81
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON PADA BULAN AGUSTUS 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Yurilla Istyaningrum NIM: 107103001719 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M

Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

  • Upload
    bagus

  • View
    65

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

DENGAN KEJADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR

RISIKO PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN

DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN

CILEGON PADA BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Yurilla Istyaningrum

NIM: 107103001719

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M

Page 2: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 07 Oktober 2010

Yurilla Istyaningrum

Page 3: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN

BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON PADA BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (SKed)

Oleh :

Yurilla Istyaningrum

NIM: 107103001719

Pembimbing

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M

Page 4: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12

BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON PADA

BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Yurilla Istyaningrum (NIM:

107103001719), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan pada 07 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada Program Studi

Pendidikan Dokter.

Jakarta, 07 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang dan Pembimbing Penguji

Dr. Riva Auda, SpA, MKes Dr. Yanti Susianti, SpA

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd DR.dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM

Page 5: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

v

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia yang telah diberikan. Dengan selalu memohon ridlo Allah SWT, pada

akhirnya penelitian dengan judul “HUBUNGAN PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12

BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON BULAN

AGUSTUS 2010” dapat terselesaikan.

Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit

bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak terhitung jumlah dukungan

yang penulis terima dalam penyelesaian penelitian ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, Drs. H. Achmad Ghalib, MA, dan

Dra. Farida Hamid, MPd, selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi dukungan serta senantiasa

memberikan semangat agar terus berjuang demi tercapainya cita-cita menjadi

seorang dokter muslim.

2) DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi PSPD dan untuk

semua dosen saya, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan

kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di

PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga dapat menambah

wawasan dan daya pikir kritis dalam setiap aktivitas sehari-hari, baik dalam

lingkup pengembangan institusi maupun dalam kehidupan masyarakat, rasa

hormat saya atas segala yang telah mereka berikan.

3) Dr. Riva Auda, SpA MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan mulai dari awal penulisan hingga akhir penulisan penelitian ini di

tengah kesibukan beliau.

4) Drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD

2007 yang selalu mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset.

Page 6: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

vi

5) Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberi motivasi, doa, serta nasihat

dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih karena telah begitu sabar

mendidikku menjadi seorang pribadi yang tangguh.

6) Kakak dan Adik tersayang yang telah menemani perjalanan hidupku.

7) Kader-kader Posyandu Kelurahan Bendungan yang telah membantu demi

terselesaikannya penelitian ini.

8) Kelompok Risetku, Nurhidayati, Lydia Amaliya, Karina Astari, Emilia, dan

Hilya.

9) Teman-teman Kesmas terutama Zulfa M dan Hafifatul Auliya Rahmi yang

telah membantu mengajari statistika.

10) Seluruh teman dan sahabat di: PSPD 2005-2010 terutama PSPD 2007, LDK

UIN Syahid, KOMDA FKIK, CIMSA (khususnya SCOPE), FULDFK se-

Indonesia, DPM FKIK, dan semua teman yang saya kenal. Terima kasih

kalian telah membuat kehidupan saya indah dan bermakna. Kenangan bersama

kalian takkan pernah kulupakan. Semoga Allah SWT senantiasa memberi

barokah dalam setiap aktivitas kita.

Sukses selalu untuk kita semua.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 07 Oktober 2010

Penulis

Page 7: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

vii

ABSTRAK

Nama : Yurilla Istyaningrum

Program Studi : Pendidikan Dokter

Judul : HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA

6-12 BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN

KECAMATAN CILEGON PADA BULAN AGUSTUS

2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI

Eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif potong lintang. Subyek penelitian adalah seluruh

bayi yang berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan Cilegon dengan

menggunakan simple random sampling. Subyek akan diklasifikasikan menjadi 2

kelompok yaitu kelompok yang mendapat ASI Eksklusif dan tidak. Riwayat diare

ditanyakan pada setiap orang tua bayi. Data dianalisis menggunakan Statistical

Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows dengan uji statistik chi

square. Subyek penelitian berjumlah 106 bayi, terdiri dari 56 bayi yang

mendapatkan ASI Eksklusif dan 50 bayi tidak. 56 bayi yang mendapat ASI

eksklusif terdiri dari 7 bayi yang mengalami diare dan 49 bayi tidak mengalami

diare sedangkan 50 bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif terdiri dari 33

bayi yang mengalami diare dan 17 bayi tidak mengalami diare. Ada hubungan

yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare dengan

nilai p 0,000 (p<0,05).

Kata kunci:

ASI eksklusif, kejadian diare, dan bayi 6-12 bulan.

Page 8: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

viii

ABSTRACT

Name : Yurilla Istyaningrum

Study Program : Medical Education

Title : CORRELATION EXCLUSIVE BREASTFEEDING

WITH DIARRHEA IN BABIES 6-12 MONTHS AT

BENDUNGAN CILEGON AGUSTUS 2010

This study aim to determine the correlation between exclusive breastfeeding with

the incidence of diarrhea in babies 6-12 months. This was a cross sectional

descriptive study. Subjects were babies 6-12 months in Bendungan district,

Cilegon, using simple random sampling. Subjects would be classified into two

groups that one group had exclusive breast feeding and the other hadn’t. The

parent was asked about history of diarrhea. Data were analyzed using the

Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows, with chi square

test. The subjects consisted of 106 babies, including 56 babies that had exclusive

breastfeeding and 50 others hadn’t. The 56 babies that had exclusive breastfeeding

consists of 7 babies who had diarrhea and 49 babies who hadn’t diarrhea and 50

others that hadn’t exclusive breastfeeding consist of 33 babies who had diarrhea

and 17 babies who hadn’t diarrhea. There is a significant relationship between

exclusive breastfeeding and the incidence of diarrhea with p 0,000 (p<0,05).

Key words:

Exclusive breastfeeding, diarrhea, and baby 6-12 months

Page 9: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

ABSTRAK….. ................................................................................................

ABSTRACT.....................................................................................................

vii

viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................

xii

xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………

1.3. Hipotesis .........................................................................................

4

4

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1. Definisi Diare ................................................................................. 6

2.2. Klasifikasi Diare ........................................................... ..………... 6

2.3. Etiologi Diare ........................................ ………………………… 7

2.4. Epidemiologi Diare......................................................................... 10

2.5. Patofisiologi Diare.......................................................................... 11

2.6. Manifestasi Klinis Diare ................................................................ 14

2.7. Faktor Risiko Diare.........................................................................

2.8. Diagnosis Diare...............................................................................

2.9. Dampak Diare.................................................................................

2.10. Klasifikasi Dehidrasi.......................................................................

2.11. Tata laksana Diare...........................................................................

2.12. Pencegahan Diare............................................................................

2.13. Pengertian ASI dan ASI eksklusif...................................................

2.14. Stadium dan Komposisi ASI...........................................................

2.15. Manfaat menyusui dan Keunggulan ASI........................................

2.16. Unsur Nutrisi ASI............................................................................

2.17. Faktor Kekebalan ASI.....................................................................

2.18. ASI dan Sistem Pertahanan Saluran Cerna.....................................

2.19. ASI dan Gangguan Saluran Cerna..................................................

2.20. Peran ASI dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare.............

2.21. Susu Formula..................................................................................

2.22. Komposisi Zat Gizi Susu Formula..................................................

2.23. Kerugian Air Susu Buatan..............................................................

2.24. Kerangka Konsep............................................................................

2.25. Definisi Operasional.......................................................................

14

14

15

16

17

22

23

23

25

26

28

31

31

31

33

34

34

35

36

Page 10: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

x

BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 37

3.1. Desain Penelitian ............................................................................ 37

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 37

3.3. Populasi Penelitian ......................................................................... 37

3.4. Sampel Penelitian............................................................................ 38

3.5. Kriteria Penelitian ........................................................................... 39

3.6. Cara Kerja ....................................................................................... 39

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ............................ 42

4.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 42

4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 43

4.3. Hasil Analisis Univariat.................................................................. 44

4.4. Hasil Analisis Bivariat.................................................................... 48

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 52

5.1. Simpulan ........................................................................................ 52

5.2. Saran ............................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 53

LAMPIRAN .................................................................................................... 56

Page 11: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.5.1. Penyebab Diare Sekretorik..................................................... 11

Tabel 2.5.2. Penyebab Diare osmotik......................................................... 12

Tabel 2.10.1. Klasifikasi Keparahan Diare ................................................. 16

Tabel 2.11.1. Jumlah Oralit Dalam 4 Jam Pertama..................................... 19

Tabel 2.14.1. Komposisi ASI....................................................................... 25

Tabel 2.25.1.

Tabel 3.3.1.

Definisi Operasional...............................................................

Posyandu Kelurahan Bendungan...........................................

36

37

Tabel 4.2.2.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Sasaran........... 43

Tabel 4.3.1.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif..... 44

Tabel 4.3.2.1.

Tabel 4.3.2.2.

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.......................

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut

Kejadian Diare.......................................................................

44

45

Tabel 4.3.3.1.

Tabel 4.3.3.2.

Distribusi Sampel Berdasarkan Umur....................................

Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Menurut Kejadian

Diare......................................................................................

45

46

Tabel 4.3.4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Diare..................... 47

Tabel 4.3.5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian Kolostrum.......... 47

Tabel 4.3.6.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Pembersihan Puting Susu

Sebelum Menyusui .................................................................

47

Tabel 4.3.7.1.

Tabel 4.4.1.

Tabel 4.4.2.

Tabel 4.4.3.

Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Cuci Tangan

Sebelum Menyusui atau menyiapkan makanan/minuman

lain selain ASI.........................................................................

Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

dan Kejadian Diare di Kelurahan Bendungan Tahun

2010..................................................................................

Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu.....................

Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu menurut

Kejadian Diare..................................................................

48

49

51

51

Page 12: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.11.1. Rencana Terapi C.................................................................... 21

Gambar 2.24.1. Kerangka konsep .................................................................... 35

Page 13: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ASI Air Susu Ibu

KLB Kejadian Luar Biasa

SKRT Survey Kesehatan Rumah Tangga

ETEC Enterotoksigenik E.coli

EIEC Enteroinvasive E.coli

SIgA Secretory Immunoglobulin A

IgA Immunoglobulin A

IgE Immunoglobulin E

IgG Immunoglobulin G

MCK Mandi, Cuci, Kakus

Page 14: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed consent

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Output Analisis Univariat

Lampiran 4 Output Analisis Bivariat

Page 15: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan

berubahnya frekuensi konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. (Hartanti H,

2002; WHO, 2005 ) Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas pada bayi dan balita di negara yang sedang berkembang. WHO

memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta

diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. (Adisasmito

W, 2007) Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan

penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42 % dibanding pneumonia 24 %,

untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2 % dibanding

pneumonia 15,5 %. (Juffrie M dkk, 2009) Data dari profil kesehatan Indonesia tahun

2008 dilaporkan terjadinya KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita

sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR sebesar 2,48%.

(Departemen Kesehatan RI, 2008) Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal

setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2

pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.

Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada

bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko menurut faktor anak yang

berperan dalam kejadian diare adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif.

(Adisasmito W, 2007) Pemberian ASI eksklusif pada bayi dan balita sangat

berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Menyusui memberikan pengaruh yang

baik bagi pencegahan penyakit infeksi dan perkembangan anak dibandingkan dengan

susu botol. (Imtiaz Y dan Saleem M, 2010) ASI mengandung sebagian besar air

sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu lagi

mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara

panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula

Page 16: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

2

lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya

diare pada bayi yang mendapat susu formula. (Roesli U dan Yohmi E, 2008)

Menyusui secara drastis dapat menurunkan kematian dari penyakit infeksi dan diare,

yang merupakan dua pembunuh utama anak-anak. (UNICEF, 2010) ASI dapat

memproteksi bayi dengan dua mekanisme yaitu ASI dapat menurunkan atau

mengeliminasi paparan dari bakteri patogen yang ditransmisikan melalui makanan

dan minuman serta ASI mengandung faktor antimikrobial dan substansi lain yang

dapat memperkuat sistem imun dan melindungi sistem pencernaan bayi yang baru

lahir. (Morgan dan Dickerson, 2002)

Menyusui yang optimal pada bayi dibawah usia 2 tahun mempunyai dampak

potensial paling besar bagi ketahanan anak dari semua intervensi pencegahan.

