29
LAPORAN PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI MATERI : DETEKTOR GEIGER-MULLER Disusun Oleh : Nama : Zulhajji Lubis NIM : 011200324 Jurusan : Teknokimia Nuklir Kelompok : Rekan Kerja : 1. Salman Yasir Tanggal Praktikum : 29 oktober 2013 Asisten : Maria Christina P. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL YOGYAKARTA 1

zulhajji lubis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: zulhajji lubis

LAPORAN PRAKTIKUM

ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

MATERI :

DETEKTOR GEIGER-MULLER

Disusun Oleh :

Nama : Zulhajji Lubis

NIM : 011200324

Jurusan : Teknokimia Nuklir

Kelompok :

Rekan Kerja : 1. Salman Yasir

Tanggal Praktikum : 29 oktober 2013

Asisten : Maria Christina P.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA

2013

1

Page 2: zulhajji lubis

DETEKTOR GEIGER-MULLER

I. TUJUAN

1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor

2. Menguji kestabilan system pencacah yang digunakan

3. Menentukan waktu mati detektor

4. Menentukan efisiensi detektor

5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi

II. DASAR TEORI

II.1. Definisi Detektor

Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke

lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi

nuklir memiliki dua sifat yang khas :

· tidak dapat dirasakan secara langsung dan

· dapat menembus berbagai jenis bahan.

Oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir

diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas,

energi, atau dosis radiasi. Panca indera manusia secara langsung tidak dapat

digunakan untuk menangkap atau melihat ada tidaknya zarah radiasi nuklir, karena

manusia memang tidak mempunyai sensor biologis untuk zarah radiasi nuklir.

Walaupun demikian, dengan bantuan peralatan instrumentasi nuklir maka manusia

dapat mendeteksi dan mengukur radiasi nuklir. Jadi manusia sepenuhnya tergantung

pada peralatan instrumentasi nuklir untuk mengetahui dan memanfaatkan zarah radiasi

nuklir tersebut.

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai

radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas

sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis

radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor

radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron. (Anonim, 2011)

2

Page 3: zulhajji lubis

II.2. Tipe Detektor Radiasi

Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan

oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak

mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses

ionisasi dan proses sintilasi.

Apabila dilihat dari segi jenis radiasi yang akan dideteksi dan diukur, diketahui ada

beberapa jenis detektor, seperti detektor untuk radiasi alpha, detektor untuk radiasi

beta, detektor untuk radiasi gamma, detektor untuk radiasi sinar-X, dan detektor untuk

radiasi neutron. Kalau dilihat dari segi pengaruh interaksi radiasinya, dikenal beberapa

macam detektor, yaitu detektor ionisasi, detektor proporsional, detektor Geiger muller,

detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor atau detektor zat padat.

Walaupun jenis peralatan untuk mendeteksi zarah radiasi nuklir banyak

macamnya, akan tetapi prinsip kerja peralatan tersebut pada umumnya didasarkan

pada interaksi zarah radiasi terhadap detektor (sensor) yang sedemikian rupa sehingga

tanggap (respon) dari alat akan sebanding dengan efek radiasi atau sebanding dengan

sifat radiasi yang diukur.

Jadi detektor radiasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

a) Detektor Isian Gas

b) Detektor Sintilasi

c) Detektor Semikonduktor

II.3. Detektor Geiger Muller

Pencacah Geiger atau yang biasa disebut detektor Geiger Muller merupakan

salah satu detektor yang menggunakan prinsip ionisasi. Detektor Geiger muller

ditemukan oleh seorang Fisikawan bernama Hans Geiger bersama seorang ilmuwan

bernama Ernest Rutherford pada tahun 1908. Pada awalnya, detektor ini hanya terdiri

atas sebuah kawat di dalam sebuah tabung yang diselubungi oleh logam dengan

jendelanya yang berupa gelas atau mika. Kawat dan tabung logam tersebut terhubung

pada sebuah power supply.

