DUALISME ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA :
TRADISIONAL DAN MODERN
Mata Kuliah : Rekontruksi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Mahsun Mahfudz, S.Ag., M.Ag.
MSI UII
M A K A L A H
Disusun oleh :
1. Ahmad Kasban Syarqowi, Lc NIM : 109131972. Umar Fadlullah Khasanudin, Lc NIM : 10913222
PROGRAM PASCA SARJANA ( S-2 )
MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Jl. Demangan Baru No. 24, Telp. 0274-523637 Yogyakarta 55281
Email : [email protected]
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. Yang memadukan hati kita dalam kecintaan
kepada- Nya, mempertemukan kita dalam ketaatan kepada-Nya, menyatukan kita
dalam menjalankan perintah di jalan-Nya, dan menghimpun kita untuk bersama
membela agama-Nya. Semoga kita menjadi bagian dari kelompok yang menjadi
harapan umat ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
saw.yang memberikan teladan kepada kita cara membangkitkan umat yang telah
mati, mempersatukan bangsa yang bercerai berai, membimbing umat yang
kebingungan di tengah sahara kehidupan, membangunkan generasi yang tertidur
lelap, dan menuntun kemanusiaan yang merana menuju kejayaan, kemuliaan dan
kebahagiaan.Semoga kita termasuk golongan yang berjuang untuk kejayaan umat.
Alhamdulillah dengan ijin dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul : “ Dualisme Orientasi Pendidikan Islamdi Indonesia : Tradisional dan
Modern”. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Rekontruksi Pendidikan Islam.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Mahsun Mahfudz, S.Ag., M.Ag.
selaku Dosen pengampu mata kuliah Rekontruksi Pendidikan Islam Program Pasca
Sarjana ( S2 ) Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia yang telah
mengantarkan kami untuk menikmati kajian keilmuan yang lebih luas dan integral.
Makalah ini masih sangat sederhana dan banyak kekurangan serta kesalahan.
Karena itu kami mohon masukan dari pembaca demi perbaikan selanjutnya. Besar
harapan kami makalah ini bisa bermanfaat untuk mewujudkan keberhasilan
pendidikan secara umum, untuk menyongsong kejayaan dan kemuliaan umat.
Penyusun.
2
Dualisme Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia
Tradisional dan Modern
A. MUKADIMAH
Konsep Islam dalam pendidikan : Melihat pandangan Islam yang meletakkan
ilmu dan ahlinya dalam kedudukan yang tinggi dan mulia, maka salah satu
aplikasinya adalah mendirikan lembaga pendidikan yang mampu mencetak ulama
yang memiliki kualitas iman dan ilmu yang memenuhi tuntutan zaman, diantara
lembaga pendidikan tersebut adalah pesantren yang sudah berabad-abad teruji
sistemnya dan dapat melahirkan banyak tokoh pembangkit umat. Dan berdakwah
melalui pesantren ini sangat efektif dalam mencetak keunggulan Sumber Daya
Manusia ( SDM.).
Sejarah masuk islam ke Indonesia : Telah kita ketahui bersama bahwa tradisi
pesantren adalah warisan dakwah Wali Songo ( Wali Sembilan ) yang tetap eksis
yang masih membutuhkan penyesuaian sesuai dengan zamannya. Rentetan periodik
dakwah ini tidak perlu kita berpaling dari hasil karya ulama tradisional tetapi yang
perlu kita lakukan adalah melanjutkan estafet dakwah dengan menambah kualitas
pesantren itu sendiri. Karena yang jelas mereka sudah melakukan banyak ijtihad
untuk menjalankan proses dakwah yang merupakan tuntutan agama yang harus
dijalankan oleh masing-masing individu kaum muslimin. Metode mereka dalam
berdakwah banyak mengambil dari budaya kaum hindu yang merupakan kepercayaan
nenek moyang kita zaman dahulu. Maka tidak heran kalau melihat budaya India yang
ada kemiripan dalam penyampaian serta ilmu pengetahuan karena pembawa dakwah
ini berasal dari Gujarat. Dan pesantren merupakan benteng Islam Indonesia bahkan
benteng bangsa Indonesia sendiri..
Perjalanan pesantren dari awal hingga sekarang : Dengan banyaknya
perkembangan pola pesantren yang ada sekarang menunjukkan adanya dinamika
metode yang baik, oleh karenanya kita patut mensyukuri proses ini yang kita warisi
dari para ulama tradisional dan mereka sudah memetik hasil jerih payah mereka yaitu
3
berupa ijtihad mencari format yang tanggap, cepat dan dan tepat , oleh sebabnya
Allah SWT memberikan anugrah dua kali lipat pahala jika mereka benar dan satu
pahala jika mereka salah.
