Download pdf - 0107 kedelai

Transcript
Page 1: 0107 kedelai

1

I. PENDAHULUAN

Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas ini kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, dan harganya murah. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan snack. Konsumsi kedelai per kapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004.

Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan berpeluang pula sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dalam sistem produksi, mulai dari budidaya, panen, pengolahan pascapanen, transportasi, pasar hingga industri pengolahan pangan. Agar produksi kedelai dan produk olahannya mampu bersaing di pasar, maka mutunya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap pengembangan proses produksi, pengolahan dan pe-masaran, khususnya penerapan jaminan mutu memegang peranan penting.

Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sudah mencapai 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru 0,71 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi, dan sumberdaya lainnya cukup tersedia.

Untuk menekan laju impor kedelai dapat diupayakan melalui berbagai strategi, yaitu peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas dan nilai tambah produk, perbaikan akses pasar dan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat penduduk Indonesia cukup besar dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka pengembangan kedelai perlu mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian nasional.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 2: 0107 kedelai

32

II. KONDISI AGRIBISNIS KEDELAI SAAT INI

A. Usaha Pertanian Primer

Kedelai yang merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas di masing-masing wilayah disajikan pada Tabel 1.

Luas areal tanam kedelai mencapai puncaknya pada tahun 1992, yaitu 1,67 juta ha. Namun sejak tahun 2000 areal tanam terus menurun dan hanya 0,53 juta ha pada tahun 2003. Penurunan areal tanam ada kaitannya dengan membanjirnya kedelai impor sehingga nilai kompetitif dan komparatif usahatani kedelai dalam negeri menurun.

Penentuan pola tanam didasarkan atas tipe lahan, curah hujan, dan musim. Di lahan sawah irigasi pada MK I (Maret-Juni), kedelai diusahakan dalam pola padi - palawija - sayuran atau padi - palawija - palawija, sedangkan pada MK II (Juli-September) diusahakan dalam pola padi - padi - palawija. Penanaman kedelai di lahan sawah tadah hujan dilakukan pada MH (Nopember-Februari) dalam pola palawija - padi dan pada MK I (Maret-Juni) dalam pola padi - palawija. Di lahan kering pada MH I (Nopember-Februari), kedelai ditanam dalam pola palawija - palawija dan pada MK I (Maret-Juni) dalam pola padi gogo -

1)palawija atau sayuran - palawija .

Tabel 1. Penyebaran areal kedelai menurut wilayah (ha)

Sumber: Anonimous 2004b

1) Marwoto dan Y. Hilman. 2005. Teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan pangan. Kinerja Balitkabi 2003-2004. Balitkabi. 20 hlm.

Salah satu kendala dalam penentuan komoditas dalam pola tanam adalah nilai kompetitif komoditas tersebut pada saat ini. Kedelai memiliki nilai kompetitif yang lebih rendah daripada jagung, pada saat ini.

Secara finansial, usahatani kedelai cukup menguntungkan, dengan pendapatan bersih mencapai Rp 2.048.500/ha. Biaya produksi terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi. Penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi meliputi penyiapan lahan (20

HOK), penanaman (15 HOK), pemupukan (5 HOK), penyia-ngan (15 HOK), penyemprotan (5 HOK), panen (30 HOK), pe-ngangkutan dan penyimpanan (4 HOK). Kalau biaya tenaga kerja diperhitungkan sebesar Rp.12.500 /HOK, maka total biaya tenaga kerja adalah Rp.1.175.000. Sarana produksi terdiri atas benih 50 kg, pupuk urea 30 kg, SP36 60 kg, KCl 30 kg, pestisida 1 liter dengan

total biaya Rp.625.500. Dengan demikian, total biaya produksi kedelai adalah Rp.1.800.500. Pada tingkat hasil 1.283 kg dan harga jual Rp.3000/kg diperoleh penerimaan kotor Rp.3.849.000 atau pendapatan bersih Rp. 2.048.500/ha dengan R/C 2,14.

Pengembangan kedelai antara lain diarahkan pada lahan sawah setelah panen padi.

B. Usaha Pertanian Hulu

Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu sarana produksi yang menentukan produktivitas kedelai. Dalam penyediaan benih kedelai bermutu, industri benih memegang peranan penting. Kenyataannya, produsen benih nasional maupun penangkar lokal belum banyak berperan. Berbeda dengan komoditas padi dan jagung, usaha perbenihan kedelai masih tertinggal, petani lebih banyak memakai benih dari hasil panen pada pertanaman sebelumnya. Dari

Wilayah 1992 (%) 2003 (%)

Sumatera 480.714 28,86 40.896 7,76Jawa 879.650 52,81 374.346 71,06 Kalimantan 23.148 1,39 9.591 1,82 Bali dan NTB 152.388 9,15 73.944 14,04Sulawesi 124.551 7,48 22.987 4,36Maluku dan Papua 5.255 0,32 5.031 0,96

Jumlah 1.665.706 100,00 526.796 100,00

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 3: 0107 kedelai

54

total areal pertanaman kedelai, penggunaan benih bersertifikat kurang 2)dari 10% . Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya

produktivitas kedelai nasional.

Di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada tahun 2004, lebih dari 200 ha pertanaman kedelai puso karena benih yang digunakan diduga berasal dari kedelai impor. Pada MT 2005, penggunaan benih bersertifikat mampu memberikan hasil rata-rata 1,5 t/ha. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya penggunaan benih bermutu dalam meningkatkan produksi kedelai sehingga merupakan peluang bagi industri benih untuk memproduksi benih berkualitas. Areal tanam kedelai pada tahun 2004 mencapai 550 ribu ha, berarti diperlukan benih bermutu sebanyak 22 ribu ton. Untuk menyediakan benih kedelai bermutu diperlukan pembinaan terhadap produsen dan penangkar benih.

C. Usaha Pertanian Hilir

Industri tahu, tempe, dan kecap membutuhkan kedelai dalam jumlah yang terus meningkat. Pada tahun 2002 saja, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe mencapai 1,78 juta ton, atau 88% dari total kebutuhan nasional.

Industri pakan ternak (unggas) merupakan usaha hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai. Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan bungkil kedelai dengan proporsi 15-20% dari komposisi bahan pakan.

Kedelai juga diperlukan sebagai bahan baku industri tepung, pangan olahan, dan pati. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak 12% dari total kebutuhan nasional.