3

Page 4: zulhajji lubis

Pada mulanya, detektor ini hanya dapat mendeteksi radiasi alpha, baru

kemudian dikembangkan oleh Walther Muller (murid Geiger) sehingga dapat digunakan

untuk mendeteksi bebrapa jenis radiasi yang lain. Pada tahun 1948, detektor ini

disempurnakan oleh Sydney H. Liebson dengan mengganti gas dalam tabungnya

menggunakan gas halogen sehingga dapat berumur lebih panjang.

Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Müller adalah sebuah alat

pengukur radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi

alpha dan beta. Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah tabung yang

diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi

menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan

membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum

penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel. Pada

kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi gamma,

walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa digunakan untuk

mendeteksi neutron. (Prima, 2011)

Bagian – bagian Detektor Geiger Muller :

Gambar 1. Detektor Geiger Muller

Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika

tabung terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.

Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah – tengah tabung.

Anoda sebagai elektroda positif.

4

Page 5: zulhajji lubis

Isi tabung yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur

gas poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).

Prinsip kerja Detektor Geiger Muller :

Detektor Geiger Muller meupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain

Geiger muller masih ada detektor lain yang merupakan detektor isiann gas yaitu

detektor ionisasi dann detektor proporsional. Ketiga macam detektor tersebut secara

garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium gas.

Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-masing

detektor tersebut.

Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi

gas isian. Banyaknya pasangan eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller

tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul

elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan

timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah

dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan

dengan elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan

geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang

diperlukan untuk membentukelektron dan ion tergantung pada macam gas yang

digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi

atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder.

Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-

ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus

(avalence).

Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron

sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin

banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative elektron,

sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung

(katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif

5

Page 6: zulhajji lubis

pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek

muatan ruang atau space charge effect.

Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum

yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti

ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek

muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. penambahan tegangan V

dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat

bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat

tambahan tenaga kinetic akibat penambahan tegangan V.

Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi

semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder

tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang.

Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga detektor

Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang

datang. (Diah, 2012)

Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger

Muller, maka detektor tersebut akan rusak, karena sususan molekul gas atau campuran

gas tidak pada perbandingan semula atau terjadi peristiwa pelucutan terus

menerusbyang disebut continous discharge. Hubungan antara besar tegangan yang

dipakai dan banyaknya ion yang dapat dikumpulkan dapat dilihat pada gambar dibawah

ini:

6

Page 7: zulhajji lubis

Gambar 2. Grafik hubungan antara tegangan kerja dan ion yang dikumpulkan

Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang

terbentuk akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun

pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut:

I = daerah rekombinasi

II = daerah ionisasi

III = daerah proporsional

IV = daerah proporsioanl terbatas

V = daerah Geiger Muller

Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi

oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut,

detektor ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan

energi radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor

proporsional dapat digunaknan pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor

Geiger Muller tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi.

Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak

pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat dipercepat

membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger Muller. Dalam hal

ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan besarnya energi radiasi.

Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga zarah radiasi yang

7

Page 8: zulhajji lubis

masuk ke detektor Geiger Muller akan menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama.

Atas dasar hal ini, detektor Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spektrum

energi, tetapi hanya dapat digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka

detektor Geiger Muller sering disebut dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak

bisa membedakan jenis radiasi yang datang.

Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya

cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah

radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain

misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan

mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan.

Kelebihan Detektor Geiger Muller, antara lain:

1. Konstruksi simple dan Sederhana

2. Biaya murah

3. Operasional mudah

Kekurangan Detektor Geiger Muller, antara lain:

1. Tidak dapat digunakan untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama.

2. Efisiensi detektor lebih buruk jika dibandingkan dengan detektor jenis lain.

3. Resolusi detektor lebih rendah.

4. Waktu mati besar, terbatas untuk laju cacah yang rendah.

Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detektor Geiger Muller (GM) dapat

mempengaruhi laju cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik

dari setiap detektor GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik

seperti gambar.3 dibawah ini:

8

Page 9: zulhajji lubis

Gambar 3. Kurva plato detektor GM

Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3 lebar plato.

