1
Anemia Hemolitik Autoimun
Oleh
Ade Frima Segara Manurung
10.2008.141
Kelompok C6
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) yang paling sering penyebabnya idiopatik. Namun,
dalam beberapa tahun terakhir, AIHA telah dicatat dengan peningkatan kejadian pada
pasien yang menerima analog nukleosida purin untuk keganasan hematologi, melainkan juga
telah digambarkan sebagai komplikasi dari transfusi darah pada pasien yang juga memiliki
aloimun. Perkembangan teknologi transplantasi sel induk hematopoietik telah menjadi lebih
luas, hemolisis kekebalan pada penerima ABO telah menjadi lebih baik diakui. Sindrom ini
disebabkan oleh limfosit penumpang dipindahkan dari donor, dan meskipun sementara, bisa
sangat parah. Sebuah sindrom serupa telah diamati pada penerima transplantasi organ
padat ketika ada ketidakcocokan ABO antara donor dan penerima.
Tromboemboli vena adalah komplikasi yang jarang diakui, meskipun mungkin umum, anemia
hemolitik autoimun (AIHA), dan mungkin dalam beberapa hal hubungan antara antibodi
dengan antifosfolipid tidak dapat begitu saja dipisahkan. Sementara komplikasi yang
terdokumentasi dengan baik dari AIHA adalah gangguan lymphoproliferative ganas,
gangguan lymphoproliferative mungkin juga muncul sebagai konsekuensi dari AIHA.
Sejumlah pilihan yang terbaru tersedia untuk pengobatan AIHA, pada pasien refrakter
terhadap kortikosteroid dan splenektomi. Immunosupresif baru seperti mofetil mungkin
memiliki peran dalam kasus tersebut. Pengalaman yang cukup besar telah terakumulasi
dalam beberapa tahun terakhir dengan terapi antibodi monoklonal, khususnya rituximab,
dalam kasus AIHA sulit, tampaknya menjadi pilihan yang aman dan efektif.
2
Anemia hemolitik terjadi ketika sumsum tulang tidak mampu meningkatkan produksi untuk
menebus kehancuran dini sel darah merah. Jika sumsum tulang mampu bersaing dengan
kerusakan awal, anemia tidak terjadi (ini kadang disebut hemolisis kompensasi).
Ada banyak jenis anemia hemolitik, yang diklasifikasikan berdasarkan alasan kehancuran
dini sel darah merah. Cacat mungkin dalam sel darah merah itu sendiri ( faktor intrinsik ),
atau di luar sel darah merah (faktor ekstrinsik).
Abtract
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) is most often idiopathic. However, in recent years,
AIHA has been noted with increased incidence in patients receiving purine nucleoside
analogues for hematological malignancies, but also has been described as a complication of
blood transfusion in patients who also had alloimmunization. As hematopoietic stem cell
transplantation technology has become more widespread, immune hemolysis in ABO
mismatched recipients, the products have become better recognized. This syndrome is caused
by passenger lymphocytes transferred from the donor, and although temporary, can be quite
severe. A similar syndrome has been observed in solid organ transplant recipients when there
is ABO-incompatibility between donor and recipient.
Venous thromboembolism is a rare complication is recognized, although it may be common,
autoimmune hemolytic anemia (AIHA), and may in some cases associated with
antiphospholipid antibodies coexist. While AIHA is a well-documented complications of
malignant lymphoproliferative disorders, lymphoproliferative disorders may also arise as a
consequence of the paradox of AIHA.
A number of newer options available for treatment of AIHA in patients refractory to
corticosteroids and splenectomy. New immunosuppressives such as mycophenolate may have
a role in the case. Considerable experience has been accumulated in recent years with
monoclonal antibody therapy, specifically rituximab, in difficult AIHA cases, seems to be a
safe and effective option.
Hemolytic anemia is a condition in which there are not enough red blood cells in the blood,
due to premature destruction of red blood cells. There are several specific types of hemolytic
anemia, which are described individually.
