1
PENGARUH PEMBESARAN DIAMETER UJUNG TIANG PADA
PERKUATAN BUIS BETON DI BAWAH PONDASI DANGKAL
AKIBAT PEMBEBANAN STATIS DAN DINAMIS
(PEMODELAN DI LABORATORIUM)
Nama Mahasiswa : 1. Kumara Bagus Raditya W (3109 106 019) 2. Muh. Ferdi Darwis (3109 106 025) 3. Marlini (3109 106 035)
Jurusan : Teknik Sipil FTSP - ITS
Dosen Konsultasi : 1. Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro, M.Eng 2. Trihanyndio Rendy Satrya, ST. MT 3. Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat diprediksi berapa besar kekuatannya. Gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat.
Pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 5:54 pagi waktu setempat, gempa dengan magnitudo momen 6,3 menghantam pulau Jawa, Indonesia di dekat Yogyakarta. Daerah yang terkena dampaknya merupakan daerah padat penduduk yang merupakan wilayah perpaduan perkotaan dan pedesaan. Lokasi pusat gempa ini letaknya di sebelah tenggara desa Imogiri di sepanjang Sungai Oyo di Kabupaten Bantul (USGS, 2006). Menurut USGS, kedalaman gempa ini sedalam 10 km. Peristiwa gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan yang besar
dan keruntuhan pada bangunan. Salah satu penyebab keruntuhan bangunan adalah timbulnya momen tambahan yang harus diterima struktur utama karena terjadi perbedaan penurunan (differential settlement).
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang ada di bawahnya (Hardiyatmo H C, 2010). Pondasi didesain agar memiliki kapasitas dukung dengan penurunan / settlement tertentu. Bangunan yang mengalami keruntuhan saat terjadi gempa di Bantul menggunakan sistem pondasi dangkal (perbandingan D/B ≤ 4) yang tidak tahan terhadap gempa. Salah satu desain pondasi untuk struktur tahan gempa pada bangunan rendah (kurang dari 3 lantai) adalah penggunaan buis beton sebagai perkuatan pada pondasi dangkal. Penggunaan buis beton diharapkan mampu menahan gaya aksial serta gaya geser yang cukup besar dan juga dapat mengurangi penurunan tanah saat terjadi gempa (Wong, 2004). Pembesaran ujung pada tiang buis beton juga mampu memberikan peningkatan pada daya dukung pada pondasi itu sendiri sehingga penurunan yang terjadi semakin kecil (Hardiyatmo, 2010).
Hal tersebut yang menjadikan dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai perkuatan pada pondasi dangkal untuk bangunan rendah. Karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan guna lebih mengetahui pengaruh perkuatan buis beton dengan pembesaran ujung pada pondasi dangkal.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam
penelitian tugas akhir ini antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh bentuk variasi
pondasi dangkal terhadap
2
penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding)?
2. Bagaimana penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton serta pembesaran diameter ujung tiang, bila jarak pemasangan buis beton 3D dan 3,5D serta kedalaman buis beton 10 dan 20 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D dan 2D?
3. Bagaimana pengaruh variasi pembebanan statis dan dinamis terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding)?
4. Bagaimana angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung LL = 32%?
5. Bagaimana parameter fisik tanah dasar dan kuat geser setelah pembebanan?
6. Bagaimana penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan
buis beton tanpa dan dengan pembesaran diameter ujung tiang (Db
7. Bagaimana hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi pada pondasi dengan menggunakan program bantu Plaxis sesuai skala pemodelan laboratorium dan skala di lapangan?
) 1,5D dan 2D?
8. Bagaimana pondasi yang efisien untuk masing-masing pembebanan?
1.3 Batasan Masalah
Tugas akhir ini membahas tentang pengaruh beban statis dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan batasan sebagai berikut : 1. Tanah yang digunakan adalah tanah
pasir berlempung dengan campuran antara bentonit, pasir dan air dengan nilai batas cair yaitu LL = 32 %.
2. Pondasi dangkal dengan perkuatan buis beton dimodelkan dengan perbandingan 1:10 dengan menggunakan pembesaran ujung.
3. Variasi jarak pemasangan buis beton S = 3D dan S = 3,5D dengan kedalaman 10 dan 20 cm dan pembesaran ujung tiang 1,5D dan 2D.
4. Tidak membahas likuifaksi. 5. Beban dinamis yang diberikan pada
pemodelan pondasi dangkal berdasarkan peta gempa 2010 serta pemberian beban menggunakan boks getar yang digerakan oleh motor penggerak.
6. Pemberian beban statis vertikal sebesar 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg.
7. Pengukuran penurunan tanah menggunakan sensor penurunan
3
pada boks getar dilakukan pada tanah di bawah pondasi.
8. Tidak membahas kenaikan tanah disekitar pondasi akibat penurunan tanah di bawahnya.
9. Menggunakan program bantu Plaxis 2D.
10. Percobaan menggunakan boks getar dengan ukuran 110 x 50 x 95 cm dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, ITS, Surabaya.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh bentuk
variasi pondasi dangkal terhadap penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding).
2. Mengetahui penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton serta pembesaran ujung, bila jarak pemasangan buis beton S = 3D dan S = 3.5D serta kedalaman buis beton 10 dan 20 cm dan pembesaran ujung tiang 1,5D dan 2D..
3. Mengetahui pengaruh variasi pembebanan terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010. (dengan uji model di
laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding).
4. Mengetahui angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung LL = 32%.
5. Mengetahui parameter fisik tanah dasar dan kuat geser setelah pembebanan.
6. Mengetahui penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton tanpa dan dengan pembesaran diameter ujung tiang (Db
7. Mengetahui hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi pada pondasi dengan menggunakan program bantu Plaxis sesuai skala pemodelan laboratorium dan skala di lapangan.
) 1,5D dan 2D.
8. Mengetahui pondasi yang efisien untuk masing-masing pembebanan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar penurunan dan angka keamanan pada pondasi dangkal dengan dan tanpa perkuatan buis beton pada tanah pasir berlempung dengan menggunakan peta gempa 2010.
Dengan analisa yang diperoleh, diharapkan dapat menjadi wacana sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi kerusakan akibat gempa pada bangunan rendah (kurang dari 3 lantai) yang menggunakan pondasi
4
dangkal dan sebagai bahan pembanding terhadap penelitian kelompok peneliti lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-andapan yang relative lepas (loose) yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-pertikel.Ruang di antara partikel-pertikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya dapat secara fisik maupun kimia. (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1 Identifikasi Tanah Tanah berbutir kasar dapat
diidentifikasi berdasarkan ukuran butiran.Tergantung klasifikasi yang digunakan, jika di pakai MIT no-menclature, butiran-butiran yang berdimeter lebih besar dari 2 mm, dklasifikasikan sebagai kerikil.Jika butiran dapat dilihat oleh mata, tetapi ukuran kurang dari 2 mm, disebut pasir. Tanah pasir disebut pasir kasar jika diameter butiran berkisar antara 2 - 0,6 mm, pasir sedang jika diameternya antara 0,6 – 0,2 mm, dan pasir halus bila diameternya antara 0,2 – 0,06 mm. (Sumber: Hardiyatmo. H.C. 2010).
Tanah berbutir halus yaitu butiran yang berukuran antara 0,6 mm hingga 2µ (1µ = 1 mikron = 0,001 mm) hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. (Sumber: Terzaghi, K dan R. B. Peck, 1987).
Dalam ASTM D2487, pembagian klasifikasi butiran tanah adalah sebagai berikut:
2.1.1.1 Cobble Cobble adalah partikel-partikel
batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm) dan tertahan saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan lubang bujursangkar standar Amerika). (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1.2 Boulder Boulder adalah partikel-partikel
batuan yang tidak lolos saringan 12 in (300 mm) (untuk saringan dengan lubang bujursangkar). (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1.3 Kerikil Kerikil adalah partikel-partikel
batuan yang lolos saringan 3 in (75 mm) dan tertahan saringan no. 4 (4,75 mm). (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1.4 Pasir Pasir adalah partikel butiran batuan
yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan tertahan pada saringan no. 200 (0,075 mm). (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1.5 Lanau
Lanau adalah tanah yang butirannya lolos saringan no. 200 (0,075 mm). Untuk klasifikasi, lanau adalah tanah berbutir halus, atau fraksi halus dari tanah dengan indeks plastisitas < 4. (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1.6 Tanah Lempung
Lempung adalah tanah berbutir halus yang lolos saringan no. 200 (0,075 mm) (Sumber: Hardiyatmo, H.C. 2010).
Bentonite adalah lempung dengan kadar montmorilonite yang tinggi. Kebanyakan bentonit terbentuk dari perubahan kimiawi abu vulkanik. Bila berhubungan dengan air, bentonit kering mengembang lebih besar dibanding lempung kering lainnya, sedangkan bentonit jenuh menyusut
5
lebih banyak jika dikeringkan. (Sumber: Terzaghi, K dan R. B. Peck, 1987).
2.1.2 Pengujian Tanah di Laboratorium
Sifat-sirat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil laboratorium pada contoh tanah.Hasil-hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung kapasitas dukung dan penurunan. Secara umum, pengujian di laboratorium mengenai sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Pengujian Volumetri / Gravimetri
Pada prinsipnya, tanah terdiri dari air, udara dan butir-butir padat. Sifat-sifat umum suatu tanah dapat dilihat dari besarnya harga-harga parameter dari tanah yang bersangkutan, misalnya: berat volume (γ), berat volume kering (γd), berat volume butir (γt), specific gravity (Gs), angka pori (e), porositas (n), kadar air (w), dan derajat kejenuhan (Sr
Harga-harga γ, γ
). (Manual Laboratorium ITS, 2007)
t, w, Gs
γ
dapat ditentukan langsung di laboratorium, sedang parameter-parameter yang lain dapat dihitung secara analitis dengan menggunakan ketiga parameter yang telah diperoleh. Rumus-rumus yang dapat dipergunakan untuk menghitung parameter tersebut adalah sebagai berikut:
t
= Ws
V (2.3)
γd
= γ
1+w (2.4)
e = (1+w)Gs x γw
γ – 1 (2.5)
n = e1+e
(2.6) Sr
= w+Gs
e (2.7)
2.2 Pondasi Pondasi merupakan bagian paling
bawah dari suatu konstruksi bangunan
yang berfungsi untuk meneruskan beban dari struktur bangunan bagian atas ke lapisan tanah dibagian bawah pondasi, tanpa mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan penurunan tanah (settlement) yang berlebihan. Pondasi akan aman apabila keruntuhan geser tidak terjadi pada tanah di bawah pondasi dan penurunan tanah yang terjadi masih dalam batas yang disyaratkan dalan perencanaan, karena itu pada saat perancanaan beban yang diteruskan oleh pondasi tidak boleh melebihi kekuatan tanah tersebut,apabila kekuatan tanah dilampaui maka akan terjadi penurunan tanah yang berlebih sehinga menyebabkan kerusakan pada bangunan. (Sumber : Das, B.M, 1985).
2.2.1 Jenis-Jenis Pondasi 2.2.1.1 Pondasi Dangkal (Shallow
Foundation) Pondasi dangkal adalah pondasi
dengan perbandingan kedalaman dan lebar telapak kurang dari empat (D/B ≤ 4) (Sumber: Bowles,1996), disebut juga pondasi alas, pondasi telapak-tersebar (spread footing) dan pondasi rakit. Terbuat dari beton dan memakai tulangan yang berguna memikul momen lentur yang bekerja.
2.2.1.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari empat (D/B ≥ 4)(Sumber: Bowles,1991), meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari permukaan; contoh: tiang pancang, V pile, bore pile:
2.2.1.3 Pondasi Tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang menahan gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.
6
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam (Bowles, 1996). 1. Pondasi Tiang dengan
Pembesaran Dimensi Ujung Bawah Tiang Sistem pondasi dengan pembesaran
dimensi di ujung bawah tiang atau bulb dikembangkan pertama kali oleh Mac Arthur Pile Corp. pada tahun 1950.Pada umumnya pondasi tiang jenis ini menggunakan pukulan yang diberikan di dasar suatu pipa (inner hammering) seperti Frangky Pile dan Bump Pile, atau pukulan di atas kepala tiang seperti Delta Pile dan Alpha Pile.
a. Frangky Pile Frangky Pile (Chellis R.D, 1961)
berasal dari Belgia, sistem pembuatannya dengan menggunakan pipa yang ujung bawahnya disumbat dengan campuran mortar.Kemudian campuran mortar di dalam pipa ditumbuk dengan inner hammer agar pipa masuk ke dalam tanah sampai pada kedalaman lapisan pendukung. Setelah itu, pipa ditahan dengan sling dan akibat pukulan hammer keluarlah mortar ke sekeliling tanah di ujung bawah tiang dan terbentuk bulb, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
b. Bump Pile Bump pile adalah sistem
pembuatan pondasi tiang bulb yang menggunakan dua jenis hammer, yaitu pile head hammering dan inner hammering, dikembangkan oleh Sutoyo dari Surabaya-Indonesia pada tahun 1985. Proses pembuatannya dengan menggunakan pipa beton (concrete pilling tube) sebagai model tiang pondasi yang dilengkapi sepatu tiang pada ujung bawah pipanya. Kepala tiang dipukul hingga
kedalaman rencana, kemudian pipa diisi dengan beton cair dan ditumbuk dengan inner hammering sehingga terbentuklah bulb, seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Frangky Pile
(Chellis R.D, 1961).
Gambar 2.5 Proses Pembuatan Bump Pile (Sutoyo, 1985).
c. Delta Pile Sistem Delta Pile (Tomlinson,
1995) dengan menggunakan pipa sebagai model tiang dan mandrel di dalamnya, ujung pipa ditutup dengan sepatu dan bagian bawah pipa diisi beton cair dengan mandrel di atasnya. Dengan memukul bagian atas pipa maka seluruh bagian pipa dan mandrel akan masuk bersamaan ke dalam tanah. Setelah kedalaman rencana tercapai, mandrel dipukul dengan hammer sehingga menyodok beton dan ssepatu hingga terlepas dan terbentuklah bulb. Mandrel diangkat keluar dan pipa diisi dengan beton seluruhnya sambil pipa tersebut juga diangkat keluar, seperti yang terlihat pada gambar 2.6.
d. Alpha Pile Penggunaan pipa luar dan
mandrel juga diterapkan pada
7
tahapan pelaksanaan Alpha Pile (Tomlinson, 1995). Pipa luar dengan sepatu dari pelat yang dapt terlepas dipasang bersamaan dengan mandrel di bagian dalamnya.Antara pipa luar dan mandrel telah ditempatkan tulangan tiang.Hammer dijatuhkan untuk memasukkan pipa luar, tulangan dan mandrel hingga mencapai kedalaman rencana. Setelah itu, berangsur-angsur beton cair diisikan melalui mandrel sambil diangkat ke atas dengan sling.Hammer dipukulkan di atas mandrel hingga mandrel menyodok sepatu dan lepas, terbentuklah bulb. Langkah terakhir adalah menarik pipa dan mandrel keluar, sehingga yang tertinggal hanya tiang dengan tulangan di dalamnya, seperti yang terlihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.6 Proses pembuatan Delta
Pile (Tomlinson, 1995).