Kemiringan daerah plato juga perlu diketahui untuk melihat keandalan detektor. Hal ini

dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Lp=(N ¿¿2−N1)

(V ¿¿2−V 1)N1 x100% ¿¿

Dimana:

Lp = Kemiringan plato (% per volt atau % per 100 volt)

N1 = Laju cacah pada awal daerah plato, V1 (cpm atau cps)

N2 = Laju cacah pada akhir daerah plato, V2 (cpm atau cps)

Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil dari 0,1 %per volt.

Kestabilan suatu alat ukur radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip

‘chi square test’. Nilai chi square nya dapat dihitung dengan persamaan berikut :

X2= 1R∑i

n

(R i−R)2

Dimana :

X2 = Nilai chi square

R = Laju cacahan rata-rata (cpm atau cps)

Ri = Laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cps)

Untuk pengujian dengan melakukan sepuluh kali pengukuran berulang (N=10),

system pencacah masih bisa dikatakan stabil bila nilai chi square nya berkisar antara

3,33 hingga 16,9.

Detektor GM termasuk detektor yang lambat sehingga unuk pencacahan

aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati detektor tersebut,

yang dapat ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini:

Γ=N1+N2−N 12−Nb

N122−N 1

2−N22

Dimana :

Γ = Waktu mati detektor (menit atau detik)

N1 = Laju cacah sumber 1 (cps)

9

Page 10: zulhajji lubis

N2 = Laju cacah sumber 2 (cps)

N12 = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 secara bersama-sama (cps)

Nb = Laju cacah latar belakang (cps)

Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan

seperti di bawah ini:

N sebenarnya=N o

1−No .Γ

Dimana :

No = Laju cacah sebelum dikoreksi (menit atau detik)

N1 = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik)

Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh

detektor, maka efisiensi detektor perlu ditentukan untuk menunjukkan korelasi antara

nilai cacah yang ditunjukkan system pencacah GM dan aktivitas sumber sebenarnya.

Nilai efisiens ini dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini: (Tim Asisten ADPR,

2009)

η= RA . p

Dimana :

η = Efisensi detektor (cps/Bq)

R = Laju cacah (cps)

A = Aktivitas sumber sebenarnya (Bq)

P = Probabilitas pancaran radiasi

Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengaruhi oleh faktor geometri antara

sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai

efisiensinya juga berubah.

Detektor GM merupakan detektor yang banyak dipakai baik sebagai system

pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). GM seperti halnya detektor

gas lain yang bekerja berdasarkan ionisasi gas bila dikenai radias. Bila detektor ini

diberikan tegangan daerah GM, elektron-elektron terkumpul di anoda dan pulsa-

pulsanya dicacah. Keuntungan GM adalah dapat menghasilkan pulsa listrik yang

sangat besar dibandingkan dengan detektor-detektor lain. Akan tetapi, detektor GM

tidak dapat membedakan energy radiasi yang mengenainya. Jadi, energy radiasiyang

10

Page 11: zulhajji lubis

mengenai detektor akan tercacah. GM sangat baik dipakai untuk mendeteksi partikel

beta, sedangkan jika dipakai untuk mendeteksi partikel alpha dan gamma kurang

efisien. Gas isian yang dipakai pada tabung GM adalah Hc, Ar, Kr, atau Xe. Biasanya

gas yang digunaka dicampur dengan gas peredam seperti uap etil alcohol, klor, brom

dan kejenuhan ionisasi. Permukaan detektor yang peka biasanya adalah lapisan tipis

dari mika (1,5-0,5 mg/cm2), alumunium (Al-7 mg/cm2) atau gelas (15 mg/cm2). Tekanan

campuran gas dalam detektor biasanya kurang dari 1 atm.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat yang digunakan, antara lain:

