BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini perhatian dunia terhadap isu gender nampaknya masih
cukup serius, terbukti dengan dimasukkannya persoalan ini sebagai salah satu
bagian dari delapan kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs) yang
kemudian berlanjut ke sustainable Divelopment Goals (SDGs). Secara historis,
wacana gender mulai muncul kepermukaan sekitar tahun 40-an yang digagas
oleh kaum feminis di dunia barat, kemudian mulai mencuat sekitar tahun
1977 ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama
seperti patriarchat atau sexist dalam membahas hubungan laki-laki dan
perempuan. Ini merupakan perkembangan yang cerdas, karena sebenarnya
masalah ketidaksetaraan hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagian
besar dibentuk oleh pembedaan konstruksi “perempuan” dan “laki-laki”
secara sosial budaya, dan bukan secara biologis (seks atau kelamin). Oleh
karena itu, pemindahan wacana ketidaksetaraan tersebut dari panggung
biologis ke panggung sosial budaya/gender secara teoritis lebih efektif
(Nugroho, 2008; x). Selanjutnya hal ini menjadi semakin menarik perhatian
banyak ilmuwan sosial khususnya kaum feminis.
Besarnya perhatian kaum feminis terhadap persoalan gender dan
perempuan disebabkan masih terjadinya ketidakadilan gender dalam
berbagai kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Eksistensi perempuan dalam masyarakat masih dipandang sebagai warga
kelas dua sehingga merekamasih menduduki posisi subordinat dan
termarjinal. Posisi demikian ini kurang menguntungkan bagi kaum perempuan
dibanding lawan jenisnya. Untuk memperbaiki nasib kaum perempuan,
berbagai upaya telah dilakukan oleh kaum feminis baik di dunia barat
maupun di Indonesia. Untuk di Indonesia salah seorang pejuang nasib kaum
perempuan yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat adalah Raden Ajeng
Kartini. Perjuangan R.A Kartini tidak berhenti meskipun ia telah tiada, cita-
1
citanya ditindaklanjuti oleh tokoh-tokoh perempuan Indonesia lainnya yang
memiliki visi serupa dengan Kartini seperti R.A Sutinah Joyopranoto, Rr,
Rukmini dan lain-lain.
Perjuangan R.A Kartini merupakan embrio perjuangan hak perempuan
di Indonesia. Wujud pergerakan perempuan pasca Kartini adalah
terbentuknya berbagai organisasi perempuan yang mempunyai visi
memperbaiki status kaum perempuan melalui berbagai upaya seperti
peningkatan pendidikan dan keterampilan, perlindungan hukum dan lain-lain.
Pada dekade berikutnya organisasi perempuan ini menyelenggarakan
kongres perempuan pertama pada tanggal 22 Desember 1928 di Jogyakarta
dan ini merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi pergerakan
perempuan Indonesia. Namun demikian selama setengah abad dari
pelaksanaan kongres ini, pergerakan perempuan indonesia belum mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah meskipun setelah merdeka persamaan
hak, kesempatan dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan telah
tertuang dalam UUD 45 ps. 27.
Secara kongkrit pernyataan ini baru tertuang dalam garis-garis besar
haluan negara (GBHN) tahun 1978 atau 50 tahun setelah Kongres Wanita
Indonesia (KOWANI) I yang sekaligus diikuti oleh berdirinya Kementerian
Urusan Peranan Wanita. Oleh karena itu, saat ini secara normatif baik dalam
Undang-undang Dasar 1945 maupun dalam GBHN 1978 sampai GBHN 1999
dan RPJMN saat ini telah tercantum adanya hak, kewajiban dan kesempatan
yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan dalam segala aspek
pembangunan. Disamping itu pemerintah juga telah meratifikasi konvensi ILO
No. III dengan UU No. 80 tahun 1957 tentang pengupahan yang sama antara
laki-laki dan perempuan dalam jenis pekerjaan yang sama nilainya dan juga
telah meratifikasi konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan (CEDAW) dengan UU. No. 7 tahun 84..
Berbagai kebijakan dan strategi pembangunan mulai dari Women in
Divelopment (WID), Women and Divelopment (WAD), Gender and
Divelopment (GAD) dan Gender Mainstreaming (GM) yang diikuti oleh strategi
pengarusutamaan gender melalui Inpres No. 9/2000. telah ditempuh oleh
2
pemerintah untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) di
masyarakat. Kesetaraan dan Keadilan Gender ini menjadi Visi dari
pembangunan pemberdayaan Perempuan. Namun demikian, apa yang telah
diupayakan oleh pemerintah sejak tiga dasa warsa lebih nampaknya belum
menampakkan hasil yang maksimal. Hal ini tercermin dari kenyataan yang
masih terjadi di masyarakat Bali pada umumnya dan khususnya di Kabupaten
Buleleng dimana ketimpangan gender pada beberapa bidang pembangunan
masih relatif menonjol, seperti di bidang pendidikan, ketenagakerjaan
termasuk di bidang pariwisata.
Pada dasarnya munculnya permasalahan perempuan dan isu gender di
masyarakat disebabkan adanya konstruksi sosial budaya yang meletakkan
peran laki-laki dan perempuan secara berbeda-beda yang didasarkan pada
pemahaman perbedaan biologis dan fisiologis dari laki-laki dan perempuan.
Ideologi gender yang berkembang di masyarakat telah menentukan bahwa
rumah tangga atau ranah domestik adalah dunianya perempuan sedangkan
ranah publik menjadi dunianya laki-laki. Dikotomi peran yang demikian ini
yang kemudian diiringi dengan munculnya budaya patriarkhi cenderung
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perlakuan yang kurang
menguntungkan bagi kaum perempuan seperti perlakuan diskriminatif.
Ketidakadilan gender yang demikian ini mengakibatkan terjadinya
ketimpangan gender pada beberapa aspek kehidupan di masyarakat (Arjani,
2003).
Sebagai komitmen pemerintah pusat maupun daerah dalam
menangani masalah perempuan, maka saat ini tingkat Provinsi dan
Kabupaten telah terbentuk struktur kelembagaan yang khusus menangani
pemberdayaan perempuan. Di tingkat Provinsi Bali sejak pertengahan tahun
2008 bagian Pemberdayaan Perempuan telah di ubah statusnya menjadi
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sementara untuk
di Kabupaten Buleleng juga telah berubah dari sub bagian menjadi Badan
Pemberdayaan Perempuan dan keluarga berencana (PPKB) Meskipun
lembaga khusus tentang peningkatan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
telah dibentuk lengkap dengan kebijakan dan program-programnya, bukan
3
berarti KKG ideal dapat dicapai dengan mudah. Justru dalam beberapa hal
sebaliknya, seperti telah disinggung di atas bahwa permasalahan KKG ini
masih terjadi di masyarakat terlihat lebih jelas dan perlu dicarikan jalan
keluarnya.
Permasalahan belum tercapainya KKG ini bisa dilihat dengan masih
terjadinya kesenjangan gender diberbagai sektor pembangunan. Oleh karena
itu, untuk menunjukkan atau memberi gambaran secara lebih nyata tentang
kesenjangan gender yang masih terjadi sangat diperlukan bukti-bukti berupa
data pendukung yang terpublikasi dalam bentuk buku statistik gender.
Dengan demikian akan dapat diketahui secara lebih jelas kesenjangan yang
terjadi yang pada gilirannya dapat memberikan petunjuk secara jelas kepada
para penentu kebijakan dan penyusun program. Pada dasarnya data terpilah
berdasarkan jenis kelamin yang ada pada buku statistik gender dapat dipakai
dasar dalam menyusun kebijakan/program/kegiatan dan penganggaran yang
responsif gender (PPRG). Jika para perencana sudah mampu menyusun PPRG
berlandaskan pada data riil yang ada di Kabupaten Buleleng, maka dapat
dipastikan strategi pengarusutamaan gender dapat di aplikasikan secara
cepat. Ini pada gilirannya akan dapat mempercepat terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Disamping itu, untuk memotivasi semangat daerah dalam mencapai
KKG, maka pemerintah memberikan penghargaan berupa Anugrah Parahita
Ekapraya yang biasanya diserahkan langsung oleh Presiden setiap tanggal 22
Desember bertepatan dengan perayaan hari ibu. Untuk kepentingan APE,
maka salah satu persyaratannya adalah adanya data terpilah menurut jenis
kelamin yang tertuang dalam bentuk buku Statistik Gender.
1.2 Maksud Dan Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Secara umum penyusunan buku Statistik Analisis Gender ini bertujuan
untuk menyajikan data statistik yang terpilah berdasarkan jenis kelamin di
berbagai aspek pembangunan, seperti aspek pendidikan, kesehatan, kegiatan
ekonomi, serta masalah sosial lainnya. Penulisan statistik analisis gender ini
4
dibuat secara deskriptif, dan sejauh mungkin memperlihatikan isu gender di
setiap babnya. Berdasarkan data-data yang ada dalam buku ini, para pembaca
khususnya para penentu kebijakan akan dapat menemukenali isu-isu gender
yang ada pada masing-nasing sektor pembangunan. Atas dasar ini mereka
nantinya akan dapat menyususn program/kegiatan yang sesuai dengan isu
yang ada sehingga pada gilirannya tujuan pembangunan secara umum dan
khususnya pembangunan pemberdayaan perempuan menuju kesetaraan dan
keadilan gender dapat cepat terwujud.
1.2.2 Tujuan Khusus
Manfaat khusus dari penyusunan buku Statistik Analisis Gender
Kabupaten Buleleng ini antara lain adalah dapat memberikan petunjuk atau
refrensi bagi para penentu kebijakan dan penyusun program pada setiap
organisasi perangkat daerah (OPD) terutama dalam menyusun kegiatan
pembangunan yang responsif gender sehingga kegiatan yang direncanakan
dapat menghasilkan pembangunan yang tepat sasaran. Ketersediaan data
terpilah menurut jenis kelamin merupakan dasar dalam melakukan analisis
gender sehingga para perencana mampu menyusun kebijakan/ program/
kegiatan serta anggaran pembangunan yang responsif gender. Hal ini pada
akhirnya akan dapat mempercepat pelaksanaan strategi pengarusutamaan
gender (PUG) di segala bidang pembangunan sehingga kesenjangan gender
lebih cepat bisa diatasi.
5
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BULELENG
2.1 Sejarah Singkat Kabupaten Buleleng
Setiap daerah mempunyai sejarah pembentukan wilayahnya terutama
terkait dengan penamaan wilayah, demikian juga dengan keberadaan
Kabupaten Buleleng. Tersebutlah Istana Gelgel pada sekitar tahun 1568 dalam
suasana tenang, dimana Raja Sri Aji Dalem Sigening menitahkan putranda Ki
Barak Sakti, supaya kembali ketempat tumpah darah Bundanya di Den Bukit
(Bali Utara). Ki Barak Panji bersama Bunda Sri Luh Pasek, setelah memohon
diri kehadapan Sri Aji Dalem lalu berangkat menuju Den Bukit diantar oleh
empat puluh orang pengiring Baginda yang dipelopori oleh Ki Kadosot.
Perjalanan mereka memasuki hutan lebat sangat mengerikan, udara
yang sangat dingin menggigilkan, menembus celah-celah bukit, mendaki
Gunung-gunung meninggi, menuruni jurang-jurang curam, dan akhirnya
mereka tiba pada suatu tempat yang agak mendatar. Pada tempat itulah
mereka melepaskan lelah seraya membuka bungkusan bekal mereka. Sekali
mereka makan ketupat, mereka sembahyang, kemudian mereka diperciki
air/tirta oleh Sri Luh Pasek, demi keselamatan perjalanannya, belakangan
tempat itu diberi nama “YEH KETIPAT”. Rombongan Ki Barak Panji telah tiba di
Desa Gendis/Panji dengan selamat.
Tersebutlah Ki Pungakan Gendis, pemimpin desa yang sekali-kali tiada
menghiraukan keluh kesah para penduduknya. Ia memerintah hanya semata-
mata untuk memenuhi nafsu buruknya, kesenangannya hanyalah bermain
judi, terutama sabungan ayam. Oleh karena demikian sikap pemimpin Desa
Gendis itu, maka makin lama makin dibenci rakyatnya, dan pada saat terjadi
peperangan, ia dibunuh oleh Ki Barak Panji.Desa Gendis di perintah oleh Ki
Barak Panji, seorang pemimpin yang gagah berani, adil dan bijaksana. Ki Barak
Panji mendengar adanya kapal layer Tionghoa terdampar, kemudian
timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut. Baginda
bersama-sama dengan Ki Dumpyung dan Ki Kadosot dapat membantu
menyelamatkan kapal layer yang terdampar itu di pantai segara
6
penimbangan. Setelah bantuannya berhasil, baginda mendapat hadiah
seluruh isi kapal tersebut berupa barang-barangtembikar seperti piring,
mangkok, dan uang kepeng yang jumlahnya sangat besar.
Kepemimpinan Ki Barak Panji makin lama makin terkenal, beliau selalu
memperhatikan keadaan rakyatnya, mengadakan pembangunan di segala
bidang baik fisik maupun spiritual. Oleh karena demikian maka sekalian
penduduk Desa Gendis dan Sekitarnya, secara bulat mendaulat Baginda
supaya menjadi Raja, yang kemudian dinobatkan dengan gelar “Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti”.Untuk mencari tempat yang agak datar, maka Kota Gendis
serta Kahyangan Pura Bale Agung-nya di pindahkan ke Utara Desa Panji. Pada
tempat yang baru inilah Baginda mendirikan istana lengkap dengan
Kahyangan Pura Bale Agungnya. Guna memenuhi kepentingan masyarakat
desanya untuk menghantar persembahyangan di dalam pura maupun upacara
di luar pura, serta untuk hiburan-hiburan lainnya, maka Baginda membuat
seperangkat gamelan gong yang masing-masing di beri nama sebagai
berikut :
· Dua buah gongnya di beri nama Bentar Kedaton
· Sebuah bendennya di beri nama Ki Gagak Ora
· Sebuah keniknya bernama Ki Tudung Musuh
· Teropong bernama Glagah Ketunon
· Gendangnya bernama Gelap Kesanga
· Keseluruhannya bernama “ Juruh Satukad”.
Karna perbawa dan keunggulan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, maka Kyai Alit
Mandala, lurah kawasan Bondalem tunduk kepada Baginda. Kemudian atas
kebijaksanaanya maka Kyai Alit Mandala, diangkat kembali menjadi lurah
yang memerintah di kawasan Bondalem, Buleleng Bagian Timur.Pada sekitar
tahun 1584 Masehi, untuk mencari tempat yang lebih strategis maka Kota
Panji dipindahkan kesebelah Utara Desa Sangket. Pada tempat yang baru
inilah Baginda selalu bersuka ria bersama rakyatnya sambil membangun dan
kemudian tempat yang baru ini di beri nama “ SUKASADA” yang artinya slalu
Besruka Ria.selanjutnya di ceritakan berkat keunggulan Ki Gusti Panji Sakti,
maka Kyai Sasangka Adri, Lurah kawasan Tebu Salah (Buleleng Barat) tunduk
7
kepada baginda. Lalu atas kebijaksanaan beliau maka Kyai Sasangka Adri
diangkat kembali menjadi Lurah di kawasan Bali Utara Bagian Barat.
Untuk lebih memperkuat dalam memepertahankan daerahnya, Ki
Gusti Ngurah Panji Sakti segera membentuk pasukan yang di sebut “Truna
Goak” di Desa Panji. Pasukan ini dibentuk dengan jalan memperpolitik seni
permainan burung gagak, yang dalam Bahasa Bali disebut “Magoak-goakan”.
Dari permainan ini akhirnya terbentuknya pasukan Truna Goak yang
berjumlah 2000 orang, yang terdiri dari para pemuda perwira berbadan
tegap, tangkas, serta memiliki moral yang tinggi di bawah pimpinan perang
yang bernama Ki Gusti Tamblang Sampun dan di wakili oleh Ki Gusti Made
Batan.
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti beserta putra-putra Baginda dan perwira
lainnya, memimpin pasukan Truna Goak yang semuanya siap bertempur
berangkat menuju daerah Blambang. Dalam pertempuran ini RajaBlambangan
gugur di medan perang dengan demikian kerajaan Blambangan dengan
seluruh penduduknya tunduk pada Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Berita
kemenangan ini segera di dengar oleh Raja Mataram Sri Dalem Solo dan
kemudian beliau menghadiahkan seekor gajah dengan 3 orang
pengembalanya kepada Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Menundukkan kerajaan
Blambangan harus ditebus dengan kehilangan seorang putra Baginda
bernama Ki Gusti Ngurah Panji Nyoman, hal mana mengakibatkan Baginda
Raja selalu nampak bermuram durjan. Hanya berkat nasehat-nasehat Pandita
Purohito, akhirnya kesedihan Baginda dapat terlupakan dan kemudian
terkandung maksud untuk membangun istana yang baru di sebelah Utara
Sukasada.
Pada sekitar tahun Candrasangkala “Raja Manon Buta Tunggal” atau
Candrasangkala 6251 atau sama dengan tahun caka 1526 atau tahun 1604
Masehi, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti memerintahkan rakyatnya membabat
tanah untuk mendirikan sebuah istana di atas padang rumput alang-alang,
yakni lading tempat pengembala ternak, dimana ditemukan orang-orang
menanam Buleleng. Pada ladang Buleleng itu Baginda melihat beberapa buah
pondok-pondok yang berjejer memanjang. Di sanalah beliau mendirikan
8
istana yang baru, yang menurut perhitungan hari sangat baik pada waktu itu,
jatuh pada tanggal “30 Maret 1604”.Selanjutnya Istana Raja yang baru
dibangun itu disebut “SINGARAJA” karena mengingat bahwa keperwiraan
Raja Ki Gusti Ngurah Pnji Sakti tak ubahnya seperti Singa.Demikianlah hari
lahirnya Kota Singaraja pada tanggal 30 Maret 1604 yang bersumber pada
sejarah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, sedangkan nama Buleleng adalah nama
asli jagung gambal atau jagung gambah yang banyak ditanam oleh penduduk
pada waktu itu. (http://bulelenginfo.blogspot.co.id/ 2015/05/sejarah-
buleleng.html)
2.2 Lambang Daerah
Setiap daerah mempunyai lambang/logo yang mengandung arti dan
makna tersendiri, demikian juga halnya dengan Kabupaten Buleleng. Jika
dibandingkan dengan logo Kabupaten Lainnya, logo Kabupaten Buleleng
termasuk paling berbeda, tanpa gapura ataupun simbol - simbol religi lainnya.
Berikut ini adalah lambang/logo dari Kabupaten Buleleng.
Jika dilihat dari dasar hukumnya, lambang Kabupaten Buleleng ditetapkan
dengan Perda Kabupaten Buleleng, tanggal 25 April 1968 Nomor : 11/DPRD-
GR/PER/29 dan disahkan oleh Mendagri dengan Surat Keputusan tanggal 19
9
November 1968 No. Pemda 10/29/35-323. Lambang Kabupaten Buleleng pun
memiliki dua arti, baik arti secara nasional dan arti secara daerah.
Dalam Arti Nasional
1. Bangunan Tugu atau Yupa berdasarkan segi lima : melambangkan
dasar falsafah Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
2. Singa Ambara, bersayap tujuh belas helai : melambangkan tanggal
atau hari Proklamasi yaitu tanggal 17.
3. Buleleng atau jagung dengan daun delapan helai : melambangkan
bulan yang ke delapan yaitu Agustus.
4. Butir-butir Buleleng atau Jagung Gembal berjumlah empat puluh lima
butir : melambangkan tahun Proklamasi yaitu tahun 1945.
5. Dari No. 1 sampai 4 jika dirangkaikan melambangkan jiwa Proklamasi
17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila.
Dalam Arti Daerah 1. Yupa Padmasana yang berbentuk segi lima : melambangkan falsafah
negara RI yaitu Pancasila.
2. Arca Singa-Raja yang bersayap : sebagai lambang nama kota Daerah
Kabupaten Buleleng yang terbentang dari Timur ke Barat
3. Buleleng atau Jagung Gembal yang dipegang tangan kanan singa itu :
melambangkan nama Daerah Kabupaten yaitu : Buleleng yang
dipegang oleh Kota Singaraja.
4. Moto “Singa Ambara Raja” : melambangkan kelincahan dan semangat
kepahlawanan rakyat Buleleng.
5. Sembilan helai Kelopak Bunga Teratai : melambangkan sembilan
kecamatan yang ada di Daerah Tingkat II Buleleng.
6. Tiga Ekor Gajah Mina : melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan
kepandaian rakyat Buleleng.
7. Tiga buah permata yang memancar berkilau-kilauan : melambangkan
kewaspadaan dan kesiap siagaan rakyat Buleleng.
10
8. Jumlah bulu sayap yang besar dan yang kecil tiga puluh helai yaitu :
sayap jajaran yang pertama banyaknya 5 helai, kedua banyaknya 7
helai, ketiga banyaknya 8 helai dan sayap jajaran yang keempat
banyaknya 10 helai. Melambangkan tanggal atau hari lahirnya kota
Singaraja.
9. Tiga puluh tulang pemegang bulu sayap : melambangkan bulan yang
ketiga atau bulan Maret yaitu bulan lahirnya kota singaraja.
10. Rambut, bulu gembal, bulu ekor Singa yang panjang-panjang jumlah
seribu enam ratus empat helai : melambangkan tahun lahirnya kota
Singaraja.
11. Dari No. 8 sampai 10 jika dirangkaikan melambangkan tanggal 30
Maret 1604 hari lahirnya Kota Singaraja.
Penjelasan Tambahan Lainnya1. Lambang Daerah Kabupaten Buleleng dalam bentuk Panji
mempergunakan dasar warna biru cemerlang. Melambangkan warna
pikiran yang taat, cinta dan berbakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa / Tuhan Yang Maha Esa.
2. Singa Ambara atau Singa Bersayap berwarna merah hidup :
melambangkan warna pikiran yang bersemangat dalam keperwiraan.
3. Warna putih bersih : merupakan simbul hati nurani yang sangat bersih
dan jujur.
4. Warna hitam adalah : lambang kemarahan dan siap maju bila
diganggu.
5. Motto “Singa Ambara Raja”: MELAMBANGKAN KELINCAHAN DAN
SEMANGAT KEPAHLAWANAN RAKYAT KABUPATEN BULELENG
(http://bulelenginfo.blogspot.co.id/2015/05/lambang-dan-pengertian-
lambang-buleleng.html)
11
2.3 Visi dan Misi
Visi
Pada akhirnya, tujuan pembangunan akan tercapai secara optimal jika
didukung oleh peranserta para pihak secara menyeluruh. Untuk itu
pembangunan yang dilandasi kebersamaan dengan mengedepankan
komunikasi, koordinasi dan keterbukaan menjadi kata kunci keberhasilan
pembangunan dimaksud. Gambaran kondisi dan situasi Kabupaten Buleleng
yang akan kita wujudkan lima tahun kedepan dirumuskan dalam bentuk Visi
sebagai berikut: ”TERWUJUDNYA MASYARAKAT BULELENG YANG MANDIRI,
SEJAHTERA, DAMAI DAN LESTARI BERLANDASKAN TRI HITA KARANA”
Arah menuju visi tersebut dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai
berikut:
1. Mandiri, diukur dengan:
o Meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah
yang berbasis kinerja.
o Terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu
menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good and
Clean Governance): profesional, transparan, akuntable,
memiliki kredibilitas dan bebas KKN.
o Meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat.
o Tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu
memenuhi tuntutan dan kemajuan pembangunan daerah.
o Meningkatnya partisipasi/swadaya masyarakat dalam
memenuhi sendiri kebutuhan pokok.
o Terwujudnya pariwisata berbasis budaya dan keindahan alam
yang unik, serta bersinergi dengan sektor pertanian.
2. Sejahtera, diukur dengan :
o Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditunjukan
oleh:
12
1. Tingkat Pendidikan antara lain: terlaksananya wajib
belajar 12 tahun, meningkatnya jumlah penduduk
berpendidikan tinggi, menurunnya tingkat pendidikan
terendah, meningkatnya angka partisipasi sekolah, dan
tersedianya tenaga siap pakai melalui pendidikan
kejuruan.
2. Tingkat Kesehatan antara lain: meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat, angka harapan hidup dan
terpenuhnya sistem pelayanan sosial melalui Asuransi
Kesehatan.
3. Kemampuan daya beli masyarakat ditunjukan oleh
meningkatnya pendapatan riil per kapita.
o Berkurangnya jumlah penduduk miskin, pengangguran terbuka
dan kesenjangan antar wilayah dan kesenjangan sosial.
o Meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar (sandang, pangan, pendidikan, kesehatan,
perumahan, sanitasi, dan kesempatan berusaha).
o Berkembangnya keterpaduan antar sektor dalam pengelolahan
potensi ekonomi daerah yang berwawasan lingkungan.
o Tersedianya jaringan Infrastruktur yang mampu mendorong
perekonomian perdesaan.