Gambar 2.7 Proses Pembuatan Alpha pile (Tomlinson, 1995).
2. Pondasi Tiang Bor dengan
Pembesaran Ujung Tiang bor dipasang ke dalam tanah
dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, kemudian dimasukkan tulangan yang telah dirangkai dan dicor beton. Pada tanah yang keras
atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Tampang Tiang Bor
dengan Pembesaran Ujung (Hardiyatmo, 2010).
3. Pondasi Tiang Buis Beton Tiang buis beton merupakan salah
satu alternatif yang digunakan untuk memberikan perkuatan pada pondasi bagunan sederhana dengan biaya yang lebih murah. Tiang buis beton memiliki bentuk seperti buis beton tetapi dari segi kekuatan tiang buis beton lebih rendah dari buis beton karena dalam proses pembuatannya tidak melalui pabrikasi,tiang buis beton dibuat secara manual dengan tenaga manusia,tiang buis beton terdiri dari beberapa buis beton yang disusun hingga kedalam sekitar 1 sampai 2 meter kemudian diberi batu pecah, tulangan,kemudian di cor ditempat.
Untuk memasang tiang buis beton,tanah digali dengan diameter dan kedalaman yang direncanakan kemudian buis beton dimasukan pada lubang – lubang yang telah di buat. Setelah buis beton tertanam lalu diberikan batu pecah, tulangan dan kemudian dicor ditempat bersama pondasi.
2.2.2 Pembebanan
Perencanaan suatu struktur yang meliputi struktur atas maupun struktur bawah untuk keadaan-keadaan batas stabil, kekuatan batas dan kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut: 1. Beban Mati 2. Beban Hidup
8
3. Beban Angin 4. Beban Gempa (Dinamis)
2.2.3 Kapasitas Daya Dukung 2.2.3.1 Daya Dukung Pondasi Dinamis
untuk Pondasi Dangkal Daya dukung statis pondasi
dangkal sudah dipelajari secara intensif di buku-buku literatur. Beban bisa berbentuk dinamis, vertikal dari nuklir, horisontal dari gempa. Kedua tipe ini akan menimbulkan deformasi besar yang permanen pada pondasi. Tetapi dasar-dasar yang menjelaskan definisi daya dukung dinamis belum ditemukan. Beberapa informasi tentang daya dukung dinamis dibedakan untuk tanah pasir dan tanah lempung:
1. Untuk tanah pasir (Sumber: Vesic, A.S,1963) : qu = q.Nq.γqs + 0,5.B.γ.Νγ.λγ
Bila D
(2.8)
r
Bila 0 < D
< 70% → keruntuhan geser lokal mungkin terjadi
r
Dimana:
(kepadatan relatif) < 67% → Nilai Ø di koreksi dengan Ø’ untuk tanah pasir,
Ø’= tg-1 [(0,67 + Dr – 0,75 Dr2
2. Untuk tanah lempung (Sumber: Vesic, A.S, 1963):
) tg φ] (2.9)
qu = Cu.Nc.λcs + q.Nq.γq
q (2.10)
u = 5.14. Cux [1 + 0,49 tg
[1 + 0,1964 (B/L)] -1 (df
Untuk D/B)] + q (2.11)
f
q
/B >1(Sumber: Vesic, A.S.dkk, 1975) :
u= 5.14. Cux [ 1 + 0,49 (d
[ 1 + 0,1964 (B/L)] f
Untuk D/B)] + q (2.12)
f
q
/B > 1(Sumber: Vesic, A.S, 1963) :
ijinstatis+dinamisPersamaan Vesic (1975)
selengkapnya memberikan pengaruh-pengaruh seperti kedalaman, bentuk pondasi, kemiringan dan eksentrisitas beban, kemiringan dasar dan kemiringan permukaan, yaitu:
= 75% x σ (2.13)
qu = scdcicbcgccNc + sqdqiqbqgqPoNqs
+ γdγiγbγgγ 0,5 BγNγ
dengan: (2.14)
quB = lebar pondasi (m)
= daya dukung ultimate
γ = berat volume tanah c = kohesi tanah
Po = Df
s
. γ = tekanan overburden di dasar pondasi
c, sq, sγ
d
= faktor-faktor bentuk pondasi
c, dq, dγ
i
= faktor-faktor kedalaman pondasi
c, iq, iγ
b
= faktor-faktor kemiringan beban
c, bq, bγ
g
= faktor-faktor kemiringan dasar
c, gq, gγ
N
= faktor-faktor kemiringan permukaan
c,Nq,Nγ
= faktor-faktor kapasitas dukung Vesic
2.2.3.2 Daya Dukung Pondasi Telapak Segitiga Hasil uji coba pada pondasi segitita
serta ekivalen dari pondasi persegi dibandingkan dengan daya dukung rata-rata untuk pondasi segitiga ekivalen 60 mm, dan pondasi yang disamakan dengan 36.75 x 42.43 mm2
, dapat dilihat jelas bahwa perolehan daya dukung rata-rata maksimum untuk pondasi persegi adalah 20-30% lebih rendah dari hasil yang diujikan pada pondasi segitiga. Untuk kasus eksentrisitas beban pada pondasi segitiga hasilnya berbeda sangat jauh. Dalam hal ini daya dukung maksimum untuk pondasi yang diekivalensikan sekitar 60% lebih besar dari hasil yang diperoleh pada pondasi segitiga.
2.2.3.3 Kapasitas Horisontal Material Tiang Pancang Kapasitas horisontal tiang pancang
dengan ujung tiang tertahan (tanah non kohesif) menurut Broms (1972) : Tahap 1. Tentukan kuat lentur ultimate
My
−+
=θθ
sin1sin1
pK
tiang pancang
(2.15)
9
31
2
××
×=
DKM
ftp
y
γ
31
1
××=
DKM
Ltp
y
γ
(2.16)
Tahap 2. Bila L< L1 Maka tiang di klasifikasikan sebagai tiang ”pendek” dan demikian di ketahui L/D, Nilai QL=Hu
Tahap 3. Bila L< L
.
1 , periksa apakah sebuah sendi ke dua akan terbentuk yaitu Mmaksimum ≥ My
(2.27)
Mmax3
21 fDKMfQ tpyL ×××−−× γ= (2.18)
Tahap 4. Bila Mmaksimum ≥ My
Tiang di klasifikasikan sebagai tiang panjang dan diketahui
(2.19)
Cari nilai QTahap 5. Bila M
L
maksimum ≥ My
LM
DLKQ ytpL +××××= 25,0 γ
tiang di klasifikasikan sebagai tiang panjang dan diketahui
Di mana :
KpL
= koefisien tekanan tanah pasif 1
M= panjang tiang
y = kuat lentur ultimate tiang pancang γt
D = diameter tiang = berat volume tanah basah
f = posisi momen maksimun dari muka tanah
QL
Dengan memperhitungkan gaya dinamis yang disalurkan ke bangunan bawah (F), rumus yang digunakan sebagai berikut:
= daya dukung tanah maksimum pada pondasi
F = m.a (2.21)
dengan: F = gaya dinamis m = massa w = berat pondasi g = 9,8 m/s
2
2.2.3.4 Daya Dukung Tiang Bor pada Tanah Granular Pada pemasangan tiang dengan
cara pemancangan, getaran dan beban kejut yang terjadi saat pemancanagan menyebabkan tanah granular memadat, sehingga menambah tahanan ujungnya. Namun kejadian ini tidak terjadi bila tiang dipasang dengan mengebor tanah terlabih dahulu. Akibat pengeboran, tanah granular di sekitar lubang bor dapat terganggu kepadatannya. Rumus yang digunakan dengan metode AASHTO (1998) sebagai berikut: 1. Kapasitas dukung ultimit neto (Qu
Q)
u = Qb + Qs - Wp2. Tahanan ujung ultimit (Q
(2.23) b
Q)
b = Ab.pb’Nqp
(2.24) b’ = po’ = Df
A . γ (2.25)
b = 14 π Db
dengan: 2 (2.26)
AbD
= luas dasar tiang bor b
D = diameter ujung bawah tiangbor
fW
= kedalaman tiang bor p
p = berat sendiri tiang
b’ = po
3. Tahanan gesek ultimit (Q
’ = Tegangan vertikal efektif (overburden) pada tiang
sQ
) s = 𝛴𝛴 As.po’.Kd
dengan: .tg (2.27)
AsP
= tahanan gesek satuan o’
(overburden) pada tiang. =Tegangan vertikal efektif
δ = Sudut geser efektif = 2/3 φ’. Kd = Ko 1–sinφ (2.20)
( hambatan pelekat) =
××
×4
tp
y
DγKM2
(2.17)
(2.20)
10
2.2.3.5 Daya Dukung Tiang Bor pada Tanah Lempung Pekerjaan pengeboran pada
pemasangan tiang menyebabkan perubahan kuat geser tanah lempung. Hal ini, karena proses pembuatan lubang saat pengeboran melonggarkan tanah, sehingga tahanan ujung tiang menjadi berkurang. Selain itu, karena tekanan lateral menjadi berkurang di dekat dinding lubang bor, pada tanah lempung terjadi pengembangan dan aliran air menuju ke permukaan dinding lubang bor. Proses pengecoran di dalam lubnag bor juga menyebabkan pelunakan tanah lempung, sehingga mengurangi kuat geser lempung. Rumus yang digunakan dengan metode Skempton (1986) sebagai berikut: 1. Kapasitas dukung ultimit neto (Qu
Q)
u = Qb + Qs2. Tahanan ujung ultimit (Q
(2.28) b
Q)
b = Ab.fbf
(2.29) b = μ.cb.Nc
A (2.30)
b = 14 π Db
2
dengan: (2.31)
AbD
= luas dasar tiang bor b
D = diameter ujung bawah tiangbor
fμ = factor koreksi, dengan μ = 0,8
untuk d < 1 m, dan μ = 0,75 untuk d > 1 m
= kedalaman tiang bor
fbc
= tahanan ujung satuan tiang bor b
N
= kohesi tanah di bawah ujung tiang pada kondisi tak terdrainase (undrained).
c = faktor kapasitas dukung (Nc3. Tahanan gesek ultimit (Q
= 9) s
Q)
s = As.fsf
(2.32) s = cd = α c
dengan: u
Asf
= tahanan gesek satuan s
c = Tahanan gesek persatuan luas
dc
= faktor adhesi u
α = 0,45
= kohesi tak terdrainase (undrained)
2.2.3.6 Daya Dukung Tiang Kelompok Disaat sebuah tiang merupakan
begian dari group, daya dukungnya mengalami modifikasi karena pengaruh dari group tiang tersebut. Dari problema ini dapat di bedakan dua fenomena sebagai berikut: 1. Pengaruh group saat pelaksanaan
pemancangan tiang-tiang. 2. Pengaruh group akibat sebuah
beban yang bekerja. Proses pemancangan dapat
menurunkan kepadatan di sekeliling tiang untuk tanah yang sangat padat. Namun untuk kondisi tanah didominasi oleh pasir lepas atau dengan tingkat kepadatan sedang, pemancangan dapat menaikkan kepadatan disekitar tiang bila jarak antar tiang ≤ 7 s/d 8 D.
Efisiensi Tiang
Kapasitas dukung tiang gesek (friction pile) dalam tanah lempung akan berkurang jika jarak tiang semakin dekat. Besarnya kapasitas dukung total menjadi tereduksi dengan nilai reduksi yang tergantung dari ukuran, bentuk kelompok, jarak dan panjang tiangnya. Nilai pengali terhadap kapasitas dukung ultimit tiang tunggal dengan memperhatikan pengaruh kelompok tiang, disebut efisiensi tiang (Eg
Persamaan efisiensi tiang diusulkan berdasarkan pada susunan tiang, jarak relatife dan diameter tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut yang disarankan oleh Converse-Labarre formula sebagai berikut:
). (Sumber: Hardiyatmo, H.C. 2010).
Eg
Dengan; = 1- ө �n ′ − 1�m+(m−1)n′
90 mn ′ (2.33)
Eg = efisiensi kelompok tiang
11
m = jumlah baris tiang n’ = jumlah tiang dalam satu
baris ө = arc tan D/s, dalam derajat s = jarak pusat ke pusat tiang (m) d = diameter tiang (m)
Gambar 2.10 Definisi jarak s dalam
hitungan efisiensi tiang 2.2.4 Keruntuhan Daya Dukung Pondasi
Dangkal Akibat Beban Dinamis Dari dokumentasi kasus – kasus
keruntuhan daya dukung selama gempa didapat tiga faktor yang menjadi sebab terjadinya keruntuhan. Faktor – faktor ini dapat bekerja sendiri maupun bersama – sama. Faktor – faktor tersebut adalah: 1. Tegangan geser tanah 2. Beban struktural 3. Perubahan pada kondisi lapangan
2.2.4.1 Mekanisme Keruntuhan Pondasi
Dangkal Pondasi adalah suatu struktur yang
berfungsi meneruskan beban akibat berat struktur secara langsung ke tanah yang terletak di bawahnya. Perancangan yang seksama diperlukan agar beban pondasi tidak mengakibatkan timbulnya tekanan yang berlebihan pada tanah di bawahnya, karena tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan yang besar bahkan dapat mengakibatkan keruntuhan. (Sumber : Das, B.M, 1985).
Dengan menggunakan analisa keseimbangan, Terzaghi menyatakan daya dukung batas dengan rumus :
Qu = C.Nc + q.Nq + 0,5.γ.B.Nγ
Dimana :
(2.34)
C = kohesi γ = berat volume tanah q = γ.D
Nf
c, Nq, Nγ
B = lebar pondasi
= faktor daya dukung menurut terzaghi
Nilai – nilai factor kapasitas daya dukung Nc, Nq, dan Nγ
untuk perhitungan daya dukung dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.8 Faktor-faktor Kapasitas Daya Dukung Meyerhof (1963), Hansen (1961) dan Vesic (1973).
12
(Sumber: Hardiyatmo, 2010).
