0 | Bahan Soasialisasi APP 2016
1 | Bahan Soasialisasi APP 2016
KERANGKA DASAR GERAKAN APP NASIONAL 2016
TEMA: “HIDUP PANTANG MENYERAH”
Pengantar
“Mewujudkan Hidup Sejahtera” menjadi garapan tema
Gerakan APP tahun 2012 – 2016. Hidup sejahtera berarti hidup
dalam kebenaran, damai dan sukacita. Ketiga dimensi ini dilihat
sebagai nilai fundamental Kerajaan Allah yang bukan hanya
berkait dengan bidang spiritual, melainkan realitas yang harus
diimplementasikan dalam kegiatan hidup manusia seturut
dimensi sosial– ekonomi. Gerakan APP Tahun 2012 “Panggilan
Hidup dan Tanggung Jawab” sudah merefleksikan mengenai hal
itu. APP Tahun 2013 “Menghargai Kerja: Kerja Itu Suci”
menjadi pengungkapan panggilan hidup dan tanggung jawab
sebagai umat beriman untuk bekerja “mengusahakan dan
memelihara” (Kejadian 2,15) harta benda yang telah
dianugerahkan Allah bagi kesejahteraan dan keberlanjutan hidup
manusia. Kerja menjadi sarana yang efektif untuk melawan
kemiskinan dan menuju kesejahteraan hidup (bdk. Amsal 10,4),
serta mempraktekkan suatu solidaritas yang dapat diwujudkan
dengan berbagi hasil kerja dengan mereka yang berkekurangan
(bdk. Efesus 4,28).
Oleh karena itu, setiap umat beriman perlu menyadari
bahwa seluruh perjalanan hidupnya merupakan proses
pembelajaran untuk mencapai kepenuhan hidup, kesejahteraan
lahir dan batin (Gerakan APP Tahun 2014 “Belajar Sepanjang
Hidup”). Belajar sepanjang hidup untuk mencapai kepenuhan
kesejahteraan hidup dibangun dengan mengolah dan mengelola
2 | Bahan Soasialisasi APP 2016
hidup sebagai karunia dan rahmat Allah, dan hal ini sudah
direfleksikan dalam gerakan APP Tahun 2015 “Pola Hidup
Sehat dan Berkecukupan”. Mengolah dan mengelola hidup akan
melahirkan daya hidup sebagai daya juang untuk hidup pantang
menyerah. Daya hidup yang dimaksud adalah ketekunan,
keuletan dan kesabaran yang akan mendasari dalam proses
mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan kesejahteraan
hidup, dan hal ini akan menjadi olahan refleksi dalam gerakan
APP 2016“ Hidup Pantang Menyerah: Tekun, Ulet dan Sabar”.
Gerakan APP 2016 “Hidup Pantang Menyerah: Tekun,
Ulet dan Sabar” mempunyai sasaran dan tujuan untuk
membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaharuan
iman umat dalam :
1. Menghargai dan menghormati hidup sebagai anugerah
yang berasal dan bersumber dari kasih Allah melalui
ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi
tantangan hidup.
2. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang
bersumber dari kekuatan Allah untuk menjadi landasan
hidup dalam mencapai kesejahteraan hidup lahir dan
batin.
Daya Hidup: Tekun, Ulet, Sabar
Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan
kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan
berharga akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang
terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan
harapan hidup menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah
3 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata
dan hidup dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya
hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan
ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Di Atas
Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jalanan Ibu Kota,
sebuah narasi hidup yang bisa dipakai untuk memahami makna
daya hidup, yang membuat manusia mempunyai kemampuan
untuk bertahan hidup dan pantang menyerah dalam kondisi yang
serba sulit untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicita-
citakan (Kompas, Senin 2 Maret 2015).
Selalu ada jalan bagi mereka yang mau berusaha. Prinsip
itu dipegang Sukardi (69 tahun), pedagang miniatur kapal
keliling. Lumpuh pada kakinya akibat kecelakaan kerja pada
tahun 1976 tidak membuatnya kehilangan semangat untuk
hidup. Tangannya yang telah keriput seiring usia perlahan
mendorong dua roda dari kursi rodanya. Kursi roda yang telah
dipakainya hampir 40 tahun. Saat bertemu lobang, sigap ia
berbelok, menghindarkan roda-roda kursinya agar tidak terjebak
lubang di jalan. Beban Sukardi bukan hanya berhenti saat
mampu melewati rintangan-rintangan di jalan. Namun, setiap
hari, ia membawa 5–10 miniatur kapal pinisi, perahu tradisional
khas Sulawesi Selatan. Miniatur kapal yang dibawanya cukup
besar. Satu kapal kecil berukuran panjang sekitar 50 cm dengan
tinggi 30 cm. Adapun yang berukuran besar mencapai 70 cm.
Berjualan miniatur perahu telah dilakoni Sukardi sejak tahun
1980, empat tahun setelah kedua kakinya lumpuh.
Sukardi, di umur yang tidak lagi muda, masih menjadi
tumpuan bagi keluarganya. Selain untuk mencari biaya
4 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kontrakan rumahnya di daerah Rawa Buaya, ia juga bertugas
mencari lauk bagi delapan orang yang tinggal bersamanya. Satu
anak perempuan, lima cucu dan dua cicit adalah keluarga yang
ditanggungnya. Meskipun demikian, Sukardi tidak ingin
menyerah mengarungi belantara jalanan kota. Cita-citanya
sederhana, “Semoga bisa menabung untuk membeli kursi roda
baru. Supaya bisa agak cepat di jalanan”.
Hidup Pantang Menyerah: Memperjuangan Kesejahteraan
yang Tiada Berkesudahan
Dalam Kisah Penciptaan, “Allah membentuk manusia itu
dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup” (Kej 2,7). Hidup manusia berasal dan bersumber dari
Allah. Oleh karena itu, manusia mampu mengenal dan
mengasihi Allah pencipta-Nya dan oleh Allah manusia
ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk
menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah
(bdk. Gaudium et Spes art. 12). Rencana dan rancangan Allah
dalam mencipta alam semesta dan isinya diproyeksikan bagi
kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia, “Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala
binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1, 26).
Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan segala
makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej 1,26). Tanggung
jawab untuk mengolah dan mengelola segala sesuatu yang sudah
dianugerahkan oleh Allah dipergunakan untuk membangun
5 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kesejahteraan hidup. Hidup pantang menyerah untuk
mengusahakan kesejahteraan menjadi ungkapan perwujudan
tanggung jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah
dianugerahkan-Nya. Hidup pantang menyerah merupakan sikap
hidup yang ditunjukkan dengan tidak mudah patah semangat
dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja
keras untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa
rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap
langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai
pembelajaran hidup dari Allah.
Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran
keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan
manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai kesempurnaan
hidup, dan kesempurnaan hidup itu digambarkan dengan
kecukupan hidup lahir dan batin seturut dimensi sosial–ekonomi
(bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus
memperjuangkannya dan mengusahakannya terus menerus
untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicita-citakan.
Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang menyerah
menjadi ungkapan dan perwujudan tanggung jawab manusia atas
hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Kisah hidup
Sukardi, “Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya
Jalanan Ibu Kota” jelas menggambarkan hidup pantang
menyerah: memperjuangkan kesejahteraan yang tiada
berkesudahan.
Keberlanjutan dan Kemandirian Kesejahteraan Hidup
Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam suasana
hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang
6 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup
secara mental, spiritual, intelektual, sosial dan material. Atau
dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam
keseimbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta
keseimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan
perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh karena itu, hidup
sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi
tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu
diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia.
Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai
kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (tekun,
ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan kemandirian. Di
dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan
memutuskan apa yang baik bagi dirinya maupun kepentingan
pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan
kepentingan bersama. Oleh karena itu, tahapan untuk pencapaian
keberlanjutan dan kemandirian kesejahteraan hidup dimulai
dengan penyadaraan mengenai panggilan hidup manusia dan
tanggung jawab atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah
(Gerakan APP 2012). Manusia dipanggil untuk terlibat aktif
untuk bekerja bersama Allah dalam mengelola dan memelihara
seluruh ciptaan demi kesejahteraan hidup bersama dan
keberlanjutan hidup bagi seluruh ciptaan (Gerakan APP 2013).
Keberhasilan manusia dalam mencapai kepenuhan hidup
sejahtera (lahir dan batin) ditandai dengan proses pembelajaran
terus menerus (Gerakan APP 2014). Belajar untuk selalu
mengolah dan mengelola hidup sebagai karunia Allah yang
7 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sangat bernilai dan pantas untuk selalu diperjuangkan terus
menerus.
Pembelajaran hidup pantang menyerah: tekun, ulet dan
sabar harus sudah diajarkan sejak dini dalam keluarga.
Gambaran seorang bapak “Bapak Sukardi” yang menghidupi
nilai-nilai hidup yang terkandung dalam hidup pantang
menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan hidup
bisa dijadikan inspirasi hidup bagi anak-anak untuk menghargai
hidup yang sudah dianugerahkan Allah. Menghargai hidup bisa
dimulai dengan mengisi kehidupan sehari-hari; dari waktu ke
waktu dengan penuh tanggung jawab. Ketekunan, keuletan dan
kesabaran dalam menghadapi hambatan dan menjalankan proses
belajar, baik di sekolah maupun di rumah yang dibuat dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab bisa menjadi awal yang
baik dalam membangun kemandirian hidup dan menjalani hidup
dengan pantang menyerah.
Penutup
Tantangan dan hambatan hidup yang terus menerus
dihadapi dalam mengusahakan dan memperjuangkan
kesejahteraan hidup akan membuat ketekunan, keuletan dan
kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, dan
menjadikannya sebagai daya hidup yang membuat manusia
mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup
dan harapan hidup. Daya hidup inilah yang menumbuhkan
kemampuan manusia untuk mempunyai daya hidup pantang
menyerah dalam mewujudkan cita-cita hidup; kemandirian dan
kesejahteraan hidup lahir dan batin.
8 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Kerangka Dasar Gerakan APP KAK 2016
TEMA: “KELUARGA KATOLIK DAN SEMANGAT
HIDUP PANTANG MENYERAH”
Pengantar
Ziarah iman Gereja Katolik Indonesia dalam lingkaran
Tahun Liturgi C, akan kembali memasuki masa puasa 2016.
Peziarahan bersama masa puasa ini dibingkai dalam berbagai
aksi nyata yang dikenal dengan Aksi Puasa Pembangunan
(APP), terarah pada pertobatan dan solidaritas. Gerakan APP
Nasional tahun 2016 mengambil tema: “Hidup Pantang
Menyerah”. Tema nasional ini dikonkritkan dalam konteks
hidup beriman di Keuskupan Agung Kupang dengan tema:
“Keluarga Katolik dan Semangat Hidup Pantang Menyerah”.
Tema ini mengalir dari isu utama yang diangkat dalam Sidang
Sinode Para Uskup di Vatikan (2015), Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia di Via Renata-Cimacan (2 – 6 November
2015) serta Musyawarah Pastoral Keuskupan Agung Kupang (4-
7 Januari 2016), yang fokus berbicara tentang keluarga kristiani
dan aneka persoalan dalam bidang rohani, relasional dan sosial
ekonomi yang terus mengiringi perjalanan hidup bersama umat
manusia. Tema ini sesungguhnya terarah pada perubahan pola
hidup dan pola laku umat beriman kristiani di Keuskupan Agung
Kupang, yang menggambarkan wajah belaskasihan Allah yang
terus mengalir melingkupi semua orang. Karena itu, Tahun Suci
Kerahiman Ilahi yang digaungkan secara resmi pada tanggal 8
Desember 2015 oleh Paus Fransiskus di Vatikan, juga menjadi
9 | Bahan Soasialisasi APP 2016
inspirasi dasar dalam gerakan APP 2016 di wilayah Kesukupan
Agung Kupang.
Fokus pastoral dari gerakan APP 2016 di Keuskupan
Agung Kupang, terarah pada upaya pembaharuan hidup iman
melalui olah tapa (mati raga), olah rohani (berkanjang dalam
doa) dan olah harta (semangat rela berbagi), sebagai wujud tobat
pribadi dan bersama. Dengan semangat hidup yang demikian,
kiranya dapat membantu keluarga-keluarga kristiani dalam
semangat hidup bersesama demi mewujudkan hidup sejahtera.
