BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan keluarga,
khususnya calon ibu. Selain merupakan anugerah, kehamilan merupakan juga
menjadi satu hal yang mencemaskan. Dalam setiap keluarga, kehamilan
diharapkan sebagai sumber pengharapan terbesar dari keluarga pada calon anak
yang akan dilahirkan. Walau demikian, ada kalanya harapan ini tidak terwujud
ketika bayi mengalami kematian sebelum sempat dilahirkan.
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang berkaitan
dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang
tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi
kehamilan yang tidak diinduksi (Cousens, 2011). Di berbagai negara berkembang
di dunia, angka kematian janin semakin bertambah seiring dengan tingkat
kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan kesehatan di negara tersebut.
Pelaporan angka insidensi kematian janin juga masih terbatas dan belum
terdokumentasi dengan baik. Padahal laporan tersebut dapat menjadi acuan atau
rujukan yang berguna dalam memperbaiki kinerja tenaga kesehatan maternal yang
ada (MacDorman, 2009).
Angka insidensi kematian janin di dunia diperkirakan mencapai rentang
2,14 – 3,82 juta jiwa (Cousens, 2011). Angka ini bervariasi tergantung pada
1
kualitas perawatan medis yang tersedia di negara bersangkutan dan definisi yang
digunakan untuk mengelompokkan kematian janin. Underreporting in developing
nations is common, which makes comparisons even more difficult.Angka
insidensi ini pun belum termasuk yang terdapat di negara-negara berkembang,
dimana resiko kematian maternal dan janinnya lebih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara yang kaya maupun sudah maju. Hal ini dipersulit dengan
kurangnya data pelaporan dan survei penelitian yang memadai tentang kuantitas,
kualitas dan karakteristik angka insidensi IUFD di negara-negara berkembang,
khususnya di Indonesia.In 2009, the estimated global number of stillbirths was
2.64 million (uncertainty range, 2.14-3.82 million). The worldwide stillbirth rate
declined by 14.5% from 22.1 stillbirths per 1000 births in 1995 to 18.9 stillbirths
per 1000 births in 2009.
B. Perumusan Masalah
Apa saja karakteristik ibu hamil dengan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) di
kamar bersalin RS Margono Soekarjo periode Januari – Desember 2010? Berapa
saja proporsi setiap faktor resiko tersebut?
C. Tujuan Penelitian
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) di kamar bersalin RS Margono Soekarjoperiode Januari
– Desember 2010.
b) Tujuan Khusus
2
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Intra Uterine Fetal
Death (IUFD)pada ibu hamil di kamar bersalin RS Margono Soekarjo
periode Januari – Desember 2010.
2. Untuk mengetahui proporsi untuk tiap-tiap faktor Intra Uterine Fetal
Death (IUFD) pada ibu hamil di kamar bersalin RS Margono Soekarjo
periode Januari – Desember 2010.
3. Untuk mengetahui gambaran kejadian secara keseluruhan dari kasus
Intra Uterine Fetal Death (IUFD)pada ibu hamil di kamar bersalin RS
Margono Soekarjo periode Januari – Desember 2010.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan bisa diambil dari diadakannya penelitian ini yaitu :
1. Dapat mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) di kamar bersalin RS Margono Soekarjoperiode Januari –
Desember 2010.
2. Sebagai bahan wacana bagi pihak institusi dan para akademisi FKIK Jurusan
Kedokteran UNSOED serta FK UPN Veteran, khususnya tentang Intra
Uterine Fetal Death (IUFD) dan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
IUFD.
3. Sebagai sarana pembelajaran bagi dokter muda dan syarat tugas stase Obstetri
dan Ginekologi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
A.1. Karakteristik Ibu Hamil
Karakterikstik ibu hamil adalah suatu informasi biologis yang berkaitan
dengan keadaan ibu pada saat hamil mencakup usia ibu, usia kehamilan ibu,
jumlah anak yang dimiliki (paritas), riwayat penyakit dalam kehamilan serta
kesehatan ibu dan janin yang ada di dalam kandungannya.
A.2. Definisi dan Etiologi Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Ketiadaan daya hidup janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.
Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari
Kematian Janin ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan
kematian janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat
diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan
yang tidak diinduksi”. (Cousens, 2011) Kematian janin diindikasikan oleh
adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau
menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi
umbilical cord, atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung
4
tidak termasuk kontraksi transien dari jantung, respirasi tidak termasuk
pernafasan yang sangat cepat atau “gasping”. Pengertian ini kemudian
diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20 minggu kehamilan), pertengahan
(20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28 minggu kehamilan) (Khashogi,
2005).
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu
lahir diatas 500 gram (ACOG, 1996 , Khashogi, 2005).
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Cousens, 2011).
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.
Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat
5
dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari
plasenta (Cunningham, 2005).
a. Faktor Ibu
1. Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
2. Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
3. Berbagai penyakit pada ibu hamil (hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
diabetes mellitus tidak terkontrol, lupus eritematosus sistemik)
4. Trauma saat hamil
5. Infeksi pada ibu hamil
6. Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
7. Hamil pada usia lanjut
8. Ruptur uteri
9. Kematian Ibu
b. Faktor Janin
1. Gerakan Sangat Berlebihan
2. Kelainan kromosom
3. Kelainan bawaan bayi
4. Malformasi janin
5. Kehamilan multipel
6. Intra Uterine Growth Restriction
7. Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
8. Insufisiensi plasenta yang idiopatik
c. Faktor Plasenta
6
1. Perlukaan cord
2. Ketuban pecah secara mendadak (abruption)
3. Premature Rupture of Membrane
4. Vasa Previa
A.3. Epidemiologi Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Janin saat ini dipandang sebagai pasien yang menghadapi resiko mortalitas
dan morbiditas yang cukup serius. Secara epidemiologi, angka insidensi
kematian janin di seluruh dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 – 3,82 juta
jiwa. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2009, yaitu sejumlah 14,5%.
Kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000 kelahiran (MacDorman,
2009).Pada tahun 2005, data dari Laporan Statistik Vital Nasional menunjukkan
tingkat nasional AS kelahiran mati rata-rata 6,2 per 1000 kelahiran (Barfield,
2002). In 2009, the estimated global number of stillbirths was 2.64 million
(uncertainty range, 2.14-3.82 million). The worldwide stillbirth rate declined by
14.5% from 22.1 stillbirths per 1000 births in 1995 to 18.9 stillbirths per 1000
births in 2009. Pada tahun 2009, jumlah global diperkirakan saat dilahirkan
adalah 2,64 juta (berkisar ketidakpastian, 2,14-3820000). Tingkat kelahiran mati
di seluruh dunia menurun 14,5% dari 22,1 bayi lahir mati per 1000 kelahiran
pada tahun 1995-18,9 lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 2009
(MacDorman, 2009).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2003 (POGI,
2006) mengenai kegagalan yang terjadi selama masa kehamilan, didapatkan data
7
mortalitas perinatal di Indonesia berkisar 24 dari 1000 kehamilan. Kondisi
kesehatan janin memiliki kontribusi tertinggi dalam mengakibatkan mortalitas
perinatal (39%) dibandingkan dengan faktor maternal (5,1%). Resiko tingginya
angka kematian yang berkaitan dengan faktor maternal kebanyakan berupa jarak
15 bulan kehamilan dari persalinan terakhir dan usia ibu hamil di atas 40 tahun.