2.2.5 Penurunan Pondasi
Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Jika seluruh permukaan tanah di bawah dan di sekitar bangunan turun secara seragam dan penurunan terjadi tidak berlebihan, maka turunnya bangunan akan tidak nampak oleh pandangan mata dan penurunan yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan bangunan. Namun, kondisi demikian tentu mengganggu baik pandangan mata maupun kestabilan bangunan, bila penurunan terjadi secara berlebihan. Umumnya, penurunan tak seragam lebih membahayakan bangunan daripada penurunan total. (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.3 Peraturan Gempa Indonesia 2.3.1 Peta Hazard Gempa Indonesia 2010
Peta hazard gempa Indonesia yang disajikan disini meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) dan untuk perioda 1,0 detik (S1) dengan redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan
2% dalam 50 tahun. Definisi batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs) mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu. Dengan demikian untuk suatu lokasi tinjauan, PGA, SS, dan S1
di batuan dasar yang dibutuhkan untuk perencanaan dapat diperoleh. Penjelasan untuk masing-masing peta dapat dilihat dalam Tabel 2.9.
Gambar 2.15 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.16 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (SS) di batuan Dasar (SB
)
13
Gambar 2.17 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.18 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.19 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.20 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.21 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB
)
Gambar 2.22 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) dibatuan dasar (SB
)
Gambar 2.23 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB
)
2.4 Program Plaxis Plaxis merupakan program yang
mempunyai kemampuan mengalisa deformasi dan stabilitas tanah.Plaxis menyediakan prosedur input yang
14
sederhana sehingga mampu menjalankan model finite element yang kompleks secara cepat dan juga menyediakan fasilitas output dengan hasil perhitungan yang detail. Hasil perhitungan itu sendiri otomatis dijalankan oleh prosedur numerik yang sistematis. Plaxis juga menjelaskan variasi model tanah secara terperinci yang memungkinkan input data tanah yang lebih akurat.
Permodelan Tanah Uji dan pondasi dalam permodelan Plaxis menggunakan model tipe Plane Stain yang artinya model diasumsikan menerus setiap 1 meter dimana pondasi tidak dapat dimodelkan sebagai sebuah silinder dengan tebal 1 cm tetapi hanya bisa dimodelkan sebagai pondasi menerus. Sehingga dengan permodelan menggunakan model tipe Plane Stain dapat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam hasil penurunan pondasi pada program Plaxis v 8.2.
Pada pemodelan beban menggunakan Type Point Loads yang artinya beban terpusat yang diberikan setiap 1 meter. Pada Material Sets untuk tanah uji menggunakan Material Model = Linear Elastic dan Material Type = Undrained, sedangkan untuk pondasi menggunakan Material Model = Linear Elastic dan Meterial Type = Non-porous. Pada tanah uji yang dimodelkan diasumsikan Standart Fixities dan Prescribed displacements (dinamic) sedangkan paremeter yang digunakan seperti Volume Tanah (γd
) bisa didapatkan dari percobaan. (Brinkgrave, 2000).
2.5 Studi Terdahulu 1. Rendy Satrya (Tahun 2008) 2. Sugiarto (Tahun 2010) 3. Luthfi Amri Wicaksono dan Fajar
Kurniawan (Tahun 2010) 4. Ferdiansyah Permana, Zikriyullah
dan Reza Sakti Pradana (Tahun 2010)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Dasar Teori Penelitian ini bersifat
eksperimental yang dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Spil, ITS. Metode pengujian dilakukan dengan 2 macam yaitu dengan menggunakan boks getar yang selanjutnya akan didapat data penurunan dari sensor penurunan dan pemodelan dengan analisa numerik sebagai pembanding serta menguji parameter fisik tanah setelah terjadi penurunan, Adapun langkah-langkah penelitian di laboratorium dilaksanakan seperti bagan alir berikut :
Gambar 3.1 Bagan alir langkah-langkah
penelitian
15
A. Biru dikerjakan oleh Muhammad Ferdi Darwis
B. Merah dikerjakan oleh Marlini C. Hijau dikerjakan oleh Kumara Bagus R.B.
3.2 Persiapan Material
Pasir yang digunakan adalah pasir yang diayak hingga lolos saringan no. 4 dan bentonit yang digunakan memiliki nilai LL = 252,275%.
3.3 Identifikasi Sifat – Sifat Material dan
Uji Konsistensi Material 1. Material pasir dan bentonite terlebih
dahulu dikeringkan hingga mendekati kering sempurna (kadar air ± 2 %).
2. Pengujian untuk mengetahui sifat – sifat fisik material bentonit didasarkan pada beberapa pengujian seperti uji konsistensi yang lebih dikenal dengan Atterberg Limit (LL dan PL), berat jenis butiran (γt), berat kering (γd), kadar air (Wc), dan Specific Gravity (Gs
3. Perbandingan antara jumlah bentonit dan pasir didapatkan dengan cara coba –coba sehingga diperoleh benda uji yang memiliki LL 32%, sesuai pemodelan tanah Bantul.
).
3.4 Pembuatan Tanah Uji
Kondisi tanah dasar pondasi yang digunakan pada pemodelan memiliki kadar air yang sama dengan nilai batas cairnya. Pembuatan benda uji mula – mula dengan pembuatan sampel, dengan mencampur bentonit dan pasir kemudian ditambah air sampai kadar airnya sama dengan nilai batas cairnya. Sebagai dasar perhitungan, jika diketahui kadar air campuran bentonit dan pasir, maka berat butirannya adalah selisih antara berat campuran tanah mula – mula dengan berat air campuran tersebut sehingga jumlah air yang ditambahkan adalah berat butiran total dikalikan dengan nilai kadar air yang dicapai.
Pembuatan tanah benda uji dengan nilai LL 32 %, tanah kemudian diperam selama 3 hari namun kadar airnya tetap dijaga. Pemeraman ditujukan agar air, bentonit, dan pasir tercampur secara homogen. Selanjutnya, tanah dimasukkan ke dalam box getar dan siap untuk di uji pembebanan.
3.5 Identifikasi Parameter Dasar Tanah
Campuran Sebelum Dibebani Tanah yang digunakan adalah
tanah campuran antara Benonite dan pasir dengan nilai LL 32% kemudian dilakukan pengujian volumetri, gravimetri dan kuat geser (direct shear) untuk mengetahui parameter dasar tanah sebelum diberi beban statis dan beban dinamis dengan mengunakan bak pemodelan.
3.6 Bak Pemodelan
Bak pemodelan dibuat dengan ukuran 110 cm x 50 cm x 95 cm dari bahan plat siku dan plat besi. Dalam satu sisi bak pemodelan dibuat dari plat besi, sedang sisi lainnya terbuat dari bahan akrilik tebal 1 cm dengan tujuan saat pengujian beban dimungkinkan bisa melihat perubahan pola keruntuhan pondasi. Alat yang digunakan untuk mengukur deformasi adalah dengan menggunakan sensor penurunan dengan ketelitian 0,1 cm.
Untuk menghasilkan getaran dipakai sebuah motor (Gambar 3.2) yang berfungsi untuk memutar roda penggerak. Roda penggerak tersebut berfungsi untuk menggerakkan batang yang dihubungkan dengan bak pemodelan yang berfungsi untuk menghasilkan beban merata berulang (dinamis) yang diasumsikan sebagai beban gempa.
Adapun spesifikasi alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Interface Box
16
Suatu perangkat perantara yang menghubungkan PC ke sensor-sensor dan panel kontrol. Memiliki spesifikasi sbb: a. Operasi tegangan 220
VAC/0,01 A b. Dua inputan:
- Inputan sensor posisi - Inputan sensor percepatan
c. Suatu outputan yang dihubungkan ke panel untuk mengaktifkan motor.
2. Sensor Posisi Suatu perangkat yang dapat
membaca perubahan posisi dalam arah vertikal. Memiliki spesifikasi sbb: a. Operasi tegangan +/- 12 volt b. Tegangan output
3. Sensor Frekuensi 4. Motor Penggerak dan Gearbox 5. Box Panel
Tempat dimana saklar-saklar untuk menghidupkan atau mematikan sistem kelistrikan motor. Memiliki spesifikasi: a. Tegangan kerja 220 VAC/CB
20 A dan 4 A b. Indikator lampu sistem on dan
motor on
Gambar 3.2 Pemodelan alat boks getar
3.7 Pemodelan Pondasi Pemodelan pondasi digunakan
beton dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B) = 1 dengan tiang buis beton berdiameter 1,5 cm dan tebal plat 4 cm, sedangkan pipa penyangga beban tempat perletakan beban terbuat
dari pipa baja Ø 2 inci yang dapat bergerak naik-turun mengikuti penurunan tanah. Pemodelan pembebanan dilakukan secara sentris.
Gambar 3.3 Tampak atas pemodelan
pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5 D dan pembesaran ujung tiang).
Gambar 3.4 Potongan melintang pemodelan
pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D dan pembesaran ujung tiang).
17
Gambar 3.5 Tampak atas pemodelan
pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D dan pembesaran ujung tiang).
Gambar 3.6 Potongan melintang pemodelan
pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D dan pembesaran ujung tiang).
3.8 Melakukan Pengujian Beban Dan Pengamatan Pada Model Pondasi
Pengujian dilakuakan pada masing – masing jenis variasi L/B = 1 bentuk bujur sangkar dan segitiga dengan pembesaran ujung pada pondasi dengan pemberian beban dimanis sesuai dengan peta gempa 2010, pembebanan dinamis dilakuakan dengan arah memanjang dan melintang pondasi dan untuk pembebanan statis diberikan pada titik sentrisnya.
Langkah-langkah persiapan alat boks getar:
1. Lepaskan besi penghubung antara radial plate dengan batang penyodok. Sehingga motor tidak terhubung dengan bak permodelan.
2. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda. (kabel biru pada tanda B, kabel hitam pada tanda H, dan kabel kuning pada tanda K )
3. Aktifkan ( posisi on ) ketiga CB pada panel. Jika lampu merah menyala berarti panel dalam keadaan aktif.
4. Lakukan pemanasan pada motor selama 5 – 10 menit dengan mengubah posisi switch pada panel dari posisi off ke posisi manual.
5. Setelah dirasa cukup, matikan motor dengan cara mengubah posisi switch pada panel ke posisi off. Kemudian non aktifkan ketiga CB pada panel sehingga lampu pada panel mati.
6. Sambungkan batang penyodok dengan bak permodelan
7. Sambungkan besi penghubung antara radial plate dengan batang penyodok. Sehingga motor terhubung dengan bak permodelan.
8. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda.
18
9. Hubungkan kabel pada interface box ke komputer.
10. Sambungkan kabel abu – abu pada bagian depan interface box ke stop kontak listrik terdekat. Tetapi jangan mengaktifkan interface box terlebih dahulu.
11. Sambungkan kabel sensor dari interface box ke sensor.
12. Sambungkan kabel ke masing-masing sensor
13. Setelah semua kabel terpasang dengan baik pada tempatnya.
14. Memasukan tanah ke dalam bak pemodelan setebal 45 cm.
15. Memasang plat beban, model pondasi sehingga plat berada di tengah terhadap ke empat sisi bak pemodelan.
16. Menimbun pondasi dengan tanah lalu di padatkan dengan cara manual.
17. Memasang rangka pipa penyangga beban.
18. Memasang sensor penurunan,yaitu penunjuk penurunan tanah di bawah pondasi.
19. Memberikan beban vertikal tetap sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dari daya dukung pondasi secara sentris serta mencatat penurunannya.
20. Memberikan beban dinamis dengan percepatan sesuai dengan peta gempa 2010 untuk daerah Bantul dengan waktu 15 detik lalu mencatat berapa besarnya penurunan akibat adanya kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis.
21. Setelah semuanya sudah terpasang dengan baik, pasang box beban pada ujung atas pondasi.
22. Melepaskan stopper atas pada sensor posisi. Kemudian aktifkan interface box dengan
menekan tombol merah pada posisi on.
23. Menghidupkan komputer. 24. Jalankan program eksekusi
dengan icon SIMULASI TANAH.
25. Masukkan angka jari – jari sesuai dengan jarak lubang pada radial plate terhadap pusat plate, misal 10 cm untuk pemodelan percepatan 8,83 m/s2
26. Klik Setting Delay masukkan lamanya interval waktu pengujian.
(dari hasil perhitungan sebelumnya)
27. Klik tombol Run maka motor akan aktif sesuai pada interval yang dimasukkan.
28. Setelah motor berhenti klik File Print untuk melihat hasil perekaman data dalam bentuk grafik.
29. Untuk melihat hasil perekaman data dalam bentuk tabel klik File Data List.
30. Untuk menyimpan hasil rekaman terlebih dahulu masukkan nama file kemudian klik tombol SAVE.
31. Membongkar sensor penurunan dan rangkaian pipa penyangga beban vertikal.
32. Mengambil sampel pada tanah dibawah dan sekitar pondasi kemudian diidentifikasi kembali untuk mengetahui perubahan parameter dasar tanah akibat kombinasi beban statis dan dinamis.
3.9 Identifikasi Parameter Dasar Tanah
Campuran Setelah Dibebani Setelah pemberian beban dinamis
selesai, kemudian sampel tanah diambil sebagian untuk diidentifikasi kembali parameter fisik tanah, sehingga diketahui besarnya perubahan parameter fisik tanah akibat beban statis dan beban dinamis yang terjadi.
19
BAB IV
ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
Hasil percobaan yang dilakukan di laboratorium diolah ke dalam tabel dan kurva, kemudian dianalisis untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dan menjelaskan kemungkinan yang menjadi penyebabnya berdasarkan tinjauan pustaka yang ada.
4.1 Identifikasi Tanah Campuran
Sebelum Pembebanan 4.1.1 Hasil Pengujian LL untuk Tanah
Campuran Untuk mendapatkan tanah uji dengan
kondisi LL tertentu maka bentonit dicampur dengan pasir dan air secara merata dengan perbandingan tertentu secara coba-coba, dengan memperhitungkan berat alami dan kadar air masing-masing material.
Sebagai contoh perbandingan yaitu dengan mencampurkan pasir dan bentonit dengan perbandiangan 10% berat bentonit : 90% berat pasir, kemudian 20% berat bentonit: 80% berat pasir dan seterusnya hingga perbandingan 90% berat bentonit: 10% berat pasir.
Dari hasil pencampuran bentonit dan pasir kemudian dilakukan pengujian Liquid Limit pada tanah uji tersebut, untuk mengetahui nilai LL dari masing-masing campuran. Tabel 4.1 di bawah ini merupakan hasil coba-coba perbandingan pasir dan bentonit yang menghasilkan batas cair tertentu. Tabel 4.1 Perbandingan bentonit dan pasir
Dari hasil tersebut, dilakukan analisa regresi linier yang akhirnya mendapatkan kombinasi untuk Liquid Limit yang diharapkan dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 4.1 Grafik hubungan kadar bentonit dan batas cair (LL)
Dengan demikian dapat diketahui perbandingan antara bentonit dan pasir untuk membuat tanah uji :
Dengan Batas Cair (LL) = 32 % seperti kondisi tanah di Bantul, maka perbandingan Bentonit : Pasir = 17,46 % : 82,54 %. Dari grafik tersebut diatas terlihat bahwa hubungan penambahan bentonit menaikkan Batas Cair (LL) secara linier.
