22
BAB I PENDAHULUAN Kasus-kasus tumor pada telinga jarang terjadi. Baik berupa tumor jinak (benign) maupun tumor ganas (malignant). Kebanyakan tumor telinga ditemukan pada saat seseorang memeriksakan telinganya kepada dokter. Keluhan yang sering dirasakan adalah pendengaran berkurang dan telinga terasa penuh. 1 Tumor yang bersifat jinak kemungkinan terjadi di saluran telinga, menutup saluran telinga dan menyebabkan hilangnya pendengaran dan membentuk kotoran telinga. Beberapa tumor mengandung kantung kecil yang berisi kulit yang menonjol (kista sebaceous), osteomas (tumor tulang), dan berkembangnya jaringan parut sehabis luka (keloid). Kebanyakan keberhasilan pengobatan untuk tumor adalah dengan operasi pengangkatan tumor tersebut. Setelah tindakan operasi, pendengaran biasanya dapat kembali normal namun dapat pula menetap tergantung kondisi dan sifat tumor tersebut. 1,2 Laporan para peneliti menunjukkan, insidensi tumor di telinga luar antara 1 : 5000 sampai 1 : 15.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Sementara insidensi tumor di telinga tengah antara 1 : 5000 sampai 1 : 20.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Diagnosis tumor pada telinga luar tidak terlalu sukar, karena letak anatomis yang lebih 1

WORD Tumor Auris

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: WORD Tumor Auris

BAB I

PENDAHULUAN

Kasus-kasus tumor pada telinga jarang terjadi. Baik berupa tumor jinak (benign)

maupun tumor ganas (malignant). Kebanyakan tumor telinga ditemukan pada saat seseorang

memeriksakan telinganya kepada dokter. Keluhan yang sering dirasakan adalah

pendengaran berkurang dan telinga terasa penuh.1

Tumor yang bersifat jinak kemungkinan terjadi di saluran telinga, menutup saluran

telinga dan menyebabkan hilangnya pendengaran dan membentuk kotoran telinga. Beberapa

tumor mengandung kantung kecil yang berisi kulit yang menonjol (kista sebaceous),

osteomas (tumor tulang), dan berkembangnya jaringan parut sehabis luka (keloid).

Kebanyakan keberhasilan pengobatan untuk tumor adalah dengan operasi pengangkatan

tumor tersebut. Setelah tindakan operasi, pendengaran biasanya dapat kembali normal

namun dapat pula menetap tergantung kondisi dan sifat tumor tersebut.1,2

Laporan para peneliti menunjukkan, insidensi tumor di telinga luar antara 1 : 5000

sampai 1 : 15.000 dari seluruh penderita dengan keluhan telinga. Sementara insidensi tumor

di telinga tengah antara 1 : 5000 sampai 1 : 20.000 dari seluruh penderita dengan keluhan

telinga. Diagnosis tumor pada telinga luar tidak terlalu sukar, karena letak anatomis yang

lebih terbuka, sedangkan pada telinga tengah dan mastoid penegakan diagnosisnya lebih

sulit, karena letak anatomis yang tertutup dan mempunyai gejala yang sama dengan otitis

media kronika yang tidak sembuh-sembuh walaupun telah dilakukan pengobatan.1

Penegakan diagnosis tumor sedini mungkin dirasakan sangat perlu, sehingga dapat

tercapai hasil terapi yang lebih baik, karena keberhasilan terapi tumor sangat tergantung

pada ketepatan penegakan diagnosis dini. Diharapkan penatalaksanaan kasus tumor telinga

dapat memberikan hasil terapi yang baik, terutama apabila menghadapi kasus-kasus

serupa.1,2

BAB II

1

Page 2: WORD Tumor Auris

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga terbagi menjadi: telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga tengah adalah

ruangan yang terisi udara dan dilapisi membran mukus, terletak di tulang temporal yang

berada di antara membran timpani di sebelah lateral dan dinding telinga tengah di sebelah

medial. Atap kavum timpani adalah tegmen timpani yang juga berperan sebagai alas dari

fossa cranii media, sedangkan dinding inferior kavum timpani yang irregular dibentuk oleh

bulbus jugularis. Pada bagian posterior kavum timpani terdapat prosessus styloideus dan

aditus ad antrum, sedangkan di sebelah anterior terdapat areteri carotis interna, orifisium