8
A.4. Patogenitas, Patofisiologi dan Tanda-Gejala Intra Uterine Fetal Death
Sesuai dengan etiologi dari kematian janin dalam rahim atau Intra Uterine
Fetal Death (IUFD), kematian janin disebabkan oleh tiga permasalahan pokok
yaitu kausa dari janin, kausa dari ibu, dan kausa dari plasenta (Cunningham,
2005). Penyebab dari janin bisa berasal dari cacat genetik atau malformasi
kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel, dan cacat lahir non kromosom
(Silver, 2007). Dari penyebab maternal yang berakibat IUFD antara lain faktor
diabetes tidak terkontrol, hipertensi kehamilan hingga preeklampsia-eklampsia,
kematian ibu, infeksi ibu, SLE, autoantibodi, hemoglobinopati, ruptur uterina,
antifosfolipid, dan lainnya (Nybo-Andersen, 2004). Faktor-faktor kausa dari
plasenta berupa adanya ruptura plasenta prematur, vasa previa, insufisiensi
plasenta, perdarahan fetomaternal, trauma pada umbilikus, dan semacamnya
(Korteweg, 2009 , Suparman, 2003).
1. Kausa Janin
Dari 25 – 40% kasus kematian janin, penyebab terseringnya adalah
karena faktor janin itu sendiri. Kausa pada janin tersebut mencakup cacat
genetik atau malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel,
dan cacat lahir non kromosom (Cunningham, 2005).
Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan kromosom
autosom. Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect,
hidrosefalus, penyakit jantung kongenital, hidrops dan lain-lain. Malformasi
9
kongenital mayor ini merupakan kelainan genetis yang mengancam hidup
janin dan mengganggu kerja organ-organ vital (Silver, 2007).
Infeksi janin merupakan kausa yang konsisten dengan tingkat
kegawatdaruratan janin. Semakin parah morbiditas dan virulensi dari infeksi
yang diderita janin, semakin buruk kemungkinan janin untuk dapat hidup di
dalam uterus. Beberapa infeksi janin yang dapat membahayakan janin antara
lain infeksi TORCH (CMV, Toxoplasma, Rubella), malaria, infeksi
Streptococcus grup A dan Streptococcus grup B, Salmonelosis atau demam
tifoid, hingga gangguan pembekuan darah dan syok (Silver, 2007;
Cunningham, 2005).
Rubella dan Parovirus B19 merupakan salah satu agen paling
teratogenik yang diketahui. Sekitar 80% wanita hamil terinfeksi rubella dan
ruam selama 12 minggu akan mengalami infeksi kongenital, usia 13-14
minggu berjumlah 54 %, dan pada akhir trimester kedua sebanyak 25%.
Adanya infeksi virus Rubella dan Parovirus ini akan menyebabkan gangguan
tumbuh kembang janin intra uterin yang berakibat pada kegagalan
perkembangan jantung, defek susunan syaraf pusat, ikterus, hepatitis,
hambatan pertumbuhan janin, trombositopenia, anemia, dan lain-lain.
Sitomegalovirus lebih banyak menyebabkan infeksi dan kecacatan perinatal
dibandingkan dengan hambatan perkembangan dan pertumbuhan janin intra
uterin. Infeksi CMV menyebabkan mikrosefalus, retardasi mental-motorik,
defisit sarafsensori, hepatosplenomegali, anemia hemolitik, hingga sindroma
anti-fosfolipid (Cunningham, 2005 , Lembar, 2009).
10
Toksoplasmosis akut merupakan penyulit sekitar 1-5 dari 1000
kehamilan. Setidaknya pada wanita hamil, keguguran atau lahirnya bayi
hidup dengan tanda-tanda kecacatan akibat toksoplasmosis kongenital rentan
terjadi. Gejala dan tanda klinis yang didapatkan berupa berat lahir rendah,
anemia, ikterus, hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, limfadenopati,
rasa lelah, nyeri otot, bahkan hingga retardasi mental (Ma’roef, 2003).
Infeksi Streptococcus grup A saat ini sudah jarang dijumpai. Walau
demikian, infeksi ini tergolong infeksi yang berat karena menimbulkan syok
dan sangat toksik, sehingga berakibat pada kematian ibu – janin. Infeksi
Streptococcus grup B berperan dalam menyebabkan gangguan hasil
kehamilan (persalinan preterm, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dan
sepsis nifas). Oleh karena itu, infeksi Streptococcus merupakan infeksi yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup janin di dalam uterus (Silver,
2007).
Penyakit sistemik lain yang menimbulkan kematian janin sekaligus
kematian maternal antara lain malaria, demam tifoid, demam berdarah
dengue, gangguan pembekuan darah, dan syok. Semua gangguan sistemik
ini membutuhkan adanya penanganan yang lebih komprehensif untuk ibu
hamil, dengan mempertimbangkan konsultasi pada ahli-ahli penyakit dalam
yang kompeten (Silver, 2007).
2. Kausa Maternal
Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyata
hanya memiliki peranan yang kecil. Beberapa penyakit dari ibu yang
11
mempunyai kausa tersering berupa hipertensi dan diabetes pada kehamilan.
Penyakit-penyakit lain seperti autoantibodi, SLE, penyakit rhesus merupakan
sebab yang jarang jumlah kejadiannya. Pada intinya, kasus kematian janin
yang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkan oleh adanya gangguan sistemik
pada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut mengganggu perfusi darah dari
ibu ke janin (Nicholson, 2009 , Lembar 2009). Penyebab lainnya seperti
penurunan alfa feto protein, cukup memberikan arti yang besar dalam
menimbulkan kematian janin, walaupun kejadian tersebut bersifat jarang
ditemukan (Smith, 2004).
Mekanisme inkompatibilitas Rhesus darah antar orang tua mempunyai
peran dalam IUFD. Golongan darah Rhesus yang berbeda tersebut
memberikan suatu bentuk autoantibodi pada tubuh janin, sehingga berakibat
pada hiperkoagulitas darah dan reaksi autoimun janin. Hampir semua kasus
ibu hamil dengan inkompatibilitas Rhesus berakibat pada kematian janin
(Cunningham, 2005).
Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensi
gestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Ketiga jenis hipertensi kehamilan
ini merupakan bagian yang berurutan, sesuai dengan tingkat keparahan.
Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah mencapai
140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum
mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional yang memberat akan
menyebabkan terjadinya pre-eklampsia. Pre-eklampsia adalah sindrom
spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme
12
dan aktivasi endotel disertai dengan adanya kombinasi antara hipertensi dan
proteinuria yang nyata selama kehamilan. Bila pre-eklampsia tidak segera
ditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklampsia berat yang
akhirnya mengakibatkan eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya kejang
grand mal pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat
disebabkan oleh hal lain (Roeshadi, 2006).