4.1.2 Analisa Ayakan Tanah Uji
Pada penelitian ini dilakukan tes analisa ayakan untuk menentukan jenis tanah yang tepat untuk memodelkan tanah uji, hasil analisa ayak dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 4.2 Kurva analisa ayakan tanah uji dengan perbandingan pasir 82,54% dan bentonit 17,46%
10 90 185.75020 80 184.22530 70 177.40040 60 137.02550 50 105.10060 40 78.32570 30 64.24580 20 41.35090 10 8.715
Kadar Pasir % Kadar Bentonite % LL %
185.750184.225177.400
137.025
105.100
78.32564.245
41.350
8.715
y = 2.369x - 9.355R² = 0.973
0.00
25.00
50.00
75.00
100.00
125.00
150.00
175.00
200.00
225.00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% LL
YAN
G DI
HASI
LKAN
KADAR BENTONITE %
HUBUNGAN KADAR BENTONITE VS LL YANG DIHASILKAN
Hubungan Kadar Bentonit dan Batas Cair
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.0010.010.1110
Pers
en L
olos
(%)
Pasir Campuran Bentonit
20
Gambar 4.1 menunjukan bahwa 14,20% tertahan oleh ayakan no. 200 berarti kurang dari 50% butiran tertahan ayakan no. 200 sehingga dapat dikelompokan sebagai tanah berbutir halus dan sebanyak 100% lolos ayakan no. 4 sehingga dapat di kelompokan sebagai pasir.
4.1.3 Hasil dan Analisa Pengujian
Proctor Pemodelan kepadatan dan kadar air
tanah uji yang didapat dari uji Proctor yang disesuaikan dengan hasil uji Proctor pada model tanah Bantul yang pernah di ujikan dalam tesis Sugiarto sebagai pembanding yang memiliki berat volume tanah kering (γd) = 1,38 g/cm3
. Kurva korelasi hasil uji Proctor dapat di lihat pada gambar berikut.
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara γd
Pada gambar 4.3 menggunakan Proctor dengan 1 Energi (standard) sebagai kepadatan pada bak getar. Dari grafik didapatkan kadar air (w
dengan kadar air hasil uji Proctor
c) = 26,8 % dari γd = 1,38 gr/cm3
γ.
t = γd (1 + wc) = 1,38 + (1 + 27,5%) = 1,76 gr/cm3
.
4.1.4 Hasil Pengujian Parameter Geser Tanah Sebelum Pembebanan
Pengujian geser langsung dilakukan untuk mengetahui nilai kohesi (c) dan sudut geser tanah (φ). Berikut adalah contoh perhitungan uji geser langsung :
Dengan beban vertikal 2 kg Tegangan Normal (σnormal
)
AP
normal =σ ;
keterangan : P = Gaya/beban vertikal ( kg) A = Luas bidang kontak vertikal ( cm2
Dengan : )
Diameter Contoh = 6,3 cm Luas Contoh (A) = 31,17 cm P = 2 kg
2
2/06416,017,31
2 cmkgAP
normal ===σ
Tegangan Geser Maksimum (τmax
)
APmax
max =τ ;
Keterangan :
Pmax
A = Luas bidang kontak geser ( cm2)
= Gaya geser maksimum yang telah dikalibrasi proving ring ( kg).
Bacaan gaya geser maksimum awal = 27 Angka kalibrasi proving ring = (X . 0,1433219) kg Gaya geser maksimu = (27 . 0,1433219) kg = 3,869691 kg A = 31,17 cm
2maxmax /124,0
17,31869691,3 cmkg
AP
===τ
2
Hasil perhitungan uji geser
langsung tanah uji dengan LL 32% sebelum pembebanan selengkapnya disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini:
R² = 11.30
1.40
1.50
1.60
1.70
4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0
y = 0.368x + 0.0410.000
0.050
0.100
0.150
0 0.1 0.2 0.3
Tega
ngan
Ges
er M
ax
Kg/
cm2
Tegangan Normal kg/cm2
Wc = 27,5% Sebelum Pembebanan
1,38
27,5
21
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah sebelum pembebanan
Dari gambar 4.4 didapatkan nilai
kohesi (C) sebesar 0,041 kg/cm2 dan sudut geser (φ) sebesar 20,2o
.
4.2 Perhitungan Daya Dukung Tanah Uji 4.2.1 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal
Dalam menentukan beban batas yang
dapat diterima oleh tanah uji dilakukan perhitungan daya dukung tanah tanah terlebih dahulu. Untuk perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus dasar :
Untuk contoh perhitungan digunakan pondasi telapak polos dengan B/L = 1 .
DfØ = 20,2
= 0,00 meter
C = 0,041 kg/ cmo
γ
2 t = 0,00175 kg/ cm
B = 10 cm 3
L = 10 cm Nc N
= 15,03 (Tabel faktor daya dukung Vesic) q
N = 6,53 (Tabel faktor daya dukung Vesic)
γ
Sc = 1 + � 6.3114.70
� = 1.429 (berdasarkan tabel 2.3)
= 5,55 (Tabel faktor daya dukung Vesic)
Sq = 1 + (tan 20.2) = 1.368 (berdasarkan tabel 2.3)
Sγ = 0.6 (berdasarkan tabel 2.3)
qu = ScCNc + SqPoNq + Sγ0,5.B .γ .Νγ
= 0,881 + 0,00 + 0,029
= 0,91 kg/ cm
Q
2
ult= qu
Q
x (B x L)
ult
= 0,91 x (10 x 10) = 91 kg
Perhitungan daya dukung selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Daya dukung pondasi telapak
Tegangan ultimate A (cm2)
Beban (kg)
Bujur Sangkar (L/B=1) 0.91 kg/cm2 100 91
Segitiga 1.18 kg/cm2 65.2 76.94 4.2.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang
Kelompok
Kapasitas daya dukung tiang buis beton berdasarkan data laboratorium, di dapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser tanah (φ), kapasitas ultimate tahanan ujung tanah non kohesif berdasarkan metode AASHTO (1998) pada rumusan 2.1: Data Tanah:
WcC = 0,041 kg/ cm
=27,5%
ϕ = 20,2°
2
Nc N
= 15,03 q
N= 6,53
γ γ
= 5, t = 1.75 gr/cm3 = 0.00175
kg/cm 3
Gambar 4.5 Pondasi tiang buis beton L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; D = 1,5 cm; Db
Q
= 2,25 cm
b= Ap pb’ Nq
= 1/4π(2,25)
2
= 0,454 kg
x (0,00175 x 10) x 6,53
Kd = Ko
= (1 – sin ϕ)
(berdasarkan rumus 2.20)
= 0,655
= (1 – sin 20,2)
δ = (2/3) x ϕ (berdasarkan rumus 2.21)
= (2/3) x 20,2
=13.467
po = ½ x (γ t x L) x L
22
= ½ x (0,00175 x 10) x 10
= 0,088 kg/cm
Q
2
s = As Kd po
= π(1,5) x 0,655 x 0,088 x tg 13,467
tg δ (berdasarkan rumus 2.19)
= 0.065 kg
Wp = (0,0775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252) x 2400 kg/m
= 0,054 kg
2
Qult = Qp + Qs – Wp
= 0,454 + 0,065 – 0,054
(berdasarkan rumus 2.15)
= 0,465 kg (1 Tiang)
Qult
E
= 0,465 x 4 tiang = 1.86 kg
g
θ = arctan DS (berdasarkan rumus 2.29)
= 1- ө �𝑛𝑛′ − 1�𝑚𝑚+(𝑚𝑚−1)𝑛𝑛′
90 𝑚𝑚𝑛𝑛 ′ (berdasarkan rumus 2.28)
= arctan 1.54.5
= 18.435
Eg
= 0, 795
= 1- 18,435 (2− 1)2+(2−1)290 𝑥𝑥 2 𝑥𝑥 2
Qult
Q
= 1,86 x 0.795 = 1,478 kg
total = Qult telapak + Qult
= 91+ 1,478
Tiang buis beton
= 92,478 kg
4.2.3 Perhitungan Daya Dukung Dinamis Pondasi Dangkal
Untuk contoh perhitungan digunakan pondasi telapak polos dengan L/B = 1 . Dr D
= 50% f
Ø = 20,2 = 0,00 meter
C = 0,041 kg/ cmo
γ
2 t = 0,00175 kg/ cm3 = 1750 kg/m
B = 10 cm 3
L = 10 cm Nc N
= 15,03 (Tabel faktor daya dukung Vesic) q
N = 6,53 (Tabel faktor daya dukung Vesic)
γ
= 5,55 (Tabel faktor daya dukung Vesic)
Karena Dr = 50% , 0 < Dr
Ø’= tg
< 67% maka nilai Ø di koreksi dengan Ø’
-1 [(0,67 + Dr – 0,75 Dr2
= tg
) tg Ø] (berdasarkan rumus 2.9)
-1 [(0,67 + 0,5 – 0,75 0,52) tg 20,2 o
= 19,85
] o → Nc= 14,70; Nq= 6,31; Nγ
= 5,28
sc = 1 + �1010� � 6,31
14,70� = 1,429 (berdasarkan tabel 2.3)
sq = 1 + �1010� (tan 20,2) = 1,368 (berdasarkan tabel 2.3)
sγ = 1 − 0,4 �1010� = 0,6 (berdasarkan tabel 2.3)
qu =q.Nq.sq + 0,5.Β .γ .Νγ .sγ
= 0,00 + 0,029 (berdasarkan rumus 2.8)
= 0,029 kg/ cm
q
2
u Dinamis = 0,029 x 75% = 0.0218 kg/ cm2
Q
(berdasarkan rumus 2.13)
ult dinamis = qu x (B x L)
Tabel 4.4 Daya dukung dinamis pondasi telapak
= 0,0218 x (10 x 10) = 2,18 kg
Tegangan ultimate A Beban (kg)
Bujur Sangkar (L/B=1) 0,0218 kg/cm2 100 2,18
Segitiga 0,0087 kg/cm2 65,2 0,57
4.2.4 Perhitungan Kapasitas Horisontal Material Tiang Buis Beton (Dinamis)
Untuk Percepatan 0,25g a= 2,45 m/s1. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10
cm; B= 10 cm;
2
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,0775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 10 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 1,18 kg
2
F = m .a (berdasarkan rumus 2.35)
= (1,18/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s
= 0,295 kg
2
2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,1775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 20 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
23
= 1,35 kg
F = m .a (berdasarkan rumus 2.35)
= (1,35/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s
= 0,338 kg
2
3. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,07 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 10 cm
2) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 1,28 kg
2
F = m .a
= (1,28/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,32 kg
2
4. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,170 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 20 cm
2) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 1,45 kg
2
F = m .a
= (1,45/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,363 kg
2
5. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,0775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 10 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 0,79 kg
2
F = m .a
= (0,79/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,198 kg
2
6. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,1775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 20 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 0,91 kg
2
F = m .a
= (0,91/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,228 kg
2
7. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,07 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 10 cm 2)
+ (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 0,87 kg
2
F = m .a
= (0,87/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,218 kg
2
8. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,170 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 20 cm 2)
+ (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 0,99 kg
2
F = m .a
= (0,99/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,45 m/s
= 0,248 kg
2
Untuk Percepatan 0,3g a= 2.94 m/s
2
1. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,0775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 10 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 1,18 kg
2
F = m .a
= (1,18/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,354 kg
2
2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm ; h = 20 cm
24
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,1775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 1,35 kg
2
F = m .a
= (1,35/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,405 kg
2
3. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,07 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 10 cm
2) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 1,28 kg
2
F = m .a (berdasarkan rumus 2.35)
= (1,28/ 9,8 m/s2) x 2,94 m/s
= 0,131 kg
2
4. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton = 1,5 cm ; Db
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,170 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 20 cm
2) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 1,45 kg
2
F = m .a
= (1,45/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,435 kg
2
5. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,0775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 10 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 0,79 kg
2
F = m .a
= (0,79/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,237 kg
2
6. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,1775 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 20 cm
2) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m
= 0,91 kg
2
F = m .a
= (0,91/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,273 kg
2
7. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,07 x 0,25π0,015
= 3 cm ; h = 10 cm 2)
+ (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 0,87 kg
2
F = m .a
= (0,87/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,261 kg
2
8. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton),
DTiang buis beton
; D
= 1,5 cm
b
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,170 x 0,25π0,015
= 2,25 cm ; h = 20 cm 2)
+ (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m
= 0,99 kg
2
F = m .a
= (0,99/ 9,8 m/s
(berdasarkan rumus 2.35) 2) x 2,94 m/s
= 0,297 kg
2
Kapasitas Horisontal 1 tiang buis beton Dtiang buis beton
n
= 1,5 cm = 15 mm
h = 350 Kn/m
fc’= 10 Mpa = 1000 ton/m
3
E = = 14862,7 N/ mm
2
2 = 1,49 Kn/m
I = 1/64 π D
2 4 = 1/64 π 154 = 2485 mm4 = 2,485
x10-9 m
m1602,0350
10x485,2x49,1nEIT 5
95
h===
−
4
104700
(berdasarkan rumus 2.37)
25
Zf= 1,8T= 1,8x0,1602 = 0,28837 m = 28 cm Karena letak titik jepit tanah terhadap
tiang pondasi (Zf
) = 28 cm < kedalaman tiang buis beton 20 cm, maka perhitungan kapasitas horisontal tiang buis beton hanya mengandalkan tekanan tanah yang bekerja disepanjang tiang buis beton saja.
Ø= 20,2 o
; D= 1,5 cm
1. L= 10 cm
Kp = tg2
= tg
(45°+ 0.5 Ø) 2
σ
(45°+ 0.5x 20,2)= 2,05
h = 0,5 x Kp x γ t x h
= 0,5 x 2,05 x 0,00178 x 10
2
= 0,182 kg/ cm
2
Hu = σh
= 0,182 x
x S
= 0,24 kg ( 1 tiang buis beton)
2. L = 20 cm
Kp = tg2
= tg
(45°+ 0.5 Ø) 2
σ
(45°+ 0.5x 20,2)= 2,05
h = 0,5 x Kp x γ t x h
= 0,5 x 2,05 x 0,00178 x 20
2
= 0,729 kg/ cm
2
Hu = σh
= 0,729 x
x S
= 0,97 kg ( 1 tiang buis beton)
Tabel 4.5 Kapasitas horisontal tiang buis beton
4.3 Variasi Percobaan Pembebanan Tanah Uji di Laboratorium
Percobaan di Laboratorium menggunakan tanah buatan dengan campuran pasir dan bentonit dengan nilai LL 32% dan kadar air (wc
Simulasi beban dinamis di laboratorium dengan memberikan percepatan 0,25g atau 2,45 m/s
)
27.5%. Pondasi yang digunakan terbuat dari beton berupa pondasi telapak dan memberikan perkuatan tiang buis beton dengan variasi bujur sangkar dan segitiga, variasi perkuatan pondasi diberikan tiang buis beton dengan variasi jarak pemasangan 3D dan 3,5D sedangkan kedalaman tiang 10 cm dan 20 cm dengan diameter 1,5 cm dan pembesaran ujung tiang dengan variasi 1,5D dan 2D.