3. Damai, diukur dengan:
o Teraktualisasinya keragaman budaya lokal.
o Terjaminnya kebebasan beribadah.
o Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
ketentraman, ketertiban umum, dan supremasi hukum.
4. Lestari, diukur dengan:
o Terkelolanya lingkungan hidup dan pemanfaatan SDA secara
berkelanjutan.
13
o Terpeliharanya adat istiadat dan nilai-nilai budaya Bali sebagai
pedoman di dalam kehidupan bermasyarakat.
o Terwujudnya lingkungan permukiman yang berlandaskan
kearifan lokal.
o Terwujudnya penggunaan ruang dan lahan sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah.
Misi
Visi ini akan dicapai dengan menjalankan Misi yang dijabarkan sebagai
berikut.
1. Akselerasi pembangunan ekonomi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi tinggi, merata dan berkualitas.Pengembangan ekonomi
kerakyatan yang berbasis pada produk unggulan daerah.
2. Mewujudkan Sumber Daya Manusia berkualitas yang profesional,
berbudaya dan
3. Menumbuhkembangkan sinergi seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam setiap tahapan pembangunan.
4. Pelestarian budaya Bali yang ditumbuhkembangkan pada masyarakat.
5. Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.
6. Mewujudkan pembangunan Buleleng yang berkelanjutan
(http://bulelengkab.go.id/index.php/profil/4/Visi-dan-Misi)
2.4 Kondisi Geografis
Secara umum Kabupaten Buleleng sudah dikenal sebagai daerah yang
mempunyai wilayah terluas di Provinsi Bali. Kabupaten Buleleng terletak di
belahan utara pulau Bali memanjang dari barat ke timur dan mempunyai
pantai sepanjang 144 km, secara geografis terletak pada posisi 8° 03’ 40” – 8°
23’ 00” lintang selatan dan 114° 25’ 55” – 115° 27’ 28” bujur timur. Kabupaten
Buleleng berbatasan dengan Kabupaten Jembrana di bagian barat, laut
Jawa/Bali di bagian utara, dengan Kabupaten Karangasem di bagian timur dan
di sebelah selatan berbatasan dengan 4 (empat) kabupaten, yaitu Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Badung dan Bangli.
14
Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Buleleng 136.588 hektar
atau 24.25% dari luas Propinsi Bali. Sebagian besar wilayah Kabupaten
Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian selatan,
sedangkan di bagian utara yakni merupakan dataran rendah.Kabupaten
Buleleng memiliki iklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim dan
terdapat musim kemarau dan penghujan. Curah hujan terendah di di daerah
pantai dan tertinggi di daerah pegunungan.
(https://aidsbuleleng.wordpress.com). Gambar 2.1 berikut adalah peta
Kabupaten Buleleng.
Sumber: https://aidsbuleleng.wordpress.com
2.5 Kondisi Demografis
Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan
penting dalam pelaksanaan proses pembangunan. Penduduk akan menjadi
aset pembangunan yang berarti apabila dapat diberdayakan secara maksimal,
namun sebaliknya akan menjadi beban bagi pembangunan apabila jumlah
penduduk yang besar tidak disertai dengan kualitas sumberdaya yang
memadai. Oleh karena itu sumber daya manusia ini sangat penting
ditingkatkan kualitasnya guna dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Komposisi penduduk menurut berbagai karakteristik baik variabel
demografi itu sendiri maupun variabel pembangunan akan memberikan
15
gambaran tentang ketersediaan sumber daya manusia sebagai subyek
maupun obyek pembangunan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin
dan variabel pembangunan lainnya diperlukan dalam perencanaan,
monitoring, maupun evaluasi program pembangunan secara umum. Untuk itu
berikut akan ditampilkan komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan
kelompok umur.
2.5.1 Penduduk Menurut Wilayah dan jenis kelamin
Penampilan data komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
sangat penting manfaatnya khususnya untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi isu gender. Tabel 2.1 berikut ini menggambarkan komposisi
penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Buleleng.
Tabel 2.1 Proyeksi Penduduk Laki-laki dan Perempuan Kabupaten Buleleng, Tahun 2015-2016 (ribu jiwa)Jenis Kelamin 2015 2016
L P L PGerokgak 41,47 41,17 41,79 41.48Seririt 35,24 36,53 35.44 36.75Busungbiu 20,13 20,40 20.21 20.51Banjar 35,38 36,06 35.59 36.30Sukasada 37,72 38,07 38.06 38.43Buleleng 67,06 67,75 67.59 68.25Sawan 29,63 30,40 29.73 30.51Kubutambahan 27,90 27,22 28.00 27.35Tejakula 27,37 26,68 27.39 26.72
321,90 324,30 323.80 326.30Sumber : BPS Kabupaten Buleleng (Proyeksi Penduduk)
Bedasarkan proyeksi Penduduk Kabupaten Buleleng pada tahun 2015
berjumlah 64.620 jiwa. dari jumlah ini terdiri dari 321.90 laki-laki (50,33%)
dan 324.30 (48,67%) perempuan seperti tampak pada Tabel: 3.1. Angka ini
menggambarkan bahwa pada tahun 2015 jumlah penduduk laki-laki sedikit
lebih besar dibandingkan penduduk perempuan, atau kalau dilihat sex
rasionya berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki.
Jika dilihat perkembangan penduduknya, tampak bahwa selama dua tahun
terakhir (tahun 2015-2016) diprediksi mengalami sedikit kenaikan.
16
Jika dilihat sebaran penduduk menurut wilayahnya tampak bahwa
tahun 2015 jumlah penduduk terpadat ada di kecamatan Buleleng yang
mencapai 134.810 jiwa yang terdiri dari 67.060 jiwa penduduk laki-laki dan
67,750 jiwa penduduk perempuan. Sementara itu, kecamatan yang
berpenduduk paling sedikit adalah kecamatan Busungbiu yang hanya 40.530
jiwa yang terdiri dari 20,130 jiwa laki-laki dan 20.400 perempuan. Pada tahun
2016 kondisinya tidak jauh berbeda dengan tahun 2015. Hal ini kemungkinan
disebabkan tingkat migrasi yang rendah artinya belum banyak penduduk luar
yang masuk ke daerah ini karena kecamatan Busungbiu tergolong wilayah
pedesaan. Sementara Kecamatan yang lain seperti Kecamatan Buleleng dan
Seririt dapat dikatakan daerah transisi desa-kota yang sudah menjadi pusat
urbanisasi. Persebaran penduduk berdasarkan wilayah kecamatan secara rinci
seperti tampak pada Tabel: 2.1.
2.5.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur
Penduduk berdasarkan umur dimaksudkan untuk mengetahui komposisi
penduduk usia anak-anak, remaja/usia produktif, dan usia lanjut (lansia).
Struktur umur mencerminkan perubahan yang terjadi pada komponen
demografi yaitu, kelahiran, kematian, dan migrasi pada satu kurun waktu
tertentu. Pada awal transisi demografi, kelahiran yang tinggi menyebabkan
proporsi penduduk usia muda cukup tinggi. Apabila hal ini diikuti dengan
angka kematian yang tinggi, maka mereka yang bertahan hidup di usia di
atasnya menjadi relatif berkurang. Teori transisi demografi ini melalui empat
(4) tahap. Pertama, angka kelahiran dan kematian bergerak pada tingkatan
yang tinggi. Artinya, pada satu kurun waktu tertentu angka kelahiran yang
tinggi dibarengi dengan angka kematian yang tinggi pula. Kedua, angka
kematian mulai memperlihatkan kecenderungan menurun tetapi angka
kelahiran masih cukup tinggi. Ketiga, angka kelahiran dan kematian bergerak
menurun pada tingkat yang rendah. Keadaan penduduk berdasarkan
kelompok umur di Kabupaten Buleleng periode 2014 dan 2015 disajikan pada
Tabel 2.2 berikut ini.
17
Tabel 2.2 Penduduk Kabupaten Buleleng Menurut Kelompok Umur Tahun 2015 dan 2016
Kelompok Umur 2015 20160-4 51.90 51.505-9 58.40 57.30
10-14 59.90 60.4015-19 52.20 52.7020-24 47.10 46.4025-29 44.20 44.3030-34 43.00 42.8035-39 43.40 42.8040-44 47.80 47.6045-49 50.30 50.7050-54 43.40 45.6055-59 32.00 33.2060-64 24.20 25.0065-69 19.00 19.5070-74 14.10 14.4075 + 15.30 15.90
Jumlah 646.20 650.10Sumber:BPS Kabupaten Buleleng (ProyeksiPenduduk) http://bulelengkab.
bps.go.id/ frontend/linkTabelStatis/view/id/63
Dari Tabel 2.2 tampak bahwa berdasarkan kelompok umur, secara
kuantitas jumlah penduduk terbanyak ada pada kelompok umur 25-49 tahun.
Ini menggambarkan bahwa penduduk Kabupaten Buleleng didominasi oleh
penduduk usia produktif. Sementara penduduk kelompok umur 0-4 tahun
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kelompok umur 5-9 tahun dan
kelompok umur 10-14 tahun. Sementara itu jumlah penduduk kelompok
umur 15-24 tahun juga tampak lebih besar dibandingkan jumlah penduduk
kelompok umur 10-14 tahun. Penduduk yang tergolong lanjut usia (lansia)
jumlahnya relatif banyak, oleh karena itu untuk memberdayakan penduduk
lanjut usia ini pemerintah perlu memperhatikan keberadaan mereka sehingga
mereka tetap dapat produktif. Dengan memberdayakan mereka melalui
kegiatan yang bermanfaat bagi mereka, maka mereka ini tidak menjadi beban
bagi pembangunan dan juga akan dapat menekan depresi dikalangan para
lansia.
18
2.6 Pemerintahan
Kabupaten Buleleng dengan ibu kota Singaraja merupakan suatu
pemerintahan daerah yang dibagi atas 9 kecamatan, masing-masing
merupakan pemerintahan kecamatan yang berada di bawah pemerintahan
kabupaten. Masing-masing kecamatan ini terbagi ke dalam desa/kelurahan
dan tersebar lagi menjadi banjar dinas dan atau banjar adat. Dari 9
kecamatan yang ada terbagi ke dalam 129 desa definitif dan 19 kelurahan, 550
dusun dan 58 lingkungan seperti tergambar pada Tabel: 2.1. Setiap desa dinas
dipimpin oleh kepala desa atau yang lasim disebut Perbekel dan lingkungan
kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah. Sementara itu, untuk setiap desa
adat/Pakraman dipimpin oleh kelian adat yang pada dasarnya mempunyai
kewenangan secara otonom dalam mengatur kepentingan yang berkaitan
dengan masalah adat seperti urusan kegiatan keagamaan baik yang
berkaitan dengan kahyangan tiga (Pura Puseh, Dalem dan Desa) maupun
kegiatan adat lainnya. Desa Pakraman adalah suatu kesatuan masyarakat
hukum adat yang melaksanakan fungsi sosial religius.
Pemerintah Kabupaten Buleleng menjalankan berbagai program
pembangunan sesuai dengan Visi dan Misi yang diembannya. Adapun Visi
dari Pemerintah Kabupaten Buleleng adalah: ”TERWUJUDNYA
MASYARAKAT BULELENG YANG MANDIRI, SEJAHTERA, DAMAI DAN
LESTARI BERLANDASKAN TRI HITA KARANA”. Visi ini kemudian dijabarkan
dalam misi sebagai berikut: 1. Akselerasi pembangunan ekonomi untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi, merata dan berkualitas. 2.
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada produk unggulan
daerah. 3. Mewujudkan Sumber Daya Manusia berkualitas yang profesional,
berbudaya dan, 4. Menumbuhkembangkan sinergi seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam setiap tahapan pembangunan. 5.
Pelestarian budaya Bali yang ditumbuhkembangkan pada masyarakat.
Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Mewujudkan
pembangunan Buleleng yang berkelanjutan.
Dalam menjalankan pemerintahannya, berbagai lembaga pemerintah
dalam bentuk organisasi perangkat daerah (OPD) merupakan lembaga yang
19
berfungsi untuk membantu pimpinan daerah dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya (Tupoksi). Organisasi perangkat daerah (OPD) ini
berupa Dinas/ Badan ataupun Kantor yang masing-masing menjalankan
kegiatan pemerintahan sesuai tupoksinya.
Untuk pemerintahan di tingkat Desa/kelurahan dijalankan oleh kepala
desa/lurah sebagai kaki tangan pemerintahan di atasnya seperti kecamatan,
kabupaten/kota dan Provinsi. Di Kabupaten Buleleng ada 148
desa/kelurahan seperti terpapar pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel: 2.3 Kabupaten Buleleng dirinci menurut Kec. dan Desa/Kelurahan, 2016
No KECAMATAN JUMLAH DESA / KELURANAN1 GEROKGAK 142 BUSUNGBIU 153 SERIRIT 214 BANJAR 175 BULELENG 296 SUKASADA 157 SAWAN 148 KUBUTAMBAHAN 139 TEJAKULA 10
JUMLAH 9 KECAMATAN 148Sumber: http://namadesabali.blogspot.co.id/2013/03/kabupaten-buleleng.html
20
BAB III
DEFINISI BEBERAPA KONSEP
Sebelum sampai pada fokus pembahasan dipandang perlu untuk
menjelaskan atau memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada para
pembaca dan pengguna buku ini tentang beberapa konsep yang terkait
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam buku ini. Adapun konsep-
konsep tersebut adalah:
3.1 Konsep Gender
Dewasa ini pembicaraan tentang gender cenderung sudah mulai
memasyarakat, namun demikian sepertinya masih ada masyarakat yang
belum memahami apa sebenarnya gender. Istilah gender sebenarnya
bukanlah merupakan hal yang baru, tetapi istilah ini sudah ada sejak mulai
munculnya adam dan hawa di dunia ini, tetapi secara konseptual masih
banyak yang belum memahami istilah tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini
penting dijelaskan definisi dari konsep gender agar para pembaca dapat
memahaminya. Istilah gender sebenarnya berasal dari bahasa asing (inggris),
yaitu gender . Dalam kamus bahasa Inggris, gender diartikan sebagai jenis
kelamin . Karena diadopsi dari bahasa Inggris, dalam kamus bahasa Indonesia,
gender sampai kini juga masih diartikan sebagai jenis kelamin/seks
(Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2001:353).
Pada dasarnya secara konseptual, istilah seks berbeda dengan gender.
Istilah gender diketengahkan oleh ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sejak lahir sebagai
ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan kontruksi budaya atau buatan
masyarakat. Karena merupakan buatan manusia, maka gender itu akan
mempunyai sifat antara lain: berbeda antar budaya, dapat berubah sesuai
perkembangan jaman dan dapat digantikan atau dipertukarkan.
Berbeda halnya dengan Seks atau jenis kelamin. Seks berarti
perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis. Setiap manusia yang lahir
pasti mempunyai jenis kelamin, kalau dia lahir laki-laki maka ia akan
21
dilengkapi dengan penis dan testis, sedangkan kalau ia lahir perempuan maka
akan dilengkapi dengan vagina. Jenis kelamin ini merupakan anugrah Tuhan
sehingga tidak bisa dipertukarkan kepemilikannya dan bersifat abadi dan
kodrati, universal dan statis. Karena jenis kelamin laki-laki dan perempuan
berbeda maka mereka juga mempunyai fungsi kodrati yang berbeda. Kalau
perempuan karena ia memiliki alat reproduksi berupa rahim dan sel telur
maka ia mempunyai fungsi: menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui
dengan ASI dan menopause (5 M). Sementara laki-laki adalah manusia yang
memiliki penis, testis, sperma, yang berfungsi untuk alat reproduksi sehingga
secara kodrati mempunyai fungsi untuk membuahi sel telur perempuan untuk
meneruskan keturunan.
3.2 Kesetaraan Dan Keadilan Gender (KKG)
Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan visi
dari pembangunan pemberdayaan perempuan. Oleh karena itu kesetaraan
dan keadilan gender (KKG) menjadi tujuan utama yang ingin dicapai dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat. Meskipun berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah untuk mewujudkan KKG, namun sampai saat ini masih
banyak terjadi ketidakadilan yang mengakibatkan terjadinya
kesenjangangender di masyarakat. Bentuk- bentuk ketidakadilan gender di
masyarakat adalah marjinalisasi gender, subordinasi gender, diskriminasi
gender, kekerasan, dan beban berat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang antara lain karena adanya ideologi gender yang berkembang di
masyarakat yang meletakkan peran perempuan pada sektor domestik dan
laki-laki pada sektor publik yang kemudian diikuti adanya pelebelan terhadap
laki-laki dan perempuan seperti laki-laki kuat, perkasa dan lain-lain,
sementara perempuan lemah, lembut, tidak rasional dan lain-lain. Budaya
patriarkhi yang cenderung merugikan perempuan, karena perempuan
diletakkan pada posisi inferior sementara laki-laki superior. Hal ini
menyebabkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-
tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga. Faktor geografis dan ekonomi
juga bisa mempengaruhi munculnya ketimpangan gender di bidang
pendidikan. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender seperti ini tidak sesuai
22
dengan hak asasi manusia, sehingga Pemerintah Indonesia mengusahakan
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender melalui berbagai kebijakan,
seperti dinyatakan melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) adalah suatu bentukan kata
yang mengandung dua konsep, yaitu kesetaraan gender dan keadilan gender.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses
untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan (Angka I.3 dan 4
Lampiran Inpres No.9 Tahun 2000). Agar proses yang adil bagi perempuan dan
laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai
hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan
dan laki-laki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari peran yang
dimainkannya. Untuk kepentingan ini, maka sejak tahun 2000 pemerintah
mengambil suatu strategi melalui Inpres No.9/2000 tentang
pengarusutamaan gender (PUG).
3.3 Pengarusutamaan Gender (PUG)
Istilah Pengarusutamaan Gender (PUG) ini mulai diwacanakan pada
konfrensi Wanita Sedunia keempat yang diselenggarakan di Beijing tahun
1995, istilah “Gender Mainstreaming”(GM) tercantum di “Beijing Platform of
Action”. Semua negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir
pada konfrensi itu secara ekplisit menerima mandat untuk
mengimplementasikan GM ini di negara/tempat masing-masing. Di Indonesia
jauh sebelum strategi GM ini diwacanakan, upaya untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender telah dilakukan. Namun secara normatif baru
dituangkan dalam GBHN sejak tahun 1978.
Meskipun sudah lebih dari tiga dasa warsa pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender di masyarakat, namun sampai saat ini ketimpangan gender pada
23
beberapa aspek pembangunan di masyarakat kita masih tetap terjadi seperti
halnya di bidang pendidikan. Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
(KKG), maka pemerintah Indonesia melalui GBHN tahun 1999 menyatakan
bahwa Pengarusutamaan Gender merupakan kebijakan nasional yang harus
diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender. Meskipun begitu usaha untuk mencapai KKG ternyata masih
mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh
masyarakat pada umumnya dan khususnya oleh perempuan. Oleh karena itu
akhirnya disepakati perlu adanya strategi yang tepat agar dapat menjangkau
keseluruh instansi pemerintah, swasta, masyarakat kota, desa dan
sebagainya. Strategi tersebut dikenal dengan istilah “Pengarusutamaan
Gender” (Gender Mainstreaming).Strategi ini dicetuskan melalui Instruksi
Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000.
Secara operasional, pengarusutamaan gender (PUG) diartikan sebagai
suatu strategi untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan keadilan
gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas seluruh
kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan sektor
pembangunan. Jadi secara singkat PUG merupakan upaya untuk memasukkan
atau mengintegrasikan kebijakan gender dalam program pembangunan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Oleh karena itu
komponen kunci bagi keberhasilan PUG adalahmampunya para perencana
atau penentu kebijakan menyusun atau merumuskan kebijakan yang
responsif gender dalam artian dalam menyusun perencanaan/ program/
kegiatan, mampu mengakomodasi aspirasi, kebutuhan, pengalaman dan
permasalahan laki-laki dan perempuan.Dengan strategi pengarusutamaan
gender ini, program pembangunan yang akan dilaksanakan akan menjadi
lebih sensitiv atau responsif gender. Hal ini pada gilirannya akan mampu
menegakkan hak-hak laki-laki dan perempuan atas kesempatan yang sama,
pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di masyarakat.
24
BAB IV PENDIDIKAN
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan
pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mengadakan
perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) manusia secara
teratur sejak lahir sampai mati. Dalam kaitannya dengan belajar, pendidikan
dapat pula diartikan sebagai usaha mengubah perilaku orang lain, sedangkan
belajar diartikan sebagai usaha aktif seseorang untuk mengubah perilakunya
sendiri. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan dan belajar
merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan (Sudarta, 1988).
Dengan demikian maka sudah dipastikan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas tinggi itu, dapat dicapai melalui mekanisme pendidikan tersebut.
Dalam akselerasi pembangunan di segala bidang (ekonomi, sosial,
budaya, politik, pertahanan dan keamanan) di negeri ini umumnya dan di
Kabupaten Buleleng khususnya, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi. Dinyatakan oleh Sinaga dan Sri Hadiati (2001), Sumber Daya
Manusia dapat diartikan sebagai suatu daya yang bersumber dari
manusia.Daya yang bersumber dari manusia ini dapat pula disebut tenaga
atau kekuatan (energi atau power) yang melekat pada manusia, dalam arti
mempunyai kompetensi, yang mencakup pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan sikap (attitude).
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat (1)
diamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Amanat ini mengandung makna bahwa setiap warga Negara Kesatuan
Republik Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak-anak
maupun dewasa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
25
mendapatkan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, di dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab III Pasal 4 Ayat (1) juga dinyatakan bahwa pendidikan diadakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminasi dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa. Pada Bab IV Pasal 5 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu.
Berikut ini akan dibahas mengenai keadaan pendidikan, dilihat dari
analisis gender terhadap beberapa indikator pendidikan di Kebupaten
Buleleng.
4.1 Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah salah satu indikator yang
digunakan untuk melihat sukses tidaknya upaya pemerataan dan perluasan
akses pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan. APM diartikan sebagai
suatu perbandingan antara jumlah siswa kelompok umur yang relevan dengan
jumlah penduduk usia sekolah pada jenjang tertentu. Telah diketahui,
penduduk usia Sekolah Dasar (SD) 7 s.d 12 tahun, penduduk usia Sekolah
Menengah Pertama (SMP) 13 s.d 15 tahun dan penduduk usia Sekolah
Menengah Atas (SMA) 16 s.d 18 tahun. Berdasarkan pengertian itu dapat
diambil contoh, APM SD merupakan perbandingan antara jumlah siswa SD
dengan jumlah penduduk usia 7 s.d 12 tahun.
Keadaan APM di Kabupaten Buleleng pada beragam jenjang
pendidikan (SD, SMP dan SMA) tampak sebagai berikut.
4.1.1 APM Tingkat SD
Untuk mengetahui tingkat kualitas penduduk, terutama anak-anak
sekolah, maka APM adalah salah satu indikator yang penting untuk
diungkapkan, karena hal ini dapat dipakai untuk melihat apakah anak-anak
yang masuk SD sudah sesuai dengan usianya atau tidak. Hal ini secara rinci
dipaparkan pada Tabel 4.1.
26
Tabel 4.1 Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD, menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng 2016
Kecamatan2016
L P Rata-rataBanjar 86.22% 81.61% 83.92%Buleleng 92.44% 84.78% 88.61%Busungbiu 87.82% 82.80% 85.31%Gerokgak 75.99% 73.76% 74.88%Kubutambahan 94.26% 95.32% 94.79%Sawan 93.71% 86.46% 90.09%Seririt 84.02% 77.93% 80.97%Sukasada 86.74% 80.43% 83.58%Tejakula 88.27% 88.35% 88.31%
Rata-rata 87.72% 83.49% 85.60%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Dari Tabel 4.1 ini terungkap bahwa rata-rata angka partisipasi murni
(APM) pada jenjang pendidikan SD di 9 kecamatan yang ada di Kabupaten
Buleleng hampir sama secara keseluruhan belum mencapai angka 100%.
Angka tertinggi yakni 94,79% ada di Kecamatan Kubutambahan, dan terendah
ada di Kecamatan Grokgak yakni sebanyak 74,88%.
Jika dilihat dari perspektif gender, secara keseluruhan rata-rata APM
pada jenjang pendidikan SD ini didominasi oleh siswa laki-laki (87,72%) dan
perempuan 83,49% dan ini terjadi di seluruh kecamatan di Kabupaten
Buleleng. Hal ini bisa diartikan terjadi ketimpangan gender pada siswa
perempuan tetapi tidak terlalu menjolok dan mengapa hal ini terjadi tentu
perlu pendalaman melalui penelitian agar bisa dicarikan solusinya.
