21
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI TUGAS AKHIR Matakuliah Analisis Data Spasial Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy Process (AHP) Diajukan Oleh: Karlina Triana 12/339143/PTK/8300 YOGYAKARTA 2013

Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dengan Motode Analytical Hierrarchy Process (AHP)

Citation preview

Page 1: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI

TUGAS AKHIR

Matakuliah Analisis Data Spasial

Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa

di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo,

Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dengan Motode Analytical Hierrarchy Process (AHP)

Diajukan Oleh:

Karlina Triana

12/339143/PTK/8300

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo merupakan kecamatan yang berada di

Kabupaten Bantul Provinsi D.I.Yogyakarta yang berpotensi terhadap gerakan tanah dan

batuan. Sebagian wilayah ini berada di kaki Gunungapi Merapi dan morfologinya didominasi

oleh daerah berbukit dengan lapisan tanah yang subur dan relatif tebal. Di samping itu,

Kabupaten Bantul dilewati oleh beberapa sesar mayor dan sangat rentan dengan bahaya

geologi. Kondisi ini sangat memungkinkan menjadi penyebab gerakan tanah dan batuan

yang sering kali terjadi pada lokasi penelitian. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian

tentang zonasi wilayah yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan massa, dan wilayah

yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat bencana longsor.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Pundong, Kecamatan Imogiri, dan Kecamtan Dlingo yang

merupakan wilyah terpadat di Kabupaten Bantul.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang perlu untuk diteliti adalah:

1. Wilayah mana saja yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan

pada lokasi penelitian?

2. Wilayah mana saja yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial akibat

potensi bencana yang dapat terjadi pada lokasi penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang memiliki

potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan, dan juga untuk menentukan daerah-

daerah yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat potensi

bencana yang dapat terjadi pada lokasi penelitian.

1.4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Seloharjo, Desa Girirejo, dan Desa Karang Tengah di

Kecamatan Pundong, Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo di Kecamatan Imogiri, dan Desa

Mangunan dan Desa Muntuk di Kecamatan Dlingo. Area penelitian berada di Kabupaten

Bantul, Provinsi D.I.Yogyakarta dengan luas area 69 km2. Lokasi penelitian secara lebih jelas

dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Page 3: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

3

Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang akan dilakukan, diharapkan dapat diketahui daerah-daerah

yang memiliki potensi bahaya terjadinya gerakan tanah dan batuan, dan juga daerah-daerah

yang memiliki resiko kerugian secara fisik maupun sosial ekonomi akibat potensi bencana

yang dapat terjadi pada lokasi penelitian. Selanjutnya dapat dilakukan penyampaian arahan

rekomendasi dalam mitigasi penanggulangan gerakan tanah dan batuan di lokasi penelitian.

Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat diterapkan pada daerah lain yang

memiliki kemiripan kondisi geologi seperti pada daerah penelitian.

1.6. Batasan Penelitian

Parameter bahaya yang dijadikan pertimbangan dalam pembobotan adalah faktor

kemiringan lereng, jarak dari struktur, curah hujan, litologi, kerapatan vegetasi, dan tekstur

butiran. Parameter resiko yang dijadikan pertimbangan dalam pembobotan adalah total

populasi tiap desa, penggunaan lahan dan jarak dari jalan yang ketiganya di overlay dengan

peta bahaya yang telah dibuat sebelumnya.

Page 4: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Analytical Hierrarchy Process (AHP) adalah suatu metoode pengambilan keputusan

yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ilmuwan Amerika. Metode ini

menggunakan perhitungan matriks sebagai perbandingan berpasangan untuk menentukan

kepentingan relatif dari masing-masing parameter. Dalam penelitian ini, bobot faktor yang

dapat menangkap kepentingan relatif dari satu parameter terhadap parameter yang lain

didirikan dengan perbandingan berpasangan berdasarkan skala 9 poin. Kesembilan poin

tersebut mewakili sembilan ekspresi linguistik dan nilai-nilai numerik yang sesuai. Ekspresi

linguistik menjelaskan keadaan atau deskripsi, sementara nilai-nilai numerik yang

dikuantifikasi berguna untuk menghitung faktor bobot. Namun, ilmu ini masih kurang dalam

cara mengevaluasi langsung intuisi atau ekspresi, validitas dari nilai-nilai numerik yang

mungkin dinilai oleh bobot parameter, dan konsistensi dari proses perhitungan.