Sejarah perkembangan pemikiran yang merupakan cikal bakal munculnya
peradaban mengalami pasang surut mengikuti dinamika perkembangan sejarah umat
Islam. Pendidikan yang diartikan sebagai suatu yang mampu merubah kondisi yang
lebih baik mengalami perkembangan dan perubahan baik dari segi tujuan, metode,
system serta alat untuk mengukur keberhasilan dari proses pendidikan tersebut. Untuk
mengetahui perkembangan pendidikan haruslah diruntut menurut “historis” pemikiran
yang dikembangkan oleh para pemikir, penggagas, penggerak dan pelaku pendidikan
dari masa ke masa. Karena keterbatasan penulis mengenai hal ini, terutama mengenai
literature maka pembahasan dalam makalah ini lebih menekankan pada perbandingan
sisi-sisi pemikiran pendidikan Islam tradisional dan Modern.
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan
manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk
menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba di hadapan
Khaliq-nya dan juga sebagai Khalifatu fil ardh (pemelihara) pada alam semesta ini.
Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus
(peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan agar
memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa
diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana
itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum muslimin berkecimpung dalam
naungan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat
kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban
sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang
mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur. Untuk itu,
adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan
sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa ke-
emasan sepanjang abad pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban Islam
berhasil memberikan Iluminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan
Eropa Timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan bahwa
4
peradaban Islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang
berbasis Kurikulum Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang sangat mendalam tentang dikotomi ilmu
agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan meyakini adanya sistem pendidikan
agama dalam hal ini pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum. Kedua sistem
tersebut lebih dikenal dengan pendidikan tradisional untuk yang pertama dan
pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke permukaan,
misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan sekolah
umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan
tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan
agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan Islam tidak akan pernah berhenti
sesuai dengan zaman yang terus berubah dan berkembang. Meskipun demikian tidak
berarti bahwa pemikiran untuk mencari paradigma baru pendidikan itu bersifat reaktif
dan defensive, yaitu menjawab dan membela kebenaran setelah adanya tantangan.
Upaya mencari paradigma baru, selain harus mampu membuat konsep yang
mengandung nilai-nilai dasar dan strategis yang a-produktif dan antisipatif,
mendahului perkembangan masalah yang akan hadir di masa mendatang, juga harus
mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang benar-benar diyakini untuk terus
dipelihara dan dikembangkan. Makalah ini berjudul Rekonstruksi Pendidikan Islam di
Indonesia “Paradigma baru dan Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Modern”.
B. MODEL PEMIKIRAN DALAM PENDIDIKAN
Untuk mengklasifikasikan pemikiran tradisional dengan yang tidak cukup
sulit, sebab dalam pendidikan ada istilah “reconstruktion end canges”, Artinya yang
tradisi akan selalu diakses sebagai tipe awal, kemudian dtambahi dengan modifikasi-
modifikasi baru. Sehingga dalam dunia pesantren ada istilah ”
menjaga/mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil yang baru, yang
lebih baik”: االصلح بالجديد واالخذ الصالح علىالقديم Ideologi pendidikan المحافطة
dalam tinjauan Giroux dan Aronowitz ( Oky Syaeful R. Harahap, 2007 ) menyebutkan
5
ada tiga aliran besar, pertama aliran konservatif, kedua aliran liberal dan ketiga aliran
kritis. Aliran konservatif berpendapat bahwa pendidikan tidak ada hubungannya
dengan tatanan dan perubahan social. Pendidikan adalah an sih pendidikan.
Adapun fenomena kebodohon, kemiskinan, tertindas adalah kesalahan mereka
sendiri. Aliran liberal (kebebasan individu, pengembangan kemampuan, perlindungan
hak) hampir sama dengan aliran konservatif dalam tinjauan social politik bahwa
masalah kemasyarakatan dengan masalah sekolah dua hal yang berbeda. Berbeda
dengan dua aliran sebelumnya aliran kritis memandang bahwa tujuan pendidikan
tidak bisa tidak adalah transformasi social. Saat ini dunia pendidikan terkontaminasi
oleh idiologi dominan negara, dunia pendidikan dianggap melanggengkan
diskriminatif dan berpihak pada status quo. Ada juga yang berpendapat bahwa gerak
laju pemikiran Islam ditandai dengan istilah aliran tradisional, fundamentalis, modern
dan neomodern. Perkembangan neomodernis yang diusung oleh Fazlur Rohman lebih
menekankan kepada semangat ijtihad yang terus menerus dalam konteks berusaha
menemukan pesan-pesan AL-Qur’an. Ciri-ciri neo-modernism Rahman sebagai
pencetus awal dari aliran ini adalah :
1). Penafisiran Al-Quran secara sistematik dan komfrehensif,
2). Penggunaan metode hermeneutika yang digunakan untuk memahmi teks-
teks kuno seperti kitab suci, sejarah, hukum, falsafah,
3). Pembedaan secara jelas antara Islam Normatif dan Islam Historis,
4). Penggabungan paradigma tradisionalis dan modernisme (Taufiq Adnan
Kamal : 1990, 112).
