PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO:
ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL
TESIS
Oleh
JON KARYA NIM: 167037005
PROGRAM STUDI MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
ii
LEMBAR PESETUJUAN
Judul Tesis : PERKOLONG-KOLONG DALAM UPACARA
PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO: ANALISIS PENYAJIAN, FUNGSI, DAN MAKNA TEKSTUAL
Nama : Jon Karya
Nomor Pokok : 167037006
Program Studi : Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Ketua, Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D. Ph.D. NIP 195812131986011002
Anggota, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Ketua, Dekan, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Dr. Budi Agustono, M.S. NIP 195110131976031001 NIP 196008051987031001
iii
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan
pada Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi, Dan Makna Tekstual.” Perkolong-kolong berarti penyanyi tradisi Karo. Arti ini dapat berkembang menjadi suatu pertunjukan. Analisis dilakukan terhadap (a) penyajian, (b) fungsi, serta (c) makna tekstual dari lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui kerja lapangan, wawancara, perekaman data audiovisual, dan sebagai pengamat yang terlibat namun terbatas. Ensambel musik pengiring perkolong-kolong dalam upacara tersebut adalah gendang kibot. (A) Analisis menunjukan bahwa penyajian perkolong-kolong selalu mengikuti arahan dari yang meminpin upacara. Dalam penyajiannya terdapat tujuh kali perkolong-kolong menyanyikan lagu. Empat lagu merupakan pop daerah Karo dan satu lagu tradisi Karo yang di ulang tiga kali. (B) Fungsi perkolong-kolong pada upacara perkawinan dianggap sangat penting baik terhadap pengantin, kedua keluarga pengantin, dan semua kaum kerabat karena perkolong-kolong dapat menyempurnakan kata sambutan. (C) Hal ini dapat dilihat dengan menganalisis makna yang penting dari lagu yang dianyanyikan perkolong-kolong. baik lagu pop maupun yang lagu tradisi. Diantara makna yang sangat penting adalah pernyataan meminang, pernyataan setuju dipinang, kalau bersatu jangan bercerai, semua kerabat mendoakan rumah tangga baru, semoga melahirkan anak laki-laki dan perempuan, harapan kebaikan pada rumah tangga baru, keikhlasan menerima keadaan, memberi nasihat dan ucapan selamat kepada kedua keluarga pengantin, selamat kepada kedua pengantin, nyanyian sebagai kata sambutan tambahan, penghormatan kepada arwah keluarga, dan medoakan keberkatan terhadap semua kaum kerabat. Kata kunci: perkolong-kolong, upacara perkawinan, penyajian, fungsi, makna
iv
ABSTRACT
This research is entitled "Perkolong-kolong in Marriage Ceremony in Karo Society: Analysis of Performance, Function, and Textual Meanings". Perkolong-kolong means the singer of the Karo tradition. This meaning can develop into a performance. Analysis was carried out on (a) the performance, (b) functions, and (c) textual meanings of the songs sung by perkolong-kolong. This study uses qualitative methods by collecting data through field work, interviews, recording audiovisual data, and as observers involved but limited. The ensemble of accompaniment music in the ceremony is the gendang kibot. (A) The analysis shows that the performance of the perkolong-kolong always follows directions from those who lead the ceremony. In the performance there are seven times singing songs. The four songs are pop Karo and one Karo traditional song is repeated three times. (B) The function of perkolong-kolong at the wedding ceremony is considered very important to the bride and groom, both the bride's family, and all the kinsfolk because the perkolong-kolong can perfect the speech act. (C) This can be seen by analyzing the important meaning of the song which sung by perkolong-kolong both pop songs and traditional songs. Among the very important meanings is the statement of marriage, the agreement agreed to be favored, if united do not divorce, all relatives pray for a new household, hopefully giving birth to boys and girls, hope of goodness in new households, sincerity in accepting conditions, giving advice and congratulations to the two brides' families, congratulations to the bride and groom, singing as an additional speech act, respect for the family spirit, and offering blessings to all relatives. Keywords: perkolong-kolong, marriage ceremony, performance, function, meaning
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan, magister, doktor, dan
lainnya di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar
pustaka. Kutipan pendapat para informan ditulis di catatan kaki dan semua
informan dijelaskan di daftar informan tesis ini.
Medan, 20 April 2019
Jon Karya NIM 167037006
vi
PRAKATA
Syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas berkat-Nya tesis ini
akhirnya dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak
Dr. Budi Agustino MS. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah
memberi fasilitas pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di
Universitas Sumatera Utara dengan baik.
2. Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D sebagai Ketua Program Studi
Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai komisi Pembimbing atas saran
dan arahan-arahannya untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi
Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Kumalo Tarigan, M.A, Ph.D., selaku Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian, dan kontribusi mengenai
substansi materi penelitian ini dari sejak awal pelaksanaan penelitian hingga
penyelesaian tesis ini.
vii
5. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai admistrasi Program Studi Magister (S2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara yang telah mendukung kelancaran administrasi.
6. Seluruh dosen yang telah membagikan ilmu pengetahuannya saat perkuliahan
di Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
7. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan moral sehingga
penulis tetap semangat dan termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam
penulisan tesis ini, baik bentuk maupun isinya. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran, kritik dan koreksi guna perbaikan di kemudian hari.
Medan, 20 Mei 2019
Penulis,
Jon Karya NIM 167037005
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i PERNYATAAN ........................................................................................... iii KATA SAMBUTAN .....................................................................................iv DAFTAR ISI ................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR TABEL .........................................................................................xi DAFTAR CONTOH MUSIK ..................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12 1.4 Manfaat penelitian.................................................................................... 12 1.5 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 13 1.6 Konsep dan Landasan Teori ..................................................................... 21 1.6.1 Konsep ............................................................................................ 21 1.6.2 Landasan Teori ................................................................................ 24 1.7 Metode Penelitian .................................................................................... 34 1.7.1 Studi Perpustakaan ......................................................................... 36 1.7.2 Kerja Lapangan ............................................................................... 36 1.8 Organisasi Tulisan.................................................................................... 39 BAB II ETNOGRAFIS MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN KARO .................................................................. 42 2.1 Geografis Karo ........................................................................................ 42 2.2 Sistem Kekerabatan .................................................................................. 45 2.2.1 Marga Si Lima (Marga atau Klan Yang Lima) ................................. 46 2.2.2 Rakut Si Telu (Ikatan Yang Tiga) ..................................................... 48 2.2.3 Tutur Si Waluh (Hubungan Kekeluargaan Yang Delapan) .............. 49 2.2.4 Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (Sapaan Kekeluargaan Yang Dua Belas Tambah Satu) ................... 51 2.2.5 Perubahan Sebutan Tutur Si Waluh (Kekeluargaan Yang Delapan) ........................................................ 52 2.3 Sistem Perkawinan ( Perjabun ) Dalam Masyarakat Karo ....................... 53 2.3.1 Tujuan Perkawinan Dalam Adat Karo. .......................................... 54 2.3.2 Berdasarkan Statusnya. ................................................................. 56 2.3.3 Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan. .................... 57 2.3.4 Berdasarkan Besar Kecilnya Upacara ............................................ 58 2.3.5 Perkawinan Antara Berbeda Suku .................................................. 59 2.3.6 Perceraian Pada Masyarakat Karo .................................................. 60 2.4 Aktivitas Menjelang Perkawinan Pada Masyarakat karo ........................... 60 2.4.1 Naki-naki (Pacaran) ........................................................................ 61 2.4.2 Maba Nangkih (Membawa) atau Nukun Kata (Bertanya) ............... 61 2.4.3 Mbaba Belo Selambar (Pelamaran) ................................................ 62 2.4.4 Nganting Manuk (Menetukan Mahar) ............................................. 63
ix
2.5 Sistem Kepercayaan ................................................................................. 65 2.6 Kesenian ................................................................................................. 68 2.6.1 Seni Musik ..................................................................................... 69 2.6.2 Seni Landek ..................................................................................... 74 2.6.3 Perkolong-kolong (Penyanyi Tradisi Karo) ...................................... 75 2.6.4 Ende-enden (Lagu atau Nyanyian) ................................................... 76 BAB III UPACARA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KARO .... 81 3.1 Aspek-aspek Dan Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan ................. 81 3.1.1 Aspek-aspek Dalam Upacara Perkawinan ........................................ 81 3.1.2 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan..................................... 82 3.2 Ngalo-ngalo (Menyambut Sukut Memasuki Tempat Upacara Perkawinan) .............................................................................. 83 3.3 Ngukati (Makan Pagi) .............................................................................. 85 3.4 Rose (Berpakaian Adat Karo) ................................................................... 86 3.5 Ertembe-tembe (Musyawarah Adat) ......................................................... 87 3.6 Sijalapen (Pemberitahuan Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Upacara Perkawinan) .............................................................................. 91 3.7 Ersukat Emas (Penyerahan Mahar)........................................................... 92 3.8 Ngelegi Beru (Pengambilan Pengantin Wanita) ....................................... 94 3.9 Nggalari Ulu Mas (Membayar Hutang Adat Kepada Kalimbubu Singalo Ulu Mas) ................................................................................. 94 3.10 Adu Pengantin ( Menari Dan Menyanyi Kedua Pengantin) ..................... 96 3.11 Ngerana (Menyampaikan Kata Sambutan) ............................................. 97
3.11.1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Senina-nya ..................... 98 3.11.2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Senina-nya ...................... 105 3.11.3 Pihak Pemerintah Dan Teman Sejawat .......................................... 112 3.11.4 Makan Siang Dalam Upacara Perkawinan ................................... 119 3.11.5 Kalimbubu Keluarga Pengantin Laki-laki .................................... 120 3.11.6 Kalimbubu Keluarga PengantinWanita......................................... 123 3.11.7 Anak beru Keluarga Pengantin Wanita .......................................... 125 3.11.8 Anak beru Keluarga Pengantin Laki-laki ....................................... 128
BAB IV PERKOLONG-KOLONG PADA MASYARAKAT KARO DAN PENYAJIANNYA DALAM UPACARA PERKAWINAN ........ 131 4.1 Arti Perkolong-kolong Pada Masyarakat Karo ....................................... 131 4.2 Perkembangan Perkolong-kolong Dalam Pertunjukan Budaya Musikal Karo .............................................. 135 4.3 Ansambel Musik Pengiring Perkolong-kolong ....................................... 139 4.3.1 Gendang Sarune ............................................................................ 139 4.3.2 Gendang Kulcapi .......................................................................... 144 4.3.3 Gendang Kibod/ Keyboard .......................................................... 148 4.4 Penyajian Perkolong-kolong Dalam upacara Perkawinan ...................... 149 4.4.1 Lagu Pop Daerah Karo ................................................................. 150 4.4.2 Lagu Tradisi Karo ( Katoneng-katoneng) ....................................... 154
x
BAB V STRUKTURAL FUNGSIONAL PERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI MUSIK PADA UPACARA PERKAWINAN ...... 156 5.1 Analisis Struktural Fungsioal Dalam Upacara Perkawinan .................... 156 5.2 Fungsi Perkolong-kolong Dalam Upacara Perkawinan .......................... 161 5.2.1 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ..................................................... 162 5.2.2 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Sinereh (Keluarga Pengantin Perempuan) .................................................. 162 5.2.3 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Siempo (Keluarga Pengantin Laki-laki) ...................................................... 164 5.2.4 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Senina Sinerah (Keluarga Pengantin Perempuan).................................................... 165 5.2.5 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Sinereh (Keluarga Pengantin Perempuan) ................................................ 166 5.2.6 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Empo (Pengantin Laki-laki) ..................................................................... 166 5.2.7 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Sereh (Pengantin Perempuan) .................................................................. 166 5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan ................. 167 5.3.1 Penggunaan Musik Dalam Upacara Perkawinan ............................ 167 5.3.2 Fungsi Musik Dalam Upacara Perkawinan .................................... 169 5.3.2.1 Fungsi Sebagai Ungkapan Perasaan ................................. 169 5.3.2.2 Fungsi Sebagai Hiburan .................................................... 171 5.3.2.3 Fungsi Sebagai Komunukasi ............................................ 171 5.3.2.4 Fungsi Sebagai Perlambang .............................................. 171 5.3.2.5 Fungsi Sebagai Reaksi Jasmani ......................................... 172 5.3.2.6 Fungsi Sebagai Pengesahan Norma Sosial......................... 172 5.3.2.7 Fungsi Sebagai Pengitegrasian Masyarakat ...................... 173 5.3.2.8 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................... 173 5.3.2.9 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................... 174 5.3.2.10 Fungsi Sebagai Kesinambungan Kebudayaan ................. 176 BAB VI MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG- KOLONG DALAM UPACARA PERKAWINAN ....................... 178 6.1 Makna Lagu Maba Kampil ..................................................................... 178 6.1.1 Pernyataan Kedatangan Untuk Meminang ................................... 178 6.1.2 Pernyataan Setuju Untuk Dipinang ................................................ 180 6.1.3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Berpisah Lagi .................................. 181 6.2 Makna Lagu Si Terang bulan ................................................................. 182 6.2.1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru ........................ 182 6.2.2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah ................................. 183 6.2.3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan .. 184 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Sembuyak Bukit ................................. 185 6.3.1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit .................. 185 6.3.2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan ............................ 186 6.3.3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit ............ 186 6.3.4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru ........................ 186
xi
6.3.5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi nasehat .................................................................... 187 6.3.6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit .............................................. 187 6.3.7 Mohon Berkat Atas Keluarga Bukit ............................................... 188 6.3.8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit ............................ 188 6.3.9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan .................................. 189 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun ............................. 190 6.4.1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun ................................. 190 6.4.2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan ............ 191 6.4.3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan Dan Kata Sambutan Kalimbubu-nya ............................................................. 191 6.4.4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun ....................... 192 6.4.5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi Nasehat ......................................................................... 193 6.4.6 Selamat Atas Keluarga Bangun .................................................... 193 6.4.7 Nasehat Kepada Pengantin ......................................................... 194 6.4.8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan Dan Penutup .................. 196 6.5 Makna Lagu Famili taksi ....................................................................... 196 6.6 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit ................................ 197 6.6.1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan................ 197 6.6.2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit ............................................ 198 6.6.3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit ............................ 201 6.6.4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit ........................................... 202 6.6.5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ....................................... 204 6.6.6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit ............... 206 6.6.7 Harapan Keluarga Bukit ................................................................. 207 6.6.8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin ......................................... 208 6.6.9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit ...... 200 6.6.10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubu-nya ............................................................. 212 6.6.11 Doa Dan Pantun Penutup ............................................................. 213 6.7 Makna Lagu Gula Tualah ...................................................................... 214 6.7.1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru ........................... 214 6.7.2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit ....................................... 215 6.7.3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit .................................. 215 6.7.4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat ................................... 216 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 220 7.1 Kesimpulan ............................................................................................ 220 7.2 Saran ...................................................................................................... 223 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 225 DAFTAR INFORMAN .............................................................................. 228 GLOSARIUM ............................................................................................ 229
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Balobat ..................................................................................... 70 Gambar 2.2 Surdam ..................................................................................... 70 Gambar 2.3.Keteng-keteng ............................................................................ 71 Gambar 2.4 Gendang Sarune ......................................................................... 72 Gambar 2.5 Gendang Kulcapi ....................................................................... 73 Gambar 3.1 Ngalo ngalo ............................................................................... 84 Gambar 3. 2a Anak beru Bangun ................................................................... 88 Gambar 3. 2b Anak beru Bukit ...................................................................... 89 Gambar 3.3 Kepala Desa Enjalapi ................................................................ 92 Gambar 3.4 Membayar Mahar ....................................................................... 93 Gambar 3.5a Penghormatan Kepada Kalimbubu menjelang Pembayaran Ulu Emas .............................................. 95 Gambar 3.5b Pembayaran Ulu Emas Kepada Kalimbubu ............................... 95 Gambar 3.6 Adu Pengantin ........................................................................... 96 Gambar 3.7 Keluarga Sukut Bangun .............................................................. 99 Gambar 3.8 Keluarga Sukut Bukit ............................................................... 107 Gambar 3.9 Wakil Bupati Karo Memberi Kata Sambutan ........................... 113 Gambar 3.10 Bupati Karo Memberi Kata Sambutan ..................................... 115 Gambar 3.11 Perkolong-kolong Menyanyikan Katonong-katonong ............ 123 Gambar 4.1a Sarune ................................................................................... 140 Gambar 4.1b Bagian-bagian Sarune ............................................................ 141 Gambar 4.2a Gendang Singanaki ................................................................ 142 Gambar 4.2b Gendang Singindungi ............................................................. 143 Gambar 4.3a Gung ...................................................................................... 144 Gambar 4.3b Penganak .............................................................................. 144 Gambar 4.4 Kulcapi ................................................................................... 145 Gambar 4.5 Alat Musik yang Menyerupai Garentung Dikenalkan Jasa Tarigan .............................................................................. 147
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Susunan Acara dalam upcara perkawinan ...................................... 83 Tabel 3.2 Susunan Acara kata sambutan pada upacara perkawinan .............. 97 Tabel 6.1 Makna Lagu Maba Kampil .......................................................... 178 Tabel 6.2 Makna Lagu Si Terang Bulan ..................................................... 182 Tabel 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit ........................... 185 Tabel 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun .................. 190 Tabel 6.5 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit ..................... 198 Tabel 6.6 Makna Lagu Gula Tualah ............................................................ 214
xiv
DAFTAR CONTOH LAGU
Contoh Lagu 4.1a Bagian Pertama dalam lagu maba kampil ....................... 150 Contoh Lagu 4.1b Bagian Kedua dalam lagu maba kampil ........................... 151 Contoh Lagu 4.2a Bagian pertama lagu terang bulan ................................... 151 Contoh Lagu 4.2b Bagian kedua lagu terang bulan ..................................... 152 Contoh Lagu 4.3a Lagu famili taksi ............................................................. 153 Contoh Lagu 4.3b Lagu famili taksi ........................................................... 153 Contoh Lagu 4.4 Lagu gula tualah .............................................................. 154 Contoh Lagu 4.5a Melodi pingko-pingko pada katoneng-katoneng ............... 155 Contoh Lagu 4.5b Melodi susurna pada katoneng-katoneng ........................ 155
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1: Latar Belakang, Pendekatan Keilmuan, dan Metodologi Penelitian Lapangan dalam Penelitian Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo ........................................................... 41
xvi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Jon Karya NIM : 167037005 Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 20 Januari 1991 Alamat : Jln. Dwikora no.9N Medan Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Guru Pendidikan Seni pada SMPN Tamiang Pendidikan akademik: (a) TK Tamiang (1994-1996) (b) SDN Tamiang (1996-2002) (c) SMP Negeri 1 Taamiang (2002-2005) (d) SMA Negeri 1 Tamiang (2005-2008) (e) Fakultas Bahasa dan Seni Unimed, Jurusan Pendidikan Seni Musi (2008-2012) Pengalaman di bidang kesenian: 1. Pertunjukan musik di Medan pada Jazz Nation 2009 2. Pertunjukan di IMT-GT Festival 2010 di Songhkla, Thailand 3. Pertunjukan di North Sumatra Jazz Festival, Medan 2011-2015 4. Pertunjukan di World Drum Festival Malaka 2011 di Malaysia 5. Pertunjukan di Java Jazz Festival, Jakarta 2013-2014 6. Pertunjukan di berbagai media televisi seperti Trans 7, Net TV dan TVRI
Sumut.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia mempunyai filosofi kebangsaan bhineka tunggal ika.
Maknanya adalah walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Hal ini menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya yang multikultural atau keragamaan
kebudayaan.1 Kebudayaan tersebut tersebar dari Aceh sampai Papua yaitu dari
Sabang di ujung barat sampai Merauke di ujung timur dan dari Talaud di ujung
utara sampai ke pulau Rote di ujung selatan Indonesia.
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang juga mempunyai masyarakat yang heterogen.
Salah satu etnik atau suku bangsa2 yang mendiami Sumatera Utara adalah Karo.
1Sebagai panduan konseptual kebahasaan yang berskala nasional, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) didapati “perbedaan kecil” (nuansa) antara istilah budaya dan kebudayaan. Kata budaya (bu.da.ya) n. 1. pikiran, akal budi; 2. adat istiadat; 3. sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); 4. sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Di sisi lain, kebudayaan (ke.bu.da.ya.an), n. 1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2. dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
2Istilah etnik atau kelompok etnik (ethnic group) yang dalam bahasa Indonesia suku bangsa atau suku menurut disiplin ilmu antropologi adalah (salah satunya menurut Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1) secara bilogis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Seiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat pendukung tersendiri. Dalam konteks bangsa Indonesia, mereka memiliki konsep biar
2
Masyarakat3 Karo mendiami wilayah pegunungan Karo dan menyebar di beberapa
Kabupaten/Kota yaitu, Kabupaten Karo, sebagian di Kabupaten Simalungun,
Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten
Aceh Tenggara. Setiap etnik di Nusantara memiliki kesenian masing-masing
demikian juga halnya Karo.
Kesenian4 merupakan salah satu produk budaya, yang dalam kehidupan
tidak pernah lepas dari masyarakat. Kesenian salah satu unsur yang terdapat
dalam kebudayaan, mencakup gagasan, aktivitas, maupun wujud benda kesenian
yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat Karo memiliki berbagai
jenis kesenian seperti tari, musik, sastra, rupa, dan lain sebagainya. Salah satu
kesenian yang digunakan oleh masyarakat Karo dalam berbagai aktivitas
kehidupan masyarakatnya adalah seni musik. Bagi masyarakat Karo, musik selalu
berbeda namun tetap satu juga, yang menyiratkan bahwa mereka memiliki berbagai persamaan umum, namun secara etnik berbeda-beda.
3Selain sebagai sebuah kelompok etnik, orang-orang Karo secara umum, juga dapat dipandang sebagai suatu masyarakat, sesuai dengan definisi dalam disiplin antropologi. Masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister seni ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (1990:146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi Koentjaraningrat, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat," dan unsur "kontinuitas" dalam definisi Koentjaraningrat, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak dimuat dalam definisi Koentjaraningrat. Walaupun demikian, konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas.
4Kesenian atau seni adalah salah satu dari unsur kebudayaan manusia, yang tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia mengenai hal-hal yang indah. Oleh karena itu manusia mencoba mengekspresikan dan menikmati keindahan itu dalam bentuk seni. Kemudian muncullah seni tari dengan media utamanya gerak, seni musik dengan media utamanya suara baik vokal maupun alat-alat musik, seni satra dengan media utama bahasa, seni rupa dengan media utama titik, warna, garis, dan sejenisnya; seni teater dengan media bahasa, cerita, rupa, musik, tari, dan lain-lainnya. Setiap etnik atau masyarakat memiliki seni tersendiri, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kebudayaan mereka.
3
digunakan pada berbagain peristiwa dalam menjalani kehidupan, baik sebagai
media hiburan maupun sebagai media tertentu dalam adat dan kepercayaan.
Salah satu peristiwa atau aktivitas pada masyarakat Karo yang hingga
sekarang sangat memerlukan musik adalah upacara perkawinan. Upacara
perkawinan melibatkan semua sistem kekerabatan (kinship) pada masyarakat.
Sistem kekerabatan pada masyarakat Karo dikenal dengan sebutan sangkep
nggeluh yang dapat diartikan kelengkapan hidup. Sangkep nggeluh merupakan
bagian dari adat Karo, yang digambarkan dengan semboyan merga si lima, rakut
si telu. Merga si lima berarti klen5 yang lima. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
masyarakat Karo mempunyai klen pokok lima, namun setiap klan mempunyai
cabang. Rakut si telu berarti ikatan yang tiga yang terdiri daripada senina (pihak
satu klen), kalimbubu (pihak pemberi isteri) dan anak beru (pihak menerima
isteri).
Sebagaimana pada masyarakat lain di dunia, masyarakat Karo juga
mempunyai tata cara perkawinan yang khas, namun pada prinsipnya adalah
mencakup perkenalan, pacaran, tunangan, meminang, pengesahan (perkawinan).
Perkawinan pada masyarakat Karo menganut sistem eksogami, yaitu perkawinan
dengan orang di luar marga (klen)nya, namun ada pengecualian pada marga
Peranginangin dan Sembiring.
5Dalam masyarakat Karo, klen ini lazim disebut dengan merga, yang berdasar kepada
cara penarikan garis keturunan dari pihak ayah, yang dalam disiplin antropologi disebut dengan patrilineal. Terdapai lima kelompok merga besar dalam masyarakat Karo, yang diistilahkan dengan merga si lima (lima klen). Dalam konteks Sumatera Utara, terdapat pula sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah seperti orang-orang Karo tersebut, yakni pada etnik Simalungun, Batak Toba, Pakpak, dan Mandailing-Angkola.
4
Perkawinan pada masyarakat Karo tidak hanya mengikat kedua mempelai,
namun mengikat keseluruhan keluarga kedua mempelai. Dengan demikian sebuah
perkawinan pada masyarakat Karo merupakan ikatan lahir batin tidak hanya
antara seorang pria dan wanita saja tetapi termasuk seluruh kaum kerabat.
Untuk memahami masyarakat Karo, maka yang harus dipahami adalah
sangkep nggeluh karena di setiap peristiwa adat pada Masyarakat Karo yang
selalu berperan adalah sangkep nggeluh, yaitu terdiri dari tiga garis besar yaitu:
senina, anak beru dan kalimbubu. Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu
pribadi/ keluarga atau marga tertentu yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan
kalimbubu nya. Misalnya dalam upacara perkawinan sukut adalah orang yang
menikah, dan orang tuanya dan mereka mempunyai senina, anak beru dan
kalimbubu. Untuk memahami hal tersebut kita harus mengetahui cara masyarakat
Karo menarik garis keturunan yaitu berdasarkan keturunan ayah (patrilineal) mau
pun garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu
masyarakat Karo, yang dalam bahasa sehari hari dikenal dengan tutur atau
terombo. Lebih jauh tentang sangkep nggeluh akan dibahas pada bab berikutnya
dalam penelitian ini.
Upacara perkawinan pada masyarakat Karo, dapat diklasifikasikan dalam
beberapa bentuk. Upacara perkawinan yang paling dikenal pada masyarakat Karo
dengan sebutan kerja nereh empo, yang secara umum, artinya upacara
perkawinan. Kerja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kerja sintua, kerja sintengah,
dan kerja singuda. Kerja sintua adalah pesta yang terbesar dalam upacara
perkawinan. Pada masa awal perkembangan etnik Karo, sampai pertengahan abad
5
ke-20, upacara seperti ini harus melibatkan gendang lima sendalanen (merupakan
salah satu jenis ensambel musik tradisional yang terdapat pada masyarakat Karo).
Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, pada masa kini untuk
menentukan suatu upacara perkawinan sebagai kerja si ntua tidak lagi dengan
kehadiran gendang lima sendalanen, tetapi dengan hadirnya perkolong-kolong
atau penyanyi tradisi Karo. Perkolong-kolong sebagai penyampai pesan untuk
mewakili semua pihak yang terlibat sebagai sangkep nggeluh yang hadir pada
upacara perkawinan tersebut.
Perkolong kolong dapat merubah suasana dalam upacara perkawinan,
misalnya suasana penuh keharuan. Dia dapat menciptakan suasana menjadi lebih
akrab antar keluarga dan suasana yang santai yang penuh ke akraban yang selalu
bisa di rekayasa oleh perkolong kolong pada acara tersebut.
Khusus dalam melayani keperluan upacara perkawinan perkolong kolong
hanya penyanyi perempuan saja. Tetapi dalam guro guro aron atau pertujukan
musik dan tari yang dilaksanakan pemuda dan pemudi Karo biasanya perkolong-
kolong berpasangan.
Pada setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo, semua sangkep
nggeluh diberi kesempatan untuk memberi petuah-petuah adat kepada sukut
(kepada pengantin atau kepada orang tua pengantin) adalah hal yang harus
dilaksanakan. Sangkep enggeluh memberi petuah kepada pengantin tentang hal-
hal yang akan dihadapi dalam rangka mengharungi bahtera rumah tangga — dan
sekali gus menyampaikan harapan harapan mereka agar pengantin tersebut sukses
6
dalam membina rumah tangga, aktif dalam adat istiadat, dan akan melahirkan
anak laki-laki dan anak perempuan dalam rumah tangganya.
Pada acara ini pemain musik memainkan gendang simalungen rayat karena
sewaktu memberi petuah mereka sambil menari bersama. Setelah kaum kerabat
selesai memberi petuah maka peminpin upacara perkawinan memberikan
kesempatan kepada perkolong-kolong untuk menambah kata-kata yang dianggap
kurang. Dalam hai ini perkolong-kolong menyanyikan lagu katoneng katoneng
yang dapat mengembangkan berbagai petuah-petuah dan harapan harapan
terhadap semua pihak terutama kepada keluarga yang melaksanakan upacara
perkawinan dan pengantin.
Perkolong kolong dalam menyanyikan lagu katoneng-katoneng dapat
mewakili semua pihak baik sukut atau keluarga yang terlibat dalam upacara
perkawinan, maupun semua kaum kerabat sebagi sangkep enggeluh (kelengkapan
hidup). Perkolong-kolong dianggap memberi pasu-pasu seperti doa kepada sukut
dan semua kaum kerabat sehingga sering disebut lagu tersebut pemasu-masun,
yaitu lagu yang mengharapkan kedatangan rahmat. Biasanya ada semangat
pencerahan yang lebih dalam untuk mempersatukan kebersamaan dalam keluarga,
tidak saja anatara keluarga pengantin laki-laki dengan keluarga pengantin
perempuan tetapi lebih luas terdapa semua kaum kerabat yang hadir.
Dengan latar belakang seperti diurai di atas, maka peneliti menganalisis
keberadaan perkolong-kolong dalam konteks upacara perkawinan adat Karo,
dengan pendekatan dua disiplin ilmu utama. Yang pertama adalah antropologi,
dan kedua etnomusikologi.
7
Definisi mengenai antropologi yang dimaksud dalam tesis ini adalah sebagai
berikut. Antropologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan
budaya yang dihasilkan oleh manusia tersebut. Antropologi budaya membantu
kita memahami berbagai adat dan tingkah laku yang dianut oleh masyarakat yang
berbeda. Di Inggris, bidang antropologi budaya awalnya disebut sebagai
antropologi sosial. Bidang ini berkaitan dengan kajian budaya yang berhubungan
dengan struktur sosial, agama, politik, dan berbagai faktor lainnya. Ruang lingkup
bidang antropologi sangat luas. Berbagai perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat akan tercermin dalam adat, tingkah laku (prilaku), dan bahasa.
Berbagai perubahan ini secara bersama-sama mengungkapkan gambaran terhadap
budaya masyarakat tertentu. yang disebut sebagai budaya.
Anthropology, “the science of humanity,” which studies human beings in aspects ranging from the biology and evolutionary history of Homo sapiens to the features of society and culture that decisively distinguish humans from other animal species. Because of the diverse subject matter it encompasses, anthropology has become, especially since the middle of the 20th century, a collection of more specialized fields. Physical anthropology is the branch that concentrates on the biology and evolution of humanity. It is discussed in greater detail in the article human evolution. The branches that study the social and cultural constructions of human groups are variously … (Encyclopedia Brittanica, 2019).
Antropologi merupakan “ilmu kemanusiaan,” yang mempelajari manusia
dalam berbagai aspek, mulai dari sisi biologi dan sejarah evolusi homo sapiens
(manusia modern) hingga ciri-ciri masyarakat dan budaya, yang secara tegas
membedakan manusia dari spesies hewan. Karena beragamnya subjek yang
dicakup, maka antropologi telah menjadi, terutama sejak pertengahan abad ke-20,
kumpulan bidang-bidang yang lebih khusus. Antropologi fisik adalah cabang yang
8
berkonsentrasi pada biologi dan evolusi umat manusia. Ini dibahas lebih rinci
dalam artikel evolusi manusia. Cabang-cabang yang mempelajari konstruksi sosial
dan budaya kelompok manusia juga beragam.
Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang mempelajari variasi
budaya manusia. Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik,
ekonomi, dan faktor-faktor lain, dari budaya lokal yang terdapat di suatu daerah
tertentu. Para ilmuwan yang bekerja di bidang ini, dikenal sebagai antropolog
budaya. Fakta dan data budaya biasanya diperoleh melalui berbagai metode
seperti survei, wawancara, observasi, perekaman data, pengamatan terlibat
(partisipant observer), pendekatan emik dan etik, dan lainnya.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian di bidang antropologi budaya
dimulai pada abad ke-19. Antropologi budaya mulai berkembang dengan bantuan
upaya yang dilakukan oleh ilmuwan antropologi Edward Tylor, J.G Frazen, dan
Edward Tylor. Mereka menggunakan bahan-bahan etnografis yang dikumpulkan
oleh para pedagang, penjelajah, dan misionaris untuk tujuan referensi. Dengan
demikian, antropologi budaya adalah cabang ilmu antropologi yang khusus
mempelajari berbagai variasi budaya manusia.
Kemudian, definisi disiplin etnomusikologi adalah sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American
9
anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).6
Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi
membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu
selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu
musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-
kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan
cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap
mengandung kedua disiplin tersebut.
Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-
bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi
menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem
tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian
yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa
6Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini,
dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.
10
sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang
cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran
yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan
studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini,
penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan
kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik
dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan
manusia yang lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu
terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman
dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,
pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan
oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan
hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana
Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk
dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun
terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.
Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik
dalam konteks kebudayaannya.
Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi
11
berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah
mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam
buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu
Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat
di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi
etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh
Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.7
Berdasarkan latar belakang dan pendekatan keilmuan seperti di atas, maka
penelitian yang kemudian ditulis dalam bentuk tesis ini berjudul: “Perkolong-
kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo: Analisis Penyajian, Fungsi,
dan Makna Tekstual.” Kemudian ditentukan rumusan masalah penelitian.
7Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi.
Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
12
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penelitian ini merumuskan tiga rumusan
masalah dengan indikator pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan
masyarakat Karo?
2. Bagaimana fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara
perkawinan masyarakat Karo?
3. Bagaimana makna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong kolong
pada upacara perkawinan masyarakat Karo?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis penyajian perkolong-kolong pada upacara perkawinan
masyarakat Karo.
2. Untuk menganalisis fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara
perkawinan masyarakat Karo.
3. Untuk menganalisi makna tekstual lagu yang dinyanyikan perkolong-
kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa
manfaat. Diantaranya bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang
13
budaya musik Karo, untuk menambah koleksi bacaan tentang budaya musik
nusantara, untuk memperdalam ilmu budaya disuatu daerah. Disamping itu dapat
pula menjadi kajian banding dengan budaya musik daerah lain. Selain itu dapat
menjadi informasi penting untuk mengetahui makna yang terkandung dalam
perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo. Dengan demikian
maka penelitian ini menjadi sebuah sumber refrensi penelitian bagi peneliti
berikutnya terkait dengan topik yang sama maupun yang berbeda tentang budaya
musik tradisi masyarakat Karo pada khusunya dan nusantara pada umumnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dapat
digunakan sebagai pendukung untuk melengkapi data-data yang diperoleh selama
penelitian. Untuk itu akan diacu beberapa sumber tulisan yang akan dijadikan
sebagai acuan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tofik penelitian secara
umum.
Penelitian ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan bentuk penyajian
fungsi serta makna tekstual daripada lagu yang disajikan perkolong-kolong pada
upacara perkawinan masyarakat Karo,dari segi struktur dan gaya bahasa yang
digunakan. Namun perlu dijelaskan bahwa perkolong-kolong yang dibahas dalam
tulisan ini ialah pada upacara perkawinan. Untuk itu, penelitian ini akan berusaha
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kedua aspek di atas, sekaligus
menjadi kritik, pembenaran, maupun penolakan terhadap hasil penelitian tersebut.
Adapun beberapa tulisan yang mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:
14
Koentjaraningrat, dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1979),
mengunkapkan tentang definisi kebudayaan dan karakter sebuah suku bangsa.
Masing-masing budaya memiliki karakter yang berbeda-beda satu dengan yang
lain. Buku ini memberikan kontribusi pada peneliti untuk mendefinisikan tentang
kebudayaan yang ada pada masyarakat Karo. Juga akan digunakan untuk
mengungkapkan bentuk perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat
Karo.
Alan P. Meriam, dalam buku The Antrhopologi of music (1964). Buku ini
mengemukakan fungsi musik yang berhubungan dengan masyarakat pendukung
kemudian unsur kebudayaan dalam masyarakat sebagai sarana memenuhi
kebutuhan dan tujuan tertentu dalam kehidupan. Selain itu, juga menjelaskan 10
fungsi musik, antara lain; pengungkapan emosional, kepuasan aestetis, hiburan,
sarana komunikasi, persembahan simbolis, respon fisik, fungsi musik sebagai
keserasian norma masyarakat, pengukuhan institusional, dan upacara agama,
sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, serta fungsi integritas masyarakat.
Buku ini bermanfaat dalam menjelaskan fungsi musik perkolong-kolong yang
akan dijadikan pisau bedah untuk menggali rumusan masalah kedua dalam
penelitian ini.
Leon Stein, dalam bukunya Structure & Style : The Study and Analysis of
Musical Froms (2003). Buku ini membahas tentang cara menganalisis dari
struktur dan bentuk musiknya yang meliputi dari figure, motif, prase, period dan
beberapa struktur dan bentuk musik lain nya. Buku ini sangat membantu dalam
15
membahas rumusan ketiga yaitu makna tekstual perkolong-kolong pada upacara
perkawinan masyarakat Karo.
Prikuten Tarigan dalam tesisnya berjudul “ Perubahan Alat Musik dalam
Kesenian Tradisi Karo Sumatera Utara” (2004) pada Program Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Permasalahan yang diangkat
mencakup perubahan alat musik dalam konteks upacara muda-mudi (guro-guro
aron), perkawinan (nereh-empo), dan upacara memasuki rumah baru (mengket
jabu). Dalam penelitian itu, Prikuten menemukan realitas perubahan alat musik
dan pengaruhnya terhadap adatistiadat Karo. Teori yang digunakan adalah teori
akulturasi, sebagai proses kebudayaan yaitu terjadi ”peningkatan keserupaan”
antara dua kebudayaan dari Kroaber, teori perubahan, menunjukkan bagaimana
cara teknologi sebagai pendorong perubahan dari Velben dan Ogburn dan teori
fungsi musik tentang hubungan musik dengan perilaku masyaraktnya dari
Merriam. Penelitian ini sangat relevan sebagai acuan dalam disertasi ini karena
membahas perubahan alat musik dalam kesenian tradisi Karo yang merupakan
salah satu permasalahan yang dibahas dalam tesis ini ini.
Kumalo (2006) meneliti mangmang nyanyian guru (dukun) untuk
memanggil roh-roh yang sudah meninggal dunia. Tesis ini berjudul ”Mangmang:
Analisis dan Perbandingan Seni Kata dan Melodi Nyanyian Ritual Karo di
Sumatra Utara.” Kumalo menjelaskan Mangmang adalah sejenis nyanyian yang
terdapat pada masyarakat Karo. Orang yang menyajikan mangmang adalah
bomoh. Bomoh menyajikan mangmang pada masa menjalankan upacara ritual
tertentu dengan cara bernyanyi. Terdapat dua jenis upacara ritual sebagai konteks
16
penyajian mangmang, yaitu erpangir ku lau (upacara ritual penyucian diri) dan
raleng tendi (upacara ritual memanggil roh manusia). Upaya menjalankan kedua
upacara ritual di atas merupakan keyakinan bagi masyarakat Karo. Penelitian ini
memberikan informasi bahwa masyarakat Karo sangat kuat terikat dengan
kesenian, khususnya musik.
Torang Naiborhu menulis tesis tahun 2002 yang berjudul “Ende-Ende
Merkejemen: Nyanyian Ratap Penyadap Kemenyan Di Hutan Rimba Pakpak-
Dairi Sumatera Utara Analisis Semiotik Teks dan Konteks”. Pembahasan dalam
tesis Torang Naiborhu ini membahas tentang nyanyian hiburan untuk diri sendiri
yang dimana setiap teks nya memiliki makna dan waktu yang ditentukan. Tesis ini
sangat membantu dalam menganalisis struktur teks pada lagu yang dinyanyikan
oleh perkolong-kolong.
Muhammad Takari menguraikan secara mendalam tentang adat dalam buku
‘Adat Perkawinan Melayu (2013)'. Dalam tulisan ini beliau mengemukakan
pandangan Zainal Kling (2004) bahwa ‘adat’ secara etimologis berasal dari
bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Arti ini berkembang sehingga adat dapat
diartikan kebiasaan dan ketetapan kehidupan sekelompok manusia. Adat tidak
hanya ditentukan oleh sifat saling respons sesama mereka saja, tetapi juga
ditentukan oleh kesatuan dengan alam atau kebiasaan sikap kepada alam di tempat
manusia itu tinggal dan berusaha dalam menjalani kehidupannya.
Dalam masyarakat tradisi Melayu, konsep adat memancarkan hubungan
mendalam di antara manusia dengan manusia dan juga antara manusia dengan
alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya maupun dengan alam gaib.
17
Setiap hubungan itu disebut dengan adat. Adat diekspresikan dengan sikap
pandang dan berbagai aktivitas. Dalam sikap pandang boleh jadi hanya berupa
konsep dasar saja. Namun dalam berbagai aktivitas bagaimanapun akan wujud
pekerjaan yang nyata. Adat ditujukan kepada seluruh hubungan kompleks. Ukuran
adat berupa ada nilai baik dan buruk, tepat dan salah dan sebagainya.
Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnis Melayu tercakup dalam empat
ragam, yaitu: (a) adat yang sebenar adat (b) adat yang diadatkan (c) adat yang
teradat dan(c) adat-istiadat.
(a) Adat yang sebenar adat
Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat
yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh diubah
dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila
diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada
pengertian manusia kepada eksistensi dan sifat alam yang kasat mata.
Berdasarkan pengertian ini, maka wujudlah ungkapan-ungkapan seperti adat api
membakar, adat air membasahi dan lain-lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat
dan menjadi penciri khas benda atau keadaan. Hal ini yang membezakannya
dengan benda atau keadaan lain. Itulah sebenarnya adat, sesuatu yang tidak
dapat disangkal sebagai sifat keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan
berkenaan tidak wujud seperti keadaannya yang dialami.
(b) Adat yang di adatkan
Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu,
menurut muafakat dari penduduk daerah tertentu. Kemudian pelaksanaannya
18
diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat
adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini adalah untuk
kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada masa
ini dan masa yang akan datang. Adat yang diadatkan ini isinya mengarah kepada
sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam musyawarah untuk
mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem
politik dan pemerintah yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan,
kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tetap menurut
perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dijalani masyarakat.
Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang
diadatkan adalah semua ketentuan adat yang dilakukan atas dasar musyawarah
dan muafakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat ini boleh
berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat
penyokongnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk dengan undang-undang
kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah
ketentuan adat yang diberlakukan diamalkan bagi semua kelompok
masyarakatnya.
(c) Adat yang teradat
Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-
angsur atau cepat menjadi adat. Ini merupakan konsep masyarakat kepada
kesinambungan dan perubahan yang merupakan respons kepada dimensi ruang
dan waktu yang dijalani manusia di dunia ini.
19
Manusia, alam dan seisinya pastilah berubah menurut waktu dan
zamannya. Namun demikian, perubahan pastilah tetap disertai dengan
kesinambungan. Artinya ada hal-hal yang berubah secepat apa pun pastilah ada
bagian yang tetap seperti keadaan sebelumnya. Memang perubahan tersebut ada
yang perlahan-lahan ada pula yang cepat dan spontan. Menurut Lah Husni,
perubahan itu hanya berlaku dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan
tujuannya. Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala
dalam sesuatu perhelatan adat, kini memakai kopiah itu menjadi pakaian yang
teradat. Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi.
Jika dahulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang
sesiapapun sudah boleh memakainya (Lah Husni, 1986:62)
(d) Adat-istiadat
Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan yang lebih
banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat penobatan,
perkawinan dan pemakaman. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari budaya
manusia. Upacara di dalam kebudayaan Melayu mencerminkan pola fikir atau
gagasan masyarakat Melayu itu sendiri. Upacara jamu laut adalah sebagai
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki dari
laut.
Oleh itu, kita mestilah bersyukur dengan menjamu laut pula. Begitu juga
upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan ke atas kepercayaan
akan perubatan dengan dunia 'supernatural'. Demikian pula upacara mandi
berminyak merupakan salah satu sistem budaya Melayu yang mempercayai
20
bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu boleh kebal kepada panasnya minyak
yang dipanaskan di atas dalam belanga (kuali).
Dananjaya dalam buku 'Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-
lain' (1994: 140-6) nyanyian rakyat (folksongs) adalah salah satu genre yang
terdiri daripada kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara anggota
kolektif tertentu serta banyak mempunyai varian. Dalam nyanyian rakyat kata-
kata dan lagu merupakan dwitunggal (dua yang bersatu) yang tidak dapat
dipisahkan.
Lebih lanjut Danadjaya menulis (1994: 145-6) nyanyian rakyat yang terdiri
daripada lirik (kata-kata) dan lagu dalam kenyataan dapat terjadi salah satu unsur
yang lebih penting daripada unsur yang lain. Dengan demikian, nyanyian rakyat
dapat dibahagi menjadi dua bagian besar, yaitu nyanyian rakyat tidak
sesungguhnya dan nyanyian rakyat sesungguhnya. Nyanyian rakyat yang tidak
sesungguhnya juga boleh dibahagi dua pula. Pertama, nyanyian rakyat yang lebih
mengutamakan lagunya daripada senikatanya disebut 'proto folksong' atau
'worldless folksong', seperti 'chin music' atau 'didling'. Kedua, nyanyian rakyat
yang senikatanya lebih penting daripada lagunya disebut 'near song', seperti
'peddlers’ cries' atau 'folk rhymes'.
Nyanyian rakyat yang sesungguhnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
nyanyian rakyat berfungsi (functional folksongs), nyanyian rakyat yang bersifat
liris (lyrical folksongs) serta nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative
folksongs). Setiap bahagian nyanyian di atas masih mempunyai bahagian-
bahagian yang lebih khas pula, seperti, pada nyanyian rakyat yang bersifat liris
21
terdapat beberapa jenis nyanyian rakyat, antaranya adalah 1) nyanyian rakyat yang
bersifat kerohanyian dan keagamaan dan yang lainnya (spiritual and other
traditional religious songs) 2) nyanyian rakyat yang memberi nasehat untuk
berbuat baik (homeletic songs) 3) nyanyian rakyat mengenai pacaran dan
perkawinan (folksong of courtship and marriage).
1.6 Konsep dan Landasan Teori
1.6.1 Konsep
Rende secara umum diartikan sebagai bernyanyi, sedangkan ende-enden
berarti nyanyian. Orang yang pintar bernyanyi disebut perende-ende. Perende-
ende biasa dipanggil untuk menyanyi sekaligus menari dalam konteks upacara
dengan sebutan perkolong-kolong. Beberapa aktivitas guru sibaso (dukun
tradisional Karo) dalam berbagai upacara kepercayaan tradisi kadang-kadang
dilakukan dengan cara bernyanyi.