1. Detektor GM2. Inverter3. Sumber tegangan (HV)4. Counter5. Timer6. Pre-amplifier7. Amplifier8. Pinset

3.2 Bahan yang digunakan, antara lain:

1. Sumber standar Co-57

2. Sumber stadar Cs-137

3. Sumber tidak diketahui (X)

IV. CARA KERJA

4.1Penentuan daerah plato

1. Sumber Co-57 diletakkan pada ruang pencacahan dengan jarak 5 cm.

2. Penala waktu diatur untuk waktu 300 detik.

3. Tegangan HV diatur.

4. Pencacahan dimulai dengan menekan tombol ‘count’ pada pencacah

dan ‘start’ pada penala waktu.

5. Pencacahan dilakukan kembali dan nilainya dicatat untuk setiap

kenaikan tegangan sebesar 740 volt.

11

Page 12: zulhajji lubis

6. Apabila nilai cacah menunjukkan kenaikan yang cukup besar, berarti

telah mencapai daerah ‘break down’ dan pencacahan dihentikan.

7. Tegangan tinggi diturunkan sampai ke tegangan kerja detektor.

4.2Penentuan kestabilan alat

1. HV diatur pada tegangan kerja, yaitu pada 740 volt dan sumber yang

digunakan adalah sumber standar Co-57

2. Sumber standar diletakkan di tempat pencacahan.

3. Penala waktu diatur untuk pencacahan selama 300 detik.

4. Pencacahan dilakukan sebanyak 8 kali dan dicatat nilai cacahnya.

5. Untuk mengetahui laju cacah background, dilakukan pencacahan

selama 300 detik tanpa menggunakan sumber radiasi sebanyak 2 kali

pencacahan. Nilai yang diperoleh merupakan cacahan latar belakang

yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya.

4.3Penentuan waktu mati detektor

1. Sumber radiasi disiapkan sebanyak 2 buah, dengan :

Sumber 1 = Co-57

Sumber 2 = Cs-137

2. Penala waktu diatur untuk pencacahan selama 300 detik.

3. Sumber 1 dicacah di dalam detektor GM dan dicatat hasilnya.

4. Sumber 2 dicacah di dalam detektor GM dan dicatat hasilnya.

5. Sumber 1 dan sumber 2 dicacah di dalam detektor GM dan dicatat

hasilnya.

6. Masing-masing pencacahan dilakukan sebanyak 2 kali.

7. Pencacahan latar belakang juga dilakukan.

4.4Penentuan efisiensi detektor

12

Page 13: zulhajji lubis

1. Sumber radiasi Co-60 disiapkan.

2. Penala waktu diatur untuk pencacahan selama 300 detik.

3. Pencacahan dilakukan sebanyak 1 kali.

4. Dari hasil pencacahan, kemudian dicari harga rata-rata dan

simpangannya.

4.5Penentuan aktivitas sumber

1. Sumber yan tidak diketahui (sumber x) diletakkan di tempat

pencacahan.

2. Penala waku diatur utuk pencacahan selama 300 detik.

3. Pencacahan dilakukan sebanyak 2 kali.

4. Hasil pencacahan dibandingkan dengan sumber standar.

V. DATA PENGAMATAN

5.1Menentukan daerah plato (1 cm) ( t= 300 detik)

Sumber = Eu-152

No. HV Cacah

1 700 610292 720 779293 740 807204 760 835795 780 865276 800 888007 820 901748 840 90342

5.2Mengukur kestabilan alat (t = 300 detik)

Sumber = Eu-152

No. HV Cacah1 740 80912

13

Page 14: zulhajji lubis

2 740 801053 740 807204 740 808985 740 810896 740 815427 740 803128 740 80987

5.3Menentukan cacah latar belakang (t= 300 detik)

No. HV Cacah1 740 3502 740 388

5.4Menentukan waktu mati detektor (t=300 detik)

HV = 840 V

Sumber 1 = Co-57

Sumber 2 = Cs-137

No.

