Wrap Up Perdarahan Persalinan B-12

Embed Size (px)

DESCRIPTION

emergency

Citation preview

BLOK EMERGENCY

SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN

KELOMPOK B 12

KETUA: Vivi Vionita1102012303SEKRETARIS: Riga Mellia Puspita1102012246ANGGOTA : Muhammad Fajrin1102012173Niswah Zakiyah Viviana1102012198Nur Adilah Yasmin1102012202Nurunnisa Isny1102012208Ratnasari 1102012229Sefina Ivesti Raudiah1102012263Ulima Rahmagita1102012301

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS YARSI2015-2016Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp. 62 21 4244574 Fax 62 21 4244574

SKENARIO 1 PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang pasien 37 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil keempat dan keluhan keluar darah dari kemaluan dan di sertai nyeri perut. Pasien pernah melakukan antenatal care (ANC) satu kali sebelumnya di Puskesmas pada usia kehamilan 14 minggu. Pasien mengaku hamil 38 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhirnya (HPHT).Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 17 kg selama kehamilan ini tidak ada edema tungkai. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi atau vitamin lainnya.Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, DM dan hipertensi dalam keluarganya.Dilakukan pemerikasaan fisik dengan hasil : keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/85 mmHg; frekuensi nadi 102x/menit; frekuensi nafas 26x/menit; suhu afebris. Dari status obstetric didapatkan tinggi didapatkan tinggi fundus uteri 39cm; denyut jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah berwarna kehitaman mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil: kehamilan tunggal letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +3. Dari pemeriksaan CTG ditemukan tanda-tanda gawat janin.

KATA SULIT1. Cardiatokografi (CTG) : Pemeriksaan untuk melihat denyut jantung janin dan kontrasi rahim ibu

2. Gawat Janin : Keadaan atau reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup

3. Afebris : Tidak demam

4. Antenatal Care (ANC) : Pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan psikis ibu hamil

PERTANYAAN1. Sebutkan tanda-tanda gawat janin?2. Mengapa DJJ tidak jelas?3. Apa yang menyebabkan proteinuria pada pasien tersebut?4. Mengapa darah yang mengalir berwarna hitam?5. Apa hubungan usia, dan jumlah paritas pada kasus scenario?6. Apa yang dapat menyebabkan perdarahan pada ibu hamil?7. Apakah letak sungsang mempengaruhi pada kasus tersebut?8. Tindakan apa yang harus dilakukan pertama kali pada kasus ini sebagai dokter umum?9. Apa akibat yang terjadi jika keadaan ini tidak ditangani secara cepat?10. Apa hubungannya tidak mengkonsumsi suplemen besi dengan perdarahan yang dialami?11. Kapan pemeriksaan ANC dilakukan dan apa saja yang termasuk dalam pemeriksaan ANC?12. Apakah normal pasien mengalami kenaikan berat badan sebanyak 17 kg?13. Apakah ada pengaruhnya melakukan pemeriksaan ANC satu kali dengan keadaan ibu sekarang?14. Mengapa janin tersebut letak sungsang?15. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan udema pada tungkai?16. Apa diagnosis pasien ini?

JAWABAN

1. Frekuensi DJJ : 100x/menit atau >180x/menit ; berkurangnya gerakan janin(N:.10xperhari) ; air ketuban bercampur mekonium.2. Karena suplai oksigen menurun.3. Menyebabkan kerusakan glomerulus, sehingga albumin keluar dari pembuluh darah dan cairan berpindah dari extrasisial ke intrasisial.4. Adanya pembekuan darah, darah bercampur dengan CO2, kemudian bercampur dengan amnion.5. Usia >35 tahun , primigravida.6. Usia kehamilan < 20 minggu (mola, KET, abortus spontan)Usia >20 minggu (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)7. Karena tidak mengetahui letak plasenta untuk jalan lahir.8. A (airway), B (breathing), C (circulation).9. Kematian ibu dan janin.10. Tidak ada hubungan dengan perdarahan tapi, berhubungan dengan hipertensi.11. Trimester I sebelum 12 minggu, trimester II 12-28 minggu, trimrster III 28-36 minggu, trimester IV >36 minggu (dilakukan minimal 4 kali pemeriksaan). Yang diperiksa DJJ, tinggi fundus uteri, striae gravidarum, anemis atau tidak, leopard.12. Normal : 6,5kg-16,5kg. Pada kasus kenaikan berat badan tidak normal.13. Karena hipertensi bias tidak terdeteksi selama masa kehamilan.14. 15. Karena terjadi proteinuria.16. Pre-eklamsi (proteinuria, udema, hipertensi) dan Perdarahan antepartum (>20minggu).