4.1.2 APM Tingkat SMP
Angka Partisipasi Murni pada jenjang pendidikan SMP pada tahun
2016 secara rata-rata tampak sama di semua kecamatan yang ada di
Kabupaten Buleleng masih berada di bawah 100%, bahkan persentasenya
jauh lebih kecil dibandingkan APM SD. APM tertinggi dicapai oleh anak-anak
SMP di Kecamatan Buleleng yaitu sebanyak 95,12% dan terendah di
27
Kecamatan Sukasada yaitu 50,03%. Secara terperinci hal ini bisa dilihat pada
tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SMP menurut Jenis Kelamin] di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P Rata-rataBanjar 83.29% 85.22% 84.26%Buleleng 97.21% 93.04% 95.12%Busungbiu 83.99% 79.38% 81.69%Gerokgak 52.06% 55.43% 53.75%Kubutambahan 75.37% 78.17% 76.77%Sawan 77.67% 74.53% 76.10%Seririt 65.46% 58.27% 61.87%Sukasada 49.58% 50.48% 50.03%Tejakula 66.52% 70.26% 68.39%
Rata-rata 72.35% 71.64% 72.00%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Ditinjau dari perspektif gender, rata-rata APM pada jenjang pendidikan
SMP ini cukup berfluktuatif, di mana di lima kecamatan didominasi oleh siswa
perempuan dan empat kecamatan lainnya didominasi oleh siswa lakil-laki.
Hal lain yang cukup penting artinya dari data yang disajikan pada
uraian di atas adalah belum tercapainya angka 100% APM pada jenjang SMP
ini. Untuk itu sangat mendesak diperhatikan dan dicarikan solusinya oleh
pemerintah Kabupaten Buleleng agar APM SMP ini bisa ditingkatkan bahkan
kalau bisa mencapai angka 100%, sehingga program belajar 9 tahun bisa
tercapai.
4.1.3 APM Tingkat SMA
Perhatian pemerintah Kabupaten Bulelng terhadap kemajuan
pendidikan memang sangat serius. Berbagai program yang berkaitan dengan
kemajuan pendidikan telah dilakukan seperti pemberian beasiswa, pendirian
taman bacaan, dan lain-lain. Apa yang dilakukan pemerintah tentu bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi penduduk dalam menuntut pendidikan guna
menunjang program wajib belajar 12 tahun atau pendidikan sampai SMA.
28
Untuk mengetahui tingkat partisipasi penduduk di tingkat SMA, berikut
disajikan angka partisipasi murni pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SMA menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P Rata-rataBanjar 41.16% 34.28% 37.72%Buleleng 79.00% 73.93% 76.47%Busungbiu 56.83% 43.03% 49.93%Gerokgak 29.29% 27.35% 28.32%Kubutambahan 46.87% 48.18% 47.52%Sawan 29.94% 21.06% 25.50%Seririt 35.40% 31.94% 33.67%Sukasada 20.55% 15.65% 18.10%Tejakula 37.41% 32.57% 34.99%
Rata-rata 41.83% 36.44% 39.14%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Tabel 4.3 menggambarkan bahwa secara umum rata-rata persentase
angka partisipasi murni tingkat SMA di Kabupaten Buleleng secara umum jauh
di bawah 100%, yakni hanya mencapai 39,14%. Kalau dilihat per kecamatan
tampak bahwa persentase APM paling tinggi adalah di Kecamatan Buleleng
yaitu 76.47%, dan terendah di Kecamatan Sukasada yaitu 18,10%. Dilihat dari
perspektif gender pada jenjang pendidikan SMA ini rata-rata APM perempuan
juga lebih rendah daripada APM laki-laki, yakni dengan perbandingan 41,83%
L : 36,44%. Kesenjangan ini terjadi hamper di seluruh kecamatan, kecuai di
Kecamatan Kubutambahan APM perempuan sedikit lebih tinggi daripada laki-
laki. Hal ini mengindikasikan masih terjadi kesenjangan gender pada siswa
perempuan. Dalam hal ini anggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan
semakin rendah partisipasi perempuan sepertinya sangat tepat.
4.1.4 APM Tingkat SMK
29
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.
Di SMK terdapat banyak sekali Program Keahlian (https://id.wikipedia.org).
Untuk mengetahui APM pada jejang pendidikan SMK di Kabupaten
Buleleng secara rinci ditampilkan pada tabel 4.4 berikut. Jika diperhatikan
tabel 4.4, secara umum rata-rata APM SMK di Kabupaten Buleleng sangat
rendah (26,69%), hanya satu kecamatan yakni Kecamatan Buleleng yang APM
nya mencapai angka di atas 50% yakni 85,67%, selebihnya berada di bawah
50%, bahkan di Kecamatan Banjar APM nya nihil (()%). Hal ini tentu
menimbulkan tanda tanya besar dan penting untuk dilakukan pendalaman agar
dapat diketahui faktor penyebabnya sekaligus ditentukan solusinya. Mengingat
SMK merupakan sekolah alternatif yang mencetak siswa memiliki
keterampilan tertentu sehingga menjadi tenaga kerja siap pakai. Ditinjau dari
perspektif gender tampak terjadi ketimpangan pada siswa perempuan dan ini
terjadi di semua kecamatan. Tetapi kesenjangan initidak terlalu menjolok
dengan perbandingan 28,99 L : 24,20 P. Mengapa hal ini terjadi tentu perlu
dikaji secara mendalam melalui penelitian.
Tabel 4.4 Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SMK menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P Rata-rataBanjar 0.00% 0.00% 0.00%Buleleng 100.14% 71.19% 85.67%Busungbiu 6.32% 4.73% 5.53%Gerokgak 25.53% 20.00% 22.76%Kubutambahan 12.44% 38.33% 25.39%Sawan 22.52% 16.68% 19.60%Seririt 44.10% 35.95% 40.02%Sukasada 26.23% 16.72% 21.47%Tejakula 23.60% 15.96% 19.78%
Rata-rata 28.99% 24.40% 26.69%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
30
Untuk melihat gambaran umum kondisi APM tingkat SD, SMP, SMA
dan SMK di Kabupaten Buleleng disajikan pada grafik 4.1. Berdasarkan data
yang tercantum pada gambar 4.1 dapat dipahami sebagai berikut APM di
Kabupaten Buleleng pada jenjang pendidikan SD, SMP SMA dan SMK masih
di bawah 100%. Rata-rata APM yang masih di bawah 100 pada dua jenjang
pendidikan pada masing-masing kecamatan di Kabupeten Buleleng, perlu
dikaji secara lebih mendalam mengenai penyebab rendahnya APM tersebut.
Berdasarkan hasil kajian itu, sangat dimungkinkan untuk merumuskan
alternatif pemecahannya secara lebih tepat, sehingga dapat memberikan hasil
secara lebih baik.
Dari segi perspektif gender, tampak masih dijumpai perbedaan atau
kesenjangan gender pada semua jenjang pendidikan. Kesenjangan gender
APM yang paling tipis atau cukup berimbang terjadi di tingkat SD dan SMP
Sedangkan kesenjangan gender APM tingkat SMA dan SMK tampak masih
cukup signifikan.
Gambar: 4.1 Rata-rata Persentase Angka Partisipasi Murni SD-SMK dan jenis kelamin di Kabupaten Buleleng Tahun 2016
SD SMP SMA SMK-15
525456585
105125
87.7272.35
41.8328.99
83.4971.64
36.4424.4
LK-LKPRP
Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buleleng, 2016
4.2 Angka Partisipasi Kasar (APK)
Indikator lain yang dipakai untuk mengukur partisipasi penduduk di
bidang pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK). APK biasanya
31
digunakan untuk melihat gambaran mengenai kondisi siswa/murid pada suatu
jenjang pendidikan tertentu, tanpa memperhatikan usia mereka. APK tingkat
SD sebagai contoh, dihitung dengan rumus jumlah penduduk yang bersekolah
di SD dibagi dengan jumlah penduduk usia 7 s.d 12 tahun dikalikan 100. APK
pada berbagai jenjang pendidikan diKabupaten Buleleng, akan diuraikan
sebagai berikut.
4.2.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD
Angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan SD seperti terpapar
pada Tabel 4.5. Pada Tabel 4.5 tergambar bahwa secara umum rata-rata APK
pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Buleleng selama 2 tahun terakhir
sedikit (0,94%) mengalami penurunan yaitu dari 97,50% (2015) menjadi
96,56% (2016). Data perkecamatan menunjukkan hal yang cukup
menggembirakan dimana tiga kecamatan (Kubutambahan, Sawan dan
Tejakula) dengan angka APK di atas 100.%, yang terendah ada di Kecamatan
Seririt dengan rata-rata APK 91,50%
Ditinjau dari perspektif gender pada jenjang pendidikan SD, baik tahun
2015, maupun 2016 perbandingan APK antara laki-laki dan perempuan masih
terjadi sedikit kesenjangan dalam artian APK anak laki-laki masih lebih tinggi
jumlahnya dibandingkan APK anak perempuan. Namun secara umum
perbedaan ini tidak terlalu menjolok, artinya dalam konteks ini sudah hampir
terjadi kesetaraan gender.
32
Tabel 4.5 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD, menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Rata-rata L P Rata-rata
Banjar 98.12% 91.18% 94.65% 98.88% 91.07% 94.97%
Buleleng 102.14% 91.85% 96.99% 101.11% 90.87% 95.99%
Busungbiu 95.93% 86.92% 91.42% 98.56% 89.85% 94.20%
Gerokgak 87.57% 81.73% 84.65% 88.97% 84.24% 86.60%
Kubutambahan 107.10% 105.54% 106.32% 108.65% 107.21% 107.93%
Sawan 103.22% 93.56% 98.39% 105.65% 96.19% 100.92%
Seririt 95.14% 87.00% 91.07% 96.03% 86.97% 91.50%
Sukasada 98.19% 88.66% 93.43% 99.64% 89.81% 94.72%
Tejakula 121.78% 119.34% 120.56% 104.03% 100.27% 102.15%
Rata-rata 101.02% 93.97% 97.50% 100.17% 92.94% 96.56%
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
4.2.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMP
Angka partisipasi kasar (APK) pada jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) seperti tampak pada tabel 4.6. Pada tabel ini
tampak bahwa angka APK cukup variatif baik antar-kecamatan maupun antar-
gender. Secara umum rata-rata APK SMP di Kabupaten Buleleng 2 tahun
terakhir ini sedikit mengalami penurunan, yaitu 93,44% (2015) dan 92,10%
(2016).
APK di Kabupaten Buleleng cukup menggembirakan. Ada 2 kecamatan
yang mengalami kenaikan rata-rata APK. Kecamatan Buleleng dan Kecamatan
Kubutambahan mencapai rata-rata di atas 100%. Sementara itu, di dua
kecamatan terutama Kecamatan Sukasada dan Seririt APKnya masih di bawah
angka 75% baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
Jika dibandingkan rata-rata APK laki-laki jumlahnya lebih tinggi
daripada APK perempuan dan ini terjadi, baik tahun 2015, maupun 2015 . Ini
berarti secara umum rata-rata APK SMP belum menunjukkan kesetaraan
gender, namun kesenjangan ini tidak terlalu menjolok. Hal lain juga masih
33
kurang menggembirakan adalah terjadi sedikit penurunan (1,34%) APK dari
tahun 2015 ke 2016.
Tabel 4.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMP, menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Rata-rata L P Rata-rataBanjar 108.60% 104.29% 106.44% 109.17% 106.96% 108.07%Buleleng 120.83% 109.03% 114.93% 120.96% 109.47% 115.21%Busungbiu 105.17% 92.39% 98.78% 103.90% 92.83% 98.37%Gerokgak 75.24% 71.13% 73.19% 74.57% 71.91% 73.24%Kubutambahan 99.42% 98.30% 98.86% 101.50% 101.48% 101.49%Sawan 98.71% 88.21% 93.46% 96.55% 85.96% 91.25%Seririt 85.67% 73.21% 79.44% 86.94% 72.90% 79.92%Sukasada 66.58% 63.32% 64.95% 67.15% 63.86% 65.51%Tejakula 111.20% 110.60% 110.90% 96.66% 94.95% 95.80%
Rata-rata 96.83% 90.05% 93.44% 95.27% 88.93% 92.10%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
4.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMA
APK pada jenjang pendidikan SMA jumlahnya hampir seimbang, baik
dilihat secara gender maunpun data perkecamatan. Hal ini secara rinci
dipaparkan pada Tabel 4.7. Dari tabel ini tergambar bahwa secara umum
rata-rata angka partisipasi kasar di tingkat SMA terjadi sedikit penurunan
yakni 0,7% tahun 2016 dibandingkan tahun sebelumnya. Begitu juga rata-rata
APK SMA sangat memprihatinkan karena secara umum belum mencapai
angka 50%, baik tahun 2015 maupun tahun 2016. Jika dilihat data per
kecamatan tampak hanya di Kecamatan Buleleng dan Busungbiu yang
mencapai rata-rata APK di atas 50%. Selebihnya masih di bawah 50% bahkan
di Kecamatan Sukasada rata-rata APK SMA hanya tercapai angka 17,88%
(2015) dan 17,87% (2016).
Selanjutnya jika dilihat dari perspektif gender APK perempuan masih
lebih rendah dibandingkan APK laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa akses
anak perempuan ke pendidikan SMA masih lebih terbatas dibandingkan akses
anak laki-laki. Ada kecenderungan semakin tinggi jenjang pendidikan maka
partisipasi perempuan semakin rendah. Hal lain juga masih kurang
34
menggembirakan adalah terjadi sedikit penurunan (1,34%) APK dari tahun
2015 ke 2016.
Tabel 4.7 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMA, menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Rata-rata L P Rata-rataBanjar 41.41% 34.02% 37.72% 43.83% 36.64% 40.23%Buleleng 79.37% 74.48% 76.93% 82.11% 77.69% 79.90%Busungbiu 55.97% 59.21% 57.59% 58.17% 45.11% 51.64%Gerokgak 28.92% 27.14% 28.03% 28.50% 27.16% 27.83%Kubutambahan 46.64% 47.94% 47.29% 48.60% 47.83% 48.21%Sawan 29.96% 21.52% 25.74% 29.16% 22.77% 25.96%Seririt 35.36% 31.81% 33.59% 36.72% 33.73% 35.22%Sukasada 20.24% 15.51% 17.88% 18.97% 16.77% 17.87%Tejakula 43.73% 38.41% 41.07% 40.58% 36.18% 38.38%
Rata-rata 42.40% 38.89% 40.65% 42.96% 38.21% 40.58%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
4.2.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMK
Jika dicermati tabel 4.8 di bawah tampaknya rata-rata APK pada jenjang
pendidikan SMK dan SMA di Kabupaten Buleleng tidak terlalu jauh
perbedaannya, APK SMK bahkan cenderung lebih memprihatinkan. Namun
ada hal yang menggembirakan dimana secra umum rata-rata jumlah APK
mengalami sedikit kenaikan sebanyak 3,90% dari tahun 2015 ke 2016. Data
perkecamatan menunjukkan hanya Kecamatan Buleleng yang mencapai rata-
rata APK di atas 50% yakni 87,74%, dan selebihnya di bawah 50%.
Dari perspektif gender rata-rata APK SMK hampir sama dengan jenjang
pendidikan lainnya laki-laki jumlahnya lebih tinggi daripada APK perempuan.
Ini berarti secara umum rata-rata APK SMK belum menunjukkan kesetaraan
gender, namun kesenjangan ini tidak terlalu menjolok.
Tabel 4.8 Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SMK, menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
35
Kecamatan2015 2016
L P Rata-rata L P Rata-rata
Banjar 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%Buleleng 100.10% 71.47% 85.79% 103.85% 71.62% 87.74%Busungbiu 6.37% 4.90% 5.63% 14.18% 9.08% 11.63%Gerokgak 25.16% 19.84% 22.50% 31.66% 25.71% 28.69%Kubutambahan 12.31% 38.41% 25.36% 14.59% 44.57% 29.58%Sawan 22.40% 16.99% 19.70% 27.01% 21.63% 24.32%Seririt 44.15% 35.84% 39.99% 47.55% 40.70% 44.12%Sukasada 25.88% 16.56% 21.22% 31.60% 26.19% 28.89%Tejakula 27.75% 18.82% 23.29% 30.37% 24.84% 27.60%
Rata-rata 29.35% 24.76% 27.05% 33.42% 29.37% 31.40%Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Jika digambarkan secara umum perbandingan APK anak laki-laki dan
perempuan berdasarkan jenjang pendidikan pada tahun 2016 dapat dilihat
seperti pada grafik berikut ini.
Gambar: 4.2 Persentase Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan dan jenis kelamin di Kaupaten Buleleng Tahun 2016
SD SMP SMA SMK0
20
40
60
80
100
120100.17
95.27
42.9633.42
92.94
88.93
38.21 29.37
LK-LKPRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buleleng, 2016
36
Dari data yang tertuang pada gambar 4.2 dapat diketahui beberapa
hal penting sebagai berikut. APK tingkat SD tahun 2016 sudah mencapai lebih
dari 100% terutama untuk siswa laki-laki sementara untuk perempuan masih
di bawah 100%,. Dalam hal ini kesenjangan gender tidak terlalu menonjol.
Pada semua jenjang pendidikan. Hal ini menu njukkan bahwa di bidang
pendidikan Kabupaten Buleleng sudah tidak terjadi kesenjangan gender yang
terlalu menonjol.
4.3 Jumlah Siswa
4.3.1 Jumlah Siswa TK
Taman kanak-kanak atau disingkat TK adalah jenjang pendidikan anak
usia dini, yaitu usia sampai 6 tahun. Usia anak masuk TK adalah 4-5 tahun dan
menyelesaikan pendidikan di usia 6. Jenjang pendidikan di TK adalah TK 0
Kecil (TK Kecil) dan TK 0 Besar (TK Besar). Pada umumnya para orang tua
zaman sekarang terutama di daerah perkotaan telah memiliki kesadaran dan
partisipasi yang sangat tinggi untuk menyekolahkan anak-anaknya di TK.
Jumlah anak-anak TK di Kabupaten Buleleng tahun 2016 dapat dilihat padat
Tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.9 Jumlah Siswa Taman Kanak-Kanak menurut Kecamatan di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P Rata-rataBanjar 93 87 90Buleleng 627 630 629Busungbiu 104 109 107Gerokgak 126 123 125Kubutambahan 132 135 134Sawan 163 127 145Seririt 169 155 162Sukasada 277 239 258Tejakula 107 92 100
Rata-rata 200 189 194Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Tabel 4.9 di atas menggambarkan secara keseluruhan rata-rata jumlah
siswa TK di Kabupaten Buleleng sebanyak 194 orang. Siswa TK ini tersebar di
seluruh kecamatan di Kabupaten Buleleng, dan rata-rata tertinggi ada di
37
Kecamatan Buleleng yakni sebanyak 629 orang, dan terendah di Kecamatan
Tejakula yaitu 100 orang. Dari perspektif gender tampaknya masih terjadi
kesenjangan karena secara keseluruhan rata-rata siswa TK laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan siswa TK perempuan dengan perbandingan
200 : 189. Apakah itu artinya memang jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan atau karena sebab lain tentu perlu
pendalaman lagi.
Ada satu hal penting yang mesti diperhatikan dalam kaitan dengan
Sekolah Taman Kanak-kanak, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran. Sistem
pembelajaran di TK tidak jauh berbeda dengan di SD, SMP, SMA, yaitu
menekankan kecerdasan intelektualitas. Padahal berdasarkan kurikulum TK,
pendidikan dan pengajaran di TK seharusnya yang lebih ditekankan adalah
pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut. (Id.wikipedia.org/../Taman_kanak-kanak). Kedua, yang perlu
dipikirkan dan ditindaklanjuti adalah memberikan porsi pembelajaran yang
berimbang antara bidang sosial dengan bidang sain. Pembelajaran sosial
seperti bagaimana anak-anak bisa berbagi makanan atau cerita, berterima
kasih, bertenggang rasa, bermain dan makan bersama, dan lain-lain sangat
penting dalam pembentukan karakter. Dengan demikian anak-anak sejak dini
telah belajar tentang nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, dapat
mengemukakan pendapat, menghargai barang dan atau orang lain.
4.3.2 Jumlah Siswa SD
Siswa adalah anak usia sekolah yang berpartisipasi aktif mengikuti
pendidikan formal persekolahan sesuai dengan penjenjangan yang
diberlakukan oleh pemerintah. Usia siswa SD umumnya berkisar antara 6 atau
7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Jumlah siswa SD di Kabupaten Buleleng
tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Jumlah Siswa SD berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
38
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P JumlahBanjar 3,891 3,685 7,576 3,868 3,631 7,499Buleleng 7,607 6,911 14,518 7,496 6,806 14,302Busungbiu 2,187 2,008 4,195 2,193 2,026 4,219Gerokgak 4,072 3,773 7,845 4,079 3,834 7,913Kubutambahan 3,342 3,213 6,555 3,351 3,226 6,577Sawan 3,413 3,174 6,587 3,461 3,233 6,694Seririt 3,745 3,556 7,301 3,741 3,512 7,253Sukasada 4,164 3,795 7,959 4,155 3,780 7,935Tejakula 3,158 3,019 6,177 3,148 2,960 6,108
Jumlah 35,579 33,134 68,713 35,492 33,008 68,500Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Tabel 4.10 yang dikutip dari Disdikpora Kabupaten Buleleng
menggambarkan secara umum terjadi sedikit penurunan (213 Orang) jumlah
siswa SD yakni dari tahun 2015 sebanyak 68.713 orang pada tahun 2015
menjadi 68.500 orang tahun 2016. Ini mengindikasikan terjadinya
peningkatan jumlah penduduk usia sekolah di Denpasar. Persebaran siswa SD
di semua kecamatan di Kabupaten Buleleng ini dan terbanyak ada di
Kecamatan Buleleng yaitu 14.302 orang dan terendah di Kecamatan
Busungbiu yakni sebanyak 4.219 orang.
Ditinjau dari perspektif gender, baik tahun 2015 maupun 2016 siswa
SD di Kabupaten Buleleng didominasi oleh siswa laki-laki. Hal ini bisa diartikan
bahwa terjadi kesenjangan gender, yang masih perlu dicari factor
penyebabnya dan dicarikan solusi yang tepat.
4.3.3 Jumlah Siswa SMP
Berbeda halnya dengan siswa pada jenjang pendidikan SD, tampaknya,
jumlah siswa SMP di Kabupaten Buleleng tahun 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara rinci jumlah siswa SMP di Denpasar
seperti terpapar pada Tabel 4.11 berikut ini.
39
Tabel 4.11 Jumlah Siswa SMP berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P JumlahBanjar 2,160 2,114 4,274 2,168 2,165 4,333Buleleng 4,514 4,115 8,629 4,553 4,163 8,716Busungbiu 1,203 1,071 2,274 1,174 1,063 2,237Gerokgak 1,755 1,647 3,402 1,736 1,662 3,398Kubutambahan 1,556 1,501 3,057 1,589 1,550 3,139Sawan 1,637 1,501 3,138 1,606 1,467 3,073Seririt 1,691 1,498 3,189 1,720 1,495 3,215Sukasada 1,416 1,359 2,775 1,422 1,365 2,787Tejakula 1,446 1,403 2,849 1,485 1,423 2,908
Jumlah 17,378 16,209 33,587 17,45316,35
3 33,806Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Dari tabel ini tampak bahwa jumlah siswa tahun 2015, 33.587 orang
dan meningkat menjadi 33.806 orang pada tahun 2016. Tidak jauh berbeda
dengan jumlah siswa pada jenjang pendidikan lainnya di mana jumah siswa
SMP tertinggi masih tetap ditemukan di Kecamatan Buleleng yaitu sebanyak
8.716 orang, dan terendah ada di Kecamatan Busungbiu yaitu 2.237 orang.
Jika dilihat dari perspektif Gender secara umum, baik tahun 2015
maupun 2016 tampaknya jumlah siswa laki-laki sedikit lebih banyak daripada
siswa perempuan. Oleh karena itu pada jenjang pendidikan ini dapat
dikatakan sudah terjadi kesetaraan gender.
4.3.4 Jumlah Siswa SMA
Semakin tinggi jenjang pendidikan biasanya jumlah siswa akan
semakin menurun, hal ini terjadi pula di Kabupaten Buleleng dibandingkan
dengan jumlah siswa SD dan SMP. Secara rinci kondisi siswa SMA di
Kabupaten Buleleng seperti terlihat pada Tabel 4.12 berikut ini.
40
Tabel 4.12 Jumlah Siswa SMA berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar 769 644 1,413 804 685 1,489
Buleleng 2,769 2,625 5,394 2,855 2,729 5,584
Busungbiu 598 461 1,059 607 477 1,084
Gerokgak 630 587 1,217 613 580 1,193
Kubutambahan 682 684 1,366 703 675 1,378
Sawan 464 342 806 448 359 807
Seririt 652 608 1,260 671 639 1,310
Sukasada 402 311 713 371 331 702
Tejakula 531 455 986 576 501 1,077
Jumlah 7,497 6,717 14,214 7,648 6,976 14,624
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Dari tabel 4.12 tampak bahwa secara umum terjadi peningkatan
jumlah siswa SMA sebanyak 383 orang pada tahun 2016 dibandingkan dengan
tahan sebelumnya, dan ini mengindikasikan terjadi pertambahan penduduk
usia sekolah. Secara keseluruhan jumlah siswa SMA pada tahun 2016 adalah
14.624 orang terdiri dari laki-laki 7.648 orang dan perempuan 6.976 orang.