Skala kepentingan relatif (Scale of relative importance) Saaty (1980):

Tabel 2.3. Skala Kepentingan Relatif (Saaty, 1980)

Skala Kepentingan Keterangan

1 Sama Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai

pengaruh yang sama besar.

3 Sedikit lebih

penting

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen

yanga lainnya. Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

5 Lebih penting

Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya.

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu

elemen dibandingkan elemen yang lainnya.

7 Sangat penting

Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen

lainnya. Satu elemen yang kuat disokong dan dominan

terlihat dalam praktek.

9 Mutlak penting

Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya,

Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen lain

memeliki tingkat penegasan tertinggi yang menguatkan.

2, 4,

6, 8, Nilai menengah

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan

yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua pilihan.

Page 5: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

5

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam analisis data, digunakan metode analisis pembobotan parameter secara

kualitatif. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan deskripsi dengan

pembobotan dari parameter-parameter yang diperoleh seperti kemiringan lereng, litologi

batuan, dan sebagainya. Karena terdapat berbagai pendekatan pemetaan kerentanan gerakan

massa, maka metode pembobotan kualitatif yang digabungkan dengan metode prediksi

gerakan massa secara statistik akan digunakan sebab sesuai dengan lokasi penelitian dan

metode akuisisi data. Prinsip metode ini adalah melakukan overlay pada peta-peta parameter.

Masing-masing parameter dapat dianalisis dengan menggunakan aturan pengambilan

keputusan subyektif berdasarkan pengalaman ilmuwan bumi. Dalam pendekatan ini, bobot

diberikan secara berbeda-beda untuk setiap peta parameter yang dipertimbangkan. Subdivisi

pada tiap peta parameter juga diberikan skor. Pemilihan parameter juga memiliki unsur

subyektif yang dominan dalam metode ini.

Gambar 3.1. Kerangka Alur Pikir Penelitian

Kemiringan

lereng

Populasi

Penduduk

Jarak dari

struktur

Kerapatan

vegetasi

Litologi

Batuan

Curah

hujan

Penggunaan

Lahan

Jarak dari

jalan

Pembobotan

Peta Resiko

Gerakan Massa

Peta Bahaya

Gerakan Massa

Pembobotan

Tekstur

Butiran

Page 6: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

6

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran umum dari lokasi penelitian yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah

bedasarkan parameter-parameter yang dipertimbangkan dalam pembobotan potensi bahaya

dan resiko. Pada parameter bahaya diantaranya ada kondisi kemiringan lereng, jarak dari

struktur, curah hujan, litologi batuan, kerapatan vegetasi dan tekstur butiran. Pada parameter

resiko diantaranya terdapat populasi penduduk, penggunaan lahan, dan jarak dari jalan.

4.1. Kemiringan Lerang

Kemiringan lereng pada lokasi penelitian dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas

rendah, menengah, dan tinggi. Kelas rendah tersebar diseluruh desa dan merupakan kelas

kemiringan lereng yang memiliki luasan terbesar pada lokasi penelitian. Kelas menengah

terdapat di seluruh desa namun terpusat disekitar Desa Muntuk dan Desa Mangunan,

membentang diagonal dengan arah timurlaut – baratdaya. Kelas tinggi merupakan kelas

kemiringan lereng yang kecil persentasenya dan terpusat pada lembah sungai yang

membatasi Desa Sriharjo dan Desa Selopamioro.

4.2. Jarak Dari Struktur

Struktur yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu sesar normal, sesar geser, dan sesar

yang masih diperkirakan. Pada jenis sesar normal diantaranya terdapat Sesar Kaliurang

berarah utara – selatan, Sesar Girijati berarah utara – selatan, dan Sesar Opak-Parangtritis

berarah timurlaut – baratdaya. Pada jenis sesar geser kanan terdapat Sesar Ngunut berarah

baratlaut – tenggara, sedangkan pada sesar geser kiri terdapat Sesar Opak-Putat berarah utara

– selatan. Terdapat beberapa sesar yang masih diperkiran berjenis sesar normal.