Ende-enden atau nyanyian dalam kebudayaan Karo terdiri atas beberapa
jenis, seperti (1) katoneng-katoneng, (2) tangis-tangis, (3) io-io, (4) didong-doah,
(5) tabas, (6) mang-mang, (7) nendung, dan (8) nyayian percintaan atau muda-
mudi.Katoneng-katonengmerupakan suatu musik vokal yang biasanya diiringi
gendang lima sedalanen. Secara komposisi, katoneng-katoneng telah memiliki
garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks dari komposisi tersebut senantiasa
berubah dan disesuaikan dengan satu konteks upacara.
Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun
(nasihat-nasihat) karena isi atau tema lagu itu biasanya berisi nasihat,
22
penghormatan, pujian, doa atau harapan, dan sebagainya. Kadang-kadang lirik
katoneng-katoneng juga bertemakan perjuangan atau kisah hidup seseorang.
Komposisi ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-kolong. Berdasarkan sifat
nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat digolongkan sebagai nyanyian
bercerita (narrative song). Nyanyian inilah menjadi salah satu unsur dalam
upacara perkawinan masyarakat Karo.
Pada umumnya tekstual perkolong-kolong adalah nyanyian adat
masyarakat Karo dalam menyampaikan, baik dalam acara perkawinan maupun
acara adat. Dimana isi dari nyanyian itu adalah nasehat dan do’a.
Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan atau
isi dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan lirik. Lirik
merupakan susunan kata dalam suatu nyanyian yang berisi curahan perasaan.
Lirik tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat. Pada tulisan yang
diangkat akan melihat apa yang menjadi isi dari lirik yang terdapat pada
nyanyian perkolong-kolong. Kemudian peneliti akan menganalisis makna yang
terkandung di dalamnya sebagai sebuah musik yang dimaknai.
Perkolong-kolong adalah penyanyi yang mengikuti komposisi musik
tradisi Karo atau gendang (komposisi musik tradisi). Musik ialah cabang seni
yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat
dimengerti dan dipahami manusia. Musik tersusun oleh elemen musik, yang
terdiri dari melodi, ritem, dan harmoni dan unsur lainnya. Setiap elemen musik
tersebut menunjukkan suatu ciri khas sebuah kebudayaan. Musik juga
23
mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setiap
kebudayaan menggunakan musik sebagai ritual dan hiburan.
Pengertiam perkolon-kolong berkembang menjadi sebuah pertunjukan
yang dilakukan oleh penyanyi tradisi Karo. Pengertian ini dapat terjadi dalam
berbagi konteks. Seperti perkolong-kolong dalam menyambut Tahun Baru atau
menyambut hari besar nasional terutama Hari Kemerdekaan Indonesia.
Upacara berasal dari kata Sanskerta, yaitu terdiri atas kata upa artinya
dekat dan kata acara yang berarti kebiasaan. Jadi, upacara mengandung arti
kebiasaan yang dekat atau kebiasaan yang mendekatkan. Maksudnya adalah
suatu kebiasaan untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau
kebiasaan yang tersusun dengan urutan-urutan tertentu (Donder, 2007: 280).
Denga demikian dapat dikembangkan bahwa upacara merupakan serangkaian
tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu yang dlakukan secara
runtut berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam
kehidupan masyarakat sedemikian banyak. Secara nasional ada upacara bendera.
Sementara dalam masyrakat umum, upacara itu, antara lain: upacara penguburan
atau pemakaman, upacara perkawinan atau penikahan, dan upacara
pengangkatan atau pengukuhan. Jadi menurut sifatnya diantaranya ada upacara
nasional, upacara militer, upacara keagamaan dan upacara adat.
Upacara adat merupakan salah satu warisan nenek moyang kita. Selain
melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal
kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui
24
upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat
pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997: 1).
Upacara adat merupakan peraturan hidup yang mengatur aktivitas
anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan manusia. Wahyudi Pantja
Sunjata (1997: 2), mengatakan upacara tradisional merupakan bagian yang
integral dari tradisi masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya
dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.
Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya bagi
pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma
dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam
bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat pendukungnya.
laksanaan upacara adat tradisional termasuk dalam golongan adat yang tidak
mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan oleh masyarakat
maka timbul rasa kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya.
Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turuntemurun yang berlaku
di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-
sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara kematian. Upacara adat yang
dilakukan di daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.
1.6.2 Landasan Teori
Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan perumusan masalah di
atas, maka diperlukan konsep pemikiran yang dibangun untuk memberikan
jawaban penelitian. Konsep pemikiran tersebut merupakan landasan teori untuk
25
menggali berbagai aspek dalam subjek penelitian, yang meliputi bentuk, fungsi,
dan makna tekstual perkolong-kolong pada upacara perkawinan masyarakat Karo.
Berbagai teori dan metode keilmuan sangatlah diperlukan untuk
mengungkap permasalahan yang berkaitan dengan teks dalam konteks budaya
atau musik sebagai produksi dari tata tingkah laku (the product of the behaviour)
masyarakat.Perkolong-kolong merupakan bagian penting pada upacara
perkawinan masyarakat Karo. Menurut Merriam (1964:6), suara musik adalah
hasil proses perilaku manusia yang terbentuk berdasarkan nilai-nilai, sikap dan
kepercayaan dari masyarakat yang berbeda di dalam setiap kebudayaan. Demikian
juga halnya dengan perkolong-kolong yang dibentuk oleh adat istiadat, peradaban
dan budaya masyarakat Karo. Sehingga untuk dapat memahami kebudayaan Karo,
kita dapat belajar dari kebudayaan musiknya.
Koentjaraningrat (1980:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting
dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian
fakta saja, tetapi tidak akan ada ilm pengetahuan. Teori adalah landasan dasar
keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Sebagai pedoman untuk
menjawab permasalahan yang dipilih dalam tulisan ini, maka peneliti
menggunakan beberapa teori
a. Deskripsi Upacara
Untuk mendeskripsikan upacara perkawinan dan penyajian perkolong-
kolong dalam rangakain upacara tersebut, peneliti memakai teori unsur-unsur
pendukung upacara seperti yang dikemukakan oleh Koenjtaraningrat. (1985:377-
26
8). Koenjtaraningrat menyatakan bahwa sistem upacara keagamaan secara khusus
mengandung empat aspek yang menjadi perhatian, yaitu :
(1) Tempat upacara dilakukan
(2) Saat-saat upacara dijalankan
(3) Benda- benda dan alat upacara
(4) Orang-orang yang melakukan dan meminpin upacara
Walaupun upacara perkawinan tidak sama dengan upacara keagamaan,
namun teori di atas dapat diterapkan dalam menguraikan aspek-aspeknya. Teori
ini menjadi penting dalam menguraikan aspek-aspek yang terdapat dalam upacara
perkawinan. Dengan uraian tersebut peneliti dapat menjelaskan jalannya upacara
perkawian dari satu acara ke acara yang berikutnya. Dengan memperhatikan
setiap acara maka dapat diketahui pada acara mana saja terdapat penyajian
perkolong-kolong dalam upacara perkawinan.
b. Analisis Struktur Fungsional
Dalam menganalisis fungsi perkolong-kolong, ada beberapa teori yang
dapat menjadi acuan. Dalam hal ini perkolong-kolong dapat dikaji dengan
menggunakan teori struktural fungsional. Teori struktural fungsi sendiri
merupakan salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum
atau general theories (Littlejohn, 1999). Ciri utama dari teori ini yang menjelaskan
berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Teori ini
merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana
pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi,
menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan
27
mempertahankan sistem. Selanjutnya pendekatan strukturalisme, menekankan
pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian sistem sosial.
Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada
beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep
struktur.
Struktur menunjuk pada tata hubungan antar bagian-bagian dari suatu
keseluruhan. Demikian juga menurut Radcliffe Brown, bahwa srtuktur sebagai
seperangkat tata hubungan di dalam kesatuan keseluruhan (Suharto, 1987: 1).
Selanjutnya perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan
manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai
tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi
dan mempunyai fungsi. Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang
akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan
elemen atau bagian dari proses tersebut.
Teori struktur fungsional mengkaji keutuhan struktur sosial masyarakat,
demikian pula pertunjukan tari yang membahas tentang keutuhan struktur
pertunjukan, sehingga antara masyarakat yang dibahas menggunakan teori
struktural fungsi dengan sebuah tari yang dipertunjukan memiliki kesamaan.
Dimana keduanya sama-sama memiliki struktur yang antara bagian-bagiannya
tidak dapat dipisahkan. Sehingga dapat dikatakan, keduanya saling berkait
membentuk jaringan yang berhubungan secara fungsional.
Talcott Persons sebagai salah satu ahli teori struktur fungsional
menjelaskan masyarakat adalah suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri dari
28
bagian-bagian yang saling bergantung dan menentukan bagian-bagiannya.
Bagian-bagian tersebut seperti nilai budaya, pranata hukum, pola organisasi
kekeluargaan, pranata politik, dan organisasi ekonomi-teknlogi, yang kesemuanya
harus difahamai dengan fungsinya. Hal ini menjelaskan bahwa bagian-bagian
secara keseluruhan adanya fungsi yang saling mendukung antara berbagai struktur
(Hoogvelt, 1995:82). Arti penting saling mendukung ini adalah untuk menjamin
keutuhan masyarakat sebagai suatu sistem. Tiap komponen yang menjadi unsur
struktur dalam masyaraat membatasi jarak dan berdampingan secara damai serta
berperan sebagaimana diharapkan.
Dikaitkan dengan analiss fungsi perkolong-kolong dalam upacara
perkawinan maka teori struktur fungsional dari Talcott Persons sangat tepat
diterapkan. Hai ini atas dasar pemikiran peneliti bahwa secara nyata dapat dilihat
dalam upacara perkawinan masyarkata Karo terdapat struktur tertententu. Struktur
dalam upacara perkawinan ada berupa personal, ada berupa benda, dan ada juga
berupa bukan benda.
Beberapa personal yang terlibat dalam sebuah upacara perkawinan seperti
kedua pengantin, orang tua dari kedua pengantin, tamu undangan yang terikat
dengan sistem kekerabatan dari kedua belah pihak. Bagaimanapun peneliti sangat
meyakini bahwa fungsi perkolong-kolong terhadap beberapa personal yang
terlibat tidak tidak sama. Dengan perkataan lain bahwa fungsi sangat bergantung
pada struktur. Dengan pemikiran ini peneliti dapat menganalisis fungsi perkolong-
kolong dalam upacara perkawina berdasarkan personal yang terlibat.
29
c. Analisi Penggunaan dan Fungsi Musik
Dalam menganalisis penggunaan dan fungsi musik, peneliti
memperhatikan teori yang ditulis Merriam. Menurut Merrian (1964:210) "Use"
then, refers to the situation in which music is employed in human action;
"function" concerns the reasons for its employment and particularly the broader
purpose which it serves. Dari tulisan di atas dapat dipahami bahwa ‘penggunaan’
mengacu pada stuasi yang bagaimana musik dipakai dalam aktifitas manusia.
Sementara ‘fungsi’ untuk alasan apa musik dipakai dan terutama sejauh mana
tujuan dapat dilayaninya.
Lebih lanjut beliau menuliskan ada sepuluh fungsi musik, yaitu (1) fungsi
pengungkapan emosional, (2) fungsi rasa estetis (3) fungsi hiburan, (4) fungsi
komunikasi, (5) fungsi perlambang, (6) fungsi reaksi jasmani yang (7) fungsi
berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) sebagai pengesahan institusi sosial dan
religi (9) fungsi kesinambungan kebudayaan dan (10) fungsi pengintegrasian
masyarakat. Analisis fungsi ini dilihat berdasarkan kesesuaian dengan kenyataan
yang ada dilapangan.
d. Analisis Makna
Dalam menganalisis tekstual disini peneliti mencari makna dari semua
lirik yang dinyanyikan perkolong-kolong. Terkait dengan hal ini ada pandangan
dari
Mennheim yang ditulis Muhajir (1995 :138- 139)
Ada empat langkah pokok dalam proses pemaknaan adalah terjemah, tafsir, ekstrapolasi, dan pemaknaan. Terjemah merupakan upaya untuk mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan menggunakan media berbeda. Dengan
30
berpegang pada materi terjemahan, penafsiran dilakukan untuk mencari latar belakang dan konteksnya guna menemukan konsep yang lebih jelas. Ekstrapolasi bertujuan untuk menangkap berbagai fenomena di balik yang tersajikan berdasarkan kemampuan daya pikir manusia pada tataran empirik logik. Ekstrapolasi dapat disejajarkan dengan pemaknaan, namun pemaknaan merupakan upaya lebih jauh daripada penafsiran karena ekstrapolasi memerlukan kemampuan integratif manusia. Selain tuntutan akan pemilikan kemampuan inderawi dan daya pikir, di samping kemampuan akal budi, pemaknaan juga menjangkau hal-hal yang bersifat etik dan transendental.
Perkolong-kolong menyanyikan pemasu-masun atau katoneng-katoneng
atau lagu yang lain yang mengandung berbagai isi seperti ungkpan rasa cinta,
doa, nasehat, harapan, menceritakan latar belakang keluarga. Melalui isi
nyanyian ini dapat dilihat hubungan yang sangat rapat dengan konteks penyajian
perkolong-kolong. Oleh karena itu, mekanisme penafsiran makna teks harus
selalu mengacu pada konteks sosial budaya.
Semiotik adalah sebagai suatu ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam
kehidupan sosial. Teori semiotika modern lahir dari empat tokoh semiotika yang
akan peneliti sederhanakan pokok pikirannya sehingga lebih mempermudah
memahami sebagai sebuah kerangka fikir dalam membahas objek penelitian.
(a) Charles Sanders Peirce, menggunakan segitiga makna yang terdiri dari:
tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik
yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentasikan) kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Sehingga
kemudian tanda menjadi Representamen (R), Object (O) dan Interpretant (I).
31
Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon, dan indeks, acuan tanda ini
disebut objek (konteks sosial).
(b) Ferdinand de Saussure (1996:82) menegaskan sebagai berikut.
“Bahasa (langue) adalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-
ide (gagasan-gagasan). Oleh karena itu, dapat dibandingkan dengan sistem
tulisan abjad untuk tuna rungu, symbol-simbol ritual keagamaan, bentuk-bentuk
sopan satun, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya. Hanya bedanya, bahasa
merupakan tanda terpenting diantara sistem tersebut”
Seassure juga memandang bahwa tanda bahasa memiliki dua sisi, yaitu
signified dan signifier. Signifier adalah citra akustis yaitu kesan bunyi yang dapat
kita dengar dalam khayal, bukan ujaran yang diucapkan. Menurut Saussure,
“citra akustis tidak lebih dari keseluruhan unsur atau fonem yang jumlahnya
terbatas yang dapat diwujudkan dengan lambang tertulis dan yang jumlahnya
sepadan” (Kridalaksana, 1996:12-13).
Adapun signified adalah konsep. Saussure tidak memberi penjelasan tentang
pengertian konsep tersebut, namun ia hanya mengungkapkan bahwa konsep lebih
abstrak dari pada citra akustis. Konsep bersifat pembeda semata-mata dan secara
langsung bergantung pada citra akustis yang berkaitan. Dengan demikian, tanda
bahasa memiliki dua unsur yang tak terpisahkan, seperti dua sisi mata uang.
(c) Roland Barthes. mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan tanda, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tanda yang menjelaskan hubungan
penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan
32
pasti. Konotasi adalah tanda yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda
yang di menghasilkan makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.
(d) Halliday mengembangkan semiotik di bidang bahasa. Ia membaqgi dua
semiotik bahasa, yaitu semiotik denotatif, yang mengkaji tanda-tanda bahasa
dalam makna sesungguhnya. Kemudian yang kedua adalah semiotik konotatif
yang mengkaji bahasa di luar makna sesungguhnya.
Teori semiotik ini penulis gunakan dalam mengkaji dan memahami makna
yang terdapat dalam teks lagu lagu maupun hal-hal yang berhubungan dengan
konteks upacara perkawinan pada saat itu. Untuk mendeskripsikan musiknya,
peneliti menggunakan pendekatan Bruno Nettl (1963:98) tentang transkripsi
dimana dikatakan bahwa ada dua hal yang dilakukan dalam mendeskripsikan
musik, yaitu (1) kita mendengar dan mendeskripsikan musik, (2) kita dapat
menuliskannya dalam bentuk tulisan dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.
e. Analisi Wacana
Menghuraikan isi daripada lirik lagu yang dinyaikan perkolong-kolong,
peneliti memperhatikan analisis wacana. Menurut Alex (2009) dalam 'Analisis
Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan
Analisis Framing', dia menyatakan bahwa ada banyak model analisis wacana yang
diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli. Tetapi model analisis wacana
yang banyak digunakan adalah model yang disusun oleh van Dijk.
Eriyanto (2009) mengemukakan bahwa model analisis wacana van Dijk
menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sesuatu teks. Teun A. van Dijk
memandang bahwa membuat pembahasan terhadap wacana tidak mencukupi
33
hanya dengan memperhatikan analisis teks saja karena teks itu hanyalah hasil
daripada sebuah praktek yang harus juga diperhatikan. Oleh sebab itu, van Dijk
menyusun kerangka analisis wacana pada tiga tingkat. Ketiga-tiga tingkat itu
adalah:
1. Struktur makro. Tingkat ini merupakan penjelasan yang bersifat umum
daripada sebuah wacana, yaitu tema.
2. Superstruktur. Tingkat ini menjelaskan hubungan antara satu unsur dengan
unsur yang lain sehingga menjadi satu wacana yang utuh.
3. Struktur mikro. Pada tingkat ini perhatian berfokus pada latar belakang,
tujuan, isi yang dapat secara jelas dengan menganalisis kata, kalimat dan
semua unsur daripada wacana.
Memperhatikan pandangan di atas peneliti menerapkan dengan cara
memandang satu acara dan satu atau dua lagu dalam upacra perkawinan sebagai
satu wacana utuh. Selanjutnya, stiap lagu dianalisis secara struktur makro untuk
menemukan pikiran pokok sebagai makna. Lebih jauh setiap pikiran pokok di
anlisis dengan struktur mikro. Dengan demikian maka makna tekstual dari
setiap lagu dapat temukan.
34
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Kirk dan Miller
(1986) seperti yang ditulis oleh Lexy J Moleong (1996) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada perhatian pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
Selanjutnya menurut Taylor dan Bogdan (1984) menulis bahwa penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diperhatikan dari orang-orang atau subjek itu sendiri. Jadi penelitian ini lebih
menekankan kepada apa-apa yang ada di dalam persepsi dan pikiran para
informannya.
Selain itu, penelitian ini berusaha mendapatkan pandangan para pelaku
seni terhadap konteks penelitian. Dalam memahami pemikiran itu, peneliti
sepatutnya melakukan pendekatan mendalam dalam kehidupan para pelaku seni
sebagai subjek, serta menghayati kehidupan berdasarkan pengalaman dan
pandangan mereka.
Marshall dan Rossman (1995) menegaskan bahwa peneliti dalam
penelitian kualitatif berperan sebagai instrumen. Dalam hal ini peneliti harus turut
serta dalam kehidupan pelaku seni. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti
mewujudkan interaksi sosial secara intensif dan kondusif, yang memungkinkan
peneliti mendalami dan memahami pandangan pelaku seni.
35
Peneliti sebagai orang yang berasal dari daerah Karo, sehingga dalam
konteks peneliti sebagai insider. Dengan demikian sedikit banyaknya peneliti
mempunyai pengetahuan yang cukup baik mengenai adat-istiadat, etika, maupun
bahasa Karo, sehingga hubungan yang sangat baik dapat berlaku dengan para
narasumber seperti yang disarankan oleh James Danandjaya (1984).
Prinsip kerja yang dilaksanakan dalam penelitian ini secara garis besar
adalah dengan kegiatan pembacaan literatur, wawancara, dan pengamatan
terutama pada persoalan yang ingin diteliti. Membaca literatur adalah untuk
menambah wawasan, menguraikan masalah, dan membantu mengkaji pokok
masalah penelitian. Wawancara adalah untuk mengumpulkan data, kemudian
menganalisisnya, dan mendalami analisis, terutama tertuju kepada bentuk
penyajian fungsi dan makna teks yang dinyanyikan perkolong-kolong.
Pengamatan dilakukan untuk memperoleh kenyataan yang terjadi di
lapangan yang berduna untuk dapat dijelaskan. Pengamatan ini menjadi bagian
yang integral dari kajian peneliti yang terlibat (partisipant observer). Hal ini
disebabkan peneliti merupakan abang kandung dari pada ibu pengantin wanita.
Dengan demikian peneliti menjadi kalimbubu daripada keluarga pengantin wanita.
Lebih lanjut secara umum penelitian dapat dibagi menjadi tiga bagian
kerja. Bagian kerja yang pertama adalah studi kepustakaan, bagian kerja kedua
adalah kerja lapangan dan bagian kerja ketiga penyusunan laporan penelian dalam
bentuk tesis.
36
1.7.1 Studi Perpustakaan
Penelitian perpustakaan diperlukan untuk memperoleh data-data dari
sumber-sumber tertulis, untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil
konstruksi pertunjukan, hasil berbagai wawancara dan pengamatan dari lapangan.
Penelitian perpustakaan sudah dilakukan sebelum terjun ke lapangan, juga secara
simultan tetap dilakukan maupun sesudah kerja lapangan.
Untuk keperluan penelitian perpustakaan, penulis melakukan kunjungan
ke berbagai perpustakaan umum, perpustakaan kampus, toko-toko buku, untuk
memperoleh tulisan yang berhubungan dengan topik pembahasan. Sebagian besar
bahan perpustakaan telah ditulis pada bagaian tinjauan kepustakaan.
1.7.2 Kerja Lapangan
Kerja lapangan merupakan pengumpulan data langsung tempat data itu
berada. Oleh sebab itu lapangan yang dimaksud sangat tergantung dengan jenis
data yang diperlukan. Dalam konteks penelitian ini data pertunjukan perkolong-
kolong dilaksanakan di hotel. Oleh sebab itu lapangan dimaksud adalah hotel.
Namun ada juga data berupa keterangan dari informan maka tempatnya adalah
rumah dan kedai kopi. Dengan demikian lapangan dapat berarti rumah, kedai
kopi, tempat pesta seperti hotel, jambur (balai), gedung, dan halaman rumah.
Aspek yang begitu penting dalam penelitian lapangan adalah menetapkan
informan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari empat kelompok. Kelompak
pertama adalah perkolong-kolong, kelompok kedua adalah pakar adat Karo,
kelompok ketiga pemain kibot dan musisi Karo, dan kelompok keempat,
37
masyarakat Karo yang memakai jasa perkolong-kolong dalam upacara
perkawinan.
Data yang paling banyak dalam penelitian ini adalah data primeir. Data
primer adalah data yang berasal dari sumber asli. Data ini tidak tersedia dalam
bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus diambil
langsung dari narasumber atau dalam istilah teknisnya responden, yaitu orang
yang kita jadikan infoeman penelitian ini. atau orang yang kita jadikan sebagai
sarana mendapatakan informasi ataupun data.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi dan wawancara .
Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, yaitu meliputi
melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek
yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang
sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti
mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tehap selanjutnya peneliti
harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai peneliti dapat menemukan
pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah
diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.
Selanjutnya yang dilakukan adalah wawancara. Teknik wawancara dalam
penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (1) wawancara dengan
cara melakukan pembicaraan informal (informal conversational interview), (2)
wawancara umum yang terarah (general interview guide approach), dan (3)
wawancara terbuka yang standar (standardized open-ended interview).
38
Pada ketiga metode pengumpulan data ini ada juga beberapa hal yang
sangat membantu dan mendukung kegiatan penelitian, antara lain video, rekama
audio dan foto. Video, audio dan foto berguna bagi peneliti karena data-data
tersebut dapat berupa gambar dan suara yang akan melengkapi data yang bersifat
tekstual.
Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis
data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan
mempunyai makna. Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah,
yaitu: 1) mengorganisasi data : cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali
data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan
penelitiannya dan membuang data yang tidak sesuai, 2) membuat kategori,
menentukan tema, dan pola: langkah kedua ialah menentukan kategori yang
merupakan proses yang cukup rumit karena peneliti harus mampu
mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori dengan tema masing-
masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas; 3) menguji
hipotesis yang muncul menggunakan data yang ada; setelah proses pembuatan
kategori maka peneliti melakukan pengujian kemungkinan berkembangnya suatu
hipotesis dan mengujinya dengan menggunakan data yang tersedia, 4) mencari
eksplanasi alternatif data : proses berikutnya ialah peneliti memberikan
keterangan yang masuk akal data yang ada dan peneliti harus mampu
menerangkan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna yang
terkandung dalam data tersebut, dan 5) menulis laporan : penelitian laporan
merupakan bagian analisis kualitatif yang tidak terpisahkan. Dalam laporan ini
39
peneliti harus mampu menuliskan kata, frasa dan kalimat serta pengertian secara
tepat yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan data dan hasil analisisnya.
1.8 Organisasi Tulisan
Tulisan ini secara keseluruhannya terdiri atas enam bab. Bab I merupakan
bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, pokok masalah,
tujuan penelitian, kerangka teori, konsep, dan metode penelitian.
Bab II adalah deskripsi etnografis yang berfokus kepada masyarakat Karo
dan kebudayaannya. Pada dasarnya bab ini adalah mendeskripsikan secara umum
masyarakat Karo dan kebudayaannya. Deskripsi ini berkaitan bagaimana kondisi
etnografis masyarakat Karo dan kebudayaannya yang berhubungan dengan
upacara perkawinan.
Bab III adalah deskripsi upacara perkawinan pada masyarakat Karo.
Ulasan dalam bab ini mengacu dari penelitian lapangan, dengan menjelaskan
pelaku upacara, waktu upacara, benda-benda dan peralatan upacara serta
kronologis dan jalannya upacara.
Bab IV adalah yang berisi tentang kajian keberadaan perkolong-kolong.
Hauraian dalam bab ini meliputi arti perkolong-kolong pada masyarakat Karo,
perkembangan perkolong-kolong dalam pertunjukan budaya musikal Karo,
ansambel musik pengiring perkolong-kolong, penyajian perkolong-kolong dalam
upacara perkawinan.
40
Bab V adalah fungsi perkolong-kolong dan fungsi lagu pada upacara
perkawinan pada masyarakat Karo. Pembahasan meliputi fungsi perkolong-kolong
terhadap pengantin, keluarga pengantin, kaum kerabat kedua belah pihak, serta
fungsi lagu sebagai ungkapan perasaan, sebagai hiburan, sebagai rasa estetis,
sebagai komunukasi, sebagai reaksi jasmani, pengesahan norma sosial,
pengitegrasian masyarakat, dan ksinambungan kebudayaan.
Bab VI berisi kajian yang memfokuskan perhatian kepada makna teks
lagu-lagu yang dinyanyikan perkolng-kolong. Makna teks ini dikaji melalui
pendekatan semiosis yang mengacu kepada makna denotatif (harfiah) dan makna
konotatif (makna yang lebih jauh dalam konbteks kebudayaan).
Bab VII adalah berupa bab penutup yang merupakan kesimpulan dan saran
dari penelitian ini. Kesimpulan menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan,
yakni tiga hal utama yakni penyajian, fungsi, dan makna tekstual. Saran adalah
berupa bagaimana memelihara dan mengembangkan perklong-kolong pada
upacara perkawinan adat Karo dalam konteks masa kini dan masa depan serta
kontinuitas dalam mengkajinya secara keilmuan.
41
Bagan 1.1: Latar Belakang, Pendekatan Keilmuan, dan Metodologi Penelitian Lapangan
dalam Penelitian Perkolong-kolong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo
42
BAB II
ETNOGRAFIS MASYARAKAT DAN
KEBUDAYAAN KARO
Sebelum menganalisis penyajian, fungsi, dan makna tekstual perkolong-
kolong dalam upacara adat perkawinan Karo, maka sebagaimana lazimnya pada
disiplin antropologi dan etnomusikologi, selalu dipaparkan latar belakang
etnografis sebagai unsur utama dalam membentuk aktivitas dan hasil kebudayaan
masyarakat terterntu. Studi etnografi adalah berkaitan dengan pemaparan data-
data lapangan masyarakat atau etnik yang diteliti yang mencakup unsur-unsur
kebudayaannya. Dalam hal ini adalah unsur-unsur kebudayaan etnik Karo,
termasuk geografi, sistem kekerabatan, sistem perkawinan dan perceraian, sistem
kepercayaan, dan kesenian, seperti yang diuraikan berikut ini.
2.1 Geografis Karo
Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah yang ada di Sumatera
Utara dengan ibu kotanya adalah Kabanjahe. Kabupaten Karo berada didataran
Tinggi serta memiliki alam yang cocok dalam melakukan proses pertanian dan
pariwisata. Udara yang cukup sejuk menjadikan Kabupaten Karo menjadi salah
satu destinasi wisata,8 baik untuk wisatawan lokal maupun non lokal. Bahkan
8 Sebagai destinasi wisata atau objek daerah tujuan wisata, Kabupaten Karo mengandalkan
tiga jenis pariwisata. Yang pertama adalah wisata alam, berupa pemandangan alam dengan latar belakang gunung-gunung dan perbukitan, yang utama adalah Gunung Sibayak dan Sinabung. Kemudian berbagai pemandian. Yang kedua adalah agrowisata atau wisata pertanian, yakni berupa tanaman-tanaman seperti: kol, wortel, jeruk, nenaqs, ubi jalar, jagung, markisa, dan lain-lainnya. Agrowisata ini mencakup pasar penjualan sayur mayur dan buah-buahan, seperti yang terdapat di
43
banyak masyarakat menyebut kalau Kabupaten Karo khsususnya Berastagi
merupakan “Bogor” nya Medan.
Dikutip dari website Kabupaten Karo, luas wilayah Kabupaten Karo
adalah 2127,25 km² (212.725 Ha) serta batas-batas wilayahnya adalah; sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah
selatan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur Kabupaten Deli
Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Povinsi Nanggroe
Aceh Darusalam. Wilayah administrasi Kabupaten Karo terdiri atas tujuh belas
kecamatan, sepuluh kelurahan, dan dua ratus lima puluh dua desa.
Seacara umum masyarakat Karo atau sering juga disebut kalak Karo
khususnya yang mendiami Kabupaten Karo. Masyarakat ini bermata pencaharian
dari pertanian, baik pertanian sawah maupun pertanian darat. Dalam pertanian
sawah terutama menanam padi yang berbeda dengan pertanian darat umumnya
bertanam tanaman keras seperti coklat dan kopi.
Alam yang cukup mendukung menjadi alasan utama masyarakat disana
memilih pertanian menjadi pekerjaan utama untuk memenuhi kehidupan sehari-
hari. Pada sebagian daerah seperti sekitar Berastagi, tanaman buah-buahan dan
sayur-sayuran adalah produk unggulan yang sampai saat ini masih terlihat cukup
membanggakan. Tidak banyak masyarakat Karo yang berani atau memilih dunia
bisnis, dunia tekhnologi, ataupun kesenian sebagai perkejaan yang diyakini dapat
menghidupi keluarganya.
Berastagi, juga para wisatawan dapat memetik sayur dan buah-buahan di tempat para petani dan kemudian langsung membayarnya. Yang ketiga adalah wisata budaya, yang objeknya adalah desa-desa atau kota yang mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan seperti Dokan dengan kesenian tradisi, Seberaya dengan gundala-gundala, Berastagi dengan seni pertunjukan dan artefak, Kabanjahe dengan tenunan uisnya, dan lain-lain.
44
Daerah terotorial Kabupaten Karo tidak begitu luas, namun persebaran
masyarakat Karo cukup luas. Mulai dari Langkat, Deli Serdang, Dairi, sehingga
Aceh Tenggara. Bahkan memiliki beberapa daerah yang secara nama dan
kebudayaan masyarakatnya cukup dominan dengan masyarakat Karo. Sebagai
contoh di beberapa desa arah Delitua sampai ke desa Rumah Liang, Kabupaten
Deli Serdang, cukup banyak ditemui daerah yang identik dengan kebudayaan
masyarakat Karo. Selain itu banyak juga diyakini merupakan peninggalan
kerajaan Karo masa dahulu.
Secara nyata memang terlihat dari alat komunikasi yang masih mereka
pakai adalah cakap (bahasa) Karo. Walau memiliki ciri khas khususnya dalam
logat bahasa dan beberapa kosa kata yang sedikit berbeda, namun jelas terlihat
bahasa yang mereka pergunakan berasal dari satu induk yaitu cakap atau bahasa
Karo. Perbedaan tersebut mungkin hadir karena proses akulturasi kebudayaan
yang secara sengaja atau tidak sengaja mempengaruhi logat dan kosa katanya.
Masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi Karo maupun masyarakat
Karo yang ada di Medan, Langkat, Deli Serdang, dan Aceh Tenggara memiliki
karakteristik yang sama — khususnya dalam proses kebudayaan baik dalam
konteks sosial dan budaya. Mayarakat Karo secara umum dimanapun mereka
berada masih mengakui serta menjalankan suatu sistem yang mengatur tatanan
masyarakat baik dalam kehidupan sosial dan dalam kehidupan budaya yang
disebut dengan adat karo.
45
Dari penjelasan di atas jelas terlihat walau secara administratif wilayah
masyarakat Karo adalah Dati II Kabupaten Karo. Tetapi kenyataan dilihat dari sisi
identitas serta budaya sangat luas.
2.2 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan atau kekeluargaan adalah suatu sistem yang mengatur
hubungan seseorang atau masyarakat khususnya yang dapat mengatur serta
mengelompokkan masyarakat dalam tatanan sosial dan budaya. Seperti halnya
sebagian bangsa lain di dunia, masyarakat Karo juga mempertahankan sistem
kehidupan kekeluarga dengan membuat nama keluarga. Nama keluarga tersebut
dipertahankan dengan cara mencamtumkan nya di belakang nama. Nama keluarga
ini disebut merga untuk laki-laki dan beru untuk wanita. Nama keluarga ini
diwarisi secara turun-temurun berdasarkan patrilineal (garis keturunan
berdasarkan ayah). Namun demikian masyarakat Karo juga tidak mengabaikan
garis keturunan ibu yang disebut dengan bere-bere.
Untuk memahami sistem kekerabatan dalam masyarakat Karo, terlebih
dahulu kita harus memahami semboyan hidup masyarakat Karo yaitu merga si
lima (marga / klan yang lima), rakut si telu (ikatan yang tiga), tutur si waluh
(hubungan kekeluargaan yang delapan), dan pekade-kaden sepuluh dua tambah
sada (sapaan kekeluargaan yang dua belas tambah satu).
46
2.2.1 Marga Si Lima (Marga atau Klen yang Lima)
Salah satu identisas masyarakat Karo adalah merga atau marga atau klen.
Merga atau beru tersebut dicantumkan dibelakang nama seseorang. Merga
dipakai sebagai nama belakang laki-laki dan beru sebagai nama belakang wanita.
Sedemikian pentingnya marga ini pada masyarakat Karo sehingga menjadi nama
kedua setelah nama yang sesungguhnya.
Pada masyarakat Karo merga ada lima, yaitu ditulis berdasarkan abjad
mulai dari Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Masing-
masing merga ini mempunyai cabang-cabang. Merga ginting mempunyai cabang
15, Karo-karo mempunyai cabang 18, Perangin-angin mempunyai cabang 17,
Sembiring mempunyai cabang 18, dan Tarigan mempunyai cabang 13.
Ada beberapa cabang dari merga tersebut di atas begitu penting dalam
penelitian ini, karena cabang merga itu yang disandang oleh orang-orang yang
terlibat dalam upacara perkawinan yang dijadikan sebagai korpus. Pada merga
Perangin-angin yang penting adalah cabang Bangun, Sukatendel, Sebayang, dan
Singarimbun. Bangun cabang merga keluarga pengantin laki-laki. Sementara
Sukatendel, Sebayang, dan Singarimbun adalah puang kalimbubu dari pengantin
laki-laki. Puang kalimbubu adalah kalimbubu daripada kalimbubu. Arti
kalimbubu adalah keluarga pemberi atau ahli waris daripada ibu dan istri.
Pada merga karo-karo cabang yang penting adalah Bukit, Sinuraya,
Surbakti, dan Purba. Bukit cabang merga dari bapak pengantin wanita, maka
pengantin wanita beru Bukit. Cabang merga Sinuraya dan Surbakti adalah
sembuyak daripada Bukit. Sembuyak berarti sama merga berbeda cabang merga.
47
Sedangkan merga Purba cabang dari merga Karo-karo adalah juga puang
kalimbubu daripada pengantin laki-laki.
Pada merga Sembiring cabang yang penting adalah Milala, karena juga
kalimbubu daripada keluarga pengantin laki-laki. Sementara pada merga Ginting
dan Tarigan tidak ada disebut cabang merga walaupun merga Tarigan sebagai
puang kalimbubu daripada pengantin laki-laki dan merga Ginting adalah juga
kalimbubunya.
Oleh karena merga atau beru merupakan gelar kedua pada masyarakat
Karo maka dapat menjadi nama panggilan untuk diri atau kelompok keluarga.
Bagi seseorang yang bermarga Karo-karo dapat dipanggil ‘Mama Karo’ atau
‘Karo Mergana.’ Sementara bagi wanita disebut ‘Beru Karo’ atau ‘Nande Karo.’
Kenyataan seperti ini juga berlaku pada cabang merga lain, seperti ‘Mama Bukit’,
‘Bukit Mergana,’ ‘Beru Bukit’ atau ‘Nande Bukit.’ Ada perubahan sebutan pada
merga tarigan dan sembiring apabila di panggil terhadap wanita, maka disebut
‘Nande Tigan’ bukan ’Nande Tarigan’ dan ‘Nande Biring’ bukan ‘Nande
Sembiring.’ Kalau terhadap laki-laki bukan ‘Mama Tarigan’, tetapi ‘Mama Tigan’
dan bukan ‘Mama Sembiring’ tapi ‘Mama Biring.’
Ada panggilan khusus terhadap merga Perangin-angin, yaitu Tambar
Malem. Tambar Malem dapat diartikan obat yang membuat kesejukan. Ini sangat
berhubungan dengan pada merga tersebut ada angin yang diasumsikan akan
memberikan kesejukan.
48
2.2.2 Rakut Si Telu (Ikatan yang Tiga)
Rakut si telu atau ikatan yang tiga pada masyarakat Karo terdiri dari
senina, kalimbubu dan anak beru. Rakut adalah ikatan, si adalah kata penghubung
yang, sedangkan telu adalah tiga (Darwin Prinst, 2006). Dalam sebuah keluarga
dua orang anak laki-laki atau lebih disebut ersenina (bersaudara). Dalam konteks
rakut si telu, mereka ini kelompok atau pihak senina. Semua anak wanita dari
keluarga di atas adalah menjadi kelompok anak beru dari anak laki-laki. Semua
anak laki-laki pada keluarga di atas menjadi kelompok kalimbubu dari anak
wanita.
Setingkat lebih luas dari keluarga di atas, bahwa semua saudara laki-laki
dari bapak adalah kelompok senina; semua saudara wanita dari bapak adalah
kelompok anak beru; dan semua saudara laki-laki dari ibu adalah kelompok
kalimbubu. Ini merupakan emberio daripada rakut si telu yang dikembangkan
secara analogis terhadap keluarga-kelurga yang lain yang dianggap masih
mempunyai hubungan darah. Hal ini yang menyebabkan pada masyarakat Karo
dalam melakukan upacara adat selalu mempunyai undangan yang banyak.
Keberadaan rakut si telu pada masyarakat Karo demikian pentingnya
sehingga disebut sangkep enggeluh atau kelengkapan dalam kehidupan.
Pendangan ini boleh dilihat dalam semboyan, madat esenina, mehamat
erkalimbubu, metami ranak anak beru, mengake-kade ku jelma si enterem. Ini
boleh diartikan peduli kepada senina, hormat kepada kalimbubu, dan sayang
kepada anak beru dan merasa berfamili dekat dengan semua suku bangsa.
49
Sedemikian pedulinya kepada senina sehingga senina selalu dibuat
sebagai penggung jawab dalam musyawarah adat. Sedemikian hormatnya kepada
kalimbubu maka sering disebut Dibata ni idah atau Tuhan yang terlihat.
Sedemikian sayangnya terhadap anak beru sehingga disebut perkakukakun
enggeluh atau penggerak kehidupan dan juga disebut kuda dalan, yang berarti
yang mengerjakan semua aspek aktivitas adat. Sedemikian merasa berfamili dekat
dengan suku bangsa yang lain sehingga disebut teman meriah atau kawan akrab.
2.2.3 Tutur Si Waluh (Hubungan Kekeluargaan yang Delapan)
Ertutur berasal dari kata er artinya sisipan kata yang menunjukkan kata
kerja, dan tutur artinya hubungan dan tingkat kekerabatan. (Darwin Prinst, 2006).
Ertutur adalah proses untuk perkenalan atau mengenalkan seseorang untuk
menentukan hubungan dalam tingkat kekerabatan pada masyarakat Karo, baik
dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang dilakukan
dengan menanyakan apa merga (garis keturunan berdasarkan ayah) dan bere-bere
(garis keturunan berdasarkan ibu).
Proses ertutur dipakai oleh setiap masyarakat Karo tidak hanya dalam satu
lingkaran keluarga besar namun juga untuk orang yang tidak masuk dalam
lingkaran keluarga tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan semua orang Karo
yang memiliki merga dan beru dapat menjadi kade-kade atau saudara. Hubungan
akan diketahui dengan melakukan proses ertutur sehingga akan dapat menetapkan
posisinya dimana antara yang satu dengan yang lain.
50
Tutur si waluh (hubungan kekeluargaan yang delapan) merupakan
pengembangan dari rakut si telu atau ikatan yang tiga. Dalam situs Karo dicatat
hubungan kekerabatan yang delapan adalah, sipemeren, siparibanen, sepengalon,
anak beru, anak beru menteri, anak beru singukuri, kalimbubu, dan puang
kalimbubu.
1) sipemeren berarti bersaudara ibu,
2) siparibanen berarti bersaudara isteri,
3) sepengalon berarti mempunyai anak beru yang sama,
4) anak beru berarti keluarga saudara perempuan,
5) anak beru menteri berarti anak beru dari anak beru,
6) anak beru singukuri berarti anak beru yang mengikuti,
7) kalimbubu berarti keluarga pemberi isteri, dan
8) puang kalimbubu. berarti kalimbubu dari kalimbubu.
Di lain sisi, menurut Malem Ukur Ginting, jauh sebelum ada website Karo
tutur si waluh di buat seperti berikut9:
1) senina berarti bersaudara sama marga sama cabangnya,
2) sembuyak berarti bersaudara sama marga tidak sama cabangnya,
3) siparibanen dan sipermeren, bersaudara isteri dan bersaudara ibu ,
4) sepengalon dan sedalanen berarti mempunyai anak beru yang sama dan
kalimbubu yang sama,
5) anak beru berarti keluarga saudara perempuan,
6) anak beru menteri berarti anak beru,
9 Wawancara dengan Malem Ukur Ginting di Kabanjahe, 11 Desember 2018.
51
7) kalimbubu berarti keluarga pemberi isteri, dan
8) puang kalimbubu, berarti kalimbubu dari kalimbubu.
Terdapat perbedaan yang besar dari kedua keterangan tersebut. Pada
keterangan pertama, kelompok senina ada ada 3 bagian, kelompok anak beru ada
3 bagian dan kelompok kalimbubu ada 2 bagian. Sedangkan pada keterangan
kedua, kelompok senina ada ada 4 bagian, kelompok anak beru ada 2 bagian dan
kelompok kalimbubu ada 2 bagian.
2.2.4 Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada (Sapaan Kekeluargaan
yang Dua Belas Tambah Satu)
Perkade-kaden sepuluh dua tambah sada atau sapaan kekeluargaan yang
dua belas tambah satu berasal dari kata kade-kade artinya hubungan keluarga.
Sepuluh dua tambah sada artinya dua belas tambah satu. Dengan demikian dalam
konteks ini bermakna bahwa sapaan hubungan persaudaraan secara struktur sosial
pada masyarakat Karo ada dua belas dan tambah satu diartikan berasal dari orang
luar yang masuk kedalam sistem struktur tatanan sosial masyarakat Karo. seperti
sapaan om, tante, pakcik, pakde, dan yang lain.
Dalam website Karo ditulis bahwa perkade-kaden sepuluh dua atau sapaan
kekeluargaan yang dua belas adalah: nini, bulang, kempu, bapa, nande, anak, bibi
bengkila, permen, mama, mami, bere-bere.
1) nini (nenek), seperti ibu dari bapak dan ibu dari ibu,
2) bulang kakek), seperti bapak dari bapak dan bapak dari ibu,
3) kempu (cucu) , seperti anak dari anak laki-laki dan perempuan,
52
4) bapa (bapak),
5) nande (ibu),
6) anak,
7) bibi (saudara perempuan bapak),
8) bengkila (suami sauadara perempuan bapak),
9) permen (anak dari saudara laki-laki isteri),
10) mama (saudara laki-laki ibu),
11) mami (isteri dari mama),
12) bere-bere (anak dari saudara perempuan).
2.2.5 Perubahan Sebutan Tutur Si Waluh (Kekeluargaan yang Delapan)
Akibat Konteks Gender Dan Status Dalam Upacara
Kalimbubu yang paling dekat dalam konteks upacara perkawinan adalah
saudara ibu kandung pengantin. Dalam kehidupan sehari hari mereka ini disebut
kalimbubu si mupus, yang berarti kalimbubu yang melahirkan. Namun demikian
dalam konteks perkawinan sebutan kalimbubu ini berubah berdasarkan gender.
Apabila yang melaksanakan upacara perkawinan adalah anak laki-laki maka
kalimbubu ini disebut kalimbubu si ngalo ulu emas. Lebih jauh lagi, apabila yang
berumah tangga adalah anak perempuan maka sebutannya adalah kalimbubu si
bere-bere. Kalimbubu ini juga bernama kalimbubu si nangketken ose atau
kalimbubu yang menyematkan pakai adat dalam setiap upacara.
Kurang lebih kenyataan seperti ini juga terjadi pada puang kalimbubu.
Puang kalimbubu yang paling dekat adalah anak laki-laki daripada saudara laki-
53
laki dari nenek, ibu yang melahirkan ibu. Pada waktu mengawinkan anak laki-laki
namanya kalimbubu singalo ciken-ciken. Yang menarik, pada waktu
mengawinkan anak perempuan namanya kalimbubu si ngalo perkempun.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari keluarga sepengambilan
disebut siparibanen. Nama ini tetap berlaku dalam hal mengawinkan anak laki-
laki. Namun dalam mengawinkan anak perempuan mereka disebut kalimbubu si
ngalo perbibin. Sembuyak merupakan kerabat semarga namun berbeda cabang
marga. Apabila salah salah seorang dari mereka sebagai penanggung jawab
upacara maka dia disebut senina sikaku ranan atau kerabat yang menetukan
pokok pembicaraan.
Pada anak beru, ada namanya anak beru i pupus atau anak beru yang
dilahirkan. Mereka ini adalah anak kandung dari saudara perempuan kita. Tetapi
kalau salah satu daripada mereka telah ditetapkan dengan suatu acara tertentu dia
menjadi juru bicara, maka statusnya menjadi anak beru tua dan panggilannya
adalah anak beru si ngerana.
