TUGAS INDIVIDU
PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONALDI SETTING LAPAS KELAS II-A WIROGUNAN
YOGYAKARTA(Laporan)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pengganti UAS Mata Kuliah
PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Dosen :
Dra. PY Pella, M. Si
Disusun oleh :
Kelas 2-C REHSOS
Joko Setiawan
(08.04.100)
SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmad serta hidayah dan bimbingan-Nya Tugas ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Laporan yang dibuat ini adalah sebagai tugas pengganti Ujian Akhir mata
kuliah Pekerjaan Sosial Koreksional Semester IV tahun ajaran 2009/2010 di kelas
II-C Rehabilitasi Sosial STKS Bandung, didalamnya berisi paparan dan hal-hal
yang dilakukan oleh pekerja sosial di dalam setting Lembaga Pemasyarakatan
serta wawancara dengan klien di dalam LP Kelas II-A Wirogunan Yogyakarta.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Ibu Dra. PY Pella, M. Si
selaku dosen mata kuliah Pekerjaan Sosial Koreksional yang telah memberikan
ilmu, arahan dan juga panutan untuk kita semua dan kami secara pribadi.
Kemudian ucapan terima kasih juga untuk teman-teman semua yang tidak bisa
kami sebutkan satu per satu di sini.
Seperti fitrah manusia, tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga
dengan penyusunan tugas makalah ini, masih banyak sekali kekurangan dan
kesalahan yang terlewatkan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan guna untuk perbaikan pada penyusunan tugas
berikutnya.
Bandung, 2 Juni 2010
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………….…………….. II
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. III
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………..…. 1
B. Maksud dan Tujuan …………………………………………...… 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Tentang Lembaga Pemasyarakatan …………….………….….…. 3
B. Narapidana ……………………………………………………….. 6
C. Pekerjaan Sosial Koreksional ……………………..……….…….. 7
BAB III : PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat ……………………………………………….….. 9
B. Visi dan Misi …………………………………….…………….…. 9
C. Kepegawaian …………………………………………………..... 10
D. Beberapa Seksi di Lapas ………………………………………… 10
E. Observasi Klien …………………………………………….…… 11
F. Peranan Pekerja Sosial ………………………………….……….. 12
BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan ………………………………..…………….……….… 14
B. Saran ………………………………………..……….……..….… 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….…….………. 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kepenjaraan yang menekankan pada unsur penjaraan dan
menggunakan titik tolak pandangannya terhadap narapidananya sebagai
individu semata-mata dipandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Bagi bangsa
Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak
sekedar pada aspek penjaraan belaka, tetapi juga merupakan suatu
rehabilitasi dan reintegrasi sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan
terhadap pelanggar hukum yang dikenal sebagai sistem pemasyarakatan.
Gagasan pemasyarakatan dicetuskan pertama kali oleh Dr. Saharjo, SH
pada tanggal 5 juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doktor
Honoris Causa di bidang hukum oleh Universitas Indonesia antara lain
dikemukakan bahwa: “di bawah pohon beringin pengayoman telah kami
tetapkan untuk menjadi penyuluh bagi petugas dalam membina
Narapidana agar bertobat. Mendidik supaya ia menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah
pemasyarakatan”
Koreksional merupakan salah satu setting yang perlu mendapatkan
perhatian serius dari profesi pekerjaan social karena di dalamnya begitu
banyak permasalahan yang perlu ditangani, baik secara individu,
kelompok maupun masyarakat. Adanya perubahan paradigma dalam
pelayanan koreksional dari pendekatan hukuman menjadi pendekatan
penyembuhan pun merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian dari
profesi pekerjaan sosial. Dengan demikian, para petugas koreksional perlu
memiliki pengetahuan dan keterampilan profesi pekerjaan sosial yang
mendukung dalam pelaksanaan tugas-tugas pembinaan dan pembimbingan
pada setting koreksional.
4
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
1. Mengetahui peranan dan pelaksanaan pelayanan pekerjaan sosial di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Wirogunan Jogjakarta
2. Mengetahui perasaan dan harapan klien di dalam Lembaga
Pemasyarakatan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat
untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik
pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia,
tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan
merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu
Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan
bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa
juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih
berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak
oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana
dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas
Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara.
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri
Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas
jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas
yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi
pidana ke dalam masyarakat.
Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan
dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan
yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
1. Sarana Gedung Pemasyarakatan
6
Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di
dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses
pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar
bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial,
dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras.
Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan
seram penghuninya.
2. Pembinaan Narapidana
Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga
Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam
jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga
tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai
dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi
perusahan).
3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat
menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat
sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal
kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang
dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta
dalam melakukan pembinaan.
Konsep pemasyarakatan sebagaimana yang dicetuskan Menteri
Kehakiman DR Sahardjo SH di Blitar 12 Januari 1962, dan sebagaimana
yang dibahas dalam Konperensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang
pertama di Lembang, Bandung (27 April 1964), sebagai konsep yang
menggantikan “boei” peninggalan kolonial menjadi konsep dengan
sepuluh prinsip pemasyarakatan:
7
10 PRINSIP PEMASYARAKATAN :
1. Pengayoman, dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai
warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat
daripada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau
kepentingan Negara sewaktu-waktu saja.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia,
meskipun ia telah tersesat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan sebagai
satu-satunya derita yang dapat dialami.
10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapatmen dengan fungsi-
fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem Pemasyarakatan.
Yang menjadi hambatan untuk melaksanakan Sistem Pemasyarakatan,
ialah warisan rumah-rumah penjara yang keadaannya menyedihkan, yang
sukar untuk disesuaikan dengan tugas Pemasyarakatan, yang letaknya di
tengah-tengah kota dengan tembok yang tinggi dan tebal.
B. Narapidana
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lembaga Pemasyarakatan (UU No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan). Narapidana seperti halnya manusia pada umumnya
8
mempunyai hak-hak yang juga harus dilindungi oleh hukum. Hak-hak
yang harus dilindungi tersebut terutama hak-hak yang sifatnya non-
derogable, yakni hak – hak yang tidak dapat diingkari atau diganggu
gugat oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Adapun hak-hak asasi
tersebut dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 dirinci
sebagai berikut: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan
pribadi, pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut. Selanjutnya, dijabarkan lagi dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yakni di antaranya: hak untuk
memperoleh remisi, hak beribadah,hak untuk mendapat cuti, hak untuk
berhubungan dengan orang luar secara terbatas, hak memperoleh
pembebasan bersyarat, dan hak-hak lainnya seperti yang tercantum
dalam pasal 14 Undang-undang Pemasyarakatan.
Hak-hak Asasi manusia yang telah tersebut di atas, kemudian dijabarkan
lagi dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, yaitu :
1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan;
2. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
3. mendapatkan pendidikan dan pengajaan;
4. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
5. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masaa lainnya
yang tidak larangan;
6. mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
7. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya;
9
8. mendapat pengurangan masa pidana (remisi);
9. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
10. mendapatkan pembebasan bersyarat;
11. mendapatkan cuti menjelang bebas;
12. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundnag-
undangan yang berlaku.
C. Pekerjaan Sosial Koreksional
Pekerjaan sosial koreksional merupakan sub sistem pada sistem peradilan
pidana. Pekerjaan sosial koreksional pada setting koreksional (Lapas,
Rutan, Bapas Narkoba) dan setting lain dalam Sistem Peradilan Kriminal
yang bertujuan untuk membantu pemecahan masalah klien, agar
meningkat keberfungsian sosialnya.
Beberapa prinsip umum yang menjadi pegangan pekerja sosial koreksional
adalah :
a. Keyakinan bahwa harkat dan martabat tiap manusia harus dihargai
sebagai hak miliknya
b. Setiap manusia yang mengalami permasalahan, mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri berkaitan dengan kebutuhan
dan cara mengatasinya
c. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama, hanya dibatasi
oleh kemampuan masing-masing
d. Keyakinan bahwa harkat dan martabat, hak menentukan sendiri
dan hak kesempatan yang sama pada setiap orang, berhubungan
dengan tanggung jawab sosial atas diri, keluarga dan masyarakat
Ruang lingkup praktek pekerjaan sosial koreksional pada sistem peradilan
kriminal meliputi :
a. Pelayanan probasi dan parol
b. Pekerjaan sosial di kepolisian
c. Pekerjaan sosial pusat penahanan
d. Pekerjaan sosial di lingkungan penjara
10
e. Program penundaan hukuman
Proses pekerjaan sosial koreksional mencakup sekurang-kurangnya tiga
kegiatan utama : studi sosial, asesmen, dan penyembuhan (Dubois&Miley,
1999)
11
BAB III
PEMBAHASAN
PEKSOS KOREKSIONAL DI LAPAS KELAS II-A
WIROGUNAN YOGYAKARTA
A. Sejarah Singkat
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta terletak di Jl. Taman
siswa No.6 Yogyakarta 55111 (Telepon : (0274) 376126 & 37582, Faks :
(0274) 375802), menempati areal seluas kurang lebih 3,8 ha. Merupakan
bangunan peninggalan kolonial Belanda dengan nama awal Gevangelis En
Huis Van Bewaring. Dengan bentuk bangunan yang khas, tembok tebal
dengan kusen pintu dan jendela yang besar dan tinggi, bangunan LAPAS
Yogyakarta ini dibangun antara tahun 1910 sampai tahun 1915.