2) Nugraha. U.S. 1996. Produksi benih kedelai bermutu melalui sistem JABAL dan partisipasi petani.

III. TUJUAN DAN SASARAN

Pengembangan kedelai diarahkan untuk tujuan jangka pendek-menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek-menengah adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi 60% kebutuhan. Dengan kata lain, impor kedelai yang saat ini mencapai 60-65% dari total kebutuhan dapat ditekan menjadi 40%. Tujuan jangka panjang adalah swasembada kedelai. Upaya peningkatan produksi dibarengi dengan upaya peningkatan efisiensi, kualitas dan nilai tambah produksi, penguasaan pasar, dan perluasan peranan pengguna. Dalam hal ini diperlukan dukungan dari pemerintah dan swasta.

Sasaran yang ingin dicapai dari pengem-bangan kedelai secara nasional adalah (i) ter-ciptanya harga yang wajar yang dapat memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi; (ii) terbentuknya ke-lembagaan pemasaran yang kuat di tingkat petani, (iii) terciptanya mata rantai pemasaran yang efisien sehingga dapat mem-berikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani, dan (iv) berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai di dalam negeri.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 4: 0107 kedelai

6

IV. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN

A. Potensi Lahan

Pengembangan kedelai diarahkan ke propinsi-propinsi yang pernah berhasil mengembangkan kedelai. Luas lahan yang dapat dikembangkan untuk usahatani kedelai lebih dari 1,6 juta ha (Tabel 2).

Indikator yang digunakan dalam penentuan kesesuaian agro-ekosistem bagi pengembangan kedelai adalah peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi dan Location Quotient (LQ). Wilayah sasaran pengembangan intensifikasi adalah daerah dengan LQ tinggi dan LQ sedang.

Tabel 2 . Potensi lahan untuk pengembangan kedelai.

Sumber: Anonimous, 2004

Pengembangan areal panen kedelai diarahkan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut. Secara rinci peluang penambahan areal panen kedelai adalah sebagai berikut:

1. Lahan sawah pada MK II (Juli-Oktober) yang biasanya diberakan seperti di jalur pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Selatan.

2. Lahan sawah tadah hujan pada MK I (Maret-Juni), awal musim hujan sebelum ditanami padi, seperti di Jawa dan NTB.

7

3. Lahan kering (tegalan) pada MH I (Oktober-Januari) atau MH II (Februari-Maret), terutama di Lampung, Jambi, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

4. Ladang yang belum ditanami.

5. Tumpangsari pada lahan peremajaan perhutani.

6. Tumpangsari dengan jagung pada areal perkebunan.

7. Lahan bukaan baru, bekas alang-alang.

8. Lahan pasang surut yang telah direklamasi.

Untuk dapat berproduksi optimal, tanaman kedelai memerlukan tanah dengan tekstur berlempung atau berliat, solum sedang-dalam, drainase sedang-baik, hara NPK dan unsur mikro sedang-tinggi, pH tanah 5,6-6,9. Jenis tanah yang sesuai untuk kedelai adalah Aluvial, Regosol, Andosol, Latosol, Gromusol, dan Ultisol/Oxisol dengan pemberian kapur, fosfat dan bahan organik. Lahan gambut yang sudah direklamasi juga sesuai untuk tanaman kedelai.

B. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi

Data statistik dari Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa areal panen kedelai meningkat dari 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 1,48 juta ha pada tahun 1995, dengan laju peningkatan 2,06% per tahun. Sejak 1995 terjadi penurunan areal panen secara tajam, dari 1,48 juta ha menjadi 0,83 juta ha pada tahun 2000, dengan laju penurunan 11% per tahun. Dalam periode 2000-2004, areal panen kedelai terus menurun dengan laju 9,7% per tahun. Dalam periode 15 tahun terakhir (1990-2004) luas areal kedelai menurun dengan laju 6,1% per tahun (Tabel 3)

Penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya dapat meningkatkan produktivitas kedelai dari 1,11 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 1,29 ton/ha pada tahun 2004 dengan laju peningkatan 1,03% per tahun. Peningkatan produktivitas mencapai puncaknya pada periode 1995-2000, dengan laju 1,65% per tahun. Meskipun produktivitas meningkat, namun luas panen menurun, sehingga total produksi pada periode tersebut turun dengan laju 9,53% per tahun.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Wilayah Luas (Ha)

Sumatera 480.714Jawa 879.650Kalimantan 23.148Bali & NTB 152.388Sulawesi 124.551Maluku & Papua 5.255

Jumlah 1.665.706

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 5: 0107 kedelai

Rata-rata -6,14 1,03 -5,17 -0,05 1,67 -1,69 6,51

Tahun Areal Produktivitas Produksi Konsumsi Penduduk Kons/kap Defisit(000 ha) (t/ha) (000 ton) (ton) (000 jiwa) (kg/kap) (000 ton)

1990 1.334 1,11 1.487 2.028 178170 11,38 541

1991 1.368 1,14 1.555 2.228 181094 12,30 673

1992 1.665 1,12 1.870 2.560 184491 13,87 690

1993 1.470 1,16 1.709 2.431 187589 12,96 723

1994 1.407 1,11 1.565 2.365 190676 12,40 800

1995 1.477 1,14 1.680 2.287 193486 11,82 607

1996 1.273 1,19 1.517 2.263 196807 11,50 746

1997 1.119 1,21 1.357 1.973 199837 9,87 616

1998 1.095 1,19 1.306 1.649 202873 8,13 343

1999 1.151 1,20 1.383 2.684 205915 13,03 1.301

2000 825 1,23 1.018 2.294 210033 10,92 1.276

2001 679 1,22 827 1.960 214234 9,15 1.133

2002 545 1,24 673 2.017 217747 9,26 1.344

2003 527 1,28 672 2.016 221231 9,11 1.343

2004 550 1,29 707 2.015 224660 8,97 1.307

Pertumbuhan

1990-95 2,06 0,39 2,46 2,43 1,66 0,75 2,33

1995-00 -11,00 1,65 -9,53 0,06 1,65 -1,57 16,02

2000-04 -9,66 1,06 -8,70 -3,19 1,70 -4,81 0,61

98

Tabel 3. Perkembangan areal, produktivitas, produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia, 1990-2004.