4.3. Curah Hujan

Lokasi penelitian terbagi menjadi dua wilayah kelompok curah hujan. Kelompok

pertama dengan curah hujan 1500 – 2000 mm/tahun terdapat di Desa Seloharjo, Desa

Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Karangtengah, Desa Girirejo, dan sebagian dari Desa

Mangunan. Sedangkan kelompok kedua dengan curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun terdapat

di Desa Muntuk dan sebagian dari Desa Mangunan.

Page 7: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

7

Gambar 4.1. Peta Kelas Lereng Lokasi Penelitian

Gambar 4.2. Peta Jarak Struktur Lokasi Penelitian

Page 8: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

8

Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Lokasi Penelitian

Gambar 4.4. Peta Litologi Batuan Lokasi Penelitian

Page 9: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

9

4.4. Litologi Batuan

Jenis batuan yang terdapat di lokasi penelitian adalah batuan volkanik dan batuan

sedimen. Batuan Volkanik berusia Oligosen-Miosen sebagian besar terdapat di Desa

Seloharjo dan sebagian kecil Desa Selopamioro. Batuan Volkanik berusia Miosen memiliki

persentasei tersebesar dari seluruh batuan penyusun lokasi penelitian, berada di tengah lokasi

penelitian dan memanjang ke arah timurlaut. Disamping itu juga terdapat batuan volkanik

muda dari Gunungapi Merapi di bagian barat lokasi penelitian. Batuan sedimen berumur

Miosen hanya menempati sebagian kecil dari area penelitian yang berbatasan dengan

Kabupaten Gunung Kidul, sedangkan sedimen yang lebih muda terdapat di Desa

Selopamioro dan Desa Sriharjo.

4.5. Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi pada lokasi penelitian dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas

rendah, menengah, dan tinggi. Kelas rendah terdapat di seluruh desa, dominan di Kecamatan

Imogiri, dan merupakan kelas kerapatan vegetasi yang memiliki luasan terbesar pada lokasi

penelitian. Kelas menengah tersebar di seluruh desa dan menduduki peringkat kedua. Kelas

tinggi merupakan kelas yang paling kecil persentasenya, sebagian besar terdapat di Desa

Mangunan dan Desa Muntuk, dan sebagian kecil di Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo.

4.6. Tekstur Butiran

Tekstur butiran pada lokasi penelitian dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas sangat

halus, halus, sedang, dan kasar. Kelas sangat halus terdapat di seluruh desa dan merupakan

kelas tekstur butiran yang memiliki luasan terbesar pada lokasi penelitian. Kelas halus

terdapat di baratlaut lokasi penelitian. Kelas sedang menempati peringkat kedua dan tersebar

di seluruh lokasi penelitian kecuali di Desa Girirejo. Kelas kasar merupakan kelas yang

paling kecil persentasenya, dan hanya terdapat sedikit sekali pada Desa Girirejo dan Desa

Mangunan.

Page 10: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

10

Gambar 4.5. Peta Kerapatan Vegetasi Lokasi Penelitian

Gambar 4.6. Peta Tekstur Butiran Lokasi Penelitian

Page 11: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

11

Gambar 4.7. Peta Total Populasi Penduduk Lokasi Penelitian

4.7. Populasi Penduduk

Populasi penduduk di lokasi penelitian bervariasi dari jumlah ribuan hingga puhan

ribu. Jumlah populasi penduduk menurut desa di lokasi penelitian ditampilkan dalam tabel

sebagai berikut: Desa Muntuk 15.173 jiwa, Desa Mangunan 13.130 jiwa, Desa Selopamioro

22.545 jiwa, Desa Sriharjo 6.329 jiwa, Desa Giriejo 3.377 jiwa, Desa Karangtengah 3.369

jiwa, dan Desa Seloharjo 12.754 jiwa (Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik Tahun 2010).