2.3 Sistem Perkawinan (Perjabun) dalam Masyarakat Karo
Perkawinan atau pernikahan yang dalam bahasa Karo disebut perjabun
dapat dipandang sebagai suatu upacara. Ini sesuai dengan yang ditulis
Poerwadarminta bahwa: “Upacara merupakan suatu rangkaian tindakan atau
perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama;
perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan
54
peristiwa penting”. Sesuai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perkawinan pada masyarakat Karo adalah upacara.
Secara umum definisi perkawinan adalah membangun sebuah janji antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha
Esa (UU No. 1/74). Dalam hukum adat perkawinan tidak hanya akan mengikat
kedua belah pihak mempelai melainkan juga mengikat keluarga besar kedua belah
pihak mempelai. Menurut Djojodegoeno perkawinan adat merupakan suatu
paguyupan atau somah (jawa: keluarga), dan bukan merupakan suatu hubungan
perikatan atas dasar perjanjian. Hubungan suami-istri sebegitu eratnya sebagai
suatu ketunggalan.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri. Masyarakat Karo adalah masyarakat yang berdasarkan
patrilineal, maka bila seorang wanita menikah, dia masuk ke dalam kelompok
suaminya. Perubahan status seorang wanita, masuk ke dalam kelompok suaminya,
adalah ketika berlangsungnya pedalan emas atau pembayaran mahar dari keluarga
pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin wanita.
2.3.1 Tujuan Perkawinan Dalam Adat Karo
Bagi masyarakat Karo perkawinan membawa seseorang menjadi terlibat
secara penuh dalam aktivitas adat Karo. Sebelum kawin walaupun sudah berumur
belum dapat terlibat dalam aktifitas adat. Dengan demikian tujuan dari
perkawinan secara adat adalah untuk melestarikan adat Karo. Dalam filosofi adat
55
Karo, bagi setiap keluarga pada masyarakat Karo metenget ersenina (peduli
kepada senina), metenget ersenina (peduli kepada senina), mehamat erkalimbubu
(hormat kepada kalimbubu), metami eranak beru (sayang terhadap anak beru),
dan mekade-kade man jelma si enterem (merasa berfamili terhadap orang lain).
Metenget ersenina atau peduli kepada senina wujudnya boleh diartikan
bahwa menganggap semua senina seperti saudara kandung sendiri. Wujud dari
mehamat erkalimbubu atau hormat kepada kalimbubu. Bahkan sedemikian
hormatnya ada sebutan kalimbubu Dibata ni idah, yang artinya kalimbubu itu
seakan-akan Tuhan yang terlihat. Metami eranak beru atau sayang terhadap anak
beru wujudnya menganggap bahwa semua anak beru seperti anak kandung sendiri
Secara individu dalam konsep masyarakat Karo tujuan kawin sekurang-
kurangnya ada 8 (delapan). Kedepan tujuan perkawinan tersebut adalah: 1)
sangap enjabuken bana (beruntung telah kawin), 2) ertuah bayak, tubuh anak
dilaki anak diberu (mendapat keturunan yang lengkap melahirkan anak laki-laki
dan anak perempuan), 3) jumpa pencarin (memperoleh pendapatan yang cukup),
4) merih manuk niasuh embuah page isuan (beranak pinak ayam dipelihara dan
melimpah ruah hasil panen), 5) ngasup endahi kade-kade (mampu mengunjungi
sanak famili atau kaum kerabat), 6) juah-juahen (sehat-sehat), 7) seh bagi sura-
sura (sampai yang dicita-citakan) dan, 8) cawir metua. (hidup sehingga ujur).
56
2.3.2 Berdasarkan Statusnya
Perkawinan dalam masyarakat Karo dapat dilihat berdasarkan 3 (tiga) hal,
yaitu 1) berdasarkan statusnya, 2) berdasarkan jauh dekatnya hubungan
kekerabatan, 3) berdasarkan besar kecilnya upacara.
Berdasarkan status orang yang kawin maka perkawinan dalam masyarakat
Karo dibagi atas:
1) Erdemu bayu adalah perkawinan seorang anak perana dengan seorang gadis.
2) Lakoman adalah perkawinan seorang janda dengan salah seorang pria yang
berasal dari saudara kandung suaminya yang telah meninggal dunia.
3) Gancih abu (ganti tikar). Gancih abu artinya kedudukan seorang istri yang telah
meninggal dunia, digantikan oleh kakak atau adik wanitanya. Tujuan
perkawinan ini adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut agar
tidak terlantar. Karena apabila sang ayah menikah dengan wanita lain
dikhawatirkan seorang ibu tiri tidak akan mendidik dan merawat anak –anak
seperti darah dagingnya sendiri.
4) Mindo ciken (minta tongkat) atau disebut juga mindo lacina (minta cabai)
adalah perkawinan seorang lelaki dengan janda kakeknya. Perkawinan seperti
ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak masih dibenarkan menurut adat.
Perkawinan ini terjadi karena si kakek meninggal dunia.
5) Mindo nakan. Seorang pria yang telah dewasa mengawini ibu tirinya,
disebabkan ayahnya telah meninggal dunia.
6) Ndehara pejabu dilakina, istri menikahkan suaminya biasanya disebabkan
silaki-laki tidak mampu memberikan keturunan.
57
2.3.3 Berdasarkan Jauh Dekatnya Hubungan Kekerabatan
Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan, maka jenis perkawinan
dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah:
1) Jumpa impal. Perkawinan jumpa impal adalah perkawinan antara seorang laki-
laki dan wanita, anak daripada saudara laki-laki dari ibu. Perkawinan ini yang
dianggap paling diidamkan pada masyarakat Karo dan dibenarkan adat istiadat.
Si wanita adalah anak dari pihak kalimbubu, dan si laki-laki adalah berasal dari
pihak anak beru. Perkawinan ini dapat dibagi dua yaitu: 1) Beru singumban
adalah perkawinan antara laki-laki dengan seorang wanita, anak paman
(saudara laki-laki dari ibu). Wanita yang menjadi isteri sama beru-nya dengan
beru ibu pria, 2) Beru puhun adalah perkawinan antara laki-laki dengan
seorang wanita, dimana wanita itu adalah anak daripada daripada ipar bapak.
Bagaimana pun wanita yang menjadi isteri adalah sama beru-nya dengan beru
nenek kandung (ibu kandung bapak) .
2) Berkat sukat senuan, Perkawinan yaitu apabila calon pengantin yang akan
menikah, walaupun mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi tidak dibenarkan
adat untuk saling mengawini. Misalnya seorang pria menikahi seorang wanita -
kalau menurut adat wanita sang calon tersebut cocok untuk anak paman sang
pria. Atau istilah lain pihak anakberu menikahi anak puang kalimbubu.
3) Petuturken. Perkawinan petuturken juga disebut emas perdemuken yaitu
apabila seorang pria atau wanita yang berumah tangga belum mempunyai
58
hubungan kekerabatan sebelumnya. Hubungan kekerabatan terjadi justru
karena adanya perkawinan tersebut.
2.3.4 Berdasarkan Besar Kecilnya Upacara
Berdasarkan besar kecilnya upacara perkawinan dalam masyarakat Karo,
dibagi menjadi tiga.
1) Kerja sintua (upacara besar). Upacara besar dalam hal ini adalah upacara yang
dihadiri oleh sedapat-dapatnya semua kaum kerabat yang masih mempunyai
hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang disebut dengan istilah masih
erdemu urat ni jaba. Dalam hal ini kedua keluarga pengantin mengundang
semua kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Upacara
diadakan di gedung pertemuan seperti jambur, losd, hotel yang mampu
menampung banyak undangan. Dalam pelaksanaannya disajikan gendang
(musik) lengkap dengan perkolong-kolong atau penyanyi tradisi Karo.
2) Kerja sintengah (upacara menengah). Upacara menengah dimaksud adalah
pihak keluarga pengantin laki-laki dan pengantin wanita mengundang semua
kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Upacara
diadakan di gedung pertemuan jambur, losd yang mampu menampung banyak
undangan. Dalam pelaksanaannya ada penyajian gendang (musik) namun tidak
ada perkolong-kolong penyanyi tradisi Karo.
3) Kerja singuda (upacara kecil). Upacara kecil dalam hal ini dimaksud bahwa
keluarga pengantin laki-laki dan pengantin wanita tidak mengundang semua
kaum kerabat, teman-teman sekerja dan teman-teman akrab lainnya. Kaum
59
kerabat yang diundang hanya terdekat saja dari kedua belah pihak. Upacara
diadakan di rumah pengantin wanita, tidak diadakan pertinjukan gendang
(musik).
2.3.5 Perkawinan Antara Berbeda Suku
Dalam upacara perkawinan Karo, tidak ada konsep mengenai adat
perkawinan antara suku yang berbeda. Oleh sebab itu, apabila terjadi perkawinan
beda suku maka dalam adat Karo, orang yang bukan suku Karo harus terlebih
dahulu menjadi suku Karo. Apabila seorang laki-laki yang bukan suku Karo
mengawini perempuan yang bersuku Karo, maka laki-laki tersebut menjadi anak
dari bibi atau saudara perempuan dari bapak pengantin perempuan. Dengan
demikian maka marga atau klan pengantin laki-laki sama dengan marga atau klan
suami bibi pengantin perempuan. Seandainya bapak pengantin perempuan tidak
mempunyai saudara perempuan maka dapat dipilih dari saudara yang lebih dekat.
Tetapi apabila seorang perempuan yang bukan suku Karo dikawini laki-
laki yang bersuku Karo maka perempuan tersebut menjadi anak dari mama atau
paman atau saudara laki-laki dari ibu pengantin laki-laki. Dengan demikian maka
beru atau klan pengantin perempuan sama dengan marga atau klan ibu pengantin
laki-laki. Seandainya ibu pengantin laki-laki tidak mempunyai saudara laki-laki
maka dapat dipilih dari saudara yang lebih dekat.
Pengangkatan merga atau beru dari pengantin yang bukan suku Karo harus
berlangsung sebelum ada acara lamaran atau maba belo selembar. Dengan
60
demikian maka dalam kedua kasus di atas dapat dipandang sebagai perkawinan
jumpa impal seperti yang telah dijelaskan di atas.
2.3.6 Perceraian Pada Masyarakat Karo
Perceraian pada masyarakat Karo sangat jarang terjadi, hal ini mungkin
karena perceraian itu dianggap sangat memalukan. Dalam kaitan perceraian ada
semboyan pada masyarakat Karo yang menyatakan ukuri roleh-olih yang artinya
pikirkan berulang-ulang. Namun dengan berbagai pertimbangan religi dan sosial.
Misalnya dari sisi religi adalah sudah kehendak Tuhan tidak dapat menyatu lagi
dalam satu biduk rumah tangga. Demikian pula secara sosial, tidak dapat lagi
disatukan, dengan faktor-faktor seperti kekerasan dalam rumah tangga, tidak
bertanggung jawabnya kepala rumah tangga terhadap kebutuhan hidup dan masa
depan, dan lain-lain, maka perceraian “terpaksa” dilakukan. Orang yang
membicarakan peceraian adalah anak beru dari kedua belah pihak.
2.4 Aktivitas Menjelang Perkawinan Pada Masyarakat karo
Aktivitas menjelang perkawinan pada masyarakat Karo dapat dilihat
sebagai suatu proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan oleh seorang laki-
laki dan wanita dewasa (anak perana singuda-nguda). Ada empat tahapan yang
harus dijalankan, yang masing-masing dijelaskan berikut ini.
61
2.4.1 Naki-naki (Pacaran)
Anak perana (pemuda) yang ingin kawin atau menikah atau berunmah
tangga pasti terlebih dahulu mengadakan pencarian singuda-nguda (pemudi) yang
dicintai. Apabila telah menemukan wanita yang dicintai, baik yang sudah ataupun
belum dikenal sebelumnya bagimanapun harus mengadakan pendekatan untuk
menemukan kecocokan. Proses pendekatan ini secara umum disebu naki-naki.
Proses ini akan lebih cepat jadi atau tidak dengan adanya peran orang lain
terutamanya kedua orang tua.
2.4.2 Maba Nangkih (Membawa) atau Nukun Kata (Bertanya)
Pada masa silam bila suadah ada kecocokan antara calon pengantin laki-
laki dengan calon pengantin wanita, maka diteruskan dengan membawa si wanita
yang disebut nangkih ke rumah anak beru si laki-laki. Dewasa ini kenyataan
seperti itu bisa dilakukan bisa juga tidak, Namun masyarakat kebanyakan tidak
melaukukannya lagi karena lebih nyaman dibuat acara ‘nunkun kata’ atau
bertanya tentang kesediaan si wanita untuk dilamar atau dipinang. Dengan
demikian dapat disusun rencana untuk pelamaran.
Dalam melakukukan nangkih atau membawa gadis untuk di nikahi
kerumah anak beru keluarga laki-laki sebagai tanda akan diberikan penading atau
suatu kain tanda yang ditinggal kepada orang tua si wanita. Bagaimanapun orang
tua si wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak mengetahui.
Namun demikian dua atau tiga hari kemudian beberapa orang ibu-ibu menemani
ibu si wanita menghantarkan makanan kepada anaknya. Dalam hal ini mereka
62
melakukan pembicaraan dengan pihak laki-laki mengenai kelanjutannya
hubungan tersebut dan disusun dalam acara pelamaran.
2.4.3 Mbaba Belo Selambar (Pelamaran)
Mbaba belo selambar adalah upacara pelamaran menurut adat Karo. Acara
dalam pelamaran dalam hal ini hanya sebatas kesenangan hati daripada keluarga
calon pengantin wanita. Walaupun demikian prosesnya harus mengikuti alur adat.
proses adat yang berlaku dimulai daripada pemberian tepak kepada anak beru
keluarga calon pengantin wanita. Anak beru keluarga calon pengantin wanita
bertanya kepada pihak sembuyak apakah mereka beleh menerima tepak yang
diberikan anak beru calon pengantin laki-laki.
Setelah mendapat persetujuan daripada pihak sembuyak keluarga calon
pengantin wanita disampaikan kepada yang kerabat yang patut menerimnaya. Isi
tepak diambil dan tepaknya dikembalikan. Kemudian anak beru calon pengantin
peremuan bertanya apa sebabnya sehingga mereka memberikan tepak.
Bagaimana pun anak beru calon pengantin laki-laki menyatakan tentang
kesenangan hati kaum kerabat calon pengantin wanita tentang pelamaran.
Biasanya hal yang pertama ditanya adalah calon pengantin wanita,
kemudian pihak sembuyak dan anak beru dan yang teakhir adalah pihak
kalimbubu semuanya. Pada prisipnya pelamaran pada masyarakat Karo hanya
hanya sebatas itu. Namun demikian, sering dimohon oleh pihak calon pengantin
laki-laki untuk mengetahui jumlah batang unjuken atau mahar yang harus
dipersiapkan oleh keluarga calon pengantin laki-laki. Proses ini biasanya disebut
63
ersinget-singet atau mengetahui rencana. Sebenarnya musyawarah tetang
penetapan batang unjuken adalah pada waktu nganting manuk. Oleh karena itu
dewasa ini sering kedua acara ini disatukan.
2.4.4 Nganting Manuk (Menetukan Mahar)
Acara nganting manuk adalah suatu acara yang diadakan sebagai
kelanjutan mbaba belo selambar untuk membicarakan tentang besarnya bantang
unjuken (mahar) dan luah si manjilenken atau barang antaran yang harus diberikan
oleh keluarga calon pengantin wanita. Dalam acara ini harus hadir sangkep
nggeluh dari masing-masing pihak.
Pada acara adat nganting manuk, kampil persintabin sebanyak enam buah
harus dipersiapkan, yang berisi peralatan merokok dan makan sirih. Sebelum
musyawarah dimulai (runggu) terlebih dahulu tepak sebanyak lima buah
diserahkan kepada keluarga calon pengantin wanita. sedangkan satu buah lagi
diserahkan kembali kepada pihak keluarga calon pengantin laki-kali untuk
diberikan kepada kalimbubu singalo ulu emas. Acara adat nganting manuk berisi
pemberitahuan jumlah mahar yang harus dibayar oleh keluarga pengantin laki-laki
serta yang pihak yang menerimanya pada pihak keluarga pengantin laki-laki.
Pihak yamg menerima mahar itu adalah:
1. Bantang unjuken (mahar) terdiri daripada a. tukur (pembayan), b. peseninan
(pihak penanggung jawab), c. gamber inget-inget (pengikat janji).
2. Untuk kalimbubu, yang terdiri dari kalimbubu si ngalo bere-bere, b. kaimbubu
si ngalo perkempun, dan c. kalimbubu si ngalo perbibin
64
3. Siarah raja (pihak pemintah)
4. Anak beru, terdiri daripada a. perkembaran (anak beru yang laki-laki) dan
sirembah ku lau (anak beru yang wanita)
Setelah mencatat semua jumlah yang harus dibayar selanjutnya
menentukan barang antaran. Barang antaran terdiri daripada beberapa peralatan,
diantaranya, peralatan tidur peralatan masak dan peralatan makan dan yang lain.
Peralatan tidur. seperti amak kapal (tilam) dua buah dan bantal yang dibungkus
tikar dua buah. Peralatan masak, seperti periuk, kuali, dan ceret. Peralatan makan
seperti piring, gelas, mangkok putih, sendok-sendok. Di samping itu ada baskom
ada lampu teplok.
Selain daripada itu, barang antaran di atas sebenarnya barang antaran yang
paling banyak di terima pengantin dari kaum kerabat adalah kain panjang. Dalam
memberikan kain panjang sering ada ucapan “kain panjang murah-murah, umur
panjang rezeki murah.” Beberapa pengetua adat menyatakan bahwa pemberian
kain panjang kepada pengantin sebenarnya bertujuan untuk mendokan agar
pengantin cepat melahirkan anak.
Setelah penentuan mahar dan penetapan barang antaran selesai dicatat
maka acara nganting manuk selesai dan ditutup dengan makan bersama. Semua
jenis mahar serta barang antaran yang telah ditetapkan akan dibayarkan dan
dibawa pada berlangsungnya upacara perkawinan atau pada hari perhelatan.
65
2.5 Sistem Kepercayaan
Masyarakat Karo dimasa lampau memiliki kepercayaan yang disebut
Pemena. Dalam kepercayaan ini masyakat Karo meyakini jika Tuhan yang
menciptakan semesta adalah Dibata Kaci-kaci. Masyarakat Karo pada saat itu
meyakini bahwa Dibata Kaci-kaci merupakan Dibata yang menciptakan alam
beserta isinya. Dibata Kaci-kaci diyakini juga hadir dalam tiga aspek di dunia
yaitu dunia atas, tengah dan bawah.
Dibata kaci-kaci diyakini memiliki tiga wujud yang mewakili-Nya di
bumi. yaitu:
(1) Dibata Datas (Tuhan yang diatas) atau disebut dengan Batara Guru
Batara Guru menguasai dunia bagian atas. Guru Batara berfungsi sebagai
pemelihara tertib alam, sumber segala berkat dan kebaikan.
(2) Dibata Tengah disebut juga Tuhan Paduka Niaji adalah penguasa dunia
tengah yakni dunia kita.
(3) Dibata Teruh disebut juga Tuan Banua Holing yang menguasai makhluk
halus. Ketiga Dibata itu diyakini menjadi perwakilan Dibata Kaci-kaci di
bumi yang menjaga dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. seperti
konsep tri tunggal yaitu tiga tetapi satu. Ketiga Dibata tersebut atau lebih
dikenal dengan istilah Dibata Sitelu adalah satu dalam wujud Dibata Kaci-
kaci.
Dalam buku Religi Karo tulisan E. P. Ginting disebutkan bahwa pada
masa itu masyarakat Karo melaksanakan ibadah di tempat-tempat yang dianggap
66
suci seperti kayu besar, sungai besar, dan beberapa tempat yang dianggap dihuni
oleh keramat.
Menurut Putro (1981:46 ) istilah Pemena sebagai nama kepercayaan Karo
mulai ada pada tahun 1946 yang dikemukakan oleh pendukung kepercayaan
tersebut. Hal ini disebabkan sebelum tahun 1946 masyarakat yang telah menganut
agama Kristen memandang bahwa masyarakat Karo yang masih mengamalkan
kepercayaan pemena adalah orang yang menyembah setan atau hantu dan tidak
mempunyai Tuhan. Oleh sebab itu mereka memberi nama kepada orang yang
menganut kepercayaan Pemena adalah Perbegu.
Mendengar nama Perbegu, maka semua pendukung kepercayaan tersebut
tidak merasa senang, sehingga mereka mengadakan satu musyawarah untuk
membuat nama terhadap kepercayaannya. Hasil dari musyawarah itu muncullah
istilah Pemena yang berarti kepercayaan mula-mula. Mungkin saja pada masa
animisme dan dinamisme masyarakat Karo memiliki istilah lain untuk
kepercayaannya, akan tetapi beberapa buku terkait kepercayaan masyarakat Karo
yang cukup popular adalah istilah pemena.
Menurut Bangun (1986) sebelum kedatangan para misionaris ke Tanah
Karo, orang Karo telah memiliki kepercayaan dan budayanya sendiri. Agama asli
orang Karo adalah Pemena. Penganut Pemena mengatakan bahwasanya mereka
erkiniteken (memiliki kepercayaan) adanya Dibata (Tuhan) sebagai Maha
Pencipta segala yang ada di alam raya dan dunia. Selain itu, mereka juga percaya
adanya tenaga gaib, yaitu yang berkedudukan di batu-batu basar, kayu besar,
67
sungai, dan tempat-tempat yang lain. Di samping itu juga percaya kepada
kekuatan-kekuatan roh, khususnya roh orang meninggal (Bangun, 1986:37).
Kepercayaan awal masyarakat Karo ini akan ditundukkan lewat misi
pemberadaban Kristenisasi dalam bingkai kolonialisasi yang bermaksud
melebarkan ekspansi lahan perkebunannya di wilayah Sumatra Timur. Tentu saja
terjadi gesekan, guncangan, dan negosisi antara penjajah dan terjajah dalam
perjumpaannya. Terjadi ketegangan antara disiplin gereja ala Pietisme Eropa dan
kelokalan orang Karo. Terjadi pemangkiran dan pengakuan atas berbagai upaya
penginjilan oleh para misionaris sehingga pengalaman ini disebut pengalaman
yang dibenci, tetapi dirindukan.
Permulaan usaha pekabaran Injil di tanah Karo tidak lepas dari pembukaan
perusahaan perkebunan di Sumatera Timur. Usaha itu dimulai dari prakarsa J. Th.
Cremers, seorang pemimpin perkebunan, yang berpendapat bahwa jalan paling
baik supaya penduduk setempat tidak menentang dan mengganggu usaha
perkebunan adalah mengabarkan Injil dan mengkristenkan mereka (Cooley,
1976:1-22; Sembiring, 2010:74-75).
Pada akhir abad ke-19 Belanda telah menguasai pesisir timur Sumatera
dan pesisir barat Sumatera. Wilayah dataran rendah Sumatera Timur telah
dieksploitasi dengan perkebunan besar dan tambang minyak yang memberikan
keuntungan besar kepada pemerintah Hindia Belanda. Sejak Belanda
menanamkan modalnya di Sumatera Timur telah timbul kericuhan, bahkan
pemberontakan orang Karo.
68
Orang Karo membabat tanaman perkebunan dan membakar bangsal milik
Belanda. Perlawanan terhadap dominasi kolonial ini dikenal dengan nama perang
Sunggal. Untuk menghentikan perlawanan inilah pihak perkebunan meminta
Nederlands Zendelings Genooschap (NZG), lembaga penginjilan di Belanda
mengkristenkan orang Karo dan seluruh biaya ditanggung oleh pihak perkebunan
(Sembiring, 2010:75).
2.6 Kesenian
Masyarakat Karo juga memilki kesenian tradisional yang masih dipakai
hingga saat ini baik dalam upacara adat istiadat, ritual maupun acara untuk muda-
mudi. Bahkan saat ini kesenian tradisional yang tadinya cukup kalah populer
dengan kesenian impor perlahan sudah kembali dipakai bahkan dalam beberapa
acara ibadah di gereja-gereja.
Terlepas dari perkembangan dan perubahaan saat ini, nenek moyang orang
Karo sudah mewariskan kesenian yang cukup menarik untuk dikaji serta
dipahami. Jika dikatakan unik, tentu saja kesenian dari etnis lain juga unik dan
khas. Sehingga dalam tulisan ini penggunaan kata unik dan khas tidak akan kita
pakai khsususnya dalam membicarakan kesenian dan kebudayaan.
Peninggalan nenek moyang orang Karo dalam bentuk sastra, rupa, musik,
dan tarian hingga saat ini masih banyak yang belum disentuh oleh peneliti. Walau
pun pada beberapa kasus seni tradisi Karo sudah diteliti dan dituliskan.
69
2.6.1 Seni Musik
Masyarakat Karo memiliki tiga ansambel musik yang masih digunakan
sampai saat ini. Ketiga ansambel itu ada dua yang menggunakan alat musik
tradisional Karo dan ada satu yang menggunakan alat musik modern. Ensambel
musik yang menngunakan musik tradisional adalah gendang lima sendalanen.
Ansambel musik ini diangap ansambel musik paling besar yang saat ini juga
masih sering digunakan dalam upacara adat, ritual maupun hiburan, terutama pada
upacara pemakaman.
Selain ansambel musik ini ada ansambel musik telu sendalanen yang saat
ini sudah jarang ditemui kecuali dalam konteks ritual, terutama erpangir ku lau
(penyucian diri). Ansambel musik yang menggunakan alat musik modern adalah
gendang kibot. Ansambel ini tercipta tahun 1991 oleh alm Jasa Tarigan. Pada
ansambel musik ini sering ditambah dengan alat musik tradisonal yaitu kulcapai.
Selain ansambel-ansambel tersebut, ada juga beberapa instrument sering
dimainkan sendiri sebagai solo instrumen.
Disamping ada ansambel dalam seni budaya Karo juga ada alat musik
yang digunakan sebagai solo instrumen. Alat musik solo instrumen ini seperti
balobat. Lihat gambar 2.1
70
Gambar 2.1 Balobat
Balobat suatu alat musik tradisional Karo yang persis menyerupai alat
musik rekorder. Alat ini mempunyai lobang nada 6 buah dan cara memainkan
dengan meniup. Alat musik yang lain tetapi mirip dengan balobat, hanya lebih
panjang adalah ali-ali. Selain itu ada pula surdam yang juga mempunyai lobang
nada. Lihat Gambar 2.2
Gambar 2.2 Surdam
71
Lobang nada surdam bergantung pada jenisnya, surdam pingko-pingko
mempunyai lobang nada 5 atau 6. Lobang nada surdam puntung adalah 4.
Sementara lobang nada surdam tangko kuda hanya tiga. Semua alat musik solo
instrumen secara umum berguna sebagai pelipur lara bagi yang memainkannya.
Alat musik tradisional Karo yang dapat menghasilkan komposisi musik
tradisional Karo yang disebut dalan gendang adalah keteng-keteng. Lihat gambar
2.3 Alat musik tradisional Karo yang telah punah adalah murbab, kabarnya alat
musik ini mempunyai dua senar yang cara memainkannya digesek.
Gambar 2.3 Keteng-keteng
Gendang lima sendalanen atau dikenal juga dengan istilah gendang
sarune merupakan ansambel musik paling besar dalam kesenian tradisional Karo.
Lihat Gambar 2.4
72
Gambar 2.4 Gendang Sarune (Sumber: Saidul, 2009:31)
Dikatakan gendang lima sendalanen karena instrumennya ada lima yaitu
sarunei, gendang indung, gendang anak, penganak dan gung. Sarunei fungsinya
adalah pembawa melodi, gendang anak sebagai pembawa ritem yang konstan,
gendang indung sebagai pembawa variasi rhytem sedangkan gung dan penganak
adalah sebagai pengatur tempo atau metronome.
Sebutan untuk pemain sarune adalah penarune, untuk pemain gendang
anak dan indung adalah singindungi dan singanaki, serta pemain gung dan
penganak adalah simalu gung dan simalu penganak. Saat ini pemain gung dan
penganak sudah dimainkan oleh satu orang dari yang sebelumnya adalah dua
orang.
Gendang lima sendalanen saat ini pada umumnya dipakai dalam acara
acara upacara pemakaman. Sudah sangat jarang sekali ditemui ansambel gendang
73
lima sendalanen dipakai dalam upacara ritual, upacara adat perkawinan,
memasuki rumah baru bahkan dalam konteks hiburan.
Gendang telu sendalanen atau dikenal dengan istilah gendang kulcapi bisa
disebut adalah ansambel kecil dalam kesenian tradisional Karo. Lihat gambar 2.5.
Adapaun instrument yang ada dalam gendang telu sendalalnen adalah kulcapi
sebagai pembawa melodi, keteng-keteng sebagai pembawa ritem dan mangkuk
mbentar (mangkok putih) sebagai penjaga tempo.
Gambar 2.5 Gendang Kulcapi
Gendang telu sendalanen pada umumnya dipakai dalam berbagai ritual
seperti ritual erpangir kulau, raleng tendi, perumah begu, ndilo wari udan dan
masih banyak lagi. Saat ini gendang telu sendalanen juga sudah sangat akrab
dengan seni pertunjukan.
74
2.6.2 Seni Landek
Menari sebagai perwujudan ekspresi sosial, karena seseorang atau
sekelompok orang yang menari tidaklah hanya untuk kepentingan sendiri
melainkan untuk dirasakan bersama orang lain, baik yang terlibat langsung
(menari bersama) maupun yang menyaksikan dari luar. Dengan demikian, mereka
yang biasa menari akan terlatih pula untuk berhubungan dengan orang lain, serta
mengaitkan apa yang dirasakan di luar dirinya dengan yang ada di dalam dirinya.
Aktivitas tari seringkali tergantung atau bahkan terikat oleh dinamika
kehidupan suatu masyarakat (Dibia 2005: 9). Pernyataan ini sangat erat kaitannya
dengan apa yang dilakukan masyarakat Karo ketika menari pada upacara
perkawinan. Secara umum, tari pada masyrakat Karo disebut landek. Dalam
budaya Karo, penyajian landek sangat kontekstual. Dengan kata lain,
keberadaan landek ditentukan oleh konteks penyajiannya. Selain itu, setiap
gerakan dalam landek juga berhubungan dengan simbol-simbol dan makna-makna
tertentu.
Pola-pola dasar landek pada masyarakat Karo terbentuk atas tiga unsur.
Pertama, endek (gerakan menekuk lutut) merupakan salah satu unsur penting
dalam tari Karo. Endek dibentuk dengan gerakan menekuk lutut ke bawah dan
kembali lagi ke atas. Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak ke atas dan
ke bawah secara vertikal. Gerakan endek disesuaikan dengan buku gendang
(bunyi gung dan bunyi penganak dalam permainan musik Karo yang sedang
mengiringi).
75
Ketepatan posisi endek dalam kaitannya dengan buku gendang
merupakan sebuah keharusan untuk memperlihatkan keindahan dalam tari Karo.
Pada beberapa landek, penyesuaian itu bisa terlihat ketika gung dan penganak
berbunyi tubuh penari berada di posisi atas. Selanjutnya odak atau pengodak
(gerakan langkah kaki), merupakan gerakan penari, baik ketika melangkah maju
dan mundur maupun melangkah serong ke kiri atau ke kanan. Odak harus dimulai
dengan gerakan kaki kanan dan dilakukan pada saat gung berbunyi.
Dalam gerakan odak atau pengodak, unsur endek seperti yang telah
dijelaskan di atas harus tetap terlihat. Maksudnya, ketika penari melakukan odak
(melangkah), penari tersebut tetap melakukan endek dalam upaya penyesuaian
gerakan odak dengan musik. Selain itu, ole (goyangan atau ayunan badan),
merupakan gerakan goyangan atau ayunan badan ke depan dan ke belakang, atau
ke samping kiri dan kanan. Gerakan ole juga mengikuti bunyi gung dan penganak.
2.6.3 Perkolong-kolong (Penyanyi Tradisi Karo)
Perkolong-kolong dapat diartikan penyanyi tradisi Karo. Perkolong-kolong
merupakan salah satu unsur yang sangat penting pada upacara perkawinan,
terutama upacara perkawinan yang digolongkan kerja sintua. Acara yang ada
dalam upacara tersebut dapat menjadi lebih baik dengan ada seorang perkolong-
kolong Ia dapat mewakili dari semua sangkep nggeluh (kekerabatan) yang ada
untuk menyampaikan petuah-petuah dari senina. kalimbubu senina/sembuyak
melalui nyanyian katoneng-katoneng.
76
Tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun akan tampak
wujudnya yang nyata dari seorang perkolong-kolong. Perkolong-kolong yang
telah terlatih akan mempunyai kemampuan mengesprikan rasa sosial dari
masyarakat Karo.
Perkolong-kolong menurut Kumalo Tarigan (2017:4) berasal dari kata
‘erkolong-kolong’. Kata ‘erkolong-kolong’ sebenarnya tidak mempunyai makna
atau arti, tetapi dahulu selalu ucapkan seorang penyanyi pada akhir setiap kalimat
lagu. Menurut beliau ini sangat berhubungan dengan lagu-lagu Karo pada masa
dahulu, sekitar tahun 1930-an, sangat sederhana. Lagu-lagu hanya satu pola
nyanyian saja, sehingga anatara satu kalimat lagu dengan kalimat lagu berikutnya
terdapat kata-kata ‘erala kolong-kolong ari turang… erala kolong-kolong.’ Itulah
sebabnya maka orang yang menyanyikan itu disebut perkolong-kolong.
Orang yang pintar bernyanyi disebut perende-ende. Rende secara umum
diartikan sebagai bernyanyi, sedangkan ende-enden berarti nyanyian. Perende-
ende biasa dipanggil untuk menyanyi sekaligus menari dalam berbagai konteks
pertunjukan. Jadi pengertian perende-rende jauh lebih luas, karena dapat
digunakan dalam lintas suku lintas budaya. Namun perkolong-kolong hanya
terbatas untuk penyanyi tradisi Karo yang menggunakan konsep komposisi musik
tradisi Karo yang disebut dengan dalan gendang.
2.6.4 Ende-enden (Lagu atau Nyanyian)
Ende-enden atau lagu atau nyanyian dalam kebudayaan Karo terdiri atas
beberapa jenis, seperti: (1) katoneng-katoneng, (2) tangis-tangis, (3) io-io, (4)
77
didong-doah, (5) tabas, (6) mang-mang, (7) nendung, dan (8) nyanyian percintaan
atau muda-mudi. Katoneng-katoneng merupakan suatu musik vokal yang
biasanya diiringi gendang lima sedalanen atau gendang kibot. Secara komposisi,
katoneng-katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks
dari komposisi tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks
upacara.
Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun
(nasihat-nasihat) karena isi atau tema lagu itu biasanya atau harapan mendapat
berkat dan rahmat cara memberi nasihat, penghormatan, pujian, dan doa. Kadang-
kadang lirik katoneng-katoneng juga bertemakan perjuangan atau kisah hidup
seseorang. Komposisi ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-kolong.
Berdasarkan sifat nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat digolongkan
sebagai nyanyian bercerita (narrative song). Nyanyian inilah menjadi salah satu
unsur yang sangat penting dalam upacara perkawinan masyarakat Karo.
Tangis-tangis adalah nyanyian yang berisi tentang kesedihan atau
penderitaan seseorang, biasanya dinyanyikan tanpa iringan alat musik. Io-io
merupakan nyanyian tentang rasa rindu yang di iringai dengan penaganak atau
gong kecil. Didong-doah yaitu nyanyian seorang ibu ketika menidurkan anaknya
(lullaby) pada masyarakat Karo disebut didong-doah. Istilah didong-doah sebagai
aktivitas rende juga ditemukan dalam upacara perkawinan pada masyarakat Karo,
tetapi secara lengkap namanya adalah didong-doah bibi si rembah ku lau. Orang
menyanyikan mengungkapkan perasaan haru oleh seorang bibi (saudara kandung
78
perempuan dari bapak pengantin) yang isinya berupa nasihat kepada kedua
pengantin wanita.
Tabas adalah mantra-mantra yang dinyanyikan oleh guru sibaso (dukun)
dalam pengobatan tradisional. Mang-mang merupakan ungkapan penghormatan
seorang dukun terhadap jinujungnya (roh-roh yang menolong atau menyertainya
setiap waktu. Nendung adalah aktivitas seorang dukun dalam hal meramalkan
sesuatu atau seseorang yang pergi hilang, tanpa memberitahukan ke mana
kepergiannya.
Aktivitas guru sibaso dalam tabas, mang-mang, dan nendung tidak
selamanya dinyanyikan. Namun hanya berupa ucapan-ucapan tertentu semacam
mantra. Isi ucapan itu pun kadang-kadang tidak dapat dimengerti secara jelas bagi
orang yang mendengarkannya. Di pihak lain nyanyian percintaan atau muda-mudi
merupakan jenis vokal yang berkembang sampai saat ini. Semua jenis yang sudah
diuraikan di atas berkaitan dengan perkawinan, tetapi ada yang digunakan setelah
beberapa lama upacara perkawinan dilakukan. Untuk perumah begu (memanggil
roh), misalnya, harus dilakukan dengan mencari hari baik (niktik wari).
Aktivitas menyanyi pada masyarakat Karo disebut rende. Sedangkan ende-
enden dikenal dengan istilah nyanyian. Dalam musik Barat dikenal dengan vokal.
Menurut Rumengan (2010), musik vokal memiliki keterikatan yang sangat kuat
dengan bahasa suatu masyarakat. Musik vokal tradisional banyak berupa doa-doa
atau pujian pada semesta yang biasanya bergerak sesuai emosi, gaya, ritme,
intonasi, dan sebagainya. Lagu pada masyarakat merupakan atau terbentuk dari
79
pendramatisasian atau pengekspresian yang sungguh-sungguh dari mantra atau
doa (Rumengan, 2010:36).
Masyarakat Karo memiliki delapan jenis nyanyian sebagai berikut.
Pertama, katoneng-katoneng merupakan suatu musik vokal yang biasanya dapat
diiringi gendang lima sendalanen atau gendang kibot. Secara komposisi,
katoneng-katoneng telah memiliki garis melodi yang baku, tetapi lirik atau teks
komposisi tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks
upacara.
Kadang-kadang katoneng-katoneng disebut juga dengan pemasu-masun
(nasihat-nasihat) yang disampaikan dengan cara bernyanyi, tetapi isi atau tema
lagu tersebut berisi nasihat, penghormatan, pujian, doa atau harapan dan
sebagainya. Kadang-kadang lirik katoneng-katoneng tergantung pada konteks
upacara masyarakat Karo. Repertoar ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong-
kolong. Berdasarkan sifat nyanyian ini maka katoneng-katoneng dapat
digolongkan sebagai nyanyian bercerita (narrative song). Kedua, tangis-tangis
nyanyian yang berisi tentang kesedihan atau penderitaan seseorang. Ketiga, io-io
merupakan nyanyian tentang rasa rindu.
Keempat, didong-doah nyanyian seorang ibu ketika menidurkan anaknya
(lillaby) pada masyarakat Karo disebut didong-doah. Istilah didong-doah sebagai
aktivitas rende juga ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Karo, yaitu
seorang ibu mengungkapkan perasaan dan nasihatnya melalui nyanyian pada
keluarga pengantin. Kelima, tabas adalah mantra-mantra yang dinyanyikan oleh
guru sibaso (dukun) dalam pengobatan tradisional. Keenam, mang-mang
80
merupakan ungkapan penghormatan seorang dukun terhadap jinujung-nya (roh-
roh yang menolong atau menyertainya setiap waktu.
Ketujuh, nendung, yaitu aktivitas seorang dukun dalam hal meramalkan
sesuatu atau seseorang yang pergi tanpa memberitahukan ke mana kepergiannya.
Aktivitas guru sibaso dalam tabas, mang-mang, dan nendung tidak selamanya
dinyanyikan, tetapi hanya berupa ucapan-ucapan tertentu semacam mantra. Selain
itu, isi ucapan itu pun kadang-kadang tidak dapat dimengerti secara jelas oleh
orang yang mendengarkannya. Kedelapan, pop merupakan nyanyian percintaan
atau muda-mudi. Jenis vokal inilah yang berkembang sampai saat ini.
Nyanyian yang digunakan dalam upacara perkawinan adalah katoneng-
katoneng yang diiringi gendang lima sendalanen. Yang termasuk dalam
katoneng-katoneng adalah kata-kata atau kalimat yang dinyanyikan oleh
perkolong-kolong (penyanyi tradisi Karo ) pada upacara perkawinan
Berbeda halnya dengan upacara perkawinan kata-kata atau kalimat yang
dinyanyikan oleh perkolong-kolong disebut pemasu-masu (memohon berkat dan
rahmat). bila diperhatikan, mempunyai kesamaan dengan kata sambutan dalam
upacara perkawinan. Namun bedanya hanya disajikan dengan cara dinyanyikan.
Juga sama halnya kata-kata yang di utarakan oleh pihak keluarga pada upacara
perkawinan disebut ngerana semntara isinya pemasu-masu (pemberkatan/doa-
doa).
81
BAB III
PENYAJIAN PERKOLONG-KOLONG UPACARA PERKAWINAN
PADA MASYARAKAT KARO
3.1 Aspek-aspek dan Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan
3.1.1 Aspek-aspek Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan pada masyarakat Karo dapat berlangsung pada
berbagai tempat, seperti rumah, halaman rumah, balai, jambur atau lost dan hotel.
Pilihan tempat tergantung pada berbagai pertimbangan, diantaranya jumlah tamu
undangan, besar kecilnya upacara, kemampuan dan harga diri orang yang
melaksanakan.
Saat-saat upacara perkawinan pada masyarakat berlangsung secara
umumnya mulai dari pagi hari, sekitar pukul 8 WIB pagi sehingga selesai.
Dewasa ini selesai upacara pada umumnya sore hari sekitar pukul 18 WIB,
Namun dalam penelitan ini upacara selesai pukul 19.30 WIB.
Dalam menjelaskan benda-benda dan alat upacara perkawinan, peneliti
terlebih dahulu membedakan antara benda-benda dan alat-alat upacara. Dalam
kasus ini peneliti menyatakan bahwa benda-benda upacara adalah semua jenis
yang dipakai habis. Sementara alat-alat upacara adalah semua jenis yang dapat
dipakai berulang. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa benda-benda
upacara adalah semua jenis makanan, uang pembayaran adat, dan semua
kelengkapan sirih dan rokok. Di sisi lain alat-alat upacara perkawinan adalah
tikar, tepak, pengeras suara, dan kain adat.
82
Orang-orang yang melakukan upacara perkawinan pada dasarnya adalah
orang tua dari kedua pengantin. Namun upacara dapat berlangsung apabila mereka
mengundang kaum kerabatnya. Orang yang meminpin upacaara perkawinan pada
masyarakat Karo adalah anak beru si ngerunggui atau anak beru si ngerana dari
pihak kkeluarga pengantin laki-laki dan perempuan.
3.1.2 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan
Pada masyarakat Karo bahwa pada hari berlangsungnya suatu upacara
perkawinan dimulai dengan ngalo-ngalo atau menyambut pihak sukut memasuki
tempat upacara berlangsung. Setelah itu baru ngukati (sarapan atau makan pagi).
Selesai ngukati baru dilanjutkan dengan rose (berpakaian adat Karo).
Kalau rose (berpakaian adat Karo) sudah selesai baru melakukan ertembe-
tembe (musyawarah pembayaran hutang adat). Apabila musyawarah adat selesai
maka dilanjutkan dengan sijalapen (menyebutkan orang yang bertanggung jawab
terhadap upacara tersebut). Setelah itu dapat dilaksanakan ersukat emas
(penyerahan hutang adat). Setelah hutang adat dibayar maka dilakukan
penjemputan pengantin wanita yang disebut ngelegi beru agar dapat bersama-
sama dengan pengantin laki-laki untuk nggalari ulu emas (membayar hutang adat
kepada paman pengantin laki-laki). Selesai enggalari ulu emas dilanjutkan dengan
adu pengantin (pengantin menari bersama dan secara bergantian menyanyi).
Setelah selesai pengantin menari dan bernyai dilanjutkan dengan acara ngerana
atau menyampaikan kata sambutan.
83
Pada akhir acara ngerana atau menyampaikan kata sambutan ada bagian
perkolong-kolong bernyanyi. Dari semua susunan acara di atas makan siang
ditentukan pada sekitar pukul 1 siang. Dengan demikian makan siang dianggap
tidak akan mengganggu susunan acara yang telah ditetapkan. Susunan acara
dalam upacara perkawinan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Susunan Acara Dalam Upacara Perkawinan
No Susunan Acara
1 Ngalo-ngalo (menyambut sukut memasuki tempat upacara perkawinan)
2 Ngukati (sarapan atau makan pagi) 3 Rose (berpakaian adat Karo) 4 Ertembe-tembe (musyawarah adat)
5 Ersukat Emas (penyerahan mahar)
6 Sijalapen (pemberitahuan orang yang bertanggung jawab dalam upacara perkawinan)
7 Ngelegi Beru (pengambilan pengantin wanita)
8 Nggalari Ulu Emas (membayar hutang adat kepada kalimbubu singalo ulu emas)
9 Adu Pengantin (menari dan menyanyi kedua pengantin)
Ngerana (menyampaikan kata sambutan)
10 Makan bersama.
3.2 Ngalo-ngalo (Menyambut Sukut Memasuki Tempat Upacara
Perkawinan) Pada hari penyelenggaraan upacara perkawian pada masyarakat Karo
dimulai dengan ngalo-ngalo atau menyambut pihak sukut memasuki tempat
upacara berlangsung, seperti gambar 3.1. Walaupun disebut ngalo-ngalo
(menyambut) namun kenyataan yang sebenarnya aktifitas yang terjadi adalah
penggarakan dan penyambutan.
84
Gambar 3.1 Ngalo ngalo Marga Bangun Memasuki Lokasi Upacara
Pertama, semua keluarga besar daripada pihak keluarga pengantin laki-laki
diarahkan anak beru si ngerana-nya untuk berdiri secara teratur di di halaman
depan pintu masuk tempat upacara berlangsung, sementara samua anak berunya
berdiri di dalam. Kemudian anak beru si ngerana meminta pemain kibot untuk
memainkan lagu mengiringi pihak keluarga sukut pihak pengantin laki-laki
berjalan memasuki tempat upacara dan anak beru-nya menyambut dari dalam.
Setelah semua sampai di dalam tempat upacara musik atau gendang
berhenti. Kedua, semua kalimbubu pihak keluarga pengantin laki-laki diarahkan
anak beru si ngerana untuk berdiri secara teratur di di halaman depan pintu masuk
tempat upacara berlangsung, sementara samua pihak sukut berdiri di dalam.
Kemudian anak beru si ngerana meminta pemain kibot untuk memainkan lagu
atau gendang mengiringi pihak kalimbubu keluarga pengantin laki-laki berjalan
memasuki tempat upacara dan pihak sukut menyambut dari dalam. Setelah semua
85
kalimbubu sampai di dalam tempat upacara musik berhenti. Selanjutnya hal yang
sama terjadi pada pihak keluarga pengantin wanita. Biasanya lagu yang dimainkan
bertempo sedang sehingga mudah mengikuti iramanya.