Hemolytic anemia occurs when bone marrow is not able to increase production to make up
for premature destruction of red blood cells. If bone marrow is able to compete with the
initial damage, anemia does not occur (this is sometimes called compensated hemolysis).
3
There are many types of hemolytic anemia, which are classified based on the reasons for
premature destruction of red blood cells. Possible defects in red blood cell itself (intrinsic
factor), or outside the red blood cell (extrinsic factor).
KASUS
PEMBAHASAN KASUS
I. Anamnesis
Anemia bisa timbul dengan bermacam-macam gejala yang tersembunyi. Di antaranya
adalah lelah, menurunnya toleransi olahraga, sesak napas, dan angina yang
memburuk. Akan tetapi, anemia seringkali ditemukan secara kebetulan bila dilakukan
pemeriksaan darah lengkap rutin atau selama pemeriksaan penunjang penyakit lain.
Sebab yang mendasari anemia, seperti perdarahan gastrointestinal, juga bisaa
membawa pasien mencari bantuan medis. Anemia bukan merupakan diagnosis dan
memerlukan penjelasan.
Yang perlu ditanyakan saat anamnesis :
Gejala apa yang dirasakan pasien? Malaise, lelah, sesak napas, nyeri dada, atau tanpa
gejala?
Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dari
malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja gelap,
darah per rectal) ?
Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan?
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi.
Riwayat penyakit dahulu
Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?
Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi
vitamin B12)?
Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis? (misalnya ikterus)
Riwayat Keluarga
4
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangan penyakit sel sabit,
talasemia, anemia hemolitik yang diturunkan.
Riwayat bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan kemungkinan infeksi parasit (misalnya cacing
tambang dan malaria)
Obat-obatan
Obar-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS
menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik)1
II. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: tekanan darah,
nadi (takikardi), frekuensi nafas, dan suhu tubuh.
Gejala Anemia
Pemeriksaan fisik lainnya:
Mungkin pucat (telapak tangan, konjungtiva), walaupun tanda ini tidak bisa di
andalkan karena banyak orang yang tampak pucat tidak anemia, dan banyak orang
yang anemia tidak tampak pucat.
‘Flow’ murmur sistolik sering di temukan.
Bisa ditemukan tanda-tanda penyakit yang mendasari.
Pada anemia defisiensi Fe yang telah berlangsung lama, bisa dijumpai koilonikia
(kuku berbentuk sendok, spoon nail).1,2,3
5
Koilonychia (spoon nails)
Tanyakan pada pasien:
Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas atau syok akibat
kehilangan darah akut?
Adakah tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak tangan
pucat. (Anemia yang signifikan mungkin timbul tanpa tanda klinis yang jelas).
Konjungtiva anemis pada penderita gagal ginjal kronis
Adakah koilonikia (kuku ‘seperti sendok’) atau kelilitis angularis seperti yang
ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama?
6
Kelilitis angularis pada sudut mulut
Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?
Adakah bintik-bintik di sirkumoral (sindromOsler-Weber-Rendu)? Adakah
telangiektasia (telangiektasia hemoragik herediter)?
Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)?
Adakah tanda-tanda lekosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?
Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru ini,
massa, jari tabuh, atau limfadenopati?
Adakah hepatomegali, splenomegali, atau massa abdomen?
Apakah hasil pemeriksaan rectal normal? Adakah darah samar pada feses (faecal
occult blood/FOBI)?
Adakah tanda-tanda neuropati perifer? Hal ini menunjukkan defisiensi vitamin B12
atau folat.
Gejala klinik ditentukan oleh:
Kecepatan terjadinya anemia
Daya kompensasi fisiologis tubuh
Aktivitas fisik
Gejala anemia tergantung pada kelainan yang mendasarinya serta tingkat
keparahan dan lamanya onset anemia. Anemia ringan sering tidak menimbulkan
gejala. Anemia dengan onset perlahan-lahan, bahkan bila berat, juga biasanya
hanya menimbulkan sedikit gejala. Pada anemia yang lebih berat atau yang
onsetnya cepat, bisa terjadi gejala-gejala berikut:
Kelelahan.
Edema perifer, misalnya bengkak pada kaki.