tuba Eustachius, dan otot tensor timpani. Membrana timpani membentuk dinding lateral dari

kavum timpani dan batas medial kavum timpani dibentuk oleh canalis semisirkularis

horizontalis, canalis facialis, tingkap bundar, tingkap lonjong, dan promontorium. Di kavum

timpani juga terdapat 3 tulang pendengaran yang saling berhubungan dan bisa bergerak,

tulang-tulang pendengaran ini menjembatani ruangan antara membrana timpani dan telinga

dalam. Tiga tulang pendengaran tersebut adalah malleus, incus, dan stapes.3,4,5

Membrana Timpani

Membrana timpani merupakan batas lateral dari telinga tengah. Membrana timpani

berbentuk elips, tipis, dan semi transparan dengan ukuran lebar dewasa sekitar 9-10 mm,

dengan tinggi 8-9 mm, pada anak-anak ukuran lebih kecil. Membrana timpani dibagi

menjadi dua bagian: pars tensa dan pars flaksida (Membrana Shrapnell). Pars tensa

merupakan bagian terbesar membrana timpani, menebal di bagian pinggir pada annulus

fibrokartilagineus yang melekat pada sulkus timpanikus. Pars tensa dibagi menjadi 4

kuadran dengan menarik dua garis imajiner, yang pertama ditarik garis searah dengan

prosesus longus malei, yang kedua ditarik garis yang tegak lurus pada garis tersebut di

umbo. Empat kuadran tersebut adalah anterosuperior, anteroinferior, posterosuperior, dan

posteroinferior.3,7

Pars tensa terdiri dari lima lapisan : 1)lateral, 2)subepitel, 3)fibrosa, 4)submukosa,

5)medial. Lapisan lateral terdiri dari epitel gepeng berlapis (stratified squamus epithelium),

yang merupakan lanjutan dari kanalis auditorius eksternus. Lapisan subepitel terdiri dari

2

Page 3: WORD Tumor Auris

jaringan penyambung dimana banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan

fibrosa (lamina propia) yang terdiri dari dua lapis serat kolagen dimana bagian lateral

berbentuk radier, sedangkan bagian medial berbentuk sirkuler. Lapisan submukosa terdiri

dari pembuluh darah dan saraf. Lapisan medial mukosanya terdiri dari epitel kuboid

simpleks, merupakan kelanjutan mukosa telinga tengah.7

Tuba Eustachius

Tuba Eustachius menghubungkan antara telinga tengah dan nasofarings. Pintu tuba

Eustachius berada di dinding anterior dari kavum timpani, kemudian ke arah depan medial

selanjutnya turun memasuki nasofarings yang berada di sebelah inferior dari meatus nasi

inferior. Tuba ini berfungsi untuk ventilasi, menjaga agar tekanan udara telinga tengah

selalu sama dengan tekanan udara luar. Berfungsi juga untuk drainase sekret dan

menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Pada orang dewasa, ukuran

tuba eustachius lebih panjang daripada pada bayi atau anak kecil. Penambahan panjang

biasanya terjadi sebelum usia 6 tahun dan telah dilaporkan ukuran terpendek 30 mm dan

terpanjang 40 mm namun disebutkan juga pada literatur panjang rata-rata sekitar 31-38 mm.

Pada dewasa tuba Eustachius berada pada sudut 45º dari bidang horizontal sedangkan pada

bayi hanya 10º. Tuba Eustachius dibagi menjadi 2 bagian: 1) Bagian tulang (sepertiga

bagian yang dekat dengan telinga tengah), 2) Bagian kartilago (duapertiga bagian

sisanya).3,4,7

Vaskularisasi Telinga Tengah

Vaskularisasi untuk telinga tengah dan mastoid diperoleh dari cabang-cabang arteri

karotis eksterna, arteri karotis interna, dan arteri basilaris. Arteri timpanik inferior, cabang

dari arteri karotis eksterna memberi percabangan ke arteri faringeal ascenden, masuk ke

kavum timpani melalui kanalikulus timpani inferior bersama nervus Jacobson. Pembuluh

darah lain yang juga cabang dari arteri karotis eksterna membentuk anastomose untuk

memperdarahi telinga tengah, yaitu arteri timpanik anterior, arteri aurikularis profunda,