Hidup sejahtera berarti hidup dalam kebenaran, damai dan
sukacita. Ketiga dimensi ini dilihat sebagai nilai fundamental
Kerajaan Allah yang bukan hanya terkait dengan bidang
spiritual, melainkan realitas yang harus diimplementasikan
dalam kegiatan hidup manusia seturut dimensi sosial-ekonomi.
Gerakan APP 2016 Keuskupan Agung Kupang dengan
tema: “Keluarga Katolik dan Hidup Pantang Menyerah”,
mempunyai sasaran dan tujuan untuk membangun dan
mewujudkan perubahan dan pembaharuan iman umat,
khususnya keluarga-keluarga kristiani dalam :
1. Menghayati kehidupan keluarga sebagai bentuk persekutuan
hidup bersesama (ecclesia domestica) yang paling pertama
dan mendasar, dalam menghadirkan sukacita Injil dan
kerahiman Allah.
2. Menghadapi berbagai tantangan hidup sebagai anugerah
Allah yang memurnikan dan mendewasakan iman, bukan
sebagai malapetaka yang menghancurkan, dengan
10 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menumbuhkan semangat ketekunan, keuletan dan kesabaran
dalam diri setiap anggota keluarga.
3. Menumbuhkembangkan sikap murah hati dan solider yang
menampakkan wajah belas kasih Allah untuk saling
mengembangkan dan memberdayakan dalam persekutuan
hidup bersesama dan bersaudara.
4. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang bersumber
dari kekuatan Allah sebagai landasan kokoh dalam
menciptakan kehidupan keluarga yang mandiri, sejahtera dan
berkelanjutan.
Keluarga sebagai Ecclesia Domestica
“Keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda
kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan mendalam,
sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah Tangga
(ecclesia domestica). Sebutan ini sudah pasti memperlihatkan
eratnya pertalian antara Gereja dan keluarga, tetapi juga
menegaskan fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari Gereja.
Dengan caranya yang khas, keluarga ikut mengambil bagian
dalam tugas perutusan Gereja, yaitu karya keselamatan Allah”
(Pedoman Pastoral Keluarga KWI 2010, No. 6). Sebagai Gereja
Rumah Tangga, keluarga menjadi pusat iman, pewartaan iman,
pembinaan kebajikan dan kasih kristiani dengan mengikuti cara
hidup Gereja Perdana (Kis 2:41-47; 4:32-37). Gereja Rumah
Tangga mengambil bagian dalam tiga fungsi imamat umum
Yesus Kristus, yaitu guru untuk mengajar, imam untuk
menguduskan dan gembala untuk memimpin. Gereja Rumah
Tangga di Indonesia dibangun berdasarkan nilai-nilai kristiani
11 | Bahan Soasialisasi APP 2016
yang diwujudkan dalam masyarakat yang majemuk (Hasil
SAGKI IV 2-6 November 2015, No.12).
Apa yang dirumuskan dalam Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia yang lalu, jelas menekankan tentang
kehadiran keluarga sebagai satu anugerah istimewa yang
melaluinya, Allah hadir dan berkarya. Keluarga menjadi tempat
di mana nilai-nilai luhur kehidupan diajarkan,
ditumbuhkembangkan dan dihayati. Di dalam keluarga, setiap
pribadi beriman dimatangkan secara spiritual dan sosial yang
menggemakan kemuliaan Allah. Keluarga sebagai “sel pertama
dan sangat penting bagi masyarakat” (Familiaris Consortio 42)
dan “sekolah kemanusiaan” (Gaudium et Spes 52) menjadi
tempat pertama seseorang belajar hidup bersama orang lain serta
menerima nilai-nilai luhur dan warisan iman. Keluarga Katolik
menjadi tempat utama, dimana doa diajarkan, perjumpaan
dengan Allah yang membawa sukacita dialami, iman
ditumbuhkan dan keutamaan-keutamaan ditanamkan.
Tantangan Hidup sebagai Anugerah
Peziarahan hidup manusia di muka bumi ini tidaklah
mudah. Ada berbagai tantangan dan hambatan yang terus
mengiringi gerak perkembangan hidup manusia menuju
kesejahteraan. Perkembangan dunia yang semakin tak terkendali
dalam berbagai aspek kehidupan telah menciptakan
kerenggangan, kesenjangan dan keterpecahan dalam kehidupan
masyarakat manusia, khususnya keluarga-keluarga. Terutama
semangat individualisme dan konsumerisme mengarahkan orang
untuk berjuang sendiri-sendiri tanpa peduli pada sesamanya.
12 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Tantangan bagi sebagian orang merupakan sebuah
hambatan besar yang dapat menggagalkan berbagai daya upaya
untuk menggapai kesejahteraan. Tetapi, bagi orang-orang
beriman, tantangan sebenarnya merupakan peluang untuk terus
mengembangkan diri. Tantangan adalah anugerah di mana orang
semakin didewasakan dan dimurnikan dalam imannya. Emas
yang murni harus dimurnikan dalam tanur api (bdk. 1 Pet 1:7).
Di tengah hidup yang penuh tantangan ini, manusia dituntut
untuk menentukan sikap dan disposisi batin yang tepat dalam
sebuah pergumulan bersama demi mencapai kesejahteraan
hidup. St. Paulus memberikan sebuah gambaran yang jelas bagi
kita tentang sukacita mengatasi segala pengalaman penderitaan
duniawi: “sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita
karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang
kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu
jemaat” (Kol 1:24); “sebagai orang berdukacita tetapi
bersukacita” (2 Kor 6:10).
Pergumulan menghadapi aneka tantangan menjadikan
setiap orang sebagai pribadi pejuang yang sanggup berpikir
kreatif dan bertindak inovatif. Segala daya upaya akan
dikerahkan untuk mengatasi aneka tantangan demi
mempertahankan hidup yang dianugerahkan Allah. Ketekunan,
keuletan dan kesabaran dalam menghadapi aneka tantangan
merupakan daya hidup yang memampukan manusia untuk
bertahan dalam himpitan ketegangan antara realitas dan harapan
hidup. Karena itu, setiap tantangan harus selalu dilihat sebagai
anugerah yang mendorong setiap pribadi untuk terus
13 | Bahan Soasialisasi APP 2016
mengembangkan diri, sebab selalu ada jalan bagi orang yang
mau berusaha.
Dalam pertemuan Keluarga Sedunia di Philadelpia pada
tanggal 4-25 Oktober 2015, Paus Fransiskus mengingatkan
keluarga-keluarga Katolik: “Tidak ada keluarga yang sempurna.
Kita juga tidak punya orangtua yang sempurna, kita sendiri tidak
sempurna, tidak menikah dengan orang yang sempurna dan kita
tidak punya anak-anak yang sempurna. Kita punya keluhan satu
sama lain. Kita kecewa satu sama lain. Oleh karena itu tidak ada
pernikahan yang sehat atau keluarga yang sehat tanpa
pengampunan”.
Hidup Pantang Menyerah
Hidup manusia berasal dan bersumber dari Allah. Oleh
karena itu, manusia mampu mengenal dan mengasihi Allah
pencipta-Nya dan oleh Allah, manusia ditetapkan sebagai tuan
atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah (bdk. Gaudium et
Spes art. 12). Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan
segala makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej 1,26).
Tanggung jawab untuk mengolah dan mengelola segala sesuatu
yang sudah dianugerahkan oleh Allah dipergunakan untuk
membangun kesejahteraan hidup.
Hidup pantang menyerah untuk mengusahakan
kesejahteraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung jawab
manusia kepada Allah atas hidup yang sudah dianugerahkan-
Nya. Hidup pantang menyerah merupakan sikap hidup yang
ditunjukkan dengan tidak mudah patah semangat dalam
14 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja keras
untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa
rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap
langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai
pembelajaran hidup dari Allah.
Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran
keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan
manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai kesempurnaan
hidup, dan kesempurnaan hidup itu digambarkan dengan
kecukupan hidup lahir dan batin seturut dimensi sosial–ekonomi
(bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus
memperjuangkannya dan mengusahakannya secara terus
menerus untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicita-
citakan. Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang
menyerah menjadi ungkapan dan perwujudan tanggung jawab
manusia atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah.
Murah Hati dan Solider: Tanda Kerahiman Allah
Perjalanan bersama persekutuan gerejawi di Keuskupan
Agung Kupang telah melewati berbagai pengalaman istimewa
dalam menyampaikan kabar gembira sukacita injili. Pelbagai
tantangan dan kesulitan, tetapi juga kegembiraan dan harapan,
sudah menyertai dan meliputi perjalanan gerejawi kita dalam
upaya kerja sama dengan semua pihak yang berkehendak baik
(Roadmap Tahun Kerahiman Ilahi 2015-2016, hal. 4). Keluarga-
keluarga Katolik juga telah mengambil bagian dalam usaha
bersama meningkatkan mutu hidup bersesama dengan saling
memberdayakan dan mengembangkan, terutama dalam
semangat berbagi satu dengan yang lain. Akan tetapi, hidup
15 | Bahan Soasialisasi APP 2016
sejahtera yang diimpikan semua orang belum teralami
sepenuhnya dalam realitas hidup masyarakat manusia,
khususnya keluarga-keluarga Katolik di Keuskupan Agung
Kupang.
Kenyataan ini mendorong setiap umat beriman untuk
berefleksi dan menemukan kendala mendasar dari setiap upaya
untuk saling meneguhkan sebagai saudara-saudari di hadapan
Allah, khususnya dalam aspek relasional, sosial-ekonomi dan
spiritual. Patut disadari bahwa penghayatan hidup akan
keutamaan-keutamaan kristiani belum menjiwai semangat hidup
semua orang beriman. Kemurahan hati dan solidaritas sebagai
tanda kerahiman Tuhan belum terhayati secara mendalam.
Perubahan sosial yang cepat dengan prasyarat-prasyarat yang
menyertainya tidak selalu terpahami dan mendapat tanggapan
yang efektif akibat kecenderungan materialistik dan
konsumeristik yang berkembang dalam hidup sosial (Mgr.
Petrus Turang – Refleksi: Catatan Pinggir tentang SAGKI 2015).
Hal ini jelas terlihat dari semangat berbagi yang
ditumbuhkembangkan dalam hidup kaum beriman. Orang mau
berbagai bila dia sudah berkelebihan. Artinya, orang akan
mengumpulkan lebih dahulu bagi dirinya dan bila sudah lebih
baru dibagi kepada sesamanya. Dengan demikian ada kesan
bahwa orang memberi yang sisa dari miliknya. Hal ini
berbanding terbalik dengan persembahan janda miskin yang
dikisahkan dalam injil (bdk. Luk 21:1-4; Mrk 12:41-44).
Ajakan Paus Fransiskus dalam sukacita Injil dilengkapi
pula oleh seruan agar Gereja menampakkan wajah ibu yang
berbelas kasih. Melalui Bulla Misericordiae Vultus (MV), 2015,
16 | Bahan Soasialisasi APP 2016
ditegaskan bahwa tindakan pastoral Gereja terhadap umat
beriman harus diwarnai kelemahlembutan. Pewartaan dan
kesaksian iman jangan sampai kehilangan dimensi kerahiman
atau belas kasih Allah (bdk. MV 4, 10). Paus Fransiskus
sebenarnya menegaskan kembali apa yang pernah diserukan
Paus Yohanes XXIII dalam sambutannya pada pembukaan
Konsili Vatikan tanggal 11 Oktober 1962. “Gereja harus
bertindak dengan menggunakan obat belas kasih daripada
kekakuan … dan memperlihatkan diri sebagai ibu yang pengasih
bagi semua, sabar, penuh kasih dan kebaikan”.
Kehidupan yang Mandiri dan Sejahtera
Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam suasana
hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang
sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup
secara mental, spiritual, intelektual, sosial dan material. Atau
dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam
keseimbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta
keseimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan
perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh karena itu, hidup
sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi
tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu
diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia.
Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai
kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (tekun,
ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan kemandirian. Di
dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan
memutuskan apa yang baik bagi dirinya maupun kepentingan
pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan
17 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kepentingan bersama. Untuk sampai pada kehidupan yang
mandiri dan sejahtera, butuh kesadaran mendalam akan
panggilan dan tanggung jawab tiap pribadi atas hidup yang telah
dianugerahkan oleh Allah. Tanggung jawab besar manusia
adalah mengelola dan memelihara seluruh ciptaan demi
kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan hidup bagi
seluruh ciptaan. Keberhasilan dalam mencapai kepenuhan hidup
sejahtera ditandai dengan proses pembelajaran dan perjuangan
terus menerus tanpa kenal lelah. Ketekunan, keuletan dan
kesabaran hendaknya menjadi nilai-nilai pokok yang dihayati
dan dihidupi dalam perjuangan untuk mewujudkan hidup
sejahtera lahir dan batin (sosial, ekonomi dan spiritual).
Sub Tema Gerakan APP 2016 KAK
Berdasarkan beberapa pokok pikiran di atas, maka tema
APP 2016 Keuskupan Agung Kupang “Keluarga Katolik dan
Hidup Pantang Menyerah”, dijabarkan ke dalam 4 (empat) sub
tema sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini.
Sub Tema I: Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan
Tantangan Hidup
Sukacita dialami oleh keluarga yang mewujudkan
rencana Allah atas perkawinan dan keluarganya. Sebagian
keluarga membutuhkan perjuangan lebih karena menghadapi
aneka tantangan dan kelemahan. Adanya kesulitan sosial
ekonomi juga kesulitan relasi personal dan spiritual, telah
menghadapkan keluarga-keluarga katolik di Keuskupan Agung
Kupang pada persoalan pelik kehidupan yang menggoncangkan
iman akan Yesus Kristus. Aneka persoalan ini menyebabkan
18 | Bahan Soasialisasi APP 2016
perasaan terbeban, bingung, sedih, sepi, dan bahkan putus asa
bagi anggota keluarga. Tantangan dan kelemahan itu bisa
membawa keluarga pada krisis iman yang merintangi,
membatasi, dan bahkan menghalangi keluarga untuk setia
kepada iman Katolik dan untuk menghidupi nilai-nilai luhur
perkawinan.
Di tengah pergumulan memperjuangkan sukacita Injil,
keluarga mesti datang penuh kerendahan-hati untuk dikuduskan
oleh Allah yang berbelas-kasih yang melampaui kelemahan dan
kedosaan manusia. Pembelaan Allah yang begitu besar ini
merupakan sukacita yang patut disadari dan disyukuri.
Kekudusan keluarga merupakan rahmat sekaligus tugas bagi
keluarga untuk dipertahankan. Oleh karenanya, keluarga
diundang untuk bersikap dewasa, bertindak bijaksana, dan tetap
beriman dengan tidak menyalahkan situasi, tetapi setia mencari
kehendak Allah melalui doa dan Sabda Allah, mengutamakan
pengampunan dan peneguhan di antara anggota keluarga, serta
pergi menjumpai pribadi atau komunitas beriman yang mampu
membangkitkan harapan. Keluarga yang mengandalkan Allah
percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya. Selalu ada
jalan keluar. Tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh
dalam kepribadian serta iman, harapan, dan kasih. Tantangan
justru tak harus menyuramkan nilai-nilai perkawinan dan hidup
berkeluarga. Melalui tantangan itu, Allah mengerjakan karya
keselamatanNya di dalam dan melalui keluarga. (bdk. Hasil
SAGKI IV, No. 9-10).
19 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema II: Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar
Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan
kehidupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan
berharga akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang
terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan
harapan hidup menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah
dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata
dan hidup dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya
hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan
ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup.
Aneka tantangan dan kelemahan yang dialami dan
dihadapi keluarga-keluarga katolik, tentunya membangkitkan
suatu dorongan hidup untuk bisa menggapai kebahagiaan sejati.
Setiap keluarga pasti berusaha bersama dalam berpikir dan
bertindak kreatif dan inovatif, untuk bisa menghindarkan
keluarganya dari kehancuran. Keluarga katolik yang sungguh
berjalan bersama Allah selalu mencari solusi bagi keutuhan
rumah tangga. Selalu ada daya upaya untuk mempertahan
keluarga sebagai anugerah Allah. Untuk itu, sangat dibutuhkan
keluarga-keluarga katolik yang tekun, ulet dan sabar dalam
menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini bersama dengan
Allah. Aneka persoalaan jangan sampai memadamkan api iman,
melainkan hendaknya terus mengobarkan semangat iman untuk
terus mencari dan menemukan kehendak Tuhan yang
menyelamatkan. Segala daya upaya yang dikerahkan untuk
mengatasi aneka persoalan hidup merupakan sebuah tanggung
jawab untuk memelihara kelangsungan dan keberlanjutan hidup
yang telah dianugerahkan Allah.
20 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema III: Keluarga Katolik yang Murah Hati dan
Solider
Keluarga-keluarga katolik yang hidup seturut panggilan
imannya tentu sungguh menghayati nilai-nilai kristiani seperti
sikap murah hati dan solidaritas. Ada semangat berbagi satu
sama lain, saling peduli dan perhatian pada mereka yang
membutuhkan. Nyatanya, semangat egoisme/selfisme dan
individualisme, hedonisme dan konsumerisme justeru telah
mangaburkan keberadaan nilai-nilai iman kristiani.
Perkembangan zaman yang tidak terkontrol dengan prasyarat-
prasyarat yang ditetapkan, menjadikan sebagian orang lebih
fokus mengurus dirinya dari pada peduli pada orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Segala daya upaya dikerahkan semata-
mata untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Keluarga-
keluarga katolik juga mendapat pengaruh yang kuat dari gaya
hidup modern ini. Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan hidup.
Terjadi ketidakadilan. Ada keluarga-keluarga yang hidup serba
berkecukupan, tetapi ada keluarga-keluarga yang hidup serba
kekurangan. Terjadi kesenjangan hidup yang cukup lebar. Untuk
memerangi ini, dalam semangat belas kasih Allah yang
mahamurah dan maharahim, setiap pribadi katolik diajak untuk
kembali merenungkan perjalanan hidupnya bersama dengan
orang lain dalam membangun kembali sikap hati yang diresapi
oleh semangat hidup Yesus Kristus sendiri, yang adalah tanda
kemurahan hati dan solidaritas Allah Bapa terhadap manusia
berdosa. Rasul Paulus mengingatkan kita : “Siapa yang
melakukan tindakan-tindakan kemurahan hati, hendaknya ia
melakukannya dengan gembira” (bdk. Rom 12:8).
21 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema IV: Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan
Sejahtera
Hidup mandiri dan sejahtera tentu menjadi dambaan
setiap orang. Semua keluarga katolik juga menginginkan hidup
mandiri dan sejahtera. Kesejahteraan itu menjadi tujuan dari
segala pergumulan hidup manusia di muka bumi ini. Nyatanya,
hidup mandiri dan sejahtera itu belum teralami secara utuh dan
penuh dalam perjalanan hidup keluarga-keluarga di Keuskupan
Agung Kupang. Masih ada banyak soal yang menghambat orang
untuk sampai pada kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Di
sini, keluarga-keluarga diajak untuk membangun semangat kerja
sama yang rela berbagi dan saling peduli supaya tercapai
kepenuhan hidup yang mandiri dan sejahtera. Ada sebuah pola
proses yang harus dilewati bersama di dalam keluarga dan
bersama keluarga-keluarga yang lain untuk menemukan hakekat
dari panggilan dan perutusan hidup manusia di muka bumi ini.
Perlu sebuah kesadaran baru akan panggilan dan tanggung jawab
atas hidup yang dianugerahkan Tuhan, melalui proses belajar
yang terus menerus. Bahwasannya, hidup yang dianugerahkan
Tuhan itu punya makna yang terarah pada kelangsungan dan
keberlanjutan hidup di segala zaman. Maka, tanggung jawab
besar dari setiap pribadi beriman adalah memelihara segala
tatanan ciptaan demi kelangsungan dan keberlanjutan hidup
semua makhluk ciptaan.
22 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Penutup `
Keluarga dan aneka persoalan hidup yang dihadapinya
menjadi fokus permenungan bersama selama masa APP 2016 di
Keuskupan Agung Kupang. Lewat tema-tema permenungan
yang digumuli, kiranya lahir sebuah pemaknaan baru terhadap
keluarga dan aneka persoalan di dalamnya untuk sampai pada
kehidupan yang sejahtera lahir batin di dalam aspek
spiritual/rohani, relasional dan sosial ekonomi. Pergumulan
untuk sampai pada kepenuhan hidup tersebut membutuhkan
perjumpaan hati dan perjumpaan iman yang pantang menyerah
dan proses pembelajaran yang berkelanjutan. Perlu ada
kesadaran bersama untuk membangun tata kelola hidup yang
berkelanjutan dalam memanfaatkan segala unsur ciptaan. Dan
dasar dari semua gerak pergumulan hidup manusia
sesungguhnya adalah melibatkan Tuhan yang mahamurah dan
maharahim, yang selalu peduli dan bersolider dengan manusia.
Kabar sukacita yang paling mendasar adalah bahwa
Tuhan menciptakan manusia menurut citra-Nya. Manusia adalah
pribadi yang mewartakan dan menghadirkan sukacita dan
kerahiman Allah. Perkawinan dan keluarga adalah tempat bagi
suami-istri dan anak-anak menghadirkan dan membagikan
kebaikan dan kerahiman. Berbagi kebaikan dan kerahiman
membuahkan sukacita.
Bercermin dari hidup Keluarga Kudus, keluarga Katolik
adalah ladang sukacita Injil yang paling subur, tempat Allah
menabur, menyemaikan dan mengembangkan benih-benih
sukacita Injil.
23 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PERWUJUDAN HIDUP SEJAHTERA
Sub-tema 2016: “Hidup Pantang Menyerah, Tekun, Ulet dan
Sabar”
“… kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya
dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna. Orang-orang demikian kami peringati dan nasehati
dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap[ tenang
melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan
makanannya sendiri” (2Tes 3:11-12).
1. Manusia mendapat anugerah hidup dari Tuhan. Hidup kita
bukanlah milik kita, tetapi anugerah yang perlu dijaga,
dipelihara dan dilindungi. Hidup kita bercorak pusparagam:
pribadi, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Semua segi
kehidupan ini memainkan peran dalam pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan, baik pribadi maupun bersama-
sama. Hidup kita mampu bertahan karena coraknya yang
berhubungan. Tanpa hubungan dengan sesama atau
makhluk tercipta lain, hidup kita merana, terasing dan
seperti padang gurun. Oleh karena itu, orang bilang “a man
or a woman is not an island”. Dengan menyadari
keterhubungan, maka hidup kita tumbuh dan berkembang
dalam kelimpahan dengan sikap berbagi. Hidup kita tidak
terkurung dalam tembok-tembok pemisah, tetapi dalam
keadaan terbuka dengan corak saling melengkapi dan saling
membantu.
24 | Bahan Soasialisasi APP 2016
2. Manusia hidup dan bergerak dalam suatu lingkungan
tertentu. Lingkungannya turut membentuk hidup setiap
orang, tanpa terkecuali. Pusparagamnya lingkungan hidup
membentuk corak hidup yang berbeda. Dalam perbedaan
itu, kita mengalami betapa pentingnya apa yang disebut
“hubungan”, “relasi” atau “jembatan”. Dalam
mengembangkan hidup, kita harus membangun hubungan
dengan sesama dan lingkungan alam sekitar. Nyatanya,
lingkungan kerja misalnya akan membentuk watak
seseorang atau kelompok orang. Manusia harus bertekun
mengintegrasikan diri dalam lingkungan, di mana dia
belajar menjadi sesama. Ketekunan dalam integrasi ini akan
mengembangkan hidup setiap orang. Pada gilirannya, kita
memberikan peran bagi terbentuknya lingkungan di mana
setiap orang dapat hidup secara manusiawi dan layak.