Hipertensi kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan
iskemia dalam pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi
peningkatan curah jantung yang bermakna. Hal ini mengakibatkan adanya
peningkatan afterload jantung. Hal ini akan semakin parah bila mencapai
tahap pre-eklampsia, dimana terjadi peningkatan resistensi perifer akibat
vasospasme yang berlebihan dan berakibat pada penurunan mencolok curah
jantung. Bila keadaan ini terus dibiarkan, maka akan mengganggu perfusi
utero-plasenta dan mengakibatkan hipoksia janin. Hal ini akan berakibat
pada kematian janin (Rambulangi, 2003 , Utama, 2009).
Gejala dan tanda untuk masing-masing tipe hipertensi kehamilan
hampir mempunyai gambaran yang sama, terutama pada keluhan nyeri
kepala dan epigastrium. Pada hipertensi gestasional, dapat dikenali adanya
nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan peningkatan tekanan darah yang nyata.
Pre-eklampsia berat ditegakkan dengan adanya ekskresi protein urin dalam
24 jam sebesar 2 gram atau lebih, dan proteinuria 2+ atau lebih yang
menetap. Sedangkan pre-eklampsia ringan ditemukan proteinuria 1+ atau
tidak ada sama sekali, dan merupakan kelanjutan dari hipertensi gestasional
13
(Utama, 2009). Oleh karena itu, pada pre-eklampsia, pembedaan antara pre-
eklampsia ringan dengan pre-eklampsia berat adalah sesuatu yang sangat
vital karena berhubungan dengan tekanan onkotik dan volume cairan tubuh
yang terganggu (POGI, 2006).
Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis
tersering pada kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan yang
mengidap diabetes sebelum hamil (overt), dan yang mengidap saat hamil
(gestasional). Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini
dipicu oleh kehamilan, yang mungkin terjadi akibat perubahan-perubahan
fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini dapat menimbulkan efek
bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertai
trauma lahir karena distosia bahu. Hal ini disebabkan oleh karena
pengendapan lemak yang berlebihan di bahu dan badan. Hiperinsulinemia
janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan
merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Berkaitan dengan
kematian janin, dugaan kematian janin oleh karena diabetes gestasional
masih merupakan permasalahan yang belum ditemukan secara pasti
bagaimana teori terjadinya. Kemungkinan paling besar adalah adanya trauma
janin saat lahir akibat distosia bahu atau diabetes dipandang sebagai pemicu
hipertensi pada kehamilan yang akhirnya menimbulkan pre-eklampsia dan
eklampsia (Rambulangi, 2003 , Utama, 2009).
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptur uteri ini antara lain
14
adanya diproporsi janin dan panggul, partus macet, atau adanya partus
traumatik, dimana terjadi trauma mekanis yang kuat yang dapat merobek
miometrium uterus (Suparman, 2003). Penilaian klinis pada rupture uterine
ini berbeda antara pada uterus normal dengan pada uterus bekas sectio
caesarea. Penilaian klinis rupture uteri pada uterus normal diawali oleh
adanya lingkaran konstriksi (bald’s ring) hingga umbilicus atau diatasnya,
nyeri hebat pada perut bagian bawah, hilangnya kontraksi uterus gravidus
yang normal, perdarahan pervaginam, dan syok (Cunningham, 2005).
Biasanya, penyebab utama dari ruptura uteri pada uterus normal adalah
karena partus yang macet, trauma atau kecelakaan pada ibu, dan lain-lain
(Weiss, 2001). Sedangkan pada uterus bekas sectio caesarea, terjadi gejala
nyeri yang khas, perdarahan bertambah sedikit dari normal, dan bradikardia
pada janin. Ruptur tersebut terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan,
dan pada fase aktif / kala II bila insisi transversal SBR. Adanya ruptura uteri
ini secara otomatis akan mengakibatkan adanya perdarahan mendadak pada
ibu dan trans-plasenta, sehingga berakibat pada perdarahan janin yang masif
dan kematian janin (Nybo-Andersen, 2004).
3. Kausa Plasenta
Kasus kematian janin yang dikaitkan dengan kausa plasenta relatif
bersifat dependent, tidak bisa berdiri sendiri, atau tergantung dari adanya
penyebab yang lainnya. Kasus-kasus yang sering menyebabkan kematian
janin antara lain solusio plasenta, infeksi plasenta dan ketuban, infark
plasenta, dan perdarahan janin ke ibu (French, 2005).
15
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta
biasanya merembes di antara selaput ketuban dan uterus kemudian lolos
keluar yang menyebabkan perdarahan eksternal. Solusio plasenta terbagi
menjadi solusio plasenta totalis dan parsialis (French, 2005 , Flenady, 2011).
Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua
kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke
endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahap paling awal akan
memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan
pemisahan, penekanan, dan destruksi plasenta di dekatnya. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya perfusi darah ke janin melalui plasenta dan
berakibat pada kematian janin (French, 2005).
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehingga
menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin
banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena masih teregang
oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepit
pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta.
Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus
dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus.
Hal inilah yang membedakan antara solusio plasenta parsialis dengan totalis
(French, 2005). Gambaran klinis solusio plasenta ringan hingga berat pun
berbeda. Pada solusio plasenta ringan, terjadi ruptur sinus marginalis yang
menyebabkan perdarahan pervaginam warna merah hitam dan agak tegang
16
dengan bagian janin masih teraba. Solusio plasenta sedang terjadi sakit perut
terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar diraba, BJA sukar diraba
dengan stetoskop biasa, dan terjadi kelainan pembekuan darah (French,
2005). Solusio plasenta berat merupakan gejala terberat dengan pelepasan
solusio plasenta lebih dari duapertiga luas, uterus tegang seperti papan, nyeri
hebat, dan ibu-janin tiba-tiba mengalami syok hingga meninggal.
Infark plasenta merupakan kelainan plasenta yang tersering. Infark
plasenta terjadi karena akibat dari sumbatan pasokan vaskuler ibu, yaitu
sirkulasi antarvilus. Secara histopatologis terdapat gambaran degenerasi
fibrinoid trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri spiralis
(French, 2005). Secara umum, etiologi dari infark plasenta ini terjadi karena
penuaan trofoblas yang mengalami perubahan, dan gangguan sirkulasi
uteroplasenta. Sinsisium yang mengalami penuaan mengalami degenerasi
sinsisium. Sinsisium yang terurai tersebut kemudian langsung terpajan
dengan darah ibu, sehingga menyebabkan bekuan darah pada vilus-vilus.
Dari sini, terbentuklah trombosis arteri vilus pada janin dan bahkan berakibat
pada kalsifikasi plasenta. Pembentukan trombosis dan kalsifikasi ini
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke janin yang berakibat kematian
janin (French, 2005). Gambaran infark plasenta ini dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan Patologi Anatomi dan Ultrasonografi.
A.5. Diagnosis Intra Uterine Fetal Death(IUFD)
Pada anamnesis ibu hamil tidak merasakan ada pergerakan janin dan
hilangnya tanda-tanda dan gejala kehamilan.
17
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda pertumbuhan uterus, pada
pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar serial β-Hcg, pada
pemeriksaan x-ray ditemukan Spalding sign dan Robert’s sign, dan pada
pemeriksaan USG ditemukan jelas keadaan janin mati intra uterin.
A.6. Komplikasi Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak.
Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin. Tromboplastin masuk ke
dalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskuler yang
dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi pembekuan
darah yang meluas (Disseminated intravascular coagulation atau DIC).
Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya hipofibrinogenemia.
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu
sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%.
Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post partum.
Perdarahan post partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati
(Flenady, 2011).
Selain dari komplikasi fisik yang serius pada ibu, dampak secara kejiwaan
pun dapat terjadi. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2
minggu kematian janin yang dikandungnya (Nybo-Andersen, 2004). Hal tersebut
dapat mempengaruhi kesehatan jiwa ibu. Faktor resiko terjadinya depresi pada
ibu hingga psikosis dapat terjadi (Rahayu, 2008 ; Nybo-Andersen, 2004).
18
A.7. Penatalaksanaan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya
diobservasi dahulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis. Selama
observasi, 70-90 % akan terjadi persalinan yang spontan (POGI, 2006).
Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5
hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna
vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp. USG merupakan
sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana
gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang (POGI, 2006).
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.Sebaiknya
pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan
induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya
sebelum keputusan diambil (POGI, 2006).
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan
terjadi tanpa komplikasi (POGI, 2006).
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif. Penanganan aktif dilakukan pada serviks matang, dengan
melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin atau prostaglandin. Jika
serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau
19
kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi
(POGI, 2006).
Mekanisme kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan
serviks. Secara teknis, kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke Ostium
Uteri Internum, mengembangkan balón kateter dengan aquadest 30 mL, dan
mempertahankan selama 8 – 12 jam. Dari sini, akan terjadi pemisahan antara
selaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini akan menimbulkan
pelepasan lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase A
yang akan membentuk asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan
meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga serviks menjadi matang
(Suparman, 2003 ; Nicholson, 2009). Efek samping dari kateter Foley ini adalah
demam intrapartum atau postpartum, perdarahan per vaginam pasca pemasangan
kateter, KPD, prolapsus tali pusat, dan lain-lain (Nicholson, 2009).
Persalinan dengan sectio cesare merupakan alternatif terakhir. Jika
persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks
belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: Tempatkan misoprostol
25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam (Gomes, 2003).
Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan
jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika. Jika tes
pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada
koagulopati (Dickinson, 2003). Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya
untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
20
Pemeriksaan patologi plasenta dapat dilakukan untuk mengungkapkan adanya
patologi plasenta dan infeksi (Gomes, 2003).
Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu
setelah diagnosis, pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harus
dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan. Induksi persalinan dapat
dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron atau
langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi (Gomes,
2003).
Protokol untuk Pemeriksaan Bayi Lahir Mati
Gambaran umum Tali pusat
Malformasi Prolaps
Noda kulit Lilitan leher
Derajat maserasi Hematom atau striktur
Warna - pucat, pletorik Jumlah pembuluh
Selaput ketuban Panjang
Ternoda Cairan amnion
Menebal Warna: mekonium, darah
Konsistensi
Volume
Tabel 1. Protokol untuk pemeriksaan bayi lahir mati
21
Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk menyarankan
kepada pasien dan keluarganya bahwa bukan suatu kegawatan dari bayi yang
sudah meninggal :
a. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan
uterus dilakukan dengan suction curetase
b. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin
E2 vaginal supositoria dimulai dengan dosis 10 mg,
c. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin.
Selama periode menunggu diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien
yang sedang berduka karena kematian janin dalam kandungannya.
Kematian janin adalah suatu kejadian traumatik psikologik bagi wanita dan
keluarganya. Radestat mendapatkan bahwa interval yang lebih dari 24 jam sejak
diagnosa kematian janin sampai induksi persalinanberkaitan dengan ansietas
berlebihan (Barfield, 2002). Faktor lain yang berperan adalah apabila wanita
yang bersangkutan tidak melihat bayinya selama yang dia inginkan dan apabila
dia tidak memiliki barang kenangan dapat timbul kecemasan pada ibu sampai
gejala depresi dan gejala somatisasi yang dapat bertahan sampai lebih dari 6
bulan. Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi meninggal, telah lama
dianggap memiliki resiko yang lebih besar mengalami gangguan hasil kehamilan
pada kehamilan berikutnya (Kashoghi, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan kisaran angka kekambuhan lahir mati
antara 0 sampai 8 persen.Kematian janin sebelumnya walaupun tidak semua lahir
22
mati menyebabkan gangguan hasil pada kehamilan berikutnya.Evaluasi prenatal
penting dilakukan untuk memastikan penyebab.Apabila penyebab lahir mati
terdahulu adalah kelainan karyotipe atau kausa poligenik, pengambilan sampel
villus khorionik atau amniosintesis dapat mempermudah deteksi dini dan
memungkinkan dipertimbangkannya terminasi kehamilan (Kashoghi, 2007).
Pada diabetes, cukup banyak kematian perinatal yang berkaitan dengan
kelainan kongenital.Pengendalian glikemik intensif pada periode perikonsepsi
dilaporkan menurunkan insiden malformasi dan secara umum memperbaiki hasil
(Silver, 2007).
23
A.8. Pencegahan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Beberapa pencegahan yang dianjurkan dari beberapa pustaka yang ada
antara lain sebagai berikut (Silver, 2007) :
1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai nutrisi dan
keseimbangan diet makanan,
2. Hindari merokok, tidak meminum minuman beralkohol, jamu, obat-
obatan dan hati-hati terhadapinfeksi yang berbahaya,
3. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian
pengobatan
4. Mendeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress,
5. Diberlakukannya tindakan Cut off untuk terminasi kehamilan.
24
Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Faktor Plasenta
Faktor Janin
Faktor Maternal
Faktor Risiko
B. Kerangka Teori
25
Faktor Maternal
Faktor Fetal
Faktor Plasenta
Intra Uterine Fetal Death
Faktor Risiko Lainnya
Gambaran kejadian IUFD pada pasien-pasien yang dirawati di Kamar Bersalin RS Margono Soekarjo per Januari – Desember 2010
C. Kerangka Konsep
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan
rancangan penelitian retrospektif.
B. Populasi Penelitian
1. Populasi
a. Populasi target = Pasien-pasien ibu hamil yang mengalami Intra
Uterine Fetal Death (IUFD) di kamar bersalin RS
Margono Soekarjo periode Januari – Desember
2010.
b. Populasi terjangkau = Populasi target ibu hamil yang dirawat dan bersalin
di Kamar Bersalin RS Margono Soekarjo periode
Januari – Desember 2010.
2. Sampel
Seluruh pasien-pasien ibu hamilyang mengalami Intra Uterine Fetal
Death (IUFD)dan bersalin di Kamar Bersalin RS Margono Soekarjo yang
terdaftar di buku catatan persalinan Kamar Bersalin RS Margono Soekarjo,
dan tercatat periode Januari – Desember 2010.