4.8. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang terdapat pada lokasi penelitian diantaranya lahan hutan,

semak belukar, tanah atau rumput kosong, tegalan, sawah irigasi, perkebunan, air tawar, dan

permukiman. Perkebunan menempati luasan terluas dalam lokasi penelitian, diikuti oleh

tegalan dan selanjutnya sawah irigasi. Area permukiman tersebar di seluruh lokasi penelitian.

4.9. Jarak Dari Jalan

Apabila lokasi terjadinya gerakan massa dekat dengan jaringan jalan, dapat

menimbukan korban jiwa dan juga dapat merusak sarana dan prasarana dareah. Akibatnya,

merusak infrastruktur daerah yang menghubungkan antar kecamatan bahkan kabupaten. Jarak

dari jalan dibagi menjadi tiga kelas jarak, yaitu kelas jarak 0 – 50 meter, 51 – 100 meter, dan

di atas 100 meter. Zonasi jarak dilakukan pada tiap kelas jalan di seluruh lokasi penelitian.

Page 12: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

12

Gambar 4.8. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian

Gambar 4.9. Jarak Dari Jalan di Lokasi Penelitian

Page 13: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

13

V. PENGOLAHAN DATA

Memprioritaskan kelima kriteria:

Sebelum melakukan pembobotan, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan

pemberian peringkat dari masing-masing parameter berdasarkan dengan skala

kepentingannya. Pada penelitian kali ini, faktor yang dianggap paling mempengaruhi

terjadinya gerakan massa adalah kemiringan lereng, pada peringkat kedua diikuti oleh jarak

dari struktur geologi, kemudian curah hujan, diikuti oleh litologi batuan, kerapatan vegetasi,

dan tekstur butiran. Seluruh parameter selanjutnya dimasukkan ke dalam matriks dan diberi

nilai skala kepentinganya sebagai berikut :

Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture

Slope 1 2 2 3 5 8

Structure 1/2 1 1 2 4 7

Rainfall 1/2 1 1 2 4 7

Lithology 1/3 1/2 1/2 1 2 5

Vegetation 1/5 1/4 1/4 1/2 1 5

Texture 1/8 1/7 1/7 1/5 1/5 1

SUM 2.658 4.893 4.893 8.700 16.200 33

Sebuah matriks n x n adalah matriks persegi di mana n adalah jumlah baris dan

kolom. Dalam hal ini n = 6. Sebuah elemen sama pentingnya bila dibandingkan dengan

elemen lainnya. Oleh karena itu, diagonal utama harus menjadi 1. Dengan konvensi,

perbandingan kekuatan dari suatu kegiatan selalu muncul dalam kolom sebelah kiri

berlawanan dengan kegiatan lain yang muncul di baris di atas. Slope adalah 2 kali lebih

penting daripada Structure. Perbandingan terbalik menghasilkan timbal balik dari

perbandingan dasar, hal ni disebut matriks timbal balik. Sehingga nilai Structure adalah ½

kali pentingga dari Slope.

Menormalisasi matriks:

Matriks di atas dinormalisasi dengan membagi setiap nilai dengan jumlah kolom

(misalnya 1/2.658 = 0,376). Normalisasi dilakukan pada seluruh sel, kemudian dihitung rata-

rata setiap barisnya.

Page 14: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

14

Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture PV

Slope 0.376 0.409 0.409 0.345 0.309 0.242 0.35

Stucture 0.188 0.204 0.204 0.230 0.247 0.212 0.21

Rainfall 0.188 0.204 0.204 0.230 0.247 0.212 0.21

Lithology 0.125 0.102 0.102 0.115 0.123 0.152 0.12

Vegetation 0.075 0.051 0.051 0.057 0.062 0.152 0.07

Texture 0.047 0.029 0.029 0.023 0.012 0.030 0.03

SUM 1 1 1 1 1 1 1

Nilai rata-rata di atas disebut dengan priority vector (PV) dan merupakan bobot dari

kriteria. Jumlah seluruh nilai sama dengan 1.

