49
SKENARIO 2 Sakit Pada Telinga Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan telinganya kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan, diperiksa kendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada dokter, apakah penyakit anaknya bisa sembuh. 1

Wrap Up Sk 2 Pancaindera

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Telinga Sakit

Citation preview

SKENARIO 2

Sakit Pada TelingaSeorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan telinganya kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan, diperiksa kendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada dokter, apakah penyakit anaknya bisa sembuh.

PERTANYAAN1. Apa penyebab gendang telinga merah ?2. Mengapa telinga keluar cairan seperti air susu dan berdarah ?3. Apa hubungan pilek, batuk, dan demam dengan penyakit?4. Bagaimana cara membersihkan daun telinga?5. Faktor resiko apa saja yang ada ?6. Klasifikasi gangguan pendengaran apa?7. Fungsi pendengaran terganggu atau tidak?8. Apakah diagnosis dan etilogi pada skenario ?9. Apa yang menyebabkan telinga nyeri ?10. Kenapa hanya terjadi pada salah satu telinga?11. Apakah penyakit ini dapat relaps ?

JAWAB1. Karena reaksi imun tubuh terhadap adanya antigen sehingga mengalami inflamasi dan menjadi merah.2. Karena adanya bakteri yang kemudian akan difagositosis oleh sel darah putih sehingga keluar sekret putih.3. ISPA -> bakteri ke tuba eustachius -> terinfeksi -> menyebar ke telinga tengah.4. Memakai tetes telinga H2O25. Umur, jenis kelamin, lingkungan, lifestyle6. Tuli konduktif karena gangguan belum ke telinga bagian dalam. 7. Terganggu. 8. Diagnosis : otitis media akutEtiologi : bakteri dan virus9. Karena proses inflamasi dan juga akibat peningkatan tekanan dalam yang lebih besar dari tekanan diluar.10. Karena kebiasaan posisi tidur jadi ke salah satu sisi.11. Bisa

HIPOTESISFaktor resiko seperti jenis kelamin, usia, lingkungan dan lifestyle dapat menjadi pemicu yang menyebabkan terjadinya ISPA oleh karena bakteri dan virus. Bakteri dan virus menyebabkan reaksi imun tubuh teraktivasi. Hal ini menyebabkan terjadinya proses peradangan pada tuba eustachius sehingga membengkak dan menyumbat. Penyumbatan dan pembengkakan ini membuat drainase terganggu sehingga tekanan di dalam telinga lebih besar dari tekanan luar telinga. Terjadi juga peningkatan sekret. Semua hal ini menyebabkan membran timpani ruptur dan terjadi gangguan pendengaran.

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga1.1 Anatomi Makroskopis Telinga1.2 Anatomi Mikroskopis Telinga

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Telinga

3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Pendengaran

4. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut4.1 Definisi dan Epidemiologi Otitis Media Akut4.2 Etiologi Otitis Media Akut4.3 Patofisiologi Otitis Media Akut4.4 Manifestasi Otitis Media Akut4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Otitis Media Akut4.6 Tatalaksanan Otitis Media Akut4.7 Komplikasi Otitis Media Akut4.8 Prognosis Otitis Media Akut4.9 Pencegahan Otitis Media Akut

5. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Telinga

6. Memahami dan Menjelaskan Cara Menjaga Telinga dan Pendengaran dari Sudut Pandang Islam

1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TELINGA1.1 Anatomi Makroskopik Telinga

Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga bagian: luar, tengah dan dalam.

Gambar 1 : Telinga

TelingaLuar : Aurikula & Meatus akustikus externusTengah : Tulang pendengaran (ossicle) & Cavum timpaniDalam: organ vestibulokoklear

TELINGA LUAR & TENGAHTelinga luar dan tengah utamanya berperan mentransmisikan suara ke telinga dalam. Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan meatus akustikus eksternus.Gambar 2 : Telinga luar

Aurikula tersusun dari tulang rawan elastis yang irreguler dan dilapisi oleh lapisan kulit tipis yang berfungsi mengumpulkan suara. Meatus akustikus eksternus adalah kanal yang terdapat pada bagian timpani dari tulang temporal. Panjangnya 2-3 cm pada orang dewasa dan berfungsi menghantarkan suara dari aurikula ke membran timpani.Telinga tengah adalah rongga berisi udara yang didalamnya terdapat tulang-tulang pendengaran.