2 dan 0,3g atau 2,94 m/s2
sedangkan beban statis vertikal terdapat beberapa variasi pembebanan yang berbeda-beda, dapat dilihat pada tabel 4.6 :
Tabel 4.6 Variasi beban yang diberikan pada setiap pondasi
4.4 Hasil Percobaan Pembebanan
Tanah Uji 4.4.1 Perbandingan Penurunan Pondasi
pada Tanah Uji Ditinjau dari Variasi Pembebanan.
Analisa ini bertujuan membandingkan penurunan pondasi dengan kondisi pembebanan (beban statis dan beban dinamis pada percepatan 0,25g dan 0,3g) pada setiap variasi bentuk. Berikut disajikan data berupa grafik disetiap percobaan tersebut.
4.4.1.1 Hasil Penurunan Akibat
Pembebanan Statis Vertikal 1. Perbandingan penurunan pada variasi
percobaan pondasi akibat beban statis dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini.
F (Kg) HU (Kg) F (Kg) HU (Kg)L/B=1 ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm 0.295 0.24 0.354 0.24L/B=1 ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm 0.338 0.97 0.405 0.97L/B=1 ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db =3 cm 0.32 0.24 0.131 0.24L/B=1 ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 3 cm 0.363 0.97 0.435 0.97Segi tiga ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm 0.198 0.24 0.237 0.24Segi tiga ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm 0.228 0.97 0.273 0.97Segi tiga ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db =3 cm 0.218 0.24 0.261 0.24Segi tiga ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 3 cm 0.248 0.97 0.35 0.97
Pondasi Percepatan 0,3g (2,94 m/s2)Percepatan 0,25g (2,45 m/s2)
1 2 3 4 1 2 3 45 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg
segi
tiga
Tanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
Percepatan gempa 0,3g
buju
r sa
ngka
r (L
/B =
1)
Tanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
Variasi Pondasi Percepatan gempa 0,25g
25,125,0 π
25,125,0 π
26
Gambar 4.6 Grafik perbandingan penurunan
dan pembebanan pada berbagai variasi bentuk pondasi akibat beban statis vertikal
Pada gambar 4.6 terlihat perbedaan
penurunan dari berbagai variasi bentuk pondasi, ditinjau dari beban 25 kg pada L/B = 1 atau bujur sangkar terlihat penurunan paling besar terutama untuk pondasi telapak polos sebesar 19,98 mm sedangkan yang diberikan perkuatan tiang buis beton terjadi reduksi penurunan 78,53% untuk kedalaman tiang buis beton 10 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D 85,74% untuk kedalaman tiang buis beton 20 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D
. Untuk pondasi telapak segitiga penurunan lebih besar dikarenakan luasan telapak pondasi yang lebih kecil dan jumlah tiang yang lebih sedikit dari pondasi telapak bujur sangkar dengan peningkatan penurunan 41,77%. Pada pembebanan statis jarak pemasangan tiang buis beton 3D dan 3,5D serta pembesaran ujung tiang buis beton 1,5D dan 2D pada pondasi L/B =1 dan segitiga memiliki nilai penurunan yang hampir sama.
beban 5 kg tidak terjadi penurunan
sama sekali pada semua variasi pondasi. Pada gambar ini terlihat kedalaman tiang buis beton dan pembesaran diameter ujung tiang dapat mengurangi penurunan akibat beban statis. Pada pondasi telapak segitiga polos tidak terjadi penurunan pada beban 5 kg dan 10 kg hal ini diperkirakan terjadi karena pemadatan yang tidak merata karena proses penggemburan pada percobaan sebelumnya, selain itu penurunan yang terjadi pada pondasi S = 3,5D lebih kecil dari pondasi S = 3D, dari hasil pengujian jarak pemasangan mengakibatkan perbedaan penurunan sebesar 54,52% pada pondasi kedalaman 10 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20 25 30
Penu
runa
n (m
m)
Beban (Kg)Beban Statis
L/B = 1 (tanpa perkuatan) Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=2DsPersegi S=3D; h= 20 cm; Db=2Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=2DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds Segitiga (tanpa perkuatan)Segi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=2DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds
L/B = 1 S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3D; h = 20cm; Db = 2DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2DSegitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
L/B = 1 S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3D; h = 10cm; Db = 2DL/B = 1 S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B = 1 S=3,5D; h=10cm; Db=2Ds
Segitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
27
4.4.1.2 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Dinamis Percepatan 0,25g atau 2,45 m/s
1. Perbandingan penurunan pada variasi percobaan pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini.
2
Gambar 4.12 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada percepatan 0,25g dengan berbagai variasi bentuk pondasi
Pada gambar 4.12 dapat dilihat penurunan berbagai macam variasi bentuk pondasi akibat beban kombinasi pada percepatan 0,25g pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 telapak polos terjadi penurunan sebesar 92,91 mm dan untuk pondasi L/B = 1 yang mengalami penurunan terkecil yaitu dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; Db
Sedangkan untuk pondasi segitiga telapak polos terjadi penurunan sebesar 141,51 mm dan untuk pondasi segitiga yang mengalami penurunan terkecil yaitu pada perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D
= 2D sebesar 2,86 mm dengan reduksi penurunan sebesar 96,92%.
b
Dilihat dari jarak pemasangan tiang buis beton, pondasi dengan dengan jarak pemasangan 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan pondasi dengan jarak pemasangan 3,5D, sedangkan pada pembesaran diameter ujung tiang 2D memiliki penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D.
= 2D sebesar 12,86 mm dengan reduksi penurunan sebesar 90,91%, bila dibandingkan dengan penurunan pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 pondasi segitiga terjadi penurunan yang lebih besar dengan peningkatan penurunan
sebesar 52,3%. hal ini diperkirakan karena luasan penampang bujur sangkar lebih besar dari segitiga dan jumlah tiang yang lebih sedikit pada pondasi telapak segitiga yang membuat daya dukung pondasi bujur sangkar lebih besar dari pondasi segitiga.
4.4.1.3 Hasil Penurunan Akibat
Pembebanan Dinamis Percepatan 0,30g atau 2,94 m/s2
1. Perbandingan penurunan pada variasi percobaan pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.18 di bawah ini.
.
Gambar 4.18 Grafik perbandingan
penurunan dan pembebanan pada percepatan 0,30g dengan berbagai variasi bentuk pondasi
Pada gambar 4.18 dapat dilihat penurunan berbagai macam variasi bentuk pondasi akibat beban kombinasi pada
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 5 10 15 20 25 30
Penu
runa
n (m
m)
Beban (Kg)Percepatan 0,25g
L/B = 1 (tanpa perkuatan) Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=2DsPersegiS=3D; h= 20 cm; Db=2Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=2DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds Segitiga (tanpa perkuatan)Segi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=2DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds
L/B =1 S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2DL/B =1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
L/B =1 S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B =1 S = 3D; h = 10cm; Db = 2DL/B =1 S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 5 10 15 20 25 30
Penu
runa
n (m
m)
Beban (Kg)
Percepatan 0,3g
L/B = 1 (tanpa perkuatan) Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3D; h= 10 cm; Db=2DsPersegiS=3D; h= 20 cm; Db=2Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5Ds Persegi S=3.5D; h= 10 cm; Db=2DsPersegi S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds Segitiga (tanpa perkuatan)Segi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3D; h= 20 cm; Db=2DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=1.5DsSegi tiga S=3.5D; h= 10 cm; Db=2Ds Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds
L/B =1 S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
L/B =1 S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B = 1 S=3D; h = 10cm; Db = 2DL/B = 1 S=3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DL/B = 1 S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 10cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3D; h = 20cm; Db = 2DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DSegitiga S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
28
percepatan 0,3g pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 telapak polos terjadi penurunan sebesar 105,78 mm dan untuk pondasi L/B = 1 yang mengalami penurunan terkecil yaitu dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; Db
Sedangkan untuk pondasi segitiga telapak polos terjadi penurunan sebesar 157,23 mm dan untuk pondasi segitiga yang mengalami penurunan terkecil yaitu pada perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D
= 2D sebesar 27,92 mm dengan reduksi penurunan sebesar 73,61%.
b
Dilihat dari jarak pemasangan tiang buis beton, pondasi dengan dengan jarak pemasangan 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan pondasi dengan jarak pemasangan 3,5D.
= 2D sebesar 38,6 mm dengan reduksi penurunan sebesar 75,46%, bila dibandingkan dengan penurunan pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 pondasi segitiga terjadi penurunan yang lebih besar dengan peningkatan penurunan sebesar 32%. hal ini diperkirakan karena daya dukung pondasi bujur sangkar lebih besar dari pondasi segitiga.
4.4.1.4 Hasil Penurunan pada Setiap
Variasi Bentuk terhadap Percepatan 0,25g dan 0,30g
1. Penurunan akibat beban kombinasi 5 kg pada pondasi L/B = 1 dapat dilihat pada Gambar 4.24 di bawah ini.
Gambar 4.24 Grafik perbandingan
penurunan terhadap variasi pondasi L/B = 1 pada setiap percepatan dengan beban 5 kg.
Pada gambar 4.24 menunjukan perbedaan penurunan pada percepatan 0,25g dan 0,3g. Dari hasil percobaan pembebanan dinamis 5 kg pada permodelan menggunakan alat getar pada frekuensi yang berbeda dengan waktu getar yang sama menunjukan penurunan dengan percepatan 0,3g lebih besar dari pada penurunan dengan percepatan 0,25g, pada beban statis 5 kg penurunan pondasi telapak polos sebesar 0 mm, pada beban kombinasi percepatan 0,25g dan 0,3g sebesar 4,29 mm, penurunan pada pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3 D; h = 10 cm; Db
Pada pondasi telapak segitiga polos dan pondasi S = 3D; h = 10 cm; D
= 1,5D percepatan 0,25g sebesar 1,43 mm dan percepatan 0,3g sebesar 2,86 mm terjadi perbedaan penurunan sebesar 50%, namun penurunan pada pondasi bujur sangkar tanpa perkuatan memiliki nilai yang sama antara percepatan 0,25g dan 0,3g sebesar 4,29 mm, untuk pondasi dengan S = 3,5D tidak terjadi penurunan pada percepatan 0,25g, ditinjau dari beban statis 5 kg tidak terjadi penurunan pada semua variasi pondasi bujur sangkar. Dari grafik di atas menunjukkan faktor jarak antar tiang, kedalaman tiang dan pembesaran ujung dapat mengurangi terjadinya penurunan.
b
= 2D penurunan di percepatan 0,25 lebih besar dibandingkan percepatan 0,3g. Hal ini diperkirakan karena kesalahan pembacaan sensor dan kepadatan tanah yang tidak merata akibat percobaan pembebanan sebelumnya.
4.5 Hasil Pengujian Parameter Fisik Tanah Setelah Pembebanan Setelah tanah di uji pembebanan
variasi beban 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg maka setiap percobaan di ukur penurunannya dan di ambil samplenya untuk dilihat parameter fisik dari tanah tersebut. 4.5.1 Hasil Pengujian Berat Volume
Tanah (γt
Nilai dari berat volume tanah (γ
) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
t
0 0 0 0 0 0 0 0 0 00
4.29
1.43 1.43 1.430 0 0 0 00
4.29 3.72
1.432.86
0
2.86
01.43
00
5
10
15
20
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pondasi (Beban Statis 5 kg)
Beban Statis (5kg)Percepatan 0,25gPercepatan 0,3g
Perse
gi (T
anpa
Per
kaua
tn)
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b =
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b =
2D
) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di
29
ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban dinamis zona 3 dan 4
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan berat volume tanah setelah diberikan beban statis dan beban dinamis. Sebelum di berikan beban dinamis berat volume tanah (γt) 1,76 gr/cm3. Berikut ini di sajikan data berat volume tanah pada percepatan 0,25g dan 0,30g.
Pada pengujian ini pemberian beban tidak dilihat dari tegangan tanah di bawah pondasi, tetapi dari beban 25 kg yang diberikan pada pondasi.
Nilai-nilai berat volume tanah di sajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Nilai-nilai berat volume tanah (γt
) tanah uji
1. Kondisi beban statis dan dinamis pada
percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.37.
Gambar 4.37 Berat volume tanah (γt
Pada gambar 4.37 terlihat bahwa berat volume tanah pada beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta berat volume tanah pada beban dinamis lebih besar dari pada beban statis. Hal ini dikarenakan perbandingan antara berat volume tanah berbanding lurus dengan penurunan tanah yang terjadi pada pondasi akibat beban-beban yang ada.
) pada seluruh variasi pondasi telapak pada beban statis, 0,25g dan 0,30g.