HIPOTESIS

Keluhan :PerdarahanNyeri perutPemeriksaan :CTG (gawat janin)ProteinuriaPre-eklamsi dan Perdarahan AntepartumFaktor Resiko :UsiaJumlah paritasObesitasMikronutrienANC tidak rutin

Adanya factor resiko seperti usia, jumlahh paritas, obesitas, mikronutrien , dan antenatal care yang tidak rutin yang dapat menyebabkan keluhan perdarahan dan nyeri perut pada saat hamil. Dalam pemeriksaan CTG di temukan tanda-tanda gawat janin dan pemeriksaan laboratorium urin didapatkan proteinuria. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terdiagnosis Pre-eklamsi dan Perdarahan Antepartum.

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi pada KehamilanLO.1.1. DefinisiLO.1.2. EpidemiologiLO.1.3. EtiologiLO.1.4. KlasifikasiLO.1.5. PatofisiologiLO.1.6. Manifestasi KlinisLO.1.7. Diagnosis dan Diagnosis BandingLO.1.8. TatalaksanaLO.1.9. PrognosisLO.1.10. Komplikasi

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Antepertum

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi pada Kehamilan

LO.1.1. DefinisiHipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hipertensi pada kehamilan disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas dan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil (Angsar, 2014).LO.1.2. EpidemiologiDari data berbagai kepustakaan didapat angka kejadian preeklampsia di berbagai negara antara 7 10 % . Di Indonesia sendiri angka kejadian preeklampsia berkisar antara 3,4 8,5 % . Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka kejadian preeklampsia 3,7 % dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal sebesar 3,1 %. Sedang pada periode tahun 1997 1999 didapatkan angka kejadian preeklampsia 7,6 % dan eklampsia 0,15 %. Penelitian pada bulan Juni 2002 Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan dengan preeklampsia berat. Dari data ini terlihat kecenderungan peningkatan angka kejadian preeklampsia di RS.Dr.Kariadi dari tahun ke tahun.

LO.1.3. EtiologiTeori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :

1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara ) 1. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar atau mola ) 1. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan. 1. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :

1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina. 1. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .1. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama kehamilan. 1. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ). 1. Pengaruh genetik.

Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklampsi:1. ParitasKira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)1. UsiaUsia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).1. Riwayat hipertensiRiwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu.Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.1. Sosial ekonomiBeberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi.Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklampsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)1. Hiperplasentosis /kelainan trofoblastHiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo,2008; Cunningham, 2006).1. GenetikGenotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).1. ObesitasObesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)LO.1.4. KlasifikasiYang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 (Angsar, 2014):1. Hipertensi Kronik. Merupakan hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.1. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria1. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma1. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria1. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tanpa proteinuria

LO.1.5. Patofisiologi

Hipertensi1. Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi danvasodilatasiarteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodellingarteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

1. TeoriIskemiaPlasenta,Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel1. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal BebasKarena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.1. Disfungsi EndotelKerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya : Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksiprostasiklin(PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) . Peningkatanpermeabilitas kapiler. Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat. Peningkatan faktorkoagulasi

1. Teori intoleransi imunologik ibu dan janinPada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadiImmune-Maladaptationpada pre eklamsia.

