144
TESIS PERBANDINGAN WAKTU PULIH HAMBATAN MOTORIK ANTARA PEMBERIAN LEVOBUPIVAKAIN 0,5% 10 MG DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% 10 MG PADA SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR YOSEPHINE ERVINA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

yosephine ervina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: yosephine ervina

TESIS

PERBANDINGAN WAKTU PULIH HAMBATAN MOTORIK ANTARA PEMBERIAN LEVOBUPIVAKAIN 0,5% 10 MG DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% 10 MG PADA

SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

YOSEPHINE ERVINA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2014

Page 2: yosephine ervina

TESIS

PERBANDINGAN WAKTU PULIH HAMBATAN MOTORIK ANTARA PEMBERIAN LEVOBUPIVAKAIN 0,5% 10 MG DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% 10 MG PADA

SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

YOSEPHINE ERVINA NIM 0914108203

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

TESIS

Page 3: yosephine ervina

TESIS

PERBANDINGAN WAKTU PULIH HAMBATAN MOTORIK ANTARA PEMBERIAN LEVOBUPIVAKAIN 0,5% 10 MG DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% 10 MG PADA

SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

YOSEPHINE ERVINA NIM 0914108203

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 4: yosephine ervina

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 17 NOPEMBER 2014

Mengetahui,

Pembimbing I,

dr. I Ketut Sinardja, SpAn.KIC NIP. 195505211983021001

Pembimbing II,

dr. Tjok G.A. Senapathi, SpAn.KAR NIP. 197301232008011006

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, SpS(K) NIP. 195902151985102001

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS

NIP. 194612131971071001

Page 5: yosephine ervina

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 17 Nopember 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana,

No.: 4077/UN14.4/HK/2014, Tanggal 19 September 2014

Ketua : dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC

Anggota : 1. dr. Tjok G.A Senapathi, SpAn, KAR

2. Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An, KIC

3. dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH

4. dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN

Page 6: yosephine ervina

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Yosephine Ervina

NIM : 0914108203

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine - Degree)

Judul : Perbandingan Waktu Pulih Hambatan Motorik Antara

Pemberian Levobupivakain 0,5 % 10mg Dengan

Bupivakain 0,5% 10mg Pada Seksio Sesarea Dengan

Anestesi Blok Subarakhnoid di RSUP Sanglah Denpasar.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan

Peraturan Perundang – undang yang berlaku.

Denpasar,……………………………..

Yang membuat pernyataan,

(dr. Yosephine Ervina)

Materai

6 000

Page 7: yosephine ervina

UCAPAN TERIMA KASIH

Syaloom, Salam sejahtera,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.

Ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih, hormat dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, atas

kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan

Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa,

SpOT(K).M.Kes, atas berkenannya mengijinkan penulis menjalani Program

Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, SpS(K), dan Ketua Program Studi Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Prof. DR. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd.FAACS, karena telah

diberikan kesempatan untuk menjalani Program Magister pada Program Studi Ilmu

Biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) Program Pascasarjana

Universitas Udayana.

Page 8: yosephine ervina

Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. I Nyoman

Semadi, SpB.SpBTKV, atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis ini melalui Program Tugas Belajar

Departemen Kesehatan Angkatan IV.

Direktur Utama RSUP Sanglah dr. A.A. Sri Saraswati, M.Kes, atas kesempatan

yang telah diberikan untuk melakukan penelitian di Instalasi Bedah Sentral dan

Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah.

Kepala Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif, sekaligus Pembimbing I

tesis ini, dr. I Ketut Sinardja, SpAn.KIC, telah berkenan memberikan dukungan

semangat, bimbingan dan motivasi selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi

ini.

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn.KIC.KAO, telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan dokter

spesialis anestesi.

Sekretaris Program Studi Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif, juga

selaku Pembimbing Akedemik, dr. IMG Widnyana, SpAn.MKes.KAR, atas

bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

Kepala Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif dan Sekretaris Program

Studi Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif periode yang sebelumnya yaitu

dr. IB Gde Sujana, SpAn.MSi dan dr. I Gede Budiarta, SpAn.KMN, atas semua

Page 9: yosephine ervina

kesempatan dan bimbingan yang tak henti-hentinya kepada penulis, sehingga penulis

bisa menyelesaikan semua tugas selama pendidikan spesialisasi ini.

Pembimbing II tesis ini, yaitu dr. Tjokorda G.A. Senapathi, SpAn.KAR, selalu

memberikan semangat dan bimbingan dengan sabar dalam proses penyelesaian tesis

ini. Kepada dokter I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid sebagai pembimbing

statistik, saya mengucapkan terimakasih karena telah dengan sabar membimbing tesis

ini di bidang ilmu statistik.

‘Bapak’ dokter I Wayan Sukra, SpAn.KIC, atas kemurahan hatinya dengan sabar

dan tanpa pamrih telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses

pendidikan, dan memberikan bekal menjadi seorang anestesiologist yang baik.

Staf pengajar Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana: dr. I Made Subagiartha, SpAn.KAKV.SH; dr. I Gusti Putu

Sukrana Sidemen, SpAn.KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn.KIC; Dr. dr. I Putu

Pramana Suarjaya, SpAn.MKes.KMN.KNA; dr. I Putu Agus Surya Panji, SpAn.KIC;

dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn.KIC; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I

Ketut Wibawa Nada, SpAn.KAKV; dr. IGN Mahaalit Aribawa, SpAn.KAR; dr.

IGAG Utara Hartawan, SpAn.MARS; dr. Pontisomaya SpAn.MARS; dr. Putu

Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja,

SpAn.MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. IB Krisna Sutawan, SpAn;

dan dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn, atas semua bimbingan, nasihatnya dan tiada

mengenal waktu selalu memberikan dasar-dasar ilmu anestesi untuk diterapkan.

Page 10: yosephine ervina

Seluruh sejawat peserta PPDS I RSUP Sanglah, khususnya teman-teman residen

anestesi atas dukungan dan kerjasama dalam menjalani pendidikan yang penuh

kenangan suka maupun duka ini.

Kepada Papa (Alm) Hendra Leman dan mama Lies Lendeng, yang telah merawat

dan membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tanpa pamrih. Mama

memaklumi keputusan penulis untuk menempuh pendidikan dokter spesialis, mama

juga yang selalu mendukung dalam doa dan memberikan materi tanpa pamrih.

Kepada kakak-kakak (Agustinus Iwan Leman dan keluarga, Ridwan Leman dan

keluarga, M. Melani Leman dan keluarga) yang turut mendukung penulis dalam doa

supaya penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan lancar. Kepada putri-putra

penulis Auxillia Briliana Shirley dan Rayllion Zefza Gerald, atas pengertian dan

kesabaran kalian.

Seluruh staf karyawan/wati di bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, kepada

ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan bapak Komang Ganda, atas semua bantuan selama

penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.

Para penata anestesi, perawat kamar operasi, perawat instrumen, perawat di

ruang intensif (RTI/HCU), perawat bangsal perawatan dan para pegawai di tempat

dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialis ini, yaitu

RSUP Sanglah-Denpasar, RSUD Masohi-Maluku Tengah, RSUD Soebandi-Jember,

RSUD Ekapata-Waikabubak Sumba Barat, atas semua bantuan dan kerjasamanya

yang tak terlupakan selama penulis bertugas dan menuntut ilmu.

Page 11: yosephine ervina

Para pasien yang menjadi “sumber ilmu” selama penulis menjalani proses

pendidikan spesialisasi ini.

Akhirnya penulis menghaturkan doa semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak, yang tertulis di atas maupun yang

tidak tertulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu telah membantu penulis selama

proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini .

Semoga bermanfaat. “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi

orang bodoh menghina hikmat dan didikan (Amsal 1:7)”.

Denpasar, Nopember 2014

dr. Yosephine Ervina

Page 12: yosephine ervina

ABSTRAK

PERBANDINGAN WAKTU PULIH HAMBATAN MOTORIK ANTARA PEMBERIAN LEVOBUPIVAKAIN 0,5% 10 MG DENGAN BUPIVAKAIN

0,5% 10 MG PADA SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Seksio sesarea merupakan salah satu tindakan bedah mayor yang sering dikerjakan pada wanita hamil. Penatalaksanaan anestesi dengan regional anestesi blok subarakhnoid menjadi pilihan karena mengurangi angka mortalitas dibandingkan anestesi umum. Obat anestesi lokal golongan amida levobupivakain dan bupivakain pada berbagai penelitian memiliki potensi yang sama, namun efek waktu pulih hambatan motorik dapat berbeda dan efek toksisitasnya yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan waktu pulih hambatan motorik pada populasi pasien yang menjalani operasi seksio sesarea di RSUP Sanglah Denpasar. Diharapkan levobupivakain dapat menjadi pilihan regimen obat anestesi selain bupivakain pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik secara acak pada pasien yang menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di kamar operasi IBS dan IRD RSUP Sanglah mulai bulan September 2014 sampai Nopember 2014. Penelitian ini mengambil sampel 72 pasien, yang dibagi menjadi 2 kelompok, 36 pasien per kelompok, yaitu kelompok A mendapatkan levobupivakain 0,5% 10 mg sedangkan kelompok B bupivakain 0,5% 10 mg. Dilakukan pencatatan waktu pulih hambatan motorik dengan memakai skala Bromage yang dimodifikasi (dari saat skor Bromage = 3 sampai dengan skor Bromage = 0). Kemudian analisis dilakukan dengan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences; Chicago, USA) untuk Windows 20.1.

Dari penelitian ini kami menyimpulkan bahwa levobupivakain memiliki rerata waktu pulih hambatan motorik lebih cepat dibandingkan bupivakain. Dengan rerata ± simpang baku pada kelompok A adalah 108,7 ± 12,0 menit sedangkan kelompok B adalah 152,0 ± 19,8 menit, yang secara statistik bermakna dengan nilai p < 0,001. Sedangkan kejadian efek samping pada penelitian ini yaitu hipotensi, mual, dan menggigil tidak bermakna secara statistik. Kami menyarankan pemberian levobupivakain 0,5% 10 mg pada pasien yang menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid selain dengan bupivakain 0,5% 10 mg karena efek toksisitasnya yang rendah terhadap SSP dan jantung, mobilisasi pasien lebih cepat, dan efek samping minimal.

Kata Kunci: seksio sesarea, anestesi blok subaraknoid, bupivakain, levobupivakain.

Page 13: yosephine ervina

ABSTRACT

COMPARISON BETWEEN MOTORIC RESISTANCE RECOVERY TIME GIVING LEVOBUPIVACAINE 0.5 % 10 MGS OR BUPIVACAINE 0,5% 10 MGS IN THE CAESAREAN SECTION WITH SUBARACHNOID BLOCK

ANESTHESIA IN SANGLAH HOSPITAL

Caesarean section is a major surgery that is often done in pregnant women. Management of choice regional anesthesia with subarachnoid block anesthesia of choice for reducing mortality compared to general anesthesia. Amide class of local anesthetics levobupivacaine and bupivacaine in various studies have the same potential, but the effects of motoric recovery time can be different and different toxicity effects. The result can be an option levobupivacaine anesthetic regimen in addition to bupivacaine at Caesarean section with subarachnoid block anesthesia. So the purpose of this study was to compare the motoric recovery time in population patient undergoing cesarean section at Sanglah Hospital. The research design was used a randomized clinical trial in patients underwent caesarean section surgery in the emergency operating room and Central Operating Theater in Sanglah hospital starting in September 2014 through November 2014, this study took a sample of 72 patients, who were divided into 2 groups, 36 patients per group, group A with levobupivacaine 0.5% 10 mgs, while group B bupivacaine 0.5% 10 mgs. The motoric recovery time recording using a modified Bromage scale (from the current Bromage score = 3 to the Bromage score = 0). Analyses were performed with SPSS (Statistical Package for the Social Sciences; Chicago, USA) for Windows 20.1. From this study we conclude that levobupivacaine has a mean motoric recovery time faster than bupivacaine. The mean ± standard deviations in group A was 108.7 ± 12.0 minutes, while group B was 152.0 ± 19.8 minutes, which is statistically significant with p < 0,001. While the incidence of side effects in this study are hypotension, nausea, and shivering are not statistically significant. So we recommend the use of levobupivacaine 0.5 % 10 mg in patients undergoing Caesarean section surgery with subarachnoid block anesthesia than with bupivacaine 0.5 % 10 mg because of its low toxicity effects on the CNS and heart, faster patient mobilization, and minimal side effects . Keywords: Caesarean section, subarachnoid block anesthesia, bupivacaine, levobupivacaine.

Page 14: yosephine ervina

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ................................................................................. i

PERSYARATAN GELAR ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ........................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................................... v

UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................. xi

ABSTRACK ........................................................................................... xii

DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xviii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.......................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 5

1.3.1 Tujuan umum .............................................................. 5

1.3.2 Tujuan khusus ............................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6

1.4.1 Manfaat Praktis ........................................................... 6

Page 15: yosephine ervina

1.4.2 Manfaat Akademis ....................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 7

2.1 Seksio Sesarea ...................................................................... 7

2.1.1 Pengertian ..................................................................... 7

2.1.2 Indikasi ......................................................................... 7

2.1.3 Teknik operasi .............................................................. 7

2.1.4 Morbiditas dan mortalitas ............................................ 8

2.2 Teknik Anestesia ................................................................... 9

2.2.1 Anestesia neuraksial versus anestesia umum ............... 9

2.2.2 Anestesia blok subarakhnoid pada seksio sesarea ........ 10

2.2.2.1 Fisiologi ............................................................ 10

2.2.2.2 Teknik............................................................... 12

2.2.2.3 Keuntungan ...................................................... 14

2.2.2.4 Kerugian ........................................................... 16

2.3 Komplikasi anestesi ............................................................... 17

2.3.1 Sesak nafas ................................................................... 17

2.3.2 Hipotensi ...................................................................... 17

2.3.3 Kegagalan blok neuraksial ........................................... 20

2.3.4 Blok neuraksial tinggi .................................................. 20

2.3.5 Mual dan muntah .......................................................... 20

2.3.6 Menggigil ..................................................................... 23

2.3.7 Nyeri paskaoperatif ...................................................... 24

2.3.8 Toksisitas obat anestesi lokal ....................................... 24

2.4 Obat Anestesi Lokal ................................................................ 26

2.4.1 Struktur Obat Anestesi Lokal ......................................... 29

2.4.2 Bupivakain ..................................................................... 36

Page 16: yosephine ervina

2.4.2.1 Struktur kimia ..................................................... 36

2.4.2.2 Farmakodinamik ................................................ 37

2.4.2.3 Farmakokinetik................................................... 37

2.4.3 Levobupivakain .............................................................. 39

2.4.3.1 Struktur kimia ................................................... 39

2.4.3.2 Farmakodinamik............................................... 39

2.4.3.3 Farmakokinetik ................................................ 41

2.4.3.4 Levobupivakain pada blok subarakhnoid ......... 41

2.5 Pulih dari anestesi ................................................................. 42

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ........................................................................................ 45

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................. 45

3.2 Konsep .................................................................................. 46

3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................... 46

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................... 47

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................ 47

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 47

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 48

4.4 Penentuan Sumber Data ........................................................ 48

4.4.1 Populasi penelitian ....................................................... 48

4.4.2 Sampel penelitian ........................................................ 48

4.4.3 Perhitungan jumlah sampel ......................................... 49

4.4.4 Teknik pengambilan sampel ........................................ 51

4.4.5 Alokasi sampel ............................................................ 51

4.5 Variabel Penelitian ................................................................ 52

4.5.1 Identifikasi variabel ..................................................... 52

Page 17: yosephine ervina

4.5.2 Definisi operasional variabel ....................................... 52

4.6 Instrumen Penelitian ............................................................. 54

4.7 Alur Penelitian ...................................................................... 55

4.7.1 Persiapan ...................................................................... 55

4.7.2 Penapisan kasus ........................................................... 55

4.7.3 Alokasi Pasien ............................................................. 56

4.7.4 Perlakuan ..................................................................... 56

4.7.5 Penilaian dan pencatatan ............................................. 58

4.8 Analisis Statistik.................................................................... 60

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................... 62

5.1 Data Karakteristik Sampel ...................................................... 62

5.2 Uji Normalitas Data Sampel Berdasarkan Kelompok

Perlakuan ................................................................................. 65

5.3 Nilai Statistik Variabel Berdasarkan Kelompok Perlakuan .... 66

BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 71

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 79

7.1 Simpulan............................................................................... 79

7.2 Saran ..................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80

LAMPIRAN ............................................................................................ 84

Page 18: yosephine ervina

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien ................................................................ 61

Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Berdasarkan Kelompok Perlakuan ....... 65

Tabel 5.2 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Waktu Pulih Hambatan

Motorik Berdasarkan Kelompok Perlakuan ............................ 66

Tabel 5.3 Kejadian Efek Samping Berdasarkan Kelompok Perlakuan ... 68

Page 19: yosephine ervina

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Toksisitas kardiovaskuler akibat obat anestesi lokal ......... 25

Gambar 2.2 Lokasi kerja obat anestesi lokal ........................................ 26

Gambar 2.3a Channel natrium pada membran sel .................................. 27

Gambar 2.3b Ikatan obat anestesi lokal pada channel natrium ............... 28

Gambar 2.4a Obat anestesi lokal menghambat potensial aksi ................ 28

Gambar 2.4b Mekanisme aksi obat anestesi lokal .................................. 29

Gambar 2.5 Komponen kimia obat anestesi lokal ................................ 29

Gambar 2.6 Derajat ionisasi obat anestesi lokal menembus membran

sel ...................................................................................... 33

Gambar 2.7a Rumus kimia bupivakain ................................................... 37

Gambar 2.7b Rumus kimia levobupivakain ............................................ 39

Gambar 2.7c Rumus molekul S(-) Bupivakain dan R(+) Bupivakain .... 40

Gambar 2.8 Penentuan hambatan motorik ............................................ 43

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep ..................................................... 46

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................. 47

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian ....................................................... 60

Gambar 5.1 Perbandingan rata-rata durasi waktu pulih hambatan

motorik antara kedua kelompok perlakuan ....................... 67

Gambar 5.2 Fluktuasi tekanan arteri rerata antara kedua kelompok

perlakuan ........................................................................... 69

Gambar 5.3 Hubungan antara waktu dan Bromage 3 sampai dengan

Bromage 0 pada kedua kelompok perlakuan .................... 69

Page 20: yosephine ervina

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

APGAR : Appearance Pulse Grimace Activity Respiration

ASA : American Society of Anesthesiology

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

CO2 : Karbondioksida

CSE : Combined Spinal Epidural

CSS : Cairan Serebro Spinalis

CNS : Central Nervous System

Dkk : Dan kawan-kawan

ED50 : Effective Dose 50%

ED95 : Effective Dose 95%

EEG : Electroencephalography

EKG : Elektrokardiogram

HES : Hydroxyethyl Starch

IMT : Indeks Massa Tubuh

Interval QTc : Interval Corrected QT

KTP : Kartu Tanda Penduduk

N2O : Nitrous Oxide

NOS : Nitric Oxide Sintase

NSAID : Non-steroidal anti-inflammatory drug

PPX : Pipecolyl xylidide

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SIM : Surat Ijin Mengemudi

SSP : Susunan Saraf Pusat

Page 21: yosephine ervina

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

TAR : Tekanan Arteri Rerata

Na+ : Natrium

K+ : Kalium

f (%) : distribusi frekuensi

% : persen

x/menit : kali/menit

kg/m2 : kilogram per meter kubik

mcg/kgBB : mikrogram per kilogram berat badan

mg/kgBB : milligram per kilogram berat badan

mg/kg/jam : milligram per kilogram per jam

ml/kgBB : milliliter per kilogram berat badan

µg/ml : mikrogram per mililiter

mg : milligram

mcg : mikrogram

ml : milliliter

mm : millimeter

msec : millisecond

= : sama dengan

≥ : lebih besar dan sama dengan

≤ : lebih kecil dan sama dengan

> : lebih besar atau lebih dari

< : lebih kecil atau kurang dari

L : Liter

L1 : Lumbal-1

L2 : Lumbal-2

Page 22: yosephine ervina

pH : power of hydrogen

pKa : Konstanta disosiasi

S2 : Sakral-2

Th10 : Thorakal-10

Th6 : Thorakal-6

T2 : Torakal-2

Vs : Versus

Page 23: yosephine ervina

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik ........................................ 84

Lampiran 2 : Surat Ijin Uji Klinik ........................................................... 85

Lampiran 3 : Rincian Informasi .............................................................. 86

Lampiran 4 : Surat Pernyataan Persetujuan Uji Klinik ........................... 88

Lampiran 5 : Lembar Penelitian .............................................................. 89

Lampiran 6 : Pencatatan Hasil Evaluasi.................................................. 92

Lampiran 7 : Tabulasi Data Penelitian .................................................... 94

Lampiran 8 : Hasil Analisis SPSS ........................................................... 97

Page 24: yosephine ervina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seksio sesarea merupakan salah satu tindakan bedah mayor yang paling

sering dikerjakan pada wanita hamil di seluruh dunia. Dalam kurun waktu dua puluh

lima tahun terakhir ini kecenderungan utama dalam bidang anestesia obstetrik

menunjukkan peningkatan penggunaan teknik anestesia regional baik untuk bedah

sesar maupun persalinan. Angka mortalitas ibu saat digunakannya anestesi umum 17

kali lebih tinggi yang disebabkan gagal intubasi, gagal ventilasi dan oksigenasi, dan

atau aspirasi lambung (Wlody, 2003).

