8
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu makanan yang menjadi sumber protein masyarakat di dunia, selain karena rasanya yang enak, juga karena kandungan gizinya yang tinggi. Daging mengandung berbagai zat nutrient makanan lainnya yang cukup lengkap diantaranya lemak, mineral, dan karbohidrat. Kandungan tersebut menjadikan daging mudah mengalami kerusakan (perishable), khususnya oleh aktivitas mikroorganisme karena zat nutrien makanan tersebut merupakan substrat untuk kehidupan mikroorganisme. Pasar tradisional merupakan salah satu tempat dimana daging dijual langsung kepada konsumen baik tanpa diolah maupun telah mengalami proses pengolahan. Pada proses penjualan maupun distribusi daging di pasar terjadi interaksi antara daging dengan lingkungan pasar maupun penjamah makanan baik itu penjual, distributor ataupun pembeli. Interaksi tersebut dapat meningkatkan resiko kontaminasi bakteri pada daging. Hal ini diperparah dengan perilaku sebagian besar masyarakat di Indonesia yang masih belum menerapkan prinsip higien dalam penanganan bahan pangan asal hewan. Mikroba pathogen yang terdapat pada daging dapat menyebabkan terjadinya penyakit foodborne disease. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Kandungan mikroba pada daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995). Adanya cemaran bakteri dalam daging dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Pengujian terhadap cermaran mikroba yang telah dilakukan dibeberapa kota di Indonesia, menunjukkan mikroba pada bahan pangan asal ternak terdeteksi sebagian melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sepertiyang tercantum dalam SNI No. : 01 6366-2000 (Batas Maksimum E. Coli 5 x 101 CFU/gr). Hal ini mengindikasikan belum maksimalnya penerapan aspek sanitasi dan hygiene dalam pengelolaan bahan pangan asal ternak, yang berkaitan dengan perilaku maupun kebiasaan masyarakat terutama warga pasar ( pedagang, pembeli). Pencemaran E.coli perlu diwaspadai karena jenis bakteri ini dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Hubbert and Hagstad, 1991). Mengingat tingginya resiko kontaminasi bakteri E.coli pada bahan pangan di pasar tradisional maka perlu diketahui apakah korelasi dari perilaku masyarakat dalam penanganan bahan pangan asal hewan dengan tingkat kontaminasi bakteri E.coli pada daging yang dijual di pasar tradisonal. Hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang perlakuan yang benar terhadap daging sapi mempengaruhi tingkat kontaminasi bakteri pada daging yang dijual di pasar terutama bakteri E.coli.

Yulinar (Tugas Koasistensi Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas lab kesmavet

Citation preview

  • 1

    PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu makanan yang menjadi sumber protein masyarakat di dunia, selain karena rasanya yang enak, juga karena kandungan gizinya yang tinggi. Daging mengandung berbagai zat nutrient makanan lainnya yang cukup lengkap diantaranya lemak, mineral, dan karbohidrat. Kandungan tersebut menjadikan daging mudah mengalami kerusakan (perishable), khususnya oleh aktivitas mikroorganisme karena zat nutrien makanan tersebut merupakan substrat untuk kehidupan mikroorganisme. Pasar tradisional merupakan salah satu tempat dimana daging dijual langsung kepada konsumen baik tanpa diolah maupun telah mengalami proses pengolahan. Pada proses penjualan maupun distribusi daging di pasar terjadi interaksi antara daging dengan lingkungan pasar maupun penjamah makanan baik itu penjual, distributor ataupun pembeli. Interaksi tersebut dapat meningkatkan resiko kontaminasi bakteri pada daging. Hal ini diperparah dengan perilaku sebagian besar masyarakat di Indonesia yang masih belum menerapkan prinsip higien dalam penanganan bahan pangan asal hewan. Mikroba pathogen yang terdapat pada daging dapat menyebabkan terjadinya penyakit foodborne disease. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Kandungan mikroba pada daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995). Adanya cemaran bakteri dalam daging dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Pengujian terhadap cermaran mikroba yang telah dilakukan dibeberapa kota di Indonesia, menunjukkan mikroba pada bahan pangan asal ternak terdeteksi sebagian melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sepertiyang tercantum dalam SNI No. : 01 6366-2000 (Batas Maksimum E. Coli 5 x 101 CFU/gr). Hal ini mengindikasikan belum maksimalnya penerapan aspek sanitasi dan hygiene dalam pengelolaan bahan pangan asal ternak, yang berkaitan dengan perilaku maupun kebiasaan masyarakat terutama warga pasar ( pedagang, pembeli). Pencemaran E.coli perlu diwaspadai karena jenis bakteri ini dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia (Hubbert and Hagstad, 1991).