Jumlah siswa tertinggi (5.584 orang) ada di Kecamatan Buleleng, dan terendah
(702 orang) di Kecamatan Sukasada.
Dikaji dari perspektif gender masih sama dengan jenjang pendidikan
sebelumnya terjadi kesenjangan.
4.3.5 Jumlah Siswa SMK
Tampaknya tidak jauh berbeda dengan kondisi siswa di SMA, pada
siswa SMK juga terjadi kesenjangan gender karena masih didominasi oleh
siswa laki-laki, baik tahun 2015, maupun tahun 2016. Secara umum Jumlah
siswa SMK mengalami kenaikan tahun 2016 jumlahnya sekitar 1.388 orang
dibandingkan jumlah siswa tahun 2015. Secara rinci jumlah siswa SMK tahun
2015 dan 2016 seperti terpapar pada tabel berikut.
41
Tabel 4.13 Jumlah Siswa SMK berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar -
-
-
-
-
-
Buleleng 3,492 2,519 6,011 3,611 2,516 6,127Busungbiu 68 53 121 148 96 244Gerokgak 548 429 977 681 549 1,230Kubutambahan 180 548 728 211 629 840Sawan 347 270 617 415 341 756Seririt 814 685 1,499 869 771 1,640Sukasada 514 332 846 618 517 1,135Tejakula 337 223 560 431 344 775
Jumlah 6,300 5,059 11,359 6,984 5,763 12,747Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Ada yang menarik pada sajian data tabel 4.12 dimana di Kecamatan
Banjar selama 2 tahun berturut-turut (2015 dan 2016) tidak ada satu orang
pun alias nihil peminat siswa yang bersekolah di SMK, entah apa yang terjadi
apakah sekolahnya jauh atau sebab lain tentu perlu didalami lagi. Sedangkan
jumlah siswa SMK tertinggi masih tetap berada di Kecamatan Tejakula.
Ada dua hal yang dapat digaris bawahi dari data di atas. Pertama,
tingkat kesadaran penduduk semakin tinggi untuk memilih sekolah kejuruan.
Hal-hal yang ditengarai sebagai alasanya adalah (1) mereka tidak ingin
melanjutkan ke perguruan tinggi nantinya, (2) ingin mendapatkan skill agar
segera setelah tamat dapat bekerja, (3) belajar sambil menyalurkan hobi, dan
lain-lain. Menyikapi hal ini, para pihak terkait harus lebih memperhatikan dan
mendorong SMK-SMK untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan
memberi fasilitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dengan demikian
kualitas out-put SMK dapat ditingkatkan dan pada gilirannya mampu bersaing
di pasaran kerja lokal, nasional, dan internasional. Kedua, animo anak laki-laki
untuk mengikuti pendidikan di sekolah kejuruan sangat tinggi. Suatu hal yang
patut disyukuri di tengah masyarakat yang menganut sistem patrilineal
(purusa). Secara umum perbandingan persentase siswa laki-laki dan perempuan
dari jenjang pendidikan SD – SMA/SMK seperti terlihat pada gambar berikut.
42
Gambar: 4.3 Persentase Siswa SD- SMA/SMK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng tahun 2016
SD SMP SMA SMK0
10203040506070 51.8 51.6 52.3 54.848.2 48.4 47.7 45.2
LK-LK
PRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buleleng, 2016
Dari gambar di atas tampak bahwa kesenjangan gender di dunia pendidikan
terutama pada akses dan pemerataan hanya kelihatan agak menonjol pada
jenjang pendidikan SMK. Sementara pada jenjang pendidikan lainnya hampir
sudah menunjukkan kesetaraan.
4.4 Siswa Putus Sekolah
Sudah bisa dipastikan bahwa di semua daerah termasuk di Kabupaten
Buleleng tidak semua siswa dapat menyelesaikan pendidikan dengan lancar
dan sukses. Ternyata ada juga siswa yang mengalami nasib kurang beruntung,
yakni putus sekolah (drop out). Siswa putus sekolah adalah siswa yang tidak
bisa menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat terakhir pada jenjang
pendidikan tertentu, yakni jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA. Penyebab
putus sekolah yang dialami oleh sejumlah siswa di antaranya kesulitan
ekonomi rumah tangga (hidup di bawah garis kemiskinan), kurangnya
kesadaran peserta didik dan kurangnya perhatian orang tua siswa atau
peserta didik. Data mengenai angka putus sekolah di Kabupaten Buleleng
pada tahun 2016 akan dijelaskan pada uraian berikut.
4.4.1 Angka Putus Sekolah SD
Sesuai dengan laporan dari Disdikpora Kabupaten Buleleng siswa SD
yang putus sekolah tahun 2016 secara keseluruhan cukup tinggi yakni
43
mencapai angka 16 orang. Lebih rinci hal ini dijelaskan pada tabel 4.14
berikut.
Tabel 4.14 Jumlah Siswa SD Putus Sekolah menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P JumlahBanjar - - -Buleleng - - -Busungbiu - - -Gerokgak - - -Kubutambahan 5 2 7Sawan - 1 1Seririt 1 - 1Sukasada - 2 2Tejakula - - -
Jumlah 6 5 11Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
Data pada tabel 4.14 tersebut menunjukkan bahwa angka putus sekolah
di Kabupaten Buleleng tersebar di empat kecamatan ( Kubutamabahan,
Sawan, Seririrt, dan Sukasada), terbanyak ada di Kecamatan Kubutamabahan
yakni sebanyak 7 orang. Jumlah siswa SD yang putus sekolah hampir
berimbang antara siswa laki-laki dan perempuan. Tingginya angka putus
sekolah siswa SD ini sangat penting untuk mendapat penanganan secara lebih
serius oleh pihak-pihak terkait agar angkanya bisa ditekan bahkan kalau bisa
dihilangkan sama sekali.
4.4.2 Angka Putus Sekolah SMP
Jumlah siswa SMP putus sekolah di Kabupaten Buleleng tahun 2016
sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak jumlah siswa putus sekolah secara
keseluruhan mencapai angka sangat tinggi yaitu 208 orang. Secara rinci angka
siswa SMP putus sekolah di Kabupaten Buleleng tahun 2016 disajikan pada
tabel 4.15 berikut.
Tabel 4.15 Jumlah Siswa SMP Putus Sekolah menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
44
Banjar 28 10 38Buleleng - 1 1Busungbiu 3 2 5Gerokgak 12 9 21Kubutambahan 2 3 5Sawan 9 8 17Seririt 1 2 3Sukasada 6 3 9Tejakula 64 45 109Jumlah 125 83 208
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng,2016
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa angka putus sekolah siswa
SMP di Kabupaten Buleleng tersebar di seluruh kecamatan, dan terbanyak
ada di Kecamatan Tejakula yakni sebanyak 109 orang, dan terkecil (1 orang) di
Kecamatan Buleleng . Secara gender dapat dikatakan kondisi siswa SMP putus
sekolah sangat timpang karena perbandingan Jumlah siswa laki-laki dan
perempuan sangat tinggi yaitu 125 L: 83 P. Tingginya angka putus sekolah
siswa SMP tentu sangat penting untuk dicari factor penyebabnya melalui
penelitian yang lebih mendalam, dan selanjutnya dicarikan solusi yang tepat.
4.4.3 Angka Putus Sekolah SMA
Data pada tabel 4.16 di bawah ini menggambarkan bahwa keseceluhan
ruhan siswa SMA di Kabupaten Buleleng mengalami putus sekolah juga cukup
tinggi yaitu sebanyak 27 orang. Secara rinci hal ini dipaparkan pada tabel 4.16
berikut.
Table 4.16 Jumlah Siswa SMA Putus Sekolah menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P Jumlah
45
Banjar 3 4 7Buleleng 2 - 2Busungbiu - - -Gerokgak - - -Kubutambahan - - -Sawan - - -Seririt 7 6 13Sukasada - - -Tejakula 3 2 5Jumlah 15 12 27
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Tabel di atas menunjukkan siswa SMA putus sekolah ini tersebar di 4
kecamatan di Buleleng (Banjar, Buleleng, Seririt, dan Tejakula). Angka putus
sekolah tertinggi dialami oleh siswa yang bertempat tinggal di Kecamatan
Seririt (13 orang) dan terendah di Kecamatan Buleleng (2 orang). Dari
perspektif gender masih tetap mengindikasikan adanya ketimpangan yang
dialami oleh siswa laki-laki, yang masih perlu dicari factor penyebabanya
untuk menentukan solusi yang tepat.
4.4.4 Angka Putus Sekolah SMK
Tidak jauh berbeda, angka putus sekolah pada jenjang SMK di
Kabupaten Buleleng tahun 2016 juga cukup tinggi yaitu 30 orang. Hal ini
tampak jelas pada tabel 4.17 berikut.
Tabel 4.17 Jumlah Siswa SMK Putus Sekolah menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2016
Kecamatan2016
L P JumlahBanjar - - -
46
Buleleng 5 5 10Busungbiu - 1 1Gerokgak - 2 2Kubutambahan 4 6 10Sawan 1 2 3Seririt - 1 1Sukasada - - -Tejakula 2 1 3
Jumlah 12 18 30Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Data dari Disdikpora Kab. Buleleng tahun 2016 menegaskan bahwa hanya ada
satu kecamatan yaitu Sukasada yang tidak ditemukan siswa putus sekolah.
Siswa putus sekolah tertinggi ditemukan di dua kecamatan (Buleleng dan
Kubutambahan), masing-masing 10 orang, dan terendah ada di dua
kecamatan ( Busungbiu, dan Seririt ), masing-masing 1 orang.
Ditinjau dari perspektif gender tampak kondisi yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya, dimana angka putus
sekolah didominasi oleh siswa perempuan dengan perbandingan 12 L : 18 P.
Hal ini mengindikasikan terjadi kesensangan tapi tidak terlalu menjolok.
Namun demikian tetap sebaiknya dicari factor penyebabnya, apakah karena
perempuan merasa kurang mampu, kurang senang, kurang cocok di SMK yang
mereka pilih ataukah karena factor lainnya,
Gambar: 4.4 Angka Putus Sekolah Siswa SD- SMA/SMK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng tahun 2016
47
SD SMP SMA SMK0
10
20
30
40
50
60
70
6
125
15125
83
1218
LK-LKPRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buleleng, 2016
4.5 Keberadaan Guru
Dari zaman ke zaman peran guru dalam proses pembelajaran sangat
penting. Hal ini bisa dibuktikan dari ilustrasi berikut.
“Segera setelah perang dunia kedua berakhir, di Jepang telah diadakan
suatu sidang tingkat tinggi yang dihadiri oleh para petinggi negeri Sakura
itu, yang dipimpin langsung oleh Kaisar Jepang. Dalam sidang tersebut,
pertama kali Kaisar Jepang menanyakan kepada peserta sidang,
berapakah jumlah guru yang masih hidup? Mendengar pertanyaan ini,
spontan saja peserta mengajukan pertanyaan balik kepada Kaisar.
Mengapa Kaisar menanyakan jumlah guru yang masih hidup dan
mengapa tidak menanyakan jumlah anggota pasukan tempur yang
masih hidup atau jumlah anggota pasukan tempur yang mengalami
korban jiwa akibat perang? Hal ini saya tanyakan paling awal, karena
maju mundurnya negeri ditentukan oleh maju mundurnya kualitas hasil
pendidikan atau kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya
manusia yang tinggi, banyak ditentukan oleh guru yang jumlah dan
mutunya memadai. Jika kualitas sumber daya manusia yang bermutu
tinggi dapat diciptakan bagi seluruh rakyat Jepang, maka pembangunan
apa saja di negeri ini akan sukses, termasuk pembangunan militer,
pertahanan dan keamanan “.
48
Demikianlah jawaban Kaisar Jepang, yang akhirnya direspon baik dan
diapresiasi oleh seluruh peserta sidang.
Begitu pula dalam Era Globalisasi, dimana teknologi komputer yang
berkembang dengan pesat menggantikan sebagian pekerjaan manusia.
Namun kedudukan guru tidak dapat digantikan dengan media lain. Hal ini
menunjukkan bahwa peran guru tetap diperlukan dalam keadaan apapun.
Mengenai jumlah guru dari semua tingkatan pendidikan di Kabupaten
Buleleng dibahas pada uraian berikut.
4.5.1 Jumlah Guru SD
Dalam dunia pendidikan, keberadaan (eksistensi) guru secara kuantitas
dan kualitas, memegang peranan penting. Kualitas peserta didik, banyak
ditentukan oleh guru melalui peranan yang harus dijalankannya. Betapa besar
dan pentingnya peranan guru dalam dunia pendidikan itu. Berikut akan
dijelaskan jumlah guru SD di Kabupaten Bulelang
Tabel 4.18 Jumlah Guru SD berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar 274 233 507 273 236 509
Buleleng 311 618 929 294 596 890
Busungbiu 213 159 372 210 164 374
Gerokgak 206 186 392 208 192 400
Kubutambahan 215 168 383 226 182 408
Sawan 208 226 434 208 241 449
Seririt 246 226 472 237 241 478
Sukasada 297 260 557 299 262 561
Tejakula 178 183 361 180 191 371
Jumlah 2,148 2,259 4,407 2,135 2,305 4,440
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng
Data pada tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa jumlah guru SD di
Kabupaten Buleleng selama 2 tahun terakhir mengalami sedikit peningkatan
49
(33 orang) yakni dari 4.407 orang tahun 2015 menjadi 4.440 orang tahun
2016. Jumlah guru paling banyak (890 orang) ada di Kecamatan Buleleng, dan
paling sedikit (371 orang) ada di Kecamatan Tejakula.
Jika dikaji secara gender, baik tahun 2015 maupun 2016 tampak
jumlah guru perempuan jauh lebih banyak dibandingkan guru laki-laki. Kondisi
ini mengindikasikan belum terjadi keseimbangan gender. Anggapan tentang
perempuan lebih pantas menjadi guru karena sesuai dengan peran gendernya
tampaknya sesuai dengan fenomena ini.
4.5.2 Jumlah Guru SMP
Kodisi yang berbeda tampaknya terjadi pada keberadaan guru SMP di
Kabupaten Buleleng. Sesuai dengan yang terpapar pada tabel 4.19 berikut
bahwa secara umum jumlah guru SMP di Kabupaten Buleleng selama 2 tahun
tarakhir sedikit mengalami penurunan (11 orang), yakni tahun 2015
berjumlah 1947 orang, kemudian menurun menjadi 1936 orang tahun 2016.
Penyebaran guru SMP yang ada di seluruh Kabupaten Buleleng terbanyak
(529 orang) berada di Kecamatan Buleleng dan terkecil (119 orang) ada di
Kecamatan Busungbiu.
Dari perspektif gender, proporsinya sudah mulai bergeser
dibandingkan dengan guru SD, baik tahun 2015 maupun 2016 tampak jumlah
guru laki-laki lebih banyak dibandingkan guru perempuan. Kondisi ini juga
mengindikasikan belum terjadi keseimbangan gender.
Tabel 4.19 Jumlah Guru SMP berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
50
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar 140 99 239 127 104 231
Buleleng 216 315 531 217 312 529
Busungbiu 91 34 125 86 33 119
Gerokgak 101 69 170 103 70 173
Kubutambahan 118 77 195 114 77 191
Sawan 114 86 200 108 88 196
Seririt 90 80 170 88 85 173
Sukasada 95 94 189 91 97 188
Tejakula 83 45 128 83 53 136
Jumlah 1,048 899 1,947 1,017 919 1,936
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng,2016
4.5.3 Jumlah Guru SMA
Keberadaan guru SMA di Kabupaten Buleleng tahun 2015 dan 2016
secara rinci disajikan pada tabel 4.20 berikut.
Tabel 4.20 Jumlah Guru SMA berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L PJumla
hL P Jumlah
Banjar 61 29 90 62 28 90Buleleng 221 189 410 200 186 386Busungbiu 47 29 76 49 31 80Gerokgak 38 39 77 38 44 82Kubutambahan 62 43 105 61 43 104Sawan 42 28 70 42 27 69Seririt 57 24 81 55 26 81Sukasada 41 26 67 38 29 67Tejakula 50 28 78 48 29 77
Jumlah 619 435 1,054 593 443 1,036Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
51
Mencermati tabel 4.20 di atas tampaknya juga terjadi sedikit
penurunan (18 orang) jumlah guru SMA di Kabupaten Buleleng selama dua
tahun terakhir. Pada tahun 2015 jumlah guru SMA sebanyak 1.054 orang,
sedangkan tahun 2016 menurun menjadi 1.036 orang. Penurunan jumlah
guru ini terjadi hampir di seluruh kecamatan, kecuali di 3 kecamatan (Banjar,
Seririt, dan Sukasada) jumlahnya stabil. Jumlah guru SMA terbanyak ada di
Kecamatan Buleleng (386 orang) dan terkecil (67 orang) di Kecamatan
Sukasada. Ditinjau dari perspektif gender tampak terjadi ketimpangan pada
guru perempuan karena guru SMA didominasi oleh guru laki-laki yakni dengan
perbandingan 593 laki-laki : 443 perempuan. .
4.5.4 Jumlah Guru SMK
Di antara semua jenjang pendidikan yang ada di Kabupaten Buleleng,
guru SMK adalah yang paling sedikit jumlahnya, dan hal ini sesuai dengan
jumlah siswa SMK yang ada. Secara terperinci jumlah guru SMK di Kabupaten
Buleleng tahun 2015 dan 2016 disajikan pada tabel 4.21 berikut.
Tabel 4.21 Jumlah Guru SMK berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten
Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar - - - - - -Buleleng 234 246 480 223 238 461
Busungbiu 7 3 10 11 11 22Gerokgak 19 21 40 38 25 63
Kubutambahan 41 26 67 41 30 71Sawan 17 23 40 22 26 48Seririt 56 68 124 54 66 120
Sukasada 56 40 96 58 49 107Tejakula 27 22 49 24 23 47Jumlah 457 449 906 471 468 939
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
Tabel 4.21 di atas menegaskan bahwa terjadi kenaikan yang cukup
signifikan yakni sebanyak 33 orang jumlah guru SMK di Kabupaten Buleleng.
52
Pada tahun 2015 julah guru SMK sebanyak 906 orang, sedangkan tahun 2016
mengalami peningkatan menjadi 939 orang. Kenaikan jumlah guru ini terjadi
hampir di seluruh kecamatan, kecuali di 2 kecamatan (Buleleng dan Tejakula)
terjadi sedikit penurunan, dan di Kecamatan Banjar tetap nihil guru SMK.
Jumlah guru SMK terbanyak tetap ada di Kecamatan Buleleng (461 orang) dan
terkecil (22 orang) di Kecamatan Busungbiu. Ditinjau dari perspektif gender
tampak sedikit agak timpang yakni dengan perbandingan 471 laki-laki : 468
perempuan.
Bila dibandingkan dalam jumlah persentase, maka jumlah guru di
sekolah dasar (SD), SMP, SMA, dan SMK akan tampak seperti pada grafik
berikut ini.
Grafik: 4.5 Persentase Guru SD, SMP, SMA, dan SMK Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng 2016
SD SMP SMA SMK0
10
20
30
40
50
60
7048.1 52.5
57.250.251.9
47.542.8
49.8
LK-LK
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
4.6 Guru yang Tersertifikasi
Guru yang baik adalah guru yang memenuhi persyaratan kemampuan
profesional, baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar atau pelatih. Di
sinilah arti pentingnya standar mutu profesional guru untuk menjamin proses
pembelajaran yang baik dan hasil yang bermutu dari proses tersebut. Dalam
kaitan ini, Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Guru dan Dosen
mengamanatkan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
53
sertifikat pendidik dan sehat jasmani dalam upaya mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Berdasarkan pemikiran yang terkandung di dalam amanat tersebut,
setiap guru profesional harus memiliki sertifikat pendidik.Sertifikat pendidik,
hanya diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan tertentu yang telah
digariskan dalam undang-undang tersebut. Sampai dengan tahun 2015 dan
2016, jumlah guru yang tersertifikasi pada beragam jenjang pendidikan di
Kabupaten Buleleng, dapat diketahui pada penjelasan berikut.
4.6.1 Jumlah Guru SD Yang Tersertifikasi
Untuk memahami jumlah guru SD yang sudah tersertifikasi tentu harus
dikaitkan dengan jumlah guru sebagaimana yang tertuang dalam tabel 4.18 di
atas. Secara rinci data guru SD yang tersertifikasi di Kabupaten Buleleng tahun
2015 dan 2016 diuraikan pada tabel 4.22 berikut.
Tabel 4.22 Jumlah Guru SD yang Sudah Tersertifikasi berdasarkan Jenis
Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar 172 109 281 171 116 287
Buleleng 192 398 590 186 397 583
Busungbiu 133 100 233 130 104 234
Gerokgak 117 79 196 114 79 193
Kubutambahan 121 61 182 125 67 192
Sawan 139 135 274 136 144 280
Seririt 163 122 285 159 122 281
Sukasada 174 132 306 174 130 304
Tejakula 100 87 187 98 87 185
Jumlah 1,311 1,223 2,534 1,293 1,246 2,539
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
Berdasarkan data pada Tabel 4.22 dapat diungkapkan bahwa apabila
dikaitkan dengan data yang tertuang pada Tabel 4.19, ternyata masih banyak
guru di Kabupaten Buleleng yang belum tersertifikasi. Jumlah guru SD
54
sebanyak 4.407 orang tahun 2015, yang sudah tersertifikasi sebanyak 2.534
orang (57, 50%) didominasi oleh laki-laki sebanyak 1.311 orang (51,74%).
Sedangkan tahun 2016 jumlah guru SD sebanyak 4.440 orang, yang sudah
tersertifikasi sebanyak 2.53 orang (51, 18%) didominasi oleh laki-laki sebanyak
1.293 orang (50,92%), dan perempuan 1.246 orang (49,08%).
Guru SD yang tersertifikasi tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten
Buleleng, dan terbanyak ada di Kecamatan Buleleng yaitu 583 orang dan
terendah di Kecamatan Tejakula yakni 185 orang. Dari perspektif gender hal
ini menjadi menarik untuk didalami karena jumlah guru perempuan lebih
banyak tetapi yang tersertifikasi ternyata lebih sedikit.
4.6.2 Jumlah Guru SMP Yang Tersertifikasi
Sesuai dengan data yang ditampilkan pada tabel 4.23 di bawah dapat
dikatakan bahwa secara keseluruhan jumlah guru SMP yang tersertifikasi
selama 2 tahun terakhir mengalami sedikit penurunan sebanyak 25 orang
yakni tahun 2015 sebanyak 1.227 orang dan tahun 2016 1.202 orang. Jika
dibandingkan dengan jumlah guru SMP tahun 2015 yaitu sebanyak 1947
orang (63,02%) yang sudah tersertifikasi, dan tahun 2016 dengan jumlah 1936
orang guru SMP, yang tersertifikasi sejumlah 1.202 orang (62,09%). Kondisi
ini tampaknya cukup menggembirakan karena ternyata lebih dari 50% guru
SMP sudah berhasil tersertifikasi. Guru SMP yang tersertifikasi masih tetap
terbanyak ada di Kecamatan Buleleng dan terkecil di Tejakula. Dari perspektif
gender tampak terjadi ketimpangan yang cukup menjolok pada guru SMP
perempuan, dan hal ini terjadi, baik pada tahun 2015, maupun 2016.
Sebagaimana diketahui untuk bisa lolos sertifikasi seorang guru harus
memenuhi persyaratan tertentu, apakah karena persyaratan ini guru
perempuan menjadi lebih lambat tersertifikasi dibandingkan dengan guru laki-
laki tau karena sebab lain, tentu harus dilakukan pendalaman melalui
penelitian.
55
Tabel 4.23 Jumlah Guru SMP yang Sudah Tersertifikasi berdasarkan Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P JumlahBanjar 91 56 147 85 56 141Buleleng 148 202 350 145 206 351Busungbiu 66 13 79 63 12 75Gerokgak 64 26 90 59 25 84Kubutambahan 73 25 98 72 26 98Sawan 83 46 129 80 45 125Seririt 71 55 126 65 56 121Sukasada 69 45 114 67 46 113Tejakula 67 27 94 66 28 94
Jumlah 732 495 1,227 702 500 1,202Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
4.6.3 Jumlah Guru SMA Yang Tersertifikasi
Kondisi yang tidak jauh berbeda tampaknya juga terjadi pada
keberadaan guru SMA yang tersertifikasi di Kabupaten Buleleng pada tahun
2015 dan 2016. Hal ini tampak jelas pada tabel 4. 24 berikut.
