa dapat memilih atau berkurang dan bertambah. Kelompok
orang tersebut adalah ayah, ibu, kakek, nenek shahihah (seterusnya ke atas), anak
perempuan, cucu perempuan, pancar laki-laki (seterusnya menurun), saudari kandung,
saudari tunggal ayah, saudari tunggal ibu (Ashabul Furudh Nasabiyah : kelompok
orang yang berdasar hubungan sedarah) dan dua orang lainnya yakni suami dan istri
(Ashabul Furudh Sababiyah : hubungan sebab perkawinan)
Bagian yang telah ditentukan dalam Al Qur’an untuk Ashab Furudh ini ada enam
macam, yaitu :
1. Setengah (1/2)
2. Seperempat (1/4)
3. Seperdelapan (1/8)
4. Dua per tiga (2/3)
5. Sepertiga (1/3)
6. Seperenam (1/6)
A. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Setengah
Ashab Furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) dari harta waris peninggalan
pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya dari golongan
perempuan. Kelima Ashab Furudh tersebut adalah : (1) duda,(2) anak perempuan, (3)
cucu perempuan keturunan laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari
anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah, (4) saudara perempuan sekandung, (5)
saudara perempuan seayah.
Penjelasan sebagai berikut :
1. Duda, seorang duda berhak untuk mendapatkan setegah harta warisan, dengan
syarat apabila istrinya tidak mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak
perempuan, baik anak keturunan itu dari duda tersebut ataupun dari bekas
dudanyayang terdahulu. selain anak, mencakup pula keturunan janda seterusnya yang Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu
perempuan keturunan anak laki-laki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak
laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
Dasar Hukum : QS. An-Nisa Ayat 15
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak,——
Suami tidak dapat menghalangi (hajib) ahli waris lain, dan juga tidak dapat terhalang
total (mahjub hirman), dan hanya dapat menjadi hijab nuqshan apabila pewaris
meninggalkan anak atau cucu.
2. Anak perempuan kandung (bukan anak tiri ataupun anak angkat) mendapat bagian
setengah dengan dua syarat :
• Anak perempuan itu adalah anak tunggal.
• Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, baik yang berasal dari ibu anak perempuan
tersebut maupun dari janda pewaris yang lain. Dengan kata lain anak perempuan
tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki satu pun.
Dasar Hukum : QS. An-Nisa Ayat 11
….maka jika anak itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta…
Anak perempuan sorang atau lebih tidak pernah menjadi mahjub.
3. Seorang cucu perempuan dari pancar laki-laki dan akan mendapat separuh, dari
harta pewaris dengan tiga syarat :
• Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (cucu laki-laki dari anak laki-laki)
• Apabila hanya seorang (tidak ada cucu perempuan dari keturunan laki-laki lain)
• Apabila pewaris tidak meninggalkan anak perempuan maupun anak laki-laki.
Cucu perempuan dari anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung
perempuan bila anak perempuan tidak ada,.
Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki hanya menjadi penghalang (hijab) bagi
saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu dari pewaris.
Cucu perempuan dari anak laki-laki menjadi terhalang (mahjub hirman) apabila
pewaris meninggalkan anak laki-laki atau anak perempuan dua orang atau lebih,
kecuali jika cucu perempuan tersebut bersama dengan cucu laki-laki yang sederajat.
4. Saudara perempuan sekandung akan mendapat separuh harta warisan dengan tiga
syrat :Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
• Pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki, atau cucu laki-laki dari pancar laki-laki
• Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara)
• Pewaris tidak meninggalkan ayah atau kakek.
Dasar Hukum: QS. An-Nisa Ayat 176
………. Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: “Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya…………
5. Saudara perempuan seayah memperoleh setengah dengan lima syarat :
• Apabila ia hanya seorang diri
• Ia tidak mempunyai saudara laki-laki
• Pewaris tidak meninggalkan saudara perempuan sekandung
• Pewaris tidak meninggalkan ayah atau kakek
• Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan
(anak, cucu, cicit, dan seterusnya), baik keturunan laki-laki ataupun keturunan
perempuan, dengan syrat tidak bercampur unsure perempuan di dalamnya.
B. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Seperempat
Ashab Furudh yang berhak mendapat seperempat (1/4) bagian dari harta peninggalan
pewaris hanya ada dua, yaitu duda dan janda.