3.3 Ngukati (Makan Pagi)
Ngukati (makan pagi) seyogianya disediakan dan dilayani oleh pihak anak
beru dari pengantin laki-laki. Namun dalam kasus penelitian ini disediakan dan
dilayani pihak hotel. Waktunya sekitar pukul 8 pagi sehingga pukul 10. Umumnya
ngukati akan dilakukan di tempat upacara perkawinan. Namun demikian sering
sebagian daripada bahan makanan di antar ke rumah orang tua pengantin wanita
sebagai bersifat penghormatan. Tetapi dalam pelaksanaan ini tidak dilakukan.
Karena semua kaum kerabat baik daripada pihak pengantin laki-laki mahupun dari
pihak pengantin wanita ngukati di tempat hotel.
Ngukati (makan pagi) merupakan simbol penghormatan yang tinggi
kepada semua kaum kerabat yang diudang hadir pada upacara perkawinan. Bagi
kaum kerabat yang telah hadir di tempat upacara perkawinan dapat makan pagi
secara bersama-sama. Tetapi bagi kaum kerabat yang terlambat, akan tetap
dilayani dan disediakan.
Setelah makan pagi ada pemberitahuan dari anak beru si ngerana (anak
beru jurubicara) daripada pengantin laki-laki tentang pengaturan tempat duduk.
Umumnya bagian tempat duduk daripada pihak kelurga pengantin laki-laki dan
kaum kerabatnya, di sebelah kiri pada tempat upacara. Sementara tempat duduk
daripada pihak keluarga pengantin wanita dan kaum kerabatnya di sebelah kanan.
86
Hal ini menyebabkan posisi kedua kaum kerabat antara pengantin laki-laki dan
pengantin wanita saling berhadapan. Pihak senina daripada kedua keluarga
pengantin mengambil tempat duduk pada bagian tengah. Di sebelah kanan senina
adalah tempat duduk kalimbubu dan di sebelah kirinya adalah tempat duduk anak
beru.
3.4 Rose (Berpakaian Adat Karo)
Setelah selesai makan pagi, kedua keluarga pengantin akan memakai
pakaian adat Karo, proses pemakaian ini disebut rose. Orang yang memakaikan
ose (pakaian adat) seharusnya adalah kalimbubu si mupus (kalimbubu yang
melahirkan), namun sekarang ini telah dilakukan oleh orang dari salon.
Seyogianya orang yang memakaikan ose itu kepada laki-laki adalah saudara laki-
laki daripada ibu ataupun keturunanya yang laki-laki. Orang yang memakaikan
ose kepada wanita adalah orang tuanya atau saudara laki-lakinya sendiri.
Umumnya pada laki-laki, ose itu terdiri daripada tutup kepala (bulang),
kain yang mendatar di atas pundak (kadang-kadangen), kain yang melilntang di
pundak sebelah kanan ke kiri (selempang) dan kain yang membalut di pinggang
hingga ke bawah (gonje).
Pada wanita, ose-nya terdiri daripada tutup kepala (tudung), kain penutup
di atas pinggang (langge-langge), dan kain membalut di pinggang (abit). Pada
penggantin disamping ose di atas masih ada hiasan tambahan, yaitu sertali, terdiri
daripada sepasang gelang, sepasang anting, kalung, dan hiasan pada penutup
kepala. Bahanya daripada logam yang bersepuh emas.
87
Setelah rose kedua pengantin duduk di atas kursi pada tempat keluarga
masing-masing dalam arti belum dapat bersanding. Setelah semua yang terlibat
dalam rose selesai maka anak beru si ngerana daripada pihak keluarga pengantin
laki-laki dan wanita menyampaikan bahwa rose telah selesai. Dengan demikian
kedua belah pihak anak beru si ngerana menyatakan bahwa acara ertembe-tembe
(musyawarah adat) telah dapat dilaksanakan.
3.5 Ertembe-tembe (Musyawarah Adat)
Untuk melakukan ertembe-tembe (musyawarah adat) disamping telah rose
ada hal ini perlu diperhatikan, yaitu lengkapnya kedatangan kaum kerabat masing-
masing, apakah kerabat yang terlibat langsung dalam musyawarah telah hadir.
Kalau memang kerabat itu telah ada yang mewakili, maka acara dapat dimulai.
Kalau acara ini sudah dapat dimulai maka untuk itu diperlukan amak
runggu (tikar untuk musyawarah yang disediakan oleh anak beru keluarga
pengantin wanita. Tikar tersebut dibentangkan untuk menjadi tempat duduk yang
terlibat dalam musyawarah adat. Masing-masing anak beru si ngerana daripada
kedua keluarga memberi kesempatan kepada salah seorang daripada senina atau
sembuyak atau gamet yang mewakili sukut untuk memanggil semua anak beru
agar menyelesaikan musyawarah adat tersebut, seperti gambar 3. 2a dan gambar
3.2b.
Acara musyawarah adat dapat dimulai dengan terlebih dahulu membaca
doa berdasarkan agama mereka. Selesai membaca doa, sebagai penghormatan
dalam adat pihak keluarga pengantin laki-laki harus menyampaikan tepak dan
88
rokok. Jumlah tepak yang diperlukan ada enam. Memulai musyawah, anak beru si
ngerana pihak pengantin laki-laki (L) menyampaikan kata-kata:
(L) : Gelah erlayas cakap ta, perdalin kami ate kami kampil uga kapndu kira kira?
(Supaya baik pembicaraan kita, kami mau menyampaikan tepak bagaimana kalian rasa ? )
Anak beru si ngerana pihak pengantin perempuan (P) menjawab: (P) : Oe mehuli, pedalin! (Iya baik, sampaikan/) Anak beru si ngerana pihak pengantin laki-laki menyerahkan lima tepak
kepada pihak keluarga pengantin wanita dengan perantara anak beru-nya, dengan
mengatakan sebagai berikut:
(L) : Enda kampil kehamaten, tole kerna kita ercakap cakap sanga embah belo selambar, me labo kapndu dalih kerina kalimbubu? Ini tepak kehormatan, selain itu tentang musyawarah kita pada waktu peminangen, kan tidak salahnya semua kalimbubu?
Gambar 3. 2a Anak beru Bangun
89
Anak beru si ngerana pihak pengantin perempuan menerima lima tepak
daripada pihak keluarga pengantin laki-laki dengan perantara anak beru-nya. Satu
tepak yang lain di untuk disampaikan kepada kalimbubu singalo ulu emas dan
singalo ciken-ciken yang ada pada pihak keluarga pengantin laki-laki. Di samping
itu disampaikan kepada semua kalimbubu mohon agar mendengarkan dan dapat
mengingatkan apabila ada kesilapan atau kesalahan musyawarah tersebut.
Gambar 3. 2b Anak beru Bukit Semua makna tepak diambil dan tepaknya dikembalikan, kemudian anak
beru si ngerana pihak pengantin perempuan (P) menyatakan:
(P): Isap kalimbubu kami sidilaki sikap dingen mami ras turangku nggo man belo, kai dage sibelasken ndu kerna isap ras belo si nggo she? (Rokok kalimbubu kami yang laki laki baik, begitu juga mami dan turangku sudah memakan sirih, apa hal yang ingin kalian sampaikan melalui rokok dan sirih yang sudah kami terima?
(L): Nderbih dakam pasu pasu kalimbubu kami enda, ersinget singet gantang tumba si man sukaten, nungkun kami anak beru tambar malem ku anak beru karo mergana kerna gantang tumba si sukaten seh asa gundari me labo lit siubahen? Semalam sudah berlangsung pemberkatan kalimbubu kami ini, teringatnya tentang jumlah mahar yang harus dibayarkan, kami mau bertanya anak beru Tambar Malem kepada anak beru Karo margana tentang jumlah mahar yang harus dipenuhi sampai sekarang kan tidak ada yang berubah?
90
Anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita meminta agar anak beru
si ngerana keluarga pengantin laki-laki membacakan hasil kesepakatan pada
musyawarah adat pada waktu peminangan. Untuk itu anak beru si ngerana
keluarga pengantin laki-laki menyampaikan kepada anak beru si ngerana
keluarga pengantin wanita bahwa pada waktu peminangan mereka sudah
membuat kesepakatan tentang jumlah pembayaran mahar (batang unjuken).
Selanjutnya anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki membacakan
kembali semua hasil kesepakatan tentang jumlah pembayaran mahar. Dengan
begitu nyata dapat diketahui jumlah tersebut daripada semua pihak yang terlibat.
Setelah menyimak pembacaan hasil kesepakatan yang telah ditetapkan dalam
waktu peminangan maka anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita
mengatakan:
(P): Lang, labo lit siubahen. aku dakam pang nge nda arih ras kalimbubu kami adi erdemu impal ngenda iya mpal, kalimbubu enda pe labo iya nggit si asaken sebab si tatapen nge kita ibas jabunta. (Tidak, tidak ada yang berubah, Aku juga berani bermusyawarah dengan kalimbubu kami sebab mereka ber- impal, kalimbubu ini juga tidak akan mau meminta lebih, karena saling mengerti juga di dalam kelurga besar kita. (L): Gelah entegoh cakapta si jalapen kita pe kepar gelah kepala desa si nengahi cakapta” (Supaya kuat hasil musyawarah, kita kedua belah pihak memberitahukan orang yang menanggung jawapi dan kepala desa yang menengahi nya).
Dengan demikian maka musyawarah adat selasai dilakukan dan langsung
dilanjutkan dengan sijalapen (pemberitahuan orang yang bertanggung jawab
dalam upacara perkawinan).
91
3.6 Sijalapen (Pemberitahuan Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam
Upacara Perkawinan)
Pada upacara perkawinan masyarakat Karo ada orang yang dibuat sebagai
penanggung jawab dalam perkawinan. Orang yang bertanggung jawab itu dalam
perkawinan berjumlah sebelas orang, yang terdiri dari 6 (enam) orang dari pihak
keluarga pengantin laki-laki dan 5 (lima) orang dari pihak keluarga pengantin
perempuan.
Dari pihak keluarga pengantin laki-laki terdiri daripada:
1. Orang tua daripada pengantin laki-laki, yaitu ayah kandung daripada pengantin
laki-laki.
2. Sipeempoken, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengawinkan
pengantin laki-laki yaitu salah seorang daripada senina.
3. Biak senina, salah satu senina yang bertanggung jawab dalam musyawarah
upacara perkawinan.
4. Anak beru cekoh baka yaitu anak beru yang bertanggung jawab daripada segala
keperluan pada upacara perkawinan,
5. Anak beru si ngerana yaitu anak beru yang bertanggung jawab dalam
musyawarah pada upacara perkawinan.
6. Anak beru menteri atau anak beru sindungi dahin, yaitu anak beru yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada upacara perkawinan.
Dari pihak keluarga pengantin wanita, terdiri daripada:
1. Orang tua daripada pengantin wanita, yaitu ayah daripada pengantin wanita,
2. Sinerehken, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengawinkan
92
pengantin wanita salah seorang daripada senina,
3. Biak senina, yaitu salah satu senina yang bertanggung jawab dalam
musyawarah pada upacara perkawinan, dari pihak pengantin wanita.
4. Anak beru cekoh baka, yaitu anak beru yang bertanggung jawab daripada
segala keperluan upacara perkawinan, dari pihak pengantin wanita.
5. Anak beru tua atau anak beru si ngerana, yaitu anak beru yang bertanggung
jawab dalam musyawarah pada upacara perkawinan dari pihak pengantin
wanita, seperti gambar 3.3
Gambar 3.3 Kepala Desa Enjalapi (Menentukan Penanggung Jawab Perkawinan)
3.7 Ersukat Emas (Penyerahan Mahar)
Umumnya setiap batang unjuken (mahar) terdiri daripada tujuh jenis, masing-
masing dimasukkan ke dalam amplop. Dengan demikian memudahkan untuk
diberikan kepada pihak keluarga pengantin wanita yang berhak menerimanya.
93
Orang yang berhak menerima ketujuh bagian mahar pada upacara perkawinan
masyarakat Karo adalah:
1. Orang tua kandung pengantin wanita,
2. Singalo bere-bere, yaitu saudara laki-laki dari ibu pengantin wanita,
3. Singalo perkempun, yaitu ipar dari saudara laki-laki dari ibu pengantin
wanita,
4. Singalo perninin, yaitu ipar dari ayah pengantin wanita,
5. Singalo perbibin, yaitu saudara perempuan dari ibu pengantin wanita,
6. Si rembah ku lau, yaitu saudara perempuan dari ayah pengantin wanita,
7. Perkembaren, yaitu suami dari saudara perempuan dari ayah pengantin
wanita.
Acara ersukat emas (musyawarah pembayaran mahar) selesai setelah tiap-tiap
bagian telah diterima oleh orang atau yang mewakili daripada orang yang berhak
menerimanya. Seperti gambar 3.4
Gambar 3.4 Membayar Mahar
94
3.8 Ngelegi Beru (Pengambilan Pengantin Wanita)
Setelah selesai pembayaran mahar maka anak beru si ngerana keluarga
pengantin laki-laki meminta kepada semua pihak senina, sembuyak, sedalanen,
sepengalon, sepemeren agar bersama-sama dengan anak beru pihak keluarga
pengantin laki-laki untuk ngelegi beru yaitu menjemput pengantin wanita. Dalam
hal ini pengantin laki-laki diarak ketempat keluarga pengantin wanita, dan
sesampainya di tempat pengantin wanita maka mereka kedua pengantin diarak
untuk menghadap kalimbubu si nagao ulu emas, yaitu saudara kandung laki-laki
ibu pengantin laki-laki untuk membayar ulu emas (utang adat kepada kalimbubu
singalo ulu emas).
3.9 Nggalari Ulu Emas (Membayar Hutang Adat Kepada Kalimbubu Singalo
Ulu Emas) Ulu emas merupakan satu utang adat yang harus dibayar keluarga
pengantin laki-laki kepada kalimbubu si ngalo ulu emas (saudara laki-laki
daripada ibu pengantin laki-laki). Banyaknya untang adat ini sama persis dengan
tukur (mahar yang diberikan kepada orang tua pengantin wanita). Pembayarannya
hanya dapat dilakan setelah keluarga pengantin laki-laki memberikan pembayaran
mahar secara menyeluruh. Lihat gambar 3.5a dan gambar 3.5b
Dengan adanya pembayaran ini semua kalimbubu si ngalo ulu emas telah
menganggap bahwa pengantin wanita menjadi anaknya sendiri. Sebaliknya
pengantin wanita juga harus menganggap kalimbubu si ngalo ulu emas sama
dengan orang tuanya atau saudaranya sendiri.
95
Gambar 3.5a Penghormatan Kepada Kalimbubu menjelang Pembayaran Ulu Emas
Gambar 3.5b Pembayaran Ulu Emas Kepada Kalimbubu
Setelah membayar ulu emas maka semua kaum kerabat dimohon agar
bersiap-siap menyambut adu pengantin, yaitu mempersilakan agar kedua
pengantin menari bersama serta bernyanyi secara bergantian.
96
3.10 Adu Pengantin ( Menari Dan Menyanyi Kedua Pengantin)
Sudah menjadi suatu kelaziman sejak lebih dari dua dekade pada setiap
upacara perkawinan masyarakat Karo ada adu pengantin. Waktu yang tepat
melaksanaka adu pengantin seteleh selesai pembayaran ulu emas. Dalam kasus
penelitian ini adu pengantin tepat setelah selesai pembayaran ulu emas. Lihat
gambar 3.6 Adu Pengantin
Gambar 3.6 Adu Pengantin
Selain itu adu pengantin ini secara langsung dipandu oleh perkolong-
kolong dengan lagu pembukaan maba kampil (lagu ini menjadi korpus pertama
dalam penelitian ini). Bersamaan dengan itu semua kaum kerabat turut mengarak
kedua penganting menari. Setelah selesai perkolong-kolong memandu mereka
menari bersama di tengah-tengah tempat upacara, maka anak beru si ngrana
keluarga pengantin laki-laki secara bergantian dengan anak beru si ngerana
keluarga pengantin wanita bergantian memandu.
97
Masing-masing pengantin menyanyikan dua lagu, dan pada waktu mereka
bernyanyi kaum kerabat memberi sumbangan yang berguna untuk membantu
kemandirian mereka. Setelah selesai adu pengantin, kembali anak beru si ngrana
keluarga pengantin laki-laki meminta agar semua pihak kembali ketempat duduk
masing-masing karena acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) segera akan
dimulai.
3.11 Ngerana (Menyampaikan Kata Sambutan)
Dalam acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) pada upacara
perkawinan dilakukan secara bergantian antara kaum kerabat pihak keluarga
pengantin laki-laki dan pihak keluarga pengantin wanita. Tetapi selalu dimulai
oleh pihak keluarga pengantin laki-laki. Secara lengkap susunan acara ngerana itu
ada tujuh seperti yang terdapat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Susunan Acara Kata Sambutan Pada Upacara Perkawinan
No Susunan Acara Kata Sambutan Pada Upacara Perkawinan
1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Seninanya
2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Seninanya
3 Pihak Pemerintah, Teman Sejawat
4 Kalimbubu Keluaraga Pengantin Laki-laki
5 Kalimbubu Keluaraga Pengantin Wanita
6 Anak beru Keluarga Pengantin Wanita
7 Anak beru Keluarga Pengantin Laki-laki
98
3.11.1 Keluarga Pengantin Laki-laki dan Semua Seninanya Memulai acara ngerana (menyampaikan kata sambutan) anak beru si
ngerana keluarga pengantin laki-laki meminta agar semua kaum kerabat sukut si
empo dalam hal ini keluarga Bangun dan semua senina-nya berdiri disebelah barat
dan menghadap ke arah timur. Sementara semua sembuyak-nya yang terdiri
daripada sipemeren, siparibane, sepengalon dan sedalanen berdiri di sebelah
timur dengan menghadap ke barat, sehingga kedua kelompok ini saling
berhadapan.
Pada bagian sebelah utara berdiri pula sebagian anak beru keluarga Bangun.
Beberapa orang daripada anak beru keluarga Bangun yang berada sebelah kiri
membawa tepak yang berisi sirih dengan kelengkapannya.
Anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki menyampaikan kepada
keluarga Bangun bahwa mereka sudah menari bersama semua sembuyak-nya
termasuk sipemeren, siparibane, sepengalon dan sedalanen-nya semua, agar
menyampaikan kata sambutan kepada semua kaum kerabat yang telah di undang
hadir. Lihat gambar 3.7
Menanggapi pernyataan daripada anak beru si ngerana itu, ayah daripada
pengantin laki-laki menyampaikan kata sambutannya seperti berikut:
Sinihamati kami sembuyak senina sipemeren ras sipengalon (Yang kami hormati sembuyak senina sipemeren dan sipengalon) Rikut ras anak beru bage pe anak beru menteri kami
99
Gambar 3.7 Keluarga Sukut Bangun
(Begitu juga dengan anak beru dan anak beru menteri kami) Ikataken bujur ibas kerehendu (Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian) Mindo maaf kami man bandu kalimbubu kami (Mohon maaf lami kepada kalimbubu kami) Mungkin ibas nenahken kami kam la kami reh ndahi kam sekalak sekalak (Mungkin saat mengundang kalimbubu sekalian kami tidak mendatangi kalimbubu sekalian satu per satu) Enda ban situasi kesehaten si kurang lit bas aku, labo ban karus kami (Hal ini dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang ,bukan karena kemalasan kami) Bage pe man bandu sembuyak senina sipengalon (Begitu juga kepada sembuyak senina sipengalon) Melala kataken kami bujur man bandu (Kami ucapkan banyak terima kasih) Ibas kam kerina numpak numpak si ibahan bas wari sisendah (Dimana kalian semua mengikuti apa yang dilakukan pada hari ini) Bage pe man anak beru kam ras anak beru menteri kami (Begitu juga kepada anak beru dan anak beru menteri kami) La kam erlatih latih guna ndugi dahin enda (Yang tidak pernah lelah dalam menyelesaikan pekerjaan ini) Ikataken kami bujur man bandu
100
(Kami ucapkan terima kasih) Bagendam man bandu kalimbubu kami sembuyak kami anak beru kami (Demikian untuk kalian semua kalimbubu kami, sembuyak kami, anak beru kami) I ja kari panggung ndu pe seh pedah ndu man kempundu bere-berendu anakta bage pe permenndu (Dimana nanti pada saat menyampaikan kata sambutan ini sampaikan petuah-petuah kepada cucu, kemanakan, anak kita) Tuhan simasu masu kita kerina, bujur. (Tuhan memberkati kita semua terima kasih).
Memperhatikan kata sambutan di atas diketahui bahwa makna daripada
kata sambutan yang disampaikan bapak pengantin laki-laki ada lima yaitu: 1)
menyampaikan penghormatan dan ucapan terima kepada semua senina dan anak
beru; 2) menyampaikan mohon maaf kepada semua kalimbubu karena dalam
mengundang tidak dapat mendatangi kerumah satu persatu disebabkan karena
biliau kurang sehat; 3) memohon kepada semua kaum kerabat pada waktunya
nanti sampaiakan kata sambutan berupa petuah-petuah kepada cucu, kemanakan,
anak yang berumah tangga; 4) semoga Tuhan memberi rahmat kepada kita semua;
dan 5) mengucapan terima kasih kepada semua kaum kerabat.
Kata sambutan dari keluarga pengantin laki-laki yang disampaikan oleh
bapak pengantin laki-laki secara umumn telah merangkum semuanya. Namun
demikian kata sambutan ini ditambah oleh ibu pengantin laki-laki. Kenyataan
seperti inilah yang lazim terjadi dalam pelaksanaan adat bukan hanya
memperhatikan makna daripada kata sambutan saja yang diperlukan tetapi lebih
penting lagi menyangkut personal yang menyampaikannya. Menyampaikan secara
bergantian walaupun maknanya hampis kebanyakan sama dianggap pelaksanaan
adat berjalan dengan sebaik-baiknya.
101
Kata sambutan yang disampaikan ibu pengantin laki-laki itu sebagai berikut:
Sinikelengi kam kerina sembuyak kami bage pe sipemeren siparibanen kerina (Yang kami sayangi anda sekalian semua sembuyak kami begitu juga sipemeren dan siparibanen kerina) Si la ipilihi kami (Yang tidak kami beda-bedakan) Terus pe sinikelengi kami kam kerina anak beru kami (Demikian juga yang kami sayangi anda sekalian anak beru kami) Mindo maaf kel kami man bandu ntah ija kel ndai la idah kami kam reh (Kami mohon maaf kepada anda sekalian jika kami tidak melihat kedatangan anda) Bage pe ibas penenahken kami kam mungkin la kita jumpa (Begitu juga saat menyebar undangan mungkin kita tidak berjumpa) Ijenda mindo maaf kel kami labo kel erkiteken karus kami (Di sini kami mohon maaf oleh karena bukan karena kemalasan kami) Tapi erkiteken situasi maka kita la jumpa (Tapi dikarenakan situasi sehingga kita tidak berjumpa) I ja kesehaten bapak Iyos bagi kurang (Tapi dikarenakan kesehatan bapak Iyos juga kurang) Emaka la banci idahi kami kam sada per sada (Sehingga kami tidak bisa mendatangi anda sekalian satu per satu) Emaka ibas paksa enda mindo maaf kel kami man bandu kerina (Jadi saat ini kami menyampaikan permohonan maaf untuk anda sekalian) Ertoto kami ibas kerehenndu Tuhan lah siermulih pagi kerina man bandu (Kami doakan semoga kedatangan anda sekalian Tuhan selalu memberkati) Je nari adi mulih pe kari kam Berita si mehuli lah kari embahndu (Jadi saat pulang dari acara ini berita baiklah yang akan anda bawa sekalian) Gelah terpuji Dibata ibas kerja ta enda bujur (Sehingga terpuji nama Tuhan selalu dalam acara ini, terima kasih)
Makna dari kata sambutan pihak ibu pengantin laki-laki terdiri dari:
pernyataan hormat terhadap semua senina-nya tanpa membeda-bekannya;
pernyataan hormat terhadap semua anak beru; menyampaikan permohonan maaf
102
kalau kedatangan semua kerabat tidak semua dapat dilihat; menyampaikan
permohonan maaf atas undangan yang diberikan tanpa kedatangan secara
langsung karena kurang kesehatan; menyampaikan doa agar semua mendapat
berkat dan terpuji Tuhan Yang Maha Kuasa; dan ucapan terima kasih kepada
semua kaum kerabat.
Walau anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki masih
memberikan kesempatan kepada keluarga Bangun sebagai keluarga pengantin
laki-laki untuk menambahai kata sambutan, nampaknya tidak ada lagi. Karena itu,
anak beru si ngerana keluarga pengantin laki-laki memberikan kesempatan
menyampaikan kata sambutan kepada senina keluarga Bangun.
Senina keluarga Bangun yang memeberikan kata sambutan ada ada 6
(enam) orang. Dalam tulisan ini saya catat 3 yang mewakili. Pertama, dari pihak
sembuyak menyampaikan kata sambutan sebagai berikut:
Kuakap tambar malem e lo kami tandaina (Mungkin tambar malen ini tidaklah kami kenal) Suruh iya ku batu karang (Suruh dia datang ke batu karang) Ula kari karang tading (Jangan sampai karangnya tinggal) Bagem kempu kami si batu karang nterem si la reh (Demikianlah kempu kami, dari batu karang tidak banyak yang datang) Ntah kai sebab mungkin karna erupsi (Mungkin karena erupsi) Jadi bagem tambar malem selamat kam ibas njabuken bana jumpa anak dilaki ras anak diberu (Jadi demikianlah tambar malem selamat untuk perkawinannya semoga cepat diberi anak perempuan dan laki laki) Jadi luah man anak beruta bage pe man kalimbubu (Jadi kebanggan untuk anak beru kita begitu juga untuk kalimbubu)
103
Beberapa hal yang penting daripada makna kata sambuatan di atas
diantaranya adalah pernyataan suatu kebanggaan bahwa keluarga Bangun mampu
menyelenggarakan upacara perkawinan yang begitu besar; bahwa pengantin laki-
laki di yakini tidak mengenal semua kaum kerabat yang hadir, oleh sebab itu agar
sering datang ke Batu Karang; kurangnya keluarga datang dari kampung Batu
Karang karena erupsi gunung Sinabun.; mendoakan agar rumah tangga yang baru
dapat melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan demi kebanggaan kepada
anak beru dan kalimbubu.
Senina yang kedua menyampaikan kata sambutan berasal dari kota
Kabanjahe. Kata sambutan itu yang berisi hal yang penting, diantaranya,
pernyataan ucapan selamat kepada keluarga pengantin laki-laki atas
berlangsungnya perkawinan jumpa impal; pernyataan meyakini bahwa kasih dari
Tuhan Yang Maha Kuasa begitu tinggi terhadap kedua keluarga; semoga keluarga
Bangun bersenang hati sehingga menjadi sehat walafiat. Lebih lanjut kata
sambutan tersebut disampiakan sebagi berikut:
I jenda ngerana kami ibas tegun sembuyak tambar malem mergana (Di sini kami berbicara dari pihak sembuyak tambar malem mergana) Sipemena lebe ningkami man kam senina kami anak kami heski bangun bagepe ras permen kami beru Bukit (Pertama tama kami ucapkan kepada senina kami anak kami Heski Bangun begitu juga dengan permen kami beru Bukit) Adi ukuri kami keriahen ukurta bas wari enda (Melihat bagaimana kesenangan hati kita pada hari ini) Simpar pemere Dibata nandangi kam sada keluarga (Sungguh melimpah pemberian Tuhan untuk kamu sekeluarga) Terlebih nandangi kami ka sembuyak pe (Terlebih lagi bagi kami sembuyak juga) Ibas penenahken ndu kami kam ibas jumpa impalna beru bukit (Karena undangan yang telah kami terima karena perkawinan beru bukit dan impalnya) Jadi ningkami lebe nandangi kam sembuyak kami tambar malem mergana
104
(Jadi pertama kami ucapkan kepada sembuyak kami tambar malem) Ibas erjabu pe anak sintua itengah jabundu ibas war sisekalenda (Dimana perkawinan anak kita yang paling tua tengah keluarga pada hari ini) Pengarapen kami kam sembuyak ndu si lit I Kabanjahe (Harapan kami sembuyak yang ada di Kabanjahe) Berubah lah kam tambar malem mergana adi gel gel rusur kam sakit wari si sekalenda kari mulai lanai kam sakit sakit (Berubahkan kami tambar malem mergana jikalau dulu kamu sering sakit mulai sekarang janganlah sakit lagi) Gelah alu bage teridah beru bukit e reh ku tengah jabundu sada kemegahen kel bas kam tambar malem mergana bage pe anak kami si beru Bukit (Supaya terlihat beru bukit ini ada ditengah keluarga, jadi satu kebanggaan bagi tanbar malem begitu juga bagi beru Bukit)
Kata sambutan ketiga dari senina keluarga Bangun dapat dilihat seperti di
bawah ini:
Sinihamati kami kam kalimbubu kami bukit mergana bagepe ras puang ni Puang kami apai pe kam la erndobah (Yang kami hormati kalimbubu kami bukit mergana begitu juga dengan puang ni puang kami yang mana pun) Jadi bagi kam lebe senina kami Heskia ras Ester I jenda selamat lebe ibas kam pejabuken anak (Jadi untuk kam senina kami heskia dan ester kami ucapkan selamat atas perkawinan anak kita) Jadi man bandu anak kami ntah pe permen kami (Dan untuk anak kami dan permen kami) Kam salah sada tangga ku kalimbubuta (Kamu adalah salah satu tangga ke kalimbubu kita) Jadi tangga enda ula ban ceda bage (Jadi tangga ini janganlah buat rusak) Permen kami tuhu tuhu kam anak kami tuhu tuhu (Permen kami adalah benar anak kami) Labo dat dat bagem iya (Bukan yang di dapat yang sembarangan) Bas kami situhuna labo lit kekhawatiran (Bagi kami sebenarnya tidaklah ada kekhawatiran) Enda salah sada kebahagian banci muat impal (Bahkan ini adalah salah satu kebahagian kami karena bisa meminang impal) Untuk menjaga kerukunan ibas perjabun ndu cobak ikuti kegiatan gereja (Untuk menjaga kerukuna dalam perkawinan kamu coba ikuti kegiatan gereja)
105
Dan semua perpulungen karna itu yang membuat kita kuat (Dan semua semaat, karena itu yang membuat kita kuat)
Makna kata sambutan di atas pertama memberikan penghormatan kepada
semua kalimbubu yang datang. Selanjutnya menyampaikan ucapan selamat
kepada kedua orang tua pengantin laki-laki. Setelah itu disampaikan kepada
kepada kedua pengantin bahwa mereka merupakan suatu tangga untuk
mendekatkan keluarga kepada kalimbubu. Hal ini didapat bukan secara kebetulan
dan merupakan suatu kebahagian tersendiri. Oleh sebab itu ikutilah semua kegian
gereja karena dengan itu membuat kita kuat. Kata sambutan ini merupakan
penutup sehingga penyampaikan kata sambutan dari pihak pengantin laki-laki
dianggap telah selesai. Pada waktu semua kerabat ini berjalan menuju tepat
duduk perkolong-kolong menyanyikan lagu Siterang bulan. Dengan demikian
suasana upacara semakin menyenangkan dan lagu ini menjadi korpus ke-dua
dalam penelitian ini.
3.11.2 Keluarga Pengantin Wanita dan Semua Seninanya
Anak beru si ngerana keluarga pengantin wanita menyatakan bahwa
kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan dari pihak keluarga pengantin
wanita telah tiba. Untuk itu ia meminta agar semua kaum kerabat keluarga sukut
Bukit yang merupakan pihak keluarga pengantin wanita, berdiri disebelah barat
dan menghadap ke arah timur. Sementara semua sembuyak-nya yang terdiri
daripada sipemeren, siparibanen, dan sepengalon berdiri di sebelah timur dengan
menghadap ke barat. Sama dengan posisi pada waktu keluarga pengantin laki-laki
106
memberikan kata sambutan sebelumnya. Dengan demikian kedua kelompok
saling berhadapan.
Beberapa daripada anak beru keluarga Bukit ikut juga berdiri dan
membawa tepak yang berisi sirih dengan kelengkapannya. Kemudian anak beru
si ngerana keluarga Bukit menyampaikan kepada keluarga Bukit yang sudah
berdiri bersama semua sembuyaknya termasuk sipemeren, siparibane, sepengalon
dan sedalanen-nya semua, agar menyampaikan kata sambutan selamat datang
kepada semua kaum kerabat yang telah di undang hadir, seperti Gambar 3.8.
Bapak pengantin wanita memberikan kata sambutan seperti berikut:
Ibas lias pengarak ngarak na banci kita pulung bas ingan enda (Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan karena atas berkatnya kita masih dapat berkumpul ditempat ini) Erdandanken anak ta si beru bukit ras bere bere kami bangun mergana ersada arih guna pejabuken bana (Karena anak kita yang perempuan si beru bukit dan bere bere kami yang marga Bangun yang telah menyatukan hati untuk melakukan perkawinan). Jadi man kam sinihamati kami ginting mergana perangin angin mergana milala mergana bage pe temandu sendalanen kerina (Jadi untuk yang kami hormati Ginting marganya Perangin angin marganya Milala marganya bagitu juga teman sindalanen) Ras puang kalimbubu kami singarimbun mergana tarigan mergana ras temanndu sedalanen kerina (Begitu juga puang kalimbubu kami singarimbun margana tarigan margana dan sindalanen) Bage pe man sembuyak kami ras senina kami sipemeren sibaribanen sipengalon sendalanen (Begitu juga kepada sembuyak kami dan senjna kami sipemeren sipribanen sipengalon dan sindalanen) Ras kerina kam anak beru kami si nikelengi kami (Dan semua anak beru yang kami kasihi) I ja jenda nggo kita pulung kalimbubu kami senina kami anak beru kami (Dimana di sini kita berkumpul dengan kalimbubu senina dan anak beru kami semua)
107
Ntah uga gya penenahken kami kam ibas surat (Bagaimana pun cara kami dalam mengundang anda sekalian)
Gambar 3.8 Keluarga Sukut Bukit
Enda ula tama tama sangkut ukurndu (Jangan masukkan ke dalam hati) Bage pe se kam bas ingan enda ntah uga gya pengalo alo kami (Bagitu juga kepada anda sekalian yang berkumpul ditempat ini bagaimana pun cara penyambutan kami) Ras uga pencibalken kami isap ibas situasi si bagenda rupana (Dan bagaimana cara kami dalam memberikan rokok dalam situasi ini) Enda mindo maaf kel kami man bandu ibas kekurangen kami (Di sini kami mohon maaf atas kekurangan kami) Tapi ningkami man Dibata bapak tuhu meriah ukur kami (Tapi kami berdoa kepana Tuhan bahwa kami sangat senang) Sebab ireh kendu ku ingan enda guna kerna pertunggungken pehagaken ibas kerja peradaten anak kekelengen ta (Karena anda sekalian datang ke tempat ini untuk pertanggungjawaban untuk menyelesaikan acara adat anak yang kita sayangi ini) Jadi man kam senina kami sipemeren sipengalon sindalanen (Jadi kepada senina kami sipemeren sipengalon sindalanen) Bagem senina kami ija kita reh sekalenda guna ndungi kerja peradaten anak kekelengenta
108
(Jadi demikian senina kami dimana kita datang hari ini untuk menyelesaikan acara adat anak yang kita sayangi) Emaka berekenndu ajar kata nandangi anak kekelengenta (Jadi berikah kata petuah untuk anak yang kita sayangi ini) Jadi bagem nakku bagem bere bere kam Iyos (Jadi demikian anakku juga bere bere kami Iyos) Enda nggo pulung kerina sangkep geluh ta nakku (Ini sudah berkumpul semua sangkep geluh kita nakku) Jadi enda gelarna ndungi peradaten kam selaku kalak Karo) (Jadi ini namanya menyelesaikan acara adat kami sekali orang Karo) Kita selaku kalak karo ertina kai (Kita sebagai orang Karo) Makana kita la banci pulah ibas peradaten kalak karo (Tidaklah dapat terpisah dari adat Karo) Merga si lima tutur siwaluh rakut sitelu perkade kaden sepuluh dua tambah sada (Marga silima tutur siealuh rakut sitelu perkaden kaden sepuluh dua tambah sada) Artina ja pe pagi kam ringan nakku ula kam lupa peradatenta kam selaku kalak Karo (Artinya di mana pun nanti kamu berada nakku jangan pernah lupa adat kita sebagai orang Karo) Mehamat man kalimbubu metenget man senina metami man anak beru (Hormat kepada kalimbubu peduli kepada senina sayang kepada anak beru) Em pengarapen kami bapakndu ras bulangndu kerina (Inilah harapan kami bapak dan kakek kami sekalian semua) Jadi enda ertenah pagi kerina sangkep geluhta harus ka nge enda idahindu kerina (Jadi nanti jika semua sangkep nggeluh mengundang dalam acara adat maka kamu juga haruslah hadir) Jadi endam sitik bas aku nari apai kita sinambahisa kata enda kata tambahen (Jadi demikianlah sedikit kata dari saya, apakah ada lagi yang mau menambahkan)
Berbagai makna dalam kata sambutan di atas dapat diketahui yang
dimulai dengan ucapar rasa sykur kepada Yang Maha Kuasa; ucapan selamat
datang kepada semua kaum kerabat; bahwa dalam kehidupan kita tidak boleh
terlepas dari adat istiadat; kata sambutan ini masih ada kekurangan oleh karena
itu masih dapat ditambahi.
109
Selanjutnya anak beru singerana keluarga pengantin wanita memberikan
kesempatan kepada pihak sembuyaknya untuk memberikan kata sambutan.
Makna-makna yang penting di dalam kata sambutan tersebut yang disampaikan
oleh pihak senina dari pada keluarga pengantin wanita di antaranya, megharapkan
keberkaatan terhadap orang tua pengantin wanita; bagaimana pun perkawinan
jumpa impal akan memperkuat ikatan persaudaraan yang sudah ada sebelumnya;
mudah-mudahan perkawinan ini akan memberikan kebahagiaan tidak hanya
kepada orang tua tetapi kepada semua keluarga besar; permohonan maaf atas
segala kekurangan di dalam pelaksanaan upacara; bagaimanapun upacara
perkawinan ini merupakan kebanggan bagi kedua-dua orang tua; karena
perkawinan ini dianggap sekarang sudah langka hendak lah dijaga sebaik-baiknya;
dan terakhir agar keluarga yang baru mendapat kesejahteraan serta dapat
melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan.
Secara lengkap kata sambutan itu adalah sebagai berikut:
Bagem Bukit mergana kerina kam harapen kami ibas erjabu anak ta sintua (Untuk Bukit merganya semua kamu adalah harapan kami dalam perkawinan anak kita yang paling tua ini) Sehat kam Bage pe man nande tasya em harapen kami (Semoga sehat selalu begitu juga dengan ibu tasya, itulah harapan kami) Jadi man kam anak kami tasya jadi adi jump ras impal nakku (Dan untuk anak kami Tasya, karena sudah jumpa dengan impal) E harus kam jadi benang penjarum (Maka haruslah jadi benang penjarum) Gelah ula pagi nakku perjabunndu enda jadi ukuren bapak ras mamak e harapen kami man kam terbeluh kam (Supaya nantinya perkawinan kamu ini tidak menjadi pikiran bagi ayah dan ibu kamu, inilah harapan kami semoga kamu bisa menjalankannya) Sangap kam ibas wari sisekalenda I ja erban pesta anak kekelengenta sintua (Beruntung kamu pada hari ini dimana membuat pesta anak sulung tersayang)
110
Kami biakseninandu sipengalon ijenda ngatakensa selamat ningku sekali nari man bandu (Kami senina sipengalon disini mengucapkan selamat sekali lagi kepada kalian berdua) Endam salah sada panggung nta selaku kita nggo orang tua (Ini adalah salah satu panggung kita selaku kita sudah menjadi orang tua) Ija ningen pejabuken anak (Dimana dalam membuat acara perkawinan anak kita) Tuhu enda melala rintangen (Sangatlah banyak tantangan) Bagi katandu ndube bas adat enda lalit kekurangen lalit kelebihen tapi erlajar kita lalap (Seperti yang tadi dikatakan sebelumnya bahwa dalam acara adat tidak ada kelebihan atau kekurangan tapi disini kita sama sama belajar) Endam sada kebanggan man banta (Inilah satu kebanggaan untuk kita) Jadi ningku man kam khusus iyos ras tasya (Jadi terkhusus untuk iyos dan tasya) Kami bapakndu seh kel ermeriah ukur ibas perjabun ndu jumpa kam ras Iyos (Kami bapak sangat bahagia untuk perkawinan kamu dengan Iyos) Saja ningkami jenda lit pidana na adi perjumpaan ras impal (Namun disini kami ingin mengatakan bahwa dalam meminang impal ada pidananya) Pidana na kai (Apa itu pidananya) Kade kade ta la tambah (Kade kade/persaudaraan kita tidak bertambah) Cuman ibas la tambah kade kade ta e kam anak kami ras bere bere kami (Namun walaupun kade kade kita tidak tambah, kamu anak kami dan bere bere kami) Harus jagandu sekecil mungkin perubaten ibas rumah tangga (Harus menjaga agar sekecil mungkin membuat masalah dalam rumah tangga) Sebab kai nakku enda cukup berat (Karena ini cukuplah berat nakku) Sungguh langka seribu sada jelma sigundari erdemu ken impal (Sungguh langka sekarang orang dapat menikah dengan impalnya, perbandingannua 1000:1) Jadi ningkami ibas perjabun ndu kami notokensa (Jadi kami berdoa untuk perkawinan kamu berdua) Sangap kam njabuken bana (Berbahagialah dalam perkawinanmu) Jumpa kam anak dilaki ras anak diberu (Semoga dapat anak perempuan dan laki laki)
111
Agak bervariasi dengan kata sambutan yang disampaikan oleh
keluarga pengantin wanita yang kedua dimana beliau mengatakan bahwa
adanya perkawinan ini merupakan suatu hasil dari pada doa keluarga besar
pengantin wanita; oleh sebab itu selanjutnya kita tetap mendoakan agar
rumah tangga yang langgeng dan dapat melahirkan anak laki-laki dan anak
perempuan; untuk menyambung kekeluargaan dengan pihak anak beru
dengan kalimbubu; kiranya kesehatan dan rejeki tetap melimpah ruah
kepada keluarga pengantin wanita; dan pekerjaan pun semakin baik; hal ini
seperti yang tertulis di bawah ini:
Tapi enda kuasa tuhu ibas toto ndu jabu Bukit mergana (Tapi ini tetap pada kuasa doa dalam perkawinan keluarga Bukit mergana) Ras Sukatendel mergana ras kami teman ndu sindalanen (Dan Sukatendel mergana dan kami teman sendalanen) Nggo nggo ken Dibata iya (Tuhan sudah berkehendak) Bagem iyos kelengi impal ndu e nakku (Demikianlah iyos, sayangilah impal kamu ini nakku) Kelengi bre bre saribu e bre Bukit e (Sayangi bere bere saribu ini bere Bukit ini) Ertoto kami dingen ken teman sindalanen bagepe bapakndu (Kami doakan beserta dengan teman sindalanen begitu juga ayah kamu) Panjang perjabunndu reh tambah tambah na rejeki ndu (Panjang umur perkawinan kami tambah rejeki) sikeleng kelengen kam (Saling menyanganyilah kalian berdua) pupus anak dilaki anak diberu kam (Melahirkan anak perempuan dan laki laki) man luah man anak beru ras kalimbubu pagi ibas tengah tengah jabu bukit mergana (Menjadi kebanggan bagi anak beru dan kalimbubu ditengah keluarga bukit mergana) jadi bagem ngenca kami erbelas bapak tasya kam pe ras impalta sehat sehat kam Demikianlah kata dari kami bapak tasya, untuk impal kami juga semoga kamu sehat selalu tambah tole rejeki sibereken Dibata man bandu Tambah rejeki yang diberikan Tuhan
112
ersikapna ibas pendahindu Pekerjaan pun tambah baik kami pe kerina ibas perjabun anakta reh tambahna kesehaten kami Kami juga semua yang datang pada acara ini smoga bertambah sehat bujur ras mejuah juah kita kerina apai nari kita sinambahisa Terima kasih dan mejuah juah kita semua, yang mana lagi yang mau menambahkan
Setelah sembuyak keluarga bukit menyampaikan kata sambutan,
perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan lagu family taxi yang
menjadi korpus ke-tiga nyanyian dalam penelitian ini dan pihak senina datang
untuk menyalami keluarga besar pihak perempuan.
3.11.3 Pihak Pemerintah Dan Teman Sejawat Dalam upacara perkawinan masyarakat Karo selalu ada kesempatan
diberikan kepada pihak pemerintah untuk menyampaikan kata sambutan.
Pemerintah ini biasanya tergantung pada keadaan, dalam arti dapat diwakili oleh
perangkat desa. Namun dalam kasus penelitian ini Wakil dan Bupati Kabupaten
Karo sendiri yang langsung memberikan kata sambutan, lihat gambar 3.9.