Antara tahun 1988-1992, hanya 17% wanita menjalani bedah sesar dilakukan

anestesi umum, 40% dengan analgesia spinal, 44% dengan analgesia epidural. Hal ini

disebabkan antara lain angka mortalitas ibu dengan anestesia umum cukup tinggi

(Kuczkowski, 2004). Hawkins dkk mendapatkan angka kematian ibu sekitar 32 per

1.000.000 kelahiran hidup saat anestesi umum digunakan dan hanya 2 per 1.000.000

kelahiran hidup saat anestesi regional digunakan. (Subasi dkk., 2012; Wlody,2003).

Regional anestesi blok subarakhnoid untuk seksio sesarea telah secara luas

dipilih karena teknik penempatan yang mudah dan onset yang cepat dengan tetap

memperhatikan perubahan fisiologi ibu hamil pada vena-vena epiduralis dan cairan

serebro spinalis yang mempengaruhi penyebaran blokade obat yang tidak diinginkan.

Page 25: yosephine ervina

Seksio sesarea adalah prosedur operasi yang relatif singkat durasi operasinya, diikuti

mobilisasi dini pasien, yang potensial meningkatkan lambatnya pemanjangan

blokade (Misirlioglu dkk., 2013).

Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, dengan ditemukannya obat anestesi

lokal, maka rutin dapat dilakukan teknik anestesi regional blok subarakhnoid. Saat ini

obat anestesi lokal yang secara luas dipakai pada blok subarakhnoid yaitu

Bupivakain. Bupivakain adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa

kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Seperti halnya anestesi lokal lainnya,

bupivakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan

impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium

melalui membran sel, ke dalam sel (Gristwood, 2002)

Saat ini dikenal levobupivakain yaitu obat anestesi lokal golongan amida juga

yang memiliki S(-) enantiomer menyebabkan efek toksik pada kardiovakular dan

sistim saraf pusat lebih rendah dibandingkan bupivakain serta memiliki efek poten

yang sama dengan bupivakain ((McClellan dan Spencer, 1998; Bardsley dkk., 1998).

Keuntungan levobupivakain dibandingkan bupivakain yaitu (1)

Ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan kardiovaskular

(2) Batas aman dosis letal 78% lebih besar untuk dapat menyebabkan kematian (3)

Toksisitas kardiak dan susunan saraf pusat yang lebih rendah (4) Potensiasi terhadap

hambatan sensorik dan motorik baik (5) Toksisitas yang dicetuskan levobupivakain

bersifat reversible (6) Perubahan kontraktilitas kardiak dan interval QTc pada

Page 26: yosephine ervina

elektrokardiogram yang kecil (7) Efek depresan yang rendah pada

elektroensefalogram (Gristwood, 2002).

Levobupivakain aman dan efektif untuk anestesi blok subarakhnoid (Capogna

dkk., 1999 dan Kopacz dkk., 2000). Potensi anestesi levobupivakain dalam memblok

saraf mirip dengan bupivakain pada penelitian in vivo, dimana perbandingan efek

levobupivakain dan bupivakain, baik dari cara pemberian ataupun konsentrasi obat

adalah sama. Secara umum, onset dan durasi dari blok sensorik dan motorik untuk

levobupivakain ataupun bupivakain dalam dosis yang sama adalah equipotent (Foster

dan Markham, 2000).

Dalam beberapa penelitian diperkirakan bahwa blok motorik levobupivakain

lebih kurang dibandingkan bupivakain. Sehingga dapat disimpulkan potensi

bupivakain = levobupivakain, hambatan motorik bupivakain ≥ levobupivakain,

kardiotoksisitas bupivakain > levobupivakain dan neurotoksisitas bupivakain >

levobupivakain (Viscomy, 2004). Aksi obat anestesi lokal memiliki hubungan antara

farmakologikal dan biofisik. Semua obat anestesi lokal menghambat dan mengikat

channel natrium. Isomer bupivakain mengikat channel natrium lebih kuat dibanding

levobupivakain (Morgan dkk., 2006) sehingga blokade terhadap channel natrium

bupivakain lebih poten yang disebabkan bupivakain lebih bersifat stereoselektif

(Valenzuela dkk., 1995)

Disisi lain levobupivakain terdapat kekurangannya yaitu harganya yang lebih

mahal dibandingkan bupivakain, sekitar 57% lebih mahal sehingga saat ini

levobupivakain masih belum dapat menggantikan bupivakain (Gristwood, 2002)

Page 27: yosephine ervina

Ginosar dkk., (2004) melakukan penelitian untuk mencari ED50 dan ED95 untuk

induksi analgesia spinal dengan bupivakain pada bedah sesar dan didapatkan ED50

dan ED95 induksi sukses adalah 7,6 mg dan 11 mg.

Dosis Levobupivakain yang direkomendasikan pada pemberiaan dosis tunggal

maksimum secara intratekal adalah 15 mg (Benhamou dkk., 2000). Pada penelitian

Parpaglioni dkk., 2006 dan Parpaglioni dkk., 2009 bahwa dosis minimum anestesi

lokal levobupivakain intratekal lebih besar dari ED50 untuk seksio sesarea yaitu 10,6

mg dan 6,2 mg. Sedangkan ED50 dan ED95 Levobupivakain intratekal tidak berbeda

dari ED50 (7,25 mg) dan ED95 (13mg) bupivakain isobarik intratekal yang ditambah

dengan fentanil dan morfin (Carvalho dkk., 2005).

Dari penelitian Elizabeth dan Kopacz, 2002 disimpulkan bahwa

levobupivakain merupakan alternatif selain bupivakain pada pasien dengan anestesi

subaraknoid. Efikasi klinis bupivakain terhadap levobupivakain pada anestesi blok

subarakhnoid adalah 1:1. Dosis dalam miligram levobupivakain sama dengan profil

bupivakain untuk blok sensorik dan motorik sampai tercapai kriteria pemindahan

pasien.

Glaser dkk., 2002 pada penelitiannya mendapatkan perbedaan antara transisi

Skala Bromage 0 menjadi 2 lebih cepat pada levobupivakain (4 ± 3 menit)

dibandingkan bupivakain (6 ± 5 menit).

Page 28: yosephine ervina

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal yang rutin dipakai pada seksio

sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di RSUP Sanglah. Namun regimen

bupivakain ini memiliki efek samping yang dapat menimbulkan efek kerdiotoksisitas

yang fatal setelah pemberian injeksi intravena dan waktu hambatan pulih motorik

yang lebih lama. Dalam dua dekade terakhir, ditemukan obat anestesi lokal baru yaitu

levobupivakain yang lebih rendah efek samping terhadap kardiak dan

neurotoksisitasnya serta waktu pulih hambatan motorik yang lebih cepat. Pada

penelitian ini, peneliti mencoba membandingkan levobupivakain 0,5% 10 mg dan

bupivakain 0,5% 10 mg pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid

dalam hal waktu pulih hambatan motorik, sehingga levobupivakain menjadi alternatif

selain bupivakain pada pasien seksio sesarea dengan anestesi blok subaraknoid dan

dapat tercapai kriteria pemindahan pasien yang lebih cepat dengan efek samping yang

minimal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, rumusan masalah

penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan waktu pulih hambatan motorik

setelah pemberian Levobupivakain 0,5% 10 mg dibandingkan Bupivakain 0,5% 10

mg pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Page 29: yosephine ervina

Untuk mengetahui efikasi pemberian Levobupivakain 0,5% 10 mg dibandingkan

Bupivakain 0,5% 10 mg pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid

terhadap waktu pulih hambatan motorik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk membandingkan waktu pulih hambatan motorik antara pemberian

Levobupivakain 0,5% 10 mg dibandingkan Bupivakain 0,5% 10 mg pada seksio

sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat praktis

Pemberian levobupivakain 0,5% 10 mg diharapkan dapat menjadi alternatif pada

anestesi blok subarakhnoid pada pasien yang akan menjalani seksio sesarea selain

dengan pemberian Bupivakain 0,5% 10 mg.

1.4.2 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan ilmiah mengenai

pemberian Levobupivakain 0,5 % 10 mg dan Bupivakain 0,5 % 10 mg pada seksio

sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid sehingga dapat digunakan sebagai

pedoman untuk penelitian selanjutnya.

Page 30: yosephine ervina

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Seksio Sesarea

2.1.1 Pengertian

Seksio sesarea adalah melahirkan bayi melalui insisi pada abdomen (laparotomi)

dan uterus (histerotomi). Istilah seksio sesarea berasal dari kata Latin caedere dan

sectio yang keduanya berarti memotong. Saat ini jumlah seksio sesarea lebih dari

30% semua kelahiran dan merupakan pembedahan paling sering dilakukan di

Amerika Serikat dan lebih 1 juta kasus dilakukan setiap tahunnya. Di negara maju

lainnya angka seksio sesarea bervariasi antara 15-30% (Tsen, 2009).

2.1.2 Indikasi

Indikasi seksio sesarea yang paling sering meliputi distosia, malpresentasi,

kondisi gawat janin, riwayat seksio sesarea sebelumnya dan permintaan pasien.

Adanya riwayat seksio sesarea bukan penyebab dilakukannya seksio sesarea pada

kehamilan yang sekarang. Persalinan normal pasien dengan riwayat seksio sesarea

merupakan alternatif pilihan yang menurun penerapannya (Tsen, 2009).

2.1.3 Teknik operasi

Insisi abdomen midline vertikal memungkinkan akses cepat dan paparan

pembedahan lebih besar, sedangkan insisi suprapubik horizontal (Pfannenstiel)

Page 31: yosephine ervina

menawarkan sisi kosmetik lebih baik. Insisi uterus low transversal memungkinkan

rendahnya insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan resiko infeksi,

perdarahan, adhesi usus dan omentum lebih sedikit dibandingkan insisi uterus

vertikal. Insisi uterus vertikal digunakan pada keadaan seperti: (1) ketika segmen

bawah rahim belum terbentuk baik (usia kehamilan < 34 minggu), (2) persalinan bayi

prematur pada wanita yang belum inpartu; (3) kehamilan multipel dan atau

malpresentasi. Pada kasus tertentu, insisi uterus vertikal dilakukan pada dinding

anterior (insisi klasik), khususnya pada plasenta previa anterior letak rendah atau

ketika direncanakan histerektomi (Tsen, 2009).

Eksteriorisasi uterus setelah lahirnya bayi membantu visualisasi dan perbaikan

insisi uterus. Efek eksteriorisasi pada perdarahan dan morbiditas masih kontroversi,

namun telah diamati tingginya kejadian mual, muntah, emboli udara vena

intraoperatif dan nyeri postoperatif (Tsen, 2009).

2.1.4 Morbiditas dan mortalitas

Morbiditas dan mortalitas ibu pada seksio sesarea lebih rendah dengan anestesia

neuraksial dibanding anestesia umum. Audit prospektif hasil akhir pasca seksio

sesarea mengindikasikan bahwa pada minggu pertama pasca operasi, kejadian nyeri,

stasis gastrointestinal, batuk, demam, dan depresi lebih rendah pada anestesia

neuraksial dibanding anestesia umum dan mobilisasi lebih cepat. Hasil akhir neonatus

antara teknik anestesi yang berbeda tidak begitu jelas. Skor APGAR dan

neurobehaviour relatif tidak sensitif untuk mengukur kesejahteraan neonatus

Page 32: yosephine ervina

sedangkan analisa gas darah tali pusat lebih mencerminkan alasan seksio sesarea

dibandingkan efek perbedaan teknik anestesia (Tsen, 2009).

Komplikasi seksio sesarea meliputi perdarahan, infeksi, tromboemboli, trauma

ureter dan kandung kemih, nyeri abdomen, resiko ruptur uteri pada kehamilan

berikutnya dan kematian. Seksio sesarea non elektif memiliki resiko morbiditas

maternal lebih besar dibandingkan elektif. Resiko kematian maternal seksio sesarea

primer elektif tidak berbeda dengan persalinan normal, tetapi tindakan seksio sesarea

menempatkan ibu pada resiko morbiditas lebih tinggi (dan mungkin mortalitas) pada

kehamilan dan seksio sesarea berikutnya (Tsen, 2009).

2.2 Teknik anestesia

Teknik anestesia yang paling sesuai untuk seksio sesarea tergantung faktor ibu,

janin, dan obstetri. Kedaruratan dan durasi operasi memainkan peranan penting dalam

pemilihan teknik anestesia. (Tsen, 2009).

2.2.1 Anestesia neuraksial versus anestesia umum

Teknik neuraksial (epidural, spinal, CSE) merupakan metode yang dipilih untuk

anestesi pada seksio sesarea, dan keuntungan serta risiko yang ada spesifik pada tiap

teknik yang akan menentukan pemilihannya. Saat ini, anestesia neuraksial dapat

diberikan pada pasien yang pada masa lampau dilakukan anestesia umum. Contohnya

prolaps tali pusat yang masih dapat didekompresi dan status janin masih baik,

plasenta previa, dan preeklampsia berat tidak lagi menjadi indikasi absolut

dilakukannya anestesia umum (Tsen, 2009).

Page 33: yosephine ervina

Pada analisa anestesia obstetri di Amerika Serikat tahun 1981-2001, terdapat

peningkatan anestesia neuraksial khususnya anestesia spinal, baik kasus emergensi

maupun elektif. Peningkatan pemakaian anestesia neuraksial untuk seksio sesarea

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : (1) penggunaan teknik epidural untuk

analgesia persalinan semakin banyak, (2) pengetahuan bahwa kateter epidural dapat

menurunkan perlunya anestesia umum pada kondisi gawat, (3) peningkatan kualitas

anestesia neuraksial dengan penambahan opioid pada anestetik lokal, (4) pemahaman

risiko komplikasi jalan napas saat dilakukan anestesia umum pada ibu hamil, (5)

mengurangi transfer obat ke janin, dan (6) ibu tetap sadar dan melihat suami atau

orang pendukungnya ada di kamar operasi selama proses persalinan (Tsen, 2009).

2.2.2 Anestesia blok subarakhnoid pada Seksio Sesarea

Nama lain anestesi blok subarkhnoid yaitu spinal anestesia, analgesia

subaraknoid, blok spinal, blok araknoid dan anestesia lumbal. Perkembangan

pengetahuan anatomi dan fisiologi ruang subaraknoid serta penemuan obat baru

untuk anestetik lokal menyebabkan anestesia blok subarakhnoid turut berkembang.

Anestesia blok subarakhnoid yaitu menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam

ruang subaraknoid sehingga menimbulkan hilangnya sensasi nyeri dan blok motorik.

Hilangnya aktivitas otonom, sensorik dan motorik diakibatkan karena hambatan saraf

yang bersifat sementara (reversible). Penyuntikan obat anestesi lokal ini biasanya

Page 34: yosephine ervina

dilakukan di daerah lumbal pada tingkat medula spinalis berakhir yaitu L2 (Ankcorn

dan Casey, 1993).

2.2.2.1 Fisiologi

Nyeri kala 1 persalinan adalah akibat perubahan segmen bawah rahim dan

serviks. Nyeri dihantarkan oleh saraf aferen visceral dan saraf simpatis, masuk ke

medula spinalis segmen T10-L1. Selama kala 1 akhir dan kala 2, nyeri merupakan

akibat pelebaran dasar pelvis, vagina, dan perineum. Nyeri pelvis dihantarkan oleh

saraf somatik yang memasuki medula spinalis segmen S2-S4 (Wong, 2009).

Pada seksio sesarea, transmisi nyeri melibatkan jalur nosiseptif tambahan.

Deseksi dan manipulasi intraperitoneal melibatkan jalur nyeri visceral yang kurang

terlokalisir. Nyeri visceral dihantarkan oleh jalur setinggi pleksus seliakus. Impuls

nyeri somatik tambahan terjadi akibat stimulasi diafragma karena saraf interkostal

menginervasi sebagian dari diafragma perifer (Wong dkk., 2009).

Perubahan anatomi saat hamil mempengaruhi tehnik anestesi neuraksial.

Pembesaran uterus dan kompresi vena kava menyebabkan pelebaran vena epidural.

Pelebaran vena epidural menggeser cairan serebrospinal ruang subaraknoid regio

torakolumbar. Pergeseran ini menjelaskan rendahnya dosis anestesi spinal pada

wanita hamil. Kebutuhan dosis obat subarakhnoid juga dipengaruhi rendahnya berat

jenis cairan serebrospinalis pasien hamil (Wong dkk., 2009).

Pemberian anestesi neuraksial pada wanita hamil membutuhkan pemahaman

perubahan fisiologis kehamilan. Anestesiologis, obstetrisian, dan perawat harus

Page 35: yosephine ervina

mengerti kemungkinan kompresi aortocaval selama anestesi spinal dan epidural.

Hanya 10% wanita hamil menunjukan klinis supine hypotension syndrome, tetapi

simpatektomi dan vasodilatasi akibat anestesi neuraksial menyebabkan wanita lebih

peka terhadap efek kompresi aortocaval. Adanya kompresi aortocaval mempercepat

onset kolaps kardiovaskular selama anestesi spinal total atau tinggi dan resusitasi

menjadi lebih sulit. Pada kasus kolaps kardiovaskular, intubasi endotrakea dikerjakan

untuk ventilasi mekanik dan melindungi paru-paru dari aspirasi (Wong dkk., 2009).

Anestesi lokal bekerja dengan memblok channels sodium membran saraf dan

mencegah hantaran impuls saraf. Pada anestesi spinal, anestesi lokal bekerja langsung

pada jaringan saraf ruang subaraknoid. Regresi anestesi disebabkan oleh penyerapan

vaskuler anestesi lokal pada ruang subaraknoid dan medula spinalis (Wong dkk.,

2009).

2.2.2.2 Teknik

Kontraindikasi anestesi neuraksial meliputi : (1) pasien menolak atau tidak mau

bekerjasama; (2) peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya massa, dapat

menyebabkan herniasi batang otak; (3) adanya kelainan pembekuan darah; (4)

hipovolemia yang tidak terkoreksi; (5) kurangnya latihan atau pengalaman pada

teknik ini. Menghindari anestesi regional pada gangguan ringan pembekuan darah

masih kontroversial. Anestesiologis sebaiknya menimbang resiko dan keuntungan

anestesi neuraksial untuk masing-masing pasien (Wong dkk., 2009).

Posisi Pasien

Page 36: yosephine ervina

Wanita hamil cenderung mengalami lordosis lumbalis dan lebih sulit melakukan

fleksi. Tindakan anestesi spinal dapat dikerjakan pada posisi lateral atau duduk.

Banyak pasien obstetri menganggap posisi lateral lebih nyaman saat pemberian

anestesia spinal atau epidural; efek pada aliran balik vena dan curah jantung lebih

sedikit pada posisi lateral dan pemantauan janin lebih mudah. Posisi duduk cenderung

disertai tingginya insiden hipotensi orthostatik dan syncope. Posisi duduk dipilih dan

mungkin diperlukan pada pasien gemuk dimana identifikasi garis tengah menjadi

lebih mudah. Teknik aseptik dikerjakan meliputi pencucian tangan dan pemakaian

topi, masker, dan sarung tangan steril, pemberian desinfeksi kulit yang luas di

punggung dan penggunaan penyekat steril. Sedangkan pemakaian gaun steril masih

kontroversial (Wong dkk., 2009).

Pemilihan obat

Sebagian besar anestesiologis memberikan obat anestesi lokal hiperbarik untuk

anestesi spinal. Penggunaan larutan hiperbarik menimbulkan onset blok lebih cepat

dan ketinggian blok sensoris maksimal dengan durasi blok lebih singkat. Di Amerika

serikat, obat yang sering dipilih adalah bupivakain. Bupivakain, tetrakain,

levobupivakain, dan ropivakain memberikan durasi kerja intermediate hingga

panjang. Dosis bupivakain intratekal yang dilaporkan berhasil untuk anestesi seksio

sesarea berkisar antara 4,5-15 mg (Wong dkk., 2009). Dosis levobupivakain yang

direkomendasikan pada pemberiaan dosis tunggal maksimum secara intratekal adalah

15 mg (Benhamou dkk., 2000). Dosis minimum anestesi lokal levobupivakain

Page 37: yosephine ervina

intratekal lebih besar dari ED50 untuk seksio sesarea yaitu 6,2 mg (Parpaglioni dkk.,

2009).