Hingga sekarang LAPAS Klas II A Yogyakarta telah mengalami enam kali
perubahan nama, yaitu sebagai berikut :
1. Gevangelis En Huis Van Bewaring. (Jaman Belanda)
2. Pendjara Djogjakarta
3. Kependjaraan Daerah Istimewa Djogjakarta
4. Kantor Direktorat Bina Tuna Warga
5. Lembaga Pemasyarakata Klas I Yogyakarta
6. Lembaga Pemasyarakata Klas II Yogyakarta
B. Visi dan Misi
VISI
Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan
Pemasyarakatan dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa (membangun hidup
mandiri)
MISI
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.
12
C. Kepegawaian
Pada saat ini pegawai LAPAS Klas IIA Yogyakarta berjumlah 224 orang
pegawai dengan tingkat pendidikan sebagai berikut :
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 STRATA 2 4 orang
2 STRATA 1 57 orang
3 SARJANA MUDA 25 orang
4 SMA/SEDERAJAT 143 orang
5 SMP 2 orang
6 SD 3 orang
D. Beberapa Seksi di Lapas
1. Seksi Pembinaan Narapidana
Tugas Seksi Binapi adalah melakukan bimbingan kemasyarakatan
kepada warga binaan pemasyarakatan. Dalam kegiatannya, Seksi
Binapi dibantu oleh Sub Seksi Registrasi dan Sub Seksi Bimbingan
Pemasyarakatan dan Perawatan (Bimaswat), Pembinaan Agama,
Pembinaan Kesenian.
2. Seksi Kegiatan Kerja
Tugas Seksi Kegiatan Kerja adalah melaksanakan bimbingan dan
pelatihan kerja kepada WBP. Dalam kegiatannya, Seksi Giatja dibantu
oleh Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja serta
Sub Sarana Kerja.
Macam-macam bentuk bimbingan dan latihan kerja di LAPAS Kelas
II-A Yogyakarta ialah :
1. Persepatuan
2. Pertukangan kayu
3. Las
4. Konblok dan Batako
5. Handycraft
13
6. Otomotif
7. Penjahitan dan Laundry
8. Salon Kecantikan
9. Perkebunan
3. Seksi Adminsitrasi Keamanan dan Ketertiban
Tugas Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib adalah mengatur
jadwal tugas pengamanan, penggunaan perlengkapan dan pembagian
tugas pengamanan, menerima laporan berkala dibidang keamanan dan
tata tertib. Seksi Minkamtib dibantu oleh Sub Seksi Keamanan dan
Sub Seksi Administrasi Pelaporan.
E. Observasi Klien
Pada kunjungan lapangan di Lapas Kelas II-A Wirogunan, kami
mendapatkan kesempatan untuk melakukan observasi dengan salah satu
klien(narapidana) di sana. Datanya adalah sebagai berikut :
Nama : Amin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 Tahun
Alamat Asal : Sleman
Pendidikan : SMA
Kasus : Pemerkosaan
Masuk Lapas : 2009
Lama Vonis : 3 tahun
Blok : E
Dari hasil wawancara dapat kami temukan bahwa klien sudah tabah
menerima hukuman yang ia jalani sekarang. Kehidupan di Lapas ia
gunakan sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri agar tidak melakukan
kesalahan yang sama kelak di kemudian hari.
Awalnya klien memang merasa tidak enak, namun setelah berinteraksi
dengan teman-teman di Lapas, ia tidak lagi merasa asing, bahkan ia senang
14
mengikuti kegiatan-kegiatan di Lapas yang banyak memberikan pelatihan
keterampilan hidup/life skill.
Meskipun tidak dipungkiri, banyak juga masalah yang menggaung di
kepalanya, namun ia yakin, suatu saat nanti ia akan bisa menjadi insan
yang berguna di masyakarat.