Isi kata sambutannya menekankan supaya menggunakan bahasa Karo lah
dalam rumah tangga supaya anak-anak juga nanti bisa berbahasa Karo dan
mempelajari adat dan tutur adat supaya tahu mana sebutan-sebutan untuk seluruh
sanak keluarga
Lebih lanjut kata sambutan yang disampaikan ibu Wakil Bupati Karo
dilihat seperti di bawah ini:
Jadi perpulungen si ermeriah ukur (Jadi pertemuan yang berbahagia)
113
Bage pe man bandu keluarga bangun mergana bagepe keluarga Bukit mergana (Begitu juga kepada keluarga bangun dan keluarga Bukit) Ngataken selamat man bandu lebe pengantin (Mengucapkan selamat dulu kepada kamu pengantin) Ibas keriahen ukur tenda kerina pasti si meriah na kel ukurna eme kapen anak ta bangun mergana ras beru Karo (Di dalam kebahagian ini kita semua pasti yang paling merasa bahagia yaitu anak kita marga bangun dan yang beru Karo) Jadi ijenda nakku nderbih kam nggo ngaloken pasu pasu ibas Dibata nari (Jadi disini nakku semalam kam sudah menerima pemberkataan dari Tuhan) Sekalenda kita ngerana kerna adat (Hari ini kita berbicara tentang adat)
Gambar 3.9.Wakil Bupati Karo Menyampaikan Kata Sambutan
Jadi jenda kam pe kapndu nggo ngalah tedis teh kami nge ndai nari pagi pagi nari seh asa gundari (Jadi di sini kamu juga sudah merasa capek terus-terusan berdiri kami tau itu dari pagi hari sampai saat ini) Kami la gedang gedang ngerana cuman si peseh kami baik kami selaku pemerintah daerah (Kami tidak panjang-panjang berbicara cuman yang ingin kami sampaikan selaku pemerintah daerah) Darma Wanita bagepe ras PKK nehken kata man bandu (Darma Wanita begitu juga PKK menyampaikan ucapan kepada kamu)
114
Makana min pagi ibas tengah tengah jabundu cakap Karo lah kam gelah anak anak ndu pe pagi tehna cakap Karo (Supaya nanti di keluarga baru kamu bahasa Karo lah digunakan supaya anak-anak kamu juga nanti tahu berbahasa Karo) Bage pe si peduaken gelah tehndu lah adat (Begitu juga yang kedua supaya tahu lah kamu adat) Maka tehndu apai mama ndu apai mami ndu apai bibi ndu apai bengkila ndu (Supaya tahu mana mama kamu yang mana mami kamu bibi kamu yang mana bengkila kamu) Apai turangkundu apai silihndu apai anak berundu siberem la gia saja (Yang mana turangku kamu silih kamu yang mana anak beru kamu sebatas itu saja dulu) Gia e nggo tehndu e nggo kam sah cakap karo beloh cakap Karo (Walaupun itu saja kam tahu sudah sah berbahasa karo tahu bahasa Karo) Gundari nakku aku tanyak dulu bisa kam bahasa Karo kan? (Sekarang anakku aku tanyak dulu bisa berbahasa Karo kamu?) Jadi gundari nakku kota kota besar melala anak anak ta tengah tengah jabu lanai tehna cakap Karo (Jadi sekarang di kota besar banyak anak-anak di tengah keluarga tidak tahu lagi bahasa Karo) Adi kam pe duana la tehndu cakap karo labo salahndu tapi salah orang tua ndu (Jika kalian juga berdua tidak tahu berbahasa karo bukan salah kalian tetapi salah orang tua kalian) Emaka pagi ulanai kam salah cakap Karo lah kam tengah jabu gelah anak anak ndu pagi pe tehna cakap Karo (Jadi nanti jangan lagi kam salah berbahasa lah kamu di keluarga nantinya supaya anak anak kalian juga nanti tau berbahasa karo Gundari kita kalak karo si ni kota nggo les kenna anak na bahasa karo Sekarang kita orang Karo yang di kota sudah di privatkannya anak nya berbahasa Karo) Si ngeles sa kalak Cina la ka bo kalak Karo (Yang mengajar privat orang Cina bukan orang Karo) Melala pe anak ta gundari kita kalak Karo enda ndilo mamana pe om nina ndilo bibina tante nina (Banyak juga anak kita orang Karo sekarang memanggil mamana juga sudah om katanya memanggil bibina sudah tante katanya) Nggo ka pe siteh salah senyum saja ka kita la si pandang (Sudah tau kita salah kita hanya tersenyum tidak mengajarkannya) Ula bage nakku salah nge ninta (Jagan begitu anakku salah seperti itu harusnya) Tapi dalam hal ini kami mintakan kepada anak kami berdua (Tapi dalam hal ini kami mintakan kepada anak kami berdua) Agar nantinya dilestarikan bahasa karo lestarikan adat Karo (Agar nantinya dilestarikan bahasa karo lestarikan adat Karo)
115
Selanjutnya kata sambutan disampaikan oleh Bupati Karo, lihat gambar
3.10.
Gambar 3.10 Bupati Karo Memberi Kata Sambutan
Inti dari ucapan itu adalah ada 3 poin yang dikatakan yang pertama adalah
pemberkatan dan tukaran cincin yang dilakukan di Gereja untuk sekali selamanya
yang kedua adalah pencatatan sipil oleh pemerintahan untuk status seorang
sebagai suami dan istri yang ketiga adalah untuk melestarikan budaya dan
kearifan lokal yaitu pesta adat. Lebih jelasnya kata sambutan dari Bupati dapat di
lihat seperti di bawah ini:
Aku jek jek jenda sebagai partai kabanjahe nina kin (Aku berdiri di sini sebagai partai kabanjahe katanya) Sada sekolah smasange ras nande Iyos (Satu sekolah sma dulu kami bersama ibu Iyos) Si nihamati kami kam keluarga Bukit ras keluarga Bangun (Yang kami hormati kamu keluarga Bukit dan keluarga Bangun) Perpulungen si ermeriah ukur (Pertemuan yang berbahagia) Dalam piga wari enda perlu si eteh sada wari si lewat ndai lit peristiwa sejarah (Dalam beberapa hari ini perlu kita tahu satu hari semalam ada peristiwa sejarah) Si la rusus i singetken tapi sirayaken emkap ken selaku anak tuhan telah dilangsungkan
116
Perkawinan di gereja dan pertukaran cincin Yang tidak selalu kita katakan tapi kita berpesta yaitu selaku kita anak Tuhan telah dilangsungkan perkawinan di gereja dan pertukaran cincin Dan itu di pakai untuk rumah tangga sampai akhir hayat di kandung badan E ka peristiwa sejarah peduaken masok ku negara sebagai legalitas perkawinan (Itu juga persitiwa sejarah yang kedua masuk ke negarasebagai legalitas perkawinan) Je untuk nentuken status seseorang itu sebagai bapak dan sebagai ibu emkap ken catatan sipil (Di situ untuk menentukan status seseorang itu sebagai bapak dan sebagai ibu yaitu catatan sipil) Si peteluken emkap ken untuk melestarikan budaya yaitu pernikahan secara adat enda siterakhir enda silaksanaken (Yang ketiga adalah untuk melestarikan budaya yaitu pernikahan secara adat ini yang terakhir kita laksanakan) Mengingat kearifaan lokal ta ija ningen ajari orang tua ta sigel-gel erjabu kam nakku man impal ndu kam nina (Mengingat kearifan lokal kita dimana dulu di ajari orang tua kita yang dulu menikah lah dengan impal katanya) Emaka beru pe si buat tama jadi beru karo ntah beru sembiring jumpa impal nge ningen (Jadi beru apa juga nanti kita nikahi jadi beru karo atau beru sembiring bertemu impal juga dikatakan) Endam nggo nda sisaksiken nggalari utang ras sideban na mbue nggo ersumekah man kam (Ini lah sudah kita saksikan nggalari utang adat dan yang lainnya banyak yang sudah memberikan petuah kepada kalian) Kusus abang kami serta bukit situhuna ibas jam gundari enda adi ikuti aturen pemerintah daerah aturna kam itugasken jumpa ras Bapak Presiden Jokowi i Madina (Khusus abang kami serta bukit sebetulnya pada saat ini jika diikuti peraturan pemerintah daerah aturan ditugaskan berjumpa dengan Bapak Presiden Jokowi di Madina) Ternyata erkiteken tugas enda ka harus si emban tanggung jawab ta selaku orang Karo yaitu untuk njabuken anak mesti tanggung jawab orang tua (Ternyata karena tugas ini harus juga kita emban tanggung jawab selaku orang Karo yaitu untuk menikahkan anak yang semestinya tanggung jawab sebagai orang tua) Enda laksanaken ndu sebagai bapa ternyata tugas ndu jumpa ras bapak presiden yaitu bapak jokowi di madina iserahken ndu man teman ndu erdahin selaku staf ahli (Ini kamu laksanakan sebagai bapak ternyata tugas bertemu dengan bapak presiden yaitu jokowi di madina diserahkan kepada teman kerja selaku staf ahli)
117
Man kam khusus teman kami nande iyos meriah kel ukur kami (Kepada kamu khusus teman kami ibu Iyos sangat bahagia kami) Bas kam ka pagi aku erlajar kam nggo njabuken anak (Kepada kamu juga nanti aku belajar kamu sudah menikahkan anak) Aku anak ku pe smp denga emaka mbue pagi aku nungkun (Aku anak ku juga masih smpjadi banyak nanti yang aku tanyakan) Man bandu perban kita sama sama anak Kabanjahe (Kepada kamu karena kita sama-sama anak Kabanjahe) E pe ka man kam pengantin duana jadilah garam dan terang (Begitu juga kepada pengantin berdua jadilah garam dan terang) Ceritaken lah man keluarga kerina berita simehuli ula berita si la mehuli cukup bas media (Ceritakan lah kepada keluarga semua kabar yang baik jangan kabar yang tidak baik cukup di media saja) Sila mehuli si begi tapi kita ncritaken sa si mehuli gelah kita lit perukuren si mehuli gelah kita sehat sehat kerina ku lebe wari (Yang tidak baik kita dengar tapi kita menceritakan yang baik lah supaya kita tetap sehat ke hari yang ke depan) Aku pe la gedang ngerana sebab wari pe jam terus erdalan (Aku juga tidak panjang berbicara karena hari jam juga tetap berjalan) Apabila logistik tidak berjalan terus nina maka logika pe mentok (Apabila logistik tidak berjalan terus katanya maka logika juga mentok) Emaka sibar em bas aku nari bujur ras mejuah-juah kita kerina (Jadi sebatas ini dari aku terima kasih dan salam sejahtera kepada kita semua) Sentabi aku adi lit kindai cakap ranan ku la cocok berkenan bas kam em bas aku nari bujur. (Mohon maaf aku jika ada ucapan ku yang tidak berkenan itu dari saya terima kasih).
Kata sambutan dari teman sejawat yang diwakili oleh ibu Wakil Bupati dan
Bupati Karo dibalas oleh Sedarta Bukit yaitu ayah dari pengantin perempuan
yang mengucapkan terima kasih atas kehadiran Wakil Bupati dan Bupati Karo dan
semua temannya. Untuk lebih jelas nya kata sambutan balasan tersebut dapat
dilihat di bawah ini:
Sentabi bupati ibu wakil bupati (Salam hormat bupati ibu wakil bupati) Bagepe ibu ketua Persatuan Wanita Karo cabang Kabanjahe selaku ibu ketua emkap ken wakil bupati kang (Begitu juga ibu ketua Persatuan Wanita Karo cabang Kabanjahe selaku ibu ketua yaitu wakil bupati juga)
118
Bage pe man pengurus Persatuan Wanita Kristen Kabupaten Karo (Begitu juga kepada pengurus Persatuan Wanita Kristen Kabupaten Karo) Man sinihamati kami PJJ Tesalonika runggun tiga baru (Yang kami hormati PJJ Tesalonika runggun tiga baru) Bage pe STS pertua diaken seluruh Tiga Baru (Begitu juga STS pertua diaken seluruh Tiga Baru) Bage pe PJJ Pardis runggun gereja kota (Begitu juga PJJ Pardis runggun gereja kota) Bage pe Moria Klasis Kabanjahe (Begitu juga Moria Klasis Kabanjahe) Bage pe teman sada arisen Sada Nioga ras kerina temanku ras teman nande tengah tengah jabu arumba ras kerina teman meriah si la banci sebutken kami sada persada (Begitu juga teman satu arisan Sada Nioga dan semua teman saya dan teman ibu di keluarga arumba dan semua teman yang tidak bisa kami ucapkan satu persatu) Bage pe teman sada erdahin kerina (Begitu juga teman kantor semua) Bujur i kataken kami man bandu ibas kerehendu guna ndungi peradaten anak kekelengen kami (Terima kasih kami ucapkan kepada kalian atas kehadiran untuk pesta adat anak tersayang kami) Emkap ken iyos bere-bere kami ras tasya anak kekelengen kami (Yaitu Iyos bere-bere kami dengan tasya anak tersayang kami) Ijenda erpengarapen kami ertoto kami gelah Dibata si masu masu kata si nggo seh kenndu nandangi anak ta (Di sini kami berpengharapan dan berdoa supaya Tuhan yang memberkati ucapan yang sudah kalian sampaikan kepada anak kita) Em pagi ciken kegeluhenna gelah iya ngayuh ku rumah tangga na tuhu tuhu erpengarapen man Tuhan (Itulah nanti jadi tongkat kehidupannya supaya dia menjalani keluarganya betul-betul meminta kepada Tuhan) Gelah kita pe malem ateta natap natap perjabunna (Supaya kita juga bahagia melihat keluarganya) Jadi i jenda ningkami ibas kesempaten enda ntah lit kekurangen kami ibas pengalo ngalo kami kam (Jadi di sini kami katakan di dalam kesempatan ini jika ada kekurangan kami di dalam menyambut kalian) Bage pe tah ndai lit i aturken kami kerna perpangan ijenda (Begitu juga ada tadi kami siapkan makanan di sini) Mindo kami makana radu lah kari kam ras kami man kita lebe bagi si nggo aturken kami (Kami meminta agar bersama kita nanti makan semua seperti yang sudah kami persiapkan) Maka kam mulih bas ingan enda nari (Supaya kam pulang dari tempat ini)
119
Janah erpengarapen kami ibas kerehenndu kam (Jadi kami berpengharapan di dalam kehadiran kalian Tuhan Dibata simasu masu ras si ngkawali kam (Tuhan Dibata memberkati dan melindungi kalian) Berita simehulilah kari pesehndu nandangi teman teman ta (Kabar baiklah nanti yang disampaikan kepada seluruh teman kita) Jadi endam kata kami (Jadi inilah ucapan kami) Radu ngenda ras bangun mergana bujur ras mejuah juah kita kerina (Samalah ini dengan marga bangun terima kasih dan salam sejahtera kepada kita semua) Tuhan dibata si masu masu kita kerina.
(Tuhan Dibata yang memberkati kita semua) 3.11.4 Makan Siang dalam Upacara Perkawinan
Makan siang bersama merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
upacara perkawinan. Walaupun acara makan siang di hotel anak beru keluarga
keluarga pengantin laki-laki tetap harus menyiapkan nakan penjujuri (makan
penghormatan). Nakan penjujuri (makanan penghormatan) makan dimasukkan ke
dalam sebuah piring yang selanjutnya ditutup piring yang lain. Di atas piring
penutup tersebut diletakkan bakul kecil yang berisi nasi. Kesemuanya ini disebut
nakan penjujuri yang dapat diartikan makana penghormatan dan setiap pihak akan
mendapat, seperti pihak kalimbubu, puang kalimbubu, anak beru, pihak senina.
Setelah semua pihak daripada kedua keluarga pengantin menerima nakan
penjujuri tersebut, maka semua kaum kerbat mengabil makan msing-masing.
Bapak dan ibu kedua pengantin serta beberapa senina daripada masing-masing
keluarga pengantin memperhatikan semua kaum kerabat makan. Mereka itu
disebut singarak-ngarak perpan (yang memperhatikan orang makan).
Mereka makan setelah semua kaum kerabat telah selesai mengambil
makan. Tidak terlalu lama setelah makan siang acara dilanjutkan, yaitu
120
kesempatan memberi kata sambutan daripada kalimbubu pengantin laki-laki,
kalimbubu pengantin perempuam, anak beru pengantin perempuan dan anak beru
pengantin laki-laki.
3.11.5 Kalimbubu Keluarga Pengantin Laki-laki
Setelah semua kaum kerabat dan undangan dalam upacara perkawinan
makan siang, anak beru si ngerana keluarga Bangun melanjutkan acara. Untuk itu
anak beru si ngerana keluarga Bangun menyatakan bahwa sudah tiba waktu
untuk kesempatan menyampaikan kata sambutan kalimbubu si ngalo ulu emas.
Oleh karena itu kepada semua sukut keluarga Bangun semua berdiri disebelah
barat dan menghadap kearah timur. Sementara kalimbubu si ngalo ulu emas
berdiri di sebelah timur menghadap ke barat. Disamping sebelah kanan daripada
kalimbubu singalo ulu emas ikut berdiri kalimbubu si ngalo ciken-ciken. Dengan
demikian kedua pihak antara keluarga pengantin laki-laki dan kalimbubu-nya
saling berhadapan. Tidak berapa lama kemudian anak beru si ngerana keluarga
Bangun menyatakan agar kata sambutan dapat disampaikan.
Dalam menyampaikan kata sambutan, lazim kalimbubusi ngalo ulu emas
menyuruh kalimbubu singalo ciken ciken untuk memulai. Tetapi bagaimana pun
kalimbubu si ngalo ciken-ciken tetap menyuruh agar kalimbubu si ngalo ulu emas
lah yang memulai. Salah seorang dari pihak kalimbubu si ngalo ulu emas
menyampaikan kata sambutan seperti berikut ini:
I jenda ngerana kami kalimbubu Milala mergana (Di sini kami berbicara pihak kalimbubu Milala mergana) Lebe kataken kami bandu beru kami man ras turangku (Pertama kami mengatakan terima kasih kepada beru dan turangku)
121
Sangap pejabuken bere – bere kami e si dilaki ras si diberu (Bahagia lah mengawinkan bere-bere kami yang laki-laki dan perempuan) I jenda ku kataken man bandu Nande Tasya ras turangku (Di sini kukatakan kepada Nande Tasya dan turangku) Adi nggo erjabu bere-bere kami e turangku pe sehat sehat iya jenda nari terus ku lebe kam pe sehat teman eda na (Kalau sudah berkeluarga bere bere kami ini turangku juga semakin sehat sampai kedepan ini dan kamu juga eda kami) Je nari bere – bere kami pe idah kami nggo galang (Di sini juga kami melihat bere-bere kami sudah dewasa) Buat na min beru Milala e ate kami (Dijemputnya beru Milala menjadi keinginan kami) Bage maka meriah kel ukur kami (Begitu supaya kami bahagia) Enterem beru Milala e mejile ka kerina (Banyak beru Milala cantik semua) Emaka buat ka pagi beru milala e nakku (Makanya ambil nanti beru Milala itu nakku) Maka banci bere nakan ka permen ndai (Supaya kasih nafkah lagi permen itu) Adi aku man kena ateku kempuku e man kalak Bukit e (Kalau aku kepada kalianlah maunya cucu ku orang Bukit ini) Lang lanai bo kari kami tandai kena kerina (Jika tidak nantinya kami tidak akan kalian kenal lagi) Adi nggo bagena kena ganteng na kerina turang mamina (Kalau sudah begitu kalian gantengnya semua turang maminya) Jadi endam kataku nakku Tasya (Jadi ini lah nakku Tasya) Sangap kam njabuken bana (Beruntung kamu berkeluarga) Jumpa anak dilaki ras jumpa anak diberu (Berjumpa anak laki-laki dan anak perempuan)
Makna yang terdapat di dalam kata sambutan diatas diantaranya
kalimbubu menyampaikan harapan kiranya mendapat berkah lah keluarga
pengantin laki-laki dalam mengawinkan anak; dengan berlangsungnya
perkawinan tersebut keluarga pengantin laki-laki mendapat kesehatan
jasmani dan rohani ; disamping itu kalimbubu tetap mengharapkan bahwa
adik pengantin laki-laki sudah juga besar kiranya dapat mengawini anak
122
kalimbubu yang bermarga milala; menyampaikan doa dan restu semoga
rumah tangga yang baru dapat melahirkan anak laki-laki dan perempuan.
Salah seorang kalimbubu singalo ciken-ciken memberikan kata
sambutan setelah kalimbubu singalo ulu emas selesai menyampaikan kata
sambutan kata sambutan yang disampaikan kalimbubu singalo ciken-ciken
mengandung beberapa makna diantaranya, beruntung lah keluarga
pengantin laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan upacara
perkawinan; dalam kehidupan pasti ada permasalahaan oleh karena itu
saling mawas diri sebagai contoh kalau yang laki-laki membawa api yang
perempuan membawa sehingga tidak terjadi pertengkaran; dalam
perkawinan impal sedikit masalah dapat menjadi besar oleh karena itu harus
dijaga sebaik-baiknya. Kata sambutan itu dapat dilihat seperti di bawah ini:
Bage kape dakam impal ku sadarta ras turang kami (Begitu juga kepada impal ku sadarta dengan turang kami) Sangap kam pejabuken bere bere kami si dilaki ras sidiberu (Beruntung kamu berkeluarga bere bere kami yang laki-laki dengan yang perempuan) Jadi ibas si sadenda Iyos Tasya Jadi pada yang ini Iyos dan Tasya Kuakap ibas ngerana nari ndai (Kurasa dari berbicara dari tadi) Kata mehuli nge lalap i begi kenndu (Ucapan yang baik lah selalu kamu dengar) Tapi ibas wari si nderbih ibas kam pasu pasu bere bere mamana (Tapi di hari yang semalam pada saat pemberkatan bere-bere mamana) Pasti lit perbeben nina (Pasti ada masalah katanya) Jadi ibas perbeben nina pagi bere bereku (Jadi di dalam masalah ini nantinya bere-bereku) Adi si iyos maba api mis lah kam Tasya maba lau (Kalau si Iyos membawa api langsunglah bawa Tasya membawa air) Bage kange sebalikna (Begitu juga sebaliknya) Menggo nge angkandu adi kam jumpa impal
123
(Sudah paham kalau berjuma sesame impal) Adi jumpa impal dakam sitik retak na ndauh per panna (Kalau jumpa impal sedikit nanti retaknya panjang masalahnya)
Setelah kalimbubu keluarga bangun menyampaikan kata sambutan, maka
perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan katonong-katonomg dengan
iringan gendang kibot. Dengan demikian semua kalimbubu ikut menari pada saat
perkolng-kolong menyanyi, seperti gambar 3.11
Gambar 3.11 Perkolong-kolong Menyanyikan Katonong-katonong
3.11.6 Kalimbubu Keluarga PengantinWanita Setelah selesai dari kalimbubu pengantin laki-laki dilanjutkan oleh
kalimbubu pengantin wanita yang mewakili pertama adalah mama dari pengantin
wanita. Makna dari kata sambutan itu adalah mengucapkan selamat atas
pernikahan yang dilangsungkan dan mengatakan nanti jangan menyesal jika itu
memilih impalnya sebagai pasangan hidupnya. Hal itu dapat kita lihat pada teks
di bawah ini:
124
Lanai bo beloh kami erbelas (Tidak bisa lagi kami berucap) Sebab nggo nge teh kami adi tasya ras impalna ngenda erdemu bangun mergana (Karena kami sudah tau tasya dengan impalnya lah bersatu bermarga bangun) Jadi bagem bere-bere mamana (Jadi begitu lah bere-bere mamana) Alokenndu bangun mergana bage litna (Terima bangun mergana seperti adanya) Sikap jabundu nakku (Bagus keluarganya nakku) Terima ndu impal ndu e bagi litna (Terima impal kamu apa adanya) Kune ngenca pagi labo toto ta (Jika nanti bukan doa kita) Turah la mehuli bas jabundu nakku (Datang yang tidak baik di keluarga kamu) E lanai bo tanggung cedana (Itu sudah sangat merusak semuanya) Emaka ningkami kalimbubu ndu tambar malem mergana si Kabanjahe enda (Jadi kata kami kalimbubu kamu yang di Kabanjahe) Adi bekas ndu milih lah ula kam pagi erkadiola aloken iya uga litna (Kalau pilihan kita sendiri jangan nanti menyesalinya terima apa adanya) Endam ningkami selamat kam njabuken bana bere-bere kami (Ini lah kata kami selamat dalam menempuh hidup baru bere bere kami)
Pada yang kedua ucapan yang disampaikan oleh pihak kalimbubu juga dari
mama pengantin wanita yang bermakna selamat atas pernikahannya dan
menceritakan pengalaman percintaan pengantin yang sangat bahagia. Kata
sambutan ini dapat di lihat seperti di bawah ini:
Nggo njabuken bana kam bere-bere kami (Sudah menikah kamu bere-bere kami) Kam bas keluarga Sukatendel mergana (Kamu pada keluarga Sukatendel) Anak kesayangan dan kempu kesayangan (Anak kesayangan dan cucu kesayangan) Nggo pe kam njabuken bana kam kitik denga lalap bas kami amin bage gya
125
(Sudah juga kamu menikah kamu tetap lah anak kecil dari pada kami begitu juga) Bangun mergana ras sukatendel radu perangin-angin (Marga bangun dan sukantendel sama sama perangin-angin) Tapi budaya pasti berbeda (Tapi budaya pasti berbeda) Jadi pelajari ndu budaya Bangun mergana (Jadi kamu pelajari budaya pada marga Bangun) Gelah na pagi panjang jabundu gelah pagi banci tetap kam jadi sukut bas jabundu (Supaya panjang nanti keluarganya dan tetap jadi pilar di keluarga) Jadi sada ngenca pesan kami pesan mama tua ndu nakku (Jadi satu pesan kami mama tua kamu) Bagi selama enda rusur kita jalan jalan ibas Jakarta (Seperti selama ini sering kita jalan jalan di Jakarta) Meriah ukur mama tua sebab kompak kam ras Iyos (Bahagia mama tua melihatnya karena kalian kompak dengan Iyos) Bagi tempa impal e la idah (Seperti tidak terlihat impal) Tapi si paling penting (Tapi yang paling penting) Jadilah kebanggan kami keluarga sukatendel mergana (Jadilah kebanggan kami keluarga Sukatendel) Jadi selamat nakku (Jadi selamat nakku) Tetaplah ku Dibata kam erpengendes bujur (Tetaplah dekat kepada Tuhan terima kasih)
Setelah kalimbubu keluarga Bukit menyampaikan kata sambutan,
perkolong-kolong melanjutkan dengan menyanyikan pemasu-masun dan lagu
gula tualah yang menjadi korpus nyanyian dalam penelitian ini.
3.11.7 Anak Beru Keluarga Pengantin Wanita
Walaupun sangat biasa jika anak beru tidak menyampaikan ucapan tetapi
keluarga Bukit disini mengucapkan dahulu setelah itu mereka menari dan
menyanyi. Berikut ini adalah makna yang dapat ditarik dari ucapan anak beru
adalah ucapan syukur kepada Tuhan karena telah terselenggaranya upacara
126
perkawinan tanpa ada halangan; dan meminta maaf jika ada nya kesalahan dari
anak beru ke kalimbubu hal itu dapat kita lihat pada teks di bawah ini:
Pertama tama lebe si kataken bujur man Tuhan Dibata (Pertama patut kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan) Nggo ka seh ku penghujung acara ta bas wari si sendah (Karena kita sudah sampai pada penghujung acara kita hari ini) Si idah uga cuaca seh kel jilena ibas perjabun anak kami ras permen kami bas wari sisendah (Dapat kita lihat pada pesta perkawinan anak kami dan permen kami cuaca hari ini sangatlah cerah) Tentu enda patut kel sikataken bujur man Tuhan (Tentu ini patut kita ucapkan syukur kepada Tuhan) Janah man kam , kerina kam kalimbubu kami Bukit mergana (Dan kepada semua kalimbubu kami Bukit mergana) Tentu kami pe erpengakun melala kel situhuna kekurangen - kekurangen kami (Kami mengaku banyak sekali kekurangan- kekurangan yang kami perbuat) Selaku anak beru ndu lang seh kelnge kami teremna (Sebagai anak beru, padahal sebenarnya kami sangatlah ramai) Mungkin melala kel nda hal hal si la bagi ukurndu (Mungkin banyak sekali hal hal yang tidak sesuai dengan kehendak kalimbubu) Si lenga akapndu pas bahan kami (Yang mungkin kamu anggap belum benar dalam apa yang kami perbuat) Ula kam ermorah morah nandangi kami Pada yang kedua anak beru mengucapkan puji syukur kepada Tuhan
supaya memberkati keluarga pengantin nantinya dan kalimbubu juga dalam
selalu memberikan kesehatan dan rejeki, hal itu bisa kita lihat pada teks
dibawah ini:
Bagi kata impal kami ndai asa gegeh kami nggo ngenda pegegeh kami (Seperti kata impal kami tadi, kami sudah melakukan sebisa kami) Bage bage denga kin ngenca kengasupen kami (Memang masi hanya sebatas ini yang kam bisa lakukan) Emakana sehat kel kam kerina kalimbubu kami (Maka dari itu semoga kalimbubu sehat selalu) Bage pe bapak eda turang kami
127
(Begitu juga pada bapak eda turang kami) Guna jadi penggurun kami (Sebagai panutan kami) Kami man ajaren ngenda lalap janah secara khusus (Kami memang masih selalu dapat pengajaran, dan secara khusus) Ngerana ate kami man kam bapak tasya ras eda kami nande tasya (Kami ingin mengucapkan kepada bapak tasya dan eda kami ibu Tasya) Ertoto kita gelahna min keluarga si mbaru enda I pasu pasu Tuhan (Kita doakan agar keluarga yang baru ini akan terus diberkati Tuhan) Jadi kelarga si erkemalangen nandangi Dibata (Dan jadi keluarga yang takut akan Tuhan) Man kam eda bage pe ras kaka (Kepada eda dan abang) Lit 3 nari permen kami si man taruhenken ka (Masih ada 3 orang permen yang akan dipinang orang nantinya) Emaka sehat sehat lah kam Jadi kamu haruslah sehat sehat Ingan kami penggurui ras ingan kami erlajar (Jadi panutan kami dan tempat kami belajar) Ketiga adalah kata sambutan dari anak beru mewakili pihak turang
dari marga Bukit dimana makna dari ucapannya adalah sehat selalu kepada
keluarga marga Bukit dan pesan dimana ucapan dari ibu pengantin untuk di
jemput putri nya untuk di persunting menjadi permen, hal itu dapat kita lihat
pada teks di bawah ini:
Eda kami si beru sukatendel bage pe turang kami kami Bukit mergana (Eda kami yang beru sukatendel dan turang kami Bukit mergana) Tuhu tuhu meriah kel ukurta ibas wari si sendah (Sungguh sangat bahagialah kita pada hari ini) Malem kel teta emkap buktina katawari pe kita rembak ku Dibata (Sehat sejahtera kita buktinya kapan juga Tuhan menyertai kita) Jadi man kam turang kami sintua sehat sehat kam turang (Jadi kepada turang kami yang paling tua sehat sehat kamu turang) Bas wari si sendah malem ukurta nggo jumpa permen kami iyos ras permen kami Tasya (Pada hari ini bahagia kita sudah bertemu permen kami iyos dengan permen kami Tasya) Bage man eda ku beru Sukatendel ras turang ku si beru bukit sitek kita bernostalgia
128
(Begitu juga kepada eda ku beru Sukatendel dan turang ku yang beru bukit sedikit kita bernostalgia) Kam sada kel ngenca anak ndu dilaki nindu mbarenda (Kamu satu saja punya anak laki laki dulu kam ucapkan) Buat permen ndu e gelah nggeluh bibi tengah nindu turang (Jemput permen ndu biar hidup kembali bibi tengah kamu katakana) Tapi kepeken manusia ngenca ersura-sura (Tapi ternyata manusia hanya bercita-cita) Lang situhuna morah kel mbarenda ateku beru bukit e turang edaku (Tapi sebetulnya sangat lah ingin aku beru bukit ini turang edaku) Tapi uga ban turang peraten Tuhan si jadi kune bage kune bage ateku (Tapi harus bagaimana kehendak Tuhan yang terjadi missal begini missal begitu pikiranku)
3.11.8 Anak Beru Keluarga Pengantin Laki-laki Acara penutup dalam suat upacara perkawinan adalah acara menyampaikan
kata sambutan dari anak beru pengantin laki-laki. Umumnya beberapa makna
yang penting daripada kata sambutan pihak anak beru pengantin laki-laki. Seperti
pernyataan tetap semangat dalam mengikuti kegiatan upacara yang masih
berlangsung, nasihat kepada kedua pengantin dan menyampaikan harapan-
harapannya. Walaupun ada enam orang yang menyampaikan kata sambutan dalam
hal ini ada dua yang dicatat seperti berikut:
Kami pe anak beru ndu tambar malem meriah kel ukur kami (Kami juga anak beru tambar malem sangat senang yang kami rasakan) Tetap denga kita semangat ibas perjabun permen kami si Iyos ras permen kami Tasya (Masih tetap kita bersemangat pada pesta permen kami Iyos dan permen kami Tasya) Sangap kam perjabuken bana permen bibina (Beruntung kamu menikahkan permen bibina) Jumpa kam anak dilaki jumpa kam anak diberu (Berjumpa kamu anak laki laki dan anak perempuan) Sukses kam ibas pendahinndu (Sukses kamu pada pekerjaan) Ningku man bandu dua na bibi ndu e seh kel ate kami jadina (Kata saya kepada kamu bibi kamu sangat kami sayangi) Kai kenca dahin kami anak beru ndu (Apa saja kerja kami anak beru)
129
Sikap kel ban na kerina asa dung dahin e maka iya lawes (Sangat bagus di buat semua pekerjaan baru mereka pergi) Endam sada kebanggan man kami enda nge si ate kami pe seh kami (Inilah salah satu kebanggan kami yang ingin kami sampaikan) Gelah ikuti ndu kel jejak bibi ndu ras jejak mamak ndu (Supaya diikuti jejak bibi dan jejak ibu kamu) Emaka kam pe eda ras turang kami bapak Iyos sehat kam jenda nari terus ku pudi (Seterusnya kam juga eda ras turang kami bapak Iyos sehat selalu dari sini dan seterusnya) Gelah kami pe kerina anak beru ndu malem ate kami natap natapsa (Supaya kami juga anak berukalian senang melihatnya) Bage man kam josep ras agriva ja pagi nggo jumpa ate ndu ngena (Begitu juga kepada josep dan agriva dimana nanti sudah yang disuka) Ngata kam man kami bibikndu maka mis cakapken kam nakku (Bilang sama bibi semua supaya langsung di bicarakan) Makna yang dapat kita lihat dari kata sambutan di atas adalah anak beru
yang turut berbahagia atas perkawinan ini dan ucapan sehat selalu kepada seluruh
keluarga bermarga Bukit. Dari ucapan di atas dapat diketahui bahwa upacara
berlangsung hingga hari menjelang malam. Secara umum tidak ada yang berbeda
antara satu dengan yang lain juga. Orang yang menyampaikan kata sambutan
lebih menyimpulkan perhatian kepada nantinya rumah tangga yang baru semoga
bahagia. Oleh karena itu diharapkan rumah tangga yang baru melihat dan
memperhatikan seluruh kaum kerabat beserta anak beru juga . Hal ini itu dapat
kita lihat juga pada teks dibawah ini :
Patut pe kita ngataken bujur man Tuhan Dibata (Patut kita mengucapkan terima kasih kepada Tuhan) Erkiteken nggo pe wari ndabuh ku berngina (Dimana hari juga sudah mulai malam) Tampak pulung denga kita kerina ibas ingan enda (Masih bersama kita semua di tempat ini) Ibas pengarak ngarak Tuhan Dibata (Di dalam lindugan Tuhan) Jadi kami pe meriah kel ukur kami
130
(Jadi kami juga merasa sangat senang) Natap kam mama ras mami tetap denga semangat (Melihat mama dan mami kami tetap bersemangat) Ibas acara ndungi peradaten impal kami enda (Pada acara pesta adat impal kami ini) Idah kami aminna gia latih akapndu (Kami juga melihat kalian merasa lelah) Tapi ibas ayondu teridah semangat ndu iban keriahen ukur (Tapi pada wajah kalian tersirat semangat karena rasa bahagia) Jadi arapen kami pe jenda nari pe ku pudi (Jadi keiinginan kami dari sini ke belakang) Tetap kam sehat jadi penggurun kami (Tetap sehat dan jadi panutan kami) Bage pe man bandu impal kami (Begitu juga kepada impal kami) Arapen kami pe jabundu jadi jabu si mbaru ibas panteken Tuhan (Keinginan kami dalam pesta kamu di dalam lindungan Tuhan) Dibata Jadi sukut itengah jabu ndu (Tuhan yang Maha Esa menjadi bagian di tengah keluarga) Janah malem pagi atendu terus ku pudi metua (Seterusnya sehat nanti kamu sampai tua)
131
BAB IV
PERKOLONG-KOLONG PADA MASYARAKAT KARO DAN
PENYAJIANNYA PADA UPACARA PERKAWINAN
4.1 Arti Perkolong-kolong pada Masyarakat Karo
Perkolong-kolong adalah sebutan terhadap penyanyi tradisi dalam budaya
musik Karo. Sebutan perkolong-kolong berasal dari ucapan atau verbalisasi “erala
kolong- kolong ari turang erala kolong-kolong.” Pada saat menyajikan nyanyian
oleh permangga-mangga pada sekitar tahun 1930-an. Perlu diketahui bahwa
sebutan terhadap orang yang menyajikan berbagai kesenian seperti berpantun,
bercerita, bermain alat musik tradisional Karo, seperti kulcapi, balobat, surdam
dan bernyanyi pada masyarakat Karo disebut permangga-mangga. Dengan ada
sebutan perkolong-kolong maka ada satu bagian terpisah dari permangga-mangga
itu yaitu orang yang pandai bernyanyi mengikuti kompoasisi musik tradisi Karo.
Permangga-mangga pada masanya berjalan dari satu desa ke desa yang
lain untuk mempertunjukkan kepandainya kepada masyarakat Karo. Sejak adanya
verbalisasi eralakolong-kolong di atas maka khusus terhadap penyanyai ada
sebutan khusus yaitu perkolong-kolong. Hasil dari berbagai diskusi dengan
beberapa orang yang mempunyai perhatian terhadap kesenian Karo, peneliti,
menyatakan bahwa penyanyi yang sering menyajikan verbalisasi itu adalah Tipan
br Sembiring. Dalam memperhatikan Tipan br Sembiring sebagai perkolong-
kolong, Julianus Limbeng menulis:
Perkolong-kolong tahun 30-an, Tipan br Sembiring (1906-1997) akhirnya menjadi satu-satunya penerima anugerah seni dalam acara
132
Malam Anugerah Seni dan Mburo Ate Tedeh (MASMAT) yang diadakan di Plenary Hall Jakarta Convention Centre, Minggu 8 Juli 2007 yang lalu. Keputusan tim penilai yang dibacakan Cerdas Kaban, menyebutkan anugerah seni untuk kategori pencipta lagu. Tipan br Sembiring berhak mendapatkan piagam penghargaan, thropy dan uang tunai yang malam itu langsung diserahkan oleh Menteri Kebudayaan dan pariwisata, Jerro Wacik kepada ahli warisnya, Alasen Barus (Limbeng, 2007:32).
Lebih lanjut beliau menulis, bahwa Tipan sebenarnya lebih dikenal sebagai
perkolong-kolong di tahun 30-an, dan tetap konsisten melakoninya sampai tahun
70-an. Tipan br Sembiring memulai karirnya sebagai perkolong-kolong dari tanah
kelahirannya di desa Rambe, Kec. STM Hilir, Kab. Deli Serdang, sebelum
akhirnya cukup di kenal di seluruh Tanah Karo. Ada yang unik tentang
pernikahannya, dia akhirnya menikah dengan pasangan perkolong-kolong Sayang
Barus (Alm), karena dia berjanji jika Sayang Barus dapat mengalahkannya dalam
acara adu perkolong-kolong. Ketika Sayang Barus dapat mengalahkannya dalam
adu di arena pertunjukan, akhirnya dia menepati janjinya dan menikah pada tahun
193710.
Permangga-mangga yang paling terkenal pada masyarakat Karo adalah
Jaga Depari. Beliau sangat banyak menciptakan lagu-lagu Karo baik yang
bernuansa tradisi dalam arti mengikuti langgam nyanyian Karo maupun bernuansa
populer, Sebenarnya pada masa itu ada juga pencipta lagu yang lain seperti Pagit
Tarigan dan Oase Tarigan.
Permangga-mangga yang terkenal dengan pemain kulcapi dan surdam
adalah Tukang Ginting. Sementara yang pandai memainkan kulcapi saja
diantaranya adalah Waja Sembiring. Ada juga sebagian permangga-mangga
10http://xeanexiero.blogspot.com/2007/07/br-sembiring.html
133
sering dikenal hanya dengan keahlian dan asal kampungnya saja, tanpa
mengetahui namanya seperti Penurdam Embetong, Penurdam Kinangkong.
Perkulcapi Cingkes.
Peneliti merasa bahwa permangga-mangga ini masih ada sehingga
sekarang dalam pertunjukan budaya Karo tetapi dengan sebutan atau nama yang
lain “bintang tamu.” Bintang tamu yang ada pada masyarakat Karo dewasa ini
tidak hanya pandai menyanyi tetapi ada juga yang pandai membawa acara atau
master ceremony dan ada juga ahli dalam membicarakan adat. Mereka tidak mau
disebut dengan permangga-mangga, karena lebih suka dengan sebutan lain seperti
pencipta lagu, pembawa acara, tukang lawak, pemain kibot, perkulcapi, dan bagi
penyanyi adalah bintang tamu.
Telah dikemukakan bahwa berubah nama penyanyia tradisi Karo dari
sebutan umum permangga-mangga menjadi sebutan khusus perkolong-kolong
karena terlalu sering mendengar ucapan eralakolong-kolong ari turang erala
kolong-kolong” pada setiap akhir frasa suatu lagu. Kenyataan ini tidak terlepas
dariada bentuk nyanyian tradisi Karo lebih bersifat call and respon, atau seperti
ada pernyataan lalu ada jawaban. Sebenarnya kata “eralakolong-kolong ari turang
erala kolong-kolong” tidak mempunyai makna, hanya berguna sebagai kata ujaran
atau verbalisasi untuk mengisi pada akhir setiap frase melodi dalam nyanyian
tradisi Karo.
Memperhatikan kehidupan berbagai seni pertunjukan pada masyarakat
Karo ada pasang surutnya. Sekitar tahun 30-an kesenian pada masyarakat Karo
134
begitu pesat dengan adanya penyanyi Sayang Barus dan Tipan br Sembiring yang
menjadi perkolong-kolong pertama pada masyarakat Karo.
Disamping itu ada juga Pire Sembiring Depari yang mengkreasi Tembut-
tembut Seberaya (salah satu jenis tari topeng Karo) yang menjadi juara 2 di
Batavia Fair tahun 1931. Namun kembali mengalami pasang surut sekitar
pertengahan tahun 1940-an karena ada revolusi sosial. Pada masa itu kekacauan
banyak terjadi namun tidak diketahui darimana asalnya. Saat itulah ada satu
perkolong-kolong yang terkenal bernama Sinek br Karo dengan lagu ciptaannya
sendiri berjudul Gelang-gelang.
Berkaitan dengan sejarah perkolong-kolong dalam wikipidia ditulis bahwa
“tidak diketahui secara pasti kapan kesenian perkolong-kolong mulai muncul pada
masyarakat Suku Karo. Namun diperkirakan kesenian ini mulai berkembang
seiring dengan perkembangan lagu-lagu Karo mulai diiringi Gendang
Karo sebagai musiknya. Adapun yang membawakan lagu tersebut, baik laki-laki
maupun perempuan pada awalnya disebut sebagai permangga-mangga dan
akhirnya beralih nama menjadi perkolong-kolong”11.
Perkembangan kesenian yang sangat pesat kembali muncul menjelang
pertengahan tahun 60-an, seperti tahun 1962, 1963, 1964, dengan ada Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat) atau lembaga kesenian rakyat. Pada masa ini
hampir di setiap kampung dibangun lost atau bangunan yang beratap tanpa
dinding dengan ukuran yang luas, antara 15 m hingga 25 m persegi.
Perkembangan itu tidak lama karena sejak meletus G30S PKI perkembangan
11 https://id.wikipedia.org/wiki/Perkolong-Kolong
135
kesenian sangat menurun. Akibatnya hanya pertunjukan guro-guro aron saja yang
ada.
Guro-guro aron adalah suatu pertunjukan musik dan tari yang dilakukan
oleh muda-mudi pada masyarakat Karo. Perkolong-kolong dalam pertunjukan
guro-guro aron berperan sebagai penyanyi dan pemandu tari dalam pertunjukan
tersebut. Dalam konteks pertunjukan guro-guro aron, perkolong-kolong ada dua
orang, seorang perempuan dan seoarang laki-laki. Perkolong-kolong perempuan
akan menuntun tarian tarhadap aron dilaki (penari laki-laki) dan perkolong-kolong
laki-laki menuntun tarian terhadap aron diberu (penari perempuan).
4.2 Perkembangan Perkolong-kolong dalam Pertunjukan Budaya Musikal
Karo
Dalam perkembangan selanjutnya perkolong-kolong telah pula disajikan
pada upacara adat. Pada mulanya perkolong-kolong disajikan dalam upacara adat
dalam memasuki rumah baru. Ini berlangsung sekitar tahun 70-an yang dimulai
oleh perkolong-kolong Norma br Tarigan. Sekitar akhir tahun 90-an dan awal
tahun 2000-an perkolong-kolong disajikan dalam upacara adat pemakaman dan
upacara perkawinan. Memang penyajian perkolong-kolong dalam upacara
pemakaman tidak sembarangan saja, tetapi pada upacara pemakaman yang
bersifat ujur atau cawir metua. Dalam upacara cawir metua, walaupun upacara
bersifat kemalangan tetapi telah ada rasa bersyukur yang tinggi. Ini berarti sudah
dapat dipandang sebagai suatu keberuntungan.
136
Demikian juga dalam menyajikan perkolong-kolong dalam upacara
perkawinan juga pada upacara perkawinan pilihan, seperti erdemu bayu jumpa
impala (perkawinan antara beripar dekat) atau berkat sinuan perkawinan antara
beripar jauh). Seiring dengan perkembangan penyajian perkolong-kolong,
maknanya juga mengalami perkembangan. Walaupun pada mulanya arti daripada
perkolong-kolong adalah penyanyi tradisional namun artinya sudah berkembang.
Perkolong-kolong juga dapat diartikan sebagai pertunjukan vokal tradisi Karo.
Berkaitan dengan makna perkolong-kolong sebagai penyanyi tradsi Karo, Bangun
Tarigan, berpendapat bahwa perkolong-kolong dapat dibagi dua, yaitu perkolong-
kolong adat dan perkolong-kolong biasa.
Perkolong-kolong adat dimaksud adalah penyanyi tradisi yang telah
mampu melayani upacara adat seperti memasuki rumah baru, upacara pemakaman
dan upacara perkawinan. Sementara perkolong kolong biasa adalah penyanyi yang
hanya mampu melayani keperluan untuk pertunjukan musik dan tari tradisi Karo.
Beberapa orang perkolong-kolong yang pernah eksis pada budaya musik
Karo yaitu:
(1) Sayang Barus (Karo-karo)(+), (sekitar tahun 30-an sehingga awal 50 an)
(2) Tipan br Sembiring (+), (sekitar tahun 30-an sehingga awal 50 an)
(3) Sinek br Karo (+), (sekitar tahun 40-an sehingga awal 60 an)
(4) Malem Pagi Ginting (+). (sekitar tahun 40-an sehingga awal 60 an)
(5) Bengkel Pinem (Perangin-angin) (+), (50-an sehingga pertengahan 60-an)
(6) Malem Jenda Ginting (+), (sekitar 50-an sehingga pertengahan 60-an)
(7) Kolam br Karo, (sekitar 60-an sehingga akhir 60-an)
137
(8) Salam br Tarigan, (sekitar 60-an sehingga akhir 60-an
(9) Norma br Tarigan, (sekitar 60-an sehingga pertengahan 90-an
(10) Normin br Ginting, (sekitar 60-an sehingga pertengahan 90-an
(11) Rupana br Karo, sekitar pertengahan 60-an sehingga sehingga akhir 60-
an
(12) Ulina br Ginting (+), sekitar awal 70-an sehingga akhir 90-an
(13) Lusiana br Karo (+), sekitar awal 70-an sehingga pertengahan 2000-an
(14) Timbangen Perangin-angin, sekitar awal 70-an sehingga pertengahan 90-
an
(15) Ramlah br Karo, sekitar pertengahan70-an sehingga pertengahan 2010-
an
(16) Langsat Tarigan (+) sekitar akhir 70-an sehingga pertengahan 2010-an
(17) Sumpit br Ginting, sekitar pertengahan 80-an sehingga sekarang
(18) Unjuk br Ginting, sekitar akhir 80-an sehingga pertengahan sekarang
(19) Arus Perangin-angin (+), sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2018
(20) Juliana br Tarigan, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2018
(21) Samuel Sembiring, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan sekarang
(22) Keleng Barus, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan 2017
(23) Siti Aminah br Perangin-angin, sekitar awal 90-an sehingga sekarang
(24) Berlian br Karo, sekitar awal 90-an sehingga pertengahan sekarang
(25) Jenni br Sembiring. sekitar 2000-an sehingga pertengahan sekarang
Perkolong-kolong yang relatif masih muda, diantranya:
(1) Anita br Sembiring,
138
(2) Bejeng Ginting,
(3) Cot Ginting.