Larutan bupivakain yang hiperbarik cenderung akan menyebar ke kaudal pada

pasien dengan posisi terlentang bila disuntikkan di Lumbal 4 ke bawah sedangkan

bila disuntikan di Lumbal 3 ke atas akan menyebar ke cephalad, ini sesuai dengan

lekuk tulang belakang (Xu dkk., 2005). Martin dkk., pada penelitiannya tentang obat

anestesi lokal isobarik dan hiperbarik pada anestesi spinal menyatakan posisi duduk

setelah blok subarakhnoid dengan larutan yang isobarik > 2,5 menit menyebabkan

penyebaran kearah cephalad lebih cepat. Larutan isobarik diposisikan duduk selama

2,7 menit setelah blok subarakhnoid kemudian posisi pasien pada kedua kelompok

segera ditidurkan setelah blok subarakhnoid.

Larutan yang isobarik pada suhu tubuh (barisitas pada suhu 37ºC) akan menjadi

sedikit hipobarik sehingga akan menghasilkan penyebaran yang lebih cepat ke arah

cephalad, dan tidak menyebar jauh (menetap) dari CSS sebelum melekat pada medula

spinalis sedangkan yang hiperbarik cenderung menyebar lebih jauh ke arah caudal

sebelum melekat pada medula spinalis sehingga hal ini akan menghasilkan blok

motorik yang juga lebih cepat. Xu dkk., pada penelitiannya larutan hiperbarik lama

kerja lebih panjang bila awal penyuntikan dilakukan pada posisi lateral dekubitus.

2.2.2.3 Keuntungan

Keuntungan anestesia blok subarakhnoid (Ankcorn dan Casey, 1993) :

Page 38: yosephine ervina

1. Biaya minimal.

2. Masa pulih cepat dan efek sampingnya sedikit.

3. Anestesia spinal menimbulkan efek minimal pada sistem pernapasan selama

tidak terjadi blok yang tinggi.

4. Resiko obstruksi jalan napas dan aspirasi isi lambung lebih kecil karena

pasien masih sadar.

5. Anestesia spinal menimbulkan relaksasi otot yang sangat baik untuk operasi

abdomen bawah dan ekstremitas bawah.

6. Perdarahan yang terjadi lebih sedikit pada anestesia spinal dibandingkan

anestesia umum karena turunnya tekanan darah dan meningkatnya drainase

vena.

7. Tanda-tanda hipoglikemia lebih mudah dikenali pada pasien yang masih sadar

dan setelah operasi pasien dapat segera makan seperti biasa karena efek

sedasi, mual dan muntah yang kecil.

8. Aliran darah splanchnik meningkat karena aliran darah ke usus meningkat.

9. Usus berkontraksi dan sfingter relaksasi meskipun peristaltik tetap ada, fungsi

usus cepat kembali normal setelah operasi.

10. Trombosis vena dalam pasca operasi dan emboli paru sangat jarang terjadi.

11. Paling baik digunakan untuk operasi daerah di bawah umbilikus, seperti

herniotomi, operasi ginekologi, obstetrik dan urologi.

Page 39: yosephine ervina

Dalam bidang obstetrik, anestesia blok subarakhnoid biasa digunakan untuk

operasi bedah sesar (jika tidak terdapat hipotensi). Terdapat keuntungan untuk ibu

dan bayi pada operasi bedah sesar. Bayi yang lahir dari bedah sesar dengan anestesia

spinal lebih sadar dan tidak tersedasi selama tidak mendapat obat anestetik melalui

sirkulasi uteroplasenta. Sedangkan pada ibu, jalan napas paten dan resiko aspirasi isi

lambung yang menyebabkan pneumonitis kimiawi (sindrom Mendelson) lebih kecil

(Ankcorn dan Casey, 1993).

Banyak ibu yang menjalani operasi bedah sesar lebih memilih untuk tetap sadar

selama operasi dan dapat menyusui bayinya sesegera mungkin. Tetapi disamping itu

juga terdapat kekurangan anestesia blok subarakhnoid pada ibu hamil. Mungkin akan

sulit melakukan anestesia blok subarakhnoid jika fleksi lumbal terhambat oleh adanya

uterus yang membesar dan jika persalinan telah mulai, si ibu mungkin tidak bisa tetap

dalam posisi saat terjadi kontraksi (Ankcorn dan Casey, 1993).

2.2.2.4 Kerugian

Kerugian anestesia blok subarakhnoid (Ankcorn dan Casey, 1993):

1. Kadang-kadang sulit untuk menentukan ruang subaraknoid dan mendapatkan

cairan serebrospinal.

2. Waktu induksi anestesia spinal bisa menjadi lama jika anestesia blok

subarakhnoid dilakukan oleh orang yang belum terlatih.

Page 40: yosephine ervina

3. Beberapa pasien tidak nyaman secara psikologi jika sadar saat dilakukan

operasi.

4. Hipotensi dapat terjadi jika blok terlalu tinggi, ahli anestesi harus mengetahui

penatalaksanaan hipotensi dan obat-obat serta alat-alat resusitasi harus

tersedia.

5. Meskipun menggunakan obat analgetika lokal kerja lama, anestesi blok

subarakhnoid biasanya tidak sesuai untuk operasi yang berlangsung lebih dari

dua jam.

6. Terdapat resiko secara teoritis untuk menyebarkan infeksi ke dalam ruang

subaraknoid dan menyebabkan meningitis. Hal ini seharusnya tidak terjadi

jika prosedur dilakukan dengan prinsip a dan antisepsis yang benar.

7. Sakit kepala karena perubahan posisi mungkin terjadi pasca operasi

(postdural puncture headache), tetapi jarang.

2.3 Komplikasi anestesi

2.3.1 Sesak nafas

Keluhan sesak nafas setelah anestesi neuraksial dapat terjadi. Penyebab paling

sering adalah hipotensi yang menyebabkan hipoperfusi batang otak, sehingga

penilaian dan penanganan tekanan darah perlu dilakukan. Penyebab lainnya yaitu

blok proprioseptif thorak, blok parsial otot abdomen dan interkostal, dan posisi

rekumben yang meningkatkan tekanan abdomen terhadap diafragma. Gangguan

Page 41: yosephine ervina

signifikan respirasi jarang terjadi, karena blok neuraksial jarang mempengaruhi

nervus servikalis yang mengkontrol diafragma (Tsen, 2009).

Jika pasien kehilangan kemampuan berbicara, menggenggam erat, dan saturasi

oksihemoglobin turun (gejala anestesi spinal tinggi), anestesi umum intubasi rapid-

sequence induction dengan penekanan krikoid dilakukan untuk ventilasi dan

melindungi paru dari aspirasi cairan lambung (Tsen, 2009).

2.3.2 Hipotensi

Definisi hipotensi maternal masih kontroversial, namun peneliti menerima

definisi berikut: (1) penurunan tekanan darah sistolik >20% nilai basal atau (2)

tekanan darah sistolik <100 mmHg. Anestesia neuraksial menyebabkan hipotensi saat

blok saraf simpatis, yang mengontrol tonus otot polos vaskuler. Blok simpatis

preganglionik menyebabkan peningkatan kapasitansi vena, menggeser sebagian besar

volume darah ke dalam splanknik dan ekstremitas bawah sehingga menurunkan aliran

balik ke jantung. Juga terjadi penurunan resistensi pembuluh darah pre dan pasca

kapiler. Luasnya blok simpatis dan derajat hipotensi yang terjadi ditentukan oleh

onset dan penyebaran blok neuraksial sehingga hipotensi jarang terjadi pada anestesia

epidural karena onset blok lebih lambat (Tsen, 2009).

Faktor resiko terjadinya hipotensi

Penelitian menemukan bahwa denyut jantung basal >90 x/menit memiliki

kemungkinan 83% mengalami hipotensi bermakna (penurunan tekanan darah >30%),

sedangkan denyut jantung basal <90 x/menit memiliki kemungkinan 75% tidak

Page 42: yosephine ervina

mengalami hipotensi bermakna. Respon ibu hamil terhadap tes stres supinasi

preoperatif akan memprediksi terjadinya gejala pada ibu, perlunya efedrin, atau

penurunan tekanan darah <80 mmHg saat anestesia spinal pada seksio sesarea.

Sampai saat ini, cara memprediksi ibu hamil akan mengalami hipotensi setelah

anestesia neuraksial pada seksio sesarea belum terbukti secara klinis; karena adanya

berbagai faktor yang mengontrol perubahan fisiologi, hormonal dan respon

hemodinamik saat kehamilan (Tsen, 2009).

Pencegahan hipotensi

Beberapa cara digunakan, termasuk penempatan uterus ke kiri, prehidrasi untuk

ekspansi volume darah, pemberian vasopresor, dan elevasi tungkai. Pada penelitian

Cyna dan kolega didapatkan bahwa intervensi berikut menurunkan insiden hipotensi:

(1) preload kristaloid 20 mL/kg versus kontrol (2) preload koloid versus kristaloid,

(3) profilaksis dengan efedrin versus kontrol, dan (4) alat kompresi ekstremitas

bawah versus kontrol. Peneliti menyimpulkan koloid lebih efektif dibandingkan

kristaloid; tidak ada perbedaan untuk dosis berbeda, laju, maupun metode pemberian

koloid atau kristaloid. Ueyama dan kolega menyatakan bahwa pemberian 1,5 L ringer

laktat, 0,5 L HES 6%, atau 1 L HES 6% sebelum anestesia spinal pada seksio sesarea

terkait insiden hipotensi (TDS <100 mmHg dan < 80% basal) sebesar 75%, 58%, dan

17% secara berturutan. Hanya 28% Ringer laktat dan 100% HES tetap di

intravaskuler pada 30 menit. Penemuan ini menegaskan pentingnya waktu pemberian

cairan preanestesia dan efek yang dihasilkan pada curah jantung. Lebih lanjut lagi,

pemberian cepat 1500-2000 mL cairan menyebabkan pelepasan atrial natriuretic

Page 43: yosephine ervina

peptide, menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan sensitivitas terhadap

vasokonstriktor (Tsen, 2009).

Penggunaan bebat kompresi ekstremitas bawah atau boot yang bisa mengembang

digunakan untuk pencegahan hipotensi. Pneumatic compression devices juga dapat

mencegah komplikasi tromboemboli (Tsen, 2009).

Penanganan hipotensi

Selama kehamilan, pemberian vasopresor menyebabkan kontriksi arteri femoralis

lebih besar dari arteri uterina, sehingga meningkatkan tekanan darah dan melindungi

aliran darah uterus. Mekanisme kedua yaitu upregulation nitric oxide sintase (NOS)

pada arteri uterina saat kehamilan. Adanya NOS menyebabkan arteri kurang sensitif

terhadap vasopresor; efek ini diperkuat oleh efedrin, obat yang secara independen

menyebabkan pelepasan NOS (Tsen, 2009).

Pemberian efedrin dapat menyebabkan takikardi. Takikardia disebabkan oleh

aktivitas beta-adrenergik. Agen vasopressor ini harus diberikan sesegera mungkin

setelah tekanan darah mulai turun, dibanding menunggu hipotensi yang nyata terjadi.

Efedrin diberikan intravena bolus dosis 5-10 mg (Tsen, 2009).

2.3.3 Kegagalan blok neuraksial

Gagalnya blok neuraksial didefinisikan sebagai ketidakcukupan blok baik luas,

densitas, atau durasi. Penyebab kegagalan antara lain faktor anatomi, teknik dan

obstetri. Bila blok tidak terjadi dan masih ada waktu, anestesia neuraksial dapat

Page 44: yosephine ervina

diulang. Namun pada kondisi darurat mungkin diperlukan anestesia umum (Tsen,

2009).

Beberapa pelaku anestesia rutin memberikan dosis suplementasi, tanpa

menunggu pasien mengeluh nyeri. Pemberian opioid intravena (fentanyl), inhalasi

nitrous oksida (40-50% dalam oksigen), atau sedasi intravena (midazolam) dapat

membantu menangani breakthrough pain. Nyeri berat dapat diberikan ketamin

intravena dosis 5-10 mg (Tsen, 2009).

2.3.4 Blok neuraksial tinggi

Tidak jarang pasien mengeluh sesak nafas ringan atau penurunan kemampuan

batuk, khususnya bila blok mencapai level T2. Jika terjadi gangguan fonasi,

penurunan kesadaran, depresi napas atau gangguan ventilasi, pemberian anestesia

umum harus dilakukan. Blokade neuraksial tinggi disebabkan oleh beberapa

mekanisme, termasuk penyebaran cepat obat spinal atau epidural dan masuknya obat

epidural ke intratekal atau subdural yang tidak sengaja (Tsen, 2009).

2.3.5 Mual dan muntah

Mual dan muntah dapat terjadi karena disebabkan oleh multifaktor, secara garis

besar faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi 4 faktor yaitu:

1. Faktor pasien, meliputi umur, jenis kelamin, kegemukan, riwayat motion

sickness, terlambatnya pengosongan lambung dan riwayat merokok. Wanita

Page 45: yosephine ervina

dewasa 2-4 kali lebih besar resiko terjadinya mual muntah dibandingkan pada

pria dewasa. Pasien hamil yang gemuk memiliki resiko lebih tinggi terjadi

mual muntah hal ini karena banyaknya jaringan lemak sebagai tempat

penyimpanan obat anestesi atau karena produksi estrogen oleh jaringan lemak.

Pasien dengan keterlambatan pengosongan lambung seperti pada pasien yang

hamil akan memiliki resiko mual muntah lebih tinggi.

2. Faktor preoperatif yang meliputi puasa, kecemasan, alasan pembedahan dan

obat premedikasi. Puasa yang terlalu lama pada persiapan operasi elektif dan

pemberian makanan sebelum operasi dapat meningkatkan kejadian mual

muntah. Stres psikologi dan kecemasan sebelum operasi menjadi predisposisi

terjadinya mual muntah. Operasi yang berhubungan dengan kehamilan dan

gastrointestinal akan meningkatkan resiko mual muntah. Pemberian obat

premedikasi seperti opioid seperti morfin dan petidin meningkatkan sekresi

gastrik, mengurangi motilitas usus dan menghambat pengosongan lambung.

3. Faktor intraoperatif, meliputi faktor anestesi, teknik anestesi dan faktor

pembedahan. Alasannya adalah penurunan aliran darah serebral sebagai

konsekuensi terjadinya hipotensi. Alasan lainnya berhubungan dengan level

blok yang dicapai, karena terjadi peningkatan level blok yang dicapai, atau

karena penarikan struktur peritonial selama operasi karena level blok yang

tidak adekuat (Guler dkk., 2012). Lokasi operasi berhubungan dengan

tingginya kejadian mual muntah karena operasi di daerah abdomen dan

operasi obstetri/ginekologi. Penyebab mual dan muntah intraoperatif antara

Page 46: yosephine ervina

lain hipotensi dan peningkatan aktivitas vagus, stimulus bedah, perdarahan,

obat (misalnya uterotonika, antibiotik) dan pergerakan pasien diakhir

pembedahan. Hipotensi menyebabkan hipoperfusi serebral dan batang otak,

dan stimulasi medula pusat muntah. Hipotensi juga menyebabkan iskemia

saluran cerna dengan pelepasan substansi emetogenik (misalnya serotonin)

dari usus. Pemantauan tekanan darah yang baik intraoperatif dapat

menurunkan kejadian emesis (Tsen, 2009).

Agen uterotonika berkontribusi pada mual dan muntah intraoperatif. Alkaloid

ergot berinteraksi dengan reseptor dopaminergik dan serotonergik. Oksitosin

menyebabkan mual dan muntah akibat hipotensi yang terjadi akibat pelepasan

nitric oxide dan atrial natriuretic peptide. Pemberian 15-metil-prostaglandin

F (Hemabate) menyebabkan mual lewat stimulasi otot polos traktus

gastrointestinal. Stimulasi bedah termasuk eksteriorisasi uterus, manipulasi

intraabdomen, dan traksi peritoneum dapat menyebabkan nyeri viseral dan

mual yang terjadi lewat stimulasi serat vagal dan aktivasi pusat muntah.

(Tsen, 2009).

4. Faktor pascaoperasi meliputi nyeri, pusing, mobilisasi, makan awal

pascaoperasi.

Algoritma penanganan mual muntah yaitu, pertama mengidentifikasi pasien

dengan resiko mual muntah. Kedua, mengurangi dasar resiko terjadinya mual muntah

pada penelitian ini dengan strategi meminimalkan penggunaan opioid dan hidrasi

Page 47: yosephine ervina

yang adekuat. Ketiga, pemberian profilaksis mual muntah dengan 1-2 jenis obat pada

pasien dewasa dengan resiko moderat mual muntah. Keempat, pemberian terapi

profilaksis dengan kombinasi ≥ 2 obat/multimodal terapi pada pasien dengan resiko

tinggi untuk mual muntah. Kelima, pemberian profilaksis terapi antimuntah yang

sama dengan dewasa pada anak dengan resiko mual muntah. Keenam, pemberian

terapi antimuntah untuk pasien mual muntah yang tidak mendapatkan profilaksis atau

pada pemberian profilaksis yang gagal. Ketujuh, memastikan pencegahan dan terapi

mual muntah diterapkan secara klinis. Kedelapan, penggunaan secara umum preventif

multimodal untuk memfasilitasi diterapkannya kebijakan anti mual muntah (Gan

dkk., 2014)

2.3.6 Menggigil

Menggigil intraoperatif dan pascaoperatif disebabkan oleh karena vasodilatasi

sehingga terjadi penguapan panas, anestesi spinal juga menghambat pelepasan

katekolamin sehingga akan menekan produksi panas akibat metabolisme (Atkinson

dkk., 1992). Menggigil dapat berpotensi menimbulkan beberapa skuele antara lain

meningkatkan aktifitas otot yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi

CO2, hipertensi, takikardi, peningkatan cardiac output, pelepasan katekolamin, dan

peningkatan tekanan intraokuli. Menggigil selama anestesi spinal dapat dicegah

dengan mempertahankan suhu ruang operasi optimal, pemberian selimut, memakai

Page 48: yosephine ervina

penghangat infus, pemberian pethidin 25 mg atau klonidin 150 mcg intravena.

Pethidin menjadi agen yang paling efektif secara konsisten (Tsen, 2009).

2.3.7 Nyeri paskaoperatif

Nyeri pasca operasi memiliki dua komponen, somatis dan viseral. Pendekatan

multimodal memberikan analgesia yang efektif pasca seksio sesarea, meliputi

pemberian NSAID. Beberapa peneliti kuatir akan penggunaan NSAID pada ibu

menyusui, namun American Academy of Pediatrics telah menyatakan bahwa

ibuprofen dan ketorolak dapat diberikan pada ibu menyusui (Tsen, 2009).

2.3.8 Toksisitas obat anestesi lokal

Reaksi toksis yang cepat umumnya bila terjadi suntikan intravaskuler atau dosis

besar subarakhnoid. Pemberian dosis obat yang besar tetapi lokasi anatomisnya tepat

dapat membawa kearah toksisitas sistemik setelah absorbsi vaskuler obat anestesi

lokal tersebut. Efek samping yang spesifik dihubungkan dengan beberapa obat

tertentu, misalnya: (1) Alergi oleh grup aminoester atau jenis prokain (procaine like

drug). (2) Met Hb-anemia, setelah pemberian prilokain. (3) Adiksi, setelah pemberian

kokain. (4) Toksisitas kardiak, karena bupivakain. (5) Iritasi neural lokal, oleh

kloroprokain (Lalenoh dan Wahjoeningsing, 2013).

Kejadian intoksikasi antara 0,2-1,5%. Bila diberikan adrenalin 1/200.000 sebagai

vasokonstriktor untuk mengurangi absorbsi vaskuler, maka kejadian intoksikasi akan

menurun. Kontraindikasi adrenalin adalah pasien takikardi, hipertensi, dan aritmia.

Page 49: yosephine ervina

Waktu dari penyuntikan sampai gejala intoksikasi, bila terjadi suntikan intravena 15-

30 detik, bila over dosis 5-30 menit. Pengaruh toksisitas tergantung dari kadar obat

anestesi lokal dalam plasma. Bila kadarnya 4 µg/ml terjadi gejala kepala terasa

melayang, pusing, tinnitus. Bila kadarnya 6 µg/ml gejalanya gangguan penglihatan,

disorientasi, dan ngantuk. Bila kadarnya 10 µg/ml gejalanya tidak sadar, twitching

otot, tremor (muka, ujung eksrimitas). Bila 12 µg/ml timbul kejang-kejang, dan bila

kadarnya 20 µg/ml terjadi henti nafas. Toksisitas sistemik obat anestesi lokal secara

primer umumnya mengenai susunan saraf pusat dan sistem kardiovaskuler. Pada

umumnya SSP lebih dahulu terkena daripada sistem kardiovaskuler. Toksisitas SSP

berhubungan dengan potensi obat yaitu obat yang lebih poten toksisitasnya jauh lebih

berat, kadar CO2 dimana bila kadar CO2 darah meningkat maka ambang konvulsi

menurun, dan pH darah yang menurun maka ambang konvusi menurun (Lalenoh dan

Wahjoeningsing, 2013).