Consistency Ratio (CR):

Rasio Konsistensi harus dihitung untuk memverifikasi bahwa keputusan dibuat

sempurna, karena konsistensi yang sempurna apabila x adalah 2 kali lebih besar dari y dan y

adalah 3 kali lipat dibanding z, maka x harus 6 kali lebih besar dari z. Metode Eigenvector

Saaty digunakan untuk mengevaluasi rasio konsistensi.

.....(Saaty, 1980) Persamaan 4.1.

CR kurang dari atau sama dengan 0,1 adalah diterima. Untuk nilai yang lebih besar

diperlukan pengambilan keputusan untuk mengurangi ketidakkonsistenan dengan merevisi

penilaian. Dimana:

CI: consistency index,

.....(Saaty, 1980) Persamaan 4.2.

Keterangan λmax : Eigenvalue Maksimum (Perron Root)

n : Jumlah baris dan kolom

RI: random index,

Tabel 4.1. Indeks Konsistensi Acak (Saaty, 2001)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Random index 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.4 1.45 1.49

Page 15: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

15

Eigenvalue Maksimum (λmax) dihitung dengan:

Melakukan perkalian pada matriks dengan PV. Contohnya pada baris pertama yang

dikalikan dengan PV akan menjadi : 1 × 0.35, 2 × 0.21, 2 × 0.21, 3× 0.12, 5 x 0.07, dan 8 x

0.03. Maka hasilnya menjadi:

Slope Structure Rainfall Lithology Vegetation Texture SUM

Slope 0.348 0.429 0.429 0.360 0.373 0.228 2.167

Stucture 0.174 0.214 0.214 0.240 0.299 0.200 1.341

Rainfall 0.174 0.214 0.214 0.240 0.299 0.200 1.341

Lithology 0.116 0.107 0.107 0.120 0.149 0.143 0.742

Vegetation 0.070 0.054 0.054 0.060 0.075 0.143 0.454

Texture 0.044 0.031 0.031 0.024 0.015 0.029 0.172

Melakukan pembagian antara jumlah total baris dengan (PV). Maka hasilnya menjadi:

Jumlah Total Baris

PV Jumlah Total

Baris/PV

2.167 0.35 6.222

1.341 0.21 6.257

1.341 0.21 6.257

0.742 0.12 6.188

0.454 0.07 6.079

Untuk memperoleh Eigenvalue Maksimum, hitung rata-rata dari nilai di atas.

λmax = (6.222 + 6.257 + 6.257 + 6.188 + 6.079 + 6.040)/6 = 6.174

Consistency index (CI) dari persamaan 4.2. akan menjadi:

Untuk n = 6, random index (RI) menjadi 1.25

Consistency ratio (CR) dari persamaan 4.1. dapat dievaluasi sebagai berikut:

Karena CR = 0.028 dan kurang dari 0.10 maka bobot parameter dapat diterima.

Page 16: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

16

Perhitungan yang sama dilakukan pada parameter resiko. Dimana faktor resiko yang

dianggap paling berpengaruh ketika terjadi gerakan masa adalah populasi penduduk, diikuti

oleh faktor bahaya, penggunaan lahan, dan jarak dari jaringan jalan. Faktor bahaya

merupakan hasil dari pengolahan parameter bahaya yang harus didapatkan sebelum

melakukan pengolahan parameter resiko.

Population Hazard Land Use Road

Population 1 2 5 7

Hazard 1/2 1 3 5

Land Use 1/5 1/3 1 3

Road 1/7 1/5 1/3 1

SUM 1.843 3.533 9.333 16

Menormalisasi matriks dan menghitung PV

Population Hazard Land Use Road PV

Population 0.543 0.566 0.536 0.438 0.52

Hazard 0.271 0.283 0.321 0.313 0.30

Land Use 0.109 0.094 0.107 0.188 0.12

Road 0.078 0.057 0.036 0.063 0.06

SUM 1 1 1 1 1

Melakukan perkalian matriks dan menghitung Eigenvalue Maksimum

Population Hazard Land Use Road SUM SUM/PV

Population 0.520 0.594 0.622 0.407 2.143 4.118

Hazard 0.260 0.297 0.373 0.290 1.221 4.110

Land Use 0.104 0.099 0.124 0.174 0.502 4.034

Road 0.074 0.059 0.041 0.058 0.233 4.017

Diperoleh Eigenvalue Maksimum sebesar 4.070. Dengan n = 4, random index (RI)

menjadi 0.890, nilai CI menjadi 0.023 dan CR = 0.026. Maka, bobot parameter resiko dapat

diterima dan digunakan.