Tabel 4.24 Jumlah Guru SMA yang Sudah Tersertifikasi berdasarkan Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P JumlahBanjar 49 14 63 51 14 65
Buleleng 159 130 289 148 127 275
Busungbiu 31 12 43 32 13 45
Gerokgak 25 15 40 26 16 42
Kubutambahan 27 14 41 32 18 50
Sawan 34 17 51 32 15 47
Seririt 44 19 63 43 19 62
Sukasada 22 16 38 22 15 37
Tejakula 37 10 47 36 9 45
Jumlah 428 247 675 422 246 668Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
56
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa secara umum terjadi sedikit (7 orang)
penurunan jumlah guru SMA yang tersertifikasi selama 2 tahun terakhir, dari
675 orang tahun 2015 turun menjadi 668 orang tahun 2016. Jika dikaitkan
dengan jumlah gguru SMA secara keseluruhan di Kabupaten Buleleng yaitu
sebanyak 1054 orang (2015) yang tersertifikasi sebanyak 675 orang (64,01%)
dan tahun 2016 sebanyak 1036 orang yang tersertifikas sebanyak 668 orang
(64,48%)). Persebaran guru SMA tersertifikasi tertinggi (275 orang) masih
tetap tertinggi berada di Kecamatan Buleleng, dan terendah (37) di
Kecamatan Sukasada. Dari perspektif gender tampak guru SMA yang
tersertifikasi masih tetap didominasi oleh laki-laki, ini bisa diartikan terjadi
ketimpangan pada guru SMA perempuan, dan hal ini terjadi, baik pada tahun
2015, maupun 2016.
4.6.4 Jumlah Guru SMK Yang Tersertifikasi
Secara keseluruhan jumlah guru SMK yang tersertifikasi tahun 2015
sebanyak 381 orang dan sedikit mengalami penurunan menjadi menjadi 379
orang pada tahun 2016. Secara rinci hal ini disajikan pada tabel 4.25 berikut.
Tabel 4.25 Jumlah Guru SMK yang Sudah Tersertifikasi berdasarkan Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Buleleng, 2015 dan 2016.
Kecamatan2015 2016
L P Jumlah L P Jumlah
Banjar - - - - - -Buleleng 137 105 242 133 102 235Busungbiu 1 - 1 1 - 1Gerokgak 4 2 6 4 3 7Kubutambahan 17 8 25 20 9 29Sawan 6 4 10 6 3 9Seririt 22 15 37 22 16 38Sukasada 27 22 49 26 23 49Tejakula 9 2 11 9 2 11
Jumlah 223 158 381 221 158 379Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
57
Jika dibandingkan dengan jumlah guru SMK yang ada di Kabupaten
Buleleng tahun 2015 yang berjumlah 906 orang, maka yang tersertifikasi
adalah 381 orang (42,05%), dan tahun 2016 dengan julah 939 orang yang
tersertifikasi sebanyak 379 orang (40,36%). Jumlah initergolong cukup rendah
karena belu mencapai angka 50%. Kecuali di Kecamatan Banjar guru SMK
yang tersertifikasi tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Buleleng dan
terbanyak ada di Kecamatan Buleleng, yakni 235 orang dan terkecil di
Kecmatan Busungbiu yaitu 1 orang saja. Ditinjau dari perspektif gender masih
tetap sama dengan keberadaan guru pada jenjang pendidikan lainnya bahwa
guru SMK yang tersertifikasi didominasi oleh laki-laki, jadi masih terjadi
ketimpangan pada guru SMK perempuan, dan hal ini terjadi, baik pada tahun
2015, maupun 2016.
Melihat fakta yang ada yakni masih rendahnya jumlah guru SMK yang
tersertifikasi tampaknya sangat penting dicari factor penyebabnya untuk
kemudian ditemukan solusi yang tepat sehingga jumlahnya bisa ditingkat.
Sebab kalau tidak dikawatirkan hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja
guru yang pada akhirnya berimplikasi kualitas anak didiknya. Jika dilihat
perbandingan persentase guru laki-laki dan guru perempuan yang sudah
tersertifikasi, maka dari total guru yang sudah tersertifikasi perbandingannya
seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar: 4.7 Persentase Guru laki-laki dan guru perempuan yang sudah
tersertifikasi menurut jenjang pendidikan Tahun 2016
58
SD SMP SMA SMK0
10
20
30
40
50
60
70 50.958.4
63.258.3
49.141.6
36.841.7
LK-LKPRP
Sumber : Disdikpora Kab. Buleleng, 2016
BAB V
KESEHATAN
“Di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat (mensana in
corpora sano)”. Itu adalah semboyan yang berkaitan dengan kesehatan, dan
sudah populer di kalangan masyarakat Sebab, hanya dengan badan yang
sehat seseorang dapat hidup produktif, baik secara ekonomi, sosial, budaya,
maupun lainnya.
Agar tercapai kondisi tersebut berbagai usaha telah dilakukan. Bahkan
Negara pun telah menjamin melalui kebijakan yang dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Tentang Kesehatan, di antaranya
dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam upaya
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat tersebut, pembangunan kesehatan
dilakukan dengan sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan ini
dilaksanakan dengan cara meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan
terutama diarahkan pada lapisan masyarakat bawah (masyarakat
berpenghasilan rendah).
59
Berkenaan dengan tujuan pembangunan kesehatan tersebut, telah
dirumuskan program Panca Karsa Husada yang meliputi (1) peningkatan
kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan;
(2) perbaikan lingkungan hidup masyarakat yang dapat menjamin kesehatan;
(3) peningkatan status gizi masyarakat; (4) pengurangan kesakitan dan
kematian; dan (5) pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin
diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Terkait dengan pembangunan kesehatan di Kabupaten Buleleng, hal-
hal yang akan dibahas berikut ini sesuai dengan data yang tersedia, yaitu
sekitar keadaan bayi, balita, layanan kesehatan reproduksi dan layanan
kesehatan anak dengan HIV/AIDS.
5.1 Pemberian ASI Eksklusif, Status Gizi dan Angka Kematian Bayi
Pemberian air susu ibu (ASI ) eksklusif merupakan tindakan terbaik
bagi bayi. Karena, ASI mengandung nutrisi yang dapat memberikan kekebalan
tubuh bayi, meningkatkan kualitas kesehatan dan dapat memberikan
pertumbuhan bayi secara normal. Selain itu, secara ekonomi pemberian ASI
jauh lebih praktis dan murah dari pada susu formula. Sebab harga susu
formula relatif mahal bagi sebagian warga masyarakat. ASI eksklusif adalah
pemberian ASI kepada bayi mulai dari lahir sampai berumur enam bulan,
tanpa diberikan makanan tambahan apapun, karena sampai umur tersebut
kebutuhan zat gizi bayi dapat dipenuhi dari ASI saja. Dengan memberikan ASI
secara eksklusif diharapkan kebutuhan gisi bayi akan dapat terpenuhi. Hak ini
akan mempengaruhi status gizi dari bayi yang ada di Kabupaten Buleleng.
Secara rinci data mengenai bayi yang diberikan ASI eksklusif di
Kabupaten Buleleng tahun 2015, tertuang pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
No. Kecamatan Jumlah Bayi ASI EksklusifL P T L P T
60
1. Tejakula 326 180 506 243 123 3662. Kubutambahan 245 203 448 197 136 3333. Sawan 242 172 414 190 118 3084. Buleleng 686 509 1195 384 285 6695. Sukasada 308 292 600 315 153 4686. Banjar 409 238 647 335 191 5267. Seririt 250 223 473 192 150 3428. Busungbiu 161 126 287 110 71 1819. Gerokgak 516 463 979 413 312 725
Jumlah 3.140 2.409 5.549 2.379 1.539 3.918 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
Berdasarkan data pada tabel 5.1, dapat digambarkan sebagai berikut.
Secara keseluruhan bayi di Kabupaten Buleleng tahun 2015 sebanyak 5.549
orang terdiri atas bayi laki-laki 3.140 orang dan perempuan 2.409 orang.
Sedangkan bayi yang mendapat ASI ekklusif sebanyak 3.918 orang, terdiri atas
bayi laki-laki sebanyak 2379 orang dan perempuan 1.539 orang. Pemberian
ASI eksklusif ini dapat dikatakan tergolong cukup bagus dan menggembirakan
karena mencapai persentase relative tinggi yakni 70,61%. Dilihat dari
perspektif gender pemberian ASI eksklusif menunjukkan persentase lebih
tinggi pada bayi laki-laki yaitu 60,72%, tetapi hal ini bukan berarti terjadi
ketimpangan, melainkan karena jumlah bayi laki-laki memang lebih tinggi
daripada bayi perempuan. Sedangkan jumlah bayi yang mendapat ASI
eksklusif tertinggi ada di Kecamatan Buleleng yaitu 669 (79,08%), dan
terendah di Kecamatan Busungbiu sebanyak 181 (4,62%). Kondisi ini memang
sesuai dengan jumlah bayi yang ada di kecamatan tersebut.
Berkenaan dengan kondisi tersebut, tampaknya masih diperlukan
usaha keras terutama bagi instansi terkait serta para penggiat kesehatan (PKK,
petugas Posyandu) agar pemberian ASI eksklusif bisa ditingkatkan, bahkan jika
memungkinkan agar tercpai angka 100%, mengingat begitu pentingnya
manfaat ASI bagi bayi. Untuk lebih mudah memahami perbedaan gender
pemberian ASI eksklusif ini akan digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.
Gambar: 5.1. Jumlah Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
61
jlh bayi ASI Eks0
10
20
30
40
50
60
70
8056.6
75.7
43.4
63.9
laki
Prp
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
5.2 Status Gizi Balita
Salah satu indikator penting untuk mengetahui tingkat kesehatan balita
adalah status gizi. Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan
atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
Kekurangan zat gizi adaptif dapat digolongkan mulai dari ringan sampai
dengan berat. Sedangkan gizi buruk atau malnutrisi adalah suatu bentuk
terparah akibat kurang gizi menahun. Selain akibat kurang konsumsi jenis
makanan bernutrisi seimbang, gizi buruk pada anak juga bisa disebabkan oleh
penyakit-penyakit tertentu yang menyebabkan gangguan pencernaan atau
gangguan penyerapan zat makanan yang penting untuk tubuh
(http://www.medkes.com/2014/01).
Secara rinci status gizi balita di Kabupaten Buleleng tahun 2015 disajikan
pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Prevalensi Balita dengan Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
62
No KecamatanGizi Kurang Gizi Buruk
L P T L P T1. Tejakula 0,65 0,87 0,76 0,06 0,06 0,062 Kubutambahan 0,18 0,52 0,35 - - -3 Sawan 0,58 0,53 0,56 0,22 - 0,114 Buleleng 1,06 1,39 1,23 - 0,10 0,055 Sukasada 0,62 1,13 0,87 - 0,04 0,026 Banjar 0,30 0,74 0,51 - 0,05 0,027 Seririt 0,50 2,48 1,48 - - -8 Busungbiu 0,61 0,6 0,79 0,12 - 0,069 Gerokgak 0,69 0,86 0,78 0,11 0,04 0,08Sumber Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa secara umum jumlah balita yang
mengalami gizi kurang adalah sebanyak 7,35%. Balita yang mengalami gizi
kurang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Buleleng, dan yang
tertinggi ada di Kecamatan Seririt (1,48%) serta terendah di Kecamatan
Kubutambahan sebanyak (0,35%). Selain mengalami gizi kurang, balita di
Kabupaten Buleleng juga ada yang mengalami kesehatan lebih buruk yaitu
penyakit malnutrisi atau gizi buruk. Di Kecamatan Sawan terdapat paling
banyak balita yang mengalami gizi buruk yakni sebanyak 0,11% dan dua
kecamatan yang terbebas dari balita gii buruk adalah Kecamatan
Kubutambahan dan Seririt.
Dari perspektif gender balita yang mengalami gizi kurang didominasi
oleh balita perempuan yakni sebanyak 9,12% dan laki-laki 5,19%. Sedangkan
pada status gizi buruk/malnutrisi lebih banyak dialami oleh balita laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, yakni 0,51% : 0,29%.
Tingginya balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk atau
malnutrisi tentu merupakan pekerjaan besar bagi pemerintah Kabupaten
Buleleng. Untuk itu mereka masih harus terus melakukan upaya agar tidak
ada lagi anak yang berstatus gizi kurang dan gizi buruk atau malnutrisi. Untuk
lebih mudah memahami kondisi status gizi anak yang ada akan digambarkan
seperti pada gambar berikut ini.
Gambar: 5.2 Prevalensi Balita dengan Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
63
gizi kurang Gizi buruk0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0.6
0.1
0.9
0.05 laki
Prp
5.3 Balita yang Mendapatkan Imunisasi
Imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau
bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri
(virus) tersebut telah dimodifikasi. Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan atau diminum (oral).Setelah vaksin masuk ke dalam tubuh, sistem
pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Reaksi ini sama seperti
jika tubuh kemasukan virus atau bakteri yang sesungguhnya. Antibodi
selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri
tersebut.
Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi dari penyakit-penyakit
menular yang bahkan bisa membahayakan jiwa. Di Indonesia, imunisasi bayi
dan anak dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama berisi jenis
imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah melalui program pengembangan
imunisasi (PPI). Kelompok imunisasi yang diwajibkan ini dibiayai seluruhnya
oleh pemerintah. Oleh karena itu vaksin-vaksin tersebut bisa diperoleh
masyarakat luas secara gratis di Puskesmas dan Posyandu. Kelompok kedua
64
adalah vaksin-vaksin yang dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). Jenis vaksin dalam kelompok ini belum diwajibkan pemerintah. Untuk
mengetahui kondisi balita yang mendapatkan imunisasi di Kabupaten
Buleleng tahun 2015 secara rinci dijelaskan pada tabel 5.3 berikut.
65
Tabel 5.3 Jumlah Balita yang Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap di Kabupaten Buleleng tahun 2015
No. KecamatanJlh
Desa/Kel.
Jlh Desa/Kel. UCI
Jumlah Balita Jumlah Balita yang Mendapat Imunisasi
Dasar Lengkap
L P T
1. Tejakula 10 10 528 249 777 9062. Kubutambahan 13 13 516 474 990 9523. Sawan 14 14 566 556 1122 11374. Buleleng 29 29 1077 1146 2223 22515. Sukasada 15 15 671 586 1257 12716. Banjar 17 16 669 590 1259 12147. Seririt 22 18 573 596 1169 11038. Busungbiu 15 13 267 208 475 4719. Gerokgak 14 14 736 683 1419 1127
Jumlah 149 142 5.603 5.088 10.691 10.432 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
Secara keseluruhan balita yang mendapatkan imuninisasi lengkap di
Kabupaten Buleleng adalah 10.432 orang (97,57%) dari total balita sebanyak
10.691 orang. Ini artinya masih ada 2,43% balita yang belum mendapat
imunisasi lengkap, hal ini kemungkinan karena umur bayi belum memenuhi
syarat untuk mendapatkan semua jenis imunisasi atau juga mungkin karena
factor lain seperti kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya imunisasi.
Semua balita yang ada di 9 kecamatan di Kabupaten Buleleng mendapatkan
imunisasi dasar lengkap dan yang terbanyak ada di Kecamatan Buleleng yaitu
sebanyak 2.251 orang dan yang terendah terdapat di Kecamatan Busungbiu
yakni sebayak 471 orang, ini terjadi karena sesuai dengan jumlah balita yang
ada di dua kecamatan tersebut.
Sementara itu jika dilihat dari perspektif gender tampak bahwa jumlah
balita yang ada lebih banyak balita laki-laki dibandingkan balita perempuan,
sedangkan perbedaan gender balita yang mendapat imunisasi lengkap belum
tersedia data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin sehingga belum bisa
dianalisis secara gender.
66
5.4 Fasiltas Kesehatan
Fasiltas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan dalam rangka menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
orang-perorangan, baik secara promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat
umum. Berikut akan diuraikan fasilitas kesehatan yang yang terkait dengan
kesehatan reproduksi remaja yang ada di Kabupaten Buleleng.
Masa remaja merupakan masa peralihan (transisi) dari anak-anak ke
masa dewasa. Pada masa transisi, remaja sering menghadapi permasalahan
yang sangat kompleks dan sulit ditanggulangi sendiri. Tiga risiko yang sering
dihadapi oleh remaja (TRIAD KRR) yaitu risiko-risiko yang berkaitan dengan
seksualitas (kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan terinfeksi Penyakit
Menular Seksual), penyalahgunaan NAPZA, dan HIV/AIDS.
Masa transisi kehidupan remaja dibagi menjadi lima tahapan (Youth
Five Life Transitions), yaitu melanjutkan sekolah (continue learning), mencari
pekerjaan (start working), memulai kehidupan berkeluarga (form families),
menjadi anggota masyarakat (exercice citizenship), dan mempraktekkan
hidup sehat (practice healthy life) (https://www.k4health.org/toolkits
/indonesia/ pelayanan-kesehatan-reproduksi-remaja). Remaja yang berhasil
mempraktekkan hidup sehat, diyakini akan menjadi penentu keberhasilan
pada empat bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain apabila remaja gagal
berperilaku sehat, maka kemungkinan besar remaja tersebut juga akan gagal
pada empat bidang kehidupan lainnya.
Dalam rangka menumbuh-kembangkan perilaku hidup sehat bagi
remaja, maka perlu kepedulian dalam bentuk pelayanan dan
penyediaan informasi yang benar serta kesepahaman bersama akan
pentingnya kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat membantu mereka
dalam menentukan pilihan masa depannya. Bagaimana bentuk layanan
kesehatan remaja yang ada di Kabupaten Buleleng disajikan pada tabel 5.4
berikut.
67
Tabel 5.4 Lembaga Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
No.Lembaga Layanan Kesehatan
Reproduksi RemajaJenis
Layanan
Jumlah Anak yang Dilayani
L P T
1. Puskesmas Konseling 64.410 66.395 130.805
2. RSUD Konseling
3. LSM Citra Husada
4 PIK Remaja/Mahasiswa
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
Jika diperhatikan tabel 5.4 di atas tampak bahwa terdapat beberapa
jenis lembaga layanan kesehatan reproduksi remaja di Kabupaten Buleleh
yaitu: Puskesmas, RSUD, LSM Citra Husada, dan PIK Remaja/Mahasiswa.
Jenis layanan hanya diberikan oleh Puskesma dan RSUD dan baru sebatas
konseling saja. Anak remaja yang dilayani sebanyak 130.805 orang yang
didominasi oleh remaja perempuan. Banyaknya remaja perempuan yang
memeriksakan kesehatan reproduksi ke puskesmas bias dimaklumi karena
perempuan memang lebih rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan
reproduksi dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Selain layanan kesehatan reproduksi remaja, di Kabupaten Buleleng
juga tersedia lembaga layanan bagi anak dengan HIV/AIDS sebagaimana
tampak pada tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Lembaga Layanan bagi Anak dengan HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng
No.Lembaga Layanan
Anak Korban NAPZAJenis Layanan
Jumlah Anak yang Dilayani
L P T1. RSUD Pengobatan 11 6 172. KPA Sosialisasi3 YCUI Kab. Buleleng Pendampingan
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2015
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa dari data yang diperoleh terkait
anak yang mendapat layanan dari lembaga layanan anak korban NAPZA
68
khususnya oleh RSUD sebanyak 17 orang. Jenis layanan yang diberikan baru
sebatas pengobatan saja. Dari perspektif gender tampak anak yng mendapat
layanan didominasi oleh laki-laki yakni sebanyak 11 orang dan perempuan 6
orang. Menyimak data sebagaimana diungkapkan di atas tampaknya pihak
pemerintah, atau pihak lainnya yang terkait masih harus bekerja keras terutama
melakukan sosialisasi sebagai tindakan preventif agar kasus tersebut di atas
bisa diminimalisir, bahkan kalau bisa dihilangkan.
5.5 Angka Kematian Anak Balita
Angka kematian Balita dapat diartikan jumlah anak yang dilahirkan pada
tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Semakin
sedikit jumlah kematian anak Balita, semakin baik derajat kesehatan anak
Balita itu. Sebaliknya semakin banyak jumlah kematian anak Balita, semakin
buruk derajat kesehatan anak Balita tersebut. Jadi, banyak sedikitnya angka
kematian anak Balita, mencerminkan baik buruknya derajat kesehatan anak
Balita tersebut.
Secara rinci kondisi kematian bayi di Kabupaten Buleleng diuraikan pada
tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Data Angka Kematian Bayi di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
No. Kecamatan 2015
1. Tejakula 92. Kubutambahan 13. Sawan 124. Buleleng 45. Sukasada 96. Banjar 37. Seririt 78. Busungbiu 29. Gerokgak 13
Jumlah 60 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2016
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa secara keseluruhan angka
kematian bayi di Kabupaten Buleleng sebanyak 60 orang. Kematian bayi ini
69
tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Buleleng. Kematian bayi
terbanyak ada di Kecamatan Grokgak yakni sebanyak 13 orang, dan terkecil di
Kecamatan Kubutambahan yaitu 1 orang. Data itu memberikan gambaran,
bahwa derajat kesehatan bayi terbaik terdapat di Kecamatan Kubutambahan.
Sebaliknya, derajat kesehatan bayi terburuk terdapat di Kecamatan Grokgak.
Untuk meminimalkan angka kematian bayi di Kabupaten Buleleng,
perlu mendapat perhatian secara lebih intensif dari para pihak terkait. Secara
teknis operasional, upaya yang perlu dilakukan di antaranya memberikan gizi
yang baik bagi bayi, stimulasi yang memadai dan terjangkau oleh pelayanan
kesehatan yang bermutu, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan
masyarakat, kerja sama dan koordinasi lintas sektor dan peningkatan
jangkauan pelayanan kesehatan bayi dan anak yang komprehensif dan
bermutu.
Sampai saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng sebagai penyedia
data belum bisa menyediakan data terpilah. Oleh karena itu tidak bisa
dilakukan analisis gender, dan untuk selanjutnya penyediaan data terpilah
sangat penting adanya agar bisa diketahui perbandingan angka kematian bayi
laki-laki dan perempuan dan dicarikan solusinya.
5.6 Peserta Keluarga Berencana
Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang
sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk.
Sejalan dengan itu, KB adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan. Dalam upaya mencapai hal tersebut, dibuatlah beberapa
cara untuk mencegah atau menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk
pemilihan kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan
keluarga.
Data mengenai peserta KB di Kabupaten Buleleng pada tahun 2015
dan 2016, dapat dilihat pada Tabel 5.7. Data pada Tabel 5.7 menunjukkan,
bahwa jumlah peserta KB di Kabupaten Buleleng pada tahun 2015 berjumlah
14.297 orang yang terdiri dari 1036 laki-laki dan 13.261 perempuan, dan
70
tahun 2016 turun menjadi 12.397 orang yang terdiri dari 1097 laki-laki dan
11.300 perempuan. Jumlah peserta KB yang paling banyak terdapat di
Kecamatan Buleleng, yaitu 3181 orang. Sebaliknya, jumlah peserta KB yang
paling sedikit terdapat di Kecamatan Banjar sebanyak 741 orang. Jika dilihat
dari perspektif gender jalas tampak bahwa dalam hal pemakaian KB sampai
saat ini masih tetap didominasi oleh perempuan.
Tabel: 5.7 Peserta KB Tahun 2015 Dan 2016 Kabupaten Buleleng
NO KECAMATAN
Jumlah Peserta Kb
2015 JUMLAH JUMLAH
PESERTA KB
2016 JUMLAH
L P L P
1 Tejakula 71 1046 1117 39 1084 1123
2 Kubutambahan 148 1015 1163 71 743 814
3 Sawan 122 1160 1282 263 1175 1438
4 Buleleng 206 3933 4139 184 2997 3181
5 Sukasada 45 1234 1279 153 1269 1422
6 Banjar 65 1029 1094 34 707 741
7 Seririt 104 879 983 147 725 872
8 Busungbiu 139 1149 1288 42 1090 1132
9 Gerokgak 136 1816 1952 164 1510 1674
1036 13261 14297 1097 11300 12397
Sumber: Dinas PPPPKB Kabupaten Buleleng, 2017
Kondisi ketimpangan gender khususnya pada pemakaian aqlat
kontrasepsi tidak hanya terjadi di Kabupaten Buleleng namun hal ini terjadi
diberbagai daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena berbagai hal antara
lain karena terbatasnya alat kontrasepsi untuk laki-laki, adanya anggapan
bahwa ber KB lebih dianggap lebih cocok untuk perempuan, ideology
patriarkhi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam keluarga
dimana laki-laki mendominasi dalam pengambilan keputusan termasuk dalam
pemakaian KB, dan lain-lain. Jika dilihat persentase peserta KB laki-laki dan
perempuan seperti tampak pada gambar berikut
71
Gambar: 5.3 Persentase peserta KB berdasarkan Jenis Kelamin dan wilayah di Kabupaten Buleleng, Tahun 2016
2015 20160
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
6.9 8.8
93.1 91.2
laki Prp
Dari gambar 5.3 tampak bahwa laki-laki yang menggunakan KB tidak
lebih dari 10 % baik di tahun 2015 maupun tahun 2016.