arteri mastoid, arteri stilomastoid, arteri petrosus superfisialis, arteri timpanik superior, dan

arteri tubarius.4,7

3

Page 4: WORD Tumor Auris

Persarafan Telinga Tengah

Saraf yang menginervasi kavum timpani adalah pleksus timpanikus. Pleksus

timpanikus terdiri dari cabang timpani n. glosofaringeus dan nervus caroticus. Cabang

timpanik (nervus Jacobson) yang berasal dari ganglion inferior nervus glosofaringeus

memasuki kavum timpani melalui kanalikulus timpanik inferior bersama arteri timpanik

inferior merupakan saraf sensorik yang membawa rasa nyeri ke telinga akibat gangguan

pada daerah farings. Serabut saraf tersebut kemudian berjalan pada promontorium dan

dinding medial kavum timpani untuk bergabung dengan nervus karotikotimpanik (serabut

simpatetik pleksus perikarotis) setinggi foramen rotundum membentuk nervus petrosus

superfisialis minor. Nervus tersebut selanjutnya masuk ke bagian superior kanalikulus

timpanik inferior menuju prosesus kokleariformis dan diteruskan ke fosa kranii media dekat

atau di dalam semikanal muskulus tensor timpani.7

B. NERVUS FASIALIS

Terdapat tiga buah nukleus yang berhubungan dengan nervus fasialis, yaitu nukleus

motoris pada bagian kaudal dari pons yang mempersyarafi muskulus frontalis dan muskulus

orbikularis okuli, nukleus salivatori superior pada dorsal dari nukleus motoris yang

membawa serabut parasimpatetik menuju kelenjar submandibula, sublingual, lakrimal,

glandula nasalis, dan palatina, serta yang ketiga adalah nukleus traktus solitarius pada

medulla oblongata yang menerima sensari rasa, proprioseptif, dan serabut sensorik kutaneus

dari nervus fasialis.4,7

Jalannya nervus fasialis secara umum dibagi atas 5 segmen, yaitu:7

1. Segmen intrakranial sepanjang 24 mm dari pons ke porus akustikus (meatus akustikus

internus)

2. Segmen intrakanalikular berjalan dalam kanalis akustikus internus sepanjang 8 mm dan

bergabung dengan fundus di mana nervus fasialis melalui nervus intermedius

mempersarafi kuadran anterosuperior

3. Segmen labirintin (segmen terpendek) sepanjang 4 mm dari tempat masuk kanalis falopi

hingga ke ganglion genikulatum

4

Page 5: WORD Tumor Auris

4. Segmen timpanik sepanjang 13 mm dari ganglion genikulatum hingga eminensia

piramidalis yang berjalan pada dinding medial kavum timpani, superior dari prosesus

kokleariformis dan foramen ovalis.

5. Segmen mastoid, sepanjang 20 mm dari sinus timpanikus menuju foramen

stilomastoideus.

Di dalam kavum timpani, terletak nervus fasialis pars horizontalis atau pars timpanik

yang berjalan dari ganglion genikulatum ke kanalis semisirkularis horizontalis, sepanjang 8-

11 mm. Nervus ini terletak di posterosuperior fenestra ovalis, melintas di belakang prosesus

kokleariformis. Nervus ini berjalan dalam kanalis fallopian yang sebagian berdinding tulang

dan sebagian lagi diselaputi mukosa. Perjalanan nervus fsialis dalam kavum timpani

berakhir di antara kanalis semisirkularis horizontalis dengan dinding belakang liang telinga

persis di sebelah distal eminensia piramidalis.7

C. FISOLOGI

Telinga tengah berperan dalam meneruskan energi suara melalui peran berbagai

struktur di dalamnya seperti tulang-tulang pendengaran, otot-otot, dan struktur penunjang

lainnya. Telinga tengah meneruskan energi suara tersebut sambil melemahkan dan

meningkatkan energi akustik dari medium udara ke medium cairan di mana hal ini

memerlukan penyesuaian impedans.7,9

Nervus fasialis merupakan saraf kanial ke-7 yang memiliki fungsi yang kompleks,

antara lain (1) berperan sebagai serabut eferen viseralis khusus yang mempersyarafi ekspresi

wajah, muskulus stapedeus, muskulus stilomastoideus, dan muskulus digastrikus pars