Gambar 3 : Telinga Tengah Tampak pada gambar tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes menghubungkan membran timpani dengan membran lain yang menutupi foramen ovale, pintu menuju telinga dalam. Pintu lain di antara telinga tengah dan dalam yang juga ditutupi membran adalah foramen rotundum. Terdapat dua otot di telinga tengah yaitu tensor timpani yang berfungsi mengurangi getaran berlebihan dari membran timpani dan tulang pendengaran untuk mencegah kerusakan pada telinga tengah. Otot kedua adalah stapedius yang juga berfungsi mengurangi getaran berlebihan pada tulang pendengaran terutama stapes.

TELINGA DALAMPada telinga dalam terdapat organ verstibulokoklear yang memiliki fungsi penting dalam penerimaan suara dan pengaturan keseimbangan.

Gambar 4 : Organ vestibulokoklearis

Tampak pada gambar organ vestibulokoklear yang disebut juga labirin karena bentuknya yang kompleks di dalam os pertrosus tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yaitu:1. Labirin tulang (bony labyrinth) yang berisi cairan perilimfatik.2. Labirin membranosa (membranous labyrinth) yang berisi cairan endolimfatik.

Gambar 5 : Telinga Dalam

Tampak pada gambar struktur telinga tengah dan dalam. Labirin tulang merupakan salah satu tulang terkeras dalam tubuh dan terdiri dari vestibulum, kanalis semirkularis dan koklea.

LABIRIN TULANG Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran sekitar 3 x 5 mm berisikan utrikulus dan sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan koklea dan kanalis semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis semisirkularis dan masing-masing satu untuk vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan rotundum dan saraf.

Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain dan terletak di belakang vestibulum. Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang berdilatasi membentuk bony ampulla. Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam pengaturan keseimbangan. Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran seperti rumah siput. Axis dari koklea adalah modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri vertebralis dan serabut-serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak superior terhadap jugular foramen dan round windows yang ditutupi oleh membran timpani sekunder.

LABIRIN MEMBRANOSALabirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan endolimfatik yang dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam labirin tulang. Labirin membranosa dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear labyrinth dan vestibular labyrinth.

Gambar 6 : Vestibular labyrinth

Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval yang disebut utrikulus dan kantung yang lebih kecil disebut sakulus yang berisikan cairan endolimfatik (utriculosaccular duct). Pada dinding sakulus dan utricle terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel sensoris khusus yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular nerve. Cochlear labyrinth dinamakan juga duktus koklearis dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum spiralis ke dinding lateral dari koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.

Gambar 7 : Coclea

Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus koklearis membentuk saluran longitudinal yaitu skala media yang membagi kanalis koklearis menjadi dua saluran, skala vestibuli dan skala timpani. Skala media dipisahkan dari skala vestibuli oleh membrana vestibular (Reissners). Sedangkan skala timpani dipisahkan dari skala media oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat spiral organ atau organ Corti yang merupakan organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral organ terdapat sebarisan sel rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak mitokondria, serta terdapat stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi oleh membran tektorial dan berfungsi penting dalam transduksi sensoris. PERSARAFAN TELINGA DALAMNervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ di setiap cochlea. Serabut saraf dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus bersama serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial dari meatus akustikus internus, CN VIII menembus lempengan tulang tipis bersama CN V (nervus fasialis) dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak. Sebagian besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral, dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus, saraf-saraf pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju korteks auditorius di lobus temporalis.

VASKULARISASI TELINGA DALAMTelinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris anterior inferior dan arteri basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu arteri vestibularis anterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian superior, serta bagian superior dan horizontal dari kanalis semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali sepertiga bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis. Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri vestibular bagian posterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis semisirkularis bagian posterior.Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di sinus petrosus inferior dan superior

1.2 Anatomi Mikroskopis TelingaTelinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus accus-ticus externus) dan gendang telinga (membran timpani) Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol. Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai glandula seruminosa.. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen penyusun serumen.

Telinga Tengah Membran timfani terdiri dari bagian : Pars flaccida (membran sharpnell) terdapat 2 lapis yaitu Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa Lapisan dalam: sel kubis bersilia Pars tensa (lamina propia) terdapat 3 lapis : Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa Lapisan tengah : serat kolagen dan sedikit serat elastin Lapisan dalam : sel kubus bersilia

Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.Di bagian dalam rongga telinga tengah terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.