Sedangkan kaum tradisionalis lebih memfokuskan diri dalam pengembangan
keilmuan Islam dengan memakai metode “kesejarahan masa lalu” yang bertumpu
pada semangat penyebaran Islam.
C. Pendidikan Islam tradisional dan modern
Tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan umum : dikotomi ini adalah salah
satu teori konspirasi barat dalam menjalankan misi penghancuran umat Islam. Jika
6
kita melihat konteks keindonesiaan maka yang terlihat pelaku peran ini adalah
Portugal dan Belanda, tetapi disayangkan kita lambat menyadarinya untuk
menghadang mereka, tetapi Islam tidak mengenal kata menyerah di hadapan musuh
maka yang harus kita lakukan adalah menjalankan roda ulama tradisional dalam
mendakwahkan agama ini secara koperhensif yaitu yang kita sebut Islam dinun
syamil, kamil dan mutakamil yang mencakup semua lini kehidupan.
Keunggulan pesantren tradisional adalah penguasaan terhadap kitab-kitab
turast islami yang merupakan hasil ijtihad ulama tradisional terdahulu, kitab-kitab ini
berupa matan-matan yang ringkas yang menyimpan rahasia bahwa khazanah ilmu
keislaman akan tetap terjaga oleh para ulama islam menghafal matan-matan tersebut,
hal terbukti saat perpustakaan Islam terbesar di Bagdad di bakar ilmu khazanah Islam
tetap eksis.
Keunggulannya juga bahwa pesantren tradisional adalah lembaga pendidikan
tradisional yang biayanya terjangkau oleh semua kalangan terutama kalangan
ekonomi menengah ke bawah, sehingga banyak mengasih peluang pada mereka
sebagai pencari ilmu agama. Keunggulan pesantren modern adalah aspek manajemen
pengelolaan pesantren, mulai dari pendidikan, keuangan dan pengembangan
bangunan.
Kelemahan dalam bidang pemikiran : memang yang paling ideal dalam
membentuk insan muslim yang sempurna adalah adanya keseimbangan antara
pengembangan aqliyah, ruhiyah dan jasadiyah. Yang paling menonjol dalam budaya
pesantren adalah aspek menyampaian dogma agama tanpa melalui banyak proses
pemikiran yang obyektif, sehingga seakan-akan pintu ijtihad sudah tertutup, maka
tidaklah heran kalau barat akhir-akhir ini berkoar-koar bahwa termasuk sumber teroris
adalah pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Dan nilai-nilai ruhiyah sangat
ditekankan tanpa penyeimbangan aspek aqliyah, jasadiyah yang menyebabkan
generasi-generasi sufi baru, yang menjadi harapan penulis adalah ruhban al-lail dan
fursan al-nahar.
Yang juga menjadi kelemahan pesantren modern adalah kurang tabahhur
dalam dalam ilmu-ilmu dasar yang berupa mutun yang biasa dihafal santri tradisional,
sehingga dari sisi mental, organisasi unggul; tetapi ketika mengadapi referensi klasik
7
yang lumayan susah bahasanya mereka merasa berat dan inginya bahasa-bahasa
kontemporer yang mudah dipahami, padahal di kitab klasik kita dapat memahami
begitu tinggi nilai satra ulama kita dengan bahasa yang ringkas mempunyai arti yang
begitu luas.
D. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TRADISIONAL
1. Ciri Pendidikan Tradisional.
Pada awalnya pendidikan Islam tampak sangat tradisional yang berbentuk
halaqoh-halaqoh. Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi diawali
dengan pelaksanaan pendidikan di rumah (informal), kuttab ( lembaga pendidikan
yang didirikan dekat masjid, tempat untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran ),
kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk halaqoh-halaqoh ( lingkaran
kecil, saling berkumpul dan transfer ilmu ), sallon ( sanggar-sanggar seni ; kemudian
berkembang menjadi tepat tukar menukar keilmuan, transfer pengetahuan), dari
masjid berubah menjadi madrasah ( Syamsul Nizar : 2007, 109-124 ).