posterior; (2) sebagai serabut eferen viseralis umum untuk mempersyarafi kelenjar

lakrimalis, seromusin kelenjar intranasal, kelenjar liur submandibula dan sublingualis (3)

sebagai serabut sensorik khusus untuk fungsi pengecap 2/3 anterior lidah, fosa tonsilaris,

dan palatum bagian posterior (4) sebagai serabut sensorik somatik ke kanalis akustikus

eksternus dan konka (5) sebagai serabut aferen viseralis dari mukosa hidung, farings, dan

palatum.7

D. TUMOR TELINGA

5

Page 6: WORD Tumor Auris

Definisi

Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan

massa (solid) atau jaringan abnormal dalam tubuh. Massa ini timbul sebagai akibat dari

ketidakseimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Selain itu juga biasanya bersifat tidak

berguna dan tidak diperlukan oleh tubuh. Tumor berbeda dengan kista (cairan) ataupun

abses. Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga.2,11

Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor

ganas (malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun

telinga, liang telinga luar, telinga tengah, mastoid, dan tulang temporal. Di Indonesia sendiri,

istilah tumor lebih mengacu kepada tumor jinak.11

Etiologi

Tumor telinga dapat berasal dari: kulit, mukosa, tulang, tulang rawan, saraf, atau

jaringan ikat. Tumor telinga bagian luar dapat berupa tumor jinak, misal; angioma

(hemangioma kapilare), kista sebasea, fibroma, dan papilloma. Sedangkan yang termasuk

tumor ganas, misal; karsinoma (skuamous sel karsinoma, basal sel karsinoma), sarcoma, dan

melanoma malignan. Tumor telinga tengah dan mastoid dapat berupa tumor jinak, misal;

glomus jugulare, hemangioma, dan adenoma. Sedangkan untuk tumor telinga tengah dan

mastoid yang bersifat ganas, misal; karsinoma dan sarkoma.11

Penyebab pasti tumor telinga sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun

diduga faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya tumor telinga meliputi antara lain;

iritasi kronis oleh karena proses radang kronis, genetik, radiasi, dan udara panas.6,7,9

Gambaran Klinik dan Diagnosis

Mengingat tumor telinga seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka

diperlukan penegakan diagnosis sedini mungkin. Walaupun diagnosis pasti baru dapat

ditegakkan di kamar operasi dan setelah biopsi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi

pedoman akan adanya tumor telinga.7,10

Gejala gejala dari tumor telinga antara lain : (1) otorrhea dengan discharge yang

purulen dan berbau, (2) penurunan pendengaran ringan hingga berat (3) nyeri telinga, (4)

tinnitus, (5) bleeding, (6) sakit kepala.

6

Page 7: WORD Tumor Auris

Penegakan diagnosis tumor telinga berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang untuk pendengaran (audiometri), dan radiologi (foto polos dan CT

scan). Penting juga untuk dilakukan pemeriksaan biopsi terhadap tumor tersebut.6,7,10

Penatalaksanaan

Terapi pada tumor telinga secara umum dimulai dari perawatan lokal di telinga. Bila

terdapat sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga (aural toilet)

biasanya menggunakan H2O2 3%. Kemudian untuk terapi lebih lanjut dilakukan tindakan

operasi dengan kombinasi standar dari eksisi massa tumor dengan pendekatan

mastoidektomi.6,7,10

BAB II

LAPORAN KASUS

7

Page 8: WORD Tumor Auris

A. IDENTITAS

Nama : Tn. AS

Usia : 32 tahun

Alamat : Kota Dalam - Lampung Selatan

Pekerjaan : Wiraswasta

No RM : 1.57.80.76

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : benjolan di dalam liang telinga kiri

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli THT-KL RSUP Dr Sardjito dengan keluhan adanya benjolan

di dalam liang telinga kiri. Mulanya benjolan tersebut dirasakan masih kecil, namun

makin lama makin membesar dan menutupi seluruh liang telinga. Keluhan tersebut

sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dan semakin lama semakin memberat.