N1

(cps) N2 (cps) N1,2 (cps) Nbackground (cps)1 551 6468 5908 135

5.5Menentukan efisiensi (t=300 detik)

Sumber 1 = Cs-137

No. N1 (cps) Nunknown (cps) Nbackground (cps)1 6502 1977 3502 6498 1941 388

VI. PERHITUNGAN

6.1 Penentuan tegangan kerja/plato

1. Tegangan kerja

14

Page 15: zulhajji lubis

Selisih cacahan yang paling sedikit adalah pada tegangan :

V1= 840 volt dan V2= 860 volt,

sehingga:

Tegangan kerja = V1 + 1/3 (V2-V1)

= 720 + 1/3 (40)

= 723,3 volt

= 740 Volt

Nilai tersebut dibulatkan ke bawah menjadi 740 volt.

2. Daerah Plato

V1 = 740 volt

V2 = 780 volt

N1 = 80720 cps

= 80720cacah1 sekon

x 60 sekon1menit

= 4843200 cpm

N2 = 86527 cps

= 865267cacah1 sekon

x 60 sekon1menit

= 5191620 cpm

δi=N 2−N1

(V 2−V 1 ) N1

x100%

= 5191620cpm−4843200cpm

(780 volt−740volt )484300cpmx 100%

= 0,177 % / volt

6.2 Penentuan kestabilan alat

Cacah background rata-rata = 369 cps

Cacah (cps)

Cbackground (cps) N (cps)

N rata-rata (cps)

N-Nrata-rata (cps)

(N-Nrata-rata)2

80912 36980543 80389.2 153.8 23654.44

15

Page 16: zulhajji lubis

80105 36979736 80389.2 -653.2 426670.2

80720 36980351 80389.2 -38.2 1459.24

80898 36980529 80389.2 139.8 19544.04

81089 36980720 80389.2 330.8 109428.6

81542 36981173 80389.2 783.8 614342.4

80312 36979943 80389.2 -446.2 199094.4

80987 36980618 80389.2 228.8 52349.44

80912 36980543 80389.2 153.8 23654.44

80105 36979736 80389.2 -653.2 426670.2

∑ (N−N )2 = 1896868

X2 = ∑ (N−N )2

N

= 189686880389.2

= 23,59 cps

Untuk pengujian dengan melakukan 10 kali pengukuran berulang (N=10),

sistem pencacah masih dapat dikatakan stabil bila nilai chi squarenya berkisar

antara 3,33-16,9 atau 3,33< X2<16,9

6.3 Penentuan Waktu Mati detektor

No.N1

(cps) N2 (cps) N1,2 (cps) Nbackground (cps)1 551 6468 5908 135

Γ=N1+N2−N 12−Nb

N122−N 1

2−N22

= (551+6468−5908−135 )cps

(34904464−303601−41835024 ) cps2

16

Page 17: zulhajji lubis

= -134,91 x 10-6 detik per cacah

= -134,91 μdetik per caca h

Jadi, waktu mati detektor adalah -134,91μdetik per caca h.

Nsebenarnya = N i

1−N i . Γ

= 551cps

1−551caca hdetik

.(−134,91 x10−6detikcacah

)

= 512,877 cps

Jadi, Nsebenarnya adalah 1020,356 cps.