27
Kriteria eksklusi untuk populasi terjangkau tersebut adalah yaitu:
1. Tidak tercatat secara lengkap pada Januari – Desember 2010.
2. Berat janin mati kurang dari 500 gram
3. Pasien dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) pada Kamar Bersalin RS Margono
Soekarjo per Januari – Desember 2010
2. Variabel Bebas
Karakteristik Intra Uterine Fetal Death (IUFD)berdasarkan etiologi terjadinya
Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
D. Batasan Operasional
1. Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Janin yang mati dalam Rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih
atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2. Faktor Maternal
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab ibu hamil yang
mengalami IUFD (usia ibu hamil, usia kehamilan, paritas, infeksi ibu,
preeklampsia, eklampsia, sindrom nefrotik, riwayat asma, penyakit jantung,
polihidramnion, dll)
28
3. Faktor Fetal
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab janin mati dalam
rahim (kehamilan multipel, kelainan letak janin, IUGR, kelainan genetik,
kelainan kongenital, hidrops, infeksi, dll)
4. Faktor Plasenta
Faktor-faktor yang menyebabkan janin mati dalam rahim akibat kelainan
pada plasenta (perlukaan tali pusat, KPD, vasa previa, perdarahan
fetomaternal, insufisiensi plasenta, solutio plasenta, dll)
5. Faktor Risiko
Faktor-faktor lainnya yang memiliki prediksi rendah untuk terjadinya
IUFD (ras, riwayat IUFD, infertilitas maternal, berat bayi lahir, small
gestastion of age, riwayat SGA, obesitas, partus prematurus, partus imaturus,
partus patologis, riwayat SCTP/laparotomi, paternal age, dll).
E. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
Terikat
1. Intra Uterine Fetal
Death (IUFD)
Janin yang mati dalam
rahim dengan berat
badan 500 gram atau
lebih atau kematian janin
dalam rahim pada
Rekam
medik
IUFD positif;
IUFD negatif
Nominal
29
kehamilan 20 minggu
atau lebih
Bebas
2. Riwayat Maternal Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
keadaan ibu berupa usia
ibu hamil, usia
kehamilan, berat bayi
lahir dan paritas pasien
IUFD tersebut
Rekam
medik
a. Usia Ibu Hamil Usia ibu hamil yang
IUFD
Rekam
medik
< 20;
20-35;
>35 tahun
Ordinal
b. Usia kehamilan Usia kehamilan ibu hamil
yang IUFD
Rekam
medik
>20-<27;
37-42;
>42 minggu
Ordinal
c. Paritas Jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar
rahim (28 minggu)
Rekam
medik
Nullipara;
Primipara;
Multipara;
Grandemulti
para
Nominal
d. Diabetes mellitus Intoleransi glukosa yang Rekam Positif; Nominal
30
gestasional baru muncul pada saat
kehamilan
medik Negatif
e. Preeklampsia Hipertensi yang timbul
setelah 20 minggu
kehamilan disertai
dengan proteinuria
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
f. Eklampsia Preeklampsia yang
disertai kejang dan/atau
koma
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
g. Sindroma lupus
eritomatosus
Penyakit autoimun
menahun yang
menimbulkan
peradangan dan dapat
menyerang organ-organ
tubuh, kulit, dan
persendian
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
h. Sindroma
antifosfolipid
Gangguan pada sistem
pembekuan darah yang
dapat menyebabkan
trombosis pada arteri dan
vena serta dapat
menyebabkan gangguan
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
31
pada kehamilan yang
berujung pada kematian
janin
i. Infeksi kolonisasi yang
dilakukan oleh spesies
asing terhadap maternal
dan bersifat
membahayakan maternal
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
j. Hemoglobinopati Gangguan herediter yang
ditandai dengan adanya
kelainan struktur Hb
akibat mutasi gen
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
k. Inkompatibilitas
Rh
Ketidaksesuaian rhesus
di dalam darah ibu
dengan darah bayinya
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
l. Sindrom nefrotik Sekumpulan manifestasi
klinik yang ditandai oleh
proteinuria masif
(>3,5g/1,73 m2 luas
permukaan tubuh per
hari), hipoalbuminemia,
edema, hiperlipidemia,
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
32
lipiduria,
hiperkoagulabilitas
m.Asma Penyakit obstruksi
saluran pernafasan yang
diakibat hipersensitivitas
terhadap alergen tertentu
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
n. Decompensatio
cordis
Penurunan fungsi
kontraktilitas jantung
yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa
jantung
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
o. Trombofilia
herediter
Gangguan pembekuan
darah akibat kelainan
genetik bawaan
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
p. Ruptura uterus Diskontinuitas dinding
rahim akibat
dilampauinya daya
regang miometrium
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
q. Polihidramnion Volume air ketuban lebih
dari 2 liter
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
3. Faktor fetal Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
Rekam
medik
33
penyebab janin mati
dalam rahim (kehamilan
multipel, kelainan letak
janin, IUGR, kelainan
genetik, kelainan
kongenital, hidrops,
infeksi, dll)
a. Kehamilan
multiple
Kehamilan dengan 2
janin atau lebih
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
b. Malpresentasi Bagian terendah janin
yang berada di segmen
bawah rahim, bukan
belakang kepala
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
c. IUGR Pertumbuhan janin dalam
rahim terhambat
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
d. Infeksi kolonisasi yang
dilakukan oleh spesies
asing terhadap fetal dan
bersifat membahayakan
fetal
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
e. Kelainan
kongenital
Kelainan pada bagian
tubuh janin didalam
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
34
rahim pada saat
pemeriksaan USG
f. Kelainan
genetic
Kelainan genetik pada
janin
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
g. Hidrops Akumulasi abnormal
cairan dalam 2 atau lebih
bagianorgan janin,
termasuk asites, efusi
pleura, efusi perikardial,
dan edema kulit
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
4. Faktor plasenta Faktor-faktor yang
menyebabkan janin mati
dalam rahim akibat
kelainan pada plasenta
(prolaps tali pusat, KPD,
vasa previa, perdarahan
fetomaternal, insufisiensi
plasenta, solutio plasenta,
dll)
Rekam
medik
a. Prolaps tali pusat Tali pusat berada di
bagian terendah janin/
menumbung sebelum/
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
35
setelah selaput ketuban
pecah
b. KPD Pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
c. Vasa previa Insersi tali pusat pada
selaput janin, pembuluh
darah tersebut berjalan
didaerah ostium uteri
internum
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
d. Perdarahan
fetomaternal
Kebocoran sel darah fetal
kedalam sirkulasi
maternal
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
e. Insufisiensi
plasenta
Gangguan fungsi anatomi
dan fisiologi plasenta
sehingga tidak dapat
mensuplai nutrisi dan
oksigen untuk janin
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
5. Faktor risiko Faktor-faktor lainnya
yang memiliki prediksi
rendah untuk terjadinya
IUFD (ras, riwayat
IUFD, infertilitas
36
maternal, berat bayi lahir,
small gestastion of age,
riwayat SGA, obesitas,
partus prematurus, partus
imaturus, partus
patologis, riwayat
SCTP/laparotomi,
paternal age, dll)
a. Ras Afrika –
Amerika
Keturunan Afrika dan
Amerika
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
b. Riwayat IUFD Pernah mengalami IUFD Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
c. Infertilitas
maternal
Keadaan di mana seorang
wanita tidak dapat hamil
secara alami atau tidak
dapat menjalani
kehamilannya secara
utuh
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
d. Berat bayi lahir Ukuran timbangan berat
badan sesaat setelah bayi
lahir
Rekam
medik
<500;
500-<1000;
1000-<1500;
1500-<2500;
Ordinal
37
2500-4000;
>4000 gram
e. Riwayat Small of
Gestational Age
Bayi yang lahir dengan
berat badan, panjang
badan, atau lingkar
kepala di bawah 10
persentil berdasarkan
kondisi normal bayi lahir
sesuai usia kehamilannya
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
f. Obesitas Kelebihan berat badan
melebihi batas normal
akibat
ketidakseimbangan
antara energi yang masuk
dengan energi yang
keluar
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
g. Paternal age Seorang pria yang
berusia 40 tahun atau
lebih pada saat terjadinya
konsepsi
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
h. Partus
prematurus
Persalinan yang terjadi
pada usia kehamilan 20 –
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
38
37 minggu
i. Partus patologis Gangguan saat persalinan
yang dipengaruhi oleh
faktor tenaga, janin, jalan
lahirpanggul, plasenta
dan psikologis
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
j. Riwayat SCTP/
laparotomi
Riwayat persalinan
melalui abdomen
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
k. Ante partum Yang terjadi atau ada
sebelum lahir (masa
kehamilan)
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
l. Intra partum Yang terjadi selama
melahirkan atau selama
persalinan
Rekam
medik
Positif;
Negatif
Nominal
F. Pengumpulan Data
1. Alat dan Bahan Pengumpul Data
Rekam medik
2. Jenis data yang digunakan
a) Data sekunder (pengambilan kelompok sampel penelitian berdasarkan
data yang telah tersedia)
39
3. Cara Pengumpulan Data
a. Mengambil keseluruhan pasien hamil dengan IUFD dari data sekunder
di bagian Ruang Penanggungjawab Kamar Bersalin RS Margono
Soekarjo, serta Kantor Catatan Medis RS Margono Soekarjo; yang
memenuhi kriteria sampel penelitian.