Sumber FAO. 2004. BPS. 2004, diolah

C. Perkembangan Konsumsi

Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, terutama tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi kedelai per kapita dalam 15 tahun terakhir menurun dari 11,38 kg pada tahun 1990 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004, dengan laju penurunan 1,69% per tahun. Penurunan konsumsi terjadi sejak 1995. Selama periode 1995-2000, konsumsi per kapita menurun dari 11,82 kg pada tahun 1995 menjadi 10,92 kg pada tahun 2000, dengan laju 1,57% per tahun. Penurunan paling tajam terjadi pada periode 2000-2004, rata-rata 4,81% per tahun.

Secara nasional, penurunan konsumsi kedelai jauh lebih rendah daripada penurunan produksi. Implikasinya, tanpa terobosan

Tahun Produksi Konsumsi Defisit Impor Ekspor Net impor(000 ton) (ton) (000 ton) (000 ton) (ton) (000 ton)

1990 1.487 2.028 541 541 0,24 5411991 1.555 2.228 673 673 0,27 6721992 1.870 2.560 690 694 3,91 6901993 1.709 2.431 723 724 0,75 7231994 1.565 2.365 800 800 0,03 8001995 1.680 2.287 607 607 0,08 6071996 1.517 2.263 746 746 0,24 7461997 1.357 1.973 616 616 0,01 6161998 1.306 1.649 343 343 0,00 3431999 1.383 2.684 1.301 1.302 0,02 1.3022000 1.018 2.294 1.276 1.278 0,52 1.2772001 827 1.960 1.133 1.136 1,19 1.1352002 673 2.017 1.344 1.365 0,24 1.3652003 672 2.016 1.343 1.193 0,43 1.1922004 707 2.015 1.307 1.307 0,00 1.307

Pertumb (%) -5,17 -0,05 6,51 6,50 - 6,51

peningkatan produksi Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Dalam periode 1990-2004, volume impor kedelai terus meningkat, dari 0,54 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,31 juta ton pada tahun 2004 (Tabel 4). Mengingat laju penurunan produksi kedelai lebih tajam daripada laju penurunan konsumsi, maka ke depan impor kedelai untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun

3)1976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu .

Selain sebagai sumber protein, kedelai dapat juga bermanfaat untuk menurunkan cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Kedelai dapat pula berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah penyakit kanker. Oleh karena itu, kebutuhan kedelai diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan makanan bergizi.

3) Swastika, D.K.S. 1997. Swasembada kedelai antara harapan dan kenyataan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.15(1): 57–66.

Tabel 4. Neraca produksi, konsumsi dan perdagangan kedelai di Indonesia, tahun

1990-2004.

Sumber FAO. 2004, diolah.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 6: 0107 kedelai

1991 493 143 -1992 454 126 2761993 484 133 2781994 515 158 2961995 472 164 2861996 476 185 3031997 337 123 2391998 330 117 2901999 321 132 2342000 277 114 2232001 324 150 2302002 344 159 298

-3,21 0,98 0.75

1) 1) 2)Tahun Kedelai Jagung Kedelai Impor(Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg)

1110

D. Pasar, Harga dan Daya Saing

Penurunan harga riil diduga menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai. Persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga sebagai penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya adalah kenaikan harga riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam komoditas tersebut. Konsekuensinya, kenaikan areal tanam jagung (sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama. Perkembangan harga riil kedelai dan jagung sebagai pesaing disajikan pada Tabel 5.

Harga yang digunakan adalah harga riil, yaitu harga nominal yang dideflasi dengan indeks harga umum pada tahun dasar 1983. Berdasarkan data statistik FAO, harga riil kedelai selama periode 1991-2002 berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun secara umum mengalami penurunan dari Rp 493/kg pada tahun 1991 menjadi Rp 344/kg pada tahun 2002, dengan laju 3,21% per tahun. Di lain pihak, harga riil jagung ternyata meningkat rata-rata 0,98% per tahun dalam periode yang sama.

Tabel 5. Perkembangan harga kedelai dan komoditas pesaingnya di Indonesia, tahun 1991-2002.

Sumber: 1) FAO, 2004, 2) Ditjentan, 2004.

Perkembangan harga kedelai dan jagung merupakan salah satu indikator adanya persaingan penggunaan lahan. Kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam jagung, sehingga akan menurunkan areal tanam kedelai.

Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor 4)jauh lebih murah daripada kedelai produksi dalam negeri . Hal ini juga

merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama harga kedelai impor masih rendah, arus impor akan makin deras, dan harga kedelai produksi dalam negeri akan turun, sehingga petani tidak bergairah menanam kedelai. Kedua faktor tersebut diduga merupakan penyebab turunnya areal kedelai secara drastis dalam periode 1990-2004. Jika kondisi ini terus berlangsung dan tanpa terobosan kebijakan dalam pemasaran kedelai, maka prospek pasar kedelai di Indonesia akan suram.

Kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Oleh karena itu, pemasarannya dimulai dari sentra produksi ke industri pengolahan melalui pedagang, dan bermuara ke konsumen akhir. Selain dari petani, kedelai di pasar domestik juga berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi (KOPTI), untuk selanjutnya dipasarkan ke pengrajin tahu dan tempe. Secara umum rantai tataniaga kedelai disajikan pada Gambar 1.

4) Swastika, D.K.S. 2003. Soybean self-sufficiency in Indonesia: Dream or Reality? Shoert Article. CGPRT-Flash. Vol.1(5):2p.

PetaniPetani

Ped. PengumpulDesa

Ped. PengumpulDesa

GrosirGrosir PengecerPengecer PengolahPengolah

Konsumen AkhirKonsumen Akhir

KOPTIKOPTI

ImportirImportir

Gambar 1. Rantai tataniaga kedelai di Indonesia.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 7: 0107 kedelai

1312

Dari Gambar 1 terlihat bahwa kedelai petani dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pedagang grosir dan pengolah. Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Oleh karena itu, harga riil di tingkat produsen (petani) selama 15 tahun terakhir cenderung menurun. Dalam pengembangan kedelai ke depan diperlukan perbaikan tataniaga dari produsen hingga konsumen.