7
Sesak napas, terutama jika ada penyakit jantung atau paru.
Anemia sering menyebabkan dekompensasi pada gagal jantung kronis.
Angina, jika ada penyakit jantung koroner, yang mungkin tidak di ketahui
sebelum timbulnya anemia.3
Pemeriksaan Penunjang
Tes ini adalah untuk sel darah merah akibat penghancuran (hemolisis). Tes khusus
dapat mengidentifikasi jenis anemia hemolitik. Tes ini biasanya dilakukan bila
hemolisis diduga atau telah ditentukan.
1. Hitung retikulosit absolute3
Hitung retikulosit merupakan pemeriksaan untuk menunjukkan peningkatan
eritropoesis yang paling sering dipakai. Dengan tekhnik hitung elektronik
(misalnya Technicon H-3) maka realibilitas pemeriksaan makin meningkat.
Angka normal retikulosit 0,5 – 1,5 %, tetapi angka normal yang lebih teliti
adalah 0,3-2,5% pada pria dan 0,8-4,1% pada wanita. Peningkatan retikulosit
sebanding dengan beratnya proses hemolisis. Hanya 1-5% kasus anemia
hemolitik kronik menunjukkan retikulosit normal.4
2. Hemoglobin bebas di dalam serum atau urin3
Hemoglobinemia
Destruksi eritrosit 10-20 mL intravaskuler akan menimbulkan hemogobinemia
yang memberi warna merah muda pada plasma. Jika diukur maka kadar
hemoglobin bebas dalam plasma sekitar 50mg/dl. Jika hemoglobin bebas
meningkat menjadi 150-200 mg/dL, plasma berwarna merah terang dan akan
mulai terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin bebas dalam urin dapat diukur
dengan reaksi bensidin. Kadar > 100 mg/dL dapat diukur dengan metode
sianmer biasa.
Kadar diatas 1000 mg/dL hanya dijumpai pada kasus anemia hemolitik
intravaskuler. Hemoglobin bebas sedikit meningkat pada anemia
imunohemolitik berat.4
3. Jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit
4. Kadar bilirubin serum tidak langsung
5. LDH serum3
Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit
8
1. Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s test)
Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan
direaksikan dengan antiserum atau antibody monoclonal, terhadap
berbagai immunoglobulin dan fraksi komponen, terutama IgG dan C3D.
Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3D maka
akan terjadi aglutinasi.
Direct Coomb’s Test
2. Indirect Antiglobulin Test (indirect Coomb’s test)
Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum passion
direaksikan dengan sel-sel reagen. Immunoglobulin yang beredar pada
serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan
antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.2
Indirect Coomb’s Test
III. Diagnosis Kerja
Anemia Hemolitik Imun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA / AHA)
Merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga
umur eritrosit memendek.
Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun
i. Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)
9
A. AIHA tipe hangat
1. Idiopatik
2. Sekunder (karena limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
1. Idiopatik
2. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan
limforetikuler)
C. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria
1. Idiopatik
2. Sekunder (sifilis, viral)
D. AIHA Atipik
1. AIHA tes antiglobulin negative
2. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
ii. AIHA diinduksi obat
iii. AIHA diinduksi aloantibodi
A. Reaksi Hemolitik Transfusi
B. Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir
1. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibody bereaksi secara
optimal pada suhu 37°C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit
lain.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium, hemoglobin sering dijumpai di bawah 7 g/dL.
Pemeriksaan Coomb direk biasanya positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya
ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit.
Autoantibody ini berasal dari IgG dan bereaksi dengan semua eritrosit normal.
Autoantibodi tipe hangan ini biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit
pasien sendiri, biasanya antigen Rh.
2. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin
Terjadinya hemolisis diperantai antobodi dingin yaitu agglutinin dingin dan antibodi
Donath-Landstainer. Kelainan ini secara karakteristik memiliki agglutinin dingin IgM
monoclonal. Spesifitas agglutinin dingin adalah terhadap antigen I/i. Sebagian besar
IgM yang punya spesifitas terhadap anti-I memiliki VH4-34. Pada umumnya
agglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan
meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Antigen I/I bertugas sebagai
10
reseptor mycoplasma yang akan menyebabkan perubahan presentasi antigen dan
menyebabkan produksi autoantibody. Pada limfoma sel B, agglutinin dingin ini
dihasilkan oleh sel limfoma. Agglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel darah
merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia ringan, sferositosis,
polikromatosia, tes Coombs positif.
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang ditemui, hemolisis terjadi secara
massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering
ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim
autoantibody Donath-Landstainer dan protein komplemen berikatan pada sel darah
merah. Pada suhu kembali 37°C, terjadi lisis karena propagasi pada protein-protein
komplemen yang lain.
Laboratorium : hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositosis. Coombs positif,
antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat : yaitu hapten /
penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks
ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibody
yang beraksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.
Penyerapan / absorpsi protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes
Coombs positip tanpa kerusakan eritrosit.
Laboratorium : anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coombs positif. Leucopenia,
trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang
diperantarai kompleks ternary.
5. Anemia Hemolitik Aloimun Karena Transfusi
Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi tranfusi akut yang disebabkan
karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfuse PRC golongan A pada
penderita golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang
akan memicu aktivasi komplemen dan dan terjadi hemolisis intravascular yang akan
menimbulkan DIC dan infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak nafas,
demam, nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah, dan syok. Reaksi transfuse tipe
lambat terjadi 3-10 hari setelah transfuse, biasanya disebabkan karena adanya antibodi
dalam kadar rendah terhadap antigen minor eritrosit. Setelah terpapar dengan sel-sel
11
antigenic, antibodi tersebut meningkat pesat kadarnya dan menyebabkan hemolisis
ekstravaskular.2
Diagnosis pasti : Anemia Hemolitik Autoimun tipe Hangat (AIHA warm type)
IV. Diagnosis Banding
1. Anemia defisiensi G6PD
Defisiensi G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD hilang
dari selaputsel darah merah. Defisiensi enzim G6PD adalah kelainan
genetik yang bersifat Xlinked recessive. Gen penyandi G6PD
terletak pada regio telomerik rantai panjangkromosom X (band Xq28),
sekitar 400 kb centromerik dari gen Faktor VIII. Panjang gen G6PD 18.5
kb, terdiri dari 13 exon (exon pertama bersifat non coding) dan
12intron. Exon koding ukurannya bervariasi antara 38 bp sampai 236 bp.
Ukuran intron kurang dari 1 kb, kecuali intron kedua mencapai panjang 11 kb.
E nz i m G6P D in i mem b an t u men go l ah g l u ko s a d an memb an tu
m en gh as i lk an glutation untuk mencegah pecahnya sel. Hal yang
bisa memicu penghancuran sel darah merah adalah :
D e m a m
In f ek s i v i r us a t au bak t e r i
K r i s i s d i a b e t e s
Bahan tertentu (aspirin, kacang merah, vitamin K)
Klasifikasi defisiensi G6PD :
V a r i a n G 6 P D y a n g d e f i s i e n s i e n z i m n y a s a n g a t
b e r a t ( a k t i v i t a s e n z i m kurang dari 10% dari normal) dengan
anemia hemolitik akut.
K l a s I I : v a r i a n G 6 P D y a n g d e f i s i e n s i e n z i m n y a
c u k u p b e r a t ( a k t i v i t a s enzim kurang dari 10% dari
normal) namun tidak ada anemia hemolitik kronis.
K l as I I I : v a r i an G 6P D den gan ak t i v i t a s enz im n ya
an t a r a 1 0% - 60 % d a r i no r ma l dan an emi h emo l i t i k
t e r j ad i b i l a t e rp ap ar b ah an ok s id an a t au infeksi.
K l a s I V : v a r i a n G 6 P D y a n g t i d a k m e m b e r i k a n
a n e m i a h e m o l i t i k a t a u penurunan aktivitas enzim G6PD
12
K l a s V : v a r i a n G 6 P D y a n g
a k t i v i t a s e n z i m n y a m e n i n g k a t .
