DAFATAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................ iKATA PENGANTAR.................................................................................. iiBAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................... 1
B. KLASIFIKASI FILSAFAT.................................................... 2
1. KLASIFIKASI FILSAFAT MENURUT WILAYAH.......... 2
2. KLASIFIKASI FILSAFAT MENURUT LATAR
BELAKANG AGAMA.................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 8A. KAJIAN FILSAFAT............................................................. 8
B. MUNCULNYA FILSAFAT.................................................. 10
C. SEJARAH PERKEMBANGAN AWAL FILSAFAT
DIDUNIA............................................................................ 11
D. PENGERTIAN LOGIKA..................................................... 21
BAB III PENUTUP............................................................................... 22DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
KATA PENGANTARPuji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta
seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufikq, hidayah
serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
“Sejarah dan Perkembangan Filsafat Dari Masa ke Masa” yang
sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang daripada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi
salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Filsafat Ilmu serta merupakan
bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bpk. Didi Kurniawan selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu
serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bahwasannya penuils hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan
Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan
senantiasa penulis dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak
sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis,
pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya. Amien ya Rabbal ’alamin.
Baubau, 15 Oktober 2010
Wassalalam,
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam menghadai seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia
senantiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia
tidak ditipu oleh panca-indranya, dan mulai menyadari keterbatasannya.
Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan
Ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu
tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk
mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas)
itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut
pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren,
dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah
ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;
(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (”bertalian”) tentang suatu
bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang
(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus
dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang
seluruh kenyataan (realitas).
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang
sekarang kita sebut sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal
ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih
dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang
mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai
sebuah jawaban filsafat.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi
manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala
kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M).
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah
ratio yang bertanya. Objek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas
filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya
menemukan kebijakan universal.
Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan Ilmu filsafat sebagai ilmu
tentang bertanya atau berfikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan
tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang. Thingking about
thinking.
Meski Bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan
tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefiniskan secara konkret
apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa
memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafatpun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa filsafat begitu layak untuk dikaji
demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
B. KLASIFIKASI FILSAFAT
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan
pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya
pendahuluannya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, dan bahkan
agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang agama.
Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: ”Filsafat Barat”, ”Filsafat Timur”.
Sementara latar belakang agama dibagi menjadi : ”Filasafat Islam” dan
”Filsafat Kristen”.
1 Klasifikasi Filsafat Menurut Wilayah
a. Filsafat Barat
”Filsafat barat” adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat
ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun pada
hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan
rantai ketika sailnan buku filsafat Aristoteles seperti Isangoge, Categories dan
Porphyry telah dimusnakan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan
eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebar ajaran yang
di larang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab
terjemahan Gboethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan di Eropa, maka John Salibury, seorang guru besar filsafat di
Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karang
Aristotelees dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah
dikerjakan oleh filosof Islam pada dinasti Abbasyah.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Rene
Descartes, Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Kari
Hendrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi fisafat Barat di indonesia sendiri yang notabene-nya
adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya pembidangan
dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema tersebut adalah:
ontologi, epistemologi, dan eksiologi.
Tema pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah
”keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris
(kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, mahluk hidup,
atau tata surya.
Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang
mengakaji tentang pengetahuan (Episteme secara harafiah berarti
”pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan
seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Tema ketiga adalah aksiologi. Aksiologi yaitu tema yang membahas
tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan
manusia. Nilai Sosial.
b. Filsafat Timur
”Filsafat Timur” adalah tradisi filsafi yang terutama berkembang di
Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya
hubungan filsafat dengan agama. Meskiupn hal ini kurang lebih juga bisa
dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia
Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama / Budha, Bodhidharma,
Lao Tse, kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
”Filsafat Timur Tengah” ini sebenarnya mengambil tempat yang
istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa
dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Yunani. Sebab para filsuf
Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orag
Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukan daerah-daerah di
sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi
falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar
terhadap karya-karya Yunani.
Bahkan ketika Eropa setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke
Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para fisuf
Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan
terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama
beberapa filsuf Timur Tengah : Avicenna (Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil
Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut begitu) dan averoes.
(2) Klasifikasi Filsafat Menurut Latar Belakang Agama
a. Filsafat Islam
”Filsafat Islam” bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada
beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam
filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim.
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudra Mediterania
bagian timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan
untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia dan Tuhan. Dari sinilah
lahirnya sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika
yang menjadi batubara kebudayaan dunia.
Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi
tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332
SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
b. Filsafat Kristen
”Filsafat Kristen” Mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk
menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat
yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat
mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Hampir semua
filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh:
Santo Thomas, Santo Bonaventura, dan lain sebagainya.