1. Teori Adaptasi kardiovaskularPada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesisprostalglandinoleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahanvasopresorsehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

1. Teori GenetikAda faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.Genotypeibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

1. Teori Defisiensi GiziBeberapa hasil penelitian menunjukkan bahwadefisiensi giziberperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegahvasokonstriksipembuluh darah.

1. Teori Stimulasi InflamasiTeori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya prosesinflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre eklamsia pada ibu.

PreeklampsiaPada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003).Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni.Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2005).

LO.1.6. Manifestasi Klinis EdemaPada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis.Peningkatan berat badan yang sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan kemungkinan preeklampsia.Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema(Pernoll, 1987). HipertensiHipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia.Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usiamuda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk.Oleh karena itu, pada pasien preeklampsia merupakan hipertensi relatif jika tekanandarahnya 120/80 mmHg.Tekanan darah sangat labil. Tekanan darah pasien preeklampsia ataupun hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien tidur, tetapi pada pasien preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan tidur(Pernoll, 1987). ProteinuriaProteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul(Pernoll, 1987). Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1+ atau 2+ atau 1gr/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstreamyang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam(Wiknjosastro, 2006). Penemuan LaboratoriumHemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi.Penurunan produksi benang fibrin dan factor koagulasi bisa terdeksi.Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.Alkalin fosfatasemeningkat hingga 2-3 kali lipat.Laktat dehydrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis.Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast(Pernoll, 1987).

LO.1.7. Diagnosis dan Diagnosis BandingHipertensi Kronik

Tekanan darah sistolikdarah sistolik140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional,atau Tekanan darah sistolikdarah sistolik140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkanpada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

Hipertensi Gestasional

Tekanan darah sistolikdarah sistolik140mmHg atau tekanan darah diastolik90 mmHg didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

Preeklampsia Kriteria minimal Tekanan darah sistolikdarah sistolik140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu Disertai proteinuria 300 mg / 24 jam atau +1 pada pemeriksaan urin sesaat denganurin dipstikatau rasio protein : kreatinin urine 0.3

Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis Tekanan darah 160/110 mmHg Proteinuria 2.0 g/24 jam atau +2 pada pemeriksaan urin sesaat denganurin dipstik. Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya Trombosit < 100.000/l Hemolisis mikroangiopati peningkatan LDH Peningkatan kadar serum transaminase ALT atau AST Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya Nyeri epigastrium yang menetap

Eklampsia

Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

Hipertensi kronissuperimposepreeklampsia

Wanita hipertensi dengan proteinuria 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu,atau Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /l pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Diagnosis Banding

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik.Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia.Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia.Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi invers.Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik.Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik.Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh.Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur.Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka.Dari mulut keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah.Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit.Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat.Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral.Penderita mengalami Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia.Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis.Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.

LO.1.8. Tatalaksana

Pre-eklamsia Ringan

1. Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), Tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendiriya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeclampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan robonsia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan refleks, kondisi janin, laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.

2. Rawat inap (dirawat di rumah sakit)

Pada keadaan tertenTu ibu hamil dengan preeclampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria preeklampsiaringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesej lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya unahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.

3. Penanganan Obstetrik

Kehamilan < 37 minggu: kehamilan dipertahankan sampai aterm Kehamilan > 37 minggu: jika serviks sudah matang, dilakukan amniotomi dan kemudian induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin, jika serviks belum matang, dilakukan pematangan dengan prostaglandin, atau sectio caesarea.

Pre-eklamsia Berat

0. Terapi Medikamentosa:Penderita eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring kesatu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan. Karena penderita eklamsia dan preeklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya dua keadaan tersebut belum jelas, tetapi factor yang sangat menetukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endosel. Penurunan gradient tekanan onkoik koloid/pulmonarycapilarry wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse)dan output (melalui urin) menjadi sangat penting.Artinya harus dilakuakan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukan dan dikeluarkan melalui urin .Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan yang diberikan dapat berupa : 5% Ringer Dextrose atau cairan garam yang faali jumlah tetesan :< 125 cc/jam atau Infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam)500 cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.Oliguria terjadi bila produksi urin 16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas.