3. Setiap orang punya bakat. Dengan bakat manusia
membangun hidup bersama sesama. Bakat setiap orang
yang muncul dalam bentuk pekerjaan menjadi alat untuk
membangun hidup. Menekuni hidup berarti melakukan
pekerjaan yang mendulang kebaikan bersama. Manusia
bekerja untuk hidup. Olehnya, pertumbuhan hidup
memerlukan ketekunan dalam bekerja. Ketekunan dalam
bekerja akan membuahkan nilai bagi martabat seseorang.
Dengan menyelami pelbagai pekerjaan, manusia dengan
tangguh membangun hidup bersama sesama, agar keperluan
dasariah dapat terpenuhi dengan baik dan benar.
25 | Bahan Soasialisasi APP 2016
4. Di dalam menjalani hidup ini, kita selalu berhadapan dengan
pelbagai tantangan dan bahkan kesulitan. Kita harus
menghadapinya dengan gigih, tegar dan ulet, agar hidup kita
dapat tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan yang
memadai. Melalui pendidikan kita membangun sikap hidup
dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan efektif.
Kemampuan dengan sikap yang baik akan membuka
peluang bagi upaya bekerjasama untuk mengalami
kesejahteraan. Ketekunan hidup seorang petani akan
mendatangkan hasil tani yang bermanfaat bagi hidupnya,
keluarganya dan sesama. Dalam menjelajahi pelbagai
tantangan hidup dan hubungan yang terjalin baik dengan
sesama, setiap orang mengupayakan ketekunan yang
menggerakkan pola hidup tertentu.
5. Ketekunan dalam hidup harus membuahkan kesejukan dan
kesegaran, agar hidup kita sejatinya menjadi tangguh dalam
membangun kesejahteraan yang berkelanjutan secara
manusiawi. Ketekunan hidup, misalnya melalui pekerjaan,
mendorong kita untuk mampu mewariskan lingkungan
hidup yang berkelimpahan bagi generasi mendatang, bagi
anak-anak kita yang sedang tumbuh menjadi besar.
Ketekunan dalam hidup tidak saja berhenti bagi hidup dan
penghidupan kita sekarang ini, tetapi menyodorkan sebuah
dunia yang layak huni bagi siapa saja, sekarang dan di masa
depan. Dengan kata lain, ketekunan hidup kita mudah-
mudahan menyumbang bagi perlindungan rumah kita
bersama, di mana setiap orang dapat membangun serta
menjalani hidupnya secara manusiawi dalam keadilan dan
26 | Bahan Soasialisasi APP 2016
perdamaian. Itulah kesejahteraan hidup berbagi bersesama
secara unggul. Sebaliknya, kecenderungan untuk memacu
ketekunan hidup hanya untuk diri sendiri akan menjadi
malapetaka bagi diri sendiri dan sesama, juga bagi
lingkungan hidup alamiah sekitar kita.
6. Manakah corak ketekunan hidup yang berkelanjutan secara
ekologis manusiawi dan kristiani:
6.1. Aktif pantang menyerah dan melibatkan sesama:
Dalam menghadapi pelbagai tantangan dan kesulitan,
kita berupaya untuk berjuang bersama sesama demi
kemuliaan hidup yang dianugerahkan Tuhan. Hidup
berbagi yang aktif akan menghasilkan keseimbangan
hidup untuk menopang hidup sejahtera bersama.
Ketekunan yang aktif yang disertai oleh sikap sabar
akan membangun ketangguhan hidup kita. Dengan
menghadapi pelbagai perubahan ekologis yang
berdampak kekeringan atau kerawanan pangan, kita
bertekun untuk melindungi daya dukung alam, sumber
hidup kita. Dengan kerjasama dialogal yang jujur dan
terbuka, akal budi kita dapat memelihara daya dukung
hidup menuju kesejahteraan bersama yang
berlangsung terus menerus secara manusiawi.
6.2. Kreatif ulet berkelanjutan ekologis: Kita berusaha
untuk memanfaatkan lingkungan hidup tercipta
dengan penuh tanggungjawab, agar ketersediaannya
senantiasa memberikan manfaat bagi kebaikan
bersama. Kita turut serta memelihara dan merawat
lingkungan hidup tercipta secara bermartabat dan
27 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dengan demikian tata kelola hidup menjamin
keberlanjutan lingkungan hidup kita. Kehidupan kita
tidak saja tergantung pada kepentingan material
langsung, tetapi bagaimana kita bekerja untuk
merawat hidup tercipta dalam keseimbangan yang
berkelanjutan secara ekologis.
6.3. Sabar konstruktif manusiawi: Kesabaran dalam
membangun hidup menuntut hidup sederhana, agar
semua orang dapat merasakan suatu kehidupan yang
konstruktif secara manusiawi. Dengan sikap saling
menghormati dan saling menghargai, ketekunan
dalam hidup akan mendorong bangkitnya nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab. Sikap suka
menerima dan memaafkan akan menjadi kekuatan
bersama untuk memberdayakan hidup di tengah
keterbatasan dan kerapuhan manusiawi.
6.4. Inspiratif alkitabiah: Tuhan Allah menciptakan
dunia dan segala isinya karena belaskasih-Nya. Tuhan
menciptakan keselarasan yang indah dan
menganugerahkan kepada manusia akal budi untuk
memelihara dan merawat dengan kerendahan hati.
Tuhan mau bahwa segala ciptaan-Nya berkembang
dan hidup dalam keselarasan satu sama lain, karena
semua yang tercipta berhubungan satu sama lain.
“Lakukanlah pekerjaanmu sebelum habis
waktunya, maka pada waktunya Tuhan akan
memberikan upahmu”(Sir 51:30).
6.5. Kontemplatif akan keindahan ciptaan: keindahan
ciptaan Tuhan mendorong kita untuk menemukan
28 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kehadiran Tuhan. Dengan memuji dan bersyukur
kepada Tuhan Pencipta, kita menyatakan diri sebagai
anak-anak-Nya yang sadar akan anugerah kehidupan
seluruh makhluk tercipta.
6.6. Askese yang mendunia dan memasyarakat: Kita
tekun membangun hidup spiritual yang tidak terasing
dari dunia sekitar kita. Hidup iman mendorong kita
untuk menyatukan diri dengan pemberdayaan tata
dunia menurut rencana Sang Pencipta. Kita
mengusahakan tata dunia dengan hati yang tulus dan
penuh syukur. Itulah spiritualitas keduniaan, di mana
barang-barang di dunia ini sejatinya diperuntukkan
bagi semua orang. Kita tekun membangun hidup yang
menemukan keilahian dalam matra duniawi yang
telah dipulihkan oleh wafat dan kebangkitan Kristus.
7. Ketekunan dalam membangun dan menjalani hidup
sejatinya memerlukan kegigihan, ketangguhan dan
kesabaran. Dengan demikian kita tidak mudah menyerah
kepada cara hidup gampang yang membuat hidup kita sesat,
seperti mencuri, berjudi, narkoba, perdagangan orang atau
pun korupsi. Ketekunan hidup yang benar mengisyaratkan
kehadiran wawasan spiritual, yang menyokong perjuangan
hidup secara batiniah. Wawasan spiritual ini mengingatkan
bahwa hidup kita adalah anugerah Tuhan. Kita umat
Kristiani harus berjuang untuk memelihara hidup kita
dengan bekerja dalam kebenaran dan keadilan, yang harus
dilaksanakan secara tekun menurut prinsip solidaritas
Kristiani sebagaimana diteladankan Yesus Kristus.
29 | Bahan Soasialisasi APP 2016
8. Selama masa puasa, kita mendapat panggilan untuk
merenungkan keadaan hidup kita sebagai murid-murid
Kristus. Mudah-mudahan kita menemukan kembali jati diri
kita, khususnya dalam ketekunan untuk mengembangkan
hidup bersesama dan bermartabat anak-anak Allah. Dengan
merenungkan ketangguhan Yesus dalam menjalani hidup-
Nya sebagai manusia, kita belajar bagaimana kita menekuni
hidup yang dianugerahkan Bapa-Nya kepada kita. Seraya
membaca tanda-tanda perkembangan jaman, kita tetap setia
menemukan dalam diri Yesus Kristus teladan hidup yang
paling unggul dan paling mulia. Kita mohon kehadiran-Nya
dalam perjalanan hidup kita, agar kita semakin meneladani
pengajaran hidup-Nya demi kebaikan kita bersama.
Kesesakan serta kemendesakan dalam hidup ini mudah-
mudahan tidak melunturkan ketekunan serta kegigihan kita
untuk memberdayakan mutu hidup dalam peradaban kasih.
9. Hidup yang tangguh, tekun dan ulet adalah bagian utuh dari
karya penciptaan Tuhan. Hidup demikian mengambil
bagian dalam gerakan anugerah Tuhan yang menghendaki
bahwa setiap orang dan setiap makhluk ciptaan lain
mengusahakan hidup yang berdaya tahan dalam lingkungan
yang semakin tidak bersahabat akibat perbuatan manusiawi
sendiri. Kejadian-kejadian serta tindakan-tindakan yang
membuat hidup merana dan miskin, harus melakukan
perubahan, agar kesejahteraan hidup bersama dapat tumbuh
berkelanjutan secara manusiawi. Pelaksanaan masa puasa
yang efektif akan menyadarkan orang beriman untuk berani
memutar haluan dengan langkah-langkah yang bermutu
30 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bagi terjalinnya kembali hubungan-hubungan manusiawi
ekologis dalam bingkai kesejahteraan bersama. Salah satu
wujud nyata dari ketekunan hidup bersama adalah perbuatan
rela berbagi dengan sesama dalam bentuk derma APP. Kita
melakukannya dengan gembira dan rasa terima kasih.
10. Hidup itu mempunyai pusparagam corak yang terpadukan
dalam setiap pribadi manusia. Kenyataan ini hanya dapat
berkembang dengan baik, bilamana pribadi-pribadi manusia
membangun hubungan-hubungan dalam keselarasan yang
merukunkan. Kemajuan sejahtera hidup kita akan terjadi
jika semua orang berani membangun peran yang efektif bagi
integrasi sosial, karena hidup itu antara lain adalah:
10.1. Hidup adalah anugerah Tuhan : kita harus
menerimanya dengan rasa syukur dan
memeliharanya menurut kehendak Tuhan
10.2. Hidup itu adalah cintakasih: kita harus
menghayatinya dengan tekun dan sabar, agar riak
gelombangnya menjadi kegembiraan dan
pengharapan bersama
10.3. Hidup itu adalah panggilan: kita harus menjalaninya
dengan tepat sesuai dengan makna panggilan
kristiani, yaitu memajukan nilai-nilai manusiawi
10.4. Hidup itu adalah perutusan: kita harus
memahaminya dengan cermat, agar kita mampu
berlaku sebagai utusan yang menyaksikan
kegembiraan Injil
31 | Bahan Soasialisasi APP 2016
10.5. Hidup itu adalah misteri: kita harus berupaya untuk
menyingkapkannya dalam kebenaran menurut
teladan Yesus Kristus
10.6. Hidup itu adalah kesempatan: kita harus
memanfaatkan kesempatan ini dengan berfaedah dan
berhasil demi kemajuan kesejahteraan bersama
dengan semangat berbagi
10.7. Hidup itu adalah sebuah janji: kita harus berusaha
untuk memenuhinya secara bertekun dalam suatu
dialog yang terbuka dan jujur
10.8. Hidup itu adalah perjuangan: kita harus membangun
daya yang senantiasa siaga untuk mampu melakukan
pergumulan yang sehat
10.9. Hidup itu adalah sebuah tantangan: kita harus
menghadapinya dengan ketangguhan serta
kesabaran yang berkelanjutan
10.10. Hidup itu adalah cita-cita dengan teka-teki : kita
harus meretas sebuah jalan untuk mencapai cita-cita
kehidupan dengan solusi yang cerdas
10.11. Hidup itu adalah sebuah tugas dan tanggungjawab:
kita harus melaksanakannya dengan sepenuh hati,
agar martabat kita sebagai manusia tumbuh dan
berkembang secara bermutu
10.12. Hidup itu adalah sebuah perjalanan: kita harus
mengayunkan langkah dengan penuh kepercayaan,
agar perjalanan itu terwujud secara berkelanjutan
dalam ketekunan yang merukunkan
10.13. Hidup itu adalah juga sejenis sandiwara: kita harus
melakoninya dengan baik, agar keselarasan hidup
32 | Bahan Soasialisasi APP 2016
terjalin dengan indah dan setiap peran (pribadi)
berlaku seirama.