5.7 Dokter Umum dan Dokter Gigi
Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat diperlukan berbagai
fasilitas kesehatan, baik itu dalam bentuk lembaga layanan kesehatan,
maupun tenaga kesehatan terutama keberadaan dokter. Dokter merupakan
tenaga medis yang sangat diperlukan oleh masyarakat karena dokter
merupakan tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak pertama pasien
untuk menyampaikan semua masalah kesehatan yang dihadapinya. Di
Kabupaten Buleleng keberadaan dokter dan dokter gigi secara rinci diuraikan
pada tabel 5.8 berikut.
72
Tabel: 5.8 Jumlah Dokter Umum dan Dokter Gigi di Kabupaten Buleleng tahun 2015
NO UNIT KERJA DOKTER UMUM DOKTER GIGI
L P L+P L P L+P1 Tejakula 0 3 3 1 1 22 Kubutambahan 4 1 5 1 1 23 Sawan 2 3 5 2 2 44 Buleleng 3 6 9 3 1 45 Sukasada 3 3 6 - 3 36 Banjar 2 5 7 1 3 47 Seririt 4 1 5 - 2 28 Busung Biu 3 4 7 1 1 29 Gerogak 3 - 3 - 3 3
JUMLAH 24 26 50 9 17 26Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Buleleng
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, tahun
2015 secara keseluruhan dokter umum di Kabupaten Buleleng berjumlah 50
orang. Keberadaan dokter ini tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten
Buleleng, dan terbanyak yakni 9 orang berada di Kecamtan Buleleng, dan
terkecil ada di dua Kecamatan yaitu Tejakula dan Grokgak masing-masing
sebanyak 3 orang. Jumlah dokter umum di Kabupaten Buleleng tampak
didominasi oleh dokter perempuan tetapi selisihnya tidak terlalu banyak (2
orang), hal ini bisa diartikan telah terjadi keseimbangan gender.
Sementara itu keberadaan dokter gigi jauh lebih kecil, hampir
setengah daripada jumlah dokter umum. Secara keseluruh jumlah dokter gigi
di Kabupaten Buleleng tahun 2015 sebanyak 26 orang, dan tersebar di seluruh
kecamatan. Tiga kecamatan (Sawan, Buleleng , dan Banjar) memiliki dokter
cukup banyak ( 4 orang), dan paling sedikit (2 orang) dokter gigi berada di 4
kecamatan (Tejakula, Kubutambahan, Seririt, dan Busungbiu). Baik dokter
umum maupun dokter gigi didominasi oeleh perempuan tau terjadi
ketimpangan pada dokter laki-laki.
73
BAB VIEKONOMI
Sampai saat ini pembangunan Bali secara umum dan Kabupaten
Buleleng pada khususnya masih memberikan priorotas utama pada
pembangunan di bidang ekonomi. Hal ini terjadi karena pembangunan
ekonomi menjadi indikator utama dalam mengukur kesejahteraan rakyat.
Berbicara masalah pembangunan ekonomi, ini berarti pembicaraan tidak
dapat dilepaskan dengan sumber daya manusia yang merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Sumber daya manusia
mempunyai peran yang sentral, terutama dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia dimana kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dalam
masyarakat. Atas dasar kenyataan tersebut, maka masalah sumber daya
manusia, dalam ham hal ini yang dimaksud adalah penduduk dan angkatan
kerja, baik yang secara kuantitatif maupun kualitatif wajib mendapat prioritas
perhatian, agar kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Sistem nilai dan sistem sosial yang sudah terpatri dalam mindset
masyarakat serta adanya perbedaan kesempatan yang diberikan antara laki-
laki dan perempuan dapat mengakibatkan adannya perbedaan nilai indikator
ketenagakerjaan antara kedua jenis kelamin tersebut. Sebenarnya pekerjaan
dapat diberikan kepada setiap orang secara terbuka tanpa memandang jenis
kelamin tertentu, terkecuali memang secara fisik suatu perkejaan hanya
mampu dikerjakan oleh salah satu jenis kelamin. Apabila dilihat dari aspek
gender, sangat tergntung pada kemampuan masing-masing jenis kelamin,
dalam hal ini terutama perempuan untuk bisa bersaing dengan laki-laki dalam
memperoleh kesempatan kerja di pasar kerja yang begitu beragam jenisnya.
Sensus ekonomi bertujuan untuk mengungpulkan data mengenai
kegiatan ekonomi angkatan kerja dengan menanyakan tentang lapangan
kerja, jenis pekerjaan, dan status pekejan penduduk yang bekerja. Variabel
tersebut dikaitkan dengan variabel ekonomi seperti tingkat dan laju GNP
(Gross National Product/Produk Nasional Bruto) per kapita dan alokasi GNP
per sektor. Tujuannya adalah untuk menggambarkan pengaruh pembangunan
74
ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja, produktivitas, dan pendapatan
penduduk yang bekerja dalam berbagai sektor.
6.1 Mata Pencaharian Penduduk
Salah satu indicator penting dalam pembangunan bidang ekonomi
adalah ketersediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk. Kabupaten Buleleng
mempunyai wilayah yang cukup luas, bahkan bisa dikatakan paling luas di
antara kabupaten di Provinsi Bali dan juga sebagai daerah yang cukup
berkembang memiliki daya tariknya tersendiri menjadi orientasi atau tujuan
bagi banyak orang untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di kota ini. Orang-
orang yang datang ke Buleleng tidak saja berasal dari Bali tetapi banyak juga
dari luar Bali. Karena itu okupasi penduduknya pun menjadi sangat heterogin.
Tantangan kemajuan dan globalisasi mau tidak mau menuntut kebutuhan
ekonomi semakin meningkat. Kondisi ini menuntut semua individu baik laki-
laki maupun perempuan untuk berpartisipasi untuk mencari nafkah guna
memenuhi kebutuhan hidupnya saherí-hari. Dalam konteks ini, perempuan
harus dilihat sebagai pribadi mandiri dalam kebersamaan dan sumber daya
manusia yang mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama
dengan laki-laki untuk mengembangkan potensi dan mencerdaskan diri.
Dalam kaitan ini perlu diamati dari berbagai kegiatan penduduk secara
menyeluruh. Data tentang penduduk yang bekerja di berbagai sektor
lapangan usaha dapat diketahui dari tabel 6.1 berikut.
75
Tabel 6.1 Penduduk di golongkan menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng tahun 2014 dan 2015
No Sektor 2014 2015L P L + P L P L + P
1 Pertanian dalam arti luas
56.643 53.057 109.700 63.510 59.887 123.397
2. Industri dan Pengolahan
14.773 19.638 34.409 15.437 16.856 32.293
3 Listrik, gas dan air 357 - 357 1.394 - 1.3944. Bangunan/Kontruksi 26.342 4.114 30.456 19.510 2.861 22.3715. Perdagangan, Rumah
makan, Restoran dan Perhotelan
33.558 54.766 88.324 37.459 56.036 93.495
6. Angkutan /trasportasi,Pergudangan dan Komunikasi
4.722 411 5.133 8.300 - 8.396
7. Jasa Kemasyarakatan lainnya 38.646 16.648 55.257 32.193 18.920 51.113
8. Jasa, Asuransi, keuangan dan Persewaan
5.423 9.091 9.514 8.323 3.085 11.408
Jumlah 180.429 152.721 333.150 186.222 157.645 343.867
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kab. Buleleng
Mencermati Tabel 6.1 tersebut dapat dirinci sektor kerja penduduk.
Secara umum jumlah penduduk Buleleng yang bekerja tahun 2015 mengalami
kenaikan sebanyak 10.717 orang jika dibandingkan dengan tan 2014. Dari
beberapa sektor kerja atau lapangan pekerjaan yang ada tampak bahwa
pertanian dalam arti luas paling banyak digeluti oleh masyarakat, yakni
mencapai 109.700 orang (2014), kemudian naik menjadi 123.397 orang
(2015). Selanjutnya sektor listrik, gas dan air adalah yang terkecil menyerap
tenaga kerja yaitu 357 orang (2014), meningkat mnjadi 1.394 orang (2015).
Dari perspektif gender secara umum, baik tahun 2014 maupun 2015
tampak terjadi ketimpangan pada tenaga kerja perempuan, dan ketimpangan
gender paling menjolok terjadi di dua sector yakni istrik, gas, dan air, serta
angkutan/trasportasi, pergudangan dan komunikasi. Pada sector listrik, gas,
dan air selama dua tahun terakhir nihil tenaga kerja perempuan, sedangkan
sektor angkutan/trasportasi, pergudangan dan komunikasi, tahun 2015 nihil
tenaga kerja perempuan. Bisa diduga hal ini terjadi mengingat kedua sector
76
tersebut memang memerlukan fisik yang kuat yang dimiliki oleh laki-laki, atau
mungkin karena alasan lain tentu diperlukan pendalaman lagi.
6.2 Penduduk Bekerja Dan Tingkat Pendidikan
Secara teoritis ada korelasi positif antara tingkat pendidikan dengan
status pekerjaan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin baik jenis pekerjaan yang bisa diraih. Senada dengan hal tersebut
B.C. Sanyal melihat pendidikan menyediakan keterampilan bagi manusia
untuk mengembangkan dan mengelola ekonomi dan pelayanan, sehingga
investasi dalam human capital digunakan untuk meningkatkan produktivitas
orang. Ini dinamakan teori human capital. Pandangan kedua berpendapat
bahwa pendidikan bukan hanya untuk menyediakan keterampilan atau
pekerjaan, tetapi juga menunjukkan nilai-nilai sosial untuk dapat menjalankan
mobilitas dalam memajukan masyarakat. Pandangan ketiga menyatakan
bahwa produktifitas merupakan atribut dari pekerjaan dan bukan pada orang.
Orang dikaitkan dengan pekerjaan dengan criteria yang diasosiasikan dengan
pendidikan, tetapi pendidikan bukan penentu produktivitas. Ini disebut teori
segmentasi pasar kerja. Pandangan keempat gagasan hubungan pendidikan
dan kerja adalah ilusi. http:// harjokosangganagara.blogspot.co.id/
2009/12 /pendidikan-dan-lapangan-kerja.html.
Terkait dengan hal tersebut bagaimana kondisi penduduk yang bekerja
jika dikaitkan dengan tingkat pendidikannya di Kabupaten Buleleng secara
rinci dijelaskan pada tabel 6.2 berikut.
77
Tabel 6.2 Penduduk Bekerja digolongkan menurut Pendidikan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Buleleng tahun 2014 dan 2015
No Pendidikan 2014 2015L P L + P L P L + P
1 Tidak Tamat SD/Belum Tamat SD
35.804 52.52.226 88.030 44.614 53.164 97.778
2. SD/Sederajat 38.133 49.292 87.425 44.772 46.078 90.8503. SLTP/Sederajat 34.288 13.106 47.394 23.632 16.429 40.0614. SLTA/Seterajat 59.302 30.578 89.880 54.943 28.281 83.2245. D I/D II /
Sederajat1.915 2.101 4.016 3.295 2.151 5.446
6. D III/ Sederajat 581 - 581 1.911 2.835 4.7467. D IV/S
1/Sederajat9.280 5.862 15.142 12.641 8.366 21.007
8. S2/S3 1.126 - 1.128 1.873 341 2.214Jumlah 180.429
`153.165 333.594 187.68
1157.645 345.326
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kab. Buleleng
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa secara umum jumlah penduduk yang
bekerja di Kabupaten Buleleng tahun 2015 mengalami kenaikan. Selama dua
tahun terakhir (2014 dan 2015) penduduk yang bekerja tersebut paling
banyak adalah yang berpendidikan rendah yakni tidak tamat SD/belum tamat
SD, dan paling sedikit yang berpendidikan S2/S3. Hal ini tampaknya sesuai jika
dikaitkan dengan jenis pekerjaan penduduk yang terbanyak adalah di bidang
pertanian dalam arti luas yang notabene memang tidak menuntut pendidikan
terlalu tinggi.
Sementara itu, jika dilihat dari perspektif gender tampaknya terjadi
ketimpangan cukup tajam pada perempaun. Tahun 2014 tampak pada jenjang
pendidikan D3/Sederajat dan S2/S3 jumlah tenaga kerja perempuan nihil,
tetapi tahun berikutnya sudah mulai ada bahkan yang cukup
menggembirakan pada jenjang pendidikan DII/ sederajat jumlah tenaga kerja
perempuan melampoi laki-laki.
6.3 Penduduk Dan Status Pekerjaan
Selain bekerja di berbagai sektor dengan berbagai jenjang pendidikan
sebagaimana diuraikan sebelumnya, penduduk Kabupaten Buleleng selama 2
78
tahun terakhir (2014 dan 2015), tampaknya masih cukup banyak yang kurang
beruntung mendapatkan pekerjaan, yang masih dalam usia sekolah, yang
tidak bisa meninggalkan rumah, dan lain-lain. Secara rinci hal ini diuraikan
pata tabel 6.3 berikut.
Tabel 6.3 Penduduk digolongkan menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng Tahun 2014 dan 2015
No Sektor 2014 2015L P L + P L P L + P
1 Menganggur 6.703 2.678 9.381 5.209 1.975 7.1842. Sekolah 16.38
615.918 32.304 17.096 19.374 36.470
3. Mengurus Rumah Tangga
15.242
53.167 68.409 16.365 51.967 68.332
4. Lainnya 13.497
14.364 27.861 8.517 10.891 19.408
Jumlah 51.828
86.127 137.955 47.187 84.207 131.394
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kab. Buleleng
Mencermati tabel 6.3 di atas tampak bahwa penduduk di Kabupaten
Buleleng yang berstatus sebagai pengangguran cukup tinggi,, meskipun
sebenarnya telah mengalami penurunan sebanyak 2.197 orang dibandingkan
dengan tahun 2014. Status penduduk tertinggi adalah mengurus rumah
tangga yakni sebanyak 68.332 orang, dan terendah adalah pengangguran
sebanyak 7.184 orang.
Ditinjau dari perspektif gender status penduduk sangat variatif,
sebagai pengangguran kesenjangan tajam terjadi pada laki-laki di mana
jumlah penduduk laki-laki hampir 4 kali lipat dibandingkan perempuan.
Sedangkan penduduk sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya hampir
berimbang.
6.4 Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Tenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga
negara Indonesia yang lowlife dan unskill yang bekerja di luar negeri (seperti
Malaysia, Timur Tengah, Taiwan, Turki, Maldev) dalam hubungan kerja untuk
79
jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun, istilah TKI seringkali
dikonotasikan dengan pekerja kasar karena TKI sejatinya memang adalah
kumpulan tenaga kerja unskill yang merupakan program pemerintah untuk
menekan angka pengangguran. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga
Kerja Wanita (TKW) https://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_Kerja_Indonesia.
Berbeda halnya denganTKI yang berasal dari Kabupaten Buleleng, mereka
bukan unskill, tetapi umumnya memiliki skill tertentu sehingga mampu
bekerja sebagai therapis di spa, salon, di kapal pesiar, hotel, perkebunan dan
tempat lainnya.
Secara terperinci jumlah TKI di Kabupaten Buleleng tahun 2014 dan
2015 dipaparkan pada tabel 6.4 berikut.
Tabel 6.4 Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng, Tahun 2014 dan 2015
Tahun
Jenis Kelamin
L P L + P
2014 785 195 980
2015 386 292 678
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kab. Buleleng
Tabel 6.4 menunjukkan bahwa secara umum jumlah TKI di Kabupaten
Buleleng mengalami penurunan sebanyak 302 orang dibandingkan tahun
2014. Baik tahun 2014, maupun 2015 tampaknya jumlah TKI perempuan jauh
lebih kecil dibandingkan dengan TKI laki-laki. Ini berarti terjadi kesenjangan
gender pada perempuan, dan penting untuk didalami faktor penyebabnya
untuk kemudian dicarikan solusianya.
6.5 Kepemlikan Hotel Melati
Sebagaimana telah diungkapkan pada uraian sebelumnya bahwa
penyerapan tenaga kerja pada sektor Perdagangan, Rumah makan, Restoran
dan Perhotelan di Kabupaten Buleleng cukup tinggi, yaitu 88.324 orang
(2014), dan meningkat menjadi 93.495 orang (2015). Tetapi data terperinci
80
tentang tenaga kerja yang terserap pada masing-masing bidang tersebut
belum tersedia. Berdasarkan laporan dari Dinas Pariwisata Kabupaten
Buleleng data yang tersedia adalah terkait dengan kepemilikan beberapa
sarana pariwisata. Berikut akan dijelaskan kepemilikan Hotel Melati di
Kabupaten Buleleng.
Tabel 6.5 Pemilik Hotel Melati menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng
Kecamatan 2014 2015L P L + P L P L + P
Banjar 27 13 40 21 8 29
Buleleng 27 16 43 16 9 25
Busungbiu 0 0 0 0 0 0
Gerokgak 16 2 18 15 4 19
Kubutambahan 6 2 8 3 0 3
Sawan 3 0 3 1 0 1
Seririt 11 5 16 4 3 7
Sukasada 5 5 10 2 2 4
Tejakula 15 6 21 9 4 13
Jumlah 110 49 159 71 30 101
Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Buleleng
Mencermati tabel 6.5 di atas tampak bahwa kepemilikan hotel melati
di Kabupaten Buleleng mengalami penurunan cukup signifikan yaitu sebanyak
58 buah dibandingkan tahun 2014. Keberadaan hotel melati ini tersebar di
seluruh kecamatan di Kabupaten Buleleng, dan yang terbanyak yaitu 29 buah
berlokasi di Kecamatan Banjar, lalu diikuti oleh Kecamatan Buleleng sebanyak
25 buah, serta terkecil hanya 1 buah berada di Kecamatan Sawan.
Kepemilikkan hotel melati ini sangat didominasi oleh laki-laki dengan
perbandingan 101 L:30 P. Anggapan tentang kontrol perempuan terhadap
sumberdaya keluarga sangat terbatas/rendah tampaknya terbukti dalam hal
ini.
81
6.6 Kepemilikan Restoran
Peluang usaha di bidang wisata kuliner terutama restoran maupun
rumah makan adalah satu hal yang patut untuk di pelajari. Saat ini gaya hidup
untuk berwisata kuliner sudah menjadi bagian dari denyut kehidupan
masyarakat. Dalam aktivitas makan saat ini bukan hanya sekedar menunyanya
saja namun hal lain seperti: tempat, pelayanan, suasana dan masih banyak
lagi aspek lain menjadikan aspek pendukung yang cukup menentukan.
Dengan demikian dapat dipastikan kehadiran restoran pada suatu daerah
termasuk di Kabupaten Buleleng membuka peluang usaha dan peluang kerja
yang cukup menjanjikan. Tabel 6.6 berikut akan menjelaskan kepemilikan
restoran di Kabupaten Buleleng tahun 2014 dan 2015.
Tabel 6.6 Pemilik Restoran menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng
Kecamatan2014 2015
L P L + P L P L + P
Banjar 18 1 19 17 3 20
Buleleng 26 10 36 22 13 35
Busungbiu 0 0 0 0 0 0
Gerokgak 10 2 12 12 6 18
Kubutambahan 0 0 0 0 0 0
Sawan 0 0 0 0 0 0
Seririt 5 1 6 5 3 8
Sukasada 5 3 8 9 4 13
Tejakula 5 1 6 4 2 6
Jumlah 69 18 87 69 31 100
Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Buleleng
Tabel 6.6 menunjukkan selama dua tahun terakhir (2014 dan 2015)
mencapai perkembangan cukup menggembirakan, terjadi kenaikan sebanyak
13 kepemilikan restoran tahun 2015. Data kecamatan menunjukkan
persebaran restoran sangat fluktuatif. Di Kecamatan Buleleng terdapat paling
banyak (25 ) kepemilikan restoran, tetapi di tiga kecamatan lain (Busungbiu,
Sawan dan Kubutambahan) tidak ditemukan (nihil) kepemilikan restoran.
82
Tidak jauh berbeda dengan kepemilikan hotel melati kepemilikan restoran
juga didominasi oleh laki-laki, bahkan terjadi ketimpangan yang sangat tajam.
6.7 Kepemilikan Bar
Selain hotel, perdagangan, rumah makan, restoran dan perhotelan,
kepemilikan bar juga cukup banyak ditemukan di Kabupaten Buleleng. Secara
rinci kepemilikan bar di Kabupaten Buleleng dipaparkan pada tabel 6.7
berikut.
Tabel 6.7 Pemilik Bar menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Buleleng
Kecamatan2014 2015
L P L + P L P L + PBanjar 10 2 12 13 7 20Buleleng 28 9 37 2 5 7Busungbiu 0 0 0 0 0 0Gerokgak 8 1 9 12 2 14Kubutambahan 0 0 0 0 0 0Sawan 0 0 0 0 0 0Seririt 4 2 6 7 3 10Sukasada 1 2 3 3 2 5Tejakula 3 1 4 3 1 4
Jumlah 44 17 71 40 20 60Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Buleleng
Tabel 6.7 menegaskan bahwa secara total kepemilikan bar tahun 2015
mengalami sedikit (11) penurunan kepemilikan. Kepemilikan bar terbanyak
(20) ditemukan di kecamatan Sawan, dan di tiga kecamatan lainnya
(Busungbiu, Kubutambahan dan Sawan) masih tetap nihil kepemilikan bar.
Kepemilkan bar juga masih sama dengan kepemilikan hotel melati, dan
restoran yakni terjadi kesenjangan gender pada kepemilikan bar perempauan.
BAB VII
83
SEKTOR PUBLIK
Perempuan sebagai warga negara secara normatif mempunyai
kedudukan dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek
kehidupan, akan tetapi secara empiriknya atau kenyataannya tidaklah
demikian. Secara umum awalnya peran perempuan terbatas hanya di ranah
domestik, akan tetapi seiring dengan perkembangnan jaman dan kemajuan
teknologi peran perempuan tidak terbatas pada sector domestic melainkan
sudah merambah ke sector public. Peran perempuan dapat diketahui dari
berpartisipasinya dalam berbagai bidang pembangunan seperti di bidang
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hukum. Meskipun keterlibatan
perempuan di ranah public sudah mulai kelihatan dan diakui eksistensinya,
namun jika dibandingkan dengan keterlibatan kaum laki-laki memang masih
belum menunjukkan kesetaraan, khususnya pada beberapa aspek
pembangunan. Sebagai contoh sampai saat ini kaum perempuan masih
kurang dilibatkan dalam berbagai struktur dan proses pengambilan keputusan
baik di keluarga maupun di masyarakat bahkan ditingkat negara. Di tingkat
negara menunjukan kurangnya keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi
strategis yakni dalam pengambilan keputusan di sektor publik, dan hal ini
telah berujung pada pembangunan kebijakan ekonomi dan sosial yang
memberikan keistimewaan pada perspektif dan kepentingan kaum laki-laki,
serta investasi sumber-sumber daya nasional dengan mempertimbangkan
keuntungan bagi kaum laki-laki. Kondisi demikian ini sebenarnya dipengaruhi
nilai sosial budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat dan sangat
kuat mengikat. Ideologi gender yang fokusnya kesetaraan tidak selaras
dengan perkembangan di masyarakat yang kadang-kadang masih
memarginalkan perempuan pada beberapa aspek kehidupan.
Ideologi patriarchi yang begitu kuat dalam kehidupan masyarakat
seringkali dijadikan acuan untuk bertingkah laku. Masyarakat yang pola
kehidupannya masih tradisional, pada umumnya mempunyai pandangan
bahwa perempuan tidak mempunyai peran dalam pengambilan keputusan
baik di dalam keluarga maupun di masyarakat karena yang dianggap pantas
untuk mengambil keputusan adalah laki-laki selaku kepala rumah tangga.
84
Dalam kaitan itu, meminjam kerangka pikir Rosaldo tentang hubungan antara
perempuan, kebudayaan dan masyarakat, yang secara tegas membedakan
pola kegiatan masyarakat menjadi dua.
Pertama, kegiatan di sektor domestik adalah untuk perempuan, yaitu
kegiatan di lingkungan rumah tangga saja. Kedua, kegiatan di sektor publik,
adalah bidang untuk pria, yaitu kegiatan di luar rumah tangga sebagi pencari
nafkah untuk keluarganya. Dikotomi atau perberdaan seperti itu sampai saat
ini masih begitu kental berlaku di masyarakat Bali umumnya dan di
Kabupaten Buleleng khususnya sehingga hal tersebut menimbulkan
ketidakadilan gender di berbagai aspek kehidupan seperti pada aspek politik,
pemerintahan, ekonomi, hukum dan sosial budaya.