Obat anestesi lokal dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap sistem

kardiovaskuler, yaitu mempengaruhi otot jantung, dan otot polos dinding pembuluh

darah. Lidokain digunakan untuk terapi aritmia (Ventricular Ekstrasistole). Efek

primer dari lidokain adalah menurunkan kecepatan maksimal dari depolarisasi.

Semakin poten obat anestesi lokal tersebut, makin kuat mendepresi jantung. Hal ini

terlihat pada bagan dibawah ini (Lalenoh dan Wahjoeningsing, 2013).

Page 50: yosephine ervina

Gambar 2.1 Toksisitas kardiovaskuler akibat obat anestesi lokal (Lalenoh, 2013)

Pencegahan terjadinya komplikasi adalah dengan mencegah overdosis dengan

memberikan obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan, hati-hati terjadi penyuntikan

intravena dengan cara teknik yang benar, sering diaspirasi, test dose 10% dari dosis

total, kenali gejala awal toksisitas, terus kontak verbal dengan pasien, monitor nafas,

tekanan darah, dan frekuensi nadi (Lalenoh dan Wahjoeningsing, 2013)

2.4 Obat Anestesi Lokal

Obat anestesi lokal adalah senyawa kimia yang bekerja dengan memblok proses

konduksi pada saraf perifer jaringan tubuh yang sifatnya sementara/reversible

(Gambar 2.2) (Morgan dkk., 2002; Stoelting dan Hiller, 1999).

Hipertensi-takikardi Berhubungan dengan toksisitas SSP

Efek inotropik negatif Penurunan curah jantung Hipotensi ringan-sedang

Vasodilatasi perifer Hipotensi berat

Sinus bradikardia Kolaps kardiovaskuler

Defek konduksi Aritmia ventrikuler

Kolaps kardiovaskuler

Page 51: yosephine ervina

Gambar 2.2 Lokasi kerja obat anestesi lokal (Katzung, 2014)

Secara umum, pemberian analgetika lokal ke serabut saraf menghasilkan

gangguan depolarisasi membran sel tersebut sehingga mencegah terjadinya konduksi

dan impuls. Keutuhan sel dan metabolisme tidak terpengaruh, hanya saja jika larutan

analgetika lokal telah mencapai konsentrasi yang memadai, depolarisasi tidak akan

terjadi walaupun terdapat stimulus listrik. Konduktansi Na+ ke dalam sel (yang

normalnya menghasilkan depolarisasi) diblokade. Repolarisasi yang berhubungan

dengan keluarnya K+ melalui channel spesifik K+ tetap tidak terganggu (Wlody,

2003). Dengan peningkatan konsentrasi analgetika lokal, ketinggian potensial aksi

dikurangi, nilai ambang/threshold meningkat, penyebaran konduksi impuls

diperlambat dan periode refrakter diperpanjang. Akhirnya, konduksi saraf terblok

sempurna (Stoelting dan Hiller, 1999).

Page 52: yosephine ervina

Obat anestesi lokal bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor

spesifik pada permukaan dalam dari channel natrium (Gambar 2.3a dan Gambar

2.3b). Jadi tempat kerja obat anestesi lokal adalah pada membran sel saraf, dimana

pada saraf bermielin, obat anestesi lokal bekerja pada nodus Ranvier. Dua atau tiga

nodus yang berdekatan harus terkena supaya konduksi tidak terjadi, paling sedikit 6-

10 mm dari serabut saraf harus terpapar anestetik lokal (Stoelting dan Hiller, 1999;

Heavner, 2008; Nostrand, 2014).

Gambar 2.3a Channel natrium pada membran sel (Nostrand, 2014)

Gambar 2.3b Ikatan obat anestesi lokal pada channel natrium (Nostrand, 2014) Impuls dikonduksikan di sepanjang akson sel saraf sesudah adanya eksitasi

kimia, mekanis atau elektris. Kebanyakan analgetika lokal berikatan pada channel

Na+ dalam keadaan inaktif, mencegah aktivasi channel selanjutnya dan influks Na+

Page 53: yosephine ervina

dalam jumlah sementara yang cukup besar (menurunkan permeabilitas membran sel

saraf terhadap ion Na+) yang berhubungan dengan depolarisasi membran. Hal ini

tidak merubah potensial membran istirahat atau potensial ambang tapi memperlambat

depolarisasi. Potensial aksi tidak tercapai karena potensial ambang tidak pernah

terlewati. Dengan demikian maka potensial aksi tidak dapat diteruskan dan terjadilah

blokade saraf (Gambar 2.4a dan 2.4b) (Stoelting dan Hiller, 1999; Nostrand, 2014).

Gambar 2.4a Obat anestesi lokal menghambat potensial aksi (Nostrand, 2014)

Gambar 2.4b Mekanisme aksi obat anestesi lokal (Nostrand, 2014)

2.4.1. Struktur Obat Anestesi Lokal

Page 54: yosephine ervina

Umumnya senyawa kimia obat anestesi lokal yang dipakai mempunyai

komponen kimia yang menunjukkan aktifitas lokal anestesi yaitu mempunyai ujung

aromatik, ujung amine, dan rantai perantara (intermediate chain) (Lalenoh dan

Wahjoeningsing, 2013; Heavner, 2008; Nostrand, 2014).

Gambar 2.5 Komponen kimia obat anestesi lokal (Nostrand, 2014) Komponen aromatik berupa hidrofobik, sedangkan komponen amine berupa

hidrofilik, umumnya berupa amino tersier atau sekunder. Pengubahan struktur

molekul akan menyebabkan perubahan sifat fisikokimia yang akan mempengaruhi

potensi dan toksisitas dari obat analgetika lokal tersebut. Oleh karena kelarutan dalam

lemak merupakan determinan penting dalam potensi anestetik maka perubahan pada

komponen aromatik atau amine akan mempengaruhi potensi zat anestetik tersebut.

Pemanjangan rantai perantara sampai dicapai suatu panjang kritis cenderung akan

meningkatkan potensi anestetik. Peningkatan derajat pengikatan protein akan

memperpanjang lama kerja obat analgetika lokal (Heavner, 2008).

Klasifikasi obat anestesi lokal juga dibuat berdasarkan perubahan ikatan pada

komponen aromatiknya. Adanya ikatan ester di antara residu aromatik dan rantai

Page 55: yosephine ervina

perantara dikenal dengan obat anestesi lokal golongan amino-ester seperti Prokain,

Kloroprokain dan Tetrakain; Sedangkan obat anestesi lokal dengan ikatan amida

antara ujung aromatik dan rantai perantara dikenal dengan golongan amino-amida,

antara lain Lidokain, Mepivakain, Bupivakain Etidokain, dan Levobupivakain

(Heavner, 2008).

Perbedaan dasar antara golongan ester dan amide adalah dalam cara metabolisme

obat dan potensial alerginya. Golongan ester dihidrolisa diplasma oleh

pseudocholinesterase, sedangkan golongan amide dipecah oleh enzim di liver.

Metabolit hasil hidrolisa golongan ester adalah paraaminobenzoic acid yang dapat

menimbulkan reaksi alergi. Metabolisme golongan amide tidak menghasilkan

paraaminobenzoic acid dan laporan adanya reaksi dengan obat golongan ini sangat

jarang (Lalenoh dan Wahjoeningsing, 2013).

Sifat-sifat fisikokimia yang mempengaruhi obat anestesi lokal (Heavner, 2008;

Lalenoh dan Wahjoeningsing, 2013):

a. Kelarutan dalam lemak

Kelarutan dalam lemak menggambarkan potensi intrinsik obat anestesi lokal

tersebut. Obat-obat yang memiliki kelarutan dalam lemak yang tinggi akan

lebih mudah menembus membran sel. Secara umum dapat dikatakan bahwa

semakin tinggi kelarutan dalam lemak maka semakin poten dan semakin lama

Page 56: yosephine ervina

kerja obat analgetika lokal tersebut. Kelarutan dalam lemak prokain <1, dan

obat ini paling kecil potensinya. Sebaliknya koefisien partisi bupivakain,

tetrakain dan etidokain bervariasi dari 30 sampai 140, menunjukkan kelarutan

dalam lemak yang tinggi. Obat ini menunjukkan blokade konduksi pada

konsentrasi yang sangat rendah karena potensi intrinsik anestesinya 20 kali

lebih besar dari prokain. Hubungan antara kelarutan dalam lemak dan potensi

intrinsik selalu konsisten dengan komposisi lipoprotein dari membran sel

saraf. Karena itu obat anestesi lokal yang kelarutan lemaknya tinggi dapat

menembus membran saraf dengan lebih mudah yang direfleksikan sebagai

peningkatan potensi.

b. Ikatan protein

Kekhasan ikatan protein adalah mempengaruhi lama kerja obat anestesi local

tersebut. Bupivakain ikatan proteinnya tinggi sehingga lama kerjanya paling

panjang. Hubungan antara ikatan protein obat anestesi lokal dan lama

kerjanya adalah konsisten dengan struktur dasar membran saraf. Protein

membran saraf ±10 %. Karena itu obat yang diikat pada protein membran

bertendensi untuk memperpanjang lama aktifitas obat. Ikatan dengan protein

akan mengurangi jumlah bentuk bebas molekul obat analgetika lokal.

Banyaknya molekul yang terikat dianggap sebagai persediaan untuk

memelihara blok saraf.

c. Konstanta disosiasi (pKa)

Page 57: yosephine ervina

pKa komponen kimia didefinisikan sebagai pH dimana zat yang terionisasi

dan zat yang tidak terionisasi ada dalam keseimbangan. Obat anestesi lokal

yang tidak berubah bentuk, bertanggung jawab untuk difusi menembus

selubung saraf. Mula kerja secara langsung berhubungan dengan kecepatan

menembus epineurium yang korelasi dengan jumlah obat dalam bentuk dasar.

Presentasi dari obat anestesi lokal dalam bentuk dasar bila disuntikkan dalam

ke dalam jaringan yang mempunyai pH 7,4 adalah sebaliknya proporsional

pada pKa obat tersebut. Semakin kecil nilai pKa suatu zat atau semakin besar

pHnya maka semakin besar persentase zat tersebut yang tidak terionisasi.

Derajat ionisasi berpengaruh penting dalam aksi dan distribusi obat, oleh

karena hanya bentuk yang tidak terionisasi yang dapat menembus membran

sel (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Derajat ionisasi obat anestesi lokal menembus membran sel

(Edgcombe dan Hocking, 2005)

Page 58: yosephine ervina

Derajat ionisasi dari suatu senyawa bergantung pada sifat senyawa (asam

atau basa), konstanta disosiasi (pKa) dan pH medium dimana senyawa

tersebut berada. Dari penelitian invitro, obat anestesi lokal yang mempunyai

pKa hampir mendekati pH jaringan mempunyai mula kerja yang lebih cepat

daripada obat anestesi lokal dengan pKa yang tinggi.

d. Non Nervous tissue diffusibility

Mula kerja berhubungan dengan kecepatan difusi melalui perinerium. Pada

invivo, obat anestesi lokal harus menembus jaringan pengikat yang bukan

jaringan saraf. Ada perbedaan kecepatan menembus jaringan yang bukan

saraf. Contoh: Prokain dan kloroprokain mempunyai pKa yang sama dan

onset time yang sama pada saraf yang diisolasi (invitro), tetapi pada invivo

onset time kloroprokain lebih pendek daripada prokain. Hal ini menunjukkan

bahwa kloroprokain lebih cepat menembus jaringan yang bukan jaringan

saraf.

e. Intrinsic Vasodilator Activity

Faktor ini akan mempengaruhi potensi dan lama kerja. Tingkatan dan lamanya

blokade saraf dihubungkan dengan jumlah obat anestesi lokal yang menembus

ke reseptor pada membran saraf. Setelah suntikan obat anestesi lokal,

sebagian obat akan diambil jaringan saraf dan beberapa bagian lainnya akan

diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi. Derajat absorbsi vaskuler berhubungan

dengan aliran darah ke daerah dimana obat anestesi lokal disuntikkan. Semua

Page 59: yosephine ervina

obat anestesi lokal (kecuali kokain) bersifat vasodilator, tetapi derajat

vasodilatasi yang ditimbulkan oleh setiap obat berbeda-beda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran obat anestesi lokal dalam cairan

serebrospinal (Morgan dkk., 2006) :

1. Umur

Semakin bertambahnya umur, ruang subaraknoid dan epidural menjadi lebih

kecil dan terjadi penurunan progresif dari cairan serebrospinal. Hal ini

menyebabkan penyebaran obat analgetika lokal lebih ke sefalad. Makin

bertambahnya umur, ketinggian analgesia yang dicapai makin tinggi.

2. Tinggi badan

Makin tinggi pasien, makin panjang medula spinalisnya dan volume cairan

serebrospinal dibawah L2 makin banyak sehingga pasien yang tinggi

memerlukan dosis yang lebih besar daripada pasien yang pendek.

3. Berat badan

Pada pasien gemuk terjadi penurunan volume cairan serebrospinal

berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga epidural, sehingga

mempengaruhi penyebaran obat analgetika lokal dalam ruang subaraknoid.

Penelitian klinis mengindikasikan bahwa obesitas hanya sedikit berpengaruh

terhadap penyebaran obat analgetika lokal dalam cairan serebrospinal.

4. Jenis kelamin

Page 60: yosephine ervina

Jenis kelamin tidak berpengaruh langsung terhadap penyebaran obat anaestesi

lokal dalam cairan serebrospinal sepanjang semua faktor yang berpengaruh

adalah tetap.

5. Tekanan intra abdominal

Peningkatan tekanan intra abdominal sering dikaitkan dengan peningkatan

penyebaran obat anestesi lokal dalam ruang subaraknoid.

6. Anatomi kolumna vertebralis

Lekukan kolumna vertebralis mempengaruhi penyebaran obat anestesi lokal

dalam cairan serebrospinal.

7. Tempat penyuntikan

Penyuntikan obat pada L2-3 atau L3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah

kranial, sedangkan penyuntikan pada L4-5, karena bentuk vertebra,

memudahkan obat berkumpul di daerah sakral.

8. Kecepatan penyuntikan

Makin cepat penyuntikan obat makin tinggi tingkat analgesia yang tercapai.

9. Dosis

Makin besar dosis makin besar intensitas blok.

10. Berat jenis

Berat jenis obat adalah berat dalam gram dari 1 ml cairan itu (gram/ml).

Barisitas adalah perbandingan antara berat jenis obat dengan cairan

serebrospinal. Penyebaran obat hiperbarik dan hipobarik dalam cairan

Page 61: yosephine ervina

serebrospinal dipengaruhi oleh posisi pasien. Penyebaran obat isobarik selama

dan setelah penyuntikan tidak dipengaruhi oleh posisi pasien.

11. Konsentrasi larutan

Pada umumnya, tinggi analgesia meningkat dengan bertambahnya kepekatan

konsentrasi larutan obat analgesia lokal.

12. Manuver Valsava

Mengejan akan meninggikan tekanan cairan serebrospinalis sehingga

analgesia yang dicapai lebih tinggi, terutama bila dilakukan oleh pasien segera

setelah obat disuntikkan dalam ruang subaraknoid.

2.4.2. Bupivakain

2.4.2.1 Struktur kimia

Bupivakain merupakan obat analgetika lokal golongan amida sintetik yang

pertama kali dibuat oleh A.F. Ekenstam tahun 1957 dan dipasarkan dengan nama

Marcain (Mulroy, 2002). Nama kimia bupivakain adalah “1-n-butyl-DL-piperidine-

2-carboxylic acid-2,6 dimethylanilide hydrocloride” (Gambar 2.7a). Struktur

kimianya mirip dengan mepivakain, perbedaannya pada rantai yang lebih panjang

dengan tambahan tiga grup metil pada cincin piperidin. Keadaan ini menyebabkan

kelarutan terhadap lemak dan ikatan obat dengan protein meningkat (Guler dkk.,

2012).

Page 62: yosephine ervina

Gambar 2.7a Rumus kimia bupivakain (Guler dkk, 2012).

2.4.2.2 Farmakodinamik

Potensi bupivakain hampir 3-4 kali lipat daripada lidokain dan 8 kali dari

prokain. Masa kerja 2-3 kali lebih lama dibandingkan mepivakain atau lidokain, serta

20-25% lebih lama dari tetrakain. Oleh karena pKa bupivakain lebih tinggi (8,1)

maka mula kerja obat ini lebih lama (5-7 menit) dan analgesia adekuat dicapai dalam

15-25 menit (Mulroy, 2002).

2.4.2.3 Farmakokinetik

Bupivakain dapat ditemukan dalam darah dalam waktu 5 menit setelah infiltrasi

atau setelah pemberian melalui epidural atau blok saraf interkostal. Absorpsi ke

dalam pembuluh darah bergantung pada dosis obat yang diberikan. Di dalam plasma

70-90% bupivakain berikatan dengan protein (Mulroy, 2002).

Bupivakain merupakan obat analgetika lokal golongan amida, karena itu

metabolisme utamanya di hati. Dengan mekanisme pemindahan cincin piperidin,

hasil metabolitnya berupa “pipecolyl xylidide (PPX)” yang memiliki efek toksik

Page 63: yosephine ervina

seperdelapan bupivakain. Dapat melalui sawar darah plasenta seperti obat analgetika

lokal lainnya secara difusi pasif, tetapi level terendah yang pernah dilaporkan (rasio

vena umbilikalis/maternal) adalah 0,31-0,44. Sekitar 10% diekskresi tanpa diubah

melalui urin dalam 24 jam; PPX juga diekskresikan melalui urin (Mulroy, 2002).

Efek bupivakain dalam darah terhadap sistem saraf otonom adalah antiaritmia,

disebabkan oleh blok reseptor α-adrenergik. Tidak ditemukan efek samping yang

serius dari bupivakain dengan dosis klinis. Hipotensi dan bradikardia tidak lebih

besar dibandingkan mepivakain atau lidokain. Menggigil lebih sering ditemukan pada

bupivakain daripada obat analgetika lokal lainnya. Kejang dijumpai setelah

penyuntikan secara tidak sengaja ke dalam pembuluh darah atau setelah overdosis

relatif. Bupivakain biasanya digunakan dalam enam sediaan konsentrasi dari 0,125%-

0,75%. Konsentrasi 0,5% merupakan sediaan yang paling sering digunakan (Mulroy,

2002).

Wanita hamil membutuhkan dosis bupivakain lebih kecil karena adanya

peningkatan sensitivitas sel saraf terhadap obat analgetika lokal, penurunan jumlah

cairan serebrospinal dan efek uterus gravid terhadap penyebaran obat intratekal ke

arah sefalad (Morgan dkk., 2006). Ginosar dkk., 2004 menganjurkan dosis

bupivakain antara 7,6-11,2 mg.

2.4.3 Levobupivakain

2.4.3.1 Struktur Kimia

Page 64: yosephine ervina

Levobupivakain ([2S]–1–butyl–N-[2,6-dimethylphenyl] piperidine–2-

carboxamide) adalah obat anestesi golongan amida, termasuk dalam famili n-alkyl

substitusi dari pipecoloxylidide. Formula kimianya adalah C18H28N2O [Gambar 2.7b]

(Bajwa dan Kaur, 2013)

Gambar 2.7b Rumus kimia levobupivakain (Bajwa dan Kaur, 2013)

2.4.3.2 Farmakodinamik

Levobupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida yang memiliki

isomer S(-) dari bupivakain (Gambar 2.7c). Secara umum, penelitian secara in vitro

dan in vivo pada manusia dengan blok saraf menunjukkan bahwa levobupivakain

sama potennya dengan bupivakain dan menghasilkan blok sensorik dan motorik yang

sama pula. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan levobupivakain memiliki blok

sensorik yang lebih lama, yang berhubungan dengan aktivitas vasokonstriksi

levobupivakain daripada R (+) enantiomer (dexbupivakain) pada dosis kecil (Foster

dan Markham, 2000).

Page 65: yosephine ervina

Gambar 2.7c Rumus molekul S (-) Bupivakain dan R (+) Bupivakain (Nostrand, 2014)

Levobupivakain toksisitasnya lebih kurang dibandingkan dengan bupivakain.