(4) Erwinan br Bangun,
(5) Ica br Tarigan,
(6) Lukas Sembiring,
(7) Moses Pinem,
(8) Nana br Sembiring,
(9) Pedro Ginting,
(10) Sri Dewi br Targan.
Walaupun banyak perkolong-kolong tidak semua dapat melayani
keperluan upacara perkawinan. Aspek-aspek yang harus depenuhi oleh perkolong-
kolong yang dapat melayani keperluan upacara perkawinan harus mempunyai
kemampuan tertentu, yaitu: 1) Mempunyai kemampuan menciptaan melodi yang
tepat sehingga menjadi pemasu-masun dalam upacara adat perkawinan. 2)
Mempunyai kemampuan menciptakan lirik yang sesuai dengan irama musik
pengiring dalam upacara perkawinan. 3) Mempunyai kemampuan memilih kata
yang menjadi lirik sehingga menggambarkan pesan dan komunikasi yang sesuai
dengan keterwakilan kaum kerabat dalam upacara perkawinan. 4) Mempunyai
kemampuan memahami cita-cita, harapan, larangan, dan pandangan (world view)
dalam adat enggeluh Karo yang berkaitan upacara perkawinan.
Perkolong-kolong yang sangat populer sekarang ini dalam upacara
perkawinan dan upacara pemakaman pada masyarakat Karo adalah Jenni br
Sembiring. Menurut penjelasan beliau dia belajar menyanyi terutama dalam lagu
139
katoneng-katoneng melalui cassette suara mendiang ibu kandungnya sendiri Ulina
br Ginting. Jenni br Sembiring tidak sempat belajar menyanyi dengan mendiang
ibu kandungnya itu.
4.3 Ansambel Musik Pengiring Perkolong-kolong
Ansambel musik pengiring perkolong-kolong dalam budaya musik Karo
pernah ada tiga. Ketiga ensambel itu adalah gendang sarune, gendang kulcapi dan
gendang kibot.
4.3.1 Gendang Sarune
Gendang sarune merupakan salah satu ansambel musik tradisional Karo.
ansambel ini sering juga disebut dengan gendang lima sedalanen. Gendang
sarune berarti disebut berdasarkan pembawa melodi pokok yaitu alat musik
sarune, sementara gendang lima sedalanen berdasarkan jumlah komposisi alat
musik yang digunakan. Komposisi alat musik ansambel ini terdiri dari 5 (lima)
buah alat musik, yaitu: 1) sarune, 2) gendang singanaki, 3) gendang singindungi,
4) penganak, dan 5) gung.
a) Sarune
Sarune merupakan alat musik tiup pada budaya musik tradisi Karo yang
ditiup. Alat musik ini mempunyai anak-anak atau reed atau dua buah lidah
(double reed). Batang atau badan dari alat musik ini berbentuk konis (conical)
mirip dengan alat musik obo (oboe), gambar 4.1a. Instrumen ini terdiri dari lima
bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan serta terbuat dari bahan yang berbeda
140
pula yaitu: (a) anak-anak sarune, (b) tongkeh, (c) ampang-ampang, (d) batang
sarune, dan (e) gundal, gambar 4. 1b
Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai
kecil daun kelapa hijau yang telah kering. Dalam memainkan sarune, anak-anak
sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak
sehingga dapat bergetar jika ditiup sehingga menghasilkan suara seperti yang
diperlukan pemain
Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat
dari tulang atau sisik binatang baning (trenggiling), bagian ini diletakkan di
tengah tongkeh atau penghubung antara batang dengan anak-anak sarune. Bahan
ini terbuat dari timah. Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain
sarune pada waktu meniup alat musik tersebut. Batang sarune sendiri terbuat dari
kayu khusus.
Pada batang sarune ini terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan
buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika sarune ditiup. Gundal juga
terbuat dari kayu yang sama dengan batang dan bagian ini berada pada bagian
bawah sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune .
Gambar 4.1a: Sarune
141
b) Gendang singanaki dan gendang singindungi
Gendang singanaki dan gendang singindungi (double sided conical drums)
merupakan dua alat musik pukul yang terbuat dari kayu. Alat musik ini yang
berbentuk konis, pada kedua sisi terdapat selaput atau membrane yang terbuat dari
kulit binatang. Sisi depan atau bagian atas merupakan bagian yang dipukul disebut
Gambar 4.1b: Bagian-bagian Sarune
Keterangan gambar 4.1b: (1) anak-anak sarune (3) batang sarune, (2) tongkeh (4) gundal (2a) ampang-ampang (4a) tagan sarune
babah gendang, sisi belakang yang berada sebelah bawah (tidak dipukul) disebut
pantil gendang. Gendang singanaki dan gendang singindungi memiliki ukuran
yang kurang lebih sama, panjangnya sekitar 43 cm, dengan diameter babah
gendang-nya sekitar 5 cm, sedangkan diameter pantil gendang sekitar 3 cm.
Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk,
ukuran, dan cara pembuatannya. Perbedaannya kedua alat ini terutama adalah
142
fungsinya. Gendang singindungi untuk menghasilkan rimis variatif, sementara
gendang singanaki untuk menghasilkan ritmis konstan. Pada gendang singanakai
yang disebut gerantung atau gendang keci. Yang panjang 11 cm yang diikatkan di
sisi badan gendang singanaki.
Gendang singindungi dapat menghasikan bunyi naik turun melalui teknik
permainan tertentu, lihat gambar 4.2, sedangkan gendang singanaki tidak
memiliki tehnik tersebut sehingga bunyi yang dihasilkannya tidak bisa naik turun.
Masing-masing gendang memiliki dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum
stick) sepanjang 14 cm.
Gambar 4.2a Gendang singanaki
143
Gambar 4.2b Gendang singindungi
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk merekatkan memberan pada
badan gendang dililitkan tali yang terbuat dari kulit lembu. Tali tersebut lah yang
berfungsi untuk mengencangkan kulit/membrane gendang, sehingga dapat
menghasilkan suara yang di inginkan dengan cara menyetem suara gendang.
c) Gung dan Penganak
Penganak dan gung tergolong dalam jenis suspended idiophone/gong berpencu
yang memiliki persamaan dari segi bentuk, yakni sama seperti gong pada
umumnya yang terdapat budaya musik nusantara, lihat gambar 4.3a dan 4.3b.
Perbedaan antara penganak dan gung adalah dari segi ukuran atau lebar
diameternya. Gung memiliki ukuran yang besar, diameter 68,5 cm, sementara
penganak memiliki ukuran yang kecil, diameter 16 cm. Gung dan penganak ini
terbuat dari kuningan, sedangkan palu-palu atau pemukulnya terbuat dari kayu
yang pada ujungnya dibungkus dengan benda lunak yang disebut palu-palu gung.
144
Pada ujung palu-palu ini sengaja dibuat semacam karet untuk menghasilkan suara
gung yang lembut.
Gambar 4.3a Gung
Gambar 4. 3b Penganak
4.3.2 Gendang Kulcapi
Gendang kulcapi salah satu ansambel musik tradisional Karo. Menurut
Kumalo Tarigan, aansambel ini ada pada tahun 1958 yang dipelopori oleh ayah
145
dari Tukang Ginting. Pada mulanya komposisi alat pada ansambel ini terdiri
daripada: 1) kulcapi, 2) dua buah ketteng-ketteng dan 3) mangkok putih.
1) Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik Karo yang cara memainkannya dengan petik.
Alat musik ini berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (two-strenged
fretted-necked lute), lihat gambar 4.4. Pada awalnya senar kulcapi ini terbuat dari
akar pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Pada bagian
belakang resonator terdapat lobang resonator. Dalam memainkan kulcapi, lobang
resonator tersebut juga berfungsi untuk mengubah warna bunyi (efek bunyi)
dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan kulcapi dengan menutup
dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian lobang resonator ke badan pemain
secara berulang dalam waktu tertentu.
Gambar 4.4 Kulcapi
2) Keteng-keteng
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi
keteng-keteng dihasilkan dari dua buah senar yang dicungkil dari kulit bambu itu
sendiri (bamboo idiochord), lihat gambar 2.3. Pada ruas bambu tersebut dibuat
146
sebuah lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan
bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar keteng-keteng.
Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya
diasumsi menyerupai gung.
Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng merupakan komposisi dasar
musik tradisi Karo, karena pola permainan keteng-keteng menghasilkan bunyi
pola ritem gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang
dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.
3) Mangkok
Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah mangko (chinese glass-
bowl). Pada dasarnya mangkok bukan alat musik, namun dalam gendang telu
sedalanen, mangkok digunakan sebagai instrumen pembawa ritem. Perannya
sebagai alat musik, merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun)
dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Ketika mangkok digunakan atau
dipakai sebagai alat musik dalam suatu upacara biasanya diisi beras, secara
semiotis agar roh orang yang memerlukan upacara menjadi kuat. Sebab dalam
pandangan kepercayaan Karo kerasnya beras secara semiotis menggambarkan
kerasnya roh manusia.
Ansambel gendang kulcapai seperti yang dijelaskan di atas kemudian
dikembangkan Jasa Tarigan. Pada awal tahun 1981 beliau membuat komposisi
alat musik pada ansambel gendang kulcapai terdiri daripada 1) kulcapai, 2)
gendang singanaki, 3) gendang singindungi, 4) penganak, 5) gung, dan 6)
grantung.
147
Sepanjang pengetahuan peneliti, alat musik yang Jasa Tarigan sebut
sebagai garantung, seperti gambar 4.6 bukanlah alat musik Karo. Tetapi dalam
kenyataannnya beliau selalu membawa alat musik ini dalam melaksanakan
pertunjukan musik.
Gambar 4.5 Alat Musik Yang Menyerupai Garentung Dikenalkan Jasa Tarigan12
Pengembangan ini terjadi pada acara guro-guro aron pesta tahunan
Batukarang yang sangat tekenal di Baupaten Karo. Sebenarnya pada masa itu
Jasa Tarigan hanya mencoba-coba saja, untuk mengetahui reaksi aron (muda-
mudi yang terlibat langsung dengan pertunjukan itu). Ternyata semua aron
menerima dengan senag hati. Akhirnya ansambel gendang kulcapai sebagai musik
pengiring gendang guro-guro aron eksis hingga awal tahun 1992.
12Jasa Tarigan menyatakan alat musik tersebut adalah garantung. Dia hanya memukul
alat musik tersebut sebelum memulai suatu pertunjukan. Oleh sebab itu alat musik ini hanya dimainkan diluar musik Karo. tetapi beliau menyatakan itu bahagian daripada ansambel musik yang dia mainkan
148
4.3.3 Gendang Kibod/ Keyboard
Dalam kurun waktu hampir tiga dekade budaya musik Karo telah
menggunakan alat musik keyboard. Ada beberapa jenis keyboard yang pernah
digunakan dalam budaya musik Karo, seperti Yamaha Pss 680, Yamaha Psr 500,
Yamaha Psr 510, Technich KN 1000. KN 2000, KN 2400, KN 2600, dan KN 7000.
Pada awalnya sekitar akhir tahun 1991 keyboard ini digunakan menjadi bagian
budaya musik Karo dipelopori oleh Jasa Tarigan. Sejak saat itu banyak pemain-
pemain keyboard yang beberapa di antaranya sama sekali tidak memiliki latar
belakang sebagai pemusik tradisional Karo.
Awalnya keyboard tersebut digabungkan dengan gendang lima sedalanen
dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang terdapat dalam keyboard
untuk menambah nuansa musikal dalam konteks gendang guro-guro aron. Secara
cepat musik gabungan ini menjadi sangat digemari pada masyarakat Karo.
Melalui berbagai kreasi dan eksperimen yang dilakukan seniman Karo terhadap
alat musik keyboard, pada akhirnya terciptalah program irama yang menyerupai
gendang Karo sehingga keyboard dapat digunakan untuk mengiringi nyanyian dan
tarian yang terdapat di masyarakat Karo.
Keyboard yang digunakan pada masyarakat Karo sebagai gendang kibot
adalah alat musik jenis organ termasuk jenis alat musik modern dari budaya musik
Barat. Alat musik ini yang memiliki bank bunyi yang sangat banyak dan
mempunyai berbagai fasilitas program musik yang dapat meniru bunyi musik
tradisi Karo dengan cara memprogram. Bahkan dalam keyboard jenis yamaha psr
975 telah diinstal dalan gendang Karo atau komposisi musik tradisi Karo seperti
149
odak-odak, simalungun rayat, patam-patam, ariko kena, lasam-lasam dan
gendang guru.
4.4 Penyajian Perkolong-kolong Dalam upacara Perkawinan
Upacara perkawinan yang menjadi sampel dalan penelitian ini adalah
upacara perkawinan yang berlangsung pada tanggal 25 Maret 2017 di Hotel
Sibayak Berastagi. Pada upacara itu perkolong-kolong yang diundang aadalah Jeni
br Sembiring dan dengan iringan gendang kibot. Penyajian perkolong-kolong
dalam upacara perkawinan selalu mengikuti arahan daripada anak beru si ngera
kedua belah pihak.
Dalam upacara perkawinan di atas penyajian perkolong-kolong ada
sebanyak 5 (lima) kali. Pertama, penyajian perkolong-kolong pada saat menjelang
adu pengantin. Pada saat menunggu kedua penganting mengambil posisi untuk
menari, yang disebut adu pengantin, perkolong-kolong menyanyikan lagu maba
kampil.
Kedua, penyajian perkolong-kolong pada akhir acara pemberian kata
sambutan keluarga pengantin laki-laki. Dalam hal ini perkolong-kolong
menyanyikan lagu terang bulan. Ketiga, penyajian perkolong-kolong pada akhir
pemberian kata sambutan keluarga pengantin perempuan. Dalam hal ini
perkolong-kolong menyanyikan dua lagu, yaitu lagu katoneng katoneng dan lagu
famili teksi.
Keempat, penyajian perkolong-kolong pada akhir acara pemberian kata
sambutan kalimbubu keluarga pengantin laki-laki. Dalam kesempatan ini
150
perkolong-kolong menyanyikan lagu katonong –katonong. Kelima, penyajian
perkolong-kolong pada akhir pemberian kata sambutan kalimbubu keluarga
pengantin perempuan. Pada kesempatan penyajian yang terakhir ini perkolong-
kolong menyanyikan dua lagu, yaitu lagu katoneng katoneng dan lagu gula
tualah.
Dengan demikian terdapat tujuh lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong
dalam upacara perkawinan tersebut. Ke-tujuh lagu itu dapat dibagi menjadi 2
bagian yaitu lagu pop daerah karo dan lagu tradisi Karo
4.4.1 Lagu Pop Daerah Karo
Lagu pop daerah Karo yang dimaksud adalah lagu daerah Karo yang telah
dapat dimasuki oleh akord musik barat. Ada pun lagu yang di nyanyikan oleh
perkolong-kolong pada upacara perkawinan yaitu :
1. Lagu maba kampil
Lagu ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama seperti contoh lagu
dibawah ini:
Contoh lagu 4.1a Bagian Pertama dalam lagu maba kampil
151
Bagian kedua seperti contoh di bawah ini :
Contoh lagu 4.1b Bagian Kedua dalam lagu maba kampil
Dari kedua bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah
diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah c-d-e-f-g-a-b-c. Lagu ini dinyanyikan
secara bergantian antara bagian pertama dan bagian kedua dengan menggunakan
teks nyanyian sesuai dengan konteks upacara perkawinan. Makna dari pada lagu
maba kampil dijelaskan pada bab vi.
2. Lagu terang bulan
Lagu ini terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama seperti contoh lagu
di bawah ini:
Contoh lagu 4. 2a Bagian pertama lagu terang bulan
152
Bagian kedua pada lagu terang bulan sebagai contoh di bawah ini :
Contoh lagu 4.2b Bagian kedua lagu terang bulan
Dari kedua bentuk di atas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah
diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f-g-a. Lagu ini juga sama
dengan lagu maba kampil dinyanyikan secara bergantian antara bagian pertama
dan bagian kedua dengan menggunakan teks nyanyian sesuai dengan konteks
upacara perkawinan. Makna dari pada lagu terang bulan dijelaskan pada bab v.
3 . Lagu famili taksi
Pada lagu ini juga memiliki dua bagian yang pertama dapat kita lihat pada
contoh lagu di bawah ini:
153
Contoh Lagu 4.3a lagu famili taksi
Bagian yang kedua pada lagu famili taksi seperti di bawah ini : Contoh Lagu 4.3b lagu famili taksi
Dari kedua bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nadanya adalah
diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f-g. Lagu ini juga
dinyanyikan secara bergantian antara bagian pertama dan bagian kedua dengan
menggunakan teks nyanyian sesuai dengan konteks upacara perkawinan. Makna
dari pada lagu famili taksi dijelaskan pada bab v.
4. Lagu gula tualah
Pada lagu ini hanya terdapat satu bentuk saja. Seperti contoh lagu di
bawah ini
154
Contoh lagu 4.4 lagu gula tualah
Dari bentuk diatas dapat diketahui bahwa tangga nada lagu gula tualah
adalah diatonis mayor. Nada-nada tersebut adalah g-a-b-c-d-e-f. Lagu ini juga
dinyanyikan secara berulang-ulang menggunakan teks nyanyian sesuai dengan
konteks upacara perkawinan. Makna dari pada lagu gula tualah dijelaskan pada
bab vi.
4.4.2 Lagu Tradisi Karo ( Katoneng-katoneng)
Lagu ini pada upacara perkawinan di atas dinyanyikan tiga kali. Pertama
pada saat setelah pihak keluarga bukit menyampaikan kata sambutan. Kedua
setelah keluarga kalimbubu keluarga bangun selesai menyampaikan kata
sambutan dan yang Ketiga setelah kalimbubu keluarga bukit menyampaikan kata
sambutan.
Pada dasarnya lagu ini hanya memiliki dua jenis frasa melodi. Kedua frasa
melodi ini menurut Kumalo Tarigan (2017:99) namanya pingko-pingko dan
susurna. Pingko-pingko berarti melodi yang mempunyai nada-nada yang lebih
155
tinggi bila dibandingkan dengan melodi susurna. Melodi pingko pingko seperti
contoh di bawah ini :
Contoh lagu 4.5a Melodi pingko-pingko pada katoneng-katoneng
Sementara melodi susurna seperti contoh berikut ini :
Contoh 4.5b Melodi susurna katoneng-katoneng
Dari kedua bentuk di atas dapat diketahui tangga nada lagu katoneng-
katoneng adalah e-f-g-a-b-c. Dimana pada melodi pingko-pingko terdiri dari
modal g-a-b-c sementara pada susurna e-f-g. Bentuk frasa melodi ini juga
dinyanyikan perkolong-kolong dengan berulang-ulang tanpa ada aturan tertentu.
Makna akan dijelaskan pada Bab VI.
156
BAB V
STRUKTURAL FUNGSIONAL PERKOLONG-KOLONG DAN FUNGSI
MUSIK PADA UPACARA PERKAWINAN
5.1 Analisis Stuktural Fungsional Dalam Upacara Perkawinan
Analisis struktur funsional dan fungsi musik dalam penelitian ini
diperhatikan pada semua aspek yang berhubungan dengan upacara perkawinan.
Aspek-aspek tesebut meliputi personal yang terlibat dalam upacara perkawinan
serta musik dari ansambel kibot dan lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-
kolong.
Suatu kenyataan bahwa dalam budaya Karo menyajikan musik tanpa atau
dengan ada perkolong-kolong mesti dalam sebuah konteks tertentu. Belum pernah
ada penyajian musik tanpa ada konteksnya. Konteks penyajian musik yang paling
kecil adalah untuk hiburan diri sendiri (self ammussement).
Dalam penelitian ini konteks penyajian musik dan perkolong-kolong
adalah upacara perkawinan. Disisi lain, bagi masyarakat Karo dalam menjalankan
upacara perkawinan tidak dapat pula terlepas daripada falsafah adat enggeluh atau
aturan menjalani kehidupan pada masyarakat Karo.
Pemikiran dalam falsafah adat enggeluh atau adat bahwa setiap manusia
harus menjalani dan mengikuti aturan adat sejak lahir hingga meninggal dunia.
Hal ini tidak dapat ditawar-tawar, bahkan bagi sebagian masyarakat Karo rela
bekerja siang malam agar satu saat dapat melangsungkan upacara perkawinan
157
anak dengan sebesar-besarnya. Orang sangat hina apabila disebut tidak beradat
dan seolah-olah adat menjadi tujuan hidup.
Dengan demikian pada masyarakat Karo fungsi adat sangat penting,
karena adat merupakan aturan yang memberikan arahan terhadap semua aktifitas
dalam menjalani kehidupan manusia. Aktifitas tersebut baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat dalam berhubungan dengan manusia,
terutama dalam penelitian ini lebih khusus dalam upacara perkawinan.
Walaupun dasarnya manusia lahir sebagai seorang diri dalam pandangan
adat Karo, mereka tak dapat terlepas dari kade-kade atau kaum kerabat. Semua
kaum kerabat dalam konteks aktifitas adat disebut sangkep enggeluh atau
kelengkapan hidup. Hubungan kaum kerabat dalam adat Karo diatur berdasarkan
rakut si telu (ikatan yang tiga).
Rakut si telu (ikat yang tiga) terdiri daripada, 1) senina (satu keturunan) 2)
kalimbubu (pemberi gadis/isteri) dan 3) anak beru (penerima gadis/isteri).
Sangkep enggeluh dalam konteks adat berfungsi penting pada tiga hal. Ketiga hal
tersebut adalah 1) ndungi (menyelesaikan), 2) petunggungken (membuat menjadi
wajar), dan 3) pehagaken (mmembuat menjadi besar). Ketiga fungsi atau peranan
kaum kerabat dianggap berhasil apabila sebagian daripada kaum kerabat tersebut
telah berperan aktif dalam aktifitas upacara perkawinan yang berlangsung.
Dalam hal kaum kerabat turut berperan aktif pada upacara adat sangat
berhubungan pula dengan dua hal, yaitu ada unsur yang diperlukan dan ada unsur
yang harus dikerjakan. Unsur yang diperlukan berupa benda-benda adat seperti
158
kain dan pakaian adat serta peralatan kehidupan yang lain seperti, ayam, beras,
wang, parang,gula merahm kelapa dan perlengkapan sirih.
Sementara yang harus di kerjakan seperti, ikut runggu atau musyawarah
adat, menerima dan memberi benda dan wang adat, ikut berdiri untuk
menjalankan aktifitas adat, seperti menari bersama dan menyampaikan kata
sambutan.
Bersarkan falsafah adat Karo, menggelar upacara perkawinan dengan
besar bagaimanapun harus ipaluken gendang yang artinya menyajikan musik.
Gendang berfungsi mengiringi pihak sukut atau orang yang menggelar upacara
perkawinan dengan masing-masing kaum kerabatnya menari bersama sambil
ngerana atau menyampaikan kata sambutan atau tindak tutur (speech acts).
Perlunya penyajian gendang atau musik dalam suatu upacara perkawinan
adalah untuk mengiringi pihak sukut atau orang yang melaksanakan upacara
perkawinan menari bersama masing-masing kamu kerabatnya sebagai salah satu
alat komunikasi yang bersifat non verbal.
Ada keyakinan dengan adanya alat komunikasi yang bersifat non verbal
serta adanya ngerana atau kata sambutan dilakukan secara bersamaan maka
komunikasi adat dalam upacara perkawinan berjalan dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat dalam antara gendang (musik),
dengan landek (tari) dan ngerana (kata sambutan) dalam upacara perkawinan.
Adanya musik dan tari mengiringi orang yang menyampaikan kata sambutan
menunjukkan bahwa upacara digelar dengan sangat baik.
159
Bagaimanapun kata sambutan pada upacara perkawinan merupakan salah
satu aktifitas yang harus dipenuhi, kerana dengan ada kata sambutan maka
dianggap seh cakap yaitu penyampaian kata dengan tuntas dalam upacara
perkawinan tersebut. Namun demikian, dalam ngerana atau menyampaikan kata
sambutan sering kali ada dianggap kekurangan. Walaupun pada dasarnya
kekurangan-kekurangan tersebut tidak dapat disebutkan diidentifikasi secara tepat.
Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dari kata sambutan tersebut, bagi
sebagian orang yang mempunyai kemampuan finasial melakukan upacara
perkawinan dengan menyajikan perkolong-kolong.
Penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan secara umum
senantiasa terdapat pada salah satu acara, yaitu pada akhir acara ngerana atau
pada akhir penyampaian kata sambutan. Namun dalam upacara perkawinan yang
menjadi korpus dalam penelitian ini perkolong-kolong disajikan juga pada awal
acara adu pengantin (kedua pengantin menari dan secara silih berganti bernyanyi).
Umumnya perkolong-kolong menyanyi setelah kaum kerabat selesai
menyampaikan kata sambutan secara bergantian. Oleh sebab itu penyajian
perkolong-kolong terdapat pada tiap-tiap akhir daripada acara penyampaian kata
sambutan.
Lagu-lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam upacara perkawian
pada mulanya adalah pemasu-masun atau katoneng-katoneng. Tetapi dalam
upacara yang diteliti ini ada beberapa lagu pop Karo yang dinyanyikan perkolong-
kolong. Menurut anak beru yang meminpin upacara hal ini sama sekali tidak
160
menyalahi bahkan semakin baik. Menurut pandangan mereka tidak semua tamu
undangan dapat menikmati keindahan pemasu-masun atau katoneng-katoneng.
Tujuan menyajikan perkolong-kolong dalam upacara perkawinan
diharapkan sebagai orang yang mampu menambahi kebaikan terhadap kata
sambutan yang dapat melengkapi kekurangan dari perkataan-perkataan terhadap
semua kaum kerabat yang terlibat dalam upacara perkawinan. Dengan adanya
perkolong-kolong dalam upacara perkawinan menyebabkan upacara tersebut
dipandang sebagai kerja situa atau upacara perkawinan yang paling besar.
Bagaimanapun penyajian perkolong-kolong dalam upacara perkawinan
merupakan manisfestasi ate keleng atau rasa kasih sayang yang mendalam
Pentingnya menyanyikan lagu-lagu dalam upacara perkawinan karena
lagu-lagu tersebut menjadi salah satu alat komunikasi yang dianggap sangat kuat
yang dapat menyampaikan rasa kemanusiaan dalam upacara perkawinan. Dengan
demikian maka lagu-lagu berfungsi sebagai penambah kekuatan pada alat
komunikasi yang bersifat verbal.
Ada rasa kemanusian yang dianggap perlu disampaikan, namun terkadang
tidak cukup hanya dengan kata sambutan saja. Seperti dalam upacara perkawinan
rasa yang dominan dari pihak sukut adalah penghormatan dan terima kasih yang
tak terhingga kepada sesama kaum kerabatpada umumnya, terlebih-lebih terlebih-
lebih kapada kalimbubu.
161
5.2 Fungsi Perkolong-kolong Dalam Upacara Perkawinan
Dalam menganalisis fungsi perkolong-kolong dalam upacara perkawinan
pada masyarakat Karo terlebih dahulu peneliti memperhatikan struktur dalam
upacara tersebut. Secara garis besar struktur yang terdapat dalam upacara
perkawinan masyarakat Karo dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu 1)
sukut atau keluarga yang mengadakan upacara, 2) sangkep enggeluh sukut atau
kaum kerabat keluarga yang mengadakan upacara), dan 3) si erdemu bayu atau
pengantin. Masing-masing dari ketiga bagian besar di atas masih dapat dibagi lagi
menjadi lebih khusus. Seperti bagian sukut siempo, yaitu keluarga yang
mengadakan upacara dari pihak laki-laki. Sukut sinereh yaitu keluarga yang
mengadakan upacara dari pihak perempuan.
Demikian juga pada bagian sangkep enggeluh sukut atau kaum kerabat
keluarga yang mengadakan upacara ada dari pihak laki-laki dan ada dari pihak
perempuan. Masing-masing sangkep enggeluh itu terdiri daripada senina, anak
beru, dan kalimbubu. Sementara pada bagian pengantin hanya dua, yaitu si empo
atau pengantin laki-laki dan si sereh atau pengantin laki-laki.
Fungsi perkolong-kolong dianalisis terhadap bagian-bagian yang sesuai
saja. Terdapat 7 (tujuh) bagian yang sesuai, yaitu 1) sukut siempo (keluarga
pengantin laki-laki), 2) sukut sinereh (keluarga pengantin perempuan), 3)
kalimbubu siempo (kalimbubu pengantin laki-laki), 4) senina sinereh (senina
keluarga pengantin perempuan), 5) kalimbubu sinereh (kalimbubu keluarga
pengantin perempuan), 6) si empo (pengantin laki-laki), dan 7) si sereh (pengantin
perempuan)
162
5.2.1 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Siempo
(Keluarga Pengantin Laki-laki)
Dalam upacara perkawinan ini pihak keluarga pengantin laki-laki berklan
atau bermarga Perangin-angin, cabang marga Bangun. Marga Bangun selain
sering disebut bangun mergana (bermarga bangun) juga disebut tambar malem
yang dapat diartikan obat yang menyejukkan. Ini berhubungan dengan asumsi
bahwa angin dapat memberikan kesejukan, sementara merga mereka perangi-
angin, yang artinya dekat dengan angin.
Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga pengantin laki-laki adalah
mewakili mereka dalam menyampaikan sapaan kepada semua kalimbubu dan
puang kalimbubu. kenyataan ini dapat dilihat pada teks nyanyian di bawah ini:
Kalimbubu kami Bukit mergana ernolih-nolih (Kalimbubu kami bermarga Bukit berulang ulang) Sinuraya mergana surbakti mergana (Bermarga Sinuraya bermarga Surbakti) Rikutken teman ndu sada dalanen kalimbubu siperdemui (Beserta teman ndu satu jalan kalimbubu yang didatangi) La ketadingen kalimbubu sipemeren (Tidak tinggal kalimbubu sipemeren) Bage pe kam kerina puang kalimbubu kami (Begitu juga semua puang kalimbubu kami)
5.2.2 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Sukut Sinereh
(Keluarga Pengantin Perempuan)
Dalam upacara perkawinan ini pihak keluarga pengantin perempuan
berklan atau bermarga Bukit. Hal ini menyebabkan sehingga mereka disebut
bukit mergana, yang artinya bermarga Bukit. Fungsi perkolong-kolong terhadap
keluarga ini mewakili mereka dalam menyampaikan sapaan terhadap kaum
163
kerabat. Ada tiga kali perkolong-kolon menyampaikan sapaan itu, yaitu 1) sapaan
kepada semua senina Bukit, 2) sapaan kepada semua kalimbubu dan puang
kalimbubu Bukit, dan 3) sapaan kepada semua anak beru Bukit.
Sapaan kepada semua senina Bukit yang di wakili perkolong-kolong dapat
dilihat seperti teks berikut ini:
Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihat lah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen) Ralo alo me ras kami Bukit mergana (Menerima bersama kami keluarga yang bermarga Bukit) Ija erbelas kami nehken kata pengalo ngalo (Dimana kami menyampaikan kata sambutan) Amin lit gia kapndu si kurang payo kurang teng-teng na sembuyak kami sinterem (Walau ada kalian rasa kurang baik dan kurang tepat sembuyak kami semua) Ula me tama sangkut ukurndu (Jangan lah dibawa ke hati)
Sapaan kepada semua kalimbubu dan puang kalimbubu Bukit yang di
wakili perkolong-kolong dapat dilihat seperti teks lagu di bawah ini:
Nandangi kam kerina kalimbubu rikut puang kalimbubu kami (Kepada kam semua kalimbubu dan juga puang kalimbubu kami) I ja ibas perjabun bere bere kempu ndu e (Dimana pesta adat bere bere kempu kalian) Aloken kari bagi lit na kalimbubu puang kami (Terima nanti apa adanya kalimbubu puang kami) Ija kari seh panggong ndu erbelas (Dimana nanti sampai waktu untuk berkata) Bereken kata kekelenegen ndu nandangi kami (Berikan kata kata kesayangan kepada kami)
Sapaan kepada semua anak beru Bukit yang di wakili perkolong-kolong
dapat dilihat seperti teks berikut ini:
Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri
164
(Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan) Nandangi kerina na sangkep ta nggeluh (Kepada semua keluarga besar kita)
5.2.3 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Siempo (Kalimbubu
Keluarga Pengantin Laki-laki)
Kalimbubu keluarga pengantin laki-laki sebanarnya ada beberapa, namun
yang paling dekat adalah bermaga Bukit. Kedua pengantin kawin impal, ini
bermakna ibu dari pengantin laki-laki adalah kakak kandung dari bapak pengantin
perempuan.
Fungsi perkolong-kolong terhadap mereka dalam upacara ini adalah
mewakili kalimbubu dalam menyampaikan petuah. Ada tiga kali perkolong-kolon
menyampaikan petuah mewakili kalimbubu, yaitu 1) kepada semua keluarga
Bangun, 2) kepada pengantin laki-laki, dan 3) kepada pengantin perempuan.
Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada
keluarga Bangun, yang merupakan keluarga pengantin laki-laki, seperti teks di
bawah ini:
Emaka bagem tambar malem bagem beru Bukit (Begitu lah tambar malem begitu beru Bukit) Sangap kam pe jabuken anak parang sintua e (Beruntung kamu membuat pesta yang sulung ini) Gelah reh ngasup na kam pagi jadi perlebe lebe kalimbubu ta (Supaya semakin kuat kamu menjadi tulang punggung terhadap kalimbubu) Jenda nari pagi terus ku pudi tambar malem mergana (Dari sini nanti sampai ke belakang tambar malem mergana)
165
Nantang me kerina na penakit bas daging kula ndu (Jauh semua penyakit di badan)
Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada
pengantin laki-laki, yang bernama Iyos Bangun, seperti teks di bawah ini:
Terlebih man bandu pe bage Iyos (Terutama kepada Iyos) Nggo kuh toto mama mami nini bulang nini tudung alo kenndu (Sudah cukup doa mama mami nini bulang nini tudung yang kamu terima) Ija ibas perjabun ras impal beru bukit e (Dimana di dalam berkeluarga dengan pasangannya beru bukit ini) Kam lah pas pedemuken tambar malem (Kamu lah tepat jodohnya tambar malem) Emaka ngasup lah kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Oleh karena itu maka sanggup lah kamu menjadi tali pengikat)
Petuah yang disampaikan perkolong-kolong mewakili kalimbubu kepada
pengantin perempuan yang bernama Tasya beru Bukit, seperti teks di bawah ini:
Emaka kena pe bage Tasya (Begitu juga kamu Tasya) Adi nggo kena legi impal kena e teman arih arih (Kalau sudah di jemput pasangan kalian jadi teman hidup) Tami tami pagi bibi ta ras bengkila ta Nande Karo (Sayangi nanti mertua kita Nande Karo)
5.2.4 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Senina Sinereh
(Senina Keluarga Pengantin Perempuan)
Fungsi perkolong-kolong yang mewakili senina sinereh atau semua senina
keluarga pengantin perempuan, seperti teks di bawah ini:
Maka panjang perjabun beru Bukit e tumbuk ras Bangun mergana (Supaya panjang keluarga ibu bermarga Bukit dengan yang bermarga Bangun) Dingen seh pagi kerina totota si mehuli (Dengan sampai nanti doa kita yang baik semua) Sangap ertuah bayak iya tengah tengah jabuna (Melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan di tengah keluarga) Bage pe cakap kami ngalo ngalo
166
(Begitu juga kata sambutan kami)
5.2.5 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Kalimbubu Sinereh (Kalimbubu
Keluarga Pengantin Perempuan)
Perkolong-kolong dalam mewakili kalimbubu sinereh ada beberapa.
Tetapi dalam penelitian ini satu dibuat menjadi contoh, karena adanya
kesepakatan dari semua kalimbubu sinereh tetap seia sekata. Hal ini seperti teks di
bawah ini:
Bagem beru Bukit (Begitu lah ibu bermarga Bukit) Bagem beru purba beru tarigan (Begitu lah ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan) Kam pe karina sada pengodak sada pengole (Kalian juga semua seia sekata) Jadi teman arih arih nande tigan e (Jadi teman berbincang ini ibu bermarga Tarigan)
5.2.6 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Empo (Pengantin Laki-laki)
Fungsi perkolong-kolong yang mewakili pengantin laki-laki seperti teks di
bawah ini:
Kalimbubu enda kami maba kampil (Kalimbubu disini kami membawa tepak) Ate kami ngelegi dirindu (Kami ingin menjemput putrimu) Nande karo enda kami maba kampil (Ibu bermarga Karo-karo ini kami membawa tepak) Ate kami reh ngelegi kena (Keinginan kami datang menjemput kamu)
5.2.7 Fungsi Perkolong-kolong Terhadap Si Sereh (Pengantin Perempuan)
Fungsi perkolong-kolong yang mewakili pengantin laki-laki seperti teks di
bawah ini:
167
Aku pe ue ningku sekali enda (Aku juga iya ku katakan kali ini) Ngaloi kena nangin mama Nangin na (Untuk meyetujui kamu mama Nangin) Aku pe ue nge ningku sekali enda (Aku juga mengiyakan kali ini) ngaloi kena karo bere Karo na (untuk menyetujui kamu bere Karo) Mama nangin bere karo sekali enda lanai kam tersia (Mama nangin bere karo sekali ini kamu tidak sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang-bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang-bulang) Seh tunggungna kam tatapen dua na (Sangat cocok kamu dilihat berdua)
5.3 Penggunaan Dan Fungsi Musik Pada Upacara Perkawinan
5.3.1 Penggunaan Musik Dalam Upacara Perkawinan
Sesuai dengan pandangan Merriam dalam menjelaskan penggunaan musik
mengaju pada keadaan yang bagaimana musik dipakai dalam masyarakat.
Kenyataannya secara umum dapat dilihat bahwa musik dipakai dalam upacara
perkawinan. Memperhatikan bahwa dalam suatu upacara perkawinan mempunyai
banyak acara maka penggunaan musik dalam upacara tersebut dapat dilihat pada
tiga acara.
Penggunaan musik yang pertama, musik dipakai pada acara ngalo-ngalo
atau menerima pihak sukut memasuki tempat upacara. Pemakain musik pada acara
ngalo-ngalo ada 4 (empat) kali. Pertama, pada saat sukut siempo memasuki
tempat upacara yang disambut pihak anak berun-nya musik dipakai dengan lagu
embuah page. Kedua, pada saat kalimbubu siempo memasuki tempat upacara
yang disambut sukut siempo musik dipakai dengan lagu mejuah-juah. Ketiga,
pada saat sukut sinereh memasuki tempat upacara yang disambut anak beru-nya
168
musik dipakai dengan lagu ertutur. Keempat, pada saat kalimbubu sinereh
memasuki tempat upacara yang disambut sinereh musik dipakai dengan lagu
mejuah-juah.
Penggunaan musik yang kedua, musik dipakai pada saat acara adu
pengantin, yaitu acara yang mana kedua pengantin menari berdua, secara
berpasangan dan silih berganti bernyanyi. Kebetulan dalam upacara perkawinan
ini pengantin laki-laki yang pertama menyanyi, selanjutnya baru pengantin
perempuan. Masing-masing pengantin menyanyikan dua lagu.
Penggunaan musik yang ketiga, musik dipakai pada saat selesai acara
ngerana atau menyampaikan kata sambutan. Pemakaian musik pada saat selesai
acara ngerana ada 7 (tujuh) kali. Pertama, pada saat berakhirnya pihak sukut
siempo bersama semua senina-nya menyampaikan kata sambutan. Kedua, pada
saat berakhirnya pihak sukut sinereh bersama semua senina-nya menyampaikan
kata sambutan. Ketiga pada saat berakhirnya pihak sukut siempo dan sukut sinereh
menerima kata sambutan dari tamu undanga diluar daripada kaum kerabat.
Kempat, pada saat berakhirnya pihak sukut siempo bersama semua
kalimbubunya menyampaikan kata sambutan. Kelima, pada saat berakhirnya
pihak sukut sinereh bersama semua kalimbubunya menyampaikan kata sambutan.
Keenam, pada saat berakhirnya pihak sukut sinereh bersama semua anak beru-nya
menyampaikan kata sambutan. Ketujuh, pada saat berakhirnya pihak sukut siempo
bersama semua anak berunya menyampaikan kata sambutan.
169
5.3.2 Fungsi Musik dalam Upacara Perkawinan
Dalam menganalisis fungsi musik yang terdapat dalam upacara
perkawinan, peneliti memperhatikan sepuluh fungsi musik yang ditawarkan
Meriam. Fungsi musik diperhatikan berdasarkan kesesuaian dengan yang terdapat
dilapangan, yaitu dalam upacara perkawinan masyarakat Karo. Dengan demkian
kalau ada yang tidak sesuai tidah diaplikasikan dan kalau ada yang kurang
ditambah.
Kelihatannya dari 10 (sepuluh) fungsi musik yang ditawarka ada 8
(delapan) yang sesuai, yaitu (1) fungsi sebagai pengungkapan emosional, (2)
fungsi sebagai hiburan, (3) fungsi sebagai komunikasi, (4) fungsi sebagai
perlambang, (5) fungsi sebagai reaksi jasmani (6) fungsi sebagai yang berkaitan
dengan norma-norma sosial, (7) fungsi sebagai kesinambungan kebudayaan, dan
(8) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Selain 8 (delapan) fungsi di atas masih ada 2 (dua) fungsi yang sangat
dominan, yaitu 1) sebagai pendidikan dan 2) fungsi sebagai sarana penerima
sumbangan.
5.3.2.1 Fungsi Sebagai Pengungkapan Emosional
Dalam menjelaskan fungsi musik sebagai ungkan emosional Merriam
menulis (1964-222):
An important function of music, then, is the opportunity it gives for a variety of emotional expressions—the release of otherwise unexprcssible thoughts and ideas, the correlation of a wide variety of emotions and music, the opportunity to "let off steam" and perhaps to resolve social conflicts, the explosion of creativity itself, and the group expression of hostilities. It is quite" possible that a much wider variety of emotional
170
expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music.
Terjemahannya:
Satu fungsi yang penting dari musik adalah kesempatan yang diberikannya untuk berbagai ekspresi emosi- pelepasan pikiran dan gagasan yang tidak dapat dikatakan, korelasi berbagai emosi dan musik, peluang untuk "melepaskan kekacauan" dan mungkin untuk menyelesaikan konflik sosial, ledakan kreativitas itu sendiri, dan ekspresi dari kelompok permusuhan. Sangat mungkin bahwa variasi ekspresi emosional yang lebih luas dapat dikutip, tetapi contoh yang diberikan di sini menunjukkan dengan jelas pentingnya fungsi musik ini. Dari pengertian di atas ada benang merahnya, yang mana musik dapat
memberikan kesempatan berbagai ekspresi emosional. Kenyataan seperti ini
sangat relevan dalam upacara perkawinan Karo. Fungsi musik dalam tempo yang
cepat dalam upacara tersebut menggambarkan emosi kegembiraan. Fungsi musik
dalam tempo yang lambat dalam upacara perkawinan menggambarkan kedamaian.
Selanjutnya fungsi musik sebagai pengungkapan berbagai emosional rasa
saling mencintai dapat dilihat pada beberapa lirik lagu yang dinyanyikan
perkolong-kolong.
Pengungkapan berbagai perasaan disampaikan dengan lagu yang
dinyanyikan perkolong-kolong. Dari makna teks lagu mampu mengungkapkan
berbagai perasaan. Perasa yang sangat mengharukan dan menyentuh hati, atau
saat tertentu dapat pula menimbulkan rasa tenang, aman pada pendengarnya, dan
bahkan ada juga rasa yang sedih. Selain itu, ada lirik lagu mengungkapkan rasa
kegembiraan kepada seluruh keluarga yang melaksanakan upacara perkawian.
Untuk mengungkapkan berbagai emosional dapat dilihat pada pembahasan makna
tekstual nyanyian pada BabVI.
171
5.3.2.2 Fungsi sebagai Hiburan
Fungsi musik sebagai hiburan merupakan suatu kenyataan yang bersifat
umum di tengah-tengah masyarakat secara luas. Walaupun pada dasarnya tujuan
utama daripada musik itu bukan sebagai hiburan dalam sebuah upacara ada saja
bahagian yang dapat menyenyangkan hati. Hal-hal yang menyenyangkan hati ini
terutama dapat dilihat pada saat adu pengantin.
5.3.2.3 Fungsi sebagai Komunukasi
Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada musik,
sekurang-kurangnya adalah gendang kibot. Fungsi musik dalam setiap upacara
perkawinan adalah sebagai alat komunikasi non verbal. Gendang atau musik
yang mengiringi landek atau tari merupakan komunikasi non verbal yang sangat
kuat dalam upacara perkawian.
5.3.2.4 Fungsi sebagai Perlambang
Menurut Meriam (1964:223), pada kebanyakan masyarakat musik
berfungsi sebagai lambang dari hal-hal, ide-ide maupun tingkah laku. Dalam
budaya musik tradisional Karo sejak dahulu gendang dalam arti ansambel musik
berfungsi sebagai perlambang kebesaran. Seperti yang telah di tulis pada bagian
awal bab ini bahwa semua aktivitas upacara yang besar harus i paluken gendang
(dimainkan ansambel musik). Dengan adanya konsep i paluken gendang maka
akan diikuti rose atau memakai pakaian adat Karo.
172
Disisi lain, adanya memakai pakaian adat Karo maka semua kalimbubu
harus pula di undang. Karena mereka lah yang berhak nangketken ose atau
memakaikan pakaian adat). Kalau sudah mengundang kalimbubu, maka wijib
hukumnya mengundang anak beru. Sebab kalimbubu tidak pernah mau secara
langsung berhubungan dengan sukut, tetapi harus melalui perantara anak beru.
5.3.2.5 Fungsi sebagai Reaksi Jasmani
Dalam setiap upacara perkawinan pada masyarakat Karo pasti ada landek
atau tari. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu fungsi musik
dalam sebagai reaksi jasmani. Pernyataan bahwa musik berfungsi sebagai reaksi
jasmani atas dasar bahwa semua gendang untuk mengiri tarian. Hanya ada satu
gendang dahulu pada masyarakat Karo yang tidak ditarikan yaitu gendang buang,
yaitu bagian awal dalam gendang perang empat kali dalam upacara pemakaman.
Tetapi sekarang nampaknya tidak dimainkan lagi.