Magnesium sulfat dihentikan bila:1. Ada tanda-tanda intoksikasi1. Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 1. Dosis Terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl1. Hilangnya reflex tendon 10 m Eq/liter 12 mg/dl1. Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl1. Terhentinya Jantung >30 mEq/liter>36 mg/dl Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannnya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, paying jantung kongestif atau anasarka.

Diuretikum yang dipakai furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.

Pemberian antihipertensi

Masih banyak pendapat dari beberpa Negara tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Di RSU Dr,Soetomo Surabya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik >180 mmHg dan atau tekanan diastolic )110 mmHg.Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah yang drunkan mencapai < 160/105 atu MAP 50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT 40 IU/l Klas 3 : kadar trombosit >100.000 150.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT 40 IU/l

Diagnosa Banding Pre-eklampsia-Syndroma HELLP Trombotik angiopatik Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya1. Acute fatty liver of pregnancy1. Hipovolemia berat/perdarahan berat1. sepsis Kelainan jaringan ikat: SLE Penyakit ginjal primer

Pengobatan1. Terapi Medikamentosa Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring trombosit setiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau danya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000- 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan dexametason 10mg i.v. tiap 12 jam. Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexametason dihentikan bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala klonik preklamsia-eklampisa. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.b. Sikap Pengelolaan ObstetrikSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Antepertum

DefinisiPerdarahanantepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir dari kehamilan.Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalahkehamilan 28 minggu tanpa melihat berat janin, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus.Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 28 minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan yang berbeda.Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya.Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini perdarahan antepartum, masih merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu, sangat penting bagi bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat memberikan asuhan kebidanan secara baik dan benar, sehingga angka kematian ibu yang disebabkan perdarahan dapat menurun.

KlasifikasiPerdarahan antepartum diklasifikasikan menjadi :1. Plasenta PreviaPlasenta terletak atau menutupi atau sangat dekat dengan os interna.

1. Solusio PlasentaLepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu

1. Belum jelas sumbernya (idiopatik) seperti ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah, dan vasa previa.

0. Plasenta PreviaDefinisi Plasenta previa adalah plasenta terletak atau menutupi atau sangat dekat dengan os interna. Keadaan lain yang disebut vasa previa adalah keadaan dengan pembuluh-pembuluh janin berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di os interna. Kondisi ini merupakan penyebab perdarahan antepartum yang jarang dan memiliki angka kematian janin yang tinggi. (F. Gary Cunningham, 2005).Plasenta previa adalah implantasi plasenta di sekitar osteum uteri internum yang dapat berakibat perdarahan pada kehamilan di atas 22 minggu (Manuaba dkk., 2007).Plasenta previa adalah plasenta yang implantasi atau letaknya tidak normal, tumbuh pada segmen bawah rahim, pada zona dilatasi, sehingga menghubungkan atau menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Plasenta yang normal terletak atau berimplantasi lebih dari 2 cm dari ostium uteri internum. Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan terpaksa, perdarahan hebat, proses persalinan, ataupun oleh karena prematuritas itu sendiri. Perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak ada persiapan darah atau komponen darah dengan segera (Wardana GA, Karkata MK. ,2007)

Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim.Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek1. Mioma uteri1. Kuretasi yang berulang1. Umur lanjut (diatas 35 tahun)1. Bekas seksio sesaria1. Riwayat abortus1. Defek vaskularisasi pada desidua1. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis. 1. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya1. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.