1. Seorang duda berhak memperoleh seperempat warisan istrinya apabila almarhumah
istrinya meninggalkan anak atau cucu, baikma anak itu dari darah daginganya atau
berasal dari suami sebelumnya. Hal ini berdasarkan QS. An-Nisa Ayat : 12
……..jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya………
2. Janda mendapat bagian seperempat dari harta peninggalan suaminya, jika almarhum
tidak meninggalkan anak atau cucu, baik anak itu lahir dari rahimnya, atau dari rahim
istri lainnya. Hal ini berdasarkan QS. An-Nisa Ayat : 12
……Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak…..
Janda tidak dapat menghalangi (hajib) ahli waris lain, dan juga tidak dapt terhalang
total (hajib hirman), dan hanya dapat menjadi hijab nuqshan apabila pewaris
meninggalkan anak atau cucu.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
C. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Ahli waris yang memperoleh bagian seperdelapan dari harta peninggalan hanya istri
(seorang istri ataupun lebih) apabila almarhum suaminya meninggalkan anak atau
cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. QS. An-
Nisa Ayat 12
……….jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu……….
D. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Dua Per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapat 2/3 bagian dari harta peninggalan ada empat, yang
terdiri dari perempuan, yaitu :
1. Dua orang atau lebih anak perempuan. Dasar hukum QS. An-Nisa Ayat 11
………jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan……….
Dua anak perempuan atau lebih, menghijab cucu perempuan dari anak laki-laki,
kecuali cucu perempuan dari anak laki-laki itu bersama dengan cucu laki-laki dari
anak laki-laki pewaris, maka mereka memperoleh sisa dengan dua berbanding satu.
Seorang anak perempuan atau lebih, menghijab saudara seibubaik laki-laki maupun
perempuan.
2. Dua orang atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki, dengan syarat :
a. Pewaris tidak meninggalkan anak baik laki-laki maupun perempuan.
b. Pewaris tidak mempunyai dua orang anak perempuan
c. Dua atau lebih cucu perempuan tersebut tidak memiliki saudara laki-laki dari anak
laki-laki pewaris.
Dasar hukum yang digunakan sama dengan dalil yang diterapkan kepada anak
perempuan, oleh karena cucu perempuan dari pancar laki-laki dipandang sama dengan
anak perempuan, apabila tidak ada anak perempuan.
3. Dua orang atau lebih saudara perempuan sekandung, dengan syarat :
a. Pewaris tidak meninggalkan anak, laki-laki maupun perempuan, atau cucu, baik
laki-laki maupun perempuan dari pancar laki-laki.
b. Pewaris tidak pula meninggalkan ayah atau kakek shahih
c. Dua saudara perempuan itu tidak bersama dengan saudara laki-laki sekandung pula.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
…………tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. ……….
4. Dua orang atau lebih saudara perempuan seayah, dengan syarat :
a. Pewaris tidak meninggalkan anak, laki-laki maupun perempuan, atau cucu, baik
laki-laki maupun perempuan dari pancar laki-laki.
b. Pewaris tidak pula meninggalkan ayah atau kakek shahih.
c. Dua saudara perempuan seayah itu tidak bersama dengan saudara laki-laki seayah
pula.
d. Pewaris tidak meninggalkan saudara kandung (laki-laki maupun perempuan)
E. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Sepertiga
Ahli waris Ashab Al-furud yang berhak mendapat bagian sepertiga hanya dua orang,
yaitu ibu, dan dua saudara (baik laki-laki atau perempuan) yang seibu.
1. Seorang ibu berhak memperoleh sepertiga bagian dari harta dengan syarat :
• Pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki dari pancar laki-laki
• Pewaris tidak meninggalkan pula dua saudara atau labih (laki-laki atau perempuan)
baik saudara sekandung, atau seayah, atau seibu. QS. An-Nisa Ayat 11
………jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga…….
…jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat
seperenam….
Ibu masih mempunyai bagian yang disebut dengan istilah tsuluts al-baaqi (1/3 dari
sisa). Bagian ibu ini dinamakan masalah al-Gharrawain atau masalah Umariatain.
Bagian ibu ini merupakan hasil ijtihad Umar bin Khattab yang selanjutnya diikuti oleh
sejumlah ulama, kecuali Ibnu Abbas yang berpendapat bagian ibu tetap 1/3 dari
seluruh warisan.
Ibu tidak dapat terhalang total (mahjub hirman), kecuali dapat berkurang bagiannya
(mahjub nuqshan) apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu ataukah saudara dua
orang atau lebih.
Ibu menjadi hajib (penghalang) bagi nenek (ibunya ibu) seterusnya ke atas, dan nenek
(ibunya ayah) seterusnya ke atas.