Negara mengakui hak-hak konstitusional setiap warga negaranya, oleh
karena itu secara normatif sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan
berdasarkan jenis kelamin bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi pada
sektor publik. Hal tersebut dapat diketahui dari ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 27 ayat 1 berbunyi sebagai
berikut: “setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut: “tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Mencermati ketentuan Pasal 27 tersebut, maka konstitusi memberi
kedudukan yang sama bagi setiap warga negara di depan hukum dan
pemerintahan dan memberi hak yang sama pula dalam upaya pembelaan
negara. Ini berarti tidak mmbedakan antara laki-laki dan perempuan. Di
samping itu Pemerintah Republik Indonesia sudah meratifikasi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Convention on the Elimination of
All Forms of Discrimination Against Woman menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan. Hal ini menunjukan komitmen yang serius
dari Pemerintah Republik Indonesia untuk menghapus segala bentuk
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan baik
85
dalam ranah domestik maupun ranah publik termasuk dalam kesempatan
berperan aktif dalam sektor publik.
Terkait dengan hal tersebut timbul pertanyaan, seperti apa
keterlibatan perempuan di sektor publik di Kabupaten Buleleng dewasa ini?
Hal ini perlu dipaparkan secara lengkap terutama dilihat dari perspektif
gender sehingga dapat diketahui dalam hal-hal apa masih terjadi kesenjangan
gender. Dalam konteks ini akan dilihat beberapa aspek antara lain
keanggotaan DPRD, keanggotaan KPU, Pegawai Negeri Sipil, Pejabat
Berdasarkan Eselon, Yudikatif, dan lain-lain.
Berbicara masalah politik, selama ini masih diidentikkan dengan
sesuatu yang menyangkut kekuasan, pengambilan keputusan, persaingan,
keras, dan kotor. Sehubungan dengan hal itu masih banyak orang yang
menganggap dunia politik adalah dunianya kaum laki-laki dan kurang pantas
untuk kaum perempuan. Oleh karena itu, pandangan seperti ini
memengaruhi keterlibatan perempuan di bidang politik, dan pada gilirannya
menimbulkan kesenjangan gender yang cukup signifikan. Terkait dengan hal
ini, berikut akan diuraikan beberapa indikator ranah politik.
7.1 Legislatif
7.1.1 Keanggotaan DPRD
Hasil pemilu legislative tahun 2014 menunjukan bahwa keanggotaan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah masih didominasi oleh kaum laki-laki. Perjuangan berbagai pihak
terutama para pemerhati perempuan untuk meningkatkan keterlibatan
perempuan di lembaga legislatif tampaknya belum membuahkan hasil yang
maksimal. Meskipun secara yuridis sudah diamatkan oleh Undang-Undang
pemilu quota 30% namun hal ini tetap belum bisa tercapai pada pemilu
legislative tahun 2014. Hal ini menggambarkan bahwa kesenjangan gender di
dunia politik khususnya di lembaga legislatif masih cukup tajam. Kondisi ini
merupakan tantangan global yang tidak ringan yang terus dihadapi oleh
masyarakat dunia pada abad ke 21. Di Kabupaten Buleleng komposisi
keanggotaan DPRD berdasarkan jenis kelamin masih menunjukkan
86
kesenjangan yang cukup signifikan, dan ini terjadi pada setiap pemilu. Hal ini
tergambar seperti pada table berikut ini.
Tabel : 7.1 Proporsi Keanggotaan DPRD Menurut Daerah Pemilihan Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Buleleng Periode 2009—2014 dan 2014-2019
NO Daerah PemilihanPeriode 2009 - 2014 (orang)
Periode 2014 - 2019 (orang)
Lk Pr Jml Lk Pr Jml1 Buleleng 1 (Kecamatan Buleleng) 7 2 9 9 1 102 Buleleng 2 (Kecamatan Sukasada) 5 0 5 3 2 5
3Buleleng 3 (Kecamatan Sawan, Kubutambahan, Tejakula) 10 2 12 6 2 8
4 Buleleng 4 (Kecamatan Banjar) 5 0 5 9 0 9
5Buleleng 5 (Kecamatan Seririt dan Busungbiu) 8 0 8 6 1 7
6 Buleleng 6 (Kecamatan Gerokgak) 6 0 6 6 0 6 JUMLAH 41 4 45 39 6 45Sumber :
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENGMODEL EB-3 (DAFTAR CALON TERPILIH ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014)MODEL EB-3 .1 (DAFTAR CALON TERPILIH ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA TAHUN 2009)
Mencermati tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa proporsi
keanggotaan DPRD menurut daerah pemilihan dan jenis kelamin di
Kabupaten Buleleng periode 2009—2014 menunjukkan ketimpangan yang
cukup tinggi. Dari 45 orang sebaran keanggotaan DPRD di Kab. Buleleng hanya
4 orang perempuan. Keempat wakil perempuan ini adalah 2 orang dari
Buleleng 1 (Kecamatan Buleleng), dan 2 orang lagi dari Buleleng 3 (Kecamatan
Sawan, Kubutambahan, Tejakula). Komposisi seperti ini memang cukup
memrihatinkan kalau dicermati dari perspektif gender.
Akan tetapi ketika mencermati keanggotaan DPRD hasil pemilihan
legislatif periode 2014—2019 di Kab. Buleleng tampaknya menunjukkan
peningkatan dan persebaran yang cukup menjanjikan dari perspektif gender.
Keterlibatan perempuan sebagai anggota legislative nampak meningkat dari
periode sebelumnya. Kalau pada periode 2009-2014 hanya ada 4 perempuan
sebagai anggota legislative, sementara pada periode 2014-2019 meningkat
87
menjadi 6 orang. Keenam orang perempuan yang terpilih adalah: 1 orang dari
Dapil Buleleng 1, 2 orang dari Dapil Buleleng 2, 2 orang dari Dapil Buleleng 3,
dan 1 orang dari Dapil Buleleng 5. Keadaan ini memberikan angin segar bagi
kaum perempuan untuk berkiprah di ranah publik pada tahun-tahun
mendatang. Walaupun secara kuantitatif peningkatan jumlah ini belum
memberikan gambaran kesetaraan gender secara signifikan. Untuk sampai
kepada kesetaraan gender yang signifikan memang memerlukan waktu yang
cukup panjang dan kesadaran tinggi dari semua pihak.
Ketimpangan gender dalam keanggotaan legislatif (DPRD) di Kab.
Buleleng, dapat diketahui berdasarkan data tabel tersebut di atas, bahwa
jumlah perempuan yang duduk dalam keanggotaan legislatif amat kecil.
Kondisi tersebut penting untuk dicermati dan dilakukan upaya agar jumlah
perempuan yang duduk dalam lembaga legislatif dapat ditingkatkan.
Pekerjaan ini tentu tidak mudah untuk dilakukan, oleh karena itu diperlukan
kemauan, kemampuan, dan perjuangan secara terus menerus. Sebab untuk
dapat masuk menjadi calon legislatif harus melalui proses politik yang cukup
panjang, kompleks, dan rumit.
Berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia ditentukan bahwa untuk menjadi calon legislatif harus melalui salah
satu partai politik. Dengan demikian maka dukungan dari partai politik mutlak
dibutuhkan dan bahkan pegang peranan. Maksudnya apabila seseorang ingin
menjadi anggota legislatif harus mempunyai tempat untuk berjuang, maka
orang yang bersangkutan harus masuk pada suatu partai politik tertentu
sebagai wadah ia bernaung. Masuknya perempuan dalam salah satu partai
politik tentunya tidak persoalan ringan agar ia dapat diterima dan terlibat
dalam kepengurusan partai politik peserta pemilu. Setelah itu dilalui barulah
memasuki proses pencalonan oleh partai politik tempatnya bernaung dan
baru berjuang untuk dapat merebut satu kursi pada pemilu legislatif.
Perjuangan untuk merebut satu kursi bagi perempuan jelas tidak
mudah melainkan membutuhkan pengorbanan pemikiran, tenaga, waktu, dan
biaya yang tidak sedikit, dan belum lagi ada cemohan oleh masyarakat
terhadap perempuan yang ikut terlibat dalam organisasi politik. Perjuangan
88
yang harus ditempuh perempuan untuk dapat menjadi anggota legislatif
adalah sangat berat.
Hal itu memperkuat opini yang berkembang di masyarakat, seolah-
olah membenarkan pandangan bahwa dunia politik itu adalah dunia yang
keras, kejam, kotor, dan kasar sehingga tidak cocok dan tidak pantas untuk
perempuan. Akibatnya apabila perempuan memasuki dunia politik, maka siap
dengan beaya sosial (ejekan, cemohan, dan lain-lain). Untuk menghapus
stigma yang demikian melekat pada perempuan maka perempuan harus
berani melakukan terobosan terhadap stigma negatif tersebut dengan dan
harus mempunyai kemampuan sumber daya pribadi untuk bersaing masuk
pada dunia politik praktis dan bukan mengandalkan kekayaan semata. Jika
dipresentasekan, maka proporsi keanggotaan legislative berdasarkan jenis
kelamin tampak seperti pada gambar berikut ini.
Gambar: 7.1 Persentase Anggota DPRD Kabupaten Buleleng Berdasarkan Jenis Kelamin Periode 2009-2014 dan 2014-2019
2009-2014 2014-20190
102030405060708090
100 91.1 86.7
8.9 13.3laki Prp
Sumber: KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG
7.1.2 Anggota PPK
Setelah mencermati keterwakilan perempuan dalam keanggotaan
legislative, maka perhatian akan kita alihkan ke jumlah anggota Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) menurut jenis kelamin di Kab. Buleleng tahun 2014 yang akan
disajikan dalam table berikut ini.
89
Tabel: 7.2 Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)
Menurut Jenis Kelamin Di Kabupaten Buleleng
NO KECAMATANPilpres 2014
LK PR Jumlah
1 GEROKGAK 4 1 5
2 BUSUNGBIU 4 1 5
3 SERIRIT 5 0 5
4 BANJAR 5 0 5
5 BULELENG 4 1 5
6 SUKASADA 5 0 5
7 SAWAN 5 0 5
8 KUBUTAMBAHAN 5 0 5
9 TEJAKULA 5 0 5
TOTAL 42 3 45
Sumber : KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG
Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah anggota Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) menurut jenis kelamin di Kabupaten Buleleng pada Pilpres.
tahun 2014 yang terdiri dari 9 Kecamatan. Total jumlah anggota PPK. di Sembilan
Kecamatan adalah 45 orang yang terdiri dari 42 orang laki-laki dan 3 orang
perempuan. Adapun sebaran ketiga orang perempuan tersebut adalah: 1 orang
dari Kec. Gerokgak, 1 orang dari Kec. Busungbiu, dan 1 orang lagi dari Kec.
Buleleng. Keadaan ini juga memrihatinkan kita semua karena keterwakilan
perempuan sungguh sangat tidak mencerminkan proporsionalitas sekaligus tidak
menunjukkan kesetaraan gender. Keanggotaan panitia PPK ini mencerminkan
tingkat kesenjangan gender yang sangat signifikan. Kondisi ini perlu dilakukan
suatu upaya untuk dapat meningkatkan keterlibatan perempuan dalam sector
public khususnya dalam kepanitiaan PPK. Hal ini bukan persoalan mudah
90
dilakukan karena harus memerlukan pemikiran yang kritis dan mendalam. Secara
persentase, keterlibatan perempuan dalam keanggotaan PPK dibandingkan
dengan laki-laki seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar: 7. 2 Persentase Keanggotaan PPK di Kabupaten Buleleng Tahun
2014.
95.3
4.7
Lk-lk Pr
Sumber : Sumber : KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG
7.1.3 Anggota PPS
Dalam setiap pelaksanaan Pemilu selalu melibatkan banyak orang dalam
berbagai lembaga Pemilu, selain keterlibatan dalam PPK, juga perlu melibatkan
orang sebagai panitia pemungutan suara (PPS). Untuk mengkritisi keterlibatan
perempuan dalam keanggotaan PPS table berikutnya akan menyajikan angka-
angka sebagai berikut.
Tabel: 7.3 JUMLAH ANGGOTA PANITIA PEMUNGUTAN SUARA (PPS)
MENURUT JENIS KELAMIN DI KABUPATEN BULELENG, 2014
NO KECAMATANPilpres 2014
LK PR Jumlah
1 GEROKGAK 40 2 42
91
2 BUSUNGBIU 44 1 45
3 SERIRIT 60 3 63
4 BANJAR 50 1 51
5 BULELENG 84 3 87
6 SUKASADA 44 1 45
7 SAWAN 40 2 42
8 KUBUTAMBAHAN 37 2 39
9 TEJAKULA 29 1 30
TOTAL 428 16 444Sumber : KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG
Memerhatikan tabel di atas, jumlah anggota Panitia Pemungutan
Suara (PPS) menurut jenis kelamin di Kab. Buleleng tahun 2014 menunjukkan
kesenjangan gender yang sangat tajam. Hal tersebut dapat diketahui dari
total anggota PPS yang berjumlah 444 orang masih didominasi oleh kaum
laki-laki yaitu 428 orang, sementara anggota perempuan hanya 16 orang. Dari
9 Kecamatan yang ada di Kab. Buleleng rentang keterwakilan perempuan
sebagai anggota PPS. Antara 1—3 orang. Artinya disemua Kecamatan sudah
ada keterwakilan perempuan sebagai anggota PPS. Namun demikian secara
kuantitatif keterlibatan perempuan masih sangat minim. Oleh karena itu
kedepannya keterlibatan perempuan sangat perlu dipicu dan dipacu agar
dapat terlibat secara berimbang dengan kaum laki-laki.
Secara persentase gambaran keterlibatan perempuan dalam
kepanitiaan PPS seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar: 7.3 Persentase Keanggotaan PPS di Kabupaten Buleleng Tahun
2014.
92
96.4
3.6
Lk-lk Pr
Sumber : KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG
7.1.4 Anggota KPU
Lembaga politik lain yang bisa menunjukkan partisipasi prempuan di
bidang politik adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga politik ini
mempunyai peran yang sangat penting pada setiap ada perhelatan pemilihan
umum baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun keterlibatan perempuan
di lembaga ini juga tidak jauh berbeda denfan lembaga politik lainnya, dalam
arti masih sangat minim. Di Kabupaten Buleleng bagaimana posisi
perempuan di dalam keanggotaan KPU dapat dilihat pada gambar 7.4 berikut.
Gambar 7.4 Jumlah Anggota KPU Kabupaten Buleleng Periode 2013-2018.
80
20 Chart Title
Lk-lkPr
93
Sumber : Kantor KPU,Kabupaten Buleleng Tahun 2016
Secara kuantitas keanggotaan KPU di setiap daerah berjumlah 5
orang. Demikian juga di Kabupaten Buleleng, dari lima anggota KPU hanya
ada 1 perempuan, sehingga kalau dipresentasekan tampak seperti gambar 7.3
di atas.Pada gambar 7.3 di di atas menunjukkan bahwa secara persentase
80% dari anggota KPU Buleleng pada tahun 2016 adalah laki-laki, sementara
perempuannya hanya : 20%. Suatu proporsi yang cukup timpang. Tentu hal
ini perlu dicermati karena sepertinnya perempuan dan laki-laki kutang
mampu bersaing untuk memperebutkan posisi di dalam keanggotaan KPU ini.
Mengapa terjadi hal yang demikian tentu perlu dicari jawabannya melalui
kajian yang lebih dalam lagi.
Aktivitas perempuan di bidang publik, selain dapat diamati melalui
partisipasinya di bidang politik juga dapat teramati di bidang pemerintahan
sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
7.2 Eksekutif
Eksekutif sebagai aparatur negara mempunyai peran yang sangat
penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Peran eksekutif sangat
sentral karena mereka inilah yang berfungsi menjalankan pemerintahan.
Eksekutif yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mereka yang menjadi
pegawai negeri sipil (PNS, baik yang masih honor maupun yang sudah
berstatus sebagai PNS yang ada di lingkungan pemerintahan Kab. Buleleng.
Keadaan pegawai negeri sipil di Kab. Buleleng akan diuraikan secara rinci
seperti berikut ini.
7.2.1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Golongan Kepangkatan
Di dalam menjalankan pemerintahan, dan untuk mencapai sistem
pemerintahan yang baik (good gavernance) sangat dibutuhkan dukungan dari
semua pihak. Sebagai aparatur negara yang bertugas menjalankan
pemerintahan dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas diri. Untuk
memeroleh sumberdaya manusia yang berkualitas, maka sangat penting
94
untuk selalu mengisi diri dengan berbagai pengetahuan. Berbagai cara dapat
dilakukan untuk menambah pengetahuan, baik melalui pendidikan formal
maupun nonformal atau informal. Berbekal pengetahuan dan wawasan yang
luas ditambah dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas, maka
seseorang akan dipercaya untuk menduduki jabatan dalam system
pemerintahan.
Konstitusi sudah mengatur dengan jelas dan tegas bahwa tidak
membedakan hak-hak setiap warga negara baik hak-hak laki-laki maupun
perempuan dalam segala aspek kehidupan. Di samping itu sebagai komitmen
Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan berbagai peraturan yang
menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Oleh karena itu, peran perempuan
menjadi semakin kelihatan di sektor publik, termasuk dalam pemerintahan.
Namun demikian jika dilihatat posisi perempuan dalam jabatan pemerintahan
tampaknya memang belum sebanding dengan posisi yang ditempati oleh
pegawai laki-laki. Hal ini terutama tampak dari perempuan yang menduduki
jabatan masih sangat timpang antara laki-laki dan perempuan, artinya
ketimpangan gender masih cukup menonjol. Ketimpangan gender tersebut
dapat dilihat seperti pada Tabel berikut ini.
Tabel: 7.4 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Gol. Kepangkatan di Kab. Buleleng, 2015
Gol. L P Jumlah
I 178 35 213
II 1.180 981 1.891
III 2.084 1.844 3.928
IV 2.332 1.669 4.271
Total 5.774 4.529 10.303
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kab. Buleleng. 2016
Mencermati tabel di atas, dimana secara keseluruhan pegawai negeri
sipil (PNS) di Kab. Buleleng tahun 2015 menurut golongan kepangkatan (I—IV)
mencapai jumlah 10.303 orang. Dari keseluruhan jumlah PNS. tersebut jumlah
95
PNS perempuan hanya 4.529 orang dari semua golongan kepangkatan.
Sementara itu jumlah PNS. Laki-laki mencapai 5.774 orang. Dari sisi golongan
kepangkatan PNS masih menunjukkan dominasi laki-laki atas perempuan.
Keadaan seperti ini juga memberi kesan bahwa. Namun demikian dilihat dari
sisi kuantitatif jumlah PNS di Kab Buleleng antara laki-laki dan perempuan
tampaknya cukup berimbang dari total jumlah PNS. Hanya berselisih
ketimpangan gender masih menyelimuti institusi pemerintahan di Kab
Buleleng. Jika dipresentasekan akan tampak seperti gambar berikut ini.
Gambar 7.5 Persentase Pegawai Negeri Sipil Menurut Gol. Kepangkatan dan
jenis kelamin di Kab. Buleleng, 2015
56.1
43.9
Lk-lk Pr
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kab. Buleleng. 2016
7.2.2 Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Tempat Kerja di PEMDA Buleleng,
2015
Pegawai negeri Sipil yang ada di Kabupaten Buleleng terdistribusi pada
setiap organisasi perangkat daerah (OPD), namun dari data yang tersedia
96
belum semua PNS terdistribusi ke semua OPD yang ada di Kabupaten
Buleleng.
Tabel: 7.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Instansi Kabupaten Buleleng, 2015
Instansi Kab. Buleleng L P L + PKantor Kementrian Agama Kab. Buleleng 198 168 366Kantor Pertanahan Kab. Buleleng 70 17 87Badan Statistik Kab. Buleleng 22 5 27Kejaksaan Negeri Kab. Buleleng 30 12 42Pengadilan Negeri Singaraja 41 12 53KPP Pratama Singaraja 59 19 78KPKML Singaraja 25 5 30Total 445 238 683Sumber: Buleleng Dalam Angka 2016
Dari ketujuh Instansi yang terrekam ke dalam tabel di atas
menunjukkan jumlah PNS yang terdistribusi berjumlah 683 orang.
Pendistribusiannya dilihat dari jenis kelamin adalah 445 orang laki-laki, dan
238 orang perempuan. Hal ini juga menunjukkan adanya ketimpangan dilihat
dari perspektif gender. Hampir di semua instansi yang terrekam dalam tabel
menunjukkan perbedaan angka yang cukup tajam antara laki-laki dan
perempuan sebagai PNS. Oleh karena itu kedepannya Pemkab. harus
mengusahakan penerimaan PNS. di semua instansi dengan
mempertimbangkan aspek gendernya.
97
98
BAB VIII
LAIN-LAIN
Ada beberapa hal yang belum dibahas pada bab-bab sebelumya, oleh
karenanya Bab VIII ini ditampilkan untuk melengkapi bab-bab sebelumnya,
akan tetapi sangat penting untuk mendapat perhatian dari semua pihak.
Dengan demikian akan diperoleh gambaran tentang Profil Statistik Gender
Kab Buleleng secara komprehensif. Di Antara yang belum terrekam tersebut
mencakup antara lain seperti disajikan di bawah ini.
8.1 Korban dan Pelaku Kekerasan
Sejak kapan mulai adanya kekerasan?. Sebenarnya kekerasan itu ada
sejak jaman lampau sampai sekarang dan persisnya tidak ada sumber yang
pasti. Meskipun demikian, kekerasan sekarang menjadi isu yang krusial atau
hangat dan menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Begitu pentingnya
masalah kekerasan sampai pemerintah mengaturnya dalam sebuah undang-
undang yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Pada Pasal 5 Undang-Undang tersebut
ditegaskan bahwa kekerasan dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan
penelantaran rumah tangga atau ekonomi.
Kekerasan adalah tindakan atau prilaku yang dilakukan oleh sesorang
atau lebih yang dapat berakibat penderitaan atau sakit (fisik, psikis, seksual
dan ekonomi) pada orang lain. Pada saat-saat tertentu kekerasan terhadap
binatang dapat dikatagorikan sebagai kekerasan tergantung pada situasi dan
nilai-nilai social masyarakat. Kekerasan juga cenderung mengandung
agresifitas untuk berprilaku merusak. Merusak dapat dilakukan terhadap
manusia dan benda. Dari dua obyek tersebut kekerasan terhadap manusia
yang paling fatal karena terkait dengan pelanggaran Hak Azasi Manusia
(HAM). Kekerasan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua bentuk
yaitu kekerasan yang tidak direncanakan, ini mencakup skala kecil dan
kekerasan yang dilakukan secara terkoordinir yakni kekerasan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak contohnya
99
perang atau kekerasan antar masyarakat atau antar Negara, terorisme dan
lain-lainnya.
Kekerasan terjadi karena latar belakangnya. Kekerasan yang
dimaksudkan disini adalah kekerasan yang berbasis pada ketimpangan
gender yaitu kekerasan yang dilatar belakangi oleh adanya perbedaan jenis
kelamin. Korban kekerasan berbasis gender pada umumnya terjadi pada
perempuan. Secara umum kekerasan terhadap perempuan dapat digolongkan
bahwa setiap tindakan atau perbuatan yang berakibat penderitaan atau
kesengsaraan pada perempuan secara fisik maupun non fisik yang terjadi baik
di tempat umum maupun di lingkungan pribadi dan rumah tangga. Kekerasan
fisik dimaksudkan adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau
menganiaya orang lain. Pelaku dalam melakukan tindakan dapat
menggunakan tangan, kaki, dan atau mulut (menggigit), serta bisa pakai
benda, bahkan kekerasan yang pakai benda dapat berakibat lebih fatal.
Kekerasan non-fisik adalah tindakan yang dilakukan untuk merendahkan
atau melecehkan kepercayaan diri seseorang, yang dalam hal ini adalah
perempuan dengan mengucapkan kata-kata kasar atau perkataan yang tidak
menyenangkan orang lain (korban). Sementara kekerasan psikologis adalah
tindakan atau perbuatan yang bertujuan untuk mengganggu atau menekan
emosi korban, sehingga secara kejiwaan, korban menjadi tidak mempunyai
keberanian untuk mengungkapkan pendapat. Dalam kondisi demikian korban
menjadi penurut, dan pada akhirnya menjadi bergantung pada orang lain
(misalnya istri bergantung pada suami) dalam segala hal terutama pada
masalah finansial.
Berdasarkan data pada tahun 2016, pada umumnya yang menjadi
korban dalam berbagai kekerasan yang terjadi di Kabupaten Buleleng adalah
perempuan, namun tidak berarti tidak ada laki-laki yang menjadi korban
kekerasan, hanya saja korban laki-laki hanya sedikit. Pada dasarnya korban
kekerasan dominan adalah perempuan. Data korban dan pelaku kekerasan di
Kabupaten Buleleng dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
100
Tabel: 8.1 Korban dan Pelaku Kekerasan di Kabupaten Buleleng Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2016
Korban/Pelaku
Kekerasan
2016
L P JML
Korban Kekerasan 5 43 48
Pelaku Kekerasan 45 - 45
Sumber: P2TP2A Kabupaten Buleleng, 2016
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari sisi korban, perempuan jauh
lebih dominan menjadi korban kekerasan yaitu mencapai 43 orang.