Varian klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis
tidak didapat gejala klinik.
Manifestasi klinis pada defisiensi G6PD1
1. A n e m i a h e m o l i t i k a k u t a k i b a t i n d u k s i
o b a . S e b a g i a n b e s a r m a n i f e s t a s i v a r i a n
m u t a n g e n G 6 P D y a n g m en gak ib a tk an d e f i s i ens i
enz im G 6PD k u rang d a r i 6 0 % da r i no r m al , terjadi setelah
paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia hemolitik
akut
2 . A n e m i a h e m o l i t i k a k u t a k i b a t i n f e k s i
3. Infeksi bakteri dan virus seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli,
St r ep to ccus β h em ol i t i k us d an R ick e t t s i a , d ap a t
m en yeb ab k an an em ia h emol i t i k p ad a p en de r i t a
d e f i s i ens i G 6PD d an m ekan i sm e t e r j ad in ya hemolisis
belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan
infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis.
4 . A n e m i a h e m o l i s i s a k u t a k i b a t i n d u k s i k e t o
a s i d o s i s d i a b e t i c . K e t o as id os i s d i ab e t i k j u ga
d ap a t m emi cu an em ia hemol i t i k p ada penderita defisiensi
G6PD. Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien d i a b e t e s
k e t o s i s d a r i p a d a k e l o m p o k c o n t r o l a t a u b a h k a n
k e l o m p o k d i a b e t e s t i p e 2 .5
2. Leukimia
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel
darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum
tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel
darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh
melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam
tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan
darah)
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat
13
menyebabkan kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan
leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat
sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.
Tanda dan Gejala Penyakit Leukemia
Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita,
namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Anemia.
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang,
akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan
kekurangan oxygen dalam tubuh).
2. Perdarahan.
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena
didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami
perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan
kulit).
3. Terserang Infeksi.
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang
diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi
semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi
virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan
adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian.
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
mendesak padat oleh sel darah putih.
5. Nyeri Perut. Nyeri
perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel
leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri.
Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita
leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Lympa.
14
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar
lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar
lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan
menyebabkan pembengkakan.
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri
dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan
medis.
Diagnosa Penyakit Leukemia (Kanker Darah)
Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan,
diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count
(CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray,
Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.6
3. Talasemia
Talasemia merupakan suatu kelainan darah yang diturunkan melalui keluarga
dimana membuat bentuk hemoglobin abnormal, protein dalam sel darah merah
yang membawa oksigen. Hasil gangguan berupa penghancuran sel darah
merah berlebihan, yang mengarah ke anemia.
Gejala klinik Talasemia :
a. Cacat tulang di wajah
b. Kelelahan
c. Kegagalan pertumbuhan
d. Sesak napas
e. Kulit kuning (jaundice)
Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan adanya pembesaran limpa. Sampel
darah akan diambil dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan :
1. Sel darah merah akan terlihat kecil dan bentuk tidak normal ketika
dilihat di bawah mikroskop.
2. Hitung darah lengkap (CBC) menunjukkan adanya anemia.
3. Tes elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya bentuk abnormal
hemoglobin.3
4. Malaria
15
Malaria merupakan salah satu penyakit berjangkit biasa dan masaalah
kesihatan umum yang besar. Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa
dari genus Plasmodium. Bentuk penyakit ini yang paling serious disebabkan
oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, tetapi spesies berkait
yang lain seperti (Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan kadang-kala
Plasmodium knowlesi) turut mampu menjangkiti manusia. Kumpulan
pathogenic manusia spesies Plasmodium ini dirujuk sebagai parasit malaria.
Malaria disebarkan melalui:
∞ Gigitan nyamuk betina Anopheles
∞ Transfusi darah yang terkontaminasi
∞ Suntikan dengan jarum yang sebelumnya telah digunakan oleh
penderita malaria.
Pada malaria dapat terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies
parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria
falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada
malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom
dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak.