Menyusui dengan potensial mencegah 1,4 juta kematian pada anak dibawah 5 tahun

di negara berkembang. (UNICEF, 2010) .Bayi yang menerima susu bubuk atau susu

sapi ditambah dengan ASI mempunyai 4,2 kali risiko kematian akibat diare

dibandingkan dengan bayi yang tidak menerima susu buatan, sedangkan bayi yang

tidak menerima ASI mempunyai angka 14,2 kali lebih tinggi. Menyusui dapat

menurunkan risiko kematian akibat diare sebanyak 20 %. (Victoria C dkk, 1988)

Menyusui eksklusif untuk 6 bulan pertama dapat menurunkan diare sebanyak 3 kali

dan pneumonia sebanyak 2,5 kali. (Imtiaz Y dan Saleem M, 2010) Di Peru, bayi yang

mendapat susu buatan atau makanan padat ditambah dengan ASI memiliki prevalensi

diare 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mendapat asi eksklusif.

Hasil yang sama juga dilaporkan di Filipina. (Billoo G dan Ahmed S, 2010) Dari hasil

pengamatan pada praktik lapangan, bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan

frekuensi terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai bulan ke-6

bayi jarang defekasi dan sering menjadi keluhan ibu yang datang ke klinik karena

bayinya tidak defekasi lebih dari 3 hari. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk

ASI dapat terserap oleh sistem pencernaan bayi. Pada kelompok bayi yang mendapat

susu tambahan lebih sering mengalami diare. (Purwanti H, 2004)

Pemberian ASI secara baik dan benar tetap dilanjutkan sampai bayi berumur 24

bulan (2 tahun) selain membantu memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh

Page 17: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

3

terhadap penyakit infeksi seperti diare, ASI juga dapat menjalin kasih sayang antara

ibu dan anak. ASI merupakan ungkapan kasih sayang Allah sekaligus anugerah yang

luar biasa terhadap setiap bayi yang terlahir ke muka bumi. Seperti yang terdapat di

dalam Al Qur’an, Surat Al-Baqarah : 233 tentang ASI

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

melihat apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon

pada bulan Agustus 2010. Peneliti memilih lokasi penelitian di Cilegon, hal ini

disebabkan angka kejadian diare pada bayi di daerah tersebut cukup tinggi.

Page 18: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

4

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon

pada bulan Agustus tahun 2010 ?

1.3. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah maka hipotesis yang dapat

diajukan yaitu: Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare

pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon. Bayi

yang diberi ASI eksklusif angka kejadian diarenya lebih rendah dibandingkan dengan

yang tidak diberi ASI eksklusif.

1.4. Tujuan dan Manfaat

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Mengetahui adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan,

Kecamatan Cilegon pada bulan Agustus tahun 2010.

Tujuan Khusus:

Diketahuinya pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 6-12 bulan di

Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.

Diketahuinya kejadian diare pada bayi berusia 6-12 bulan di

Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.

Diketahuinya perbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI

eksklusif dengan yang tidak diberi ASI eksklusif pada bayi berusia

6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.

Page 19: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

5

1.4.2. Manfaat Penelitian

Bagi peneliti:

Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program

sarjana kedokteran.

Bagi institusi:

Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah mengenai hubungan

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi.

Menjadi landasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

ASI eksklusif dan diare.

Bagi masyarakat:

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang pentingnya ASI

eksklusif dalam pencegahan penyakit terutama dalam pencegahan penyakit

seperti diare.

Page 20: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare

Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan

berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. (Hartanti H, 2002;

WHO, 2005; Juffrie M dkk, 2009 ) Menurut pengertian lain diare adalah buang air

besar yang tidak normal dimana terdapat perubahan konsistensi menjadi lembek/cair

dan perubahan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Garnadi Y dkk, 2000) Buang

air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah. (Sudoyo AW, 2009)

Menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare

akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak

dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. (Sudoyo AW, 2009). Sedangkan diare

persisten adalah diare akut dengan atau tanpa darah yang berlangsung selama 14 hari

atau lebih. (Juffrie M dkk, 2009)

2.2. Klasifikasi Diare

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Lama waktu diare : akut atau kronik.

2. Mekanisme patofisiologis : osmotik atau sekretorik dll.

3. Ada atau tidak adanya infeksi : diare infeksi spesifik atau diare non spesifik.

4. Penyebab organik atau tidak : organik atau fungsional.

5. Organ yang terkena infeksi : diare enteral atau parenteral. (Suharyono, 2008;

Sudoyo AW, 2009)

Page 21: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

7

2.3. Etiologi Diare

a. Faktor infeksi

Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya dapat

diidentifikasi dari 25 % tinja penderita diare akut. (Garnadi Y dkk, 2000) Beberapa

kuman patogen ini adalah penyebab penting diare akut di semua negara berkembang

yaitu:

1. Virus

Rotavirus

Rotavirus merupakan penyebab paling sering dari gastroenteritis akut pada anak-

anak dibawah 5 tahun. Rotavirus banyak menyebabkan dehidrasi dan

dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi dibandingkan agen yang lain.

Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20%-80% anak di

dunia. Merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per

tahunnya di seluruh dunia. Sekitar sepertiga anak umur kurang dari 2 tahun

pernah mengalami episode diare karena Rotavirus. Rotavirus diduga menyebar

melalui kontak langsung. Akibat infeksi Rotavirus ini, pada usus terjadi

kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi sel-sel radang pada lamina propria,

pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan bentuk mikrovilli yang

tidak teratur. (Garnadi Y dkk, 2000; Robinson dan Roberton, 2003 ; Juffrie M dkk,

2009)

2. Bakteri

Enterotoksigenik E.coli (ETEC)

ETEC adalah penyebab penting diare cair akut pada orang dewasa dan anak-

anak di negara berkembang. ETEC tidak masuk ke dalam mukosa usus dan diare

yang terjadi disebabkan karena toksin yang dihasilkan. (Garnadi Y dkk, 2000)

Page 22: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

8

Shigella sp

Shigella ada dua bentuk yaitu bentuk diare cair dan bentuk disentri. Infeksi

Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik

sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis,

tenesmus ani, serta tinja yang berlendir dan berdarah. Patogenesis terjadinya

diare oleh Shigella sp ini ialah karena kemampuannya mengadakan invasi ke

epitel sel mukosa usus. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel

polimorfonuklear (PMN) dan kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul tukak

kecil-kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah, plasma

protein, sel darah putih masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja.

(Garnadi Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)

Enteroinvasive E.coli (EIEC)

Strain ini juga dapat menimbulkan diare berlendir dan darah, karena sifat

invasif dari strain tersebut yang dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga

terjadi kerusakan dari mukosa usus. Diare yang disebabkan oleh EIEC ditandai

dengan demam, tenesmus, serta darah dan lendir dalam tinjanya. (Garnadi Y dkk,

2000; Suharyono, 2008)

Salmonella sp

Salmonella yang paling sering menimbulkan diare yang paling sering pada

anak ialah S.paratyphi A, B, dan C. Patogenesis Salmonella sp ini seperti halnya

Shigella dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat

dijumpai lendir. Separuh dari kasus-kasus dilaporkan menjadi baik dalam

beberapa hari, sedang sebagian lainnya diare berlangsung terus tanpa

mempengaruhi keadaan umum penderita. (Garnadi Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)

Vibrio cholera

Vibrio cholera ada 2 macam yaitu cholera klasik dan cholera ElTor. Klinis sukar

dibedakan, ada yang mengatakan yang klasik lebih parah tetapi ada yang

Page 23: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

9

mengatakan sama saja. Vibrio cholera menyebabkan diare yang hebat. (Garnadi

Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)

3. Parasit

Infeksi parasit pada diare meliputi Criptosporidium, Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, Balantidium coli, Ascaris, Trichuris, dan Strongiloides. Diare

akibat parasit – parasit ini menyebabkan diare cair yang bertahan lebih dari satu

minggu. Manifestasi klinis lainnya dapat berupa nyeri abdomen, demam,

anoreksia, dan nausea. (Robinson dan Roberton, 2003)

b. Malabsorbsi laktosa

Malabsorbsi karbohidrat, gejalanya ditandai dengan muntahnya anak setiap

mengkonsumsi karbohidrat, feses yang sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering

diare maka pertumbuhan pada anakakan terganggu . (Asnil P dkk, 2003)

c. Keracunan makanan atau minuman

Keracunan dapat berasal dari bahan-bahan kimia maupun dari bakteri.

Gastroenteritis yang terjadi biasanya ringan meskipun dapat menjadi berat dengan

gejala nyeri perut, diare berat, dehidrasi, dan syok. (Asnil P dkk, 2003)

d. Penurunan kekebalan tubuh (immunodefisiensi)

Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipatgandanya bakteri atau flora usus dan jamur

terutama Candida. Faktor risiko seperti immunodefisiensi kongenital, human

immunodeficiency virus (HIV), kanker, dan kemoterapi kanker juga dapat

menyebabkan diare. (Asnil P dkk, 2003)

e. Alergi

Alergi juga dapat menyebabkan diare, terutama alergi terhadap protein.

Umumnya dialami oleh anak yang menderita celiac disease yaitu sistem

pencernaannya yang hipersensitif terhadap gluten (jenis protein yang terkandung di

dalam biji-bijian). (Asnil P dkk, 2003)

Page 24: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

10

2.4. Epidemiologi

Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

utama di Indonesia karena:

Masih tingginya angka kesakitan (bersama-sama dengan infeksi saluran

pernapasan akut dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi).

Diare menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh (dehidrasi yang cepat)

sehingga menimbulkan kematian bila tidak mendapat pertolongan yang tepat.

Beberapa etiologi diare misalnya kolera dapat menimbulkan KLB. (Myrnawati,

2004)

Penyakit diare merupakan satu dari penyebab morbiditas dan mortalitas anak-

anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 milyar episode penyakit dan 3-5 juta

kematian tiap tahunnya. Di United States tiap tahun, 20-35 juta episode dari diare

terjadi pada 16,5 juta anak lebih dari 5 tahun. (Behrman R, Kliegman R, dan Jenson

H, 2004) Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan

menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering

menimbulkan KLB. (Adisasmito W, 2007)

Mekanisme utama dari transmisi patogen diare dari orang ke orang yaitu melalui

rute fekal-oral atau oleh pencernaan dari makanan atau minuman yang terkontaminasi.

Di negara yang sedang berkembang, prevalensi yang tinggi dari penyakit diare

merupakan kombinasi dari sumber air tercemar, kekurangan protein, dan kalori yang

menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. (Suharyono, 2008)

Enteropatogen yang menginfeksi seperti Shigella, G. lamblia, C. parvum, and E.

histolytica dapat ditransmisikan oleh kontak orang ke orang. Faktor yang

kemungkinan meningkatkan infeksi dengan enteropatogen meliputi defisiensi imun,

campak, malnutrisi, area endemik, tidak minum ASI, terpapar oleh kondisi sanitasi

buruk, ingesti dari makanan atau minuman terkontaminasi, serta tingkat pendidikan

ibu. (Behrman R, Kliegman R, dan Jenson H, 2004)

Page 25: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

11

2.5. Patofisiologi Diare

a. Proses sekretorik

Proses ini terjadi karena dihasilkannya enterotoksin oleh kuman, zat metabolik,

atau sumber toksin dari luar. Enterotoksin merangsang sekresi air dan elektrolit oleh

sel-sel kripta dari mukosa usus halus. Proses tersebut melalui pengaktifan adenyl

siklase dan peningkatan sekresi aktif cairan dan elektrolit dari sel kripta ke lumen

usus halus. Proses ini juga melibatkan prostaglandin. Dengan mekanisme yang belum

jelas. Enterotoksin juga menghambat reabsorpsi cairan dan elektrolit oleh sel-sel villi

usus halus. Proses ini terjadi pada infeksi oleh Vibrio cholera, ETEC, Shigella

stadium awal, Clostridium sp, Slamonella sp, Campylobacter sp, dan Stafilococcus sp.