Ciri pendidikan tradisional yang sangat menonjol adalah lebih betumpu
perhatiannya terhadap ilmu-ilmu keagamaan semata dengan mengabaikan ilmu-ilmu
modern sedangkan sistem pendidikan modern hanya menitik beratkan ilmu-ilmu
modern dengan mengabaikan Ilmu-ilmu keagamaan. Proses ini mulai dilakukan di
rumah-rumah, kuttab, sallon, masjid dan madrasah ilmu yang diajarkan seputar
pengajaran ilmu keagamaan. Dalam konteks Islam “keindonesiaan” mengenal istilah
pesantren. Tempat para santri menimba ilmu agama. Perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan pada masa awal ini tidaklah mengherankan karena para pendahulu
( penyebar agama Islam) ingin berusaha memadukan konteks “keindonesiaan dengan
keislman”. Kemudian berkembang menjadi pesantren-pesantren yang ada di
Indonesia. Namun seiring kemajuan zaman, modernisasi pendidikan Islam mulai
tampak dengan munculnya bentuk-bentuk madrasah, sebagai pengembangan dari
system pesantren.
2. Metodologi Pemikiran Pendidikan Islam Tradisional.
8
Tradisional dipahami dengan sifat konservatif atau mempertahankan yang
lama. Ia hanya melihat sejarah masa lalu sebagai inspirasi atau sesuatu yang harus
dipertahankan. Akar teologis pemikiran tradisonalis adalah manusia itu harus
menerima segala ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya
(Qodlo dan Taqdir). Meskipun manusia didorong untuk berusaha namun akhirnya
Tuhan jualah yang menentukan hasilnya ( Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok : 2000,
195 ).
Ilmu pengetahuan dalam presfektif Islam berasal dari Tuhan. Jika terdapat
perbedaan antara penginderaan (empiris-realis) dengan wahyu, maka pemikir Islam
akan lebih mempercayai dan mandahulukan otoritas kebenaran wahyu daripada hasil
penginderaan, karena kebenaran wahyu dianggap sebagai kebenaran sejati dan
mutlak. Di samping itu, Islam klasik memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang
utuh (Whole),terpadu (integrated), dan tersintesiskan (synsthesized) sehingga
membentuk suatu harmoni. ( Hanun Asrohah : 2007). Pada masa Islam Klasik
pendidikan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu lembaga formal yang bercirikan
eksklusif (sekolah dan universitas) dan lembaga sampingan (informal) (kuttab, masjid
rumah ulama dan lain-lain) dengan cirinya bebas (Zuhairini, 1997).
Kedua lembaga ini bersifat Teacher oriented yang memberikan peran yang
sangat besar pada guru, termasuk dalam penentuan materi dan pemberian Ijazah.
Wajar bila ada siswa memiliki ijazah lebih dari satu baik dalam satu bidang studi
maupun berbagai bidang studi. Dengan ijazah ini mereka memiliki hak mengajar
orang lain. Dari ijazah yang diperolehnya dapat dijadikan indikasi seberapa kualitas
mutu ilmu seorang guru dan dengan siapa ia berguru apakah ia ulama terkenal atau
tidak. Kurikulum di lembaga pendidikan Islam masa itu tidak menawarkan berbagai
macam bidang studi atau mata pelajaran. Dalam suatu jangka waktu, pengajaran
hanya mengajarkan satu mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Sesudah
materi itu selesai, siswa dapat mempelajari materi lain atau materi yang lebih tinggi
tingkatannya. Pelaksanaan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung pada guru
yang memberikan materi pelajaran (Hanun Asrohah, 1999).
Ada beberapa karekteristik pemikiran pendidikan Islam tradisional yang bisa
diungkap dalam konteks sejarah yaitu :
9
a. Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci.
Orientasi pendidikan adalah mengemban tugas suci, menyebarkan agama.
Titik tolak ini berkembang dari para sahabat sampai pada penyebar agama Islam awal
termasuk di Indonesia. Para Wali (wali sanga) menyebarkan Islam di Indonesia
berawal dari panggilan suci, menyampaikan amanat sehingga tujuan akhir yang ingin
dicapai adalah mardlotillah, ridlo Allah SWT. Manusia pada satu sisi sebagai hamba
Tuhan yang berbanding sejajar dengan makhluk lain – dengan segala bentuk ritualnya
masing-masing -, pada sisi lain sebagai puncak ciptaan Tuhan manusia mengusung
misi suci berdasarkan visi yang telah digariskan Tuhan sebagai “khalifah” (QS Al-
Baqoroh : 30) (Jalaluddin dan Usman Said 1994; 108).
b. Melestarikan ajaran Islam.