2. Saudara seribu (baik laki-laki maupun perempuan) berhak memperoleh sepertiga
dengan syarat :
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
• Bila pewaris tidak meninggalkan anak (baik laki-laki ataupun perempuan), atau cucu
dari pancar laki-laki, juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
• Jumlah saudara seibu itu dua orang atau lebih.
Dasar Hukum : QS. An-Nisa Ayat 11
……….jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu……..
Kalimat dalam ayat ini adalah saudara seibu. Sebab Allah SWT, telah menjelaskan
hukum yang berkenaan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung
dalam QS. An-Nisa : 176 . Demikian pula kedudukan saudara laki-laki dan saudara
perempuan seayah dalam ayat yang sama. Oleh karena itu dalam pandangan ulama
ayat di atas menyinggung saudara seibu. (saudara seibu tidak pernah menjadi hajib
bagi ahli waris).
F. Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Seperenam
Adapun Ashab al-Furudh yang berhak mendapat seperenam bagian dari harta
peninggalan ada tujuh orang, yaitu : ayah, kakek (bapak dari ayah), ibu, cucu
perempuan pancar laki-laki, saudara perempuan seayah, saudara seibu, dan nenek
shahih.
1. Ayah
Ayah akan mendapat seperenam (1/6) bagian dari harta peninggalan apabila pewaris
mempunyai anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Akan tetapi bila
pewaris meninggalkan anak perempuan atau cucu permpuan pancar laki-laki, maka
ayah memperoleh seperenam ditambah sisa setelah anak atau cucu perempuan tersebut
mengambil bagiannya.
Dasar Hukum: QS. An-Nisa Ayat 11
……..Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga…………
Ayah dapat menjadi hajib bagi kakek shahih, nenek shahih, saudara, keponakan,
paman, dan saudara sepupu.Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
2. Kakek (bapak dari ayah) atau disebut kakek shahih
Kakek Shahih akan mendapat 1/6 bagian dari harta peninggalan apabila pewaris
mempunyai anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Akan tetapi bila
pewaris meninggalkan anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki, maka
kakek memperoleh 1/6 ditambah sisa setelah anak atau cucu perempuan tersebut
mengambil bagiannya. Ia menduduki status ayah apabila tidak ada ayah atau saudara
laki-laki/perempuan sekandung atau seayah.
Kakek shahihdapat menjadi hajib bagi saudara seibu, keponakan, paman, dan saudara
sepupu (misan).
Dasar hukum kedudukan kaek ini sama dengan dasar hukum ayah, juga disebutkan
oleh Rasulullah SAW, yang artinya “telah berkata Ma’qil bin Yassar al-Muzani bahwa
Rasulullah telah hukumkan kakek dapat 1/6” (HR.Ahmad dan Abu Daud)
3. Ibu
Ibu akan mendapat 1/6 apabila :
• Pewaris mempunyai anak laki-laki atau perempuan, dan atau cucu laki-laki dari
pancar laki-laki
• Bila pewaris meninggalkan dua orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki
ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, maupun seibu, sebagaimana QS. An-
Nisa Ayat :
……jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat
seperenam….
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki seorang atau lebih akan mendapat bagian 1/6
apabila pewaris meninggalkan seorang anak perempuan yang memperoleh 1/2 dan
cucu perempuan tersebut mendapat 1/6 sebagai pelengkap 2/3.
Adapun dasar hukum diambil dari hadits Nabi SAW yang artinya “Telah berkata
‘Abdillah bin Mas’ud : Rasulullah SAW, pernah hukumkan untuk seorang anak
perempuan separuh, dan untuk seorang cucu perempuan 1/6 buat mencukupkan 2/3
dan selebihnya itu buat saudara perempuan” (HR. Al-Jamaah kecuali Muslim dan al
Tirmidzi dari Ibnu Mas’du).
5. Saudara perempuan seayah memperoleh 1/6 dari harta peninggalan pewaris apabila
pewaris mempunyai seorang saudara kandung perempuan. Hal ini hukumnya sama
dengan keadaan cucu perempuan dari pancar laki-laki bersama dengan anak
perempuan.Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
Saudara perempuan seayah terhalang (mahjub) oleh karena adanya salah satu di antara
anak laki-laki, cucu laki-laki dari pancar laki-laki, ayah, saudara laki-laki, sekandung,
dan atau dua orang atau lebih saudara perempuan sekandung.