Seperti telah diungkapkan bahwa usahatani kedelai meng-untungkan. Namun demikian, keuntungan finansial belum dapat menggambarkan tingkat efisiensi ekonomi usahatani, karena masih banyak terdapat komponen subsidi atau proteksi. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi daya saing suatu komoditas diperlukan analisis ekonomi. Studi daya saing menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang rendah, baik secara tradisional maupun komersial, untuk ketiga rezim pemasaran, yaitu perdagangan antar wilayah, substitusi impor, dan promosi ekspor (Tabel 6).

Padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif jika di-produksi untuk perdagangan antar wilayah dan substitusi impor, sedangkan untuk promosi ekspor tidak mempunyai keunggulan

komparatif. Kedelai tidak mempunyai keunggulan komparatif untuk ketiga regim pemasaran. Hal ini diperlihatkan oleh nilai RCR yang lebih besar dari 1. Artinya, untuk memperoleh penerimaan satu dolar AS diperlukan biaya lebih dari satu dolar AS. Padahal pada tahun 1992-1993 luas areal tanam kedelai mencapai puncaknya, yang mencerminkan adanya insentif harga bagi usahatani kedelai.

Agar memiliki daya saing yang tinggi, pengembangan kedelai diarahkan pada peningkatan produksi, perbaikan kualitas dan dayaguna produk olahan yang mampu bersaing dengan produk olahan dari bahan baku nonkedelai. Di samping itu, diperlukan dukungan kebijakan yang dapat melindungi harga kedelai domestik dan kebijakan pemberlakuan tarif impor serta pembatasan jumlah impor.

Harga kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah, karena lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar, yang tentu saja terkait dengan permintaan dan persediaan (demand and supply). Harga nominal kedelai di tingkat petani berfluktuasi. Di saat panen raya, harga kedelai jatuh hingga Rp 2.750/kg dan pada saat ini Rp 3.800/kg. Belum berlakunya tarif impor menyebabkan volume impor kedelai makin besar, sehingga harganya di dalam negeri jatuh. Akibatnya, petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu, upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar kedelai dalam negeri perlu ditingkatkan.

E. Pohon Industri

Kedelai dapat diolah menjadi berbagai produk, baik produk pangan, obat-obatan, industri maupun pakan (Gambar 2).

Produk olahan kedelai yang populer di masyarakat dewasa ini adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk nonfermentasi seperti tahu, susu, dan daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk nonfermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba dan lain-lain. Produk lainnya dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah lagi untuk produk pangan dan produk industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng,

Komoditas Teknologi Rezim pasar RCR

Padi Lahan irigasi IRT 0,691IS 0,867EP 1,127

Jagung Komposit IRT 0,707IS 0,679

Hibrida IRT 0,611IS 0,526EP 1,182

Kedelai Tradisional IRT 1,520IS 1,428EP 2,184

Tabel 6. Efisiensi ekonomi dari beberapa tanaman pangan di Indonesia.

Sumber: Gonzales et al. 1993.

IRT: perdagangan antar wilayah, IS: substitusi impor, EP: promosi ekspor

Komersial IRT 1,274IS 1,183EP 1,913

EP 1,335

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 8: 0107 kedelai

1514

mentega putih, margarine, dan mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan, antara lain roti-rotian, es krim, yoghurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula dan lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi adalah bahan baku penting rangsum ternak (pakan).

Di Indonesia, kedelai lebih banyak digunakan untuk tahu dan tempe. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,78 juta ton atau 88% dari total

KEDELAI

PANGAN FERMENTASI

PANGAN NON -FERMENTASI

MINYAK KASAR

LESITIN

KONSENTRAT PROTEIN

BUNGKIL

Tempe, kecap, tauco, natto, d ll

Tahu, susu, dll

PANGAN (minyak salad, minyak goreng,

mentega putih, margarine)

TEKNIK/ INDUSTRI (wetting agent, pelarut, pengemulsi, penstabil, pelumas dll)

PANGAN (rerotian,

eskrim, yogurth, makanan bayi (infant formula),

kembang gula)

FARMASI (Obat-obatan, kecantikan)

PAKAN TERNAK

Gambar 2. Pohon industri kedelai.

kebutuhan dalam negeri, sedangkan 12% sisanya untuk berbagai keperluan makanan olahan dan bahan baku industri lainnya.

F. Profil Inovasi Teknologi

Senjang produktivitas kedelai antara di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi hasilnya (>2 t/ha) masih cukup tinggi. Rendahnya produktivitas di tingkat petani disebabkan karena sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan pengelolaan tanaman belum optimal.

Teknologi produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi genetik varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberi-kan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian umumnya berdaya hasil tinggi, umur genjah dan ta-han/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (ling-kungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan pengelolaan LATO. Penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama penyakit secara terpadu (PHT), pengelolaan panen dan pascapanen dengan alat-mesin mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai

5)dengan potensi genetiknya .

5) Marwoto dan Y. Hilman. 2005. Teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan pangan. Kinerja Balitkabi 2003-2004. Balitkabi. 20 hlm.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 9: 0107 kedelai

1716

G. Proyeksi Konsumsi

Proyeksi konsumsi kedelai ditetapkan berdasarkan proyeksi kon-sumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita ditetapkan berdasarkan elastisitas pendapatan, elastisitas

6)harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya . Pertumbuhan harga komoditas menggunakan data FAO (1991-2002), sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk didasarkan pada data laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah. Selama periode 1990-2004, laju pertumbuhan penduduk adalah 1,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Dengan menggunakan elastisitas yang ada, maka proyeksi konsumsi per kapita dan total konsumsi kedelai sampai 2025 disajikan pada Tabel 7.

Kebutuhan kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas nasional rata-rata 1,5 ton/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam kedelai diperkirakan 1,81 juta ha pada tahun 2015, dan 2,24 juta ha pada tahun 2025. Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam seluas itu, sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai usahatani, terutama komoditas yang lebih kompetitif.

H. Arah Pengembangan

Strategi peningkatan produksi kedelai nasional ditempuh melalui program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam.

Program peningkatan produktivitas diprioritaskan pada wilayah-wilayah di sentra produksi yang produktivitasnya rendah, di mana tingkat penerapan teknologi oleh petani juga masih rendah. Wilayah-wilayah yang sesuai untuk program ini antara lain adalah beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

6) Simatupang,P., B. Sayaka, Saktyannu, S. Marianto, M. Ariani dan N.Syafa‘at. 2003. Makalah disampaikan pada Prawidyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 14–15 Oktober 2003. 67 hlm.