Persentase kesalahan = N sebenarnya−N praktek

N sebenarnya

x 100%

= 512,877−551cps

551cps X 100%

= 6,918 %

6.4 Penentuan efisiensi detektor

Sumber standar = Cs-137

Ao = 5 x 10-6 Ci

t12

= 30,07 tahun

Tanggal pembuatan = September 2011

t = September 2011 – 23 Oktober 2013

= 772 Hari

= 1111680 Menit

λ=0,693

t12

= 0,69330,07

= 4,38 x 10-8/menit

At = A0 e− λt

= 5 x 10-6 Ci(e−4,38x 10−8x 1111680 )

= 5 x 10-6 Ci (e−0,048 )

17

Page 18: zulhajji lubis

= 4,765 x 10-6 Ci

= 176305 dps

Nbackground :

Nbackground rata-rata = 369 dpm = 6,15 dps

N :

N1 (cps)65026498

N rata-rata = 6500 dpm = 108,33 dps

N−N background = 108,33 dps – 6,15 dps

= 102,18 dps

Efisiensi (η¿ = N−Nbackground

A t

x 100%

= 102,18dps176305dps

x 100%

= 0,06%

Jadi, efisiensi detektor adalah sebesar 0,06%

6.5 Penentuan aktivitas sumber yang tidak diketahui (unknown)

Sumber standar = Cs-137

At Cs-137 = A0 e− λt

= 4,765 µCi

N Cs-137 rata-rata = 6500 dpm

Sumber yang tidak diketahui (unknown) = sumber x

N sumber x rata-rata = 1959 dpm

Nbackground rata-rata = 369 dpm

18

Nbackground (cps)350388

Page 19: zulhajji lubis

Aktivitas sumber x = N sumber x−N background

NCo−60−N background

x AtCo-60

= 1959dpm−369dpm6500dpm−369dpm

x 4,765μCi

= 1599dpm6131dpm

x4,765 μCi

= 1,243 μCi

= 45991 Bq

Jadi, aktivitas sumber x adalah 46991 Bq.

VII. PEMBAHASAN

Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang banyak dipakai sebagai system

pencacahan maupun dalam pekerjaan lapangan. Detektor Geiger Muller adalah

detektor isian gas dan bekerja berdasarkan ionisasi gas bila dikenai radiasi. Prinsip

kerja detektor ini adalah radiasi yang dipancarkan oleh sumber radioaktif yang akan

mengionisasi gas isian pada detektor dan kemudian akan menghasilkan elektron yang

terkumpul dan membentuk pulsa listrik. Banyaknya muatan listrik yang dihasilkan

menunjukkan banyaknya zarah radiasi sumber tersebut. Kelebihan detektor GM adalah

menghasilkan ion yang sangat bayak sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak

memerlukan penguat pulsa lagi. Namun, detektor GM tidak bisa digunakan untuk

membedakan energi.

Dalam praktikum kali ini, terlebih dahulu dilakukan penentua tegangan kerja

detektor GM. Untuk menentukan tegangan kerja ini, digunakan sumber radioaktif, Eu-

152. Penentuan daerah kerja ini dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara

tegangan kerja (HV) dengan jumlah cacahan seperti yang terdapat pada lampiran.

Berdasarkan grafik dan hasil perhitungan yang ada, diketahui bahwa tegangan kerja

detektor GM adalah 740 volt denga kemiringan plato sebesar 0,177 % / volt. Nilai ini

masih berada pada kategori yang dapat diterima karena Tidak Terlalu Jauh Dari 0,1 % /

volt. Jadi, dapat dikatakan bahwa tegangan tersebut masih dalam jangkauan daerah

19

Page 20: zulhajji lubis

plato (Geiger Muller). Oleh karena itu, tegangan kerja ini digunakan untuk pencacahan

selanjutnya.

Penentuan tegangan kerja sangat penting sebelum dilakukan pencacahan suatu

sumber radioaktif berikutnya. Hal ini dikarenakan apabila tegangan tidak sesuai (terus

dinaikkan atau terlalu tinggi), maka akan terjadi pelucutan elektron yang semakin

banyak dan susunan molekul gas atau campuran gas menjadi tidak seperti

perbandingan awalnya atau terjadi peristiwa pelucutan terus-menerus yang dapat

mengakibtkan kerusakan pada detektor.