Telinga DalamLabirin bertulang atau labyrinthus osseus cochlearis berputar mengelilingi sumbu pusat tulang spongiosa disebut modiolus. Di dalam modiolus terdapat ganglion spirale, yang terdiri dari banyak aferen bipolar. Dendrit dari neuron bipolar ini menjulur dan menyarafi sel rambut yang terletak di aparatus pendengeran yaitu Organ Corti. Labirin bertulang telinga dalam dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis dan membran basilar. Kanal koklea dibagi menjadi skala timpani sebelah bawah dan skala vestibuli di atas. Skala timpani dan skala vestibuli berhubungan di apeks koklea melalui sebuah lubang kecil yaitu helicotrema. Membarana Reissner (vestibularis) memisahkan skala vestibuli dan skala media. Sel-sel sensorik untuk deteksi suara terletak di organ corti, yang terletak di atas membran basilar skala media. Membrana tectoria menutupi sel-sel di organum spirale.

ORGAN CORTI Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ Corti adalah 1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher sempit dan agak melebar di bagian apeks.

2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam. 3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.

4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.

5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti

6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah. Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

Labyrinth Membranosa merupakan kantong-kantong dan saluran yang terdapat di dalam labyrinth osea, berisi cairan endolymph. Labyrinth membranosa terdiri dari labyrinth vestibularis dan labyrinth cochlearis. Labyrinth vestibularis terdiri dai dua kantong yaitu utriculus dan sacculus dan tiga buah ductus semicircularis. Pada dinding lateral utriculus terdpat penebalan horizontal berbentuk oval disebut macula utriculi. Pada dinding medial sacculus terdapat penebalan vertikal disebut macula sacculi. Ductus semicircularis membranosa yang pangkalnya melebar disebut ampulla membranosa. Pada dasra masing-masing ampulla terdapat crista ampullaris berupa penebalan transversal.

Aparatus Vestibular :Terdiri dari utikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Organ-organ yang sensitif ini berespons terhadap percepatan linier atau angular atau gerkan kepala. Input sensorik dari aparatus vestibular melalui jalur persarafan mengaktifkan otot-otot rangka tertentu untuk mengoreksi keseimbangan, dan mengembalikan tubuh ke posisi yang normal.

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI TELINGAGelombang suara ialah getaran udara yang merambat yang terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi molekul udara bergantian dengan daerah bertekanan rendah akibat perenggangan uadara. Suara di tindai oleh : Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Telinga manusia dapat mendengar darei frekuensi 20-20.000 siklus perdetik. Intensitas atau kekuatan suara, bergantung pada amplitodu gelombang suara. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB) yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling lemah yang masih terdengar (ambang pendengaran). Suara yang lebih besar dari 100 dB dapat merusak perangkat sensorik di koklea secara permanen. Warna suara atau kualitas, tergantung pada overtone yaitu frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar. Nada tambahan juga berperan menyebabkan perbedaan karekteristik suatu orang.

Mekanisme PendengaranGelombang suara >> getaran membran timpani >> getaran tulang telinga tengah >> getaran jendela oval >> gerakan cairan di dalam koklea (>> geteran jendela bundaar >> pembuyaran energi) >> getaran membran basilaris >> menekuknya rambut di reseptor sel rambut dalam organ corti sewaktu membran basilaris menggeser rambut ini secara relatif terhadap membran tektorium di atasnya >> perubahan potensial berjenjang (reseptor) di sel reseptor >> perubhan frekuensi potensial aksi yang dihasilkan nervus cochlearis >> perambatan potensial aksi ke korteks pendengaran di lobus temporalis.