Tahun Konsumsi Proyeksi penduduk Pertumbuhan Total konsumsi (kg/kapita/th) (000 jiwa) penduduk (%) (000 ton)

2003 9,11 221231 1,67 2.016

2004 9,20 224860 1,64 2.069

2005 9,29 228480 1,61 2.124

2006 9,39 232090 1,58 2.179

2007 9,48 235687 1,55 2.235

2008 9,58 239270 1,52 2.291

2009 9,67 242835 1,49 2.349

2010 9,77 246380 1,46 2.407

2011 9,87 249903 1,43 2.466

2012 9,97 253402 1,40 2.525

2013 10,07 256874 1,37 2.585

2014 10,17 260316 1,34 2.646

2015 10,27 263726 1,31 2.708

2016 10,37 267102 1,28 2.770

2017 10,47 270440 1,25 2.833

2018 10,58 273740 1,22 2.896

2019 10,68 276997 1,19 2.960

2020 10,79 280210 1,16 3.024

2021 10,90 283377 1,13 3.089

2022 11,01 286494 1,10 3.154

2023 11,12 289559 1,07 3.219

2024 11,23 292571 1,04 3.286

2025 11,34 295526 1,01 3.352

Program perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) ditujukan ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi sumberdaya lahan cukup baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan perluasan areal diarahkan pada sawah tadah hujan/irigasi sederhana, dan lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama di Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, dan Kalimantan Selatan.

Dari segi agroekosistem, pengembangan kedelai perlu memper-timbangkan beberapa hal, yaitu kendala produksi yang minimal (tanah dan iklim sesuai/cukup sesuai), peluang keberhasilan yang cukup tinggi, prasarana pendukung yang cukup baik, dan ketersediaan SDM (petani) yang terampil. Untuk itu, prioritas pertama adalah lahan sawah

Tabel 7. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia, tahun 2003-2025.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 10: 0107 kedelai

1918

irigasi sederhana (berpengairan terbatas, padi 1 kali setahun), prioritas kedua adalah lahan sawah tadah hujan, dan prioritas ketiga adalah lahan kering terlantar (sudah pernah dibudidayakan, iklim/curah hujan mendukung, bukan lahan bukaan baru).

I. Peta Jalan (Roadmap) Komoditas Kedelai

Tujuan utama dari pembuatan roadmap komoditas kedelai adalah terpenuhinya kebutuhan secara berkelanjutan dari produksi dalam negeri melalui program pengembangan dengan tingkat produksi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, dalam hal ini 2005-2009.

Kegiatan penelitian lebih ditekankan pada aspek peningkatan efisiensi dan efektivitas komponen teknologi yang lebih baik dari saat ini. Melalui perbaikan potensi genetik diharapkan akan terbentuk varietas unggul baru yang tidak hanya berproduksi tinggi (> 2,0 t/ha) dan tahan penyakit karat, tetapi juga toleran kekeringan, tahan hama penggerek dan pengisap polong, adaptif pada lahan marginal, mempunyai kadar isoflavin yang tinggi dan sebagainya. Penelitian pengelolaan LATO lebih diarahkan untuk memperoleh komponen teknologi yang ramah lingkungan, penelitian pascapanen diarahkan pada aspek penyediaan alat mesin pengering, dan tresher yang optimum dan ekonomis. Penelitian benih diharapkan akan menghasilkan teknologi produksi benih unggul bermutu tinggi dengan standar SNI. Kegiatan penelitian tentu perlu dilakukan secara terintegrasi, progressif, antisipatif, komprehensif dan ber-kesinambungan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa kemajuan penelitian kedelai akan sejalan dengan tingkat kemajuan suatu negara. Di tengah berbagai keterbatasan dan kompleksnya masalah yang dihadapi, pemilihan dan prioritas penelitian yang tepat merupakan hal yang menentukan.

Dari beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan akan diperoleh beberapa komponen teknologi pengembangan yang dapat dipakai untuk mendukung pencapaian tujuan dari roadmap komoditas kedelai. Komponen teknologi (LATO, pra/pascapanen) serta galur harapan (calon varietas) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah jika akan

merakit paket teknologi spesifik lokasi. Untuk itu diperlukan survei (PRA) PTT kedelai lahan sawah, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering.

Dalam pengembangan kedelai perlu adanya model yang efisien dan efektif, termasuk penentuan luasan dan kebijakan pendukung. Untuk mendukung pengembangan kedelai perlu dirakit teknologi yang adaptif untuk masing-masing sentra produksi.

Apapun yang telah dihasilkan, baik berupa alternatif maupun anjuran paket teknologi, tidak akan berpengaruh besar terhadap program pengembangan kedelai apabila tidak didukung oleh kebijakan makro bagi implementasi pengembangan. Dengan dukungan sistem kelembagaan diharapkan sasaran produktivitas kedelai 1,80 ton/ha pada tahun 2009 dapat dicapai. Di samping itu kebutuhan konsumen baik untuk pangan (tempe, tahu, kecap dll), pakan serta bahan industri dapat dipenuhi sesuai dengan standar mutu untuk masing-masing konsumen tersebut.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 11: 0107 kedelai

2120

Gam

bar

3.

Peta

Jala

n(r

oadm

ap)

kom

oditas k

edela

i

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Strategi pengembangan kedelai mencakup strategi pada subsistem hulu (faktor produksi), subsistem produksi (on-farm), subsistem hilir, dan subsistem penunjang. Pengembangan kedelai diharapkan dapat berhasil apabila didukung oleh kebijakan yang kondusif. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat untuk mencapai saran pengembangan kedelai.

A. Strategi Peningkatan Produksi

Dalam Rencana Pembangunan Pertanian Jangka Menengah (2005-2010) Departemen Pertanian, sasaran pengembangan kedelai adalah peningkatan produksi nasional sebesar 7% per tahun. Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009, produksi kedelai di-proyeksikan masing-masing 774 ribu ton, 825 ribu ton, 900 ribu ton, 975 ribu ton dan 1,03 juta ton atau meningkat dengan laju 7% per tahun.

Apabila sasaran peningkatan produksi diproyeksikan seperti yang dikemukakan di atas, maka pada tahun 2009 impor kedelai diperkirakan masih 1,36 juta ton atau tidak terjadi pengurangan impor. Agar sasaran pengurangan impor dapat dicapai, lebih cepat diperlukan upaya khusus peningkatan produksi kedelai.