Diakui adanya cairan keluar dari telinga kiri. Cairan keluar hilang timbul, berwarna

kuning kental kadang bercampur darah, dan berbau khas. Pasien juga mengeluhkan

telinga kiri terasa nyeri, penuh, dan ada penurunan pendengaran. Pasien juga

terkadang mengeluhkan adanya nyeri kepala. Juga dikeluhkan kelemahan pada

wajah sebelah kiri. Pasien tidak dapat menggerakkan sisi wajah sebelah kiri, baik

untuk menjulurkan lidah, mengangkat alis, ataupun mencucu. Sebelum datang ke

poli THT-KL RSUP Dr Sardjito, pasien telah berobat ke rumah sakit daerah dan

dilakukan fisioterapi, tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pasien merasa tidak

ada keluhan di telinga kanan, hidung, dan tenggorok. Tidak ada riwayat trauma

kepala terutama telinga.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal

Riwayat menderita alergi : disangkal

8

Page 9: WORD Tumor Auris

Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal

Riwayat menderita hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat menderita keluhan yang sama : disangkal

Riwayat menderita tumor : disangkal

Riwayat menderita alergi : disangkal

Riwayat menderita diabetes mellitus : disangkal

Riwayat menderita hipertensi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, kesan gizi cukup

Tanda vital :

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 88 x / menit

Frekuensi nafas : 20 x / menit

Suhu : 37 0C

Pemeriksaan THT :

Pemeriksaan telinga :

Daun telinga dekstra dan sinistra dalam batas normal. Pada kanalis auditorius sinistra

tampak discharge mukopurulen dan massa tumor berwarna merah kecoklatan teraba kenyal

dan nyeri tekan negatif. Setelah dilakukan sondase, pangkal tumor tidak terdapat di kanalis

auditorius. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pada kanalis auditorius dekstra tidak

didapatkan kelainan dan pada membrana timpani dekstra tampak masih dalam batas normal.

Pemeriksaan rhinoskopi anterior : dalam batas normal

Pemeriksaan rhinoskopi posterior : dalam batas normal

Pemeriksaan orofarings : dalam batas normal

Pemeriksaan laringoskop indirek : dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

9

Page 10: WORD Tumor Auris

Tes garputala

Pemeriksaan AD AS

Tes Rinne AC > BC AC < BC

Tes Webber Lateralisasi ke kiri

Tes Swabach sama memanjang

Pada pemeriksaan garputala didapatkan kesan AS CHL

Pemeriksaan audiometri : AS MHL berat

AD CHL ringan

Pemeriksaan nervus fasialis :

Sistem House Brackmann : Tingkat sedang (III)

Indeks Fordman : 9/20 x 100% = 45 % (dekompresi)

Pada pemeriksaan CT Scan mastoid :

Tampak lesi isodens di processus mastoideus sinistra yang menimbulkan

osteodestruksi cellulae mastoideus sinistra. Massa meluas ke auris media, auris

interna, dan auris eksterna.

Processus mastoideus dekstra tampak intak.

KESAN : Tumor mastoid sinistra yang meluas ke sekitarnya

Pemeriksaan patologi anatomi :

Makroskopik : jaringan ukuran 1x1x0,5 cm sebagian merupakan lembaran putih

kekuningan semua cetak

Mikroskopik : Sediaan menunjukkan fibroma

Tidak didapatkan tanda-tanda ganas

DD: - Neurogen

- Dermato Fibroma

Kesimpulan : Fibroma

D. DIAGNOSIS

AS Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis

E. TERAPI

10

Page 11: WORD Tumor Auris

Dilakukan tindakan operatif ekstirpasi massa tumor dengan pendekatan

mastoidektomi

F. MASALAH

Prognosis

G. RENCANA

Kontrol ke poli THT untuk evaluasi pengobatan

Edukasi

H. Follow up

Setelah menjalani operasi ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi, pasien

dirawat selama 6 hari. Setelah diijinkan pulang, pasien dianjurkan kontrol kembali.

Pada saat pasien datang kontrol, parese nervus fasialis masih tetap terlihat.

BAB IV

DISKUSI

11

Page 12: WORD Tumor Auris

Diagnosis Tumor auris fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis pada pasien

ini berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari

anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan adanya benjolan yang memenuhi liang

telinga kiri dan keluar cairan berwarna kuning kental kadang bercampur darah dan berbau.

Pasien juga mengeluhkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri, adanya nyeri telinga,

nyeri kepala, dan adanya penurunan pendengaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya

massa tumor menutupi kanalis auditorius sinistra berwarna merah kecoklatan dan discharge

mukopurulen. Membrana timpani sinistra sulit dinilai. Pemeriksaan penunjang yang

dilakukan adalah CT Scan mastoid didapatkan kesan tumor mastoid sinistra yang meluas ke

sekitarnya. Hasil patologi anatomi dari massa tumor didapatkan kesan fibroma.

Tumor telinga adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal pada telinga.

Berdasarkan sifatnya tumor telinga terbagi dua: tumor jinak (benign) dan tumor ganas

(malignant). Berdasarkan lokasinya, tumor telinga dapat ditemukan pada: daun telinga, liang

telinga luar, telinga tengah, mastoid, atau tulang temporal. Pada kasus ini diduga tumor

berasal dari telinga bagian tengah. Berdasarkan hasil biopsi didapatkan hasil fibroma, maka

kemungkinan tumor telinga yang diderita pasien bersifat jinak. Tumor jinak, tidak selalu

berarti tidak berbahaya. Sebuah tumor jinak masih dapat berkembang, dan bisa

menyebabkan kerusakan pada jaringan, syaraf atau organ di dekatnya. Tergantung lokasi

dan besarnya, tumor masih dapat menjadi penyakit yang serius dan membahayakan jiwa.

Pada pasien ini didapatkan kelumpuhan wajah pada sisi sebelah kiri. Kemungkinan hal

tersebut karena penekanan massa tumor pada kavum timpani.

Penatalaksanaan tumor telinga adalah dengan terapi operatif untuk mengekstirpasi

massa tumor yang bila meluas akan menimbulkan berbagai komplikasi. Pada kasus ini yang

menjadi masalah adalah prognosis, dimana pasien datang sudah dengan komplikasi parese

nervus fasialis. Kemudian pasien ini telah dilakukan tindakan ekstirpasi tumor dengan

pendekatan mastoidektomi kemudian dilakukan perawatan selama 6 hari di rumah sakit.

Selanjutnya pasien diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol ke poli THT-KL RSUP

Sardjito. Pada saat pasien datang untuk kontrol ulang didapatkan keluhan parese nervus

fasialis masih terlihat.

12

Page 13: WORD Tumor Auris

BAB V

KESIMPULAN

13

Page 14: WORD Tumor Auris

Telah dilaporkan pasien laki-laki, usia 32 tahun, dengan diagnosa AS tumor auris

fibroma dengan komplikasi parese nervus fasialis. Pada pasien ini telah dilakukan tindakan

operatif ekstirpasi tumor dengan pendekatan mastoidektomi pada telinga kiri dan setelah 6

hari perawatan paska operasi di rumah sakit pasien diperbolehkan pulang. Pasien disarankan

agar kontrol kembali ke poli THT-KL RSUP Sardjito.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: WORD Tumor Auris

1. Paparella MM, Mayerhoff WL. Cyst and Tumors of The External Ear. In:

Otolaryngology 2nd ed. Eds by Paparella MM, Shumrick DA. Philadelphia: WB

Saunders Co. 1980, vol II; 1365—6.

2. http://medicaljournal.multiply.com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Head and Neck. Dalam Grays Anatomy for

Students. Philadelphia : Elsevier Inc. 2007.

4. Standring S. Gray’s Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. 39 th ed.

Philadelphia : Elsevier.

5. Gulya AJ. Anatomy and Embriology of the Ear. Dalam Clinical Otology. 3th ed.

Thieme. 2006.

6. Bhargava KB et al. A Short Textbook of ENT Diseases, 6th ed. Mumbai ; Usha

Publication. 2002. Hal: 112-114.

7. Bailey BJ, Johnson JT. Head & Neck Surgery-Otorhinolaryngology. 4th ed.

Philadelphia: Williams & Wilkins, 2006. P: 2003-2025.

8. Telian SA, Schmalbach CE. Dalam Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology

Head and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002.

9. Gray R.F., Hawthorne M. Synopsis of Otolaryngology 5th ed. Butterworth

Heineman ltd. Oxford 1992: 93-95.

10. Lee K J. Non Infectious Disorders of The Ear. In:Essential Otolaryngology Head

& Neck Surgery. McGraw-Hill Companies.USA. 2003. Hal: 512-534.

11. http://www.spesialis.info/?waspadai-gejala-tumor-tulang-non-kanker,1277

15