Page 17: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

17

Pengolahan Data Menggunakan ArcGIS

Setelah mendapatkan bobot yang akan diberikan terhadap masing-masing parameter

bahaya dan resiko, tahap selanjutnya adalah mengolah data dengan menggunakan software

ArcGIS 9.3. Tahap-tahap yang dilakukan antara lain :

1. Mengkonversi data menjadi tipe raster.

Data yang diperoleh dalam penelitian kali ini adalah dalam tipe vektor, yaitu

dengan format shapefile. Untuk melakukan analisis spasial seperti overlay data-data

tersebut perlu dikonversi menjadi tipe raster dengan cara :

Buka jendela ArcToolBox >> Conversion Tools

To Raster >> Polygon to Raster

Setiap data yang diubah tipe raster harus memiliki ukuran pixel yang sama agar

memudahkan dalam melakukan overlay.

2. Melakukan overlay dan pemberian bobot.

Bobot yang telah diperoleh dengan Analytical Hierrachy Process akan

diberikan dalam tahap overlay berikutnya. Bobot diberikan dalam bentuk persentase

dan merupakan nilai influence dari tiap-tiap parameter.

Buka jendela ArcToolBox >> Spatial Analyst Tool

Overlay >> Weighted Overlay

Selain dilakukan dalam pembuatan peta bahaya, tahap overlay yang sama juga

dilakukan dalam pembuatan peta resiko.

3. Melakukan layouting peta.

Setelah hasil analisis diperoleh, langkah selanjutnya yang merupakan finishing

dari pembuatan peta adalah melakukan layout. Unsur-unsur utama dari peta yang

harus dibuat ketika layouting antara lain adalah :

a. Judul peta

b. Arah mata angin

c. Skala peta

d. Grid koordinat

e. Legenda peta

f. Sumber peta

g. Inset/indeks peta

h. Author/organisasi

Page 18: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

18

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Zonasi Bahaya Gerakan Tanah

Berdasarkan hasil penjumlahan bobot parameter bahaya di wilayah penelitian

diperoleh lima kelas yang mempresentasikan tingkatan potensi bahaya terjadinya gerakan

masa. Kelima kelas tersebut adalah kelas sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat

tinggi. Pemberian warna simbol pada peta bahaya dilakukan dengan warna senada sehingga

dapat menampilkan gradasi dari tingkatan bahaya yang tersebar di area penelitian.

Warna kuning mewakili area yang memiliki potensi sangat rendah untuk terjadi

gerakan massa. Penyebaran kelas sangat rendah berada di Desa Muntuk dan sebagian kesil

Desa Mungunan sebelah utara. Kelas rendah diwakilkan dengan pewarnaan oranye muda,

tersebar hampir di seluruh area penelitian kecuali di Desa Muntuk bagian utara. Kemudian

warna oranye yang lebih gelap mewakilkan kelas sedang, tersebar di beberapa lokasi namun

paling banyak dapat ditemukan di Desa Selopamioro. Warna merah mewakili area dengan

potensi bahaya tinggi, berlokasi di sekitar area terdapatnya struktur geologi seperti sesar

normal dan sesar geser. Area berkelas sangat bahaya diwakili dengan warna merah gelap,

terpusat di tengah area penelitian tepatnya Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo, dan

sebagian kecil berada di Desa Seloharjo bagian baratdaya.

1.2. Zonasi Resiko Gerakan Tanah

Berdasarkan hasil perkalian bobot parameter resiko di wilayah penelitian diperoleh

enam kelas yang mempresentasikan tingkatan potensi resiko terjadinya gerakan masa.