Upaya khusus ini ditempuh dapat dengan mempercepat produktivitas dan perluasan areal tanam pada lima tahun pertama, sasaran produktivitas sebesar 15% (2005-2009), kemudian tingkat produktivitas dipertahankan pada periode selanjutnya (2010-2020). Upaya perluasan areal tanam didasarkan pada proyeksi produksi (Tabel 8).

Selama periode 2005-2009 diperlukan perluasan areal tanam rata-rata 67.000 ha per tahun, dan pada periode 2010-2014 108.000 ha per tahun. Dengan upaya khusus ini, apabila diterapkan secara konsisten, maka pada tahun 2009 impor kedelai dapat ditekan menjadi 38% dan 8% pada tahun 2014.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 12: 0107 kedelai

3,0 > LQ > 2,0 nilai tinggi

2,0 > LQ > 1,0 nilai sedang

1,0 > LQ > 0 nilai rendah

Wilayah sasaran intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai utama atau dengan LQ tinggi, diikuti oleh propinsi dengan LQ sedang. Skala prioritas dan sasaran pengembangan kedelai berdasarkan nilai LQ disajikan pada Tabel 9 dan 10.

2322

Tabel 8. Proyeksi peningkatan produksi 15% melalui program peningkatan produktivitas (PP) dan perluasan areal tanam (PAT) (skenario 3).

Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Teknologi utama yang diperlukan dalam upaya khusus ini diantaranya adalah: menggunakan benih varietas unggul, pengendalian OPT secara terpadu, perbaikan kesuburan lahan dengan pemupukan sesuai kebutuhan, waktu musim tanam yang sesuai dan rotasi tanam.

1. Perluasan areal

Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator kesesuaian agroekosistem bagi usahatani kedelai. Penjabaran LQ adalah sebagai berikut:

LQ = Eir / Ein

Eir adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi propinsi (r), Ein adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi nasional (n). Nilai LQ diklasifikasikan sebagai berikut :

Peningkatan Perluasan arealNilai LQ dan Propinsi

produktivitas (PP) tanam (PAT)

3,0 > LQ > 2,0NTB, Jawa Timur, Yoyakarta +++ +

2,0 > LQ >1,0Aceh, Lampung, Jabar, Jateng, Sulsel +++ +

1,0 > LQ > 0,5Bali, Sulut, Sumbar, Sumut ++ +

0,5 > LQ > 0,1Jambi, Sumsel, Sultra, Bengkulu, Kalsel, Irja + +++

Tabel 9. Prioritas program peningkatan produksi dan perluasan kedelai berdasarkan nilai LQ propinsi.

Keterangan : +++ Prioritas utama

++ Prioritas sedang

+ Prioritas rendah

Tahun

ProgramPP

(t/ha)

Kebutuhan areal

(000 ha)

ProgramPAT

(000 ha)

Sasaran produksi (000 ton)

Proyeksi konsumsi (000 ton)

Impor (000 ton)

Impor

2004 1.29 - 550 710 2069 1360 65,71

2005 1.35 55 605 819 2124 1305 61,42

2006 1.42 61 666 946 2179 1233 56,56

2007 1.49 67 732 1093 2235 1142 51,09

2008 1.57 73 805 1263 2291 1028 44,89

2009 1.65 81 886 1458 2349 891 37,92

2010 1.70 89 974 1652 2407 755 31,35

2011 1.70 97 1072 1818 2466 648 26,30

2012 1.70 107 1179 1999 2525 526 20,82

2013 1.70 118 1297 2199 2585 386 14,92

2014 1.70 130 1427 2419 2646 227 8,57

Potensi lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai, baik untuk peningkatan produktivitas maupun perluasan areal, beragam antar-propinsi. Di satu sisi terdapat cukup luas lahan yang dapat dikembangkan untuk usahatani kedelai. Di sisi lain terdapat perbedaan keunggulan komparatif dan kompetitif kedelai dengan komoditas lainnya.

Upaya peningkatan produktivitas dibedakan atas tingkat produktivitas yang telah ada selama ini. Berdasarkan metode perhitungan LQ, maka lahan dengan 3,0>LQ>2,0 sesuai untuk peningkatan produktivitas yang tersebar di NTB, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Bagi daerah-daerah yang telah memiliki produk tivitas

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 13: 0107 kedelai

Propinsi KabupatenNilai LQ

(40.050 ha) 3,0>LQ>2,0 Gunung kidul, Bantul, Wonosari, Sleman Yogyakarta (Tinggi)

Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Lumajang, (279.500 ha) Jember, Banyuwangi, Malang, Blitar,

Tulungagung, Kediri, Mojokerto, Jombang, Jawa TimurNganjuk, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep.Sumbawa, Dompu, Lombok Tengah, Lombok

(139.520 ha) Barat

NTB

2,0>LQ>1,0 (181.390 ha) Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat,Aceh (Sedang) Aceh Selatan.

(164.500 ha) Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Lampung Utara

Pandeglang, Lebak, Serang, Sukabumi,(327. 500 ha) Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Garut,

Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Jawa BaratPurwakarta, Karawang, BekasiPurworejo, Tegal, Pemalang, Pekalongan,

(379.500 ha) Batang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Kudus, Jepara, Pati, Jawa TengahBlora

Bone Enrekang, Gowa, Majene, Maros,(322.100 ha) Pangkajene, Poliwali, Selayar, Sidereung,

Sulawesi Selatan Sopeng, Wajo

Tabel 10. Daerah sasaran peningkatan produktivitas di propinsi penghasil utama kedelai (LQ tinggi) dan propinsi penghasil kedelai (LQ sedang).

tinggi diarahkan untuk pemantapan produktivitas. Bagi daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah diarahkan kepada percepatan peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih bermutu varietas unggul, pupuk berimbang, pupuk bio, penerapan teknologi spesifik lokasi, pengelolaan usahatani terpadu lahan kering.

Perluasan areal tanam diarahkan ke luar Jawa melalui pe-nambahan baku lahan, optimalisasi lahan kering, rehabilitasi, konservasi lahan, dan pengembangan lahan rawa/lebak/pasang surut. Perluasan areal disesuaikan dengan kecocokan lahan dengan 2,0>LQ>1,0 di Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut, perlu

2524

dukungan aspek hulu, antara lain penyediaan lahan, perbaikan pengairan, sarana produksi, alat-mesin, permodalan, sarana transportasi/jalan usahatani.