6. Saudara laki-laki atau perempuan seibu memperoleh bagian seperenam dengan
syarat :
a. Hanya seorang diri
b. Pewaris tidak meninggalkan ahli dari unsurushul al-mayyit (hubungan nasab garis
lurus ke atas seperti ayah, kakek dan seterusnya) atau furu’ al mayyit (hubungan nasab
garis lurus ke bawah seperti anak, laki-laki ataupun perempuan).
Dasar hukum QS. An-Nisa Ayat 12
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja)
atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta……
7. Nenek Shahih
Adalah nenek yang berhubungan nasabnya sampai kepada pewaris dan tidak diselingi
oleh kakek ghairu shahih, nenek tersebut adalah :
a. Nenek sebelah ibu, mendapat 1/6 jika pewaris tidak meninggalkan ibu
b. Nenek sebelah ayah, seorang atau lebih dapat 1/6 jika pewaris tidak meninggalkan
ayah dan tidak pula meninggalkan ibu.
Adapun dasar hukum diambil dari sebuah hadits Nabi SAW, yang artinya : ”Dari
Buraidah : Bahwasanya Nabi SAW, telah diberi bagi nenek 1/6, apabila tidak ada ibu”
(HR. Abu Dawud)
Kesimpulan
Dari kesemua ahli waris Ashab Al-Furudh di atas berjumlah dua belas orang, empat
orang dari pihak laki-laki dan delapan dari pihak perempuan. Keempat dari pihak
laaki-laki adalah :
1. Suami
2. Ayah
3. Kakek
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
4. Saudara laki-laki seibu
Dari pihak perempuan adalah :
1. Istri
2. Ibu
3. Nenek
4. Anak perempuan
5. Cucu perempuan dari anak laki-laki
6. Saudara perempuan sekandung
7. Saudara perempuan seayah
8. Saudara perempuan seibu
Dari kedua belas Ashab Al-Furudh diatas, enam diantaranya karena adanya pengaruh
dari orang lain terkadang menjadi ashabah, yaitu :
1. Ayah
2. Kakek
3. Anak perempuan dari anak laki-laki
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki
5. Saudara perempuan sekandung
6. Saudara perempuan seayah
III. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dari tulisan kali ini, ilmu faraidh sangat penting dan memiliki
dasar hukum yang kuat, sama kuatnya dengan hukum syariat lainnya seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji. Sejarah perkembangan ilmu faraidh dengan turunnya ayat-ayat mawaris
membawa kemaslahatan bagi semua pihak, dan hal ini memiliki banyak hikmah. Selanjutnya,
penulis menghimbau kepada para pembaca umat muslimin dan juga penulis sendiri untuk
berusaha menjalankan tuntunan pembagian warisan menurut hukum Islam dengan dimulai Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri Jbr
By,Imam GhozaliQutsi Pratama
dari diri dan keluarga masing-masing sebagai salah satu bukti ketaatan kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama
DAFTAR ISI
1. Rofiq, Ahmad, Dr., MA., Fiqih Mawaris Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001.
2. Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta : Senayan
Abadi Publishing, 2004.
3. Parman, Ali, Kewarisan Dalam Al-Quran (Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir
Tematik), Jakarta : PT. Raja grafindo Persada, 1995.
4. Daradjat, Zakiah, Prof., Dr., Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Jilid
III.
5. Lubis, Suhrawardi K., S.H., Simanjuntak, Komis, S.H, Hukum Waris Islam (Lengkap &
Praktis), Jakarta : Sinar Grafika, 1995, Cet. I.
Mustari, Abdillah, 2013.Hukum Kewarisan Islam. Makassar : Alauddin University Press.
Doi, Abdur Rahman I, 1996. Hudud dan Kewarisan (Syari’ah II). Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Sardimadi, A.Sukris, 1997. Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Yunus, A.Assaad, 1992. Pokok-pokok Hukum Kewarisan Islam (Faraidh). Jakarta : PT
Alqushwa
Umam, Dian Khairul, 1999, Fiqih Mawaris, CV. Pustaka Setia, Bandung.
Rasjid, Sulaiman, 2002, Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung.
Shiddiqy, Hasbi As, 1967, Pengantar Ilmu Fiqih, CV. Mulia, Jakarta.
As-Shabuni, Muhammad Ali, 1979, Hukum Waris Dalam Syariat Islam,
CV. Diponegoro. Bandung.
Karim, A. Syafi’I, 2006, Fiqih dan Ushul Fiqih, CV. Pustaka setia, Bandung.
Mata Kuliyah Masa’ilul Fiqh (Mawaris) Semester VII STAI Al-Qodiri JbrBy,
Imam GhozaliQutsi Pratama