b. Pengambilan dan analisis hasil setelah selesainya survey tersebut, sesuai
dengan jumlah sampel penelitian.
G. Analisis Data
Rencana analisis data dalam penelitian ini adalah analisis univariat.
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi distribusi variabel
penelitian dengan data yang disajikan dalam bentuk tabel, gambar atau grafik.
Sehingga, analisis penelitian ini dilakukan secara deskriptif saja.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Jumlah total responden yang merupakan pasien hamil dengan IUFD di kamar
bersalin RS Margono Soekarjo dari periode 1januari – 31Desember 2010 adalah 78
pasien. Jumlah sampel yang digunakan adalah berdasarkan data yang
memenuhikriteria didapatkan 75pasien hamil dengan IUFD.
Tabel 2 Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan usia ibu
periode 1Januari – 31Desember 2010
Usia ibu (tahun) Jumlah (orang)
<20 6
20-35 53
>35 16
41
8%
71%
21%
Diagram 1 Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan usia ibu periode 1 Januari – 31 Desember 2010
<20 20 - 35 >35
Berdasarkan usia ibu dengan IUFD didapatkan 6 pasien dengan usia kurang dari
20 tahun, 53 pasien dengan usia 20 sampai 35 tahun, dan 16 pasien dengan usia lebih
dari 35 tahun. Insidensi ibu hamil dengan IUFD di kamar bersalin RS Margono
Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010, terbanyak pada ibu hamil
dengan usia 20 sampai 53 tahun.
Tabel 3Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan usia kehamilan
periode 1Januari – 31Desember 2010
Usia kehamilan
(minggu)
Jumlah (orang)
>20-<37 58
37- 42 15
>42 2
42
77%
20%3%
Diagram 2 Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan usia kehamilan
periode 1 Januari – 31 Desember 2010
>20-<37 37-42 >42
Berdasarkan usia kehamilan ibu dengan IUFD didapatkan 58 pasien dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu, 15 pasien dengan
usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, dan 2 pasien dengan usia kehamilan
lebih dari 42minggu.Insidensi ibu hamil dengan IUFD di kamar bersalin RS Margono
Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010, terbanyak pada ibu dengan
usia kehamilan 20 sampai 37 minggu.
Tabel 4Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan paritas
periode 1Januari – 31Desember 2010
Paritas Jumlah (orang)
Nulipara 37
Primipara 16
Multipara 21
43
Grandemultipara 1
49%
21%
28%
1%
Diagram 3 Pasien hamil IUFD berdasarkan paritas periode 1 Januari – 31 Desember 2010
Nulipara Primipara Multipara Grandemultipara
Berdasarkan paritas ibu hamil dengan IUFD didapatkan 37 orang nulipara, 16
orang primipara, 21 orang multipara, dan 1 orang grandemultipara.Insidensi ibu hamil
dengan IUFD di kamar bersalin RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31
Desember 2010, terbanyak pada ibu hamil nulipara.
44
Tabel 5Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor maternal
periode 1Januari – 31Desember 2010
Faktor maternal Jumlah (orang)
Usia kehamilan > 42 minggu 2
Diabetes mellitus gestasional 0
Sindrom lupus eritematosus 0
Sindrom antifosfolipid 0
Infeksi maternal 1
Preeklampsia 10
Eklampsia 3
Hemoglobinopati 0
Usia ibu > 35 tahun 16
Inkompatibilitas rhesus 0
Ruptur uterus 0
Trauma/ mati maternal 0
Trombofilia herediter 0
Sindrom nefrotik 1
Asma pada kehamilan 1
Penyakit jantung pada kehamilan 1
Polihidramnion 2
45
UK > 428% infeksi
3%
preeklampsia26%
eklampsia8%
usia ibu > 3544%
sin-drom ne-
frotik3%
asma3%
polihidramnion5%
penyakit jantung3%
Diagram 4 Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor maternal
periode 1 Januari – 31 Desember 2010
Berdasarkan faktor maternal pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan 2 orang
dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu, 16 orang dengan usia lebih dari 35
tahun, 1 orang dengan infeksi toxoplasma, 10 orang dengan preeklampsia, 3 orang
dengan eklampsia, 2 orang dengan polihidramnion, 1 orang dengan asma, 1 orang
dengan decompensasi cordis, dan 1 orang dengan sindrom nefrotik.Insidensi ibu
hamil dengan IUFD di kamar bersalin RS Margono Soekarjo periode 1 Januari
sampai 31 Desember 2010, terbanyak diakibatkan oleh ibu hamil dengan usia lebih
dari 35 tahun, dimana pada usia tersebut merupakan kehamilan risiko tinggi.
46
Tabel 6Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor fetal
periode 1Januari – 31Desember 2010
Faktor fetal Jumlah (orang)
Kehamilan multipel 0
Malpresentasi 9
IUGR 0
Kelainan kongenital 1
Kelainan genetik 0
Infeksi fetal 1
Hidrops 1
presbo75%
kelainan kongenital
8%
infeksi8%
hidrops 8%
Diagram 5. Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor fetal periode 1 Januari – 31 Desember 2010
Berdasarkan faktor fetal pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan 9 orang
dengan malpresentasi, 1 orang dengan kelainan kongenital pada janinnya, 1 orang
dengan infeksi toxoplasma pada janinnya, 1 orang dengan preeklampsia, 3 orang
dengan eklampsia, 2 orang dengan polihidramnion, 1 orang dengan asma, dan 1 orang
dengan hidrops (edema) pada janinnya.Insidensi ibu hamil dengan IUFD berdasarkan
47
faktor fetal di kamar bersalin RS Margono Soekarjo periode 1 Januari – 31 Desember
2010, terbanyak diakibatkan oleh ibu hamil dengan malpresentasi pada janinnya,
dimana malpresentasi meningkatkan risiko kematian janin dalam rahim.