Islam bisa berkembang dan bertahan karena pemeluknya berupaya untuk
melestarikan ajarannya. Salah satu untuk melanggengkan ajaran Islam adalah dengan
proses pewarisan ajaran, budaya, adat istiadat masyarakat beragama. Proses ini bisa
dijalani melalui pendidikan karena pendidikan itu sendiri merupakan sarana atau
wadah dalam rangka proses pentransferan nilai-nilai relegius. Melestarikan ajaran
adalah tugas setiap muslim. Tugas yang diemban didasarkan pada panggilan suci
untuk mewariskan nilai-nilai relegius pada generasi selanjutnya. Proses pelestarian
ajaran Islam ini tidak hanya dilihat dari segi keilmuan saja tetapi juga dari
pembentukan etika dan akhlak. Penanaman akhlak adalah suatu hal yang sangat
penting dalam pewarisan dan pelestarian ajaran Islam ini. Tidak heran para peserta
didik masa tradisional ini sangat santun baik kepada orang tua, lingkungan apalagi
kepada para gurunya. Adab, etika sopan santun dijadikan alat untuk menentukan
keberhasilan peserta didik.
c. Penguatan Doktrin Tauhid
Seting masyarakat masa itu belum mengenal Islam sehingga penyampaian
nilai-nilai agama sangat sederhana. Sosio-kultur masih diwarnai dengan adat-istiadat
setempat yang masih (di Indonesia) beragama Hindu, Budha, animisme dan
diamisme. Tidak jarang penyebar agama Islam memakai pendekatan “culture
approach”. Pendekatan budaya sebagai konsekwensi dari keadaan kultur masyarakat
10
dimana para penyebar Islam awal berdakwah merupakan keniscayaan. Hal ini
dilakukan karena pada awal-awal-awal penyebaran agama Islam, masyarakat masih
memeluk agama dan kepercayaan setampat. Penguatan doktrin agama dengan
menanamkan aqidah-tauhid menjadi garapan pertama di awal-awal pendidikan.
Doktrin baru dengan meng”Esakan” Tuhan inilah yang diajarkan Nabi selama belasan
tahun di Mekkah. Demikian pula pola dan metode yang dilakukan di Indonesia. Usaha
ini sekaligus bertujuan untuk memperkokoh dimensi-dimensi keimanan.
d. Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam.
Salah satu metode berfikir masyarakat tradisional Islam pada waktu itu adalah
bagaimana mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada generasinya. Sehingga di tempat-
tempat halaqoh yang diajarkan adalah terfokus pada ilmu-ilmu keislaman. Pendidikan
tradisional belum menambahkan ilmu-ilmu yang berdimensi keduniaan. Masih
seputar Al-Qur’an, Tarikh, Fikih, ibadah dan ilmu Islam lainnya. Usaha ini dilakukan
Karena pada dasarnya umat pada waktu itu hanya ingin mentransfer melestarikan
ajaran Islam yang luhur. Pendidikan akhlak sebagai inti dari semua materi keilmuan
Islam memainkan peranan yang sangat dominant. Sehingga para peserta didik
memiliki ahklak yang bermanfaat terhadap lingkungan baik keluarga, tempat belajar
maupun untuk pribadinya sendiri.
e. Pendidikan Terpusat pada guru
Dalam deskriptif aliraan tradisoanl guru menjadi pusat dalam proses belajar
mengajar. Guru sebagai tokoh sentral dalam usaha pentransferan ilmu pengetahuan,
sebagai sumber ilmu pengetahuan, serba tahu sehingga gambaran mengenai guru
adalah sosok manusia ideal yang selalu berwatak dewasa dan semua tingkah lakunya
harus digugu dan ditiru oleh para peserta didiknya. Istilah yang dipakai dalam
pendidikan Islam tradisional ini adalah syeikh, ustadz, kyai.
f. Sistem Pembelajaran.
Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu
maju satu persatu. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem yang dijalankan dengan
memakai dua pendekatan, kelompok dan individual. Dalam istilah pesantren ada
11
sorogan dan bandongan. Sistem sorogan lebih berorientasi pada pendekatan
individual, bimbingan pribadi sedangkan system bandongan adalah bimbingan
kelompok.
g. Metode Mengajar
Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode
ceramah. Metode ini paling dominan digunakan dengan diselingi dengan metode
imla’, mencatat. Dominannya metode ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama
perkembangan pendidikan belum semodern sekarang, kedua sarana prasarana masih
sangat sederhana, ketiga saat itu metode ini sangat effektif dan efesien, keempat tidak
memerlukan waktu untuk persiapan mengajar tergantung kelihaian guru.