Dosis letal levobupivakain 1,3-1,6 kali lebih tinggi dibandingkan bupivakain,

sehingga keuntungannya adalah lebih aman dibandingkan bupivakain. Penelitian in

vitro membuktikan dengan levobupivakain resiko kardiotoksisitas yang rendah

dibandingkan dengan dexbupivakain dan atau bupivakain, termasuk rendahnya efek

atau rendahnya potensi pada memblok saluran kalium kardiak pada status

terinaktivasi; memblok saluran natrium kardiak; mengurangi angka depolarisasi

maksimal, memperlama konduksi atrioventrikuler; dan memperlambat durasi interval

QRS. Perbedaan antara kedua obat tersebut terhadap kontraktilitas kurang konsisten,

namun levobupivakain tampaknya tidak memperburuk kondisi ini. Percobaan pada

hewan, levobupivakain hanya sedikit dan kurang memperberat gangguan kardiak,

khususnya aritmia ventrikular. Pada manusia, levobupivakain intravena (dosis rata-

rata 56 mg) menyebabkan kurangnya efek inotropik negatif daripada bupivakain

(dosis 48 mg). Pada studi lain dengan pemberian intravena, peningkatan maksimum

rata-rata pada QTc interval secara signifikan lebih kurang dengan levobupivakain

Page 66: yosephine ervina

dibandingkan dengan bupivakain (3 vs 24 msec) pada sukarelawan yang menerima >

75mg (Foster dan Markham, 2000).

Resiko yang rendah terhadap toksisitas sistem saraf pusat dengan levobupivakain

dibandingkan dengan dexbupivakain dan/atau bupivakain juga telah dilaporkan,

termasuk kurangnya tendensi untuk menyebabkan apnea dan tingginya dosis

konvulsif (levobupivakain 103 mg vs bupivakain 85 mg) studi pada hewan.

Sedangkan pada manusia, 64% yang mendapat bupivakain intravena (dosis rata-rata

65,5mg) dibandingkan dengan 36% yang mendapat levobupivakain (67,7mg)

mengalami gangguan sistem saraf sentral atau perifer. Levobupivakain intravena 40

mg menyebabkan sedikit perubahan penekanan sistem saraf perifer pada EEG

dibandingkan pemberian bupivakain 40 mg (Foster dan Markham, 2000).

2.4.3.3 Farmakokinetik

Data farmakokinetik yang tersedia tentang levobupivakain masih sangat terbatas.

Konsentrasi plasma levobupivakain tergantung pada dosis dan rute pemberiannya.

Waktu paruh eliminasi setelah pemberian intravena 40 mg adalah 1,3 jam dan volume

distribusinya adalah 67 L. Levobupivakain terikat protein sangat tinggi (> 97%).

Metabolisme oleh sistem sitokrom P450 (CYP), terutama isoform CYP1A2 dan

CYP3A4, kemudian diekskresi dalam 48 jam melalui urin (71%) dan feses (24%)

(Bajwa dan Kaur, 2013; Foster dan Markham, 2000).

Page 67: yosephine ervina

2.4.3.4 Levobupivakain pada blok subarakhnoid

Levobupivakain menjadi alternatif yang menarik pada anestesi blok

subarakhnoid, dimana levobupivakain menyebabkan blok motorik dan sensorik

dengan karakteristik dan pulih yang mirip dengan bupivakain. Regresi blok motorik

terjadi lebih awal pada levobupivakain dibandingkan dengan bupivakain. Pemberian

intratekal levobupivakain 15 mg memberikan blok motorik dan blok sensorik yang

adekuat selama sekitar 6,5 jam. Dosis yang lebih sedikit (5-10 mg) digunakan pada

operasi one-day care. Dosis minimal obat anestesi lokal levobupivakain yang

direkomendasikan pada studi Sell dkk adalah 11,7 mg (Sell dkk., 2005).

2.5 Pulih dari anestesi

Seksio sesarea merupakan pembedahan abdomen mayor dengan sekuele anatomi,

fisiologi, dan hormonal yang signifikan, bahkan ketika dilakukan secara elektif tanpa

komplikasi pada ibu hamil yang sehat. ASA Practice Guideline untuk anestesi obstetri

menyatakan bahwa perangkat dan personil yang sesuai harus tersedia merawat pasien

obstetri agar pulih dari anestesia neuraksial atau umum. Hal yang sama juga

dinyatakan oleh National Obstetric Anasthetic Service Guidelines dari Inggris yang

menyatakan bahwa pelayanan pasca operasi pasien seksio sesarea harus sesuai

standar pelayanan yang diperlukan semua pasien pasca operasi. Setelah pulih,

observasi (laju respirasi, denyut jantung, tekanan darah, nyeri dan sedasi) dilakukan

tiap setengah jam selama 2 jam dan tiap jam setelahnya untuk pasien stabil. Jika

Page 68: yosephine ervina

ditemukan tidak stabil, observasi dan medikasi lebih lanjut perlu dilakukan (Tsen,

2009).

Penentuan waktu pulih hambatan motorik setelah dilakukannya blok subarkhnoid

menggunakan skor Bromage yang dimodifikasi. Pengukuran tersebut menilai secara

kualitatif dan kuantitatif penyebaran dan intensitas hambatan motorik pada

ekstrimitas bawah, dengan mengadopsi dari Bromage, yang menggunakannya untuk

menentukan keadekuatan anestesi epidural pada operasi abdominal (Bromage, 1965).

Klasifikasi derajat hambatan motorik menurut Bromage (Bromage, 1965).

Gambar 2.8 Penentuan hambatan motorik (Bromage, 1965)

Untuk menentukan masa kerja hambatan motorik dapat digunakan modifikasi

skala Bromage, yaitu sebagai berikut (Gambar 2.8) (Graham dan McClure, 2001) :

Page 69: yosephine ervina

0 : tidak ada hambatan motorik

1 : tidak dapat mengangkat tungkai bawah, dapat menggerakkan lutut dan kaki

2 : tidak dapat menekuk lutut dan tungkai bawah, dapat menggerakkan kaki

3 : tidak dapat menekuk pergelangan kaki, hambatan motorik komplit

Keterbatasan sistem skoring ini adalah penentuan secara kualitatif hambatan

motorik dan tidak memiliki sensitifitas untuk mendeteksi derajat kelemahan motorik

yang berhubungan dengan hambatan segmental yang dibutuhkan pada analgesia

persalinan (Graham dan McClure, 2001). Penentuan fungsi motorik pada kelompok

otot yang berbeda dengan inervasi persarafan yang berbeda pula menjadikan

pengukuran penyebaran obat sebaik densitas hambatan tersebut. Bromage

menggunakannya untuk menentukan keadekuatan anestesi epidural pada operasi

abdominal namun ternyata dapat diadopsi pula untuk penggunaan pada pasien yang

menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid (Bromage,

1965).

Modifikasi skor bromage tampaknya memiliki korelasi lebih baik daripada

extended skor Bromage. Hal ini dikarenakan sifat subyektif terhadap skor 0 atau

dikarenakan skor Bromage yang dimodifikasi menjadi begitu tepat terhadap

kehilangan perubahan kekuatan otot (adduktor) yang ditunjukkan pada skor 0 (Breen

dkk., 1993).

Page 70: yosephine ervina

Kesepakatan derajat antara extended Skor Bromage dan Skor Bromage yang

dimodifikasi untuk seluruh tingkatan adalah 0,4. Hal ini mengindikasikan kekuatan

dari kesepakatan antara kedua metode tersebut dan lebih baik dapat dikatakan sama

(Graham dan McClure, 2001)

Page 71: yosephine ervina

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Blok subarakhnoid merupakan teknik yang umum digunakan dalam operasi

bedah sesar. Pemberian levobupivakain 0,5% 10 mg diharapkan waktu pulih

hambatan motorik yang lebih cepat dibandingkan pemberian bupivakain 0,5% 10 mg

pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

Beberapa penelitian dilakukan untuk memberikan obat anestesi lokal dengan

dosis minimal untuk mengurangi kejadian hipotensi, dan waktu pulih hambatan

motorik yang cepat. Di Rumah Sakit Sanglah, pemberian levobupivakain pada

operasi seksio sesarea blok subaraknoid adalah jarang. Maka pemberian

levobupivakain sebagai pilihan obat anestesi lokal intratekal kiranya waktu pulih

hambatan motorik yang lebih cepat dibandingkan dengan bupivakain.

Umur pasien, umur kehamilan, status fisik ASA, tinggi badan dan indeks masa

tubuh adalah faktor internal pasien yang menimbulkan perbedaan karakteristik

subyek penelitian. Sedangkan obat premedikasi intravena, cairan prehidrasi, obat

anestesi lokal untuk blok subarakhnoid dan posisi pasien selama pembedahan

merupakan faktor eksternal pasien yang harus dikendalikan. Hal ini sesuai dengan

yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

Page 72: yosephine ervina

3.2 Konsep

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, hipotesis penelitian ini yaitu: Pemberian

Levobupivakain 0,5% 10 mg menghasilkan waktu pulih hambatan motorik yang lebih

cepat dibandingkan dengan Bupivakain 0,5% 10 mg pada seksio sesarea dengan

anestesi blok subarakhnoid.

Levobupivakain 0,5 % 10 mg

Bupivakain 0,5 % 10 mg

Variabel perancu - Usia - Tinggi Badan - Berat Badan - Anatomi kolumna vertebralis - Tempat penyuntikan - Kecepatan penyuntikan - Posisi pasien

waktu pulih hambatan motorik

Page 73: yosephine ervina

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik, acak untuk mengetahui

perbandingan efek antara Levobupivakain 0,5% 10 mg dan Bupivakain 0,5% 10 mg

pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral dan Instalasi Gawat Darurat

RSUP Sanglah Denpasar dari bulan September sampai Nopember 2014.

Subyek yang eligibel

Randomisasi sederhana

Kelompok A

Levobupivakain 0,5% 10 mg

Kelompok B

Bupivakain 0,5% 10 mg

Dilakukan evaluasi :

Waktu pulih hambatan motorik di ruang pulih

Page 74: yosephine ervina

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, khususnya

dalam subdivisi anestesi obstetri.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi penelitian

Populasi target dari penelitian ini adalah wanita hamil yang akan menjalani

operasi seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid. Populasi terjangkau

diambil dari wanita hamil yang menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi blok

subarakhnoid di ruang operasi Instalasi Bedah Sentral dan Instalasi Gawat Darurat

RSUP Sanglah Denpasar dari bulan September sampai Nopember 2014.

4.4.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah semua wanita hamil yang akan menjalani operasi

seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di ruang operasi Instalasi Bedah

Sentral dan Instalasi Gawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar, setelah penderita lolos

dari seleksi kriteria eligibilitas sebagai berikut:

Kriteria inklusi :

1. Wanita hamil dan janin tunggal

2. Menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid

Kriteria eksklusi :

1. Pasien menolak.

Page 75: yosephine ervina

2. Usia ≤ 16 Tahun atau ≥ 40 tahun

3. Tinggi badan ≤ 140 cm atau ≥ 170 cm

4. Status fisik ASA ≥ 3

5. Indeks massa tubuh ≤ 20 kg/m2 atau ≥ 35 kg/m2

6. Pasien memiliki alergi terhadap obat yang digunakan dalam penelitian ini

7. Pasien yang memiliki penyakit hipertensi berat dalam kehamilan.

8. Pasien beresiko perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri

9. Pasien dengan kelainan pembekuan darah

10. Pasien dengan kontra indikasi relatif maupun absolut untuk dilakukan

anestesi blok subarakhnoid.

11. Perubahan dosis obat yang diberikan.

12. Menarik diri dari keikutsertaan sebagai subyek penelitian.

13. Tidak mengikuti prosedur cara kerja.

14. Teknik anestesi blok subarakhnoid gagal atau memerlukan anestesi umum

selama tindakan pembedahan.

15. Terjadi penyulit berat selama tindakan anestesi seperti kejang, syok berat

(syok anafilaktik), gangguan pernafasan.

4.4.3 Perhitungan jumlah sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini berdasarkan skala data dari variabel

tergantung (waktu pulih hambatan motorik) yaitu numerik. Sehingga rumus

Page 76: yosephine ervina

perhitungan besar sampel yang digunakan yaitu uji hipotesis terhadap rerata 2

populasi untuk 2 kelompok independen. Adapun rumus tersebut adalah:

(zα + zβ) S 2

n1 = n2 = 2

(x1-x2)

Keterangan:

n1 ; n2 = Perkiraan besar sampel

S = Simpang baku kedua kelompok (dari pustaka)

(x1-x2) = Perbedaan klinis yang diharapkan (Clinical judgment)

zα = Kesalahan tipe I (ditetapkan) = 1,96

zβ = Kesalahan tipe II (ditetapkan) = 0,842

Pada penelitian Vanna dkk, 2006 dan Guler dkk, 2012 simpang baku yang

digunakan adalah 50,9. Nilai x1 adalah rerata waktu pulih hambatan motorik pada

kelompok yang mendapatkan bupivakain 0,5% 10 mg yaitu 132,66 menit. Nilai x2

adalah rerata waktu pulih hambatan motorik pada kelompok yang mendapatkan

Levobupivakain 0,5% 10 mg yaitu 99 menit. Jadi didapatkan perbedaan rerata (x1-x2)

waktu pulih hambatan motorik pada 2 kelompok adalah 33,66 menit. Berdasarkan

Page 77: yosephine ervina

rumus diatas jumlah sampel minimal untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah 72

(Sastroasmoro, 2006).

4.4.4 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling, dimana

setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.4.5 Alokasi sampel

Alokasi sampel yang masuk dalam kelompok perlakuan A atau B dilakukan

menggunakan computer generated permutted block randomization of graphpad

quickcal software dengan hasil randomisasi seperti tersebut dibawah ini:

1 A 13 B 25 B 37 B 49 B 61 A

2 B 14 B 26 B 38 A 50 A 62 B

3 A 15 A 27 A 39 A 51 B 63 A

4 A 16 A 28 A 40 A 52 B 64 A

5 B 17 A 29 B 41 A 53 A 65 B

6 B 18 A 30 A 42 A 54 B 66 B

7 B 19 B 31 A 43 B 55 A 67 A

8 B 20 A 32 A 44 A 56 B 68 A

9 B 21 B 33 A 45 B 57 A 69 B

10 A 22 B 34 B 46 B 58 B 70 A

11 A 23 B 35 B 47 B 59 B 71 B

12 A 24 A 36 B 48 B 60 A 72 A

Page 78: yosephine ervina

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi variabel

Variabel bebas : Levobupivakain 0,5% 10 mg dan Bupivakain 0,5% 10 mg

Variabel tergantung : Waktu pulih hambatan motorik

Variabel kendali : Usia, tinggi badan, berat badan, anatomi tulang belakang,

tempat penyuntikan, kecepatan penyuntikan.

4.5.2 Definisi operasional variabel

1. Obat anestesi blok subarakhnoid adalah obat anestesi lokal Bupivakain 0,5%

10 mg atau Levobupivakain 0,5% 10 mg diinjeksikan ke dalam ruang

subarakhnoid menggunakan spuit 2,5 ml.

2. Kegagalan teknik spinal adalah gagalnya obat masuk ke dalam ruang

subarakhnoid

3. Waktu nol (0) adalah titik awal dimulai penghitungan waktu, yaitu pada saat

obat anestesi lokal disuntikkan kedalam ruang subarakhnoid

4. Skala Bromage adalah suatu cara untuk menentukan derajat hambatan motorik

secara kualitatif pada tindakan anestesia blok subarakhnoid. Skala Bromage

terdiri dari :

Bromage IV : tidak ada hambatan motorik

Bromage III : hambatan motorik parsial atau sebagian

Page 79: yosephine ervina

Bromage II : hambatan motorik hampir lengkap

Bromage I : hambatan motorik lengkap

Untuk menentukan masa kerja hambatan motorik digunakan modifikasi skala

Bromage, yaitu sebagai berikut :

0 : tidak ada hambatan motorik

1 : tidak dapat mengangkat tungkai bawah

2 : tidak dapat menekuk lutut

3 : tidak dapat menekuk pergelangan kaki

5. Masa kerja hambatan motorik adalah saat pasien mulai tidak dapat

mengangkat tungkai bawah sampai mulai dapat menekuk pergelangan kaki

(modifikasi skala Bromage 1 sampai skala 3 berakhir)

6. Waktu pulih hambatan motorik adalah saat pasien mulai dapat menekuk

pergelangan kaki sampai dapat kembali menggerakkan tungkai tanpa

hambatan (modifikasi skala Bromage 3 berakhir sampai skala 0)

7. Efektifitas adalah tercapainya hambatan motorik saat pasien tidak dapat

menekuk pergelangan kaki (Skor modifikasi Bromage = 3) dan tercapai

hambatan sensorik setinggi torakal 6.

8. Umur adalah usia resmi saat akan dilakukan operasi, diketahui dari tanggal

lahir yang didapat dari wawancara atau dari dokumen resmi, misalnya KTP

atau SIM.

9. Status fisik ASA adalah sistem penilaian dan pengklasifikasian status fisik

pasien praoperasi menurut American Society of Anesthesiologists (Morgan

Page 80: yosephine ervina

dkk., 2006), dikatakan status fisik ASA I jika pasien sehat dan normal dan

ASA II jika pasien dengan penyakit medis ringan-sedang.

10. Tinggi badan (TB): diukur dengan alat ukur tinggi badan dengan nama

dagang Health Scale dengan seri TZ 120, dalam posisi berdiri tegak tanpa alas

kaki, dengan satuan meter (m).

11. Berat badan (BB): diukur dengan alat timbangan dengan nama dagang Health

Scale seri TZ 120, posisi berdiri memakai busana seminimal mungkin, dengan

satuan kilogram (kg).

12. Indeks masa tubuh (IMT) adalah pemeriksaan antropometri untuk

menentukan status gizi yang dinilai dengan membagi berat badan dengan

pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan kg/m2.

13. Obat premedikasi intravena adalah metokloperamid 10 mg dan ranitidin 50

mg intravena ± 30 menit sebelum tindakan pembedahan.

14. Cairan prehidrasi adalah pemberian cairan ringer laktat 10 ml/kgBB secara

infus cepat sebelum blok subarakhnoid dilakukan.

15. Posisi pasien adalah pasien tidur telentang dengan satu bantal di kepala dan

posisi meja operasi sedikit dimiringkan ke kiri ± 15° setelah dilakukan blok

subarakhnoid.

16. Hipotensi adalah tekanan darah sistolik turun sebanyak 20% dari nilai rata-

rata awal atau kurang dari 90 mmHg.

Page 81: yosephine ervina

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Obat ampul Levobupivakain 0,5% 10 mg

2. Obat ampul Bupivakain 0,5% hiperbarik 10 mg

3. Jarum spinal G27 bevel runcing

4. Jarum untuk “pin-prick test”, dipakai mandrain dari jarum spinal

5. Spuit 2,5 ml

6. Betadin cair

7. Alkohol 70%

8. Sarung tangan steril

9. Kasa steril

10. Tensimeter, monitor EKG, saturasi oksigen

11. Oksigen dan kanul nasal

12. Alat tulis dan format penelitian

4.7 Alur Penelitian

4.7.1 Persiapan

Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan persetujuan etik dari Komisi Etik

Litbang Rumah Sakit Sanglah Denpasar.

Page 82: yosephine ervina

4.7.2 Penapisan kasus

Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra anestesia pada pasien yang akan

menjalani pembedahan seksio sesarea dengan teknik anestesi blok subarakhnoid.

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditetapkan sebagai sampel.

Setelah mendapat penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan menandatangani

surat persetujuan tindakan.

4.7.3 Alokasi pasien

Alokasi pasien dilakukan dengan metode computer generated permutted block

randomization of graphpad quickcal software, subyek penelitian dibagi menjadi dua

kelompok yaitu kelompok A menerima Levobupivakain 0,5% 10 mg dan kelompok B

menerima Bupivakain 0,5% 10 mg.

4.7.4 Perlakuan

1. Pada setiap pasien wanita yang akan menjalani operasi bedah sesar dengan

anestesia spinal yang telah memenuhi kriteria penerimaan dilakukan

randomisasi acak sederhana dengan cara mengambil amplop.

2. Pasien dipasang kanula intravena G 18-20 dan prehidrasi sebelum blok

subarakhnoid, diberikan cairan ringer laktat 10 ml/kgBB secara infus cepat

dan pasien disiapkan ke kamar operasi.

Page 83: yosephine ervina

3. Pasien diberikan premedikasi Ranitidin 50 mg Intravena dan Metoklopramid

10 mg Intravena.

4. Di kamar operasi, dipasang monitor EKG, tensimeter saturasi oksigen dan

diberikan oksigen melalui kanul nasal 2-3 L/menit.

5. Data awal tekanan darah, tekanan arteri rerata, frekuensi napas dan saturasi

oksigen dicatat.

6. Pasien kemudian diposisikan lateral dekubitus kiri. Daerah bahu diganjal

dengan bantal kecil agar posisi kolumna vertebralis benar-benar horizontal.