Setelah tegangan kerja diketahui, kemudian dilakukan pengukuran kestabilan

detektor. Pada umumnya, detektor memiliki kemampuan untuk menerima zarah radiasi

yang dipancarkan sumber radioaktif dan memiliki kestabilan dalam menerima zarah

radiasi yang datang. Untuk menentukan kestabilan alat, dilakukan pencacahan

sebanyak 8 kali dengan waktu untuk tiap pencacahan adalah 300 detik. Sumber yang

digunakan dalam pengukuran kestabilan alat ini adalah Eu-152. Berdasarkan hasil

perhitungan, diperoleh nilai chi square sebesar 23,59 cps.

Percobaan selanjutnya adalah penentuan waktu mati detektor. Untuk

menentukan waktu mati detektor, diperlukan paling sedikit dua buah sumber radiasi

yang kemudian akan dicacah secara sendiri-sendiri dan bersamaan. Sumber 1 yang

digunakan adalah C0-57 dan sumber 2 yang digunakan adalah Cs-137.Selain itu,

dilakukan pula pencacahan backgroung untuk mengoreksi hasil cacahan dari detektor

karena detektor GM sangat peka terhadap paparan radiasi. Berdasarkan perhitungan,

diketahui bahwa waktu mati detektor adalah sebesar -134,91 μdetik per caca h.

Penentuan waktu mati detektor dimaksudkan untuk mengoreksi hasil cacahan detektor.

Dalam pengukuran cacah radiasi, ada kalanya detektor tidak mencacah radiasi yang

masuk ke detektor setelah mencacah radiasi yang sebelumnya. Adanya waktu mati

detektor ini menyebabkan ada radiasi yang tidak tercacah, sehingga data yang

diperoleh perlu dikoreksi terhadap waktu mati ini.

Berikutnya adalah penentuan efisiensi detektor. Untuk menentukan efisiensi ini,

dilakukan pencacahan sumber radiasi yang telah diketahui aktivitasnya, yaitu Cs-137.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh efisiensi detektor adalah sebesar 0,06%. Dari

20

Page 21: zulhajji lubis

hasil tersebut, dapat diketahui bahwa efisiensi detektor yang sangat kecil menunjukkan

bahwa detektor kurang efisien dalam mencacah sumber.

Percobaan terakhir adalah untuk menentukan aktivitas sumber X atau sumber

radioaktif yang tidak diketahui jenisnya. Untuk mengetahui sumber radioaktif tersebut ,

harus digunakan sumber radioaktif yang telah diketahui aktivitasnya sebagai

pembanding. Sumber radioaktif yang digunakan sebagai pembanding disini adalah Co-

57. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa besarnya aktivitas sumber X adalah

45991 Bq.

VIII. KESIMPULAN

1. Tegangan kerja detektor GM pada praktikum ini adalah 740 volt.

2. Nilai chi square (X2) detektor adalah sebesar 23,59 cps. Nilai ini tergolong

stabil karena nilai tersebut berada pada rentang nilai chi square yang

dapat diterima.

3. Besarnya waktu mati detektor adalah -134,91 μdetik per caca h.

4. Efisiensi detektor Geiger-Muller adalah 0,06%.

5. Besarnya aktivitas sumber X (sumber yang tidak diketahui) adalah 45991

Bq.

IX. DAFTAR PUSTAKA

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htm

Diah, Septia. 2012. Detektor Geiger Muller. Sumber: http://septiadiah-fst09.web.unair.ac.id/artikel_detail-48045-Laporan%20Praktikum-R1%20Detektor%20Geiger%20Muller.html. Diakses pada tanggal 29 November 2012.

Prima, Anandhaka. 2011. Detektor Geiger Muller. Sumber: http://anan-dk.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 19 November 2012.

Tim Asisten ADPR. 2009. Petunjuk Praktikum ADPR: Detektor Geiger Muller. Yogyakarta: STTN-BATAN.

Yogyakarta, 03 Desember 2012

21

Page 22: zulhajji lubis

Asisten Praktikan

Maria Christina Zulhajji Lubis

22