Metode ceramah adalah dengan cara penyampaian informasi berupa ilmu
pengetahuan melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik.
Banyak sekali di dalam Al-Qur’an yang mengemukakan hal ini, diantaranya dalam
surat An-Nahl 64 : ْح�م�ة� و�َر� و�ُه�د�ى ف!يِه! �ُف�وا �ل َت اخ� )ذ!ي ال �ُه�م� ل +َن� �ي �َب !َت ل !ال) ِإ �اَب� �ِك!َت ال �َك� �ي ع�ل �ا �َن ل �َز� �ْن َأ و�َم�ا
�وَن� �ْؤ�َم!َن ي 8 !ق�و�ٍم Artinya : Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) ل
ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. ( Moh.
Rifa’i, 1991 : 246 )
E. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MODERN
Paradigma baru pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pemikiran
yang terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali
pendidikan IPTEK, akan tetapi tidak melupakan pendidikan agama, sebagaimana
zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam di mulai
dari konsep manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap IPTEK, dan setelah
itu baru dirumuskan konsep atau sistem pendidikan Islam secara utuh.
Prinsip-prinsip lain dalam paradigma baru pendidikan Islam yang ingin
dikembangkan adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas
nilai tetapi bebas di nilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan
12
tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.
Masalah pendidikan memang tidak akan pernah selesai dibicarakan oleh siapapun.
Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada beberapa alasan: pertama, merupakan fitrah
orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik, sekalipun mereka
kadang-kadang belum tahu sebenarnya mana pendidikan yang lebih baik itu. Karena
sudah fitrahnya, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah
selesai. Gagasan tentang no limit to study atau life long education merupakan
implikasi praktis dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan
zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada
setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu maka masyarakat tidak pernah
puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut
berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan pendidikan.
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses
pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan
mendewasakan peserta didik tersebut. Dalam hubungannya ini dapat dipastikan
bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah
tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu
proses yang berlangsung ke arah sasarannya. Sedangkan “Pendidikan Islam adalah
ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia,
ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan hadits.” Ilmu
pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Dengan redaksi yang sangat singkat, ilmu pendidikan Islam adalah
ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Kata “Islam” yang berada di belakang “pendidikan” selain menjadi sumber motivasi,
inspirasi, sublimasi dan integrasi bagi pengembangan bagi ilmu pendidikan, juga
sekaligus menjadi karakter dari ilmu pendidikan Islam itu sendiri. Ilmu pendidikan
Islam yang berkarakter Islam itu adalah ilmu pendidikan yang sejalan dengan nilai-
nilai luhur yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan
masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik
muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu
yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non
13
formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam
lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia
yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan
pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-
nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan inderawi
semata.
Pendidikan Islam ke depan harus lebih memprioritaskan kepada ilmu terapan
yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan tetapi juga dalam
bidang teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan
Islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi, ada
pemisahan antara keduanya. Sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan
umat Islam belum mau ikut andil atau berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda
yang tidak ada hubungannya dengan agama, begitu juga sebaliknya. Agama
mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif (bagaimana
seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana
adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering kali umat Islam Phobia dan merasa
sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada pemisahan antara
urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya
berorientasi dunia saja. Di sini sangat jelas pemisahan dikotomi ilmu tersebut.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan agama dan dunia. Dalam
Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas dunia dapat menopang
pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama lain, melainkan juga mengatur
hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan dunia. Islam adalah agama
yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad
SAW sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa ajaran-ajaran yang bukan
hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber
dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur`an dan al-Sunnah.
Apabila ingin merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan pertama
yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha
mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi,
pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan
Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk
14
mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana
memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia
ini. Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi
manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami
eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan
kemampuannya. Dengan dasar ini, maka materi pendidikan Islam harus di desain
untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan
kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi,
seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di
dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam. Dengan kata lain
pendidikan dalam hal ini pendidikan Islam, akan menghasilkan ilmuan yang tidak
hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga ilmuan yang tahu posisinya sebagai
khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada Allah SWT, serta menjalankan apa
yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam kehidupan sosial, institusi pendidikan baik umum maupun Islam, mendapat
tugas suci untuk mengemban misi mulia agar membenahi kualitas hidup manusia jadi
lebih baik. Suatu misi (risalah) kemanusiaan yang sangat bermanfaat dalam rangka
membentuk sikap mental lulusan yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai
insani.