Dilakukan identifikasi tempat penyuntikan pada ruang intervertebralis L3-4

atau L4-5. Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah penyuntikan.

Kemudian dilakukan pungsi dura dengan jarum spinal G 27. Pastikan ujung

jarum berada di ruang subarakhnoid, yang ditandai dengan mengalirnya cairan

serebrospinal.

7. Pada kelompok perlakuan A dilakukan penyuntikan 10 mg larutan bupivakain

0,5% dengan kecepatan penyuntikan 0,1 ml/detik. Dilakukan barbotase

sejumlah kecil cairan serebrospinal (0,1 ml).

8. Pada kelompok perlakuan B dilakukan penyuntikan 10 mg larutan bupivakain

0,5% dengan kecepatan penyuntikan 0,1 ml/detik. Dilakukan barbotase

sejumlah kecil cairan serebrospinal (0,1 ml).

9. Dievaluasi ketinggian blok sensoris dengan metode pinprick pada garis

midklavikula dengan jarum G 23, diharapkan ketinggian blok mencapai

dermatom Th 6.

Page 84: yosephine ervina

10. Dievaluasi hambatan motorik sesuai skor bromage dan dicatat waktu saat skor

bromage sama dengan 0.

11. Bila terjadi efek samping hipotensi, yaitu tekanan darah sistolik turun

sebanyak 20% dari nilai rata-rata awal atau kurang dari 90 mmHg, tetesan

infus dipercepat dan diberikan efedrin 5 mg intravena. Pemberian efedrin

dapat diulang setiap 60 detik sampai tekanan darah sistolik > 80% nilai basal.

Setelah tercapai, tetesan infus disesuaikan kembali sesuai keperluan rumatan.

12. Menit ke 0 dimulai saat penyuntikan obat intratekal.

13. Setelah bayi lahir, dicatat skor apgar menit 1 dan 5 serta berat badan lahir

bayi. Kemudian diberikan drip intravena oksitosin 2 ampul dan metergin 1

ampul (sesuai operator).

14. Bila terjadi efek samping depresi nafas, jika perlu dilakukan intubasi dengan

pernafasan dibantu atau dikontrol.

15. Jika operasi belum selesai tetapi pasien mulai merasa nyeri dapat diberikan

ketamin intravena.

16. Setelah operasi selesai, dievaluasi masa kerja hambatan motorik. Kemudian

pasien dibawa ke ruang pulih.

17. Di ruang pulih, diobservasi skor bromage dan dicatat waktu pulih hambatan

motorik pasien.

18. Setelah pasien memenuhi kriteria skor bromage modifikasi 0 dan tidak ada

efek samping yang berat, pasien dipindahkan ke ruang rawat.

Page 85: yosephine ervina

4.7.5 Penilaian dan pencatatan

Untuk penilaian waktu pulih dari hambatan motorik setelah pemberian obat

anestesi lokal, dilakukan penilaian kualitatif berdasarkan modifikasi skala Bromage,

yaitu Bromage 0: tidak ada hambatan motorik; Bromage 1: hambatan motorik parsial

atau sebagian; Bromage 2: hambatan motorik hampir lengkap; sedangkan Bromage

3: hambatan motorik lengkap. Dicatat waktu pada saat pasien mengalami hambatan

motorik lengkap.

Setelah operasi selesai, waktu pulih hambatan motorik dicatat berdasarkan

modifikasi skala Bromage, yaitu: 0=tidak ada hambatan motorik; 1=tidak dapat

mengangkat tungkai bawah; 2=tidak dapat menekuk lutut; 3=tidak dapat menekuk

pergelangan kaki. Mulainya masa kerja hambatan motorik dicatat mulai saat pasien

tidak dapat mengangkat tungkai bawah sampai mulai dapat menekuk pergelangan

kaki, yaitu modifikasi skala Bromage 1 sampai 3 berakhir. Sedangkan masa pulih

hambatan motorik pasien dicatat mulai saat pasien dapat menekuk pergelangan

kakinya sampai dapat kembali menggerakkan kaki tanpa hambatan, yaitu skala

Bromage 0.

Untuk analgesia paska operasi diberikan drip kontinyu fentanyl 0,25

mcg/kgBB/jam dengan syringe pump dan bolus ketorolak 3 x 30 mg intravena.

Adanya kejadian komplikasi lainnya seperti mual, menggigil dan perdarahan selama

operasi juga dicatat pada lembar yang telah disediakan.

Page 86: yosephine ervina

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian

4.8 Analisis Statistik

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan análisis statistik deskriptif, yaitu

menggunakan karakteristik subyek. Karakteristik sampel dalam hal umur, berat

Pasien rencana seksio sesarea ASA I dan II dengan anestesi blok subarakhnoid

Memenuhi kriteria penerimaan

Posisi lateral dekubitus kiri →Blok subarakhnoid di L3-4, bupivakain 0,5% 10 mg atau Levobupivakain 0,5% 10 mg→posisi telentang miring

kiri ±15°

Catat waktu mulai hambatan motorik (Bromage 3)

Pasang infus, prehidrasi, pasang alat monitor non invasif (EKG, NIBP,

pulse oksimetri)

Analisis Statistik

Simpulan Penelitian

Ruang pulih

Catat waktu pulih hambatan motorik (Bromage 0)

Page 87: yosephine ervina

badan, tinggi badan dan indeks masa tubuh dipresentasikan dalam rerata ± simpang

baku. Sedangkan Status fisik ASA I atau Status fisik ASA II dan ukuran kehamilan

dipresentasikan dalam distribusi frekuensi f (%).

Perbandingan karakteristik dipresentasikan sesuai tabel berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien

Karakteristik Kelompok A (Levobupivakain 0,5% 10 mg)

Kelompok B (Bupivakain 0,5% 10 mg)

Umur (thn) Tinggi Badan (cm) Berat badan (kg) Indeks massa tubuh (kg/m2) Status fisik ASA I/II Umur Kehamilan (preterm/aterm)

Nilai dalam rerata ± simpang baku dan distribusi frekuensi f (%).

Pada analisis uji hipotesis beda rerata, data berskala pengukuran numerikal

mengenai umur, umur kehamilan, berat badan, tinggi badan dan indeks masa tubuh

pada kedua kelompok diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada

tingkat kemaknaan p > 0,05.

Bila data memiliki sebaran yang normal (p > 0,05) dilakukan uji independent t test.

Jika nilai p < 0,05 ditetapkan sebagai tidak normal, uji dilakukan dengan Mann-

whitney test.

Page 88: yosephine ervina

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani operasi

seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di kamar operasi instalasi bedah

sentral dan kamar operasi instalasi gawat darurat RSUP Sanglah periode September

2014 sampai Nopember 2014. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria penerimaan

sebanyak 72 pasien, dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing berjumlah 36

sampel pada setiap kelompok perlakuan.

Pasien rencana seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid diberikan

bupivakain 0,5% 10 mg atau Levobupivakain 0,5% 10 mg, dicatat waktu mulai

hambatan motorik (Bromage 3) dilanjutkan di ruang pulih dicatat waktu pulih

hambatan motorik (Bromage 0), sehingga didapat total waktu dari mulai hambatan

motorik sampai pulih hambatan motorik. Data ditampilkan dalam bentuk rerata ±

simpang baku untuk data numerik dan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk data

ketegorikal.

5.1 Data Karakteristik Sampel

Karakteristik pasien ditunjukkan pada tabel 5.1, data disajikan dalam bentuk

rerata ± simpang baku dan distribusi frekuensi f (%). Data berupa pengukuran

numerikal adalah umur, berat badan, tinggi badan, dan IMT dipresentasikan dalam

Page 89: yosephine ervina

bentuk rerata ± simpang baku. Sedangkan data kategorikal nominal adalah status fisik

ASA dan ukuran kehamilan dipresentasikan dalam distribusi frekuensi f (%).

Karakteristik sampel digambarkan demikian bertujuan untuk melihat apakah antara

kedua kelompok sudah sebanding (comparable).

Variabel umur ditampilkan dalam rerata dan simpang baku dengan uji yang

digunakan adalah uji independent t karena berskala data rasio dan sebaran data

berdistribusi normal. Variabel berat badan, tinggi badan, dan IMT dengan uji yang

digunakan adalah uji Mann-whitney karena sebaran data dari variabel tersebut tidak

berdistribusi normal. Uji Chi-square dari status fisik ASA dan ukuran kehamilan

ditampilkan dalam bentuk distribusi proporsi karena variabel tersebut berskala data

kategorikal. Distribusi proporsi dari semua variabel tersebut ditampilkan dalam tabel

5.1.

Populasi pasien terdiri atas 72 pasien wanita hamil yang menjalani operasi seksio

sesarea di ruang operasi Instalasi Bedah Sentral dan Instalasi Gawat Darurat RSUP

Sanglah dengan usia rerata ± simpang baku pada levobupivakain 0,5% 10 mg adalah

28,9 ± 4,9 sedangkan pada bupivakain 0,5% 10 mg adalah 28,9 ± 5,5 setelah

dilakukan uji statistik ternyata tidak ada perbedaan bermakna secara statistik dengan

nilai p 0,964. Selain itu dapat dilihat perbedaan rerata berat badan, tinggi badan dan

IMT. Rerata berat badan pada kelompok levobupivakain 0,5% 10 mg adalah 64,2 kg

dengan simpang baku 7,6 dan pada kelompok bupivakain 0,5% 10 mg adalah 68,6 kg

dengan simpang baku 12,3. Rerata tinggi badan kelompok levobupivakain 0,5% 10

Page 90: yosephine ervina

mg adalah 156,0 cm dengan simpang baku 6,4 dan pada kelompok bupivakain 0,5%

10 mg 156,1 cm dengan simpang baku 7,5. Rerata IMT pada kelompok

levobupivakain 0,5% 10 mg yaitu 26,4 kg/m2 dengan simpang baku 3,1 sedangkan

pada kelompok bupivakain 0,5% 10 mg adalah 28,2 kg/m2 dengan simpang baku 4,5.

Secara statistik ketiga variabel ini tidak berbeda bermakna dengan nilai p berurutan

sebesar 0,077, 0,856, dan 0,060.

Status fisik pasien digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu status fisik ASA I dan

II. Distribusi proporsi variabel status fisik ASA I pada kelompok levobupivakain

0,5% 10 mg sebesar 58,3% dan pada kelompok bupivakain 0,5% 10 mg didapatkan

69,4%. Sedangkan variabel status fisik ASA II pada kelompok levobupivakain 0,5%

10 mg sebesar 41,7% dan pada bupivakain 0,5% 10 mg sebesar 30,6%. Secara

statistik terdapat perbedaan proporsi status fisik ASA yang tidak berbeda bermakna

dengan nilai p sebesar 0,326. Variabel ukuran kehamilan dikelompokkan menjadi 2

yaitu hamil preterm dan hamil aterm, dengan distribusi proporsi variabel ukuran

kehamilan pada kedua kelompok perlakuan sebesar 5,6% dengan hamil preterm dan

sebesar 94,4% dengan hamil aterm. Didapatkan nilai proporsi yang sama pada kedua

kelompok perlakuan sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik

dengan nilai p sebesar 1,000.

Page 91: yosephine ervina

Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Berdasarkan Kelompok Perlakuan

Karakteristik

Kelompok

Levobupivakain 0,5%

10 mg (n = 36)

Kelompok

Bupivakain 0,5%

10 mg (n = 36)

Nilai p

Umur 28,9 ± 4,9 28,9 ± 5,5 0,964a

Berat Badan 64,2 ± 7,6 68,6 ± 12,3 0,077b

Tinggi Badan 156,0 ± 6,4 156,1 ± 7,5 0,856b

IMT 26,4 ± 3,1 28,2 ± 4,5 0,060b

Status Fisik

- ASA I

- ASA II

21 (58,3)

15 (41,7)

25 (69,4)

11 (30,6)

0,326c

Ukuran Kehamilan

- Preterm

- Aterm

2 (5,6)

34 (94,4)

2 (5,6)

34 (94,4)

1,000c

Ket: a: Hasil independent t test

b: Hasil Mannwhitney test

c: Hasil Chi-square test

5.2 Uji Normalitas Data Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan

Uji normalitas pada masing-masing kelompok terlebih dahulu dilakukan sebelum

menilai perbandingan variabel. Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk,

Page 92: yosephine ervina

berdasarkan uji normalitas tersebut didapatkan variabel kelompok perlakuan yang

tidak berdistribusi normal (p <0,05) dilakukan uji statistik Wilcoxon.

5.3 Nilai Statistik Variabel Berdasarkan Kelompok Perlakuan

Dari 72 pasien yang dianalisis tersebut, analisis dengan uji Wilcoxon didapatkan

rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan levobupivakain

0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 menit dengan simpang baku 12,0 menit. Sedangkan

angka waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan bupivakain

0,5% 10 mg adalah sebesar 152 menit dengan simpang baku 19,8 menit. Data ini

disajikan dalam tabel 5.2. Terdapat perbedaan waktu rerata yang secara statistik

bermakna yaitu p <0,001. Grafik perbandingan rata-rata durasi waktu pulih hambatan

motorik antara kedua kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 5.1.

Tabel 5.2 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Waktu Pulih Hambatan Motorik

Berdasarkan Kelompok Perlakuan

Variabel

Kelompok

Levobupivakain 0,5%

10 mg (n = 36)

Kelompok

Bupivakain 0,5%

10 mg (n = 36)

Nilai p

Waktu pulih hambatan

motorik

108,7 ± 12,0 152 ± 19,8 <0,001*

Ket: *Nilai p dari uji Wilcoxon

Page 93: yosephine ervina

Gambar 5.1 Perbandingan rata-rata durasi waktu pulih hambatan motorik antara kedua kelompok perlakuan

Kejadian efek samping ditampilkan pada tabel 5.3, dari hasil uji Chi Square

didapatkan hasil tidak ada kejadian efek samping pada kelompok Levobupivakain

0,5% 10 mg sebanyak 41,7% sedangkan pada kelompok Bupivakain 0,5% 10 mg

didapatkan 52,8%. Kejadian efek samping hipotensi pada kelompok Levobupivakain

0,5% 10 mg sebanyak 16,7% sedangkan pada kelompok Bupivakain 0,5% 10 mg

didapatkan 11,1%. Kejadian efek samping mual pada kelompok Levobupivakain

0,5% 10 mg sebanyak 8,3%, sedangkan pada kelompok Bupivakain 0,5% 10 mg

didapatkan 16,7%. Kejadian efek samping menggigil pada kelompok Levobupivakain

0,5% 10 mg sebanyak 33,3%, sedangkan pada kelompok Bupivakain 0,5% 10 mg

didapatkan 19,4%. Perbedaan kejadian efek samping antara kedua kelompok

Page 94: yosephine ervina

perlakuan secara statistik dengan uji Pearson Chi square tidak bermakna, dengan

nilai p 0,36 (p > 0,05).

Tabel 5.3 Kejadian Efek Samping Berdasarkan Kelompok Perlakuan

Efek Samping

f (%)

Kelompok

Levobupivakain 0,5% 10 mg

(n = 36)

Kelompok

Bupivakain 0,5% 10 mg

(n = 36)

Nilai p

Tidak ada 15 (41,7) 19 (52,8)

Hipotensi 6 (16,7) 4 (11,1) 0,36**

Mual 3 (8,3) 8 (16,7)

Menggigil 12 (33,3) 7 (19.4)

Ket: ** Nilai p dari uji Chi Square

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki nilai dasar tekanan

arteri rerata yang hampir sama. TAR pada kelompok levobupivakain 0,5% 10 mg

adalah 94 mmHg, dan bupivakain 0,5% 10 mg adalah 92 mmHg. Terdapat perbedaan

dalam fluktuasi tekanan arteri rerata dimana kelompok Levobupivakain 0,5% 10 mg

mengalami penurunan lebih landai dibandingkan bupivakain 0,5% 10 mg. Penurunan

TAR nyata pada bupivakain 0,5% 10 mg adalah pada menit ke-5 dan levobupivakain

0,5% 10 mg adalah pada menit ke-10, sedangkan TAR pada menit ke-10 bupivakain

0,5% 10 mg meningkat. Setelah itu pada menit ke-20, TAR kedua kelompok akan

kembali sama, namun masih berada dibawah nilai dasar.

Page 95: yosephine ervina

50556065707580859095

100

0 1 2 3 4 5 7 10 12 15 20

Teka

nan

Arte

ri Re

rata

(mm

Hg)

Menit ke-

Levobupivakain 0,5% 10 mg Bupivakain 0,5% 10 mg

Gambar 5.2 Fluktuasi tekanan arteri rerata antara kedua kelompok perlakuan

Gambar 5.3 Hubungan antara waktu dan Bromage 3 sampai dengan Bromage 0 pada

kedua kelompok perlakuan

Page 96: yosephine ervina

Hubungan antara waktu dan mulai terjadinya Bromage 3 yaitu saat tidak dapat

menekuk pergelangan kaki, hambatan motorik komplit sampai dengan Bromage 0

yaitu tidak ada hambatan motorik diperlihatkan pada gambar 5.3. Pada gambar

tersebut dapat dilihat waktu yang optimal untuk dilakukan pembedahan, dimana pada

kelompok levobupivakain 0,5% 10 mg dicapai mula kerja yang lebih lama dan waktu

pulih hambatan motorik yang lebih cepat dibandingkan bupivakain 0,5% 10 mg.

Page 97: yosephine ervina

BAB VI

PEMBAHASAN

Levobupivakain dan Bupivakain adalah obat anestesi lokal golongan amida.

Levobupivakain memiliki S (-) enantiomer dari bupivakain, memblok saraf sama

poten dengan bupivakain dan menghasilkan blok sensorik dan motorik yang sama

pula namun dengan dosis letal yang lebih rendah dibandingkan bupivakain.

(McClellan dan Spencer, 1998)

Keuntungan levobupivakain dibandingkan bupivakain yaitu (1)

Ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan kardiovaskular

(2) Batas aman dosis letal 78% lebih besar untuk dapat menyebabkan kematian (3)

Toksisitas kardiak dan susunan saraf pusat yang lebih rendah (4) Potensiasi terhadap

hambatan sensorik dan motorik baik (5) Toksisitas yang dicetuskan levobupivakain

bersifat reversible (6) Perubahan kontraktilitas kardiak dan interval QTc pada

elektrokardiogram yang kecil (7) Efek depresan yang rendah pada

elektroensefalogram (Gristwood, 2002).

Dosis bupivakain pada seksio sesarea berdasarkan pada penelitian

Ginosar dkk. (2004), yang melakukan penelitian untuk induksi analgesia spinal

dengan bupivakain ED95 induksi sukses adalah 11 mg. Sedangkan dosis minimum

anestesi lokal levobupivakain intratekal berdasar pada penelitian Parpaglioni dkk.

(2006) adalah lebih besar dari ED50 untuk seksio sesarea yaitu 10,6 mg. Dosis efikasi

Page 98: yosephine ervina

klinis bupivakain terhadap levobupivakain pada anestesi blok subarakhnoid adalah

1:1 berdasarkan penelitian Elizabeth dan Kopacz, 2002.

Penelitian ini menggunakan Levobupivakain 0,5% isobarik (Chirocaine®) dan

Bupivakain 0,5% hiperbarik. Levobupivakain benar-benar menunjukkan respek

terhadap CSS pada wanita hamil. Penelitian Glaser dkk. (2001) membuktikan bahwa

penyebaran obat pada anestesi spinal dengan levobupivakain dapat diprediksi sama

seperti bupivakain. Pada penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Guler dkk. (2012) dimana pemberian levobupivakain isobarik memberikan

keuntungan khusus karena penyebaran obat yang dapat diprediksi. Guler dkk

mengevaluasi pengaruh levobupivakain terhadap kualitas blok dan kejadian efek

samping seperti hipotensi dibandingkan dengan efek klinis yang disebabkan oleh

bupivakain hiperbarik pada seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

Hasilnya waktu hambatan motorik dengan bupivakain hiperbarik bertahan lebih lama,

sedangkan efek samping hipotensi dan mual lebih sering terjadi pada kelompok

bupivakain. Level hambatan sensorik yang dibutuhkan pada seksio sesarea juga

tercapai pada kedua kelompok perlakuan.

Penelitian Guler dkk. (2012) menggunakan 2 ml levobupivakain 0,5% isobarik

dan 2 ml bupivakain 0,5% hiperbarik pada pasien yang menjalani operasi seksio

sesarea didapatkan rerata durasi waktu hambatan motoriknya adalah 99 menit dengan

simpang baku 9,13 pada kelompok levobupivakain, sedangkan rerata durasi waktu

Page 99: yosephine ervina

hambatan motorik pada kelompok bupivakain adalah 132,66 menit dengan simpang

baku 7,15.