Selain dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa agama lainnya
yang melahirkan pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih eksis.
Misalnya Budha.
Budha dalam bahasa sansekerta berarti mereka yang sadar, atau yang
mencapai pencerahan sejati (Dari perkataan Sansekerta: untuk mengetahui).
Budha merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh
merka untuk memajukan diri dan yang berkembagn kesadarannya. Dalam
penggunaan kontemporer, ia sering diguankan untuk mejusuk Siddharta
Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.
Siddharta adalah guru agama pendiri Agama Budha (dianggap ”Budha
bag waktu ini”). Dalam pandangan lainnya, ia merupakan tarikan dan contoh
bagi manusia yang telah sadar.
Penganut Budha tidak menganggap Sidharta Gautama sebagai sang
hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang
yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran;
perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan
benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang
bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buuk tidak mahir
ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha
adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekan lebih kepada kualitas
dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.
Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zuangzi (570 SM ~ 470 SM)
tetapi bukan agama. Taoisme berasal dari kata ”Dao” yang berarti tidak
berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian
kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang
wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah ”De”. Gabungan
Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah.
Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan
berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seorang mencapai ”Kesedaran
Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai
”Kesedaran Dao” dan juga mendewakan.
Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan
saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah
dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak
berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet
memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan;
tanpa positif, tidak akan terwujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
Gambar 1.4, Tse Laozi yang meninggalkan Chuguo dengan koaknya
Laozi meninggalkan dua karya yang berjudul De dan Dao (Judul pertama
adalah ”De” dan kedua adalah ”Dao”) sebelum meninggalkan Chunguo.
Kedua kitab digabungkan dan diperkenalkan sebagai Daonde Jing yang
memiliki 5000 huruf Tionghua dalam 81 bab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Filsafat
Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah probelem falsafi pula.
Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa ”filsasfat” adalah studi yang
mempelajari fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada
di awang-awang (tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan
berada dalam kehidupan kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit
(atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena menggunakan metode
berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realita hidup kita.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam
sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan
merupakan sebuah bentuk dialog.
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat
yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam
Soeparmo, 1984), filsafat merupakan pengetahuan tentang kenyataan-
kenyataan yang paling umu dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat
manusia dalam segala aspek prilakunya seperti: logika, etika estetika dan
teori pengetahuan.
Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti:
Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas. Upaya untuk melukis hakekat realitas akhir
dan dasar serta nyata, Upay untuk menentukan batas-batas jangkauan
pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
Penyelidikan kritis dan radikalatas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan
dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno,
orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah
Pytaogras (592-497 S.M.), setelah dia membaca tulisan Herakleides Pontikos
(penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata sophia. Pytagoras
menganggap dirinya ”philosophos” (pencinta kearifan) bagianya kearifan
yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia
dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari
kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = ”kebijaksanaan”).
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang ”percintaan kebijaksanaan” atau
”ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di
Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa
Indonesia seorang yang mendalami bidang filsafah disebut ”filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari
kata Yunani ”philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa
tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunana Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan
pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak
hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai
kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal
praktis (The Liang Gie, 1999).
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam
hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau
hanya dengan panca indra manusia sekaliun. Bidang filsafat sangatlah luas
dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.
Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula
dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang
merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar
deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi
tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nilai-nilainya
dan kemungkinannya. Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.
Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap
kehidupan dan dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-
bidang pokok pengalaman manusia.
B. Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu
pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang
diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya
mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan
digantikan oleh logos (rasio / ilmu).
Pada saat inilah, para filosof kemudian mencoba memandang dunia
dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu
berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang alam semesta,
mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun
diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di
balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari
suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-
kejadian itu. Dalam artikan inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati
problem dan kejadian alam semsta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi
pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritis dalam memahami alam
semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada jaman
Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira
abad ke 7 S.M. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan
berdiskuksi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan
tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang dianggap
sebagai ”tirai besi keilmuan” lagi untuk menari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di
daerah yang beradaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau
Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya
tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
C. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Meski istilah Philosophia pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras,
namun orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah thales (640-
546 S.M) dari Mileta (sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang
Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam
perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu
penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-
unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull
(1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam
beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada
periode itu.
a. Periode Pertama, Filsafat Yunani Abad 6 SM
pada masa ini Filsafatnya adalah Thales, sebagai peletak dasar
astronomi, geometri, dan filsafat Yunani dan yang pertama mempertanyakan
dasar dari alam beserta isinya. Setelah Thales Yunani kemudian memiliki
pemikir-pemikir terkenal seperti socrates, plato, aristoteles, dan lain
sebagainya; SOC rates berpendapat manusia hanya pencari kebenaran
bukan pemilik kebenaran, Plato mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli sedangkan
muridnya aristoteles berpendapat filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalam ilmu-ilmu pengetahuan.
b. Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para
pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat.
Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja
membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri.
Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para
raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
c. Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada
juga yang menyatakan priode ini sebagai priode pertengahan. Masa
keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan
Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan dan
ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan
Hanbali yang ahli dalam hukum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan
matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The
Canon of medicine, Al-Kindi ahli filsafat, Al-gazali intelek yang meramu
berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan
mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme. Ibnu Khaldun ahli
sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel
ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi
umat Islam mengalami kemunduran, umat Islam dalam keadaan porak-
poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus menerus berkembang hingga saat
ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari
filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St.
Agustine (354-430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius.
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah
menyebabkan dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-
perguruan Islam. Hoesin (1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran
filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban Islam yang
diduduki oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa
perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan
berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan kematian
filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap
karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu berkembangnya 2 paham yaitu
paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham yang menentangnya.
Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu rushd ini antara lain pendeta
Thomas Aquinas, Ernest Renan dan roger Bacon. Mereka yang menentang
Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan
oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahufut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat
dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropa
barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan
oleh filosof Islam.
d. Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamanya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropa mengalami
kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan
karangan dan terjemahan filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina
dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada zaman itu
Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropa.
Penterjemahan karya-karya kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo,
ketika Raymund menjadi uskup Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 –
1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke Italia. Dante
menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi
Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya
Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John
Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam,
berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan
iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen, sehingga sinode gereja
mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal
Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat
ajaran Ibnu Rushd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran
filsafat Islam mulai berkembang lagi. Pada Thn 1214, Frederick mendirikan
Universitas Naples, yang kemudian memiliki akademi yang bertugas
menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin. Pada
tahun 1217 Fredrick II mengutus Michael Scot ke Tolendo untuk
mengumpulkan terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan
kaum muslimin. Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropa Barat
tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak orientalis menyatakan
bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd
dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk
mentejemahkan karya-karya filsafat Islam ke dalam Bahasa Latin, guna
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa Barat, serupa dengan
pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid
dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan
di Jazirah Arab.
Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk mengembangkan
pengetahuan diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus
orang Jerman bernama Hermann untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256.
Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi
dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13 hampir
seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin,
termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus pada
Tahun 1328.
e. Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal juga sebagai abad Aufklarung. Pada masa ini Kristen yang
berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran,
dan juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran
Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,
empirisme, dan kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia islam.
Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin
buku Ibnu Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang
menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme berusaha menentang
berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini
Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini
juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik
dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan raja yang menindas terus
berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada
masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori
gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak
gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara,
bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, serta
hak berfikir. Hal serupa juga dilakukan ole J.J. Rousseau mengecam
penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi di dunia Islam, pada masa ini umat Islam terlatih
untuk bangkit dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih
menyeru umat Islam untuk kembali pada ajaran al-Qur’an dan Hadis. Pada
masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu Muhammad
Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk
menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut
dilakukan oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang
berasal dari al-Quran dan Hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak
berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari penguasa, tetapi
dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada
beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwaw sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran
empirisme, sebailknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu,
baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu munculnya aliran kritisme, yang
mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descares (1596-1650M).
Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya
ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu
dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran
tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100%
pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada
satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu ”saya ragu-ragu”. Ini bukan
khayalan, tetapi kenyataan, bahwa ”aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan
sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata
kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah ”cogito ergo sum”,
aku berpikir (menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat
disangkal lagi. – Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu
dengan ”jelas, dan terpilah-pilah” – ”clearly and distinctly”, ”clara et distincta”.
Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai
benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya
bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam Manlius Boethius (480 – 524M)
dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar
filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan
Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas
menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti
Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnakan oleh pemerintah
Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap
telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan
bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury,
seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali
buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa
Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan
mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500-400SM)
adalah Socrates (469-399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427-457
SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384-
322 SM). setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi
penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak
belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-
Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi
diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam
Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus
mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi,
Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan
Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof islam pendahulunya yang lahir dan besar di
Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang
lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aristoteles.
Akhirnya kedua orang ini bisa menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol
meskipun seorang dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran
berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu
Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenran sejati dibanding jalan
yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancin kemarahan pemuka-
pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang
memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis.
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan
pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafat El-Ula (First Philosophy). Al-Kindi
menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan
sempurna, oleh karena pengetahuan yang tipis dan kurang bernilai.
Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum
ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya
karangan Al-Ghazali yang berjudul Thafut-El-Falasifat, yang kemudian
digunakan pula oleh pihak gereja untuk menghambat berkembangnya pikiran
bebas di Eropa pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali berpendapat bahwa
mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk
mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu
melalui tasawuf (mistisme). Buku karangan Al-Ghazali ini kemudian
ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Thafut-et-Thafut (The
Incohenrence of the Inconherence).
Aliran empirisme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776),
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman
itu dapat yang bersifat lahirnya (yang menyangkut dunia), maupun yang
batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan
inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh
pengetahuan tentang dunia berasal dari indra. Menurut Hume ada batasan-
batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui
persepsi indera kita.
Gambar 3.3 David Humedan Immanuel Ka Adapun Kristisme oleh
Imanuel Kan (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita, namun dalam akal kita
ada faktor-faktor yang menentukan bagaiman kita memandang dunia sekitar
kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan
konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak
mengetahui secara pasti seperti apa dunia ”itu sendiri” (”das Ding an sich”),
namun hanya dunia itu seperti tampak ”bagiku”, atau ”bagi semua orang”.
Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahiriah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indra kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang
dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah
kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk
kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintetesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Begitulah pergulatan antar filsafat Modern. Rasionalist diwakili
Descartes, Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant saling menkritik
satu sama lain.
D. Pengertian logika
Logika adalah suatu penarikan kesimpulan yang dianggap shahih
(valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu. Sedangkan logika secara luas dapat didefinisikan sebagai
pengkajian berfikir secara shahih. Ada dua cara penarikan kesimpulan yang
sesuai dengan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah:
1. Logika Induktif
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum.
2. Logika Deduktif
Logika Deduktif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari
hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.
Induksi merupakan cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarik kesimpulan
secara deduktif biasanya mempergunakan pola berfikir yang dinamakan
silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme disebut premis yang
kemudian dapat di bedakan sebagai premis mayor dan premis minor.
BAB III
PENUTUP
Jauh sebelum manusia menemukan dan mentapkan apa yang
sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita
mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat
manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya tentang berbagai apa yang
mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai
sebuah jawaban filsafati. Kalau ilmu diibaratkan sebagai sebuah pohon yang
memiliki berbagai cabang pemikiran, rating pemahaman, serta buah solusi,
maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah
ratio yang bertanya. Sedangkan objek materinya ialah semua yang ada yang
bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat
mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan
kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan
tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea
(Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah
lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih
bebas.
Dalam perkembangannya, filsafat Yunani sempat mengalami masa
pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan otoritas
Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap keberadaan
fisafat dimana dianggap mengancam kedudukannya sebagai penguasa
ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti
Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia
filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para kaum filsuf
yang diwakili oleh Ibnu Rushd dengan para kaum ulama oleh Al-Ghazali yang
menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme
bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibandingkan jalan
yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar mengalami
kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan yang
panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang masuk kurikulum
pendidikan. Pemerintah mempercayakan semua konsep berfikir kepada para
ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa, demam filsafat
sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang
diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam
mulai menterjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al
Kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil
peradaban Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia Islam bisa dikatakan
telah usai dan berpindah ke eropa, perdaban islam pun mengalami
kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa yang disebut
sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar abad ke-15
M.
Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga
menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik
terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-
17M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri.
Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah ialah Descartes, Karl Marx,
Nietsche, JJ Rosseau, dan lain sebagainya.
Ontologi adalah cabang pemikiran yang membahas tentang masalah
”keberadaan” sesuatu yang paling dapat dilihat dan dibedakan secara empiris
(kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, mahluk hidup,
atau tata surya.
Tiga jenis golongan Buddha adalah:
Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru,
hanya dengan usaha sendiri.
Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Budha yang menyerupai Samma-
Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma
pada diri sendiri.
Savaka-Budha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi
mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahdhari, Abbdulrrahman, Mandhumah Sulaiman Al-Munawa, fi ilmi al
manhiq, Dar Hafadh Assalafiah, titp Aziz, Muhammad, Ali, logika Fakultas,
Darwah LAIN Sunan Ampel, 1993 Baigq, Akan Ilmu, Manhq Teknik dasar
berfikir logika, Jakarta, Dar Uleum
Pres, cet-2, 2001
Benard Deffguaw, sejarah, ringkas filsafat barat, yogyakarta: PT. TIARA
Wancana yogya, 1992. cet -1 dahlan, muhammad dkk, kamus indesk
ilmiah, surabaya target press 2003