Pendidikan Islam harus menjadi kekuatan (power) yang ampuh untuk menghadapi
wacana kehidupan yang lebih krusial. Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan
pendidikan Islam harus bernafaskan kekinian (up to date). Jika dipandang secara
historis, memang adanya suatu kejadian yang telah lalu, dapat dijadikan sebuah
pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi, tapi jangan sampai melupakan perhatian yang
perlu diberikan di masa kini dan masa mendatang.
Pendidikan Islam harus menjadi terobosan baru untuk membentuk pola hidup umat
yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Sebab secara filosofi
yang sudah tidak asing lagi untuk diketahui bahwa antara kebodohan dan kemiskinan
itu merupakan dua sifat manusia yang mengkristal dan menjadi musuh bebuyutan
pendidikan.
15
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MASING-MASING
a. Tradisional
i. Akhlaqi
ii. Ikhlas
iii. Subtansial
iv. Mencari ilmu secara murni
b. Modern
i. Formal
ii. Gelar/Ijazah
iii. Kadang-kadang dis-orientasi
iv.
NB : Catatan penting :
ORIENTED TRADISIONAL EDUCATION
The prophet tradition/sunnah Ponpes adalah gejala desa, maka bukan skilled or professional teacher Trdisional maka kyai sebagai uswah, MD : guru dan dosen Tidak ada dikotomi antara ilmu agama/tradisonal dan modern/umum :
dikotomi ini adalah salah satu teori konspirasi barat dalam menjalankan misi penghancuran umat Islam.
sederhana → dikembangkan → besar → community based education belajar ke kyai sebagai kekuatan sentral → modern → belajar ke institusi /UN/PT
sebagi sumber kekuatan orientasi modern → tenaga kerja terampil pada sektor-sektor modern sebagaimana
diangankan sekolah dan universitas orientasi tradisional → santri dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Islam secara baik/menjadi alim dan shalih, bukan menjadi pegawai atau pejabat
Trd “murni belajar” tidak mengutamakan ijazah atau sertifikat Trd “manajemen berbasis perjuangan” (jihad based management)/social based
education/dimensi social pendidikan Td solusi belajar kaum fakir miskin kemenangan parpol islam adalah kemenangan pesantren Td pesantren harus tetap ada sebagai batu loncatan ke modern
16
Dunia pendidikan –dalam perspektif kritis, tak ubahnya seperti penjajahan bagi manusia. Ketika manusia dikenalkan dengan lingkungan barunya melalui institusi pendidikan, saat itu pula ia potensial dijajah secara kognitif.
Persinggungan kita dengan dunia di ruang-ruang kelas tiap hari hanyalah persinggungan dengan teks-teks yang tak selalu aktual, seperangkat alat uji yang tak mencerdaskan, dan hegemoni wibawa guru yan terkesan dipaksakan. Bahkan, salah satu kesalahan terbesar pendidikan adalah, ditariknya kita dalam ‘dunia asing’ yang terpisah dari problematika dan dinamika masyarakat sesungguhnya
Teori orientasi : o Aliran pertama, berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan
adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan ekonomi, jauh lebih berhasil dari yang pernah dicapai oleh orang tua mereka. Dengan demikian, pendidikan adalah jenjang mobilitas sosial ekonomi suatu masyarakat tertentu.
o Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan, dan keseimbangan jiwa peserta didik.
taqdim al-jauhar mina mazhar, , amaliyah dari pada qauliyah, rasional dari pada emosional, ushul dari pada dzuyul, taisir dari pada ta`sir, tajdid dari pada taqlid, toleransi dari pada fanatic, moderat/i`tidal dari pada inhilal, rahmah dari pada niqmah, dan i`tilaf dari pada ikhtila
Ciri modern : spesialisasi ilmu pengetahuan dan klasikal PI orientasinya lebih pada Abdullah dari pada mujtaja` = hablum minallah dari
pada hablum minannasi , kita dikenalkan dengan salah satu rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut:
“Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara dan tanah air.”
Orientasi sosial yang harus dipahami oleh anak didik dan umumnya dunia pendidikan kita, disamping pemahaman dan pemaknaan terhadap fenomena-fenomena sosial yang tengah menjadi gejala di masyarakat sehingga ia menjadi feomena yang integral dengan proses pendidikan; adalah juga idealisme tentang: (1) figur pimpinan panutan / teladan yang diharapkan masyarakat. Misalnya digambarkan figur yang demokrat, memiliki komitmen kemasyarakatan yang tinggi, religius; sehingga arah pendidikan dapat kita dorong ke pembinaan sikap mental anak didik yang demikian; (2) perubahan sosial yang menjamin arah kemakmuran terbesar pada lapis terbawah masyarakat, sehingga akan memunculkan berbagai rumusan strategi dan ‘angan-angan’ alternatif tentang perubahan sosial itu berasal dari proses pendidikan; (3) pemaknaan terhadap perlunya keseimbangan iman, ilmu, dan amal dalam konteks sosial yang relevan; sehingga dunia pendidikan memiliki kepedulian untuk mengimplentasikannya.
dualisme orientasi pesantren dan Pemerintah Hindia Belanda untuk mempersiapkan kalangan pribumi untuk mengisi jabatan-jabatan di kantor-kantor Pemerintah Hidia Belanda.