Anemia disebabkan beberapa faktor :
a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak
mengandung parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun
memegang peran.
b. Reduced survival time, maksudnya eritrosit normal yang tidak mengandung
parasit tidak dapat hidup lama.
c. Diseritropoesis yakni gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dapat dilepaskan dalam
peredaran darah perifer.7
5. Anemia Drug Induced
Beberapa jenis obat-obatan diduga dapat menyebabkan anemia. Seperti
kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastic. American Medical
Association mempublikasikan beberapa obat yang dapat menyebabkan anemia
aplastic seperti karbamazepin, inhibitor carbonic anhydrase, azathioprine,
indometasin, trimetadion, probenesid, obat-obatan sulfonamide, dan obat-obat
kemoterapi.8
Gejala :
16
Perdarahan pada gusi
Mudah memar
Kelelahan
Sering atau infeksi berat
Mimisan
Detak jantung cepat
Adanya ruam kulit
Sesak napas selama aktivitas fisik
Kelemahan
Pemeriksaan Laboratorium
1) Perdarahan dari organ internal
2) Low platelet count (trombositopenia)
3) Anemia
4) Leukopenia
5) Retikulosit rendah
6) Eritropoietin biasanya meningkat
7) Pada aspirasi sumsum tulang akan menunjukkan penurunan jumlah sel
semua jenis sel matang
8) Antibody tes seperti ANA untuk menentukan apakah penyebabnya
adalah penyakit autoimun.3
6. Anemia Sickle Cell
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein
pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah
oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil
dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,
menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan
mungkin kematian.
17
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning
(jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah,
(misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa
oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel
sabit, yang ditandai dengan:
- semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba
- nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
- demam
- kadang sesak nafas.
Diagnosa Anemia Sel Sabit :
Anemia, nyeri lambung dan nyeri tulang serta mual-mual pada seorang kulit
hitam merupakan tanda yang khas untuk krisis sel sabit.
Pada pemeriksan contoh darah dibawah mikroskop, bisa terlihat sel darah
merah yang berbentuk sabit dan pecahan dari sel darah merah yang hancur.
Elektroforesis bisa menemukan adanya hemoglobin abnormal dan
menunjukkan apakah seseorang menderita penyakit sel sabit atau hanya
memiliki rantai sel sabit.
Penemuan rantai sel sabit ini penting untuk rencana berkeluarga, yaitu untuk
menentukan adanya resiko memiliki anak yang menderita penyakit sel sabit.9
V. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi
karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual.2
Secara garis besar penyebab AHA tipe panas dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu bentuk idiopatik dan sekunder.
18
1. Idiopatik : merupakan 50% kasus AHA.
2. Sekunder terdiri atas :
a. Akibat gangguan reaktivitas imun : SLE, limfoma maligna, CLL
b. Myeloma multiple, karsinoma, dan colitis ulserativa
c. Setelah penggunaan obat methyldopa.3
VI. Patofisiologi
Sekitar 60% AHA tipe panas menunjukan IgG, 50% kombinasi IgG dan komponen,
10% hanya komponen saja. Eritrosit yang diselimuti IgG atau komponen difagositir
oleh makrofag dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolysis ektravaskuler yang
menimbulkan anemia dan icterus karena bilirubinemia indirek.3
Perusakan sel- sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini melalui aktifitas komplemen,
aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.
1. Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan
menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadila hemolisis intravaskular
yang ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuri
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.
Antibodi- anbodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,
IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutini tipe dingin, sebab antibodi ini
berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah pada suhu di bawah
suhu tubuh
a. Aktifasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktifitas C1 suatu protein
yang dikenal sebagai recognition unit.C1 akan berikatan dengan kompleks imun
antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisasi reaksi- reaksi
oada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu
kompleks C4b,2b ( dikenal sebagai (C3- convertase). C4b,2b akan menjadi C3
fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konformational sehingga
mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen(
sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g, dan
C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah merah dan
merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan membentuk C4b2b menjadi
C4b2b3b (C5 konvertase). C5 konvertase akan memecah C5 menjadi C5a
(anafilaktoksin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran.