Tabel 7Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor plasenta
periode 1Januari – 31Desember 2010
Faktor plasenta Jumlah (orang)
Prolaps tali pusat 0
Ketuban pecah dini 2
Vasa previa 0
Perdarahan fetomaternal 0
Insufisiensi plasenta 0
KPD100%
Diagram 6. Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor plasenta
periode 1 Januari – 31 Desember 2010
Berdasarkan faktor plasenta pada ibu hamil dengan IUFD di kamar bersalin
RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010, didapatkan 2
orang yang mengalami ketuban pecah dini. Pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini
dapat meningkatkan risiko terjadinya IUFD diakibat ketidakseimbangan cairan di
dalam rahim.
48
Tabel 8Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor risiko
periode 1Januari – 31Desember 2010
Faktor risiko Jumlah (orang)
Small of gestational age 21
Obesitas 1
Ras Afrika-Amerika 0
Riwayat IUFD 0
Infertilitas maternal 0
Riwayat SGA 0
Paternal age 0
Partus prematurus 58
Riwayat SC/laparotomi 1
Partus patologis 2
SGA27%
obesitas1%
partus prematurus62%
intra-partum
12%
partus patologis2%
post laparotomi1%
Diagram 7. Pasien hamil dengan IUFD berdasarkan faktor risiko periode 1 Januari – 31 Desember 2010
49
Berdasarkan faktor risiko pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan 21 orang
dengan small of gestational age, 1 orang dengan obesitas, 58 orang dengan partus
prematurus, 1 orang dengan riwayat sectio cesarea/ laparotomy, 11 orang dengan
keadaan IUFD intrapartum, dan 2 orang dengan partus patologis.Insidensi ibu hamil
dengan IUFD berdasarkan faktor risiko di kamar bersalin RS Margono Soekarjo
periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010 terbanyak, pada ibu hamil dengan partus
prematurus.
B. Pembahasan
Angka kejadian pasien hamil dengan IUFD di kamar bersalin RS Margono
Soekarjo dari periode 1 Januari – 31Desember 2010 adalah 78 kasus, dengan data
yang memenuhi kriteria didapatkan 75 kasus pasien hamil dengan IUFD. Dengan
rata-rata kasus IUFD per bulan berkisar 6-7 pasien. Angka ini termasuk lebih tinggi
bila dibandingkan dengan jumlah kasus ibu dengan IUFD di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, pada bulan Desember 2007 – Februari 2008. Jumlah kasus
IUFD di RS Cipto Mangunkusumo berkisar antara 3-4 kasus (Rahayu, 2008). Dari
Depkes RI (POGI, 2006 , Rahayu, 2008) pun disebutkan bahwa tingkat mortalitas
perinatal di Indonesia berkisar antara 24 dari 1.000 kehamilan. Hal tersebut menjadi
tantangan bersama bagi para praktisi kesehatan untuk dapat menekan angka kejadian
IUFD tersebut.
Berdasarkan usia ibu dengan IUFD didapatkan 6 kasus dengan usia kurang
dari 20 tahun, 53 kasus dengan usia 20 sampai 35 tahun, dan 16 kasus dengan usia
lebih dari 35 tahun. Terdapat perbedaansignifikan yang berkaitan dengan referensi
50
yang tersedia, dimana ibu hamil dengan usia yang lanjut (terutama di atas 40 tahun)
lebih beresiko mengalami kematian janin atau IUFD (Rahayu, 2008). Berdasarkan
usia kehamilan ibu dengan IUFD didapatkan 58 kasus dengan usia kehamilan 20 - 37
minggu, 15 kasus dengan usia kehamilan 37 - 42 minggu, dan 2 kasus dengan usia
kehamilan lebih dari 42 minggu. Hal ini cukup sejalan dengan teori yang ada, dimana
usia kehamilan yang preterm beresiko menimbulkan terjadinya IUFD karena adanya
kekurangmatangan fungsi organ vital dari janin, dan vaskularisasi plasenta yang
menurun sebelum waktunya (Korteweg, 2010).
Dapat kita lihat, insidensi ibu hamil dengan IUFD berdasarkan faktor risiko di
kamar bersalin RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010
terbanyak adalah pada ibu hamil dengan partus prematurus. Hal ini dijumpai dengan
adanya 58 kasus IUFD karena partus prematurus dibanding 75 kasus IUFD secara
keseluruhan.Secara teoritis, partus prematurus termasuk dalam golongan faktor resiko
IUFD kausa janin. Cunningham (2005) menyatakan bahwa 25 – 40% kasus kematian
janin dan lahir mati disebabkan oleh karena faktor janin. Secara patologis, partus
prematurus menimbulkan adanya ketidakmatangan perkembangan organ janin, yang
menyebabkan ketidakmampuan janin untuk hidup secara normal (POGI, 2006 ,
Silver, 2007). Hal ini semakin berat karena partus prematurus pun menyebabkan
adanya pemisahan plasenta secara prematur. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa
partus prematurus layak untuk dikatakan sebagai faktor resiko utama adanya
kematian janin atau IUFD.
Berdasarkan paritas ibu hamil dengan IUFD didapatkan 37 orang nulipara, 16
orang primipara, 21 orang multipara, dan 1 orang grande multipara. Berdasarkan
51
literatur dari Cunningham (2005), kehamilan multipara memiliki resiko yang dekat
dengan IUFD.Dari hasil survey ini terlihat bahwa referensi tersebut berseberangan
dengan hasil survey IUFD di Kamar Bersalin RSMS, dimana pasien nulipara lebih
banyak mengalami IUFD dibanding dengan pasien ibu hamil yang multipara.Walau
demikian, IUFD memiliki banyak faktor resiko yang bisa saling mempengaruhi.
Faktor maternal pada hasil survei ini tergolong memiliki jumlah kasus yang
lebih sedikit. Hal tersebut didapatkan 2 orang dengan usia kehamilan lebih dari 42
minggu, 16 orang dengan usia lebih dari 35 tahun, 1 orang dengan infeksi
toksoplasma, 10 orang dengan preeklampsia, 3 orang dengan eklampsia, 2 orang
dengan polihidramnion, 1 orang dengan asma, 1 orang dengan decompensasi cordis,
dan 1 orang dengan sindrom nefrotik. Insidensi ibu hamil dengan IUFD di kamar
bersalin RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010,
terbanyak diakibatkan oleh ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun, dimana pada
usia tersebut merupakan kehamilan risiko tinggi.
Berdasarkan faktor plasenta pada ibu hamil dengan IUFD di kamar bersalin
RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010, didapatkan 2
orang yang mengalami ketuban pecah dini. Pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini
dapat meningkatkan risiko terjadinya IUFD diakibat ketidakseimbangan cairan di
dalam rahim (Korteweg, 2009).