Sedangkan korban kekerasan dari pihak laki-laki hanya berjumlah 5 orang.
Dominannya korban kekerasan terhadap perempuan perlu juga dikritisi,
apakah kesemua korban terhadap perempuan itu pelakunya semuanya laki-
laki atau ada juga yang dilakukan oleh sesama jenis. Sementara itu table
menyajikan bahwa pelaku kekerasan yang berjumlah 45 orang semuanya
dilakukan oleh laki-laki.
Bentuk kekerasan merupakan indikasi adanya penyalahgunaan
kekuasaan, ketidaksetaraan, dan dominasi. Kekerasan penyalahgunaan
kekuasaan, ketika kekuasaan yang dimiliki seseorang dipakai untuk memaksa
atau membohongi orang lain, dimana hal tersebut berdampak pada integritas
dan kepercayaan orang yang menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan.
Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dimungkinkan oleh adanya
ketidaksetaraan status antar- individu, antar- kelompok, atau antar-negara
(Sadli, 2002). Oleh karena itu tidak dipungkiri bahwa dalam kehidupan
masyarakat Kabupaten Buleleng yang sangat patriarkhis, maka perempuan
dan anak-anak yang berposisi subordinat lebih banyak menjadi korban
kekerasan. Jika dipersentasekan maka perbandingan korban kekerasan antara
laki-laki dan perempuan seperti tampak pada gambar berikut ini.
101
Gambar: 8.1 Persentase Korban Kekerasan Menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Buleleng, 2016
10.4
89.6
LAKI-LAKI PEREMPUAN
Sumber: P2TP2A Kabupaten Buleleng, 2016
8.2. Gepeng
Gelandangan dan pengemis merupakan salah satu masalah sosial
yang sangat sulit untuk diberantas atau diatasi terutama di perkotaan.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasinya seperti
penangkapan akan tetapi merekan tidak pernah jera. Para gepeng tersebut
bahkan setelah dipulangkan ke daerah asalnya mereka datang lagi untuk
menggepeng di tempat-tempat yang dianggapnya strategis untuk melakukan
perbuatan menggepeng seperti di traffick light, pasar, tempat hiburan dan
lain-lainnya. Instansi yang berwenang menangani masalah gepeng yakni Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja, Satpol PP sepertinya sudah kehabisan metoda untuk
memberantas para gepeng. Pada musim-musim tertentu seperti menjelang
hari raya keberadaan gepeng semakin banyak jumlahnya, karena pada saat-
saat tersebut dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan untuk hari raya.
Pada dasarnya setiap orang ingin hidup layak, aman, sejahtera, dan
nyaman. Akan tetapi dalam kenyaaatnya tidak semua orang dapat hidup
seperti yang dicita-citakan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang hidup dari
menggepeng (gelandangan dan pengemis). Gelandangan adalah mereka yang
hidup tidak layak atau tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
102
masyarakat setempat , tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap, dan hidup berpindah-pindah di tempat umum. Sementara pengemis
adalah mereka yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta
baik yang dilakukan ditempat-tempat umum maupun di rumah-rumah
penduduk dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapat belas kasihan
dari orang lain. Oleh karena itu pengemis tidak mempunyai tempat tinggal
tetap atau tinggalnya berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang
lainnya seperti di emper-emper pertokoan, stasiun kereta api, terminal atau
fasilitas umum lainnya dalam menjalani kehidupannya.
Kota Singaraja sebagai pusat pemerintahan, dan pusat ekonomi
mempunya daya tarik atau magnet tersendiri yang menyebabkan banyak
orang yang datang (urbanisasi) ke kota. Di sisi lain, kesempatan kerja yang
tersedia dan peluang berusaha di Kota Singaraja tidak mampu menampung
para urban tersebut karena tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan.
Dengan tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan, merupakan salah satu
faktor terjadinya gelandangan dan pengemis dari para urban tersebut.
Pemerintah Kota Singaraja sebenarnya sudah berupaya secara
maksimal untuk menangani gepeng tersebut yakni dengan menjaring para
gepeng yang berkeliaran dan bahkan mengembalikan ke daerah asalnya. Akan
tetapi usaha itu tidak membuah hasil maksimal karena para gepeng masih
saja berkeliaran di seputaran kota. Berdasarkan data dari Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng pada tahun 2015 dan 2016 gepeng yang
terjaring sebanyak 69 orang di tahun 2015. Dari jumlah tersebut sebanyak 26
orang laki-laki (37.7%), dan sebanyak 43 orang perempuan (62.3%) . Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut.
103
Tabel: 8.2 Jumlah Gepeng yang Terjaring di Kabupaten Buleleng Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2015 dan 2016
Kelompok Umur( tahun) 2015 2016
L P Jlh L P Jlh0 - 4 tahun 2 3 5 - 1 15 - 9 tahun 3 5 8 2 - 210 - 14 tahun 4 6 10 - - -15 - 18 tahun 7 14 21 - 1 119 tahun ke atas 10 15 25 5 6 11
Jumlah 26 43 69 7 8 15 Sumber: Dinas Sosial Kabupaten Buleleng 2017
Akan tetapi angka tabel tahun 2016 menunjukkan jumlah gepeng yang
terjaring turun cukup drastis yaitu hanya 15 orang yang terdiri dari 7 orang
laki-laki dan 8 orang perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemerintah
Daerah melalui Dinas Sosial sudah cukup berhasil menangani dan mengelola
para gepeng tersebut. Jika dilihat secara persentase perbandingan gepeng laki-
laki dan perempuan yang terjaring seperti tampak pada gambar berikut ini
Gambar: 8.2 Persentase Gepeng laki-laki dan perempuan yang terjaring tahun 2015 dan 2016 di Kabupaten Buleleng
2015 20160
10203040506070
37.746.7
62.353.3
laki Prp
Sumber: Dinas Sosial Kabupaten Buleleng 2017.
Sebagai upaya untuk menyadarkan para gepeng agar tidak lagi melakukan
aktivitas menggepeng pemerintah melalui Dinas Sosial melakukan pembinaan
bagi para gepeng. Namun demikian sepertinya usaha yang dilakukan belum
bisa membuahkan hasil yang maksimal karena pada kenyataannya setiap hari
masih saja ada gepeng yang berkeliaran di tempat-tempat tertentu. Hanya saja
104
jumlahnya sudah berkurang. Tabel berikut ini menjelaskan keberhasilan
Pemkab Buleleng menangani gepeng melalui Dinas Sosial.
Tabel: 8.3 Jumlah Gepeng Menurut Jenis Kelamin yang Telah Dibina di Kabupaten Buleleng 2016
Kelompok Umur(tahun)
Jenis kelamin JumlahL P L + P
0 – 4 tahun - 1 15 – 9 tahun 2 - 210 – 14 tahun - - -15 – 18 tahun - 1 119 tahun keatas 5 6 11Jumlah 7 8 15Sumber: Dinas Sosial Kabupaten Buleleng 2017
Dari table di atas tampak bahwa semua gepeng yang berhasil dijaring
pada tahun 2016 semuanya telah dibina oleh Dinas Sosial. Pembinaan ini
dilakukan tentu dengan tujuan agar mereka tidak menggpeng lagi di wilayah
Buleleng, dan diharapkan mereka kembali ke daerah asalnya untuk mencari
pekerjaan yang lebih bergengsi.
8.3 Akta Kelahiran
Akta kelahiran merupakan salah satu identitas penting bagi setiap
individu, karena dengan akte kelahiran seseorang diakui keberadaannya
secara syah. Oleh karena itu, kepemilikan akte kelahiran menjadi sangat
penting bagi setiap orang. Identitas diri berupa akta kelahiran bagi setiap
orang harus diberikan sejak baru lahir. Identitas ini tergolong salah satu
bentuk perlindungan dan pengakuan resmi terhadap individu. Untuk
mendapatkan identitas ini setiap orang tua harus mendaftarkan kelahiran
anaknya ke kantor catatan sipil yang memang bertugas untuk mendaftarkan
segala bentuk pencatatan akte kelahiran maupun akte perkawinan.
Meskipun kepemilikan akta kelahiran sangat penting bagi setiap orang,
namun sampai saat ini kesadaran Orang Tua untuk mengurus Akta Kelahiran
105
secara umum untuk WNI pada umumnya masih rendah. Secara aturan umum
bahwa orang tua seharusnya segera mengurus akte lahir (mencatatkan
kelahiran anak yang baru lahir tidak lewat dari 42 hari. Seringkali masyarakat
secara umum belum menganggap Akta anak tidak terlalu penting. Ketika anak
memasuki usia sekolah baru para orang tua sibuk mengurus akta anak karena
merupakan salah satu persyaratan masuk sekolah harus melampirkan akta
kelahiran. Sebaliknya untuk WNA justru lebih disiplin mengurus akta kelahiran
anak.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kepemilikan akta kelahiran, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
kepemilikan akte kelahiran dengan berbagai cara antara lain melalui gebyar
dan jemput bola (jebol) dalam artian para petugas kantor catatan sipil
mendatangi langsung daerah-daerah tertentu yang diperkirakan masih
banyak penduduknya tidak memiliki akte kelahiran untuk mencatatkan atau
membuatkan anaknya akte kelahiran.
Sebagai upaya mengatasi masalah kepemilikan akte kelahiran, di
Kabupaten Buleleng telah ada pelayanan khusus mengenai pencatatan akte
baik akte perkawinan maupun akte lahir yakni kantor catatan sipil. Pada
tahun 2016, kantor catatan sipil Kabupaten Buleleng telah mencatat akte
kelahiran seperti tampak pada Tabel berikut.
Tabel : 8.4 Kepemilikan Akta Kelahiran Menurut Kecamatan di Kabupaten Buleleng Tahun 2015
NamaKecamatan
Jumlah Anak Menurut Jenis Kelamin dan Umur
Anak yang Memiliki Akta Kelahiran
L P Total Jumlah %Gerokgak 15.150 14.590 29.740 23.854 80,21Seririt 14.870 13.960 28.830 23.573 81,77Busungbiu 7.965 7.349 15.314 11.303 73,81Banjar 13.230 12.386 25.616 21.616 84,38Sukasada 12.952 12.186 25.138 21.264 84,59Buleleng 22.399 20.916 43.315 37.257 86,01Sawan 12.238 11.327 23.565 19.435 82,47Kubutambahan
9.964 9.515 19.479 14.873 76,35
Tejakula 11.713 11.084 22.797 17.917 79,59Sumber: Buleleng dalam angka 2016
106
Dari Tabel ini tampak bahwa rekapitulasi pencatatan akte kelahiran
tahun 2015 di Kabupaten Buleleng masih belum mencapai 100%. Jika dilihat
sebaran per kecamatan tampak bahwa Kecamatan Buleleng yang persentase
kepemilikan akta kelahirannya paling tinggi yakni sudah mencapai 86,01%,
sementara yang paling rendah adalah Kecamatan Busungbiu yang hanya
73,81%. Kalau di rata-ratakan secara keseluruhan masih ada sekitar 25%
penduduk Buleleng yang belum memiliki akta kelahiran. Hal ini menunjukkan
masih perlunya upaya untuk meningkatkan kesadaran penduduk akan
pentingnya kepemilikan akta kelahiran, terutama penduduk yang ada di
wilayah pedesaan. Upaya pencatatan akta kelahiran yang dilakukan oleh
pemerintah pada dasarnya sudah sangat memudahkan masyarakat untuk
mendaftarkan anaknya ke catatan sipil. Cara tersebut adalah melalui cara
umum, istimewa, dispensasi,jemput bola, dan gebyar.
Jika dilihat dari perspektif gender, dalam kaitan dengan pemberian
akte kelahiran tidak ada perbedaan perlakuan antara penduduk laki-laki dan
perempuan dalam memperoleh akte kelahiran. Namun secara kuantitatif
tampak bahwa anak laki-laki lebih banyak yang terdaftar memiliki akta
kelahiran. Apakah hal ini terjadi karena jumlah anak laki-laki yang memang
lebih banyak dari anak perempuan atau karena faktor lain.
8.4 Anak yang tinggal di Panti Asuhan
Kabupaten Buleleng tampaknya masih menyimpan anak-anak
yang orang tuanya kurang mampu atau anak-anak yang tidak mempunyai
orang tua sehingga dia harus dititipkan dipanti asuhan. Banyaknya anak asuh
yang tercatat tinggal di panti asuhan mengindikasikan kurangnya perlakuan
yang baik dari keluarga terhadap anak. Di Kabupaten Buleleng terdapat cukup
banyak panti asuhan yakni 29 buah. Dari jumlah panti asuhan yang ada
menampung 1.403 orang anak asuh pada tahun 2016. Semakin banyaknya
anak-anak yang memerlukan lembaga ini maka secara otomatis diperlukan
penambahan panti asuhan. Persoalannya dalam hal ini bukanlah terletak pada
kapasitas daya tampung Panti Asuhan yang tersedia, namun lebih kepada
mengapa masih banyak anak yang harus tinggal di panti asuhan?. Jika dilihat
107
dari perspektif gender, ternyata jumlah anak asuh laki-laki dan perempuan
hampir sama yakni 701 anak laki-laki dan 702 anak perempuan. Hal ini seperti
tampak pada tabel berikut ini.
Tabel: 8.5 Jumlah Anak yang Tinggal di LKSA (Panti Asuhan) di Kabupaten Buleleng Tahun 2016.
No. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Jumlah AnakL P Total
1. Yayasan Dana Punia 52 28 802. Yayasan Lembaga Pendidikan Anak Tuna 21 19 403. Yayasan Widya Asih III 33 28 614. Yayasan Simpang Tiga 19 17 365. Yayasan Permata Bangsa 19 17 366. Yayasan Al-Khoirot 19 24 437. Yayasan So Rehab Bali 40 15 85
8. YayasanSlamet Mas Ary
30 40 70
9. Yayasan Surya Indra 20 28 4810. Yayasan Aura Sukma Insani 30 40 7011. Yayasan GPT. Maranatha Ministry 25 40 6512. Yayasan Sariuning 30 30 6013. Yayasan Al-Iman 19 21 40
14. Yayasan Miftahul Pegayaman4
33 57
15. Yayasan Ihya Ulumudin 15 18 3316. Yayasan Wawaddah Pancoran 10 10 2017. Yayasan Saiwa Dharma 20 40 6018. Yayasan Destawan 26 11 3719. Yayasan Benih Kasih 25 20 4520. Yayasan Ar-Raudah 19 31 50
21. Yayasan Bina slamika
21 24 45
22. Yayasan Nurul Jadid 16 11 2723. Yayasan Raudatul Makmur 30 18 4824. Yayasan Taman Puspa Persada 30 20 5025. Yayasan Dharma Sedana 37 25 6226. Yayasan Bantuan Anak Indonesia 40 20 6027. Yayasan Gaia Oasis 3 35 6528. Yayasan Indo Rumah Zen 30 28 5829. Yayasan Ananda Seva Dharma 19 10 29
Jumlah 702 701 1.403Sumber Data: Dinas Sosial, Badan KB-PP, dll, Tahun 2016
108
8.5 Penduduk Lanjut Usia
Secara alamiah manusia akan menjalani hidupnya melewati fase-
fase tertentu yang antara lain fase balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan
lanjut usia, akhirnya meninggal dunia. Sejak fase balita, seorang manusia
akan tampak jelas mengalami pertumbuhan dan perkembangan, terutama
pada fisik dan mentalnya semakin kuat sampai fase dewasa. Pada fase dewasa
ini biasanya menjadi fase puncak kekuatan seorang manusia. Selanjutnya,
memasuki fase lanjut usia (lansia) biasanya ditandai dengan terjadi penurunan
kondisi fisik, psikologis, maupun sosial secara alami.
Sampai dewasa ini belum adanya satu pendapat yang disepakati oleh
para ilmuwan untuk memberikan batasan pengertian tentang masa lanjut
usia. Untuk memahami pengertian masa tua atau lanjut usia ini biasanya
digunakan indikator penjenjangan umur dari fase balita sampai fase lanjut
usia. Namun, rentang umur setelah fase balita itu masih bervariasi. Misalnya,
Hurlock (2002) berpendapat bahwa masa tua merupakan tahap terakhir
dalam perkembangan hidup manusia dibagi menjadi usia lanjut dini yang
berkisar antara umur 40 sampai dengan 70 tahun, sedangkan usia lanjut
dimulai sejak usia 70 tahun hingga manusia yang bersangkutan meninggal
dunia.
Orang tua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orang tua
yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) (Balte, Smith & Staudinger,
Charness & Bosman) dan orang tua yang lanjut (85 tahun atau lebih) dari
orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda (Johnson & Perlin). Sedangkan,
menurut J.W. Santrock (J.W, Santrock, 2002, h. 190), ada dua pandangan
tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang
barat dan orang timur (Indonesia). Pandangan orang barat yang tergolong
orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun ke
atas. Pada fase usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau
sudah lanjut. Sementara ini, pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang
yang berumur lebih dari 60 tahun. Usia manusia yang lebih dari 60 tahun pada
109
umumnya di Indonesia dipakai sebagai maksimal kerja dan mulai tampak pada
tubuhnya ciri-ciri ketuaan. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan usia 65
tahun sebagai lansia yang menunjukan proses penuaan yang berlangsung
secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia (http://
chirpstory.com/li/79452). Khusus dalam tulisan ini yang dipakai tolok ukur
lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun ke atas.
Seseorang yang sudah memasuki usia 60 tahun ke atas atau lanjut usia
secara fisik sudah rentan terhadap berbagai penyakit, baik fisik maupun psikis.
Itulah sebabnya, pada usia-usia ini sangat diperlukan adanya perhatian serius
terhadap kesehatan tubuh. Di samping itu, pada usia-usia ini pula jika tidak
mempunyai aktivitas, kadang-kadang seseorang lansia akan mengalami stres
atau depresi karena mereka merasa tergantung pada orang lain. Terkait
dengan hal tersebut maka pada saat ini Pemerintah Kota Denpasar tidak
hanya menaruh perhatian besar terhadap persoalan anak-anak, namun
perhatian khusus juga diberikan kepada penduduk lanjut usia (lansia). Hal ini
tampak dari berbagai program yang diluncurkannya guna kepentingan
kesejahteraan lansia. Adapun bentuk program dimaksud, antara lain senam
sehat lewat program Posyandu Paripurna, dan pelayanan kesehatan. Tabel
8.6 berikut ini mencamtumkan mengenai penduduk Lansia menurut
kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Buleleng tahun 2016.
Dari Tabel 8.6 tampak bahwa di Kecamatan Buleleng terdapat jumlah
lansia terbanyak baik tahun 2015 maupun tahun 2016, sementara jumlah
terkecil ada di Kecamatan Kubutambahan. Jika dibandingkan jumlah lansia
tahun 2015 jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2016. Dilihat dari perspektif
gender tampak bahwa jumlah lansia perempuan lebih banyak dibandingkan
lansia laki-laki, hal ini mencverminkan bahwa angka harapan hidup
perempuan lebih panjang dibandingkan angka harapan hidup laki-laki. Daya
tahan tubuh perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki meskipun
perempuan harus hamil dan melahirkan.
Pada umumnya dalam kehidupan berumah tangga di Bali dan
khususnya di Kabupaten Buleleng ada suatu tradisi, yaitu orang tua yang
sudah berusia lanjut tetap ber-gabung dengan keluarga inti anak laki-lakinya
110
yang bungsu. Misalnya, walaupun orang tua kandungnya secara fisik masih
relatif kuat dan secara ekonomis masih sanggup membiayai hidupnya sendiri,
keluarga inti anak laki-laki yang bungsu tersebut wajib tetap mengajak,
mengasuh, dan merawat orang tua kandungnya sampai (orang tuanya)
meninggal dunia. Apabila ada orang tua yang lanjut usia yang hidupnya
(misalnya) terlantar maka yang menjadi sorotan adalah anak-anaknya,
terutama anak laki-laki yang bungsu karena mengabaikan tanggung jawab
mengasuh dan merawat orang tuanya.
Tabel: 8.6 Penduduk Lansia di Kabupaten Buleleng menurut Kecamatan, dan Jenis Kelamin, Tahun 2015 dan 2016
NO KECAMATAN JUMLAH PESERTA LANSIA
2015
JUMLAH JUMLAH PESERTA LANSIA2016
JUMLAH
L P L P
1 TEJAKULA 5178 4930 10108 4857 4763 9620
2 KUBUTAMBAHAN 1225 1422 2647 957 964 1921
3 SAWAN 6409 7500 13909 6059 7061 13120
4 BULELENG 6533 7556 14089 13616 14486 28102
5 SUKASADA 1100 1183 2283 1514 1274 2788
6 BANJAR 4376 4941 9317 5530 6458 11988
7 SERIRIT 2504 3143 5647 3249 3810 7059
8 BUSUNGBIU 1710 1795 3505 1753 1743 3496
9 GEROKGAK 2736 3166 5902 2884 3413 6297
Jumlah 31771 35636 67407 40419 43972 84391
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2016
111
BAB IXPENUTUP
9.1 Simpulan
Atas dasar paparan seperti tersebut di atas dapat diambil beberapa
simpulan sebagai berikut.
1. Secara umum masih tampak persoalan gender di beberapa bidang
pembangunan di Kabupaten Buleleng seperti di bidang pendidikan.
Ketimpangan gender yang masih menonjol di bidang pendidikan
antara lain tampak pada APS pada jenjang pendidikan SMA, Masih ada
siswa yang drop out di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK.
2. Persoalan gender di bidang kesehatan, masih ada anak yang berstatus
gizi buruk dan pemberian ASI eksklusif yang masih relatif rendah.
Kesenjangan yang menyolok tampak pada program KB yang masih
tetap didominasi oleh perempuan.
3. Di bidang ekonomi masih terjadi ketimpangan gender pada beberapa
indikator antara lain pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk laki-laki
dan perempuan yang masih menunjukkan segmentasi. Pemilik hotel,
pekerja di luar negeri, pemilik bar, dan pelerja restoran masih
didominasi oleh laki-laki,
4. Isu gender di bidang politik hampir terjadi di semua aspek, baik di
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Pada ke tiga bidang ini dominasi
laki-laki sangat menonjol.
5. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Buleleng selama
periode 2016 sebagian besar menimpa kaum perempuan. Demikian
halnya dengan kasus gepeng masih didominasi oleh perempuan dan
anak-anaknya.
112
9.2 Rekomendasi
Mengacu pada beberapa simpulan di atas, maka dapat
direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut.
1. Guna menanggulangi kesenjangan gender yang masih terjadi di bidang
pendidikan maka strategi pengarusutamaan gender khususnya di
bidang pendidikan harus diimplementasikan secara terus menerus.
Agar hal ini bisa dilakukan secara konsekwen maka harus dibentuk
POKJA PUG bidang pendidikan dan gender Fokal Point pada Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buleleng.
2. Guna mengatasi ketimpangan gender di bidang politik, penting
dilakukan pendidikan politik bagi kaum perempuan khususnya dalam
kaitannya dengan politik praktis. Sementara untuk mewujudkan
kesetaraan gender di bidang eksekutif dan yudikatif, maka sangat
diperlukan adanya kesadaran gender dari penentu kebijakan dalam
memberikan peluang kepada karyawan laki-laki dan perempuan
secara sama dalam mengakses jabatan.
3. Untuk menanggulangi persoalan Kekerasan terhadap perempuan yang
terjadi di Kabupaten Buleleng maka sangat diperlukan adanya
penanganan dari tingkat bawah, dalam hal ini mulai dari tingkat dusun
dan desa. Dalam konteks ini peran kepala lingkungan, kelian adat, dan
kepala desa/lurah sangat penting. Penanaman nilai-nilai kesosialan
dan kedamaian dalam keluarga dan masyarakat perlu dilakukan
sehingga tindak kekerasan terhadap perempuan dapat ditekan.
4. Penyusunan buku Statistik gender dan Analisis perlu disusun secara
berkesinambungan guna bisa mengidentifikasi persoalan gender yang
terjadi di Kabupaten Buleleng. Hal ini menjadi penting karena data
merupakan dasar dalam menyususn kebijakan di setiap pembangunan.
Dengan adanya data terpilah berdasarkan jenis kelamin maka para
113
perencana dapat menyusun program dan kegiatan yang responsif
gender.
5. Selain itu, agar semua perencana memahami penyusunan
perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG), maka
penting dilakukan pelatihan PPRG bagi semua komponen perencana
mulai dari dari tingkat OPD di Kabupaten sampai tingkat
desa/kelurahan. Jika hal ini dilakukan maka diharapkan strategi PUG
dapat terimplementasi secara cepat dan pada gilirannya kesetaraan
gender di semua lini dapat terwujud.
114