17
G. KESIMPULAN
Ada beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan metodologi pemikiran
pendidikan Islam dalam pemahaman masyarakat tradisional yaitu sebagai berikut :
1. Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan
jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan
pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh siapapun. Orientasi mereka adalah
mengemban misi suci dan menyampaikan amanah.
2. Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada
al-Qur’an dan al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang
kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang
lainnya.
3. Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin
mempelajari Islam, tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada
perbedaaan.
4. Sistem pengajaran yang dilakukan memakai bentuk halaqah, dengan sistem
sorogan dan bandongan ( istilah di pesantren )
5. Metode pengajaran (penyampaian materi) yang paling dominan adalah
ceramah dan imla’
6. Pembelajaran terfakus pada guru., Guru atau pendidik menjadi tokoh sentral
dalam pendidikan tradisonal.
7. Waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di
masjid, hanya biasanya banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena
waktu tersebut tidak mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka
mempunyai waktu yang cukup luang.
Kesimpulan dari metodologi pemikiran pendidikan Islam dalam pemahaman
masyarakat modern yaitu :
18
1. Pendidikan Modern berusaha mengintegrasi-interkoneksi kedua ilmu tersebut
baik pada tingkat metode, kurikulum, filosofinya baik pada departemennya.
2. Pendidikan harus mempunyai prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan
dengan sektor lain.
3. Pendidikan Islam harus berorientasi kepada pembangunan dan pembaruan,
pengembangan kreativitas, intelektualitas, keterampilan, kecakapan penalaran
yang dilandasi dengan keluhuran moral dan kepribadian, sehingga pendidikan
mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah laju pembangunan
dan pembaruan paradigma saat ini, sehingga mampu melahirkan manusia yang
belajar terus, mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan
masalah kehidupan, serta berdaya guna bagi kehidupan diri sendiri maupun
masyarakat.
4. Diharapkan pendidikan yang dikelola lembaga-lembaga Islam sudah harus
diupayakan untuk mengalihkan paradigma yang berorientasikan ke masa lalu
(abad pertengahan) ke paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu
mengalihkan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan,
ke paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Demi tegaknya peradaban
Islam yang lebih kokoh. Jangan hanya mengingat kejayaan Islam masa lalu,
karena mengingat kejayaan Islam masa lalu, sama saja seperti obat bius dalam
dunia medis yang menghilangkan rasa sakit untuk sesaat, akan tetapi tidak
menyembuhkan sakit itu sendiri.
H. REFERENSI :
1. Muhamad al-Thumi al-Syaibani, Umar, min usus al-tarbiyah al-
islamiyah, al-Munsya-ah al-Ammah Tripoli libiya, cet : 2, thn : 1982.
2. Nasih Ulwan, Abdullah. Tarbiyatul Aulad. Cet. Ke 2, Darussalam
Cairo.
3. Nawawi, al-Imam, Muqaddimah al-Majmu` Maktabah al-Balad al-
Amin, Cairo,Cet: 1, Thn : 1999
4. Ibrahim, Abdul Mun`im, Al-Bayan Syarhut Tibyan, Maktabah Aulad
Al-Syaikh, Cairo
19
5. Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li alfadz al-
Qur`an al-Karim, Darul Hadist, Cairo, Thn : 2001
6. Al-Qaradhawi, Yusuf. Tsaqafatul Daiyah, Maktabah Wahbah Cairo,
cet : 10, thn : 1996
7. Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed, Memberdayakan SItem Pendidikan Islam,
cet, II Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999
8. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Press, 2009
9. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, Cet. I.
Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994
10. Lihat H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara,
1991, cet I
11. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
12. Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safira
Insania Press, 2003
13. http://www.tabraniaceh.com/2011/02/paradigma-dan-rekonstruki-
pendidikan.html, accesed on Friday, 10/2/2012 at 10.29 PM.
14. http://ibrohimnaw.wordpress.com/2009/04/01/pemikiran-pendidikan-
dalam-percikan-sejarah/, accesed at , 07.55/30/1/12
20
Recommended