Pada penelitian kami dikerjakan dengan memberikan levobupivakain 0,5% 10

mg dan bupivakain 0,5% 10 mg yang diberikan pada pasien yang menjalani seksio

sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di RSUP Sanglah. Obat anestesi lokal

bupivakain paling sering digunakan karena masuk dalam formularium RSUP Sanglah

dan harganya yang relatif lebih murah. Namun saat ini dikenal pula levobupivakain

yang sama potensi dan efektifitasnya, yang dapat diberikan pada pasien yang

menjalani seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid.

Hasil penelitian ini, dari 72 pasien yang kami analisis dengan uji Wilcoxon

didapatkan rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan

levobupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 ± 12,0 menit, Sedangkan angka

waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan bupivakain 0,5% 10

mg adalah sebesar 152 ± 19,8 menit. Terdapat perbedaan waktu rerata yang secara

statistik bermakna yaitu p <0,001. Berarti pemberian levobupivakain 0,5% 10 mg

pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid

memiliki waktu pulih hambatan motorik yang lebih cepat dibandingkan bupivakain

0,5% 10 mg.

Gambar 5.3 menunjukkan mula kerja hambatan sensorik setinggi Th6 dan

hambatan motorik pada penelitian ini lebih cepat pada bupivakain 0,5% 10 mg

dibandingkan levobupivakain 0,5% 10 mg, hal ini sesuai dengan penelitian Guler

Page 100: yosephine ervina

dkk. (2012). Hasil ini secara klinik akan berguna pada pembedahan darurat yang

membutuhkan waktu singkat untuk dimulainya pembedahan tetapi pada pembedahan

elektif/terencana hasil ini secara klinik tidak bermakna. Mula kerja obat anestesi lokal

sangat ditentukan oleh nilai pKa-nya dimana semakin rendah nilai pKa semakin cepat

mula kerjanya. Anestesi lokal dengan nilai pKa mendekati pH fisiologis akan

mempunyai konsentrasi basa non ionisasi yang lebih tinggi yang bisa melewati

membran sel-sel saraf dimana mula kerjanya akan berlangsung sangat cepat. pKa

menjelaskan jumlah obat anestesi lokal yang ada dalam bentuk non ionisasi aktif pada

pH jaringan. Di dalam saraf akson bupivakain terpisah ke dalam bentuk non ionisasi

dan ionisasi. Bentuk ionisasi membuat hambatan channel natrium dari dalam dan

mencegah depolarisasi dengan mencegah masuknya natrium secara cepat melalui

membran sel akson (Xu dkk., 2005)

Waktu mulainya gerakan kedua kelompok perlakuan ditampilkan pada gambar

5.3 dimana waktu pulih hambatan motorik bupivakain 0,5% 10 mg lebih lama

dibandingkan levobupivakain 0,5% 10 mg, ini sesuai dengan penelitian Guler dkk.

(2012). Hasil ini dalam klinik sangat bermanfaat bagi tindakan pembedahan yang

membutuhkan waktu yang panjang.

Hasil waktu pulih hambatan motorik antara kedua kelompok perlakuan secara

statistik bermakna. Morgan (2006) menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena

isomer bupivakain mengikat channel natrium lebih kuat dibandingkan

levobupivakain. Penelitian yang dilakukan Guler dkk. (2001) juga mendapatkan

durasi hambatan motorik lebih pendek pada kelompok levobupivakain. Efek barisitas

Page 101: yosephine ervina

pada karakteristik blok masih menjadi kontradiksi dalam literatur yaitu beberapa studi

melaporkan perbedaan barisitas tidak mempengaruhi karakteristik blok, disisi lain ada

pula penelitian yang melaporkan bahwa terjadi blok motorik dan pulih motoriknya

lebih cepat dengan larutan yang hiperbarik. Meskipun pada penelitiannya tidak

mengevaluasi perbedaan blok sensorik dan motorik antara kedua kelompok yang

berbeda barisitasnya.

Foster dan Markham (2000) pada penelitian mereka menyatakan bahwa pada

levobupivakain terjadi durasi hambatan motorik yang lebih lama dibandingkan

dengan bupivakain, hal ini berhubungan dengan adanya faktor intrinsik

levobupivakain yaitu kemampuan vasokonstriktornya, sedangkan bupivakain

mencetuskan vasodilatasi.

Levobupivakain dan bupivakain telah menunjukkan efektifitas dan potensi yang

sama baik dari segi waktu mula kerja, durasi hambatan sensorik dan motoriknya pada

seksio sesarea dengan anestesi spinal. Namun levobupivakain secara umum

memberikan hambatan sensorik dan motorik yang lebih baik, dengan perubahan

hemodinamik yang sama dengan bupivakain. Berdasarkan data ini levobupivakain

tampaknya menjadi alternatif yang menarik untuk digunakan sebagai anestesi spinal

(Glaser dkk., 2001).

Kejadian efek samping pada penelitian ini yang didapat adalah hipotensi pada

kelompok Levobupivakain 0,5% 10 mg sebanyak 16,7% sedangkan pada kelompok

Bupivakain 0,5% 10 mg didapatkan 11,1%. Kejadian efek samping mual pada

Page 102: yosephine ervina

kelompok Levobupivakain 0,5% 10 mg sebanyak 8,3%, sedangkan pada kelompok

Bupivakain 0,5% 10 mg didapatkan 16,7%. Kejadian efek samping menggigil pada

kelompok Levobupivakain 0,5% 10 mg sebanyak 33,3%, sedangkan pada kelompok

Bupivakain 0,5% 10 mg didapatkan 19,4%. Pasien yang tidak mengalami efek

samping pada kelompok Levobupivakain 0,5% 10 mg sebanyak 41,7% sedangkan

pada kelompok Bupivakain 0,5% 10 mg didapatkan 52,8%. Hasil uji statistik Pearson

Chi square pada kedua kelompok tersebut tidak bermakna, dengan nilai p 0,36 (p >

0,05). Perbedaan yang tidak bermakna tersebut bisa disebabkan oleh variabel-variabel

bebas dan faktor resiko pada masing-masing sampel yang tidak sama.

Hipotensi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anestesi blok

subarakhnoid. Hal ini selain dikarenakan oleh efek oleh ibu yang menyebabkan

asidosis dengan mempengaruhi perfusi uteroplasenta, hipotensi terjadi akibat blok

simpatis sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan kapasitas vaskuler yang

akhirnya akan menurunkan aliran darah balik ke jantung kemudian diikuti dengan

penurunan tekanan darah (Atkinson dkk., 1992). Pemberian hidrasi dengan kristaloid

atau koloid sebelum dilakukan tindakan mengurangi kejadian efek samping hipotensi

(Guler dkk., 2012).

Berbeda dengan penelitian Guler dkk., pada penelitian ini didapatkan kejadian

hipotensi yang lebih banyak pada kelompok levobupivakain yaitu 6 pasien

dibandingkan bupivakain hanya 4 orang, namun hasil ini secara statistik tidak

Page 103: yosephine ervina

bermakna. Sedangkan Guler dkk. pada penelitiannya mendapatkan kejadian hipotensi

yang signifikan lebih rendah 16,6% pada kelompok levobupivakain.

Pada penelitian ini, mual dan muntah dapat terjadi karena disebabkan oleh: (1)

Faktor pasien, meliputi wanita hamil, kegemukan, dan terlambatnya pengosongan

lambung; (2) Faktor preoperatif yang meliputi puasa, kecemasan, alasan pembedahan.

Puasa yang terlalu lama pada persiapan operasi elektif dan pemberian makanan

sebelum operasi dapat meningkatkan kejadian mual muntah. Stres psikologi dan

kecemasan, operasi yang berhubungan dengan kehamilan dan gastrointestinal.

Pemberian opioid petidin meningkatkan sekresi gastrik, mengurangi motilitas usus

dan menghambat pengosongan lambung; (3) Faktor intraoperatif yaitu lokasi operasi

di daerah abdomen dan operasi obstetri/ginekologi serta pemberian obat uterotonika.

Alasan lain adalah penurunan aliran darah serebral sebagai konsekuensi terjadinya

hipotensi. Alasan lainnya berhubungan dengan level blok yang dicapai, karena terjadi

peningkatan level blok yang dicapai, atau karena penarikan struktur peritonial selama

operasi karena level blok yang tidak adekuat (Guler dkk., 2012); (4) Faktor

pascaoperasi meliputi nyeri, pusing, mobilisasi, makan awal pascaoperasi.

Kejadian efek samping menggigil dapat terjadi disebabkan oleh karena

vasodilatasi sehingga terjadi penguapan panas, pasien dalam keadaan sadar sehingga

dapat merasakan suhu kamar operasi yang dingin disertai pemberian cairan infus

yang sudah terpapar dingin diberikan tanpa memakai penghangat infus. Anestesi

Page 104: yosephine ervina

spinal juga menghambat pelepasan katekolamin yang akan menekan produksi panas

akibat metabolisme.

Keterbatasan penelitian ini adalah ketersediaan obat levobupivakain yang

terbatas, harga obat yang mahal, dan belum masuk dalam daftar formularium obat

RSUP Sanglah sehingga penggunaannya terbatas pada pasien-pasien umum.

Keterbatasan lainnya, adalah penelitian ini kurang banyak untuk dapat mencapai

tingkat obyektifitas dan kemaknaan yang lebih tinggi.

Manfaat yang didapat dari pemberian levobupivakain sebagai obat anestesi lokal

pada operasi seksio sesarea dengan blok subarakhnoid, yaitu efek toksisitasnya

terhadap kardiovaskuler dan susunan saraf pusat yang rendah sehingga aman bila ada

ketidaksengajaan masuk ke intravena tidak menyebabkan perubahan kardiovaskular

dengan batas aman dosis letal 78% lebih besar untuk dapat menyebabkan kematian.

Selain keuntungan toksisitasnya yang lebih rendah, levobupivakain memiliki waktu

pulih hambatan motorik yang lebih cepat dibandingkan bupivakain sehingga dapat

mempercepat mobilisasi pasien, dan tercapai kriteria pemindahan pasien yang lebih

cepat dengan efek samping minimal.

Page 105: yosephine ervina

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Waktu pulih hambatan motorik levobupivakain 0,5% 10 mg lebih cepat daripada

bupivakain 0,5% 10 mg dengan potensi yang sama, sehingga levobupivakain dapat

digunakan sebagai alternatif obat anestesi lokal pada pasien yang menjalani seksio

sesarea dengan anestesi blok subarakhnoid di RSUP Sanglah. Kejadian efek samping

adalah hipotensi, mual dan menggigil, namun pada kedua kelompok perlakuan tidak

bermakna.

7.2 Saran

Perlu dipertimbangkan penggunaan levobupivakain sebagai alternatif obat

anestesi lokal pada pasien yang menjalani operasi seksio sesarea dengan blok

subarakhnoid dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti penggunaan

levobupivakain dan bupivakain dengan dosis yang berbeda, dengan disertai adjuvant

maupun tidak serta penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Page 106: yosephine ervina

DAFTAR PUSTAKA

Ankcorn, C., Casey, W.F. 1993. Spinal Anaesthesia – a practical guide. Update in Anaesthesia 48 (3): 2-15

Atkinson, R.R., Rushman, G.B., Lee, J.A. 1992. Spinal Analgesia: Intradural;

Extradural. In: A Synopsis of Anaesthesia. 10th ed. Singapore: PG Publishing Pte Ltd. p.662-92

Bajwa, S.S., Kaur, J. 2013. Clinical profile of levobupivacaine in regional

anesthesia: A systematic review. J Anaesthesiol Clin Pharmacol 29: 530-9 Bardsley, H., Gristwood, R., Baker, H., Watson, N., Nimmo, W. 1998. A comparison

of the cardiovascular effects of levobupivacaine and rac-bupivacaine following intravenous administration to healthy volunteers. Br J Clin Pharmacol 46: 245-9

Benhamou, D., Burke, D., Cox, C.R., Gunter, J.B., Henderson, D. 2000.

Levobupivacaine. Drugs 59(3): 551-79 Breen, T.W., Shapiro, T., Glass, B., Foster-Payne, D., Oriel, N.E. 1993. Epidural

anaesthesia for labor in an ambulatory patient. Anesth Analg 77: 919-24 Bromage, P.R. 1965. A comparison of the hydrochloride and carbon dioxide salt of

lidocaine and prilocaine in epidural analgesia. Acta Anaesthesiologica Scandinavica, Suppl. XVI: 55-6

Capogna, G., Celleno, D., Fusco, P. 1999. Relative potencies of bupivacaine and

ropivacaine for analgesia in labour. Br J Anaesth 82: 371-3 Carvalho, B., Durbin, M., Drover, D.R., Cohen, S.E., Ginosar, Y., Riley, E.T. 2005.

The ED50 dan ED95 of intrathecal isobaric bupivacaine with opioids for cesarean delivery. Anesthesiology 103: 606-12

Edgcombe, H., Hocking, G. 2005. Local Anaesthetic Pharmacology, [cited 2014 Oct. 30]. Anaesthesia UK. Available from: URL: http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100505

Page 107: yosephine ervina

Elizabeth, A.A., Kopacz, D.J. 2002. Hyperbaric Spinal Levobupivacaine: A comparison to racemic bupivacaine in volunteers. Anesth Analg 94: 188-93

Foster, R.H., Markham, A. 2000. Levobupivacaine A Review of its Pharmacology and

Use as a Local Anesthetic. Drugs 59(3): 551-79 Gan, T.J., Diemunsch, P., Habib, A.S., Kovac, A., Kranke, P., Meyer, T.A., et al.

2014. Consensus Guidelines for the Management of Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg 118: 85-113

Glaser, C., Marhofer, P., Zimpfer, G., Heinz, M., Sitzwohl, C., Kapral, S., et al. 2002.

Levobupivacaine versus racemic bupivacaine for spinal anesthesia. Anesth Analg 94(1): 194-8

Graham, A.C., McClure, J.H. 2001. Quantitative assessment of motor block in

laboring woman receiving epidural analgesia. Anaesthesia 56: 470-6 Gristwood, R.W. 2002. Cardiac and CNS toxicity of Levobupivacaine: Strength of

evidence for advantage over bupivacaine. Drug 25(3): 153-63 Guler, G., Cakir, G., Ulgey, A., Ugur, F., Bicer, C., Gunes, I., et al. 2012. A

comparison of spinal anesthesia with levobupivacaine and hyperbaric bupivacaine for cesarean sections: A randomized trial. Open J Anesthesiol 2: 84-9

Ginosar, J., Mirikatani, E., Drover, D.R., Cohen, S.E., Riley, E.T. 2004. ED50 and

ED95 of intrathecal hyperbaric bupivacaine co administered with opioids for cesarean delivery. Anesthesiology 100: 676-82

Heavner, J.E. 2008. Pharmacology of Local Anesthetics. In : Longnecker,D.E.,

Brown, D.L., Newman, M.F., Zapol W.M., editors. Anesthesiology. New York: Mikroraw Hill, p. 954 -71

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2001. Basic and Clinical Pharmacology. 11th ed., New York: Lange Medical Books, McGraw-Hill. Available from: http://www.accessmedicine.com

Kopacz, D.J., Allen, H.W., Thompson, G.E. 2000. A comparison of epidural levobupivacaine 0,75% with racemic bupivacaine for lower abdominal surgery. Anesth Analg 90: 642-8

Page 108: yosephine ervina

Kuczkowski, K.M. 2004. Nonobstetric surgery during pregnancy. Obstet Gynecol Surv 59 (1): 52-6

Lalenoh, D.C., Wahjoeningsing, S. 2013. Farmakologi Perinatal. Dalam: Bisri, T.,

Wahjoeningsing, S., Suwondo, B.S., editor. Anestesi Obstetri. Bandung: Saga Olahcitra. h. 15-40

Morgan, J. G., Mikhail, M. S., Murray, M. J. 2006. Clinical Anaesthesia. 4th Ed.

United State of America: McGraw-Hill. McClellan, KJ., Spencer, CM. 1998. Levobupivacaine. Drugs 56: 355-62 Misirlioglu, K., Sivrikaya, G.U., Hanci A., Yalcinkaya A. 2013. Intrathecal low-dose

levobupivacaine and bupivacaine combined with fentanyl in a randomized controlled study for caesarean section: blockade characteristics, maternal and neonatal effects. Hippokratia 17 (3): 262-7

Mulroy M.F. 2002. Systemic toxicity and cardiotoxicity from local anesthetics:

Incidence and preventive measures. Regional Anesthesia and Pain Medicine 27 (6): 556-61

Nostrand, J.V. 2014. Local anesthetics. (serial online), [cited 2014 Oct. 30].

Available from: URL: http://www.powershow.com/view/95d6b-N2ZjN/Local_Anesthetics_powerpoint_ppt_presentation

Parpaglioni, R., Frigo, M.G., Lemma, A., Sebastiani, M., Barbati, G. 2006. Minimum

local anaesthetic dose (MLAD) of intrathecal levobupivacaine and ropivacaine for Caesarean section. Anaesthesia 61: 110-5

Parpaglioni, R., Baldassini, B., Barbati, G., Celleno, D. 2009. Adding sufentanyl to

levobupivacaine or ropivacaine intrathecal anaesthesia affects the minimum local anaesthetic dose required. Acta Anaesthesiologica Scandinavica 53(9): 1214-20

Sell, A., Olkkola, K.T., Jalonen, J., Aantaa, R. 2005. Minimum effective local

anaesthetic dose of isobaric levobupivacaine and ropivacaine administered via a spinal catheter for hip replacement surgery. Br J Anaesth 94: 239-42

Stoelting, R.K., Hiller, S.C. 2006. Pharmacology & Physiology in Anesthetic

Practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Page 109: yosephine ervina

Subasi, D., Ekinci, O., Kuplay, Y. 2012. Comparison of intrathecal hyperbaric bupivacaine and levobupivacaine with fentanyl for caesarean section. Göztepe Tıp Dergisi 27(1): 22-9

Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2006. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi

ke-2, CV Sagung Seto, Jakarta.

Tsen, L.C. 2009. Anesthesia for Cesarean Delivery. In: Chestnut, D.H., Polley, L.S., Tsen, L.C., Wong, C.A., editor. Chestnut’s Obstetric Anesthesia: principles and Practice, 4th Ed. Philadelphia. Mosby Elsevier. p.521

Viscomy, C.M. 2004. Pharmacology of Local Anesthetics. In: Rathmell.J.P., Neal

J.M., Viscomy C.M., editor. Regional Anesthesia: The requisites in anesthesiology, 1th Ed. Philadelphia. Mosby Elsevier. p.20

Valenzuela, C., Snyders, D.J., Bennett, P.B., Tamargo, J., Hondeghem, L.M. 1995. Stereoselective block of cardiac sodium channel by bupivacaine in guinea pig ventricular myocytes. Circulation 92(10): 3014-24

Wlody, D. 2003. Complications of regional anesthesia in obstetrics. Clin ObstetGynecol 46(3): 667-78

Wong, C.A., Nathan, N., Brown, D.L. 2009. Spinal, Epidural, and Caudal

Anesthesia: Anatomy, Physiology, and Technique. In: Chestnut, D.H., Polley, L.S., Tsen, L.C., Wong, C.A., editor. Chestnut’s Obstetric Anesthesia: principles and Practice, 4th Ed. Philadelphia. Mosby Elsevier. p 223

Xu, L., Guo, Q.L., Yan, Q. 2005. Isobaric and Hyperbaric Local Anesthetic Used In

Spinal Anesthesia. Reg Anaesth 03: 325-7

Page 110: yosephine ervina

Lampiran 1

Page 111: yosephine ervina

Lampiran 2

Page 112: yosephine ervina

Lampiran 3

RINCIAN INFORMASI

Perbandingan waktu pulih hambatan motorik antara pemberian

Levobupivakain 0,5% 10 mg dengan Bupivakain 0,5% 10 mg pada Seksio

Sesarea dengan Anestesi Blok Subarakhnoid di RS Sanglah Denpasar

Di RS Sanglah Denpasar saat ini tengah dilakukan penelitian oleh tim peneliti

dari Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu pulih hambatan motorik antara

pemberian Levobupivakain 0,5% 10 mg dengan Bupivakain 0,5% 10 mg pada Seksio

Sesarea dengan Anestesi Blok Subaraknoid.

Obat anestesi lokal diberikan secara blok subaraknoid pada seksio sesarea untuk

memberikan analgesia dan relaksasi yang adekuat. Setelah pemberian obat anestesi

lokal subarakhnoid kami evaluasi waktu pulih terhadap hambatan motorik yang dapat

berbeda pada setiap obat anestesi lokal tersebut. Penelitian-penelitian sejenis yang

pernah dilakukan di luar negeri dengan dosis obat seperti kelompok A maupun

kelompok B dan menunjukkan hasil yang baik untuk memberikan waktu pulih yang

lebih cepat pada operasi seksio sesarea. Mengingat efek samping pemberian obat

anestesi lokal secara subarakhnoid seperti hipotensi sangat tergantung dosis dan cara

pemberian, maka menurunkan dosis obat anestesi lokal menjadi 10 mg merupakan

upaya mengurangi gejolak hemodinamik dan tetap menjaga hambatan motorik yang

adekuat pada seksio sesarea dengan blok subarakhnoid.