19
Kompleks penghancur membran terdiri dari C5b, C6, C7, C8 dan beberapa
molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu
aluran transmembran, sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu.
Air dan ion masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.
b. Aktifasi komplemen jalur alternatif. Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan
C3, dan C3b yang terjadi akan memberikatan membran sel darah merah. Faktor B
kemudian melekat pada C3b, dan oleh D dan faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb.
Bb merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb
selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan
berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya
C5b berperan dalam penghancuran membran.
2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular. Jika sel darah disensitasi
dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan
komplemen- komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen yang lebih lanjut,
maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel retikuloendotalial. Proses
immune adherence ini sangat penting bagi pengrusakan sel eritrosit yang diperantarai
sel. Immunoadherence, terutama diperantarai oleh IgG-FcR akan menyebabkan
fagositosis.2
VII. Epidemiologi
Anemia hemolitik autoimun dapat terjadi pada segala usia dan tidak terdapat
perbedaan pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila
dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit
dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik merupakan 6%
dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia
sekunder keganasan hematologis.5
VIII. Gejala Klinik
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia pada kedua jenis kelamin dan timbul
sebagai anemia hemolitik dengan keparahan yang bervariasi. Limpa seringkali
membesar. Penyakit ini cenderung mengalami remisi atau relaps; dapat timbul sendiri
atau disertai penyakit lain, atau muncul pada beberapa pasien akibat terapi metildopa.
Apabila disertai purpura trombositopenik idiopatik (idiopathic thrombocytopenic
pupura, ITP), yang merupakan suatu kondisi serupa yang mengenai trombosit,
20
dikenal sebagai sindrom Evans. Apabila kelainan ini terjadi sekunder akibat lupus
erimatosus sistemik, sel biasanya terlapisi immunoglobulin dan komplemen.5
Gejala yang menonjol adalah demam, anemia, icterus, dan splenomegaly.
1. Ikterus
Icterus timbul karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated bilirubin)
dalam darah sehingga icterus bersifat acholuric jaundice, bahwa dalam urine
tidak dijumpai bilirubin. Icterus dapat hanya ringan tetapi dapat juga berat
terutama pada anemia hemolitik. Ikterus tidak disertai rasa gatal.
2. Anemia
Anemia pada anemia hemolitik sebagain besar bersifat normokromik
normositer, tetapi dapat juga bersifat hipokromik mikrositer, sperti pada
thalassemia. Penurunan kadar Hb, dapat berlangsung cepat, tetapi dapat juga
berlangsung perlahan-lahan, seperti pada anemia hemolitik kronik. Penurunan
kadar Hb > 1 g/dL dalam waktu seminggu tanpa disertai perdarahan
merupakan suatu petunjuk ke arah anemia hemolitik.
3. Splenomegaly dan hepatomegaly
Splenomegali hamper selalu dijumpai pada anemia hemolitik kronik familial-
herediter, kecuali pada anemia sel sabit (sickle cell disease) dimana limpa
mengecil karena terjadinya infark. Splenomegaly pada umumnya ringan
sampai sedang, tetapi kadang dapat besar sekali.
Hepatomegali lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan splenomegaly
karena makrofag dalam limpa lebih akitf dibandingkan dengan makrofag pada
hati.3
IX. Komplikasi
1. Tromboemboli
Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik
(CKD), biasanya mulai terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai
35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada CKD terjadi karena defisiensi
eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah
terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah,
inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan
paling sering defisiensi besi dan folat. Anemia pada CKD mempengaruhi
21
kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
Dikenal 4 mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab anemia pada GGK
yaitu :
Defisiensi eritropoietin (Epo)
Pemendekan panjang hidup eritrosit
Metabolit toksik yang merupakan inhibitor eritropoietin
Kecenderungan berdarah karena trombopati.