Manifestasi klinisnya yaitu diare disertai dengan muntah, tidak ada demam,

namun cepat menyebabkan dehidrasi. Diare yang disebabkan oleh ETEC berlangsung

lebih singkat daripada kolera, sehingga penggunaan antibiotika tidak atau kurang

berguna. Infeksi karena ETEC biasanya berlangsung selama 2-3 hari. (Garnadi Y dkk,

2000)

Tabel 2.5.1. Penyebab Diare Sekretorik

Penyebab Diare Sekretorik

Aktivasi dari cyclic adenosine monophosphate

- Toksin bakteri: enterotoksin kolera, Escherichia coli (heat-labile), Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Pseudomonas aeruginosa

- Hormon : Peptida vasoaktif intestinal, gastrin, sekretin

- Anion surfaktan: asam empedu, asam ricinoleat Aktivasi dari cyclic guanosine monophosphate

- Toksin bakteri: enterotoksin E. coli toksin tahan panas (heat-stable), toksin

Yersinia enterocolitica

Calcium-dependent

- Toksin bakteri:enterotoksin Clostridium difficile

- Neurotransmiter: asetilkolin, serotonin

- Agen parakrin: bradikinin

Dikutip dari Pickering LK, Snyder J. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Saunders : Elsevier

Mosby; 2004. p 1277.

b. Proses invasif

Pada proses ini ditandai dengan terjadinya kerusakan atau destruksi sel-sel

mukosa villi usus halus, sering disebabkan oleh invasi virus. Setelah sel mengalami

Page 26: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

12

lisis, vili memendek sehingga luas permukaan untuk absorbsi berkurang. Selain itu

infeksi Rotavirus dapat menyebabkan aktivitas enzim laktase dan disakaridase lain,

sehingga menyebabkan gangguan penyerapan disakarida. Sementara itu sel kripta

yang berfungsi sekretorik tidak banyak terganggu, dengan demikian hasil akhir

adalah penurunan absorbsi dan sekresi relatif bertambah sehingga terjadi diare yang

bersifat cair.

Manifestasi klinisnya adalah tinja cair tanpa berdarah, demam tidak terlalu tinggi,

disertai batuk pilek dan muntah. (Garnadi Y dkk, 2000)

c. Proses osmotik

Diare osmotik disebabkan oleh adanya bahan non-absorbsi di traktus

gastrointestinal. Proses ini sering terlihat pada sindroma malabsorbsi, meskipun

sebenarnya secara fungsional terjadi pula pada diare karena proses sekretorik dan

invasif, yaitu terjadi terdapat penurunan kemampuan absorbsi cairan dan nutrien

secara normal.

Manifestasi klinisnya adalah demam, eritem natum, perut kembung (distensi

abdomen), tinja asam (clinitest +), dan diare cair. (Granadi Y dkk, 2000; Behrman R,

Kliegman R, dan Jenson H, 2004)

Tabel 2.5.2. Penyebab Diare Osmotik

Penyebab Diare Osmotik

Malabsorpsi dari nutrien air terlarut

Malabsopsi dari glukosa-galaktosa

- Kongenital

- Didapat

Defisiensi disakarida

- Kongenital

- Didapat

Masukan berlebihan dari cairan karbonat

Masukan berlebihan dari cairan tidak terlarut

- Sorbitol

- Magnesium

- Hidroksida

Dikutip dari Pickering LK, Snyder J. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Saunders : Elsevier

Mosby; 2004. p 1279.

Page 27: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

13

d. Proses disenterik

Pada proses ini terjadi peradangan pada mukosa dari ileum terminal dan usus

besar. Peradangan ini terjadi akibat invasi bakteri patogen, terjadi edema mukosa,

perdarahan, dan infiltrasi lekosit. Absorbsi cairan, yang merupakan fungsi utama usus

besar dapat menurun. Iritasi pada usus besar dapat menyebabkan peningkatan

frekuensi defekasi dan sering disertai tenesmus. Bakteri yang sering menjadi

penyebab adalah Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter jejuni, dan beberapa

jenis E.coli (EIEC). (Garnadi Y dkk, 2000)

e. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit.

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif natrium

(Na+), kalium (K

+), adenosine triphosphate-ase (ATP-ase) di enterosit dan absorbsi

Na+ dan air yang abnormal. Dalam keadaan normal transpor aktif Na

+ K

+ ATP-

ase berfungsi antara lain untuk penyerapan glukosa, asam amino dan ion Cl-. Bentuk

diare ini antara lain berupa diare klorida kongenital dan kelainan transpor Na+ usus.

(Behrman R, Kliegman R, Jenson H, 2004; Sudoyo AW, 2009)

f. Motilitas dan waktu transit usus abnormal.

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga

menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Akibatnya tidak semua jumlah

nutrien dapat dicerna atau diserap dengan baik di usus halus. Penyebab gangguan

motilitas antara lain diabetes melitus, pasca reseksi lambung, vagotomi, dan

hipertiroid. (Behrman R, Kliegman R, Jenson H, 2004; Sudoyo AW, 2009)

g. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal yang disebabkan

adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus. Dapat

disebabkan antara lain oleh infeksi dan penyakit seliaka. Pada penyakit seliaka,

pasien memiliki kepekaan terhadap gluten/gliadin (komponen gandum/padi-padian)

sehingga apabila usus terpajan gluten akan memicu respons imun antara lain

datangnya sel B dan sel plasma di usus halus dan sel limfosit di lambung. Akibatnya

terjadi kerusakan enterosit yang mengakibatkan pendataran vilus/berkurangnya luas

permukaan penyerapan. (Sudoyo AW, 2009)

Page 28: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

14

2.6. Manifestasi klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah, demam, tenesmus,

hematokezia, nyeri perut, dan kejang perut. Mula-mula bayi /anak menjadi cengeng,

gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang. Tinja makin cair,

mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-

hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya

lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang

terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. (Asnil P dkk,

2003)

2.7. Faktor risiko diare

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan enteropatogen:

a. Tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi sejak lahir sampai usia 4-6 bulan.

b. Tidak cukup tersedianya air bersih.

c. Tercemarnya air oleh tinja.

d. Tidak ada / kurangnya sarana MCK (mandi, cuci, kakus).

e. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.

f. Cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis.

g. Menggunakan botol susu yang kurang bersih. (Markum AH, 1997; Garnadi Y dkk,

2000)

Beberapa faktor risiko pejamu yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu

terhadap enteropatogen diantaranya malnutrisi, imunodefisiensi, imunodepresi,

rendahnya kadar asam lambung, peningkatan motilitas usus, serta faktor genetik.

(Markum AH, 1997; Garnadi Y dkk, 2000)

2.8. Diagnosis diare

Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:

Persistensinya.

Etiologinya.

Derajat dehidrasinya. (Juffrie M dkk, 2009)

Page 29: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

15

2.9. Dampak Diare

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)

Mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis

metabolik dan hipokalemia). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak

daripada pemasukan. Dehidrasi pada diare dapat menyebabkan kematian.

2. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat

terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Pada penderita diare

terjadi pengeluaran cairan yang berlebihan sedangkan pemasukan makanan berkurang.

3. Gangguan sirkulasi darah

Dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa

disertai dengan muntah. Akibatnya perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan

asisosis metabolik bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran

menurun, dan bila tak cepat diobati dapat meninggal.

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3 % dari anak-anak yang menderita diare. Gejala-

gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,

berkeringat, pucat, syok, kejang, sampai koma. (Asnil P dkk, 2003; Sudoyo AW,

2009)

Page 30: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

16

2.10. Klasifikasi Keparahan Dehidrasi Pada Anak-anak Dengan Diare Untuk

Dehidrasi

Tabel 2.10.1. Klasifikasi Dehidrasi Pada Anak-anak Dengan Diare Untuk Dehidrasi

Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana

Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

tanda-tanda berikut:

Letargis atau tidak sadar.

Mata cekung.

Tidak bisa minum atau

malas minum.

Cubitan kulit perut

kembalinya sangat

lambat.

Jika tidak ada klasifikasi berat

lainnya: beri cairan untuk

dehidrasi berat (rencana terapi

C).

Jika anak juga mempunyai

klasifikasi berat lainnya :

- Rujuk segera dan selama

dalam perjalanan ibu diminta

terus memberi larutan oralit

sedikit demi sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap

memberi ASI.

Jika ada kolera di daerah

tersebut, beri obat antibiotik

untuk kolera.

Dehidrasi

ringan/sedang

Terdapat dua atau lebih dari

tanda-tanda berikut :

Gelisah, rewel, atau

mudah marah.

Mata cekung.

Haus, minum dengan

lahap.

Cubitan kulit perut

kembalinya lambat.

Beri cairan dan makanan sesuai

rencana terapi B.

Jika anak juga mempunyai

klasifikasi berat lainnya :

- Rujuk segera ke rumah sakit

dan selama dalam perjalanan

ibu diminta terus memberi

larutan oralit sedikit demi

sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap

member ASI.

Nasihati ibu kapan harus

kembali segera.

Kunjungan ulang setelah 5 hari

bila tidak ada perbaikan.

Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda

dehidrasi Beri cairan dan makanan sesuai

rencana terapi A.

Nasihati ibu tentang kapan

harus kembali segera.

Kunjungan ulang setelah 5 hari

bila tidak ada perbaikan.

Page 31: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

17

a. Jika ada diare 14 hari atau lebih

Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana

Diare persisten berat Ada dehidrasi Atasi dehidrasi sebelum dirujuk,

kecuali bila anak juga mempunyai

klasifikasi berat lain.

Rujuk.

Diare persisten Tanpa dehidrasi Nasihati ibu tentang cara

pemberian makan pada anak

dengan diare persisten.

Kunjungan ulang setelah 5 hari.

Dikutip dari Pocket Book of Hospital Care for Children (WHO). Switzerland: WHO Press ; 2005.

Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2005.

b. Jika ada darah dalam tinja

Klasifikasi untuk diare jika ada darah dalam tinja yaitu disentri. Tata laksana

yang diberikan adalah antibiotik yang sesuai dengan Shigella selama 5 hari serta

kunjungan ulang setelah 2 hari. (WHO, 2005)

2.11. Tata laksana diare

a. Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi

Rencana terapi A

1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan kepada ibu :

- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan

tambahan yang utama.

- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang

sebagai tambahan.

- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan

berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air

tajin atau air matang).

Page 32: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

18

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :

- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam kunjungan

ini.

- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus

oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus

diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari:

- Sampai umur 2 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar

- 2 tahun atau lebih 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar

Katakan kepada ibu :

- Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari

mangkuk/cangkir/gelas.

- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan

lebih lambat.

- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

2. Berikan suplemen zink

Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan

- Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari.

- ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari.

Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink

- Untuk bayi, tablet dapat dilarutkan dengan sedikit air matang, ASI,

atau oralit.

- Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang

atau oralit.

3. Lanjutkan pemberian makan/ASI.

4. Kapan harus kembali.

Page 33: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

19

Rencana terapi B

Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.

Tabel 2.11.1 Jumlah Oralit Dalam 3 jam Pertama

Umur * Sampai 4 bulan 4 -12 bulan 12 - 24 bulan 2 - 5 tahun

Berat badan < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Dalam ml 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400

*Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit

yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam

kg) dikalikan 75.

- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas berikan.

- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga

100-200 ml air matang sampai periode ini.

2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:

Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas.

Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih

lambat.

Lanjutkan ASI selama anak mau.

3. Setelah 3 jam :

Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.

Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika

masih di klinik.

Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI selama

bayi mau.

4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :

Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.

Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk

menyelesaikan 3 jam pengobatan.

Page 34: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

20

Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus

sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.

Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :

- Berikan cairan tambahan.

- Berikan suplemen zink.

- Lanjutkan pemberian makan.

- Kapan harus kembali. (WHO, 2005; Depkes RI, 2005)

Rencana terapi C

Ikuti tanda panah. Jika jawaban “Ya”, lanjutkan kekanan. Jika “tidak”, lanjutkan

kebawah.

Page 35: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

21

Gambar 2.11.1. Rencana Terapi C

Dikutip dari Pocket Book of Hospital care for children (WHO). Switzerland: WHO Press ; 2005. Buku Bagan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005.

- Kirim penderita untuk terapi intravena.

- Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan

cara memberikannya selama perjalanan.

- Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa

nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam

selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).

- Nilailah penderita tiap 1-2 jam :

Bila muntah / perut kembung, berikan cairan

perlahan.

Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk

penderita untuk terapi IV.

- Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana

terapi yang sesuai.

Apakah ada terapi IV

terdekat (dalam 30

menit)?

Apakah saudara dapat

menggunakan pipa

nasogastrik untuk

rehidrasi?

Ya

Tidak

Tidak

Segera rujuk anak untuk

rehidrasi melalui NGT

atau IV

Apakah saudara dapat

menggunakan

cairan IV segera?

- Mulai beri cairan IV segera. Bila penderita bisa

minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai.

Berikan 100 mL/kgBB cairan RL (atau NS, atau

Ringer Asetat) sebagai berikut :

Usia Pemberian 1 Kemudian

30 mL/kgBB 70 mL/kgBB

Bayi < 1 thn : 1 jam 5 jam

Anak 1-5 thn : 30 menit 2 ½ jam

- Ulangi bila denyut nadi lemah atau tidak teraba.

- Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila

rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan IV.

- Juga berikan oralit (5 mg/kgBB/jam) bila penderita

masih bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi)

atau 1-2 jam (anak).

- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai ulang

penderita menggunakan tabel penilaian. Lalu

pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)

untuk melanjutkan terapi.

Ya

Tidak

Catatan :

• Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk

memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan

memberi oralit.

• Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik

yang tepat secara oral setelah anak sadar.

Page 36: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

22

b. Dukungan nutrisi

Beri anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi. Sasaran akhir adalah untuk

menjamin tumbuh kembang yang optimal dalam arti bahwa anak dapat

mengkonsumsi diet yang lazim sesuai dengan umurnya berdasarkan kondisi klinik

yang normal. Langkah terapi nutrisi diet persisten dapat digunakan sebagai acuan

terapi nutrisi diare pada kekurangan energi protein berat (KEP). (Juffrie M dkk, 2009)

c. Suplementasi zink

Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun

anak sudah sembuh. Terapi zink pada kasus diare akut tertentu ternyata dapat

menurunkan kejadian berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten. Zink juga

digunakan untuk mengobati diare persisten. (Juffrie M dkk, 2009)

d. Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu

pada diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik secara rutin tidak diperlukan.

Antibiotik diberikan sesuai dengan tata laksana diare akut atau apabila ada infeksi

non intestinal seperti pneumonia, infeksi saluran kencing, dan sepsis. (Juffrie M dkk,

2009)

e. Edukasi orang tua

Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja

berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin

sering atau belum membaik dalam 3 hari. Suruh ibu untuk kembali jika keadaan anak

belum membaik. (Juffrie M dkk, 2009)

2.12. Pencegahan Diare

Pemberian ASI secara penuh sampai berusia 4-6 bulan, selanjutnya diberikan

bersama makanan lain.

Memperbaiki cara penyapihan.

Banyak menggunakan air bersih.

Mencuci tangan.

Menggunakan jamban.

Imunisasi campak. (Garnadi Y dkk, 2000)

Page 37: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

23

ASI Eksklusif

2.13. Pengertian ASI (Air Susu Ibu) dan ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi

yang bersifat alamiah. ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi

untuk tumbuh kembangnya, serta antibodi yang bisa membantu bayi membangun

sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. (Prasetyono DS, 2009) ASI

dikatakan sebagai mukjizat. Hal ini dapat kita pahami dari penelitian yang

menunjukkan bahwa tidak ada makanan di dunia yang sesempurna ASI. ASI adalah

satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,

psikologi, sosial, maupun spiritual. (Purwanti H, 2004) Sedangkan ASI eksklusif

adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal, dan

tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan.

(Purwanti H, 2004)

2.14. Stadium dan Komposisi ASI

Produksi ASI berbeda dalam kadar dan komposisi. Ini disebabkan oleh

perbedaan kebutuhan bayi untuk berkembang dari hari ke hari. Oleh karena itu, apa

yang diperlukan bayi akan selalu tercukupi oleh ASI dan tidak akan kekurangan

kecuali bila bayi mengalami gangguan. (Purwanti H, 2004) Berdasarkan perbedaan

kadar dan komposisi tersebut ASI dapat dibagi dalam beberapa stadium yaitu :

ASI Stadium I

ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang pertama

disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4. Kolostrum berwarna

kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup.

Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus

bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi

makanan yang akan datang. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi

yang siap melindungi bayi ketika kondisinya masih sangat lemah. Kandungan protein

dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam susu matur.

Page 38: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

24

Sementara kandungan karbohidratnya lebih rendah dari ASI matur. Mineral terutama

natrium, kalium, dan klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur.

ASI stadium II

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4

sampai hari ke-10 dari masa laktasi. Komposisi protein makin rendah, sedangkan

lemak dan karbohidrat makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal

ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah

beradaptasi terhadap lingkungan.

ASI stadium III

ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 sampai

seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan

perkembangan bayi sampai berumur enam bulan. ASI matur merupakan cairan

berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat,

riboflavin, dan karoten yang terdapat didalamnya. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti H,

2004; Nix S, 2005)

Page 39: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

25

Tabel 2.14.1. Komposisi ASI

Komposisi Kolostrum

(hari 1-5)

ASI matur

(> 30 hari)

Susu sapi

Energi (kcal/dl) 58,0 70,0 65

Lemak (g/dl) 2,9 4,2 3,8

Asam lemak tak jenuh

rantai (% total lemak)

- 14 3

Protein (g/dl) 2,3 0,9 3,3

Kasein (g/dl) 0,5 0,4 2,5

α- lactalbumin (g/dl), whey - 0,3 0,1

Laktobulin - 1,2 3,1

Lactoferin (g/dl) 0,5 0,2 Trace

IgA (g/dl) 0,5 0,2 0,003

Laktosa (g/dl) 5,3 7,3 4,7

Vitamin A(RE)(µg/dl) 151 75 40

Kalsium (mg/dl) 28 30 125

Natrium (mg/dl) 48 15 47

Magnesium (g/dl) 4 4 12

Fosfor (g/dl) 14 15 100

Riboflavin 30 43 157

Tiamin 15 16 42

Asam nikotinat 75 172 85

Asam askorbat 4,4 4,3 1,6

Zat besi (mg/dl) - 0,08 0,05

Taurin 40 Dikutip dan dimodifikasi dari Manajemen Laktasi . edisi ke-3. Jakarta; 2007. p 3-2.

2.15. Manfaat Menyusui dan Keunggulan ASI

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makanan bayi yang terbaik,

terutama bayi berumur kurang dari 6 bulan. ASI mengandung berbagai zat gizi dan

cairan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan pertama

setelah kelahiran. (Prasetyono DS, 2009)

Manfaat menyusui bagi bayi

1. ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis,

mudah dicerna karena memiliki komposisi dan zat gizi yang ideal sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.

Page 40: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

26

2. ASI mengurangi risiko infeksi gastrointestinal dan enterokolitis pada bayi

prematur.

3. ASI meningkatkan kemampuan kognitif bayi.

4. ASI mengandung faktor-faktor antibakterial, anti virus, anti infeksi dan anti

inflamasi yang memberikan perlindungan bagi bayi.

5. Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.

(Roesli U, 2008)

Manfaat menyusui bagi ibu

1. Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk

kembali ke masa pra kehamilan.

2. Mengurangi risiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.

3. Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh

kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya

pendarahan post partum.

4. Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan

(menjarangkan kehamilan).

5. ASI lebih murah karena ibu tidak perlu membeli susu formula beserta

perlengkapannya.

6. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan

berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali. (Roesli U

dan Yohmi E, 2008; Prasetyono DS, 2009)

2.16. Unsur Nutrisi ASI

Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa dan berfungsi sebagai salah satu

sumber energi untuk otak. ASI mengandung karbohidrat relatif lebih tinggi jika

dibandingkan dengan air susu sapi (6,5-7 gram %) Kadar laktosa yang terdapat dalam

ASI hampir 2 kali lipat dibanding pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian

angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa

(intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini

disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi

Page 41: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

27

atau susu formula. Di dalam usus sebagian laktosa diubah menjadi asam laktat yang

berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang berbahaya serta membantu

penyerapan kalsium dan mineral-mineral lain. (Soetjiningsih, 1997; Perinasia, 2007;

Roesli U dan Yohmi E, 2008; Prasetyono D.S, 2009)

Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein

yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein

whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih

mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung casein

yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Perbandingan protein unsur whey dan casein

dalam ASI adalah 60:40, sedangkan di dalam air susu sapi 20:80. Kemungkinan bayi

yang sering menderita diare dan defekasi dengan feses berbentuk biji cabai

menandakan adanya makanan yang sukar diresorpsi (bayi yang mendapat ASI

eksklusif 14,7 kali lebih sehat). Dalam ASI terdapat dua asam amino yang tidak

terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan

somatik sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak. (Purwanti H, 2004; Perinasia,

2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

Lemak

Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian meningkat jumlahnya.

Sekitar 50 % kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5-4,5 %.

Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena

trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh

enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Susu formula tidak mengandung enzim karena

enzim akan rusak bila dipanaskan. Itu sebabnya, bayi akan sulit menyerap lemak susu

formula dan menyebabkan bayi menjadi diare. Kadar asam lemak tak jenuh dalam

ASI 7-8 kali dalam air susu sapi. Asam lemak jenuh yang terdapat dalam kadar yang

tinggi yang terpenting adalah kalsium dan adanya garam kalsium dari asam lemak ini

akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah terjadinya hipokalsemia. ASI

juga mengandung asam linoleat (omega 6) dan asam linolenat (omega 3) yang

Page 42: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

28

fungsinya sangat penting untuk pertumbuhan otak anak. (Soetjiningsih, 1997;

Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007)

Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi

cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Mineral utama yang terdapat dalam ASI

adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka,

transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih

rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar.

Kandungan zat besi di dalam ASI maupun susu formula keduanya rendah serta

bervariasi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko kekurangan zat besi

dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena

zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50 % dibandingkan

hanya 4-7 % pada susu formula. Seng diperlukan untuk tumbuh kembang, sistem

imunitas dan mencegah penyakit-penyakit tertentu seperti akrodermatitis enteropatika.

Bayi yang mendapat ASI cukup mendapatkan seng, sehingga terhindar dari penyakit

ini. (Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap. Vitamin cukup untuk 6 bulan sehingga

tidak perlu ditambah kecuali vitamin K karena bayi baru lahir ususnya belum mampu

membentuk vitamin K. Oleh karena itu, perlu tambahan vitamin K pada hari ke-1,ke-

3, dan ke-7. Vitamin K1 dapat diberikan oral. (Purwanti H, 2004)

Dalam ASI vitamin A, D, dan C ada dalam jumlah cukup, sedangkan golongan

vitamin B kecuali riboflavin dan patotenik sangat kurang, tetapi tidak perlu

ditambahkan karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan yang dikonsumsi

oleh ibu menyusui. (Purwanti H, 2004)

2.17. Faktor Kekebalan ASI

ASI sering disebut sebagai ”darah putih” karena mengandung sel-sel yang

penting dalam pemusnahan kuman dan merupakan perlindungan pertama pada

saluran cerna bayi. (Roesli U dan Yohmi E, 2008) Di dalam ASI secara garis besar

didapatkan 2 macam kekebalan yaitu:

Page 43: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

29

Faktor kekebalan non-spesifik

a. Faktor bifidus

Di dalam ASI kadar faktor bifidus 40 kali lebih daripada di dalam susu sapi dan

rusak apabila ASI dipanaskan. Faktor bifidus dalam suasana asam di dalam usus bayi

akan menstimulir pertumbuhan Laktobacillus bifidus. Laktobacillus bifidus ini di

dalam usus akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam ASI menjadi asam

laktat dan asam asetat sehingga suasana akan lebih asam. Suasana yang asam ini akan

menghambat pertumbuhan E.coli (kuman yang sering menyebabkan diare pada bayi-

bayi) dan enterobacteriae. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti, 2004)

b. Laktoferin

Laktoferin adalah gugus asam amino dalam ASI yang mampu menghambat

bakteri merugikan. Kerja laktoferin adalah suatu protein yang mengikat zat besi

berkompetisi di dalam usus bayi dengan kuman-kuman patogen dalam mengikat Fe,

B12, dan asam folat. Laktoferin dapat pula menghambat pertumbuhan jamur kandida.

Kadar laktoferin dalam ASI adalah 1-6 mg/ml dan tertinggi pada kolostrum.

(Soetjiningsih, 1997; Purwanti H, 2004; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

c. Lisozim

Lisozim adalah suatu substrat anti-infeksi yang berguna untuk mata. Lisozim dan

immunoglobulin A (IgA) memecah dinding sel bakteri kuman enterobakteri dan

kuman gram positif. Lisozim melindungi tubuh bayi terhadap virus herpes antara lain

herpes hominis. Keaktifan lisozim ASI beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu

sapi. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1 mg/ml yang bertahan sampai tahun kedua

menyusui, bahkan sampai penyapihan. Dibanding susu sapi, ASI mengandung 300

kali lebih banyak lisozim per satuan volume yang sama. Keunikan lisozim adalah bila

faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut ASI, maka lisozim justru

meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti H,

2004; Perinasia, 2007; Roesli U danYohmi E, 2008)

Page 44: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

30

d. Peroksidase

Peroksidase adalah enzim yang dapat menghancurkan kuman patogen. Berbeda

dengan susu sapi, ASI tidak mengandung laktoperoksidase yang dapat menyebabkan

reaksi peradangan di dinding usus bayi, kalaupun ada kadarnya kecil. (Roesli U dan

Yohmi E, 2008)

Faktor kekebalan spesifik

a. Sistem komplemen

Komplemen adalah protein yang berfungsi sebagai penanda sehingga bakteri

yang ditempel oleh komplemen dapat dengan mudah dikenal oleh sel pemusnah.

Disamping itu, komplemen sendiri secara langsung dapat menghancurkan bakteri.

Sistem komplemen ini ada dalam ASI yang akan menjadi aktif bila diaktifkan oleh

kompleks antigen dan antibodinya. Karena adanya reaksi antara antibody IgA dan

IgG dengan bakteri gram negatif. Komplemen C3 dan C4 walaupun dalam ASI rendah

namun mempunyai daya opsonik, anafilatoksik, dan kemotaktik yang bekerja bila

diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga terdapat dalam ASI. (Purwanti H, 2004;

Perinasia, 2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

b. Kanal seluler

Kolostrum mengandung berbagai sel hidup. Per ml terdiri dari makrofag 90 %,

limfosit 1,15 %, dan leukosit merupakan satu komponen yang mempertahankan tubuh.

Konsentrasi faktor anti-infeksi tinggi dalam kolostrum. Kadar secretory IgA (SIgA),

laktoferin, lisozim, dan sel seperti makrofag, neutrofil, dan limfosit lebih tinggi pada

ASI prematur dibanding ASI matur. (Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007)

c. Imunoglobulin

Immunoglobulin ada 30 macam, 18 jenis berasal dari serum ibu dan 12 macam

ditemukan dalam ASI. Selain imunoglobulin G (IgG) dapat menembus plasenta juga

dapat memberi perlindungan terhadap penyakit difteri, tetanus, dan antibodi

stafilokokus. Immunoglobulin A (IgA) didalam ASI setelah diisap bayi akan

menempel dalam lumen usus bayi yang mencegah melekatnya kuman dan virus pada

dinding mukosa usus, juga mengaktifkan sistem komplemen. Immunoglobulin M

(IgM) akan ditransfer pada awal kehidupan bayi sebagai perlindungan terhadap E.coli

Page 45: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

31

dan polio, bila ibu sudah pernah terpajan sebelumnya dengan bakteri atau virus

tersebut. (Purwanti H, 2004; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

2.18. ASI dan Sistem Pertahanan Saluran cerna

Secretory IgA (SIgA) merupakan faktor proteksi mukosa saluran cerna.

Peningkatan kadar SIgA berkorelasi dengan peningkatan sistem pertahanan mukosa

saluran cerna terhadap infeksi, sedangkan mukus yang melapisi permukaan sel epitel

saluran cerna berfungsi sebagai barier agar mikroorganisme tidak dapat masuk ke

aliran darah. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa bayi yang mendapat ASI

eksklusif mempunyai kadar SIgA yang lebih tinggi dibanding bayi yang mendapat

susu formula. ASI terbukti merupakan modulator respon imun yang kuat dengan

terlihatnya kadar antibodi yang tinggi terhadap beberapa imunisasi pada bayi yang

mendapat ASI eksklusif. (Roesli U dan Yohmi E, 2008)

2.19. ASI dan Gangguan Saluran Cerna

Proteksi ASI terhadap infeksi saluran cerna dihubungkan dengan keberadaan

mikroba saluran cerna. Keberadaan bakteri baik di dalam saluran cerna terbukti oleh

banyak kajian bermanfaat pada diare, baik yang disebabkan oleh infeksi (bakteri dan

virus) maupun untuk pencegahan diare akibat penggunaan antibiotik. Kadar SIgA

yang meningkat akibat masukan ASI berpengaruh terhadap sistem pertahanan

mukosa terhadap infeksi dengan cara menghambat absorpsi kuman. (Roesli U dan

Yohmi E, 2008)

2.20. Peran ASI dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare Akut

Penelitian di Canada membuktikan bahwa ASI melindungi bayi terhadap

infeksi saluran pencernaan dan pernapasan dalam 6 bulan pertama kehidupan.

(Soetjiningsih, 1997) Demikian pula dengan penelitian di Kalifornia menunjukkan

bahwa angka kejadian diare pada anak yang minum ASI 50 % lebih rendah dari yang

minum susu formula. (Soetjiningsih, 1997) Hal ini disebabkan oleh komponen-

komponen ASI berikut ini:

Komponen imunologik dan anti-infeksi pada ASI

ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang

luas yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui

Page 46: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

32

pengaturan imunologis. ASI tidak hanya memberikan daya perlindungan yang unik

terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga menstimuli perkembangan yang memadai dari

sistem imunologi bayi sendiri.

Dengan adanya komponen-komponen zat anti-infeksi, maka bayi yang minum

ASI akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri,

virus, parasit, dan antigen lainnya. (Soetjiningsih, 1997)

Anti alergi pada ASI

SIgA pada kolostrum dan ASI matur selain bekerja sebagai antibakteri juga

mencegah terabsorpsinya makromolekul asing, sementara sistem imun pada bayi

belum sempurna dan usus bayi-bayi yang mendapat kolostrum dan ASI jarang

terkena alergi, terutama terhadap protein susu sapi yang dikenal sebagai CMPCE

(Cow’s milk protein sensitive enteropathy) yang memberikan gejala diare kronik.

(Soetjiningsih, 1997)

Immunoglobulin pada ASI

Immunoglobulin yang utama pada ASI adalah SIgA. Selama 4 bulan pertama

kehidupan, bayi yang minum ASI menerima 500-600 mg IgA setiap hari dari ASI.

IgA ibu yang ditransfer melalui ASI melindungi bayi dari mikroba pathogen yang

berasal dari sekitarnya, misalnya mikroba patogen yang berasal dari flora intestinal

ibunya dan saluran pernapasan antara lain V.kolera, E.coli, Streptococcus,

Stafilokokus, Candida albicans. SIgA juga melindungi bayi dari dari protein asing,

sehingga bayi tidak mudah alergi. SIgA adalah molekul yang resisten terhadap enzim

proteolitik dari saluran pencernaan dan pH lambung, dan masih menunjukkan

antibodi yang aktif pada tinja bayi yang minum ASI. (Soetjiningsih, 1997)

Elemen Seluler pada ASI

Kolostrum dan ASI manusia dan golongan mamalia lainnya mengandung

berbagai macam elemen seluler. Pada ASI, konsentrasi tertinggi terdapat pada 3-4

hari setelah bayi mulai disusui, jumlahnya sekitar 500.000-10.000.000 permililiter.

(Soetjiningsih, 1997)

Page 47: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

33

Hormon dan Faktor-Faktor Pertumbuhan

ASI mengandung bermacam-macam hormon dan faktor pertumbuhan. Telah

diketahui fungsinya pada percobaan binatang (in vivo) bahwa keduanya merangsang

pertumbuhan jaringan saluran cerna, sedangkan secara in vitro menyebabkan

replikasi dari kultur jaringan. (Soetjiningsih, 1997)

Enzim pada ASI

ASI mengandung bermacam-macam enzim. Enzim pada ASI tersebut berfungsi

membantu pencernaan bayi dimana fungsi pankreas masih belum sempurna.

(Soetjiningsih, 1997)

2.21. Susu Formula

Susu formula yang sekarang beredar umumnya terdiri dari campuran emulsi

lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral dan ditambahkan zat stabilisator.

Namun tidak ada susu formula yang sama dengan ASI, yang mengandung sel-sel

hidup dan sesuai kebutuhan bayi. Hal lain yang penting diperhatikan adalah osmolitas.

Pada susu sapi dan susu kedelai, zat-zat mineral dan karbohidrat adalah penentu dari

osmolitas ini. Larutan dengan osmolitas tinggi akan menghasilkan gangguan pada

usus halus, sehingga terjadi diare atau mungkin pula juga dehidrasi karena terjadi

ketidakseimbangan elektrolit. (Prasetyono DS, 2009; Meadow R dan Newell S, 2003)

Pemberian susu formula juga dibedakan berdasarkan tingkat alergi bayi

terhadap susu. Terkait ini, terdapat tiga jenis susu formula yakni susu formula

adapted, susu formula complete starting, dan susu formula follow-up (Prasetyono DS,

2009).

Page 48: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

34

2.22. Komposisi Zat Gizi Susu Formula

Dalam situasi ASI versus susu formula, ASI merupakan suatu makanan bayi

yang tidak ada tandingannya. Produksi ASI adalah makanan yang paling baik dan

paling cocok untuk bayi, namun akhir-akhir ini banyak susu formula yang mendekati

komposisi ASI. (Perinasia, 2007)

2.23. Kerugian Air Susu Buatan

a. Pengenceran yang salah

Tidak semua ibu dapat mengencerkan susu formula seperti aturan yang

seharusnya. Pengenceran yang salah dapat diartikan 2 hal, yaitu melarutkan lebih

encer dari seharusnya, atau lebih pekat dari seharusnya.

Pelarutan susu lebih pekat dari seharusnya dapat mengakibatkan:

Hipernatremi

Obesitas

Hipertensi

Enterokolitis nekrotikans

Sebaliknya larutan yang hipoosmolar mengakibatkan malnutrisi dan gangguan

pertumbuhan. (Perinasia, 2007)

b. Kontaminasi mikroorganisme

Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi

mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa banyak susu formula

terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. (Perinasia, 2007)

d. Menyebabkan alergi

Kejadian alergi susu sapi bukannya tidak jarang, prevalensinya dilaporkan antara

0,5-1 %, tetapi tidak banyak petugas kesehatan yang menyadarinya. Gejala alergi

susu sapi tidak hanya berupa gejala gastrointestinal seperti muntah, kolik, diare,

perdarahan gastrointestinal, enterokolitis, gejala seperti sumbatan usus, tetapi gejala

yang menyangkut sistem lain seperti rinorea, urtikaria, dan renjatan. (Perinasia, 2007)

Susu sapi dan susu kedelai dapat menyebabkan enterokolitis pada bayi yang

sensitif terhadap susu sapi atau susu kedelai dengan gejala diare dengan darah,

Page 49: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

35

leukosit pada tinja, muntah, malabsorbsi karbohidrat yang biasanya terjadi dalam 12

jam pertama setelah pemberian. (Perinasia, 2007)

e. Susu sapi dapat menyebabkan diare kronis

Ada dugaan bahwa diare akut dapat berlanjut menjadi kronis pada anak yang

minum susu sapi. Diduga kerusakan mukosa usus yang terjadi pada diare akut

menyebabkan diare kronis melalui mekanisme peningkatan absorbsi antigen mukosa

yang rusak yang selanjutnya terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi dan

enteropati yang akhirnya akan memperberat kerusakan mukosa. (Perinasia, 2007)

f. Tidak mempunyai manfaat seperti ASI

Air susu buatan/formula:

- Nutriennya tidak sesempurna ASI.

- Tidak mengandung zat protektif.

- Mudah menimbulkan alergi.

- Lebih mudah menimbulkan karies dentis.

- Lebih mudah menimbulkan maloklusi.

- Kurang menimbulkan efek psikologis yang menguntungkan. (Perinasia, 2007)

2.24. Kerangka Konsep

Melihat banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare, maka

peneliti tidak melakukan penelitian pada seluruh faktor tersebut dengan

pertimbangan disesuaikan dengan karateristik sampel. Dengan demikian

kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Independen Dependen

Gambar 2.24.1. Kerangka Konsep

Pemberian ASI eksklusif

Kejadian Diare

Page 50: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

36

2.25. Definisi Operasional

Tabel 2.25.1 Definisi Operasional

No

Variabel

Dependen Definisi

Alat

Ukur Cara Ukur

Skala

Ukur Hasil Ukur

1 Kejadian

diare

Diare adalah buang air

besar yang tidak normal

dimana terdapat

perubahan konsistensi

menjadi lembek/cair dan

perubahan frekuensi

lebih dari 3 kali dalam

sehari.

Kuesioner wawancara ordinal 1. Tidak Diare

2. Diare

No Variabel

Independen Definisi

Alat

Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1

Pemberian

ASI

eksklusif

ASI eksklusif adalah

pemberian ASI sedini

mungkin setelah

persalinan, diberikan

tanpa jadwal, dan tidak

diberi makanan lain,

walaupun hanya air

putih sampai bayi

berumur 6 bulan

Kuesioner Wawancara Nominal 1 = Ya

2 = Tidak

Page 51: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

37

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan

menggunakan desain potong lintang (cross sectional). Informasi yang

dikumpulkan hanya pada suatu saat. (Notoadmojo, 2002)

3. 2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon.

Waktu penelitian adalah pada bulan Agustus-September 2010.

3. 3. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan

Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010 yang berjumlah 185 orang.

Tabel 3.3.1. Posyandu di Kelurahan Bendungan

Nama Posyandu Alamat Posyandu Jumlah bayi berusia 6-12 bulan

Aster I Cidunak RT 05/04 35

Aster II Palas RT 03/02 19

Aster III Munjul RT 04/03 30

Aster IV Blok I RT 12/06 20

Aster V Cikerut RT 11/11 6

Aster VI Palas RT 01/01 29

Aster VII Palas RT 02/01 29

Aster VIII Blok H RT 09/09 17

Jumlah 185

Sumber : Data Posyandu Kelurahan Bendungan Kecamatan Cilegon bulan Agustus 2010.

Jadi jumlah populasi bayi usia 6-12 bulan sebesar 185 sampel.

Page 52: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

38

3. 4. Sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 6-12 bulan di

Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010 yang berjumlah 106 bayi.

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik simple random sampling

dengan cara mengundi nama-nama bayi yang terdaftar pada posyandu.

Besar sampel

Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus

sebagai berikut:

(zα)2 P.Q

d2

Keterangan:

n : jumlah sampel

P : keadaan yang akan dicari = 0.5

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1

α : tingkat kemaknaan = 1.96

Q: 1 – P = 1 – 0.5 = 0.5

(1.96)2 . 0,5 . 0,5

(0,1)2

n = 96

Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek. Untuk

menjaga kemungkinan adanya drop out (DO), maka jumlah subjek ditambah

sebanyak 10%. Jadi jumlah subjek adalah 96 + 9,6 = 105,6, dibulatkan menjadi

106 subjek.

n =

n =

Page 53: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

39

3. 5. Kriteria Penelitian

3. 5. 1. Kriteria Inklusi

Bayi usia 6-12 bulan yang pernah diberi ASI dan atau susu

formula.

Bayi yang tinggal di Kelurahan Bendungan Kecamatan Cilegon.

3.5. 2. Kriteria Eksklusi

Bayi yang berusia di bawah 6 bulan

Bayi yang berusia di atas 12 bulan

3. 6. Cara Kerja

3. 6. 1. Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Variabel terikat:

kejadian diare.

Kategori:

a. Bayi dengan kejadian diare

b. Bayi tanpa kejadian diare

b. Variabel bebas :

pemberian ASI eksklusif.

Kategori:

a. Bayi yang diberi ASI eksklusif

b. Bayi yang tanpa diberi ASI eksklusif

Page 54: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

40

3. 6. 2. Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan

setelah penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui metode kuesioner serta wawancara. Metode

kuesioner adalah metode pengumpulan data melalui sejumlah pertanyaan

tertulis untuk memperoleh informasi tentang pemberian ASI eksklusif dan

kejadian diare.

2. Data sekunder

Sumber data sekunder diperoleh melalui metode dokumentasi berupa data

tentang jumlah bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan Bendungan,

Kecamatan Cilegon.

3.6.3. Instrumen data

Instrumen data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Dokumentasi

Data yang dapat diperoleh dengan alat dokumentasi dalam penelitian ini

berupa daftar bayi yang berusia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan

Bendungan, Kecamatan Cilegon serta gambaran umum Puskesmas Cilegon.

2. Kuesioner

Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi

dengan tipe pertanyaan tertutup yang dibuat berdasarkan indikator variabel.

Enumerator mewawancarai ibu untuk memperoleh semua informasi yang

ditanyakan dalam kuesioner.

3.6. 4. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan

kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for window 16. Cara

Page 55: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

41

pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan komputer yang meliputi

editing, koding, dan tabulating data.

1. Editing

Editing ini dapat berupa koreksi terhadap kesalahan angka, huruf ataupun

konsistensi jawaban dari responden.

2. Koding

Setelah data diteliti, langkah berikutnya adalah memberi kode angka pada

pada atribut variabel untuk memudahkan analisis data.

3. Tabulasi data

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian

dimasukkan ke dalam tabel yang telah ditetapkan.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, adapun analisis data meliputi:

1. Analisis univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan masing-masing variabel yang

meliputi variabel bebas dan variabel terikat.

2. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Untuk analisanya

digunakan uji chi square dengan program komputer. Hasil penelitian

disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

Page 56: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

42

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12

bulan yang berdomisili di Kelurahan Bendungan, Cilegon. Besar sampel yang

dikumpulkan dalam kurun waktu tersebut sebanyak 106 subyek.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare melalui kuesioner dan wawancara.

Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Kelurahan Bendungan

Kecamatan Cilegon.

4. 1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:

1. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan desain studi

cross sectional atau desain potong lintang yang hanya menggambarkan variabel

yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga

tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Objek dalam penelitian ini adalah bayi berusia 6-12 bulan yang tercatat namanya

di Posyandu Kelurahan Bendungan, sehingga kurang mewakili suatu populasi.

3. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara

langsung kepada responden. Selama proses pengumpulan data ada kendala yang

dialami oleh peneliti, yaitu penerimaan yang kurang bersahabat dari beberapa

Page 57: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

43

responden saat dilakukan wawancara sehingga jawaban yang diberikan

cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi.

4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.2.1. Kondisi Geografi

Puskesmas Cilegon merupakan salah satu dari 8 puskesmas yang ada di

kota Cilegon. Terletak di Kelurahan Masigit Kecamatan Jombang.

Mempunyai wilayah kerja di Kecamatan Cilegon berbatasan langsung dengan

wilayah kecamatan-kecamatan lainnya:

Utara : Kecamatan Jombang

Timur : Kecamatan Cibeber

Selatan : Kecamatan Mancak

Barat : Kecamatan Ciwandan

Luas wilayah Kecamatan Cilegon sebesar 749.958 Ha, 50 % wilayahnya

merupakan daerah perkotaan. Secara administratif, Kecamatan Cilegon terdiri

dari 5 Kelurahan yang mencakup 28 RW dan 97 RT.

4.2.2. Kondisi demografi

Jumlah penduduk kecamatan Cilegon berdasarkan estimasi Dinas

kesehatan kota Cilegon dari data BKCS (Badan Kependudukan dan Catatan

Sipil) pada tahun 2009 adalah 38.029 jiwa, yang terdiri dari 18.831 laki-laki

dan 19.198 perempuan dengan kepadatan penduduk 4016 jiwa/km2 dengan

rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebanyak 4 orang.

Tabel 4.2.2.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Sasaran Program

No Kelurahan Jumlah

Penduduk

01-11

bulan

1-5

tahun

Bumil Bulin Bufas

1 Ciwaduk 10.669 227 1.120 250 239 80

2 Ciwedus 9.965 212 1.046 233 223 133

3 Bendungan 7.872 168 827 184 176 176

4 Ketileng 5.940 127 624 139 133 133

5 Bagendung 3.583 70 376 84 80 80

Jumlah 38.029 810 3.993 891 851 851 Sumber: Data Profil kesehatan UPTD Puskesmas Cilegon tahun 2010.

Page 58: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

44

4.3.Hasil Analisis Univariat

4.3.1. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.3.1.1 Distribusi Sampel berdasarkan pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI

eksklusif Jumlah Persentase (%)

Ya 56 52,8%

Tidak 50 47,2%

Total 106 100%

Tabel 4.4.1.1 memperlihatkan distribusi sampel menurut pemberian

ASI eksklusif, persentase tertinggi pada sampel yang diberi ASI eksklusif

yaitu 56 sampel (52,8 %) dibandingkan sampel yang tidak diberi ASI

eksklusif yaitu 50 sampel (47,2 %). Ginna S (2008) juga melalukan

penelitian pada 65 sampel di Puskesmas Ciputat Timur bahwa bayi yang

diberi ASI eksklusif berjumlah 33 sampel (50,8 %) dibandingkan yang

tidak diberi ASI eksklusif yaitu 32 sampel (49,2 %) .

4.3.2. Jenis Kelamin

Tabel 4.3.2.1 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 51 48,1%

Perempuan 55 51,9%

Total 106 100%

Tabel 4.3.2.1 memperlihatkan distribusi sampel menurut jenis kelamin,

diperoleh bahwa sampel dengan jenis kelamin perempuan sebesar 51,9%

(55 sampel), jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang

berjenis kelamin laki-laki yang jumlahnya sebesar 48,1% (51 sampel).

Puspitaningrum C (2008 )juga menyebutkan bahwa sampel dengan jenis

laki-laki yaitu 12 sampel (66,67), sedangkan yang berjenis kelamin

perempuan yaitu 24 sampel (33,33).

Page 59: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

45

Tabel 4.3.2.2. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin Menurut

Kejadian Diare

Jenis

Kelamin

Kejadian Diare Total

Diare Tidak Diare

N % N % N %

Laki-laki

Perempuan

23

17

45,1

30,9

28

38

54,9

69,1

51

55

100

100

Total 40 62,3 66 62,3 106 100

Tabel 4.3.2.2 memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan jenis

kelamin menurut kejadian diare, diperoleh bahwa persentase terbesar diare

terdapat pada bayi yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 23 sampel (45,1%),

jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis

kelamin perempuan yang jumlahnya yaitu 17 sampel (30,9%).

Tidak ada penelitian yang menyebutkan kejadian diare terkait dengan

jenis kelamin. Namun pada penelitian ini didapatkan laki-laki lebih banyak

terkena diare dibandingkan perempuan.

4.3.3. Umur

Tabel 4.3.3.1. Distribusi Sampel berdasarkan Kelompok Umur

Umur Jumlah Persentase (%)

6 bulan 10 9,4%

7 bulan 21 19,8%

8 bulan 13 12,3%

9 bulan 21 19,8%

10 bulan 10 9,4%

11 bulan 18 17,0%

12 bulan 13 12,3%

Total 106 100%

Tabel 4.3.3.1. memperlihatkan distribusi sampel menurut kelompok

umur diperoleh persentase terbesar terdapat pada sampel yang berumur 7

dan 9 bulan yaitu 21 sampel (19,8%), persentase terbesar berikutnya

terdapat pada sampel yang berumur 11 bulan yaitu 18 sampel (17 %),

Page 60: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

46

kemudian untuk sampel yang persentasenya paling kecil terdapat pada

sampel yang berumur 6 dan 10 bulan yakni 10 sampel (9,4%).

Tabel 4.3.3.2 Distribusi Sampel berdasarkan Kelompok Umur Menurut

Kejadian Diare

Umur Kejadian

diare

Jumlah bayi Presentase (%)

6 bulan 3 10 30

7 bulan 6 21 28,6

8 bulan 5 13 38,5

9 bulan 6 21 28,6

10 bulan 4 10 40

11 bulan 9 18 50

12 bulan 7 13 53,8

Total 40 106

Tabel 4.3.3.2. memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan

kelompok umur 6-12 bulan menurut kejadian diare, diperoleh persentase

diare terbesar terdapat pada sampel yang berumur 12 bulan sebanyak 7 dari

13 sampel (53,8 %), kemudian untuk sampel yang persentasenya paling

kecil terdapat pada sampel yang berumur 7 dan 9 bulan sebanyak 6 dari 21

sampel (28,6 %).

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat

diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi

efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,

pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja manusia

atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. (Robinson dan Roberton,

2003) Namun tidak ada penelitian yang menyebutkan secara spesifik umur

bayi yang rentan terhadap diare. Pada penelitian ini didapatkan umur bayi

12 bulanlah yang memiliki presentase diare tertinggi yaitu 9 dari 18 sampel

(53,8 %). Pada penelitian Citra Puspitaningrum menyebutkan bayi usia 12

bulan yang paling banyak terkena diare sebanyak 22 sampel (61,11 %).

Page 61: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

47

4.3.4. Kejadian Diare

Tabel 4.3.4.1. Distribusi Sampel berdasarkan kejadian diare

Kejadian diare Jumlah Persentase (%)

Ya 40 37,7%

Tidak 66 62,3%

Total 106 100%

Tabel 4.3.4.1. memperlihatkan distribusi sampel menurut kejadian

diare yang dikategorikan berdasarkan frekuensi Buang Air Besar (BAB) &

konsistensi tinja diperoleh bahwa persentase tertinggi pada sampel yang tidak

diare yaitu 66 sampel (37,7 %) dibandingkan sampel yang mengalami

kejadian diare yaitu 40 sampel (62,3%).

4.3.5. Kolostrum

Tabel 4.3.5.1. Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian Kolostrum

Pemberian

kolostrum Jumlah Persentase (%)

Ya 106 100%

Tidak 0 0%

Total 106 100%

Tabel 4.3.5.1. memperlihatkan distribusi Sampel berdasarkan

pemberian kolostrum, 106 sampel yang diberi ASI, terdapat 106 sampel

(100 %) yang diberi kolostrum.

4.3.6. Pembersihan Puting Susu Sebelum Menyusui

Tabel 4.3.6.1. Distribusi Sampel berdasarkan Pembersihan Puting

Susu Sebelum Menyusui

Pembersihan

Puting Jumlah Persentase (%)

Sering 77 72,6 %

Jarang 29 27,4 %

Total 106 100 %

Tabel 4.3.6.1. memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan

pembersihan puting sebelum menyusui. Didapatkan 77 sampel (72,6 %)

Page 62: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

48

bagi responden yang sering membersihkan puting sebelum menyusui.

Sedangkan untuk responden yang jarang membersihkan puting sebelum

menyusui sebanyak 29 sampel (27,4 %).

Tidak ada penelitian lain yang menyebutkan kebiasaan pembersihan

puting susu terkait dengan kejadian diare pada bayi.

4.3.7. Perilaku cuci tangan

Tabel 4.3.7.1. Distribusi Sampel berdasarkan Perilaku Cuci Tangan

Sebelum Menyusui atau sebelum memberi makanan/minuman selain

ASI

Perilaku cuci

tangan Jumlah Persentase (%)

Sering 77 72,6 %

Jarang 29 27,4 %

Total 106 100 %

Tabel 4.3.7.1. memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan perilaku

sebelum menyusui atau sebelum memberi makanan/minuman selain ASI.

Didapatkan 77 sampel (72,6 %) bagi responden yang sering mencuci tangan

sebelum menyusui atau memberi makanan/minuman selain ASI. Sedangkan

untuk responden yang jarang mencuci tangan sebelum menyusui atau

memberi makanan/minuman selain ASI sebanyak 29 sampel (27,4 %).

Suherna C (2009) juga melalukan penelitian pada 87 sampel di

Puskesmas Balai Agung Sekay didapatkan 36 sampel (41,4 %) bagi

responden yang sering mencuci tangan sebelum menyusui atau memberi

makanan/minuman selain ASI. Sedangkan untuk responden yang jarang

mencuci tangan sebelum menyusui atau memberi makanan/minuman selain

ASI sebanyak 51 sampel (58,6 %).

4.4. Hasil Analisis Bivariat

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Diare

Hasil tabulasi silang pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare

diperoleh jumlah terbesar kejadian diare pada sampel yang tidak diberi ASI

Page 63: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

49

eksklusif sebesar 33 sampel (66,0 %) , sedangkan untuk sampel yang diberi ASI

eksklusif dengan kejadian diare hanya 7 sampel (12,5 %).

Tabel 4.4.1. Distribusi Sampel berdasarkan Status Pemberian ASI Eksklusif dan

Kejadian Diare di Kelurahan Bendungan Cilegon Tahun 2010

Status

Pemberian

ASI

Eksklusif

Kejadian Diare Total OR (95 % CI)

Pvalue

Diare Tidak Diare

N % N % N %

Ya

Tidak

7

33

12,5

66,0

49

17

87,5

34,0

56

50

100

100

13,588 (5,076 –

36,374)

0,000

Total 40 62,3 60 62,3 106 100

Tabel 4.4.1. memperlihatkan bahwa bayi dengan diberikan ASI eksklusif

yang terkena diare ada 7 bayi (12,5 %). Sedangkan bayi dengan tidak diberikan ASI

eksklusif yang terkena diare ada 33 bayi (66 %). Ada hubungan bermakna antara

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare dengan nilai p 0,000 (p<0,05).

Peluang kejadian diare pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif 13 kali lebih

besar terkena diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif dengan nilai

OR=13,588.

Bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang menderita diare dibandingkan

bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini disebabkan ASI mengandung berbagai

komponen yang penting bagi pencegahan dan terapi diare akut. (Soetjiningsih, 1997)

Sistem kekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas dan akan

berkembang sesuai dengan meningkatnya paparan mikroorganisme di dalam saluran

cernanya. Berbagai faktor perlindungan ditemukan di dalam ASI, termasuk antibodi

IgA sekretori (SIgA). Saat menyusui, sIgA berpengaruh terhadap paparan

mikroorganisme pada saluran cerna bayi dan membatasi masuknya bakteri kedalam

aliran melalui mukosa saluran cerna. Keadaan ini yang menerangkan mengapa

menyusui dapat melindungi bayi baru lahir terhadap berbagai infeksi secara efektif.

( Roesli U dan Yohmi E, 2008)

Selain itu, saluran pencernaan bayi mudah mencerna ASI yang masuk ke

pencernaan bayi karena ASI yang diminum bayi mengandung enzim pencernaan

Page 64: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

50

sehingga ASI dapat diserap dengan sempurna dan tidak menimbulkan diare. (Susanti

N.I, 2004) Dari hasil pengamatan pada praktik lapangan, bayi yang mendapat ASI

eksklusif 6 bulan frekuensi diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai

bulan ke-6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat terserap oleh

sistem pencernaan bayi. Pada kelompok yang mendapat susu tambahan lebih sering

menderita diare. (Purwanti, 2004) Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin

bebas dari kontaminasi mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa

banyak susu formula terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. (Perinasia, 2007)

ASI dapat menurunkan atau mengeliminasi paparan dari bakteri patogen yang

ditransmisikan melalui makanan dan minuman serta ASI mengandung faktor

antimikrobial dan substansi lain yang dapat memperkuat sistem imun dan melindungi

sistem pencernaan bayi yang baru lahir. (Morgan dan Dickerson, 2002)

ASI memiliki nutrien yang sempurna, mengandung zat protektif, tidak menimbulkan

alergi, serta memberikan efek psikologis yang menguntungkan. (Perinasia, 2007)

Terdapat perbedaan yang signifikan antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan

yang tidak diberi ASI eksklusif.

Hal tersebut didukung dengan penelitian di Canada yang juga membuktikan

bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi pencernaan dan pernapasan dalam 6

bulan pertama kehidupan. Demikian pula dengan penelitian di California

menunjukkan bahwa angka kejadian diare pada anak minum ASI 50 % lebih rendah

dari minum susu formula. (Soetjiningsih, 1997)

Hasil penelitian Purwanti (2004) membuktikan bayi yang diberi ASI

mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering terkena diare dibandingkan dengan

bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Page 65: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

51

Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare

Tabel 4.4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu

Perilaku Ibu Jumlah %

Baik 75 70,8

Kurang Baik 31 29,2

Total 106 100

Tabel 4.4.2. memperlihatkan bahwa ibu dengan perilaku baik terhadap

pencegahan diare yaitu 75 sampel (70,8 %), sedangkan ibu dengan perilaku kurang

baik yaitu 31 sampel (29,2 %). Ariyanti M (2009) juga melalukan penelitian pada 83

sampel di Puskesmas Swakelola menyebutkan bahwa ibu dengan perilaku baik

terhadap pencegahan diare yaitu 31 sampel (27,7%), sedangkan ibu dengan perilaku

kurang baik yaitu 52 sampel (72,29 %).

Tabel 4.4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu Menurut Kejadian Diare

Perilaku

Ibu

Kejadian Diare Total OR (95 % CI)

Pvalu

e Tidak Diare Diare

N % N % N %

Baik

Kurang

baik

66

0

80,0

0

9

31

12,0

100

75

50

100

100

0,120(0,065–

0,221)

0,000

Total 66 62,3 40 37,7 106 100

Tabel 4.4.3. memperlihatkan bahwa ibu dengan perilaku baik yang

bayinya terkena diare ada 9 orang atau 12,0%, sedangkan ibu dengan perilaku

kurang baik yang bayinya terkena diare ada 31 bayi atau 100,0 %. Terdapat

hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian diare pada bayi dengan p 0,000

(p<0,05).

Diare bisa disebabkan karena faktor bayi dan perilaku Ibu. Perilaku ibu juga

dapat meningkatkan risiko diare seperti tidak mencuci tangan setelah buang air

besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi

anak (Depkes RI, 2000).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suherna C (2009) di

Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara cara kebiasaan ibu dalam mencuci tangan sebelum memberi

minum/makan bayi dengan kejadian diare pada anak.

Page 66: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

52

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu sebesar 56 sampel (52,8 %), sedangkan

bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu sebesar 50 sampel (47,2 %).

2. Bayi yang mengalami kejadian diare yaitu sebesar 40 sampel (37,7%), sedangkan

yang tidak mengalami kejadian diare yaitu sebesar 66 sampel (62,3%)

3. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif, kejadian diare sebesar 7 sampel (12,5%)

sedangkan pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif kejadian diare sebesar 33

sampel (66,0%). Peluang kejadian diare pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif

13 kali lebih besar terkena diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI

eksklusif.

5.2. Saran

1. Bagi ibu-ibu yang memiliki bayi di Kelurahan Cilegon harus berusaha

memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan.

2. Bagi pengelola program gizi Puskesmas Cilegon, diharapkan lebih dapat

meningkatkan lagi dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI

eksklusif kepada masyarakat, khususnya kepada ibu-ibu balita di wilayah kerja

Puskesmas Cilegon.

3. Bagi peneliti selanjutnya perlu meneliti lebih lanjut mengenai variabel-variabel

lain yang berhubungan dengan kejadian diare.

Page 67: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

53

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. Faktor resiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: systematic

review penetilian akademik bidang kesehatan masyarakat. Makara, Kesehatan

Juni 2007;1-10.

Asnil P, dkk. Gastroenteritis (Diare) Akut. Jakarta: FKUI; 2003. 56-7.

Behrman R, Kliegman R, Jenson H. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th

Ed.Saunders : Elsavier Mosby.;2005 .p 1273; 1277-79.

Billoo G, Ahmed S. Prevention of Diarrhea.[diakses 25 September 2010]

Diunduh dari : http :// Pediatric on call.com /for

doctor/diarrhea/prevention_diarrhea.asp.

Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Depkes RI

2008.

Departemen Kesehatan RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS).2005.

Departemen Kesehatan RI.Diare. Jakarta: DepKes RI 2000.

Garnadi Y dkk. Kumpulan Kasus Pediatri. Jakarta : MediaDIKA; 2000. 234;

236-38; 243-48.

Ginna S. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Tentang ASI Eksklusif Di Puskesms

Ciputat Timur Pada Bulan Oktober 2008. Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2008.

Hartanti H. Kamus Kedokteran Dorland.29th

ed. Jakarta: EGC; 2002.

Imtiaz Y, Saleem M. Exclusive Breastfeeding and Child Survival in Pakistan

and Other South Asian Countries. Pakistan Journal of Nutrition 8 (6): p 910-11.

Juffrie M dkk. Modul pelatihan diare. UKK gastro-hepatologi IDAI. Jakarta:

FKUI; 2009. 6-11.

Kasus Diare di Indonesia.2010. [diakses 25 september 2010]. Diunduh dari:

http:// piogama.ugm.ac.id / index php/ 2009/ 01/ epidemiologi-kasus-diare/

Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: FKUI; 2002.

Page 68: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

54

Morgan, Dickerson. Nutrition in Early Life.British: Wiliy; 2003. 227.

Myrnawati. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta :FK Yarsi; 2004. 127.

Nix S. Basic Nutrition and Diet Therapy. 12th Ed. St. Louis: Elsevier Mosby;

2005. p 186.

Notoadmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta; 2002.

26.

Perinasia. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Cetakan ke-3. Jakarta; 2007. 3-2 ;

3-3 ; 3-4 ; 3-5 ; 3-9 ; 3-11 ; 3-12.

Purwanti H. Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC; 2004. 3; 5; 24-9.

Prasetyono DS. Buku pintar ASI eksklusif. Yogyakarta: DIVA press; 2009. 56-

7; 219-24.

Roesli U. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda;

2008. 40-9.

Roesli U dan Yohmi E. Manajemen Laktasi. Dalam Bedah ASI. Editor Suradi

R, dkk. Jakarta: FKUI; 2008. 45-53; 69-79.

Robinson dan Roberton. Practical Paediatrics.5th

ed. Churchill livingstone:

Elsevier; 2003.hal 675-76.

Meadow R dan Newell S. Lecture Notes Pedriatika.7th

ed.Jakarta: Erlangga;

2005. 171.

Soetjiningsih. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC; 1997.hal

21-7; 29-39.

Suharyono. Diare Akut Klinik dan Laboratorik.Jakarta : Rhineka Cipta ; 2008.

Hal 1; 2; 81- 3.

Suherna C. Hubungan Antara Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Diare

Pada Anak Usia 0-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Balai Agung Sekayu

Taahun 2009; 2009.

Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. ed 5. Jakarta: Interna

Publishing; 2009. Hal 548-49.

UNICEF. Breastfeeding.[diakses 25 september 2010]

Diunduh dari: http ://Unicef.org/Programme breastfeeding/breastfeeding.

Page 69: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

55

Victoria C, Smith P, Vaughan P, Nobre, Lombardi, Teixeira, Fuchs, Moneira.

Infant Feeding and Deaths Due to Diarrhea.[diakses 24 september 2010]

Diunduh dari: http : // aje.oxford journals.org/content/129/5/1032. Abstract.

WHO. Pocket Book of Hospital care for children.Switzerland: WHO Press ;

2005. p 114; 117; 120.

Page 70: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

56

LAMPIRAN 2

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Program Studi Pendidikan Dokter

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : …………………………

Umur : ………………………… tahun

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari

penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN

DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN KELURAHAN

BENDUNGAN KECAMATAN

PADA BULAN AGUSTUS 2010

dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan

bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan

persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Jakarta, 2010

Mengetahui Yang menyetujui

Penanggung jawab penelitian Peserta

( ) ( )

Page 71: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

57

LAMPIRAN 3

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP

ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN DI

KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON

PADA BULAN AGUSTUS 2010

No. Kuesioner :

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama anak

2. Umur ……….. bulan

1 Berapa kali (nama anak)

menderita diare dalam

setahun?

A. Tidak pernah

B. 1 kali

C. >1 kali

2 Apakah ibu memberikan

ASI kepada (nama anak)?

A. Ya

B. Tidak

3 Berapa lama ibu

memberikan ASI kepada

(nama anak)?

A. < 6bulan

B. ≥6 bulan

4 Apakah ibu memberikan

cairan berwarna kuning

(kolostrum) yang keluar

segera setelah lahir?

A. Ya

B. Tidak

5 Apakah anak ibu

mendapatkan

makanan/minuman lain

selain ASI pada awal

kelahirannya?bila ya, jenis

makanan/minuman apa

yang diberikan?

A. Ya

B. Tidak

Jenis makanan/minuman:

6 Berapakah umur anak ibu

saat mulai diberikan

A. < 6 bulan

B. > 6 bulan

Page 72: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

58

makanan/minuman selain

ASI?

7 Apakah sebelum menyusui

atau menyiapkan

makanan/minuman selain

ASI, ibu mencuci tangan

terlebih dahulu sampai

benar-benar bersih?

A. Sering

B. Jarang

C. Tidak pernah

8 Apakah sebelum menyusui

ibu membersihkan terlebih

dahulu daerah sekitar puting

susu?

A. Sering

B. Jarang

C. Tidak pernah

Page 73: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

59

Lembar Jawaban

No Jawaban Skor

1 A

B

C

1

2

3

2 A

B

1

2

3 A

B

1

2

4 A

B

1

2

5 A

B

1

2

6 A

B

C

1

2

3

7 A

B

C

1

2

3

Page 74: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

60

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS UNIVARIAT

Statistics

Pemberian ASI Eksklusif

N Valid 106

Missing 0

Pemberian ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 56 52.8 52.8 52.8

Tidak 50 47.2 47.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Statistics

Jenis Kelamin

N Valid 106

Missing 0

Page 75: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

61

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 51 48.1 48.1 48.1

Perempuan 55 51.9 51.9 100.0

Total 106 100.0 100.0

Statistics

Umur Bayi

N Valid 106

Missing 0

Umur Bayi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6 bulan 10 9.4 9.4 9.4

7 bulan 21 19.8 19.8 29.2

8 bulan 13 12.3 12.3 41.5

9 bulan 21 19.8 19.8 61.3

10 bulan 10 9.4 9.4 70.8

11 bulan 18 17.0 17.0 87.7

12 bulan 13 12.3 12.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

Page 76: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

62

Statistics

Kejadian Diare

N Valid 106

Missing 0

Kejadian Diare

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak diare 66 62.3 62.3 62.3

Diare 40 37.7 37.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

Statistics

Pemberian Kolostrum

N Valid 106

Missing 0

Pemberian Kolostrum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 106 100.0 100.0 100.0

Page 77: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

63

Statistics

Pembersihan Puting Susu

Sebelum Menyusui

N Valid 106

Missing 0

Pembersihan Puting Susu Sebelum Menyusui

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sering 77 72.6 72.6 72.6

jarang 29 27.4 27.4 100.0

Total 106 100.0 100.0

Statistics

Perilaku Cuci Tangan

N Valid 106

Missing 0

Perilaku Cuci Tangan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sering 77 72.6 72.6 72.6

jarang 29 27.4 27.4 100.0

Total 106 100.0 100.0

Page 78: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

64

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Kejadian

Diare 106 100.0% 0 .0% 106 100.0%

Jenis Kelamin * Kejadian Diare Crosstabulation

Kejadian Diare

Total Tidak diare Diare

Jenis Kelamin laki-laki Count 28 23 51

% within Jenis Kelamin 54.9% 45.1% 100.0%

perempuan Count 38 17 55

% within Jenis Kelamin 69.1% 30.9% 100.0%

Total Count 66 40 106

% within Jenis Kelamin 62.3% 37.7% 100.0%

HASIL ANALISIS BIVARIAT

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ASIberi * kejadianDIARE 106 100.0% 0 .0% 106 100.0%

Page 79: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

65

ASIberi * kejadianDIARE Crosstabulation

kejadianDIARE

Total Tidak diare Diare

ASIberi Ya Count 49 7 56

% within ASIberi 87.5% 12.5% 100.0%

Tidak Count 17 33 50

% within ASIberi 34.0% 66.0% 100.0%

Total Count 66 40 106

% within ASIberi 62.3% 37.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 32.179a 1 .000

Continuity Correctionb 29.942 1 .000

Likelihood Ratio 34.202 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 31.875 1 .000

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.87.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ASIberi (Ya /

Tidak) 13.588 5.076 36.374

For cohort kejadianDIARE =

Tidak diare 2.574 1.727 3.834

For cohort kejadianDIARE =

Diare .189 .092 .389

N of Valid Cases 106

Page 80: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

66

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

perilaku_Ibu * Kejadian Diare 106 100.0% 0 .0% 106 100.0%

perilaku_Ibu * Kejadian Diare Crosstabulation

Kejadian Diare

Total Tidak diare Diare

perilaku_Ibu 1 Count 66 9 75

% within perilaku_Ibu 88.0% 12.0% 100.0%

2 Count 0 31 31

% within perilaku_Ibu .0% 100.0% 100.0%

Total Count 66 40 106

% within perilaku_Ibu 62.3% 37.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 72.292a 1 .000

Continuity Correctionb 68.595 1 .000

Likelihood Ratio 85.466 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 71.610 1 .000

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.70.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Page 81: Yurilla Istyaningrum-fkik.pdf

67

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Kejadian Diare =

Diare .120 .065 .221

N of Valid Cases 106