Kepada semua pasien akan diberikan perlakuan yang sama, sesuai dengan

prosedur pelaksanaan dimana pemberian obat anestesi lokal melalui ruang

subarakhnoid akan diberikan sesuai kelompoknya. Demikian pula mengenai

penanganan bila terjadi komplikasi maupun efek samping yang timbul akan diberikan

Page 113: yosephine ervina

pengobatan sesuai standar terbaik yang ada, tanpa membedakan berdasarkan

kelompok perlakuannya.

Keuntungan yang bisa dirasakan oleh pasien yang ikut serta dalam penelitian ini

adalah biaya obat yang digunakan akan ditanggung oleh peneliti. Disamping itu

pasien akan dievaluasi, diawasi secara cermat sebelum, selama dan sesudah tindakan

oleh peneliti.

Semua data dari penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak

mungkin orang lain akan menghubungkannya dengan Anda. Anda diberikan

kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menanyakan semua hal yang belum jelas

tentang penelitian ini kepada peneliti.

Bagi semua pasien yang akan menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesi

blok subarakhnoid di ruang operasi Instalasi Gawat Darurat dan ruang operasi

Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah diharapkan bisa ikut serta dalam penelitian ini.

Tidak ada paksaan untuk ikut atau menolak diikutsertakan dalam penelitian ini. Bila

Ibu (atau Suami pasien) bersedia diikutsertakan dalam penelitian ini, kami ucapkan

banyak terima kasih dan bila tidak bersedia, kami akan tetap akan memberikan

pelayanan sebagaimana mestinya.

Hormat kami,

Peneliti

(dr. Yosephine Ervina)

Catatan : Nomer telpon peneliti yang dapat dihubungi 081340475070 / 0361-3603917

Page 114: yosephine ervina

Lampiran 4

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UJI KLINIK

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : …………………………………………………………….. Umur/kelamin : ………………tahun, L / P Alamat : …………………………………………………………….. Pekerjaan : …………………………………………………………….. Nomor telp. :…………………………………………………………….. Nomor KTP/SIM : …………………………………………………………….. Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat dan resiko penelitian ini serta semua pertanyaan saya telah dijawab dengan jelas oleh peneliti, dengan ini memberikan :

PERSETUJUAN Untuk ikut serta/mengikutsertakan saya sendiri*/ istri* saya: Nama : …………………………………………………………….. Umur/kelamin : ………………tahun, L / P Alamat : …………………………………………………………….. Pekerjaan : …………………………………………………………….. Nomor telp. :…………………………………………………………….. Nomor KTP/SIM : …………………………………………………………….. Dalam penelitian di kamar operasi Instalasi Gawat Darurat atau di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar, yang berjudul: Perbandingan waktu pulih hambatan motorik antara pemberian Levobupivakain 0,5% 10 mg dengan Bupivakain 0,5% 10 mg pada Seksio Sesarea dengan Anestesi Blok Subarakhnoid di RS Sanglah Denpasar. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Denpasar, .......................2014 Penanggung jawab penelitian, Yang membuat pernyataan, (dr. Yosephine Ervina) (……………………….........) Saksi: 1 …………………..(dari pihak RS Sanglah) 2 …………………..(dari pihak keluarga) * Lingkari & coret yang lain

Page 115: yosephine ervina

Lampiran 5

LEMBAR PENELITIAN

Perbandingan Waktu Pulih Hambatan Motorik antara pemberian Levobupivakain 0,5% 10 mg dengan Bupivakain 0,5% 10 mg pada Seksio

Sesarea dengan Anestesi Blok Subarakhnoid di RS Sanglah Denpasar

Data Umum

1. No. Rekam medis : ……………………………… No. sampel : ………….

2. Nama Pasien : ………………………………………………….……….

3. Umur Pasien : ……………………………………………….....……….

4. Umur kehamilan : ................................................................................

6. Tanggal Operasi : ……………………………………………….………….

Data Khusus

1. Diagnosis : ………………………………………………………….....

3. Berat badan : …… kg, Tinggi badan : ……. cm, IMT : …….. kg/m2

4. Status Fisik ASA : ………………………………………………………….......

Cara Kerja

1. Kelengkapan identitas dan persetujuan tindakan diperiksa kembali di ruang

persiapan kamar operasi.

2. Dilakukan pemasangan kateter intravena G18 dan diberikan premedikasi

metokloperamid 10 mg dan ranitidin 50 mg intravena ± 30 menit sebelum

tindakan pembedahan

3. Diberikan cairan prehidrasi Ringer Laktat 10 ml/kgBB sebelum dilakukan blok

subaraknoid secara infus cepat dan pasien disiapkan ke kamar operasi.

Page 116: yosephine ervina

4. Di kamar operasi dilakukan pemasangan alat monitor tekanan darah non invasif,

EKG dan pulse oksimetri.

5. Pasang O2 nasal kanul 2 L/mnt.

6. Posisikan pasien lateral dekubitus kiri dengan posisi meja datar, satu bantal di

kepala.

7. Dengan teknik steril dilakukan blok subarakhnoid pada ruang lumbal (L3-4 atau

L4-5) pendekatan median atau paramedian, memakai jarum spinal G 27. Setelah

diyakini jarum spinal masuk kedalam ruang subarakhnoid, yang ditandai oleh

keluarnya liquor yang jernih, diinjeksikan obat anestesi lokal Bupivakain 0,5% 10

mg atau Levobupivakain 0,5% 10 mg blok subarakhnoid dilakukan oleh residen

anestesi semester enam ke atas.

8. Setelah blok subarakhnoid selesai, pasien diposisikan telentang dengan satu

bantal di kepala dan posisi meja operasi sedikit dimiringkan ke kiri ± 15°.

9. Dievaluasi ketinggian blok sensoris dengan metode pinprick pada garis

midklavikula dengan jarum G 23, diharapkan ketinggian blok sensorik setinggi

dermatom thorakal 6.

10. Selanjutnya dilakukan pencatatan waktu dimulainya hambatan motorik (Skor

Modifikasi Bromage = 3).

11. Bila terjadi hipotensi (penurunan TDS ≥ 20% nilai awal atau penurunan TAR ≥

10% nilai awal) diberikan ephedrin 5 mg intravena, dapat diulang sampai tercapai

batas normal tekanan darah.

12. Tindakan seksio sesarea dengan insisi uterus melintang pada bagian bawah rahim

dikerjakan setelah ketinggian blok subarakhnoid tercapai.

13. Setelah bayi lahir, seorang residen anestesi memberikan oksitosin bolus intravena

10 IU secara perlahan. Segera setelah pemberian bolus dilanjutkan dengan

pemberian oksitosin kontinyu 0,04 IU/menit dengan cara melarutkan oksitosin 20

IU dalam cairan Ringer Laktat 500 ml tetesan rumatan.

13. Plasenta kemudian dilahirkan dengan traksi tali pusat terkontrol oleh operator.

Page 117: yosephine ervina

14. Setelah luka operasi ditutup dan pasien dibersihkan, pasien dipindahkan ke ruang

pulih. Jumlah cairan yang diberikan selama operasi dan adanya kejadian

komplikasi lainnya seperti mual, muntah dan menggigil selama operasi dicatat

pada lembar yang sudah disediakan.

20. Bila terjadi komplikasi :

• Hipotensi (penurunan TDS ≥ 20% nilai dasar atau penurunan TAR ≥ 10%

nilai dasar) diberikan ephedrin 5 mg intravena, dapat diulang sampai tercapai

batas normal tekanan darah.

• Mual dan atau muntah diberikan ondansetron 4 mg intravena.

• Menggigil, berikan bolus pelan petidin 25 mg intravena.

21. Untuk analgesia pasca operasi diberikan fentanyl kontinyu 0,25 mcg/kgBB/jam

(dengan syringe pump) dan bolus ketorolak 3 x 30 mg intravena.

22. Di ruang pulih, pasien dicatat waktu pulih blok motorik, yaitu skor modifikasi

bromage = 0

22. Semua hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang sudah disediakan

Page 118: yosephine ervina

Lampiran 6

PENCATATAN HASIL EVALUASI

Tabel Waktu Mulai dan Waktu Pulih Blok Motorik

Variabel tergantung Waktu

Skor Bromage 3 Pk.

Skor Bromage 0 Pk.

Tabel Respon Kardiovaskuler

Waktu dari mulai blok motorik sampai pulih blok motorik :...........................menit Hambatan sensorik setinggi............. Pemberian ephedrin setelah pemberian obat anestesi lokal intratekal: menit ke-..... Efek samping lainnya: - Mual : YA/TIDAK* Terapi:........................

- Muntah : YA/TIDAK* Terapi:........................

- Menggigil : YA/TIDAK* Terapi:........................

Jumlah cairan yang diberikan selama operasi : Kristaloid ........ml + Koloid.......ml Perkiraan jumlah perdarahan selama operasi : .........................ml *Lingkari & coret yang lain

Nilai dasar

Setelah pemberian Bupivakain 0,5% 10 mg atau Levobupivakain 0,5% 10 mg

Menit ke-1

Menit ke-2

Menit ke-3

Menit ke-4

Menit ke-5

Menit ke-7

Menit ke-10

Menit ke-12

Menit ke-15

Menit ke-20

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

TAR (mmHg)

Page 119: yosephine ervina
Page 120: yosephine ervina
Page 121: yosephine ervina
Page 122: yosephine ervina

Lampiran 8

HASIL ANALISIS SPSS

KLP

Case Processing Summary

KLP

Cases

Valid Missing

N Percent N

Umur (Tahun) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

BB (Kg) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

TB (cm) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

IMT Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

Page 123: yosephine ervina

Case Processing Summary

KLP

Cases

Missing Total

Percent N Percent

Umur (Tahun) Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

BB (Kg) Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

TB (cm) Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

IMT Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

Page 124: yosephine ervina

Descriptives

KLP Statistic Std. Error

Umur

(Tahun)

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Mean 28.86 .818

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 27.20

Upper Bound 30.52

5% Trimmed Mean 28.90

Median 29.00

Variance 24.066

Std. Deviation 4.906

Minimum 18

Maximum 39

Range 21

Interquartile Range 6

Skewness -.097 .393

Kurtosis -.075 .768

Bupivakain 0,5%

10mg

Mean 28.92 .917

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 27.06

Upper Bound 30.78

5% Trimmed Mean 28.67

Median 28.50

Page 125: yosephine ervina

Variance 30.250

Std. Deviation 5.500

Minimum 20

Maximum 45

Range 25

Interquartile Range 6

Skewness .618 .393

Kurtosis .909 .768

BB

(Kg)

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Mean 64.22 1.262

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 61.66

Upper Bound 66.79

5% Trimmed Mean 64.10

Median 64.50

Variance 57.378

Std. Deviation 7.575

Minimum 45

Maximum 82

Range 37

Interquartile Range 5

Skewness .414 .393

Page 126: yosephine ervina

Kurtosis .914 .768

Bupivakain 0,5%

10mg

Mean 68.61 2.054

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 64.44

Upper Bound 72.78

5% Trimmed Mean 67.38

Median 68.50

Variance 151.902

Std. Deviation 12.325

Minimum 50

Maximum 120

Range 70

Interquartile Range 11

Skewness 2.228 .393

Kurtosis 8.066 .768

TB

(cm)

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Mean 156.03 1.069

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 153.86

Upper Bound 158.20

5% Trimmed Mean 156.42

Median 156.00

Variance 41.113

Std. Deviation 6.412

Page 127: yosephine ervina

Minimum 136

Maximum 165

Range 29

Interquartile Range 10

Skewness -.867 .393

Kurtosis 1.240 .768

Bupivakain 0,5%

10mg

Mean 156.06 1.246

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 153.53

Upper Bound 158.58

5% Trimmed Mean 156.16

Median 155.00

Variance 55.883

Std. Deviation 7.475

Minimum 142

Maximum 170

Range 28

Interquartile Range 15

Skewness -.145 .393

Kurtosis -.894 .768

IMT Levobupivakain

0,5% 10 mg

Mean 26.4115 .51755

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 25.3609

Page 128: yosephine ervina

Upper Bound 27.4622

5% Trimmed Mean 26.1521

Median 25.3906

Variance 9.643

Std. Deviation 3.10530

Minimum 22.31

Maximum 35.56

Range 13.24

Interquartile Range 4.08

Skewness 1.321 .393

Kurtosis 1.572 .768

Bupivakain 0,5%

10mg

Mean 28.1825 .74279

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 26.6746

Upper Bound 29.6905

5% Trimmed Mean 27.8693

Median 27.5550

Variance 19.863

Std. Deviation 4.45674

Minimum 21.48

Maximum 41.52

Range 20.04

Page 129: yosephine ervina

Interquartile Range 6.17

Skewness 1.003 .393

Kurtosis 1.334 .768

Durasi

(menit)

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Mean 108.75 1.996

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 104.70

Upper Bound 112.80

5% Trimmed Mean 108.64

Median 110.00

Variance 143.393

Std. Deviation 11.975

Minimum 75

Maximum 140

Range 65

Interquartile Range 14

Skewness .049 .393

Kurtosis 1.877 .768

Bupivakain 0,5%

10mg

Mean 152.00 3.302

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 145.30

Upper Bound 158.70

5% Trimmed Mean 151.94

Median 157.50

Page 130: yosephine ervina

Variance 392.571

Std. Deviation 19.813

Minimum 120

Maximum 185

Range 65

Interquartile Range 31

Skewness -.014 .393

Kurtosis -1.349 .768

Tests of Normality

KLP

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic

Umur (Tahun) Levobupivakain 0,5% 10 mg .081 36 .200* .986

Bupivakain 0,5% 10mg .104 36 .200* .961

BB (Kg) Levobupivakain 0,5% 10 mg .237 36 .000 .925

Bupivakain 0,5% 10mg .222 36 .000 .805

TB (cm) Levobupivakain 0,5% 10 mg .177 36 .006 .923

Bupivakain 0,5% 10mg .134 36 .099 .948

IMT Levobupivakain 0,5% 10 mg .174 36 .008 .883

Page 131: yosephine ervina

Bupivakain 0,5% 10mg .102 36 .200* .937

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg .208 36 .000 .934

Bupivakain 0,5% 10mg .166 36 .014 .925

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Tests of Normality

KLP

Shapiro-Wilk

df Sig.

Umur (Tahun) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .917

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .233

BB (Kg) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .018

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .000

TB (cm) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .015

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .093

IMT Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .001

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .040

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .034

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .018

Page 132: yosephine ervina

T-Test

Group Statistics

KLP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Umur (Tahun) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 28.86 4.906 .818

Bupivakain 0,5% 10mg 36 28.92 5.500 .917

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of

Means

F Sig. t df

Umur (Tahun) Equal variances assumed .123 .727 -.045 70

Equal variances not assumed -.045 69.104

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference

Umur (Tahun) Equal variances assumed .964 -.056 1.228

Equal variances not assumed .964 -.056 1.228

Page 133: yosephine ervina

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Umur (Tahun) Equal variances assumed -2.505 2.394

Equal variances not assumed -2.506 2.395

Mann-Whitney Test

Ranks

KLP N Mean Rank Sum of Ranks

BB (Kg) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 32.18 1158.50

Bupivakain 0,5% 10mg 36 40.82 1469.50

Total 72

TB (cm) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 36.94 1330.00

Bupivakain 0,5% 10mg 36 36.06 1298.00

Total 72

IMT Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 31.86 1147.00

Bupivakain 0,5% 10mg 36 41.14 1481.00

Total 72

Page 134: yosephine ervina

Test Statisticsa

BB (Kg) TB (cm) IMT

Mann-Whitney U 492.500 632.000 481.000

Wilcoxon W 1158.500 1298.000 1147.000

Z -1.766 -.182 -1.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .077 .856 .060

a. Grouping Variable: KLP

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ASA * KLP 72 100.0% 0 .0% 72 100.0%

umur kehamilan kategori * KLP 72 100.0% 0 .0% 72 100.0%

Page 135: yosephine ervina

ASA * KLP

Crosstab

KLP

Levobupivakain 0,5%

10 mg

Bupivakain 0,5%

10mg Total

ASA 1 Count 21 25 46

% within KLP 58.3% 69.4% 63.9%

2 Count 15 11 26

% within KLP 41.7% 30.6% 36.1%

Total Count 36 36 72

% within KLP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .963a 1 .326

Continuity Correctionb .542 1 .462

Likelihood Ratio .966 1 .326

Fisher's Exact Test .462 .231

Linear-by-Linear Association .950 1 .330

N of Valid Cases 72

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.

Page 136: yosephine ervina

ASA * KLP

Crosstab

KLP

Levobupivakain 0,5%

10 mg

Bupivakain 0,5%

10mg Total

ASA 1 Count 21 25 46

% within KLP 58.3% 69.4% 63.9%

2 Count 15 11 26

% within KLP 41.7% 30.6% 36.1%

Total Count 36 36 72

b. Computed only for a 2x2 table

Page 137: yosephine ervina

umur kehamilan kategori * KLP

Crosstab

KLP

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Bupivakain 0,5%

10mg Total

umur kehamilan kategori Preterm Count 2 2 4

% within KLP 5.6% 5.6% 5.6%

Aterm Count 34 34 68

% within KLP 94.4% 94.4% 94.4%

Total Count 36 36 72

% within KLP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .000a 1 1.000

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 1.000

Fisher's Exact Test 1.000 .693

Linear-by-Linear Association .000 1 1.000

N of Valid Cases 72

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.

Page 138: yosephine ervina

Crosstab

KLP

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Bupivakain 0,5%

10mg Total

umur kehamilan kategori Preterm Count 2 2 4

% within KLP 5.6% 5.6% 5.6%

Aterm Count 34 34 68

% within KLP 94.4% 94.4% 94.4%

Total Count 36 36 72

b. Computed only for a 2x2 table

Page 139: yosephine ervina

KLP

Case Processing Summary

KLP

Cases

Valid Missing

N Percent N

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 100.0% 0

Bupivakain 0,5% 10mg 36 100.0% 0

Case Processing Summary

KLP

Cases

Missing Total

Percent N Percent

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg .0% 36 100.0%

Bupivakain 0,5% 10mg .0% 36 100.0%

Page 140: yosephine ervina

Descriptives

KLP Statistic

Std.

Error

Durasi

(menit)

Levobupivakain 0,5% 10 mg Mean 108.75 1.996

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 104.70

Upper Bound 112.80

5% Trimmed Mean 108.64

Median 110.00

Variance 143.393

Std. Deviation 11.975

Minimum 75

Maximum 140

Range 65

Interquartile Range 14

Skewness .049 .393

Kurtosis 1.877 .768

Bupivakain 0,5% 10mg Mean 152.00 3.302

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 145.30

Upper Bound 158.70

5% Trimmed Mean 151.94

Page 141: yosephine ervina

Median 157.50

Variance 392.571

Std. Deviation 19.813

Minimum 120

Maximum 185

Range 65

Interquartile Range 31

Skewness -.014 .393

Kurtosis -1.349 .768

Tests of Normality

KLP

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg .208 36 .000 .934

Bupivakain 0,5% 10mg .166 36 .014 .925

a. Lilliefors Significance Correction

Page 142: yosephine ervina

Tests of Normality

KLP

Shapiro-Wilk

df Sig.

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 .034

Bupivakain 0,5% 10mg 36 .018

Mann-Whitney Test

Ranks

KLP N Mean Rank Sum of Ranks

Durasi (menit) Levobupivakain 0,5% 10 mg 36 19.36 697.00

Bupivakain 0,5% 10mg 36 53.64 1931.00

Total 72

Test Statisticsa

Durasi (menit)

Mann-Whitney U 31.000

Wilcoxon W 697.000

Z -6.982

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Page 143: yosephine ervina

Test Statisticsa

Durasi (menit)

Mann-Whitney U 31.000

Wilcoxon W 697.000

Z -6.982

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: KLP

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Efek Samping * KLP 72 100.0% 0 .0% 72 100.0%

Efek Samping * KLP Crosstabulation

KLP

Levobupivakain

0,5% 10 mg

Bupivakain

0,5% 10mg Total

Efek Samping Tidak ada Count 15 19 34

% within KLP 41.7% 52.8% 47.2%

Page 144: yosephine ervina

Hipotensi Count 6 4 10

% within KLP 16.7% 11.1% 13.9%

Mual Count 3 6 9

% within KLP 8.3% 16.7% 12.5%

Mengigil Count 12 7 19

% within KLP 33.3% 19.4% 26.4%

Total Count 36 36 72

% within KLP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 3.186a 3 .364

Likelihood Ratio 3.225 3 .358

Linear-by-Linear

Association

1.264 1 .261

N of Valid Cases 72

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 4.50.