2. Peningkatan produktivitas

Varietas unggul mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan produksi. Oleh karena itu, program peningkatan produktivitas perlu didukung oleh perakitan dan pengembangan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan toleran cekaman lingkungan biotik dan abiotik.

Dalam periode 2001-2004, Badan Litbang Pertanian telah melepas 11 varietas unggul kedelai (Tabel 11). Varietas Ijen tahan terhadap ulat grayak. Varietas Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seulawah dan Ratai adaptif pada lahan kering masam dan nonmasam. Varietas unggul tersebut berperan penting dalam peningkatan produktivitas kedelai melalui skenario 1, 2 dan 3. Hal yang menjadi masalah, hingga kini baru 10% areal yang baru ditanami benih varietas unggul. Oleh karena itu, sosialisasi penggunaan varietas unggul perlu ditingkatkan.

Komponen teknologi produksi yang dikemas dalam model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) mampu meningkatkan hasil kedelai hingga 2 ton/ha. Program yang diperlukan adalah pemasyarakatan penggunaan benih bermutu varietas unggul dan pengelolaan LATO yang dikemas dalam paket teknologi PTT. Pemasyarakatan PTT dilakukan melalui berbagai media seperti pelatihan, sekolah lapang dan penyuluhan.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 14: 0107 kedelai

Varietas Potensi hasil Umur Ukuran biji Adaptasi (t/ha) (hari)

Sinabung 2,5 88 Sedang Lahan sawahKaba 2,6 85 Sedang Lahan sawahAnjasmoro 2,5 85 Besar Lahan sawahMahameru 2,5 87 Besar Lahan sawahPanderman 2,5 85 Besar Lahan sawahIjen 2,5 85 Sedang Lahan sawahTanggamus 2,7 88 Sedang Lahan keringSibayak 2,5 89 Sedang Lahan keringNanti 2,5 91 Sedang Lahan keringRatai 2,6 90 Sedang Lahan keringSeulawah 2,7 90 Sedang Lahan kering

Tabel 11. Varietas unggul kedelai yang dilepas dalam periode 2001-2004.

* Tahan=ulat grayak

Sumber: Marwoto dan Hilman (2005)

Upaya peningkatan stabilitas hasil kedelai di lahan sawah, lahan kering, lahan bukaan baru maupun kedelai sebagai tanaman sela perlu mendapat perhatian. Gangguan stabilitas hasil kedelai banyak disebabkan oleh cekaman biotik dan abiotik. Gangguan hama, penyakit dan gulma dapat menyebabkan kehilangan hasil 80% dan bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Penerapan teknologi PHT juga perlu disosialisasikan. Program pelatihan dan sekolah lapang PHT juga perlu ditingkatkan.

B. Strategi Faktor Produksi

Penyediaan sarana produksi berupa benih, pupuk, pestisida, alsintan mempunyai peran penting dalam proses peningkatan produksi kedelai. Penghapusan subsidi pupuk dan pestisida pada tahun 1998 menyebabkan harga pupuk dan pestisida meningkat tajam. Rendahnya harga jual kedelai di tingkat petani dan tingginya harga pupuk dan pestisida menyebabkan usahatani kedelai tidak menguntungkan. Penyediaan faktor produksi dalam jenis, jumlah, waktu, mutu, tempat dan harga yang terjangkau perlu diprioritaskan. Distribusi sarana produksi belum menjangkau sentra produksi terpencil. Penyediaan

2726

sarana produksi melalui pembangunan kios-kios pertanian perlu ditingkatkan.

Penggunaan benih bermutu di tingkat petani masih di bawah 10%. Peningkatan penggunaan benih unggul dapat diupayakan melalui pegembangan agribisnis benih kedelai. Pembinaan terhadap penangkar yang memproduksi benih bersertifikat merupakan salah satu upaya dalam pengembangan pemakaian benih unggul di sentra produksi kedelai.

Saran kebijakan program perbenihan adalah: (1) penataan kembali sistem perbenihan kedelai yang telah disusun sebelumnya; (2) penyederhanaan aturan perbenihan yang lebih mengarah pada peningkatan efisiensi sistem produksi benih; dan (3) promosi varietas unggul baru secara intensif kepada petani melalui peran dan tupoksi Direktorat Perbenihan.

C. Strategi Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing

Peningkatan nilai tambah dan daya saing produksi diupayakan dengan memperbaiki dan menganekaragamkan bentuk makanan olahan berbahan baku kedelai, meningkatkan kualitas polong dan biji, baik untuk makanan segar maupun untuk bahan industri pangan. Makanan olahan yang menarik, rasa sesuai dengan selera konsumen dan dikemas sedemikian rupa mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen. Sebagai contoh, PT Garuda Food telah berhasil memproduksi snack kedelai oven dengan rasa enak, dan dikemas dalam kemasan yang menarik. Produk pangan berbahan baku kedelai ini telah tersebar di banyak pasar swalayan.

Program penguatan industri skala kecil maupun skala besar yang bermitra dengan produsen kedelai perlu ditindaklanjuti. Upaya peningkatan daya saing produk dapat pula diupayakan melalui penyuluhan dan promosi ke berbagai media, termasuk media massa.

D. Strategi Distribusi dan Pemasaran

Keunggulan kompetitif produk antara lain terletak pada sistem distribusi. Memperbaiki dan memperpendek rantai tataniaga dari produsen ke konsumen berperan penting dalam meningkatkan

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 15: 0107 kedelai

efektivitas dan efisiensi dalam pendistribusian dan pemasaran produk. Strategi yang diperlukan dalam distribusi dan pemasaran kedelai adalah: (1) meningkatkan efisiensi biaya pemasaran dan posisi tawar petani sehingga mereka memperoleh harga yang wajar; (2) meningkatkan harga jual kedelai di tingkat petani. Untuk maksud tersebut maka program pengembangan kedelai mencakup: (1) pengembangan kemitraan antara petani dengan pengusaha industri kedelai, (2) pengendalian impor melalui penerapan kebijakan proteksi, misalnya untuk residual efek kedelai transgenik dll, (3) peningkatan perdagangan antar pulau dalam rangka mem-perlancar aliran/distribusi produksi, (4) pengembangan/penguatan kelembagaan pemasaran di tingkat petani, (5) pengembangan teknologi pengolahan produk berbasis kedelai domestik yang sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar. Program yang perlu di-kembangkan ke depan antara lain adalah pembelian kedelai petani oleh pemerintah (proteksi produk) untuk meningkatkan gairah mereka dalam berproduksi.