Selain itu masih banyak faktor lain yang ikut berperan dalam timbulnya
anemia pada GGK :
a. Gangguan eritropoiesis
Defisiensi Epo
Defisiensi Fe
Defisiensi asam folat
Inhibitor uremik
Hiperparatiroid
Intoksikasi aluminium
b. Pemendekan umur eritrosit
Hemolysis
Hipersplenisme
Transfuse berulang
c. Kehilangan darah
Perdarahan karena trombopati
Prosedur hemodialisis
2. Gangguan Lymphoproliferative
Komplikasi tergantung pada jenis tertentu anemia hemolitik. Anemia yang berat dapat
menyebabkan kardiovaskular kolaps (kegagalan jantung dan tekanan darah, yang
menyebabkan kematian). Anemia berat dapat memperburuk penyakit jantung,
penyakit paru-paru, atau penyakit serebrovaskular.10
X. Penatalaksanaan
22
1. Singkirkan penyebab yang mendasari (misalnya metildopa, fludarabin).
2. Kortikosteroid. Predsnisolon adalah pengobatan lini pertama yang umum
diberikan; 60mg per hari adalah dosis awal biasa untuk orang dewasa dan
kemudian harus dikurangi sedikit demi sedikit. Pasien dengan IgG dominan
pada eritrosit memperlihatkan respons yang baik, sedangkan pasien dengan
komplemen dominan pada eritrosit sering berespons buruk terhadap
kortikosteroid maupun splenektomi.
3. Splenektomi mungkin berguna untuk dilakukan pada pasien yang tidak
berespon baik atau gagal mempertahankan kadar hemoglobin yang
memuaskan dengan dosis steroid yang cukup kecil.
4. Imunosupresi dapat dicoba setelah gagal menggunakan cara lain, tetapi tidak
selalu berguna. Azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, siklosporin, dan
mikrofebolat mofetil telah dicoba.
5. Asam folat diberikan pada kasus berat.
6. Transfuse darah mungkin diperlukan jika anemia berat dan menimbulkan
gejala. Darah harus memiliki ketidakcocokan paling sedikit dan jika
spesifikasi autoantbodi diketahui, dipilih darah donor yang tidak mengandung
antigen yang sesuai. Pasien juga dengan cepat membuat aloantibodi terhadap
eritrosit donor.
7. Immunoglobulin dosis tinggi telah digunakan tetapi hasilnya tidak sebaik pada
ITP.5
XI. Prognosis
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar
memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Survival 10
tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli pulmo, infark lien, dan kejadian
kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10
tahun sebesar 15-25%.
Prognosis pada AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.2
XII. Pencegahan
Tidak ada pencegahan yang diketahui untuk anemia hemolitik.10
KESIMPULAN
23
Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui (idiopatik).
Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi)
dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri.
Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik
antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.
Autoimun anemia hemolitik idiopatik adalah penurunan jumlah sel darah merah karena ada
masalah dengan sistem pertahanan tubuh (imun). Ada jenis lain kekebalan hemolitik anemia
di mana penyebabnya dapat menyebabkan penyakit sekaligus jadi dasar pengobatan. Awal
penyakit ini sangat cepat dan sangat serius. Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. Anemia. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga
Medical Series. Jakarta. 2006.
2. Parjono E, Widyati K. Anemia hemolitik autoimun. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing. Jakarta. 2009.
3. Proverawati A. Anemia hemolitik. Anemia dan Anemia Kehamilan. Nuha Medika.
Jakarta. 2011.
4. Prof Dr. I Made Bakta. Anemia hemolitik. Hematologi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2007.
5. Silbernaghl, Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta. 2007
6. Penyakit kelainan darah, diunduh dari www.medicastore.com, tanggal 14 April 2012.
7. Malaria. Diunduh dari www.medicalworld.com, tanggal 14 April 2012.
8. Mekanisme anemia. Diunduh dari www.kalbe.co.id, tanggal 14 April 2012.
9. Sicke cell disease. Diunduh dari www.medicastore.com, tanggal 15 April 2012.
10. Hemolytic Anemia. Diunduh dari www.nlm.nih.gov/medlineplus, tanggal 15 April 2012.