Sisa dari faktor-faktor resiko lainnya pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan
21 orang dengan small of gestational age, 1 orang dengan obesitas, 1 orang dengan
riwayat sectio cesarea/laparotomy, 11 orang dengan keadaan IUFD intrapartum, dan
2 orang dengan partus patologis.
52
BAB V
KESIMPULAN
1. Angka kejadian pasien ibu hamil dengan IUFD di kamar bersalin RS
Margono Soekarjo dari periode 1 Januari – 31Desember 2010 yang memenuhi
kriteria definisi operasional didapatkan 75 kasus pasien hamil dengan IUFD.
2. Insidensi ibu hamil dengan IUFD berdasarkan faktor resiko di kamar bersalin
RS Margono Soekarjo periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010 terbanyak
adalah pada ibu hamil dengan partus prematurus.
3. Berdasarkan usia ibu dengan IUFD didapatkan kasus terbanyak pada usia 20
sampai 35 tahun.
4. Berdasarkan usia kehamilan ibu dengan IUFD, didapatkan kasus terbanyak
pada usia kehamilan 20 - 37 minggu.
5. Berdasarkan paritas ibu hamil dengan IUFD, didapatkan kasus terbanyak pada
wanita yang nulipara.
6. Faktor maternal pada hasil survey ini tergolong memiliki jumlah kasus yang
lebih sedikit.
7. Faktor plasenta yang berkaitan dengan IUFD hanya didapatkan kriteria
ketuban pecah dini saja, dengan jumlah 2 kasus.
8. Sisa dari faktor-faktor resiko lainnya pada ibu hamil dengan IUFD didapatkan
21 orang dengan small of gestational age, 1 orang dengan obesitas, 1 orang
53
dengan riwayat sectio cesarea/laparotomy, 11 orang dengan keadaan IUFD
intrapartum, dan 2 orang dengan partus patologis.
54
DAFTAR PUSTAKA
ACOG Committee opinion. 1995. Perinatal and infant mortality statistics. Committee
on Obstetric Practice : Number 167.. American College of Obstetricians and
Gynecologists. Int J Gynaecol Obstetry (on-line).Diakses pada 28 Mei 2011.
Barfield WD, et al. 2002. Contribution of late fetal deaths to US perinatal mortality
rates in 1995-1998. Semin Perinatology;26(1): pg.17-24 (on-line). Diakses pada
29 Mei 2011.
Cousens S, Blencowe H, Stanton C, et al. 2011. National, Regional, and Worldwide
Estimates of Stillbirth Rates in 2009 with Trends since 1995, a systematic
analysis. Lancet ; 377(9774):1319-30 (on-line). Diakses pada 29 Mei 2011.
Cunningham, F.G., etc. 2005. Kematian Janin. Obstetri Williams vol. 2, edisi 21.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm. 1200-20.
Flenady V, et al. 2011. Major risk factors for stillbirth in high-income countries: a
systematic review and meta-analysis. Lancet;377(9774):1331-40 (on-line).
Diakses pada 29 Mei 2011.
French AE, Gregg VH, Newberry Y, et al. 2005. Umbilical cord stricture: a cause of
recurrent fetal death. Obstet Gynecol;105(5 Pt 2):1235-9(on-line). Diakses pada
29 Mei 2011.
55
Gomez Ponce de Leon R, Wing DA. 2009. Misoprostol for termination of pregnancy
with intrauterine fetal demise in the second and third trimester of pregnancy - a
systematic review. Contraception ; 79(4):259-71 (on-line). Diakses pada 29
Mei 2011.
Khashoghi, T.Y., 2005. Epidemiology of Intrauterine Fetal Death in Saudi Arabia,
KKUH experience. Biomedial Journal Research; 16 (1) : 59 – 64 (on-line).
Diakses pada 22 Mei 2011.
Korteweg, F.J., etc. 2009. Diverse Placental Pathologies as the Main Causes of Fetal
Death.Obstet Gynecol ; 114 (4) : 809-17 (on-line). Diakses pada 24 Mei 2011.
Lembar, S., etc. 2009.Hubungan Sindrom Antifosfolipid dengan Gangguan
Kehamilan.Majalah Kedokteran Damianus vol. 8, no.1, Departemen Patologi
Klinik FK Unika Atmajaya (on-line).Diakses pada 5 Juni 2011.
Ma’roef, S., etc. 2003. Toksoplasmosis Ibu Hamil di Indonesia. Cermin Dunia
Kedokteran no.139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line).Diakses pada 22
Mei 2011.
MacDorman, M.F., etc. 2009. Fetal and Perinatal Mortality. National Vital Statistic
Reproduction ; 57 (8) ; 1-19 (on-line). Diakses pada 26 Mei 2011.
Nicholson JM, Caughey AB, Stenson MH, Cronholm P, Kellar L, Bennett I, et
al.2009. The active management of risk in multiparous pregnancy at term:
association between a higher preventive labor induction rate and improved birth
56
outcomes. Am J Obstet Gynecol;200(3):250.e1-250.e13 (on-line). Diakses pada
29 Mei 2011.
Nybo Andersen AM, Hansen KD, Andersen PK, et al. 2004. Advanced paternal age
and risk of fetal death: a cohort study. Am J Epidemiol.;160(12):1214-22 (on-
line).Diakses pada 26 Mei 2011.
POGI : Standar Pelayanan Medis Obstetri dan Ginekologi, edisi revisi. 2006.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta (on-line). Diakses
pada 22 Mei 2011.
Rahayu, E.B. 2008. Respon dan Koping Ibu Hamil yang Memiliki Riwayat Kematian
Janin di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta per tahun 2008.Magister Ilmu
Kesehatan Universitas Indonesia (on-line).Diakses pada 5 Juni 2011.
Rambulangi, J. 2003. Beberapa Cara Prediksi Hipertensi dalam Kehamilan. Cermin
Dunia Kedokteran : no. 139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses
pada 22 Mei 2011.
Rambulangi, J. 2003. Penanganan Pendahuluan dan Prarujukan Penderita
Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran : no. 139, edisi
Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses pada 22 Mei 2011.
Roeshadi, H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian
Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran
57
Universitas Sumatera Utara, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu
Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses pada 27 Mei 2011.
Silver RM. 2007. Fetal death. Obstet Gynecol. Jan 2007;109(1):153-67. Diakses pada
29 Mei 2011.
Smith, G., etc. 2004. Second-Trimester Maternal Serum Levels of Alpha-Fetoprotein
and the Subsequent Risk of Suddent Infant Death Syndrome. The New England
Journal of Medicine : 351 ; 978-86 (on-line). Diakses pada 28 Mei 2011.
Suparman, E., etc. 2003. Management of Placental Abruption and Incomplet Uterine
Ruptue caused by Accidental Trauma of Abdomen. Cermin Dunia Kedokteran,
no.139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses pada 22 Mei 2011.
Utama, S.Y. 2008. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
Berat pada Ibu Hamil di RS Raden Mattaher Jambi tahun 2007.Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi vol. 8, no. 2, Juli 2008 (on-line).Diakses pada 5
Juni 2011.
Weiss HB, Songer TJ, Fabio A. 2001. Fetal deaths related to maternal
injury.JAMA;286(15):1863-8 (on-line). Diakses pada 27 Mei 2011.
58
Recommended