Klasifikasi

Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat di klasifikasikan sebagai berikut: (57)0. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta (plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri intemum.)0. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup (plasenta plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri intemum).0. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan (plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum).0. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan beratnya dan juga penatalaksanaan yang tepat, yaitu grade I sampai grade IV. Grade I dan II termasuk kriteria minor dan masih memungkinkan persalinan pervaginam. Sementara itu Grade III dan IV termasuk kriteria major yang tidak memungkinkan untuk persalinan pervaginam sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Pembagian plasenta previa berdasarkan grade ini adalah sebagai berikut (Hamilton-Fairley D. 2004):

GradeDeskriksi

MinorIPlasenta berada pada segmen bawah rahim tetapi tepi terbawah tidak mencapai ostium uteri internum.

IITepi terbawah dari plasenta letak rendah mencapai ostium uteri internum tetapi tidak menutupinya.

MayorIIIPlasenta menutupi ostium uteri internum tetapi asimteris.

IVPlasenta menutupi ostium uteri internum secara simetris.

2. Solusio PlasentaDefinisiSolusio plasenta adalah: pemisahan plasenta yang berimplantasi pada tempat yang normal kebanyakan dan terjadi pada trimester ke III, juga bisa terjadi pada setiap waktu setelah kehamilan 20 minggu (Danfourt. 2002. hal. 274) Solusio plasenta adalah: pelepasan sebagian atau seluruhnya plasenta dari tempatnya berimplantasi sebelum anak lahir (Chalik. 1998. hal. 110). Solusio plasenta adalah: suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablation plasentae, abruption plasentae, accidental hemorrhage dan premature separationof the normali implated placent (Mochtar. 1998. hal. 297). Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa solusio plasenta merupakan lepasnya plasenta dari tempatnya yang normal dan pelepasan terjadi pada saat janin belum lahir.EpidemiologiInsiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya. Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.No.Penyebab PerdarahanSampel(%)

1.Solusio Plasenta14119

2.Laserasi/ Ruptura uteri12516

3.Atonia Uteri11515

4.Koagulopathi10814

5.Plasenta Previa507

6.Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata446

7.Perdarahan Uterus446

8.Retained Placentae324

Pada tabel diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan.Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.EtiologiPenyebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui tetapi berikut ini adalah beberapa faktor resiko solusi plasenta : Riwayat dahulu solusio plasenta / solusio plasenta rekurens Ketuban pecah preterm/korioamnionitis Sindrom pre-eklampsia Hipertensi kronik Merokok/nikotin Mioma di belakang plasenta terutama mioma submukosum Gangguan sistem pembekuan darah seperti trombofilia. Acquired antiphospholipid autoantibodies Trauma abdomen dalam kehamilan Plasenta sirkumvalata Usia muda

KlasifikasiSecara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, sedang, dan berat.

1. Solusio Plasenta RinganRupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu dan janinnya. Apabila terjadi perdarahan per vagina, warnanya akan kehitaman dengan jumlah yang sedikit. Perut mungkin terasa agak sakit, atau agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang terus menerus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan per vagina yang berwarna kehitaman.

1. Solusio plasenta sedang Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan per vagina. Walaupun perdarahan per vagina tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000ml. ibu jatuh dalam keadaan syok, demikian juga keadaan janinnya yang gawat. Dinding uterus teraba tegang dan nyeri tekan sehingga bagian-baian janin sulit diraba. Apabila janin dalam keadaan hidup bunyi jantung sulit didengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.

1. Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba, biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papandan sangat nyeri. (Bambang Karsono,2002)