4.5.2 Hasil Pengujian Parameter Geser
Tanah (C) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
Setelah tanah uji diberi beban statis dan dinamis 25 kg dengan bak getar kemudian tanah dibawah pondasi diambil untuk uji geser langsung dan didapatkan nilai kohesi pada tanah uji setelah diberi beban kombinasi statis dan beban dinamis 25 kg pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Nilai kohesi pada tanah uji setelah
diberi beban 25 kg
0,25 g 0,3 gSebelum pembebanan 0.041 0.041 0.041
0.060 0.065 0.0700.056 0.063 0.0670.052 0.058 0.0630.054 0.064 0.0650.050 0.060 0.0580.055 0.063 0.0660.051 0.057 0.0600.053 0.058 0.0590.051 0.054 0.0560.063 0.078 0.0830.058 0.075 0.0800.053 0.065 0.0670.056 0.070 0.0780.053 0.062 0.0630.055 0.068 0.0720.050 0.062 0.0640.052 0.065 0.0680.050 0.060 0.061
Tanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2DTanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D
Segi
tiga
Buju
r san
gkar
(L/B
= 1
)
Dinamis ( 25kg )C (kg/cm2)
Statis (25 kg)Variasi Pondasi
3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
γt (gr/cc)
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg1.870 1.884 1.8871.845 1.861 1.8661.829 1.837 1.8411.841 1.856 1.8631.792 1.796 1.8011.838 1.850 1.8571.782 1.787 1.7911.824 1.833 1.8351.777 1.780 1.7831.882 1.891 1.8991.867 1.880 1.8841.833 1.847 1.8511.857 1.876 1.8781.831 1.840 1.847
1.854 1.873 1.8751.804 1.823 1.8311.847 1.870 1.8721.798 1.803 1.818
Variasi Pondasi
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
Statis
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
Segi
tiga
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2D
L/B
= 1
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
γt (gr/cc)Dinamis
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2D
S = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
1.76
1.870
1.845
1.829
1.841
1.792
1.838
1.782
1.824
1.777
1.882
1.867
1.833
1.857
1.831
1.854
1.804
1.847
1.798
1.76
1.887
1.866
1.841
1.863
1.801
1.857
1.791
1.835
1.783
1.899
1.884
1.851
1.878
1.847
1.875
1.831
1.872
1.818
1.76
1.884
1.861
1.837
1.856
1.796
1.850
1.787
1.833
1.780
1.891
1.880
1.847
1.876
1.840
1.873
1.823
1.870
1.803
1.76
1.78
1.8
1.82
1.84
1.86
1.88
1.9
1.92
γt (g
r/cm
3 )
γt (gr/cm3) Pada Beban 25 kg
Beban Statis
Percepatan 0,3g
Percepatan 0,25g
L/B=
1
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
2D
Segi
tiga
(Tan
pa P
erka
uata
n)
Segi
tiga S
= 3
D ;
h =
10cm
; D
b= 1,
5D
Segi
tiga S
= 3
D ;
h =
20cm
; D
b= 1,
5D
Segi
tiga S
= 3
D ;
h =
10cm
; D
b= 2D
Segi
tiga S
= 3
D ;
h =
20cm
; D
b= 2D
Segi
tiga S
= 3
,5D
; h
= 10
cm ;
Db=
1,5D
Segi
tiga S
= 3
,5D
; h
= 20
cm ;
Db=
1,5D
Segi
tiga S
= 3
,5D
; h
= 10
cm ;
Db=
2D
Segi
tiga S
= 3
,5D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
Sebe
lum
30
1. Perbandingan kohesi pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.43 di bawah ini.
Gambar 4.43 Grafik perbandingan nilai C ( kg/ cm2
Pada Gambar 4.44 terlihat pada setiap variasi pondasi di setiap percepatan, pondasi yang diberi perkuatan tiang buis beton dan pembesaran pada ujung tiang beton cenderung mempunyai gaya geser yang lebih kecil. Di bandingkan dengan pondasi yang tidak diberi perkuatan. Hal ini mungkin terjadi karena pondasi yang diberi perkuatan tiang buis beton mempunyai daya dukung terhadap beban kombinasi statis dan dinamis yang lebih besar dibandingkan dengan pondasi telapak. Sehingga penurunan tanah lebih sedikit, berat volume tanah di bawah pondasi berkurang dan nilai kohesi menjadi lebih kecil.
) pada seluruh variasi pondasi
Nilai kohesi pondasi segitiga lebih besar dari pada pondasi L/B = 1. Hal ini disebabkan karena pondasi yang mempunyai luasan bidang sentuh yang lebih kecil tidak mampu menahan beban yang lebih besar pula sehingga tegangan ke tanah semakin bertambah dan nilai kohesi pun menjadi naik karena kepadatan tanah membesar.
4.5.3 Hasil Pengujian Derajat
Kejenuhan (Sr
Nilai dari derajat kejenuhan (S
) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
r
Nilai-nilai derajat kejenuhan tanah disajikan pada Tabel 4.9.
) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g.
Tabel 4.9 Nilai-nilai derajat kejenuhan (Sr
) tanah uji
Kondisi derajat kejenuhan pada beban statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.44 di bawah ini.
Gambar 4.44 Derajat Kejenuhan (Sr
Pada gambar 4.44 terlihat bahwa derajat kejenuhan tanah pada beban statis, beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g dan 0,25g terlihat acak satu sama lain. Hal ini dikarenakan kadar air yang terkandung di dalam tanah memiliki perbedaan akan tetapi perbedaan nilai
) pada seluruh variasi pondasi telapak pada beban statis, percepatan 0,25g dan percepatan 0,30g.
95.137
94.172
93.197
94.047
92.467
93.805
92.24293.007
92.066
95.53194.727
93.638
94.434
93.40794.018
92.817
94.359
92.592
98.993
98.36297.795
98.287
97.373
98.187
97.24297.638
97.171
99.017 98.777
97.909
98.67997.879
98.52497.532
98.499
97.466
96.97596.400
95.91196.345
95.58096.272
95.48395.892
95.464
97.064 96.833
95.911
96.721
96.012
96.610
95.735
96.508
95.641
Sr (%) Pada Beban 25 kg
Statis
0,3g
0,25g
L/B
= 1
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
1,5D
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
2D
Segi
tiga
Tela
pak
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
2D
L/B
= 1
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
Tela
pak
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b= 1
,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
Sebe
lum
Sr (%)
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg95.137 96.975 98.99394.172 96.400 98.36293.197 95.911 97.79594.047 96.345 98.28792.467 95.580 97.373
93.805 96.272 98.18792.242 95.483 97.24293.007 95.892 97.63892.066 95.464 97.17195.531 97.064 99.01794.727 96.833 98.77793.638 95.911 97.90994.434 96.721 98.679
93.407 96.012 97.87994.018 96.610 98.52492.817 95.735 97.53294.359 96.508 98.499
92.592 95.641 97.466
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2DS = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
Sr (%)
StatisDinamis
L/B
= 1
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2DS = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
Variasi Pondasi
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Segi
tiga
0.041
0.0600.056
0.052 0.0540.050
0.0550.051 0.053 0.051
0.063
0.0580.053 0.056 0.053 0.055
0.050 0.052 0.0500.041
0.070 0.0670.063 0.065
0.058
0.0660.060 0.059 0.056
0.083 0.080
0.067
0.078
0.063
0.072
0.0640.068
0.061
0.041
0.065 0.0630.058
0.064 0.060 0.0630.057 0.058 0.054
0.0780.075
0.0650.070
0.0620.068
0.062 0.0650.060
0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
Kg/
cm2
C (Kg/cm2) Pada Beban 25 kg (Statis dan Dinamis)
Beban Statis
Percepatan 0,3g
Percepatan 0,25g
Segi
tiga;
S =
3D
; h =
20c
m;D
b=2D
Segi
tiga;
S =
3,5
D; h
= 1
0cm
;Db=
1,5D
Segi
tiga;
S =
3D
; h =
10c
m;D
b=
1,5D
Segi
tiga;
S =
3D
; h =
10c
m;D
b=2D
Segi
tiga;
S =
3D
; h =
20c
m;D
b=1,
5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 2
0cm
;Db
=2D
Segi
tiga T
anpa
Per
kuat
an
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 1
0cm
;Db=
1,5D
L/B
= 1
;S =
3,5
D; h
= 1
0cm
;Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 2
0cm
;Db
=1,
5D
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
10c
m;D
b=2D
L/B
= 1
;S =
3D
;h =
20c
m;D
b=
2D
L/B
= 1
Tanp
a Pe
rkua
tan
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
20c
m;D
b=
1,5D
L/B
= 1
;S =
3D
; h =
10c
m;D
b=
1,5D
Sebe
lum
Segi
tiga;
S=
3,5D
;h=
20cm
;Db
=1,
5D
Segi
tiga;
S =
3,5
D; h
= 1
0cm
;Db=
2D
Segi
tiga;
S =
3,5
D; h
= 2
0cm
;Db=
2D
31
derajat kejenuhan pada semua variasi pondasi tidak terlalu besar. Derajat kejenuhan sebagai akibat dari pergerakan air yang berusaha untuk naik ke atas permukaan tanah karena penurunan atau pemampatan tanah.
4.5.4 Hasil Pengujian Berat Jenis (Gs
Nilai dari berat jenis tanah (G).
s
Hasil pengujian di laboratorium dapat disimpulkan bahwa nilai Gs yang diperoleh secara keseluruhan yaitu pada beban statis = 2,62; dinamis 0,25g = 2,70 dan dinamis 0,30g = 2,62. Nilai-nilai berat jenis tanah (G
) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban statis, dinamis 0,25g dan 0,30g.
s
) disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Nilai-nilai berat jenis (Gs
) tanah uji
4.5.5 Hasil Pengujian Porositas (n)
setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
Nilai dari porositas (n) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g.
Nilai-nilai porositas (n) disajikan pada Tabel 4.11 dan gambar 4.45.
Tabel 4.11 Nilai-nilai porositas (n) tanah uji
Kondisi nilai porositas (n) pada beban statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.45 di bawah ini.
Gambar 4.45 Porositas (n) pada seluruh variasi
pondasi telapak pada beban statis, percepatan 0,25g dan percepatan 0,30g.
Pada gambar 4.45 terlihat bahwa porositas tanah pada beban statis lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara porositas dengan kepadatan tanah akibat dari penurunan yang terjadi. Porositas menjadi semakin besar karena kepadatannya berkurang akibat dari penurunan yang kecil dan porositas menjadi semakin kecil karena kepadatannya bertambah akibat dari penurunan yang besar.
Gs
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg2.595 2.617 2.6582.557 2.608 2.6492.639 2.600 2.5882.616 2.666 2.6062.633 2.646 2.595
2.645 2.576 2.5652.572 2.605 2.5952.623 2.593 2.5672.625 2.574 2.6332.655 2.636 2.6212.584 2.596 2.5922.699 2.379 2.5752.622 2.614 2.622
2.617 2.499 2.5882.616 2.565 2.6892.572 2.470 2.6262.629 2.632 2.689
2.625 2.694 2.5942.62 2.59 2.61Gs rata-rata
Variasi Pondasi
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Segi
tiga
Gs
StatisDinamis
L/B
= 1
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2DS = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2DS = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
n (%)
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg0.511 0.407 0.3210.540 0.430 0.4370.571 0.460 0.3530.547 0.457 0.3330.590 0.486 0.389
0.551 0.443 0.3390.595 0.493 0.3950.577 0.465 0.3620.571 0.506 0.3590.506 0.459 0.3020.516 0.413 0.3120.558 0.449 0.3450.523 0.419 0.317
0.564 0.453 0.3480.529 0.421 0.3200.581 0.472 0.3680.532 0.426 0.324
0.543 0.479 0.374
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Segi
tiga
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
L/B
= 1
Tanpa perkuatan
Variasi Pondasi
S = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2D
n (%)
StatisDinamis
0.5110.540
0.571
0.547
0.590
0.551
0.5950.577 0.571
0.5060.516
0.558
0.523
0.564
0.529
0.581
0.5320.543
0.321
0.437
0.3530.333
0.389
0.339
0.395
0.362
0.359
0.3020.312
0.345
0.317
0.348
0.320
0.368
0.324
0.3740.407
0.430
0.460 0.457
0.486
0.443
0.493
0.465
0.506
0.459
0.413
0.4490.419
0.453
0.421
0.472
0.426
0.479
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
0.60
n (%
)
n (%) Pada Beban 25 kg
Statis
0,3g
0,25g
L/B
= 1
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
1,5D
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
2D
Segi
tiga
Tela
pak
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
2D
L/B
= 1
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b= 1
,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
32
4.5.6 Hasil Pengujian Angka Pori (e) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
Nilai dari void ratio (e) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g.
Nilai-nilai porositas (n) disajikan pada Tabel 4.12 dan gambar 4.46.
Tabel 4.12 Nilai-nilai void ratio (e) tanah uji
Kondisi nilai void ratio (e) pada beban
statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.46 di bawah ini.
Gambar 4.46 Void ratio (e) pada seluruh variasi
pondasi telapak pada beban statis, percepatan 0,25g dan percepatan 0,30g.
Pada gambar 4.46 terlihat bahwa void ratio (angka pori) tanah pada beban statis
lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara void ratio dengan kepadatan tanah akibat dari penurunan yang terjadi. Void ratio menjadi semakin besar karena kepadatannya berkurang akibat dari penurunan yang kecil dan void ratio menjadi semakin kecil karena kepadatannya bertambah akibat dari penurunan yang besar. 4.6 Analisa Angka Keamanan 4.6.1 Analisa Angka Keamanan pada
Beban Statis Analisa angka keamanan untuk kondisi
pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (wc
Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini adalah = 5 kg, 10 kg dan 20 kg, 25 kg.
) = 27,5% pada beban Statis adalah sebagai berikut :
Luas penampang pondasi (A) adalah L x B
Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A ( kg/ cm2).
Untuk contoh perhitungan akan diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Qult
pada Pondasi L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm.
Qterjadi
= 5/(10 x 10)
= P/(B x L)
= 0,05 kg/ cm
Q
2
ult = 0,91 kg/ cm
S
2
F = Qult / Q
= 0,91/0,05 terjadi
= 18,2
Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 18,2
Untuk contoh perhitungan akan diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Qult pada Pondasi segitiga polos dengan dengan Luas permukaan A = 65,2 cm2
Q.
terjadi
= 5/65,2
= P/(B x L)
= 0,0766 kg/ cm
e
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg0.908 0.756 0.6470.919 0.805 0.8100.941 0.841 0.7260.925 0.823 0.6910.961 0.869 0.751
0.929 0.818 0.6990.969 0.876 0.7580.948 0.849 0.7330.956 0.887 0.7380.881 0.785 0.6230.896 0.763 0.6430.934 0.827 0.7050.903 0.777 0.654
0.939 0.834 0.7140.909 0.788 0.6680.950 0.858 0.7390.912 0.798 0.675
0.939 0.861 0.747
Tanpa perkuatanS = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Segi
tiga
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
L/B
= 1
Tanpa perkuatan
Variasi Pondasi
S = 3D; h = 20cm; Db = 2DS = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 20cm; Db = 1,5DS = 3D; h = 10cm; Db = 2D
e
StatisDinamis
2
0.9080.919
0.9410.925
0.961
0.929
0.9690.948
0.956
0.8810.896
0.934
0.9030.939
0.909
0.950
0.912
0.9
0.647
0.810
0.726
0.691
0.751
0.699
0.7580.733 0.738
0.6230.643
0.705
0.654
0.714
0.668
0.739
0.675
0.756
0.8050.841
0.823
0.869
0.818
0.8760.849
0.887
0.7850.763
0.827
0.777
0.834
0.788
0.858
0.798
0.60
0.65
0.70
0.75
0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
void
ratio
(e)
Void Ratio (e) Pada Beban 25 kg
L/B
= 1
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
1,5D
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
2D
Segi
tiga
Tela
pak
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b =
2D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
1,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
20;
Db =
1,5D
Segi
tiga
L/B
= 1
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0;D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D; h
= 2
0;D
b= 1
,5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h =
10;
Db =
2D
33
Qult = 1,18 kg/ cm
S
2
F = Qult / Q
= 1,18/0,0766 terjadi
= 15,4
Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 15,4
Dengan cara perhitungan angka
keamanan yang sama untuk variasi kondisi pembebanan, bentuk pondasi dan perkuatan pondasi yang lain, nilai angka keamanan dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini :
Tabel 4.13 Nilai SF dengan variasi beban dan bentuk pondasi
Pada tabel 4.13 terlihat perbedaan nilai angka keamanan tidak terlalu besar antara pondasi L/B = 1 dan pondasi segitiga tetapi untuk variasi perkuatan dengan tiang buis beton peningkatan angka keamanannya sangat kecil bahkan pada variasi pemasangan jarak tiang buis beton tidak terjadi peningkatan angka keamanan.