Fungsi dari Membran Timpani dan Tulang-tulang PendengaranDalam menanggapi perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara pada permukaan eksternal, membran timpani bergerak masuk dan keluar. Membran itu berfungsi sebagai resonator yang mereproduksi getaran dari sumber suara. Membran akan berhenti bergetar segera ketika berhenti gelombang suara. Gerakan dari membran timpani yang diteruskan kepada manubrium maleus. Maleus bergerak pada sumbu yang melalui prosesus brevis dab longusnya, sehingga mentransmisikan getaran manubrium ke inkus. Inkus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran ditransmisikan ke kepala stapes. Pergerakan dari kepala stapes mengakibatkan ayunan ke sana kemari seperti pintu berengsel di pinggir posterior dari jendela oval. Ossicles pendengaran berfungsi sebagai sistem tuas yang mengubah getaran resonansi membran timpani menjadi gerakan stapes terhadap skala vestibuli yang berisi perilymph di koklea. Sistem ini meningkatkan tekanan suara yang tiba di jendela oval, karena tindakan tuas dari maleus dan inkus mengalikan gaya 1,3 kali dan luas membran timpani jauh lebih besar daripada luas kaki stapes dari stapes. Terdapat kehilangan energi suara sebagai akibat dari resistensi tulang pendengaran, tetapi dalam penelitian didapatkan bahwa pada frekuensi di bawah 3000 Hz, 60% dari insiden energi suara pada membran timpani diteruskan ke cairan di dalam kokleaRefleks TimpaniSaat otot-otot telinga tengah berkontraksi (m.tensor tympani dan m.stapedius), mereka akan menarik manubrium mallei kedalam dan kaki-kaki dari stapes keluar. Hal ini akan menurukan transmisi suara. Suara keras akan menginisiasi refleks kontraksi dari otot-otot ini yang dinamakan refleks tympani. Fungsinya adalah protektif, yang akan memproteksi dari suara keras agar tidak menghasilkan stimulasi yang berlebihan dari reseptor auditori. Tapi, refleks ini memiliki waktu reaksi untuk menghasilkan refleks selama 40-160 ms, sehingga tidak akan memberikan perlindungan pada stimulasi yang cepat seperti tembakan senjata.

Mekanisme KeseimbanganKanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselarasi kepala rotasioanal atau angular, misalnya ketika kita mulai atau berhenti berputar, jungkir balik atau menengok. Sel rambut resptif terletak di ampula, sel rambut terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya, kupula yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Sewaktu kita menggerakkan kepala , tulang kanalis dan sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak bersama kepala. Namun, pada awalnya cairan di dalam kanalis, tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di belakang akibat inersia. Ketika endolimfe tertinggal dibelakang , cairan dalam bidang yang sama dengan arah gerakan bergeser dalam arah berlawanan dengan gerakan. Gerakan ini menyebabkan kupula miring dalam arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga rambut menekuk. Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan arah yang sama, makan endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga sel rambut kembali ke posisi tidak melengkung. Ketika kepala melambat dan berhenti, endolimfe sesaat melanjutkan gerakan ke arah rotasi sementara kepala melambat untuk berhenti. Akibatnya kupula dan rambut-rambut melengkung ke arah putaran sebelumnya. Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium yaitu kinosilium. Sterosilia berhubungan dengan ujung-ujungnya oleh tautan ujung. Ketika sterosilia terdefleksi oleh gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi menarik saluran ion berpintu mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, tergantung saluran ion terbuka atau tertutup. Sel rambut mengalami depolarisasi ketika sterosilia menekuk ke arah konosilium, penekukan ke arah berlawanan menyabakan hiperpolarisasi. Depolarisai meningkatkan pelepasan neurotransmiter menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan saraf aferen. Sel-sel rambut membentuk sinaps dengan ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson vestibular lain dan membentuk nervus vestibularis.Kanalis semisirkularis tidak berespons ketika kepala tidak bergerak dan ketika kepala berputar dalm lingkaran dengan kecepatan yang tetap.

Peran organ otolitOrgan otolit yaitu utrikulus dan sakulus. Ketika seseorang dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal. Utrikulus : Ketika memiringkan kepala ke suatau arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai arah kemiringan karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa. Penekukan ini menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi tergantung pada miringnya kepala. Rambut utrikulus juga bergerak oleh perubuhan gerakan linier horizontak (berjalan ke depan, belakang , samping). Sewaktu mulai berjalan maju membran otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Karena itu rambut menekuk ke belakang, berlawanan dengan arah gerak maju. Ketika kecepatan langkah sama maka lapisan gelatinosa akan segera menyamai dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kepala sehingga rambut tidak defleksi. Ketika berhenti berjalan, otolit bergerak maju sesaat sewaktu kepala melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan. Sakulus Bersepons terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (loncat atau naik tangga).

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN GANGGUAN PENDENGARANTuli atau hilangnya pendengaran diklasifikasikan menjadi dua , yaitu :

Tuli hantaran atau konduktifTuli hantaran terjadi jika grlombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga bagian luar dan bagian tengah untuk menggetarakan cairan bagian dalam. Kemungkinan penyebabnya adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh serumen, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang antar stapes dan oval window.