5.3.2.6 Fungsi sebagai Norma Sosial
Dalam fungsi musik yang berkaitan dengan norma sosial, Merriam (1964:
224) menulis:
Songs of social control play an important part in a substantial number of cultures, both through direct warning to erring members of the society and through indirect establishment of what is considered to be proper behavior. This is also found in songs used, for example, at the time of initiation ceremonies, when the younger members of the community are specifically instructed in proper and improper behavior. Songs of protest call attention as well to propriety and impropriety. The enforcement of conformity to social norms is one of the major functions of music.
173
Terjemahannya:
Lagu-lagu kontrol sosial memainkan peran penting dalam sejumlah besar budaya, baik melalui peringatan langsung kepada anggota masyarakat yang berdosa dan melalui pembentukan tidak langsung dari apa yang dianggap sebagai perilaku yang pantas. Ini juga ditemukan dalam lagu-lagu yang digunakan, misalnya, pada saat upacara inisiasi, ketika anggota muda dari komunitas secara khusus diinstruksikan dalam perilaku yang tepat dan tidak pantas. Lagu-lagu protes meminta perhatian juga pada kesopanan dan ketidakwajaran. Penegakan kepatuhan terhadap norma sosial adalah salah satu fungsi utama musik. Kenyataan seperti yang diungkapkan di atas ini sungguh sesuai dengan yang
terdapat dalam upacara perkawinan Karo. Lagu katoneng-katoneng sangat sarat
dengan nasihat yang harus dijalankan serta berbagai larangan yang harus
dihindarkan. Lebih dari itu bahkan dalam lagu tersebut terlihat sapaan antara
semua kaum kerabat untuk saling menjalankan norma-norma sebagi mana
patutnya menurut adat Karo.
5.3.2.7 Fungsi sebagai Pengitegrasian Masyarakat
Dalam fungsi yang berkaitan dengan pengitegrasian pada masyarakat
Merriam (1964: 226) menulis
Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity.
Terjemahannya:
Musik, kemudian, memberikan titik temu di mana anggota masyarakat terintegrasi untuk terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi kelompok. Tentu saja, tidak semua musik dimainkan, tetapi setiap masyarakat memiliki kesempatan yang
174
ditandai oleh musik yang menyatukan para anggotanya dan mengingatkan mereka akan kesatuan mereka.
Pandamngan di atas sungguh sesuai dengan yang terjadi dalam upacara
perkawinan masyarakat Karo. Pada acara tertentu masing-masing sukut, baik dari
keluarga pengantin laki-laki maupun keluarga pengantin perempuan terintegari
dalam menjalankan tuntutan adat.
5.3.2.8 Fungsi sebagai Kesinambungan Kebudayaan
Dalam fungsi yang berkaitan dengan kesinambungan Merriam (1964: 225)
menulis:
If music allows emotional expression, gives aesthetic pleasure, entertains, communicates, elicits physical response, enforces conformity to social norms, and validates social institutions and religious rituals, it is clear that it contributes to the continuity and stability of culture. In this sense, perhaps, it contributes no more or no less than any other aspect of culture, and we are probably here using function in the limited sense of "playing a part."
Terjemahannya:
Jika musik memungkinkan sebagai ekspresi emosional, memberikan kesenangan estetika, menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik, menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial, dan memvalidasi lembaga sosial dan ritual keagamaan, jelas bahwa itu berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya. Dalam pengertian ini, mungkin, musik berkontribusi tidak lebih atau tidak kurang dari aspek budaya lainnya, dan kita mungkin di sini menggunakan fungsi dalam arti terbatas "memainkan peran." Sesungguhnya pada masyarakat Karo sejauh ini masih tetap memakai
musiknya sebagai ekspresi emosional, memberikan rasa kesenangan estetis,
sungguh dapat menghibur, berkomunikasi, memunculkan respons fisik,
175
menegakkan kepatuhan terhadap norma-norma sosial. Oleh sebab itu musik jelas
bahwa berkontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas budaya.
5.3.2.9 Fungsi sebagai Pendidikan
Fungsi musik sebagai pendidikan sangat nyata terdapat dalam teks lagu
katoneng-katoneng. Dalam teks tersebut sangat banyak yang dapat dibuat menjadi
bahan pelajaran yang menjadi bekal dalam menjalani kehidupan menurut budaya
tradisi Karo. Pelajaran tersebut begitu penting, terutama bagi kedua pengantin,
yang baru pertama kali terlibat dalam aktifitas adat dan sekali gus menjadi pelaku
adat.
Pada masyarakat Karo, hanya orang yang telah erjabu atau berumah
tangga yang terlibat dalam aktivitas adat. Terlibat dalam aktivitas adat dalam arti
telah diundang kaum kerabat agar mendatangi dan terlibat langsung dalam
aktivitas adat, seperti mengikuti serangkaian upacara perkawinan, mengikuti
berbagai jenis upacara pemakaman, dan memasuki rumah baru. Bagaimana bagi
setiap orang yang telah berumah tangga pada aktivitas di atas telah ada tanggung
jawab terhadap sangkep enggeluh (kaum kerabat kelengkapan hidup). Beberapa
contoh yang menjadi pelajaran dalam teks katoneng-katoneng dapat dilihat
sebagai berikut.
1) Pelajaran tentang berbagai jenis dari senina.
Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihatlah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen)
176
2) Pelajaran tanggung jawab terhadap senina.
Tanda tanda na kam teman sada perutangen sada peridon kami nggeluh (Buktinya kalian kawan kami satu pihak dalam berutang dan berpiutang kehidupan) Tegu tegu ndu ibas kini labeluhen kami (Dampingilah kami dalam ketidakpintaran kami)
3) Pelajaran tentang berbagai jenis dari kalimbubu.
Enggo kam erbelas kalimbubu si ngalo bere bere (Telah menyampaikan kata sambutan kalimbubu kami singalo bere bere) Singalo perkempun, rikut singalo perbibin, (Singalo perkempun beserta singalo perbibin)
4) Pelajaran tentang pentingnya kalimbubu menjadi panutan.
Kerina kam kalimbubu kami, (Semua kamu kalimbubu kami) Sukatendel mergana Ginting mergana Milala mergana, (Bermarga Sukatendel bermarga Ginting bermarga Milala) Ngasup kam pagi man penggurun kami (Sanggup nanti menjadi panutan kami)
5) Pelajaran tentang berbagai jenis dan tanggung jawab sebagai anak beru
Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri (Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan)
5.3.2.10 Fungsi Sebagai Sarana Penerimaan Sumbangan
Fungsi musik sebagai sarana penerima sumbangan sudah menjadi
kenyataan yang selalu terjadi dalam upacara pekawinan pada masyarakat Karo.
Fungsi ini terjadi dengan cara menyuruh kedua pengantin menari dan secara
177
bergantian bernyanyi, yang disebut adu pengantin. Biasanya yang pertama
bernyanyi adalah pengantin laki-laki. Pada saat pengantin laki-laki bernyanyi
maka semua sukut keluarga pengantin laki-laki serta semua kaum kerbat memberi
sumbangan kepada kedua pengantin.
Pemimpin upacara atau anak beru si ngerana dari keluarga pengantin laki-
laki mengatur agar semua pemberi sumbangan yang mulai daripada sukut senina
dan kalimbubu. Pada bagian kedua yang memberi sumbangan anak beru. Hal
yang sama juga terjadi pada pihak keluarga pengantin perempuan.
Menelusuri mulanya hal ini terjadi, tidak terlepas dari sejak masuknya
kibot menjadi alat musik yang dipakai dalam memainkan lagu-lagu pop Karo,
sekitar menjelang pertengahan tahun 1990-an. Pada masa itu anak beru dari pihak
laki-laki harus mempersiapkan konsumsi untuk semua keperluan upacara
perkawian. Oleh sebab itu mereka memerlukan sarana hiburan. Sehingga mereka
secara suka rela menyumbang agar ada pembayaran untuk menyewa kibot dan
pemainnya. Walaupun pada mulanya ada pro kontra dari masyarakat Karo,
kenyataannya tetap berlangsung.
Pada akhir tahun 1990-an sumbangan semancam ini mengalami
perkembangan yang pesat. Kalau pada awalnya hanya untuk membantu yang ada.
178
BAB VI
MAKNA LAGU YANG DINYANYIKAN PERKOLONG-KOLONG
DALAM UPACARA PERKAWINAN
Untuk menemukan makna lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam
upacara perkawinan maka perlu memperhatikan isi yang terdapat pada setiap lirik
lagu tersebut. Lagu yang dinyanyikan perkolong-kolong dalam upacara
perkawinan yang menjadi korpus dalam penelitian ini dapat dibagi dua yaitu: lagu
yang bersifat pop daerah Karo dan lagu yang bersifat tradisional Karo. Lagu yang
bersifat pop daerah Karo berjumlah 4 (empat) buah yaitu lagu Maba kampil, Si
Terang bulan, Family taksi dan Gula tualah. Lagu yang bersifat tradisional Karo
yaitu Katoneng-katoneng atau pemasu-masun.
6.1 Makna Lagu Maba Kampil
Makna lagu maba kampil berdasarkan analisis terdiri dari tiga bagian,
seperti yang ditulis di tabel 6.1 di bawah in :
Tabel 6.1 Makna Lagu Maba Kampil
No Makna Lagu Maba Kampil 1 Pernyataan Kedatangan untuk Meminang 2 Pernyataan Setuju untuk Dipinang 3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Bercerai Lagi
179
6.1.1 Pernyataan Kedatangan Untuk Meminang
Makna lagu maba kampil yang menyatakan pernyataan untuk meminang
ada tiga sub-bagian. Sub-bagian pertama mengartikan membawa tepak dan untuk
menjemput pengantin wanita, Makna sub-bagian ini seperti teks di bawah ini :
Kalimbubu enda kami maba kampil (Kalimbubu disini kami membawa tepak) Ate kami ngelegi dirindu (Kami ingin menjemput putrimu) Nande karo enda kami maba kampil (Ibu bermarga Karo-karo ini kami membawa tepak) Ate kami reh ngelegi kena (Keinginan kami datang menjemput kamu)
Makna lagu maba kampil menyatakan pernyataan untuk meminang yang
sub-bagian kedua mengartikan keberhasilan yang dinginkan, Sub-bagian ini
seperti yang tertulis di bawah ini:
Sekali enda ula kami la tampil (Dalam hal ini janganlah kami tidak layak) Adi la tampil keri kel suina (Jika tidak layak sangat lah sakit) Adi la tampil keri kel cedana (Jika tidak layak sangat ah sakit)
Makna lagu maba kampil menyatakan pernyataan untuk meminang yang
sub-bagian ketiga adalah menyatakan hari yang sudah tepat mendampingi dan
layak berdua. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Nande karo bere ribu sekali enda ula kel tersia (Nande karo bere ribu sekali lagi janganlah sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Maka metunggung tatapen dua na (Supaya layak dilihat keduanya) Maka metunggung kam tatapen dua na (Supaya layak kamu dilihat berdua)
180
Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi pada kalimat ‘sendah
tudung ngarakken bulang bulang’. Tudung berarti tutup kepala pada perempuan,
sementara bulang berarti tutup kepala pada laki-laki. Berarti maksunya kalimat di
atas ‘sejak saat ini pengantin wanita mengikuti pengantin laki-laki’.
6.1.2 Pernyataan Setuju Untuk Dipinang
Makna pada lagu maba kampil yang menyatakan setuju untuk dipinang
juga terdiri dari tiga sub-bagian. Makna sub-bagian pertama yaitu persetujuan dari
keluarga kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Aku pe ue ningku sekali enda (Aku juga iya ku katakan kali ini) ngaloi kena nangin mama Nangin na (untuk meyetujui kamu mama Nangin) Aku pe ue nge ningku sekali enda (Aku juga mengiyakan kali ini) ngaloi kena karo bere Karo na (untuk menyetujui kamu bere Karo)
Pada sub-bagian kedua dalam bagian pernyataan setuju untuk dipinang
pada lagu maba kampil makna yang dapat adalah menerima apa adanya,
menyayangi sampai tua nanti dan bahagia orang tua melihatnya. Makna ini dapat
dilihat seperti teks di bawah ini:
Tehndu aku la merupa la erlagu (Tahu kamu saya tidak cantik dan baik) kelengi ndu dage asa metua (Sayangi aku sampai tua) Makana malem ate nande bapanta (Supaya bahagia dirasa ibu ayah kita)
Makna lagu maba kampil yang menyatakan setuju untuk dipinang pada
sub-bagian ketiga yaitu pernyataan tidak akan sia-sia menikahi dari pengantin
181
wanita dan orang lain melihat bahagia. Makna ini dapat kita lihat pada teks di
bawah ini :
Mama nangin bere karo sekali enda lanai kam tersia (Mama nangin bere karo sekali ini kamu tidak sia-sia) Sendah tudung ngarakken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Seh tunggungna kam tatapen dua na (Sangat cocok kamu dilihat berdua) Seh tunggungna man tatapen dua na (Sangat cocok dilihat berdua)
6.1.3 Kalau Sudah Bersatu Jangan Berpisah Lagi
Makna lagu maba kampil pada pernyataan kalau sudah bersatu jangan
berpisah lagi terbagi atas tiga sub-bagian. Makna sub-bagian pertama dapat
diartikan adalah jika sudah jodoh selayaknya menikah, saling menyayangi berdua
dan orang tua bahagia melihat keluarga mereka. Makna ini dapat dilihat pada teks
di bawah ini:
Adi nggo sada nina padandu (Jika sudah satu di katakan suratan) Mari berkat kam erjabu dua na (Mari kita berangkat menikah berdua) Sikelengen kam pagi ibas jabundu (Saling menyayangi nanti di dalam keluarga) Maka malem pagi ate nande bapata (Supaya bahagia dirasakan ibu dan ayah kita) Maka malem ate sangkep geluhta (Supaya bahagia dirasakan ibu dan ayah kita)
Makna sub-bagian kedua pada lagu maba kampil yang menyatakan kalau
sudah bersatu jangan berpisah lagi adalah menyatakan hal yang kita pilih sendiri
jangan nanti menyesal di kemudian hari. Pernyataaan ini dapat dilihat pada teks di
bawah ini:
182
Belo gatap nina si belo sirih (Daun sirih katanya daun sirih) Enjolorna nina ku batang pola (Menjalar ke pohon enau) Bekas ndu natap ndube bekas ndu milih duana (Atas pengelihatan dan atas pilihan kamu) Ola belasken pagi erkadiola (Jangan nanti ucapkan menyesal) Makana panjang pagi perjabun kena (Supaya langgeng nanti keluarga kalian)
Makna sub-bagian ketiga pada lagu maba kampil bagian kalau sudah
bersatu jangan berpisah lagi adalah menyatakan kecocokan jika mereka bersatu
Makna ini dilihat dari teks di bawah ini:
Mama nangin nande karo sekali enda lanai kita tersia (Mama nangin nande karo sekali ini tidak akan sia-sia) Sendah tudung ngarak ken bulang bulang (Sekarang tudung mendampingi bulang bulang) Seh tunggungna tatapen kade kade ta (Sangat cocok dilihat oleh saudara kita) Seh tunggungna adi erdalan kam duana (Sangat cocok jika kalian berjalan berdua)
6.2 Makna Lagu Si Terang bulan
Makna yang terkandung pada lagu siterang bulan terbagi atas 3 bagian.
Hal ini dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
Tabel 6.2 Makna Lagu Si Terang Bulan
No Makna Lagu Si Terang Bulan 1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru 2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah 3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan
6.2.1 Semua Kerabat Mendoakan Rumah Tangga Baru
Makna pada lagu si terang bulan yang menyatakan semua kerabat
mendoakan rumah tangga baru terbagi atas dua sub-bagian. Sub-bagian pertama
183
adalah sebuah pepatah dalam masyarakat Karo yaitu rempah-rempah ketumbar di
jual ke Berastagi, karena Berastagi juga sebagai salah satu pusat kota penjualan
selain Kabanjahe sebagai pusat dari Kabupaten Karo. Hal ini dapat dilihat pada
teks di bawah ini:
Enda erpudung rudang (Ini berbunga kembang) Erpudung sibatang jera malem tambar malem (Berbunga pohon ketumbar malem tambar malem) Baba pudungna nande Bukit (Bawa bunga nya nande Bukit) Nina ku Berastagi (Katanya ke Berastagi)
Makna yang tertera pada lagu Si Terang Bulan pada sub-bagian kedua
yang menyatakan kerabat mendoakan rumah tangga baru adalah berkumpulnya
semua saudara untuk mendoakan rumah tangga yang baru, Makna ini dapat dilihat
pada teks di bawah ini:
Enda nggo pulung kel bage (Ini sudah berkumpul) Kerina sangkep geluhta wari si sekalenda (Semua saudara dekat kita pada hari ini) Nde notokensa makana (Untuk mendoakan supaya) Panjang pagi jabundu (Lenggang rumah tangga kalian)
6.2.2 Kalau Sudah Bersatu Jangan Lagi Berpisah
Makna lagu si terang bulan yang menyatakan kalau sudah bersatu jangan
lagi berpisah, terbagi juga atas dua sub-bagian. Pada sub-bagian pertama dapat di
simpulkan jika sudah dibicarakan keluarga jangan lagi ada perpisahan, Makna ini
seperti pada teks di bawah ini:
184
Lagu si terang bulan terang i Tiga Nderket (Lagu si terang bulan terang di Tiga Nderket) Lagu terang si terang bulan bulan na meganjang (Lagu terang si terang bulan bulan yang tinggi) Pala pala erkuan ari turang teku tedeh (Jika sudah berbicara turang yang ku rindukan) Pala pala erkuan ulanai kita sirang ulanai kita sirang (Jika sudah berbicara jangan lagi kita berpisah)
Makna lagu si terang bulan yang menyatakan kalau sudah bersatu jangan
lagi berpisah pada sub-bagian kedua yaitu bersatu hati dan mendoakan agar
langgeng rumah tangga mereka, Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Ersada arih kerina (Bersatu hati semua) Bapa ras nande ta pulung sekalenda (Bapak dan ibu kita berkumpul hari ini) E notokensa ma Nangin (Supaya mendoakan ma Nangin) Panjang perjabun kena (Lenggang rumah tangga kalian)
6.2.3 Mendoakan Keluarga Melahirkan Anak Lelaki Dan Perempuan Makna pada bagian ketiga yang menyatakan mendoakan keluarga
melahirkan anak lelaki dan perempuan pada lagu si terang bulan terbagi atas dua
sub-bagian. Sub-bagian yang pertama adalah semoga mendapat anak laki-laki dan
perempuan. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Gelahna jumpa kel pagi (Supaya melahirkan nantinya) Anak dilaki ras diberu karo nande Karona (Anak laki laki dan perempuan karo nande Karona) Makana malem (Supaya bahagia) Pepagi ate kami natapsa (Kami melihatnya)
185
Makna pada lagu si terang bulan yang menyatakan mendoakan keluarga
melahirkan anak lelaki dan perempuan dalam sub-bagian kedua adalah pepatah
yang menyatakan bulan sangatlah terang dan tidak ada lagi perpisahan. Hal ini
dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Lagu si terang bulan terang i Tiga Nderket (Lagu si terang bulan terang di tiga nderket) Lagu si terang bulan terang la kel teralang (Lagu si terang bulan terang sangatlah terang) Pala pala erkuan mama nangin teku keleng (Jika sudah berbicara mama nangin yang ku sayangi) Pala pala erkuan ulanai kita sirang ulanai kita sirang (Jika sudah berbicara jangan lah kita berpisah)
6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Sembuyak Bukit Makna lagu katoneng –katoneng sembuyak bukit terbagi atas sembilan
bagian. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6.3 Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit
No Makna Lagu Katoneng-katoneng Senina Bukit 1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit 2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan 3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit 4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru 5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi nasehat 6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit 7 Mohon Kerkat Atas Keluarga Bukit 8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit 9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan
6.3.1 Pernyataan Kebersamaan Dengan Semua Senina Bukit
Makna yang pertama adalah ungkapkan yang menyatakan kebersamaan
dengan semua senina bukit. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Ibas kita landek ralo alo (Di dalam kita menari berhadap-hadapan)
186
Tampak me kam kerina na sembuyak senina si pemeren (Terlihatlah kalian semua sembuyak senina sipemeren) Rikut ken siparibanen sipengalon sindalanen (Bersama siparibanen sipengalon sindalanen) Ralo alo me ras kami Bukit mergana (Menerima bersama kami keluarga yang bermarga Bukit)
6.3.2 Bermarga Bukit Menyampaikan Kata Sambutan
Makna yang kedua yang di ungkapkan adalah menyatakan bermarga bukit
dalam menyampaikan kata sambutan jika ada sambutan yang kurang baik jangan
di bawa ke hati. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Ija erbelas kami nehken kata pengalo ngalo (Dimana kami menyampaikan kata sambutan) Amin lit gia kapndu si kurang payo kurang teng-teng na sembuyak kami sinterem (Walau ada kalian rasa kurang baik dan kurang tepat sembuyak kami semua) Ula me tama sangkut ukurndu (Jangan lah dibawa ke hati)
6.3.3 Pernyataan Kesamaan Pihak Dengan Semua Senina Bukit
Makna yang ketiga adalah pernyataan kesamaan pihak dengan semua
senina bukit adalah jika ada sambutan yang kurang baik jangan di bawa ke hati,
doakan dan dampingi lah kami. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Tanda tanda na kam teman sada perutangen sada peridon kami nggeluh (Buktinya kalian kawan kami satu pihak dalam berutang dan berpiutang kehidupan) Tegu tegu ndu ibas kini labeluhen kami (Dampingilah kami dalam ketidakpintaran kami) Uga kari maka mehuli nandangi kerina kalimbubuta rikut puang kalimbubuta (Bagaimana nanti yang baik kepada semua kalimbubu kita dan puang kalimbubu kita) Janah bahan me dage kata ajarndu rikut toto ndu si mehuli (Begitu juga buat lah kata yang baik beserta doa yang baik pula)
187
6.3.4 Harapan Kebaikan Terhadap Rumah Tangga Baru
Mana yang keempat yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini
adalah menyatakan harapan kebaikan terhadap rumah tangga baru. Disamping itu
supaya panjang rumah tangga, melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan.
Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Maka panjang perjabun beru Bukit e tumbuk ras Bangun mergana (Supaya panjang keluarga ibu bermarga Bukit dengan yang bermarga Bangun) Dingen seh pagi kerina totota si mehuli (Dengan sampai nanti doa kita yang baik semua) Sangap ertuah bayak iya tengah tengah jabuna (Melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan di tengah keluarga) Bage pe cakap kami ngalo ngalo (Begitu juga kata sambutan kami) Nandangi kam kerina kalimbubu rikut puang kalimbubu kami (Kepada kam semua kalimbubu dan juga puang kalimbubu kami)
Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi pada kalimat ‘Sangap
ertuah bayak iya tengah tengah jabuna. ‘Sangap’ dan ‘ertuah’ artinya beruntung,
bertuah, sementara ‘bayak’ artinya kaya. Tetapi dalam kalimat di atas, makna
yang ingin dicapai adalah melahirkan anak laki-laki dan perempuan, biarpun
masing-masing hanya satu.
6.3.5 Ikhlas Kalimbubu Bukit Menerima Keadaan Dan Memberi Nasehat
Makna yang kelima yang diungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini
adalah menyatakan ikhlas kalimbubu bukit menerima keadaan dan memberi
nasehat serta terima lah apa adanya dan berikan ucapan dan doa yang baik,
Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
I ja ibas perjabun bere bere kempu ndu e (Dimana pesta adat bere bere kempu kalian)
188
Aloken kari bagi lit na kalimbubu puang kami (Terima nanti apa adanya kalimbubu puang kami) Ija kari seh panggong ndu erbelas (Dimana nanti sampai waktu untuk berkata) Bereken kata kekelenegen ndu nandangi kami (Berikan kata kata kesayangan kepada kami)
6.3.6 Harapan Terhadap Anak Beru Bukit
Makna yang keenam pada lagu katoneng-katoneng ini adalah yang
menyatakan harapan terhadap anak beru bukit serta meminta anak beru
membantu dan mempersiapkan supaya sukses upacara yang dilangsungkan dan
tidak memalukan keluarga bukit. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Bage pe nandangi kam kerina anak beru rikut anak beru si pemeren (Begitu juga kepada semua anak beru beserta anak beru si pemeren) Anak beru menteri singukuri (Anak beru menteri singukuri) Kam me kerina ciken kami enteguh (Kalian lah tongkat kami yang kuat) Maka tatanga ndu dage kami kerina kalimbubu ndu (Maka pandang lah kami semua kalimbubu kamu) Maka ula juru ula kemalun (Supaya jangan terhina dan jangan memalukan) Nandangi kerina na sangkep ta nggeluh (Kepada semua keluarga besar kita)
6.3.7 Mohon Berkat Atas Keluarga Bukit
Makna yang ketujuh yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng ini
adalah mohon berkat atas keluarga bukit dan jangan bersedih dan beruntung lah
membuat upacara kepada marga bukit dan ibu beru sukatendel pada hari ini dan
selalu mendoakan pengantin sehat selalu. Hal ini dapat dilihat seperti teks di
bawah ini:
Emaka bagem Bukit mergana (Ya demikianlah yang bermarga Bukit)
189
Bagem beru Sukatendel (Demikian yang ibu bermarga Sukatendel) Sangap pejabuken anak sintua e bas warina sekalenda (Beruntunglah membuat pesta anak sulung pada hari ini) Mejuah juah ula bangger bangger (Mejuah juah jangan bersedih) Gelah beru Bukit e pe pagi panjang perjabun na (Supaya ibu bermarga Bukit ini juga panjang keluarganya nantinya) Seh kerina toto ta simehuli (Sampai semua doa yang baik) Ku tengah tengah jabuna (Ke tengah keluarganya)
6.3.8 Penghormatan Terhadap Arwah Keluarga Bukit
Makna yang kedelapan yang di ungkapkan pada lagu katoneng-katoneng
keluarga bukit adalah penghormatan kepada arwah keluarga bukit dan jangan
menyesali walaupun orang tua dari ayah pengantin wanita sudah tiada. Tetapi
bahagia lah dia melihat kita berkumpul disini semua. Demikian juga orang tua
dari ibu pengantin wanita juga yang telah tiada, namun merasa senang melihat
pesta cucunya pada hari ini. Hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Ija ibas jumpa padan beru bukit e ras tambar malem e (Dimana jumpa jodoh beru bukit dengan tambar malem) Ula ermorah morah pusuhndu e bapa Tasya (Jangan menyesali hati kamu bapak Tasya) Lanai gia rumah ndube bapa Bukit mergana (Tidak lagi juga di rumah bapak bermarga Bukit) Ras nande beru ginting ndube (Dan ibu bermarga Ginting) Ngarak ngarak nge pertendin na bas kita pulung e (Mendampingi lah hati nya di dalam kita berkumpul ini) Amin la gia tertatapsa perjabun kempuna e (Walau pun tidak di lihat nya pesta cucunya ini) Bage pe ngarak ngarak bapa Sukatendel mergana ndube (Begitu juga mendampingi lah bapak bermarga Sukatendel dahulu) Gelah alu bage malem ate ta pulung (Supaya dengan begitu bahagia kita berkumpul) Ia pe malem atena kerina natap taneh kesalihen nari (Dia juga bahagia melihatnya dari alam baka)
190
6.3.9 Penutup Dan Harapan Atas Kata Sambutan
Makna yang kesembilan merupakan ungkapkan yang menyatakan penutup
dan harapan atas kata sambutan pada lagu katoneng-katoneng adalah cukup sekian
yang disampaikan perkolong-kolong dan cukup sekian juga pemikiran yang tidak
baik, itu lah doa kita semua. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Endam dage ken kerna cakap ndu landek ralo alo e (Inilah kata sambutan dalam kita menari bersama) Ngadi aku ngendeken katoneng katoneng e (Berhenti saya menyanyikan katoneng katoneng e) Ngadi kerina rukur gulut rukur picet (Berhenti juga pikiran tidak baik) Toneng karina tendita ertima i rumah (Tenang semua roh menunggu di rumah)
6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun
Makna lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun terbagi atas delapan
bagian. Kelapan bagian tersebut dapat kita lihat seperti tabel 6.4 di bawah ini :
Tabel 6.4 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun
No Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bangun 1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun 2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan 3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan dan Kata Sambutan
Kalimbubunya 4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun 5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi nasehat 6 Selamat Atas Keluarga Bangun 7 nasehat Kepada Pengantin 8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan Dan Penutup
6.4.1 Sapaan Terhadap Semua Kalimbubu Bangun
Makna yang pertama dalam lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun
adalah sapaan terhadap semua kalimbubu bangun serta hadirnya seluruh
191
kalimbubu dalam upacara yang sah secara adat masyarakat Karo. Hal ini dapat
dilihat seperti teks di bawah ini:
Kalimbubu kami Bukit mergana ernolih-nolih Kalimbubu kami bermarga Bukit berulang ulang Sinuraya mergana surbakti mergana (Bermarga Sinuraya bermarga Surbakti) Rikutken teman ndu sada dalanen kalimbubu siperdemui (Beserta teman ndu satu jalan kalimbubu yang didatangi) La ketadingen kalimbubu sipemeren (Tidak tinggal kalimbubu sipemeren) Bage pe kam kerina puang kalimbubu kami (Begitu juga semua puang kalimbubu kami) Subuk kam Ginting mergana Milala mergana Sebayang mergana (Begitu juga bermarga Ginting bermarga Milala bermarga Sebayang) Bage pe ras sada dalanen karina na (Begitu juga semua yang satu jalan)
6.4.2 Kalimbubu Bangun Telah Menyampaikan Kata Sambutan
Makna yang kedua yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng
kalimbubu bangun adalah menyatakan kalimbubu bangun telah menyampaikan
kata sambutan serta telah menyampaikan ucapan yang baik dan semoga
berbahagia pengantin di dalam menjalani keluarga yang baru. Hal ini dapat dilihat
seperti teks di bawah ini:
Ija nggo berekenndu pedah ajarndu ras toto ndu si mehuli (Dimana sudah diberikan kata yang baik dan doa yang baik) Maka sangap kel bebe rendu kempundu e ibas manteki perjabun na simbaru (Maka beruntung lah keponakan kalian cucu kalian ini di dalam keluarga yang baru)
192
6.4.3 Keluarga Bangun Bahagia Atas Kedatangan Dan Kata Sambutan
Kalimbubunya
Makna yang ketiga yang di ungkapkan adalah menyatakan keluarga
bangun bahagia atas kedatangan dan kata sambutan kalimbubu-nya yang berisi
berbahagia atas pernikahan ini. Disamping itu mendoakan semua kalimbubu
begitu juga arwah daripada orang tua pengantin laki-laki kiranya merestui. Selain
itu pula ayah dari pengantin laki-laki semakin sehat. Hal ini dapat dilihat seperti
teks di bawah ini:
Malem kel ate kami kami anak beru ndu Tambar Malem (Kami sangat bahagia anak beru kalian bermarga Tambar Malem) Erdan-dan lah kam ertak tak karina na bas pemeteh kami si kurang (Jangan diperhitungkan dalam segala kekurang pengetahuan kami) Nuturi dingen ngajari kalimbubu puang kami (Mendoakan sambil mengajari lah kalimbubu dan puang kami) Akap kami pertendin bapa Tambar Malem ndube (Atas ijin arwah atas daripada ayah yang bermarga Bangun dahulu) Rikut nande beru Bukit ndube (Beserta ibu bermarga Bukit dahulu) Ija ibas kekelengenna si aloken kami wari sekalenda (Dimana kasih sayang nya yang kami terima hari ini) Maka Tambar Malem e jenda nari pagi ku pudi ulanai iya bangger (Supaya bermarga Tambar Malem dari sini ke belakang hari jangan lagi sakit) Gelah ngasup pagi iya jadi perlebe lebe ndu nggeluh (Supaya bisa nanti jadi yang terdepan dalam hidup kalian) Gelah ngasup iya pagi negu bere bere ndu kempu ndu e (Supaya sanggup nanti mendampingi keponakan cucu kamu) Mulih mulihi kam kerina kalimbubu puang kalimbubu kami (Seringlah datang kalian kalimbubu dan puang kalimbubu kami) Janah kami nulih ku tengah jabu ndu e kalimbubu kami (Sementara kami melihat ke tengah keluarga kalian kalimbubu kami) Ija nda nggo erpengaloi beru Bukit e (Dimana sudah menjawab ibu bermarga Bukit ini) Mambur ilunhna e (Jatuh air matanya) Mambur perban keriahen ukur (Jatuh karena rasa bahagia)
193
6.4.4 Penghomatan Terhadap Arwah Kalimbubu Bangun
Makna yang keempat dalam lagu katoneng-katoneng kalimbubu bangun
adalah menyatakan penghomatan terhadap arwah kalimbubu bangun. Makna ini
dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Erbincara bincara pusuh beru bukit e (Berangan-angan hati ibu bermarga Bukit) Apai nge ndia arah lebe apa arah pudi (Yang mana yang depan mana yang di belakang) Ku lebuhken maka malem nina beru bukit e (Ku panggil supaya baik kata ibu bermarga Bukit) Bapa bukit mergana nande beru ginting (Bapak bermarga Bukit ibu bermarga Ginting) Ibas tampak na karina gancih sambar ndu e (Di dalam kebersamaan semuanya yang menggantikan kamu) Tampak me kalimbubu ta karina nande iting (Berkumpul semua kalimbubu kita ibu bermarga Ginting) Ibas erjabu kempu ndu wari sekalenda (Di dalam pesta cucu kalian pada hari ini) Tading bapa tading nande bas si meriah e (Tinggal lah bapak dan ibu di pesta ini) Bagem nina pusuh beru Bukit ndai (Begitu lah kata hati beru Bukit)
6.4.5 Semoga Kalimbubu Bangun Menerima Dan Tetap Memberi Nasehat
Yang kelima makna yang di ungkapkan yang menyatakan semoga
kalimbubu bangun menerima dan tetap memberi nasehat dalam lagu katoneng-
katoneng adalah permohonan maaf jika ada kekurangan dan permohonan untuk
selalu memberikan nasehat nya, hal ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Emaka bagem kalimbubu bagem puang kami (Begitulah kalimbubu begitu lah puang kami) Ibas kekurangen si ni dalanken kami anak beru anak beru menteri kami (Di dalam kekurangan kami jalankan anak beru kami dan anak beru menteri kami) Aloken kami bagi kami si maba kami kalimbubu puang kami (Terimalah kami sebagaimana adanya puang kalimbubu kami)
194
Endam kami kerina pagi siman ajarenndu (Ini lah kami semua nanti yang harus diajari)
6.4.6 Selamat Atas Keluarga Bangun
Makna yang keenam yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng ini
adalah menyatakan selamat atas keluarga bangun dan beruntung dalam membuat
upacara perkawinan anak paling tua. Bersamaan dengan itu pula jauh semua
penyakit serta sehat sejahtera kedepannya yang dapat dilihat puang kalimbubu.
Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
Emaka bagem tambar malem bagem beru Bukit (Begitu lah tambar malem begitu beru Bukit) Sangap kam pe jabuken anak parang sintua e (Beruntung kamu membuat pesta yang sulung ini) Gelah reh ngasup na kam pagi jadi perlebe lebe kalimbubu ta (Supaya semakin kuat kamu menjadi tulang punggung terhadap kalimbubu) Jenda nari pagi terus ku pudi tambar malem mergana (Dari sini nanti sampai ke belakang tambar malem mergana) Nantang me kerina na penakit bas daging kula ndu (Jauh semua penyakit di badan) Gelah mejuah juah kam pagi man tatapen puang kalimbubuta (Supaya sehat sejahtera dilihat nanti nya puang kalimbubu)
6.4.7 Nasehat Kepada Pengantin
Makna yang ketujuh yang di ungkapkan dalam lagu katoneng-katoneng ini
adalah menyatakan nasehat kepada pengantin terbagi atas sub-bagian. Pertama
yang disampaikan kepada pengantin laki-laki adalah sudah banyak doa dan
ucapan yang diberikan dan jodoh yang tepat kepada impal beru bukit dan di
katakan jadilah benang pengerakut yang diartikan sebagai tali pengikat hubungan
kekeluargaan. Makna ini dapat dilihat seperti teks di bawah ini:
195
a. Pengantin Lelaki
Terlebih man bandu pe bage Iyos (Begitu juga kepada Iyos) Nggo kuh toto mama mami nini bulang nini tudung alo kenndu (Sudah cukup doa mama mami nini bulang nini tudung yang kamu terima) Ija ibas perjabun ras impal beru bukit e (Dimana di dalam berkeluarga dengan pasangannya beru bukit ini) Kam lah pas pedemuken tambar malem (Kamu lah tepat jodohnya tambar malem) Emaka ngasup lah kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Oleh karena itu maka sanggup lah kamu menjadi tali pengikat) Ras usih bapa ta ras nande ta gelah meteguh pagi perjabun ta duana (Dan tirulah orang tua kita berdua supaya kuat keluarga kita nantinya) Jumpa kam anak dilaki jumpa anak diberu (Bertemu anak laki laki dan anak perempuan)
b. Nasehat Kepada Pengantin
Makna pada sub-bagian kedua menyatakan nasehat kepada pengantin pada
lagu katoneng-katoneng ini adalah saling belajar lah jangan saling menyalahkan
karena jika di pulangkan beru bukit ini akan merusak hubungan keluarga semua.
Untuk itu ada pepatah mengatakan jangan seperti galah singgamanik (tongkat
Singgamanik) yang semakin di sambung semakin pendek. Ini merupakan pepatah
khiasan bersifat buruk dalam orang Karo. Makna ini dapat dilihat pada teks di
bawah ini:
Ibas la payona tengah tengah jabu (Di mana tidak baik di tengah keluarga) Radu si ajaran kam pagi ula si ntembehen tambar malem mergana nande Karo (Sama sama belajar lah jangan saling menyalahkan tambar malem margana nande Karo) Sebab ija tambar malem sekali gia pagi la pas akapndu impal ndu beru Bukit e (Karena dimana nanti kamu merasa tidak tepat pasangan ndu beru Bukit) Mulih pe pagi atendu beru Bukit e ku jabu Bukit mergana Iyos (Pulang pun nanti beru Bukit itu ke keluarga Bukit marganya) Sekali ulihken pagi ras nande te maka banci turang (Sekalian nanti di balikkan bersama ibu kita supaya bisa)
196
Endam pagi si man ukur ukuren ndu (Ini lah nanti yang perlu dipikirkan) Sebab perdalan perjabun ndu e (Karena perjalanan keluarga ini) Pas kel nge ndube bagi manuk nepet sunun na (Tepat sekali seperti ayam masuk ke dalam sangkar) Maka bas perjabun ndu e (Di dalam keluarga kamu) Ola kel pagi bagi perjuk juk singgamanik tambar malem ku (Jangan seperti galah singgamanik tambar malemku) Dosa i sambong pagi maka reh gendekna (Karena di sambung baru semakin pendek)
c. Pengantin Perempuan
Makna pada lagu katoneng-katoneng pada bagian nasehat kepada
pengantin sub-bagaian ketiga yang menyatakan ucapan kepada pengantin
perempuan, agar menyayangi mertua dan jangan bertekak dengan mertua karena
dari dia juga nanti diturunkan harta. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah
ini:
Emaka kena pe bage Tasya (Begitu juga kamu Tasya) Adi nggo kena legi impal kena e teman arih arih (Kalau sudah di jemput pasangan kalian jadi teman hidup) Tami tami pagi bibi ta ras bengkila ta nande karo (Sayangi nanti mertua kita nande Karo) Inget pagi bas perjabun ndu e (Ingat nanti dalam keluarga) Kerna kata tua tua ndube si arah lebe (Seperti kata orang tua yang lebih dulu) Enda rubat nina cikua beluh erban anding andingen (Ini bertengkar belalang sembah pandai membuat pribahasa) Ola kena nggit rubat ras simetua (Jangan mau bertekak dengan mertua) Sebab bas ia nari nge kena pagi ngaloken tading tadingen (Karena dari dia nanti menerima harta)
197
6.4.8 Lagu Sebagai Kata Sambutan Tambahan dan Penutup
Makna pada lagu katoneng-katoneng yang menyatakan lagu sebagai kata
sambutan tambahan dan penutup adalah begitulah mengenai ucapan dan jangan
sia-sia kan hal yang dikatakan supaya hal yang diharapkan begitulah yang
didapatkan. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini:
Bagem dage kerna cakap (Begitu lah mengenai kata) Kata penambahi ku turiken ibas kita landek ralo alo e (Kata tambahan ku ungkapkan di saat kita manari) Segerampang pia kaca ni gelas (Segerampang pia kaca ini gelas) Cuan ku juma me jadi pencamet (Cangkul alat untuk menyangkul) Ola tersia kerna kai kata ni belas (Jangan sia sia hal yang dikatakan) Maka uga ni sura bage pagi ni dapet (Maka seperti apa yang diharap begitulah didapat)
6.5 Makna Lagu Famili taksi
Makna dari lagu famili taksi yang dapat disimpulkan mengenai perasaan
sangat mencintai menggambarkan hati yang sudah rulut-ulut artinya sudah sangat
cinta mati dan tidak dapat di pisahkan lagi. Rulut-ulut disini berarti sangat
mengikat susah untuk di lepaskan. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini :
Ciger warina ciger warina aron i juma (Siang hari di siang hari pekerja di ladang) Paksana ngadi ngadi aron ijuma (Sedang beristirahat pekerja di ladang) Paksana ngadi ngadi (Sedang beristirahat) Oh mama Karona jadi kel ateku (Oh mama Karo sangat ku cinta) Nggo rulut ulut kena ateku jadi (Sudah sangat mencintaimu) Nggo rulut ulut (Sangat dicinta)
198
Kena ateku jadi (Kamu kusayang) Uga nge ndia deba kubahan bangku mama Karo (Bagaimana lagi harus kubuat kepadaku mama Karo) Kena nge ateku jadi jadi lanai teralang (Kamu yang sangat ku cinta)
6.6 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng kalimbubu bukit ini terbagi atas sebelas
bagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.5 di bawah ini :
Tabel 6.5 Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit
No Makna Lagu Katoneng-katoneng Kalimbubu Bukit 1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan 2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit 3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit 4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit 5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit 6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit 7 Harapan Keluarga Bukit 8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin 9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit 10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubu-nya 11 Doa dan Pantun Penutup
6.6.1 Kalimbubu Bukit Telah Menyampaikan Kata Sambutan
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kalimbubu bukit telah
menyampaikan kata sambutan terbagi atas dua sub-bagian. Pertama, makna nya
adalah ketika sudah mulai sore hari kalimbubu bukit semuanya sudah
menyampaikan ucapan selamat. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Ibas nusurna matawari e (Ketika matahari mulai jatuh ke ufuk barat) Enggo kam erbelas kalimbubu si ngalo bere-bere (Telah menyampaikan kata sambutan kalimbubu kami singalo bere-bere) Singalo perkempun, rikut singalo perbibin
199
(Singalo perkempun beserta singalo perbibin) Dalam makna lagu di atas ada pengambaran waktu, yaitu ketika matahari
sudah mulai condong ke ufuk barat, yang artinya sudah sore. Pada saat itu pula
pihak kalimbubu menyampaikan kata sambutan. Ini menunjukkan bahwa
kalimbubu sebagai pemberi marwah kepada pihak sukut (yang mendakan upacara)
harus memberikan kata sambutan pada saat menjelang akhir acara. Sebab apabila
pihak kalimbubu telah memberikan kata sambutan pad awal acara, bagaimanapun
keberlangsungan upacara menjadi sepi.