1. Perbandingan Angka Keamanan Pada Setiap Variasi Pondasi Akibat Beban Statis
Gambar 4.49 Grafik perbandingan angka keamanan dan variasi bentuk pada setiap beban statis
Pada gambar 4.49 terlihat perbedaan
angka keamanan pada setiap beban, pada pondasi L/B = 1 angka keamanan sebesar 18,2 dan pada pondasi segitiga angka keamanan sebesar 15,4 terjadi penurunan angka keamanan sebesar 18,18% pada perubahan bentuk pondasi, angka keamanan terbesar pada semua variasi bentuk pondasi terjadi pada beban 5 kg dan kemudian berurutan pada beban yang lebih besar. Dapat diperkirakan bahwa semakin besar beban yang diberikan pada pondasi maka angka keamanannya akan semakin kecil
4.6.2 Analisa Angka Keamanan pada
Beban Dinamis 4.6.2.1 Pondasi Telapak
Analisa angka keamanan untuk kondisi pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (wc) = 27,5% pada beban Dinamis adalah sebagai berikut : Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini adalah = 25 kg. Luas penampang pondasi (A) adalah L x B Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A ( kg/ cm2).
Pembebanan (P) = 25 kg dan Qult
0 5 10 20 250 0 0 0 00 18.2 9.1 4.6 3.60 18.5 9.2 4.6 3.70 18.9 9.4 4.7 3.80 18.7 9.4 4.7 3.70 19.3 9.7 4.8 3.90 18.5 9.3 4.6 3.70 18.9 9.5 4.7 3.80 18.7 9.4 4.7 3.70 19.4 9.7 4.8 3.90 15.4 7.7 3.8 3.10 15.7 7.8 3.9 3.10 16.0 8.0 4.0 3.20 15.8 7.9 4.0 3.20 16.4 8.2 4.1 3.30 15.7 7.8 3.9 3.10 16.0 8.0 4.0 3.20 15.8 7.9 4.0 3.20 16.4 8.2 4.1 3.3
3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
Tanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D
Beban (kg)
buju
r san
gkar
(L/B
= 1
)
Tanpa perkuatan3D; h = 10 cm; Db = 1,5D3D; h = 20 cm; Db = 1,5D3D; h = 10 cm; Db = 2D3D; h = 20 cm;Db =2D3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D
Variasi Pondasi
3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D3,5D; h = 10 cm; Db = 2D3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
segi
tiga
pada Pondasi L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm.
0
5
10
15
20
25
Ang
ka k
eam
anan
Angka keamanan pada variasi pondasi
Beban 5kg
Beban 10kg
Beban 20kg
Beban 25kg
Segi
tiga
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b= 2
D
Segi
tiga
S =
3D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
Segi
tiga
S =
3D ;
h =
20cm
; D
b= 1
,5D
Segi
tiga
S =
3D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
Segi
tiga
S =
3D ;
h =
20cm
; D
b= 2
D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h
= 10
cm ;
D b=
1,5
D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h
= 10
cm ;
Db
= 2D
Segi
tiga
S =
3,5D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
34
Pada Tabel 4.4 Qterjadi
= 25/(10 x 10) = P/(B x L)
= 0,25 kg/ cmQ
2
ult = 0,0218 kg/ cmSF = Q
2 ult / Q
= 0,0218/0,25 terjadi
= 0,0872 < 1 Jadi angka keamanan Dinamis
sebesar 0,0872 dan angka keamanan statis sebesar 18,2, angka keamanan turun sebesar 99,52%
Pembebanan (P) = 25 kg dan Qult
pada Pondasi Segitiga polos dengan dengan Luas A = 65,2 cm2
Pada Tabel 4.4 .
Qterjadi = 25/65,2
= P/A
= 0,383 kg/ cmQ
2
ult = 0,0087 kg/ cmSF = Q
2 ult / Q
= 0,0087/0,383 terjadi
= 0,02 < 1 Jadi angka keamanan sebesar 0,02
dan angka keamanan statis sebesar 15,4, angka keamanan turun sebesar 99,87%
4.6.2.2 Angka Keamanan Kapasitas
Horisontal Material Tiang Buis Beton
1. Percepatan 0,25g = 2,45 m/s SF = H
2 u
1. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D
/F
b
SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,295 = 3,25
= 2,25 cm. (4 tiang buis beton)
2. L/B = 1 ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,338 = 11.48
= 2,25 cm. (4 tiang buis beton)
3. L/B = 1 ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,32= 3
= 3 cm. (4 tiang buis beton)
4. L/B = 1 ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,363 = 10,69
= 3 cm. (4 tiang buis beton)
5. Segitiga ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,198 = 3,64
= 2,25 cm. (3 tiang buis beton)
6. Segitiga ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,228 = 12,76
= 2,25 cm. (3 tiang buis beton)
7. Segitiga ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,218 = 3,30
= 3 cm. (3 tiang buis beton)
8. Segitiga ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,248 = 11,73
= 3 cm. (3 tiang buis beton)
2. Percepatan 0,3g = 2,94 m/s
SF = H2
u
9. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D
/F
b
SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,354 = 2,71
= 2,25 cm. (4 tiang buis beton)
10. L/B = 1 ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,405 = 9,58
= 2,25 cm. (4 tiang buis beton)
11. L/B = 1 ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,131 = 7,33
= 3 cm. (4 tiang buis beton)
12. L/B = 1 ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,435 = 8,92
= 3 cm. (4 tiang buis beton)
35
13. Segitiga ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,237 = 3,04
= 2,25 cm. (3 tiang buis beton)
14. Segitiga ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,273 = 10,65
= 2,25 cm. (3 tiang buis beton)
15. Segitiga ; h = 10 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,261 = 2,76
= 3 cm. (3 tiang buis beton)
16. Segitiga ; h = 20 cm ; Db
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,35 = 8,31
= 3 cm. (3 tiang buis beton)
4.7 Analisa Penurunan Tanah Dengan
Menggunakan Program Plaxis 8.2 4.7.1 Hasil Analisa Penurunan Tanah
Pada Pondasi Ukuran Laboratorium 1. Perbandingan Penurunan Tanah
Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 5 kg
Gambar 4.51 Grafik perbandingan
penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 dengan pembebanan statis 5 kg
2. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 10 kg
Gambar 4.52 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 10 kg
3. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 20 kg
Gambar 4.53 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 20 kg
4. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 25 kg
0
2
4
6
8
10
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 5 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
Beban Statis (5kg)Percepatan 0,25gPercepatan 0,3gBeban Statis (plaxis)Percepatan 0,25 (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1 (
Tanp
a Perk
auatn
)
L/B
= 1;
S =
3D ;
h = 10
cm ;
Db
= 1,5
D
L/B
= 1;
S =
3D ;
h = 20
cm ;
Db
= 1,5
D
L/B
= 1;
S =
3D ;
h = 10
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3D ;
h = 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3,5D
; h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5D
; h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5D
; h =
10cm
; D
b =
2D
L/B
= 1;
S =
3,5D
; h =
20cm
; D
b =
2D
0
5
10
15
20
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 10 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
Beban Statis (10Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b= 2
D
0
20
40
60
80
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 20 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
Beban Statis (20Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b =
2D
36
Gambar 4.54 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 25 kg
5. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 5 kg
.
6. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 10 kg
7. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 20 kg
Gambar 4.57 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 20 kg
8. Perbandingan Penurunan Tanah Pada
Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 25 kg
Gambar 4.58 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 25 kg
0
20
40
60
80
100
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 25 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
Beban Statis (25Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (Plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
1,5
D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
1,5
D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b= 2
D
0
5
10
15
20
25
30
35
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 5 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
Beban Statis (5kg)Percepatan 0,25gPercepatan 0,3gPercepatan 0,3g (plaxis)Beban Statis (plaxis)Percepatan 0.25 (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
2D
0
10
20
30
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 10 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
Beban Statis (10Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
10c
m ;
Db
= 2D
L/B
= 1;
S =
3D
; h =
20c
m ;
Db=
2D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 1
0cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1;
S =
3,5
D ; h
= 2
0cm
; D
b= 2
D
0
20
40
60
80
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 20 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
Beban Statis (20Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 1,
5D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db
= 2D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
2D
0
20
40
60
80
100
120
Penu
runa
n (m
m)
Penurunan Pada Beban Dinamis 25 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
Beban Statis (25Kg)Percepatan 0,25g Percepatan 0,3gBeban Statis (Plaxis)Percepatan 0,25g (plaxis)Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B
= 1
(Tan
pa P
erka
uatn
)
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
1,5
D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
1,5
D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 10
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3D
; h
= 20
cm ;
Db=
2D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b =
1,5D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10cm
; D
b= 2
D
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
20cm
; D
b= 2
D
37
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
5kg5kg
5kg10kg
10kg10kg
20kg20kg
20kg25kg
25kg25kg
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
04.29
4.291.43
15.7317.16
8.5857.18
67.1919.98
92.91105.78
01.43
3.721.43
2.8615.15
2.8617.16
46.094.29
24.376.12
01.43
1.430
2.857.15
1.438.57
31.452.85
11.4364.47
01.43
2.861.43
5.717.15
2.8617.15
27.164.28
28.5971.19
00
00
2.862.86
07.14
21.441.43
1035.75
00
2.861.43
1.4311.21
2.8610
41.984.28
17.1572.92
00
00
02.86
1.422.86
23.081.42
7.1535.94
00
1.430
04.29
1.437.14
21.022.85
11.4349.65
00
00
01.43
00
18.161.42
2.8627.92
011.44
4.280
30.0230.01
18.5874.33
134.3634.31
141.51157.23
1.431.43
4.291.43
7.1425.73
12.8748.6
91.515.72
104.34111.54
01.43
1.431.43
7.1514.29
1.4324.31
51.462.86
37.1771.49
02.86
1.430
7.147.15
4.2842.88
62.8911.43
95.7791.5
00
01.43
4.294.29
1.4317.16
34.32.85
28.5957.17
00
4.331.43
1.4312.62
2.8614.29
58.377.15
25.7385.55
00
00
05.72
010
35.741.43
21.4457.2
00
00
010.29
1.435.71
44.465.72
18.5877.1
00
00
02.86
04.29
14.31.43
12.8638.6
Variasi Pondasi
PenurunanPenurunan
PenurunanPenurunan
bujur
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b
=2D3
b
= 1,5D3
b
= 1,5D3
b
= 2D
3
b = 2D
3
b = 2D
segi tiga
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b
=2D3
b
= 1,5D3
b
= 1,5D3
b
= 2D
Tabel 4.14 Rekapitulasi penurunan pengujian di laboratorium
Tabel 4.15 Rekapitulasi penurunan
pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Drained
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
5kg5kg
5kg10kg
10kg10kg
20kg20kg
20kg25kg
25kg25kg
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
0.0022526.47
30.720.00301
26.4730.72
0.0045526.47
30.720.00532
26.4730.72
0.0017326.37
30.580.00231
26.3730.58
0.0034126.37
30.580.00396
26.3730.58
0.0013226.22
30.370.0017
26.2230.37
0.0024726.22
30.370.00286
26.2230.37
0.0017426.38
30.590.00227
26.3830.59
0.0033526.38
30.590.00388
26.3830.59
0.0012526.12
30.280.00161
26.1230.28
0.0023326.12
30.280.00267
26.1230.28
0.0016926.37
30.570.00222
26.3730.57
0.0032826.37
30.570.00382
26.3730.57
0.0012526.17
30.310.00161
26.1730.31
0.0023326.17
30.310.00269
26.1730.31
0.0016526.38
30.570.00216
26.3830.57
0.0031826.38
30.570.00369
26.3830.57
0.0012526.12
30.260.00161
26.1230.26
0.0023326.12
30.260.00269
26.1230.26
PenurunanM
etode UnDrained
PenurunanPenurunan
Penurunan
bujur
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b
=2D3
b
= 1,5D3
b
= 1,5D3
b
= 2D3
b
= 2D
Variasi Pondasi
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
5kg5kg
5kg10kg
10kg10kg
20kg20kg
20kg25kg
25kg25kg
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
(mm)(mm)
0.007617.42
9.060.01021
7.429.06
0.014937.42
9.060.01802
7.429.06
0.005417.39
9.010.0073
7.399.01
0.010967.39
9.010.0128
7.399.01
0.00417.32
8.890.00545
7.328.89
0.008177.32
8.890.00953
7.328.89
0.00547.39
90.00721
7.399
0.001087.39
90.00126
7.399
0.004017.29
8.870.00535
7.298.87
0.008027.29
8.870.00936
7.298.87
0.005387.39
90.00718
7.399
0.01087.39
90.0126
7.399
0.003967.3
8.870.00528
7.38.87
0.007927.3
8.870.00924
7.38.87
0.005267.39
90.00702
7.399
0.010567.39
90.01232
7.399
0.003967.29
8.860.00528
7.298.86
0.002337.29
8.860.00923
7.298.86
Metode Drained
Variasi Pondasi
PenurunanPenurunan
PenurunanPenurunan
bujur
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b
=2D3
b
= 1,5D3
b
= 1,5D3
b
= 2D3
b
= 2D
38
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
5kg5kg
5kg10kg
10kg10kg
20kg20kg
20kg25kg
25kg25kg
%%
%%
%%
%%
%%
%%
-16.21
13.96-
59.4355.86
-216.02
218.72-
351.00344.336
-5.42
12.16-
10.8549.54
-65.07
150.72-
92.15248.921
-5.45
4.71-
10.8723.54
-32.68
103.56-
43.59212.282
-5.42
9.35-
21.6523.37
-65.01
88.79-
108.38232.723
-0
0-
10.959.45
-27.34
70.81-
38.28118.065
-0
9.36-
5.4236.67
-37.92
137.32-
65.04238.535
-0
0.00-
09.44
-10.93
76.15-
27.32118.575
-0
4.68-
014.03
-27.07
68.76-
43.33162.414
-0
0-
04.73
-0
60.01-
10.9592.267
-3.61
6.02-
13.239825.18
-53.56002
108.31-
86.67196.457
Rata - rata
Metode
UnDrained
Variasi Pondas
PenurunanPenurunan
PenurunanPenurunan
bujur
T
3
b
= 1,5D3
b = 1,5D
3
b
= 2D3
b
=2D3
b = 1,5D
3
b
= 1,5D3
b = 2D
3
b
= 2D
Tabel 4.16 Rekapitulasi penurunan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Undrained
Tabel 4.17 Rekapitulasi prosentase penurunan percobaan di laboratotium dan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Drained
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
5kg5kg
5kg10kg
10kg10kg
20kg20kg
20kg25kg
25kg25kg
%%
%%
%%
%%
%%
%%
-57.82
47.35-
211.99189.40
-770.62
741.611-
1252.161167.55
-19.35
41.29-
38.70168.15
-232.21
511.543-
328.82844.839
-19.54
16.09-
38.9380.43
-117.08
353.768-
156.15725.197
-19.35
31.78-
77.2779.44
-232.07
301.778-
386.87791
-0
0-
39.2332.24
-97.94
241.714-
137.17403.044
-0
31.78-
19.35124.56
-135.32
466.444-
232.07810.222
-0
0-
032.24
-39.18
260.203-
97.95405.186
-0
15.89-
047.67
-96.62
233.556-
154.67551.667
-0
0-
016.14
-0
204.966-
39.23315.124
-12.89
20.46-
47.2885.59
-191.2253
368.398-
309.45668.203
Rata - rata
Metode
Drained
Variasi Pondas
PenurunanPenurunan
PenurunanPenurunan
bujur
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b
=2D3
b
= 1,5D3
b
= 1,5D3
b
= 2D3
b
= 2D
39
4.7.2 Hasil Analisa Penurunan Tanah Pada Pondasi Ukuran Lapangan Dengan Menggunakan Program Plaxis 8.2
Tabel 4.20 Rekapitulasi penurunan pondasi
ukuran lapangan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Undrained
Pada gambar grafik dan tabel untuk beban statis 52 KN, 105 KN dan 130 KN terlihat perbedaaan penurunan pada pondasi ukuran lapangan dengan analisa menggunakan Plaxis 8.2, metode drained mempunyai penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan metode undrained hal ini berbanding terbalik dengan hasil penurunan analisa menggunakan Plaxis pada pondasi ukuran laboratorium dimana penurunan pada metode undrained lebih besar dibandingkan dengan metode drained, hal ini dimungkinkan terjadi karena pada permodelan pondasi ukuran lapangan batas tanah yang digunakan lebih luas sehingga pada kondisi drained air dalam tanah tidak dapat terdrainase dengan cepat sampai kepermukaan tanah yang menimbulkan penurunan pada metode drained lebih besar dibanding dengan metode undrined. Di tinjau dari beban dinamis percepatan 0,25g penurunan pada pondasi telapak polos sebesar 28,46 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 12,28 mm dengan perbedaaan penurunan sebesar 231,76%, penurunan pondasi dengan perkuatan buis beton S = 3D; h = 10 cm; Db = 1,5 D sebesar 28,49 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 12,20 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 233,52%, penurunan pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
= 1,5D sebesar 28,65 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 11,90 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 240,76%. Dari grafik terlihat pada metode drained penurunan pada pondasi dengan perkuatan buis beton lebih besar dari pondasi telapak polos.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ditinjau dari bentuk variasi pondasi.
Dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan luasan penampang pondasi memberikan pengaruh terhadap penurunan pondasi. Pondasi telapak bujur sangkar L/B = 1 penurunannya cenderung lebih kecil
Statis 0,25g
0,3gStatis
0,25g 0,3g
Statis 0,25g
0,3g52kg
52kg52kg
105kg105kg
105kg130kg
130kg130kg
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)(m
m)
(mm
)0.009
12.2814.07
1.7312.29
14.072.11
12.314.08
0.0069212.2
13.971.27
12.2113.97
1.5512.22
13.980.00488
11.9913.71
0.0089211.99
13.711.08
11.9913.71
0.0066912.19
13.951.23
12.213.95
1.512.2
13.950.00477
11.9213.65
0.0087111.95
13.661.06
12.6513.66
0.0066812.21
13.951.23
12.2213.95
1.512.22
13.960.00466
11.913.62
0.0084511.91
13.031.03
11.9213.03
0.0065612.19
13.941.12
12.213.94
1.4612.21
13.940.00463
11.913.62
0.0084511.91
13.631.03
11.9213.63
Penurunan
Variasi Pondasi
bujur
PenurunanPenurunan
3
b = 2D
3
b
=2D
T
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
3
b = 2D
3
b = 2D
3
b = 1,5D
3
b = 1,5D
Metode
Undrained
40
dibandingkan dengan pondasi telapak segitiga. Hal ini di karenakan semakin besarnya luasan telapak pondasi maka makin besar nilai Qult
dan semakin kecilnya tegangan yang disalurkan ke tanah sehingga dapat mengurangi penurunan yang terjadi pada pondasi.
2. Ditinjau dari variasi tiang buis beton. Pada saat percobaan di Laboratorium, dapat disimpulkan bahwa penambahan kedalaman dan pemebesaran ujung tiang buis beton dapat mengurangi penurunan yang terjadi akibat kombinasi beban statis dan dinamis. Pada percepatan 0,25g dengan beban statis 25 kg, untuk L/B = 1 penurunan sebesar 92,91 mm, lalu setelah diberi perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D, penurunan berkurang sebesar 24,3 mm. Pada h = 10 cm dan Db = 1,5D penurunan tereduksi sebesar 73,85% dan pada kedalaman h = 20 cm sebesar 87,69%. Untuk perkuatan tiang buis beton dengan pembesaran diameter ujung dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D penurunan sebesar 17,15 mm dan pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D penurunan sebesar 11,43 mm dengan reduksi penurunan sebesar 33,35%. Untuk Perkuatan tiang buis beton dengan jarak S = 3,5D; h = 10 cm dan h = 20 cm pengurangan penurunan sama dengan jarak pemasangan tiang buis beton pada jarak S = 3D. Sedangkan pada saat pembebanan statis, perbedaan jarak pemasangan tiang buis beton pada pondasi L/B = 1 dan segitiga memiliki penurunan yang hampir sama, dan pada saat diberikan beban kombinasi statis dan dinamis jarak pemasangan tiang buis beton 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan jarak pemasangan 3,5D, pada percepatan 0,3g untuk pondasi L/B = 1 dengan h = 10 cm dan 20 cm serta Db = 1,5D, pengurangan penurunan sebesar 28,04% dan 39,05%. Sedangkan untuk telapak segitiga dengan h = 10 cm dan 20 cm serta Db
= 1,5D, pengurangan penurunan sebesar 20,06% dan 54,53%.
3. Ditinjau dari variasi pembebanan Penambahan beban pada pondasi telapak dengan perkuatan tiang buis beton memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan pondasi. Pada saat pembebanan statis, pondasi sedikit sekali mengalami penurunan walaupun telah
diberikan penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg sedangkan pada pembebanan dinamis terjadi penambahan penurunan pondasi yang cukup besar disetiap penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg. Pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 penurunan beban dinamis memiliki nilai penurunan yang lebih kecil dibadingkan pondasi telapak segitiga beban dinamis. Untuk telapak segitiga polos dan S = 3D; h = 10 cm; Db
= 1,5D dengan percepatan 0,25g penurunan sebesar 141,51 mm dan 104,34 mm. Sedangkan untuk percepatan 0,3g penurunan sebesar 157,23 mm dan 111,54 mm
4. Ditinjau dari angka keamanan Perilaku tanah bila diberi beban statis vertikal dibandingkan dengan kombinasi beban statis vertikal dan dinamis adalah berbeda. Pada pembebanan statis vertikal L/B = 1 merupakan bentuk yang lebih optimum untuk menahan beban pondasi, sementara telapak segitiga kurang optimum karena daya dukung beban pondasi lebih kecil yang disebabkan oleh luas penampang yang lebih kecil dan jumlah tiang yang lebih sedikit sehingga penurunannya lebih besar.
5. Ditinjau dari parameter fisik tanah
a. Nilai Pengujian Berat Volume Tanah (γ tBerat volume tanah pada beban
dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta berat volume tanah pada beban dinamis lebih besar dari pada beban statis. Hal ini dikarenakan perbandingan antara berat volume tanah berbanding lurus dengan penurunan tanah yang terjadi pada pondasi akibat beban-beban yang ada.
)
b. Nilai Pengujian Geser Pondasi yang diberi perkuatan tiang
buis beton dan pembesaran pada ujung tiang beton cenderung mempunyai gaya geser yang lebih kecil. Dibandingkan dengan pondasi yang tidak diberi perkuatan.
Nilai kohesi pondasi segitiga lebih besar dari pada pondasi L/B = 1.
c. Nilai Pengujian Derajat Kejenuhan (SrDerajat kejenuhan tanah pada beban
dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta derajat kejenuhan pada beban
)
41
dinamis lebih besar dari pada beban statis; pada kedalaman h = 10 m memiliki derajat kejenuhan tanah yang lebih besar dari pada kedalaman h = 20 cm.
d. Nilai Pengujian Berat Jenis Tanah (GsNilai Gs pada tanah yang diujikan
adalah sebesar 2,62 pada beban statis; 2,59 pada beban dinamis 0,25g dan 2,61 pada beban dinamis 0,30g.
)
e. Nilai Pengujian Porositas (n) Porositas tanah pada beban statis lebih
tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g.
f. Nilai Pengujian Void Ratio (e)
Void ratio (angka pori) tanah pada beban statis lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g.
6. Ditinjau dari pembesaran diameter ujung
tiang Pada saat percobaan di Laboratorium,
dapat disimpulkan bahwa penambahan pemebesaran diameter ujung tiang buis beton dapat mengurangi penurunan yang terjadi akibat kombinasi beban statis dan dinamis dibandingkan dengan pondasi dengan tiang buis beton tanpa pembesaran ujung yang telah diuji oleh penelitian sebelumnya. Pada percepatan 0,25g dengan beban statis 25 kg, untuk pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 10 cm penurunan sebesar 34,31 mm, lalu setelah diberi pembesaran diameter ujung tiang dengan Db = 1,5D penurunan berkurang sebesar 24,3 mm, penurunan tereduksi sebesar 29,18% sedangkan pada Db = 2D penurunan berkurang sebesar 11,43 mm dengan pengurangan penurunan sebesar 66,69% dan untuk pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 20 cm penurunan sebesar 18,58 mm, lalu setelah diberi pembesaran diameter ujung tiang dengan Db = 1,5D penurunan berkurang sebesar 11,43 mm, penurunan tereduksi sebesar 38,48% sedangkan pada Db
= 2D penurunan berkurang sebesar 10 mm dengan pengurangan penurunan sebesar 46,18%.
7. Ditinjau dari analisa Plaxis 8.2 a. Ukuran Pemodelan laboratorium
Hasil analisa Plaxis akibat beban statis pondasi dengan perkuatan memiliki nilai penurunan yang lebih kecil dibandingkan hasil percobaan dilaboratoriun untuk percepatan 0,3g dan untuk percepatan 0,25g penurunan analisa plaxis lebih besar dibandingkan hasil percobaan di laboratorium baik dengan metode drained dan undrained, dilihat dari grafik penurunannya analisa dari plaxis metode undrained memiliki kecenderungan penurunan yang hampir sama dengan hasil percobaan dilaboratorium pada percepatan 0,25g. Pada Plaxis dengan metode drained untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 7,39 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 9,01 mm sedangkan metode undrained untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 26,37 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 30,58 mm . Pada pengujian di laboratorium untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; Db
b. Ukuran Lapangan
= 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 24,31 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 76,12 mm.
Hasil analisa penurunan dengan Plaxis akibat beban statis 52 KN, 105 KN dan 150 KN serta beban dinamis percepatan 0,25g dan 0,3g menunjukkan perbedaan penurunan antara metode drained dengan metode undrained, dari grafik penurunan terlihat pada ukuran lapangan penurunan pada metode drained lebih besar dibanding dengan metode undrained, hal ini berbanding terbalik dengan pemodelan laboratorium dimana penurunan metode undrained lebih besar disbanding metode drained, untuk beban kombinasi statis 52 KN dan percepatan 0,25g, penurunan pondasi dengan S = 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D pada metode drained sebesar 28,49 mm sedangkan pada metode undrained sebesar 12,2 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 233,52%. Untuk beban kombinasi statis 52 KN dan percepatan 0,3g, penurunan pada metode drained sebesar 30,74 sedangkan pada metode undrained
42
sebesar 13,97 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 220,04%.
8. Ditinjau dari pondasi yang efisien
a. Beban statis • Beban 5 kg
Semua variasi pondasi tidak terjadi penurunan, pada kondisi beban statis 5 kg pondasi telapak L/B = 1 maupun segitiga tanpa perkuatan tiang buis beton masih mampu menahan beban statis.
• Beban 10 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 1,43 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db
• Beban 20 kg = 2D.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 8,58 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,3% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D namun pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db
• Beban 25 kg
= 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,3%.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 19,98 mm, penurunan tereduksi sampai 92,9% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 78,6% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 92,8% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db
b. Beban Kombinasi Dengan Percepatan 0,25g
= 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 71%.
• Beban 5 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 4,29 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db
• Beban 10 kg = 2D .
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 15,73 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 90,9% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db
• Beban 20 kg
= 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 90,9%.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 57,18 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 82,51% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 94,49% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
• Beban 25 kg
= 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 82,51%.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 92,91 mm, penurunan tereduksi sampai 96,92% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 87,69% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 86,16%
43
pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
= 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 76,92%.
c. Beban Kombinasi Dengan Percepatan 0,3g • Beban 5 kg
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 4,29 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db = 2D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
• Beban 10 kg = 1,5D .
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 17,16 mm, penurunan tereduksi sampai 91,67% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D, namun pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,33% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 83,33% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D namun pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db
• Beban 20 kg
= 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 75%.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 67,19 mm, penurunan tereduksi sampai 72,97% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D, namun pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; Db = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 68,09% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 78,72% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
• Beban 25 kg
= 2D sedangkan pada pondasi dengan perkuatan lainnya hanya mampu mereduksi kurang dari 50%.
Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 105,78 mm, penurunan tereduksi sampai 73,61% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D, namun pondasi
dengan S = 3D; h = 20 cm; Db = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 66,20% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 63,5% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; Db
= 2D sedangkan pada pondasi dengan perkuatan lainnya hanya mampu mereduksi kurang dari 50%.
5.2 Saran 1. Mengembangkan permodelan ini dengan
penambahan beban dinamis dengan arah vertikal sehingga akan didapatkan data yang sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan.
2. Mengembangkan permodelan ini dengan variasi diameter tiang buis beton dan jarak pemasangan lebih dari 3,5D
3. Mengembangkan permodelan ini dengan material yang berbeda untuk bahan isi buis beton.
4. Mengembangkan permodelan dengan lokasi daerah gempa yang berbeda.
5. Pengkondisian tanah uji yang benar - benar tekontrol sehingga meminimalkan reduksi yang terjadi pada saat pelaksannan percobaan di laboratorium.
6. Perlu penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan variasi tanah uji sehingga didapatkan data lebih banyak dengan keadaan tanah yang bervariasi.