    Mengingat tingginya resiko kontaminasi bakteri E.coli pada bahan pangan di pasar tradisional maka perlu diketahui apakah korelasi dari perilaku masyarakat dalam penanganan bahan pangan asal hewan dengan tingkat kontaminasi bakteri E.coli pada daging yang dijual di pasar tradisonal. Hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang perlakuan yang benar terhadap daging sapi mempengaruhi tingkat kontaminasi bakteri pada daging yang dijual di pasar terutama bakteri E.coli.

  • 2

    Rumusan Masalah Proses handling sangat berpengaruh terhadap tingkat kontaminasi

    bakteri E.coli pada daging sapi dan produk olahannya di tingkat pasar tradisional, dan untuk meminimalisirnya bagaimana seharusnya proses handling pada daging sapi dan produk olahannya di pasar tradisional. Tujuan

    Menjelaskan pengaruh proses handling terhadap tingkat kontaminasi bakteri E.coli dan bagaimana seharusnya proses handling yang higienis pada daging sapi produk olahannya di tingkat pasar tradisional. Manfaat

    Mahasiswa dapat memberikan informasi tentang proses handling pada daging sapi dan produk olahannya untuk meminimalisir tingkat kontaminasi bakteri E.coli di tingkat pasar tradisional.

  • 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pengaruh Proses Handling Daging Sapi terhadap cemaran E. coli di Tingkat Pasar Tradisional

    Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dikonsumsi serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998). Daging merupakan urat yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari ternak yang sehat sewaktu dipotong (Badan Standarisasi Nasional, 1995). Komponen utama daging terdiri dari otot, jaringan lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin) serta epitel pembuluh darah dan syaraf (Aberle et al., 2001). Pasar tradisional diartikan sebagai tempat berkumpulnya sejumlah penjual dan pembeli dimana terjadi transaksi jual beli barang-barang yang ada disana. Proses perpindahan hak milik barang terjadi setelah penjual dan pembeli mencapai kesepakan harga, pasar yang demikian disebut juga pasar konkret/sandang (Winardi,1992). Dengan terjadinya perkembangan perekonomian maka pasar tradisional cenderung mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman dari waktu ke waktu. Saat ini berbagai komoditas telah dijual di pasar salah satunya adalah bahan pangal asal hewan, salah satunya adalah daging dan produk olahannya. Bakteri E. coli merupakan bakteri enterik yang hidup normal di saluran pencernaan. Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk basil dan termasuk golongan bakteri fakultatif anaerob. Bakteri E. coli dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan gastrointestinal. Gangguan tersebut diakibatkan oleh adanya toksin atau racun yang diproduksi oleh bakteri E. coli. Bakteri E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. adalah beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging. Kandungan mikroba pada daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995). Bakteri ini tersebar di seluruh dunia. Bakteri E. coli dapat menghasilkan toksin yang spesifik sesuai strain. Toksin tersebut dapat meracuni saluran pencernaan. Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri E. coli disebut colibacilosis. Dalam mikrobiologi pangan Escherichia coli disebut sebagai bakteri indikator sanitasi (Supardi dan Sukamto, 1999). Menurut Hussein (2006) toxin bakteri E. coli yang terdapat pada pada daging sapi dan produk olahannya telah mencapai kadar yang mengkhawatirkan. Kasus outbreak keracunan Shiga-toxin yang diproduksi oleh E. coli mencapai 146 kasus di Amerika Serikat dalam kurun waktu 23 tahun. Di Indonesia sebagai contoh menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahimma (2012) tingkat cemaran bakteri E. coli pada daging sapi di sepanjang rantai distribusi daging di Kota Padang melebihi standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia tahun 2008 yang menetapkan BMCM bakteri E. coli sebesar 1 x 101 CFU/gr. Masih di

  • 4

    Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Bontong dkk (2012) menunjukkan bahwa kontaminasi pada olahan daging sapi tradisional yaitu sei pada kota Kupang sudah mealampaui batas yang ditetapkan oleh SNI yaitu < 3 MPN /gram. Selain itu beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa bakteri E.coli O157:H7 telah menyebabkan beberapa kasus diare akibat konsumsi daging yang diperoleh dari pasar tradisional. Infeksi E.coli O157:H7 yang patogen pada manusia yaitu yang bersifat verotoksigenik yang telah menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (Food Borne Diseases) dan 900 orang meninggal per tahun di AS, dengan perkiraan kerugian $ 200,000 hingga $ 600,000 (Sartika, Indrawani, Sudiarti, 2005)). Kejadian wabah tunggal pada tahun 1993 di Western AS telah menyebabkan 700 orang menderita sakit dan 4 orang meninggal. Pengaruh Proses Handling yang Higiene Terhadap Bahan Pangan Penanganan pangan (food handling) adalah proses penanganan makanan dan bahan pangan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan penyajian (KEPMENKES No.1098 Tahun 2003). Penentuan mutu dan kualitas pangan dari persiapan sampai pengolahan dipengaruhi oleh proses ini. Proses tersebut menyangkut metode yang digunakan dalam penanganan daging mulai dari persiapan produk, pembersihan, pengangkutan ke penjual lalu sampai di tangan konsumen. Proses penanganan terdiri dari beberapa aspek penting. Aspek tersbut diantaranya adalah kebersihan personal dari penjamah makanan atau food handler. Kebersihan personal dari penjamah pangan meliputi kesehatan dan kebersihan tubuh. Hal tersebut harus dilakukan karena sumber utama penularan penyakit berasal makanan (foodborn ilness) adalah pencemaran bahan pangan yang berasal dari manusia. Sumber pencemaran tersebut berasal dari tangan, kuku, nafas, rambut, feses dan keringat (Griffit, 2006). Kebersihan personal dapat dijaga dengan melakukan pembersihan segala sesuatu yang melekat pada tubuh, pembersihan terhadap alat yang akan digunakan, pembersihan terhadap tempat pengolahan, dan pembersihan terhadap hasil pengolahan. Sebagai contoh dengan melakukan cuci tangan sebelum atau sesudah kontak dengan bahan pangan, menggunakan baju dan peralatan khusus saat melakukan processing bahan pangan dengan resiko cemaran yang tinggi, misalnya saat proses penyembelihan hewan.

  • 5

    PEMBAHASAN

    Daging merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang bersifat perishable, dimana memiliki resiko tinggi tercemar berbagai macam hazard terutama bakteri. Proses pengambilan sampai penyajian daging merupakan proses yang penting untuk menjamin kebersihan dan kelayakan bahan pangan sampai di tangan konsumen. Proses pengambilan daging dimulai dari penyembelihan sampai penjualan kepada konsumen. Di Indonesia proses penjualan daging sebagian besar dilakukan di pasar tradisional.

    Pasar tradisional yang kondisinya belum memenuhi standar kesehatan berpotensi menyebarkan berbagai jenis penyakit, baik penyakit zoonosis (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) seperti flu burung maupun penyakit yang ditularkan melalui bahan pangan (food borne disease/FBD). Pasar tradisional yang terdapat di Indonesia sebagian besar kondisinya masih kotor dan sebagian besar bahkan hampir seluruh masyarakat pasar ( penjual, pembeli) masih belum menerapkan prinsip-prinsip higien pada bahan pangan. Hal tersebut merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tingkat cemaran bakteri pada bahan pangan terutama daging masih tinggi.

    Proses transportasi dan handling daging di pasar tradisional dilakukan oleh jagal, penjual atau distributor. Handling dan transportasi daging merupakan titik kritis dimana rentan terjadi cemaran bakteri yang dapat berasal dari manusia ataupun lingkungan. Kebersihan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses penanganan dan transportasi daging merupakan hal yang mutlak untuk dijamin. Kondisi inilah yang masih belum dapat dilaksanakan secara optimal di pasar tradisional, dimana kebanyakan warga yang berinteraksi di pasar tidak mengindahkan kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan.

    Kondisi warga di lingkungan pasar tradisional yang sebagian besar belum bersih menyebabkan bakteri tumbuh subur di berbagai tempat di lingkungan pasar. Hal ini diperparah dengan tidak terjaminnya personal higiene dari penjual, pembeli maupun orang-orang yang berinteraksi dengan daging maupun produk olahan yang dijual di pasar. Salah satu bakteri yang sering mencemari bahan pangan adalah bakteri Escherichia coli yang hampir bisa ditemui pada bahan pangan asal hewan. Bakteri E. coli yang mengkontaminasi daging dapat berasal dari penjamah pangan dalam hal ini bisa penjual daging, jagal, atau pembeli yang tidak menjaga kebersihan personalnya. Sumber kontaminasi lain adalah peralatan, lingkungan dan alat transportasi yang kurang bersih. Mengingat di pasar tradisional masih sangat sulit untuk benar-benar menjamin kebersihan manusia, peralatan serta lingkungan yang berinteraksi dengan produk pangan asal hewan. Menurut Koohmaraie et al (2007) manifestasi bakteri E. coli dapat diminimalisir dengan melakukan beberapa intervensi pada proses handling baik sebelum penyembelihan maupun pasca penyembelihan. Hal tersebut diantaranya adalah dengan melakukan pencucian pada karkas dengan menggunakan wash cabinet. Hal tersebut dilakukan pasca

  • 6

    penyembelihan untuk meminimalisir kontaminasi bakteri E. coli pada karkas pasca penyembelihan. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin terhadap cemaran bakteri pada masing-masing tempat yang berhubungan dengan daging baik itu pengolahan maupun penjualan yang tentunya dilakukan oleh pihak yang berwenang dalm hal ini adalah dinas peternakan atau dinas kesehatan setempat yang bekerjasama dengan stakeholder seperti dinas pasar. Proses tersebut bisa dilakukan namun membutuhkan biaya yang tidak sedikit namun cukup efektif dapat menjaga dan meminimalisir kontaminasi bakteri E. coli pada daging maupun produk olahannya Proses pencegahan kontaminasi yang paling penting adalah penjagaan personla higiene dari para penjamah makanan. Hal tersebut merupakan hal utama yang mutlak untuk dilakasanakan. Proses penjagaan tersebut dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum maupun sesudah memegang daging. Kebersihan tangan food handler sangat penting dalam keamanan pangan. Tangan dari pekerja yang terinfeksi mikroorganisme atau yang menangani makanan tercemar dapat memindahkan mikroorganisme ke makanan lain pada saat memegang atau menangani. Mencuci tangan dengan benar dapat memutus rute penyebaran mikroorganisme melalui tangan ke makanan. Oleh sebab itu, cuci tangan merupakan prosedur baku yang penting yang harus dilakukan food handler yang akan mempersiapkan atau mengolah pangan. Selain itu proses menjaga kebersihan lingkungan pasar, peralatan, kios penjual daging dan alat transportasi juga merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan dalam rangka mencegah terjadinya kontaminasi bakteri E. coli pada daging sapi dan produk olahannya di pasar tradisional.

  • 7

    KESIMPULAN

    Cemaran bakteri E. coli pada daging dan produk olahannya di pasar tradisional masih cukup tinggi. Tingginya kontaminasi tersebut disebabkan oleh tidak terjaganya kebersihan lingkungan pasar dan personal higiene dari para penjamah makanan yang melakukan proses handling pada daging mulai proses penyiapan sampai proses penjualan kepada konsumen. Hal ini bisa dicegah dengan menjamin kebersihan penjamah makanan dan lingkungan serta peralatan dan juga dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi secara berkala terhadap cemaran mikrobologi di setiap proses penanganan daging.

  • 8

    REFERENSI

    Bontong, R.A. , Mahatmi, H., Suada, I.K.,. 2012. Kontaminasi Bakteri Escherichia Coli Pada Daging Sei Sapi Yang Dipasarkan Di Kota Kupang. Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) : 699 711

    Griffith, Christopher J. 2006. Food safety: where from and where to?.

    British Food Journal Vol. 108 No. 1, 2006 pp. 6-15 Hussein, H.S. 2006. Prevalence and pathogenicity of Shiga toxin-

    producing Escherichia coli in beef cattle and their products. J ANIM SCI 2007, 85:E63-E72.

    Jay , J. M. Modern Food Microbiology fifth edition. Chapman and Hall Johnson, J R et. al . 2005. Antimicrobial-Resistant and Extraintestinal

    Pathogenic Escherichia coli in Retail Foods. Koohmaraie, M., et al. 2007. Interventions to reduce/eliminate Escherichia

    coli O157:H7 in ground beef. Roman L. Hruska US Meat Animal Research Center, ARS, USDA

    Mukartini, S., C. Jehne, B. Shay, and C.M.L. Harper. 1995. Microbiological

    status of beef carcass meat in Indonesia. J. Food Safety 15: 291303.

    Pan American Health Organization. 2003. Zoonoses and Comunicable Disease Common to Man and Animal. Volume I Bacterioses and Mycoses.

    Rahimma, S. 2012. Kontaminasi Bakteri Escherichia Coli Pada Daging

    Sapi Sepanjang Rantai Distribusi Di Kota Padang . Universitas Andalas. Padang

    Sartika, R.A.D, Indrawani, Y.M., Sudiarti, T. 2005. Analisis Mikrobiologi

    Escherichia Coli O157:H7Pada Hasil Olahan Hewan Sapi Dalam Proses Produksinya. Universitas Indonesia : MAKARA, KESEHATAN, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2005: 23-28.