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

1. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

1. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

PatofisiologiBerbagai mekanisme patofisiologi yang terjadi padda solusio plasenta sudah diusulkan, termasuk trauma vascular setempat yang menyebabkan gangguan pembuluh darah desidua basalis, peningkatan mendadak tekanan vena uteri yang menyebabkan pembesaran dan pemisahan ruang intervilosa, factor factor mekanis (misal, tali pusat pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion) dan kemungkinan permulaan ekstrinsik kaskade koagulasi (misal, trauma dengan pelepasan tromboplastin jaringan).Perdarahan dapat terjadi ke dalam desidua basalis atau langsung retroplasenta dari arteri spiralis yang ruptur.Pada kedua kasus ini terjadi perdarahan, terbentuk bekuan darah, dan permukaan plasenta tidak memungkinkan terjadinya pertukaran antara ibu dan plasenta. Bekuan darah akan menekan plasenta yang berdekatan dan darah yang tidak membeku mengalir dari tempat tersebut.pada perdarahan tersembunyi ataupun tampak (eksternal), darah dapat keluar melalui selaput ketuban atau plasenta. Keadaan ini memberikan makna penting karena mungkin menunjukkan perdarahan ibu-janin, perdarahan fetomaternal, perdarahan ibu ke dalam cairan amnion atau emboli cairan amnion.Kadang kadang perdarahan hebat dalam myometrium menyebabkan uterus berwarna keunguan, ekimotik dan berindurasi (apopleksi uteroplasenta, uterus Couvelaire) dan kehilangan kontraktilitas.Pada pelepasan plasenta berat mungkin terjadi DIC.Secara klinis, diatesis perdarahan terdiri atas petekie meluas, perdarahan aktif, syok hipovolemik dan kegagalan mekanisme pembekuan darah. Meskipun tidak dapat diamati secara langsung, fibrin tertumpuk dalam kapiler kecil, menyebabkan komplikasi yang menakutkan, misalnya: nekrosis tubular dan korteks ginjal, kor pulmonale akut dan nekrosis hipofisis anterior (sindrom Sheehan).DiagnosisKeluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:No.Tanda atau GejalaFrekuensi (%)

1.Perdarahan pervaginam78

2.Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang66

3.Gawat janin60

4.Persalinan prematur idiopatik22

5.Kontraksi berfrekuensi tinggi17

6.Uterus hipertonik17

7.Kematian janin15

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio PlasentaDari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :1. Anamnesis0. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.0. Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman.0. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).0. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.0. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.2. Inspeksi Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).3. Palpasi Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.4. AuskultasiSulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.5. Pemeriksaan dalam Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.6. Pemeriksaan umumTekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.7. Pemeriksaan laboratorium Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).8. Pemeriksaan plasentaPlasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasentaTatalaksanaPenanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:1. Solusio plasenta ringanEkspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.1. Solusio plasenta sedang dan beratApabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.PrognosisPrognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin.KomplikasiKomplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:1. Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.2. Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.3. Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :1. Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.b. Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :1. Fetal distress2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan3. Hipoksia dan anemia4. Kematian

3. Gawat JaninDefinisiGawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya. (Sarwono Prawirohardjo.2009)Dapat disimpulkan bahwa gawat janin pada persalinan adalah suatu keaadaan dimana janin tidak mendapatkan O2 yang cukup, yang jika tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kerusakan permanen sistem saraf pusat dan organ lain serta kematian.EtiologiEtiologi gawat janin yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun faktor janin sehingga memicu terjadinya gawat janin, berikut etiologinya :1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin.1. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena , posisi terlentang.1. Solusio plasenta.1. Plasenta previa dengan pendarahan.

1. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)1. Penyakit hipertensi1. Diabetes mellitus1. Postmaturitas atau imaturitas1. Kompresi (penekanan) tali pusat1. Isoimunisasi Rh.

Patofisiologi

Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:0. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendahkarena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik,tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsioksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janinmengalami stress.

0. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigenpada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian jugahalnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripadaorang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepadajanin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagaihasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2danair diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsiakibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigendan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atautimbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janinharus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosismetabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arusdarah uterus atau arus darah tali pusat.

0. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringanakibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bilaterjadi hipoksia, sehingga jaringan vital (otak dan jantung) akan menerimapenyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantungbekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.

DAFTAR PUSTAKA

Angsar, Muh. Dikman. 2014. Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Chalik, T. M. A. 2014. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGCManuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri, EGC, Jakarta.Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SPWiknjosastroGulardiH.,dkk, 2007,Asuhan Persalinan Normal,JNPK-KR, Jakartahttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf

17