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kalimbubu bukit telah
menyampaikan kata sambutan adalah dimana sudah disampaikan nasehat kepada
pengantin bermarga bukit dengan bermarga tambar malem. Hal ini dapat dilihat
pada teks di bawah ini:
Ija enggo ibereken ndu kata pedah ajar toto mehuli (Dimana sudah memberi kata nasehat serta doa yang baik) Nangdangi kami anak berundu Bukit mergana (Kepada kami anak beru kalian yang bermarga Bukit) Rikutken nangdangi beberendu kempu ndu, (Juga kepada keponakan dan cucu kalian) Beru Bukit tumbuk ras Tambar Malem e. (Peremuan yang bermarga Bukit kawin dengan yang bermarga Tambar Malem ini)
6.6.2 Kharisma Orang Tua Keluarga Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang tua
keluarga Bukit terbagi atas tiga sub-bagian. Pertama, makna nya adalah kehadiran
semua kalimbubu dimana kharisma bapak bermarga Bukit yang telah pergi
bersama ibu ginting sang istri masih tetap di hormati. Hal ini dapat kita lihat pada
teks di bawah ini:
200
Itatap kami kerna pertampak ndu Milala mergana, Ginting mergana, (Kami melihat kehadiran semua kalimbubu bermarga Milala dan barmarga Ginting) Malem dingen megah pusuh kami kerinana anak beru ndu (Senang dan kami merasa bahagia semua anak beru kalian) Teridah nge kepeken wari sekalenda kalimbubu (Kelihatan pada hari ini kalimbubu) Nadingken dolat kepe bapa Bukit mergana ndube (Meninggalkan kharisma bapa kami bermarga Bukit dahulu) Rikutken nande beru Ginting ndube (Bersama ibu kami bermarga Ginting dahulu)
Kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang
tua keluarga bukit adalah hadir semua bahwasanya marga bukit lah pengganti
bapak bukit dahulu dan istri kami menjadi pengganti ibu ginting dahulu. Makna
ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Maka sempat kam kerina penenahken kekelengen ndu e (Sehingga hadir semua kami yang di undang yang kalian sayangi) Endam kepe dalan kami beluh arih arih kerinana anak beru ndu (Inilah jalan kami untuk berdiskusi semua nya anak beru kamu) Sebap kami menda Bukit mergana (Sebab kami lah yang bermarga Bukit) Sambar gancih bapa ndube (Pengganti bapak kami dahulu) Rikutken kemberahen e (Beserta isteri kami) Eme sambar gancih nande beru Ginting ndube (Ini menggantikan ibu bermarga Ginting dahulu)
Ketiga, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan kharisma orang
tua keluarga bukit adalah kesedihan atas kepergian orang tua terkasih supaya
kalimbubu mengajari kelurga bukit karena pengetahuan mereka tentang adat yang
kurang. Hal ini dapat kita lihat pada teks di bawah ini:
Lanai gia ikut bapa ras nande ndube ngalo ngalo kepulungen ndu e, (Tidak lagi ikut bapak dan ibuk dahulu menyambut kehadiran kalian) Tatap kami mama, mami, impal nina bapa Tasya e (Lihat kami mama, mami, impal kata bapak Tasya ini) Ras seninangku bapa Maikel e
201
(Dengan saudara kandung saya bapak Maikel) Rikut turang ndu anak ndu beru Sukatendel e (Beserta turang kamu anak kamu perempuan bermarga Sukatendel ini) Bage pe ras beru Tarigan e (Begitu juga dengan perempuan yang bermarga Tarigan ini) Gelah ula kam pagi biar biaren karinana ngajar ngajari (Supaya tidak nanti takut semuanya mengajari) Pemeteh kami sikurang (Pengetahuan kami yang kurang) Bagem nina Bukit mergana e (Begitu lah kata bermarga Bukit ini)
6.6.3 Penghormatan Kepada Arwah Kalimbubu Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan penghormatan kepada
arwah kalimbubu bukit terbagi atas dua sub-bagian. Pertama, memiliki makna
yang berandai-andai jika tadi orang tua dari marga sukatendel yang telah pergi
masih hadir di tempat ini maka lebih bahagia lagi lah kita. Hal ini dapat kita lihat
pada teks di bawah ini:
Nulih ka kami ku tengah jabu ndue Sukatendel mergana, (Melihat lagi kami ke tengah keluarga kamu bermarga Sukatendel) Meriah dingen malem nge tuhu bas perjumpan te, (Bahagia dan senang sekali dalam pertemuan kita ini) Ibas riah ne, (Di dalam kebahagiaan ini) Bagi si erbicara bicara nge pusuhta turang (Seperti jika berandai-andai hati kita) Nande eda ku (Nande eda ku) Bagi siperatah ratahi bulung si nggo melus (Seperti menghijau kan daun yang sudah layu) Pusuhta pulung e (Hati kita berkumpul ini)
Kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan penghormatan
kepada arwah kalimbubu bukit adalah pengucapan kata rindu kepada sang ayah
202
dimana sang ayah telah pergi terlebih dahulu. Hal ini dapat dlihat pada teks di
bawah ini:
Bapa (Bapak) Bapa penggurun kami ndube (Bapak panutan kami dahulu) Pulung me kami kerina ermeriah ukur endai (Berkumpul kami semua berbahagia di sini) Ibas erjabu kempundu e (Di dalam menikah cucu kamu) Tading nge kepe kam wari sekalenda bapa metedeh ate kami (Tidak ikut kamu pada hari ini bapak yang kami rindukan) Bagem nina pusuh beru Sukatendel e erlebuh (Begitulah kata hati ibu bermarga Sukatendel memanggilmu)
6.6.4 Pernyataan Kepada Kalimbubu Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit terbagi atas lima sub-bagian. Sub-bagian pertama, ditujukan
kepada nenek pengantin wanita, yang memiliki makna dimana nenek telah pergi
dan tidak dapat menghadiri acara cucu tercintanya dan tambah nya keluarga yang
menyayangi nenek tercinta. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
a. Nenek Pengantin Wanita
Emaka bagem nande Tigan (Jadi begini lah nenek bermarga Tarigan) Endame kepe ndube siman akapen ndu nande (Inilah yang harus kamu rasakan ibu) Kam tading jadi penggurun kami nggeluh e (Kamu tinggal menjadi panutan kamu hidup) Maka ibas nggo tatap ndu perjabun kempu ndue nande Tigan (Jadi sudah di lihat perkawinan cucu kamu nenek bermarga Tarigan) Malem atendu nande (Berbahagialah kamu ibu) Maka reh cawirna kel kam metua nande Tigan (Supaya semakin panjang umur nenek bermarga Tarigan) Man penggurun anak enterem kempundu enterem e nande (Menjadi panutan anak dan cucu yang banyak ini ibu)
203
Gelah malem ka pagi atendu penami nami kempu ndu e (Supaya bahagia nanti kamu dirasakan cucu kamu) Ija ibas ia ningkahken perjabun ne (Dimana dalam menjalani perkawinan) Tambah teman arih (Bertambah teman) Tambah siengkelengi kam nande Tigan (Bertambah yang menyayangi kamu nenek bermarga Tarigan)
b. Paman Tertua Pengantin Wanita
Pada sub-bagian kedua makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan
pernyataan kepada kalimbubu bukit bagian pesan kepada paman tertua adalah
beliau yang menggantikan posisi orang tua tercinta. Ada tangisan pengantin
perempuan untuk paman tertua karena rasa bahagia dan doa nya supaya tidak
sakit-sakit. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Emaka man bandu pe bage bapa Ega (Jadi kepada kamu juga bapak Ega) Kam me anak sintua dilaki turang (Kamu lah anak tertua laki-laki) Kam me jadi sambar gancih bapa (Kamu lah jadi pengganti bapak) Teriluh beberendu Tasya e (Menjatuhkan air mata keponakan Tasya ini) Ibas kam mbere ken pedah ajar toto ndu simehuli e (Di dalam kam menyampaikan petuah dan doa yang baik) Adi sehkel toto mamaku simehuli kutengah jabungkue ari (Kalau sampai doa pamanku yang baik ke tengah keluarga ku nanti) Mama tua kue pe jenda nari pagi kupudi (Paman tertua ku ini dari sini nanti sampai ke belakang) Ulanai bangger bangger nina pusuh beberendu e (Jangan lagi sakit-sakit kata hati keponakannya) Maka ngasup kam pagi arih arih (Supaya nanti mampu kamu nanti berdiskusi) Ras senina ndu karinana. (Bersama senina kamu semuanya)
204
c. Paman Kedua Pengantin Wanita
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian pesan kepada paman sub-bagian ketiga supaya sehat
selalu beserta istri dan juga bere-bere semua. Hal ini dapat dilihat pada teks di
bawah ini:
Bagem bapa Ella turang sintengah (Begitulah bapak Ella turang sintengah) Kam pe tetap mejuah juah (Kamu juga tetap sejahtera) Gelah malem ate beru Sukatendel e turang (Supaya malem dirasakan ibu bermarga Sukatendel ini turang) Ngasup megegeh kam karina ingan talu menangna nggeluh (Harus kuat kamu semua untuk tempat nya menjalani kehidupan) Rikut beberendu enterem e turang (Beserta kemanakan yang banyak ini turang)
d. Paman Ketiga Pengantin Wanita
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit sub-bagian keempat pesan kepada paman ketiga yang paling
muda. Paman ini yang paling jauh merantau pulang ke Tanah Karo di acara
upacara perkawinan bere-bere disitu nanti melepaskan rindu dan tetap nanti sehat
sejahtera jika pulang dari tanah rantau. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah
ini:
Maka man bandu pe bage bapa hose turang singuda (Jadi kepada kamu juga bapak Hose turang yang paling muda) Ban biar ndu dauh kira kira turang ndue ras beberendu e turang singuda, (Karena takutnya jauh kamu dengan kenakan kamu ini turang yang paling muda) Amin ndauh gia ku taneh perlajangen taneh Australia ari (Jika jauh juga ke tanah rantau ke Australia sana) Mulihme aku ku Taneh Karo simalem ndai (Pulanglah aku ke Tanah Karo simalem tadi kiranya) Maka kutatap kel perjabun beberengku ndai (Supaya kulihat lah pesta perkawinan kemanakanku tadi)
205
Ijenge kari maka mburo ate kami metedeh (Di situlah nanti melepaskan rasa rindu yang kami rasakan) Ras turang beru sukatendel ndai (Dengan saudara perempuan yang bermarga Sukatendel itu) Silihku Bukit mergana ndai nina ukur ndue turang (Iparku yang bermarga Bukit tadi kata hati kamu turang) Ibas panjangna pagi perjabun bebere ndu e, (Di dalam panjangnya nanti keluarga kemanakan kamu ini) Maka kam pe tetap pagi mejuah juah (Maka kamu juga nanti tetap sejahtera) Enggeluhken taneh perlajangen ndai (Hidup di tanah rantau)
e.Istri-istri paman
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit sub-bagian kelima, pesan kepada istri-istri paman pengantin
wanita supaya tetap se iya se kata dan jangan membuat hati kalian berlawanan
agar nanti semua melihatnya. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Bagem beru Bukit (Begitu lah ibu bermarga Bukit) Bagem beru purba beru tarigan (Begitu lah ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan) Kam pe karina sada pengodak sada pengole (Kalian juga semua seiya sekata) Jadi teman arih arih nande tigan e (Jadi teman berbincang ini ibu bermarga Tarigan) Kam sicimbangen e (Kamu sicimbangen ini) Ola ban pusuh kene rimbang (Jangan buat hati kalian berlawanan) Maka malem pagi ate kami kerina natap (Supaya bahagia nanti kami semua melihatnya) Beru bukit beru purba beru tarigan. (Ibu bermarga Bukit ibu bermarga Purba ibu bermarga Tarigan)
6.6.5 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian pesan kepada puang kalimbubu bukit supaya yang
206
kalimbubu yang bermarga tarigan, singarimbun dan semua satu jalan semoga
sehat sejahtera menjadi panutan kami dan bahagia sampai seterusnya. Hal ini
dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Emaka man bandu pe kam karina puang kami tarigan mergana, (Begitu juga kepada kalian semua puang kami bermarga Tarigan) Rikutken ras teman ndu sada dalanen Singarimbun mergana Tarigan mergana (Beserta juga teman satu jalan bermarga Singarimbun bermarga Tarigan) Tetap kam karina juah juahen jadi penggurun kami enggeluh (Tetap kamu semua sejahtera jadi panutan kami hidup) Gelah malem pagi ateta jenda nari kupudi ndalani kegeluhen ta (Supaya bahagia kita nanti dari sini sampai kebelakang hari dalam menjalai hidup kita)
6.6.6 Sapaan Kepada Teman Sepihak Dengan Keluarga Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian pesan kepada teman sepihak dengan keluarga bukit
terbagi atas ada dua sub-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan kepada
seluruh keluarga dari ibu beru sukatendel yaitu ibu pengantin wanita supaya
bahagia semua orang melihatnya jika kita bersatu hati dan bersatu kata. Hal ini
dapat dilihat pada teks di bawah ini:
La ketadingen pe nangdangi kam singalo perbibin pe karinana (Tidak lupa juga kepada kamu singalo perbibin semuanya) Nande Biring nande Ginting beru Sukatendel (Ibu bermarga Sembiring ibu bermarga Ginting ibu bermarga Sukatendel) Rakut dage karina kini ersadan arihta e (Bersatulah semua persatuan hati kita ini) Gelah malem ate kalimbubu nta puang kalimbubunta natap (Supaya bahagia dirasakan kalimbubu dan puang kalimbubu melihatnya) Ibas kini ersadan arihta karina (Di dalam kebersamaan kita semua) Nande seninangku nina beru Sukatendel e (Nande seninangku kata ibu bermarga Sukatendel ini)
207
Pada sub-bagian kedua, makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan
pernyataan kepada kalimbubu bukit bagian kepada teman sepihak dengan
keluarga bukit ada merasa kesedihan. Hal ini mengingat orang tua telah pergi
terlebih dahulu tidak merasakan kemeriahan upacara yang diadakan. Hal ini dapat
dilihat pada teks di bawah ini:
Pulung kita karina ermeriah ukur e (Berkumpul kita semua berbahagia) Amin gia ibas si meriah ne (Walau begitu di dalam kebahagiaan ini) Tading nande marlon nande Ribu si ntua ndai (Tertinggallah ibu Marlon bermarga Ribu yang paling tua) Natap nge pertendin na bas kita pulung e (Melihatlah arwahnya di dalam kita berkumpul) Maka ia pe malem ate tendina natap natap kita karina (Supaya dia juga merasa bahagia melihat kita semua)
6.6.7 Harapan Keluarga Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian harapan keluarga bukit adalah sudah banyak doa dari
seluruh keluarga. Bersamaan itu pula bertambah sehat lah semua, supaya dapat
sejalan dengan kalimbubu marga Bukit. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah
ini:
Emaka bagem Bukit mergana bagem beru Sukatendel (Demikianlah bapak bermarga Bukit dan ibu bermarga Sukatendel) Enggo melala toto kalimbubu puangta (Sudah banyak doa kalimbubu puang kita) Sialoken bas kam pejabuken anak sintua e (Yang kalian terima pada hari ini anak paling tua) Tambah warina tambah kesehaten daging ndu (Bertambah hari bertambah sehatlah) Maka tetap pagi kam megegeh ngarak ngarak kalimbubunta enterem e (Supaya nanti sanggup mendampingi kalimbubu kita ini semua)
208
6.6.8 Harapan Terhadap Keluarga Pengantin
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian harapan terhadap keluarga pengantin adalah jangan
menyia-nyia kan doa dari kalimbubu. Ini berhubungan dengan pepatah Karo
mengatakan berjumpa yang menumbuk cimpa artinya berjumpa anak perempuan
dan berjumpa pemanjat buah pinang artinya berjumpa anak laki-laki. Hal ini dapat
dilihat pada teks di bawah ini:
Kena pe bage nande Karo ras tambar malem e (Kalian juga begitu perempuan yang bermarga Karo-karo dan bermarga Tambar Malem) Ola sia sia toto mama maminta enterem (Jangan sia sia kan doa mama meminta semuanya) Maka ngasup kam pagi benang penjarumi benang pengerakut (Supaya nanti sanggup menjadi pengikat hubungan kekeluargaan) Ibas panjangna perjabun ndu e (Di dalam panjangnya keluarga kamu) Jumpa pagi si nutu cimpa (Berjumpa yang menumbuk cimpa) Jumpa si nangkih mayang (Berjumpa pemanjat buah pinang)
Dalam makna lagu di atas terdapat makna konotasi, yaitu pada dua kalimat
akhir, yaitu ‘jumpa pagi si nutu cimpa’, terjemahannya ‘berjumpa yang
menumbuk cimpa (sejenis kue); ‘jumpa si nangkih mayang’, terjemahannya
‘berjumpa pemanjat buah pinang’. Pada hal arti yang ingin dicapai dari frasa ‘si
nutu cimpa’ adalah anak perempuan. Sementara arti yang ingin dicapai dari frasa
’si nangkih mayang’ adalah anak laki-laki.
209
6.6.9 Harapan Sebagian Kalimbubu Bukit Terhadap Keluarga Bukit
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian harapan sebagian kalimbubu bukit terhadap keluarga bukit
terbagi atas delapan su-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan pesan dari
keluarga milala untuk meminang anaknya yang perempuan supaya tali
persaudaraan tetap terikat kuat. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Tambah tambah tolena Bukit mergana (Tambahnya dari ini juga bermarga Bukit) Adi kutinggelken ndai kemberahen Milala mergana erbelas (Kalau ku perhatikan tadi isteri bermarga Milala berbicara) Ibahanna ndube cakapna nangdangi anak ndu si Aldi e (Dibuatnyalah pesan kepada anak kamu Aldi) Maka adi sura sura Milala mergana, (Jadi keinginan bermarga Milala) Anak ndu si Tasya e pe erdemuken impal na e (Anak kamu Tasya juga di jodohkan dengan impalnya) Anak ndu si dilaki e pe pagi, (Anak mau yang laki-laki juga nanti) Legi pagi beru Milala ndai (Jemput nanti perempuan bermarga Milala itu) Nina Milala merga ne bapa Tasya (Kata bermarga Milala bapak Tasya)
Pada sub-bagian kedua mengartikan pembicaraan perjodohan di atas lah
yang nanti perlu untuk dibicarakan. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Endam pagi siman arih arihen ndu pusuh anak ndu e (Inilah nanti yang perlu dibicarakan hati anak kamu ini) Uga kin Bukit merga na ma erpengue me kata pusuh ndu e (Bagaimana yang bermarga Bukit harusnya setuju hati kamu) Kai nina kalimbubu nte mama Karongku (Apa kata kalimbubu kita ini yang bermarga Karo-karoku)
Pada sub-bagian ketiga adalah harapan terhadap keluarga bukit dari
kalimbubu mempunyai makna kebanggan nanti jika kami meminang anak
perempuan milala. yang paling besar nanti kami sembelih lembu dan segala uang
210
yang habis keluarga milala. Ini adalah contoh humor dalam konteks keseriusan
yang dinyanyikaan oleh perkolong-kolong pada lagu katoneng-katoneng. Hal ini
dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Adi bebere ndue Milala mergana (Kalau kemanakan kami bermarga Milala) Pebarui kami nge kari dalan ndu si enggo male nina kalimbubu (Perbaharui kami nanti jalan yang sudah bekas kata kalimbubu) Adi reh kami pagi ngelegi beru Milala ndai (Kalau datang kami nanti mengawini perempuan bermarga Milala nanti) Petunggung pehaga kami nge kam pagi Milala merga na (Membuat anda bangganya kami nanti yang bermarga Milala) Jumpa jambur pagi ban kami perjumpan e (Berjumpa di jambur lah nanti dibuat perjumpaan kita) Sigalangna pantem kami pagi lembu e kalimbubu (Yang paling besar kami sembelih nanti lembu nya kalimbubu) Asakai pagi kini kerin e ma kam pagi nggalarisa mama Biring (Berapa nanti habis uang kami nanti kamu juga yang bayar yang bermarga Sembiring)
Sub-bagian keempat adalah persetujuan yang dimintakan oleh pihak marga
Bukit kepada keluarga Milala. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Adi ue nindu kalimbubu malem me ate kami (Kalau iya kamu katakan kalimbubu bahagialah kami)
Pada sub-bagian kelima adalah nasehat kepada putra keluarga bukit yang
mau menerima pinangan dari merga bukit. Hal ini mempunyai makna supaya puta
keluarga bukit memikirkan jika hidup di keluarga sembiring dimana dia lebih
sayang kepada anak beru-nya. Ini juga merupakan humor dari perkolong-kolong
pada lagu katoneng-katoneng ini. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah ini :
Bagem Aldi (Begitulah Aldi) Kami pe runjuk la dalih nina kalimbubu nte anakku (Kami juga setuju kata kalimbubu kita ini anakku) Em pagi dalan dalan ndu rukur (Itulah nanti jalan jalan kamu berpikir) Adi milala merga ne
211
(Kalau yang bermarga Milala ini) Tek nge eku seratus persen mama karo ngku (Percayalah aku seratus persen pemuda yang bermarga Karo-Karo saya) Sebap Sembiring merga ne kelengen atena kita anak beru ne asangken ndeharane. (Karena bermarga Sembiring lebih sayang kepada anak berunya daripada isterinya)
Sub-bagian keenam mengartikan perjodohan yang disarankan juga kepada
putra keluarga bukit yaitu ke keluarga marga ginting supaya hidup kembali nanti
nenek yang yang bermarga ginting dulu. Hal ini dapat dilihat pada teks di bawah
ini:
Adi kune pagi la jumpa ras beru Milala e (Kalau nanti tidak berjumpa dengan perempuan bermarga Milala) Kurumah kurumahi ka pagi ku jabu Ginting mergana (Datangi ke rumah nya masing-masing di keluarga bermarga Ginting) Maka nggeluh ka ngulihi pagi nini Ginting ta ndai anak ku (Supaya hidup kembali nanti nenek bermarga Ginting tadi anakku) Adi rimbangken Ginting mergane pe labo metahat (Kalau terhadap bermarga Ginting juga tidak sulit) Sebap Ginting mergana sada pe kuakap labo megogo (Karena yang bermarga Ginting satu pun kurasa tidak banyak tingkahnya)
Pada sub-bagian ketujuh mengartikan jika putra keluarga bukit mau
perempuan bermarga ginting harus sayangi nanti mertua perempuan karena
bermarga ginting itu mempunyai sifat istrinya yang mengatur suaminya. Ini juga
salah satu humor yang digunakan perkolong-kolong untuk membuat para keluarga
semua tertawa karna sedikit mempermalukan yang bermarga ginting tersebut:
Adi beru Ginting e pagi atendu Aldi (Kalau perempuan bermarga Ginting ini nanti kamu mau Aldi) Tami tami pagi mami ndue anak ku (Sayangi nanti mamu kamu anakku) Adi la kam kari beloh muat ukur mami ndu e (Kalau kamu tidak bisa mengambil hati mami kamu) Kurumah nge kari pinakit Ginting mergana, (Ke rumahlah nanti penyakit bermarga Ginting)
212
Sebap Ginting mergane arah pudi rata rata ban ndeharane engkol engkol na. (Karena bermarga Ginting dari belakang lah dibuat isterinya pengaturannya)
Sub-bagian kedelapan mengartikan jika di keluarga marga ginting juga
tidak cocok kembali lah ke keluarga marga sukatendel. ini keluarga ibunya sendiri
supaya baik dan seimbang terhadap kalimbubu. Hal ini dapat kita lihat pada teks
dibawah ini:
Adi i jepe pe pagi la padan nina padan pengindo ndu e (Kalau di sini juga nanti tidak jodoh) Tepet ka pagi mulihi ku jabu Sukatendel e (Datangi lagi nanti ke keluarga Sukatendel) Ola pagi tual timbangen ndu erkalimbubu (Jangan nanti tidak seimbang kamu terhadap kalimbubu) Siar siar pepagi sukatendel merga ne anakku (Kelilingi nanti bermarga Sukatendel ini anakku) Maka sangap pagi kam karinana (Supaya beruntung nanti kamu semua) Ras bapa nta ras senina ndu enterem (Bersama bapak dan saudara semuanya) Adi ku Sukatendel e (Kalau ke marga Sukatendel ini) Sungkun pusuh ndu e Aldi (Tanyakan hatimu Aldi) Me la kin lah nande nte pe kap ndu mbuesa nak ku (Atau jangan jangan ibu kita juga sudah dirasa terlalu banyak anakku)
6.6.10 Pernyataan dan Harapan Keluarga Bukit Terhadap Kalimbubunya
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu Bukit bagian pernyataan dan harapan keluarga bukit terhadap
kalimbubu-nya terbagi atas dua sub-bagian. Sub-bagian yang pertama, diartikan
sangat bahagia dirasakan terhadap kalimbubu semua dan mengatakan bukan hanya
satu saja putra di keluarga marga Bukit. Makna ini dapat dilihat pada teks di
bawah ini:
213
Emaka malem ate kalimbubunte, (Demukianlah bahagia dirasakan kalimbubu kita) Kerina kam kalimbubu kami, (Semua kamu kalimbubu kami) Sukatendel mergana Ginting mergana Milala mergana, (Bermarga Sukatendel bermarga Ginting bermarga Milala) Ngasup kam pagi man penggurun kami (Sanggup nanti menjadi panutan kami) Sebap kai nina Bukit mergane (Karena apa kata bermarga Bukit) Labo sada Aldi e nari ngenca anak perana kami (Bukan satu Aldi ini lagi anak perjaka kami) Enterem denga anak perana tengah jabu kami kalimbubu, (Masih banyak anak perjaka kami di keluarga kami kalimbubu)
Sub-bagian kedua pada bagian harapan keluarga bukit terhadap kalimbubu
mengartikan nanti juga akan di datangi semua ke keluarga kalimbubu. Makna ini
dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Siar siar kami nge kam pagi karina (Kelilingi kami nanti kalian semuanya) Tegu tegu kami pagi beberendu si anak perana karina (Dampingi kami nanti keponakan kalian yang perjaka semuanya) Maka banci jadi benang pengerakut (Supaya dapat menjadi penyatu keluarga) Bagem nina bukit merga ne (Begitulah kata bermarga Bukit)
6.6.11 Doa Dan Pantun Penutup
Makna lagu katoneng-katoneng yang menyatakan pernyataan kepada
kalimbubu bukit bagian doa dan pantun penutup mengartikan doa-doa hal yang
baik supaya dapat tercapai dan selamat sampai tujuan setelah kita berpisah dari
tempat ini. Makna ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Emaka ertanda lah kita pulung (Jadi bertanda lah kita berkumpul) Maka uga sisuraken bage pagi si dapet (Supaya apa yang kita inginkan itu yang kita dapat) Endam kata totongku
214
(Ini lah kata doaku) Maka ibas pendungi belas belas ku e (Jadi di dalam penutup kata kata ku ini) Kaperas purih nina si cinta pari (Kaperas purih nina si cinta pari) Kabang ndukur ku kebun lada (Terbang balam ke kebun lada) Lawes mulihka gia kita kari (Pergi pulang juga kita nanti) Gelah ukutar mehuli tetap kerina ersada. (Supaya hati kita yang baik tetap semua bersatu)
6.7 Makna Lagu Gula Tualah
Makna lagu gula tualah terbagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada
Tabel 6.6 di bawah ini.
Tabel 6.6 Makna Lagu Gula Tualah
No Makna Lagu Gula Tualah 1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru 2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit 3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit 4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat
6.7.1 Mendoakan Kelenggangan Rumah Tangga Baru
Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kelanggengan rumah
tangga baru yaitu telah berkumpulnya semua keluarga turut bahagia dan
mendoakan rumah tangga yang baru. Hal tersebut dapat dilihat pada teks di bawah
ini:
Endam nanamna nande Karo (Inilah rasanya perempuan bermarga Karo-karo) Jumpa ras ate ndu ngena (Bertemu dengan yang kamu cinta) Nggo pulung kita kerina i jenda (Sudah berkumpul kita semua di sini) Notoken perjabun kena
215
(Mendoakan keluarga kalian) Maka panjang (Biar langgeng) Pagi jabundu dua na (Nanti kelurga kalian berdua)
6.7.2 Sapaan Kepada Puang Kalimbubu Bukit
Makna lagu gula tualah pada bagian sapaan kepada puang kalimbubu
bukit yaitu keluarga yang telah berkumpul supaya jangan lagi berfikir berat. Hal
ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Nakan beras pulut ma Karo (Nasi dari beras pulut ma Karo) Gula tualah adumna (Gula kelapa campurnya) Ola nari si rukur gulut bapa nande (Jangan lagi berpikir berat bapak ibu) Adi nggo pulung bage (Kalau sudah berkumpul kita) Kita kerina (Kita semua) Puang kami Tarigan mergana (Puang kami bermarga Tarigan)
6.7.3 Mendoakan Kesejahteraan Kalimbubu Bukit
Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kesejahteraan kalimbubu
bukit yaitu salam sejahtera kepada kita semua supaya tumbuh rasa bahagia kepada
kita semua. Hal tersebut dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Mejuah juah kam kerina kalimbubu (Salam sejahtera kepada kalian semua kalimbubu) Man penggurun kami anak beru ndu (Jadi panutan kami anak beru) Uga si sura bage lah man pendapetenta (Bagaimana yang dimau begitulah yang diterima) Maka turah teta malem (Supaya tumbuh rasa bahagia) Kalimbubu
216
(Kalimbubu) Puang kami la erpilih (Puang kami semua)
6.7.4 Mendoakan Kesejahteraan Semua Kerabat
Makna lagu gula tualah pada bagian mendoakan kesejahteraan semua
kerabat terbagi atas enam sub-bagian. Sub-bagian pertama, mengartikan ucapan
semoga panjang umur dan sehat selalu kepada nenek bermarga tarigan. Makna
tersebut dapat dilihat pada teks di bawah ini:
E maka cawir kam metua nande Tigan (Supaya panjang umur kamu nande Tigan) Nande tigan keleng ate kami (Nande tigan yang kami sayangi) Man penggurun kami anak ndu nterem (Menjadi panutan kami anak kamu semua) Rikut kempu ndu nterem (Beserta cucu ndu yang banyak) Nande Tigan (Nande Tigan) Ulai i pe kena encari ndai (Jangan lagi habiskan mencari duit)
Pada sub-bagian kedua mengartikan jangan lagi capek mencari duit dan
jangan lagi capek hati kepada nenek bermarga tarigan. Ini dapat dilihat pada teks
di bawah ini:
Nggo bias ulih latih ndai nande Tigan (Sudah cukup upah gaji tadi nande Tigan) Ula kari latih ukurndu (Jangan lagi capek hati kamu) Anak ndu pe ras kempu ndu karina (Anak kamu dan cucu kamu semua) Ngajar bana tengah jabuna (Belajar sendiri di tengah keluarganya) Nande Tigan (Nenek bermarga Tarigan) Nande Tigan cawir metua (Nenek bermarga Tarigan panjang umur)
217
Pada sub-bagian ketiga makna lagu terhadap paman pengantin perempuan
yang paling muda supaya sehat sejahtera di tanah rantau. Ini dapat dilihat pada
teks di bawah ini:
Uga siban arihta bapa Ose (Bagaimana kita buat perjanjian kita bapak Ose) Tanda tedeh ate anak singuda (Tanda rindu anak bungsu) Mejuah juah kena ras nande tigan e (Salam sejahtera kalian bersama nande Tigan) Enggeloh taneh perlajangen (Hidup di tanah rantau) Mama Nangin (Mama Nangin) Mama Nangin Sukatendelku (Mama Nangin Sukatendel saya) La bage ni arap turang (Tidak disangka) Nahe ta njikang ken bana (Kita kaki berjalan sendiri) Piah lalar menda perdalan ari turang (Tersesat perjalanan ari turang) I jenda kepe tujunna (Di sinilah tujuannya) Bere Tigan (Bere Tigan) I jenda kepe tujun na (Di sini tujuannya)
Pada sub-bagian keempat makna nyanyian terhadap paman pengantin
perempuan yang paling tua, mengartikan perkolong-kolong meminta saweran lagi
kepadanya karena telah mendapatkan dolar dari paman paling muda dan
mendoakan sehat selalu. Ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Nggo ngalo aku dolar nda bapa ega (Sudah ku terima dolar tadi bapak ega) I ja dage rupiah kena (Di manalah rupiah kalian) Sada sada kam kulebuhi
218
(Satu satu kamu ku panggil) Uga siban arih ta kaka tua (Bagaimana kita buat janji kita abang tertua) Pedarat dage rupiah ndu ndai (Keluarkan rupiah kamu dulu) Tanda ersada arih arih ta bere Tigan (Tandanya bersatu hati kita bere Tigan) Ula kam sakit-sakit (Jangan lagi sakit-sakit) Kaka tua (Abang tertua) Ola nari bangger-bangger (Jangan lagi sakit-sakit)
Pada sub-bagian kelima makna nyanyian yang ditujukan kepada paman
pengantin perempuan yang kedua adalah rayuan untuk meminta saweran. Makna
ini dapat dilihat pada teks di bawah ini:
Uga dage arih arih ta bapa ela (Bagaimana lah janji kita bapak ela) Mama Nangin anak sintengah (Mama Nangin anak yang tengah) Tami tami pusuh ku suari berngi (Disayang-sayang sepanjang hari) Kaka tengah bere tiganna (Abang tengah bere tiganna) Adi la senndu (Kalau tidak uang kamu) Emas pe jadi mama Nangin (Emas juga bisa mama Nangin) Mejuah juah ula bangger-bangger karina (Salam sejahtera jangan sakit-sakit semua) Maka turah teta malem (Supaya tumbuh rasa bahagia)
Pada sub-bagian keenam makna nyanyian yang ditujukan kepada ayah dari
pengantin perempuan adalah rayuan untuk meminta saweran juga. Hal ini dapat
dilihat pada teks di bawah ini:
219
Uga dage siban arihta bapa Tasya (Bagaimana kita buat janjinya bapak Tasya) Mama Karo bere Iting (Mama Karo bere Iting) Tami tamin ku (Yang ku sayang-sayang) Tami tamin suari berngi (Ku sayang siang dan malam)
220
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Masyarakat Karo merupakan salah satu etnis yang berdiam di Sumatera
Utara yang tetap melaksanakan adat istiadat dalam menjalani kehidupannya. Hal
ini dapat dilihat dalam setiap upacara perkawinan yang senantiasa tetap
mengundang kaum kerabatnya yang terdiri dari pada senina, kalimbubu dan anak
beru yang terikat dalam satu istilah rakut si telu.
Pengembangan dari pada rakut si telu disebut dengan tutur si waloh yang
biasanya satu persatu akan diberi kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan
dalam pelaksanaan upacara perkawinan tersebut. Sejak dua puluh tahun terakhir
dalam memberi kata sambutan pihak sukut atau yang melaksanakan upacara
sudah mengundang perkolong-kolong atau penyanyi tradisional Karo sebagai
upaya untuk menambah kesempurnaan kata sambutan di antara sesama kaum
kerabat.
Walaupun sebenarnya kekurangan-kekurangan daripada kata sambutan
yang disampaikan dari pihak yang melaksanakan upacara maupun yang
disampaikan kaum kerabat sampai hari ini belum teridentifikasi secara pasti.
Namun demikian ada keyakinan daripada pihak yang melaksanakan upacara
bahwa dengan ada nyanyian baik yang bersifat lagu daerah pop Karo atau
tradisional dapat menyempurnakannnya.
221
Dalam upacara perkawinan penyajian perkolong-kolong sebagai suatu
pertunjukan yang dilaksanakan oleh penyanyi tradisi Karo. Penyanyi tradisi Karo
dimaksud bahwa penyanyi tersebut mengikuti komposisi dasar musik tradisi Karo
yang disebut dengan dalan gendang. Penyajian perkolong-kolong tetap sesuai
dengan arahan anak beru si ngerana baik keluarga pengantin laki-laki maupun
keluarga pengantin perempuan sebagai pemimpin upacara perkawinan. Penyajian
perkolong-kolong terutama ada pada acara bagian akhir penyampaian kata
sambutan. Namun dalam penelitian ini ada juga terdapat dalam awal acara adu
pengantin
Fungsi perkolong-kolong dalam upacara perkawinan adalah untuk
mengangkat status upacara tersebut menjadi upacara yang paling besar. Fungsi
perkolong-kolong terhadap kedua pengantin dalam upacara perkawinan ini adalah
sebagai penuntun mereka untuk mempelajajri adat Karo. Disampin itu juga
dengan adanya perkolong-kolong menyanyi pada awal adu pengantin
menyebabkan ketenangan hati dari kedua pengantin dalam menari maupun
menyanyi.
Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga pengantin laki-laki dapat
memperbaiki ataupun menambahi terhadap kata sambutan. Fungsi perkolong-
kolong terhadap keluarga pengantin wanita mampu menambahi kata sambutan
sehingga menjadi sempurna. Fungsi perkolong-kolong terhadap keluarga
kalimbubu pengantin laki-laki dan kalimbubu keluarga pengantin wanita adalah
sebagai pengganti pihak sukut untuk memberikan kata sambutan balasan.
222
Fungsi lagu yang di nyanyikan perkolong-kolong dalam upacara
perkawinan, ada beberapa fungsi yang paling penting 1) seperti ungkapan
perasaan rasa cinta, sebagai hiburan, sebagai rasa estetis, sebagai komunikasi adat,
sebagai reaksi jasmani, sebagai pengesahan norma sosial, sebagai
pengintegerasian masyarakat dan sebagai kesinambungan kebudayaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa fungsi perkolong-
kolong dalam upacara perkawinan 1. Perkolong-kolong mengangkat upacara adat
perkawinan menjadi upacara adat yang paling besar. 2. Perkolong-kolong mampu
merubah suasana upacara adat menjadi lebih bergairah dan menyenangkkan. 3.
Perkolong-kolong dapat menyampaikan berbagai pesan-pesan adat yang mewakili
sukut atau orang yang melaksanakan pesta baik daripada pihak laki-laki mmaupun
perempuan. 4. Perkolong-kolong dapat melengkapi berbagai kekurang-
kekurangan kata sambutan yang disampaikan oleh kaum kerabat yang terlibat
dengan upacara adat.
Dalam penyajian perkolong-kolong ada lagu pop Karo dan ada lagu tradisi.
Makna-makna yang penting dari semua lagu baik lagu pop daerah Karo maupun
yang tradisi yang dianyanyikan perkolong-kolong sungguh banyak. Diantara
makna yang penting adanya pernyataan meminang yang dinyanyiakan oleh
perkolong-kolong. Di samping itu ada juga pernyataan setuju dipinang. Makna
berikutnya kalau bersatu jangan bercerai dan semua kerabat mendoakan rumah
tangga yang baru semoga melahirkan anak laki-laki dan perempuan.
Makna yang lain adalah kebersamaan semua kaum kerabat, harapan
kebaikan pada rumah tangga baru, serta keikhlasan terhadap keadaan. Lebih lanjut
223
makna itu ada yang berupa memberi nasihat dan ucapan selamat kepada keluarga
yang mengawinkan anak dan ucapan selamat kepada kedua pengantin. Selain itu
juga makna yang lain yang berkaitan dengan kharisma baik dari orang tua serta
nyanyian sebagai kata sambutan tambahan. Di dalam nyanyian ada juga makna
penghormatan kepada arwah keluarga serta mendoakan keberkatan terhadap
semua kaum kerabat.
7.2 Saran
Penelitian tentang perkolong-kolong dalam upacara perkawinan sejauh ini
belum ada. Pada hal adanya perkolong-kolong di dalam upacara perkawinan pada
masyarakat Karo sudah sangat banyak berlangsung. Oleh sebab itu sebenarnya
mestinya sudah banyak data yang terkumpul. Namun kenyataannya tidak
demikian, karena kurangnya perhatian terhadap penyajian perkolong-kolong
dalam upacara perkawinan.
Di satu sisi peneliti merasa penting memahami makna-makna yang
terdapat didalam nyanyian tradisi Karo yang senantiasa dapat mencerminkan
falsafah kehidupan terutama berkaitan dengan tujuan hidup dari masyarakat Karo.
Hal ini menyebabkan ada saran dari peneliti agar senantiasa pemerhati seni dapat
menulis atau memberi saran untuk perbaikan-perbaikan terhadap tulisan yang
sudah ada.
Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua informan yang
telah berjasa dalam menyelsaikan tesis ini. Sebagai kata penutup peneliti
224
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua yang dapat
memeberi saran atas segala kekurangan dan kesilapan yang peneliti tidak sengaja.
225
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaya, James, (1994) Folklor Indonesia: Ilmu Gosip , Dongeng dan lain-lain. Jakrta: Grafiti.
Eriyanto, (2009) Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Foster & Anderson, (1986) Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ginting, Menet, (1988) Apa Ada di Karo. Medan : USU Press. Hilman Hadikusuma, (1990) Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya Hoogvelt. Ankie . M M., (1995) Sosiologi Masyarakat Berkembang. Jakarta: Raja
Grafindo Keammer, John E., (1993) Music in Human Life: Anthropological Perspective on
Music. Austin: University of Texas. Koentjaraningrat, (1986) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Langness, L L., (1985) The Study of Culture. Los Angeles: Chandler & Sharp Littlejohn, (1999) Theories of Human Communication, Belmont, California :
Wadsworth Publishing Pub.,Inc. Malm, William P., (1977) Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia.
2d ed. Englewood Cliffs, New Jersey: Pritice Hall Inc. Merriam, Alan P., (1964) The Anthropology of Music. Evanston: Northwestern
University Press. Meyer, Leonard B., (1973) Explaining Music : Essays and Explorations. Berkeley
University of California Press. Miles, John (ed.), (1981) Oral Taditional Literature. A Festscrifft for Albert
Bateslord. Slavica Pub. Muhadjir, N., (1995) Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivistik,
Rasionalistik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Ricoeur, Paul, (1981) Hermeneutics and the Human Sciences Essay on Language, action interpretation. Terjemahan: Muhammmad Syukri “Hermeneutika Ilmu sosial” Yoyakarta: Kreasi Kencana.
Nettl, Bruno, (1964) Theory and Method in Etnomusicology. New York: Free Press Macmillan Publishing Co., Inc.
O.K. Gusti bin O.K. Zakaria, (2005) Upacara Adat-Istiadat Perkawinan Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: (Tanpa Penerbit).
O.K. Moehad Sjah, (2012) Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Qureshi, Regula Burchardt, (1995) Sufi Musik of India and Pakistan: Sound, Context and Meaning in Qawwali. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Ramlan Damanik. (2002) Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Deli. Medan: Universitas Sumatera Utara.
226 Smart, Ninian, (1973) The Phenomenon of Religion. New York: Macmillan
Press.Ltd. Sobur, Alex, (2009) Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Steward, Julian H., (1990) Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear Evolution. Urbana, Chicago, and London: University of Illionis Press
Suharto, Ben, (1987) Analisi Struktur. Makalah, Tanpa Penerbit Sunjata, Pantja, Wahyudi, (1997) Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta : Andi
Offset. Takari, Muhammad, (1990) Kesenian Hadrah dalam Kebudayaan Melayu di Deli
Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Medan: Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara (Skripsi Sarjana Seni).
Takari, Muhammad dan Dewi, Heristina, (2008) Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Takari, Muhammad dan Fadlin, (2008) Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan: Bartong Jaya.
Takari, Muhammad, (2013) Adat Perkawinan Melayu, Makalah. Tanpa Penerbit Takari, Muhammad dan Fadlin, (2014) Ronggeng dan Serampang Dua Belas
dalam Kajian Ilmu-ulmu Seni. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Tarigan, Kumalo, (2017) Bahan Seminar Budaya Populer. Medan: Fakultas Ilmu
Budaya, USU. Tarigan, Perkuten. (2004) Perubahan Alat Musik Dalam Kesenian Tradisi Karo
Sumatera Utara. Denpasar : Program Kajian Budaya Program Pasca Sarjana, Udayana.
Tenas Effendy, (1994) Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Tenas Effendy, ( 2004) Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Tenas Effendy, (2013a) Sifat-sifat Utama Pemimpin Melayu. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.
Tenas Effendy, (2013b) Tunjuk Ajar Melayu tentang Wakil. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.
Tenas, Effendy, (2013c) Tunjuk Ajar Melayu tentang Pemberi dan Penerima Amanah. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.
Tenas, Effendy, (2014) “Pentingnya Amalan Adat dalam Masyarakat Melayu. ” Dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin (ed.), 2004. Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.
Tengku Muhammad Lah Husni, (1986) Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
227 Yamaguchi, Osamu, (1980) Documenting For Vocal Music, dalam ”Musical
Voices of Asia Report of [ Asian Traditional Performing Arts 1978]” Tokyo : Heibonsha Ltd.
Wolff, Robert, (2004) How to Make it in the New Music Bussiness: Lessons, Tips, and Inspiration from Music’s Biggest and Best. New York: Bilboard Books An Imprint of Watson-Guptill Pub.
228
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Timbangan Perangin-angin
Alamat : Medan
Pekerjaan : Perkolong-kolong dan Pemusik tradisional
Karo (penggual)
2. Nama : Joner Pinem
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Pemain Kibot dan Pemusik tradisional Karo (Penggual)
3. Nama : Jeni Br Sembiring
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Perkolong-kolong
4. Nama : Sumpit br Ginting
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Perkolong-kolong
5. Nama : Malem Ukur Ginting
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Pemangku Adat Karo
6. Nama : Keluarga Bangun
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Masyarakat Pengguna Perkolong-kolong
7. Nama : Keluarga Bukit
Alamat : Kabanjahe
Pekerjaan : Masyarakat Pengguna Perkolong-kolong
229
GLOSARIUM Bahasa Karo Bahasa Indonesia abit kain yang membalut tubuh wanita dari pinggang hingga sampai ke mata kaki. adat enggeluh peraturan kehidupan. anak beru keluarga yang mengawini saudara wanita dari satu keluarga (penerima gadis / isteri) anak beru iangkip atau anak beru iampu anak beru yang dipangku. anak beru ipupus anak beru yang dilahirkan anak beru menteri anak beru dari anak beru anak beru pengapit anak beru dari anak beru menteri anak beru si ngerana anak beru yang berbicara atau anak beru pemimpin acara anak dilaki anak diberu anak laki-laki anak wanita batang unjuken mahar yang lengkap pada masyarakat Karo. bere-bere -marga yang diperoleh dari ibu (marga ibu) -anak dari saudara wanita. bere Tigan ibu bermarga Tarigan beru Tarigan wanita bermarga Tarigan bulang tutup kepala laki-laki, kakek. dalan gendang komposisi musik tradisi Karo didong doah, doah-doah nyanyian lullaby, nyanyian dodoi didong doah bibi si rembah ku lau ungkapan rasa terharu oleh saudara wanita bapak pengantin wanita ende-enden nyanyian endek gerak menaik dan menurun dalam tari. erdemu bayu upacara perkawinan erdemu urat jaba kekeluargaan yang jauh ersenina sada bapa sada nande bersaudara seibu sebapa atau bersaudara kandung erturang sada nande sada bapa laki-laki dengan wanita bersaudara seibu sebapa gamber inget-inget mahar untuk orang yang bermusyawarah gendang musik, alat musik gendang kibot ensembel musik Karo pembawa melodi kibot (organ) gendang kulcapi ensembel musik Karo pembawa melodi kulcapi gendang sarune ensembel musik Karo pembawa melodi sarune
230 gonje kain membalut tubuh laki-laki di pinggang hingga ke bawah. guro-guro aron persembahan seni musik dan tari tradisional Karo yang dilakukan oleh muda-mudi. iendeken dinyanyikan i paluken gendang mempersembahkan musik jinujung roh penuntun seseorang sehingga menjadi dukun kadang-kadangen kain yang diletakkan mendatar di atas pundak laki-laki. kade-kade kaum kerabat kade-kade kel kaum kerabat yang dekat. kain arinteneng salah satu jenis kain adat Karo kalimbubu keluarga pemberi atau ahli waris daripada ibu dan isteri. kalimbubu bena-bena kalimbubu kakek kalimbubu i perdemui kalimbubu yang dikawini, saudara laki-laki istri kalimbubu si mupus kalimbubu yang melahirkan, saudara laki-laki ibu. kalimbubu si ngalo bere-bere saudara laki-laki daripada ibu bagi anak wanita kalimbubu si ngalo ciken-ciken atau kalimbubu si ngalo perninin kalimbubu dari kalimbubu keluarga wanita kalimbubu si ngalo ulu emas saudara laki-laki daripada ibu terhadap anak laki-laki. kalimbubu tua kalimbubu orang tua kakek kempu - marga yang diperoleh dari nenek daripada ibu (ibu daripada ibu) - cucu katoneng-katoneng atau pemasu-masun nyanyian dalam upacara adat yang berisi doa, harapan dan petuah-petuah kerja pesta, upacara, pertunjukan kerja si nguda upacara adat yang sederhana kerja si entengah upacara adat yang sedang kerja si entua upacara adat yang paling besar. kula daging jasad manusia, tubuh manusia, badan manusia landek ertungko-tungko menari bersama saling berhadapan langge-langge nama lain untuk kain yang diletakan di atas bahu laki-laki mama panggilan kepada saudara laki-laki dari ibu mami panggilan kepada isteri mama mangmang sejenis nyanyian yang disajikankan pada bagian awal upacara ritual masyarakat Karo
231 -sejenis nyanyian yang mengandung perleboh dan (pemanggilan), persentabin (permintaan izin) dan turi-turin (legenda) merga -nama marga atau klan masyarakat Karo -nama marga laki-laki merga si lima marga atau klan yang lima, ginting, karo-karo, perangin - angin, sembiring dan tarigan nande Tigan wanita berklen Tarigan ngerana pertuturan, berbicara, berkata-kata ndungi menyelesaikan ose pakaian adat pehagaken membesarkan perkembaren mahar untuk anak beru keluarga pengantin wanita perkolong-kolong -penyanyi tradisional Karo
-pertunjukan yang dilakukan penyanyi tradisional Karo
perseninan mahar untuk senina keluarga pengantin wanita petunggungken membuat sepatutnya puang kalimbubu kalimbubu dari kalimbubu puang nipuang kalimbubu dari puang kalimbubu rakut si telu ikat yang tiga merupakan sistem kekeluargaan masyarakat Karo rende bernyanyi rolih-olih berulang-ulang rose bersalin pakaian adat sedalanen bersaudara kerana mempunyai kalimbubu yang sama. seh cakap penyampaian kata dengan langsung dan tuntas selempang kain melintang di pundak sebelah kanan ke kiri pada laki-laki. sembuyak saudara sama marga berbeda cabang. sangkep enggeluh kekeluargaan daripada satu keluarga yang lengkap senina saudara sepengalon bersaudara kerana mempunyai anak beru yang sama sertali hiasan bersepuh emas masyarakat Karo sipemeren sama marga ibunya atau ibu yang bersaudara. siparibanen bersaudara kerana mengahwini wanita yang bersaudara tudung tutup kepala wanita. tukur mahar untuk ibu bapa pengantin wanita