11. Hidup itu bagaikan air. Air itu mengalir. Kadang-kadang
tenang. Lain kali bergejolak dan bergelora, karena terhalang
oleh kendala seperti batu atau tumpukan pasir. Air itu
terpukul mundur. Lain kali air berputar-putar di tempat
seakan-akan kebingungan. Kadangkala air itu
bergelombang dengan riak-riak kecil. Pada kesempatan lain,
air itu terjun bebas dan terhempas ke bawah dengan
keindahan yang menakjubkan. Tetapi dalam keadaan
apapun atau di mana pun, air itu tetap bergerak, mengalir ke
tempat yang lebih rendah dan membentuk sebuah genangan
kecil atau pun terbagi menjadi sumber-sumber air. Kalau
terjadi banjir, air itu akan membawa pelbagai material
sekitarnya. Air itu dapat menjadi keruh atau bersih, atau
berlumpur sehingga warnanya menguning. Dengan
demikian air juga dapat mengancam keberadaan sekitarnya,
berbarengan dengan membawa endapan yang menyuburkan
tanah. Air itu mengalir, menghanyutkan, menantang, tidak
merasa lelah dan pantang mundur. Akhirnya, bagaimanapun
juga, air itu membersihkan, menyegarkan serta memuaskan
dahaga dan memberikan daya baru. Itulah tantangan,
ketekunan, kegigihan dan ketangguhan dari makhluk air.
Demikian jugalah perjuangan dan perjalanan menuju hidup
sejahtera.
12. Kecerdasan dalam mengelola hidup dalam kebersamaan,
khususnya dalam hal konsumsi, akan memajukan
33 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kesejahteraan bersama. Tanpa usaha yang tekun dan ulet
niscaya hidup kita akan tertinggal dalam kemiskinan yang
tidak mendukung martabat sejahtera sebagaimana
didambakan setiap orang. Keadaan demikian tidak
menghadirkan budaya kehidupan. Sebaliknya, itu
membangun suatu wujud keterbelakangan yang membebani
hidup kita. Hidup kita menjadi rusak, bahkan hancur karena
kemalasan dan kelalaian dalam menekuni pertumbuhan
hidup layaknya manusiawi. Di tengah keterpesatan
perkembangan jaman, hidup kita pasti akan tertinggal,
bilamana ketekunan dan ketangguhan dalam bekerja tidak
menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Tata kelola hidup
seharusnya memenuhi kebutuhan material dan spiritual
secara seimbang, agar kemampuan material yang diperoleh
memberdayakan kesediaan pribadi untuk menghayati hidup
bersesama secara kreatif dan efektif. Perlindungan atas
lingkungan hidup dan kehidupan tetap menjadi
tanggungjawab kita bersama guna memberdayakan hidup
secara berkelanjutan.
13. Dalam Kitab Suci, hidup selalu membangkitkan rasa syukur
sebagai anugerah Tuhan. Kehidupan yang dianugerahkan
perlu dipelihara dengan baik dalam konteks cintakasih,
karena hidup adalah anugerah kasih Tuhan. Dengan
menekuni hidup dalam sikap bersesama, kita mampu
mengalami kegembiraan dan pengharapan dalam perjalanan
bersama guna membangun hidup yang bermutu baik dalam
ranah material maupun spiritual. Persoalan sosial ekonomi
yang selalu mengemuka dalam perjalanan hidup ini selalu
34 | Bahan Soasialisasi APP 2016
mendorong kita untuk menjadi tangguh, agar penghayatan
hidup semakin mampu berlaku dalam keseimbangan
komunikasi sosial ekonomi. Artinya, martabat manusiawi
menurut dimensi sosial ekonomi terungkap dalam keadilan
dan perdamaian, sehingga semua orang boleh mengalami
kelayakan hidup manusiawi menurut keadaan dan
tanggungjawab masing-masing. Ketekunan hidup dengan
sikap rela berbagi akan membangun suatu budaya
kehidupan, di mana kesejahteraan hidup berlaku bagi semua
dalam kerukunan yang berkelanjutan. Rasul Paulus bertitah:
“Semoga Allah yang adalah sumber ketekunan dan
penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu,
sesuai dengan kehendak Yesus Kristus, sehingga dengan
satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan
Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus”(Rom 15:5-6).
14. Dengan mendalami tema serta menghayati masa puasa
dengan hikmat dan penuh kegembiraan serta penuh syukur,
kita mengalami secara istemewa kerahiman ilahi dalam
hidup kita, khususnya dalam hidup keluarga. Kemurahan
Allah dalam Yesus Kristus mudah-mudahan menguatkan
kita untuk selalu bergiat dengan penuh ketekunan, agar
hidup kita menampakkan keindahan serta kesejahteraan
dalam perjalanan bersama yang penuh dengan kelimpahan
hidup. Dengan menjalani masa puasa bertetapatan dengan
Tahun Suci Kerahiman Ilahi, persekutuan gerejawi kita
menemukan kembali makna kemurahan hati dalam hidup
bersesama. Kita menyaksikan kegembiraan Injil dalam
perjalanan bersama dengan hidup berbagi untuk memelihara
dan melindungi karya ciptaan Allah, yang dianugerahkan
35 | Bahan Soasialisasi APP 2016
demi kebaikan kita: “Kamu akan diperkaya dalam segala
macam kemurahan hati yang membangkitkan syukur
kepada Allah oleh karena kami. Sebab pelayanan kasih
yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan
keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga
melimpahkan ucapan syukur kepada Allah”.(2Kor 9:11-
12)
Kupang, Januari 2016
Mgr. Petrus Turang
36 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PENDASARAN BIBLIS UNTUK PERTEMUAN
KATEKESE APP 2016
Oleh: Rm. Sipri Senda, Pr
Sub Tema I:
Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan Tantangan Hidup
• Bacaan: Ayub 1:6-22
• Kitab Ayub adalah salah satu dari kitab-kitab Sastra
Kebijaksanaan. Kitab ini berbicara tentang penderitaan
orang benar. Kebijaksanaan yang umum diterima adalah
“Orang benar mendapat berkat, orang fasik mendapat
hukuman/kutukan/penderitaan”. Itu berarti penderitaan
dipahami sebagai kutukan atau hukuman Tuhan atas dosa
yang dilakukan. Kitab ini merefleksikan mengapa orang
benar menderita, walaupun dia tidak berdosa.
• Ayub adalah seorang beriman yang saleh, yang benar di
hadapan Tuhan. Dia juga seorang hartawan yang kaya
raya, seorang bapak keluarga yang memperhatikan
keluarga terutama anak-anaknya. Keluarga Ayub adalah
keluarga terpandang dalam masyarakat.
• Sebagai orang beriman Ayub percaya pada Tuhan dan
taat pada perintahNya. Sebagai orang yang bijaksana
pada zamannya, ia tahu bahwa kekayaan dan
kesejahteraan hidupnya merupakan berkat Tuhan. Ia
hidup benar di hadapan Tuhan maka Tuhan
memberkatinya dengan kejayaan ini.
37 | Bahan Soasialisasi APP 2016
• Namun kenyataan lain berbicara: Ayub menderita
kehilangan anak-anak dan harta kekayaan. Kehilangan
harta kekayaan adalah kehilangan masa lalu, usaha di
masa lalu. Tapi kehilangan anak adalah kehilangan masa
depan, generasi penerus. Dalam tantangan dan cobaan
berat ini, Ayub tetap percaya pada Tuhan. “Tuhan yang
memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama
Tuhan.” (ay 21).
• Keluarga Ayub menghadapi tantangan berat dalam
hidup. Meskipun demikian Ayub tetap sabar dan percaya
pada Tuhan. Iman akan Tuhan membuat Ayub mampu
bertahan. Dalam penderitaan bagian kedua (2:1-13),
Ayub juga tetap setia kepada Tuhan. Kegigihannya untuk
bertahan dalam penderitaan memberikan inspirasi bagi
keluarga kristiani untuk tetap bertahan dalam penderitaan
dan tantangan hidup, serta tetap setia mengandalkan
Tuhan. Kisah penderitaan Ayub berakhir dengan happy
ending pada bagian akhir kitab ini (42:7-17): nasib Ayub
dipulihkan oleh Tuhan. Hartanya kembali berlipat ganda.
Ia juga memperoleh generasi penerus dalam diri anak-
anak.
• Keluarga Ayub dipulihkan setelah menghadapi
tantangan berat dan tetap bertahan dalam iman akan
Tuhan. Sukacita sesudah penderitaan adalah berkat
istimewa yang Tuhan berikan kepada orang beriman.
Keluarga kritiani belajar dari Keluarga Ayub untuk
tekun, ulet dan sabar dalam tantangan hidup dengan tetap
mengandalkan Tuhan.
38 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Sub Tema II:
Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar
• Bacaan: Luk 1:5-25
• Teks ini berkisah tentang keluarga Zakaria dan Elisabeth.
Zakaria sebagai seorang imam menunaikan tugasnya di
Bait Allah. Saat itulah ia mendapat penglihatan dan
penyampaian pesan surgawi bahwa ia dan istrinya
Elsabeth akan mendapat keturunan.
• Keluarga Zakaria dan Elisabet adalah keluarga beriman
yang taat pada hukum Tuhan walaupun menghadapi
tantangan berat dalam hidup perkawinan mereka sampai
usia tua. Mereka tidak mempunyai anak. Ini tentu
menjadi aib dalam masyarakat (bdk ay 25). Tidak heran
kalau mereka menjadi bahan pergunjingan dari orang-
orang sekitar. Dalam tradisi Yahudi, keluarga yang tidak
punya anak dipandang sebagai terkutuk atau mendapat
hukuman Tuhan.
• Ketekunan Zakaria dan Elisabeth tampak dalam doa
yang berkanjang. Keduanya tekun berdoa memohon
keturunan agar aib mereka dihapuskan oleh Tuhan.
Sebagai keluarga yang taat beragama, keduanya setia
mengikuti hukum Taurat, setia melaksanakan segala
perintah Tuhan dan terutama berkanjang di dalam doa.
Ketekunan berdoa ini berbuah manis pada terkabulnya
doa mereka bahwa Tuhan menganugerahkan keturunan.
• Ketekunan dalam berdoa adalah nilai yang dapat
diangkat dari keluarga ini. Keluarga kristiani dapat
39 | Bahan Soasialisasi APP 2016
belajar dari keluarga Zakaria dan Elisabeth untuk selalu
tekun berdoa di dalam perjuangan hidup, terutama ketika
menghadapi tantangan tertentu.
• Keuletan Zakaria dan Elisabeth tampak dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seperti biasa,
walaupun sedang menghadapi cobaan berat dalam hidup.
Zakaria sebagai imam tetap menjalankan tugasnya.
Imam tanpa anak adalah aib besar dan menjadi tantangan
tersendiri di hadapan rekan-rekan imam lain yang
memiliki keturunan. Jabatan imam diwariskan turun-
temurun. Jika tidak memiliki keturunan maka jabatan itu
pun terhenti pada dirinya. Di tengah cobaan ini, Zakaria
menunjukkan keuletannya dengan tuntas menunaikan
tugas imamat.
• Sedangkan Elisabeth tetap menunaikan tugas sebagai
istri dan ibu rumah tangga yang setia. Walau harus
menanggung aib di mata tetangga, namun Elisabeth tetap
ulet bekerja mengurus rumah tangganya. Keuletan
berbuah keberhasilan dalam tugas.
• Kesabaran Zakaria dan Elisabeth terlihat pada
ketenangan menghadapi pergunjingan tetangga tentang
kemandulan Elisabeth. Keduanya sabar dan tetap setia
satu sama lain dalam menghadapi tantangan ini. Mereka
tidak putus asa, tetapi tetap sabar di dalam kesesakan.