Tuli sensorineural atau perseptifPada tuli sensorinueral gelombang suara di hantarkan ke tilnga bagian dalam, tetapi tidak diterjamahkan menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defeknya dapat terletak di organ corti atau nervus auditorius atau di jalur auditorius ascendens atau korteks auditorius. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Derajat ketulian ISO:0-25 dB:normal>25-40 dB:tuli ringan>40-55 dB:tuli sedang>55-70 dB:tuli sedang berat>70-90 dB:tuli berat>90 dB:tuli sangat berat

4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN OTITIS MEDIA AKUT

4.1 Definisi dan Epidemiologi Otitis Media Akut

Definisi :Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

Epidemiologi :Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren. Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak- anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1% (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

4.2 Etiologi Otitis Media Akut1. Bakteri Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.

2. Virus Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.

Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007). Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

4.3 Patogenesis Otitis Media Akut

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007). Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

4.4 Manifestasi Otitis Media Akut1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

5. Stadium Resolusi Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.

4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Otitis Media AkutMenurut Kerschner, kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu: 1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut. 2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga. 3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

Perbedaan Otitis Media Akut dengan Efusi TimpaniGejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media dengan Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga (tugging) + -

Inflamasi akut, demam + -

Efusi telinga tengah + +

Membran timpani membengkak (bulging), rasa penuh di telinga +/- -

Gerakan membran timpani berkurang atau tidak ada + +

Warna membran timpani abnormal seperti menjadi putih, kuning, dan biru + +

Gangguan pendengaran + +

Otore purulen akut + -

Kemerahan membran timpani, erythema + -

4.6 Tatalaksanan Otitis Media AkutPenatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik. Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik. Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis. Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:Usia Diagnosis pasti (certain) Diagnosis meragukan (uncertain)

Kurang dari 6 bulan Antibiotik Antibiotik

6 bulan sampai 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala berat, observasi jika gejala ringan

2 tahun ke atas Antibiotik jika gejala berat, observasi jika gejala ringan Observasi

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniaeTerdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

1. Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

2. Timpanosintesis Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

3. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

4.7 Komplikasi Otitis Media AkutSebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

4.8 Prognosis Otitis Media AkutApabila ditangani dengan cepat prognosis akan baik.

4.9 Pencegahan Otitis Media AkutTerdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain.

5.MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PEMERIKSAAN TELINGA

Alat-alat : Lampu kepala Corong telinga Otoskop Pelilit kapas Pengait serumen Pinset telinga Garputala

Cara umum Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane tympani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga, apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi. Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane tympani. Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan pada pipi pasien. Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus dikeluarkan.

Jenis-jenis Tes Pendengaran

1. Tes berbisikSyarat: Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi soft board / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter Penderita (yang diperiksa) : Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa. Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin). Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan Pemeriksa Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.Pemeriksaan :Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran

Hasil tes :Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis ketulian)

KUANTITATIFKUALITATIF

FUNGSI PENDENGARANSUARA BISIK

Normal6 mTULI SENSORINEURALSukar mendengar huruf desis (frekuensi tinggi), seperti huruf s sy cTULI KONDUKTIFSukar mendengar huruf lunak (frekuensi rendah), seperti huruf m n w

Dalam batas normal5 m

Tuli ringan4 m

Tuli sedang3 - 2 m

Tuli berat 1m

Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.Definisi Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah : Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan dalam DesibelKlasifikasi

0-15Pendengaran normal

>15-25Kehilangan pendengaran kecil

>25-40Kehilangan pendengaran ringan

>40-55Kehilangan pendengaran sedang

>55-70Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90Kehilangan pendengaran berat

>90Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :

Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB). Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli : Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

Tujuan Mediagnostik penyakit telinga Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi). Skrinig anak balita dan SD Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

Tes Penala

Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu : Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : Normal : tes rinne positif Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi: Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya: Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

Test SwabachTujuannya untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.Dasar gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporaleCara kerjanya yaitu penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.Tes RinneTes WeberTes SchwabachDiagnosis

Positif

Negatif

Positif

Tidak ada lateralisasi

Lateralisasi ke telinga yang sakit

Lateralisasi ke telinga yang sehatSama dengan pemeriksa

Memanjang

MemendekNormal

Tuli konduktif

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif