30
1 Wrap Up Skenario 1 SANTI PUCAT DAN LEMAH Kelompok B-15 Ketua : Nurzanah Primadanis (1102011203) Sekretaris : Nia Utari Muslim (1102011193) Anggota : M.Hanni Ramli Caniago (1102011177) Mustika Zeinia Malinda (1102010188) Prayogo Budhi Prabowo (1102011209) Suendia Putra (1102011266) Winda Diah Nugraheni (1102011293) Yudha Ferriansyah (1102010299) Zahra Puspita (1102011301)

WRAP UP b15

Embed Size (px)

DESCRIPTION

:)

Citation preview

Page 1: WRAP UP b15

1

Wrap Up

Skenario 1

SANTI PUCAT DAN LEMAH

Kelompok B-15

Ketua : Nurzanah Primadanis (1102011203)

Sekretaris : Nia Utari Muslim (1102011193)

Anggota : M.Hanni Ramli Caniago (1102011177)Mustika Zeinia Malinda (1102010188)Prayogo Budhi Prabowo (1102011209)Suendia Putra (1102011266)Winda Diah Nugraheni (1102011293)Yudha Ferriansyah (1102010299)Zahra Puspita (1102011301)

Fakultas KedokteranUniversitas YARSI Jakarta

2012/2013

Page 2: WRAP UP b15

2

Page 3: WRAP UP b15

3

SKENARIO 1

SANTI PUCAT DAN LEMAH

Nn. Santi umur 25 tahun, dating ke rumah sakit dengan keluhan nafsu makan menurun, c epat lelah,dada berdebar-debar, dan sesak nafas. Santi bekerja sebagai buruhpabrik. Pola makan tidak teratur.Empat bulan terakhir Santi mengalami mentruasi lebih banyak dan lebih lama daripada biasanya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit dan konjunctivabya pucat, serta kelainan pada kuku berupa koilonichia. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin(hb) 8,9 g/dL, hematocrit 28vol% , jumlah eritrosit 3,88 x 106/ŋL, Mean Corpuscular Volume(MCV) 65fL(normal 82-92 fL),Mean Cospular Hemoglobin(MCH) 23 pg (normal 27-31 pg), Mean Cospular Hemoglobin Concentration (MCHC) 28% (normal 32-36%), jumlah leukosit 5.200/ŋl dengan hitung jenis didapatkan basophil 0%. Eosiniphil 2%, batang 3%,neutrophil 68%, limfosit 23%, monosit 4% (0/2/3/68/23/4), jumlah trombosit 365.000/ŋl. Pada sediaan hapus darah tepi dijumpai kelainan morfologi eritrosit berupa sel pensil dan mikrositik hipokrom.

Dokter menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan kadar besi serum,kadar ferritin serum,kapasitas ikat besi total(Total Iron Binding Capasity (TIBC)), dan saturasi transferrin.

Page 4: WRAP UP b15

4

SASARAN BELAJAR

LI.I Memahami dan Menjelaskan Erytropoesis

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Erytropoesis

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Erytropoesis

LI.II Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Hemoglobin

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin

LO.2.3Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin

LI.III Memahami dan Menjelaskan Anemia

LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia

LO..3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia

LI.IV Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi

LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi

LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologis Anemia Defisiensi Besi

LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Anemia Defisiensi Besi

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia Defisiensi Besi

LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinis Anemia Defisiensi Besi

LO.4.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi

LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan laboratorium Anemia Defisiensi Besi

LO.4.10 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

LO.4.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Anemia Defisiensi Besi

Page 5: WRAP UP b15

5

Page 6: WRAP UP b15

6

LI.I Memahami dan Menjelaskan Erytropoesis

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Erytropoesis

Eritropoesis adalah proses pembentukan sel darah merah atau eritrosit. Proses ini terjadi di sumsum tulang. Prekusor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoetik, melalui jalur sel induk mieloid. Dan apabila terjadi kelainan , misalnya fibrosis,eritropoesis terjadi diluar sumsum tulang seperti di lien dan dihati, maka proses ini disebut eritropoesis ekstrameduler.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Erytropoesis

Proses eritropoesis dimulai tentu saja dari sel induk multipotensial. Dari beberapa sel induk multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial yang masing-masing hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit. Proses pembentukan eritrosit ini disebut eritropoesis. Sel induk unipotensial yang membentuk eritrosit termuda yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan pewarnaan sitokimia adalah sel proeritroblas. Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel berinti pembentuk eritrosit.

Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. Baru pada tahap retikulosit (tak berinti lagi) sel-sel ini menjadi lebih bebas satu sama lain dan dapat masuk ke dalam sinusoid untuk terus masuk dalam aliran darah. Sel induk unipotensial yang committed akan mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin.

Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lan jut sel promonoblas, normoblas basofilik dan normoblas polikromatofil. Biasanya diperlukan 3-5x mitosis untuk mengubah proeritroblas mencapai tahap terakhir dari sistim eritropoesis yang masih berinti. Pada tahap ini inti sel sudah piknotis dan segera dikeluarkan dari sel. Sel eritrosit termuda yang tidak ber- inti disebut retikulosit yang kemudian berubah menjadi eritrosit.

Proses pembentukan eritrosit memerlukan :1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast)2. Bahan pembentuk eritrosit : besi,vitamin B 12, asam folat,protein, dll3. Mekanisme regulasi : faktor pertumbuhan hemopoetik dan hormon eritropoetin.

Page 7: WRAP UP b15

7

A. Perkembangan ukuran sel & sitoplasma :

Pada awalnya ukuran sel dan sitoplasmanya besar kemudian lanjut ketahap berikutnya akan menjasi kecil sehingga pada akhirnya bewarna merah / violet

B. Perkembangan nukleus :

Dari ukuran yang besar kemudian menjadi kecil dan ketinga matang nukleusnya hilang sama sekali

C. Perkembangan struktur kromatin inti :

Struktur kromatin inti sedikit menggumpal kemudian menjadi padat saatmatur kromatin inti sudah tidak kelihatan

Proses Erytropoesis:

1. Rubriblast :

a. Sel besar ( 15-30 µm)b. Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halusc. Nukleoli : 2-3 buahd. itoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti

2. Prorubrisit :

a. Lebih kecil dari rubriblast

b. Inti: bulat, kromatin mulai kasar

c. Nukleoli (-)

d. Sitoplasma: biru, lebih pucat

3. Rubrisit :

a. Lebih kecil dari prorubrisit

b. Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal

c. Sitoplasma: pembentukan Hb (+)

Page 8: WRAP UP b15

8

4. Metarubrisit :

a. Lebih kecil dari rubrisitb. Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelapc. Sitoplasma: merah kebiruan

5. Eritrosit polikromatik (retikulosit)

a. Masih ada sisa-sisa kromatin intib. Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biruc. Fase ini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit :a. Ukuran 6-8 µmb. Sitoplasma kemerahanc. Bagian tengah pucat, krn btk bikonkafd. Bentuk bulat, tepi rata

LI.II Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya

gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di di dalam sel darah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru paru ke jaringan tubuh. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut bewarna merah dan terdapat di dalam eritrosit. Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan dipelajari. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen(gambar.2.1). Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen.

Page 9: WRAP UP b15

9

Gambar 2.1

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Menurut depkes fungsi hemoglobin antara lain :

a. Mengaturpertukaran oksigen denga karbon dioksidadi dalam jaringan tubuhb. Mengambil oksigen dari paru paru kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk

dipakai sebagai bahan bakarc. Membawa karbon dioksidadari jaringan tubuh sebagaihasil metabolisme paru

paruuntuk dibuang,untuk mengetahui apabila seseorang kekurangan darah apa tidak,dapat diketahui dengan pengukuran hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia.

Gambar3.2

LO.2.3Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin

A. Biosintesis Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi terkoordinasi heme dan globin. Heme

adalah kelompok prostetik yang memediasi pengikatan reversibel oksigen oleh hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme. Heme disintesis dalam serangkaian langkah-langkah yang melibatkan kompleks enzim

Page 10: WRAP UP b15

10

dalam mitokondria dan dalam sitosol sel. Langkah pertama dalam sintesis heme terjadi di mitokondria, dengan larutan CoA suksinil dan glisin oleh ALA sintase untuk membentuk asam 5-aminolevulic (ALA).

Molekul ini diangkut ke sitosol di mana rangkaian reaksi menghasilkan struktur cincin yang disebut coproporphyrinogen III. Hal ini kembali ke mitokondria di mana reaksinya menghasilkan protoporhyrin IX. kemudian enzim ferrochelatase dan besi masuk ke dalam struktur cincin protoporfirin IX untuk memproduksi heme. Kemudian asam amino yg terdapat pada sitosol akan masuk ke ribosom untuk membentuk rantai Alfa & Beta. Rantai Alfa & Beta akan bergabung menjadi globin Alfa 2 & Beta 2. Penggabungan heme dan Globin Alfa 2 dan Beta 2 ini akan membentuk hemoglobin.(gambar.3.3a)

Gambar.3.3a

B.Katabolisme Hemoglobin

1. Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin Proses degradasi ini terjadi di jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian mikrosom dari sel retikulo endothelial.Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali. Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan bilirubin. Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia, diekskresi

Page 11: WRAP UP b15

11

biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.

2. Metabolisme Bilirubin di HatiMetabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati2. Konjugasi bilirubin3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

3. Pengambilan Bilirubin oleh HatiBilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.

4. . Konjugasi BilirubinDalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.

5. SekresiBilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

6. Metabolisme Bilirubin di UsusSetelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

Page 12: WRAP UP b15

12

LI.III Memahami dan Menjelaskan Anemia

LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak mampu memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik diartikan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin,hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell).

Untuk menjabarkan definisi anemia maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit cut off point yang sangat dipengaruhi oleh :

a. Umurb. Jenis kelaminc. Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut

Cut off point yang digunakan ialah kriteria WHO, dinyatakan anemia bila :

Laki-laki Dewasa Hemoglobin > 13 g/dl

Perempuan dewasa tidak hamil Hemoglobin > 12 g/dl

Perempuan Hamil Hemoglobin > 11 g/dl

Anak umur 6-14 tahun Hemoglobin > 12 g/dl

Anak Umur 6 bulan- 6 tahun Hemoglobin > 11 g/dl

Alasan praktis kriteria anemia di klinik untuk Indonesia pada umumnya adalah :

1. Hemoglobin < 10 g/dl

Page 13: WRAP UP b15

13

2. Hematokrit < 30 %3. Eritrosit < 2,8 juta/mm3

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Kalsifikasi Anemia

Derajat anemai anatar lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemiaperlu disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.

Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :

Ringan Sekali Hb 10 g/dl – cut off point

Ringan Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dl

Sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl

Berat Hb < 6 g/dl

Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :

1. Klasifikasi MorfologikBerdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia tersebutA. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)

i. Anemia Defisiensi Besiii. Thalassemia

iii. Anemia Akibat Penyakit kronikiv. Anemia Sideroblastik

B. Anemia Nomormotik Nomrositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)i. Anemia Pascaperdarahan Akut

ii. Anemia Aplastik- Hipoplastikiii. Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapativ. Anemia Akibat penyakit kronikv. Anemia Mieoplastik

vi. Anemia pada Gagal Ginjal Kronikvii. Anemia pada mielofibrosis

viii. Anemia pada Sindrom mielodisplastikix. Anemia pada leukimia akut

C. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)1. Megaloblastik

i. Anemia Defisiensi Folatii. Anemia Defisiensi Vitamin B12

2. Nonmegaloblastiki. Anemia pada penyakit hati kronik

Page 14: WRAP UP b15

14

ii. Anemia pada hipotiroidiii. Anemia pada sindroma mielodisplastik

2. Klasifikasi Etiopatogenesis yang berdasarakan etiologi dan patogenesis terjadinya anemia.

a. Kehilangan darah (akut, kronis)b. Gangguan pembentukan eritrosit a. Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup) b. Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)c. Berkurangnya masa hidup eritrosit a. kelainan kongenital : membran, enzim kelainan Hb b. kelainan didapat : malaria, obat, infeksi, proses imunologis

LI.IV Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kekosongan cadangan besi tubuh (deplete iron storage) sehingga penyediaan besi untuk eritopoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.

LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Anemia terutama disebabkan oleh kehilangan darah, kekurangan produksi sel darahmerah atau perusakan sel darah merah yang lebih cepat dari normal. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh:

1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat dan vitamin C, unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

a. Kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia. Sekitar 20% wanita, 50% wanita hamil dan 3% pria mengalami kekurangan zat besi.

b. Tidak mengkonsumsi daging (vegetarian) dapat menyebabkan Anda kekurangan vitamin B12, jenis vitamin yang hanya ditemui pada makanan hewani (daging, ikan, telur, susu). Di kalangan non vegetarian, hampir tidak ada yang kekurangan vitamin ini karena cadangannya cukup untuk produksi sel darah sampai lima tahun.

c. Asam folat tersedia pada banyak makanan, namun terutama terdapat di hati dan sayuran hijau mentah.

2. Darah menstruasi berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.

3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.

4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan seperti gastritis, radang usus buntu,dll dapat menyebabkan anemia.

5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, obat anti inflamasi,dll). Obat lainnya dapat menyebabkan

Page 15: WRAP UP b15

15

masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antacid, pil KB, obat anti artritis, dll).

6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini bisa menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.

7. Penyakit radang kronis seperti lupus, artritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker, dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena memengaruhi proses pembentukan sel darah merah.

LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologis Anemia Defisiensi Besi

a. Kegagalan sintesis hemoglobinKurangnya komponen pembentuk hemoglobin dapat disebabkan oleh banyak hal.

Dengan berkurangnya salah satu saja dari komponennya dapat menyebabkan timbulnya anemia. Dalam hal ini,karna hemoglobin kekurangan banyak besi(Fe) sehingga terjadi lah anemia defisiensi besi.(gambar.4.3)

Gambar4.3

b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat

1. Kekurangan besi di dalam tubuh dapat mengakibatkan turunnya kadar Hb,sehingga mengakibatkan adanya penurunan formabilitas dan fleksibilitas membran. Hal ini mempermudah untuk limpa mendestruksi eritrosit. Maka dapat ditemukanlah kelainan morfologi pada eritrosit seperti : sel pensil, ovalosit, sel target

2. Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2

Page 16: WRAP UP b15

16

LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Anemia Defisiensi Besi

Jika cadangan besi menurun,kesembangan zat besi (I) yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum,peningkatan absorbsi besi dlm usus,serta pengecata cadang besi kosong sama sekali,penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosi tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protorphyrin/zinc protorphyrin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (TIBC) meningkat,serta peningkatan reseptor transferin dlm serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun.akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik,disebut juga anemia deficiensibesi (iron deficiency anemia)

Biasanya untuk anemia defisiensi besi terjadi secara bertahap,melalui beberapa stadium1,dimana sign dan symptom baru timbul pada stadium lanjut.

Stadium 1. Kehilangan zat besi melebihi asupannya,sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh,terutama di rbm.kadar feritin (protein yg menampung besi) dlm darah berkurang secara progresif.

Stadium 2 cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk menentukan sel darah merah,sehingga sel darah merah yang dihasilkan juga masih sedikit

Stadium 3 mulai terjadi anemia.pada awal stadium ini,sel darah merah tampak normal,tetapi jumlahnya lebih sedikit kadar hb dan ht menurun

Stadium 4 sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelajan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukurang yang sangat kecil (mikrositik),yang khas untuk anemia krn kekurangan zat besi

Stadium 5 dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia,maka akan timbul gejala2 krn kekurangan zat besi,dan gejala2 krn anem smkn memburuk

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia Defisiensi Besi

Jika dilihat dari berkurangnya besi dalam tubuh, maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan,yaitu :

1. Deplesi Besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritopoesis belum terganggu

2. Eritopoesis Defisiensi Besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi kosong,penyediaan besi untuk eritopoesis terganggum tetapi belum timbul anemia secara laboratorik

3. Anemia Defisiensi Besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

Page 17: WRAP UP b15

17

LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinis Anemia Defisiensi Besi

a. Koilonychia; kuku sendok (spoon nail) : kuku menjadi rapuh bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi Papil Lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

c. Stomatitis Angularis ; adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.e. Atrofi mukosa gester sehingga menimbulkan akhloridia

Sindrom Plummer Vinson atau disebut Sindrom Paterson Kelly ; adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

Page 18: WRAP UP b15

18

Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gelaja-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang danpada anemia karena perdarahan kronis akibat kanker.

LO.4.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi

A. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakuka anemanesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:

Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan apus darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu kriteria dibawah ini :

1. Dua dari tiga parameter dibawah ini :a. Besi serum < 50 mg/dlb. TIBC > 350 mg/dlc. Saturasi Transferin < 15 %

2. Feritin Serum < 20µg/ dl3. Pengecatan sumsum tulang dengan bitu prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi

(butir-butir hemosiderin) negatif4. Pada pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari ( atau pereparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin > 2g/dl

Kriteria Diagnosis ADB menurun WHO :

1. Kadar Hb berkurang dari normal sesuai dengan usia2. Konsentrasi Hb eritrosit rata0rata < 31 % ( N: 32-35 %)3. Kadar Fe serum < 50 µg/dl ( N: b0-180µg/dl)4. Saturasi transferin < 15 % ( N: 20-50%)

B. Diagnosis Banding

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya,seperti anemia akibat penyakit kronik,thalassemia dan anemia sideroblastik.