F. Peranan Pekerja Sosial
Peranan pekerjan sosial yang utama adalah membantu narapidana, tidak
membalas dendam atau menghukum. Pekerja sosial mendayagunakan
pengetahuan dan keterampilan di dalam kegiatan koreksi rehabilitasi
individu, membantu klien agar dapat kembali dan menjadi bagian dari
masyarakat, serta membimbing mereka agar percaya dengan diri mereka
sendiri dan rekan-rekannya. Dan hal itulah yang telah dilakukan di Lapas
Kelas II-A Wirogunan Yogyakarta ini.
Peran pekerja sosial dalam membantu klien merubah pola tingkah laku
agar konstruktif dengan orang lain dan lingkungan sosialnya dapat
dilakukan dengan dua cara :
1. Bekerja dengan individu untuk membantu mereka berubah melalui
pemahaman yang baik mengenai diri, kekuatan dan sumber-sumber
dalam diri sendiri
2. Modifikasi lingkungan menjadi iklim sosial yang sehat, dimana ia akan
tinggal dan hidup
Dalam bekerja dengan individu dan lingkungan, pekerja sosial harus selalu
menjaga kedekatan dengan unit keluarga. Peran pekerja sosial dalam
sistem pemasyarakatan antara lain :
- Motivator - Peneliti Sosial
- Guru - Advokad
- Konselor - Mediator
- Penghubung Keluarga - Instruktur
Kemudian fungsi dari pekerja sosial koreksional dalam pelayanan di area
lembaga pemasyarakatan adalah :
15
a. Membantu klien memperkuat motivasinya
b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyalurkan perasaan-
perasaannya atau ventilasi
c. Memberikan informasi kepada klien
d. Membantu klien untuk membuat keputusan-keputusan
e. Membantu klien merumuskan situasinya
f. Membantu klien dalam hal modifikasi/merubah lingkungan keluarga
dan lingkungan terdekat
g. Memfasilitasi upaya rujukan
16
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Pelayanan pekerjaan sosial di Lapas Kelas II-A Wirogunan Yogyakarta sudah
sangat bagus. Pekerja sosial di sana bisa mendesain pelayanan yang tidak
memberi kesan menakutkan dan menyenangkan bagi klien. Suasana
keakraban pun dapat timbul setiap saat sehingga klien sanggup menjalani
masa hukumannya secara ikhlas dan ikut aktif mengikuti program-program
yang telah dicanangkan oleh pihak Lapas.
B. Saran
Meskipun secara garis besar kami sudah bisa memberikan apresiasi yang
lebih untuk Lapas Wirogunan, namun kami juga tidak lupa untuk
memberikan saran/masukan yang semoga bisa menjadi acuan untuk
melakukan perbaikan pelayanan kepada klien demi tercapainya tujuan awal
lembaga. Diantaranya adalah :
- Pekerja sosial berharap peran aktif keluarga dijalankan dalam usaha
pemulihan proses rehabilitasi dan sosial bagi klien
- Pekerja sosial berharap petugas LAPAS Klas IIA Wirogunan
menjalankan tugas dengan baik sesuai dengan apa yang seharusnya
dilakukan
- Pimpinan LAPAS Klas IIA Wirogunan harus memberikan tindakan
tegas/ hukuman untuk petugas yang secara sengaja/ tidak lalai/ mencari
kesempatan dalam menjalankan tugasnya
- Pekerja sosial berharap masyarakat tidak memberikan stigma negative
terhadap klien dan warga binaan yang lain setelah mereka keluar dari
LAPAS Klas IIA Wirogunan
17
DAFTAR PUSTAKA
UU No 12 Tahun 1995 tentang PemasyarakatanPetrus, Irwan Panjaitan. 1995. Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jakarta : Pustaka Sinar HarapanBandung, BBPPKS. 2004. Modul Diklat Pekerjaan Sosial Koreksional. Bandung : Badiklit Depsos RI
Sumber Internethttp://hmibecak.wordpress.com/2007/05/29/esensi-lembaga-pemasyarakatan-sebagai-wadah-pembinaan-narapidana/ diakses pada 28 Mei 2010http://www.depkumham.go.id/ diakses pada 30 Mei 2010http://rusmilawati.wordpress.com/2010/01/25/perlindungan-ham-bagi-narapidana-di-indonesia-oleh-rusmilawati-windari-shmh/ diakses pada 1 Juni 2010
18