E. Konsolidasi Manajemen Usahatani

Pengembangan kedelai ke depan perlu melibatkan pihak swasta untuk menjalin kemitraan dengan petani/kelompok tani. Kemitraan yang dikembangkan meliputi aspek penyediaan sarana-prasarana dan infrastruktur, budidaya/produksi, pengumpulan hasil, prosesing, pergudangan, pengolahan dan pemasaran hasil. Untuk itu, diperlu-kan dukungan kebijakan makro yang kondusif, sehingga masing-masing pihak dapat menjalankan fungsinya dan mendapatkan keuntungan serta manfaat yang adil.

Dalam operasionalnya, pengembangan kedelai dilakukan dalam rancang bangun/model pengembangan kawasan agribisnis yang terpadu antara pengembangan sentra produksi kedelai dengan pengembangan pakan ternak serta diintegrasikan dengan industri pangan.

Untuk memperbaiki manajemen usahatani kedelai diperlukan (a) pengembangan insentif investasi,( b) pengembangan lembaga keuangan dan permodalan, (c) peningkatan dukungan teknologi,

2928

(d) peningkatan kualitas sumber daya manusia, (e) peningkatan kelembagaan agribisnis (f) peningkatan dukungan pemasaran, dan (g) dukungan peraturan perundangan.

F. Dukungan Inovasi Teknologi

Teknologi yang diperlukan untuk mendukung program pengem-bangan kedelai antara lain: (a) varietas unggul baru yang berpotensi hasil tinggi 2,5-3,0 t/ha, berbiji sedang/besar, tahan dan toleran terhadap cekaman biotik (tahan hama dan penyakit) dan abiotik (kekeringan, naungan, kemasaman tanah), (b) benih sumber dan sistem perbenihan, (c) komponen teknologi produksi yang dikemas dalam paket teknologi yang efisien (pendekatan PTT), (d) bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi sistem produksi, dan (e) penanganan pasca panen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 16: 0107 kedelai

2005-2009 2010-2025

Bidang Peme- Swasta Peme- Swasta Total Totalrintah rintah

VI. KEBUTUHAN INVESTASI

Dalam sistem usahatani tanaman pangan, palawija (termasuk kedelai) adalah komoditas prioritas kedua (secondary crops) setelah padi. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk pengembangan kedelai adalah bagian dari sarana yang digunakan untuk pe-ngembangan padi, sehingga tidak dapat dipisahkan antara investasi kedelai dengan investasi tanaman pangan lainnya.

Kebutuhan investasi untuk pengembangan kedelai dalam periode 2005-2025 meliputi investasi pada subsistem hulu dan hilir, serta investasi di bidang prasarana pendukung lainnya. Investasi pada usaha pertanian primer (on-farm) adalah untuk penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Kebutuhan investasi ditentukan oleh target sasaran produksi. Dengan sasaran peningkatan produksi untuk mencapai swasembada tahun 2015, (pertumbuhan produksi 15% /tahun), maka skenario kebutuhan investasi adalah sebagai berikut:

a. Untuk jangka menengah (2005-2009) swasta dan pe-merintah membutuhkan investasi masing-masing se-besar Rp. 5,09 triliun dan Rp. 0,68 triliun (tabel 12), dan b. Dalam jangka pan-jang (2010-2025) adalah untuk mencapai sasaran peningkatan produksi 15% per tahun dibutuhkan investasi swasta dan pemerintah masing-masing sebesar Rp. 16,19 triliun dan Rp. 2,45 triliun.

Petani memerlukan dukungan kebijakan harga produksi agar mereka memperoleh insentif yang layak dari usahatani kedelai.

3130

I.InvestasiSubsistem Hulu-Hilir1. Usaha jasa Alsintan - Sprayer 0,13 0,13 0,23 0,23 0,23 - Thresher 3,64 3,64 3,62 3,62 3,622.Usaha

perbenihan 849 424 1.273 3.055 1.528 4.5833.Usaha pascapanen 4.Usaha pengolahan 3.086 3.086 11.109 11.1095.Usaha pemasaran/ distribusi a. Gudang 750 750 750 750b. Transportasi 300 300 900 900c. Peralatan 64 64 231 231d. Modal kerja

Subtotal 5.053 424 5.477 16.049 1.528 17.577

II.Investasi prasarana dan pendukung lain

Irigasi Penelitian & pengembangan 39 193 231 139 694 834Penyuluhan 64 64 231 231Pasar

Subtotal 39 257 296 139 926 1.065

Total (I+II+III) 5.092 681 5.773 16.188 2.454 18.642

Tabel 12. Perkiraan kebutuhan investasi pengembangan kedelai 2005-2009 (milyar rupiah).

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis KedelaiProspek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Page 17: 0107 kedelai

VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan diperlukan dukungan kebijakan investasi mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir. Kebijakan investasi yang dibutuhkan antara lain adalah:

1. Kemudahan prosedur untuk mengakses modal kerja (kredit usaha) bagi petani dan swasta yang berusaha dalam bidang agribisnis kedelai.

2. Percepatan alih teknologi/diseminasi hasil penelitian dan percepatan penerapan teknologi di tingkat petani melalui revitalisasi tenaga penyuluh pertanian.

3. Pembinaan/pelatihan produsen/penangkar benih dalam aspek teknis (produksi benih), manajemen usaha perbenihan serta pengembangan pemasaran benih. Penyediaan kredit usaha perbenihan bagi produsen atau calon produsen benih.

4. Mendorong/membina pengembangan usaha kecil/rumah tangga dalam subsistem hilir (produk tahu, tempe, kecap, tauco, susu) untuk menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi sesuai dengan tuntutan konsumen.

5. Kebijakan makro untuk mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri dengan memberlakukan tarif impor 20-30%.

6. Pengembangan prasarana/infrastruktur pertanian secara umum (pembukaan sawah/lahan pertanian, pembuatan fasilitas irigasi dan jalan), juga akan mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri.

7. Kebijakan alokasi sumberdaya (SDM, anggaran) yang memadai dalam penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi tepat guna.

32

Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Kedelai