Page 19: WRAP UP b15

19

Anemia Defisiensi Besi

Anemia Penyakit Kronik

Traitthalassemia Sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

Besi Serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal Normal

Saturasi Transferin

Menurun

< 15%Menurun/N Normal/Meningkat Nornal/meningkat

Besi Sumsum Tulang

Negatif Positif Positif KuatPositif dengan ringsideroblast

Protoforfirin Eritriosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritin serumMenurun

< 20 µg/dl

Normal

20-200µg/dl

Meningkat

> 50µg/dl

Meningkat

> 50µg/dl

Elektrofoesis Hb

Normal Normal Hb. A2 mennigkat Normal

LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan laboratorium Anemia Defisiensi Besi

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah

1. Kadar Hemoglobin dan Indeks EritrositDidapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai ringan sampai berat. MCV,MCHC dan MCH menurun (lihat Tabel 1). MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia mayir. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gelaja anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikroseter, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pinsil, kadang- kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia.

Page 20: WRAP UP b15

20

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia.2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >

350 mg/dl, dan saturasi tramsferin < 15 %. (lihat Tabel 1)3. Kadar serum feritin < 20 µg/dl. Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan

60µg/dl masioh dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.4. Protoporfirin eritrosit meningkat ( > 100µg/dl) 5. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil

(micronormoblast) dominan6. Kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru orusia ( Perl’s stain) menunjukkan cadangan

besi yang negatif ( butir hemosiderin negatif)8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari oenyebab anemia defisiensi besi

Tabel.1 anemia defisiensi besi

LO.4.10 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Terapi terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa :

1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnya

Page 21: WRAP UP b15

21

Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh

a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah dan aman. Preparat yang tersedia yaitu :

i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif). Dosis 3 x 200 mg

ii. Ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak,anemia sering kambuh kembali.

b. Besi Parental

Efek samping lebuh berbahaya serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu

i. Intoleransi oral berat

ii. Kepatuhan berobat kurang

iii. Kolitis ulserativa

iv. Perlu peningkatam Hb secara cepat

Preparat yang tersedia : iron dextran compleks, iron sorbitol citric acid complex. Dapat diberikab secara IM dalam IV pelan.

Efek samping :i. Reaksi anafilkaksisii. Flebitisiii. Sakit kepalaiv. Flushingv. Mualvi. Muntahvii. Nyeri perutviii. Sinkop

Dosis besi parental harus dihitung dengan tepat karena besi berlebihan akan membahayakan pasien. Besarnya dosis dapat dihitung dengan rumus :

Page 22: WRAP UP b15

22

Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3

1. Pengobatan laina. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein, terutama protein

hewanib. Vitamin C : diberikan 3 x 100 mg/ hari untuk meningkatkan absorpsi besi.c. Transfusi darah : jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell)

Indikasi pemberian infus adalahi. Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung

ii. Anemia yang sangat simtomatikiii. Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat, seperti

pada kehamilan trismster akhir atau praoprasi

Respon Terhadap Terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi,seorang penderita dinyatakan memberikan respon baik bila :

1. Retikulosit naik pada minggu pertama,menjadi normal setelah hari 10-142. Kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu3. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu

Jika respon terhadap terapi tidak baik,perlu dipikirkan :

1. Pasien tidak patuh2. Dosis besi kurang3. Masih ada pendarahan cukup banyak4. Ada penyakit lain5. Diagnosis salah

Tindakan pencegahan dapat berupa :

1. Pendidikan kesehatan :a. Kesehatan Lingkunganb. Penyuluhan gizi

2. Pemberantasan infeksi cacing tamvbang sebagai sumbee perdarahan kronik3. Suplementasi besi, terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan

anak balita4. Portifikasi bahan makanan dengan besi

LO.4.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Anemia Defisiensi Besi

1. Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinislannyaa kan membaik dengan pemberian preparat besi.

2. Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe

Page 23: WRAP UP b15

23

yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made.2007.Hematologi Klinik Dasar,hal.9.EGC:Jakarta.

2. Setiyohadi,Bambang.2009.Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 5,Jilid 2,hal.1127.InternaPublishing:Jakarta.

3. Hoffbrand, AV,et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi, Edisi 4. EGC, Jakarta.4. Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku ajar

Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. 5. Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to

Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.6. Murray, Robert K and daryl K. Granner et al (2003).” Biokimia Harper “, Jakarta : EGC7. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdf http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf