29
1. Paleolitikum Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat- alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana. Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Paleojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan alat-alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Cara kerjanya digenggam dengan tangan. Kapak ini dikerjaan dengan cara masih sangat kasar. Para ahli menyebut alat pada zaman Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan Trinil. Selain di Pacitan, alat-alat dari zaman Paleplithikum ini temukan di daerah Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat),dan Lahat (Sumatera Selatan). 1. Jenis Manusia Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo. 2. Kebudayaan Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. 1

Zaman Batu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Zaman Batu

Citation preview

Page 1: Zaman Batu

1. Paleolitikum

Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia

masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata

pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.

Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis,

Meganthropus Paleojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang

aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong.

Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan alat-alat batu dan

kapak genggam di daerah Pacitan. Cara kerjanya digenggam dengan tangan. Kapak ini

dikerjaan dengan cara masih sangat kasar. Para ahli menyebut alat pada zaman

Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan Trinil. Selain di Pacitan,

alat-alat dari zaman Paleplithikum ini temukan di daerah Progo dan Gombong (Jawa

Tengah), Sukabumi (Jawa Barat),dan Lahat (Sumatera Selatan).

1. Jenis Manusia

Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman

Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus

paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.

2. Kebudayaan

Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat

dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan

Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah

Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih

dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa kapak

itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan

Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)

b. Kebudayaan Ngandong

Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan

ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran

1

Page 2: Zaman Batu

ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah,

dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah

seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada

dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa

Leang Pattae (Sulawesi Selatan)

Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana.

Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:

1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)

2. Berburu (Food Gathering)

3. Menangkap ikan

3. Alat-alat pada zaman Paleolitikum

Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Contoh

alat-alat tersebut adalah:

1. Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper"

(alat penetak/pemotong)

Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak

bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak

genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi

lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi

menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

2

Page 3: Zaman Batu

2. Kapak Perimbas

Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata.

Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di

Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa

Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah

sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.

3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat

dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa

alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek

ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk

menangkap ikan.

3

Page 4: Zaman Batu

4. Flakes

Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk

mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat

dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan,

mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

2. Zaman Mesolitikum

Setelah pleistosen berganti dengan holosen, kebudayaan paleolithikum tidak begitu saja

lenyap melainkan mengalami perkembangan selanjutnya. Di Indonesia, kebudayaan

paleolithikum itu mendapat pengaruh baru dengan mengalirnya arus kebudayaan baru dari

daratan Asia ygna membawa coraknya sendiri. Kebudayaan baru yang timbul itu

dinamakan Mesolithikum. Kebudayaan mesolithikum ini banyak ditemukan bekas-bekasnya

di Sumatra, Jawa , Kalimantan, Sulawesi dan di Flores. Dari peninggalan-peninggalan

tersebut dapat diketahui bahwa jaman itu manusia masih hidup dari berburu dan

menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi sebagian sudah mempunyai tempat tinggal

tetap, sehingga bisa dimungkinkan sudah bercocok tanam walau masih sangat sederhana

dan secara kecil-kecilan. Bekas-bekas tempat tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai

(Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (Abris Sous Roche). Disitulah pula banyak

didapatkan bekas-bekas kebudayaannya.

Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang ternyata

berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang ditemukan

di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble dapat

dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan bahwa

alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman

4

Page 5: Zaman Batu

paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman

paleolithikum.

A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM

1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)

a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya

dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah

dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang

dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.

Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan

Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang

hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan

penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang

ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan

hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit

kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai

5

Page 6: Zaman Batu

dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak

tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

c. Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi

bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

d. Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu

penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling

makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari

tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu

sihir.

2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)

Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo

- Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah

dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari

6

Page 7: Zaman Batu

perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu

adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.

3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)

Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)

Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada

zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang

buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels

tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang

ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu

pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari

tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling

banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone

Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble

ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di

Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur.

Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di

Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong

yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-

sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh

peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap

sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu

kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala

tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000

7

Page 8: Zaman Batu

sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga

ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh

Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari

batu indah.

B. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH

Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam,

Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti

bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di

gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan

diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan

hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-

bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh.

Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu

pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke

Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:

1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur

barat.

2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.

Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai

pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap

penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa

8

Page 9: Zaman Batu

Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan

kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara.

Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche

banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada

kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui

Jepang, Formosa dan Filipina.

C. KEBUDAYAAN TOALA

Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade.

Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon,

jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam

gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya

sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang

tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi

dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti

warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan

Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.

3. Zaman Neolitikum

Ada dikatakan bahwa neolithikum itu adalah suatu revolusi yang sangat besar dalam

peradaban manusia. Perubahan besar ini ditandai dengan berubahnya peradaban

penghidupan food-gathering menjadi foodproducing. Pada saat orang sudah mengenal

bercocok tanam dan berternak. Pertanian yang mereka selenggarakan mula-mula bersifat

primitif dan hanya dilakukan di tanah-tanah kering saja. Pohon-pohon dari beberapa bagian

hutan di kelupak kulitnya dan kemudian dibakar. Tanah-tanah yang baru dibuka untuk

9

Page 10: Zaman Batu

pertanian semacam itu untuk beberapa kali berturut-turut ditanami dan sesudah itu

ditinggalkan.

Orang-orang Indonesia zaman neolithikum membentuk masyarakat-masyarakat dengan

pondok-pondok mereka berbentuk persegi siku-siku dan didirikan atas tiang-tiang kayu,

dinding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah-indah, Walaupun alat-alat mereka

masih dibuat daripada batu, tetapi alat-alat itu dibuat dengan halus, bahkan juga sudah

dipoles pada kedua belah mukanya.

A. CARA HIDUP

Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada zaman

itu manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama dalam

kampung. Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja

sama. Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara

penghidupan di dalam ikatan kerjasama itu. Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu

terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana

kita dapatkan sekarang.

B. ALAT-ALAT ZAMAN NEOLITHIKUM

Pada zaman neolithikum ini alat-alat terbuat dari batu yang sudah dihaluskan.

1. Pahat Segi Panjang

Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan,

daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian

besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

2. Kapak Persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama

kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang

10

Page 11: Zaman Batu

berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam

berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung

dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan

Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana

lazimnya pahat.

Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu

api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan

sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan di

daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.

3. Kapak Lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk

keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi

tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk

keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang

kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.

Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan

Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga

para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum

Papua.

4. Kapak Bahu

Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada

tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah

kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai

11

Page 12: Zaman Batu

sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat.

Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum

Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di

Minahasa.

5. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)

Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu

indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan

utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis)

menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung

yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat

atau batu-batu akik.

6. Pakaian dari kulit kayu

Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit kayu yang sederhana

yang telah di perhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum

perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai larangan atau pantangan yang harus

di taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lainnya

ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman

neolithikum sudah berpakaian.

7. Tembikar (Periuk belanga)

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk

belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang

ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya

berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba

banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia.

12

Page 13: Zaman Batu

4. Zaman Perundagian

a. Kehidupan Sosial

Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong

ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Selain

itu, adanya persaingan antarpribadi di dalam masyarakat menimbulkan keinginan untuk

menguasai satu bidang. Gejala seperti ini menyebabkan timbulnya golongan undagi.

Golongan ini merupakan golongan masyarakat terampil dan mampu menguasai teknologi

pada bidang-bidang tertentu, misalnya membuat rumah, peleburan logam, membuat

perhiasan. (Baca juga : Kehidupan Sosial, Ekonomi, Sistem Kepercayaan, Budaya dan Alat-

alat Manusia Purba Di Indonesia)

Masa perundagian merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia,

karena pada masa ini kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desadesa kecil

membentuk kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah

oleh orang yang dianggap terkemuka. Pada masa perundagian ini, masyarakat purba di

Indonesia mulai berkenalan dengan komunitas yang lebih luas, seperti dengan manusia dari

India dan Cina

b. Budaya dan Alat yang dihasilkan

Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk

melakukan hal yang terbaik pada dirinya, di antaranya pengaturan tata air (irigasi).

Perdagangan pun diperluas hingga antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah

domestik. Dengan demikian, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan suku

dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, seperti

kebudayaan India dan Cina.

Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem

kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Tarumanagara,

Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain.

13

Page 14: Zaman Batu

Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang

memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-bahan dari

logam. Hasilhasil peninggalan kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak

perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.

1. Nekara perunggu : berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon

2. turun hujan dan sebagai genderang perang; memiliki pola hias yang beragam, dari

pola binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif;

banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.

3. Kapak perunggu : bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung,

atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.

4. Bejana perunggu : bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di

Madura dan Sulawesi.

14

Page 15: Zaman Batu

5. Arca perunggu : berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang

busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.

6. Perhiasan dan manik-manik: ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi;

berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di

Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran,

Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya

ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.

c. Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa

bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa

dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya. Anggapan seperti ini

memunculkan jenis kepercayaan: animisme dan dinamisme.

1) Animisme

15

Page 16: Zaman Batu

Dalam kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda

memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta

pertolongan pada saat diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan

hebat. Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati

suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara

berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.

2) Dinamisme

Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus

yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai

tempat, misalnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air,

persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain. Timbullah kepercayaan

terhadap adanya kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih

hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan

dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada batu

akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat

tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang.

Di kemudian hari, kepercayaan-kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong

manusia menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuatan roh dan makhluk

halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada

kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan pribadi mereka maupun kehidupan alam

semesta. Kekuatan gaib tersebut diyakini memiliki keteraturan sendiri yang tak dapat

diganggu-gugat, yakni hukum alam. Kepercayaan terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas

dihayati sebagai kekayaan batin spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan

animisme dan dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan

Hindu-Buddha dan kemudian Islam.

5. Zaman Megalitikum

16

Page 17: Zaman Batu

A. Zaman Megalitikum

Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu.

Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini

manusia sudah dapat membuat dan meningkatkankebudayaan yang terbuat dan

batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai

zamanPerunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan.

Walaupunkepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu

kepercayaanterhadap roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena

pengetahuanmanusia sudah mulai meningkat.

A. kebudayaan Megalitikum

Kebudayaan megalitikum akarnya terdapat dalam zaman neolitikum, tertutama

berkaitan dengan upacara penguburan. Kebudayaan megalitikum mengalami

perkembangan yang pesat pada masa perundagian (zaman logam).

1. MENHIR

Makna dari Menhir :

Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau

berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan

benda prasejarah ini didirikan oleh manusia

prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni

simbol kesuburan untuk bumi.

Menhir adalah batu yang serupa

dengandolmen dan cromlech, merupakan batuan

dari periode Neolitikum yang umum ditemukan

diPerancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-

batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalambahasa

17

Page 18: Zaman Batu

Yunani artinya besar dan lith berartibatu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini

digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan

arwah nenek moyang.

2. Punden Berundak-undak

Makna Punden berundak :

Punden berundak-undak adalah

bangunan dari batu yang bertingkat-

tingkat dan maknanya sebagai tempat

pemujaan terhadap roh nenek moyang

yang telah meninggal. Bangunan

tersebut dianggap sebagai bangunan

yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan

Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

3. Dolmen

Makna Dolmen :

Dolmen merupakan meja dari batu yang

bermakna sebagai tempat meletakkan

saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya

di bawah dolmen dipakai untuk

meletakkan mayat, agar mayat tersebut

tidak dapat dimakan oleh binatang buas

maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Dengan demikian

dolmen yang bermakna sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu.

18

Page 19: Zaman Batu

Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa

Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

4. Sarkofagus

Makna Sarkofagus :

Sarkofagus adalah keranda batu atau peti

mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya

menyerupai lesung dari batu utuh yang

diberi tutup. Dari Sarkofagus yang

ditemukan umumnya di dalamnya terdapat

mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari

perunggu serta besi. Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut

masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli

bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

5. Arca batu

Makna :

Arca/patung-patung dari batu yang

berbentuk binatang atau manusia.

Bentuk binatang yang digambarkan

adalah gajah, kerbau, harimau dan

moyet. Sedangkan bentuk arca manusia

yang ditemukan bersifat dinamis.

Maknanya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah.

Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang menunggang

binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan).

19

Page 20: Zaman Batu

Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah

dan Jawa Timur.

6. Waruga

Makna Waruga :

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya

Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti

pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam

jenis benda antara lain berupa tulang- tulang

manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik-

manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan

didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa

individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur

komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja

disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

7. Kubur Batu

Makna Kubur Batu :

Batu megalitikum ini dipercaya menjadi tepat

tinggal di alam gaib. Semakin besar kubur batu,

semakin menunjukan kebesaran para

bangsawan itu. Yang pada intinya bermakna

sebagai tempat menyimpan mayat.

B. Kepercayaan

Kehidupan Keagamaan Masyarakat Sunda Kuno

Penemuan-penemuan sejumlah bangunan era Megalitikum mengindikasikan bahwa

rakyat Sunda kuno cukup religius. Sebelum pengaruh Hindu dan Buddha tiba di Pulau

20

Page 21: Zaman Batu

Jawa, masyarakat Sunda telah mengenal sejumlah kepercayaan, seperti terhadap

leluhur, benda-benda angkasa dan alam seperti matahari, bulan, pepohonan, sungai,

dan lain-lain. Pengenalan terhadap teknik bercocok tanam (ladang) dan beternak,

membuat masyarakat percaya terhadap kekuatan alam. Untuk mengungkapkan rasa

bersyukur atas karunia yang diberikan oleh alam, mereka lalu melakukan upacara

ritual yang dipersembahkan bagi alam. Karena itu, mereka percaya bahwa alam

beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa dijangkau oleh akal dan pikiran

mereka.

Dalam melaksanakan ritual atau upacara keagamaan, masyarakat prasejarah itu

berkumpul di komplek batu-batu besar (megalit) seperti punden-berundak

(bangunan bertingkat-tingkat untuk pemujaan), menhir (tugu batu sebagai tempat

pemujaan), sarkofagus (bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati),

dolmen (meja batu untuk menaruh sesaji), atau kuburan batu (lempeng batu yang

disusun untuk mengubur mayat). Bangunan-bangunan dari batu ini banyak

ditemukan di sepanjang wilayah Jawa bagian barat. Dibandingkan dengan wilayah

Jawa Tengah dan Timur, Jawa Barat paling banyak meninggalkan bangunan-

bangunan megalitik tersebut.

Kehidupan yang serba tergantung kepada alam membuat pola hidup yang

bergotong-royong. Dalam melakukan persembahan/penyembahan terhadap roh

leluhur maupun kekuatan alam, masyarakat prasejarah ini melakukannya secara

bersama-sama. Yang memimpin upacara itu adalah mereka yang berusia paling tua

atau dituakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang berhak

menentukan kapan acara “sedekah bumi” dan upacara-upacara religius lainnya

dilakukan. Dialah juga yang dipercayai masyarakat dalam hal mengusir roh jahat,

mengobati orang sakit, dan menghukum warganya yang melanggar nilai atau hukum

yang diberlakukan.

Kehidupan Keagamaan Masyarakat Sunda Masa Hindu-Buddha

Setelah kedatangan orang-orang India, masyarakat Sunda kuno mulai terpengaruh

ajaran-ajaran Hindu dan Buddha. Penemuan sejumlah arca-batu bercorak Hindu dan

21

Page 22: Zaman Batu

Buddha (meski dibuat sangat sederhana) menandakan bahwa mereka—terutama

kaum bangsawan—memercayai dan mempraktikkan ajaran-ajaran Hindu-Buddha.

Meski jarang sekali ditemukan candi yang bercorak Hindu-Buddha, tak dipungkiri

bahwa masyarakat Sunda Kuno—terutama keluarga raja—menganut agama-agama

dari India itu, yang kemudian dipadukan dengan kepercayaan nenek-moyang

mereka, yaitu Sunda Wiwitan.

Sejak masa Salakanagara dan Tarumanagara, raja-raja di Sunda memiliki gelar yang

sangat kental warna Hindu maupun Buddha. Gelar “dewawarman” yang berarti

“baju perisai dewa”, tentu mengacu kepada kepercayaan Hindu, selain karena

pendiri Salakanagara berasal dari negeri India. Mereka begitu memuja dewa-dewa

Hindu seperti Surya, Wisnu, dan Siwa.

22