• Kesabaran itu berbuah manis pada anugerah Tuhan bagi
mereka yaitu kelahiran Yohanes yang mengubah hidup
mereka menjadi sukacita tak terkatakan. Nama Yohanes
40 | Bahan Soasialisasi APP 2016
dari kata Yehohanan berarti Tuhan memberikan
anugerah.
• Keluarga Zakaria dan Elisabeth memberikan inspirasi
bagi keluarga kristiani untuk tekun, ulet dan sabar di
dalam menghadapi aneka tantangan kehidupan.
Ketekunan, keuletan dan kesabaran itu dibangun di atas
dasar iman yang kokoh akan kebaikan Tuhan.
Sub Tema III:
Keluarga Katolik yang Murah Hati dan Solider
• Bacaan: Tobit 1:16-22
• Kitab Tobit adalah salah satu kitab Deuterokanonika.
Kitab Deuterokanonika adalah kitab yang diterima oleh
Gereja katolik sebagai bagian dari Kitab Suci, tetapi
tidak diterima oleh Gereja Protestan. Tujuh Kitab
Deuterokanonika: Tobit, Yudit, Barukh, Kebijaksanaan
Salomo, Putra Sirakh, 1Makabe, 2Makabe.
• Kitab Tobit berkisah tentang keluarga Tobit yang saleh,
murah hati dan solider terhadap sesama. Tokoh utamanya
bernama Tobit, seorang Yahudi di perantauan, di kota
Niniwe.
• Keluarga Tobit adalah keluarga saleh di kota Niniwe.
Niniwe adalah ibu kota kerajaan Babel. Sesudah orang
Yahudi dipulangkan dari pembuangan kembali ke Israel,
ada sebagian orang Yahudi yang tetap tinggal di
perantauan. Tobit adalah salah satu dari keluarga-
keluarga Yahudi yang memilih tinggal di Niniwe.
41 | Bahan Soasialisasi APP 2016
• Keluarga ini secara material tidak berkekurangan dan
secara spiritual merupakan keluarga beriman yang setia
menghayati hukum Taurat. Tobit sungguh peduli dan
solider dengan sesamanya terlebih yang menderita. Ia
selalu tanggap pada kekurangan sesama dan dengan
murah hati memberikan bantuan. Bahkan kepada orang
matipun ia rela dan berani berbuat baik dengan
menguburkan mereka secara pantas, walaupun dengan
risiko ditangkap penguasa (ay 16-19).
• Keluarga kristiani belajar dari keluarga Tobit untuk
bermurah hati dan solider. Kemurahan hati ditampakkan
dalam sikap berbagi dengan sesama yang menderita, rela
memberi, menjauhkan diri dari sikap serakah dan kikir.
Sikap solider diwujudkan dalam kepedulian pada sesama
yang susah, tanggap terhadap kebutuhan sesama, sigap
dalam bertindak membantu sesama yang membutuhkan
bantuan.
Sub Tema IV:
Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan Sejahtera
• Bacaan: Luk 2:41-52
• Keluarga kudus Nazaret terdiri dari St. Yosef, St. Maria
dan Anak Yesus. Keluarga ini keluarga sederhana, saleh
dan beriman akan Allah. Bapak Yosef sebagai tukang
kayu bekerja untuk mencari nafkah. Bunda Maria
sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kehidupan
keluarga. Yesus sebagai anak Yahudi pada umumnya taat
pada orangtua, rajin bekerja dan rajin belajar. Selain
42 | Bahan Soasialisasi APP 2016
belajar baca tulis di sinagoga, Dia juga belajar menjadi
tukang kayu seperti ayahnya.
• Teks ini berbicara tentang keluarga kudus yang
membawa Yesus ke Yerusalem untuk merayakan Paska.
Ada dua hal yang menjadi catatan: tiap tahun keluarga
kudus ke Yerusalem (ay 41) dan perkembangan Yesus
(ay 52).
• Ke Yerusalem tiap tahun mengandaikan persiapan
keluarga di bidang rohani dan juga jasmani. Kebutuhan
untuk berada selama beberapa hari di Yerusalem tentu
saja cukup besar. Untuk itu perlu uang yang cukup. Yosef
sebagai tukang kayu tentu bekerja dengan rajin dan
mengumpulkan uang untuk kesejahteraan keluarga
termasuk persiapan ke Yerusalem. Hal ini menunjukkan
kemandirian keluarga dalam mengelola keuangan untuk
kesejahteraan keluarga.
• Yesus bertumbuh dalam keluarga ini. Yesus diajar oleh
Yosef untuk bekerja sebagai tukang kayu. Keterampilan
ini diwariskan turun-temurun sebagai aset keluarga
dalam mencari nafkah untuk kehidupan keluarga. Dalam
hal ini Yesus diajar untuk menjadi pekerja yang mandiri
dan mampu mengelola keuangan untuk kesejahteraan
keluarga.
• Belajar dari Keluarga Kudus Nazaret yang mandiri dan
sejahtera. St. Yosef sebagai tukang kayu, Bunda Maria
sebagai ibu rumah tangga. Mereka mengelola keluarga
dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih. Setiap
43 | Bahan Soasialisasi APP 2016
tahun mereka dapat menunaikan ibadah di Yerusalem
karena mereka mampu mengelola kesejahteraan keluarga
walaupun sederhana. Keluarga ini keluarga mandiri:
mempunyai usaha sendiri yaitu pertukangan kayu
sehingga dapat memperoleh nafkah untuk kesejahteraan
keluarga. Yesus bertumbuh dalam keadaan ini. Sebagai
anak Dia juga belajar tukang dari ayahNya. Keterampilan
tukang kayu menjadi modal usaha untuk kemandirian
dan kesejahteraan keluarga.
• Keluarga kristiani belajar dari keluarga kudus Nazaret
untuk menjadi keluarga yang mandiri dan sejahtera.
Punya pekerjaan dan mampu mengelola potensi keluarga
dengan baik untuk kesejahteraan.
44 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Panduan Katekese Umat APP 2016
KATEKESE ORANG DEWASA
PERTEMUAN I
Tema: Keluarga Katolik, Sukacita Injil dan Tantangan
Hidup
Tujuan:
1. Menyadarkan peserta untuk menyadari kehadiran
Tuhan dalam keluarga khususnya ketika mengalami
tantangan dan kesulitan
2. Menyadarkan peserta untuk mengalami dan berbagi
sukacita dalam keluarga
Sumber: Ayub 1:6-22
Metode:
Waktu: 60 menit
Pemikiran Dasar
Sukacita dialami oleh keluarga yang mewujudkan rencana Allah
atas perkawinan dan keluarganya. Sebagian keluarga
membutuhkan perjuangan lebih karena menghadapi aneka
tantangan dan kelemahan. Adanya kesulitan sosial ekonomi juga
kesulitan relasi personal dan spiritual, telah menghadapkan
keluarga-keluarga katolik di Keuskupan Agung Kupang pada
persoalan pelik kehidupan yang menggoncangkan iman akan
Yesus Kristus. Aneka persoalan ini menyebabkan perasaan
terbeban, bingung, sedih, sepi, dan bahkan putus asa bagi
anggota keluarga. Tantangan dan kelemahan itu bisa membawa
keluarga pada krisis iman yang merintangi, membatasi, dan
45 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bahkan menghalangi keluarga untuk setia kepada iman Katolik
dan untuk menghidupi nilai-nilai luhur perkawinan.
Di tengah pergumulan memperjuangkan sukacita Injil, keluarga
mesti datang penuh kerendahan-hati untuk dikuduskan oleh
Allah yang berbelas-kasih yang melampaui kelemahan dan
kedosaan manusia. Pembelaan Allah yang begitu besar ini
merupakan sukacita yang patut disadari dan disyukuri.
Kekudusan keluarga merupakan rahmat sekaligus tugas bagi
keluarga untuk dipertahankan. Oleh karenanya, keluarga
diundang untuk bersikap dewasa, bertindak bijaksana, dan tetap
beriman dengan tidak menyalahkan situasi, tetapi setia mencari
kehendak Allah melalui doa dan Sabda Allah, mengutamakan
pengampunan dan peneguhan di antara anggota keluarga, serta
pergi menjumpai pribadi atau komunitas beriman yang mampu
membangkitkan harapan. Keluarga yang mengandalkan Allah
percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya. Selalu ada
jalan keluar. Tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh
dalam kepribadian serta iman, harapan, dan kasih. Tantangan
justru tak harus menyuramkan nilai-nilai perkawinan dan hidup
berkeluarga. Melalui tantangan itu, Allah mengerjakan karya
keselamatanNya di dalam dan melalui keluarga.
Langkah-langkah Pengembangan
1. Pembukaan
Doa Pembuka
Pengantar Singkat oleh Pendamping
2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita)
46 | Bahan Soasialisasi APP 2016
3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan
Sabda Tuhan)
Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab
Suci dan membaca Kitab Ayub 1: 6-22
Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab
Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun
Rangkuman dan Penegasan
Mari Kita Merenungkan
Mari Kita Ingat
4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata]
Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan
bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama
sesudah proses katekese
5. Penutup
Evaluasi
Doa Penutup
47 | Bahan Soasialisasi APP 2016
PERTEMUAN II
Tema: Keluarga Katolik yang Tekun, Ulet dan Sabar
Tujuan
1. Menyadarkan peserta tentang pentingnya nilai-nilai
ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam
menghadapi tantangan hidup
2. Menyadarkan peserta untuk menumbuhkembangkan
sikap-sikap tersebut dalam keluarga
Sumber: Injil Lukas 1:5-25
Metode:
Waktu: 60 menit
Pemikiran Dasar
Kemampuan manusia mempertahankan hidup dan kehidupan
yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan berharga
akan melahirkan daya-daya hidup. Tegangan yang terus menerus
antara realitas hidup yang dijumpai dengan harapan hidup
menjadikan daya hidup tumbuh dan terasah dengan baik.
Ketekunan, keuletan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup
dalam diri manusia, serta menjadikanya sebagai daya hidup yang
membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan
antara realitas hidup dan harapan hidup.
Aneka tantangan dan kelemahan yang dialami dan dihadapi
keluarga-keluarga katolik, tentunya membangkitkan suatu
dorongan hidup untuk bisa menggapai kebahagiaan sejati. Setiap
keluarga pasti berusaha bersama dalam berpikir dan bertindak
kreatif dan inovatif, untuk bisa menghindarkan keluarganya dari
48 | Bahan Soasialisasi APP 2016
kehancuran. Keluarga katolik yang sungguh berjalan bersama
Allah selalu mencari solusi bagi keutuhan rumah tangga. Selalu
ada daya upaya untuk mempertahan keluarga sebagai anugerah
Allah. Untuk itu, sangat dibutuhkan keluarga-keluarga katolik
yang tekun, ulet dan sabar dalam menjalani kehidupan yang
penuh tantangan ini bersama dengan Allah. Aneka persoalaan
jangan sampai memadamkan api iman, melainkan hendaknya
terus mengobarkan semangat iman untuk terus mencari dan
menemukan kehendak Tuhan yang menyelamatkan. Segala daya
upaya yang dikerahkan untuk mengatasi aneka persoalan hidup
merupakan sebuah tanggung jawab untuk memelihara
kelangsungan dan keberlanjutan hidup yang telah dianugerahkan
Allah.
Langkah-langkah Pengembangan
1. Pembukaan
Doa Pembuka
Pengantar Singkat oleh Pendamping
2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita)
3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan
Sabda Tuhan)
Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab
Suci dan membaca Injil Lukas 1:5-25
Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab
Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun
Rangkuman dan Penegasan
49 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Mari Kita Merenungkan
Mari Kita Ingat
4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata]
Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan
bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama
sesudah proses katekese
5. Penutup
Evaluasi
Doa penutup
Pertemuan III
Tema: Keluarga Katolik yang Murah Hati dan Solider
Tujuan:
Menyadarkan peserta tentang semangat belaskasih Allah
kepada manusia sehingga mampu untuk bersikap murah
hati dan solider
Sumber: Kitab Tobit 1:16-22
Metode:
Waktu: 60 menit
Pemikiran Dasar
Keluarga-keluarga katolik yang hidup seturut panggilan
imannya tentu sungguh menghayati nilai-nilai kristiani seperti
sikap murah hati dan solidaritas. Ada semangat berbagi satu
sama lain, saling peduli dan perhatian pada mereka yang
50 | Bahan Soasialisasi APP 2016
membutuhkan. Nyatanya, semangat egoisme/selfisme dan
individualisme, hedonisme dan konsumerisme justru telah
mengaburkan keberadaan nilai-nilai iman kristiani.