Keenam kelas tersebut adalah kelas tak ada resiko, resiko sangat rendah, resiko rendah,

resiko sedang, resiko tinggi, dan resiko sangat tinggi. Perbedaan antara peta bahaya dan peta

resiko yaitu pada peta resiko memungkinkan apabila terdapat zona tanpa ada resiko sama

sekali. Zona tersebut masuk ke dalam kelas tak ada resiko. Hal tersebut disebabkan oleh

penggunaan lahan area penelitian yang bervariasi, terdapat lahan yang dibangun menjadi

area permukiman dan ada pula yang tidak terusik aktifitas manusia serti pada lahan hutan

konservasi. Area yang di dalamnya tidak terdapat manusia tidak memiliki resiko untuk

terjadinya kehilangan secara fisik dan sosial ekonomi ketika bahaya geologi terjadi.

Pemberian warna simbol pada peta resiko dilakukan dengan warna senada sehingga dapat

menampilkan gradasi dari tingkatan resiko yang tersebar di area penelitian.

Page 19: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

19

Gambar 6.1. Peta Potensi Bahaya Gerakan Massa di Lokasi Penelitian

Page 20: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

20

Gambar 6.2. Peta Potensi Resiko Gerakan Massa di Lokasi Penelitian

Page 21: Zonasi Potensi Bahaya dan Resiko Gerakan Massa di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Motode Analytical Hierrarchy

21

Warna putih mewakili area yang memiliki tidak memiliki potensi resiko ketika terjadi

gerakan massa, hal ini disebabkan karena tidak adanya manusia yang menempati lahan

tersebut. Penyebaran kelas tak ada resiko paling banyak berada pada Desa Mangunan, Desa

Muntuk, dan Desa Girirejo, sementara sebagian kecil tersebar di beberapa area penelitian.

Kelas sangat rendah berada di Desa Muntuk, Desa Mungunan, dan Desa Seloharjo. Kelas

rendah diwakilkan dengan pewarnaan merah muda, tersebar hampir di seluruh area

penelitian, paling banyak terdapat pada Desa Mangunan dan Desa Muntuk. Kemudian warna

oranye mewakili kelas resiko sedang, tersebar di seluruh area penelitian namun terpusat di

tengah area penelitian yaitu pada Desa Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Karangtengah, dan

Desa Girirejo. Warna merah gelap mewakili area dengan potensi bahaya tinggi, paling

banyak ditemukan di Desa Selopamioro dan Desa Sriharjo, tepatnya pada lembahan sungai di

samping lereng perbukitan. Area berkelas sangat bahaya diwakili dengan warna merah yang

lebih gelap lagi, hanya terdapat di Desa Selopamioro di sisi selatan lembahan sungai.

VII. KESIMPULAN

Untuk memperoleh peta zonasi potensi bahaya dan peta zonasi potensi resiko

terjadinya gerakan massa di area penelitian adalah dengan cara melakukan pembobotan dari

masing-masing parameter bahaya dan resiko. Pembobotan dilakukan dengan metode

Analytical Hierrarchy Process, yaitu memberikan skala pada masing-masing parameter

berdasarkan kepentingan atau besar pengaruhnya, sehingga dihasilkan bobot atau nilai

pengaruh dalam melakukan overlay.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah lokasi yang memiliki kelas bahaya sedang

sampai dengan sangat tinggi terdapat di Desa Selopamioro, Desa Sriharjo, Desa Girirejo dan

Desa Seloharjo. Sedangkan area yang aman dari bahaya geologi berada pada bagian utara

lokasi penelitian, yaitu pada Desa Muntuk. Area yang memiliki potensi bahaya tinggi disertai

dengan paramater resiko yang tinggi memiliki resiko kehilangan secara fisik dan sosial

ekonomi yang lebih tinggi. Area dengan kondisi tersebut terdapat pada Desa Selopamioro

dan Desa Sriharjo. Desa Seloharjo, Desa Muntuk, dan Desa Mangunan memiliki kelas resiko

sedang sampai dengan kelas tak ada resiko, hal tersebut disebabkan oleh potensi bahaya dan

parameter resiko yang lebih rendah.