Perkembangan zaman yang tidak terkontrol dengan prasyarat-
prasyarat yang ditetapkan, menjadikan sebagian orang lebih
fokus mengurus dirinya dari pada peduli pada orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Segala daya upaya dikerahkan semata-
mata untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Keluarga-
keluarga katolik juga mendapat pengaruh yang kuat dari gaya
hidup modern ini. Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan hidup.
Terjadi ketidakadilan. Ada keluarga-keluarga yang hidup serba
berkecukupan, tetapi ada keluarga-keluarga yang hidup serba
kekurangan. Terjadi kesenjangan hidup yang cukup lebar. Untuk
memerangi ini, dalam semangat belas kasih Allah yang
mahamurah dan maharahim, setiap pribadi katolik diajak untuk
kembali merenungkan perjalanan hidupnya bersama dengan
orang lain dalam membangun kembali sikap hati yang diresapi
oleh semangat hidup Yesus Kristus sendiri, yang adalah tanda
kemurahan hati dan solidaritas Allah Bapa terhadap manusia
berdosa.
Langkah-langkah Pengembangan
1. Pembukaan
Doa Pembuka
Pengantar Singkat oleh Pendamping
2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita)
3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan
Sabda Tuhan)
51 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab
Suci dan membaca Kitab Tobit 1: 16-22
Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab
Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun
Rangkuman dan Penegasan
Mari Kita Merenungkan
Mari Kita Ingat
4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata]
Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan
bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama
sesudah proses katekese
5. Penutup
Evaluasi
Doa Penutup
PERTEMUAN IV
Tema : Keluarga Katolik yang Hidup Mandiri dan Sejahtera
Tujuan
Menyadarkan peserta tentang pentingnya kemandirian
dan kesejahteraan hidup sebagai tugas dari anugerah
kehidupan dari Allah.
Sumber: Injil Lukas 2:41-52
Metode:
52 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Waktu: 60 menit
Pemikiran Dasar
Hidup mandiri dan sejahtera tentu menjadi dambaan setiap
orang. Semua keluarga katolik juga menginginkan hidup mandiri
dan sejahtera. Kesejahteraan itu menjadi tujuan dari segala
pergumulan hidup manusia di muka bumi ini. Nyatanya, hidup
mandiri dan sejahtera itu belum teralami secara utuh dan penuh
dalam perjalanan hidup keluarga-keluarga di Keuskupan Agung
Kupang. Masih ada banyak soal yang menghambat orang untuk
sampai pada kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Di sini,
keluarga-keluarga diajak untuk membangun semangat kerja
sama yang rela berbagi dan saling peduli supaya tercapai
kepenuhan hidup yang mandiri dan sejahtera. Ada sebuah pola
proses yang harus dilewati bersama di dalam keluarga dan
bersama keluarga-keluarga yang lain untuk menemukan hakekat
dari panggilan dan perutusan hidup manusia di muka bumi ini.
Perlu sebuah kesadaran baru akan panggilan dan tanggung jawab
atas hidup yang dianugerahkan Tuhan, melalui proses belajar
yang terus menerus. Bahwasannya, hidup yang dianugerahkan
Tuhan itu punya makna yang terarah pada kelangsungan dan
keberlanjutan hidup di segala zaman. Maka, tanggung jawab
besar dari setiap pribadi beriman adalah memelihara segala
tatanan ciptaan demi kelangsungan dan keberlanjutan hidup
semua makhluk ciptaan.
53 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Langkah-langkah Pengembangan
1. Pembukaan
Doa Pembuka
Pengantar Singkat oleh Pendamping
2. Menghadirkan Kenyataan Hidup (Peduli Kita)
3. Menghadirkan Pengalaman Kitab Suci (Sapaan
Sabda Tuhan)
Pendamping mengajak peserta untuk membuka Kitab
Suci dan membaca Injil Lukas 2:41-52
Pendamping mengajak peserta untuk mendalami Kitab
Suci dengan beberapa pertanyaan penuntun
Rangkuman dan Penegasan
Mari Kita Merenungkan
Mari Kita Ingat
4. Mencari Dampak bagi Hidup [Rencana Aksi Nyata]
Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan
bersama aksi nyata yang akan dilakukan bersama
sesudah proses katekese
5. Penutup
Evaluasi
Doa Penutup
54 | Bahan Soasialisasi APP 2016
MODEL EVALUASI KATEKESE UMAT
1.Kesan Umum
a. Setiap peserta dibiarkan memberikan kesannya terhadap
praktek KU
b. Biarkan mereka berbicara sebebas-bebasnya.
2.Suasana pertemuan
a. Apakah seluruh suasana mendukung tukar menukar
pengalaman dalam kelompok ?
b. Apakah ada suasana persaudaraan ?
c. Keterbukaan ?
d. Komunikatif ?
e. Saling mendukung dan menghargai ?
3.Bahan atau materi
a. Aktual, relevan, menarik ?
b. Mendukung tujuan yang dicanangkan ?
c. Nilai-nilai yang ditanam cukup jelas ?
d. Segi perwujudan iman dapat ditangkap peserta ?
4. Jalannya pertemuan
a. Ada proses yang baik dan runtun ?
b. Langkah-langkah diikuti dengan setia ?
c. Langkah-langkah mendukung tujuan yang mau dicapai?
5. Keterlibatan peserta
a. Peserta aktif terlibat ?
b. Sikap mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap
sesama peserta yang berbicara ?
55 | Bahan Soasialisasi APP 2016
c. Bebas dan terbuka berbicara ?
d. Nampak ada perubahan dalam diri peserta ?
6. Pemandu KU/Fasilitator
a. Kesan, pendapat tentang fasilitator
b. Sungguh-sungguh berperan sebagai pelancar, mengajak,
membimbing, memberikan kesempatan berbicara,
meneguhkan pembicaraan peserta ?
c. Arah seluruh pertemuan diperhatikan ?
d. Mengikuti langkah-langkah dengan setia ?
56 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Pesan Sri Paus Fransiskus untuk Puasa 2016
“Saya ingin belaskasih, dan bukan persembahan”
(Mt 9:13).
Karya belaskasih pada jalan Yubileum
1. Maria, yang menerima Kabar Gembira adalah gambaran
sebuah Gereja yang mewartakan Injil
Dalam Bulla Penetapan akan Yubileum
Istimewa dari Kerahiman, saya meminta
bahwa “masa Puasa dalam Tahun
Yubbileum ini dihayati lebih mendalam
sebagai suatu saat istimewa untuk
merayakan dan mengalami kerahiman
Allah”(MV, 17). Dengan memanggil
suatu sikap mendengarkan dengan penuh perhatian akan sabda
Allah dan menyemangati prakarsa “24 Jam untuk Tuhan”, saya
berupaya untuk menekankan pengutamaan akan sikap
mendengarkan penuh doa akan sabda Allah, terutama sabda
kenabiannya. Kerahiman Allah adalah suatu pemakluman yang
diperuntukkan bagi dunia, suatu pemakluman yang memanggil
setiap orang Kristiani mengalaminya di tempat pertama. Oleh
karena itu, selama masa Puasa saya akan mengutus para
Misionaris Kerahiman sebagai tanda konkrit bagi setiap orang
akan kedekatan dan pengampunan Allah.
Sesudah menerima Kabar Gembira yang disampaikan
kepadanya oleh Malaekat Agung Gabriel, Maria, dalam
Magnificatnya, secara profetik menyanyikan kerahiman dengan
mana Allah memilih dia. Perawan dari Nazareth, yang
57 | Bahan Soasialisasi APP 2016
bertunangan dengan Yosep, menjadi ikon sempurna dari Gereja
yang mewartakan Injil. Maria telah dan terus mendapat warta
Injil dari Roh Kudus, yang membuat rahim perawannya berbuah.
Dalam tradisi profetik, kerahiman secara tuntas terhubungkan –
juga dalam tingkat etimologis – dengan rahim keibuan
(rahamim) dan dengan suatu kebaikan(hesed) yang murah hati,
setia dan berbelaskasih yang terungkap dalam perkawinan dan
hubungan keluarga.
2. Perjanjian Allah dengan umat manusia: sebuah sejarah
kerahiman
Misteri dari kerahiman ilahi
diwahyukan dalam sejarah perjanjian
antara Allah dan umat-Nya Israel.
Allah menyatakan diri-Nya selalu
kaya dalam kerahiman, selalu siap
memperlakukan umat-Nya dengan
kelembutan dan belaskasihan yang mendalam, terutama pada
saat-saat tragis sewaktu ketidaksetiaan menghancurkan ikatan
perjanjian, yang kemudian perlu diperbaharui dengan lebih
teguh dalam keadilan dan kebenaran. Disinilah kisah cinta yang
sejati, di mana Allah berperan sebagai bapa dan suami yang
dikhianati, sedangkan Israel berperan sebagai anak dan isteri
yang tidak setia. Gambaran-gambaran kekeluargaan ini – seperti
kasus Hosea(cf. Hos 1-2) – memperlihatkan sejauh mana Allah
ingin mengikatkan diri-Nya dengan umat-Nya.
Kisah cinta ini berpuncak dalam penjelmaan Putra Allah. Di
dalam Kristus, Bapa mencurahkan kerahiman-Nya yang tanpa
batas, bahkan sampai membuat diri-Nya “kerahiman yang
58 | Bahan Soasialisasi APP 2016
menjelma”(MV, 8). Sebagai seorang manusia, Yesus dari
Nazareth adalah seorang putra Israel sejati; Dia menjelmakan
sikap sempurna mendengarkanitu, yang dibutuhkan setiap orang
Yahudi dengan Shema, yang sekarang ini juga adalah hati dari
perjanjian Allah dengan Istrael: “Dengarkan, hai Israel: Tuhan
Allah kita adalah Tuhan yang esa; dan engkau harus mengasihi
Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu dan
segenap kekuatanmu” (Ul 6:4-5). Sebagai Putra Allah, Dia
adalah Mempelai laki-laki yang membuat segalanya untuk
memenangkan cinta dari mempelai-Nya, yang padanya Dia
terikat dengan suatu cinta tanpa syarat yang menjadi kelihatan
dalam pesta perkawinan kekal.
Inilah lubuk hati dari kerygma rasuli, di mana kerahiman ilahi
memegang suatu tempat sentral dan fundamental. Itulah
“kecantikan dari kasih menyelamatkan dari Allah yang menyata
dalam Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari kematian”
(EG, 36); bahwa pemakluman pertama yang “kita harus dengar
berulang kali dalam aneka cara, suatu perkara yang harus kita
beritakan dengan satu cara sepanjang proses katekese, pada
setiap tingkat dan saat” (ibid., 164). Kerahiman
“mengungkapkan cara Allah menjangkau orang berdosa, dengan
memberikan kepadanya suatu kesempatan baru untuk
menyelami dirinya, bertobat dan percaya” (MV, 21), yaitu
memulihkan hubungannya dengan Dia. Dalam Yesus tersalib,
Allah menunjukkan keinginan-Nya untuk dekat dengan kaum
berdosa, bagaimanapun jarak mereka tersesat daripada-Nya.
Dalam cara ini Dia berharap untuk melembutkan hati yang tegar
dari Mempelai-Nya.
59 | Bahan Soasialisasi APP 2016
3. Karya-karya belaskasih
Kerahiman Allah mengubah hati
manusiawi; itu membuat kita
mampu, melalui pengalaman
akan suatu kasih setia, pada
gilirannya menjadi berbelaskasih.
Dalam suatu mukjizat yang selalu
baru, kerahiman ilahi bersinar
dalam hidup kita, dengan mengilhami masing-masing kita untuk
mengasihi sesama kita dan membaktikan diri kita kepada apa
yang tradisi Gereja sebut karya-karya spiritual dan lahiriah dari
kerahiman. Karya-karya ini mengingatkan kita bahwa iman
mendapat ungkapan dalam perbuatan-perbuatan harian konkrit
guna membantu sesama kita secara lahiriaha dan spiritual:
dengan memberi makan, mengunjungi, menghibur dan mengajar
mereka. Pada hal-hal ini kita akan diadili. Oleh karena itu, saya
mengungkapkan harapanku bahwa “umat Kristiani boleh
merenungkan karya-karya spiritual dan lahiriah dari kerahiman;
hal ini akan menjadi suatu cara untuk membangkitkan nurani
kita, yang terlalu sering menjadi dungu di hadapan kemiskinan,
dan masuk lebih dalam ke lubuk hati dari Injil di mana kaum
miskin mempunyai suatu pengalaman khusus akan kerahiman
Allah” (ibid.,15). Karena di dalam kaum miskin, tubuh Kristus
“menjadi kelihatan dalam tubuh yang disiksa, hancur, dilukai,
kurang gizi dan terbuang … diakui, dijamah, dan diperhatikan
oleh kita” (ibid.). Itulah misteri yang tak terduga dan
menghebohkan atas berlakunya dalam waktu penderitaan dari
Domba yang Tak Bersalah, semak terbakar dari kasih tanpa
60 | Bahan Soasialisasi APP 2016
pamrih. Sebelum kasih ini, kita dapat, seperti Musa, mencopot
sandal kita (cf. Kel 3:5), terutama ketika kaum miskin menjadi
saudara-saudara dan saudari-saudari kita dalam Kristus yang
menderita karena iman mereka.
Dalam cahaya kasih ini, yang kuat seperti kematian (cf.Kid 8:6),
orang miskin yang riil terungkapkan seperti mereka yang
menolak untuk melihat dirinya apa adanya. Mereka memandang
dirinya kaya, tetapi mereka secara aktual yang termiskin dari
kaum miskin. Ini karena mereka adalah budak dosa, yang
menghantar mereka untuk memnggunakan kekayaan dan
kekuasaan tidak demi mengabdi Allah dan orang lain, tetapi
memicu dalam hatinya perasaan mendalam bahwa mereka juga
hanya pengemis-pengemis yang miskin. Semakin kaya dan
berkuasa, semakin kebutaan dan tipu diri dapat berkembang. Itu
malahan dapat mencapai titik menjadi buta kepada Lazarus yang
meminta di depan pintunya(cf. Lk 16:20-21). Lazarus, manusia
miskin, adalah si sosok dari Kristus, yang melalui orang miskin
meminta pertobatan kita. Dengan demikian, dia menghadirkan
kemungkinan pertobatan yang Allah persembahkan kepada kita
dan kita mungkin menjadi gagal melihatnya. Kebutaan demikian
sering menyertai ilusi yang angkuh akan adidaya kita, yang
terpantul dalam suatu cara godaan setan “engkau akan menjadi
seperti Allah” (Kej 3:5) yang adalah akar dari segala dosa. Ilusi
ini dapat mengambil bentuk sosial dan politik, sebagaimana
ditunjukkan oleh sistem totaliter dari abad ke-20, dan dalam
jaman kita, oleh ideologi-ideologi pemikiran dan ilmu teknologi
yang menguasai, yang membuat Allah menjadi tidak berarti dan
menjabarkan manusia menjadi bahan baku yang dilahap habis.
61 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Ilusi ini juga dapat kelihatan dalam struktur-struktur dosa yang
terkait dengan suatu model pembangunan palsu yang berdasar
pada berhala akan uang, yang menghantar kepada kekurang-
pedulian akan nasib kaum miskin pada pihak individu-individu
dan masyarakar-masyarakat yang lebih kaya; mereka menutup
pintunya, dengan menolak melihat orang miskin.
Bagi kita semua, masa Puasa dalam Tahun Yubileum ini adalah
suatu waktu perkenan untuk mengatasi pengasingan eksistensial
kita dengan mendengarkan sabda Allah dan melakukan karya-
karya kerahiman. Dalam karya-karya lahiriah kerahiman kita
menjamah tubuh Kristus dalam saudara-saudara dan saudari-
saudari yang perlu makanan, pakaian, tempat tinggal,
kunjungan; dalam karya spiritual dari kerahiman – percakapan,
pengajaran, pengampunan, nasehat dan doa – kita menyentuh
dengan lebih langsung kedosaan kita sendiri. Karya-karya
spiritual dan lahiriah dari kerahiman tidak pernah terpisahkan.
Dengan menjamah tubuh dari Yesus tersalib dalam penderitaan,
para pendosa dapat menerima anugerah kesadaran bahwa
mereka juga miskin dan berkekurangan. Dengan mengambil
langkah ini, orang “sombong”, “berkuasa” dan “kaya” yang
dikisahkan dalam Magnificat dapat juga dirangkul dan secara
tanpa syarat dikasihi oleh Tuhan tersalib yang wafat dan bangkit
bagi mereka. Hanya kasih ini adalah jawaban kepada kerinduan
akan kebahagiaan tak terhingga dan kasih yang pemikiran kita
dapat terpuaskan dengan berhala-berhala dari pengetahuan,
kekuasaan dan kekayaan. Namun bahaya selalu masih ada bahwa
dengan suatu penolakan tetap untuk membuka pintu hati kepada
Kristus yang mengetuk mereka dalam diri orang miskin, orang
62 | Bahan Soasialisasi APP 2016
yang sombong, kaya dan berkuasa akan berakhir menghukum
diri mereka sendiri dan terperangkap dalam jurang abadi
keterasingan yang adalah Neraka. Kata-kata terukir Abraham
teraplikasikan bagi mereka dan kita semua: “Mereka mempunyai
Musa dan nabi-nabi; baiklah mereka mendengarkan mereka”(Lk
16:29). Sikap mendengarkan yang peka demikian akan menjadi
persiapan terbaik kita untuk merayakan kemenangan akhir atas
dosa dan maut dari Mempelai, sekarang bangkit, yang ingin
memurnikan Tunangan-Nya dalam penantian akan kedatangan-
Nya.
Marilah kita tidak menyia-nyiakan masa Puasa ini, suatu waktu
yang demikian berkenan bagi pertobatan ! Kita meminta ini
melalui pengantaraan keibuan Perawan Maria, yang, dengan
berjumpa keagungan keraahiman Allah dan dengan bebas
menerimanya, menjadi yang pertama mengakui kerendahannya
(cf. Lk 1:48) dan menyebut dirinya hamba yang hina dari Tuhan
(cf. Lk 1:38).
Diberikan di Vatikan, 4 Oktober 2015
Pesta St. Fransiskus dari Assisi.
Fransiskus
*Terjemahan Uskup P. Turang
63 | Bahan Soasialisasi APP 2016
SURAT GEMBALA PUASA 2016
USKUP AGUNG KUPANG
Umat-ku yang terkasih,
Masa puasa atau prapaskah hadir kembali
dalam perjalanan hidup iman kita. Kita
bersyukur kepada Tuhan atas waktu
istimewa yang dianugerahkan-Nya kepada
kita, para murid Kristus. Kita mendapat
dorongan baru untuk menghayati perutusan iman Kristiani,
khususnya dalam Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi ini. Dalam
upaya menggerakkan “hidup sejahtera”, Aksi Puasa
Pembangunan 2016 mengajak kita dengan tema ”Hidup Pantang
Menyerah”. Dalam lingkungan hidup kita yang penuh kemajuan
dan serentak penuh tantangan, bahkan kerawanan sosial
ekonomi, kita punya tanggungjawab untuk tetap berjuang bagi
kesejahteraan bersama yang berkelanjutan dengan hidup
bersesama.
Dalam masa prapaskah di tahun istimewa ini, pantaslah kita
menemukan kembali anugerah kerahiman Tuhan dalam
perjalanan bersama di atas bumi ini. Kerahiman atau kemurahan
hati Tuhan semestinya menjadi nyata dalam keseharian hidup
kita: menghayati dan merayakannya dengan rendah hati. Kita
menemukan kembali kerahiman Tuhan dan menghayatinya
dengan hidup bersesama, khususnya dalam keluarga kita
masing-masing. Kerukunan hidup yang penuh dengan
kemurahan hati akan menghadirkan lingkungan hidup dalam
damai sejahtera. Rasul Paulus berkata, “Tetapi dalam semuanya
64 | Bahan Soasialisasi APP 2016
itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang
telah mengasihi kita … kasih Allah yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita” (Rom 8: 37, 39).
Saudara-saudari terkasih,
Damai sejahtera berasal dari daya ilahi yang
menggerakkan hati kita untuk peduli akan
sesama, terutama mereka yang miskin dalam
hidup dengan serba berkekurangan. Kita
belajar bagaimana mengupayakan kerjasama
bersaudara, agar kerahiman ilahi menjadi
nyata dalam perjuangan hidup kita. Kita tidak
boleh menyerah kepada cara hidup yang menghalalkan jalan
pintas seperti korupsi, suap atau pemerasan. Kita mestinya
mengusahakan hidup dari ketekunan keringat kita sendiri.
Dengan demikian, kita menjadi orang yang bermartabat murid
Kristus, yaitu masuk dalam cahaya kebaikan Bapa di surga, yang
“kaya dengan kerahiman” (Ef 2:4). Kita memelihara kerukunan
hidup dengan sesama umat beragama dan dengan tata
kepemerintahan guna bergotongroyong dalam memelihara dan
melindungi proses pensejahteraan hidup bersama.
Dengan merenungkan kekayaan misteri iman kita selama masa
prapaskah di Tahun Suci ini, kita mohon kepada Allah yang
maharahim, agar kita mendapat kekuatan untuk menekuni hidup
kita dalam sikap rela berbagi tanpa pamrih. Dengan menerima
sakramen tobat di masa prapaskah ini, kita mendapat jamahan
dari keagungan kerahiman Allah dan menghayati sumber
kedamaian batiniah yang sejati. Kita “menghampiri takhta kasih
karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih
65 | Bahan Soasialisasi APP 2016
karunia” (Ibr 4:16). Dengan karunia damai sejahtera ini, kita
bertekad untuk melanjutkan perjuangan hidup dengan
ketangguhan manusiawi yang bebas dari kekerasan, bebas dari
diskriminasi dan bebas dari korupsi. Ketekunan hidup kita
menjadi persembahan yang kudus dan tak bercela dalam
memberdayakan perilaku hidup bersesama, biarpun keterbatasan
dan kerapuhan manusiawi kita. Mudah-mudahan Sabda Allah
yang kita terima dalam masa prapaskah ini menjadi matang
dalam perjuangan hidup kita: “Yang jatuh di tanah yang baik itu
ialah orang, yang setelah mendengarkan firman itu,
menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah
dalam ketekunan” (Lk 8:15).
Saudara-saudari terkasih,
Pengembangan kesejahteraan hidup dengan
perjuangan yang tekun dalam sikap
bersesama, mudah-mudahan di Tahun Suci
ini, menemukan jati diri Kristiani yang
berkelanjutan secara manusiawi. Dengan hati
penuh syukur dan sukacita, marilah kita
menjalani masa prapaskah dalam iman kepercayaan kepada
Yesus Kristus yang dalam kematian dan kebangkitan-Nya
membawa keselamatan yang membenarkan kerahiman ilahi.
Dialah “imam besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam
pelayanan Allah” (Ibr 2:17).
Selamat menunaikan bakti sembah masa prapaskah di Tahun
Yubileum Kerahiman Ilahi dan mudah-mudahan damai sejahtera
hadir dalam ketekunan perjuangan hidup keluarga kita. Kita
berseru: “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya
66 | Bahan Soasialisasi APP 2016
Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala” (Mzm
25:6). Dengan memohon doa umat-ku sekalian, saya
menghaturkan salam berkat saya.
Diberikan di Kupang, 2 Pebruari 2016
Salam Hormat dan Berkat,
Uskup Petrus Turang.
67 | Bahan Soasialisasi APP 2016